Anda di halaman 1dari 108

q

i
Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Judul : Sirotulmustaqim Jalan Yang Lurus
ISBN 978-979-17035-0-5

SIROTULMUSTAQIM
Jalan Yang Lurus

Dicetak oleh Pustaka MIM


Untuk
DPP HASMI

Penyusun : Lajnah Ilmiah HASMI


Edit Bahasa & Isi : Abu Abdillah Rahendra, M.Pd.I
Abu Abdirrohman Ibrohim, M.Pd.I
Abu Hanzholah Arifin, S.H.I
Cover & Layout : MIM Design

Cetakan : Pertama, Oktober 2007


Kedua, Januari 2008
Ketiga, Maret 2008
Keempat, April 2008
Kelima, Oktober 2009
Keenam, April 2010
Ketujuh, Oktober 2010
Kedelapan, September 2014

Marwah Indo Media


Jl. Kapten Yusuf, Ds. Sukamantri, Kec. Tamansari No. 61
(Belakang Bogor Nirwana Residence)
Bogor

ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Sirotulmustaqim....
Ya, sirotulmustaqim...!
Sebuah jalan yang lurus....

B
egitulah Alloh menamakan jalan satu-satunya yang harus
dititi untuk “sampai” kepada-Nya. Jalan yang lurus, yang
tidak berbelok-belok dan tidak bercabang-cabang, adalah jalan
yang terdekat dan termudah untuk mencapai tujuan.
Bertemu dengan Alloh di akhirat nanti,“bertetangga” dengan-Nya di
surga yang indah... memandang wajah-Nya Yang Maha indah tak
terhingga... adalah kebahagiaan abadi tiada tara, takkan pernah
berakhir atau tersisipi kepahitan sedikitpun. Kebahagiaan, kesenangan
dan kelezatan bertemu dan memandang wajah Alloh adalah suatu
kebahagiaan yang jauh melebihi kenikmatan-kenikmatan istana emas
di surga, sungai-sungainya yang bermacam-macam, pohon-pohonnya
yang rindang, bebuahannya yang sangat lezat, kesehatan dan kekuatan
yang langgeng abadi, keelokan bidadari jelita, serta kenikmatan-
kenikmatan luar biasa lainnya yang tidak terhitung banyaknya. Namun
bertemu dengan Alloh dan memandang wajah-Nya jauh lebih besar
dari itu semua!
Surga dengan segala kenikmatannya yang tak terhingga
“hanyalah” tempat bertemu dengan-Nya, ya, tempat penantian
dan pertemuan dari waktu ke waktu.
Surga yang abadi “ hanyalah ” tempat jamuan yang Alloh
siapkan untuk orang-orang soleh yang meniti sirotulmustaqim
sampai akhir. Di dunia pun, ketika seseorang benar-benar
konsisten meniti sirotulmustaqim, maka hatinya akan bertambah
keyakinan dan akan menyaksikan keagungan Alloh di seluruh
sudut dunia yang dipandangnya.
Tidak ada jalan lain untuk bisa mencapai surga dan bertemu dengan
Alloh selain melalui sirotulmustaqim, sebab Alloh berada di atas

v
sirotulmustaqim! Tidak bisa dijumpai di jalan lain..! Jalan lurus yang
titik mulanya adalah bersyahadat dengan syahâdatain dan ujungnya
bermuara di pintu-pintu surga. Itulah Islam! Ya...Islam yang murni,
bukan Islam yang palsu. Islam yang bersih, bukan Islam yang terpolusi
berat!!
Sirotulmustaqim adalah jalan yang mudah, nyaman dan penuh rahmat.
Namun berhati-hati dan waspadalah..!!
Sebab setan telah membuat jalan-jalan alternatif untuk mengecoh
umat manusia agar tidak meniti jalan lurus tersebut, yaitu jalan-
jalan kekufuran yang membawa ke neraka Jahannam yang kekal
abadi. Atau membelokkan kepada 72 jalan golongan sesat yang
diancam dengan api neraka, walaupun tidak kekal.
Bagi yang tidak menempuh sirotulmustaqimdan tidak menitinya,
mereka akan meniti salah satu dari jalan-jalan yang ujungnya akan
berakhir di pintu-pintu Jahannam dan diharamkan dari
memandang wajah Alloh serta akan tenggelam di lembah-
lembah penderitaan yang kepedihannya tak terbayangkan.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita harus bersungguh-sungguh
memurnikan penitian kita terhadap sirotulmustaqim dengan banyak
belajar. Buku ini disusun dengan tujuan untuk membantu kita semua
dalam mempelajari dasar-dasar sirotulmustaqim. Serta memaparkan
“peta” penitian sirôtulmustaqîm dan penyelisihannya.
Karena buku ini memang ditujukan bagi kaum muslimin yang telah
memilih sirotulmustaqim m, maka selain membahas tentang
hakikat sirotulmustaqim, buku ini juga memberikan fokus perhatian
pada beberapa penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian
kaum muslimin. Sebaliknya, buku ini tidak akan membahas tentang
penyimpangan mereka yang tidak memilih sirotulmustaqim (umat-
umat di luar Islam).
Sebagai pesan terakhir, mari kita meluruskan niat dalam mengkaji buku
ini, serta marilah kita membacanya dengan seksama dan berulang-
ulang.

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
BAB I : Titik Mula Sebuah Perjalanan 1
BAB II : Sirôtulmustaqîm (Jalan Yang Lurus) 16
BAB III : Hidayah Menuju Sirôtulmustaqîm 21
A. Arti "Hidâyah" 21
B. Cara Mendapatkan Hidâyah... 24
BAB IV : Yang Benar Hanya Islam! 28
BAB V : Penyelisihan Sirôtulmustaqîm 31
BAB VI : Terpecah, dan Yang Benar Hanya Satu 38
A. Arti Iftirôq (perpecahan) 40
B. Sebab-sebab Penyimpangan 41
C. Sejarah Awal Perpecahan 41
BAB VII : Firqotunnâjiyah Ahlus Sunnah... 46
A. Firqotunnâjiyah 46
B. Ahlus Sunnah wal Jama'ah 46
C. Arti Kata "Sunnah" dan "Jama'ah" 48
D. Nama Umat Ini 48
E. Asal Usul Nama Ahlus Sunnah
wal Jama'ah 49
F. Ahlus Sunnah dalam Realita 53
BAB VIII : Rambu-rambu Sirôtulmustaqîm 55
A. Tauhîdulloh (Mengesakan Alloh ) 55
B. Ittibâ' 59
C. Sumber yang Benar dalam
Hukum dan Pemahaman 64
D. Metode Pemahaman yang Benar 66
BAB IX : Bid'ah 69

vii
A. Penjelasan Tentang Bid'ah 69
B. Keburukan Bid'ah 71
BAB X : Ahlul Bid'ah 73
A. Arti Ahlul Bid'ah 73
B. Sumber Hukum dan Pemahaman
Menurut Ahlul Bid'ah 73
C. Sebab-sebab Dasar Penyimpangan 74
D. Bentuk-bentuk Penyimpangan 53
E. Ancaman atas Ahlul Bid'ah 81
PENUTUP 83
UNSUR-UNSUR UTAMA BUKU INI 93
DAFTAR PUSTAKA 95

viii
BAB I
TITIK MULA
SEBUAH PERJALANAN

Di suatu waktu yang sangat syahdu...di tempat yang sangat


tinggi dan mulia...di atas lapisan langit-langit yang biru... di
waktu itu dan di tempat itulah manusia pertama diciptakan.
Diciptakan dari gumpalan tanah yang dibentuk dan disusun
langsung oleh Pencipta alam semesta... Alloh . Sebelum
gumpalan tanah itu menjadi makhluk hidup yang sangat
dimuliakan dan diberi nama Manusia... telah terjadi dialog
sakral di alam yang sakral pula.
Alloh berfirman:
          

       


     

     


        
"Ingatlah ketika Robbmu berfirman kepada para
malaikat: Sesungguhnya Aku akan menjadikan
seorang kholifah di muka bumi. Merekapun (para
malaikat) berkata: Mengapa Engkau menjadikan
(kholifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji

Jalan yang Lurus | 1


Engkau dan mensucikan Engkau? (Alloh) berfirman:
Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian
ketahui." [QS. Al Baqoroh (2): 30]
Setelah itu diciptakanlah tubuh makhluk itu oleh kedua tangan
Alloh sendiri dan ditiupkan padanya ruh dan seketika
hiduplah tubuh itu menjadi seorang makhluk baru. Kemudian
setelah Alloh mengajarkan ilmu kepada makhluk itu dan
dibuktikan ketinggian ilmunya kepada para malaikat, maka
diperintahkanlah para malaikat untuk bersujud kepada makhluk
baru ini sebagai tanda penghormatan dan kemuliaan baginya
dan ketundukan kepada penciptanya, maka sujudlah para
makhluk yang suci itu.
Alloh berfirman:
          

 
         
"(Ingatlah) ketika Robbmu berfirman kepada
malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan
manusia dari tanah". Maka apabila telah Ku-
sempurnakan kejadiannya dan Ku-tiupkan kepadanya
roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kalian bersujud
kepadanya." [QS. Shod (38) (38): 71-72]

          

        

           

2 | Sirotulmustaqim
     
          

    


      
    

            

   


   
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakan-
nya kepada para malaikat seraya berfirman: Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kalian memang
benar orang-orang yang benar!. Mereka menjawab:
Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain
dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami;
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana. Alloh berfirman: Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.
Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-
nama benda itu, Alloh berfirman: Bukankah sudah Ku
katakan kepada kalian, bahwa Sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui
apa yang kalian tampakkan dan apa yang kalian
sembunyikan?". Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman
kepada para malaikat: "Sujudlah kalian kepada Adam,"
Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan
takabur maka jadilah ia dari golongan orang-orang yang
kafir. [QS. al Baqoroh (2) : 31-34].
Akan tetapi di sana ada satu makhluk yang menolak untuk
bersujud, menolak perintah dari Sang Pencipta. Apakah

Jalan yang Lurus | 3


gerangan sebabnya? Apakah karena dia bukan dari bangsa
malaikat, lantas merasa tidak tercakup dalam perintah itu?
Bukan! Sama sekali bukan itu sebabnya! Tetapi sebabnya
adalah kesombongan! Kesombongan atas makhluk baru ini
karena merasa lebih tinggi dari padanya. Sombong pula
ketika menganggap bahwa perintah Alloh tidak harus
dilaksanakan tanpa disaring oleh akalnya terlebih dahulu.
Dialah Iblis terkutuk! Makhluk yang setelah itu dilaknat sampai
hari kiamat, dijauhi dari rahmat Alloh .
Alloh berfirman:
           


         

 
          

         

            

           

           


"(Ingatlah) ketika Robbmu berfirman kepada malaikat:
Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari
tanah. Maka apabila telah Ku-sempurnakan penciptaan-
nya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka
hendaklah kalian bersujud kepadanya. Lalu seluruh

4 | Sirotulmustaqim
malaikat itu bersujud semuanya, kecuali Iblis; dia
menyombongkan diri dan jadilah dia termasuk orang-
orang yang kafir. Alloh berfirman: Hai iblis, apakah yang
menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan
dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombong-
kan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang
yang (lebih) tinggi?". Iblis berkata: Aku lebih baik dari-
padanya, Karena Engkau ciptakan aku dari api, sedang-
kan dia Engkau ciptakan dari tanah. Alloh berfirman: Ke-
luarlah kau dari surga! Sesungguhnya kau adalah orang
yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu
sampai hari pembalasan. [QS. Shod (38) : 71-78]
Adapun Adam sang manusia pertama telah dirahmati Alloh
dan dikaruniai seorang istri yang diciptakan dari tulang rusuknya
sendiri. Mereka berdua dimuliakan Alloh dengan dimasukkan
ke dalam surga yang indah, penuh kemudahan, tidak ada
padanya kesusahan dan kesedihan, segalanya sangat
menyenangkan sekali. Ketika itu Alloh pun berpesan kepada
keduanya dengan pesan-pesan yang sangat mulia.
Alloh berfirman:
          

    


       
"Dan kami berfirman: "Hai Adam, tinggallah
kamu dan istrimu di surga ini dan makanlah
makanan-makanannya yang banyak lagi baik
kapan saja kalian kehendaki, dan janganlah
kalian dekati pohon ini, kalau kalian dekati maka

Jalan yang Lurus | 5


kalian akan menjadi orang-orang yang dzolim.
[QS. al Baqoroh (2): 35]
   
         

 
  
"Maka kami berkata: Hai Adam, sesungguhnya ini
(Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka
sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kalian
berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi
sengsara". [QS. Thoha (20): 117]
Tetapi ternyata Adam dan istrinya tidak sanggup
melaksanakan pesan-pesan itu, ketika setan yang sudah
terlaknat itu berhasil menipu mereka dengan bujukan-
bujukan laksana seorang penasehat yang setia.

             
"Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan
kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah
itu), dan tidak Kami dapati padanya keteguhan
yang cukup". [QS. Thoha (20): 115]

       

      


"Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya,
dengan berkata: Hai Adam, maukah saya tunjukkan
kepada kamu pohon khuldi (keabadian) dan kerajaan
yang tidak akan binasa? [QS. Thoha (20): 120]

6 | Sirotulmustaqim
      
  

          

    


"Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu
nampaklah bagi keduanya aurat-aurat mereka dan
mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun
(yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada
Robbnya dan sesatlah ia. Kemudian Robbnya memi-
lihnya dan menerima taubatnya serta memberinya
petunjuk". [QS. Thoha (20): 121-122]

           

       


    

          

     


   

         

      


     

   


    
"Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada
keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa

Jalan yang Lurus | 7


yang tertutup dari aurat mereka dan setan berkata:
Robb kalian tidak melarang kalian untuk mendekati
pohon ini, melainkan supaya kalian berdua tidak
menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang
yang kekal (dalam surga). Dan dia (setan)
bersumpah kepada keduanya. Sesungguhnya saya
adalah seorang penasehat bagi kalian berdua. Maka
setan membujuk keduanya (untuk memakan buah
itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah
mencicipi buah pohon itu, nampaklah bagi
keduanya aurat-aurat mereka, dan mulailah
keduanya menutupinya dengan daun-daun surga.
Kemudian Robb mereka menyeru mereka: Bukankah
Aku telah melarang kalian berdua dari pohon itu
dan Aku katakan kepada kalian: Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian
berdua?" [QS. al A‟rof (7): 20-22]
Sebenarnya sebelum kejadian itu Setan pun telah meng-
ucapkan ancaman-ancamannya terhadap Adam dan
anak-cucu keturunannya.
Alloh berfirman:
  
     
"Iblis menjawab: Karena Engkau telah meng-
hukum saya tersesat, saya benar-benar akan
(menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang
lurus (Sirotulmustaqim)." [QS. al A‟rof (7): 16]

8 | Sirotulmustaqim
      

 
"Iblis menjawab: (aku bersumpah) demi kejayaan Mu
(demi Alloh), aku akan menyesatkan mereka semua-
nya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara
mereka. [QS. Shod (38): 82-83]


         

 
"Iblis berkata: Wahai Robbku, oleh sebab Engkau telah
memutuskan bahwa aku sesat, akan kujadikan mereka
memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi,
dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya."
[QS. al Hijr (15): 39]

    


    

       


"Dia (Iblis) berkata: Lihatlah orang yang Engkau
muliakan atas diriku ini, Sesungguhnya jika Engkau
memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat,
niscaya akan kusesatkan keturunannya, kecuali
sebahagian kecil. [QS. al Isro‟ (17): 62]
Kedua jenis makhluk yang saling bermusuhan itu pun sama-sama
terusir! Diturunkan ke bumi, tempat mereka menjalani kehidupan

Jalan yang Lurus | 9


sampai datang kepada mereka kematian. Tetapi keadaan di
antara keduanya sangat berbeda.
Adam dan istrinya diturunkan setelah meraih ampunan dari
Alloh dengan sebab taubat mereka yang mana taubat itupun
Alloh lah yang mengajarkannya. Maka turunlah Adam ke
bumi sebagai orang yang sudah disucikan dari dosa tersebut
dan turun sebagai seorang nabi.
Sedangkan Iblis yang sombong dan congkak, bukannya
bertaubat ketika ditegur tetapi malah menyombongkan
dirinya, menantang dan memprotes hukum serta perintah
Alloh , maka iapun mendapatkan laknat (lawannya
rahmat) sampai hari kiamat.
Alloh berfirman:
             

  
"Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari
Robbnya, Maka Alloh menerima taubatnya. Sesung-
guhnya Alloh Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang. [QS. Al Baqoroh (2): 37]

       


"Kemudian Robbnya memilihnya dan menerima
taubatnya serta memberinya petunjuk". [QS.
Thoha (20): 122]

            

10 | Sirotulmustaqim
         

     


       

         


   

     


    

  
      
   
   

 
        
 

    


    
"Alloh berfirman: Apakah yang menghalangimu untuk
bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?
Iblis menjawab: Saya lebih baik daripadanya: Engkau
ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari
tanah. Alloh berfirman: Turunlah Kau dari surga itu!!
tidak sepatutnya kau menyombongkan diri di
dalamnya. Keluarlah, sesungguhnya kau termasuk
orang-orang yang hina. Iblis menjawab: Beri
tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan.
Alloh berfirman: Baiklah! kamu termasuk mereka yang
diberi tangguh. Iblis menjawab: Karena Engkau telah
menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan
(menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang
lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari
muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari
kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati

Jalan yang Lurus | 11


kebanyakan mereka bersyukur (taat). Alloh berfirman:
"Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina
lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara
mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan
mengisi neraka Jahannam dengan kalian semuanya."
[QS. al A‟rof (7): 12-18]

A. Pesan di Gerbang Surga.


Di pelepasan kedua makhluk Alloh itu, Alloh pun
memberi pesan terakhir sebelum mereka menjalani
kehidupan yang sangat berbeda dengan kehidupan
yang sebelumnya. Kehidupan yang penuh dengan
liku-liku kesedihan dan kesulitan. Kehidupan yang
penuh cobaan dan pertarungan di antara keduanya.
Alloh berfirman:
     
      


   
         

        

 
  
  
”Alloh berfirman: Turunlah kalian semua dari surga!!,
sebagian kalian menjadi musuh bagi sebagian yang
lain. Maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku,
maka barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak
akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa
berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya

12 | Sirotulmustaqim
baginya penghidupan yang sempit dan akan Kami
kumpulkan mereka pada hari kiamat dalam keadaan
buta". [QS. Thoha (20): 123-124]

  


          

      


   
  

         


"Kami berfirman: Turunlah kalian semuanya dari surga
itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepada kalian,
maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya
tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. Adapun orang-orang yang kafir
dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya." [QS. al Baqoroh
(2): 38-39]
Turunlah Adam dan istrinya untuk menjalankan tugas
yang memang sudah ditentukan sebelumnya, yaitu:
"Beribadah hanya kepada Alloh
dengan menyandang jabatan sebagai
Kholifah di muka bumi".
Jadilah kehidupan surga yang pernah dikenyamnya
sebagai perindu didalam fitrahnya dan fitrah
keturunannya untuk merindukan kampung halaman asli
mereka, surga yang abadi. Jadilah pula penipuan Iblis
atasnya sebagai pelajaran baginya dan keturunannya.

