Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan tingkat pertama


dan merupakan garda terdepan dalam melayani masyarakat. Puskesmas
merupakan kesatuan organisasi fungsional sebagai pusat pengembangan
kesehatan masyarakat, membina peran serta masyarakat dan memberikan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di
wilayah kerja (PERMENKES Nomor 75 Tahun 2004).
Salah satu fungsi pokok puskesmas adalah pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu,
dan berkesinambungan, meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan
pelayanan kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan yang diselenggarakan termasuk upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Menurut peraturan menteri kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat, pada Pasal 4 disebutkan bahwasanya puskesmas
mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai
tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat.
Adapun fungsi puskesmas sebagaimana tertuang pada Pasal 5
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014
meliputi :
1. Penyelenggaraan UKM (upaya kesehatan Masyarakat) tingkat pertama
di wilayah kerja.
2. Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perorangan) tingkat pertama
di wilayah kerja.
Upaya kesehatan tingkat pertama meliputi upaya kesehatan
masyarakat esensial yaitu :
1. UKM Promosi Kesehatan (Promkes)
2. UKM Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana. (KIAKB)
3. UKM Gizi
4. UKM Kesehatan Lingkungan (Kesling)
5. UKM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
Upaya kesehatan masyarakat baik esensial harus diselenggarakan sesuai
dengan pedoman yang telah di tetapkan untuk mendukung pencapaian standar
pelayanan minimal Kabupaten Sigi

1.2 Tujuan Pedoman

Pedoman Upaya Kesehatan Masyarakat bertujuan untuk menjadi acuan


bagi seluruh aktifitas pelayanan upaya kesehatan yang dilaksanakan di
puskesmas Kaleke, sehingga pada akhirnya pelayanan upaya kesehatan dapat
dilaksanakan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

1.3 Ruang Lingkup Pelayanan

Ruang lingkup pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat di Puskesmas


Kaleke meliputi yaitu :

1. UKM Promosi Kesehatan (Promkes)

1
2. UKM Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga berencana (KIAKB)
3. UKM Gizi
4. UKM Kesehatan Lingkungan (Kesling)
5. UKM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
6. UKM Perawtan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)

1.4 Definisi Operasional


1.4.1 Upaya promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dan oleh, untuk dan
bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan.
1.4.2 Upaya kesehatan ibu dan anak dan KB adalah upaya kesehatan primer
yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan kesehatan ibu
dalam menjalankan fungsi reproduksi yang berkualitas serta
upaya kelangsungan hidup, pengembangan dan perlindungan bayi,
anak bawah lima tahun (BALITA) dan anak usia pra sekolah dalam
proses tumbuh kembang. Keluarga berencana adalah upaya
keesehatan primer yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan
kesehatan pasangan usia subur dalam menjalankan fungsi
reproduksi yang berkualitas.
1.4.3 Upaya peningkatan gizi masyarakat adalah kegiatan untuk
mengupayakan peningkatan status gizi masyarakat dengan
pengelolaan terkoordinasi dari berbagai profesi kesehatan serta
dukungan peran serta aktif masyarakat.
1.4.4 Upaya kesehatan lingkungan adalah upaya yang dilakukan oleh
puskesmas untuk menjadikan lingkungan yang sehat dalam rangka
pencegahan terhadap penyakit yang berhubungan dengan lingkungan
dan menciptakan lingkungan yang dapat mengoptimalkan penyembuhan
suatu penyakit di masyarakat.
1.4.5 Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit adalah suatu
upaya untuk mencegah agar penyakit menular tidak menyebar didalam
masyarakat, yang dilakukan antara lain dengan memberikan
kekebalan kepada host melalui kegiatan penyuluhan kesehatan,
surveylans dan imunisasi.
1.4.6 Upaya perawatan kesehatan masyarakat upaya puskesmas dalam
melakukan perawatan bagi penderita yang di lakukan di rumah.

BAB II

2
STANDAR KETENAGAAN

2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia Upaya Kesehatan Masyarakat


Berikut ini kualifikasi sumber daya manusia dan realisasi tenaga upaya
kesehatan yang telah ada di puskesmas Kaleke :
Tabel 2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia dan Realisasi Puskesmas Kaleke
Tahun 2018

No Upaya Kesehatan Kualifikasi SDM Realisasi


Masyarakat

1 UKM Promkes S1 Kesehatan S1 Kesehatan


Masyarakat Masyarakat
2 UKM KIA & KB D3 Kebidanan D3 Kebidanan
3 UKM Gizi D3 Gizi S1 kesehatan
masyarakat gizi
4 UKM Kes. Lingkungan D3 Kesling D3 Kesling
5 UKM P2P D3 Keperawatan S1 keperawatan
6 UKM Perkesmas D3 Keperawatan D3 Keperawatan

2.2 Jadwal Kegiatan


2.2.1 Jadwal kegiatan UKM di susun berdasarkan RUK (Rencana Usulan
Kegiatan) tahunan yang sudah dirancang oleh pemegang program. RUK
sendiri disusun berdasarkan kebutuhan serta adanya permintaan dari
masyarakat.
2.2.2 Pengaturan kegiatan upaya kesehatan masyarakat dilakukan bersama
oleh para pemegang program dalam kegiatan rapat UKM dengan
persetujuan Kepala Puskesmas.
2.2.3 Jadwal kegiatan di buat untuk jangka waktu satu tahun dan di
pecah dcalam jadwal kegiatan bulanan
2.2.4 Jadwal kegiatan di koordinasikan dan di komunikasikan kepada lintas
program maupun lintas sektoral.

3
BAB III
TATALAKSANA PELAYANAN

3.1 Tata Laksana Upaya Promosi Kesehatan


3.1.1 Pengertian dan Strategi Upaya Promosi Kesehatan
Upaya Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dan, oleh, untuk dan bersama
masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan
kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya
setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Berdasarkan definisi tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa Promosi
Kesehatan Puskesmas adalah upaya puskesmas melaksanakan pemberdayaan
kepada masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan
setiap individu, keluarga serta lingkungannya secara mandiri dan
mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat.
Berdasarkan Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, strategi dasar
utama Promosi Kesehatan adalah (1) Pemberdayaan, (2) Bina Suasana, (3)
Advokasi, serta dijiwai semangat dan (4) Kemitraan.
1. Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menumbuhkan dan
meningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan individu ,keluarga dan
masyarakat untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya,
menciptakan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam penyelenggaraan
setiap upaya kesehatan.
a. Pemberdayaan Individu
Dilakukan oleh setiap petugas kesehatan terhadap individu-individu yang
datang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tujuannya memperkenalkan
prilaku baru kepada bindividu yang mungkin mengubah prilaku yang selama ini
dipraktikkan oleh individu .
Misalnya :
 Setiap ibu yang telah mendapat pelayanan pengobatan untuk anak
balitanya,dapat disampaikan tentang manfaat menimbang anak balita
secara berkala untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan
anak balitanya.
 Ibu yang dikunjungi ke rumahnya oleh petugas puskesmas, yang
berhenti memeriksakan kandungannya ke Puskesmas.
Metode yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari dialog,
demonstrasi, konseling, dan bimbingan. Demikian pula media komunikasi yang
digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari lembar balik, leaflet,
gambar/foto ( poster ) atau media lain yang mudah dibawa untuk kunjungan
rumah.

b. Pemberdayaan Keluarga
Dilakukan oleh petugas puskesmas yang melaksanakan kunjungan
rumah terhadap keluarga yaitu keluarga dari individu pengunjung Puskesmas
atau keluarga-keluarga yang berada di wilayah kerja Puskesmas. Tujuan dari
Pemberdayaan keluarga ini juga untuk memperkenalkan prilaku baru yang
mungkin mengubah perilaku yang selama ini dipraktikkan oleh keluarga
tersebut.
Perilaku baru misalnya prilaku buang air ke jamban, konsumsi garam
beryodium, memelihara TOGA, menguras bak mandi, menutup persediaan air,
mengubur benda-benda buangan yang menampung air, konsumsi makanan
berserat ( buah dan Sayur )

4
Pemberian informasi tentang prilaku yang diperkenalkan seperti tersebut
diatas perlu dilakukan secara sistematis agar anggota-anggota keluarga yang
dikunjungi oleh petugas Puskesmas dapat menerima dari tahap tahu menjadi
mau dan mampu melaksanakan .
Metode dan media komunikasi yang digunakan untuk Pemberdayaan
keluarga dapat berupa pilihan atau kombinasi antara lain dari dialog,
demonstrasi, konseling, dan bimbingan. Demikian pula media komunikasi yang
digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari lembar balik, leaflet,
gambar/foto ( poster ) atau media lain yang mudah dibawa untuk kunjungan
rumah.
c. Pemberdayaan Masyarakat
Dilakukan oleh Petugas Puskesmas yang merupakan penggerakan atau
pengorganisasian masyarakat, kegiatan ini diawali dengan membantu kelompok
masyarakat yang mengenali masalah-masalah yang mengganggu kesehatan
sehingga masalah tersebut menjadi masalah bersama, kemudian masalah
tersebut dimusyawarahkan untuk dipecahkan secara bersama.
Beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh Puskesmas berwujud
UKBM seperti Posyandu, POD, Panti Pemulihan Gizi, Kadarzi, Dokcil, SBH,
Poskestren dll.
Disamping itu Puskesmas juga berfungsi sebagai Pusat penggerak
Pembangunan berwawasan kesehatan yaitu :
1. Menggerakkan Lintas Sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar
menyelenggarakan Pembangunan yang berwawasan kesehatan.
2. Memantau dan melaporkan secaqra aktif dampak kesehatan dan
penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah kerjanya.
3. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.
Ketiga hal tersebut bertujuan untuk mendorong LS/LSM/Dunia swasta
untuk membantu pelayanan promosi kesehatan melalui bantuan dana, sarana,
metode yang dimilikinya dan diutamakan pada sasaran yang tepat.
Manfaat melakukan promosi kesehatan di rumah tangga adalah anggota
keluarga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit, produktifitas
keluarga meningkat serta pengeluaran biaya akibat gangguan kesehatan dapat
dialokasikan untukpemenuhan gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha
untuk peningkatan pendapatan.
Selain itu masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat,
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang ada, mempu mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat seperti posyandu, tabulin dll.
Manfaat bagi Pemerintah juga sangat besar yaitu peningkatan kinerja dan
citra pemerintah, alokasi biaya penanganan masalah kesehatan dapat dialihkan
untuk pengembangan lingkungan sehat serta penyediaan sarana kesehatan
yang merata dan bermutu.
2. Bina Suasana
Merupakan upaya menciptakan suasana atau lingkungan sosial yang
mendorong individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah penyakit dan
meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat dan berperan
aktif dalam setiap upaya penyelenggaraan kesehatan.
Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan apabila lingkungan sosialnya mendukung. Keluarga atau orang
yang mengantarkan pasien ke Puskesmas serta petugas kesehatan mempunyai
pengaruh untuk menciptakan lingkungan yang kondusif atau mendukung opini
yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan.

5
Oleh karena itu, metode yang tepat disini adalah penggunaan media,
seperti pembagian selebaran, pemasangan poster atau penayangan video yang
berkaitan dengan penyakit pasien. Dengan demikian, mereka dapat membantu
menyampaikan informasi yang diperoleh kepada pasien.
3. Advokasi
Merupakan upaya atau proses yang terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (tokoh-tokoh
masyarakat informal dan formal) agar masyarakat di lingkungan puskesmas
berdaya untuk mencegah serta meningkatkan kesehatannya serta menciptakan
lingkungan sehat.
4. Kemitraan
Dalam pemberdayaan, bina suasana dan advokasi, prinsip-prinsip
kemitraan harus ditegakkan. Kemitraan dikembangkan antara petugas
kesehatan Puskesmas dan sasarannya (pasien atau pihak lain) dalam
pelaksanaan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi).

3.1.2 Fasilitas dan Pendukung Pelayanan


1. Metode dan Media
Metode komunikasi yang dilakukan harus memperhatikan kemasan
informasi, keadaan penerima informasi serta hal lain seperti ruang dan waktu.
Media atau sarana informasi juga harus dipilih mengikuti metode yang telah
ditetapkan, memperhatikan sasaran atau penerima informasi. bila penerima
informasi tidak bisa membaca maka komunikasi tidak akan efektif jika
digunakan media yang penuh tulisan, atau bila penerima informasi hanya
memiliki waktu yang sangat dingkat, tidak akan efektif jika diberikan poster
yang memiliki kalimat yang panjang.

2. Sumber Daya
Sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan
di Daerah disebutkan bahwa standar tenaga khusus promosi kesehatan untuk
puskesmas adalah sebagai berikut :
Kualifikasi Jumlah Kompetensi Umum

S1 Kesehatan 1 orang a. Membantu tenaga


masyarakat kesehatan lain
merancang
D 3 Kesehatan + minat pemberdayaan
& bakat di bidang masyarakat
promosi b. Melakukan bina suasana
dan advokasi

Sedangkan untuk standar sarana/peralatan promosi kesehatan


Puskesmas minimalnya adalah sebagai berikut :
No Jenis Sarana / Peralatan Jumlah

1. Flipchart dan stands 1 set

2. Overhead Projektor ( OHP ) 1 buah

3. Amplifier dan wireless microphone 1 set

4. Kamera Foto 1 buah

6
5. Megaphone/ Public address System 1 set

6. Portable generator 1 buah

7. Tape/cassette recorder/player 1 buah

8. Papan informasi 1 Buah

3.1.3 Kegiatan Promosi Kesehatan di Dalam Gedung Puskesmas


Promosi kesehatan yang dilaksanakan di lingkungan dan gedung
puskesmas seperti di tempat pendaftaran, poliklinik, ruang perawatan,
laboratorium, kamar obat, tempat pembayaran dan halaman puskesmas.
1. Tempat Pendaftaran
Dapat dilakukan dengan penyebaran informasi melalui media seperti
poster, leaflet, selebaran yang dapat dipasang/diletakkan didepan loket
pendaftaran. Adapun jenis informasi yang disediakan yaitu :
a. Alur pelayanan puskesmas
b. Jenis pelayanan kesehatan
c. Denah poliklinik
d. Informasi masalah kesehatan yang menjadi isu pada saat itu
e. Peraturan kesehatan seperti dilarang merokok, dilarang
meludah sembarangan, membuang sampah pada tempatnya,
daln lain-lain.
Memberikan salam kepada pengunjung puskesmas termasuk dari
kegiatan promosi karena sudah terjadi komunikasi awal yang menimbulkan
kesan yang baik.

2. Poliklinik
Petugas kesehatan puskesmas yang melayani pasien meluangkan
waktunya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien berkenaan dengan
penyakitnya atau obat yang harus ditelannya. Guna memudahkan
pemberdayaan dalam pelayanan medis, harus disediakan berbagai media (alat
peraga) seperti misalnya lembar balik, poster, gambar-gambar atau model-mdel
anatomi, dan brosur yang bisa dibawa pasien.
Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah orang
yang mengantarkannya ke Puskesmas. Oleh karena itu, khususnya di Ruang
tunggu perlu dipasang media seperti poster, selebaran yang berisi informasi
tentang berbagai penyakit dan pencegahannya.
3. Ruang Pelayanan KIA & KB
Sebagian besar pengunjung adalah ibu-ibu dan balita yang tidak sakit,
yaitu ibu-ibu yang memeriksakan kehamilannya atau hendak bersalin, atau
mereka yang memerlukan pelayanan kontrasepsi. Oleh karena itu perlu
dipasang poster atau selebaran tentang berbagai penyakit, khususnya yang
menyerang bayi dan balita. Disamping itu, tentang pentingnya memeriksakan
kehamilan teratur, pentingnya tablet Fe, imunisasi yang lengkapbagi bayi,
pemberian ASI Eksklusif, memantau tumbuh kembang balita, dan lain-lain.

4. Laboratorium
Kesadaran yang ingin diciptakan dalam dirimereka adalah pentingnya
melakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu :
a. Bagi pasien untuk ketepatan diagnosis yang dilakukan dokter

7
b. Bagi pengunjung sehat lainnya yaitu untuk memantau kondisi
kesehatan, agar dapat diupayakan untuk tetap sehat. Oleh karena
itu, perlu dipasang poster dan leaflet yang dapat diambil gratis.
5. Ruang Pelayanan Obat
Kesadaran yang ingin diciptakan dalam diri mereka adalah terutama
sebagai berikut :
a. Manfaat obat generik dan keuntungan jika menggunakan obat
generik.
b. Kedisiplinan dan kesabaran dalam menggunakan obat sesuai dengan
petunjuk dokter.
c. Pentingnya memelihara Taman Obat Keluarga (TOGA) dalam rangka
memenuhi kebutuhan akan obat-obatan sederhana.
Selain dipasang poster dan disediakan lefalet tentang informasi
kesehatan, ditempat ruang ini dapat dioperasikan tape recorder yang
menyampaikan pesan-pesan tersebut.
6. Klinik Khusus
Beberapa prinsip pemberian informasi melalui konseling kepada pasien ;
a. Memberikan suasana gembira dan semangat hidup.
b. Menghargai pasien/klien sepenuh hat
c. Melihat pasien atau individu sebagai subyek
d. Mengembangkan dialog yang menyentuh perasaan
e. Memberikan keteladanan
7. Halaman
a. Di tempat parkir, seperti Seruan Presiden tentang Kesehatan,
bahaya merokok, melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat,
dll
b. Di taman Puskesmas, bisa digunakan untuk menanam Tanaman
Obat Keluarga (TOGA)
c. Di dinding Puskesmas bisa dipasangkan poster-poster tentang
kesehatan
d. Di pagar pembatas Puskesmas, dapat dipasang spanduk-spanduk
untuk menggalakkan kampanye kesehatan, seperti kampanye Hari
Kesehatan Nasional, Kampanye Hari AIDS, dll.
e. Di kantin Puskesmas juga bisa ditampilkan pesan-pesan yang
berkaitan dengan konsumsi gizi seimbang, cara membaca sehat,
dll.
f. Di tempat ibadah, bisa disampaikan pesan-pesan yang berkaitan
dengan kesehatan jiwa (yang dikaitkan dengna perintah agama)
dan pentingnya menjaga kebersihan/kesehatan lingkungan.
Selain di tempat-tempat yang disebutkan diatas, di Puskesmas juga bisa
dilakukan penyuluhan di dalam gedung dengan memanfaatkan tape recorder
sebagai media penyuluhan. Tape recorder bisa digunakan untuk memutar
penyuluhan-penyuluhan kesehatan sehingga semua orang yang ada di dalam
gedung Puskesmas akan mendengar penyuluhan yang sedang diputar. Selain
itu, penyuluhan juga bisa dilakukan oleh petugas langsung secara bergantian
menggunakan pengeras suara disaat pasien sedang ramai menunggu antrian
berobat.

3.1.4 Kegiatan Promosi Kesehatan di Luar Gedung Puskesmas


Promosi kesehatan di luar gedung adalah promosi kesehatan yang
dilakukan puskesmas di luar gedung puskesmas. Artinya promosi kesehatan
dilakukan untuk masyarakat yang berada di wilayah kerja puskesmas.

8
Pelaksanaan promosi kesehatan di luar gedung dilakukan oleh Puskesmas
bekerjasama dengan berbagai pihak potensial lainnya, yaitu :
1) Promosi Kesehatan melalui pendekatan individu
2) Promosi Kesehatan melalui pendekatan kelompok ( Tim Penggerak
PKK, posyandu, karang taruna, majelis taklim, dan lain-lain)
3) Promosi kesehatan melalui pendekatan organisasi massa (seperti
kelompok kesenian tradisional dan lain-lain)
4) Penggerakkan dan pengorganisasian masyarakat.
Kerja sama yang dilakukan oleh Puskesmas dengan berbagai pihak
bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang sehat di wilayah kerja
Puskesmas. Sehat bukan hanya bebas dari penyakit fisik, karena keluhan-
keluhan yang dilontarkan seseorang kepada tenaga kesehatan sangat
dipengaruhi oleh hal-hal lain diluar gangguan fisiknya, seperti mental
emosional, sosial, dan ekonomi. Untuk mewujudkan masyarakat sehat tidak
bisa dilaksanakan oleh Pemerintah saja, tetapi juga dibantu oleh Lembaga
Swadaya Masyarakat.

UKBM LSM
LSM Air
Perilaku Hidup
Serat
Mikro
Mineral Bersih dan Sehat
Vitamin KSM

Protein Makro
Lemak Pendapatan
Karbohidrat
tinggi Mutu Layanan
Gizi Seimbang Yang Baik

Proses Masyarakat Bayi,


Produktivitas Anak sekolah,
Sehat meningkat Pekerja
Lingkungan Sehat Bumil,
Pemerintah Pasien,
Lansia,
- AirBersih Pendapatan
- Jamban sehat tinggi
- Pengelolaan Sampah
- Pembuangan limbah sehat KSM
LSM Perilaku Hidup
LSM
UKBM Bersih dan Sehat

Untuk mewujudkan Konstruksi Sehat, paradigma yang dipakai adalah


paradigma sehat (aku akan menjaga kesehatanku agar aku bisa produktif
bekerja), bukan paradigma sakit (bila aku sakit, maka aku akan berobat).
Prioritas program utama adalah Promotif dan preventif (peningkatan derajat
kesehatan dan pencegahan penyakit), bukan kuratif (pengobatan).
Dari skema di atas terlihat bahwa, kesehatan masyarakat bisa
diwujudkan dengan penekanan prioritas pada perilaku hidup bersih dan sehat,
keseimbangan pola konsumsi, terbangunnya lingkungan yang sehat, dan
terciptanya mutu pelayanan kesehatan yang baik.

9
Untuk mewujudkan Konstruksi Sehat, maka perlu diwujudkan “Program
Nagari Sehat” secara komprehensif. Program Nagari sehat mempunyai standar –
standar dan indikator. Dasar hukum Program Nagari Sehat adalah :
1. Kepmendagri No. 650/174 Tahun 1998 Tentang Pembentukan Kelompok
Kerja Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota Sehat
2. Kepmendagri No. 650-185 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kelompok
Kerja Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota Sehat
3. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor
34 Tahun 2005 dan Nomor 1138/MENKES/PB/VIII/2005 Tentang
Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat.

1. Pengertian Nagari Sehat

Nagari Sehat adalah suatu kondisi dari suatu wilayah yang bersih,
nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan
potensi di dalam masyarakat yang saling mendukung melalui koordinasi
Kelompok Kerja (Pokja) Nagari Sehat dan difasilitasi oleh sektor terkait dan
sinkron dengan perencanaan masing-masing.
Kawasan sehat adalah suatu kondisi wilayah yang bersih, nyaman, aman
dan sehat bagi masyarakat, melalui peningkatan suatu kawasan potensial
dengan berbagai kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat,
kelompok usaha dan pemerintah daerah.
Forum Kabupaten Sehat dan Forum Komunikasi Nagari Sehat adalah
wadah bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan menyalurkan aspirasinya. Di
Kabupaten disebut Forum Kabupaten sehat atau nama lain yang disepakati
masyarakat. Forum Kabupaten Sehat berperan menentukan arah, prioritas, dan
perencanaan pembangunan wilayahnya yang mengintegrasikan berbagai aspek,
sehingga dapat mewujudkan wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat
untuk dihuni oleh warganya.Di Kecamatan disebut Forum Komunikasi Nagari
Sehat (FKNS) atau nama lain yang disepakati masyarakat. FKNS mempunyai
peran mengkoordinasikan, mengintegrasikan, mensinkronkan dan
mensimplikasikan perioritas, perencanaan antara Nagari satu dengan Nagari
lainnya di wilayah Kecamatan yang dilakukan oleh masing-masing Pokja Nagari
Sehat.
Kelompok Kerja (Pokja) Nagari Sehat adalah wadah bagi masyarakat di
nagari yang bergerak dibidang usaha ekonomi, sosial dan budaya, dan
kesehatan untuk menyalurkan aspirasinya dan berpartisipasi dalam kegiatan
yang disepakati mereka.

2. Tujuan Nagari Sehat

Tujuan Program Nagari Sehat pada dasarnya adalah tercapainya


kondisi Kabupaten < Kecamatan, dan Nagari untuk hidup dengan bersih,
nyaman, aman dan sehat untuk dihuni dan bekerja bagi warganya dengan
terlaksananya berbagai program-program kesehatan dan sektor lain, sehingga
dapat meningkatkan sarana dan produktifitas dan perekonomian masyarakat.

3. Sasaran Nagari Sehat


a. Terlaksananya program kesehatan dan sektor terkait yang sinkron
dengan kebutuhan masyarakat, melalui perberdayaan Kelompok
Kerja (Pokja) yang disepakati masyarakat.
b. Terbentuknya Kelompok Kerja (Pokja) masyarakat yang mampu
menjalin kerjasama antar masyarakat, pemerintah Kecamatan,

10
Kabupaten, dan pihak swasta, serta dapat menampung aspirasi
masyarakat dan kebijakan pemerintah secara seimbang dan
berkelanjutan dalam mewujutkan sinergi pembangunan yang baik.
c. Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial –
budaya, perilaku, dan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara
adil, merata dan terjangkau dengan memaksimalkan seluruh potensi
sumber daya di Nagari tersebut secara mandiri.
d. Terwujudnya kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk
meningkatkan produktifitas masyarakatnya sehingga mampu
meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat menjadi lebih
baik.
4. Ciri-ciri Nagari Sehat
a. Program Nagari Sehat dilaksanakan dengan menempatkan
masyarakat sebagai pelaku melalui pembentukan Kelompok
Kerja(Pokja) yang disepakati masyarakat dengan dukungan
pemerintah daerah dan mendapatkan fasilitasi dari sektor terkait
melalui program yang telah direncanakan.
b. Pendekatan tergantung permasalahan yang dihadapi
c. Berasal dari kebutuhan masyarakat, dikelola oleh masayarakat,
sedangkan pemerintah sebagai fasilitator.
d. Mengutamakan proses, tapi tetap punya target – target antara, tidak
mempunyai batas waktu, berkembang sesuai sasaran yang diinginkan
masyarakat.
e. Menyelenggarakan semua program yang menjadi permasalahan di
Nagari, secara bertahap, dimulai dengan kegiatan yang menjadi
prioritas bagi masyarakat di Nagari didasarkan kesepakatan dari
masyarakat (Toma, LSM setempat).
f. Perencanaan yang disusun juga merupakan Master Plan Nagari.
g. Perlu komitmen kuat dari Pemerintah Kabupaten yang merupakan
partner kunci pelaksanaan kegiatan
h. Dalam pelaksanaan kegiatan harus terintegrasi kondisi fisik,
geografis, dan budaya setempat.
i. Setiap Desa menetapkan tatanan potensial sebagai entry point“ yang
dimulai dengan kegiatan sederhana yang disepakati masyarakat”,
kemudian berkembang dalam aspek yang lebih luas, menuju Nagari
Sehat.
j. Kesepakatan tentang pilihan tatanan Naagri Sehat dengan kegiatan
yang menjadi pilihan serta jenis dan besaran indikatornya ditetapkan
oleh Kelompok Kerja.
k. Program-program yang belum menjadi pilihan masyarakat
diselenggarakan secara rutin oleh masing-masing sektor dan secara
bertahap program-program tersebut disosialisasikan secara intensif
kepada masyarakat dan sektor terkait melalui pertemuan-pertemuan
yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja.
l. Pelaksanaan kegiatan Nagari Sehat sepenuhnya dibiayai dan
dilaksanakan oleh Nagari yang bersangkutan bekerjasama dengan
sektor terkait.
m. Evaluasi kegiatan Nagari Sehat dilakukan oleh Pemerintahan Nagari
bersama Pokja, pemerintah daerah, LSM, dan para pelaku
pembangunan lainnya.

5. Strategi
a. Melibatkan semua potensi yang ada di masyarakat untuk terlibat
dalam Pokja, sebagai penggerak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.

11
b. Pokja didampingi oleh sektor tekhnis sesuai dengan potensi tatanan
sehat, dengan melakukan advokasi kepada penentu kebijakan.
c. Mengembangkan kegiatan yang sesuai dengann visi dan misi potensi
Nagari dengan berbagai simbol, moto, dan semboyan yang dipahami
dan memberikan rasa kebanggaan bagi warganya.
d. Mengembangkan informasi dan promosi yang tepat sesuai dengan
kondisi setempat baik berupa media tradisional,media cetak,
elektronik, dan melalui internet,.
e. Meningkatkan potensi ekonomi Nagari dengan kegiatan yang menjadi
kesepakatan masyarakat.
f. Menjalin kerjasama antar Pokja yang melaksanakan program Nagari
Sehat.
6. Tatanan Nagari Sehat
a. Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana Umum Sehat.
b. Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib & Pelayanan Transportasi Sehat.
c. Kawasan Industri & Perkantoran yang Sehat.
d. Kawasan Kawasan Pariwisata Sehat.
e. Kawasan Pertambangan Sehat.
f. Kawasan Hutan Sehat.
g. Kehidupan Masyarakat Sehat yang Mandiri.
h. Ketahanan Pangan dan Gizi.
i. Kehidupan Sosial yang Sehat.
Puskesmas Kaleke melalui Promosi Kesehatan juga ikut berperan aktif
dalam meningkatkan peran serta kelompok-kelompok masyarakat untuk
menciptakan Nagari Sehat. Adapun pendekatan yang dilakukan oleh Puskesmas
Kaleke adalah melalui :

1. Posyandu Balita

Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan Bersumber


Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh untuk
dan bersama masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan,
guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Tujuan Posyandu :

a. Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan


Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya
pemberdayaan masyarakat.
b. Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI
dan AKB.
c. Meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu
terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
d. Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar,
terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

Sasaran Posyandu :

a. Bayi
b. Anak Balita
c. Ibu hamil, melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui
d. Pasangan Usia subur (PUS)

12
Fungsi Posyandu :
a. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan
keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama
masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB
b. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar
terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB
Manfaat Posyandu :
a. Bagi Masyarakat
 Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan dasar terutama berkaitan dengan
penurunan AKI dan AKB
 Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan
masalah kesehatan terutama terkait dengan kesehatan ibu dan
anak
 Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan sektor
lain terkait
b. Bagi Kader,Pengurus Posyandu dan Tokoh Masyarakat
 Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan
yang terkait dengan AKI dan AKB
 Dapat mewujudkan aktualitas dirinya dalam membantu
masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan.
c. Bagi Puskesmas
 Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat, upaya pelayanan kesehatan strata pertama
 Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam memecahkan
masalah kesehatan sesuai dengan kondisi setempat.
 Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui
pemberian pelayanan secara terpadu.
d. Bagi Sektor Lain
 Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan
masalah sektor terkait.
 Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara
terpadu sesuai dengan tupoksi masing-masing sektor lain

Puskesmas Kaleke memiliki 21 Posyandu yang berdasarkan tingkat


perkembangannya sudah berstatus Madya. Adapun Posyandu yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Kaleke adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2
Nama Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Kaleke
Tahun 2020
NO NAMA POSYANDU DESA
1 Sejahtera sibonu
2 Bahagia kalukutinggu
3 sakura balaroa
4 mekar pewunu
5 Anutapura 1 kaleke
6 Anutapura 2 kaleke
7 Anutapura 3 kaleke
8 Tulip 1 rarapadende
9 Tulip 2 rarapadende
10 Melati 1 balamoa

13
11 Melati 2 balamoa
12 Anggrek 1 Pesaku
13 Anggrek 2 Pesaku
14 Anggrek 3 Pesaku
15 Pucuk beringin 1 Mantikole
16 Pucuk beringin 2 Mantikole
17 Pucuk beringin 3 Mantikole
18 Lestari 1 bobo
19 Lestari 2 bobo
20 flamboyan Balumpewa
21 seroja Luku

Kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu di wilayah kerja Puskesmas


Kaleke terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/pilihan.
Kegiatan utama yang dilakukan di Posyandu meliputi :

1) Pelayanan kesehatan untuk Ibu dan Anak (KIA).


2) Keluarga Berencana
3) Imunisasi
4) Gizi
5) Pencegahan dan penanggulangan Diare

Kegiatan pengembangan yang dilakukan di posyandu adalah :

1) Bina Keluarga Balita


2) Penemuan dini dan pengamatan penyakit Potensial Kejadian Luar
biasa (KLB), misalnya : ISPA, DBD, gizi buruk, polio, dan lain-lain.
3) Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD)
4) Program diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan
pekarangan, malalui tanaman obat keluarga (TOGA).
2. Posyandu Lansia

Umur Harapan hidup di Indonesia meningkat dari 68,6 th (2004) menjadi


69,8 th (2010) (BPS) dan menjadi 70,8 th (2015), dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 72,2 th (2030-2035). Salah satu permasalahan yang sangat
mendasar pada lanjut usia adalah masalah kesehatan sehingga diperlukan
pembinaan kesehatan pada kelompok pra lanjut usia dan lanjut usia, bahkan
sejak usia dini.
Tujuan umum Kebijakan Program Kesehatan Lanjut Usia adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan lansia untuk mencapai lansia yang sehat,
mandiri, aktif, produktif dan berdaya guna bagi keluarga dan masyarakat.
Tujuan khususnya adalah :

1) Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan santun Lansia


2) Meningkatnya koordinasi Lintas program, Lintas Sektor, organisasi
profesi, organisasi masyarakat dan pihak terkait.
3) Meningkatnya ketersediaan data dan informasi di bidang kesehatan
lansia.
4) Meningkatnya peran serta dan pemberdayaan keluarga,masyarkat dan
lansia dalam upaya peningkatan kesehatan lansia
5) Meningkatnya peran serta Lansiadalam upaya peningkatan kesehatan
keluarga dan masyarakat

14
Adapun Prinsip Pelayanan Kesehatan Lansia :

1) Menjadi Lansia sehat adalah hak asasi setiap manusia


2) Pelayanan Kesehatan Primer adalah ujung tombak untuk tercapainya
Lansia sehat yang didukung oleh pelayanan rujukan yang berkualitas
3) Partisipasi lansia perlu diupayakan dalam setiap kegiatan baik dikeluarga
maupun masyarakat berupa kegiatan sosial ekonoomi sesuai dengan
kemampuan, minat dan kondisi kesehatannya
4) Pelayanan bagi lansia diupayakan secara lintas disiplin dan lintas sektor
5) Pelayanan bagi lansia perlu dilaksanakan dengan memperhatikan gender
dan kesamaan hak.

Posyandu Lansia adalah suatu wadah pelayanan lanjut usia di


masyarakat dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh
masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan masyarakat itu sendiridan
dilaksanakan bersama oleh masyarakat, kader, lembaga swadaya masyarakat,
lintas sektor, swasta dan organisasi sosial menitikberatkan pada upaya promotif
dan preventif.
Adapun jenis pelayanan yang diberikan

1) Pelayanan kesehatan
2) Pemberian Makanan Tambahan
3) Kegiatan olah raga
4) Kegiatan non kesehatan dibawah bimbingan sektor lain
5) Perawatan lanjut usia di kelompok.
3. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)

Peningkatan prevalensi PTM menjadi ancaman yang serius dalam


pembangunan di bidang kesehatan karena mengancam pertumbuhan ekonomi
nasional. Oleh karena itu, upaya pengendalian PTM ditekankan pada upaya
mencegah masyarakat yang sehat agar tidak jatuh ke fase berisiko atau menjadi
sakit berkomplikasi.
Agar upaya tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan partisipasi
masyarakat sehingga dikembangkanlah suatu model pengendalian PTM yang
berbasis masyarakat yaitu Posbindu PTM.
Posbindu PTM merupakan kegiatan secara terintegrasi untuk mencegah
dan mengendalikan faktor resiko PTM berbasis masyarakat sesuai sumber daya
dan kebiasaan masyarakat. Kegiatan mencakup deteksi dini dan tindak lanjut
terhadap faktor risiko PTM serta upaya promosi kesehatan melalui berbagai
kelompok masyarakat dan pemangku kepentingan terutama dalam tatanan
Nagari Sehat.
Pelaksana kegiatan deteksi dini dan tindak lanjut faktor resiko PTM
adalah anggota masyarakat itu sendiri, yaitu Kader Posbindu PTM dan dibina
oleh Puskesmas.
Jenis kegiatan yang dilaksanakan di Posbindu PTM meliputi :

1) Kegiatan penggalian informasi faktor resiko dengan wawancara


sederhana tentang riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktivitas
fisik, merokok, kurang makan sayur dan buah, serta informasi lainnya.
2) Kegiatan pengukuran IMT, lingkar perut, serta analisa lemak tubuh
dilakukan 1 kali dalam sebulan.
3) Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 bulan
satu kali.
4) Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit
diselenggarakan tiga tahu tahun sekali dan bagi yang sudah mempunyai

15
faktor resiko PTM atau penyandang diabetes mellituspaling sedikit satu
tahun sekali.
5) Kegiatan pmeriksaan kolesterol total darah dan trigliserida bagi yang
sehat dilakukan 6 bulan – 1 tahun sekali, bagi yang memiliki faktor
resiko 1 – 3 bulan sekali.
6) Kegiatan pemeriksaan IVA dilakukan minimal 5 tahun sekali
7) Kegiatan konseling dan penyuluhan harus dilakukan setiap Posbindu
PTM diselenggarakan.
8) Kagiatan aktifitas fisik atau olahraga dilakukan setiap minggu.
9) Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya.

Puskesmas Kaleke memiliki 22 Posbindu PTM di wilayah kerja puskesmas


Kaleke

4. Pos Gizi

Kasus gizi buruk perlu penanganan yang serius karena memberi dampak
yang buruk terhadap perkembangan sel-sel otak dan memberi kontribusi yang
besar terhadap kematian anak. Berbagai metode telah dilakukan di Puskesmas
Kaleke, seperti penyuluhan gizi, pembinaan melalui kunjungan rumah,
konseling gizi dan pemberian PMT, namun hal tersebut belum memperlihatkan
hasil yang memuaskan.
Salah satu upaya lain yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi
tersebut adalah melalui pelaksanaan program gizi yang berkesinambungan
dengan memperhatikan sumber daya yang ada. Positive Deviance dan Pos Gizi
merupakan program gizi yang berbasis keluarga dan masyarakat bagi anak yang
beresiko kurang energi protein.
PD merupakan penyimpangan perilaku yang positif yaitu mengidentifikasi
berbagai perilaku positif dari ibu yang memiliki anak bergizi baik tetapi dari
keluarga kurang mampu dan menularkan kebiasaan tersebut kepada keluarga
kurang mampu lainnya yang memiliki anak kurang gizi disuatu masyarakat. Pos
Pemulihan Gizi merupakan tempat atau rumah yang digunakan untuk
mengadakan kegiatan pemulihan dan pendidikan gizi. Tujuan dilakukannya
kegiatan Positive Deviance adalah :

1) Menurunkan prevalensi kasus gizi buruk dan gizi kurang


2) Mengetahui penyebab terjadinya gizi buruk dan gizi kurang pada balita
3) Mengetahui perilaku positif ibu balita kurang mampu dan memiliki anak
bergizi baik
4) Mencegah gangguan tumbuh kembang berkelanjutan.
5) Pemberdayaan masyarakat dalam mengentaskan gizi buruk dan gizi
kurang.
Langkah-langkah kegiatan Positive Deviance :
1) Survey Mawas Diri (SMD)
SMD dilakukan oleh kader dengan cara mengolah data penimbangan
balita 3 bulan berturut-turut, sehingga didapatkan balita yang berada di Bawah
Garis Merah serta balita yang berada di pita kuning pada Kartu Menuju sehat.
2) Musyawarah Masyarakat Jorong (MMD)
MMD dilakukan dengan dihadiri oleh Perangkat Nagari, Tokoh Agama,
PKK, Tokoh Masyarakat, Petugas Puskesmas serta ibu balita yang balitanya
akan diikut sertakan pada Pos Gizi. Pada kegiatan ini disampaikan hasil
pengumpulan data yang telah dilakukan oleh kader dan memusyawarahkan
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan jumlah balita gizi
kurang
3) Focus Group Discussion (FGD)

16
Focuss Group Discussion (FGD) adalah diskusi yang dilakukan oleh ibu
yang memiliki balita kurang gizi dengan ibu yang memiliki balita bergizi baik
dan sama-sama berasal dari keluarga kurang mampu. Dari hasil kegiatan FGD
tersebut didapatkanlah perilaku positif dari ibu yang memiliki balita bergizi baik
yang nantinya akan ditularkan ke ibu yang memiliki balita bergizi kurang.
Dalam pelaksanaannya pos gizi dilaksanakan selama 12 hari berturut-
turut. Setiap hari ibu balita akan membawa balita ke Pos Gizi dan ikut
memasak makanan bersama kader untuk diberikan kepada balita yang bergizi
kurang. Selama proses memasak makanan yang dilakukan oleh kader bersama
dengan orang tua, maka balita akan diberikan permainan edukasi.
Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dilakukan pada
hari pertama dan terakhir pelaksanaan Pos Gizi. Balita dinyatakan lulus Pos
Gizi jika terjadi kenaikan berat badan balita minimal 200 gram.

5. Pos Usaha Kesehatan Kerja (Pos UKK)

Pos UKK adalah bentuk pemberdayaan masyarakat di kelompok pekerja


informal utamanya di upaya promotif, preventif untuk melindungi pekerja agar
hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan dan pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh bekerja. Prinsip Pos UKK adalah dari, oleh, untuk kelompok
pekerja informal di masyarakat.
Pos UKK dilaksakan oleh kader yang berasal dan dipilih oleh masyarakat
pekerja dan sudah dilatih oleh Petugas Puskesmas. Kegiatan yang dilaksanakan
oleh Kader Pos UKK :

1) Mempersiapkan dan melaksankan pertemuan tingkat desa


2) Mempersiapkan dan melaksanakan serta membahas Survey Mawas Diri
bersama Petugas Puskesmas serta Lembaga Masyarakat Desa.
3) Menyajikan hasil SMD dalam kelompok pekerja di desa dalam MMD
4) Menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan kerja.
5) Menentukan lokasi Pos UKK
6) Membuat perencanaan upaya kesehatan kerja
7) Kegiatan penyuluhan peningkatan kesehatan kerja dan pencegahan
penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja
8) Memberikan pertolongan pertama pada penyakit dan kecelakaan akibat
kerja
9) Merujuk penderita yang memerlukan perawatan lebih lanjut ke
Puskesmas
10) Kegiatan Pencatatan dan pelaporan
11) Membina hubungan baik dengan pekerja binaannya, LMD, Petugas PPL
dan Petugas Puskesmas
12) Mengelola keuangan Pos UKK
13) Membina kemampuan diri.

6. Usaha Kesehatan Sekolah

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya membina dan


mengembangkan kebiasaan hidup sehat yang dilakukan secara terpadu melalui
program pendidikan dan pelayanan kesehatan di sekolah, perguruan agama
serta usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan
kesehatan di lingkungan sekolah.
Alasan Perlunya Upaya Kesehatan Sekolah

1) Anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang rawan terhadap


masalah kesehatan.

17
2) Usia sekolah sangat peka untuk menanamkan pengertian dan kebiasaan
hidup sehat.
3) Sekolah merupakan institusi masyarakat yang terorganisasi dengan baik.
4) Keadaan kesehatan anak sekolah akan sangat berpengaruh terhadap
prestasi belajar yang dicapai.
5) Anak sekolah merupakan kelompok terbesar dari kelompok usia anak-
anak yang menerapkan wajib belajar.
6) Pendidikan kesehatan melalui anak-anak Sekolah sangat efektif untuk
merubah perilaku dan kebisaan ibu sehat umumnya.

Tujuan Khusus
Untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan meningkatkan derajat
kesehatan peserta didik yang mencakup:

1. M nurunkan angka kesakitan anak sekolah


2. Meningkatkan kesehatan peserta didik baik fisik, mental maupun
sosial.
3. Agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan
untuk melaksanakan prinsip-prinsip hidup sehat serta
berpartisipasi aktif dalam usaha peningkatan kesehatan di
sekolah.
4. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan terhadap anak
sekolah.
5. Meningkatkan daya tangkal dan daya hayat terhadap pengaruh
buruk narkotika, rokok, alkohol dan Obat berbahaya lainnya.

Sasaran Pembinaan UKS

1) Peserta didik
2) Pembina UKS (teknis dan nonteknis)
3) Sarana dan prasarana pendidikan kesehatan dan pelayanan
kesehatan lingkungan sekolah.
Ruang Lingkup Kegiatan UKS
Kegiatan utama usaha kesehatan sekolah disebut dengan Trias UKS,
yang terdiri dari:
1) Pendidikan kesehatan
2) Pelayanan kesehatan
3) Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat.
Pembinaan UKS
Pembinaan program UKS, pada tingkat Kabupaten dan Kecamatan
dibentuk dengan membentuk tim pembina usaha kesehatan sekolah (TPUKS).
Beberapa kegiatan TPUKS tersebut antara lain meliputi:
1) Pembinaan sarana keteladanan gizi, seperti kantin sekolah.
2) Pembinaan sarana keteladanan lingkungan, seperti pemeliharaan dan
pengawasan pengelolaan sampah, SPAL, WC dan kamar mandi,
kebersihan kantin sekolah, ruang UKS dan ruang kelas,  usaha mencegah
pengendalian vektor penyakit.
3) Pembinaan personal higiene peserta didik dengan pemeriksaan rutin
kebersihan kuku, telinga, rambut, gigi, serta dengan mengajarkan cara
gosok gigi yang benar.

18
4) Pengembangan kemampuan peserta didik untuk berperan aktif dalam
pelayanan kesehatan antara lain dalam bentuk kader kesehatan sekolah
dan dokter kecil
5) Penjaringan kesehatan peserta didik baru
6) Pemeriksaan kesehatan secara periodik
7) Imunisasi, pengawasan sanitasi air, usaha P3K di sekolah
8) Rujukan medik, penanganan kasus anemia
9) Forum komunikasi terpadu dan pencatatan dan pelaporan
Pelaksana program UKS antara lain meliputi guru UKS, peserta didik, Tim
UKS Puskesmas, serta masyarakat sekolah (komite sekolah). Pada tingkat
Puskesmas, dengan seorang koordinator pelaksana terdiri dari dokter, perawat,
petugas imunisasi, pelaksana gizi, serta sanitarian.
Prinsip-prinsip pengelolaan UKS :
1) Mengikutsertakan peran serta masyarakat sekolah, yang antara lain
meliputi  guru, peserta didik, karyawan sekolah, Komite Sekolah
(orang tua murid).
2) Kegiatan yang terintegrasi, dengan pelayanan kesehatan menyeluruh
yang menyangkut segala upaya kesehatan pokok puskesmas sebagai
satu kesatuan yang utuh dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan peserta didik.
3) Melaksanakan rujukan, dengan mengatasi masalah kesehatan yang
tak dapat diatasi di sekolah ke fasilitas kesehatan seperti Puskesmas
atau rumah sakit.
4) Kolaborasi tim, dengan melibatkan kerja sama lintas sektoral dengan
pembagian tugas pokok dan fungsi yang jelas
Kegiatan-kegiatan UKS
Kegiatan UKS meliputi antara lain :
1) Pemeriksaan kesehatan (kesehatan gigi dan mulut, mata telinga dan
tenggerokan, kulit dan rambut),
Kegiatan UKGS ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
a. Tahap I ( Paket Minimal)
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang belum
terjangkau oleh tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang ada di puskesmas.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini berupa:
 Pendidikan /penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan
oleh guru sesuai dengan kurikulum dari Departemen Pendidikan
Nasional.
 Pencegahan penyakit gigi dan mulut berupa kegiatan bimbingan
pelihara diri bagi murid, minimal untuk kelas I, II dan III, berupa
sikat gigi massal dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor
minimal 1 kali dalam sebulan.
 Rujukan kesehatan gigi dan mulut bagi yang memerlukan.
b. Tahap II ( Paket Standart)
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang sudah
terjangkau oleh tenaga kesehatan, sedangkan fasilitas kesehatan gigi
puskesmas masih terbatas. Kegiatan yang dilakukan pada tahap II ini berupa :
 Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi
(terintegrasi)
 Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut oleh guru
sesuai dengan kurikulum.
 Pencegahan penyakit gigi dan mulut minimal untuk murid kelas I, II
dan III berupa sikat gigi massal dengan memakai pasta gigi yang

19
mengandung fluor minimal 1 kali dalam sebulan dam pembersihan
karang gigi.
 Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I SD diikuti
pencabutan gigi susu yang telah waktunya lepas/tanggal dan
pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.
 Pelayanan medis gigi dasar bagi murid yang membutuhkan
perawatan.
 Rujukan bagi yang memerlukan.
c. Tahap III (Paket Optimal)
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang sudah
terjangkau oleh tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan gigi yang dimiliki
puskesmas sudah memadai. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
berupa :
 Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi
(terintegrasi)
 Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan
kurikulum.
 Pencegahan penyakit gigi dan mulut minimal untik kelas I, II dan III
berupa sikat gigi massal dengan memakai pasta gigi yang
mengandung fluor minimal 1 kali dalam sebulan dan pembersihan
karang gigi.
 Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I diikuti
pencabutan gigi susu yang telah waktunya tanggal/lepas.
 Pelayanan medis gigi dasar atas permintaan dari murid kelas I sampai
dengan kelas VI.
 Pelayanan medis gigi dasar pada murid kelas terpilih/selektif sesuai
kebutuhan.
 Rujukan bagi yang memerlukan.
Selain 3 tahapan diatas, cakupan pelaksanaan UKGS dalan ketentuan
Depkes RI tahun 2000 juga dijelaskan bahwa :
1. Frekwensi pembinaan petugas UKGS ke SD minmal 2 kali dalam
setahun.
2. Minimal 75 % murid SD mendapatkan pemeriksaan kesehatan gigi dan
mulut.
3. Minimal 80 % murid SD mendapatkan perawatan medis gigi dasar dari
seluruh murid SD yang telah terjaring untuk mendapatkan perawatan
lanjutan.
Kegiatan UKGS dilaporkan dengan menggunakan variabel kegiatan sebagai
berikut :
1. Jumlah murid SD kelas I, II dan III yang mendapat DHE
2. Jumlah murid kelas I, II dan III yang melaksanakan sikat gigi
massal dengan pasta gigi yang mengandung fluor.
3. Jumlah guru atau dokter kecil yang mendapat pelatihan UKGS.
4. Jumlah murid kelas I yang dilakukan penjaringan kesehatan.
5. Jumlah murid kelas I yang dicabut giginya yang sudah waktunya
tanggal.
6. Jumlah yang mendapatkan pengobatan darurat dari guru.
7. Jumlah yang kelas I sampai kelas VI yang mendapat DHE.
8. Jumlah murid kelas I dan II yang yang mendapat surface
protection.
9. Jumlah murid kelas I sampai kelas VI yang mendapatkan
pelayanan medik gigi dasar atas permintaan.

20
Semua data kegiatan dapat ditampilkan dengan menggunakan diagram
batang, dan kegiatan ini didokumentasikan melalui foto-foto kegiatan dan
rekaman video:
1. Pemeriksaan perkembangan kecerdasan,
2. Pemberian imunisasi,
3. Penemuan kasus-kasus dini,
4. Pengobatan sederhana,
5. Pertolongan pertama.
6. Rujukan

7. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM)


Kwalitas pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan dan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang
ada didalamnya.Dalam rangka meningktkan derajat kesehatan gigi masyarakat
Indonesia, dokter gigi diharapkan dapat memberikan semua jenis pelayanan
yang sesuai dengan kompetensinya.
Berdasarkan undang-undang no: 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan
kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi dan
pemulihan kesehatan gigi yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi
dan berkesinambungan.
Salah satu tindakan yang dilakukan untuk pengembangan kesehatan gigi
dan mulut adalah Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM)
1) Manfaat yang dapat diambil dari kegiatan UKGM
2) Meningkatnya derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat
3) Meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut
masyarakat
4) Meningkatnya sikap/kebiasaan pemeliharaan sehehatan gigi dan
mulut
5) Ibu hamil dan masyarakat mendapatkan pelayanan medis gigi dasar.
Kegiatan UKGMD meliputi:
1) Kegiatan promotif meliputi: Upaya promotif dilakukan dengan
pelatihan kader UKGMD dan petugas kesehatan dalam bidang
kesehatan gigi serta pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan
mulut .
2) Kegiatan preventif meliputi: pemeriksaan dan sosialisasi cara
menyikat gigi yang baik dan benar.
Bentuk kegiatan UKGMD adalah penyuluhan dan pemeriksaan gigi
kepada seluruh sasaran, mempraktekkan cara menyikat gigi yang benar pada
balita. Kegiatan UKGMD dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan
kelas ibu balita, kelas ibu hamil, kegiatan posyandu,posyandu lansia, kegiatan
DDTK, puskesmas keliling, posbindu. Cakupan pelayanan kegiatan UKGMD
meliputi :
1) Jumlah ibu hamil dengan kelainan gigi dan mulut.
2) Jumlah ibu hamil yang dirujuk.
3) Jumlah ibu hamil yang mendapat perawatan.
4) Jumlah balita yang bebas karies.
5) Jumlah balita yang dirujuk.
6) Jumlah balita yang mendapat perawatan.
7) Jumlah penduduk yang dirujuk kader.
8) Jumlah penduduk yang mendapatkan pengobatan sederhana.
9) Jumlah kunjungan petugas untuk pembinaan.

21
Laporan kegiatan UKGMD bersifat kumulatif, dan data dapat ditampilkan
dengan digram batang. Semua kegiatan dapat didokumentasikan melalui audio
visual atau visual saja.
8. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Menurut Wordl Health Organization (WHO) yang termasuk edalam
kelompok remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun, dan secara
demografis kelompok remaja dibagi menjadi kelompok usia 10-14 tahun dan
kelompok usia 15-19 tahun. Sementara Undang-Undang No.23 tentang
Perlindungan Anak mengelompokkan setiap orang yang berusia sampai dengan
18 tahun sebagai ‘anak’, sehingga berdasarkan Undang-Undang ini sebagian
besar remaja termasuk dalam kelompok anak.
Berdasarkan undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak bahwa sasaran pengguna layanan PKPR adalah kelompok remaja usia 10 –
18 tahun. Waluaupun demikian mengingat batasan usia remaja menurut WHO
adalah 10-19 tahun, maka Kementerian Kesehatan menetapkan sasaran
pengguna layanan PKPR meliputi remaja berusia 1-10 sampai 19 tahun,tanpa
memandang status pernikahan.
Fokus sasaran layanan puskesmas PKPR adalah berbegai kelompok
remaja, antara lain :
1) Remaja di sekolah : sekolah umum, madrasah, pesantren, sekolah luar
biasa
2) Remaja diluar sekolah : karang taruna, saka bakti husada, palang
merah remaja, panti yatim piatu/rehabilitasi, kelompok belajar
mengajar, organisasi remaja, rumah singgah, kelompok keagamaan.
3) Remaja putri sebagai calon ibu dan remaja hamil tanpa
mempermasalahkan status pernikahan.
4) Remaja yang rentan terhadap penularan HIV, remaja yang sudah
terinfeksi HIV, remaja yang terkena dampak HIV/AIDS, remaja yang
menjadi yatim/piatu terkena AIDS.
5) Remaja yang berkebutuhan khusus, yang meliputi kelompok remaja
sebagai berikut :
 Korban kekerasan, korban traficking, korban eksploitasi seksual
 Penyandang cacat, di lembaga pemasyarakatan (LAPAS), anak
jalanan, dan remaja pekerja.
 Di daerah konflik (pengungsian), dan diaerah terpencil.
Paket pelayanan remaja yang sesuai dengan kebutuhan meliputi
palayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang harus diberikan
secara komprehensif di semua tempat yang akan melakukan pelayanan remaja
dengan pendekatan PKPR. Intervensi meliputi :
1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja (meliputi infeksi manular
seksual/IMS, HIV&AIDS) termasuk seksualitas dan pubertas.
2) Pencegahan dan penanggulangan kehamilan pada remaja
3) Pelayanan gizi (anemia, kekurangan dan kelebihan gizi) termasuk
konseling dan adukasi
4) Tumbuh kembang remaja
5) Skrining status TT pada remaja
6) Pelayanan kesehatan jiwa remaja, meliputi : masalah psikososial,
gangguan jiwa, dan kualitas hidup.
7) Pencegahan dan penggulangan NAPZA
8) Deteksi dan penanganan kekerasan terhadap remaja
9) Deteksi dan penanganan tuberkulosis
10) Deteksi dan penanganan kecacingan.
3.2 Tatalaksana Upaya Kesehatan Ibu dan Anak & Keluarga Berencana

22
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan
jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan
pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut :
1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil
di semua fasilitas kesehatan.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten
diarahkan ke fasilitas kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan ataupun melalui kunjungan rumah.
5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan
neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara
adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan.
7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di
semua fasilitas kesehatan.
8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai
standar di semua fasilitas kesehatan.
9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.

3.2.1 Pelayanan Antenatal


Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan
(SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta
intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam
pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus
Toksoid  (TT) bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah,
hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus
dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok ber-risiko,
pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria,
tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut
lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar
tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal
4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang
dianjurkan sebagai berikut :
 Minimal 1 kali pada triwulan pertama.

23
 Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
 Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin
perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan
dan penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan
antenatal kepada Ibu hamil adalah : dokter Spesialis kebidanan, dokter, bidan
dan perawat.
3.2.2. Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan
persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan
tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga
kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3. Manajemen aktif kala III
4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang
lebih tinggi.
5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan
pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.

3.2.3 Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas


Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai
standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga
kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan
pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan
nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu :
 Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari
setelah persalinan.
 Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan (8 –
14 hari).
 Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan (36
– 42 hari).
Pelayanan yang diberikan adalah :
1. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
2. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
3. Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
4. Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
5. Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali ,
pertama segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam
pemberian kapsul Vitamin A pertama.
6. Pelayanan KB pasca salin
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan ibu
nifas adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

3.2.4 Pelayanan Kesehatan Neonatus

24
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai
standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus
sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di
fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :
1. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 –
48 Jam setelah lahir.
2. Kunjungan Neonatalke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari
ke 3 sampai dengan hari ke 7 setelah lahir.
3. Kunjungan Neonatalke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari
ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah lahir.
Kunjungan neonatalbertujuan untuk meningkatkan akses neonatus
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat
kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus
terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama
kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan
untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara komprehensif
dengan melakukan pemeriksaan dan perawatan Bayi baru Lahir dan
pemeriksaan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda
(MTBM)untuk memastikan bayi dalam keadaan sehat, yang meliputi :
1. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik :
a. Lihat postur, tonus, dan aktifitas bayi.
b. Lihat pada kulit bayi.
c. Hitung pernafasan dan lihat tarikan dinding dada ketika bayi
sedang tidak menangis.
d. Hitung detak jantung dengan stetoskop. Stetoskop diletakkan
pada dada kiri bayi setinggi apeks.
e. Lakukan pengukuran suhu ketiak dengan termometer.
f. Lihat dan raba bagian kepala.
g. Lihat pada mata.
h. Lihat bagian dalam mulut (lidah, selaput lendir)
Jika bayi menangis, masukkan satu jari yang menggunakan
sarung tangan ke dalam dan raba langit-langit.
i. Lihat dan raba pada bagian perut, Lihat pada tali pusat.
Lihat pada punggung dan raba tulang belakang.
j. Lihat pada lubang anus, hindari untuk memasukkan alat atau
jari dalam melakukan pemeriksaan anus.
k. Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air besar.
l. Lihat dan raba pada alat kelamin bagian luar.
m. Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air kecil.
n. Timbang bayi dengan menggunakan selimut, hasil timbangan
dikurangi selimut.
o. Mengukur panjang dan lingkar kepala bayi. Jelaskan cara dan
alat.
p. Menilai cara menyusui, minta ibu untuk menyusui bayinya.
Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM
 Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri,
ikterus, diare, berat badan rendah dan Masalah pemberian ASI.
 Pemberian Vitamin K1, Imunisasi Hepatitis B0 bila belum diberikan
pada waktu perawatan bayi baru lahir.

25
 Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI
eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi
baru lahir di rumah termasuk perawatan tali pusat dengan
menggunakan Buku KIA.
 Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan
neonatus adalah : dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat.

3.2.5 Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus
oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan
komplikasi kebidanan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal ,
tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya
deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor risiko
dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan
kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang
dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2. Anak lebih dari 4.
3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2
tahun.
4. Kurang Energi Kronis (KEK)dengan lingkar lengan atas kurang
dari 23,5 cm, atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa
kehamilan.
5. Anemia dengan dari Hemoglobin < 11 g/dl.
6. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk
panggul dan tulang belakang
7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum
kehamilan ini.
8. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain :
tuberkulosis, kelainan jantung-ginjal-hati, psikosis, kelainan
endokrin (DiabetesMellitus, Sistemik Lupus Eritematosus, dll),
tumor dan keganasan
9. Riwayat kehamilan buruk: keguguran berulang, kehamilan
ektopik terganggu, mola hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi
dengan cacat kongenital
10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio
sesarea, ekstraksivakum/ forseps.
11. Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan paska persalinan,
Infeksi masa nifas, psikosis post partum (post partum blues).
12. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi
dan riwayat cacat kongenital.
13. Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster.
14. Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, Janin
besar.
15. Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada
usia kehamilan lebih dari 32 minggu.
Catatan : penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah 9 –
12 kg selama masa kehamilan
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain :
1. Ketuban pecah dini.

26
2. Perdarahan pervaginam :
 Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio plasenta
 Intra Partum : robekan jalan lahir
 Post Partum : atonia uteri, retensio plasenta, plasenta
inkarserata, kelainan pembekuan darah, subinvolusi uteri
3. Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi
(sistolik > 140 mmHg, diastolik > 90 mmHg), dengan atau tanpa
edema pre-tibial.
4. Ancaman persalinan prematur.
5. Infeksi berat dalam kehamilan : demam berdarah, tifus
abdominalis, Sepsis.
6. Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju.
7. Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat
penanganan yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan
transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk kasus
risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi faktor risiko pada ibu baik oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya penting dalam
mencegah kematian dan kesakitan ibu.
Faktor risiko pada neonatus adalah sama dengan faktor risiko pada ibu
hamil. Ibu hamil yang memiliki faktor risiko akan meningkatkan risiko
terjadinya komplikasi pada neonatus. Deteksi dini untuk Komplikasi pada
Neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai berikut :
1. Tidak Mau Minum/menyusu atau memuntahkan semua
2. Riwayat Kejang
3. Bergerak hanya jika dirangsang/Letargis
4. Frekwensi Napas < = 30 X/menit dan >= 60x/menit
5. Suhu tubuh <= 35,5 C dan >= 37,5 C
6. Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
7. Merintih
8. Ada pustul Kulit
9. Nanah banyak di mata
10. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
11. Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat
12. Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat
13. Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian
ASI
14. BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram
15. Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
1. Prematuritas dan BBLR (bayi berat lahir rendah < 2500 gr)
2. Asfiksia
3. Infeksi Bakteri
4. Kejang
5. 5. Ikterus
6. 6. Diare
7. Hipotermia
8. Tetanus neonatorum
9. Masalah pemberian ASI
10. Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan
kongenital, dll.
3.2.6 Penanganan Komplikasi Kebidanan
Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan
komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar oleh

27
tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.
Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan.
Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga 
sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga
kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi
kebidanan maka diperlukan adanya fasilititas pelayanan kesehatan yang
mampu memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara
berjenjang mulai dari bidan, puskesmas mampu PONED sampai rumah sakit
PONEK 24 jam.Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu
PONED meliputi:
1. Pelayanan obstetri :
- Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
- Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (pre-
eklampsi dan eklampsi)
- Pencegahan dan penanganan infeksi.
- Penanganan partus lama/macet.
- Penanganan abortus.
- Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi
rujukan.
2. Pelayanan neonatus :
- Penanganan asfiksia bayi baru lahir.
- Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
 Hipotermi
 Hipoglikemia
 Ikterus
 Masalah pemberian minum
- Penanganan gangguan nafas.
- Penanganan kejang.
- Penanganan infeksi neonatus.
- Rujukan dan transportasi bayi baru lahir.
- Persiapan umum sebelum tindakan kegawatdaruratan
neonatus

3.2.7 Pelayanan neonatus dengan komplikasi


Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus
dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan
dan kematian oleh dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas,
puskesmas PONED, rumah bersalin dan rumah sakit pemerintah/swasta.
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami
komplikasi neonatal. Hari Pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena
banyak perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari
kehidupan di dalam rahim kepada kehidupan di luar rahim. Bayi baru lahir
yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak
ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi sebagian besar
terjadi pada hari pertama, minggu pertama kemudian bulan pertama
kehidupannya.
Faktor resiko pada neonatus akan meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi, deteksi dini untuk Komplikasi pada Neonatus dengan melihat
tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai berikut :
- Tidak mau minum/ menyusu atau memuntahkan semua
- Riwayat kejang
- Bergerak hanya jika dirangsang / Letargis.

28
- Frekwensi napas ≤ 30 x/menit dan ≥ 60 x/menit.
- Suhu tubuh  ≤ 35,5°C dan ≥ 37,5°C
- Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat.
- Merintih.
- Ada pustule kulit.
- Nanah banyak di mata.
- Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
- Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat.
- Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat.
- Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian
ASI.
- BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram)
- Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
- Asfiksia bayi baru lahir.
- Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
 Hipotermi
 Hipoglikemia
 Ikterus
 Masalah pemberian minum
- Gangguan napas
- Kejang
- Infeksi Neonatus
- Klasifikasi dalam MTBM :
 Infeksi bakteri (termasuk klasifikasi Infeksi Bakteri Lokal dan
Penyakit Sangat Berat atau Infeksi Bakteri Berat)
 Ikterus (termasuk klasifikasi Ikterus Berat dan Ikterus)
 Diare (termasuk klasifikasi Diare Dehidrasi Berat dan Diare
Dehidrasi Ringan/Sedang)
 Berat badan rendah menurut umur dan atau masalah pemberian
ASI.
 Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan
kongenital, dll.
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas
penanganan komplikasi neonatus tersebut antara lain penyediaan puskesmas
mampu PONED dengan target setiap kabupaten harus mempunyai minimal 4
(empat) puskesmas mampu PONED.
Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki
kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan
terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas serta kegawatdaruratan bayi baru lahir
dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan
kader/masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan melakukan rujukan ke
RS/RS PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU
Kabupaten mampu melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi
komprehensif (PONEK) yang siap selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus
mampu melakukan pelayanan emergensi dasar dan pelayanan operasi seksio
sesaria, perawatan neonatus level II serta transfusi darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka
kasus – kasus komplikasi kebidanan dan neonatal dapat ditangani secara
optimal sehingga dapat mengurangi kematian ibu dan neonatus.

