Anda di halaman 1dari 181

UNIVERSITAS INDONESIA

MET-MYTRI SEBAGAI BENTUK INTERVENSI KEPERAWATAN


KOMUNITAS DALAM MENGATASI PERILAKU MEROKOK PADA
AGGREGATE REMAJA DI SMP T KELURAHAN CURUG
KOTA DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR

SANG AYU MADE ADYANI

1106122801

PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK, JUNI 2014

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA

MET-MYTRI SEBAGAI BENTUK INTERVENSI KEPERAWATAN


KOMUNITAS DALAM MENGATASI PERILAKU MEROKOK
PADA AGGREGATE REMAJA DI SMP T KELURAHAN CURUG
KOTA DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Ners Spesialis Keperawatan Komunitas

OLEH

SANG AYU MADE ADYANI

1106122801

PEMBIMBING
Agus Setiawan, SKp., MN., DN
Henny Permatasari, SKp., M.Kep., Sp.Kom

PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK, JUNI 2014

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAIT ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baikyang dikutip maupun diruiuk

telah saya nyatakan dengan ben*r.

Nama : Sang Ayu Made Adyani

NPM : 1106122801

Tanda Tangan

Tanggal :27 Juni20l4

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN

Karva Ilmiah Akhir rnr diajukan oleh :

Nama Sang Ayu Made Adyani


NPM 1106122801
Prograrn Studi Ners Spesialis Kepelawatan
Peminatan Keperawatan Komunitas
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Universitas Indonesia
Judul Karya Ilmiah MET - MYT R1 Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan
Komunitas Dalam Mengatasi Perilaku Merokok Pada
Aggregate Remaja Di SMP Kota Depok

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
Spesialis Keperawatan Komunitas pada Program Studi Pasca Sarjana Ilmu
Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I :Agus Setiawan, S.Kp., MN., DN

Pembimbing II Henny Permatasari, S.Kp., M.Kep.,


Sp.Kom

Penguji : Ahmad Eru S, S.Kp., M.Kep.,

Sp.Kep.Kom

Penguji : Eti Rohati, Am.Keb., SKM, MKM

Ditetapkan di : Depok

Tanggal :27 Junt2014

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR TJNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini :

Nama Sang Ayu Made Adyani

NPM t106122801

Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Komunitas

Fakultas Ilmu Keperawatan

Jenis Karya Karya Ilmiah Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilrniah saya yang berjudul :

MET-MYTRI SEBAGAI BENTUK INTERVENSI KEPERAWATAN


KOMUNITAS DALAM MENGATASI PERILAKU MEROKOK PADA
AGGREGATE RE,MAJA DI SMP T KELURAHAN CURUG KOTA DEPOK

Beserta perangkat yang ada (ika


diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikianlah pemyataan saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada Tang gal : 27 Juru 2014

Yang

,r*-U Made Adyani)

IV
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan
Yang Maha Esa karena atas anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya
Ilmiah Akhir ini yang berjudul “MET-MYTRI Sebagai Bentuk Intervensi
Keperawatan Komunitas Dalam Mengatasi Perilaku Merokok Pada Aggregate
Remaja Di SMP T Kelurahan Curug Kota Depok”. Penulis menyadari bahwa
bimbingan dan dukungan dari semua pihak menjadikan penulis mampu
menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya
kepada :

1. Dra. Junaiti Sahar, Skp., M.App.Sc., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia sekaligus sebagai sebagai supervisor
utama praktik residensi yang telah memberikan bimbingan, dan motivasi
selama proses residensi.
2. Bapak Agus Setiawan, SKp., MN., DN selaku pembimbing I yang telah
dengan sabar membimbing, memotivasi, memberikan ide-ide inspiratif demi
kesempurnaan karya ilmiah ini.
3. Ibu Henny Permatasari, SKp., M.Kep., Sp.Kom selaku Ketua Program Studi
Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia sekaligus
pembimbing II yang dengan sabar dan selalu semangat membimbing,
memberikan masukan, serta arahan selama praktik dan penyusunan karya
ilmiah ini.
4. Seluruh Tim Dosen Keperawatan Komunitas dan Staf Pasca Sarjana Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah membantu kelancaran
proses penulisan ini.
5. Dinas Kesehatan Kota Depok yang telah memberikan ijin pelaksanaan praktik
residensi di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.
6. Seluruh guru dan staf, serta siswa-siswi SMP T Kelurahan Curug Kota Depok
yang selalu memberikan dukungan dalam pelaksanaan praktik residensi.

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
7. Keluarga tercinta, Ajik, Ibu, Bli Sangtu, Shambala, yang selalu memberikan
dukungan, doa, semangat yang tiada henti. Kakiang dan Niang Mangku,
keluarga Bintaro atas doa dan dukungannya. Orang terkasih Made Indra
Pratama, SE, yang selalu memberikan semangat. Sahabatku Ns. Ni Putu
Wiwik Oktaviasi, S.Kep atas bantuan dan dukungan dalam penyusunan karya
ilmiah ini.
8. Teman-teman “ber-13, Pejuang Residen 2013” yang selalu kompak dan
senantiasa saling membantu serta memotivasi dalam menyelesaikan praktik
residensi.
9. Seluruh pihak yang telah membantu kesuksesan penulisan karya ilmiah ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah akhir ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan
inspirasi bagi pengembangan model-model intervensi keperawatan komunitas
selanjutnya. Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penyusunan, kritik dan
saran demi kesempurnaan penulisan ini sangat penulis hargai.

Depok, 27 Juni 2014

Penulis

vi

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Sang Ayu Made Adyani


Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Komunitas
Judul : MET-MYTRI Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan
Komunitas Dalam Mengatasi Perilaku Merokok Pada
Aggregate Remaja Di SMP T Kelurahan Curug
Kota Depok

Remaja merupakan kelompok berisiko yang mempunyai karakteristik tertentu


yang berkontribusi menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah
perilaku merokok. MET-MYTRI (Motivational Enhancement Therapy-Mobilizing
Youth Tobacco Related Initiatives) merupakan modifikasi bentuk intervensi
keperawatan komunitas untuk meningkatkan motivasi berhenti atau mengurangi
kebiasaan merokok di SMP T Kelurahan Curug Kota Depok. Penulisan Karya
Ilmiah Akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang implementasi
pelaksanaan MET-MYTRI untuk mengatasi perilaku merokok pada remaja. Hasil
p value 0,000 menunjukkan ada peningkatan signifikan perilaku (pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan) setelah dilakukan intervensi MET-MYTRI kepada siswa.
Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan perawat komunitas disarankan untuk
melakukan pengembangan program pencegahan perilaku merokok pada remaja
secara berkelanjutan. MET-MYTRI dapat digunakan sebagai solusi pengelolaan
kesehatan remaja khususnya perilaku merokok pada remaja.

Kata Kunci :
Remaja, perilaku merokok, Motivational Enhancement Therapy (MET),
Mobilizing Youth Tobacco Related Initiatives (MYTRI)

vii

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
ABSTRACT

Name : Sang Ayu Made Adyani


Proggram of Study : Community Nursing Specialist
Title : MET-MYTRI as a form of community nursing
intervention for prevention smoking behavior among
adolescent in SMP T Curug Village District Depok

Adolescent is an at risk group who has certain characteristics that may contribute
to health problems, such as smoking behavior. MET-MYTRI (Motivational
Enhancement Therapy-Mobilizing Youth Tobacco Related Initiatives) is a
modified form of community nursing intervention to increase motivation to quit o
rreduce smoking in SMP T Curug Village District Depok. The aim of the paper
was to provide an overview of the implementation of MET-MYTRI to address
smoking behavior in adolescents. At the p value of 0.000, the sudy indicates that
there was a significant increase in the behavior (knowledge, attitudes, and skills)
after MET-MYTRI intervention to students. The ministry of health, community
health centers, and community nurses are advised to undertake the development of
prevention programs on adolescent smoking behavior in a sustainable manner.
MET-MYTRI can be used in the health management programs, especially
smoking behavior among adolescent.
Keyword : adolescent, smoking behavior, Motivational Enhancement Therapy
(MET), Mobilizing Youth Tobacco Related Initiatives (MYTRI)

viii

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 11
1.3 Manfaat 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Remaja Sebagai Kelompok Risiko 14
2.2 Manajemen Pelayanan Keperawatan 21
2.3 Asuhan Keperawatan Komunitas 24
2.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas 30
2.5 Asuhan Keperawatan Keluarga 32
2.6 Trias UKS 33
2.7 HPM 34
2.8 Comphrehensive School Health Model (CSHM) 36
2.9 Motivational Enhancement Therapy (MET) 37
2.10 Mobilizing Youth Tobacco Related Initiatives (MYTRI) 39
2.11 Peran Perawat Komunitas 40

BAB III KERANGKA KERJA DAN PROFIL WILAYAH


3.1 Kerangka Konsep KIA 45
3.2 Profil Wilayah 46
3.3 Pelaksanaan Inovasi MET-MYTRI 50

BAB IV PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


4.1 Pengelolaan Manajemen 52
4.2 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Komunitas 78
4.3 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Keluarga 84

BAB V PEMBAHASAN
5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan 94
5.2 Keterbatasan dalam Intervensi Keperawatan 104
5.3 Implikasi Keperawatan 105

ix

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan 107
6.2 Saran 108

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
1

BAB 1
PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang beserta tujuan dari penerapan model asuhan
keperawatan keluarga dan komunitas pada aggregate remaja dengan perilaku merokok di
SMP T Kelurahan Curug Kota Depok.

1.1 Latar Belakang.


Remaja merupakan kelompok yang berisiko terhadap masalah kesehatan, baik fisik
maupun psikososial. Tahap perkembangan remaja merupakan suatu fase transisi dan
termasuk salah satu kelompok berisiko yang mempunyai karakteristik tertentu, serta
berkontribusi menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Masa remaja dipandang sebagai
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dan mereka banyak
mengalami perubahan baik secara fisik, kepribadian, kognitif, maupun psikososial untuk
membentuk identitas diri (Papalia, Olds, & Feldman, 2011). Menurut Stanhope dan
Lancaster (2010) faktor yang mempengaruhi kelompok remaja mengalami masalah
kesehatan antara lain kurang keterpaparan terhadap informasi, rendahnya tingkat
pendidikan, keterpaparan dengan lingkungan, serta akibat perilaku remaja itu sendiri.
Menurut Hitchcock, Shcubert, dan Thomas (1999) risiko (at risk) merupakan
kemungkinan sebuah kejadian, hasil, penyakit, atau kondisi yang akan berkembang pada
suatu periode tertentu. Alender, Rector, dan Warrner (2014); Stanhope dan Lancaster
(2010) menjelaskan lebih lanjut mengenai karakteristik risiko yakni risiko usia dan biologi,
lingkungan, ekonomi, gaya hidup, dan sistem perawatan kesehatan.

Karakteristik risiko yang pertama adalah usia dan biologi. Pertambahan usia berkaitan
dengan tumbuh kembang remaja. Perubahan yang terjadi pada remaja meliputi perubahan
fisik, seperti tinggi badan, berat badan, dan perkembangan hormonal. Selain perubahan
fisik, remaja juga mengalami perubahan psikologis akibat dari perubahan hormonal,
seperti perubahan kognitif, moral, emosi, dan sosial sebagai bentuk perkembangan diri
remaja. Wong (2003) mengungkapkan bahwa kemampuan kognitif remaja meningkat,
mampu berfikir logis dan imajinatif. Informasi yang ditangkap oleh remaja akan diolah
dengan pemikirannya sebagai bentuk pemikiran yang logis. Hal ini sering diwujudkan oleh
remaja dengan rasa keingintahuan yang besar tentang berbagai hal-hal baru. Santrock

1 Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
2

(2007) juga menambahkan pada masa remaja dan menjalani masa transisi, mereka dituntut
untuk berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku, namun hal ini terkadang menjadi
penyebab timbulnya sikap pemberontakan remaja terhadap aturan atau norma yang
berlaku. Adanya larangan merokok tidak menghentikan remaja dari perilaku merokok.
Hasil penelitian Zhu, et al (1997, dalam Saprudin 2006) mengungkapkan bahwa 70.000
orang mulai merokok setiap tahunnya pada usia 12-17 tahun, terdiri dari 28% laki-laki dan
32% wanita. Remaja yang mulai merokok pada usia 10-12 tahun karena tekanan peer,
berteman dengan perokok di usia muda.

Perilaku merokok pada remaja juga dipengaruhi oleh faktor risiko sosial atau lingkungan
terdekat remaja. Remaja merokok karena tekanan peer, berteman dengan perokok saat usia
muda, mempunyai orangtua/saudara kandung yang merokok atau guru yang merokok;
penampilan bagi remaja menjadi modal utama dalam bergaul tidak saja dengan sesama
jenis, tetapi juga dengan lawan jenis (Saprudin, 2006; Fawzani & Triratnawati, 2005).
Adanya perbedaan nilai dengan orang tua menyebabkan remaja lebih mempercayai teman
sebayanya (Stanhope & Lancaster, 2014). Perkembangan sosial dihubungkan dengan
penyesuaian remaja dengan kelompok, keluarga, sekolah, pekerjaan dan komunitas. Pada
masa remaja mulai mengenal lawan jenis dan harus menyesuaikan diri dengan orang
dewasa di luar lingkungan keluarga maupun sekolah. Hasil wawancara dengan beberapa
remaja mengatakan bahwa merokok karena sedang stress dan bosan, orang tua yang
merokok juga mengatakan merokok karena banyak tekanan dan pekerjaan kantor maunpun
karena stress.

Perilaku merokok pada remaja juga tidak lepas dari pengaruh norma-norma yang ada di
dalam keluarga. Friedman, Bowden, dan Jones (2010) mengatakan bahwa agama
memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya,
bahkan di atas kehidupan sendiri. Beberapa pendapat menyatakan bahwa perilaku yang
bertentangan dengan norma agama pada remaja disebabkan oleh merosotnya kepercayaan
pada agama (Sarwono, 2011). Norma menentukan perilaku peran yang tepat bagi setiap
posisi di dalam keluarga dan masyarakat. Kurangnya dukungan dan rendahnya kontrol
keluarga manjadi salah satu penyebab perilaku berisiko pada remaja termasuk perilaku
merokok.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
3

Risiko ekonomi dihubungkan dengan rendahnya status ekonomi dan kemiskinan. Menurut
Kemenkes RI (2007) prevalensi merokok lebih tinggi pada masyarakat memiliki status
ekonomi rendah. Hal ini juga ditegaskan oleh Fawzani dan Triratnawati (2005) bahwa
60% dari perokok aktif di Indonesia atau sebesar 84,84 juta orang dari 141,44 juta orang
adalah mereka yang berasal dari penduduk miskin atau ekonomi lemah yang sehari-
harinya kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Menurut Notoatmodjo (2003)
sumber pendapatan keluarga menentukan kesanggupan untuk memperoleh pelayanan
kesehatan bagi anggota keluarganya.

Faktor risiko gaya hidup (life style risk) terjadi karena remaja mencoba mencari tokoh atau
idola yang bisa mereka tiru. Remaja akan mengikuti tokoh tersebut termasuk gaya hidup
agar terlihat lebih dewasa. Penelitian Saprudin (2006) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara media dengan kebiasaan merokok pada remaja. Kebiasaan merokok
dipengaruhi oleh lingkungan media, melihat tokoh idola di dalam film dan 30% orang
yang melihat adegan merokok sampai 150 kali akhirnya juga merokok. Hasil survey yang
dilakukan di SMP T Kelurahan Curug Kota Depok dengan jumlah responden yang pernah
mencoba merokok 117 orang, sebanyak 13,86% siswa merokok karena orang tua/saudara
juga merokok. Hasil wawancara dengan beberapa siswa mengatakan merokok karena ingin
terlihat gagah seperti iklan-iklan di televisi.

Faktor risiko sistem perawatan kesehatan terjadi karena remaja kurang memanfaatkan
layanan kesehatan atau konseling remaja, karena menganggap dirinya sehat dan tidak
membutuhkan layanan kesehatan apapun. Drotar et al (2000, dalam Santrock, 2007)
mengatakan bahwa remaja jarang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
Berdasarkan hasil Study of Adolescent Health terhadap lebih dari 12.000 remaja yang
diwawancarai tentang kebutuhan perawatan kesehatan, sekitar 19% mengunjungi
pelayanan kesehatan satu tahun yang lalu. Kelompok yang dianggap khusus membutuhkan
perawatan kesehatan namun tidak menggunakannya adalah para remaja yang mempunyai
kebiasaan merokok, sering mengkonsumsi alkohol, dan melakukan hubungan seksual.

Studi Nasional di Amerika Serikat menemukan bahwa, laki-laki yang berusia 16-20 tahun
secara signifikan lebih jarang menggunakan layanan kesehatan dibandingkan dengan laki-
laki yang berusia 11-15 tahun. Namun sebaliknya, pada perempuan yang berusia 16-20
tahun lebih banyak mengunjungi layanan kesehatan dibandingkan dengan perempuan yang

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
4

lebih muda. Hasil wawancara dengan petugas PKPR di Puskesmas Kecamatan Cimanggis
mengatakan bahwa jarang remaja yang menggunakan layanan PKPR, biasanya remaja
berobat di poliklinik dan langsung pulang, Meskipun sudah diarahkan ke layanan PKPR
mereka enggan untuk melakukan konsultasi. Remaja mengunjungi puskesmas untuk
berobat jika ada keluhan fisik, dan menganggap puskesmas hanya untuk kuratif saja.
Beberapa siswa di SMP T Kelurahan Curug Kota Depok juga mengatakan tidak
mengetahui jika terdapat layanan kesehatan untuk remaja di puskesmas. Mereka juga
jarang berkonsultasi dengan guru BK di sekolah. Guru BK mengatakan siswa jarang
berkonsultasi atas kemauan mereka sendiri, biasanya siswa yang ditangani BK adalah
siswa yang bermasalah seperti membolos, jarang sekolah, ataupun pelanggaran disiplin
lainnya.

Depkes (2007) mengungkapkan pemberian pelayanan khusus kepada remaja sesuai


keinginan, selera dan kebutuhan remaja belum dilaksanakan. Remaja yang menjadi
pengunjung puskesmas masih diperlakukan selayaknya pasien lain sesuai dengan keluhan
atau penyakitnya. Padahal prosedur pelayanan peduli remaja telah ditetapkan antara lain
pendaftaran dan pengambilan kartu yang mudah dan dijamin kerahasiannya; waktu tunggu
yang pendek; dapat berkunjung sewaktu-waktu dengan atau tanpa perjanjian terlebih
dahulu, dan bila petugas PKPR masih merangkap tugas yang lain, berkunjung dengan
perjanjian akan lebih baik untuk mencegah kekecewaan remaja yang datang tanpa bisa
bertemu dengan petugas yang dikehendaki (Depkes, 2007). Klinik atau ruangan PKPR
sebaiknya disesuaikan dengan selera remaja. Berdasarkan laporan WHO (2002, dalam
Adyani, Wiarsih, & Fitiyani, 2013) tempat pelayanan konsultasi remaja sebaiknya
dirancang sesuai selera remaja dan dikombinasi dengan musik dan gambar yang menarik.
Hal ini dapat menarik minat remaja untuk melakukan kunjungan ke klinik PKPR.

Kurangnya pemanfaatan layanan kesehatan khusus remaja dapat disebabkan oleh beberapa
faktor. Beberapa hambatan utama yang diungkapkan oleh remaja dalam mendapatkan
layanan kesehatan yang lebih baik adalah biaya, organisasi yang kurang baik dan
kurangnya layanan kesehatan, kurangnya kerahasiaan, dan keengganan para penyedia
layanan kesehatan untuk membahas isu-isu kesehatan yang sensitive dengan remaja,
sementara hanya beberapa tenaga kesehatan yang mendapatkan latihan khusus dalam
menangani remaja (Santrock, 2007). Orang tua mengungkapkan ketidaknyamanan dialami
remajanya saat mendiskusikan tentang topik-topik seksualitas atau obat terlarang, sehingga

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
5

mereka sangat menghindari diskusi-diskusi tersebut. Hal ini berisiko meningkatnya


perilaku merokok pada remaja.

Peningkatan prevalensi perokok terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun, dari 17,3% pada
tahun 2007 menjadi 18,6% pada tahun 2010 atau hampir naik 10% dalam kurun waktu 3
tahun (Pusat Promosi Kesehatan RI, 2011). Survei Sosial Ekonomi Badan Pusat Statistik
tahun 2001 dan 2004 menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi anak-anak usia 15-19
tahun yang merokok, yaitu tahun 2001 sebesar 12,7% dan tahun 2004 meningkat menjadi
17,3%. Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey 2006 yang diselenggarakan oleh
Badan Kesehatan Dunia terbukti jika 24,5% anak laki-laki dan 2,3% anak perempuan
berusia 13-15 tahun di Indonesia adalah perokok, dimana 3,2% dari jumlah tersebut telah
berada dalam kondisi ketagihan atau kecanduan (Messwati, 2009). Laporan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013, perilaku merokok penduduk 15 tahun
ke atas cenderung meningkat dari 34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,3% pada tahun
2013. Ditinjau dari jenis kelamin, mayoritas perokok adalah laki laki yaitu sebesar 64,9%
dan 2,1% perempuan, rerata batang rokok yang dihisap per hari per orang di Indonesia
adalah 12,3 batang (setara satu bungkus).

Hasil pengkajian yang dilakukan oleh mahasiswa residen terhadap 250 siswa SMP T
Kelurahan Curug Kota Depok diperoleh data sebanyak 46,8% remaja pernah mencoba
merokok; dari 117 siswa yang pernah mencoba rokok, sebanyak 53% remaja sampai saat
ini masih merokok, rerata usia siswa mencoba rokok pada usis 12 tahun. Adapun alasan
siswa merokok karena ingin coba-coba (65,6%), orang tua atau saudara juga merokok
(13,86%), dan ikut-ikutan teman (13,6%). Siswa yang mempunyai pengetahuan kurang
baik sebsesar 23,6%, sikap negatif sebesar 43,6%, dan ketrampilan kurang baik sebesar
43,6%. Sebanyak 34% siswa setuju bahwa merokok di kalangan remaja merupakan hal
yang biasa di jaman modern seperti sekarang ini, dan sebanyak 10,4% siswa merasa lebih
percaya diri jika sedang merokok. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelompok remaja
memiliki risiko merokok yang lebih tinggi apabila tidak segera diatasi.

Remaja menganggap merokok dapat mengurangi ketegangan atau stress, memudahkan


konsentrasi, menyenangkan, dan relaksasi. Tetapi efek itu bersifat sementara dan bersifat
adiktif karena pengaruh nikotin yang terdapat pada rokok. Hawari (2003) menjelaskan
bahwa merokok termasuk dalam penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
6

Zat Adiktif), karena rokok merupakan golongan zat adiktif atau zat menimbulkan
ketergantungan pada seseorang. Hawari juga menjelaskan bahwa perilaku merokok
menjadi faktor pendorong seseorang untuk mencoba menggunakan narkotika atau pintu
masuknya narkotika pada seorang individu. Sifat adiktif atau ketergantungan yang
ditimbulkan oleh rokok menyebabkan seorang remaja tidak bisa lepas dari keinginan untuk
merokok. Jika dihentikan, remaja akan mengalami sindrom putus rokok. Gejala-gejala
yang dirasakan adalah mudah tersinggung, marah, cemas, gelisah, gangguan konsentrasi,
tidak dapat diam, nyeri kepala, mengantuk, dan gangguan pencernaan (Amstrong Sue,
2007). Hal ini memberi makna bahwa masalah merokok menjadi semakin serius
mengingat merokok berisiko menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan
yang dapat terjadi baik pada perokok itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya yang
tidak merokok/perokok pasif (Pusat Promosi Kesehatan RI, 2011).

Berbagai masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat merokok seperti kanker paru-
paru, kanker mulut, penyakit jantung, penyakit saluran pernapasan kronik, gangguan
kehamilan dan janin, katarak, kanker servik, kerusakan ginjal dan periodontitis. Menurut
Pusat Promosi Kesehatan RI (2011), gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan dari
kebiasaan merokok remaja adalah penyakit saluran pernapasan (emfisema, kanker paru,
bronchitis kronis, dan penyakit paru lainnya), penyakit pembuluh darah, impotensi, stroke,
dan kanker kandung kemih. Dampak lain yang dapat terjadinya antara lain: penyakit
jantung koroner, peningkatan kolesterol darah, berat bayi lahir rendah pada ibu yang
terpapar asap rokok, keguguran dan bayi lahir mati. Menurut Messwati (2008), dampak
kesehatan akibat rokok tersebut tidak segera terlihat karena dibutuhkan waktu hingga 25
tahun dari sejak pertama kali merokok untuk menimbulkan penyakit kronis; dan setiap
tahunnya paling sedikit terdapat sekitar 200.000 kematian akibat merokok, 25.000 di
antaranya adalah perokok pasif.

Selain hanya rokoknya yang dapat merugikan kesehatan, asap rokok juga menimbulkan
dampak kesehatan. Asap rokok bukan saja memberikan dampak buruk bagi perokok, tapi
juga bagi orang lain di sekitar perokok yang ikut menghisap asap rokok tersebut. Perokok
pasif dewasa mempunyai risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit kardiovaskuler, kanker
paru dan penyakit paru lainnya. Suatu penelitian di Firlandia menunjukkan bahwa orang
dewasa yang terpapar asap rokok berpeluang menderita asma dua kali lipat dibandingkan

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
7

orang yang tidak terpapar. Perokok pasif bayi dan anak-anak mempunyai risiko lebih
tinggi untuk terkena infeksi telinga dan sindroma kematian bayi mendadak/ SID (Sudden
Infant Death Syndrome) (Depkes, 2006).

Kebiasaan merokok tidak hanya menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan, namun juga
terhadap perekenomian negara. Negara mengeluarkan biaya lebih besar untuk dampak dari
merokok dibandingkan dengan pemasukan yang diterima dari industri rokok. Penelitian
Kosen, et al (2009 dalam Pusat Promkes, 2011) mengungkapkan bahwa kerugian ekonomi
total penduduk Indonesia dalam satu tahun akibat mengkonsumsi produk-produk tembakau
mencapai 338,75 triliun, artinya lebih dari enam kali pendapatan cukai rokok pemerintah
yang hanya 53,9 triliun rupiah. Biaya yang besar dikeluarkan untuk membayar biaya
penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh merokok, absen dari bekerja, hilangnya
produktifitas, kematian prematur, dan membuat orang menjadi miskin lebih lama karena
mereka menghabiskan uangnya untuk membeli rokok.

Ditinjau dari aspek sosial dampak yang diakibatkan oleh rokok yaitu dapat mempengaruhi
keluarga, teman, maupun rekan kerja satu kantor. Seseorang yang bukan perokok apabila
terus menerus terkena asap rokok dapat menderita dampak risiko paling besar terkena
penyakit jantung. Merokok juga dapat menyebabkan bau nafas tidak sedap, warna
kecoklatan pada kuku dan gigi, serta bau tidak enak pada rambut dan pakaian. Selain itu
merokok juga menyebabkan penurunan kecantikan yaitu keriput pada kulit lebih mudah
terlihat, sehingga terlihat lebih tua dari yang sebenarmya. Dampak merokok bila ditinjau
dari segi moral, perokok yang kecanduan terkadang mengambil dan meminta uang orang
tua, tetangga, atau uang temannya untuk membeli rokok (Fawzani & Triratnawati, 2005).

Mengantisipasi permasalahan merokok pada remaja Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO)


telah mengeluarkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang merupakan
perjanjian internasional, efektif berlaku sejak tanggal 27 Februari 2005. FCTC bertujuan
untuk melindungi generasi saat ini dan yang akan datang dari kehancuran kesehatan,
konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi yang diakibatkan oleh rokok dan paparan
asapnya. Selain itu, guna menarik perhatian dunia akan masalah epidemi tembakau, sejak
tahun 1987 WHO menciptakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diperingati setiap
tanggal 31 Mei. Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) telah digalakkan,

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
8

namun kebiasaaan merokok masih banyak dilakukan di lingkungan sekolah, keluarga, dan
masyarakat.

Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) juga dilakukan sebagai upaya mengatasi bahaya
merokok. Kawasan tanpa rokok dilaksanakan baik di tempat umum, tempat kerja, kantor-
kantor pemerintah, maupun swasta. Upaya ini juga ditunjang oleh Peraturan Pemerintah
No.19 Tahun 2003 tentang pengamanan merokok bagi kesehatan dan Perda Gubernur DKI
No.2 Tahun 2005 tentang larangan merokok di tempat umum. Multilevel intervensi telah
diterapkan untuk menangani masalah merokok pada remaja dan anak-anak. Penerapan
IMPACT (Intervention Model to Protect adolescent and Children from Tobacco)
menunjukkan bahwa multi-level intervensi (orangtua, sekolah, komunitas) efektif dalam
menurunkan angka kejadian merokok pada remaja (Arora, Mathur, & Singh, 2012).

Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) sebagai program dalam mengatasi perilaku
kesehatan remaja dilakukan di dalam dan luar gedung (Depkes, 2007). Pelaksanaan di
dalam gedung diwujudkan melalui pelayanan di klinik PKPR, kegiatan di luar gedung
dilakukan di sekolah, masyrakat, remaja masjid, atau karang taruna. Klinik sanitasi di
puskesmas merupakan salah layanan konseling bagi masyarakat untuk berhenti merokok.
Kegiatan PKPR dapat dilakukan melalui pemberdayaan remaja di sekolah maupun
masyarakat dengen membentuk pendidik sebaya dan konselor sebaya. Pendidik dan
konselor sebaya diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang dialami remaja.

Mobilizing Youth Tobacco Related Initiatives (MYTRI) diterapkan di India untuk


mengatasi perilaku merokok pada siswa di sekolah (Stiggler, Perry, & Arora, 2007).
Adapun strategi intervensi dari program MYTRI meliputi : (1) kurikulum mengenai
bahaya merokok; (2) poster; (3) postcard untuk orang tua yang berisikan informasi tentang
bahaya merokok bagi kesehatan; dan (4) aktivitas oleh peer tentang kesehatan. MYTRI
yang dilaksanakan di India dan Amerika mampu mengurangi konsumsi rokok pada siswa.
Menurut Helstrom, Hutchison, dan Bryan (2007) intervensi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi perilaku merokok pada remaja adalah Motivational Enhancement Therapy
(MET) atau Terapi Peningkatan Motivasi (TPM).

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
9

MET adalah terapi singkat yang digunakan untuk mengatasi perilaku berisiko yang
didasarkan pada teknik motivasi. MET awalnya dikembangkan berdasarkan analisis dari
unsur-unsur yang dianggap efektif untuk mengatasi masalah kecanduan alkohol pada
remaja, diantaranya yaitu sikap empatik, gaya terapi nonkonfrontasi, penekanan tanggung
jawab untuk perubahan kepada remaja, pemberian feedback, pemberian nasehat/saran,
adanya pilihan alternatif untuk berubah bagi remaja, dan peningkatan kepercayaan diri
remaja untuk berubah (Miller & Suvereign, 1989, dalam Tavyaw, et al, 2009); reflection
technique, pertanyaan terbuka (Galloway, 2007). Butler, et al (1999) mengungkapkan
pemberian intervensi MET terhadap remaja merokok menunjukkan hasil yang signifikan
dalam mengurangi konsumsi merokok dikalangan remaja setelah dilakukan tindakan
selama 6 bulan dibandingkan dengan kelompok remaja yang tidak mendapatkan perlakuan.
Colby, et al (2005) juga menambahkan remaja yang diberikan terapi MET sebagian besar
berhenti merokok dan membangun rasa percaya diri yang mebih baik dibandingkan
dengan terapi pengobatan lainnya.

Program pencegahan dan penanggulangan perilaku merokok pada remaja dengan


menggunakan MYTRI mempunyai kelebihan yaitu pemberdayaan siswa melalui pendidik
sebaya dan pemberian materi dengan teknik permainan edukatif yang lebih diunggulkan.
Kelemahannya adalah postcard yang dikirimkan kepada orang tua tidak bisa diterapkan di
SMP T Kelurahan Curug Kota Depok terkait dengan anggaran sekolah, yang akhirnya
dimodifikasi dengan mengirimkan leaflet melalui siswa untuk orang tua mengenai bahaya
merokok bagi kesehatan. Terapi peningkatan motivasi (MET) memiliki keunggulan dalam
proses komunikasi, sikap empatik, gaya terapi nonkonfrontasi, penekanan tanggung jawab
untuk perubahan kepada remaja, pemberian feedback, pemberian nasehat/saran, adanya
pilihan alternatif untuk berubah bagi remaja, dan peningkatan kepercayaan diri remaja
untuk berubah. Berdasarkan hal yang positif dari program MYTRI dan MET maka penulis
mencoba melakukan inovasi dalam mengatasi perilaku merokok pada remaja yang diberi
nama MET-MYTRI. Inovasi ini diharapkan mampu menghasilkan inovasi terbaru yang
lebih aplikatif dalam menurunkan angka kejadian perilaku merokok pada siswa.

Terapi peningkatan motivasi terdiri dari tiga sesi. Sesi pertama adalah mengidentifikasi
masalah dan memberikan feedback, mendiskusikan pro dan kontra dari merokok (Gallow,
et al, 2007; Tavyaw, et al, 2009). Sesi ini membutuhkan waktu 60 menit. Sesi kedua

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
10

adalah menggali alasan dan menggunakan keinginan remaja untuk melakukan perubahanm
berfokus pada peningkatan kepercayaan diri remaja dengan mendiskusikan kesuksesan
dirinya di masa lalu dan kemampuan karakteristik remaja untuk melakukan perubahan.
Sesi ketiga adalah mengevaluasi kegiatan, pengembangan rencana perubahan,
mengidentifikasi hambatan yang dialami. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan sesi 2
dan 3 berkisar 15-30 menit. Kegiatan ini dapat dilakukan setiap minggu atau dua minggu
sekali. Pemberian motivasi atau evaluasi dapat dilakukan melalui telepon atau sosial media
lainnya.

Upaya pencegahan dan penanganan perilaku merokok pada siswa di SMP T Kelurahan
Curug Kota Depok dilakukan melalui pendekatan Model MET-MYTRI, melalui beberapa
kegiatan seperti komunikasi informasi dan edukasi, coaching dan guidance pada kelompok
sebaya, dan pendidik sebaya (peer educator), serta melakukan kerjasama dengan lintas
sektor dan lintas program. Melalui model MET-MYTRI remaja mampu memahami bahaya
merokok terhadap kesehatan, termotivasi untuk menghindari rokok dan atau berhenti
merokok. MET merupakan salah satu dari terapi singkat, hal ini dapat mengurangi
kejenuhan remaja dalam mengikuti kegiatan mengingat remaja mempunyai banyak
kegiatan sekolah maupun dengan teman-temannya.

Peran perawat komunitas dalam mengatasi perilaku merokok pada remaja yaitu pemberi
asuhan keperawatan, pendidik, manajer, kolaborator, pemimpin dan peneliti (Helvie,
1998). Perawat sebagai pemberi perawatan memberikan perawatan langsung kepada
remaja yang mempunyai kebiasaan merokok dan berisiko merokok. Perawat dapat
memberikan informasi tentang bahaya merokok dan upaya pencegahannya kepada siswa
dan pendidik sebaya, sebagai manajer perawat melakukan monitoring dan evaluasi dari
pelaksanaan MET-MYTRI.

Intervensi keperawatan yang dilakukan terdiri dari proses kelompok, pendidikan


kesehatan, dan pemberdayaan. Proses kelompok adalah suatu bentuk intervensi
keperawatan komunitas yang dilakukan bersama dengan siswa melalui pembentukan peer
support berdasarkan kepada kondisi dan kebutuhan masyarakat (Stanhope & Lancaster,
2010). Perawat membentuk pendidik sebaya yang diberi nama Peraya Gerak (Pendidikan
Remaja Sebaya-Gerakan Remaja Anti Rokok). Pendidikan kesehatan adalah suatu

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
11

kegiatan yang dilakukan dalam rangka upaya promotif dan preventif dengan melakukan
penyebaran informasi dan meningkatkan motivasi masyarakat/siswa untuk berperilaku
sehat (Stanhope & Lancaster, 2010). Pemberdayaan adalah suatu kegiatan keperawatan
komunitas dengan melibatkan siswa secara aktif untuk menyelesaikan masalah,
masyarakat sekolah sebagai subjek dalam menyelesaikan masalah kesehatan (Hitchock,
Schuber, & Thomas, 1999; Stanhope & Lancaster, 2010).

Pelaksanaan MET-MYTRI di sekolah dilakukan oleh perawat komunitas dan pendidik


sebaya. Peran pendidik pendidik sebaya dalam memberikan edukasi dan motivasi
dilakukan baik perorangan atau berkelompok. Latihan berkelompok diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri pendidik sebaya untuk memberikan
penyuluhan kepada remaja lain. Kegiatan secara individu dilakukan di kelas maupun diluar
jam sekolah sehingga kerahasiaan remaja lebih terjaga.

