Anda di halaman 1dari 46

UPAYA PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR TUBERKULOSIS OLEH

PETUGAS PUSKESMAS
KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan
Pada Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan

Oleh
Mega Haerani
NIM 1708233

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
2020
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :


Nama : Mega Haerani
NIM : 1708233
Program Studi : Diploma III Keperawatan
Institusi : Universitas Pendidikan Indonesia
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya tulis ilmiah yang saya tulis ini adalah benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain
yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Sumedang, ..........Maret 2020


Mega Haerani

Materai 6000

Mengetahui:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping,


Ns. Delli Yuliana Rahmat, M.Kep
Nunung Siti Sukaesih, S.Kep., M.MedEd
____________________________ ____________________________
NIP. 197801312006042014 NIPT.920200119840715201
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya tulis ilmiah oleh Mega Haerani NIM 1708233 dengan judul Upaya
Penanggulangan Penyakit Menular Tuberculosis Oleh Petugas Puskesmas, telah diperiksa dan
disetujui oleh dosen pembimbing Prodi Keperawatan Universitas Pendidikan Indonesia Kampus
Daerah Sumedang untuk diujikan

Sumedang, ..........Maret 2020

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Nunung Siti Sukaesih S. Kep. MMedEd Ns.Delli Yuiana Rahmat M.Kep


___________________________ ____________________________
NIP. 197801312006042014 NIPT.920200119840715201
LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis ilmiah oleh Mega Haerani NIM 1708233 dengan judul Upaya Penanggulangan
Penyakit Menular Tuberculosis Oleh Petugas Puskesmas telah dipertahankan didepan dewan
penguji Prodi Keperawatan Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Daerah Sumedang pada
tanggal ……

Dewan Penguji

Penguji Ketua Penguji Anggota I Penguji Anggota II

Drs. Akhmad Faozi, M.Si Nunung Siti Sukaesih, S.Kep., M.MedEd.


Ns. Delli Yuliana Rahmat, M.Kep.

__________________ __________________ ________________


NIP. 196208031984021001 NIP. 197801312006042014 NIPT.920200119840715201

Mengetahui,
Kaprodi D3 Keperawatan

Dewi Dolifah, M.Kep,. Ners


NIP. 197501202000022001
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirahim

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya sehingga
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Upaya Penanggulangan Penyakit Menular Tuberculosis
Oleh Petugas Puskesmas ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap
terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, pemimpin seluruh umat manusia dan semoga
terlimpah curahkan kepada para keluarganya, sahabatnya, dan semoga sampai kepada umatnya.
Penyusun karya tulis ilmiah ini tak lepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Direktur Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang, Prof. Dr. Herman
Subarjah, M.Si.
2. Ketua Program Studi Diploma III Keperawatan UPI Kampus Sumedang, Dewi Dolifah,
M.Kep.Ners.
3. Pembimbing I dan pembimbing II,Ibu Nunung Siti Sukaesih S. Kep. MMedEd dan Ibu
Ns.Delli Yuiana Rahmat M.Kep yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya
untuk selalu memberikan bimbingan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.
4. Segenap dosen, pegawai dan seluruh civitas akademika dilingkungan D-III Keperawatan
UPI Kampus Sumedang yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman
selama dibangku perkuliahan.
5. Ibunda (yani yuliani) dan keluarga (Ateu Eneng, Ateu Ipit, Mamah Yuyun, Papah dan
Abang, serta Keponakan), yang senantiasa mendoakan setiap langkah yang penulis
kerjakan serta memberi kasih sayang dan nasihat agar tetap semangat dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Sahabat (Ira Siti Mudrikah, Elis Sopiah, Retna Maryuhayavia, Rulla Awaliah, dan
Yasmin budianti) dan teman-teman NOCC yang sudah tahun ini kita bersama, dan juga
mahasiswa angkatan 17 D-III Keperawatan UPI Kampus Sumedang, terimakasih telah
memberikan motivasi serta tempat bertukar pikiran dan seluruh dukungannya dari awal
hingga akhir penulisan Karya Tulis ini.
7. Seluruh pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu penulis sehingga dapat diselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini dengan lancar.
Kepada mereka semua, penulis tidak dapat memberi apa-apa yang berarti, hanya doa semoga
amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya balasan. Penulis menyadari
bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis
membutuhkan saran dan kritik untuk perbaikan dalam penelitian selanjutnya.

Sumedang, Maret 2020

Penulis
UPAYA PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR TUBERKULOSIS OLEH
PETUGAS PUSKESMAS

Mega Haerani ¹ʼNunung Siti Sukaesih ²ʼDelli Yuliana Rahmat


¹Mahasiswa program studi D3 Keperawatan Universitas
Pendidikan Indonesia
²·³Dosen Keperawatan Universitas Pendidikan Indonesia
Kampus Sumedang

