Anda di halaman 1dari 10

6.

jelaskan menurut
- HOST (Faktor intrinsik: umur,ras,jenis kelamin,perilaku)
- AGENT (Biologik, kimia, nutrisi, mekanik, fisika)
- Environment (fisik, bilogik. Sosio ekonomi)
Jawaban :
1. TBC
 Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan
kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas
pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental
dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam
perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada
golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak
terlindung dari resiko infeksi.
Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan
psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih
tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi
sosio ekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam
TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang
pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan
dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi
kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan
umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer
memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.
 Faktor Agent
Agen adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat berupa
benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak, suasana sosial, yang dalam jumlah
yang berlebih atau kurang merupakan penyebab utama/esensial dalam terjadinya penyakit
(Soemirat, 2010).
Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium
tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas
dan virulensi.
a. Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host.
Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah.
b. Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan
berkembangbiak di dalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman tuberkulosis
paru termasuk pada tingkat menengah.
c.Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama
virulensi kuman tuberkulosis termasuk tingkat tinggi.
TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bakteri gram positif, berbentuk batang
halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic (4). Karakteristik alami dari agen TBC hampir
bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada
dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama (5). Pada Host, daya infeksi dan
kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Pathogenesis
hamper rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat
resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi
modern, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru (5). Umumnya sumber
infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa
melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi congenital yang jarang terjadi (5).
 Faktor Environment
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan
prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa
dipengaruhi musim dan letak geografis Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada
kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC
dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan
pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi
dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik,
pengangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi
pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini. Pada lingkungan biologis dapat
berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah
berbahaya.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host (pejamu), baik benda tidak hidup,
benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua
elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain (Soemirat, 2010). Faktor lingkungan
memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak
memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan
pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Adapun syarat-
syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian
tuberkulosis paru antara lain :
1. Lingkungan yang tidak sehat (kumuh) sebagai salah satu reservoir atau tempat baik dalam
menularkan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis. Peranan faktor lingkungan
sebagai predisposing artinya berperan dalam menunjang terjadinya penyakit pada manusia,
misalnya sebuah keluarga yang berdiam dalam suatu rumah yang berhawa lembab di daerah
endemis penyakit tuberkulosis. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan tempat percikan
dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman (Keman, 2005) .
2. Kepadatan Penghuni Rumah
Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru.
Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat kesimpulan secara
statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang
tidak memenuhi syarat pada luas ruangannya. Semakin padat penghuni rumah akan semakin
cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni
yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut,
begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara
dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi
Mycobacterium tuberculosis. Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap
oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan. Menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, kepadatan penghuni diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan
jumlah penghuni, dengan ketentuan untuk daerah perkotaan 6 m²  per orang daerah pedesaan
10 m²   per orang.
3. Kelembaban Rumah
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu ruangan yang ideal antara
18C – 30C. Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan
berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya,
bila kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-orang tertentu dapat
menimbulkan alergi.
Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah
berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban
yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang
efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan
media yang baik untuk bakteri-baktri termasuk bakteri tuberkulosis (Keman, 2005).
Kelembaban di dalam rumah dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
a.         Kelembaban yang naik dari tanah ( rising damp )
b.        Merembes melalui dinding ( percolating damp )
c.         Bocor melalui atap ( roof leaks )
Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau saluran air di sekeliling
rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi dengan dinding harus kedap air, atap tidak
bocor dan tersedia ventilasi yang cukup.
4.      Ventilasi
Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai
lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar.
Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah
= 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <
10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi
syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya
konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak
cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya
proses penguapan cairan dai kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yan tinggi akam
menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen
termasuk kuman tuberkulosis. Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan semakin
membahayakan kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran
oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik atau
anorganik.
Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan uadar ruangan dari bakteri-bakteri, terutama
bakteri patogen seperti tuberkulosis, karenadi ventilasi selalu terjadi aliran udara yang terus
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu,  luas ventilasi
yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran
udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang
ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan (Keman,
2005).
5.      Pencahayaan Sinar Matahari
Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai daya untuk
membunuh bakteri. Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit
tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah.
Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar
matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman.
Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar
matahari , sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak dapat di masuki sinar
matahari maka penguninya mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan
dengan rumah yang dapat dimasuki sinar matahari.
6.      Lantai rumah
Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab.
Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui
kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim
panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi
penghuninya.
