Anda di halaman 1dari 15

JOURNAL READING

PREVALENCE OF BACTERIAL VAGINOSIS AND ASSOCIATED


RISK FACTORS AMONG WOMAN COMPLAINING OF GENITAL
TRACT INFECTION

Pembimbing:

dr. Futiha
Arabia, Sp.OG

Disusun oleh:

Nadya Lutfi 2016730075

KEPANITERAAN KLINIK STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan Rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan journal reading ini tepat pada waktunya, journal
reading yang di tulis berjudul “ Prevalence Of Bacterial Vaginosis And Associated

Risk Factors Among Woman Complaining Of Genital Tract Infection ”, journal


reading ini disusun dalam rangka mengikuti kepanitraan Klinik di stase Obstetri Dan

Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:

1. dr. Futiha Arabia, Sp.OG selaku dokter pembimbing serta dokter spesialis Obstetri Dan

Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur.


2. Teman – teman seperbimbingan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu
yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya
kepada penulis dan kepada pembaca.

Terimakasih

Cianjur, 15 Juli 2020

Nadya Lutfi
Prevalensi Bakterial Vaginosis dan Faktor Risiko Terkait di antara Wanita Keluhan
Infeksi Saluran Genital

Adane Bitew, Yeshiword Abebaw, Delayehu Bekele, dan Amete Mihret

Latar Belakang. Bakterial Vaginosis adalah masalah global karena meningkatnya risiko
penularan infeksi menular seksual.

Tujuan. Untuk mengetahui prevalensi bakterial vaginosis dan bakteri penyebab aerobik
vaginitis.

Metode. penelitian cross-sectional dilakukan antara 210 pasien antara September 2015 dan
Juli 2016 di Rumah Sakit St. Paul. Swab vagina gram-stained diperiksa secara mikroskopik
dan dinilai sesuai prosedur Nugent. Bakteri yang menyebabkan vaginitis aerobik ditandai,
dan pola kerentanan antimikroba mereka ditentukan.

Hasil. Prevalensi keseluruhan dari bakterial vaginosis adalah 48,6%. Bakterial vaginosis
secara bermakna dikaitkan dnegan jumlah celana yang digunakan per hari (= 0,001) dan
frekuensi membersihkan vagina (= 0,045). Dari 151 isolasi bakteri, 69,5% adalah gram-
negatif dan 30,5% adalah bakteri gram positif. Tingkat resisntensi obat secara keseluruhan
bakteri gram positif tinggi terhadap penisilin, tetrasiklin, dan eritromisin. Cefoxitin dan
tobramycin adalah yang paling aktif melawan bakteri gram-positif. Tingkat resistensi obat
keseluruhan bakteri gram negative tinggi terhadap tetrasiklin, ampisilin, dan amoksisilin.
Amikacin dan tobramycin adalah obat yang paling efektif melawan bakteri gram-negatif.

Kesimpulan. Prevalensi bakterial vaginosis tinggi dan dipengaruhi oleh kebersihan individu.
Seharusnya kultur rutin sampel vagina dilakukan pada pasien dengan vaginitis dan pola
kerentanan obat dari masing – masing isolasi harus ditentukan.

