Anda di halaman 1dari 6

The Toyota Way: Konsistensi Toyota dalam Mencapai Sukses

Toyota Production System (Lean Manufacturing) adalah rahasia sukses manufaktur mobil
terbesar di dunia tersebut.

Toyota Group telah berkembang menjadi salah satu korporasi konglomerat multinasional
sejak organisasi tersebut berkembang dan melebarkan sayap di pasar dunia. Toyota
menggantikan posisi General Motors (GM) menduduki posisi perusahaan produsen
kendaraan bermotor terbesar di dunia pada tahun 2008. Mereka juga memegang titel
perusahaan produsen mobil dengan pendapatan terbesar seiring dengan perkembangan
angka penjualan yang terus meningkat di AS dan seluruh dunia.

Penghargaan Tinggi untuk Kreatifitas
Belajarlah seakan Anda akan hidup selamanya, itulah filosofi yang diinginkan perusahaan
sekaliber Toyota untuk seluruh karyawannya. Toyota menjalankan bisnisnya dengan
konsentrasi penuh mengejar yang terbaik; bagi mereka hari ini harus lebih baik dari
kemarin. Karena itulahknowledge management merupakan faktor penting di Toyota.
NAMA : NASYEH TAUFIQ
NIM : 031000219
PRODI : ELEKTROMEKANIK
TUGAS : PMLI
Dominasi pasar hanyalah sebagian dari seluruh perjalanan panjang. Lebih dari itu, Toyota
telah membuktikan kepada dunia bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menulis ulang
aturan-aturan dalam industri dan bisnis.
Taiichi Ohno, mantan executive vice president di Toyota Corporation, seorang tokoh
kunci yang merumuskan Toyota Production System (Lean Manufacturing), mengatakan
bahwa: Ada yang salah kalau karyawan tidak memperhatikan apa yang ada di sekelilingnya,
menemukan hal-hal yang monoton atau membosankan, kemudian menulis ulang prosedur
yang ada. Manual bulan lalu pun seharusnya sudah usang. Karena itulah
seluruh manajemen dan eksekutif di Toyota menyadari bahwa elemen penting yang harus
diperhatikan demi menjaga utuhnya budaya yang telah berlangsung bertahun-tahun di
Toyota adalah mendorong karyawan mencari cara-cara baru yang berbeda dalam
berkontribusi.
Toyota mendidik karyawannya agar mereka menumbuhkan rasa memiliki (sense of
belonging); tujuannya adalah karyawan merasa bahwa mereka sedang menjalankan
perusahaan milik sendiri dan karena itulah akan melakukan pekerjaannya dengan sepenuh
hati dan terus berimprovisasi. Dengan demikian, karyawan didorong untuk memahami
bahwa produksi adalah sebuah sistem alih-alih serangkaian urutan kejadian yang terpisah,
serta menggambarkan standardisasi sebagai gerakan spiral yang terus bergerak ke atas.
Dengan knowledge management ability dan sense of belonging yang tinggi makan efisiensi
dan efektifitas produksi tertinggi akan tercapai. Inti filosofi Toyota adalah singkirkanlah
proses dan aktivitas tanpa nilai tambah.
Jika karyawan hanya melakukan apa yang diperintahkan, Anda akan terus
menemukan cacat di akhir proses produksi, Mitsuo Kinoshita, mantan executive vice
president Toyota. Kami ingin karyawan punya inisiatif dan berpikir kreatif dan
mengedepankan kualitas selama proses produksi berlangsung.
Jajaran manajemen dan eksekutif di Toyota menaruh minat khusus pada
pengembangan sumber daya manusia. Mereka yakin bahwa hal tersebut sudah menjadi
tanggung jawab, bahkan takdir mereka sebagai perusahaan yang berambisi untuk selalu
berimprovisasi. Individu dengan pola pikir pemberontak dan mudah puas tidak punya
tempat di Toyota; dimana setiap aspek bisnis yang paling baik sekalipun masih bisa
diperbaiki dan dikembangkan. Mereka menganggap pikiran yang mengatakan bahwa suatu
proses atau fungsi yang tidak dapat diperbaiki lagi (karena sudah cukup baik) sebagai suatu
bentuk pengkhianatan kepada perusahaan. Sisi ekstrem yang dimiliki Toyota inilah yang
menempatkan mereka di posisi terdepan dalam kancah bisnis dunia.

