Anda di halaman 1dari 108

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan tingkat pertama dan
merupakan garda terdepan dalam melayani masyarakat.
Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional sebagai pusat
pengembangan kesehatan masyarakat, membina peran serta masyarakat dan
memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di
wilayah kerja (permenkes nomor 75 tahun 2004).
Salah satu fungsi pokok puskesmas adalah pusat pelayanan kesehatan
tingkat pertama. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan pelayanan
kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan, meliputi
pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan yang diselenggarakan termasuk upaya promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif. Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, pada Pasal 4 disebutkan
bahwasanya puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat.
Adapun fungsi puskesmas sebagaimana tertuang pada Pasal 5 Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 meliputi :
1. Penyelenggaraan UKM (upaya kesehatan Masyarakat) tingkat pertama di wilayah kerja.
2. Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perorangan) tingkat pertama di wilayah kerja.
Upaya kesehatan tingkat pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat
esensial yaitu :
1. UKM Promosi Kesehatan (Promkes)
2. UKM Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana. (KIAKB)
3. UKM Gizi
4. UKM Kesehatan Lingkungan (Kesling)
5. UKM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
6. UKM Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)
Upaya kesehatan masyarakat baik esensial harus diselenggarakan sesuai dengan
pedoman yang telah di tetapkan untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal
Kabupaten Lima Puluh Kota.
1.2 Tujuan Pedoman
Pedoman Upaya Kesehatan Masyarakat bertujuan untuk menjadi acuan bagi seluruh
aktifitas pelayanan upaya kesehatan yang dilaksanakan di puskesmas Taram, sehingga pada
akhirnya pelayanan upaya kesehatan dapat dilaksanakan sesuai dengan Standar Pelayanan
Minimal (SPM).

1.3 Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Taram meliputi
yaitu :
1. UKM Promosi Kesehatan (Promkes)
2. UKM Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga berencana (KIAKB)
3. UKM Gizi
4. UKM Kesehatan Lingkungan (Kesling)
5. UKM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
6. UKM Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)

1.1 Definisi Operasional


1.1.1 Upaya promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dan, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,
sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan.
1.1.2 Upaya kesehatan ibu dan anak dan KB adalah upaya kesehatan primer yang menyangkut
pelayanan dan pemeliharaan kesehatan ibu dalam menjalankan fungsi reproduksi
yang berkualitas serta upaya kelangsungan hidup,pengembangan dan perlindungan
bayi, anak bawah lima tahun (BALITA) dan anak usia pra sekolah dalam proses
tumbuh kembang. Keluarga berencana adalah upaya keesehatan primer yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan kesehatan pasangan usia subur dalam
menjalankan fungsi reproduksi yang berkualitas.
1.1.3 Upaya peningkatan gizi masyarakat adalah kegiatan untuk mengupayakan
peningkatan status gizi masyarakat dengan pengelolaan terkoordinasi dari
berbagai profesi kesehatan serta dukungan peran serta aktif masyarakat.
1.1.4 Upaya kesehatan lingkungan adalah upaya yang dilakukan oleh puskesmas
untuk menjadikan lingkungan yang sehat dalam rangka pencegahan terhadap penyakit
yang berhubungan dengan lingkungan dan menciptakan lingkungan yang dapat
mengoptimalkan penyembuhan suatu penyakit di masyarakat.
1.1.5 Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit adalah suatu upaya untuk
mencegah agar penyakit menular tidak menyebar didalam masyarakat, yang dilakukan
antara lain dengan memberikan kekebalan kepada host melalui kegiatan
penyuluhan kesehatan,surveylans dan imunisasi.
1.1.6 Upaya perawatan kesehatan masyarakat upaya puskesmas dalam melakukan perawatan
bagi penderita yang di lakukan di rumah.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia Upaya Kesehatan Masyarakat


Berikut ini kualifikasi sumber daya manusia dan realisasi tenaga upaya kesehatan
yang telah ada di puskesmas Taram :

Tabel 2.1
Kualifikasi Sumber Daya Manusia dan Realisasi Puskesmas Taram
Tahun 2018

No Upaya Kes. Masyarakat Kualifikasi SDM Realisasi

1 UKM Promkes S1 Kesehatan Masyarakat D 3 Keperawatan


2 UKM KIA & KB D3 Kebidanan D IV Kebidanan
3 UKM Gizi D3 Gizi D 3 Gizi
4 UKM Kes. Lingkungan D3 Kesling D 3 Kesling
5 UKM P2P D3 Keperawatan D3 Keperawatan
6 UKM Perkesmas D3 Keperawatan D3 Keperawatan

2.2 Jadwal Kegiatan


2.2.1 Jadwal kegiatan UKM di susun berdasarkan RUK (Rencana Usulan Kegiatan)
tahunan yang sudah dirancang oleh pemegang program. RUK sendiri disusun
berdasarkan kebutuhan serta adanya permintaan dari masyarakat.
2.2.2 Pengaturan kegiatan upaya kesehatan masyarakat dilakukan bersama oleh para
pemegang program dalam kegiatan rapat UKM dengan persetujuan Kepala
Puskesmas.
2.2.3 Jadwal kegiatan di buat untuk jangka waktu satu tahun dan di pecah dalam
jadwal kegiatan bulanan
2.2.4 Jadwal kegiatan di koordinasikan dan di komunikasikan kepada lintas program
maupun lintas sektoral.

BAB III
TATALAKSANA PELAYANAN

3.1 Tata Laksana Upaya Promosi Kesehatan


3.1.1 Pengertian dan Strategi Upaya Promosi Kesehatan
Upaya Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dan, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka
dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan.
Berdasarkan definisi tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa Promosi Kesehatan
Puskesmas adalah upaya puskesmas melaksanakan pemberdayaan kepada masyarakat untuk
mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan setiap individu, keluarga serta
lingkungannya secara mandiri dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat.
Berdasarkan Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, strategi dasar utama Promosi
Kesehatan adalah (1) Pemberdayaan, (2) Bina Suasana,(3) Advokasi , serta dijiwai semangat
(4) Kemitraan.
1. Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menumbuhkan dan
meningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan individu ,keluarga dan masyarakat
untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, menciptakan lingkungan sehat
serta berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya kesehatan.
a. Pemberdayaan Individu
Dilakukan oleh setiap petugas kesehatan terhadap individu-individu yang
datang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Tujuannya memperkenalkan prilaku
baru kepada bindividu yang mungkin mengubah prilaku yang selama ini
dipraktikkan oleh individu .
Misalnya :
 Setiap ibu yang telah mendapat pelayanan pengobatan untuk anak
balitanya,dapat disampaikan tentang manfaat menimbang anak balita secara
berkala untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan anak balitanya.
 Ibu yang dikunjungi ke rumahnya oleh petugas puskesmas, yang berhenti
memeriksakan kandungannya ke Puskesmas.
Metode yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari dialog,
demonstrasi, konseling, dan bimbingan. Demikian pula media komunikasi yang
digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari lembar balik, leaflet,
gambar/foto ( poster ) atau media lain yang mudah dibawa untuk kunjungan
rumah.

b. Pemberdayaan Keluarga
Dilakukan oleh petugas puskesmas yang melaksanakan kunjungan rumah
terhadap keluarga yaitu keluarga dari individu pengunjung Puskesmas atau
keluarga-keluarga yang berada di wilayah kerja Puskesmas. Tujuan dari
Pemberdayaan keluarga ini juga untuk memperkenalkan prilaku baru yang mungkin
mengubah perilaku yang selama ini dipraktikkan oleh keluarga tersebut.
Perilaku baru misalnya prilaku buang air ke jamban, konsumsi garam
beryodium, memelihara TOGA, menguras bak mandi, menutup persediaan air,
mengubur benda-benda buangan yang menampung air, konsumsi makanan berserat
( buah dan Sayur )
Pemberian informasi tentang prilaku yang diperkenalkan seperti tersebut
diatas perlu dilakukan secara sistematis agar anggota-anggota keluarga yang
dikunjungi oleh petugas Puskesmas dapat menerima dari tahap tahu menjadi mau
dan mampu melaksanakan .
Metode dan media komunikasi yang digunakan untuk Pemberdayaan
keluarga dapat berupa pilihan atau kombinasi antara lain dari dialog, demonstrasi,
konseling, dan bimbingan. Demikian pula media komunikasi yang digunakan dapat
berupa pilihan atau kombinasi dari lembar balik, leaflet, gambar/foto ( poster ) atau
media lain yang mudah dibawa untuk kunjungan rumah.
c. Pemberdayaan Masyarakat
Dilakukan oleh Petugas Puskesmas yang merupakan penggerakan atau
pengorganisasian masyarakat, kegiatan ini diawali dengan membantu kelompok
masyarakat yang mengenali masalah-masalah yang mengganggu kesehatan sehingga
masalah tersebut menjadi masalah bersama, kemudian masalah tersebut
dimusyawarahkan untuk dipecahkan secara bersama.
Beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh Puskesmasberwujud UKBM
seperti Posyandu, POD, Panti Pemulihan Gizi, Kadarzi, Dokcil, SBH, Poskestren
dll.
Disamping itu Puskesmas juga berfungsi sebagai Pusat penggerak
Pembangunan berwawasan kesehatan yaitu :
1. Menggerakkan Lintas Sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar
menyelenggarakan Pembangunan yang berwawasan kesehatan.
2. Memantau dan melaporkan secaqra aktif dampak kesehatan dan penyelenggaraan
setiap program pembangunan diwilayah kerjanya.
3. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.
Ketiga hal tersebut bertujuan untuk mendorong LS/LSM/Dunia swasta
untuk membantu pelayanan promosi kesehatan melalui bantuan dana, sarana,
metode yang dimilikinya dan diutamakan pada sasaran yang tepat.
Manfaat melakukan promosi kesehatan di rumah tangga adalah anggota
keluarga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit, produktifitas keluarga
meningkat serta pengeluaran biaya akibat gangguan kesehatan dapat dialokasikan
untukpemenuhan gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk peningkatan
pendapatan.
Selain itu masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat, mencegah
dan menanggulangi masalah kesehatan, memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
ada, mempu mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat seperti
posyandu, tabulin dll.
Manfaat bagi Pemerintah juga sangat besar yaitu peningkatan kinerja dan
citra pemerintah, alokasi biaya penanganan masalah kesehatan dapat dialihkan
untuk pengembangan lingkungan sehat serta penyediaan sarana kesehatan yang
merata dan bermutu.
2. Bina Suasana
Merupakan upaya menciptakan suasana atau lingkungan sosial yang
mendorong individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah penyakit dan
meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat dan berperan aktif
dalam setiap upaya penyelenggaraan kesehatan.
Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan apabila lingkungan sosialnya mendukung. Keluarga atau orang yang
mengantarkan pasien ke Puskesmas serta petugas kesehatan mempunyai pengaruh
untuk menciptakan lingkungan yang kondusif atau mendukung opini yang positif
terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan.
Oleh karena itu, metode yang tepat disini adalah penggunaan media,
seperti pembagian selebaran,pemasangan poster atau penayangan video yang
berkaitan dengan penyakit pasien. Dengan demikian, mereka dapat membantu
menyampaikan informasi yang diperoleh kepada pasien.
3. Advokasi
Merupakan upaya atau proses yang terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (tokoh-tokoh masyarakat
informal dan formal) agar masyarakat di lingkungan puskesmas berdaya untuk
mencegah serta meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat.
4. Kemitraan
Dalam pemberdayaan, bina suasana dan advokasi, prinsip-prinsip
kemitraan harus ditegakkan. Kemitraan dikembangkan antara petugas kesehatan
Puskesmas dan sasarannya (pasien atau pihak lain) dalam pelaksanaan
pemberdayaan, bina suasana dan advokasi.

3.1.2 Fasilitas dan Pendukung Pelayanan


1. Metode dan Media
Metode komunikasi yang dilakukan harus memperhatikan kemasan informasi,
keadaan penerima informasi serta hal lain seperti ruang dan waktu. Media atau sarana
informasi juga harus dipilih mengikuti metode yang telah ditetapkan, memperhatikan
sasaran atau penerima informasi. bila penerima informasi tidak bisa membaca maka
komunikasi tidak akan efektif jika digunakan media yang penuh tulisan, atau bila
penerima informasi hanya memiliki waktu yang sangat dingkat, tidak akan efektif jika
diberikan poster yang memiliki kalimat yang panjang.
2. Sumber Daya
Sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di
Daerah disebutkan bahwa standar tenaga khusus promosi kesehatan untuk puskesmas
adalah sebagai berikut :
Kualifikasi Jumlah Kompetensi Umum
D 3 Kesehatan + minat & 1 orang a. Membantu tenaga kesehatan
bakat di bidang promosi lain merancang pemberdayaan
masyarakat
b. Melakukan bina suasana dan
advokasi

Sedangkan untuk standar sarana/peralatan promosi kesehatan Puskesmas


minimalnya adalah sebagai berikut :
No Jenis Sarana / Peralatan Jumlah
1. Flipchart dan stands 1 set
2. Overhead Projektor ( OHP ) 1 buah
3. Amplifier dan wireless microphone 1 set
4. Kamera Foto 1 buah
5. Megaphone/ Public address System 1 set
6. Portable generator 1 buah
7. Tape/cassette recorder/player 1 buah
8. Papan informasi 1 buah

3.1.3 Kegiatan Promosi Kesehatan di Dalam Gedung Puskesmas


Promosi kesehatan yang dilaksanakan di lingkungan dan gedung puskesmas
seperti di tempat pendaftaran, poliklinik, ruang perawatan, laboratorium, kamar obat, tempat
pembayaran dan halaman puskesmas.
1. Tempat Pendaftaran
Dapat dilakukan dengan penyebaran informasi melalui media seperti poster,
leaflet, selebaran yang dapat dipasang/diletakkan didepan loket pendaftaran. Adapun
jenis informasi yang disediakan yaitu :
a. Alur pelayanan puskesmas
b. Jenis pelayanan kesehatan
c. Denah poliklinik
d. Informasi masalah kesehatan yang menjadi isu pada saat itu
e. Peraturan kesehatan seperti dilarang merokok, dilarang meludah sembarangan,
membuang sampah pada tempatnya, daln lain-lain.
Memberikan salam kepada pengunjung puskesmas termasuk dari kegiatan
promosi karena sudah terjadi komunikasi awal yang menimbulkan kesan yang baik.
2. Poliklinik
Petugas kesehatan puskesmas yang melayani pasien meluangkan waktunya untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien berkenaan dengan penyakitnya atau obat yang
harus ditelannya. Guna memudahkan pemberdayaan dalam pelayanan medis, harus
disediakan berbagai media (alat peraga) seperti misalnya lembar balik, poster, gambar-
gambar atau model-mdel anatomi, dan brosur yang bisa dibawa pasien.
Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah orang yang
mengantarkannya ke Puskesmas. Oleh karena itu, khususnya di Ruang tunggu perlu
dipasang media seperti poster, selebaran yang berisi informasi tentang berbagai penyakit
dan pencegahannya.
3. Ruang Pelayanan KIA & KB
Sebagian besar pengunjung adalah ibu-ibu dan balita yang tidak sakit, yaitu ibu-
ibu yang memeriksakan kehamilannya atau hendak bersalin, atau mereka yang
memerlukan pelayanan kontrasepsi. Oleh karena itu perlu dipasang poster atau selebaran
tentang berbagai penyakit, khususnya yang menyerang bayi dan balita. Disamping itu,
tentang pentingnya memeriksakan kehamilan teratur, pentingnya tablet Fe, imunisasi
yang lengkapbagi bayi, pemberian ASI Eksklusif, memantau tumbuh kembang balita,
dan lain-lain.
4. Laboratorium
Kesadaran yang ingin diciptakan dalam dirimereka adalah pentingnya melakukan
pemeriksaan laboratorium, yaitu :
a. Bagi pasien untuk ketepatan diagnosis yang dilakukan dokter
b. Bagi pengunjung sehat lainnya yaitu untuk memantau kondisi kesehatan, agar
dapat diupayakan untuk tetap sehat.
Oleh karena itu, perlu dipasang poster dan leaflet yang dapat diambil gratis.
5. Ruang Pelayanan Obat
Kesadaran yang ingin diciptakan dalam diri mereka adalah terutama tentang :
a. Manfaat obat generik dan keuntungan jika menggunakan obat generik.
b. Kedisiplinan dan kesabaran dalam menggunakan obat sesuai dengan petunjuk
dokter.
c. Pentingnya memelihara Taman Obat Keluarga (TOGA) dalam rangka memenuhi
kebutuhan akan obat-obatan sederhana.
Selain dipasang poster dan disediakan lefalet tentang informasi kesehatan,
ditempat ruang ini dapat dioperasikan tape recorder yang menyampaikan pesan-pesan
tersebut.
6. Klinik Khusus
Beberapa prinsip pemberian informasi melalui konseling kepada pasien ;
a. Memberikan suasana gembira dan semangat hidup.
b. Menghargai pasien/klien sepenuh hat
c. Melihat pasien atau individu sebagai subyek
d. Mengembangkan dialog yang menyentuh perasaan
e. Memberikan keteladanan
7. Halaman
a. Di tempat parkir, seperti Seruan Presiden tentang Kesehatan, bahaya merokok,
melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, dll
b. Di taman Puskesmas, bisa digunakan untuk menanam Tanaman Obat Keluarga
(TOGA)
c. Di dinding Puskesmas bisa dipasangkan poster-poster tentang kesehatan
d. Di pagar pembatas Puskesmas, dapat dipasang spanduk-spanduk untuk menggalakkan
kampanye kesehatan, seperti kampanye Hari Kesehatan Nasional, Kampanye Hari
AIDS, dll.
e. Di kantin Puskesmas juga bisa ditampilkan pesan-pesan yang berkaitan dengan
konsumsi gizi seimbang, cara membaca sehat, dll.
f. Di tempat ibadah, bisa disampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kesehatan
jiwa (yang dikaitkan dengna perintah agama) dan pentingnya menjaga
kebersihan/kesehatan lingkungan.
Selain di tempat-tempat yang disebutkan diatas, di Puskesmas juga bisa
dilakukan penyuluhan di dalam gedung dengan memanfaatkan tape recorder sebagai
media penyuluhan. Tape recorder bisa digunakan untuk memutar penyuluhan-
penyuluhan kesehatan sehingga semua orang yang ada di dalam gedung Puskesmas akan
mendengar penyuluhan yang sedang diputar. Selain itu, penyuluhan juga bisa dilakukan
oleh petugas langsung secara bergantian menggunakan pengeras suara disaat pasien
sedang ramai menunggu antrian berobat.

3.1.1 Kegiatan Promosi Kesehatan di Luar Gedung Puskesmas


Promosi kesehatan di luar gedung adalah promosi kesehatan yang dilakukan
puskesmas di luar gedung puskesmas. Artinya promosi kesehatan dilakukan untuk masyarakat
yang berada di wilayah kerja puskesmas.
Pelaksanaan promosi kesehatan di luar gedung dilakukan oleh Puskesmas
bekerjasama dengan berbagai pihak potensial lainnya, yaitu :
1) Promosi Kesehatan melalui pendekatan individu
2) Promosi Kesehatan melalui pendekatan kelompok ( Tim Penggerak PKK, posyandu,
karang taruna, majelis taklim, dan lain-lain)
3) Promosi kesehatan melalui pendekatan organisasi massa (seperti kelompok kesenian
tradisional dan lain-lain)
4) Penggerakkan dan pengorganisasian masyarakat.
Kerja sama yang dilakukan oleh Puskesmas dengan berbagai pihak bertujuan untuk
menciptakan masyarakat yang sehat di wilayah kerja Puskesmas. Sehat bukan hanya bebas
dari penyakit fisik, karena keluhan-keluhan yang dilontarkan seseorang kepada tenaga
kesehatan sangat dipengaruhi oleh hal-hal lain diluar gangguan fisiknya, seperti mental
emosional, sosial, dan ekonomi. Untuk mewujudkan masyarakat sehat tidak bisa dilaksanakan
oleh Pemerintah saja, tetapi juga dibantu oleh Lembaga Swadaya Masyarakat.

UKBM LSM
LSM Air
Perilaku Hidup
Serat
Mikro
Mineral Bersih dan Sehat
Vitamin KSM

Protein Makro
Lemak Pendapatan
Karbohidrat
tinggi Mutu Layanan
Gizi Seimbang Yang Baik

Proses Masyarakat Bayi,


Produktivitas Anak sekolah,
Sehat meningkat Pekerja
Lingkungan Sehat Bumil,
Pemerintah Pasien,
Lansia,
- AirBersih Pendapatan
- Jamban sehat tinggi
- Pengelolaan Sampah
- Pembuangan limbah sehat KSM
LSM Perilaku Hidup
LSM
UKBM Bersih dan Sehat

Untuk mewujudkan Konstruksi Sehat, paradigma yang dipakai adalah paradigma


sehat (aku akan menjaga kesehatanku agar aku bisa produktif bekerja), bukan paradigma sakit
(bila aku sakit, maka aku akan berobat). Prioritas program utama adalah Promotif dan
preventif (peningkatan derajat kesehatan dan pencegahan penyakit), bukan kuratif
(pengobatan).

