Anda di halaman 1dari 10

JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal.

143-152 Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA


e-ISSN 2477-2038

PERANCANGAN PEMBELAJARAN LITERASI SAINS BERBASIS INKUIRI


PADA KEGIATAN LABORATORIUM
(Diterima 30 September 2015; direvisi 16 Oktober 2015; disetujui 12 November 2015)
Aditya Rakhmawan1, Agus Setiabudi2, Ahmad Mudzakir3
1
Program Studi Pendidikan IPA, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Email: adityarakhmawan@yahoo.co.id
1
Program Studi Pendidikan IPA, FKIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang
2, 3
Pendidikan Kimia, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Abstract

This research aimed to prove that laboratory activity based inquiry could improve
scientific literacy skills of high school student, namely content, context, process,
and science attitude aspect in a voltaic cell lesson. The research design used in
this research was counterbalanced design. This research used scientific literacy
based inquiry instruction for experiment class and inquiry based instruction for
control class. Scientific literacy test, enquette, observation sheet, and interview
guide were used as instruments in the research, while student worksheet was used
as guidance of instruction.
Keywords : Laboratory Activity, Counterbalanced Design, Scientific Literacy,
Inquiry

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pembelajaran literasi sains berbasis
inkuiri dalam bentuk kegiatan laboratorium mampu meningkatkan literasi sains siswa
SMA pada aspek konten, konteks, proses dan sikap sains siswa pada submateri pokok sel
volta. Desain penelitian yang digunakan adalah desain konterbalans dengan pembelajaran
eksperimen menggunakan pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri dan pembelajaran
kontrol menggunakan pembelajaran inkuiri. Instrumen penelitian berupa tes pilihan ganda
untuk mengukur kemampuan literasi sains, selain itu angket, lembar observasi, dan
pedoman wawancara, serta LKS sebagai pedoman pembelajarannya.
Kata Kunci: Kegiatan Laboratorium, Desain Konterbalans, Literasi Sains, Inkuiri

143
PENDAHULUAN itu melalui pembelajaran yang dilakukan
Kimia merupakan salah satu siswa harus bisa membuat hubungan
rumpun sains, dimana ilmu kimia pada yang bermakna antara pengalaman
awalnya diperoleh dan dikembangkan kehidupannya dengan pembelajaran
berdasarkan percobaan (induktif) namun sains di kelas.
pada perkembangan selanjutnya kimia Tingkat kebermaknaan yang
juga diperoleh dan dikembangkan optimal dalam pembelajaran sains bagi
berdasarkan teori (deduktif). siswa dapat diperoleh jika siswa
Berdasarkan Permendiknas No. 23 tahun memiliki kemampuan literasi sains yang
2006 tentang Standar Kompetensi baik. Literasi sains didefinisikan sebagai
Lulusan, salah satu butir menyebutkan kapasitas untuk menggunakan
bahwa pembelajaran kimia seharusnya pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi
dapat membuat siswa melakukan pertanyaan, dan menarik kesimpulan
percobaan, antara lain merumuskan berdasarkan fakta dalam rangka
masalah, mengajukan dan menguji memahami alam semesta dan
hipotesis, menentukan variabel, perubahannya akibat dari aktivitas
merancang dan merakit instrumen, manusia (OECD, 2001). Dalam laporan
mengumpulkan, mengolah dan PISA 2000 diungkapkan bahwa
menafsirkan data, menarik kesimpulan, seseorang yang literat sains harus
serta mengkomunikasikan hasil memiliki pengetahuan dan pemahaman
percobaan secara lisan dan tertulis konsep sains fundamental, keterampilan
(Republik Indonesia, 2006). melakukan proses, penyelidikan sains,
Pembelajaran kimia yang baik serta menerapkan pengetahuan,
adalah pembelajaran kimia yang pemahaman, dan keterampilan tersebut
memberikan makna bagi siswa. dalam berbagai konteks secara luas.
Kebermaknaan ini dapat terjadi jika OECD-PISA (Organization for
siswa dapat menghubungkan antara Economic Cooperation and
pengetahuan baru dengan pengetahuan Development - Programme for
yang telah mereka miliki sebelumnya International Student Assessment) yang
(Dahar, 1989). Pembelajaran kimia yang merupakan suatu organisasi
kurang mengaitkan pembelajarannya internasional yang melakukan studi
dengan kehidupan sehari-hari siswa lintas negara secara berkala dalam
mengakibatkan pembelajaran tersebut memonitor capaian peserta didik untuk
jadi kurang bermakna bagi siswa, karena mengukur berbagai kemampuan literasi

JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 Aditya Rakhmawan, dkk
e-ISSN 2477-2038
144
peserta didik, yaitu literasi membaca bidang lain yang sebenarnya
(reading literacy), literasi matematika membutuhkan pemahaman sains yang
(mathematics literacy), dan literasi sains baik. Ini merupakan bahan evaluasi bagi
(scientific literacy). Hasil studi PISA kita bahwa proses pembelajaran sains di
2006 yang berfokus pada literasi sains kelas perlu di tata ulang sehingga
mengungkapkan bahwa literasi sains mampu merintis dan memantapkan
siswa Indonesia menempati peringkat kemajuan kehidupan yang lebih baik.
ke-50 dari 57 negara peserta dengan Hal ini dapat dimulai dari mengatasi
skor PISA rata-rata 393 (OECD, 2007). berbagai masalah dalam proses
Pada studi sebelumnya, yaitu PISA pembelajaran sains di kelas.
2000, literasi sains siswa Indonesia Berbagai penelitian dilakukan
berada pada kelompok bawah dengan untuk menemukan proses pembelajaran
nilai rata-rata 395 (OECD, 2001). sains yang efektif dan efisien untuk
Dengan demikian, pada tahun 2006 memperoleh hasil pembelajaran dengan
literasi sains siswa Indonesia ini justru mutu dan kualitas terbaik. Mamlok dan
mengalami penurunan pencapaian Rannikmae (Holbrook, 2005)
sebanyak 2 poin semenjak tahun 2000. berpendapat bahwa pembelajaran akan
Begitu pula dengan tingkat literasi sains memperoleh hasil yang baik, jika
PISA 2003 tidak ada perbedaan dengan pembelajaran tersebut bermakna bagi
PISA 2006, yaitu dengan skor 393 siswa. Dahar (1989) pun berpendapat
(OECD, 2003; OECD, 2006). Pada bahwa bila tidak ada makna yang dapat
PISA 2009, skor literasi sains siswa dibentuk, maka siswa tidak belajar
Indonesia justru turun sebanyak 10 poin apapun. Pembelajaran yang bermakna
menjadi 383 dibandingkan data PISA membuat siswa dapat menggunakan
terakhir (OECD, 2010). pengetahuan sains untuk memecahkan
Hasil studi tersebut menjadi fakta permasalahan dalam kehidupan mereka.
alasan mengapa siswa kita sulit Hal ini sejalan dengan pendapat
mendapatkan makna dari pembelajaran Holbrook (2005) bahwa pembelajaran
sains yang diberikan. Hal ini menjadi bermakna bagi siswa jika di
mengakibatkan mereka mengalami dalamnya melibatkan siswa dalam
kesulitan dalam menggunakan sains proses pemecahan masalah saintifik dan
untuk memecahkan berbagai pengambilan keputusan sosio-saintifik.
permasalahan yang terjadi di lingkungan Untuk itu tipe pembelajaran yang harus
hidup, kesehatan, ekonomi, dan berbagai diterapkan harus tipe pembelajaran yang

JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 Aditya Rakhmawan, dkk
e-ISSN 2477-2038
145
berpusat pada siswa, diantaranya peer yang mereka amati. Hampir 80%
discussion, peer teaching, problem kegiatan laboratorium di Amerika
based learning, team-based learning, menggunakan pembelajaran berbasis
dan inquiry-based learning (Brickman, inkuiri. Menurut Whitehead (Gallet,
et al., 2009). 1998), bahwa “...in order to master
Berbagai penelitian lain yang knowledge, a student must participate in
mendukung untuk memperoleh model the pedagogical process...instead of
pembelajaran yang lebih bermakna bagi being a passive receiver”. Dalam inkuiri
siswa, seperti penelitian Basori (2010), siswa diajak untuk berpikir sehingga
yaitu tentang kegiatan laboratorium dapat membangun sikap produktif,
berbasis pemecahan masalah yang analitis, dan kritis. Dengan berpikir
digunakan untuk meningkatkan maka peserta didik akan mendapatkan
keterampilan proses sains siswa. pengalaman belajar yang bermakna.
Kemudian penelitian Iswari (2010) yang Pengalaman belajar yang didapatkan
menggunakan kegiatan laboratorium oleh peserta didik ini akan memberikan
berbasis pemecahan masalah untuk makna bagi kehidupan sehari-hari siswa
meningkatkan literasi sains siswa. Selain nantinya.
itu, penelitian Wenning (2011) Berkenaan dengan berbagai
menyimpulkan bahwa pembelajaran penelitian tersebut, peneliti mencoba
inkuiri merupakan cara yang sangat baik mengadopsi penelitian Iswari (2010).
bagi siswa untuk memahami konten Berdasarkan tahapan pembelajaran
sains. Dalam penelitian Brickman, et al., pemecahan masalah dalam penelitian
(2009) yang menerapkan pembelajaran Iswari (2010) yang peneliti rasakan
inkuiri lab membuktikan bahwa siswa berlebihan dari sisi waktu jika
mengalami peningkatan kemampuan diterapkan bersama dengan
penyelidikan ilmiah dan literasi sains pembelajaran literasi sains, maka
yang lebih baik dibandingkan peneliti coba meredesain kegiatan
pembelajaran konvensional. laboratorium berbasis pemecahan
Pembelajaran inkuiri adalah masalah menjadi kegiatan laboratorium
pembelajaran yang mampu berbasis inkuiri. Selain itu redesain
menempatkan peserta didik menjadi kegiatan pembelajaran ini bertujuan
seorang ilmuwan yang berupaya untuk untuk memperkuat gagasan Brickman
memahami alam sebagai aplikasi sains (2009) dan membuktikan bahwa
dan memberikan penjelasan akan apa pembelajaran literasi sains berbasis

JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 Aditya Rakhmawan, dkk
e-ISSN 2477-2038
146
inkuiri lebih baik dari pembelajaran depan; (3) konsep berkaitan dengan
inkuiri dalam upaya meningkatkan kompetensi proses, artinya pengetahuan
kemampuan literasi sains siswa. tidak hanya mengutamakan daya ingat
Ditambah lagi masih kurangnya literatur siswa dan mengaitkan informasi tertentu
tentang pembelajaran literasi sains saja.
dalam bentuk kegiatan laboratorium Berdasarkan permasalahan
berbasis inkuiri dalam mempengaruhi tersebut maka tujuan dari penelitian ini
peningkatan literasi sains. adalah untuk:
Pentingnya literasi sains ini 1. Mendapatkan model pembelajaran
menyebabkan peneliti tertarik untuk yang sesuai pada submateri pokok sel
merancang suatu model pembelajaran volta dalam upaya meningkatkan
literasi sains dalam bentuk kegiatan literasi sains siswa.
laboratorium berbasis inkuiri pada 2. Memperoleh informasi tentang
submateri pokok sel volta untuk keterlaksanaan kegiatan laboratorium
meningkatkan literasi sains siswa SMA. berbasis inkuiri pada submateri
Rancangan desain pembelajaran ini pokok sel volta dalam peningkatan
diharapkan bisa digunakan untuk literasi sains siswa.
meningkatkan literasi sains siswa dan METODE PENELITIAN
lebih baik dibandingkan hanya Penelitian ini terdiri dari kajian
pembelajaran inkuiri. Submateri pokok teoretik berupa studi literatur dan
sel volta diambil karena tuntutan dari pengembangan desain pembelajaran
standar kompetensi dan kompetensi yang dilanjutkan pada studi eksperimen
dasarnya yang berkaitan dengan upaya berupa implementasi desain
peningkatan literasi sains siswa. Selain pembelajaran yang telah disusun.
itu menurut Hayat dan Yusuf (2010) Metode penelitian yang digunakan
submateri pokok ini dipilih karena dalam penelitian ini adalah kuasi
dipandang memenuhi tiga prinsip dasar eksperimen dengan desain penelitiannya
pemilihan konten PISA yaitu: (1) counterbalanced design (Ali, 2010).
konsep relevan dengan kondisi Desain ini dapat juga disebut desain
keseharian siswa. Sel volta banyak rotasi, crossover, atau switchover.
terdapat di sekeliling siswa, seperti Desain ini digunakan untuk bisa
baterai, aki, dan sebagainya; (2) konsep membuktikan bahwa pengaruh
diperkirakan masih tetap relevan peningkatan kemampuan literasi sains
setidaknya untuk satu dasarwarsa ke siswa berasal dari pembelajaran literasi

JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 Aditya Rakhmawan, dkk
e-ISSN 2477-2038
147
sains, karena dalam penelitian sosial sampling. Dua kelas tersebut akan
terdapat banyak faktor yang dapat mengalami dua kali pembelajaran yaitu
membawa pada kesimpulan yang kurang pembelajaran eksperimen dan
tepat, apakah peningkatan literasi sains pembelajaran kontrol. Pembelajaran
yang terjadi diakibatkan karena proses eksperimennya berupa pembelajaran
pembelajaran atau karena faktor lain, literasi sains dalam bentuk kegiatan
seperti subjek penelitian atau kualitas laboratorium berbasis inkuiri.
pengelolaan kelas. Pembelajaran kontrolnya berupa
Subjek penelitian yaitu kelas XI pembelajaran inkuiri dalam bentuk
dari salah satu SMA di Kota Bandung kegiatan laboratorium. Secara bagan
yang belum menerapkan materi desain penelitian konterbalans yang
pembelajaran sel volta. Kelas yang mengacu pada pendapat Ali (2011: 300)
diambil sebanyak dua kelas dengan dengan tambahan pretes dapat
menggunakan metode purposive digambarkan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Desain Penelitian Konterbalans


Kelompok Pretes Topik 1 Postes 1 Topik 2 Postes 2
Kelas A T XE T XC T
Kelas B T XC T XE T

Keterangan :
T = Tes berupa pretes, postes 1 dan postes 2
XE = Pembelajaran eksperimen berupa pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri
berdasarkan desain pembelajaran yang dirancang
XC = Pembelajaran kontrol berupa pembelajaran dengan pendekatan inkuiri

Instrumen yang digunakan dalam Mengidentifikasi isu ilmiah, 2)


penelitian ini terdiri atas tes pilihan Menjelaskan fenomena ilmiah, dan 3)
ganda, lembar observasi, angket dan Menggunakan bukti ilmiah. Aspek
pedoman wawancara. Aspek literasi konteks meliputi: 1) Baterai, 2) Sel aki,
sains yang diukur meliputi aspek konten, 3) Sel surya, 4) fuel cell, 5) baterai
konteks, proses dan sikap sains siswa. lemon, dan 6) tubuh mahluk hidup.
Aspek konten meliputi: 1) Elektrokimia, Sedangkan aspek sikap sains
2) Reaksi redoks, 3) Beda potensial sel, indikatornya meliputi: 1) Menunjukkan
4) Potensial elektroda standar 5) Reaksi rasa tanggung jawab secara personal
redoks spontan, dan 6) Larutan untuk memelihara lingkungan, dan 2)
elektrolit. Aspek proses meliputi: 1) Menunjukkan kepedulian pada dampak
JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 Aditya Rakhmawan, dkk
e-ISSN 2477-2038
148
lingkungan akibat perilaku manusia. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan data angket berdasarkan Desain penelitian yang diterapkan
skala Likert menggunakan empat yaitu desain konterbalans dengan
kategori pilihan jawaban dilakukan menggunakan dua kelas yang
melalui perhitungan persentase atas mengalami dua pembelajaran secara
setiap pernyataan yang diberikan. berurutan, yaitu pembelajaran
Teknik analisis data yang eksperimen berupa pembelajaran literasi
dilakukan meliputi uji homogenitas data sains berbasis inkuiri dan pembelajaran
pretes, uji normalitas data, dan uji kontrol berupa pembelajaran inkuiri.
signifikansi perbedaan rerata dengan Desain pembelajaran eksperimen yang
menggunakan Independent Sample t- dirancang merupakan hasil penyesuaian
Test. Data yang digunakan dalam uji dari dua tahapan pembelajaran, yaitu
signifikansi perbedaan ini adalah data tahapan pembelajaran literasi sains dan
N-Gain dari kedua jenis pembelajaran tahapan pembelajaran inkuiri sehingga
yang digunakan. diperoleh desain pembelajaran yang
baru. Rancangan desain pembelajaran
hasil penyesuaian tersebut dapat dilihat
pada Gambar 1.

