Anda di halaman 1dari 9

UJIAN AKHIR SEMESTER

GEOGRAFI PERTANIAN

PERUBAHAN LAHAN PERTANIAN DAN IMPLEMENTASINYA DALAM


PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KOTA BEKASI

Disusun oleh:
Mush’ab Baihaqy 1402617071

Dosen Pengampu: Rayuna Handawati, S.Si, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2020
Pendahuluan

Pertumbuhan penduduk dalam waktu kewaktu mengalami peningkatan kebutuhan


terhadap lahan yang mendorong terjadinya perubahan pemafaatan sumberdaya alam dalam
mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Peningkatan jumlah penduduk
berdampak kepada meningkatnya penggunaan lahan secara terus menerus, termasuk
pemanfatan tata ruang untuk aktivitas manusia yang meengakibatkan di sejumlah kawasan
Kota Bekasi diindiksikan mengalami penurun lingkungan hidup. Kondisi seperti ini akan
mendorong terjadinya peningkatan perubahan pada tutupan lahan terkhusus lahan pertanian
yang menjadi komponen penting dalam menjaga ketahanan pangan. Ketersediaan lahan yang
sangat terbatas menyebabkan kelangkaan lahan da konflik penggunaan lahan, sehingga
mendorong konversi lahan. Hal tersebut dikarenakan nilai lahan pertanian dianggap lebih
rendah (land rent) dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Perubahan penutupan
lahan yang tidak terkendali akan berdampak pada inefisiensi pemanfaatan sumber daya alam,
rusaknya sumber daya lahan, kemiskinan, dan masalah sosial lainnya. (Rossiter, 1996).

Perubahan penggunaan lahan sudah menjadi fenomena yang sering terjadi di negara
berkembang terutama kota-kota besar yang menjadikan hal tersebut menjadi perhatian khusus
dalam perencanaan tata ruang. Bekasi merupakan kota yang berbatasan langsung dengan DKI
Jakarta yang berada tepat disebelah timur. Dinamika aktifias masyarakat Kota Bekasi
semakin pesat dikarenakan Bekasi sebagai penyangga perekonomian ibukota. Perubahan
penggunaan lahan di Kota Bekasi terjadi karena dampak dari pertumbuhan ekonomi di DKI
Jakarta. Pertumbuhan tersebut mengakibatkan terus meningkatnya kebutuhan lahan akibat
pertumbuhan ekonomi yang pesat, sementara ketersedian lahan di ibukota semakin terbatas.
Akibatnya jadi perkembangan lahan terbangun yang meluas ke wilayah-wilayah
penyangganya, salah satu contoh ialah Kota Bekasi. hasil penelitian dari Goldblum dan Wong
(2000) menunjukkan bahwa pada periode 1981-1990 laju pertumbuhan penduduk Bekasi
sebesar 6% lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk Bogor dan
Tangerang sebesar 4%. Penggunaan lahan untuk kawasan terbangun semakin lama semakin
bertambah disebabkan oleh perkembangan pembangunan yang pesat untuk perumahan,
industri dan perkantoran. Pada banyak kasus yang terjadi alih fungsi lahan pertanian justru
terjadi pada lahan pertanian yang produktif (Bappenas, 2006). Hal tersebut menjadi sangat
berlawanan ketika tuntutan kebutuhan akan pangan terus meningkat, sedangkan lahan
pertanian semakin berkurang. Sebagai negara berkembang dengan kebutuhan makanan pokok
yaitu beras apabila peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan pada kebutuhan
beras. Beras memiliki nilai strategis dan sensitivitas yang tinggi ditinjau dari aspek politis,
ekonomi dan kerawanan sosial (Nurdin, 2016). Untuk itu dalam memenuhi kebutuhan
tersebut, maka produksi beras harus meningkat dalam mempertahankan ketahanan pangan.

Definisi pembangunan berkelanjutan menurut Munasinge dan Ernst Lutz, 1991 dalam
Rogers, 2008 adalah: Sustainable development is an approach that will permit continuing
improvements in the quality of life with a lower intensity of resources use,thereby leaving
behind for future generations an undiminished or even enhanced stock of natural resources
and other assets. Pembangunan berkelanjutan adalah pendekatan kualitas hidup dengan
penggunaan sumberdaya alam secara efisien dan tetap memperhatikan kebutuhan generasi
yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan lebih mengedepankan tiga aspek
pembangunan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan (tripple bottom line). Pembangunan
yang pesat menyebabkan perubahan peruntukan lahan pertanian. Hal ini menyebabkan
adanya konsekuensi. Salah satu konsekuensinya adalah terhadap produksi pertanian yang
dihasilkan. Menurut Ilham, Yusman dan Supena, 2003, dua faktor yang menentukan produksi
padi, yaitu ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi. Perubahan peruntukan lahan ini
dilihat dengan kerangka pembangunan berkelanjuttan, yaitu dengan memperhatikan aspek
lingkungan sosial dan ekonomi.

Merujuk pada data penggunaan lahan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik,
luas pengunaan lahan sawah di Kota Bekasi selalu mengalami penurunan. Berkurangnya luas
lahan sawah di Kota Bekasi tentunya dapat mempengaruhi hasil produksi padi. Berkurangnya
lahan pertanian di Kota Bekasi sangatlah berpengaruh bagi ketahanan pangan penduduknya.
Kejadian ini membuat kota Bekasi sangat bergantung kepada kota penyangga lainnya dalam
hal memenuhi kebutuhna pangannya. Berikut hasil produksi pertanian yang ada di Kota
Bekasi dapat dilihat pada tabel ini:

Tabel 1. Luas panen dan produksi padi di Kota Bekasi, Jawa Barat

No. Tahun Luas Panen (Ha) Produksi Padi (Ton)


1 2014 85,472 516,982
2 2016 97,577 611,386
3 2019 70,000 573,928
Sumber : Badan Pusat Statistik

Dari Uraian tentang permasalahan diatas, penulis bertujuan untuk mengetahui perubahan
penggunaan lahan di Kota Bekasi terutama pada lahan pertanian sawah yang mendukung
ketahanan pangan menggunakan citra satelit resolusi tinggi dan mengkaji perkembangan
wilayah Kota Bekasi. Hasil yang dapat diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan serta
pertimbangan dalam upaya melindungi lahan pertanian sawah.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan di Kota Bekasi. Dinamika perubahan penggunaan lahan


pertanian dapat diamati melalui perubahan spasial lahan pertanian secara multitemporal. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data spasial penggunaan lahan tahun 2014, 2016,
dan 2019 yang bersumber dari laman USGS (United States Geological Survey) berbentuk
foto udara citra satelit landsat 8 tahun 2014, 2016, dan 2019 dan data statistik BPS.
Disamping itu data sekunder lainnya berupa peta yang terdiri dari peta Rupabumi Kota
Bekasi yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial. Peralatan yang digunakan adalah
komputer dengan peraangkat lunak ArcGis 10.3 dan Microsoft Word.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini berasis pengindraan jauh yaitu interpretasi
visual dan metode kuantitatif dengan analisis kuantiatif deskriptif. Klasifikasi penggunaan
lahan dilakukan bedasarkan hasil interpretasi citra secara visual. Interpretasi secara visual
dilakukan berdasarkan pendekatan unsur-unsur interpretasi seperti rona/warna, tekstur,
pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs sebagai pedoman untuk deliniasi kelas
penggunaan lahan (Purwadhi, S.H. et al., 2013). Hasil interpretasi citra satelit tersebut
adalah lahan petanian dan lahan permukiman. Data yang digunakan untuk analisis adalah
data luas panen dan jumlah produksi padi. Analisis kuantitatif deskriptif dilakukan pada data
statistik pertanian Kota Bekasi tahun 2014,2016, dan 2019 dari Badan Pusat Statistik untuk
memberikan gambaran umum mengenai produktivitas pertanian di Kota Bekasi