Dari skema di atas terlihat bahwa, kesehatan masyarakat bisa diwujudkan dengan
penekanan prioritas pada perilaku hidup bersih dan sehat, keseimbangan pola konsumsi,
terbangunnya lingkungan yang sehat, dan terciptanya mutu pelayanan kesehatan yang baik.
Untuk mewujudkan Konstruksi Sehat, maka perlu diwujudkan “Program Nagari
Sehat” secara komprehensif. Program Nagari sehat mempunyai standar – standar dan
indikator. Dasar hukum Program Nagari Sehat adalah :

1. Kepmendagri No. 650/174 Tahun 1998 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja


Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota Sehat
2. Kepmendagri No. 650-185 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Pembinaan Pelaksanaan Program Kabupaten/Kota Sehat
3. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun
2005 dan Nomor 1138/MENKES/PB/VIII/2005 Tentang Penyelenggaraan
Kabupaten/Kota Sehat

1. Pengertian Nagari Sehat


Nagari Sehat adalah suatu kondisi dari suatu wilayah yang bersih, nyaman, aman dan
sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi di dalam masyarakat yang
saling mendukung melalui koordinasi Kelompok Kerja (Pokja) Nagari Sehat dan difasilitasi
oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan masing-masing.
Kawasan sehat adalah suatu kondisi wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat
bagi masyarakat, melalui peningkatan suatu kawasan potensial dengan berbagai kegiatan yang
terintegrasi yang disepakati masyarakat, kelompok usaha dan pemerintah daerah.
Forum Kabupaten Sehat dan Forum Komunikasi Nagari Sehat adalah wadah bagi
masyarakat untuk berpartisipasi dan menyalurkan aspirasinya. Di Kabupaten disebut Forum
Kabupaten sehat atau nama lain yang disepakati masyarakat. Forum Kabupaten Sehat
berperan menentukan arah, prioritas, dan perencanaan pembangunan wilayahnya yang
mengintegrasikan berbagai aspek, sehingga dapat mewujudkan wilayah yang bersih, nyaman,
aman dan sehat untuk dihuni oleh warganya.Di Kecamatan disebut Forum Komunikasi Nagari
Sehat (FKNS) atau nama lain yang disepakati masyarakat. FKNS mempunyai peran
mengkoordinasikan, mengintegrasikan, mensinkronkan dan mensimplikasikan perioritas,
perencanaan antara Nagari satu dengan Nagari lainnya di wilayah Kecamatan yang dilakukan
oleh masing-masing Pokja Nagari Sehat.
Kelompok Kerja (Pokja) Nagari Sehat adalah wadah bagi masyarakat di nagari yang
bergerak dibidang usaha ekonomi, sosial dan budaya, dan kesehatan untuk menyalurkan
aspirasinya dan berpartisipasi dalam kegiatan yang disepakati mereka.

2. Tujuan Nagari Sehat


Tujuan Program Nagari Sehat pada dasarnya adalah tercapainya kondisi Kabupaten<
Kecamatan, dan Nagari untuk hidup dengan bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni dan
bekerja bagi warganya dengan terlaksananya berbagai program-program kesehatan dan sektor
lain, sehingga dapat meningkatkan sarana dan produktifitas dan perekonomian masyarakat.
3. Sasaran Nagari Sehat
a. Terlaksananya program kesehatan dan sektor terkait yang sinkron dengan kebutuhan
masyarakat, melalui perberdayaan Kelompok Kerja (Pokja) yang disepakati
masyarakat.
b. Terbentuknya Kelompok Kerja (Pokja) masyarakat yang mampu menjalin kerjasama
antar masyarakat, pemerintah Kecamatan, Kabupaten, dan pihak swasta, serta dapat
menampung aspirasi masyarakat dan kebijakan pemerintah secara seimbang dan
berkelanjutan dalam mewujutkan sinergi pembangunan yang baik.
c. Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial – budaya, perilaku, dan
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara adil, merata dan terjangkau dengan
memaksimalkan seluruh potensi sumber daya di Nagari tersebut secara mandiri.
d. Terwujudnya kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk meningkatkan
produktifitas masyarakatnya sehingga mampu meningkatkan kehidupan dan
penghidupan masyarakat menjadi lebih baik.

4. Ciri-ciri Nagari Sehat


a. Program Nagari Sehat dilaksanakan dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaku
melalui pembentukan Kelompok Kerja(Pokja) yang disepakati masyarakat dengan
dukungan pemerintah daerah dan mendapatkan fasilitasi dari sektor terkait melalui
program yang telah direncanakan.
b. Pendekatan tergantung permasalahan yang dihadapi
c. Berasal dari kebutuhan masyarakat, dikelola oleh masayarakat, sedangkan pemerintah
sebagai fasilitator.
d. Mengutamakan proses, tapi tetap punya target – target antara, tidak mempunyai batas
waktu, berkembang sesuai sasaran yang diinginkan masyarakat.
e. Menyelenggarakan semua program yang menjadi permasalahan di Nagari, secara
bertahap, dimulai dengan kegiatan yang menjadi prioritas bagi masyarakat di Nagari
didasarkan kesepakatan dari masyarakat (Toma, LSM setempat).
f. Perencanaan yang disusun juga merupakan Master Plan Nagari.
g. Perlu komitmen kuat dari Pemerintah Kabupaten yang merupakan partner kunci
pelaksanaan kegiatan
h. Dalam pelaksanaan kegiatan harus terintegrasi kondisi fisik, geografis, dan budaya
setempat.
i. Setiap Desa menetapkan tatanan potensial sebagai entry point“ yang dimulai dengan
kegiatan sederhana yang disepakati masyarakat”, kemudian berkembang dalam aspek
yang lebih luas, menuju Nagari Sehat.
j. Kesepakatan tentang pilihan tatanan Naagri Sehat dengan kegiatan yang menjadi
pilihan serta jenis dan besaran indikatornya ditetapkan oleh Kelompok Kerja.
k. Program-program yang belum menjadi pilihan masyarakat diselenggarakan secara
rutin oleh masing-masing sektor dan secara bertahap program-program tersebut
disosialisasikan secara intensif kepada masyarakat dan sektor terkait melalui
pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja.
l. Pelaksanaan kegiatan Nagari Sehat sepenuhnya dibiayai dan dilaksanakan oleh Nagari
yang bersangkutan bekerjasama dengan sektor terkait.
m. Evaluasi kegiatan Nagari Sehat dilakukan oleh Pemerintahan Nagari bersama Pokja,
pemerintah daerah, LSM, dan para pelaku pembangunan lainnya.

5. Strategi
a. Melibatkan semua potensi yang ada di masyarakat untuk terlibat dalam Pokja, sebagai
penggerak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.
b. Pokja didampingi oleh sektor tekhnis sesuai dengan potensi tatanan sehat, dengan
melakukan advokasi kepada penentu kebijakan.
c. Mengembangkan kegiatan yang sesuai dengann visi dan misi potensi Nagari dengan
berbagai simbol, moto, dan semboyan yang dipahami dan memberikan rasa
kebanggaan bagi warganya.
d. Mengembangkan informasi dan promosi yang tepat sesuai dengan kondisi setempat
baik berupa media tradisional,media cetak, elektronik, dan melalui internet,.
e. Meningkatkan potensi ekonomi Nagari dengan kegiatan yang menjadi kesepakatan
masyarakat.
f. Menjalin kerjasama antar Pokja yang melaksanakan program Nagari Sehat.

6. Tatanan Nagari Sehat


a. Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana Umum Sehat.
b. Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib & Pelayanan Transportasi Sehat.
c. Kawasan Industri & Perkantoran yang Sehat.
d. Kawasan Kawasan Pariwisata Sehat.
e. Kawasan Pertambangan Sehat.
f. Kawasan Hutan Sehat.
g. Kehidupan Masyarakat Sehat yang Mandiri.
h. Ketahanan Pangan dan Gizi.
i. Kehidupan Sosial yang Sehat.

Puskesmas Taram melalui Promosi Kesehatan juga ikut berperan aktif dalam
meningkatkan peran serta kelompok-kelompok masyarakat untuk menciptakan Nagari Sehat.
Adapun pendekatan yang dilakukan oleh Puskesmas Taram adalah melalui :

1. Posyandu Balita
Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh untuk dan bersama
masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Tujuan Posyandu :
a. Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat.
b. Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar,
terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
c. Meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu terutama berkaitan
dengan penurunan AKI dan AKB.
d. Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang
berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

Sasaran Posyandu :

a. Bayi
b. Anak Balita
c. Ibu hamil, melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui
d. Pasangan Usia subur (PUS)

Fungsi Posyandu :

a. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari
petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat
penurunan AKI dan AKB
b. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar terutama berkaitan
dengan penurunan AKI dan AKB
Manfaat Posyandu :
a. Bagi Masyarakat
 Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan
dasar terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB
 Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan
terutama terkait dengan kesehatan ibu dan anak
 Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan sektor lain terkait
b. Bagi Kader,Pengurus Posyandu dan Tokoh Masyarakat
 Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan
AKI dan AKB
 Dapat mewujudkan aktualitas dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan
masalah kesehatan.
c. Bagi Puskesmas
 Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, upaya pelayanan
kesehatan strata pertama
 Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan
sesuai dengan kondisi setempat.
 Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui pemberian pelayanan
secara terpadu.
d. Bagi Sektor Lain
 Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah sektor
terkait.
 Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan
tupoksi masing-masing sektor lain

Puskesmas Taram memiliki 20 Posyandu yang berdasarkan tingkat perkembangannya


sudah berstatus Purnama.

Adapun Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Taram adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2
Nama Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Taram
Tahun 2018
No Nama Posyandu Jorong Nagari
1 Delima Tj. Kubang Taram
2 Tulip I Balai Cubadak
3 Tulip II Subarang
4 Melati I Tj. Atas
5 Melati II Tj. Atas
6 Mawar Parak Baru
7 Permata Sipatai
8 Gelatik Gantiang Taram
9 Anggrek II Kt. Penjaringan Bukit Limbuku
10 Anggrek I Pintu Koto & Koto Bukit Limbuku
Malintang
11 Adelweis I Balai & Janjang Tinggi Pilubang
12 Adelweis II Kt. Nan Gadang Pilubang
13 Seruni I Balai Bt. Balang
14 Seruni II Balai Bt. Balang
15 Melati Koto Kociak Bt. Balang
16 Ingin Sehat Bancah Bt. Balang
17 Dahlia I Kt. Harau Bt. Balang
18 Dahlia II Kt. Harau Bt. Balang
19 Mawar Tiga Alur Bt. Balang
20 Dahlia IV P. Ambacang Bt. Balang

Kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Taram terdiri dari
kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/pilihan. Kegiatan utama yang dilakukan di
Posyandu meliputi :
1) Pelayanan kesehatan untuk Ibu dan Anak (KIA).
2) Keluarga Berencana
3) Imunisasi
4) Gizi
5) Pencegahan dan penanggulangan Diare
Kegiatan pengembangan yang dilakukan di posyandu adalah :
1) Bina Keluarga Balita
2) Penemuan dini dan pengamatan penyakit Potensial Kejadian Luar biasa (KLB),
misalnya : ISPA, DBD, gizi buruk, polio, dan lain-lain.
3) Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD)
4) Program diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan,
malalui tanaman obat keluarga (TOGA).

2. Posyandu Lansia
Umur Harapan hidup di Indonesia meningkat dari 68,6 th (2004) menjadi 69,8 th
(2010) (BPS) dan menjadi 70,8 th (2015), dan diperkirakan akan meningkat menjadi 72,2 th
(2030-2035). Salah satu permasalahan yang sangat mendasar pada lanjut usia adalah masalah
kesehatan sehingga diperlukan pembinaan kesehatan pada kelompok pra lanjut usia dan lanjut
usia, bahkan sejak usia dini.
Tujuan umum Kebijakan Program Kesehatan Lanjut Usia adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan lansia untuk mencapai lansia yang sehat, mandiri, aktif,
produktif dan berdaya guna bagi keluarga dan masyarakat. Tujuan khususnya adalah :
1) Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan santun Lansia
2) Meningkatnya koordinasi Lintas program, Lintas Sektor, organisasi profesi,
organisasi masyarakat dan pihak terkait.
3) Meningkatnya ketersediaan data dan informasi di bidang kesehatan lansia.
4) Meningkatnya peran serta dan pemberdayaan keluarga,masyarkat dan lansia dalam
upaya peningkatan kesehatan lansia
5) Meningkatnya peran serta Lansiadalam upaya peningkatan kesehatan keluarga dan
masyarakat

Adapun Prinsip Pelayanan Kesehatan Lansia :

1) Menjadi Lansia sehat adalah hak asasi setiap manusia


2) Pelayanan Kesehatan Primer adalah ujung tombak untuk tercapainya Lansia sehat
yang didukung oleh pelayanan rujukan yang berkualitas
3) Partisipasi lansia perlu diupayakan dalam setiap kegiatan baik dikeluarga maupun
masyarakat berupa kegiatan sosial ekonoomi sesuai dengan kemampuan, minat dan
kondisi kesehatannya
4) Pelayanan bagi lansia diupayakan secara lintas disiplin dan lintas sektor
5) Pelayanan bagi lansia perlu dilaksanakan dengan memperhatikan gender dan
kesamaan hak.

Posyandu Lansia adalah suatu wadah pelayanan lanjut usia di masyarakat dimana
proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat berdasarkan inisiatif
dan kebutuhan masyarakat itu sendiridan dilaksanakan bersama oleh masyarakat, kader,
lembaga swadaya masyarakat, lintas sektor, swasta dan organisasi sosial menitikberatkan
pada upaya promotif dan preventif.
Adapun jenis pelayanan yang diberikan
1) Pelayanan kesehatan
2) Pemberian Makanan Tambahan
3) Kegiatan olah raga
4) Kegiatan non kesehatan dibawah bimbingan sektor lain
5) Perawatan lanjut usia di kelompok.

3. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)


Peningkatan prevalensi PTM menjadi ancaman yang serius dalam pembangunan
di bidang kesehatan karena mengancam pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu,
upaya pengendalian PTM ditekankan pada upaya mencegah masyarakat yang sehat agar
tidak jatuh ke fase berisiko atau menjadi sakit berkomplikasi.
Agar upaya tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan partisipasi masyarakat
sehingga dikembangkanlah suatu model pengendalian PTM yang berbasis masyarakat
yaitu Posbindu PTM.
Posbindu PTM merupakan kegiatan secara terintegrasi untuk mencegah dan
mengendalikan faktor resiko PTM berbasis masyarakat sesuai sumber daya dan kebiasaan
masyarakat. Kegiatan mencakup deteksi dini dan tindak lanjut terhadap faktor risiko PTM
serta upaya promosi kesehatan melalui berbagai kelompok masyarakat dan pemangku
kepentingan terutama dalam tatanan Nagari Sehat.
Pelaksana kegiatan deteksi dini dan tindak lanjut faktor resiko PTM adalah
anggota masyarakat itu sendiri, yaitu Kader Posbindu PTM dan dibina oleh Puskesmas.
Jenis kegiatan yang dilaksanakan di Posbindu PTM meliputi :
1) Kegiatan penggalian informasi faktor resiko dengan wawancara sederhana tentang
riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktivitas fisik, merokok, kurang makan
sayur dan buah, serta informasi lainnya.
2) Kegiatan pengukuran IMT, lingkar perut, serta analisa lemak tubuh dilakukan 1 kali
dalam sebulan.
3) Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 bulan satu kali.
4) Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit diselenggarakan
tiga tahu tahun sekali dan bagi yang sudah mempunyai faktor resiko PTM atau
penyandang diabetes mellituspaling sedikit satu tahun sekali.
5) Kegiatan pmeriksaan kolesterol total darah dan trigliserida bagi yang sehat dilakukan
6 bulan – 1 tahun sekali, bagi yang memiliki faktor resiko 1 – 3 bulan sekali.
6) Kegiatan pemeriksaan IVA dilakukan minimal 5 tahun sekali
7) Kegiatan konseling dan penyuluhan harus dilakukan setiap Posbindu PTM
diselenggarakan.
8) Kagiatan aktifitas fisik atau olahraga dilakukan setiap minggu.
9) Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya.
Puskesmas Taram sudah memiliki 4 Posbindu PTM di wilayah kerja puskesmas
Taram, yaitu :
1) Posbindu Jrg. Pintu Koto dan Koto Malintang di Nagari Bukit Limbuku
2) Posbindu Jrg. Koto Penjaringan di Nagari Bukit Limbuku
3) Posbindu Jrg. Parak Baru di Nagari Taram
4) Posbindu Jrg. Tj. Kubang di Nagari Taram

4. Pos Gizi
Kasus gizi buruk perlu penanganan yang serius karena memberi dampak yang
buruk terhadap perkembangan sel-sel otak dan memberi kontribusi yang besar terhadap
kematian anak. Berbagai metode telah dilakukan di Puskesmas Taram, seperti penyuluhan
gizi, pembinaan melalui kunjungan rumah, konseling gizi dan pemberian PMT, namun hal
tersebut belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.
Salah satu upaya lain yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi tersebut adalah
melalui pelaksanaan program gizi yang berkesinambungan dengan memperhatikan sumber
daya yang ada. Positive Deviance dan Pos Gizi merupakan program gizi yang berbasis
keluarga dan masyarakat bagi anak yang beresiko kurang energi protein.
PD merupakan penyimpangan perilaku yang positif yaitu mengidentifikasi
berbagai perilaku positif dari ibu yang memiliki anak bergizi baik tetapi dari keluarga
kurang mampu dan menularkan kebiasaan tersebut kepada keluarga kurang mampu lainnya
yang memiliki anak kurang gizi disuatu masyarakat. Pos Pemulihan Gizi merupakan tempat
atau rumah yang digunakan untuk mengadakan kegiatan pemulihan dan pendidikan gizi.
Tujuan dilakukannya kegiatan Positive Deviance adalah :
1) Menurunkan prevalensi kasus gizi buruk dan gizi kurang
2) Mengetahui penyebab terjadinya gizi buruk dan gizi kurang pada balita
3) Mengetahui perilaku positif ibu balita kurang mampu dan memiliki anak bergizi
baik
4) Mencegah gangguan tumbuh kembang berkelanjutan.
5) Pemberdayaan masyarakat dalam mengentaskan gizi buruk dan gizi kurang.
Langkah-langkah kegiatan Positive Deviance :
1) Survey Mawas Diri (SMD)
SMD dilakukan oleh kader dengan cara mengolah data penimbangan
balita 3 bulan berturut-turut, sehingga didaptkan balita yang berada di Bawah
Garis Merah serta balita yang berada di pita kuning pada Kartu Menuju sehat.
2) Musyawarah Masyarakat Jorong (MMJ)
MMJ dilakukan dengan dihadiri oleh Perangkat Nagari, Tokoh Agama,
PKK, Tokoh Masyarakat, Petugas Puskesmas serta ibu balita yang balitanya akan
diikut sertakan pada Pos Gizi. Pada kegiatan ini disampaikan hasil pengumpulan
data yang telah dilakukan oleh kader dan memusyawarahkan upaya-upaya yang
dapat dilakukan untuk menurunkan jumlah balita gizi kurang
3) Focus Group Discussion (FGD)
Focuss Group Discussion (FGD) adalah diskusi yang dilakukan oleh ibu
yang memiliki balita kurang gizi dengan ibu yang memiliki balita bergizi baik dan
sama-sama berasal dari keluarga kurang mampu. Dari hasil kegiatan FGD tersebut
didapatkanlah perilaku positif dari ibu yang memiliki balita bergizi baik yang
nantinya akan ditularkan ke ibu yang memiliki balita bergizi kurang.
Dalam pelaksanaannya pos gizi dilaksanakan selama 12 hari berturut-turut. Setiap
hari ibu balita akan membawa balita ke Pos Gizi dan ikut memasak makanan bersama kader
untuk diberikan kepada balita yang bergizi kurang. Selama proses memasak makanan yang
dilakukan oleh kader bersama dengan orang tua, maka balita akan diberikan permainan
edukasi.
Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dilakukan pada hari
pertama dan terakhir pelaksanaan Pos Gizi. Balita dinyatakan lulus Pos Gizi jika terjadi
kenaikan berat badan balita minimal 200 gram.

5. Pos Usaha Kesehatan Kerja (Pos UKK)


Pos UKK adalah bentuk pemberdayaan masyarakat di kelompok pekerja informal
utamanya di upaya promotif, preventif untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan dan pengaruh buruk yang diakibatkan oleh bekerja.
Prinsip Pos UKK adalah dari, oleh, untuk kelompok pekerja informal di masyarakat.
Pos UKK dilaksakan oleh kader yang berasal dan dipilih oleh masyarakat pekerja
dan sudah dilatih oleh Petugas Puskesmas.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Kader Pos UKK :
1) Mempersiapkan dan melaksankan pertemuan tingkat desa
2) Mempersiapkan dan melaksanakan serta membahas Survey Mawas Diri bersama
Petugas Puskesmas serta Lembaga Masyarakat Desa.
3) Menyajikan hasil SMD dalam kelompok pekerja di desa dalam MMD
4) Menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan kerja.
5) Menentukan lokasi Pos UKK
6) Membuat perencanaan upaya kesehatan kerja
7) Kegiatan penyuluhan peningkatan kesehatan kerja dan pencegahan penyakit akibat
kerja dan kecelakaan kerja
8) Memberikan pertolongan pertama pada penyakit dan kecelakaan akibat kerja
9) Merujuk penderita yang memerlukan perawatan lebih lanjut ke Puskesmas
10) Kegiatan Pencatatan dan pelaporan
11) Membina hubungan baik dengan pekerja binaannya, LMD, Petugas PPL dan
Petugas Puskesmas
12) Mengelola keuangan Pos UKK
13) Membina kemampuan diri.

6. Usaha Kesehatan Sekolah


Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya membina dan mengembangkan
kebiasaan hidup sehat yang dilakukan secara terpadu melalui program pendidikan dan
pelayanan kesehatan di sekolah, perguruan agama serta usaha-usaha yang dilakukan dalam
rangka pembinaan dan pemeliharaan kesehatan di lingkungan sekolah.
Alasan Perlunya Upaya Kesehatan Sekolah
1) Anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang rawan terhadap masalah
kesehatan.
2) Usia sekolah sangat peka untuk menanamkan pengertian dan kebiasaan hidup sehat.
3) Sekolah merupakan institusi masyarakat yang terorganisasi dengan baik.
4) Keadaan kesehatan anak sekolah akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar
yang dicapai.
5) Anak sekolah merupakan kelompok terbesar dari kelompok usia anak-anak yang
menerapkan wajib belajar.
6) Pendidikan kesehatan melalui anak-anak Sekolah sangat efektif untuk merubah
perilaku dan kebisaan ibu sehat umumnya.

Tujuan Khusus
Untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan meningkatkan derajat kesehatan
peserta didik yang mencakup:

1) menurunkan angka kesakitan anak sekolah


2) meningkatkan kesehatan peserta didik baik fisik, mental maupun sosial.
3) agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk
melaksanakan prinsip-prinsip hidup sehat serta berpartisipasi aktif dalam usaha
peningkatan kesehatan di sekolah.
4) meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan terhadap anak sekolah.
5) meningkatkan daya tangkal dan daya hayat terhadap pengaruh buruk narkotika,
rokok, alkohol dan Obat berbahaya lainnya.

Sasaran Pembinaan UKS


1) peserta didik
2) pembina UKS (teknis dan nonteknis)
3) sarana dan prasarana pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan lingkungan
sekolah.

Ruang Lingkup Kegiatan UKS


Kegiatan utama usaha kesehatan sekolah disebut dengan Trias UKS, yang terdiri
dari:

1) pendidikan kesehatan
2) pelayanan kesehatan
3) pembinaan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat.

Pembina UKS
Pembinaan program UKS, pada tingkat Kabupaten dan Kecamatan dibentuk dengan
membentuk tim pembina usaha kesehatan sekolah (TPUKS). Beberapa kegiatan TPUKS
tersebut antara lain meliputi:
1) Pembinaan sarana keteladanan gizi, seperti kantin sekolah.
2) Pembinaan sarana keteladanan lingkungan, seperti pemeliharaan dan pengawasan
pengelolaan sampah, SPAL, WC dan kamar mandi, kebersihan kantin sekolah, ruang
UKS dan ruang kelas,  usaha mencegah pengendalian vektor penyakit.
3) Pembinaan personal higiene peserta didik dengan pemeriksaan rutin kebersihan kuku,
telinga, rambut, gigi, serta dengan mengajarkan cara gosok gigi yang benar.
4) Pengembangan kemampuan peserta didik untuk berperan aktif dalam pelayanan
kesehatan antara lain dalam bentuk kader kesehatan sekolah dan dokter kecil
5) Penjaringan kesehatan peserta didik baru
6) Pemeriksaan kesehatan secara periodik
7) Imunisasi, pengawasan sanitasi air, usaha P3K di sekolah
8) Rujukan medik, penanganan kasus anemia
9) Forum komunikasi terpadu dan pencatatan dan pelaporan
Pelaksana program UKS antara lain meliputi guru UKS, peserta didik, Tim UKS
Puskesmas, serta masyarakat sekolah (komite sekolah). Pada tingkat Puskesmas, dengan
seorang koordinator pelaksana terdiri dari dokter, perawat, petugas imunisasi, pelaksana gizi,
serta sanitarian.

Prinsip-prinsip pengelolaan UKS :


1) Mengikutsertakan peran serta masyarakat sekolah, yang antara lain meliputi  guru,
peserta didik, karyawan sekolah, Komite Sekolah (orang tua murid).
2) Kegiatan yang terintegrasi, dengan pelayanan kesehatan menyeluruh yang menyangkut
segala upaya kesehatan pokok puskesmas sebagai satu kesatuan yang utuh dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan peserta didik.
3) Melaksanakan rujukan, dengan mengatasi masalah kesehatan yang tak dapat diatasi di
sekolah ke fasilitas kesehatan seperti Puskesmas atau rumah sakit.
4) Kolaborasi tim, dengan melibatkan kerja sama lintas sektoral dengan pembagian tugas
pokok dan fungsi yang jelas
Kegiatan-kegiatan UKS
Kegiatan UKS meliputi antara lain :
1) Pemeriksaan kesehatan (kehatan gigi dan mulut, mata telinga dan tenggerokan, kulit dan
rambut),
Kegiatan UKGS ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
a. Tahap I ( Paket Minimal)
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang belum terjangkau oleh
tenaga dan fasilitas kesehatan gigi yang ada di puskesmas. Kegiatan yang dilakukan pada
tahap ini berupa:
 Pendidikan /penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan oleh guru sesuai
dengan kurikulum dari Departemen Pendidikan Nasional.
 Pencegahan penyakit gigi dan mulut berupa kegiatan bimbingan pelihara diri bagi
murid, minimal untuk kelas I, II dan III, berupa sikat gigi massal dengan memakai
pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali dalam sebulan.
 Rujukan kesehatan gigi dan mulut bagi yang memerlukan.
b. Tahap II ( Paket Standart)
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang sudah terjangkau oleh
tenaga kesehatan, sedangkan fasilitas kesehatan gigi puskesmas masih terbatas. Kegiatan
yang dilakukan pada tahap II ini berupa :
 Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi (terintegrasi)
 Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut oleh guru sesuai dengan
kurikulum.
 Pencegahan penyakit gigi dan mulut minimal untuk murid kelas I, II dan III berupa
sikat gigi massal dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali
dalam sebulan dam pembersihan karang gigi.
 Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I SD diikuti pencabutan gigi susu
yang telah waktunya lepas/tanggal dan pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa
sakit.
 Pelayanan medis gigi dasar bagi murid yang membutuhkan perawatan.
 Rujukan bagi yang memerlukan.
c. Tahap III (Paket Optimal)
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang sudah terjangkau oleh
tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan gigi yang dimiliki puskesmas sudah memadai.
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini berupa :
 Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi (terintegrasi)
 Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan kurikulum.
 Pencegahan penyakit gigi dan mulut minimal untik kelas I, II dan III berupa sikat gigi
massal dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali dalam
sebulan dan pembersihan karang gigi.
 Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I diikuti pencabutan gigi susu yang
telah waktunya tanggal/lepas.
 Pelayanan medis gigi dasar atas permintaan dari murid kelas I sampai dengan kelas
VI.
 Pelayanan medis gigi dasar pada murid kelas terpilih/selektif sesuai kebutuhan.
 Rujukan bagi yang memerlukan.
Selain 3 tahapan diatas, cakupan pelaksanaan UKGS dalan ketentuan Depkes RI
tahun 2000 juga dijelaskan bahwa :
1. Frekwensi pembinaan petugas UKGS ke SD minmal 2 kali dalam setahun.
2. Minimal 75 % murid SD mendapatkan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut.
3. Minimal 80 % murid SD mendapatkan perawatan medis gigi dasar dari seluruh murid
SD yang telah terjaring untuk mendapatkan perawatan lanjutan.
Kegiatan UKGS dilaporkan dengan menggunakan variabel kegiatan sebagai
berikut :
1. Jumlah murid SD kelas I, II dan III yang mendapat DHE
2. Jumlah murid kelas I, II dan III yang melaksanakan sikat gigi massal dengan pasta
gigi yang mengandung fluor.
3. Jumlah guru atau dokter kecil yang mendapat pelatihan UKGS.
4. Jumlah murid kelas I yang dilakukan penjaringan kesehatan.
5. Jumlah murid kelas I yang dicabut giginya yang sudah waktunya tanggal.
6. Jumlah yang mendapatkan pengobatan darurat dari guru.
7. Jumlah yang kelas I sampai kelas VI yang mendapat DHE.
8. Jumlah murid kelas I dan II yang yang mendapat surface protection.
9. Jumlah murid kelas I sampai kelas VI yang mendapatkan pelayanan medik gigi dasar
atas permintaan.
Semua data kegiatan dapat ditampilkan dengan menggunakan diagram batang, dan
kegiatan ini didokumentasikan melalui foto-foto kegiatan dan rekaman video
2) Pemeriksaan perkembangan kecerdasan,
3) Pemberian imunisasi,
4) Penemuan kasus-kasus dini,
5) Pengobatan sederhana,
6) Pertolongan pertama.
7) Rujukan

7. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM)


Kwalitas pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan
dan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang ada didalamnya.Dalam
rangka meningktkan derajat kesehatan gigi masyarakat Indonesia, dokter gigi diharapkan
dapat memberikan semua jenis pelayanan yang sesuai dengan kompetensinya.
Berdasarkan undang-undang no: 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pelayanan
kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan
penyakit gigi dan pemulihan kesehatan gigi yang dilakukan secara terpadu,
terintegrasi dan berkesinambungan.
Salah satu tindakan yang dilakukan untuk pengembangan kesehatan gigi dan mulut
adalah Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM)
1) Manfaat yang dapat diambil dari kegiatan UKGM
2) Meningkatnya derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat
3) Meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut masyarakat
4) Meningkatnya sikap/kebiasaan pemeliharaan sehehatan gigi dan mulut
5) Ibu hamil dan masyarakat mendapatkan pelayanan medis gigi dasar.

Kegiatan UKGMD meliputi:


1) Kegiatan promotif meliputi: Upaya promotif dilakukan dengan pelatihan kader UKGMD
dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi serta pendidikan/penyuluhan
kesehatan gigi dan mulut .
2) Kegiatan preventif meliputi: pemeriksaan dan sosialisasi cara menyikat gigi yang baik
dan benar.
Bentuk kegiatan UKGMD adalah penyuluhan dan pemeriksaan gigi kepada seluruh
sasaran, mempraktekkan cara menyikat gigi yang benar pada balita. Kegiatan UKGMD dapat
dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan kelas ibu balita, kelas ibu hamil, kegiatan
posyandu,posyandu lansia, kegiatan DDTK, puskesmas keliling, posbindu. Cakupan
pelayanan kegiatan UKGMD meliputi :
1) Jumlah ibu hamil dengan kelainan gigi dan mulut.
2) Jumlah ibu hamil yang dirujuk.
3) Jumlah ibu hamil yang mendapat perawatan.
4) Jumlah balita yang bebas karies.
5) Jumlah balita yang dirujuk.
6) Jumlah balita yang mendapat perawatan.
7) Jumlah penduduk yang dirujuk kader.
8) Jumlah penduduk yang mendapatkan pengobatan sederhana.
9) Jumlah kunjungan petugas untuk pembinaan.
Laporan kegiatan UKGMD bersifat kumulatif, dan data dapat ditampilkan dengan
digram batang. Semua kegiatan dapat didokumentasikan melalui audio visual atau visual saja.
8. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Menurut Wordl Health Organization (WHO) yang termasuk edalam kelompok
remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun, dan secara demografis kelompok remaja
dibagi menjadi kelompok usia 10-14 tahun dan kelompok usia 15-19 tahun. Sementara
Undang-Undang No.23 tentang Perlindungan Anak mengelompokkan setiap orang yang
berusia sampai dengan 18 tahun sebagai ‘anak’, sehingga berdasarkan Undang-Undang ini
sebagian besar remaja termasuk dalam kelompok anak.
Berdasarkan undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa
sasaran pengguna layanan PKPR adalah kelompok remaja usia 10 – 18 tahun. Waluaupun
demikian mengingat batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun, maka
Kementerian Kesehatan menetapkan sasaran pengguna layanan PKPR meliputi remaja berusia
1-10 sampai 19 tahun,tanpa memandang status pernikahan.
Fokus sasaran layanan puskesmas PKPR adalah berbegai kelompok remaja, antara
lain :
1) Remaja di sekolah : sekolah umum, madrasah, pesantren, sekolah luar biasa
2) Remaja diluar sekolah : karang taruna, saka bakti husada, palang merah remaja, panti
yatim piatu/rehabilitasi, kelompok belajar mengajar, organisasi remaja, rumah
singgah, kelompok keagamaan.
3) Remaja putri sebagai calon ibu dan remaja hamil tanpa mempermasalahkan status
pernikahan.
4) Remaja yang rentan terhadap penularan HIV, remaja yang sudah terinfeksi HIV,
remaja yang terkena dampak HIV/AIDS, remaja yang menjadi yatim/piatu terkena
AIDS.
5) Remaja yang berkebutuhan khusus, yang meliputi kelompok remaja sebagai berikut :
 Korban kekerasan, korban traficking, korban eksploitasi seksual
 Penyandang cacat, di lembaga pemasyarakatan (LAPAS), anak jalanan, dan
remaja pekerja.
 Di daerah konflik (pengungsian), dan diaerah terpencil.
Paket pelayanan remaja yang sesuai dengan kebutuhan meliputi palayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif yang harus diberikan secara komprehensif di semua tempat
yang akan melakukan pelayanan remaja dengan pendekatan PKPR. Intervensi meliputi :
1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja (meliputi infeksi manular seksual/IMS,
HIV&AIDS) termasuk seksualitas dan pubertas.
2) Pencegahan dan penanggulangan kehamilan pada remaja
3) Pelayanan gizi (anemia, kekurangan dan kelebihan gizi) termasuk konseling dan
adukasi
4) Tumbuh kembang remaja
5) Skrining status TT pada remaja
6) Pelayanan kesehatan jiwa remaja, meliputi : masalah psikososial, gangguan jiwa,
dan kualitas hidup.
7) Pencegahan dan penggulangan NAPZA
8) Deteksi dan penanganan kekerasan terhadap remaja
9) Deteksi dan penanganan tuberkulosis
10) Deteksi dan penanganan kecacingan.

3.2 Tatalaksana Upaya Kesehatan Ibu dan Anak & Keluarga Berencana

Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan


serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini
diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut :
1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua
fasilitas kesehatan.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke
fasilitas kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan ataupun melalui kunjungan rumah.
5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat.
6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan
pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.

3.2.1 Pelayanan Antenatal


Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk
ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal
yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal
sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan),
pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai
risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid  (TT)
bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah,
hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah
prevalensi tinggi dan atau kelompok ber-risiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah
hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut
lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut.
Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama
kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai
berikut :
 Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
 Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
 Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin
perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan
penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal
kepada Ibu hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
3.2.1. Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang
aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan,
masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar
fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan
ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3. Manajemen aktif kala III
4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan
persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.

3.2.1 Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas


Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada
ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini
komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan
melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu :
 Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah
persalinan.
 Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan (8 – 14 hari).
 Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan (36 – 42 hari).
Pelayanan yang diberikan adalah :
1. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
2. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
3. Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
4. Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
5. Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali , pertama segera setelah
melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul Vitamin A pertama.
6. Pelayanan KB pasca salin
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas
adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

3.2.2 Pelayanan Kesehatan Neonatus


Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang
diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali,
selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun
melalui kunjungan rumah.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :
1. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 – 48 Jam setelah
lahir.
2. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai
dengan hari ke 7 setelah lahir.
3. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai
dengan hari ke 28 setelah lahir.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap
pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah
kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama
kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di
fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24
jam pertama.
Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan
melakukan pemeriksaan dan perawatan Bayi baru Lahir dan pemeriksaan menggunakan
pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk memastikan bayi dalam
keadaan sehat, yang meliputi :
1. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik :
-     Lihat postur, tonus, dan aktifitas bayi.
-     Lihat pada kulit bayi.
-     Hitung pernafasan dan lihat tarikan dinding dada ketika bayi sedang tidak
menangis.
-     Hitung detak jantung dengan stetoskop. Stetoskop diletakkan pada dada kiri bayi
setinggi apeks.
-     Lakukan pengukuran suhu ketiak dengan termometer.
-     Lihat dan raba bagian kepala.
-     Lihat pada mata.
-     Lihat bagian dalam mulut (lidah, selaput lendir)
Jika bayi menangis, masukkan satu jari yang menggunakan sarung tangan ke
dalam dan raba langit-langit.
-     Lihat dan raba pada bagian perut
Lihat pada tali pusat.
Lihat pada punggung dan raba tulang belakang.
-     Lihat pada lubang anus, hindari untuk memasukkan alat atau jari dalam
melakukan pemeriksaan anus.
-     Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air besar.
-     Lihat dan raba pada alat kelamin bagian luar.
Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air kecil.
-     Timbang bayi.
Timbang bayi dengan menggunakan selimut, hasil timbangan dikurangi
selimut.
-     Mengukur panjang dan lingkar kepala bayi.
Jelaskan cara dan alat.
-     Menilai cara menyusui, minta ibu untuk menyusui bayinya.

Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM


 Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare,
berat badan rendah dan Masalah pemberian ASI.
 Pemberian Vitamin K1, Imunisasi Hepatitis B0 bila belum diberikan pada waktu
perawatan bayi baru lahir.
 Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif,
pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah
termasuk perawatan tali pusat dengan menggunakan Buku KIA.
 Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan neonatus
adalah : dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat.

3.2.3 Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat.
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi kebidanan.
Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal , tetapi tetap mempunyai risiko
untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan
masyarakat tentang adanya faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat
sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan
bayi yang dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2. Anak lebih dari 4.
3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
4. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau
penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.
5. Anemia dengan dari Hemoglobin < 11 g/dl.
6. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang
belakang
7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
8. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis, kelainan
jantung-ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus
Eritematosus, dll), tumor dan keganasan
9. Riwayat kehamilan buruk: keguguran berulang, kehamilan ektopik terganggu, mola
hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital
10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio sesarea,
ekstraksivakum/ forseps.
11. Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan paska persalinan, Infeksi masa nifas,
psikosis post partum (post partum blues).
12. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat
kongenital.
13. Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster.
14. Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
15. Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada usia kehamilan lebih
dari 32 minggu.
Catatan : penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah 9 – 12 kg selama
masa kehamilan
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain :
1. Ketuban pecah dini.
2. Perdarahan pervaginam :
 Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio plasenta
 Intra Partum : robekan jalan lahir
 Post Partum : atonia uteri, retensio plasenta, plasenta inkarserata, kelainan
pembekuan darah, subinvolusi uteri
3. Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik > 140 mmHg,
diastolik > 90 mmHg), dengan atau tanpa edema pre-tibial.
4. Ancaman persalinan prematur.
5. Infeksi berat dalam kehamilan : demam berdarah, tifus abdominalis, Sepsis.
6. Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju.
7. Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang
adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal
yang sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi
faktor risiko pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah
satu upaya penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.
Faktor risiko pada neonatus adalah sama dengan faktor risiko pada ibu hamil.
Ibu hamil yang memiliki faktor risiko akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi
pada neonatus. Deteksi dini untuk Komplikasi pada Neonatus dengan melihat tanda-
tanda atau gejala-gejala sebagai berikut :
1. Tidak Mau Minum/menyusu atau memuntahkan semua
2. Riwayat Kejang
3. Bergerak hanya jika dirangsang/Letargis
4. Frekwensi Napas < = 30 X/menit dan >= 60x/menit
5. Suhu tubuh <= 35,5 C dan >= 37,5 C
6. Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
7. Merintih
8. Ada pustul Kulit
9. Nanah banyak di mata
10. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
11. Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat
12. Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat
13. Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI
14. BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram
15. Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
1. Prematuritas dan BBLR (bayi berat lahir rendah < 2500 gr)
2. Asfiksia
3. Infeksi Bakteri
4. Kejang
5. 5. Ikterus
6. 6. Diare
7. Hipotermia
8. Tetanus neonatorum
9. Masalah pemberian ASI
10. Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan kongenital, dll.

3.2.4 Penanganan Komplikasi Kebidanan


Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan
komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga
kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Diperkirakan sekitar 15-
20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan
dan persalinan tidak selalu dapat diduga  sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan
harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi
dan ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan
maka diperlukan adanya fasilititas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan
pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari bidan, puskesmas
mampu PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam.Pelayanan medis yang dapat
dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi:
1. Pelayanan obstetri :
- Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
- Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (pre-eklampsi dan
eklampsi)
- Pencegahan dan penanganan infeksi.
- Penanganan partus lama/macet.
- Penanganan abortus.
- Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi rujukan.
2. Pelayanan neonatus :
- Penanganan asfiksia bayi baru lahir.
- Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
 Hipotermi
 Hipoglikemia
 Ikterus
 Masalah pemberian minum
- Penanganan gangguan nafas.
- Penanganan kejang.
- Penanganan infeksi neonatus.
- Rujukan dan transportasi bayi baru lahir.
- Persiapan umum sebelum tindakan kegawatdaruratan neonatus

3.2.5 Pelayanan neonatus dengan komplikasi


Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan
penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian oleh
dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah
bersalin dan rumah sakit pemerintah/swasta.
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi
neonatal. Hari Pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak perubahan
yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim kepada
kehidupan di luar rahim. Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat
memburuk, sehingga bila tidak ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian.
Kematian bayi sebagian besar terjadi pada hari pertama, minggu pertama kemudian
bulan pertama kehidupannya.
Faktor resiko pada neonatus akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi,
deteksi dini untuk Komplikasi pada Neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gejala-
gejala sebagai berikut :
- Tidak mau minum/ menyusu atau memuntahkan semua
- Riwayat kejang
- Bergerak hanya jika dirangsang / Letargis.
- Frekwensi napas ≤ 30 x/menit dan ≥ 60 x/menit.
- Suhu tubuh  ≤ 35,5°C dan ≥ 37,5°C
- Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat.
- Merintih.
- Ada pustule kulit.
- Nanah banyak di mata.
- Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
- Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat.
- Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat.
- Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI.
- BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram)
- Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
- Asfiksia bayi baru lahir.
- Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
 Hipotermi
 Hipoglikemia
 Ikterus
 Masalah pemberian minum
- Gangguan napas
- Kejang
- Infeksi Neonatus
- Klasifikasi dalam MTBM :
 Infeksi bakteri (termasuk klasifikasi Infeksi Bakteri Lokal dan Penyakit
Sangat Berat atau Infeksi Bakteri Berat)
 Ikterus (termasuk klasifikasi Ikterus Berat dan Ikterus)
 Diare (termasuk klasifikasi Diare Dehidrasi Berat dan Diare Dehidrasi
Ringan/Sedang)
 Berat badan rendah menurut umur dan atau masalah pemberian ASI.
 Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan kongenital, dll.
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas
penanganan komplikasi neonatus tersebut antara lain penyediaan puskesmas mampu
PONED dengan target setiap kabupaten harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas
mampu PONED.
Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan
serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil,
bersalin dan nifas serta kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang
datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan
melakukan rujukan ke RS/RS PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU Kabupaten
mampu melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif
(PONEK) yang siap selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus mampu melakukan
pelayanan emergensi dasar dan pelayanan operasi seksio sesaria, perawatan neonatus
level II serta transfusi darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka
kasus – kasus komplikasi kebidanan dan neonatal dapat ditangani secara optimal
sehingga dapat mengurangi kematian ibu dan neonatus.
3.2.8 Pelayanan Kesehatan Bayi
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang
diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari
sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi :
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan.
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga
cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui
pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan
stimulasi tumbuh kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan
kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
 Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1,2,3,4, DPT/HB 1,2,3,
Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun.
 Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK).
 Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan).
 Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI,  tanda –
tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA.
 Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi
adalah : dokter spesialis anak, dokter, bidan , perawat dibantu oleh tenaga kesehatan
lainnya seperti petugas gizi.

3.2.1 Pelayanan kesehatan anak balita


Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual
berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana
terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan
mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi
sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan
pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada
anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau
mencegah gangguan ke arah yang lebih berat .
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan
mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak 
(SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya
seperti  dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga
kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan
suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan
teknologi sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan
menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), di tingkat pelayanan
kesehatan dasar. Bank Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi
yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh
Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering
merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita,
Departemen Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket
pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di
Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah
mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan
sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat
dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran
berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS.
Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan
anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan
kesehatan.
b. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan
perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan
kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK
diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar
gedung.
c. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
d. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
e. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan
pendekatan MTBS.
3.2.2 Pelayanan KB Berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan
menghormati hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga diharapkan dapat
berkontribusi dalam menurunkan angka kematian Ibu dan menurunkan tingkat fertilitas
(kesuburan) bagi pasangan yang telah cukup memiliki anak (2 anak lebih baik) serta
meningkatkan fertilitas bagi pasangan yang ingin mempunyai anak.
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan) kehamilan. Bagi
Pasangan Usia Subur yang ingin menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dapat
menggunakan metode kontrasepsi yang meliputi :
 KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitus interuptus).
 Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
 Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif (Contraceptive
Prevalence Rate/CPR) mencapai 61,4% (SDKI 2007) dan angka ini merupakan
pencapaian yang cukup tinggi diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian metode
yang dipakai lebih banyak menggunakan metode jangka pendek seperti pil dan suntik.
Menurut data SDKI 2007 akseptor KB yang menggunakan suntik sebesar 31,6%, pil 13,2
%, AKDR 4,8%, susuk 2,8%, tubektomi 3,1%, vasektomi 0,2% dan kondom 1,3%. Hal
ini terkait dengan tingginya angka putus pemakaian (DO) pada metode jangka pendek
sehingga perlu pemantauan yang terus menerus. Disamping itu pengelola program KB
perlu memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan “4 terlalu” (terlalu muda, tua,
sering dan banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu
diupayakan pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas,
teknis dan aspek manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan
pelayanan yang sesuai standard dan variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi
teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan non-klinis secara berkesinambungan.
Selanjutnya aspek manajerial, pengelola program KB perlu melakukan revitalisasi dalam
segi analisis situasi program KB dan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB kepada
masyarakat adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

3.2.3 Indikator Pemantauan


Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA meliputi
indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA.
Sasaran yang digunakan dalam PWS KIA berdasarkan kurun waktu 1 tahun dengan
prinsip konsep wilayah (misalnya: Untuk provinsi memakai sasaran provinsi, untuk
kabupaten memakai sasaran kabupaten).

1. Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)


Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal
oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator
akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta
kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah :
Jumlah ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh
tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui Proyeksi,
dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan menggunakan rumus  :
1,10 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk
Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka terakhir CBR
kabupaten yang diperoleh dari kantor perwakilan Badan Pusat Statistik (BPS) di
kabupaten. Bila angka CBR kabupaten tidak ada maka dapat digunakan angka
terakhir CBR propinsi. CBR propinsi dapat diperoleh juga dari buku Data Penduduk
Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2007 – 2011 (Pusat Data Kesehatan
Depkes RI, tahun 2007).
Contoh : untuk menghitung perkiraan jumlah ibu hamil di nagari X di kabupaten Y
yang mempunyai penduduk sebanyak 2 .000 jiwa dan angka CBR terakhir kabupaten
Y 27,0/1.000 penduduk, maka :
Jumlah ibu hamil = 1,10 X 0,027 x 2.000 = 59,4.
Jadi sasaran ibu hamil di nagari X adalah 59 orang.

1. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (Cakupan K4)


Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal
sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada
trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3 disuatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara
lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang
menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di samping
menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
Rumus yang dipergunakan adalah :
Jumlah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali sesuai standar
oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah dalam 1 tahun

2. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn)


Adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam
kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani
oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA
dalam pertolongan persalinan sesuai standar.

Rumus yang digunakan sebagai berikut :


Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah sasaran ibu bersalin disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Jumlah sasaran ibu bersalin dalam 1 tahun dihitung dengan menggunakan


rumus :
1,05 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk
Contoh : untuk menghitung perkiraan jumlah ibu bersalin di nagari X di kabupaten Y
yang mempunyai penduduk sebanyak 2.000 penduduk dan angka CBR terakhir
kabupaten Y 27,0/1.000 penduduk maka :
Jumlah ibu bersalin = 1,05 X 0,027 x 2.000 = 56,7.
Jadi sasaran ibu bersalin di nagari X adalah 56 orang.

3. Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3)


Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42
hari pasca bersalin sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam –
3 hari, 8 – 14 hari dan 36 – 42 hari setelah bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan nifas secara
lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang
menggambarkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu nifas, di samping
menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai standar
oleh tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah sasaran ibu nifas di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah sasaran ibu nifas sama dengan jumlah sasaran ibu bersalin.

4. Cakupan pelayanan neonatus pertama (KN 1)


Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada
6 – 48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.Dengan
indikator ini dapat diketahui akses/jangkauan pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 – 48 jam
setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah sasaran bayi bisa didapatkan dari perhitungan jumlah perkiraan
(angka proyeksi) bayi dalam satu wilayah tertentu dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Jumlah sasaran bayi = Crude Birth Rate x jumlah penduduk
Contoh : untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu desa Z di Kota Y
Propinsi X yang mempunyai penduduk sebanyak 1.500 jiwa dan angka CBR terakhir
Kota Y 24,8/1.000 penduduk, maka :

Jumlah bayi = 0,0248 x 1500 = 37,2.


Jadi sasaran bayi di desa Z adalah 37 bayi.

5. Cakupan pelayanan neonatus Lengkap (KN Lengkap).


Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar
sedikitnya tiga kali yaitu 1 kali pada 6 – 48 jam, 1 kali pada hari ke 3 – hari ke 7 dan 1
kali pada hari ke 8 – hari ke 28 setelah lahir disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas dan kualitas pelayanan
kesehatan neonatal.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah neonatus yang telah memperoleh 3 kali pelayanan kunjungan neonatal
sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

6. Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh Masyarakat


Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi  yang
ditemukan oleh kader atau dukun bayi atau masyarakat  serta dirujuk ke tenaga
kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Masyarakat disini, bisa
keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu sendiri.
Indikator ini menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam
mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas.

Rumus yang dipergunakan :


Jumlah ibu hamil yang berisiko yang ditemukan kader atau dukun bayi
atau masyarakatdi suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah dalam 1 tahun

7. Cakupan Penanganan komplikasi Obstetri (PK)


Adalah cakupan Ibu dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu yang ditangani secara definitif sesuai dengan standar oleh
tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Penanganan
definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan
permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan. Indikator ini mengukur kemampuan
manajemen program KIA dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara
professional kepada ibu hamil bersalin dan nifas dengan komplikasi.
Rumus yang dipergunakan :
Jumlah komplikasi kebidanan yang mendapatkan penanganan definitive
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

8. Neonatus dengan komplikasi yang ditangani


Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani secara definitif
oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Penanganan definitif adalah pemberian
tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus yang pelaporannya dihitung 1
kali pada masa neonatal. Kasus komplikasi yang ditangani adalah seluruh kasus yang
ditangani tanpa melihat hasilnya hidup atau mati.
Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan dalam
menangani kasus – kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian ditindaklanjuti
sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih
tinggi.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah neonatus dengan komplikasi yang mendapat penanganan definitif
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
15 x jumlah sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
10. Cakupan kunjungan bayi (29 hari – 11 bulan)
Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4 kali
yaitu 1 kali pada umur 29 hari – 2 bulan, 1 kali pada umur 3 – 5 bulan, dan satu kali
pada umur 6 – 8 bulan dan 1 kali pada umur 9 – 11 bulan sesuai standar di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui
efektifitas, continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan bayi.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah bayi yang telah memperoleh 4 kali pelayanan kesehatan sesuai
standardi suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

11. Cakupan pelayanan anak balita (12 – 59 bulan).


Adalah cakupan anak balita (12 – 59 bulan) yang memperoleh pelayanan
sesuai standar, meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantauan
perkembangan minimal 2 x setahun, pemberian vitamin A 2 x setahun
Rumus yang digunakan adalah :
Jumlah anak balita yg memperoleh pelayanan sesuai standar
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
Jumlah seluruh anak balita disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun

12. Cakupan Pelayanan kesehatan anak balita sakit yang dilayani dengan MTBS
Adalah cakupan anak balita (umur 12 – 59 bulan) yang berobat ke
Puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Rumus yang digunakan adalah :
Jumlah anak balita sakit yg memperoleh pelayanan sesuai tatalaksana MTBS di
Puskesmas di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah seluruh anak balita sakit yg berkunjung ke Puskesmas di suatu wilkerja
dalam 1 tahun
Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang datang
ke puskesmas (register rawat jalan di Puskesmas). Jumlah anak balita sakit yang
mendapat pelayanan standar diperoleh dari format pencatatan dan pelaporan MTBS
13. Cakupan Peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate)
Adalah cakupan dari peserta KB yang baru dan lama yang masih aktif
menggunakan alat dan obat kontrasepsi (alokon) dibandingkan dengan jumlah
pasangan usia subur di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini
menunjukkan jumlah peserta KB baru dan lama yang masih aktif memakai alokon
terus-menerus hingga saat ini untuk menunda, menjarangkan kehamilan atau yang
mengakhiri kesuburan.
Rumus yang dipergunakan:
Jumlah peserta KB aktif di suatu wilayah kerja padakurun waktu tertentuX 100%
Jumlah seluruh PUS di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

3.2.4 Pengumpulan, Pencatatan dan Pengolahan Data KIA


1. Jenis data
Data yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan PWS KIA adalah :
a. Data Sasaran :
 Jumlah seluruh ibu hamil
 Jumlah seluruh ibu bersalin
 Jumlah ibu nifas
 Jumlah seluruh bayi
 Jumlah seluruh anak balita
 Jumlah seluruh PUS
b. Data pelayanan :
 Jumlah K1
 Jumlah K4
 Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
 Jumlah ibu nifas yang dilayani 3 kali (KF 3) oleh tenaga kesehatan
 Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur 6-48 jam
 Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan lengkap pada umur 0-
28 hari (KN 1, KN 2, KN 3)
 Jumlah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan factor risiko/komplikasi yang
dideteksi oleh masyarakat
 Jumlah kasus komplikasi obstetri yang ditangani
 Jumlah neonatus dengan komplikasi yang ditangani
 Jumlah bayi yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur 29 hari–11
bulan sedikitnya 4 kali
 Jumlah anak balita (12–59 bulan) yang mendapatkan pelayanan kesehatan
sedikitnya 8 kali
 Jumlah anak balita sakit yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar
 Jumlah peserta KB aktif

2. Sumber data
Data sasaran berasal dari perkiraan jumlah sasaran (proyeksi) yang dihitung
berdasarkan rumus. Berdasarkan data tersebut, Bidan di Desa bersama dukun
bersalin/bayi dan kader melakukan pendataan dan pencatatan sasaran di wilayah
kerjanya.
Data pelayanan pada umumnya berasal dari :
 Register kohort ibu
 Register kohort bayi
 Register kohort anak balita
 Register kohort KB

3. Pengolahan Data
Setiap bulan Bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam buku
kohort dan dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan Koordinator di
Puskesmas menerima laporan bulanan tersebut dari semua BdD dan mengolahnya
menjadi laporan dan informasi kemajuan pelayanan KIA bulanan yang disebut PWS
KIA. Informasi per nagari dan per kecamatan tersebut disajikan dalam bentuk grafik
PWS KIA yang harus dibuat oleh tiap Bidan Koordinator.
Langkah pengolahan data adalah : Pembersihan data, Validasi dan
Pengelompokan.
1. Pembersihan data : melihat kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir yang
tersedia.
2. Validasi : melihat kebenaran dan ketepatan data.
3. Pengelompokan : sesuai dengan kebutuhan data yang harus dilaporkan.

Contoh :
 Pembersihan data : Melakukan koreksi terhadap laporan yangmasuk dari
Bidan di nagari mengenai duplikasi nama, duplikasi alamat, catatan ibu
langsung di K4 tanpa melewati K1.
 Validasi : Mecocokkan apabila ternyata K4 & K1 lebih besar daripada jumlah
ibu hamil, jumlah ibu bersalin lebih besar daripada ibu hamil.
 Pengelompokan : Mengelompokkan ibu hamil anemi berdasarkan nagari
untuk persiapan intervensi, ibu hamil dengan KEK untuk persiapan
intervensi.
Hasil pengolahan data dapat disajikan dalam bentuk : Narasi, Tabulasi,
Grafik dan Peta.
1. Narasi : dipergunakan untuk menyusun laporan atau profil suatu wilayah
kerja, misalnya dalam Laporan PWS KIA yang diserahkan kepada instansi
terkait.
2. Tabulasi : dipergunakan untuk menjelaskan narasi dalam bentuk
lampiran.
3. Grafik : dipergunakan untuk presentasi dalam membandingkan keadaan
antar waktu, antar tempat dan pelayanan. Sebagian besar hasil PWS disajikan
dalam bentuk grafik.
4. Peta : dipergunakan untuk menggambarkan kejadian berdasarkan
gambaran geografis.
Puskesmas yang sudah menggunakan komputer untuk mengolah data KIA
maka data dari kartu- kartu pelayanan bidan di nagari, dimasukkan ke dalam
komputer sehingga proses pengolahan data oleh bidan di nagari dan bidan koordinator
Puskesmas akan terbantu dan lebih cepat.

3.2.13 Pembuatan Grafik PWS KIA


PWS KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai,
yang juga menggambarkan pencapaian tiap nagari dalam tiap bulan.
Di bawah ini dijabarkan cara membuat grafik PWS KIA untuk tingkat
puskesmas, yang dilakukan tiap bulan, untuk semua nagari.

Langkah – langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS KIA :


1. Penyiapan data
Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indikator diperoleh
dari catatan ibu hamil per nagari, register kegiatan harian, register kohort ibu dan
bayi, kegiatan pemantauan ibu hamil per nagari, catatan posyandu, laporan dari
bidan / dokter praktik swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya.
Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah :
a. Data cakupan per nagari dalam kurun waktu yang sama
Misalnya: untuk membuat grafik cakupan K4 bulan juni di wilayah kerja
puskesmas X, maka diperlukan data cakupan K4 nagari A, nagari B, nagari C,
dst pada bulan Juni.

Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah:


b. Data cakupan per bulan

Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang mempunyai


korelasi misalnya:
c. K1, K4 dan Pn

2. Membuat Grafik
a. Menentukan target rata2 per bulan untuk menggambarkan skala pada garis
vertikal (sumbu Y), caranya target 1 tahun/12
b. Hasil perhitungan cakupan kumulatif, dimasukan kedalam lajur % kumulatif
secara berurutan sesuai peringkat (tertinggi sebalah kiri)
c. Nama desa ditulis pada lajur desa, menyesuaikan lajur kumulatif
d. Hasil perhitungan bulan ini dan bulan lalu untuk tiap desa dimasukan ke lajur
masing2
e. Gambar anak panah untuk mengisi lajur trend,
f. Bila bulan ini lebih tinggi dari bulan lalu maka trend naik (↑)
g. Bila bulan ini lebih rendah dari bulan lalu maka trend turun (↓)
h. Bila bulan ini sama dari bulan lalu maka trend tetap (−)

3.2.14 Analisis dan Tindak Lanjut


Analisis yang dapat dilakukan mulai dari yang sederhana hingga analisis lanjut
sesuai dengan tingkatan penggunaannya.
1. Analisis Sederhana
Analisis ini membandingkan cakupan hasil kegiatan antar wilayah terhadap
target dan kecenderungan dari waktu ke waktu. Analisis sederhana ini bermanfaat
untuk mengetahui nagari mana yang paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut
yang harus dilakukan.

Contoh analisis sederhana


Analisis dari grafik cakupan ibu hamil baru (akses) pada pemantauan bulan Juni 2008
dapat digambarkan dalam matriks seperti di bawah ini.

Desa Cakupan terhadap Terhadap cakupan bulan Status Desa


target lalu
Diatas Dibawah Naik Turun Tetap
A + + Baik
+
B + Baik
+
C + Kurang
+
D + Cukup
+
E + Jelek

Dari matriks diatas dapat disimpulkan adanya 4 macam status cakupan


Desa, yaitu :
1) Status baik.
Adalah Desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk
bulan Juni 2008, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang
meningkat atau tetap jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa - desa
ini adalah Desa A dan Desa B. Jika keadaan tersebut berlanjut, maka Desa -
desa tersebut akan mencapai atau melebihi target tahunan yang ditentukan.
2) Status kurang.
Adalah Desa dengan cakupan diatas target bulan Juni 2008, namun
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan
dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa C, yang perlu
mendapatkan perhatian karena cakupan bulan lalu ini hanya 5% (lebih kecil
dari cakupan bulan minimal 7,5%). Jika cakupan terus menurun, maka Desa
tersebut tidak akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
3) Status cukup.
Adalah Desa dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008, namun
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa
D, yang perlu didorong agar cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih daripada
cakupan bulanan minimal 7,5%. Jika keadaan tersebut dapat terlaksana, maka
Desa ini kemungkinan besar akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
4) Status jelek.
Adalah Desa dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008, dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun dibandingkan
dengan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa E, yang perlu
diprioritaskan untuk pembinaan agar cakupan bulanan selanjutnya dapat
ditingkatkan diatas cakupan bulanan minimal agar dapat mengejar kekurangan
target sampai bulan Juni, sehingga dapat pula mencapai target tahunan yang
ditentukan.
2. Analisis Lanjut
Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan variable tertentu dengan
variable terkait lainnya untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variable yang
dimaksud.
Contoh analisis lanjut : Analisis grafik PWS KIA K1, K4, Pn
Desa Cakupan K1 Cakupan K4 Cakupan Pn Keterangan
A 70 % 60 % 50 % DO K4
B 85 % 70 % DO Pn
C
D
E
Apabila Drop Out (DO) K1 - K4 lebih dari 10 % berarti wilayah tersebut
bermasalah dan perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut. Drop Out tersebut dapat
disebabkan karena ibu yang kontak pertama (K1) dengan tenaga kesehatan,
kehamilannya sudah berumur lebih dari 3 bulan. Sehingga diperlukan intervensi
peningkatan pendataan ibu hamil yang lebih intensif.

3.2.15 Rencana Tindak Lanjut


Bagi kepentingan program, analisis PWS KIA ditujukan untuk menghasilkan
suatu keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi puskesmas. Keputusan tersebut
harus dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka pendek untuk dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi sesuai dengan spesifikasi daerah.

Skema Alternatif Tindak Lanjut (Alt)


Rencana operasional tersebut perlu dibicarakan dengan semua pihak yang
terkait :
1. Bagi Desa yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan pelayanan KIA
perlu dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan antara
lain perbaikan mutu pelayanan.
2. Bagi Desa berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek, perlu prioritas
intervensi sesuai dengan permasalahan.
3. Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik) harus
dibicarakan dalam pertemuan mini lokakarya puskesmas dan/atau rapat dinas
kesehatan kabupaten (untuk mendapat bantuan dari kabupaten).
4. Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan sasaran, dan
mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan pada rapat koordinasi
kecamatan dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten (untuk mendapat bantuan
dari kabupaten).