7.      Dinding
Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun angin serta
melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy)
penghuninya. Beberapa bahan pembuat dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata
atau batu dan sebagainya. Tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah
pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar dan kedap air
sehingga mudah dibersihkan (Keman, 2005).

2. RABIES
 Faktor Host
Faktor Host pada penyakit rabies merupakan hewan-hewan yang terkena virus rabies (anjing,
kucing, monyet, musang, kelelawar, tupai) dan juga manusia. Semua mamalia pada dasarnya
peka terhadap infeksi virus rabies tetapi terdapat urutan kepekaan dari berbagai spesies dari
mamalia. Mamalia yang paling peka dan seringkali merupakan kasus rabies spontan adalah
golongan anjing misalnya anjing domestikasi (anjing peliharaan), anjing hutan, serigala dan
rubah. Beberapa spesies lain digolongkan ke dalam kepekaan sedang yaitu musang, sigung
dan kelelawar. Sedangkan yang kurang kepekaannya adalah golongan tupai.
Manusia umumnya tertular karena gigitan hewan penderita rabies, dimana virus rabies akan
berada dalam kelenjar ludah hewan yang terinfeksi sekitar lima sampai tujuh hari sebelum
gejala klinis terlihat. Terdapat dua bentuk epizootic rabies yaitu urban rabies yang terjadi
pada jenis mamalia pet animal dan sylvatic rabies yang terjadi pada jenis mamalia liar.
Kepekaan terhadap infeksi rabies dan masa inkubasinya tergantung pada latar belakang
genetik dari host, strain virus rabies, konsentrasi reseptor virus pada host cell, jumlah
inokulum, serta jarak antara tempat masuknya virus ke host cell dengan central nervous
system.
 Faktor Agent
Faktor Agent dari penyakit rabies disebabkan oleh Rhabdovirus atau virus rabi dari genus
Lyssavirus. Rhabdovirus berasal dari bahasa Yunani yaitu Rhabdo yang berarti berbentuk
batang dan Virus yang berarti virus. Jadi Rhabdovirus merupakan virus yang mempunyai
bentuk seperti batang. Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki
membrane selubung (amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan
(spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat
kandungan lemak yang tinggi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan
berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm. Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat
pelarut lemak, alkohol 70 %, yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup
selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu 1 jam
dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40 C dapat tahan selama
bebarapa tahun.
 Faktor Evironment
Penyakit ini sering terjadi di lingkungan dimana hewan yang dapat terkontaminasi virus
rabies lebih banyak daripada orang yang tinggal di lingkungan tersebut. Penyebaran penyakit
rabies terjadi dimana-mana dari daerah kutub hingga daerah tropis dengan demikian kondisi
iklim dan musim tidak mempengaruhi secara langsung kejadian rabies di suatu daerah.
Kejadian rabies akan sangat tinggi pada saat hewan mulai bergerak dan beraktivitas mencari
makan atau perkawinan, semakin luas dan jauh wilayah yang dijelajahi induk semang rabies
kemungkinan tersebarnya rabies semakin besar. Direktorat Jenderal Produksi Peternakan,
Departemen Pertanian menyatakan bahwa daerah kota lebih jarang terjadinya kasus rabies
daripada daerah pedesaan.
3. INFLUENZA
 HOST
Faktor intristik pada flu burung diantaranya kekebalan tubuh (imunitas) dan pola pikir
seseorang. Flu burung sebenarnya tidak mudah menular dari hewan yang telah terinfeksi,
namun jalan untuk penularan itu akan semakin mudah apabila seseorang itu berada dalam
kondisi yang lemah dan tidak memiliki system imun yang baik, begitu pula dengan pola pikir
orang yang masih tidak percaya dan terkesan meremehkan bahaya penyakit ini. 
 AGENT
Virus penyebab flu burung tergolong family orthomyxoviridae2. Virus terdiri atas 3 tipe
antigenik yang berbeda, yaitu A, B, dan C. Virus influenza A bisa terdapat pada unggas,
manusia, babi, kuda, dan kadang-kadang mamalia yang lain, misalnya cerpelai, anjing laut,
dan ikan paus. Namun, sebenarnya horpes alamiahnya adalah unggas liar. Sebaliknya, virus
influenza B dan C hanya ditemukan pada manusia1. Penyakit flu burung yang disebut pula
avian influenza disebabkan oleh virus influenza A2. Virus ini merupakan virus RNA dan
mempunyai aktivitas haemaglutinin (HA) dan neurominidase (NA). Pembagian subtipe virus
berdasarkan permukaan antigen, permukaan hamagluinin, dan neurominidase yang
dimilikinya.