Tahap Pembelajaran Tahap Pembelajaran Tahap Pembelajaran


Literasi Sains Inkuiri
Kontak Pendahuluan

Kuriositi Pertanyaan kuriositi

Pertanyaan inkuiri Mengangkat permasalahan

Hipotesis siswa Mengajukan hipotesis

Elaborasi Kegiatan laboratorium Pengujian hipotesis

Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan Merumuskan penjelasan

Nexus Dekontekstualisasi dan Analisis proses inkuiri


rekontekstualisasi

Gambar 1 Kesesuaian Antara Tahapan Pembelajaran Literasi


Sains dengan Tahapan Pembelajaran Inkuiri

JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 Aditya Rakhmawan, dkk
e-ISSN 2477-2038
149
Desain pembelajaran eksperimen lebih antusias dalam pembelajaran
seperti yang dapat dilihat pada Gambar eksperimen dibandingkan pembelajaran
1 tersebut mengkombinasikan antara kontrol. Pada tahap kontak dan kuriositi,
pembelajaran literasi sains dan peneliti menilai siswa kelas A
pembelajaran inkuiri, sehingga memberikan respon yang lebih baik
memberikan karakteristik terhadap dibandingkan siswa kelas B. Hal ini
desain pembelajaran yang dirancang: (1) terjadi karena konteks yang diangkat
Eksplanasi konten pada kedua pada topik kelas A lebih banyak siswa
pembelajarannya dirancang berdasarkan yang mengalaminya dibandingkan topik
pada struktur materi pembelajaran; (2) di kelas B. Tahap elaborasi, siswa kelas
Pembelajaran eksperimennya dirancang A yang melakukan praktikum secara
menggunakan peta konsekuensi langsung, lebih aktif dalam bertanya dan
pembelajaran dalam meningkatkan berdiskusi dibandingkan siswa kelas B
kemampuan literasi sains siswa yang hanya melakukan demonstrasi.
(Holbrook, 1998); (3) Berorientasi pada Melalui tahap pengambilan keputusan,
konteks nyata yang seringkali terjadi terlihat perubahan cara berpikir siswa
dalam kehidupan sehari-hari; (4) yang lebih mampu mengambil
Berorientasi dalam membangun sikap keputusan logis berdasarkan
dan kesadaran siswa terhadap pemahaman yang diberikan jika
lingkungan; (5) Berorientasi dalam dibandingkan dengan hipotesis yang
membangun sikap inkuiri siswa; (6) diangkat siswa saat tahap kuriositi.
Bertujuan untuk membuktikan bahwa Tahap nexus, siswa kelas B lebih banyak
pembelajaran literasi sains berbasis bertanya dan berkomentar tentang
inkuiri lebih baik dibandingkan berbagai hal berkaitan dengan fuel cell
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dalam kehidupan sehari-hari. Banyak
dalam meningkatkan kemampuan hal yang ditanyakan siswa karena topik
literasi sains siswa. Proses pelaksanaan ini berkaitan dengan teknologi yang
desain pembelajaran yang dirancang menurut mereka sangat menarik.
secara garis besar telah terlaksana Selanjutnya tahap evaluasi menjadi
dengan baik di kedua kelas. Secara tahap akhir dari setiap topik
umum, peneliti menilai berdasarkan pembelajaran di kelas A dan kelas B.
pengamatan dan hasil angket, siswa

JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 Aditya Rakhmawan, dkk
e-ISSN 2477-2038
150
Berdasarkan hasil angket, secara pembelajaran literasi sains berbasis
umum siswa lebih memilih inkuiri lebih baik dibandingkan
pembelajaran dengan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
laboratorium berbasis inkuiri dalam meningkatkan kemampuan
dibandingkan dengan pembelajaran literasi sains siswa.
klasik di kelas. Beberapa siswa Dari beberapa tahapan pembelajaran
berpendapat bahwa dengan adanya tahap yang dilakukan dalam kegiatan
kontak dalam pembelajaran dapat laboratorium berbasis inkuiri di kedua
membangkitkan motivasi mereka untuk kelas ini, secara umum siswa terlihat
belajar. Siswa juga merasa bisa lebih lebih aktif pada tahap kuriositi dan tahap
memahami materi dengan kegiatan elaborasi. Hal ini bisa terlihat dari
laboratorium dibandingkan dengan keaktifan siswa dalam mengajukan
memahami materi yang diberikan di berbagai komentar berdasarkan
kelas. Beberapa siswa beranggapan permasalahan yang diangkat. Pada tahap
bahwa diskusi itu perlu dilakukan, elaborasi siswa sangat aktif dalam
karena melalui kegiatan diskusi mereka bertanya dan mengkonfirmasi
bisa memahami materi dengan lebih pemahaman selama kegiatan
baik. Sebagian besar siswa setuju bahwa laboratorium berlangsung. Hal ini sangat
pembelajaran yang dilakukan wajar terjadi karena siswa merasa butuh
bermanfaat karena berkaitan erat dengan untuk memenuhi rasa keingintahuan
kehidupan di sekitar mereka, khususnya mereka.
yang terasa dalam keseharian mereka DAFTAR PUSTAKA
seperti isu-isu lingkungan dan energi. Ali, M. 2011. Memahami Riset dan
Perilaku Sosial. CV Pustaka
KESIMPULAN
Cendekia Utama. Bandung.
Desain pembelajaran yang dirancang
memiliki karakteristik sesuai untuk Brickman, P. et al. 2009. Effects of
Inquiry-based Learning on Students’
pengembangan kemampuan literasi Science Literacy Skills and
sains siswa, yakni berorientasi pada Confidence. International Journal
for the Scholarship of Teaching and
konteks nyata yang seringkali terjadi Learning. 3(2): 1-22.
dalam kehidupan sehari-hari,
Dahar, R. W. 1989. Teori-Teori Belajar.
berorientasi dalam membangun sikap Penerbit Erlangga. Jakarta.
dan kesadaran siswa terhadap
Hayat, B., dan S. Yusuf. 2010.
lingkungan, berorientasi dalam Benchmark Internasional Mutu
membangun sikap inkuiri siswa, Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
bertujuan untuk membuktikan bahwa
JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 Aditya Rakhmawan, dkk
e-ISSN 2477-2038
151
Iswari, Y. D. 2011. Kegiatan OECD. 2007. Executive Summary PISA
Laboratorium Berbasis Pemecahan 2006: Science Competencies for
Masalah Pada Materi Pokok Tomorrow’s World: OECD
Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Publishing. Paris-France.
Untuk Meningkatkan Literasi Sains
Siswa. Tesis. IPA SPS UPI, OECD. 2010. PISA 2009 Result: What
Bandung. Students Know and Can Do –
Student Performance in Reading,
Republik Indonesia. 2006. Peraturan Mathematics and Science. OECD
Menteri Pendidikan Nasional Publishing. Paris-France.
Republik Indonesia No. 22 Tahun
2006 Tentang Standar Isi untuk Wenning, C.J. 2011. Experimental
Satuan Pendidikan Dasar dan Inquiry in Introductory Physics
Menengah. Dirjen Pendidikan Courses. Journal Physics Teacher
Dasar. Sekretariat Negara. Jakarta Education Online. 6(2):2-8.

Republik Indonesia. 2006. Peraturan


Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia No. 22 Tahun
2006 Tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Sekretariat Negara.
Jakarta

Republik Indonesia. 2006. Peraturan


Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia No. 23 Tahun
2006 Tentang Standar Kompetensi
Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Sekretariat
Negara. Jakarta.

Holbrook, J. 2005. Making Chemistry


Teaching Relevant. Chemical
Education International. 6(1):1-12.

OECD. 2001. Knowledge and Skills for


Life: First Results from the OECD
Programme for International
Student Assessment (PISA) 2000.
OECD Publishing. Paris-France.

OECD. 2001. Knowledge and Skills for


Life First Result from PISA 2000.
OECD Publishing. Paris-France.

OECD. 2004. Learning for Tomorrow’s


World First Result from PISA 2003.
OECD Publishing. Paris-France.

JPPI, Vol. 1, No. 1, November 2015, Hal. 143-152 Aditya Rakhmawan, dkk
e-ISSN 2477-2038
152

Anda mungkin juga menyukai