Sumber :
Sub Direktorat Kesehatan Ibu yang merupakan pembahasan akhir dan hasil editing dari
dr. Andi Ayusianto dan dr. Kirana

3.2.16 Pelayanan Kesehatan Bayi


1. Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Baru Lahir
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman Asuhan
Persalinan Normal yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhan bayi baru
lahir dapat dilaksanakan oleh dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan asuhan bayi
baru lahir dilaksanakan dalam ruangan yang sama dengan ibunya atau rawat gabung
(ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24
jam).
Asuhan bayi baru lahir meliputi:
1. Pencegahan infeksi (PI)
2. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
3. Pemotongan dan perawatan tali pusat
4. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
5. Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi
dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi.
6. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri
7. Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan
8. Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata antibiotika dosis tunggal
9. Pemeriksaan bayi baru lahir
10.Pemberian ASI eksklusif
11.Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
1. Pelayanan Kesehatan Bayi
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang
diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari
sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksana pelayanan kesehatan bayi :
a. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan
b. Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan
c. Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan
d. Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap
pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada
bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas
hidup bayi dengan stimulusi tumbuh kembang. Dengan demikian hak anak
mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
1. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1, 2, 3, 4, DPT/HB 1, 2, 3,
Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun
2. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK)
3. Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan)
4. Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda-tanda
sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA
5. Penanganan dan rujukan kasus bila di perlukan
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi adalah
dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat.
1. Bentuk Pelayanan kesehatan pada bayi :
a. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
IMD adalah memberikan pelayanan kesehatan pada anak dengan
mendekapkan bayi diantara kedua payudara ibunya segera setelah lahir.
Memberikan kesempatan bayi menyusui sendiri segera setelah lahir dengan
meletakkan bayi di dada atau perut dan kulit bayi melekat pada kulit ibu (skin to
skin contact) setidaknyaselama 1-2 jam sampai bayi menyusui sendiri. Hal ini
dapat menghindari kematian bayi dan penyakit yang menyerang bayi, karena
kandungan antibodi yang ada pada colostrum dan ASI. Setelah bayi lahir dan tali
pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak
dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD.
Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan) :
1. Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di kamar bersalin
2. Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa menghilangkan
vernix, kemudian tali pusat diikat.
3. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada ibu
dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu
ibu. Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi.
4. Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan biarkan bayi sendiri
mencari puting susu ibu.
5. Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali perilaku bayi sebelum
menyusu.
6. Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu minimal selama satu jam, bila
menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1
jam
7. Jika bayi belum mendapatkan putting susu ibu dalam 1 jam posisikan bayi
lebih dekat dengan puting susu ibu, dan biarkan kontak kulit bayi dengan
kulit ibu selama 30 menit.
Setelah IMD selesai, maka dilanjutkan langkah berikut :
1. Dilakukan penimbangan, penyuntikan vitamin K1, salep mata dan imunisasi
Hepatitis B (HB 0).
2. Pemberian layanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada periode setelah IMD
sampai 2-3 jam setelah lahir, dan dilaksanakan di kamar bersalin oleh dokter,
bidan atau perawat.
3. Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg
intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi
vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.
4. Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata
(Oxytetrasiklin 1%).
5. Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan
Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui
jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan kerusakan hati.
a. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan
pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan,
sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal
di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. Pemeriksaan bayi baru lahir
dilaksanakan di ruangan yang sama dengan ibunya, oleh dokter/ bidan/ perawat.
Jika pemeriksaan dilakukan di rumah, ibu atau keluarga dapat mendampingi
tenaga kesehatan yang memeriksa.
b. Pencegahan infeksi
Pemotongan tali pusat pada BBL normal dilakukan sekitar 2 menit
setelah bayi baru lahir atau setelah penyuntikan oksitosin 10 IU intramuskular
kepada ibu. Hindari pembungkusan tali pusat atau jika di bungkus tutupi dengan
kassa steril dalam keadaan longgar, agar tetap terkena udara dan akan lebih mudah
kering.
c. Pencegahan hilangnya panas tubuh bayi
Pastikan bayi selalu dalam keadaan hangat dan hindari bayi terpapar
langsung dengan suhu lingkungan
d. Kunjungan Neonatal
Adalah pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali yaitu :
1. Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir
2. Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari
3. Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari
Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter/bidan/perawat, dapat
dilaksanakan di puskesmas atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan yang
diberikan mengacu pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada
algoritma bayi muda (Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM) termasuk ASI
ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, perawatan tali pusat,
penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi HB-0 diberikan pada saat kunjungan rumah
sampai bayi berumur 7 hari (bila tidak diberikan pada saat lahir).
1. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
Hipotiroid Kongenital adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi baru
lahir. Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan, bisa
mengakibatkan hambatan pertumbuhan (cebol) dan retardasi mental (keterbelakangan
mental). Lebih dari 90 % bayi dengan HK tidak memperlihatkan gejala saat
dilahirkan. Kalaupun ada sangat samar dan tidak khas. Komponen yang sangat
penting dalam system skrining BBL adalah :
1. KIE (Konseling Informasi Edukasi)
Tenaga kesehatan yang menolong persalinan bayi dan pelaksanaan asuhan
perinatal bertanggung jawab untuk memberikan KIE kepada orang tua bayi
tentang SHK
2. Proses Skrining
a. Persiapan : mendorong orang tua untuk mau melakukan SHK
b. Persetujuan (informed consent)
c. Penolakan (dissent consent)
d. Pengambilan specimen yang harus diperhatikan :
 Waktu pengambilan (timing) : paling ideal umur bayi 48 – 72 jam
(KN2), jangan lakukan dalam 24 jam I karena kadar TSH masih tinggi,
sehingga hasil nya menjadi positif palsu,.
 Data : isi kartu identitas bayi dengan lengkap dan benar dalam kartu
informasi
 Metode dan tempat pengambilan darah : Metode pengambilan darah dari
tumit bayi, teteskan darah ke tengah bulatan kertas saring sampai bulatan
terisi penuh dan tembus kedua sisi. Kertas saring berada di bagian atas
kartu identitas bayi.
 Pengiriman/transportasi specimen : Kertas saring di masukkan ke dalam
amplop, langsung dikirim melalui pos ekspres, tidak boleh lebih dari 7
hari sejak specimen di ambil, perjalanan tidak boleh lebih 3 hari.
 Proses Skrining di laboratorium
 Koreksi terhadap kemungkinan kesalahan dalam pengambilan specimen
Hal pertama yang harus dilakukan jika mendapatkan hasil test positif adalah
sesegera mungkin menghubungi orang tua bayi yang bersangkutan. Tugas dari tim
tindak lanjut bayi dengan hasil test positif ialah mencari tempat tinggal bayi tsb dan
memfasilitasi pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis.
3.2.17 Pelayanan Kesehatan Pada Anak Balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual
berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana
terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan
mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi
sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan
pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada
anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau
mencegah gangguan ke arah yang lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan
mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak
(SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti
dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan
lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan
suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan
teknologi sederhana ditingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan
menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), ditingkat pelayanan kesehatan
dasar. Bank dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost
effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi
Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan
kombinasi dari keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita,
Departeman Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket
pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di
Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah
mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan
sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam
Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak
balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik
dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah dirujuk
ke sarana pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali
dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik
kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali setahun
(setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan
kesehatan) maupun di luar gedung.

Index : SDIDTK (STIMULASI DETEKSI INTERVENSI DINI


TUMBUH KEMBANG)
Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
merupakan revisi dari program Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) yang telah
dilakukan sejak tahun 1988 dan termasuk salah satu program pokok Puskesmas Kegiatan
ini dilakukan menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraanan
tara keluarga, masyarakat dengan tenaga professional Tidak ada perbedaan yang
signifikan antara SDIDTK dengan DDTK, hanyalah perbedaan istilah.
Program SDIDTK merupakan program pembinaan tumbuh kembang anak
secara komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi
dini penyimpangan tumbuh kembang pada masa lima tahun pertama kehidupan,
diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan
anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, tokoh masyarakat, organisasi profesi,
lembaga swadaya masyarakat) dengan tenaga professional kesehatan, pendidikan dan
sosial).
SDIDTK adalah pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan
berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh
kembang pada masa 5tahun pertama kehidupan . Diselenggarakan dalam bentuk
kemitraan antara : keluarga, masyarakat dengan tenaga professional (kesehatan,
pendidikan dan sosial).
Indikator keberhasilan program SDIDTK adalah 90% balita dan anak
prasekolah terjangkau oleh kegiatan SDIDTK pada tahun 2015.Tujuan agar semua balita
umur 0–5 tahun dan anak prasekolah umur 5-6 tahun tumbuh dan berkembang secara
optimal.
1. Pengertian Pertumbuhan, Perkembangan, dan Stimulasi
 Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan, berarti
bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan
sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.
 Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian.
 Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0 – 6 tahun
agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat
stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan.
Stimulasi tumbuh kembang anak dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengganti orang
tua/pengasuh anak, anggota keluarga lain atau kelompok masyarakat di
lingkungan rumah tangga masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Prinsip Dasar Stimulasi Tumbuh Kembang Anak
Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa prinsip
dasar yang perlu diperhatikan, yaitu :
 Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
 Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena akan meniru tingkah laku
orang-orang yang terdekat dengannya.
 Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.
 Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi, bervariasi,
menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.
 Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak , terhadap
ke 4 aspek kemampuan dasar anak.
 Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada di sekitar anak.
 Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan.
 Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas keberhasilannya.
3. Jenis Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan oleh tenaga
kesehatan di puskesmas dan jaringannya, berupa:
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui/menemukan
status gizi kurang/buruk dan mikrosefali/makrosefali. Deteksi dini
penyimpangan pertumbuhan dilakukan dengan pengukuran Berat Badan terhadap
Tinggi Badan dengan tujuan untuk memnetukan status gizi anak, normal, kurus,
kurus sekali atau gemuk. Selain itu, juga dilakukan pengukuran Lingkar Kepala
Anak (LKA) dengan tujuan untuk mengetahui lingkar kepala anak dalam batas
normal atau diluar batas normal.
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan yaitu untuk mengetahui gangguan
perkembangan anak (Keterlambatan), gangguan daya lihat, gangguan daya
dengar.  Deteksi dini penyimpangan perkembangan dilakukan dengan :
 Skrining/Pemeriksaan perkembangan anak menggunakan Kuisioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP) dengan tujuan untuk mengetahui
perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.
 Tes Daya Dengar (TDD) dengan tujuan untuk menemukan gangguan
pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindak lanjuti untuk meningkatkan
kemampuan daya dengar dan bicara anak.
 Tes daya Lihat (TDL) dengan tujuan untuk mendeteksi secara dini kelainan
daya dengar agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga
kesempatan untuk memperoleh ketajaman daya lihat menjadi lebih besar.
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya
masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas. Ada beberapa jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi secara
dini adanya penyimpangan mental emosional pada anak, yaitu; Kuisioner
Masalah Mental Emosional (KMME) bagi anak umur 36 bulan sampai 72 bulan.
Tujuannya untuk mendeteksi secara dini adanya penyimpangan/masalah mental
emosional pada anak prasekolah. Alat yang digunakan adalah :
 Ceklist Autis anak praseolah  (Checklist for Autism in Toddler/CATT) bagi
anak umur 18 bulan samapai 36 bulan. Tujuan untuk mendeteksi secara dini
adanya Autis pada anak umur 18 bulan – 36 bulan.
 Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
(GPPH) menggunakan Abreviated Conner Rating Scale bagi anak umur 36
bulan ke atas.
d. Sasaran deteksi dini :
a. Sasaran Langsung : Semua anak umur 0-6 tahun yang ada di wilayah kerja
Puskesmas
b. Sasaran Tidak Langsung : Tenaga kesehatan yang berkerja di lini terdepan
(Dokter, Bidan, Perawat, Ahli Gizi, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat dan
sebagainya), Tenaga pendidik, Petugas lapangan KB, Petugas sosial yang
terkait dengan pembinaan tumbuh kembang anak, Petugas sektor swasta dan
profesi lainnya.
e. Rujukan Dini Penyimpangan Perkembangan Anak
Rujukan diperlukan jika masalah/penyimpangan perkembangan anak
tidak dapat ditangani meskipun sudah dilakukan tindakan intervensi. Rujukan
penyimpangan tumbuh kembang dilakukan secara berjenjang sebagai berikut:
 Tingkat keluarga dan masyarakat
Keluarga dan masyarakat (orang tua, anggota keluarga lainnya dan kader) dianjurkan
untuk membawa anak ke tenaga kesehatan di Puskesmas dan jaringan atau Rumah Sakit.
Orang tua perlu diingatkan membawa catatan pemantauan tumbuh kembang buku KIA.
 Tingkat Puskesmas dan jaringannya
Pada rujukan dini, bidan dan perawat di posyandu, Polindes, Pustu termasuk Puskesmas
keliling, melakukan tindakan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang sesuai
standar pelayanan yang terdapat pada buku pedoman. Bila kasus penyimpangan tersebut
ternyata memerlukan penanganan lanjut, maka dilakukan rujukan ke tim medis di
Puskesmas.
 Tingkat Rumah Sakit Rujukan
Bila kasus penyimpangan tersebut tidak dapat di tangani di Puskesmas maka perlu dirujuk
ke Rumah Sakit Kabupaten yang mempunyai fasilitas klinik tumbuh kembang anak
dengan dokter spesialis anak, ahli gizi serta laboratorium/pemeriksaan penunjang
diagnostic. Rumah Sakit Provinsi sebagai tempat rujukan sekunder diharapkan memiliki
klinik tumbuh kembang anak yang didukung oleh tim dokter spesialis anak, kesehatan
jiwa, kesehatan mata, THT, rehabilitasi medik, ahli terapi, ahli gizi dan psikolog.

Index : PELAYANAN KESEHATAN LAIN PADA BALITA


1. Pemantauan pertumbuhan balita dengan Buku KIA
Buku KIA adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan
untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya Buku KIA harus
disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi
posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter. Buku KIA
menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh
kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidak seimbangan pemberian
makan pada anak. 
Buku KIA juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas
kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi
kesehatan dan gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan
kesehatan- nya. Buku KIA berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan
anak, imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi
kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian
makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit. Buku KIA juga berisi pesan-
pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tenta ng kesehatan anaknya
2. Pemberian Kapsul Vitamin A 
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat
diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata. Kekurangan vitamin A
bisa terjadi karena serapan vitamin A pada mata mengalami pengurangan sehingga
terjadi kekeringan pada selaput lendir atau konjungtiva dan selaput bening ( kornea
mata ). Vitamin A juga berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan
epitel, untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan infeksi lain.
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang dilaksanakan
oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan Agustus, anak-
anak balita diberikan vitamin A secara gratis dengan target pemberian 80 % dari
seluruh balita. Dengan demikian diharapkan balita akan terlindungi dari kekurangan
vitamin A terutama bagi balita dari keluarga menengah kebawah.
Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
a. Kapsul vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang berusia 6-11
bulan satu kali dalam satu tahun
b. Kapsul vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita 
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia (mata kering).
3. Pelayanan Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan bayi.
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita
mencakup :
a. Penimbangan berat badan
b. Penentuan status pertumbuhan
c. Penyuluhan
d. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas, dilakukan pemeriksaan kesehatan,
imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang, apabila ditemukan kelainan, segera
ditunjuk ke Puskesmas.
4. Manajemen Terpadu Balita Sakit
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam
tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita)
secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu
pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan
dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll).
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk
mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita
di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan
penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif
(pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita.
Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat
cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka
kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita. 
Dalam pelaksanaannya, MTBS ini dibedakan dalam 2 kategori, yaitu :
a. Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM (Usia 1 hari sampai 2 bulan)
Pengelolaan bayi sakit pada usia 1 hari sampai 2 bulan ini, meliputi
penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan,
penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan
dan tindak lanjut. Dalam manajemen terpadu bayi muda ini, dilakukan
pengelolaan terhadap penyakit-penyakit yang lazim terjadi pada bayi muda,
antara lain adanya kejang, gangguan nafas, hipotermi, kemungkinan infeksi
bakteri, ikterus, gangguan saluran cerna, diare serta kemungkinan berat badan
rendah dan masalah pemberian ASI.
b. Manajemen Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun
Tahapan pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada usia 2 bulan
sampai 5 tahun ini sama seperti manajemen terpadu bayi muda, yaitu penilaian
tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan
tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak
lanjut. Dalam MTBS usia 2 bulan sampai 5 tahun ini, dilaksanakan pengelolaan
terhadap beberapa penyakit pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Beberapa
penyakit yang lazim terjadi pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, aantara lain
adanya tanda bahaya umum ( tidak bias minum atau menetek, muntah, kejang,
letargis, atau tidak sadar ), batuk dan sukar bernafas, diare, demam, masalah
telinga, status gizi buruk ( malnutrisi dan anemia ).
5. Konseling pada keluarga balita
Konseling yang dapat diberikan adalah : 
a. Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
b. Pemberian makanan bayi
c. Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun.
d. Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
e. Peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan seksual
dimulai sejak balita (sejak anak mengenal idenitasnya sebagai laki-laki atau
perempuan

1.3 Tatalaksana Upaya Gizi Masyarakat


1.3.1 Jenis Pelayanan Gizi
1. Penanggulangan Gizi Buruk
Gizi Buruk pada Balita dapat menyebabkan penurunan kecerdasan dan daya
tahan tubuh bahkan dapat menyebabkan kematian. Sedangkan pada ibu hamil dapat
menyebabkan bayinya BBLR. Penanggulangan Gizi Buruk perlu dilakukan secara
terpadu. Keterlibatan lintas sektor dan lintas program merupakan penentu yang amat
penting dalam keberhasilan penanggulangan gizi buruk. Pelayanan diberikan terhadap
Balita (0-59 Bulan) dengan status gizi buruk (BB/PB <-3 SD dan BB/TB < -3 SD) dan
ibu hamil dengan LILA kurang dari 23,5 cm. Pelayanan yang diberikan berupa konseling
gizi, pemberian Makanan Tambahan Pemulihan dan pemantauan status gizi.
2. Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI)
GAKI menyebabkan pembesaran kelenjar gondok (tiroid), hambatan
pertumbuhan jasmani maupun mental yang ditandai dengan cebol, dungu atau bodoh.
Kekurangan Iodium terutama terjadi didaerah pegunungan. Beberapa daerah di
Kabupaten Lima Puluh Kota termasuk daerah endemik. Penanggulangan masalah GAKI
secara khusus dilakukan melalui pemberian kapsul minyak beriodium kepada seluruh
Wanita Usia Subur dan Anak Sekolah yang berada pada wilayah endemik. Secara umum
penanggulanagn GAKI dilakukan dengan Iodisasi garam dapur.
3. Penanggulangan Kurang Vitamin A
Kekurangan Vitamin A yang berat dapat menyebabkan kebutaan, mengurangi
daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi yang sering menyebabkan kematian.
Penanggulangan KVA perlu dilakukan secara dini melalui pemberian kapsul vitamin A
pada ibu nifas, bayi dan anak balita.
4. Penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB)
AGB menyebabkan penurunan kemampuan fisik atau produktifitas kerja,
penurunan kemampuan berpikir dan antibodi. Anemia pada ibu hamil dapat
menyebabkan pendarahan pada proses persalinan yang beujung pada kematian ibu.
Penanggulangan AGB dilakukan dengan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil dan
remaja putri.
5. Penanggulangan Gizi Lebih
Gizi lebih pada orang dewasa dapat menyebabkan meningkatkan resiko
penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit
hati. Status gizi orang dewasa dinilai dengan IMT (indeks Massa Tubuh). Orang dewasa
dikategorikan gemuk apabila IMTnya lebih dari 25. Penanggulangan Gizi lebih
dilakukan dengan pengaturan makanan (diet).
6. Konsultasi Gizi
Konsultasi gizi dilakukan diunit pelayanan kesehatan. Pelayanan diberikan
kepada pasien yang menderita penyakit yang memerlukan pengaturan makanan oleh ahli
gizi. Kegiatan dalam konsultasi berupa pengukuran antropometri, penentuan status gizi,
menggali permasalahan dan membuat kesepakatan dengan klien serta menentukan
kebutuhan gizi klien.
3.3.2 Bentuk Pelayanan
1. Pemberian Makanan Tambahan dan Makanan Pendamping ASI
Pemberian PMT kepada balita gizi buruk berupa Pan-enteral atau dengan
pemberian Formula WHO bertahap sesuai dengan fase perawatan yang dilakukan
terhadap anak. Pemberian PMT berlangsung selama 90 hari secara terus menerus.
Pemantauan Berat Badan dan Status Gizi anak dilakukan setiap 15 hari. Pemberian
PMT kepada Ibu Hamil KEK berupa susu ibu hamil selama 90 hari berturut-turut.
Selama pemberian PMT ibu dipantau Berat Badan, LILA dan kadar haemoglobin
darahnya.
2. Pemberian Vitamin A
Vitamin A diberikan kepada Bayi usia 6-11 bulan dengan dosis 100.000 IU
berupa 1 butir kapsul dengan warna biru dan kepada anak balita usia (1-5) tahun
dengan dosis 200.000 IU berupa 1 butir kapsul dengan warna merah pada bulan
februari dan agustus. Ibu nifas juga diberikan Vitamin A 2 butir yang harus diminum
1 butir segera setelah persalinan dan satu butir lagi 24 jam berikutnya.
3. Pemeriksaan Garam
Pemeriksaan garam dilakukan di Sekolah Dasar disetiap jorong. Murid-
murid dengan jumlah 26 orang disetiap sekolah diminta membawa garam kesekolah,
kemudian diwawancarai mengenai beberapa hal tentang garam misalnya: tempat
membeli garam, wadah penyimpanan, tempat meletakkan dan juga dilakukan
pemeriksaan iodium dengan menggunakan iodine tes. Pemeriksaan garam ini
dilakukan setiap bulan februari dan agustus.
4. Pemberian Tablet Fe
Tablet Fe diberikan kepada ibu hamil dengan jumlah 90 butir selama
kehamilan dengan ketentuan trimester pertama diberikan 30 butir, trimester kedua 30
butir dan trimester ketiga 30 butir. Ibu nifas juga diberikan tablet Fe sebanyak 30
butir selama nifas dengan tujuan untuk mencegah terjadinya anemia gizi besi pada ibu
hamil dan menyusui. Remaja putri juga diberikan tablet Fe yang harus diminum
sebanyak 1 butir setiap hari selama 10 hari yang dimulai pada hari pertama
menstruasi.
5. Konsultasi Gizi
Kegiatan yang dilakukan pada konsulasi gizi adalah sebagai brikut
a. Pasien datang berdasarkan rujukan dari BP/KIA/KB atau datang dengan
keinginan sendiri.
b. Melakukan pengukuran Antopometri (BB & TB) Cari IMT untuk menentukan
status gizi.
c. Anamnesa Kebiasaan Makan Pasien
d. Recall 24 jam konsumsi makanan pasien
e. Tentukan kebutuhan gizi pasien
f. Penjelasan Diet Pasien
g. Review kepada pasien
1. Penyuluhan Gizi
Penyuluhan gizi dilakukan dipuskesmas, diposyandu, disekolah dan tempat
umum lainnya. Materi penyuluhan desesuaikan dengan keadaan sasaran. Penyuluhan
dilakukan menggunakan media seperti flipcahart, lembar balik, lapto, proyektor dan
lain sebagainya. Umumnya materi yang disampaikan adalah mengenai menu
seimbang orang dewasa lansia dan anak, manfaat garam beriodium, manfaat vitamin
A, cara memilih dan mengolah makanan yang baik, kadarzi dan lain sebagainya.
2. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah dilakukan apabila ada kasus yang misalnya gizi buruk.
Balita gizi buruk dikunjungi kerumahnya bersama tim penanggulangan gizi buruk
yang terdiri dari: Petugas gizi, petugas promkes, pengelola anak, dokter, perawat.

