Anda di halaman 1dari 40

Perundang-undangan Kesehatan

Program Studi DIII Farmasi Universitas Islam Madura

TENAGA KESEHATAN, TENAGA


KEFARMASIAN, PEKERJAAN
KEFARMASIAN
Afina Fa’ni Abdilah, S.Farm,Apt
TENAGA KESEHATAN

UU No 36 Th 2014
DEFINISI MENURUT PASAL 1
 Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
TENAGA KESEHATAN
1. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga
2. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan
berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampiian, dan sikap profesional untuk dapat
menjalankan praktik
3. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi
bidang Kesehatan
4. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap Kompetensi Tenaga
Kesehatan untuk dapat menjalankan praktik di seluruh Indonesia setelah lulus uji
Kompetensi
5. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik profesi
yang diperoleh lulusan pendidikan profesi
TENAGA KESEHATAN
6. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah memiliki
Sertihkat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi
tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan praktik.
7. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga
Kesehatan yang telah diregistrasi
8. Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Tenaga Kesehatan sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik
9. Standar Profesi adalah batasan kemampuan minimai berupa pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku profesional yang harus dikuasai dan dimiliki oleh seorang
individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara
mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi bidang kesehatan.
10. Standar Pelayanan Profesi adalah pedoman yang diikuti oleh Tenaga Kesehatan
dalam melakukan pelayanan kesehatan
TENAGA KESEHATAN
11. Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat instruksi / langkah-langkah
yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu dengan
memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk
melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh Fasilitas
Pelayanan Kesehatan berdasarkan Standar Profesi
12. Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpun tenaga kesehatan yang seprofesi
13. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian
ASISTEN TENAGA KESEHATAN
pasal 8
Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
a. Tenaga Kesehatan; dan
b. Asisten Tenaga Kesehatan.
Pasal 9
1. Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a harus memiliki
kualifikasi minimum Diploma Tiga, kecuali tenaga medis.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 10
1. Asisten Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b harus memiliki
kualifikasi minimum pendidikan menengah di bidang kesehatan.
2. Asisten Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat bekerja di
bawah supervisi Tenaga Kesehatan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Asisten Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan
Menteri.
UJI KOMPETENSI
Pasal 21
( 1) Mahasiswa bidang kesehatan pada akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus
mengikuti Uji Kompetensi secara nasional.
(2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Perguruan
Tinggi bekerja sama dengan Organisasi Profesi, Iembaga pelatihan, atau lembaga
sertifikasi yang terakreditasi.
(3) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditujukan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja.
(4) Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh
Organisasi Profesi dan konsi masing-masing Tenaga Kesehatan dan ditetapkan oleh
Menteri.
(5) Mahasiswa pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus Uji
Kompetensi memperoleh Sertifikat Kompetensi yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi.
(6) Mahasiswa pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus Uji
Kompetensi memperoleh Sertifikat Profesi yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi diatur dengan
Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA
Pasal 34
1. Untuk meningkatkan mutu Praktik Tenaga Kesehatan serta untuk memberikan
pelindungan dan kepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan dan masyarakat,
dibentuk Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
2. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
3. Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
termasuk Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana diatur dalam
Undang Undang tentang Praktik Kedokteran.
4. Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
melaksanakan tugasnya bersifat independen.
5. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA
Konsil masing-masing 1. melakukan Registrasi a. menyetujui atau