ABSTRAK
Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Hingga saat ini, tuberkulosis masih menjadi penyakit infeksi
menular yang paling berbahaya di dunia.
Tujuan. Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi upaya petugas untuk menanggulangi
penyakit menular tuberkulosis, dan pemelitian ini bukanlah intervensi, penelitian ini hanya
mengidentifikasi petugas dalam menanggulangi upaya penularan penyakit menular oleh petugas
Puskesmas
Metode. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode
pendekatan studi kasus. Adapun tehnik yang digunakan dalam proses pengumpulan data
menggunakan metode wawancara yang dilakukan secara langsung, pesan whatsapp dan telepon
seluler dikarenakan pandemic covid-19. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 2 orang
dengan kriteria subjek : petugas penanggulangan penyakit menular tuberculosis.
Hasil Penelitian. Hasil penelitian bahwa bahwa partisipan satu dan partisipan dua menjawab
untuk alur pemeriksaan penderita tuberkulosis kedua puskesmas sudah sangat memadai.
Kesimpulan. Hasil penelitian dan pembahasan maka ditarik kesimpulan bahwa tenaga kesehatan
di Puskesmas Cimalaka perlu melakukan rekruitment untuk penambahan petugas
penanggulangan penyakit menular tuberkulosis. Untuk tenaga kesehatan di Puskesmas
Sukamantri memiliki 2 Petugas Penanggulangan Penyakit Menular Tuberkulosis keduanya
berjenis kelamin laki-laki. Tenaga kesehatan di Puskesmas Cimalaka maupun Puskesmas
Sukamantri semuanya sudah (100%) memiliki pengetahuan, sikap, dan tindakan yang baik
terhadap pengobatan Tuberkulosis.
Kata kunci: tuberculosis, petugas, penanggulangan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Notoadmodjo (2003) penyakit menular adalah penyakit yang dapat
ditularkan (berpindah dari orang satu ke orang lain, baik secara langsung maupun perantara).
Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh tranmisi infectius agent/ produk
toksinnya dari seseorang ke orang lain. Suatu penyakit dapat menular dari orang yang satu
kepada yang lain ditentukan oleh tiga faktor, yakni faktor Agent, host dan route of
transmission . Berikut penjelasan tentang agent atau penyebab penyakit Agen merupakan
pemegang peranan penting didalam epidemiologi yang merupakan penyebab penyakit. Agen
dapat dikelompokkan menjadi Golongan virus, misalnya influenza, trachoma, cacar dan
sebagainya, Golongan riketsia, misalnya typhus, Golongan bakteri, misalnya disentri,
Golongan protozoa, misalnya malaria, filaria, schistosoma dan sebagainya. Faktor Host
(Manusia) Sejauh mana kemampuan host didalam menghadapi invasi mikroorganisme yang
infektius itu, berbicara tentang daya tahan. Misalnya Imunitas seseorang. Faktor Route of
transmission (jalannya penularan). Penularan penyakit dapat dilihat dari potensi infeksi yang
ditularkan. Infeksi yang ditularkan tersebut berpotensi wabah atau tidak. Beberapa penyakit
menular tertinggi di indonesia yaitu; HIV/ AIDS dan IMS, Pneumonia, Diare, Kusta dan
Tuberkulosis (Dinkes Jabar, 2017)
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Hingga saat ini, tuberkulosis masih menjadi penyakit infeksi menular yang
paling berbahaya di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa sebanyak
1,5 juta orang meninggal karena Tuberkulosis (1.1 juta HIV negatif dan 0.4 juta HIV positif)
dengan rincian 89.000 laki-laki,480.000 wanita dan 140.000 anak-anak. Pada tahun 2014,
kasus Tuberkulosis diperkirakan terjadi pada 9,6 juta orang dan 12% diantaranya adalah
HIV-positif (WHO, 2015). Indonesia merupakan negara yang mempunyai beban
Tuberkulosis terbesar ke-2 di dunia setelah India, dan termasuk dalam High Burden
Countries dengan total biaya yang diperlukan untuk penanganan Tuberkulosis sebanyak US$
117 juta. Hasil survei prevalensi Tuberkulosis Nasional (STPN) 2013-2014 menunjukkan
bahwa beban Tuberkulosis Indonesia yang diperkirakan oleh WHO yaitu sebesar
272/100.000, ternyata jauh lebih besar yaitu didapati angka prevalensi Tuberkulosis sebesar
647/100.000 atau berarti bahwa 0,65% populasi Indonesia menderita Tuberkulosis, hal ini
setara dengan 1.600.000 kasus Tuberkulosis, dan setiap tahun terjadi 1.000.000 kasus baru
(399/100.000). Penemuan kasus Tuberkulosis sebesar 330.729 pada tahun 2015, akan tetapi
diperkirakan terdapat 669.271 kasus Tuberkulosis per tahun yang belum ditemukan, angka
penemuan kasus Tuberkulosis (case detection rate) ini hanya sebesar 33,07%, ini
menyebabkan adanya kesenjangan yang besar dan harus segera tangani (Kemenkes RI,
2014). Di Indonesia sendiri biaya pengobatan pasien Tuberkulosis mencapai Rp. 1.843.537
dengan sebagian besar dihabiskan pada biaya obat (Unitaid, 2015; WHO, 2015; Sari dkk.,
2018). Kasus tuberkulosis di jawa barat mencapai 9-12% dari jumlah kasus baru (Dinkes
Jabar, 2017).
Tuberculosis (TB) paru selanjutnya disebut TBC merupakan penyakit infeksi saluran
pernapasan bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mycobaceterium tuberculosis, yang di
tularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu lain dan
membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus. Daya penularan seorang pasien
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan oleh paru-paru. Setiap pasien dengan
penyakit TB paru dapat menginfeksi rata-rata 15 – 20 orang lainnya. Penularan penyakit TB
paru terjadi berhubungan dengan perilaku pencegahan penderita TB paru yang kurang,
seperti minum obat teratur, kontrol dokter, buang sputum/ lendir, tutup mulut saat batuk, dan
lain-lain (Kemenkes RI, 2010).
Oleh karenanya dukungan dan komitmen berbagai sektor serta pemangku kebijakan
yang terlibat sangat diharapkan. Kementerian Kesehatan RI telah mengambil langkah besar
dengan menyusun Rencana Aksi Nasional Penanggulangan TB tahun 2016 – 2019, sebagai
dasar dan langkah konkrit dan berdaya guna dalam penanggulangan TB secara komprehensif
di seluruh Indonesia (Kemenkes RI, 2017).
Pemerintah terus berupaya melakukan penyelesaian masalah TB di Indonesia melalui
intensifikasi, akselerasi, ekstensifikasi maupun inovasi program Program Penanggulangan
TB Nasional (P2-TB). Penanggulangan TB harus dilakukan dengan perencanaan yang baik
dan dilakukan secara lintas sectoral (Kemenkes RI, 2011a). Orang sehat yang serumah
dengan penderita Tuberkulosis paru merupakan kelompok sangat rentan terhadap penularan
penyakit tersebut. Lingkungan rumah, Lama kontak serumah dan perilaku pencegahan baik
oleh penderita maupun orang yang rentan sangat mempengaruhi proses penularan penyakit
Tuberkulosis paru. Karakteristik wilayah pedesaan, menjadi determinan tersendiri pada
kejadian penyakit Tuberkulosis (Fortun, 2005; Mitnick, 2008, Randy, 2011).
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular merupakan program pelayanan
kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit menular/infeksi
(misalnya Tuberkulosis, Demam Berdarah Dengue, Kusta dll). Tujuan dari program
Penanggulangan penyakit Menular ini yaitu untuk menurunkan angka kesakitan, kematian,
dan kecacatan akibat penyakit menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi
adalah Malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta tuberkulosis paru,
HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Uraian
tugas umum untuk koordinator unit pencegahan dan pemberantasan penyakit menular yaitu
menyusun perencanaan dan evaluasi kegiatan di unit Penanggulangan Penyakit Menular,
mengkoordinir dan berperan aktif terhadap kegiatan di unitnya, dan kut serta aktif mencegah
dan mengawasi terjadinya peningkatan kasus penyakit menular serta menindaklanjuti
terjadinya Kejadian Luar Biasa. Banyak sekali upaya yang dilakukan oleh puskesmas untuk
memberantas penyakit menular, setelah puskemas bekerja, kinerja p2m puskesmas langsung
dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan daerah tingkat II (Starnas, TB 2010).
Berdasarkan hasil penelitian (Deswinda, 2019) yang serupa pelaksanaan
penanggulangan TB paru di puskesmas dalam penemuan penderita TB paru di Kabupaten
Sijunjung belum terlaksana dengan baik, dari segi input, proses dan output. Kebijakan
berpedoman kepada pusat yaitu kementerian kesehatan, sumber daya manusia belum
mencukupi, metode yang digunakan pasif case finding dan active case finding, dana yang
digunakan dari Biaya Oprasional Kesehatan sudah cukup memadai, namun dari APBD masih
kurang, sarana dan prasarana dalam penemuan TB masih belum mencukupi secara
keseluruhan, perencanaan di puskesmas sudah sesuai dengan pedoman sedangkan di dinas
kesehatan perencanaan dibuat berdasarkan pagu anggaran yang diberikan. Penggerakan
belum dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan penemuan penderita TB sudah cukup baik
namun belum dilaksanakan secara keseluruhan, monitoring dan evaluasi belum berjalan baik.
Pencapaian target penemuan penderita TB di Kabupaten Sijunjung belum mencapai target
yang ditetapkan.
Setelah melakukan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Cimalaka
terdapat 3 desa di Cimalaka yang memiliki angka tuberkulosis tertinggi yaitu; desa
Trunamanggala, desa Nyalindung dan desa Mandala Herang. Upaya yang dilakukan oleh
petugas penanggulangan penyakit menular tuberkulosis meliputi; kunjungan rumah,
penyuluhan kader-kader desa, penyuluhan posyandu,dan ketuk pintu rumah masyarakat
untuk skrining dini pencegahan penyakit tuberkulosis. Dengan angka tuberkulosis yang
tinggi maka harus dilakukan aksi penangulangan penyakit menular tuberkulosis secara lebih
efektif lagi. Sehingga dalam pelaksanaanya harus dilakukan evaluasi. Berdasarkan hal diatas
tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang upaya sekaligus program
penanggulangan tuberkulosis sehingga dapat ditentukan indikator program kerjanya.
1.2 Rumusan Masalah
Penyakit tuberkulosis juga menjadi salahsatu penyakit menular yang berbahaya,
dengan penularan penyakit TB paru terjadi berhubungan dengan perilaku pencegahan
penderita TB paru yang kurang, seperti minum obat teratur, kontrol dokter, buang sputum/
lendir, tutup mulut saat batuk, dan lain-lain. penelitian yang telah dijelaskan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana upaya penanggulangan penyakit menular
tuberkulosis oleh petugas puskesmas?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi upaya petugas untuk menanggulangi
penyakit menular tuberkulosis, dan pemelitian ini bukanlah intervensi, penelitian ini
hanya mengidentifikasi petugas dalam menanggulangi upaya penularan penyakit menular
oleh petugas Puskesmas.
1.4 Manfaat Studi
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar penelitian tentang berhasilnya upaya
petugas Puskesmas dalam Penanggulangan Penyakit Menular Tuberkulosis.

1.4.1 Manfaat Praktis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi institusi pelayanan
kesehatan khususnya yang menyediakan pelayanan penyuluhan Tubetkulosis.

1.4.2 Manfaat Pengembangan


Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi masyarakat agar
dapat melaksanakan upaya apasaja yang telah diberikan oleh petugas puskesmas untuk
penanggulangan penyakit menular Tuberkulosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Relevan


2.1.1 Tuberkulosis
2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan kuman
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru dan
bermanifestasi sebagai TB paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (TB
ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, dan tulang. Penyakit ini dapat menular
apabila pasien TB paru mengeluarkan bakteri ke udara, salah satunya melalui batuk.
Tuberkulosis paru merupakan tipe tersering dan paling utama penyakit TB ditinjau dari
sudut pandang kesehatan masyarakat.
2.1.1.2 Epidemiologi
Epidemiologi tuberkulosis mempelajari interaksi antara manusia, kuman
Mycobacterium tuberculosis dan lingkungan. Selain mencakup distribusi penyakit,
perkembangan dan penyebaran serta mencakup persentasi dan insiden penyakit
tersebut yang timbul dari populasi yang tertular.
Ekskresi kuman tuberkulosis dalam jumlah besar paling sering berasal dari
manusia, terutama dari saluran pernapasan. Kontak erat dengan sumber penularan
dapat meningkatkan risiko penularan.
Pada orang dengan hasil tes tuberkulin positif, kemungkinan memperoleh
kuman tuberkulosis tergantung pada kontak dengan sumber penularan. Risiko ini
sebanding dengan tingkat penularan pada masyarakat dengan keadaan ekonomi yang
rendah dan kualitas layanan kesehatan yang kurang memadai. Risiko kedua yaitu
pengaruh umur terhadap perkembangan klinis penyakit. Risiko usia tertinggi ada pada
bayi baru lahir dan usia 16-21 tahun. Jenis kelamin wanita lebih berisiko daripada pria.
Selain itu kekurangan gizi dan status imunologi yang buruk dapat memperparah
perjalanan penyakit ini.

2.1.2 Puskesmas
2.1.2.1 Definisi Puskesmas
Puskesmas menurut Kepmenkes RI No. 75 Tahun 2014 adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif,
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya.
Puskesmas sebagai suatu unit pelaksana fungsional memiliki pusat pengembangan
kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat
tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

