Anda di halaman 1dari 11

JURNAL KEDOKTERAN YARSI 26 (1) : 001-011 (2018)

Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Dalam Dan Luar


Rumah Dengan Kejadian Filariasis Di Jatisampurna
Bekasi

The Association Between Physical Environment Factors


Inside and Outside of The House With Incidences of
Filariasis in Jatisampurna Bekasi

Rika Ferlianti1, Gesti Pratiwi Herlambang Putri2, Frili


Adria2, Fitraninda Ravidian Wijaya2, Fawzia Devi
Fitriani2, Hajar Haniyah2
1Department of Parasitologi, Faculty of Medicine, YARSI University
2Student Faculty of Medicine, YARSI University

KATA KUNCI filariasis; lingakungan, dalam dan luar rumah


KEYWORDS filariasis; environment; inside and outside house

ABSTRAK Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda
yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan
kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas penderitanya karena
timbulnya gangguan fisik. Salah satu provinsi yang juga mengalami
peningkatan kasus, yaitu Jawa Barat khususnya kota Bekasi yang
merupakan daerah endemis filariasis tertinggi kedua. Kasus tertinggi
ditemukan di Kecamatan Jatisampurna, yaitu 217 kasus dimana
Kelurahan Jatisampurna, satu dari lima kelurahan yang ada, sebagai
penyumbang kasus terbanyak dari tahun 1999-2008. Dari beberapa
faktor risiko, lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus
filariasis dan mata rantai penularannya baik secara langsung maupun
tidak langsung, karena faktor lingkungan dapat menunjang
kelangsungan hidup hospes, hospes reservoir dan vektor, sehingga sangat
penting untuk mengetahui epidemiologis filariasis.
Mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik dalam dan luar rumah
dengan kejadian filariasis.
Metode penelitian ini menggunakan metode analitik cross sectional
dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat (one point time approach). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh rumah yang ada di RW 02 Kelurahan Jatisampurna
Kecamatan Jatisampurna Kota Bekasi dengan sampel lingkungan fisik
dalam dan luar rumah yang ada setelah mendapat persetujuan dari
pemilik. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan
kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan angka kejadian filariasis di Jatisampurna
sebanyak 10 responden ( 33,3%) dari 30 responden terdiagnosis filariasis.

1
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DALAM DAN LUAR RUMAH DENGAN KEJADIAN
FILARIASIS DI JATISAMPURNA BEKASI

Pada penelitian ini komponen lingkungan di dalam rumah yang paling


berpengaruh adalah ventilasi ditutup dengan kawat kassa p-value =
0.045 dan atap rumah ditutup menggunakan plafon dengan p-value =
0.030. Sedangkan hubungan faktor lingkungan fisik luar rumah dengan
kejadian filariasis adalah kolam dengan p-value 0,020.
Terdapat hubungan antara faktor lingkungan fisik dalam dan luar rumah
dengan kejadian filariasis di RW 02, Kelurahan Jatisampurna Kecamatan
Jatisampurna Kota Bekasi.

ABSTRACT Filariasis is a disease caused by infection with the nematode parasite that
is spread in Indonesia. Although the disease is rarely fatal, but can reduce
the productivity of sufferers since the onset of physical disorders. One of
the provinces also experienced an increase in cases, namely West Java,
especially the city of Bekasi is endemic filariasis second highest. The
highest case was found in Jatisampurna Bekasi 217 cases, that made
Jatisampurna as a contributor to most cases in 1999-2008. Of several
risk factors, environmental influence on the distribution of filariasis cases
and the chain of transmission is either directly or indirectly, due to
environmental factors can support the survival of the host, the host
reservoir and vector, so it is important to know the epidemiological
filariasis.
To determine the relationship between the physical environment inside
and outside the home with the incidence of filariasis.
This research method using analytic method with cross sectional
approach, observation or data collection at once at a time (one point time
approach) .Population in this study are all the houses in RW 02
Kelurahan Jatisampurna Kecamatan Jatisampurna Kota Bekasi with
environmental samples inside and outside physical existing homes after
the approval of the owner. Collecting data in this study using a
questionnaire.
The results showed the incidence of filariasis in Jatisampurna as many as
10 respondents (33.3%) of the 30 respondents diagnosis of filariasis. In
this study, the most influential environmental component inside the
house is the vent closed with a wire p value = 0.045 and the roof of the
house is closed using the ceiling with p value = 0.030. And the physical
environment outside the home with the incidence of filariasis is a pool
with a p-value of 0.020.
There is a relationship between physical environmental factors inside and
outside of the house with the incidence of filariasis in RW 02, Kelurahan
Jatisampurna Kecamatan Jatisampurna Kota Bekasi.

