Anda di halaman 1dari 11

MEMAKNAI KEHIDUPAN

Peta Konsep

Memaknai
Kehidupan

Apa itu Kehidupan Menyikapi


hidup?? Setelah Kematian Kehidupan

Tujuan :
1. Memahami tujuan hidup seorang muslim.
2. Meyakinkan diri menjalani kehidupan untuk mencari ridha Allah SWT.

Kata Kunci
Tujuan penciptaan manusia (QS Adz Dzariyat : 56)

Pertanyaan Pemantik
Untuk apa kamu berkuliah (mencari ilmu)??

Urgensi
Manusia diciptakan dengan akal yang kemudian membuat mereka bertanya berbagai macam hal.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut lalu terjawab dan mengakibatkan adanya perkembangan
kehidupan. Masalah muncul ketika ada suatu pertanyaan yang jawabannya sangat sulit ditemukan.
Biasanya, pertanyaan tersebut menyangkut persoalan kehidupan. Manusia mencari dan mencari
dimana mereka dapat menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Banyak dari
mereka tidak sadar bahwa jawaban atas pertanyaan itu sudah tertera dalam kitab yang mereka
yakini.
Materi
A. Apa Itu Hidup??
Berdasarkan KBBI, hidup berarti masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya.
Namun, ketika kita mengartikan sebuah “kehidupan”, itu tidak lagi hanya sekedar makhluk hidup
yang bernyawa, tetapi merupakan sebuah cerita / kisah panjang yang ditulis (dibuat) oleh tiap-tiap
anak Adam. Jalan hidup manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri, ada yang hidup dengan
tujuan harta, tahta, popularitas, dan lain sebagainya, tidak terkecuali kita sebagai mahasiswa. Bagi
kita, kehidupan yang kita lalui hari ini adalah kuliah. Hari-hari yang dipenuhi dengan ujian, entah
itu merupakan tugas, kuis, dan lain sebagainya. Lelah? Pasti. Seolah-olah dunia begitu sempit
karena harus memikul beban yang tak pernah berkurang. Kemudian tiba saatnya hati kita bertanya,
“Untuk apa semua ini??”.
Maka tujuan hidup manusia sejatinya tertulis dalam surah Adz Dzariyat ayat 56.
”Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”
Perjalanan hidup bagi seorang muslim adalah ibadah, dan yang dituju adalah ridha Allah.
Maka Allah menyinggung hambanya dengan pertanyaan :
“...apakah kalian ridho dengan kehidupan dunia daripada dengan kehidupan akhirat? Maka
tiadalah permata kehidupan dunia dari kehidupan akhirat kecuali sedikit.”
(QS At Taubah 38)
Bukankah hidup di dunia hanya sementara?
“Seolah-olah tatkala melihat hari kiamat itu, mereka tidaklah hidup (di dunia) kecuali hanya
sesaat saja di waktu siang atau sesaat di waktu dhuha.”
(QS. an-Nazi’at: 46)
Jangan dikira bahwa dengan adanya dalil surah Adz-Dzariyat ayat 56 itu artinya setiap detik kita
harus berada di masjid, setiap detik kita harus membaca Al-Qur’an, atau setiap hari kita harus
berpuasa, sama sekali bukan demikian. Ibadah mencakup segala ucapan dan perbuatan yang
dicintai oleh Allah SWT. Allah SWT tidak menghendaki kita setiap detik berada di masjid. Allah
juga tidak menghendaki kita setiap detik membaca Al-Qur’an. Semua ibadah itu ada waktunya.
Hal terpenting bagi kita adalah melakukan apa yang Allah SWT cintai bagaimana pun keadaan
kita dan di mana pun kita berada.
Perjalanan di dunia ini adalah perjalanan nafsu. Manusia baru dikatakan sempurna bila dia
disempurnakan dengan nafsu, yang terususun oleh potensi untuk berbuat baik dan potensi untuk
berbuat buruk. (QS Asy Syams : 7-10). Dan Allah mencela nafsu yang selalu menyesali dirinya
(QS Al Qiyamah : 2). Maka sebenarnya kehidupan dunia adalah perjalanan untuk mensucikan
nafsu, hingga ia menjadi nafsu yang tenang, seperti yang diungkapkan dalam surat al Fajr ayat 27-
30.
“Wahai jiwa yang tenang, pulanglah kepada Tuhanmu dalam keadaan hati yang ridho dan
diridhoi oleh-Nya. Maka masuklah ke golongan hambaKu, dan masuklah ke surgaKu.”
Nasihat dari kyai Hasbi Azmakhtoni, “Hidup itu hanya antara dua hal : antara ingat atau lupa.”
Apakah kita selalu ingat kepada Allah, atau justru melupakannya?
“Maka ingatlah kepadaKu, aku akan ingat kepada kalian,”
Begitu perintah Allah dalam surat al Baqarah ayat 152. Semoga kita tidak termasuk orang-orang
yang melupakan Allah. Keadaan mereka di hari kiamat dijelaskan dalam surat As Sajdah ayat 14
Maka rasakanlah olehmu (azab ini) disebabkan kamu melalaikan pertemuan dengan harimu ini
(hari kiamat), sesungguhnya Kami pun melalaikan kamu dan rasakanlah azab yang kekal, atas
apa yang telah kamu kerjakan!

B. Hidup Setelah Kematian


Kebahagiaan dan kehidupan sejatinya hanya dapat kita temui insyaAllah di hari akhir. Rindu bagi
muslim adalah rindu untuk pulang ke surga. Bukankah nabi Adam berasal dari sana, namun tidak
semua keturunannya pulang kesana? Hidup di dunia yang menurut kita panjang, akan kita sadari
kelak bahwa itu pendek sekali. Maka sungguh menyesal orang yang terlalu menikmati yang fana
dan lupa akan yang kekal.
Berikut kami berusaha memaparkan beberapa rangkaian kehidupan setelah kematian, yang
dengannya kami harapkan munculnya rasa harap dan rasa takut kita.
1. Dicabut nyawa dari badan dan hidup di alam kubur
Awal dari kehidupan sejatinya adalah saat ruh dicabut. Pencabutan nyawa ini amat ringan bagi
orang yang dirahmati oleh Allah, dan amat berat bagi orang yang dilaknat Allah. Hal ini dijelaskan
dalam surat Al Anfal ayat 50-51
“Dan sekiranya kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang
kafir sambil memukul wajah mereka dan punggung mereka (sembari berkata),
“Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar.” Hal itu dikarenakan apa
yang telah dikerjakan oleh tangan kalian dan Allah tiada berbuat dzalim
terhadap hambanya.”
Sementara bagi orang mukmin, justru kabar gembira pertama kali datang saat nyawa dicabut oleh
malaikat. Hal itu digambarkan dalam surat Fushilat ayat 30 yang berbunyi,
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah,’
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun
kepada mereka (dengan berkata), ‘janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu
bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan
kepadamu’.”
Saat jasad telah sampai di liang lahat, masuklah ia ke alam kubur. Alam kubur juga disebut alam
barzakh yaitu perantara antara alam dunia dan alam akhirat. Di alam kubur kita akan diberi
‘permulaan’ dari balasan kita di hari akhir. Bila memang tempat seorang hamba di surga, kuburnya
akan menjadi nikmat, sementara bila tempatnya berada di neraka, sengsara yang akan dilaluinya.
2. Hari Kebangkitan dan Padang mahsyar
Setelah melalui alam kubur yang begitu panjang, setiap-tiap hamba akan dibangkitkan untuk hari
akhir. Saat itu orang yang dirahmati oleh Allah akan semakin berbahagia, karena lelahnya selama
di dunia akan segera dibayar. Sementara orang yang dilaknat oleh Allah akan semakin berduka,
karena ia tahu di depannya persis siksaan akan datang. Di hari itu orang-orang akan berlari dari
siapa yang ia kenal.
“Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan lari dari ibu-bapaknya, dan lari dari istri dan
anakanaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang
menyibukkannya.”
(QS ‘Abasa : 34-37)
Seluruh umat manusia lantas dikumpulkan di sebuah tanah lapang (padang mahsyar). Disana
diletakkan matahari yang hanya sejauh lima mil. Bagi orang yang dirahmati oleh Allah, tiada
keringat yang jatuh. Lain halnya dengan orang yang dilaknat oleh Allah, keringat begitu deras
mengucur, bahkan ada di antara mereka sampai tenggelam oleh keringat sendiri.
3. Hisab dan Mizan (Timbangan amal)
Sampai pada waktunya amal kita dihitung, dievaluasi. Catatan amal diberi kepada kita dengan
berbagai cara sesuai dengan amal kita di dunia. Ada yang diberi bengan tangan kanan, ada yang
bahkan diberi dari balik punggung. Dibaca tiap-tiap detil amal kita, bahkan sekecil atom pun
diberitahu pada kita. Bayangkan, hari itu apa yang dibacakan di depan kita menjadi pertaruhan
seperti apa nasib kita. Lisan yang pernah menjangkau hal yang menyakitkan, sekecil apapun itu
api neraka dihadapkan di depan kita. Itu baru lisan, belum mata, telinga, dan hati yang selama ini
mungkin terlalu jauh dari Allah.
Maka tiadalah yang kita harapkan melainkan ampunan. Bila ditampakkan pada kita dosa diri yang
melangit, tentu kita mengharapkan ucapan dari Rabb,
“Aku ampuni seluruh dosamu dan Aku tidak memperdulikannya lagi.”
4. Surga atau Neraka
Renungkan baik-baik ayat berikut :
“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu berada dalam kesibukan yang menyenangkan.
Mereka dan pasangan-pasangan mereka berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas
dipan-dipan. Di surga itu mereka memperoleh buahbuahan dan memperoleh apa saja yang
mereka inginkan. (Kepada mereka dikatakan), “Salam,” sebagai ucapan selamat dari Tuhan
Yang Maha Penyayang.”
(QS Yasin : 55-58)
“Dan barang siapa ringan timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orangorang yang
merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di neraka Jahannam. Wajah mereka dibakar dengan
api neraka, dan mereka disana dalam keadaan muram dengan bibir yang cacat. (ditanyakan
pada mereka) ‘Tidakkah ayat-ayatku telah diperdengarkan kepada kalian, lantas kalian
mendustakannya?’”
(QS Al Mu’minun 103-105)
C. Menyikapi Kehidupan
Setelah mengetahui makna kehidupan dan betapa beratnya kehidupan setelah kematian, tentu kita
harus meneguhkan pada diri kita bahwa hidup kita sempurna untuk Allah SWT, tidak untuk yang
lain. Setiap amal yang kita lakukan harus berlandaskan ibadah, harus bertujuan untuk meraih ridha-
Nya.
Bila kita menyimpang, sungguh tidak terbayang apa yang akan terjadi kelak di hari kiamat. Kalau
tujuan kita menjalani kehidupan sudah benar, selesai lah banyak hal. Tidak perlu risau akan rezeki,
Allah sudah berjanji untuk memenuhinya, tugas kita hanyalah berusaha. Tidak usah risau harta
karena kebahagiaan bukan pada harta namun pada datangnya ridha-Nya. Bukankah Allah selalu
akan mencukupi?
Wajar bila dunia yang kita jalani berat karena memang itu bukan tempat kita –seorang muslim-
sejatinya. Tak apa, berat ini hanya sementara. Esok akan diganti saat kita sudah pulang ke surga,
In syaa Allah.
Sebagai penutup, semoga saja kita semua kelak akan disambut oleh Allah dengan panggilan
“Wahai jiwa yang tenang, pulanglah ke pangkuan Tuhanmu dengan dirimu meridhoiNya dan
penuh keridhoanNya. Masuklah ke dalam golongan hambaKu, dan masuklah ke surgaKu.”
(QS Al Fajr 27-30)

Kisah Hikmah
Tumbuh besar di Amerika, Anda akan menemukan nilai-nilai kristiani yang tersembunyi dan
secara turun temurun bertahan di lingkungan masyarakat. Namun agama tidaklah berpengaruh
cukup besar dalam keseharian mereka.
Sejak kecil, Nenek selalu mengajakku ke gereja di akhir pekan yang biasanya diisi dengan
pelajaran Injil rutin dan begitu juga kemah musim panas. Seiring dengan bertambahnya usiaku,
keterlibatanku di gereja pun semakin berkurang, waktuku kuhabiskan di sekolah, kegiatan
olahraga, dan sebagainya. Aku selalu menonjol di bidang matematika dan sains selama masa
sekolah, dan aku sangat tertarik dalam bidang tersebut.
Semasa SMA kuputuskan untuk meninggalkan agama sepenuhnya dan kemudian menjadi seorang
atheis, khususnya setelah berdiskusi tentang beberapa hal dengan salah seorang guruku, yang
sangat teguh dengan keyakinan atheisnya. Walaupun masih duduk di bangku SMA, dan umur yang
masih 17 tahun, aku masuk militer. Saat itu nyatanya keputusan yang aku ambil tidak bertahan
lama, pada masa itu juga imanku terasa diperbaharui, untuk menjadi umat kristiani yang terlahir
kembali. Apabila kita meninjau kembali argumen yang sebenarnya dari kaum Atheis, tentang tidak
adanya Tuhan, maka kita akan tahu ini adalah argumen yang dangkal. Pada saat mereka menuduh
kepercayaan akan adanya Tuhan adalah sangat tidak logis, di saat itu pula realita akan sains dan
alam semesta menunjukkan fakta yang sebaliknya. Setelah melalui perjalanan pemikiran ini,
akhirnya aku pun kembali membaca Injil tiap hari. Mulai aktif beribadah dan benar-benar menjadi
religius.
Musim panas berlalu, peristiwa 9/11 pun terjadi. Di seluruh berita dan di setiap perkumpulan,
semua orang selalu membicarakannya, tentang muslim yang mempercayai bahwa semakin banyak
orang kafir yang ia bunuh, maka semakin baiklah tempatnya di surga. Hal ini sudah cukup menjadi
alasan, bahwa tidak masuk akal jika ada orang yang tertarik atau bahkan terbesit keinginan untuk
mengetahui betapa “kejam”nya agama ini. Banyak orang yang kemudian berhenti pada titik ini,
menumbuhkan rasa benci buta akan Islam, sebagaimana pula aku. Yah aku adalah selayaknya
orang kulit putih militer Amerika, dengan kebencian yang sangat kuat terhadap Islam dan muslim.
Semua ini berlanjut selama berbulan-bulan, dan kian mengeras oleh pemberitaan non-stop dari
media tentang seluruh kejahatan Islam.
Tiga bulan berlalu ketika salah satu guru kami membuat penawaran, barang siapa diantara para
muridnya yang bisa menghasilkan proyek orisinil dan cukup unik, maka otomatis akan dinyatakan
lulus dari kelas yang ia ampu, hal ini disengaja untuk memancing kreativitas kami. Berkaitan
dengan topik yang masih hangat, aku memilih membuat game tentang mencari dan membasmi
Osama bin Laden, dan akhirnya berhasil menyelesaikan proyek ini lebih awal.
Karena deadline proyek ini masih ada seminggu lagi setelah liburan natal, maka aku
berkesempatan untuk menambahkan beberapa detil di masa liburan. Salah satunya adalah detil
berupa turban Osama bin Laden yang terbakar api. Namun saat aku mencari gambar-gambar
pendukung fitur ini melalui Google, tanpa sengaja kutemukan beberapa artikel yang membuka
pandanganku tentang Islam.
Masih teringat salah satu judul artikel yang kubaca saat itu, tentang bagaimana muslim percaya
akan Nuh, Ibrahim, Musa, Yesus dan para nabi lainnya yang sebelumnya sudah aku kenal sejak
kecil sebagai umat kristiani. Kisah-kisah ini adalah santapan harianku selama masih belajar Injil.
Sebagai hamba kristen yang taat hal ini menarik perhatianku, bagaimana bisa mereka percaya
dengan para nabi namun tidak menjadi kristiani?.
Proyek game yang sedang dikerjakan pun kusisihkan, yang pada akhirnya tidak pernah kusentuh
lagi akibat sibuk dengan membaca artikel dan buku-buku. Kesibukan baruku ini jelas lebih baik
dari pada para media dan berita yang membuat sensasi akan kebencian kami terhadap apa yang
telah dilakukan oleh satu atau dua orang muslim. Tiap kali aku terbangun dari tidur, maka bacaan-
bacaan agama kerap menemaniku sampai-sampai aku terlelap di tengah membaca. Rutinitas baru
ini terus berulang selama masa liburanku itu.
Sangat menarik yang aku temukan di masa pencarianku melalui buku-buku itu, bahwa jika
seseorang berkeinginan untuk menjadi pribadi yang religius serta membangun relasi dengan
Tuhannya, maka pada umumnya ia akan mulai dari apa yang ia tahu dan menjadi pembela ajaran
apapun dimana ia dibesarkan. Walaupun ajaran itu belum tentu mewakili kebenaran yang
dicarinya. Untuk menjadi seorang kristiani yang sesungguhnya, aku butuh melihat lebih dalam
tentang Islam dan agama lainnya. Sehingga pilihanku terhadap kristiani tidak hanya berdasar pada
keyakinan bawaan semata.
Dalam sejarah awal masa-masa kristiani, kutemukan bahwa nilai dan ajaran asli Yesus bukanlah
ajaran yang ditaati dan dipraktekkan oleh gereja, bahkan gereja menstandarisasi dogma mereka
sembari membakar apapun (dan siapapun) yang menentang mereka. Aku terinspirasi bahwa semua
ini adalah jalan kehendak dari Tuhan yang selalu Ia lakukan, dalam rangka menyelamatkan
kemurnian agamaNya dan kesucian ajaranNya melalui rasul-Nya, yaitu Muhammad yang lahir
pada tahun 571 Masehi, ratusan tahun setelah majelis yang dimulai di Nicaea pada 325 M. Majelis
yang sama yang melahirkan suatu ajaran, yang lebih kita kenal sebagai ajaran kristiani.
Al Quran pun coba kupelajari dan begitu juga dengan fakta bahwa ia belum pernah diubah-ubah,
tidak satu huruf pun! Ini berita yang luar biasa sebagai seorang penganut kristiani, mengingat
sugesti yang menimpa kami menekankan bahwa “roh kudus” sendirilah yang membimbing para
penulis dan penyusun Injil. Sejarah menyangkal dan menunjukkan bahwa Injil telah diubah dan
dirusak, bahkan tidak ada manuskript asli yang bisa dijadikan bukti dan konstribusi berarti.
Berbeda dengan Injil, Al Quran memberikan kesan interaksi langsung dengan Tuhan, bahasa asli
yang berasal dari Tuhan itu sendiri, inilah yang kurasakan saat membacanya. Bukan dari orang
yang melihat orang lain melakukan sesuatu, yang kemudian memberitahukannya kepada orang
yang lainnya lagi, yang selanjutnya menulis surat kepada seseorang sehingga disusunlah sebuah
buku berasal dari surat-surat tersebut, dimana manuskript asli surat-surat itu kini telah hilang, dan
buku itu akhirnya dibaca sebagai kisah narasi yang seakan dituturkan oleh pelakunya langsung.
Al Quran di pihak lain adalah asli kata-kata Tuhan, seakan Ia sendiri yang menuturkannya padaku.
Sebagai tambahan aku pun menyimak sejarah akan berbagai mukjizat yang benar-benar terjadi
serta ramalan tentang Muhammad dan Al Quran.
Setelah melalui proses awal pencarian dan banyak membaca, timbul keinginan untuk menemui
seorang muslim dan membahas tentang apa yang kutemukan dalam Islam. Aku tidak pernah
bertemu dengan seorang muslim sebelumnya, maka segera kucari tahu tentang masjid yang ada,
namun tidak ada satu masjidpun yang dekat dengan tempat aku tinggal. Aku pun mulai
memanfaatkan internet dan chatting dengan para muslim melalui ruang chat IRC.
Aku sempat berdialog dengan muslim dari Asia, Eropa, bahkan para mu’allaf Spanyol yang tinggal
di Amerika. Kutemukan beberapa detail dari keyakinan akan Islam melalui berbagai dialog ini,
hingga aku sama sekali tak dapat memungkiri lagi akan kebenaran yang sungguh sangat jelas
terlihat.
Status sebagai muslim belum kupegang, namun telah banyak keraguan yang membisiki telingaku
“tapi kan kamu bukan orang Arab, Islam hanya untuk orang Arab” atau “apa kata teman-teman
dan keluargamu nanti, apalagi setelah 9/11” dan seterusnya. Ini semua hanyalah gangguan dan riak
kecil yang tidak ada hubungannya dengan bersikap jujur untuk mengikuti kebenaran Tuhan.
Sehingga bisikan-bisikan itu pun akhirnya hilang dengan sendirinya. Aku adalah seorang muslim
setelah bersaksi seorang diri di dalam kamarku “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah
dan Muhammad adalah hamba dan utusan Allah” dan melanjutkan belajar melalui internet, online