2.1.2.2 Penanggulangan TBC Paru di Puskesmas


Dalam upaya penanggulangan tuberkulosis Kelompok Puskesmas Pelaksana
(KPP) terdiri dari:
1) Puskesmas Satelit (PS)
Puskesmas satelit merupakan puskesmas yang tidak memiliki laboratorium
sendiri. Fungsi puskesmas ini adalah untuk melakukan pengambilan dahak,
pembuatan sediaan sampai fiksasi sediaan dahak. Setelahnya, sediaan dahak
tersebut dikirim ke Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM)
2) Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM)
Puskesmas tipe ini telah memiliki laboratorium sendiri. Puskesmas ini biasanya
dikelilingi oleh 5 puskesmas satelit. Fungsi puskesmas ini adalah sebagai
puskesmas rujukan dalam pemeriksaan sediaan dahak dan pelaksana pemeriksaan
dahak untuk TB.
3) Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM)
Puskesmas pelaksana mandiri dibentuk berdasarkan kondisi geografis yang sulit,
dimana fungsi puskesmas ini sama seperti puskesmas rujukan hanya saja
puskesmas ini tidak bekerja sama dengan puskesmas satelit.
2.1.3 Program Penanggulangan TBC Paru
2.1.3.1 Rencana Global Pengendalian TBC
STOP TB Partnership (The Partnership) adalah gerakan global yang dimulai pada tahun 2000
dengan tujuan untuk mempercepat aksi sosial dan politik dalam upaya menghentikan penyebaran
TB Paru di seluruh dunia. Visinya adalah dunia bebas TBC. Visi ini akan dicapai dalam empat
misi, yaitu
1. Menjamin bahwa setiap penderita TBC mempunyai akses yang efektif terhadap diagnosis,
pengobatan, dan penyembuhan.
2. Menghentikan penularan TBC.
3. Mengurangi ketidak-adilan beban sosial dan ekonomi TBC.
4. Mengembangkan dan melaksanakan strategi preventif, diagnosis dan pengobatan yang
baru untuk menghentikan TBC
5. Target yang ditetapkan The Partnership sebagai tonggak pencapaian utama adalah :
6. Pada tahun 2005, setidaknya 70% yang terinfeksi TBC dapat didiagnosis dengan DOTS
dan 85% diantaranya dinyatakan sembuh. Persentase ini selanjutnya dipertahankan atau
ditingkatkan sampai dengan tahun 2015.
7. Beban global penyakit TBC (prevalensi dan kematian) pada tahun 2015 akan berkurang
50% dari tahun 1990.
8. TBC bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat global pada tahun 2050.
Selain itu, The Partnership juga mempunyai komitmen untuk mencapai target MDG yang
relevan untuk TBC yaitu: “to have halted and begun to reserve the incident of TB” pada tahun
2015. Dalam waktu 10 tahun, akan diterapkan strategi ganda, yaitu akselerasi pengembangan dan
penggunaan peralatan yang lebih baik, dan pelaksanaan strategi baru WHO untuk mengendalikan
TBC, menggunakan DOTS dan ISTC.
2.1.3.2 Program Nasional
Berdasarkan Kemenkes RI (2014), strategi nasional dalam
penanggulangan TB Paru di Indonesia antara lain:
a. Visi
“Menuju masyarakat bebas masalah TB, sehat, mandiri dan berkeadilan”
b. Misi
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat dan
madani dalam pengendalian TB.
2. Menjamin ketersediaan pelayanan TB yang paripurna, merata, bermutu, dan
berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya pengendalian TB.
4. Menciptakan tata kelola program TB yang baik.
c. Tujuan
Tujuan dalam pengendalian TB Paru adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
d. Target
Pada RPJMN 2015-2019 diharapkan penurunan jumlah kasus TB per 100.000 penduduk
dari 297 menjadi 245. Persentase kasus baru TB Paru BTA (+) yang ditemukan dari 73%
menjadi 90% dan Persentase kasus baru TB Paruu BTA (+) yang disembuhkan dari 85%
menjadi 88%. Target utama pengendalian TB pada tahun 2015-2019 adalah penurunan
insidensi TB yang lebih cepat dari hanya 1-2% per tahun menjadi 3-4% per tahun dan
penurunan angka > 4-5% pertahun. Diharapkan pada 2020 Indonesia bisa mencapai target
penurunan insidens sebesar 20% dan angka mortalitas sebesar 25% dari angka insidens
tahun 2015.
2.1.3.3 DOTS TB
Strategi DOTS adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek dengan keharusan setiap
pengelola program tuberkulosis untuk memfokuskan perhatian (direct attention) dalam usaha
menemukan penderita dengan pemeriksaan mikroskop. Kemudian setiap penderita harus
diobservasi (observed) dalam menelan obatnya, setiap obat yang ditelan pasien harus di depan
seorang pengawas. Pasien juga harus menerima pengobatan (treatment) yang tertata dalam sistem
pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang cukup. Kemudian setiap pasien harus
mendapat obat yang baik, artinya pengobatan jangka pendek (short course) standar yang telah
terbukti ampus secara klinis. Akhirnya, mutlak dibutuhkan dukungan dari pemerintah untuk
menjadikan program penanggulangan tuberkulosis prioritas tinggi dalam pelayanan kesehatan.
Fokus utama DOTS adalah penemuan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular.
Strategi ini mampu memutus rantai penularan TB dan diharapkan dapat menurunkan insidens TB
di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya
pencegahan penularan penyakit TB. Tujuan dari pelaksanaan DOTS adalah untuk menjamin
kesembuhan bagi penderita penyakit TBC Paru, mencegah penularan, mencegah resistensi obat,
mencegah putus berobat dan segera mengatasi efek samping obat jika timbul, yang pada akhirnya
dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis di dunia.
Strategi DOTS memiliki 5 komponen:
1. Komitmen politis dari pemerintah untuk menjalankan program TB Nasional.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
3. Pengobatan TB dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang diawasi langsung
oleh Pengawas Minum Obat (PMO).
4. Kesinambungan persediaan OAT.
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program penanggulangan TB Paru.
2.1.3.4 CNR (Case Notification Rate) dan Faktor yang Mempengaruhinya
CNR (Case Notification Rate) adalah salah satu indikator keberhasilan program pengendalian TB
yang diukur berdasarkan jumlah kasus baru TB yang ditemukan dalam setiap 100.000 jiwa
penduduk.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi CNR, antara lain:
1. Kinerja petugas (pengetahuan, pendidikan, pelatihan, sikap, dan tugas rangkap)
2. Penjaringan aktif kasus baru
3. Fasilitas layanan kesehatan yang terlibat layanan DOTS.
4. Kinerja sistem pencatatan dan pelaporan.
5. Proporsi rumah di daerah kumuh.
6. Screening suspek TB.
7. KIE (Konsultasi, Informasi, dan Edukasi) TB.
2.1.4 Manajemen Puskesmas
2.1.4.1 Definisi
Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas, perlu
ditunjang oleh manajemen puskesmas yang baik. Manajemen puskesmas adalah
rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematis untuk menghasilkan luaran puskesmas
yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh
Puskesmas membentuk fungsi-fungsi manajemen. Ada tiga fungsi manajemen Puskesmas
yaitu Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, serta Pengawasan dan
Pertanggungjawaban. Semua fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan secara terkait
dan berkesinambungan. 7 15
2.1.4.2 Perencanaan
2.1.4.2.1 Definisi
Perencanaan adalah proses penyususnan rencana tahunan Puskesmas untuk
mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Rencana tahunan
puskesmas dibedakan menjadi dua macam yaitu rencana tahunan upaya kesehatan
wajib dan rencana tahunan upaya kesehatan pengembangan. 7 8
2.1.4.2.2 Perencanaan Upaya Kesehatan
Langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan Puskesmas adalah
sebagai berikut :
1. Persiapan
Tahap ini mempersiapkan staf Puskesmas yang terlibat dalam prses
penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) agar memperoleh
kesamaan pandangan dan pengetahuan untuk melaksanakan tahap-tahap
perencanaan.
2. Analisa situasi
Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan
dan permasalahan yang dihadapi Puskesmas melalui proses analisis
terhadap data yang telah dikumpulkan. Tim yang telah dibentuk kepala
Puskesmas melakukan pengumpulan data. Ada dua kelompok data yang
perlu dikumpulkan yaitu data umum dan khusus.
3. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan
Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan ini terdiri dari dua langkah yaitu
analisa masalah dan penyusunan Rencana Usulan Kegiatan. Analisa
masalah dilakukan melalui kesepakatan kelompok tim penyusun
Perencanaan Tingkat Puskesmas dan Konsil Kesehatan Kecamatan melalui
beberapa tahapan antara lain identifikasi masalah, menentukan prioritas
masalah, merumuskan masalah, mencari penyebab masalah, dan
menetapkan cara pemecahan masalah. Sedangkan penyusunan Rencana
Usulan Kegiatan yang meliputi upaya kesehatan wajib, upaya kesehatan
pengembangan dan upaya kesehatan penunjang disusun dengan
memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku. Baik itu berupa
kesepakatan global, nasional, maupun daerah sesuai denga masalah yang
ada sebagai hasil dari kajian data dan informasi yang tersedia di
Puskesmas.
4. Menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan
Tahap penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan baik untuk upaya
kesehatan wajib, upaya kesehatan pengembangan, upaya kesehatan
penunjang maupun upaya inovasi dilaksanakan secara bersama, terpadu
dan terintegrasi sesuai dengan asas keterpaduan penyelenggaraan
Puskesmas.
2.1.4.3 Pelaksanaan dan Pengendalian
2.1.4.3.1 Definisi dan Langkah Pelaksanaan
Pelaksanaan dan pengendalian adalah proses penyelenggaraan,
pemantauan, serta penilaian terhadap penyelenggaraan rencana tahunan
Puskesmas. Baik rencana tahunan upaya kesehatan wajib maupun rencana tahunan
upaya kesehatan pengembangan, dalam rangka mengatasi masalah kesehatan di
wilayah kerja Puskesmas. Ada beberapa langkah yang dilakukan yaitu
pengorganisasian, penyelenggaraan, pemantauan, dan penilaian.
2.1.4.3.2 Pengorganisasian
Agar rencana kegiatan puskesmas yang telah disusun dapat dilaksanakan,
perlu dilakukan pengorganisasian. Ada dua macam pengorganisasian yang harus
dilakukan. Pertama, penentuan para penanggungjawab dan pelaksana untuk setiap
kegiatan serta untuk setiap satuan wilayah kerja. Seluruh program kerja dan
wilayah kerja dibagikan kepada seluruh petugas puskesmas dengan
mempertimbangkan kemampuan yang dimilikinya. Penentuan para
penanggungjawab ini dilakukan melalui pertemuan di awal tahun kegiatan.
Pengorganisasian dan keterpaduan lintas program bertujuan agar seluruh petugas
mempunyai rasa memiliki dan meningkatkan motivasi dalam melaksanakan
seluruh kegiatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas. Tindak lanjutnya adalah
pelaksanaan lokakarya mini bulanan puskesmas.
Lokakarya mini bulanan dilaksanakan dalam dua tahap yaitu

1) Lokakarya mini bulanan yang pertama untuk penggalangan tim. Lokakarya ini

diselenggarakan dalam rangka pengorganisasian agar rencana kegiatan

Puskesmas dapat terlaksana

2) Lokakarya mini bulanan rutin diselenggarakan sebagai tindak lanjut lokakarya

mini bulanan yang pertama. Dilaksanakan untuk memantau pelaksanaan POA

Puskesmas yang dilakukan setiap bulan secara teratur.