3.2.8 Pelayanan Kesehatan Bayi

29
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama
periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi :
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan.
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap
pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan
pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta
peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan
demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
 Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1,2,3,4, DPT/HB 1,2,3,
Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun.
 Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK).
 Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan).
 Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI,  tanda –
tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku
KIA.
 Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi
adalah : dokter spesialis anak, dokter, bidan , perawat dibantu oleh tenaga
kesehatan lainnya seperti petugas gizi.

3.2.9 Pelayanan kesehatan anak balita


Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual
berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period
dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta
pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral.
Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi
organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting
agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang
lebih berat .
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan
dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh
Kembang Anak  (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di
puskesmas dan jajarannya seperti  dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh
kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat
kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita
dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat pelayanan kesehatan
dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS), di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank Dunia, 1993
melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk
mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan
Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan
kombinasi dari keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita,
Departemen Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan

30
paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai
dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai
1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita
sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar
yang meliputi :
a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang
tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah
pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada
Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-
turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk
ke sarana pelayanan kesehatan.
b. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal
2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan
perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan
kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK
diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar
gedung.
c. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
d. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
e. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan
pendekatan MTBS.

3.2.10 Pelayanan KB Berkualitas


Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan
menghormati hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga
diharapkan dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kematian Ibu dan
menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan) bagi pasangan yang telah cukup
memiliki anak (2 anak lebih baik) serta meningkatkan fertilitas bagi pasangan
yang ingin mempunyai anak.
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan) kehamilan.
Bagi Pasangan Usia Subur yang ingin menjarangkan dan/atau menghentikan
kehamilan, dapat menggunakan metode kontrasepsi yang meliputi :
 KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitus interuptus).
 Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
 Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan
tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif (Contraceptive
Prevalence Rate/CPR) mencapai 61,4% (SDKI 2007) dan angka ini merupakan
pencapaianyang cukuptinggi diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian
metode yangdipakai lebih banyak menggunakan metode jangka pendek seperti
pil dansuntik. Menurut data SDKI 2007 akseptor KB yang menggunakan suntik
sebesar 31,6%, pil 13,2 %, AKDR 4,8%, susuk 2,8%, tubektomi 3,1%, vasektomi
0,2% dan kondom 1,3%. Hal ini terkait dengan tingginya angka putus
pemakaian (DO) pada metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang
terus menerus. Disamping itu pengelola program KB perlu memfokuskan
sasaran pada kategori PUS dengan “4 terlalu” (terlalu muda, tua, sering dan
banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu
diupayakan pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan aspek
kualitas, teknis dan aspek manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu
diterapkan pelayanan yang sesuai standard dan variasi pilihan metode KB,
sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan non-klinis
secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola program KB

31
perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB dan sistem
pencatatan dan pelaporan pelayanan KB.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB kepada
masyarakat adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

3.2.11Indikator Pemantauan
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA meliputi
indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program
KIA. Sasaran yang digunakan dalam PWS KIA berdasarkan kurun waktu 1
tahun dengan prinsip konsep wilayah (misalnya: Untuk provinsi memakai
sasaran provinsi, untuk kabupaten memakai sasaran kabupaten).
1. Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)
Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan
antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan
antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah :
Jumlah ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh
tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun X 100%

Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui


Proyeksi, dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan
menggunakan rumus  :
1,10 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk
Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka terakhir CBR
kabupaten yang diperoleh dari kantor perwakilan Badan Pusat Statistik (BPS) di
kabupaten. Bila angka CBR kabupaten tidak ada maka dapat digunakan angka
terakhir CBR propinsi. CBR propinsi dapat diperoleh juga dari buku Data
Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2007 – 2011 (Pusat Data
Kesehatan Depkes RI, tahun 2007).
Contoh :untuk menghitung perkiraan jumlah ibu hamil di nagari X di
kabupaten Y yang mempunyai penduduk sebanyak 2 .000 jiwa dan angka CBR
terakhir kabupaten Y 27,0/1.000 penduduk, maka :
Jumlah ibu hamil = 1,10 X 0,027 x 2.000 = 59,4.
Jadi sasaran ibu hamil di nagari X adalah 59 orang.
2. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (Cakupan K4)
Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal
sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali
pada trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal
secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang
ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu
wilayah, di samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun
kelangsungan program KIA.
Rumus yang dipergunakan adalah :
Jumlah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali sesuai
standaroleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah dalam 1 tahun X 100%


3. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn)

32
Adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja
dalam kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang
ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan
manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan sesuai standar.
Rumus yang digunakan sebagai berikut :
Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
Jumlah sasaran ibu bersalin disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun X 100%
Jumlah sasaran ibu bersalin dalam 1 tahun dihitung dengan
menggunakan rumus :
1,05 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk
Contoh : untuk menghitung perkiraan jumlah ibu bersalin di nagari X di
kabupaten Y yang mempunyai penduduk sebanyak 2.000 penduduk dan angka
CBR terakhir kabupaten Y 27,0/1.000 penduduk maka :
Jumlah ibu bersalin = 1,05 X 0,027 x 2.000 = 56,7.
Jadi sasaran ibu bersalin di nagari X adalah 56 orang.
4. Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3)
Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan
42 hari pasca bersalin sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi
waktu 6 jam – 3 hari, 8 – 14 hari dan 36 – 42 hari setelah bersalin di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui
cakupan pelayanan nifas secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan
menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan jangkauan dan
kualitas pelayanan kesehatan ibu nifas, di samping menggambarkan
kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai standar
oleh tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
Jumlah sasaran ibu nifas di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun X 100%

Jumlah sasaran ibu nifas sama dengan jumlah sasaran ibu bersalin.

5. Cakupan pelayanan neonatus pertama (KN 1)


Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar
pada 6 – 48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.Dengan indikator ini dapat diketahui akses/jangkauan pelayanan
kesehatan neonatal.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 – 48 jam
setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah sasaran bayi bisa didapatkan dari perhitungan jumlah perkiraan
(angka proyeksi) bayi dalam satu wilayah tertentu dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Jumlah sasaran bayi = Crude Birth Rate x jumlah penduduk
Contoh : untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu desa Z di Kota
Y Propinsi X yang mempunyai penduduk sebanyak 1.500 jiwa dan angka CBR
terakhir Kota Y 24,8/1.000 penduduk, maka :
Jumlah bayi = 0,0248 x 1500 = 37,2.
Jadi sasaran bayi di desa Z adalah 37 bayi.
6. Cakupan pelayanan neonatus Lengkap (KN Lengkap).

33
Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar
sedikitnya tiga kali yaitu 1 kali pada 6 – 48 jam, 1 kali pada hari ke 3 – hari ke 7
dan 1 kali pada hari ke 8 – hari ke 28 setelah lahir disuatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas dan
kualitas pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah neonatus yang telah memperoleh 3 kali pelayanan kunjungan neonatal
sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

7. Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh Masyarakat


Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi  yang
ditemukan oleh kader atau dukun bayi atau masyarakat  serta dirujuk ke
tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Masyarakat disini, bisa keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu sendiri.
Indikator ini menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat
dalam mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas.
Rumus yang dipergunakan :
Jumlah ibu hamil yang berisiko yang ditemukan kader atau dukun bayi
atau masyarakatdi suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah dalam 1 tahun
8. Cakupan Penanganan komplikasi Obstetri (PK)
Adalah cakupan Ibu dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu yang ditangani secara definitif sesuai dengan
standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan
rujukan. Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir
untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan.
Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara professional kepada ibu hamil
bersalin dan nifas dengan komplikasi.
Rumus yang dipergunakan :
Jumlah komplikasi kebidanan yang mendapatkan penanganan definitive
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

9. Neonatus dengan komplikasi yang ditangani


Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani secara
definitif oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan
rujukan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Penanganan definitif
adalah pemberian tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus yang
pelaporannya dihitung 1 kali pada masa neonatal. Kasus komplikasi yang
ditangani adalah seluruh kasus yang ditangani tanpa melihat hasilnya hidup
atau mati.
Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan
dalam menangani kasus – kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian
ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah neonatus dengan komplikasi yang mendapat penanganan definitif
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
x jumlah sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

34
10. Cakupan kunjungan bayi (29 hari – 11 bulan)
Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4
kali yaitu 1 kali pada umur 29 hari – 2 bulan, 1 kali pada umur 3 – 5 bulan, dan
satu kali pada umur 6 – 8 bulan dan 1 kali pada umur 9 – 11 bulan sesuai
standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini
dapat diketahui efektifitas, continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan
bayi.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah bayi yang telah memperoleh 4 kali pelayanan kesehatan sesuai
standardi suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
11. Cakupan pelayanan anak balita (12 – 59 bulan).
Adalah cakupan anak balita (12 – 59 bulan) yang memperoleh pelayanan
sesuai standar, meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun,
pemantauan perkembangan minimal 2 x setahun, pemberian vitamin A 2 x
setahun
Rumus yang digunakan adalah :
Jumlah anak balita yg memperoleh pelayanan sesuai standar
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah seluruh anak balita disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun

12. Cakupan Pelayanan kesehatan anak balita sakit yang dilayani


dengan MTBS
Adalah cakupan anak balita (umur 12 – 59 bulan) yang berobat ke
Puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Rumus yang digunakan adalah :
Jumlah anak balita sakit yg memperoleh pelayanan sesuai tatalaksana MTBS
di Puskesmas di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah seluruh anak balita sakit yg berkunjung ke Puskesmas
di suatu wilkerja dalam 1 tahun

Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang
datang ke puskesmas (register rawat jalan di Puskesmas). Jumlah anak balita
sakit yang mendapat pelayanan standar diperoleh dari format pencatatan dan
pelaporan MTBS
13. Cakupan Peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate)
Adalah cakupan dari peserta KB yang baru dan lama yang masih aktif
menggunakan alat dan obat kontrasepsi (alokon) dibandingkan dengan jumlah
pasangan usia subur di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Indikator ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan lama yang masih aktif
memakai alokon terus-menerus hingga saat ini untuk menunda, menjarangkan
kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan.
Rumus yang dipergunakan:
Jumlah peserta KB aktif di suatu wilayah kerja padakurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah seluruh PUS di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

3.2.12Pengumpulan, Pencatatan dan Pengolahan Data KIA


1. Jenis data
Data yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan PWS KIA adalah :

35
a. Data Sasaran :
 Jumlah seluruh ibu hamil
 Jumlah seluruh ibu bersalin
 Jumlah ibu nifas
 Jumlah seluruh bayi
 Jumlah seluruh anak balita
 Jumlah seluruh PUS

b. Data pelayanan :
 Jumlah K1
 Jumlah K4
 Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
 Jumlah ibu nifas yang dilayani 3 kali (KF 3) oleh tenaga
kesehatan
 Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada
umur 6-48 jam
 Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan
lengkap pada umur 0-28 hari (KN 1, KN 2, KN 3)
 Jumlah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan factor
risiko/komplikasi yang dideteksi oleh masyarakat
 Jumlah kasus komplikasi obstetri yang ditangani
 Jumlah neonatus dengan komplikasi yang ditangani
 Jumlah bayi yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur
29 hari–11 bulan sedikitnya 4 kali
 Jumlah anak balita (12–59 bulan) yang mendapatkan pelayanan
kesehatan sedikitnya 8 kali
 Jumlah anak balita sakit yang mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar
 Jumlah peserta KB aktif
2. Sumber data
Data sasaran berasal dari perkiraan jumlah sasaran (proyeksi) yang
dihitung berdasarkan rumus. Berdasarkan data tersebut, Bidan di Desa
bersama dukun bersalin/bayi dan kader melakukan pendataan dan pencatatan
sasaran di wilayah kerjanya.
Data pelayanan pada umumnya berasal dari :
 Register kohort ibu
 Register kohort bayi
 Register kohort anak balita
 Register kohort KB
3. Pengolahan Data
Setiap bulan Bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam buku
kohort dan dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan Koordinator di
Puskesmas menerima laporan bulanan tersebut dari semua BdD dan
mengolahnya menjadi laporan dan informasi kemajuan pelayanan KIA bulanan
yang disebut PWS KIA. Informasi per nagari dan per kecamatan tersebut
disajikan dalam bentuk grafik PWS KIA yang harus dibuat oleh tiap Bidan
Koordinator.
Langkah pengolahan data adalah : Pembersihan data, Validasi dan
Pengelompokan.

36
1. Pembersihan data : melihat kelengkapan dan kebenaran
pengisian formulir yang tersedia.
2. Validasi : melihat kebenaran dan ketepatan data.
3. Pengelompokan : sesuai dengan kebutuhan data yang harus
dilaporkan.
Contoh :
 Pembersihan data : Melakukan koreksi terhadap laporan
yangmasuk dari Bidan di nagari mengenai duplikasi nama,
duplikasi alamat, catatan ibu langsung di K4 tanpa melewati K1.
 Validasi : Mecocokkan apabila ternyata K4 & K1 lebih besar
daripada jumlah ibu hamil, jumlah ibu bersalin lebih besar
daripada ibu hamil.
 Pengelompokan : Mengelompokkan ibu hamil anemi berdasarkan
nagari untuk persiapan intervensi, ibu hamil dengan KEK untuk
persiapan intervensi.
Hasil pengolahan data dapat disajikan dalam bentuk : Narasi, Tabulasi,
Grafik dan Peta.
1. Narasi : dipergunakan untuk menyusun laporan atau
profil suatu wilayah kerja, misalnya dalam Laporan PWS KIA yang
diserahkan kepada instansi terkait.
2. Tabulasi : dipergunakan untuk menjelaskan narasi
dalam bentuk lampiran.
3. Grafik : dipergunakan untuk presentasi dalam
membandingkan keadaan antar waktu, antar tempat dan
pelayanan. Sebagian besar hasil PWS disajikan dalam bentuk
grafik.
4. Peta :dipergunakan untuk menggambarkan kejadian
berdasarkan gambarangeografis.
Puskesmas yang sudah menggunakan komputer untuk mengolah data
KIA maka data dari kartu- kartu pelayanan bidan di nagari, dimasukkan ke
dalam komputer sehingga proses pengolahan data oleh bidan di nagari dan
bidan koordinator Puskesmas akan terbantu dan lebih cepat.
3.2.13 Pembuatan Grafik PWS KIA
PWS KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai,
yang juga menggambarkan pencapaian tiap nagari dalam tiap bulan. Di bawah
ini dijabarkan cara membuat grafik PWS KIA untuk tingkat puskesmas, yang
dilakukan tiap bulan, untuk semua nagari.

Langkah – langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS KIA :


1. Penyiapan data
Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indikator diperoleh
dari catatan ibu hamil per nagari, register kegiatan harian, register kohort ibu
dan bayi, kegiatan pemantauan ibu hamil per nagari, catatan posyandu, laporan
dari bidan / dokter praktik swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya.
Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah :
a. Data cakupan per nagari dalam kurun waktu yang sama
Misalnya: untuk membuat grafik cakupan K4 bulan juni di
wilayah kerja puskesmas X, maka diperlukan data cakupan K4
nagari A, nagari B, nagari C, dst pada bulan Juni.
Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah:
b. Data cakupan per bulan
Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang mempunyai
korelasi misalnya:

37
c. K1, K4 dan Pn
2. Membuat Grafik
a. Menentukan target rata2 per bulan untuk menggambarkan
skala pada garis vertikal (sumbu Y), caranya target 1 tahun/12
b. Hasil perhitungan cakupan kumulatif, dimasukan kedalam
lajur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat (tertinggi
sebalah kiri)
c. Nama desa ditulis pada lajur desa, menyesuaikan lajur
kumulatif
d. Hasil perhitungan bulan ini dan bulan lalu untuk tiap desa
dimasukan ke lajur masing2
e. Gambar anak panah untuk mengisi lajur trend,
f. Bila bulan ini lebih tinggi dari bulan lalu maka trend naik (↑)
g. Bila bulan ini lebih rendah dari bulan lalu maka trend turun (↓)
h. Bila bulan ini sama dari bulan lalu maka trend tetap (−)
3.2.14 Analisis dan Tindak Lanjut
Analisis yang dapat dilakukan mulai dari yang sederhana hingga analisis
lanjut sesuai dengan tingkatan penggunaannya.
1. Analisis Sederhana
Analisis ini membandingkan cakupan hasil kegiatan antar wilayah
terhadap target dan kecenderungan dari waktu ke waktu. Analisis sederhana ini
bermanfaat untuk mengetahui nagari mana yang paling memerlukan perhatian
dan tindak lanjut yang harus dilakukan.
Contoh analisis sederhana
Analisis dari grafik cakupan ibu hamil baru (akses) pada pemantauan
bulan Juni 2008 dapat digambarkan dalam matriks seperti di bawah ini.
Desa Cakupan Terhadap cakupan Status Desa
terhadap target bulan lalu

Diatas Dibawah Naik Turun Tetap


A + + Baik
B + + Baik
C + + Kurang
D + + Cukup
E + + Jelek

Dari matriks diatas dapat disimpulkan adanya 4 macam status


cakupan Desa, yaitu :
1) Status baik.
Adalah Desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan
Juni 2008, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat
atau tetap jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa - desa ini adalah
Desa A dan Desa B. Jika keadaan tersebut berlanjut, maka Desa - desa tersebut
akan mencapai atau melebihi target tahunan yang ditentukan.
2) Status kurang.
Adalah Desa dengan cakupan diatas target bulan Juni 2008, namun
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan
dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa C, yang perlu
mendapatkan perhatian karena cakupan bulan lalu ini hanya 5% (lebih kecil
dari cakupan bulan minimal 7,5%). Jika cakupan terus menurun, maka Desa
tersebut tidak akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
3) Status cukup.

38
Adalah Desa dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008, namun
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa
D, yang perlu didorong agar cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih daripada
cakupan bulanan minimal 7,5%. Jika keadaan tersebut dapat terlaksana, maka
Desa ini kemungkinan besar akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
4) Status jelek.
Adalah Desa dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008, dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun dibandingkan
dengan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa E, yang perlu
diprioritaskan untuk pembinaan agar cakupan bulanan selanjutnya dapat
ditingkatkan diatas cakupan bulanan minimal agar dapat mengejar kekurangan
target sampai bulan Juni, sehingga dapat pula mencapai target tahunan yang
ditentukan.
2. Analisis Lanjut
Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan variable tertentu
dengan variable terkait lainnya untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar
variable yang dimaksud.
Contoh analisis lanjut : Analisis grafik PWS KIA K1, K4, Pn
Desa Cakupan Cakupan K4 Cakupan Pn Keterangan
K1
A 70 % 60 % 50 % DO K4
B 85 % 70 % DO Pn
C
D
E
Apabila Drop Out (DO) K1 - K4 lebih dari 10 % berarti wilayah tersebut
bermasalah dan perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut. Drop Out
tersebut dapat disebabkan karena ibu yang kontak pertama (K1) dengan tenaga
kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari 3 bulan. Sehingga
diperlukan intervensi peningkatan pendataan ibu hamil yang lebih intensif.

3.2.15 Rencana Tindak Lanjut


Bagi kepentingan program, analisis PWS KIA ditujukan untuk
menghasilkan suatu keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi
puskesmas. Keputusan tersebut harus dijabarkan dalam bentuk rencana
operasional jangka pendek untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi
sesuai dengan spesifikasi daerah.
Skema Alternatif Tindak Lanjut (Alt)
Rencana operasional tersebut perlu dibicarakan dengan semua pihak
yang terkait :
1. Bagi Desa yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan
pelayanan KIA perlu dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian
tertentu sesuai kebutuhan antara lain perbaikan mutu pelayanan.
2. Bagi Desa berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek, perlu
prioritas intervensi sesuai dengan permasalahan.
3. Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik)
harus dibicarakan dalam pertemuan mini lokakarya puskesmas
dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten (untuk mendapat
bantuan dari kabupaten).
4. Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan
sasaran, dan mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus

39
dibicarakan pada rapat koordinasi kecamatan dan/atau rapat dinas
kesehatan kabupaten (untuk mendapat bantuan dari kabupaten).
Sumber :
Sub Direktorat Kesehatan Ibu yang merupakan pembahasan akhir dan
hasil editing dari dr. Andi Ayusianto dan dr. Kirana

3.2.16 Pelayanan Kesehatan Bayi


1. Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Baru Lahir
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman Asuhan
Persalinan Normal yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhan bayi
baru lahir dapat dilaksanakan oleh dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan
asuhan bayi baru lahir dilaksanakan dalam ruangan yang sama dengan ibunya
atau rawat gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi berada dalam
jangkauan ibu selama 24 jam).
Asuhan bayi baru lahir meliputi:
1. Pencegahan infeksi (PI)
2. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
3. Pemotongan dan perawatan tali pusat
4. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
5. Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6
jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan
tubuh bayi.
6. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis
tunggal di paha kiri
7. Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha
kanan
8. Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata
antibiotika dosis tunggal
9. Pemeriksaan bayi baru lahir
10. Pemberian ASI eksklusif
11. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
2. Pelayanan Kesehatan Bayi
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama
periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksana pelayanan kesehatan bayi :
a. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan
b. Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan
c. Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan
d. Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap
pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan
pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta
peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulusi tumbuh kembang. Dengan
demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
1. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1, 2, 3, 4,
DPT/HB 1, 2, 3, Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun
2. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi
(SDIDTK)
3. Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan)

40
4. Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI,
tanda-tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah
menggunakan Buku KIA
5. Penanganan dan rujukan kasus bila di perlukan
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi
adalah dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat.
3. Bentuk Pelayanan kesehatan pada bayi :
a. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
IMD adalah memberikan pelayanan kesehatan pada anak dengan
mendekapkan bayi diantara kedua payudara ibunya segera setelah lahir.
Memberikan kesempatan bayi menyusui sendiri segera setelah lahir dengan
meletakkan bayi di dada atau perut dan kulit bayi melekat pada kulit ibu (skin
to skin contact) setidaknyaselama 1-2 jam sampai bayi menyusui sendiri. Hal ini
dapat menghindari kematian bayi dan penyakit yang menyerang bayi, karena
kandungan antibodi yang ada pada colostrum dan ASI. Setelah bayi lahir dan
tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi
kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD.
Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan) :
1. Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di kamar bersalin
2. Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa
menghilangkan vernix, kemudian tali pusat diikat.
3. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada
ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan mata bayi setinggi
puting susu ibu. Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi.
4. Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan biarkan bayi
sendiri mencari puting susu ibu.
5. Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali perilaku bayi
sebelum menyusu.
6. Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu minimal selama satu
jam, bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi tetap di
dada ibu sampai 1 jam
7. Jika bayi belum mendapatkan putting susu ibu dalam 1 jam
posisikan bayi lebih dekat dengan puting susu ibu, dan biarkan
kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama 30 menit.
Setelah IMD selesai, maka dilanjutkan langkah berikut :
1. Dilakukan penimbangan, penyuntikan vitamin K1, salep matadan
imunisasi Hepatitis B (HB 0).
2. Pemberian layanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada periode
setelah IMD sampai 2-3 jam setelah lahir, dan dilaksanakan di kamar
bersalin oleh dokter, bidan atau perawat.
3. Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1
mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL
akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.
4. Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata
(Oxytetrasiklin 1%).
5. Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah
penyuntikan Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan
Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan
kerusakan hati.
b. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan
pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama
kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan
untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. Pemeriksaan

41
bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan yang sama dengan ibunya, oleh
dokter/ bidan/ perawat. Jika pemeriksaan dilakukan di rumah, ibu atau
keluarga dapat mendampingi tenaga kesehatan yang memeriksa.
c. Pencegahan infeksi
Pemotongan tali pusat pada BBL normal dilakukan sekitar 2 menit
setelah bayi baru lahir atau setelah penyuntikan oksitosin 10 IU intramuskular
kepada ibu. Hindari pembungkusan tali pusat atau jika di bungkus tutupi
dengan kassa steril dalam keadaan longgar, agar tetap terkena udara dan akan
lebih mudah kering.
d. Pencegahan hilangnya panas tubuh bayi
Pastikan bayi selalu dalam keadaan hangat dan hindari bayi terpapar
langsung dengan suhu lingkungan
e. Kunjungan Neonatal
Adalah pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali yaitu :
1. Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam
setelah lahir
2. Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari
3. Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari
Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter/bidan/perawat, dapat
dilaksanakan di puskesmas atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan yang
diberikan mengacu pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
pada algoritma bayi muda (Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM) termasuk
ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, perawatan tali pusat,
penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi HB-0 diberikan pada saat kunjungan
rumah sampai bayi berumur 7 hari (bila tidak diberikan pada saat lahir).
4. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
Hipotiroid Kongenital adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi baru
lahir. Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan, bisa
mengakibatkan hambatan pertumbuhan (cebol) dan retardasi mental
(keterbelakangan mental). Lebih dari 90 % bayi dengan HK tidak
memperlihatkan gejala saat dilahirkan. Kalaupun ada sangat samar dan tidak
khas. Komponen yang sangat penting dalam system skrining BBL adalah :
1. KIE (Konseling Informasi Edukasi)
Tenaga kesehatan yang menolong persalinan bayi dan pelaksanaan
asuhan perinatal bertanggung jawab untuk memberikan KIE kepada
orang tua bayi tentang SHK
2. Proses Skrining
a. Persiapan : mendorong orang tua untuk mau melakukan
SHK
b. Persetujuan (informed consent)
c. Penolakan (dissent consent)
d. Pengambilan specimen yang harus diperhatikan :
 Waktu pengambilan (timing) : paling ideal umur bayi 48
– 72 jam (KN2), jangan lakukan dalam 24 jam I karena
kadar TSH masih tinggi, sehingga hasil nya menjadi
positif palsu,.
 Data : isi kartu identitas bayi dengan lengkap dan benar
dalam kartu informasi
 Metode dan tempat pengambilan darah : Metode
pengambilan darah dari tumit bayi, teteskan darah ke
tengah bulatan kertas saring sampai bulatan terisi
penuh dan tembus kedua sisi. Kertas saring berada di
bagian atas kartu identitas bayi.

42
 Pengiriman/transportasi specimen : Kertas saring di
masukkan ke dalam amplop, langsung dikirim melalui
pos ekspres, tidak boleh lebih dari 7 hari sejak specimen
di ambil, perjalanan tidak boleh lebih 3 hari.
 Proses Skrining di laboratorium
 Koreksi terhadap kemungkinan kesalahan dalam
pengambilan specimen
Hal pertama yang harus dilakukan jika mendapatkan hasil test positif
adalah sesegera mungkin menghubungi orang tua bayi yang bersangkutan.
Tugas dari tim tindak lanjut bayi dengan hasil test positif ialah mencari tempat
tinggal bayi tsb dan memfasilitasi pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan
diagnosis.
3.2.17 Pelayanan Kesehatan Pada Anak Balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual
berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period
dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta
pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral.
Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi
organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting
agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang
lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan
dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh
Kembang Anak (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di
puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh
kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat
kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita
dapat dicegah dengan teknologi sederhana ditingkat pelayanan kesehatan dasar,
salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS), ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank dunia, 1993 melaporkan
bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi
masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA),
diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari
keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita,
Departeman Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan
paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai
dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai
1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita
sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar
yang meliputi :
1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang
tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah
pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada
Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-
turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah dirujuk ke
sarana pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan
perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan

43
kemandirian minimal 2 kali setahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK
diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di
luar gedung.
Index : SDIDTK (STIMULASI DETEKSI INTERVENSI DINI
TUMBUH KEMBANG)
Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
(SDIDTK) merupakan revisi dari program Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK)
yang telah dilakukan sejak tahun 1988 dan termasuk salah satu program pokok
Puskesmas Kegiatan ini dilakukan menyeluruh dan terkoordinasi
diselenggarakan dalam bentuk kemitraanan tara keluarga, masyarakat dengan
tenaga professional Tidak ada perbedaan yang signifikan antara SDIDTK dengan
DDTK, hanyalah perbedaan istilah.
Program SDIDTK merupakan program pembinaan tumbuh kembang anak
secara komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan
intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang pada masa lima tahun pertama
kehidupan, diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang
tua, pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, tokoh
masyarakat, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat) dengan tenaga
professional kesehatan, pendidikan dan sosial).
SDIDTK adalah pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif
dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini
penyimpangan tumbuh kembang pada masa 5tahun pertama kehidupan .
Diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara : keluarga, masyarakat dengan
tenaga professional (kesehatan, pendidikan dan sosial).
Indikator keberhasilan program SDIDTK adalah 90% balita dan anak
prasekolah terjangkau oleh kegiatan SDIDTK pada tahun 2015.Tujuan agar
semua balita umur 0–5 tahun dan anak prasekolah umur 5-6 tahun tumbuh
dan berkembang secara optimal.
1. Pengertian Pertumbuhan, Perkembangan, dan Stimulasi
 Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel
serta jaringan, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur
tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur
dengan satuan panjang dan berat.
 Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar,
gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan
kemandirian.
 Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak
umur 0 – 6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara
optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini
mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan.
Stimulasi tumbuh kembang anak dapat dilakukan oleh ibu,
ayah, pengganti orang tua/pengasuh anak, anggota keluarga
lain atau kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga
masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Prinsip Dasar Stimulasi Tumbuh Kembang Anak
Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa
prinsip dasar yang perlu diperhatikan, yaitu :
 Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih
sayang.
 Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena akan
meniru tingkah laku orang-orang yang terdekat dengannya.
 Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.

44
 Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain,
bernyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak
ada hukuman.
 Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai
umur anak , terhadap ke 4 aspek kemampuan dasar anak.
 Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan
ada di sekitar anak.
 Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan
perempuan.
 Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas
keberhasilannya.
3. Jenis Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan oleh
tenaga kesehatan di puskesmas dan jaringannya, berupa:

a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk


mengetahui/menemukan status gizi kurang/buruk dan
mikrosefali/makrosefali. Deteksi dini penyimpangan
pertumbuhan dilakukan dengan pengukuran Berat Badan
terhadap Tinggi Badan dengan tujuan untuk memnetukan
status gizi anak, normal, kurus, kurus sekali atau gemuk.
Selain itu, juga dilakukan pengukuran Lingkar Kepala Anak
(LKA) dengan tujuan untuk mengetahui lingkar kepala anak
dalam batas normal atau diluar batas normal.
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan yaitu untuk
mengetahui gangguan perkembangan anak (Keterlambatan),
gangguan daya lihat, gangguan daya dengar.  Deteksi dini
penyimpangan perkembangan dilakukan dengan :
 Skrining/Pemeriksaan perkembangan anak menggunakan
Kuisioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) dengan tujuan
untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada
penyimpangan.
 Tes Daya Dengar (TDD) dengan tujuan untuk menemukan
gangguan pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindak
lanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya dengar dan
bicara anak.
 Tes daya Lihat (TDL) dengan tujuan untuk mendeteksi secara
dini kelainan daya dengar agar segera dapat dilakukan
tindakan lanjutan sehingga kesempatan untuk memperoleh
ketajaman daya lihat menjadi lebih besar.
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk
mengetahui adanya masalah mental emosional, autisme dan
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Ada
beberapa jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi secara
dini adanya penyimpangan mental emosional pada anak,
yaitu; Kuisioner Masalah Mental Emosional (KMME) bagi anak
umur 36 bulan sampai 72 bulan.Tujuannya untuk mendeteksi
secara dini adanya penyimpangan/masalah mental emosional
pada anak prasekolah. Alat yang digunakan adalah :
 Ceklist Autis anak praseolah  (Checklist for Autism in
Toddler/CATT) bagi anak umur 18 bulan samapai 36 bulan.

45
Tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya Autis pada anak
umur 18 bulan – 36 bulan.
 Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) menggunakan Abreviated Conner
Rating Scale bagi anak umur 36 bulan ke atas.
d. Sasaran deteksi dini :
a. Sasaran Langsung : Semua anak umur 0-6 tahun yang ada
di wilayah kerja Puskesmas
b. Sasaran Tidak Langsung : Tenaga kesehatan yang berkerja
di lini terdepan (Dokter, Bidan, Perawat, Ahli Gizi,
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat dan sebagainya), Tenaga
pendidik, Petugas lapangan KB, Petugas sosial yang terkait
dengan pembinaan tumbuh kembang anak, Petugas sektor
swasta dan profesi lainnya.
e. Rujukan Dini Penyimpangan Perkembangan Anak
Rujukan diperlukan jika masalah/penyimpangan perkembangan
anak tidak dapat ditangani meskipun sudah dilakukan tindakan
intervensi. Rujukan penyimpangan tumbuh kembang dilakukan secara
berjenjang sebagai berikut:
 Tingkat keluarga dan masyarakat
Keluarga dan masyarakat (orang tua, anggota keluarga lainnya dan
kader) dianjurkan untuk membawa anak ke tenaga kesehatan di
Puskesmas dan jaringan atau Rumah Sakit. Orang tua perlu
diingatkan membawa catatan pemantauan tumbuh kembang
buku KIA.
 Tingkat Puskesmas dan jaringannya
Pada rujukan dini, bidan dan perawat di posyandu, Polindes, Pustu
termasuk Puskesmas keliling, melakukan tindakan intervensi dini
penyimpangan tumbuh kembang sesuai standar pelayanan yang
terdapat pada buku pedoman. Bila kasus penyimpangan tersebut
ternyata memerlukan penanganan lanjut, maka dilakukan rujukan ke
tim medis di Puskesmas.
 Tingkat Rumah Sakit Rujukan
Bila kasus penyimpangan tersebut tidak dapat di tangani di
Puskesmas maka perlu dirujuk ke Rumah Sakit Kabupaten yang
mempunyai fasilitas klinik tumbuh kembang anak dengan dokter
spesialis anak, ahli gizi serta laboratorium/pemeriksaan penunjang
diagnostic. Rumah Sakit Provinsi sebagai tempat rujukan sekunder
diharapkan memiliki klinik tumbuh kembang anak yang didukung
oleh tim dokter spesialis anak, kesehatan jiwa, kesehatan mata, THT,
rehabilitasi medik, ahli terapi, ahli gizi dan psikolog.
Index : PELAYANAN KESEHATAN LAIN PADA BALITA
1. Pemantauan pertumbuhan balita dengan Buku KIA
Buku KIA adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan
untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya Buku KIA
harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali
mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan
dokter. Buku KIA menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga
untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau
ketidak seimbangan pemberian makan pada anak. 
Buku KIA juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas
kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi
kesehatan dan gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau

46
memulihkan kesehatan- nya. Buku KIA berisi catatan penting tentang
pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare,
pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif
dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke
Puskesmas/ Rumah Sakit.Buku KIA juga berisi pesan-pesan penyuluhan
kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tenta ng kesehatan anaknya
2. Pemberian Kapsul Vitamin A 
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat
diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata. Kekurangan
vitamin A bisa terjadi karena serapan vitamin A pada mata mengalami
pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada selaput lendir atau konjungtiva
dan selaput bening ( kornea mata ). Vitamin A juga berguna untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit
misalnya campak, diare dan infeksi lain.
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari
dan Agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara gratis dengan target
pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan demikian diharapkan balita akan
terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari keluarga
menengah kebawah.
Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
a. Kapsul vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang
berusia 6-11 bulan satu kali dalam satu tahun
b. Kapsul vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita 
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia (mata
kering).
3. Pelayanan Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan
kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita
mencakup :
a. Penimbangan berat badan
b. Penentuan status pertumbuhan
c. Penyuluhan
d. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas, dilakukan pemeriksaan
kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang,
apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
4. Manajemen Terpadu Balita Sakit
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu
dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59
bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program
kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan
MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan
jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll).
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap
untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian
bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif

47
(pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan
upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering
terjadi pada balita. Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa
pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam
upaya menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan
balita. 
Dalam pelaksanaannya, MTBS ini dibedakan dalam 2 kategori, yaitu :
a. Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM (Usia 1 hari sampai 2
bulan)
Pengelolaan bayi sakit pada usia 1 hari sampai 2 bulan ini, meliputi
penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan,
penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian
pelayanan dan tindak lanjut.Dalam manajemen terpadu bayi muda ini,
dilakukan pengelolaan terhadap penyakit-penyakit yang lazim terjadi pada bayi
muda, antara lain adanya kejang, gangguan nafas, hipotermi, kemungkinan
infeksi bakteri, ikterus, gangguan saluran cerna, diare serta kemungkinan berat
badan rendah dan masalah pemberian ASI.
b. Manajemen Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun
Tahapan pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada usia 2 bulan
sampai 5 tahun ini sama seperti manajemen terpadu bayi muda, yaitu
penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan,
penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian
pelayanan dan tindak lanjut. Dalam MTBS usia 2 bulan sampai 5 tahun ini,
dilaksanakan pengelolaan terhadap beberapa penyakit pada anak usia 2 bulan
sampai 5 tahun. Beberapa penyakit yang lazim terjadi pada anak usia 2 bulan
sampai 5 tahun, aantara lain adanya tanda bahaya umum ( tidak bias minum
atau menetek, muntah, kejang, letargis, atau tidak sadar ), batuk dan sukar
bernafas, diare, demam, masalah telinga, status gizi buruk ( malnutrisi dan
anemia ).
5. Konseling pada keluarga balita
Konseling yang dapat diberikan adalah : 
a. Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
b. Pemberian makanan bayi
c. Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun.
d. Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
e. Peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan
pendidikan seksual dimulai sejak balita (sejak anak mengenal
idenitasnya sebagai laki-laki atau perempuan

3.3 Tatalaksana Upaya Gizi Masyarakat


3.3.1 Jenis Pelayanan Gizi
1. Penanggulangan Gizi Buruk

Gizi Buruk pada Balita dapat menyebabkan penurunan kecerdasan dan


daya tahan tubuh bahkan dapat menyebabkan kematian. Sedangkan pada ibu
hamil dapat menyebabkan bayinya BBLR. Penanggulangan Gizi Buruk perlu
dilakukan secara terpadu. Keterlibatan lintas sektor dan lintas program
merupakan penentu yang amat penting dalam keberhasilan penanggulangan gizi
buruk. Pelayanan diberikan terhadap Balita (0-59 Bulan) dengan status gizi
buruk (BB/PB <-3 SD dan BB/TB < -3 SD) dan ibu hamil dengan LILA kurang
dari 23,5 cm. Pelayanan yang diberikan berupa konseling gizi, pemberian
Makanan Tambahan Pemulihan dan pemantauan status gizi.

2. Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI)

48
GAKI menyebabkan pembesaran kelenjar gondok (tiroid), hambatan
pertumbuhan jasmani maupun mental yang ditandai dengan cebol, dungu atau
bodoh. Kekurangan Iodium terutama terjadi didaerah pegunungan. Beberapa
daerah di Kabupaten Lima Puluh Kota termasuk daerah endemik.
Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui pemberian
kapsul minyak beriodium kepada seluruh Wanita Usia Subur dan Anak Sekolah
yang berada pada wilayah endemik. Secara umum penanggulanagn GAKI
dilakukan dengan Iodisasi garam dapur.
3. Penanggulangan Kurang Vitamin A
Kekurangan Vitamin A yang berat dapat menyebabkan kebutaan,
mengurangi daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi yang sering
menyebabkan kematian. Penanggulangan KVA perlu dilakukan secara dini
melalui pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas, bayi dan anak balita.
4. Penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB)
AGB menyebabkan penurunan kemampuan fisik atau produktifitas kerja,
penurunan kemampuan berpikir dan antibodi. Anemia pada ibu hamil dapat
menyebabkan pendarahan pada proses persalinan yang beujung pada kematian
ibu. Penanggulangan AGB dilakukan dengan pemberian tablet Fe kepada ibu
hamil dan remaja putri.
5. Penanggulangan Gizi Lebih
Gizi lebih pada orang dewasa dapat menyebabkan meningkatkan resiko
penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi dan
penyakit hati. Status gizi orang dewasa dinilai dengan IMT (indeks Massa
Tubuh). Orang dewasa dikategorikan gemuk apabila IMTnya lebih dari 25.
Penanggulangan Gizi lebih dilakukan dengan pengaturan makanan (diet).
6. Konsultasi Gizi
Konsultasi gizi dilakukan diunit pelayanan kesehatan. Pelayanan
diberikan kepada pasien yang menderita penyakit yang memerlukan pengaturan
makanan oleh ahli gizi. Kegiatan dalam konsultasi berupa pengukuran
antropometri, penentuan status gizi, menggali permasalahan dan membuat
kesepakatan dengan klien serta menentukan kebutuhan gizi klien.
3.3.2 Bentuk Pelayanan
1. Pemberian Makanan Tambahan dan Makanan Pendamping ASI
Pemberian PMT kepada balita gizi buruk berupa Pan-enteral atau dengan
pemberian Formula WHO bertahap sesuai dengan fase perawatan yang
dilakukan terhadap anak. Pemberian PMT berlangsung selama 90 hari secara
terus menerus. Pemantauan Berat Badan dan Status Gizi anak dilakukan setiap
15 hari. Pemberian PMT kepada Ibu Hamil KEK berupa susu ibu hamil selama
90 hari berturut-turut. Selama pemberian PMT ibu dipantau Berat Badan, LILA
dan kadarhaemoglobin darahnya.
2. Pemberian Vitamin A
Vitamin A diberikan kepada Bayi usia 6-11 bulan dengan dosis 100.000
IU berupa 1 butir kapsul dengan warna biru dan kepada anak balita usia (1-5)
tahun dengan dosis 200.000 IU berupa 1 butir kapsul dengan warna merah
pada bulan februari dan agustus. Ibu nifas juga diberikan Vitamin A 2 butir
yang harus diminum 1 butir segera setelah persalinan dan satu butir lagi 24 jam
berikutnya.
3. Pemeriksaan Garam
Pemeriksaan garam dilakukan di Sekolah Dasar disetiap jorong. Murid-
murid dengan jumlah 26 orang disetiap sekolah diminta membawa garam
kesekolah, kemudian diwawancarai mengenai beberapa hal tentang garam
misalnya: tempat membeli garam, wadah penyimpanan, tempat meletakkan dan
juga dilakukan pemeriksaan iodium dengan menggunakan iodine tes.
Pemeriksaan garam ini dilakukan setiap bulan februari dan agustus.

49
4. Pemberian Tablet Fe
Tablet Fe diberikan kepada ibu hamil dengan jumlah 90 butir selama
kehamilan dengan ketentuan trimester pertama diberikan 30 butir, trimester
kedua 30 butir dan trimester ketiga 30 butir. Ibu nifas juga diberikan tablet Fe
sebanyak 30 butir selama nifas dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
anemia gizi besi pada ibu hamil dan menyusui. Remaja putri juga diberikan
tablet Fe yang harus diminum sebanyak 1 butir setiap hari selama 10 hari yang
dimulai pada hari pertama menstruasi.
5. Konsultasi Gizi
Kegiatan yang dilakukan pada konsulasi gizi adalah sebagai brikut
a. Pasien datang berdasarkan rujukan dari BP/KIA/KB atau datang
dengan keinginan sendiri.
b. Melakukan pengukuran Antopometri (BB & TB) Cari IMT untuk
menentukan status gizi.
c. Anamnesa Kebiasaan Makan Pasien
d. Recall 24 jam konsumsi makanan pasien
e. Tentukan kebutuhan gizi pasien
f. Penjelasan Diet Pasien
g. Review kepada pasien
6. Penyuluhan Gizi
Penyuluhan gizi dilakukan dipuskesmas, diposyandu, disekolah dan
tempat umum lainnya. Materi penyuluhan desesuaikan dengan keadaan
sasaran. Penyuluhan dilakukan menggunakan media seperti flipcahart, lembar
balik, lapto, proyektor dan lain sebagainya. Umumnya materi yang disampaikan
adalah mengenai menu seimbang orang dewasa lansia dan anak, manfaat garam
beriodium, manfaat vitamin A, cara memilih dan mengolah makanan yang baik,
kadarzi dan lain sebagainya.
7. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah dilakukan apabila ada kasus yang misalnya gizi
buruk. Balita gizi buruk dikunjungi kerumahnya bersama tim penanggulangan
gizi buruk yang terdiri dari: Petugas gizi, petugas promkes, pengelola anak,
dokter, perawat.

3.3.3 Fasilitas Pendukung Pelayanan


1. PMT dan MP-ASI
PMT berupa susu ibu hamil dan Pan-Enteral. MP-ASI berupa
bubur bayi dan biskuit
2. Vitamin A
Vitamin A biru (100.000IU) dan Vitamin A merah (200.000IU)
3. Iodina Test
Cairan untuk menguji ketersediaan iodium pada garam
4. Tablet Fe
Tablet tambah darah untuk membantu pembentukan sel darah
merag guna mencegah anemia gizi besi
5. Media Penyuluhan (lembar balik, liflet, laptop,dll)
6. Media Konsultasi Gizi (food model, timbangan injak, microtois, alat
ukur panjang badan, pita LILA, liflet diet.)