Hasil intervensi keperawatan MET-MYTRI pada siswa di Kota Depok memberikan


kontribusi yang besar terhadap pencegahan dan penurunan perilaku merokok pada siswa.
Terjadi peningkatan yang signifikan terhadap perilaku merokok (pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan) pada siswa setelah dilakukan intervensi MET-MYTRI. Pendidik sebaya
sebagai salah satu strategi intervensi keperawatan di sekolah dapat meningkatkan
pengetahuan siswa tentang bahaya merokok dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti oleh peer. Berdasarkan fenomena tersebut penulis mencoba membuat inovasi
MET-MYTRI sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas dalam mengatasi perilaku
merokok pada aggregate remaja di SMP T Kelurahan Curug Kota Depok.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

Memberikan gambaran tentang implementasi pelaksanaan MET-MYTRI pada


aggregate remaja dengan perilaku merokok, mencakup manajemen pelayanan dan
asuhan keperawatan di SMP T Kelurahan Curug Kota Depok.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
12

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus penulisan ini adalah teridenfikasi :
1.2.2.1 Terbentuknya pendidik sebaya (Peraya Gerak) di SMP T Kelurahan Curug Kota
Depok.
1.2.2.2 Peningkatan kemampuan (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan) siswa tentang
bahaya merokok dan upaya mengatasinya dengan penerapan MET-MYTRI di
sekolah.
1.2.2.3 Peningkatan kemampuan (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan) Peraya Gerak
tentang bahaya merokok dan upaya mengatasinya menggunakan MET-MYTRI.
1.2.2.4 Peningkatan kemandirian keluarga dalam mengatasi perilaku merokok pada remaja
di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.
1.2.2.5 Penurunan perilaku merokok pada siswa melalui intervensi MET-MYTRI.

1.3 Manfaat
1.3.1 Pelayanan Kesehatan
1.3.1.1 Dinas Kesehatan Kota Depok
Model MET-MYTRI sebagai salah satu intervensi keperawatan, sebagai upaya
promotif dan preventif dalam mengatasi perilaku merokok pada remaja. Intervensi
ini dapat membantu program pemerintah membuat perencanaan atau kebijakan
untuk model PKPR di Kota Depok serta mensukseskan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) di sekolah dan masyarakat.

1.3.1.2 Puskesmas Kecamatan Cimanggis


Intervensi MET-MYTRI dapat memberikan pelayanan promotif dan preventif
melalui keterlibatan remaja dan terapi motivasi. Model ini dapat dijadikan salah
satu kegiatan untuk mengembangkan program PKPR.

1.3.1.3 Perawat Komunitas


Merancang pembinaan kesehatan remaja melalui peningkatan motivasi dan
pemberdayaan siswa di sekolah. Keterlibatan siswa dalam intervensi di sekolah
mampu memperluas jangkauan deteksi dini perilaku merokok, sehingga masalah
merokok pada remaja dapat tertangani sedini mungkin.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
13

1.3.1.4 Pendidik Sebaya


Meningkatkan kemampuan (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan), peran, dan
fungsi pendidik sebaya dalam memberikan informasi bahaya merokok kepada
teman/kelompok sebaya.

1.3.1.5 Sekolah
Pelaksanaan MET-MYTRI di sekolah memberikan dampak yang positif dalam
meningkatkan perilaku kesehatan (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan) pada
siswa dan masyarakat sekolah dalam upaya promotif dan preventif, sehingga siswa
mampu menghindari atau mengurangi kebiasaan merokok.

1.3.2 Perkembangan Ilmu Keperawatan


Sebagai dasar masukan dalam pengembangan praktik keperawatan komunitasa
melalui MET-MYTRI sebagai intervensi keperawatan komunitas yang efektif pada
aggregate remaja. Model MET-MYTRI dapat memberikan dampak yang positif
terhadap pencegahan dan penurunan perilaku merokok pada remaja. Penerapan
model MET-MYTRI sebagai salah satu strategi intervensi keperawatan komunitas
yang pelaksanaannya melalui pemberdayaan pendidik sebaya. Pendidik sebaya
mengidentifikasi kasus merokok dan memberikan informasi bahaya merokok
kepada teman-temannya.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
14

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

BAB II menguraikan tentang konsep-konsep yang terkait dengan masalah


penelitian sebagai bahan rujukan pada penelitian dan sebagai panduan dalam
penyusunan pembahasan. Konsep yang akan diuraikan meliputi : konsep at risk,
konsep tumbuh kembang remaja, perilaku merokok pada remaja, konsep
manajemen, dan MET-MYTRI sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas
pada aggregate remaja dengan perilaku merokok.

2.1 Remaja Sebagai Populasi Berisiko


2.1.1 Batasan Usia Remaja
Menurut Papalia, Old, dan Feldman (2011) masa remaja merupakan masa
peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, pada masa ini mereka
banyak mengalami perubahan baik secara fisik, kepribadian, kognitif, maupun
psikososial untuk membentuk identitas diri . Batasan remaja menurut The World
Health Organization (WHO) adalah orang yang berada antara umur 10 tahun
sampai dengan 19 tahun ( dalam Seme & Wirtu, 2008). Kozier et.al (2004),
membagi masa remaja menjadi tiga periode, yaitu early adolescence (usia 12-13
tahun), middle adolescence (usia 14-16 tahun), dan late adolescence (usia 17-20 )
tahun. Undang-Undang No. 5 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, menetapkan
remaja sebagai orang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah
kawin. Berdasarkan uraian diatas, remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak
ke masa dewasa, ditandai dengan perubahan fisik dan mental, memiliki tanda-
tanda pubertas, berada pada umur 10-21 tahun dan belum pernah menikah.
Depkes RI (2001, dalam Sumiati, 2009) juga mengungkapkan perkembangan
psikososial remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu perkembangan psikososial
awal (10-14 tahun), remaja pertengahan (15-16 tahun), dan remaja akhir (17-19
tahun).

14

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
15

2.1.1.1 Remaja Awal (10-14 tahun)

Remaja awal berada pada rentang umur 10-14 tahun atau disebut juga dengan
early adolescence. Pada tahapan ini terjadi perubahan/transisi dari masa anak-
anak ke masa dewasa, dan dianggap tidak menyenangkan. Masa remaja awal
terjadi peningkatan kesadaran diri (self consciousness) dan perubahan fisik, psikis
maupun sosial sehingga remaja mengalami perubahan emosi kea rah yang
negative, menjadi mudah marah, tersinggung dan bahkan agresif. Remaja juga
sulit bertoleransi dan berkompromi dengan leingkungan sekitarnya, sehingga
remaja akan cenderung memberontak dan timbulnya konflik.

Santrock (2007) mengungkapkan remaja pada tahapan ini senang bereksperimen


dalam hal pakaian, gaya rambut, agar dianggap tidk ketinggalan jaman, dan
mereka senang membentuk kelompok sebaya yang sesuai dengan selera mereka.
Rasa keterikatan dengan kelompoknya dianggap penting dalam tahapan ini,
sehingga remaja cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh kelompoknya agar
terlihat sama. Perilaku merokok juga dapat berkaitan dengan alasan sosial,
membantu remaja lebih nyaman bergaul dan dapat diterima oleh kelompoknya.
Hasil wawancara dengan beberapa siswa mengungkapkan bahwa mereka merokok
karena temannya juga merokok, dan merasa sama lebih diterima oleh
kelompoknya jika ikut merokok.

2.1.1.2 Remaja Pertengahan (15-16 tahun)

Remaja pertengahan atau middle adolescence berada pada rentang umur 15-16
tahun. Remaja yang berada pada tahapan ini biasanya lebih mudah untuk diajak
bekerjasama karena mampu untuk diajak berkompromi, lebih tenang, sabar, dan
lebih toleran untuk menerima pendapat orang lain. Pada tahapan ini remaja belajar
berfikir independent dan menolak adanya campur tangan dari orang lain termasuk
dari orang tua mereka. Remaja juga mulai terfokus pada diri sendiri, mudah

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
16

bersosialisasi, tidak lagi pemalu dan mulai membutuhkan lebih banyak teman
bersifat solidaritas bahkan mulai membina hubungan dengan lawan jenis sehingga
lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan teman-teman dibandingkan
keluarga. Ikatan hubungan dengan keluarga semakin longgar seiring dengan
peningkatan hubungan dengan kelompok sebaya (Santrock, 2007). Santrock
(2007) juga mengungkapkan bahwa remaja mulai menyalahgunakan zat-zat
terlarang karena tertarik dengan keterangan yang diberikan oleh media mengenai
sensasi yang dihasilkan, memberikan pengalaman yang sangat unik, sehingga
mereka ingin mencobanya. Iklan merokok saat ini sangat gencar di media massa.
Merokok diibaratkan dengan pemuda yang gagah, berwibawa, dan percaya diri.
Hal ini menjadi daya tarik bagi remaja dan berkesimpulan bahwa jika dirinya
merokok akan terlihat seperti yang ada di dalam iklan tersebut.

2.1.1.3 Remaja Akhir (17-19 tahun)

Remaja akhir atau late adolescence merupakan remaja yang berada pada rentang
umur 17-19 tahun. Menurut Depkes (2007) remaja yang berada dalam rentang
umur remaja akhir mengalami perkembangan intelektualitas, mulia menggeluti
masalah sosial, politik, maupun keagamaan. Mereka yang tumbuh dengan baik
dan tidak mengalami masalah dalam fase ini akan mulai belajar mandiri baik
secara finansial maupun emosional dengan lebih baik mengatasi stress sehingga
pada tahap ini remaja ingin diakui sudah menjadi seseorang yang dewasa dan
dapat menentukan keputusan hidupnya sendiri. Remaja sudah mulai sulit untuk
diajak mengikuti acara keluarga, mereka sudah mulai menjalin hubungan yang
serius dengan lawan jenisnya.

2.1.2 Karakteristik Remaja Sebagai Populasi Berisiko


Risiko adalah suatu kondisi yang bisa terjadi akibat berkembangnya suatu
kejadian, gangguan, atau penyakit dalam suatu periode tertentu (Hitchcock,
Schubert, & Thomas, 1999). Menurut Nies dan Mc Ewen (2007) at risk adalah

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
17

seseorang yang berisiko untuk mendapatkan peristiwa, penyakit, gangguan


bencana, ketakutan dan ketidaknyamanan. Population at risk adalah masyarakat
atau kelompok yang berisiko terhadap bencana, bahaya, penyakit, ketakutan, dan
rasa ketidaknyamanan (Smith & Maurer, 2005). Menurut Stanhope dan Lancaster
(2010) populasi yang berisiko adalah kelompok yang berisiko lebih tinggi
menderita suatu penyakit dibandingkan dengan populasi yang lain. Berdasarkan
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko adalah peluang terjadinya masalah
kesehatan yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu.

Individu atau kelompok dikatakan kelompok risiko (at risk) apabila mereka
memiliki beberapa faktor risiko. Nies dan McEwen (2007) menyebutkan faktor
risiko mengacu kepada paparan faktor yang spesifik dan terjadi terus-menerus
pada seseorang, seperti paparan asap rokok, stress yang berlebihan, kebisingan,
atau bahan kimia yang terdapat pada lingkungan. Menurut Pender, Murdaugh, dan
Parsons (2002) faktor-faktor risiko terdiri dari faktor genetik, usia, karakteristik
biologis, kebiasaan sehat individu, gaya hidup dan lingkungan.

Gaya hidup merupakan faktor risiko pada masa remaja yang umumnya
mengakibatkan perilaku berisiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok usia lainnya. Menurut Youth Risk Behavior Surveillance System
(YRBSS) perilaku berisiko terhadap kesehatan remaja mencakup injury, rokok,
alkohol dan obat-obatan, perilaku seksual, perilaku diet yang tidak sehat, dan
kurangnya aktifitas fisik ( dalam Hitchock, Schubert, & Thomas, 1999).
Kelompok berisiko adalah sekumpulan orang yang memiliki peluang
meningkatnya masalah kesehatan akibat dari beberapa faktor yang
mempengaruhinya (Alender, Rector, & Warner, 2014). Menurut Hitchcock,
Shcubert, dan Thomas (1999) risiko (at risk) merupakan kemungkinan sebuah
kejadian, hasil, penyakit, atau kondisi yang akan berkembang pada suatu periode
tertentu. Alender, Rector, dan Warrner (2014) menjelaskan lebih lanjut mengenai
karakteristik risiko yakni risiko biologi, lingkungan, gaya hidup, dan sistem
perawatan kesehatan.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
18

Risiko biologi meliputi perubahan fisik, seperti tinggi badan, berat badan, dan
perkembangan hormonal. Selain perubahan fisik, remaja juga mengalami
perubahan psikologis akibat dari perubahan hormonal, seperti perubahan kognitif,
moral, emosi, dan sosial sebagai bentuk perkembangan diri remaja. Wong (2003)
mengungkapkan bahwa kemampuan kognitif remaja meningkat, mampu berfikir
logis dan imajinatif. Informasi yang ditangkap oleh remaja akan diolah dengan
pemikirannya sebagai bentuk pemikiran yang logis. Hal ini sering diwujudkan
oleh remaja dengan rasa keingintahuan yang besar tentang berbagai hal-hal baru.
Santrock (2007) juga menambahkan pada masa remaja dan menjalani masa
transisi, mereka dituntu untuk berprilaku sesuai dengan norma yang berlaku,
namun hal ini terkadang menjadi penyebab timbulnya sikap pemberontakan
remaja terhadap aturan atau norma yang berlaku. Adanya larangan merokok tidak
menghentikan remaja dari perilaku merokok.

Faktor risiko berikutnya adalah risiko lingkungan (environment risk). Adanya


perbedaan nilai dengan orang tua menyebabkan remaja lebih mempercayai teman
sebayanya (Stanhope & Lancaster, 2014). Perkembangan sosial dihubungkan
dengan penyesuaian remaja dengan kelompok, keluarga, sekolah, pekerjaan dan
komunitas. Pada masa remaja mulai mengenal lawan jenis dan harus
menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga maupun
sekolah. Remaja merokok karena tekanan peer, berteman dengan perokok saat
usia muda, mempunyai orangtua/saudara kandung yang merokok atau guru yang
merokok; penampilan bagi remaja menjadi modal utama dalam bergau tidak saja
dengan sesama jenis, tetapi juga dengan lawan jenis (Saprudin, 2006; Fawzani &
Triratnawati, 2005). Hasil wawancara dengan beberapa remaja mengatakan bahwa
merokok karena sedang stress dan bosan, orang tua yang merokok juga
mengatakan merokok karena banyak tekanan dan pekerjaan kantor maunpun
karena stress.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
19

Perilaku merokok pada remaja juga tidak lepas dari pengaruh norma-norma yang
ada di dalam keluarga. Friedman, Bowden, dan Jones (2010) mengatakan bahwa
agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di
atas segalanya, bahkan di atas kehidupan sendiri. Beberapa pendapat menyatakan
bahwa perilaku yang bertentangan dengan norma agama pada remaja disebabkan
oleh merosotnya kepercayaan pada agama (Sarwono, 2011). Norma menentukan
perilaku peran yang tepat bagi setiap posisi di dalam keluarga dan masyarakat.
Kurangnya dukungan dan rendahnya kontrol keluarga manjadi salah satu
penyebab perilaku berisiko pada remaja termasuk perilaku merokok.

Faktor risiko gaya hidup (life style risk) terjadi karena remaja mencoba mencari
tokoh atau idola yang bisa mereka tiru. Remaja akan mengikuti tokoh tersebut
termasuk gaya hidup agar terlihat lebih dewasa. Penelitian Saprudin (2006)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara media dengan kebiasaan merokok
pada remaja. kebiasaan merokok dipengaruhi oleh lingkungan media, melihat
tokoh idola di dalam film dan 30% orang yang melihat adegan merokok sampai
150 kali akhirnya juga merokok. Hasil survey yang dilakukan di SMP T
Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis dengan jumlah responden yang pernah
mencoba merokok 117 orang, sebanyak 13,86% siswa merokok karena orang
tua/saudara juga merokok. Hasil wawancara dengan beberapa siswa mengatakan
merokok karena ingin terlihat gagah seperti iklan-iklan di televisi.

Risiko ekonomi dihubungkan dengan rendahnya status ekonomi dan kemiskinan.


Menurut Kemenkes RI (2007) prevalensi merokok lebih tinggi pada masyarakat
memiliki status ekonomi rendah. Hal ini juga ditegaskan oleh Fawzani dan
Triratnawati (2005) bahwa 60% dari perokok aktif di Indonesia atau sebesar
84,84 juta orang dari 141,44 juta orang adalah mereka yang berasal dari penduduk
miskin atau ekonomi lemah yang sehari-harinya kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan pokoknya. Menurut Notoatmodjo (2003) sumber pendapatan keluarga
menentukan kesanggupan untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi anggota
keluarganya.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
20

Faktor risiko gaya hidup (life style risk) terjadi karena remaja mencoba mencari
tokoh atau idola yang bisa mereka tiru. Remaja akan mengikuti tokoh tersebut
termasuk gaya hidup agar terlihat lebih dewasa. Penelitian Saprudin (2006)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara media dengan kebiasaan merokok
pada remaja. Kebiasaan merokok dipengaruhi oleh lingkungan media, melihat
tokoh idola di dalam film dan 30% orang yang melihat adegan merokok sampai
150 kali akhirnya juga merokok. Hasil survey yang dilakukan di SMP Kelurahan
Curug Kecamatan Cimanggis dengan jumlah responden yang pernah mencoba
merokok 117 orang, sebanyak 13,86% siswa merokok karena orang tua/saudara
juga merokok. Hasil wawancara dengan beberapa siswa mengatakan merokok
karena ingin terlihat gagah seperti iklan-iklan di televisi.

Faktor risiko sistem perawatan kesehatan terjadi karena remaja kurang


memanfaatkan layanan kesehatan atau konseling remaja, karena menganggap
dirinya sehat dan tidak membutuhkan layanan kesehatan apapun. Drotar et al
(2000, dalam Santrock, 2007) mengatakan bahwa remaja jarang memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang ada. Berdasarkan hasil Study of Adolescent Health
terhadap lebih dari 12.000 remaja yang diwawancarai tentang kebutuhan
perawatan kesehatan, sekitar 19% mengunjungi pelayanan kesehatan satu tahun
yang lalu. Kelompok yang dianggap khusus membutuhkan perawatan kesehatan
namun tidak menggunakannya adalah para remaja yang mempunyai kebiasaan
merokok, sering mengkonsumsi alkohol, dan melakukan hubungan seksual.

Berdasarkan uraian mengenai karakteristik remaja sebagai populasi berisiko


dalam perilaku merokok maka diperlukan pengelolaan manajemen pelayanan
keparawatan, asuhan keperawatan keluarga, dan komunitas untuk pencegahan dan
penanggulan perilaku merokok pada aggregate remaja. Selanjutnya akan
diuraikan manajemen pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan komunitas
dalam pencegahan dan penanggulangan perilaku merokok pada remaja.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
21

2.2 Manajemen Pelayanan Keperawatan dan Asuhan Keperawatan


Komunitas dalam Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Merokok
pada Aggregate Remaja
Manajemen keperawatan merupakan proses koordinasi dan integrasi sumber-
sumber melalui fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan. Menurut Huber (2010) proses manajamen keperawatan bekerja
melalui individu, kelompok, teknologi maupun sumber lain untuk mencapai
tujuan organisasi. Pendapat lain mengenai manajemen keperawatan diungkapkan
oleh Swansburg (2000) bahwa manajemen keperawatan merupakan manajemen
yang berhubungan dengan semua kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pengaturan staf, kepemimpinan, dan pengendalian. Berdasarkan uraian tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah proses koordinasi dan integrasi
penggunaan sumber daya yang ada secara efisien, efektif untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditentukan.

Menurut Swansburg (2000) terdapat lima fungsi manajemen yaitu perencanaan,


pengorganisasian, personalia, pengarahan, dan pengawasan. Seorang manajer
harus menjalankan kelima fungsi manajemen tersebut. Manajemen keperawatan
merupakan suatu proses keperawatan dengan menggunakan fungsi perencanaan,
pengorganisasian, personalia, pengarahan, dan pengawasan untuk mencapai
tujuan tertentu. Menurut Kusnanto (2006) unsur-unsur yang dikelola oleh seorang
manajer antara lain orang, metode, materi, anggaran, waktu, dan pemasaran.
Fungsi manajemen yang digunakan di dalam manajemen keperawatan yaitu
perencanaan, pengorganisasian, personalia, pengarahan, dan pengawasan

Menurut Gillies (1994) perencanaan merupakan suatu bentuk pembuatan


keputusan manajerial berdasarkan pengamatan, penggambaran sistem dan sub
sistem utama organisasi, misi dan filosofi organisasi, peluang, sumber daya yang
dimiliki, dan efektifitas dari tindakan alternatif. Perencanaan merupakan hal yang
terpenting dalam pembuatan keputusan, pemecahan masalah, dan memberikan
pedoman dalam melakukan kegiatan. Menurut Kozier, et al (2004) pada fungsi

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
22

perencanaan akan ditentukan apa, kapan, dimana, dan bagaimana melakukan


suatu kegiatan, oleh siapa dan dengan sumber daya apa. Menurut Swansburg
(2000) tujuan yang dilakukan selama perencanaan adalah analisis, pengkajian
suatu system, penyusunan strategi (tujuan jangka panjang) dan tujuan jangka
pendek (operasional), memprioritaskan aktivitas dan alternative. Elemen
perencanaan terdiri dari visi dan misi, penetapan tujuan, rencana operasional,
biaya, SDM dan SDA, metode dan kegiatan, penentuan strategi, dan kebijakan
program (Marquis & Huston, 2012).

Menurut Marquis dan Huston (2012) fungsi pengorganisasian merupakan usaha


untuk menghimpun semua sumber daya yang dimiliki dan memanfaatkannya
secara efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kozier, et al (2004)
mengungkapkan aktivitas pengorganisasian mencakup penugasan manajer untuk
mensupervisi kinerja staff, menentukan tanggung jawab (delegasi),
mengkomunikasikan harapan, membentuk rantai instruksi kekuasaan dan
komunikasi, memastikan bahwa tujuan khusus unit-unit, prioritas, gambaran
kerja, garis komunikasi, standar pelayanan, prosedur, dan kebijakan-kebijakan.
Peran manajer dalam fungsi perngorganisasian meliputi menentukan tugas yang
akan dikerjakan, individu yang akan mengerjakan, pengelompokan tugas, struktur
tanggung jawab, dan proses pengambilan keputusan. Elemen dalam
pengorganisasian adalah struktur organisasi, uraian tugas, kerjasama lintas sector
dan program, serta koordinasi (Marquis & Huston, 2012).

Marquis dan Huston (2012) mengungkapkan fungsi personalia dalam manajemen


adalah kegiatan pemimpin dalam merekrut, memilih, menempatkan, dan
mengajarkan pegawai untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh suatu
organisasi. Elemen-elemen dalam fungsi personalia antara lain rekrutmen, seleksi,
orientasi, penempatan, pelatihan dan pengembangan SDM, turn over, dan jenjang
karir. Kegiatan ketenagakerjaan juga mencakup peningkatan harkat dan martabat,
serta saling menghargai sehingga mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas
kemampuan staf (Swansburg, 2000).

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
23

Menurut Swansburg (2000) fungsi pengarahan merupakan sebuah proses dimana


para manajer membimbing dan mengawasi kinerja para pekerja untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Pengarahan yang diberikan dapat berupa motivasi
melalui komunikasiyang baik dalam suatu organisasi sebagai suatu umpan balik
dari pelaksanaan kegiatan organisasi (Marquis & Huston, 2012). Elemen dalam
pengarahan meliputi proses komunikasi, motivasi, pelatihan, pendelegasian,
supervisi dan rujukan. Pengarahan yang diberikan dapat berupa motivasi melalui
komunikasi yang baik dalam suatu organisasi. Pengarahan yang baik melalui
komunikasi dan motivasi dapat mengarahkan pada pendelegasian tugas secara
tepat sehingga mampu mencegah konflik suatu organisasi.

Menurut Swansburg (2000) fungsi pengawasan merupakan penilaian dari tujuan


dan standar yang telah disusun dengan pencapaian yang diperoleh, termasuk di
dalamnya adalah pencatatan dan pelaporan. Fungsi pengawasan merupakan
elemen manajemen yang meliputi penilaian tentang pelaksanaan rencana yang
telah dibuat, penetapan prinsip-prinsip dan pemberian instruksi melalui penetapan
standar, membandingkan penampilan dengan standar yang telah dibuat, dan
memperbaiki kekurangan terhadap penyimpangan yang terjadi. Elemen dalam
pengawasan meliputi monitor dan evaluasi program, kendali mutu dan penilaian
kinerja. Pengawasan sebagai suatu program evaluasi dalam manajemen pelayanan
dapat dilakukan dengan kontrol evaluasi. Menurut Marquis dan Huston (2012)
kontrol organisasi dapat dilakukan dengan 1) penentuan kriteria standar evaluasi;
2) menginformasikan setiap penyusunan standar kerja organisasi; dan 3) adanya
proses pembelajaran melalui monitor dan evaluasi dari setiap pencapaian yang
ditentukan. Manfaat fungsi pengawasan untuk mengetahui sejauhmana kegiatan
program sudah dilaksanakan oleh staf sesuai standar atau rencana kerja.

Kegiatan yang dilakukan dalam fungsi pengawasan adalah monitoring evaluasi.


Monitoring dapat dilakukan oleh pihak dalam maupun luar organisasi. Menurut
Marquis dan Huston (2012) tahapan dalam monitoring antara lain 1) memutuskan

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
24

informasi apa yang akan dikumpulkan; 2) mengumpulkan data dan


menganalisisnya, dan 3) memberikan umpan balik hasil monitoring. Menurut
Ervin (2002) kegiatan evaluasi dilakukan untuk melihat efektifitas dan
mengidentifikasi masalah atau hambatan yang muncul selama program
dilaksanakan.

2.3 Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Aggregate Remaja


Proses keperawatan terdiri dari pengkajian, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Proses keperawatan merupakan satu siklus yang tidak terputus antara
tahapannya. Pada bagian ini akan dibahas mengenai tahap pengkajian komunitas
menggunakan model Community As A Partner. Model Community as Partner
yang dikembangkan oleh Anderson dan McFarlane didasari pada model Neuman
System Model, melalui pendekatan secara kseluruhan terhadap manusia untuk
menggambarkan masalah individu (Anderson & McFarlane, 2011). Komunitas
sebagai klien dikembangkan mengilustrasikan konsep Community Health Nursing
(CHN)/ Primary Health Nursing (PHN) sebgai sintesis dari konsep keperawatan
dan kesehatan publik. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan penelitian-
penelitian, maka konsep ini berkembang menjadi Community as partner sebagai
pandangan yang mendasari keaktifan dari masyarakat dalam meningkatkan
kesehatan, mencegah, serta mengatasi masalah kesehatan.

Model Community As A Partner mempunyai dua komponen utama yaitu core dan
subsistem. Core yang terdiri dari riwayat terbentuknya aggregate, demografi,
suku, nilai, dan kepercayaan. Sedangkan pada subsistem terdapat lingkungan fisik,
pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi, transportasi dan keamanan, politik dan
pemerintahan, komunikasi, pendidikan, dan rekreasi.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
25

Gambar 2.1. Model Community As Partner (Sumber: Anderson,


E.T,. & McFarlan. J, . 2011. Community as Partner : Theory and
Practice in Nursing. Lippincott.)

Hal-hal yang dikaji dalam model community as partner yaitu :

2.3.1 Inti Komunitas


2.3.1.1 Demografi
Menurut Anderson dan McFarlan (2011) pengkajian demografi mempelajari
struktur dan proses penduduk di suatu wilayah. Data demografi terdiri dari jumlah
remaja berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, agama, usia, dan jumlah remaja
yang merokok. Data statistik vital meliputi jumlah kesakitan remaja karena
perilaku merokok, jumlah remaja merokok, dan jumlah kematian karena
merokok.

Adapun data demografi yang dikaji dalam model pengkajian ini yaitu usia, jenis
kelamin, suku, nilai dan keyakinan terkait perilaku merokok. Menurut Papalia dan
Feldman (2011) remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa, pada masa ini mereka banyak mengalami perubahan baik secara
fisik, kepribadian, kognitif, maupun psikososial untuk membentuk identitas diri.
Batasan remaja menurut The World Health Organization (WHO) adalah orang

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
26

yang berada antara umur 10 tahun sampai dengan 19 tahun ( dalam Seme &
Wirtu, 2008). Kozier et.al (2004), membagi masa remaja menjadi tiga periode,
yaitu early adolescence (usia 12-13 tahun), middle adolescence (usia 14-16
tahun), dan late adolescence (usia 17-20 ) tahun. Undang-Undang No. 5 tahun
1979 tentang kesejahteraan anak, menetapkan remaja sebagai orang yang belum
mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Berdasarkan uraian diatas,
remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa, ditandai dengan
perubahan fisik dan mental, memiliki tanda-tanda pubertas, berada pada umur 10-
21 tahun dan belum pernah menikah. Depkes RI (2001, dalam Sumiati, 2009) juga
mengungkapkan perkembangan psikososial remaja dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu perkembangan psikososial awal (10-14 tahun), remaja pertengahan (15-16
tahun), dan remaja akhir (17-19 tahun).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka kriteria remaja berdasarkan umur


yang akan dilakukan pengkajian adalah usia 12-21 tahun yang bersekolah di SMP
T Kelurahan Curug Kota Depok dan belum pernah menikah. Metode
pengumpulan data untuk mendapatkan data demografi diperoleh melalui survey,
literatur review, dan wawancara dengan pihak sekolah.

2.3.1.2 Etnis
Menurut Anderson dan McFarlane (2011) pengkajian etnis terdiri dari distribusi
remaja berdasarkan etnis dan kebiasaan-kebiasaan terkait dengan etnis yang
berdampak pada masalah kesehatan remaja dan gaya hidup remaja yang
berpengaruh terhadap remaja dengan perilaku merokok. Keragaman suku dapat
menimbulkan variasi terhadap nilai kesehatan, sehingga program perencanaannya
relatif akan lebih bervariasi dibandingkan dengan suku yang relatif homogen.

2.3.1.3 Nilai dan Keyakinan


Pengkajian nilai dan keyakinan meliputi kebiasaan baik dan buruk yang dilakukan
remaja terkait dengan perilaku merokok. Menurut Prasetyo (2011) sesuai
dianggap memiliki nilai jika sesuatu tersebut dianggap penting, baik dan berharga

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
27

bagi individu; baik ditinjau dari segi religius, politik, hukum, moral, estetika,
ekonomi, dan sosial budaya. nilai juga merupakan rujukan dan keyakinan dalam
menentukan pilihan (Mulyana, 2004). Pengkajian nilai dan keyakinan siswa
mengenai perilaku merokok meliputi pandangan siswa tentang perilaku merokok
di kalangan remaja saat ini yang dapat mempengaruhi kesehatan remaja.

2.3.2 Sub Sistem


2.3.2.1 Lingkungan Fisik
Pengkajian lingkungan fisik meliputi keadaan masyarakat, anggota masyarakat,
struktur yang dibuat masyarakat, perumahan, jarak, daerah penghijauan (Anderson
& McFarlane, 2011). Pengkajian lingkungan sekolah meliputi bangunan dan
halaman sekolah. Bangunan sekolah terdiri dari semua ruangan yang ada di
sekolah, seperti ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang guru, ruang BK,
mushola, WC siswa dan guru. Penilaian dilakukan dengan mengamati kebersihan,
ventilasi, maupun penerangan, penghijauan, manajemen sampah dan limbah.
Selain itu ketersediaan kantin sehat juga mempengaruhi perilaku merokok.
Adanya pedagang rokok di sekitar sekolah meningkatkan risiko merokok pada
remaja.

2.3.2.2 Pelayanan Kesehatan Sosial


Pelayanan kesehatan dan sosial ini meliputi akses fasilitas kesehatan yang ada,
jenis pelayanan kesehatan yang tersedia untuk remaja, kegiatan sosial yang ada di
masyarakat/sekolah, keaktifan remaja mengikuti kegiatan di komunitas, dan
pelayanan dan lembaga sosial yang bergerak di bidang kesehatan remaja.
Pelayanan kesehatan sekolah erat kaitannya dengan konsep UKS dimana salah
satu elemennya adalah pelayanan kesehatan. Program UKS menjadi perhatian
penting karena merupakan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan siswa di sekolah. Pengkajian ditujukan pada pelaksanaan program
UKS, struktur organisasi, sarana dan prasarana UKS, dan sistem pelaporan UKS.
Selain itu pengkajian juga dilakukan terkait dengan konseling yang dilakukan
pihak sekolah, adakah konseling khusus perilaku merokok, narkoba atau

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
28

kesehetan reproduksi, serta metode yang digunakan (tatap muka, internet, atau
media lainnya). Kegiatan kurikuler tidak kalah pentingnya dalam pengkajian ini,
keikutsertaan dan keaktifan siswa mengikuti kegiatan diluar jam pelajaran sekolah
mengurangi perilaku berisiko pda remaja.

2.3.2.3 Ekonomi
Pengkajian ekonomi pada remaja meliputi jumlah pendapatan keluarga, pekerjaan
orang tua, sumber uang saku dan penggunaan uang saku. Pendapatn keluarga dan
jumlah uang saku dapat mempengaruhi remaja dalam perilaku merokok.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa mengatakan bahwa membeli
rokok dengan uang saku sendiri, karena uang saku mencukupi untuk mereka jajan
dan membeli rokok ketengan/batang.

2.3.2.4 Komunikasi
Pengkajian komunikasi meliputi komunikasi formal dan non formal. Komunikasi
formal seperti koran, radio dan televisi, pelayanan pos. sedangkan komunikasi
informal antara lain papan pengumuman, poster, brosur, dan bagaimana remaja
mendapatkan informasi tentang kesehatan (Anderson & McFarlane, 2011).
Pengkajian komunikasi ditujukan kepada jenis dan sarana komunikasi yang
digunakan oleh siswa untuk mendapatkan informasi tentang bahaya merokok
maupun kesehatan remaja lainnya, komunikasi dengan orang tua maupun dengan
guru. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui interview dan
winshield survey.

2.3.2.5 Pelayanan Kesehatan dan Sosial


Menurut Anderson dan McFarlane (2011) pada variabel ini yang perlu
diidentifikasi adalah tempat pelayanan kesehatan dan sosial, pelayanan yang
diberikan (tarif, waktu, rencana pelayanan baru), sumber (tenaga, tempat, biaya
dan sistem pencatatan), karakteristik pengguna (distribusi geografik, profil
demografik, dan transportasi), statistik (jumlah pengguna yang dilayani setiap
hari, setiap minggu, dan setiap bulan), kesesuaian, keterjangkauan, dan

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
29

penerimaan fasilitas menurut pengguna maupun pemberi pelayanan. Pelayanan


kesehatan adalah elemen yang penting untuk dikaji karena salah satu elemen
dalam UKS adalah pelayanan kesehatan. Program UKS menjadi perhatian penting
karena merupakan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan
siswa. Selain itu kegiatan sosial yang ada dan yang diikuti oleh remaja, kegiatan
ekstrakurikuler, OSIS, dapat dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan
wawancara.

2.3.2.6 Rekreasi
Pengkajian rekreasi pada remaja meliputi penggunaan/pemanfaatan waktu luang,
tempat rekreasi remaja, tempat kumpul-kumpul remaja, frekuensi remaja
berekreasi. Pemanfaatan waktu luang remaja dapat dilakukan melalui kuesioner
dan diskusi kelompok. Pemanfaatan waktu luang yang kurang positif
menyebabkan remaja lebih berisiko untuk merokok.

2.3.3 Persepsi
Pengkajian persepsi bahaya merokok pada remaja dapat dilakukan kepada warga
sekolah (guru dan siswa) dan mahasiswa yang terdiri dari pernyataan umum
tentang kesehatan masyarakat setempat, kekuatan masyarakat, masalah dan
potensial masalah yang akan diidentifikasi oleh perawat. Pengkajian persepsi
masyarakat sekolah dapat dilakukan melalui wawancara dengan guru dan kepala
sekolah tentang penilaian mereka terhadap kelemahan dan kekuatan dalam
melaksanakan program kesehatan sekolah. Adanya temuan dan kekuatan dan
kelemahan ini dapat dijadikan dasar intervensi keperawatan. Selain itu hasil
penyebaran kuesioner kepada siswa mengenai bahaya merokok meliputi
pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja dapat digunakan sebagai sumber data
persepsi remaja.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
30

2.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas


Mengatasi masalah merokok dikalangan remaja tentunya membutuhkan
perencanaan program yang tepat. Perencanaan program kesehatan komunitas pada
aggregate remaja dengan perilaku merokok berdasarkan model Community as
Partner difokuskan pada tiga tingkat pencegahan, yaitu pencegahan primer,
sekunder, dan tersier (Anderson & McFarlan, 2011; Hitchcock, Schubert, &
Thomas, 1999). Upaya pencegahan primer dapat dilakukan melalui promosi
kesehatan untuk meningkatkan kesadaran remaja, keluarga, serta masyarakat
dampak merokok bagi kesehatan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan seperti
pendidikan kesehatan kepada remaja, keluarga dan masyarakat tentang bahaya
merokok dan upaya mengatasinya, menolak ajakan negatif secara asertif, adanya
dukungan sosial dari masyarakat, pemberdayaan siswa atau remaja dengan
membentuk pendidik sebaya dan konselor sebaya.

