Anda di halaman 1dari 18

STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics):

Pembelajaran untuk Memberdayakan Keterampilan Abad ke-211

Siti Zubaidah
Pendidikan Biologi – FMIPA – Universitas Negeri Malang
siti.zubaidah.fmipa@um.ac.id

Abstrak: Perkembangan teknologi yang semakin pesat disebabkan adanya


revolusi industri, yang saat ini berada pada revolusi industri 4.0
mengakibatkan berbagai perubahan dalam segala sendi kehidupan manusia,
termasuk dunia pendidikan yang harus membekali siswa dengan berbagai
keterampilan yang dikenal dengan keterampilan abad ke-21. Salah satu
gerakan yang dimunculkan adalah pembelajaran STEM (Science,
Technology, Engineering, and Mathematics) yang kemudian berkembang
menjadi STEAM (dengan penambahan ‘Arts’), bertujuan membekali para
siswa dengan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi
berbagai perubahan dunia yang tidak terduga. Sekalipun terdapat beberapa
perbedaan pendapat mengenai STEM/STEAM dan kendala dalam
implementasinya, namun diyakini dapat membekali siswa untuk dapat
beradaptasi terhadap berbagai perubahan yang akan mereka hadapi kelak.
Pada tulisan ini disajikan sekilas tentang revolusi industri 4.0 yang menjadi
latar belakang penyiapan siswa untuk memiliki keterampilan abad ke-21,
STEM menuju STEAM dan keterampilan yang diharapkan dapat terbentuk
dengan pembelajaran tersebut, saran bagaimana persiapan dan implementasi
pembelajaran STEAM beserta contoh dalam buku pelajaran biologi yang
memiliki fitur STEM/STEAM.
Kata kunci: keterampilan abad ke-21, revolusi industri 4.0, STEM, STEAM

PENDAHULUAN
Pendidikan memainkan peran penting dalam mempersiapkan siswa untuk
menyongsong masa depannya. Di masa lalu, siswa dilengkapi dengan keterampilan yang
diperlukan untuk mengisi peran dalam pekerjaan manual yang rutin atau kerja kognitif.
Namun saat ini, ekonomi dan industri sangat berbeda, dimana komputer dan mesin mampu
melakukan pekerjaan yang dulu dikerjakan oleh sebagian besar manusia. Pada masa yang
akan datang, akan lebih banyak pekerjaan yang membutuhkan keterampilan berpikir tingkat
tinggi - tugas yang tidak dapat dilakukan oleh komputer dan mesin secara otomatis.
Siswa harus dibekali kemampuan untuk bertahan hidup dan berkembang di
kehidupan yang semakin kompleks dan lingkungan kerja di era informasi yang kompetitif
secara global. Siswa harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan kecakapan hidup
dan karier yang memadai. Sekolah perlu mempersiapkan siswa agar dapat menghadapi
tantangan kerja dalam masyarakat yang didorong oleh teknologi yang terus berubah dengan
membantu mereka mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan berbagai

1
Seminar Nasional Matematika dan Sains dengan Tema “STEAM Terintegrasi Kearifan Lokal
dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0” di FKIP Universitas Wiralodra Indramayu, 19
September 2019

1
keterampilan lain yang memungkinkan siswa untuk beradaptasi ketika mereka menghadapi
tantangan dan perubahan karena perkembangan teknologi, yang saat ini berada pada era
revolusi industri 4.0.
Revolusi Industri 4.0 bukan sesuatu yang masih diprediksi, namun telah dan sedang
terjadi saat ini di seluruh dunia. Arus globalisasi mengakibatkan perubahan signifikan yang
mempengaruhi beragam aktivitas seperti proses manufaktur, industri jasa, pengembangan
energi, prosedur medis, dan beragam produksi lainnya. Perubahan tersebut dapat
mengakibatkan “disrupsi" pada bidang-bidang seperti ekonomi dan pasar tenaga kerja,
mengakibatkan hal positif bagi sebagian orang, dan hal yang negatif bagi yang lain
(Kennedy, 2019).
Revolusi industri 4.0 mengandalkan teknologi yang memiliki kapasitas untuk
melakukan apa yang selama ini dianggap sebagai tugas manusia. Sebagai contoh, robot yang
mampu memberikan arahan di stasiun kereta api, membantu prosedur medis, berinteraksi
dengan anak-anak autis di ruang kelas; dikembangkannya printer 3D yang mampu
menghasilkan bagian tubuh, senjata atau bahkan rumah. Juga mobil tanpa pengemudi, atau
komputer yang tidak perlu diprogram secara terus-menerus karena dapat memprogram
ulang sendiri berdasarkan data yang dikumpulkannya. Berdasarkan data yang dikumpulkan,
perangkat digital juga dapat membuat prediksi tentang identifikasi strategi pemasaran yang
optimal hingga siapa yang akan memenangkan suatu pemilihan. Perangkat digital sekarang
menjadi kebutuhan yang tinggi dalam masyarakat. Banyak orang yang sangat bergantung
dengan akses telepon genggam, komputer dan perangkat portabel dari berbagai jenis dalam
kehidupan sehari-hari. Ponsel, misalnya, sekarang berfungsi ganda sebagai kamera,
platform untuk beberapa aplikasi termasuk layanan perbankan, game, email, metode
pembayaran, media sosial, dan lain-lain. Kecerdasan buatan (artificial intelligence - AI)
mendorong media sosial semacam Facebook, untuk menarik pengiklan dan menjualnya
kepada siapa pun yang berkecimpung dalam bisnis yang memanfaatkan penggunaan
facebook tersebut. Data-data tersebut bergantung pada basis data keanggotaannya yang
merupakan "big data".
Berbagai contoh yang disebutkan di atas, menunjukkan bahwa pengembangan
teknologi baru tersebut mampu mengintegrasikan kapasitas manusia dan teknologi, untuk
mengerjakan berbagai pekerjaan yang sebelumnya merupakan pekerjaan manusia. Revolusi
industri 4.0 membawa implikasi bagaimana menjadi manusia di abad ke-21, yang menjadi
sorotan tidak saja para ekonom dan pelaku bisnis, namun juga dari dunia pendidikan. Siswa
saat ini dihadapkan pada kondisi saat lulus, mereka berada di tengah-tengah era revolusi
industri 4.0, oleh karena itu mereka harus dipersiapkan untuk menghadapinya.
Revolusi industri 4.0 membawa implikasi sosial yang signifikan terkait dengan
penciptaan lapangan kerja, kesempatan kerja, kesetaraan, dan pengembangan berkelanjutan
dari masyarakat. Sekolah dapat memberikan wawasan tentang revolusi industri 4.0 di kelas
agar siswa memiliki literasi yang cukup. Siswa perlu memahami apa yang terjadi di dunia
di sekitar mereka, bagaimana hal itu terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Revolusi industri
4.0 bukanlah sebuah misteri, namun merupakan kenyataan yang harus dihadapi, bukan
hanya berkaitan tentang teknologi tetapi juga tentang seni, termasuk ilmu sosial, filsafat dan
humaniora.
Siswa harus belajar tidak hanya memahami dasar ilmiah dari teknologi baru, namun
mereka juga harus belajar tentang dampak sosialnya. Siswa harus belajar untuk menjadi
inovatif dan kreatif dalam hal teknologi baru, namun mereka juga harus dapat
mempertanyakan nilai-nilai yang mendasarinya dan apa yang benar dan salah dalam
penggunaan teknologi tersebut. Pengeditan gen, tenaga kerja yang "dirobotisasi", senjata
otomatis yang dicetak dengan 3D, tidak hanya merupakan kemajuan teknologi, tetapi juga