3.3.4 Format Pelaporan


1. Laporan LB3 Gizi
2. Laporan Identitas Gizi Buruk
3. Laporan Semester (F6)
4. Laporan Perkembangan Balita Gizi Buruk yang Mendapat PMT
5. Laporan Perkembangan Ibu Hamil yang Mendapat PMT

50
6. Laporan MP-ASI

3.3.5 Visualisasi Data


1. Grafik pencapaian
 Grafik Cakupan D/S, N/D’ dan BGM/D
 Grafik Cakupan ASI ekslusif
 Grafik Cakupan Vitamin A bayi, balita dan bufas
 Grafik Cakupan Garam beriodium
 Grafik pencapaian Fe1 dan Fe3
2. Laporan bulanan
 LB3 Gizi
 Identitas Gizi Buruk
 Perkembangan Gizi Buruk

3. Laporan semester
 Vitamin A
 ASI Ekslusif
 Garam beriodium
4. Laporan tahunan

3.4 Tatalaksana Upaya Kesehatan Lingkungan


Dalam upaya meningkatkan kebutuhan sanitasi masyarakat terhadap
sanitasi dilakukan melalui perubahan perilaku higiene dan sanitasi masyarakat.
Oleh karena itu program/kegiatan penyehatan lingkungan di puskesmas
diharapkan dapat merubah perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.
1. Pembinaan dan Pengawasan Kualitas Air
Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Undang-Undang
Kesehatan nomor 36 Tahun 2009, khususnya yang terkait dengan penyehatan
air dan tujuan penyediaan air bersih, maka pengawasan kualitas air dan
pengamanan kualitas air dalam kaitannya membantu penyediaan air bersih
yang memenuhi syarat kesehatan, penyuluhan kesehatan dalam kaitannya
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk penyediaan dan pemanfaatan air
bersih merupakan kegiatan yang strategis untuk mencapai tujuan tersebut.
Tujuan umum pengawasan kualitas air adalah diketahuinya gambaran
mengenai keadaan sanitasi sarana dan kualitas air sebagai data dasar untuk
memberikan rekomendasi untuk pengamanan kualitas air. Adapun tujuan
khusus adalah :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi sarana air bersih dan kualitas
air
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya
perlindungan pencemaran, perbaikan kualitas air dan penyuluhan
kepada pihak terkait.
Sasaran kegiatan pembinaan dan pengawasan kualitas air adalah
sebagai berikut :
a. Air Minum (Depot Air Minum)
b. Air bersih yang digunakan masyarakat untuk keperluan rumah
tangga (minum, masak, cuci alat rumah tangga)
Bentuk kegiatan yang dilaksanakan untuk pembinaan dan pengawasan
kualitas air adalah :
a. Inspeksi sanitasi

51
Inspeksi sanitasi dilakukan untuk air minum dengan sistem perpipaan,
depot air minum dan air minum bukan jaringan perpipaan, melalui :
 Penetapan lokasi titik dan frekuensi inspeksi sanitasi;Pengamatan
dan peniaian terhadap sarana air minum dengan menggunakan
formulir inspeksi sanitasi sarana air minum (terlampir); dan
 Menetapkan tingkat resiko pencemaran berdasarkan penilaian.
b. Pemeriksaan kualitas air bersih
Pemerikasaan kualitas air dilakukan dengan cara pengambilan sampel
air minum.
Tata cara pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
 Penetapan lokasi titik pengambilan sampel dilakukan
berdasrkan hasil inspeksi sanitasi;
 Titik-titik sampel menyebar dan mewakili kualitas air dari
sistem penyediaan air bersih;
 Sampel diambil, disimpan dan dikirim dalam wadah yang steril
dan bebas dari kontaminasi;
 Pengiriman sampel dilakukan dengan segera;
 Sampel yang diambil dilengkapi dengan data rinci sampel yang
diambil.
Penetapan jumlah dan frekuensi pengambilan sampel air minum sesuai
dengan yang diatur pada lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana
Pengawasan Kualitas Air Minum.
c. Pembinaan pemakai air
Pembinaan pemakai air dilakukan untuk pengamanan kualitas air
sebagai tindak lanjut pengawasan kualitas air melalui upaya penyuluhan.
Kegiatan penyuluhan penyehatan air terdiridari :
 Penyuluhan penyehatan air bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran penduduk akan pentingnya penggunaan dan
penanganan air bersih secara higienis dalam kehidupan sehari-
hari, diperolehnya perubahan perilaku hidup sehat yang
berhubungan dengan penyediaan air bersih, dan
melembaganya kegiatan perencanaan, pembangunan,
pemanfaatan, pemeliharaan, perbaikan, serta pengembangan
sarana air bersih dimasyarakat.
 Peningkatan kegiatan kelompok pemakaiair (Pokmair).
 Penerapan upaya penyehatan air melalui pendekatan desa
percontohan kesehatan lingkungan.
2. Pembinaan dan Pengawasan Tempat-Tempat Umum (TTU)
Tujuan pembinaan dan pengawasan Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah
sebagai berikut :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi TTU.
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya
pencegahan penyakit yang disebabkan oleh TTU yang tidak
memenuhi syarat kesehatan.
c. Sebagai data dasar untuk penyuluhan kepada pihak terkait.
Bentuk kegiatan pembinaan dan pengawasan TTU adalah inspeksi
sanitasi pada TTU, diantaranya adalah :
a. Inspeksi sanitasi sekolah
b. Inspeksi sanitasi pondok pesantren
c. Inspeksi sanitasi hotel
d. Inspksi sanitasi Pasar
e. Inspeksi sanitasi sarana ibadah

52
f. Inspeksi sanitasi salon/pangkas rambut
g. Inspeksi sanitasi sarana pelayanan kesehatan
h. Inspeksi sanitasi kolom renang
Inspeksi sanitasi TTU dilakukan dengan menggunakan formulir inspeksi
sanitasi TTU tersendiri, sesuai dengan jenis TTU sebagaimana terlampir. Sebagai
alat bantu dalam inspeksisanitasi TTU juga dapat digunakan sanitarian kids.
Hasil inspeksi sanitasi TTU akan mengambarkan permasalahan yang ada
pada TTU tersebut dan merupakan rekomendasi bagi petugas dalam
pelaksanaan penyuluhan guna mengubah perilaku yang terkait dengan TTU
tersebut. Salah satu bentuk metode dalam mengubah perilaku yang dapat
dilakukan di TTU seperti di sekolah, pondok pesantren dan masyarakat
sekitarnya adalah dengan methodology for participatory assesment (MPA) dan
participatory hygiene and sanitation transformation (PHAST) yang disingkat
dengan MPA-PHAST.
MPA adalah suatu metode/cara yang digunakan untuk melakukan suatu
kajian atau penilaian terhadap keadaan atau kondisi sarana sanitasi suatu
kelompok masyarakat dengan melibatkan partisipasi masyarakat. PHAST adalah
suatu metode yang digunakan untuk mencapai perubahan perilaku ke arah
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan mengembangkan sarana
sanitasi.
Mengapa digunakan metode MPA-PHAST? Atau apa kelebihan dari MPA-
PHAST? :
a. Masyarakat dapat mengekspresikan “voice dan choicenya”.
b. Memungkinkan bagi yang buta huruf untuk mengekpresikan
pandangannya.
c. Kesinambungan dan efektifitas suatu program.
Peralatan yang diperlukan dalam Metode MPA-PHAST adalah gambar-
gambar yang mengambarkan sarana sanitasi yang digunakan masyarakat,
perilaku masyarakat dalam pemanfaatan sarana sanitasi, alur penyakit yang
bisa disebabkan oleh perilaku tersebut, dan alur pencegahan penyakit.
Permasalahan dan pemecahan masalah di dapat dari masyarakat, petugas
menyimpulkan sampai ada suatu komitmen perubahan perilaku ke arah PHBS.
Bentuk pencatatan dan pelaporan dari inspeksi sanitasi TTU, dan
visualisai data dalam bentuk pemetaan, tabel dan grafik… (lihat lampiran)

3. Pembinaan dan Pengawasan Lingkungan Pemukiman


Tujuan pembinaan dan pengawasan lingkungan pemukiman adalah
sebagai berikut :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi lingkungan
pemukiman.
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya
pencegahan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan
pemukiman yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan upaya
perbaikan ligkungan pemukiman.
c. Sebagai data dasar penyuluhan untuk pihak terkait serta
perencanaan pengembangan pemukiman yang sehat.
Salah satu bentuk kegiatan pembinaan dan pengawasan lingkungan
pemukiman adalah inspeksi sanitasi rumah, didalamnya tercakup masalah
jamban, air bersih, limbah cair dan pengolahan sampah. Inspeksi sanitasi
rumah dilaksanakan dengan menggunakan formulir inspeksi sanitasi
sebagaimana terlampir.
Dari inspeksi sanitasi rumah dapat diketahui cakupan masyarakat yang
telah menggunakan jamban sehat, akses terhadap air bersih, perilaku
masyarakat dalam pengolahan limbah cair dan sampah. Untuk meningkatkan

53
higienitas dan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia, serta untuk
mendukung tercapainya Millinium Development Goals (MDGs) tahun 2015,
Pemerintah Indonesia mencanangkan kegiatan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM). Lingkup sanitasi dalam STBM meliputi 5 pilar yaitu :
a. Stop Buang Air Besar Sembarangan
b. Cuci tangan pakai sabun
c. Penggelolaan air minum dan makan dalam rumah tangga
d. Pengelolaan sampah rumah tangga
e. Pembuangan salurann limbah cair rumah tangga secara aman.
Dalam upaya meningkatkan kebutuhan STBM dilakukan melalui
perubahan perilaku hygiene dan sanitasi masyarakat. Perubahan perilaku ini
digunakan 2 metode pendekatan yaitu metode promosi sanitasi menggunakan
komunikasi perubahan perilaku (behavior change communication/BBC) dan
metode pemicuan (Community Lead Total Sanitation/CLTS).
Metode pemicuan (CLTS) pada prinsipnya adalah pemicuan terhadap rasa
jijik, rasa malu, rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggug jawab yang
berkaitan pada kebiasaan buruk seperti buang air besar sembarangan.
Untuk membantu pemicuan digunakan beberapa komponen seperti
pemetaan, alur kontaminasi, alur penyakit dan simulasi lainnya. Alat bantu
yang diperlukan dalam pelaksanaan pemicuan (CLTS) adalah :
a. Tanah lapang atau halaman
b. Bubuk putih untuk membuat batas desa
c. Potongan-otongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk
d. Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran
e. Spidol
f. Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana
sanitasi.
Dengan metode CLTS diharapkan adanya pemahaman dan persamaan
persepsi individu maupunkelompok tentang tiga komponen STBM yang saling
terkait (komponen peningkatan kebutuhan/demand, perbaikan
penyediaan/spply, dan penciptaan lingkungan yang mendukung) dalam
pelaksanaan program STBM.
4. Pembinaan dan Pengawasan Tempat Pengolahan Makanan

Tujuan pembinaan dan pengawasan tempat pengolahan makanan (TPM)


adalah sebagai berikut :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi TPM
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya
pencegahan penyakit yang disebabkan oleh TPM yang tidak
memenuhi syarat kesehatan.
c. Sebagai data dasar penyuluhan untuk pihak terkait
Bentuk kegiatan pembinaan dan pengawasan tempat pengolahan
makanan adalah :
a. Inspeksi sanitasi pada rumah makan, jasa boga, warung kopi,
makanan jajanan, dan industri rumah tangga. Inspeksi sanitasi
dilakukan dengan menggunakan formulir inspeksi sanitasi sesuai
dengan tempat pengolahan makanan sebagaimana terlampir.
b. Pemeriksaan sampel makanan
Makanan yang diperiksa jika dicurigai mengandung bahan-bahan yang
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana dapat membahayakan
kesehatan yang mengkonsumsinya, diambil sampelnya untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
Bentuk pencatatan dan pelaporan dari inspeksi sanitasi TPM, dan
visualisasi data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

54
5. Klinik Sanitasi
Tujuan pelaksanaan klinik sanitasi adalah suatu upaya penyehatan
lingkungan dan pembenrantasan penyakit berbasis lingkungan. Dengan klinik
sanitasi maka upaya penyehatan lingkungan difokuskan pada kelompok resiko
tinggi penyakit berbasis lingkungan.
Alur merujuk pasien penyakit berbasis lingkungan ke klinikk sanitasi
adalah sebagai berikut :
a. Pengunjung mendaftar di loket
b. Petugas loket mengisi kartu status
c. Pasien menuju ke poliklinik dengan membawa kartu status
d. Petugas poliklinik (perawat, dokter, bidan) memeriksa pasien sesuai
prosedur yang berlaku dipuskesmas
e. Apabila dari hasil emeriksaan diduga menderita penyakit yang
berbasis lingkungan (diare, kecacingan, ISPA, malaria, DBD, TB Paru,
kulit/gatal-gatal, keracunan makan, minuman dan pestisida) dan
diakibatkan oleh pengaruh lingkungan, maka pemeriksa memberikan
kartu rujukan/kartu status kepada pasien untuk menuju ke petugas
klinik sanitasi
f. Penderita menuju dan memberikan kartu rujukan/kartu status
pasien ke petugas klinik sanitasi.
Alur pelaksanaan wawancara petugas klinik sanitasi dengan pasien
adalah sebagai berikut :
a. Pasien yang dirujuk menyerahkan rujukann/kartu status ke
petugas klinik saniitasi
b. Petugas klinik sanitasi mempelajari kartu pasien untuk
mengetahui penyakit penderita
c. Lakukan wawancara dengan menggunkan daftar pertanyaan
sesuai penyakit yang diderita pasien
d. Simpulkan hasil wawancara apakah penyakit yang diderita
pasien itu ada indikasi berhubugan dengan faktor lingkungan
e. Berikan saran pemecahan yang sederhana, mudah dilaksanakan
danmurah sesuai dengan masalahnya
f. Adakan kesepakatan kapan bisa berkunjung ke rumah pasien
jika penyakit disebabkan oeh faktor lingkungan
g. Pasien ambilobat di apotik dan pulang
h. Petugas klinik sanitasi mengisi kartu status kesehatan
ligkungan berdasarkan kartu status penderita dan mencatat ke
dalam buku registrasi.
Masyarakat juga boleh langsung berkunjung ke klinik sanitasi tanpa
pemeriksaan di poliklinik. Alur kunjungan ke klinik sanitasi adalah :
a. Klien langsung ke ruang kerja kliniksanitasi (disesuaikan
dengan kondisi daerah, perlu mendaftarkan ke loket atau
langsung ke klinik sanitasi).
b. Petugas melakukan wawancara dengan klien sesuai dengan
permasalahan yang disampaikan dan hasilnya dicatat.
c. Simpulkan hasil wawancara apakah permasalahan yang
disampaikan berhubungan dengan faktor lingkungan.
d. Berikan saran pemecahan yang sederhana, murah dan mudah
dilaksanakan sesuai dengan masalahnya.
e. Apabila diperlukan adakan kesepakatan kapan berkunjung ke
rumah klien.
f. Klien pulang.
g. Petugas klinik sanitasi mengisi buku register berdasarkan
penjelasan klien.

55
Persiapan kegiatan klinik sanitasi di luar gedung (kunjungan rumah)
adalah sebagai berikut :
a. Pelajari hasil wawancara.
b. Siapkan formulir kunjungan lapangan sesuai denggan
penyyakkit pasien/klienn yang akan dikunungi.
c. Koordinasi lintas sektor terkait dan perhatikann hal-hal sebagai
berikut :
 Apa masalahnya dan apa pesan yang ingin disampaikan?
 Media penyuluhan yang diperlukan
 Peralatan yang diperlukan sesuai dengan permasalahan
 Sarana transportasi yang diperlukan
Alur pelaksanaan kegiatan kunjungan rumah oleh petugas klinik sanitasi
adalah :
a. Petugas langsung kunjungan ke rumah pasien/klien sesuai
dengan jadwal yang telah disepakati.
b. Gunakan formulir (panduan lapangan) sesuai dengan
penyakit/masalah pasien/klien.
c. Simpulkan hasil kunjungan kepada sasaran (keluarga dan
masyarakat sekitar).
d. Berikan saran pemecahan yang sederhana, murah dan mudah
dilaksanakan.
Apabila hasil kunjungan menyangkut sekelompok keluarga (5 keluarga atau
lebih) informasikan kepada petugas kesehatan di desa dan kepada ketua RT/Rw
atau lintas sektor untuk dapat ditindaklanjuti bersama.

3.5 Tatalaksanan Upaya Kesehatan P2P


Saat ini Indonesia dihadapkan dengan beban ganda terhadap masalah
kesehatan, dimana penyakit-penyakit menular belum bisa diatasi dengan baik
sekarang dihadapi dengan Penyakit Tidak Menular. ProgramPengendalian dan
Pemberantasan Penyakit ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan,
kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan tidak menular. Prioritas
penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah demam berdarah dengue,
tubercolusis paru, HIV/AIDS, kusta, pneumonia, diare, malaria, filariasis .
Prioritas penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit jantung
dan gangguan sirkulasi, diabetes melitus dan kanker.
Tujuan Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit bertujuan :
1. Menurunnya angka kesakitan, Kecacatan dan kematian akibat penyakit
menular dan penyakit tidak menular
2. Memutuskan rantai penularan penyakit
3. Meningkatnya perilaku masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko Penyakit Tidak Menular
Sasaran pelaksanaan Program Pengendalian dan Pemberantasan
Penyakit, meliputi :
1. Masyarakat
2. Penderita
3. Keluarga Penderita
4. Petugas Kesehatan / Lintas Program
5. Lintas Sektoral
Kegiatan yang dilaksanakan pada Pelayanan Pengendalian dan
Pemberantasan Penyakit terdiri dari :
1. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Tuberculosis Paru
2. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Kusta
3. Pengendalian dan Pemberantasan Rabies

56
4. Pengendalian dan Pemberantasan HIV/AIDS
5. Pengendalian dan Pemberantasan Ispa
6. Pengendalian dan Pemberantasan Diare
7. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Tidak Menular
8. Pengendalian dan Pemberantasan DBD
9. Pengendalian dan Pemberantasan Malaria
10.Pengendalian dan Pemberantasan Filariasis

1. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT TB PARU


Hasil Riskesdas menyatakan bahwa penyakit TB merupakan penyebab
kematian ke 2 setelah penyakit stroke baik diperkotaan maupun di pedesaan.
Kondisi ini diperparah oleh kejadian HIV yang semakin meningkat dan
bertambahnya jumlah kasus kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT atau
MDRTB bahkan XDR TB, keadaan ini akan memicu epidemi TB yang sulit dan
terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama.

TB Bisa disembuhkan jika pasien minum obat secara teratur sehingga


memerlukan layanan petugas kesehatan yang berkualitas. Keterlibatan Petugas
Kesehatan dengan penderita TB terjadi dibeberapa titik pelayanan, yaitu : Loket,
Poliklinik, Laboratorium atau petugas yang melakukan kunjungan rumah.
Yang dimaksud dengan pengendalian dan pencegahan infeksi TB (PPI TB)
adalah upaya khusus untuk mengendalikan penularan khusus untuk TB
sehingga dapat menurunkan resiko penularan dari seseorang pasien TB kepada
Petugas kesehatan maupun orang lain.

57
Gambar. Faktor resiko Kejadian TB

Jumlah Kasus TB BTA + Resiko menjadi TB bila


Faktor Lingkungan : Dengan HIV :
- Ventilasi - 5 s/d 10 % setiap tahun
- Kepadatan Hunian
- Perilaku

HIV ( + )

10% SEMBUH

INFEK TB
Kosentrasi Kuman
Lama kontak SI
MATI

PAJANAN

 Keterlambatan Diagnosis
 Tatalaksana tak memadai
 Kondisi kesehatan
 Malnutrisi
 Penyakit DM, dll

a. Tujuan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :


 Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB
 Memutus rantai penularan TB
 Mencegah terjadinya MDR ( Multi Drug Resisten ) TB
b. Sasaran Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :
 Masyarakat
 Penderita TB
 Keluarga Penderita
 Petugas Kesehatan
 Lintas Sektoral
c. Kegiatan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru:
1. Tatalaksana dan Pencegahan TB :
 Penemuan Kasus Tuberkulosis ; Pemeriksaan Sputum
 Pengobatan
 Pemantauan Hasil Pengobatan
 Pengendalian Infeksi pada sarana pelayanan kesehatan
 Pencegahan Tuberkulosis
2. Manajemen Program :
 Perencanaan Program Tuberkulosis
 Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis : KPP PRM , Supervisi
 Manajemen Logistik
 Pengembangan ketenagaan program Tuberkulosis
 Promosi Program Tuberkulosis ; Nagari Peduli TB, Pos TB Desa
3. Pengendalian TB Komprehensif :
 Kolaborasi TB – HIV
 Pemberdayaan masyarakat dan pasien tb

58
 Manajemen TB resisten obat
4. Upaya Pengendalian TB dengan Strategi DOTS :
Ada 5 (lima) komponen kunci strategi DOTS ( Directly Observed Treatmen
Short-Course) , Yaitu ;
 Komitmen politis
 Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak yang terjamin mutunya
 Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien
 Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif
 Sistem Monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu
memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja
program

Index : POJOK DOTS TB


 Adalah sarana bagi tenaga kesehatan untuk memberikan sosialisasi
kepada masyarakat tentang penyakit TB
 DOTS TB ( Directtly Observed Treatment Shourchor ) adalah strategi
penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan lansung yang telah
direkomendaskan oleh WHO
TUJUAN POJOK DOTS :
 Jangka Pendek: Untuk memperingati hari hari TB
 Jangka Panjang:
1. Untuk meningkatkan jejaring TB di Unit Pelayanan Kesehatan
2. Memberikan Edukasi dan memberdayakan petugas dan masyarakat
agar ikut menjadi kader aktif dalam penanggulangan TB
3. Menurunkan angka insiden TB karena masyarakat telah mengetahui
penularan dan pencegahan
4. Meningkatkan tingkat edukasi penderita TB oleh petugas kesehatan
dan masyarakat
5. Meninngkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka
kematian karena TB
6. Menurunkan angka putus berobat , angka kekambuhan kasus gagal
dan kebal obat TB ( MDR – TB )
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin kelangsungan
pengobatan diperlukan seorang PMO.
1. Persyaratan PMO :
 Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus dihormati dan disegani
pasien
 Seseorang yang tinggal dekat dengan rumah pasien
 Bersedia membantu pasien dengan sukarela
 Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan pasien
2. Siapa yang bisa jadi PMO :
 Petugas kesehatan, misal : Bidan desa, Perawat, perkarya, jurim dan
lain-lain
 Kader kesehatan
 Guru
 Anggota keluarga
 Tokoh masyarakat
3. Tugas PMO :
 Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan

59
 Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
 Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan
 Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan dirim ke fasilitas kesehatan.
Tugas seorang Pengawas Minum Obat (PMO) bukanlah untuk
menggantikan kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
d. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru:
Dalam Manajemen Program Pengendalian TB, logistik / fasilitas pendukung
dikelompokan menjadi 2, yaitu ;
a. Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Sediaan OAT lini pertama ada 2 macam Yaitu Kombinasi Dosis Tetap
(KDT) dan Kombipak
 OAT KDT : Kombinasi Isoniasid dengan Rifampisin (HR) atau empat
jenis ; Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol (HRZE) dalam
satu tablet yang disesuaikan dengan berat badan
 OAT Kombipak Paket Obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister
Paduan OAT yang digunakan oleh Program : Katergori 1, Kategori 2 dan
kategori anak
b. Logistik Non OAT
 Alat Laboratorium : Mikroskop, Pot dahak, kaca sediaan, oli emersi,
eter alkohol, tisu, lampu spritus, ose, pipet, kertas saring, Boks Slide
dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Reagensia ZN, PPD RT (tuberkulin)
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan
pelaporan, brosur, poster, lembar balik, kertas, tinta printer, map
dan lain-lain.

