Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TAKSONOMI BLOOM DAN PENILAIAN AUTENTIK DALAM


PEMBELAJARAN IPA SD
Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti mata kuliah Pendidikan
Kepramukaan yang dibina oleh : Ibu Esti Untari, S.Pd, M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Offering H8

1. Muhammad Sofwan Raharjo (180151602xxx)


2. Novi Ratnasari (180151602225)
3. Nanda Wahyu Herdiyanti (180151602xxx)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRA SEKOLAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
September 2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun telah mampu
menyelesaikan makalah berjudul “Taksonomi Bloom dan Penilaian Autentik
Dalam Pembelajaran IPA SD” penyusun yakin tanpa ridha dan izin-Nya tidak
mungkin makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kehadirat Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya dan
umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Kepramukaan. Penyusun menyadari bahwa selama penulisan makalah ini
penyusun banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu,
penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Esti Untari S.Pd., M.Pd. selaku dosen matakuliah yang telah membantu
penulis selama menyusun makalah ini.
2. Rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini.
3. Semua pihak yang tidak bias disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda.
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang
sifatnya membangun demi kesempurnaannya dan semoga bermanfaat bagi kita
semua.

Blitar, 1 September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Taksonomi Bloom
Secara bahasa Taksonomi sendiri berasal dari kata tassein dan nomos.
Keduanya merupakan bahasa Yunani yang memiliki makna tassein
mengklasifikasi dan nomos berarti aturan. Sementara menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia Taksonomi merupakan klasifikasi bidang ilmu: kaidah dan
prinsip yang meliputi pengklasifikasian objek.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian Taksonomi Bloom
adalah hierarkhi klasifikasi atas aturan atau prinsip dasar. Sedangkan
taksonomi untuk tujuan pendidikan adalah pengklasifikasian terhadap tujuan
pendidikan yang kemudian digunakan untuk merumuskan tujuan
pembelajaran dan tujuan kurikulum.
Taksonomi pendidikan lebih dikenal dengan sebutan “Taksonomi Bloom”.
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-
kawan pada tahun 1956. Sejarahnya bermula ketika pada awal tahun 1950-an,
dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, sebagai kelanjutan kegiatan
serupa tahun 1948, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa
persentase terbanyak butir soal evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di
sekolah hanya meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Hapalan
tersebut sebenarnya merupakan taraf terendah kemampuan berpikir (menalar,
“thinking behaviors”). Artinya, masih ada taraf lain yang lebih tinggi. Bloom,
Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl kemudian pada tahun 1956 merumuskan
ada tiga golongan domain kemampuan (intelektual, “intellectual behaviors”)
yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan
ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar
Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah:
penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan
pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa
domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut
dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan
secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai
tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat
diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.
penjelaskan ketiga domain tersebut adalah:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif)
Cognitive Domain adalah yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan
keahlian mentalitas. Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan
keahlian berpikir yang menggambarkan tujuan yang diharapkan. Proses
berpikir mengekspresikan tahap-tahap kemampuan yang harus siswa kuasai
sehingga dapat menunjukan kemampuan mengolah pikirannya sehingga
mampu mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan. Mengubah teori ke dalam
keterampilan terbaiknya sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru
sebagai produk inovasi pikirannya.
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri
dari dua bagian: Bagian pertama berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian
kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).
a. Pengetahuan ( Knowledge ).
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat
peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi,
prinsip dasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, ketika diminta
menjelaskan manajemen kualitas, orang yang berada di level ini bisa
menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk
yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dan
sebagainya.
b. Pemahaman ( Comprehension ).
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami
gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya.
Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yang diuraikan
dalam fish bone diagram, pareto chart, dan sebagainya.
c. Aplikasi ( Application ).
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan
gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam
kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang
penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yang berada di
tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan
penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram.
d. Analisis ( Analysis ).
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi
yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke
dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor
penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Sebagai contoh,
di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab
meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari
setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam
tingkat keparahan yang ditimbulkan.
e. Sintesis ( Synthesis ).
Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan
mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang
sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi
yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan.
Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu
memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi
berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya
kualitas produk.
f. Evaluasi ( Evaluation )
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap
solusi, gagasan, metodologi, dan sebagainya dengan menggunakan
kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai
efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang
manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yang sesuai
untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai
ekonomis, dan sebagainya.
2. Affective Domain (Ranah Afektif)
Affective Domain berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.
a. Penerimaan ( Receiving/Attending ).
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di
lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan
perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
b. Tanggapan ( Responding ).
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya.
Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan
tanggapan.
c. Penghargaan ( Valuing ).
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu
objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada
internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke
dalam tingkah laku.
d. Pengorganisasian ( Organization )
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di
antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
e. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya
sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor).
Psychomotor Domain berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin,dan lain-lain.
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain
berdasarkan domain yang dibuat Bloom.
a. Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu
gerakan.
b. Kesiapan (Set).
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
c. Merespon (Guided Response).
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk
di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
d. Mekanisme ( Mechanism ).
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil
dengan meyakinkan dan cakap.
e. Respon Tampak yang Kompleks ( Complex Overt Response ).
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola
gerakan yang kompleks.
f. Penyesuaian ( Adaptation ).
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan
dalam berbagai situasi.
g. Penciptaan ( Origination ).
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau
permasalahan tertentu.
2.2 Asesmen Di Kelas Tinggi Dan Kelas Rendah
2.3 Asesmen Kinerja
Kinerja praktikum merupakan pencapaian yang diperoleh siswa setelah
memahami berbagai keterampilan yang dipelajari dan dilatihkan. Penilaian
tersebut dapat memperhatikan aspek proses atau prosedur yang dilakukan dan
atau aspek produk yang dihasilkan serta sikap yang muncul bersamaan dengan
keterampilan untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu. Penilaian
praktikum dapat menggunakan tes tertulis, tes lisan, tes identifikasi, tes
praktikum, daftar centang atau skala penilaian, laporan, atau portofolio
(Doran, 1980; Ebel & Frisbie, 1986; Russell & Harlen, 1990;Gronlund, 1993;
Berg & Giddings, 1992; Nitko, 1996) dalam Sapriati (2006).
IPA terdiri atas substansi dan proses ilmiah dimana keduanya memiliki
tingkat esensial setara sehingga perlu dimasukkan pada kurikulum. Oleh
karenanya, pengujian dan penilaian terhadap pencapaian hasil belajar kedua
hal tersebut, termasuk proses ilmiah pada praktikum, harus dilakukan.
Penilaian hasil belajar aspek substansi dengan tes dan penilaian praktikum
melalui laporan atau tes telah biasa dilakukan. Namun penilaian hasil belajar
proses IPA dan atau praktikum dengan menilai kinerjanya melalui
pengamatan masih jarang dilakukan. Penilaian atau asesmen memerlukan alat
atau instrumen yang valid dan reliabel, yang diperoleh melalui prosedur
pengembangan instrumen yang benar, dan dilengkapi dengan rambu-rambu
penilaian yang jelas.
Asesmen merupakan suatu proses terintegrasi untuk menentukan ciri dan
tingkat belajar dan perkembangan belajar siswa. Menurut Mardapi dalam
Rasyid (2007) bahwa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam asesmen
adalah akurat, ekonomis, dan mendorong peningkatan kualitas pembelajaran.
Oleh karena itu sistem penilaian yang digunakan di setiap lembaga pendidikan
harus mampu (1) memberi informasi yang akurat, (2) mendorong peserta didik
belajar, (3) memotivasi tenaga pendidik mengajar, (4) meningkatkan kinerja
lembaga, dan (5) meningkatkan kualitas pendidikan.
Menurut Linn & Gronlund (1995:6-8) dalam Jacob (2011), proses asesmen
sangat efektif apabila prinsip-prinsip berikut diperhatikan:
a. Menentukan secara jelas apa yang diases memiliki prioritas dalam
proses asesmen.
b. Suatu prosedur asesmen dapat dipilih karena relevansinya terhadap
karakteristik atau kinerja yang diukur.
c. Asesmen komprehensif membutuhkan berbagai prosedur.
d. Penggunaan prosedur asesmen murni membutuhkan suatu kesadaran
keterbatasannya.
e. Asesmen merupakan suatu makna terakhir, bukan suatu makna
terakhir dalam dirinya-sendiri.
Asesmen Kinerja yaitu penilaian terhadap proses perolehan penerapan
pengetahuan dan keterampilan melalui proses pembelajaran yang menunjukan
kemampuan siswa dalam proses dan produk. Asesmen kinerja adalah suatu
prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh
informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah dilakukan dalam suatu
program. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang
ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang
diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja
tersebut. Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya,
hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu
digunakan sebagai basis untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai
perkembangan dari satu pencapaian program tersebut (Marhaeni, 2007).
Menurut Berk (1986) dalam Rasyid (2007), asesmen kinerja adalah proses
mengumpulkan data dengan cara pengamatan yang sistematik untuk membuat
keputusan tentang individu. Asesmen kinerja terutama sangat sesuai dalam
menilai keterampilan proses sains. Keterampilan proses siswa yang dapat
dinilai meliputi keterampilan proses intelektual (seperti keterampilan
observasi, berhipotesis, menerapkan konsep, merencanakn serta melakukan
penelitian, dan lain-lain). Asesmen kinerja sangat tepat bila digunakan dalam
kegiatan praktikum biologi. Bentuk asesmen kinerja yaitu kinerja klasikal,
asesmen kinerja kelompok, asesmen kinerja personal.
Menurut Popham (1995) dalam Rasyid (2007), syarat yang digunakan
untuk menggunakan asesmen kinerja yaitu:
a. Generability, yakni apakah kinerja peserta tes dalam melakukan tugas
yang diberikan sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas-
tugas lain,
b. Authenticity, yakni apakah tugas yang diberikan sudah serupa dengan
apa yang dihadapi dalam praktek kehidupan nyata sehari-hari,
c. Multiple foci, yakni apakah tugas yang diberikan kepada peserta tes
sudah mengukur lebih dari satu kemampuan yang diinginkan,
d. Teachability, yakni apakah tugas yang diberikan merupakan tugas
yang relevan yang hasilnya semakin baik akibat adanya usaha
mengajar pengajar di kelas,
e. Fairness, yakni apakah tugas yang diberikan sudah adil, tidak
mengandung bias berdasar latar untuk semua peserta tes,
f. Feasibility, yakni apakah tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian
keterampilan atau penilaian kinerja memang relevan untuk dapat
dilaksanakan mengingat faktor-faktor seperti biaya, ruangan/tempat,
atau peralatannya,
g. Scorability, yakni apakah tugas yang diberikan nanti dapat skor dengan
akurat dan reliabel, karena salah satu tahap dalam penilaian kinerja
yang sensitif adalah perlakuan dalam pemberian skor.
Asesmen kinerja tidak menggunakan kunci jawaban dalam menentukan
skor, melainkan menggunakan pedoman penskoran berupa rubrik. Untuk
menjamin reliabilitas, keadilan dan kebenaran penilaian maka perlu
dikembangkan kriteria atau rubrik untuk pedoman menilai hasil kerja pebelar.
Rubrik dapat disusun bersama dengan pebelajar, sehingga jelas dasar yang
dipakai untuk menilai.
Tes essay merupakan contoh yang sangat umum dari suatu asesmen
berbasis kinerja, tetapi ada banyak contoh lain, meliputi produksi artistik,
eksperimen dalam sains, presentasi lisan, dan menggunakan matematika untuk
menyelesaikan masalah dunia-nyata. Penekanan pada melakukan, tidak hanya
mengetahui; pada proses dan juga produk. Selain itu, asesmen dari
kemampuan siswa untuk membuat observasi, memformulasikan hipotesis,
mengumpulkan data, dan menggambarkan konklusi saintifik valid dapat
membutuhkan penggunaan asesmen kinerja. Asesmen kinerja menentukan
suatu basis bagi guru dengan mengevaluasi keefektivan proses atau prosedur
yang digunakan (misalnya pendekatan untuk pengumpulan data, manipulasi
instrumen) dan produk yang dihasilkan dari kinerja suatu tugas (misalnya,
laporan hasil lengkap, senikerja lengkap) (Jacob, 2011).
Asesmen kinerja seringkali menunjuk pada asesmen otentik dengan
menekankan bahwa guru mengases kinerja sementara siswa terlibat dalam
pemecahan masalah dan pengalaman belajar yang dinilai dalam kebenaran diri
mereka sendiri, bukan sebagai makna menilai prestasi siswa. Bagaimanapun,
tidak semua asesmen kinerja adalah otentik dalam pengertian bahwa guru
melibatkan siswa dalam menyelesaikan masalah real (Linn & Gronlund,
1995:13) dalam Jacob (2011). Asesmen kinerja diperlukan siswa untuk
mendemonstrasikan keterampilan dengan melakukan secara aktual. Asesmen
kinerja diperlukan untuk mengobservasi dan evaluasi keterampilan.
Menurut UPI (2011), cara melaksanakan asesmen kinerja, dapat
dikelompokkan menjadi:
a. Asesmen Kinerja klasikal digunakan untuk mengases kinerja siswa
secar keseluruhan dalam satu kelas keseluruhan. Menurut Wulan
Asesmen kinerja klasikal terbukti paling mudah dan efisien untuk
digunakan dalam kegiatan praktikum sehari-hari. Format penilaiain ini
paling sederhana dan dapat menilai kinerja siswa secara keseluruhan.
Guru juga dapat memperoleh feed back lebih menyeluruh tentang
keterampilan siswa di kelasnya. Melalui penilaian kinerja klasikal ini,
pencapaian tujuan praktikum dapat dilihat secara umum dan langsung
pada seluruh siswa.
b. Asesmen Kinerja kelompok untuk mengases kinerja siswa secara
berkelompok. Menurut Wulan Asesmen kinerja kelompok sangat
efektif untuk melihat kerjasama di antara anggota kelompok dan
kualitas kerja tim selama kegiatan praktikum. Untuk kemudahan
jalannya asesmen kinerja kelompok. Guru dapat mengawali dengan
hanya mengakses beberapa kelompok sesuai dengan kesanggupan
guru. Sebagian kelompok lainnya dapat dinilai kinerjanya pada
praktikum selanjutnya, sehingga dengan beberapa kegiatan praktikum,
guru dapat menilai kinerja seluruh kelompok.
c. Asesmen Kinerja individu untuk mengases kinerja siswa secara
individu. Menurut Wulan Asesmen kinerja secara individual paling
tepat dipilih untuk mengungkap sikap dan keterampilan personal
siswa. Dengan jumlah siswa yang sangat banyak, asesmen kinerja
individual ini agak sulit dilakukan. Untuk kemudahan proses asesmen
kinerja individual, guru dapat mengawali dengan dengan hanya
mengakses beberapa siswa sesuai kesanggupan guru. Sebagian siswa
lainnya dapat dinilai kinerjanya pada paraktikum selanjutnya sehingga
dengan beberapa kegiatan praktikum guru dapat menilai kinerja
seluruh siswa.
Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas
kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan
cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang
berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas.
Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-
komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen
tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu
pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap
kualitas performansi; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap
aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3)
primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur
dominan dari suatu performansi (Marhaeni, 2007).
Asesmen kinerja pada prinsipnya lebih ditekankan pada proses
keterampilan dan kecakapan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
Asesmen ini sangat cocok digunakan untuk menggambarkan proses,
kegiatan, atau unjuk kerja. proses, kegiatan, atau unjuk kerja dinilai
melalui pengamatan terhadap siswa ketika melakukannya. Penilaian unjuk
kerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap
aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi. Misalnya penilaian terhadap
kemampuan siswa merangkai alat praktikum untuk percobaan sederhana
dilakukan selama siswa merangkai alat, bukan sebelum atau setelah alat
dirancang (UPI, 2011).
Asesmen ini melibatkan aktivitas siswa yang membutuhkan unjuk
keterampilan tertentu dan/atau penciptaan hasil yang telah ditentukan.
Karena itu, metodologi asesmen ini memberi peluang kepada guru untuk
menilai pencapaian berbagai hasil pendidikan yang sebenarnya tidak dapat
dijabarkan dalam tes tertulis. Melalui metodologi ini, asesmen kinerja
memungkinkan guru mengamati siswa saat siswa sedang bekerja atau
melakukan tugas belajar, atau guru dapat menguji hasil-hasil yang dapat
dicapai, serta menilai (judge) tingkat penguasaan/kecakapan yang dicapai
siswa (UPI, 2011).
Asesmen kinerja tidak hanya bergantung pada jawaban benar atau
salah. Sebagaimana halnya dengan asesmen bentuk essay, observasi yang
dilakukan oleh guru dalam rangka melakukan pertimbangan-pertimbangan
subyektif berkenaan dengan level prestasi yang dicapai siswa. Evaluasi ini
didasarkan pada perbandingan kinerja siswa dalam mencapai standar
excellent (keunggulan, prestasi) yang telah dicapai sebelumnya (UPI,
2011).
Sebagaimana tes essay, pertimbangan guru digunakan sebagai dasar
penempatan kinerja siswa pada suatu kesatuan/kontinum tingkatan-
tingkatan prestasi yang terentang mulai dari tingkatan yang sangat rendah
sampai tingkatan yang sangat tinggi. Hal-hal yang harus kita pahami
tentang asesmen kinerja adalah kita mendesain dan mengembangkan
asesmen kinerja untuk digunakan kelak di kelas kita sendiri. Metodologi
asesman kinerja bukanlan suatu obat yang mujarab, bukan penyelamat
guru, dan juga bukan merupakan suatu kunci untuk menilai kurikulum
yang sebenarnya. Asesmen ini semata-mata merupakan alat yang
memberikan cara-cara yang efisien dan efektif untuk menilai beberapa
(bukan keseluruhan) hasil-hasil dari proses pendidikan yang dipandang
berguna (UPI, 2011).
Pada pelaksanaannya, guru dapat mengatur secara fleksibel kinerja-
kinerja yang akan diases dalam kurun waktu tertentu. Misalnya dalam dua
semester guru merencanakan untuk mengases keterampilan setiap siswa
dalam membuat larutan. Guru merencanakan dalam dua semester tersebut
empat kali kegiatan yang menuntut siswa membuat larutan. Maka guru
dapat membagi siswa ke dalam empat kelompok siswa yang akan di akses
Siswa kelompok pertama akan diases pada kegiatan pembuatan larutan
pertama, kelompok berikutnya diases pada pembuatan larutan yang
berikutnya. Sehingga setiap siswa mendapat kesempatan yang sama untuk
dinilai keterampilannya dalam membuat larutan. Asesmen kinerja yang
digunakan oleh guru tersebut adalah asesmen kinerja individu.
Untuk merealisasikan asesmen kinerja ini, dimulai dengan membuat
perencanaan. asesmen kinerja yang meliputi tiga fase penting, yaitu :
 Fase 1 : mendefinisikan kinerja. Pada tahap ini ditentukan jenis kinerja
apa yang ingin dinilai. Misalnya kemampuan menggunakan mikroskop
dapat diurai menjadi: membawa mikroskop dengan benar,
menggunakan lensa dengan pembesaran kecil terlebih dahulu,
mengatur pencahayaan, memasang preparat, dan memfokuskan
bayangan benda.
 Fase 2 : mendesain latihan-latihan kinerja. Setelah kinerja yang akan
dinilai ditentukan tahap berikutnya adalah menyediakan pembelajaran
yang memungkinkan aspek kinerja yang akan dinilai dapat muncul.
Misalnya guru akan menilai kemampuan menggunakan mikroskop,
maka KBM yang dipersiapkan adalah praktikum dengan menggunakan
mikroskop.
 Fase 3 : melakukan penskoran dan perekaman/pencatatan hasil
Assesman kinerja bersifat lugas (fleksibilitas) dalam pengembangan
bagian-bagiannya, tetapi ada beberapa yang perlu diperhatikan yaitu ketika
meninjau faktor-faktor konteks dalam rangka pengambilan keputusan
tentang kapan mengadopsi metode-metoda assesman kinerja. Pada
dasarnya faktor-faktor utama yang dipertimbangkan dalam proses seleksi
assesman sesuai dengan sasaran prestasi untuk siswa dan juga dengan
metodologi assesman kinerja. Dalam klasifikasi kinerja, pemakai bebas
memilih dari suatu rentangan sasaran prestasi yang mungkin, dan asesmen
kinerja dapat difokuskan pada sasaran-sasaran khusus dengan mengambil
tiga keputusan desain: merumuskan jenis kinerja yang
dinilai,mengidentifikasi siapa yang akan dinilai; dan menetapkan kriteria
kinerja (UPI, 2011).
Kegiatan dalam komponen pengembangan latihan harus dipikirkan
hal-hal yang menyebabkan siswa melakukan perbuatan tertentu yang dapat
merefleksikan tingkat penguasaan/kecakapan/prestasi yang dicapai.
Karena itu, dalam hal ini harus dipertimbangkan hakekat latihan,
banyaknya latihan yang dibutuhkan, dan petunjuk-petunjuk aktual bagi
siswa untuk melakukan latihan tersebut. Dalam hal penskoran, penilaian
sebaiknya dilakukan oleh lebih dari satu orang agar faktor subjektivitas
dapat diperkecil dan hasil penilaian lebih akurat. Penilaian unjuk kerja
dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ya – tidak) atau skala
rentang (sangat baik -baik – agak baik- tidak baik).
Pada penilaian unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, siswa
mendapat nilai apabila kriteria penguasaan kemampuan tertentu dapat
diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, siswa tidak memperoleh
nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan
mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati. Dengan
demikian nilai tengah tidak ada. Penilaian unjuk kerja yang menggunakan
skala rentang memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap
penguasaan kompetensi tertentu karena pemberian nilai secara kontinuum
di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua (UPI, 2011).

Anda mungkin juga menyukai