DOSEN PENGAMPU:
LISMAWATI Z,Dr.E., S.E.,M Si. Ak
DISUSUN OLEH:
AMIRA NABILA (C1C018065)
MUHAMMAD GATRA FIKARIS (C1C018129)
LILI LESTARI (C1C018131)
1
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………3
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………..4
1.3 Tujuan Pembelajaran………...…………………………………………………………..4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori……………………………………………………………………………..5
2.2 Aliran Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer……………………………………5
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan………………………………………………………………………………..11
3.2 Saran……………………………………………….……………………………………11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………13
2
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
1. Aliran Iqtishādunā
Corak utama dari aliran ini adalah pemikirannya tentang masalah ekonomi yang muncul karena
adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat dari sistem ekonomi yang
membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses
terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya. Sementara yang lemah tidak memiliki akses
terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu, masalah ekonomi muncul bukan
karena sumber daya yang tidak terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.
Aliran ini menolak pernyataan yang menyatakan bahwa masalah ekonomi disebabkan oleh adanya
keinginan manusia yang tak terbatas sementara sumber daya alam yang tersedia jumlahnya terbatas.
Karena hal tersebut bertentangan dengan firman Allah: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukuran.” (Q.S. al-Qamar: 49).
Aliran ini dipelopori oleh Baqir Sadr. Nama aliran ini pun diambil dari nama karyanya Iqtishādunā.
Menurutnya, ekonomi Islam adalah cara atau jalan yang dipilih oleh Islam untuk dijalani dalam rangka
mencapai kehidupan ekonominya dan dalam memecahkan masalah ekonomi praktis sejalan dengan
konsepnya tentang keadilan. Baginya, Islam tidak mengurusi hukum permintaan dan penawaran …
(tidak pula) hubungan antara laba dan bunga bank … (tidak pula) fenomena diminishing returns di
dalam produksi, yang baginya merupakan ”ilmu ekonomi”. Jadi menurutnya, ekonomi Islam adalah
doktrin karena ia membicarakan semua aturan dasar dalam kehidupan ekonomi dihubungkan dengan
ideologinya mengenai keadilan sosial. Sebagai doktrin, sistem ekonomi Islam juga berhubungan dengan
pertanyaan ”apa yang seharusnya” berdasarkan kepercayaan, hukum, konsep dan definisi yang diambil
dari Al-Qur’an dan Hadits. Di dalam doktrin ekonomi Sadr, keadilan menempati posisi sentral,
sehingga menjadi tolak ukur untuk menilai teori, kegiatan dan output ekonomi.
2. Aliran Mainstream
Corak utama dari pemikiran aliran ini adalah kebalikan dari aliran Iqtishādunā dalam memandang
masalah ekonomi. Menurut aliran ini, masalah ekonomi timbul memang dikarenakan kelangkaan
(scarcity) Sumber Daya Alam sementara keinginan manusia tidak terbatas. Untuk itu, manusia
diarahkan untuk melakukan prioritas dalam memenuhi segala kebutuhannya. Dan keputusan dalam
menentukan skala prioritas tersebut tidak dapat dilakukan semaunya sendiri karena dalam Islam sudah
ada rujukannya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
6
Aliran ini ditokohi oleh 4 tokoh utama, yaitu Muhammad Abdul Mannan, Muhammad Nejatullah
Siddiqi, Syed Nawab Haidar Naqvi, dan Monzer Kahf.
7
Pemikiran ekonominya dituangkan dalam karyanya; Ethics and Economics: An Islamic Synthesis
(1981). Ia mendefinisikan ekonomi Islam sebagai “perilaku muslim sebagai perwakilan dari ciri khas
masyarakat muslim.” Ada 3 tema besar yang mendominasi pemikiran Naqvi dalam ekonomi Islam.
Pertama, kegiatan ekonomi dilihat sebagai suatu subjek dari upaya manusia yang lebih luas untuk
mewujudkan masyarakat yang adil berdasarkan pada prinsip etika ilahiyyah, yakni keadilan (Al-’Adl)
dan kebajikan (Al-Ihsān). Menurutnya, hal itu berarti bahwa etika harus secara eksplisit mendominasi
ekonomi dalam ekonomi Islam, dan faktor etika inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dari
sistem ekonomi lainnya. Kedua, melalui prinsip Al-’Adl wa Al- Ihsān, ekonomi Islam memerlukan
suatu bias yang melekat dalam kebijakan-kebijakan yang memihak kaum miskin dan lemah secara
ekonomis. Bias tersebut mencerminkan penekanan Islam terhadap keadilan, yang ia terjemahkan
sebagai egalitarianisme. Ini adalah suatu butir penting yang sering kali ia tekankan dalam tulisannya.
Dan ketiga adalah diperlukannya suatu peran utama negara dalam kegiatan ekonomi. Negara tidak
hanya berperan sebagai regulator kekuatan-kekuatan pasar dan penyedia (supplier) kebutuhan dasar,
tetapi juga sebagai partisipan aktif dalam produksi dan distribusi, baik di pasar barang maupun faktor
produksi, demikian pula negara berperan sebagai pengontrol sistem perbankan. Ia melihat negara Islam
sebagai perwujudan atau penjelmaan amanah Allah tatkala ia meletakkan negara sebagai penyedia,
penopang dan pendorong kegiatan ekonomi.
d. Monzer Kahf.
Pemikiran ekonominya dituangkan dalam karyanya; The Islamic Economy: Analytical of The
Functioning of The Islamic Economic System (1978). Ia tidak mengusulkan suatu definisi ”formal”
bagi ekonomi Islam, tetapi karena ilmu ekonomi berhubungan dengan perilaku manusia dalam hal
produksi, distribusi dan konsumsi, maka ekonomi Islam, menurutnya, dapat dilihat sebagai sebuah
cabang dari ilmu ekonomi yang dipelajari dengan berdasarkan paradigma (yakni aksioma, sistem nilai
dan etika) Islam, sama dengan studi ekonomi Kapitalisme dan ekonomi Sosialisme. Dengan
pandangannya ini, ia mencela kelompok-kelompok ekonom Islam tertentu. Ia menengarai suatu
kelompok yang mencoba untuk menekankan dengan terlalu keras perbedaan antara ekonomi Islam dan
Barat. Kelompok itu tidak memahami bahwa perbedaan antara keduanya sebenarnya terletak pada
filosofi dan prinsipnya, bukan pada metode yang digunakan. Di pihak lain, terdapat juga kelompok lain
yang secara implisit menerima asumsi-asumsi ekonomi Barat yang sarat nilai. Kelompok lain yang ia
tegur adalah mereka yang mecoba menyamakan antara ekonomi Islam dan Fiqih Mu’amalat. Kelompok
ini, menurutnya, telah menyempitkan ekonomi Islam sehingga hanya berisi sekumpulan perintah dan
larangan saja, padalah seharusnya mereka membicarakan hal-hal seperti teori konsumsi atau teori
8
produksi. Semua kelompok tersebut tidak memahami posisi ekonomi Islam dalam kerangka atau
kategorisasi cabang ilmu pengetahuan serta tidak pula bisa memisah-misahkan berbagai seginya seperti
filosofinya, prinsip atau aksiomanya, serta fungsi aktualnya.
3. Aliran Alternatif
Madzhab alternatif adalah sebuah madzhab yang kritis. Madzhab ini berpendapat bahwa dalam
bersikap kritis tidak hanya terhadap kapitalisme dan sosialisme, tapi juga ekonomi islam itu sendiri.
Mereka meyakini bahwa islam pati benar, tapi ekonomi islam belum tentu benar karena ekonomi islam
menafsirkan dari Al-Qur'an dan sunah sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Dalam ekonomi islam
juga dibutuhkan pengujian kebenaran yang juga dilakukan oleh ekonomi konvensional.
Pemikiran madzhab ini dipelopori oleh Timur Kuran (Unifersity of Shoutherm California), Jomo
(Hardvard Unifersity). Madzhab ini juga mengkritik dua madzhab sebelumnya, yaitu yang pertama
Madzhab Baqir dikritik karena madzhab tersebut berusaha menemukan sesuatau yang baru yang
sebenarnya sudah sering ditemukan orang lain, menghancurkan teori lama dan membangun teori yang
baru. Yang kedua yaitu mengkritik Madzhab Maenstream, karena menurutnya madzhab ini sebagai
jiplakan dari ekonomi neoklasik dengan menghilangkan Riba dan memasukan Zakat serta niat.
Pemikiran ekonomi islam ini sudah berkembang pesat dengan berjalannya implementasinya. Zarqa
(1992) telah mengklarifikasikan kontribusi pemikiran ekonomi islam yang berkembang saat ini kedalam
4 kategori, yaitu:
Banyak menyumbang pemikiran dalam aspek normative sistem ekonomi islam. Menemukan prinsip
yang baru tentang ekonomi islam dan menjawab pertanyaan modern tentang sisitem tersebut. Termasuk
dalam kategori ahli syari'ah. (Fuqaha/juruts).
Asumsi dan pernyataan positif dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah yang relevan bagi ilmu ekonomi.
Contoh kategori ini yaitu konsepsi ekonomi islam mengenai pasar (yang diderivasi dari konsep
syariah), mengajukan asumsi adanya ketimpangan informasi antara pembeli dan penjual. Konsep ini
berbeda dengan pasara persaingan sempurna dan pasar konvensional (klasik) yang secara eksplisit
mengasumsikan semua pasar mempunyai informasi yang sempurna, benar dan lengkap, dan tersedia
secara bebas. Karya Munawar Iqbal (1992), mengenai organisasi produksi dan teori perilaku
perusahaan dalam perspektif islam.
9
Adanya pernyataan ekonomi positif yang dibuat oleh para pemikir ekonomi islam, seperti dalam
karyanya Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun menganalisa tentang faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi jangka panjang dan menurunnya masyarakat dalam bukunya muqadimah. Contoh lainnya
dalah karya al-Maqrizi mengenai penyebab dan dampak inflasi terhadap perekonomian.
Analisis ekonomi dalam bagian ekonomi islam dan konsekuensi pernyataan positif ekonomi islam
mengenai kehidupan ekonomi. Kontributor kategori ini dimana para ahli ekonomi konvensional
sekaligus menguasai ekonomi syariah, dan mereka menggunakan alat analisis seperti ekonomi
konvensional. Bahkan banyak juga para ahli ekonomi non muslim yang mengkaji ekonomi islam.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah Timur Kuran, Sohrab Behdad, dan Abdullah Saeed.
a. Timur Kuran.
Ia adalah seorang dosen ekonomi di Southern California University, USA. Pemikirannya bisa
ditemukan dalam tulisan artikel-artikelnya, yaitu; “The Economyc System in Contemporary Islamic
Thought: Interpretation and Assessment”, dalam International Journal of Middle East Studies Volume
18 tahun 1986, dan “On The Notion of Economic Justice in Contemporary Islamic Thought”, dalam
International Journal of Middle East Studies Volume 21 tahun 1989.
b. Sohrab Behdad.
Pemikirannya dapat ditemukan dalam tulisan artikelnya yang berjudul “Property Rights in
Contemporary Islamic Economic Thought: A Critical Perspective” dalam jurnal Review of Social
Economy Volume 47 tahun 1989.
c. Abdullah Saeed.
Ia adalah seorang Profesor Studi Arab-Islam di University of Melbourne, Australia. Pemikirannya bisa
ditemukan dalam tulisan artikel-artikelnya, yaitu; “Islamic Banking in Practice: A Critical Look at The
Murabaha Financing Mechanism” dalam Journal of Arabic, Islamic & Middle Eastern Studies tahun
1993, dan “The Moral Context of The Prohibition of Riba in Islam Revisited” dalam American Journal
of Islamic Social Science tahun 1995.
BAB III
PENUTUP
10
3.1 Simpulan
Bertitik tolak dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan melihat titik lemah
sistem sekuler, kiranya perlu ada sistem altertnatif sebagai solusi untuk memperkuat dan
penyeimbang perekonomian umat manusia.Yakni sebuah sistem berbasiskan syariah yang
bersumber dari ajaran wahyu.Akan tetapi menurut Chapra, nampaknya umat Islam selama
ini belum mampu menjadi subjekatau pemain utama untuk menjadikan ekonomi Islam
sebagai solusi.Bukan lagi sebagai sebuah sistem alternatif.
Karena itu sagatlah wajar jika sampai saat ini ekonomi Islam masih belum mampu
menunjukkan eksistensinya di pentas global karena belum dikelola oleh subjek pelaku yang
militan dan kapabel.Sebab itu untuk menjawab harapan itu diperlukan adanya semacam
rekonstruksi budaya kerja agar ekonomi Islam menjadi bagian perilaku berekonomi
masyarakat, utamanya komunitas muslim. Antara lain dengan terus mengeksplorasi
pemikiran para pakar sebagaimana yang dilakukan oleh Qardhawi dan Chapra yang
didukung dengan infrastruktur yang memadahi serta dilakukan oleh berbagai elemen
bangsa yang kompeten.
Dengan hasil pemikiran itu diharapkan mampu merubah maindset masyarakat yang
selama ini masih banyak diwarnai oleh hasil ijtihad para pakar ekonomi konvensional.
Untuk kemudian dari perubahan mindset ini akan terjadi kesadaran kolektif masyarakat
global tentang keunggulan sistem ekonomi Islam. Selanjutnya dengan proses kesadaran itu
mereka mampu mengaktualisasikannya dalam kehidupan nyata dalam upaya memenuhi
kebutuhan hidupnya.
3.2 Saran
Sejatinya proses pembudayaan itu bisa dilakukan siapa pun saja, seperti guru, ulama,
tokoh masyarakat, orang tua, bahkan komunitas yang berkepedulian dengan menggunakan
institusi di mana mereka menjalankan profesi masing-masing dalam keseharian. Mereka
itulah sejatinya, menurut Qardhawi, para khalifah yang berperan sebagai wakil Tuhan
memakmurkan bumi. Sasaran utamanya adalah masyarakat luas, terutama komunitas
muslim agar mereka berkemampuan sebagaimana yang diharapkan Chapra.
11
Sedangkan bahan ajar (nilai) yang harus diajarkan adalah nilai-nilai ajaran wahyu yang
mendorong manusia agar bekerja keras di dalam sebuah bingkai karakteristik ekonomi
berbasis syariah sebagaimana yang digambarkan Qardhawi sebelum ini.Karakteristik yang
mewarnai aktivitas bisnis,yang pada akhirnya bisa menjadi bagian dari nilai budaya kerja
dalam mengembangkan ekonomi Islam di Indonesia. Akan tetapi pembudayaan itu akan
semakin kuat jika didukung oleh pihak penguasa yang memegang otoritas.
DAFTAR PUSTAKA
12
Ahmad, Mustaq.Etika Bisnis dalam Islam, ter. Samson Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2001
Anonim.Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Jilid 1& 2, penyunting: H.M. Ichwan
Sam, dkk. Jakarta: DSN-MUI, 2010
Chapra,Umer.Islam dan Tantangan Ekonomi, ter. Ikhwan Abidin Basri, dalam Kata Pengantar,
Khurshid Ahmad. Jakarta: Gema Insani Press bekerja sama dengan Tazkia Institute, 2000
De George, Richard T.Business Ethics, fifth edition. London: Printice Hall International, 1999
Djakfar, Muhammad. Agama, Etika, dan Ekonomi, edisi revisi.Malang: UIN-Maliki Press,2014
Djakfar, Muhammad, Wacana Teologi Ekonomi Membumikan Titah Langit di Ranah Bisnis
dalam Era Globalisasi, edisi revisi. Malang: UIN-Maliki Press, 2015
Kuntowijoyo, Budaya & Masyarakat, cet 2. Jakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1999
Mahasin, Aswab Mahasin, dkk. (ed). Ruh Islam dalam Budaya Bangsa Aneka Budaya di Jawa.
Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996
Mannan. M. Abdul.Teori dan Praktik Ekonomi Islam, ter. M. Nastangin. Yogyakarta: PT Dana
Bhakti Wakaf, 1995
13