Tidak dipungkuri lagi sebagai aktifis dakwah bahwa tabiat seorang mukmin sejati
adalah berbuat, berbuat dan terus berbuat. Sehingga seluruh waktunya selalu diukur
dengan produktivitas amalnya. Ia tidak akan pernah diam karena diam tanpa amal
menjadi aib bagi orang beriman.
Maka perlu kita ingat dalam sanubari yang paling dalam bahwa ‘nganggur’ dapat
menjadi pintu kehancuran. Tidaklah mengherankan banyak ayat maupun hadits yang
memotivasi agar selalu berbuat dan berupaya untuk menghindari diri dari sikap malas
dan lemah. Malas dan lemah berbuat dianggap sebagai sikap dan sifat buruk yang
harus dijauhi orang-orang beriman.
Mengingat tugas dan tanggung jawab yang kita emban sangat besar dan masih banyak
agenda yang menanti untuk diselesaikan maka segeralah untuk menyiapkan diri
menunaikannya. Rasanya perlu dicamkan dalam benak pikiran kita akan nasehat
syaikh Abdul Wahab Azzam: ‘Pikiran tak dapat dibatasi, lisan tak dapat dibungkam,
anggota tubuh tak dapat diam. Karena itu jika kamu tidak disibukan dengan hal-hal
besar maka kamu akan disibukan dengan hal-hal kecil’.
Oleh karena itu Rasulullah SAW. segera memberangkatkan para sahabat dalam
ekspedisi militer yang beruntun sesudah Badar untuk meminimalisir konflik internal
yang amat mungkin terjadi lantaran berhenti sesudah amal besar.
Agar apa yang dilakukannya dengan berputarnya waktu mampu disesuaikan dengan
tuntutan zaman dan kapabilitas rijal-nya. Seperti kaedah dakwah yang memaparkan,
‘setiap dakwah ada marhalah (tahapan)nya dan setiap marhalah ada tuntutannya
dan setiap tuntutan ada orangnya’.
Sangat mudah untuk dipahami bila setiap waktu ada tuntutannya maka kita mesti
menyelaraskan diri agar sesuai dengannya.
Tuntutan ini selaras dengan amanah yang diembankan kepada kita saat ini. Dan dalam
pandangan Islam setiap amanah merupakan sesuatu tugas yang tidak boleh dikhianati
atau diabaikan hingga tidak dapat menunaikannya dengan baik.