Anda di halaman 1dari 5

Nama : Lensa Alivia Santoso

Kelas/No Absen : X Mipa H/19

Laporan Harian Kegiatan Membaca


Judul buku : Hatta “Jejak yang Melampaui Zaman”

Pengarang :

Penerbit, tahun terbit : Kepustakaan Populer Gramedia, 2010

Jenis Buku : Nonfiksi (Sejarah)

Tebal buku : xx + 172

No. Bab Informasi Penting


1. 1 1. Pada tahun 1960-an, tulisan Hatta yang berjudul "Demokrasi Kita"
dinyatakan sebagai bacaan terlarang karena
beliau mengkritik para pemimpin politik yang sesat.
2. Hatta tidak anti partai, namun beliau mengecam para politisi
yang menjadikan "Partai sebagai tujuan dan negara sebagai alatnya"
3. Hatta bukan ahli nujum, namun ramalannya yang tajam bersumber
dari kajian luasnya terhadap sejarah dunia.
4. Hatta adalah bapak bangsa yang banyak menulis. Beliau berjasa besar
karena telah menjadi reporter yang mencatat,melaporkan, dan memberi
komentar tertulis atas peristiwa-peristiwa sebelum dan sesudah
kemerdekaan Indonesia
5. Hatta fasih berbahasa Melayu, Belanda, Inggris, Jerman, dan Perancis
6. Ketajaman pena Hatta lebih digdaya dari tembakan salvo manapun
7. Hatta menghadiahi calon istrinya emas kawin buku Alam Pikiran
Yunani yang ditulisnya sendiri.
8. Beliau menulis di sebuah jurnal internasional tentang kebijakan luar
negeri di situlah beliau memperkenalkan politik "bebas dan aktif" yang
dipakai Indonesia sampai saat ini
9. Seorang penyair dari Padang pernah berkata pada anak-anak yang
datang padanya untuk menulis puisi, "Tulislah yang kalian tau tentang
Bung Hatta. Dia orang besar dan hidupnya seperti buku yang tak akan
pernah tamat dibaca."
No Bab Informasi Penting
10. Mohammad Hatta suka bermain kapal-kapalan dari kaleng bekas
serta menyepak rotan.
11. Sejak umur 5 tahun, siang hari ia belajar di Sekolah Melayu Paripat
dan les bahasa Belanda di waktu petang. Alhasil Hatta tidak mengalami
kesulitan ketika akhirnya bersekolah di ELS, SD khusus untuk anak-anak
Belanda
12. Orang-orang tua di Bukittinggi menyebut dia anak "cie pamaenan
mato"-anak yang pada dirinya terpendam kebaikan dan perangainya
mengundang kasih sayang.
2. 2 Hatta melanjutkan sekolahnya dengan berkuliah di Belanda
3. 3 1. 17 Februari 1987, kawasan pemukiman Haarlem memperoleh nama.
Nama jalan itu Mohammed Hattastrat. Jalan Mohammad Hatta.
2. Seolah meniru sifat pemilik nama jalan tersebut, penggalan jalan
itu begitu sederhana, lurus dan jauh dari keriuhan.
4. 4 1. Tahun 1938. setumpuk majalah Sin Tit Po yang dipesan Hatta tiba
di Banda. Artikel itu menyerang tulisan Hatta. Penulisnya adalah
Mevrow Sumarah dari Prancis. Hatta yakin bahwa itu adalah nama
samaran. Ia curiga kalau penulisnya sebenarnya berdomisili di Jawa
Itulah Hatta sang pemikir.
2. Kelak di kemudian hari, terbongkarlah bahwa ternyata sang
Mevrow adalah Tan Ling Djie, seorang komunis Indonesia
3. Kendati diasingkan, Hatta dan Syahrir tak diperlakukan sebagai
taanan, tapi selaku tamu.
4. Berada di sebuah kota yang dibangun Portugis pada tahun 1500-an
ini sangatlah tenang. Dapat dipahami mengapa kota ini disebut
"Klein Europeesch Stad" (Kota Eropa Kecil).
5. Saat Hatta dan Syahrir berada di sana, mayoritas warga adalah
peranakan Eropa dan keturunan Arab.

Rangkuman
Hatta
Kisah yang Melampaui Zaman

Pada tahun 1960-an, tulisan Hatta yang berjudul Demokrasi


Kita menjadi bacaan terlarang. Dalam buku itu, Bung Hatta
mengkritis para pemimpin politik yang sesat. Sebenarnya Hatta tidak
antipartai, namun beliau mengecam keras para politisi yang
menjadikan “partai sebagai tujuan dan negara sebagai alatnya.”.
Beliau bukan orang yang ahli nujum. Namun ramalannya yang tajam
bersumber dari kajian luasnya terhadap sejarah dunia. Beliau jugalah
satu-satunya bapak bangsa menulis. Ia menjadi reporter yang
mencatat, melaporkan, dan memberi komentar tertulis peristiwa-
peristiwa sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia. Di samping
menguasai bahasa Melayu dan Belanda, Hatta sendiri fasih berbahasa
Inggris, Jerman, dan Perancis.
Akibat tulisan-tulisannya yang tajam mengkritik pemerintah
kolonial, pada 1927 Hatta ditahan. Dia tidak surut dari ruang penjara
yang sempit, dia menulis pidato pembelaan yang nantinya akan ia
baca selama tiga setengah jam di depan pengadilan. Pidatonya yang
berjudul “Indonesia Merdeka” menjadi salah satu manifesto politik
yang menumental karena di situlah, tepat di ulu hati kekuasaan
kolonial, dia menusukkan tikamannya. Ketajaman pena Hatta dan
kekuatan analisisnya lebih digdaya dari tembakan salvo manapun.
Hatta menghadiahi calon istrinya emas kawin buku Alam Pikiran
Yunani yang ditulisnya sendiri. Beliau menulis di sebuah jurnal
internasional tentang kebijakan luar negeri di situlah beliau
memperkenalkan politik "bebas dan aktif" yang dipakai Indonesia
sampai saat ini.