TUGAS
FUNGSI

WEWENANG
tenaga kesehatan Tenaga Kesehatan; menolak permohonan
mempunyai fungsi 2. melakukan pembinaan Registrasi
pengaturan, penetapan Tenaga Kesehatan dalam Tenaga Kesehatan;
dan pembinaan tenaga b. menerbitkan atau
kesehatan dalam menjalankan praktik
Tenaga Kesehatan; mencabut STR;
menjalankan praktik c. menyelidiki dan
Tenaga Kesehatan untuk 3. menyusun Standar
menangani masalah yang
meningkatkan mutu Nasional Pendidikan
berkaitan
pelayanan kesehatan Tenaga Kesehatan; dengan pelanggaran
4. menyusun standar disiplin profesi Tenaga
praktik dan standar Kesehatan;
kompetensi Tenaga d. menetapkan dan
Kesehatan; dan memberikan sanksi
5. menegakkan disiplin disiplin profesi
praktik Tenaga Tenaga Kesehatan; dan
Kesehatan- e. memberikan
pertimbangan pendirian
atau penutupan
institusi pendidikan
Tenaga Kesehatan
KETENTUAN PERALIHAN TERKAIT KTKI*
Pasal 87
1. Bukti Registrasi dan perizinan Tenaga Kesehatan yang telah dimiliki oleh Tenaga
Kesehatan, pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dinyatakan masih tetap berlaku
sampai habis masa berlakunya.
2. Tenaga Kesehatan yang belum memiliki bukti Registrasl dan perizinan wajib
menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 88
1. Tenaga Kesehatan lulusan pendidikan di bawah Diploma Tiga yang telah melakukan
praktik sebelum ditetapkan Undang-Undang ini, tetap diberikan kewenangan untuk
menjalankan praktik sebagai
2. Tenaga Kesehatan untuk jangka waktu 6 (enam) tahun setelah Undang-Undang ini
diundangkan. Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh
dengan mengajukan permohonan mendapatkan STR Tenaga Kesehatan.
Pasal 89
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia dan Komite Farmasi Nasional sebagaimana diatur
dalam peraturan perundangundangan tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya
sampai terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
*KTKI : Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia
PEMBINAAN PRAKTIK & PENEGAKAN
DISIPLIN
Pasal 48
1. Untuk terselenggaranya praktik tenaga kesehatan yang bermutu dan pelindungan kepada
masyarakat, perlu dilakukan pembinaan praktik terhadap tenaga kesehatan.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri bersama-sama dengan
Pemerintah Daerah, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan, dan Organisasi Profesi sesuai
dengan kewenangannya.

Pasal 49
1. Untuk menegakkan disiplin Tenaga Kesehatan dalam penyelenggaraan praktik, konsil masing-
masing Tenaga Kesehatan menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus
pelanggaran disiplin Tenaga Kesehatan.
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan dapat memberikan sanksi disiplin berupa:
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan STR atau SIP; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kesehatan.
3. Tenaga Kesehatan dapat mengajukan keberatan atas putusan sanksi disiplin sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi disiplin sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
ORGANISASI PROFESI
Pasal 50
1. Tenaga Kesehatan harus me mbentuk Organisasi Profesi sebagai wadah
untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan, martabat, dan etika profesi Tenaga Kesehatan.
2. Setiap jenis Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi
Profesi.
3. Pembentukan Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
HAK KEWAJIBAN
1. memperoleh pelindungan hukum sepanjang 1. memberikan pelayanan kesehatan sesuai
melaksanakan tugas sesuai dengan Standar dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan
Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan
Prosedur Operasional;
etika profesi serta kebutuhan kesehatan
2. memperoleh informasi yang lengkap dan benar
dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau Penerima Pelayanan Kesehatan;
keluarganya; 2. memperoleh persetujuan dari Penerima
3. menerima imbalan jasa; Pelayanan Kesehatan atau keluarganya atas
4. memperoleh pelindungan atas keselamatan dan tindakan yang akan diberikan;
kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan 3. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima
harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, Pelayanan Kesehatan;
serta nilai-nilai agama; 4. membuat dan menyimpan catatan dan/atau
5. mendapatkan kesempatan untuk
dokumen tentang pemeriksaan, asuhan, dan
mengembangkan profesinya;
6. menolak keinginan Penerima Pelayanan tindakan yang dilakukan; dan
Kesehatan atau pihak lain yang bertentangan 5. merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke
dengan Standar Profesi, kode etik, standar Tenaga Kesehatan lain yang mempunyai
pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau Kompetensi dan kewenangan yang sesuai.
ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
7. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
REGISTRASI TENAGA
KEFARMASIAN
Permenkes No 889/MENKES/PER/V/2011
Permenkes No 31 Th 2016 (Perubahan Permenkes
No 889 Th 2011)
KETENTUAN UMUM
1. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau enyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional.
2. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian.
3. Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker
4. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
KETENTUAN UMUM
5. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan
terhadap kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan
pekerjaan/praktik profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji
kompetensi.
Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada
Apoteker yang telah diregistrasi.
Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya
disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah
diregistrasi.
Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah
surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat
melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian.
PERMENKES NO 31 TH 2016
REGISTRASI
REGISTRASI
REGISTRASI
REGISTRASI
REGISTRASI
PEMBINAAN & PENGAWASAN
PEKERJAAN KEFARMASIAN