Pencegahan sekunder dilakukan melalui diagnosa secara dini yang bertujuan


untuk mengidentifikasi remaja yang merokok dan berisiko merokok, skrinning,
tindakan perawatan segera dengan merujuk remaja yang memiliki ketergantungan
nikotin, dan pembinaan keluarga yang memiliki remaja dengan perilaku merokok.
Upaya yang dilakukan pada pencegahan tersier adalah upaya rehabilitasi. Remaja
yang telah berhasil berhenti merokok diupayakan untuk tidak kembali merokok,
remaja dapat melakukan hal-hal yang positif agar tidak terpengaruh oleh
lingkungan untuk merokok.

Kegiatan keperawatan komunitas dilaksanakan atau dijalankan melalui strategi


intervensi program yaitu melalui pendidikan kesehatan, proses kelompok,
kemitraan, dan pemberdayaan (Hitchcock, Schubert, & Thomas, 1999; Helvie,
1998). Pendidikan kesehatan merupakan suatu kegiatan memberikan pengetahuan
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan mencakup berbagai upaya, baik itu
dalam bentuk mencegah terjadinya penyakit (health prevention) atau melindungi
diri dari berbagai masalah kesehatan (health protection) melalui penyebaran
informasi dan peningkatan motivasi masyarakat untuk berperilaku hidup sehat

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
31

(Pender, Murdaugh, & Parson, 2002). Pendidikan kesehatan dapat dikatakan


efektif apabila dapat menghasilkan perubahan pengetahuan, penyempurnaan
sikap, meningkatkan ketrampilan, dan mempengaruhi perubahan di dalam
perilaku atau gaya hidup indivisu, keluarga, dan kelompok remaja (Pender,
Murdaugh, & Parson, 2002). Menurut Ervin (2002) pendidikan kesehatan terkait
pencegahan perilaku merokok pada remaja dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti penyebaran buklet, leaflet, penggunaan media massa, guidance, coaching,
dan konseling.

Strategi intervensi proses kelompok merupakan merupakan salah satu strategi


yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat atau siswa melalui
pembentukan sebuah kelompok. Dukungan sosial atau dukungan kelompok
sebaya sangat penting dalam pelaksanaan praktik keperawatan komunitas
khususnya pada aggregate remaja untuk mengatasi perilaku kesehatan berisiko.
Proses kelompok disini akan difokuskan kepada pembentukan pendidik sebaya
(peer educator). Pendidik sebaya merupakan orang yang menjadi narasumber bagi
kelompok sebayanya (BKKBN, 2008). Kelompok sebaya terdiri dari sekumpulan
individu yang berfungsi secara informal untuk memberikan bantuan dan
memenuhi kebutuhan anggota kelompok lain (Pender, Murdaugh, & Parson,
2002).

Helvie (1998) mengungkapkan kemitraan dalam proses keperawatan komunitas


merupakan proses yang fleksibel dan negosiasi kekkuatan masing-masing pihak
yang terlibat dalam upaya membuat perubahan meningkatkan kesehatan
masyarakat. Menurut Depkes RI (2007) kemitraan merupakan hubungan kerja
sama antara dua pihak atau lebih berdasarkan kesetaraan, keterbukaan, dan saling
menguntungkan serta memberikan manfaat. Perawat komunitas perlu membangun
dukungan, kolaborasi, dan koalisi sebagai upaya peningkatan peran serta
masyarakat dalam meingkatkan derajat kesehatan. Sedangkan pemberdayaan
adalah proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi
transformatif kepada masyarakat, adanya dukungan, kekuatan, ide baru, dan

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
32

kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru (Hitchcock, Schubert, &


Thomas, 1999). Pemberdayaan keluarga adalah memberikan kesempatan pada
keluarga untuk memilih dan menentukan keputusan. Pemberdayaan pada keluarga
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kapasitas, dan ketrampilan sehingga
keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat terkait masalah yang dihadapi
oleh keluarga. Menurut Friedman, Bowden, dan Jones (2010) pemberdayaan
keluarga akan menghasilkan kekuatan dan hubungan saling ketergantungan yang
sehat dan meningkatkan rasa saling menghargai dan menghormati antar anggota
keluarga.

2.5 Asuhan Keperawatan Keluarga


Keluarga adalah suatu sistem dan jika salah satu anggota keluarga memiliki
masalah maka akan mempengaruhi anggota keluarga lainnya. Fokus intervensi
keluarga bisa menjadi sangat bervariasi, tergantung pada konseptualisasi perawat
terhadap dalam praktik yang dilakukannya (Friedman, Bowden, & Jones, 2010).
Terdapat empat konsep pendekatan dari proses keperawatan keluaga yaitu : 1)
memandang keluarga sebagai konteks dimana individu sebagai anggota keluarga
dan alasan memulai perawatan; 2) memandang keluarga sebagai klien dimana
keluarga merupakan jumlah individu sebagai anggota keluarga; 3) memandang
keluarga sebagai anggota keluarga yang saling mempengaruhi jika salah satu
mempunyai masalah kesehatan maka akan mempengaruhi yang lainnya; dan 4)
memandang keluarga sebagai komponen masyarakat yang dilihat sebagai suatu
institusi di masyarakat.

Family Center Nursing adalah model yang digunakan sebagai intervensi dalam
menagatsi perilaku merokok pada remaja. Pengkajian individu sebagai anggota
keluarga meliputi biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengkajian keluarga
terkait sosiokultural, data lingkungan, stuktur fungsi, dan strategi koping yang
digunakan untuk menentukan rencana tindakan dalam mengatasi masalah
kesehatan keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Perawat bekerjasama

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
33

dengan keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan keluarga dengan


mengoptimalkan struktur dan fungsi dan tugas kesehatannya.

Fungsi keluarga dalam pencegahan perilaku merokok pada remaja meliputi fungsi
afektif, fungsi sosialisasi, dan fungsi perawatan kesehatan. Menurut Friedman,
Bowden, dan Jones (2010) fungsi afektif merupakan suatu fungsi yang menjadi
dasar pembentukan dan kesinambungan keluarga. Keluarga berfungsi sebagai
sumber kasih sayang, dukungan, pengakuan, dan penghargaan bagi anggota
lainnya. Fungsi ini dalam keluarga dapat diwujudkan melalui kasih sayang,
memberikan kondisi yang nyaman untuk perkembangan perilaku hidup sehat.
Keluarga merupakan tempat belajar bersosialisasi bagi remaja. sosialisasi keluarga
untuk mengenalkan dan mengajarkan remaja tentang bahasa, peran, norma,
budaya, dan moral yang bisa mempengaruhi perilaku remaja. Keluarga merupakan
tempat remaja untuk mengembangkan kemampuan sosialisasinya (Friedman,
Bowden, & Jones, 2010). Sosialisasi dengan lingkungan dampak memberikan
dampak yang positif maupun negatif. Selanjutnya keluarga juga mempunyai
perawatan kesehatan bagi anggota keluarganya.

Fungsi perawatan kesehatan keluarga dalam melakukan tugas perawatan


kesehatan remaja dengan perilaku merokok yakni kemampuan mengenal masalah
kesehatan; kemampuan mengambil keputusan; kemampuan merawat anggota
keluarga; kemampuan memodifikasi lingkungan; dan kemampuan memanfaatkan
pelayanan kesehatan.

2.6 Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)


Usaha Kesehatan Sekolah merupakan segala usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan kesehatan anak usia sekolah dan lingkungan sekolah serta seluruh
warga sekolah pada setiap jalur, jenis, jenjang pendidikan mulai TK/RA sampai
SMA/SMK/MA. Program UKS merupakan program terpadu dari empat
departemen, yaitu Departemen Pendidikana Nasional, Departemen Kesehatan,
Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Agama.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
34

Adapun tujuan UKS adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi
belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta
derajat kesehatan peserta didik maupun warga sekolah serta menciptakan
lingkunngan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan
perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya. Adapaun tujuan khusus meliputi : 1) peningkatan
produktivitas belajar siswa; 2) peningkatan dan pengembangan pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan siswa dalam menjalankan prinsip hidup sehat serta
berpartisipasi aktif dalam upaya peningkatan kesehatan di sekolah, rumah tangga
maupun lingkungan masyarakat; c) peningkatan kondisi institusi pendidikan
sehingga dapat mendukung berlangsungnya kegiatan proses belajar mengajar
yang menunjang tercapainya kemampuan untuk menjalankan prinsip hidup sehat.

Program pelayanan UKS terdiri dari pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan,


dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat. Adapaun program
pendidikan kesehatan yang diberikan di sekolah melalui pelajaran pendidikan
kesehatan; pembinaan perilaku hidup sehat; pendidikan atau penyuluhan
kesehatan; ceramah tentang kebersihan pribadi; dan pelatihan guru UKS.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan dilakukan oleh Tim Pembina UKS dan Kader
UKS.

2.7 Health Promotion Model (HPM)


Health Promotion Model atau Model promosi kesehatan dirancang oleh Nola. J
Pender merupakan suatu cara untuk menggambarkan interaksi manusia dengan
lingkungan fisik dan interpersonalnya dala, berbagai dimensi (Tomey & Aligood,
2006). Model ini merupakan pedoman untuk mengeksplorasi proses
biopsikososial secara komplek dengan memotivasi individu untuk mengubah
perilaku kesehatannya. Secara garis besar model ini terdiri dari tiga variabel, yaitu
Individual characteristics and experience ; Behavior-Specific cognitions an
affect ; dan behavioral outcome (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002).

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
35

Variabel yang digunakan dalam pengkajian meliputi : 1) faktor individu yaitu


usia, jenis kelamin, suku ; 2) faktor persepsi diantaranya manfaat, hambatan,
kepercayaan diri, ; dan 3) pengaruh interpersonal diantaranya keluarga, teman
sebaya, dan pemberi layanan kesehatan. Keluarga terutama orang tua yang
menerapkan perilaku sehat seperti tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman
beralkohol dan zat-zat terlarang secara tidak langsung akan menjadi panutan atau
model yang dilihat oleh remaja dalam kehidupan sehari-harinya.

Menurut Pender, Murdaugh, dan Parsons (2002) promosi kesehatan meliputi


mendorong gaya hidup yang lebih sehat, menciptakan lingkungan yang
mendukung kesehatan, memperkuat tindakan masyarakat, mengorientasikan
kembali pelayanan kesehatan dan membangun kebijakan publik yang sehat.
Model promosi kesehatan Pender telah menggeser paradigma pelayanan
kesehatan sebelumnya yang berfokus pada upaya penyembuhan (curative) dan
rehabilitatif menjadi upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit sehingga
model ini dapat diterapkan dalam pengendalian perilaku merokok di kalangan
remaja dalam mewujudkan perilaku hidup sehat.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
36

Individual Ehavior-specific Behavioral outcome


characteristics and Cognitions and affect
experiences
Perveived
benefits of
action

Prior related
behavior
Perveived Immediate competing
barriers to action demands (low
control) and
preferences (high
control)

Perveived self-
efficacy

Activity-related
affect

Commitment Health
to a plan of promoting
action behavior
Personal factor :
biological, Interpersonal
psychological, influences (family,
sosiocultural peers, prividers);
norms, support,
model

Situational
influences; options
demand
characteristics
aesthetic

Skema 2.1 Health Promotion Model (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002).

2.8 Comprehensive School Health Model (CSHM)


Model Comprehensive School Health Model (CSHM) merupakan kerangka yang
diakui secara internasional untuk mendukung perbaikan dalam pendidikan siswa
tentang kesehatan sekolah melalui rencana yang terpadu dan holistik. Model ini

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
37

tidak hanya mengatasi apa yang terjadi di dalam kelas, namun meliputi
lingkungan sekolah dengan seluruh tindakan.

Adapun empat pilar yang saling berhubungan dan memberikan pondasi yang kuat
dalam model ini adalah :
1. lingkungan fisik dan sosial;
2. pengajaran dan pembelajaran;
3. Kebijakan sekolah yang sehat, dan
4. Kemitraan dan jasa.

Ketika keempat pilar ini dilakukan secara harmonis, maka siswa akan didukung
untuk menyadari potensi mereka sebagai pelajar yang sehat dan menjadi anggota
masyarakat sekolah yang produktif.

2.9 Motivational Enhancement Therapy (MET)


Berbagai intervensi dilakukan untuk menagtasi perilaku merokok pada remaja
atau perilaku negative lainnya. Salah satu cara yang dilakukan adalah
Motivational Enhancement Therapy (MET) atau terapi peningkatan motivasi.
MET adalah terapi singkat yang digunakan untuk mengatasi perilaku berisiko
yang didasarkan pada teknik motivasi. MET awalnya dikembangkan berdasarkan
analisis dari unsur-unsur yang dianggap efektif untuk mengatasi masalah
kecanduan alkohol pada remaja, diantaranya yaitu sikap empatik, gaya terapi
nonkonfrontasi, penekanan tanggung jawab untuk perubahan kepada remaja,
pemberian feedback, pemberian nasehat/saran, adanya pilihan alternatif untuk
berubah bagi remaja, dan peningkatan kepercayaan diri remaja untuk berubah
(Miller & Suvereign, 1989, dalam Tavyaw, et al, 2009); reflection technique,
pertanyaan terbuka (Galloway, 2007). Teknik standar ini bisa digunakan untuk
semua sesi MET.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
38

Terapi MET dinyatakan salah satu intervensi yang menjanjikan untuk mengatasi
perilaku merokok pada remaja (Tevyaw & Monti, 2004). Butler, et al (1999) juga
mengungkapkan pemberian intervensi MET terhadap remaja merokok
menunjukkan hasil yang signifikan dalam mengurangi konsumsi merokok
dikalangan remaja setelah dilakukan tindakan selama 6 bulan dibandingkan
dengan kelompok remaja yang tidak mendapatkan perlakuan. Colby, et al (2005)
juga menambahkan remaja yang diberikan terapi MET sebagian besar berhenti
merokok dan membangun rasa percaya diri yang mebih baik dibandingkan dengan
terapi pengobatan lainnya. Sejumlah penelitian lain mengungkapkan bahwa terapi
MET secara signifikan mampu mengurangi konsumsi alkohol pada klien (Brown
& Miller, 1993). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Gallowat, et al
(2007) terhadap 127 klien pengguna obat-obatan terlarang, 78% klien mengurangi
konsumsi narkoba.

Pemberian terapi dilakukan melalui beberapa sesi penguatan, dan pelaksanaannya


tergantung waktu yang telah disepakati bersama keluarga. Sesi 1 dimulai satu hari
sebelum memulai sesi penguatan; sesi 2 dilakukan setelah 1 minggu dari sesi
reinforcement-reduction dan 2 minggu sebelum abstinence-reinforcement; sesi 3
dilakukan 2 minggu setelah keputusan disetujui. MET ini memasukkan prinsip-
prinsip yang digambarkan oleh Miller dan Rollnick (1991).

Sesi pertama (60 menit) berfokus kepada peningkatan motivasi keinginan untuk
mengurangi atau berhenti merokok. Empat langkah yang harus diikuti oleh
terapis/perawat pada sesi ini yaitu : membangun hubungan dengan remaja;
menilai motivasi remaja untuk berubah; peningkatan motivasi; dan menetapkan
tujuan untuk perubahan. Setelah memberikan gambara sesi dan membangun
hubungan, perawat memprakarsai diskusi tentang pro dan kontra merokok pada
remaja. Selanjutnya data yang telah didapatkan di review dan dimasukkan ke
dalam komputer, termasuk data demografi remaja, tingkat ketergantungan fisik
terhadap rokok dan konsekuensi berkaitan dengan rokok. Remaja diberikan

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
39

salinan feedback dari perawat beserta informasi tentang efek merokok, cara
mengatasi keinginan untuk merokok, dan strategi untuk berhenti merokok.
Perawat kemudian meminta remaja untuk membayangkan apa yang akan terjadi
jika remaja tetap merokok dan tidak memutuskan untuk berhenti dari sekarang.
Hambatan-hambatan yang dialami oleh remaja kemuadian dibahas kemudian
mencari pemecahan masalahnya. Perawat dan remaja mengembangkan rencana
untuk merubah perilaku tersebut, menetapkan tujuan jangka pendek dan jangka
pendek untuk berhenti merokok. Akhirnya perawat berfokus kepada peningkatan
kepercayaan diri remaja dengan mendiskusikan kesuksesan dirinya di masa lalu
dan kemampuan karakteristik remaja untuk melakukan perubahan.

Sesi 2 dan 3 (masing-masing dilakukan selama 30 menit) menggunakan format


umum, prinsip-prinsip MET dan berfokus arah kemajuan perubahan perilaku
merokok. Perawat meninjau kembali proses-proses sebelumnya dan memberikan
kesempatan bertanya kepada remaja. Tujuh hari sampai 14 hari berikutnya
perawat mengevaluasi kemajuan maupun hambatan yang ditemui dalam
melakukan perubahan, merumuskan pemecahan masalah dan tujuan baru untuk
mengatasinya. Mengidentifikasi faktor pemicu untuk merokok dan ketrampilan
untuk mengatasinya dibahas bersama remaja. Terapi ini telah banyak digunakan
untuk mengatasi perilaku berisiko pada remaja, seperti merokok, obesitas,
penggunaan alcohol dan obat-obatan terlarang. MET merupakan terapi singkat
yang terdiri dari tiga sesi, satu sesi membutuhkan waktu rata-rata 10-15 menit
(Miller & Rollnick, 1991).

2.10 Mobilizing Youth Tobacco Related Initiatives (MYTRI)


Mobilizing Youth Tobacco Related Initiatives (MYTRI) merupakan hasil kerja
sama USA dengan NGO di India untuk mencegah dan mengurangi perilaku
merokok pada siswa di sekolah (Stiggler, Perry, & Arora, 2007). Model ini
memfokuskan kepada faktor risiko perilaku merokok yang memungkinkan untuk
diintervensi, seperti mengubah faktor risiko : kurangnya pengetahuan tentang efek

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
40

dari rokok. Adapun strategi intervensi dari program MYTRI meliputi : (1)
kurikulum mengenai bahaya merokok; (2) poster; (3) postcad untuk orang tua;
dan (4) aktivitas oleh peer tentang kesehatan. MYTRI yang dilaksanakan di India
dan Amerika mampu mengurangi konsumsi rokok pada siswa.

Skema 2.2. Model Intervensi MYTRI (Sumber : Stiggler, Perry, & Arora, 2007)

Komponen Intervensi :

• Kurikulum mengenai bahaya merokok


• Poster sekolah
• Postcard untuk orang tua
• Aktivitas oleh peer tentang kesehatan

Intervensi :

• Meningkatkan pengetahuan tentang akibat dari


penggunaan tembakau bagi kesehatan.
• Merubah nilai dan keyakinan tentang penggunaan Tujuan :
tembakau.
• Meningkatkan ketrampilan mengatasi pengaruh • Mencegah/mengurangi perilaku
sosial untuk merokok. merokok
• Promosi norma sosial “bebas-tembakau” di • Mencegah/mengurangi mengunyah
sekolah dan rumah. tembakau.
• Meningkatkan paparan hidup sehat dan role
model bebas tembakau.
• Menyediakan dukungan untuk
mengurangi/berhenti merokok
• Mendukung kebijakan penggunaan tembakau.

2.11 Peran Perawat Komunitas dalam Penanganan Populasi At Risk


Menurut Allender, Rector, dan Warner (2010) keperawatan komunitas
memberikan perawatan profesional kepada masyarakat yang difokuskan pada
kelompok-kelompok risiko tinggi melalui peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit maupun pemeliharaan dan rehabilitasi untuk mencapai kesehatan yang
optimal. Peran perawat selalu berkembang sejalan dengan perkembangan
pengetahuan, teknologi, pembiayaan dan tuntutan dari masyarakat. Beberapa

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
41

peran perawat komunitas antara lain sebagai clinician, educator, advocate,


manager, collaborator, leadership, consultant, counselor, dan researcher
(Allender, Rector & Warner, 2010). Berikut peran perawat dalam penanganan
populasi at risk yaitu :

2.11.1 Pemberi Asuhan Keperawatan


Peran perawat komunitas yang sangat familiar adalah clinician atau provider.
Perawat memberikan asuhan keperawatan secara langsung melalui kegiatan
pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Perawat memberikan pelayanan kesehatan
bukan hanya kepada individu dan keluarga, tetapi juga kepada kelompok dan
populasi. Pelayanan keperawatan di desain sesuai dengan kebutuhan khusus dari
klien, perawat membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan khusus untuk
memenuhi kebutuhan klien yang berbeda-beda. Perawat memberikan asuhan
keperawatan dengan menggunakan tiga tingkatan prevensi yaitu prevensi primer,
prevensi sekunder, dan prevensi tersier (Helvie, 1998; Spradley, 2005). Praktik
residensi di SMP T Kelurahan Curug Kota Depok fokus kepada perilaku merokok
pada remaja, asuhan keperawatan dilakukan di komunitas (sekolah) dan keluarga
yang mempunyai anak remaja merokok.

2.11.2 Peran Pendidik


Menurut Stanhope dan Lancaster (2010) perawat harus mampu meberikan
informasi kesehatan yang dibutuhkan melalui pendidikan kesehatan yang
diberikan kepada individu, keluarga, kelompok, dan komunitas. Memberikan
pendidikan kesehatan kepada individu, kelompok dan masyarakat merupakan
tanggung jawab perawat komunitas. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pemeliharaan kesehatannya. Peran
perawat komunitas sebagai edukator dianggap sangat berguna dalam promosi
kesehatan di masyarakat karena pada umumnya klien di masyarakat belum
menderita penyakit akut dan mampu menerima dan mempraktikkan informasi

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
42

kesehatan yang diberikan, dan juga sangat signifikan dilakukan karena mampu
menyentuh masyarakat luas. Perawat memberikan pendidikan kesehatan tentang
bahaya merokok dan cara mengatasinya kepada siswa, masyarakat sekolah, serta
keluarga sehingga remaja dan keluarga mampu menghindari atau berhenti dari
kebiasaan merokok.

2.11.3 Peran sebagai advocate


Perawat komunitas bertindak sebagai pelindung bagi individu atau kelompok.
Masalah psikosial pada remaja dianggap kurang penting dibandingkan dengan
masalah atau penyakit fisik lainnya sehingga masalah merokok pada remaja
dianggap kurang penting untuk ditanggulangi. Perawat komunitas memfasilitasi
klien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Klien mungkin
membutuhkan beberapa penjelasan tentang pelayanan kesehatan yang dibutuhkan,
advokasi dilakukan pada klien yang tidak mampu bertindak untuk dirinya sendiri.

2.11.4 Peran sebagai manajer


Sebagai manager, perawat komunitas mampu melakukan dan bertindak sebagai
perencana, pengelola, pemimpin, pengawas, pengontrol, dan evaluasi
perkembangan klien untuk mencapai tujuan. Perawat komunitas diharapkan
mampu mengelola kebutuhan perawatan individu, keluarga, dan kelompok usia
remaja melalui pengkajian, mengadakan kerjasama, memonitoring dan melakukan
evaluasi.

2.11.5 Peran sebagai collaborator


Perawat komunitas tidak bisa bekerja sendirian, perawat komunitas harus mampu
bekerjasama dengan klien dan tim kesehatan lainnya dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam berkolaborasi, diharapkan dapat menunjukkan sikap
saling menghargai dan kooperatif dengan tim kesehatan lainnya. Menurut

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
43

Hitchock, Schubert, dan Thomas (1999) kolaborasi biasanya dilakukan dalam


model interaksi perawat dengan klien dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya atau dalam melakukan asuhan keperawatan. Mengatasi perilaku
merokok pada remaja perawat komunitas harus bekerjasama dengan pihak
sekolah, guru, LSM, keluarga, serta tokoh masyarakat melalui rencana yang telah
disusun untuk menyelesaikan masalah. Melalui kolaborasi ini diharapkan kegiatan
yang telah disusun dapat berjalan optimal dan berkelanjutan bagi remaja, sekolah,
maupun masyarakat.

2.11.6 Peran sebagai pemimpin


Dalam menjalankan perannya sebagai leader, perawat komunitas harus mampu
menjadi agent of change. Perawat komunitas melakukan perubahan yang positif
yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat. Perawat komunitas juga harus
mampu menjadi pemimpin dan motor penggerak dalam proses perubahan yang
dapat mempengaruhi perilaku remaja untuk menghindari maupun berhenti
merokok.

2.11.7 Peran sebagai peneliti


Sebagai peneliti, perawat komunitas secara sistematik melakukan investigasi ,
pengumpulan data, dan analisis data untuk mengatasi masalah kesehatan di
masyarakat. Perawat berperan menemukan kasus baru atau permasalahan baru
terkait pencegahan perilaku merokok pada remaja. perawat sebagai peneliti
berperan dalam mengidentifikasi masalah kesehatan remaja baik fisik maupun
psikososial dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja
sehingga dapat ditentukan strategi intervensi yang tepat dan efektif untuk
mengatasi kebiasaan merokok pada remaja. Perawat sebagai peneliti
mengembangkan intervensi keperawatan untuk mengatasi perilaku merokok pada
remaja.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
44

2.11.8 Peran sebagai konsultan


Perawat memberikan informasi atau membantu klien dalam memilih keputusan
alternative yang ada dengan menggunakan keahlian sebagai konsultan. Konsultan
membantu klien memahami masalahnya dan membantu dalam membuat
keputusan. Perawat membantu remaja dalam mengatasi masalah kesehatan yang
dialami remaja, memberikan informasi, sehingga remaja mampu mengambil
keputusan yang tepat.

2.11.9 Peran sebagai konselor


Konseling merupakan suatu proses dalam membantu klien memilih solusi yang
tepat dalam megatasi masalahnya. Konseling bukan memberitahu apa yang harus
klien lakukan, tetapi merupakan proses membantu mereka untuk mengatasi
masalah untuk menentukan tindakan yang tepat bagi dirinya sendiri. Konseling
dapat dilakukan pada remaja dan keluarga, dalam hal ini peran perawat lebih
kepada proses mendengarkan secara objektif, dan menyediakan informasi,
sehingga mereka mampu untuk menyelesaikan masalah yang dialami oleh remaja
maupun keluarganya.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
45

BAB III
KERANGKA KERJA DAN PROFIL WILAYAH

Bab tiga menjelaskan keterkaitan antar jonsep yang mendasari praktik


keperawatan komunitas pada aggregate remaja dengan perilaku merokok.
Kerangka kerja praktik residensi pengelolaan aggregate remaja dengan perilaku
merokok menggunakan integrasi teori manajemen keperawatan, Community As
Partner (CAP), Family Center Nursing (FCN), Trias UKS, Health Promotion
Model (HPM), dan Comprehensive School Health Model (CSHM), Motivation
Enhancement Therapy (MET), dan Mobilizing Youth for Tobacco-Related
Initiatives (MYTRI).

3.1 Kerangka Kerja Praktik Keperawatan Komunitas


Perilaku merokok pada siswa di SMP T Kelurahan Curug Kota Depok menjadi
fokus praktek keperawatan komunitas. Model pengkajian yang dikembangkan
pada aggregate remaja dengan perilaku merokok adalah aplikasi dari Community
as Partner yang dikembangkan dari teori Betty Neuman oleh Anderson dan
McFarlan (2010). Pengkajian model Community as partner (CAP) mempunyai
dua komponen yaitu core dan 8 subsistem dari masyarakat. Core terdiri dari
riwayat terbentuknya aggregate, demografi, suku, nilai dan kepercayaan.
Sedangkan sub sistem terdiri dari lingkungan fisik; pelayanan kesehatan dan
sosial; ekonomi; transportasi dan keamanan; politik dan pemerintahan;
komunikasi; pendidikan; dan rekreasi. Fokus pengkajian model CAP pada
integrasi model ini adalah core : demografi, suku, nilai dan kepercayaan. Sub
sistem yang perlu dikaji adalah pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi,
rekreasi, politik dan pemerintahan, ekonomi, dan persepsi kesehatan.

Trias UKS dan CSHM digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan


komunitas di sekolah. Kedua model ini diintegrasikan menjadi empat komponen
yaitu : 1) lingkungan fisik dan sosial; 2) proses belajar mengajar; 3) kebijakan

45
Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
46

sekolah; dan 4) layanan dan kerjasama. Health Promotion Model (HPM) oleh
Pender juga digunakan dalam asuhan keperawatan komunitas diantaranya adalah ;
1) faktor personal (usia, jenis kelamin, suku); 2) persepsi (persepsi hambatan dan
kepercayaan diri); 3) pengaruh interpersonal; dan 4) pengaruh situasi (Pender,
Murdaugh, & Parsons, 2002).

Family Centered Nursing (FCN) digunakan sebagai landasan dalam memberikan


asuhan keperawatan keluarga dengan perilaku merokok pada remaja. Keluarga
mempunyai peranan besar dalam mengatasi perilaku merokok pada remaja.
Variabel yang digunakan berdasarkan konsep FCN adalah tahap perkembangan
keluarga, komunikasi, tugas perawatan kesehatan keluarga, struktur peran, stress
dan koping adaptasi, serta tingkat kemandirian keluarga dalam melakukan
perawatan kesehatan untuk mengatasi perilaku merokok pada remaja.

3.2 Profil Sekolah


Sekolah yang menjadi lahan praktik residen merupakan sekolah swasta yang
berada di Jalan Pekapuran Kota Depok. SMP T berada di bawah naungan Yayasan
Setya Bhakti yang didirikan pada tahun 1987 dan mulai beroperasi pada tahun
1988. Luas tanah secara keseluruhan 4.165 m2 dan luas bangunan 1.780 m2.
Jumlah ruangan kelas 20 ruangan dan dilengkapi dengan ruangan perpustkaan,
Lab IPA dan komputer, multimedia, kamar kecil siswa dan guru, ruang
ketrampilan/seni, ruang BK, ruang UKS, tata usaha, ruang kepala sekolah dan
ruang penjaga. Gedung sekolah terdiri dari tiga lantai, tangga yang kurang lebar
dan curam berisiko tinggi terjadinya cidera jika siswa tidak hati-hati dan
berebutan turun saat jam sekolah usai.

Hasil wawancara dengan bagian kesiswaan mengatakan jumlah siswa setiap


tahunnya cukup banyak. Jumlah siswa pada tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 977
siswa dengan jumlah kelas yang dibuka adalah 8 kelas VII, 9 kelas VII, dan 8
kelas IX. Kepala sekolah mengatakan jumlah guru tetap yayasan saat ini
berjumlah 19 orang, guru tidak tetap berjumlah 20 orang. Guru tidak tetap

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
47

sebagian besar merupakan guru sekolah negeri yang mengajar kelas sore. Kepala
sekolah mengatakan belum ada penambahan guru tetap, karena semua keputusan
pengangkatan guru ditentukan oleh pengurus yayasan. Berdasarkan PP RI No 74
Tahun 2008 rasio guru dan siswa di tingkat SMP adalah 1 : 20. Hal ini dapat
dijabarkan bahwa dalam satu rombongan belajar (rombel) minimal terdiri dari 20
siswa dan maksimal adalah 32 siswa. Jumlah siswa SMP T Kelurahan Curug yang
cukup banyak dengan jumlah guru tetap dapat mengakibatkan pelayanan
kesehatan remaja di sekolah belum berjalan optimal, kegiatan lebih difokuskan
pada proses belajar mengajar.

Kepala Sekolah juga menambahkan bahwa kegiatan UKS di sekolah ini tidak
berjalan dalam beberapa tahun karena pembina UKS sebelumnya sudah pindah
dan belum ada pengganti. Keterbatasan SDM dan padatnya jam pembelajaran di
sekolah menyebabkan belum ada guru yang bersedia menjadi pembina UKS.
Beberapa guru juga mengatakan belum pernah mendapatkan pelatihan guru UKS
sehingga tidak bersedia menjadi pembina UKS. Obat-obatan diletakkan di
ruangan guru agar lebih mudah dijangkau, dan apabila ada siswa yang sakit
menjadi tanggung jawab jawab semua guru. Kegiatan pendidikan kesehatan
remaja seperti bahaya merokok, narkoba, dan seks bebas sudah masuk ke dalam
mata pelajaran BK. Selain itu guru dan wali kelas juga sering menyelipkan pesan-
pesan moral kepada siswa saat pembelajaran berlangsung. Beberapa poster
kesehatan bahaya merokok dan narkoba telah dipasang di mading yang berada
dimlorong-lorong menuju kelas. Setiap siswa wajib mengikuti minimal satu jenis
ekstrakurikuler, seperti sepakbola, basket, pramuka, musik dan tari.

Lokasi sekolah cukup strategis yaitu berada dekat pemukiman penduduk dan jalan
raya. Kondisi ini sangat memudahkan siswa untuk mendapatkan jasa transportasi
menuju ke sekolah. Sekolah juga berdekatan dengan pabrik-pabrik. Mudahnya
mobilisasi siswa dan masyarakat menuju sekolah tidak hanya berdampak positif,
tetapi perlu diantisipasi terhadap dampak negative yang akan muncul seperti
mudahnya siswa terpengaruh lingkungan sekitar yang kurang baik seperti perilaku

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
48

merokok di sekitar lingkungan sekolah, mengingat banyaknya pekerja pabrik yang


merokok di gang menuju sekolah.

Hasil pengkajian dengan winshield survey dilakukan untuk melihat komunitas


secara keseluruhan. Survey dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
komunitas, yang dapat dijadikan faktor pendukung dan faktor penghambat
pencegahan perilaku merokok pada remaja. Jalan masuk menuju sekolah terdapat
beberapa warung-warung yang menjual rokok dan dijadikan tempat nongkrong
siswa saat jam istirahat sekolah. Sebelah kanan gedung sekolah berbatsan dengan
RW 06 dan terdapat lahan kosong/lapangan yang digunakan siswa untuk
beristirahat. Beberapa siswa mengatakan membeli rokok di warung dekat sekolah
secara ketengan/per batang. Siswa tidak berani merokok di sekitar sekolah karena
takut dihukum, mereka biasanya merokok di kuburan (RW 07) yang jaraknya
agak jauh dari sekolah dan cukup sepi.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
49

Skema 3.1 Kerangka Kerja Karya Ilmiah Akhir PROSES OUTPUT

INPUT
Manajemen : Manajemen :
- Pembentukan pendidik - Terbentuknya pendidik sebaya
PENGKAJIAN
sebaya - Terbentuknya struktur organisasi
CAP, FCN, HPM, UKS, CSHM, dan Manajemen
- Pelatihan pendidik pendidik sebaya.
sebaya - Terbentuknya rencana kegiatan
1. Karakteristik remaja : usia, jenis kelamin, suku, nilai
- Supervisi, pengarahan pendidik sebaya.
dan keyakinan.
dan bimbingan - Peningkatan pengetahuan sikap
2. Karakteristik keluarga : tipe keluarga, tahap
pendidik sebaya dan ketrampilan pendidik sebaya
perkembangan keluarga, tugas perkembangan
melalui pre test dan post test
keluarga dengan remaja, struktur kekuasaan, struktur
- Minimal 75% anggota pendidik
peran, fungsi perawatan kesehatan keluarga, strategi
Keluarga : sebaya hadir dalam pelatihan
koping keluarga, tingkat kemandirian keluarga.
3. Komunikasi : sumber informasi kesehatan dalam - Pendidikan kesehatan
keluarga, masyarakat dan sekolah; pola komunikasi bahaya merokok
dalam keluarga, masyarakat dan sekolah (guru). - Konseling
4. Pelayanan kesehatan : layanan kesehatan remaja (PIK - Motivational Keluarga :
KRR, PKPR, UKS, BK). enhancement therapy - Peningkatan pengetahuan, sikap,
5. Perencanaan : visi dan misi, biaya, renstra, sarana dan (MET) dan ketramiplan keluarga setelah
prasarana, SDM. - Modifikasi perilaku pemberian informasi dan
Masalah keperawatan
6. Pengorganisasian : struktur organisasi, garis dengan taken economy edukasi
pada remaja dengan
komando, tupoksi, koordinasi, kerjasama lintas - Teknik komunikasi - Remaja mampu
program dan sektoral.
perilaku merokok : Bentuk asertif dan komunikasi
- Manajemen mengurangi/berhenti merokok
7. Personalia : rekrutmen, seleksi, orientasi, intervensi efektif pada remaja - Kemandirian keluarga :
- Keluarga
penempatan, beban kerja, pengembangan SDM,turn - Komunitas MET-MYTRI - Teknik berhenti a. I menjadi II
over, karir. merokok dengan b. II menjadi III
8. Pengarahan : supervisi, pendelegasian, komunikasi, membuat jadwal c. III menjadi IV
motivasi. berhenti merokok
9. Pengawasan : penilaian kinerja, monev, quality
ansurance
10. Rekreasi : tempat berumpul, bentuk kegiatan, Komunitas :
organisasi remaja, pemanfaatan waktu luang oleh - Pendidikan kesehatan Komunitas :
remaja. - Kampanye anti rokok - Peningkatan pengetahuan, sikap,
11. Ekonomi : jumlah pendapatan keluarga, pekerjaan - Menolak ajakan negatif dan ketramiplan melalui pre dan
orang tua, jumlah uang saku remaja, penggunaan secara asertif post test
uang saku. - Manajemen stress : - Penurunan perilaku merokok
12. Politik dan pemerintahan : organisasi remaja, aturan, relaksasi napas dalam pada siswa (70% dari siswa yang
kebijakan kesehatan remaja, struktur dan program - Terapi peningkatan dilakukan intervensi)
remaja, koordinasi dengan lembaga terkait/LSM. motivasi - 80% siswa mampu melakukan
13. Persepsi kesehatan : pengetahuan, sikap dan tindakan. komunikasi asertif
14. Pengaruh situasi : media dan lingkungan sekolah.
15. Pengaruh interpersonal : keluarga, teman sebaya,
layanan kesehatan.
16. Lingkungan : sekolah dan rumah, kenyamanan,
stressor.
(Anderson & McFaelan, 2011; Friedman, Bowden, &
Jones, 2010; Marquis & Huston, 2012; Pender, Murdaugh Universitas Indonesia
&Parsons, 2001) MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
50

3.3 Pelaksanaan Inovasi MET-MYTRI

Mobilizing Youth Tobacco Related Initiatives (MYTRI) diterapkan di India untuk


mengatasi perilaku merokok pada siswa di sekolah (Stiggler, Perry, & Arora,
2007). Adapun strategi intervensi dari program MYTRI meliputi : (1) kurikulum
mengenai bahaya merokok; (2) poster; (3) postcard untuk orang tua yang
berisikan informasi tentang bahaya merokok bagi kesehatan; dan (4) aktivitas oleh
peer tentang kesehatan.