Keberhasilan pembangunan kesehatan di Puskesmas sangat membutuhkan


dukungan lintas sektor, dimana kegiatan masing-masing sektor perlu
dikoordinasikan sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Untuk itu perlu
dilakukan pemantauan pelaksanaan kerjasama lintas sektoral dengan lokakarya
mini yang diselenggarakan setiap triwulan/tribulanan.
Lokakarya mini tribulanan lintas sektor dilaksanakan dalam dua tahap yaitu :

1) Lokakarya mini tribulan pertama. Dilaksanakan dalam rangka


pengorganisasian untuk terlaksananya rencana kegiatan sektoral berkaitan
dengan kesehatan.

2) Lokakarya mini tribulanan rutin. Dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari

lokakarya penggalangan kerjasama lintas sektoral yang telah dilakukan dan

selanjutnya dilakukan setiap tribulan secara tetap. Penyelenggaraan dilakukan

oleh Camat dan Puskesmas dibantu sektor terkait di kecamatan.


2.1.4.3.3 Penyelenggaraan
Setelah pengorganisasian selesai dilakukan, kegiatan selanjutnya adalah
menyelenggaraka rencana kegiatan Puskesmas. Dengan kata lain, para
penanggungjawab dan para pelaksana yang telah ditetapkan pada
pengorganisasian ditugaskan menyelenggarakan kegiatan Puskesmas sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Kegiatan berikut perlu dilaksanakan agar
rencana dapat terlaksana dengan baik :
1) Mengkaji ulang rencana pelaksanaan yang telah disusun.

2) Menyusun jadwal kegiatan bulanan untuk setiap petugas sesuai dengan

rencana pelaksanaan yang telah disusun.

3) Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Perhatikan hal hal berikut :

a. Azas penyelenggaraan puskesmas

b. Berbagai standar dan pedoman pelayanan Puskesmas

c. Kendali mutu

d. Kendali biaya

2.1.4.3.4 Pemantauan
Penyelenggaraan kegiatan harus diikuti dengan kegiatan pemantauan yang
dilakukan secara berkala. Kegiatan pemantauan mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Melakukan telaah penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai. Dibedakan

menjadi telaah internal dan telaah eksternal.

a. Telaah internal dilakukan terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil

yang dicapai Puskesmas dibandingkan dengan rencana dan standar

pelayanan. Data yang dipakai diambil dari Sistem Informasi Manajemen

Puskesmas (SIMPUS) yang berlaku. Telaah internal dilakukan secara

bulanan dalam lokakarya mini bulanan Puskesmas.


b. Telaah eksternal adalah telaah triwulan terhadap hasil yang dicapai oleh

sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya serta sektor lain

terkait yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Telaah triwulan dilakukan

dalam lokakarya mini triwulan Puskesmas secara lintas sektor.

2) Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan

pencapaian kinerja Puskesmas serta masalah dan hambatan yang ditemukan

dari hasil telaahan bulanan dan triwulanan. 7 9

2.1.4.3.5 Penilaian
Kegiatan penilaian kinerja Puskesmas adalah suatu upaya untuk
melakukan penilaian hasil kerja/prestasi Puskesmas. Pelaksanaan penilaian
dimulai dari Puskesmas yang menilai kinerjanya secara mandiri melalui instrumen
mawas diri kemudian Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan verifikasi
hasilnya. Penilaian kinerja Puskesmas bermanfaat untuk mengetahui masalah dan
hambatan dalam penyelenggaraan puskesmas untuk dicarikan cara pemecahannya
serta Pemerintah memiliki gambaran mengenai tingkat perkembangan prestasi
Puskesmas di wilayah kerjanya. Ruang lingkup penilaiannya meliputi pencapaian
hasil pelaksanaan pelayanan kesehatan, manajemen Puskesmas dan mutu
pelayanan. Kegiatan penilaian dilakukan pada akhir tahun anggaran.
Kegiatan yang dilakukan mencakup hal-hal berikut :
1) Melakukan penilaian penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai lalu

dibandingkan dengan rencana tahunan dan standar pelayanan. Sumber data

primer diambil dari SIMPUS dan sumber data lain yang terkait. Sumber data

sekunder diambil dari hasil pemantauan bulanan dan triwulanan.

2) Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan

pencapaian serta masalah dan hambatan yang ditemukan untuk rencana tahun

berikutnya.
2.1.4.4 Pengawasan dan Pertanggungjawaban
2.1.4.4.1 Definisi
Pengawasan dan pertanggung jawaban adalah proses memperoleh
kepastian atas kesesuaian penyelenggaraan dan pencapaian tujuan Puskesmas
terhadap rencana dan peraturan perundang-undangan serta kewajiban yang
berlaku.
2.1.4.4.2 Pengawasan
Pengawasan dibedakan menjadi pengawasan internal dan eksternal.
Pengawasan internal dilakukan secara melekat oleh atasan secara langsung.
Sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota serta berbagai institusi Pemerintah terkait. Pengawasan meliputi
aspek administratif, keuangan dan teknis pelayanan. Apabila pada pengawasan
ditemukan adanya penyimpangan terhadap rencana, standar, peraturan
perundangundangan maupun berbagai kewajiban yang berlaku, perlu dilakukan
pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.1.4.4.3 Pertanggung jawaban


Pada setiap akhir tahun anggaran, kepala Puskesmas harus membuat
laporan pertanggungjawaban tahunan yang mencakup pelaksanaan kegiatan, serta
perolehan dan penggunaan berbagai sumberdaya termasuk keuangan. Laporan
tersebut disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta pihak terkait
lainnya, termasuk masyarakat melalui Badan Penyantun Puskesmas.
3.1 Penjelasan
1. Man (Tenaga)
Tenaga atau manusia merupakan sarana penting dan utama dalam suatu manajemen untuk
mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Tanpa adanya manusia, aktivitas dalam manajemen tidak dapat berlangsung.
Dalam kegiatan capaian CDR TB paru, tenaga atau manusia yang berperan dalam pelaksanaan
capaian CDR TB paru adalah pemegang program P2TB puksesmas, petugas laboratorium, kepala
tata usaha, dan kepala puskesmas.
2. Money (Pendanaan)
Berdasarkan ketentuan dari Kemenkes RI, sumber dana yang digunakan dalam kegiatan
pencapaian CDR TB paru berasal dari pemerintah, APBD/ dana dekonsentrasi/ DAU kabupaten/
kota, APBD provinsi, bantuan luar negeri, dan swadaya masyarakat (Maryun, Y, 2007).
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, pemegang program P2TB dan petugas laboratorium
puskesmas dalam melakukan kegiatan capaian CDR TB paru secara kesuluruhan mendapatkan
dana dari APBD dan dana bantuan luar negeri yaitu GF-ATM (Global Fan-Aids, Tuberculosis
and Malaria). Dana APBD yang diperoleh pemegang program didapat dari DKK dengan cara
membuat SPJ (Surat Pertanggung Jawaban) setiap tribulan yang digunakan untuk kontak rumah,
penemuan
BTA, pasien mangkir, dan transportasi petugas. Selain dana dari APBD tidak ada dana lain untuk
petugas pemegang program P2TB termasuk dana atau rewarddari puskesmas. Alokasi
penggunaan dana GF-ATM yaitu untuk penemuan BTA positif, pembuatan sediaan, pewarnaan,
dan pembacaan sediaan. Kendala dari pendanaan yaitu dibatasinya jumlah dana dengan BTA
positif yang ditemukan dan terjadinya keterlambatan dana.
3. Material and Machine (Sarana dan Prasarana)
Sarana dan prasarana kegiatan capaian CDR TB paru merupakan salah satu hal yang diperlukan
untuk mendukung sebuah program penanggulangan penyakit TB paru. Berdasarkan Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dari Departemen Kesehatan RI tahun 2008, sarana dan
prasarana laboratorium yang digunakan dalam kegiatan capaian CDR TB paru meliputi: (a) Alat
laboratorium, yang terdiri dari mikroskop, slide box, pot sputum, kaca sediaan, rak pewarna dan
pengering, lampu spiritus, ose, botol plastik bercorong pipet, kertas pembersih lensa mikroskop,
dan kertas saring. (b) Bahan diagnostik terdiri dari reagensia Ziehl Neelsen, eter alkohol, minyak
imersi, lysol, dan tuberkulin PPD RT 23. (c) Barang cetakan seperti buku pedoman, formulir
pencatatan, dan pelaporan (TB 01 sampai TB 07) (Departemen Kesehatan RI, 2008).
4. Methode (Metode)
Metode yang digunakan oleh petugas pemegang program P2TB paru dalam kegiatan pencapaian
CDR TB paru ada 2 macam, yaitu metode active case finding dan passive case finding.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti, narasumber yang menggunakan metode
active case finding, yaitu narasumber dari Puskesmas Cimalaka, narasumber dari Puskesmas
Sukamantri. Cara kerja metode ini yaitu petugas pemegang program P2TB aktif terjun ke
lapangan melalui kegiatan posyandu dan kontak rumah untuk penjaringan suspek TB paru guna
penemuan kasus baru.
3.1.1 Kerangka konsep
Komponen Input

Man
Sumberdaya Manusia :
- Kepala Puskesmas
- Kabag TU Puskesmas
- Pemegang Program
TB

Money
Komponen
Sumberdaya Keuangan : Proses Komponen
- APBN Output
- APBD Perencanaan
- Kemitraan
Case
Notification
Pelaksanaan
Rate
Machine and Material
Evaluasi
Sarana dan Prasarana
Penunjang

Method
Prosedur dan Panduan
Manajemen TB
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan studi kasus.
Studi kasus yaitu cara atau tehnik yang dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan
melalui studi kasus yang terjadi dari unit unggal (Notoadmojo, 2010). Pendekatan dalam
penelitian ini adalah kualitatif, penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk
mengeksplorasi dan memahami makna dari sejumblah individu atau sekelompok orang yang
berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Pendekatan kualitatif yaitu mengembangkan
makna-makna subjektif atas pengalaman-pengalaman mereka (partisipan) yang diarahkan pada
objek tertentu (Creswell, 2016). Pendekatan ini sesuai dengan keinginan peneliti yang bertujuan
untuk mengeksplorasi lebih dalam tentang upaya penangualangan penyakit menular tuberkulosis
oleh petugas puskesmas.

