Anda di halaman 1dari 22

Just In Time, Toyota Production System, dan Lean Operation pada

PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR

Disusun Oleh :

Gilang Maulana 1405645430


Mikael Wil Iskandar Siahaan 1406645696

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2014

i
Statement of Authorship

Saya/kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah

murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya/kami gunakan

tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan /digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada

mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami menyatakan

dengan jelas penggunaannya.

Saya /kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau

dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata Ajaran : Pengantar Manajemen Operasi

Judul Makalah : Just In Time, Toyota Production System, dan Lean Operation pada PT.

ASTRA DAIHATSU MOTOR

Tanggal : 27 April 2017

Dosen : Juliana Rouli

Nama : Gilang Maulana / 1405645430

Tandatangan :

Nama : Mikael Wil Iskandar Siahaan / 1405645696

Tandatangan :

ii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul i
Statement Of Authorship ii
Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 3

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 JIT, TPS, dan Lean Operation 4
2.2 JIT 8
2.3 Toyota Production System 10
2.4 Lean Operations 11

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Implementasi TPS pada ADM 12
3.2 Implementasi JIT apda ADM 14
3.3 Implementasi Lean Operations pada ADM 16

BAB III KESIMPULAN


4.1 Kesimpulan 18

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Persaingan yang ketat dalam dunia usaha, terutama sektor industri otomotif, membuat PT

Astra Daihatsu Motor (ADM) sebagai salah satu agen tunggal pemegang merek (ATPM) besar di

Indonesia terus mengembangkan dan meningkatkan kinerjanya, terutama pada sistem produksi

yang mereka pakai. Hal tersebut menjadi sangat penting, karena permintaan pasar akan produk

berkualitas dengan harga yang kompetitif menjadikan para pesaing dari ADM melakukan

berbagai cara untuk melakukan penghematan yang diikuti dengan peningkatan kualitas secara

simultan.

Peningkatan kualitas dan produktivitas, penghematan di semua lini, serta perbaikan yang

terus-menerus, bisa didapatkan salah satunya dengan menerapkan startegi sistem operasi yang

berkaitan dengan inventory. Strategi yang digunakan bisa beragam, beberapa diantaranya adalah

Just In Time (JIT), Toyota Production System (TPS), maupun Lean Operation, yang sudah

terbukti bisa meningkatkan penghematan biaya, namun tetap menjaga kualitas produk.

1,400,000.00

1,200,000.00

1,000,000.00

800,000.00

600,000.00

400,000.00

200,000.00

0.00
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Production Sales

Gambar 1:.Penjualan dan Produksi mobil di Indonesia 2007 - Feb 2017, sumber Gaikindo

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa produsen-produsen mobil di Indonesia

memproduksi jumlah yang tidak jauh berbeda dari apa yang diminta pasar. Ini merupakan prinsip

dasar dari JIT, yaitu memproduksi jenis-jenis barang sejumlah yang diminta dan pada waktu

1
tertentu oleh para konsumen. Dengan menggunakan JIT, kebutuhan pasar yang sangat bervariasi

dapat dipenuhi dalam jumlah yang tepat, dalam waktu yang sesuai dengan permintaan pasar.

ADM sebagai pemain besar juga menerapkan JIT, yang kemudian lebih luas menjadi

Lean Operation pada sistem operasinya. Bentuk terbaru dari JIT itu sendiri adalah TPS yang

juga diaplikasikan di ADM. Mereka melakukan itu semua untuk memenuhi visi mereka, yaitu

menjadi basis produksi global utama untuk Grup Daihatsu/Toyota yang sama dengan standar

kualitas pabrik di Jepang. Hal tersebut sudah bisa dilihat dari pencapaian Daihatsu dengan

produksi 537.415 unit pada tahun 2016, termasuk lini produk Toyota, merupakan yang terbesar

di Indonesia.

Dengan visi global tentunya Daihatsu tidak hanya menjadikan standar lokal sebagai

standar kerja mereka. Standar yang tinggi dibutuhkan untuk mengakomodir permintaan akan

jumlah maupun kualitas produk yang baik, dari dalam maupun luar negeri. Oleh sebab itu, ADM

juga menambahkan beberapa sistem baru yang mendukung terlaksananya lean operation, salah

satunya seperti Junbiki, yang merupakan penerapan strategi persediaan zero inventory pada lini

produksi.