MET adalah terapi singkat yang digunakan untuk mengatasi perilaku berisiko
yang didasarkan pada teknik motivasi. MET awalnya dikembangkan berdasarkan
analisis dari unsur-unsur yang dianggap efektif untuk mengatasi masalah
kecanduan alkohol pada remaja, diantaranya yaitu sikap empatik, gaya terapi
nonkonfrontasi, penekanan tanggung jawab untuk perubahan kepada remaja,
pemberian feedback, pemberian nasehat/saran, adanya pilihan alternatif untuk
berubah bagi remaja, dan peningkatan kepercayaan diri remaja untuk berubah
(Miller & Suvereign, 1989, dalam Tavyaw, et al, 2009); reflection technique,
pertanyaan terbuka (Galloway, 2007).

Terapi peningkatan motivasi terdiri dari tiga sesi. Sesi pertama adalah
mengidentifikasi masalah dan memberikan feedback, mendiskusikan pro dan
kontra dari merokok (Gallow, et al, 2007; Tavyaw, et al, 2009). Sesi ini
membutuhkan waktu 60 menit. Sesi kedua adalah menggali alasan dan
menggunakan keinginan remaja untuk melakukan perubahanm berfokus pada
peningkatan kepercayaan diri remaja dengan mendiskusikan kesuksesan dirinya di
masa lalu dan kemampuan karakteristik remaja untuk melakukan perubahan. Sesi
ketiga adalah mengevaluasi kegiatan, pengembangan rencana perubahan,
mengidentifikasi hambatan yang dialami. Waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan sesi 2 dan 3 berkisar 15-30 menit. Kegiatan ini dapat dilakukan setiap
minggu atau dua minggu sekali. Pemberian motivasi atau evaluasi dapat dilakukan
melalui telepon atau sosial media lainnya.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
51

Pelaksanaan MET-MYTRI dilakukan oleh pendidik sebaya dan perawat.


Penyuluhan yang dilakukan oleh pendidik sebaya menggunakan inovasi MET-
MYTRI dilakukan saat fase kerja dengan menggunakan langkah-langkah yang
sama sesuai dengan konsep terapi peningkatan motivasi yang terdiri dari tiga sesi.
Program ini dapat dilakukan secara individu maupun berkelompok. Pendidik
sebaya selalu mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil yang dicapai ke
dalam buku kerja.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
52

BAB IV
PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
PADA AGGREGATE REMAJA DENGAN PERILAKU MEROKOK
DI SMP KELURAHAN CURUG

Bab empat menguraikan tentang analisis situasi majanemen pelayanan


keperawatan komunitas, asuhan keperawatan komunitas, dan asuhan keperawatan
keluarga.

4.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas


4.1.1 Analisis Situasi
Pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas pada aggregate remaja dengan
perilaku merokok dimulai dengan melakukan analisis situasi berdasarkan hasil
pengkajian pelaksanaan lima fungsi manajemen pelayanan pelayanan kesehatan.
Lima fungsi manajemen yang dikaji terdiri dari fungsi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), personalia (staffing), pengarahan (directing), dan
pengawasan (controlling). Proses analisis sistuasi dimulai dari Dinas Kesehatan
Kota Depok, Puskesmas Kecamatan Cimanggis, dan SMP T yang berada di dalam
wilayah Kelurahan Curug.

4.1.1.1 Perencanaan (planning)


Perencanaan untuk mengatasi masalah kesehatan remaja di tingkat Dinas
Kesehatan Kota Depok dituangkan dalam program Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR). Program yang diadopsi dari WHO ini menjadi salah satu
kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dialami oleh remaja.
Perencanaan kegiatan kesehatan remaja di Dinas kesehatan Depok dilakukan
melalui seksi kesehatan keluarga dibawah tanggung jawab program kegiatan
kesehatan anak dan remaja. Perencanaan kegiatan secara umum adalah pembinaan
kesehatan reproduksi dan pembinaan pelayanan kesehatan anak sekolah dan
remaja yang untuk tahun 2013 ini mencakup tiga jenis kegiatan selain penjaringan

52

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
53

anak sekolah dan kesehatan remaja melalui sekolah, yaitu pelatihan fasilitator
PKPR bagi petugas puskesmas, pelatihan bagi guru, serta pelatihan peer
counselor di 12 sekolah (Rancangan anggaran kesehatan anak dan remaja Dinkes
Depok Tahun 2013). Masalah dalam perencanaan dalam deteksi kesehatan remaja
yaitu belum adanya perencanaan screening risiko penggunaan tembakau pada
remaja. Kegiatan screening masih difokuskan kepada masalah fisik saja, masalah
psikososial remaja belum menjadi fokus utama.

Perencanaan kegiatan remaja berada di dalam program Pelayanan Kesehatan


Peduli Remaja (PKPR) yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok dan
masih berorientasi pada setting sekolah, namun tidak semua sekolah yang dibina
hanya beberapa sekolah yang terpilih saja, dan bergilir setiap tahunnya sehingga
sekolah yang sudah pernah mendapatkan pembinaan, tahun berikutnya tidak
mendapatkan pembinaan lagi, tidak ada tindak lanjut. Sementara Depkes RI
(2008) telah menetapkan indikator pelayanan kesehatan remaja tahun 2010
melalui jalur sekolah sebesar 85% dan melalui jalur luar sekolah minimal 20%.
Menurut PJ Kesehatan Anak dan Remaja (Dinkes Depok, 2013) belum
maksimalnya capaian pelayanan kesehatan remaja dikarenakan sulitnya
menjangkau sasaran remaja di luar sekolah, hanya 1 orang pelaksana di Dinkes,
dan permasalahan anggaran. Berdasarkan data yang diperoleh dari PJ Kesehatan
Anak dan Remaja, salah satu kegiatan pelatihan PKPR tidak dapat dilaksanakan
pada tahun 2012 karena keterbatasan biaya, sehingga pelatihan tidak
diselenggarakan setiap tahun, padahal kegiatan pelatihan selalu direncanakan
setiap tahun untuk mengejar target layanan kesehatan remaja. Penganggaran
pelayanan kesehatan anak dan remaja khususnya dalam program PKPR
dianggarkan melalui kegiatan kesehatan remaja yang direncanakan dari APBD,
PHP, dan BANGUB yang diusulkan setiap tahun sekali untuk melayani kegiatan
kesehatan anak dan remaja.

Bentuk layanan PKPR di dalam gedung dilakukan melalui penyediaan klinik


konsultasi remaja atau klinik PKPR. Hasil wawancara dengan PJ PKPR di

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
54

Puskesmas Cimanggis mengatakan saat ini belum dibuka kembali klinik PKPR
karena sempat terjadi kekosongan pemegang program dan baru dipilih kembali
pemegang program yang baru. PJ PKPR terdahulu juga mengatakan, ketika
klinik PKPR dibuka, jarang remaja yang datang untuk berkonsultasi, umumnya
mereka datang ke poliklinik karena keluhan fisik saja. Penyediaan klinik sanitasi
sebagai salah satu upaya mengatasi perilaku merokok di masyarakat akan segera
dibuka di Puskesmas Cimanggis. Hasil wawancara dengan beberapa siswa SMP
mengatakan mereka tidak mengetahui jika di Puskesmas terdapat klinik khusus
remaja yang bisa digunakan untuk berkonsultasi tentang masalah kesehatan
remaja. Hal ini menunjukkan kurangnya sosialisasi program PKPR kepada
remaja.

Mengatasi perilaku merokok masyarakat di Kota Depok, Bidang Promkes telah


menggalakkan program Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tujuh tatanan yaitu
tempat umum; tempat kerja; angkutan umum; tempat ibadah; arena kegiatan
anak-anak; tempat proses belajar mengajar; dan tempat pelayanan kesehatan.
Perencanaan program KTR dilakukan di semua tatanan termasuk di sekolah
untuk mengatasi perilaku merokok pada remaja, penyuluhan ke sekolah, melalui
radio, pelatihan guru dan kepala sekolah, pembentukan tim pengawas KTR
menjadi rencana kegiatan tahun 2013 (PJ Pelaksana Promkes, 2013). Upaya
promosi kesehatan pada aggregate remaja dengan perilaku merokok yang
direncanakan masih sangat terbatas. Pelaksanaan pelatihan KTR direncanakan di
empat sekolah dari seluruh sekolah yang ada di Kota Depok, hal ini dikarenakan
keterbatasan anggaran dan SDM. Tenaga promkes di tingkat dinas dan
puskesmas terbatas secara kualitas maupun kuantitas. Menurut pusat promosi
kesehatan (Depkes, 2004) salah satu faktor penghambat kebijakan promkes
adalah terbatasnya sumber daya manusia baik kuantitas maupun kualitas.
Komunikasi yang tidak berjalan optimal dari Puskesmas ke sekolah-sekolah
untuk pencegahan perilaku merokok. Hal ini dikarenakan koordinasi yang belum
terjalin antara puskesmas dan sekolah, sehingga kegiatan pencegahan perilaku
merokok di sekolah belum optimal.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
55

Berdasarkan data di atas, maka perencanaan program pembinaan kesehatan


remaja dengan perilaku merokok belum dilakukan secara optimal, yaitu : 1)
keterbatasan anggaran untuk pembinaan kesehatan remaja dengan perilaku
merokok; 2) keterbatasan SDM mengakibatkan sosialisasi program pencegahan
perilaku merokok kurang optimal; 3) komunikasi tidak berjalan optimal sehingga
koordinasi antara puskesmas dan sekolah belum ada; 4) belum ada rencana
pelatihan PKPR secara berkelanjutan bagi siswa di sekolah; 5) kurangnya
sosialisasi program PKPR kepada remaja.

4.1.1.2 Pengorganisasian (organizing)


Dinas Kesehatan dalam menjalankan fungsinya sebgai pembuat program telah
memiliki struktur organisasi yang dikepalai oleh Kepala Dinas. Kepala dinas
kesehatan membawahi empat kepala bidang, yaitu kepala bidang pengembangan
sumber daya kesehatan; kepala bidang pelayanan kesehatan masyarakat; kepala
bidang pengendalian pencegahan penyakit; dan kepala bidang perbekalan
kesehatan, pengawasan obat, dan makanan. Kepala bidang tersebut membawahi
seksi-seksi pelaksana kegiatan yang dipimpin oleh kepala seksi (Renstra Kota
Depok, 2011). Program kesehatan remaja di Dinas Kesehatan Kota Depok
dikelola oleh Seksi Kesehatan Keluarga dan Remaja.

Puskesmas Cimanggis sebagai pelaksana program yang telah direncanakan oleh


Dinas Kesehatan Kota Depok juga telah memiliki struktur organisasi. Puskesmas
Cimanggis dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas dan bertugas mengawasi
pelaksanaan program-program yang dilaksanakan oleh staffnya. Kepala
Puskesmas membawahi langsung lima kepala unit, antara lain unit P2P; unit
Kesga; Unit Perawatan; unit Yan Kes MAs; dan unit Penunjang. Masing-masing
unit tersebut membawahi bidang-bidang tertentu. Pengelolaan kesehatan remaja di
sekolah dilakukan oleh bidang Promkes. Berdasarkan pembagian-pembagian
bidang di atas dapat disimpulkan bahwa program kesehatan remaja telah dibagi

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
56

sesuai dengan kekhususan masing-masing, sesuai dengan sasaran yang akan


dicapai.

Pengorganisasian PKPR di tingkat kelurahan, khususnya di sekolah dilakukan


melalui kegiatan UKS. Pada tahun 2013 hanya akan ada 12 sekolah yang akan
dilatih dari seluruh wilayah Kota Depok, menurut penanggung jawab kegiatan
anak dan remaja Dinas Kesehatan Depok jumlah tersebut belum menjangkau
seluruh sekolah yang ada serta karena terbatasnya anggaran kegiatan hanya
terbatas pada pelatihan masing-masing sekolah satu kali dan tidak ada pembinaan
lanjutan. Hal tersebut mengakibatkan belum optimalnya pelaksanaan PKPR yang
terbentuk di tatanan sekolah dikarenakan SDM peer counselor dan peer educator
dalam PKPR masih kurang untuk melakukan kegiatan PKPR secara mandiri di
sekolah. Walaupun kegiatan PKPR banyak dilakukan di setting sekolah, Dinas
Pendidikan (Disdik) tidak pernah menganggarkan biaya pada pelaksanaan
kegiatan tersebut. PJ program anak usia sekolah dan remaja juga
menginformasikan bahwa belum ada koordinasi program PKPR dengan BKKBN
Kota Depok sebagai badan yang juga secara khusus bertanggung jawab terhadap
kesehatan keluarga dan remaja.

Pengorganisasian program kesehatan remaja dan kawasan tanpa rokok di tingkat


Dinas dan Puskesmas telah ditentukan, namun tupoksi yang ada masih merangkap
dengan program puskesmas yang lain. Belum optimalnya fungsi pengorganisasian
pelayanan kesehatan remaja dan kawasan tanpa rokok di Puskesmas Cimanggis
dikarenakan keterbatasan jumlah SDM. Belum ada sistem pemantauan perilaku
merokok pada remaja baik di sekolah maupun di masyarakat. Aktivitas
pencatanan dan pelaporan selama ini hanya pada PHBS rumah tangga. Kerja sama
lintas sektor dalam konteks pengorganisasian promkes telah bekerjasama dengan
salah satu institusi pendidikan untuk menerapkan program berhenti merokok pada
empat sekolah di kota Depok, karena keterbatasan SDM dan anggaran yang ada.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
57

4.1.1.3 Personalia (staffing)


Rekrutmen dan seleksi pegawai di Dinas Kesehatan Kota Depok ditentukan oleh
Pemerintah Kota Depok. Perencanaan sumber daya manusia (SDM) program
kesehatan anak sekolah dan remaja di tingkat Dinkes telah ditetapkan hanya dua
orang. Petugas kesehatan anak usia sekolah dan remaja mengatakan tidak merasa
kelebihan beban kerja dalam menjalankan program. Program dapat berjalan sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan, dan apabila membutuhkan bantuan, PJ
program meminta bantuan kepada pihak puskesmas (Hasil wawancara PJ
kesehatan anak sekolah dan remaja Dinkes Depok, 2013). Laporan dari bidang
yansadus dan kepala Dinas Kesehatan Kota Depok bahwa jumlah tenaga/pegawai
masih kurang. Pihak Dinkes juga telah mengajukan permintaan/usulan
penambahan staff Dinkes kepada Pemkot Depok, namun belum direalisasikan.

Hasil wawancara dengan PJ PKPR di Puskesmas Cimanggis mengatakan beban


kerja yang dirasakan cukup berat. Sebagian besar satu orang pegawai puskesmas
memegang lebih dari satu program. Selain memegang beberapa program, PJ
program juga bertugas memberikan pelayanan di dalam gedung setiap hari. Hal
ini dirasakan menjadi kendala dalam melaksanakan kegiatan di luar gedung
seperti di sekolah. PJ PKPR Puskesmas Cimanggis (2013) mengatakan baru
beberapa bulan memegang program, menggantikan petugas sebelumnya. Petugas
juga mengatakan belum menjalankan program yang ada dan belum pernah
mendapatkan pelatihan PKPR, padahal sudah ada beberapa rekannya yang lain
yang sudah mengikuti pelatihan PKPR namun memegang program lain. Hal ini
menjadi kendala petugas untuk menjalankan program karena penempatan petugas
yang kurang sesuai. Menurut Marquis dan Huston (2012) penempatan pegawai
yang tepat mampu meningkatkan pertumbuhan pribadi, memberikan iklim yang
memotivasi pegawai, memaksimalkan produktivitas, dan terpenuhinya tujuan
organisasi.

Pelatihan bagi petugas PKPR telah direncanakan bagi guru, siswa dan petugas
puskesmas. Namun tidak semua petugas puskesmas dan sekolah mendapatkan

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
58

pelatihan setiap tahunnya. Petugas puskesmas dan sekolah yang sudah


mendapatkan pelatihan tahun sebelumnya, tahun berikutnya tidak diikutsertakan
lagi. PJ program kesehatan anak dan remaja saat ini adalah perawat dengan latar
belakang Diploma III, dan pemegang PKPR di Puskesmas Cimanggis adalah
perawat gigi. Walaupun semua program dapat dilaksanakan sesuai program,
jenjang pendidikan petugas pemegang program perlu ditingkatkan minimal S1
keperawatan. Hasil wawancara dengan beberapa petugas dinas dan puskesmas
mengatakan sangat sulit untuk mendapatkan tugas belajar untuk meningkatkan
jenjang pendidikan formal. Apabila mereka ingin melanjutkan sekolah dengan
menggunakan uang pribadi. Hal ini menunjukkan belum adanya perencanaan
pengembangan SDM untuk peningkatan pendidikan formal pegawai. Pelatihan
dan pendidikan merupakan bagian penting dalam pengembangan staf. Marquis
dan Huston (2012) mengungkapkan seorang pemimpin fokus dalam
pengembangan pegawai agar pegawai mendapatkan pengetahuan yang terbaru,
serta memastikan mereka tetap kompeten untuk melakukan peran mereka.

Belum berjalannya UKS di SMP Kota Depok disebabkan karena guru UKS
sebelumnya berhenti dan belum ada penggantinya. Menurut Kepala sekolah tidak
berjalannya program UKS juga disebabkan kurangnya tenaga guru tetap di
sekolah tersebut, sebagian besar guru adalah guru tidak tetap. Kegiatan PKPR
tidak berjalan, meskipun dua guru dan siswa sudah pernah mendapatkan pelatihan
sebelumnya, hal ini dikarenakan belum adanya pelatihan lanjutan bagi siswa-
siswa dan guru yang baru, sementara siswa yang telah dilatih sudah lulus dari
sekolah.

4.1.1.4 Pengarahan (directing)


Fungsi pengarahan telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan baik secara internal
maupun diluar organisasi. Kepala Dinas sering memberikan pengarahan kepada
semua bidang agar melakukan program sesuai perencanaan. Kepala bidang
Yandasus yang membawahi seksi Kesga juga telah memberikan arahan kepada
seksi bidang. Proses pendelegasian juga telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
59

Kota Depok dan Puskesmas Cimanggis. Jika pemegang program tidak bisa hadir
pada pelaksanaan kegiatan maka akan dilakukan pendelegasian kepada petugas
lain yang masih berada dalam satu seksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan PJ
PKPR (2013) pendelegasian masih dilakukan secara lisan tanpa ada format
tertulis.

Kegiatan supervisi dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota depok terhadap


pelaksaan program oleh Puskesmas Cimanggis melalui PJ program. Semua
kegiatan pelayanan kesehatan remaja di supervisi secara bertahap. Pelaksanaan
pelayanan kesehatan remaja di masyarakat maupun sekolah disupervisi oleh
Pembina PKPR di Puskesmas Cimanggis, kemudian dilaporkan kepada kepala
Puskesmas Cimanggis dan kepala seksi Kesga di Dinas Kesehatan Kota Depok.

Program peer educator dan peer counselor yang telah terbentuk kurang
mendapatkan follow up dari puskesmas maupun dinas kesehatan. Pengarahan
telah dilakukan pada saat kegiatan UKS ataupun penjaringan kesehatan yaitu
hanya satu kali setahun setiap penerimaan siswa baru. Pengarahan dan pemberian
motivasi dilakukan pada saat kegiatan UKS tersebut dilakukan namun sifatnya
masih sebatas teknis pelaksanaan administrasi dan proses kegiatan Trias UKS
serta PKPR. Menurut Marquis dan Huston (2000) pengarahan yang baik melalui
komunikasi dan motivasi dapat mengarahkan pada delegasi tugas yang baik
sehingga akan mencegah konflik dalam suatu organisasi. Hasil wawancara dengan
guru BK SMP mengatakan bahwa belum pernah ada tindak lanjut setelah
pelatihan PKPR, sehingga PKPR di sekolah tidak berjalan.

Pemberian motivasi oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok sering


disampaikan saat apel pagi. Pemberian motivasi juga dilakukan oleh Kepala
Puskesmas Cimanggis sebagai suatu usaha untuk menggerakkan SDM sehingga
program-program yang ada dapat tercapai. Namun PJ PKPR belum menjalankan
programnya karena baru saja menjabat sebagai penanggung jawab program,

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
60

menggantikan petugas sebelumnya. PJ PKPR juga mengatakan belum


mendapatkan laporan tentang kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan oleh
petugas sebelumnya.

4.1.1.5 Pengawasan (controlling)


Pengawasan dilakukan dari tingkat Dinas Kesehatan sampai dengan tingkat
Puskesmas Cimanggis. Program-program yang telah dilaksanakan di Puskesmas
dilaporkan kepada penanggung jawab program di Dinas Kesehatan. Adapaun
tujuan dari pelaporan ini adalah untuk emnilai keberhasilan program serta kendala
yang dihadapi dalam menjalankan program-program tersebut. Harapan dari
penilaian program ini adalah menjadi landasan atau masukan untuk penyusunan
program-program tahun berikutnya. Fungsi pengawasan merupakan elemen
manajemen yang meliputi penilaian tentang pelaksanaan rencana yang telah
dibuat, penetapan prinsip-prinsip dan pemberian instruksi melalui penetapan
standar, membandingkan penampilan dengan standar yang telah dibuat, dan
memperbaiki kekurangan terhadap penyimpangan yang terjadi.

Monitoring dan evaluasi program kesehatan remaja di tingkat Dinas Kesehatan


dilakukan penanggung jawab program kesehatan remaja. tenaga pengawa terdiri
dari dua orang, satu orang dokter dan satu orang perawat. Alokasi anggaran
monitor dan evaluasi pelaksanaan program kesehatan remaja telah dianggarkan
setiap tahunnya. Setiap puskesmas mengumpulkan laporan ke Dinas Kesehatan
setiap tahun yang nantinya akan di proses oleh dinas. Kegiatan pengendalian
khususnya monitoring dan evaluasi yang dilakukan tersebut selama ini hanya
menilai keberlangsungan kegiatan PKPR terhadap sekolah yang sudah mengikuti
pelatihan, tetapi belum digunakan untuk menilai kinerja PKPR yang terbentuk
maupun evaluasi program penanggulangan faktor risiko permasalahan kesehatan
remaja (merokok, narkoba, kesehatan reproduksi). Hal tersebut dikarenakan
kegiatan pengawasan dari Dinas Kesehatan Kota Depok hanya dilaksanakan
terkait dengan program yang dianggarkan. Pengawasan yang dilakukan hanya

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
61

terkait kuantitas seperti jumlah peer counselor yang dilatih dan pengawasan
kegiatan UKS belum meliputi kualitas pelayanan. Monitor dan evaluasi dari
Puskesmas ke tingkat sekolah yang sudah dibentuk PKPR juga tidak berjalan
dengan baik, hal ini terjadi karena baru terpilih penanggung jawab baru untuk
program UKS dan PKPR sehingga banyak program yang belum dilaksanakan.
Kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan hanya
terkait dengan program yang dianggarkan, Hal ini menyebabkan tidak adanya
pengembangan dan modifikasi program untuk memenuhi kebutuhan informasi
yang terus berkembang bagi remaja. Hasil wawancara dengan guru yang sudah
mendapatkan pelatihan PKPR juga menyebutkan tidak ada tindak lanjut dari
pelatihan tersebut. Kondisi seperti ini menyebabkan kegiatan PKPR di sekolah
tidak pernah berjalan.

4.1.2 Fish Bone


Pelaksanaan kelima fungsi manajemen telah dipaparkan, untuk mempermudah
perumusan masalah manajemen pelayanan kesehatan remaja di wilayah kerja
Puskesmas Cimanggis Kota Depok, maka dianalisis menggunakan diagram fish
bone. Masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas pada aggregate
remaja dengan perilaku merokok yaitu : 1) Belum optimalnya perencanaan
terhadap masalah kesehatan pada aggregate remaja dengan perilaku merokok :
program kesehatan bagi remaja; 2) Belum optimalnya pengorganisasian SDM
kader kesehatan remaja di sekolah : wadah kader kesehatan remaja; 3) Belum
optimalnya pengarahan terhadap masalah kesehatan pada aggregate remaja
dengan perilaku merokok : pelatihan secara kontinu bagi pendidik/konselor
sebaya; dan 4) Belum optimalnya pengawasan terhadap masalah kesehatan pada
aggregate remaja dengan perilaku merokok : evaluasi penilaian PKPR. Adapun
perumusan diagram fish bone tentang manajemen pelayanan kesehatan komunitas
pada aggregate remaja dengan perilaku merokok merokok adalah sebagai berikut
:

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
62

Gambar 4.1 Diagram Fishbone Manajemen Asuhan Keperawatan Komunitas pada Aggregate Remaja dengan Perilaku Merokok

PERENCANAAN PENGORGANISASIAN PERSONALIA


Kurangnya Sulitnya Peningkatan Belum optimalnya
Kerjasama lintas dukungan lintas mendapatkan jenjang pelatihan dan pembinaan
Sulitnya menjangkau Pencapaian layanan sektor program sektor terhadap tugas belajar pendidikan SDM pendidik sebaya : wadah
sasaran remaja di luar kesehatan remaja kesehatan remaja layanan kesehatan kurang optimal kader kesehatan remaja
sekolah belum optimal kurang adekuat remaja
Petugas PKPR
Pemanfaatan
Pemanfaatan di puskesmas Belum optimalnya
Program kesehatan Tingginya Kurangnya sosialisasi layanan
layanan PKPR di belum pemanfaatan layanan PKPR
remaja belum menjadi perilaku merokok dan koordinasi dengan PKPR di
puskesmas belum mendapatkan di Puskesmas
program prioritas pada remaja sekolah puskesmas
optimal pelatihan

Terjadi Beban kerja


Pelatihan dan Kurangnya Pembinaan kesehatan
Keterbatasan anggaran PJ PKPR juga overlapping petugas
pembinaan SDM di remaja belum menjadi
dan SDM bagi program pendidik/konselor memegang tanggung terhadap tugas bertambah
kesehatan remaja puskemas program prioritas
sebaya kurang jawab lain. petugas
optimal. puskesmas

Pendelegasian dilakukan secara Kurangnya pelaksanaan Belum optimalnya kerjasama


Proses pendelegasian Belum adanya pencatatan dan
lisan di dinkes dan Puskesmas, program dalam mengatasi lintas program dan lintas
belum terlihat pelaporan tentang perilaku
belum ada format tertulis perilaku merokok pada sektoral dalam pencegahan
merokok pada siswa di sekolah
remaja perilaku merokok pada siswa
di sekolah.
Belum ada jadwal supervisi Pelayan kesehatan remaja di Belum adanya evaluasi
sekolah belum optimal Rendahnya pemanfaatan
terhadap program kesehatan terhadap pelaksanaan Alur koordinasi dan
layanan kesehatan remaja.
remaja di sekolah program PKPR komunikasi dinas kesehatan,
dinas pendidikan, puskesmas
dan sekolah belum optimal.
Komunikasi dan koordinasi Belum efektifnya kerjasama Kegiatan monitoring dan Kurangnya motivasi
program kurang efektif di lintas program evaluasi hanya menilai sekolah menjalankan PKPR
semua tingkat keberlangsungan program secara mandiri. Supervisi dan motivasi
PKPR, belum menilai keberlanjutan pelatihan
kinerja. pendidik sebaya belum
terlaksana.
PENGARAHAN
PENGAWASAN
Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
63

4.1.3 Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas

Berdasarkan uraian diatas diagnosa manajemen pelayanan keperawatn komunitas


antara lain : 1) Belum optimalnya pelatihan dan pembinaan pendidik sebaya :
wadah kader kesehatan remaja; 2) Belum optimalnya layanan kesehatan remaja
(PKPR) khususnya perilaku merokok pada remaja di SMP Kota Depok; 3) Belum
optimalnya kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan PKPR; 4) Kerjasama lintas
sektor program PKPR tidak adekuat; 5) Supervisi dan motivasi keberlanjutan
pelatihan pendidik sebaya belum terlaksana.

4.1.4 Penapisan Masalah


Berdasarkan prioritas masalah manajemen pelayanan kesehatan pada aggregate
remaja dengan perilaku merokok yang diintervensi selama 9 bulan adalah : 1)
Belum optimalnya pelatihan dan pembinaan pendidik sebaya : wadah kader
kesehatan remaja di SMP Kota Depok; 2) Belum optimalnya kerjasama lintas
program dan lintas sektoral dalam pencegahan perilaku merokok pada siswa di
sekolah. Penapisan masalah terlampir (lampiran 1).

4.1.5 Penyelesaian Masalah Pengelolaan Pelayanan Komunitas


Masalah I
Belum optimalnya pelatihan dan pembinaan pendidik sebaya : wadah kader
kesehatan remaja di SMP Kota Depok.
Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan manajemen layanan keperawatan komunitas selama 9
bulan terbentuk SDM dan wadah kader kesehatan remaja.
Tujuan Khusus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 9 bulan diharapkan :
a. Terbentuknya pendidik sebaya sebagai wadah kesehatan remaja.
b. Terbentuknya struktur organisasi pendidik sebaya.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
64

c. Terbentuk rencana program kerja kegiatan pendidik sebayadan


terselenggaranya kegiatan pendidik sebaya minimal 4 kali pertemuan dengan
durasi setiap pertemuan 90-120 menit.
d. Terselenggaranya pelatihan pendidik sebaya di SMP Kota Depok (target
jumlah pendidik sebaya yang dilatih minimal 70%, yaitu minimal 17 orang
dari 24 anggota pendidik sebaya dari perwakilan kelas VII dan VIII).
e. Terjadi peningkatan pengetahuan pendidik sebaya tentang bahaya merokok
dan upaya pencegahannya serta teknik terapi peningkatan motivasi secara
signifikan.
f. Terjadi peningkatan sikap pendidik sebaya tentang bahaya merokok dan upaya
pencegahannya sebesar dua kali standar deviasi.
g. Terjadi peningkatan ketrampilan pendidik sebaya tentang bahaya merokok dan
upaya pencegahannya sebesar dua kali standar deviasi.

Rencana Tindakan Keperawatan


Proses Kelompok : (1) Sosialisasi, rekrutmen, dan penandatanganan informed
consent pendidik remaja sebaya (Peraya) yang merupakan perwakilan dari kelas
VII dan VIII. (2) Pembentukan struktur organisasi dan rencana kerja peraya
“Gerak“ (Gerakan Remaja Anti Rokok). (3) Pembuatan modul dan buku kerja
Peraya Gerak tentang bahaya merokok dan upaya pencegahannya (4) Pelatihan
Peraya Gerak dalam upaya pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dalam mengatasi
perilaku merokok siswa di sekolah. (5) Pendampingan Peraya Gerak dalam
melakukan pendidikan kesehatan kepada teman sebaya.

Pembenaran
Pendidik sebaya merupakan orang yang menjadi narasumber bagi kelompok
sebayanya (BKKBN, 2008). Kelompok sebaya terdiri dari sekumpulan individu
yang berfungsi secara informal untuk memberikan bantuan dan memenuhi
kebutuhan anggota kelompok lain (Pender, Murdaugh, & Parson, 2002). Pendidik
sebaya yang dibentuk bertujuan untuk membantu remaja dalam menyebarkan

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
65

informasi bahaya merokok serta cara penangannya sehingga dapat menurunkan


risiko maupun perilaku merokok pada remaja.

Pelaksanaan
Kegiatan sosialisasi pembentukan pendidik sebaya dilakukan kepada guru dan
siswa kelas VII dan VIII. Sosialisasi dan rekrutmen dilakukan secara bersamaan
pada tanggal 12-25 November 2013 dengan bantuan wali kelas, guru BK, dan
Pembina OSIS. Selain perwakilan dari kelas, pendidik sebaya yang dipilih juga
merupakan perwakilan dari pengurus OSIS yang bersedia dan memiliki komitmen
untuk mebagikan informasi kepada temannya, memiliki semangat belajar yang
tinggi, mempunyai pengaruh besar bagi teman-temannya.

Pembentukan struktur organisasi dan menyusun rencana kegiatan pendidik sebaya


dilakukan di ruang Multimedia pada tanggal 6 Desember 2013. Pendidik sebaya
diberi nama “Peraya Gerak” yaitu Pendidik Teman Sebaya-Gerakan Remaja Anti
Rokok. Pendidik sebaya ini dibina oleh pembina OSIS sehingga memudahkan
perawat berkoordinasi dengan siswa atau anggota pendidik sebaya. Pembentukan
struktur organisasi dan rencana kegiatan selama satu tahun disusun dan
pelaksanaannya disesuaikan dengan kalender pendidikan di sekolah.

Kegiatan Peraya Gerak dimulai dengan melakukan pelatihan pendidik sebaya


yang dilakukan pada tanggal 14 Desember 2013 peran dan fungsi pendidik sebaya
pukul 11.00-12.30 WIB di ruang Multimedia, jumlah pendidik sebaya yang hadir
sebanyak 24 orang. Pada pertemuan ini juga dijelaskan tentang cara-cara
melakukan penyuluhan kepada teman sebaya.

Pembekalan pendidik sebaya tentang bahaya merokok dilakukan pada tanggal 20


Januari 2014 pukul 11.00-12.45 WIB di ruangan Multimedia. Jumlah pendidik
sebaya yang hadir sebanyak 20 orang. Kegiatan dilanjutkan dengan penyuluhan
pada kelompok kecil oleh pendidik sebaya kepada teman sebayanya dengan
jumlah peserta 5-6 orang, dilaksanakan pada tanggal 22 Januari pukul 11.00 WIB.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
66

Pembekalan pendidik sebaya tentang cara mengatasi atau mengurangi kebiasaan


merokok dilakukan pada tanggal 27 Januari 2014 pukul 11.00-12.30 WIB di
ruangan musik, pendidik sebaya yang hadir 20 orang. Latihan penyampaian
informasi cara mengurangi kebiasaan merokok oleh pendidik sebaya juga
dilakukan di depan kelas VIII G dengan membentuk kelompok-kelompok kecil
pada tanggal 12 Maret pukul 11.00-12.00 WIB.

Pembekalan dan latihan peningkatan motivasi kepada teman sebaya untuk


mengindari atau berhenti merokok dilakukan pada tanggal 7 Mei 2014 di Ruang
Multimedia, pendidik sebaya yang hadir 18 orang. Pendidik sebaya diberi
penjelasan langkah-langkah terapi peningkatan motivasi. Kemudian pendidik
sebaya mempraktekkan kembali langkah-langkah tersebut di depan anggota
pendidik sebaya. Latihan ini diharapkan dapat meningkatkan ketrampilan
pendidik sebaya dalam memotivasi teman-temannya yang merokok untuk berhenti
merokok.

Pelatihan selanjutnya adalah manajemen stress sebagai upaya mengatasi perilaku


merokok pada remaja yang dilakukan pada tanggal 12 Mei 2014 pukul 11.00-
12.30 WIB di ruangan musik. Kegiatan dapat dilakukan tepat waktu karena
pendidik sebaya sudah hadir 30 menit lebih awal dari jadwal yang ditentukan.
Pendidik sebaya tampak antusias dan aktif berdiskusi karena mereka mendapatkan
pengetahuan yang baru, terutama ssetelah latihan teknik relaksasi napas dalam
sebagai salah satu upaya mengurangi stress.

Kegiatan Peraya Gerak membantu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan


ketrampilan teman sebayanya di sekolah dalam mengatasi perilaku merokok.
Peraya Gerak mengelola minimal satu siswa yang mempunyai kebiasaan
merokok, dimulai dengan mengidentifikasi kebiasaan merokok temannya,
memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok, memotivasi teman untuk
berhenti merokok, dan mencatat semua kegiatan yang telah dilakukan di dalam
buku kerja.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
67

Pendampingan penyuluhan dilakukan oleh residen kepada pendidik sebaya


dilakukan setiap dua minggu sekali. Penyuluhan dilakukan secara bertahap, dari
pendidik sebaya kepada satu teman, kemuadian dua teman, kepada kelompok-
kelompok kecil dan kelompok besar tentang bahaya merokok, upaya pencegahan
dan mengurangi kebiasaan merokok. Pelaksanaan Peraya Gerak dalam mengatasi
perilaku merokok pada siswa dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Mei
2014.