3.2 Subjek Penelitian


Partisipan dalam penelitian ini adalah 2 orang petugas Pengangulangan Penyakit Menular
Tuberkulosis di Puskesmas Cimalaka dan Puskesman Sukamantri dengan criteria subyek:
membantu memberantas penyakit menular Tuberkulosis di masyarakat, membantu
mengupayakan agar tidak ada yang tertular penyakit Tuberkulosis.

3.3 Fokus Studi


Fokus studi dalam penelitian ini adalah upaya penanggulangan penyakit menular tuberkulosis
oleh petugas puskesmas.

3.4 Definisi Operasional


Penanggulangan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah, menghadapi atau megatasi
suatu keadaan sekaligus berupaya memperbaiki perilaku.
Penyakit menular atau infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh transmisi suatu agent
infeksius tertentu atau toksiknya dari manusia maupun hewan yang terinfeksi ke imun yang
rentan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang
penularannya disebabkan oleh inhalasi percikan ludah (droplet) dari satu individu ke individu lain
dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus.
Penelitian ini akan dilakukan pada 2 orang partisipan yaitu petugas penanggulangan penyakit
menular tuberkulosis.
3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Cimalaka dan Puskesmas Sukamantri dalam upaya
penanggulangan penyakit menular Tuberkulosis oleb petugas Puskesmas wilayah kerja masing-
masing.
Waktu penelitianakan dilaksanakan pada bulan Maret 2020 terhitung mulai dari persetujuan
penelitian dari pembimbing sampai dengan perbaikan dan sampai dengan pengumpulan data
akhir.
3.6 Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan panduan wawancara dengan instrumen penelitian yang
dibutuhkan pada wawancara adalah; handphone, recorder dan beberapa pertanyaan yang akan
diajukan kepada partisipan dan lembar observasi.
3.7 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah panduan wawancara dan
lembar observasi
1. Tahap persiapan dimulai dengan peneliti meminta surat pengantar permintaan izin dari
Universitas Pendidikan Indonesia prodi D III Keperawatan yang ditujukkan kepada
Wilayah Kerja Puskesmas Cimalaka dan Puskesmas Sukamantri Kabupaten Sumedang.
Setelah mendapatkan izin, peneliti menetapkan calon partisipan sesuai dengan kriteria
penelitian.
2. Penelti kemudian melakukan pertemuan dengan partisipan yang sebelumnya telah
membuat perjanjian untuk diadakannya pertemuan.Peneliti melakukan interaksi hanya
dengan partisipan membina hubungan saling percaya yang dilanjutkan dengan penjelasan
tentang tujuan, manfaat, prosedur penelitian, batasan keterlibatan partisipan, hak dan
kewajiban serta jaminan hak-hak partisipan.
3. Setelah calon partisipan bersedia secara sukarela untuk menjadi partisipan penelitian
maka peneliti meminta partisipan untuk mengisi dan menandatangani pernyataan
kesediaan mengikuti penelitian sera membuat kesepakatan waktu dan tempat wawancara.
4. Tindak lanjut untuk pertemuan dibuatkan surat undangan untuk partisipan yang berisi
informasi mengenai lembaga yang mengadakan penelitian, tujuan, tanggal, waktu, tempat,
lamanya pertemuan.
5. Penelit melakukan wawancara yang terstruktur dengan partisipan.
6. Peneliti menyiapkan alat-alat yang akan dibutuhkan dalam penelitian (Handphone yang
sebelumnya sudah cek kelayakannya dengan baik dan jelas, Buku Catatan, Alat Tulis).
3.8 Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan data yang dilakukan adalah dengan cara mendokumentasikan data hasil
wawancara dan catatan hasil observasi dan hasil rekaman audiovisual yang diperoleh
selama wawancara.
2. Pendokumentasian hasil wawancara dilakukan dengan memutar hasil rekaman. Hasil
rekaman kemudian ditulis apa adanya sesuai dengan yang disampaikan oleh partisipan
dan digabungkan dengan hasil observasi sehingga menjadi print out transkip.
3. Transkip ini kemudian dilihat keakuratannya dengan cara mendengarkan kembali hasil
wawancara sambil membaca transkip berulang-ulang.
4. Data tersebut didata dan disimpan sebagai suatu hasil penelitian serta dilakukan back-up
data di computer, flashdisk dan compact disk untuk menghindari kehilangan data.
5. Peneliti merumuskan data dengan membaca berulang kali data yang ada terkait Upaya
Penanggulangan Penyakit Menular Tuberkulosis Oleh Petugas Puskesmas. Sehingga
peneliti dapat menemukan data yang sesuai dengan penelitian dan membuang data yang
tidak sesuai dengan tujuan penelitian.
6. Proses tersebut dilakukan dengan menggarisbahawahi kata kunci yang berhubungan
dengan penelitian untuk partisipan.Peneliti kemudian membuat kategori, menentukan tema,
dan pola keteraturan data menjadi terlihat secara jelas.
3.9 Penyajian Data
Setelah dilakukan pengolahan data dan didapatkan hasil penelitian, maka data/hasil penelitian
akan disajikan dalam bentuk teks (tekstular) dan tabel.
3.10 Etika Penelitian
1. Respect For Human Dignity
Peneliti harus menghargai setiap orang oleh karena itu harus mempunyai sikap menghargai
martabat orang lain. Peneliti juga harus menghargai partisipan yang umurnya lebih tua maupun
yang lebih muda. Dan pada saat penelitian, peneliti harus dapat mengikut sertakan apapun yang
partisipan lakukan selama kegiatan bersama partisipan berlangsung.
2. Non-malefecence (tidak merugikan)
Pada saat penelitian, peneliti harus melakukan suatu hal yang tidak merugikan kepada partisipan.
Sehubung partisipan adalah petugas pelayanan kesehatan jadi peneliti harus menjaga sikap dan
tidak merugikan partisipan.
3. Beneficence (berbuat baik)
Peneliti harus menjaga sikap dan perilaku untuk berbuat baik seperti berbicara yang baik,
bersikap baik kepada partisipan agar partisipan tidak tersinggung dan sakit hati.
4. Justice (keadilan)
Dalam memberikan bantuan pelayanan petugas kesehatan peneliti tidak boleh membedakan
terhadap partisipan utama maupun partisipan tambahan.
5. Confidentiality (kerahasiaan)
Peneliti harus menjaga kerahasiaan partisipan seperti identitas partisipan dan tentang
dokumentasi yang harus dijaga kerahasiaannya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua Puskesmas, yakni Puskesmas Cimalaka dan Puskesmas
Sukamantri
1. Penelitian yang pertama dilakukan di puskesmas cimalaka merupakan sebuah lembaga
kesehatan yang berada di wilayah Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Cimalaka merupakan
sebuah lembaga kesehatan yang berada di wilayah Kecamatan Cimalaka. Lokasinya berada di
pinggir jalan yang menghubungkan Cimalaka dengan Tanjungkerta. Sebagai sebuah Unit
Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, Puskesmas Cimalaka bertanggung
jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah Kecamatan Cimalaka.
Selaku pusat kesehatan massyarakat, puskesmas cimalaka menyelenggarakan layanan kesehatan
dasar atau tingkat pertama bagi massyarakat di wilayah Kecamatan Cimalaka dan sekitarnya.
Begitu juga dengan pelayanan kesehatan yang ditanggung BPJS. Puskesmas cimalaka berfungsi
sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama BPJS kesehatan di kabupaten sumedang.
Dalam melaksanakan fungsinya, Puskesmas Cimalaka memiliki cakupan wilayah kerja meliputi
14 desa yang berada di wilayah Kecamatan Cimalaka. Ke-14 desa tersebut meliputi Desa
Cimalaka, Desa Galudra, Desa Cibeureum Kulon, Desa Naluk, Desa Nyalindung, Desa
Trunamanggala, Desa Cikole, Desa Cibeureum Wetan, Desa Mandalaherang, Desa Licin, Desa
Citimun, Desa Serang, Desa Padasari dan Desa Cimuja.
Puskesmas cimalaka memiliki visi menjadikan Kecamatan Cimalaka sehat 2020. Sementara
visinya adalah meningkatkan aksebilitas, kualitas pelayanan dan data kesehatan, meningkatkan
status kelembagaan menjadi Puskesmas DTP dengan PPK-BLUD serta memelihara dan
meningkatkan pelayanan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.
Dilewati Akses lokasi
1. Berlokasi di pinggir jalan raya Tanjungkerta-Cimalaka
2. Bias diakses menggunakan berbagai jenis kendaraan roda dua maupun roda empat
3. Angkutan Umum Pedesaan Sumedang-Citimun, Angkutan Umum Sumedang-Cisumur
2. penelitian yang kedua dilakukan di Puekesmas Sukamantri yang berada di Jalan Raya
Cipadung- Sukamantri No 04, Kecamatan Tanungkerta Kabupaten Sumedang, Jawabarat,
Indonesia 45354. Peneliti memilih lokasi puskesmas sukamantri yaitu karena ingin mengetahui
Upaya Penanggulangan Penyakit Menular Tuberculosis Oleh Petugas Puskesmas Sukamantri.,
Petugas P2M Tuberculosis Di Puskesmas Sukamantri berjumblah 2 orang. Lokasi penelitian ini
masih termasuk daerah pedesaan yang cukup jauh dari keramaian kota.
Dilewati Akses lokasi
1. Berlokasi di pinggir jalan raya Cipadung- Sukamantri
2. Bias diakses menggunakan berbagai jenis kendaraan roda dua maupun roda empat
3. Angkutan Umum Pedesaan Sumedang-Cikaramas

4.1.2 Gambaran Subjek Penelitian


Dalam penelitian ini terdapat 2 partisipan (subjek) yaitu partisipan I dan II. Kedua partisipan
tersebut masuk kedalam kriteria yang telah ditetapkan yaitu Petugas Penanggulangan Penyakit
Menular Tuberculosis di Puskesmas.
Table 1. Identitas Partisipan
Keterangan
Nama
Usia
Pekerjaan
Lulusan
Status
Alamat

4.1.3 Data Hasil Wawncara Partisipan

Penelitian ini berfokus pada upaya penanggulangan penyakit menular tuberculosis oleh petugas
puskesmas, dari data hasil wawancara yang telah diperoleh secara langsung dari kedua partisipan
didapatkan tema : (1) Mengenai komitmen politis, (2) Mengenai tenaga kesehatan dalam program
penanggulangan Tuberkulosis paru, (3) Mengenai pendanaan dalam program penanggulangan
Tuberkulosis, (4) Mengenai sarana prasarana dalam program penanggulangan TB paru (5)
Mengenai pelaksanaan kegiatan dalam program TB paru.