Gambar. Alur Permintaan, distribusi dan pelaporan Logistik

Surat Perintah Pengiriman Gudang


Program
TB Binfar
Laporan OAT dan
Nasional
Pengiriman
Pengiriman
Dinkes Dinkes
TB13
propinsi Kab/Ko
LPLPO LPLPO
Permintaan/pengiriman Permintaan/ Pengiriman
RS/Kli Puske
nik mas
e. Format Pelaporan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru:
Formulir pencatatan dan pelaporan Program Nasional Pengendalian TB :
1. TB 01 : Kartu Pengobatan Penderita
2. TB 02 : Kartu Identitas Penderita
3. TB 03 : Register TB / Kabupataten / Kota
4. TB 04 : Register Laboratorium
5. TB 05 : Formulir Permohonan Laboratorium untuk pemeriksaan dahak
6. TB 06 : Daftar tersangka / Suspek TB yang diperiksa dahak SPS
7. TB 07 : Laporan Triwulan Penemuan dan Pangobatan pasien TB

60
8. TB 08 : Laporan triwulan hasil pengobatan TB
9. TB 09 : Formulir Rujukan / Pindah pasien TB
10.TB 10 : Formulir hasil pengobatan pasien TB Pindahan
11.TB 11 : Laporan Triwulan Hasil pemeriksaan dahak mikroskopis akhir
tahap intensif
12.TB 12 : Formulir jaga mutu pemeriksaan laboratorium
13.TB 13 : Laporan Triwulan OAT
Sistem pencatatan dan Laporan pada Program menggunakan formulir
tersebut diatas dan juga menggunakan media elektonik (komputerisasi) dengan
program TB Elektronik dan Program SITT.
e. Visualisasi Data :
Jenis – jenis data yang akan di disajikan pada papan cakupan Program di
Puskesmas atau di dinas Kesehatan meliputi :
a. Peta Wilayah Kasus TB : BTA +, TB Anak, Rongent +, TB Mangkir
b. Grafik Jumlah penderita TB : BTA +, TB Anak, Rongent +, TB Mangkir
dibuat berdasarkan Waktu., tempat, Kelompok umur dan jenis Kelamin.
c. CDR masing-masing Nagari atau Puskesmas
d. Protap / SOP : penatalaksanaan penderita TB
e. Alur Pelayanan dan Rujukan

61
ALUR DIAGNOSIS TB PARU PADA ORANG DEWASA

Tersangka Penderita TB
(Suspek TB)

Periksa dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA


+++ + - - - - -
++ -

Periksa Röntgen Beri Antibiotik


Dada Spektrum Luas

Tidak ada Ada


Hasil Hasil Tidak perbaikan perbaikan
Mendukung Mendukung
TB TB
Ulangi periksa dahak SPS

Hasil BTA Hasil BTA


Penderita TB +++ - - -
BTA Positif ++ -
2. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT + - - KUSTA
Penyakit Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang
menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang ditimbulkan bukan
hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi,
Periksa budaya,
röntgen dada
dan keamanan.Penyakit Kusta sampai saat ini masih ditakuti oleh masyarakat,
keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan karena
masih kurangnya pengetahuan / pengertian, kepercayaan masyarakat yang
Hasil Hasil
keliru terhadap kusta dana cacat yang ditimbulkannya.
mendukung Röntgen
Dengan kemajuan teknologi, seharusnya tidak TB lagi menjadi masalah
Neg
kesehatan masyarakat. Akan tetapi mengingat kompleksnya masalah penyakit
kusta, maka diperlukan program pengendalian secara menyeluruh dan terpadu
dengan melibatkan lintas program, lintas sektoral TB dan elemen masyarakat.
BTA Neg Bukan TB,
Selain itu juga perlu diperhatikan rehabilitasi medis
Röntgen PosrehabilitasiPenyakit
dan sosial Lain
ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup penderita kusta maupun mantan
penderita kusta.
1. Tujuan :
a. Menurunkan angka kesakitan dan kecactan akibat penyakit kusta dengan
memutus rantai penularan
b. Tercapainya penemuan tersangka penyakit kusta sedini mungkin
c. Ditemukannya penderita kusta dengan cacat tingkat nol
d. Tercapainya penyebaran informasi tentang penyakit kusta secara
menyeluruh kepada masyarakat.

62
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita Kusta
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan pelayanan yang dilaksanakan :
a. Survei Cepat Kusta / RVS
Kegiatan Survei Cepat dilakukan untuk mendeteksi sedini mungkin
penderita kusta di masyarakat. Survei dilakukan di Nagari yang di
temukan penderita kusta. Rincian kegiatan Survey sebagai berikut :
- Sosialisasi kepada Tokoh Masyarkat, Tokoh Agama, Pemerintahan
Nagari/Jorong dan Tenaga Kesehatan.
- Pemeriksaan kelainan kulit kepada masyarakat dan anak sekolah
b. Pemeriksaan kontak
Pemeriksaan kontak dilakukan oleh petugas kesehatan Puskesmas
kepada semua kontak penderita kusta baik itu kontak serumah,
dilikungan kerja maupun sekolah.
c. Promosi Kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan untuk meningkatkan penegetahuan
masyarakat dan lintas sektor terkait tentang penyakit kusta, sehingga
terbentuknya prilaku yang baik dari masyarakat tentang penyakit kusta.
d. Pembentukan Kelompok Perawatan Diri Penderita Kusta
Kelompok perawatan diri dibentuk bertujuan untuk melatih para
penderita kusta dan keluarga agar dapat melakukan perawatan diri
sendiri agar tercipta personal hygiene yang baik dan mencegah terjadi
infeksi ulangan pasca pengobatan.
e. Kegiatan Pencegahan cacat dirumah
Dilakukan oleh penderita sendiri dirumah, petugas hanya memberikan
penjelasan dan memperagakan tindakan-tindakan perawatan diri.
Prinsip pencegahan cacat pada dasarnya adalah 3 M :
 Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur
 Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik
 Merawat diri
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Kusta
a. Logistik berupa Obat ;
Obat kusta dikemas dalam bentuk blister Obat Kusta di kelompokkan
menjadi 2 (dua) jenis yaitu ; Obat untuk Kusta Basah (MB) dan Obat
untuk Kusta Kering (PB) yang di bagi dalam 2 Dosis yaitu ; obat kusta
untuk anak dan Dewasa
b. Logistik Non Obat
 Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, tisu, kapas, dan
lain-lain.
 Bahan diagnostik : Reagensia Zeil Nelsen
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
Kartu Penderita Kusta, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
 Perawatan untuk KPD ( kelompok perawatan diri ) ; Waskom, Ember,
Kain handuk, sikat/bros, sabun, cairan desinfektan dan lain-lain.

63
5. Pengelolaan Logistik :
Merupakan suatu rangkaia kegiatan meliputi : Perencanaan Kebutuhan,
Pengadaan, Penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan dan
pelaporan serta monitoring dan evaluasi.
Perencanaan
Kebutuhan

Pengg Penyimp
unaan Ketersedi anan &
Di UPK aan Pendisrib

Monitoring & Evaluasi

1. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kusta
- Register dan Kartu penderita kusta
Alur Pelaporan program Kusta

Ditjen PP
& PL

Propi
nsi

Kabu
paten

Pusk UPK RSU


emas Lain
2. Visualisasi Data
Data yang disajikan adalah :
- Peta Penderita Kusta
- Jumlah Penderita Kusta Type MB dan PB, berdasarkan tempat, umur dan
jenis kelamin.

64
ALUR TATALAKSANA PENDERITA KUSTA
TANDA UTAMA

ADA RAGU TIDAK ADA

KUSTA TERSANGKA BUKAN KUSTA

PERIKSA ULANG
JUMLAH BERCAK
3-6 BLN

TANDA UTAMA

1-5
>5 ADA RAGU TAK
ADA
PB MB
RUJUK
3. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN RABIES
Penyakit Anjing gila ( Rabies ) merupakan penyakit infeksi akut pada
susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus terutama pada anjing, kucing
dan kera. Penyakit ini bila sudah menunjukan gejala klinis pada hewan atau
manusia selalu diakhiri dengan kematian, sehingga menibulkan rasa cemas dan
takut bagi orang-orang yang terkena gigitan dan kekhawatiran serta keresahan
bagi masyarakat pada umumnya.
Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan nasional dan
merupakan kerjasama 3 (tiga) Kementrian, yaitu : kementrian Kesehatan,
Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Pertenakkan.
1. Tujuan :
a. Menekan serendah rendahnya kesakitan dan kematian akibat rabies
b. Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus gigitan Hewan Penular
Rabies( anjing, Kucinng,dan kera ) dengan perawatan cuci luka memakai
sabun dan pemberian VAR atau kombinasi VAR & SAR sesuai indikasi
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita / Tergigit
c. Keluarga Penderita/tergigit
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan pelayanan yang dilaksanakan :
a. Pelacakan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies ( HPR )
- Untuk melaksanakan penatalaksanaan sedini mungkin terhadap
kasus gigitan HPR agar tidak menimbulkan keresahan bagi penderita,
keluarga maupun masyarakat dan untuk mencegah terjadinya KLB.
- Pengambilan dan Pemeriksaan Spesimen
Pengambilan dan pemeriksaan dilakukan bekerjasama dengan dinas
peternakan kecamatan / kabupaten
b. Pembentukan Puskesmas Rabies Center
Puskesmas Rabies center dibentuk dengan Surat Keputusan Kepala
Dinas Kesehatan. Bertujuan untuk mempermudah akses pelayanan kesehatan
terhadap kasus-kasus gigitan HPR. Selain itu juga rabies center dibentuk agar
dapat lebih mudah untuk melakukan Monitoring dan evaluasi terhadap
pelayanan yang diberikan, ketersediaan logistik untuk penatalaksanaan kasus

65
gigitan.Puskesmas Rabies Center berfugsi untuk melayani puskesmas yang ada
disekitarnya antara 1 sampai dengan 5 Puskesmas. Puskesmas Rabies Center
dibentuk dengan mempertimbangkan :
- Letak Lokasi / Geografis suatu daerah,
- Transportasi
- Ketersediaan Tenaga yang kompeten dan sudah dilatih,
- Ketersedian Sarana dan Prasarana untuk penyimpanan VAR dan SAR
c. Penyuluhan / Pertemuan/ Sosialisasi program tingkat Nagari, Kecamatan
dan Tingkat Kabupaten.
Kegiatan ini merupakan pemberian materi dan evaluasi tetang Program
Rabies. Hal ini untuk melihat dan memantau permasalahan
permasalahan program rabies dan sekaligus untuk mengkoordinasikan
antara rabies center dengan puskesmas satelit. Kegiatan ini di ikuti oleh
Petugas Pengelola Rabies, Kepala Puskesmas dan petugas Rumah Sakit
umum. Pada pertemuan ini juga akan dihadiri oleh petugas dari Dinas
Peternakan.
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Rabies
a. Logistik berupa Obat ; VAR dan SAR
b. Logistik Non Obat
 Bahan Pembersih luka gigitan : Hands Scone, Betadine, Sabun
Deterjen / Cairan Antiseptik, yodium, kasa steril
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
1. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan : Laporan Kasus gigitan, Laporan Pemakaian VAR /
SAR
- Register Kasus dan Formulir Pelacakan kasus
2. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Gigitan HPR
- Grafik Kasus Gigitan HPR berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah
/tempat dan berdasarkan Waktu
- Grafik Kasus Gigitan yang meninggal dan kasus Diberi VAR / SAR
4. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN FILARIASIS
Penyakit Kaki Gajah ( Filariasis ) adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan karena infeksi cacing filaria yang hidup dalam saluran dan kelenjar
getah bening yang dapat menyebabkan gejala akut dan kronis. Penyakit kaki
gajah merupakan penyebab utama kecacatan, stigma sosial, hambatan
psikososial yang menetap dan penurunan produktifitas kerja individu, keluarga
dan masyarakat sehingga menibulkan kerugian ekonomi.

1. Tujuan :
a. Memutus rantai penularan
b. Penemuan penderita dan tata laksana kasus
c. Menurunkan angka mikrofilaria < 1%
2.Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral

3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :

66
a. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan :
 Meniadakan sumber penularan dengan mencari / pelacakan kasus
dan mengobati semua penderita
 Pengobatan Massal Filariasis
 Survey Darah Jari ( SDJ ) :
Rapid Diagnostik Test ( RDT ) merupakan evaluasi dari pengobatan
massal filariasis, sasaran untuk RDT ini adalah siswa kelas I dan kelas II SD,
petugas yang melaksanakan adalah petugas kesehatan ( Puskesmas, Dinas
Kesehatan Kabupaten ) yang akan mengambil sampel darah kepada sasaran.
 Sosialisaasi dan Pelaksanaan TAS ( Transmission Assesment Survey)
Kegiatan TAS Juga Merupakan evaluasi dari pengobatan massal
filariasis, kegiatan ini dilaksanakan setelah 5 (lima) tahun pengobatan
massal dikaksanakan
b. Pendidikan Kesehatan kepada Masyarakat
Melakukan kegiatan sosialisasi / penyuluhan di masyarakat, di sekolah
maupun di tempat-tempat umum lain.
c. Memberantas Vektor dan Larvanya
Pemberantasan vektor dapat dilakukan secara biologis, Fisik maupun
kimiawi
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Filariasis
a. Logistik berupa Obat ; DEC, Albendazol, Paracetamol
b. Logistik Non Obat
 RDT Filariasis
 Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, kapas, Boks
Slide, Hand Scone dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Giemsa, cairan Buffer
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Filariasis
- Laporan Pengobatan Massal Filariasis
- Register Kasus dan Formulir Pelacakan kasus
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Filariasis
- Grafik Kasus Filariasis berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah
/tempat
- Grafik Hasil Pengobatan Massal Filariasis
7. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN DEMAM BERDARAH DENGUE
(DBD)
Setiap tahun ribuan orang meninggal karena Demam Berdarah dengue
(DBD) dan sering menyebabkan kejadian luar biasa. Penyakit ini bersifat
musiman dan biasanya kasusnya meningkat pada musim hujan. DBD masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena angka kesakitan
pada semua kelompok umur cukup tinggi.
Masih tingginya angka kesakitan dan kematian DBD disebabkan karena
ketidak pedulian masyarakat dalam upaya menanggulangi DBD, sebagian
masyarakat sudah tahu cara pencegahannya tetapi tidak melaksanakan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) untuk mencegah DBD. Faktor – faktor
yang mempengaruhi penyebar luasan DBD, antara lain : Prilaku masyarakat,
Perubahan iklim, pertumbuhan ekonomi, ketersediaan air bersih.

1. Tujuan :

67
a. Memutus rantai penularan
b. Penemuan penderita dan tata laksana kasus
c. Menurunkan angka Kesakitan dan kematian akibat DBD
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita DBD
c. Keluarga Penderita DBD
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Pengendalian Vektor
 Pengendalian Fisik ; PSN
 Pengendalian Biologis
 Pengendalian Kimiawi :
 Larvasida
 Penyemprotan / Fogging
Demam Berdarah Dengue ditularkan terutama oleh Nyamuk Aedes
Aegypti. Cara pencegahan / pemberantasan yang dapat dilakukan saat ini
adalah dengan memberantas vektor ( Nyamuk penularnya ), karena vaksin
untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Salah
satu kegiatan pencegahan yang dilaksanakan adalah dengan melakukan
penyemprotan terhadap vektor penular. Penyemprotan dilakukan apabila
ditemukan kasus positif DBD yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan dari
Rumah Sakit dan ditemukan jentik disekitar rumah tempat tinggal penderita.
Kegiatan penyemprotan dilakukan dalam 2 kali periode di satu wilayah yang
dilakukan fogging dengan interval waktu 1 Minggu.
b. Sosialisasi / Pelatihan Jumantik (Juru Pemantau Jentik )
Pelatihan Jumantik dapat dilakukan pada Masyarakat dan Anak
Sekolah.Tujuannya adalah :
 Meningkatkan Pengetahuan masyarakat / kader dan Petugas tentang
penyakit BDB dan penanggulangannya.
 Meningkatkan Partisipasi masyarakat dan penanggulangan penyakit
DBD
c. Surveilans Kasus
Miningkatan Sistem Surveilans di tingkat Puskemas dan Rumah sakit
serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
d. Penemuan dan tatalaksana kasus
e. Penyuluhan / Pendidikan Kesehatan
Penyuluhan dapat dilakukan di : Sarana Kesehatan, Sekolah, di
Masyarakat dan di tempat umum.
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan DBD
a. Logistik berupa Obat , Cairan Infus, Oksien
b. Logistik Non Obat
 RDT DDB : IgG, IgM, Ns1
 Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, kapas, dan lain-
lain.
 Bahan diagnostik : Giemsa, cairan Buffer
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
 Peralatan dan Perlengkapan Fogging
 Insektisida untuk pengendalian Vektor
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan DBD
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi

68
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus DBD
- Grafik Kasus DBD berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /tempat
dan Waktu

Sistem Pelaporan DBD


Kemenkes

Dinkes Provinsi

Dinkes Kab/Kota

Form KDRS

Puskesmas/ Dokter Praktik/


Rumah Sakit Klinik
PHC
Epidemiological
Investigation/
Penyelidikan Penderita
Epidemiologis Penanggulangan Fokus

BAGAN PENANGGULANGAN FOKUS


Penderita DBD

Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Di lokasi tempat tinggal


-Pencarian penderita penderita dan rumah/
atau tersangka DBD bangunan lainnya
lainnya dengan radius 100 m
-Pemeriksaan jentik (kurang lebih 20 rumah/
bangunan secara acak)
Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya
dan/atau ≥ 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan
jentik (≥5%)

Positif Negatif

1. PSN DBD
2. Larvasidasi radius 200 m 1. PSN DBD
3. Penyuluhan 2. Larvasidasi radius 200 m
4. Fogging, radius 200 m 3. Penyuluhan
(2 siklus interval 1 minggu)

69
Tatalaksana DBD :

Tersangka Infeksi Virus Dengue


Demam tinggi, mendadak <7 hari
lesu, tidak ada ISPA

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan


Syok Uji Torniquet
Kejang
Kesadaran menurun
Perdarahan positif negatif

Rawat inap
Leukosit <5000/ul Leukosit normal

Rawat sehari + Rawat jalan


Observasi 24 jam
Klinis & lab
kontrol tiap hari
+ Trombo ≤100.000/ul sp demam reda
Nasehat orang tua
+ Ht meningkat >10%

Demam menetap >3 hari


Periksa Hb, Ht, leukosit, trombosit

8. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN MALARIA


Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Setiap athun lebih dari 500 juta manuasia
terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta diantaranya meninggal dunia. Penyakit
ini berpengaruh terhadap tingginya angka kematian bayi, balita dan wanita
hamil serta menurunkan produktivitas sumber daya manusia.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui
program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain ; diagnosis dini,
pengobatan yang cepat dan tepat, surveilan dan pengendalian vektor yang
semuanya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan malaria.
Keterbatasan SDM kesehatan untuk dapat menjangkau semua penduduk
diwilayah kerjanya menyebabkan cakupan penemuan masih rendah dan sering
terjadi KLB. Oleh sebab itu perlu adanya kepedulian masyarakat untuk
berperan aktif dalam upaya penanggulangan malaria dengan melibatkan
seluruh elemen masyarakat dan kader sebagai ujung tombak masyarakat.
1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Malaria
b. Memutus rantai penularan Malaria
c. Melakukan Pengobatan yang tepat ( ACT ) untuk mencegah terjadinya
kematian akibat malaria
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita Malaria
c. Keluarga Penderita
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Penemuan dan pengobatan penderita.