Prinsip Rendah Hati dan Saling Menghormati
Kebangkitan Toyota diwarnai stabilitas, pertumbuhan, dan evolusi yang terus berlanjut di
atas dasar struktur manajemen yang memberdayakan karyawan, menempatkan manajer
dan pemimpin sebagai fasilitator dan pelatih, bukan diktator. Mereka menjunjung tinggi
prinsip persamaan derajat. Dalam berbagai rapat yang melibatkan manajemen dan
karyawan, pertanyaan dilontarkan secara profesional namun tetap rendah hati sesuai
dengan filosofi Toyota. Dalam beropini atau bertanya, karyawan diharapkan untuk
menghindari dugaan atau gosip yang tidak berdasar serta harus memberikan fakta untuk
melakukan lebih banyak riset.
Jika terjadi masalah, karyawan harus mengkomunikasikannya kepada para superior
sambil mencari peluang dan solusi untuk menyelesaikannya. Dalam setiap pembahasan,
perlu dilakukan penekanan terus-menerus untuk kembali ke sumber permasalahan dan
memaksa manajer atau eksekutif turun untuk mencari fakta dan membantu menemukan
solusi. Ramuan ajaib Toyota tidak hanya mengenai pendapatan dan turnover per-kuartal,
tapi juga tentang mengembangkan karyawan dalam aktivitas sehari-hari mereka. Bagi
perusahaan, sistem penanganan karyawan baru sama pentingnya dengan sistem perakitan
komponen di pabrik-pabrik Toyota. Rahasia suksesnya terletak kepada cara mereka
menjalankan bisnis yang berdasar kepada rasa hormat kepada karyawan.
Walaupun mendapat bayaran tinggi, para eksekutif Toyota tidak digaji setinggi atlet
profesional, apalagi gaji eksekutif di perusahaan kompetitor. Sesuai dengan prinsip ketika
peusahaan tersebut baru berdiri: kerendahan hati, berhemat, dan rasa hormat. Mereka
menghindari manajer dan karyawan yang hanya berambisi mengejar bayaran tinggi
dan profit jangka pendek, yang hanya fokus kepada keuntungan pribadi, karena orang-orang
seperti itu hanya akan menghambat perusahaan untuk berkembang. Toyota menghindari
elitisme dan kepemimpinan yang otoriter; kami menawarkan pengajaran langsung dalam
lingkungan yang demokratis, kata Tatusro Toyoda. Dengan ini, Toyota menerapkan budaya
yang tidak mementingkan jajaran manajemen semata, namun juga seluruh karyawan. Itulah
yang membedakan Toyota dengan perusahaan lain: mereka memperlakukan orang lain
dengan penuh hormat dan menghargai setiap usaha yang diberikan untuk melestarikan
budaya tersebut.

Prinsip Anti Boros
Toyota amat mementingkan efisiensi dan melakukan perencanaan bisnis yang
matang demi mencapainya. Motto mereka adalah tidak kurang dan tidak lebih. Produk,
misalnya mobil, hanya dibuat berdasarkan permintaan saja. Seluruh hal yang menyangkut
produksi secara otomatis juga mengikuti prinsip ini. Suplai komponen dilakukan jika ada
rencana produksi barang saja, dan produksi barang dilakukan jika ada demand dari pasar.
Hal ini bertujuan meminimalisirpemborosan atau waste (muda) dalam sistem produksi
Toyota.
Prinsip zero waste juga selalu diusung dalam setiap detil kegiatan di perusahaan. Jika
mereka bisa menghemat 1 detik pada lead time, atau mungkin satu langkah kaki karyawan
dalam proses produksi, mereka akan benar-benar melakukannya. Cara berpikir efisien ini
tidak hanya berlaku di pabrik; bahkan hingga ke kafetarianya, dimana semua sampah harus
didaur ulang. Hal ini terbukti berlangsung secara konstan, karena Toyota juga dikenal
sebagai salah satu perusahaan yang nyaris tidak pernah mengeluarkan limbah di
pembuangan akhir.
Sebagai perusahaan, Toyota bukan tidak pernah berbuat salah. Dalam setiap proses
pasti ada saja hal-hal yang luput dari kesempurnaan. Namun bedanya, di Toyota, percikan-
percikan yang berpotensi menimbulkan masalah harus ditangani sedini mungkin, agar tidak
sempat membesar menjadi problema. Dalam pemenuhan prinsip hari ini lebih baik dari hari
kemarin Toyota menekankan kepada seluruh aspek bisnisnya untuk mendahulukan
penanganan masalah. Jika masalah sudah tertangani dengan baik, proses akan dapat
kembali stabil.

