15164-Article Text-36848-1-10-20171031 PDF
15164-Article Text-36848-1-10-20171031 PDF
Epidemiologi dan Biostatistika, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan,
Universitas Negeri Semarang
Abstract
___________________________________________________________________
Magelang District has 60% prevalence of periodontitis in 2013 and increases in 2014 up to 62% of the total
population. Salaman medical center has highest prevalence of 19% periodontitis cases in Magelang District.
The purpose of this study was to determine the factors which influence periodontitis in Salaman medical center.
The research used cross sectional study with all patients who went to the dental clinic of Salaman medical
center as population and the number of samples which were taken as many as 90 people. The research
instrument used questionnaires and interview technique. The data analysis used Chi-square and logistic
regression. The results showed that tooth brushing behavior (p = 0,029), dentist visitation (p = 0,012), and
diabetes militus (p = 0,007) had an effect on the periodontitis occurrence. The conclusions of this research are
there is an effect between tooth brushing behavior, dentist visitation, and diabetes militus towards periodontitis
occurrence, also there is no effect between age, gender, obesitas, knowledge, scaling and smoking towards
periodontitis occurrence in Salaman medical center.
Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 e ISSN 1475-222656
E-mail: titiksugiarti07@gmail.com
97
Titik S., dan Yunita D.P.S. /Faktor Kejadian Periodontitis / HIGEIA 1 (4) (2017)
98
Titik S., dan Yunita D.P.S. /Faktor Kejadian Periodontitis / HIGEIA 1 (4) (2017)
satu dari 17 kabupaten/kota tersebut adalah terjadi pada masyarakat di wilayah kerja
Kabupaten Magelang. Puskesmas Salaman I sehingga mendorong
Prevalensi periodontitis di Kabupaten penulis untuk melakukan penelitian mengenai
Magelang pada tahun 2013 sebesar 60% dari faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
total populasi. Sedangkan prevalensi periodontitis periodontitis di Puskesmas Salaman I Kabupaten
pada tahun 2014 mengalami peningkatan Magelang. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menjadi 62% dan menjadi penyebab utama mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
(80%) pencabutan gigi tetap. Berdasarkan kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Kabupaten Magelang.
Magelang yang meliputi 29 Puskesmas,
Puskesmas Salaman I merupakan puskesmas METODE
dengan prevalensi periodontitis tertinggi pertama
yang kemudian disusul dengan Puskesmas Penelitian ini merupakan penelitian
Grabag I sebagai puskesmas tertinggi ke dua se- observasional analitik dengan menggunakan
Kabupaten Magelang. Prevalensi periodontitis di rancangan penelitian melalui metode
Puskesmas Grabag I pada tahun 2015 sebesar pendekatan cross sectional study. Penelitian ini
8,9% sedangkan di Puskesmas Salaman I menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
sebesar 19% dari total populasi. kejadian periodontitis di Puskesmas Salaman I
Berdasarkan penelitian Stoykova (2014), Kabupaten Magelang yang dideskripsikan
menunjukkan bahwa ada hubungan antara secara kuantitatif. Untuk populasi pada
diabetes militus dengan kejadian periodontitis penelitian ini adalah seluruh pasien yang
dengan nilai p = 0,001 dan nilai OR = 4,195. berobat ke Poliklinik Gigi Puskesmas Salaman I
Menurut penelitian Ababneh (2012), Kabupaten Magelang. Sampel pada penelitian
menemukan bahwa ada hubungan antara diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yang
perilaku menyikat gigi yang kurang baik dengan dilakukan oleh Ambarwati (2014), dimana
nilai p sebesar 0,024. Berdasarkan penelitian diketahui nilai prevalence risknya sebesar 1,698
yang dilakukan oleh Ababneh (2012), dan diketahui nilai P1 (proporsi kelompok
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara terpapar) sebesar 0,57. Kemudian sampel
BMI lebih dari normal (≥ 30 kg/m2) dengan penelitian ini dihitung dengan menggunakan
kejadian periodontitis dengan nilai p sebesar rumus Lameshow sehingga diperoleh jumlah
0,002. sampel minimal pada penelitian ini sebesar 80
Berdasarkan observasi yang dilakukan orang. Untuk menghindari terjadinya follow up
secara langsung di Puskesmas Salaman I, maka sampel penelitian dilebihkan 10%
dilakukan studi pendahuluan terhadap 25 pasien sehingga sampel dalam penelitian ini menjadi
yang berobat ke Poli Gigi. Didapatkan hasil 90 orang yang diambil dari pasien yang berobat
sebanyak 16 orang (64%) masih memiliki ke Poliklinik Gigi Puskesmas Salaman I
tingkat pengetahuan yang rendah tentang Kabupaten Magelang. Adapun kriteria sampel
penyakit periodontitis. Dari 25 pasien yang pada penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu
menderita periodontitis didapatkan hasil kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria
sebanyak 18 orang (72%) masih mempunyai inklusi pada penelitian ini meliputi penduduk
perilaku menyikat gigi yang tidak sesuai. Dari yang berobat ke Poliklinik Gigi Puskesmas
25 pasien yang menderita penyakit periodontitis Salaman I Kabupaten Magelang, dan pasien
disertai penyakit sistemik berupa Diabetes yang berusia 18-65 tahun. Sedangkan pada
Militus. Dari 25 pasien yang mengalami kriteria eksklusinya adalah pasien yang
periodontitis ditemukan sebanyak 22 orang (84%) menderita gingivitis ulseratif nekrosis akut,
tidak melakukan kunjungan rutin setiap 6 bulan pasien yang memakai kawat gigi, dan pasien
sekali ke dokter gigi. yang memakai gigi palsu baik sebagian maupun
Banyaknya jumlah kasus periodontitis yang penuh. Teknik pengambilan sampel pada
99
Titik S., dan Yunita D.P.S. /Faktor Kejadian Periodontitis / HIGEIA 1 (4) (2017)
100
Titik S., dan Yunita D.P.S. /Faktor Kejadian Periodontitis / HIGEIA 1 (4) (2017)
101
Titik S., dan Yunita D.P.S. /Faktor Kejadian Periodontitis / HIGEIA 1 (4) (2017)
102
Titik S., dan Yunita D.P.S. /Faktor Kejadian Periodontitis / HIGEIA 1 (4) (2017)
103
Titik S., dan Yunita D.P.S. /Faktor Kejadian Periodontitis / HIGEIA 1 (4) (2017)
kolagen, faktor mikrobiotik, dan predisposisi empat atau tahap terakhir dan juga variabel lain
genetik. Menurut Carranza (2012), juga lebih dominan dibandingkan dengan variabel
menjelaskan bahwa buruknya kontrol gula umur. Menurut Carranza (2012), menyatakan
darah pada penderita diabetes militus dapat bahwa periodontitis terjadi pada semua golongan
meningkatkan kerusakan jaringan periodontal. usia dari mulai usia pubertas sampai dengan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian usia lansia yang masih mempunyai gigi asli.