2
RIKA FERLIANTI, GESTI PRATIWI HERLAMBANG PUTRI, FRILI ADRIA, FITRANINDA RAVIDIAN
WIJAYA, FAWZIA DEVI FITRIANI2, HAJAR HANIYAH

PENDAHULUAN maupun luar rumah. Faktor


lingkungan dalam rumah meliputi
Filariasis (penyakit kaki gajah) lingkungan fisik rumah yang tidak
adalah penyakit menular menahun memenuhi kriteria rumah sehat,
yang disebabkan oleh cacing filaria. misalnya konstruksi plafon dan
Beberapa spesies filaria yang dinding rumah, pencahayaan, serta
menyerang manusia di antaranya kelembaban, sehingga mampu memicu
adalah Wuchereria bancrofti, Brugia timbulnya kejadian filariasis.
malayi, dan Brugia timori. Vektor utama Sementara itu, faktor lingkungan luar
filaria adalah nyamuk Anopheles, Culex, rumah yang dimaksud adalah yang
Mansonia dan Aedes (Widoyono, 2011). terkait dengan tempat
Spesies terakhir yaitu Brugia timori perkembangbiakan nyamuk sebagai
yang khas hanya berada di Indonesia, vektor dari penyakit ini. Faktor ini
khususnya daerah Flores, Alor dan meliputi air yang tergenang, sawah,
Rote (Juriastuti, 2010). Filariasis rawa-rawa, tumbuhan air, semak, serta
menyebar hampir di seluruh wilayah kandang binatang reservoir. (Juriastuti ,
Indonesia. Jumlah penderita kronis 2010).
dilaporkan sebanyak 6.233 orang di Lingkungan sangat berpengaruh
1553 desa, di 231 kabupaten dan di 26 terhadap distribusi kasus filariasis dan
Propinsi (Depkes RI, 2008). Walaupun mata rantai penularannya baik secara
penyakit ini jarang menyebabkan langsung maupun tidak langsung,
kematian, tetapi dapat menurunkan karena faktor lingkungan dapat
produktivitas penderitanya karena menunjang kelangsungan hidup
timbulnya gangguan fisik. hospes, hospes reservoir dan vektor,
Gejala pembengkakan kaki sehingga sangat penting untuk
muncul karena sumbatan mikrofilaria mengetahui epidemiologis filariasis.
pada pembuluh limfe yang biasanya Jenis filariasis yang ada di suatu daerah
terjadi pada usia di atas 30 tahun endemi dapat diperkirakan dengan
setelah terpapar parasit selama melihat faktor lingkungannya, seperti
bertahun–tahun. Oleh karena itu, lingkungan fisik, lingkungan biologik
filariasis sering juga disebut penyakit dan sosial budaya (Supali T, 2008).
kaki gajah. Akibat paling fatal bagi Salah satu provinsi yang juga
penderita adalah kecacatan permanen mengalami peningkatan kasus
yang sangat mengganggu filariasis, yaitu Jawa Barat khususnya
produktivitas. (Widoyono, 2011). kota Bekasi yang merupakan daerah
Indonesia sudah mencanangkan endemis filariasis tertinggi kedua.
BELKAGA (bulan eliminasi kaki gajah) Kasus tertinggi ditemukan di
setiap bulan Oktober, yang bertujuan Kecamatan Jatisampurna, yaitu 217
eliminasi filariasis 2020 yang dimulai kasus dimana Kelurahan Jatisampurna,
dari tahun 2015-2020 (5 tahun) sesuai satu dari lima Kelurahan yang ada,
dengan Peraturan Presiden Republik sebagai penyumbang kasus terbanyak
Indonesia No. 7 tahun 2005. (Kemenkes dari tahun 1999-2008.
RI, 2015).
Banyak faktor risiko yang
Correspondence:
mampu memicu timbulnya kejadian Rika Ferlianti, Department of parasitology, Faculty of
filariasis. Beberapa diantaranya adalah Medicine, YARSI University
faktor lingkungan dalam rumah Email:rika.ferlianti@yarsi.ac.id

