Anda di halaman 1dari 16

NAMA: Muhammad Iqbal Julian Arrizky

NIM: 1710115210015

MATA KULIAH: MINERALOGI DAN PETROLOGI

DOSEN PENGAMPU: Dr Deasy Arisanty, M.Sc

RESUME BUKU BATUAN DAN MINERAL BAB VI


BATUAN METAMORFOSA

Batuan metamorf adalah hasil dari perubahan – perubahan fundamental batuan yang
sebelumnya telah ada. Panas yang intensif yang dipancarkan oleh suatu massa magma yang
sedang mengintrusi menyebabkan metamorfosa kontak. Metamorfosa regional yang meliputi
daerah yang sangat luas disebabkan oleh efek tekanan dan panas pada batuan yang terkubur
sangat dalam.

Dalam kedua tipe metamorfosa, fluida dalam batuan dapat membantu perubahan –
perubahan kimiawi. Air adalah fluida utama, tetapi unsur – unsur kimia seperti klor, flour,
brom dan lain – lain dapat keluar dari batu sekelilingnya.

6.1 BEBERAPA SIFAT BATUAN METAMORFOSA

Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi (3-20 k m) yang


keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fasa
cair. Sehingga terbentuk struktur dan mineralogi baru yang sesuai dengan lingkungan fisisk
baru pada tekanan (P) dan temperature (T) tertentu.
6.1.1 Tekstur

Mineral dalam batuan metamorfosa disebut mineral metamorfosa yang terjadi karena
kristalnya tumbuh dalam suasana padat, dan bukan mnegkristal dalam suasana cair. Karena
itu Kristal yang terjadi disebut blastos, Idiomorf untuk mineral metamorfosa adalah
idioblastik, sedangkan xenomorf adalah xenoblastik. Kristal yang ukurannya lebih besar
daripada masa dasarnya disebut profiroblastik.

Kristalisasi selama deformasi batuan, mengakibatkan mineral – mineral yang terarah


secara membidang, disebut sekistositas atau dapat juga menggaris disebut lineasi.

Sekistositas atau foliasi, terjadi oleh karena mineral yang pipih atau membatang
tersusun dalam bidang – bidang tertentu yakni bidang sekistositas. Bidang ini dapat searah
dengan lapisan sedimen asalnya, atau dapat pula tidak, munkin searah dengan sumbu lipatan.

Lepidoblastik adalah jenis sekiktositas karena membidangnya mineral pipih (mika),


sedangkan nematoblastik membidangnya mineral prismatic (aktinolit). Pada batuan
metamorfosa termal (batu tanduk) butirnya mengacak arahnya dan disebut genestositas dan
batuannya disebut gnesan.

6.1.2 Besar Butir


Besar butir dari batuan metamorfosa meningkat dengan meningkatnya derajat
metamorfosa. Hal ini disebabkan olehkarena energy permukaan butir yang lebih kasar
menjadi lebih kecil, sehingga daya larutnya semakin rendah (kecil) pula. Dalam hubungan ini
energi bebas yang berlebih, mengakibatkan kelarutan yang lebih besar cenderung untuk
merangsang butir – butir halus mengalami rekristalisasi mengisi butiran kasar yang lebih
stabil.

1.1.3 Mineral dan Struktur Pelapisan Batuan Metamorfosa

Ada beberapa mineral dari batuan asalnya terdapat pula dalam batuan metamorfosa.
Mineral tersebut sebagai berikut:

1. Mineral – mineral yang biasa di batuan metamorfosa dan batuan beku: kuarsa,
feldspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksin, olivin dan bijih besi.
2. Mineral – mineral yang biasa di batuan metamorfosa dan batuan sedimen: kuarsa,
muskovit, mineral – mineral lempung, kalsit, dolomit.
3. Mineral – mineral petunjuk yang biasa terdapat dalam batuan metamorfosa:
garnet, andalusit, kianit, silimanit, staurolit, kordierit, epidot, klorit.

Pelapisan 1 mm sampai 1 cm atau lebih sering terlihat dalam batuan metamorfosa


regional derajat rendah, sedang dan terutama tinggi, struktur ini dapat merupakan struktur
lapisan batuan asal tetapi dapat pula oleh proses differensiasi metamorfosa.

1.1.4 Penamaan Batuan Metamorfosa


Penamaannya berasal dari nama tempat atau mineralogy, penamaan batuan
metamorfosa lebih banyak menunjukkan pada ciri struktur dan mineralogi.

Beberapa batuan metamorfosa tanpa tekstur foliasi, sebagai berikut:

1. Hornfel (batutanduk)
Batuan ini terbentuk dalam bagian dalam daerah kontak sekitar tubuh batuan
beku. Pada umunya merupakan rekristalisasi batuan asalnya, taka da foliasi
tetapi batuan halus dan padat.
2. Kuarsit
Batuan ini adalah terdiri dari kuarsa yang terpadatkan atau disementasi oleh
silica kristalin, sehingga merupakan batuan yang kompak, membelah melalui
butiran kuarsa tanpa foliasi. Terjadi karena metamorfosa regional dan
batupasir kuarsa pada semua derajar metamorfosa.
3. Marmer (pualam)
Marmer terdiri dari mineral kalsit, terjadi proses metamorfosa regional atau
rekristalisasi dari batu gamping. Batuan ini padat, kompak tanpa foliasi,
terbentuk karena kontak.

Beberapa batuan metamorfosa berfoliasi adalah hasil metamorfosa regional. Urutan –


urutan macam batuan di bawah ini sedikit banyak merefleksikan derajat metamorfisme.

1. Sabak (slate)

Peralihan dari sedimen yang berubah ke metamorfik, merupakan derajat metamorfosa


rendah dari lempung. Sangat halus dank eras, memperlihatkan belahan – belahan yang rapat
dimana mulai terdapat daun – daun mika halus, memberikan warna/kilap. Juga klorit dan
kuarsa mulai ada.
2. Filit (phyllite)

Derajat metamorfosa lebih tinggi daripada sabak, di mana daun-daun mika (dan
klorit) sudah cukup besar, clan memberikan belahan phyllite yang khas, berkilap sutera pada
pecahan-pecahan. Mulai terdapat mineral lain, seperti turmalin.

3. Sekis (schist)

Batuan yang paling umum yang dihasilkan metamorfosa regional, sangat khas adalah
kepingan-kepingan yang jelas dari mineral-mineral pelat, seperti mika, talk, klorit, hematit
dan mineral -mineral yang bersifat serabut. Juga mengandung mineral feldspar, sugit,
hornblende, garnet, epidot. Tergantung dari batuan asal (lempung, basal, gamping) clan
berbagai macam sekis terjadi dan dinamakan menurut mineral yang terjadi, seperti di bawah
ini.

Varietas Batuan asal

Sekis klorit filit

Sekis mika

Sekis hornblende basal, gabro

Sekis biotit

Sekis kuarsa batupasir kotor

Sekis kalk gamping kotor

Sekis.hijau mengandung klorit dan epidot.

Sekis jelas memperlihatkan derajat metamorfosa lebih tinggi dari filit, karena mulai
adanya mineral-mineral lain di samping mika.

4. Amfibolit (amphibolite)

Sama dengan sekis hornblende, tetapi foliasi tak berkembang baik. Hasil dari
metamorfosa regional batuan basal atau gabro (gang, sil, stok) berwarna kelabu, hijau atau
hitam dan mengandung mineral-mineral epidot, augit hijau, biotit dan almandin.

5. Gneis
Mewakili metamorfosa regional derajat tinggi, berbutir kasar, mempunyai sifat
banded karena gneissosity. Terdiri dari mineral-mineral yang mengingatkan kepada batuan
beku seperti kuarsa, feldspar dan mafik. jalur dengan mineral -mineral pelat atau serabut
seperti kloritt, mika grafit, hornblende, kianit, stauroli silimanit dan wolastonit.

6.2. REPRESENTASI SECARA GRAFIS PARAGENESA MINERAL

Suatu representasi secara grafik kumpulan (paragenesa) mineral metamorfosa, dalam


hubungannya dengan komponen kimianya yang umum bertujuan untuk memberikan
visualisasi hubungan antara:

 Kumpulan yang secara kimiawi eqivalen pada derajat yang berlainan.


 Kumpulan yang secara kimia sama pada derajat yang sama.
 Pengaruh kimia satu fasa terhadap fasa yang lain.
 Penyebaran komponen diantara fasa yang ada.
 Sebagai suatu jenis tambahan penerapan secara grafik aturan fasa terhadap
sekelompok kumpulan mineral.

6.2.1. Diagram ACF

Suatu representasi grafik peragenesa mineral yang besar hanya mungkin bila jumlah
komponen yang menyusun mineral -mineral tidak lebih dari empat buah. Karena dalam suatu
bangun ruang tetrahedra hanya ada empat sudutnya, tetapi yang paling diperlukan adalah
representasi dua dimensi dalam bentuk segitiga seperti yang dikemukakan oleh Eskola (1939)
yang disebut diagram fasa segitiga.

Ketiga komponen yang perlu dicantumkan pada diagram ACF ialah:

A = (Al203) + (Fe203) — [(Na2O)+(K2O)

C = (CaO) — 3,3(P205 )

F = (MgO) + (MnO) + (FeO)

A + C + F = 100%, diperhitungkan kembali sampai 100 dinyatakan dalam persentase.


Mineral pengiring diabailcan representasi grafik, tetapi sebelum menghitung harga ACF,
kadar (Al, FE)2O3, CaO dan (Fe, Mg)0 yang dikandung oleh mineral pengiring dikorelasi
(dikurangkan) lebih dahulu.
Dengan demikian mineral silikat yang terpenting dapat dibubuhkan dalam diagram,
kecuali untuk silikat K dan Na dan silikat kurang jenuh seperti olivin.

6.2.2. Diagram A'FK

Di sini mineral kalium (feldspar kalium, mus kovit, biotit dan stilphoneomelan)
digabungkan dengan mineral (Mg,Fe) dan (Mg,Fe) + (A1,Fe3+), sedangkan mineral Ca tak
dapat ditunjukkan.

A’ = (A1203 ) (Fe203 ) — (Na20) + (K20 ) + (CaO)] 2

K = (K20 )

F = (FeO) + (MgO) + (MnO)

A' + K + F = 100

Skema kalkulasi ini dari A'FK memberikan nilai yang umum dalam buku petunjuk
sebagai contoh dari Jika yang mana satu atau lebih mineral-mineral grossularit/andradit,
zoisit/epidot, hornblende dan tidak biasa margarit muncul selain itu anortit juga. Dalam
bagian ini tidak pasti, kenyataannya dapat dipertimbangkan perbanclingan CaO: A1203
perbedaan dalam mineral-mineral dan ketidaksamaan satu dengan yang lainnya, sebagai
dalam anortit.

Nilai A' harus dikoreksi dengan persen berat dan CaO, nilai K tidak perlu diganti
dalam perhitungan. Nilai F harus dikoreksi karena mineral -mineral seperti diopsid dan
hornblende, tid ak terdap at dalam diagram A'F K. Sehingga skema yang pertama
dimodifikasi dari kalkulasi nilai A'FK, mengikuti seperti di bawah ini:

A’ = (A1203 + Fe20)— (Na20 + K20 )

— 1/3 dan i (CaO) terkandung dalam grossularit/andradit

— 3/4 dan i (CaO) terkandung dalam zoisit/ epidot

— (CaO) terkandung dalam anortit

— kedua (CaO) terkandung dalam margarit.

K = K20

F = (Fe0) + (Mg0) + (Mn0)


— (dikoreksi dengan teramati di hornblende clan diopsid)

A' + K + F = 100

Dalam prakteknya diagram ACF dan diagram A'FK sering cligunakan bersamaan.
Komposisi kimiawi setiap jenis batuan seperti batuan sedimen dan berbagai jenis batuan beku
dapat diplot dalam diagram ACF dan A'FK. Gambar 6.2. memperlihatkan diagram ACF dan
A'F K

6.2.3. Diagram AFM

Diantara kumpulan mineral yang paling peka terhadap perubahan kecil P dan T ialah
sekis pelitik. Kecuali pada derajat metamorfosa tinggi, mineral muskovit yang
dikandungnya saja sebagai satu-satunya fasa mika putih.

Dalam diagram ACF dan A'FK dan MgO (plus MnO) dianggap sebagai satu
komponen, hal ini tentunya merupakan Karena Mg dan Fe saling mensubtitusi dalam kisi
silikat, tetapi sesungguhnya suiltitusi tersebut berlainan sifatnya untuk kumpulan berbagai
silikat. Lebih-lebih hal tersebut tergantung pada susunan batuan, P dan T, sebagai contoh
di satu batuan, biotit bersama muskovit dan salah satu modifikasi dari Al 2SiOs. Di lain
batuan, biotit bersama garnet + staurolit + kuarsa + muskovit. Kesemuanya tersebut tidak
mungkin dibubuhkan dalam diagram A'FK.

Jadi FeO dan MgO sesungguhnya adalah dua komponen yang tidak t,ermasuk dalam
satu sistem, dan karenanya harus dipisahkan. Untuk keperluan itulah dibuat diagram
AFM , dimana: A = A1203 F = FeO M = MgO Diagram AFM itu dipergunalcan terutama
untuk kumpulan mineral pada batuan yang susunan kimiawinya adalah pelitik. Diagram
tersebut dapat dilihat pada gambar 6.3

Susunan kimiawi batuan pelitik tersebut dapat dianggap sebagai sistem enam
komponen yakni: Si02 — A1203 — MgO — K20 — H20 , bila Fe203 dan TiO2 telah
dikoreksi dari biotit, Na20 dari feldspar alkali, albit, paragonit, CaO dari plagioklas dan
almandin. Tetapi dari keenam komponen tersebut Si0 2 dan H20 dapat diabaikan sehingga
menjadi empat komponen.

6.3. METAMORFOSA KONTAK

Panas tubuh batuan intrusi yang diteruskan ke batuan sekitarnya, mengakibatkan


metamorfosa kontak. Zona metamorfosa kontak di sekitar tubuh batuan beku tersebut,
dinamakan daerah kontak (contact aureole), yang efeknya terutama terlihat bila batuan
sekitarnya adalah serpih dan batugamping. Sedangkan terobosannya adalah batuan beku
dalam seperti granit, granodiorit atau gabro yang berukuran besar. Gambar 6.4.
memperlihatkan intrusi batuan beku yang menghasilkan metamorfosa.
Gambar 6.4. Daerah kontak di sekeliling intrusi batuan beku

Terbentuknya batuan memorfosa selain factor-faktor yang telah disebutkan, juga masih
terdapat beberapa factor yang masih mempengaruhi, seperti :
- Tebal penutup dan ketertutupan system
- Susunan dan tekstur batuan sedimen sekitarnya.
- Jumlah emisi gas dan larutan hidrotermal.

6.3.1. Ciri Umum Daerah Kontak


Dari pengamaan berbagai daerah kontak ada beberapa ciri umum yang dapat dikemukakan.
Pertama lebar maksimum daerah kontak yang diketahui adalah lebar maksimumnya diukur tegak
lurus kontak. Karena umumnya kontak itu miring pada singkapan, sedangkan konfigurasinya
dikedalaman jarang dikethaui. Lebar maksimum sampai 1 kilomter atau lebih.

Daerah kontak yang lebar biasanya berhubungan dengan batuan granitic (diorite, kuarsa,
granodiorit, monzonit kuarsa). Tetapi intrusi batuan basa yang berbentuk lembaran juga dapat dibatasi
oleh daerah kontak yang luas, khsusunya dibagian dasarnya. Intrusi ini bentuknya berupa cekungan
dengan ketebalan 8 km, dengan daerah kontak antara 100 – 3000 meter.dibagian luar dicirikan oleh
zona andalusit, sedangkan bagian dalam terutama batutanduk (hornfel) pelitik dapat dengan biotit
kordierit, kuarsa, andalausit garnetdan feldspar.

Gambar 6.6. efek penyebaran panas dari berbagai intrusi pada 5-6 km dan 1,2 km. dimana D =
ketebalan tubuh intrusi (sumber, winkier 1967, fig 19).

6.5.2. Pengertian umum fasies


Setiap fasies daam bauan metamorfosa umumnya dinamakan menurut jenis batuan (kumpulan
Mineral) yang dianggap kritis dan diagnestik untuk fasies yang bersangkutan (turner,1960). Pada
mulanya eskola (1920) dengan berdasarkan kriteria mineralogy dan kedapatan dilapangan membagi
menjadi lima buah fasies bebatuan metamorofsa. Jumlah fasies sekarang menjadi subfasies. Subfasies
ini nyata disuatu daerah tetapi tak demikiam dilain tempat. Karena-nya dianggap local
kepentingannya. Pada tahun 1939 eskola pembagian fasies ini dan dikembangan menjadi 8 buah
fasies, seperti terlihat dalam tabel 6.5.
Bertambah temperatur
Bertambah Perkembangan dari zeolite dalam
tekanan batuan beku
Fasies Fasies Fasies Fasies batuttanduk
sekis epidot amfibolit piroksin (fasies
hijau amfibolit (fasies gabro)
hornblende
-gabro)
Fasies granulit
Fasies sekis glaukopan Fasies eklogit
(fasies eklogit)
Sumber : Turner, F.J. and verhoogen, J, 1960, igneous and metamorphic petrology, McGraw-Hill
Book Company, p.508.
6.3.3. pembagian fasies metamorfosa kontak
Turner (1960) mengemukakakn pembagian fasies dari metamorfosa kontak, berdasarkan
pertambahan temperature (tekanan air konstan) atau tekanan aor berkurang (temperatur konstan),
menjadi empat fasies, yaitu :
a. Batutanduk albit-epidot
(bentuk lain fasies albit-epidot-amfibolt;subfasies batutanduk aktinolit-epidot)
b. Batutanduk hornblende
(bentuk lain fasies amfibolit; subfasies kordierit antopilit)
c. Batutanduk piroksin
d. Sanidinit

Fasies sanidinit kurang penting dari penyebaran geologinya karena hanya berupa xenolith dalam
lava basa, fragmen dalam tuf, dan zona sempit disekitar pipa dan leher gunungapi yang bersusun bas.
Sedangkan winkler (1967) membagi fasies batutanduk dari metamorfosa kontak menjadi tiga,
yaitu :
a. Batutanduk albit-epidot
b. Batutanduk hornblende
c. Batutanduk K.feldspar-kordierit

Dimana subfasies temperature tinggi adalah subfasies ortopiroksin, sedangkan subfasies


ortoamfibol merupakan subfasies temperature rendah.
Ramberg (1952) membagi fasies batuan metamorfosa berdasarkan temperature dan tekanan,
seperti terlihat dalam gambar 6.6. di sini terliat bahwa batuan metamorfosa kontak dan fasies
batutanduk piroksin (pyroxene hornfels facies) termasuk ke dalam fasies tekanan rendah.
Gambar 6.6. diagram skema posisi dari fasies –fasies berdasarkan p dan T.
6.3.4. Fasies Batutanduk Albit-Epidot
Biasanya terdapat di bagian paling luar suatu daerah kontak, sehngga rekristalisasi dan reaksi
metamorfosa cenderung tidak sempurna, serta dicirikan oleh relik yang stabil.
6.3.5. fasies Batutanduk Hornblende
Awal fasies Batuanduk hornblende tercirikan oleh hilangnya klorit dalam hal ada kuarsa dan
munculnya pertama sekali diopsid, fosterit + kalsit, grossularite/andradite, kordierit, hornblende dan
ortoanfibol (anto filit dan gedrit) atau cumingtonit monoklin.
Dimana reaksi kritisnya adalah :
1 piropilit = 1 andalusit + 3 kuarsa + H2O
Al2 [(OH)2/Si4O10] = Al2SiO5 + 3 SIO2 + H2O

Gambar 6.8. Diagram ACF dan AKF dari turner (1960)


a. Batuan dengan kelebihan SiO2 dan K2O
b. Batuan dengan kelebihan SiO2 dan perbedaan K2O
c. Batuan kelebihan SiO2 dan Al2O3i A = Al2O3 – (CaO + Na2O + K2O)

6.3.6. Fasies Batutabduk Piroksin

Fasies ini oleh Winkler (1976) disebut fasies batutanduk K. Feldspar-kordierit, karena
pertama sekali K. Fieldspar dan kordierit.

Kumpulan mineral dengan kelebihan SiO2. Prinsip kumpulan yang mana dapat mengandung
kuarsa dan potash feldspar seperti terlihat dibawah ini.

A. Pelitik dan Kuarsa-feldspatik


1. Kuarsa-ortoklas-andalusit-kordierit (-biotit)
2. Kuarsa-ortoklas-plagioklas-andalusit-kordierit (-biotit)
3. Kuarsa-ortoklas-plagioklas-kordierit-hipersten
B. Gampingan
1. Plagioklas-diopsid-grossularit
2. Diopsid-grossularit (-idokras)
3. Diopsid-grossularit-wollastonit (-idokras)
C. Basa
1. Plagioklas-hipersten (-kuarsa)
2. Plagioklas-diopsid-hipersten (-kuarsa)
3. Plagioklas-diopsid (-kuarsa)
D. Magnesium
1. Talk-kuarsa
2. Hipersten-kuarsa

gambar 6.11 kondisi fisik dari fasies batutanduk


piroksin, diagram ACF dari batuan yang
kelebihan SiO2 kuarsa dan ortoklas mungkin
sebagai anggota dari kumpulan.

Reaksi kritis dari mineral-mineral tersebut


pada tekanan dan temperatur, seperti sebagai
berikut :
(5) CaMg (CO3)2 = CaCO3 + MgO + CO2
(7) 2CaCO3 + Mg2 SiO4 + CaMgSi2 O6 =
3CaMgSiO4 + 2CO2
(10) 3CaCO3 + 2CaSiO3 = 2Ca2SiO4 . CaCO3 + 2CO2
(M) KAI3 Si3 O10 (OH)2 = KAISi3O8 + AI2O3 + H2O
Gambar 6.11 kondisi dari fasies batutanduk piroksin (bintik-bintik) dan fasies sanidinit (silang)

6.3.7 Fasies Sanidinit


Fasies ini terdapatnya sebagai fragmen dalam tuf, xenolit dalam lava basa dan zona kontak
yang sempit di sekitar pipa atau leher gunungapi. Beberapa diantara fasanya analog dengan hasil
kristalisasi leburan pada tekanan atmosfir yakni tridimit, mullit, montiselit, forsterit, dan sebagainya.
Fasa alkali yang khas ialah sanidin, biasanya varietas kaya Na. Kordierit, wollastonit (berlebih Mg
atau Fe") dan anortit juga tergolong khas untuk kumpulan kersiknya.

gambar 6.12 Fasies sanidinit, diagram ACF dari batuan kelebihan


SiO2

6.4 Metamorfosa Regional


Metamorfosa regional juga dinamakan metamorfosa dinamo termal atau metamorfosa dalam
fasies bertekanan menengah sampai tinggi. Berbeda dengan penyebarannya. metamorfosa regional
meliputi daerah vang luas dan selalu dalam bentuk sabuk pegunungan, yakni dalan daerah geosinklin.
Karena itu proses orogene- salah yang menyertai proses metamorfosa regional. metamorfosa kontak
yang lokal
6.4.1 Beberapa Ciri Umum
Baik metarmorfosa kontak maupun metamorfosa regional memerlukan energi. Pada
metamorfosa kontak sumber energinya adalah masa pluton, sedangkan metmorfosa regional bila
dihubungkan dengan sistem tumbukan lempeng. Tekanan pada batuan metamorfosa kontak hanyalah
tekanan hidrostatik yang bekerja sehingga batuannya berstruktur isotop seperti batutanduk (hornfels).
Pada batuan metamorfosa regional selain tekanan hidrostatik juga tekanan terarah sehingga terjadi
skistositas.
Gambar 6.13 penampakan melintang melalui sebuah zona tumbuhan, memperlihatkan lokasi-lokasi
dari batuan metamorfosa

6.4.2. Fasies Zeolit

Penimbunan (burial) dalam sedimen dalam suatu cekungan dan baluan volkanik akan
mengakibatkan suatu kondisi temperatur dan tekanan yang menghasilkan reaksi antara fasa-fasa
mineral. Pada umumnya kumpulan yang stabil pada lingkungan sedimen ditandai oleh lempung.
serpih, monnorilonit dan ilit serta sedimen kapuran. Dalam batupasir volkanik fise temperatur tinggi.
Seperti lava, piroksin. hormblende dan sebagainya.

Pada batar diagnesa dan metamorfosa regonal maka terjadi pengaturan kembali terhadap
lempung, kristalisnsi kuarsa dan K feldspar, dan terombaknya mineral temperatur tinggi serta
pengendapan karbonat. Bla perubahan ini terjali juga piada butiran yang kasar (ukuran pasir), maka
memasuki metamorfosa yaitu fanies zeolit.

ketebalan tumpukan untuk dapat terjadi fasies zeolit dari batupasir volkanik andesitik ialah
antara 20.000 sampai 30.000 Ft, Keondisi dari tekanan beban 2.000 ampai 3.000 bar dan temperatur
berkisar 200 sampai 300°C.

Tidak semua jenis zeolit terbentuk dalam fasies ini hanya laumontit yang terbentuk dengan
proses metamorfosa. Sedangkan zeolit jenis yang lain terbentuk dengan proses sedimentasi yang
berhubungan erat dengan kadar keasaman dari suatu cekungan.

6.4.2 Fasies Sekis Hijau

Fasies sekis hijau merupakan fasies yang luas penyebarannya, batuan yang termasuk ke dalam
sekis hijau banyak sekali. Derivat pelitiknya seperti batusabak, filit dan sekis, tercirikan oleh
sekistositas karena orientasi terpilih atau terarah dari mineral mika atau klorit.

Di zona klorit batuan umumnya berbutir halus, tetapi pada derajat yang lebih tinggi menjadi
lebih besar (filit dan sekis) disertai differensiasi metamorfosa dengan lembaran tersigregasi dan
deformasi yang menimbulkan lineasi dan sekistositas. Subfasies yang termasuk ke dalam fasies sekis
hijau adalah:
a. Kuarsa-albit-muskovit-klorit
b. Kuarsa-albit-epidot-biotit
c. Kuarsa-albit-epidot-almandin

Fasies ini termasuk ke dalam metarmorfosa regional derajat rendah.

Anda mungkin juga menyukai