Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami sehingga laporan praktikum untuk mata kuliah Kemah Kerja
yang berjudul “SIMULASI FIELDCAMP 2019” ini dapat diselesaikan. Tidak lupa juga
shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Terimakasih kami ucapkan kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dan
membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini, sehingga laporan ini dapat terselesaikan
dengan maksimal. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya
karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi memperbaiki laporan yang telah kami buat sehingga di masa yang
akan datang menjadi lebih baik lagi. Semoga laporan ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 4. HASIL DAN ANALISIS ............................................................................................ 37
4.1 Hasil .............................................................................................................................. 37
4.1.1 GNSS......................................................................................................................... 37
4.1.2 Kerangka Kontrol Horizontal .................................................................................... 38
4.1.3 Kerangka Kontrol Vertikal (KKV) ....................................................................... 42
4.1.4 Detail Situasi ......................................................................................................... 45
4.2 Analisa........................................................................................................................... 47
4.2.1 GNSS..................................................................................................................... 47
4.2.2 Kerangka Kontrol Horizontal ................................................................................ 47
4.2.3 Kerangka Kontrol Vertikal .................................................................................... 47
4.2.4 Detail situasi .......................................................................................................... 48
BAB 5. PENUTUP .................................................................................................................. 49
5.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 49
5.2 Saran ............................................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 50
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 51
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan..................................................................................... 51
Lampiran 2. Data Hasil Pengukuran Detail ......................................................................... 52
Lampiran 3. Koordinat Titik Detail ..................................................................................... 55
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi ketelitian survei GPS (Sumber : Abidin, 2007) .......... 6
Gambar 2. Metode penentuan posisi dengan GPS (Sumber : Abidin, 2007) ............................ 7
Gambar 3. Sudut horizontal dan vertikal (Sumber : Chatarina, 2004) .................................... 12
Gambar 4. Poligon tertutup (Sumber : Chatarina, 2004) ......................................................... 13
Gambar 5. Poligon terbuka (Sumber : Chatarina, 2004) ......................................................... 14
Gambar 6. Poligon bercabang (Sumber : Chatarina, 2004) ..................................................... 14
Gambar 7. Poligon terikat sempurna (Sumber : Chatarina, 2004) ........................................... 15
Gambar 8. Poligon terikat tidak sempurna (Sumber : Chatarina, 2004) .................................. 15
Gambar 9. Poligon bebas (Sumber : Chatarina, 2004) ............................................................ 15
Gambar 10. Bidang referensi ketinggian (Sumber : Basuki, 2006) ......................................... 21
Gambar 11. Pengukuran sipat datar (Sumber : Basuki, 2006) ................................................. 21
Gambar 12. Metode Leapfrog (Sumber : Nurjati, 2004) ......................................................... 22
Gambar 13. Pengukuran sipat datar terbuka (Sumber : Purwaamijaya, 2008) ........................ 24
Gambar 14. Pengukuran sipat datar terbuka terikat (Sumber : Nurjati, 2004) ........................ 25
Gambar 15. Pengukuran sipat datar tertutup (Sumber : Purwaamijaya, 2008) ....................... 26
Gambar 16. Lokasi pengukuran ............................................................................................... 34
Gambar 17. Diagram alir ......................................................................................................... 35
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Ketelitian dan Toleransi Pengukuran Waterpass ....................................................... 27
Tabel 2. Alat dan bahan pengukuran GNSS ............................................................................ 30
Tabel 3. Alat dan bahan pengukuran KKV .............................................................................. 31
Tabel 4. Alat dan bahan pengukuran KKH .............................................................................. 32
Tabel 5. Alat dan bahan pengukuran detail ............................................................................. 33
iv
BAB 1. PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini antara lain :
1. Menentukan posisi suatu titik di permukaan bumi
2. Menentukan ketinggian suatu titik di permukaan bumi
3. Membuat peta topografi dari wilayah yang diukur
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini antara lain :
1. Dapat mengetahui posisi suatu titik di permukaan bumi
2. Dapat mengetahui ketinggian suatu titik di permukaan bumi
3. Dapat mengetahui topografi dari wilayah yang diukur
2
BAB 2. DASAR TEORI
3
2.2 Global Positioning System (GPS)
2.2.1 Global Positioning System (GPS)
GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan
satelit yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem yang dapat
digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca ini, didesain untuk
memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi yang teliti dan juga informasi
mengenai waktu secara kontinyu di seluruh dunia. Saat ini GPS telah sangat
banyak digunakan orang di seluruh dunia dalam berbagai bidang untuk
bermacam ragam keperluan [Abidin, 1995]. Salah satu dari aplikasi GPS ini
adalah dalam bidang survei dan pemetaan, terutama untuk keperluan penentuan
koordinat dari titik-titik di permukaan bumi.
4
Survei penentuan posisi dengan GPS (Survei GPS) secara umum dapat
didefinisikan sebagai proses penentuan koordinat dari sejumlah titik terhadap
beberapa buah titik yang telah diketahui koordinatnya, dengan menggunakan
metode penentuan posisi differensial serta pengamatan fase dari sinyal GPS. Pada
suatu survei dengan GPS, pengamatan GPS dengan selang waktu tertentu
dilakukan baseline per baseline dalam suatu jarimgan dari titik – titik yang akan
ditentukan posisinya. Seandainmya lebih dari dua receiver GPS yang digunalan,
maka pada satu sesi pengamatan dapat diamato lebih dari satu baseline sekaligus.
Pada survei GPS, proses pengolahan data untuk penentuan koordinat dari titik –
titik dalam suatu jaringan pada dasarnya terdiri atas tiga tahap, yaitu :
5
Ketelitian dari koordinat titik – titik yang diperoleh dari suatu survei GPS
secara umum akan tergantung pada empat faktor yaitu : ketelitian data yang
digunakan, geometri pengamatan, strategi pengamatan yang digunakan, dan
strategi pengolahan data yang diterapkan (Abidin & Mugiarto, 2000). Tergantung
pada bagaimana kita memperhitungkan dan memperlakukan faktor – faktor
tersebut, maka kita akan memperoleh tingkat ketelitian yang berbeda – beda.
Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi ketelitian survei GPS (Sumber : Abidin, 2007)
Pada pengukuran GPS, setiap epoknya memiliki empat parameter yang harus
ditentukan : yaitu 3 parameter koordinat X,Y,Z atau L,B,h dan satu parameter
kesalahan waktu akibat ketidaksinkronan jam osilator di satelit dengan jam di
receiver GPS. Oleh karena itu diperlukan minimal pengukuran jarak ke empat
satelit (Maulana, 2014)
Secara garis besar penentuan posisi dengan GPS ini dibagi menjadi dua metode
yaitu metode absolut dan metode relatif
Metode absolut, atau juga dikenal sebagai point positioning menentukan posisi
hanya berdasarkan pada 1 pesawat penerima (receiver) saja. Ketelitian posisi
6
dalam beberapa meter (tidak berketelitian tinggi) dan umumnya hanya
diperuntukkan bagi keperluan navigasi.
Metoda relatif, atau juga sering disebut differentisal positiong menentukan
posisi dengan menggunakan lebih dari sebuah receiver. Satu GPS Dipasang
pada lokasi tertentu dimuka bumi dan secara terus menerus menerima sinyal
dari satelit dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai referensi bagi yang
lainnya. Metode ini menghasilkan posisi berketelitian tinggi (umunya kurang
dari 1 meter) dan diaplikasikan untuk keperluan survei geodesi ataupun
pemetaan yang memerlukan ketelitian tinggi.
7
Kesalahan Ephimiris
Kesalahan ephimiris adalah kesalahan dimana orbit satelit yang dilaporkan
tidak sama dengan orbit satelit yang seharusnya. Pada dasarnya yang dapat
disebabkan oleh faktor :
- Kekurangan teliti pada proses perhitungan orbit satelit oleh station
pengontrol satelit
- Kesalahan dalam prediksi orbit untuk periode setelah uploading ke satelit
- Penerapan kesalahan yang sengaja seperti pada selective availability (SA)
yang sejak 2 Mei 2000 telah ditiadakan.
8
- Gunakan parameter koreksi yang dikirimkan oleh sistem satelit
Bias Troposfer
Ketika sinyal GPS masuk ke lapisan troposfer akan terjadi refraksi yang
menyebabkan adanya perubahan kecepatan dan arah, beberapa cara untuk
mereduksi efek ini adalah :
- Differencing data pengamatan
- Baseline yang pendek
- Diusahakan pada ketinggian dan metologis yang sama
- Menggunakan model koreksi lokal troposfer
- Menggunakan pengamatan water vapor radiometer untuk mengeliminasi
besarnya kompinen basah
- Estimasi besarnya parameter bias troposfer dalam bentuk zenit scacle
factor untuk setiap lintasan satelit
- Gunakan parameter koreksi yang dikirimkan oleh sistem WADGPS
Multipath
Multipath adalah pantulan dari benda – benda disekitar receiver. Ada
beberapa pendekatan dalam menghadapi multipath :
- Hindari lingkungan yang reflektif
- Gunakan antena GPS yang baik dan tepat
- Gunakan bidang dasar antena pengaborsi sinyal
- Jangan amati satelit yang berelevasi rendah
- Lakukan pengamatan yang relatif panjang
Ambiguitas fase (cycle ambiguity)
Ambiguity adalah jumlah gelombang penuh yang tidak terukur oleh
GPS. Ambiguitas ini merupakan bilangan bulat. Pada one-way dan single
difference ambiguitas ini tidak bisa dipisahkan dengan kesalahan dari jam
satelit dan receiver, sedangkan pada pengamatan double difference efek dari
kesalahan jam receiver dan satelit sudah di eliminasi sehingga sifat kebulatan
harganya dapat dihentikan.
9
Cycle clips
Cycle clips adalah ketidakkontinyuan dalam jumlah gelombang penuh dari
fase gelombang pembawa yang diamati karena terputus dalam pengamatan
sinyal. Hal ini disebabkan oleh :
- Mematikan dan menghidupkan receiver
- Terhalangnya sinyal untuk diterima oleh antena
- Rendahnya ratio signal to noise
- Adanya kerusakan komponen dalam receiver
10
- Jarak horizontal (HD) merupakan panjang garis antara dua titik AB yang terletak
pada bidang datar proyeksi.
- Jarak miring (SD) merupakan panjang garis antara dua titik AB yang tidak terletak
pada bidang datar proyeksi.
Pengukuran jarak dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
- Pengukuran jarak dengan pita ukur
Pengukuran dengan pita ukur dilaksanakan dalam enam langkah, yaitu meluruskan,
memberi tegangan, penguntingan, menandai panjang pita, membaca pita, dan
mencatat jarak.
- Pengukuran jarak dengan cara optis
- Pengukuran jarak dengan cara elektronik
Pengukuran jarak elektronik adalah pengukuran jarak menggunakan EDM
(electronic distance measurement). Alat ini menentukan panjang berdasarkan
perubahan fase yang terjadi sewaktu enekgi elektromagnetik dengan panjang
gelombang yang diketahui, merambat dari satu ujung garis ke ujung garis lain dan
kembali. Dengan EDM modern, jarak otomatis ditunjukkan secara digital dan
biasanya alat ini juga dilengkapi reduksi arah horizontal dan vertikal.
Sudut adalah selisih antara dua arah dari dua buah target di titik pengamatan. Sudut dibagi
menjadi dua, yaitu:
- Sudut Horisontal adalah sudut yang terletak pada bidang horizon pengamat, dikenal
dua macam sudut horizontal, yaitu:
- Sudut mendatar (h) adalah sudut yang diukur antara dua buah titik proyeksi target
yang diamati dari pengamat (A’ O B’).
- Sudut jurusan/azimuth (α) adalah sudut yang terletak pada bidang horizontal yang
diukur dari arah utara searah jarum jam sampai proyeksi titik bersangkutan.
- Sudut Vertikal adalah sudut yang terletak pada bidang vertikal titik pengamat,
dikenal dua macam sudut vertikal, yaitu:
- Sudut helling/miring (h) adalah sudut yang diukur dari horizon pengamat sampai ke
titik yang diamati.
- Sudut zenith (z) adalah sudut yang diukur dari zenith pengamat sampai ke titik yang
diamati.
11
Gambar 3. Sudut horizontal dan vertikal (Sumber : Chatarina, 2004)
Azimuth berfungsi untuk mendapatkan arah suatu sisi terhadap arah utara. Ada beberapa
cara untuk mendapatkan azimuth suatu garis, yaitu:
1. Cara lokal, azimuth awal dari suatu rangkaian pengukuran poligon diambil
sembarang besaran sudut.
2. Diikatkan pada dua buah titik tetap yang diketahui koordinatnya, sehingga azimuth
dapat dihitung.
3. Dengan kompas, azimuth dengan kompas dilakukan pada pengukuran azimuth awal
dan azimuth akhir dari suatu sisi poligon.
4. Dengan pengamatan astronomis (azimuth matahari).
2.3.1 Poligon
Metode poligon adalah metode penentuan posisi lebih dari satu titik
dipermukaan bumi, yang terletak memanjang sehingga membentuk segi banyak
(Wongsotjitro, 2002). Unsur-unsur yang diukur adalah unsur sudut dan jarak, jika
koordinat awal diketahui, maka titik-titik yang lain pada poligon tersebut dapat
ditentukan koordinatnya.
12
Pada poligon tertutup, garis-garis kembali ke titik awal sehingga
membentuk segi banyak. Koordinat awal sama dengan koordinat akhir dan
azimuth awal sama dengan azimuth akhir. Poligon tertutup memberikan
pengecekan pada sudut-sudut dan jarak tertentu, suatu pertimbangan yang
sangat penting. (Chatarina, 2004)
13
Poligon Terbuka
Poligon terbuka adalah poligon yang titik awal dan titik akhirnya merupakan
titik yang berlainan (Chatarina, 2004).
Poligon bercabang adalah suatu poligon yang dapat membentuk simpul satu
atau lebih titik simpul, yaitu titik-titik dimana cabang itu terjadi. Cabang ini
biasanya terbuka, tetapi dapat juga cabang ini menutup pada cabang yang
lain. (Chatarina, 2004)
14
Gambar 7. Poligon terikat sempurna (Sumber : Chatarina, 2004)
15
2.3.3 Formula Pengukuran Poligon
Rumus umum yang digunakan dalam perhitungan poligon adalah sebagai
berikut.
Keterangan:
Menghitung Jarak
𝑑𝐴𝐵 = √(𝑋𝐵 − 𝑋𝐴 )2 − (𝑌𝐵 − 𝑌𝐴 )²
Menghitung Sudut Jurusan
𝑋𝐵 − 𝑋𝐴
𝛼𝐴𝐵 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑎𝑛
𝑌𝐵 − 𝑌𝐴
Dalam menentukan nilai azimuth awal dan akhir biasanya berdasarkan titik
ikat yang telah diketahui. Dimana dalam perhitungannya harus diperhatikan letak
kuadran dari sudut yang dihasilkan tersebut.
Syarat Sudut
Keterangan:
16
𝛼𝑎𝑤 = azimuth awal
n = jumlah titik
Syarat Absis
𝑋𝑎𝑘 − 𝑋𝑎𝑤 = ∑ ∆𝑋
Keterangan:
Syarat Ordinat
𝑌𝑎𝑘 − 𝑌𝑎𝑤 = ∑ ∆𝑌
Keterangan:
Dengan:
𝛣 = sudut
𝑎 = azimuth
17
𝑛 = bilangan bulat
o Poligon Tertutup
𝑎𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑎𝑎𝑤𝑎𝑙 = 0
𝑛
𝑓𝑏 = (∑ 𝑏𝑖 − (𝑛 − 2)𝑥180))
𝑖=1
Dengan:
𝛣 = sudut
b. Kesalahan Absis
o Poligon Terbuka
𝒋=𝒊+𝟏
o Poligon Tertutup
𝑿𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 − 𝑿𝒂𝒘𝒂𝒍 = 𝟎
𝒋=𝒊+𝟏
c. Kesalahan Ordinat
o Poligon Terbuka
𝒋=𝒊+𝟏
o Poligon Tertutup
𝒀𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 − 𝒀𝒂𝒘𝒂𝒍 = 𝟎
18
𝒋=𝒊+𝟏
Koreksi = - kesalahan
𝑓′𝑏 = −𝑓𝑏
𝑓′𝑏
𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 ∶ 𝑏′𝑖 = 𝑛
19
peta. Titik-titik detail adalah titik-titik yang ada di lapangan antara lain yaitu
titik pojok bangunan, batasan tanah, titik sepanjang pinggiran jalan serta titik-
titik lain yang letak dan kerapatannya ditentukan untuk menggambarkan
bentuk permukaan tanah. Beberapa metode dalam pengukuran titik-titik
detail yang dapat dilakukan diantaranya adalah metode tachimetri, metode
offset dan metode grafis. Data geometris yang diukur dapat dibagi menjadi
dua macam data, yaitu:
Data planimetris yang dapat dibagi lagi menjadi jarak mendatar
dan sudut mendatar,
Data tinggi (Umaryono, 1986).
Posisi vertikal dapat memberikan gambaran atas relief (naik/turun) dan bentuk
permukaan bumi, oleh karena itu penentuan posisi vertikal merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam pemetaan dan surveying secara umum. Dalam pemetaan dan surveying telah
dikenal dengan istilah “kerangka dasar” yaitu suatu titik atau lebih yang dijadikan sebagai
acuan dari titik-titik detail yang akan dipetakan. Kerangka dasar ini tidak hanya digunakan
sebagai acuan posisi horizontal namun juga sebagai acuan posisi vertikal.
20
Gambar 10. Bidang referensi ketinggian (Sumber : Basuki, 2006)
Prinsip penentuan beda tinggi dengan sipat datar menggunakan garis bidik
sebagai garis datar (BT). Di titik 1 dan 2 berdiri rambu ukur secara tegak. Jarak
vertikal rambu di titik 1 BTb dan BTm dapat diukur. Pada titik 1 dan 2 angka rambu
adalah nol. Maka beda tinggi titik 1 dan 2 (∆12) adalah:
21
2.4.2 Metode Pengukuran Beda Tinggi
2.4.2.1 Metode Pulang Pergi
Pada saat pembacaan rambu, digunakan metode pulang pergi, yaitu setelah
mengukur beda tinggi AB, maka rambu A dipindahkan ke titik C untuk mengukur
beda tinggi BC sehingga akan kita dapatkan beda tinggi BC. Setelah itu, rambu B
dipindahkan ke titik D sehingga akan di dapat beda tinggi CD. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi kesalahan pembacaan rambu yang diakibatkan skala nol pada
rambu yang dikeluarkan oleh pabrik tidak berada pada skala nol sebenarnya. Sesuai
orde pengukuran yaitu orde 2 berdasarkan SNI Jaring Kontrol Vertikal .Untuk
mengoreksi data beda tinggi yang didapat, digunakan rumus:
Setelah semua data terkoreksi, maka beda tinggi antara dua titik dapat
diketahui dengan rata-rata beda tinggi antara pulang dan tinggi pergi.
∆𝑯𝒑𝒆𝒓𝒈𝒊 − ∆𝑯𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈
∆𝑯 =
𝟐
Satu slag adalah satu kali alat berdiri untuk mengukur rambu muka dan
rambu belakang.
Satu seksi adalah suatu jalur pengukuran diantara dua benchmark.
Satu kring/sirkuit adalah suatu pengukuran sipat datar yang sifatnya
tertutupdan terbuka sehingga titik awal dan titik akhir adalah sama.
22
2.4.2.2 Metode Double Stand
Metode sipat datar adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik
atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan
tinggi di atas air laut ke suatu titik tertentu sepanjang garis vertikal. Tujuan dari
pengukuran penyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur.
Misalnya bumi, bumi mempunyai permukaan ketinggian yang tidak sama
atau mempunyai selisih tinggi. Apabila selisih tinggi dari dua buah titik dapat
diketahui maka tinggi titik kedua dan seterusnya dapat dihitung setelah titik pertama
diketahui tingginya.
Sebelum digunakan alat sipat datar mempunyai syarat yaitu garis bidik harus
sejajar dengan garis nivo. Dalam keadaan di atas, apabila gelembung nivo tabung
berada di tengah, garis bidik akan mendatar. Oleh sebab itu, gelembung nivo tabung
harus di tengah setiap kali akan membaca skala rambu.
a. Station, merupakan titik dimana rambu ukur ditegakan, bukan tempat alat
sipat datar ditempatkan. Tetapi pada pengukuran horizontal, station adalah
titik tempat berdiri alat.
b. Tinggi alat, adalah tinggi garis bidik di atas tanah dimana alat sipat datar
didirikan.
c. Tinggi garis bidik, adalah tinggi garis bidik di atas bidang referensi
ketinggian (permukaan air laut rata-rata)
d. Pengukuran ke belakang, adalah pengukuran rambu yang ditegakkan di
station belakang yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk
mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya disebut rambu belakang.
e. Pengukuran ke muka, adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di station
yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis
bidik. Rambu di sebut rambu muka.
f. Titik putar (turning point), adalah station dimana pengukuran ke belakang
dan ke muka dilakukan pada rambu yang ditegakan di station tersebut.
Mendirikan waterpass di antara dua titik target merupakan pekerjaan yang
sering dijumpai dilapangan. Penempatan waterpass di antara dua titik target ini tidak
perlu segaris dengan kedua titik tersebut, yang penting jarak diantara waterpass dan
titik-titik tersebut diusahakan sama atau hampir sama panjangnya.
Dalam aplikasi sesungguhnya jarak-jarak antara titik-titik tersebut
panjangnya tidak diukur (secara optis) dengan alat waterpas, tetapi diukur dengan
23
alat ukur jarak langsung (misalnya pita ukur, EDM dan lainnya). Pengukuran jarak
secara optis dengan alat waterpas ini digunakan untuk membandingkan dengan hasil
yang diperoleh dari pengukuran jarak langsung tersebut ataupun untuk mengecek
bacaan benang tengahnya, apakah telah memenuhi ketentuan bahwa BT = ½ (BA +
BB).
Satu kedudukan waterpas di antara dua titik target yang ditegakkan rambu
ukur disebut slag, pengukuran dalam satu hari terdiri dari beberapa slag yang dikenal
dengan istilah seksi, sedangkan trayek adalah panjang pengukuran dari beberapa
seksi, yang merupakan panjang dari satu pekerjaan projek. Spesifikasi teknik
pengukuran waterpass adalah sebagai berikut:
a. Maksud pengukuran waterpass adalah untuk menentukan ketinggian titik-
titik terhadap bidang referensi tertentu yang akan digunakan sebagai jaring
sipat datar pemetaan.
b. Alat ukur yang dipakai adalah waterpass
c. Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi
d. Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap
e. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang
menjadi rambu muka.
f. Pengukuran waterpass dilakukan dengan cara double stand, ring.
g. Toleransi kesalahan pembacaan stand 1 dengan stand 2 adalah < 2 mm
h. Pembacaan rambu dengan tiga benang (benang atas, tengah, dan bawah).
∆𝐻𝐴𝐵 = 𝐻𝐵 − 𝐻𝐴 , 𝐻𝐵 = 𝐻𝐴 + ∆𝐻𝐴𝐵
24
∆𝐻𝐵𝐶 = 𝐻𝐶 − 𝐻𝐵 , 𝐻𝐶 = 𝐻𝐵 + ∆𝐻𝐵𝐶
∆𝐻𝐶𝐷 = 𝐻𝐷 − 𝐻𝐶 , 𝐻𝐷 = 𝐻𝐶 + ∆𝐻𝐶𝐷
∆𝐻𝐷𝐸 = 𝐻𝐸 − 𝐻𝐷 , 𝐻𝐸 = 𝐻𝐷 + ∆𝐻𝐷𝐸
∆𝐻𝐸𝐹 = 𝐻𝐹 − 𝐻𝐸 , 𝐻𝐹 = 𝐻𝐸 + ∆𝐻𝐸𝐹
𝐻𝑛 = 𝐻1 + ∑𝑛𝑖=1 ∆𝐻𝐼,𝑖+1
Agar didapatkan hasil yang teliti, maka perlu koreksi dengan asumsi bahwa
beda tinggi pergi sama dengan beda tinggi pulang. Apabila terdapat perbedaan maka
kesalahannya diberikan dan dibagi rata pada hasil pengukuran beda tinggi.
Tetapi apabila titik awal dan akhir diikatkan pada titik tetap maka dapat dilakukan
koreksi sebagai berikut.
Gambar 14. Pengukuran sipat datar terbuka terikat (Sumber : Nurjati, 2004)
Keterangan:
B dan C = titik ikat
1,2,3,4 = titik yang dicari tingginya
𝑛
𝐻𝐵𝐶 = 𝐻𝐶 − 𝐻𝐵 = ∑ ∆𝐻 + 𝑘
1
𝑘
𝐶=
𝑛−1
Keterangan:
25
𝐶 = koreksi (-kesalahan)
𝑘 = kesalahan
𝑛 = banyaknya titik
𝑛 − 1 = banyaknya slag
2.4.3.2 Sipat Datar Tertutup
Kesalahannya:
𝑛−1
∑ ∆𝐻 + 𝑘 = 0
1
𝑛−1
∑ ∆𝐻 = 𝑘
1
−𝑑𝑛
𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑏𝑒𝑑𝑎 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 = 𝑥𝑠 𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
∑𝑑
26
Berikut merupakan tabel ketelitian dan toleransi dari waterpass.
27
2.5.1 Perataan Bersyarat
Metode kuadrat terkecil dengan membuat syarat pada besaran pengukuran.
Metode ini sering disebut metode bersyarat. Jika pada perataan parameter harus
ditentukan banyaknya n (jumlah pengukuran) dan u (syarat pengukuran), pada
perataan ini juga tetap harus ditentukan. Selanjutnya dari nilai n dan u tersebut
digunakan untuk menentukan banyaknya persamaan syarat r yang harus ditentukan r
= n – u. Karena n>= u, maka nilai r selalu >= 0. Jika r tepat sebesar 0, berarti tidak
perlu adanya hitungan perataan karena tidak akan didapatkan nilai koreksi
pengukuran. Berikut merupakan rumus umum dari perataan bersyarat.