1. Pendahuluan
Vaginitis adalah peradangan pada vagina dimana bakterial vaginosis, kandidiasis
vulvovaginal, dan trikomoniasis adalah yang paling banyak. Hampir 5 – 10 juta wanita
mencari saran ginekologis untuk vaginitis setiap tahunnya diseluruh dunia.
Bakterial vaginosis digambarkan sebagai perubahan keseimbangan dari mikroflora
vagina yang ditandai dengan peningkatan pH vagina, penurunan lactobacilli, terutama
spesies penghasil hydrogen peroksida, dan peningkatan bakteri fakultatif dan anaerob
dalam jumlah dan/atau tipe. Meskipun prevalensi bakterial vaginosis sangat berbeda dari
satu negara ke negara dalam wilayah yang sama dan bahkan dalam kelompok populasi
yang sempurna, telah diperkirakan dalam kisaran 8% hinggan 75%. Bakterial vaginosis
dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi secara global lebih banyak ditemukan
pada wanita usia reproduksi.
Selama bertahun – tahun, bakterial vaginosis telah menerima sedikit perhatian,
karena itu dianggap sebagai penyakit sepele. Namun, itu adalah penyakit tidak wajar
dalam hal kehilangan hari kerja dan biaya perawataan. Selain itu, meningkatkan risiko
memperoleh (i) human immunideficiency virus dan infeksi menular seksual (IMS)
lainnya, seperti gonore, trikomoniasis, dan virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2), dan (ii)
keguguran, persalinan prematur, dan komplikasi pasca persalinan seperti endometriosis
dan luka infeksi pada wanita hamil. Ini juga meningkatkan paparan virus HIV.
Diagnosis bakterial vaginosis dapat digunakan dengan menggunakan kriteria klinis
atau di laboratorium dengan skor morfotipe bakteri dari strain gram cairan vagina. Skor
0-3 mewakili flora normal vagina, skor 4 – 6 mewakili flora vagina menengah, dan skor
7 – 10 dianggap sebagai diagnosis untuk bakterial vaginosis. Beberapa penelitian juga
telah mengisolasi dan mengkarakterisasi mikroorganisme aerob yang diidentifikasi
sebanyai penyebab utama aerob vaginitis dari biakan swab vagina. E. coli, Pseudomonas
spp., S. aureus, Mycoplasma hominis, dan Ureaplsama urealyticum telah dilaporkan
sebagai mikroorganisme yang paling sering diisolasi dari pasien dengan vaginitis aerob.
Meskipun bakterial vaginosis dikaitkan dengan banyak hal masalah kesehatan dan
merupakan masalah utama global, telah menjadi fokus pada studi intensif maupun
program kontrol aktif di Etiopia. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menemukan prevalensi bakterial vaginosis dan hubugan faktor risiko yang terkait antara
wanita yang mendatangi klinik ginekologi dan antenatal.

2. Bahan dan Metode


2.1 Desain studi, Periode, dan Area
Studi sectional dilakukan dari September 2015 sampai Juli 2016 di
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Rumah Sakit St. Paul Millennium Medical
College, Addis Ababa, Etiopia. Rumah sakit ini memiliki 1486 staff profesional
dan pendukung. Menyediakan layanan Kesehatan untuk sekitar 700 pasien setiap
hari. Memiliki 13 departemen dan 340 tempat tidur yang menawarkan berbagai
layanan khusus. Departemen Ginekologi memiliki 5 klinik OPD; dan banyak
pasien dirujuk dari seluruh penjuru negara ke rumah sakit ini.

2.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Semua wanita yang setuju berpartisipasi dalam penelitian ini dengan diagnosis
dugaan bakterial vaginosis dan tidak ada riwayat terapi antibakteri dalam dua
minggu merupakan kriteria inklusi. Wanita dengan keganasan genital dikeluarkan
dari penelitian. Formulir permintaan yang diisi oleh dokter digunakan sebagai
performa standar untuk mendokumentasikan informasi klinis dan riwayat
perawatan sebelumnya.

2.3 Karakteristik Sosiodemografi, Perilaku Seksual, dan Informasi Kesehatan


Reproduksi
Karakteristik sosiodemografi, perilaku seksial, dan karakteristik kesehatan
reproduksi seperti usia, pendidikan dan status perkawinan, jumlah pangan seks pria
seumur hidup, riwayat aborsi, riwayat infeksi saluran gential sebelumnya,
frekuensi membersihkan vagina, dan ganti celana dikumpulkan dengan tatap muka
melakukan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur.

2.4 Pengumpulan dan Pengangkutan Spesimen


Untuk penelitian ini, dokter melakukan pemeriksaan klinis masing-masing
peserta dan mencatat tanda – tanda kelainan vagina. Selama pemeriksaan,
spesimen vagina dikumpulkan secara aseptik dari peserta penelitian menggunakan
swab stick aplikator rayon berujung steril oleh perawat berpengalaman. Kemudian
semua swab vagina dipindahkan tanpa penundaan ke laboratorium mikrobiologi
Lembaga Kesehatan Masyarakat Etiopia.

2.5 Pemeriksaan Mikroskopis


Untuk diagnosis bakterial vaginosis, slide smear dipersiapkan dari swab
vagina, dan slide difiksasi dengan panas, pewarnaan gram, dan diperiksa dibawah
minyak immersi. Setiap slide kemudian dinilai sesuai klasifikasi morfologi
kuantitatif standar yang dikembangkan oleh Nugent et al. yang menetapkan skor
antara 0 dan 10 berdasarkan variasi morfotipe bakteri: batang gram-positif besar
(Lactobacillus morfotipe), batang kecil variabel-gram (G. vaginalis morfotipe),
batang gram-negatif kecil (Bacteroides spp. mofotipe), dan kokus gram-positif.
Setiap mofotipe dihitung secara kuantitatif dari 1 hingga +4 berkenaan dengan
jumlah morfotipe per bidang minyak imersiv(0, tidak ada morfotipe; +1, kurang
dari 1 morfotipe; +2, 1 hingga 4 morfotipe; +3, 5 hingga 30 morfotipe; +4, 30 atau
lebih morfotipe). Skor antara 0 dan 3 mewakili “flora vaginal normal”, skor antara
4 dan 6 mewakili “flora vagina sedang”, dan skor 7 dan 10 dianggap diagnostik
untuk bakterial vaginosis.

2.6 Inokulasi dan Inkubasi


Setiap swab vagina diinokulasi ke dasar agar darah (Oxoid, Basingstoke,
Hampshire, UK) dimana 10% darah domba dimasukkan, agar MacConkey (Oxoid,
Basingstoke, Hampshire, UK), dan agar cokelat (Oxoid, Basingstoke, Hampshike,
UK) sebelumnya persiapan slide untuk isolasi dan karakterisasi bakteri aerob. Agar
– agar darah dan agar – agar cokelat diinkubasi pada 35-37℃ hingga 48 jam secara
aerob. Persiapan and evaluasi media kultur dilakukan sesuai instruksi pabrikan.

2.7 Identifikasi Bakteri


Isolat murni patogen bakteri pada awalnya dikarakteristik oleh morfologi
koloni, pewarnaan gram, dan reaksi hemolitik pada lempeng agar rendah.
Identifikasi bakteri terhadap tingkat genus dan /atau spesies dilakukan dengan
menggunakan berbagai tes biokimia rutin tersebut seperti DNase, katalase,
optochin, bacitrasin, CAMP, dan tes bileesculin untuk bakteri gram-positif dan
produksi indol, produksi H2S, produksi gas, motilitas, urease, tes pemanfaatan
sitrat, dan fermentasi berbagai karbohidrat untuk bakteri gram-negatif.

2.8 Pengujian Kerentanan Antimikroba


Pengujian kerentanan antibakteri in vitro terhadap isolat bakteri dilakukan
dengan metode difusi cakram Kirby-Bauer. Agen antibiotik berikut yang diberikan:
penicillin (10 g), cefoxitin (30 g), trimethoprim/sulfamethoxazole (25/23,75 g),
ceftriaxone (30 g), clindamycin (2 g), erythromisin (15 g), gentamycin (10 g),
ciprofloxacin (5 g), tobramycin (10 g), vankomycin (10 g), tetracycline (30 g),
amoxicillin (10 g), amoxicillin/clavulanate (20/10 g), dan amikacin (30 g), Hasil
tes sensitivitas ditafsirkan menurut Clinical and Laboratory Stadards Institute.
Strain rujukan, E. coli ATCC 25922 dan S. aureus ATCC 25923, digunakan untuk
kontrol kualitas untuk pengujian kerentanan antimikroba. Semua obat diberikan
oleh Institut Kesehatan Masyarakat Etiopia (Ethiopian Public Health Institue).

2.9 Analisis Statistik


Semua data dari investigasi diberi kode, dimasukkan dua kali, dan dianalisis
menggunakan SPSS versi 20. Statistik deskriptif dan regresi logistic digunakan
untuk memperkirakan rasio crude dan adjusted crude dengan interval kepercayaan
95% untuk berbagai variabel. p value <0,05 dianggap signifikan

2.10 Izin Etik


Semua pertimbangan dan kewajiban etik telah dipenuhi, dan penelitian ini
dilakukan setelah persetujuan dari Departemen Penelitian dan Etika Komite
Peninjauan (Department Research and Ethical Revie Committee (DRERC)) dari
Departemen Medis Ilmu Laboratorium, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan,
Universitas Addis Ababa, dan Dewan Peninjauan Etik Rumah Sakit. Informed
consent tertulis diperoleh dari para peserta sebelum pengumpulan data. Semua
informasi diperoleh dari subjek penelitian diberi kode untuk menjaga kerahasiaan.
Ketika ditemukan positif untuk bakteri patogen, peserta diberitahu oleh dokter
rumah sakit dan menerima perawatan yang tepat. Formulir persetujuan telah diisi
dan ditandatangani oleh anggota keluarga dan / atau wali dewasa untuk peserta
usia dibawah 16 tahun.
3. Hasil