1. 2 Rumusan Masalah

Walaupun sistem yang digunakan oleh ADM tergolong sudah memadai, tetapi untuk

menggunakan JIT secara lebih baik masih ada beberapa kendala, seperti:

1. Terbatasnya area produksi di lini produksi.

2. Kebutuhan manpower yang meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

pasar.

3. Kebutuhan material handling untuk menangani permasalahn yang timbul akibat

kesalahan baik dari suppliers maupun internal

4. Penggunaan kartu kanban, transportasi yang buruk, dan permasalahn lainnya yang

muncul dari suppliers, seiring bertambahnya jumlah suppliers yang signifikan dari

tahun sebelumnya.

Dari beberapa permasalahan diatas, penulis ingin membahas tentang dua poin utama:

1. Apa yang dimaksud dengan JIT, TPS, dan Lean Production ?

2
2. Bagaimanakah penerapannya dalam proses produksi di ADM, dalam rangka

mengatasi berbagai permasalahan yang ada ?

1. 3 Tujuan Penulisan

Makalah ini memiliki dua tujuan utama:

1. Menjelaskan apa yang dimaksud sebagai salah satu strategi sistem operasi terkait

inventory, yang didalamnya ada Just In Time (JIT), Toyota Production System (TPS),

dan Lean Operation.

2. Menunujukan penerapannya pada PT Astra Daihatsu Motor.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 JIT, TPS, dan Lean Operation

Prinsip dari JIT, TPS, dan Lean Operation adalah untuk memproduksi jenis barang

sejumlah yang diminta, pada saat yang dibutuhkan oleh konsumen. Untuk itu perlu adanya

menghilangkan limbah, menghilangkan variabilitas, dan memaksimalkan throughput. Ketiga hal

tersebut bisa dicapai dengan terus melakukan evaluasi, pengembangan yang berkelanjutan, serta

memahami customer terkait kebutuhan mereka.

Menghilangkan Limbah

Persediaan merupakan musuh besar dari JIT/TPS/lean operation, baik persediaan dalam

proses maupun produk jadi yang berlebih. Selain itu, persediaan tidak akan menambah nilai guna

bagi customer. Persediaan merupakan salah satu limbah yang perlu dihindari, karena tidak

menambah nilai guna. Dalam proses manufaktur dikenal delapan limbah yang harus dihindari,

yang sering disingkat dengan DOWNTIME (Defect, Over production, Waste, Not utilize,

Transportation, Inventory, Motion, Extra process).

1. Defect (cacat produk)

Memproduksi produk yang tidak baik (not good) merupakan pemborosan yang sangat

besar. Hal tersebut akan memunculkan biaya, waktu, dan manpower untuk melakukan proses

sorting. Jika sudah ditemukan defect, maka quality assurance akan menentukan apakah produk

tersebut bisa untuk diperbaiki (repair) atau menjadi limbah, karena tidak termasuk kriteria

produk layak jual.

Proses ini tentunya akan menghambat laju dari proses di lini produksi, yang merupakan

kerugian besar. Seringkali defect terjadi karena kesalahpahaman akan perintah produksi yang

sudah disediakan. Kesalahan ini merupakan human error yang diakibatkan kurangnya fokus

pekerja dalam melakukan perintah produksi tersebut. Daripada melakukan proses sorting pada

produk, lebih baik untuk menghindari defect terjadi. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan

pendelegasian tugas maupun tanggung jawab yang jelas, serta training maupun pendidikan yang

baik kepada para pekerja, guna mengeluarkan potensi maksimal dari pekerja.

4
2. Over Poduction (produksi yang berlebih)

Ketakutan akan pencapain jumlah yang tidak bisa dicapai dalam waktu yang diminta

mengakibatkan adanya produksi berlebih yang juga merupakan limbah. Kurangnya pemahaman

akan kemauan konsumen-pun bisa menjadi faktor adanya produksi yang berlebih. Yang paling

sering terjadi dari kedua faktor tersebut adalah penjadwalan maupun forecasting yang tidak

tepat. Meskipun hal ini jarang terjadi, tetapi tetap menjadi perhatian utama perusahaan dalam

operasinya.