3
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DALAM DAN LUAR RUMAH DENGAN KEJADIAN
FILARIASIS DI JATISAMPURNA BEKASI

Hal ini disebabkan tingkat Tabel 1. Karakteristik Responden


mikrofilaria (Mf rate) yang paling tinggi Hubungan Faktor Lingkungan Fisik
dibandingkan dengan empat Dalam dan Luar Rumah dengan
Kelurahan lainnya, yaitu sebesar 5,5%. Kejadian Filariasis di Kelurahan
(Juriastuti, 2010). Variabel yang akan Jatisampurna Bekasi
diteliti pada penelitian ini meliputi
pengaruh lingkungan di luar dan Karakteristik Frekue Presenta
dalam rumah dengan kejadian nsi se
filariasis. Usia 19 – 30 5 16,7 %
Tahun 11 36,7 %
CARA KERJA 31 – 42 6 20,0 %
Tahun 4 13,3%
Pada metode penelitian ini 43 – 54 4 13,3 %
menggunakan metode analitik dengan Tahun 30 100%
menggunakan teknik quota sampling. 55 – 66
Sampel pada penelitian ini adalah Tahun
rumah dan respondennya adalah >66
kepala keluarga yang berjumlah 30 Tahun
rumah. Metode analisis yang Total
digunakan adalah univariat dan Jenis Laki - 6 20,0 %
bivariat yang diuji menggunakan chi Laki 24 80,0 %
square. Data yang digunakan pada Kelamin
penelitian ini adalah data primer yang Perempuan
diperoleh menggunakan kuesioner dan
observasi langsung.
Untuk faktor risiko keadaan
HASIL lingkungan di dalam rumah yang
paling banyak adalah rumah dengan
Penelitian kejadian filariasis di barang-barang bergantung di dalam
RW 02 Kelurahan Jatisampurna kamar sebanyak 28 rumah (93,3%) dan
Kecamatan Jatisampurna Kota Bekasi yang terkecil adalah tempat tidur
menggunakan kuesioner terbagi menggunakan kelambu sebanyak 6
menjadi dua kategori, yaitu rumah (6%). Analisa bivariat dari hasil
terdiagnosis filariasis sebanyak 10 hubungan lingkungan fisik di dalam
orang ( 33,3% ) dan sebanyak 20 orang rumah dengan kejadian filariasis lebih
(66,7%) tidak terdiagnosis filariasis. banyak terjadi pada keadaan rumah
Berdasarkan karakterstik responden penderita yang ventilasinya tidak
menunjukkan usia responden tertinggi ditutup kawat kassa sebanyak 6 rumah
adalah usia 41 – 50 tahun (30%). (20,0%) dan atap rumah yang tidak
Sedangkan untuk jenis kelamin yang ditutup plafon pada penderita filariasis
terbanyak adalah perempuan dengan sebanyak 6 rumah (20,0%), dapat
jumlah 25 orang (83,3%) terlihat pada dilihat pada tabel 2.
tabel 1.

4
RIKA FERLIANTI, GESTI PRATIWI HERLAMBANG PUTRI, FRILI ADRIA, FITRANINDA RAVIDIAN
WIJAYA, FAWZIA DEVI FITRIANI2, HAJAR HANIYAH

Tabel 2. Hasil Hubungan Lingkungan Fisik di Dalam Rumah dengan Kejadian


Filariasis di RW 02 Kelurahan Jatisampurna Kecamatan Jatisampura Kota Bekasi

Lingkungan Fisik di Dalam Kejadian Filariasis Total P


Rumah Value
Ya Tidak
Ventilasi ditutup
menggunakan kawat kassa
Tidak 4 (13,3%) 6 (20,0%) 10 (33,3%) 0,045
Ya 16 (53,3%) 4 (13,3%) 20 (66,7%)