𝑊 + 𝐵𝑉 = 0
Dalam hal ini.
A = matriks desain (r x n)
W = matriks pengamatan (r x l)
r = jumlah persamaan
𝑃−1 = matriks bobot (n x n)
n = jumlah pengamatan
K = matriks korelat (r x l) ((𝐴𝑃−1 𝐴𝑇 )−1 𝑊)
V = matriks koreksi (n x l) (−(𝑃−1 𝐴𝑇 𝐾))
𝑊𝑇𝐾
𝜎0 ² = variansi ( 𝑛−𝑢 )
28
tersebut. Sehingga, akan didapatkan sejumlah n banyaknya ukuran persamaan. Berikut
merupakan rumus umum dari perataan parameter.
𝑊 + 𝐴𝑋 − 𝑉 = 0
29
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
Payung 1 set
Statif 1 buah
Patok 1 buah
30
Pengukuran KKV
Tabel 3.2 merupakan alat-alat yang digunakan dalam pengukuran KKV selama
simulasi fieldcamp.
Tabel 3. Alat dan bahan pengukuran KKV
Payung 1 Buah
Statif 1 Buah
Patok 1 Buah
31
Pengukuran KKH
Tabel 3.3 merupakan alat-alat yang digunakan dalam pengukuran KKH selama
simulasi fieldcamp.
Tabel 4. Alat dan bahan pengukuran KKH
Payung 1 Buah
Statif 1 Buah
Patok 1 Buah
Jalon 1 Buah
32
Prisma 1 Buah
Pengukuran Detail
Tabel 3.4 merupakan alat-alat yang digunakan dalam pengukuran detail selama
simulasi fieldcamp.
Tabel 5. Alat dan bahan pengukuran detail
Payung 1 Buah
Statif 1 Buah
33
Patok 1 Buah
34
3.3 Diagram Alir
35
Pada pengukuran KKV dilakukan pengukuran dengan metode Double Stand
pada hari Jumat, 3 Mei 2019.
4. Pengukuran Detail
Pada pengukuran Detail dilakukan pengukuran dengan metode Tachimetri pada
hari Sabtu, 4 Mei 2019.
c. Tahap Pengolahan
Pada tahap ini dilakukan pengolahan data hasil pengukuran GNSS, KKH,
KKV, dan Detail. Pada pengolahan KKH toleransi kesalahan penutup sudut yang
diperbolehkan sebesar 10√4 dimana n adalah jumlah titik. Untuk toleransi kesalahan
linier yang diperbolehkan sebesar 1/6000. Pada pengolahan data detail dilakukan
dengan mencatat dan menghitung data jarak dan sudut dari theodolite kemudian
melakukan plotting di AutoCAD Civil 3D
d. Hasil
Hasil output dari pengamatan GNSS, pengukuran KKH, KKV dan Detail yaitu
berupa laporan dan peta topografi.
36
BAB 4. HASIL DAN ANALISIS
4.1 Hasil
Berikut merupakan hasil dari pengamatan GNSS, pengukuran kerangka kontrol
horizontal, kerangka kontrol vertikal, dan detail situasi.
4.1.1 GNSS
Pengamatan GNSS yang dilakukan pada satu titik yaitu titik D seperti sketsa di
bawah ini :
B D
Selain itu, didapatkan pula jarak titik dengan base serta RMSnya
ditampilkan pada tabel berikut :
Nama Std dev n (m) Std dev e (m) Std dev Hz (m) Std dev u (m)
37
4.1.2 Kerangka Kontrol Horizontal
Berikut merupakan hasil pengukuran jarak :
POSISI JARAK
TARGET
ALAT
(m)
C D 55.641
D A 61.366
A B 51.430
B C 50.650
38
Dalam pengolahan data, dilakukan menggunakan metode bowditch dan least square.
Berikut merupakan hasil dalam pengolahan bowditch :
Perhitungan sudut dalam
Berikut merupakan perhitungan sudut dalam dan azimuth. Sudut dalam
dihitung dari bacaan sudut. Untuk azimuth awal didapat dari koordinat hasil
pengamatan GNSS dengan perhitungan sebagai berikut :
𝑋𝑑−𝑋𝑐 698388.351 − 698349.791
ΦCD = tan-1 𝑌𝑑−𝑌𝑐 = tan-1 9195113.692 − 9195153.805 = 136.1308682 ˚
Sehingga dari azimuth tersebut dapat dihitung azimuth titik selanjutnya yang
ditampilkan pada tabel di bawah ini :
POSISI TARGET Β (˚) β' (˚) Φ (˚)
∑β 360.0047
fβ 0.0047
fβ/4 0.0012
Dari hasil di atas didapatkan bahwa kesalahan yang terjadi sebesar 17 detik.
Toleransi yang diperbolehkan adalah 20 detik sehingga pengukuran sudut ini
masuk toleransi.
Perhitungan selisih absis dan ordinat
Berikut merupakan perhitungan selisih absis dan ordinat dengan
menggunakan rumus :
∆x = d * sin ϕ
∆y = d * cos ϕ
39
A B 51.43 32 5 15.6253 - 44.0553 - 43.9977
0 8 6 8 26.5363 26.4560
B C 50.65 35 3 16.8753 29.4879 41.1811 29.5670 41.1244
0 6 8
∑d fx fy ∑(∆x') ∑(∆y')
219.0 -0.3423 0.2453 0.0000 0.0000
9 fL
0.00192
Dari hasil di atas, dapat dihitung pula kesalahan linear yaitu dengan rumus :
fL = √𝑓𝑥 2 + 𝑓𝑦 2
dimana :
fx = Σ∆x dan fy = Σ∆y
Didapatkan hasilnya adalah 0.00192. Toleransi yang diperbolehkan dalam
pengukuran ini adalah 1/6000 atau 0.00017. Sehingga dalam pengukuran ini,
kesalahan linearnya tidak masuk toleransi.
Perhitungan koordinat horizontal
Perhitungan selanjutnya adalah menentukan koordinat X dan Y. Karena
referensi yang digunakan adalah UTM Zona 49S sehingga didapatkan
koordinat berupa easting dan northing sebagai berikut :
40
Matriks desain (A)
Berikut adalah susunan dari matriks desainnya:
XB YB XA YA
dCB -0.582206244 -0.813041136 0 0
dBA -0.513184584 0.858278267 0.513184584 -0.85827827
dAD 0 0 -0.68202008 -0.73133345
βC 2370.962224 -3311.008499 0 0
βB -297.2854217 6779.140217 -2073.6768 -3468.13172
βA -2073.676802 -3468.131719 4366.109373 1009.945121
βD 0 0 -2292.43257 2458.186598
Matriks X
Untuk mencari matriks X digunakan rumus
X = (AtWA)-1(AtWF)
41
sehingga didapatkan hasil berikut :
∆xB -0.0327
∆yB 0.0002
∆xC 0.0173
∆yC -0.0447
42
KODE TITIK JARAK
Dari hasil di atas, pada pengukuran KKV pertama memasuki toleransi karena batas
ambang kesalahan adalah 8√𝐷 dengan D dalam km dan hasilnya millimeter.