Untuk menangani hal tersebut, diperlukan adanya pemahaman yang baik terhadap

customer. Selain itu, menentukan schedule yang sesuai juga akan membuat jumlah produksi

sesuai dengan apa yang sudah dipaparkan dalam proses forecasting. Pemahaman terhadap

customer bisa dicapai dengan melakukan riset yang berkelanjutan terhadap permintaan

konsumen dari waktu ke waktu, guna menyiapkan data produksi yang akurat.

3. Waiting (menunggu)

Proses produksi yang terhambat adalah akibat dari kegiatan yang kadang menumpuk di

suatu proses, tetapi idle di proses lain. Hal ini menyebabkan bottleneck dan merugikan bagi

perusahaan Ada dua hal yang dapat menyebabkan waiting terjadi, yaitu penetapan alur produksi

yang kurang maksimal antar lini, dan tidak adanya koordinasi antar proses dalam rangkaian

produksi. Hal ini bisa dikurangi dengan memaksimalkan penataan layout, penetapan standar

kerja yang baik, maupun optimalisasi kemampuan pekerja.

4. Not Utilize (penggunaan potensi yang tidak maksimal)

Potensi pekerja yang tidak maksimal lagi-lagi menjadi faktor munculnya limbah produksi

yang tidak menambah nilai guna. Dalam prakteknya, beberapa pekerja dalam suatu proses bisa

melakukan pekerjaan secara lebih cepat dari pekerja lainnya dalam proses yang lain. Hal seperti

ini tidak akan terjadi jika ada harmonisasi proses produksi, yang dapat dicapai dengan standar

yang baik serta pelatihan yang maksimal. Selain potensi pekerja, potensi mesin pun bisa

dimaksimalkan untuk mengurangi limbah. Penambahan fungsi pada mesin dengan melakukan

upgrade melakukan pilihan yang baik untuk memaksimalkan throughput pada lini produksi.

5
5. Transportation (transportasi dalam lini produksi)

Kebutuhan pekerja untuk mengambil material produksi maupun memberikan hasil

produknya pada proses selanjutnya, memunculkan biaya transportasi dan waktu yang terbuang.

Penataan layout yang baik dapat menghilangkan dampak limbah dari proses ini. Terlebih, dalam

proses produksi saat ini, penggunaan mesin seperti robot akan memudahkan arus barang dalam

lini produksi.

6. Inventory (persediaan)

Persediaan yang berlebih akan menyebabkan biaya penyimpanan yang tinggi serta rawan

cacat produk karena waktu, maupun human error. Ini seringkali terjadi karena schedulling yang

kurang baik, forecasting yang meleset dari perkiraan, maupun memang kesengajaan pekerja

produksi untuk menyimpan produk yang nantinya akan digunakan jika ada kesalahan dalam

proses yang mungkin terjadi. Kesalahan suppliers maupun komunikasi yang kurang baik dengan

custoer juga bisa menjadi faktor pemicu menumpuknya persediaan ini.

Untuk menghindari hal tersebut, perbaikan harus dilakukan baik secara internal maupun

eksternal. Meminimalkan kesalahan yang ada dalam proses produksi, memberikan pemahaman

yang baik kepada suppliers tentang apa yang perusahaan inginkan, maupun memahami

kebutuhan customer adalah hal yang bisa diterapkan untuk mengurangi persediaan.

7. Motion (gerakan yang tidak perlu)

Gerakan yang tidak perlu ketika melakukan proses produksi adalah pemborosan terhadap

tenaga, waktu, maupun efisiensi. Penentuan standar kerja yang baik harus meliputi tidak hanya

bagaimana membuat, tetapi juga bagaimana proses dalam pembuatannya. Gambaran maupun

perintah yang jelas tentang bagaimana pekerja harus bertindak dan bergrerak, akan mengurangi

adanya pemborosan yang diakibatkan karena gerakan yang tidak perlu.

8. Extra Process (proses tambahan yang tidak perlu)

Seringkali ada proses yang tidak diperlukan muncul dalam proses produksi. Biasanya itu

terjadi karena kurangnya pemahaman dari pekerja akan proses apa saja yang harus dan tidak

perlu dilakukan, apa saja proses sebelumnya dan selanjutnya dari proses yang dia kerjakan,

maupun kurangnya komunikasi antar proses. Hal tersebut bisa dihilangkan dengan memberikan

6
pemahaman yang jelas kepada pekerja tentang proses produksi secara keseluruhan, dan

memastikan mereka memahami dengan benar, agar tidak menambahkan maupun mengurangi

proses yang ada.