PEMBAHASAN

Perubahan Penggunaan Lahan tahun 2014, 2016, dan 2019

Hasil pengolahan peta penggunaan lahan Kota Bekasi yang diperoleh dari hasil
interpretasi foto udara citra satelit landsat tahun 2014 yang menunjukkan penggunaan lahan
di Kota Bekasi pada tahun tersebut didominasi oleh permukiman dan sawah. Luas sawah
tersebut tersebar di bagian selatan dan tengah Kota Bekasi. Penggunaan lahan lainnya adalah
permukiman yang tersebar di bagian utara dan bagian timur Kota Bekasi. Penggunaan lahan
permukiman dan aktivitas manusia lainnya tersebar di seluruh wilayah Bekasi terutama
dipusat kota yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta. Sedangkan penggunaan lahan
pertanian tersebar di wilayah Kota Bekasi terutama di wilayah yang bebatasan dengan
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi. Sebaran penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 2014
dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Peta Penggunaan Lahan Kota Bekasi tahun 2014

Pada Tahun 2014, hasil dari interpretasi citra penggunaan lahan di Kota Bekasi masih
menunjukkan pola penggunaan lahan yang sama hanya saja luasan dari lahan pertanian
semakin berkurang yang sudah dialih fungsikan menjadi lahan permukiman atau lahan
aktivitas masyarakat. Bagian selatan Kota Bekasi yang pada tahun 2014 masih didominasi
oleh lahan pertanian kemudian pada tahun 2016 semakin berkurang tepatnya pada Kecamatan
Bantargebang, Mustikajaya dan Jatisempura. Sedangkan penggunaan lahan permukiman
semakin bertambah luasnya. Sebaran penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 2016 dapat dilihat
pada gambar 2.

Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Kota Bekasi tahun 2016


Kemudian pada tahun 2019 di Kota Bekasi ditunjukkan hasil persebaran spasial dari
penggunaan lahan permukiman dan pertanian. Pada tahun 2019 masih menunjukkan pola
yang sama pada tahun-tahun sebelumnya yaitu perubahan penggunaan lahan pertanian yang
semakin menipiss hal tersebut dikarenakan pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dan
kepentingan akan lahan permukiman semakin meningkat di wilayah perkotaan. Sebaran
penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 2019 dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Kota Bekasi tahun 2019

Perubahan penggunaan lahan sudah menjadi hal yang tidak terelakkan dalam memenuhi
kebutuhan ruang untuk pembangunan. Hal tersebut terjadi di Kota Bekasi yang termasuk
wilayah jabodetabek pusat dari pembangunan kota ditambah Kota Bekasi merupakan
penyangah perekonomian Ibukota. Pesatnya laju pertumbuhan penduduk dan laju
perekonomian membuat meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman dan aktivitas
manusia maka akan terjadinya konversi lahan pertanian. Harini (2007) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa berbagai faktor berakumulasi menjadi pemicu terjadinya konversi
lahan khususnya dari lahan pertanian menjadi non pertanian. Pertumbuhan penduduk
akan meningkatkan kebutuhan lahan khususnya untuk permukiman. Hal ini juga
menjadi faktor utama yang memicu terjadinya konversi lahan khususnya dari lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian.

Perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi terutama pada lahan sawah yang berubah
menjadi lahan permukiman. Pada tahun 2014, luas lahan pertanian yang diperuntukkan untuk
lahan sawah hanya 2,30 persen dari luas lahan pertanian Kota Bekasi yaitu 475Ha dengan
jumlah produksi padi sebesar 516,982 ton.. Selebihnya merupakan lahan yang digunakan
untuk bangunan permukiman maupun bangunan untuk aktivitas manusia. Pada tahun 2016
luas pertanian untuk luas tanah meningkat menjadi 503Ha yang semula pada tahun 2014
hanya 475ha. Total jumlah produksi pada tahun 2016 sebesar 611,386 ton. Selanjutnya pada
tahun 2019 luas lahan pertanian dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu Lahan sawah dan
Lahan kering. Tahun 2019 luas lahan sawah mencapai 434 Ha yang tersebar di 10 kecamatan,
sedangkan lahan kering yang digunakan untuk pertanian kebun dan ladang seluas 4.285 Ha
tersebar di 12 kecamatan Sebagian besar luas lahan sawah di Kota Bekasi menggunakan jenis
pengairan tadah hujan yaitu 78,80 persen dari luas lahan sawah keseluruhan. Kecamatan yang
memiliki luas lahan sawah terluas adalah Kecamatan Bantargebang dengan luas mencapai
223 Ha diikuti kecamatan Mustikajaya yang memiliki luas 108 Ha. Permukiman dan tempat
kegiatan merupakan jenis penggunaan lahan yang mengalami penigkatan luas yang cukup
besar dari tahun 2014 sampai 2019. Pertumbuhan luas permukiman selalu meningkat diikuti
dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi.

Implementasi Pembangunan Berkelanjutan Untuk Ketahann Pangan Di Kota Malang

Menimbang kebutuhan pangan di kota Bekasi yang semakin meingkat dengan


berjalannya pertumbuhan penduduk diperkotaan maka akan menjadi permasalahan bagi
pemerintah dan masyarakat setempat. Untuk itu upaya dalam meningkatkan produktivitas
tanaman pangan maka diperlukan implementasi pembangunan pertanian. Dalam Konferensi
Nasional Pembangunan Berkelanjutan (KNPB) 2004. Terdapat tiga sub tentang pertanian
berkelanjutan hasil KNPB yang belum dilaksanakan secara optimal kaitannya dengan
kerusakan lingkungan tersebut, yaitu: a) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku
pertanian; b) menyediakan akses pada sumber daya pertanian bagi masyarakat dengan
penataan sistem penguasaan dan kepemilikan; c) meningkatkan produktivitas lahan dan
media lingkungan serta merehabilitasi tanah-tanah rusak untuk meningkatkan produksi
pangan dalam rangka ketahanan pangan dengan tetap berpihak pada petani.

Permasalahan yang dihadapi dalam kaitan pembangunan berkelanjutan disektor


pertanian kedepannya merupakan masalah yang kompleks antara lain mengupayakan
pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) yang mencakup angka kemiskinan,
pengangguran, dan rawan pangan, menciptakan kebijakan harga (pricing policies)
menciptakan sistem penyuluhan pertanian yang efektif, dan memenuhi kebutuhan pangan,
serta mengembangkan komoditas unggulan hortikultura, peternakan, dan perkebunan.
Bappenas dan PSE-KP. (2006). Penyusunan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian. Jakarta: Kerjasama Direktorat Pangan dan Pertanian – Kantor Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

BPS [Badan Pusat Statistik]. (2016). Kota Bekasi Dalam Angka tahun 2015. Bekasi: Badan
Pusat Statistik.

BPS [Badan Pusat Statistik]. (2017). Kota Bekasi Dalam Angka tahun 2017. Bekasi: Badan
Pusat Statistik.

BPS [Badan Pusat Statistik]. (2020). Kota Bekasi Dalam Angka tahun 2020. Bekasi: Badan
Pusat Statistik.

Goldblum, C. and Wong T-C. 2000. Growth, crisis and spatial change: a study of haphazard
urbanization in Jakarta Indonesia. Land Use Policy, 17:29-37.

Ilham, N, Yusman S dan Supena F, 2003. Perkembangan dan Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah serta Dampak Ekonominya. Departemen Ilmu-
ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Nurdin, S., Widiatmaka, Munibah, K. (2016). Perencanaan Pengembangan Lahan


Sawah di Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Pengelolaan sumberdaya Alam dan
Lingkungan. 6(1), 1-12

Purwadhi, S.H., F. Rokhmatuloh, dan Haryani, N.S. (2013). Aplikasi Teknologi


Penginderaan Jauh Untuk Pengembangan Wilayah. Departemen Geografi Fakultas
MIPA-Universitas Indonesia. Jakarta.

Rogers, PP. (2008). An Introduction to Sustainable Development Glen Educational


Foundation, Inc. Philippines

Anda mungkin juga menyukai