Stoykova (2014), Hong (2016), dan Stephanie Seiring dengan pertambahan usia, gigi geligi
(2015), serta diperkuat dengan penelitian menjadi memanjang yang berhubungan dengan
Rikawaraswati (2014), menunjukkan bahwa ada hilangnya perlekatan pada jaringan ikat
hubungan antara diabetes militus dengan periodontal dan juga pada gigi geligi yang
kejadian periodontitis. Pada penelitian tersebut memanjang sangat berpotensi mengalami
menjelaskan bahwa buruknya kontrol gula kerusakan. Kerusakan ini meliputi periodontitis,
darah dan peningkatan AGE menginduksi stres trauma mekanik yang kronis yang disebabkan
oksidan pada gingiva sehingga akan cara menyikat gigi dan kerusakan dari faktor
memperparah kerusakan jaringan iatrogenik yang disebabkan oleh restorasi yang
periodonsium. Pada penderita DM, dengan kurang baik atau perawatan scaling dan root
meningkatnya kadar glukosa dalam darah dan planing yang berulang-ulang. Hasil penelitian
cairan gingival berarti juga mengubah ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
lingkungan mikroflora dan menginduksi Zhang (2014), dimana diketahui bahwa umur
perubahan bakteri secara kualitatif. Perubahan 45-65 tahun mempunyai proporsi mengalami
tersebut mengarah pada penyakit periodontal periodontitis sebesar 53,0% lebih besar
yang berat. Penelitian tersebut memiliki dibandingakan dengan umur 18-44 tahun
kesamaan karakteristik dengan penelitian ini dengan proporsi sebesar 33,3%. Selain itu, pada
jika dilihat dari populasi penelitian dengan penelitian ini juga dijelaskan bahwa umur 45-65
buruknya kontrol gula darah pada pasien yang tahun berhubungan dengan kejadian periodontitis
berobat ke poli gigi. Hal ini sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dengan nilai p=0,005 (p<0,05)
kuesioner bahwa pasien yang menderita dan nilai OR=1,7. Penelitian tersebut memiliki
periodontitis lebih banyak disertai penyakit kesamaan karakteristik dengan penelitian ini
diabetes militus sebanyak 10 orang jika dilihat pada distribusi responden yang
dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita periodontitis. Pada penelitian ini,
menderita periodontitis sebanyak 2 orang. Hal itu proporsi responden yang menderita periodontitis
disebabkan karena sebagian besar masyarakat di lebih banyak pada usisa 45-65 tahun sebanyak
wilayah kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten 18 orang dibandingkan usia 18-44 tahun
Magelang tidak pernah melakukan pemeriksaan sebanyak 16 orang.
gula darah secara rutin sehingga terjadi Berdasarakan tabel 2 menunjukkan
kerusakan pada jaringan periodontal yang bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki
mengakibatkan periodontitis. berisiko 1,216 kali lebih besar menderita
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa periodontitis dibandingkan dengan responden
umur 45-65 tahun berisiko 2,366 kali lebih besar berjenis kelamin perempuan. Hal ini
menderita periodontitis dibandingkan dengan ditunjukkan dengan hasil uji Chi-Square
umur 18-44 tahun. Hal ini ditunjukkan dengan (p=0,614; PR=1,216; 95%CI=0,718-2,062).
hasil uji Chi-Square (p=0,002; PR=2,366; Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa
95%CI=1,424-3,933). Sedangkan pada analisis jenis kelamin tidak berhubungan dengan
multivariat variabel ini tidak terbukti kejadian periodontitis, serta variabel ini juga tidak
berpengaruh karena pada tahap ke tiga nilai sig dapat dilakukan uji regresi logistik karena nilai p
variabel umur paling besar nilainya >0,25. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
dibandingkan dengan nilai sig variabel lainnya penelitian yang dilakukan oleh Hong (2015),
sehingga umur tidak masuk pada tahap ke dan Dyke (2005), menemukan bahwa ada
104
Titik S., dan Yunita D.P.S. /Faktor Kejadian Periodontitis / HIGEIA 1 (4) (2017)
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian tinggi pula kemampuan individu tersebut
periodontitis dengan nilai p= 0,001 (p<0,05) dan didalam melakukan penilaian suatu materi atau
nilai OR= 1,40. Pada penelitian ini dijelaskan objek. Pengetahuan seseorang akan menentukan
bahwa laki-laki yang menderita periodontitis perilakunya dalam hal kesehatan. Seseorang
disebabkan oleh kebiasaan merokok. Perubahan yang mempunyai pengetahuan yang baik, maka
vaskularisasi pada perokok, disebabkan akan mengetahui tindakan yang tepat apabila
terjadinya iritasi kronis dan perubahan panas terserang suatu penyakit sehingga tidak akan
pada mukosa dan gingiva. Zat dalam asap rokok memperparah komplikasi tersebut dan tidak
yang terabsorbsi melalui mukosa mulut dapat terjadi komplikasi didalamnya. Hasil penelitian
mengikuti aliran darah sehingga menyebabkan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
terganggunya mikrosirkulasi periodonsium. oleh Rahayu (2014), menunjukkan bahwa ada
Penelitian ini tidak memiliki kesamaan hubungan antara pengetahuan dengan status
karakteristik jika dilihat pada distribusi kesehatan jaringan periodontal dengan nilai p
responden bahwa kejadian periodontitis lebih sebesar 0,001. Pada penelitian ini menjelaskan
banyak dialami pada responden yang berjenis bahwa pengetahuan erat dengan pendidikan
kelamin perempuan yaitu sebesar 19,6% dimana responden dengan pendidikan rendah
dibandingkan responden yang berjenis kelamin (SD) sebesar 50,68% lebih banyak dibandingkan
laki-laki yaitu sebesar 14,4%. Hal ini disebabkan dengan responden dengan tingkat pendidikan
karena proporsi masyarakat yang berkunjung ke tinggi (SMA/perguruan tinggi) sebesar 49,32%.
Poli Gigi Puskesmas Salaman I untuk Penelitian tersebut memiliki kesamaan
melakukan pemeriksaan secara rutin hampir karakteristik dengan penelitian ini yaitu jika
seimbang antara jenis kelamin laki-laki dan dilihat dari distribusi responden yang digunakan
perempuan yaitu berjenis kelamin perempuan adalah responden dengan tingkat pengetahuan
sebanyak 57,8% dan berjenis kelamin laki-laki yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan. Hasil
yaitu sebanyak 42,2%. dilapangan menunjukkan bahwa kejadian
Hasil analisis bivariat pada tabel 2 periodontitis lebih banyak dialami pada
menunjukkan bahwa responden dengan responden yang mempunyai tingkat
pengetahuan yang buruk berisiko 2,575 kali pengetahuan buruk yaitu sebesar 25,3%
lebih besar menderita periodontitis dibandingkan dibandingkan responden yang mempunyai
dengan responden dengan pengetahuan yang tingkat pengetahuan baik yaitu sebesar 8,7%.
baik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji Chi- Hal ini disebabkan karena masyarakat di
Square (p=0,037; PR=2,575; 95% CI= 1,016- wilayah kerja Puskesmas Salaman I Kabupaten
6,522). Sedangkan pada analisis multivariat Magelang tingkat pendidikannya masih rendah
variabel ini tidak terbukti berpengaruh karena dan sebagian besar tamatan SD sebanyak
pada tahap ke dua nilai sig variabel 34,4%. Hal itu yang dapat mempengaruhi
pengetahuan paling besar nilainya dibandingkan rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat
dengan nilai sig variabel lainnya sehingga mengenai kesehatan gigi dan mulut.
variabel pengetahuan tidak masuk pada tahap Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa
ke tiga dan juga variabel lain lebih dominan obesitas merupakan faktor protektif dari
dibandingkan dengan variabel pengetahuan. penyakit periodontitis, namun secara statistik
Menurut Priyoto (2015), menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
setiap manusia memiliki tingkat pengetahuan obesitas dengan kejadian periodontitis yang
yang berbeda-beda. Tingkatan pengetahuan ditunjukkan dengan hasil uji Chi-Square
dimulai dari tahu (know), memahami (p=1,000; PR=0,936; 95%CI=0,510-1,716).