Tema satu : mengenai komitmen politis


Komitmen politis juga ditunjukkan dengan adanya dukungan dana untuk pelaksanaan kegiatan
yang ada. Era Desentralisasi, pembiayaan program kesehatan termasuk pengendalian TB sangat
bergantung pada alokasi dari pemerintah pusat dan daerah. Adapun dukungan dana dalam penang
gulangan berasal dari APBD, APBN dan WHO. dan dukungan APBD setiap tahun mengalami
peningkatan.
Kasim dkk, (2011) menyebutkan bahwa komitmen pemerintah dimana melibat kan para
pemegang kebijakan dan kerjasama lintas sektoral artinya bersifat menyeluruh, bukan hanya
departemen kesehatan saja, tetapi berbagai instansi pemerintah terkait, baik hubungannya dengan
pendanaan, pelaksanaan di daerah serta hal terkait lainnya. Komitmen politik pemerintah untuk
memberi prioritas dalam penanggulangan Tuberculosismerupakan kunci utama keberhasilan
program ini. Dengan adanya komitmen pemerintah yang melibatkan para pemegang kebijakan
dan kerjasama lintas sektoral tersebut, di harapkan masyarakat dapat mendapatkan manfaat dari
laksanaan program penanggulangan TB paru.
Sejalan dengan penelitian Bramanty (2012) yang menyatakan bahwa faktor yang mendukung
kemajuan program pengendalian TB Paru antara lain akses pelayanan semakin baik, pendanaan
memadai, dukungan pemerintah pusat dan daerah, peran serta masyarakat dan swasta semakin
meningkat dan berkembangnya teknologi.
Dalam penelitian ini untuk tema kesatu terdapat lima pertanyaan yang telah diajukan untuk tema
ini yaitu :
Q1 : Darmianakah sumber pendanaan untuk program TB paru?
P1 : dananya itu dari BOK.
P2 : pendanaan program TB paru selama ini didapatkan dari dari program pemerintah pusat
ataupun oleh kementrian kesehatan.
Q2 : adakah insentif yang diberikan kepada petugas yang melaksanakan penyuluhan TB paru
kepada masyarakat ? “jika ada kira-kira berapa?”
P1 : maksudnya untuk kunjungan rumah ya?, untuk penyuluhan ke masyarakat, untuk
penyuluhan ke kader itu ada dananya dari BOK kalau kami disini jadi setiap akhir tahun itu
mengajukan ke bendahara BOK untuk kegiatan TB paru semua, kegiatan program itu diajukan
melalui BOK, alhamdulillah kami dibiayai oleh BOK gitu, jadi setiap bulan itu ada jatah jadwal
untuk kunjungan ke pasien.
P2 : kalau insentif dananya kita menggunakan dana anggaran BOK jadi tiap perjalanan mungkin
dihitungnya menggunakan subsidi 60-80ribu tergantung siapa yang melakukan penyuluhan atau
melakukan kegiatan apakah dia dari PNS atau NON-PNS itukan berbeda.
Q3 : apakah bapak/ibu pernah mendapatkan pelatihan mengenai program penanggulangan TB
paru ?
P1 : iya tentu, karena kita harus selalu meng-update bagaimana program terbaru mengenai
penanganan TB itu sendiri
P2 : pelatihan pasti ada, tapi kebetulan saya baru tahun ini diangkat menjadi petugas TB paru
Q4 : siapa yang melakukan pelatihan tersebut dan pelatihan dalam hal apa saja yang dilakukan ?
P1 : petugas p2m TB, kader, bidan desa, petugas promkes. Terkait penyuluhan dan masih banyak
lagi
P2 : petugas p2m TB, petugas promkes. Terkait penyuluhan, mempelajari program ketuk pintu
Q5 : apakah obat TB paru selalu tersedia di puskesmas ? “apakah pernah ada keterlambatan ?”
P1 : obat selalu tersedia setiap minggunya berhubung jadwal pengambilan obat setiap hari senin
jadi kalaupun ada pasien yang tidak atau belum mengambil obat kita sekalu tau jika
keterlambatan pasien mengambil obat biasanya kita antarkan.
P1 : untuk keterlambatan obat kita selalu tepat waktu karena selalu mengajukan 1 bulan
Sebelumnya untuk persediaan stok obat, jadi belum pernah ada keterlambatan.
P2 : ya kita setiap bulan atau triwulan selalu melihat stok di kita tinggal berapa stok di pasien
kira-kira berapa, jadi sebelum stok obat habis kita melakukan pengajuan MPO obat untuk
pengobatannya.
P2 : tidak ada keterlambatan Cuma paling masalah kadaluarsa emmm.. misalkan kadaluarsa kita
ga kekejar sampe pasien habis atau tuntas mungkin nanti dipertengahan bulan depan emmm..
bukan bulan pertengahan pengobatan kita mengajukan ulang gitu, biasanya sih sudah tersedia gak
pernah ada yang sampai kadaluwarsa

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada dua partisipan dengan pertanyaan yang sama
dapat disimpulkan bahwa partisipan satu dan partisipan dua menjawab berbeda kata akan tetapi
satu tujuan yang sama sumber pendanaannya. Pada pertanyaan selanjutnya salah satu partisipan
enggan mengungkapkan insentif yang diberikan kepada petugas perharinya. Untuk pertanyaan
selanjutnya salah satu partisipa mengatakan bahwa ia baru menjalankan tugas di awal tahun ini
sehingga munkin masih perlu pelatihan. Kedua partisipan kompak menjawab siapa saja yan
terlibat penyuluhan. Untuk pertanyan terakhir partisipan sama-sama menjawab bahwa obat selalu
tersedia di puskesmas karena selalu ada pengecekan perbulan maka tidak pernah ada
keterlambatan obat.

Tema dua : mengenai tenaga kesehatan dalam program penanggulangan Tuberkulosis paru
Tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanggulangan TB paru di Puskesmas (PRM) terdiri dari
1 dokter, 1 perawat/petugasTB dan 1 tenaga laboratorium. Hal ini sudah memenuhi standar
kebutuhan minimal Kemenkes RI (2014), tenaga pelaksana program TB paru di uskesmas satelit
yaitu tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter dan 1 perawat/petugas TB.
Dokter mempunyai tugas untuk menetap kan diagnosis penderita TB paru. Sedangkan petugas
TB paru mempunyai tugas untuk melakukan pelacakan kasus ke desa, penemuan kasus,
pengumpulan dahak, melakukan fiksasi slide, dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat.
Petugas laboratorium mempunyai tugas mengumpul kan dahak / membuat sediaan apus dahak,
pewarnaan, membaca sediaan dahak, mengirim hasil bacaan kepada petugas TB dan menyimpan
sediaan untuk di crosscheck. Sebagian besar tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan
tenaga kesehatan yang terlibat dalam program penanggulangan TB paru telah dilaksanakan, akan
tetapi masih ada tugas yang belum dilaksanakan dengan maksimal yaitu memberikan penyuluhan
kepada masyarakat umum. Penyuluhan yang dilakukan hanya kepada suspek dan penderita TB
paru dan keluarga.
Kemenkes (2014) menyebutkan bahwa pelatihan merupakan suatu hal yang wajib dalam
meningkatkan kompetensi dan kinerja petugas. petugas TB Paru di Puskesmas sudah mengikuti
pelatihan dan pernah mengikuti program Strategi DOTS. Pelatihan sangat penting untuk
meningkatkan petugas dalam penemuan kasus. Hal ini sejalan dengan penelitian Awusi dkk
(2009) yang menyatakan bahwa pelatihan berjenjang dan berkelanjutan merupakan bagian dari
pengembangan sumber daya manusia. Apabila semua petugas TB di puskesmas telah mengikuti
pelatihan dan menerapkannya dalam pelayanan kesehatan maka diharapkan angka penemuan
penderita TB paru akan meningkat pula sehingga mencapai target global 70%. Penelitian ini di
perkuat dari penelitian Nasution (2000), yang menyebutkan bahwa peran tenaga tenaga terlatih
dapat membantudalam penemuan penderita baru Tuberculosis BTA (+). Kurngnya pelatihan
petugas paramedis berpengaruh pada hasil kegiatan penemuan penderita Tuberculosis.
Dalam penelitian ini untuk tema kedua terdapat dua pertanyaan yang telah diajukan untuk tema
ini yaitu :
Q1 : siapa saja tenaga kesehatan yang terlibat dalam program penanggulangan TB paru dan apa
tugas masing-masing tenaga kesehatan tersebut ?
P1 : jelas ya kalau untuk penanganan TB paru petugas lab untuk pemeriksaan sputum dulu,
kemudian dokter dan petugas TB nya sendiri dibantu dengan perawat lain misalkan ada yang
suka nitip pasien ke bidan desa suka ada tapi sesekali, disini kami ada pembina desa perawatnya
jadi dititipkan kesitu.
P2 : berarti petugas TB itu sendiri, petugas promkes emmm terus apalagi ya yang terlibat denga
bidan desa mungkin terus kita juga kadang melibatkan kader-kader kalau ada penyuluhan kita
bisa melibatkan kader sama bidan desa
Q2 : berapa jumlah tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam program TB paru ?
P1 : satu orang, saya sendiri
P2 : ada 2 orang, saya sama pak ade yang senior
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada dua partisipan dengan pertanyaan yang sama
dapat disimpulkan bahwa partisipan satu dan partisipan dua menjawab kompak bahwa petugas
kesehatan yang terlibat meliputi petugas P2M itu sendiri dan stap lain yang membantu. Partisipan
satu mwnjadi petugas tunggal swdangkan partisipan dua bersama rekannya membentuk tim
mungkin kerjanya akan sedikit ringan karena dilakukan berdua.