Jalan yang Lurus | 13


Alloh berfirman:
         
  


          

      


      

   
 
"Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kalian sampai
ditipu oleh setan sebagaimana Ia telah mengeluarkan
kedua ibu bapak kalian dari surga. Ia menanggalkan
dari keduanya pakaian mereka untuk memperlihatkan
kepada keduanya aurat-aurat mereka. Sesungguhnya ia
dan pengikut-pengikutnya melihat kalian sedangkan
kalian tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya kami
telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpim
bagi orang-orang yang tidak beriman." [QS. al A‟rof (7):
27)]
B. Sebuah Ancaman Abadi
Dengan rasa berang karena dengki dan dendam
kepada Adam serta ledakan kekufuran yang sangat
dahsyat yang selama ini terpendam didalam lapisan
bawah hatinya, Iblis pun berteriak: "Akan ku-duduki
jalan-Mu yang lurus! Akan ku-cegah mereka untuk
menitinya!!".
Alloh berfirman:
    
 
    

14 | Sirotulmustaqim
"Iblis menjawab: Karena Engkau telah menghukumku
tersesat!, Akan kuhalangi mereka dari jalan yang lurus
(Sirotulmustaqim)!" [QS. al A‟rof (7): 16]
Dia sudah bertekad untuk menghabiskan umurnya
menjadi "Penjegal" Sirotulmustaqim dengan sekuat
tenaganya mencegah dan mengecohkan anak-anak
Adam dari memasuki Sirotulmustaqim.
Segala tipu muslihat dilakukannya. Dari membuat jalan-jalan
alternatif yang terang-terangan memakai nama lain selain
Islam, sampai pada ajaran-ajaran yang mengatasnamakan
Islam dan ajaran-ajaran bid'ah. Dari agama-agama kesyi-
rikan yang menyembah patung-patung, binatang ataupun
matahari sampai kesyirikan-kesyirikan terselubung seperti
sihir, istigotsah kepada selain Alloh , ruwatan dan lain-lain,
sampai kepada memutarbalikkan ajaran Islam itu sendiri!!.
Demikian juga makanan-makanan dan minuman-minuman
haram yang diganti namanya dengan nama-nama yang di
indah-indahkan dan diekspose manfaat dustanya. Pintu-
pintu maksiat diperluas dan dihiasi, ketakwaan dicela
sampai-sampai peninggalannya menjadi salah satu sifat
bijaksana atau syarat untuk menjadi manusia moderen yang
beradab. Semua itu dengan tujuan menggiring manusia ke
pintu-pintu Jahannam.
Demikian pentingnya Sirotulmustaqim itu sampai Iblis siap
menghabiskan seluruh umurnya untuk menyumbat
Sirotulmustaqim di hadapan manusia.
Jadi apa gerangan Sirotulmustaqim itu?.

Jalan yang Lurus | 15


BAB II
SIROTULMUSTAQIM
(JALAN YANG LURUS)

Sirotulmustaqim adalah sebuah ungkapan atau istilah yang


disebut dalam banyak ayat al-Qur‟an al-Karim. Secara bahasa,
sirot berarti jalan yang mudah dilalui, sedangkan arti dari
mustaqim adalah yang lurus, serta tidak bengkok dan cacat.
Alloh menyebutkan sirotulmustaqim dalam banyak ayat al-
Qur‟an yang merupakan firman-Nya, dan Alloh pun
menegaskan bahwa Dia Yang Maha Agung lagi Perkasa
berada di atas sirotulmustaqim.
 
   
“...Sesungguhnya Robbku di atas sirotulmustaqim (jalan
yang lurus).” [QS. Hud (11): 56]
Alloh memberikan hidayah berupa sirotulmustaqim kepada
Nabi-Nya, Muhammad .
           
 

      


“Katakanlah: ‟Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh
Robbku sirotulmustaqim (jalan yang lurus), (yaitu)
agama yang benar, agama Ibrohim yang lurus, dan

16 | Sirotulmustaqim
Ibrohim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik.”
[QS. al-An‟am (6): 161]
Kemudian Alloh memerintahkan hamba-hamba-Nya
yang beriman agar meminta petunjuk dan pertolongan
untuk dapat meniti sirotulmustaqim, sebagaimana
disebutkan dalam surat al-Fatihah:

     


   

 
   
 
“Tunjukilah kami sirotulmustaqim (jalan yang lurus),
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat
kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” [QS. al-Fatihah
(1): 6-7]
Alloh juga memerintahkan kita untuk mengikuti
sirotulmustaqim, sebagaimana firman-Nya:

         

         


   

“ Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah


sirotulmustaqim (jalan-Ku yang lurus), maka ikutilah dia,
dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain)
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari
jalan-Nya. Demikianlah wasiat Alloh kepada kalian
agar kalian bertakwa.” [QS. al-An‟am (6): 153]

Jalan yang Lurus | 17


Para ulama telah banyak membahas dan menjelaskan
tentang makna sirotulmustaqim. Ibnu Katsir menukil atsar
(perkataan) para sahabat dan tabi‟in ketika menjelaskan
sirotulmustaqim. Di antara mereka ada yang menyatakan
bahwa sirotulmustaqim adalah Islam, ada yang menyatakan
sirotulmustaqim adalah al-haqq (kebenaran), lainnya lagi
berkata bahwa sirotulmustaqim adalah Nabi Muhammad
dan kedua sahabatnya, Abu Bakar dan „Umar .
Kemudian Ibnu Katsir berkata:
“Semua pendapat tersebut di atas adalah benar, bahkan saling
melengkapi. Karena setiap yang mengikuti Nabi Muhammad
dan kedua sahabatnya berarti telah mengikuti kebenaran,
dan barangsiapa yang mengikuti kebenaran maka ia telah
mengikuti Islam, dan barangsiapa yang mengikuti Islam
berarti ia telah mengikuti al-Qur‟an, yaitu kitabulloh yang
teguh dan jalan-Nya yang lurus.”
Beberapa pendapat yang dinukil dari para ulama salaf di atas
menunjukkan dan membuktikan keluasan ilmu mereka. Mereka
mengetahui bahwa sirotulmustaqim berikut berbagai realisasi dan
konsekuensinya adalah dengan mengikuti Islam secara kaffah
(totalitas), baik secara global maupun terperinci. Islam kaffah
adalah kebenaran dan kebenaran datangnya dari al-Qur‟an. Dan
sebaik-baik orang yang mengamalkan dan merealisasikan apa
yang terdapat dalam al-Qur‟an adalah Nabi Muhammad dan
kedua sahabatnya. Oleh karena itu, Rosululloh bersabda:

“Ikutilah dua orang sepeninggalku; Abu Bakar dan


„Umar.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Tidak ada jalan lain untuk sampai kepada Alloh kecuali
dengan jalan tersebut, bahkan semua jalan tertutup bagi seluruh

18 | Sirotulmustaqim
hamba kecuali jalan-Nya yang telah Ia jelaskan melalui lisan
para rosul-Nya, dan yang Ia telah jadikan sebagai sarana yang
dapat menghubungkan kepada-Nya. Dan memang hanya Alloh
sajalah yang dapat memberikan petunjuk kepada sirotul-
mustaqim tersebut.
      
“...Dan Alloh selalu memberi petunjuk orang yang
dikehendaki-Nya kepada sirotulmustaqim (jalan yang
lurus).” [QS. al-Baqoroh (2): 213]
Sirotulmustaqim berarti mengesakan Alloh dalam beribadah
dan mengikuti Rosululloh, Muhammad dalam beribadah
kepada-Nya. Tidak menyekutukan Alloh dengan sesuatupun
dalam beribadah kepada-Nya, juga tidak menyekutukan
Rosululloh dengan siapapun dalam ”pengikutan”.
Memurnikan tauhidulloh dan memurnikan ittiba‟ (mengikuti)
Rosululloh adalah menempuh sirotulmustaqim.
Jadi sirotulmustaqim adalah beribadah hanya kepada Alloh
semata, dengan tidak menyekutukan-Nya, serta ittiba‟ secara total
kepada Muhammad , yang merupakan realisasi dari
syahadatain (dua kalimat syahadat); bersaksi bahwa tidak ada
ilah yang berhak disembah kecuali Alloh dan bersaksi bahwa
Muhammad adalah rosul (utusan)-Nya. Keduanya, tauhid
dan ittiba‟ adalah dasar dan landasan Islam yang paling utama.
Di ayat 161 surat al-An‟am yang tadi kita paparkan, Alloh
menjelaskan bahwa sirotulmustaqim adalah “agama yang
benar, agama Ibrohim yang lurus.” Agama itu adalah
Islam. Jadi sirotulmustaqim adalah Islam.

Jalan yang Lurus | 19


Sebagai pendukung apa yang telah dikemukakan di atas, Ibnul
Qoyyim berkata:
“Ungkapan yang bersifat menyeluruh tentang sirotul-
mustaqim, bahwa ia (sirotulmustaqim) adalah jalan yang
dipancangkan Alloh untuk para hamba-Nya yang dapat
menghubungkan kepada-Nya melalui lisan para rosul-Nya.
Tidak ada jalan lain untuk sampai kepada-Nya, kecuali
melalui jalan tersebut, yaitu mengesakan-Nya dalam
beribadah dan mengesakan para rosul-Nya dalam ketaatan.
Dan hal ini merupakan kandungan utama dari syahadat La
Ilaha Illalloh dan syahadat Anna Muhammadan „Abduhu
wa Rosuluhu. Kesimpulannya, yaitu engkau mencintainya
dengan sepenuh hati dan meridoinya dengan segenap
upaya, sehingga dalam hatimu tidak ada hal lain selain
dipenuhi kecintaan kepadanya, dan tidak ada sedikitpun
kehendak atau upayamu kecuali untuk menggapai
keridoannya. Hal ini tiada lain adalah al-haqq (kebenaran),
yaitu dengan mengenal dan mengamalkannya (kebenaran)
serta dengan mengetahui agama yang dibawa oleh para
rosul utusan Alloh dan menjalankannya dengan
konsekuen.”

20 | Sirotulmustaqim
BAB III
HIDAYAH MENUJU
SIROTULMUSTAQIM

Karena demikian pentingnya hidayah (petunjuk) yang menuntun


kita untuk menuju dan meniti sirotulmustaqim, maka diwajibkan
atas kita untuk memohonnya dari Alloh dalam setiap solat kita,
yaitu ketika membaca ayat keenam dari surat al-Fatihah:

   
“Tunjukilah kami sirotulmustaqim (jalan yang lurus).”
[QS. al-Fatihah (1): 6]
Akan tetapi, ketika arti sirotulmustaqim adalah Islam itu sendiri,
mengapa kita yang sudah menjadi orang-orang Islam, masih saja
diperintahkan untuk terus memohon sirotulmustaqim, bahkan
sampai akhir hidup kita? Bukankah kita telah mendapatkannya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu menyimak hal-
hal berikut:
A. Arti “Hidayah”.
Dalam ayat-ayat al-Qur‟an, hidayah mempunyai dua arti
atau dua sisi dari satu arti. Yaitu:
1. Hidayah dalam arti “ilmu”.
Pada hakikatnya substansi kata-kata hidayah adalah
“ilmu”. Yaitu ilmu yang benar yang menuntun seseorang
menuju sirotulmustaqim dan memandunya untuk meniti
jalan tersebut.

Jalan yang Lurus | 21


Ilmu ini berasal dari Alloh dan diberikan kepada hamba-
hamba-Nya melalui para rosul-Nya. Kemudian disebarkan
kepada seluruh umat manusia oleh para pewaris
kenabian, yaitu para ‟ulama, bahkan siapa saja yang
memiliki bagian dari ilmu yang dibawa oleh para nabi,
mampu “memberikan” hidayah ini, sebatas ilmu yang
mereka miliki.
Jadi hidayah dalam arti ilmu bisa dituntut dari para rosul,
para ‟ulama dan siapa saja yang memilikinya.
Ilmu yang dimaksud adalah ”ilmu tentang apa-apa yang
harus kita percayai dan kita amalkan, serta apa-apa yang
harus kita ingkari dan kita tinggalkan untuk mendapat
keridoan Alloh ”.
Hidayah seperti ini dinamakan pula hidayah dilalah.
Tetapi pemberian hidayah ini oleh mereka yang me-
milikinya hanya sampai pada tahap “penyampaian” saja.


    
  
”Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi
petunjuk (hidayah) kepada sirotulmustaqim (jalan
yang lurus).” [QS. asy-Syuro (42): 52]
Hidayah yang dimaksud dalam ayat tersebut di atas
adalah hidayah dilalah.
2. Sisi atau arti lain dari “hidayah” dinamakan “taufîq”.
Hidayah ini disebut juga dengan nama hidayah
taufiqiyah. Hidayah taufiqiyah adalah tuntunan Alloh
atas hati kita dan pertolongan-Nya yang menjadikan

22 | Sirotulmustaqim
kita menginginkan, mengetahui dan akhirnya mampu
meniti sirotulmustaqim.
Tanpa hidayah ini, maka hidayatul „ilmiyah atau
hidayah dilalah, tidak ada gunanya sama sekali.
    
       


  
  
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi
petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Alloh memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk.”
[QS. al-Qoshosh (28): 56]
Yang dimaksud hidayah dalam ayat di atas adalah
hidayah taufiqiyah yang hanya Alloh sajalah yang
bisa memberikannya. “Hidayah ini dimulai dari
berimannya seseorang”, kemudian mencakup:
a. Kemauan dan kemampuan untuk belajar ilmu yang
benar.
b. Mendapatkan guru atau sumber untuk belajar ilmu
yang benar.
c. Mempelajari ilmu tersebut.
d. Memahami apa yang dipelajari.
e. Menerima apa yang telah dipahami.
f. Menerapkan dan mengamalkan apa-apa yang
diterima.
g. Keikhlasan untuk meniti semua hal tersebut di atas.

Jalan yang Lurus | 23


h. Ittiba‟ (pengikutan) kepada Rosululloh dalam
pemahaman dan pengamalan.
Dikarenakan ajaran-ajaran Islam terlalu luas dan trik-trik
atau tipu daya penyesatan dari setan pun terlalu banyak,
maka jika kita menghendaki agar kita selalu berada dalam
keislaman dan tetap dapat mempertahankan prestasi-
prestasi keislaman (kebaikan atau amal perbuatan taat)
yang sudah kita miliki, juga bila kita ingin selamat dari trik-
trik penyesatan tersebut di setiap waktu, maka kita pun
membutuhkan hidayah dengan kedua sisi dan seluruh
cakupannya seumur hidup kita, di setiap waktu pula.
Dengan demikian jelaslah mengapa kita harus selalu
memohon dan berusaha untuk mendapatkan hidayah
menuju sirotulmustaqim secara terus menerus.

B. Cara Mendapatkan Hidayah Menuju Sirotul-


mustaqim.
1. Memohon kedua sisi hidayah tersebut dari yang
memilikinya secara mutlak.
Kita harus terus menerus memohon hidayah pada Alloh ,
baik dalam solat maupun di luar solat, karena hanya Dia-
lah yang sanggup memberikannya kepada kita dalam
bentuk yang sempurna dan berguna.

  
     
“...Dan Alloh memberi petunjuk kepada siapa saja
yang Dia kehendaki ke sirotulmustaqim (jalan yang
lurus).” [QS. al-Baqoroh (2): 213]
Dalam hadits qudsi, Alloh berfirman:

24 | Sirotulmustaqim
“Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua sesat
kecuali orang yang telah Aku beri hidayah
(petunjuk), maka hendaklah kalian meminta
petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya.”
(HR. Muslim)
2. Belajar dan beramal.
Setiap orang yang bermujahadah (bersungguh-sungguh)
diri untuk mempelajari ilmu yang diberikan Alloh
kepada para rosul-Nya dengan ikhlas dan mengamalkan
apa-apa yang dipelajarinya, maka akan dibukakan
untuknya pintu-pintu ilmu yang belum diketahuinya.
Ketika mengamalkan ilmu baru terse-but, maka diberikan
lagi baginya ilmu-ilmu yang belum pernah diketahuinya,
demikian seterusnya.
     
     


 
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridoan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Alloh benar-benar beserta orang-
orang yang berbuat baik.” [QS. al-„Ankabut (29): 69]
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir berkata:

Jalan yang Lurus | 25


“Yaitu orang-orang yang mengamalkan apa-apa
yang diketahuinya, maka Alloh akan menunjuki
mereka ilmu-ilmu yang belum mereka ketahui.”
3. Bertakwa kepada Alloh .
Selama seorang muslim memegang teguh perintah
Alloh dan mentaati-Nya serta menjauhi dan
menghindari larangan-Nya, selama itu pula Alloh
akan memberi hidayah kepada hatinya, dan meng-
anugerahinya cahaya yang akan meneranginya saat ia
berjalan dalam kegelapan.

         

 
           

   
  
“Hai orang-orang yang beriman (kepada para
rosul), bertakwalah kepada Alloh dan ber-
imanlah kepada Rosul-Nya, niscaya Alloh
memberikan rahmat-Nya kepada kalian dua
bagian, dan menjadikan untuk kalian cahaya yang
dengan cahaya itu kalian dapat berjalan dan Dia
mengampuni kalian. Dan Alloh Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” [QS. al-Hadid (57): 28]
 
        

         


   



26 | Sirotulmustaqim
“Hai orang-orang beriman, jika kalian bertakwa kepada
Alloh, niscaya Dia akan memberikan kepada kalian
furqon dan menghapuskan segala kesalahan-
kesalahan kalian dan mengampuni (dosa-dosa)
kalian. Dan Alloh mempunyai karunia yang besar.”
[QS. al-Anfal (8): 29]
Catatan:
Furqon adalah kemampuan untuk mengenal dan membeda-
kan antara kebenaran dan kebatilan, dan ini adalah inti dari
hidayah.
Ibnu Katsir berkata:

“Furqon adalah pembeda antara kebenaran dan ke-


batilan.”
as-Sa‟di berkata:

“Furqon adalah ilmu dan hidayah yang dengan keduanya


pemiliknya dapat membedakan antara hidayah dan kesesatan,
kebenaran dan kebatilan, yang halal dan haram, serta antara
peniti jalan kebahagiaan dengan jalan kesengsaraan.”

Jalan yang Lurus | 27


BAB IV
YANG BENAR HANYA ISLAM!

Untuk beribadah kepada Alloh dan untuk mencapai keridoan-


Nya, Alloh hanya menurunkan satu agama kepada hamba-
hamba-Nya, sejak awal penciptaan manusia hingga hari kiamat
kelak, yaitu agama Islam. Seluruh nabi, dari Nabi Adam
sampai Nabi Muhammad , hanya membawa dan
mendakwahkan agama Islam. Itulah sirotulmustaqim.


  
    
“Sesungguhnya agama (yang diridoi) di sisi Alloh hanyalah
Islam.” [QS. Ali „Imron (3): 19]
Inti agama Islam adalah “berserah diri secara total kepada Alloh ,
mengesakan-Nya, mengagungkan-Nya dan mencintai-Nya
dengan mengikuti wahyu dan syariat-Nya”. Hakikat sesuatu yang
diajarkan oleh Islam tidak akan pernah berubah, sejak Nabi
Adam sampai Nabi Muhammad dan hingga hari kiamat.
Adapun syariat yang diturunkan Alloh , yaitu cara beribadah,
tempat dan kadar peribadatan serta peraturan kemasyarakatan,
bahkan hukum halal dan haram, masih bisa berbeda antara satu
rosul dengan yang lainnya. Oleh karena itu, walaupun berbeda
dalam syariat di beberapa bagian detail atau rinciannya
(mayoritas syari‟at global sama saja), namun aqidah para nabi
dan ajaran mereka adalah sama, yaitu Islam.

28 | Sirotulmustaqim
Nabi Musa adalah nabi Islam, beragama Islam dan men-
dakwahkan Islam serta para pengikutnya adalah orang-
orang Islam, bukan orang-orang Yahudi.
Sedangkan agama Yahudi adalah agama batil yang dianut
oleh orang-orang yang menyelisihi ajaran yang dibawa oleh
Nabi Musa .
            


“Musa Berkata: „Wahai kaum, jika kalian beriman kepada
Alloh, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika
kalian benar-benar orang-orang islam (muslimin).”
[QS. Yunus (10): 84]
Demikian pula halnya dengan Nabi Isa dan para pengi-
kutnya yang setia, mereka adalah kaum muslimin sedangkan
para penyelisihnya yang dinamakan umat Kristiani dengan
agama mereka (Kristen), mereka adalah kaum musyrikin.
     
      
  
 

         


“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani
lsrail), ia berkata: „Siapakah yang siap menjadi penolong-
penolongku untuk (menegakkan agama) Alloh?‟, para
hawariyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: „Kamilah
penolong-penolong (agama) Alloh, kami beriman kepada
Alloh; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah
orang-orang Islam.” [QS. Ali „Imron (3): 52]

Jalan yang Lurus | 29


         

    


“Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa
yang setia: „Berimanlah kalian kepada-Ku dan kepada
rosul-Ku‟. Mereka menjawab: „Kami telah beriman dan sak-
sikanlah (wahai rosul) bahwa sesungguhnya kami adalah
orang-orang Islam (muslimun).” [QS. al-Ma‟idah (5): 111]
Pada waktu yang sama, Alloh menolak semua agama
selain Islam, walaupun bertujuan atau ditujukan untuk
mendapatkan keridoan-Nya.
          
  

 
“Barangsiapa menganut agama selain Islam, maka sekali-
kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di
akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS. Ali „Imron
(3): 85]
   
      

  


“…Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian
agama kalian dan telah Ku-cukupkan kepada kalian
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridoi Islam itu jadi agama
kalian….” [QS. al-Ma‟idah (5): 3]


30 | Sirotulmustaqim
BAB V
PENYELISIHAN
SIROTULMUSTAQIM

Alloh telah memancangkan suatu jalan yang lurus menuju


kepada-Nya. Namun hanya ada satu jalan! Siapa yang menitinya
sampai akhir, maka dia akan selamat dan mendapatkan
kehidupan yang baik ketika di dunia, dan mendapatkan
kebahagiaan dan kenikmatan abadi tiada tara di akhirat nanti.
Jalan itu adalah sirotulmustaqim!
Jalan itu adalah Islam!
Untuk mengelabui manusia dan mengecohkan mereka agar
tidak memilih sirotulmustaqim (Islam), setan pun membuat
jalan-jalan lain di sekeliling Islam, yang merupakan agama-
agama dan manhaj-manhaj sesat, baik klasik maupun
kontemporer. Agama-agama, aliran-aliran dan manhaj-manhaj
sesat tersebut disediakan setan sebagai wadah spiritual dan
sospol alternatif untuk menampung mereka yang tersesatkan
dari sirotulmustaqim dan tidak memasukinya, atau untuk
mereka yang belum mendapatkan da‟wah sirotulmustaqim.

Jalan yang Lurus | 31


Dari „Abdullah bin Mas‟ud , ia berkata bahwa suatu
saat Rosululloh menggaris suatu garis lurus kemudian
bersabda: „Ini adalah jalan Alloh‟, kemudian beliau
membuat beberapa garis di kanan dan kirinya, lalu
bersabda: „Ini adalah jalan-jalan, di setiap jalan ini ada
setan yang menyeru kepadanya!‟, kemudian beliau
membaca ayat: „Inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah
ia dan jangan kalian ikuti jalan-jalan yang lainnya niscaya
akan menyimpangkan kalian dari jalan-Nya.” QS. al-
An‟am (6): 153.” (HR. Bukhori, Tirmidzi, Ibnu Majah,
Ahmad dan Darimi)
Di sini jelas sekali digambarkan bahwa setan menyeru kepada
jalan-jalan alternatif, yang tidak diragukan lagi akan menuntun
penitinya ke pintu-pintu Jahannam. Na‟udzu billah!
Untuk mengeluarkan mereka yang sudah meniti sirotul-
mustaqim, setan pun membuat ajaran-ajaran dan aliran-aliran
yang mencampuradukkan antara kebenaran Islam dengan
kebatilan. Jalan-jalan ini menempel ke jalan sirotulmustaqim,
hingga seakan-akan merupakan cabang-cabangnya. Sehingga
orang yang berjalan di atasnya akan berpijak dengan satu
kakinya di dalam Islam dan kaki satunya lagi berada di luar
Islam, atau bisa jadi keduanya di luar Islam.
Ditinjau dari bagaimana posisi kakinya yang di dalam Islam
dan bagaimana yang di luar Islam, mereka terbagi menjadi
dua golongan, yaitu:
1. Mereka yang sudah keluar dari Islam (murtad).
2. Mereka yang belum keluar dari Islam (ahlul bid‟ah).
Jalan-jalan itu adalah produk bersama antara hawa nafsu
manusia dan kejahilannya dengan “bimbingan” setan. Jalan-
jalan itu menerobos dan melanggar batas-batas yang sudah

32 | Sirotulmustaqim
ditentukan Alloh baik di dalam bidang pemikiran maupun
di bidang amal perbuatan.
Rosululloh bersabda:

“Alloh mengumpamakan sirotulmustaqim sebagai sebuah


jalan yang di samping kanan dan kirinya terdapat pagar,
pada masing-masing pagar terdapat pintu-pintu yang
terbuka, pada pintu-pintu itu terdapat tirai yang terurai. Di
pangkal sirot ada penyeru yang mengatakan: „Wahai
manusia, masuklah kalian semua ke dalam sirot dan
jangan membelok!‟. (Di samping itu) ada pula penyeru
(lain) dari atas sirot yang jika seseorang ingin membuka
sesuatu dari pintu-pintu tersebut ia berkata: „Celaka kamu,
jangan engkau buka pintu itu, jika engkau membukanya,
maka engkau akan masuk ke dalamnya!‟.
Sirot tersebut adalah Islam, dua pagar adalah hudud
(larangan atau batasan) Alloh, dan pintu-pintu yang
terbuka adalah hal-hal yang diharamkan Alloh, adapun

Jalan yang Lurus | 33


yang menyeru di pangkal sirot adalah penyeru Kitabulloh,
dan penyeru dari atas sirot adalah peringatan Alloh yang
ada pada hati setiap muslim.” (HR. Tirmidzi, Ahmad dan
Hakim)
Jadi (al-Qur‟an) adalah yang menyeru manusia untuk meniti
sirotulmustaqim (masuk Islam) setelah ia menapakinya. Alloh
memberikan kepada setiap orang wa‟iz (pemberi peringatan) di
dalam hatinya, sebesar kadar ketakwaannya. Setiap orang yang
ingin melanggar hudud (larangan-larangan atau batasan-batasan)
Alloh , maka “pemberi peringatan” tersebut akan mempe-
ringatkannya. Siapa yang mentaatinya ia akan selamat, dan
setiap orang yang menolak peringatannya serta terus melang-
garnya, dia akan terjebak ke dalam bahaya yang mengancam.
Kalau pelanggarannya sampai mengeluarkan dirinya dari Islam,
maka dia menjadi seorang kafir. Kalau pelanggarannya belum
mengeluarkannya dari Islam, seperti kebid‟ahan dan kemaksiatan
(pengabaian perintah atau pelanggaran larangan), maka akan
tetap berstatus muslim dengan menyandang noda-noda kesa-
lahan yang kelak ketika ia menyeberangi jembatan di atas Jahan-
nam akan berupa luka-luka dikarenakan pukulan jangkar-jangkar
yang mungkin saja akan menjatuhkannya ke neraka. Kecuali ka-
lau ia mendapat ampunan dari Alloh , baik dengan sebab tau-
batnya di dunia maupun tanpa taubat, yaitu karena pahala-pa-
hala amalannya atau semata-mata karena rahmat Alloh saja.
Oleh karena itu, ketika di dunia kita semua hendaknya
meniti sirotulmustaqim dengan sungguh-sungguh, karena
kesungguhan ini akan berlanjut kepada kemudahan penitian
sirot ketika di akhirat kelak, dan amal perbuatan akan
diganjar dengan balasan yang setimpal dan sejenis.

34 | Sirotulmustaqim
      
“...Tiadalah kalian dibalas, melainkan (setimpal) dengan
apa yang dahulu kalian kerjakan.” [QS. an-Naml
(27): 90]
Maka dari itu, masing-masing kita hendaknya memperha-
tikan banyaknya syubhat dan syahwat yang merintangi
penitian kita dalam meniti sirotulmustaqim, karena
sesungguhnya syubhat dan syahwat tersebut tiada lain adalah
jangkar-jangkar yang ada di kedua sisi sirot yang akan kita
lalui ketika di akhirat nanti.
Ya, jangkar-jangkar yang dapat menjerumuskan dan
menghalangi orang-orang yang akan melewatinya. Bila ketika di
dunia kita menyandang banyak noda kesalahan karena syubhat
dan syahwat, maka di akhirat kita pun akan membawa banyak
goresan luka akibat tikaman jangkar! Kecuali jika Alloh
merahmati dan mengampuni.

      


      
  

 
“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang soleh, maka
(pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang
berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan
sekali-sekali tidaklah Robbmu menganiaya hamba-
hamba-(Nya).” [QS. Fushshilat (41): 46]
Pintu-pintu yang terbuka dan bertirai itu adalah jalan-jalan
penyelisihan dari sirotulmustaqim bagi mereka yang telah
memasukinya. Setan membujuk manusia untuk memasuki
jalan-jalan itu dengan segala tipu muslihat.

Jalan yang Lurus | 35


Jadi dapat kita simpulkan bahwa penyelisihan dari sirotul-
mustaqim terbagi atas tiga bagian utama, yaitu:
1. Tidak masuk sirotulmustaqim sama sekali, atau keluar total
dari sirotulmustaqim setelah memasukinya (murtad).
Penyelisihan semacam ini adalah bentuk kekafiran atau
kesyirikan. Pelakunya, jika tidak memasuki (kembali) sirotul-
mustaqim, maka sampai mati akan kekal di neraka. Dasar
dari penyelisihan ini adalah tidak menerima syahadatain
secara bulat dan tidak mau berkomitmen kepadanya.
2. Penyelisihan kedua terjadi pada mereka yang meneri-ma
syahadatain, mengikrarkan dan menerima “TIADA ILAH
(TUHAN) YANG BENAR SELAIN ALLOH” dan
“MUHAMMAD ADALAH ROSULULLOH”, tetapi mereka
jatuh ke dalam kesalahan mendasar dalam ittiba‟ (pengikutan
kepada Rosululloh ) dalam pemahaman dan penerapan
terhadap beberapa bagian dari Islam. Tetapi hal itu hanya
dikarenakan berpegang pada prinsip-prinsip dasar yang
salah dalam ittiba‟, tanpa sengaja menolak ittiba‟.
Atau setelah menerima syahadatain dan mau berko-
mitmen kepada ittiba‟ serta tidak berpegang kepada salah
satu prinsip bid‟ah, namun penerapan keislaman mereka
tetap didominasi oleh praktek-praktek kebid‟ahan. Kedua
golongan ini adalah ahlul bid‟ah.
Walaupun pada umumnya mereka masih berada di dalam
lingkaran Islam, akan tetapi apa yang mereka kerjakan adalah
dosa-dosa yang sangat besar. Bahkan tidak sedikit di antara
mereka yang terus berkembang kebid‟ahannya sampai
terjerumus kepada kekafiran yang nyata. Walaupun secara
teori penyelisihan ini lebih kecil dibanding penyelisihan
pertama, tetapi penyelisihan ini bisa dinamakan pembunuhan

36 | Sirotulmustaqim
terhadap Islam secara perlahan-lahan, karena dengan terus
berkembangnya bid‟ah, maka ajaran Islam yang benar
(Sunnah) lama kelamaan akan tergantikan oleh bid‟ah tersebut
hingga pada akhirnya akan menghilang. Walaupun secara
praktek hilangnya Islam tidak akan terjadi karena Alloh telah
berjanji untuk menjaganya dan menolong hamba-hamba-Nya
yang beriman.
3. Penyelisihan ketiga adalah penyelisihan yang berbentuk
“pengabaian perintah” atau “pelanggaran larangan”.
Penyelisihan ini pada asalnya tidak didasarkan pada
penolakan syahâdatain dan bukan juga jatuh pada ke-
salahan mendasar dalam ittiba‟, tetapi hanya dikarenakan
kelemahan dalam melawan hawa nafsu dan juga seringkali
dikarenakan kejahilan.
Pengabaian atau peninggalan perintah seperti; perintah me-
nutup aurat, menutup mata terhadap aurat orang lain, berbakti
kepada orang tua, meninggalkan solat lima waktu dan seba-
gainya. Sedangkan pelanggaran larangan misalnya: meng-
gunjing, pacaran, berzina, mencuri, menipu, dan lain-lain.
Walaupun akibat penyelisihan ini cukup mengerikan, baik
ketika di dunia maupun di akhirat dikarenakan noda-noda
dosa yang bisa menghitamkan hati (kebanyakan orang tidak
menyadarinya), tetapi pada umumnya bukanlah penyelisihan
yang mendasar. Kecuali beberapa bentuk darinya yang bisa
sampai mengeluarkan seseorang dari Islam (seperti
meninggalkan solat lima waktu misalnya), dan sebagian lain
termasuk dosa-dosa besar (seperti berzina, mencuri, dan lain-
lain), yang dapat mengantarkan seseorang untuk menetap
sangat lama di neraka Jahannam, sebelum dikeluarkan untuk
memasuki surga.

Jalan yang Lurus | 37


BAB VI
TERPECAH....
DAN YANG BENAR HANYA SATU!

Karena penyelisihan sirotulmustaqim macam kedua bersifat


sangat samar dan tujuan buku ini adalah meluruskan serta
menerangkan jalan titian kita pada dasar-dasar Islam, maka
buku ini lebih difokuskan kepada penyelisihan macam kedua,
yaitu penyelisihan mendasar dengan tetap adanya
penerimaan kepada syahadatain.
Alloh adalah satu-satunya Robb (Tuhan) yang benar, dan
Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Tetapi pada
zaman kita sekarang ini, kita dapati “banyak Islam”.
Berdasarkan prinsip asasi bahwa Islam yang benar hanyalah
satu, maka di antara yang banyak itu, hanya satu Islam yang
benar-benar Islam dan murni.
Alloh telah menegaskan bahwa jalan-Nya hanyalah satu
sirot, dan bukan subul (banyak jalan).

        


  

           
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah
sirotulmustaqim (jalan-Ku yang lurus), maka ikutilah jalan
ini, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari

38 | Sirotulmustaqim
jalannya. Demikianlah wasiat Alloh kepada kalian agar
kalian bertakwa.” [QS. al-An‟am (6): 153]
Selain Islam yang benar lagi murni, maka tidak akan dapat
menyampaikan kepada keridoan Alloh . Semakin bertambah
kekurangmurnian Islam pada diri seseorang, maka semakin
bertambah terancam pula tujuannya dalam mendapatkan
keridoan Alloh yang mutlak. Semakin bertambah
ketidakmurnian keislaman seseorang, maka semakin bertambah
pula kejauhannya dari Alloh . Ini semua terjadi ketika
kekurangmurnian keislaman seseorang masih dalam lingkaran
umum Islam. Tetapi ketika ketidakmurnian terus melebar, hal ini
bisa mengantarkan seseorang kepada kekafiran.
Umat ini akan terpecah menjadi banyak golongan. Dan
memang sudah terpecah! Namun hanya satu yang benar, dan
yang lain salah! Hanya satu yang akan selamat dari api neraka,
sedangkan yang lain akan memasuki neraka terlebih dahulu!

“Sesungguhnya umatku akan berpecah-belah menjadi 73


golongan. Satu golongan di dalam surga dan 72 golongan
di dalam neraka. Ditanyakan kepada beliau: „Siapakah
mereka (yang satu golongan) itu wahai Rosululloh?‟, maka
beliau menjawab: „al-Jama‟ah.” (HR. Ibnu Majah, Ibnu
Abi „Ashim dan al Lalika‟i)

Jalan yang Lurus | 39


“Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah-belah menjadi
72 kelompok keagamaan, dan umatku akan berpecah-
belah menjadi 73 kelompok keagamaan. Seluruhnya
berada di api neraka, kecuali satu kelompok. Mereka
(para sahabat) bertanya: „Siapakah satu kelompok itu
wahai Rosululloh?‟, maka beliau menjawab: „Mereka
yang mengikuti jejakku dan jejak para sahabatku.” (HR.
Tirmidzi, Hakim dan al Lalika‟i)
Dari penjelasan tersebut di atas, gugurlah teori Pluralisme di
dasar Jahannam yang paling dalam!
Yang benar hanya satu!
Maka sangat wajiblah bagi kita untuk mempelajari yang satu
tersebut dan menghindar dari yang lainnya!
A. Arti Iftiroq (perpecahan).
Arti dari iftiroq atau perpecahan dalam konteks ini adalah
meninggalkan garis lurus sirotulmustaqim dan mengikuti
garis-garis sesat yang banyak dan bercabang-cabang.
Dengan kata lain, iftiroq berarti memilih jalan-jalan lain
(alternatif) dalam memahami dan menerapkan Islam, selain
dari jalan Rosululloh dan para sahabatnya. Mereka
“menolak”, baik sengaja ataupun tidak manhaj ittiba‟, yaitu
jalan pengikutan kepada Rosululloh .

40 | Sirotulmustaqim
B. Sebab-Sebab Penyimpangan.
Sebab utama dari perpecahan tersebut adalah karena
hawa nafsu dan kejahilan (kebodohan).
Pengikutan kepada hawa nafsu (terutama hawa nafsu
berpendapat) dan kejahilan, telah menimbulkan sebab-sebab
perpecahan lainnya yang banyak sekali.
C. Sejarah Awal Perpecahan.
Firoq dollah berarti golongan-golongan yang sesat, dalam
arti salah memilih jalan dalam menempuh Islam. Kesesatan
bisa berarti bid‟ah dan juga bisa berarti kekafiran.
Tetapi dalam konteks ini, yang dimaksud dengan kesesatan
adalah bid‟ah, yaitu salah memilih jalan dalam meniti Islam.
Yang seharusnya mereka memilih jalan yang telah ditempuh
oleh Rosululloh dan para sahabatnya, yaitu jalan Sunnah,
tetapi mereka malah memilih jalan lainnya yang
tercampur padanya hal-hal yang bukan berasal dari Sunnah
Rosululloh .
Adapun mereka yang sudah keluar dari Islam, maka
walaupun mereka adalah golongan-golongan sesat pada
umumnya, tetapi mereka bukanlah orang-orang yang
dimaksud dalam pembahasan ini. Seperti yang dikabarkan
oleh Rosululloh dalam hadits-hadits yang lalu, bahwa
firqoh dollah tersebut akan bermunculan sampai bilangannya
mencapai 72 (tujuh puluh dua) golongan.
Begitulah yang mulai terjadi pada masa-masa terakhir
khulafa‟urrosyidin (empat kholifah yang mendapat petunjuk).
Walaupun bibit-bibit furqoh (perpecahan) dan firoq
(kelompok-kelompok) sudah mulai bersemi sebelum

Jalan yang Lurus | 41


kekhilafahan „Ali bin Abi Tolib , akan tetapi munculnya
golongan sesat pertama yang mengkristal sebagai sebuah
kelompok, baru terjadi pada zaman kekhilafahan beliau. „Ali
bin Abi Tolib diangkat menjadi kholifah setelah
terbunuhnya kholifah „Utsman bin „Affan di tangan
segerombolan ahlul fitnah pada tahun 35 H. Ketika itu
terjadilah perselisihan pendapat tentang cara penyelesaian
bagi kasus pembunuhan tersebut, antara „Ali bin Abi Tolib
sebagai kholifah dan Mu‟awiyah bin Abi Sufyan , yang
pada waktu itu menjabat sebagai gubernur Syam (Syiria dan
sekitarnya). Perselisihan tersebut bertambah runcing hingga
terjadi peperangan di antara kedua pihak. Manhaj Ahlus
Sunnah dalam hal perselisihan di antara para sahabat adalah
tidak mencampuri apa-apa yang terjadi di antara mereka,
bahkan kita harus mendoakan kebaikan bagi mereka semua.
Dalam suatu pertempuran antara pendukung „Ali bin Abi
Tolib dan pendukung Mu‟awiyah , terjadi suatu
kesepakatan untuk berunding menyelesaikan masalah tersebut
dengan damai. Maka diangkatlah dari setiap pihak seorang
hakim untuk menerapkan hukum Alloh dalam
menyelesaikan masalah yang pelik ini. Di sinilah
munculnya firqoh sesat pertama yang keluar dari jalan
Sunnah dan keluar dari Jama‟ah kaum muslimin. Firqoh ini
dinamakan Khowarij, yang berarti orang-orang yang keluar.
Mereka keluar dari Sunnah dan Jama‟ah, tidak lagi sebagai
bagian dari Ahlus Sunnah wal Jama‟ah, ketika mereka
memahami masalah yang ada dari dalil al-Qur‟an tentangnya
bukan dengan manhaj Ahlus Sunnah. Mereka menyatakan
bahwa dengan mengangkat seorang hakim, „Ali bin Abi
Tolib telah memberi hak tasyri‟ (membuat hukum)
kepada makhluk, yang berarti suatu kesyirikan yang

42 | Sirotulmustaqim
nyata. Maka mulailah mereka mengkafirkan „Ali bin Abi
Tolib dan para sahabat pendukungnya. Pada
hakikatnya kedua hakim tersebut tidak diberi mandat untuk
membuat suatu hukum, tetapi hanya diangkat untuk
menghakimi kedua pihak dengan hukum Alloh .
Sebenarnya masalah pengangkatan kedua hakim tersebut
sangat sederhana dan dapat dipahami dengan mudah.
Oleh karena itu, selain karena kebodohan yang nyata pada
mayoritas mereka (kaum Khowarij pada waktu itu), disinyalir
pula ada niat buruk dari sebagian pemimpin mereka yang
menggerakkan keluarnya mereka dari jama‟atul muslimin.
Ketika mereka keluar dan berkumpul di suatu tempat yang
dikenal dengan nama Haruro (dari tempat ini pula
mereka dinamakan haruriyin), bertambah luaslah kesesatan
mereka dengan adanya saling isi-mengisi kesesatan di antara
mereka. Setelah melalui waktu yang cukup panjang dan
dari kurun ke kurun, manhaj ini pun mulai berkembang dan
mencakup hampir seluruh segi agama.
Di antara kesalahan yang termasyhur dari manhaj Khowarij
adalah pengkafiran para pelaku dosa besar. Sebagai reaksi
dari kesalahan ini (paham Khowarij), muncullah pemahaman
yang menolak hubungan antara amal dan kekufuran. Manhaj
ini dinamakan manhaj irja‟ (penganutnya dinamakan Murji‟,
pluralnya adalah Murji‟ah), mereka menyatakan bahwa iman
seseorang tidak berkaitan dengan amal. Jadi bagaimanapun
buruknya perbuatan seseorang, orang itu tidak akan menjadi
kafir selama di dalam hatinya masih ada kepercayaan dan
lisannya masih mengucapkan dua kalimat syahadat.
Kedua kelompok tadi enggan mengikuti manhaj sahabat
yang pada waktu itu banyak yang masih hidup, maka
sesatlah mereka.

Jalan yang Lurus | 43


Pada waktu bersamaan dengan munculnya Khowarij,
benih-benih Syi‟ah sebenarnya sudah ada. Bahkan
penggagas firqoh Syi‟ah, „Abdulloh bin Saba‟ seorang
Yahudi yang pura-pura masuk Islam, sudah bekerja di
bawah tanah dengan gigih di masa khilafah „Utsman bin
„Affan . Yahudi inilah yang menjadi pemimpin gerakan
pembunuhan terhadap „Utsman .
Firqoh Syi‟ah yang dicetuskan oleh „Abdulloh bin Saba‟
adalah firqoh sesat yang kesesatannya sampai pada taraf
kesyirikan, yaitu dengan menuhankan „Ali bin Abi Tolib .
Sedangkan firqoh-firqoh Syi‟ah yang pada akhirnya seakan-
akan berkembang dengan merayap, pada mulanya hanya
terbatas pada sikap mengutamakan „Ali bin Abi Tolib
atas Abu Bakar dan „Umar . Hal ini bertentangan
dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama‟ah yang
menetapkan urutan afdoliyah (keutamaan) mereka sama
persis seperti urutan kekilafahan mereka.
„Ali bin Abi Tolib sendiri sebagai salah satu pelopor Ahlus
Sunnah wal Jama‟ah tidak menyetujui tentang lebih
diutamakannya beliau atas Abu Bakar dan „Umar , bahkan
beliau akan menghukum cambuk orang-orang yang berpen-
dirian demikian. Hingga batas pemahaman seperti ini, Syi‟ah
pada waktu itu hanya sebagai suatu kelompok politik yang
mendukung kholifah „Ali bin Abi Tolib dan anak-anak
keturunannya. Arti kata Syi‟ah sendiri adalah pendukung.
Tetapi kesalahan pemahaman yang kelihatannya sepele ini
kemudian mulai mengembang sampai pada kesesatan yang
sangat mengerikan bahkan pada banyak kelompok-kelompok
Syi‟ah, ada yang sampai pada kekufuran yang nyata sekali.
Kemudian setelahnya, bermunculanlah firqoh-firqoh sesat
lain yang menyandarkan manhaj mereka kepada produk-

44 | Sirotulmustaqim
produk akal mereka dan filsafat Yunani serta menjauhkan
diri dari manhaj sahabat yang mulia.
Di waktu yang sama, sahabat dan para pengikut mereka
yang setia, yaitu tabi‟in dan tabi‟ut-tabi‟in pun senantiasa
gigih mendakwahkan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.
Tidak ada satu pun dari sahabat yang masuk ke dalam salah
satu firqoh-firqoh tersebut. Istilah Ahlus Sunnah, pengikutan
pada sunnah dan yang semisalnya, sebelum itu pun sudah
menjadi istilah resmi di antara para penuntut ilmu. Tetapi
tidak dimaksudkan sebagai firqoh tersendiri dalam tubuh
kaum muslimin, sebab seluruh kaum muslimin pada waktu
itu adalah Ahlus Sunnah. Tetapi ketika firqoh-firqoh yang
meninggalkan manhaj Sunnah dan keluar dari Jama‟ah
mulai bermunculan, maka salafussoleh pun memakai nama
Ahlus Sunnah wal Jama‟ah sebagai identitas resmi dan nama
bagi firqotunnajiyah (golongan selamat), golongan yang
senantiasa komitmen dalam mengikuti jejak Rosululloh
dan para sahabatnya.
Sebab utama dari penyimpangan firoq dôllah pada waktu itu
sebenarnya berakar pada dua hal, yaitu:
1. Tidak mengikuti metode sahabat dalam memaha-mi
al-Qur‟an dan as-Sunnah.
2. Berpedoman kepada sumber-sumber lain selain ke-
pada al-Kitab (al-Qur‟an) dan as-Sunnah dalam
mengambil hukum-hukum Islam, seperti bersandar
kepada akal, mimpi, filsafat dan lain-lainnya.
Kedua sebab tersebut dilahirkan oleh hawa nafsu dan
kejahilan (kebodohan), yang kemudian bercabang menjadi
sebab-sebab yang banyak.

Jalan yang Lurus | 45


BAB VII
FIRQOTUNNAJIYAH
AHLUS SUNNAH WAL JAMA‟AH

A. Firqotunnajiyah.
Arti dari firqotunnajiyah adalah golongan yang selamat.
Maksudnya adalah golongan yang tidak memasuki neraka
sebelum memasuki surga. Hal ini telah dikabarkan oleh
Rosululloh dalam hadits-haditsnya. Dalam hadits-hadits
tersebut telah dijelaskan sifat-sifat global dari golongan
tersebut, di antaranya:
“Mereka yang mengikuti jejakku dan para sahabatku.”
Yang dimaksud dengan kalimat ini adalah “mereka yang
mengikuti ajaran-ajaranku dan para sahabatku dalam
memahami dan melaksanakan Islam (dengan kata lain
mengikuti Sunnah)”.
B. Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.
Ahlus Sunnah wal Jama‟ah adalah nama dari firqotun-
najiyah (golongan selamat). Karena itu arti nama Ahlus
Sunnah wal Jama‟ah pun sama dengan definisi fir-
qotunnajiyah, yaitu mereka yang mengikuti jejak dan
ajaran-ajaran Rosululloh serta para sahabatnya dalam
memahami Islam dan menerapkannya.

46 | Sirotulmustaqim
Mereka juga sangat berpegang pada manhaj para imam
dari tiga generasi setelah Rosululloh yang mana ilmu dan
pengarahan-pengarahan mereka sebagai generasi terbaik
dalam sejarah dunia, sangat dibutuhkan dalam meniti jejak
Rosululloh dan para sahabatnya.
Sedangkan ahlul bid‟ah adalah mereka yang berpegang
kepada satu atau lebih dari prinsip-prinsip bid‟ah, baik dalam
sumber agama atau metode pemahamannya atau pema-
hamannya itu sendiri, atau orang-orang yang berlumuran
bid‟ah dalam kehidupan keagamaan sehari-harinya, walau
tidak mengerti sedikitpun tentang prisip-prinsip bid‟ah.
Dari sini kita dapat memahami bahwa Ahlus Sunnah wal
Jama‟ah adalah seluruh kaum muslimin yang bukan ahlul
bid‟ah, walaupun kejahilannya cukup berat.
Ahlus Sunnah adalah golongan inti (utama) dan mayoritas
dari kaum muslimin, dan bukanlah suatu organisasi tertentu.
Jadi pemahaman bahwa NU (Nahdhatul Ulama) adalah
Ahlus Sunnah sedangkan Muhammadiyah, atau Persis,
atau lainnya bukan Ahlus Sunnah, adalah pemahaman
yang salah lagi keliru. Setiap organisasi harus diukur
berdasarkan manhajnya, apakah manhaj ittiba‟ atau bukan?
Demikian juga personal-personalnya, masing-masing diukur
berdasarkan manhaj keagamaannya.
Kalau ada organisasi yang ternyata menganut manhaj bid‟ah,
seperti mentabanni (mengadopsi/menerima) tarekat-tarekat
bid‟ah, maka belum tentu seluruh personalnya sebagai ahlul
bid‟ah. Walaupun organisasi tersebut dikategorikan sebagai
organisasi bid‟ah sekalipun, tetapi dalam banyak kasus, kita
dapati hanya segelintir pemimpinnya saja yang ahlul bid‟ah,
sedangkan mayoritas anggotanya masih Ahlus Sunnah,

Jalan yang Lurus | 47


meskipun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang jahil
(bodoh).
C. Arti Kata “Sunnah” dan “Jama‟ah”.
1. Sunnah:
Sunnah memiliki beberapa arti. Makna “kata” dari
sunnah adalah jalan atau cara. Salah satu arti dari istilah
sunnah adalah:
“Amal perbuatan yang bila dikerjakan, maka
pelakunya akan mendapatkan pahala dan bila
ditinggalkan, tidak mendapat dosa.”
Dalam konteks ini yang dimaksud sunnah adalah
“jalan, serta cara dan substansi dari pemahaman dan
penerapan Rosululloh tentang Islam.”
2. Jama‟ah:
Jama‟ah dalam bahasa „Arab bisa berarti kaum yang
bersatu, yaitu berdiri dalam satu landasan, dan juga bisa
berarti persatuan itu sendiri.
Dalam konteks ini yang dimaksud jama‟ah adalah
“jama‟ah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti
mereka, dan juga kebersatuan mereka (di atas
kebenaran)”.
D. Nama Umat Ini.
Umat ini dinamakan “muslimun” dan personalnya bernama
“muslim”. Ini adalah nama satu-satunya untuk umat ini
dalam menggambarkan kepribadian mereka secara syar‟i
dan untuk membedakan umat ini dengan umat-umat kafir.

48 | Sirotulmustaqim
Alloh telah langsung menamakan umat ini dengan
dengan nama tersebut.
    
    

“Dia (Alloh) telah menamai kamu sekalian orang-
orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-
Qur‟an) ini….” [QS. al-Hajj (22): 78]
Kita tidak mempunyai mandat untuk menyandang nama lain
untuk “menggantikan” nama ini.

E. Asal Usul Nama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.


Munculnya kedua kalimat Sunnah dan Jama‟ah dalam
hadits-hadits Rosululloh tentang keselamatan, dipahami
oleh para sahabat bahwa keduanya (Sunnah dan Jama‟ah)
adalah pilar-pilar keselamatan.
Di antara hadits-hadits tersebut misalnya:

“Ikutilah sunnahku dan sunnah khulafaurrosyidin


sepeninggalku....” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan
Tirmidzi)

“Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka dia


bukanlah dari golonganku!” (HR. Bukhori)

“ Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara,


dengan keduanya kalian tidak akan sesat selamanya,
yaitu kitabulloh dan sunnahku....” (HR. Hakim)

Jalan yang Lurus | 49


“Barangsiapa yang meninggalkan jama‟ah dan
memberontak dari ketaatan lalu mati, maka cara
matinya adalah mati jahilliyah.” (HR. Muslim)

“Berpegang teguhlah kalian kepada jama‟ah, kare-


na sesungguhnya tangan Alloh di atas jama‟ah.”
(HR. Tirmidzi)

“Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah-


belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh
dua golongan tempatnya di dalam neraka dan satu
golongan di dalam surga, yaitu al-Jama‟ah.” (HR.
Ahmad dan lainnya. al-Hafiz menggolongkannya
sebagai hadits hasan)

“Ikutilah jama‟ah dan jangan berpecah-belah!


Sesungguhnya setan bersama yang sendirian dan dia
lebih jauh dari yang berdua!” (HR. Tirmidzi dan
Ahmad)
Ketika terjadi perpecahan pada awal perjalanan umat ini,
terlihat jelas bahwa pembelotan terjadi karena para pembelot
melepaskan tali “sunnah” dan “jama‟ah”.

50 | Sirotulmustaqim
Karena para pembelot “belum bisa” dikeluarkan dari nama
Islam atau muslimun, maka salafussoleh telah berijtihad
dengan menamakan golongan yang mengikuti Islam
yang murni dengan nama “Ahlus Sunnah wal Jama‟ah”
sering disingkat dengan “Ahlus Sunnah” saja, dan golongan
pembelot dinamakan “ahlul bid‟ah”.
Nama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah adalah nama yang dipakai
ketika berhadapan dengan golongan-golongan pembelot di
dalam Islam dan tidak sekali-kali dipakai untuk
menghadapi kaum kuffar. Itulah sebabnya di zaman
Rosululloh , Abu Bakar , dan „Umar , nama ini tidak
dipakai, karena di masa mereka tidak didapatkan golongan-
golongan pembelot. Yang terjadi di masa mereka adalah
“gelombang kemurtadan” di beberapa wilayah dari Jazirah
„Arab dan kaum yang murtad itu sudah keluar dari Islam
sehingga tidak dinamakan “muslim” lagi.
Dalam penggunaan umum, nama “Ahlus Sunnah” sering
dipakai sebagai lawan dari “Syi‟ah”. Ini berarti, dalam
penggunaan umum firqoh-firqoh bid‟ah selain Syi‟ah
masih mengakui nama Ahlus Sunnah sebagai nama mereka.
Hal ini dikarenakan kebid‟ahan Syi‟ah yang jauh lebih
buruk dan lebih sesat dari firqoh-firqoh tersebut dan
bukan sekali-kali bahwa firqoh-firqoh bid‟ah tersebut
berjalan di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama‟ah!
Nama Ahlus Sunnah benar-benar sudah dikenal sejak zaman
salafussoleh dan juga telah digunakan secara resmi oleh
mereka. Kita akan lebih meyakini hal tersebut Insya Alloh,
setelah menyimak hal-hal berikut:
1. Ketika menafsirkan QS. Ali „Imron ayat 106:

Jalan yang Lurus | 51


        
   

    


     
 


 
“Pada hari yang di waktu itu ada wajah-wajah yang
putih berseri, dan ada pula wajah-wajah yang hitam
muram. Adapun orang-orang yang hitam muram
mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa kalian
kafir sesudah kalian beriman? Karena itu rasakanlah
adzab disebabkan kekafiran kalian itu!”, maka Ibnu
„Abbas berkata:

“Ketika memutih wajah-wajah Ahlus Sunnah dan


menghitam wajah-wajah ahlul bid‟ah.”
Ibnu „Abbas juga berkata:
“Memandang wajah seseorang dari Ahlus Sunnah, yang
mendakwahkan sunnah dan melarang bid‟ah adalah
suatu ibadah!”
2. Hasan Basri berkata:
“Wahai Ahlus Sunnah, berlemah-lembutlah (dengan
sesama), karena kalian paling sedikit jumlah dan
bilangannya!”
3. Ayub Sikhtiyani berkata:
“Adalah suatu kebahagiaan bagi seorang pemuda dan
seorang „Ajam (Non „Arab), ketika Alloh memberinya taufik
untuk dibina oleh seorang „alim dari Ahlus Sunnah!”

52 | Sirotulmustaqim
4. Muhammad bin Sirin berkata:
“Sebelum terjadi fitnah (bid‟ah), masalah isnad (atau
sanad) tidak pernah dipertanyakan. Setelah terjadi fitnah,
mulailah dipertanyakan. Jika sanad (hadits) dari Ahlus
Sunnah, maka diambillah riwayatnya. Namun jika
sanadnya dari ahlul bid‟ah, maka ditolak riwayatnya!”
5. Abu Hatim dan Abu Zur‟ah berkata:
“Kami mengikuti Sunnah dan Jama‟ah.”
Dari sini kita melihat dengan jelas bahwa para salafussoleh
telah menggunakan istilah “Ahlus Sunnah”.
F. Ahlus Sunnah Dalam Realita.
Pada umumnya semua kaum muslimin adalah Ahlus Sunnah
wal Jama‟ah, kecuali mereka yang berpegang teguh pada
bid‟ah pada salah satu dasar penting dalam Islam, atau
mayoritas kehidupan keagamaan mereka berlumuran bid‟ah.
Sedangkan orang Islam yang terkadang jatuh ke dalam suatu
bid‟ah, atau mereka salah kira sehingga mengira suatu bid‟ah
adalah sunnah, maka orang-orang yang demikian bukanlah
ahlul bid‟ah.
Dalam hal yang berhubungan dengan bid‟ah dan sunnah,
umat ini dalam realitanya terbagi menjadi beberapa tingkatan:
1. Alim Sunnah (yang mengerti dan memahami benar
tentang Sunnah).
2. Penuntut ilmu Sunnah.
3. Jahil (bodoh) Sunnah, tetapi tidak jatuh kepada
bid‟ah.
Macam ini sedikit sekali, karena kebanyakan jahil
Sunnah mudah terjatuh kepada bid‟ah. Walaupun tidak
terjatuh, tetapi posisinya kritis sekali.
4. Jahil sunnah yang terkadang jatuh kepada bid‟ah.

Jalan yang Lurus | 53


Keempat macam golongan di atas adalah bagian dari
Ahlus Sunnah, bukan dari ahlul bid‟ah.
5. Jahil Sunnah yang tergenang dan berenang dalam
kubangan bid‟ah.
Macam ini sudah termasuk ahlul bid‟ah.
6. Ahlul bid‟ah yang berilmu dan berbuat bid‟ah pada
dasar-dasar penting Islam, karena salah pengertian atau
taqlid.
7. Ahlul bid‟ah Zindiq, yaitu orang-orang yang sengaja
berjalan di atas bid‟ah dengan tujuan untuk
mempermainkan agama.
Macam seperti ini adalah golongan munafik yang
sudah keluar dari Islam. Sayangnya macam
seperti ini banyak yang menjadi pemimpin bagi kaum
muslimin.

54 | Sirotulmustaqim
BAB VIII
RAMBU-RAMBU
SIROTULMUSTAQIM
(PRINSIP-PRINSIP PALING
DASAR PADA AHLUS SUNNAH)

A.Tauhidulloh (Mengesakan Alloh ).


 Arti Tauhid.
Tauhid adalah mengesakan Alloh dalam rububiyah-
Nya, yaitu dalam perbuatan-perbuatan ketuhanan-Nya,
dan dengan mengesakan dan memuliakan nama-nama
dan sifat-sifat-Nya serta mengesakan Alloh pada hak-
hak-Nya sebagai Ilah (Tuhan) untuk seluruh alam.
 Lawan tauhid adalah syirik.
Yaitu menyekutukan Alloh dalam rububiyah-Nya atau
dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta hak-hak ke-
Ilahan-Nya, atau menyekutukan pada salah satu atau
sebagiannya.
 Kedudukan Tauhid.
a. Tauhid merupakan tujuan penciptaan manusia.
      

Jalan yang Lurus | 55


“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku
saja.” [QS. adz-Dzariyat (51): 56]
b. Alam semesta berdiri di atas tauhid.
            


    
“Sekiranya ada di langit dan di bumi ilah-ilah selain
Alloh, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka
Maha Suci Alloh yang mempunyai „Arsy (singgasana)
dari pada apa yang mereka sifatkan.” [QS. al-
Anbiya‟ (21): 22]
c. Siapa yang berbuat syirik dan meninggalkan tauhid,
maka akan kekal di neraka.
         

       


“Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutu-
kan (sesuatu dengan) Alloh, maka pasti Alloh
mengharamkan atasnya surga, dan tempatnya ialah
neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zolim itu
seorang penolong pun.” [QS. al-Ma‟idah (5): 72]
d. Alloh tidak mengampuni dosa syirik, bila pelaku-
nya mati sebelum bertaubat.

56 | Sirotulmustaqim
           
  

   


   
     
“Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain
dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Alloh, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [QS.
an-Nisa‟ (4): 48]
e. Siapa yang memegang tauhid dan tidak berbuat
syirik, akan masuk surga.
Rosululloh bersabda:
“Seorang laki-laki dari umatku dipanggil di hadapan
para makhluk pada hari kiamat. Kemudian
ditampakkan kepadanya 99 lembar catatan. Setiap
lembarnya sejauh mata memandang. Kemudian
dikatakan kepadanya: „Apakah engkau mengingkari
ini?‟. Ia berkata: „Tidak, wahai Robb!‟. Lalu
dikatakan: „Apakah engkau memiliki suatu
kebaikan?‟. Maka laki-laki itupun tertunduk karena
haibah (keagungan Alloh) sambil berkata: „Tidak
wahai Robb!‟. Maka dikatakan: „Tidak demikian.
Karena engkau masih memiliki kebaikan di sisi Kami,
dan kamu tidak akan dizolimi!‟. Maka dikeluarkan
untuknya sebuah bitoqoh (kartu amal) yang di
dalamnya ada kesaksian „Asyhadu an La Ilaha
illalloh wa Asyhadu anna Muhammadar Rosululloh.
Maka orang itu berkata: „Wahai Robbku, apakah

Jalan yang Lurus | 57


artinya bitoqoh seperti ini?‟. Maka dikatakan: „Kamu
tidak akan dizolimi.‟ Kemudian 99 lembar catatan-
catatan diletakkan dalam satu timbangan dan
bitoqoh dalam timbangan yang lain, maka bitoqoh
itupun lebih berat.” (HR. Tirmidzi dan Hakim)
f. Tauhid merupakan sebab utama terhapusnya dosa-
dosa.
Dari Anas bin Malik , ia mendengar Rosululloh
bersabda bahwa Alloh berfirman (dalam
hadits Qudsi):

“Wahai anak cucu Adam, seandainya engkau datang


menemui-Ku dengan membawa kesalahan (dosa)
sepenuh bumi namun dalam keadaan tidak
menyekutukan-Ku dengan sesuatupun (tidak syirik
kepada-Ku), niscaya Aku akan menemuimu
dengan membawa magfiroh (ampunan) sepenuh
bumi pula!” (HR. Tirmidzi)
Demikian agung dan pentingnya kedudukan tauhid dalam
Islam dan demikian sangat berbahaya pelanggarannya,
yaitu syirik. Bahkan seluruh ritual peribadatan dalam
Islam adalah realisasi dari tauhid itu sendiri, dan
tujuannyapun harus tauhid! Jika tidak demikian, maka
sia-sialah seluruh peribadatan tersebut.
Untuk lebih menyelami keterkaitan hubungan antara
tauhid dengan sirotulmustaqim, mari kita renungi
bersama ayat-ayat berikut:

58 | Sirotulmustaqim
         
“Sesungguhnya Alloh adalah Robbku dan Robb
kalian, maka sembahlah (ibadahilah) hanya Dia.
Ini adalah sirotulmustaqim (jalan yang lurus).” [QS.
Maryam (19): 36]


 
      
“Dan hendaklah kalian menyembah-Ku (beribadah
kepadaku saja). Inilah sirotulmustaqim (jalan yang
lurus).” [QS. Yasin (36): 61]

B. Ittiba‟.
1. Arti ittiba‟.
Ittiba‟ berarti “pengikutan”. Ittiba‟ yang dimaksud sebagai
dasar agama Islam adalah pengikutan kepada
Rosululloh dalam memahami Islam dan menerap-
kannya. Karena Rosululloh sendiri hanya komitmen
terhadap pengikutan kepada wahyu Ilahi, maka pada
hakikatnya ittiba‟ adalah mengikuti wahyu dari Alloh .
2. Ittiba‟ pengawal kemurnian.
Tidak akan mungkin kita dapat menjaga kemurnian
Islam kecuali dengan tetap konsisten (sangat tegas)
kepada ittiba‟. Meninggalkan ittiba' secara keseluruhan,
berarti keluar dari Islam. Sedangkan meninggalkan
sebagian dasar ittiba‟, berarti masuk ke dalam lingkaran
bid‟ah, bahkan bisa mengeluarkan seseorang dari Islam.

Jalan yang Lurus | 59


Pemahaman dan pelaksanaan tauhid sendiri harus di-
kawal ketat dengan ittiba‟. Jika tidak, pasti melahirkan
pemahaman dan pelaksanaan yang salah, yang bisa
sampai kepada kesyirikan atau paling sedikit akan me-
nyampaikan kepada bid‟ah. Yang dimaksud dengan
pengawalan ittiba‟ adalah bahwa pemahaman dan
pelaksanaan tauhid dan agama Islam secara keselu-
ruhan, harus mengikuti jalan Rosululloh .
Mari kita simak contoh bahaya tidak adanya penga-
walan tersebut yang terjadi pada awal zaman, yaitu sejak
Nabi Adam diturunkan ke bumi sampai sepuluh generasi
setelahnya, dimana umat manusia hanya ber-ibadah
kepada Alloh di atas tauhid. Di ujung zaman tersebut
ada beberapa pemimpin dan pemuka agama yang nama-
nama mereka adalah Wadd, Suwa‟, Yaguts, Ya‟uq dan
Nasr. Ketika mereka meninggal dunia, setan membisikkan
ke dalam hati pengikut dan pecinta mereka agar membuat
patung-patung mereka dan patung-patung tersebut
masing-masing diberi nama dengan nama-nama mereka.
Lalu setiap patung ditempatkan di setiap tempat dimana
masing-masing ulama tersebut memberikan pelajaran-
pelajaran mereka, dengan alasan agar ketika melihat
patung-patung tersebut, maka para pengikut mereka
akan ingat kepada ajaran-ajaran mereka.
Setelah generasi para pembuat patung tersebut me-
ninggal dunia, kemudian setan membisikkan kepada
keturunan mereka bahwa sebenarnya bapak-bapak
mereka berdoa dan meminta kepada patung-patung
tersebut. Maka mulailah kaum Nuh menyembah
patung-patung dan mulailah kesyirikan pertama di dunia.

60 | Sirotulmustaqim
Ketidakadaan pengawalan pada kejadian ini adalah
terjadinya pembuatan patung-patung sebagai alat
pengingat yang merupakan bid‟ah, keluar dari sunnah
para nabi dan terjadilah malapetaka tersebut.
Mari kita simak kedudukan ittiba‟ dalam Islam melalui hal
berikut:
a. Rosululloh mengikuti wahyu dan tidak sekali-kali
memasukkan ke dalam Islam suatu ajaran yang berasal
dari produk diri beliau sendiri.
          

 
“Dan ikutilah apa yang diwahyukan Robb-mu
kepadamu. Sesungguhnya Alloh adalah Maha
mengetahui apa yang kalian kerjakan.” [QS. al-
Ahzab (33): 2]
 
  
    
    
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur‟an)
menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya).” [QS. an-Najm (53): 3-4]
 
      

     


“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan
sesuatu perkataan atas (nama) Kami, niscaya Kami

Jalan yang Lurus | 61


hantam dia dengan tangan kanan. Kemudian Kami
putuskan urat tali jantungnya.” [QS. al-Haqqoh
(69): 44-46]
b. Rosululloh mengikuti jalan para nabi sebelumnya.
            

  


“Kemudian Kami wahyukan kepadamu
(Muhammad): ‟Ikutilah agama Ibrahim seorang yang
hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Robb.” [QS. an-Nahl (16): 123]
c. Kita diperintahkan untuk ittiba‟.
         

    


“Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari
Robb kalian dan janganlah kalian mengikuti wali-
wali selain-Nya. Amat sedikitlah kalian mengambil
pelajaran (daripadanya).” [QS. al-A‟rof (7): 3]

 
       

         

           


      
  
   

62 | Sirotulmustaqim
“Katakanlah: ‟Hai manusia, sesungguhnya aku
adalah utusan Alloh kepada kalian semua, yaitu
Alloh yang mempunyai kerajaan langit dan bumi;
tidak ada Robb (yang berhak disembah) selain Dia,
yang menghidupkan dan mematikan, maka
berimanlah kalian kepada Alloh dan Rosul-Nya, nabi
yang ummi yang beriman kepada Alloh dan
kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan
ikutilah dia, supaya kalian mendapat petunjuk.” [QS.
al-A‟rof (7): 158]
d. Ittiba‟ adalah bukti kecintaan kepada Alloh dan
merupakan syarat mendapatkan kecintaan-Nya.
   
     
   

  
   
  
 
“Katakanlah: ‟Jika kalian (benar-benar) mencintai
Alloh, ikutilah aku, niscaya Alloh akan mencintai
kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Alloh
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Ali
„Imron (3): 31]
Untuk lebih menyelami keterkaitan hubungan antara ittiba‟
dengan sirotulmustaqim, mari kita renungkan bersama ayat-
ayat berikut:

    
   
“Sesungguhnya kamu (wahai Rosululloh) salah seorang
dari rosul-rosul. (Yang berada) di atas sirotulmustaqim
(jalan yang lurus).” [QS. Yasin (36): 3-4]

Jalan yang Lurus | 63


   ...
   
“Dan sesungguhnya (wahai Rosululloh) kamu benar-
benar memberi petunjuk kepada sirotulmustaqim
(jalan yang lurus).” [QS. asy-Syuro (42): 52]
C.Sumber yang benar dalam hukum dan
pemahaman.
Salah satu rambu sirotulmustaqim yang sangat penting
adalah menimba pemahaman Islam atau hidâyah dari
sumber yang benar. Satu-satunya sumber yang mutlak
benar dalam Islam adalah wahyu Alloh yang berbentuk
al-Qur‟an dan al-Hadits (as-Sunnah), yang harus dirujukkan
(disandarkan pemahamannya) kepada Alloh dan
Rosul-Nya .
        

           
 

        


“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan
taatilah Rosul-Nya, dan ulil amri di antara kalian.
Kemudian jika kalian bersengketa tentang sesuatu,
maka kembalikanlah hal itu kepada Alloh (al-
Qur‟an) dan Rosul (sunnahnya), jika kalian benar-
benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik
akibatnya.” [QS. an-Nisa‟ (4): 59]

64 | Sirotulmustaqim
            

  
     
 
     

  
 
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila
Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
dalam urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Alloh dan Rosul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat,
dengan kesesatan yang nyata.” [QS. al-Ahzab (33): 36]
Rosululloh bersabda:

“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan al-Kitab (al-


Qur‟an) dan wahyu yang semisal dengannya (yaitu al-
hadits).” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang tidak


akan sesat kalian selama kalian berpegang teguh pada
keduanya, yaitu: Kitabulloh (al-Qur‟an) dan sunnah
Nabi-Nya.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad)

Jalan yang Lurus | 65


D.Metode Pemahaman yang benar.
Ahlus Sunnah berpegang teguh kepada pemahaman dan
metode pemahaman para sahabat, karena mereka adalah
umat yang telah mendapat “serfitikat kebenaran” dari Alloh
melalui banyak ayat-ayat al-Qur‟an. Demikian pula jika
mereka telah berijma‟ terhadap suatu masalah, maka ijma‟
mereka adalah hukum yang wajib diikuti dan tidak boleh
memilih pilihan lain selain pilihan mereka.
Selain memberikan “serfitikat kebenaran” tersebut, Alloh
pun telah mengancam orang-orang yang menyelisihi
mereka. Untuk lebih jelasnya, marilah kita renungkan
hal-hal berikut:
            
  

         


“Dan barangsiapa yang menentang Rosul sesudah
jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang
bukan jalan orang-orang mukmin, Kami leluasakan
dia di kesesatannya yang telah dijalaninya itu, dan
kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam
itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” [QS. an-
Nisa‟ (4): 115]
    
     


        

66 | Sirotulmustaqim
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf,
dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman
kepada Alloh.” [QS. Ali „Imron (3): 110]
       

 
  
   
      

 
“Sesungguhnya Alloh telah rido terhadap orang-orang
mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di
bawah pohon, maka Alloh mengetahui apa yang
ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan
atas mereka dan memberi balasan kepada mereka
dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” [QS.
al-Fath (48): 18]
              

         


“Maka jika mereka beriman kepada apa yang
kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka
telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling,
sesungguhnya mereka berada dalam penentangan
(kesesatan). Maka Alloh akan memelihara kalian dari
mereka. Dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” [QS. al-Baqoroh (2): 137]

Jalan yang Lurus | 67


Rosululloh bersabda:

“Alloh tidak akan menghimpun umat ini dalam


kesesatan!” (HR. Hakim)
Jadi sudah menjadi keharusan yang pasti yang didukung oleh
dalil yang kuat dan logika yang sehat untuk mengikuti ”jejak
dan pemahaman” orang-orang yang Alloh telah
menamakan mereka ”orang-orang mukmin” dan sebagai
”sebaik-baik umat” serta dipuji-Nya dalam banyak ayat-ayat
al-Qur‟an, juga mereka adalah orang-orang yang Alloh
sendiri telah menyatakan bahwa Dia telah rido terhadap mereka
serta mengancam orang-orang yang mengikuti selain jalan
mereka. Rido Alloh senantiasa untuk mereka! Mereka telah
membayar dengan darah mereka dan dengan semua apa yang
mereka miliki untuk sampainya hidayah yang mulia ini ke
dalam hati-hati kita.

68 | Sirotulmustaqim
BAB IX
BID‟AH

A. Penjelasan Tentang Bid‟ah.


Sudah dijelaskan sebelumnya, arti dari kata Sunnah. Maka
pada bab ini kita menyoba untuk menyelami arti bid‟ah.
Bid‟ah adalah semua aqidah, amal perbuatan atau
peribadatan yang mengatasnamakan Islam tetapi tidak
pernah disyari‟atkan oleh Islam. Semua bentuk ritual
keagamaan yang dilakukan untuk mengharapkan pahala dari
Alloh tetapi tidak ada dalam ajaran-ajaran Rosululloh ,
adalah bid‟ah. Cara memahami dan menerapkan Islam yang
berbeda dengan manhaj Rosululloh dan para sahabatnya
adalah bid‟ah.
Berikut beberapa hal yang berkaitan dengan bid‟ah yang
harus diketahui:
1. Dari segi berat dan ringannya, bid‟ah terbagi atas dua
tingkatan, yaitu bid‟ah mukaffiroh (bid‟ah yang menjadikan
pelakunya kafir) dan bid‟ah goir (bukan) mukaffiroh (bid‟ah
yang tidak menjadikan pelakunya kafir).
Pelaku bid‟ah mukaffiroh, biasanya tidak disebut sebagai
ahlul bid‟ah, tetapi sudah termasuk kuffar (orang-orang
kafir). Sedangkan bid‟ah goir mukaffiroh, pelakunya
masih di dalam lingkaran Islam.

Jalan yang Lurus | 69


Contoh bid‟ah mukaffiroh; berdoa dan memohon
kepada makhluk tentang hal-hal yang semestinya hanya
diminta kepada Alloh saja, seperti meminta keturunan
kepada kuburan-kuburan dan lain-lain. Contoh bid‟ah
goir mukaffiroh, seperti merayakan tahun baru Islam.
2. Bid‟ah dari segi bentuknya, terbagi menjadi dua ma-cam,
yaitu bid‟ah haqiqiyah (bid‟ah asli) atau murni, artinya
bid‟ah yang memang tidak ada asalnya sama sekali pada
ajaran Islam (contohnya seperti merayakan tahun baru
Islam) dan bid‟ah idofiyah (bid‟ah penambahan), yaitu
bid‟ah yang sebenarnya merupakan amal perbuatan yang
asalnya syar‟i tetapi ditambah-tambah, seperti berdzikir
secara jama‟ah.
Bid‟ah dalam istilah syar‟i, hanya mencakup hal-hal
yang berkaitan dengan peribadatan dan aqidah serta
agama pada umumnya, dan tidak mencakup selain itu.
Bid‟ah bisa bercampur dengan sunnah dalam suatu
amal peribadatan. Ketika hal ini terjadi, maka secara
keseluruhan amal tersebut masuk dalam kategori bid‟ah.
Sebuah amal mempunyai beberapa unsur seperti: isi,
waktu, cara, kadar dan lain-lainnya. Bid‟ah mungkin bisa
terjadi pada salah satu dari unsur-unsur tersebut atau
semuanya. Contohnya berdzikir bersama-sama (dengan
berbarengan) dan dengan suara yang keras. Berdzikir itu
sendiri adalah sunnah dan isinya pun bisa sunnah, seperti
istigfar atau kalimat tauhid, tetapi bila dengan cara
berbarengan adalah bid‟ah. Secara keseluruhan amal ini
adalah bid‟ah.

70 | Sirotulmustaqim
3. Bid‟ah juga terbagi atas bid‟ah aqidah dan bid‟ah
„amaliyah. Karena aqidah lebih penting dari amal
jasmani, maka bid‟ah pada aqidah pun lebih buruk dari
bid‟ah „amaliyah, bahkan kebanyakan bid‟ah „amaliyah
didorong oleh bid‟ah aqidah.
Semua bid‟ah dalam agama (Islam) adalah buruk dan
sesat, tidak seperti yang dikatakan oleh sebagian orang
bahwa bid‟ah terbagi dua yaitu; bid‟ah sayyiah (buruk)
dan bid‟ah hasanah (baik).

B. Keburukan Bid‟ah.
Dengan menyimak hadits-hadits Rosululloh dan perkataan
para salafussoleh di bawah ini, kita akan lebih menyadari
keburukan dan bahaya bid‟ah. Rosululloh bersabda:
“Berhati-hatilah kalian dari hal-hal yang baru, se-
sungguhnya setiap hal yang baru itu adalah bid‟ah dan
setiap bid‟ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi,
Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)
“Barangsiapa yang membuat hal-hal baru dalam
agama ini, yang bukan bagian darinya, maka hal
tersebut tertolak.” (HR. Bukhori)
Rosululloh bersabda:
“Sesungguhnya Alloh telah mencegah taubat bagi orang
yang mengerjakan bid‟ah, sehingga ia meninggalkan
bid‟ahnya.” (HR. Tobroni dengan sanad yang hasan)
Imam Baihaqi dalam Sunanulkubro meriwayatkan dari
Ibnu „Abbas bahwa ia berkata:
“Sesungguhnya perkara yang paling dibenci Alloh
adalah bid‟ah, dan di antara bid‟ah adalah i‟tikaf di masjid-
masjid yang ada di dalam rumah-rumah.”

Jalan yang Lurus | 71


Hasan Basri berkata:
“Alloh tidak akan menerima puasa, solat, haji dan umroh
dari ahli bid‟ah hingga ia meninggalkan bid‟ahnya.”
Muhammad bin Aslam berkata:
“Barangsiapa yang menghormati ahlul bid‟ah, maka
sesungguhnya ia telah memberikan pertolongan untuk
merobohkan Islam!”
Abu Ma‟sar berkata:
“Aku bertanya kepada Ibrohim tentang sesuatu yang
menyangkut hawa nafsu ini (bid‟ah), kemudian ia
berkata: “Alloh tidak menjadikan sedikit kebaikan pun
padanya. Bid‟ah adalah suatu dorongan dari setan.
Maka ikutilah agama yang murni!”
Ayub Sikhtiyani berkata:
“Tambah giat seorang ahlul bid‟ah berbuat bid‟ah,
tambah jauh pula ia dari Alloh.”
Sufyan Tsauri berkata:
“Bid‟ah lebih disukai Iblis dari pada maksiat. Maksiat
dapat diharapkan bertaubat orangnya, sedangkan bid‟ah
tidak diharapkan taubatnya.”
Fudoil bin „Iyad berkata:
“Apabila engkau melihat seorang ahlul bid‟ah di jalan,
tempuhlah olehmu jalan lain. Tidak ada suatu amal pun
dari ahlul bid‟ah yang sampai kepada Alloh. Barangsiapa
yang membantu seorang pelaku bid‟ah, maka berarti dia
telah membantu merobohkan Islam!”

72 | Sirotulmustaqim
BAB X
AHLUL BID‟AH

A. Arti Ahlul Bid‟ah.


Ahlul bid‟ah adalah mereka yang berpegang kepada salah
satu dasar atau prinsip bid‟ah, atau keislamannya berlumuran
dengan bid‟ah walaupun tidak berpegang kepada salah satu
prinsip bid‟ah.
Mereka yang selamat dari hal tersebut, maka bukanlah ahlul
bid‟ah dan masih merupakan bagian dari Ahlus Sunnah,
meskipun jahil terhadap banyak hal dari prinsip-prinsip dasar
dalam Sunnah dan Jama‟ah.
Walaupun demikian, kedudukan orang seperti ini, yang
kebanyakan adalah orang-orang yang malas untuk mempelajari
manhaj Ahlus Sunnah, sangat berbahaya dan sangat rawan
terjatuh ke dalam lingkaran bid‟ah.
Ketetapan hukum di atas semakin memperjelas definisi Ahlus
Sunnah, bahwa Ahlus Sunnah adalah seluruh kaum muslimin
setelah dikurangi atau dikecualikan ahlul bid‟ah.

B. Sumber Hukum dan Pemahaman Menurut Ahlul Bid‟ah.


Sumber hukum dan pemahaman pada ahlul bid‟ah telah
menyimpang dari sirotulmustaqim.

Jalan yang Lurus | 73


C. Sebab-sebab Dasar Penyimpangan:
1. Hawa nafsu.
Yang dimaksud dengan hawa nafsu adalah dorongan jiwa
yang didasarkan pada salah satu tabiat jiwa manusia yang
condong kepada pelanggaran. Hawa nafsu sering menjadi
lebih kuat dari ilmu seseorang, sehingga hawa nafsu
diikuti dan ilmu ditinggalkan. Jalan-jalan hawa nafsu
sangat banyak sekali di antaranya:
a. Kecongkakan.
Inilah yang telah menjadi pangkal kesesatan Iblis
yang telah meyakini ketuhanan Alloh dan kemu-
liaan Adam , walaupun demikian ia (Iblis) tetap
memilih jalan lain dari sirotulmustaqim. Bahkan
mengancam akan menyesatkan manusia dari jalan
tersebut. Kecongkakan telah banyak menyesatkan
manusia sampai-sampai menimbulkan iri hati
kepada kedudukan sahabat, lalu menolak pengikut-
an kepada mereka, bahkan hingga menolak untuk
mengikuti Rosululloh .
b. Ambisi ingin memenangkan pendapat sendiri.
c. Ambisi kedudukan di sisi manusia.
d. Fanatik kepada leluhur.
e. Enggan menerima nasihat.
f. Zandaqoh (mempermainkan agama).

2. Kejahilan.
Kejahilan terhadap sesuatu adalah tidak adanya ilmu yang
benar tentang sesuatu tersebut. Kejahilan menjadikan
seseorang melihat sesuatu berbeda dengan hakikatnya atau
bahkan tidak dapat melihatnya sama sekali. Sehingga ketika
orang enggan belajar dan terus mengikuti kejahilannya, tak

74 | Sirotulmustaqim
ayal lagi dia akan tersesat. Satu-satunya obat untuk penyakit
yang mematikan ini adalah belajar.
Kedua penyakit yang sangat berbahaya ini (hawa nafsu dan
kejahilan), melahirkan penyimpangan dari sirotulmustaqim
dalam prinsip-prinsip terdasar, kemudian penyimpangan
pada prinsip-prinsip terdasar tersebut melahirkan penyim-
pangan-penyimpangan lain yang banyak sekali, hampir-
hampir tidak terhitung jumlahnya.
D. Bentuk-bentuk Penyimpangan.
Bentuk-bentuk penyimpangan pada prinsip-prinsip dasar
yang dilahirkan oleh kedua sebab utama tersebut di atas
adalah sebagai berikut:
1. Meninggalkan salah satu sumber sirotulmustaqim.
Biasanya sumber yang ditolak adalah al-Hadits. De-ngan
banyak argumen yang bersumber dari kejahilan yang sangat
mendalam, ada beberapa golongan yang menolak hadits
sebagai sumber Islam. Ketika al-Hadits ditolak, dengan
sendirinya al-Qur‟an pun tidak bisa dipahami sebagaimana
mestinya, maka tersesatlah mereka dengan sejauh-jauhnya.
Dengan menolak hadits sebagai salah satu dari dua sumber
Islam, banyak sekali tiang-tiang dan komponen-komponen
Islam yang runtuh. Ini mengakibatkan berkurang dan
berubahnya Islam.
Di antara golongan-golongan tersebut adalah Syi‟ah. Mereka
menolak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para
sahabat, karena memang mereka sebenarnya telah
mengkafirkan para sahabat yang mulia tersebut.
Ada juga golongan sesat lainnya, yang menama-kan diri
mereka “Qur‟aniyun” (pengikut al-Qur‟an) atau “Ingkar

Jalan yang Lurus | 75


Sunnah”. Mereka menolak hadits sebagai sumber Islam,
walaupun dalam solat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya
mereka terpaksa melirik kepada hadits juga.
Ada juga beberapa golongan yang menolak sebagian hadits
(yaitu hadits Ahad) untuk dijadikan sumber bagi aqidah
Islam. Hal ini sangat bertentangan dengan manhaj
Rosululloh dan sahabatnya. Dengan demikian tersesat-
lah mereka dengan sejauh-jauhnya kesesatan.
Semua ulama salaf dan kholaf sejak zaman sahabat hingga
zaman kita sekarang, telah berijma‟ menerima hadits Ahad
sebagai dalil untuk semua sisi agama Islam termasuk
aqidah. Semua imam-imam sunnah semasa sahabat dan
sesudah mereka, seperti empat Imam madzhab: Abu
Hanifah, Malik, Syafi‟i dan Ahmad serta Imam Bukhori,
Muslim dan seluruh perawi buku-buku Sunan yang empat
seperti Tirmidzi, Abu Dawud dan lainnya, mereka semua
tidak membeda-bedakan penggunaan hadits-hadits sohih
sebagai dalil untuk seluruh bagian agama Islam, baik
mutawatir maupun ahad.
Mereka telah meletakkan syarat-syarat yang sangat ketat
untuk menyaring hadits-hadits ahad, untuk kemudian
menetapkan keputusan tentang sohih atau tidaknya hadits
tersebut. Para sahabat yang mulia telah menerima hal ini di
masa kehidupan mereka. Masing-masing mereka menerima
hadits-hadits Rosululloh dari sahabat lainnya yang mereka
percayai walaupun satu orang saja. Selain itu, Rosululloh
sering mengutus para sahabatnya ke daerah-daerah untuk
menyampaikan risalah Islam secara perorangan-perorangan.
Alloh pun telah mengutus Rosululloh untuk menyam-
paikan seluruh agamanya seorang diri.

76 | Sirotulmustaqim
2. Memakai sumber-sumber lain di samping al-Qur‟an
dan Hadits.
Bahkan terkadang pengikutan kepada keduanya (al-Qur‟an
dan al-Hadits) hanya sekedar pengakuan saja.
Di antara sumber-sumber sesat tambahan tersebut adalah:
a. Buku rujukan lain selain al-Qur‟an dan Sunnah.
Buku ini diposisikan sama dengan keduanya, atau bahkan
melebihi keduanya atau salah satunya.
Hal ini terjadi pada golongan Syi‟ah Rofidoh (seperti
di Iran misalnya). Mereka mempunyai kumpulan hadits-
hadits yang mereka klaim sebagai perkataan-perkataan
para imam mereka yang disusun oleh seorang ulama
mereka yang bernama Kulaini.
Mereka bukan hanya menolak hampir seluruh hadits-
hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat, bahkan
lebih parah dari itu, yaitu mereka menjadikan hadits-
hadits Kulaini tersebut melebihi Sunnah Rosululloh
dan ajaran-ajaran al-Qur‟an, sehingga kesesatan mereka
semakin tidak terhingga.
Demikian juga primbon-primbon yang dipakai oleh
para penganut kebatinan yang mengaku sebagai
orang Islam.
b. Impian.
Walaupun memang ada yang dinamakan “ru‟yah
sodiqoh” (mimpi benar yang bermakna), akan tetapi
mimpi tetap tidak bisa dijadikan sebagai sumber
kepercayaan, atau sebagai pijakan bagi perintah dan
larangan, karena Islam telah sempurna sepeninggal
Rosululloh .

