Anda di halaman 1dari 159

UNIVERSITAS INDONESIA

GERAKAN REMAJA ANTI ROKOK SEBAGAI STRATEGI


INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS MENCEGAH
PENYALAHGUNAAN NAPZA (ROKOK) PADA REMAJA DI
SMP NEGERI S SUKATANI, DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR

KOERNIA NANDA PRATAMA


1206195432

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
DEPOK
2015

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


UNIVERSITAS INDONESIA

GERAKAN REMAJA ANTI ROKOK SEBAGAI STRATEGI


INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS MENCEGAH
PENYALAHGUNAAN NAPZA (ROKOK) PADA REMAJA DI
SMP NEGERI S SUKATANI, DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis
Keperawatan Komunitas

KOERNIA NANDA PRATAMA


1206195432

Pembimbing I : Dr. Etty Rekawati., S.Kp, MKM


Pembimbing II : Henny Permatasari, M.Kep., Sp.Kom

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI SPESIALIS KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
DEPOK
2015

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


r
I
I

.:,

IIAI,AMAN PEM{YA'TAAN ORISINALITAS

I&rya trEhh AI&lr tutrdatrt taofl kryr oaye *ndiri,


' dm tffiuo mmber bdkyrng dikusp mrupun dirufuk

tehh sryc nyehh dcrym bcner

Name : KoerniaNardaPtrhma

b.

. ,'

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


LEMBAR PENGESAIIAN

Karya Ilmiah Akhir ini Diajukan oleh :


Nama KoerniaNanda Pratama
NPM 1206195432
Program Studi Ners Spesialis Keperawatan
Peminatan Keperawatan Komunitas
Judul KIA Gerakan Remaja Anti Rokok Sebagai Strategi Intemesi
Keperawatan Komunitas Mercegah Penyalahgunaan NAPzu
(rokok) Pada Remajo di SMP "5" Kota Depok

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Deryan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan
Komunitas pada Program Studi Ners Spesialis Keperawatan, Fakultas IImu
Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I Dr. EttyRekawati., S.Kp, MKM

Pembimbingll: Henny Permatasari, S.Kp, M.Kep., Sp.Kep. Kom :. .. . .. . ...)

Penguji I Elis Rohmawati, Spd., MKM :..........)

Penguji II Ns.A. Eru SaprudrU S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.Kom . .. . ..... . ...)

Ditetapkan di Depok

Tanggal 12 Juni 2015

Il

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


t-
SI]RAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini, saya:

Nama : KoerniaNandaPratama

NPM :1206195432
Malrasiswa Program : Ners Spesialis Keperawatan komunitas
Peminatan : Keperawatan Komunitas

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan karya
ilmiah aktrir saya yang berjudul : Gerakan Remaja Anti Rokok Sebagai Strategi
Intervensi Keperawatan Komunitas Mencegatr Peiryalahgunaan NAPZA (Rokok)
PadaRemajaDi SmpNegeri S Sukatani, Depok

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagia[ .mdra saya akan
menerima sanksi yang telatl di tstapkan.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Depolq 12 Juni 2015


pernyataan

Pratama)

tv

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


t-

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKIIIR t]NTt]K KEPENTINGANT AKADEN/IIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia" saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : KoerniaNandaPratama

NPM :1206195432
Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Komunitas

Peminatan : Keperawatan Komunitas

Fakultas : IlmuKeperawatan

Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas lndonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-erclusive Royally
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Gerakan Remaja Anti Rokok Sebagai Shategi fnte*ensi Keperawatan Komunitas


Mencegah Penyalahgunaan NAPZA (Rokok) Pada Remaja Di SMP Negeri S

Sukatani, Depok

Beserta perangkat yang ada (iika diperlukan). Dengan IIak Bebas Royalti Non
eksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan /formatkaru
mengelola dalam bentuk pangkalan deta (datobose), merawaf, dan

mempublikasikan karya ilmiah akhir saya selama tetap mencantumkan narna saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik IIak Cipta.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenamya.


Dibuatdi : Depok

Pada tanggal : 12 Juni 2015


Yang menyatakan

(KoerniaNanda hatama)

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan praktik manajemen
keperawatan komunitas tepat pada waktunya sehingga laporan praktik yang
berjudul “gerakan remaja anti rokok sebagai strategi intervesi keperawatan
komunitas mencegah penyalahgunaan NAPZA (rokok) pada remaja di SMPN S
Kota Depok” dapat tersusun. Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas Peminatan
Keperawatan Komunitas pada Program Ners Spesialis Keperawatan Komunitas,
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Penulis menyadari dalam melaksanakan praktik residensi ini banyak menghadapi


berbagai macam hambatan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari para
pembimbing penulis dapat menyelesaikan praktik dengan baik. Penulis
menghaturkan banyak terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Dr. Etty Rekawati., S.Kp, MKM, selaku Kordinator/Supervisor Utama.


2. Henny Permatasari, S.Kp, M.Kep, Sp.Kep. Kom, Selaku Supervisor
3. Dr. Agus Setiawan, S.Kp, MN, Selaku dosen pembimbing
4. Wiwin Wiarsih, S.Kp, MN, Selaku dosen pembimbing
5. Widyatuti, SKp, M.Kep, Sp.Kep.Kom, Selaku dosen pembimbing
6. Poppy Fitriyani, S.Kp, M.Kep., Sp.Kep.Kom., selaku dosen pembimbing
7. Dra. Junaiti Sahar, SKp, M.App.Sc, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
8. Dr. Sigit Mulyono, S.Kp., MN selaku dosen pembimbing
9. Dr. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., MN selaku dosen pembimbing
10. Aselih, S.Sos, selaku Kepala Kelurahan Sukatani
11. drg. Saptianti Ratna W.Nip, selaku Kepala Puskesmas Sukatani Cimanggis
12. Seluruh guru dan murid SMP Negeri 11 Sukatani Depok yang selalu
membantu kegiatan praktik.

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


13. Orang tua Alm. Bpk Dasiman (Ayahanda), Karmiyah, S.pd (Ibunda) , Adik
dan seluruh keluarga yang selalu mendoakan.
14. Rekan-rekan residen peminatan keperawatan komunitas yang selalu
membantu dan memotivasi selama kegiatan praktik.
15. Semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu. Penulis mengharapkan masukan dan saran untuk
menyempurnakan laporan ini. Akhirnya, penulis sangat berharap laporan ini dapat
bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu dan perkembangan Ilmu
Keperawatan khususnya Keperawatan Komunitas.

Depok, 12 Juni 2015

Penulis

vi

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


ABSTRAK

Nama : Koernia Nanda Pratama


Program Studi : Spesialis Keperawatan Komunitas, Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia
Judul : Gerakan Remaja Anti Rokok sebagai Strategi Intervensi
Keperawatan Komunitas Mencegah Risiko
Penyalahgunaan NAPZA (Rokok) pada Remaja
Di SMP Negeri 11 Sukatani, Depok

Karakteristik perkembangan remaja adalah selalu mencoba sesuatu hal yang baru
bersama kelompoknya dan mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang negatif, salah
satunya adalah perilaku merokok. Perawat spesialis komunitas memiliki peran
melakukan upaya pencegahan masalah tersebut. Gerakan Remaja Anti Rokok
(GERAK) merupakan salah satu strategi intervensi keperawatan komunitas untuk
mencegah terjadinya masalah tersebut. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan
memberikan gambaran pelaksanaan GERAK dalam asuhan keperawatan
komunitas, melalui integrasi Teori Manajemen, HBM, TTM, HPM dan CSHM
pada remaja di SMPN S Kota Depok. Metode yang digunakan adalah dengan
menghitung sampel kemudian pengambilan data dengan kuisioner dan kemudian
di analisis. Hasil intervensi menunjukan peningkatan signifikan p-value (0,000),
peningkatan pengetahuan siswa (0,02%), sikap (0,01%) dan tindakan (0,11%).
Strategi intervensi GERAK dapat diaplikasikan untuk melakukan upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan perilaku merokok pada remaja di sekolah.

Kata kunci :
GERAK, remaja, penyalahgunaan NAPZA (merokok), Keluarga, keperawatan
komunitas

viii

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


ABSTRACT

Name : Koernia Nanda Pratama


Study Program : Community Health Nursing Specialist,
Faculty of Nursing Science, University of Indonesia
Title : Youth movement refused smoking as
a Community Nursing Intervention Strategy to Prevent
The Risk of Drug abuse (Smoking) in adolescent in Junior
High School 11, Tapos Depok

The Characteristics of adolescent development is always trying new things with


his group and easily influenced by negative things, one of which is smoking
behavior. Specialist community nurses have a role to do prevention efforts such
problems. Youth movement refused smoking (GERAK) is one of a community
nursing intervention strategy to prevent the occurrence of such problems. The aim
of this paper was to provide the description of implementation of (GERAK) in
community nursing care, through the integration of Theory of Management,
HBM, TTM, HPM, and CSHM, on teenagers in Junior High School S Depok City.
The method used was to calculate the sample then taking of data by questionnaire
and then analyzed. The result of intervention showed a significant improvement
(p-value = 0,000), increased of the students knowledge (0,02%), attitudes (0,01%)
and the action (0,11%). GERAK intervention strategies can be applied as a
prevention of abuse smoking behavior in adolescents at schools.

Keywords:
Youth movement refused smoking (GERAK), adolescent, Drug abuse (Smoking)
Family, community nursing

ix

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN ORSINILITAS
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ................................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 TujuanUmum ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan Khusus ....................................................................................... 13
1.3 Manfaat ................................................................................................. 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Remaja Sebagai Populasi Berisiko......................................................... 16
2.2 Pengertian dan Penyalahgunaan NAPZA .............................................. 20
2.3 Inovasi Gerakan Remaja Anti Rokok (GERAK)
Sebagai Bentuk Intervensi Keperawatan Komunitas ............................ 25
2.3.2 Sistem Multilevel Health Prmotions .......................................... ……. 27
2.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas .......................................... 29
2.5 Peran Perawat Komunitas dalam Pencegahan Masalah Merokok
Pada Remaja .......................................................................................... 32
2.6 Peran Perawat Komunitas dalam Pencegahan Perilaku Merokok
Remaja ......................................................................................................... 35
2.7 Teori Manajemen ................................................................................... 38
2.8 Health Belive Models ............................................................................ 41
2.9 Transtheorical Models .......................................................................... 44
2.10 Health Promotion Model (HPM) ........................................................ 48
2.11 Comprehensive School Health Model (CSHM) .................................. 52

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN PROPIL WILAYAH


3.1 Kerangka Kerja Praktek Keperawatan Komunitas ................................ 54
3.2 Profil Wilayah ....................................................................................... 57
3.3 Strategi Intervensi GERAK sebagai Inovasi ........................................ 62

BAB 4 PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


PADA AGGREGATE REMAJA DENGAN MASALAH RISIKO
PENYALAHGUNAAN NAPZA (ROKOK) DI SMP N S SUKATANI
KOTA DEPOK
4.1 Pengelolaan Manajemen Keperawatan Komunitas ............................... 64
4.2 Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas .................... 79
4.3 Alternatif Penyelesain............................................................................ 81
4.4 Asuhan Keperawatan Keluarga ............................................................. 84
4.5 Masalah Keperawatan Keluarga ............................................................ 90
4.6 Asuhan Keperawatan Komunitas pada Aggregate Remaja dengan
Risiko Masalah Merokok di Setting Sekolah ....................................... 101

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas..................................... 113
5.2.Keterbatasan ............................................................................................. 131
5.3 Impliksi .................................................................................................... 132

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 134
6.2 Saran ........................................................................................................ 135

DAFTAR PUSTAKA

xi

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.Indikator Dampak Asuhan Keperawatan Keluarga


Berdasarkan Tingkat kemandirian Keluarga ............................................... 100
Tabel 4.2.Prioritas Diagnosa Keperawatan Komunitas ............................................ 103

xii

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Pender’s Health Promotion Model (HPM) ........................................... 51

Skema 2.2 Framwork GERAK di SMPN S Sukatani Depok.................................. 56

Skema 3.1 Fish Bone Analisis ................................................................................ 78

Skema 4.1 Web of Causation Asuhan Keperawatan terkait Risiko Penyalahgunaan


NAPZA khususnya masalah merokok .................................................................... 90

Skema 4.2 Web of Causation Asuhan Keperawatan Komunitas terkait Risiko


Penyalahgunaan NAPZA khususnya masalah merokok di SMPN S Sukatani Kota
Depok ..................................................................................................................... 104

xiii

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Angket Kesehatan Remaja

Lampiran 2 Kuisioner Untuk Keluarga

Lampiran 3 Kuisioner Pengetahuan Tentang Teknik Promosi Kesehatan

Lampiran 4 Format Evaluasi Pelaksanaan Penyuluhan Kesehatan

Lampiran 5 Format Penilaian Anggota GERAK Penyuluhan

xiv

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


BAB I
PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan latar belakang, tujuan dan manfaat dari penerapan
program Gerakan Remaja Anti Rokok (GERAK), sebagai salah satu strategi
intervensi asuhan keperawatan pada keluarga dan komunitas dengan agregat
remaja disekolah yang berisiko menyalahgunakan NAPZA yaitu rokok di SMP
Negeri S Sukatani Kota Depok.

1.1 Latar Belakang


Populasi terbesar di dunia berdasarkan data United Nation Population Fund,
tahun 2013 adalah remaja, dari data tersebut menyatakan bahwa sekitar 1,8
milyar dari 7 milyar penduduk dunia adalah berusia remaja. Perkembangan
ini ditandai dengan data demografi jumlah populasi remaja di dunia cukup
besar. Menurut World Health Organization (2007), jumlah remaja berusia 10-
19 tahun sebanyak seperlima dari penduduk dunia. Asia Pasifik jumlah
penduduknya 60% dari jumlah penduduk didunia, seperlimanya adalah
remaja. Menurut data dari profil kependudukan dan pembangunan di
Indonesia pada tahun 2013, bahwa 18,3% dari jumlah penduduk tahun 2010
sebesar 237,6 juta jiwa adalah remaja (BKKBN, 2013).

Remaja adalah fase perkembangan pada manusia yang paling banyak


perbedaan dibandingkan dengan fase perkembangan manusia yang lain. Pada
fase ini, usia remaja merupakan tahap peralihan antara usia anak-anak ke fase
perkembangan usia dewasa. Pada tahap perkembangan ini memiliki
karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan tahap perkembangan
lainnya. Remaja merupakan salah satu masa transisi dari masa kanak-kanak
ke masa dewasa (Papalia & Olds, 2011).

Sejalan dengan paragraf di atas, penjelasan mengenai remaja telah dijelaskan


dalam Undang-Undang dasar No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

1 Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


2

Pasal 1 ayat (1), definisi dari anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, oleh
kerena itu kategori usia remaja dapat diambil dari rentang usia 10 sampai
dengan 18 tahun. Remaja juga dapat diartikan sebagai masa muda atau masa
pubertas, dimana remaja mengalami perubahan sebagai fase dari sebuah
perkembangan anak, dinamika perubahan remaja mencakup dimensi fisik,
kognitif, dan sosial-kultural (Allender, Rector, & Warner, 2010).

Remaja dapat menjadi kelompok yang berisiko untuk menyalahgunakan


NAPZA khususnya merokok. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko
seperti 1) psikologis; koping yang maladaptif, rendahnya kepercayaan diri
remaja, dan gangguan kejiwaan, kegagalan akademik dan kurangnya
komitmen pada pendidikan, pemberontak, 2) keluarga; riwayat keluarga
(genetis), tipe keluarga, pola asuh keluarga, konflik dalam keluarga, orang tua
yang menggunakan NAPZA khususnya merokok atau memperbolehkan
remaja merokok, 3) sosial; tekanan dari teman sebaya dan lingkungan yang
berhubungan dengan masalah NAPZA yaitu merokok, pengalaman coba-coba
terhadap NAPZA, 4) kontekstual; kurangnya pendidikan dan informasi terkait
dengan NAPZA, informasi mengenai NAPZA yang salah, keberadaan
NAPZA, nilai budaya yang mendukung penyalahgunaan NAPZA, kemajuan
teknologi, kebijakan hukum mengenai obat-obatan, dan menjadi kaum
minoritas (Allender&Spradley, 2005; Steinberg, 2002).

Masa remaja mengalami perubahan secara hormonal, sehingga dapat


mempengaruhi emosional remaja tersebut. Remaja cenderung terus mencari
jati dirinya ketika muncul rasa ingin mandiri dan ingin terlepas dari
ketergantungan orang tua. Menurut Friedman, Bowden dan Jones (2010),
dalam pencarian identitas diri, hal-hal yang baru akan dicoba oleh remaja
kemudian mengembangkan perilaku tersebut dalam kehidupannya.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


3

Aspek psikologis yang terdapat pada remaja tersebut adalah rasa ingin tahu
yang sangat besar, senang terhadap petualangan dan tantangan, serta remaja
berani menanggung resiko yang akan menimpanya tanpa mempertimbangkan
terlebih dahulu pada saat melakukannya. Beberapa alasan di atas dapat
menempatkan remaja pada kelompok yang berisiko terhadap masalah
kesehatan di masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2004).

Menurut Friedman, Bowden dan Jones (2010), pencarian terhadap identitas


diri remaja yang menyebabkan remaja berusaha mencoba melakukan suatu
hal yang belum pernah dilakukan, serta mengembangkannya dalam perilaku
keseharian. Pada masa pencarian identitas diri, fase remaja adalah fase dalam
keadaan kritis, pada masa ini remaja akan terus berusaha mencapai
kemandirian kemudian melepaskan ketergantungan dari orang tua dan
keluarganya.

Perkembangan pada remaja begitu cepat baik secara kognitif maupun social,
bahkan sering tidak seimbang dengan cara berfikir yang rasional pada remaja,
sehingga sering mengalami masalah. Akibat dari hal tersebut remaja mudah
sekali terpengaruh oleh pergaulan yang kurang sehat dengan rekan
sebayanya, namun tidak hanya hal tersebut yang dapat mempengaruhi remaja.
Lingkungan eksternal lainnya yang kurang baik, seperti penyakit masyarakat
seks bebas, kenakalan remaja, dan penyalahgunaan NAPZA, hal ini
menjadikan remaja menjadi kelompok yang beresiko dalam masyarakat
(DHHS, 2008 dalam Saucier, 2009).

Permasalah yang terjadi pada usia remaja sangat komplek. Hal tersebut perlu
penanganan, pembinaan dan kerja sama yang baik dan aktif dari semua pihak
yang terkait, baik tenaga profesi maupun non profesi yang ada di lingkungan
masyarakat. Salah satu permasalahan pada remaja dan menjadi masalah
secara umum adalah kebiasaan merokok pada remaja, dimana dari tahun ke
tahun angka kesakitan karena merokok semakin meningkat. Namun data yang

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


4

terkait tentang masalah tersebut belum di olah secara khsusus. Fenomena


merokok pada remaja SMP dapat di ibaratkan seperti gunung es (ice berg),
yaitu jumlah kasus yang nampak lebih kecil dibandingkan dengan yang
belum terdeteksi (Hawari, 2009). Kenyataan yang ada pada saat ini jumlah
remaja yang merokok terus bertambah.

Menurut Badan Narkotika Nasional/BNN (2011), peningkatan jumlah remaja


yang merokok sangat cepat dan memprihatinkan, kondisi ini diikuti pula
dengan masalah kesehatan dan sosial yang ditimbulkan bahkan tidak hanya
pada usia remaja saja, namun usia balita pada saat ini sudah mulai bertambah
yang terkena masalah perilaku merokok. Peningkatan jumlah pengkonsumsi
rokok di Indonesia semakin memprihatinkan, perilaku merokok bukan hanya
dari individu, namun sudah menjadi sebuah budaya.

Menurut data WHO (2008), tingkat konsumsi merokok di Indonesia terus


meningkat. Pada tahun 2005 konsumsi rokok sebanyak 214 milyar batang,
dan meningkat menjadi 240 milyar batang pada tahun 2008. Data kementrian
kesehatan et al., 2011) telah menjelaskan bahwa pengeluaran yang banyak
adalah untuk membeli rokok. Rata-rata konsumen yang membeli rokok
adalah remaja berusia 15 tahun keatas, pengeluaran untuk membeli rokok
setiap bulannya adalah Rp.198.761, sedangkan perbandingan antara kota dan
desa khususnya dalam mengkonsumsi rokok lebih besar masyarakat di kota
yaitu Rp.214.607,- per bulan dan di desa sebesar Rp.185.489,- perbulan untuk
membeli rokok. Pemasukan dari rokok memang sangat besar yaitu 57 triliun
rupiah per tahun. Hal ini tidak memperhatikan dampak yang terjadi pada
kesehatan masyarakat sehingga dapat di sebut dengan politik ekonomi
profiting from death (menuai keuntungan dari kematian).

Banyak sekali upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah ataupun lembaga-
lembaga untuk mrngatasi masalah rokok. Upaya yang telah dilakukan dalam
mengurangi tingginya angka merokok yaitu diperingati hari bebas tembakau

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


5

pada tanggal 31 mei, hal ini di lakukan guna membatasi penggunaan rokok.
Pemerintah telah memberikan peraturan sebagai landasan hokum gunak
membatasi ruangan untuk merokok. Peraturan pemerintah no 81 tahun 1999
dan no 38 tahun 2000 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan dan perihal
kawasan tanpa rokok yaitu pasal 23, 24, dan 25 serta pasal 26 (Gatra, 2001).
Pemerintah daerah khususnya di Depok telah memberlakukan perda no 03
Tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok (KTR). Hal ini sebagai upaya untuk
menekan jumlah perokok remaja yang semakin banyak, namun kenyataan
yang ada adalah terus menerus rokok pada remaja sudah sampai menjamah ke
usia remaja muda dan sekolah dasar.

Berdasarkan hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2012,


persentase wanita dan pria belum kawin umur 15-24 tahun yang merokok,
selama 3 bulan terakhir untuk wanita mengindikasikan 10 persen merokok,
untuk pria persentase yang sesuai adalah masing-masing 80 persen merokok.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya baik perorangan, kelompok dan
komunitas atau masyarakat dalam mewujudkan dan mempraktikan perilaku
hidup bersih dan sehat yang dijalankan oleh keluarga dan masyarakat
(Depkes RI, 2004).

Masalah NAPZA (Narkotik, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) tersebut


sering di temukan pada remaja usia sekolah (BKKBN, 2013). Pada beberapa
literatur mengenal istilah tersebut dengan masalah NARKOBA (Narkotika
dan Obat-obat Berbahaya) ataupun dengan nama NAZA (Narkotika, Alkohol,
dan Zat Adiktif), penulis memilih istilah NAPZA karena lebih komprehensif
dan tepat untuk menjelaskan tentang rokok yang termasuk bagian dari
NAPZA.

Masalah penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh Adi (1994; dalam


Kumolosari, 2003) pada 10 SMA dan rumah sakit ketergantungan obat yang
mengambil 1000 sampel menunjukan dukungan dari teman sebayanya

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


6

sebesar 84% untuk menggunakan zat, sedangkan nilai yang tinggi yaitu
99,5% mengenai keterjangkauan informasi dan cara untuk mendapatkan zat.
Hal ini didukung dengan niat dari individu untuk menggunakan zat sebesar
98,9%. Sehingga dapata disimpulkan bahwa penyalahgunaan NAPZA pada
remaja disebabkan oleh niat, teman sebayanya dan mudahnya mendapatkan
rokok bagi remaja.

Masalah remaja terkait remaja yang merokok terus menurus bertambah


meskipun pemerintah sudah menerapkan berbagai cara untuk mengurangi
masalah tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan Ariani (2006), pada siswa
SMA dan SMK di Bogor Barat menunjukan bahwa 46,8% remaja berperilaku
agresif, merokok dan seksual yang tidak baik. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Aslan Dilek dan Sahin Ayten (2007) yang dilakukan pada
remaja di Ankara, Turki membuktikan bahwa kegiatan promosi kesehatan
dan pendidikan kelompok remaja mengenai bahaya merokok menunjukan hal
yang positif pada pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja.

Hasil dari survey yang dilakukan oleh BNN (2011), di Indonesia diperkirakan
jumlah penyalahguna NAPZA sebanyak 3,7 juta sampai dengan 4,7 juta
orang. Terdapat dua kelompok yang memberikan kontribusi terbesar secara
absolut dalam jumlah penyalahgunaan narkoba, yaitu kelompok pekerja
(70%) dan pelajar (22%). Hal yang sama berdasarkan hasil Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia tahun 2012, persentase wanita dan pria belum kawin
umur 15-24 tahun yang merokok selama 3 bulan terakhir menunjukan data
pada wanita teridentifikasi 10 persen merokok, untuk pria sebanyak 80 persen
merokok.

Laporan tahunan Badan Narkotika Kota Depok (2008), porsentase


penyalahgunaan NAPZA di Kota Depok berkisar 1,5% dari total penduduk
Kota Depok, dan 75% kasus penyalahgunaan NAPZA berasal dari kelompok
umur 10-18 tahun. Salah satu peran kota Depok dalam mendukung program

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


7

WHO adalah melakukan GSPS di kota Depok. Depok adalah kota di propinsi
jawa barat yang berbatasan dengan ibu kota yaitu Jakarta. Terdapat 126
sekolah menengah pertama (SMP) yang tersebar di 6 wilayah, terdiri atas 14
SMP Negeri dan 112 SMP swasta (Humas Pemerintahan Kota Depok, 2003).
Samapai saat ini belum ada data mengenai masalah merokok, baik mengenai
perilaku merokok pada guru dan karyawan SMP di kota Depok.

Praktik residensi keperawatan ini dilandasi oleh teori Pender’s, Health Belive
Models (HBM). Penulis menggunakan teori ini, karena ingin melihat
kepercayaan diri remaja untuk tidak merokok dan berhenti merokok.
Berdasarkan teori model ini penulis menggunakan beberapa komponenya
untuk mendukung strategi proyek inovasi ini, antara lain 1).Ancaman
(persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit dan persepsi tentang
kondisi kesehatannya), 2).Harapan (persepsi tentang keuntungan suatu
tindakan dan persepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan tindakan
itu), 3) Pencetus tindakan: (Media, Pengaruh orang lain, Hal-hal yang
mengingatkan reminders), 4) Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan,
umur, jenis kelamin/gender, suku bangsa), 5) Penilaian diri (Persepsi tentang
kesanggupan diri untuk melakukan tindakan itu). Pelaksanaan proyek inovasi
ini penulis menggunakan sistem Multi Level Promotion sehingga berbeda
dengan strategi intervensi yang lainnya.

Bagian dari teori HBM di atas sangat diperlukan guna pelayanan kesehatan
dan peer leader educator sebagai lingkungan yang dapat mempengaruhi
kepercayaan diri remaja. Hal ini dapat digunakan sebagai layanan kesehatan
remaja di sekolah. Gerakan remaja anti rokok (GERAK) merupakan bentuk
dari peer leader educator. Setiap anggota GERAK dapat menjadi leader
untuk teman sebayanya baik di lingkungan sekolah maupun di tempat
tinggalnya. Strategi intervensi keperawatan komunitas ini merupakan
program yang di dapatkan dari gabungan teori keperawatan seperti Health
Belive Models (HBM), Transteoritical Models, Comprehensive School Health

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


8

Model (CSHM) dan Health Promotion Models untuk menunjang praktik


keperawatan komuinitas di setting sekolah. Hai ini di perkuat oleh penelitian
yang dilakukan oleh Sholihah (2014), bahwa teori Health Belive Models
dapat menjadi acuan pada penelitian tentang gambaran peluang perubahan
perilaku perokok pasien hypertensi.

Kota Depok merupakan wilayah yang memiliki risiko besar terhadap


terjadinya masalah penyalahgunaan NAPZA di kalangan anak remaja. Selain
hal itu, laporan tahunan Badan Narkotika Kota Depok (2008) terkait
penyalahguna NAPZA di Kota Depok berkisar 1,5% dari total penduduk
Kota Depok, dan 75% kasus penyalahgunaan NAPZA berasal dari kelompok
umur 10-18 tahun serta 79% berpendidikan SLTA. Masalah merokok pada
remaja sekolah akan berpengaruh terhadap pencapaian MDG’s 2015. Rokok
dapat membunuh rata-rata satu orang tiap enam detik. Perkiraan dari para
pakar apabila tren merokok berlanjut, pada 2030, angka kematian karena
merokok akan meningkat tajam sampai 8 juta orang per tahun. Akhir abad ke-
21 jumlah orang yang mati akibat merokok akan mencapai angka 1 miliar,
menurut para ahli (Suara Merdeka, 2014 diakses tanggal 21 mei 2015).

Masalah ini harus segera diatasi sehingga akan memperlancar pencapaian


pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Faktor penyebab yang
membuat remaja merokok di antaranya adalah peran dari orang tua, teman
sebaya, masyarakat, dan tenaga atau pelayanan kesehatan setempat yakni
Dinkes dan puskesmas. Tekanan peer, berteman dengan perokok, orang tua
dan guru yang merokok juga sangat berpengaruh terhadap perilaku merokok.
Menurut Stanhope dan Lancaster (2014), munculnya perbedaan nilai dengan
orang tua menjadikan remaja lebih percaya terhadap teman daripada di
keluarga. Lembaga pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam hal
ini. Program perkesmas yang dilakukan oleh perawat puskesmas dapat
menjadi fasilitator untuk mengatasi masalah merokok pada remaja di sekolah,
keluarga dan masyarakat.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


9

Hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis bulan September–Oktober 2014


di Kelurahan Sukatani Kecamatan Tapos Depok pada aggregate remaja
dengan menggunakan metode wawancara, di SMP wilayah Sukatani pernah
di temukan kasus siswa membawa rokok, dan sedang merokok di sela-sela
jam istirahat. Kasus yang sering di temukan yaitu pada kelas 8 dan 9 di SMP,
beberapa siswa mengatakan bahwa siswa SMP sering terlihat sedang
merokok saat berkumpul di luar sekolah, beberapa siswa mengaku dirinya
pernah merokok, siswa pernah mengaku untuk di ajak merokok oleh teman-
temannya, beberapa siswa mengatakan merokok karena sering nongkrong
dengan usia di atasnya. Hasil tersebut menunjukan bahwa remaja di SMPN S
Sukatani memiliki risiko perilaku merokok yang tinggi.

Perawat komunitas memiliki strategi untuk mengatasi masalah rokok pada


remaja. Pada masalah rokok ini penulis menggunakan strategi Proses
kelompok (group process), Pendidikan Kesehatan (Health Promotion),
Kerjasama (Partnership), dan pemberdayaan. Strategi ini telah terbukti dan
dilakukan oleh residen keperawatan komunitas sebelumnya untuk mengatasi
masalah kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Irma, (2009) yaitu proses kelompok dengan peer konselor adalah strategi
yang efektif guna pencegahan NAPZA pada remaja.

Salah satu strategi yang dapat digunakan oleh perawat komunitas untuk
mencegah risiko penyalahgunaan NAPZA khususnya merokok pada remaja
adalah dengan melakukan penguatan terhadap keluarga remaja tersebut,
sehingga keluarga dapat melakukan peran yang sesuai terhadap kebutuhan
remaja. Model intervensi yang digunakan sebagai salah satu rujukan teori
atau model guna melihat kepercayaan diri remaja untuk tidak merokok dan
berhenti merokok adalah model Pender’s Health believe model (HPM).
Berdasarkan dari teori model ini perlu pelayanan kesehatan dan peer leader
educator sebagai lingkungan yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


10

remaja. Pelayana kesehatan dan peer leader educator dapat digunakan


sebagai layanan kesehatan remaja di sekolah.

Peran pelayanan kesehatan khususnya perawat kesehatan masyarakat adalah


sebagai penggerak program perkesmas di puskesmas. Sedangkan peer leader
educator adalah memberikan dan mengajak teman sebayanya untuk
menghindari rokok dan berhenti merokok sehingga dapat membuat
lingkungan yang mendukung untuk meningkatkan kepercayaan diri remaja.
perawat kesehatan masyarakat yang menjalankan perkesmas dengan
mengintegrasikan peer leader educator adalah bentuk layanan kesehatan di
sekolah melalui kerjasama dengan UKS di promosi kesehatan.

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan GERAK


adalah dengan pembentukan kelompok dukungan, kelompok keluarga dengan
remaja, memberikan pendidikan kesehatan dan pelatihan bagi kader
kesehatan di sekolah, orang tua dan remaja dalam sesi yang terpisah, dan
menjalin kerjasama dengan lintas sektoral khususnya dinas pendidikan,
bahkan dengan lintas program yang terkait dengan program pencegahan
risiko perilaku merokok pada remaja di sekolah sebagai dukungan program
kota Depok yaitu “Kawasan Tanpa Rokok (KTR)”.

Tema pelatihan bagi kelompok pendukung GERAK adalah tentang tumbuh


kembang remaja, komunikasi efektif, remaja dan masalah rokok, deteksi dini
dan penanganan dini remaja yang merokok, pemecahan masalah, konseling
dasar, dan alur rujukan. Bagi orang tua remaja diberikan tambahan materi
tumbuh kembang remaja, komunikasi efektif, remaja dan penyalahgunaan
NAPZA khususnya rokok, deteksi dini dan penanganan dini penyalahgunaan
NAPZA khususnya merokok serta contoh alat peraga sederhana terkait
bahaya dari kandungan rokok. Sedangkan bagi remaja diberikan materi
pelatihan tumbuh kembang remaja, hak dan tanggung jawab, menolak ajakan
negatif dengan asertif, serta remaja dan penyalahgunaan NAPZA.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


11

Penerapan inovasi menggunakan strategi GERAK guna pengendalian risiko


penyalahgunaan NAPZA pada remaja akan dilakukan pada tiga tingkatan
yaitu keluarga, komunitas dan manajerial. Pada tingkatan keluarga yang akan
dilakukan fokus pada kegiatan komunikasi efektif. Pada tingkat masyarakat
kegiatan meliputi pembentukan Kelompok Pendukung GERAK yang
berjumlah 13 orang dan sekarang ¾ dari jumlah siswa SMP Negeri S yang
ikut dalam kegiatan inovasi deteksi dini perilaku merokok pada remaja.
Terakhir pada tingkatan manajerial dimana kelompok pendukung ini akan
diberikan materi terkait kemampuan kepemimpinan, berkomunikasi afektif
dan dinamika kelompok dengan kepengurusan GERAK. Strategi intervensi
yang akan digunakan adalah pendidikan kesehatan, proses kelompok dan
kolaborasi dengan pihak terkait seperti kelurahan, puskemas, BNN, Dinkes,
Disdik Kota Depok maupun LSM.

Pembentukan program peer leader educator di SMP Negeri 11 Kota Depok


yang diberi nama GERAK (Gerakan Remaja Anti Rokok), yang berfokus
pada jenjang pendidikan SMP sebagai leader dan role models untuk siswa
yang lainnya dengan teknik sistem multilevel health promotion. Siswa SMP
adalah remaja yang mempunyai pola pikir mudah terpengaruh untuk ikut
merokok dengan temannya. Adanya peer leader educator pada siswa SMP di
harapkan dapat menjadi leader yang memiliki jaringan untuk mencegah
terjadinya perilaku merokok pada siswa lain.

Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang pernah dilakukan oleh Ria


(2012), melalui kegiatan residensi dengan melakukan inovasi teman sebaya
remaja sehat (TEBARS) sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas
untuk mencegah penyalahgunaan NAPZA pada usia remaja di SMP Negeri 8
Kota Depok. Hasil kegiatan tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan
yang signifikan terhadap tingkat pengetahuan remaja tentang NAPZA
sebelum di intervensi pengetahuan kurang sebesar 100% setelah di lakukan

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


12

intervensi menjadi 68% pengetahuan baik, sedangkan rerata resiko remaja


menyalahgunakan NAPZA menurun 5,91%.

Berdasarkan dari uraian diatas telah nampak bahwa pencegahan dan solusi
masalah merokok pada remaja mutlak diperlukan dengan melakukan
intervensi keperawatan yang berfokus pada pembinaan dan evaluasi program
masalah merokok pada remaja di sekolah. Program dinas kesehatan yang
bertanggung jawab pada masalah merokok pada remaja yaitu melalui
promkes dalam wadah trias UKS di sekolah serta wadah KIA di puskesmas.