2
menimbulkan pertanyaan penting tentang nilai-nilai kemanusiaan dan bagaimana mereka
dapat menjaga kelestarian dunia ini.
Sekolah memiliki peran penting dalam mempersiapkan siswa untuk menjalani hidup
di era revolusi industri 4.0. Sekolah harus memfasilitasi pengembangan berbagai
keterampilan dan nilai-nilai utama seperti kreativitas, berpikir kritis dan penyelesaian
masalah. Sekolah harus dilengkapi dengan pembelajaran untuk menyiapkan "generasi
baru". Guru harus siap dengan metode dan pendekatan pembelajaran yang relevan sehingga
dapat memenuhi kebutuhan manusia di era revolusi industri 4.0.
Menurut Future of Jobs Report dari the World Economic Forum (2016), lebih dari
sepertiga dari keterampilan kerja yang penting pada tahun 2015, telah berubah. Terdapat 10
keterampilan kerja teratas yang dibutuhkan pada tahun 2015, dan 10 besar yang akan
dibutuhkan pada tahun 2020. Dalam daftar tersebut, kreativitas melonjak dari urutan 10 pada
2015 menjadi urutan 3 pada 2020. Revolusi Industri 4.0 di mana robotika canggih dan
transportasi otonom, kecerdasan buatan dan pembelajaran dengan mesin, advanced
materials, bioteknologi dan genomik telah mengubah cara kita hidup. Keterampilan seperti
kreativitas sangat dibutuhkan untuk menghadapi era sekarang dan yang akan datang.
Pada beberapa tahun terakhir telah berkembang fokus pada kebutuhan penyiapan
siswa untuk pendidikan tinggi dan membekali mereka dengan keterampilan dan
pengetahuan yang mereka butuhkan untuk menjadi inovator yang sukses di dunia kerja di
abad ke-21. STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) yang kemudian
berkembang menjadi STEAM (dengan penambahan ‘Arts’) telah mendapatkan popularitas
di kalangan pendidik, orang tua, perusahaan dan lembaga di berbagai negara sebagai cara
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pelibatan siswa pada subyek STEAM bertujuan untuk
memicu minat dan kecintaan pada ilmu dan seni pada anak-anak sejak usia dini. STEAM
melibatkan proses kreatif dan tidak ada yang menggunakan hanya satu metode untuk proses
penemuan dan investigasi. Pembelajaran yang relevan dalam mempersiapkan siswa untuk
menjadi inovator di dunia yang terus berkembang adalah hal yang sangat penting, tidak
hanya untuk masa depan siswa saat ini tetapi untuk masa depan bangsa.

KETERAMPILAN ABAD KE-21


Saat ini siswa tidak lagi cukup hanya mahir dalam matematika, membaca, dan
menulis, namun siswa perlu memiliki berbagai keterampilan berpikir tingkat tinggi dan
berbagai kecakapan lain, yang sering disebut sebagai keterampilan abad ke-21.
Keterampilan abad ke-21 terdiri dari berbagai keterampilan dan kemampuan yang
diperlukan untuk sukses di dunia teknologi dan mendukung pembelajaran seumur hidup,
yang memungkinkan siswa untuk beradaptasi dan menjadi lebih responsif ketika dunia di
sekitar mereka terus berubah. Oleh karena itu, penting bagi siswa untuk memiliki
keterampilan abad 21 yang dikembangkan secara memadai sehingga mereka dapat menjadi
fleksibel dan beradaptasi dengan dunia di sekitar mereka.
Keterampilan abad ke-21 diklasifikasi secara berbeda-beda oleh berbagai institusi
dan organisasi seperti ATCS (Assessment and Teaching of 21st Century Skills), P21
(Partnership for 21st Century Learning), OECD (Organization for Economic Co-operation
and Development), ASIA Society (Asia Society Partnership for Global Learning), ISTE
(International Society for Technology in Education), NCREL (North Central Regional
Educational Laboratory), maupun organisasi lainnya (Zubaidah, 2016; Zubaidah, 2018a).
Sebagai contoh, Partnership for 21st Century Skills (2011), mendefinisikan keterampilan
abad ke-21 dengan keterampilan berkolaborasi, berkomunikasi, berpikir kritis, dan
kreativitas. National Research Council (2010), menyatakan keterampilan abad ke-21
sebagai keterampilan pemecahan masalah non-rutin, pengembangan diri, berpikir

3
sistematis, kemampuan beradaptasi, dan keterampilan komunikasi yang kompleks. Selain
itu, inovasi, kemampuan kerja dan kerja tim yang efisien juga dapat dinyatakan sebagai
keterampilan abad ke-21. Tenaga kerja pada abad ke-21 membutuhkan orang-orang yang
memiliki keterampilan abad ke-21 tersebut.
Sekalipun kerangka kerja konseptual keterampilan abad ke-21 sedikit berbeda
(seperti dijelaskan sebelumnya), namun tema umum dan keterampilan yang tercantum tidak
jauh berbeda yaitu mencakup keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah,
kolaborasi, komunikasi, dan kreativitas. Keterampilan lain yang penting adalah
kemampuan dalam memperoleh informasi yang benar, menerapkan pengetahuan dan tidak
hanya mengetahuinya saja, menghargai perbedaan budaya, dan dapat hidup bersama dengan
masyarakat yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Terdapat pula penekanan untuk
menjadi warga negara yang baik dalam menggunakan alat teknologi dan memiliki literasi
(pengetahuan, media, dan era digital). Individu dengan berbagai keterampilan tersebut
diharapkan dapat memiliki kehidupan dengan kualitas yang lebih tinggi dan lebih produktif.
Berbagai keterampilan abad ke-21 (seperti dijelaskan di atas), perlu dimasukkan
dalam program pembelajaran agar setiap individu memperoleh keterampilan tersebut secara
eksplisit. Penjelasan lain tentang keterampilan abad ke-21 dapat dilihat pada tulisan
Zubaidah (2016, 2018a, dan 2018b). Jika keterampilan-keterampilan tersebut telah dikuasai
siswa, maka selama hidup mereka tidak akan menemui banyak kesulitan, karena dengan
keterampilan tersebut mereka akan lebih mampu beradaptasi dengan situasi baru,
menyelesaikan masalah mereka sendiri, berbagi ide, dan merefleksikan bagaimana tindakan
mereka untuk mempengaruhi orang lain. Selain itu, diharapkan kelak mereka akan dapat
bereaksi positif terhadap perubahan yang tak terhindarkan di sekitar mereka dan
memecahkan masalah yang timbul karena berbagai perubahan yang tidak terhindarkan.
World Economic Forum (2016), memprediksi bahwa 65% anak-anak yang
memasuki sekolah dasar hari ini pada saat akhirnya nanti akan bekerja dalam jenis pekerjaan
yang sama sekali baru yang belum ada saat ini. Oleh karena itu penting untuk membekali
siswa dengan berbagai keterampilan abad ke-21, termasuk membelajarkan kewirausahaan
dan memberikan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang mengembangkan budaya
kewirausahaan. Wawasan lain yang perlu diberikan adalah tentang STEM/STEAM dan
hubungannnya dengan revolusi industri. Gonzales, Jones & Ruiz (2014) mengungkapkan
pentingnya pembelajaran STEM dan keterkaitannya dengan industri. Menurut pendapat
mereka, diperlukan prakarsa perubahan paradigma dalam hal belajar dan pembelajaran
untuk menghadapi revolusi industri yang memerlukan keterampilan abad ke-21 tersebut.
Berikut ini diberikan gambaran sekilas tentang revolusi industri (Gambar 1.).
Gambar 1. menjelaskan fase perkembangan industrialisasi sejak 1784 hingga
sekarang, yang dijelaskan oleh Kurfuss (2014). Seperti dapat dilihat pada Gambar 1.,
revolusi industri pertama diprakarsai dengan penggunaan uap air dalam fasilitas industri,
kebutuhan energi disediakan oleh pabrik dengan tenaga air dan uap. Memasuki abad ke-19,
revolusi industri kedua dimulai dengan penggunaan elektrifikasi dalam industri. Revolusi
industri kedua digerakkan oleh jalur perakitan, seperti dicontohkan oleh Henry Ford seabad
yang lalu. Revolusi industri kedua berlangsung hingga 1970-an, kemudian, revolusi industri
ketiga dimulai dengan pengoperasian elektronik dan komputer untuk otomatisasi produksi.
Misalnya, penggunaan mesin CNC, pemrosesan komputer untuk informasi kualitas dan
logistik. Setelah itu, hari ini, kita menyebutkannya dengan industri 4.0, berkaitan dengan
cyber physical system. Teknologi dan aplikasinya yang digunakan dalam bidang industri
telah berubah sepanjang waktu.