Jalan yang Lurus | 77


c. Wijdan dan dzauq (rasa).
Rasapun banyak dijadikan sebagai penuntun dalam
membentuk suatu kepercayaan, atau untuk menentukan
halal dan haram. Lambat laun hal tersebut kemudian
menjadi bagian dari keagamaan.
d. Kasyaf (penerawangan atau penyingkapan alam goib).
Beberapa aliran Tasawuf percaya bahwa seseorang dari
mereka ketika sampai kepada derajat tertentu dari
“kewalian”, bisa menerawang ke alam goib yang mengha-
silkan ilmu-ilmu yang benar untuk dijadikan sebagai tam-
bahan bagi syari‟at. Ini adalah suatu kedustaan yang besar.
e. Akal.
Akalpun telah menjadi salah satu sumber agama dengan
cara menjadikan buah pikiran manusia menjadi bagian
dari agama Islam, walaupun tidak ada dasarnya dari al-
Qur‟an dan as-Sunnah, bahkan bertentangan dengan al-
Qur‟an dan as-Sunnah.
Sudah barang tentu walaupun peranan akal sangat
penting, tetapi peranan dan kemampuannya sangat
terbatas. Ketika akal diberi peran lebih dari batas untuk
memahami dan tadabbur terhadap wahyu Alloh ,
bahkan diminta untuk membuat bentuk-bentuk yang
menyaingi wahyu, maka sesatlah akal tersebut.
3. Menolak pengikutan kepada pemahaman sahabat
dalam memahami kedua sumber tersebut, walaupun
adanya pengakuan kuat atas pengikutan kepada al-
Qur‟an dan as-Sunnah.
Hal ini sudah sangat cukup untuk menjadi sebab kesesatan
dan pasti menyesatkan!

78 | Sirotulmustaqim
Mereka mengumpulkan syubhat-syubhat untuk me-
lemahkan prinsip-prinsip “keharusan mengikuti manhaj
para sahabat”. Syubhat-syubhat yang selemah rumah laba-
laba itu dijadikan alasan untuk “menolak” pujian-pujian
dan “sertifikat kebenaran” yang tercantum banyak sekali
dalam ayat-ayat al-Qur‟an dan hadits-hadits Rosululloh
untuk para sahabat.
Ada pula beberapa “standar sesat alternatif” yang digunakan
untuk menggantikan kaidah “keharusan mengikuti metode
pemahaman para sahabat” yang agung, di antaranya:
a. Kaidah-kaidah filsafat.
Dengan menundukkan ayat-ayat al-Qur‟an kepada
kaidah-kaidah filsafat, rambu-rambu sirotulmustaqim
menjadi terbuang dan banyak sekali komponen-
komponen “sirotuljahim” yang tersisipkan di dalam
keislaman mereka.
b. Logika dan akal umum.
Ini pun sama halnya dengan penggunaan kaidah-kaidah
filsafat.
c. Tafsir ganda.
Yaitu tafsir yang memiliki dua sisi penafsiran untuk ayat-
ayat al-Qur‟an, tafsir zohir (nyata) dan tafsir batin
(tersembunyi). Para penganut tafsir ganda ini mengatakan
bahwa tafsir zohir adalah pemahaman-pemahaman dan
penerapan-penerapan Rosululloh . Sedangkan tafsir
batin yang tentunya berbeda dengan tafsir zohir adalah
pemahaman dan praktek para pimpinan golongan mereka
yang mereka namakan sebagai wali-wali Alloh , yang
pada hakikatnya adalah wali-wali setan!

Jalan yang Lurus | 79


d. Tafsir tanpa bentuk (tafsir liberal).
Tafsir ini tidak mempunyai standar tertentu, murni hanya
sebagai perwujudan hawa nafsu belaka. Kemana saja
hawa nafsu mengarah, ke sanalah tafsir tersebut meng-
arah. Dalam tafsir para penganut aliran ini, kita tidak
sedikitpun menemukan keharuman Islam. Pakar-pakar
mereka berkiblat kepada Yahudi dan Nasroni, serta
berguru kepada tokoh-tokoh kedua umat sesat tersebut.
Selain sumber-sumber sesat klasik tadi, kita dapati pula
sumber-sumber kontemporer yang mensuplai racun-
racun penyesat kepada keislaman seorang muslim di
zaman ini. Di antaranya:
1) HAM (Hak Asasi Manusia/Human Right).
Banyak dari kaum muslimin yang menimba philosopy
kehidupannya dari pemahaman-pemahaman HAM
yang seringkali sampai kepada penuhanan manusia
dan bahkan dijadikan sebagai pelindung kemurtadan.
Mereka pun sangat gencar menyuarakan HAM dan
melupakan hak-hak Alloh atas manusia. Mereka
menolak tuntutan dan hukum-hukum Alloh atas
manusia dengan alasan tuntutan atau hukum tersebut
dianggap melanggar HAM (HAM karangan otak-otak
mereka tentunya). Hal ini tidak menyangkal adanya
poin-poin HAM buatan mereka yang sesuai dengan
syari‟at Islam, tetapi ketika madu dan racun harus
diminum sebagai satu paket, maka seluruh paket
minuman itu adalah racun!
2) Media, khususnya televisi.
Pada tahun-tahun terakhir ini, televisi banyak sekali
menyajikan program-program acara dan sinetron-

80 | Sirotulmustaqim
sinetron yang sangat bertentangan dengan aqidah,
namun dikemas dengan kemasan “Islam”. Banyak
sekali isi dari sajian-sajian sesat tersebut yang kemudian
menjadi bagian dari aqidah seorang muslim.

E. Ancaman Atas Ahlul Bid‟ah.


Alloh berfirman:
   
       

  


“...maka hendaklah orang-orang yang menyalahi
perintah Rosul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa
adzab yang pedih.” [QS. an-Nur (24): 63]
”Ditimpa fitnah” dalam ayat ini ditafsirkan sebagai syirik atau
”zaigun” (penyimpangan hati dari kebenaran). Bentuk
ancaman dalam ayat ini adalah tidak diakuinya keimanan
mereka yang tidak tunduk kepada hukum-hukum dan
ketentuan-ketentuan Rosululloh (Sunnah).

        

       


 
  


“Maka demi Robbmu, mereka pada (hakikatnya) tidak
beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan

Jalan yang Lurus | 81


mereka menerima dengan sepenuhnya.” [QS. an-Nisa‟
(4): 65]

              

         


“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kalian
telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah
mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling,
sesungguhnya mereka berada dalam penentangan
(kesesatan). Maka Alloh akan memelihara kamu dari
mereka. Dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.” [QS. al-Baqoroh (2): 137]
Dalam ayat ini, mereka yang menyelisihi Rosululloh dan
para sahabatnya dalam masalah-masalah keimanan diancam
akan tersesat.
Rosululloh bersabda:

“Barangsiapa melakukan suatu amal perbuatan yang


tidak sesuai dengan aturan kami, maka amalnya
tertolak.” (HR. Muslim)

82 | Sirotulmustaqim
PENUTUP

s irotulmustaqim suatu jalan lurus yang penuh rahmat


dan selaras dengan fitroh manusia yang menjadi dasar
formasi jiwa dan tubuh manusia. Selain jalan ini,
semuanya adalah jalan kesengsaraan, baik di dunia maupun di
akhirat.
Sirotulmustaqim...jalan satu-satunya yang mengantarkan
penitinya ke pintu-pintu surga yang abadi, mengantarkan
penitinya ke tempat pertemuan dengan Pencipta jiwa dan
raga manusia. Pencipta Yang Maha agung, Maha rahim dan
Maha baik tak terhingga. Pertemuan yang merupakan puncak
kebahagiaan yang tak terlukiskan. Kebahagiaan abadi...yang
tiada tara....
Hanya dengan meniti jalan ini, seseorang bisa menemui-Nya,
setelah masuk ke dalam surga-Nya. Seluruh jalan selain jalan ini
akan menghantarkan para penitinya ke gerbang-gerbang
Jahannam, menenggelamkan mereka di lembah-lembah api
yang berkobar-kobar dan penderitaan yang tidak tertahankan.
Hanya sirotulmustaqim-lah jalan yang diakui Alloh dan
sirotulmustaqim itu adalah Islam itu sendiri... Ya, Islam itu
sendiri...tetapi Islam yang murni.
Demikian tingginya nilai jalan yang lurus ini... demikian
pentingnya mendapatkan jalan ini untuk kemudian meni-
tinya sampai akhir. Karena sangat penting dan sangat
tingginya nilai jalan ini, maka wajiblah bagi kita semua untuk
memusatkan seluruh daya yang kita miliki untuk mengenal jalan
ini dan mempelajari rambu-rambunya.

Jalan yang Lurus | 83


Sebelum itu dan lebih utama dari itu semua, hendaknya kita
selalu memanjatkan doa kepada Penguasa hati-hati kita dan
Pemilik petunjuk yang benar agar Dia selalu melimpahkan
hidayah-Nya bagi kita sehingga kita mendapatkan
sirotulmustaqim dan menitinya dengan mantap dan benar,
serta tidak tergelincir hingga di penghujung jalan.
Sudah seharusnya kita mempelajari dengan seksama rambu-
rambu utama jalan ini satu persatu dan selalu bersentuhan
dengan pengarahan-pengarahan yang bersangkutan dengan
rambu-rambu ini agar rambu-rambu tersebut selalu menjadi
pengiring kehidupan kita sampai akhir nafas ini
terhembuskan.
Berpegang teguhlah kepada tauhid, rambu pertama dan
utama. Barangsiapa yang konsisten berpegang kepada tauhid
yang benar, maka Alloh menjamin surga baginya, walau
seberat apapun dosa-dosanya. Tetapi kita tidak bisa
berpegang kepada tauhid dan menjauhi lawannya yaitu syirik,
tanpa mempelajarinya dengan seksama. Semua tenaga dan
waktu yang dicurahkan untuk mempelajari tauhid tidaklah
seberapa dibanding manfaat tauhid yang kita peroleh dari
hasil pengkajian tersebut.
Tauhid akan menjadi benar bila dikawal dengan ittiba‟, yaitu
pengikutan dalam memahami tauhid dan menerapkannya.
Ittiba‟ adalah unsur utama dan satu-satunya yang mampu
mengawal kemurnian agama Islam ini. Tanpa ittiba‟ dalam hal
tauhid, maka tauhid bisa berbalik menjadi syirik! Tidak
adanya pengawalan ittiba‟ dalam hal peribadatan, bahkan
dalam hal aqidah sekalipun, berarti jatuh ke dalam kebid‟ahan.
Bid‟ah sangatlah buruk! Bid‟ah adalah pengubahan Islam yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad ! Bid‟ah adalah

84 | Sirotulmustaqim
meninggalkan Islam secara parsial dan pembunuhan
terhadap Islam selangkah demi selangkah.
Rambu ketiga adalah sumber Islam yang benar. Perbe-
daan antara Islam dan agama-agama sesat atau antar agama-
agama sesat itu sendiri sebenarnya disebabkan oleh perbedaan
sumber pengambilan substansi agama-agama tersebut. Ketika
sumber pengambilan substansi agama berbeda, maka
ajaran agama-agama secara keseluruhanun berbeda, walaupun
secara parsial bisa saja ada komponen-komponen yang sama.
Oleh karena itu, memilih sumber yang benar dalam agama
Islam tanpa memasukkan sumber-sumber tambahan sangatlah
penting sekali. Jika tidak tepat dalam menentukan sumber atau
bertoleransi apalagi menerima masuknya sumber-sumber lain,
maka yang terjadi adalah kebid‟ahan. Ini berarti
runtuhnya komponen-komponen Islam yang benar untuk
diganti dengan komponen-komponen yang tidak datang dari
Alloh dan tidak pernah diajarkan oleh Rosululloh .
Sumber yang benar dalam Islam yang murni adalah wahyu
Alloh , karena agama ini adalah dari Alloh . Wahyu per-
tama yang berupa al-Qur‟an, baik lafad-lafadnya maupun huruf-
hurufnya secara murni adalah dari Alloh . Sedang-kan
wahyu kedua adalah hadits-hadits Rosululloh yang
substansi (maknanya) berasal dari Alloh tapi disampaikan
oleh perkataan Rosululloh , perbuatan dan ketetapannya.
Rambu sirotulmustaqim yang keempat yang tidak kalah
pentingnya adalah pengikutan kepada para sahabat Nabi
dalam memahami al-Qur‟an dan hadits serta dalam
memahami ajaran-ajaran Rosululloh , yang berarti
mengikuti mereka dalam menerapkan ittiba‟.

Jalan yang Lurus | 85


Sebagai contoh dan untuk lebih meluaskan pengertian kita
tentang hal ini, Rosululloh bersabda:

“Solat berjama‟ah lebih utama daripada solat sendiri


dengan dua puluh tujuh derajat” (HR. Bukhori dan
Muslim)
Dalam hadits ini tidak ditentukan apakah solat yang dimak-
sudkan adalah solat wajib ataukah solat sunnah atau bahkan
keduanya. Dari penerapan sohabat tentang solat, kita dapati
hadits ini umumnya untuk solat wajib. Maka kita tidak
berjama‟ah dalam solat tahiyatul masjid serta sunnah qobliyah
dan ba‟diyah. Demikian juga banyak hal yang serupa dalam
hadits-hadits lainnya, misalnya tentang keutamaan berjama‟ah
yang tidak diterapkan pada ibadah dzikir, karena para sohabat
tidak menerapkannya walaupun ada hadits Rosululloh yang
berbunyi:

“Tidaklah duduk suatu kaum berdzikir menyebut Alloh


kecuali para malaikat akan mengelilingi mereka, rahmat
Alloh meliputi mereka, ketentraman turun kepada
mereka dan Alloh menyebut-nyebut mereka di kalangan
malaikat yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim)
Hadits ini tidak dipahami oleh para sahabat sebagai suatu izin
untuk dzikir bersama dengan satu paduan suara atau di

86 | Sirotulmustaqim
bawah satu komando. Hal ini jelas kita lihat, karena mereka
tidak menerapkannya. Dalam rangka menerapkan rambu
keempat tersebut, maka kitapun tidak boleh menyelisihi
jalan mereka dengan berdzikir di bawah satu komando dan
dengan paduan suara. Jika kita kerjakan, maka kita telah
mengerjakan suatu kesesatan.
Seandainya umat ini konsisten mengikuti rambu-rambu
sirotulmustaqim ini, niscaya mereka tidak akan terpecah belah
dalam firqoh-firqoh yang bermacam-macam. Tetapi sudah
menjadi ketetapan Alloh bahwa banyak dari umat ini yang
tidak konsisten terhadap rambu-rambu ini, dan akhirnya
pecahlah mereka menjadi 73 golongan dan hanya satu
golongan saja yang tetap lurus mengikuti rambu-rambu
sirotulmustaqim serta terus menitinya. Sedangkan 72 golongan
yang lain, mengabaikan sebagian dari rambu-rambu ini lalu
sesatlah mereka.
Penyelisihan manusia terhadap sirotulmustaqim pun sangat
beragam. Penyelisihan terbesar adalah tidak masuknya mereka
ke dalam sirotulmustaqim atau keluar total setelah memasukinya
(murtad). Mereka yang tidak memasukinya adalah mereka yang
menolak seluruh rambu-rambu sirotulmustaqim, sedangkan
mereka yang keluar total dari sirotulmustaqim setelah
memasukinya terbagi atas dua golongan. Yang pertama, mereka
yang dengan sadar dan sengaja meninggalkan Islam, baik
berpindah agama atau tidak memeluk agama sama sekali.
Kedua, mereka yang melanggar rambu pertama (tauhid)
dan berjalan di atas jalur kebalikannya, yaitu syirik besar
serta bersikeras menitinya walaupun tetap mengaku sebagai
kaum muslimin. Termasuk golongan ini adalah mereka yang
menolak ittiba‟ secara total dengan menolak hadits-hadits

Jalan yang Lurus | 87


Rosululloh secara keseluruhan dan tidak mengakuinya sebagai
sumber yang harus diikuti.
Penyelisihan lain menurut urutan besar dan kecilnya adalah
meninggalkan sebagian ittiba‟ kepada Rosululloh dan
mengikuti perkataan selain beliau yang bertentangan dengan
petunjuk beliau. Dengan kata lain, secara teori tidak menolak
ittiba‟ kepada Rosululloh , tetapi dalam prakteknya
mencampuradukkan antara sunah dan bid‟ah serta bersikeras
untuk terus berbuat demikian dengan alasan-alasan yang
tidak bisa diterima secara syar‟i. Mereka adalah ahlul bid‟ah.
Penyelisihan macam inilah yang telah menjadi dasar terben-
tuknya golongan-golongan keagamaan (ingat golongan-
golongan keagamaan...bukan organisasi-organisasi keaga-
maan) dalam Islam, yaitu golongan-golongan yang tersesat dari
sirotulmustaqim yang dinamakan ”firoq dollah”.
Golongan-golongan ini membentuk manhaj-manhaj sem-
palan berdasarkan sumber-sumber tambahan yang tidak
syar‟i dan karena adanya kecacatan dalam ittiba‟ kepada
Rosululloh . Mereka masih terhitung bagian dari umat Islam,
selama pelanggaran-pelanggaran mereka tidak sampai
kepada kekufuran atau kesyirikan. Jika mereka sudah
melakukan salah satu pembatal keIslaman, maka dengan
syarat sudah tegaknya hujjah atas mereka, yaitu ilmu yang
jelas dan disampaikan dengan jelas, maka mereka bukanlah
dari golongan orang-orang Islam.
Akan tetapi, walaupun kita telah menyaksikan maraknya
golongan-golongan sesat pada zaman kita ini khususnya
dan pada zaman-zaman lampau pada umumnya,
sebagaimana telah dikabarkan oleh Rosululloh bahwa

88 | Sirotulmustaqim
perpecahan umat ini akan terjadi, tetapi Alloh tetap
menjaga agama-Nya yang murni untuk tetap jelas dan tidak
kabur atau samar.

“Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang


memperoleh kemenangan, tidak merasa terkalahkan oleh
orang-orang yang menghina mereka, sampai datangnya
hari kiamat.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu
Hibban dan Hakim)

“Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang


tetap berada di atas kebenaran, tidak merasa terka-
lahkan oleh orang-orang yang menghina mereka,
sampai datangnya urusan Alloh (hari kiamat) dan mereka
tetap dalam keadaan seperti itu.” (HR. Muslim, Ahmad,
Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Baihaqi dan Hakim)
Dengan adanya golongan yang konsisten kepada Islam yang
murni, menjaga kemurniannya dan berjuang menjayakannya,
maka agama Islam yang murni tidak akan pernah pudar,
apalagi menghilang.
Untuk menjaga agama-Nya, Alloh pun membangkitkan para
pembaharu pada setiap seratus tahun untuk meluruskan
pemahaman umat tentang Islam, seperti waktu didakwahkan
oleh Rosululloh dahulu kala.

Jalan yang Lurus | 89


“Sesungguhnya Alloh akan mengutus bagi umat ini dalam
setiap seratus tahun seseorang yang akan memperbaharui
urusan agama bagi mereka.” (HR. Abu Dawud, Baihaqi
dan Hakim)
Demikianlah halnya to‟ifah mansuroh, firqotunnajiyah, Ahlus
Sunnah wal Jama‟ah terus berada di tengah-tengah umat
sebagai contoh hidup dari Islam yang murni. To‟ifah
mansuroh (golongan yang dimenangkan Alloh ) adalah
lingkaran inti dari Ahlus Sunnah yang berjuang dengan
menempuh sebab-sebab dan mengupayakan langkah-langkah
yang menjadi syarat turunnya pertolongan Alloh dalam
memperjuangkan agama yang suci ini.
Umat ini...umat yang dirahmati Alloh , kini berada dalam
keterpurukan hebat yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Mereka lemah pada sebagian besar sisi kehidupan, diperangi,
dan didolimi di banyak negeri. Kemiskinan dan kebodohan
adalah warna mayoritasnya. Cengkeraman musuh-musuh mere-
ka amat kuat membelenggu. Akan tetapi yang jauh lebih
menyedihkan adalah jauhnya mayoritas umat dari meniti Islam
yang murni. Keadaan ini bukan saja menjadi sebab dari pen-
deritaan yang kita paparkan sebelum ini tetapi juga sangat me-
ngancam kehidupan mereka di akhirat nanti, semoga Alloh
mengampuni dan merahmati kita dan seluruh umat ini.
Kepungan yang mencekik terlalu keras! Kekuatan-kekuatan
hitam mengepung umat ini dari segala penjuru! Karena
kejahilan, mereka dikepung oleh media, terutama televisi.
Ajaran-ajaran sesat merajalela, para tukang sihir dengan

90 | Sirotulmustaqim
nama-nama “keren” yang bermacam-macam menawarkan
bantuan dan solusi dalam memecahkan problematika kehidupan
melalui persembahan-persembahan kepada Iblis. Perbuatan-
perbuatan maksiat merajalela, cara berpakaian mayoritas
wanita-wanita muslimah sama sekali tidak Islami, bahkan
hampir-hampir tidak ada bedanya penampilan mereka
dengan wanita-wanita non muslimah. Praktek-praktek ke-
Islamanpun banyak sekali yang menyimpang dari prinsip ittiba‟.
Penyembahan terhadap setan menyebar melalui berbagai
ritual-ritual bid‟ah dan syirik. Anak-anak diasuh oleh media,
khususnya televisi dengan sajian-sajian Hindu atau Budha,
atau agama lainnya dan juga melalui program-program
westernisasi.
Tidak heran, karena demikian realitasnya, semakin banyak-nya
musibah dan malapetaka terus menimpa bangsa ini, maka
semua ini harus dihentikan! Penggiringan massal ke pintu-pintu
Jahannam harus digagalkan! Umat ini harus diselamatkan!
Orang-orang soleh seperti Anda –dan kita semua– harus
dimobilisasi untuk menjalankan usaha-usaha penyelamatan
yang benar! Langkah pertama dan utama berjangka panjang
adalah mendakwahi dan membina umat ini untuk kembali
meniti Islam yang murni, meniti sirotulmustaqim....
Ini adalah konsekuensi dari ittiba‟ Anda kepada Rosululloh !
Ya, konsekuensi dari ittiba‟ dan penitian Anda atas
sirotulmustaqim!

              

        

Jalan yang Lurus | 91


“Katakanlah: „Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku, mengajak (kalian) kepada Alloh dengan
hujjah yang nyata, Maha Suci Alloh, dan aku tiada
termasuk orang-orang yang musyrik.” [QS. Yusuf (12):
108]
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa para pengikut Rosul bersama
Rosululloh meniti jalan dakwah menuju keridoan Alloh ,
menuju sirotulmustaqim.
Semoga Alloh memberkahi kita semua dan menjadikan
kita penolong-penolong agama-Nya. Amin....

92 | Sirotulmustaqim
UNSUR-UNSUR UTAMA BUKU INI
1. Iblis yang sangat dendam kepada Adam dan ketu-
runannya, sudah mengancam untuk mencegah mereka
memasuki dan meniti Sirotulmustaqim. Iblislah yang berada
dibelakang semua agama-agama, ajaran-ajaran dan aliran-
aliran sesat.
2. Sirotulmustaqim adalah jalan satu-satunya yang penitinya
bisa sampai kepada keridhoan Alloh dan memasuki
surga. Sirotulmustaqim itu adalah Islam yang murni.
3. Hidayah Sirotulmustaqim terbagi menjadi dua bagian:
- Hidayah Ilmiyyah: Yaitu ilmu yang Alloh wahyukan
kepada para Rosul-Nya. Hidayah ini bisa didapat dengan
belajar.
- Hidayah Taufiqiyyah: Tuntunan dan ketentuan Alloh
untuk seorang hamba yang menjadikan hamba itu
mendapat Hidayah Ilmiyyah dan mene-rapkannya.
4. Kita sangat membutuhkan hidayah disetiap saat, agar bisa
tetap berada diatas Sirotulmustaqim dan tidak tergelincir.
Karena itu kita diharuskan berdoa berkali-kali seharinya
untuk meminta hidayah itu.
5. Hanya Alloh lah tempat kita memohon hidayah.
6. Sirotulmustaqim adalah Islam yang murni. Islam adalah
agama Alloh satu-satunya, tidak ada agama lain yang
akan diterima oleh Alloh. Islam adalah agama para nabi
sejak Adam sampai Muhammad . Agama Yahudi
bukanlan agama nabi Musa dan agama Kristen bukanlah
agama nabi Isa Kedua agama itu adalah agama bathil
yang tidak akan diterima Alloh .
- Penyelisihan Sirotulmustaqim ada 3 macam: a.
Kekafiran, b. Kebid'ahan, dan d. Kemaksiatan.

Jalan yang Lurus | 93


7. Rosululloh telah mengkabarkan kita dihadits-hadits beliau
bahwa ummat ini akan terpecah menjadi 73 golongan
keagamaan. Semuanya akan memasuki neraka kecuali satu
golongan dan perpecahan itu telah terjadi! Karena itulah
pada zaman ini kita melihat "banyak Islam".
8. Golongan yang selamat itu sudah memilih nama untuk
membedakan diri mereka dengan para ahlul bid'ah. Nama
pilihan itu adalah "Ahlussunnah Wal Jama'ah" atau dapat
disingkat "Ahlussunnah".
9. Ahlussunnah adalah mereka yang mengikuti jejak
Rosululloh dan para sahabatnya dalam memahami dan
menerapkan Islam.
10. Ahlussunnah adalah seluruh kaum muslimin setelah
dikurangi ahlul bid'ah.
11. Ahlussunnah adalah sebuah nama untuk para pengikut setia
Rosululloh dan para sahabatnya, sekali-kali bukan
nama sebuah organisasi atau suku tertentu.
12. Rambu-rambu utama Sirotulmustaqim:
- Tauhid
- Ittiba'
- Al Qur'an dan Sunnah
- Metode Pemahaman Sahabat
13. Bid'ah adalah: Semua aqidah, amal perbuatan atau
peribadatan yang mengatasnamakan Islam tetapi tidak
pernah disyari'atkan oleh Islam.
14. Ahlul Bid'ah adalah: Mereka yang berpegang kepada
salah satu dasar atau prinsip bid'ah, atau keislamannya
berlumuran dengan bid'ah walaupun tidak berpegang
kepada salah satu prinsip bid'ah.

94 | Sirotulmustaqim
DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI.


2. Ahlus Sunnah wal Jamā’ah – Ma’ālimul Intilāqotil
Kubro, Muhammad ‘Abdul Hādi al-Misri.
3. A’lāmus Sunnah al-Mansyūroh li’tiqōdit Tō’ifah an-
Nājiyah al-Mansūroh, Hafiz bin Ahmad al-Hakami .
4. al-Anwār as-Sāti’āt li Āyāt Jāmi’āt, ‘Abdul ‘Azīz bin
Muhammad as-Salmān .
5. ‘Aqīdah Ahlis Sunnah wal Jamā’ah – Mafhūmuhā, Ko-
sō’isuhā, Kosō’isu Ahlihā, Muhammad bin Ibrōhīm al-
Hamd.
6. al-‘Aqīdah (Silsilah Manāhijid Daurōtil ‘Ulūm asy-
Syar’iyah), Dr. Muhammad bin ‘Audah as-Sa’wi.
7. Bunga Rampai Penyimpangan Agama di Indonesia,
Hartono Ahmad Jaiz.
8. al-Bida’ al-Hauliyah, karya ‘Abdul ‘Azīz bin ‘Abdulloh at-
Tuwaijiri.
9. Dirōsāt fil Ahwā’ wal-Firoq wal-Bida’ wa Mauqifis
Salaf minhā, karya Dr. Nāshir bin ‘Abdul Karīm al-‘Aql.
10. Dīnul Haqq, ‘Abdur Rohmān bin Hammād Ālu ‘Umar.
11. Fathul Bārī Syarh Sohīhil Bukōri, Imam Ibnu Hajar al-
‘Asqolāni .
12. al-Fawā’id, Syaikul Islam Ibnul Qoyyim al-Jauziyah .
13. Hāsyiyatud Durūs al-Muhimmah li ‘Āmmatil Ummah,
Ahmad bin Sōleh at-Tuwayyān.
14. al-Ibdā’ fī Kamālisy Syar’i wa Kotoril Ibtidā’, Muham-mad
bin Sōleh al-Utsaimīn .
15. al-Īmān – Haqīqotuhu, Kowārimuhu, Nawāqiduhu ‘inda
Ahlis Sunnah, ‘Abdulloh bin ‘Abdul Hamīd al-Atsari.
16. I’tiqōd Ahlis Sunnah fis Sohābah, Dr. Muhammad bin
‘Abdulloh al-Wuhaibi.

Jalan yang Lurus | 95


17. Iqtidō’us Sirōtil Mustaqīm lī Mukōlafati Ashhābil Jahīm,
Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah .
18. al-Irsyād ilā Sohīhil I’tiqōd war Rodd ‘alā Ahlisy Syirki wal
Ilhād, Dr. Sōleh bin Fauzān al-Fauzān.
19. Ittibā’un Nabi fī Dow’il Wahyain, Faisol bin ‘Ali al-
Ba’dāni.
20. al-Itmām bi Syarhil ‘Aqīdatis Sohīhah wa Nawāqidil
Islām, ‘Abdul ‘Azīz bin Fathi bin as-Sayyid ‘Īd Nadā.
21. al-Ittibā’ – Anwā’uhu wa Ātsāruhu fī Bayānil Qur’ān,
Muhammad bin Mustofa as-Sayyid.
22. Jāmi’ul ‘Ulūm wal Hikam, Imam Ibnu Rajab al-Hanbali .
23. Kaifa Nafhamul Qur’ān, Muhammad bin Jamīl Zainu.
24. Kamālud Dīnil Islāmiy wa Haqīqatuhu wa Mazāyāhu,
‘Abdulloh bin Jārulloh al-Jārulloh .
25. Kalimatul Iklas, Imam Ibnu Rajab al-Hanbali .
26. Mā Anā ‘alaihi wa Ashābī, Ahmad Salām.
27. Ma’ālimusy Syaksiyah al-Islāmiyah, Dr. ‘Umar Sulaiman al-
Asyqor.
28. Ma’ālim fī Ushūlid Da’wah, Dr. Muhammad Yusri.
29. Ma’ālimut Tanzīl, Imam al-Baghawiy .
30. Mabāhits fī ‘Aqīdah Ahlis Sunnah wal Jamā’ah wa
Mauqifil Harokātil Islāmiyatil Mu’āsiroh minhā, Dr.
Nāshir bin ‘Abdul Karīm al-‘Aql.
31. Madārijus Sālikīn baina Iyyāka Na’budu wa Iyyāka
Nasta’īn, Syaikul Islam Ibnul Qoyyim al-Jauziyah .
32. al-Madkol li Dirōsatil ‘Aqīdah al-Islāmiyah ‘alā Madz-hab
Ahlis Sunnah wal Jamā’ah, Dr. Ibrāhīm bin Muhammad al-
Buraikān.
33. Mā lābudda min Ma’rifatihi ‘anil Islām, Muhammad bin
‘Ali al-‘Arfaj.

96 | Sirotulmustaqim
34. Mafhūm Ahlis Sunnah wal Jamā’ah ‘inda Ahlis Sunnah wal
Jamā’ah, karya Dr. Nāshir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql.
35. Manhajul Istidlāl ‘alā Masā’ilil I’tiqōd, Dr. ‘Utsmān bin
Ali Hasan.
36. Manhajut Talaqqī wal Istidlāl Baina Ahlis Sunnah wal
Mubtadi’ah, Ahmad bin ‘Abdur Rahmān as-Suwayyān.
37. Miftāh Dāris Sa’ādah wa Mansyūr Wilāyatil ‘Ilm wal
Irōdah, Syaikul Islam Ibnul Qoyim al-Jauziyah .
38. Min Mahāsinid Dīnil Islāmiy, ‘Abdul ‘Azīz bin Muham-mad
as-Salmān .
39. Minhāj Ahlis Sunnah wal Jamā’ah, Muhammad bin
Sōleh al-‘Utsaimīn .
40. al-Minhāj Syarh Sohīh Muslim, Imam an-Nawawiy .
41. Minhājus Sunnah an-Nabawiyah, Syaikul Islam Ibnu
Taimiyah .
42. al-Minhatul Ilāhiyah fī Tahdzīb Syarhit Tohāwiyah,
‘Abdul Ākhir Hammād al-Gunaimi.
43. Mudzakkiroh fit Tauhīd, ‘Abdur Razzāq ‘Afīfi .
44. al-Mufrodāt fī Gorībil Qur’ān, ar-Rāghib al-Asfahāni .
45. Muktasor Minhājil Qōsidīn, Imam Ibnu Qudāmah .
46. Muqoddimāt fil ‘Ulūmisy Syar’iyah, Sōleh bin Muqbil al-
‘Usoimiy at-Tamimi.
47. al-Mūjaz fil Adyān wal Madzāhibil Mu’āsiroh, Dr. Nāshir bin
‘Abdul Karim al-‘Aql & Dr. Nāshir al-Qafāri.
48. Paham dan Aliran Sesat di Indonesia, Hartono Ahmad
Jaiz.
49. al-Qowā’id wal Fawā’id minal Arba’īn an-Nawawiyah,
Nāzhim Muhammad Sultōn.
50. al-Qoulul Mufīd ‘alā Kitābit Tauhīd, Muhammad bin
Sōleh al-Utsaimīn .

Jalan yang Lurus | 97


51. al-Qoulus Sadīd – Syarh Kitābit Tauhīd, Abdur Rahmān bin
Nāshir as-Sa’di .
52. ar-Rō’id – Durūsun fit Tarbiyyah wad Da’wah, Māzin bin
‘Abdul Karīm al-Furaih.
53. Silsilah Syarhir Rosā’il, Dr. Sōleh bin Fauzān al-Fauzān.
54. as-Sirōtul Mustaqīm, Dr. Bisyr bin Fahd al-Bisyr.
55. Syarhul ‘Aqīdah al-Wāsithiyah, Muhammad bin Sōleh al-
‘Utsaimīn .
56. Syarhul ‘Aqīdah al-Wāsithiyah, Dr. Sōleh bin Fauzān al-
Fauzān.
57. Syarhul ‘Aqīdah al-Wāsithiyah, Dr. Muhammad Kolīl
Harrās .
58. Syarh Tsalātsatil Usūl, Muhammad Sōleh al-‘Utsaimīn .
59. Syarh Usūlil Īmān, Muhammad Sōleh al-‘Utsaimīn .
60. Tafsīrul Qur’ānil ‘Azhīm, Imam Ibnu Katsīr .
61. at-Tahdzīr minal Bida’, ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdulloh bin Bāz

62. Taqrībut Tadmuriyah, Muhammad Sōleh al-‘Utsaimīn .


63. Tauhīdul Ulūhiyah, Muhammad bin Ibrōhīm al-Hamd.
64. at-Tauhīd fī Masīrotil ‘Amal al-Islāmiy Bainal Wāqi’ wal
Ma’mūl, ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdulloh az-Zugoibi al-
Husaini.
65. ats-Tsawābit wal Mutagoyirōt fī Masīrotil ‘Amal al-
Islāmiy al-Mu’āsir, Dr. Solāh as-Sowi.
66. al-‘Ubūdiyah, Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah
67. al-‘Ubūdiyah – Masā’il wa Qawā’id wa Mabāhits, Dr.
‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad al-‘Abdul Lathīf.
68. Zādul Masīr fī ‘Ilmit Tafsīr, Imam Ibnul Jauzi .

98 | Sirotulmustaqim

Anda mungkin juga menyukai