3.1 Prevalensi Bakterial Vaginosis dengan Karakteristik Sosiodermografi, Perilaku


Seksual, Informasi Kesehatan Reproduksi, dan Kebersihan Pribadi

Sebanyak 210 wanita termasuk dalam penelitian ini. Prevalensi keseluruhan


dari bakterial vaginosis adalah 48,6%. Prevalensi subkelompok dari bakterial
vaginosis disaijkan pada tabel 1. Wanita muda, 15 hingga 24 tahun, memiliki
prevalensi bakterial vaginosis yang rendah (41,5%), sedangkan pada kelompok 25
tahun dan lebih tua prevalensinya adalah antara 47,8% dan 60%. Seperti terlihat
pada Tabel 1, bahwa bakterial vaginosis tidak secara signifikan berhubungan dengan
usia.
Prevalensi bakterial vaginosis bervariasi dengan pendidikan dan status
pernikahan. Wanita dengan pendidikan tingkat perguruan tinggi lebih kecil
kemungkinannya positif untuk bakteral vaginosis daripada mereka yang
berpendidikan sekolah menengah atau kurang (35,9% berbanding 44,7-55,3%).
Begitu pula dengan prevalensi bakterial vaginosis tinggi diantara subjek penelitian
yang belum menikah (53,8%) dibanding untuk mereka yang menikah (44,8%) atau
bercerai (50,0%). Seperti digambarkan dalam Tabel 1, baik status pernikahan
maupun pendidikan tidak secara signifikan berhubungan dengan bakterial vaginosis.
Prevalensi bakterial vaginosis bervariasi dengan riwayat kesehatan reproduksi.
Sebagai contoh, jarang pada pasien yang memiliki bakterial vaginosis sebelumnya
(46,6%) dibandingkan pada pasien tanpa bakterial vaginosis sebelumnya (50,4%).
Tingkat prevalensi bakterial vaginosis lebih tinggi pada wanita dengan riwayat
aborsi (53,8%) dibandingkan pada wanita tanpa riwayat aborsi (46,8). Dua variabel
ini tidak secara signifikat berhubungan dengan bakterial vaginosis (Tabel 1).
Prevalensi bakterial vaginosis juga bervariasi dengan jumlah pasangan seks pria
seumur hidup. Wanita yang melaporkan 1 – 3 pasangan seks pria seumur hidup
memiliki tinggal prevalensi 43,4%, sementara yang melaporkan ≥4 pasangan seks
pria seumur hidup memililiki tingkat prevalensi 58%.
Prevalensi bakterial vaginosis lebih rendah di antara pasien yang berganti
celana lebih sering (dua per hari; 36,9%) dibandingkan yang mengganti celana lebih
jarang (satu untuk 2 – 4 hari; 57,6%). Analisis statistik menunjukkan hubugan yang
signifikan antara bakterial vaginosis dengan jumlah celana yang digunakan per hari
(p = 0,001). Demikian pula, pasien yang membersihkan daerah vagina lebih sering
kurang terpengaruh daripada yang tidak sering membersihkan daerah vagina
(prevalensi 40,2% berbanding 53,9%). Hubungan frekuensi membersihkan vagina
dan bakterial vaginosis secara statistic signifikan (p = 0,045).
3.2 Spektrum Bakteri Penyebab Bakterial Vaginosis
Jumlah dari 151 isolat dari swab vagina, 105 di antara (69,5%) adaah gram
negatif dan 46 (30,5%) adalah bakteri gram positif. Dari bakteri gram negative, E.
coli dan Klebsiella spp. yang dominan, dan S. aureus dan S. agalactia yang dominan
pada bakteri gram positif (Tabe 2)