4
Gambar 1. Empat Fase Industrialisasi (Ndabeni-Abrahams, 2018)

STEM (SCIENCE, TECHNOLOGY, ENGINEERING, AND MATHEMATICS)


STEM dirancang oleh National Science Foundation (DeCoito, 2014), yaitu
perpaduan: Sains (kajian tentang dunia alam), Teknologi (kajian produk yang dibuat untuk
memenuhi keinginan atau kebutuhan manusia), Engineering/Rekayasa (proses desain yang
digunakan untuk memecahkan masalah), dan Matematika (bahasa dari bentuk, angka, dan
jumlah). STEM bukan hanya pengelompokan bidang kajian, tetapi merupakan
"perpaduan" dan pendekatan holistik untuk memecahkan masalah.
STEM dirancang untuk mengembangkan berbagai keterampilan abad ke-21 yang
dapat digunakan dalam semua bidang kehidupan sehari-hari, seperti penalaran, pemecahan
masalah, pemikiran kritis, keterampilan kreatif dan investigasi, pembelajaran mandiri,
literasi teknologi, kerjasama tim dan kolaborasi, dan berbagai keterampilan lainnya.
Pembelajaran STEM disengaja untuk memadukan berbagai mata pelajaran ke dalam
kurikulum terpadu (seperti layaknya yang akan dialami seseorang di dunia nyata), seperti
ditunjukkan modelnta pada Gambar 2.
Melalui pembelajaran STEM, jika diterapkan dengan baik dan didesain dalam
pembelajaran yang tepat, siswa lebih mampu memecahkan masalah dunia nyata (Buckner
& Boyd, 2015). Siswa dapat mempelajari proses desain teknik, di mana mereka
mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah, melakukan penelitian, mengembangkan
beberapa ide untuk solusi, dan sampai pada satu ide yang mereka desain prototipenya. Siswa
kemudian dapat menguji prototipe, merenungkan dan mengevaluasi desain, dan mendesain
ulang untuk melakukan perbaikan. Melalui proses ini, siswa dapat belajar banyak
keterampilan sosial, kolaboratif, kerja tim, dan kepemimpinan. Siswa juga dapat belajar
untuk melakukan eksplorasi terbuka dan penyelidikan langsung, menjadikan ini bagian
alami dari pembelajaran mereka, dan yang paling penting, mereka dapat terlibat dalam
pembelajaran yang lebih mendalam, untuk mengembangkan pola pikir untuk selalu
berkembang di mana “kegagalan” dianggap sebagai langkah positif menuju perbaikan dan
solusi yang lebih baik.

5
DeCoito (2014) juga berpendapat bahwa mengintegrasikan mata pelajaran STEM
dapat berkontribusi terhadap berbagai kompetensi dan hasil pembelajaran (antara lain:
pemecahan masalah, berpikir kritis, membuat koneksi dunia nyata), namun hal ini seringkali
juga dapat menjadi masalah bagi pendidik. Pendidik mungkin memiliki kendala dalam hal
pengetahuan konten masing-masing mata pelajaran yang cukup, hubungan konseptual
antara domain pengetahuan yang diberikan, pemahaman tentang proses sains, dan kesulitan
bagaimana mengintegrasikan pembelajaran STEM yang efektif. Pencapaian keberhasilan
penerapan pembelajaran STEM membutuhkan lebih dari sekadar peningkatan dalam
pedagogi dan kurikulum. Dibutuhkan perubahan beragam hal yang mencakup
pengembangan profesional untuk guru, peluang pendampingan guru dan siswa, kemitraan
eksternal (untuk menjembatani kesenjangan antara pengetahuan akademik dan aplikasi
konkret), dan pendekatan sekolah atau wilayah (Elrod & Kezar, 2015).

Kreativitas Kemampuan Kerja

Tujuan

Membantu perkembangan
Pembelajaran STEM Industri 4.0

Keterampilan
Abad 21
Berpikir Pemecahan masalah
kritis yang efesien
Kerjasama Literasi STEM

Kolaborasi Inovasi

Keterampilan Kreativitas
komunikasi
kompleks

Gambar 2. Model yang Menunjukkan Hubungan antara Pembelajaran STEM dan Industri
(Idin, 2018)

Model pada Gambar 2. menunjukkan bahwa pembelajaraan STEM mendukung


tujuan Industri 4.0 dengan keterampilan abad ke-21 yang dibutuhkan (Idin, 2018). Model
tersebut juga menunjukkan bahwa pembelajaran STEM harus ditingkatkan agar masyarakat
siap untuk memiliki industri berkualitas tinggi. Keterampilan abad ke-21 dan tujuan
pembelajaran STEM sangat penting agar suatu bangsa dapat menghadapi masa dalam
revolusi industri 4.0. Indikator penting lainnya adalah kepentingan menghubungkan tujuan
pembelajaran STEM dan dengan keterampilan abad ke-21 yang sangat dibutuhkan,
sehingga pembelajaran STEM dapat mendukung industri 4.0. Pembelajaran STEM
dirancang untuk membelajarkan berbagai keterampilan abad ke-21, di antaranya berikut ini.

6
1. Analisis data. Terlepas dari aksesibilitas kalkulator pada segala hal, kemampuan
seseorang untuk menganalisis data sangat penting, disertai kemampuan untuk menarik
kesimpulan dari data yang diperoleh.
2. Metakognisi. Metakognisi adalah salah satu keterampilan teratas yang dibutuhkan saat
ini dan yang akan datang, karena dapat membantu siswa untuk mengendalikan
pembelajarannya. Metakognisi adalah pengakuan dan pemahaman terhadap pikiran diri
sendiri. Dunia kerja membutuhkan seseorang yang dapat menemukan kesalahannya
sendiri, merefleksikan bias dan miskonsepsinya sendiri, dan menerapkan apa yang telah
mereka pelajari untuk permasalahan mereka di masa depan.
3. Literasi informasi. Berbagai sumber berita saat ini dapat diperoleh dengan mudah dan
langsung, namun kualitas informasi tidak sesuai dengan kuantitasnya. Siswa harus dapat
menggunakan sumber yang dapat dipercaya untuk segala berita dan informasi. Literasi
informasi melibatkan kemampuan mengenali bias dan fakta-fakta yang kurang benar.
4. Kesadaran global. Saat ini kita dapat terhubung dengan orang di mana pun tanpa
memandang jarak. Dunia bisnis telah mengglobal, dengan perusahaan kecil sekalipun
memiliki peluang untuk berkolaborasi dan bersaing dengan orang lain di berbagai
belahan dunia. Kesadaran global adalah salah satu keterampilan yang harus dimiliki
ketika siswa lulus studi mereka kelak, karena dunia semakin kecil dalam banyak hal.
Pembelajaran perlu memberikan wawasan kesadaran global, keragaman dan toleransi,
pemahaman tentang budaya lain, dan tanggung jawab setiap orang sebagai bagian dari
masyarakat global.
5. Pemecahan masalah. Keterampilan pemecahan masalah belum menjadi perhatian yang
serius di abad ke-21 ini, padahal keterampilan ini sangat diperlukan dalam komunikasi
dan bekerja. Pemecahan masalah tidak hanya sekedar mendapatkan jawaban yang benar,
namun menantang seseorang untuk menyelesaikan masalah dengan lebih dari satu cara.
Keterampilan ini harus diperkuat untuk mempersiapkan siswa menghadapi tantangan di
dunia nyata. Dunia kerja memerlukan kemampuan berpikir fleksibel dan menemukan
solusi unik untuk masalah umum.
6. Inisiatif. Inisiatif merupakan salah satu keterampilan teratas yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan sesuatu di tempat kerja, tidak hanya menunggu perintah seseorang.
Inisiatif mungkin sulit untuk diajarkan, tetapi dengan STEM/STEAM dilatihkan
kekuatan inisiatif siswa.
7. Kepemimpinan. Kepemimpinan berarti dapat membangun orang lain, membantu orang
lain menemukan kekuatannya, dan menyelesaikan konflik dengan cara yang adil dan
masuk akal. Pengembangan kepemimpinan membutuhkan waktu lama, tetapi
keterampilan ini sangat penting dalam kehidupan siswa kelak. STEAM memerlukan
kerja kelompok, yang akan melatihkan kepemimpinan dalam kerja tim.
8. Fleksibilitas. Selain kepemimpinan dan inisiatif, keterampilan fleksibilitas juga
diperlukan untuk keberhasilan seseorang. Fleksibilitas berarti bahwa seseorang akan
baik-baik saja jika situasi berubah dan hal yang tidak terduga terjadi. Siswa yang
fleksibel dapat mendengarkan keprihatinan orang lain. Di dunia yang maju dan berubah
begitu cepat, hanya seseorang yang fleksibel yang akan beradaptasi, bertahan, dan
berkembang.

STEAM (SCIENCE, TECHNOLOGY, ENGINEERING, ARTS AND MATHEMATICS)


Pembelajaran STEAM muncul sebagai tanggapan terhadap kebutuhan untuk
meningkatkan minat dan keterampilan siswa dalam bidang Science, Technology,
Engineering, and Mathematics (STEM) (Quigley, Herro, & Jamil, 2017). STEAM
menggabungkan "arts" (seni) dengan pembelajaran STEM untuk tujuan meningkatkan

7
keterlibatan siswa, kreativitas, inovasi, keterampilan pemecahan masalah, dan manfaat
kognitif lainnya (Liao, 2016), dan untuk meningkatkan keterampilan kerja (misalnya kerja
tim, komunikasi, kemampuan beradaptasi) yang diperlukan untuk karier dan kemajuan
ekonomi (Colucci-Gray et al., 2017).
STEAM adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang memberikan siswa
kesempatan untuk memperluas pengetahuan dalam sains dan humaniora dan pada saat yang
sama mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk berkembang di abad ke-21 ini
- seperti keterampilan komunikasi, kemampuan berpikir kritis, kepemimpinan, kerja tim,
kreativitas, ketangguhan, dan keterampilan lainnya. STEAM diinisiasi oleh Rhode Island
School of Design yang menambahkan "arts" ke dalam kerangka STEM. Menurut Rhode
Island School of Design, tujuannya adalah untuk menumbuhkan inovasi yang berkembang
dengan menggabungkan pikiran seorang ilmuwan atau teknolog dengan seorang seniman
atau desainer. Penambahan "arts" pada kerangka STEM adalah penting sebagai praktik,
seperti pemodelan, mengembangkan penjelasan, dan memunculkan kritikan, dan evaluasi
(argumentasi), yang selama ini sering ditekankan dalam konteks pendidikan matematika dan
sains.
Seni (arts), dalam hal ini, tidak hanya mewarnai atau mencoret-coret kertas dengan
krayon atau cat, namun menunjukkan sisi non-analitis dan sisi kreatif dari otak seseorang.
Sisi otak yang memungkinkan seseorang untuk memecahkan masalah secara kreatif, yang
memungkinkan seseorang untuk "think outside the box." Semuanya, mulai dari seni khas,
musik, tarian, hingga seni "baru", seperti pencetakan 3D termasuk dalam kategori seni
(Perignat & Katz-Buonincontro, 2018).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kegiatan seni, telah ikut mendukung dan
menumbuhkan kreativitas, suatu keterampilan yang penting untuk inovasi. STEM saja
nampaknya belum mencukupi, namun harus dipadukan dengan "arts" menjadi STEAM.
Perpaduan pembelajaran STEM yang dikombinasikan dengan seni (STEAM) dapat
memberi kesempatan untuk mengarahkan inovasi yang penting bagi dunia ekonomi yang
baru. Seni memperkaya pembelajaran interdisipliner dan melibatkan siswa dengan cara-cara
yang tidak dilakukan oleh pedagogi tradisional. Mengecualikan A dari STEAM berarti
mengecualikan beberapa siswa. Seni dapat dilihat sebagai cara dimana siswa dapat
merenungkan, membuat, mengekspresikan, dan mewakili ide-ide; sebagai alternatif selain
membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan.
STEAM memberdayakan guru untuk menggunakan pembelajaran berbasis proyek
yang melibatkan lima disiplin ilmu (sains, teknologi, rekayasa, seni, matematika) dan
menumbuhkan lingkungan belajar yang inklusif di mana semua siswa dapat terlibat dan
berkontribusi. Berbeda dengan model pengajaran tradisional, pendidik yang menggunakan
kerangka STEAM menyatukan disiplin ilmu, meningkatkan sinergi dinamis antara proses
pemodelan dan konten matematika dan sains. Siswa dapat melatih kedua sisi otak mereka
sekaligus, elalui pendekatan holistik tersebut. Bahkan bagi siswa yang tidak memilih karier
di salah satu bidang STEM atau STEAM, keterampilan yang diperoleh siswa dari
pembelajaran STEAM dapat ditransmisikan ke dalam hampir semua karier ke depan.
Mendidik siswa dalam pembelajaran STEM/STEAM (jika diajarkan dengan benar) akan
mempersiapkan siswa seumur hidupnya, terlepas dari profesi yang mereka pilih kelak.
STEM/STEAM membelajarkan siswa cara berpikir kritis dan cara memecahkan masalah -
keterampilan yang dapat digunakan sepanjang hidup untuk membantu mereka melewati
kehidupannya dan memanfaatkan peluang kapan pun dibutuhkan.
Contoh pelaku STEAM yang terkenal adalah Frank Malina, seorang seniman patung
di Amerika Serikat. Selain pematung, ia juga merupakan insinyur penerbangan, ruang
angkasa, dan geofisika. Frank adalah salah satu anggota pendiri Jet Propulsion Laboratory.

8
Jika kita mempelajari kehidupannya, kita akan menemukan bahwa ia menghubungkan
kreativitas dalam karir tekniknya dengan kecintaannya pada seni. Sisi artistik otaknya yang
memungkinkannya untuk membuat bahan bakar roket dan rumus persamaan yang
diperlukan untuk membuat roket turun ke landasan dan menuju ke luar angkasa. Berikutnya,
dia menjadi artis kinetik yang terkenal. Karya seni kinetiknya terutama bertujuan
mendekatkan pengamat dengan hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini. Dia
memiliki kemampuan yang memungkinkannya untuk membuat karya seni yang luar biasa.
Penelitian empiris telah menunjukkan bahwa pembelajaaran di bidang seni dapat
meningkatkan kreativitas siswa, pemikiran kritis, inovasi, kolaborasi, dan keterampilan
komunikasi antarpribadi (NAEA, 2016). Pembelajaran seni juga dapat meningkatkan
keterampilan kognitif seperti penalaran spasial, pemikiran abstrak, pemikiran divergen,
kreativitas diri, keterbukaan terhadap pengalaman, dan rasa ingin tahu (Swaminathan &
Schellenberg, 2015). Berbagai kajian bahkan telah menghubungkan penerima Nobel dengan
upaya artistik seperti fotografi, musik, seni pertunjukan, seni visual, kerajinan seperti
pertukangan kayu, dan penulisan kreatif (Root-Bernstein, 2015).
Hasil dan manfaat yang diakui dari pembelajaran seni tersebut menjadi inspirasi
untuk konsep STEAM, yang diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 2007
(Daugherty, 2013). Konsep tersebut diperkenalkan untuk membantu mengimbangi
peningkatan fokus pada pembelajaran STEM dan penurunan pembelajaran seni di AS
selama dekade terakhir (Martin et al., 2013). Pendidik non-seni telah berjuang dengan
berbagai strategi untuk memperkenalkan seni untuk tujuan meningkatkan kreativitas siswa
dan pemikiran inovatif dalam kurikulum STEM (Rabkin & Hedberg, 2011).
Terlepas dari munculnya STEAM sebagai pendekatan pedagogis yang populer untuk
meningkatkan kreativitas siswa, keterampilan memecahkan masalah, dan minat pada bidang
STEM, definisi dan tujuan STEAM masih beragam (Perignat & Katz-Buonincontro, 2018).
Konsep STEAM dijelaskan dengan berbagai cara, setidaknya dengan empat jenis integrasi
disiplin: transdisipliner, interdisipliner, multi-disiplin, dan lintas disiplin (Marshall, 2014).
STEAM sebagai transdisipliner mencakup penggabungan berbagai disiplin ilmu tersebut
secara penuh dan pembelajarannya berakar pada masalah autentik atau inkuiri (Quigley et
al., 2017). STEAM sebagai interdisipliner menggabungkan beberapa disiplin ilmu di
bawah tema umum, tetapi setiap disiplin ilmu tetap terpisah (Thuneberg, Salmi, & Fenyvesi,
2017). STEAM sebagai multidisipliner mencakup kolaborasi di antara dua atau lebih
disiplin ilmu tetapi tidak digabungkan (Payton, White, & Mullins, 2017). Terakhir, STEAM
lintas-disiplin berfokus pada pengamatan satu disiplin ilmu melalui perspektif ilmu yang
lain, misalnya: fisika musik (Gates, 2017).
British Educational Research Association on STEAM Education menemukan
ketidakkonsistenan dan kurangnya kejelasan konseptual dalam hal istilah, pedagogik, dan
penelitian STEAM (Colucci-Gray et al., 2017). Titik utama kesimpangsiuran adalah tentang
definisi "arts" dalam akronim STEAM. Beberapa pakar menganggap "arts" untuk mewakili
"Art Education" ("art" kata tunggal) yang spesifik untuk seni visual (melukis, menggambar,
fotografi, seni patung, seni media, dan desain), sementara pakar yang lain merujuk pada
"Arts Education" ("arts" kata jamak) yang mengacu pada berbagai seni termasuk visual,
pertunjukan (tari, musik, teater), media digital, estetika, dan kerajinan; sementara pakar
yang lainnya memperluas definisi dengan memasukkan seni liberal dan disiplin ilmu
humaniora (Quigley et al., 2017). Terakhir, beberapa pakar menggunakan istilah "arts"
sebagai sinonim untuk pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis teknologi, atau
pembelajaran berbasis desain. Kesimpangsiuran seputar konsep dan istilah pembelajaran
STEAM semakin diperparah dalam praktiknya. Secara umum, pendidik non-seni di
Amerika Serikat yang mengakui manfaat dari pembelajaran berbasis seni, namun mereka

9
kesulitan untuk menemukan strategi yang efektif untuk mengintegrasikan seni ke dalam
kurikulum mereka.

PEMBELAJARAN STEAM
Peran sains dalam masyarakat modern sedang mengalami perubahan. Tantangan
yang dihadapi baik di tingkat global seperti perubahan iklim atau di tingkat lokal seperti
degradasi lingkungan, semua bergantung pada sains. Tidak ada tantangan yang
mempengaruhi masyarakat kita yang tidak membutuhkan sains untuk menemukan solusi
yang tepat. Sifat ilmu telah berubah, tidak lagi berkaitan dengan sistem sederhana, namun
ilmu berurusan dengan masalah yang kompleks. Pendidikan sains modern memiliki
beberapa tujuan berbeda, seperti berikut ini.
 Salah satunya adalah peran "tradisional", yaitu memberikan pengetahuan bagi anak-
anak tentang Fisika, Kimia, Biologi dan Matematika yang dapat dikategorikan sebagai
pendidikan pra-profesional.
 Anak-anak harus memiliki pengetahuan praktis dasar tentang cara kerja berbagai hal.
 Anak-anak harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana melakukan proses ilmiah
dan memiliki beberapa tingkat literasi ilmiah sehingga mereka dapat mengambil peran
partisipatif dalam keputusan yang berkaitan dengan Sains.
 Anak-anak harus memiliki pengetahuan tentang pemikiran ilmiah sebagai bagian dari
pengembangan keterampilan intelektual mereka.
Tujuan-tujuan tersebut agak berbeda dalam hal sifat dan pedagogisnya dari tujuan
tradisional pendidikan sains untuk anak-anak. Pendidikan dasar sains modern bertujuan
melibatkan siswa dalam memahami bagaimana keterlibatan proses ilmiah dan mendorong
mereka untuk berpikir tentang tantangan sosio-saintifik yang dihadapi masyarakat.
Pendidikan sains modern harus menawarkan konteks yang kaya untuk mengembangkan
banyak keterampilan abad ke-21, seperti keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah,
dan literasi informasi dan memicu penggunaan praktik-praktik sains. Keterampilan tersebut
tidak hanya berkontribusi pada penyiapan tenaga kerja yang baik untuk masa depan tetapi
juga memberikan keterampilan hidup yang membantu mereka berhasil kelak.
Salah satu divisi disiplin ilmu yang paling signifikan selama abad terakhir adalah
antara sains dan seni. Sains biasanya digambarkan sebagai ilmu yang terpisah, obyektif dan
logis, sedangkan seni populer dilihat sebagai ilmu kreatif, subyektif dan emosional. Pada
pembelajaran "tradisional", sains dan seni sering tampak tidak sejalan dan didasarkan pada
cara-cara penyelidikan yang tak bisa disatukan. Hal ini menjadi tantangan manakala kita
dihadapkan pada interaksi satu sama lain di dunia nyata (Wilson & Hawkins, 2019)
Konsep pembelajaran STEAM muncul sebagai model bagaimana menghilangkan
batas-batas antara mata pelajaran akademik "tradisional" dapat dihilangkan sehingga sains,
teknologi, rekayasa, seni dan matematika dapat tersusun menjadi kurikulum terpadu. Abad
ke-21 telah membuka cakrawala baru untuk "desain sistem kompleks yang non-linear dan
holistik", yang memerlukan pendekatan lintas disiplin dan prinsip konseptual dan alat baru.
Sekolah diharapkan tidak hanya mengajarkan disiplin ilmu yang didasarkan pada
reduksionisme sederhana, sebab dunia yang semakin kompleks ini memerlukan kemampuan
untuk menghadapinya. Hal ini memerlukan kurikulum kreatif yang memadai yang "tidak
tradisional" (Connor, Karmokar, & Whittington, 2015)
Memicu kreativitas dalam pembelajaran STEAM diperlukan untuk meningkatkan
pemikiran siswa agar lebih mandiri dan fleksibel, serta efikasi diri kreatif dan keterampilan
pemecahan masalah yang kreatif. Penelitian telah menunjukkan bahwa kreativitas dapat

10
dipelajari melalui contoh dan praktik. Oleh karena itu, guru diharapkan untuk dapat
memodelkan nilai-nilai dan perilaku kreativitas dengan tetap mempertahankan suasana
kelas yang mendukung.
Kreativitas juga dapat dikembangkan melalui lingkungan yang mendukung di mana
siswa merasa didorong untuk berpikir secara mandiri, melakukan eksplorasi dan permainan,
pengamatan dan refleksi, dan pengajuan pertanyaan yang tidak biasa (Plucker, Guo, &
Dilley, 2018). Kreativitas juga dapat ditumbuhkan melalui contoh dan praktik (Root-
Bernstein, 2015), oleh karena itu guru harus memodelkan perilaku kreatif dan membangun
kemandirian siswa yang kreatif melalui umpan balik yang mendukung dan mendorong
proses kreatif.
Hasil kajian Perignat & Katz-Buonincontro (2018) terhadap banyak artikel tentang
STEAM menunjukkan bahwa pembelajaran STEAM bertujuan mengembangkan kreativitas
siswa atau sebagai sarana untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dunia
nyata. STEAM juga diketahui dapat lebih melibatkan siswa minoritas dan perempuan,
meningkatkan minat dalam bidang STEM, dan mengembangkan keterampilan yang
diperlukan untuk karier STEM. Selain itu, STEAM juga menekankan pada integrasi domain
keterampilan umum seperti keterampilan pengambilan perspektif, keterampilan kreatif dan
pemecahan masalah, transfer pengetahuan lintas disiplin ilmu, dan/atau mendorong siswa
untuk mengeksplorasi dan memberikan pengalaman dengan cara-cara baru.
Wilson & Hawkins (2019) menunjukkan bahwa pembelajaran STEAM membuat
siswa menghargai bagaimana seni dan sains bersama-sama menggunakan banyak bentuk
keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan imajinasi ketika mereka mencoba memahami
berbagai masalah nyata. Oleh karena itu, diperlukan dukungan kurikulum untuk memupuk
bakat dan keahlian transdisiplin, dibandingkan dengan cara "tradisional" yang melihat
domain dan batas disiplin tertentu. Dukungan semacam itu akan menciptakan berbagai
hubungan yang lebih komprehensif dan imajinatif.
Perignat & Katz-Buonincontro (2019) menyatakan bahwa, meskipun berbagai
model diusulkan untuk mengembangkan kreativitas sebagai bagian dari pembelajaran
STEAM, pendidik STEAM seringkali mengalami kesulitan dalam mengembangkan
kreativitas siswa. Hal tersebut juga disebabkan adanya berbagai interpretasi tentang
kreativitas, yang menyebabkan kesulitan bagi guru untuk memutuskan bagaimana
menumbuhkan kreativitas di ruang kelas STEAM. Para peneliti juga berjuang untuk
mengembangkan cara observasi kompleksitas kreativitas di kelas, sebab observasi kelas
sangat penting untuk memajukan penelitian pendidikan. Para peneliti berusaha
mendapatkan wawasan tentang keunikan kreativitas dalam ruang kelas dan kompleksitas
kehidupan sehari-hari di sekolah, yang mungkin sulit ditangkap melalui cara pengumpulan
data lainnya.
Pengembangan kreativitas di kelas lebih tergantung pada cara-cara di mana guru
melaksanakan kegiatan dan jenis kegiatan yang digunakan di kelas. Guru memiliki
perbedaan dalam konsepsi kreativitas dan keyakinan mereka dalam kemampuan untuk
mendukung kreativitas siswa. Keyakinan yang berbeda-beda dan terkadang bertentangan ini
mungkin menghalangi implementasi kreativitas di kelas, tetapi kurangnya penelitian tentang
proses pembelajaran untuk kreativitas juga menjadi hambatan yang cukup besar. Pada sisi
lain, kreativitas diyakini melekat pada seni dan pendidikan seni, namun penting untuk tidak
menekankan bentuk seni atau produk akhir atas proses artistik itu sendiri. Salah satu
kesalahpahaman tentang pembelajaran STEAM adalah bahwa seni berfokus terutama pada
produk jadi, daripada proses belajar melalui pemikiran, perencanaan, dan menciptakan atau
melakukan karya seni (LaJevic, 2013). Sebagai hasilnya, fokus yang jelas pada produk akhir
ini sebenarnya dapat menghambat kreativitas siswa.

11
Taylor 2016) memberikan beberapa poin penting berikut ini. (1) Pembelajaran
STEAM tidak bertentangan dengan pembelajaran STEM, namun malah memperkaya dan
memperluas ruang lingkupnya. (2) Pembelajaran STEAM adalah filosofi kurikulum yang
memberdayakan guru sains dalam mengembangkan visi humanistik pendidikan abad ke-21.
(3) Pembelajaran STEAM juga menyediakan ruang desain kreatif bagi para guru di berbagai
bidang pembelajaran untuk berkolaborasi dalam mengembangkan kurikulum terintegrasi.
(4) Pembelajaran STEAM dalam skala sederhana dapat dirancang dan dilaksanakan oleh
seorang guru yang inovatif. (5) Pendidik STEAM dapat mengambil inspirasi dari
pembelajaran berbasis proyek. (6) Pembelajaran STEAM melibatkan siswa dalam
pembelajaran transformatif, yang didasarkan pada lima cara pengetahuan yang saling
berhubungan: pengetahuan budaya, pengetahuan relasional, pengetahuan kritis,
pengetahuan visioner dan etis, dan pengetahuan dalam tindakan.

Saran untuk Perencanaan Pembelajaran STEAM


Masih banyak sekolah belum memiliki program STEM/STEAM dan persiapan
dalam perencanaan maupun implementasinya. Heenan (2019a) memberikan beberapa saran
(Gambar 3) dalam perencanaan pembelajaran STEAM berikut ini.
1. Tentukan anggaran. Langkah pertama adalah perencanaan anggaran. Sekalipun tidak
harus mengeluarkan anggaran khusus, namun harus dipikirkan peluang untuk biaya
yang dibutuhkan. Jangan sampai guru atau siswa akan terbebani dengan biaya tambahan
yang tidak diperkirakan sebelumnya. Semua harus terkomunikasikan dengan baik.
Dukungan dari pimpinan sekolah, orangtua, dan komunitas sangat penting.
2. Tentukan tempat atau ruang belajarnya. Tahapan ini penting untuk direncanakan agar
prosesnya lebih lancar. Kegiatan dapat dilakukan di dalam kelas biasa, ruang seni,
ruangan yang lebih luas (aula), atau di luar kelas.
3. Identifikasi sumber daya yang ada dan yang perlu diperoleh. Sumber daya dapat
mencakup ketersediaan kelas, teknologi, furnitur, program, dan bahkan daftar organisasi
dalam masyarakat yang dapat dilibatkan dalam program STEAM. Akan sangat
membantu juga untuk meminta kesediaan bantuan dari guru lain. Perabot kelas
'tradisional' tidak selalu berfungsi dengan baik untuk pembelajaran STEAM, jadi
sekiranya ada ruang belajar khusus untuk kerja kolaboratif akan sangat baik, yang akan
menjadi tempat mewujudkan pembelajaran STEAM dan tempat diskusi yang memadai.
4. Kembangkan kurikulum. Proses perencanaan untuk mengintegrasikan STEAM ke
dalam kurikulum adalah hal yang sangat penting. Mulailah dengan standar yang
diinginkan sekolah. Penentuan kegiatan tahunan dan semester perlu dilakukan dengan
cermat, termasuk jadwal penggunaan ruangan yang akan digunakan untuk kegiatan
STEAM. Perencanaan termasuk penilaian pembelajaran STEAM, jangan sampai
penilaian kegiatan STEAM berdasar tes tulis semata, namun penting untuk
mengembangkan rubrik yang akan digunakan untuk melacak perkembangan siswa.

Saran untuk Implementasi Pembelajaran STEAM


Selain memberikan saran dalam perencaan pembelajaran STEAM, Heenan (2019b)
juga memberikan beberapa saran untuk implementasi pembelajaran STEAM di kelas seperti
berikut ini, juga diilustrasikan pada Gambar 3.
1. Minta bantuan lebih awal dan lebih sering. Jangan ragu untuk meminta dukungan rekan
guru bahkan di tingkat kelas yang berbeda atau di sekolah yang berbeda, dan tentu saja
kepada pimpinan sekolah. Jangan dilupakan forum guru yang dapat saling mendukung
untuk tetap mengikuti trend pembelajaran.

12
2. Bersikap fleksibel – terutama pada awal program. Terlepas dari rencana pembelajaran
STEAM terbaik yang telah dirancang, adakalanya kita dapat menemui hal-hal di luar
prediksi, dan itu adalah bagian dari pembelajaran yang baik! Tetap berprasangka yang
baik, dan segera lakukan refleksi untuk perbaikan (dapat dilakukan bersama siswa).
3. Tetap berpikiran terbuka. Berilah kesempatan bagi siswa untuk bertanggung jawab atas
pembelajaran mereka, dan bagaimana mereka ingin mengekspresikan diri. Meskipun
kita mungkin merasa bahwa kita memiliki cara terbaik untuk mewujudkan ide STEAM,
namun mungkin siswa memiliki ide dan proses mereka sendiri. Sebagai guru, posisikan
kita berada di samping atau di belakang mereka saat pembelajaran, bukan di depan
siswa.
4. Biarkan siswa yang memimpin. Salah satu keraguan terbesar yang mungkin dirasakan
guru saat memulai pembelajaran STEAM adalah bahwa para siswa akan tahu lebih
banyak dari guru, tentang teknologi, rekayasa, teknik, seni dan ide-ide lainnya, dan
tentang bagaimana mereka melakukannya. Itulah bagian terbaik dari STEAM! Bagian
guru adalah membantu menetapkan tujuan, memotivasi ketekunan, mengatur pemikiran
mereka, membantu mengembangkan ide-ide, memperluas keterampilan mereka, melatih
mereka bekerja dalam tim, dan memberi mereka tantangan dan masalah untuk
dipecahkan. Akhirnya, biarkan siswa memimpin pembelajaran mereka sendiri. Jadilah
pelatih dan pemberi dukungan yang mereka butuhkan untuk berhasil memecahkan
tantangan.

Guru sebagai
Biaya Fasilitator

Tempat Proses Desain


Rekayasa
Sumber
Daya Perencanaan Implementasi Keterampilan
komunikasi
Kurikulum dan kerjasama
Pelacakan
Perkembangan
Penyusunan Siswa
Program
STEAM
Ekspresi Administrasi
Tips #3.
Siswa Tetap Tips #1.
Staf
Metode Berpikiran Dukungan
Penilaian Terbuka
Pengembangan
Pemrosesan keprofesionalan
Informasi
Guru STEM/
Tips #2.
Pemunculan STEAM lainnya
Flesksibilitas
Ide-ide siswa

Perencanaan Maksimalkan
momen belajar
bersama
Aktivitas Luaran

Gambar 3. Saran implementasi STEAM dalam pembelajaran (Heenan, 2019b)

13
Berikut ini contoh kegiatan STEAM yang diambil dari buku Biologi SMA kelas 10
semester 2 yang ditulis oleh Zubaidah et al. (2019) pada Bab X (Perubahan Lingkungan dan
Dampaknya).

14
15
PENUTUP
Tumbuhnya gerakan pembelajaran STEAM pada pendidikan dasar dan tinggi
merupakan daya tarik untuk alasan pendidikan yang lebih baik. Siswa yang terlibat dalam
pembelajaran STEAM akan belajar bagaimana cara belajar (metakognisi), cara bertanya,
cara bereksperimen dan cara berkreasi membuat sesuatu. Sistem pembelajaran "tradisional"
berdasarkan hafalan yang terstandardisasi adalah jenis pendidikan yang kurang dibutuhkan
lagi oleh anak-anak kita di dunia yang menghadapi tantangan global yang sistemik, luas dan
membingungkan ini. Sistem pendidikan harus diarahkan untuk membekali anak-anak dalam
menyelesaikan masalah nyata yang multidisiplin. Dengan menggunakan pendekatan
STEAM ini, siswa akan terlibat dalam berbagai disiplin ilmu secara bersamaan, mereka
belajar untuk melihat masalah dari berbagai perspektif yang berbeda. Pendekatan ini
mempersiapkan siswa untuk tantangan sejati dunia kita yang semakin kompleks.

DAFTAR RUJUKAN

Buckner, T., & Boyd, B. (2015). STEM leadership: How do I create a STEM culture in my
school? http://www.amazon.com/STEM-Leadership-Create-Culture-School-
ebook/dp/B013TCBI38
Colucci-Gray, L., Trowsdale, J., Cooke, C. F., Davies, R., Burnard, P., & Gray, D. S. (2017).
Reviewing the potential and challenges of developing STEAM education through
creative pedagogies for 21st learning: How can school curricula be broadened towards
a more responsive, dynamic, and inclusive form of education? British Educational
Research Association.
Connor, A.M., Karmokar, S., & Whittington, C. (2015). From STEM to STEAM: Strategies
for Enhancing Engineering & Technology Education. iJEP ‒ Volume 5, Issue 2, 37-
47. http://dx.doi.org/10.3991/ijep.v5i2.4458
Daugherty, M. K. (2013). The prospect of an "A" in STEM education. Journal of STEM
Education: Innovations and Research, 14(2), 10–15.
DeCoito, I. (2014). Focusing on Science, Technology, Engineering, and Mathematics
(STEM) in the 21st Century. Ontario Professional Surveyor, 57(1), 34-36.
http://es.krcmar.ca/sites/default/files/2014_Winter_Focusing%20on%20STEM_0.pd
f
Elrod, S., & Kezar, A. (2014). Developing leadership in STEM fields: The PKAL Summer
Leadership Institute. Journal of Leadership Studies, 8(1), 33-39.
http://onlinelibrary.wiley.com.ezproxy.viu.ca/doi/10.1002/jls.21319/epdf
Gates, A. E. (2017). Benefits of a STEAM collaboration in Newark, New Jersey: Volcano
simulation through a glass-making experience. Journal of Geoscience Education,
65(1), 4–11.
Gonzales, A., Jones, D. & Ruiz, A. (2014). Toward achievement in the “Knowledge
Economy” of the 21st Century: Preparing students through T-STEM academies.
Research in Higher Education Journal, 25, 1-14.
Heenan, C. 2019a. 4 Steps for Planning A STEAM Program in Your School. TeachThought
Staff. https://www.teachthought.com/technology/steps-for-planning-a-steam-
program-in-your-school-classroom/

16
Heenan, C. 2019b. 4 Tips for Implementing A STEAM Program in Your Classroom. TeachThought
Staff. https://www.teachthought.com/technology/4-tips-for-implementing-a-steam-
program-in-your-classroom/
Idin, S. (2018). An Overview of STEM Education and Industry 4.0. Research Highlights in
STEM Education, 194-208.
Kennedy, K. J. (2019). Another Industrial Revolution: What shools need to know. 25
February. https://www.dailymaverick.co.za/opinionista/2019-02-25-another-
industrial-revolution-what-schools-need-to-know/
Kurfuss, T. (2014). Industry 4.0: Manufacturing in the United States.
http://ostaustria.org/bridges-magazine/item/8310-industry-4-0
LaJevic, L. (2013). Arts integration: What is really happening in the elementary classroom?
Journal for Learning through the Arts, 9(1), 1–28.
Liao, C. (2016). From interdisciplinary to transdisciplinary: An arts-integrated approach to
STEAM education. Art Education, 69(6), 44–49.
Marshall, J. (2014). Transdisciplinarity and art integration: Toward a new understanding of
art-based learning across the curriculum. Studies in Art Education, 55(2), 104–127.
Martin, A. J., Mansour, M., Anderson, M., Gibson, R., Liem, G. A., & Sudmalis, D. (2013).
The role of arts participation in students’ academic and nonacademic outcomes: A
longitudinal study of school, home, and community factors. Journal of Educational
Psychology, 105(3), 709–727.
National Art Education Association [NAEA] (2016). Using art education to build a stronger
workforce. thttps://arteducators-prod.s3amazonaws.com/documents/535/ff8bfae5-
6b4f-4352-b900-4fc1182ad2b1.pdf?1455134278.
National Research Council. (2010). Exploring the intersection of science education and 21st
century skills: A workshop summary. National Academies Press: Washington DC.
Ndabeni-Abrahams, S. (2018). Invitation to Nominate Candidates for the Presidential
Commission on Fourth Industrial Revolution. Government Gazette, 4 No. 42078.
Partnership for 21st Century Skills (P21). (2011). P21 common core toolkit: A guide to
aligning the common core state standards with the framework for 21st century skills.
The partnership for 21st Century Skills, Washington, D. C.: Partnership for 21st
Century Skills.
Payton, F. C., White, A., & Mullins, T. (2017). STEM majors, art thinkers–issues of duality,
rigor and inclusion. Journal of STEM Education: Innovations and Research, 18(3),
39–47.
Perignat, E. & Katz-Buonincontro, J. 2019. What Does Creativity Look Like in the STEAM
Classroom? In Judson, G. & Lima, J. (Eds). CIRCE Magazine: Steam Edition. CIRCE:
The Centre for Imagination in Research, Culture & Education http://www.circesfu.ca.
Perignat, E. and Katz-Buonincontro, J. 2018. STEAM in Practice and Research: An
Integrative Literature Review. Thinking Skills and Creativity 31: 31-43.
Plucker, J. A., Guo, J., & Dilley, A. (2018). Research-guided programs and strategies for
nurturing creativity. In S. I. Pfeiffer, E. Shaunessy-Dedrick, & M. Foley-Nicpon
(Eds.). APA handbook of giftedness and talent (pp. 387–397). American
Psychological Association.
Quigley, C. F., Herro, D., & Jamil, F. M. (2017). Developing a conceptual model of STEAM
teaching practices. School Science and Mathematics, 117(1-2), 1–12.

17
Rabkin, N., & Hedberg, E. C. (2011). Arts education in America: What the declines mean
for arts participation. Based on the 2008 survey of public participation in the arts.
Research report# 52. National Endowment for the Arts.
Root-Bernstein, R. (2015). Arts and crafts as adjuncts to STEM education to foster creativity
in gifted and talented students. Asia Pacific Education Review, 16(2), 203–212.
Swaminathan, S., & Schellenberg, E. G. (2015). Arts education, academic achievement and
cognitive ability. In P. P. Tinio, & J. K. Smith (Eds.). The Cambridge handbook of the
psychology of aesthetics and the arts (pp. 364–384). New York: Cambridge University
Press.
Taylor, P.C. (2016). Why is a STEAM curriculum perspective crucial to the 21st century?
Research Conference 2016. 89-93.
Thuneberg, H., Salmi, H., & Fenyvesi, K. (2017). Hands-on math and art exhibition
promoting science attitudes and educational plans. Education Research International,
1–13.
Wilson, B. & Hawkins, B. 2019. Art and Science in a Transdisciplinary Curriculum. In
Judson, G. & Lima, J. (Eds). CIRCE Magazine: Steam Edition. CIRCE: The Centre
for Imagination in Research, Culture & Education http://www.circesfu.ca
World Economic Forum (2016). The Future of Jobs. Employment, Skills and Workforce
Strategy for the Fourth Industrial Revolution. Global Challenge Insight Report.
http://www3.weforum.org/docs/WEF_Future_of_Jobs.pdf
Zubaidah, S. (2016). Keterampilan Abad Ke-21: Keterampilan Yang Diajarkanmelalui
Pembelajaran. Seminar Nasional Pendidikan dengan tema “Isu-isu Strategis
Pembelajaran MIPA Abad 21, tanggal 10 Desember 2016 di Program Studi
Pendidikan Biologi STKIP Persada Khatulistiwa Sintang – Kalimantan Barat.
Zubaidah, S. (2018a). Keterampilan Abad Ke-21: Bagaimana Membelajarkan dan
Mengasesnya. Seminar Nasional dengan Tema “Tantangan Biologi dan Pendidikan
Biologi Abad-21” di Pendidikan Biologi FKIP Universitas Islam Riau, 28 April 2018.
Zubaidah, S. (2018b). Mengenal 4C: Learning and Innovation Skills untuk Menghadapi Era
Revolusi Industri 4.0. pada Seminar “2nd Science Education National Conference” di
Universitas Trunojoyo Madura, 13 Oktober 2018.
Zubaidah, S., Mahanal, S., Pangestuti, A. A., Robitah, A., Puspitasari, D. R., &
Mahfudhillah, H. T. (2019). Biologi SMA/MA Kelas X IIA (IPA) Semester 2. Sidoarjo.
PT. Masmedia Buana Pustaka.

18

Anda mungkin juga menyukai