Tema tiga : Mengenai pendanaan dalam program penanggulangan Tuberkulosis


Dari segi pendanaan diketahui bahwa sumber pembiayaan program TB paru di Puskesmas
Cipaku berasal dari APBN dan APBD dan WHO. Dana yang berasal dari APBN yaitu DAK non
fisik atau dana BOK.Saat ini dana untuk pelaksanaan kegiatan penanggulangan TB paru berasal
dari dana BOK dan dari Dinkes. dan untuk pendananaan secara umum sudah mencukupi.
Adanya ketersediaan dana menjadi faktor pendukung dalam terlaksananya sebuah program
termasuk juga program penanggulangan TB paru. Ketersediaan dana yang cukup akan
menunjang proses pelaksanaan program agar efektif dan efisien. Halini sejalan dengan Penelitian
Pujiono (2006) yang menyatakan bahwa keberhasilan penanggulangan TB Paru berkaitan erat
antara komitmen dengan pendanaan.
Dalam penelitian ini untuk tema ketiga terdapat dua pertanyaan yang telah diajukan untuk tema
ini yaitu :
Q1 : bagaimana menurut bapak dan ibu dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program
TB paru ?
P1 : alhamdulillah ya itumah karena kitanya mengajukan sendiri misal tahun ini ada pasien TB
sekian ratus misalkan kita mengajukan alhamdulillah direalisasikan
P2 : pendanaan sih selama ini saya belum lama juga sih Cuma dari bulan januari pendanaan
mungkin ya cukup untuk akomondasi.
Q2 : apakah ada kendala dalam melaksanakan penanggulangan TB ?
P1 : kalau kendala sih tentu saja ada yah emm pertama lokasi tempat tinggal pasien sangat jauh
tapi masih bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua, kita yang datengin kesana. Baru-baru ini
saya dapat pasien satu yang apa namanya yang tidak disiplin banget itu padahal setiap pasien TB
paru mempunyai PMO, nah itu diambil dari keluarga sendiri ya jadi sebelum mendapatkan
pengobatan TB itu misalkan : ada pasien baru setelah ada hasil BTA misalnya atau rotgen dia
mau pengobatan awal jadi kami membuat komitmen duli pasiennya dihadirkan keluarganya
dihadirkan jadi kita sekaligus memberikan tata cara pelaksanaan pengobatan dari mulai apa itu
TBC, bagaimana cara pencegahan dan penularan, berapa lama pengobatannya, bagaimana cara
mengatasi efek samping ya itu, nah selama ini kita tidak mengalami kesulitan karena sudah ada
komitmen petugas dengan keluarga dengan pasien tapi, pada saat tahun ini saya mendapatkan
satu pasien yang sulit dikasih tau baik itu pasien maupun keluarga itu sendiri, da kalau dibilang
DO belum ya karena obat selalu diantar oleh kita karena kita memiliki jadwal pengambilan obat
itu hati senin kita juga punya register obat jadi ketahuan siapa saja yang tidak mengambil obat,
kalau tidak mengambil hari senin hari selanjutnya kita antar obat nah itu yang menjadi beban.
P2 : untuk kendala biasanya tidak ada masalah

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada dua partisipan dengan pertanyaan yang sama
dapat disimpulkan bahwa partisipan satu dan partisipan dua menjawab bahwa sumber pendanaan
sudah sangat mencukupi. Terkait kendala dalam melaksanakan penanggulangan tb saah satu
partisipan sedikit menceritakan pengalamam memiliki pasien dan keluarga pasien yang tidak
patuh dalam pengobatan atau mengingatkan akan komitmen yang sudah disepakati kedua beah
pihak, selebihnya tidak ada kendala.

Tema empat : Mengenai sarana prasarana dalam program penanggulangan TB paru


Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sarana dan prasarana di Puskesmas sudah
memadai. Dan telah memenuhi standar minimal sarana dan prasarana sebagai Puskesmas
Rujukan Mikroskopis (PRM). Selain itu ketersediaan logistik OAT atau Non OAT sudah
terpenuhi di Puskesmas.
Hasil penelitian Permatasari (2005), faktor yang memengaruhi keberhasilan TB paru adalah:
faktor sarana yang meliputi tersedianya obat yang cukup dan kontinyu. Ketersediaan sarana dan
prasarana yang cukup akan menunjang proses pelaksanaan program agar efektif dan efisien,
sehingga suatu program akan menjadi terhambat jika sarana dan prasarana yang ada tidak
memadai.
Dalam penelitian ini untuk tema ke-empat terdapat tiga pertanyaan yang telah diajukan untuk
tema ini yaitu
Q1 : apasaja sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pelaksanaan program penanggulangan
TB paru?
P1 : maksudnya sarana obat transportasi atau apa ?, kalau transportasi kebetulan kami merangkap
jadi petugas perkesmas nah jadi ya alhamdulillah kami dikasih kendaraan roda dua untuk mobile
kunjungan rumah
P2 : sarana prasarana yang pertama mungkin kita harus punya yang namanya poli dot terus
adapemeriksaan sempel dahak pastinya harus punya analis kebetulan dikita punya poli dot juga
punya analis terus ya paling alat-alat APK kaya gitu sih
Q2 : bagaimana kendala sarana dan prasarana tersebut sudah terpenuhi/tersedia di puskesmas?
P1 : insyaallah kalau sarana prasarana yah kita misal memerlukan APK emm dengan segera
mengajukan alhamdulillah dipenuhi dan yang lain-lainpun kita tidak dapat kesulitan asal kitanya
hiperaktif mungkin, jadi di TB itu banyam sekali organisasinya asal kitanya hiperaktif
mengajukan kebutuhan kita insyaallah oleh atasan itu selalu terpenuhi
P2 : kendalanya kendaraan karena masih pakai kendaraan pribadi belum ada kendaraan
khususnya gitu
Q3 : bagaimana menurut bapak/ibu dengan persediaan obat anti tuberkulosis ?
P1 : alhamdulillah kalau obat sudah disediakan oleh dinas yah kalau kita kekurangan tinggal
bilang ke petugas obag jadi petugas obat yang mengajukan, jadi petugas obat ada laporan dari
petugas TB sisa obaf untuk kategori 1 segini kemudian kategori 2 segini jadi petugas obat yang
mengajukan ke dinas kesehatan gitu alhamdulillah obat TB anak dan dewasa kita ga pernah
kekuranngan
P2 : kalau untuk obat kita selalu ada

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada dua partisipan dengan pertanyaan yang sama
dapat disimpulkan bahwa partisipan satu dan partisipan dua menjawab mengenai sarana
prasarana yang diperlukan di kedua puskesmas sudah sangat memenuhi. Untuk sarana prasarana
di salah satu partisipan masih ada yang menggunakan kendaraan pribadi dalam melakukan
penanggulangan penyakit tuberculosis. Terkait obat anti tuberculosis di kedua puskesmas selalu
menyediakan persediaan obat.

Tema lima : Mengenai pelaksanaan kegiatan dalam program TB paru


Tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanggulangan TB paru di Puskesmas (PRM) terdiri dari
1 dokter, 1 perawat/petugasTB dan 1 tenaga laboratorium. Hal ini sudah memenuhi standar
kebutuhan minimal Kemenkes RI (2014), tenaga pelaksana program TB paru di uskesmas satelit
yaitu tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter dan 1 perawat/petugas TB.
Dokter mempunyai tugas untuk menetap kan diagnosis penderita TB paru. Sedangkan petugas
TB paru mempunyai tugas untuk melakukan pelacakan kasus ke desa, penemuan kasus,
pengumpulan dahak, melakukan fiksasi slide, dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat.
Petugas laboratorium mempunyai tugas mengumpul kan dahak / membuat sediaan apus dahak,
pewarnaan, membaca sediaan dahak, mengirim hasil bacaan kepada petugas TB dan menyimpan
sediaan untuk di crosscheck. Sebagian besar tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan
tenaga kesehatan yang terlibat dalam program penanggulangan TB paru telah dilaksanakan, akan
tetapi masih ada tugas yang belum dilaksanakan dengan maksimal yaitu memberikan penyuluhan
kepada masyarakat umum. Penyuluhan yang dilakukan hanya kepada suspek dan penderita TB
paru dan keluarga.
Kemenkes (2014) menyebutkan bahwa pelatihan merupakan suatu hal yang wajib dalam
meningkatkan kompetensi dan kinerja petugas. petugas TB Paru di Puskesmas sudah mengikuti
pelatihan dan pernah mengikuti program Strategi DOTS. Pelatihan sangat penting untuk
meningkatkan petugas dalam penemuan kasus. Hal ini sejalan dengan penelitian Awusi dkk
(2009) yang menyatakan bahwa pelatihan berjenjang dan berkelanjutan merupakan bagian dari
pengembangan sumber daya manusia. Apabila semua petugas TB di puskesmas telah mengikuti
pelatihan dan menerapkannya dalam pelayanan kesehatan maka diharapkan angka penemuan
penderita TB paru akan meningkat pula sehingga mencapai target global 70%. Penelitian ini di
perkuat dari penelitian Nasution (2000), yang menyebutkan bahwa peran tenaga tenaga terlatih
dapat membantudalam penemuan penderita baru Tuberculosis BTA (+). Kurngnya pelatihan
petugas paramedis berpengaruh pada hasil kegiatan penemuan penderita Tuberculosis.
Dalam penelitian ini untuk tema kelima terdapat dua pertanyaan yang telah diajukan untuk tema
ini yaitu :
Q1 : bagaimana alur pemeriksaan penderita TB paru ?
P1 : kalau di puskesmas cimalaka ini pasien bisa ke pendaftaran masuk ke BP umum untuk
pencarian suspeknya kalau yang batuk lebih dari 2 minggu disarankan atau dianjurkan untuk
pemeriksaan BTA ke labolatorium setelah ada hasil masuk ke BP umum nanti dari BP umum
dirujuk ke poli dot jadi nanti setelah ada hasil itu di poli dot baru di proses untuk pemberian obat
awal
P2 : kalau alur pertama melakukan penjaringan yang diluar gedung ada yang didalam gedung
jadi fase-fasenya berobat ke poli atau IGD terus keluhan-keluhannya mengindikasi ke arah TB,
kita cek sempel dahak BTA 3x nanti hasilnnya baru diberi tahu ke pasien
Q2 : bagaimana dalam penemuan kasus ?
P1 : selain pasien yang daftar ke BP umum untuk pencarian suspek kita juga melakukan ketuk
pintu rumah pasien yang melambangkan bentuk “obat nyamuk” per 5 rumah untuk melakukan
anamnesa mengetahui apakah ada penyebaran TB paru lalu jika ada kita lakukan cek sputum
P2 : biasanya kita melakukan sensus misal dadi pasien A sekitar jarak 7 rumah disekelilingnya
kita melakukan pemeriksaan anamnesa apakah ada yang terindikasi kita langsung lakukan cek
sputum
Q3 : Bagaimana pemeriksaan BTA+ ?
P1 : pemeriksaan BTA kita lakukan sewaktu, pagi-pagi setelah bangun tidur dalam keadaan
perut kosong, terus yang keduanya kita lakukan sewaktu lagi jadi kita lakukan tigakali gitu kalau
misal nanti terindikasi positif kita konsultasikan ke dokter
P2 : pemeriksaan BTA kita lakukan sewaktu, pagi-pagi setelah bangun tidur dalam keadaan
perut kosong tidak makan apa-apa, terus yang keduanya kita lakukan sewaktu lagi jadi kita
lakukan tigakali gitu kalau misal nanti terindikasi positif kita konsultasikan ke dokter
Q4 : bagaimana cara memantau hasil pengobatan TB paru ?
P1 : biasanya kita lakukan follow-up tiap bulan kedua atau 56 hari terus dibulan ke 5 dibulan 6
terakhir jika hasilnya negatif sampai akhir kita konsulkan dengan dokter mengatakan pasien
bahwa dinyatakan sembuh tidak dilanjutkan obatnya kalau misal terus-terusan positif di akhir kita
konsultasikan kembali dengan dokter apa dia tergolong yang aktif dengan obat
P2 : biasanya kita lakukan follow-up tiap bulan kedua terus dibulan 6 terakhir jika hasilnya
negatif sampai akhir kita konsulkan dengan dokter mengatakan pasien bahwa dinyatakan sembuh
tidak dilanjutkan obatnya kalau misal terus-menerus positif di akhir kita konsultasikan kembali
dengan dokter apa dia tergolong yang aktif dengan obat
Q5 : terkait penyuluhan, siapa yang melaksanakan penyuluhan ?
P1 : petugas P2m itu sendiri, petugas promkes, kader, bidan desa, PMO pasien itu sendiri.
Misalkan ke 2 kader dan 3 posyandu tapi sekarang lagi musim gini karena ada covid-19 jadi
semua kegiatan di handell dulu mulai dari bulan april mei tidak ada penyuluhan karena tidak bisa
kumpul-kumpul dulu.
P2 : penyuluhan biasanya kita punya kegiatan 1 tahun yang sekarang 2020 ajah dilakukan
dibulan januari dan april Cuma kemarin kareba terkendala wabah jadi kita titip pesen ajah ke
bidan desa atau kader
Q6 : apakah ada monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap
pelaksanaan program TB paru di puskesmas?
P1 : ada biasanya kalau dulu mah ya mungkin setiap triwulan sekali kalau sekarang mungkin tiap
bulan alhamdulillah juga biasanya 6 bulan kalau untuk laporan kita melakukan laporannya bulan
karna TB itu tidak ada laporan khusus ya SITT sistem apa itu ya namanya yang menggunakan
teknologi itu ya jadi sekalian evaluasi itu tersedia ikatan untuk triwulan ini yang sembuhnya
berapa yang dalam pengobatan berapa
P2 : setiap bulan kita membuat laporan dari jumlah suspek jumblah yang positif jumlah yang
diobati kita selalu melaporkan terkait jumlah -jumlahnya terus tiap 3 bulan sekali kita melakukan
rekapan dari yang positif terus hasil follow up kita selalu melaporkan jadi kalau terkendala apa-
apa biasanya dinas melakukan intervensi atau himbauan itu sendiri kalau ada apa-apa

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada dua partisipan dengan pertanyaan yang sama
dapat disimpulkan bahwa partisipan satu dan partisipan dua menjawab untuk alur pemeriksaan
penderita tuberkulosis kedua puskesmas sudah sangat memadai. Dalam penemuan kasus
keduanya sama meakukan sistim seperti obat nyamuk seling 5-7 rumah untuk mengetahui apakah
ada penularan ke lingkungan setempat atau tidak. Untuk pemeriksaan BTA+ kedua puskesmas
sama melakukan crosscheck sewaktu dilakukan sebanyak 3×. Kedua partisipan sama melakukan
follow-up untuk seluruh pasiennya untuk mengetahui apakah akan dinyatakan sembuh atau
kembali menjalakankan pengobatan. Terkait penyuluhan kedua partisipan sama-sama memiliki
tim yang akan membantu penyuluhannya diantaranya petugas P2Mnya itu sendiri, promkes,
kader, bidan desa, atau PMO nya itu sendiri. Terkait evaluasi kedua puskesmas sama-sama
melakukan pengumpulan data triwulan atau 6 bulan sekali.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka ditarik kesimpulan bahwa tenaga
kesehatan di Puskesmas Cimalaka perlu melakukan rekruitment untuk penambahan
petugas penanggulangan penyakit menular tuberkulosis. Untuk tenaga kesehatan di
Puskesmas Sukamantri memiliki 2 Petugas Penanggulangan Penyakit Menular
Tuberkulosis keduanya berjenis kelamin laki-laki. Tenaga kesehatan di Puskesmas
Cimalaka maupun Puskesmas Sukamantri semuanya sudah (100%) memiliki
pengetahuan, sikap, dan tindakan yang baik terhadap pengobatan Tuberkulosis.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Petugas
Dalam rangka pengobatan tuberculosis dapat diberikan saran pada seluruh tenaga kesehatan
untuk mengikuti pelatihan-pelatihan khusus tuberkulosis agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang lebih baik lagidan juga menambah jadwal penyuluhan tuberkulosis pada
masyarakat setelah pandemi covid-19 berlalu.
5.2.2 Bagi Keluarga dan Masyarakat
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah melakukan
pencegahan sedini mungkin jika mendapat tanda dan gejala tuberculosis dan bagi PMO agar lebih
patuh dalam mengingatkan saudara yang sakit/ yang sedang menjalani pengobatan agar lekas
sembuh.
5.2.3 Bagi Pengembang dan Peneliti Selanjutnya
Saran untuk penelitian selanjutnya yang tertarik meneliti penanggulangan penyakit menular
tuberculosis, cariah referensi sebanyak mungkin sebagai acuan dalam melakukan penelitian,
galilah informasi yang actual sehingga kita dapat mengetahui dan memahami upaya-upaya
apasaja dalam melakukan penanggulangan penyakit menular tuberculosis. Kembali diingatkan
dalam penelitian ini sebetulnya menggunakan 2 pedoman yakni pedoman wawancara dan lembar
observasi, dikarenakan pandemi covid-19 jadi masih belum kumplit, diharapkan peneliti
selanjutnya tertarik untuk mengambil/ mengangkat judul yang saya angkat.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar 2010. Jakarta:
Kemenkes RI; 2010.
Creswell, J. (2015). Penelitian Kualitatif & Desain Riset Memilih Diantara Lima Pendekatan.
DESWINDA, Deswinda; RASYID, Rosfita; FIRDAWATI, Firdawati. Evaluasi
Penanggulangan Tuberkulosis Paru di Puskesmas dalam Penemuan Penderita
Tuberkulosis Paru di Kabupaten Sijunjung. Jurnal Kesehatan Andalas, 2019,
8.2: 211-219.
Fortun, J. 2005. Linezolid for the treatment of multidrug-resistant tuberculosis. J. Antimicrob.
Chemother., 56(1): 180-185
Kemenkes RI. Rencana aksi nasional Manajemen penagggulangan TB resisten obat di
Indonesia 2016-2021. 2017. Kemeterian Kesehatan RI: Jakarta.
Kemenkes RI. Survei prevalensi TB 2013-14. 2014. Balitbangkes Kemeterian Kesehatan RI:
Jakarta.
Kemenkes RI. Terobosan Menuju Akses Universal Strategi nasional Pengendalian TB di
Indonesia 2010-2014. 2011a. Kemeterian Kesehatan RI: Jakarta.
Kemenkes, R. I. "Strategi nasional pengendalian TB di Indonesia 2010-2014." Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementrian Kesehatan RI (2011).
Kemenkes, R. I. (2011). Strategi nasional pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes. R. I., 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis 2014. Jakarta:
Kemenkes R. I.
Kementerian Kesehatan RI. (2010) Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Kementerian Kesehatan. Tuberkulosis, temukan obati sampai tuntas. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan. Jakarta: Pusdatin. 2015: 1-7.
Maryun, Y, 2007, Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas Program TB Paru
Terhadap Cakupan Penemuan Kasus BTA Positif di Kota Tasikmalaya. Skripsi, Universitas
Diponegoro Semarang.
Mitnick, C.D. 2008. Comprehensive Treatment of Extensively Drug-Resistant Tuberculosis.
N Engl J Med, 359: 563-574
Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip Dasar), Cetakan
Kedua. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Randy, A.N. 2011. Study Kualitatif Faktor yang Melatarbelakangi Drop Out Pengobatan
Tuberkolosis Paru. Jurnal Kemas, 7(1): 83-90
Reskiaddin, L.2012. karakteristik host agent dan environment. (On-Line)
Sari ID, Herman MJ, Susyanty AL, Su’udi A. Analisis Biaya Tuberkulosis Paru Kategori Satu
Pasien Dewasa di Rumah Sakit di DKI Jakarta. Jurnal Kefarmasian Indonesia.
2018. 8(1):44-54.
UnitAid. 2015. TB Diagnostics Market in Select High-Burden Countries: Current Market and
Future Opportunities for Novel Diagnostics. Unitaid: Vernier.
World Health Organization. Global tuberculosis report 2015. 2015. WHO: Genewa.
Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai