TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Lansia
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini
akan terjadi suatu proses yang disebut aging process atau proses penuaan.
Menurut Keliat dalam Maryam (2011), usia lansia merupakan sebagai tahap akhir
perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4)
UU No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
2.4. Etiologi
Ada beberapa teori yang menjadi penyebab depresi, yaitu :
1. Teori Biologi
Teori biologi memeriksa hubungan antara penuaan, depresi, dan perubahan pada
otak, sistem syaraf, sistem neuroendokrin. Banyak teori yang ditujukan pada peran dari
neurotransmiter, dengan menekankan pada serotinin, dopamin, asetilkolin, norepinefrin
sebagai faktor yang berkontribusi. Hubungan sistem neuroendokrin dengan terjadinya
depresi adalah, Ketika peningkatan level kortisol plasma, perubahan sekresi hormon
pertumbuhan, perubahan hormon tiroid dalam berespon, peningkatan aktivitas
hipotalamus, pituitari, dan ginjal. Kesimpulan dari para peneliti tentang hubungan ini
masih belum jelas. Meskipun begitu, tidak ada bantahan terhadap bukti- bukti bahwa
“gangguan depresi yang lebih berat terlebih lagi terjadi karena dipengaruhi oleh
perubahan psikobiologi.”
2. Teori Psikologis
Teori psikoanalitik ini memberi kesan bahwa depresi berkaitan dengan adanya
permasalahan pada pengalaman masa kecil yang belum terselesaikan (Pastorino &
Portillo, 2006). Dan teori ini dinilai sebagai reaksi pada suatu kehilangan (Smith, et al,
2003). Teori ini masih memakai teori yang dikemukakan oleh Freud pada tahun 1917
bahwa inti dari depresi adalah kemarahan yang berbalik pada diri sendiri, membenci diri
dan
menyalahkan diri sendiri (Frisch & Frisch, 1998). Pengalaman masa kecil yang tidak
bahagia, di mana seorang anak kehilangan kasih sayang dari orang tua atau orang yang
semestinya mencintainya baik karena kegagalan peran orang tua dalam mendidik dan
memelihara anaknya ataupun karena kehilangan sosok orang tua (Santrock, 2005). Anak
itu akan merasa kecewa, dicampakkan, diabaikan dan kehilangan karena
tidak ada tempat bergantung dan persetujuan dalam memutuskan hal- hal yang terjadi
dalam kehidupan anak tersebut (Santrock). Dia akan marah, namun anak tidak dapat
mengeluarkan amarahnya secara terbuka pada orang yang seharusnya menyayangi
mereka (biasanya ibu, orang tua) yang menimbulkan konflik pada dirinya sendiri.
Akhirnya rasa
marah itu berbalik pada dirinya menjadikan dia marah, benci dan menyalahkan diri
sendiri dan berakhir pada depresi (Smith, et al, 2003). Ketika dia memasuki masa remaja
dan dewasa dan mulai membentuk hubungan baru dengan orang lain, perasaan
diabaikan dan dicampakkan akan muncul ketika mengalami kehilangan dan depresi akan
muncul lagi (Pastorino & Portillo, 2006).
Teori lain mengenai psikologis terkait kebiasaan adalah teori learned helplessness
yang dikemukakan oleh Martin Seligman. Teori ini menerangkan ketidakberdayaan
seseorang Ketika mengalami stres yang berkepanjangan di mana dia tidak bisa
lagi mengontrol keadaan tersebut. Pada situasi ini individu merasa pasrah (menyerah) dan
depresi (Santrock). Pada penelitian yang dilakukan oleh Nolen dan Hoeksema pada
tahun 1995 dan 2000 dalam Santrock tahun 2005 bahwa koping yang dimiliki oleh pada
sebagian individu yang depresi karena keadaan di atas dengan merenungkan depresi yang
dialami. Individu tersebut hanya berfokus tentang perasaan depresi itu
tanpa memikirkan jalan keluar untuk keluar dari keadaan depresi tersebut (Santrock). Hal
ini akan menjadikan mereka tetap berada dalam situasi depresi.
Depresi
Stressor
Gambar 2.1 (Prabowo, 2014)
2.10.1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumplan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Marfuah, 2014). Berikut ini adalah data fokus
depresi pada lansia diantaranya (Videbeck, 2012):
a. Identitas diri
Klien Hasil analisis lanjutan riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa ada
hubungan yang kuat antara masalah gangguan mental emosional dengan lansia,
khususnya pada usia 65 tahun ke atas.
No Intervensi Rasional
1 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat Membangun motivasi
mengatasi keputusasaannya. pada lansia
2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal Individu lebih percaya
individu diri
3 Bantu mengidentifikasi sumber-sumber Menumbuhkan
harapan (misal: hubungan antar sesama, semangat hidup lansia
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan). Klien dapat
menggunakan
dukungan sosial
4 Kaji dan manfaatkan sumber-sumber Lansia tidak merasa
ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim sendiri
pelayanan kesehatan, kelompok pendukung,
agama yang dianut).
5 Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, Meningkatkan nilai
pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, spiritual lansia
kepercayaan agama).
6 Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal: Untuk menangani
konseling pemuka agama). klien secara cepat dan
tepat
7 Diskusikan tentang obat (nama, dosis, Klien dapat
frekuensi, efek dan efek samping minum menggunakan obat
obat). dengan benar dan tepat
Untuk memberi
pemahaman kepada
lansia tentang obat
8 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 Prinsip 5 benar dapat
No Intervensi Rasional
benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu). memaksimalkan fungsi
obat secara efektif
9 Anjurkan membicarakan efek dan efek Menambah
samping yang dirasakan. pengetahuan lansia
tentang efek-efek
samping obat.
10 Beri reinforcement positif bila menggunakan Lansia merasa dirinya
obat dengan benar. lebih berharga
No Intervensi Rasional
1. Diskusikan dengan pasien tentang Menggali ide dalam pikiran klien tentang
ide-ide bunuh diri bunuh diri
2 Buat kontrak dengan pasien untuk Meminimalkan resiko pasien bunuh diri
tidak melakukan bunuh diri
3 Bantu pasien mengenali perasaan Menggali perasaan pasien tentang
yang menjadi penyebab timbulnya penyebab bunuh diri
ide bunuh diri
4 Ajarkan beberapa alternatif cara Membantu pasien dalam membentuk
penyelesaian masalah yang koping adaptif
konstruktif
5 Bantu pasien untuk memilih cara Meringankan masalah pasien
yang paling tepat untuk
menyelesaikan masalah secara
konstruktif.
6 Beri pujian terhadap pilihan yang Pujian dapat menyenangkan perasaan
telah dibuat pasien dengan tepat. pasien
Tindakan pada Keluarga
Tujuannya agar keluarga mampu:
1) Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri pasie
2) Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
3) Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang konstruktif
Tindakan:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat muncul ide
bunuh diri
2) Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien:
a) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua benda-
benda yang memiliki potensi untuk membahayakan klien (benda tajam, tali
pengikat, ikat pinggang, dan benda-benda lain yang terbuat dari kaca)
b) Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri
c) Lakukan pengawasan secara terus menerus
d) Anjurkan keluarga meluangkan waktu bersama klien
e) Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien
dalam menyelesaikan masalah
f) Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping positif
dalam menyelesaikan masalah
g) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan koping
positif yang telah digunakan oleh klien.
d. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kecemasan
Tujuan:
1) Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
2) Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Kriteria Hasil:
1) Klien mampu memahami faktor penyebab gangguan pola tidur.
2) Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi
penyebab tidur tidak adekuat.
3) Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap
pikiran yang melayang-layang (melamun).
4) Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
No Intervensi Rasional
1 Bersama klien mengidentifikasi gangguan Untuk mengetahui apa
pola tidur saja penyebab
gangguan pola tidur
pada pasien
2 Diskusikan cara-cara utuk memenuhi Mempermudah pasien
kebutuhan tidur (Minum air hangat atau susu untuk memperoleh
hangat sebelum tidur, hindarkan minum yang kebutuhan tidur yang
mengandung kafein dan coca cola, baik
dengarkan musik yang lembut sebelum
tidur)
3 Anjurkan pasien untuk memilih cara yang Cara-cara yang sesuai
sesuai dengan kebutuhannya dapat mempermudah
pasien
4 Berikan lingkungan yang nyaman untuk Agar pasien dapat
meningkatkan tidur. kualitas tidur yang baik