Anda di halaman 1dari 1

Menjadi perfeksionis tidak selalu menghambat seseorang untuk menjadi realistis dalam

perspektifnya memutuskan dan memecahkan suatu persoalan. Hal tersebut saya buktikan selama
menjabat sebagai sekretaris umum lalu ketua MPK semasa SMA. Momen seperti case-building
dalam National School Debating Championship menuntut saya untuk tidak hanya berpikir
secara cepat, kreatif, dan sistematis, tetapi juga on target dalam hal menyempurkan argumen
yang akan saya pertahankan. Dengan penuh determinasi, saya mencoba untuk lebih visioner.
Sebagai amatir pada tahun pertama membuat saya berpikir bahwa selain berusaha secara
maksimal, melakukam observasi terhadap experienced debaters adalah alternatif bijak. Selang
waktu satu tahun bukanlah hal mudah untuk tetap dalam konsistensi penuh dan tekad yang kuat.
Akan tetapi, hasil yang manis tentu adalah manifestasi atas komitmen yang selama ini
diperjuangkan “... the next best speaker is, Hanif”. Menjadi aktif di luar kehidupan akademik
membentuk saya yang selalu berprinsip bahwa prioritas adalah suatu hal yang bukan tentang
akan dibagi berapa tetapi akan dikalikan berapa dalam berbagai hal yang akan saya lakukan.
Setiap orang pasti pernah merasa tidak percaya diri, ragu, atau bahkan menjadikan orang lain sebagai
parameter atas dirinya sendiri. Namun, ada suatu hal yang membuat saya percaya bahwa hidup
tidak selalu tentang dimana saya ditakdirkan, seberapa banyak masalah yang saya hadapi, atau
seberapa sulit realitas yang menunggu untuk diambil berbagai pelajaran darinya. “Sometimes
glass glitters more than diamonds because it has more to prove.” ― Terry Pratchett. Saya yakin
bahwa ketika saya mampu untuk belajar dari sekecil apapun masalah, maka saat itu saya telah
meningkatkan value saya sebagai suatu entitas.

Anda mungkin juga menyukai