Terdapat jendela di dalam


kamar 6 (20,0%) 2 (6,7%) 8 (26,7%) 0,682
Tidak 14 (46,7%) 8 (26,7%) 22 (73,3%)
Ya
Terdapat ventilasi didalam
kamar 5 (16,7%) 3 (10,0%) 8 (26,7%) 1,000
Tidak 15 (50,0%) 7 (23,3%) 22 (73,3%)
Ya
Ventilasi dikamar ditutup
dengan kawat kassa
Tidak 10 (33,3%) 7 (23,3%) 17 (56,7%) 0,440
Ya 10 (33,3%) 3 (10,0%) 13 (43,3%)
Kawat kassa terdapat robekan
Tidak 15 (50,0%) 8 (26,7%) 23 (76,7%) 1,000
Ya 5 (16,7%) 2 (6,7%) 7 (23,3%)

Tempat tidur menggunakan


kelambu 17 (56,7%) 7 (23,3%) 24 (80,0%) 0,372
Tidak 3 (10,0%) 3 (10,0%) 6 (20,0%)
Ya
Atap rumah menggunakan
plafon 3 (10,0%) 6 (20,0%) 9 (30,0%) 0,030
Tidak 17 (56,7%) 4 (13,3%) 21 (70,0%)
Ya
Terdapat bocor atau rembesan
air di dalam rumah
Tidak 12 (40,0%) 3 (10,0%) 15 (50,0%) 0,245
Ya 8 (26,7%) 7 (23,3%) 15 (50,0%)

Barang bergantung di dalam


kamar 2 (6,7%) 0 (0,0%) 2 (6,7%) 0,540
Tidak 18 (60,0%) 10 28 (93,3%)
Ya (33,3%)
Barang bertumpuk dibawah
tempat tidur 16 (53,3%) 5 (16,7%) 21 (70,0%) 0,115
Tidak 4 (13,3%) 5 (16,7%) 9 (30,0%)
Ya

5
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DALAM DAN LUAR RUMAH DENGAN KEJADIAN
FILARIASIS DI JATISAMPURNA BEKASI

Sedangkan untuk penilaian selokan 21 rumah (70%). Pengujian


keadaan lingkungan fisik luar rumah statistik antara Lingkungan Fisik Luar
menggunakan kuesioner yang hasilnya Rumah Dengan Kejadian Filariasis di
dinilai dari 8 komponen, yaitu RW 02 Kelurahan Jatisampurna
genangan air, tumbuhan air, kolam, Kecamatan Jatisampurna Kota Bekasi
persawahan, rawa-rawa, kandang pada Tahun 2016 diperoleh hasil yang
ternak, selokan, dan adanya sampah disajikan dalam bentuk tabel 3.
sembarangan, yang terbanyak adalah

Tabel 3. Hasil Hubungan Lingkungan Fisik Luar Rumah Dengan Kejadian


Filariasis di RW 02 Kelurahan Jatisampurna Kecamatan Jatisampurna Kota Bekasi

Lingkungan
P
Fisik Kejadian Filariasis Total
Value
Luar Rumah
Tidak Ya
Genangan air
Tidak 11 (36,7%) 4 (13,3%) 15 (50,0%) 1,000
Ya 10 (33,3%) 5 (16,7%) 15 (66,7%)

Tumbuhan air
Tidak 19 (63,3%) 7 (23,3%) 26 (86,7%) 0,563
Ya 2 (6,7%) 2 (6,7%) 4 (13,3%)

Kolam
Tidak 15 (50,0%) 2 (6,7%) 17 (56,7%) 0,020
Ya 6 (20,0%) 7 (23,3%) 13 (43,3%)

Persawahan
Tidak 12 (40,0%) 5 (16,7%) 17 (56,7%) 1,000
Ya 9 (30,0%) 4 (13,3%) 13 (43,3%)

Rawa-rawa
Tidak 21 (70,0%) 7 (23,3%) 28 (93,3%) 0,083
Ya 0 (0%) 2 (6,7%) 2 (6,7%)

Kandang ternak
Tidak 9 (30,0%) 2 (6,7%) 11 (36,7%) 0,419
Ya 12 (40,0%) 7 (23,3%) 19 (63,3%)

Selokan
Tidak 7 (23,3% 2 (6,7%) 9 (30,0%) 0,681
Ya 14 (46,7% 7 (23,3%) 21 (70,0%)

Sampah
sembarangan
Tidak 9 (30,0%) 7 (23,3%) 16 (53,3%) 0,118
Ya 12 (40,0%) 2 (6,7%) 14 (46,7%)