Evaluasi
Sosialisasi dan pembentukan pendidik sebaya mendapatkan dukungan dari siswa
dan pihak sekolah. Pihak sekolah berharap dengan dibentuknya pendidik sebaya
di sekolah dapat meningkatkan perilaku hidup sehat siswa salah satunya adalah
tidak merokok. Struktur organisasi pendidik sebaya telah terbentuk dengan jumlah
anggota 24 orang yang merupakan perwakilan dari kelas VII dan VIII. Kegiatan
pertemuan sudah disusun dan tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan
apabila terbentur dengan jadwal ujian sekolah atau jadwal ujian kelas IX.
Pertemuan disepakati setiap hari Kamis pukul 11.00 WIB.

Kegiatan pendidik sebaya pertama yaitu pelatihan bahaya merokok bagi kesehatan
dilakukan pada tanggal 20 Januari 2014 pukul 11.00-12.45 WIB di ruangan
Multimedia. Jumlah pendidik sebaya yang hadir sebanyak 20 orang, 4 pendidik
sebaya tidak bisa hadir karena mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Pelaksanaan
kegiatan tertunda selama 30 menit karena menunggu peserta yang sedang dalam
perjalanan. Hasil pre dan post tes didapatkan terjadi peningkatan pengetahuan
pendidik sebaya dari nilai rata-rata 5,75 menjadi menjadi 6,6. Hasil uji
signifikansi t test di dapatkan nilai p-value 0,001. Hal ini menunjukkan terjadi
peningkatan pengetahuan yang signifikan setelah dilakukan pelatihan.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
68

Pelatihan selanjutnya tentang cara mengurangi atau mencegah kebiasaan


merokok, dilakukan pada tanggal 27 Januari 2014 pukul 11.00-12.30 WIB di
ruangan musik, pendidik sebaya yang hadir 20 orang. Hasil pelatihan pendidik
sebaya tentang cara sederhana mengurangi atau berhenti dari kebiasaan merokok
(berhenti seketika, mengurangi, dan menunda) didapatkan terjadi peningkatan
pengetahuan pendidik sebaya dari nilai rata-rata 7,23 menjadi 8,1. Hasil uji
signifikansi dengan Uji Wilcoxon (data berdistribusi tidak normal) di dapatkan
nilai p-value sebesar 0,0005 dengan nilai α = 0,05. Hal ini menunjukkan terjadi
peningkatan pengetahuan yang signifikan setelah dilakukan pelatihan cara
mengurangi atau berhenti dari kebiasaan merokok kepada pendidik sebaya.

Hasil evaluasi pembekalan dan pelatihan terapi peningkatan motivasi kepada


pendidik sebaya diperoleh peningkatan pengetahuan hasil pre dan post test dari
nilai rata-rata 12,38 menjadi 14,94. Hasil uji signifikan dengan uji Wilcoxon
didapatkan p-value sebesar 0,0210 dengan nilai α = 0,05. Hal ini menunjukkan
terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan setelah dilakukan pembekalan
dan pelatihan terapi peningkatan motivasi kepada pendidik sebaya. Saat
redemonstrasi beberapa pendidik sebaya masih belum percaya diri dan kesulitan
mengikuti langkah-langkahnya sehingga harus dimotivasi oleh perawat dan
pendidik sebaya yang lain.

Pelatihan selanjutnya adalah manajemen stress sebagai upaya mengatasi perilaku


merokok pada remaja yang dilakukan pada tanggal 12 Mei 2014 pukul 11.00-
12.30 WIB di ruangan musik, jumlah pendidik sebaya yang hadir sebanyak 20
siswa. Hasil pelatihan pendidik sebaya tentang manajemen stress sebagai upaya
mengatasi perilaku merokok pada remaja didapatkan terjadi peningkatan
pengetahuan pendidik sebaya dari nilai rata-rata 5,61 menjadi 7,05. Hasil uji
signifikansi dengan Uji Wilcoxon (data berdistribusi tidak normal) di dapatkan
nilai p-value sebesar 0,001 dengan nilai α = 0,05. Hal ini menunjukkan terjadi
peningkatan pengetahuan yang signifikan setelah dilakukan pelatihan manajemen
stress kepada pendidik sebaya. Pendidik sebaya juga diajarkan teknik relaksasi

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
69

napas dalam dengan mendengarkan musik sebagai salah satu upaya mengurangi
stress. Pendidik sebaya merasa lebih rileks dan tenang setelah melakukan teknik
relaksasi napas dalam.

Rencana Tindak Lanjut


Kegiatan Peraya Gerak perlu ditindak lanjuti oleh :
1. Dinas Kesehatan dan Puskesmas
Pendidik sebaya yang telah terbentuk di sekolah ditindaklanjuti dengan
sosialisasi kepada PJ PKPR UPT Puskesmas Cimanggis dan Dinas Kesehatan
Kota Depok agar dilakukan pembinaan lebih lanjut. Supervisi dan pembinaan
secara berkala terutama oleh PJ PKPR UPT Puskesmas Cimanggis untuk
meningkatkan kemampuan pendidik sebaya dalam memberikan penyuluhan
kepada teman-temannya di sekolah.

2. Pendidik Sebaya dan Guru


Pendidik sebaya melakukan penyuluhan secara mandiri dan terus
meningkatkan pengetahuan bahaya merokok terhadap kesehatan. Guru BK
memfasilitasi pendidik sebaya apabila mengalami hambatan dalam
memberikan penyuluhan kepada individu maupun kelompok. Pendidik sebaya
bekerjasama dengan guru merekrut dan melatih anggota baru sebagai upaya
mengatasi perilaku merokok pada remaja.

Masalah II
Belum optimalnya kerjasama lintas program dan lintas sektoral dalam pencegahan
perilaku merokok pada siswa di sekolah.

Tujuan Umum
Setelah intervensi keperawatan selama 9 bulan diharapkan adanya kerjasama
lintas program dan lintas sektor yang efektif dalam pencegahan perilaku merokok
pada siswa di SMP Kota Depok.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
70

Tujuan Khusus
Setelah dilakukana tindakan keperawatan selama 13 minggu diharapkan :
1. Terlibatnya Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Dinas Pendidikan Kota Depok
dalam kegiatan pelayanan kesehatan remaja khusunya dengan perilaku
merokok pada remaja di sekolah. Keterlibatan Dinas Kesehatan, Puskesmas
dan Dinas Pendidikan dalam bentuk kehadiran dan pemberian pengarahan
pada kegiatan lokakarya mini di sekolah dihadiri minimal 50% dari undangan.
2. Terlibatnya Dinas Pendidikan Kota Depok dalam bentuk dukungan dana dan
pembinaan pendidik sebaya untuk keberlangsungan kegiatan pendidik sebaya
di sekolah.
3. Terbinanya kerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam
pengadaan media informasi tentang bahaya merokok dan upaya pencegahan
perilaku merokok pada siswa di sekolah dalam bentuk poster, leaflet, banner,
lembar balik, dan buku panduan bagi pendidik sebaya.
4. Adanya pemantauan dari pihak sekolah maupun guru BK dalam peningkatan
motivasi dan kinerja pendidik sebaya minimal 2 kali sebulan.

Rencana Tindakan Keperawatan


1. Mengadakan lokakrya mini kesehatan untuk koordinasi dan meningkatkan
layanan kesehatan remaja di sekolah dilakukan pada bulan Oktober 2013,
Februari 2014, dan Mei 2014.
2. Koordinasi dengan Dinas Kesehatan, Puskesmas dalam pengadaan media
informasi tentang bahaya merokok dan pencegahannya. Koordinasi dilakukan
setiap satu bulan sekali.
3. Fasilitasi kegiatan pendampingan dan supervisi pendidik sebaya dalam
melakukan penyuluhan minimal 1 kali dari 4 kegiatan.
4. Fasilitasi adanya pemantauan dari pihak sekolah atau guru BK dalam
peningkatan motivasi dan kinerja pendidik sebaya minimal 2 kali sebulan.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
71

Pembenaran
Menurut Depkes RI (2007) kemitraan merupakan hubungan kerja sama antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan
serta memberikan manfaat. Perawat komunitas perlu membangun dukungan,
kolaborasi, dan koalisi sebagai upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam
meingkatkan derajat kesehatan.

Pelaksanaan
1. Melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Dinas
Pendidikan untuk menghadiri lokakarya mini kesehatan untuk koordinasi dan
meningkatkan layanan kesehatan remaja khususnya pencegahan perilaku
merokok pada siswa di sekolah yang dilakukan pada bulan Oktober 2013,
Februari 2014, dan Mei 2014.
2. Melakukan Koordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam
pengadaan media informasi tentang bahaya merokok dan upaya pencegahan
perilaku merokok pada siswa di sekolah dalam bentuk poster, leaflet, banner,
lembar balik, dan buku panduan bagi pendidik sebaya.
3. Memfasilitasi kegiatan supervisi dan pendampingan dari Puskesmas dan
Dinkes dalam kegiatan pendidik sebaya minimal 1 kali selama 2 bulan.
4. Memfasilitasi adanya pemantauan dari pihak sekolah maupun guru BK dalam
peningkatan motivasi dan kinerja pendidik sebaya minimal 2 kali sebulan.

Evaluasi
1. Keterlibatan Dinkes dan Puskesmas pada kegiatan lokmin kesehatan di
sekolah sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan kehadiran dalam setiap
kegiatan. Namun keterlibatan dari Dinas Pendidikan kurang optimal, dari 3
kali kegiatan yang dilakukan Dinas Pendidikan hanya datang pada pertemuan
terakhir.
2. Diperoleh media informasi berupa poster, leaflet, dan stiker bahaya merokok
bagi kesehatan dari bagian promosi kesehatan Dinas Kesehatan Kota Depok.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
72

Kegiatan kampanye anti rokok dilakukan pada tanggal 30 Mei 2014 sekaligus
memperingati hari tanpa tembakau sedunia.
3. Pendampingan dari Puskesmas Cimanggis dalam kegiatan pendidik sebaya
dalam melakukan kegiatan pendidik sebaya terlaksana secara individu dan
berkelompok, dilakukan secara bergantian. Kegiatan dilakukan pada tanggal
12 Mei 2014 di ruangan multimedia.
4. Melakukan koordinasi dengan puskesmas dan guru di sekolah untuk
pemantauan kegiatan pendidik sebaya. Pemantauan dilakukan minimal 2 bulan
sekali.

Rencana Tindak Lanjut


1. Dinas Pendidikan
Melakukan koordinasi tentang adanya kurikulum kesehatan remaja di sekolah
dan dukungan dana untuk pelaksanaan kegiatan pendidik sebaya.

2. Puskesmas
Melakukan supervisi secara berkala kegiatan penyuluhan dan pelatihan
pendidik sebaya di SMP. Melakukan supervisi kegiatan pendidik sebaya
dalam mengatasi perilaku merokok pada remaja.

3. Pendidik Sebaya dan Guru


Memotivasi dan membagi ilmu yang dimiliki kepada pendidik sebaya yang
lain yang belum percaya diri dalam melakukan kegiatan pendidik sebaya.
Guru BK melakukan pemantauan minimal 1 bulan sekali terhadap kinerja
pendidik sebaya.

4.2 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Komunitas


4.2.1 Pengumpulan Data
Pengkajian dilakukan dengan metode studi literature, dokumen, observasi,
wawancara dan penyebaran angket/kuesioner. Angket yang digunakan dalam
pengkajian, sebelumnya telah diuji validitas secara konstruk kepada remaja

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
73

dengan karakteristik yang sama. Pada tahap awal pengkajian, dilakukan winshield
survey , untuk mengkaji dan mempelajari komunitas secara keseluruhan. Pada
winshield survey, banyak ditemukan remaja yang merokok di depan gang sekolah
maupun di warung-warung, selain itu banyak juga penjual rokok di lingkungan
sekolah dan wilayah Kelurahan Curug yang menjual rokok per batang/ketengan.
Wawancara juga dilakukan dengan guru, siswa, serta beberapa remaja yang
menjadi keluarga binaan, untuk menggali pandangan orang tua tentang remaja
merokok.

Populasi dalam pengkajian komunitas ini adalah siswa SMP Kota Depok kelas
VII sampai dengan kelas IX dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Remaja dengan usia 12-20 tahun dan belum menikah.
b. Remaja yang tinggal bersama keluarga.
c. Remaja yang mampu berkomunikasi dengan baik dan bersedia dijadikan
responden.

Menurut Polit dan Beck (2012) populasi penelitian merupakan kumpulan individu
atau objek yang memiliki karakteristik tertentu yang menjadi fokus penelitian.
Populasi di dalam suatu penelitian merupakan sekelompok subjek atau data
dengan karakteristik tertentu (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa SMPB dengan jumlah siswa 998 siswa.

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu untuk
mewakili populasi yang akan diteliti (Polit & Beck, 2012). Burns dan Grove
(2009) menyebutkan sampel sebagai bagian sekelompok orang, kejadian, perilaku,
atau unsur-unsur lain yang dapat digunakan untuk penelitian. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SMP Kota Depok setelah dilakukan
randomisasi.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan probability sampling


dengan simple random sampling. Menurut Dharma (2011) simple random

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
74

sampling merupakan metode pengambilan sampel secara acak sederhana dengan


asumsi bahwa karakteristik tertentu yang dimiliki oleh populasi tidak
dipertimbangkan dalam penelitian. Pada penarikan simple random sampling
peneliti membuat sampling frame, membuat tabel nama dari sampel yang nantinya
akan dipilih (Polit & Beck, 2012). Wilayah yang diteliti diseleksi secara
proportional.

Pengambilan sampel pada penelitian di SMP Kelurahan Curug Kecamatan


Cimanggis Kota Depok dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :
a. Peneliti menentukan tempat penelitian yaitu di SMP Kota Depok.
b. Peneliti membuat daftar unit populasi di SMP yang teridiri dari 21 kelas.
c. Pengambilan sampel pada tiap kelas dilakukan secara proporsional dengan
cara menghitung sampel yang ditetapkan di tiap kelas.
d. Pengambilan sampel pada tiap kelas dilakukan secara simple random
sampling, dengan cara menulis nama remaja dalam gulungan kertas,
kemudian dikocok, nama yang keluar dipilih sebagai sampel dalam
penelitian.

Jumlah sampel yang digunakan adalah :

/ ( . )
n=

Keterangan :

n = Besar sampel
α = Tingkat kesalahan 5% atau 0,05.
Z2 α/2 = Nilai statistic pada distribusi normal standar, pada tingkat kemaknaan
α (untuk α = 5% maka nilai Z = 1,96).
p = proporsi kejadian perilaku merokok : 18,6%
q = 1-p (proporsi remaja yang tidak merokok) yaitu 0,814

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
75

d = presisi absolute yang diinginkan pada kedua sisi proporsi (d yang


digunakan adalah 5% atau 0,05)
Hasil perhitungan sampel diperoleh besar sampel yang digunakan yaitu 250
responden.

Tabel 4.2 Perhitungan Jumlah Sampel di SMP Kota Depok Tahun 2013
(n=250)
No Kelas (tiap Jumlah Remaja Jumlah
angkatan= 7 Sampel/Kelas
kelas)
1. VII 370/998 x 250 = 93 13
2. VIII 320/998 x 250 = 80 11
3. IX 308/998 x 250 = 77 11
Total 250

4.2.2 Analisis Situasi


Berdasarkan hasil pengkajian melalui angket dengan jumlah responden 250
siswa sebesar 46,8% (117 orang) siswa pernah mencoba merokok, dari 117
siswa yang pernah mencoba rokok, sebanyak 53% sampai saat ini masih
merokok. Rerata usia siswa mencoba merokok pada umur 12 tahun. Alasan
siswa merokok : coba-coba (65,6%), ikut-ikutan teman (13,6%), orang
tua/saudara merokok (13,86%). Jumlah rokok yang dikonsumsi : rata-rata 1-
12 batang/hari. Pengetahuan kurang baik tentang bahaya rokok (23,6%), sikap
negative (43,6%), dan tindakan kurang baik (43,6%). Sebanyak 34% siswa
setuju bahwa merokok di kalangan remaja merupakan hal yang biasa di jaman
modern sekarang ini. Berdasarkan data hasil wawancara dengan beberawpa
siswa Hasil wawancara dengan beberapa siswa alasan merokok karena
dipaksa oleh teman, dan karena rasa penasaran, selain itu rokok juga bisa
dibeli satuan/ketengan. Membeli rokok dengan uang jajan sendiri. Siswa
umumnya merokok diluar area sekolah, tempat nongkrong atau warung-
warung kecil. Hasil wawancara dengan beberapa siswa alasan merokok karena
dipaksa oleh teman, dan karena rasa penasaran, selain itu rokok juga bisa
dibeli satuan/ketengan. Membeli rokok dengan uang jajan sendiri.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
76

Berdasarkan hasil wawancara dengan wali kelas mengatakan beberapa anak


yang bermasalah (merokok, bolos sekolah, disiplin lainnya) umumnya terjadi
masalah di dalam keluarganya, sehingga anak menjadi tidak terurus. Guru BK
mengatakan jarang siswa yang berkonsultasi atas kemauan sendiri, biasanya
mereka yang bermasalah saja yang dipanggil oleh guru BK. Siswa yang
bermasalah biasanya diberikan konseling di ruang guru atau BK. Ruangan
BK yang belum menjamin kerahasiaan siswa (pintu kaca sehingga bisa dilihat
oleh siswa lain, belum kedap suara) membuat siswa yang diberikan konseling
terkadang merasa tidak nyaman.

Sementara wawancara dengan siswa mengatakan sulit untuk menolak ajakan


teman, jika tidak diikuti mereka tidak bisa diterima di kelompok tersebut.
Beberapa siswa mengatakan lebih suka kumpul dan bercerita/curhat tentang
masalah seputar remaja daripada kepada orang tua atau guru, mereka merasa
lebih nyaman dan teman dianggap lebih bisa menjaga rahasia. Sebagian besar
siswa mengatakan lebih suka nongkrong dengan teman, mainan handphone,
dan main internet untuk menghabiskan waktu luang.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
77

Skema 4.2 Web of caution Asuhan Keperawatan Komunitas dengan perilaku


merokok pada remaja.

Kurangnya pengetahuan
remaja tentang bahaya
merokok bagi kesehatan

Intervensi kesehatan Ketidakefektifan Pemanfaatan layanan


terkait perilaku merokok pemeliharaan kesehatan : konseling di sekolah
di sekolah belum optimal perilaku merokok belum optimal

Risiko peningkatan perilaku Koping remaja tidak


merokok pada siswa SMP efektif

Risiko peningkatan angka


kesakitan pada siswa SMP

Gangguan proses belajar


mengajar di SMP Kota
Depok

Risiko penurunan prestasi


belajar siswa

Berdasarkan pohon masalah diatas, dapat dirumuskan diagnosa keperawatan dan


dilakukan prioritas masalah. Penentuan prioritas masalah berdasarkan enam
komponen yaitu : 1) kesadaran masyarakat terhadap masalah; 2) motivasi
masyarakat untuk menyelesaikan masalah; 3) kemampuan masyarakat untuk
menyelesaikan masalah; 4) tersedianya fasilitas di masyarakat; 5) derajat
keparahan masalah; dan 6) waktu untuk menyelesaikan masalah (Stanhope &
Lancaster, 2010). Adapun diagnosis keperawatan komunitas yaitu :

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
78

1. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada siswa di SMP Kota Depok


(NANDA, 2012-2014).
2. Pola koping remaja tidak efektif pada siswa SMPB di Kota Depok (NANDA,
2012-2014).

4.2.3 Masalah Pengelolaan Asuhan Keperawatan Komunitas


4.2.4 Penyelesaian Masalah Pengelolaan Asuhan Keperawatan Komunitas
Masalah I
Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada siswa di SMP Kota Depok
(NANDA, 2012-2014).

Tujuan Umum
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 9 bulan diharapkan
pemeliharaan kesehatan di SMP Kota Depok menjadi efektif.

Tujuan Khusus
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 9 bulan diharapkan :
a. Terjadi peningkatan pengetahuan siswa tentang bahaya merokok dan upaya
pencegahannya.
b. Terjadi peningkatan sikap siswa dalam pencegahan perilaku merokok sebesar.
c. Terjadi peningkatan ketrampilan siswa dalam mengatasi atau megurangi
kebiasaan merokok.
d. Terjadi penurunan perilaku merokok pada siswa sebesar 70%.

Rencana Tindakan
Tindakan yang dilakukan mengatasai permasalah antara lain : 1) Skreening
perilaku merokok pada siswa; 2) Pendidikan kesehatan bahaya merokok bagi
kesehatan dan cara mengatasi/mengurangi rokok; 3) Penyebarluasan informasi
bahaya merokok melalui leaflet, poster; 4) Pemantauan perilaku merokok pada
siswa di sekolah.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
79

Pembenaran
Menurut Stanhope dan Lancaster (2010) pendidikan kesehatan merupakan salah
satu kegiatan dalam rangka tindakan promotif dan preventif melalui penyebaran
informasi dengan tujuan meningkatkan motivasi masyarakat agar dapat
berperilaku hidup sehat. Skreening dilakukan untuk mengetahui lebih awal
kebiasaan merokok pada siswa di sekolah. Teori Health Promotion Model juga
mengungkapkan bahwa proses kognitif dari hasil interaksi faktor personal dengan
situasi lingkungan akan membentuk perilaku kesehatan individu (Pender,
Murdaugh, & Parsons, 2002).

Pelaksanaan
1. Melakukan screening perilaku merokok pada remaja kelas VII dan kelas VIII.
2. Melakukan pendidikan kesehatan tentang bahaya merokok terhadap kesehatan
dan upaya mengatasi atau mengurangi kebiasaan merokok pada siswa kelas
VII A, VII B, VIII G dan VIII D setiap 1 minggu sekali pada pelajaran BK.
3. Melakukan kampanye anti rokok bersama dengan Peraya Gerak melalui
penyebaran leaflet, poster, pin, yang berisikan informasi tentang bahaya
merokok bagi kesehatan.
4. Melakukan pemantauan kebiasaan merokok pada siswa bekerjasama dengan
Peraya Gerak dan guru sekolah pada jam istirahat atau jam pulang sekolah.

Evaluasi
1. Terjadi peningkatan pengetahuan siswa tentang bahaya merokok bagi
kesehatan serta upaya pencegahannya sebelum dan sesudah dilakukan
pendidikan kesehatan (dari rerata nilai pre test 9,75 menjadi post test 8,11).
2. Terjadi peningkatan sikap siswa mengenai kebiasaan merokok pada siswa
(dari rerata nilai pre test 32.87 menjadi post test 10,45), uji statistik dengan
test wilcoxon didapatkan p-value 0.000.
3. Terjadi penurunan kebiasaan merokok pada siswa sebanyak 60%, dari 10
orang siswa yang merokok 6 orang mengatakan total berhenti merokok, dan 4
orang siswa sudah mengurangi kebiasaan merokok 1-2 batang perhari.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
80

4. Tersebarnya leaflet, poster, dan pin tentang keren tanpa rokok, bahaya
merokok, serta upaya mengatasi atau mengurangi kebiasaan merokok.

Rencana Tindak Lanjut


Rencana tindak lanjut : 1) Pendidikan kesehatan bahaya merokok dan upaya
pencegahannya dilakukan minimal 2 bulan sekali dilakukan oleh Peraya Gerak
dan Petugas Puskesmas Kecamatan Cimanggis; 2) Memperbanyak media
informasi dan poster untuk diberikan kepada siswa yang belum mendapatkan
informasi; 3) Koordinasi dengan pembina kesehatan remaja dari Puskesmas
Cimanggis untuk melakukan pendampingan Peraya Gerak dan pendidikan
berkelanjutan kepada siswa sekolah.

Masalah II
Pola koping remaja tidak efektif pada siswa SMPB di Kota Depok (NANDA,
2012-2014).

Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 9 bulan koping remaja menjadi
efektif.

Tujuan Khusus
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 9 bulan diharapkan :
a. Terjadinya peningkatan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan siswa secara
signifikan tentang menolak ajakan negatif secara asertif.
b. Terjadi peningkatan kemampuan secara signifikan dalam menerima masukan
dan mengevaluasi diri dengan teknik MET-MYTRI.
c. Terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan siswa secara
signifikan tentang manajemen stress sebagai upaya pencegahan perilaku
merokok.
d. Penurunan perilaku merokok pada siswa melalui intervensi MET-MYTRI
sebesar 70%.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
81

Rencana Tindakan
Rencana tindakan untuk mengatasi masalah : 1) Melakukan pendidikan kesehatan
latihan ketrampilan hidup : menolak ajakan negatif secara asertif; 2) Terjadi
peningkatan kemampuan secara signifikan dalam menerima masukan dan
mengevaluasi diri dengan teknik MET-MYTRI; 3) Memberikan pendidikan
kesehatan tentang manajemen stress sebagai upaya pencegahan dan mengurangi
kebiasaan merokok pada siswa; 4) Melakukan terapi peningkatan motivasi pada
siswa yang mempunyai kebiasaan merokok.

Pembenaran
Menurut Depkes (2007) keterampilan Hidup atau Life Skills adalah berbagai
keterangan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang
memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan
dalam hidupnya sehari-hari secara efektif. Selama masa remaja, mereka
mengalami berbagai perubahan dalam diri maupun dengan lingkungan sekitar,
perubahan yang terjadi seringkali tidak mudah diatasi oleh remaja. Untuk
membantu remaja menghadapi berbagai perubahan dalam hidup maka remaja juga
perlu dibekali dengan berbagai ketrampilan hidup agar mereka mampu
mengembangkan sikap, tindakan dan perilaku sehat yang bermanfaat bagi dirinya
sendiri.

Asertif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan diri dengan tulus,
jujur, jelas tegas, terbuka, sopan, spontan, apa adanya, tidak dilatarbelakangi
maksud-maksud tertentu (Sunardi, 2010). Inti dari perilaku asertif adalah
kejujuran, yaitu cara hidup atau bentuk komunikasi yang beralaskan kepada
kejujuran hati yang paling dalam sebagai bentuk penghargaan pada orang lain,
tanpa menyakiti perasaan orang lain, mampu mengontrol perasaan diri sendiri
tanpa rasa takut dan marah.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
82

Pelaksanaan
Berdasarkan masalah asuhan keperawatan komunitas yang ke dua intervensi yang
telah dilakukan antara lain melakukan pendidikan kesehatan tentang menolak
ajakan negative secara asertif kepada siswa kelas VII A (33 orang), VIII G (39
orang) dan VIII I (33 orang) kegiatan dilakukan di ruang multimedia pada tanggal
18 Desember 2013, 22 Januari 2014, dan 5 Maret 2014. Pertemuan dilakukan
dengan diskusi dan tanya jawab materi komunikasi asertif, yang kemudian
dilanjutkan dengan role play menolak ajakan negative secara asertif sesuai dengan
kasus yang diberikan (merokok, minum-minuman beralkohol, mencontek,
membolos, pergi tanpa ijin orang tua).

Pendidikan kesehatan tentang manajemen stress dilakukan pada tanggal 25


Februari 2014 dan 11 Maret 2014 di ruangan Musik. Jumlah peserta yang hadir
pada kegiatan pertama sebanyak 39 orang dan kegiatan kedua dihadiri oleh 38
orang. Pre tes diberikan sebelum kegiatan, sesi diskusi dilakukan dengan
membagi peserta menjadi kelompo-kelompok kecil (4-5 orang) diberikan kasus
yang dibahas bersama dan wakil kelompok mempresentasikannya kepada
kelompok lain. Demonstrasi dan redemonstrasi teknik relaksasi napas dalam
dengan musik diberikan kepada siswa dan dituntun dengan kata-kata motivasi
untuk hidup sehat dan keren tanpa rokok.

Terapi peningkatan motivasi selain dilakukan di kelas juga dilakukan perorangan.


Intervensi dilakukan berdasarkan prinsip MET yang terdiri dari tiga sesi. Sesi 1 :
Mengidentifikasi masalah dan memberikan feedback (nonkonfrontasi, tidak
menghakimi). Sesi 2 : Menggali alasan dan menggunakan menggunakan
keinginan remaja untuk melakukan perubahan, berfokus pada peningkatan dirinya
di masa lalu dan kemampuan karakteristik remaja untuk melakukan perubahan.
Sesi 3 : mengidentifikasi hambatan, mengembangkan rencana perubahan.
Intervensi dilakukan pada siswa VII A dan VIII G yang teridenfikasi merokok dan

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
83

jumlah siswa yang bersedia mengikuti intervensi sebanyak 10 orang. Sedangkan


siswa lain yang merokok hanya diberikan pendidikan kesehatan bahaya merokok
tanpa intervensi MET-MYTRI. Terapi peningkatan motivasi dilakukan satu kali
seminggu atau dua minggu sekali. Pertemaun dilakukan saat jam istirahat (15-30
menit) atau melalui pesan singkat.

Evaluasi

Penilaian kognitif dilihat dari hasil pre test dan post test setelah dilakukan
intervensi keperawatan. Terjadi peningkatan pengetahuan siswa tentang latihan
asertif (rerata nilai pre test 6,2 menjadi 7,3). Hasil uji statistik Wilkoxon (data
berdistribusi tidak normal) didapatkan p value sebesar 0,000 dengan nilai α =
0,05. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan
tentang menolak ajakan negative secara asertif. Penilaian ketrampilan dilihat dari
kemampuan siswa melakukan redemonstrasi menolak anajakan negatif secara
asertif, 90% siswa mampu mempraktekkan kembali sementara 10% masih tampak
malu-malu dan harus dimotivasi.

Hasil evaluasi pemberian materi tentang manajemen stress terjadi peningkatan


pengetahuan tentang manajemen stress pada siswa (rerata nilai pre test 5,8
menjadi 7,2). Uji beda Wilcoxon (data berdistribusi tidak normal ) di dapatkan p
value sebesar 0,000 dengan nilai α = 0,05. Hasil ini menunjukkan ada peningkatan
pengetahuan siswa yang signifikan tentang manajemen stress. Demonstrasi teknik
relaksasi napas dalam dilakukan pada kelompok kecil agar kondisi lebih kondusif
dan siswa mampu lebih rileks, serta tidak mudah terdistraksi. Kegiatan didukung
oleh guru dengan memperbolehkan penggunaan ruangan musik yang kedap suara.
Siswa mampu mempraktekkan kembali teknik relaksasi napas dalam dengan
musik sebanyak 8 orang dari 13 peserta yang hadir pada pertemuan terakhir.
Siswa merasa lebih rileks dan lebih tenang setelah melakukan teknik relaksasi
napas dalam.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
84

Memberikan terapi motivasi kepada siswa yang merokok, kegiatan dilakukan baik
secara individu maupun kelompok dilakukan selama 15-30 menit. Terjadi
penurunan kebiasaan merokok pada siswa sebanyak 70%, dari 10 orang siswa
yang merokok 7 orang mengatakan total berhenti merokok, dan 3 orang siswa
sudah mengurangi kebiasaan merokok 1-2 batang perhari (terjadi peningkatan
kesiapan untuk berhenti merokok dari skala 1 menjadi skala 5).

Rencana Tindak Lanjut


Rencana tindak lanjut dari kegiatan : 1) Melakukan pendidikan kesehatan tentang
latihan ketrampilan hidup dan manajemen stress pada remaja dilakukan oleh
pendidik sebaya dan petugas puskesmas minimal 2 bulan sekali; 2) Pemantauan
perilaku merokok oleh Peraya Gerak dan guru sekolah dilakukan 1 minggu sekali.

4.3 Pengelolaan Asuhan Keperawatan Keluarga


4.3.1 Analisis Situasi
Pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga di Kelurahan Curug dilakukan terhadap
10 keluarga yeng memiliki anak remaja dengan perilaku merokok dan bersekolah
di SMP. Asuhan keperawatan terhadap 10 keluarga dilakukan selama 2 periode, 5
keluarga pada bulan Oktober-Desember 2013, dan 5 keluarga pada bulan Februari
2014-Mei 2014. Asuhan keperawatan dilakukan melalui kunjungan rumah yang
dilakukan sebanyak 2 kali dalam seminggu atau minimal 1 kali dalam seminggu
selama delapan minggu. Asuhan keperawatan keluarga dengan perilaku merokok
pada remaja menggunakan model Family Centered Nursing, meliputi pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, menyusun rencana tindakan, implementasi dan
evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.

Pengkajian yang dilakukan pada keluarga Bpk. M terhadap An. R (14 tahun),
dengan informan Ibu. M diperoleh data bahwa Ibu sering mencium bau rokok
pada baju dan mulut An. R. Ketika ditanya anak tidak pernah mau mengaku. An.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
85

R mengatakan sudah mencoba merokok saat usia 12 tahun. Dia merokok bersama
dengan teman-temannya saat nongkrong di warnet. Jumlah rokok yang dihabiskan
biasanya 2 batang perhari, dibeli dengan uang jajannya sendiri atau patungan
dengan temannya. Anak mengatakan merokok di usia remaja tidak akan
menyebabkan sakit, walaupun dia sudah pernah mendapatkan informasi bahaya
merokok di sekolah. An. R mengatakan susah untuk berhenti merokok, dan saat
ini memang belum ada keinginan untuk berhenti merokok. Apalagi jika melihat
teman-temannya merokok, An. R pasti ingin merokok juga.

Ibu mengatakan anaknya sering kumpul dengan teman-temannya di warnet dekat


rumah, anak sering bermain dan jarang di rumah dan disana banyak teman-
temannya yang merokok. Ibu sering menasehati An. R lebih banyak diam di
rumah, khawatir jika anaknya terpengaruh hal-hal yang negatif, tetapi anak tidak
pernah menurut. Anak lebih takut kepada bapaknya, tapi suami sering berangkat
pagi dan pulang malam sehingga jarang bisa mengontrol anaknya. Ibu
mengatakan suaminya sempat sampai menangis saat menasehati An. R agar mau
menuruti nasehat ibunya karena Bpk. M sibuk bekerja. Ibu. M sering marah-
marah dan mencubit An. R apabila sudah kelewatan, merasa khawatir dengan
pergaulan dan masa depan anaknya. Orang tua merasa kewalahan mengurus An.
R, sudah tidak tahu harus bicara seperti apalagi dan orang tua tidak tahu mau apa
mau anaknya karena anak tidak pernah mengungkapkannya.

Ibu. M mengatakan anaknya (An. R) cenderung pendiam, jarang bercerita ataupun


curhat, apalagi mengemukakan pendapat, jika dinasehati atau dimarahi lebih
banyak diam. An. R mengatakan tidak pernah curhat kepada kedua orang tua,
kakak, maupun kepada teman. An. R mengatakan tidak begitu dekat dengan
kakaknya, jika dekat dengan kakak yang ada justru berantem. Dia terkadang kesal
jika diomeli terus oleh ibunya karena sering main dan terkadang pulang malam,
jika kesal hanya diam dan masuk kamar, atau pergi keluar rumah, ibunya
dianggap galak dan cerewet. Ibu. M mengatakan bahwa An. R itu payah, tidak ada
inisiatif, tidak sepantasnya anak laki-laki seperti itu. Ibu sering memarahi An. R

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
86

langsung jika melakukan kesalahan, sampai rumah An. R sudah dimarahi.


Meskipun telah diberlakukan jam malam, anak tetap saja melanggar terutama jika
libur sekolah. Ibu pernah dipanggil oleh wali kelas karena anaknya sudah
beberapa hari bolos sekolah, padahal dari rumah ijin untuk berangkat sekolah. Ibu.
An. R mengatakan bolos sekolah karena ajakan teman-temannya, nongkrong di
warnet dan pulang seperti jam pulang sekolah agar ibunya tidak curiga. Dia
menganggap membolos sekali-sekali tidak akan merugikan dirinya, saat ujian
pasti bisa menjawab dan lulus ujian. Ibu. M mengatakan nilai An. R pas-pasan,
anak malas belajar, harus diberitahu untuk belajar.

Ibu merasa kewalahan mengurus An. R, ibu sering bercerita kepada suami tentang
perilaku anaknya untuk mengurangi pikirannya. Suami mengatakan jangan terlalu
galak dan cerewet kepada anak, nanti anak semakin membangkang. Ibu
menyadari terlalu galak dan cerewet, hal ini dilakukan karena khawatir akan
pergaulan anaknya. Ibu mengatakan anaknya berubah semenjak masuk SMP,
menyadari jika anaknya sudah menginjak usia remaja. Ibu mengatakan belum
mengetahui perkembangan psikologis pada anak remaja, cara berkomunikasi yang
baik kepada remaja. Ibu cepat emosi sehingga nada yang dikeluarkan seperti
marah-marah.

Skema 4.2 Web of caution Asuhan Keperawatan Keluarga

Kemampuan keluarga Pola Komunikasi keluarga


memahami tumbang tidak efektif
remaja belum optimal

Perilaku merokok pada Kurangnya pengetahuan


remaja tentang bahaya merokok
dan upaya pencegahan

Tugas perkembangan Risiko penurunan prestasi


remaja belum optimal belajar

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
87

4.3.2 Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga


Diagnosa keperawatan keluarga yang muncul berdasarkan penapisan masalah
yaitu : 1) Pola komunikasi keluarga tidak efektif; 2) Ketidakefektifan peran
remaja; 3) Perilaku kesehatan berisiko : perilaku merokok; dan 4) Risiko
penurunan prestasi belajar pada An. R. hasil penapisan masalah diperoleh
diagnosa keperawatan yang diangkat adalah : 1) Perilaku kesehatan berisiko pada
An. R : perilaku merokok; dan 2) Pola komunikasi keluarga tidak efektif.

4.3.3 Penyelesaian Masalah Pengelolaan Asuhan Keperawatan Keluarga


Masalah I
Perilaku kesehatan berisiko pada An. R : perilaku merokok

Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 bulan, keluarga mampu
berhenti merokok.

Tujuan Khusus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 45 menit, keluarga mampu : 1)
Mengenal bahaya merokok bagi kesehatan dengan menjelaskan zat berbahaya dan
dampak merokok bagi kesehatan; 2) Mengambil keputusan untuk merawat remaja
dengan perilaku merokok; 3) Merawat anggota keluarga dengan perilaku
merokok; 4) Memodifikasi lingkungan dalam merawat remaja dengan perilaku
merokok; 5) Memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk mengatasi perilaku merokok
pda remaja.

Rencana Tindakan Keperawatan


Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan antara lain :
1) Pendidikan kesehatan mengenai bahaya merokok dan upaya mengatasinya; 2)
Diskusikan bersama keluarga dampak dari merokok apabila tidak diatasi; 3)
Lakukan konseling pada keluarga dalam mengambil keputusan merawat remaja
dengan perilaku merokok; 3) Lakukan terapi peningkatan motivasi kepada An. R

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
88

untuk mengurangi kebiasaan merokok; 4) Diskusikan cara berhenti merokok


dengan cara berhenti seketika, mengurangi, dan menunda waktu merokok; 5)
Memanfaatkan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan mengatasi perilaku
merokok pada remaja : layanan konseling di sekolah, PKPR dan klinik sanitasi di
Puskesmas.

Pembenaran
Menurut Notoatmodjo (1993) pendidikan kesehatan merupakan suatu usaha untuk
membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam meningkatkan
kemampuannya untuk mencapai kesehatan yang optimal. Pendidikan kesehatan
merupakan suatu proses belajar yang berarti terjadi perubahan kea rah yang lebih
baik (Pender, 2001). Pemberian konseling, coaching menolak ajakan negative
secara asertif pada keluarga dengan anak remaja dapat memfasilitasi keluarga dan
remaja untuk dapat belajar berperilaku yang lebih positif.

Pelaksanaan
TUK 1-2 dengan menggunakan lembar balik dan leaflet : 1) Mendiskusikan
bersama keluarga tentang zat berbahaya yang terdapat di dalam 1 batang rokok,
bahaya merokok bagi kesehatan; 2) Memberikan kesempatan pada keluarga untuk
mengidentifikasi perilaku merokok pada keluarga; 3) Memberikan pujian atas
kemampuan keluarga; 4) Mengevaluasi pengetahuan keluarga tentang apa yang
telah didiskusikan; 5) Memberikan motivasi/dukungan kepada keluarga untuk
mengambil keputusan mencegah akibat lanjut perilaku merokok pada remaja.

TUK 3-4 dengan 1) Mendiskusikan cara menolak ajakan negatif secara asertif
kepada remaja, memberikan kesempatan kepada remaja untuk mendemonstarikan
menolak ajakan negative secara asertif, memberikan pujian atas usaha yang
dilakukan keluarga dan remaja; 2) Mendiskusikan dan melatih remaja teknik
berhenti merokok dengan seketika, menunda, dan mengurangi. Mencatat
kebiasaan merokok dan upaya berhenti, serta menuliskan faktor penghambat

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
89

berhenti merokok; 3) Memberikan terapi motivasi 1 kali dalam seminggu selama


3-6 kali pertemuan; 4) Melakukan konseling kepada remaja.

Evaluasi
Kemampuan keluarga dari aspek kognitif yang dinilai dengan memberikan
pernyataan terkait bahaya merokok bagi kesehatan dan upaya mengatasinya secara
lisan. Remaja dan keluarga mampu menjelaskan cara mengurangi kebiasaan
merokok, menolak ajakan merokok secara asertif agar tidak menyinggung
perasaan orang lain. Penilaian dari segi ketrampilan dilihat dari jadwal berhenti
merokok yang ditulis remaja, terjadi penurunan jumlah konsumsi rokok. Keluarga
mengatakan anaknya lebih sering berada di rumah, pulang tepat waktu, jarang
mencium bau rokok lagi. Setelah dilakukan terapi peningkatan motivasi, 6 dari 10
remaja mengatakan berhenti merokok karena takut terkena penyakit. Empat
remaja mengatakan mulai mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi,
mengurangi kumpul dengan teman-teman yang merokok.

Rencana Tindak Lanjut


Rencana tindak lanjut yang dilakukan oleh keluarga adalah : 1) Memotivasi
remaja untuk tidak kembali merokok, menerapkan gaya hidup sehat pada
keluarga; 2) Memotivasi keluarga memanfaatkan layanan kesehatan remaja untuk
konseling.

Masalah II
Pola komunikasi keluarga tidak efektif.

Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 bulan, pola komunikasi
keluarga menjadi efektif.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
90

Tujuan Khusus
Setelah pertemuan 3 x 45 menit, keluarga mampu : 1) Mengenal komunikasi
efektif pada remaja : pengertian, cara berkomunikasi dengan remaja; 2)
Mengambil keputusan mengatasi komunikasi tidak efektif pada remaja; 3)
Menjaga komunikasi efektif dengan remaja; 4) Mampu memodifikasi lingkungan
yang sesuai untuk menciptakan komunikasi yang efektif pada remaja; dan 5)
Memanfaatkan layanan kesehatan remaja untuk mengatasi masalah komunikasi
pada remaja seperti layanan PKPR di puskesmas.

Rencana Tindakan Keperawatan


Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi permasalah : 1) Pendidikan kesehatan
mengenai komunikasi efektif pada remaja, pengertian komunikasi, tujuan
komunikasi efektif dengan remaja, kunci pokok komunikasi dengan remaja, dan
teknik komunikasi efektif dengan remaja; 2) Coaching tentang teknik komunikasi
dan latihan kesadaran diri anggota keluarga dengan menggunakan permainan
Johari Window; 3) Konseling komunikasi efektif.

Pembenaran
Menurut Depkes (2007) bimbingan atau coaching merupakan proses belajar
intensif melalui bimbingan perorangan, demonstrasi, dan praktik serta diikuti
dengan pemberian umpan balik segera. Coaching yang diberikan kepada keluarga
berupa cara berkomunikasi yang efektif dengan remaja, sehingga pesan yang
disampaikan tepat kepada remaja.

Pelaksanaan
TUK 1-2, dengan menggunakan lembar balik dan leaflet : 1) Mendiskusikan
bersama keluarga mengenai komunikasi efektif pada remaja, pengertian
komunikasi, tujuan komunikasi efektif dengan remaja, kunci pokok komunikasi
dengan remaja, dan teknik komunikasi efektif dengan remaja; 2) Mendiskusikan
bersama keluarga akibat yang terjadi apabila masalah komunikasi dengan remaja
tidak segera diatasi; 3) Memberi kesempatan kepada keluarga untuk

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
91

mengidentifikasi tanda dan gejala komunikasi tidak efektif keluarga dengan


remaja; 4) Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan keluarga; 5)
Memberikan motivasi/dukungan kepada keluarga dalam mengambil keputusan
mengatasi masalah komunikasi pada keluarga.

TUK 3-4, dengan 1) Coaching tentang teknik komunikasi dan latihan kesadaran
diri anggota keluarga dengan menggunakan permainan Johari Window, dilakukan
kepada An. R yang nantinya akan dipraktekkan secara mandiri ke anggota
keluarga yang lain ; 2) Konseling komunikasi efektif dengan remaja kepada orang
tua; 3) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk melakukan redemonstrasi
cara komunikasi efektif kepada remaja; 4) Memberikan pujian atas usaha yang
telah dilakukan oleh keluarga; 5) Mendiskusikan bersama keluarga menciptakan
suasana yang kondusif agar terbentuk komunikasi yang efektif dengan remaja.

Evaluasi
Penilaian pada aspek kognitif dengan memberikan pertanyaan secara lisan
mengenai komunikasi efektif pada remaja. Penilaian diperoleh dari orang tua dan
remaja. penilaian dari segi ketrampilan diperoleh dari kemampuan keluarga
mendemonstrasikan kembali cara komunikasi yag efektif dengan remaja.
Keluarga mampu mendemonstrasikan kembali komunikassi efektif dengan
remaja. Remaja mengatakan ibunya lebih sabar jika menasehati anak. Ibu juga
mengatakan selalu menjaga nada bicara saat berhadapan dengan anak remajanya.

Rencana Tindak Lanjut


Rencana tindak lanjut yang dilakukan bagi keluarga dalah : 1) Membuat
kesepakatan bersama keluarga untuk selalu menciptakan suasana yang kondusif di
dalam rumah dan menerapkan teknik komunikasi efektif dengan remaja; 2)
Memotivasi keluarga memanfaatkan layanan kesehatan remaja untuk konseling
dalam mengatasi masalah komunikasi dengan remaja.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
92

Hasil pengkajian yang dilakukan terhadap 10 keluarga kelolaan yang memiliki


anak remaja merokok diperoleh data bahwa remaja merokok jika sedang kumpul
dengan teman-temannya, rata-rata rokok yang dikonsumsi 1-6 batang/ hari. Enam
dari sepuluh remaja mengatakan sudah mencoba untuk berhenti merokok, tapi
susah berehnti karena jika kumpul dengan teman-teman yang merokok pasti
terpengaruh untuk merokok lagi. Secara keseluruhan orangtua mereka mempunyai
kebiasaan merokok di dalam rumah. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan
pada keluarga kelolaan antara lain : 1) Pendidikan kesehatan tentang bahaya
merokok dan pencegahannya dengan menggunakan lembar balik, poster, dan
leaflet; 2) Coaching teknik berhenti merokok : berhenti seketika, menunda, dan
mengurangi jumlal rokok; 3) Terapi peningkatan motivasi berhenti merokok yang
dilakukan satu kali seminggu dengan waktu 15-30 menit setiap pertemuan.

Hasil yang diperoleh setelah melakukan asuhan keperawatan pada 10 keluarga


kelolaan selama 8 bulan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Tingkat Kemandirian Keluarga mengatasi perilaku merokok pada
remaja.

No Kriteria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Menerima petugas √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
(Perkesmas)

2. Menerima √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
pelayanan kesehatan
sesuai rencana
keperawatan

3. Tahu dan dapat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √


mengungkapkan
masalah
kesehatannya secara
benar

4. Memanfaatkan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
fasilitas pelayanan
kesehatan sesuai
anjuran

5. Melakukan tindakan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
93

No Kriteria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
keperawatan
sederhana sesuai
anjuran

6. Melakukan tindakan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
pencegahan secara
aktif

7. Melakukan tindakan √ √ √ √ √ √ - √ - √
peningkatan
kesehatan
(promotif) secara
aktif

Tingkat IV IV IV IV IV IV III IV III IV


Kemandirian
Keluarga Akhir

Hasil dari pengelolaan terhadap kesehatan keluarga binaan adalah 2 remaja sudah
berhenti merokok, dan mengurangi kumpul-kumpul dengan temannya yang
merokok. Delapan remaja mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi 1-2 batang
per hari. Selain itu, hasil penilaian didapatkan bahwa pengetahuan, sikap dan
ketrampilan keluarga mengatasi perilaku merokok pada remaja meningkat.
Remaja mulai mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi (tingkat kesiapan
berhenti merokok meningkat) hingga akhirnya bisa berhenti, mengurangi
nongkrong dengan teman-teman yang merokok, dan lebih banyak berada di rumah
atau melakukan kegiatan olahraga. Pada tahap terminasi terhadap masing-masing
keluarga kelolaan, terdapat dua keluarga yang masih memiliki tingkat
kemandirian III dan delapan keluarga dengan anak remaja telah memiliki tingkat
kemandirian IV.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
94

BAB V
PEMBAHASAN

Setelah diperoleh hasil dari pelaksanaan asuhan keperawatan maka bab ini menguraikan
perbandingan kesenjangan dan pencapaian hasil dengan teori, konsep, dan penelitian
terkait. Pembahasan tersebut meliputi analisis kesenjangan dan pencapaian pelaksanaan
manajemen pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan keluarga, dan keperawatan
komunitas pada aggregate remaja dengan perilaku merokok di SMP Kota Depok.

5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan


5.1.1 Pelayanan keperawatan komunitas pada aggregate remaja dengan perilaku
merokok.
Pembentukan pendidik sebaya di sekolah menjadi salah satu strategi dalam mengatasi
perilaku merokok pada remaja. Pendidik sebaya dan konseling sebaya pada awalnya
dibentuk bersamaan dengan konsep bantuan sebaya (peer support) pada tahun 1939 yang
bertujuan membantu para alkoholik (Carter, 2005). Konseling sebaya diyakini mampu
membantu remaja yang sedang mencoba mengatasi kecanduan alkohol. Dalam
perkembangannya penerapan konseling meluas kepada isu-isu yang lain termasuk perilaku
seksual pranikah, penggunaan obat-obatab terlarang maupun perilaku merokok. Menurut
Morrow, et al (1999) konseling sebaya dan pendidik sebaya digunakan di berbagai dunia
untuk berbagai macam tujuan, termasuk tujuan sosial dan dukungan informasi bagi
individu yang membutuhkan.

Pelaksanaan pendidik sebaya dilakukan oleh peer educator dan merupakan salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk melaksanakan kegiatan PKPR. Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional juga membentuk pendidik sebaya yang disebut dengan PIK-
KRR yang dilaksanakan di sekolah maupun masyarakat. Pendidik sebaya (peer educator)
orang atau siswa yang menjadi narasumber bagi kelompok remaja sebaya yang telah
mengikuti pelatihan pendidik sebaya dalam membantu permasalahan yang dialami oleh
remaja. Seorang pendidik sebaya dalam melaksanakan tugasnya dibimbing oleh konselor
ahli atau pengelola program kesehatan remaja di Puskesmas atau fasilitas kesehatan
lainnya atau didampingi oleh guru, ketua atau pemimpin kelompok remaja. Menurut
Pender, Murdaugh, dan Parson (2002) kelompok sebaya terdiri dari sekumpulan individu

94 Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
95

yang berfungsi secara informal untuk memberikan bantuan dan memenuhi kebutuhan
anggota kelompok lain. Individu yang tergabung dalam kelompok ini memiliki
pengalaman hidup yang sama dengan anggota kelompok yang akan dibantunya.
Pengalaman, saran, dan keberhasilan koping yang digunakan dipandang penting untuk
membantu memecahkan masalah yang menjadi perhatian utama dan dipercaya sebagai
sumber dukungan bagi kelompok.

Menurut Cohen, Gottlien, dan Underwood (2000, dalam Pender, Murdaugh, & Parson,
2002) bahwa dukungan kelompok sebaya lebih cenderung memberikan pengertian, empati,
dan saling membantu, sehingga dibutuhkan ketrampilan dalam komunikasi diantaranya
mampu mendengarkan secara aktif dalam memecahkan masalah. Dalam mengatasi
permasalahan oleh remaja, mereka lebih sering mendiskusikannya dengan teman sebaya
daripada dengan orang tua atau orang dewasa lainnya. Upaya yang dilakukan untuk
membangun budaya teman sebaya yang positif adalah dengan mengembangkan pendidik
sebaya pada lingkungan sekolah.

Dukungan sosial dalam konteks area sekolah dinilai dari kader anti rokok dalam hal ini
adalah pendidik sebaya yang aktif sebagai kelompok sebaya di area sekolah. Kegiatan
promosi kesehatan oleh pendidik sebaya dalam kampanye anti-rokok memperlihatkan hasil
yang positif, terjadi peningkatan pengetahuan, dan sikap siswa terhadap kampanye anti
rokok. Pencapaian hasil ini memperkuat hasil penelitian Aslan dan Sahin (2003); Karabey
dan Simsek (2001) tentang peran kelompok swabantu remaja terhadap peningkatan
pengetahuan dan sikap positif remaja dalam berperilaku hidup sehat tanpa rokok dan
proteksi terhadap kejadian penyakit menular seksual dan HIV/AIDS. Berdasarkan hasil di
atas terlihat bahwa kelompok pendidik sebaya di area sekolah memiliki dampak positif
terhadap pencegahan perilaku merokok di kalangan remaja.

Pendidik sebaya yang telah dibentuk diberikan pelatihan tentang bahaya merokok dan
upaya mangatasi/mengurangi kebiasaan merokok. Hasil pelatihan menunjukkan
peningkatan pengetahuan yang signifikan tentang bahaya merokok dan pencegahannya (p-
value 0,0005). Pelatihan yang diberikan kepada pendidik sebaya harus diberikan secara
berkelanjutan. Ditinjau dari fungsi manajemen personalia, bahwa memperbaiki dan
peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan dengan cara merekrut, memilih, menempatkan,

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
96

dan mengembangkan/pelatihan untuk mencapai tujuan organisasi (Swansburg, 2000;


Marquis & Huston, 2010).
Setelah dilakukan pelatihan maka dilakukan pendampingan/supervisi pendidik sebaya
dalam melakukan penyuluhan kepada teman sebayanya. Media penyuluhan disiapkan oleh
pendidik sebaya, disesuaikan dengan kreativitas dan kemampuan pendidik sebaya. Hasil
pre test pos test menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan
setelah dilakukan penyuluhan oleh pendidik sebaya dengan metode bermain (menempel
kartu, tebak gambar). Pendampingan pendidik sebaya merupakan penerapan fungsi
manajemen pengarahan yang bertujuan untuk membimbing, memotivasi, dan memastikan
bahwa pendidik sebaya melakukan tugasnya (Marquis & Huston, 2010).

Perubahan pengetahuan setelah dilakukan penyuluhan oleh pendidik sebaya dipengaruhi


oleh konten dan pembawa pesan. Pembawa pesan yang berasal dari kelompok itu sendiri
memiliki pengaruh yang kuat dalam menarik perhatian kelompok (McDonald, et al, 2003).
Jika pembawa pesan adalah orang dewasa maka akan menimbulkan kesenjangan dalam
pengunaan bahasa, istilah, dan gaya bicara yang dapat menghambat pemahaman arti pesan
yang disampaikan serta menimbulkan kondisi belajar yang kurang interaktif. Pendapat
yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Mallanby, Rees, dan Tripp (2001) bahwa
pendidikan yang dilakukan oleh anak usia sekolah lebih efektif dilakukan melalui
pemberdayaan kelompok sebaya dibandingkan dengan pendidikan yang diarahkan oleh
orang dewasa. Hal ini menunjukkan pemberdayaan kelompok sebaya mempunyai
pengaruh yang positif dalam penyampaian pesan kesehatan di sekolah.

Adanya pengaruh positif dari pendidik sebaya dalam memberikan penyuluhan


menunjukkan adanya pengaruh interpersonal yang mendukung terjadinya perubahan.
Pengaruh interpersonal dari elemen Health Promotion Model (HPM) menunjukkan bahwa
pengaruh interpersonal mampu memberikan pengetahuan dan informasi kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan siswa (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002).
Pemberdayaan kelompok sebaya mendukung pelaksanaan elemen Trias UKS dan
Comphrehensive School Health Model (CSHM) yakni pendidikan kesehatan dan untuk
memperbaiki kesehatan siswa di sekolah.

Hambatan yang ditemui dalam kegiatan pendidik sebaya adalah pendidik sebaya masih
belum percaya diri memberikan pendidikan kesehatan dalam kelompok besar. Pendidik

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
97

sebaya harus dimotivasi dan dibekali ilmu yang cukup agar dapat tampil maksimal saat
melakukan penyuluhan kesehatan. Belum tersedianya media penyuluhan di sekolah
menyebabkan pendidik sebaya harus membuat sendiri, hal ini membutuhkan waktu.
Pelatihan secara berkelanjutan, penyediaan media di sekolah, dukungan dari guru dan
petugas puskesmas sangat diperlukan demi kelangsungan kegiatan pendidik sebaya di
SMP Kota Depok.

5.1.2 Asuhan Keperawatan Komunitas


5.1.2.1 Diagnosis Keperawatan Komunitas I
Asuhan keperawatan komunitas pada aggregate remaja dengan perilaku merokok di SMP
Kota Depok difokuskan untuk mengatasi diagnosa keperawatan komunitas yaitu : 1)
Risiko peningkatan perilaku merokok pada siswa di SMP Kota Depok; dan 2) Pola koping
remaja tidak efektif pada siswa SMPB Kota Depok. Adapun tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut anatara lain : 1) Skreening perilaku merokok
pada siswa; 2) Pendidikan kesehatan bahaya merokok bagi kesehatan dan cara
mengatasi/mengurangi rokok; 3) Penyebarluasan informasi bahaya merokok melalui
leaflet, poster; 4) Pemantauan perilaku merokok pada siswa di sekolah; 5) Memberikan
pendidikan kesehatan tentang latihan ketrampilan hidup : menolak secara asertif, latihan
bertanggung jawab, pengambilan keputusan kepada siswa; 6) Memberikan pendidikan
kesehatan tentang manajemen stress sebagai upaya pencegahan dan mengurangi kebiasaan
merokok pada siswa; 7) Melakukan terapi peningkatan motivasi pada siswa yang
mempunyai kebiasaan merokok; 8) Bekerjasama dengan Peraya Gerak untuk meotivasi
siswa yang merokok berhenti atau mengurangi kebiasaan merokok.

Pendidikan kesehatan perilaku merokok meliputi kandungan zat di dalam rokok, bahaya
merokok bagi kesehatan, dan upaya penanganannya. Kampanye anti rokok dilakukan
dengan penyebaran leaflet, poster dan pin. Terjadi peningkatan pengetahuan pada siswa
setelah diberikan pendidikan kesehatan (rerata nilai pretest 63,2 menjadi 73,2). Hal ini
sejalan dengan penelitian Hidayat (2013) bahwa terjadi peningkatan pengetahuan yang
signifikan pada siswa setelah dilakukan pendidikan kesehatan langsung tentang kesehatan
reproduksi. Menurut Bloom (1956, dalam Santrock, 2007) peningkatan pengetahuan
sangat berkontribusi pada pembentukan perilaku, karena pengetahuan merupakan elemen
dari perilaku.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
98

Penekanan pendidikan kesehatan lebih kepada upaya mengubah perilaku siswa agar
berperilaku sehat terutama pada aspek kognitif (pengetahuan dan pemahaman siswa),
sehingga pengetahuan sasaran pendidikan telah sesuai dengan yang diharapkan oleh
pendidikan kesehatan maka pendidikan kesehatan berikutnya akan dijalanan sesuai dengan
program yang telah direncanakan (Nasution, 2004). Menurut Bloom (1956, dalam
Santrock, 2007) elemen awal bagi terciptanya perilaku seseorang adalah dari pengetahuan.
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan di tiga area yaitu komunitas atau masyarakat,
sekolah, dan tempat perawatan. Menurut Glanz, et al (2008) pendidikan kesehatan di
sekolah mencakup pengajaran di kelas, pelatihan guru, dan perubahan lingkungan sekolah
yang mendukung perilaku sehat. Pendidikan kesehatan di sekolah diantaranya untuk
mendorong adopsi pengendalain perilaku merokok di sekolah, kesehatan reproduksi atau
HIV/AIDS. Adapun tujuan pendidikan kesehatan menurut Yazachew dan Alem (2004)
adalah memotivasi sesorang untuk mengadopsi perilaku sehat melalui promosi kesehatan
dengan memberikan pengetahuan yang tepat dan membantu untuk mengembangkan sikap
positif serta membantu individu membuat keputusan mengenai kesehatan dan memperoleh
kepercayaan diri serta ketrampilan dalam pengambilan keputusan.

5.1.2.2 Diagnosis Keperawatan Komunitas II


Terjadi peningkatan pengetahuan setelah siswa diberikan pelatihan menolak secara asertif
(rerata nilai pretest 63,2 menjadi 73,2). Saat latihan siswa juga dibagi menjadi beberapa
kelompok untuk demonstrasi menolak ajakan negatif secara asertif, seperti ajakan
merokok, bolos sekolah, jalan tanpa ijin kepada orang tua, mencontek, dan mencoba
minuma-minuman beralkohol. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hidayat (2013) terjadi
peningkatan pengetahuan setelah dilakukan latihan asertif menolak ajakan negatif dari
teman sebaya dan pacar. Pembagian siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil menjadikan
kegiatan lebih kondusif dan terkontrol. Kegiatan role play dengan kasus seputar masalah
yang umum di seputar siswa membuat siswa lebih mudah untuk mendemonstrasikan
teknik menolak secara asertif.

Menurut Sunardi (2010) aserif merupakan kemampuan untuk menyatakan diri dengan
tulus, jujur, tegas, terbuka, sopan, spontan, apa adamya tentang hal-hal yang dianggap
menyenangkan maupun mengganggu sesuai dengan hak-hak yang dimiliknya tanpa
merugikan, menyinggung, atau melukai perasaaan orang lain. Adapun tujuan latihan asertif

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
99

ini agar seseorang dapat membuat pilihan tentang perilakunya, bisa merasakan membuat
keputusan untuk hidupnya, dan dapat membuat memilih apa yang akan dilakukan. Perilaku
asertif mengharuskan sesorang utnuk menghormati orang lain sebagaimana kita
menghormati diri sendiri. Latihan asertif dirancang untuk memberikan kesempatan
belajar, berlatih, dan mempraktekkan ketrampilan asertif yang baru (Pitt & Roth, 1978).
Pitt dan Roth juga mengungkapkan bahwa latihan asertif dapat mengubah konsep diri
menjadi positif, konsep diri merupakan sesuatu yang permanen namun dapat ditembus atau
diubah. Berdasarkan uraian tersebut maka latihan asertif mampu mengubah perilaku
negatif siswa menjadi perilaku yang positif dan hidup sehat tanpa rokok.

Pelaksanaan latihan asertif ini dilaksanakan kepada 53 siswa, jumlah ini masih kurang jika
dibandingkan dengan target pelayanan PKPR di sekolah yaitu minimal 20% dari jumlah
siswa (Depkes, 2008). Jika jumlah siswa SMPB 998 siswa, maka minimal 200 siswa yang
diberikan pelatihan. Keterbatasan waktu dan jadwal belajar mengajar yang cukup padat
menjadi kendala untuk melakukan pelatihan, sehingga pelatihan dilakukan secara bertahap
dari satu kelas ke kelas yang lain sesuai dengan jadwal pelajaran dan konseling.

Terjadi penurunan kebiasaan merokok pada siswa sebanyak 40%, dari 10 orang siswa yang
merokok 4 orang mengatakan total berhenti merokok, dan 6 orang siswa sudah
mengurangi kebiasaan merokok 1-2 batang perhari (terjadi peningkatan kesiapan untuk
berhenti merokok dari skala 1 menjadi skala 5) setelah dilakukan terapi motivasi. Terapi
dilakukan selama 15-30 menit dengan jumlah pertemuan 12 kali pertemuan. Motivational
Enhancement Therapy (MET) atau terapi peningkatan motivasi merupakan terapi singkat
yang digunakan untuk mengatasi perilaku berisiko yang didasarkan pada teknik motivasi
(Rollnick & Miller, 1991).

Butler, et al (1999) mengungkapkan pemberian intervensi MET terhadap remaja merokok


menunjukkan hasil yang signifikan dalam mengurangi konsumsi merokok dikalangan
remaja setelah dilakukan tindakan selama 6 bulan dibandingkan dengan kelompok remaja
yang tidak mendapatkan perlakuan. Colby, et al (2005) juga menambahkan remaja yang
diberikan terapi MET sebagian besar berhenti merokok dan membangun rasa percaya diri
yang mebih baik dibandingkan dengan terapi pengobatan lainnya. Sejumlah penelitian lain
mengungkapkan bahwa terapi MET secara signifikan mampu mengurangi konsumsi
alkohol pada klien (Brown & Miller, 1993). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
100

Gallowat, et al (2007) terhadap 127 klien pengguna obat-obatan terlarang, 78% klien
mengurangi konsumsi narkoba. Pertemuan yang singkat menyebabkan remaja tidak jenuh
untuk mengikuti kegiatan, unsur-unsur yang dianggap efektif untuk mengatasi masalah
kecanduan alkohol pada remaja, diantaranya yaitu sikap empatik, gaya terapi
nonkonfrontasi, penekanan tanggung jawab untuk perubahan kepada remaja, pemberian
feedback, pemberian nasehat/saran, adanya pilihan alternatif untuk berubah bagi remaja,
dan peningkatan kepercayaan diri remaja untuk berubah (Miller & Suvereign, 1989, dalam
Tavyaw, et al, 2009); reflection technique, pertanyaan terbuka (Galloway, 2007).

Terdapat beberapa kendala bagi remaja dalam mengurangi kebiasaan merokok antara lain
kurangnya niat dari remaja; adanya keluhan mulut terasa pahit jika tidak merokok; dan
lingkungan keluarga dan teman yang merokok menimbulkan keinginan remaja kembali
untuk merokok. Baldwin, Rothman, dan Hertel (2006) mengemukakan bahwa langkah
awal sebagai penentu keberhasilan seseorang dalam program berhenti merokok adalah
keyakinannya pada diri sendiri untuk berhenti merokok. Pendapat yang sama juga
dikemukakan oleh Whetherall (2006) yang mengatakan hal terpenting dalam penghentian
kebiasaan merokok ialah niat yang tulus dan kuat dari dalam diri perokok sendiri untuk
menghentikan kebiasaan merokok.

Adanya keluhan mulut terasa pahit jika tidak merokok menjadi salah satu penyebab
gagalnya remaja untuk berhenti merokok. Penelitan yang sama juga diungkapkan oleh
Kumboyono (2008) bahwa hambatan yang paling dominan dalam berhenti merokok adalah
timbulnya keluhan fisik seperti mulut terasa asam, lemas, dan psikologis seperti perasaan
tidak nyaman dari perokok ketika harus mengurangi rokok yang dikonsumsinya. Hal ini
menunjukkan gejala ketergantungan terhadap nikotin untuk menjalankan fungsi
kehidupan. Ketergantungan terhadap nikotin menunjukkan kebutuhan remaja untuk
dirujuk ke layanan kesehatan remaja yang ada di masyarakat maupun sekolah.

Hasil wawancara dengan beberapa siswa perokok mengatakan tidak pernah berkonsultasi
dengan guru BK di sekolah maupun klinik sanitasi yang ada di puskesmas untuk
membantu mengurangi kebiasaan merokok. Mereka mengatakan tidak nyaman
berkonsultasi dengan guru BK atau orang yang lebih tua, lebih nyaman bercerita dengan
teman sebaya, selain itu mereka merasa sehat-sehat saja jadi tidak perlu berobat atau
konseling ke petugas kesehatan. Faktor risiko sistem perawatan kesehatan terjadi karena

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
101

remaja kurang memanfaatkan layanan kesehatan atau konseling remaja, karena


menganggap dirinya sehat dan tidak membutuhkan layanan kesehatan apapun. Drotar et al
(2000, dalam Santrock, 2007) mengatakan bahwa remaja jarang memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang ada. Berdasarkan hasil Study of Adolescent Health terhadap lebih dari
12.000 remaja yang diwawancarai tentang kebutuhan perawatan kesehatan, sekitar 19%
mengunjungi pelayanan kesehatan satu tahun yang lalu. Kelompok yang dianggap khusus
membutuhkan perawatan kesehatan namun tidak menggunakannya adalah para remaja
yang mempunyai kebiasaan merokok, sering mengkonsumsi alkohol, dan melakukan
hubungan seksual.

Adapun hambatan yang dialami saat melakukan intervensi keperawatan komunitas adalah
sulitnya mengatur jadwal pertemuan dengan siswa karena jadwal belajar mengajar yang
padat. Perawat melakukan pendekatan kepada kepala sekolah, bidang kurikulum, dan guru
BK agar bisa melakukan intervensi kepada siswa. Melalui diskusi maka kegiatan dapat
dilakukan pada jam pelajaran BK atau mengumpulkan siswa sebelum memulai pelajaran di
siang hari.

5.1.3 Asuhan Keperawatan Keluarga


Keluarga merupakan subsistem dari komunitas dan penerapan asuhan keperawatan
berfokus kepada keluarga sebagai klien yang memiliki beberapa anggota keluarga
(Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Asuhan keperawatan yang diberikan bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan seluruh anggota keluarga dengan menggunakan kegiatan
preventif, primers, sekunder, dan tersier. Pemberian asuhan keperawatan pada keluarga
yang memiliki remaja dengan perilaku merokok melalui pendidikan kesehatan, upaya
mengurangi kebiasaan merokok, konseling, terapi peningkatan motivasi.

Asuhan keperawatan keluarga diberikan terhadap 10 keluarga binaan di Kelurahan Curug


Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Asuhan keperawatan diberikan melalui kunjungan
rumah yang dilakukan minimal 1 kali seminggu. Asuhan keperawatan dilakukan mulai
dari pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana tindakan,
melakukan implementasi, dan melakukan evaluasi terhadap intervensi yang diberikan.
Pengkajian terhadap 10 keluarga memunculkan dua diagnosa keperawatan utama yaitu
perilaku kesehatan berisiko pada remaja dan pola komunikasi tidak efektif dengan remaja.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
102

Pelaksanaan pendidikan kesehatan pada keluarga berhasil meningkatkan pengetahuan


keluarga tentang bahaya merokok dan upaya mengatasinya. Kumboyono (2008)
mengungkapkan intervensi pendidikan kesehatan berhasil meningkatkan proposrsi
keluarga yang mampu mengenal dengan baik dampak negatif dari merokok dari 45%
menjadi 95%. Komalasari dan Helmi (1999) mengungkapkan pembentukan pengetahuan
tentang pentingnya berhenti merokok relatif lebih mudah dilakukan dibandingkan
pembentukan sikap dan perilaku anti rokok.

Konseling, latihan asertif, teknik sederhana berhenti merokok, modifikasi perilaku


diberikan untuk mengatasi kebiasaan merokok pada remaja. Berdasarkan hasil evaluasi
hanya 60% keluarga yang mampu dan konsisten mempraktekkan teknik berhenti merokok
dan mendokumentasikannya ke dalam catatan harian konsumsi rokok. Hal ini disebabkan
kurangnya dukungan keluarga untuk mengatasi perilaku merokok pada remaja. menurut
Allender dan Spradley (2005) ketidakmampuan anggota keluarga merawat remaja dengan
perilaku merokok mencerminkan kegagalan keluarga dalam menjalankan fungsi perawatan
kesehatan.

Pelaksanaan intervensi keperawatan teknik berhenti merokok dilakukan dengan token


economy. Modifikasi dengan token economy merupakan pemberian penghargaan yang
dilakukan seperti yang diharapkan. Pemberian penghargaan diberikan secara bersamaan
dengan pemberian umpan balik. Menurut Stuart (2009) intervensi ini dilakukan pada
keluarga dengan tujuan terjadi perubahan perilaku dengan pemberian penghargaan. Hasil
evaluasi menunjukkan tiga keluarga tidak memberi tanda pada lembar perilaku yang
dirubah, peran serta orang tua yang kurang optimal menyebabkan perubahan tidak dapat
diukur. Peran dan dukungan keluarga serta monitoring orang tua dalam perubahan perilaku
sangat dibutuhkan untuk mengatasi kebiasaan merokok pada remaja. Perilaku remaja
ditentukan oleh kemampuan orang tua dalam mengendalikan remaja. DiClemente, et al
(2001) mengungkapkan kurangnya monitoring orang tua berhubungan dengan perilaku
seksual berisiko, penyalahgunaan narkoba, alkohol dan tembakau di kalangan remaja.

Terapi peningkatan motivasi juga diberikan kepada remaja yang mempunyai kebiasaan
merokok. Hasil evaluasi menunjukkan 2 remaja berhenti merokok secara total di minggu
kedua, 5 remaja mengatakan berhenti merokok di minggu ke 10. Hal ini sesuai dengam
penelitian Rolnick dan Miller (1991) bahwa terjadi penurunan perilaku merokok pada

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
103

remaja setelah dilakukan intervensi Hambatan yang ditemui oleh mereka adalah adanya
keluhan mulut terasa pahit, dan tidak nyaman apabila tidak merokok. Hasil yang sama
diungkapkan oleh Kumboyono (2008) bahwa hambatan yang paling dominan terhadap
pencapaian target berhenti merokok adalah timbulnya keluhan fisik seperti mulut terasa
asam, lemas, serta keluhan psikologis seperti perasaan tidak nyaman dari perokok ketika
harus mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsinya. Adanya pengaruh dari lingkungan
(keluarga) dan teman sebaya menyebabkan remaja ingin merokok lagi. Berdasarkan hasil
penelitian Saprudin (2006) remaja merokok karena tekanan peer, berteman dengan
perokok usia muda, dan mempunyai orang tua yang merokok. Lingkungan dan dukungan
sangat penting dalam mencegah kebiasaan merokok. Lingkungan tersebut antara lain
support sosial yang baik (McMurray, 2003). Dukungan sosial terdekat dengan remaja
adalah keluarga ketika di rumah, dan jika di sekolah antara lain teman sekolah, guru, dan
staf.