70
Kegiatan penemuan dan pengobatan penderta dapat dilakukan secara
aktif maupun pasif dan melalui kegiatan survey, bentuk kegiatannya
antara lain :
1. Active Case Detection ( ACD )
Penemuan penderita dengan cara Petugas / JMD/ Kader secara aktif
mencari penderita dengan mendatangi rumah penduduk secara
rutin dalam siklus waktu tertentu berdasarkan tingkat insiden
kasus malaria di daerah tersebut.
2. Pasif Case Detection ( PCD )
Upaya penemuan penderita secara pasif menunggu penderita datang
berobat, dilakukan oleh tenaga kesehatan di unit pelayanan
kesehatan.
3. Mass Fever Survey ( MFS )
Kegiatan pengambilan sediaan darah pada semua oprang yang
menunjukkan gejala klinis malaria di suatu wilayah.
4. Mass Blood Survey ( MBS )
Upaya pencarian dan penemuan penderita malaria melalui survey
didaerah endemis yang penduduknya tidak lagi menunjukkan gejala
spesifik malaria.
Pada kegiatan ini dapat juga dilaksanakan sosialisasi bagi petugas,
kader dan tokoh masyarakat.
5. Kontak Survey
Pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang tinggal serumah
dengan penderita Positif malaria atau orang-orang tinggal disekitar
rumah penderita malaria.
6. Surveilan Migrasi
Kegiatan pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang
menunjukkan gejala klinis malaria yang datang dari daerah endemis
malaria.
b. Melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data dan kajian
epidemiologis secara terus menerus dan sistematis
c. Melaksanakan Peneyelidikan Epidemiologi
d. Melakukan Intervensi untuk pengendalian Vektor dengan kegiatan ;
Larvasidasi, Penyemprotan dan Kelambunisasi
e. Pelatihan Kader
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Malaria
a. Logistik berupa Obat : ACT ( Darplex, Arterakine, OAM ), Obat Non ACT
( Kina, Primakuine, Artermeter )
b. Logistik Non Obat/ Bahan dan alat diagnostik : RDT, Giemsa,
Microslide, Blood Lancet, Hand scone, Mikroskop, Kelambu LLIN’s, boks
slide dan rak slide.
c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kasus Malaria
- Laporan Logistik Malaria
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi

71
Subdit Malaria

Tgl. 15 (bulan berikut)

Gudang Farmasi Dinkes Provinsi


Provinsi (LOGMAL 3A/3B) Labkes Provinsi

Tgl. 10 (bulan berikut)

Gudang Farmasi Dinkes Kab/Kota Labkes


Kabupaten/Kota (LOGMAL 2A/2B) Kabupaten/Kota

Tgl. 5 (bulan berikut)

Gudang Farmasi Puskesmas Labkes


Puskesmas (LOGMAL – 1) Puskesmas

6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Malaria
- Grafik Kasus Malaria berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /
tempat dan Waktu
Alur Penemuan Penderita Malaria
Pasien datang dengan Gejala Klinis Demam
atau Riwayat Demam dari 7 hari lalu

Periksa Darah Dengan :


RDT / Miskroskop

Hasil Postif Hasil Negatif

Malaria
Obati sesuai standar Ulangi Pemeriksaan Cari Etiologi
Darah setiap 24 Jam – 48 Jam Demam yang Lain

Hasil Positif Therapi sesuaiEtiologi

8. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN DIARE


Hingga saat ini penyakit
Malariadiare masih
Obati sesuai merupakan masalah kesehatan
standar
masyarakat di indonesia, beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya
penyakit diare disebabkan oleh kuman melalui kontaminasi makanan/minuman
yang tercemar tinja atau kontak lansung dengan penderita, sedangkan faktor
lainnya meliputi faktor lingkungan dan penjamu.
Kegiatan Pengendalian dan pemberantasan diare dilaksanakan untuk
menurunkan angka kesakitan, kematian dan pennggulangan KLB dengan
meningkatkan kerjasma lintas program dan lintas sektoral serta partisipasi aktif
masyarakat.
1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Diare
b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya KLB /
kematian akibat Diare.
2. Sasaran :

72
a. Masyarakat
b. Penderita Diare dan Keluarga
c. Lintas program dan sektor
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Pengamatan terhadap kasus dan faktor resiko
b. Penyuluhan kesehatan yang intensif secara kelompok dan keliling dalam
pencegahan dan pembuatan media sederhana
c. Menyiapkan Stock Oralit (Logistik ) dan mendistribusikan ke Bidan Desa
dan Posyandu
d. Desiminasi informasi kepada kepala wilayah dan kepala desa serta
masyarakat
e. Penatalaksanaan / Penangggulangan kasus dengan cepat dan tepat
f. Perbaikan kualitas air dan lingkungan melalui inspeksi sanitasi (IS) dan
pengambilan sampel
g. Pembentukan Pojok Oralit

Penentuan Tingkat Dehidrasi akibat Diare


DERAJAT DEHIDRASI
Penilaian

Tanpa Dehidrasi Ringan/ Dehidrasi berat


Dehidrasi Sedang

Bila terdapat dua tanda atau lebih

Keadaan Baik/ Sadar Gelisah / Rewel Lesu, Lunglai/tidak


Umum sadar

Mata Tidak Cekung Cekung Cekung

Keinginan Normal Ingin minum terus Malas minum


untuk minum

Turgor Kembali segera Kembali lambat Kembali sangat


lambat

4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Diare


a. Logistik berupa Obat : Oralit, Zinc, Cairan Infus
b. Logistik Non Obat : Peralatan Infus set
c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.

5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kasus Diare
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Diare
- Grafik Kasus Diare berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat
dan Waktu
- Grafik Cakupan proporsi penderita diberi oralit dan diberi RL

9. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN ISPA / PNEUMONIA

73
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan pneumonia
merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ISPA juga
merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien disarana kesehatan,
sekitar 15 – 30 % kunjungan rawat jalan dan rawat inap disebabkan oleh ISPA.
Dalam pelaksanaan P2P ISPA memerlukan komitmen pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dukungan lintas program, lintas sektoral serta peran serta
masyarakat termasuk dunia usaha.

1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Ispa/Pneumonia
b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian
akibat Ispa / Pneumonia
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita ISPA
c. Keluarga Penderita ISPA
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Penemuan dan tatalaksana Kasus ; Penemuan secara pasif maupun
aktif
b. Surveilans
c. Pemberdayaan Masyarakat : Pelatihan kader
d. Penyuluhan yang intensif tentang ISPA
e. Rujukan kasus
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan ISPA
a. Logistik berupa Obat : Kontrimoksazol, Paracetamol, Amoksilin
b. Alat Bantu Tata Laksana : Sound Timer, Oksigen Konsentrator.
c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
d. VCD
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kasus Ispa
- Registrasi Penderita Ispa
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi

74
ALUR P E N C ATATAN d a n P E LAP O R AN
P E N D E R ITA IS P A B ALITA
D I P US KE S MAS
LB 1
Bidang
•1302 Yankes
•1401
KARTU
PENDERITA/
FORM BUKU
PENCATATAN HARIAN
MTBS REG.
PASIEN RJ; RAWAT LAP.
•FREK.NAPAS JALAN BULANAN
PROG.
P2 ISPA:
•BBP
•P BPMK
KLASIFIKASI P2 ISPA
•PB
&
TATALAKSANA STANDAR

6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus ISPA dan Pneumonia
- Grafik Kasus ISPA berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat
dan Waktu
- Grafik Cakupan proporsi Penderita Ispa / Pneumonia yang di tangani dan
dirujuk.
- Grafik Pengunaan Obat-Obatan

9. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN HIV/AIDS


HIV dan AIDS adalah masalah darurat Global yang merupakan salah
satu ancaman terbesar terhadap pembangunan sosial ekonomi, stabilitas dan
keamanan negara. Situasi epidemi yang semakin meluas memberikan berbagai
dampak terhadap kehidupan negara.
Harus diingat bahwa belum ada vaksin untuk mencegah HIV/AIDS, dan
pengobatannya juga belum ada. Pencegahan sangat tergantung pada kampanye
kesadaran masyarakat dan perubahan perilaku individu dalam lingkungan yang
mendukung, yang memerlukan waktu dan kesabaran.
1. Tujuan :
1. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan karena HIV /AIDS
2. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian
akibat HIV / AIDS
2. Sasaran :
1. Masyarakat
2. Penderita dan keluarga
3. Lintas program dan Lintas sektor terkait.

3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :

75
a. Penemuan dan tatalaksana Kasus ; Penemuan secara pasif maupun aktif
b. Rujukan kasus
c. Pemberdayaan Masyarakat
d. Penyuluhan dan sosialisasi yang intensif tentang HIV / AIDS kepada
masyarakat dan ditingkat sekolah
e. Pelayanan Gizi dan Laboratorium
f. Klinik VCT
g. Perawatan dirumah
h. Pelatihan Petugas : Konselor
i. Pengembangan Layanan Komprehensif HIV & IMS yang
berkesinambungan (LKB).
LKB adalah Upaya yang meliputi upaya promotif, prenventif, kuratif dan
rehabilitatif yang mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMS. Pelayanan
yang diberikan sejak dari rumah atau komunitas , fasilitas kesehatan dan
kembali ke rumah atau komunitas ; juga selama perjalanan infeksi HIV
( semenjak belum terinfeksi sampai stadium terminal). Dimana kegiatan
dilaksanakan harus melibatakan seluruh aspek terkait baik pemerintah, swasta
maupun masyarakat.
Komponen utama dalam pengendalian HIV adalah ; Pencegahan,
Perawatan, Pengobatan, dukungan dan konseling. Layanan Komprehensif dan
berkesinambungan juga memberikan dukungan baik aspek manajerial, medis,
psikologi maupun sosial ODHA selama perawatan dan pengobatan untuk
mengurangi atau menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan HIV/AIDS
j. Obat-Obatan : ARV
k. Alat Diagnostik : Rapid Test / RDT
l. Alat APD untuk Petugas Kesehatan
m. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Puskesmas
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus HIV AIDS
- Grafik Kasus HIV/ ADIS berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /
tempat dan Waktu

Strategi Pencegahan Penularan HIV


dari Ibu Ke Bayi dan Kegiatan
Pendukungnya
ProgramSurveilens, imunisasis dan wabah bencana ditujukan untuk
menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit
menular dan tidak menular kurang dari 24 jam. Prioritas penyakit menular
harus ditanggulangi 100% sesuai dengan Permenkes nomor ;1501 Tahun 2010
adalah leptospirosis, hepatitis, demam berdarah dengue, Kolera, Pes, Campak,
H1N1(Avian Influensa Baru, Antrak, Rabies, Polio, Pertusis, Difteri, Malaria,
Maningitis, Yellow Fiver, chikungunya, dan penyakit menular tertentu lainya ;
tubercolusis paru, HIV/AIDS, kusta, pneumonia, filariasis .
Penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah BBLR, Kematian Ibu,
Kematian Bayi/Neonatus, Anemia, Bumil Lila,Persalinan, BGM, Kwashiokort,

76
Marasmus, Gizi Buruk, dan lain-lain penyakit jantung dan gangguan sirkulasi,
diabetes melitus dan kanker. Rencana kerja indikatif berupa kegiatan pokok
dalam rangka pelaksanaan program Surveilens, Imunisasi dan wabah bencana
antara lain :
1. Penyelidikan Epidemiologi
2. Pelacakan, Peningkatan penemuan kasus penyakit menular yang dapat
menimbulkan wabah dan penanggulangan wabah dan KIPI
3. Penemuan secara pasif dan aktif melalui Penyeldikan epidemiologi /
kunjungan lapangan penyakit
4. Pengambilan dan pengiriman sampel penyakit
5. Peningkatan Imunisasi
6. Melaksanakan vaksinasi balita dan anak sekolah
7. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko< 24 jam
8. Melaksanaan Pelatihan Siaga Bencana untuk tenaga Puskesmas dan
Kabupaten
B. TUJUAN DAN SASARAN KEGIATAN :
1. Tujuan :
a. Menurunnya angka kesakitan, Kecacatan dan kematian akibat
penyakit menular dan penyakit tidak menular< 24 jam
b. Merekomendasikan untuk Memutuskanmata rantai penularan
penyakit
c. Merekomendasikan untuk Meningkatkan perilaku masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko Penyakit Tidak Menular
2. Sasaran Kegiatan :
Sasaran dalam pelaksanaan kegiatan, meliputi :
a. Masyarakat
b. Penderita
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan / Lintas Program / Lintas Sektoral
C. MEKANISME PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan yang dilaksanakan pada program surveilens, imunisasi dan
wabah bencana terdiri dari :
1. Peningkatan Surveilens Epidemiologi dan penaggulangan wabah
a. Tujuan :
 Mencegah terjadinya penularan penyakit dan wabah penyakit
 Mencegah, menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan angka
kematian akibat penyakit menular dan tidak menular < 24 jam
 Mencegah wabah penyakit menular dan tidak menular melalui
penyeledikan epidemiologi
 Merekomendasikan untuk melakukan pemutusan mata rantai
penularan penyakitpada lintas program dan lintas sektor terkait
 Melalukan Investigasi / kunjungan lapangan kelokasi terjangkit
penyakit
 Melakukan pengumpulan data, pengolahan dan menganalisa data
dan membuat kesimpulan dan mendistribusikan kepada yang
berkepentingan.
b. Sasaran :
 Masyarakat
 Penderita
 Keluarga Penderita
 Petugas Kesehatan
 Lintas Program dan Lintas Sektoral
c. Kegiatan yang akan dilaksanakan :

77
1. Melakukan Pertemuan Surveilens, Siaga Bencana, Petugas /tim
Pemeriksa haji tingkat Kabupaten dan Pertemuan Zona surveilens
tingkat Kecamatan dan tingkat nagari bagi petugas kesehatan,
kader kesehatan.
2. Pengambilan dan pengiriman sampel, kegiatan meliputi :
 Kunjungan rumah kepada seluruh kepala keluarga& anggota
keluarga
 Pengambilan sampel
 Pengiriman sampel

3. Penyeldikan epidemiologi / Penyelidikan KLB :


Penemuan Kasus dini dilaksanakan di setiap Puskesmas, Pustu
Pembantu, Polindes dan Rumah sakitdan dimasyarakat. Tujuan
pokok dari penyelidikan KLB adalah untuk mengetahui cara
mencegah penularan lebih lanjut dari penyebab penyakit.
4. Pelaksanaan Surveilans Terpadu Penyakit
Surveilens Terpadu Penyakit merupakan proses kegiatan yang terus
menerus dan sistematis yang membutuhkan dukungan
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi serta
dukungan sumber daya yang memadai, kegiatan penyelenggaraan
Surveilens Terpadu meliputi :
 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data untuk Surveilens bersumber dari register rawat jalan,
raway inap, Puskesmas Pembantu serta dari masyarakat
 Analisa serta Rekomendasi Tindak lanjut
Analisa dilakukan baik secara mingguan, bulanan maupun
tahunan
 Umpan Balik
Mengirim umpan balik bualanan dan permintaan perbaikan data
ke Puskesmas Pembantu dan jejaringnya.
 Laporan
2. Peningkatan Imunisasi dan Pelayanan Imunisasi pada Anak Sekolah
a. Tujuan :
 Terlaksananya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
dan wabah
 Turunnya angka PD3I melalui kegiatan BIAS dan Penanggulangan
KIPI
 Menurunkan AKI dan AKABA melalui PD3I
 Memutus mata rantai penularan penyakit melalui Vaksinasi balita
dan anak sekolah
 Terjaringnnya Kasus KIPI dan Penanganan kasus KIPI 100%
 Teraksananya Penyeleidikan Epedemiologi penemuan kasus
tersangka penyakit menular sedini mungkin atau <24 jam
 Dicegahnya penderita cacat/lumpuh layuh menetap melalui
imunisasi
 Tersosisialisasi / terdistribusinya penyebaran informasi tentang
PD3I penyakit menular secara menyeluruh kepada masyarakat.
b. Sasaran :
 Masyarakat : Bayi, Balita dan Anak Sekolah
 Petugas Kesehatan
 Lintas Program dan Lintas Sektoral
c. Kegiatan yang dilaksanakan :
1. Melakukan Pertemuan Imunisasi Tingkat Puskesmas / Tingkat
Kecamatan bagipetugas dan Bidan Desa

78
2. Pelayanan Imunisasi Rutin
3. Pelaksanaan Imunisasi Rutin dilaksanakan di Posyandu dan di
Puskesmas yang dilaksanakan 1 ( satu ) bulan sekali sesuai jadwal
yang telah ditetapkan oleh masing-masing Puskesmas melalui
kesepatan dengan masyarakat.
4. Pelaksanaan Imunisasi TT untuk Bumill dan Calon Pengantin
5. Kegiatan dilaksanakan di Puskesmas dengan melibatkan lintas
program terkait yaitu Petugas KIA/ KB Puskesmas.
6. Pelacakan KIPI ( Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi )
7. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui KIPI yang terjadi dan
Penatalaksanaan KIPI sedini mungkin.
8. Bulan Imunisasi Anak Sekolah ( BIAS )
9. Kegiatan BIAS ini merupakan program yang dilaksanakan oleh
Puskesmas dengan jajarannya terutama pada sekolah dasar kelas I,
II dan Kelas III. Vaksinasi yang diberikan adalah Vaksin Campak
untuk anak kelas I dan Vaksin DT dan TD untuk anak kelas I, II dan
III.
10. Sosialisasi dan Penyuluhan tentang Program Imunisasi
11. Sosialisasi dan penyuluhan dapat dilakukan di tingkat Puskesmas,
Nagari maupun di posyandu waktu pelaksanaan posyandu untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat dan petugas tentang
program imunisasi.
12. Sweeping Imunisasi / Dofu( dropout follow up)
Kegiatan sweeping/dofu dilakukan untuk pemberian imunisasi pada
balita yang tidak datang ke posyandu untuk imunisasi
3. Pelayanan Kesehatan Haji dan Bencana
a. Tujuan :
 Terlaksana pelaksanaan pelayanan kesehatan haji yang baik
 Telaksana sistem manajemen bencana di tingkat Puskemas /
Kecamatan.
b. Sasaran :
 Masyarakat
 Calon Jemaah Haji
 Petugas Kesehatan
 Lintas Sektor terkait
c. Kegiatan yang dilaksanakan :
1. Pemeriksaan Kesahatan Haji
Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji dilaksanakan untuk
mengetahui kesehatan jemaah haji, deteksi dini penyakit pada calon
jemaah haji dan penatalaksaan lanjutan terhadap calon jemaah haji
yang mempunyai masalah terhadap kesehatannnya dan
sekembalinya jemaah haji dari Mekah dilkakukan kembali
pelacakan terkait dengan masalah kesehatannya.
2. Vaksinasi bagi Calon Jemaah Haji
Vaksinasi merupakan upaya preventif untuk perlindungan terhadap
jemaan haji waktu pelaksanaan haji sehingga tidak tertular penyakit
dan menjadi sumber penularan penyakit sewaktu pulang dari
ibadah haji.
3. Pencatatan dan Pelaporan
Dokumentasi Haji sangat diperlukan dan merupakan salah satu
syarat yang harus dilengkapi sebelum berangkat haji.
4. Pelatihan Manajemen Bencana Tingkat Puskesmas

79
Pelatihan Manajemen bencana bertujuan agar Puskesmas dan
Jaringan mengatahui tata cara / langkah-langkah yang harus
dilakukan bila terjadi bencana diwilayah kerjanya.

D. FASILITAS PENDUKUNG
2. Program Surveilans
a. Bahan / Alat :
 Senter Surveilans untuk pemeriksaan jentik
 Botol spesimen, Slide dan Bok Slide untuk spesimen
 Alat APD untuk Petugas Kesehatan
 Reagen untuk pemeriksaan spesimen
 Termometer
 Tensi meter
 Obat-obatan ; misal ; anti racun binatang berbisa ketika PE,dll
b. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
3. Program Imunisasi
a. Bahan / Alat Imunisasi :
 Vaksin Imunisasi dan Pelarut : Campak, Polio, DPT-HIB, TT, DT dan
Td, BCG, HB0
 Vaksin Carier / Termos Vaksin
 Kulkas Vaksin
 Ice cold
 Safety Box
 Hand Scone
 Spuid / Jarum Suntik
 Kapas alkohol
 Termometer untuk Kulkas Vaksin/fristeg/fridge-tag
b. Barang Cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
4. Program Haji
a. Bahan / Alat Imunisasi :
 Vaksin Haji : Meningitis, Influenza
 Spuid / Jarum suntik
 Safety Box
 Hand Scone
 Kapas Alkohol
 Coldbox
b. Barang Cetakan : Buku Pedoman, Buku Haji, Formulir pencatatan dan
pelaporan, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
4. Program Bencana
a. Bahan / Alat :
 Peralatan P3K
 Alat Resusitasi
 Peralatan untuk pertolongan pertama pada Gangguan Kesehatan dan
Penyakit
 Obat-Obatan
 Radio Orari/HT/Hp
 Logistik pedukung lain ; Tandu, Oksigen, Tensi meter, Termometer
b. Barang Cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
c. Media Tranportasi/Mobil Ambulance/Motor

80
E. FORMAT – FORMAT PELAPORANA
a. Format Laporan Surveilans :
 Laporan W1
 Laporan W2
 Laporan Surveilans Campak
 List Penderita AFP
 Laporan Surveilans Integrasi AFP dan PD3I
 Laporan Kelengkapan dan Ketepatan
 Surveilans Terpadu Puskesmas
b. Format Laporan Imunisasi :
 PWS Imunisasi ( Software )
 Monitoring Vaksin 1 dan 2
 Laporan Bias Campak, Laporan Bias DT dan Td
c. Format Laporan Haji dan Bencana
 Laporan Rekapitulasi Jemaah Haji
 Laporan Penjaringan Kesehatan Jemaan Haji
 Laporan Kejadian Bencana

F. VISUALISASI DATA
a. Peta Wilayah :
 Peta Cakupan Imunisasi
 Peta Wilayah Rawan Bencana
 Peta KLB / Wabah
b. Grafik pencapaian :
 Cakupan Imunisasi Rutin : HBO,BCG, Polio, DPT-HB-Hib Campak,
TT, Cakupan BIAS : Campak, DT dan Td
 Grafik Suhu Vaksin
 Grafik Kejadian Luar Biasa
 Grafik Surveilens Terpadu Puskesmas

81
BAB IV
PENUTUP

Pada prinsipnya pedoman pelaksanaan Upaya Kegiatan Masyarakat


adalah “TULIS YANG DIKERJAKAN DAN KERJAKAN YANG DITULIS, BISA
DIBUKTIKAN SERTA DAPAT DITELUSURI DENGAN BUKTINYA”. Namun pada
penerapannya tidaklah semudah itu. Penyusunan kebijakan, pedoman/
panduan, standar operasional prosedur dan program selain diperlukan
komitmen Kepala Puskesmas, juga diperlukan staf yang mampu dan mau
menyusun dokumen akreditasi tersebut. Dengan tersusunnya
Pedoman/Panduan pelaksanaan Upaya Kegiatan Masyarakat (UKM) diharapkan
dapat membantu pelaksanaan kegiatan sesuai yang dianjurkan.

82

Anda mungkin juga menyukai