 ENVIRONMENT
Faktor lingkungan ini dibagi menjadi tiga:
a) Lingkungan Biologis Faktor
lingkungan biologis pada penyakit flu burung yaitu agent. Agent merupakan sesuatu yang
merupakan sumber terjadinya penyakit yang dalam hal ini adalah virus aviant influenza
(H5N1). Sifat virus ini adalah mampu menular melalui udara dan mudah bermutasi. Daerah
yang diserang oleh virus ini adalah organ pernafasan dalam, hal itulah yang membuat angka
kematian akibat penyakit ini sangat tinggi.
b) Lingkungan Fisik Suhu
Pada suhu lingkungan yang tidak optimal baik suhu yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah
akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh seseorang pada saat itu sehingga secara tidak
langsung berpengaruh terhadap mudah tidaknya virus menjangkiti seseorang. Selain itu virus
flu burung juga memerlukan suhu yang optimal agar dapat bertahan hidup. Musim Faktor
musim pada penyakit flu burung terjadi karena adanya faktor kebiasaan burung untuk
bermigrasi ke daerah yang lebih hangat pada saat musim dingin. Misalkan burung-burung
yang tinggal di pesisir utara Cina akan bermigrasi ke Australia dan Asia Tenggara pada
musim dingin, burung-burung yang telah terjangkit tersebut akan berperan menularkan flu
burung pada hewan yang tinggal di daerah musim panas atau daerah tropis tempat burung
tersebut migrasi. Tempat tinggal Faktor tempat tinggal pada penyakit flu burung misalnya
apakah tempat tinggal seseorang dekat dengan peternakan unggas atau tidak, di tempat
tinggalnya apakah ada orang yang sedang menderita flu burung atau tidak.
c) Lingkungan sosial
Faktor lingkungan sosial meliputi kebiasaan sosial, norma serta hukum yang membuat
seseorang berisiko untuk tertular penyakit. Misalnya kebiasaan masyarakat Bali yang
menggunakan daging mentah yang belum dimasak terlebih dahulu untuk dijadikan sebagai
makanan tradisional. Begitu pula dengan orang- orang di eropa yang terbiasa mengonsumsi
daging panggang yang setengah matang atau bahkan hanya seper-empat matang. Selain itu
juga pada tradisi sabung ayam akan membuat risiko penyakit menular pada pemilik ayam .

4. HIV
 Host
Factor host atau factor pejamu dari penyakit HIV/AIDS adalah manusia. Manusia yang
menjadi korban penyakit ini tidak menentu bisa laki-laki bisa juga perempuan. Namun
biasanya penyakit ini menyerang lebih banyak pada perempuan karena faktor anatomis
biologis dan faktor sosiologis gender. Perempuan cenderung menjadi korban tindakan asusila
seperti pemerkosaan, selain itu banyak kaum wanita yang berprofesi sebagai pekerja seks
komersial. Salah satu situs berita internet “dream.co.id” pernah memberitakan seorang pria
playboy yang meninggal karena HIV memiliki mantan kekasih sebanyak 40 orang,
kemungkinan tertularnya HIV pada 40 wanita tersebut sangatlah besar. Sangat jelas wanita
lebih rentan terkenan penyakit HIV/AIDS. Ratio jenis kelamin pria dan wanita di negara pola
I adalah 10 :1. karena sebagian besar penderita adalah kaum homoseksual sedangkan di
negara pola II rationya adalah 1 : 1.
Dari segi umur remaja lebih rentan terjangkit virus HIV dibandingkan dengan anak-anak
ataupun orang dewasa, hal ini disebabkan karena pergaulan bebas. Perilaku yang penuh
dengan kebebasan seringkali mengarah pada kenakalan yang sangat mencemaskan dan Sangat
menyedihkan saat perilaku ini mengakibatkan tingginya jumlah penyimpangan dikalangan
remaja. Penyimpangan-penyimpangan yang kasusnya makin marak adalah pergaulan bebas
atau lebih spesifiknya disebut seks bebas. Sedangkan distribusi golongan umur penderita
AIDS Di Amerika Serikat Eropah, Afrika dan Asia tidak jauh berbeda. Kelompok terbesar
berada pada umur 30-39 tahun. Mereka termasuk kelompok umur yang aktif melakukan
bubungan seksual. Hal ini membuktikan bahwa transmisi seksual baik homo maupun
heteseksual merupakan pola transmisi utama. Mengingat masa inkubasi AIDS yang berkisar
dari 5 tahun ke atas maka infeksi terbesar terjadi pada kelompok umur muda/seksual paling
aktif yaitu 20-30 tahun. Pada tahun 2000 diperkirakan Virus AIDS menular pada 110 juta
orang dewasa dan 110 juta anak-anak. Hampir 50% dari 110 juta orang itu adalah remaja dan
dewasa muda usia 13 -25 tahun. Informasi yang diperoleh dari Pusat AIDS International
fakultas Kesehatan Masyarakatat Universitas Harvard, Amerika Serikat sejumlah orang yang
terinfeksi virus AIDS yang telah berkembang secara penuh akan meningkat 10 kali lipat.