3.3 Pola Kerentanan Obat dari Isolat Bakteri


Tabel 3 merangkum keseluruhan pola kerentanan obat bakteri gram positif
terhadap 11 obat antibakteri yang diuji. Diantara agen yang diuji, tingginya resisten
keseluruhan dari bakteri gram positif di observasi terhadap penisilin (67,4%), diikuti
oleh tetrasiklin (58,7%) dan eritromisin (45,6%). Cefoxitin dan tobramisin adalah
obat – obatan yang paling aktif dalam uji terhadap bakteri gram positif. S. aureus,
bakteri gram positif yang paling sering diisolasi, adalah 97,2%, 88,8%, 86,1%
sensitif terhadap cefoxitin, tobramisin, dan klindamisin.
Pola kerentanan obat keseluruhan bakteri gram negative terhadap Sembilan
agen antibakteri yang diuji disimpulkan pada tabel 4. Tetrasiklin menunjukkan
tingkat resistensi obat yang tertinggi (77,3%) terhadap bakteri gram negative, diikuti
oleh ampisilin (77,1%) dan amoksisilin (70,6%). Amikasin dengan tingkat
sensitifitas 85,7% dan tobramisin dengan tingkat sensitifitas 82,8% lebih baik aktif
melawan bakteri gram negative. Sejauh tingkat resistensi antimikroba spesifik yang
bersangkutan, E. coli, bakteri yang paling sering diisolasi, menunjukkan 76,7%
resistensi terhadap ampisilin dan tetrasiklin. Tingkat resistensi paling rendah diamati
dengan amikasin dan tobramisin. Amikasin, tobramisin, dan gentamisin adalah yang
paling aktif terhadap K. pneumoniae, bakteri gram negatif kedua yang paling umum
terisolasi.
4. Diskusi
Prevalensi keseluruhan dari bakterial vaginosis dalam penelitian ini sebagaimana
ditentukan oleh kriteria penilaian gram-stain Nugent adalah 48,6%. Meskipun prevalensi
bakterial vaginosis dalam penelitian ini dalam rentang yang dilaporkan, yaitu 8%-75%,
lebih tinggi dari prevalensi bakterial vaginosis yang dilaporkan oleh penelitian lokal.
Penelitian lokal melaporkan prevalensi bakterial vaginosis dalam kisaran 15,4% hingga
19,4%. Prevalensi bakterial vaginosis yang lebih rendah daripada yang ada dalam
penelitian ini juga dilaporkan di negara-negara sub Sahara lainnya, seperti Kenya (37%),
Botswana (38%), dan Zimbabwe (32,5%). Karakteristik sosiodemografi, aktivitas
seksual, informasi kesehatan reproduksi, dan perilaku dan kebersihan genital telah
diidentifikasi sebagai penyebab dari variasi prevalensi bakterial vaginosis.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa proporsi bakterial vaginosis yang tertinggi
berada pada kelompok umur di atas 45 tahun. Temuan kami sebanding dengan penelitian
Fang et al., Ocviyanti et al., dan Yusuf at al.. Demikian pula sebuah penelitian yang
dilakukan pada populasi individu yang mencari pengobatan PMS menunjukkan bahwa
23% wanita berusia 14 – 24 tahun menunjukkan bakterial vaginosis dibandingkan degan
33% wanita berusia 25 tahun ke atas. Peningkatan pH pada wanita di atas usia 45 tahun
telah diidentifikasi sebagai penyebab penurunan tingkat estrogen, yang pada gilirannya
menciptakan kondisi yang optimal untuk pertumbuhan bakteri selain lactobacilli.
Kurangnya pendidikan telah ditemukan secara signifikan terkait dengan bakerial
vaginosis. Namun, temuan peneliti seperti penelitian lain, bertentangan dengan
kesimpulan ini. Dalam penelitian ini, bakterial vaginosis lebih tinggi diantara subjek
yang memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar dan menengah dibandingkan pasien
yang buta huruf.
Peran aktivitas seksual dalam perolehan bakterial vaginosis tidak jelas. Angka
prevalensi bakterial vaginosis 18,8%, 18%, dan 12% dilaporkan di antara wanita yang
melaporkan bahwa mereka tidak pernah melakukan hubungan seksual oleh Koumans et
al., Yen et al., dan Bum dan Buesching, masing -masing. Berlawanan dengan ini,
karakteristik yang berhubugan dengan perilaku seksual, termasuk jumlah pasangan seks
laki – laki seumur hidup, banyak pasangan seks laki – laki, dan riwayat baru pasangan
seks baru, secara konsisten dikaitkan dengan bakterial vaginosis. Untuk mendukung