Pada kesempatan kali ini penulis mencoba untuk menganalisa program


pelaksanaan masalah merokok pada remaja, terutama di Program Promkes
melalui UKS di sekolah pada level Dinas Kesehatan Kota Depok, wilayah
puskesmas Sukatani hingga tingkat sekolah. Pada saat pelaksanaan intervensi
keperawatan pada remaja, antusiasme remaja di sekolah sanget tinggi
sehingga kegiatan yang dilakukan berjalan dengan baik. Hal ini tidak terlepas
dari dukungan dari sekolah terutama guru BK ikut mendukung kelancaran
proyek inovasi ini. Hasil dari kegiatan ini sangat berpengaruh kearah yang
lebih baik terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku remaja terhadap masalah
rokok. Hal ini terbukti dengan sebelum dilakukan tindakan sebanyak 217
remaja yang tidak merokok dari 246 sampel yang diambil menjadi 231
remaja, sehingga terdapat peningkatan yang baik pada perilaku remaja
dengan masalah rokok.

Penerapan asuhan keperawatan komunitas dalam rangka mencegah terjadinya


penyalahgunaan NAPZA pada remaja di setting sekolah melalui program
GERAK, dituangkan dalam bentuk laporan karya ilmiah akhir dengan judul
“Gerakan Remaja Anti Rokok (GERAK) Sebagai Strategi Intervensi
Keperawatan Komunitas Mencegah Penyalahgunaan Napza (Rokok) Pada
Remaja Di Smp Negeri S Sukatani, Depok”

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


13

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran pelaksanaan program GERAK sebagai strategi
intervensi pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas pada remaja
dengan risiko penyalahgunaan NAPZA yaitu rokok guna mendukung
program kawasan tanpa rokok (KTR) di SMP N S Kelurahan Sukatani
kecamatan Tapos Kota Depok Jawa Barat.

1.2.2 Tujuan Khusus


Memberikan gambaran tentang:
1.2.1.1 Terbentuknya kelompok kesehatan remaja dan peer educator
program GERAK terkait manajemen pelayanan kesehatan
komunitas.
1.2.1.2 Peningkatan kemampuan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan)
kelompok kesehatan remaja dan peer educator dalam upaya
pencegahan terjadinya penyalahgunaan NAPZA yaitu rokok pada
remaja dengan penerapan strategi GERAK di sekolah SMP N S
Kelurahan Sukatani Kecamatan Tapos Kota Depok.
1.2.1.3 Peningkatan kemampuan siswa (pengetahuan, sikap, dan
keterampilan) dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan
NAPZA yaitu rokok pada remaja di sekolah dengan penerapan
strategi GERAK di sekolah SMPN S Kelurahan Sukatani
Kecamatan Tapos Kota Depok.
1.2.1.4 Peningkatan kemampuan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan)
keluarga dalam upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan
NAPZA yaitu rokok pada remaja dengan penerapan GERAK di
Kelurahan Sukatani, Kecamatan Tapos, Kota Depok.
1.2.1.5 Peningkatan kemandirian keluarga dalam upaya mencegah
terjadinya penyalahgunaan NAPZA yaitu rokok pada remaja di
Kelurahan Sukatani Kecamatan Tapos Kota Depok.
1.2.1.6 Analisis hambatan dan kekurangan penerapan program GERAK.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


14

1.3 Manfaat
1.3.1 Pelayanan Kesehatan
1.3.1.1 Dinas Kesehatan Kota Depok
Program Gerakan Remaja Anti Rokok (GERAK) sebagai salah satu
strategi intervensi keperawatan untuk mencegah bahkan mengurangi
masalah merokok pada remaja disekolah sebagai bentuk peromotif
dan preventif. Program GERAK dapat menjadi dasar dalam
merumuskan pengembangan program kawasan tanpa rokok (KTR) di
Kota Depok.

1.3.1.2 Puskesmas Sukatani Kecamatan Tapos


Program GERAK dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk
melakukan promotif melalui kegiatan pendidikan kesehatan yang
merupakan bagian dari Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
melalui asuhan keperawatan komunitas.

1.3.1.3 Perawat Komunitas


Program GERAK dapat menjadi salah satu alternatif intervensi
keperawatan komunitas dalam melakukan intervensi keperawatan
guna mencegah terjadinya peningkatan masalah merokok di usia
remaja khususnya disekolah. Upaya dalam pemberdayaan dan
pembinaan keluarga dengan anak remaja untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan NAPZA pada remaja dalam keluarga melalui
program GERAK.

1.3.1.4 Sekolah
Program Gerakan Remaja Anti Rokok (GERAK) dapat membantu
pihak sekolah di bawah Dinas Kesehatan untuk meningkatkan peran,
fungsi dan pemberdayaan kader pada siswa secara optimal melalui
pelaksanaan pelatihan dan pendidikan kesehatan sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan sekolah untuk membentuk perilaku pencegahan

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


15

terjadinya masalah merokok pada remaja disekolah, dalam rangka


berpartisipasi mensukseskan program KTR Kota Depok.
Pelaksanaan program GERAK dapat menjadi masukan dalam
pengembangan kurikulum pembelajaran dan peran aktif komponen
sekolah terhadap siswa, yang memberikan dampak positif terhadap
peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja di sekolah.

1.3.1 Perkembangan Ilmu Keperawatan


1.3.2.1 Meningkatkan mutu layanan asuhan keperawatan komunitas
khususnya pada agregat remaja dengan risiko masalah merokok.
1.3.2.2 Menambah khasanah ilmu keperawatan dan memperkuat teori
keperawatan untuk menambah wawasan pengetahuan perawat
spesialis komunitas dan mahasiswa keperawatan dalam melakukan
proses asuhan keperawatan pada remaja di setting sekolah dengan
risiko masalah merokok melalui program GERAK.
1.3.2.3 Sebagai dasar masukan upaya pengembangkan program
pendidikan, pengabdian masyarakat dan riset di lingkup praktik
keperawatan komunitas.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan berbagai teori dan konsep yang berkaitan dengan peran
fungsi keperawatan komunitas, remaja sebagai populasi beresiko, masalah
merokok pada remaja, Gerakan Remaja Anti Rokok (GERAK) model Manajemen
Pelayanan Kesehatan, Health Belive Model (HBM), Transteoritical Models
(TTM), Health Promotion Model (HPM) dan Comprehensive School Health
Model (CSHM) dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas pada agregat
remaja dengan masalah merokok.

2.1 Remaja Sebagai Populasi Berisiko


2.1.1. Populasi Berisiko (at risk)
Remaja merupakan salah satu periode siklus kehidupan manusia yang
wajib dilalui pada siklus kehidupan. Kata remaja berasal dari bahasa
Latin yaitu adolescere (menurut kata benda, adolescentia mempunyai
arti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh untuk menjadi
dewasa” (Hurlock, 2002). Populasi didefinisikan sebagai sekumpulan
individu atau seseorang yang senasib dan satu tujuan serta saling
berbagi satu sama lain antar individu maupun dengan berbagai
karasteristik lingkungan di sekelilingnya (Stanhope & Lancaster, 2004).
Risiko merupakan suatu kondisi yang secara potensial berbahaya
bahkan dapat memicu terjadinya penyakit. Arti lain dari risiko adalah
ancaman kerusakan, cedera, kerugian, dan kejadian negatif lainnya
yang disebabkan kerentanan eksternal maupun internal yang dapat
dinetralisir melalui antisipasi (Kemenkes, 2011).

Menurut Stanhope dan Lancaster (2004), populasi berisiko merupakan


populasi orang yang memiliki risiko yang sama walaupun jumlahnya
kecil dari kejadian yang terjadi. Sedangkan Allender dan Spradley
(2005), berpendapat bahwa populasi berisiko merupakan sekumpulan

16 Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


17

manusia yang berpeluang mengalami masalah kesehatan secara


spesifik, karena beberapa faktor dapat mempengaruhinya. Dari hal
tersebut dapat di artikan lagi bahwa sebuah kelompok dikatakan lebih
berisiko dari kelompok lain apabila paparan atau kejadian suatu hal
lebih banyak dibandingkan dengan kelompok lain.

Kelompok risiko dapat terjadi karena tidak adanya kontrol dari


kelompok tersebut terhadap pengaruh negatif yang mungkin akan
terjadi. Kondisi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, seperti: aturan
yang belum ada, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat atau tidak
adanya informasi yang memadai terhadap bahaya. Terdapat beberapa
katagori yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan status
kesehatan antara lain risiko biologik; risiko lingkungan termasuk
psikologik; sosial ekonomi dan kejadian hidup; risiko perilaku termasuk
didalamnya risiko gaya hidup (Stanhope & Lancaster, 2004).

2.1.1.1 Risiko biologi


Menurut Santrock (2007), risiko biologi dapat diartikan risiko yang
bersumber dari dalam diri remaja, pada masa remaja terjadi proses
perubahan fisik maupun psikologis. Menurut Sales dan Irwin (2009)
risiko biologi sering dikorelasikan dengan masa pubertas yang terjadi
pada remaja, remaja mengalami perubahan biologis yang sangat jelas.
Perubahan fisik yang terjadi dapat dilihat dalam perubahan tubuh,
sedangkan perubahan secara psikologis dilihat dari perubahan sikap,
perilaku, emosi, dan intelektual (Hawari, 2009).

Santrocks (2007), remaja mengalami perubahan secara fisik yang


sangat cepat, hal ini dapat menjadi risiko apabila remaja tidak dibekali
dengan pengetahuan yang baik tentang perubahan yang dialami pada
masa remaja, hal ini akan mempengaruhi remaja untuk melakukan hal-
hal yang berisiko negatif seperti mencoba untuk merokok. Remaja yang

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


18

tidak memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan biologis


tersebut akan memperlihatkan perilaku berisiko yang dapat mengancam
kesehatan (McMurray, 2003).

Perilaku merokok pada remaja dapat mengancam kesehatan remaja.


Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012,
menunjukan bahwa persentase wanita dan pria yang belum kawin umur
15-24 tahun kebiasaan merokok selama 3 bulan terakhir menunjukan
data untuk pria persentase yang sesuai adalah masing-masing 80 persen
merokok dan 40 persen minum-minuman beralkohol (BKKBN, 2013).

2.1.1.2 Risiko sosial


Risiko sosial pada kelompok remaja dapat di artikan sebagai aspek yang
berkorelasi dengan kejiwaan. Perubahan secara emosional dalam diri
remaja merupakan kemampuan untuk belajar pada saat menhadapi
stress, dan perubahan emosi yang berkaitan dengan status emosionalnya
(Santrock, 2011).

Transisi yang dialami oleh remaja dapat menimbulkan stres, hal ini
disebabkan karena perubahan pola kehidupan dan lingkungan tempat
tinggal yang dapat menimbulkan tekanan psikologis, dan dapat menetap
dengan waktu yang relatif lama. Kondisi ini memerlukan suatu
mekanisme koping sebagai bagian dari proses adaptasi. Tingkat
pemikiran remaja yang belum matang menyebabkan koping yang
bersifat negatif menjadi pilihan remaja sebagai bentuk cara dalam
beradaptasi. Perilaku seks bebas, minuman keras beralkohol, konsumsi
narkoba, dan merokok adalah perilaku menyimpang yang sering
dilakukakn oleh remaja (Santrock, 2011).

Perubahan fisik pada remaja menjadikan sama dengan fisik orang


dewasa, namun emosional remaja belum dapat mengikuti selaras

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


19

dengan perkembangan yang terjadi pada fisiknya. Secara fisik remaja


memiliki kemampuan sama dengan orang dewasa, tetapi secara mental,
emosional dan sosial remaja, belum mendapatkan hak menggunakan
kemampuannya (Harlina & Joewana, 2008). Bahaya yang dapat terjadi
pada tahap ini yaitu kebingungan dalam menentukan identitas dirinya
atau perannya pada orang lain. Hal ini menjadikan remaja menjadi lebih
aktif dalam mengaktualisasikan diri walaupun melalui cara-cara yang
negatif, selain itu remaja harus mampu menyesuaikan diri dengan
pengaruh teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial dan nilai-nilai
baru yang ada dimasyarakat (Potter & Perry, 2005).

2.1.1.3 Risiko gaya hidup


Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang
diidentifikasikan melalui bagaimana seseorang menghabiskan waktu
mereka, apa yang dipikirkan mengenai diri mereka sendiri, dan juga
lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya, hal ini berhubungan dengan
tindakan dan perilaku sejak lahir (Setiadi & Nugroho, 2003).

Gaya hidup merupakan gambaran bagaimana cara seseorang menjalani


kehidupan. Usia remaja sangat memperhatikan gaya hidup yang
dilihatnya, serta memiliki keinginan untuk mencoba gaya hidup yang di
yakininya, sehingga dapat berisiko terhadap gaya hidup yang tidak
sehat. Risiko gaya hidup merupakan kebiasaan yang berdampak pada
terjadinya risiko perilaku tidak sehat, termasuk keyakinan terhadap
kesehatan, kebiasaan sehat, persepsi sehat, pengaturan pola tidur,
rencana aktivitas keluarga, norma tentang perilaku yang
berisiko(Stanhope & Lancaster, 2004).

2.1.1.4 Risiko kejadian hidup


menurut Stanhope & Lancaster (2004), risiko kejadian hidup adalah
kejadian dalam kehidupan yang dapat menyebabkan munculnya

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


20

masalah kesehatan, atau yang disebut dengan transisi. Menuurut Jarvis


(2010), menyatakan bahwa kejadian pada masa lalu yang tidak
menyenangkan ikut berkontribusi dalam membentuk pola kepribadian
seseorang. Masa transisi yang dialami pada masa remaja menimbulkan
dampak yang berbeda-beda. Beberapa dampak yang terjadi karena
adanya perubahan-perubahan, misalnya perubahan perilaku, jadwal,
pola komunikasi, pembuatan keputusan dan perubahan dalam
menggunakan sumber-sumber baru (Stanhope & Lancaster, 2004).

2.1.2 Konsep Populasi Vulnereble


Populasi vulnereble merupakan kelompok-kelompok rentan atau rawan,
sehingga populasi ini memiliki peningkatan risiko atau kerawanan yang
tinggi, oleh karena itu penting untuk menerima pelayanan kesehatan
yang baik (Stanhope & Lancaster, 2004).

Pengertian populasi rentan atau rawan ini di kemukakan oleh Allender


dan Spradley (2005), yaitu orang yang bertempat tinggal di pedalaman,
berpindah-pindah tempat tinggal, orang dalam kemiskinan, orang yang
mempunyai kekurangan seperti tunawisma dan cacat, buruh, memiliki
penyakit yang kronik, memiliki gangguan mental, orang yang sedang di
penjara, dan orang yang sedang di rawat. Dari hal di atas dapat di ambil
kesimpulan bahwa vulnerable merupakan populasi rentan yang
merupakan kelompok atau seseorang yang rawan dan tinggal di
pedalaman, miskin, dan memiliki gangguan fisik maupun mental.

2.2 Pengertian dan Penyalahgunaan NAPZA


2.2.1. Pengertian NAPZA
NAPZA adalah zata tau bahan yang dapat mempengaruhi kondosi
mental atau kejiwaan seseorang sehingga pikiran, perasaan dan perilaku
menjadi terganggu. Zat ini dapat mengakibatkan ketergantungan bagi
penggunanya (Hawari, 2005). Menurut Undang-Undang No.35 tahun

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


21

2009, menjelaskan bahwa narkotika adalah zata tau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan dari tanaman baik sintesisi atau semisintesis
yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan gangguan
kesadaran seseorang sehingga dapat menjadi hilang rasa, bahkan dapat
mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri, kemudian zat ini dapat
mengakibatkan ketergantungan pada penggunanya.

Psikotropika adalah bagian dari NAPZA, menurut Undang-Undang No.


35 tahun 2009, pengertian dari psikotropika adalah zata atau obat, baik
alami ataupun síntesis namun bukan narkotika, yang memiliki khasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan di saraf pusat yang
membuat adanya perubahan khas pada aktifitas perilaku.

Zat adiktif lainnya adalah zat yang bukan termasuk dalam undang-
undang narkotika dan psikotropika, namun zat ini sering dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan bagi para penggunanya bahwan
sering disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab
(Joewana, 2005). Zat adiktif ini yang sering di jumpai dalam kehidupan
sehari-hari bahkan tingkat konsumsinya paling banyak adalah rokok.

2.2.2. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA


Penyalahgunaan zat yang termasuk dalam bagian NAPZA di luar
tindakan medis, resep dan petunjuk dokter, bahkan di pakai sendiri
secara berulang paling sedikit selama satu tahun (Hawari, 2005).
Penjelasan lain mengenai penyalahgunaan NAPZA dijelaskan oleh
Joewana (2005), menjelaskan bahwa penyalahgunnaan NAPZA
merupakan perilaku sengaja secara sendiri ataupun bersama yang
bersifat patologis, paling sebentar telah berlangsung selama satu bulan.
Hal ini dapat menimbulkan ganggua dalam pekerjaan dan funsi sosial.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


22

Penyalahgunaan NAPZA ini dapat mengakibatkan ketergantungan baik


ketergantungan secara fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan
jumlah zat tersebut yang terus bertambah. Jika pemakaian di kurangkan
atau di berhentikan akan muncul gejala putus obat (Hawari, 2001).

2.2.3. Merokok Pada Remaja


Remaja adalah individu baik perempuan maupun laki-laki yang berada
pada usia antara anak-anak dan dewasa. Masa remaja merupakan
periode yang penting dalam rentang kehidupan manusia, karena remaja
bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Masa remaja
sering pula disebut adolesensi (lat. adolescere = adultus ; menjadi
dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa). World Health
organization (WHO), mendefinisikan remaja adalah mereka dengan
rentang usia 10-19 tahun. Definisi remaja yang digunakan oleh
Kementerian Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19
tahun dan belum kawin. Sedangkan menurut UU No. 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, usia remaja adalah 10 sampai dengan 18
tahun.

Masalah-masalah yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari pengaruh


interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosial terhadap
berkembangnya masalah-masalah remaja dan orang-orang yang berasal
dari berbagai usia lainnya. Faktor sosial, ekonomi, keluarga, guru dan
teman sebaya yang merokok maupun sosok panutan juga ikut merokok.
Apabila angka kejadian merokok pada keluarga lebih tingga jumlah
anggota keluarga yang merokok dibanduingkan dengan yang tidak
merokok. Menurut penelitian Castro dan kawan-kawannya
menghasilkan remaja yang tinggal dengan keluarga kacau adalah awal
dari ketegangan psikologis. Faktor lain yang menyebabkan seorang
remaja merokok adalah ketidakcocokan social serta bergabung dengan

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


23

teman sebaya merokok dapat memperkuat remaja untuk merokok


(Yulismar, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh penelitian di India dengan program Goa


Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukan bahwa dari 34,8%
remaja laki-laki dan 22,1% remaja perempuan berfikir bahwa rokok
akan menjadikan remaja banyak memiliki teman. Kemudia 19,5%
remaja laki-laki dan 16,3% remaja perempuan berpendapat bahwa
dengan merokok terlihat lebih atraktif. 20,7% remaja laki-laki yang
hidup serumah dengan orang yang merokok dan 24,3% mempunyai
satu atau lebih orang tuanya adalah perokok (Global Youth Tobacco
Survey, 2003). Hasil dari penelitian yang di kemukakan oleh Surjanto
(2005) mengenai perilaku merokok pelajar SMP di daerah Surakarta
pada tahun 2004 di dapatkan bahwa 16% kekerapan pelajar SMP
merokok, jenis kelamin laki-laki 30,2% lebih banyak dibandingkan
dengan pelajar perempuan yang merokok sebesar 3,1%. Pertama kali
mereka merokok 36,9% dibawah usia 10 tahun, 45,8% pelajar
menghabiskan kurang dari 1 batang rokok per hari, namun 3,13%
pelajar mengkonsumsi ≥ 6 batang rokok per harinya.

2.2.4. Berhenti Merokok


Perokok yang sudah terkena penyakit karena dampak racun di rokok
ingin berhenti merokok namun sangat susah berhentinya. Untuk
membantu bagi perokok yang ingin berhenti banyak sekali cara yang
digunakan untuk berhenti merokok. American College of Chest
Phyicians (ACCP) mengakui bahwa penggunaan tembakau adalah satu-
satunya risiko kesehatan manusia yang dapat dicegah di negara
berkembang dan sebagai penyebab utama kematian prematur di dunia.
Setiap tahun lebih dari 70% dari semua perokok berkunjung ke dokter,
paling sedikit satu kali kunjungan. 35% perokok telah melaporkan ingin
serius untuk berhenti merokok dalam satu tahun terakhir, namun

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


24

sebelumnya 80% sudah berusaha sewaktu-waktu saja. Hasil survey di


temukan kurang dari 15% yang berkunjung kedokter dan diberikan
saran untuk berhenti, namun hanya 3% yang berkunjung kembali
(Anderson, Jorenby, Scott, & Fiore, 2002). Pada saat ini belum
ditemukan cara yang ampuh untuk menghentikan kebiasaan merokok
yang sudah berjalan lama. Namun terdapat 4 hal yang perlu dilakukan
bersama yaitu (Aditama, 2004) :
a. Penyuluhan kesehatan
b. Intensif secara finansial
c. Bantuan farmakologi, khususnya Nicotine Replacement Therapy
(NRT)
d. Pebentukan kelompok bekas perokok
Program mengenai cara untuk berhenti merokok akan menjadi
bermakna apabila di dukung dengan kebijakan untuk mengurangi rokok
melalui pembatasan pedagang eceran, pengembangan sekolah
berdasarkan program edukasi rokok, melakukan kampanye mengenai
antiiklan yang berhubungan dengan rokok yang berfokus pada remaja.
Kebijakan seperti ini di sasarkan pada usia pertama kali seseorang
merokok yaitu dibawah 18 tahun, pada usia ini kemungkinan menjadi
adiksi dan akan mempengaruhi kesehatannya dalam selang jangka
panjang atau waktu yang lama (Biro Pusat Statistik Penduduk
Indonesia, 2001). Di Indonesia masih banyak yang perlu di kerjakan
mengenai pendidikan kesehatan. Masih banyak guru yang merokok di
sekolah. Kurangnya penyuluhan kesehatan dibidang merokok dan
masih longgarnya tindakan tegas dan aplikasi dari aturan bagi anak atau
siswa untuk membeli, menjual, dan menggunakan rokok adalah sedikit
dari hal buruk yang segera harus di tangani secepatnya (Biro Pusat
Statistik Kota Depok, 2004).

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


25

2.2.5. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor. 03 Tahun 2014 tentang


Kawasan Tanpa Rokok.
Peraturan daerah ini terdiri dari 47 psal dan XI BAB. Peraturan ini
bertujuan untuk mengurangi jumlah paparan asap rokok yang dapat
mengganggu kesehatan masyarakat. Peraturan ini di berlakukan
berdasarkan Undang–Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 115 Ayat 2, menyatakan:“Pemerintah Daerah wajib menetapkan
Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya”. Ketentuan umum KTR yaitu
Kawasan Tanpa Rokok antara lain ruangan / area yang di nyatakan
dilarang untuk merokok, kegiatan memproduksi, menjual,
mengiklankan dan atau mempromosikan produk tembakau. Tempat
yang dinyatakan sebagai KTR meliputi: tempat umum, tempat kerja,
tempat ibadah, tempat bermain/ tempat berkumpul anak, angkutan
umum, lingkungan tempat proses belajar mengajar, dan sarana
kesehatan. Peraturan lengkap terlampir di lampiran.

2.3 Inovasi Gerakan Remaja Anti Rokok (GERAK) Sebagai Bentuk Intervensi
Keperawatan Komunitas
Upaya untuk megatasi masalah meroko pada remaja telah banyak dilakukan,
namun berdasarkan hasil riset dan penelitian maupun survey angka remaja
yang mengkonsumsi rokok pada remaja masih terus meningkat. Oleh karena
itu perlu untuk mengembangkan satu terobosan dalam bentuk inovasi
terhadap masalah merokok pada remaja di sekolah.
Salah satu cara atau intervensi yang dapat dilakukan adalah Gerakan Remaja
Anti Rokok (GERAK). Program ini adalah sebuah strategi intervensi yang
dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi masalah merokok pada
remaja disekolah.
2.3.1 Konsep Gerakan Remaja Anti Rokok (GERAK)
Gerakan Remaja Anti Rokok (GERAK), diciptakan berdasarkan
pengalaman penulis dalam system pemasaran MLM dengan
memperbanyak jaringan dan membentuk organisasi seperti ranting

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


26

pohon, yaitu memilih siswa disekolah sebagai leader yang akan


merekrut downlinenya untuk mengajak menghindari dan stop terhadap
rokok pada remaja dan menjelaskan manfaat yang akan di dapatkan
ketika berhenti atau menghindari rokok. Selain itu GERAK dirancang
untuk mencegah keterlibatan remaja dalam masalah merokok guna
mecapai MDG’s 2015 yaitu meningkatnya kesehatan remaja
Indonesia. Elemen kunci dari program GERAK adalah upaya
gabungan dari beberapa intasi terkait melalui perkesmas yang di
rancang oleh perawat kesehatan masyarakat di promkes maupun
bagian KIA dengan melibatkan unsur dari polisi, sekolah, guru, orang
tua, dan masyarakat dimana mereka ikut berpartisipasi dengan
membawa pengetahuan, pendidikan, dan pengalaman mereka untuk
ikut bertanggung jawab dalam mengajarkan remaja untuk memahami
manfaat dari berhenti dan mencegah konsumsi rokok. Program ini
sebelumnya belum pernah di gunakan atau di aplikasikan.

Program Gerakan Remaja Anti Rokok (GERAK) mempunyai banyak


keuntungan salah satunya adalah memberikan pembelajaran pada
siswa untuk meningkatkan kepercayaan dirinya, cara kerja system ini
sederhana, dan biaya kecil. Hal ini tampaknya relatif murah
mengingat tidak membutuhkan alat khusus namun hanya
menggunakan komunikasi saja dan panduan cara mengisi jadwal stop
merokok, dan manfaat yang dirasakan tidak hanya untuk mencegah
masalah merokok pada remaja, tetapi efek sekunder lain seperti
meningkatkan hubungan antara polisi dan masyarakat, penurunan
kesakitan remaja karena rokok, dan meningkatkan harga diri remaja,
serta menunjukan peran perawat sebagai penentu program kegiatan
remaja melalui wadah perkesmas dan promkes melalui UKS di
sekolah.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


27

Kurikulum Gerakan Remaja Anti Rokok (GERAK) berfokus pada 12


topik pelatihan, meliputi: 1) Berani berkata “Tidak” untuk merokok;
2) Konsekuensi langsung rokok; 3) Keyakinan normative; 5) Berpikir
konsekuensial, pemecahan masalah; 6) Keterampilan manajemen diri;
Komitmen sukarela; 7) Presenter kredibel; 8) Pendidikan Karakter; 9)
Pembelajaran partisipatif interaktif; 10) Keterampilan ketahanan
social; 11) Pencegahan kekerasan; 12) Peran modeling; 13) jiwa
kepemimpinan.

Kurikulum ini diajarkan dengan menggunakan berbagai pendekatan


termasuk kelas belajar, latihan workbook, role-playing, pertanyaan
dan sesi jawaban, kegiatan kelompok, latihan kasus, pelayanan
masyarakat ,dan diskusi kelompok (Ennett et al., 1994). Dengan
kemajuan teknologi modern, peserta Gerakan Remaja Anti Rokok
(GERAK) diajak untuk melihat hasil pemeriksaan rontgen paru-paru
yang merokok dan yang tidak merokok sehingga memungkinkan
mereka untuk melihat konsekuensi fisik, mental, dan emosional dari
merokok. Selain itu, peserta bisa mendapatkan pengalaman sosial
dengan berpartisipasi dalam latihan.

2.3.2 Sistem Multi Level Healt Promotion


Berbagai sistem yang dibuat oleh manusia merupakan hasil dari
pemikiran guna menemukan solusi terhadap hal yang ingin di
selesaikan. Pada projek inovasi ini, sistem multi level merupakan
sistem yang tepat untuk mendukung teori keperawatan komunitas
yang di gunakan untuk menangani masalah perilaku merokok pada
remaja di sekolah.

Sistem ini mengadopsi dari kegiatan bisnis di multilevel marketing


yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan meminimalisir
biaya yang dikeluarkan. Namun perbedaan sistem yang digunakan

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


28

oleh perawat komunitas adalah tidak bertujuan untuk bisnis, tetapi


teknis pemasaran yang digunakan pada MLM di adopsi untuk
kegiatan promosi kesehatan pada remaja tentang manfaat tidak
merokok. MLM secara umum terkait pemasaran dan distribusi yang
dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan
istilah Upline (tingkat atas) dan Downline (tingkat bawah), orang akan
disebut Upline jika mempunyai Downline. Inti dari bisnis MLM ini
digerakkan dengan jaringan ini, baik yang bersifat vertikal atas bawah
maupun horizontal kiri kanan ataupun gabungan antara keduanya.
Indicator yang digunakan adalah apabila ranting yang dihasilkan
semakin banyak maka remaja sehat tanpa rokok akan semakin banyak.

Sistem yang digunakan oleh perawat komunitas yaitu dengan


memanfaatkan jejaring bertingkat baik vertical maupun horizontal
untuk memperluas informasi terkait kesehatan yang dilakukan oleh
remaja yang telah di latih. Sistem Kerja sistem ini yaitu menjaring
calon remaja yang ingin di rekrut menjadi anggota yang sekaligus
berfungsi sebagai konsumen dan member (anggota GERAK) dari
yang melakukan praktek multi level health promotions. Adapun secara
terperinci dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Mula-mula anggota GERAK berusaha menjaring remaja untuk


menjadi anggota, dengan cara mengharuskan remaja mendaftar
menjadi anggota GERAK dengan menjelaskan keuntungan kesehatan
yang akan di dapatkan dan mendapatkan ketrampilan cara persentasi,
pembuatan media, dan teknik memberikan promosi kesehatan pada
orang lain. Hal ini diajarkan pada remaja yang baru bergabung., 2.
Dengan bergabung menjadi anggota GERAK, remaja diberi satu
formulir keanggotaan dari anggota GERAK yang merekrut, 3.
Sesudah menjadi anggota maka tugas berikutnya adalah mencari

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


29

Anggota-anggota baru dengan cara seperti diatas, 4. Para anggota baru


juga bertugas mencari calon anggota-anggota GERAK baru lagi
dengan cara seperti diatas, 5. Jika member mampu menjaring anggota
GERAK yang banyak, maka ia akan mendapat bonus yaitu
mendapatkan sertifikat remaja bebas tidak merokok resmi. Semakin
banyak anggota yang dapat dijaring, maka semakin banyak pula
pengetahuan kesehatan yang didapatkan karena remaja yang sehat
tanpa rokok akan meningkat dengan banyaknya anggota yang s
bergabung, 6. Dengan adanya para anggota baru yang sekaligus
menjadi duta remaja sehat tanpa rokok, maka member yang berada
pada level pertama, kedua dan seterusnya akan selalu mendapatkan
tingkat pengetahuan kesehatan yang terus meningkat secara estafet,
karena kegiatan itu akan menjadi budaya dan kebiasaan yang positif
yang dilakukan remaja.

2.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas


Berbagai upaya strategi dapat dilakaukan dalam rangkan mealakukan upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja, upaya di dilakukan
dalam rangka meningkatkan keterlibatan dan peran serta aktif semua pihak
(Allender & Spradly, 2005). Menurut Stanhope & lanscater (2004), Strategi
yang dilakukan dalam keperawatan komunitas meliputi proses kelompok,
pendidikan kesehatan, membangun patnership, dan pemberdayaan dengan
menggunakan prinsip pengorganisasian masyarakat.

Berikut ini akan dipaparkan beberapa strategi yang akan digunakan untuk
melakukan pencegahan masalah rokok pada remaja disekolah yaitu: 1)
Pendidikan kesehatan; 2) Proses kelompok; 3) Pemberdayaan masyarakat
(empowerment); 4) Kemitraan (partnership). Pendidikan kesehatan,
merupakan strategi pembelajaran yang dapat mendukung perilaku sehat atau
merubah perilaku tidak sehat (Fredman, Bowdwn, & Jones, 2003).

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


30

Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan memberikan pengetahuan sebagai


upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan, dalam bentuk mencegah
terjadinya penyakit (health prevention), maupun melindungi diri dari berbagai
masalah kesehatan (health protection) yang dilakukan dengan cara
penyebaran informasi, dan peningkatan motivasi masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat (Pender, Murdaugh, & Parson, 2006). Pendidikan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi
ketidakmampuan untuk mencapai aktualisasi potensi kesehatan dari individu,
keluarga, komunitas dan masyarakat (Nies & McEwen, 2007).

Istilah pendidikan kesehatan telah berkembang menjadi promosi kesehatan


yang mempunyai makna lebih luas. Menurut Pender et al, (2006 dalam
Elligott et al, 2010), promosi kesehatan merupakan perilaku yang termotivasi
oleh keinginan untuk meningkatkan kesehatan dan mewujudkan potensi
kesehatan manusia. Notoatmodjo (2007) promosi kesehatan merupakan
bentuk intervensi yang ditujukan kepada perubahan perilaku sehingga
perilaku tersebut kondusif dengan kesehatan. Dengan kata lain promosi
kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat
berpengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan perawat dalam rangka melakukan
pencegahan risiko penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan melalui pelatihan
terhadap kelompok sebaya yang telah dibentuk, penyebaran leaflet,
pemasangan poster, melakukan guidence, coaching, konseling serta
menggunakan media massa (Helvie, 1998; Ervin, 2002).

Proses kelompok, merupakan strategi intervensi keperawatan komunitas yang


dilakukan bersama-sama dengan sekolah atau masyarakat melalui
pembentukan kelompok. Dukungan kelompok sangat penting dalam
pelaksanaan praktik keperawatan komunitas untuk melakukan pencegahan
risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja khususnya disekolah. Proses
kelompok dilakukan melalui pembentukan peer educator dan kader kesehatan

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


31

sekolah yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di sekolah (Stanhope


& Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Menurut Helvie
(1998), proses kelompok bertujuan meningkatkan kualitas kelompok,
sehingga kelompok mampu melakukan keterampilan tertentu.

Proses kelompok pada masalah risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja


di sekolah dilakukan untuk memberikan pelatihan keterampilan terhadap
siswa dan guru. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok siswa dan
guru yang diberikan pelatihan pencegahan penyalahgunaan narkoba secara
terpisah. Kegiatan yang melibatkan kelompok seperti siswa atau remaja, dan
kelompok yang berisiko tinggi serta bekerjasama dengan sekolah, dan
masyarakat memudahkan dan dapat diterimanya program pencegahan risiko
penyalahgunaan narkoba pada remaja (Hitchcock, et all., 1999; stanhope &
Lancaster, 2004).

Pemberdayaan masyarakat, Menurut Kreisberg (1992, dalam Helvie, 2003)


pemberdayaan merupakan proses pengembangan pengetahuan dan
ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan seseorang mengambil
keputusan yang mempengaruhi kehidupan seseorang. Pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya untuk membangun daya, mendorong,
memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya
serta berupaya untuk mengembangkannya (Sumodiningrat, 1996).

Perawat menggunakan strategi pemberdayaan untuk membantu masyarakat


mengembangkan keterampilan dalam menyelesaikan masalah, menciptakan
jejaring, negosiasi, lobbying, dan mendapatkan informasi untuk
meningkatkan kesehatan (Nies & McEwen, 2007). Dalam upaya mencegah
risiko masalah merokok di SMP S residen membangun hubungan kerjasama
dengan guru dan siswa disekolah.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


32

Kemitraan (partnership), adalah suatu proses distribusi informasi, fleksibel


dan negosiasi kekuatan masing-masing pihak yang terlibat dalam upaya
membuat perubahan meningkatkan untuk kesehatan masyarakat (Helvie,
1998). Kemitraan merupakan bentuk kerjasama aktif antara perawat
komunitas, masyarakat, maupun lintas sektor dan program. Bentuk
kegiatannya adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing dilakukan untuk saling
menguntungkan (Stanhope & Lancaster, 2004).

Perawat spesialis komunitas memiliki peran untuk membangun dan membina


kemitraan dengan anggota masyarakat. Kemitraan merupakan tujuan utama
dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu
dioptimalkan (community-as-resource), Perawat spesialis komunitas harus
memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat
dalam menciptakan perubahan di masyarakat (Ervin, 2002). Kemitraan yang
dilakukan dalam upaya pencegahan masalah merokok pada remaja,
merupakan bentuk kerja sama aktif antara perawat komunitas, sekolah,
masyarakat, maupun lintas program dan sektoral dalam mengambil suatu
keputusan dalam upaya penyelesaian masalah remaja.

2.5 Perawat Komunitas dalam Pencegahan Perilaku Merokok Remaja


Keperawatan komunitas merupakan pelayanan keperawatan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan memfokuskan pada populasi at risk dan
masyarakat populasi vulnerable melalui peningkatan kesehatan, dengan
upaya pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan dan rehabilitasi untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal (Allender, Rector & Warner, 2010).

