Anda di halaman 1dari 10

Metode Harga Pokok Pesanan –

Full Costing (Contoh Kasus)

Date: November 1, 2015Author: arwindaharsi0 Comments

Siklus akuntansi biaya pada suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh siklus kegiatan
usaha perusahaan tersebut. Siklus kegiatan perusahaan manufaktur dimulai dengan
mengolah bahan mentah menjadi produk yang siap dijual di bagian ke produksi dan
berakhir dengan mengirim dan menyimpan produk yang siap dijual tersebut ke bagian
gudang (jika diproduksi secara masal) atau berakhir dengan memberikan produk
tersebut ke pemesan (jika diproduksi berdasarkan pesanan). Dengan demikian siklus
akuntansi biaya pada perusahaan manufaktur dimulai dengan pencatatan harga pokok
bahan baku yang digunakan dalam proses produksi, kemudian dilanjutkan dengan
mencatat biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik hingga produk tersebut siap
untuk dijual.  Siklus akuntansi biaya pada perusahaan manufaktur dapat digambarkan
sebagai berikut
Sebelumnya kita sudah bahas mengenai metode harga pokok pesanan (job order
cost methode) dan sekarang kita akan bahas lebih lanjut contoh kasus untuk metode
tersebut dengan menggunakan pendekatan full costing.
Contoh:

PT. Accorner merupakan perusahaan yang bergerak di bidang percetakan. Semua


pesanan diproduksi berdasarkan spesifikasi yang diminta oleh pemesan dan biaya
produksi dikumpulkan menurut pesanan yang diterima. Perusahaan menggunakan
pendekatan full costing dalam penentuan harga pokok produksi. Dalam mencatat
biaya produksi, setiap pesanan diberikan nomor pesanan dan setiap dokumen sumber
dan dokumen pendukung diberi indentitas nomor pesanan yang bersangkutan. Pada
bulan november 20X2, PT Accorner mendapat pesanan untuk mencetak undangan
sebanyak 1500 lembar dari PT Rimendi dengan harga Rp 3.000 per lembar. Dalam
bulan yang sama perusahaan juga menerima pesanan untuk mencetak pamflet iklan
sebanyak 20.000 lembar dari PT. Oki dengan harga Rp 1.000 per lembar. Pesanan dari
PT Rimendi diberi nomor 101 dan pesanan dari PT Oki diberi nomor 102. Kegiatan
produksi dan kegiatan lain untuk memenuhi pesanan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pembelian bahan baku dan bahan penolong


Bahan baku dan bahan penolong yang dibeli pada tanggal 3 November untuk
keperluan produksi adalah sebagai berikut:

Perusahaan membeli bahan baku dan bahan penolong secara kredit. Bahan baku dan
bahan penolong dibeli oleh bagian pembelian. Bahan tersebut disimpan didalam
gudang menanti hingga saatnya digunakan dalam proses produksi. Perusahaan
menggunakan dua rekening kontrol untuk mencatat persediaan bahan: Persediaan
Bahan Baku dan Persediaan Bahan Penolong. Pembelian bahan baku dan bahan
penolong di atas dicatat sebagai berikut:

2. Pemakaian bahan
baku dan bahan penolong dalam proses produksi

Untuk dapat mencatat bahan baku dan bahan penolong dalam tiap pesanan,
perusahaan menggunakan dokumen yang disebut bukti permintaan dan pengeluaran
barang gudang. Dokumen ini diisi oleh bagian produksi dan diserahkan ke bagian
gudang untuk meminta bahan baku yang dibutuhkan untuk memenuhi pesanan.
Kemudian, bagian gudang akan mengisi jumlah bahan baku yang diserahkan ke
bagian produksi pada dokumen tersebut. Dokumen tersebut selanjutnya digunakan
sebagai dokumen sumber untuk dasar pencatatan pemakaian bahan. Untuk memproses
pesanan 101 dan 102 digunakan bahan sebagai berikut:

Jumlah bahan baku yang dipakai (Rp 1.350.000 + Rp 4.125.000) = Rp 5.475.000

Sementara itu, bahan penolong yang digunakan untuk memproses kedua pesanan
tersebut adalah sebagai berikut:

Atas dasar bukti permintaan dan pengeluaran gudang tersebut, jurnal yang diperlukan
adalah sebagai berikut:

Karena dalam metode harga pokok pesanan harus dipisahkan antara biaya langsung
dengan biaya tidak langsung maka pemakaian bahan penolong yang merupakan biaya
tidak langsung dicatat dengan mendebet rekening Biaya Overhead Pabrik
Sesungguhnya dan mengkredit Persediaan Bahan Penolong.