Terkait dengan limbah downtime yang telah dijelaskan, 5S adalah solusi untuk

melakukan pemeliharaan wilayah kerja, guna mencapai ketertiban, efisiensi, dan disiplin kerja

yang diharapkan. Ketiga hal tersebut nantinya akan meningkatkan kinerja perusahaan secara

menyeluruh. Dalam 5S, prinsip yang dianut adalah perbaikan berkelanjutan, atau biasa disebut

dengan kaizen. Elemen dalam 5S adalah:

1. Seiri / Sort

Memilah barang yang berguna dan tidak berguna. Barang-barang yang sudah tidak

berguna biasanya akan ditandai, begitu pula dengan yang masih dipakai.

2. Seiton / Simplify

Setelah dipilah, barang yang masih berguna diberi label yang memuat identitas, masa

manfaat, maupun urutannya agar lebih mudah untuk dikenali dan bisa digunakan secara cepat

tanpa memerlukan proses mencari yang terlalu lama.

3. Seiso / Sweep

Barang yang sudah disusun harus dijaga kebersihannya, sehingga pada saat akan

digunakan bisa langsung dipakai. Contohnya barang hasil sortir yang masih bisa diperbaiki

haruslah dijaga dari debu agar nantinya tidak menambah pekerjaan maupun membuat sulit proses

selanjutnya.

4. Seiketsu / Standardize

Penjagaan baik produk maupun lingkungan kerja yang sudah dibersihkan menjadi standar

kerja yang diterapkan. Proses yang telah dicapai dari seiri, seiton dan seiso haruslah dijaga dan

distandarisasi. Semua pekerja haruslah bisa memahami standar tersebut, dan dilakukan inspeksi

yang berkelanjutan.

5. Shitsuke / Self-discipline

Penerapan standar yang telah dibuat haruslah menjadi kebutuhan para pekerja.

Penanaman nilai dari standar yang ada haruslah disampaikan kepada semua pekerja, dipahami,

diamalkan, dan dijadikan pedoman secara berkelanjutan.

7
Menghilangkan Variabilitas

Segala penyimpangan dari nilai optimal, baik pada proses maupun produk, adalah

variabilitas yang harus dihilangkan karena akan menciptakan limbah yang tidak diperlukan.

Persediaan merupakan salah satu elemen yang dapat menciptakan variabilitas, karena dalam

perencanaan produksi tentunya perusahaan sebisa mungkin tidak menginginkan persediaan, yang

hanya akan menambah biaya.

Sama halnya dengan limbah, variabilitas muncul karena proses produksi yang buruk,

kurangnya informasi tentang kebutuhan customer, maupun perencanaan yang tidak sesuai. Untuk

mengatasinya, variabilitas tersebut harus bisa diidentifikasi. Sistem zero inventory pada

JIT/TPS/Lean Operation dapat mendeteksi variabilitas yang ada, untuk kemudian dilakukan

mitigasi terhadap permasalahan tersebut.

Meningkatkan Throughput

Waktu yang dibutuhkan dari saat menerima pesanan sampai dengan pengiriman produk

biasa disebut dengan throughput. Berbeda dengan cycle time yang menghitung berapa waktu

yang dibutuhkan untuk membuat satu unit produk, throughput tidak hanya melihat waktu dalam

internal produksi, namun mencakup keseluruhan proses termasuk hubungan dengan customer.

Dalam manajemen operasi secara tradisional, proses produksi menganut push system,

dimana barang akan diproduksi terlebih dahulu untuk kemudian dipasarkan. Dengan munculnya

JIT, dan kebutuhan untuk menghilangkan limbah, proses produksi berubah menjadi pull system.

Dalam pull system, proses produksi dimulai dari melihat kebutuhan customer, yang kemudian

diimplementasikan ke proses produksi. Sistem ini dianggap bisa mengikuti arah pasar, dan dapat

menghilangkan limbah yang tidak diperlukan.

2.2 Just In Time (JIT)

JIT bertujuan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan dengan cara mengurangi

persediaan, yang nantinya dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan. Diperkenalkan oleh Taiichi

Ohno pada 1950, JIT mampu meningkatkan produktivitas dengan cara meghilangkan limbah

yang tidak diperlukan atau tidak mempunyai nilai tambah dari sudut pandang customer.

JIT akan optimal jika dilakukan mulai dari hulu ke hilir. Untuk itu, biasanya proses

penentuan supplier dalam supply chain menggunakan model Keiretsu. Dalam model Keiretsu

8
perusahaan memilih sedikit supplier yang nantinya akan dimasukkan dalam satu kesatuan

produksi, dengan membagi informasi perusahaan secara lebih terbuka, dan melakukan perbaikan

secara bersama-sama.

Kelebihan JIT dibandingkan proses produksi yang menggunakan persediaan adalah:

Menghilangkan jarak dalam suatu supply chain, yang biasanya dilakukan dengan

menempatkan supplier dalam satu area dengan perusahaan, atau paling tidak

dekat.

Meningkatkan fleksibilitas, dimana rangkaian produksi dapat secara responsif

mengikuti perubahan yang diperlukan.

Kemudahan bagi pekerja, karena dengan tidak adanya waktu tunggu persediaan

maka kesalahan yang terjadi akan bisa dengan cepat diatasi.

Mengurangi biaya.

Kanban

Elemen yang terpenting dalam proses JIT adalah Kanban, atau kartu perintah. Kanban

tidak selalu berbentuk kartu, bisa saja itu berbentuk gambaran visual tentang apa saja yang

kurang dari komponen maupun proses yang seharusnya ada. Cara ini terbukti efektif dalam

memberikan pemahaman yang cepat, dan ketepatan informasi, tentang proses maupun kondisi

yang dibutuhkan dalam proses produksi.

Gambar 2.Contoh Kanban, sumber resourcesystemsconsulting.com

Dalam sebuah Kanban, terdiri dari identitas barang, kode produksi, jumlah barang, serta

instruksi lainnya seperti proses yang harus dilakukan, maupun proses sebelum dan selanjutnya.

Informasi tersebut kemudian diaplikasikan pada lini produksi. Fungsi dari kanban mencakup

semua proses, mulai dari petunjuk pengerjaan sampai kontrol persediaan.

9
Selain berbentuk kartu, Kanban memiliki berbagai macam bentuk lain, namun masih

memiliki fungsi yang sama. Fungsi Kanban ini tidak hanya digunakan dalam satu lini produksi

dalam suatu perusahaan, namun dapat juga digunakan dalam satu supply chain, agar efisiensi

yang dilakukan bisa maksimal mulai dari hulu ke hilir. Karena proses pertukaran informasi

antara supplier dengan proses selanjutnya memakan waktu dan biaya, solusi yang terbaik adalah

menggunakan informasi yang ada pada Kanban.

Jumlah dari Kanban yang dibutuhkan didapatkan dari jumlah permintaan barang dan

safety stock, dibagi dengan ukuran penyimpan bahan baku tersebut. Jumlah Kanban yang

optimal dibutuhkan agar semua bahan baku yang ada dapat digunakan secara maksimal, tanpa

menimbulkan persediaan yang tidak diperlukan.

JIT dan TPS merupakan alat internal untuk melakukan strategi operasi manajemen dalam

rangkan cost reduction. Dalam hubungannya dengan konsumen secara eksternal, dikenal strategi

lain yang disebut dengan lean operation. Jika JIT menekankan pada penyelesaian masalah di

produksi dan TPS lebih berorientasi pada pemaksimalan potensi pekerja secara

berperikemanusiaan dalam proses perakitan, lean operation lebih menekankan pada pemahaman

terhadap konsumen. Jenis barang apa yang mereka minta dengan kualitasnya, berapa jumlah

yang cukup, tidak kurang dan tidak lebih, dari permintaan pasar, serta kapan waktu yang tepat

untuk mengantarkan produk tersebut kepada konsumen, untuk mencegah adanya penumpukan

hasil produksi.

2.3 Toyota Production System

Yang membedakan TPS dari JIT adalah adanya penghormatan kepada pekerja dan

optimalisasi potensi yang ada, baik dari pekerja maupun alat yang dipakai. TPS memiliki enam

komponen yang membangun, yaitu:

Kaizen

Hormat kepada sesama

Filosofi jangka panjang

The Right Process will Produce The Right results

Menambah nilai perusahaan kepada para pekerja dan suppliers.

Menyelesaikan masalah dari akar

10
2.4 Lean Operation

Lean operation lebih berorientasi kepada pemahaman akan konsumen, yang

diaplikasikan pada setiap proses operasinya. Prinsip ini dilakukan dengan melihat setiap proses

dari sudut pandang kepentingan customer, serta dampak dan manfaat yang akan didapatkan oleh

customer atas proses tersebut. Semakin tinggi manfaat yang akan didapat customer dari sebuah

proses, maka proses tersebut dinilai semakin baik, begitu pula sebaliknya.

Komponen yang ada dalam penerapan lean operation adalah:

1. Mengadopsi teknik JIT.

2. Membangun sistem yang mendukung pegawai menghasilkan output tanpa defect.

3. Efisiensi ruang dan transportasi.

4. Memberikan pemahaman yang baik tentang apa yang diinginkan perusahaan kepada

suppliers.

5. Mendorong suppliers untuk selalu menjaga mutu.

6. Mengurangi muda (limbah yang tidak menambah nilai guna).

7. Peningkatan tanggung jawab kerja. Memaksimalkan pemahaman tugas kepada

pegawai dengan melakukan training yang baik.

11
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Implementasi Toyota Prodution System (TPS) pada ADM

Sistem produksi yang diterapkan oleh ADM adalah Toyota Production System (TPS).

Sistem operasi ini sudah diapaki sejak pertama kali Daihatsu mendirikan perusahaan di Indonesia

pada 1978. Tujuan TPS yang dilakukan di ADM adalah cost reduction serta menekan semua

jenis pemborosan, untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.

Jika sistem operasi adalah sebuah rumah, maka TPS ibarat atap yang memiliki dua pilar

penyangga yaitu JIT dan Jidouka (adalah prinsip dimana pegawai harus berhenti bekerja atau

stop line segera saat ada masalah). Kedua pilar dibangun diatas sebuah pondasi yang dinamakan

Heijunka, Standardize Work, dan Kaizen.

Gambar 3.Toyota Production System House, sumber lean.org

Sesuai dengan prinsip pada TPS, yaitu menyelesaikan masalah dari akar, ADM

menerapkan dua metode, Jidouka dan Genba. Untuk penerapan jidouka pada ADM dilakukan

dengan dua cara, yaitu otomatis dan manual. Jidouka pada proses otomatis akan mendeteksi

12
semua kondisi selama proses produksi berlangsung. Kesalahan maupun proses yang tidak

seharusnya terjadi akan segera dideteksi oleh mesin dan akan muncul sinyal peringatan pada

papan andon. Operator yang bertugas di line tersebut akan segera mengidentifikasi problem yang

ada. Jika masih bisa ditangani, problem akan langsung diselesaikan. Tetapi jika perbaikan terlalu

lama, atau sulit untuk diperbaiki, maka akan terjadi line stop. Hitungan penyelesaian masalah

yang ada pada ADM dibatasi tidak lebih dari 20 detik. Jika dianggap penyelesaian masalah

diatas 20 detik, maka akan dinyatakan defect product jika masih bisa, atau pemberhentian

produksi jika memang diharuskan.

Gambar 4. Contoh Andon pada Line Produksi, sumber wikipedia.org

Jidouka secara manual melibatkan pekerja secara langsung. Jika ditemukan kesalahan

pada proses, team member akan mengaktifkan peringatan andon yang ada di setiap pos proses,

untuk menginformasikan kesalahan proses. Team leader bersama member yang lain akan segera

memperbaiki kesalahan tersebut. Jika memang membutuhkan waktu terlalu lama, dengan

terpaksa line harus dihentikan, untuk mencegah kesalahan berlanjut ke proses selanjutnya.

Sejalan dengan jidouka, metode lainnya adalah genba, atau melihat lebih dekat.

Implementasi dari metode ini adalah, semua pekerja dari semua level diharapkan untuk melihat

langsung ke sumber masalah dalam proses mitigasi. Contoh dalam proses penetapan anggaran

adalah, manajemen mendatangi langsung lini produksi maupun perakitan untuk melihat apa saja

hal-hal yang bisa dilakukan cost reduction. Mereka tidak hanya melihat data yang ada, namun

datang langsung ke tempat operasi, untuk mengetahui akar permasalahan. Selain itu dilakukan

13
meeting secara rutin di area produksi, untuk berbagi tentang permasalahan maupun saran untuk

hari itu. Hal ini sejalan dengan prinsip kaizen yang juga mendasari TPS.