Perubahan kognitif dan sosial pada remaja menyebabkan seringnya timbul konflik antara
remaja dengan orang tua (Papalia, Old, Feldman, 2003). Sehingga dibutuhkan komunikasi
efektif pada keluarga dengan anak remaja sehingga pesan yang disampaikan oleh orang tua
dapat diterima dengan benar oleh remaja. Elemen pertama keluarga sehat adalah
komunikasi yang jelas dan kemampuan untuk saling mendengarkan (Currand, 1983;
Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Semakin besarnya tuntutan remaja untuk mandiri,
menguasai segala bidang menjadi hambatan orang tua saat melakukan komunikasi dengan
remaja. Menurut Friedman, Bowden, dan Jones (2010) mengungkapkan bahwa hambatan
komunikasi orang tua dengan remaja biasanya terjadi karena proses komunikasi yang
disfungsional, yaitu membuat asumsi, respon yang menghakimi, ketidakmampuan
mendefisikan kebutuhan, gagal untuk mendengarkan, dan menghina. Adanya masalah
komunikasi dapat menimbulkan kebiasaan merokok pada remaja, komunikasi merupakan
faktor penting dalam struktur fungsional keluarga. Hal ini dibuktikan hasil penelitian
Saprudin (2006) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan
kebiasaan merokok pada remaja. Keluarga dengan komunikasi yang baik berpeluang 3,171
kali untuk mencegah kebiasaan merokok daripada keluarga yang komunikasinya kurang
baik. Komunikasi dalam keluarga perlu dijaga dengan baik karena akan menjadi media
bagi remaja untuk mendiskusikan/curhat masalah yang dihadapinya.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
104

Menurut Depkes (2007) tingkat kemandirian keluarga dinilai melalui tujuh hal dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan keluarga yaitu : 1) Penerimaan keluarga terhadap
petugas kesehatan dan pengetahuan keluarga tentang remaja dengan perilaku merokok; 2)
Penerimaan keluarga untuk memutuskan tindakan keparawatan pada remaja; 3) Mampu
mengungkapkan permasalahan yang dihadapi keluarga; 4) Keluarga mampu
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan; 5) Keluarga melakukan tindakan
keperawatan sesuai anjuran perawat termasuk terapi modalitas; 6) Keluarga mampu
mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah remaja yang merokok; dan 7)
Keluarga mampu meningkatkan status kesehatannya melalui tindakan promotif. Hasil
evaluasi terhadap 10 keluarga binaan, 8 keluarga berada pada tingkat kemandirian IV dan
2 keluarga pada tingkat kemandirian III.

Adapun hambatan dalam memberikan asuhan keperawatan antara lain membina hubungan
saling percaya tidak bisa dilakukan hanya dengan sekali kunjungan, remaja biasanya takut
jika didatangi ke rumahnya, remaja menganggap jika dirinya bermasalah jika dikunjungi
ke rumah. Keberadaan remaja di rumah juga menjadi kendala dalam memberikan asuhan
keperawatan. Remaja ada di rumah setelah jam dua siang, terkadang masih ada kegiatan di
luar jam sekolah, atau mereka kumpul dengan teman-temannya membuat kesulitan
bertemu dengan remaja. Mengantisipasi hal ini, perawat membuat janji jauh-jauh hari jika
akan melakukan kunjungan rumah. Selain dengan remaja, perawat juga membuat janji
yang sama dengan orang tua, diharapkan orang tua dapat mengingatkan anaknya untuk
tidak keluar sepulang sekolah, dan perawat datang lebih awal dari jadwal kunjungan
rumah.

5.2 Keterbatasan
Sosialisasi mengenai program pencegahan perilaku merokok di sekolah yang dilakukan
saat lokmin belum mencapai target sasaran, yaitu Dinkes, Puskesmas, dan Disdik tidak
hadir setiap pelaksanaan lokmin, hal ini memungkinkan terjadinya informasi yang terputus
mengenai materi yang disampaikan. Pendampingan dan pelatihan pendidik sebaya secara
berkelanjutan tidak dapat dilakukan secara optimal karena tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab terhadap layanan kesehatan remaja hanya satu orang dan merangkap
dengan tugas yang lain.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
105

Isu penelitian ini bersifat sensitif sementara proses informed consent dilakukan di kelas-
kelas sehingga remaja merasa tidak terjamin kerahasiaannya. Kondisi ini diasumsikan
dapat mempengaruhi diperolehnya data secara objektif karena kejujuran remaja. Ruangan
konseling di sekolah belum sesuai dengan gaya remaja, belum kedap suara, sehingga
kurang menjamin privacy remaja. Pertemuan dengan siswa terkdang dilakukan di kelas
atau di depan ruangan guru yang banyak dilalui siswa dan guru. Keterbatasan selanjutnya
adalah kurangnya kerjasama dan dukungan dari keluarga menyebabkan pertemuan yang
sudah direncanakan gagal karena remaja pergi dengan teman-temannya. Penilaian program
berhenti merokok dinilai dari pengakuan remaja dan hasil observasi selama di sekolah.
Sehingga diasumsikan belum menunjukkan penilaian perilaku yang optimal.

5.3 Implikasi
5.3.1 Praktik Keperawatan Komunitas
Penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi remaja, keluarga, pendidik sebaya,
perawat komunitas, Puskesmas, Dinkes, dan Disdik mengenai manfaat pelaksanaan MET-
MYTRI dalam mengatasi perilaku merokok pada siswa di sekolah yang umumnya belum
mengetahui bahaya merokok bagi kesehatan. Pencegahan merokok melalui pembentukan
pendidik sebaya merupakan wadah bagi siswa untuk mendapatkan informasi kesehatan.
Penyampain informasi oleh pendidik sebaya lebih mudah diterima oleh kelompoknya
karena menggunakan bahasa yang sederhana dan dipahami oleh remaja.

Intervensi keperawatan menggunakan terapi peningkatan motivasi dapat digunakan di


setting sekolah mengingat jadwal sekolah yang padat, dan terapi peningkatan motivasi
tidak membutuhkan waktu lama, hal ini dapat menghindari kejenuhan siswa.
Pelaksanaannya bisa dilakukan dimana saja, sehingga tidak membutuhkan tempat formal,
kegiatan yang dilakukan dengan santai membuat remaja lebih nyaman dibandingkan
dilakukan secara formal.

Perawat dapat meningkatkan perannya dalam mengoptimalkan stuktur keluarga (peran,


nilai-nilai, komunikasi, dan kekuatan keluarga) untuk mengatasi kebiasaan merokok pada
remaja. Keluarga dapat diberikan penjelasan tentang cara mencegah kebiasaan merokok
dan bahaya merokok terhadap kesehatan. Keluarga perlu mengoptimalkan struktur peran,
nilai-nilai dalam keluarga, komunikasi dan struktur kekuatan keluarga, sehingga remaja
terhindar dari kebiasaan merokok.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
106

5.3.2 Perkembangan Pendidikan Ilmu Keperawatan


Sebagai dasar pengembangan ilmu keperawatan dalam melakukan promosi kesehatan
melalui pemberdayaan siswa (pendidik sebaya). Perawat perlu memberikan pelatihan
kepada pendidik sebaya agar lebih percaya diri dan metode yang efektif dalam
memberikan informasi kepada remaja. Pendidik sebaya hanya menggambarkan strategi
peer support saja sedangkan strategi yang lain dibutuhkan penelitian selanjutnya sejauh
mana pendidik sebaya mampu mengurangi kebiasaan merokok pada siswa di sekolah yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Penerapan terapi peningkatan motivasi ditujukan pada mengurangi kebiasaan merokok


pada remaja. Adanya faktor lain yang mendukung dan menghambat intervensi ini
dibutuhkan penelitian selanjutnya dengan menggunakan beberapa gabungan intervensi
agar diperoleh hasil yang lebih maksimal.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
107

BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
6.1.1 Telah terbentuk Pendidik sebaya (Peraya Gerak) sebagai salah satu strategi
penanggulangan perilaku merokok pada siswa di SMP Kota Depok. Kegiatan yang
dilakukan oleh Peraya Gerak adalah pendidikan kesehatan kepada kelompok
sebaya tentang bahaya merokok dan upaya pencegahannya, mengidentifikasi dan
memotivasi siswa yang merokok untuk mengurangi atau berhenti merokok.
6.1.2 Peningkatan pengetahuan pendidik sebaya secara signifikan setelah dilakukan
pelatihan bahaya merokok bagi kesehatan, cara mengurangi atau mencegah
kebiasaan merokok, dan manajemen stress pada remaja.
6.1.3 Peningkatan ketrampilan pendidik sebaya melakukan penyuluhan kepada
kelompok sebaya (rerata nilai pre test 7,23 menjadi 8,1) dengan p value 0,0210.
Hal ini menunujukkan peningkatan yang signifikan akan kemampuan pendidik
sebaya melakukan penyuluhan setelah diberikan pembekalan teknik MET-MYTRI.
6.1.4 Peningkatan pengetahuan siswa setelah dilakukan intervensi MET-MYTRI (rerata
nilai pretest 7,92 menjadi 8,7). Uji statistik dengan test wilcoxon didapatkan p-
value 0.000 maka dapat disimpulkan adanya perbedaan signifikan pengetahuan
siswa tentang bahaya merokok dan pencegahannya setelah dilakukan intervensi.
6.1.5 Peningkatan sikap siswa setelah dilakukan intervensi MET-MYTRI (rerata nilai
pretest 32,87 menjadi 33,16). Uji statistik dengan test wilcoxon di dapatkan p-value
0,000 maka dapat disimpulkan adanya perbedaan signifikan sikap remaja dalam
mengatasi perilaku merokok sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
6.1.6 Terjadi peningkatan kemandirian keluarga setelah dilakukan kunjungan rumah
terhdap 10 keluarga kelolaan, 80% pada tingkat kemandirian IV dan 20% pda
tingkat kemandirian III.
6.1.7 Penurunan perilaku merokok pada kelompok intervensi sebanyak 60% dari 10
siswa total berhenti merokok, 40% telah mengurangi rokok yang dikonsumsi
setelah dilakukan intervensi MET-MYTRI.

107

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
108

6.2 Saran
6.2.1 Bagi Pelayanan Kesehatan
6.2.1.1 Menetapkan kebijakan layanan kesehatan remaja khususnya perilaku
merokok dalam renstra Dinas Kesehatan Kota Depok.
6.2.1.2 Menempatkan perawat spesialis komunitas untuk mengembangkan
program inovasi yang dilakukan di tingkat Dinas Kesehatan.
6.2.1.3 Menempatkan perawat dengan latar belakang pendidikan sarjana
keperawatan di tingkat Puskesmas untuk melaksanakan pembinaan
kesehatan remaja di suatu wilayah.
6.2.1.4 Menempatkan perawat minimal pendidikan sarjana di sekolah-sekolah
sebagai upaya peningkatan kesehatan anak usia sekolah.
6.2.1.5 Menetapkan anggaran untuk pelatihan, supervisi dan monitoring berkala
pelaksanaan layanan kesehatan remaja baik di tingkat Dinas Kesehatan
dan Puskesmas.
6.2.1.6 Mensosialisasikan program PKPR yang dapat digunakan siswa untuk
berkonsultasi ke sekolah-sekolah setiap ajaran baru
6.2.1.7 Memberdayakan pendidik sebaya sebagai strategi intervensi pencegahan
perilaku merokok pada remaja di sekolah dan masyarakat.
6.2.1.8 Media promosi kesehatan yang menarik (games, video, leaflet, poster) di
sekolah dan masyarakat tentang bahaya merokok bagi kesehatan.
6.2.1.9 Kerjasama dengan pihak terkait Disdik, BKKBN, maupun LSM dalam
mengatasi perilaku merokok pada remaja.

6.2.2 Bagi Perawat Komunitas


6.2.2.1 Pengembangan program di kelompok remaja melalui pemberdayaan
remaja sebagai wadah kegiatan perkesmas pada aggregate remaja dengan
perilaku merokok dalam asuhan keperawatan kelompok, keluarga serta
melakukan kunjungan rumah.
6.2.2.2 Melakukan pendidikan kesehatan dengan teknik permainan edukatif pada
kelompok remaja.
6.2.2.3 Penggunaan bahasa yang mudah dipahami remaja dalam memberikan
pendidikan kesehatan.
6.2.2.4 Membina hubungan saling percaya dengan remaja dilakukan tidak hanya
dalam satu kali pertemuan.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
109

6.2.3 Perkembangan Riset Keperawatan


6.2.3.1 Riset Kualitatif
Pengembangan penelitian lebih lanjut tentang studi fenomenologi tentang
pengalaman remaja dalam memberikan penyuluhan kepada kelompok
sebaya, pengalaman remaja menjalani hidup sebagai mantan perokok.
Pengalaman keluarga menerima kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan
sebagai salah upaya mengatasi perilaku merokok pada remaja.

6.2.3.2 Riset Kuantitatif


Mengembangkan studi penelitian untuk melihat pengaruh pemberdayaan
siswa dalam mengatasi perilaku merokok pada siswa di sekolah dengan
melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhinya : tekanan peer, orang tua
yang merokok.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA

Adyani, S.A.M., Wiarsih, W., & Fitriyani, P. (2013). Hubungan Pemanfaatan


Konseling Sebaya Dengan Perilaku Seksual Berisiko Pada Aggregate
Remaja Di Jakarta Selatan. Tesis. FIK UI. Depok

Allender, J.A., Rector, C., & Warner, K.D. (2014). Community and Public Health
Nursing. Philadelphia : Lipincott Williams & Wilkins.

Allender, J.A., & Spradley, B.W. (2005). Community health nursing : promoting
and protecting the public’s health. Philadelphia : Lipincott Williams &
Wilkins.

Anderson, E., & McFarlan, J. (2011). Community as Partner : Theory and


Practice in Nursing. 4th edition. Philadelphia : Lippincot Williams &
Wilkins.

Arora, Mathur, & Singh. (2012). A framework to prevent and control tobacco
among adolescents and children : Introducing the IMPACT Model.
Indian Journal Pediatric. DOI 10.1007/s12098-012-0768-y

Baldwin, A.S.,Rothman, A.J., & Hertel, A.W. (2006) Specifying determinants of


the limitation and maintenance of behaviour change : an exemination of
self-efficacy, satisfaction and smoking cessation. Journal Health
Psychology, 25(5). 626-634.

Butler, et al .(1999). Motivational counseling versus brief advice for smokerrs in


general practice : a randomised trial. British Journal of General
Practice, 49, 611-616.

BKKBN. (2008). Kurikulum dan Modul : Pelatihan Pemberian Informasi


Kesehatan Reproduksi Remaja Oleh Pendidik Sebaya. Jakarta :
Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi.

Carter, T.D. (2005). Peer Counselling : Roles, Function, Boundaries. ILRU


Program

Colby, et al. (2005). Brief motivational intervention for adolescent smokers in


hospital setting. Addictive Behavior, 30, 865-874.

Depkes RI. (2008). Pedoman Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja. Jakarta :


Depkes RI.

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
-------------. (2007). Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR). Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

DiClemente, et al. (2001). Parental Monitoring : Association with Adolescent risk


behavior. Pediatrics, 107, 1363-1368.
Ervin, N.F. (2002). Advanced Community Health Nursing : Concept and Practice.
5th edition. Philadelphia : Lippincot.

Fawzani, N & Tritnawati, A. (2005). Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3


Perokok Berat). Makara Kesehatan, Vol. 1, 15-22.

Friedman, M.M., Bowden, V.R., Jones, E.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan
Keluarga : Riset, Teori, & Praktik. Jakarta : EGC.

Galloway et al. (2007). A nine session manual of motivational enhancement


therapy for methamphetamine dependence : addherence an efficacy.
Journal of psychoactive drugs.

Gillies, D.A. (1994). Nursing Management: A Sytem Approach. 3th edition.


Philadelphia : W.B. Saunders Company.

Helstrom, A., Hutchison, K.,& Bryan, A. (2007). Motivational Enhancement


Therapy For High Risk Adolescent Smoker. Adictive Behavior 32
(2007) 2404-2410.

Helvie, C.O. (1998). Advanced practice nursing in the community. California:


Sage Publication, Inc.

Hidayat, T. (2013). Konseling Berbasis IT (KB-IT) Sebagai Intervensi


Keperawatan Kesehatan Komunitas Dalam Meningkatkan Kesehatan
Reproduksi Remaja di SMP F Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan
Cimanggis Kota Depok. KIA. Program Studi Ners Spesialis Keperawatan
Komunitas FIK UI Depok.

Hitchcock, J.E., Schubert, P.E., Thomas, S.A. (1999). Community health nursing:
caring in action. Albani : Delmas Publisher.

Joint Consortium for school Health. (2012). What is comprehensive School


Health? Canada.

Kemenkes RI. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No


279/Menkes/SK/IV/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Upaya
Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas. Jakarta : Kemenkes
RI.

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Komalasari, D., Helmi, A.F. (1999). Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok
Pada Remaja. Buletin Psikologi. 1999 (10). Yogyakarta : Fakultas
Psikologi UGM.

Kozier, B., Glenora., B., & Synder, S.J. (2004). Fundamental of Nursing :
Concepts, Process, and Practice. New Jersey : Pearson Education. Inc.

Kumboyono. (2008). Promosi Kesehatan Pada Aggregate Perokok Melalui


Strategi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Praktek Keperawatan
Komunitas Di Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok.
KIA. Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Komunitas FIK UI
Depok.

Maglaya, A. S (2009). Nursing Practice in The Community. 5th edition. Maikina


City : Argonauta Corporation.

Marquis, B.L., & Huston, C.J. (2012). Leadership Role and Management
Function In Nursing : Theory and Application. 7th edition. Philadelphia
: Lippincott Williams & Wilkins.

McDonald, et al. (2003). Peer education for evidenced and practice : an alcohol
& other drugs primer. http://www.nceta.flinders.edu.au/pdf/peer-
education/entire-monograph,pdf, diakses tanggal 5 Maret 2014.

McMurray, A. (2003). Community Health and Wellness : a sociological approach,


2nd edition. Australia : Mosby.

Mellanby, et al. (2001). A comparative study of peer-led & adult-led school sex
study education. http://her.oxfordjournals.org/content/16/4/481.full,
diakses pada tanggal 9 Juni 2014.

Miller, W. R ., & Rollnick, S. (1991). Motivational interviewing : preparing


people to change addictive behavior. Psychology of addictif behaviour.
14 (1) : 6-18.

Monk, Knoers, & Haditono. (2004). Psikologi Perkembangan. Pengantar dalam


Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : UGM Press.

Morrow, et al. (1999). Efficacy of home-based peer counselling to promote


exclusive breastfeeding : a randomised controlled trial. Proquest
Biology Journal. Pg.1226.

NANDA. (2012-2014). Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2012-


2014.

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Nies, M.A., & McEwen, M. (2007). Community/ Public Health Nursing:
Promoting the Health of Populations. St. Louis, Missouri: Saunders
Elsevier.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

_____________. (2003). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku


Kesehatan. Yogyakarta : Andi Offset.

Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, F.D. (2008). Human Development. The
McGraw Hill Companies.

Pender, N.J., Murdaugh, C.L., & Parsons, M.A. (2002). Health Promotion in
Nursing Practice. New Jersey : Pearson Education, Inc.

Peraturan Pemerinta Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru.

Pitt, A., and Roth, B. (1978). A model for assertive training : integration of feeling
and behavior,
http://www.springerlink.com/index/Q48MM66T81311427.pdf, diakses
tanggal 10 Januari 2014.

PKPR. (2012, http://www.k4health.org/toolkits/indonesia/program-kesehatan-


peduli-remaja, diperoleh tanggal 21 Februari 2013).

Polit, D. F & Beck, C. T. (2012). Nursing Research : Generating and Assesing


Evidence for Nursing Practice. 9th edition. Philadelphia : Lippincot.

Pusat Promkes RI. (2011). Desain Kreatif Untuk Mengembangkan Media


Kawasan Tanpa Rokok. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

Santrock, J.W. (2007). Adolescence. Eleventh edition. USA: The McGraw-Hill


Companies.
Saprudin, A.E. (2006). Hubungan Struktur Fungsional Keluarga Dengan
Kebiasaan Merokok Pada Remaja Dalam Konteks Keperawatan
Komunitas Di SLTP Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan. Tesis.
Pascasarjana FIK UI Depok.

Saucier, L.K., Janes, S., (2009). Community health nursing; caring for the
public’s health. Second edition. USA: Jones and Bartlett Publisher, LLC
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2010). Community health nursing : Promoting
health of agregates, families and individuals, 7th ed. St.Louis : Mosby,
inc.

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Steinberg, L. (2002). Adolescence. Sixth edition. USA: McGraww-Hill
Companies.

Sunardi. (2010). Makalah : Latihan Asertif, PLB FIP UPI,


http://file.upi.edu/Direktori/ Latihan.asertif.pdf, diakses tanggal 10 Januari
2014.

Swansburg, R.C. (2000). Introductory Management and Leaderssip for Clinical


Nurses. Jones & Barnett Publisher Inc.

Tevyaw & Monti, P.M. (2004). Motivational Enhancement and other brief
intervention for adolescent substance abuse : foundation, application, and
evaluation. Addiction, 99, 63-67.

Tomey, A.M., & Aligood, M.R. (2006). Nursing Theorist and Their Work.
Philadelphia : Aelsevier.

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Lampiran 1

Kriteria Prioritas Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan


Bagaimana Perubahan positif Peningkatan Peringkat semua
Pentingya untuk untuk komunitas kualitas masalah dari 1
dipecahkan jika dipecahkan kehidupan jika sampai 6
dipecahkan
Rendah =1 Tidak ada = 0 Kurang penting =
Diagnosa Total
Rata-rata = 2 Rendah =1 Tidak ada = 0 1
Tinggi = 3 Rata-rata = 2 Rendah =1 Sangat penting =
Tinggi = 3 Rata-rata = 2 6
Tinggi = 3

Belum optimalnya pelatihan dan


pembinaan pendidik sebaya : wadah
3 3 3 6 15
kader kesehatan remaja

Belum optimalnya layanan kesehatan


remaja (PKPR) khususnya perilaku
merokok pada remaja di SMP Kota 3 2 3 5 13
Depok

Belum optimalnya kegiatan monitoring


dan evaluasi kegiatan PKPR 2 3 2 5 12

Kerjasama lintas sektor program PKPR


3 3 3 5 14
tidak adekuat

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Bagaimana Perubahan positif Peningkatan Peringkat semua
Pentingya untuk untuk komunitas kualitas masalah dari 1
dipecahkan jika dipecahkan kehidupan jika sampai 6
dipecahkan
Rendah =1 Tidak ada = 0 Kurang penting =
Diagnosa Total
Rata-rata = 2 Rendah =1 Tidak ada = 0 1
Tinggi = 3 Rata-rata = 2 Rendah =1 Sangat penting =
Tinggi = 3 Rata-rata = 2 6
Tinggi = 3

Supervisi dan motivasi keberlanjutan


pelatihan pendidik sebaya belum
3 3 3 4 13
terlaksana.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Lampiran 2
Skoring Diagnosis Keperawatan Komunitas
No Masalah No Kriteria Beratnya Kriteria Ranking Prioritas Masalah
masalah (1-10) (1-10) (Berat msalah x
Ranking)
1. Ketidakefektifan 1. Kesadaran masyarakat terhadap masalah 8 7 56
pemeliharaan 2. Motivasi masyarakat untuk 8 8 64
kesehatan pada menyelesaikan masalah
siswa di SMP 3. Kemampuan masyarakat untuk 8 8 64
Kota Depok menyelesaikan masalah
4. Tersedianya fasilitas di masyarakat 8 8 64
5. Derajat keparahan masalah 7 7 49
6. Waktu untuk menyelesaikan masalah 7 8 56
353

No Masalah No Kriteria Beratnya Kriteria Ranking Prioritas Masalah


masalah (1-10) (1-10) (Berat msalah x
Ranking)
2. Risiko penurunan 1. Kesadaran masyarakat terhadap masalah 7 7 49
prestasi belajar 2. Motivasi masyarakat untuk 8 7 56
siswa SMP Kota menyelesaikan masalah
Depok 3. Kemampuan masyarakat untuk 8 7 56
menyelesaikan masalah

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Masalah No Kriteria Beratnya Kriteria Ranking Prioritas Masalah
masalah (1-10) (1-10) (Berat msalah x
Ranking)
4. Tersedianya fasilitas di masyarakat 8 7 56
5. Derajat keparahan masalah 6 6 36
6. Waktu untuk menyelesaikan masalah 6 6 36
289

No Masalah No Kriteria Beratnya Kriteria Ranking Prioritas Masalah


masalah (1-10) (1-10) (Berat msalah x
Ranking)
3. Pola koping 1. Kesadaran masyarakat terhadap masalah 8 7 56
remaja tidak 2. Motivasi masyarakat untuk 8 8 64
efektif pada siswa menyelesaikan masalah
SMPB di Kota 3. Kemampuan masyarakat untuk 7 7 49
Depok menyelesaikan masalah
4. Tersedianya fasilitas di masyarakat 8 8 64
5. Derajat keparahan masalah 7 7 49
6. Waktu untuk menyelesaikan masalah 7 8 56
338

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Masalah No Kriteria Beratnya Kriteria Ranking Prioritas Masalah
masalah (1-10) (1-10) (Berat msalah x
Ranking)
4. Risiko 1. Kesadaran masyarakat terhadap masalah 7 7 49
peningkatan 2. Motivasi masyarakat untuk 7 7 49
angka kesakitan menyelesaikan masalah
pada remaja 3. Kemampuan masyarakat untuk 8 8 64
menyelesaikan masalah
4. Tersedianya fasilitas di masyarakat 8 8 64
5. Derajat keparahan masalah 7 7 49
6. Waktu untuk menyelesaikan masalah 7 7 49
324

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Prioritas Masalah Keluarga
1. Pola komunikasi keluarga tidak efektif

No. Kriteria Skor Pembenaran

1. Sifat masalah : aktual 3/3 x 1= 1 Masalah sedang terjadi pada keluarga


Bpk. M. Masalah dirasakan cukup lama,
Ibu.M mengatakan kewalahan mengurus
An. R yang tidak mau mendengarkan
nasehat orang tua, anak hanya diam jika
dinasehati dan terkadang ngambek.

2. Kemungkinan masalah 2/2 x 2 = 2 Masalah mudah untuk diubah, keluarga


dapat diubah : mudah sering menasehati anaknya, ibu dan
suaminya sering berdiskusi tentang
perilaku anaknya dan mencari solusi cara
mengatasinya. Bapak biasanya
menyempatkan diri untuk menasehati
anaknya sebelum berangkat kerja
walaupun hanya beberapa menit.

3. Potensi masalah untuk 1/3 x 1 = 1/3 An. R sulit dinasehati semenjak beranjak
dicegah : rendah SMP, jika ada Bpk. M anak akan lebih
banyak berada di rumah, ibu sering
menasehati anaknya agar patuh dan
belajar bertanggung jawab. Orang tua
sampai memukul/mencubit anak jika
sudah keterlaluan.

4. Menonjolnya masalah : 2/2 x 1 = 1 Ibu merasa masalah An. R harus segera


segera diatasi diatasi, agar nantinya anak tidak semakin
melonjak. Ibu ingin anaknya patuh, rajin
sekolah agar bisa sukses di masa depan.

Total 4 1/3

2. Ketidak efektifan penerapan peran remaja pada keluarga Bpk. M


khususnya An. R

No. Kriteria Skor Pembenaran

1. Sifat masalah : aktual 3/3 x 1 = 1 Saat ini An. R berada dalam tahap
perkembangan remaja. An. R
belum mengetahui tugas
perkembangan dan perannya
sebagai remaja. Orang tua

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No. Kriteria Skor Pembenaran

menganggap anak sudah besar


tetapi belum mampu memiliki
tanggung jawab sebagai
anak/remaja.

2. Kemungkinan ½x2=1 Masalah masih mungkin untuk


masalah dapat diubah, meskipun ibu terlihat tidak
diubah: sebagian yakin dengan kemampuannya
untuk mengatasi An. R, tetapi
dengan kehadiran dan diskusi dari
perawat ibu berharap dapat
mengubah perilaku An. R.

3. Potensial masalah 1/3 x 1 = Walaupun ibu sudah tidak tahu


untuk dicegah : 1/3 lagi cara mengatasi An. R, namun
rendah ibu akan tetap berusaha agar An. R
bisa bertanggung jawab terhadap
dirinya sendiri dan kepada
keluarga.

4. Menonjolnya 2/2 x 1 = 1 Ibu merasa masalah pada An. R


masalah : segera harus segera diatasi, mengingat
diatasi An. R masih muda, agar nantinya
An. R bisa menjadi sukses.

Total 3 1/3

3. Perilaku kesehatan berisiko An. R di keluarga Bpk. M

No. Kriteria Skor Pembenaran

1. Sifat masalah : aktual 3/3 x 1 = 1 Masalah perilaku merokok pada


An. R sudah dirasakan oleh
keluarga sejak anak duduk di kelas
8. Ibu mengetahui anak merokok
dari tetangga, hanya saja anak
tidak pernah mau mengaku.
Sampai saat ini anak masih
merokok terutama saat kumpul
dengan teman-temannya.

2. Kemungkinan ½x2=1 Masalah masih mungkin untuk


masalah dapat diubah, meskipun ibu terlihat tidak
diubah: sebagian yakin dengan kemampuannya

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No. Kriteria Skor Pembenaran

untuk mengatasi An. R, tetapi


dengan kehadiran dan diskusi dari
perawat ibu berharap dapat
mengubah perilaku An. R.

3. Potensial masalah 1/3 x 1 = Perilaku merokok sudah terjadi


untuk dicegah : 1/3 sejak anak duduk di kelas 8 SMP,
rendah anak pulang sekolah langsung
main dan nongkrong dengan
teman-temannya sambil merokok.
Sudah diingatkan tapi tidak pernah
didengar oleh An. R.

4. Menonjolnya 2/2 x 1 = 1 Ibu merasa masalah pada An. R


masalah : segera harus segera diatasi, mengingat
diatasi An. R masih muda, agar tidak
terjadi masalah kesehatan lebih
lanjut.

Total 3 1/3

4. Risiko penurunan prestasi belajar pada keluarga Bpk. M khususnya An. R

No. Kriteria Skor Pembenaran

1. Sifat masalah : risiko 2/3 x 1 = Masalah merupakan risiko, saat ini


2/3 An. R duduk di kelas 3 SMP dan
sedang mempersiapkan diri untuk
UAS. Nilai sebelumnya masih
standar. An. R malas belajar, tidak
tahu alasannya, dan lebih banyak
bermain di luar rumah.

2. Kemungkinan ½x2=1 Masalah masih mungkin untuk


masalah dapat diubah, An. R masih mempunyai
diubah: sebagian kemauan untuk belajar kelompok
jika ada tugas sekolah dan ingin
naik kelas. Orang tua selalu
menyediakan semua keperluan
sekolah dan biaya jika anak ingin
les tambahan.

3. Potensial masalah 1/3 x 1 = An. R lebih suka belajar sambil


untuk dicegah : 1/3 menonton TV, waktu banyak

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No. Kriteria Skor Pembenaran

rendah dihabiskan untuk bermain. Orang


tua sudah capek untuk
mengingatkannya.

4. Menonjolnya 2/2 x 1 = 1 Ibu merasa masalah pada An. R


masalah : segera harus segera diatasi, Ibu takut jika
diatasi anaknya tidak lulus sekolah, dan
tidak bisa melanjutkan ke SMA
tahun ini.

Total 2 2/3

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Lampiran

Tabel Hasil Uji Pre-Post Pengetahuan Pelatihan Pendidik sebaya

No Materi n Mean Pre Mean Post p-value

1. Bahaya merokok bagi 20 5,75 6,6 0,0010


kesehatan
2. Cara mengurangi atau 20 7,23 8,1 0,0005
mencegah kebiasaan merokok
3. MET-MYTRI 18 12,38 14,94 0,0210
4. Manajemen stress 20 5,61 7,05 0,0010

Tabel Hasil Uji Pre-Post Pengetahuan Siswa

No Materi n Mean Pre Mean Post p-value

1. Bahaya merokok bagi 121 7,92 8,7 0,000


kesehatan
2. Cara mengurangi atau 74 7.3 8,2 0,000
mencegah kebiasaan merokok
3. Manajemen stress 77 5,8 7,2 0,000
4. Menolak ajakan negatif secara 105 6,2 7,3 0,000
asertif
5. Sikap 121 32,87 33,16 0,000

Diagram Pelaksanaan MET-MYTRI (Kelompok Intervensi)

20
18
Res 1
16
Res 2
14
Res 3
12
Res 4
10
Res 5
8
Res 6
6 Res 7
4 Res 8
2 Res 9
0 Res 10
mgg mgg mgg mgg mgg mgg mgg mgg mgg mgg mgg mgg
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Diagram Evaluasi Kelompok Non Intervensi

14

12

10
Res 1

8 Res 2
Res 3
6 Res 4
Res 5
4
Res 6
Res 7
2

0
Mgg 1 Mgg 2 Mgg 3 Mgg 4 Mgg 5 Mgg 6 Mgg7 Mgg 8 Mgg 9 Mgg Mgg Mgg
10 11 12

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
LEMBAR EVALUASI MET-MYTRI
OLEH PENDIDIK SEBAYA

No Item Skor
0 1 2
Tahap Pre Interaksi
1. Mempersiapkan media penyuluhan (leaflet, lembar balik, dll)
2. Media penyuluhan sudah sesuai dengan materi yang akan
disampaikan.
3. Menyiapkan tempat kegiatan yang kondusif (ruangan tidak
sempit, tidak panas, tidak bising)
Tahap Kerja
4. Menyampaikan salam pembuka.
5. Memperkenalkan diri, menyampaikan maksud, dan tujuan dari
kegiatan.
6. Menjelaskan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan.
7. Menggali informasi dari peserta tentang informasi yang sudah
diketahui tentang bahaya merokok, kebiasaan merokok pada
remaja (jumlah, waktu, dan tempat remaja merokok)
8. Sesi 1 : Mengidentifikasi masalah dan memberikan
feedback (nonkonfrontasi, tidak menghakimi)
Misal :
“Apa kerugian dan keuntungan yang kamu dapatkan dari
merokok?”
“Bayangkan apa yang terjadi jika kamu berhenti atau tetap
merokok?”
“Betapa sehatnya kamu jika kamu tidak merokok.”
9. Sesi 2 : Menggali alasan dan menggunakan menggunakan
keinginan remaja untuk melakukan perubahan, berfokus
pada peningkatan dirinya di masa lalu dan kemampuan
karakteristik remaja untuk melakukan perubahan.
Misal :

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Item Skor
0 1 2
“Apa saja kegiatan yang biasa kamu lakukan dengan penuh
semangat sebelum kamu mencoba merokok?”
“Raihlah cita-citamu itu tanpa bergaul dengan rokok.”
10. Sesi 3 : mengidentifikasi hambatan, mengembangkan
rencana perubahan
“Apa hambatan yang kamu alami ketika kamu mencoba
berhenti merokok?”
“Apa yang kamu lakukan untuk mengatasinya?”
“Mari mencari solusi untuk mengatasinya.”
8. Mempertahankan kontak mata ke peserta.
9. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta.
10. Memberikan kesempatan bertanya kepada peserta
11. Memberikan pujian atas jawaban atau usaha yang telah
dilakukan oleh peserta
Tahap Terminasi
12. Melakukan kontrak untuk pertemuan atau kegiatan selanjutnya.
13. Menyampaikan salam penutup.
14. Merapikan media dan alat pendukung lainnya
15. Mendokumentasikan ke dalam buku kerja pendidik sebaya

Catatan :
Skor 0 : Tidak dilakukan
Skor 1 : Dilakukan tapi kurang lengkap
Skor 2 : Dilakukan dengan lengkap

SOAL TENTANG MANAJEMEN STRES

1. Nama : …………………………………

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
2. Umur : ....................…………… tahun
3. Kelas :

Isilah kolom berikut dengan memberikan tanda checklist (√) pada jawaban
yang kamu pilih!