Pemasaran yang Berbasis Kepada Kepuasan Pelanggan
Dalam memasarkan produk, Toyota bukan tipe perusahaan yang berambisi mengejar
penjualan tertinggi. Tidak seperti beberapa perusahaan manufaktur mobil lainnya yang
mendefinisikan sukses sebagai pencapaian angka penjualan tinggi__yang berbuntut kepada
diskon besar-besaran__Toyota selalu berusaha menjaga eksklusifitas produknya di mata
publik dengan cara mempertahankan harga. Fokus Toyota lebih kepada kepuasan
pelanggan. Harapannya pelanggan akan rela membayar harga yang reasonable untuk
produk yang berkelas dan berkualitas prima.
Tujuan kami bukanlah menjual mobil sebanyak-banyaknya, ungkap Jim Press, COO
dari Toyota Motor Corporation.Yang paling penting adalah memberi kualitas kepada
pelanggan. Kalau kami melakukan pekerjaan dengan baik, penjualan akan meningkat, tetapi
tujuan kami bukanlah penjualan dan keuntungan yang lebih besar. Kami bekerja untuk
pelanggan. Kami berusaha memberi mereka ketenangan hati. Menang berarti mendengar
dan menanggapi konsumen, bukan hanya mengatakan kepada mereka apa yang mereka
butuhkan atau harus inginkan.
Demi memuaskan konsumennya, Toyota rela menempuh jarak ekstra dan memberi
lebih dari yang diharapkan pelanggan. Hal ini mereka lakukan dengan tetap memegang
prinsip rendah hati; tanpa iklan besar-besaran dan janji-janji muluk. Mereka berpendapat,
dengan sendirinya konsumen akan merasakan kualitas produk mereka dan kelebihan
tersebut akan menyebar dari mulut ke mulut. Inilah sisi cerdiknya; pemasaran yang
dilakukan dari mulut ke mulut oleh pelanggan terbukti jauh lebih efektif dibandingkan
pemasaran oleh perusahaan lewat cara konvensional.

Belajar dari Kesalahan
Namun Toyota bukanlah perusahaan tanpa cacat. Seperti diketahui, pada tahun
2010 lalu Toyota terkena kasus cacat produksi, dimana terjadi kesalahan yang terjadi pada
sistem rem dan pedal gas pada mobil Toyota yang menyebabkan banyak kecelakaan dan
cedera dialami oleh pengguna mobil. Awalnya Toyota menyangkal, namun akhirnya mereka
mutuskan untuk melakukan recall terhadap lebih dari 8 juta unit mobil yang telah terjual,
dan menunda penjualan delapan model mobilnya di AS, termasuk yang terlaris yaitu Camry.
Karena kesalahan tersebut tentu saja pangsa pasar mobil di AS segera berubah. Semula
Toyota berada pada posisi kedua setelah GM, maka kini diprediksi Toyota akan turun ke
posisi ketiga dengan GM tetap pada posisi tertinggi dengan penguasaan pangsa pasar
sebesar 18,1%, Fordnaik ke posisi kedua dengan pangsa pasar sebesar 16,6%, sedangkan
Toyota menduduki posisi ketiga dengan 16,5%.
Sementara Toyota sedang terbelit masalah, pesaingnya yaitu GM yang merupakan
produsen mobil terbesar di AS melakukan manuver ekstrim untuk menerkam pelanggan
Toyota. GM menawarkan potongan harga sebesar US$1000 bagi pemilik mobil Toyota jika
mereka ingin beralih kepada mobil produksi GM. Namun Toyota tidak mau tinggal diam
begitu saja. Walaupun mengalami kerugian sebesar 2 milyar dolar AS dan denda sebanyak
16,4 juta dolar AS, Toyota segera melakukan identifikasi masalah yang ditemukan pada
pedal gas dan rem.
Ketika akar masalah telah ditemukan, Toyota segera menjalankan gerakan kampanye
global demi mempertahankan citra perusahaan. Ketika akhirnya dinyatakan bersalah, pihak
Toyota meminta maaf kepada pelanggannya di AS, dimana presiden Toyota, Akio
Toyoda sendiri yang menyampaikan rasa sesal; bahkan ia sampai menangis saat itu. Setelah
itu Toyoda langsung membentuk panitia khusus yang bertugas untuk meninjau ulang dan
memperbaiki sistem internal mereka, sambil menjalankan pengendalian mutu dengan ketat.
Proyek ini dipimpin oleh Toyoda sendiri.
Para pengamat memperhatikan bahwa Toyota kini menjadi lebih agresif dalam
menangkap kemungkinan cacat demi pelanggannya, walaupun mengakui bahwa kasus
tersebut telah merusakbranding-nya sebagai produsen mobil berkualitas. Sejak kasus
tersebut, Toyota menunjuk pejabat khusus yang menangani kontrol kualitas di setiap tingkat
regional, dan mereka telah menjalankan langkah-langkah baru untuk merespon lebih cepat
terhadap laporan masalah pada kendaraan. Dengan ini, pengamat memandang bahwa
Toyota sedang melakukan hansei (critical self reflection), dan sisi positifnya yaitu
perusahaan tersebut bersedia melakukan pembelajaran tanpa akhir, sesuai dengan filosofi
yang mereka usung.

Sumber:
http://shiftindonesia.com/lean-six-sigmathe-toyota-way-konsistensi-toyota-dalam-
mencapai-sukses/
HowToyotaBecame #1 : Menguak Rahasia Kesuksesan Perusahaan Mobil Terbesar Dunia
(buku oleh David Magee)

Anda mungkin juga menyukai