6
RIKA FERLIANTI, GESTI PRATIWI HERLAMBANG PUTRI, FRILI ADRIA, FITRANINDA RAVIDIAN
WIJAYA, FAWZIA DEVI FITRIANI2, HAJAR HANIYAH

PEMBAHASAN Keberadaan jendela dapat


menjadi jalan masuk yang leluasa
Lingkungan Fisik Dalam Rumah untuk nyamuk. Faktor paling penting
Dari hasil uji statistik adalah kebiasaan penghuni rumah
menggunakan pearson chi - square dan membuka jendela pada malam hari.
uji alternatifnya yaitu uji Fisher Jendela di dalam kamar dibuka hanya
didapatkan untuk ventilasi ditutup pada siang hari saja, pada malam hari
dengan kawat kassa nilai p-value = jendela itu sudah ditutup kembali.
0,045 dan untuk atap rumah ditutup Maka dari itu, keberadaan jendela
menggunakan plafon p-value = 0,030 didalam kamar tidak berarti untuk
berarti terdapat hubungan lingkungan kejadian filariasis.
fisik di dalam rumah dengan kejadian Pada penelitian yang telah
filariasis di Jatisampurna Bekasi. Dari dilakukan didapatkan hasil yang tidak
hasil penelitian, rata-rata rumah signifikan antara keberadaan ventilasi
penderita filariasis tidak memakai di dalam kamar dengan kejadian
kawat kassa pada ventilasi dan tidak filariasis, hal ini mungkin terjadi karena
menggunakan plafon pada atap rumah hampir seluruh rumah di Jatisampurna
sehingga nyamuk sebagai vektor dapat memiliki ventilasi di dalam kamar dan
dengan mudah masuk ke dalam rumah ventilasinya ada yang ditutup kawat
dan menyebabkan terjadinya penularan kassa ada yang tidak. Maka dari ini
filariasis. yang menjadi risiko terjadinya filariasis
Data ini sesuai dengan adalah kawat kassanya sehingga
penelitian Syuhada (2012) responden ventilasi bukan menjadi faktor risiko
yang tidak menggunakan kawat kassa yang berarti untuk menyebabkan
memiliki risiko sebesar 3,6 kali terkena filariasis. Selain itu, sebagian besar
filariasis dibanding yang memasang masyarakat tidak menutup ventilasi
kawat kassa. Penggunaan kawat kassa dikamarnya dengan kawat kassa,
berhubungan dengan kejadian sehingga dapat menjadi tempat untuk
filariasis. Penggunaan kawat kassa masuknya nyamuk kedalam rumah
pada rumah termasuk pengendalian baik pada rumah penderita filariasis
nyamuk secara mekanik (Semberl, maupun rumah yang tidak terdiagnosis
2009). filariasis.
Kondisi Rumah Sehat Sederhana Penggunaan kawat kassa
(RSS) di Indonesia salah satunya adalah dirumah dapat mengindari nyamuk
memiliki plafon atau langit-langit masuk dan mencegah dari gigitan
terbuat dari triplek (Chandra, 2007). nyamuk akan tetapi dipengaruhi oleh
Masyarakat yang memiliki rumah kondisi kawat kassa itu sendiri, seperti
tanpa plafon meningkatkan kondisi yang robek atau rusak. Pada
kecenderungan untuk kontak dengan penelitian yang telah dilakukan ini
nyamuk penular filariasis di dalam sebagian besar kondisi kawat kassanya
rumah. Besarnya proporsi penderita masih baik dan utuh, sehingga tidak
yang tidak memiliki plafon di dapat menjadi media untuk masuknya
rumahnya sesuai dengan beberapa nyamuk ke dalam rumah. Cara terbaik
penelitian terdahulu. Pemasangan menghindari diri dari gigitan nyamuk
plafon pada rumah merupakan faktor saat tidur adalah dengan menggunakan
paling berisiko di Kelurahan kelambu (Garjito, 2013). Proteksi dari
Jatisampurna (Juriastuti, 2010).