Stand 2
KODE TITIK JARAK PENGUKURAN SIPAT DATAR
BACAAN JARAK BEDA KOREKSI TINGGI
OPTIS TINGGI BEDA AKHIR
TINGGI
43
Kemudian dilakukan perataan menggunakan least square. Pada least square
yang digunakan adalah pengukuran stand 1 dengan hasil sebagai berikut :
Desain matriks
Berikut merupakan persamaan yang digunakan untuk perataan berdasar
pengukuran :
V1 = -HC + HD – l1 V1 = HD – ( HC + 1)
V2 = HA – HD – l2 V2 = HA – HD = l2
V3 = HB – HA – l3 V3 = HB – HA – l3
V4 = HC – HB – l4 V4 = - HB – ( -HC +I4)
V2 1 0 -1 HA ∆H2
= * -
V3 -1 1 0 HB ∆H3
V4 0 -1 0 HD HC + ∆H4
Matriks X
Untuk menghitung matriks X dilakukan dengan rumus yang sama seperti
pada KKH yaitu
X = (AtWA)-1(AtWF)
Sehingga didapatkan :
44
HA = 31.817 m
HB 31.829 m
HD 31.967 m
Hasil tersebut telah menunjukkan tinggi dari setiap titik yang belum
diketahui yaitu HA, HB, dan HD dengan tinggi masing-masing 31.817 m,
31.829 m, 31.967 m.
Standard deviasi
Standard deviasi dari pengukuran KKV didapat dari hasil perataan yaitu
sA = 0.000499 m
sB 0.000449 m
sD 0.000424 m
d = 100*(BA – BB )*((SIN(φ)2)
∆h = (50*(BA-BB)*(SIN((2 φ)))+Ta-BT
∆x = d * sin ϕ
∆y = d * cos ϕ
Sehingga didapatkan koordinat dari tiap titik yang telah dibidik (hasil perhitungan
terlampir). Berikut merupakan hasil setelah titik tersebut diplot di AutoCad Civil 3d
45
Gambar 18. Hasil plotting pengukuran detail
46
4.2 Analisa
4.2.1 GNSS
Pada pengamatan GNSS Wilayah di daerah pengamatan banyak terhalang
oleh pohon yang cukup rimbun,. Dari pengamatan GNSS dapat diketahui bahwa
standard deviasi yang didapatkan untuk horizontal 4 mm dan vertikal 9 mm. Pada
pengamatan GNSS hanya dilakukan selama kurang lebih 30 menit dan metodenya
radial sehingga hasilnya sudah cukup bagus.
47
4.2.4 Detail situasi
Pada detail situasi didapatkan hasil plot yang terkadang tidak sesuai keadaan
sebenarnya hal ini bisa dikarenakan kesalahan pengukuran jarak maupun sudut,
selain itu bisa juga diakibatkan kesalahan pengolahan sudut sehingga azimuth salah.
Detail situasi sangan terpengaruh dari hasil kerangka kontrol horizontal, sehingga
ketelitian dalam penentuan koordinat pada kerangka akan menentukan pula dari hasil
titik detailnya.
48
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari pengukuran ini adalah hasil dari tiap-tiap bidang pengukuran,
yaitu :
Dari hasil pengamatan GNSS didapatkan satu titik (D) dengan koordinat
dalam UTM Zona 49 S yaitu 698388.351; 9195113.692 ; 31.977 dengan
standard deviasi vertikal sebesar 0.009 mm dan horizontal 0.004 mm
Kerangka kontrol horizontal terdiri dari empat titik dengan koordinat yaitu :
A (698346.6952; 9195068.628)
B (698320.1972; 9195112.70)
C (698349.791 ,9195153.805)
D (698388.351; 9195113.692)
Dari hasil bowditch didapatkan kesalahan sudut sebesar 17 detik dan
kesalahan linear 0.00192 m. Untuk kesalahan sudut masuk toleransi, tetapi
untuk kesalahan linear tidak masuk toleransi
Dari hasil least square didapatkan standard deviasi dari titik yang dicari yaitu
SxB : 0.002m
SyB : 0.001m
SxA : 0.002m
SyA : 0.002m
Kerangka kontrol vertikal menghitung tinggi dari tiap titik, yaitu :
HA 31.817
HB 31.829
HD 31.967
HC 31.875
Standard deviasi dari pengukuran KKV adalah
sA = 0.000499 m
sB 0.000449 m
sD 0.000424 m
Pada pengukuran detail didapatkan hasil detail situasi yang diplot sehingga
menjadi peta detail situasi
5.2 Saran
Setiap selesai melakukan suatu pengukuran sebaiknya langsung dihitung apakah
pengukuran yang dilakukan sudah toleransi. Sehingga apabila tidak masuk toleransi dan
wakutunya masih cukup, bisa mengulang pengukuran yang dilakukan.
49
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H. Z. 1995. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Abidin, H. Z. 2001. Geodesi Satelit. Bandung: Pradya Paramita.
Abidin, H. Z., & Mugiarto, F. T. (2000). Pengaruh Geometri Jaringan Terhadap Ketelitian
Survei GPS. Jurnal Surveying dan Geodesi, Vol. X. no. 1, hal.2.
Basuki, Slamet. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers.
Maulana, I. 2014. Pengukuran GPS Geodetik dan Terestrial(TLS). Jakarta: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Nugroho, Widyo. 1979. Perataan Jaring Segitiga. Bandung: Departemen Geodesi FTSP
ITB.
Nurjati S, Chatarina. 2004. Ilmu Ukur Tanah II. Surabaya: Program Studi Teknik Geomatika
FTSP ITS.219
Nurjati S, Chatarina. 2004. Ilmu Ukur Tanah I. Surabaya: Program Studi Teknik Geomatika
FTSP ITS.
Parwamijaya, Umaryono U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri A Pengukuran Horizontal.
Bandung: Jurusan Teknik Geodesi FTSP ITB.
Wongsotjitro, Soetomo. 2002. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Kanisius Teknik Survei dan
Pemetaan. Bandung: Departemen Geodesi FTSP ITB.