(comprehension), aplikasi (application), analisis Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa
(analysis), sintesis (syntesis) dan evaluasi obesitas tidak berhubungan dengan kejadian
(evaluation). Semakin tinggi tingkat periodontitis serta variabel ini tidak dilakukan uji
pengetahuan seseorang maka akan semakin regresi logistik karena nilai p >0,25. Hasil
105
Titik S., dan Yunita D.P.S. /Faktor Kejadian Periodontitis / HIGEIA 1 (4) (2017)
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian tersebut disebabkan karena tingkat pengetahuan
yang dilakukan oleh Aljehani (2014), responden yang masih rendah, dan biaya
menjelaskan bahwa obesitas dilaporkan sebagai scaling.
faktor risiko terhadap periodontitis. Hal ini Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa
diperkuat penelitian yang dilakukan oleh alasan tidak melakukan scaling atau
Ababneh (2012), menunjukkan bahwa terdapat pembersihan karang gigi adalah tidak tahu
hubungan antara BMI lebih dari normal (≥ 30 mengenai pembersihan karang gigi dan
kg/m2) dengan kejadian periodontitis. Hal ini manfaatnya karena tidak pernah ada informasi
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan atau edukasi kepada masyarakat mengenai
oleh Hong (2016), juga menunjukkan adanya pentingnya scaling. Selain itu, alasan biaya juga
hubungan antara BMI dengan kejadian menjadi penyebab masyarakat tidak pernah
periodontitis dengan nilai p sebesar 0,005. melakukan pembersihan karang gigi karena
Penelitian tersebut tidak memiliki kesamaan untuk pembersihan karang gigi di Puskesmas
karakteristik pada penelitian ini jika dilihat dari Salaman I cukup mahal dan tidak masuk dalam
distribusi responden, proporsi responden yang anggaran BPJS.
mempunyai IMT normal yaitu sebesar 24,6% Hasil analisis bivariat pada tabel 2
lebih besar dibandingkan responden yang menunjukkan bahwa responden yang merokok
obesitas yaitu sebesar 9,4%. Sehingga berisiko 1,723 kali lebih besar menderita
didapatkan penderita periodontitis yang periodontitis dibandingkan dengan responden
mempunyai IMT normal. yang tidak merokok. Hal ini ditunjukkan
Hasil analisis bivariat pada tabel 2 dengan hasil uji Chi-Square (p=0,078;
menunjukkan bahwa responden yang tidak PR=1,723; 95%CI=1,036-2,865). Sedangkan
melakukan scaling berisiko 2,100 kali lebih pada analisis multivariat variabel ini tidak
besar menderita periodontitis dibandingkan terbukti berpengaruh karena pada tahap ke
dengan responden yang melakukan scaling. Hal empat nilai sig variabel merokok paling besar
ini ditunjukkan dengan hasil uji Chi-Square nilainya dibandingkan dengan nilai sig variabel
(p=0,019; PR=2,100; 95%CI=1,140-3,867). lainnya sehingga variabel merokok tidak masuk
Sedangkan pada analisis multivariat variabel ini pada tahap ke lima dan juga variabel lain lebih
tidak terbukti berpengaruh karena pada tahap dominan dibandingkan dengan variabel
pertama nilai sig variabel scaling paling besar merokok.