7
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DALAM DAN LUAR RUMAH DENGAN KEJADIAN
FILARIASIS DI JATISAMPURNA BEKASI

gigitan nyamuk menggunakan barang khusunya baju. Tempat istirahat


kelambu yang lebih baik nyamuk Cx. quinquefasciatus biasanya di
direkomendasikan oleh WHO (2005) dalam rumah, seperti kolong tempat
adalah dengan menggunakan kelambu tidur, baju yang digantung, dan tempat
berinsektisida. yang kotor dan gelap (Kemenkes RI,
Bocor atau rembesan didalam 2011).
rumah terjadi karena rumah tidak Responden yang disekitar
menggunakan plafon ataupun plafon rumahnya terdapat tempat istirahat
yang digunakan sudah dalam kondisi nyamuk memiliki risiko menderita
yang rusak. Oleh karena ini terdapat filariasis 4,480 kali lebih besar (Ardias,
celah pada atap rumah akibat plafon 2012). Pada hasil penelitian yang
dalam kondisi tidak baik ataupun tidak dilakukan kebanyakan rumah tidak
menggunakan plafon, sehingga memiliki bawah tempat tidur. Tempat
nyamuk dapat masuk dengan mudah tidur yang digunakan langsung
ke dalam rumah melalui celah tersebut. bersentuhan dengan lantai, sehingga
Tidak berhubungannya terdapat tidak terdapat barang yang bertumpuk
bocoran dengan kejadian filariasis dibawahnya.
dapat disebabkan karena nyamuk
susah untuk masuk ke dalam rumah Lingkungan Fisik Luar Rumah
bila hanya melalui celah plafon yang Dari hasil statistik yang telah
berlubang, sehingga lebih memilih dilakukan, terdapat nilai p-value yang
jalan lain seperti jendela, pintu atau beragam pada tiap komponen
ventilasi untuk masuk. lingkungan fisik luar rumah. Untuk
Culex sering beristirahat genangan air di sekitar rumah tidak
disudut-sudut kamar, tempat terdapat hubungan dengan kejadian
penampungan air, dan gorong-gorong filariasis, hal ini disebabkan karena
(WHO, 2013). Penelitian Paiting (2012) sebagian besar lingkungan disekitar
menyatakan bahwa keberadaan barang rumah masyarakat tersebut hampir
bergantung tidak berisiko dengan tidak didapatkan genangan air.
kejadian filariasis di Kabupaten Berbeda dengan penelitian Yulius
Kepulauan Yapen. Presentase Sarungu (2012) di Kabupaten
kelompok kasus dan kontrol yang Kepulauan Yapen Propinsi Papua,
memiliki kebiasaan keluar rumah saat menunjukkan secara statistik terdapat
malam hari lebih besar, sehingga hubungan yang signifikan antara
masyarakat disana jarang berada di keberadaan genangan air yang
dalam rumah saat malam. Pada hasil mengandung jentik dengan kejadian
penelitian di Jatisampurna responden filariasis. Hubungan ini terjadi karena
yang menderita filariasis dan yang genangan air disekitar rumah akan
tidak menderita filariasis sama-sama menjadi tempat perindukan bagi
memiliki kebiasaan menggantung nyamuk Mansonia sp, di dalam daur
pakaian di dalam kamar. Alasan hidupnya, nyamuk membutuhkan air
responden kerap menggantung dan bahkan dengan air yang jumlahnya
menumpukkan pakaian di kamar yaitu sangat sedikit (50 cc) nyamuk sudah
karena kondisi rumah yang sempit, dapat menggunakannya sebagai
sehingga harus memanfaatkan ruang habitat.
yang ada untuk menyimpang barang-

8
RIKA FERLIANTI, GESTI PRATIWI HERLAMBANG PUTRI, FRILI ADRIA, FITRANINDA RAVIDIAN
WIJAYA, FAWZIA DEVI FITRIANI2, HAJAR HANIYAH

Untuk tumbuhan air di sekitar meletakkan telurnya. Beberapa


rumah juga tidak terdapat hubungan penelitian membuktikan bahwa
dengan kejadian filariasis karena pada keberadaan kolam, parit dan genangan
rumah responden hanya beberapa air merupakan faktor risiko terjadinya
rumah yang ditemukan adanya filariasis (Nasrin, 2008)
tumbuhan air. Berbeda dengan Untuk persawahan sekitar 200-
penelitian Dwi Noerjoedianto (2014) di 300 meter dan rawa-rawa sekitar 200-
Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro 300 meter dari rumah tidak terdapat
Jambi, berdasarkan uji statistik hubungan dengan kejadian filariasis
didapatkan nilai p = 0,00, artinya ada karena sebagian besar rumah
hubungan antara keberadaan responden berada jauh dari
tumbuhan air dan jentik terhadap persawahan ataupun rawa-rawa. Hal
kejadian filariasis, pupanya tidak ini dibuktikan dengan teori bahwa
terlepas dari keberadaan tumbuhan air nyamuk pada umumnya mempunyai
(tumbuhan inang) di perairan. daya terbang sejauh 50-100 meter.
Hasil observasi dan investigasi Dilaporkan pula beberapa jenis
dilapangan tumbuhan air ditemukan nyamuk antara lain nyamuk Aedes
telur Mansonia yang melekat pada mampu terbang sampai 320 meter (Sigit
permukaan bawah daun tumbuhan SH, 2006).
inang dalam bentuk kelompok yang Adanya kandang ternak di
terdiri dari 11-16 butir. Responden sekitar rumah tidak terdapat hubungan
disekitar rumahnya memiliki dengan kejadian filariasis.
tumbuhan air memiliki peluang 0,08 Cx.quinquefasciatus menyukai tempat-
kali lebih besar untuk menderita tempat yang ada sinar matahari sebagai
penyakit filariasis dibandingkan tempat perkembangbiakan.
dengan responden yang tidak ada Keberadaan kandang ternak dapat
tumbuhan air disekitar rumah menjadi tempat peristirahatan nyamuk
responden. Cx.quinquefasciatus. Kandang ternak
Sedangkan lingkungan fisik luar bersuhu cenderung hangat sehingga
rumah berupa kolam disekitar rumah disukai nyamuk Cx.quinquefasciatus
menunjukkan hasil uji statistik nilai p- (Depkes RI, 2008). Sedangkan pada
value = 0,020 yang artinya terdapat penelitian ini didapatkan hanya
hubungan antara kolam dengan beberapa saja rumah responden yang
kejadian filariasis. Hal ini sebabkan terdapat kandang ternak.
karena hampir di setiap rumah Untuk selokan di sekitar rumah
responden memiliki kolam yang tidak terdapat hubungan antara
dibiarkan begitu saja tanpa ada hewan selokan dengan kejadian filariasis
didalamnya, dan hal tersebut menjadi karena selokan disetiap rumah
salah satu tempat perindukan nyamuk responden sering dibersihkan sehingga
sebagai salah satu vektor filariasis. Dan tidak menyebabkan selokan tersumbat.
nyamuk Cx. quinquefasciatus Adanya media disekitar rumah seperti
berkembang biak pada tempat-tempat kebun, air yang tergenang, selokan
yang kotor, Tempat-tempat seperti mampet dan saluran pembuangan air
kolam, parit dan genangan air limbah yang kurang memenuhi syarat
merupakan tempat yang disukai oleh menjadi media untuk berkembang
nyamuk Cx.quinquefasciatus untuk

9
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DALAM DAN LUAR RUMAH DENGAN KEJADIAN
FILARIASIS DI JATISAMPURNA BEKASI