Peraturan Pemerintah No 51 Th 2009


KETENTUAN UMUM
1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional.
2. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian.
3. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker
4. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang
terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker
KETENTUAN UMUM
5. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk
melakukan Pekerjaan Kefarmasian
6. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana yang
digunakan untuk memproduksi obat, bahan baku obat, obat
tradisional, dan kosmetika
7. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi adalah
sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau
menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi
dan Instalasi Sediaan Farmasi.
8. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian,
yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik,
toko obat, atau praktek bersama
KETENTUAN UMUM
9. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker
10. Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan
Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau
penyaluran, dan pelayanan kefarmasian
11. Rahasia Kedokteran adalah sesuatu yang berkaitan dengan
praktek kedokteran yang tidak boleh diketahui oleh umum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
12. Rahasia Kefarmasian adalah Pekerjaan Kefarmasian yang
menyangkut proses produksi, proses penyaluran dan proses
pelayanan dari Sediaan Farmasi yang tidak boleh diketahui
oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
PEKERJAAN KEFARMASIAN
Pasal 3
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien
atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi
standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan.
Pasal 4
Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:
a. memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam
memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutupenyelenggaraan Pekerjaan
Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta peraturan perundangan-undangan; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga
Kefarmasian.
PELAKSANAAN PEKERJAAN
KEFARMASIAN
PENGADAAN
(Dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian)

PRODUKSI
(Wajib memiliki Apoteker Penanggung
PEKERJAAN Jawab)
KEFARMASIAN DISTRIBUSI
(Wajib memiliki Apoteker Penanggung
Jawab)
PELAYANAN
(Wajib memiliki Apoteker Penanggung
Jawab)
1. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, Tenaga Kefarmasian Wajib memiliki dan mengikuti
Standar Prosedur Operasional yang terus diperbarui sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
2. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, Tenaga Kefarmasian Wajib mencatat setiap kegiatan
pekerjaan kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya
PENGADAAN
Pasal 6
(1) Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas
produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas
pelayanan sediaan farmasi.
(2) Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan oleh Tenaga kefarmasian.
(3) Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin
keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi.
PRODUKSI
Pasal 7
(1) Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi
harus memiliki Apoteker penanggung jawab.
(2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping
dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pasal 8
Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa industri
farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional,
dan pabrik kosmetika.
PELAYANAN
Pasal 19
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa :
a. Apotek;
b. Instalasi farmasi rumah sakit;
c. Puskesmas;
d. Klinik;
e. Toko Obat; atau
f. Praktek bersama

Pasal 20
Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
PELAYANAN
Pasal 21
(1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,
Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh
Apoteker.
(3) Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat
menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana
pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menurut jenis Fasilitas Pelayanan Kefarmasian ditetapkan
oleh Menteri.
(5) Tata cara penempatan dan kewenangan Tenaga Teknis Kefarmasian di daerah
terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 22
Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang
telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan
obat kepada pasien yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
PELAYANAN
Pasal 24
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian,Apoteker dapat:
a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang
memiliki SIPA;
b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik
yang sama komponen aktifnya atau obat merek
dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien; dan
c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika
kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
PELAYANAN TOKO OBAT
Pasal 26
(1) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian
yang memiliki STRTTK sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(2) Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko Obat, Tenaga
Teknis Kefarmasian harus menerapkan standar pelayanan
kefarmasian di Toko Obat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian di Toko Obat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan standar pelayanan kefarmasian di toko obat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
RAHASIA KEDOKTERAN & RAHASIA
KEFARMASIAN
Pasal 30
(1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian wajib menyimpan Rahasia Kedokteran dan
Rahasia Kefarmasian.
(2) Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian hanya
dapat dibuka untuk kepentingan pasien, memenuhi
permintaan hakim dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
KENDALI MUTU & KENDALI BIAYA
Pasal 31
(1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan
Pekerjaan Kefarmasian wajib menyelenggarakan program
kendali mutu dan kendali biaya.
(2) Pelaksanaan kegiatan kendali mutu dan kendali biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
audit kefarmasian.
Pasal 32
Pembinaan dan pengawasan terhadap audit kefarmasian dan
upaya lain dalam pengendalian mutu dan pengendalian biaya
dilaksanakan oleh Menteri.
PASAL KHUSUS
Pasal 51
(1) Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau
instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh
Apoteker.
(2) Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memiliki STRA.
(3) Dalam melaksanakan tugas Pelayanan Kefarmasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Apoteker dapat
dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah
memiliki STRTTK.

Anda mungkin juga menyukai