Seorang penyair dari Padang pernah berkata pada anak-anak


yang datang padanya untuk menulis puisi, "Tulislah yang kalian tau
tentang Bung Hatta. Dia orang besar dan hidupnya seperti buku yang
tak akan pernah tamat dibaca.”. Mohammad Hatta suka bermain
kapal-kapalan dari kaleng bekas serta menyepak rotan. Sejak umur 5
tahun, siang hari ia belajar di Sekolah Melayu Paripat dan les bahasa
Belanda di waktu petang. Alhasil Hatta tidak mengalami kesulitan
ketika akhirnya bersekolah di ELS, SD khusus untuk anak-anak
Belanda. Orang-orang tua di Bukittinggi menyebut dia anak "cie
pamaenan mato"-anak yang pada dirinya terpendam kebaikan dan
perangainya mengundang kasih sayang.

Semasa kecilnya Hatta belajar  mengaji kepada Syekh


Mohammad  Djamil Djambek sampai mengkhatamkan Al-Qur’an.
Tak pernah alpa menghadiri majelis beliau di surau, selepas belajar di
Europeesche Lagere School (ELS).

Saat belajar di Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) di


Padang, Hatta juga memperoleh bimbingan agama dari Haji Abdullah
Ahmad. Bersamaan dengan itu Hatta mengenal Jong Sumatranen
Bond dan mendengarkan ceramah dari tokoh-tokoh agama dan
pergerakan. Selama hidupnya Hatta dikenal sebagai sosok yang taat
agama, menjaga sholat dan menghargai waktu, selain
kesederhanaannya. Saat pengasingannya bersama Sutan Sjahrir di
Banda, hari-harinya dihabiskan dengan diskusi, jalan-jalan ke
perkebunan, belajar, membaca buku dan menulis untuk untuk surat
kabar. Bahkan saking disiplinnya, Hatta dijadikan jam bagi para
pekerja perkebunan pala. Mereka menandai kemunculan Hatta
sebagai jam lima, yang berarti saatnya berhenti bekerja. Kelak,
pemahamannya terhadap nilai-nilai agama juga mempengaruhi cara
dan sikapnya dalam kesehariannya maupun berpolitik.

Hatta melanjutkan sekolahnya dengan kuliah di Belanda. Dia


tiba di negri itu pada 5 Sepember 1921 dengan menumpang kapal
Tambora yang merapat di Nieuwe Waterweg, sebuah pelabuhan di
Rotterdam. Sebagai mahasiswa baru di Rotterdamse
Handelshogeschool, sebuahuniversitas bergengsi, Hatta harus
membeli buku. Tapi uang sakunya terbatas dan dana beasiswanya
belum ia terima Beruntung, akhirnya Hatta bisa mengangsur
pembayaran buku tersebut. Di sana Hatta tinggal Tehuis, sebuah
bangunan terbesar di pertigaan Prins Mauritsplein, Frederik
Hendriklaan, dan Prins Mauritstraat-tiga jalan besar di Rotterdam. Di
Tehuis, Hatta tinggal beberapa lama. Seperti anak kos pada
umumnya, ia kerap berpindah tempat dan menginap di rumah
temannyaumumnya, ia kerap berpindah tempat dan menginap di
rumah temannya sesama pelajar Indonesia: Nazir Pamuntjak, Dahlan
Abdullah, Ahmad Soebardjo, Hermen Kartasasmita, Darmawan
Mangunkusumo, dan para aktivis pergerakan yang lain. Hatta
meninggalkan Belanda pada 20 Juli 1932 dengan menumpang kapal
Jerman yang berlayar melalui Paris, Genoa, lalu melaju menuju
Singapura. Di negri Singa itu, ''Kemana-mana selalu diikuti polisi
rahasia." kata Hatta. Di Jakarta ia diperiksa ketat.
17 Februari 1987, kawasan pemukiman Haarlem memperoleh
nama. Nama jalan itu Mohammed Hattastrat. Jalan Mohammad Hatta.
Seolah meniru sifat pemilik nama jalan tersebut, penggalan jalan itu
begitu sederhana, lurus dan jauh dari keriuhan. Tokoh ini dipilih
karena beliau adalah pemimpin pergerakan Indonesia, negarawan, dan
wakil presiden yang sempat ditahan Belanda karena aktivitas
politiknya. "Mereka adalah orang yang berjasa, berjuang demi
pembebasan atau kemerdekaan negaranya, serta memiliki reputasi
yang baik." Demikian penjelasan R.H. Claudius.

Anda mungkin juga menyukai