bersama muslim yang lain.
Salah satu dari beberapa muslim yang aku temui di internet bernama Joseph. Beliau juga warga
Amerika kulit putih yang telah pensiun dari 20 tahun masa pengabdiannnya di angkatan laut. Ia
cukup kaget setelah mendengar aku belum pernah bertemu langsung dengan satu orang muslim
pun, seketika itu ia menyetir mobilnya untuk menemuiku dengan menempuh perjalanan darat 7
jam lamanya. Kami makan siang bersama, dan ia menghadiahkan beberapa buku kepadaku.
Karena ia harus bekerja kembali esok hari, maka ia pulang di hari itu juga menempuh 7 jam
perjalanan darat yang sama. Persaudaraan instan yang menjelma di antara dua orang pengikut
kebenaran Tuhan, adalah keunikan tersendiri dalam Islam yang akan sulit dimengerti oleh orang
lain, segala puji hanya bagi Allah (Alhamdulillah).
Alhasil kondisi keislamanku kusampaikan kepada teman-teman dan keluarga, respons yang
kuterima sudah sesuai seperti yang aku duga. Kebanyakan dari mereka berlepas tangan dan tidak
mau terlibat lagi dengan keputusan yang aku ambil, bahkan keluargaku sendiri menyebut aku
teroris dan sebutan lain yang lebih buruk lagi. Namun ini semua hanyalah kesalahpahaman yang
mereka telan dari hasil didikan media. Berdasarkan info dari Joseph dan muslim yang lain, aku
berangkat menuju Virginia dengan bis untuk mengunjungi kota berkomunitas muslim yang lebih
besar dan beberapa masjid yang besar pula.
Kejadian selanjutnya adalah latihan militer dasar yang kuikuti selama empat bulan. Latihan ini
dilaksanakan pada liburan musim panas pertama setelah 9/11, yang menjawab alasan dan motivasi
sebahagian peserta pelatihan saat itu adalah karena kebencian mereka kepada para muslim.
Tentunya ini adalah pengalaman yang “unik” bagiku sebagai satu-satunya muslim di satuan kompi
pelatihan militer kami di tahun itu. Lika-liku di kamp pelatihan ini sangat banyak, namun cobaan
apapun yang kita tempuh selama itu masih dalam koridor syari’at Allah dan dengan tetap bersabar,
maka ini hanyalah semakin menambah keimanan kita.
Aku pun kembali dari pelatihan militer, dan sebahagaian besar keluargaku berharap hal ini akan
“memperbaiki” keadaanku. Tapi yang ada hanyalah kekecewaan karena melihat aku masih tetap
seorang muslim. Sebuah masjid kecil aku temukan di area tempat tinggalku, namun jamaah yang
aktif hanya dua orang saja. Aku pun sempat pindah dari rumah menginap di mobilku sendiri selama
beberapa hari, hingga akhirnya seorang kenalan saudara muslim dari Virginia mengajakku untuk
pindah bersamanya. Aku pun pindah ke Virginia dan memperoleh kesempatan belajar Islam lebih
mendalam dan menjadi bagian dari komunitas masyarakat.
Sejak saat itu aku mulai belajar Islam secara formal maupun non formal kepada banyak para
pengajar Islam ditambah lagi dengan materi perbandingan agama. Di masa lalu semakin dalam
aku belajar tentang ajaran kristiani, semakin lemah pula iman yang aku punya. Sebaliknya dengan
Islam, bertambahnya pengetahuanku hanya akan meningkatkan iman dan membuka cakrawala
akan kesempurnaan Tuhan serta agama-Nya yang murni yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
Ketika kesalahpahaman terhadap Islam mengisolir pandangan sebahagian orang, di sisi lain Islam
adalah ajaran yang sempurna, sistem yang lengkap, jalan hidup yang paripurna. Islam menawarkan
petunjuk dan bimbingan moral, etika, nilai-nilai spiritual, dan tatanan sosial.

Kesimpulan
Hidup itu sementara, fana. Tujuan kita hidup untuk menggapai ridha Allah, dan hidup kita
sejatinya menjalani ibadah. Akhirat itu nyata, antara nikmat atau siksa. Dengannya kita perlu
berbekal takwa.

Diskusi
Bagaimana kamu memandang kehidupan?

Action Plan
Beranikan lah diri untuk bercermin dan jujur lah pada seseorang di cermin itu, “Sudah tepat kah
tujuan hidup kita sejauh ini?!”

Referensi :
Buku mentoring APAI 2019

Web :
https://kisahmuslim.com/4557-kebencian-yang-malah-menuntunku-kepada-cinta-sejati.html
https://muslim.or.id/9604-apa-arti-kehidupan-ini.html

Anda mungkin juga menyukai