nilainya dibandingkan dengan nilai sig variabel Menurut Carranza (2012), merokok
lainnya sehingga variabel scaling tidak masuk merupakan faktor risiko yang kuat terhadap
pada tahap ke kedua dan juga variabel lain lebih kejadian penyakit periodontal. Individu yang
dominan dibandingkan dengan variabel scaling. merokok dua sampai enam kali atau lebih
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian memiliki kemungkinan mengalami periodontitis
yang dilakukan oleh Stoykova (2014), dan Shyu dibanding yang tidak merokok. Merokok
(2015), menunjukkan bahwa ada hubungan berhubungan dengan penyakit periodontal
antara riwayat pembersihan karang gigi (scaling) terkait pada dosis. Jika jumlah tahun terpapar
dengan kejadian periodontitis. Hal ini dapat tembakau dan jumlah rokok yang dihisap
diketahui dari hasil statistik diperoleh p value meningkat setiap hari, maka risiko periodontitis
sebesar 0,001 (p<0,05) dan nilai OR= 13,22. makin tinggi. Tembakau yang dikunyah telah
Berdasarkan hasil penelitian dikaitkan dengan resesi gingiva dan kerusakan
menunjukkan terdapat kesamaan karakteristik periodontal di lokasi gigi yang bersentuhan
dari penelitian tersebut bahwa kejadian langsung dengan tembakau. Penggunaan
periodontitis lebih banyak dialami pada tembakau juga telah terbukti mempengaruhi
responden yang tidak melakukan scaling yaitu hasil perawatan periodontal dan meningkatkan
sebesar 20,0% dibandingkan responden yang kemungkinan kekambuhan penyakit.
melakukan scaling yaitu sebesar 14,0%. Hal
106
Titik S., dan Yunita D.P.S. /Faktor Kejadian Periodontitis / HIGEIA 1 (4) (2017)
107
Titik S., dan Yunita D.P.S. /Faktor Kejadian Periodontitis / HIGEIA 1 (4) (2017)
Rikawaraswati. 2015. Hubungan Diabetes Melitus Tuhuteru, D. R., Lampus, B. S., Wowor, V. N.S.
dengan Tingkat Keparahan Jaringan 2014. Status Kebersihan Gigi Dan Mulut
Periodontal. Kemas Nasional, 9(3): 279-281 Pasien Poliklinik Gigi Puskesmas Paniki
Sgolastra, F., Petrucci, A., Severino, M., Gatto, R., Wahyukundari, M,A. 2009. Perbedaan Kadar Matrix
Monaco, A. 2013. Relationship between Metalloproteinase-8 Setelah Scaling Dan
Periodontitis and Pre-Eclampsia: A Meta- Pemberian Tetrasiklin Pada Penderita
Analysis. Plos One, 8(8): 167-173 Periodontitis Kronis. Jurnal PDGI, 58(1): 34-40
Soulissa, A. G. 2014. Hubungan Kehamilan dan Wangsarahardja, K. 2005. Penyakit Periodontal
Penyakit Periodontal. PDGI, 63(3): 71-77 Sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung
Stephanie F. E. 2015. Hubungan Status Periodontal Koroner. Jurnal Universa Medicina, 24(3):137 -
dan Derajat Regulasi Gula Darah Pasien 144
Diabetes Militus Di Rumah Sakit Umum Wijayanti, P. M., Setyopranoto, I. 2008. Hubungan
Pusat Prof Dr. R. D. Kandou Manado. e-Gigi Antara Periodontitis, Aterosklerosis Dan Stroke
(eG), 3(1): 211-214 Iskemik Akut. Mutiara Medika, 8(2): 120-128
Stoykova, M., Musurlieva, N., Boyadzhiev, D. 2014. Wiyatini T., Setyawan H., Hadissaputro S. 2010.
Risk factors for development of chronic Faktor Faktor Local Dalam Mulut Dan
periodontitis in Bulgarian patients (pilot Perilaku Pencegahan Yang Berhubungan
research). Medical Biotechnology, 28(6): 1151- Dengan Periodontitis. Skripsi. Semarang:
1154 Universitas Diponegoro
Shyu, K. G., Choy, C. S., Wang, D. C. L. 2015. Zhang, Q., Li, Z., Wang, C., Shen, T., Yang, Y.
Change of Scaling-Induced Proinflammatory 2014. Prevalence and predictors for
Bawah Manado. Jurnal e-GiGi, 2(2):112-116 periodontitis among adults in China, 2010.
Cytokine on the Clinical Efficacy of Periodontitis Global Health Action, 10(3): 1-7
Treatment. The Scientific World Journal, 20(5):
1-7
108