Anda di halaman 1dari 3

KOPI BENNY 39

Jangan sia – siakan waktu, karena waktu tak pernah kembali

Ketepatan waktu adalah kesopanan para raja. (Louise ke-17)

Anda pasti tidak asing dengan merek mobil Toyota. Toyota merupakan penguasa pasar otomotif
terbesar di Indonesia dan salah satu raksasa otomotif dunia.

Dengan jumlah karyawan lebih dari 370 ribu, Tahun 2019 silam, pabrikan asal Jepang ini berhasil
menjual 10,74 juta mobilnya di seluruh dunia, dan lebih dari dari 200 juta mobil terjual hingga 2014.
Toyota hanya kalah dengan Volkswagen yang menduduki peringkat pertama.

Banyak yang berdecak kagum dengan kemampuan Toyota untuk berkembang menjadi raksasa otomotif
terbesar kedua di Dunia. Mengalahkan banyak perusahaan otomotif asal Eropa dan Amerika yang sudah
lebih dulu mapan.

Apalagi perusahaan yang berdiri tahun 1937 ini pernah hancur lebur. Karena Jepang harus menderita
kekalahan besar di Perang Dunia II setelah 2 kotanya dihancurkan sekutu dengan Bom Atom. Kekalahan
itu bagaikan kiamat bagi seluruh industri di Jepang. Termasuk Toyota.

Apa rahasia kebangkitan Toyota?

Toyota mengembangkan metode baru yang diambil dari filosofi kecepatan dan ketepatan waktu.
Metode ini diberi nama Just In Time (JIT), yang kemudian lebih dikenal sebagai Toyota Production
System (TPS)

Bagaimana cara kerjanya?

Kata kunci Just In Time adalah: cara memanajemen waktu sebaik mungkin untuk melakukan apa yang
dibutuhkan, kapan dibutuhkan,dan dalam jumlah berapa. Sehingga dengan demikian dapat menghindari
beban yang berlebih, menjaga kosistensi, dan mengurangi waste sebanyak mungkin. Inilah strategi lean
manufacturing company.

Toyota hanya memproduksi kendaraan berdasarkan pesanan yang diterima melalui dealer. Dalam
proses produksi, Toyota hanya akan memesan bagian-bagian yang dibutuhkan. Pengaturan dibuat
sedemikian rupa, sehingga pembuatan dan transportasi suku cadang berlangsung pada waktu yang
dibutuhkan (just in time).

Semua sudah diatur dalam koridor waktu yang tepat dan ketat. Disiplin. Anda bisa bayangkan bila satu
elemen tidak disiplin terhadap ketepatan waktu? Maka semua pengaturan tadi akan berantakan.

Metode Just In Time memungkinkan Toyota untuk meminimalkan persediaan suku cadang kendaraan.
Sehingga, tidak ada sisa bahan baku, atau spare part yang tidak dimanfaatkan. Sangat efisien.
Metode inilah yang kemudian dicontoh oleh banyak perusahaan raksasa lainnya. Seperti Hewlett-
Packard (HP), Motorola (MSI), General Electric (GE) dan banyak perusahaan lainnya.

Sayangnya, budaya kita belum terlalu menghargai ketepatan waktu. Meeting saja masih sering telat.
Bukan Cuma 5 menit atau 10 menit. Tapi telat sampai 1 jam, atau kadang 2 jam sudah dianggap hal
yang biasa.

Makin penting dan makin punya kedudukan, makin lama molornya. Seolah-olah ingin bilang “Waktuku
sangat berharga, waktu kalian tidak berharga”. Padahal efisiensi dan efektifitas sangat erat
hubungannya dengan manajemen waktu. Sepertinya budaya ini sudah terlanjur berakar.

Tidak disiplin waktu ini membuat banyak perusahaan terpuruk saat Indonesia dilanda pandemi Virus
Corona (Covid-19). Banyak perusahaan yang terpaksa gugur, tutup, karena tidak efisien. Inventory
menumpuk. Karena tidak dikelola dengan baik.

Kita ambil 1 contoh. Ramayana baru tumbang. Melakukan PHK terhadap karyawannya. Perusahaan
retail ini tak bisa melakukan metode Just In Time, karena mereka harus punya stok barang dalam jumlah
yang besar. Sehingga kesulitan menjaga cash flow.

Tidak hanya retail, industri lain juga menghadapi masalah yang sama. Stok barangnya menumpuk, tapi
tak bisa diproduksi, atau dijual. Akhirnya mereka mengalami kesulitan Cash Flow, dan memilih
menyerah. Gulung tikar.

Sementara perusahaan online masih mampu bertahan. Tanpa sadar mereka telah memanajemen waktu
dengan sangat baik. Mereka tidak menumpuk barang. Kuncinya adalah waktu yang efisien.

ATB sendiri sudah terbiasa melakukan semua hal dengan tepat waktu. Yang paling sederhana, adalah
saat meeting-meeting. Tidak pernah ada yang molor. Mau itu 5 menit, atau 10 menit. Bagi mereka yang
terlambat, ya harus ditinggalkan. Kami tidak pernah punya budaya menunggu.

Saat ini dengan banyaknya orang yang menerapkan Work From Home (WFH), maka mereka tidak akan
punya akses masuk ketika meeting dengan metode Video Confrence. Semua harus tepat waktu. Tidak
ada alasan macet. Yang ada hanya tidak disiplin. Ternyata bencana Covid – 19 bisa mampu merubah
budaya.

Budaya menghargai waktu ini kami anggap penting. Sehingga harus dicontohkan melalui pemimpin-
pemimpin yang ada di dalam perusahan. Dengan demikian, kebiasaan ini akan terus menular hingga
tingkat paling bawah.

Tidak hanya itu, perusahaan juga memberikan dorongan melalui pemberian insentif. Siapa saja yang
tidak pernah terlambat masuk kantor selama setahun, akan mendapat insentif khusus. Ini untuk
menjaga agar semua karyawan dapat menghargai waktu.
Selain itu, semua performa kerja juga diukur melalui Key Performance Index (KPI) yang ketat. Di
dalamnya termasuk mengatur mengenai waktu maksimal yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah
pekerjaan.

Misalnya, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penanganan masalah dan keluhan pelanggan,
penanganan kebocoran, dan pekerjaan-pekerjaan lain. Semua diatur dalam koridor waktu yang ketat.
Tidak boleh lebih dari waktu yang ditentukan. Tahun 2019 pengananan keluhan hanya membutuhkan
waktu rata – rata 2.96 hari dari target 6 hari. Beginilah kami menghargai waktu.

Pembacaan meter juga diatur sedisiplin mungkin. Petugas ATB membaca sekitar 300 ribu meteran
dalam sebulan. Semuanya harus bisa selesai dikerjakan hanya dalam waktu 20 hari.

Pekerjaan ini butuh ketepatan waktu yang ketat. Tak boleh lebih cepat, dan tak boleh lebih lambat.
Karena akan memberikan dampak kepada akurasi pembacaan meter.

Itulah sebabnya ATB bisa bertahan, di tengah cobaan yang berat seperti ini. Tidak hanya karena Pandemi
Corona saja. Tapi ATB juga terbukti survive ketika tidak ada penyesuaian tarif air bersih selama 10 tahun
terakhir. Padahal, inflasi yang terjadi selama kurun waktu tersebut sudah lebih dari 40 persen!

Mengapa? Karena ATB adalah perusahaan yang efisien. Semua dilakukan dengan waktu yang terukur.

Kita harus sama-sama sadar, bahwa waktu adalah satu-satunya hal yang tidak bisa dibeli. Semua orang
diberi waktu yang sama. 24 jam sehari. Tidak kurang, tidak lebih. Oleh sebab itu, kita harus mampu
memanajemen waktu sebaik-baiknya.

Budaya menghargai waktu adalah budaya yang harus dijalankan. Tidak hanya supaya Anda bisa sukses,
tapi karena kita juga harus menghargai waktu orang lain.

Masihkah kita tidak menghargai waktu untuk kemajuan dan kejayaan bangsa ini?

Mari kita pikirkan.

Salam Kopi Benny. (*)

Anda mungkin juga menyukai