Anda di halaman 1dari 3

Nama : - Muhammad Jufani (20180510074)

- Radityan Aufaadaffa Andiraputra (20180510083)

- M. Adhi Darmala (20180510069)

Mata Kuliah : Politik Luar Negeri

Kelas :H

Pendekatan Politik Luar Negeri Terbagi menjadi 3 yaitu :

1). Statis ( State – Sentris )

Merupakan sebuah pandangan yang menganggap bahwa negara sebagai satu – satu nya yang
punya otoritas dan menjadi agen kekuatan domestik, dan juga mereka menganggap bahwa
organisasi maupun individu dianggap tidak mempunyai kapasitas . NGO,MNC dan lainnya
diabaikan dalam pendekatan ini karena tidak anggap tidak mempunyai otoritas apa-apa dalam
segala kebijakan.

2.) Societal

Berlawanan dengan dengan pendekatan pertama, pendekatan societal mengasumsikan bahwa


kelompok-kelompok masyarakat dalam negara memainkan peran penting dalam kelanjutan
politik luar negeri. Pendekatan ini terdiri dari 2 model yaitu pluralis dan blok sosial. Blok
pluralis berasumsi bahwa para pemimpin politik sangat ingin menjaga tingkat dukungan
domestik yang tinggi, yang merupakan syarat utama untuk menjaga dan memaksimalkan
pengaruh mereka dalam dan pada pembuatan keputusan politik luar negeri. Sedangkan model
blok sosial melibatkan peranan pers, organisasi non-pemerintah, dan kelompok-kelompok
lain dalam masyarakat sebagai kelompok penekan dalam mengendalikan, bahkan
mengarahkan permasalahan dan substansi pembuatan politik luar negeri.

3). Transnasional

Beranggapan bahwa Kelompok sosial dengan kepentingan dan tujuan yang sama akan
membentuk koalisi politik yang melampaui batas – batas negara, disini juga menekan kan
akan adanya masyrakat global.
Contoh Politik Luar Negeri State Sentris :

Indonesia Keluar Dari PBB dan Politik Luar Negeri Yang Agresif Ala Soukarno

Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia sejak Soekarno menyatakan “Ganyang Malaysia”


pada 1963, karena ketidaksetujuan Soekarno terhadap pembentukan Negara Federasi
Malysia, di mana Kalimantan Utara masuk kedalamnya, sedang ada embel kolonialisme
Inggris, menjadikan PBB sebagai dewan Internasional tentunya tidak tinggal diam beberapa
perundingan dan Konferensi Tingkat Tinggi terus diupayakan PBB.

Tak ayal, keterlibatan PBB ini tentu pada awalnya disambut baik oleh Indonesia, hampir
semua perundingan Indonesia tidak pernah absen. Seperti misi PBB yang mengatur Self
Determination, atau hak para negara bagian untuk memutuskan nasibnya sendiri, diikuti
dengan baik oleh Indonesia, sedang Malaysia sekonyong-konyong pada 16 September
mengumumkan pembentukan Negara Federasi Malaysia, maka Indonesia menganggap itu
salah satu hal yang mencoreng wibawa PBB.

Kekecewaan itu berlanjut ketika menyampaikan pidatonya di hadapan Majelis Umum PBB,
Presiden Soekarno mendesak agar markas besar PBB dipindahkan ke tempat yang bebas dari
suasana perang dingin. Piagam PBB ditinjau kembali dan disesuaikan dengan tuntutan zaman
pembangunan bangsa-bangsa yang berlandaskan ajaran pancasila, organisasi dan
keanggotaan dewan keamanan dan lembaga PBB lainnya mencerminkan bangkitnya negara-
negara sosialita ataupun berkembangnya dengan cepat kemerdekaan negara-negara Asia-
Afrika, sekertariat PBB yang dipimpin Sekertaris Jendral.

Hal tersebut jelas menunjukan bahwa pihak Indonesia merasa tidak puas dengan PBB.
Namun, ternyata usulan-usulan yang dikemukakan oleh Indonesia tersebut tidak mendapat
sambutan yang serius dari pihak PBB.

Hal ini semakin memperbesar ketidaksukaan Indonesia kepada PBB. Usaha yang dilakukan
Inggris untuk menjadikan Malaysia sebagai anggota tetap dewan keamanan PBB, membuat
Presiden Soekarno geram. Klimaksnya pada 7 Januari 1965 dalam pidatonya Presiden
Soekarno menyatakan, “Maka sekarang karena ternyata bahwa Malaysia dijadikan menjadi
anggota dewan keamanan, saja menjatakan Indonesia keluar dari PBB.”
Kasus tentang keluarnya Indonesia dari PBB jika dilihat dari pendekatan statis maka jelas
alasannya ialah karena yang menjadi aktor utama disini ialah Negara, yang mana pada saat
itu Indonesia diwakili oleh Presiden Soekarno menyatakan kekecewaannya pada PBB dan
keluar dari PBB. Alasan kedua adalah Indonesia pada saat itu tidak memperhitungkan
peranan aktor diluar Negara dan percaya bahwa Negara lah yang mempunyai otoritas dalam
menentukan kemana Negara akan bergerak

Anda mungkin juga menyukai