No Pernyataan Benar Salah


1. Stres merupakan situasi yang
mengharuskan seseorang berespons
bertentangan dengan keinginan
2. Stres dapat menyebabkan gangguan
pencernaan
3. Salah satu penyebab stres adalah tidak
mampu mengerjakan tugas
4. Mudah bergaul dengan teman merupakan
gejala dari stres
5. Stres dapat dikurangi dengan melakukan
latihan relaksasi
6. Manfaat latihan relaksasi nafas dalam dan
terapi musik adalah untuk menentramkan
hati
7. Latihan relaksasi dilakukan oleh orang
yang mengalami stres atau marah
8. Latihan relaksasi nafas dalam dapat
dilakukan dalam ruangan yang bising
9. Latihan relaksasi nafas dalam boleh
dilakukan dengan berzikir atau iringan
musik
10. Stress pada remaja dapat berdampak pada
perilaku agresif (kriminal, merokok,
penggunaan obat-obatan terlarang)

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Pengkajian Motivational Enhancement Therapy

Mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Tahun 2014

Data Demografi
Nama
Umur
Jenis Kelamin Laki-laki/perempuan (coret yang tidak sesuai)
Suku
Kelas
No.Telepon
Alamat
Time line Followback
Isilah pernyataan dibawah ini sesuai dengan kondisimu saat ini
Konsumsi rokok/hari
Alkohol/hari
Zat lainnya
(Ganja/ putaw/ shabu)
Contemplation Ladder
Berikan tanda checklist (√) tentang kesiapan kamu untuk berhenti merokok
Skala Respon Keterangan
1 Saya tidak punya masalah dengan merokok, dan saya
tidak bermaksud untuk menguranginya.

2 Saya mungkin memiliki masalah dengan merokok,


tapi saya tidak bermaksud untuk mengurangi atau
berhenti sekarang.

3 Saya berpikir untuk mengurangi rokok, tetapi saya


tidak berpikir untuk berhenti merokok.

4 Saya berpikir untuk berhenti merokok, tetapi saya


belum membuat rencana.

5 Saya sudah dekat dengan membuat keputusan untuk


berhenti merokok.

6 Saya telah memutuskan untuk berhenti merokok,


setidaknya untuk sekarang.

7 Saya telah memutuskan untuk berhenti merokok dan


merencanakan untuk tidak merokok lagi.

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Modified Fagestorm Tolerance Questinnaire
Berikan tanda checklist (√) pernyataan dibawah ini sesuai dengan keadaanmu sekarang.
No Pernyataan Skor
1 Berapa jumlah rokok yang kamu konsumsi dalam
sehari? 0
1-10 btg 1
11-20 btg 2
21-30 btg 3
31 atau lebih
2 Jenis rokok apa yang kamu konsumsi?
Rendah nikotin (0,5 mg atau kurang). 1
Nikotin kadar sedang (1,0-1,2 mg). 2
Tinggi nikotin (1,3,mg atau lebih).
3
3 Seberapa sering kamu menghirup asap rokokmu?
Tidak pernah 0
Kadang kadang 1
Selalu 2
4 Berapa lama setelah bangun pagi, kamu menghisap
rokok pertamamu?
Kurang dari 5 menit 3
Antara 6-30 menit 2
Antara 31-60 menit 1
5 Apakah dalam sehari kamu menghabiskan waktu
selama 2 jam untuk merokok?
Tidak 0
Ya 1

6 Rokok yang paling benci untuk kamu hentikan?


Rokok pertama di pagi hari 1
Yang lainnya, selain rokok di pagi hari 0

7 Apakah kamu kesulitan menahan diri dari rokok di


daerah dilarang merokok (tempat kerja, tempat umum,
pesawat, dll)? 0
Tidak 1
Ya
8 Apakah kamu tetap merokok walaupun dalam
keadaan sakit dan lebih banyak berada di atas tempat
tidur? 0
Tidak 1
Ya
Interpretasi :
>7 : tinggi
6/kurang : rendah/sedang

Terima Kasih

Universitas Indonesia
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Responden :

PROGRAM MAGISTER DAN SPESIALIS PASCASARJANA


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

LEMBAR ANGKET KESEHATAN REMAJA

Petunjuk pengisian :
Isilah titik-titik dan berilah tanda checklist (√) pada pilihan yang tersedia.

Kuesioner A

1. Nama : .............................................
2. Alamat : RT ....... / RW ................. Kelurahan .................. Kecamatan .........................
3. Umur : .................. tahun
4. Jenis Kelamin : Laki-laki / perempuan* (*coret yang tidak sesuai)
5. Suku : ......................................
6. Pendidikan : SMP / Kelas .....................
7. Bagaimana status tinggal kamu saat ini ?
Satu rumah dengan keluarga
Kos atau kontrak rumah sendiri

8. Apakah kamu pernah mencoba merokok?


Tidak
Ya……..
Umur pertama kali mencoba rokok : ………..tahun

9. Alasan pertama kali mencoba rokok :


Coba-coba
Karena teman juga merokok
Orang tua/ saudara merokok
Lainnya (sebutkan) : ……………………………………………

10. Apakah saat ini kamu masih merokok?


Tidak
Ya……..
Jumlah rokok yang kamu habiskan dalam 1 hari : ………batang

11.Fasilitas konseling kesehatan remaja yang pernah kamu gunakan ?


Klinik konsultasi remaja di Puskesmas
Konseling remaja di Sekolah (Guru/BK/BP/UKS)
Lainnya (sebutkan) : ………………………..
Tidak pernah

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
12. Informasi masalah kesehatan remaja apa saja yang pernah kamu peroleh:
Bahaya merokok
Kesehatan reproduksi
Bahaya seks bebas
Bahaya NAPZA
HIV-AIDS
Lainnya (sebutkan) : ....................................
Tidak pernah

13. Kegiatan apa yang kamu lakukan untuk memanfaatkan waktu luang?
Olah raga
Kesenian
Bermain internet
Nongkrong dengan teman-teman
Lainnya (sebutkan) : ..................................

14. Berapa rerata jumlah uang saku kamu setiap hari : Rp ....................

15. Dari mana sumber uang saku yang kamu peroleh :


Orang tua
Hasil bekerja
Lainnya (sebutkan) : .................................

16. Berikan tanda cheklist (√) masalah kesehatan yang kamu alami dalam 6 bulan terakhir :
Batuk
Sesak
Keputihan
Gatal di daerah alat kelamin
Lainnya (sebutkan) : ………………….

17. Berikan tanda cheklist (√) pernyataan dibawah ini yang kamu rasakan sebagai masalah
(jawaban boleh lebih dari satu) :
Kurang percaya diri jika tidak mengikuti kebiasaan teman
Merasa stress
Diejek karena tidak mengikuti kebisaan teman
Pulang larut malam
Sering bersikap emosional
Berbohong pada orang tua
Suka tidur larut malam
Prestasi disekolah menurun
Sulit konsentrasi untuk belajar
Lainnya (sebutkan) : …………………………………………………………………

18. Informasi mengenai perilaku merokok yang pernah kamu dapatkan dalam 6 bulan terakhir :
Bahaya dan dampak merokok
Tips mencegah perilaku merokok
Cara berhenti merokok
Tidak pernah
Lainnya (sebutkan) : ……………………..

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
19. Menurut kamu apa penyebab perilaku merokok di kalangan remaja (jawaban boleh LEBIH
DARI SATU)?
Pengaruh teman sebaya
Ingin coba-coba
Agar terlihat gagah
Lebih percaya diri dengan merokok
Agar diterima oleh teman-temannya
Orangtua/saudara perokok
Melihat iklan rokok
Lainnya (sebutkan) : ………………………………………….

Kuesioner B

No Pernyataan Ya Tidak
1. Apakah kamu memiliki teman yang berpengaruh besar dalam
mempengaruhi kehidupan kamu?
2. Apakah keluarga kamu telah memberikan kasih sayang yang memuaskan?
3. Apakah kamu merasa telah diperlakukan dengan baik oleh orang tua?
4. Apakah kamu merasa lebih nyaman bergaul dengan teman daripada
keluarga?
5. Apakah kamu merasa lebih nyaman berada di dalam rumah daripada di luar
rumah?
6. Apakah kamu merasa lebih mudah berbicara masalah yang kamu alami
dengan teman daripada dengan keluarga?
7. Apakah kamu merasa bahwa keluarga tidak bisa memahami keadaan kamu
saat ini?
8. Apakah kamu merasa bangga dengan kondisi kamu saat ini?
9. Apakah kamu punya permasalahan dengan keluarga?
10. Apakah ada anggota keluarga kamu yang merokok?

Pertanyaan Masalah Rokok


No Pertanyaan Ya Tidak
1. Menurut kamu, apakah kesehatan pernapasan merupakan hal yang penting
untuk diperhatikan?
2. Menurut kamu, apakah merokok adalah hal yang biasa dilakukan oleh
remaja?
3. Menurut kamu apakah keluarga melarang kamu untuk merokok?
4. Apakah sekolah kamu melarang siswanya untuk merokok?
5. Apakah kamu melihat guru/staf di sekolah merokok (dalam 6 bulan
terakhir)?
6. Menurut kamu, apakah berhenti merokok sulit dilaksanakan saat ini?
7. Apakah kamu yakin bahwa kamu memiliki kemampuan untuk berhenti
merokok?
8. Apakah kamu yakin bahwa berhenti merokok dapat membuat kamu lebih
baik?
9. Apakah kamu pernah memanfaatkan fasilitas konseling sebagai upaya
berhenti merokok?
10. Apakah keluarga mengharapkan kamu untuk berhenti merokok?
11. Apakah kamu pernah mendapatkan informasi cara berhenti merokok dari

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Pertanyaan Ya Tidak
sekolah?
12. Apakah kamu pernah mendapatkan informasi cara berhenti merokok dari
keluarga?
13. Apakah kamu pernah menggunakan uang saku untuk membeli rokok?
14. Apakah keluarga kamu sudah mengetahui bahwa kamu merokok?
15. Apakah kamu merasa bahwa keluarga mampu memberikan solusi masalah
merokok yang kamu hadapi?
16. Apakah kamu merasa bahwa keluarga mampu membantu kamu untuk
berhenti merokok?
17. Apakah kamu merasa bahwa lingkungan rumah sangat mendukung untuk
berhenti merokok?
18. Apakah kamu merasa bahwa keluarga telah membantu memanfaatkan
fasilitas kesehatan untuk berhenti merokok?
19. Apakah keluarga/orang tua/saudara kamu merokok?

Kuesioner C
No Pernyataan Benar Salah
1. Merokok dapat menyebabkan kanker paru dan mulut.
2. Merokok dapat menyebabkan impotensi/kemandulan.
3. Perokok aktif lebih berisiko terserang penyakit daripada
perokok pasif.
4. Merokok dapat mengakibatkan gastritis (penyakit
peradangan lambung).
5. Merokok dapat menyebabkan ketergantungan/ kecanduan.
6. Wanita hamil yang merokok, maupun terpapar asap rokok
dapat mengalami keguguran.
7. Selain merugikan kesehatan, merokok juga dapat
menimbulkan kerugian ekonomi.
8. Merokok dapat menyebabkan penyakit jantung koroner.
9. Merokok di usia muda tidak menimbulkan masalah
kesehatan.
10. Merokok dapat mempengaruhi orang di sekitar kita untuk
ikut merokok.
11. Kandungan nikotin di dalam rokok menyebabkan
seseorang menjadi kecanduan.
12. CO2 hasil pembakaran rokok menyebabkan darah susah
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.

Kuesioner D
No Pernyataan Sangat Setuju Tidak Sangat
Setuju Setuju Tidak
Setuju
1. Merokok dikalangan remaja merupakan hal yang
biasa di jaman modern sekarang ini.
2. Jika saya berteman dengan perokok, maka
kemungkinan besar saya akan ikut merokok juga.
3. Jika orang tua atau saudara saya perokok, maka saya
akan mudah terpengaruh untuk merokok.

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Pernyataan Sangat Setuju Tidak Sangat
Setuju Setuju Tidak
Setuju
4. Iklan rokok di TV membuat saya terpengaruh untuk
merokok.
5. Saya lebih percaya diri jika sedang merokok.
6. Perokok lebih sering sakit dibandingkan dengan
bukan perokok.
7. Jika kamu merokok, temanmu akan ikut merokok.
8. Merokok dapat mengurangi stress dan dapat
mendatangkan inspirasi.
9. Merokok memudahkan pergaulan dengan teman-
teman.
10. Membeli rokok dapat menghabiskan uang saya.
11. Merokok dapat membuat saya menderita banyak
penyakit.
12. Merokok dapat meningkatkan harga diri.

Kuesioner E

No Pernyataan Selalu Sering Kadang- Tidak


kadang Pernah
1. Saya menghindari rokok.
2. Menolak ajakan teman untuk merokok.
3. Saya merokok ketika sedang bosan/ stress.
4. Merokok di lingkungan sekolah.
5. Menghindari nongkrong dengan teman yang sedang
merokok.
6. Saya merokok saat kumpul dengan teman-teman.
7. Saya membeli rokok dengan uang jajan saya sendiri.
8. Melakukan kegiatan yang saya suka untuk
mengalihkan pikiran dari merokok.
9. Orang tua memberikan saya uang untuk membeli
rokok.
10. Berkonsultasi dengan teman sebaya/guru/orang tua
tentang perilaku merokok.
11. Mencari informasi kesehatan remaja di internet
12. Mendapatkan informasi bahaya merokok dari
keluarga.

• Informasi kesehatan apa yang ingin kamu ketahui :


…………………………………………………
…………………………………………………
…………………………………………………

• Apakah kamu pernah dan atau sedang mempunyai pacar :


Ya
Tidak

== TERIMAKASIH ATAS PASTISIPASINYA ==

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

LEMBAR ANGKET KESEHATAN REMAJA

Siswa-siswi SMP Taruna Bhakti yang kami banggakan.


Kami mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Komunitas, Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia yang sedang melakukan tahap pengakajian kesehatan komunitas, khususnya
pada aggregate remaja. Oleh karena itu kami meminta kesediaan teman-teman untuk berperan serta
mengisi angket yang kami berikan.
Kejujuran jawaban dari setiap pertanyaan yang kami ajukan dalam survei ini sangat penting bagi
kami. Pengisian kuesioner ini tidak memerlukan waktu yang lama untuk menjawab semua
pertanyaan yang kami ajukan.
Kami mengharapkan teman-teman memberikan jawaban yang jujur. Pengisian angket ini tidak akan
mempengaruhi nilai teman-teman, dan akan dijaga kerahasiaannya. Adapun hasil dari survey ini
akan dijadikan dasar dalam penyusunan intervensi keperawatan khususnya pada aggregate remaja
di sekolah kalian.
Atas perhatian dan partisipasinya kami sampaikan terimakasih.

Depok, … Oktober, 2013


Mahasiswa Responden

(Sang Ayu Made Adyani) (…………………….)

Saksi

( )

MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
BUKU KERJA PENDIDIK
SEBAYA

PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Nama : ……………………………………….

Kelas : ……………………………………….

Alamat : ……………………………………….

No.Tlp : ……………………………………….

2
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
1 BAHAYA ROKOK

3
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Apakah rokok itu?
Rokok merupakan salah satu zat adiktif
yang bila digunakan mengakibatkan
bahaya kesehatan bagi diri sendiri
maupun masyarakat, oleh karena itu
diperlukan berbagai kegiatan pengamanan rokok bagi kesehatan.
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu
atau bentuk lainnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau
tanpa bahan tambahan.

Racun utama pada rokok

Tar
Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam
komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogen. Pada
saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai
uap padat. Setelah dingin, akan menjadi padat dan
membentuk endapan berwarna cokelat pada permukaan gigi,
saluran pernapasan dan paru-paru. Pengendapan bervariasi
antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar di
dalam rokok berkisar 24-45 mg.

4
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Nikotin
Nikotin itu sendiri apabila diisap akan merangsang keluarnya
hormone adrenalin dan horman non adrenalin, yaitu hormon
yang mengakibatkan naiknya frekuensi denyut jantung dengan
sendirinya akan menaikkan kebutuhan energi. Nikotin dapat
meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah,
menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan
menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada
pemakainya. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu
kanker paru-paru yang mematikan, menjadi faktor utama
serangan penyakit jantung dan strok.

Karbonmonoksida
Karbon Monoksida adalah gas beracun yang biasanya
dikeluarkan oleh asap knalpot kendaraan. Jika racun rokok
itu memasuki tubuh manusia ataupun hewan, maka akan
merusak setiap organ, yaitu mulai dari hidung, mulut, tekak,
saluran pernafasan, paru-paru, pembuluh darah, jantung,
organ reproduksi, sampai ke saluran kencing dan kandung
kencing.

5
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Penyebab merokok pada remaja

• Keinginan yang datang dari dalam diri remaja


itu sendiri untuk merokok adalah faktor yang
Faktor disebabkan oleh faktor individu. Keinginan
merokok ini biasanya timbul pada situasi dan
Individu keadaan tertentu, misalnya saat stres, sedih,
bahkan saat senang.

• Faktor lingkungan yang dapat


Faktor mempengaruhi remaja untuk merokok
adalah : Keluarga / orangtua , Teman
Lingkungan sebaya, Masyarakat, Media Massa

Tahap-Tahap Perilaku Merokok

Pada dasarnya perilaku merokok merupakan sebuah perilaku


yang kompleks yang melibatkan beberapa tahap. Perilaku merokok
pada remaja umumnya melalui serangkaian tahapan yang ditandai
oleh frekuensi dan intensitas merokok yang berbeda pada setiap
tahapnya, dan seringkali puncaknya adalah menjadi tergantung
pada nikotin. Terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga
seorang individu benar-benar menjadi perokok, yaitu:

NEXT… 6
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, seorang individu mendapatkan gambaran yang


menyenangkan mengenai merokok. Anak-anak mengembangkan sikap
terhadap rokok dan sebelum mencobanya mereka sudah mempunyai
gambaran seperti apa merokok itu. Tahap persiapan (prepatory stage)
melibatkan persepsi tentang apa yang dilibatkan dalam merokok dan apa
fungsi merokok. Mengapa gambaran ini menjadi pendorong untuk
merokok? Kemungkinannya adalah merokok memberikan kesan kuat,
sebuah kemampuan untuk menyatakan dorongan, bebas dari
cengkeraman kekuasaan. Anak yang kurang berhasil di sekolah, lebih
banyak melawan, dan suka melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan
harapan orangtua atau tradisi, akan lebih mungkin tertarik untuk merokok
pada usia kanak-kanak dan mulai menggunakan rokok sebagai simbol
bahwa dirinya adalah kuat, keren, bebas dari cengkeraman kekuasaan,
sebagaimana mereka akan memakai obat-obatan untuk selanjutnya.

2. Tahap Mencoba

Tahap initiation adalah tahap ketika seseorang benar-benar merokok


untuk pertama kalinya. Tahap ini merupakan tahap kritis bagi seseorang
untuk menuju tahap becoming a smoker. Pada tahap ini, seorang individu
akan memutuskan untuk melanjutkan percobaannya atau tidak.

NEXT… 7
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
3. Tahap Menjadi Perokok
Salber dkk (dalam Leventhal dan Cleary, 1980, dalam Efendi
,2004) menyatakan bahwa merokok empat batang rokok sudah
cukup membuat orang untuk merokok pada masa dewasa dan
dapat membuat mereka jadi tergantung melalui percobaan
berulang dan pemakaian secara teratur. Data menunjukkan
bahwa 85%-90% orang yang merokok empat batang rokok akan
merokok secara teratur yang secara tidak langsung berarti bahwa
percobaan merokok pada masa remaja akan mendorong mereka
untuk merokok ketika dewasa, baik ketika usia muda mereka
ingin atau tidak ingin menjadi perokok. Namun jelas bahwa
banyak anak muda tidak sampai menghabiskan empat batang
rokok.

4. Tahap Kecanduan Rokok

Pada tahap ini merokok sudah menjadi bagian dari cara


pengaturan diri (self-regulating) seseorang dalam berbagai
situasi dan kesempatan. Merokok dilakukan untuk memperoleh
efek fisiologis yang menyenangkan (Leventhal & Cleary,
1980,dalam Efendi, 2004). Efek dari perilaku merokok terutama
berkaitan dengan relaksasi dan kenikmatan sensoris.

8
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
BAHAYA MEROKOK

Rambut Rontok
Rokok memperlemah sistem kekebalan tubuh, sehingga rentan
terhadap penyakit dan menyebabkan rambut rontok, sariawan mulut.

Katarak
Memutihnya lensa mata yang menghalangi masuknya cahaya dan
menyebabkan kebutaan. 40% terjadi pada seseorang yang perokok
Rokok menyebabkan katarak dengan cara mengiritasi mata dengan

Kulit Keriput
Merokok menyebabkan penuaan dini. Karena rusaknya protein yang
berguna untuk menjaga elastisitas kulit, terkikisnya vitamin A,
terhambatnya aliran darah sehingga kulit perokok menjadi kering dan
keriput terutama di sekitar bibir dan mata.

Hilangnya Pendengaran
Tembakau dapat menyebabkan timbulnya endapan pada dinding
pembuluh darah sehingga menghambat laju aliran darah ke dalam
telinga bagian dalam. Risiko terkena infeksi telinga bagi perokok 3 kali
lebih besar daripada orang yang tidak merokok

Kanker Kulit
Seorang perokok akan 2 kali besar akan mengalami kanker kulit yaitu
meninggalkan bercak merah pada kulit

NEXT…
9
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Karies
Rokok mempengaruhi keseimbangan kimiawi dalam mulut.
Membentuk plak yang berlebihan, membuat gigi menjadi kuning dan
akhirnya terjadi karies. Perokok berisiko kehilangan gigi mereka 1,5 kali
lipat

Emfisema
Merokok dapat menyebabkan emfisema, yaitu pelebaran dan rusaknya
kantong udara pada paru-paru yang dapat menurunkan kapasitas paru
untuk menghisap oksigen dan melepaskan CO2

Kerusakan Paru
Rusaknya kantung udara pada paru yang menurunkan kapasitas paru
dan oksigen untuk melepas oksigen (O2). Apabila keadaan ini berlanjut
maka akan terjadi penumpukan lendir sehingga mengakibatkan batuk
yang terasa nyeri dan kesulitan bernafas

Osteoporosis
Karbonmonoksida (C0) yaitu zat kimia beracun yang banyak terdapat
pada gas buangan mobil dan asap rokok yang lebih mudah terikat pada
darah daripada oksigen sehingga kemampuan darah untuk mengangkut
oksigen turun 15% pada perokok.
Akibatnya adalah :
Tulang pada perokok akan kehilangan kekuatannya dan menjadi lebih
mudah patah dan retak serta penyembuhannya 85% lebih lama.
Perokok lebih rentan terhadap masalah punggung

Tukak Lambung
Konsumsi tembakau dapat menurunkan kemampuan
lambung untuk menetralkan asam lambung setelah makan
sehingga sisa asam akan menggerogoti dinding lambung.
Tukak lambung yang diderita para perokok lebih sulit dirawat
dan disembuhkan
10
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Penyakit Jantung
Pemakaian tembakau merupakan salah satu faktor risiko terbesar
untuk penyakit ini
Rokok menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat, menaikkan
tekanan darah dan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dan yang
lebih parah lagi menyebabkan serangan jantung dan stroke

Diskolori jari-jari
Tar yang terdapat pada asap rokok menyebabkan jari-jari dan
kuku menjadi warna cokelat kekuningan

Kanker Uterus
Rokok menyebabkan masalah kesuburan pada wanita dan berbagai
komplikasi selama masa kehamilan dan kelahiran bayi. Kegagalan hamil
terjadi 2-3 kali lebih besar pada wanita perokok. Rokok dapat
menurunkan kadar estrogen yang menyebabkan terjadinya menopause
dini pada wanita

Kerusakan Sperma
Rokok menyebabkan perubahan bentuk pada sperma dan kerusakan
pada DNA. Pria yang merokok meningkatkan risiko menjadi seorang
ayah dari anak yang memiliki bakat kanker. Rokok juga dapat
memperkecil jumlah sperma dan ketidaksuburan banyak terjadi pada
perokok

Penyakit Buerger
Terhambatnya aliran darah sehingga jika dibiarkan tanpa
adanya perawatan akan mengarah ke gangren (matinya jaringan
tubuh) sehingga berdampak harus diamputasi/dipotong.

11
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Keuntungan Berhenti Merokok
Perubahan Tubuh Setelah Berhenti Merokok
Dalam 20 menit : Dalam 2-12 minggu :
Tekanan darah dan denyut nadi Sirkulasi di berbagai bagian
kembali normal tubuh mulai membaik

Dalam 8 jam : Dalam 3-4 bulan :


Kadar oksigen di Gangguan pernapasan seperti batuk,
dalam darah kembali sesak napas, dan mengi mulai membaik.
normal Fungsi paru akan meningkat sekitar 5-
10%

Dalam 24 jam : Dalam 5 tahun :


Karbonmonoksida dikeluarkan Risiko terjadinya serangan
melalui tubuh jantung menjadi ½ dari pada
mereka yang terus merokok

Dalam 48 jam : Dalam 10 tahun :


Nikotin tidak Risiko terserang kanker paru ½ kali dari
dapat lagi perokok
dideteksi di dalam Risiko mendapat serangan jantung menjadi
tubuh kurang lebih sama dengan mereka yang tidak
pernah merokok sama sekali sebelumnya

Dalam 72 jam :
Bernafas mulai lebih lega karena bronkus (paru) lebih elastis.

Keuntungan Lain Berhenti Merokok


Gigi terlihat lebih bersih dan putih
Batuk berkurang
Nafas lebih segar
Warna jari dan kuku lebih terang
Kulit menjadi lebih halus

12
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
2 CARA BERHENTI
MEROKOK

13
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Cara Berhenti Merokok
a. Niat dan kemauan yang kuat untuk berhenti merokok.
b. Membuat evaluasi harian tentang keburukan merokok.
c. Jauhkan segala hal yang akan memunculkan keinginan untuk merokok.
d. Minum atau makan buah, permen atau makanan kecil lainnya jika
timbul keinginan untuk merokok.
e. Sibukkan diri dengan aktifitas atau hobi yang bermanfaat.
f. Meminta dukungan orang-orang terdekat. Cobalah menarik nafas
panjang selama tiga kali perlahan-lahan jika keinginan merokok muncul.
g. Mengubah citra tentang merokok

No. Citra yang ada Kita ubah menjadi

1. Merokok lambang 1. Merokok lambang impotensi pria.


kejantanan pria Sebab merokok memang dapat
menyebabkan impotensi

2. Merokok lambang 2. Merokok lambang kelemahan. Sebab


kegagahan merokok membuat paru-paru keropos
terkena racun nikotin

3. Merokok bergaya 3. Merokok kebiasaan orang primitif


modern yang belum mengenal ilmu kesehatan
dan ilmu pengetahuan

4. Merokok selangkah 4. Merokok ketinggalan zaman. Hanya


lebih maju orang konyol yang mau menghisap
racun ke tubuhnya

5. Merokok lambang 5. Merokok merusak pergaulan. Sebab


pergaulan teman yang baik tentunya akan
mengajak dan menawari sesuatu yang
bersifat membangun dan bukan
merusak kesehatan
6. Menawarkan rokok 6. Menawarkan rokok sama seperti
untuk keramahan menawarkan untuk ke rumah sakit
bahkan ke kuburan

14
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No. Citra yang ada Kita ubah menjadi

7. Merokok mengusir 7. Kenyataannya merokok


kesedihan mendatangkan kesedihan karena
harus terus mengeluarkan uang untuk
membeli, gigi tak bersih, mulut bau,
dan mendatangkan berbagai penyakit

8. Merokok membantu 8. Merokok memperkeruh pikiran dan


berpikir mengurangi konsentrasi karena
merokok menyebabkan penyempitan
napas dan keringnya tenggorokan

9. Merokok menenangkan 9. Merokok berpengaruh buruk pada


saraf urat saraf serta menyebabkan
kencangnya detak jantung

10. Merokok 10. Merokok justru menambah kelelahan


menghilangkan capek karena terganggunya banyak organ
tubuh seperti alat pencernaan, urat
saraf, rusaknya pembuluh darah dan
lain-lain.

11. Menghisap rokok itu 11. Sebenarnya rokoklah yang menghisap


nikmat manusia. Kesehatan dan uang telah
dihisap oleh rokok

12. Merokok lambang 12. Merokok lambang kekanak-kanakan


kedewasaan karena belum dapat membedakan
mana yang bermanfaat dan mana
yang tidak bermanfaat.

15
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
KECERDASAN EMOSI SEBAGAI UPAYA
MENGHENTIKAN KEBIASAAN MEROKOK

1. Kesadaran Diri

Adalah kemampuan untuk mengenal perasaan dan


menggunakannya untuk memandu dalam pengambilan keputusan
diri, tolak ukur atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang
kuat.
Perokok membayangkan ketika merokok sedang menghirup
asap rokok yang mengandung 4000 bahan kimia yang
berbahaya bagi kesehatan.
Jujur pada diri sendiri bahwa merokok berbahaya bagi diri
sendiri dan orang sekitarnya.
Perokok sadar dan mampu mengalihkan setiap pikiran,
godaan dan keinginan yang timbul untuk merokok.
Memiliki kemantapan dan kepercayaan diri untuk berhenti
merokok.
Dapat menikmati suasana hati yang aman dan nyaman
karena bebas dari sapa rokok.
2. Pengaturan Diri

Adalah kemampuan menangani emosi sehingga berdampak positif


pada pelaksanaan tugas, peka terhadap hati, dan mampu pulih
kembali dari tekanan emosi.
Perokok mampu menangani keinginan dan emosi ketika ada
keinginan merokok.
Peka terhadap kata hati untuk tidak merokok.
Sanggup menunda kenikmatan sesaat dari merokok dengan
membandingkan manfaat yang lebih besar dari tidak
merokok.
Mampu memulihkan keadaan dari tekanan emosi untuk
merokok dengan mengganti kegiatan lain yang berguna

16
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Sabar dalam menghadapi godaan dan keinginan merokok.
3. Memotivasi Diri

Adalah kemampuan mengatur keinginan untuk menggerakkan dan


menuntun menuju prilaku tidak merokok dan mampu bertahan
menghadapi kegagalan serta frustasi.
Mampu mengambil inisiatif untuk berhenti merokok.
Bertindak efektif dalam mempertahankan keinginan berhenti
merokok.
Tidak mudah putus asa dalam menghadapi tekanan merokok
dari lingkungan.
Mampu menghibur diri sendiri untuk mengurangi beban
psikologis karena kenginan merokok.
4. Empati

Adalah kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang


lain, menumbuhkan hubungan saling percaya, memahami
perspektif orang lain, serta mampu menyelaraskan diri dengan
orang lain.
Perokok membayangkan dan merenungi saat di tengah
keluarga, teman-teman atau tempat umum, dimana ada bayi,
anak-anak, orang tua, ibu hamil, penderita asma, orang alergi
asap rokok.
Perokok merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain,
bahwa asap rokok menyiksa orang di sekitarnya dan dapat
memperberat keadaan penyakitnya.
Mengetahui keinginan orang lain, bahwa orang lain tidak
ingin diganggu dengan bau dan asap rokok.

17
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
KETRAMPILAN MENOLAK AJAKAN
MEROKOK

1. Memberi Alasan
Cara ini adalah teknik mengatakan TIDAK dan memberikan
alasan atas tanggapan. Alasan tersebut mendukung keputusan
yang dibuat.
Contoh :
a. Pengaruh pada kalian :
“Tidak, aku tidak merokok karena akan membuat mulut dan
nafasku bau.”
b. Pendapat pribadi :
“Tidak, aku tidak suka merokok karena rasanya tidak enak.”
c. Pengaruhnya pada kesehatan :
“Tidak, aku tidak merokok karena akan merusak paru-paruku.”
d. Menyarankan kegiatan lain :
e.
2. Menyarankan Kegiatan Yang Lain
Menolak ajakan untuk merokok dengan member alternatif
kegiatan. Kegiatan ini membuat kalian tetap berteman dan bisa
membantu teman lain terhindar dari ajakan merokok.
Contoh :
a. “Tidak, terima kasih. Lebih baik kita main futsal aja yuk!”
b. “Tidak, aku tidak merokok. Lebih baik kita main basket saja.”

Komunikasi yang efektif untuk sebuah keputusan :


Lihatlah mata lawan bicara
Katakan dengan tegas
Katakan tidak
Gunakan bahasa tubuh yang sesuai.
Sumber : BP4, 2011
18
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Membantu Teman Untuk Berhenti Merokok
a. Dorong temanmu untuk berhenti merokok, beri mereka hadiah
atas perubahannya.
b. Tetap berhubungan dengan teman ynag merokok lewat HP,
SMS, atau secara langsung untuk menawarkan dukungan.
c. Jadilah pengaruh yang tenang, ramah dan menentramkan.
Teruslah member dukungan.
d. Jangan memarahi atau mengkritik mereka jika orang tersebut
kemablai merokok.
e. Jika adalah mantan perokok, bagilah pengalaman yang
membantumu berhenti merokok kepada teman yang merokok.
Apa yang berhasil atas diri kalian mungkin juga akan berhasil
untuk temanmu.

19
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
Bagaimana cara mengisi buku kerja ini?

1. Kolom Nomor, diisi nomor urut.


2. Kolom masalah remaja, diisi identitas teman (nama/inisial,
umur, kelas) dan masalah atau perilaku merokok yang dialami.
3. Kolom informasi yang diberikan, diisi tanggal dan waktu
pemberian informasi (penyuluhan, motivasi, menolak asertif).
4. Kolom hasil, diisi hasil yang diperoleh setelah pemberian
informasi dan perkembangan selanjutnya.
5. Kolom keterangan, diisi hambatan maupun pertanyaan yang
belum terjawab.

Contoh :
No Masalah Remaja Informasi yang Hasil Keterangan
(Identitas teman, diberikan (Hambatan/
masalah merokok) pertanyaan yang
belum terjawab)
1. Nama : Al/ 14 thn/ 8G 1. Penyuluhan ttg 1. Al mengatakan 1. Tidak ada
Merokok sejak usia 10 bahaya merokok merokok sangat
tahun, Al tidak tahu (Kamis, 4 April mebahayakan
bahaya merokok bagi 2014, pkl : bagi kesehatan.
kesehatan. Al 10.00-12.00) Al mengatakan
mengatakan sulit ingin berhenti
menolak ajakan merokok
merokok dari teman-
temannya.
2. Melatih 2. Al mampu 2. Al masih ragu-
menolak ajakan mempraktekkan ragu, kurang
secara asertif kembali cara percaya diri.
(Kamis, 11 April menolak ajakan 3. Perlu dimotivasi
2014, pukul merokok secara terus menerus.
10.00-10.30) asertif.

20
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
FORMULIR CATATAN KEGIATAN PENDIDIK SEBAYA
BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN

No Masalah Remaja Informasi yang diberikan Hasil Keterangan


(Identitas teman, masalah (Hambatan/pertanyaan
merokok) yang belum terjawab)

21
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Masalah Remaja Informasi yang diberikan Hasil Keterangan
(Identitas teman, masalah (Hambatan/pertanyaan
merokok) yang belum terjawab)

22
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Masalah Remaja Informasi yang diberikan Hasil Keterangan
(Identitas teman, masalah (Hambatan/pertanyaan
merokok) yang belum terjawab)

23
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Masalah Remaja Informasi yang diberikan Hasil Keterangan
(Identitas teman, masalah (Hambatan/pertanyaan
merokok) yang belum terjawab)

24
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Masalah Remaja Informasi yang diberikan Hasil Keterangan
(Identitas teman, masalah (Hambatan/pertanyaan
merokok) yang belum terjawab)

25
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Masalah Remaja Informasi yang diberikan Hasil Keterangan
(Identitas teman, masalah (Hambatan/pertanyaan
merokok) yang belum terjawab)

26
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Masalah Remaja Informasi yang diberikan Hasil Keterangan
(Identitas teman, masalah (Hambatan/pertanyaan
merokok) yang belum terjawab)

27
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Masalah Remaja Informasi yang diberikan Hasil Keterangan
(Identitas teman, masalah (Hambatan/pertanyaan
merokok) yang belum terjawab)

28
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Masalah Remaja Informasi yang diberikan Hasil Keterangan
(Identitas teman, masalah (Hambatan/pertanyaan
merokok) yang belum terjawab)

29
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Masalah Remaja Informasi yang diberikan Hasil Keterangan
(Identitas teman, masalah (Hambatan/pertanyaan
merokok) yang belum terjawab)

30
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
No Masalah Remaja Informasi yang diberikan Hasil Keterangan
(Identitas teman, masalah (Hambatan/pertanyaan
merokok) yang belum terjawab)

31
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
REFERENSI

Alfi Satiti, 2011. Strategi Rahasia Berhenti Merokok. Penerbit Data Media : Yogyakarta
Atikah Proverawati & Eni Rahmawati, 2012. PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Penerbit Nuha Medika : Yogyakarta
Balai Pengobatan penyakit paru paru Yogyakarta. (2011). Menuju Generasi Tanpa Rokok.
BP4 : Yogyakarta.
Baiduri Widad, 2008. Rokok : Mengenal Bukan Berati Mencoba. Penerbit CV. Empat Pilar
Pendidikan : Yogyakarta
Muhammad Jaya, 2009. Pembunuh Berbahaya itu bernama Rokok. Penerbit Riz’ma :
Yogyakarta
Sugeng Triswanto, 2007. Stop Smoking. Penerbit Progresif Books : Yogyakarta
Suryo Sukendro, 2007. Filosofi rokok Sehat Tanpa Berhenti Merokok. Penerbit : Pinus Book
Publisher : Yogyakarta
Tjandra Yoga Aditama, 2011. Rokok dan Kesehatan. Edisi Ketiga. Penerbit Universitas
Indonesia Jakarta

32
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014
33
MET-MYTRI sebagai ..., Sang Ayu Made Adyani, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai