Anda di halaman 1dari 19

LBM 1

PENURUNAN KESADARAN

STEP 1

1. Withdrawal : gerakan menjauhin rangsangan nyeri, jika ada


nyeri masih bisa merespon
2. Pupil isokor : ke-2 bentuk pupilnya sama

STEP 7

1. Bagaimana anatomi, histologi, fisiologi yang berkaitan dengan


kesadaran?
Fisiologi :
Thalamus dianggap sebagai “pintu gerbang kesadaran”. Semua
asupan sensorik ke dalam tubuh disinaps dan diintegrasikan di
dalam thalamus (kecuali sensasi olfaktorik) sebelum informasi ini
encapai cortex. Thalamus tersusunatas nuclei yang spesifik dan non
spesifik. Nuclei thalami yang spesifik (Palliothalamus) terhubung
dengan regio-regio kortikal yang jelas (proyeksi kortikal primer dan
bidang-bidang asosiasi). Sedangkan nuclei thalami yang non spesifik
(Truncothalamus) terproyeksi secara luas ke dalam truncus
encephali dan secara difus ke dalam beberapa area korteks.

2. Mengapa ditemukan pasien keluar darah dari telinga dan hidung?


3. Mengapa didapatkan takikardi, takipneu?

4. Mengapa pemeriksaan didapatkan mata pupil isokor dan refleks


cahaya positif?
Apabila terdapat pelebaran ukuran pupil >1mm  abnormal. Bila
pupil terdilatasi, artinya adanya penekanan pada sarag okulomotor
ipsilateral.
Secara normal, bila mata diberi rangsang cahaya, mata pupil akan
miosis.

5. Sebutkan macam derajat kesadaran!


Tingkat Kesadaran Manusia
 Sadar → sadar penuh, orientasi baik terhadap orang, tempat danwak
tu, kooperatif, dapat mengingat angka yang diberitahukan beberapa
menit sebelumnya.
 Otomatisme → tingkah laku normal, dapat bicara, kesulitanmenging
at, bertindak otomatis tanpa tahu apa yang baru sajadilakukan.
 Konfusi → canggung, mengalami gangguan daya ingat, kurangkooper
atif,sulit dibangunkan, bingung.
 Delirium → disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak
kooperatif,agitasi, gelisah, sulit dibangunkan dari tidurnya.
 Stupor → diam, tidur, berespon terhadap rangsang suara keras
dancahaya, berespo baik terhadap rangsang sakit.
 Stupor dalam → bisu, sulit dibangunkan, masih berespon
terhadapnyeri.
 Koma → tidak sadar, tidak berespon, refleks masi ada.
 Koma ireversibel/mati → refleks tidak ada, pupil dilatasi, tidak
adadenyut jantung dan nafas.

6. Mengapa bisa terjadi penurunan kesadaran?

7. Bagaimana penilaian neurologik sistem saraf otonom dan motorik


terkait dengan fungsi kesadaran?

8. Bagaimana mekanisme rangsang nyeri?


10.Apa yang menyebabkan pasien mengorok?

11. Apa saja pemeriksaan untuk mengetahui derjat kesadaran?


12. Pada saat diberi rangsang nyeri pasien memberi respon withdrawl.
Apa intepretasinya?

13. Apa saja pemeriksaan fisik terkait dengan keadaan diskenario?

 Pemeriksaan kesadaran
 Respirasi
 Pupil (besar, bentuk, dan reaksi cahaya)

14. Apa saja penatalaksanaan yang akan dilakukan dokter saat di IGD?

 Airway (jalan nafas)


Bebaskan jalan nafas dengan memeriksa mulut dan mengeluarkan
darah, gigi yang patah, muntahan. Bila dilakukan intubasi (wasadai
kemungkinan adanya fraktur tulang leher)
 Breathing (pernafasan)
Pastikan pernafasan adekuat. Perhatika frekuensi, pola nafas dada
atau perut dan kesetaraan pengembangan dada kanan dan
kiri(simetris). Bila ada gangguan pernafasan, cari penyebab apakah
terdapat gangguan pada senral atau perifer. Bila perlu diberikan
oksigen sesuai egnan kebutuhan dengan target saturasi 02>92%
 Circulation (sirkulasi)
Pertahankan tekanan darah sistolik >90 mmHg. Berikan cairan
intervena drip, NaCl 0,9% atau ringer. Bila perlu diperlukan obat
vasopresor /inotropik.