Kelompok masyarakat beresiko tinggi adalah mereka yang melakukan hubungan seksual
dengan banyak mitra seks (promiskuitas). kaum homoseksual/biseksual. kaum heteroseksual
golongan pernyalahguna narkotik suntik. Penerima transfusi darah termasuk penderita
hemofilia dan penyakit-penyakit darah, anak dan bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV.
Kelompok homoseksual/biseksual adalah kelompok terbesar pengidap HIV di Amerika
Serikat. Prevalensi HIV dikalangan ini terus meningkat dengan pesat.Di SanFransisco pada
tahun 1978 hanya 4% kaum homoseksual yang mengidap HIV. 3 tahun kemudian menjadi
24% dan 8 tahun kemudian menjadi 80%. Kelompok heteroseksual lebih menonjol di Afrika
dimana prevalensi. HIV pada kaum laki-laki dan wanita hamil di Afrika pada tahun 1981
mencapai 18%. Kelompok penyalahguna narkotik suntik di Eropah meliputi 11% dan di
Amerika Serikat 25% dari seluruh kasus AIDS.  
 Agent
HIV merupakan virus penyebab AIDS termasuk Retrovirus yang mudah mengalami mutasi
sehingga sulit untuk membuat obat yang dapat membunuh virus tersebut. Daya penularan
pengidap HIV tergantung pada sejumlah virus yang ada didalam darahnya, semakin
tinggi/semakin banyak virus dalam darahnya semakin tinggi daya penularannya sehingga
penyakitnya juga semakin parah. Virus HIV atau virus AIDS, sebagaimana Virus lainnya
sebenarnya sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh. Virus akan mati bila dipanaskan
sampai temperatur 60° selama 30 menit, dan lebih cepat dengan mendidihkan air. Seperti
kebanyakan virus lain, virus AIDS ini dapat dihancurkan dengan detergen yang
dikonsentrasikan dan dapat dinonaktifkan dengan radiasi yang digunakan untuk mensterilkan
peralatan medis atau peralatan lain.
Faktor pembawa dari penyakit AIDS adalah virus HIV (Immunodeficiency Virus). Virus ini
dapat ditularkan melalui hubungan badan dengan seorang yang telah positif terjangkit virus
HIV sebelumnya, dapat pula ditularkan melalui jarum suntik yang tidak steril dan melalui
transfuse darah.
 Enviroment
Lingkungan biologis, sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat menentukan penyebaran
AIDS. Lingkungan biologis adanya riwata ulkus genitalis, Herpes Simpleks dan STS (Serum
Test for Sypphilis) yang positip akan meningkatkan prevalensi HIV karena luka-luka ini
menjadi tempat masuknya HIV. Faktor biologis lainnya adalah penggunaan obat KB. Pada
para WTS di Nairobi terbukti bahwa kelompok yang menggunakan obat KB mempunyai
prevalensi HIV lebih tinggi
Lingkungan sosial yang buruk seperti pergaulan bebas dapat meningkatkan resiko terkena
HIV/AIDS. Pergaulan bebas di pengaruhi oleh laju budaya yang berpindah, yaitu budaya
barat termasuk seks bebas yang masuk ke budaya timuran termasuk Indonesia atau di sebut
juga globalisasi.
lingkungan agama sangat mempengaruhi penyebaran HIV. Orang yang pengetahuan
agamanya rendah biasanya suka melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam
ajaran agama seperti zina, maksiat dan lain-lain. di Indonesia penyakit HIV/AIDS dipandang
sebagai penyakit akibat dosa.
Lingkungan sosial ekonomi seperti pekerjaan juga ikut andil dalam penyebaran HIV. Pekerja
seks komersial atau PSK cenderung mudah terkena penyakit ini karena seringnya bergonta-
ganti pasangan seksual.
Faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual
masyarakat. Bila faktor-faktor ini mendukung pada perilaku seksual yang bebas akan
meningkatkan penularan HIV dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai