Pembimbing
Disusun Oleh :
Azmy Abdah
201910401011077
REFERAT
Penyakit Dengan Demam Lebih Dari 7
Hari
Referat dengan judul “Penyakit Dengan Demam Lebih Dari 7 Hari” telah diperiksa
dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan berkat dan rahmatnya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
dengan judul “Penyakit Dengan Demam Lebih Dari 7 Hari”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak, rekan sejawat, dan terutama dr. Wiwid Samsul Hadi, Sp.PD, FINASIM selaku
dokter pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi
saran, dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat ini
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis mengharapkan kritik
dan saran demi memperbaiki kekurangan atau kekeliruan dalam referat. Semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
Demam Tifoid.......................................................................................................4
Malaria............................................................................................................ 10
Tuberculosis................................................................................................... 14
Meningitis....................................................................................................... 20
Daftar Pustaka................................................................................................ 30
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.Alur diagnosis Tuberculosis pada dewasa….………..…………. 19
iv
PENDAHULUAN
adalah kenaikan suhu tubuh yang ditandai oleh kenaikan titik ambang regulasi panas
hipotalamus. Batasan nilai atau derajat demam dengan pengukuran suhu aksila/ketiak
diatas 37,2°C, Hiperpireksia bila suhu diatas 41°C. Terdapat perbedaan antara
pengukuran suhu di aksila dan oral maupun rektal, dalam keadaan biasa, perbedaan
ini berkisar antara 0,5°C, suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral. Berbagai tipe
demam yang mungkin kita jumpai, antara lain yaitu demam remitten adalah suhu
badan yang dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal.
Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mecapai dua derajat dan tidak sebsar
perbedaan suhu yang dicatat pada demam septic. Demam intermitten adalah suhu
badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari, bila demam
seperti ini terjadi setiap 2 hari sekali disebut tertian dan bila terjadi dua hari bebas
demam di antara dua serangan demam disebut kuartana. Demam kontinyu adalah
kondisi dimana variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari 1 derajat. (Aru
W, 2010)
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi yang masuk ke dalam tubuh manusia
Demam pada demam tifoid umumnya berangsur-angsur naik selama minggu ke-1,
terutama sore dan malam hari. Pada minggu ke-2 dan ke-3 demam terus-menerus
agak kembung dan mungkin nyeri tekan disertai lidah kotor, berselaput putih, dan
tepi hiperemis (Djoko Widodo, 2009). Malaria merupakan infeksi akut maupun
1
kronik yang disebabkan oleh parasite plasmodium yang menyerang eritrosit dan
ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah dengan gejala demam,
menggigil, anemia dan pembesaran limpa. Demam hilang timbul, pada saat demam
hilang disertai dengan menggigil, berkeringat dapat disertai dengan sakit kepala,
nyeri otot dan persendian, nafsu makan menurun, sakit perut dan mual muntah serta
diare. (Menkes RI, 2017). Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit kronik menular
respiratorik seperti batuk lebih dari 3 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
Serta terdapat gejala sistemik seperti demam meriang lebih dari satu bulan, malaise,
keringat malam, anoreksia, berat badan menurun (Kemenkes RI, 2014). Meningitis
atau leptomeningitis adalah suatu infeksi dengan proses peradangan yang melibatkan
salah satu dari piamater, aracnoidmater dan ruangan subarachnoid yang dapat meluas
ke jaringan otak dan medulla spinalis. Gejala klasik yang sering muncul dapat berupa
trias adanya panas, nyeri kepala, dan kaku kuduk bila leher difleksikan. Gejala lain
berupa kelemahan umum, peka terhadap cahaya, dan tampak gejala defisit neurologis
pemeriksaan fisik yang tergesa-gesa sehingga kurang lengkap / tidak tepat, dan terlalu
cepat menarik suatu kesimpulan dari suatu keadaan tertentu saja dengan tidak melihat
kasus yang dihadapi dalam konteks keseluruhan. Beberapa hal yang secara khusus
perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama demam, sifat harian
demam, tinggi demam dan keluhan serta gejala lain yang menyertai demam. Demam
yang tiba-tiba tinggi lebih sering disebabkan oleh virus. Pada dasarnya untuk
2
mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain ketelitian
3
I. Demam thyphoid
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi dan Salmonella paratyphi yang masuk ke dalam tubuh manusia. Demam tifoid
merupakan penyakit yang mudah menular dan menyerang banyak orang sehingga
dapat menimbulkan wabah. Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah
penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam
lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran (Djoko
Widodo, 2009).
dari genus Salmonella. Kuman ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk
spora, motil, berkapsul, dan mempunyai flagela (rambut getar). Kuman ini tumbuh
dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 C (suhu pertumbuhan
optimal 37 C) serta pH pertumbuhan 6-8. Kuman ini bertahan hidup beberapa minggu
di alam bebas seperti di air, es, sampah, dan debu serta hidup subur pada medium
yang mengandung garam empedu. Kuman ini mati dengan pemanasan (suhu 60 C)
selama 15-20 menit, pasteurisasi, pendidihan, dan khlorinisasi (Djoko Widodo, 2009)
somatik) terletak pada lapisan luar kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia
lipopolisakarida atau endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi
tidak tahan terhadap formaldehid. 2. Antigen H (antigen flagela) terletak pada flagela,
fimbria, atau fili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan
tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol. 3.Antigen
Vi terletak pada kapsul (envelope) kuman yang dapat melindungi kuman terhadap
4
fagositosis. Antigen tersebut di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin (Jawetz, Melnick, &
Adelbergh’s. 2005). Masa inkubasi demam tifoid sekitar 10-14 hari, rata-rata 2
minggu. Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dari asimtomatik atau ringan seperti
panas disertai diare sampai dengan klinis yang berat seperti panas tinggi, gejala
perforasi usus. Demam merupakan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua
penderita demam tifoid. Demam dapat muncul tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi
parah dengan gejala yang menyerupai septikemia. Menggigil tidak biasa didapatkan
pada demam tifoid tetapi pada malaria. Sakit kepala hebat yang menyertai demam
tinggi dapat menyerupai gejala meningitis. Nyeri perut kadang tidak dapat dibedakan
dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala peritonitis akibat perforasi
Minggu ke-1 penderita mengalami demam (suhu berkisar 39-40 C), nyeri kepala,
epistaksis, batuk, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare, nyeri perut, nyeri otot,
dan malaise. Minggu ke-2 pasien mengalami demam, lidah khas berwarna putih
bahkan gangguan kesadaran (delirium, stupor, koma, atau psikosis) (Djoko Widodo,
2009).
sore dan malam hari (febris remiten). Pada minggu ke-2 dan ke-3 demam terus-
menerus tinggi (febris kontinyu) kemudian turun secara lisis. Demam tidak hilang
dengan antipiretik, tidak menggigil, tidak berkeringat, dan kadang disertai epistaksis.
5
Gangguan gastrointestinal meliputi bibir kering dan pecah-pecah disertai lidah kotor,
berselaput putih, dan tepi hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan.
Lien membesar, lunak dan nyeri tekan. Pada awal penyakit umumnya terjadi diare
Diagnosis demam tifoid secara pasti dilakukan dengan cara menguji sampel feses
atau darah untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella sp dengan membiakkan pada
14 hari awal setelah terinfeksi. Selain itu, tes widal (aglutinin O dan H) mulai positif
pada hari ke-10 dan titer akan meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan
tes widal selang 2 hari jika peningkatan aglutinin progresif (di atas 1/200)
menunjukkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Biakan feses
dilakukan pada minggu ke-2 dan ke-3 serta biakan urin pada minggu ke-3 dan ke-4
polimorfonuklear (PMN) dengan limfositosis relatif pada hari ke-10 dari demam, arah
demam tifoid menjadi jelas. Jika terjadi leukositosis PMN, berarti terdapat infeksi
sekunder kuman di dalam lesi usus. Peningkatan cepat dari leukositosis PMN
waspada akan terjadinya perforasi usus. Tidak mudah mendiagnosis karena gejala
yang timbul tidak khas. Ada penderita yang setelah terpapar kuman hanya mengalami
demam kemudian sembuh tanpa diberi obat. Hal itu dapat terjadi karena tidak semua
penderita yang secara tidak sengaja menelan kuman langsung sakit, tergantung dari
banyaknya kuman dan imunitas seseorang. Jika kuman hanya sedikit yang masuk
saluran cerna, dapat langsung dimatikan oleh sistem imun (Djoko Widodo ,2009).
6
Pemeriksaan laboratorium untuk demam tifoid meliputi pemeriksaan hematologi,
- Hematologi
- Imunoserologi
a. Widal
bakteri Salmonella typhi atau paratyphi (reagen). Pada uji ini hasil positif jika
terjadi reaksi aglutinasi antara antibodi yang disebut aglutinin. Oleh karena
itu, antibodi jenis ini dikenal sebagai febrile agglutinin. Hasil uji ini
palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan pernah
7
pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum buruk, dan
aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu ke-1 demam kemudian meningkat
secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-4 serta tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O dan diikuti
Jika titer O sekali periksa ≥ 1/200 atau terjadi kenaikan titer 4kali, diagnosis
(karier).
b. Elisa
Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgMUji ini lebih sensitif dan spesifik
- Mikrobiologi (kultur)
Gall culture atau biakan empedu merupakan gold standard untuk demam
tifoid. Jika hasil positif, diagnosis pasti untuk demam tifoid. Jika hasil negatif,
belum tentu bukan demam tifoid karena hasil biakan negatif palsu dapat
disebabkan jumlah darah terlalu sedikit (< dari 2 ml), darah tidak segera
8
dimasukkan ke media gall (darah membeku dalam spuit sehingga kuman
terperangkap dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu ke-1
sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotik, dan sudah vaksinasi. Kekurangan uji
ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk
pertumbuhan kuman (positif antara 2-7 hari, jika belum ada ditunggu 7 hari lagi).
Spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah kemudian untuk stadium
diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat
spesifisitas tinggi. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan
dan mengatur tahapan mobilisasi, menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat
antibiotic lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan antibiotic lain
atau pilih antibiotic lini kedua yaitu seftriakson, sefiksim, kuinolon (tidak
9
Kloramfenikol dosis dewasa adalah 4x500 mg selama 10 hari. Merupakan obat
yang sering digunakan dan telah lama dikenal efektif untuk tifoid, murah dan
dapat diberikan peroral serta sensitivitas masih tinggi. Seftriakson dewasa 2-4
gr/hari selama 3-5 hari, cepat menurunkan suhu, lama penmberian pendek dan
dapat dosis tunggal serta cukup aman untuk anak (Aru, 2010)
II. Malaria
Malaria merupakan indeksi akut maupun kronik yang disebabkan oleh parasite
aseksual dalam darah dengan gejala demam, menggigil, anemia dan pembesaran
limpa. Demam hilang timbul, pada saat demam hilang disertai dengan menggigil,
berkeringat dapat disertai dengan sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nafsu
makan menurun, sakit perut dan mualmuntah serta diare (Menkes RI, 2017)
Plasmodium knowlesi. Parasit yang terakhir disebutkan ini belum banyak dilaporkan
dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi malaria berat yang
10
Disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan interval
bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat yang
3. Malaria Ovale
ringan. Pola demam seperti pada malaria vivaks. Pola demam tidak khas
5. Malaria Knowlesi
Gejala demam tergantung jenis malaria. Sifat demam akut (paroksismal) yang
berkeringat banyak. Gejala klasik ini biasanya ditemukan pada penderita non imun
(berasal dari daerah non endemis). Selain gejala klasik di atas, dapat ditemukan gejala
lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot . Gejala
tersebut biasanya terdapat pada orang-orang yang tinggal di daerah endemis (imun)
(Menkes RI 2017).
jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain: seperti demam
11
typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas.
atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan
sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke. Mengingat
daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus dilakukan.
diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO. Untuk anak <5 tahun diagnosis
menggunakan MTBS namun pada daerah endemis rendah dan sedang ditambahkan
diperhatikan gejala demam dan atau pucat untuk dilakukan pemeriksaan sediaan
darah. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah
secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test=RDT). (Menkes
RI, 2017)
A. Anamnesis
a. Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,
12
d. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria. Setiap penderita dengan keluhan
B. Pemeriksaan fisik
c. Sklera ikterik
C. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis
c) Kepadatan parasit.
kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan
gr (DHP)
13
Untuk bb sampai dg 59 diberikan DHP 3 tablet sekali perhari selama 3 hari
Untuk bb > 60kg diberikan DHP 4 tab sekali perhari selama 4 hari dan
Dosis tunggal
doksisiklin/tetrasiklin + primakuin
2. Lini kedua yg tidak respon thd DHP : Primakuin + Kina. Dosis primakuin
1. Diberikan lagi regimen DHP yang sama tapi dosis primakuin dinaikkan 0,5
mg/kgbb
2. Dugaan relaps pada malaria vivax adalah saat pemberian primakuin 0,25
mg/kgbb sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan
14
parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah
pengobatan
III. Tuberculosis
orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis. Beban penyakit yang disebabkan oleh
(didefinisikan sebagai jumlah kasus tuberkulosis pada suatu titik waktu tertentu), dan
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,26/um, yang
sebagian besar dindingnya terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan
dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
(asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
Bakteri TB dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun - tahun dalam lemari es) dimana kuman dalam keadaan dormant. Dari
sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi
aktif lagi. Adapun cara penularan TB adalah melalui udara ketika pasien TB batuk,
bersin, berbicara atau bernyanyi. Penularan sebagian besar melalui inhalasi basil yang
terdapat pada pasien TB paru dengan batuk berdarah maupun TB dengan BTA positif
(+) (Kemenkes RI, 2014). Gizi buruk, merokok, diabetes, dampak pandemic HIV dan
15
kasus yang tidak berhasil disembuhkan yang mengakibatkan Multi Drug Resistance
(MDR) sehingga terjadi epidemic TB. Gejala klinis dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
A. Respiratorik :
- Batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita
terdiagnosis pada saat medical checkup. Bila bronkus belum terlibat dalam proses
penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama
B. Gejala Sistemik
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dari gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
16
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
- perkusi : pekak
- auskultasi : suara napas melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
P (pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.