3.3.1 Fasilitas Pendukung Pelayanan


1. PMT dan MP-ASI
PMT berupa susu ibu hamil dan Pan-Enteral. MP-ASI berupa bubur bayi dan biskuit
2. Vitamin A
Vitamin A biru (100.000IU) dan Vitamin A merah (200.000IU)
3. Iodina Test
Cairan untuk menguji ketersediaan iodium pada garam
4. Tablet Fe
Tablet tambah darah untuk membantu pembentukan sel darah merag guna mencegah
anemia gizi besi
5. Media Penyuluhan (lembar balik, liflet, laptop,dll)
6. Media Konsultasi Gizi (food model, timbangan injak, microtois, alat ukur panjang
badan, pita LILA, liflet diet.)

3.3.2 Format Pelaporan


1. Laporan LB3 Gizi
2. Laporan Identitas Gizi Buruk
3. Laporan Semester (F6)
4. Laporan Perkembangan Balita Gizi Buruk yang Mendapat PMT
5. Laporan Perkembangan Ibu Hamil yang Mendapat PMT
6. Laporan MP-ASI

3.3.3 Visualisasi Data


1. Grafik pencapaian
 Grafik Cakupan D/S, N/D’ dan BGM/D
 Grafik Cakupan ASI ekslusif
 Grafik Cakupan Vitamin A bayi, balita dan bufas
 Grafik Cakupan Garam beriodium
 Grafik pencapaian Fe1 dan Fe3
1. Laporan bulanan
 LB3 Gizi
 Identitas Gizi Buruk
 Perkembangan Gizi Buruk
2. Laporan semester
 Vitamin A
 ASI Ekslusif
 Garam beriodium
3. Laporan tahunan

3.4 Tatalaksana Upaya Kesehatan Lingkungan


Dalam upaya meningkatkan kebutuhan sanitasi masyarakat terhadap sanitasi
dilakukan melalui perubahan perilaku higiene dan sanitasi masyarakat. Oleh karena itu
program/kegiatan penyehatan lingkungan di puskesmas diharapkan dapat merubah perilaku
masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.
1. Pembinaan dan Pengawasan Kualitas Air
Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Undang-Undang Kesehatan
nomor 36 Tahun 2009, khususnya yang terkait dengan penyehatan air dan tujuan
penyediaan air bersih, maka pengawasan kualitas air dan pengamanan kualitas air dalam
kaitannya membantu penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan, penyuluhan
kesehatan dalam kaitannya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk penyediaan dan
pemanfaatan air bersih merupakan kegiatan yang strategis untuk mencapai tujuan
tersebut.
Tujuan umum pengawasan kualitas air adalah diketahuinya gambaran
mengenai keadaan sanitasi sarana dan kualitas air sebagai data dasar untuk memberikan
rekomendasi untuk pengamanan kualitas air. Adapun tujuan khusus adalah :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi sarana air bersih dan kualitas air
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya perlindungan
pencemaran, perbaikan kualitas air dan penyuluhan kepada pihak terkait.
Sasaran kegiatan pembinaan dan pengawasan kualitas air adalah sebagai
berikut :
a. Air Minum (Depot Air Minum)
b. Air bersih yang digunakan masyarakat untuk keperluan rumah tangga (minum,
masak, cuci alat rumah tangga)
Bentuk kegiatan yang dilaksanakan untuk pembinaan dan pengawasan
kualitas air adalah :

a. Inspeksi sanitasi
Inspeksi sanitasi dilakukan untuk air minum dengan sistem perpipaan, depot
air minum dan air minum bukan jaringan perpipaan, melalui :
 Penetapan lokasi titik dan frekuensi inspeksi sanitasi; Pengamatan dan peniaian
terhadap sarana air minum dengan menggunakan formulir inspeksi sanitasi
sarana air minum (terlampir); dan
 Menetapkan tingkat resiko pencemaran berdasarkan penilaian.
b. Pemeriksaan kualitas air bersih
Pemerikasaan kualitas air dilakukan dengan cara pengambilan sampel air
minum.
Tata cara pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
 Penetapan lokasi titik pengambilan sampel dilakukan berdasrkan hasil inspeksi
sanitasi;
 Titik-titik sampel menyebar dan mewakili kualitas air dari sistem penyediaan air
bersih;
 Sampel diambil, disimpan dan dikirim dalam wadah yang steril dan bebas dari
kontaminasi;
 Pengiriman sampel dilakukan dengan segera;
 Sampel yang diambil dilengkapi dengan data rinci sampel yang diambil.
Penetapan jumlah dan frekuensi pengambilan sampel air minum sesuai
dengan yang diatur pada lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air
Minum.
c. Pembinaan pemakai air
Pembinaan pemakai air dilakukan untuk pengamanan kualitas air sebagai
tindak lanjut pengawasan kualitas air melalui upaya penyuluhan. Kegiatan
penyuluhan penyehatan air terdiridari :
 Penyuluhan penyehatan air bertujuan untuk meningkatkan kesadaran penduduk
akan pentingnya penggunaan dan penanganan air bersih secara higienis dalam
kehidupan sehari-hari, diperolehnya perubahan perilaku hidup sehat yang
berhubungan dengan penyediaan air bersih, dan melembaganya kegiatan
perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, pemeliharaan, perbaikan, serta
pengembangan sarana air bersih dimasyarakat.
 Peningkatan kegiatan kelompok pemakaiair (Pokmair).
 Penerapan upaya penyehatan air melalui pendekatan desa percontohan kesehatan
lingkungan.
2. Pembinaan dan Pengawasan Tempat-Tempat Umum (TTU)
Tujuan pembinaan dan pengawasan Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah
sebagai berikut :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi TTU.
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya pencegahan
penyakit yang disebabkan oleh TTU yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
c. Sebagai data dasar untuk penyuluhan kepada pihak terkait.
Bentuk kegiatan pembinaan dan pengawasan TTU adalah inspeksi sanitasi
pada TTU, diantaranya adalah :
a. Inspeksi sanitasi sekolah
b. Inspeksi sanitasi pondok pesantren
c. Inspeksi sanitasi hotel
d. Inspksi sanitasi Pasar
e. Inspeksi sanitasi sarana ibadah
f. Inspeksi sanitasi salon/pangkas rambut
g. Inspeksi sanitasi sarana pelayanan kesehatan
h. Inspeksi sanitasi kolom renang
Inspeksi sanitasi TTU dilakukan dengan menggunakan formulir inspeksi
sanitasi TTU tersendiri, sesuai dengan jenis TTU sebagaimana terlampir. Sebagai alat
bantu dalam inspeksisanitasi TTU juga dapat digunakan sanitarian kids.
Hasil inspeksi sanitasi TTU akan mengambarkan permasalahan yang ada
pada TTU tersebut dan merupakan rekomendasi bagi petugas dalam pelaksanaan
penyuluhan guna mengubah perilaku yang terkait dengan TTU tersebut. Salah satu
bentuk metode dalam mengubah perilaku yang dapat dilakukan di TTU seperti di
sekolah, pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya adalah dengan methodology for
participatory assesment (MPA) dan participatory hygiene and sanitation
transformation (PHAST) yang disingkat dengan MPA-PHAST.
MPA adalah suatu metode/cara yang digunakan untuk melakukan suatu
kajian atau penilaian terhadap keadaan atau kondisi sarana sanitasi suatu kelompok
masyarakat dengan melibatkan partisipasi masyarakat. PHAST adalah suatu metode
yang digunakan untuk mencapai perubahan perilaku ke arah perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) dengan mengembangkan sarana sanitasi.
Mengapa digunakan metode MPA-PHAST? Atau apa kelebihan dari MPA-
PHAST? :
a. Masyarakat dapat mengekspresikan “voice dan choicenya”.
b. Memungkinkan bagi yang buta huruf untuk mengekpresikan pandangannya.
c. Kesinambungan dan efektifitas suatu program.
Peralatan yang diperlukan dalam Metode MPA-PHAST adalah gambar-
gambar yang mengambarkan sarana sanitasi yang digunakan masyarakat, perilaku
masyarakat dalam pemanfaatan sarana sanitasi, alur penyakit yang bisa disebabkan
oleh perilaku tersebut, dan alur pencegahan penyakit. Permasalahan dan pemecahan
masalah di dapat dari masyarakat, petugas menyimpulkan sampai ada suatu komitmen
perubahan perilaku ke arah PHBS.

Bentuk pencatatan dan pelaporan dari inspeksi sanitasi TTU, dan visualisai
data dalam bentuk pemetaan, tabel dan grafik… (lihat lampiran)

3. Pembinaan dan Pengawasan Lingkungan Pemukiman


Tujuan pembinaan dan pengawasan lingkungan pemukiman adalah sebagai
berikut :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi lingkungan pemukiman.
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya pencegahan
penyakit yang disebabkan oleh lingkungan pemukiman yang tidak memenuhi
syarat kesehatan dan upaya perbaikan ligkungan pemukiman.
c. Sebagai data dasar penyuluhan untuk pihak terkait serta perencanaan
pengembangan pemukiman yang sehat.
Salah satu bentuk kegiatan pembinaan dan pengawasan lingkungan
pemukiman adalah inspeksi sanitasi rumah, didalamnya tercakup masalah jamban, air
bersih, limbah cair dan pengolahan sampah. Inspeksi sanitasi rumah dilaksanakan
dengan menggunakan formulir inspeksi sanitasi sebagaimana terlampir.
Dari inspeksi sanitasi rumah dapat diketahui cakupan masyarakat yang telah
menggunakan jamban sehat, akses terhadap air bersih, perilaku masyarakat dalam
pengolahan limbah cair dan sampah. Untuk meningkatkan higienitas dan kualitas
kehidupan masyarakat Indonesia, serta untuk mendukung tercapainya Millinium
Development Goals (MDGs) tahun 2015, Pemerintah Indonesia mencanangkan
kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Lingkup sanitasi dalam STBM
meliputi 5 pilar yaitu :
a. Stop Buang Air Besar Sembarangan
b. Cuci tangan pakai sabun
c. Penggelolaan air minum dan makan dalam rumah tangga
d. Pengelolaan sampah rumah tangga
e. Pembuangan salurann limbah cair rumah tangga secara aman.
Dalam upaya meningkatkan kebutuhan STBM dilakukan melalui perubahan
perilaku hygiene dan sanitasi masyarakat. Perubahan perilaku ini digunakan 2 metode
pendekatan yaitu metode promosi sanitasi menggunakan komunikasi perubahan
perilaku (behavior change communication/BBC) dan metode pemicuan (Community
Lead Total Sanitation/CLTS).
Metode pemicuan (CLTS) pada prinsipnya adalah pemicuan terhadap rasa
jijik, rasa malu, rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggug jawab yang berkaitan
pada kebiasaan buruk seperti buang air besar sembarangan. Untuk membantu
pemicuan digunakan beberapa komponen seperti pemetaan, alur kontaminasi, alur
penyakit dan simulasi lainnya. Alat bantu yang diperlukan dalam pelaksanaan
pemicuan (CLTS) adalah :
a. Tanah lapang atau halaman
b. Bubuk putih untuk membuat batas desa
c. Potongan-otongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk
d. Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran
e. Spidol
f. Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi.
Dengan metode CLTS diharapkan adanya pemahaman dan persamaan
persepsi individu maupunkelompok tentang tiga komponen STBM yang saling terkait
(komponen peningkatan kebutuhan/demand, perbaikan penyediaan/spply, dan
penciptaan lingkungan yang mendukung) dalam pelaksanaan program STBM.
4. Pembinaan dan Pengawasan Tempat Pengolahan Makanan

Tujuan pembinaan dan pengawasan tempat pengolahan makanan (TPM)


adalah sebagai berikut :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi TPM
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya pencegahan penyakit
yang disebabkan oleh TPM yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
c. Sebagai data dasar penyuluhan untuk pihak terkait
Bentuk kegiatan pembinaan dan pengawasan tempat pengolahan makanan
adalah :
a. Inspeksi sanitasi pada rumah makan, jasa boga, warung kopi, makanan jajanan,
dan industri rumah tangga. Inspeksi sanitasi dilakukan dengan menggunakan
formulir inspeksi sanitasi sesuai dengan tempat pengolahan makanan sebagaimana
terlampir.
b. Pemeriksaan sampel makanan
Makanan yang diperiksa jika dicurigai mengandung bahan-bahan yang tidak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana dapat membahayakan kesehatan yang
mengkonsumsinya, diambil sampelnya untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Bentuk pencatatan dan pelaporan dari inspeksi sanitasi TPM, dan visualisasi
data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

5. Klinik Sanitasi
Tujuan pelaksanaan klinik sanitasi adalah suatu upaya penyehatan
lingkungan dan pembenrantasan penyakit berbasis lingkungan. Dengan klinik sanitasi
maka upaya penyehatan lingkungan difokuskan pada kelompok resiko tinggi penyakit
berbasis lingkungan.
Alur merujuk pasien penyakit berbasis lingkungan ke klinikk sanitasi adalah
sebagai berikut :
a. Pengunjung mendaftar di loket
b. Petugas loket mengisi kartu status
c. Pasien menuju ke poliklinik dengan membawa kartu status
d. Petugas poliklinik (perawat, dokter, bidan) memeriksa pasien sesuai prosedur yang
berlaku dipuskesmas
e. Apabila dari hasil emeriksaan diduga menderita penyakit yang berbasis
lingkungan (diare, kecacingan, ISPA, malaria, DBD, TB Paru, kulit/gatal-gatal,
keracunan makan, minuman dan pestisida) dan diakibatkan oleh pengaruh
lingkungan, maka pemeriksa memberikan kartu rujukan/kartu status kepada pasien
untuk menuju ke petugas klinik sanitasi
f. Penderita menuju dan memberikan kartu rujukan/kartu status pasien ke petugas
klinik sanitasi.
Alur pelaksanaan wawancara petugas klinik sanitasi dengan pasien adalah
sebagai berikut :
a. Pasien yang dirujuk menyerahkan rujukann/kartu status ke petugas klinik saniitasi
b. Petugas klinik sanitasi mempelajari kartu pasien untuk mengetahui penyakit
penderita
c. Lakukan wawancara dengan menggunkan daftar pertanyaan sesuai penyakit yang
diderita pasien
d. Simpulkan hasil wawancara apakah penyakit yang diderita pasien itu ada indikasi
berhubugan dengan faktor lingkungan
e. Berikan saran pemecahan yang sederhana, mudah dilaksanakan danmurah sesuai
dengan masalahnya
f. Adakan kesepakatan kapan bisa berkunjung ke rumah pasien jika penyakit
disebabkan oeh faktor lingkungan
g. Pasien ambilobat di apotik dan pulang
h. Petugas klinik sanitasi mengisi kartu status kesehatan ligkungan berdasarkan kartu
status penderita dan mencatat ke dalam buku registrasi.

Masyarakat juga boleh langsung berkunjung ke klinik sanitasi tanpa


pemeriksaan di poliklinik. Alur kunjungan ke klinik sanitasi adalah :
a. Klien langsung ke ruang kerja kliniksanitasi (disesuaikan dengan kondisi daerah,
perlu mendaftarkan ke loket atau langsung ke klinik sanitasi).
b. Petugas melakukan wawancara dengan klien sesuai dengan permasalahan yang
disampaikan dan hasilnya dicatat.
c. Simpulkan hasil wawancara apakah permasalahan yang disampaikan berhubungan
dengan faktor lingkungan.
d. Berikan saran pemecahan yang sederhana, murah dan mudah dilaksanakan sesuai
dengan masalahnya.
e. Apabila diperlukan adakan kesepakatan kapan berkunjung ke rumah klien.
f. Klien pulang.
g. Petugas kliniksanitasi mengisi buku register berdasarkan penjelasan klien.
Persiapan kegiatan klinik sanitasi di luar gedung (kunjungan rumah) adalah
sebagai berikut :
a. Pelajari hasil wawancara.
b. Siapkan formulir kunjungan lapangan sesuai denggan penyyakkit pasien/klienn
yang akan dikunungi.
c. Koordinasi lintas sektor terkait dan perhatikann hal-hal sebagai berikut :
 Apa masalahnya dan apa pesan yang ingin disampaikan?
 Media penyuluhan yang diperlukan
 Peralatan yang diperlukan sesuai dengan permasalahan
 Sarana transportasi yang diperlukan
Alur pelaksanaan kegiatan kunjungan rumah oleh petugas klinik sanitasi
adalah :
a. Petugas langsung kunjungan ke rumah pasien/klien sesuai dengan jadwal yang
telah disepakati.
b. Gunakan formulir (panduan lapangan) sesuai dengan penyakit/masalah
pasien/klien.
c. Simpulkan hasil kunjungan kepada sasaran (keluarga dan masyarakat sekitar).
d. Berikan saran pemecahan yang sederhana, murah dan mudah dilaksanakan.
Apabila hasil kunjungan menyangkut sekelompok keluarga (5 keluarga atau
lebih) informasikan kepada petugas kesehatan di desa dan kepada ketua RT/Rw atau
lintas sektor untuk dapat ditindaklanjuti bersama.

3.5 Tatalaksanan Upaya Kesehatan P2P


Saat ini Indonesia dihadapkan dengan beban ganda terhadap masalah kesehatan,
dimana penyakit-penyakit menular belum bisa diatasi dengan baik sekarang dihadapi dengan
Penyakit Tidak Menular. Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit ditujukan
untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan
tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah demam berdarah
dengue, tubercolusis paru, HIV/AIDS, kusta, pneumonia, diare, malaria, filariasis . Prioritas
penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gangguan sirkulasi,
diabetes melitus dan kanker.
Tujuan Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit bertujuan :
1. Menurunnya angka kesakitan, Kecacatan dan kematian akibat penyakit menular dan
penyakit tidak menular
2. Memutuskan rantai penularan penyakit
3. Meningkatnya perilaku masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
Penyakit Tidak Menular
Sasaran pelaksanaan Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit, meliputi :
1. Masyarakat
2. Penderita
3. Keluarga Penderita
4. Petugas Kesehatan / Lintas Program
5. Lintas Sektoral
Kegiatan yang dilaksanakan pada Pelayanan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit terdiri
dari :
1. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Tuberculosis Paru
2. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Kusta
3. Pengendalian dan Pemberantasan Rabies
4. Pengendalian dan Pemberantasan HIV/AIDS
5. Pengendalian dan Pemberantasan Ispa
6. Pengendalian dan Pemberantasan Diare
7. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Tidak Menular
8. Pengendalian dan Pemberantasan DBD
9. Pengendalian dan Pemberantasan Malaria
10. Pengendalian dan Pemberantasan Filariasis
1. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT TB PARU
Hasil Riskesdas menyatakan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian ke 2 setelah
penyakit stroke baik diperkotaan maupun di pedesaan. Kondisi ini diperparah oleh kejadian HIV
yang semakin meningkat dan bertambahnya jumlah kasus kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT
atau MDRTB bahkan XDR TB, keadaan ini akan memicu epidemi TB yang sulit dan terus menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang utama.
TB Bisa disembuhkan jika pasien minum obat secara teratur sehingga memerlukan layanan
petugas kesehatan yang berkualitas. Keterlibatan Petugas Kesehatan dengan penderita TB terjadi
dibeberapa titik pelayanan, yaitu : Loket, Poliklinik, Laboratorium atau petugas yang melakukan
kunjungan rumah.
Yang dimaksud dengan pengendalian dan pencegahan infeksi TB (PPI TB) adalah upaya
khusus untuk mengendalikan penularan khusus untuk TB sehingga dapat menurunkan resiko
penularan dari seseorang pasien TB kepada Petugas kesehatan maupun orang lain.
Gambar. Faktor resiko Kejadian TB

Jumlah Kasus TB BTA + Resiko menjadi TB bila


Faktor Lingkungan : Dengan HIV :
- Ventilasi - 5 s/d 10 % setiap tahun
- Kepadatan Hunian
- Perilaku

HIV ( + )

SEMBUH

PAJANAN INFEKSI TB
10%
MATI

Kosentrasi Kuman
Lama kontak
 Keterlambatan Diagnosis
 Tatalaksana tak memadai
 Kondisi kesehatan
 Malnutrisi
 Penyakit DM, dll

a. Tujuan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :


 Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB
 Memutus rantai penularan TB
 Mencegah terjadinya MDR ( Multi Drug Resisten ) TB
b. Sasaran Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :
 Masyarakat
 Penderita TB
 Keluarga Penderita
 Petugas Kesehatan
 Lintas Sektoral
c. Kegiatan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :
1. Tatalaksana dan Pencegahan TB :
 Penemuan Kasus Tuberkulosis ; Pemeriksaan Sputum
 Pengobatan
 Pemantauan Hasil Pengobatan
 Pengendalian Infeksi pada sarana pelayanan kesehatan
 Pencegahan Tuberkulosis
2. Manajemen Program :
 Perencanaan Program Tuberkulosis
 Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis : KPP PRM , Supervisi
 Manajemen Logistik
 Pengembangan ketenagaan program Tuberkulosis
 Promosi Program Tuberkulosis ; Nagari Peduli TB, Pos TB Desa
3. Pengendalian TB Komprehensif :
 Kolaborasi TB – HIV
 Pemberdayaan masyarakat dan pasien tb
 Manajemen TB resisten obat
4. Upaya Pengendalian TB dengan Strategi DOTS :
Ada 5 (lima) komponen kunci strategi DOTS ( Directly Observed Treatmen Short-Course) ,
Yaitu ;
 Komitmen politis
 Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak yang terjamin mutunya
 Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien
 Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif
 Sistem Monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program

Index : POJOK DOTS TB


 Adalah sarana bagi tenaga kesehatan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat
tentang penyakit TB
 DOTS TB ( Directtly Observed Treatment Shourchor ) adalah strategi penyembuhan TB
jangka pendek dengan pengawasan lansung yang telah direkomendaskan oleh WHO
TUJUAN POJOK DOTS :
 Jangka Pendek : Untuk memperingati hari hari TB
 Jangka Panjang :
1. Untuk meningkatkan jejaring TB di Unit Pelayanan Kesehatan
2. Memberikan Edukasi dan memberdayakan petugas dan masyarakat agar ikut menjadi
kader aktif dalam penanggulangan TB
3. Menurunkan angka insiden TB karena masyarakat telah mengetahui penularan dan
pencegahan
4. Meningkatkan tingkat edukasi penderita TB oleh petugas kesehatan dan masyarakat
5. Meninngkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian karena TB
6. Menurunkan angka putus berobat , angka kekambuhan kasus gagal dan kebal obat TB
( MDR – TB )
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin kelangsungan pengobatan diperlukan seorang PMO.
1. Persyaratan PMO :
 Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun
pasien, selain itu harus dihormati dan disegani pasien
 Seseorang yang tinggal dekat dengan rumah pasien
 Bersedia membantu pasien dengan sukarela
 Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
2. Siapa yang bisa jadi PMO :
 Petugas kesehatan, misal : Bidan desa, Perawat, perkarya, jurim dan lain-lain
 Kader kesehatan
 Guru
 Anggota keluarga
 Tokoh masyarakat
3. Tugas PMO :
 Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan
 Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
 Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan
 Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala
mencurigakan TB untuk segera memeriksakan dirim ke fasilitas kesehatan.
Tugas seorang Pengawas Minum Obat (PMO) bukanlah untuk menggantikan kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
d. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :
Dalam Manajemen Program Pengendalian TB, logistik / fasilitas pendukung dikelompokan
menjadi 2, yaitu ;
a. Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Sediaan OAT lini pertama ada 2 macam Yaitu Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan
Kombipak
 OAT KDT : Kombinasi Isoniasid dengan Rifampisin (HR) atau empat jenis ; Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol (HRZE) dalam satu tablet yang disesuaikan dengan
berat badan
 OAT Kombipak Paket Obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid,
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister
Paduan OAT yang digunakan oleh Program : Katergori 1, Kategori 2 dan kategori anak
b. Logistik Non OAT
 Alat Laboratorium : Mikroskop, Pot dahak, kaca sediaan, oli emersi, eter alkohol, tisu,
lampu spritus, ose, pipet, kertas saring, Boks Slide dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Reagensia ZN, PPD RT (tuberkulin)
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik, kertas, tinta printer, map dan lain-lain.

Gambar. Alur Permintaan, distribusi dan pelaporan Logistik

Program TB Surat Perintah Pengiriman Gudang Binfar


Nasional dan P2PL
Laporan OAT
Pengiriman
Pengiriman

Dinkes propinsi Dinkes


TB13 Kab/Kota

LPLPO LPLPO
Permintaan/pengiriman Permintaan/ Pengiriman
RS/Klinik Puskemas
e. Format Pelaporan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :
Formulir pencatatan dan pelaporan Program Nasional Pengendalian TB :
1. TB 01 : Kartu Pengobatan Penderita
2. TB 02 : Kartu Identitas Penderita
3. TB 03 : Register TB / Kabupataten / Kota
4. TB 04 : Register Laboratorium
5. TB 05 : Formulir Permohonan Laboratorium untuk pemeriksaan dahak
6. TB 06 : Daftar tersangka / Suspek TB yang diperiksa dahak SPS
7. TB 07 : Laporan Triwulan Penemuan dan Pangobatan pasien TB
8. TB 08 : Laporan triwulan hasil pengobatan TB
9. TB 09 : Formulir Rujukan / Pindah pasien TB
10. TB 10 : Formulir hasil pengobatan pasien TB Pindahan
11. TB 11 : Laporan Triwulan Hasil pemeriksaan dahak mikroskopis akhir tahap intensif
12. TB 12 : Formulir jaga mutu pemeriksaan laboratorium
13. TB 13 : Laporan Triwulan OAT
Sistem pencatatan dan Laporan pada Program menggunakan formulir tersebut diatas dan juga
menggunakan media elektonik (komputerisasi) dengan program TB Elektronik dan Program SITT.
f. Visualisasi Data :
Jenis – jenis data yang akan di disajikan pada papan cakupan Program di Puskesmas atau di
dinas Kesehatan meliputi :
a. Peta Wilayah Kasus TB : BTA +, TB Anak, Rongent +, TB Mangkir
b. Grafik Jumlah penderita TB : BTA +, TB Anak, Rongent +, TB Mangkir dibuat
berdasarkan Waktu., tempat, Kelompok umur dan jenis Kelamin.
c. CDR masing-masing Nagari atau Puskesmas
d. Protap / SOP : penatalaksanaan penderita TB
e. Alur Pelayanan dan Rujukan
2. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT KUSTA
Penyakit Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang
sangat kompleks. Masalah yang ditimbulkan bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai
masalah sosial, ekonomi, budaya, dan keamanan. Penyakit Kusta sampai saat ini masih ditakuti oleh
masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan karena masih
kurangnya pengetahuan / pengertian, kepercayaan masyarakat yang keliru terhadap kusta dana cacat
yang ditimbulkannya.
Dengan kemajuan teknologi, seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Akan tetapi mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka diperlukan program pengendalian
secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan lintas program, lintas sektoral dan elemen
masyarakat. Selain itu juga perlu diperhatikan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial ekonomi untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita kusta maupun mantan penderita kusta.
1. Tujuan :
a. Menurunkan angka kesakitan dan kecactan akibat penyakit kusta dengan memutus rantai
penularan
b. Tercapainya penemuan tersangka penyakit kusta sedini mungkin
c. Ditemukannya penderita kusta dengan cacat tingkat nol
d. Tercapainya penyebaran informasi tentang penyakit kusta secara menyeluruh kepada
masyarakat.
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita Kusta
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan pelayanan yang dilaksanakan :
a. Survei Cepat Kusta / RVS
Kegiatan Survei Cepat dilakukan untuk mendeteksi sedini mungkin penderita kusta di
masyarakat. Survei dilakukan di Nagari yang di temukan penderita kusta. Rincian kegiatan
Survey sebagai berikut :
- Sosialisasi kepada Tokoh Masyarkat, Tokoh Agama, Pemerintahan Nagari/Jorong dan
Tenaga Kesehatan.
- Pemeriksaan kelainan kulit kepada masyarakat dan anak sekolah
b. Pemeriksaan kontak
Pemeriksaan kontak dilakukan oleh petugas kesehatan Puskesmas kepada semua kontak
penderita kusta baik itu kontak serumah, dilikungan kerja maupun sekolah.
c. Promosi Kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan untuk meningkatkan penegetahuan masyarakat dan lintas
sektor terkait tentang penyakit kusta, sehingga terbentuknya prilaku yang baik dari
masyarakat tentang penyakit kusta.
d. Pembentukan Kelompok Perawatan Diri Penderita Kusta
Kelompok perawatan diri dibentuk bertujuan untuk melatih para penderita kusta dan keluarga
agar dapat melakukan perawatan diri sendiri agar tercipta personal hygiene yang baik dan
mencegah terjadi infeksi ulangan pasca pengobatan.
e. Kegiatan Pencegahan cacat dirumah
Dilakukan oleh penderita sendiri dirumah, petugas hanya memberikan penjelasan dan
memperagakan tindakan-tindakan perawatan diri.
Prinsip pencegahan cacat pada dasarnya adalah 3 M :
 Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur
 Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik
 Merawat diri
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Kusta
a. Logistik berupa Obat ;
Obat kusta dikemas dalam bentuk blister Obat Kusta di kelompokkan menjadi 2 (dua) jenis
yaitu ; Obat untuk Kusta Basah (MB) dan Obat untuk Kusta Kering (PB) yang di bagi dalam
2 Dosis yaitu ; obat kusta untuk anak dan Dewasa
b. Logistik Non Obat
 Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, tisu, kapas, dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Reagensia Zeil Nelsen
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, Kartu Penderita
Kusta, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
 Perawatan untuk KPD ( kelompok perawatan diri ) ; Waskom, Ember, Kain handuk,
sikat/bros, sabun, cairan desinfektan dan lain-lain.
1. Pengelolaan Logistik :
Merupakan suatu rangkaia kegiatan meliputi : Perencanaan Kebutuhan, Pengadaan,
Penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi.

Perencanaan Kebutuhan

Penggunaan Penyimpanan &


Di UPK Ketersediaan Pendisribusian

Monitoring & Evaluasi

1. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kusta
- Register dan Kartu penderita kusta
Alur Pelaporan program Kusta

Ditjen PP & PL

Propinsi

Kabupaten

Puskemas UPK Lain RSU

2. Visualisasi Data
Data yang disajikan adalah :
- Peta Penderita Kusta
- Jumlah Penderita Kusta Type MB dan PB, berdasarkan tempat, umur dan jenis kelamin.
3. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN RABIES
Penyakit Anjing gila ( Rabies ) merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus terutama pada anjing, kucing dan kera.
Penyakit ini bila sudah menunjukan gejala klinis pada hewan atau manusia selalu diakhiri
dengan kematian, sehingga menibulkan rasa cemas dan takut bagi orang-orang yang terkena gigitan
dan kekhawatiran serta keresahan bagi masyarakat pada umumnya.
Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan nasional dan merupakan kerjasama 3
(tiga) Kementrian, yaitu : kementrian Kesehatan, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian
Pertenakkan.
1. Tujuan :
a. Menekan serendah rendahnya kesakitan dan kematian akibat rabies
b. Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus gigitan Hewan Penular Rabies ( anjing,
Kucinng,dan kera ) dengan perawatan cuci luka memakai sabun dan pemberian VAR atau
kombinasi VAR & SAR sesuai indikasi
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita / Tergigit
c. Keluarga Penderita/tergigit
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan pelayanan yang dilaksanakan :
a. Pelacakan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies ( HPR )
- Untuk melaksanakan penatalaksanaan sedini mungkin terhadap kasus gigitan HPR agar
tidak menimbulkan keresahan bagi penderita, keluarga maupun masyarakat dan untuk
mencegah terjadinya KLB.
- Pengambilan dan Pemeriksaan Spesimen
Pengambilan dan pemeriksaan dilakukan bekerjasama dengan dinas peternakan
kecamatan / kabupaten
b. Pembentukan Puskesmas Rabies Center
Puskesmas Rabies center dibentuk dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan.
Bertujuan untuk mempermudah akses pelayanan kesehatan terhadap kasus-kasus gigitan
HPR. Selain itu juga rabies center dibentuk agar dapat lebih mudah untuk melakukan
Monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan, ketersediaan logistik untuk
penatalaksanaan kasus gigitan. Puskesmas Rabies Center berfugsi untuk melayani puskesmas
yang ada disekitarnya antara 1 sampai dengan 5 Puskesmas. Puskesmas Rabies Center
dibentuk dengan mempertimbangkan :
- Letak Lokasi / Geografis suatu daerah,
- Transportasi
- Ketersediaan Tenaga yang kompeten dan sudah dilatih,
- Ketersedian Sarana dan Prasarana untuk penyimpanan VAR dan SAR
c. Penyuluhan / Pertemuan/ Sosialisasi program tingkat Nagari, Kecamatan dan Tingkat
Kabupaten.
Kegiatan ini merupakan pemberian materi dan evaluasi tetang Program Rabies. Hal ini untuk
melihat dan memantau permasalahan permasalahan program rabies dan sekaligus untuk
mengkoordinasikan antara rabies center dengan puskesmas satelit. Kegiatan ini di ikuti oleh
Petugas Pengelola Rabies, Kepala Puskesmas dan petugas Rumah Sakit umum. Pada
pertemuan ini juga akan dihadiri oleh petugas dari Dinas Peternakan.
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Rabies
a. Logistik berupa Obat ; VAR dan SAR
b. Logistik Non Obat
 Bahan Pembersih luka gigitan : Hands Scone, Betadine, Sabun Deterjen / Cairan
Antiseptik, yodium, kasa steril
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
1. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan : Laporan Kasus gigitan, Laporan Pemakaian VAR / SAR
- Register Kasus dan Formulir Pelacakan kasus
2. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Gigitan HPR
- Grafik Kasus Gigitan HPR berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /tempat dan
berdasarkan Waktu
- Grafik Kasus Gigitan yang meninggal dan kasus Diberi VAR / SAR
4. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN FILARIASIS
Penyakit Kaki Gajah ( Filariasis ) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan karena
infeksi cacing filaria yang hidup dalam saluran dan kelenjar getah bening yang dapat menyebabkan
gejala akut dan kronis.
Penyakit kaki gajah merupakan penyebab utama kecacatan, stigma sosial, hambatan
psikososial yang menetap dan penurunan produktifitas kerja individu, keluarga dan masyarakat
sehingga menibulkan kerugian ekonomi.
1. Tujuan :
a. Memutus rantai penularan
b. Penemuan penderita dan tata laksana kasus
c. Menurunkan angka mikrofilaria < 1%
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan :
 Meniadakan sumber penularan dengan mencari / pelacakan kasus dan mengobati semua
penderita
 Pengobatan Massal Filariasis
 Survey Darah Jari ( SDJ ) :
Rapid Diagnostik Test ( RDT ) merupakan evaluasi dari pengobatan massal filariasis,
sasaran untuk RDT ini adalah siswa kelas I dan kelas II SD, petugas yang melaksanakan
adalah petugas kesehatan ( Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten ) yang akan
mengambil sampel darah kepada sasaran.
 Sosialisaasi dan Pelaksanaan TAS ( Transmission Assesment Survey)
Kegiatan TAS Juga Merupakan evaluasi dari pengobatan massal filariasis, kegiatan ini
dilaksanakan setelah 5 (lima) tahun pengobatan massal dikaksanakan
b. Pendidikan Kesehatan kepada Masyarakat
Melakukan kegiatan sosialisasi / penyuluhan di masyarakat, di sekolah maupun di tempat-
tempat umum lain.
c. Memberantas Vektor dan Larvanya
Pemberantasan vektor dapat dilakukan secara biologis, Fisik maupun kimiawi
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Filariasis
a. Logistik berupa Obat ; DEC, Albendazol, Paracetamol
b. Logistik Non Obat
 RDT Filariasis
 Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, kapas, Boks Slide, Hand Scone
dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Giemsa, cairan Buffer
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Filariasis
- Laporan Pengobatan Massal Filariasis
- Register Kasus dan Formulir Pelacakan kasus
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Filariasis
- Grafik Kasus Filariasis berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /tempat
- Grafik Hasil Pengobatan Massal Filariasis
5. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Setiap tahun ribuan orang meninggal karena Demam Berdarah dengue (DBD) dan sering
menyebabkan kejadian luar biasa. Penyakit ini bersifat musiman dan biasanya kasusnya meningkat
pada musim hujan. DBD masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena angka
kesakitan pada semua kelompok umur cukup tinggi.
Masih tingginya angka kesakitan dan kematian DBD disebabkan karena ketidak pedulian
masyarakat dalam upaya menanggulangi DBD, sebagian masyarakat sudah tahu cara pencegahannya
tetapi tidak melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) untuk mencegah DBD. Faktor –
faktor yang mempengaruhi penyebar luasan DBD, antara lain : Prilaku masyarakat, Perubahan iklim,
pertumbuhan ekonomi, ketersediaan air bersih.
1. Tujuan :
a. Memutus rantai penularan
b. Penemuan penderita dan tata laksana kasus
c. Menurunkan angka Kesakitan dan kematian akibat DBD
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita DBD
c. Keluarga Penderita DBD
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Pengendalian Vektor
 Pengendalian Fisik ; PSN
 Pengendalian Biologis
 Pengendalian Kimiawi :
 Larvasida
 Penyemprotan / Fogging
Demam Berdarah Dengue ditularkan terutama oleh Nyamuk Aedes Aegypti. Cara pencegahan /
pemberantasan yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memberantas vektor ( Nyamuk
penularnya ), karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia.
Salah satu kegiatan pencegahan yang dilaksanakan adalah dengan melakukan penyemprotan
terhadap vektor penular. Penyemprotan dilakukan apabila ditemukan kasus positif DBD yang
dibuktikan dengan hasil pemeriksaan dari Rumah Sakit dan ditemukan jentik disekitar rumah
tempat tinggal penderita. Kegiatan penyemprotan dilakukan dalam 2 kali periode di satu wilayah
yang dilakukan fogging dengan interval waktu 1 Minggu.
b. Sosialisasi / Pelatihan Jumantik (Juru Pemantau Jentik )
Pelatihan Jumantik dapat dilakukan pada Masyarakat dan Anak Sekolah. Tujuannya adalah :
 Meningkatkan Pengetahuan masyarakat / kader dan Petugas tentang penyakit BDB dan
penanggulangannya.
 Meningkatkan Partisipasi masyarakat dan penanggulangan penyakit DBD
c. Surveilans Kasus
Miningkatan Sistem Surveilans di tingkat Puskemas dan Rumah sakit serta fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
d. Penemuan dan tatalaksana kasus
e. Penyuluhan / Pendidikan Kesehatan
Penyuluhan dapat dilakukan di : Sarana Kesehatan, Sekolah, di Masyarakat dan di tempat
umum.
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan DBD
a. Logistik berupa Obat , Cairan Infus, Oksien
b. Logistik Non Obat
 RDT DDB : IgG, IgM, Ns1
 Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, kapas, dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Giemsa, cairan Buffer
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
 Peralatan dan Perlengkapan Fogging
 Insektisida untuk pengendalian Vektor
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan DBD
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus DBD
- Grafik Kasus DBD berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /tempat dan Waktu
Tatalaksana DBD :

6. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN MALARIA


Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Setiap athun lebih dari 500 juta manuasia terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta
diantaranya meninggal dunia. Penyakit ini berpengaruh terhadap tingginya angka kematian bayi,
balita dan wanita hamil serta menurunkan produktivitas sumber daya manusia.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program
pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain ; diagnosis dini, pengobatan yang cepat dan
tepat, surveilan dan pengendalian vektor yang semuanya ditujukan untuk memutuskan rantai
penularan malaria.
Keterbatasan SDM kesehatan untuk dapat menjangkau semua penduduk diwilayah kerjanya
menyebabkan cakupan penemuan masih rendah dan sering terjadi KLB. Oleh sebab itu perlu adanya
kepedulian masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya penanggulangan malaria dengan melibatkan
seluruh elemen masyarakat dan kader sebagai ujung tombak masyarakat.
1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Malaria
b. Memutus rantai penularan Malaria
c. Melakukan Pengobatan yang tepat ( ACT ) untuk mencegah terjadinya kematian akibat
malaria
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita Malaria
c. Keluarga Penderita
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Penemuan dan pengobatan penderita.
Kegiatan penemuan dan pengobatan penderta dapat dilakukan secara aktif maupun pasif
dan melalui kegiatan survey, bentuk kegiatannya antara lain :
1. Active Case Detection ( ACD )
Penemuan penderita dengan cara Petugas / JMD/ Kader secara aktif mencari penderita
dengan mendatangi rumah penduduk secara rutin dalam siklus waktu tertentu
berdasarkan tingkat insiden kasus malaria di daerah tersebut.
2. Pasif Case Detection ( PCD )
Upaya penemuan penderita secara pasif menunggu penderita datang berobat, dilakukan
oleh tenaga kesehatan di unit pelayanan kesehatan.
3. Mass Fever Survey ( MFS )
Kegiatan pengambilan sediaan darah pada semua oprang yang menunjukkan gejala
klinis malaria di suatu wilayah.
4. Mass Blood Survey ( MBS )
Upaya pencarian dan penemuan penderita malaria melalui survey didaerah endemis
yang penduduknya tidak lagi menunjukkan gejala spesifik malaria.
Pada kegiatan ini dapat juga dilaksanakan sosialisasi bagi petugas, kader dan tokoh
masyarakat.
5. Kontak Survey
Pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang tinggal serumah dengan penderita
Positif malaria atau orang-orang tinggal disekitar rumah penderita malaria.
6. Surveilan Migrasi
Kegiatan pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang menunjukkan gejala klinis
malaria yang datang dari daerah endemis malaria.
b. Melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data dan kajian epidemiologis secara terus
menerus dan sistematis
c. Melaksanakan Peneyelidikan Epidemiologi
d. Melakukan Intervensi untuk pengendalian Vektor dengan kegiatan ; Larvasidasi,
Penyemprotan dan Kelambunisasi
e. Pelatihan Kader
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Malaria
a. Logistik berupa Obat : ACT ( Darplex, Arterakine, OAM ), Obat Non ACT ( Kina,
Primakuine, Artermeter )
b. Logistik Non Obat/ Bahan dan alat diagnostik : RDT, Giemsa, Microslide, Blood Lancet,
Hand scone, Mikroskop, Kelambu LLIN’s, boks slide dan rak slide.
c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster, lembar
balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kasus Malaria
- Laporan Logistik Malaria
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi

6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Malaria
- Grafik Kasus Malaria berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan Waktu
Alur Penemuan Penderita Malaria

Pasien datang dengan Gejala


Klinis Demam atau Riwayat
Demam dari 7 hari lalu

Periksa Darah Dengan :


RDT / Miskroskop

Hasil Postif Hasil Negatif

Malaria Ulangi Pemeriksaan Cari Etiologi


Obati sesuai standar Darah setiap 24 Jam – 48 Demam yang Lain
Jam

Hasil Positif Therapi sesuai Etiologi


7. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN DIARE
Hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di indonesia,
beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya penyakit diare disebabkan oleh kuman melalui
kontaminasi makanan/minuman yang tercemar tinja atau kontak lansung dengan penderita, sedangkan
faktor lainnya meliputi faktor lingkungan dan penjamu.
Kegiatan Pengendalian dan pemberantasan diare dilaksanakan untuk menurunkan angka
kesakitan, kematian dan pennggulangan KLB dengan meningkatkan kerjasma lintas program dan
lintas sektoral serta partisipasi aktif masyarakat.
1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Diare
b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya KLB / kematian akibat Diare.
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita Diare dan Keluarga
c. Lintas program dan sektor
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Pengamatan terhadap kasus dan faktor resiko
b. Penyuluhan kesehatan yang intensif secara kelompok dan keliling dalam pencegahan dan
pembuatan media sederhana
c. Menyiapkan Stock Oralit (Logistik ) dan mendistribusikan ke Bidan Desa dan Posyandu
d. Desiminasi informasi kepada kepala wilayah dan kepala desa serta masyarakat
e. Penatalaksanaan / Penangggulangan kasus dengan cepat dan tepat
f. Perbaikan kualitas air dan lingkungan melalui inspeksi sanitasi (IS) dan pengambilan sampel
g. Pembentukan Pojok Oralit
Penentuan Tingkat Dehidrasi akibat Diare
DERAJAT DEHIDRASI
Penilaian
Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan/ Dehidrasi berat
Sedang
Bila terdapat dua tanda atau lebih
Keadaan Umum Baik/ Sadar Gelisah / Rewel Lesu, Lunglai/tidak sadar
Mata Tidak Cekung Cekung Cekung

Keinginan untuk Normal Ingin minum terus Malas minum


minum
Turgor Kembali segera Kembali lambat Kembali sangat lambat

4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Diare


a. Logistik berupa Obat : Oralit, Zinc, Cairan Infus
b. Logistik Non Obat : Peralatan Infus set
c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster, lembar
balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kasus Diare
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Diare
- Grafik Kasus Diare berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan Waktu
- Grafik Cakupan proporsi penderita diberi oralit dan diberi RL

8. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN ISPA / PNEUMONIA


Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan pneumonia merupakan penyakit yang
sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan
pasien disarana kesehatan, sekitar 15 – 30 % kunjungan rawat jalan dan rawat inap disebabkan oleh
ISPA.
Dalam pelaksanaan P2P ISPA memerlukan komitmen pemerintah pusat, pemerintah daerah,
dukungan lintas program, lintas sektoral serta peran serta masyarakat termasuk dunia usaha.

1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Ispa/Pneumonia
b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian akibat Ispa /
Pneumonia
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita ISPA
c. Keluarga Penderita ISPA
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Penemuan dan tatalaksana Kasus ; Penemuan secara pasif maupun aktif
b. Surveilans
c. Pemberdayaan Masyarakat : Pelatihan kader
d. Penyuluhan yang intensif tentang ISPA
e. Rujukan kasus
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan ISPA
a. Logistik berupa Obat : Kontrimoksazol, Paracetamol, Amoksilin
b. Alat Bantu Tata Laksana : Sound Timer, Oksigen Konsentrator.
c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster, lembar
balik dan lain-lain.
d. VCD
1. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kasus Ispa
- Registrasi Penderita Ispa
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi

6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus ISPA dan Pneumonia
- Grafik Kasus ISPA berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan Waktu
- Grafik Cakupan proporsi Penderita Ispa / Pneumonia yang di tangani dan dirujuk.
- Grafik Pengunaan Obat-Obatan

1. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN HIV/AIDS


HIV dan AIDS adalah masalah darurat Global yang merupakan salah satu ancaman terbesar
terhadap pembangunan sosial ekonomi, stabilitas dan keamanan negara. Situasi epidemi yang semakin
meluas memberikan berbagai dampak terhadap kehidupan negara.
Harus diingat bahwa belum ada vaksin untuk mencegah HIV/AIDS, dan pengobatannya juga
belum ada. Pencegahan sangat tergantung pada kampanye kesadaran masyarakat dan perubahan
perilaku individu dalam lingkungan yang mendukung, yang memerlukan waktu dan kesabaran
1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan karena HIV /AIDS
b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian akibat HIV / AIDS
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita dan keluarga
c. Lintas program dan Lintas sektor terkait.
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Penemuan dan tatalaksana Kasus ; Penemuan secara pasif maupun aktif
b. Rujukan kasus
c. Pemberdayaan Masyarakat
d. Penyuluhan dan sosialisasi yang intensif tentang HIV / AIDS kepada masyarakat dan
ditingkat sekolah
e. Pelayanan Gizi dan Laboratorium
f. Klinik VCT
g. Perawatan dirumah
h. Pelatihan Petugas : Konselor
i. Pengembangan Layanan Komprehensif HIV & IMS yang berkesinambungan (LKB).
LKB adalah Upaya yang meliputi upaya promotif, prenventif, kuratif dan rehabilitatif yang
mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMS. Pelayanan yang diberikan sejak dari rumah atau
komunitas , fasilitas kesehatan dan kembali ke rumah atau komunitas ; juga selama perjalanan infeksi
HIV ( semenjak belum terinfeksi sampai stadium terminal). Dimana kegiatan dilaksanakan harus
melibatakan seluruh aspek terkait baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.
Komponen utama dalam pengendalian HIV adalah ; Pencegahan, Perawatan, Pengobatan,
dukungan dan konseling. Layanan Komprehensif dan berkesinambungan juga memberikan dukungan
baik aspek manajerial, medis, psikologi maupun sosial ODHA selama perawatan dan pengobatan
untuk mengurangi atau menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan HIV/AIDS
a. Obat-Obatan : ARV
b. Alat Diagnostik : Rapid Test / RDT
c. Alat APD untuk Petugas Kesehatan
d. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster, lembar
balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Puskesmas
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus HIV AIDS
- Grafik Kasus HIV/ ADIS berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan Waktu

Strategi Pencegahan Penularan HIV


dari Ibu Ke Bayi dan Kegiatan
Pendukungnya

Program Surveilens, imunisasis dan wabah bencana ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan tidak menular kurang dari 24 jam.
Prioritas penyakit menular harus ditanggulangi 100% sesuai dengan Permenkes nomor ;1501 Tahun
2010 adalah leptospirosis, hepatitis, demam berdarah dengue, Kolera, Pes, Campak, H1N1(Avian
Influensa Baru, Antrak, Rabies, Polio, Pertusis, Difteri, Malaria, Maningitis, Yellow Fiver,
chikungunya, dan penyakit menular tertentu lainya ; tubercolusis paru, HIV/AIDS, kusta, pneumonia,
filariasis .
Penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah BBLR, Kematian Ibu, Kematian
Bayi/Neonatus, Anemia, Bumil Lila,Persalinan, BGM, Kwashiokort, Marasmus, Gizi Buruk, dan lain-
lain penyakit jantung dan gangguan sirkulasi, diabetes melitus dan kanker. Rencana kerja indikatif
berupa kegiatan pokok dalam rangka pelaksanaan program Surveilens, Imunisasi dan wabah bencana
antara lain :
1. Penyelidikan Epidemiologi
2. Pelacakan, Peningkatan penemuan kasus penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah
dan penanggulangan wabah dan KIPI
3. Penemuan secara pasif dan aktif melalui Penyeldikan epidemiologi / kunjungan lapangan
penyakit
4. Pengambilan dan pengiriman sampel penyakit
5. Peningkatan Imunisasi
6. Melaksanakan vaksinasi balita dan anak sekolah
7. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko < 24 jam
8. Melaksanaan Pelatihan Siaga Bencana untuk tenaga Puskesmas dan Kabupaten
A. TUJUAN DAN SASARAN KEGIATAN :
1. Tujuan :
a. Menurunnya angka kesakitan, Kecacatan dan kematian akibat penyakit menular dan
penyakit tidak menular < 24 jam
b. Merekomendasikan untuk Memutuskan mata rantai penularan penyakit
c. Merekomendasikan untuk Meningkatkan perilaku masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko Penyakit Tidak Menular
2. Sasaran Kegiatan :
Sasaran dalam pelaksanaan kegiatan, meliputi :
a. Masyarakat
b. Penderita
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan / Lintas Program / Lintas Sektoral
B. MEKANISME PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan yang dilaksanakan pada program surveilens, imunisasi dan wabah bencana terdiri
dari :
1. Peningkatan Surveilens Epidemiologi dan penaggulangan wabah
a. Tujuan :
 Mencegah terjadinya penularan penyakit dan wabah penyakit
 Mencegah, menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan angka kematian akibat
penyakit menular dan tidak menular < 24 jam
 Mencegah wabah penyakit menular dan tidak menular melalui penyeledikan
epidemiologi
 Merekomendasikan untuk melakukan pemutusan mata rantai penularan penyakit pada
lintas program dan lintas sektor terkait
 Melalukan Investigasi / kunjungan lapangan kelokasi terjangkit penyakit
 Melakukan pengumpulan data, pengolahan dan menganalisa data dan membuat
kesimpulan dan mendistribusikan kepada yang berkepentingan.
b. Sasaran :
 Masyarakat
 Penderita
 Keluarga Penderita
 Petugas Kesehatan
 Lintas Program dan Lintas Sektoral
c. Kegiatan yang akan dilaksanakan :
1. Melakukan Pertemuan Surveilens, Siaga Bencana, Petugas /tim Pemeriksa haji tingkat
Kabupaten dan Pertemuan Zona surveilens tingkat Kecamatan dan tingkat nagari bagi
petugas kesehatan, kader kesehatan.
2. Pengambilan dan pengiriman sampel, kegiatan meliputi :
 Kunjungan rumah kepada seluruh kepala keluarga & anggota keluarga
 Pengambilan sampel
 Pengiriman sampel
3. Penyeldikan epidemiologi / Penyelidikan KLB :
Penemuan Kasus dini dilaksanakan di setiap Puskesmas, Pustu Pembantu, Polindes
dan Rumah sakit dan dimasyarakat. Tujuan pokok dari penyelidikan KLB adalah
untuk mengetahui cara mencegah penularan lebih lanjut dari penyebab penyakit.
4. Pelaksanaan Surveilans Terpadu Penyakit
Surveilens Terpadu Penyakit merupakan proses kegiatan yang terus menerus dan
sistematis yang membutuhkan dukungan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan
evaluasi serta dukungan sumber daya yang memadai, kegiatan penyelenggaraan
Surveilens Terpadu meliputi :
 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data untuk Surveilens bersumber dari register rawat jalan, raway inap, Puskesmas
Pembantu serta dari masyarakat
 Analisa serta Rekomendasi Tindak lanjut
Analisa dilakukan baik secara mingguan, bulanan maupun tahunan
 Umpan Balik
Mengirim umpan balik bualanan dan permintaan perbaikan data ke Puskesmas
Pembantu dan jejaringnya.
 Laporan
1. Peningkatan Imunisasi dan Pelayanan Imunisasi pada Anak Sekolah
a. Tujuan :
 Terlaksananya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan wabah
 Turunnya angka PD3I melalui kegiatan BIAS dan Penanggulangan KIPI
 Menurunkan AKI dan AKABA melalui PD3I
 Memutus mata rantai penularan penyakit melalui Vaksinasi balita dan anak sekolah
 Terjaringnnya Kasus KIPI dan Penanganan kasus KIPI 100%
 Teraksananya Penyeleidikan Epedemiologi penemuan kasus tersangka penyakit
menular sedini mungkin atau < 24 jam
 Dicegahnya penderita cacat/lumpuh layuh menetap melalui imunisasi
 Tersosisialisasi / terdistribusinya penyebaran informasi tentang PD3I penyakit menular
secara menyeluruh kepada masyarakat.
b. Sasaran :
 Masyarakat : Bayi, Balita dan Anak Sekolah
 Petugas Kesehatan
 Lintas Program dan Lintas Sektoral
c. Kegiatan yang dilaksanakan :
1. Melakukan Pertemuan Imunisasi Tingkat Puskesmas / Tingkat Kecamatan bagi petugas
dan Bidan Desa
2. Pelayanan Imunisasi Rutin
3. Pelaksanaan Imunisasi Rutin dilaksanakan di Posyandu dan di Puskesmas yang
dilaksanakan 1 ( satu ) bulan sekali sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh masing-
masing Puskesmas melalui kesepatan dengan masyarakat.
4. Pelaksanaan Imunisasi TT untuk Bumill dan Calon Pengantin
5. Kegiatan dilaksanakan di Puskesmas dengan melibatkan lintas program terkait yaitu
Petugas KIA/ KB Puskesmas.
6. Pelacakan KIPI ( Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi )
7. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui KIPI yang terjadi dan Penatalaksanaan KIPI
sedini mungkin.
8. Bulan Imunisasi Anak Sekolah ( BIAS )
9. Kegiatan BIAS ini merupakan program yang dilaksanakan oleh Puskesmas dengan
jajarannya terutama pada sekolah dasar kelas I, II dan Kelas III. Vaksinasi yang
diberikan adalah Vaksin Campak untuk anak kelas I dan Vaksin DT dan TD untuk anak
kelas I, II dan III.
10. Sosialisasi dan Penyuluhan tentang Program Imunisasi
11. Sosialisasi dan penyuluhan dapat dilakukan di tingkat Puskesmas, Nagari maupun di
posyandu waktu pelaksanaan posyandu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
dan petugas tentang program imunisasi.
12. Sweeping Imunisasi / Dofu( dropout follow up)
Kegiatan sweeping/dofu dilakukan untuk pemberian imunisasi pada balita yang tidak
datang ke posyandu untuk imunisasi
3. Pelayanan Kesehatan Haji dan Bencana
a. Tujuan :
 Terlaksana pelaksanaan pelayanan kesehatan haji yang baik
 Telaksana sistem manajemen bencana di tingkat Puskemas / Kecamatan.
b. Sasaran :
 Masyarakat
 Calon Jemaah Haji
 Petugas Kesehatan
 Lintas Sektor terkait
c. Kegiatan yang dilaksanakan :
1. Pemeriksaan Kesahatan Haji
Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji dilaksanakan untuk mengetahui kesehatan jemaah
haji, deteksi dini penyakit pada calon jemaah haji dan penatalaksaan lanjutan terhadap
calon jemaah haji yang mempunyai masalah terhadap kesehatannnya dan sekembalinya
jemaah haji dari Mekah dilkakukan kembali pelacakan terkait dengan masalah
kesehatannya.
2. Vaksinasi bagi Calon Jemaah Haji
Vaksinasi merupakan upaya preventif untuk perlindungan terhadap jemaan haji waktu
pelaksanaan haji sehingga tidak tertular penyakit dan menjadi sumber penularan
penyakit sewaktu pulang dari ibadah haji.
3. Pencatatan dan Pelaporan
Dokumentasi Haji sangat diperlukan dan merupakan salah satu syarat yang harus
dilengkapi sebelum berangkat haji.
4. Pelatihan Manajemen Bencana Tingkat Puskesmas
Pelatihan Manajemen bencana bertujuan agar Puskesmas dan Jaringan mengatahui tata
cara / langkah-langkah yang harus dilakukan bila terjadi bencana diwilayah kerjanya.
C. FASILITAS PENDUKUNG
1. Program Surveilans
a. Bahan / Alat :
 Senter Surveilans untuk pemeriksaan jentik
 Botol spesimen, Slide dan Bok Slide untuk spesimen
 Alat APD untuk Petugas Kesehatan
 Reagen untuk pemeriksaan spesimen
 Termometer
 Tensi meter
 Obat-obatan ; misal ; anti racun binatang berbisa ketika PE,dll
b. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
2. Program Imunisasi
a. Bahan / Alat Imunisasi :
 Vaksin Imunisasi dan Pelarut : Campak, Polio, DPT-HIB, TT, DT dan Td, BCG, HB0
 Vaksin Carier / Termos Vaksin
 Kulkas Vaksin
 Ice cold
 Safety Box
 Hand Scone
 Spuid / Jarum Suntik
 Kapas alkohol
 Termometer untuk Kulkas Vaksin/fristeg/fridge-tag
b. Barang Cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
3. Program Haji
a. Bahan / Alat Imunisasi :
 Vaksin Haji : Meningitis, Influenza
 Spuid / Jarum suntik
 Safety Box
 Hand Scone
 Kapas Alkohol
 Coldbox
b. Barang Cetakan : Buku Pedoman, Buku Haji, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur,
poster, lembar balik dan lain-lain.
1. Program Bencana
a. Bahan / Alat :
 Peralatan P3K
 Alat Resusitasi
 Peralatan untuk pertolongan pertama pada Gangguan Kesehatan dan Penyakit
 Obat-Obatan
 Radio Orari/HT/Hp
 Logistik pedukung lain ; Tandu, Oksigen, Tensi meter, Termometer
b. Barang Cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
c. Media Tranportasi/Mobil Ambulance/Motor
A. FORMAT – FORMAT PELAPORAN
a. Format Laporan Surveilans :
 Laporan W1
 Laporan W2
 Laporan Surveilans Campak
 List Penderita AFP
 Laporan Surveilans Integrasi AFP dan PD3I
 Laporan Kelengkapan dan Ketepatan
 Surveilans Terpadu Puskesmas
a. Format Laporan Imunisasi :
 PWS Imunisasi ( Software )
 Monitoring Vaksin 1 dan 2
 Laporan Bias Campak, Laporan Bias DT dan Td
c. Format Laporan Haji dan Bencana
 Laporan Rekapitulasi Jemaah Haji
 Laporan Penjaringan Kesehatan Jemaan Haji
 Laporan Kejadian Bencana
A. VISUALISASI DATA
a. Peta Wilayah :
 Peta Cakupan Imunisasi
 Peta Wilayah Rawan Bencana
 Peta KLB / Wabah
a. Grafik pencapaian :
 Cakupan Imunisasi Rutin : HBO,BCG, Polio, DPT-HB-Hib Campak, TT, Cakupan
BIAS : Campak, DT dan Td
 Grafik Suhu Vaksin
 Grafik Kejadian Luar Biasa
 Grafik Surveilens Terpadu Puskesmas

Anda mungkin juga menyukai