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 2. Data Hasil Pengukuran Detail
Tinggi Sudut
Berdiri No. Bacaan (m)
Alat Deskripsi Titik Horisontal Vertikal
Alat Titik
(m) BA BB BT ⁰ ′ ″ ⁰ ′ ″
1 ujung gedung 1.550 1.105 1.310 284 54 12 90 0 19
2 pohon 1.535 1.160 1.347 288 45 53 90 0 19
3 pohon 1.510 1.158 1.334 302 47 13 90 0 0
4 gedung 1.501 1.105 1.304 293 18 52 90 0 0
5 gedung 1.345 1.072 1.210 324 44 24 90 0 0
6 gedung 1.480 1.118 1.298 318 26 51 90 0 1
7 pohon 1.480 1.260 1.370 342 41 10 90 0 0
8 pohon 1.428 1.315 1.372 20 9 58 89 59 58
9 pohon 1.503 1.303 1.403 5 52 48 90 0 0
10 jalan 1.328 1.248 1.288 63 31 9 90 0 0
11 jalan (tembok) 1.292 1.105 1.199 19 24 52 90 0 0
12 trotoar kiri 1.332 1.131 1.231 19 50 26 90 0 0
13 trotoar kanan 1.355 1.142 1.248 24 14 20 90 0 0
ujung trotoar
14 1.390 1.254 1.323 103 17 14 90 0 0
kanan
BM C 1.454 15 jalan 1.309 1.282 1.308 106 12 14 90 0 0
16 ujung trotoar kiri 1.082 1.189 1.028 107 52 17 90 0 0
17 ujung tembok 1.082 0.973 1.000 108 8 39 90 0 0
18 ujung sungai 1.512 1.366 1.440 104 3 55 90 0 4
19 dalam sungai 2.468 2.322 2.595 106 17 24 90 0 4
20 ujung sungai 0.890 0.725 0.807 113 47 21 91 59 29
21 sungai dalam 1.925 1.769 1.846 112 53 24 91 59 28
22 trotoar 0.949 0.791 0.870 123 6 19 91 59 29
23 ujung taman 0.821 0.631 0.727 136 17 24 91 59 25
24 jalan (kiri) 0.898 0.579 0.738 237 5 28 91 59 24
25 jalan (kanan) 1.110 0.861 0.985 217 38 48 91 59 20
26 sungai (dalam) 1.640 1.330 1.485 242 15 21 91 59 21
27 taman (tengah) 0.740 0.505 0.623 145 47 15 91 50 8
28 taman (ujung) 0.583 0.300 0.441 147 53 32 91 50 55
29 jalan (kanan) 1.236 1.035 1.135 81 57 21 91 4 18
30 jalan (kiri) 1.390 1.283 1.226 88 48 54 91 4 19
31 Sungai dalam 2.226 1.874 2.050 14 25 5 89 59 39
32 Jalan atas sungai 1.450 1.100 1.275 131 49 18 89 59 39
33 Jalan atas sungai 1.415 1.056 1.235 18 55 8 89 59 39
34 Sungai 2.239 1.882 2.061 18 13 45 89 59 39
35 Sungai 2.285 2.208 2.247 98 28 30 90 17 55
36 Taman 1.444 1.289 1.367 93 9 1 90 17 53
BM D 1.105
37 Sungai (dalam) 2.330 2.278 2.304 100 42 11 90 18 24
38 Jalan 1.523 1.417 1.470 94 39 24 90 17 35
39 Tiang 1.280 1.074 1.176 97 11 43 90 17 35
40 Taman 1.490 1.242 1.366 96 37 36 90 17 34
41 Tulisan Despro 1.074 1.032 1.053 320 57 37 90 17 54
42 Tiang 1.564 1.326 1.473 156 12 35 90 15 15
52
43 Jalan 1.274 0.996 1.100 355 27 5 90 19 5
44 Danau 1.388 1.251 1.320 201 46 50 90 20 40
45 Selokan 1.899 1.540 1.717 355 27 7 90 20 41
46 Danau 1.555 1.443 1.499 220 55 43 90 20 42
47 Pohon 0.481 0.210 0.347 338 0 8 90 20 46
48 Danau 1.554 1.371 1.463 283 27 38 90 20 43
49 Tiang Listrik 1.439 1.101 1.269 359 13 13 90 0 0
50 Danau 0.829 0.628 0.729 307 1 23 90 0 0
51 Pertigaan Despro 1.380 0.979 1.179 336 1 30 90 0 0
52 Pohon 1.006 0.700 0.853 325 34 53 89 59 57
53 Pinggiran Danau 0.502 0.418 0.460 210 30 47 89 59 58
54 Pinggiran Danau 0.628 0.490 0.559 295 59 14 89 59 58
55 Dalam Selokan 2.111 1.769 1.940 1 43 6 89 59 58
56 pintu masuk 1.700 1.148 1.424 319 55 55 89 57 54
57 pintu masuk 1.730 1.250 1.490 319 4 56 89 57 16
58 parkiran 1.701 1.381 1.541 312 24 18 89 52 13
59 pintu masuk 1.678 1.302 1.490 312 35 43 89 52 13
60 pintu masuk 1.638 1.342 1.490 312 19 31 89 52 13
61 pojok parkiran 0.680 0.460 0.570 311 35 39 92 5 41
62 taman 1.165 0.955 1.060 313 28 22 90 55 36
63 jalan 1.770 1.700 1.735 359 30 12 87 51 56
64 jalan 1.838 1.752 1.995 15 30 18 87 51 56
65 taman 1.582 1.518 1.550 268 16 22 89 14 38
66 gedung 1.920 1.600 1.760 91 42 2 89 14 58
67 gedung 1.642 1.378 1.510 101 18 44 89 16 0
68 taman/jalan 1.295 0.925 1.110 76 47 9 90 34 27
69 gedung 0.990 0.769 0.880 137 10 16 90 34 25
70 gedung 1.090 0.890 0.990 137 27 23 90 34 41
71 taman 1.330 1.050 1.190 80 4 55 90 36 32
72 gedung 0.850 0.362 0.606 201 6 46 90 36 28
BM A 1.488
73 pintu masuk 1.366 1.182 1.274 104 34 2 90 36 29
74 pintu masuk 1.359 1.197 1.278 121 21 16 90 10 28
75 taman 1.570 1.090 1.330 206 2 37 90 36 6
76 pojok taman 2.080 1.570 1.825 207 12 19 89 36 13
77 taman 1.557 1.451 1.504 137 19 21 89 36 13
78 ujung parkiran 1.640 1.450 1.545 201 19 5 89 36 7
79 ujung parkiran 1.552 1.368 1.460 189 49 20 89 36 29
80 belokan taman 1.653 1.457 1.555 193 48 25 89 36 28
81 danau atas 1.370 1.161 1.266 14 49 2 89 36 41
82 danau bawah 2.169 1.911 2.040 15 0 40 89 36 42
83 danau atas 1.535 1.290 1.413 32 0 53 89 37 59
84 danau bawah 2.180 1.870 2.025 0 0 51 89 39 26
85 danau atas 0.590 0.370 0.480 33 4 9 90 42 50
86 danau dalam 2.390 2.120 2.255 29 47 54 88 7 44