Upaya peningkatan kesehatan masyarakat perawat melakukan berbagai peran


dalam mengkoordinasikan pelayanan dan mengembangkan intervensi untuk
populasi beresiko dan rentan baik individu, keluarga, dan komunitas. Hal ini
dilakukan untuk mengembangkan rencana perawatan yang penting bagi
perawat, tidak hanya untuk menilai faktor resiko tetapi juga untuk

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


33

mengidentifikasi sumber daya yang ada dimasyarakat. (Sebastian, 2004


dalam Saucier & Janes, 2009). Menurut Sebastian (2004 dalam Saucier &
Janes, 2009) dalam melakukan asuhan keperawatan komunitas pada populasi
beresiko dan populasi rentan beberapa peran perawat yang harus dilakukan
antara lain: Advocate (pembela), case manager (manajer kasus), Educator
and counsellor (pendidik dan konselor), collaborator, dan researcher
(peneliti).

2.5.1 Advocate (pembela)


Dalam melakukan perannya sebagai advocate perawat komunitas harus
menjadi pembela bagi klien maupun anggota keluarga, agar klien
mendapatkan perlakuan maupun hak yang sama dengan orang lain
(Allender Spradley, 2005). Dalam peran advokat, perawat harus peka
terhadap kebutuhan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat,
selain memiliki pengetahuan yang luas tentang sumber daya masyarakat
dan serta memiliki kemampuan untuk mengaksesnya. Perawat juga
harus memiliki kemampuan berkomunikasi secara profesional dengan
pasien dalam rangka mengkoordinasikan kontinuitas pelayanan.
Kegigihan diperlukan dari seorang perawat ketika bertindak atas nama
pasien. Waktu dan kesabaran diperlukan untuk mempertahankan kontak
dengan pasien dan mengarahkan mereka ke sumber daya yang tepat
(Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

2.5.2 Case Manager (manajer kasus)


Case management merupakan proses pelayanan kesehatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan,
menyelesaikan masalah, meningkatkan derajat hidup klien dan
meminimalkan biaya pengobatan (American Nursing Association/ANA,
1991 dalam Helvie, 1998). Seorang manajer kasus peran lain bagi
perawat yang bekerja dengan pasien yang memiliki kebutuhan khusus.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


34

Peran ini biasanya melibatkan perawat dalam kemitraan dengan


individu pasien (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

Manajemen kasus adalah proses di mana layanan diatur dan


dikoordinasikan untuk memenuhi kebutuhan khusus pasien dan untuk
menggunakan sumber daya yang langka secara lebih efektif. Di pusat-
pusat keperawatan kesehatan masyarakat, manajemen kasus bagi pasien
dapat memperpanjang selama periode yang sangat panjang, kadang-
kadang berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Selain itu, manajer
kasus akan menemukan bahwa kebutuhan pelayanan formal dan
informal sering meningkat dalam intensitas dan kompleksitas sebagai
pasien yang terkena resiko kesehatan lain dan situasi stres. Dalam
perannanya sebagai manajer kasus perawat bekerja dengan pasien yang
beresiko serta pasien yang rentan, oleh karena itu perawat harus dapat
memastikan kebutuhan pelayanan yang dibutuhkan pasien (Sebastian,
2004 dalam Saucier & Janes, 2009)

2.5.3 Educator and Counselor (pendidik dan konselor)


Kedua peran penting lainnya yang sering tumpang tindih dalam peran
perawat adalah peran pendidik dan konselor. Orang mungkin mengubah
perilaku gaya hidup beresiko jika mereka belajar tentang dampak
merugikan pada kesehatan mereka. Peran pendidik dan konselor
penting dilakukan untuk memberikan informasi pada pasien agar dapat
mencari dan mengakses sumber daya yang ada di sekolah maupun
dimasyarakat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes, 2009). Perawat
harus mampu memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh
klien melalui pendidikan kesehatan, baik terhadap individu, keluarga
maupun kelompok dan komunitas (Stanhope &Lancaster, 2004).

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


35

2.5.4 Collaborator (Menjalin kerja sama)


Perawat dapat berkolaborasi dengan penyedia layanan kesehatan dari
lembaga berbasis masyarakat dan kelompok masyarakat untuk
mengatasi masalah populasi rentan dan beresiko yang memiliki
kebutuhan khusus untuk menciptakan sebuah kontinuitas perawatan.
Dalam melakukan peranannya di masyarakat perawat harus belajar
untuk bermitra dengan lembaga lain di luar sistem perawatan kesehatan,
misalnya pendidikan, perumahan, dan lapangan kerja. Kemitraan ini
dapat berguna untuk memperluas dan meningkatkan sumber daya yang
ada. Perawat juga harus memiliki kemampuan sebagai penghubung atau
fasilitator untuk mempromosikan kerjasama antara sekolah, institusi,
dan kelompok masyarakat (Sebastian, 2004 dalam Saucier & Janes,
2009)

2.5.5 Researcher (peneliti)


Peran perawat sebagai peneliti telah menjadi sangat penting dalam
beberapa tahun terakhir. Kebutuhan populasi rentan dan populasi
beresiko sangat signifikan, khususnya pada kelompok masyarakat
dengan sumberdaya yang rendah. Upaya penelitian dalam bidang
perawatan harus dilakukan sehingga hasil penelitian dapat digunakan
untuk melayani kebutuhan masyarakat. Selain itu, hasil penelitian
diperlukan untuk mengukur hubungan kesehatan dengan intervensi
keperawatan yang berbasis sekolah dan masyarakat (Sebastian, 2004
dalam Saucier & Janes, 2009).

2.6 Peran Perawat Komunitas dalam Pencegahan Perilaku Merokok


Remaja
Perawat komunitas dalam melaksanakan tugas untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat khususnya agregat remaja mempunyai peran yang besar. Upaya
yang dilakukan oleh perawat komunitas unutk mengatasi masalah merokok
pada remaja antara lain:

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


36

2.6.1 Upaya pencegahan primer


Upaya primer yaitu dengan melakukan kegiatan promosi kesehatan
guna meningkatkan kesadaran masyarakat, keluarga, dan individu
khususnya remaja bahwa merokok itu dapat mengganggu kesehatan
bahkan menyebabkan kematian. Rokok merupakan bagian dari NAPZA
ayang dapat merusak kesehatan fisik, mental dan sosial (Mc. Murray,
2003).

Promosi kesehatan yang dilakukan untuk intervensi keperawatan


berbentuk pendidikan kesehatan untuk keluarga khususnya orang tua
dan remaja. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan remaja menolak
ajakan mengkonsumsi rokok. Kegiatan ini dapat menjadi motivator
sebagai bentuk dukungan bagi agregat remaja. Remaja dilibatkan dalam
kegiatan kelompok pendukung, kelompok sosial, dan pemberdayaan
pada sebayanya. Pemberdayaan remaja melalui kegiatan gerakan remaja
anti rokok (GERAK) merupakan salah satu upaya pencegahan primer
terhadap masalah rokok pada remaja.

Upaya primer ini dilakukan dengan menggunakan pendidikan kesehatan


tentang manfaat tidak merokok dan dampak penyalahgunaan NAPZA.
Informasi yang diberikan pada anggota GERAK akan di sampaikan
pada teman-temannya dengan merekrut anggota-anggota GERAK yang
baru, sehingga materi yang diberikan dapat menyebar tidak hanya di
wilayah sekolah saja, sehingga masalah NAPZA dan rokok pada remaja
dapat di kurangi dan dicegah sedini mungkin (Wold dan Dagg (2001)
dalam Stanhope & Lancaster, 2004).

2.6.2 Upaya pencegahan sekunder


Upaya yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas guna pencegahan
sekunder yaitu deteksi dan diagnosa dini yang bertujuan unutuk
mengidentifikasi remaja yang berisiko tinggi untuk perilaku merokok,

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


37

skrining dapat dilakukan untuk menilai remaja yang berisiko untuk


merokok, memberikan rujukan pada remaja guna memberikan
informasi terkait lembaga, media, teknik menolak ajakan negatif dari
teman, dan dilanjutkan dengan pembinaan pada keluarga untuk
meningkatkan koping adaptif remaja (Wold dan Dagg (2001)
dalamStanhope & Lancaster, 2004).

Pemberdayaan tenaga pelayanan kesehatan di puskesmas seperti


melakukan bimbingan teknis evaluasi kegiatan dan intervensi yang
tepat guna mengurangi jumlah remaja yang merokok. Hal ini dapat
memperlancar alur rujukan masalah perilaku merokok disekolah untuk
di tindak lanjuti oleh tenaga kesehatan di puskesmas khususnya perawat
komunitas atau pemegang program kesehatan sekolah.

2.6.3 Upaya pencegahan tetier


Pada uapaya ini lebih difokuskan pada kegiatan rehabilitasi. Pada tahap
ini diharapkan remaja yang sudah kecanduan merokok dapat kembali ke
fungsi hidup sehat secara maksimal, upaya dengan melakukan
pendampingan pada remaja agar mulai mengurangi bahkan
menghentikan kebiasaan merokoknya. Hal ini bertujuan untuk
mengalihkan sugesti yang muncul bahwa selama merokok kesehatan
mereka tidak merasa bermasalah.

Perawat komunitas dapat juga berperan sebagai konselor, fasilitator


yaitu dengan memberikan alternatif ataupun jalan keluar bagi keluarga
guna mengatasi masalah rokok pada anak remajanya. Peran pendidik
juga dilakukan oleh perawat komunitas untuk memberikan informasi,
sehingga keluarga dan remaja dapat mengambil suatu keputusan yang
baik dan tepat. Prinsip dalam memberikan pendidikan kesehatan adalah
dari hal yang simpel atau sederhana ke hal yang komplek. Selain hal
tersebut pemberian reinforcement positif juga membantu dalam proses

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


38

intervensi keperawatan komunitas pada remaja dan keluarga (Gerber,


1983 dalam Hawari, 2001).

2.7 Teori Manajemen


2.7.1 Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan fungsi manajemen penting untuk
meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan, memecahkan
masalah serta perubahan strategi perencanaan yang efektif (Marquis &
Huston, 2006). Menurut Gillies (2000) perencanaan sangat penting
untuk pembuatan keputusan, pemecahan masalah dan perubahan efektif
yang direncanakan. Aktivitas yang dilakukan selama perencanaan
adalah analisis, pengkajian suatu sistem, penyusunan tujuan jangka
panjang (strategi) dan jangka pendek (operasional) serta
memprioritaskan aktivitas termasuk alternatif.

Dalam fungsi perencanaan seorang manajer harus mampu


mendeskripsikan pekerjaannya antara lain: Mengidentifikasi kekuatan
dan kelemahan organisasi; menetapkan, mendeskripsikan dan
menguraikan tujuan; menetapkan tugas-tugas pencapaian tujuan;
menetapkan strategi penyelesaian masalah; menentukan kebijakan;
menentukan standar operasional prosedur; mengantisipasi permasalahan
yang mungkin terjadi (Terry dalam Siswanto, 2007).

2.7.2 Pengorganisasian (Organizing)


Swansburg (1994), pengorganisasian (organizing) merupakan kegiatan
untuk menghimpun sumber daya yang dimiliki dan memanfaatkannya
secara efisien dalam rangka mencapai tujuan (goals) yang telah
ditetapkan. Berry (1994; dalam Marquis & Huston, 2000) bahwa
perencanaan strategis dalam proses manajemen pelayanan dapat
dikembangkan melalui identifikasi agensi di luar organisasi atau stake
holders dan menentukan tujuan serta aktivitas dari organisasi.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


39

Karakteristik pembagian struktur kerja dalam suatu organisasi meliputi:


(1) Adanya pembagian ketenagaan yang jelas, individu dibagi ke dalam
unit yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki; (2) Adanya struktur
hirarki organisasi yang menggambarkan jalur birokrasi dari atas dan ke
bawah; (3) Adanya uraian tugas dan fungsi masing-masing unit dalam
suatu organisasi; (4) Adanya prosedur atau aturan dalam bekerja; dan
(5) Adanya seleksi tenaga yang sesuai kompetensi yang diharapkan,
serta adanya promosi bidang yang jelas (Weber dalam Marquis dan
Huston, 2000).

2.7.3 Ketenagaan (staffing)


Fase ketiga proses manajemen setelah fungsi perencanaan dan
pengorganisasian adalah ketenagaan. Seorang pemimpin-manajer dalam
menjalankan fungsi ketenagaan yaitu merekrut, memilih,
menempatkan, dan mengajarkan personal untuk mencapai tujuan
organisasi (Marquis & Huston, 2006). Menurut Swanburg (2000),
ketenagaan yang efisien dan efektif dapat ditingkatkan melalui
kegiatan: rekrutmen dan seleksi, pendayagunaan, pengembangan, dan
pemeliharaan. Manajemen ketenagaan bukan hanya masalah
administrasi atau pengaturan karyawan tetapi lebih banyak merupakan
pendekatan integral holistik yang meliputi : peningkatan harkat,
menghargai, yakin bahwa semua manusia ingin memperbaiki diri.
Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasarannya serta
kemampuan menghadapi tantangan internal maupun eksternal sangat
ditentukan oleh kemampuan pengelola SDM yang tepat.

2.7.4 Pengarahan (Directing)


Directing merupakan proses dimana manajer membimbing dan
mengawasi kinerja para pekerja untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Tindakan pengarahan di mulai dari saat melakukan
kegiatan, pengarahan ini dirancang agar pekerja bekerja secara efektif,

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


40

efisien supaya dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.


Mengarahkan adalah fungsi membimbing, menginspirasi, mengawasi,
supaya tujuan tercapai. Menurut Swansburg (1994); Marqui dan Huston
(2006), fungsi manajemen pengarahan (Directing) meliputi koordinasi
(coordinating), pengarahan (directing), kepemimpinan (leading).

Standar atau pedoman sebagai bentuk pengarahan seharusnya dapat


digunakan sebagai perwujudan dari fungsi kepemimpinan manajemen
keperawatan yang meliputi proses pendelegasian, pengawasan,
koordinasi dan pengendalian implementasi rencana organisasi (Gillies,
2000; Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006). Fungsi pengarahan
yang baik membutuhkan komunikasi yang efektif untuk memotivasi
pihak pihak yang terlibat, menyelesaikan konflik, serta memberikan
pengarahan yang dibutuhkan dalam melakukan proses pengarahan
(Azwar, 1996).

2.7.5 Pengawasan (Controling)


Pengawasan merupakan proses pengamatan terhadap pelaksanaan
seluruh kegiatan organisasi dalam rangka menjamin agar semua
pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan (Siagian, 2002). Sedangkan menurut Hasibuan
(2006), pengawasan merupakan proses pengendalian untuk
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pengawasan dan pengendalian (controlling),
merupakan proses untuk mengamati secara terus menerus
(bekesinambungan) pelaksanaan rencana kerja yang telah disusun dan
melakukan perbaikan terhadap penyimpangan yang terjadi (Swanburg,
2000).

Marquis dan Huston (2006), menjelaskan bahwa fungsi pengawasan


bertujuan agar penggunaan sumber daya yang digunakan dapat lebih

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


41

efisien, dan tugas-tugas staf dalam pencapaian tujuan program dapat


lebih diefektifkan. Kegiatan yang dilakukan selama pengawasan
meliputi proses evaluasi implementasi, pemberian masukan atau umpan
balik, dan pembuatan prinsip-prinsip organisasi melalui pembuatan
standar, pembandingan kinerja dengan standar dan memperbaiki
kekurangan.

2.8 Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)


Model perilaku ini dikembangkan pada tahun 50an dan didasarkan atas
partisipasi masyarakat pada program deteksi dini tuberculosis. Analisis
terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat pada
program tersebut kemudian dikembangkan sebagai model perilaku. Health
belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial ;
1. Kesiapan individu intuk merubah perilaku dalam rangka menghindari
suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah
perilaku.
3. Perilaku itu sendiri.
Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan
dengan kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan
dengan sarana & petugas kesehatan.

Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang


kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil
kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, dan adanya kepercayaan
bahwa perubahan perilaku akan memberikan keuntungan. Faktor yang
mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang
dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap
perubahan yang di tawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang
merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba merubah
perilaku yang serupa.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


42

Menurut Rosenstock (1974, 1977), model ini dekat dengan pendidikan


kesehatan. Konsep perilaku kesehatan merupakan fungsi dari pengetahuan
dan sikap. Secara khusus bahwa persepsi sesorang tentang kerentanan dan
kemujaraban pengobatan dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam
perilaku kesehatannya
Aspek-aspek pokok perilaku kesehatan menurut Rosenstock:
a) Ancaman
 Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit (atau
kesediaanmenerima diagnosa penyakit)
 Persepsi tentang keparahan penyakit/kondisi kesehatannya
b) Harapan
 Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan
 Persepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan tindakan itu
c) Pencetus tindakan:
 Media
 Pengaruh orang lain
 Hal-hal yang mengingatkan (reminders)
d) Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin/gender,
sukubangsa)
e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan
tindakan itu).
Ancaman suatu penyakit dipersepsikan secara berbeda oleh setiap individu.
Contoh: kanker. Ada yang takut tertular penyakit itu, tapi ada juga yang
menganggap penyakit itu tidak begitu parah, ataupun individu itu merasa
tidak akan tertular olehnya karena diantara anggota keluarganya tidak ada
riwayat penyakit kanker. Keputusan untuk mengambil tindakan/upaya
penanggulangan atau pencegahan penyakit itu tergantung dari persepsi
individu tentang keuntungan dari tindakan tersebut baginya, besar/kecilnya
hambatan untuk melaksanakan tindakan itu serta pandangan individu tentang
kemampuan diri sendiri.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


43

Persepsi tentang ancaman penyakit dan upaya penanggulangannya


dipengaruhi oleh latar belakang sosio-demografi si individu. Untuk
menguatkan keputusan bertindak, diperlukan faktor pencetus (berita dari
media, ajakan orang yang dikenal atau ada yang mengingatkan). Jika faktor
pencetus itu cukup kuat dan individu merasa siap, barulah individu itu benar-
benar melaksanakan tindakan yang dianjurkan guna menanggulangi atau
mencegah penyakit tersebut.
Health Belief Model menurut Becker (1979) ditentukan oleh :
• Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan
• Menganggap serius masalah
• yakin terhadap efektivitas pengobatan
• tidak mahal
• menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan
Kelemahan :
• Bersaing dengan kepercayaan dan sikap-sikap lain
• Pembentukan kepercayaan seiring dengan perubahan perilaku
Model Kepercayaan kesehatan oleh Becker (1974, 1979) :
1. Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu
Bagaimana menyadarkan masyarakat tersebut bilamana dirinya dapat
mengalami diare setiap saat. Oleh karena adanya lingkungan dengan
sanitasi yang buruk dan perilaku yang buruk terhadap kesehatan, seperti
cakupan jamban yang rendah serta sumber air bersih yang dikonsumsi
berpotensi tercemar oleh kuman. Tidak adanya WC memungkinkan
adanya lalat sebagai vektor penyebab terjadinya penularan ke manusia
yang sehat lainnya. Sumber air yang digunakan dari sumur pinggir
sungai/menggali lubang pasir di pinggir sungai sangat membahayakan
bilamana ada penderita cholera yang BAB disungai tersebut.
2. Menganggap masalah ini serius
Terjadinya diare bukan saja dapat menyebabkan kesakitan tetapi juga
bahaya kematian. Terutama akibat dehidasi berat oleh diare. Penyakit ini
setiap tahunnya merupakan pembunuh no 1 atau no 2 di Indonesia.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


44

3. Meyakini efektifitas tujuan pengobatan dan pencegahan


Model pengobatan dini dapat mencegah ke tahapan diare berat dengan
dehidasi hebat, sehingga tidak perlu dirujuk ke RS. Pencegahan
merupakan upaya terbaik dan murah melalui kebiasaan perilaku hidup
bersih dan sehat terutama sumber air yang steril, penggunaan WC dan
kebiasaan cuci tangan dengan sabun. Dimaksudkan memutuskan
penularan penyakit diare.
4. Tidak mahal
Biaya yang tidak mahal karena hanya dengan merubah kebiasaan buruk
dimasyarakat. Jika dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan
untuk kesembuhan ditambah dengan hilangnya produktifitas (waktu kerja).
5. Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan
Melaksanakan anjuran oleh petugas kesehatan merupakan tujuan dari
perubahan perilaku.

2.9 Transtheoretical Model (TTM)


Suatu model yang teoritis tentang perilaku ubah, yang telah (menjadi) basis
untuk mengembangkan intervensi yang efektif untuk mempromosikan
perubahan perilaku kesehatan. Transtheoretical Model (Prochaska &
Diclemente, 1983; Prochaska, DiClemente, & Norcross, 1992; Prochaska &
Velicer, 1997) adalah suatu model yang integratif tentang perubahan
perilaku. Kunci membangun dari teori lainnya terintegrasi. Model
menguraikan bagaimana orang-orang memodifikasi suatu perilaku masalah
atau memperoleh suatu perilaku yang positif.

Proses Transtheoretical Model


Kemunduran terjadi ketika individu berbalik ke suatu lebih awal langkah
perubahan. Berbuat tidak baik lagi adalah satu format dari kemunduran,
menyertakan kemunduran dari Maintenance atau Action [bagi/kepada] suatu
langkah yang lebih awal. Bagaimanapun, orang-orang dapat mundur dari
langkah apapun pada suatu langkah yang lebih awal. Berita yang tidak baik

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


45

adalah itu berbuat tidak baik lagi menuju ke sebagai aturan ketika tindakan
dikira kebanyakan permasalahan perilaku kesehatan. Berita gembira adalah
itu untuk merokok dan latihan hanya sekitar 15% dari orang-orang mundu di
semua jalan langkah Precontemplation. Mayoritas yang luas mundur ke
Preparation atau Contemplating.
1. Precontemplation
Langkah dimana orang-orang tidak mempunyai niat untuk bertindak
dimasa depan yang dapat diduga pada umunya 6 bulan ke depan. Orang-
orang yang mungkin termasuk di langkah ini adalah mereka yang tidak
diberitahu tentang konsekuensi dari perilaku mereka. Mereka bersifat
menentang atau tanpa motivasi atau mempersiapkan promosi kesehatan.
Untuk individu seperti ini program promosi kesehatan tradisional sering
tidak dirancang sesuai dengan keputusan mereka.
Pada tahap precontamplation menuju ke contamplation melalui proses :
a. Peningkatan kesadaran : memberikan informasi.
b. Dramatic relief : adanya reaksi seara emosional
c. Environmental reevaluation : mempertimbangkan pandangan ke
lingkungan.
2. Contemplation / Perenuangan.
Orang-orang berniat untuk merubah ke 6 bulan berikutnya. Mereka sadar
akan pro mengubah perilaku tetapi juga sangat sadar akan
memberdayakan. Tahapan ini menyeimbangkan antara biaya dan
keuntungan untuk menghasilkjan 2 sifat bertentangan yang dapat
menyimpan dalam periode lama. Belum membuat keputusan yang tepat
suatu reaksi. Pada tahap contemplation ke preparation melalui proses :
Self-reevaluation : penilaian kembali pada diri sendiri
3. Preparation / Persiapan.
Langkah dimana orang-orang berniat untuk mulai bertindak di masa
mendatang. Secara khas mereka mengambil keputusan penting dari masa
yang lalu. Individu ini mempunyai suatu rencana kegiatan seperti
sambungan suatu kelas pendidikan kesehatan, bertemu dengan dokter

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


46

mereka, membeli suatu buku bantuan diri atau bersandar pada suatu
perubahan.
Pada tahap preparation ke action melalui proses : self liberation
4. Action/ Tindakan
Langkah dimana orang sudah memodifikasi spesifik antara pikiran dengan
perilaku. Banyaknya anggapan tindakan sama dengan perilaku. Namun
dalam model ini perilaku tidak menghitung semua tindakan. Langkah
action adalah juga langkah dimana kewaspadaan melawan terhadap
berbuat tidak baik lagi adalah kritis.
Mulai aktif berperilaku yang baru.
Pada tahap action ke maintenance melalui proses :
a. Contingency management : adanya penghargaan, bisa berupa
punishment juga.
b. Helping relationship : adanya dorongan / dukungan dari orang lain
untuk mengubah perilaku.
c. Counter conditioning : alternatif lain dari suatu perilaku.
d. Stimulus control : aadanya control pengacu untuk merubah perilaku.
5. Maintenance / Pemeliharaan
Dimana orang-orang sedang aktif untuk mencegah berbuat tidak baik lagi
tetapi mereka tidak menggunakan proses perubahan sering seperti halnya
orang-orang dalam perang. Suatu langkah yang mana diperkirakan untuk
terakhir. Ketika hasil dari maintenance positif / dapat mengubah perilaku
yang lebih baik maka akan terjadi termination / perhentian.

Ketika setelah maintenance terjadi relaps maka bisa kembali pada tahap
contemplation-preparation-action-maintence. Tidak lagi kembali ke
Precontemplation, karena sudah ada kesadaran / niat. Transtheoretical
Model mengusulkan satu set membangun format itu adalah suatu ruang
hasil multivariate dan meliputi ukuran yang adalah sensitif untuk maju di
seluruh langkah-langkah. Ini membangun meliputi yang pro dan kontra
dari Decisional Balance Scale, Temptation atau Self-efficacy, dan perilaku

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


47

target. Suatu lebih terperinci presentasi dari aspek/pengarah ini pada


model disajikan di tempat lain (Velicer, Prochaska, Rossi, & Diclemente,
1996).

Decisional Balance membangun cerminan individu yang menimbang dari


baik buruknya dari mengubah. Berasal dari model Mann’s dan Janis dari
pengambilan keputusan (Janis dan Mann, 1985) itu mencakup empat
kategori dari pro (laba yang sebagai penolong/musik untuk persetujuan
dan orang lain dan diri untuk yang lain dan diri sendiri). Empat kategori
dari memperdayakan adalah biaya-biaya sebagai penolong/musik ke
penolakan dan yang lain dan diri dari yang lain dan diri. Bagaimanapun,
suatu test yang empiris dari model mengakibatkan suatu banyak struktur
yang lebih sederhana. Hanya dua faktor, yang pro dan contra, ditemukan (
Velicer, DiClemente, Prochaska, & Brandenberg, 1985). Dalam suatu
merindukan rangkaian dari studi (Prochaska, et al. 1994), sebanyak ini;
sekian struktur yang lebih sederhana telah selalu ditemukan.

Self-Efficacy membangun menghadirkan keyakinan situasi yang spesifik


yang orang-orang mempunyai bahwa mereka dapat mengatasi situasi yang
resiko-tinggi tanpa relapsing kepada kebiasaan tak sehat atau yang resiko-
tinggi mereka. Situational Temptation Measure (Diclemente, 1981, 1986;
Velicer, DiClemente, Rossi, & Prochaska, 1990) cerminkan intensitas dari
himbauan untuk terlibat dalam suatu perilaku yang spesifik ketika di
tengah-tengah situasi yang sulit. Itu ada di efek, sebaliknya dari kemajuan
diri dan yang sama satuan materi dapat digunakan untuk kedua-duanya
ukuran, menggunakan format tanggapan yang berbeda. Situational Self-
efficacy Measure tidak cerminkan keyakinan dari individu untuk terlibat
dalam suatu perilaku yang spesifik ke seberang satu rangkaian situasi yang
sulit.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


48

Keduanya ukuran Temptation dan Self-efficacy mempunyai yang sama


struktur (Velicer et al., 1990). Di riset mereka secara khas temukan tiga
faktor yang mencerminkan paling umum jenis mencoba situasi: hal negatif
mempengaruhi atau kesusahan emosional, situasi sosial yang positif, dan
permohonan. Ukuran Temptation/Self-efficacy adalah terutama sekali
sensitif pada perubahan yang dilibatkan sedang dalam proses di langkah-
langkah yang kemudiannya adalah meramal yang baik dari berbuat tidak
baik lagi.

2.10 Health Promotion Model ‘s (HPM)


Health Promotion Model (HPM) mengintegrasikan sejumlah wujud bangunan
teori nilai pengharapan dan teori kognitif sosial dalam suatu perspektif ilmu
keperawatan dari fungsi manusia secara holistik (Pender, Murdaugh, &
Parsons, 2002 dalam Crawford, 2008). Model Pender mencoba untuk
mengintegrasikan Health Promotion Model untuk digunakan dalam asuhan
keperawatan secara efektif yang diarahkan pada perbaikan atau peningkatan
kesehatan dan kemampuan fungsional (Peterson & Bredow, 2004 dalam
Crawford, 2008). Model Pender menyediakan suatu metoda pengkajian dari
perilaku promosi kesehatan klien, mengarahkan perawat secara sistematis
mengkaji self efficacy klien, penghambat yang dirasa, manfaat atau
keuntungan yang dirasa, dan pengaruh hubungan interpersonal dan untuk
mengkaji pengaruh situational terkait dengan perilaku kesehatan yang dipilih
( Peterson & Bredow, 2004 dalam Crawford, 2008).

Health Promotion Model memiliki lingkup yang luas dan benar-benar


kompleks dengan subkomponen-subkomponen dan usaha menuju perilaku
kesehatan positif pada tingkatan yang lebih tinggi (Pender, Murdaugh, &
Parsons, 2002 dalam Crawford, 2008) . HPM merupakan suatu usaha untuk
menggambarkan sifat multidimensional dari individu yang saling berinteraksi
dengan interpersonal dan lingkungan fisik untuk meningkatkan kesehatan.
(Pender et al dalam Crawford, 2008).

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


49

Health Promotion dapat diobservasi melalui identifikasi tingkah laku seperti


tanggung jawab kesehatan, aktivitas fisik, perkembangan spiritual, nutrisi,
kepuasan hubungan interpersonal, dan manajemen stres (Pender, Murdaugh,
& Parsons, 2002 dalam Elligott et al, 2010). Health Promotion merupakan
perilaku yang termotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan kesehatan dan
mewujudkan potensi kesehatan manusia (Pender et al, 2006 dalam Elligott et
al, 2010).

Self Efficacy adalah faktor utama dalam konstruksi dari Health Promotion
Model (Crawford, 2008). Self efficacy adalah kemampuan persepsi individu
untuk dapat menunjukkan suatu perilaku. Ketika seseorang percaya diri akan
kemampuannya, untuk melengkapi tugas perkembangan seperti latihan maka
seseorang akan lebih termotivasi untuk menunjukkan perilaku tertentu
(Pender et al, 2006).

Health Promotion Model mengklasifikasikan faktor penentu atau determinan


perilaku kesehatan kedalam tiga kelompok yang spesifik yaitu karakteristik
dan pengalaman individu, pengamatan perilaku spesifik dan pengaruhnya
serta pengaruh situational atau interpersonal (Pander, et al., 2002 dalam
Crawford, 2008). Karakteristik dan pengalaman individu yang tidak dapat
dimodifikasi adalah faktor-faktor yang bersifat bawaan (jenis kelamin, usia,
genetik), begitu juga dengan faktor pengalaman yang melatar belakangi
perilaku selanjutnya (Sorf, &Velsor-Friedrich, 2006 dalam Crawford, 2008).
Inti konsep dari HPM tersebut menekankan pentingnya pengamatan perilaku
yang spesifik dan pengaruhnya sebagai motivator yang utama dari perilaku.
Ada enam unsur dari pengamatan perilaku spesifik yang mempengaruhi
motivasi utama dalam mendorong perilaku-perilaku promosi kesehatan, yaitu:
1) Manfaat-manfaat atau keuntungan tindakan yang dirasa; 2) Penghalang
atau penghambat tindakan yang dirasa; 3) Self Efficacy; 4) Aktivitas yang
berhubungan dengan pengaruh; 5) Pengaruh Interpersonal; 6) Pengaruh
situasional.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


50

Tindakan-tindakan yang meningkatkan kesehatan personal dihubungkan


dengan persepsi positif dari outcome yang diharapkan, minimalnya
penghambat tindakan, perasaan tentang perilaku kesehatan, hadirnya
dukungan sosial dan keluarga, role model yang positif, ketersediaan
lingkungan yang kompatibel, aman, dan menarik (Pender, 1996 dalam
Crawford, 2008). Konsep tambahan dari model Pender adalah persaingan
antara permintaan dan pilihan, komitmen terhadap suatu rencana kegiatan,
dan perilaku promosi kesehatan ( Peterson &Bredow, 2004 dalam Crawford,
2008).

Hubungan konsep-konsep utama HPM digambarkan dalam suatu framework


teoritis. Pender (1996) mengidentifikasi hubungan-hubungan yang
mempengaruhi kepercayaan seperti perilaku-perilaku yang terkait
sebelumnya, karakteristik yang didapat maupun bawaan, dan pengaruh
perilaku promosi kesehatan. Orang-orang akan berkomitmen terhadap ikatan
perilaku dimana mereka mengantisipasi manfaat nilai diri sendiri, tetapi orang
tersebut merasakan penghalang-penghalang dapat menghambat komitmen
dan perilaku. Kemampuan diri sendiri atau self efficacy yang dirasa untuk
melaksanakan suatu perilaku akan meningkatkan kesanggupan untuk
bertindak, dan kemampuan yang lebih besar mengakibatkan lebih sedikit
penghambat.

Ketika seseorang mempunyai pengaruh yang positif, emosi positif yang


dihubungkan dengan perilaku akan mampu meningkatkan komitmen untuk
berperilaku hidup sehat. Individu lebih berkomitmen terhadap perilaku
promosi kesehatan jika mereka mempunyai orang lain yang dianggap penting
atau sangat dipercaya sebagai role model, mempunyai bantuan dan dukungan
untuk mewujudkan perilaku. Teman sebaya, para profesional pelayanan
kesehatan dan keluarga adalah pengaruh interpersonal yang merupakan
sumber penting yang dapat meningkatkan atau menurunkan komitmen.
Situasi dan lingkungan eksternal dapat juga mempengaruhi partisipasi

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


51

melakukan cara yang negatif atau cara positif. (Pender et al., 2002 dalam
Crawford, 2008).

Pender (1996) juga berasumsi bahwa individu dengan aktif mencari informasi
untuk mengatur perilaku-perilaku mereka sendiri, mereka saling berhubungan
dan mengubah lingkungan, dan bertransformasi setiap waktu. Profesi
kesehatan diasumsikan menjadi bagian dari lingkungan interpersonal yang
dapat mempengaruhi dan mengubah individu tersebut. Ketika
mengintegrasikan perilaku-perilaku promosi kesehatan ke dalam suatu gaya
hidup yang sehat yang akan mengakibatkan peningkatan kesehatan,
peningkatan kemampuan fungsional dan memperbaiki kualitas hidup dalam
setiap stase perkembangan (Crawford, 2008).

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


52

2.11Comprehensive School Health Model (CSHM)


Comprehensive School Health Model (CSHM) merupakan kerangka yang
diakui secara internasional untuk mendukung perbaikan dalam pendidikan
siswa tentang kesehatan sekolah melalui rencana yang terpadu dan holistik.
Model ini tidak hanya mengatasi apa yang terjadi di dalam kelas, namun
meliputi lingkungan sekolah dengan seluruh tindakan. Menurut Veugelers
dan Margaret (2010), terdapat empat pilar yang saling berhubungan dan
memberikan pondasi yang kuat dalam model ini, ketika keempat pilar ini
dilakukan secara harmonis, maka siswa akan didukung untuk menyadari
potensi mereka sebagai pelajar yang sehat dan menjadi anggota masyarakat
sekolah yang produktif. Adapun keempat pilar tersebut adalah:
2.11.1 Lingkungan sosial dan fisik. Lingkungan sosial meliputi kualitas
hubungan antara staf dan siswa di sekolah, kesejahteraan emosional
siswa. Hal ini dipengaruhi oleh hubungan dengan keluarga dan
masyarakat luas. Lingkungan fisik meliputi bangunan, ruang bermain,
dan peralatan di dalam dan sekitar sekolah, fasilitas-fasilitas pokok
seperti sanitasi dan kebersihan udara.

2.11.2 Pengajaran dan pembelajaran, pilar ini meliputi sumber daya, kegiatan,
dan kurikulum dimana siswa memperoleh pengetahuan dan pengalaman
yang sesuai dengan usia mereka, dan membantu membangun keterampilan
untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka.

2.11.3 Kebijakan sekolah yang sehat, pilar ini meliputi praktek manajemen,
proses pengambilan keputusan, peraturan, prosedur dan kebijakan di semua
tingkatan yang meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, dan bentuk
lingkungan sekolah yang ramah dan penuh perhatian.

2.11.4 Kemitraan dan jasa, meliputi hubungan antara sekolah dan orang tua
siswa, hubungan kerja pendukung di sekolah (staf dan siswa), antara
sekolah, dan antar sekolah dan lainnya organisasi masyarakat, kesehatan,

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


53

pendidikan dan sektor lainnya bekerja sama untuk memajukan kesehatan


sekolah.

Gambar 2.9: Comprehensive School Health Model (CSHM)


Sumber : Joint Consortium fo School Health, 2012.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN PROFIL WILAYAH

Bab ini akan menjelaskan kerangka kerja manajeman pelayanan kesehatan,


asuhan keperawatan keluarga dan komunitas dengan menggunakan integrasi teori.
Teori yang digunakan meliputi: Teori Manajemen, Health Belive Model (HBM),
Transteoritical Models (TTM), Health Promotion Model (HPM) dan
Comprehensive School Health Model (CSHM). Selain itu pada bab ini juga
dibahas mengenai profil sekolah SMP Negeri S Sukatani Depok yang menjadi
tempat pelaksanaan kegiatan pencegahan terjadinya penyalahgunaan NAPZA
yaitu rokok pada remaja melalui program Gerakan Remaja Anti Rokok
(GERAK).

3.1 Kerangka Kerja Praktek Keperawatan Komunitas


Pelaksanaan kegiatan praktik keperawatan komunitas yang dilakukan di SMP
N S Sukatani Depok melalui program Gerakan Remaja Anti Rokok
(GERAK), program inovasi ini melalui pendekatan sekolah dan keluarga
berfokus pada masalah pencegahan terjadinya penyalahgunaan NAPZA
khususnya masalah merokok pada siswa dan keluarga. Kegiatan ini
merupakan integrasi dari praktik manajemen pelayanan kesehatan, asuhan
keperawatan komunitas dan asuhan keperawatan keluarga. Hal ini sesuai
dengan pendapat dari Marquis dan Houston (2006) yakni kesuksesan program
dapat terlaksana apabila fungsi manajemennya bagus, yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.

Remaja atau siswa di SMP N S Sukatani Depok yang menjadi target ataupun
sasaran utama program UKS perlu sekali dilakukan tindakan intervensi
keperawatan preventif sepeti, primer, skunder, dan tersier. Contoh dari
tindakan tersebut antara lain pendidikan kesehatan, deteksi dini/screening,
modifikasi perilaku, konseling, couching, guadiance, dan belajar
berkomunikasi efektif baik yang di berikan secara perorangan maupun

54 Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


55

kelompok. Pemberdayaan remaja ataupun siswa perlu dilaksanakan secara


maksimal melalui pembentukan dan kegiatan program GERAK, hal ini
dilakukan dengan alasan siswa merupakan target dalam inovasi ini, kemudian
dengan pemberdayaan pada mereka diharapkan dapat menjadi penolong antar
siswa atau sebaya dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA yakni perilaku
merokok di sekolah.

Pencegahan secara dini ataupun mengurangi masalah merokok atau


penyalahgunaan NAPZA di sekolah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan peer group remaja dengan sistem multilevel intervention melalui
teknik pembelajaran partisipatif aktif pada kelompok. Melalui teknik
permainan terapi, dengan ini suasana proses pemberian informasi dan
pendidikan melalui pertisipasi siwa anggota GERAK dalam menanggulangi
dan mencegah masalah rokok, serta peran dari guru UKS diharapkan dapat
memberikan dukungan yang positif bagi siswa atau remaja di sekolah.

Model yang digunakan untuk melengkapi praktik keperawatan komunitas


yaitu Health Belive Models, Health Promotion Model, Transteoritical Models
dan Comprehensive School Health Model (CSHM). Health Belive Models,
digunakan guna mengetahui dari ancaman, harapan, pencetus tindakan,
faktor-faktor sosio-demografi, dan penilaian diri siswa terkait dengan masalah
penyalahgunaan NAPZA khususnya merokok. Model ini tidak hanya
mengatasi apa yang terjadi di dalam kelas, namun meliputi lingkungan
sekolah SMP Negeri S Sukatani Depok dengan seluruh tindakan.

Health Promotion Model digunakan pada perbaikan atau peningkatan


kesehatan dan kemampuan fungsional. Sedangkan Transteoritical Models
dilakukan untuk perilaku siswa dari niat sampai dengan pengambilan
keputusan baik berhenti merokok ataupun akan merokok. Comprehensive
School Health Model (CSHM) digunakan untuk meningkatkan kepedulian
dan sebagai masukan untuk lebih berperan aktif dari komponen sekolah.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


56

FRAMEWORK GERAKAN REMAJA ANTI ROKOK DI SMP NEGERI S SUKATANI KOTA DEPOK
INPUT OUTPUT
PROSES

Pelayanan Kep.
Teori Manajemen: 1. Perencanaan:
1. Perencanaan:Visi-misi dan tujuan, renstra, dan alokasi sumber daya. a. Sosialisasi pembentukan MANAJEMEN PELAYANAN
(penyusunan program GERAK) (tujuan) 1. Tersosialisasikannya pembentukan sekolah
Masalah peduli kesehatan remaja 80%
2. Pengorganisasian: Rekrutmen SDM GERAK
keperawatan b. Perencanaan SDM, dana,
2. Teridentifikasinya jumlah SDM, dana, sarana
3. Pengarahan dan pendelegasian: Supervisi program GERAK yang terkait sarana dan prasarana serta
tempat dan prasarana serta tempat. 60%
4. Pengawasan: Evaluasi Program gerak masalah 3. Terbentuknya struktur organisasi/ tim sekolah
(Huber,2000). MANAJEMEN 2. Pengorganisasian: Pembentukan self
kesehatan PELAYANAN : help Group / Support group peduli kesehatan remaja 70%
aktual dan 1. Perencanaan 3. Pengarahan : 4. Peningkatan PS kader remaja terhadap
Health Promotion Models penurunan masalah merokok 70%
1. Faktor personal (biologis, psikologis, dan sosial budaya)
risiko : 2. Pengorganisasian
a. Pelatihan /penyegaran kader
remaja 5. Teridentifikasi jumlah remaja merokok di
1. Manajemen
2. Faktor persepsi ; manfaat, hambatan, dan kepercayaan diri
keperawatan
3. Pengarahan b. Sistem rujukan sekolah 90 %
(merokok & kespro). 6. Tersusunnya mekanisme bagan sistem
3. Pengaruh interpersonal (Keluarga, peer/models, dan 2. Keperawatan 4. Pengawasan 4. Pengendalian
a. Supervisi program rujukan masalah kesehatan remaja 70%
layanan kesehatan – Trias UKS) komunitas 7. Dilaksanakannya supervisi dan monev secara
b. Monitoring dan Evaluasi
4. Pengaruh situasi (opini, media, dan lingkungan sekolah) 3. Keperawatan periodik terkait sekolah sehat (kelengkapan
program
(Pender, Murdough, & Parsons, 2002) keluarga pencatatan dan pelaporan) 70%
(aktual, risiko,
Transteoritical Models Perencanaan
potensial) Inovasi Komunitas
1. Prekontemplasi (niat sebelum 6 bln) 1. Penkes NAPZA
2. Kontemplasi (perenungan 6 bln berikut)
Keperawatan Komunitas
2. Kampanye NAPZA 1. Peningkatan pengetahuan, sikap, dan
3. Persiapan “GERAK” 3. Latihan asertif latihan keterampilan siswa 80%.
4. Aksi komunikasi efektif pada remaja, 2. Peran serta kader meningkat 90% setelah
5. Pemeliharaan Komunitas latihan penilaian diri dan
1. Pendidikan pelatihan/ penyegaran
6. Keputusan ( Prochaska & Diclemente, 1983; Prochaska, pengelolaan stres, latihan 3. Terintegrasinya Program pelatihan dalam
DiClemente, & Norcross, 1992; Prochaska & Velicer, kesehatan meningkatkan tanggung jawab kurikulim mata ajar 60 %
1997) 2. Screening faktor dan kepercayaan diri, latihan cara 4. Teridentifikasinya jumlah remaja merokok
risiko merokok menangani konflik terintegrasi 80%
Health Belive Model: Perawat dengan mata ajar BK.
3. Rujukan 5. Penurunan risiko penyalahgunaan narkoba
a) Ancaman 4. Promosi kesehatan tentang
• Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit. Komunitas 4. Perubahan
narkoba melalui komik singkat.
80%
6. Peningkatan pencegahan risiko
• Persepsi tentang kondisi kesehatannya. perilaku gaya
Keluarga 5. Lomba membuat media berupa penyalahgunaan narkoba pada siswa
b) Harapan hidup
komik yang berisi informasi 7. Terbentuknya SG /SHG: (struktur dan
• Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan kesehatan tentang rokok (kertas)
• Persepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan kegiatan)
8. Teridentifikasinya faktor risiko mengenai
tindakan itu. Remaja
c) Pencetus tindakan: (Media, Pengaruh orang lain, Hal-hal yang merokok
mengingatkan reminders)
d) Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis
kelamin/gender, suku bangsa).
Keluarga Keluarga
e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk 1. Penkes NAPZA Keluarga
melakukan tindakan itu). 1. Penkes 2. Konseling 1. Peningkatan pengetahuan keluarga setelah
(Glanz, Rimer, & Lewis, 2002) NAPZA 3. Terapi perilaku edukasi dan pemberian informasi 80%
2. Konseling 4. Latihan asertif 2. Status kesehatan dapat dipertahankan 90%
3. Terapi perilaku 5. Latihan komunikasi efektif 3. Penurunan risiko penyalahgunaan rokok
Comprehensive School Health Model (CSHM) dengan anak remaja
4. Latihan dalam keluarga
1. Lingkungan fisik dan sosial: kualitas hubungan antara staf dan siswa di sekolah, komunikasi 6. Modifikasi lingkungan 4. Peningkatan cakupan tingkat kemandirian
kesejahteraan emosional siswa, lingkungan fisik meliputi bangunan. 7. Modifikasi perilaku dan gaya keluarga menjadi mandiri III dan IV
asertif hidup
2. Pengajaran dan pembelajaran: kegiatan extra kurikuler, dan kurikulum pengajaran.
8. Perubahan mainset mengenai
3. Kebijakan sekolah yang sehat: proses pengambilan keputusan, peraturan. merokok
4. Kemitraan dan jasa: sekolah dan orang tua siswa, staf dan siswa, puskesmas, BNN
Kota Depok
Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


57

3.2 Profil Wilayah


Profil sekolah SMPN S Sukatani Depok dapat di lihat dari paparan di bawah
ini.
SMPN S adalah salah satu sekolah tingkat pertama Negeri yang memiliki
segudang prestasi di wilayah Sukatani Kota Depok. Namun jumlah siswa
yang cukup banyak menyebabkan berbagai masalah kesehatan muncul di
SMP ini. Untuk mendukung kegiatan intervensi keperawatan komunitas,
maka residen telah mengkaji terkait dengan profil dari SMPN S Sukatani
Kota Depok. Hasil dari observasi lingkungan sekolah didapatkan data SMP
Negeri S Depok terletak sekitar 6 km dari pusat kota Depok, tepatnya berada
di Jalan Murbai Komplek Perumahan Sukatani Permai, kelurahan Sukatani,
Kecamatan Tapos, kota Depok, Provinsi Jawa Barat, yang berbatasan
langsung dengan provinsi DKI Jakarta di sebelah Timur dan selatan. Karena
posisi yang strategis dan berbatasan langsung dengan DKI Jakarta maka SMP
Negeri S Depok termasuk sekolah yang berada di daerah penyangga ibu kota
Jakarta, sehingga terjadi dampak persaingan dan tantangan yang ketat dalam
menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang kondusif.

Batas wilayah SMP Negeri S ini berbatasan dengan komplek perumahan


Sukatani. Banyak sekali wilayah yang dapat di salahgunakan remaja untuk
merokok. Pintu gerbang depan langsung ke jalan koplek perumahan, sebelah
timur terdapat lapangan bola dan gardu yang dapat berpotensi untuk
digunakan remaja nongkrong selepas pulang sekolah. Wilayah SMP Negeri S
tidak jauh dari jalan raya Bogor dan kota Cibubur yang masih banyak tempat
pijat plus bahkan tempat hiburan yang dapat mempengaruhi remaja untuk
beperilaku menyimpang. Banyaknya lahan kosong dan sepi di sekitar SMP N
S berpotensi juga sebagai tempat remaja merokok.

Masyarakat dilingkungan sekitar SMP Negeri S Depok terdiri dari berbagai


suku bangsa, hampir seluruh penduduk suku bangsa ada di Kecamatan Tapos.
Suku bangsa asli penduduk kecamatan Tapos pada umumnya adalah Betawi,

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


58

walaupun secara geografis wilayahnya berada pada Provinsi Jawa Barat.


Pendatang jumlahnya lebih banyak dari penduduk asli mengingat banyaknya
perumahan-perumahan yang telah dan akan dibangun oleh pengembang
perumahan, sehingga penduduk Jakarta, Bogor dan sekitarnya banyak yang
pindah ke kecamatan Tapos. SMP Negeri S Depok berada pada lingkungan
dengan penduduk yang sangat padat dan masuk pada usia sekolah yang cukup
tinggi, sehingga sekolah dituntut memfasilitasi dengan menambah ruang
kelas, laboratorium Komputer, Laboratorium IPA, Laboratorium Bahasa,
Ruang Multi Media, serta sarana prasarana lainnya termasuk sarana
peribadatan.

Dari jumlah penduduk yang beraneka ragam tersebut, maka sudah jelas akan
berimbas kepada mata pencaharian. Penduduk asli wilayah Kecamatan Tapos
pada umumnya bermata pencaharian sebagai pedagang, buruh pabrik, ojek,
supir, karyawan, PNS, TNI/POLRI. Dengan demikian maka kecamatan Tapos
penduduknya bermata pencaharian heterogen. Melihat kondisi yang demikian
ini, maka dapat disimpulkan bahwa daya dukung masyarakat lingkungan
sekitar terhadap posisi dalam pengembangan SMP Negeri S Depok sangat
heterogen.

Masyarakat di lingkungan SMP Negeri S Depok merupakan masyarakat yang


memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya pendidikan sehingga usaha
untuk menyekolahkan putra dan putri mereka merupakan kebutuhan utama.
SMP ini memiliki 32 ruang kelas, 1 perpustakaan, 2 laboratorium IPA, 1
ruang ketrampilan, 2 ruang gudang, 1 dapur, 1 ruang konseling, 6 WC unutk
guru dan karyawan, 15 WC siswa, 1 ruang UKS, 1 ruang PMR, 1 ruang OSIS
serta 1 ruang multimedia. Sekolah ini juga mempunyai lapangan olah raga
(basket, bulu tangkis dan bola volly) (Profil SMP N S, 2014).

Tingkat pendidikan guru di SMP Negeri S sudah mempunyai lulusan S3/S2


sebanyak 8 orang, untuk lulusan S1/D4 sebanyak 42 orang, D3 sebanyak 1

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


59

orang, D1/D2 sebanyak 2 orang dan SMA sebanyak 2 orang baik yang sudah
PNS maupun masih guru bantu. Daftar Data Orang Tua Peserta Didik SMP N
S Sukatani Depok 2014 yang berprofesi PNS sebanyak 23.15%, TNI/POLRI
sebanyak 4.77%, Petani sebanyak 2.25%, Swasta sebanyak 53.33%,
Pedagang sebanyak 6.07%, dan lain-lain sebanyak 10.43% (Profil SMP N S,
2014).

Sumber penerangan berasal dari listrik yang menjangkau ke semua luas


bangunan. Sistem pembuangan sampah sekolah dibuang ditempat sampah
yang disediakan dimasing-masing ruangan, sampah kemudian dikumpulkan
ditempat penampungan sampah sementara. Masih terlihat sampah didepan
ruang kelas, diatas atap lantai 1 dan 2 serta di bawah dan sekitar kantin dan
musholla. Sampah-sampah tersebut berasal dari bungkus jajanan atau daun-
daun pohon yang sudah kering yang dibuang oleh siswa secara sembarangan
dan terlambat dibersihkan. Namun setiap pulang sekolah SMP N S
mengadakan kerjabakti yang dilaksanakan oleh siswa piket setiap harinya
pada jam pulang sekolah.

Fasilitas yang ada di SMP N S yaitu ruang perpustakaan dan laboratorium


komputer, Laboratorium bahasa, Laboratorium multimedia, musholla, kantin
dan toilet yang terpisah antara toilet guru dan siswa laki-laki serta perempuan.
Sudah ada fasilitas kesehatan di SMP N S yaitu ruang UKS dan Konseling
namun belum di manfaatkan secara maksimal. Keterbatasan ruangan
menyebabkan tidak adanya ruang khusus UKS sehingga pelayanan kesehatan
sekolah belum berjalan secara terstruktur. Sampai saat ini ruang UKS
menjadi satu dengan ruang Guru BK. Struktur organisasi dan program UKS
sudah terbentuk, selain itu di SMP N S sudah ada kegiatan PMR sebagai
kegiatan ekstra kurikuler disekolah. Sekolah SMP N S sudah memiliki kader
kesehatan siswa disekolah, namun tidak seimbang dengan jumlah siswa yang
ada di SMP N S Sukatani Depok, serta belum tersusun rapi dan belum
pemanfaatan secara maksimal buku panduan atau pedoman pencegahan dan

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


60

penatalaksanaan masalah kesehatan remaja di sekolah. Hal ini disebabkan


karena belum adanya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi
dibidang kesehatan khusus untuk mengelola sekolah, sehingga kondisi
tersebut berdampak terhadap kurangnya pelayanan kesehatan yang diberikan
terhadap siswa.

Hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru dilaporkan kegiatan


ekstrakurikuler sekolah cukup aktif dilaksanakan. Beberapa kegiatan seperti
UKS, PMR, Pramuka, olah raga, bela diri, seni, PBB dan paduan suara sudah
terjadwal, namun belum banyak siswa yang mengikuti kegiatan ekstra
kurikuler tersebut, karena kegiatan ini bersifat tidak wajib bagi siswa.
Kegiatan lain yang dilaksanakan SMP N S Sukatani Depok yaitu kegiatan
keagamaan yang rutin dilaksanakan setiap hari jum’at, kegiatan tersebut
berupa pembacaan ayat Al-Qur’an setiap pagi sebelum memulai belajar.
Kegiatan lain yang rutin dilaksanakan adalah apel pagi yang dilaksanakan
setiap hari senin sebelum kegiatan pembelajaran, kegiatan apel tersebut sering
dimanfaatkan oleh sekolah untuk menyampaikan informasi penting terkait
dengan proses belajar mengajar. Adanya pertemuan dengan wali murid setiap
bulan atau pada saat MOPD (masa orientasi peserta didik).

Pertemuan antara pihak sekolah dengan komite sekolah dilakukan setiap 1


tahun 1 kali untuk menjalin komunikasi. Komite yang mengontrol kegiatan
aktifitas sekolah penunaan dana BOS. Larangan yang diterapkan oleh sekolah
baik didalam maupun di luar sekolah adalah siswa dilarang merokok dan
tawuran yang tertulis di tata tertib. Terdapat media seperti LCD di ruang
konseling sekolah, terdapat gazebo, terdapat ruangan khusus UKS. Adanya
kerja bakti secara rutin/setiap hari jumat setelah pulang sekolah. Adanya
penyuluhan setiap pagi yaitu jam 7 terkait kebersihan dan kesehatan
dilanjutkan dengan mengaji. Adanya monitoring terkait dengan kantin sehat di
sekolah.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


61

SMP N S pernah berkontribusi pada lomba sekolah sehat tingkat kota, dan
meraih juara 1. Terdapat kegiatan ekstrakulikuler tentang kesehatan yaitu
(UKS, PMR, Pramuka dan K7), dan mempunyai materi berupa dokumen dan
video konseling. Sekolah menjalin kerja sama lintas sektor, salah satunya
dengan Puskesmas Sukatani untuk penjaringan kesehatan secara rutin, Selain
itu sekolah bekerja sama dengan wali murid (polisi/tenaga kesehatan) untuk
membantu membina siswa SMP N S Sukatani. Sekolah menyediakan sarana
ksesenian untuk menyalurkan bakat positif siswa SMP N S Sukatani. Guru
pernah mengikuti berbagai pelatihan salah satunya peer konselor yang di
adakan oleh Dinkes Depok.

SMP N S Sukatani Depok berkontribusi untuk mengikuti lomba penyuluhan,


membuat tandu, lomba madding, dan lomba senam tingkat kota dan meraih
juara pertama. Pernah di temukan kasus siswa membawa rokok di sekolah,
dan sedang merokok di sela-sela jam istirahat. Kasus yang sering di temukan
yaitu pada kelas 8 dan 9. Beberapa siswa mengatakan bahwa siswa SMP N S
sering terlihat sedang merokok saat berkumpul di luar sekolah. Beberapa
siswa mengaku dirinya pernah merokok, dan siswa pernah mengaku untuk di
ajak merokok oleh teman-temannya. Beberapa siswa mengatakan merokok
karena sering nongkrong dengan usia di atasnya.

Terbatasnya ruangan yang ada disekolah menyebabkan penyediaan ruangan


untuk UKS tidak bisa terfasilitasi secara maksimal. Bila ada siswa yang sakit
atau mengalami cidera saat disekolah ditangani oleh guru yang ada disekolah,
apabila membutuhkan penanganan lebih lanjut dirujuk ke puskesmas atau
rumah sakit. Selama ini program layanan kesehatan yang dilakukan di sekolah
penyediaan obat yang bersifat simtomatik di ruangan BK dan UKS yang di
berikan oleh Puskesmas Sukatani.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


62

3.3 Strategi Intervensi GERAK Sebagai Inovasi


Strategi GERAK yang telah dilakukan dalam menunjang kegiatan praktik
residensi keperawatan komunitas ini muncul dari adanaya dasar teori
keperawatan yang ada. Pelaksanaan strategi ini dimaksudkan untuk
mengurangi masalah merokok pada remaja di sekolah yang termasuk
kawasan tanpa rokok (KTR) sesuai dengan program dari kota Depok. Strategi
ini melibatkan semua komponen disekolah dan pemerintahan setempat,
keluarga serta pelayanan kesehatan di Sukatani yaitu puskesmas. Strategi ini
dilaksanakan sesuai dengan teori dari Health Belive Model’s yang salah
satunya adalah melalui pendidikan kesehatan.

Kegiatan yang telah dilakukan meliputi peningkatan pengetahuan, perubahan


sikap dan perilaku yang lebih baik lagi. Kerjasama antara pihak sekolah,
perawat komunitas, dan keluarga serta peran pemberi kebijakan sangat
berkontribusi di kegiatan proyek inovasi GERAK ini. Pelatihan dan
bimbingan teknis untuk komponen sekolah dan tenaga kesehatan terkait
monitoring dan evaluasi kegiatan GERAK akan membantu terwujudnya
harapan yang ingin di capai pada praktik residensi keperawatan komunitas
ini. Munculnya poli khusus remaja di puskesmas, yang belum tercapai dalam
proyek ini digunakan sebagai bahan evaluasi oleh residen guna meningkatkan
pelayanan keperawatan di agregat remaja.

Sistem multi level health promotions yang digunakan oleh perawat komunitas
yaitu dengan memanfaatkan jejaring bertingkat baik vertical maupun
horizontal untuk memperluas informasi terkait kesehatan yang dilakukan oleh
remaja yang telah di latih. Sistem Kerja sistem ini yaitu menjaring calon
remaja yang ingin di rekrut menjadi anggota yang sekaligus berfungsi sebagai
konsumen dan member (anggota GERAK) dari yang melakukan praktek
multi level health promotions. Adapun secara terperinci dilakukan dengan
cara sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


63

1. Mula-mula anggota GERAK berusaha menjaring remaja untuk menjadi


anggota, dengan cara mengharuskan remaja mendaftar menjadi anggota
GERAK dengan menjelaskan keuntungan kesehatan yang akan di dapatkan
dan mendapatkan ketrampilan cara persentasi, pembuatan media, dan teknik
memberikan promosi kesehatan pada orang lain. Hal ini diajarkan pada
remaja yang baru bergabung., 2. Dengan bergabung menjadi anggota
GERAK, remaja diberi satu formulir keanggotaan dari anggota GERAK yang
merekrut, 3. Sesudah menjadi anggota maka tugas berikutnya adalah mencari
anggota-anggota baru dengan cara seperti diatas, 4. Para anggota baru juga
bertugas mencari calon anggota-anggota GERAK baru lagi dengan cara
seperti diatas, 5. Jika member mampu menjaring anggota GERAK yang
banyak, maka ia akan mendapat bonus yaitu mendapatkan sertivikat remaja
bebas tidak merokok resmi. Semakin banyak anggota yang dapat dijaring,
maka semakin banyak pula pengetahuan kesehatan yang didapatkan karena
remaja yang sehat tanpa rokok akan meningkat dengan banyaknya anggota
yang s bergabung, 6. Dengan adanya para anggota baru yang sekaligus
menjadi duta remaja sehat tanpa rokok, maka member yang berada pada level
pertama, kedua dan seterusnya akan selalu mendapatkan tingkat pengetahuan
kesehatan yang terus meningkat secara estafet, karena kegiatan itu akan
menjadi budaya dan kebiasaan yang positif yang dilakukan remaja.

Setiap kegiatan intervensi proyek inovasi GERAK ini telah dilaksanakan


dengan lancar dan baik. Hal ini tidak terlepas dari kegiatan bimbingan dan
arahan yang diberikan oleh dosen pembimbing Universitas Indonesia pada
saat supervisi di lahan praktik residensi keperawatan komunitas UI.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


BAB 4
PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
PADA AGGREGATE REMAJA DENGAN MASALAH RISIKO
PENYALAHGUNAAN NAPAZA (ROKOK) DI SMP N S SUKATANI
KOTA DEPOK

Bab ini akan menguraikan analisa situasi manajemen pelayanan keperawatan


komunitas, asuhan keperawatan komunitas, dan asuhan keperawatan keluarga dalam
upaya pencegahan risiko penyalahgunaan NAPZA (rokok) pada remaja di SMP N S
Sukatani Kota Depok.

4.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas


Pengelolaan manajemen pelayanan keperawatan komunitas, tekait upaya pencegaha
risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja disekolah, dilakukan melalui analisis
data situasi hasil pengkajian pelaksanaan lima fungsi manajemen pelayanan
kesehatan, yakni: perencanaan (palanning), pengorganisasian (organizing),
personalia (staffing), pengarahan (directing), dan pengawasan controlling)
(Marques & Huston, 2010).

Data yang didapat berdasarkan hasil pengkajian, kemudian durumuskan menjadi


masalah manajemen pelayanan kesehatan komunitas. Rumusan masalah disusun
berdasarkna ketidakefektifan pelaksanaan fungsi manajemen. Tahapan berikutnya
dilanjutkan dengan penyusunan rencana intervensi, melakukan tindakan
penyelesaian masalah, melakukan evaluasi kegiatan, dan menyusun rencan tindak
lanjut.

4.1.1 Analisa Situasi Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas


Analisis situasi manajemen pelayanan keperawatan komunitas, menguraikan
program pembinaan kesehatan remaja yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kota Depok, Puskesmas Sukatani, dan pelaksanaan di Sekolah SMP N S Kota
Depok, khususnya terkait upaya pencegahan risiko penyalahgunaan NAPZA
yaitu merokok pada remaja. Kegiatan ini dilakukan dengan cara merujuk pada

64 Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


65

fungsi manajemen, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, personalia,


pengarahan, dan pengendalian (Marquis & Huston, 2006; Allender & Spradley).

4.1.2 Perencanaan (Planning)


Pengumpulan data yang digunakan sebagai dasar untuk membuat perencanaan
strategis organisasi yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan Depok masih
dilakukan hanya untuk deteksi masalah kesehatan secara umum pada remaja
melalui penjaringan secara acak pada siswa baru sekolah setingkat TK sampai
SMA di Depok. Analisa situasi menejemen pada pelayanan kesehatan
menggunakan 5 fungsi manajemen. Organisasi perlu mengumpulkan data
kemudian menganalisisnya, baik data nasional mapun data secara regional yang
di dapatkan dari berbagai sumber, termasuk informasi data dan kegiatan masing-
masing instansi dari setiap anggota tim. Pengumpulan dan análisis data akan
menghasilkan gambaran yang menyeluruh berhubungan dengan profil sasaran
pelayanan sehingga organisasi dapat merumuskan visi, misi, dan rencana
strategis (Marquis & Huston, 2006).

Banyaknya jumlah kelompok usia remaja pada kelompok SMP/SMA di wilayah


kota Depok yang di ambil dari deteksi melalui pemerikasaan pada siswa
SMP/SMA yang dilakukan oleh Dinak Kesehatan Kota Depok didapatkan
sebanyak 45.622 siswa. jumlah tersebut menghasilkan beberapa siswa yang
mendapatkan pelayanan kesehatan yaitu hanya 68% pada siswa SMP dan 66%
pada siswa SMU di Kota Depok yang mendapatkan pelayanan kesehatan
melalui penjaringan anak usia sekolah (Laporan penjaringan anak usia sekolah
Dinas Kesehatan Kota Depok, 2012). Dari data tersebut dapat menjelaskan
bahwa hasil dari penjaringan anak usia sekolah di Kota Depok masih dibawah
target nasional yaitu 80% bagi siswa SMP dan SMA, tetapi kesepakatan target
pencapaian penjaringan Provinsi Jawa Barat adalah 50% sehingga angka
pencapaian Kota Depok sudah memenuhi target pada tingkat provinsi.

Pada saat deteksi kesehatan remaja dalam menyusun perencanaan yaitu belum
memiliki perencanaan screening terkait risiko masalah penyalahgunaan NAPZA

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


66

kususnya merokok. Di Puskesmas Sukatani sendiri menunjukkan tidak adanya


perencanaan maupun terkait mengenai kegiatan kesehatan remaja di wilayahnya
serta tidak adanya penanggung jawab mengenai kegiatan pada kelompok usia
remaja daerah binaan, hal ini menunjukkan kurang maksimalnya perencanaan
program khusus bagi kelompok remaja di Kelurahan Sukatani.

Pada visi dan misi serta target yang dimiliki oleh SMN S Sukatani Depok belum
ada yang mengarah untuk meningkatkan derajat kesehatan sekolah dan
khsusunya terkait dengan masalah perilaku merokok pada remaja di SMPN S
Sukatani Depok. Visi dan misi masih terkait dengan bidang akademik dan non
akademik, tetapi tidak di jelaskan terkait dengan kesehatan. Masalah merokok
atau kesehatan di SMPN S menjadi banyak, menurut penulis wajar karena
sekolah belum berfokus ke hal meningkatkan derajat kesehatan remaja di
sekolah. Upaya yang sudah dilakukan masih di bawah mata ajar penjaskes yang
terkait tindakan preventif di sekolah. Menurut Gillies (2000; dalam Swansburg,
1999) bahwa kegiatan yang dilakukan selama perencanaan merupakan analisis,
pengkajian suatu sistem, penyusunan tujuan jangka panjang (strategi) dan jangka
pendek (operasional) serta memprioritaskan aktivitas termasuk alternatif.

Program PKPR merangkum perencanaan dalam kegiatan remaja yang


dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok, pelayanan ini masih
berorientasi pada tatanan kesehatan di sekolah. Menurut Depkes RI (2008)
menetapkan indikator pelayanan kesehatan remaja tahun 2010 melalui jalur
sekolah 85% dan melalui jalur luar sekolah minimal 20%. Hal tersebut
disebabkan karena terkait permasalahan pembiayaan dan sulit untuk terjangkau
sasaran kelompok remaja di luar sekolah. Menurut penanggung jawab terkait
dengan kesehtan remaja di Dinas Kesehatan Kota Depok yaitu KESGA terkait
dengan program PKPR di anggarkan melalui kegiatan kesehatan remaja dari
APBD, PHP, dan BANGUB yang diusulkan setiap tahun sekali untuk melayani
kegiatan kesehatan anak dan remaja.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


67

Pada saat ini dalam perencanaan kegiatan kesehatan remaja di Dinas kesehatan
Depok dilakukan melalui seksi kesehatan keluarga+gizi dan seksi promosi
kesehatan dibawah penanggung jawab program kesehatan anak dan remaja.
Perencanaan kegiatan secara umum adalah pembinaan kesehatan reproduksi dan
pembinaan pelayanan kesehatan anak sekolah dan remaja yang untuk tahun 2014
masih sama dengan tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2014 ini lebih
mengarah ke PHBS terkait dengan permasalahan merokok. Pada tahun 2014
sudah terbentuk peraturan daerah mengenai larangan untuk merokok di kawasan
tanpa rokok (KTR). Sosialisasi dilakukan baik di masyarakat maupun di sekolah
bekerjasama dengan mahasiswa residen keperawatan komunitas UI tahun 2014.

Perencanaan pelayanan kesehatan remaja lebih ditekankan pada pembinaan trias


UKS melalui peningkatan dan pelatihan petugas kesehatan dan masih saja belum
ada perubahan rencana kegiatan setiap tahunnya sejak 2010 (Susanto, 2011).
Hal ini menunjukkan bahwa terkait dengan program pelayanan terhadap
kesehatan remaja belum ada indikator jangka pendek dan jangka panjang bagi
program pelayanan kesehatan remaja.

Perencanaan PKPR di tingkat puskesmas terkait pencegahan risiko


penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah dengan dibentuknya klinik PKPR.
Bentuk kegiatan di Puskesmas Sukatani yaitu penyediaan konsultasi masalah
kesehatan remaja termasuk penyalahgunaan NAPZA dan sistem rujukan
kesehatan remaja. Kegiatan diklinik ini tidak berjalan karena tidak ada
penanggung jawab untuk melaksanakan program tersebut.

Pelaksanaan program PKPR seharusnya dapat dilaksanakan secara mandiri oleh


puskemas melalui pemanfaatan dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK),
Namun penyerapan dana BOK oleh puskesmas Sukatani tidak 100% maksimal.
Perencanaan yang adekuat mendorong pengelolaan sumber daya yang ada
(sumber daya manusia dan keuangan) (Marquis & Huston, 2010).

Puskesmas merupakan pemberi pelayanan kesehatan untuk masyarakat, unit


pelaksana teknis ini merupakan kepanjangan tangan dari Dinas Kesehatan

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


68

Depok secara khusus belum memiliki perencanaan terkait pencegahan dan


penanggulangan penyalahgunaan NAPZA khususnya masalah merokok. Hasil
wawancara dengan kepalan puskesmas Sukatani dan penanggung jawab program
UKS di tingkat Puskesmas dihasilkan bahwa puskesmas program UKS yang
dilaksanakan saat ini hanya berupa kegiatan penjaringan kesehatan saja
(screnning) pada tingkat kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah atas.

Salah satu fakor yang mempengaruhi hal di atas adalah keterbatasan dari sumber
daya manusia dan anggaran (budgeting) untuk kegiatan tersebut. Hal ini
merupakan aktivitas tentang sumber daya keuangan (financial resources) yang
sengaja disediakan untuk kegiatan dan waktu tertentu (Siswanto, 2009). Keadaan
seperti ini dapat menyebabkan kurang maksimalnya perencanaan dalam
pelayanan kesehatan pada remaja khususnya kegiatan trias UKS yang
didalamnya terdapat program PKPR tentang pencegahan penyalahgunaan
NAPZA. Keterbatasan SDM dan sumber dana dapat menyebabkan manajemen
pelayanan kesehatan pada remaja tidak berjalan dengan baik.

Pada uraian di atas dapat terlihat jelas bahwa perencaaan pelayanan kesehatan
pada kelompok usia remaja masih belum menjadi prioritas bidang kesehatan di
Dinas Kesehatan Kota Depok karena kelompok remaja dianggap tidak
bermasalah karena rendahnya angka kesakitan yang belum jelas indicator
pengambilannya dan jumlah kematian usia tersebut. Dalam perencanaan
pelayanan kesehatan terhadap usia remaja perlu dilakukan perubahan paradigm
oleh yankes, karena permasalahan remaja khususnya masalah penyalahgunaan
NAPZA yaitu merokok merupakan masalah psikososial setiap individu dan
berdampak terhadap masalah social di masyarakat yang dapat mengganggu
kesehatan fisik dan kematian remaja apabila tidak tertangani dengan benar
(Depkes RI, 2005).

4.1.3 Pengorganisasian (Organizing)


Karakteristik pembagian struktur kerja suatu organisasi anatara lain: (1) adanya
pembagian ketenagaan yang jelas, individu dibagi ke dalam unit yang
menggambarkan kompetensi yang dimiliki oleh individu tersebut; (2) adanya

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


69

struktur hirarki organisasi yang menjelaskan mengenai jalur birokrasi dari atas
dan ke bawah; (3) adanya uraian tugas dan fungsi setiap elemen yang ada dalam
suatu organisasi; (4) adanya prosedur atau aturan dalam bekerja; dan (5) adanya
seleksi tenaga yang sesuai dengan bidang yang di butuhkan dan kompeten
dalam bidangnya serta memiliki promosi bidang yang jelas (Weber dalam
Marquis dan Huston, 2000).

Pengorganisasian dalam program kesehatan remaja oleh Dinas Kesehatan Kota


Depok dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan di sekolah baik SMP
maupun SMA dan MTS yang berada di wilayah Kota depok. Kegiatan tersebut
masuk dalam wadah kegiatan pada program PKPR melalui tiga kegiatan utama
yaitu pelatihan petugas, pelatihan guru, dan pelatihan peer konselor. PKPR
ditujukan untuk pembinaan remaja dalam setting sekolah. Pengoorganisasian
berfungsi untuk pembagian aktivitas-aktivitas kerja, penentuan tanggung jawab
dan wewenang, serta pembuatan hubungan kerja untuk menyadari tujuan
bersama dalam satu organisasi. Struktur organisasi berkaitan dengan keefektifan
dalam melakukan komuniasi (Gillies, 2000; Swansburg, 1999; Marquis &
Huston, 2006).

Pengorganisasian PKPR di sekolah dilakukan melalui kegiatan UKS. Pada tahun


2014 terdapat 12 sekolah yang sudah dilatih dari seluruh wilayah Kota Depok,
menurut penanggung jawab kegiatan anak dan remaja Dinas Kesehatan Depok
jumlah tersebut belum menjangkau seluruh sekolah yang ada serta karena
terbatasnya anggaran kegiatan hanya terbatas pada pelatihan masing-masing
sekolah satu kali dan belum ada pembinaan lanjutan.

Pembinaan baru dilakukan di tingkat SMK/SMA dan MTS belum dilakukan


pada tingkat SMP. Hal tersebut mengakibatkan belum optimalnya pelaksanaan
PKPR yang terbentuk di tatanan sekolah dikarenakan SDM peer counselor dan
peer educator masih kurang untuk melakukan kegiatan PKPR secara mandiri di
sekolah terlebih di masyarakat. Adanya mutasi yang dilakukan oleh
pemerintahan depok menimbulkan semakin berkurangnya tenaga yang sudah

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


70

terlatih di sekolah. Sehingga kegiatan yang sudah di rencanakan menjadi


berubah dalam pengimplementasiannya.

Pengorganisasian pada kegiatan kelompok usia remaja di tingkat puskesmas


dilakukan melalui pemberdayaan UKS oleh puskesmas dan konsultasi remaja di
puskesmas. Kegiatan UKS dilakukan melalui pelaksanaan tiga trias UKS, yaitu
pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, dan kesehatan lingkungan sekolah.
Klinik konsultasi remaja di puskesmas dibentuk untuk melayani masalah seputar
remaja baik masalah secara fisik, psikologis, dan sosial yang dialami oleh
remaja. Klinik tersebut dibawah tanggung jawab program kesehatan anak dan
remaja di Puskesmas, namun dalam pelaksanaannya dilapangan masih belum
dilakukan secara optimal karena keterbatasan jumlah SDM dan tumpang tindih
tupoksi di Puskesmas.

Pada Puskesmas Sukatani tidak terlihat adanya poliklinik kesehatan remaja


yang melayani secara langsung ataupun pelaksanaan pendidikan kesehatan
remaja terutama risiko masalah merokok. Terdapat divisi UKS pada struktur
organisasi Puskesmas Sukatani, namun ketika dikonfirmasi saat ini sudah
beberapa bulan tidak ada penanggung jawab yang melakukan kegiatan remaja,
sehingga penanggung jawab diberikan kepada perawat gigi di puskesmas.
Program kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas Sukatani hanya meliputi
penjaringan kesehatan yang belum dilakukan secara optimal, dan jarang
melakukan pelaporan terkait kasus yang di temukan pada saat penjaringan ke
pihak sekolah. Kegiatan penjaringan yang dilakukan pada sekolah-sekolah di
wilayah kerja Puskesmas Sukatani dilakukan oleh seorang Bidan dan Dokter
Gigi yang merangkap menjadi Kepala Puskesmas Sukatani. Menurut Gillies
(2000), dalam pengorganisasian (organizing) pelaksanaannya harus
memperhatikan penentuan siapa yang melakukan apa (staffing). Dalam
pelaksanaan pengorganisasian program PKPR di Puskesmas Sukatani belum
dilakukan secara optimal walaupun dalam tupoksi sudah jelas terkait kegiatan
yang sesuai program.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


71

Puskesmas Sukatani pada setiap bulannya belum dapat mengidentifikasi jumlah


kunjungan usia remaja yang dating ke puskesmas, karena tidak ada klinik
khusus atau ruangan khusus yang digunakan untuk melayani kelompok usia
remaja, tetapi terdapat beberapa pasien usia remaja yang datang karena ingin
berobat saja karena kesehatan fisik. Masalah yang umumnya dikeluhkan adalah
kesehatan gigi/mulut, ISPA, infeksi, demam, dan masalah kulit. Menurut
Marquis dan Houston (2000) menyatakan bahwa melalui fungsi
pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi (manusia
maupun bukan manusia) seharusnya dapat dipadukan dan diatur seefisien
mungkin untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kegiatan
manajemen pelayanan kesehatan di puskesmas ini masih bisa terselenggara
dengan baik meskipun dengan keterbatasan SDM.

Kerjasama lintas sektoral sudah dilaksanakan namun masih belum berjalan


dengan optimal. Dinas pendidikan hanya memberikan daftar nama sekolah di
lingkungan kerjanya, tapi dalam semua proses pelaksanaan kegiatan PKPR dan
pelatihan dilakukan sendiri oleh Dinas Kesehatan. Kerja sama dengan Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (BPMK) dengan Dinas Kesehatan pun
hanya terbatas pada bantuan menjadi penilai dalam kegiatan yang diadakan oleh
BPMK, tidak ada kegiatan yang dilakukan bersama. Berdasarkan hasil
wawancara dengan penanggung jawab kesehatan anak dan remaja di Dinas
Kesehatan Depok, Dinas Kesehatan memiliki program PKPR (Program
Kelompok Peduli Remaja) sedangkan BPMK memiliki program PKHS
(Program Keterampilan Hidup Sehat) dan PIK-KRR (Pusat Informasi
Komunikasi Kesehatan Reproduksi Remaja) yang ditujukan pada remaja dan
masih berjalan sindiri-sendiri. Sasaran kegiatan keduanya adalah remaja, hanya
saja lokasi pembinaannya yang berbeda yaitu PKPR di sekolah dan PKHS, BNN
serta PIK-KRR di kecamatan. Fungsi pengorganisasian menurut penulis belum
disesuaikan dengan kemampuan dan adanya beberapa tanggung jawab pada
seorang petugas sehingga membuat peran dan fungsinya kurang optimal. Sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Marquis & Huston (2006), fungsi dari

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


72

pengoorganisasian akan makasimal apabila di dukung oleh sumber daya


manusia, sehingga hal diharapkan dapat terwujud secara maksimal.

4.1.4 Personalia (staffing)


Kegiatan manajemen mempunyai salah satu bagian terkait dengan masalah
pengadaan, merekrut, memilih, menempatkan, dan mengerjakan personel yang
dilakukan oleh pimpinan sebagai langkah dalam menyukseskan dan mencapai
tujuan yang di rencanakan oleh suatu organisasi (Marquis & Huston, 2006).

Jumlah tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Depok yang bertugas sebagai
PJ dalam pelayanan kesehatan masih mengandalkan 1 orang saja, akan tetapi
melalui bidang promkes dan kesga yang menjalankan kegiatan pelayanan
kesehatan khususnya pada remaja, PJ kegiatan yang dimiliki oleh puskesmas
Sukatani memiliki 1 orang yang di tugaskan menjadi PJ. Pada saat pelaksanaan
kegiatan pelayanan kesehatan masih mengandalkan satu orang saja yaitu PJ,
yang seharusnya dapat bekerja sama dengan bidang lain yang dimiliki Dinas
Kesehatan Kota Depok.

Pelayanan kesehatan di sekolah memiliki wadah yaitu UKS. Upaya memberikan


pelayanan kesehatan di sekolah seharusnya dilakukan oleh PJ yang telah
berkoordinasi. Hasil wawancara dengan PJ di Dinas Kesehatan didapatkan
bahwa kegiatan yang dilakukan oleh PJ UKS lebih banyak dilaksanakan pada
tingkat SD dan SMA, sehingga untuk remaja tingkat SMP jarang terpantau
secara berkesinambungan, kegiatan pada remaja tingkat SMP biasanya
dilakukan lomba ataupun penjaringan kesehatan saja melalui PJ pelaksana di
tingkat puskesmas.

Hasil wawancara dengan pegawai di Dinas Kesehatan Kota Depok menjelaskan


bahwa, dalam menunjang berbagai kegiatan yang akan dilakukan penting sekali
mengenai keilmuan ataupun jenjang pendidikan. Namun menurut beberapa
pegawai mengatakan sulit sekali untuk mendapatkan izin belajar sebagai upaya
untuk menambah keilmuan sehingga dapat lebih memahami terkait kegiatan dan
manajerial untuk menjadi lebih baik lagi.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


73

Sumber daya manusia di Dinas Kesehatan masih kurang untuk menunjang


berbagai program dan kegiatan, namun pihak Dinas Kesehatan sudah melakukan
pengjuan terkait dengan penambahan pegawai pada pemkot Kota Depok. Hasil
pengusulan tersebut masih belum terealisasikan, pengusulan yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan harus mengikuti peraturan yang ada pada kepegawaian
Kota Depok, sehingga tidak dapat langsung meminta kualifikasi pendidikan S1
dan S2.

Wadah UKS dan pelatihan peer konselor pernah dilaksanakan di sekolah, namun
adanya rotasi pegawai menjadikan berkurangnya jumlah guru yang dipersiapkan
atau sudah dilatih menjadi peer konselor di sekolah. Guru yang ada dan pernah
diberi pelatihan terkait dengan kesehatan hanya ada 1 guru saja. Awalnya
terdapat 3 guru namun karena adanya mutasi atau rotasi menjadikan 2 guru
pindah ke sekolah lain. Hal tersebut di rasa sangat menjadi tugas yang besar
untuk satu guru yang pernah mendapat pelatihan dari Dinas Kesehatan
dikarenakan jumlah siswa yang banyak menjadikan PJ UKS di sekolah menjadi
kewalahan.

Hasil dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa fungsi dari staffing
pada pelayanan kesehatan remaja melalui PKPR di Kota Depok adalah : 1).
Keterbatasan ruang untuk pegawai Dinas kesehatan dan Puskesmas dalam
mengembangkan jenjang pendidikan formalnya, 2). Rasio ketenagaan masih
sangat kurang, baik di Dinas kesehatan, puskesmas, dan sekolah sehingga
menjadikan satu pegawai memegang double kerjaan. 3). Beban kerja pegawai di
tingkat puskesmas sangat besar, 4). Kegiatan PKPR di sekolah tidak maksimal,
dan jumlah guru atau pegawai di sekolah masih sangat kurang guna
melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan pada siswa.

4.1.5 Pengarahan (Directing)


Sesuai dengan renstra 2011-2015 Dinas Kesehatan Kota Depok, kegiatan
pembinaan kesehatan remaja khususnya masalah risiko penyalahgunaan NAPZA
belum dijadikan masalah utama sebagai penentu ke arah kebijakan di bidang

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


74

kesehatan. Hal tersebut memberikan penjelasan kurangnya dana menjadi


penyebab pengalokasian program kegiatan untuk kelompok remaja menjadi
tidak optimal. Perlunya komitmen bersama oleh seluruh komponen organisasi
dan stakeholder pelayanan yang disatukan dalam suatu tempat untuk
memperoleh suatu komitmen dan solusi pada program pelayanan kesehatan
yang diberikan serta dilaksanakan bersama-sama (Marquis dan Huston, 2006).

Kurangnya pemberian umpan balik pada setiap pelaksanaan kegiatan PKPR


mengakibatkan peer educator dan peer counselor yang telah dilatih tidak
mampu melakukan PKPR secara mandiri. Menurut Marquis dan Huston (2006)
menyatakan pengarahan yang diberikan dapat berupa motivasi melalui
komunikasi yang baik dalam suatu organisasi sebagai suatu umpan balik dari
implementasi kegiatan organisasi. Pendekatan dalam pemberikan umpan balik
memberikan gambaran yang berupa penguatan ataupun penghargaan yang
efektif dalam organisasi, yaitu: (1) penguatan positif dapat diberikan untuk
kinerja yang relevan dengan perencanaan; (2) penguatan positif dapat diberikan
sesegera mungkin setiap kinerja positif dimunculkan; (3) adanya sistem
penghargaan yang dapat dicapai oleh setiap anggota organisasi; dan (4)
penghargaan dapat diberikan secara tidak terduga ataupun secara terus menerus.
(Marquis & Huston, 2000).

Kurangnya motivasi tekait dengan program yang dilaksanakan oleh sekolah


mengakibatkan peer konselor dan peer educator yang terbentuk tidak dapat
melanjutkan kegiatan program PKPR secara mandiri dan motivasi sekolah
dalam melaksanakan PKPR sudah bagus namun SDM yang mendukung masih
cukup rendah, sehingga hanya peran dari guru BK di sekolah yang terus
melaksanakan kegiatan di sekolah. Proses pemberian motivasi dan pengarahan
terkait program PKPR mulai dari tingkat Dinkes, Puskesmas sampai sekolah
masih belum dilakukan dengan optimal. Pengarahan telah dilakukan pada saat
kegiatan UKS ataupun penjaringan kesehatan hanya dilakukan satu kali dalam
setahun setiap penerimaan siswa baru. Pengarahan dan pemberian motivasi
dilakukan pada saat kegiatan UKS tersebut dilakukan namun sifatnya masih

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


75

sebatas teknis pelaksanaan administrasi dan proses kegiatan Trias UKS saja.
Pengarahan yang baik melalui komunikasi dan motivasi dapat mengarahkan
pada delegasi tugas yang baik sehingga akan mencegah konflik dalam
pengorganisasian (Marquis & Huston, 2000).

Pendekatan dalam memberikan umpan balik dapat berupa penguatan atau


penghargaan secara efektif dalam organisasi, seperti penguatan positif dapat
diberikan pada pegawai yang kinerjanya relevan sesuai dengan perencaan,
pemberian penghargaan pada setiap aggota organisasi, penghargaan dapat
diberikan secara terus-menurus maupun secara tidak terduga (Marquis &
Huston, 2000).

Data di atas menunjukan bahwa fungsi pengarahan masih belum maksimal,


kondisi ini dapat menjadi kesimpulan mengenai pelaksanaan fungsi pengarahan
yang baik, hal ini memerlukan bentuk komunikasi yang efektif guna
memberikan motivasi dari berbagai pihak yang terlibat dalam menyelesaikan
konflik dan memberikan pengarahan yang dibutuhkan dalam proses pelayanan
(Azawar, 1996)

Konflik yang menyebabkan ketidakmampuan kegiatan pada program PKPR


digunakan untuk pengendalian risiko masalah merokok pada remaja juga
disebabkan karena belum ditunjang dengan adanya format untuk deteksi dini
penyalahgunaan NAPZA khususnya masalah merokok pada remaja. Sistem
pelaporan PKPR belum sampai menggalisis terkait dengan pengendalian risiko
masalah merokok pada remaja di wilayah binaan. Format pendoman suatu
kegiatan seharusnya dapat digunakan sebagai standar dalam pencapaian tujuan
ataupun umpan balik selama kegiatan berjalan sesuai dengan yang di harapkan.

4.1.6 Pengawasan (Controling)


Menurut Marquis dan Huston (2006) menjelaskan mengenai kegiatan yang
dapat dilakukan dalam pengawasan disebut dengan monitoring dan evaluasi.
Sistem monitoring adalah proses dalam melakukan pengumpulan dan analisis
masalah secara teratur. Menurut Depkes RI (2005), sistem yang digunakan

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


76

untuk indikator dalam suatu pelayanan akan digunakan untuk menilai seperti (1)
apakah program berjalan dengan benar, dan bagaimana kemajuannya, adakah
penyimpangan atau masalah; (2) adakah input dan proses yang dilakukan
menghasilkan perbaikan ke arah yang sesuai dengan tujuan; (3) apakah umpan
balik tentang output dan proses dikaitkan dengan iput yang di dapatkan; serta
(4) apakah terdapat faktor lingkungan atau secara eksternal (masyarakat,
geografis, kebijakan setempat) dan faktor secara internal (provider dan saran)
yang mempengaruhi pelaksanaan pelayanan program pada kesehatan kelompok
remaja.

Kegiatan untuk Monitoring dapat dilakukan oleh pihak organisasi maupun di


luar organisasi. Melalui kegiatan monitoring akan membatntu staf dalam
mendeteksi masalah secara dini sehingga perbaikan yang akan dilakukan tidak
memerlukan biaya dan waktu lebih banyak lagi, hal ini dapat mempercepat
tercapainya kualitas layanan kesehatan. Tahapan dalam monitoring meliputi: (1)
memutuskan informasi apa yang akan dikumpulkan; (2) mengumpulkan data
dan menganalisisnya; dan (3) memberikan umpan balik hasil monitoring
(Gillies, 2000; Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006). Monitoring dan
evaluasi program pembinaan kesehatan remaja oleh Puskesmas Sukatani dan
Dinas Kesehatan Kota Depok telah dilaksanakan tiap tahun, hal ini dibuktikan
dengan adanya laporan evaluasi untuk pembinaan kesehatan remaja melalui
penjaringan kesehatan di sekolah, dan adanya laporan kegiatan PKPR dan UKS
tiap tahun.

Fungsi controlling program pengendalian risiko masalah merokok pada remaja


di setting sekolah dan masyarakat belum dilaksanakan dengan baik oleh Dinas
Kesehatan Kota Depok sampai dengan tahun 2014 saat ini. Kegiatan
pengendalian khususnya monitoring dan evaluasi yang dilakukan selama ini
hanya menilai kelangsungan dari kegiatan PKPR pada sekolah yang pernah
mengikuti pelatihan, Hal tersebut dikarenakan kegiatan pengawasan dari Dinas
Kesehatan Kota Depok hanya dilaksanakan terkait dengan program yang
dianggarkan saja.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


77

Pengawasan yang dilakukan hanya terkait kuantitas seperti jumlah peer


counselor yang dilatih dan pengawasan kegiatan UKS belum meliputi kualitas
pelayanan. Monitor dan evaluasi dari Puskesmas ke tingkat sekolah yang sudah
dibentuk PKPR juga tidak berjalan dengan baik, hal ini terjadi karena
penanggung jawab UKS di Puskesmas Sukatani belum melaksanakan secara
optimal selama beberapa bulan, dalam melakukan pengontrolan sebaiknya
dilakukan dengan duduk bersama pada setiap elemen yang terkait, untuk
mensiknkronkan dalam pengambilan keputusan sebagai solusi dalam
memecahkan masalah yang di hadapi saat melakukan monitoring dan controling
program.

Berdasarkan uraian pelaksanaan 5 fungsi manajemen pelayanan kesehatan


komuntas, khususnya upaya pencegahan risiko penyalahgunaan NAPZA pada
remaja disekolah, oleh Dinas Kesehatan Kota Depok, Puskesmas Sukatani dan
SMP N S Sukatani, maka analisis dapat di digambarkan diagram fish bone untuk
merumuskan dan memudahkan menentukan masalah manajemen pelayanan
kesehatan yang teridentifikasi (Ervin, 2002), sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


(Planning) 78
Kegiatan pembinaan
kesehatan remaja belum PERENCANAAN PENGORGANISASIAN PERSONALIA
menjadi fokus utama arah
perencanaan kebijakan
bidang kesehatan dalam Kegiatan pengendalian risiko Jumlah petugas yang bertanggung
Tidak optimal dalam
renstra 2011-2015 Dinas melalui pembekalan keterampilan Rendahnya pengendalian jawab dalam program masih
pelaksanaan program
Kesehatan Kota Depok. hidup sehat bagi remaja bukan risiko masalah merokok pada terbatas di dinkes dan puskesmas
merupakan program prioritas usia remaja
(Organizing) Tidak ada spesifikasi kerja bagi Terjadi tumpang tindih SDM kurang dan
Belum adanya pengarahan Tidak ada indikator jangka program untuk remaja, ada 3 tugas dan kegiatan pada beban kerja yang
dan bimbingan yang merata pendek maupun jangka Belum optimal pelaksanaan bagian melakukan penyuluhan petugas kesehatan berat, mutasi
ke tingkat sekolah dalam panjang program PKPR PKPR pegawai yang di
PKPR, dan belum Rapat koordinasi antara dinas rasa kurang
kesehatan, puskesmas, dan Belum terkoordinasinya
terbentuknya kelompok Keterbatasan anggaran efektif.
sekolah belum dilakukan terkait kegiatan PKPR di
sebaya khusus masalah bagi rencana program Pelatihan dan pembinaan bagi
dengan pelaksanaan program sekolah dan masyarakat
merokok pada remaja di pembinaan untuk usia remaja kurang optimal baik di
remaja sekolah maupun masyarakat PKPR yang dilakukan di sekolah
sekolah.

(Staffing) Supervisi kadang dilakukan secara Kurang motivasi kader


Masih kurangnya SDM yang rutin dan hanya sekali setahun dalam mengelola
menangani khusus kesehatan Tidak ada pedoman program
Pelaksanaan PKPR
remaja di sekolah. Belum dalam pelaksanaan belum maksimal
terkoordinasinya kegiatan PKPR secara mandiri Belum adanya format deteksi dini Tidak terpantaunya tingkat pengendalian risiko
PKPR di sekolah dan untuk masalah rokok pada remaja masalah merokok pada remaja dan kurangnya
masyarakat Tidak ada tindak kemampuan untuk pencegahan perilaku membuli
Kegiatan pembinaan lanjut program
(Actuating) Belum ada evaluasi terhadap pelaksanaan
kesehatan remaja belum melalui Kurangnya pelaksanaan program yang
Belum optimalnya program dari kepala puskesmas terhadap
menjadi fokus utama arah pembinaan dan berorientasi pada pengendalian risiko
pelaksanaan PKPR dan penanggung jawab program pada usia remaja
kebijakan bidang kesehatan pengarahan masalah merokok pada remaja
kegiatan pencegahan
masalah merokok serta dalam renstra kesehatan
Evaluasi program PKPR belum ada, Pelaksanaan PKPR belum optimal
kesadaran masyarakat terkait
bahaya merokok Tumpang tindih rincian hanya evaluasi pelatihan/UKS dan
Belum adanya pengarahan kerja tenaga kesehatan tidak dijalankan secara berkelanjutan
(Controlling) secara kontinyu yang sehingga kinerja tidak
Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap kinerja optimal PENGAWASAN
masih berdasarkan pada kelompok bantu pada remaja
penjaringan kesehatan
disekolah, belum fokus PENGARAHAN
untuk masalah merokok pada
remaja di sekolah
Diagram 4.1 Fish Bone Analisis Masalah Manajemen Pelayanan Kesehatan Komunitas Pada Aggregate Remaja Dengan Risiko
Masalah Merokok
Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
79

4.2 Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas


Berdasarkan analisis fish bone tentang manajemen pelayanan kesehatan
remaja khususnya PKPR pada Dinas Kesehatan Kota Depok dan Puskesmas
Sukatani dapat di ambil kesimpulan terkait beberapa masalah yang muncul
sebagai berikut :
4.2.1. Kegiatan pembinaan kesehatan remaja masih sama dengan tahun
sebelumnya yaitu belum menjadi fokus utama arah kebijakan bidang
kesehatan dalam renstra 2011-2015 Dinas Kesehatan Kota Depok
berhubungan dengan tidak ada indikator jangka pendek dan jangka
panjang program PKPR dan kurangnya komunikasi untuk
menguatkan kerjasama dengan lintas sektor dan lintas program pada
pelaksanaan PKPR.
4.2.2. Belum adanya pengarahan dan bimbingan ke tingkat sekolah dalam
PKPR berhubungan dengan pengelola program remaja memiliki
beban kerja tambahan program lainnya dan belum adanya anggaran
untuk kegiatan tersebut dan terkait dengan penyegaran yang perlu
dilakukan guna meneruskan kegiatan sebagai upaya pemberdayaan
kesehatan di sekolah.
4.2.3. Masih kurangnya SDM yang menangani khusus kesehatan remaja di
sekolah berhubungan dengan belum ada kebijakan tentang pengadaan
tenaga kesehatan di sekolah.
4.2.4. Belum optimalnya pelaksanaan PKPR dan kegiatan pencegahan
masalah merokok serta kesadaran masyarakat terkait bahaya merokok
bagi remajanya di sekolah yang menyebabkan masalah dalam
intervensi lanjutan untuk menangani masalah kesehatan pada remaja
di luar jam sekolah.
4.2.5. Monitoring dan evaluasi masih berdasarkan pada penjaringan
kesehatan disekolah, belum fokus untuk masalah merokok pada
remaja di sekolah.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
80

Masalah-masalah pelaksanaan fungsi manajemen pelayanan kesehatan terkait


PKPR tersebut menggunakan pendekatan melalui fungsi manajemen yaitu
planning, organizing, Staffing, actuating, dan controlling (POSAC),
kemudian dilakukan prioritas masalah yang sesuai dengan kebutuhan
program bagi remaja dengan memperhatikan prioritas dari masalah,
peningkatan kualitas hidup kelompok remaja, dan perubahan positif bagi
masayarakat (Ervin, 2002).

Sasaran pelayanan program PKPR selama ini yaitu pembinaan dalam tatanan
sekolah yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok dan Puskesmas
Sukatani, namun pada praktik manajemen pelayanan keperawatan komunitas
ini residen/penulis akan mencoba mengintervensi dua masalah manajemen
pelayanan keperawatan komunitas yang menjadi prioritas utama. Berdasarkan
prioritas masalah tersebut, masalah manajemen pelayanan keperawatan
komunitas terhadap risiko masalah merokok pada remaja yang akan
dilakukan intervensi pada satu tahun ini adalah:
a. Belum adanya support group di Kelurahan Sukatani untuk melakukan
kegiatan program pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA
khususnya terkait dengan masalah merokok secara mandiri berhubungan
dengan SDM masih kurang dan tidak ada pedoman dalam melakukan
program secara mandiri.
b. Belum adanya koordinasi terkait kegiatan PKPR di sekolah dan
masyarakat belum optimal, berhubungan dengan alur komunikasi tidak
efektif, keterlibatan orang tua/masyarakat tidak ada, dan rapat koordinasi
antara dinas kesehatan, puskesmas, kelurahan dan sekolah belum
dilakukan secara berkesinambungan terkait dengan pelaksanaan program
kesehatan yang dilakukan di sekolah.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
81

4.3 Alternatif Penyelesaian


A. Perencanaan Penyelesaian Masalah
Kedua masalah manajemen pelayanan kesehatan komunitas tersebut
kemudian diselesaikan melalui program inovasi yang akan dilakukan
selama satu tahun di wilayah Kelurahan Sukatani Kecamatan Tapos
Kota Depok. Adapun perencanaan dan program inovasi tersebut adalah
sebagi berikut:

Masalah Manajemen 1:
B. Masalah
Belum adanya support group pada remaja di SMPN S untuk melakukan
kegiatan program pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA pada
remaja khususnya terkait dengan masalah merokok secara mandiri
berhubungan dengan SDM masih kurang dan tidak ada pedoman dalam
melakukan program secara mandiri.

C. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas
selama 1 tahun diharapkan terbentuk dan terlaksana support group pada
remaja melalui program inovasi GERAK di masyarakat.

D. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas
melalui program GERAK selama 8 bulan diharapkan :

1. Tersusunnya struktur organisasi kelompok pendukung GERAK;


2. Terdapatnya pembagian kerja penanggung jawab program GERAK
3. Struktur peer group GERAK tersusun.
4. Terdapatnya pembagian kerja peer group GERAK.
5. Kelompok pendukung GERAK mampu melakukan deteksi dini
penyalahgunaan NAPZA secara mandiri dan berkesinambungan
6. Adanya penyegaran kelompok pendukung GERAK secara berkala

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
82

7. Adanya buku panduan yang ditujukan untuk kelompok pendukung


GERAK dalam melaksanakan program secara mandiri
8. Organisasi GERAK yang terbentuk dapat berkembang dan
bekerjasama dengan lintas sektor.

E. Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Membentuk program GERAK beserta struktur dan pembagian


kerjanya baik di tatanan sekolah dan masyarakat.
2. Membentuk kelompok pendukung program GERAK beserta
struktur dan pembagian kerja di tatanan komunitas.
3. Menyusun program kegiatan secara berkala bagi kelompok
pendukung program GERAK yang telah dilatih untuk
melaksanakan kegiatan mandiri di masyarakat.
4. Menyusun buku panduan untuk memudahkan kelompok
pendukung dalam melaksanakan program.
5. Merencanakan pelatihan secara berkala bagi kelompok pendukung
dengan bekerja sama antara keluarga, masyarakat, dinas
pendidikan, dinas agama, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Keluarga (BPMK), dinas kesehatan, sekolah, kelurahan, dan
puskesmas setempat.

Masalah Manajemen 2:
A. Masalah
Belum adanya koordinasi terkait kegiatan PKPR di sekolah dan
masyarakat belum optimal, berhubungan dengan alur komunikasi
tidak efektif, keterlibatan orang tua/masyarakat tidak ada, dan rapat
koordinasi antara dinas kesehatan, puskesmas, kelurahan dan sekolah
belum dilakukan secara berkesinambungan terkait dengan pelaksanaan
program kesehatan yang dilakukan di sekolah.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
83

B. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas
melalui GERAK selama 1 tahun diharapkan terjadi koordinasi
kegiatan PKPR terutama pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA
khususnya masalah merokok di Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Keluarga (BPMK), Puskesmas (Dinas Kesehatan), Kolegium atau
organisasi keperawatan (PPNI), BNN Kota Depok dan LSM lain yang
terkait.

C. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas
melalui GERAK selama 8 bulan diharapkan :

1) Terdapat alur komunikasi yang efektif melalui program GERAK


dari kelompok remaja, masyarakat, kelurahan, puskesmas serta
dinas kesehatan.
2) Adanya rapat koordinasi antara dinas kesehatan, puskesmas,
Kolegium (PPNI), Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan, kelurahan
dan sekolah secara berkala terhadap pelaksanaan program GERAK.
3) Koordinasi lintas sektoral dalam kegiatan GERAK antara Dinas
Kesehatan, Departemen Agama, Dinas Pendidikan, Kolegium
(PPNI), Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan, DPRD, BPMK, BNN
Kota dan LSM terkait lainnya di wilayah Kota Depok.
4) Adanya keterlibatan orang tua dan/atau masyarakat dalam bentuk
social support group di masyarakat
5) Adanya buku panduan terkait dengan deteksi dini penyalahgunaan
NAPZA khususnya masalah merokok pada remaja
6) Adanya buku catatan/data hadir untuk memonitor perkembangan
kegiatan GERAK
7) Adanya monitoring dan evaluasi kegiatan melalui supervisi berkala
dari puskesmas dan dinas kesehatan.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
84

D. Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Menyusun sistem alur informasi dan rujukan dari tingkat kelompok


pendukung GERAK di masyarakat sampai dengan dinas kesehatan.
2) Menyusun buku mengenai deteksi dini penyalahgunaan NAPZA
khususnya masalah merokok pada remaja dan petunjuk
pelaksanaan teknis pengisian pemantauan mandiri yang berada
dalam buku, rujukan, dan penyelesaian masalah.
3) Membentuk social support group di masyarakat sebagai bentuk
partisipasi keterlibatan orang tua
4) Menyusun rapat koordinasi antara kelompok pendukung GERAK,
kelurahan, puskesmas, dan dinas kesehatan.

4.4 Asuhan Keperawatan Keluarga


Pelaksanaan asuhan keperawatan pada keluarga di wilayah Sukaani Depok di
lakukan terhadap 10 keluarga yang mempunyai anak remaja sekolah di SMP
N S Sukatani Depok, dan memiliki risiko terhadap penyalahgunaan NAPZA
khususnya merokok. Pelaksanaan asuhan keluarga di lakukan pada bulan
Februari 2015 sampai dengan bulan Mei 2015. Uraian terkait dengan
ringkasan asuhan keperawatan terhadap keluarga Bp. N / Ibu. W. yang di
anggap penulis menarik. Penetapan pada keluarga Ibu. W sebagai keluarga
binaan dengan dasar pertimbangan dari Ibu. T sebagai guru BK di SMP N S
Sukatani Depok, karena An. R pernah kedapatan terkena masalaha merokok
dengan teman-temannya, namun ayahnya tidak merokok, sehingga perlu
untuk dilakukan tindak lanjut ke rumah An. R.

4.4.1. Analisa Situasi


Hasil dari pengkajian yang di dapatkan pada keluarga dari Ibu W. (48
tahun), memberikan informasi bahwa Bp. N (49 tahun) suami dari Ibu
W. memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta. Sedangkan ibu W adalah
seorang ibu rumah tangga. Ibu W mengatakan dulu pernah mebuka

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
85

usaha konter pulsa di depan rumah, namun setelah An. R lahir sudah
tidak meneruskan usahanya tersebut. Anak pertama adalah An. R (21
tahun) merupakan anak perempuan satu-satunya dan An. R (13 tahun
merupakan anak kedua dan merupakan anak laki-laki dari Bpk. N dan
Ibu. W. Keluarga Bpk.N termasuk dalam jenis keluarga Core Family
karena dalam satu atap rumah terdapat 4 anggota keluarga inti yaitu
Bpk.N (49th), Ibu.W (48 th), An.R (21 th) dan An.R (13 th).

Ibu W mengatakan bahwa An. R memiliki kebiasaan bermain dengan


teman-teman di kompleknya. Bpk. N mengatakan An. R pernah di
temui mengantongi rokok di saku bajunya. An. R merupakan anak
yang masih mengalami proses perubahan pada psikologis dan
fisiknya, hal ini sesuai dengan pendapat dari Siregar (2006) usia
remaja merupakan fase pertumbuhan manusia yang di tandai dengan
berbagai proses perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun
psikologis.

Menurut Tasman (2005), orang tua yang selalu menuruti kehendak


anak meroakan factor penyebab remaja menjadi penyalahgunaan
NAPZA khususnya masalah rokok. Hal ini erat kaitannya dengan
perubahan fisik yang di alami dan perubahan psikologis baik yang
tampak dari emosi, sikap, dan intelektual yang dekat hubungannya
dengan perilaku penyalahgunaaan NAPZA yaitu rokok. An. R
merupakan fase pertumbuhan remaja awal karena masih berumur 13
tahun, sehingga berapa pada rentang 10-14 tahu ( Siregar, 2006).

Tahap perkembangan keluarga saat ini adalah tahap keluarga dewasa


yang di tandai dengan usia kepala keluarga sudah 49 tahun dan masih
produktif bekerja sebagai wirausaha serta memiliki anak yang sudah
berusia remaja dan memiliki tanggungan untuk mengurus dua buah
hatinya.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
86

Keluarga Bp. N beragama islam, kegiatan yang rutin dilakukan oleh


keluarga adalah sholat lima waktu, Ibu W rutin mengikuti kegiatan
pengajian di kopleks rumahnya, sedangkan Bp. N tidak pernah mengikuti
kegiatan rutin pengajian karena kesibukan bekerja. Ibu W mengatakan An.
R jarang melakukan sholat lima waktu tepat waktu apalagi ikut kegiatan
pengajian. Hal ini dipengaruhi oleh besarnya keaktifan dari keluarga
terlibat dalam kegiatan keagamaan, keyakinan beragama sering
mepengaruhi konsepsi keluarga tentang sehat-sakit dan bagaimana anggota
keluarga yang sakit ditangani, peran ritual, nilai dan koping keluarga
dipengaruhi oleh orientasi kegamaan keluarga (Friedman, Bowden &
Jones, 2006).

Ibu W sering berkomunikasi dengan An R dan mengajak anak-anaknya


bersama-sama untuk berlibur dengan keluarganya, namun anak-anaknya
menolak karena ingin bermain dengan teman-teman sebayanya. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Rahmawati (2011),
yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
remaja untuk terlibat dalam masalah penyalahgunaan NAPZA adalah
adanya rasa setia kawanan.

Bp. N selaku kepala keluarga memberikan kebebasan kepada An. R untuk


bermain keluar rumah asalkan tidak meninggalkan tugas belajar. An.R
sering menghabiskan waktu luang dengan nongkrong bersama teman-
temannya tanpa tujuan yang jelas. Menurut Ibu W setiap hari anaknya
susah bangun pagi dan apabila makan pagi atau makan besar, An. R masih
minta disuapin oleh Ibu. W. walaupun Bpk. N sudah memberikan nasihat
bahwa An. R anak laki-laki yang sudah tumbuh menjadi remaja, dan
nantinya menjadi pengganti ayahnya kelak, sehingga sudah tidak pantas
untuk disuapin lagi seperti anak kecil. Namun An.R masih terkadang
pingin disuapin oleh Ibu. W.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
87

Bpk. N mengatakan masih banyak sekali kebutuhan yang di butuhkan


keluarga, maka perlu bekerja lebih keras sebagai sumber ekonomi
keluarga. Kegiatan Ibu W yang saat ini adalah ibu rumah tangga yang
sehari-hari mengurusi kebutuhan rumah tangga di rumah. Ibu.W
mengatakan sebelumnya pernah membuka konter pulsa, namun sejak
bertambah anak Ibu.W berhenti. Ibu W mengatakan ke dua anaknya masih
sangat perlu pembiayaan yang banyak. Ibu W mengatakan dalam
berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya baik suami dan anak-
anaknya tidak mengalami masalah. Ibu W mengatakan An.R termasuk
anak yang penurut dan manja pada orang tua. Terkadang An. R ketika
makan masih minta di suapin oleh Ny.W. Ibu An.R mengatakan bahwa
dirinya belum mengatahui peran orang tua yang benar pada anak dengan
usia remaja. Keluarga sering berkumpul pada saat malam hari sambil
menonton TV bersama. Bpk. N mengatakan bahwa mudah sekali emosi
jika An.R susah di nasihati untuk berhenti bermain game di Hp.

Menurut An. R terkadang dia bermain dengan teman-temannya dari


sekolah lain. Menurut An.R teman-temannya ada yang sering
menggunakan ganja atau obat serta tawuran. An. R sudah pernah mencoba
merokok sejak kelas 2 SMP saat itu karena ditawari oleh temannya.
Menurut Bp. N dirinya sudah tahu kalau An. R merokok dengan
menemukan satu batang rokok di saku bajunya. Bahaya yang dapat
dialami oleh remaja pada tahap ini adalah kebingungan identitas atau
peran. Dimana remaja akan menjadi lebih aktif dalam mengaktualisasikan
diri meskipun hal tersebut negatif, selain itu remaja harus mampu
menyesuaikan diri dengan pengaruh teman sebaya, perubahan dalam
perilaku sosial dan nilai-nilai baru yang ada dimasyarakat (Potter & Perry,
2005).

Keluarga berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Jika ada


hal masalah, mereka akan bermusyawarah untuk menyelesaikannya dan

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
88

melibatkan anak-anaknya jika perlu. Bpk. N mengatakan jalannya


komunikasi di dalam keluarga berjalan dengan baik. Komunikasi yang di
gunakan antara ibu dan bpk sangat terbuka. Hal tersebut dapat dilihat dari
percakapan antara bpk, ibu dan anak-anaknya.

Ibu W dan kedua anaknya berkomunikasi dengan baik. An. R sering


menceritakan ketertarikannya pada teman perempuan. Sejak 3 bulan yang
lalu Ibu W dan Bapak N bertengkar dan hingga sekarang tidak
berkomunikasi sedikit pun atau berkeinginan melakukan komunikasi yang
baik. An. R lebih tertutup dibandingkan dengan adiknya. An. R jarang
keluar rumah sehabis pulang sekolah, jarang bercerita atau menceritakan
suatu hal yang pribadi, berbeda dengan adiknya An. R yang lebih aktif
menceritakan perasaan dan keinginannya. Cara peyampaian keinginan dan
kebutuhan masing-masing keluarga berbeda, An. R (kakak) selalu
mempunyai keinginan yang harus dituruti, apabila tidak dituruti An. R
(kakak) akan menagihnya terus-menerus. Berbeda dengan kakanya An. R
yang tidak terlalu menuntut jika belum dapat dipenuhi.

An. R dan An. R bisa dikatakan paling dekat dengan Ibu W, karena suami
Ibu W sering keluar rumah untuk mengantar barang dagangannya, dan
jarang melakukan komunikasi jika sedang banyak kerjaan. An.R bisa
dikatakan masih mau menuruti nasihat dari Ibu W, namun untuk An. R
(kakak) cukup sulit untuk mau menuruti Ibu W, terkadang di depan Ibu W
terlihat menurut tetapi di belakang Ibu W tidak mengetahui apakah benar-
benar menurutinya atau tidak, karena An. R (kkak) sering bermain dan
bergaul dengan teman-teman sebayanya. Sebagai kepala keluarga Bp. U
harus lebih dapat memperhatikan, menjaga dan mengarahkan anggota
keluarganya sehingga dapa berfungsi optimal (Friedman, Bowden, &
Jones, 2003).

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
89

Keluarga saling menyayangi dan menghargai kekurangan dan kelebihan


satu sama lain. Ibu W selalu menceritakan kegiatan yang sudah dilakukan
saat An R pergi untuk aktifitas diluar rumah bersama teman-temannya.
Respon afekif pada anak ditunjukkan sama pada kedua anak namun
berbeda anatara Bapak N dan Ibu W. Keluarga memiliki hubungan yang
sangat dekat khususnya Ibu W dan kedua anaknya. Ibu W yang berprofesi
sebagai ibu rumah tangga yang memiliki waktu lebih banyak dirumah
menjadikan dekat dengan kedua anaknya. Bapak N sibuk bekerja dan
jarang di rumah menyebabkan kedekatan antara anak dan Bapak N kurang.

An R mengatakan masih banyak yang sedang dipikirkan pada saat ini, yitu
ingin membahagiakan Bpk dan Ibunya. Sebentar lagi akan mengikuti ujian
semester di SMP N S. Sedangkan masalah Ibu W yang sedang di pikirkan
pada saat ini adalah masih banyak tanggungan yang harus di selesaikan
untuk tanggung jaabnya menjadi orang tua. Saat pengkajian Ibu W sedang
bertengkar dengan Bapak N dan sudah tidak berkomunikasi secara efektif
dengan Bapak N.

Bpk N semakin kepikiran apabila An.R masih seperti anak kecil dan susah
di bilangin, karena sekarang sudah mau naik kelas Sembilan di SMP N S
Sukatani. Ia juga seringkali memikirkan kondisi istrinya. Ia mengatakan
ingin sekali melihat An. R dapat sekolah dan lulus ke jenjang yang lebih
tinggi dari orang tuanya.

Hasil pengkajian dianalisis dengan pendekatan web of causation, sehingga


penulis dapat merumuskan diagnosis keperawatan keluarga sesuai dengan
masalah yang ditemukan. Berikut adalah gambaran web of causation
keluarga Bp. N:

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
90

Pengontrolan perilaku tidak efektif

Ketidakefektifan Koping Perilaku kesehatan cenderung


Keluarga berisiko padaremaja

Penurunan koping keluarga


Risiko penurunan prestasi
belajar

Ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan pada remaja

Komunikasi keluarga tidak efektif

Skema 4.4.1 Web of Causation asuhan keperawatan keluarga terkait risiko


penyalahgunaan NAPZA khsusunya masalah merokok.

4.5 Masalah Keperawatan Keluarga


Berdasarkan web of causation diatas, diagnosa keperawatan yang ditemukan
pada keluarga Bp. N adalah: 1) Ketidakefektifan Koping Keluarga; 2)
Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada remaja; 3) Penurunan koping
keluarga; 4) Komunikasi keluarga tidak efektif; 5) Pengontrolan perilaku
tidak efektif; 6) Perilaku kesehatan cenderung berisiko padaremaja; 7)
Pengaruh negatif teman sebaya; dan 8) Risiko penurunan prestasi belajar
(Nanda, 2012).

Berdasarkan penentuan prioritas masalah dengan tehnik scoring mencakup


empat kriteria, yakni: sifat masalah, kemungkinan masalah untuk diubah,
potensial masalah dapat dicegah, dan menonjolnya masalah (Maglaya, et, al,

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
91

2009). Berdasarkan penentuan prioritas masalah didapatkan 2 masalah


keperawatan yang akan dilakukan intervensi yaitu:
1. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan An R di Keluarga Bpk N.
2. Perilaku kesehatan cenderung berisiko pada An.R di Keluarga Bpk N.

4.5.1 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga


Diagnosa Keperawatan Pertama: Perilaku kesehatan cenderung berisiko
pada An.R di Keluarga Bpk N.

Tujuan Umum: Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga selama 4


minggu pada keluarga Bpk. N, Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
An R di Keluarga Bpk N terkait masalah risiko merokok.

Tujuan Khusus: 1) Keluarga mampu mengenal pengetahuan kesehatan


terkait perilaku merokok.; 2) Keluarga mampu menyebutkan akibat lanjut
dari masalah penyalahgunaan NAPZA khususnya rokok dan memutuskan
untuk segera mengatasi masalah dalam anggota keluarganya; 3) Keluarga
mampu melakukan perawatan di rumah dengan mengajarkan cara
meningkatkan kepercayaan diri dalam mengatasi tekanan negatif teman
sebaya, terjadinya perubahan perilaku dengan menggunakan terapi
perilaku, teknik komunikasi asertif, manajemen stres dan konseling; 4)
Keluarga mampu memodifikasi lingkungan rumah untuk menunjang
perawatan dengan memberikan motivasi, meningkatkan komunikasi antar
anggota keluarga; 5) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan dalam rangka melakukan pencegahan risiko penyalahgunaan
narkoba pada remaja dirumah

Rencana Intervensi Keperawatan: tindakan keperawatan yang akan


dilakukan untuk mengurangi masalah perilaku merokok pada remaja R
adalah 1) Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga binaan tentang
upaya pencegahan perilaku merokok pada remaja, seperti melakukan

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
92

diskusi bersama keluarga Bp. N terkait strategi yang digunakan untuk


mengenali masalah risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja; 2)
memberikan konseling pada keluarga dalam mengambil keputusan untuk
merawat anggota keluarga yang berisiko; memberikan terapi perilaku pada
An. R; memberikan konseling pada anggota keluarga remaja (An. R)
tentang cara menghindari perilaku berisiko penyalahgunaan NAPZA
(rokok); mengajarkan teknik komunikasi pada anak remaja dan cara asertif
menolak ajakan negatif teman sebaya, membantu keluarga memodifikasi
lingkungan psikologis di keluarga yang kondusif dan meningkatkan
komunikasi terbuka.

Implementasi:
TUK : 1-2 media lembar balik digunakan untuk 1) berdiskusi bersama Bp.
N, Ibu W dan An. R untuk mengenali masalah risiko masalah merokok
pada remaja; 2) memberikan bimbingan kepada keluarga agar dapat
mengidentifikasi anggota keluarganya yang berisiko untuk merokok; 3)
Memberikan pujian atas kemampuan keluarga berhasil mengidentifikasi
anggota keluarga yang berisiko risiko untuk merokok; 4) memberikan
waktu untuk berdiskusi bersama keluarga tentang akibat lanjut yang dapat
terjadi terhadap remaja yang merokok; 5) memberikan kesempatan pada
keluarga untuk menyatakan pendapatnya terkait akibat yang dapat terjadi
jika masalah risiko pada An. R tidak diatasi; 6) memberi pujian pada
keluarga atas kemampuan mengungkapkan pendapat; 7) memberikan
bimbingan konseling pada keluarga Bapak N dan Ibu W dalam mengambil
keputusan untuk merawat anggota keluarga yang berisiko; 8) memberikan
motiviasi keluarga untuk mengambil keputusan segera merawat An. R.

Pada pertemuan ke tiga setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 2


dilanjutkan dengan pencapaian tujuan khusus 3 yaitu kemampuan keluarga
merawat anggotanya, intervensi keperawatan yang dilakukan antara lain:
9) mendiskusikan dengan keluarga tentang cara perawatan remaja di

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
93

rumah terkait masalah risiko merokok pada An. R; 10) memberikan


penjelaskan dengan menggunakan media lembar balik dan leaflet tentang
cara pencegahan terjadinya masalah risiko merokok terutama pada An. R;
11) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk menyebutkan kembali
penjelasan tentang cara merawat di rumah terkait masalah risiko masalah
rokok pada remaja; 12) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga
menyebutkan kembali cara melakukan perawatan di rumah.

13) memberikan terapi perilaku yaitu perjanjian kontrak perilaku yang


disepakati (contracting contingency) bersama An. R; 14) Memberikan
penjelasan mengenai terapi perilaku yang dilakukan beserta manfaatnya;
15) memberikan motivasi terhadap An. R untuk menandatangani kontrak
perilaku yang telah disepakati; 16) Memberikan pujian pada An. R atas
keputusan untuk mengubah perilaku negatif melalui perjanjian kontrak
perilaku; 17) Mengajarkan dan mendemonstasikan teknik komunikasi
efektif pada anak remaja dan tehnik asertif dalam menolak ajakan negatif
dari teman sebaya kepada An. R; 18) Memberikan kesempatan pada
keluarga untuk mendemonstrasikan kembali teknik komunikasi terbuka
dan latihan asertif; 20) Memberikan pujian dan motivasi agar latihan
komunikasi efektif dan tehnik asertif dilakukan secara mandiri di rumah.

Pertemuan ke 4 dan 5: yaitu kemampuan keluarga memodifikasi


lingkungan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan, intervensi keperawatan
yang dilakukan meliputi: 21) mendiskusikan bersama keluarga cara
menciptakan lingkungan yang menunjang bagi perawatan An. R; 22)
Memberikan kesempatan kepada keluarga menyatakan pendapat keluarga
tentang cara menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perawatan An.
R; 23) Memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam memberikan
pendapatnya; 24) Membantu keluarga memodifikasi lingkungan psikologis
yang kondusif dan meningkatkan komunikasi terbuka dalam keluarga; 25)
Memotivasi keluarga untuk menciptakan lingkungan kondusif yang telah

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
94

didiskusikan; 26) mendiskusikan bersama keluarga tentang jenis fasilitas


pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk menangulangi masalah
yang berhubungan dengan risiko merokok pada remaja; 27) Menganjurkan
keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di
masyarakat, khususnya pelayanan konseling PKPR di Puskesmas dan
conseling dengan guru BK di sekolah; 28) Melakukan kunjungan tidak
terencana terhadap untuk menilai tingkat keberhasilan intervensi yang
telah dilakukan bersama keluarga.

Hasil Evaluasi: Hasil pertemuan kedua dan ketiga keluarga sudah mampu
mencapai tujuan 1 dan 2, dimana keluarga sudah mampu mengenal
masalah dan memutuskan untuk segera merawat anggota keluarganya yang
berisiko untuk merokok. An. R menyebutkan bahwa merokok merupakan
tindakan yang merugikan diri sendiri dan termasuk dalam penyalahgunaan
NAPZA, rokok termasuk zat psikoaktif lainnya. An.R menyebutkan bahwa
tahap ketergantungan rokok meliputi tahap kompromi, coba-coba,
toleransi, kebiasaan, ketergantungan, intoksikasi dan kematian. An. R
mengatakan setiap remaja berisiko untuk merokok, bahkan sudah banyak
yang sudah mengkonsumsi rokok sampai dengan kecanduan, hal ini
disebabkan terutama karena pengaruh negatif dari ajakan teman. An. R
mampu menyebutkan bahaya rokok bisa berdampak secara fisik misalnya
penyakit kanker paru. Bpk. N dan Ibu W berharap mahasiswa dapat
memberikan informasi banyak tentang bahaya rokok bagi An. R

Hasil pertemuan keempat dan kelima keluarga sudah dapat menyebutkan


pencegahan dan perawatan untuk mengatasi risiko penyalahgunaan
NAPZA khususnya merokok pada remaja. An. R mengatakan cara
merawat agar terhindar dari merokok adalah mengisi waktu luang dengan
kegiatan yang lebih bermanfaat misalnya olah raga, meningkatkan
keimanan, berani menolak ajakan teman untuk menggunakan narkoba,
jangan pernah berani untuk mencoba rokok, dan bergaul dengan orang

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
95

yang tidak merokok. An. R mampu melakukan redemonstrasi teknik


asertif menolak ajakan negatif teman sebaya dengan berani berkata tidak
ketika ditawari rokok. An. R menyepakati perjanjian untuk merubah
perilaku negatif sesuai kesepakatan dan akan dipantau oleh orang tua dan
guru di sekolah.

Pertemuan keenam dan ketujuh, Bp. N dan Ibu W mengatakan cara


menciptakan lingkungan yang menunjang untuk pencegahan risiko
penyalahgunaan NAPZA khususnya merokok pada remaja adalah melalui
komunikasi terbuka dirumah dan akan berkonsultasi dengan guru BK
disekolah untuk melakukan upaya pencegahan risiko penyalahgunaan
narkoba pada An. R

Rencana Tindak Lanjut:


Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan bagi keluarga adalah: 1)
Makukan kunjungan tidak terencana oleh mahasiswa residen untuk
mengontrol perubahan perilaku An. R dan kemampuan keluarga dalam
mempertahankan komunikasi efektif pada An.R; 2) Menekankan peran
aktif orang tua dalam membantu remaja yang memiliki risiko merokok
untuk melakukan pengawasan dan komunikasi secara aktif dan efektif
terhadap An. R; 3) Mendelegasikan kepada guru BK untuk melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap perubahan perilaku pada An. R.

Diagnosa Keperawatan Kedua:


Perilaku kesehatan cenderung berisiko pada An.R di Keluarga Bpk N..

Tujuan umum: Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga selama 4


minggu pada keluarga Bp. Perilaku kesehatan cenderung berisiko pada
An.R di Keluarga Bpk N tidak terjadi.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
96

Tujuan Khusus:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, di harapkan keluarga mampu 1)
menyebutkan masalah kesehatan remaja dan perilaku risiko merokok pada
remaja, 2) memahami tugas perkembangan keluarga, 3) merawat anak
remajanya dengan menggunakan ketrampilan terapi perilaku dan teknik
manajemen stress pada remaja.

Rencana Intervensi Keperawatan:


Tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah 1)
berdiskusi bersama keluarga Bp. N untuk mengenali masalah perilaku
kesehatan cenderung berisiko pada remaja; 2) berdiskusi bersama keluarga
tentang akibat lanjut dampak perilaku kesehatan cenderung berisiko pada
An. R; 3) memberikan konseling pada keluarga dalam mengambil
keputusan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami perilaku yang
tidak sehat; 4) memberikan penjelasan mengenai perawatan dan
pencegahan terjadinya masalah perilaku kesehatan cenderung berisiko
pada remaja; 5) memberikan terapi perilaku pada An. R; 6) memberikan
konseling pada anggota keluarga remaja (An. R) tentang cara belajar
efektif dengan metode role playing dan problem solving; 7) mengajarkan
teknik manajemen stres pada An. R; 8) memberikan pengertian pada
keluarga untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan yang ada di sekolah
khususnya pelayanan layanan konseling dengan guru BK atau wali kelas.

Pelaksanaan:
Pertemuan 1 dan 2: Intervensi dilakukan agar keluarga mampu mengenal
masalah dan mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang
memiliki perilaku kesehatan cenderung berisiko. Tindakan keperawatan
yang dilakukan meliputi: 1) mendiskusikan bersama keluarga Bpk. N dan
Ibu W untuk mengenali perilaku kesehatan cenderung berisiko pada An.
R; 2) memberikan bimbingan kepada keluarga agar dapat mengidentifikasi
faktor penyebab perilaku kesehatan cenderung berisiko pada An. R; 3)

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
97

memberikan pujian atas kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi


faktor perilaku kesehatan cenderung berisiko pada An. R; 4)
mendiskusikan bersama keluarga tentang akibat lanjut dampak perilaku
yang tidak sehat pada An. R; 5) memberikan kesempatan pada keluarga
untuk menyatakan pendapatnya terkait permasalahan yang akan terjadi jika
masalah perilaku berisiko tidak sehat pada An. R tidak diatasi; 6)
memberikan pujian kepada keluarga atas kemampuannya mengungkapkan
pendapat; 7) memberikan bimbingan konseling pada keluarga dalam
mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah perilaku kesehatan cenderung berisiko; 8) memberikan pujian atas
keputusan yang diambil oleh keluarga

Pertemuan 3: Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 2


dilanjutkan dengan pencapaian tujuan khusus 3 yaitu kemampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang memiliki masalah perilaku
kesehatan, intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu: 9) mendiskusikan
dengan keluarga tentang cara mencegah perilaku kesehatan cenderung
berisiko dengan metode role palying dan problem solving; 10)
memberikan kesempatan kepada keluarga untuk menyebutkan kembali
penjelasan tentang mencegah perilaku kesehatan cenderung berisiko
dengan metode role playing dan problem solving; 11) memberikan pujian
atas kemampuan keluarga menyebutkan kembali mencegah perilaku
kesehatan cenderung berisiko; 12) mengajarkan teknik manajemen stres
melalui tehnik relaksasi; 13) memberikan kesempatan pada An. R untuk
melakukan redemonstrasi cara melakukan teknik relaksasi; 14)
memberikan pujian dan motivasi agar latihan relaksasi bisa dilakukan saat
mengalami perilaku kesehatan cenderung berisiko.

Pertemuan 4 dan 5: yaitu kemampuan keluarga untuk memodifikasi


lingkungan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan, intervensi keperawatan
yang dilakukan meliputi: 15) mendiskusikan bersama keluarga tentang

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
98

cara menciptakan lingkungan yang kondusif untuk An. R tidak berperilaku


tidak sehat; 16) memberikan kesempatan kepada keluarga menyatakan
pendapat keluarga tentang cara menciptakan lingkungan yang kondusif
bagi perawatan An. R; 17) memberikan pujian atas kemampuan keluarga
dalam memberikan pendapatnya; 18) mendiskusikan dengan keluarga
tentang jenis fasilitas pelayanan yang dapat digunakan untuk
menangulangi masalah yang berhubungan dengan perilaku kesehatan
cenderung berisiko; 19) memberikan arahan pada keluarga untuk
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat atau
disekolah, khususnya pelayanan konseling dengan guru BK di sekolah; 20)
menilai keberhasilan atas intervensi yang telah dilakukan bersama
keluarga.

Evaluasi:
Hasil pertemuan kedua dan ketiga keluarga sudah mampu mencapai tujuan
1 dan 2, dimana keluarga sudah mampu mengenal masalah dan
memutuskan untuk segera merawat anggota keluarganya yang berisiko
mengalami perilaku kesehatan cenderung berisiko. An. R menyebutkan
bahwa mencegah perilaku kesehatan cenderung berisiko adalah perilaku
yang memiliki risiko seperti terhadap masalah merokok. An.R mengatakan
bahwa perilaku kesehatan cenderung berisiko banyak dilakukan oleh usia
remaja, perilaku tersebut lebih mengarah ke hal yang negatif. Merokok
merupakan salah satu contoh perilaku yang tidak sehat, konsumsi alkhol,
dan bat-obatan terlang. Hal ini dapat berpengaruh besar terhadap tingkat
kesehatan manusia terutama remaja.

Hasil pertemuan keempat dan kelima keluarga sudah dapat menyebutkan


pencegahan dan perawatan untuk perilaku kesehatan cenderung berisiko
pada. An. R mengatakan cara menjaga perilaku yang sehat adalah melalui
rasa tanggung jawab, mendengarkan penjelasan guru dengan baik, jangan
malu untuk bertanya, kerjakan pekerjaan rumah dengan baik jangan selalu

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
99

mencari alasan untuk tidak mengerjakannya, setiap pulang sekolah selalu


mengulang pelajaran yang tadi diajarkan disekolah, cukup istirahat,
banyak berlatih pelajaran yang disukai, cari seorang role model yang baik.
Menolak dengan asertif apabila ada teman yang mengajak untuk
berperilaku tidak sehat. An. R mampu melakukan tehnik relaksasi untuk
mengurangi stres. An. R menyepakati perjanjian untuk merubah cara
berperilaku yang sehat dan memanfaatkan waktu untuk belajar untuk
menghadapi ujian nasional. Pertemuan keenam, Bp. N mengatakan cara
menciptakan lingkungan yang menunjang untuk peningkatan prestasi
belajar adalah melalui dukungan keluarga berupas semangat, kesempatan
dan pengawasan,

Rencana Tindak Lanjut:


Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan bagi keluarga adalah: 1)
Makukan kunjungan tidak terencana oleh mahasiswa residen untuk
mengontrol perubahan perilaku pada An.R dan kemampuan keluarga
dalam mempertahankan dukungan pada An.R; 2) Menekankan peran aktif
orang tua dalam membantu remaja yang memiliki risiko perilaku tidak
sehat, dengan melakukan pengawasan secara aktif terhadap An. R; 3)
Mendelegasikan kepada guru BK dan wali kelas disekolah untuk
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perubahan perilaku pada
An.I.

4.3.1 Kemandirian Keluarga


Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada 10 keluarga binaan, terjadi
peningkatan tingkat kemandirian keluarga. Hasil yang diperoleh tingkat
kemandirian keluarga berada pada rentang tingkat kemandirian III sampai
dengan tingkat kemandirian IV. Evaluasi hasil dari 10 keluarga binaan
dilihat dari pencapaian kemandirian keluarga dalam melaksanakan lima
rugas keluarga dalam bidang kesehatan. Pembinaan dilaksanalan selama
tiga sampai empat bulan, dengan rata-rata jumlah kunjungan sebanyak 12

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
100

kali. Terapi modalitas yang diberikan kepada keluarga berupa, manajemen


perilaku, coaching, tehnik komunikasi efektif, latihan asertif menolak
ajakan negatif, penurunan tingkat stress dan konseling.

Keluarga yang mampu mengidentifikasi masalah yang sedang dialami dan


dapat melakukan perawatan sederhana yaitu menyelesaikan masalah yang
dialami (Tingkat kemandirian III) sebesar 30%. Keluarga yang telah
mampu melakukan pencegahan dengan melakukan komunikasi secara
terbuka dalam keluarga dan mampu melakukan tindakan peningkatan
kesehatan promosi kesehatan secara aktif (Tingkat kemandirian IV)
sebesar 70%. Hasil asuhan keperawatan terhadap tingkat kemandirian
keluarga pada 10 keluarga yang telah dibina dapat dilihat pada tabel
berikut ini:

Tabel 4.1: Indikator Dampak Asuhan Keperawatan Keluarga Berdasarkan


Tingkat Kemandirian Keluarga.
No Kriteria Keluarga Binaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Menerima petugas kesehatan (Perkesmas)          
2 Menerima pelayanan kesehatan sesuai          
rencana keperawatan
3 Tahu dan dapat mengungkapkan masalah          
kesehatannya secara benar
4 Memanfaatkan fasilitas pelayanan          
kesehatan sesuai anjuran
5 Melakukan tindakan keperawatan          
sederhana sesuai anjuran
6 Melakukan tindakan pencegahan secara          
aktif
7 Melakukan tindakan peningkatan  -  -   -  - 
kesehatan (promotif) secara aktif
Tingkat Kemandirian Sesudah 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4
Tingkat Kemandirian Sebelum 3 3 2 3 2 3 3 2 3 2

Pemberian asuhan keperawatan keluarga pada keluarga binaan lebih efektif


dibandingkan dengan asuhan keperawatan komunitas, hal ini disebabkan
pendekatan yang diberikan pada asuhan keperawatan keluarga lebih intensif

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
101

dari pada asuhan keperawatan komunitas. Hambatan yang dirasakan pada


pembinaan keluarga khususnya keluarga 2, 4, 7, dan 9 yaitu mengatur waktu
bertemu dengan orang tua dan anak remaja, namun kebiasaan berkomunikasi
aktif masih jarang dilakukan sehingga pada kriteria melakukan tindakan
peningkatan kesehatan (promotif) secara aktif belum maksimal atau
dilakukan, hal ini dapat diatasi dengan mengatur jadwal bertemu di malam
hari atau sore hari ketika remaja tidak sibuk dengan kegiatannya. Namun
kegiatan praktik residensi dilakukan sampai dengan jam 16.00 WIB, oleh
karena keterbatasan tersebut kriteria ke 7 pada beberapa keluarga binaan
belum optimal.

4.6 Asuhan Keperawatan Komunitas pada Agregate Remaja dengan Risiko


Masalah Merokok di Setting Sekolah.
Perhitungan sampel dilakukan menggunakan prevalensi dari Gobal Youth
Tobacco Survey (GYTS) (2009) yakni sebesar 20,3% remaja usia 13-15
tahun perokok aktif. Sehingga penulis menggunakan rumus untuk
mengestimasi proporsi suatu kejadian. Jumlah siswa SMP Negeri S sebanyak
1448 orang, maka dihitung dengan cara sebagai berikut (Dharma, 2011).

1,96 = 0,05
1,64 = 0,01

Besar sampel diperoleh 246. Dimana nilai P adalah prevalensi yang besarnya
0,20 dan d adalah deviasi dari prediksi proporsi atau presisi absolute.dan
diklaikan dengan standar normal deviasi untuk α.
1,962 X 0,20 (1-0,20)
0,052
=
246 orang.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
102

Kemudian dihitung perkelas di SMP Negeri S Sukatani Depok.


Kelas 7 : Laki-laki = 227 X 246 = 39 orang
1448
Perempuan = 262 X 246 = 45 orang
1448
Kelas 8 : Laki-laki = 238 X 246 = 40 orang
1448
Perempuan = 256 X 246 = 43 orang
1448
Kelas 9 : Laki-laki = 208 X 246 = 35 orang
1448
Perempuan = 257 X 246 = 44 orang
1448
Pengumpulan data penulis menggunakan cara menyebarkan kuisioner (di isi
oleh siswa), wawancara, windshield survey, focus group discussion (FGD)
sebagai sumber data primer, untuk data sekunder penulis memperoleh dari
dokumentasi di Dinas Kesehatan, Puskesmas, Kecamatan, Kelurahan, dan
Sekolah SMP N S Depok.

Hasil dari penyebaran angket yang telah dilakukan didapatkan gambaran


mengenai keadaan siswa di SMP N S berdasarkan distribusi jenis kelamin
laki-laki dan perempuan sama banyak 50%. Sebesar 43% mengaku tidak
pernah pergi ke pelayanan kesehatan yang ada, namun 39% menggunakan
pelayanan kesehatan yang ada di sekolah dan 18% menggunakan fasilitas
kesehatan di puskesmas. Uang saku yang di miliki oleh siswa paling banyak
44% siswa memiliki Rp.10.000, dan hanya 99% siswa diberi uang saku oleh
orang tuanya.

Ungkapan dari siswa di SMP N S terkait dengan paparan informasi tentang


kesehatan sudah banyak diberikan oleh guru, namun tenaga kesehatan dari
puskesmas belum begitu banyak yang memberikan penyuluhan secara rutin

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
103

ke siswa di SMP N S. Gambaran data yang di dapatkan dari siswa yang


mengetahui temannya pernah dan sedang merokok diperoleh 93,3% tidak
merokok namun mengetahui temannya sebanyak 6.1% di SMP N S ada yang
pernah merokok bahwa sedang merokok di tempat tongkrongan baik di dalam
sekolah maupun di luar sekolah.

Gambaran sikap siswa dari hasil olah data di dapatkan bahwa 58,1 memiliki
sikap yang baik walaupun pernah di pengaruhi oleh temannya. Sedangkan
gambaran mengenai perilaku siswa di SMP N S tentang penyalahgunaan
NAPZA khususnya masalah rokok sebesar 60,2 memiliki perilaku yang sudah
baik. Nilai skor rata-rata pengetahuan setelah dilakukan intervensi
keperawatan pada siswa sebesar 12,14 dengan nilai tertinggi 14 dan nilai
terendah 8. Skor rata-rata sikap setelah dilakukan intervensi pada siswa
sebesar 12,62, dengan nilai tertinggi 14 dan nilai terendah 9 dan skor rata-rata
tentang perilaku setelah dilakukan intervensi keperawatan pada siswa sebesar
11,86 dengan nilai tertinggi 14 dan nilai terendah 6. Nilai rata-rata tersebut
didapatkan dari hasil analisis dengan menggunakan cut of point (COP) yang
bertujuan untuk melihat besar persentase data yang diperoleh.

Berikut merupakan diagnosis keperawatan yang telah di tetapkan prioritas


dengan menggunakan dasar dari 6 komponen (Stanhope & Lancaster, 2004),
sehingga diagnosa keperawatan yang didapatkan sebagai berikut :
1. Risiko peningkatan kejadian penyalahgunaan NAPZA khususnya masalah
rokok pada pada siswa SMP N S.
2. Pola koping remaja tentang risiko penyalahgunaan NAPZA tidak efektif
pada pada siswa SMP N S.
Tabel 4.2 Prioritas Diagosa Keperawatan Komunitas
Diagnosis 1: Risiko peningkatan kejadian penyalahgunaan NAPZA
khususnya masalah rokok pada pada siswa SMP N S.
Total
.Komponen penilaian Skor Bobot
(Skor X Bobot)

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
104

Kesadaran masyarakat terhadap masalah 5 5 25


Motivasi masyarakat dalam menyelesaikan masalah 9 8 72
Kemampuan masyarakat untuk menyelesaikan masalah 9 7 63
Tersedianya fasilitas di masyarakat 10 10 100
Derajat keparahan masalah 7 8 42
Waktu untuk menyelesaikan maslah 4 5 20
Total 322

Diagnosis 2: Pola koping remaja tentang risiko penyalahgunaan NAPZA


tidak efektif pada pada siswa SMP N S.
Total
Komponen penilaian Skor Bobot
(Skor X Bobot)
Kesadaran masyarakat terhadap masalah 4 5 20
Motivasi masyarakat dalam menyelesaikan masalah 9 8 72
Kemampuan masyarakat untuk menyelesaikan masalah 8 7 56
Tersedianya fasilitas di masyarakat 9 10 90
Derajat keparahan masalah 5 8 40
Waktu untuk menyelesaikan maslah 3 5 15
Total 293

Analisis situasi tersebut menjadi dasar penulis dalam menyusun web of


causation (WOC) yang berhubungan dengan risiko penyalahgunaan NAPZA
khususnya merokok pada aggregate remaja di SMPN S Sukatani Depok.

Keterbatasan Risiko terjadi


kemampuan dalam penyimpangan
menhadapi masalah perilaku

Komunikasi tidak Koping tidak Pengaruh


efektif efektif Lingkungan/Teman
sebaya

Kurang
pengetahuan Harga diri rendah
tentang manfaat pada remaja Gambar 4.1. Web of Causation
tidak merokok Asuhan Keperawatan Komunitas
Terkait Risiko Penyalahgunaan
Tugas NAPZA khususnya masalah
rokok pada Aggregate Remaja di
perkembangan
SMPN Universitas
S Sukatani Depok.
Indonesia
individu
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
105

Berdasarkan ringkasan Web of Causation maka dapat dirumuskan dua


diagnosa utama keperawatan komunitas berdasarkan hasil skoring Prioritas
masalah yang telah di buat.

Diagnosa Keperawatan pertama:


Risiko peningkatan kejadian penyalahgunaan NAPZA khususnya masalah
rokok pada pada siswa SMP N S.

Tujuan Umum:
Setelah dilakukan tindakan manajemen layanan keperawatan komunitas
selama 6 bulan pembinaan dan pelatihan anggota GERAK disekolah menjadi
optimal khususnya dalam upaya pencegahan risiko penyalahgunaan NAPZA
khususnya masalah rokok pada remaja.