Kenapa bukan dengan mendebet rekening Barang Dalam Proses – Biaya Overhead
Pabrik?
Rekening Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik hanya didebet untuk
mencatat biaya overhead pabrik berdasarkan tarif yang ditentukan dimuka. Jadi
pemakaian bahan baku akan dijurnal sebagai berikut:

3. Pencatatan biaya tenaga


kerja

Untuk mencatat biaya tenaga kerja, terlebih dahulu dipisahkan antara upah langsung
dan upah tidak langsung. Upah langsung dicatat dengan mendebet rekening Barang
Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Lansung sedangkan upah tidak langsung dicatat
dengan menggunakan rekening Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya. Misalkan
biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh departemen produksi adalah sebagai berikut:

Pencatatan biaya tenaga kerja dilakukan dengan tahap-tahap berikut:

a. Pencatatan biaya tenaga kerja yang terutang oleh perusahaan

b. Pencatatan distribusi
biaya tenaga kerja

Karena biaya tenaga kerja terdiri dari beberapa unsur biaya yakni biaya tenaga kerja
lansung, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan biaya non produksi (gaji karyawan
bagian adm dan bagian pemasaran) maka diperlukan adanya distribusi biaya tenaga
kerja sehingga jurnal untuk mencatat transaksi biaya tersebut adalah sebagai berikut:
c. Pencatatan pembayaran
gaji dan upah

Gaji dan upah yang dibayarkan akan dicatat dengan jurnal berikut:

4. Pencatatan
biaya overhead pabrik
Pencatatan biaya overhead pabrik dibagi menjadi dua yakni biaya overhead pabrik
berdasarkan tarif yang ditentukan di muka dan biaya overhead pabrik yang
sesungguhnya terjadi. Biaya overhead pabrik berdasarkan tarif yang ditentukan di
muka adalah biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk pesanan. Tarif
biaya overhead pabrik ini umumnya dihitung di awal tahun anggaran berdasarkan
angka anggaran biaya overhead pabrik. Biaya overhead pabrik berdasarkan tarif yang
ditentukan di muka di catat mendebet rekening Barang Dalam Proses – Biaya
Overhead Pabrik dan mengkredit rekening Biaya Overhead yang Dibebankan. Biaya
overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi merupakan biaya overhead pabrik yang
benar-benar terjadi pada saat proses produksi dan dicatat dengan mendebet rekening
kontrol Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya. Secara periodik (biasanya akhir bulan)
biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk akan dibandingkan dengan
biaya overhead pabrik sesungguhnya dengan mendebet rekening Biaya Overhead
Pabrik yang Dibebankan dan mengkredit rekening Biaya Overhead Pabrik
Sesungguhnya kemudian dihitung selisihnya. Misalkan biaya overhead pabrik yang
dibebankan kepada produk adalah sebesar 150% dari biaya tenaga kerja masing-
masing produk sehingga biaya overhead pabrik yang dibebankan pada masing-masing
produk adalah sebagai berikut:
Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik yang dibebankan di atas adalah:

Misalkan selama proses produksi terdapat biaya overhead pabrik yang sesungguhnya
terjadi selain yang disebut dalam jurnal #4 dan #6 seperti berikut:

Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi seperti
disebut di atas adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui apakah biaya overhead pabrik yang dibebankan menyimpang dari
biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi maka saldo rekening Biaya
Overhead Pabrik yang Dibebankan ditutup ke rekening Biaya Overhead Pabrik
Sesungguhnya.
Setelah itu kita hitung saldo Biaya Overhead Pabrik yang sesungguhnya terjadi seperti
berikut:

Selisih tersebut akan dipindahkan ke rekening Selisih Biaya Overhead Pabrik dengan
mencatat jurnal berikut:

5. Pencatatan harga
pokok produk jadi

Harga pokok produk yang sudah jadi dapat dihitung dari informasi biaya yang
dikumpulkan dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan. Misalkan produk
yang sudah selesai diproduksi adalah pesanan 101 . Harga pokok produk pesanan 101
berdasarkan kartu harga pokok pesanan adalah sebagai berikut:

Harga pokok produk pesanan 101 dicatat dengan jurnal berikut:

6. Pencatatan harga pokok


yang masih dalam proses

Pada akhir periode, kemungkin terdapat produk yang masih dalam proses produksi.
Biaya yang telah dikeluarkan untuk pesanan tersebut dapat dilihat dalam kartu harga
pokok pesanan yang bersangkutan kemudian dibuat jurnal untuk mencatat persediaan
produk dalam proses dengan mendebet rekening Persediaan Produk Dalam Proses dan
mengkredit rekening Barang Dalam Proses. Misalkan produk yang masih dalam
proses adalah pesanan 102 dengan rincian biaya berdasarkan kartu harga pokok
pesanan adalah sebagai berikut:

Jurnalnya adalah: 7.
Pencatatan harga pokok produk yang dijual

Harga pokok produk yang diserahkan kepada pemesan dicatat dengen mendebet
rekening Harga Pokok Penjualan dan mengkredit Persediaan Produk Jadi. Untuk
pesanan 101 jurnalnya adalah sebagai berikut:

8. Pencatatan pendapatan
penjualan produk

Pendapatan dicata dengan mendebet rekening Piutang Dagang (penjualan dilakukan


secara kredit) dan mengkredit rekening Hasil Penjualan. Di awal disebutkan bahwa
harga jual untuk pesanan 101 adalah Rp 3000 per lembar dengan jumlah sebanyak
1500 lembar sehingga jumlah keseluruhannya adalah RP 4.500.000. Jurnal yang
dibuat adalah sebagai berikut:
Oke cukup sekian, aga pegel ngetiknya 😀 tapi semoga bermanfaat, setelah ini
silahkan baca metode harga pokok proses

Terimakasih sudah berkunjung 🙂

Notes: contoh beserta penjelasan diambil dari buku akuntansi biaya (Mulyadi, 2010)
Share this:

https://accorner.wordpress.com/2015/11/01/metode-harga-pokok-pesanan-full-costing-contoh-
kasus/

Anda mungkin juga menyukai