87 danau atas 2.145 1.825 1.985 52 40 7 88 43 22
88 danau bawah 2.800 2.460 2.630 52 47 34 88 43 24
89 pos 2.070 1.150 1.610 303 13 42 89 5 51
53
90 Belakang Pos 0.877 0.680 0.778 322 8 31 91 43 45
91 Bunderan 1.150 0.498 0.824 268 0 48 90 25 17
92 Bunderan 1.150 0.440 0.795 270 4 32 90 25 15
93 Pinggir Selokan 1.390 1.246 1.318 334 21 7 90 57 49
94 Dalam Selokan 1.909 1.769 1.833 333 53 56 90 57 49
95 Pinggir Selokan 1.900 1.766 1.833 333 41 51 90 57 49
96 Jalan 1.312 1.182 1.247 333 49 43 90 57 49
97 Jalan 1.390 1.332 1.361 326 0 22 90 57 47
98 Trotoar 1.198 1.138 1.168 326 23 56 90 57 48
99 Gedung 1.140 0.948 1.044 218 16 16 90 34 27
100 Gedung 1.270 1.070 1.170 189 41 15 90 34 29
BM B 1.484 101 Gedung 1.206 1.094 1.150 138 21 50 90 35 59
102 Gedung 1.247 1.124 1.185 134 24 17 90 35 0
103 Gedung 1.900 1.775 1.837 107 3 24 87 45 18
104 Gedung 2.162 1.672 2.067 89 14 6 87 45 18
105 Gedung 2.300 2.110 2.205 72 8 24 87 39 3
106 Gedung 2.220 2.013 2.116 85 47 42 87 40 6
107 Selokan 0.730 0.600 0.665 63 1 7 92 16 0
108 Selokan (dalam) 1.669 1.531 1.600 63 1 8 92 16 1
109 Selokan 1.560 1.400 1.480 63 11 30 92 16 0
110 trotoar 1.340 1.205 1.273 59 36 3 89 45 51
111 Taman 1.450 1.370 1.410 91 42 3 89 46 26
112 Taman 1.460 1.200 1.330 80 39 40 89 46 28
54
Lampiran 3. Koordinat Titik Detail
Koordinat
Tinggi
Berdiri No.
Alat Deskripsi Titik
Alat Titik X (m) Y (m) Z (m)
(m)
55
41 Tulisan Despro 698384.183 9195114.210 31.997
42 Tiang 698410.364 9195104.646 31.494
43 Jalan 698367.557 9195132.142 31.818
44 Danau 698393.503 9195100.998 31.670
45 Selokan 698361.499 9195137.518 31.139
46 Danau 698388.926 9195102.507 31.506
47 Pohon 698363.620 9195124.772 32.562
48 Danau 698372.569 9195104.430 31.499
49 Tiang Listrik 698364.598 9195137.738 31.803
50 Danau 698368.394 9195111.296 32.343
51 Pertigaan Despro 698351.212 9195128.815 31.893
52 Pohon 698358.388 9195119.904 32.220
53 Pinggiran Danau 698390.291 9195105.519 32.612
54 Pinggiran Danau 698375.218 9195109.455 32.513
55 Dalam Selokan 698365.400 9195139.047 31.133
56 pintu masuk 698349.521 9195123.755 31.915
57 pintu masuk 698348.442 9195116.596 31.854
58 parkiran 698344.133 9195100.525 31.837
59 pintu masuk 698343.809 9195106.117 31.901
60 pintu masuk 698344.284 9195098.129 31.883
61 pojok parkiran 698344.626 9195090.501 31.932
62 taman 698345.405 9195089.583 31.906
63 jalan 698351.418 9195073.781 31.831
64 jalan 698354.018 9195073.114 31.631
65 taman 698341.886 9195072.849 31.840
66 gedung 698369.436 9195046.122 31.965
67 gedung 698362.092 9195047.188 32.133
68 taman/jalan 698378.803 9195050.248 31.825
69 gedung 698346.628 9195046.530 32.204
70 gedung 698346.535 9195048.630 32.114
BM A 1.488
71 taman 698370.153 9195053.345 31.818
72 gedung 698302.796 9195047.326 32.182
73 pintu masuk 698356.561 9195053.099 31.836
74 pintu masuk 698351.063 9195053.028 31.978
75 taman 698301.874 9195051.464 31.472
76 pojok taman 698298.710 9195051.360 31.833
77 taman 698346.635 9195058.028 31.875
78 ujung parkiran 698329.573 9195060.395 31.893
79 ujung parkiran 698332.035 9195057.510 31.971
80 belokan taman 698330.294 9195057.899 31.885
81 danau atas 698364.384 9195079.758 32.181
82 danau bawah 698368.577 9195082.294 31.440
83 danau atas 698370.361 9195074.961 32.049
84 danau bawah 698367.843 9195091.293 31.466
85 danau atas 698368.045 9195073.922 32.551
56
86 danau dalam 698372.460 9195076.603 31.932
87 danau atas 698378.523 9195065.467 32.034
88 danau bawah 698380.505 9195065.196 31.433
89 pos 698426.588 9195114.202 33.144
90 Belakang Pos 698338.562 9195105.622 31.941
91 Bunderan 698374.845 9195148.257 32.009
92 Bunderan 698381.061 9195149.253 31.996
93 Pinggir Selokan 698332.231 9195104.800 31.753
94 Dalam Selokan 698331.957 9195105.112 31.244
95 Pinggir Selokan 698331.478 9195105.477 31.254
96 Jalan 698331.126 9195105.668 31.847
97 Jalan 698325.455 9195110.256 31.854
98 Trotoar 698325.618 9195110.135 32.044
99 Gedung 698322.606 9195131.748 32.076
100 Gedung 698312.909 9195131.324 31.942
BM B 1.484 101 Gedung 698309.505 9195116.032 32.046
102 Gedung 698308.230 9195115.540 32.003
103 Gedung 698308.087 9195109.681 31.965
104 Gedung 698278.629 9195086.900 33.164
105 Gedung 698307.734 9195098.403 31.886
106 Gedung 698303.324 9195100.769 32.038
107 Selokan 698313.327 9195101.689 32.134
108 Selokan (dalam) 698312.905 9195101.011 31.167
109 Selokan 698311.701 9195099.173 31.200
110 trotoar 698313.748 9195100.842 32.095
111 Taman 698313.225 9195108.779 31.934
112 Taman 698300.398 9195095.850 32.085
57