peran penularan seksual, Bum dan Bueshing, Yen et al., dan Allsworth dan Peipert
menemukan bahwa pasangan seks multiple atau baru meningkatkan risiko tertular
bakterial vaginosis dengan faktor 1,6-2,5. Penelitian – penelitian ini juga menyarankan
bahwa penggunaan kondom dapat melindungi. Dalam penelitian ini, analisis rasio odds
disesuaikan menunjukkan bahwa bakterial vaginosis dan jumlah pasangan seks pria
seumur hidup tidak terkait secara statisik (p = 0,103). Jadi, hasil penelitian ini tidak
mendukung penelitian sebelumnya yang melaporkan pasangan seksual multiple atau
pasangan seksual baru meningkatkan risiko tertular bakterial vaginosis. Verstraelen et al.
berpendapat bahwa bakterial vaginosis dianggap sebagai penyakit yang meningkat secara
seksual daripada infeksi menular seksual, dengan frekuensi hubungan seksual menjadi
faktor penting.
Berbeda dengan temuan lain, tidak ada hubugan yang signifikan antara bakterial
vaginosis dan jumlah aborsi. Sejauh menyangkut kebersihan pribadi, analisis statistik
menunjukkan hubungan yang signifikan antara frekuensi membersihkan vagina (p =
0,047) dan jumlah celana yang digunakan per hari. Hasil penelitian ini sepakat dengan
temuan Bahram et al. yang melaporkan bahwa bakterial vaginosis berhubungan secara
signifikan dengan kebersihan individu.
Bakterial vaginosis adalah situasi yang terjadi ketika laktobasil digantikan oleh
pertemubuhan berlebih dari bakteri anaerob, terutama G. vaginalis dan Mobiluncus spp.
Bakteri lain (Escherichia coli, Klebsiella spp., Acinetobacter spp., Staphylococcus spp.,
enterococci, dan Streptococcus agalactiae (kelompok Streptococci B)) bagaimanapun,
telah disebut “menengah flora” dalam beberapa penelitian atau telah disertakan dengan
bakterial vaginosis dalam penelitian lain. Yang lain lagi menganggapnya sebagai flora
bakteri yang berbeda yang menyebabkan vaginitis aerob yang dianggap sebagai
kemungkinan yang lebih baik daripada bakterial vaginosis sebagai penyebab komplikasi
seperti ketuban pecah dini dan kelahitan premature. Dengan memperhatikan temuan di
atas, dalam penelitian ini, swab vagina dikultur dan 151 isolat bakteri gram positif dan
gram negatif. Jenis isolat bakteri dan frekuensinya di catat dalam penelitian ini lebih
berbeda daripada pada penelitian oleh Lakshmi et al., Karena itu, studi lebih lanjur untuk
membedakan efek dari bakterial vaginosis dan vaginitis aerob pada hasil kehamilan
harus dilakukan.
Tingkat resistensi obat keseluruhan dari isolat bakteri Gram-negatif berkisar antara
14,3% untuk amikasin hingga 77,3% untuk tetrasiklin. E.coli, bakteri gram negative yang
paling sering diisolasi, menunjukkan tingkat resistensi yang tinggi terhadap cyclin dan
ampisilin. Bertentangan dengan ini, 86% dari E. coli adalah rentan terhadap amikasin
dan tobramisin. Tingkat resistensi obat K. pneumoniae, isolate kedua yang tersering,
adalah tinggi terhadap ampisilin, amoksisiin, dan tetrasiklin.
Demikian pula, tingkat resistensi obat keseluruhan isolat bakteri gram positif
berkisar antara 2,8% untuk cefoxitin hingga 67,4% untuk penisilin, S. aureus, bakteri
gram positif yang paling sering diisolasi, mengungkapkan tingkat resistensi yang tinggi
ke obat yang biasa diresepkan, penisilin, tetrasiklin, dan ertrimisin. Hasil peneliti
konsisten dengan penelitian yang dilakukan di Etiopia dan Pakistan. Ketersediaan
antimikroba tanpa resep dan jadwal pemberian dosis yang tidak tepat dapat menjelaskan
resistensi obat yang tinggi dalam penelitian ini.

5. Kesimpulan
Prevalensi bakterial vaginosis relatif tinggi dan dipengaruhi oleh kebersihan
individu. Oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan kesehatan secara komprehensif yang
bertujuan mengurangi bakterial vaginosis. Isolat dan karakterisasi bakteri aerob
penyebab vaginitis aerobik dari kultur vagina dan uji sensitifitas dengan mikroskop dan
diagnosis klinis bakterial vaginosis.

Anda mungkin juga menyukai