Interpretasi dari hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
17
2 kali positif, 1 kali negatif :Mikroskopik positif
Adapun pemeriksaan kultur dilakukan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat
WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease)
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan : Scanty
Pemeriksaan standar adalah dengan foto thoraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opaque berawan
atau nodular
18
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) (Kemenkes RI,
2014)
Tatalaksana TB
19
(Kemenkes, 2014)
IV. Meningitis
Diagnosa pasti harus cepat dengan analisis cairan serebrospinal yang didapatkan
melalui pungsi lumbal (LP). Apabila diragukan adanya kelainan intracranial maka CT
adalah suatu infeksi dengan proses peradangan yang melibatkan salah satu dari
20
seperti poliovirus, coxsackievirus A dan B), jamur (Blastomikosis), prozoa
meningen melalui kolonisasi kuman di nasfaring atau melalui aliran darah yaitu
terjadi setelah adanya suatu bakterimia, oleh karena infeksi ditempat lain seperti
meningococcal meningitis. Pada keadaan ini apabila dilakukan kultur, maka kuman
didalam darah dan didalam CSS adalah sama. Dapat pula dikarenakan perluasan
langsung dari infeksi percontinuitatum yang disebabkan oleh infeksi dari sinus
paranasalis, mastoid. Cara lain adalah dengan implantasi langsung pada trauma
Gambaran klinik meningitis pada awalnya tidaklah khas gejala yang timbul
sering kali menyerupai infeksi yang lain, seperti adanya panas badan, nyeri kepala,
mual, muntah, kejang dan yang berat sampai penurunan kesadaran, adanya sumber
infeksi di tempat lain seperti pneumonia dapat membantu menemukan penyebab dari
infeksinya. Gejala klasik yang sering muncul dapat berupa trias adanya panas, nyeri
kepala, dan kaku kuduk bila leher difleksikan (kekauan ini tidak tampak bila kepala
terhadap cahaya, pada tahap lanjut penderita dapat tampak gejala deficit neurologis
Kaku kuduk adalah gejala yang klasik dari meningitis tetapi dapat belum timbul pada
awal dari perjalanan penyakit, karena itu tidak adanya kaku kuduk tidak dapat
menyingkirkan adanya peningkatan TIK, karena biasanya belum tampak pada awal
21
penyakit dan akan mulai tampak sedikitnya beberapa jam sesudah terjadinya
peningkatan TIK. Gejala fokal neurologis yang biasanya ditemukan adalah parese
nervus kranialis, gangguan pergerakan bola mata, hemiparese defek lapang pandang,
dan ataksia dapat timbul dengan cepat. Parese nervus kranialis ini timbul ketika
syaraf diliputi demam eksudat pada selubung arachnoid yang mengelilingi syaraf dan
Diagnosis didasarkan adanya keluhan nyeri kepala yang akut disertai kaku
kuduk, tanda rangsang meningeal positif, panas, kadang disertai kejang, adanya tanda
lateralisasi dan yang berat sampai terjadi penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
pungsi lumbal dapat ditemukan gambaran peningkatan tekanan likuor cerebro spinal,
penurunan kadar glukosa, peningkatan sel dan peningkatan protein (Hasan, 2011)
Tatalaksana umum sesuai dengan terapi koma yaitu dengan 5B yaitu menjaga
menjaga tekanan intra kranial, blood dengan mengontrol tekanan darah agar aliran
darah ke otak baik, bowel menjaga asupan nutrisi dan kebutuhan cairan dan elektrolt,
bladder, body and skin. Terapi spesifik dapat diberikat sesuai penyebabnya, pada
meningitis bacterial akut dapat diberikan Penicilin G 4.000.000 unit iv setiap 4 jam.
2017)
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru, W, Bambang S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat.
Muhammadiyah Malang
4. Djoko Widodo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
5. Hasan. 2011. Buku ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Departemen Ilmu
Jakarta:Salemba Medika.
(JBM).
23
10. Rampengan, T. H. 2007. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi II. Jakarta:
EGC
12. Shiva Khumar. 2014.Indian Guidelines for the Diagnosis and Management of
13. Tjokroprawiro, A dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas
16. Zulfa Sonia. 2014. Amplifikasi DNA PCR. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
24