15. Apa saja pemeriksaan penunjang terkait masalah pasien?

16. Apa indikasi rawat inap pada pasien diskenario?

a) Amnesia post traumatika jelas (lebih dari 1 jam)


b) Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
c) Penurunan tingkat kesadaran
d) Nyeri kepala sedang hingga berat
e) Intoksikasi alkohol atau obat
f) Fraktura tengkorak
g) Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
h) Cedera penyerta yang jelas
i) Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan
j) CT scan abnormal

17. Apa saja DD dari skenario?

Trauma Murni atau Multipel

Menurut Barell, Heruti, Abargel dan Ziv (1999), sebanyak 1465


korban mengalami trauma kepala, sedangkan 1795 korban
mengalami trauma yang multipel dalam penelitian di Israel.
Kecederaan multipel berkaitan dengan keparahan dan ia adalah asas
dalam mendiagnosa gambaran keseluruhan kecederaan. Dengan
merekam seluruh kecederaan yang dialami oleh korban, ia dapat
membantu dalam mengidentifikasi kecederaan yang sering mengikut
penyebab trauma pada korban.

Trauma Murni

Trauma Murni adalah apabila korban didiagnosa dengan satu


kecederaan pada salah satu regio atau bagian anatomis yang mayor
(Barell, Heruti, Abargel dan Ziv, 1999).

Trauma Multipel

Trauma multipel atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau


lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu,
dimana salah satunya bisa menyebabkan kematian dan memberi
impak pada fisikal, kognitif, psikologik atau kelainan psikososial dan
disabilitas fungsional. Trauma kepala paling banyak dicatat pada
pasien politrauma dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti
amputasi, kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic
stress syndrome dan kondisi kelainan jiwa yang lain (Veterans Health
Administration Transmittal Sheet).

Sumber : PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-


serebral tanggal 3 November 2007. Pekanbaru : PERDOSI;2007.

18. Apa saja terapi yang akan diberikan?


 Cairan Intravena
Cairan intravena diberikan secukupnya untuk resusitasi agar
penderita tetap dalam keadaan normovolemia, jangan beri cairan
hipotonik. Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat
menyebabkan hipeglikemia yang berakibat buruk pada otak yang cedera.
Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah larutan garam fisiologis
atau ringer laktat. Kadar natrium serum juga harus dipertahankan untuk
mencegah terjadinya edema otak.
 Hiperventilasi
Hiperventilasi dilakukan dengan menurunkan PCO2 yang akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak. Hiperventilasi yang
berlangsung terlalu lama dan agresif dapat menyebabkan iskemia otak,
karena adanya vasokonstriksi serebri yang berat sehingga menimbulkan
gangguan perfusi otak.4 Selain itu, hiperventilasi dapat membantu menekan
metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
asidosis.1 Oleh karena itu, hiperventilasi sebaiknya dilakukan secara
selektif dan hanya dalam waktu tertentu. Umumnya, PCO 2  dipertahankan
pada 35mmHg atau lebih.
 Manitol
Manitol digunakan untuk menurunkan TIK yang meningkat. 4 Manitol
bekerja dengan cara "menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang
intravaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis. 1 Indikasi
penggunaan manitol adalah deteriorasi neurologis yang akut seperti terjadi
dilatasi pupil, hemiparesis, atau kehilangan kesadaran saat pasien dalam
observasi. Sediaan yang tersedia biasanya berupa cairan dengan
konsentrasi 20%, dosis yang biasanya digunakan adalah 1 gram/kgBB yang
diberikan secara bolus intravena. Dosis tinggi manitol tidak boleh
diberikan pada penderita yang hipotensi karena manitol adalah diuretik
osmotik yang poten dan akan memperberat hipovolemia.4
 Furosemid (Lasix®)
Obat ini diberikan bersama manitol untuk menurunkan TIK. Dosis
yang biasa diberikan adalah 0,3-0,5 mg/kgBB secara bolus
intravena. Furosemid tidak boleh diberikan pada penderita dengan
hipotensi karena akan memperberat hipovolemia.
 Barbiturat
Barbiturat bermanfaat untuk untuk menurunkan TIK yang refrakter
terhadap obat-obatan lain.4 Barbiturat bekerja dengan cara “membius"
pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin,
akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang
rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kerusakan akibat
hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang.1Hipotensi sering terjadi pada
penggunaan barbiturat. Oleh karena itu, obat ini tidak diindikasikan pada
fase akut resusitasi.4
 Antikonvulsan
Terdapat 3 faktor yang berkaitan dengan insiden epilepsi pasca
trauma, yaitu kejang awal yang terjadi pada minggu pertama, perdarahan
intracranial, atau fraktur depresif. Penelitan menunjukkan, pemberian
antikonvulsan bermanfaat mengurangi kejang dalam minggu pertama
setelah cedera namun tidak setelah itu. Untuk mengatasi kejang yang terus
menerus mungkin memerlukan anestesi umum. Kejang harus dihentikan
dengan segera karena kejang yang berlangsung lama (30-60 menit) dapat
menyebabkan cedera otak sekunder.4

Anda mungkin juga menyukai