Pada proses operasinya, juga ditekankan akan prinsip proses yang baik akan

menghasilkan output yang baik pula. Hal ini dapat terlihat dari adanya standardisasi pekerjaan

yang tertuang dalam setiap kegiatan. Banyak standardisasi, selain untuk optimalisasi pekerjaan,

juga merupakan langkah penanaman nilai perusahaan agar pekerja mengerti filosofi jangka

panjang yang diharapkan perusahaan, yang nantinya diharapkan untuk terbawa dalam proses

produksi yang lebih baik.

Selain standardisasi pekerjaan dan kaizen, ADM juga melakukan heijunka, yaitu proses

pemerataan pekerjaan agar tidak ada pekerjaan yang terlalu berat maupun malah idle. Heijunka

di ADM terdiri dari lima pola, yang masing-masing polanya digunakan untuk masing-masing

produk. Pola A, B, C, D, dan E dibagi berdasarkan pola perbandingan atau komposisi dari unit

yang diproduksi, contohnya pola A untuk lini produk Xenia Avanza, pola B untuk Terios

Rush, maupun pola C untuk produk tunggal seperti Innova. Pola produksi A memiliki

perbandingan 20 : 10, sedangkan pola produksi B memiliki perbandingan 19 : 11.

3.2 Implementasi JIT pada ADM

ADM yang telah menerapkan TPS, pastinya juga menerapkan JIT pada sistem

produksinya. Implementasi dari proses JIT di PT ADM memiliki tiga prinsip yang berjalan

dengan sempurna, yaitu proses yang mengalir, adanya takt time (memproduksi sesuai yang

diminta konsumen pada saat itu), serta pull system. Jika salah satu dari ketiga prinsip itu tidak

dijalankan dengan sempurna, implikasinya adalah kegagalan proses produksi.

SUPPLIERS ASSEMBLY PAINTING CUSTOMER

Material 1a Material 1a Material 1b Finish Good

Material 2a

Gambar 5. Penerapan pull system di ADM, sumber Narasumber ADM

14
Penerapan proses yang mengalir di ADM diwujudkan dengan pembuatan satu unit

produk pada setiap conveyor (papan roda berjalan) secara berkelanjutan dan terus menerus. Saat

kanban dilempar (pesanan terjadi), maka terjadi rangkaian produksi yang dimulai dari

kedatangan material dari suppliers ke pabrik, untuk kemudian dirakit di bagian assembling.

Takt time atau waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu buah part di ADM

menggunakan satuan detik. Melalui penghitungan takt time, kita dapat mengetahui berapa lama

waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit produk untuk memenuhi permintaan

pelanggan. Formulasi untuk menghitung takt time digambarkan sebagai berikut :

Takt Time = Waktu Produksi yang Tersedia: Permintaan Pelanggan

Penghitungan seperti diatas masih penghitungan standar tanpa memasukkan variable OT

(over time). Penghitungan tersebut masih menganggap efisiensi kerja yang dilakukan masih 100

persen, padahal pada penerapannya di lapangan efisiensi kerja kurang dari 100 persen karena

pekerja melakukan pekerjaan melebihi jam kerjanya. Di ADM target efisiensi yang ditetapkan

adalah sebesar 97 persen, sehingga menghasilkan formulasi sebagai berikut :

Actual Takt Time = { (Waktu Produksi yang Tersedia + OT) : Permintaan Pelanggan } x efisiensi

Proses mitigasi limbah downtime di ADM sendiri menggunakan banyak cara. Selain

dengan pelatihan yang berkelanjutan, untuk mengatasi defect, ADM membuat sebuah investasi

pada sistem baru yang dinamakan Quality Information System. Inti dari sistem ini adalah

penyampaian informasi cacat produk kepada setiap pekerja secara cepat, agar dapat langsung

ditangani. Sistem ini terintegrasi dengan andon, dimana secara otomatis akan dilakukan jidouka

jika diterima informasi cacat produk dari setiap kali pengecekan di masing-masing proses. Selain

itu, proses pengecekan kualitas ditekankan mulai dari supplier, sehingga kesalahan eksternal juga

bisa diatasi dengan baik.

Untuk mengatasi over production dan inventory, ADM menggunakan pendekatan pasar

guna menekan limbah. Hal ini terbukti efektif, dengan perbedaan produksi yang tidak terlalu

jauh dengan penjualan produk di pasar. Yang perlu dikhawatirkan dari sistem ini adalah ketika

terjadi perubahan kebutuhan pasar, yang akan berdampak sangat besar pada proses lain, karena

tidak adanya persediaan.

15
600000

500000

400000

300000

200000

100000

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Production Sales Domestic

Gambar 6. Data Produksi dan Penjualan Domestik ADM 2010-2016, sumber ADM 2017

3.3 Implementasi Lean Operation pada ADM

Menjalin komunikasi antara atasan dengan bawahan, dan bawahan ke atasan, merupakan

kunci keharmonisan hubungan antar karyawandi ADM. ADM mengedepankan efektifitas

komunikasi tersebut dengan cara mendatangi langsung para karyawan yang terwakilkan dalam

serikat karyawan, dan tertuang dalam sebuah forum komunikasi antar karyawan dan atasan yang

dilakukan secara berkala. Selain itu, penanaman nilai-nilai perusahaan juga menjadi kunci utama

dari penerapan lean operation pada ADM.

Gambar 7. Lembar Kaizen pada salah satu site ADM, sumber PT. ADM 2014

16
Dalam pertemuan-pertemuan semacam ini, pihak top management, melakukan genba

untuk mengunjungi langsung para pekerjanya. Apa yang dilakukan oleh manajemen merupakan

wujud kepedulian kepada pekerja, agar keinginan customer dapat terpenuhi. Informasi tentang

kebutuhan customer ini biasanya diperbaharui setiap hari pada lembar kaizen, yang

diinformasikan setiap awal hari sebelum bekerja. Gunanya adalah agar pada hari itu, setiap

proses yang dilaksanakan harus ada manfaatnya bagi customer ADM.

Selain membenahi sektor internal, penerapan lean operation pada ADM juga dilakukan

ke pihak eksternal, termasuk supplier. Penggunaan JIT diinformasikan dan dijalankan oleh

hampir semua supplier ADM. Hal ini diharapkan agar adanya supply chain yang lancar dari hulu

ke hilir. Salah satu contoh penerapannya adalah pabrik mesin, perkitan, maupun mayoritas

supplier lainnya yang berada dalam satu area industri, dengan radius dibawah 10km. Lokasi

seperti ini tentunya akan menekan biaya besar, kemudahan informasi, dan terjaganya supply

chain dari masalah-masalah yang sering muncul seperti barang rusak, dsb.

17
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
1. Just In Time (JIT) adalah cara berproduksi dengan hanya memproduksi jenis-jenis barang

yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat yang dibutuhkan oleh konsumen.

2. Toyota Production System (TPS) adalah system produksi yang bertujuan menekan biaya

produksi dari semua jenis pemborosan, dengan memperhatikan optimalisasi potensi

karyawan dan penerapan JIT.

3. Lean Operation adalah pemahaman mendalam tentang apa yang dibutuhkan konsumen, agar

produk yang dihasilkan dapat terjaga kualitasnya tanpa mengeluarkan biaya yang tidak

diperlukan.

4. JIT pada ADM berpegang pada prinsip proses mengalir, takt time yang aktual, dan pull

system yang ideal. Ketiga hal tersebut dinilai dapat menurunkan kebutuhan persediaan

karena kesalahan proses, serta dapat mengatasi keterbatasan area lini produksi yang ada.

5. TPS pada ADM memegang prinsip prinsip JIT dan Jidouka dengan berdasar pada Heijunka,

standardized work, dan Kaizen. Sistem ini dinilai dapat memenuhi keinginan customer, serta

dapat mengatasi masalah manajemen sumber daya manusia karena fluktuasi permintaan.

6. Lean Operation pada ADM dilakukan dengan komunikasi rutin setiap hari, agar satu

kesatuan proses dalam perusahaan selalu berjalan dengan efektif dan harmonis.

7. Penerapan TPS, JIT, dan Lean Operation di PT ADM sudah berjalan baik dan efektif guna

mewujudkan system operasi yang efisien dengan tingkat pemborosan yang minimum.

18
DAFTAR PUSTAKA

Heizer, Jay and Barry Render. 2004. Operations Management, Prentice Hall, New Jersey.

Liker, J (2004). The Toyota Way: 14 Management Principles from the World's Greatest

Manufacturer. McGraw-Hill

Ohno, Taiichi (1988), Toyota Production System: Beyond Large-Scale Production.

Productivity Press

asean-autofed.com

daihatsu.co.id

en.wikipedia.org

gaikindo.or.id

mdpi.com

19

Anda mungkin juga menyukai