baiknya nyamuk( Noerjoedianto D, Chin J 2006. Manual Pemberantasan


2016 ). Penyakit Menular. Editor : I Nyoman
Adanya sampah disembarangan Kandun, Jakarta, CV.Infomedika,
tempat tidak ada hubungan dengan Edisi 17 Cetakan II.
Departemen Kesehatan RI 2008.
kejadian filariasis karena sebagian
Epidemiologi Filariasis. Jakarta,
besar responden selalu membakar
Direktorat Jendral PP & PL.
sampah ketika sampah sudah mulai Garjito Triwibowo 2013. Filariasis dan
penuh. Keadaan lingkungan sangat Beberapa Faktor yang Berhubungan
berpengaruh terhadap keberadaan dan dengan Penularannya di Desa
tranmisi penyakit filariasis. Pangku-Tolole, Kecamatan
Serangkaian kegiatan untuk menjaga Ampibabo, Kabupaten Parigi-
kebersihan di lingkungan rumah Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah.
dengan membersihkan tempat-tempat Jurnal Vektora, Volume V. No. 2.
yang dapat dijadikan sarang nyamuk, Slamet JS 2002. Kesehatan Lingkungan.
mulai dari jambangan bunga, kaleng- Universitas Gadjah Mada press.
Yogyakarta.
kaleng ataupun potongan bambu berisi
Juriastuti P, Kartika M, Djaja IM, Susanna
hujan sampai pada reservoir air bersih
D 2010. Faktor Risiko Kejadian
yang tidak tertutup juga pengelolaan Filariasis di Kelurahan Jati
air limbah yang baik (Slamet JS, 2002) Sampurna. Jakarta, Makara,
Kesehatan, vol. 14, no.1, Juni 2010.
KESIMPULAN Keputusan Menteri Kesehatan RI 2010.
Epidemiologi Filariasis di Indonesia.
Terdapat hubungan antara Jakarta, Pusat Data dan Surveilans
lingkungan fisik di dalam dan di luar EPidemiologi Kementerian
rumah dengan kejadian Filariasis di Kesehatan RI.
RW 02 Kelurahan Jatisampurna Keputusan Menteri Kesehatan RI 2011.
Kecamatan Jatisampurna Kota Bekasi. Atlas Vektor Penyakit di Indonesia
Seri 1. Jakarta, Balai Besar Penelitian
Pada penelitian ini komponen
dan Pengembangan Vektor dan
lingkungan di dalam rumah yang Reservoir Penyakit.
paling mempengaruhi kejadian Keputusan Menteri Kesehatan RI 2015.
filariasis adalah ventilasi ditutup Menuju Eliminasi Filariasis 2020.
dengan kawat dan atap rumah ditutup Infodatin. Pusat Data dan Informasi
menggunakan plafon sedangkan Kementrian Kesehatan RI.
komponen lingkungan di luar rumah Nasrin 2008. Faktor-Faktor Lingkungan
adalah kolam disekitar rumah. Dan Prilaku Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Filariasis Di
KEPUSTAKAAN Kabupaten Bangka Barat. Universitas
Diponegoro Semarang, hlm. 80-81.
Ardias 2012. Faktor Lingkungan dan Noerjoedianto D, Ekawaty S, Herwansyah
Perilaku Masyarakat yang 2016. Dinamika Penularan dan
Berhubungan dengan Kejadian Faktor Risiko Kejadian Filariasis di
Filariasis di Kabupaten Sambas. Kecamatan Kumpeh Kabupaten
Jurnal Kesehatan Lingkungan Muaro Jambi Tahun 2004. Volume 18,
Indonesia, Vol. 11. No.2. No. 1, hlm. 56-63 Januari-Juni 2016
Chandra Budiman 2007. Pengantar Paiting YS, Setiani O, Sulistiyani 2012.
Kesehatan Lingkungan. Jakarta, Faktor risiko Lingkungan dan
Penerbit Buku Kedokteran. Kebiasaan Penduduk Berhubungan
Dengan Kejadian Filariasis di Distrik

10
RIKA FERLIANTI, GESTI PRATIWI HERLAMBANG PUTRI, FRILI ADRIA, FITRANINDA RAVIDIAN
WIJAYA, FAWZIA DEVI FITRIANI2, HAJAR HANIYAH

Windesi Kabupaten Kepulauan Syuhada Yudi 2012. Studi Kondisi


Yapen Provinsi Papua. Jurnal Lingkungana Rumah dan Perilaku
Kesehatan Lingkungan Indonesia, Masyarakat sebagai Faktor Risiko
vol. 2, no. 1, hlm. 76-81. Kejadian Filariasis di Kecamatan
Semberl 2009. Progress Report 200-2009 Buaran dan Tirto Kabupaten
and Strategic Plan 2010 of Filariasis. Pekalongan. Jurnal kesehatan
WHO Publication. Lingkungan Indonesia Volume 11,
Sigit SH, Hadi UK 2006. Hama Nomor 1.
permukiman Indonesia, pengenalan, WHO 2005. Tool kit for the elimination of
biologi dan pengendalian. Fakultas lymhatic filariasis. A guide to
Kedokteran Hewan, Institut implementation for health
pertanian Bogor, hlm. 27-33 professionals in Indonesia.
Supali T 2008. Wuchereria bancrofti, Brugia WHO 2013. Lymphatic Filariasis: Practical
malayi dan Brugia timori. Dalam: Entomology. Italy, World Health
Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Organization.
Edisi Keempat. Jakarta, FKUI. Widoyono 2011. Penyakit Tropis. Edisi 2,
Jakarta, Penerbit Erlangga.

11

Anda mungkin juga menyukai