Tujuan Khusus:
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas selama 8
bulan, diharapkan: 1) Meningkatkan fungsi sistem komunitas dalam
menangani risiko penyalahgunaan NAPZA melalui pembentukan kelompok
remaja, 2) Meningkatkan pengetahuan remaja tentang risiko penyalahgunaan
NAPZA melalui pendidikan kesehatan; 3) Meningkatnya perilaku kesehatan
remaja yang sehat; 4) Terbentuknya kader kesehatan dan peer educator
“GERAK” (Gerakan Remaja Anti Rokok); 5) Tersusunnya rencana kerja peer
educator “GERAK”; 6) Tersusunnya modul pencegahan penyalahgunaan
NAPZA khususnya masalah rokok pada remaja disekolah; 7) Terlaksanya
pelatihan kader kesehatan dan peer educator “GERAK” dalam upaya
pencegahan risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja; 8) Terdapat
peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader kesehatan dan peer
educator “GERAK” sebesar 20% mengenai pencegahan risiko
penyalahgunaan NAPZA pada remaja.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
106

Rencana Tindakan Keperawatan:


1) Kumpulkan remaja dan keluarga remaja dalam suatu perkumpulan dan
mengidentifikasi remaja yang mau mengikuti kegiatan pembentukan
kelompok kesehatan remaja; 2) Buatlah suatu pertemuan untuk membentuk
suatu kelompok remaja dan keluarga remaja yang peduli terhadap kesehatan
remaja; 3) Susun suatu kepengurusan dalam kelompok remaja dan keluarga
remaja yang sudah terbentuk; 4) Buatlah suatu rencana kegiatan yang akan
dilakukan oleh kelompok remaja (peer group) dan keluarga remaja yang
sudah terbentuk dalam memenuhi risiko penyalahgunaan NAPZA; 5)
Lakukan pendidikan kesehatan melalui komunikasi informasi dan edukasi di
pertemuan kelompok remaja; 6) Promosi risiko penyalahgunaan NAPZA
dengan menyebarkan leaflet tentang masalah seputar remaja dan risiko
penyalahgunaan NAPZA.; 7) Promosi melalui penyebaran poster-poster
tentang risiko penyalahgunaan NAPZA di setiap kelas di SMP N S; 8)
Berikan ketrampilan remaja dalam mengembangkan rasa kepercayaan diri
remaja melalui suatu poses kelompok; 9) Berikan ketrampilan remaja dalam
mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap diri remaja melalui suatu
proses kelompok; 10) Berikan ketrampilan remaja dalam mengembangkan
sikap dalam menolak ajakan pergaulan bebas dengan asertif; 11) Berikan
keterampilan kelompok pendukung keluarga dalam melakukan deteksi dini
penyalahgunaan NAPZA oleh remaja.

Pembenaran:
Peningkatan kualitas kesehatan dapat di dukung dengan peningkatan
pendidikan dan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Pada remaja di sekolah
dapat dilakukan melalui kerjasama dengan institusi pendidikan. Sekolah
sebagai tempat berlangsungnya proses belajar mengajar harus menjadi
“Health Promoting School” artinya “Sekolah yang dapat meningkatkan
derajat kesehatan warga sekolahnya”. Hal ini dapat terwujud apabila sekolah
terus mengembangkan kegiatan melalui trias UKS di sekolah. Hal ini
diperkuat oleh pendapat yang dikemukakan Veugelers dan Margaret (2010),

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
107

bahwa sumber daya, kegiatan, dan kurikulum dimana siswa memperoleh


pengetahuan dan pengalam yang sesuai dengan usia mereka akan membantu
membangun keterampilan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
mereka.
.
Pelaksanaan:
Untuk mengatasi masalah pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas
intervensi keperawatan yang pertama dilakukan adalah melakukan advokasi
dalam rangka meningkatkan pengetahuan kesehatan mengenai remaja,
penyalahgunaan NAPZA khususnya merokok dan ketrampilan deteksi dini
penyelahgunaan NAPZA. Kegiatan dilakukan pada tanggal 25 Mare 2015.
Proses advokasi ini dilakukan kepada kepala sekolah, guru bidang konseling
dan bidang kurikulum. Respon kepala sekolah dan guru di sekolah sangat
menyambut dengan baik rencana tersebut.

Pembentukan kader kesehatan sekolah yang berasal dari guru dan peer
educator yang berasal dari siswa, kegiatan ini dilaksanakan tanggal 18
Desember 2014. Kegiatan dilakukan dengan membentuk struktur organisasi
dan rencana kerja GERAK . Guru yang dilibatkan dalam kader kesehatan
adalah guru yang tertarik dengan bidang kesehatan dan memiliki waktu lebih
luang, serta banyak melakukan interaksi dengan siswa. Sedangkan peer
educator yang dilibatkan adalah perwakilan siswa dari masing-masing kelas
yang dipilih oleh guru BK. Pemilihan siswa didasarkan pada keaktifan siswa
dalam organisasi, bersedia dan memiliki komitmen untuk berbagi
pengetahuan dengan teman sebaya, bersedia meluangkan waktu untuk
kegiatan peer educator, bersedia mengikuti kegiatan (gerakan remaja anti
rokok) GERAK .

Kegiatan pembentukan dan penyusunan program kegiatan peer educator


dilaksanakan selama 60 menit, mulai pukul 12.00 sampai dengan pukul
13.00. Kegiatan ini dihadiri oleh 1 orang perwakilan guru dan 21 orang

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
108

perwakilan siswa. Peer educator yang terbentuk diberi nama gerakan remaja
anti rokok disingkat dengan “GERAK”. Kegiatan ini akan dibina oleh 6
orang kader kesehatan yang berasal dari guru BK. Kegiatan diawali dengan
penjelasan tentang konsep GERAK, yang dilanjutkan dengan pembentukan
struktur dan program kerja “GERAK”. Struktur “GERAK” yang dibentuk
terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota.

Melakukan pelatihan pencegahan penyalahgunaan NAPZA pada remaja


disekolah bagi anggota “GERAK” yang terdiri dari latihan komunikasi
efektif, latihan teknik menolak ajakan negative secara asertif, dilaksanakan
pada tanggal 26 Maret 2014, kegiatan ini dilaksanakan selama 60 menit.
Tujuan dari pelatihan untuk meningkatkan pemahaman anggota GERAK
tentang pencegahan penyalahgunaan NAPZA khususnya merokok yaitu dapat
menjadi salah satu solusi dalam neburunkan perilaku remaja dalam mencoba-
coba ataupun mengkonsumsi rokok..

Pelatihan ke dua tentang teknik menolak ajakan negative secara asertif,


dilakukan pada tanggal 21 Desember 2014. Kegiatan dilaksanakan selam 60
menit, mulai pukul 12.30 sampai dengan 13.30. Kegiatan ini diikuti oleh 6
anggota GERAK. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
anggota GERAK untuk memberikan solusi ketika remaja di ajak untuk
melakukan hal negative mampu untuk menolak dengan tidak menyinggung
peraaan teman yang mengajak berperilaku negatif.

Melakukan pendidikan kesehatan guna pencegahan penyalahgunaan NAPZA


khususnya masalah rokok yang dilakukann dari remaja untuk remaja, yaitu
dari anggota GERAK untuk remaja yang ada di SMP N 11. Kegiatan ini
dilaksanakan pada hari senin tanggal 29 Desember 2014 dari pukul 10.00
sampai dengan pukul 11.30.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
109

Hasil Evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 9 bulan di peroleh hasil : 1)
adanaya peningkatan pengetahuan tentang NAPZA yaitu setelah dilakukan
implementasi meningkat menjadi 44,3% pengetahuan baik, ada peningkatan
44,3%. Hasil uji Wilcoxon di dapatkan nilai p-value 0,000, dapat disimpulkan
bahwa terdapat peningkatan pengetahuan tentang NAPZA setelah intervensi
keperawatan sebesar 13,8% dari jumlah sampel. Rerata perilaku sebelum
intervensi 11,96 dan setelah intervensi 12,14 dengan standar deviasi 1,162
dan 1,029, hasil uji statistik di dapatkan nilai p-value 0,000, maka dapat
disimpulkan resiko remaja menyalahgunaan NAPZA menurun, sedangkan
rerata sikap positif sebelum dan sesudah intervensi adalah 6,9% meningkat
dan 93,1% tetap. rerata perilaku anggota sebelum intervensi 11,73 point
setelah intervensi menjadi 11,86 point, ada peningkatan sebesar 0,13 point,
sehingga ada penigkatan perilaku kea rah positif. 2) telah terbinanya
kelompok pendidik sebaya di SMP N S Sukatani dengan nama GERAK
(Gerakan Remaja Anti Rokok), 3) telah terbinanya kelompok pendidik sebaya
di SMP N S Sukatani dan 100 % remaja mendukung kegiatan GERAK.

Rencana Tindak Lanjut:


Perlu upaya regenerasi tim GERAK dalam menambah pengetahuan remaja
tentang upaya pencegahan risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja
disekolah. Diperlukan integrasi kedalam kurikulum pembelajaran materi
tentang upaya pencegahan risiko penyalahgunaan NAPZA , sehingga siswa
merasa bahwa mempelajari ini dapat meningkatkankesadaran diri terkait
manfaat tidak merokok yang sangat banyak.

Diperlukan latihan berkelanjutan bagi anggota GERAK dalam melakukan


pendidikan kesehatan terhadap siswa baik di dalam SMP N S maupun di luar
sekolah. Monitoring dan pembinaan yang berkelanjutan dari puskesmas
setempat dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang penyalahgunaan
NAPZA terkait rokok.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
110

Diagnosa Keperawatan Kedua:


Pola koping remaja tentang risiko penyalahgunaan NAPZA tidak efektif pada
siswa SMP N S.

Tujuan Umum:
Setelah dilakukan tindakan manajemen layanan keperawatan komunitas
selama 6 bulan fungsi pengarahan: Pola koping remaja tentang risiko
penyalahgunaan NAPZA pada siswa SMP N S menjadi optimal.

Tujuan Khusus:
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas selama 8
bulan, diharapkan: 1) Meningkatkan keberfungsian pola koping remaja di
komunitas tentang risiko penyalahgunaan NAPZA melalui forum diskusi
antara orang tua dan remaja; 2) Meningkatkan pelayanan sosial di komunitas
dalam melayani risiko penyalahgunaan NAPZA melalui aktivitas remaja yang
bermanfaat; 3) Meningkatkan aksesibilitas sumber-sumber untuk pemecahan
masalah risiko penyalahgunaan NAPZA

Rencana Tindakan Keperawatan: 1) Pendidikan kesehatan langsung


tentang masalah rokok dan pengaruhnya pada tubuh; 2) Kampanye bahaya
rokok melalui poster, penyebaran leaflet, dan komik singkat; 3) Deteksi dini
resiko perilaku merokok pada remaja; 4) Lomba membuat komik singkat
tentang bahaya narkoba; 5) Latihan asertip menolak tekanan dan ajakan
negatif dari teman sebaya

Pembenaran: Upaya pencegahan primer untuk masalah perilaku rokok


dilakukan dengan dua pendekatan yaitu: promosi gaya hidup sehat dan
peningkatan pertahan koping dan meningkatkan pendidikan tentang masalah
merokok pada remaja. Perawat idealnya harus siap untuk melakukan upaya
promosi kesehatan seperti mempromosikan dan memfasilitasi alternatif
perilaku hidup sehat, serta pendidikan tentang NAPZA dan manfaat tidak

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
111

merokok untuk mengurangi bahaya dari penggunaan rokok yang merusak


kesehatan tubuh (Stanhope & Lancaster, 2004).

Pelaksanaan: Pendidikan kesehatan tentang manfaat tidak merokok.


Kegiatan ini dilaksanakan oleh residen bersama kader kesehatan dan peer
educator “GERAK”. Kegiatan dilaksanakan dikelas yang sedang ada jadwal
pembelajaran dari guru BK, diikuti oleh 42 siswa. Sehingga dalam setiap jam
pembeljaran bimbingan konsuling di tambahkan dengan kegiatan intervensi
keperawatan komunitas. Kegiatan pada masing-masing kelas dilakukan
sebanyak satu kali pertemuan, dengan waktu pertemuan selama 60 menit.
Metode pembelajaran menggunkan tehnik, diskusi, tanya jawab, role play,
dan latihan.

Melakukan kampanye tentang kawasan tanpa rokok KTR dan manfaat tidak
merokok pada remaja yang dilakukan dengan pemasangan poster, poster
dipasang disetiap sudut sekolah, ruang BK dan ruang UKS. Poster yang
dipasang merupakan poster dari Dinas Kesehatan Kota Depok. Pemasangan
poster ditiap-tiap sudut sekolah melibatkan peer educator “GERAK”. Tidak
hanya poster pembagian stiker (KTR, Stop rokok, area KTR, keren tanpa
rokok) yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok dan untuk
penempelan dilaksanakan oleh anggota GERAK.

Melakukan lomba pembuatan media penyuluhan kesehatan dalam bentuk


pembuatan komik sederhana. Kegiatan ini belum sempat dilaksanakan karena
kebentur dengan persiapan ujian di sekolah.

Hasil Evaluasi: Terlaksananya kegiatan pendidikan kesehatan tentang


manfaat tidak merokok bagi remaja. Kegiatan ini diikuti oleh anggota
GERAK dan siswa yang terdiri dari kelas 7 sampai dengan kelas 9. Pedidkan
kesehatan ini dilakukan oleh residen. Kegiatan ini dilaksanakan sebanyak satu
kali pertemuan, masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 60 menit.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
112

Terlaksananya kegiatan kampanye bahaya narkoba, kegiatan dilakukan


dengan pemasangan poster sebanyak 5 buah, poster dipasang disetiap ruang
belajar, ruang BK dan ruang UKS. Kegiatan ini melibatkan peer educator
“GERAK” dalam melakukan pemasangan poster di tiap-tiap ruang kelas.
Siswa yang terlibat sangat antusias mengajak teman mereka untuk tidak
merokok.

Rencana Tindak Lanjut: Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan adalah
melakukan pendidikan kesehatan tentang perokok pasif terhadap siswa kelas
7 dan 8, kegiatan ini akan dilaksanakan pada semester ganjil dimana aktifitas
pembelaajaran siswa masih banyak di dalam lingkungan sekolah atau tidak
sedang dalam kegiatan praktik lapangan dan persiapan menghadapi ujian
nasional. Diperlukan kerjasama dengan puskesmas, Dinas Kesehatan maupun
BNN Kota depok untuk melakukan pembinaan secara berkelanjutan.

Universitas Indonesia
Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015
BAB 5
PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan perbandingan kesenjangan dan pencapaian hasil


dengan teori, konsep maupun hasil penelitian terkait. Item analisis kesenjangan
dan pencapaian pengelolaan pelayanan manajemen keperawatan, asuhan
keperawatan komunitas, dan asuhan keperawatan keluarga, serta keterbatasan
pada saat kegiatan intervensi keperawatan terkait upaya pencegahan risiko
penyalahgunaan NAPZA khususnya rokok di SMP N S Sukatani Depok akan
dibahas pada BAB ini.

5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan


5.1.1 Manajemen Pelayanan Keperawatan di Sekolah
SMPN S Sukatani Depok belum memiliki program khusus terkait
kesehatan untuk mengatasi masalah perilaku merokok. Masalah ini adalah
masalah yang sudah banyak terjadi di lingkungan sekolah. SMPN S
terletak di bagian tengah Kelurahan Sukatani. Wilayahnya sangat strategis
di dalam komplek perumahan warga. Apabila dilihat dari sisi pendidikan
SMPN S merupakan sekolah yang cukup kondusif karena berada jauh dari
kebisingan dan jalan yang sering dilalui oleh kendaraan bermotor dan
pusat pembelanjaan, namun jika di pandang dari akses dan transportasi
sedikit sulit. Tidak jauh dari SMPN S terdapat SMAN dan PAUD. Jarak
antara SMPN S dengan SMAN tidak terlalu jauh, kurang lebih sejauh 200
meter. Hal ini tentu dapat menyebabkan perubahan pada sistem pergaulan
remaja SMPN S. Pergeseran sistem pergaulan remaja SMP akan
berdampak pada perilaku dan budaya yang kemungkinan dapat
menimbulkan masalah kesehatan pada remaja. Masalah tersebut dapat di
atasi melalui beberapa pendekatan. Pendekatan manajemen perencanaan,
pengorganisasian, personalia, pengarahan, dan pengawasan (Marquis &
Huston, 2010).

113 Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


114

a. Perencanaan
Pada visi hanya terkait prestasi, iman, taqwa, dan peduli lingkungan
sedangkan misi sekolah masih berfokus pada kegiatan belajar mengajar
sehingga, SMPN S belum ada yang terkait dengan masalah kesehatan
siswa di sekolah. Kegiatan yang terkait dengan kesehatan siswa
disekolah adalah UKS. SMPN S memiliki wadah UKS yang masih aktif
sampai saat residen komunitas datang. Kegiatan ekstrakulikuler PMR
juga masih dilaksanakan oleh siswa di SMPN S Sukatani Depok. Trias
UKS merupakan payung dari setiap program ataupun kegiatan yang
berhubungan dengan kesehatan. Kegiatan kesehatan melalui wadah
UKS merupakan kegiatan yang dilakukan dalamm bentuk pembinaan
dengan bekerjasama dengan lintas sektor dan lintas program. Kegiatan
ini diharapakan dapat meningkatakan derajat kesehatan siswa dan siswa
di sekolah, sehingga dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang
sehat, cerdas, sejahtera, berkualitas dan berdaya saing yang bagus, serta
memiliki akhlak yang mulia berdasarka ajaran Tuhan Yang Maha Esa
(Diknas, 2010).

UKS dijalankan oleh struktur organisasi yang terdiri dari tim pembina
dan pelaksana. Tim pembina UKS melaksanakan upaya pembinaan dan
pengembangan UKS secara terpadu dan terkoordinasi, sedangkan tim
pelaksana UKS melaksanakan tiga program pokok UKS (Trias UKS)
(Dinkes, 2010). Berdasarkan hasil intervensi keperawatan komunitas
yang telah di kelola, perencanaan pada program di dalam trias UKS
telah tersusun dengan program utama yakni upaya pencegahan
penyalahgunaan NAPZA (merokok). Program yang didukung dengan
adanya kegiatan unggulan yaitu gerakan remaja anti rokok (GERAK)
yang dihasilkan dari hasil modifikasi peer konselor yang merupakan
proyek inovasi dari perawat komunitas (penulis) di SMPN S Kota
Depok. Sesuai dengan pendapat dari Huber (2000) bahwa sebagai

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


115

landasan dari kegiatan fungsi manajemen dengan mengorganisir seluruh


sumber yang dimiliki adalah perencanaan program.

Perencanaan program yang tersusun terkait dengan masalah risiko


perilaku merokok pada remaja di SMPN S Kota Depok tidak terlepas
dari peran sekolah yang terus mendukung setiap kegiatan peer konselor
GERAK ini. Sekolah menyadari bahwa pihaknya memiliki tanggung
jawab terhadap pencegahan masalah perilaku merokok pada remaja di
sekolah, sehingga dapat tercipta lingkungan dan remaja di sekolah yang
sehat bebas dari asap rokok yang berbahaya bagi kesehatan.
Tersusunnya perencanaan program dapat berjalan dengan baik apabila
didukung oleh keterlibatan dari pihak sekolah itu sendiri.

Kegiatan remaja yang tekait dengan pencegahan perilaku merokok pada


siswa sudah sebagian terlaksana, namun masih belum maksimal. Hal ini
di karenakan guru yang telah dilatih PKPR beberapa di mutasi oleh
kepegawaian daerah sehingga kegiatan yang berjalan mulai tersendat
kegiatannya. Pelyanan kesehatan preventif, kuratif dan rehabilitasi
untuk mengatasi masalah perkembangan remaja sudah dilaksanakan
oleh SMPN S. hal ini disebabkan karena SMPN S telah memiliki
ruangan khusus UKS. UKS SMPN S ini biasa digunakan sebagai
tempat untuk istirahat bagi siswa yang mengeluh sakit. Beberapa alat
seperti spignometer dan stetoskop, media penyuluhan sudah ada di
UKS SMPN S Sukatani Depok.

Tersusunnya perencanaan program tahunan terkait dengan pencegahan


perilaku merokok pada remaja di SMPN S Sukatani Depok tidak
terlepas dari peran serta pihak sekolah SMPN S yang terus membantu
pada setiap kegiatan residensi keperawatan komunitas pada aggregate
remaja di setting sekolah. Dukungan yang diberikan oleh pihak sekolah
terutama kepala sekolah yang telah memberikan ijin, serta guru BK di

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


116

SMPN S yang sangat luar biasa dalam berkontribusi di dalam projek


inovasi ini. Keterlibatan sekolah sangat dibutuhkan sebagai bentuk
dukungan guna mendukung untuk tersusunnya grakan remaja anti
rokok (GERAK) di SMPN S Sukatani Depok dan perencanaan program
dengan baik (Depkes, 2008). Upaya, untuk mensukseskan program
yang sudah di rencanakan, maka penting sekali di integrasikan
menggunakan teori dan model ilmu keperawatan.

Integrasi dari teori fungsi manajemen, Teori Manajemen, Health Belive


Model (HBM), Transteoritical Models (TTM), Health Promotion
Model (HPM) dan Comprehensive School Health Model (CSHM)
sesuai digunakan sebagai dasar untuk mengatasi risiko masalah perilaku
merokok pada remaja di sekolah. Fungsi manajemen digunakan untuk
menjalankan suatu kebijakan dalam upaya mencapai tujuan program
yang ingin di capai. Hal ini didukung oleh Green & Kreuter (2000)
bahwa perencanaan adalah hal yang menjadi prioritas untuk
menjalankan suatu program.

Kegitan GERAK yang di rencanakan untuk mendukung program


kawasan tanpa rokok yang dibuat oleh pemerintahan daerah Kota
Depok sangat sesuai. Hal ini dapat terwujud dengan melihat banyaknya
antusias dari para remaja untuk bergabung menjadi anggota GERAK di
SMPN S Depok. Teori HBM merupakan dasar dari pembuatan
perencanaan program GERAK ini. Penulis mengambil bagian dari teori
HBM ini sebagai dasar untuk perencanaan kegiatan program GERAK
ini, seperti Ancaman yaitu membuat persepsi siswa sadar akan
kerentanan dan kondisi kesehatannya sendiri, yang ke dua harapan yaitu
membuka pikiran siswa tentang keuntungan dari tindakan tidak
merokok dan mencari solusi dari setiap hambatan untuk perilaku
tersebut, yang ketiga pencetus tindakan, untuk membantu inovasi ini
perlu sekali media, pengaruh orang lain, atau hal-hal yang

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


117

mengingatkan, yang ke empat faktor-faktor sosio-demografi dan yang


terakhir penilaian diri yaitu siswa mampu dan sanggup untuk
melakukan tindakan menjauhi perilaku merokok (Glanz, Rimer, &
Lewis, 2002).

b. Organisasi
Pembentukan kelompok GERAK merupakan bagian dari pelaksanaan
salah satu fungsi pengorganisasian dalam manajemen pelayanan
keperawatan. Fungsi pengorganisasian bertujuan untuk menghimpun
semua sumber daya yang dimiliki dan memanfaatkannya secara efisien
sesuai tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Swansburg, 2000; Marquis & Huston, 2010). Keluarga
merupakan ranah utama dalam menjalankan intervensi keperawatan
komunitas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ritanti (2010), tentang multi dimensi keluarga sebagai bentuk
intervensi keperawatan komunitas untuk mencegah penyalahgunaan
NAPZA pada usia remaja di Kelurahan Tugu Kota Depok, hasil
penelitiannya menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan
pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahun remaja tentang risiko
penyalahgunaan.

Perawat memperhatikan sikap dari remaja pada saat melakukan


pendidikan kelompok GERAK. Remaja memiliki karakteristik sikap
yang unik, dan masih labil. Namun dengan memperhatikan sikap
remaja pada saat memberikan pendidikan kesehatan akan lebih efektif
dalam penyampaian materi yang diberikan. Penelitian yang dilakukan
oleh Lutfhiani (2011) tentang pengaruh pendidikan kelompok sebaya
terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan
narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan, hasilnya
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
pendidikan kelompok sebaya terhadap sikap remaja tentang risiko

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


118

penyalahgunaan NAPZA. Penelitian yang sejalan dengan pendapat di


atas yaitu menurut Danim (2010), menunjukkan bahwa aktifitas dari
peran pendidik sebaya membawa dampak yang positif bagi remaja
(sebayanya) karena remaja memperoleh pengetahuan yang lebih baik
tentang penyalahgunaan NAPZA pada remaja.

Hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh perawat komunitas di setting


sekolah yaitu terbentuknya GERAK dengan di bawah UKS serta dapat
di subtitusikan pada kegiatan dalam organisasi lain seperti pramuka dan
OSIS di SMPN S Depok. Pada saat implementasi masih banyak
hambatan yang di temukan oleh perawat dalam mengintegrasikan di
organisasi OSIS. Hal ini disebabkan kegiatan siswa belum terbiasa
berkomunikasi yang menarik untuk mengajak teman sebayanya
bergabung dalam GERAK dengan sistem multilevel yang sering
dipakai dalam kegiatan bisnis MLM.

Masalah di atas menjadi hambatan dalam melakukan projek inovasi ini.


Sehingga peran konselor yang dilakukan oleh siswa anggota GERAK
yang juga ikut dalam pramuka dan OSIS belum optimal dalam
berdiskusi tentang manfaat tidak merokok dan kegiatan GERAK
dengan teman sebayanya. Hal ini bias terjadi karena pencarian dari
makna pengalaman pada remaja yang belum adekuat. Menurut
Sprinthall dan Collins (1995) menjelskan bahwa rentang anak remaja
menggunakan operasi kognitif relative sama sehingga menggunakan
model pemikiran yang sama juga dalam menggeneralisir fenomena,
sehingga belum mampun secara optimal dalam menganalogi suatu
peristiwa.

c. Ketenagaan
SMPN S memiliki lima guru BK yang aktif dan bersemangat tinggi.
Kegiatan konseling untuk remaja SMPN S sudah dilaksanakan namun

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


119

masih terkait masalah kesehatan fisik saja, belum mengarah ke upaya


tindakan pencegahan sebelum masalah medis terjadi. Siswa di SMPN S
belum memiliki kesadaran diri untuk melakukan konseling dengan guru
BK terkait masalah yang di milikinya. Kegiatan yang dilakukan masih
tetap sama, misalnya seperti siswa datang jika dipanggil oleh guru BK
bukan untuk konseling namun siswa tersebut bermasalah. Pendidikan
kesehatan masih jarang dilakukan oleh PJ puskesmas dan guru di
SMPN S Sukatani Depok. Program dan pendidikan kesehatan jarak
pendek masih belum bisa mengubah nilai, namun hal ini harus terus
dilakukan dengan kesabaran demi kesehatan generasi bangsa (Green
dan Kreuter, 2000).

Perilaku seorang guru maupun staff dan karyawan di SMPN S dapat


mempengaruhi gaya kepemimpinan dan pola manajemen atasan yang
mengakibatkan suasana kerja menjadi kondusif maupun tidak kondusif.
Komunikasi antara kepala sekolah dengan bawahan di SMPN S cukup
demokratis dan dua arah. Namun terkadang masih muncul konflik kecil
karena perbedaan pandangan.

Permasalahan SDM dalam setiap implementasi program mestinya dapat


segera di atasi. Saat ini di SMPN S perbandingan antara jumlah guru
UKS ataupun BK dengan jumlah siswa yang begitu banyak sangat tidak
seimbang yaitu 1 : 290, sehingga program ini cukup sedikit terhambat,
namun semangat dari guru yang luar biasa kegiatan GERAK ini sedikit
demi sedikit dapat berjalan dengan baik. Usaha pemimpin yang sesuai
dengan tujuan dari individu dapat mendedikasi dirinya baik fisik
maupun psikologis pada saat bekerja menjadi lebih baik dalam sebuat
tim (Allender & Spradley, 2005).

Kemampuan guru UKS dalam membina, memfasilitasi, dan memimpin


proses setiap kegiatan diskusi dalam kelompok sudah baik. Pada saat

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


120

pembinaan terkait program UKS mampu menyampaikan ide kreatif dan


positif guna mensukseskan program yang ingin di capai. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Newman, 1999 dalam
Hitchcock, Schubert, dan Thomas (2003) yang menjelaskan bahwa,
orang yang sudah dewasa sudah dapat memcahkan masalah dengan
mengguakan cara yang sistematis. Pada orang dewasa juga memiliki
kestabilan emosional pada saat menghadapi orang lain. Selain itu, guru
juga merupakan role model bagi siswa, yang berarti semua perilaku
yang ditampilkan merupakan strategi jitu dalam merubah perilaku siswa
kearah perilaku yang lebih positif (Ashari, 2010).

d. Implementasi
Kegiatan yang dilakukan oleh perawat komunitas di sekolah dengan
memberdayakan komponen sekolah terutama remaja yang telah di bina
melalui kegiatan GERAK memberikan perubahan yang cukup
signifikan. Melalui kegiatan pendidikan kesehatan, pelatihan
komunikasi efektif dan komunikasi asertif, melakukan latihan self
hypnocaring untuk mencegah perilaku merokok, melakukan tindakan
promotif dan preventif pada teman sebayanya terjadi perubahan yang
signifikan dengan nilai p-value (0,000), peningkatan pengetahuan siswa
(0,02%), sikap (0,01%) dan tindakan (0,11%).

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku pada siswa di SMPN S


Depok menunjukan bahwa kegiatan GERAK sangat efektif guna
mengurangi risiko perilaku merokok pada remaja di SMPN S Kota
Depok. Peningkatan memang tidak brgitu besar, namun hasil yang
tercapai dapat menjadi gambaran tentang solusi masalah perilaku
merokok pada remaja di SMPN S Kota Depok. Dari hasil penyebaran
kuisioner didapatkan dua siswa menjadi turun perilakunya. Hal ini
disebabkan karena siswa ini bertempat tinggal di luar kelurahan
Suaktani yang menjadi wilayah binaan mahasiswa residen. Sehingga

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


121

perawat belum berkunjung ke rumah siswa ini. Dari hasil pengkajian di


sekolah, dua siswa ini banyak sekali masalah meskipun dari pihak
sekolah sudah memberikan peringatan yang tidak hanya satu kali. Salah
satu siswa ini sudah di keluarkan dari SMPN S Depok karena kasus
narkoba. Menurut Saliman (2015), remaja yang memiliki waktu luang
banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih
pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau
perilaku menyimpang.

Hasil dari pengamatan penulis di lingkungan SMPN S Sukatani Depok,


semua kegiatan dan program yang ada sudah baik untuk proses belajar
mengajar. Meskipun demikian perubahan pengetahuan, sikap, dan
perilaku siswa perlu untuk dilakukan oleh SMPN S guna meningkatkan
fungsi sekolah bagi remaja. Monitoring dan evaluasi di suatu organisasi
sangat penting dalam upaya promosi kesehatan pada siswa dan
komponen sekolah yang lainnya. Upaya untuk mengubah gaya hidup
dan lingkungan sangat membutuhkan program dan kebijakan (Green &
Kreuter, 2000).

Pada pemecahan masalah yang muncul karena adanya perubahan yang


dilakukan oleh kepala sekolah, dapat menggunakan kemampuan remaja
untuk berfikir mengenai kemungkinan. Hasil dari kegiatan GERAK ini
dapat di gunakan untuk pemecahan masalah merokok yang muncul.
Sehingga kemampuan siswa dan komponen sekolah dalam upaya
promotif dan preventif terhadap risiko perilaku merokok perlu di
tingkatkan. Kemampuan remaja tersebut dapat di aplikasikan ke dalam
bentuk kelompok pendukung GERAK (Sprithall & Collins, 1995).

Elemen kunci dari program GERAK adalah upaya gabungan dari


perawat komunitas, polisi, sekolah, guru, orang tua, LSM, dan
masyarakat dimana mereka ikut berpartisipasi dengan membawa

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


122

pengetahuan, pendidikan, dan pengalaman mereka untuk ikut


bertanggung jawab dalam mengajarkan remaja tentang manfaat tidak
merokok pada remaja. Gerakan remaja anti rokok ini di harapkan
menjadi motor penggerak untuk memunculkan leader’s dalam kegiatan
promotif dan preventif terhadap risiko masalah perilaku merokok pada
remaja.

Tindakan keperawatan komunitas di sekolah melalui payung UKS


dapat dilakukan dengan program GERAK. Kegiatan keperawatan ini
dilakukan kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang
kesiswaan dan bidang kurikulum. Sesuai dengan Kepmenkes No. 1457
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan
Kabupaten/Kota, UKS Merupakan salah satu program wajib yang harus
diselenggarakan. Upaya advokasi yang dilakukan menunjukan hasil
respon kepala sekolah dan wakil kepala sekolah sangat menyambut
dengan baik program ini.

e. Evaluasi
Pada saat awal kegiatan GERAK ini residen telah melakukan beberapa
kegiatan untuk mengatasi masalah remaja dengan risiko
penyalahgunaan NAPZA khususnya masalah merokok. Pada
pembentukan pertama siswa di SMPN S yang mengikuti dan menjadi
pengurus GERAK berjumlah 13 remaja. Remaja tersebut telah diberi
pembinaan dari residen keperawatan komunitas, salah satunya adalah
dengan mengajarkan keterampilan komunikasi efektif. Anggota
GERAK yang diberikan pengetahuan mengenai kepemimpinan dan
kegiatan yang dilakukan oleh GERAK. Kegiatan di GERAK salah
satunya adalah pemberdayaan remaja di SMPN S Sukatani Depok.
Pemberdayaan remaja dengan mencari downline atau akar dari
uplinenya untuk diberikan materi yang sama dengan yang uplinenya
terima dari perawat komunitas di setting sekolah. Hasil dari kegiatan

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


123

tersebut jumlah anggota GERAK yang mengikuti kegiatannya semakin


bertambah. Pada akhir kegiatan jumlah downline anggota GERAK yang
bergabung menjadi ¾ dari jumlah siswa di SMPN S. Hal ini dapat
berhasil karena peran dari guru khususnya guru BK di SMPN S,
kemudian siswa yang pertama bergabung termasuk siswa yang aktif dan
aktif dalam kegiatan organisasi di SMPN S Depok.

Dari jumlah yang semakin banyak, kualitas dan kuantitas downline


yang di rekrut oleh uplinenya juga dipertimbangkan. Hal ini bertujuan
untuk memberikan efektifitas yang optimal dari anggota GERAK yang
menjadi upline dalam memberikan ilmunya. Sistem multilevel yang
digunakan dalam pemberdayaan remaja di sekolah ini sudah berjalan
dengan baik. Antusias yang besar menjadikan kegiatan GERAK mulai
di pandang oleh pelayanan kesehatan di tingkat puskesmas dan dinas
kesehatan kota Depok. Kegiatan inovasi ini selaras dengan salah satu
program di wilayah Kota Depok yaitu kawasan tanpa rokok (KTR).

Pada awal pengkajian program khusus terkait dengan masalah merokok


belum ada bahkan di dalam visi dan misi sekolah SMPN S belum
menyebutkan mengenai upaya kesehatan pada siswanya. Setelah
perawat komunitas membina di SMPN S, belum terjadi perubahan yang
maksimal, namun pada saat ini SMPN S sudah memiliki GERAK guna
upaya tindakan promotif dan preventif dalam mencegah risiko
penyalahgunaan NAPZA khususnya maslah merokok pada remaja di
SMPN S Depok. Hasil dari Baseline Survey Pengetahuan dan Perilaku
Merokok di kalangan Pelajar DKI Jakarta. Hasil penelitian 31,3% dari
1435 siswa SMP dan SMA (dari 41 sekolah di Jakarta) pernah
merokok; 20,6% adalah perokok aktif; 87% tinggal bersama orang tua;
58,5% pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga. Temuan lain juga
menginformasikan bahwa 53,6 % pelajar yang merokok mengaku
merokok karena pengaruh kelompok atau komunitas sebaya mereka.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


124

Pengaruh yang negative dari kelompok ataupun komunitas sangat besar,


namun apabila pengaruh hal negative tersebut dibalik menjadi hal
positif maka, jumlah remaja yang memiliki risiko merokok ataupun
yang sudah menjadi perokok aktif dapat dikurangi ataupun sama sekali
tidak ada remaja di sekolah yang menjadi perokok pada usia dewasanya
nanti. Sehingga kegiatan GERAK ini dilakukan pada anak remaja
sekolah menengah pertama. Hasil yang diperoleh cukup memuaskan
dan baik. Hal ini dibuktikan dengan jumlah downline yang bertambah
dan ketrampilan ataupun kognitif dari setiap siswa terkait dengan
manfaat tidak merokok semakin bertambah. Evaluasi keberhasilan dari
projek inovasi ini adalah jumah cabang akar atau ranting nggota
GERAK semakin bertambah baik secara horizontal ataupun vertical
arah dari akar dowline anggota GERAK.

5.1.2 Asuhan Keperawatan Komunitas pada Aggregate Remaja dengan


risiko penyalahgunaan NAPZA (merokok) di Sekolah
Asuhan keperawatan komunitas ditujukan untuk mencegah serta mengatasi
risiko perilaku merokok pada remaja di SMPN S Depok. Asuhan
keperawatan di awali dengan melakukan pengkajian yang
dimengembangkan dari lintas program dan integrasi teori keperawatan
fungsi manajemen, HBM, HPM, dan sistem multilevel health promotios.

Pada saat pengkajian penulis melakukan penyebaran kuisioner pada siswa


dan orang tua siswa di SMPN S Depok. Pada proses ini, tidak mengalami
masalah yang cukup besar. Jumlah kuisioner yang telah di sebar dengan
yang diterima jumlahnya sama. Hal ini dapat terjadi karena di sekolah para
siswa berkumpul menjadi satu sehingga mudah untuk diberikan
pengarahan. Peran guru juga memberikan pengaruh pada saat perawat
komunitas sedang melakukan pengkajian.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


125

Pengumpulan data selain dengan cara menyebarkan kuisioner (di isi oleh
siswa), penulis menggunakan teknik wawancara, Penulis melakukan
perhitungan jumlah sampel yang digunakan untuk mewakili dari semua
jumlah siswa di SMPN S. Perhitungan sampel dilakukan menggunakan
prevalensi dari Gobal Youth Tobacco Survey (GYTS) (2009) yakni sebesar
20,3% remaja usia 13-15 tahun perokok aktif. Sehingga penulis
menggunakan rumus untuk mengestimasi proporsi suatu kejadian. Jumlah
siswa SMP Negeri S sebanyak 1448 orang, maka dihitung dengan rumus
perhitungan sampel (Dharma, 2011). Besar sampel diperoleh 246. Dimana
nilai P adalah prevalensi yang besarnya 0,20.

windshield survey, focus group discussion (FGD) sebagai sumber data


primer, untuk data sekunder penulis memperoleh dari dokumentasi di
Dinas Kesehatan, Puskesmas, Kecamatan, Kelurahan, dan Sekolah SMP N
S Depok.

Kegiatan yang melibatkan kelompok seperti siswa atau remaja di sekolah,


dan kelompok yang berisiko tinggi serta bekerjasama dengan sekolah, dan
masyarakat memudahkan perawat melakukan pegkajian serta dapat
diterima dengan baik program pencegahan risiko penyalahgunaan NAPZA
pada remaja (Hitchcock, et all., 1999; stanhope & Lancaster, 2004).

Perilaku remaja terhadap penyalahgunaan NAPZA disebabkan karena


memiliki rasa kedekatan sebagai teman senasib. Ikatan dari teman sebaya
memiliki peranan yang penting untuk pembentukan perilaku remaja,
dimana peer plessure yang mengajak ke hal negative seperti merokok
dapat menyebabkan siswa disekolah melakukan tindakan tersebut (Green
& Kreuter, 2000). Kondisi yang sama di temukan oleh perawat di SMPN S
Kota Depok, dimana beberapa siswa mengaku pernah mencoba merokok
karena di ajak oleh teman.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


126

Populasi siswa yang cukup banyak di SMP N S menjadikan mahasiswa


mengambil data dari menyebar kuisioner dengan cara mengambil sampel
dengan menghitung menggunakan rumus sampel dengan prevalensi.
Prevalensi yang di gunakan menggunakan Global Youth Tobacco Survey
(GYTS) tahun 2009 yakni, 20,3% remaja usia 13-15 tahun adalah perokok
aktif. Sehingga jumlah siswa yang digunakan sebagai sampel untuk
pengkajian menggunakan angket sebanyak 246 siswa.

Hasil penyebaran angket yang telah dilakukan didapatkan gambaran


mengenai keadaan siswa di SMP N S berdasarkan distribusi jenis kelamin
laki-laki dan perempuan sama banyak 50%. Sebesar 43% mengaku tidak
pernah pergi ke pelayanan kesehatan yang ada, namun 39% menggunakan
pelayanan kesehatan yang ada di sekolah dan 18% di puskesmas. Siswa
mengaku uang saku yang di miliki oleh siswa rata-rata Rp.10.000, dan
99% siswa diberi uang saku oleh orang tuanya.

Ungkapan dari siswa di SMP N S terkait dengan paparan informasi tentang


kesehatan sudah banyak diberikan oleh guru, namun tenaga kesehatan dari
puskesmas belum memberikan penyuluhan secara rutin khususnya
masalah rokok ke siswa di SMP N S. Gambaran data yang di dapatkan
dari siswa yang mengetahui temannya pernah dan sedang merokok. Tidak
hanya itu siswa yang kepergok sedang merokok di tempat tongkrongan
baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah juga ada. Dari hasil di atas
maka proses pengkajian di tatanan komunitas sudah berhasil.

Gambaran sikap siswa dari hasil olah data di dapatkan bahwa 58,1 %
memiliki sikap yang baik walaupun pernah di pengaruhi oleh temannya.
Sedangkan gambaran mengenai perilaku siswa di SMP N S tentang
penyalahgunaan NAPZA khususnya masalah rokok memiliki perilaku
yang sudah baik. Nilai skor rata-rata pengetahuan siswa telah meningkat
Skor rata-rata sikap siswa sebesar 12,62, dan skor rata-rata perilaku siswa

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


127

juga meningkat setelah dilakukan intervensi sesuai dengan perencaan


dalam asuhan keperawatan komunitas. Nilai rata-rata tersebut didapatkan
dari hasil analisis dengan menggunakan cut of point (COP) yang bertujuan
untuk melihat besar persentase data yang telah diperoleh.

Berdasarkan hasil analisis pengkajian dirumuskan dua diagnosa


keperawatan komunitas yaitu: 1) Risiko peningkatan kejadian
penyalahgunaan NAPZA khususnya masalah rokok pada pada siswa SMP
N S.; 2). Pola koping remaja tentang risiko penyalahgunaan NAPZA tidak
efektif pada pada siswa SMP N S.. Strategi intervensi yang digunakan
untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui pendidikan kesehatan,
proses kelompok, pemberdayaan dan kemitraan (Anderson & McFarlane,
2004).

Pendidikan kesehatan yang dilakukan adalah: 1) manfaat tidak merokok


pada remaja; 2) komunikasi afektif dan mengelola stres; 3) meningkatkan
tanggung jawab dan kepercayaan diri. Topik-topik pelatihan tersebut berisi
konsep serta latihan keterampilan bagi siswa. Kegiatan ini diikuti oleh
semua anggota GERAK SMPN S Sukatani Depok.

Pada saat melakukan asuhan keperawatan komunitas perawat menemui


kendala yang menjadi salah satu hambatan projek inovasi ini. Kegiatan
promosi dengan menempelkan stiker kawasan bebas rokok di sekolah yang
diberikan oleh dinas kesehatan Kota Depok kurang disambut baik oleh
komponen sekolah yang terbiasa merokok atau perokok aktif, sehingga
stiker yang telah di tempel di beberapa bagian sekolah di kelupasnya lagi.

5.1.3 Asuhan Keperawatan Keluarga


Asuhan keluarga di implementasikan berdasarkan pada masalah
keperawatan yang diperoleh perawat melalui pengkajian keperawatan
terlebih dahulu. Pada praktik ini, residen telah melakukan beberapa

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


128

kegiatan untuk mengatasi masalah remaja dengan risiko penyalahgunaan


NAPZA. Kegiatan yang pertama adalah kegiatan kelompok keluarga
dengan mengajarkan keterampilan komunikasi efektif.

Pada awal pertemuan dan akhir pertemuan di keluarga dilakukan pre test
dan post test. Tujuan dari pre test dan post test ini adalah untuk mengukur
tingkat pengetahuan anggota keluarga tentang perkembangan remaja dan
kemampuan komunikasi. Hasil yang didapatkan setelah dilakukan
intervensi keperawatan adalah terjadi peningkatan pengetahuan pada post
test sebesar 10% dari hasil pre test. Kemampuan psikomotor komunikasi
efektif dan deteksi dini mengalami peningkatan karena anggota keluarga
bisa melakukan semua dengan benar melalui sedikit bimbingan.

Pembinaan dilakukan pada 5 keluarga di wilayah Kelurahan Sukatani yang


meliputi 2 keluarga di RW 20 dan 3 keluarga di RW 19. Hasil pengkajian
pada keluarga yang kemudian dirumuskan ke dalam suatu diagnosis
keperawatan keluarga ditemukan beberapa permasalahan atau diagnosis
keperawatan keluarga dengan anak remaja. Permasalahan untuk 5 keluarga
adalah koping remaja tidak efektif dan masalah lain adalah masalah
penerapan peran remaja, motivasi belajar rendah dan merokok.

Asuhan keperawatan keluarga pada aggregate remaja dengan risiko


perilaku merokok menggunakan integrasi model Family Centred Nursing.
Menurut Friedman (2003), keluarga adalah suatu sistem, dimana jika salah
satu anggota keluarga yang memiliki masalah sehingga akan
mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Fokus intervensi keperawatan
keluarga bisa menjadi sangat bervariasi, tergantung pada konseptualisasi
perawat terhadap keluarga dalam praktik yang dilakukannya.

Family Center Nursing merupakan model yang digunakan sebagai


intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan keluarga yang tidak

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


129

terlepas dari 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu kemampuan mengenal


masalah, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan merawat
anggota keluarga, kemampuan memodifikasi lingkungan dan kemampuan
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Keseluruhan tugas keluarga tersebut
merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki keluarga dalam
melakukan perawatan terhadap anggota keluarganya.

Implementasi yang dilakukan oleh residen dalam asuhan keperawatan


keluarga adalah dengan memberikan asuhan keperawatan pada 10 keluarga
binaan yang memiliki anak remaja dengan risiko sedang sampai dengan
tinggi tinggi. Keberhasilan intervensi keperawatan yang diberikan dalam
asuhan keperawatan keluarga diukur menggunakan indikator pencapaian
tingkat kemandirian keluarga yang terdapat dalam program perawatan
kesehatan masyarakat (Perkesmas) sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.279/MENKES/SK/IV/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Upaya Kesehatan Masyarakat di Puskesmas.

Dari seluruh keluarga yang di bina, setelah diberikan asuhan keperawatan


keluarga selama 4 bulan, hasil tersebut menunjukkan adanya keberhasilan
dalam asuhan keperawatan keluarga, terdapat peningkatan tingkat
kemandirian keluarga. Keluarga binaan yang mendapatkan skor
pencapaian tersebut kemudian dilakukan pengelompokan berdasarkan
tingkat kemandirian keluarga, yaitu: Keluarga mandiri I (skor pencapaian
total kurang dari 65), Keluarga mandiri II (skor pencapaian total antara 65
– 80), dan Keluarga mandiri III (skor pencapaian total lebih dari 80).

Karakteristik keluarga binaan rata-rata adalah bekerja sebagai pegawai


baik swasta ataupun negeri. Setiap keluarga dilakukan kunjungan dua kali
dalam seminggu secara bergantian dan waktu kunjungan di jadwalkan.
Namun perawat secara fleksibel menyepakati kontrak pertemuan dengan
keluarga binaan. Dalam setiap keluarga memiliki kompleksivitas

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


130

permasalahan yang hamper sama yaitu risiko perilaku merokok pada anak
remajanya. Dari hasil kegiatan intervensi keperawatan keluarga perawata
menggunakan indicator tingkat kemandirian keluarga sebagai keberhasilan
dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

Pemberian asuhan keperawatan keluarga pada keluarga binaan lebih


efektif khususnya terkait keterampilan komunikasi dan konseling, hal ini
dikarenakan pendekatan yang diberikan dengan menggunakan asuhan
keperawatan keluarga lebih intensif misalnya saat kunjungan selalu
menggunakan teknik komunikasi terapeutik yang dimiliki oleh seorang
perawat. Hambatan yang dirasakan pada pembinaan keluarga yaitu
mengatur waktu bertemu dengan orang tua dan anak remaja, hal ini diatasi
dengan mengatur jadwal bertemu di malam hari atau sore hari ketika
remaja tidak sibuk dengan kegiatannya.

Pencapaian peningkatan tingkat kemadirian keluarga dipengaruhi oleh


peran serta aktif keluarga dalam memfasilitasi remaja, selain itu harapan
besar keluarga agar masalah risiko penyalahgunaan NAPZA (merokok)
pada remaja bisa segera diatasi, hal ini menjadi faktor penunjang
keberhasilan dalam melakukan intervensi keperawatan terhadap keluarga.
Kendala yang dihadapi dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga
adalah kesulitan residen untuk menyesuaikan waktu pertemuan bersama
keluarga dan remaja dirumah.

Dari hasil kegiatan residensi di keluarga, keluarga merasakan perbendaan


yang pada saat sebelum dan sesudah di bina oleh perawat komunitas.
Perbedaan yang muncul antara lain dari pengetahuan dan ketrampilan
anggota keluarga terhadap kesehatan semakin lebih baik lagi. Kesadaran
keluarga akan pentinganya tindakan pencegahan terhadap masalah
perilaku merokok pada remaja sangat penting.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


131

5.2 Keterbatasan
Keterbatasan anggaran dalam menyediakan sarana dan prasana pelayanan
kesehatan sekolah seperti penyediaan ruangan khusus UKS sehingga tidak
gabung dengan ruangan BK, beserta alat-alatnya, pencegahan risiko perilaku
merokok kendala utama dalam menjalankan fungsi dan peran sekolah
sebagai institusi yang ikut bertanggungjawab dalam pemeliharaan kesehatan
remaja dan tindakan preventif yang secara berkelanjutan memerlukan
komitmen yang kuat untuk tidak merokok bagi yang sudah merokok dari
setiap komponen di sekolah.

Ruang konseling yang nyaman belum di temukan pada saat praktik residensi
keperawatan komunitas di SMPN S. Ruangan yang nyaman, aman, dan
tenang sangat di butuhkan oleh siswa untuk bercerita. Ruang konseling masih
terbuka dan menjadi satu dengan ruang guru BK dan UKS sehingga tidak
kondusif untuk konseling siswa ke guru. Siswa masih dianggap sebagai klien
sehingga selalu disalahkan apabila ada hal yang dianggap kurang tepat oleh
guru.

Masalah perilaku merokok bagi sebagian besar masyarakat di wilayah


keluahan Sukatani Depok menjadi permasalahan yang umum pada saat ini,
sehingga di anggap bukan menjadi masalah lagi namun sudah menjadi
budaya dan sulit untuk menghentikannya. Sehingga diperlukan upaya
pendekatan yang lebih intensif dalam membina kepercayan dengan keluarga
dan remaja.

Keterbatasan lain yang ditemukan selama melakukan intervensi keperawatan


adalah, belum maksimalnya peran guru yang lain karena beban kerja guru
yang cukup besar, sehingga kegiatan baru dilaksanakan dengan guru BK
saja.kemudian jumlah siswa dan kelas yang banyak sehingga membutuhkan
jumlah waktu dan tenaga yang lebih banyak lagi. Waktu yang sempit unutk
berdiskusi dengan siswa di SMPN S menjadi salah satu hambatan dalam

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


132

kegiatan inovasi ini. Waktu yang sempit anak sekolah dalam mengikuti
kegiatan inovasi ini, hal ini disebabkan jadwal yang padat di kurikulum
pendidikan pada saat ini, sehingga residen harus mencari waktu yang tepat
dalam waktu yang sempit di kegiatan kurikulum pendidikan SMPN S Depok.
Jadwal yang padat menjadikan remaja sangat sedikit waktu untuk kegiatan-
kegiatan GERAK di sekolah.

5.3 Implikasi
5.3.1 Implikasi terhadap Pelayanan Keperawatan Komunitas
Pelaksanaan perogram GERAK sangat tepat diaplikasikan disekolah,
khususnya terkait upaya pencegahan risiko penyalahgunaan nakoba pada
remaja disekolah. Strategi ini berdampak terhadap peningkatan
pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa dan guru. Penerapan strategi
GERAK disekolah dapat dilakukan atau dikembangnkan melalui
pelayanan konseling, edukasi sebaya, promosi kesehatan, proses
kelompok.

Startegi intervensi GERAK di sekolah memerlukan media yang menarik,


dan mudah dimengerti sehingga memudahkan peer edukasi atau kelompok
pendukung peer edukasi dalam menjalankan tugasnya. Sarana media yang
menarik dapat membuat peserta peer edukasi termotivasi dan aktif
mengikuti kegiatan.

Strategi GERAK melibatkan peran serta aktif sekolah, masyarakat dan


berbagai pihak dalam menjalankan kegiatan juga merupakan bentuk
kemitraan dimana terdapat upaya menjalin kerjasama dengan pihak
pemerintah, organisasi masyarakat dan pihak terkait lainnya yang ada di
masyarakat guna mendapat dukungan dan mensukseskan kegiatan yang
direncanangkan (Helvie, 1998; Allender & Spradey, 2005).

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


133

5.1.2 Implikasi terhadap Perkembangan Ilmu keperawatan


Praktik residensi ini memberikan implikasi terhadap pemberdayaan siswa
melalui kegiatan GERAK yang dilaksanakan mempunyai pengaruh yang
baik. Kegiatan GERAK yang dilakukan masih dinilai secara kualitatif.
Efektifitas intervensi melalui GERAK ini dapat di lihat dengan melakukan
penelitian secara kuantitatif yang dikembangkan oleh praktik residensi
berikutnya. Penelitian guna melihat kemampuan anggota GERAK atau
remaja di sekolah dapat dikembangkan dengan menggabungkan kegiatan
konseling antar sebaya, selain itu kegiatan GERAK ini dapat di tindak
lanjuti dengan penerapan metode kelompok pendukung pada remaja.

Pengaruh terbesar dari risiko perilaku merokok pada remaja adalah


lingkungan dan teman sebayanya. Perilaku orang tua yang berlebihan di
keluarga remaja dapat memberikan remaja menjadi lebih berisiko terhadap
penylahgunaan NAPZA. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Rahmawati
(2011) yang menjelaskna bahwa variabel yang memiliki hubungan
bermakna dengan penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah karena
mengalami masalah dengan orang tua, akibat dari terjadinya perceraian
dan komunikasi yang tidak efektif. Dampak dari kegiatan GERAK ini
dapat memberikan kontribusi bagi pelayanan kesehatan dalam
mengindikator jumlah remaja yang mendukung perilaku tanpa rokok di
setting sekolah sehingga dapat menentukan intervensi lanjutan guna
mempertahankan sampai dengan usia dewasa.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang simpulan dan saran dari uraian bab
sebelumnya terhadap hasil dan pembahasan asuhan keperawatan komunitas yang
telah dibandingkan dengan konsep dan referensi/penelitian terkait.

6.1 Kesimpulan
Manajemen pelayanan kesehatan komunitas telah dilakukan dengan baik.
Perencanaan terkait program kegiatan kesehatan disekolah dalam upaya
pencegahan terhadap perilaku merokok pada remaja dengan nama gerakan
remaja anti rokok (GERAK). Pengorganisasian kegiatan GERAK masuk
dalam kegiatan UKS dan telah memiliki struktur kepengurusannya.
Ketenagaan di sekolah belum dapat memfasilitasi kegiatan GERAK secara
maksimal, hal ini disebabkan karena jumlah guru yang tidak sesuai dengan
jumlah siswa di SMPN S Depok. Selain itu banyaknya tugas dan kerjaan yang
tumpang tindih menyebabkan upaya kesehatan di sekolah belum optimal.
Hasil dari projek inovasi GERAK di SMPN S telah berhasil menemukan
strategi baru guna menanggulangi risiko perilaku merokok pada remaja di
sekolah.

Strategi intervensi keperawatan melalui program GERAK, hasil evaluasi


menunjukan terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku siswa dalam
melakukan upaya pencegahan risiko perilaku merokok pada siswa disekolah.
Kelompok kesehatan remaja telah terbentuk dengan nama gerakan remaja anti
rokok. Sistem multilevel yang digunakan untuk menjaring teman
sebaya/downline untuk diberikan materi dan ketrampilan yang sama oleh
uplinenya sehingga remaja memiliki kemampuan yang sama dengan anggota
gerak guna melakukan tindakan promotif dan preventif mencegah risiko
perilaku merokok pada remaja di sekolah maupun di rumah yang disebabkan
oeleh faktor lingkungan dan tekanan dari teman sebayanya.

134 Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


135

6.2 Saran
6.2.1 Dinas Kesehatan
a. Strategi intervensi GERAK dapat dijadikan intervensi promotif dan
preventif bagi Dinas Kesehatan sebagai dasar usulan pengembangan
program PKPR.
b. Program PKPR, khususnya pelatihan peer educator yang telah
dilaksanakan Dinas Kesehatan, perlu dilakukan monitoring dan
evaluasi dan ditingkatkan melalui strategi intervensi GERAK dengan
memperluas cakupan peserta pelatihan.
c. Penyuluhan tentang rokok di rubah menjadi kebaikan-kebaikan dari
tidak merokok, bukan lagi mengenai keburukan-keburukan dari
merokok.

6.2.2 Puskesmas
a. Puskesmas dapat mengaplikasikan strategi program GERAK dalam
meningkatkan cakupan pendidikan kesehatan remaja terkait
pencegahan risiko perilaku merokok pada remaja disekolah.
b. Puskesmas perlu melakukan supervisi dan monitoring secara
terencana, berupa kunjungan langsung untuk berdiskusi, memberikan
motivasi, dan memberikan arahan serta berita ataupun isue terbaru
mengenai perkembangan keilmuan kesehatan terkait upaya
pencegahan risiko perilaku merokok pada remaja
c. Perlu di adakan poli khusus untuk remaja di puskesmas sebagai wadah
tindakan promotif, preventif, fisik, tumbuh kembang/psikologis secara
langsung ataupun rehabilitasi, sehingga remaja memiliki tempat di
pelayanan kesehatan terutama puskesmas dan data terkait aggregate
remaja menjadi lengkap.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


136

6.2.3 Perawat Komunitas


a. Menggunakan program GERAK sebagai salah satu strategi intervensi
untuk melakukan praktik asuhan keperawatan terhadap remaja,
keluarga, Kelompok dan komunitas di seeting sekolah.
b. Acuan atau pedoman kegiatan GERAK dapat menghubungi penulis di
email ners.pratama@gmail.com.

6.2.4 Sekolah, Peer Educator dan Kader Kesehatan Sekolah


a. Aktif meningkatkan kemampuan pengelolaan program GEARAK
melalui peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan
cara terus mempraktikan kegiatan-kegiatan GERAK yang sudah
diberikan oleh perawat komunitas di sekolah.
b. Merekrut anggota GERAK yang baru dengan sistem multilevel untuk
sosialisasi berkelanjutan pada remaja dalam rangka meningkatkan
motivasi siswa melalui program GERAK, untuk meningkatkan
pencegahan risiko perilaku merokok pada siswa.

6.2.4.1 Perkembangan Riset Keperawatan


a. Melakukan penelitian tentang efektifitas strategi intervensi GERAK
terhadap peningkatkan kader kesehatan di sekolah dalam
menjalankan program pencegahan risiko perilaku merokok pada
remaja disekolah.
b. Melakukan penelitian tentang pengaruh strategi intervensi GERAK
guna tindakan pencegahan risiko perilaku merokok pada remaja di
masyarakat dengan berindikator semakin banyak cabang anggota
GERAK yang di muncul maka semakin tinggi derajat kesehatan
pada remaja.

Universitas Indonesia

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


Daftar Pustaka

_______. (2007). Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Depok 2007-2012.

__________. (2009). Laporan Kegiatan PKPR Dinas Kesehatan Kota Depok.

Aditama TY. (2001), Rokok Dan Kesehatan. Majalah Kedokteran Universitas


Indonesia.

Aditama TY. (2004). Sepuluh Program Penanggulangan Rokok. Majalah


Kedokteran Indonesia.

Anderson JE, Jorenby DE, Scott WJ, Fiore MC. (2002). Community Health
Nursing : Promotion & Protecting The Public‟s Health. Seventh Edition.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins.

Anderson, E., & Mc Farlane, J. (2010). Community As Partner:Theory and


Practice in Nursing, 4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Allender, Judith A., Rector, Cherie, & Warner, Kristine D., (2010), Community
Health Nursing Promoting and Protecting The Public‟s Health, 7th
Edition, Philadelphia ; Lippincott Williams & Wilkins.

Allender, J. A., & Spradley, B.W. (2010). Community Health Nursing: Promoting
& Protecting The Public‟s Health. sixth Edition. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins.

Allender, J. A., & Spradley, B.W. (2005). Community Health Nursing: Promoting
& Protecting The Public‟s Health. sixth Edition. Philadelphia: Lippincott.

Aslan Dilek & Sahin Ayten (2007). Adolescent peer and anti-smoking activities.
Promotion and Educations 2007, 14, 1- Pg.36 Proquest Nursing & Allied
Health Source.

Ashari, Muhammad Fatkhan (2010), Peran Dan Tugas Guru Dalam Manajemen
Sekolah Dan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Jurusan
Sejarah,Semarang : Universitas Negeri Semarang.

Azwar, Saifudin, (2003), Sikap Manusia ; Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta


: Pustaka Pelajar.

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


Ariani, N.P. (2006). Hubungan karakteristik remaja, keluarga dan pola asuh
dengan perilaku remaja: merokok, agresif, dan seksual pada siswa SMA
dan SMK di kecamatan Bogor Barat. Program Magister Ilmu
Keperawatan. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Badan Narkotik Kota Depok. (2008). Laporan tahunan Badan Narkotik Kota
Depok Tahun 2008. Depok: BNK

Badan Narkotik Nasional Republik Indonesia. (2011). Survey Ekonomi Akibat


Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Indonesia. Jakarta:
Puslitbang Dan Info Lakhar BNN

Badan Pusat Statistik. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Becker, M.H. (1979). Psychosocial Aspects of Health Related Behavior, dalam


H.E., Freeman dan S. Levine (eds.,), Handbook of Medical Sociology,
PrenticeHall, Englewood Cliffs: New Jersey.

Biro Pusat Statistik Kota Depok, 2004, Depok Dalam Angka, Pemerintah Kota
Depok.

Biro Pusat Statistik, 2001, Statistik Indonesia, www.datastatistik-Indonesia.go.id

BKKBN. (2013). Profil Kependudukan dan Pembangunan Indonesia 2013. Badan


Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Kota Depok 2004.

Crawford, S., Garrard, J. & Godbold, T. (2008). Promoting active travel to


school: impacts of the Ride2School pilot program on students' travel
behaviour, in „A global world - practical action for health and well being :
Proceedings of the Population Health Congress‟, Population Health
Congress. Brisbane.

Danim, Sudarwan. (2010). Media Komunikasi pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Depdiknas, (2008), Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Jakarta : Direktorat


Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional.

Depkes RI. (2003), Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Jakarta: Dirjen
Pembinaan Kesehatan Masyarakat.

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


Depkes RI, (2004). SUSENAS (Survey Kesehatan Nasional 2004). Pedoman
Modul Perumahan dan Pemukiman dan Kesehatan. Balitkebangkes,
Jakarta.

Depkes RI, (2005). Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI, (2007), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Depkes RI. Jakarta.

Depkes RI, (2008), Pedoman Perencanaan ; Pembentukan dan Pengembangan


Puskesmas Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Kabupaten/Kota,
Jakarta : Depkes RI.

Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan; Panduan


Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Trans Info Media.
Jakarta.

Dinkes Kota Depok, (2009), Profil Dinas Kesehatan Kota Depok.

Elligot, Deborah, Katheleen Leask Capitulo, Diana Lynn Morris & Elizabeth R.
Click, (2010). The Effect of a Holistic Program on Health-Promoting
Behavior in Hospital Registered Nurse. Journal of Holistic Nursing,
American Holistic Nurses Assocoation, Vo. XX. X,2010.

Ennett, S. T., Rosenbaum, D. P., Flewelling, R. L., Bieler, G. S., Ringwalt, C. L.,
& Bailey, S. L. (1994). Long-term evaluation of Drug Abuse Resistance
Education. Addictive Behaviors, 19(2), 113–125.

Ervin, Naomi, (2002), Advanced Community Health Nursing Practice:


Population-Focused Care, Prentice Hall.

Friedman, Marilyn M., Bowden, Vicky R, & Elaine G, Jones, (2003), Family
Nursing ; Research, Theory, & Practice, Fifth Edition, New Jersey ;
Prentice Hall.

Friedman, M., Bowden, V. r., & Jones, E.G. (2010). Family Nursing : Research,
Theory & Practice. Connectius : Appleton & Lange.

Gatra, (2001). www.Gatra.co.id/ Situs Anti Rokok; Jakarta, Forum Disdokkes.


Diakses pada tanggal 10 April 2015.

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


Glanz, K., Rimer, B.K. & Lewis, F.M. (eds). (2002). Health Behavior and Health
Education: Theory, Research and Practice, 3rd edn. Jossey-Bass, San
Francisco, CA.

Global Youth Tobacco Survey Collaborating Group. (2003), Differences In


Woridwide Tobacco Use By Gender : Finding Frm The Global Youtj
Tobacco Survey. Jurnal Of School Health.

Gillies, D.A. (2000), Nursing Management: A System Approach. 3rd ed.


Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Green, L.W., & Kreuter, M.W. (2000). Health promotion planning an educational
and environmental approach. (2nd ed.). Mountain View: Mayfield
Publishing Company.

Harlina & Satya Joewana. (2008). Belajar Hidup Bertanggung Jawab, Menangkal
Narkoba dan Kekeraasan. Cet. 3. Jakarta : Balai Pustaka.

Hawari. R, M. (2005). Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Remaja &


Kamtibmas. Jakarta: BP Dharma Bhakti.

Hawari. R, M. (2009). Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Remaja &


Kamtibmas. Jakarta: BP Dharma Bhakti.

Helvie,C.O. (1998). Advance Prectice Nursing in The Community. California:


Sage Publication.Inc.

Huber, D. (2000). Leadership and Nursing Care Management. 2nd edition.


Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Hurlock, E.B. (2002). Psikologi Perkembangan. Erlangga. Jakarta

Hitchcock, J.E., Schubert, P.E., Thomas, S.A. (1999). Community health nursing:
caring in action. Albani : Delmas Publisher.

Irma, (2009), Konseling Pada Remaja, Jakarta: Media Press.

Jarvis, Matt, (2000), Teori – Teori Psikologi : Pendekatan Modern untuk


Memahami Perilaku, Perasaan, dan Pikiran Manusia, Bandung : Nusa
Media.

Janis Irving L & Mann Leon. (1985). Decision Making A Psychological Analysis
of Conflict, Choice, and Commitment. London: The Free Press.

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


Joewana, S. (2005). Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif. Jakarta: EGC.

Keputusan Mentri Kesehatan NOMOR 279/MENKES/SK/IV/2006 tentang


Pedoman Upaya Kesehatan Masyarakat.

Keputusan Menteri Kesehatan RI NOMOR 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang


Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI, (2011). Profil Kesehatan Indonesia 2010.


http://www.depkes.go.id.

Komalasari, D. & Helmi, A.F. (2003). Faktor-faktor penyebab Perilaku Merokok


Pada Remaja.

Lufthiani, (2011), Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya Terhadap


Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba
Di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan , Tesis , Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Maglaya, Aracelli S. (2009) Nursing Practice in The Community, 4th Edition,


Makarina City; Argonauta Coorporation.

Marquis, B.L., & Huston, C.J. (2010). Kepemimpinan Dan Manajemen


Keperawatan Teori dan Aplikasi, Ed. 4. Jakarta :EGC.

Marquis, B.L., & Huston, C.J. (2006), Leadership Roles And Roles Management
Functions In Nursing: Theory And Application. 5th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Mc.Murray, A. (2003). Community Health and Wellness : a Sociological


approach. Toronto : Mosby.

NANDA. (2012). North American Nursing Diagnoses Clasification 2012-2014.

Nies, M.A., and McEwan, M. (2007). Community health nursing: promoting the
health of population. (3rd Ed.), Philadelphia: Davis Company.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka


Cipta.

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


Papalia, E. D., Olds, W. S., Feldman, D. R., (2004). Human Development (tenth
Edition). New York: Mc. Graw Hill.

Peraturan Daerah Kota Depok No. 03 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa
Rokok.

Pender, N.J., Murdaugh, C.L., & Parsons, M.A. (2006). Health promotion in
nursing practice. (4th ed). New Jersey: Prentice Hall

Potter & Perry. (2005). Fundamentals of Nursing: Concepts, Proccess, and


Practice. St. Louis: Mosby Year Book Inc.

Puskesmas Sukatani, (2013). Profil Puskesmas Sukatani Depok.

Rahmawati, A. (2011). Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba pada


Pecandu Narkoba di “Rumah Damai” Kecamatan Gunungpati. TESIS:
Universitas Negeri Semarang.

Ria, R T. (2012). Model Teman Sebaya Sehat (TEBARS) Untuk Mencegah


Penyalahgunaan Narkotika Alkohol Psikotropika Dan Zat Adiktif
(NAPZA) Pada Siswa SMP 8 Depok, Karya Tulis Akhir, Tidak Di
Publikasikan.

Ritanti, (2010). Pengalaman keluarga yang mempunyai anak pengguna NAPZA


dalam menjalani kehidupan bermasyarakat di Kelurahan Pal Merah
Jakarta Barat. Thesis. FIK UI. Depok.

Rosenstock, Irwin M., (1974). The Health Belief and Preventive Health
Behavior. Health Education Monograph, 2(4): 354.

Santrock, J W. (2007). Remaja Edisi 11 Jilid 2. Jakarta : Erlangga

Santrock, John W., (2011), Life – Span Development, Thirteenth Edition, New
York; McGraw-Hill.

Saucier, L.K., Janes, S., (2009). Community health nursing; caring for the
public‟s health. Second edition. USA: Jones and Bartlett Publisher, LLC

Setiadi dan Nugroho. (2003). Perilaku konsumen konsep dan impplikasi untuk
strategi dan Penelitian Pemasaran, Prenada Media, Jakarta

Sumodiningrat. (2007), Konsep Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta : Sagung


Seto.

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


Surjanto. (2005). Perilaku Merokok Pelajar SMP Surakarta Tahun 2004, Skripsi.
Fakultas KesehatanMasyarakat, UGM. Yogyakarta

Susanto, T, (2011). Model Remaja Untuk remaja Dalam Pemenuhan Kebutuhan


Kesehatan Reproduksi Remaja di Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis
Kota Depok. Karya Ilmiah Akhir Spesialis Keperawatan Komunitas. FIK
UI. Depok.

Suwarjo, (2008), Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk


mengembangkan Resiliensi Remaja, Makalah, Jurusan Psikologi
Pendidikan Dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sholihah, M. (2014), Gambaran Peluang Perubahan Perilaku Perokok Dengan


Health Belief Model Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Ciputat
Tangerang Selatan, Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sprinthall, N. A. & Collins, A. W. (1995). Adolescent psychology, a development


View. USA : Mc Graw – Hill, Inc.

Stanhope, Marcia & Lancaster, Jeannette (2004), Community and Public Health
Nursing, Sixth Edition, Mosby.

Steinberg. (2002), Adolescence.6th Ed. USA: McGraw Hill Higher Education.

Siagian, Sondang P. (2002), Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta:


Asdi Mahasatya.

Siregar, R.A. (2006). Harga Diri Pada Remaja Obesitas. Fakultas Kedokteran.
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Siswanto. (2007), Pengantar Manajemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Swansburg, R. C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen


Keperawatan. Jakarta : EGC

Swansburg, R.C. & Swansburg, R.J. (1999). Introductory management and


leadership for nurses. Canada : Jones and Barlett Publishers.

Swansburg, R.C. (1994), Introductory Management And Leadership For Clinical


Nurses, Jones & Barnett Publishers Inc.

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015


Tasman. (2005). Hubungan Lingkungan Eksternal Remaja dengan Risiko
Penyalahgunaan NAPZA pada siswa di SMA/SMK kec. Beji Depok :
Thesis Program Magister Ilmu Keperawatan FIK-UI: tidak di
publikasikan.

Undang-undang Nomor 35 tahun tentang NAPZA 2009

Undang-undang Nomor 36 tahun tentang Kesehatan 2009

Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Velicer, W.F., Rossi, J.S., Prochaska, J.O., & DiClemente, C.C. (1996). A
criterion measurement model for health behavior change. Addictive
Behaviors, 21, 555-584. PMID: 8876758.

Velicer,F,W., Diclemente,C., Rossi,J.,& Prochaska,J. (1990). Relapse Situations


and Self-efficacy: An Integrative Model. Addictive Behaviors. Vol.15,
271-283.

Veugelers Paul J & Schwartz Margaret E. (2010). "Comprehensive school health


in Canada." Canadian journal of public health = Revue canadienne de
santé publique 101 Suppl 2: S5-8.

Wahyuni, Dwi & Rahmadewi, (2011), Kajian Profil Penduduk Remaja, Jakarta :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan, Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

World Health Organization, (2007). The WHO expert committe on problems


related to alcohol consumtion. Second report. WHO Technical Report
Series No 994. Geneva.

World Health Organization, (2008). Adolescent Friendly Health Services,


Geneva: WHO.

Yulisman A, (2003). Rokok dan tuberkulosis paru. Jurnal Kedokteran dan


Farmasi MEDIKA, Nomor 5 Tahun ke XXIX, Jakarta.

Gerakan remaja..., Koernia Nanda Pratama, FIK UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai