Anda di halaman 1dari 486

PROSIDING

Seminar Ilmiah Nasional


IKORGI III

Tips & Trick to Achieve Successful Endodontic


Treatment, Restorative & Aesthetics Dentistry

Yogyakarta, 24-25 November 2018

Editor :
drg. Diatri Nari Ratih,M.Kes.,Sp.KG(K),Ph.D
drg. Margareta Rinastiti, M.Kes.,Ph.D.,Sp.KG

Reviewer :
Dr.drg.Ema Mulyawati,M.S.,Sp.KG(K)
Dr.drg.Yulita Kristanti, M.Kes.,Sp.KG(K)
Dr.drg.Tunjung Nugraheni,M.Kes.,Sp.KG(K)
drg.Nunuk Purwanti,M.Kes.,Ph.D
drg.H.Dedy Kusuma Yulianto,M.Biotech.,Ph.D
Dr.drg.Juni Handajani,M.Kes.,Ph.D
drg.Heni Susilowati,M.Kes.,Ph.D
Dr.drg.Dyah Irnawati,M.S

Desain & Layout :


drg. Arlina Nurhapsari,Sp.KG
drg. Gustantyo Wahyu Wibowo,Sp.KG

Diterbitkan Oleh:
PENGURUS PUSAT IKATAN KONSERVASI GIGI INDONESIA (PP IKORGI)
Jl. Denta, Sekip Utara Bulaksumur, Yogyakarta
Telp : 082135858232 Email : ppikorgi@gmail.com
Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III
Tips & Trick to Achieve Successful Endodontic Treatment, Restorative & Aesthetics Dentistry

ISBN : 978-602-19108-7-0

All rights reserved. This book or any part thereof may not be reproduced, stored in a retrieval system, or
transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying, or otherwise, without prior
written permission of the publisher

Copyright 2018 by Pengurus Pusat Ikatan Konservasi Gigi Indonesia


i

KatA PengantaR
Assalamualikum Wr.Wb
Salam Sejahtera bagi kita semua

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kita dikaruniai


kesempatan untuk menyelenggarakan Seminar Ilmiah Nasional Ikorgi
(SINI III ) tahun ini.
Merujuk pada UU Praktek Kedokteran Nomor 29 tahun 2004,
bahwa setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti
pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan
yang diselenggarakan oleh organisasi profesi. Penyelenggaraan seminar
ilmiah ini bertujuan untuk meningkatkan dan menambah wawasan
ilmu pengetahuan dan ketrampilan bagi semua anggota ikorgi, guna
mengantisipasi perkembangan IPTEKDOKGI yang sangat cepat secara
global. Seminar ilmiah ini juga sangat bermanfaat dalam ajang publikasi
hasil penelitian maupun standar pelayanan kesehatan di bidang
konservasi gigi, baik teknologi restorasi maupun endodontik.
Pengurus Pusat Ikatan Konservasi Gigi Indonesia yang merupakan induk organisasi para dokter
gigi spesialis konservasi gigi, bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan anggotanya dalam
mendapatkan Satuan Kredit Profesi (SKP) yang menjadi persyaratan PB PDGI untuk mendapatkan Surat
Tanda Registrasi (STR ) bagi dokter gigi spesialis konservasi gigi yang menjalankan profesinya. Maka SINI
III ini dapat menjadi wahana untuk memperoleh SKP yang dibutuhkan
Pengurus Pusat Ikorgi mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
Ikatan Konservasi gigi cabang Jogyakarta yang telah bekerjasama dengan pengurus pusat untuk
terselenggaranya SINI III ini dan terima kasih disampaikan juga kepada semua pihak maupun para
vendor yang telah mendukung terselenggaranya SINI III ini .
Akhir kata semoga seminar ilmiah ikorgi ( SINI III ) dapat berjalan dengan selamat dan sukses.

Semoga Tuhan Memberkati kita semua.

Wignyo Hadriyanto, drg,MS,SpKG(K)


Ketua Pengurus Pusat
Ikatan Konservasi Gigi Indonesia

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
ii

KatA pengantaR

Sistem pelayanan kesehatan gigi di Indonesia terus berkembang,


sehingga sangatlah penting bagi masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan gigi yang bermutu dari praktisi medis yang
kompeten. Di samping itu, di era digital saat ini, akan selalu terjadi inovasi
baru dalam dunia kedokteran gigi. Dokter gigi dituntut untuk selalu
membuka diri, memperbaharui ilmu, keterampilan dan menambah
wawasan teknologi kedokteran gigi yang berkembang pesat dan penuh
inovasi.
Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III (SINI III) ini diadakan sebagai
sarana untuk mengikuti perkembangan iptek dan meningkatkan
profesionalisme dokter gigi sehingga dapat menciptakan dokter gigi
dan dokter gigi spesialis konservasi gigi yang menguasai teknologi dan
perkembangan keilmuan paling mutakhir.
Buku prosiding ini memuat lebih dari 80 makalah lengkap yang
dipresentasikan oleh rekan-rekan sejawat dari berbagai institusi pendidikan, rumah sakit dan praktisi
dokter gigi spesialis maupun umum dalam Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III (SINI III) ini.
Kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi para rekan sejawat, dan kami mohon maaf bila dalam
pegelolaan dan penerimaan makalah banyak terdapat kekurangan. Masukan dan kritik membangun
sejawat kami harapkan untuk perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata semoga buku prosiding ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

drg. Pribadi Santosa, M.S., Sp.KG (K)


Ketua Panitia SINI III

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
iii

DaftaR ISI
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

POTENCY OF NANO-CHITOSAN IRRIGANT AND ELECTROCHEMICAL


ACTIVATION IN ELIMINATING E.FEACALIS : LITERATURE REVIEW
Daisy Susilo*, Trimurni Abidin ** 1

EFEK IN-OFFICE BLEACHING TERHADAP WARNA, KEKERASAN MIKRO,


DAN KEKASARAN PERMUKAAN RESTORASI NANO (TINJAUAN PUSTAKA)
Sally Salsalina K*, Dennis ** 7

ENDODONTIC TREATMENT ON LATEX ALLERGY PATIENT : A CASE REPORT


Benny Perabuwijaya*, Trimurni Abidin** 12

KURET APIKAL PADA KEGAGALAN ENDODONTIK DENGAN OVERFILLING


Weni Sri Rahayu*, Ema Mulyawati** 16

RESISTENSI FRAKTUR ENDOCROWN DENGAN DESAIN MARGIN SERVIKAL


YANG BERBEDA – TINJAUAN PUSTAKA
Hilma Fitria Zulfa Noor* Rasinta Tarigan** 23

ENDODONTIC RETREATMENT IN 2 DIFFERENT C-SHAPED CANAL


CONFIGURATION : A CASE SERIES
Dwi Pusparani*, Dennis**,Trimurni Abidin ** 28

MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE VS CALCIUM HYDROXIDE IN


DIRECT PULP CAPPING: LITERATURE REVIEW
Ardo Sabir*,Christine A Rovani** 34

UJI EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT TERHADAP


FUSOBACTERIUM NUCLEATUM (IN VITRO)
Cut Nurliza*, Yenni Windasari** 39

THE EFFECT OF CHITOSAN HIGH MOLECULAR NANO RESTORATIVE


DEGRADATION : LITERATURE REVIEW
Brian Merchantara*, Trimurni Abidin** 44

REPLANTASI GIGI AVULSI


Dian Natalina Fuddjiantari*, R. Tri Endra Untara** 49

PERAWATAN ENDODONTIK PADA GIGI INSISIF LATERAL KANAN ATAS DIIKUTI


DENGAN RESEKSI APEKS AKAR
Senny Kandarani*, Adioro Soetojo** 56

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
iv

PULPEKTOMI DENGAN MAHKOTA JAKET PORSELIN PADA GIGI


DENGAN FRAKTUR ELLIS KELAS III
Dessy Natalia*, Yulita Kristanti** 62

ESTETIK KOMPLEKS LIMA GIGI ANTERIOR MAKSILA DENGAN CROWN LENGTHENING


Meliana Ganda Wijaya*, Yulita Kristanti**, Wignyo Hadriyanto**,
Dayinah**, Pribadi Santosa** 67

PERAWATAN SALURAN AKAR GIGI MOLAR SATU MAKSILA DENGAN


RESTORASI ONLAY KOMPOSIT INDIREK
Diandra*, Irmaleny** 73

MANAJEMEN KONVENSIONAL RESORPSI AKAR EKSTERNAL


PADA GIGI ANTERIOR PASCA TRAUMA
Aristya Purnama Dewi*,Wignyo Hadriyanto** 78

BLEACHING INTRAKORONAL DIIKUTI RESTORASI DIRECT RESIN KOMPOSIT


PADA DISKOLORASI INTRINSIK GIGI ANTERIOR
Rindu Swakahati*, Wignyo Hadriyanto** 83

PERAWATAN ESTETIK KOMPLEKS DENGAN MULTIPLE DIASTEMA


PADA ENAM GIGI ANTERIOR MAKSILA
Naresworo Apsari*, Wignyo Hadriyanto** 89

PERAWATAN ULANG DAN BLEACHING INTRAKORONAL


PADA INSISIVUS SENTRALIS KIRI MAKSILA
Mira Lovita* , Yulita Kristanti** 95

ENDODONTIK KONVENSIONAL SEBAGAI MANAJEMEN NON BEDAH


PADA GIGI DENGAN PERIODONTITIS APIKALIS ASIMTOMATIK
Bayu Aji Kurniawan*, Pribadi Santosa** 100

PENATALAKSANAAN ABSES PERIAPIKAL YANG BESAR


PADA GIGI INSISIV SENTRAL RAHANG ATAS : LAPORAN KASUS
Dwita Budiarti.*, Ira Widjiastuti** 106

PENDEKATAN KLINIS DALAM KEGAGALAN ENDODONTIK: LAPORAN KASUS


Tri Sari Dewi Purba* Dennis** Trimurni Abidin** 111

MANAGEMEN PADA INSTRUMEN PATAH DENGAN METODE BYPASS : LAPORAN KASUS


Imelda Darmawi*, Dennis**, Trimurni Abidin ** 115

PEMANFAATAN IKAN TERI MEDAN DAN JAMUR SEBAGAI SUPLEMEN PENINGKATAN


DENSITAS TULANG MANDIBULA RATTUS NORVEGICUS (STUDI INVIVO)
Nevi Yanti *, Dina Keumala Sari **, Ameta Primasari ***,
Nenni Dwi Aprianti Lubis ** Ika Astrina Tampubolon**** 119

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
v

PERAWATAN RETREATMENT PADA GIGI MOLAR MANDIBULA


DENGAN INSTRUMEN PATAH: LAPORAN KASUS
Ivan Poltak Sitompul*, Trimurni Abidin** 124

RESEKSI APIKAL GIGI INSISIVUS LATERALIS SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK DISERTAI


PERIODONTITIS APIKAL SIMTOMATIK
Hendri Eko Wahyudi*, Nanik Zubaidah** 127

APEX RESEKSI SEBAGAI PERAWATAN LESI PERIAPIKAL YANG LUAS


PADA GIGI INSISIF SENTRAL RAHANG ATAS
Rizky Harris Setyawibawa*, Moh. Rulianto ** 134

MANAJEMEN ENDODONTIK PADA MOLAR PERTAMA MANDIBULAR


DENGAN SUPERNUMERARY DISTAL ROOT(RADIX ENTOMOLARIS)
Juliana Siregar Siagian*, Dennis**, Trimurni Abidin ** 140

PENDEKATAN KONSERVATIF DALAM PENANGANAN


GIGI POSTERIOR YANG SPLIT : LAPORAN DUA KASUS
Dwi Yani Sastika G*, Dennis**, Trimurni Abidin** 143

PERAWATAN ULANG ENDODONTIK PADA GIGI INSISIVUS BAWAH


DENGAN LESI PERIAPIKAL PADA PASIEN DIABETES : LAPORAN KASUS
Rina Oktavia*, Dennis**, Trimurni Abidin** 151

PERAWATAN ENDODONTIK SATU KUNJUNGAN PREMOLAR PERTAMA MAKSILA


DENGAN RESTORASI MAHKOTA PFM
Indracipta Munajat*, Opik Taofik Hidayat** 156

TANTANGAN MANAJEMEN DARI FRAKTUR KOMPLIKASI MAHKOTA


GIGI PREMOLAR PADA PASIEN LANJUT USIA
Yeamy Agustina Marpaung* Dennis ** Trimurni Abidin ** 161

PENATALAKSANAAN GIGI INSISIVUS DENGAN KANAL BLUNDERBUSS


DISERTAI DISKOLORASI DAN FRAKTUR MAHKOTA : LAPORAN KASUS
Putu Dewi Purnama S.B*, Devi Eka Juniarti** 168

PERAWATAN ULANG SALURAN AKAR SEBAGAI MANAJEMEN NONBEDAH GIGI


DENGAN PERIODONTITIS APIKAL SIMTOMATIK
Gloria Fortuna*,Tunjung Nugraheni** 174

STUDI KASUS : PERAWATAN LESI PERIAPIKAL DENGAN APIKOEKTOMI


PADA INSISIVUS MAKSILARIS PASCA PERAWATAN SALURAN AKAR
Irmasmita Tasniadara*, Sri Kunarti** 178

PERAWATAN BLEACHING INTERNAL PADA DISKOLORASI GIGI ANTERIOR MAKSILA


DENGAN APEKS TERBUKA : LAPORAN KASUS
Normayanti*, Nirawati Pribadi** 183

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
vi

BEDAH APIKAL DENGAN MTA DAN BONE GRAFT PADA GIGI


DENGAN KISTA RADIKULER: LAPORAN KASUS
Nindhira Puspita Sari*, Kun Ismiyatin** 187

APEKSIFIKASI PADA GIGI INSISIF SENTRAL RAHANG ATAS


DENGAN RESTORASI DIREK RESIN KOMPOSIT
Fajar Agus Muttaqin*, Tamara Yuanita** 193

PERAWATAN RESORBSI INTERNAL PADA GIGI INSISIF DENGAN MTA DAN


THERMOPLASTICISED GUTTA PERCHA
Mieke Kusuma Dewi*, Edhi Arif ** 196

PERAWATAN SALURAN AKAR PADA GIGI KANAN RAHANG ATAS RIWAYAT TRAUMA
DENGAN APIKAL TERBUKA MENGGUNAKAN MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE
Uli Sasi Andari*; Setyabudi** 201

MANAJEMEN ENDODONTIK DAN BEDAH PADA GIGI INSISIF LATERAL KIRI ATAS
DENGAN KISTA RADIKULER
Marisa Irawan Ruslan *, Ari Subiyanto ** 206

MANAGEMENT OF OPEN APEX IN MAXILLARY CENTRAL INSICIVUS


WITH MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE
Koerniasari Eraiko Sudjarwo*, Kun Ismiyatin** 212

PERAWATAN SALURAN AKAR MOLAR KEDUA RAHANG MAKSILA


DENGAN DUA AKAR PALATAL: LAPORAN KASUS
Maria Liliana Santoso*, M.Mudjiono** 217

MANAJEMEN PERAWATAN INTERNAL BLEACHING PADA GIGI ANTERIOR KIRI ATAS


DENGAN PERUBAHAN WARNA : LAPORAN KASUS
Nanik Zubaidah*, Fresynandia Karyneisa Putri** 221

APEKSIFIKASI SEBAGAI PERAWATAN PADA GIGI DENGAN APEKS TERBUKA SETELAH TRAUMA
Erdananda Nindya Wirawan*, Margareta Rinastiti** 225

REHABILITASI ESTETIK COMPLICATED CROWN FRACTURE


PADA GIGI INSISIVUS SENTRALIS MAKSILA: LAPORAN KASUS
Fitri Yunita Batubara*, Dennis**, Trimurni Abidin** 229

PENGARUH BAHAN IRIGASI TERHADAP KEKUATAN PERLEKATAN SEMEN RESIN


DENGAN DENTIN SALURAN AKAR
Namira Sabila*, Nevi Yanti** 233

PENGARUH BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR TERHADAP KETAHANAN


FRAKTUR AKAR: TINJAUAN PUSTAKA
Jihan Rahmadian Fitria*, Nevi Yanti** 237

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
vii

MANAGEMENT OF MAXILLARY CENTRAL INCISOR WHITE SPOT LESION


WITH DIRECT PARTIAL COMPOSITE VENEER: A CASE REPORT
Vemmia Anindita Dharsono*, Ira Widjiastuti** 243

APEKS RESEKSI SETELAH PERAWATAN ENDODINTIK DENGAN KELAINAN PERIAPIKAL


Jayanti Rosha *, Sukaton ** 247

APEKSIFIKASI DENGAN MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE (MTA)


PADA GIGI FRAKTUR INSISIF SENTRAL MAXILLA
Diana Zakiyah*, Ruslan Effendy** 251

APEKS RESEKSI DAN PENGISIAN RETROGRADE SEBAGAI PERAWATAN


TERHADAP GRANULOMA PERIAPIKAL : LAPORAN KASUS
Wijayanti Siswanto*, Dian Agustin W** 257

EFEKTIVITAS PERAWATAN SALURAN AKAR SATU KALI KUNJUNGAN


PADA TIGA GIGI ANTERIOR RAHANG BAWAH PADA PASIEN GERIATRI
Dwina Rahmawati Junaedi*, Widya Saraswati ** 263

PENATALAKSANAAN PERAWATAN PADA GIGI PREMOLAR PERTAMA KANAN


RAHANG BAWAH DENGAN KONFIGURASI SALURAN AKAR
VERTUCCI TIPE IV : LAPORAN KASUS
Ridzki Almeria Oktavianti*, Dian Agustin Wahjuningrum** 267

PENATALAKSANAAN INSTRUMEN PATAH PADA GIGI ABSES PERIAPIKAL


DENGAN VARIASI ANATOMIS: LAPORAN KASUS
Aya Amida*, Hendra Dian Adhita Dharsono**, Anna Muryani** 271

PERAWATAN ENDODONTIK PADA MOLAR KEDUA MANDIBULA


DENGAN KONFIGURASI AKAR C- SHAPED : LAPORAN KASUS
Elvi Sahara* , Rahmi Alma Farah** 277

PERAWATAN SALURAN AKAR S-SHAPED PADA PASIEN GERIATRI ASA II: LAPORAN KASUS
Ellizabeth Yunita*, Hendra Dian Adhita Dharsono** 283

PENUTUPAN DIASTEMA MENGGUNAKAN KOMBINASI RESTORASI DIREK RESIN KOMPOSIT


DAN MAHKOTA PORSELAIN
Kristya Asrianti Jarwadi*, Diatri Nari Ratih** 288

TEKNIK SUPERIMPOSE FOTO RONSEN SEBAGAI ACUAN DASAR


DALAM MENENTUKAN UKURAN FILE PADA PREPARASI SALURAN AKAR
Sophian Abdurahman*, Sulistrianingsih* 294

PENATALAKSANAAN INTRUSI INSISIVUS MAKSILA AKIBAT TRAUMA


PADA ANAK DENGAN REPOSISI BEDAH : LAPORAN KASUS
Aditya Hayu Nastiti*, Rinaldi Budi Utomo** 298

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
viii

PENATALAKSANAAN ODONTEKTOMI GIGI MESIODENS BILATERAL


DENGAN POSISI INVERTED PADA ANAK
Wina Elia Sari Utami*, Emut Lukito** 303

MANAJEMEN RESORBSI AKAR EKSTERNAL MENGGUNAKAN MTA


PADA GIGI INSISIF MAKSILA IMATUR DISERTAI DISKOLORASI
Amanda Diah Prameswari Heriawan*, Tamara Yuanita** 307

PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAHKOTA KOMPLEKS PADA GIGI DESIDUI


DEPAN KIRI ATAS : LAPORAN KASUS
Puji Kurnia*, Putri Kusuma WM** 312

PERAWATAN BLEACHING EKSTERNAL PADA GIGI DENGAN


DISKOLORASI EKSTRINSIK : LAPORAN KASUS
Juni Jekti Nugroho*, Yennata Saputra** 316

EVALUASI SATU TAHUN PERBAIKAN ESTETIK KOMPLEKS GIGI ANTERIOR


DENGAN VENEER KOMPOSIT DIREK
Priscilla Daniego Pahlawan*, Opik Taofik hidayat ** 320

PENUTUPAN MULTIPEL DIASTEMA DENGAN VENEER


DIREK KOMPOSIT : KONTROL SATU TAHUN
Ovilya Septy Hutami*, Opik Taofik hidayat ** 326

APEKSIFIKASI PADA GIGI INCISIVUS SENTRALIS KANAN RAHANG ATAS (11):


LAPORAN KASUS
Aries Chandra Trilaksana*, Nurwira** 333

BLEACHING EKSTERNAL PADA GIGI YANG DISKOLORASI AKIBAT


KONSUMSI KOPI : LAPORAN KASUS
Yusran M*,Nurhayaty Natsir** 338

PENATALAKSANAAN DISKOLORASI GIGI NON VITAL


DENGAN BLEACHING INTERNAL : LAPORAN KASUS
Aries Chandra Trilaksana*, Mufliha Siri** 342

KOREKSI ESTETIK PADA HYPOPLASIA ENAMEL MENGGUNAKAN


VENEER PORCELAIN : LAPORAN KASUS
Arfina Sari Hamid*, Aries Chandra Trilaksana** 347

PENATALAKSANAAN PERAWATAN SALURAN AKAR MELENGKUNG


PADA GIGI PREMOLAR PERTAMA RAHANG ATAS KIRI : LAPORAN KASUS
Widy*, H.D. Adhita Dharsono** 351

MANAJEMEN ENDODONTIK PADA SALURAN AKAR BENGKOK


J-SHAPED DAN APLIKASI BONDED OVERLAYS
Pradipto Natryo Nugroho *, Sri Kunarti ** 355

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
ix

PERAWATAN IN-OFFICE BLEACHING PADA GIGI


DENGAN DISKOLORASI EKSTRINSIK: LAPORAN KASUS
Juni Jekti Nugroho*, Dyna Puspasari** 362

PERAWATAN BEDAH APIKAL ULANG PADA LESI KISTA PERIAPIKAL


GIGI INSISIVUS SENTRAL MAKSILA : LAPORAN KASUS
Wandania Farahanny*, Trimurni Abidin* 366

BLEACHING INTERNAL PADA GIGI YANG MENGALAMI DISKOLORISASI


AKIBAT TRAUMA: LAPORAN KASUS
Tirta Asprimi Angraeni*, Nurhayaty Natsir** 371

VENER DIRECT PADA GIGI INCISIVUS SENTRALIS


YANG MENGALAMI INTRUSI : LAPORAN KASUS
Yakobus Yanni*, Nurhayaty Natsir** 375

BLEACHING INTERNAL GIGI INSISIVUS YANG MENGALAMI OBLITERASI


AKIBAT TRAUMA : LAPORAN KASUS
Christine Anastasia Rovani*, Bulkis Thahir** 379

KEBERHASILAN PERAWATAN ULANG SALURAN AKAR GIGI YANG LEDGE


DISERTAI LESI PERIAPIKAL : LAPORAN KASUS
Taufik Amrullah*,Christine Anastasia Rovani** 383

PERAWATAN ENDODONTIK SATU KALI KUNJUNGAN PADA GIGI PULPITIS IRrEVERSIBEL


DENGAN RESTORASI OVERLAY
Juni jekti Nugroho*, Nenny Athriana Farma** 388

PENGARUH APLIKASI KARBAMID PEROKSIDA 10% SECARA HOME BLEACHING


TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN GIGI
Deli Mona*, Hanna Hashufa Aliju** 393

CROWN LENGTHENING FUNGSIONAL DISERTAI RETREATMENT


DENGAN RESTORASI MAHKOTA PASAK
Regia Aristiyanto*, Diatri Nari Ratih** 399

PENGGUNAAN BIODENTINE SEBAGAI BAHAN PENUTUP PERFORASI IATROGENIK


PADA GIGI DENGAN FURCATION DEFECT
Renna Maulana Yunus*, Munyati Usman** 405

PERAWATAN SALURAN AKAR VITAL PADA GIGI MOLAR KEDUA MANDIBULA


DENGAN NEKROSIS PARSIAL : LAPORAN KASUS
Noni Maharani*, Dewa Ayu Nyoman Putri Artiningsih** 411

INSIDENSI RADIX ENTOMOLARIS PADA POPULASI DUNIA: TELAAH SISTEMATIK


DAN META-ANALISIS
Amanda Andika Sari*, Valonia Irene Nugraheni**, Deddy Dwi Septian*** 415

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
x

PERBEDAAN KEHERMETISAN TEKNIK OBTURASI SALURAN AKAR


DITINJAU DARI RADIOGRAF PERIAPIKAL
Noor Hafida Widyastuti*, Alfatisa Riski Dewantari ** 422

PENATALAKSANAAN KISTA RADIKULAR REKUREN PADA INSISIVUS SENTRAL MAKSILA


Maria Yovita Lisanti* 427

PENGARUH BAHAN ADHESIF TERHADAP KEKUATAN GESER PELEKATAN


REPARASI RESIN KOMPOSIT
Andina Widyastuti*, R. Tri Endra Untara*, Raras Ajeng Enggardipta* 432

EFEKTIVITAS KOMBINASI EKSTERNAL IN OFFICE DAN HOME BLEACHING


PADA GIGI VITAL : LAPORAN KASUS
Maria Elisea Kiswantoro Hadinoto*, Ira Widjiastuti** 437

PERBAIKAN ESTETIK DAN FUNGSIONAL PADA GIGI ANTERIOR YANG CROWDED


DISERTAI DENGAN MULTIPLE CARIES
Nurlestari Kustartini*, Tamara Yuanita** 440

BIKUSPIDISASI : PENDEKATAN BEDAH PADA KASUS FURCATION INVOLVEMENT


GIGI MOLAR PERTAMA MANDIBULAR DENGAN TRUE COMBINED LESION
Aldila Ceasy Prameswari*, Tunjung Nugraheni** 446

MANAGEMENT OF TRAUMA-INDUCED EXTERNAL APICAL ROOT RESORPTION


IN PERMANENT MAXILLARY CENTRAL INCISOR
Aqilla Tiara Kartikaning Tyas*, Ema Mulyawati ** 450

PERAWATAN NONBEDAH PADA APEKS TERBUKA DAN RESORPSI EKSTERNAL BERKAITAN


DENGAN IMPAKSI KANINUS
Cyntia Dewi Maharani*, Diatri Nari Ratih**, Margareta Rinastiti** 455

PERAWATAN SALURAN AKAR SATU KUNJUNGAN PADA MOLAR MANDIBULA


DENGAN PERIODONTITIS APIKAL ASIMPTOMATIK
Desi Wadianawati*, Ema Mulyawati** 460

ONE-STEP MTA APEXIFICATION FOR TRAUMATIZED IMMATURE PERMANENT TOOTH


Raras Ajeng Enggardipta*, Ema Mulyawati**, Tri Endra Untara** 465

HEMISECTION – A SURGICAL APPROACH TO IATROGENIC COMPLICATION


OF ENDODONTICS THERAPY: A CASE REPORT
Selvia Martinova* , Wignyo Hardianto**, Pribadi Santosa** 470

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Daisy Susilo,Trimurni Abidin
PO-01 1

POTENCY OF NANO-CHITOSAN IRRIGANT AND ELECTROCHEMICAL


ACTIVATION IN ELIMINATING E.FEACALIS : LITERATURE REVIEW
Daisy Susilo*, Trimurni Abidin **
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background: The elimination of intracanal bacterial populations and their products from an infected root canal are essential
for the successful outcome of endodontic treatment. Irrigation and agitation have been performed in conjunction with
endodontic therapy for many years.
Purpose: This review discusses the available literature on nano-chitosan and electrochemical activation in eliminating E.
feacalis.
Method: The cleanliness involves both elimination of microorganisms specially E. Faecialis and removal of organic and
anorganic matter. E. feacalis, which can be found in treated and untreated root canals, is highly associated with failures.
Techniques, instruments, and equipments have been developed to improve clinical work and achieve a high treatment
success rate. The irrigant agents that usually used in endodontic are sodium hypochloride, chlorhexidine, EDTA and chitosan
had high success rate in endodontic. In addition to optimize microbial reduction, electrochemical activation has proven to
be an adjunctive therapy for endodontic treatment due to the turbulence generated by the activation thus the irrigation
fluid can enter the dentinal tubules and create a microcavities that can eliminate bacteria, organic and non-organic matter.
Result: With the effect of acoustic streaming and cavitation, it is possible to help chitosan nanoparticle to eliminate e.faecalis
in the dentinal tubules.
Conclusion: Further research is needed on the effects of chitosan which has biocompatible and antibacterial properties by
using electrochemical agitation to eliminate E.faecalis.

Keywords: electrochemical activation, endodontic treatment, chitosan, E.facealis

INTRODUCTION Another irrigant solution is EDTA. It is a good chelating


agent and is used for removal of the inorganic portion
In most cases where endodontic treatments prove of the smear layer but EDTA has little or no antibacterial
unsuccessful, it is due to treatment procedures that effect.5
have failed to meet a satisfactory standard for control Hosseini et al, Perochena et al have reports have
and elimination of infection.1,2,3 shown that chitosan and chitosan derivative materials
Guerreiro-Tanomaru et al discussed that E. faecalis have good biocompatibility. Conversely, studies have
is the most frequently observed microorganism in shown varying antimicrobial activity of chitosan
persistent infections associated with endodontic against Gram-positive and Gram-negative bacteria.
failure.4 Borzini et al discussed that elimination of Chitosan advantages include antibacterial effect,
microbes from the pulpal tissue as well as in root biocompatibility, nontoxicity, biodegradability and
canals is the main goal when aiming to prevent and chelating potential.5,7
treat pulpal and periapical lesions.1 To optimize microbial reduction, electrochemical
Hosseini et al, Nicoletti et al have discussed that activation has proven to be an adjunctive therapy for
irrigation has a central role in endodontic treatment. endodontic treatment due to the turbulence generated
NaOCl and CHX have been used as irrigant solution in by the activation thus the irrigation fluid can enter the
endodontic treatment.5,6 CHX has a broadspectrum dentinal tubules and create a microcavities that can
antibacterial action, sustained action and lower toxicity eliminate bacteria, organic and non-organic matter.8
than NaOCl. In addition, NaOCl and CHX, it is unable The aim of this article is (a) to describe characteristics
to kill all bacteria and cannot remove the smear layer. E. faecalis; (b) to discuss root canal irrigant; (c) to
Korespondensi: Daisy Susilo, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jl. Alumni no. 2 Kampus USU, Medan 20155,
Indonesia. Alamat e-mail: daisysusilo@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
POTENCY OF NANO-CHITOSAN IRRIGANT AND ELECTROCHEMICAL ACTIVATION
2 IN ELIMINATING E.FEACALIS : LITERATURE REVIEW

discuss effect of electrochemical activation. for root canal instruments; (h) be non-antigenic, non-
toxic and non-carcinogenic. In addition, it should have
CHARACTERISTICS E. FAECALIS no adverse effects on dentin or the sealing ability of
E. faecalis is a normal inhabitant of the oral cavity. filling materials. Furthermore, it should be relatively
In the category of primary endodontic infections.9 inexpensive, convenient to apply and cause no tooth
E. faecalis is associated with asymptomatic chronic discoloration.1 The irrigant standard in endodontic
periradicular lesions significantly more often than treatment usually are sodium hypochlorite (NaOCl),
with acute periradicular periodontitis or acute chlorhexidine, ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA),
periradicular abscesses. E. faecalis is found in 4 to 40% and nanoparticle chitosan.
of primary endodontic infections. Pinheiro et al. found
E. faecalis in 52.94% of canals with bacterial growth. Sodium Hypochlorite (NaOCl)
This microorganism has demonstrated the capacity to Sodium hypochlorite is the most commonly used
survive in an environment in which there are available root canal irrigant. It is an antiseptic and inexpensive
nutrients and in which commensality with other lubricant that has been used in dilutions ranging from
bacteria is minimal.1 0.5% to 5.25%. Free chlorine in NaOCl dissolves vital
The most-cited virulence factors of E. faecalis that and necrotic tissue by breaking down proteins into
may be related to endodontic infection and the peri- amino acids. Decreasing the concentration of the
radicular inflammatory response are aggregation solution reduces its toxicity, antibacterial effect and
substance, surface adhesions, sex pheromones, ability to dissolve tissues. Increasing its volume or
lipoteichoic acid, extracellular superoxide production, warming it increases its effectiveness as a root canal
the lytic enzymes gelatinase and hyaluronidase, and irrigant.
the toxin cytolysin. Each of them may be associated Advantages of NaOCl include its ability to dissolve
with various stages of an endodontic infection as well as organic substances present in the root canal system and
with periapical inflammation.1 Sedgley et al have found its affordability. In addition, it does not kill all bacteria,
that viable E. faecalis was recovered from all root filled nor does it remove all of the smear layer. It also alters
teeth and from 95–100% of unfilled inoculated teeth.10 the properties of dentin. The results of a recent in vitro
In in vitro studies, E. faecalis has been shown to study show that the most effective irrigation regimen is
invade dentinal tubules whereas not all bacteria have 5.25% at 40 minutes, whereas irrigation with 1.3% and
this ability. E. faecalis, unlike others, was found to 2.5% NaOCl for this same time interval is ineffective in
colonize the root canal in most cases and to survive removing E. faecalis from infected dentin. Based on the
without the support of other bacteria. E.faecalis is a findings of this study, the authors recommend the use
microorganism that can tolerate extreme conditions.1 of other irrigants to increase the antibacterial effects
Enterococci can withstand harsh environmental during cleaning and shaping of root canals.12
conditions. As originally defined by Sherman (1937), The major disadvantages of this irrigant are its
Enterococci can grow at 10°C and 45°C, at pH 9.6, in cytotoxicity when injected into periradicular tissues,
6.5% NaCl broth, and survive at 60°C for 30 minutes.11 foul smell and taste.11 Nicoletti et al have discussed
that is still widely used for disinfecting root canals
ROOT CANAL IRRIGANT during endodontic therapy in most parts of the world.
Using root canal irrigant solutions has proved to be It is usually employed at 0.5-6.0% concentrations. For a
essential in endodontic treatment. To effectively clean proper antimicrobial activity, NaOCl must be prepared
and disinfect the root canal system, an irrigant should freshly just before its use. Exposure of NaOCl solution
ideally: (a) have a broad antimicrobial spectrum and to oxygen, at room temperature under light can
high efficacy; (b) be able to digest proteins and necrotic inactivate it significantly.6
tissue, ;(c) prevent the formation of a smear layer Del Carpio et al have discussed that the use of
during instrumentation or dissolve the latter once it NaOCl in a high concentration of this solution for long
has formed; (d) present low surface tension to reach periods of time may cause damage into the dentin.7
areas inaccessible to the tools (dentin tubules); (e) The results of a recent in vitro study show that
offer long-term antibacterial effect, (f) keep dentinal the most effective irrigation regimen is 5.25% at 40
debris in suspension; (g) provide a lubricating action minutes, whereas irrigation with 1.3% and 2.5% NaOCl

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Daisy Susilo,Trimurni Abidin 3

for this same time interval is ineffective in removing E. Furthermore, the nanoparticles could be delivered
faecalis from infected dentin cylinders. Based on the into the anatomical complexities and dentinal tubules
findings of this study, AAE recommend the use of other were bacteria are known to escape the conventional
irrigants to increase the antibacterial effects during disinfection strategies. The choice of the carrier in
cleaning and shaping of root canals.12 a nanoparticle delivery system is crucial since it can
affect protection, retention and bioavailability of the
Chlorhexidine (CHX) drug or the natural active ingredient.
Hosseini et al have discussed that an alternative Chitosan is a natural cationic polysaccharide
irrigant solution is CHX. Gomez et al have discussed derived by N-deacetylation of chitin. Chitosan is
that 2% CHX gel has several advantages over 2% reported to exhibit adhesiveness, biocompatibility and
CHX solution, in spite of having similar antimicrobial, biodegradability and is widely used in biomedical and
substantivity and biocompatibility properties. The pharmaceutical applications. Chitosan can be used in
CHX gel lubricates the root canal walls, which reduces dental application and corneal implants, based on its
the friction between the file and the dentin surface, ability to form thin films 5,7,14,15
facilitating the instrumentation and decreasing the Hosseini et al,Del Carpio et al have reports have
risks of instrument breakage inside the canal. shown that chitosan and chitosan derivative materials
In addition, by facilitating instrumentation, CHX have good biocompatibility. Conversely, studies have
gel improves the elimination of organic tissues, which shown varying antimicrobial activity of chitosan against
compensates for its incapacity to dissolve them. Gram-positive and Gram-negative bacteria.5,7
Another advantage of CHX gel is the reduction of Del Carpio et al have found that chitosan
smear layer formation, which does not occur with the nanoparticles could be used as a final irrigant during
liquid form. root canal treatment with the dual benefit of removing
CHX has a broadspectrum antibacterial action, the smear layer and inhibiting bacterial recolonization
sustained action and lower toxicity than NaOCl. The on root dentin.7
major advantages of chlorhexidine over NaOCl are its
lower cytotoxicity and lack of foul smell and bad taste. DISINFECTION OF THE ROOT CANAL SYSTEM
In addition, like NaOCl, it is unable to kill all bacteria For many years various methods have been
and cannot remove the smear layer. 7,11,13 proposed and developed to make root canal irrigants
more effective in removing debris and bacteria from
Ethylenediaminetetraacetic Acid (EDTA) the root canal system. 16
Chelating agents such as ethylenediaminetetraacetic In addition to optimize microbial reduction,
acid (EDTA) is used for removal of the inorganic portion sonic, ultrasonic, laser activated irrigation systems,
of the smear layer. Irrigation with 17% EDTA for one and electrochemical activation has proven to be an
minute followed by a final rinse with NaOCl is the adjunctive therapy for endodontic treatment due to
most commonly recommended method to remove the turbulence generated by the activation thus the
the smear layer. Longer exposures can cause excessive irrigation fluid can enter the dentinal tubules and
removal of both peritubular and intratubular dentin. create a microcavities that can eliminate bacteria,
EDTA has little or no antibacterial effect.12 organic and non-organic matter.16

Chitosan Nanoparticle Sonic Activation


Nanoparticles are widely used in healthcare sector Sonic activation makes use of instruments that have
as well as industry for varied applications including an enforced vibration at one end (at the hand piece)
antimicrobials. Nanoparticle drug delivery system and are allowed to vibrate freely at the other end.
offers advantages such as better bioavailability, efficacy, Sonic devices operate at audible frequencies ( below
solubility and encapsulation of the drug compared to 20kHz) and have file oscillation amplitudes up to 1mm.
conventional systems. The versatility to be modified 16

into various sizes as well as chemical modifications


could be advantageous for targeted antibacterial Ultrasonic Activation
applications. Ultrasonic have n enforced vibration at one end

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
POTENCY OF NANO-CHITOSAN IRRIGANT AND ELECTROCHEMICAL ACTIVATION
4 IN ELIMINATING E.FEACALIS : LITERATURE REVIEW

Figure 1: Schematic representation of the acoustic streaming Figure 2: ketch of the removed mechanisms of a biofilm
that is induced by an ultrasonically oscillating instrument from a surface. The biofilm may be attacked chemically, after
(black circle). Near the instrument there is a boundary layer which the consumed irrigant has to be replaced by mixing
in which the fluid oscillates together with the file (oscillatory with fresh irrigant. Refreshment of the irrigant involves a
component). In the direction of oscillation, jets are formed flow that exerts shear stress on the wall. Finally, cavitation
(steady component) that may impact on a nearby root canal (formation and collapse of bubbles) may enhance the biofilm
wall and flow back toward the file (steady component) removal locally.16
(entrainment).16
and are allowed to vibrate freely at the other end. near the apex of the root canal, or in the pulp chamber
Ultrasonic devices operate at higher frequencies with normal fibers or specially developed fiber. 17
(typically 20-200kHz) and have amplitudes less than
100µm. The higher frequency employed by ultrasonic Electrochemical activation
activation leads to a more complex pattern of nodes Electrochemical activation occurs in the electrolysis
and antinodes.16 cell, consisting of the cathode and the anode separated
Ultrasonic use to activate irrigant in the canal has by a special semi-permeable membrane (diaphragm)
shown to be a clinically proven and efficient adjunct to which separates water to alkaline fraction – the
cleaning and shaping instrument sequences and is used catholyte and acidic fraction – the anolyte. When
by many endodontic specialists. Ultrasonic activation electric current passes through water, a series of redox
of irrigants produces at least 2 helpful effects:16,17,18 reactions occur on the surface of the cathode and
1. Cavitation, defined as the formation of thousands anode. As a result of this, new elements are formed
of tiny bubbles which rapidly implode, producing and the composition of water and the water structure
a "shock wave" removing biofilm. is also changed.19
2. Acoustic streaming which produces shear forces
that will help extricate debris from instrumented Photodynamic Therapy
canals. In recent years, photodynamic therapy (PDT) has
been the subject of research as a new therapeutic
Laser activation modality to improve results with significant bacterial
Laser activation have a wavelength in infrared reduction in the root canal system. PDT is based on
region (2796-2940 nm) that is absorberd well in water. the association between a light generated by a low-
The dynamic of laser activation have been studied power laser and a nontoxic photosensitizer (dye), in
using high speed imaging showing the generation and the presence of oxygen. The photosensitizer excited by
implosion of a large vapor bubble at the tip of the the laser light reacts with the molecular oxygen (O2)
fiber, generated by the absorption of laser energy fast to generate singlet oxygen (1O2) and reactive oxygen
heating of the irrigant. The collapse of this bubble may species such as superoxide (O2-), hydroxyl radical (OH)
induce shock wave and additional bubbles throughout and hydrogen peroxide (H2O2). Both free radicals and
the root canal system. The laser fiber tip may be placed O2 are capable of acting in several cellular components

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Daisy Susilo,Trimurni Abidin 5

of the bacteria through oxidation or reduction include the type of chitosan, the degree of chitosan
reactions, causing cellular destruction.20 polymerization and some of its other physicochemical
properties. Chitosan exhibits higher antibacterial
DISCUSSION activity against Gram-positive bacteria than Gram-
negative bacteria. The antibacterial activity of chitosan
Kayaoglu et al have discussed that E. faecalis can also depends on the molecular weight and solvent, and
adapt to adverse conditions: Following pre-exposure is inversely affected by pH, with higher activity at lower
to sublethal stress conditions, E. faecalis becomes less pH values. It was found to be more effective against fungi
sensitive to normally lethal levels of sodium dodecyl and viruses by some studies. The exact mechanisms
sulfate, bile salts, hyperosmolarity, heat, ethanol, of antibacterial action of chitosan and its derivatives
hydrogen peroxide, acidity, and alkalinity; furthermore, are still not vivid.22 Qi et al, Rabea et al have discussed
'cross-protection' is pronounced against diverse that chitosan mechanism is contact mediated killing
challenges. Starving E. faecalis cells maintain their that involves the electrostatic attraction of positively
viability for extended periods and become resistant to charged chitosan with the negatively charged bacterial
UV irradiation, heat, sodium hypochlorite, hydrogen cell membranes. This might lead to the altered cell wall
peroxide, ethanol, and acid. E. faecalis, moreover, permeability eventually resulting in rupture of cell and
can enter the viable but non-cultivable (VBNC) state, leakage of the proteinaceous and other intracellular
a survival mechanism adopted by a group of bacteria components.22,23
when exposed to environmental stress, and resuscitate Del Carpio et al have found that chitosan
upon returning to favorable conditions. The ability of nanoparticles could be used as a final irrigant during
E. faecalis to tolerate or adapt to harsh environmental root canal treatment with the dual benefit of removing
conditions may act as an advantage over other species. the smear layer and inhibiting bacterial recolonization
It may explain its survival in root canal infections, on root dentin.7
where nutrients are scarce and there are limited means Hosseini et al study have suggested that the use
of escape from root canal medicaments. In in vitro of chitosan as a possible alternative to replace EDTA.
studies, E. faecalis has been shown to invade dentinal CS, even at the lowest concentration, was capable of
tubules, whereas not all bacteria have this ability.13 adequately removing the smear layer from the dentin
Nicoletti et al have discussed that NaOCl is an surface causing little erosion of dentin.5
irrigant solution which is known to many root canal Photodynamic therapy (PDT) is a new technique
patients for its bitter taste. Surprisingly, this toxic introduced in endodontics that combines the action
irrigant is still widely used for disinfecting root canals of a photosensitizer (dye) and a low intensity light
during endodontic therapy in most parts of the world. source. Nunes et al, Tennert et al reported that PDT
It is usually employed at 0.5-6.0% concentrations. was effective against E. faecalis.20,24
NaOCl is mostly used for its excellent tissue-dissolving
and antimicrobial properties. Nevertheless, it has many CONCLUSION
problems. For a proper antimicrobial activity, NaOCl
must be prepared freshly just before its use. Exposure With the effect of acoustic streaming and cavitation,
of NaOCl solution to oxygen, at room temperature it is possible to help chitosan nanoparticle to eliminate
under light can inactivate it significantly.6 Estrela et al e.faecalis in the dentinal tubules.
have evaluated that NaOCl or CHX showed low ability to Further research is needed on the effects of
eliminate E. faecalis when evaluated by either culture chitosan which has biocompatible and antibacterial
or PCR techniques.21 Another irrigant that used in properties by using electrochemical agitation to
endodontic is EDTA. It is a good chelating agent and is eliminate E.faecalis.
used for removal of the inorganic portion of the smear
layer but EDTA has little or no antibacterial effect.5 REFERENCES
Chitosan has been researched extensively owing to
its excellent antimicrobial and antifungal properties. 1. Borzini L, Condò R, De Dominicis P, Casaglia A, Cerroni
L.,2016,Root Canal Irrigation: Chemical Agents and Plant
Qi et al have discussed about antibacterial activity
Extracts Against Enterococcus faecalis. The Open Dentistry
of chitosan is influenced by a number of factors that Journal,10:692-703.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
POTENCY OF NANO-CHITOSAN IRRIGANT AND ELECTROCHEMICAL ACTIVATION
6 IN ELIMINATING E.FEACALIS : LITERATURE REVIEW

2. Waltimo T.M.T, Sen B.H., Meurman J.H., Ørstavik D, Haapasalo 20. Nunes, M.R.,Mello I.,Franco G.C.N.,de Medeiros
M.P.P.,2003,Yeasts in Apical Periodontitis. Crit Rev Oral Biol J.M.F.,Ferreira dos Santos S.S.,Habitante S.M.,Lage-Marques
Med,14(2):128-137. J.L.,Raldi D.P.,2011. Effectiveness of Photodynamic Therapy
3. Cha´vez de Paz L.E., Bergenholtz G, Svensa¨ter G.,2010 The Against Enterococcus faecalis, With and Without the Use of
Effects of Antimicrobials on Endodontic Biofilm Bacteria. an Intracanal Optical Fiber: An In Vitro Study. Photomedicine
JOE,36 (1):70-77. and Laser Surgery,29 (12):803–808
4. Tanomaru J.M.G., Andrade G.M.C., Faria-Júnior N.B., 21. Estrela C.,Silva J.A.,Gonçalves De Alencar A.H.,Leles
Watanabe E., Filho M.T., 2015, Effect of Passive Ultrasonic C.R.,Decurcio D.A.,2008. Efficacy Of Sodium Hypochlorite And
Irrigation on Enterococcus faecalis from Root Canals: An Ex Chlorhexidine Against Enterococcus Faecalis – A Systematic
Vivo Study. Braz Dent J,26(4). Review. J Appl Oral Sci,16(6):364-8.
5. Hosseini S., Kassaee Z.M., Elahi S.H., Bolhari B., 2016, A New 22. Qi L.F., Xu Z.R.,Jiang X.,Hu C.H.,Zou X.F., 2009. Preparation and
Nano-Chitosan Irrigant with Superior Smear Layer Removal antibacterial activity of chitosan nanoparticles.Carbohydrate
and Penetration. Nanochem Res,1(2): 150-156 Research,339:2693–2700.
6. Nicoletti M.A., Siqueira E.L., Bombana A.C., Oliveira G.G., 23. Rabea E.I.,Badawy M.E.T.,Stevens C.V.,Smagghe G.,Steurbaut
2009. Shelf-Life of a 2.5% Sodium Hypochlorite Solution as W.,2003. Chitosan as Antimicrobial Agent: Applications and
Determined by Arrhenius Equation. Braz Dent J,20(1): 27-31. Mode of Action. Biomacromolecules,4(6): 1457-1465.
7. del Carpio-Perochena A.,Bramante M.C., DuarteM.A.H.,, 24. Tennert C., Feldmann K., Haamann E., Al-Ahmad A., Follo
Moura M.R., Aouada F.A., Kishe A., 2015, Chelating and M.,Wrbas k.T., Altenburger M.J.,2014. Effect of photodynamic
antibacterial properties of chitosan nanoparticles on dentin. therapy (PDT) on Enterococcus faecalis biofilm in experimental
ISSN 2234-7658. primary and secondary endodontic infections. BMC Oral
8. Hubble T.S., Hatton J.F., Nallapareddy S.R., Murray B.E., Health,14(1).
Gillespie M.J., 2003. Influence of Enterococcus faecalis
proteases and the collagen-binding protein, Ace, on adhesion
to dentin. Oral Microbiol Immunol,18:121-126.
9. Stuart C.H., Schwartz S.A.,Beeson T.J.,Owatz C.B.,2006.
Enterococcus faecalis: Its Role in Root Canal Treatment Failure
and Current Concepts in Retreatment. JOE,32(2):93-98.
10. Sedgley C.M, Lennan S.L.,Appelbe.O.K., 2005. Survival of
Enterococcus faecalis in root canals ex vivo. International
Endodontic Journal, 38:735–742.
11. Kayaoglu G., Ørstavik D., 2004. Virulence Factors Of
Enterococcus Faecalis: Relationship To Endodontic Disease.
Crit Rev Oral Biol Med,15(5):308-32.
12. American Association of Endodontists., 2011.Root Canal
Irrigants and Disinfectants.
13. Gomes B.P.F.A., Vianna M.E., Zaia A.A., Almeida J.F.A, Souza-
Filho F.J., Ferraz C.C.R.,2013. Chlorhexidine in Endodontics.
Brazilian Dental Journal,24(2): 89-102.
14. Shrestha S.,Fong S.W., Khoo B.C., Kishen A., 2009. Delivery
of Antibacterial Nanoparticle0s into Dentinal Tubules Using
High-intensity Focused Ultrasound. JOE, 35(7) : 1028-1033.
15. Ong H.T., Chitra E., Ramamurthy S., Siddalingam R.P., Yuen
K.H., Ambu S.P., Davamani F.,2017. https://doi.org/10.1371/
journal.pone.0174888
16. Luc van der Sluis, Verhaagen B, Macedo R., Versluis M., 2014,
Disinfection of the Root Canal System by Sonic, Ultrasonic,
and Laser Activated Irrigation : Cohenca N., Disinfection of
Root Canal Systems The Treatment of Apical Periodontitis.
John Wiley & Sons, Inc.
17. Dalai D.R., Bhaskar D.J., Agali R.C.A, Singh N., Singh H.,2014,
Modern Concepts of Ultrasonic Root Canal Irrigation.
International Journal of Advanced Health Sciences, 1(4).
18. van der Sluis L.W.M.,Versluis M.,Wu M.K.,Wesselink P.R.,2007.
Passive ultrasonic irrigation of the root canal: a review of the
literature. International Endodontic Journal, 40: 415–426
19. Lata S.,Mohanty S.K.,Pradhan P.K.,Patri G.,Sinha S.P., Agrawal
P.,2016, Anti bacterial Effectiveness of Electro- Chemically
Activated (ECA) Water as a Root Canal Irrigant- An In-
vitro Comparative Study. Journal of Clinical and Diagnostic
Research,10(10):138-142

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Sally Salsalina K, Dennis
PO-03 7

EFEK IN-OFFICE BLEACHING TERHADAP WARNA, KEKERASAN MIKRO,


DAN KEKASARAN PERMUKAAN RESTORASI NANO :TINJAUAN PUSTAKA

Sally Salsalina K*, Dennis **


*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background : In recent years, there has been an increased demand for improvement in the appearance of natural teeth for
esthetic reason and quality of life . There are number of causes affecting the color of teeth , with the main causes being
enamel discoloration or damage, degeneration of pulp tissue, heavy bleeding after pulp extirpation, trauma, infection,
drugs. Objective : The aim of this literature review is to evaluated the interaction between bleaching and color, micro
hardness and surface roughness of nano restorative materials.
Review : The treatment methods to enhance esthetic appeal by controlling tooth discoloration are tooth bleaching and
using esthetic restorative materials. The conservative technique of tooth bleaching has gained attention and acceptance
from both patients and clinicians. Despite increased popularity , there is controversy surrounding the adverse effects of
bleaching on dental materials. Bleaching agents may affect the surface of existing restorations. Given the fact over 40% of
the population has at least one dental restorative materials, the effect of different bleaching treatments on dental materials
have received much attention. Further improvement of dental composites are nano filled and nano hybrid composites.
These composites may present smaller changes of bleaching agents because its filler size of 5–20 nm .
Conclusions : Considering the cost and benefit for the patient to replace existing restoration, it is important to understand
the effect of bleaching agents on the physical properties such as color, microhardness and surface roughness of the nano
restorative materials and it needs further research.

Keyword : bleaching, nano restorative , color, micro hardness, roughness.

INTRODUCTION Among them, sodium perborate, carbamide peroxide


and hydrogen peroxide are used most widely either
The pursuit of an esthetic smile has stimulated alone or in combination. 3 Hydrogen peroxide is an
the search for effective treatments and alternatives important agent used in dental bleaching that is
to increase its attractiveness. In recent years, there capable of penetrating tooth structures, releasing free
has been an increased demand for improvement in radicals, and oxidizing chromophore molecules, by
the appearance of natural teeth for esthetic reason means of redox processes. The penetration of these
and quality of life. There are a number of causes oxidative agents in dental structures breaks these
affecting the color of teeth, with the main causes chromophore molecules into less complex molecules,
being enamel discoloration or damage, degeneration giving a brighter aspect to the tooth.4
of pulp tissue, heavy bleeding after pulp extirpation, Given the fact over 40% of the population has at
trauma, infection, drugs. Discoloration of teeth can least one dental restorative materials, the effect of
be attributed to various etiologies. Discoloration different bleaching treatments on dental materials
was described as “any change in the hue, color, or have received much attention.1 Bleaching agents may
translucency of a tooth due to any cause. One of the be applied to the surface of preexisting restorations.
treatment methods to enhance esthetic appeal by The use of these solutions on restorative materials—
controlling tooth discoloration is tooth bleaching and especially composite resins—seems to result in
using esthetic restorative materials. 1,2 different effects on surface hardness and roughness. 5
Tooth whitening is a highly desirable esthetic The dental composite is made up of four major
treatment, since it is conservative and can lead to components: an organic polymer matrix, inorganic filler
satisfactory results for changing dental color. Many particles, a coupling agent, and an initiator-accelerator
agents for whitening teeth have been introduced. system. Further improvement of dental composites
Korespondensi: Sally Salsalina Ketaren drg, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jl. Alumni No. 2 Kampus
USU, Medan 20155. Alamat e-mail: sallysalsalina@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
EFEK IN-OFFICE BLEACHING TERHADAP WARNA, KEKERASAN MIKRO, DAN KEKASARAN
8 PERMUKAAN RESTORASI NANO (TINJAUAN PUSTAKA)

are nano filled and nano hybrid composites.6,7 A of the chromophore can occur by destroying one or
composite dental filling material with primary filler size more of the double bonds in the conjugated chain,
of 5–20 nm that could be used in all areas of the mouth by cleaving the conjugated chain, or by oxidation
with high initial polish and superior polish retention, of other chemical moieties in the conjugated chain.
as well as excellent mechanical properties suitable Hydrogen peroxide oxidises a wide variety of organic
for high stress–bearing restorations (typical of hybrid and inorganic compounds. The mechanisms of these
composites). Because of these properties the nano reactions are varied and dependent on the substrate,
composites may present smaller changes of bleaching the reaction environment, and catalysis. In general,
agents. Its surface properties may be different from the mechanism of bleaching by hydrogen peroxide
those of hybrid composites. 8 is not well understood and it can form a number
Effect of bleaching on dental restorative materials of different active oxygen species depending on
in general has been reviewed recently. Due to their reaction conditions, including temperature, pH, light
organic matrix, composite resin materials especially and presence of transition metals. Under alkaline
are more prone to chemical alteration compared to conditions, hydrogen peroxide bleaching generally
inert metal or ceramic restorations. Bleaching agents proceeds via the perhydroxyl anion (HO2 ). Other
also deteriorate the surface of existing composite conditions can give rise to free radical formation, for
restorations and induce bacterial adhesion. 8 Generally, example, by homolytic cleavage of either an O–H bond
the microhardness decreased, the surface roughness or the O–O bond in hydrogen peroxide to give H +
increased, and there was some color change observed OOH and 2 OH (hydroxyl radical), respectively. Under
in the resin composites. Despite the general trend, photochemical initiated reactions using light or lasers,
there is some controversy regarding these conclusions.1 the formation of hydroxyl radicals from hydrogen
Bleaching agents may affect the color of existing peroxide has been shown to increase. 9
composite restorations.8 Different bleaching eficiency
on restorative materials may require the replacement NANO RESTORATIVE MATERIALS
of existing restorations for esthetic reasons.1 Around the year 2000, nanotechnology allowed
The aim of this literature review is to evaluated further improvement of dental composites and the
the interaction between bleaching and the color, launch of nano filled and nano hybrid composites. Nano
microhardness and surface roughness of nano filled composites contain silica and/or zirconia particles
restorative materials. (5–20 nm) in the form of discrete/non-agglomerated
particle and fused/ agglomerated nanoclusters (avg.
MECHANISM OF TOOTH BLEACHING size = 0.6– 10 μm). Nano hybrid composites contain
Bleaching is a decoloration or whitening process silica/ zirconia nanoparticles and larger 0.6–1 μm glass/
that can occur in solution or on a surface. Many zirconia/silica particles. Nano hybrid composites also
agents for whitening teeth have been introduced. contain pre polymerized resin fillers and nanoclusters.
Among them, sodium perborate, carbamide peroxide The new sol-gel technology used to create nano- sized
and hydrogen peroxide are used most widely either filler particles allowed greater nano filler content
alone or in combination. 3 In an aqueous solution, due compared to the traditional micro filled composites.6
to heat or in an acidic environment, both carbamide The development of nanotechnology has made it
peroxide and sodium perborate decompose and possible to produce functional materials and nano size
release hydrogen peroxide. Hydrogen peroxide then structures (0.1~100 nm). Resin composites containing
diffuses through enamel and dentin. Subsequently, the nano size fillers have a higher filler content due to a
oxidative process provides for lightening of stains in decrease in the amount of empty free space within the
comparison to the surrounding tooth structure. 2 resin matrix. The improved continuity between the host
The color producing materials in bleaching are material (teeth) and restorative material can increase
typically organic compounds that possess extended the strength and durability of resin composites. Resin
conjugated chains of alternating single or double bonds nano-composites exhibit superior translucency and
and often include heteroatoms, carbonyl, and phenyl esthetics over conventional resin composites because
rings in the conjugated system and are often referred the nano filled do not absorb a significant amount of
to as a chromophore. Bleaching and decoloration visible incident light. 3

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Sally Salsalina K, Dennis 9

EFFECT OF BLEACHING AGENTS ON PROPERTIES OF discomfort after restorative treatment. 16


NANO RESTORATIVE MATERIALS Yap et al reported that the average surface
The physical properties of restorative materials, roughness corresponding to a threshold value for
such as micro hardness, flexural strength, flexural bacterial adhesion in the oral cavity is 0.2 μm. When
modulus, and fracture toughness, influence the a surface roughness <0.2 μm, bacterial accumulation
quality and durability of restorations. A reduction in stops, and at ≥0.2 μm, plaque accumulation increases
micro hardness due to organic matrix erosion may in proportion to the surface roughness. It was further
enhance the roughness of restorations and may claimed that if the composite resin surface is rough,
decrease their wear resistance. 10 The success of these color stability decreases due to pigmentary deposit
methods depends on two aspects: physical properties and subsequent discoloration and color change, which
and esthetic factors. Esthetic factors conducive to makes it necessary to replace the affected restorative
satisfactory treatment results are color stability of the materials. 17
restorative treatment in the oral cavity. 1 Wang et al., 2011 compare the superficial texture
Microhardness of nanocomposites with micro hybrid composites
Yap et al found that the micro hardness of nano after using different bleaching agents: 35% hydrogen
composite resin were reduced significantly with 20% peroxide and 16% carbamide peroxide. The authors
and 35% CP. 11 Turker et al. reported that using 10% used Filtek Supreme, Filtek Z350 (3M ESPE, Dental
CP or 16% CP did not affect the micro hardness of the Products, St. Paul, MN, USA), and Grandio (Voco,
restorative materials. 12 Cuxhaven, Germany) nanocomposites and as control
Kwon et al was evaluated micro hardness using group was Filtek Z250 (3M ESPE, Dental Products,
three different resin nanocomposites [Ceram X (CX), St. Paul, MN, USA) (micro hybrid composites). The
Grandio (GD), Z350 (Z3)] with two different bleaching results showed that surface roughness alteration
agents (CP 15 % and HP 35 % ). After treatment, was material- and time-dependent. While 35% HP
each resin product showed an 8.1~10.7% decrease significantly altered Filtek Supreme composite over
from the original micro hardness. The difference in time, and Grandio (nanocomposite) showed the most
microhardness was not significant (P< 0.05). 3 significant alterations in surface roughness throughout
Wattanapayungkul et al. reported that treating the evaluation period. 13
composite resins with a low peroxide concentration Color
(10% and 15% carbamide peroxide) significantly The alterations in color of the restorative
increased their surface roughness after 8 weeks. They materials have been attributed to oxidation of surface
claimed that repolishing or replacement of tooth- pigments and amine compounds, which have also
colored restorations may be required after bleaching been indicated as responsible for color instability of
procedures. 13 Surface micro hardness and texture of restorative materials over time. Differences in color
composite resin (nano hybrid and packable) remained change between different materials might be a result
stable after 15% CP treatment for 28 days.14 of different amount of resin and different degrees of
Soo et al., 2015 was evaluated that 25% HP does conversion of the resin matrix to polymer. 18
not have a statistically significant difference reduction Yu et al was found there was no difference in the
in micro hardness of nano hybrid (p>0.05). 1 Most color change and surface roughness according to the
studies addressing the effects of bleaching agents on type of composite resin, whether nano filled or micro
the surface properties of composite showed that the hybrid. 8
effect of bleaching on the surface texture is material- According to Kwon et al study showed that color
and time-dependent (Polydorou et al., 2006). 15 change caused by hydrogen peroxide was significantly
Surface Roughness greater than that by distilled water (control group)
The surface roughness of esthetic restorative regardless of the shade and product used. However,
materials is a clinically important physical property the differences in the absolute color change values
that has great impact on esthetics and oral health. were minor. This suggests that the tested resin
A rough surface is more prone to the deposition of nanocomposites provide color stability or a slow color
bacterial plaque and bacteria, triggering inflammation change due to hydrogen peroxide. 3 Li et al. (2009)
by gingival damage, and the patient is likely to feel found significant changes in the color of nano hybrid

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
EFEK IN-OFFICE BLEACHING TERHADAP WARNA, KEKERASAN MIKRO, DAN KEKASARAN
10 PERMUKAAN RESTORASI NANO (TINJAUAN PUSTAKA)

and packable composite resins after bleaching with results are color stability of the restorative treatment
15% carbamide peroxide. 15 in the oral cavity, and absence of side effects when
Generally, alterations in the color of restorative applying other treatments. The bleaching agent may
materials have been attributed to oxidation of surface have a varying influence on the color behavior of
pigments and amine compounds, which have also composites and teeth, or even deteriorate restorative
been indicated as responsible for color instability of materials. Different bleaching efficiency on restorative
restorative materials over time. Differences in color materials or enamel may require the replacement
change between and among different materials might of existing restorations for esthetic reasons. Studies
be a result of different amounts of resin and different that evaluated the interaction between bleaching
degrees of conversion of the resin matrix. 13 and the color, micro- hardness and surface roughness
of esthetic restorative materials have reported
DISCUSSION contradictory results. 1
The resin composites tested in this study contain
Bleaching has become an attractive treatment nanocomposite and used to improve the continuity
modality for both patients and clinicians due to its between the host material (tooth) and filler particles.
excellent clinical effectiveness, easy application, lower Improved mechanical properties and optical
cost, and safety. 2 The bleaching mechanism for teeth translucency can be expected due to the stable and
is that the active agents (peroxide solutions) can flow natural interface between them. Nano fillers allow
freely through the enamel and dentin and oxidize the an increase in the filler volume and a decrease in the
pigments in the teeth . 13 free space within the resin matrix, which would be
Patients seeking bleaching treatment may have teeth expected to improve the mechanical properties.3
restored with different kinds of aesthetic restorative Cullen et al. reported that 10% carbamide peroxide
material. It is possible that chemical softening, resulting and 30% hydrogen peroxide had no significant
from bleaching, may affect the clinical durability of effect on tensile strength of highly filled composite
these materials. Drastic color changes to existing resins. However, micro- filled composite resins were
restorations may compromise esthetics; therefore it is significantly affected by 30% hydrogen peroxide,
important to understand the effect of bleaching agents resulting in a reduction in tensile strength. Canay and
on the color of restorative materials. The interaction Cehreli showed that 10% hydrogen peroxide provided
between the bleaching agent and restorative material more color changes of composite resins compared
is of clinical significance because the color change with 10% carbamide peroxide, and the color change of
may be noticed by the patient. After the application all composite resins bleached with hydrogen peroxide
of bleaching agents, whitening of tooth results from solution was clinically detectable to the naked eye.
oxidation of organic substances by free radicals. In case Lima et al. showed that 16% carbamide peroxide
of dental composite resins, bleaching agents may have reduced the micro hardness of the hybrid composite
an influence on resin matrix, filler, or both. However, surface, independent of the type of light source used. 8
fillers are basically glass or ceramic, and therefore the Regarding the impact on composite resin, a
influence of hydrogen peroxide on fillers would be significant color change has been reported with nano
very small. Instead, the resin matrix may be chemically hybrid and packable composites after treatment
degraded by the concentrated or repeated application with 15% CP, while another study recorded surface
of hydrogen peroxide . 8 alterations with 35% HP when a low density micro-
Bleaching can increase the surface roughness of filled composite was used. In addition, studies have
composite resins; therefore, the restoration may stain reported that after bleaching the composite, surface
more easily after bleaching. Bleaching agents should hardness significantly decreased. This phenomenon
be used cautiously to remove the exterior stain on the was recorded in both deep and superficial layers.
surface of composite resin restorations.8 The success Therefore, it should be considered that bleaching
of these methods depends on two aspects: physical agents may weaken adhesive bonding in the deep layer
properties and esthetic factors. Strength and wear of composites and may result in bond failure between
resistance are two important physical properties, and tooth substrate and composite materials.19
esthetic factors conducive to satisfactory treatment Surface roughness of composite after bleaching

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Sally Salsalina K, Dennis 11

may result in accumulation of plaque. The composites Esthetic Restorative Materials . Operative Dentistry, 36-2 :
might keep their color, at the same time, enamel shows 177-186 .
11. Bahannan . S. A ., 2015. Effects of different bleaching agent
susceptibility to color change after bleaching process. concentrations on surface roughness and microhardness of
In addition, it has been found that bleached composites esthetic restorative materials. The Saudi Journal for Dental
release fewer bisphenol A glycidyl methacrylate and Research , 6 : 124–128.
urethane dimethacrylate than the unbleached type. 12. Turker SB, Biskin T., 2002. The effect of bleaching agents on
the microhardness of dental aesthetic restorative materials. J
Further, it has been reported that bleached composites
Oral Rehabil, 29:657e61.
may stain more easily than non bleached one after 13. Yap AU, Wattanapayungkul P., 2002, Effects of in-office tooth
accomplished process.19 whiteners on hardness of tooth-colored restoratives. Oper
Dent , 27: 137—41.
CONCLUSION 14. Li Q, Yu H, Wang Y., 2009, Colour and surface analysis of
carbamide peroxide bleaching effects on the dental restorative
materials in situ. J Dent , 37: 348e56.
Considering the cost and benefit for the patient 15. Alqahtani . M. Q ., 2014. Tooth-bleaching procedures and their
to replace existing restoration, it is important to controversial effects: A literature review. Saudi Dental Journal,
understand the effect of bleaching agents on the 157 : 14

16. Quirynen M, Bollen CM., 1995, The influence of surface
physical properties such as color, micro hardness and
roughness and surface-free energy on supra- and subgingival
surface roughness of the nano restorative materials plaque formation in man. J Clin Periodontol, 22: 1–14.
and it needs further research. 17. Yap AU, Wu SS, Chelvan S, Tan ES., 2005, Effect of hygiene
maintenance procedures on surface roughness of composite
REFERENCES restoratives. Oper Dent, 30:99–104.
1. Youn-Soo, Shim* ., 2015. Effect of In-office Bleaching 18. Monaghan P, Trowbridge T, Lautenschlager E., 1992,
Application on the Color, Microhardness and Surface Composite resin color-change after vital tooth bleaching. J
Roughness of Five Esthetic Restorative Materials . Indian Prosthet Dent , 67: 778—781.
Journal of Science and Technology, Vol 8(S1) : 420–425. 19. Abdullah. A. O ., Muhammed. F. K ., Zheng. B ., Liu. Y., 2017. An
2. Setzer. F., 2016. Bleaching Procedures, dalam : Kenneth, M., Overview of Extrinsic Tooth Bleaching and its Impact on Oral
Hargreaves, P. D., Cohen, P. S., Bermain, L. H. (eds.), Cohen’s Restorative Materials. World Journal of Dentistry, 8(6):503-
Pathway of the Pulp, 11th ed. Elsevier, St. Louis. Chapter 27 : 510.
e 101
3. Kwon, Y. H., Shin. D. H., Yun. D. I., Heo. Y. J., Seol. H. J., Kim. H.
I., 2010 . Effect of hydrogen peroxide on microhardness and
color change of resin nanocomposites. American Journal of
Dentistry, Vol. 23: No. 1.
4. Borges, A. B., Zannata, R. F., Barros, A. C. S. M., Silva, L. C .,
Pucci . C. R., Torres, C. R. G., 2015. Effect of hydrogen peroxide
concentration on enamel color and microhardness. Oper
Dent, 40-1 : 96- 101
5. Basting, R. T., Fernandéz , C., Ambrosano . G. M. B., Campos.
I. T. D ., 2005. Effects of a 10% Carbamide Peroxide Bleaching
Agent on Roughness and Microhardness of Packable
Composite Resins . J Esthet Restor Dent 17:256–263.
6. Miletic, V., 2018. Development of Dental Composites, dalam:
Miletic. V(eds) ., Dental Composite Material for Direct
Restorations. Springers, Switzerland, 1; 7.
7. Ameedee. A. H. A., 2016. Chemical and Physical Analysis of
the Effect of In-Office Tooth Bleaching Agent on Three Esthetic
Composite Resin Restorations. M J Dent. 2(1): 013.
8. Costa, S.X.S., Becker, A. B, Rastelli, A. N. S., Loffredo, L. C.
M., Andrade, M. F., ,
 Bagnato, V. S., 2009. Effect of Four
Bleaching Regimens on Color Changes and Microhardness of
Dental Nanofilled Composite. Hindawi Publishing Corporation
International Journal of Dentistry. Article ID 313845.
9. Joiner, A., 2006. The bleaching of teeth: A review of the
literature. Journal of Dentistry, 34 : 412–419.
10. Malkondu. O., Yurdaguven. H., Say. E. C., Kazazog ̆lu. E.,
Soyman . M. 2011. Effect of Bleaching on Microhardness of

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
12 PO-04 ENDODONTIC TREATMENT ON LATEX ALLERGY PATIENT :
A CASE REPORT

ENDODONTIC TREATMENT ON LATEX ALLERGY PATIENT :


A CASE REPORT
Benny Perabuwijaya*, Trimurni Abidin**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Generally rubber latex allergy is detected after some exposure to the material. There are two kinds of medical used latex:
natural latex and synthetic latex. Natural latex is commonly found in different materials used in dental clinic and the allergy
can be manifested in all type of patients. The clinical manifestation can be mild but also severe, therefore it is important
to know how to prevent them. The aim of this clinical case report is to present the safe endodontic procedures for latex
allergy patients, in which patient safety is the main priority. Patient came with pain on her front tooth. During examination
patient provided information of her latex allergy condition and dental history. After examination, the tooth was indicated
for root canal treatment. Each endodontic protocol was done with adequate standard operatory procedure such as using
hypoallergenic and non latex containing materials. Precautions are indispensable before initiation of the treatment, during
chairside treatment and periodic recalls of latex allergic patients in order to achieve satisfactory results.

Keywords : endodontic treatment, latex allergy, nitrile, non latex

INTRODUCTION threatening manifestation.3,4,5


The irritative dermatitis, a non immunological
Natural latex (NL) is found in many dental reaction, is the most common effect and refers to the
materials used in dental clinic. NL, also known as process that occurs when the superficial skin presents
Hevea brasilienses, is manufactured by adding several signs of dryness or irritation when in contact with NL.
chemical products to the natural raw material of a Consequently, due to skin rash, the latex proteins can
tropical rubber tree. Those processes will alter the be easily absorbed, worsening the problem.6,7
texture, color and elasticity until the final outcome The type IV hypersensitivity is an immunological, late
of the products meet certain standards of dental and localized reaction. Such a symptom is motivated
material.1 NL hand gloves and rubber dam sheets are by the body response to the chemical additives used in
several commonly used daily in clinical practice. NL manufacturing process. Between 48 and 96 hours
Hand gloves are used by the dentists to reduce after the contact, erithema, itching and even bubbles
cross-infection protecting patients, medical workers similar to the irritative dermatitis can be found. Those
and dentists. Rubber dam sheets also used as symptoms can continue for weeks or months, leading
protection for patient from aspirating or swallowing to bacterial contamination.6,7
small instruments or debris associated with operative The type I hypersensitivity is of rare occurrence.
procedures, soft tissue protection from irritating or Additionally, it is an immediate reaction and
distasteful medicament and burs, also provides better modulated by the IgE, differently of the type IV
vision and cleaner working space for operators.2 hypersensitivity. Similar to after bite insect reaction,
Usually NL gloves and rubber dam sheets present medicines or food intake, it occurs from 2 to 3 minutes
with powder, 256 organic proteins, including 11 after contact and is caused by latex proteins, rather
allergens and manufactured without proper hygienic than to chemical additives. Symptoms range from local
conditions.1 Symptoms as contact dermatitis are allergy signs, dizziness, laryngeal swelling, palpitation,
considered simple reaction to allergy on latex. There bronchospasm, low blood pressure, anaphylaxis to
are three common stages of allergic reactions to latex death in extreme cases.6,7
exposure: irritative dermatitis, hypersensitive type Studies on latex allergy has been conducted
IV and type I. The latter one is the severe and life worldwide from time to time with reported case

Korespondensi: Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia Jalan Alumni No.2 Kampus USU, Medan 20155
Email: bennypwijaya@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Benny Perabuwijaya, Trimurni Abidin 13

growing in numbers. Recent study from Wu et al.


(2016), reported that natural rubber latex allergy
prevalence is higher in healthcare workers than patients
themselves and worldwide population with nominal of
9,7%, 7,2% and 4,3% respectively.8 The Asthma and
Allergy Foundation of America (AAFA) and almost all
organizations on allergies suggest that avoidance of
allergens is the creme de la creme method to deal
with allergies. Therefore it is important for every
healthcare workers, including dentists, to identify and Figure 1. Facial photograph tooth #11 and #12.
take precautionary measures when dealing with latex
alergy.9
This report describe a clinical endodontic treatment
on latex allergy patient, demonstrating simple
precautions that must be taken for optimal yet safe
results.

CASE REPORT

A 22 year old female patient came to the Rumah Sakit Figure 2. Photo on palatal side shown active caries
Gigi dan Mulut Pendidikan, Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Sumatera Utara complaining of toothache
on tooth #11. General medical information was
acquired as a part of diagnosis. Patient also mentioned
about her endodontic history of tooth #12 , her lower
jaw crown and bridges , and also provide information
on her latex allergy. Extra oral examination revealed no
alien symptom. Intraoral examination, conducted using
nitrile hand gloves, revealed that patient was using a
partial removable denture on her left side of upper jaw.
Cavities was found on cervico-palatal part of teeth #11
and #12 (Figure 1 dan 2). Percussion, palpation, vitality
test using Electric Pulp Tester (EPT) was conducted for Figure 3. Preoperative dental radiography
the sake of accurate diagnosis. Dental radiography was
taken as supporting diagnosis (Figure 3). Tooth #11 was
tender to percussion and palpation, and EPT showed
positive sign. Tooth #12 was not tender to percussion
and palpation and EPT showed negative sign.
Data and information acquired concluded that the
diagnosis of tooth #11 was pulp necrosis and tooth
#12 was previously treated tooth. A treatment plan
of endodontic treatment and retreatment with latex-
free armamentarium was planned. Information on
procedure and treatment steps was passed over and Figure 4. Non latex rubberdam shee
signed by patient.
Since patient was feeling pain at the time, during
the first visit, anesthetic injection of Articaine
hydrochloride 2% (Artinibsa, Inibsa, Spain) was given
and proper rubberdam isolation with non latex

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
ENDODONTIC TREATMENT ON LATEX ALLERGY PATIENT :
14 A CASE REPORT

material (Flexidam Non-Latex, Coltene Whaledent, Espe, USA).


Switzerland) was set up (Figure 4). Metal surgical After one week, the chief complaint was gone
suction tip was used for evacuation (Figure 5). Caries completely, the canals were flushed with distilled
was removed with low speed tungsten carbide round water, Natrium hypochlorite 3% and rinsed with
bur (Meisinger, Germany). Retraction cords were saline liquid. The canal was dried with absorbent
placed and composite resin buildup walls were made. paper points. Master cone gutta percha cones were
Access cavity was made with round bur and followed fitted on each canal to make sure proper obturation.
with tapered flat end diamond bur (Mani Diamond Conventional gutta percha cones (Protaper Universal
Burs, Japan). Gutta Percha) were used with resin based endodontic
sealer (AH Plus, Dentsply, Switzerland). Master cone
gutta percha of F3 was used in #11 and F2 in #12 root
canal system, additional gutta percha cones was used
and condensed laterally using finger spreader and
vertically packed with heat carrier tip.
No signs of endodontic failure observed one week
Figure 5. Metallic suction tip.
post obturation. Composite resin fillings were placed
to cover both access cavities. Since the opposing
teeth were PFM crowns, six months recall is needed
to observe patients humoral reaction to gutta percha
placed inside the root canal systems before placing a
definitive crown.

Figure 6. After caries removal and buildup

Hand K-file ISO#15(Dentsply Endo Access,


Switzerland) was introduced to the root canal system
of tooth #11 and working length was determined
with electronic apex locator (Propex Pixi, Dentsply,
Switzerland). Previous root canal filling #12 was
removed using H-file ISO#15 (Mani Inc, Japan) and
rotary deobturation files (D-Race, FKG Dentaire, Figure 7. Working length confirmation
Switzerland) by sequence at 800RPM with full
rotation motion and pecking movement. Endosolv-R
(Septodont, Switzerland) was used in conjunction
with those mechanical deobturation. Working lengths
obtained using apex locator in both teeth were
confirmed with dental radiographic imaging.
Rotary file system (Protaper Universal, Dentsply,
Switzerland) was used to prepare tooth #11 with
copious of Natrium hypochlorite 3% (Hyposol, India)
irrigation liquid agitated. Root canal preparation of
#12 was acomplished with circumferential filing using Figure 8. Canals obturated
hand H-file in conjunction with Natrium hypochlorite
3% (Hyposol, India). The canals were dried using paper DISCUSSION
points and filled with antibiotic antiinflamatory paste
(Ledermix, Riemser, Germany). Access cavities were Conducting dental treatments on patient needs
sealed with a temporary filling material (Cavit G, 3M some precautions, which sometimes are neglected

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Benny Perabuwijaya, Trimurni Abidin 15

by dentists, especially patient with certain allergies. latex allergic patients, professional must ensure some
Obtaining information of patient’s medical history relatively simple precautions to avoid problems in the
is the first step for diagnosis. During anamnesis the treatment.
patient or parent’s of invalid should be asked about
allergies or medical systemic condition. REFERENCES
Duration and magnitude of any symptom of allergic
reaction, local or systemic, should also be properly 1. Hamann CP, Rodgers PA, Sullivan K. Management of dental
patients with allergies to natural rubber latex. Gen Dent 2002;
investigated. After informed medical history or medical
50(6):526–36.
diagnosis of irritant dermatitis and hypersensitivity 2. Heymann HO, Swift EJ, Ritter AV. Sturdevant’s Art & Science of
type IV, the dental treatment should be done with Operative Dentistry 6th Edition. 2013.
all non-latex material. If there is doubt regarding to 3. Amin A, Palenik CJ, Cheung SW, Burke FJ. Latex exposure and
the presence of NL in the product, the manufacturer allergy: a survey of general dental practitioners and dental
students. Int Dent J 1998; 48(2):77–83.
should be contacted. Type I hypersensitivity treatment 4. Shojaei AR, Haas DA. Local anesthetic cartridges and
is based on severe degree reaction. Mild reactions can latex allergy: a litera- ture review. J Can Dent Assoc 2002;
be treated with antihistamines and corticosteroids 68(10):622–6.
and case of asthmatic reaction with bronchodilator 5. Hook D, Fishelberg G. The use of gutta-percha for obturation
during root canal therapy in latex-allergic patients. Gen Dent
in addition to the removal of the natural rubber latex
2003; 51(4):337–9.
contact.1,6 6. Kean T, McNally M. Latex Hypersensitivity: A Closer Look
Study by Kean et al, a list of potential NL containing at Considerations for Dentistry. J Can Dent Assoc 2009,
dental material has given author an insight before 75(4):279-282.
treating this patient.6 In this case, the use of alternative 7. Hamann CP, DePaola LG, Rodgers PA. Occupation-related
allergies in dentistry. J Am Dent Assoc 2005; 136(4):500–10.
of nitrile hand gloves, non-latex rubber dam, metallic 8. Wu M, McIntosh J, Liu J. Current prevalence rate of latex
three way syringe and metallic saliva evacuator, allergy: Why it remains a problem?. J Occup Health. 2016 May
has proven adequate prevention of NL containing 25;58(2):138-44.
materials. 9. Asthma and Allergy Foundation of America. Medical Review,
Oct 2015. http://www.aafa.org/page/prevent-allergies.aspx
Since there is no true latex free endodontic
10. American Association of Endodontists Research and Scientific
obturators nowadays, except Resilon, gutta percha Affairs Committee. Natural Rubber Latex Allergy. AAE Position
cones used as main endodontic obturator in this case Standings 1998.
shown that it is not a potential threat to NL allergic
condition. This is emphasized by American Association
of Endodontists (AAE) position standings on natural
rubber latex allergy, in which stated that there is no
definitive proof that the patient had a true allergic
reaction to the gutta percha.10

CONCLUSION

Anamnesis and information gathering is the


important part of diagnosis which can set course of
optimal treatment plan and results. When adequate
precautions are taken during treatment of latex
allergic patients, the result is satisfactory, avoiding
dermatitis and hypersensitivity type 1 (anaphylactic
shock), which despite being rare, can happen. Latex
is a natural rubber widely used in dental clinics’
routine, which can lead to different types of allergic
reactions in sensitive patients. Moreover, it presents
chemical additives that enhance the development of
the hypersensitivity reactions. When treating potential

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
16 PO-05 KURET APIKAL PADA KEGAGALAN ENDODONTIK DENGAN OVERFILLING

KURET APIKAL PADA KEGAGALAN ENDODONTIK DENGAN


OVERFILLING
Weni Sri Rahayu*, Ema Mulyawati**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Apical curette is an endodontic surgical procedure. Failure of root canal treatment can create an inflammatory
process in the periapical zone, which causes periapical lesions to become persistent. Apical curette is recommended for
the treatment of periapical disease when conventional endodontic therapy does not get satisfactory results Purpose: To
eliminate or remove pathological tissue around the root of the tooth and maintain teeth that have overfilling after root canal
treatment to remain in the oral cavity.
Case: A 21-year-old male patient came to the clinic to check for a right upper right front tooth after a previous root canal
treatment. Dental diagnosis 11 is a class III Ellis fracture after root canal treatment and symptomatic apical periodontitis with
intrinsic discoloration. Clinical examination shows positive percussion, negative palpation, negative mobility. Radiographic
examination of 11 teeth showed a 3 mm radial diaphragm of the tooth surrounded by a radiolucent area with a diameter
of ± 5mm
Case Management: The teeth were performed with apical curette and intracoronal bleaching with direct composite resin
restorations with fiberprefabrikated posts.
Conclusion: Apical curette can be used in the treatment of overfilling in obturation of percha gums with periapical lesions.

Keywords: apical curette, endodontic failure, endodontic surgery

PENDAHULUAN inflamasi di zona periapikal. Prosedur ini terdiri


darimembuka apek gigi yang terlibat dan melakukan
Salah satu cara untuk mempertahankan gigi dari kuretase jaringan periapikal4.
tindakan pencabutan adalah melakukan perawatan Pada saat ini, bedah endodontik telah menjadi
endodontik1. Perawatan endodontik tidak selalu perawatan pilihan, karena merupakan suatu pilihan
berhasil sehingga lesi yang mengalami inflamasi pada untuk menghindari terjadinya kehilangan gigi terutama
periapikal dapat menetap atau bertambah setelah gigi anterior, dengan adanya lesi pada pulpa ataupun
dilakukan perawatan. Bedah endodontik adalah pada jaringan periapikalnya. Keberhasilan perawatan
prosedur bedah yang dilakukan pada akar gigi dan endo-bedah cukup tinggi, antara 73- 99% walaupun
jaringan periapikal, yang perawatan endodontiknya hanya sekitar 5% dari semua kasus endodontik.
mengalami kegagalan.Pada saat ini, bedah endodontik Umumnya gigi yang dilakukan endo-bedah adalah gigi
telah menjadi perawatan pilihan1. yang berakar tunggal rahang atas dan rahang bawah,
Kuret adalah tindakan bedah endodontik yang gigi posterior rahang atas dapat dilakukan bila tidak
bertujuan untuk menghilangkan atau mengeluarkan dekat dengan antrum sedangkan gigi posterior rahang
jaringan patologis disekeliling akar gigi. Kuret apikal bawah tidak dekat dengan kanalis alveolaris atau
adalah Tindakan bedah endodontik yang bertujuan foramen mentale1.
untuk mempertahankan gigi yang mengalami kelainan
pulpa dan periapikal agar tetap berada di dalam KASUS
rongga mulut2. Tujuan dari operasi apikal adalah untuk
mempertahankan gigi yang memiliki lesi endodontik Pasien laki-laki berusia 21 tahun datang ke Bagian
yang tidak dapat diselesaikan dengan perawatan Konservasi Gigi RSGM Prof. Soedomo FKG UGM
ulang endodontik konvensional3. Setelah kegagalan atas rujukan dari dokter gigi di klinik swasta. Pasien
perawatan saluran akar, operasi apikal adalah sumber mengeluhkan gigi depan kanan atas terasa nyeri
terakhir yang tersedia untuk menyelesaikan proses ketika gigi beradu atau saat menggigit makanan. Rasa

Korespondens: Weni Sri Rahayu, Residen konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi ,Universitas Gadjah Mada, Jl, Denta Sekip Utara Yogyakarta,
Indonesia. Alamat e-mail : drgweni1974@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Weni Sri Rahayu, Ema Mulyawati 17

nyeri dirasakan sejak 2 minggu lalu, setelah 1 bulan


menerima perawatan saraf gigi oleh dokter gigi yang
merujuk.
Pemeriksaan objektif yang dilakukan didapat
perkusi positif (nyeri), palpasi negatif, dan mobilitas
negatif. Pada pemeriksaan radiografi gigi 11 tampak
adanya gambaran radiopak diapikal gigi sepanjang ± 3
mm yang dikelilingi area radiolusen dengan diameter
± 5mm. Area radiolusen meluas sampai ke gigi 12. Gambar 2a. Gigi 11 menunjukkan bahwa bahan obturasi
Gambaran klinis gigi 11 Terdapat gigi fraktur pada overfilling didaerah apek
insisal dengan kavitas mencapai pulpa yang termasuk
dalam klasifikasi fraktur Ellis kelas III. Tumpatan
sementara di bagian palatal gigi dan kondisi tumpatan
masih baik. Keadaan klinis gigi 11 menggambarkan
bahwa gigi sudah berubah warna menjadi kecoklatan.
Diagnosis gigi 11 adalah Fraktur ellis kelas III pasca
PSA dengan periodontitis apikalis simptomatik disertai
diskolorasi intrinsik. Prognosis pada kasus ini baik
karena gigi masih dapat dirawat dengan perawatan
saluran akar, diikuti oleh kuret apikal, dan bleaching Gambar 2b. Gigi 11 menunjukkan bahwa bahan obturasi
intrakoronal serta restorasi komposit resin kelas telah dihilangkan didalam saluran akar
IV dengan pasak fiber prefabrikated. Pasien tidak
menderita penyakit sistemik. Sehingga dimungkinkan PENATALAKSANAAN KASUS
dilakukan kuret apikal.
Pada kunjungan pertama dilakukan pemeriksaan
subjektif, pemeriksaan objektif, dan radiografis
kemudian ditentukan diagnosis dan rencana
perawatan serta dokumentasi sebelum perawatan.
Pasien menyetujui tindakan perawatan ini maka
pasien menandatangani informed consent. Dilakukan
preparasi saluran akar dengan metode konvensional
menggunakan K-file sesuai MAF #60 dengan
PK=20,5mm. Setelah preparasi saluran akar selesai
irigasi dengan larutan NaOCL 2,5 %, EDTA 17 % dan
dibilas dengan klorheksidin 2 %. Teknik obturasi
kondensasi lateral. Sealer (Topseal, Dentsply). Setelah
itu orifice ditutup dengan glass ionomer cement (GIC)
dan tumpatan sementara (Caviton, GC).

Gambar 1a.Kondisi klinis gigi 11 fraktur pada insisal dengan


kavitas mencapai pulpa termasuk fraktur Ellis kelas III dan
berubah warna menjadi kecoklatan di labial. 1b.Tumpatan
sementara di bagian palatal

Gambar 3.Kondisi klinis gigi 11 fraktur insisal dengan


kavitas mencapai pulpa termasuk fraktur ellis kelas III

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
18 KURET APIKAL PADA KEGAGALAN ENDODONTIK DENGAN OVERFILLING

suturing. Daerah operasi dibersihkan dengan kain


kasa steril, flap diadaptasikan dengan kasa lembab
yang telah direndam salin. Kemudian daerah operasi
ditutup dengan periodontal pack. Evaluasi dijadwalkan
7 hari setelah tindakan dilakukan untuk pengambilan
jahitan dan periodontal pack.

Gambar 4. Gambaran radiograf terlihat kavitas mencapai


pulpa bahan obturasi sudah dibersihkan dari saluran akar
dan terlihat overfilling dengan area radiopak

Gambar 6. (a)Area kerja didisinfeksi dengan iod dan


dilakukan anastesi infiltrasi pada mucobuccal area apeks
gigi 11; (b).Anestesi palatal setinggi apeks gigi 11.

Gambar 5a. Guta perca MAC dimasukkan setelah 1/3 apikal Gambar 7. (a) Skema desain flap semilunar ditunjukkan
diolesi dengan sealer sesuai PK 20,5 mm dengan teknik dengan garis biru putus-putus garis insisi dibuat pada gigi
pengisian kondensasi lateral. 5b. Gambaran radiografi 11; (b).Insisi : Flap mukoperiosteal dengan scalpel # 15
hasil pengisian.5c. Radiografi gigi 11 terlihat obturasi yang
hermetis

Kuret apikal
Kunjungan kedua dilakukan bedah endodontik
yaitu kuret apikal. Area kerja didisinfeksi dengan iod,
kemudian mukosa area anestesi diolesi dengan bahan
anestesi topikal Benzocaine gel (Topicaine). Dilakukan Gambar 8. Separasi mukosa dari jaringan periosteum
anestesi infiltrasi n. alveolaris superior anterior dan menggunakan rasparatorium dan sudah ada kerusakan
palatal gigi 11 (nervus palatinus mayor) dengan tulang sebesar ujung sonde
bahan pehacain sebanyak masing-masing 1 cc. Dibuat
flap semiluner di daerah gigi 11 sesuai desain, flap
mukoperiosteal diinsisi dengan scalpel #15.
Diseksi flap dengan rasparatorium.
Tulang dibuka dengan menggunakan bur tulang dan
dibarengi dengan irigasi salin. Daerah periapikal gigi 11
dikuret dengan alat kuret sampai jaringan granulasi
dan material pengisi yang overfilling bersih dan tulang Gambar 9. Pembukaan tulang di apek dengan bur tulang
terlihat putih. Daerah operasi diirigasi dengan salin dibarengi salin
sampai daerah operasi bersih.Flap dikembalikan
pada posisi semula, penjahitan dengan teknik simple

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Weni Sri Rahayu, Ema Mulyawati 19

Gambar 14(a) Kondisi klinis jaringan gigi 11 setelah


dilakukan pengambilan jahitan inflamasi berkurang (b).
Radiografi menunjukkan bahan pengisi yang berlebih telah
hilang.Masih terdapat lesi diapek

Kontrol 1 bulan pasca operasi

Gambar 10. (a) Kuretase jaringan granulasi dan bahan


overfilling. (b) Guta perca yang berlebih dapat terambil. Gambar 15. (a) Kondisi klinis jaringan gigi 11 terlihat
inflamasi telah sembuh pada kunjungan keempat (b).
Radiograf memperlihatkan lesi di apeks mengecil

Bleaching intra koronal


Kunjungan ke lima dilakukan bleaching intra koronal.
Penentuan warna awal gigi didapatkan warna A4.
Aplikasikan bahan bleaching ,untuk gigi non vital,yaitu
Opalescence Endo di bagian kamar pulpa,secukupnya,
Gambar 11. Flap disuturing dengan teknik simple suturing kemudian diberi kapas kering.Kavitas ditutup dengan
menggunakan double seal,yakni dibagian dalamya
kavitas menggunakan kavit dan di bagian luar kavitas
menggunakan menggunakan GIC TIPE 1. Bahan
bleaching dibiarkan hingga 3-6 hari kemudian dilihat
dan diukur hasilnya.

Gambar 12. Flap ditutup dengan periodontal pack

Kontrol hari ketujuh pasca operasi

Gambar 16.Pencocokan warna gigi sebelum dilakukan


bleaching warna gigi sesuai dengan warna A4 pada Vita
Gambar 13. Dilakukan pembukaan jahitan pada kunjungan Guide Classic.
ketiga

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
20 KURET APIKAL PADA KEGAGALAN ENDODONTIK DENGAN OVERFILLING

Restorasi direk komposit resin kavitas kelas IV

Gambar 17.(a).Kondisi klinis gigi 11 sebelum dila kukan


bleaching intrakoronal (b)Kondisi setelah dilakukan
bleaching intrakoronal

Insersi pasak fiber prefabricated


Kunjungan ke tujuh insersi pasak fiber prefabrikated.
Panjang saluran pasak didapat 16mm. Sisa guta perca Gambar 20. Aplikasi komposit resin warna dentin dengan
shade A2 dan A3 (Premisa, Herculite kerr) di dinding
didapat 4,5mm. Tracing saluran pasak didapat # 1
labial ,kemudian penumpatan dilanjut kan dengan resin
warna kuning.
komposit 3M Filtek Z250XT warna A1 sehingga warna gigi
menyerupai warna gigi asli.

Kontrol 1 minggu setelah restorasi direk komposit


resin kavitas kelas IV

Gambar 18.(a) Gambaran klinis pengepasan


Pasak dalam saluran akar.(b). Gambaran radiografi
pengepasan pasak . Gambar 21. Gambaran klinis gigi setelah kontrol satu
minggu pasca restorasi resin komposit kelas IV

Gambar 19.Gambaran radiografis gigi 11 setelah dilakukan


sementasi. Pasak fiber prefabrikated dalam saluran akar
tampak panjang pasak sudah sesuai dalam saluran akar
Gambar 22.Gambaran radiografis gigi 11 kontrol satu
minggu pasca restorasi komposit resin lesi didaerah apikal
sudah hilang setelah 6 bulan pasca operasi kuret apikal

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Weni Sri Rahayu, Ema Mulyawati 21

PEMBAHASAN Kasus klinis ini dapat dinilai sukses karena pada


waktu kontrol enam bulan pasca kuret apikal, tidak
Setelah kegagalan perawatan saluran akar, operasi ada rasa sakit yang dilaporkan, jaringan lunak tidak
apikal adalah sumber terakhir yang tersedia untuk menunjukkan perubahan, gigi dalam fungsi yang tepat
menyelesaikan proses inflamasi di zona periapikal2. dan ukuran lesi mengecil bahkan sudah menghilang4.
Gigi 11 terasa sakit selama ±1 bulan, sebelumnya Radiografi periapikal intraoral dievaluasi dengan pra-
menerima perawatan saluran akar selama seminggu operasi dan pasca-operasi pada akhir minggu pertama,
oleh dokter gigi yang merujuk. Dokter gigi yang merujuk bulan pertama dan ke-6. Sebelum operasi kasus
melaporkan bahwa pada waktu pengisian saluran akar menunjukkan gigi yang dirawat endodontik dengan
berlebih dan tidak dapat ditarik kembali seluruhnya radiolusensi periapikal tidak teratur dan pada akhir
karena terputus. Patofisiologi penyakit ini disebabkan bulan ke-1 pasca-operasi menunjukkan radiolusensi
oleh overfilling material obturasi yang menyebabkan menurun yang menunjukkan penyembuhan tulang.
respons inflamasi jaringan apikal gigi dan membentuk Follow-up 6 bulan menunjukkan peningkatan opacity
lesi periapikal akut. Perawatan gigi 11 adalah kombinasi dan ketidakstabilan radiograf yang mengindikasikan
dari bedah endodotik dan perawatan saluran akar. regenerasi tulang. Pasien dapat dievaluasi pada akhir
Prosedur bedah yang dilakukan adalah kuret apikal bulan kelima dan radiografi menunjukkan peningkatan
dengan dua tahap, tahap pertama adalah perawatan radioopacity dan pengurangan ukuran radiolusensi
endodontik, kemudian setelah beberapa hari atau periapikal serta pola trabecular tulang normal. Kasus
minggu diikuti dengan kuret apikal. Tujuan kuret apikal ini dievaluasi pada periode pasca operasi berkaitan
adalah untuk menghilangkan bahan obturasi berlebih dengan infeksi dan pembentukan sinus track. Tidak
dan semua jaringan nekrotik apikal yang tidak dapat ada komplikasi yang tercatat pada kasus yang
disembuhkan dengan endodontik konvensional 1. dioperasikan5. Penyembuhan biasanya dievaluasi satu
Pembukaan flap semilunar dibuat mengingat area tahun pasca operasi, meskipun defek periapikal kecil
operasi kecil, sehingga tidak perlu membuka flap lebar (<5 mm) mungkin sembuh dalam beberapa bulan.
(mukoperiosteal penuh). Setelah selesai kuret apikal, Penyembuhan klinis didasarkan pada tidak adanya
flap itu direposisi kembali. Posisi jaringan dalam posisi tanda dan gejala seperti rasa sakit, bengkak,dan nyeri
semula memungkinkan proses penyembuhan, dimulai pada palpasi atau perkusi3.
dengan penyembuhan primer dan penanganan
jaringan selama operasi, baik dalam jaringan lunak KESIMPULAN
(periosteum, gingiva dan mukosa alveolar) dan
jaringan keras (dentin, semen, ligamen periodonsium Sebelum bedah endodontik dengan teknik kuret
dan tulang). Dalam hal ini, bone graft tidak diberikan apikal dilakukan, pertama-tama harus dilakukan
karena lesi kecil sehingga diharapkan untuk memulai diagnosis yang benar. Kuret apikal bertujuan untuk
proses regenerasi tulang secara alami 2. mengambil dan menghilangkan gutta perca yang
Indikasi untuk perawatan kuret apikal adalah overfilling dan mengobati lesi periapikal gigi yang
gejala yang persisten atau menetap dan adanya lesi nekrosis yang telah menyelesaikan perawatan saluran
di periapikal. Dari perspektif endodontik, perawatan akar gigi. Lesi tampak sembuh setelah kontrol pada
saluran akar ulang harus selalu dipertimbangkan bulan ke enam pasca operasi. Perawatan bedah
sebelum perawatan bedah, karena ada bukti tingkat endodontik dapat dilakukan untuk mendukung
penyembuhan yang lebih besar dalam kasus di mana perawatan endodontik konvensional. Keberhasilan
perawatan ulang dilakukan sebelum operasi apikal. tindakan kuret apikal sangat dipengaruhi oleh
Sebuah penelitian yang dilakukan pada penyembuhan pengetahuan anatomi, keterampilan, dan kemampuan
jaringan berdasarkan perubahan radiografi, dalam perawatan saluran akar sehingga gigi dapat
menunjukkan bahwa ada hubungan langsung antara dipertahankan.
ukuran lesi dan waktu penyembuhan. Lesi yang lebih
kecil dari 5 mm akan memerlukan waktu 6 bulan DAFTAR PUSTAKA
untuk sembuh, lesi 6 hingga 10 mm akan memakan
waktu 7 bulan dan lesi yang lebih besar dari 10 mm 1. Aznur L. Bedah endodontik suatu pendekatan konservatif
dalam penanggulangan kista yang lebih dari 2/3 panjang
membutuhkan rata-rata 11 bulan untuk sembuh.
saluran akar gigi anterior. Bagian UPF Gigi dan Mulut RSUP

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
22 KURET APIKAL PADA KEGAGALAN ENDODONTIK DENGAN OVERFILLING

Hasan Sadikin Bandung; 2012.


2. Setyawati A. Periapical curretage on the right maxilla incisivus
lateralis pulp necrosis, with periapical lesion. Mutiara Medika.
2007; 7( 1): 22-6.
3. Arx TV. Apical surgery: A review of current techniques and
outcome. The Saudi Dental Journal. 2011; 23: 9-15.
4. Salcedo MEH., Várguez AGC., Briones JCG., Mancillas DYM.,
Ibarra SRZ., Cepeda LAG., Apical curettage and retrograde
obturation without apicoectomy. Clinical case presentation.
Revista Odontológica Mexicana. 2015; 19(1): 48-50
5. JB L ., SM K., Gupta N., Healing assessment of osseous defects
of periapical lesions with use of freeze dried bone allograft. J
Maxillofac Oral Surg. 2009; 8(4): 362–5

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Hilma Fitria Zulfa Noor, Rasinta Tarigan
PO-06 23

RESISTENSI FRAKTUR ENDOCROWN DENGAN DESAIN MARGIN


SERVIKAL YANG BERBEDA – TINJAUAN PUSTAKA
Hilma Fitria Zulfa Noor* Rasinta Tarigan**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background : Endodontically treated teeth are affected by a much higher risk of biomechanical failure than vital teeth, for
example the risk of fracture. And the development of adhesive dentistry has reduced the need of posts and cores to restore
endodontically non-vital posterior teeth with extensive coronal tissue loss. And “Endocrown” was described as adhesive
endodontic crowns and characterized as total porcelain crowns fixed to endodontically treated posterior teeth. Endocrown
requires specific preparation techniques : a cervical margin in the form of a butt joint and a preparation of the pulp chamber
that does not extend into the root canals.
Purpose : This literature provides the information about fracture resistance of Endocrown with variations in cervical margin
design.
Discussion : A butt joint is a shoulder preparation with a complete right angle (90 degree) shoulder. Endocrown with butt
joint margin results the reduction of compresses stress along the major axis of tooth than with shoulder finish line, another
cervical margin design of Endocrown. These forces are distributed over the cervical butt joint (compression) or axial walls
(shear force). As such, the addition of short axial walls with shoulder finish line might have resulted in counter- acting the
shear stresses through the walls and better load distribution through the margin, thus moderating the load on the pulpal
floor.
Conclusion : Endocrowns with axial reduction on the shoulder finish line have a higher average fracture resistance value
than endocrowns with a butt margin design and have a statistically significant mean difference.

Keywords : Endocrown, Endodontically treated teeth, cervical margin design, fracture strength

INTRODUCTION into the root canal; additionally, this procedure was


revealed to affect the overall biomechanical behavior
The rehabilitation of posterior endodontically of the restored teeth. Alternatively, other restorative
treated teeth (PETT) always poses a challenge to approaches have been suggested, including but not
dentists. Post endodontic restoration should preserve limited to the well-known endocrown restorations.3,4
and protect the existing tooth structure, while restoring Endocrown proposed by Bindl and Mormann for the
satisfactory esthetics, form, and function. The goal is to restoration of nonvital teeth using the pulp chamber
achieve minimally invasive preparations with maximal for support of this definitive onlay restoration.5 The
tissue conservation for restoring PETT. Biological endocrown as a restorative option for endodontically
factors (periodontal and/or endodontic prognosis, treated teeth, is a sound, conservative, efficient
assessment of the individual caries risk, root anatomy technique that preserves sound tooth structure, avoids
and coronal remnant tissues), must be considered “total enamel amputation”, avoids further stresses and
before making a treatment decision.1,2 Coronal destruction of the radicular dentine and thus reduces
rehabilitation of PETT is still a controversial issue due the chance of root fracture and iatrogenic damage
to the loss of strength characteristics that associated during preparation. Because the endocrown invades
to the removal of pulp and surrounding dentin tissues. the pulpal chamber, but not the root canals. 6,7
Retention of the restoration on coronal is usually Variations in margin designs for metal ceramic
compromised, thus intraradicular posts combined or restorations have been used to fulfil the many
not with core materials may be required. Despite all requirements for such restorations. The success of
clinical success achieved with the use of intraradicular endocrown requires proper tooth preparation, which
posts, one disadvantage of this system is the additional includes proper selection and preparation of the
removal of sound tissue needed for fitting the post cervical margin design.8 The fracture resistance and
Korespondensi: Hilma Fitria Zulfa Noor, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jln. Alumni No.2 Kampus USU Medan 20155. Alamat
E-mail* : hilma.noor@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
RESISTENSI FRAKTUR ENDOCROWN DENGAN DESAIN MARGIN
24 SERVIKAL YANG BERBEDA – TINJAUAN PUSTAKA

the strength of the restored tooth is directly related to properly dissipated along the overall restored tooth
the remaining bulk of dentin.9 structure when endocrowns are placed.3
The purpose of this literature is to provide
information about the fracture resistance of Endocrown Cervical Margin Design For Endocrown
with variations in cervical margin design. Specifically, A restoration’s margin marks the transition
butt joint cervical margin and shoulder finish line. between the restoration itself and the finishing line
of the adjacent tooth tissue. This is a critical area and
Why Endocrown ? when careful tooth preparation is combined with an
Endocrown is an alternative option for teeth appreciation of the needs of the technician.13 Margin
with large destruction of coronal structure and it design appears to be most important, being of a
is possible in all the teeth but it should be restricted profound effect on fracture resistance of all-ceramic
only to molars, since the masticatory forces for crowns, which can largely determine the extent of
premolars has not been the same as that achieved in removal of sound tooth tissue during preparation
molars.10 Endocrowns can be considered as a feasible of taper abutment for achieving adequate esthetic
alternative to full crowns for restoration of nonvital outcomes and structural integrity.14 Endocrown
posterior teeth, especially those with minimal crown is described as a monolithic (one-piece) ceramic
height but sufficient tissue available for stable and bonded construction characterized by a supra-cervical
durable adhesive cementation.11 Endocrowns have the butt joint, retaining maximum enamel to improve
advantage of preserving tooth structure, reducing the adhesion. The endocrown preparation consists of a
need for auxiliary macroretentive features, and saving circumferential 1.0-1.2 mm depth butt joint margin
patient’s and operator’s time due to fewer clinical steps and a central retention cavity inside the pulp chamber,
and absence of the laboratory procedures needed for constructs both the crown and core as a single unit
fabricating conventional crowns. This approach has monoblock structure, and does not take support from
shown promising results and comparable short-term the root canals.7,8,15
survival when compared to post, core, and crown In addition to butt margin, the cervical margin
systems.12 Endocrowns assemble the intraradicular design that can be done is shoulder finish line, as
post, the core, and the crown in one component, thus shown in figure 2 and figure 3. The butt joint, or cervical
representing monoblock restorations, as shown in sidewalk, is the base of the restoration — with a band
Figure 1. of peripheral enamel that optimizes bonding, crimping
is prohibited. The goal is to achieve a wide, even,
stable surface that resists the compressive stresses
that are most common on molars. The prepared
surface is parallel to the occlusal plane to ensure stress
resistance along the major axis of the tooth.

Figure 1. Endocrown7
Different from conventional approaches using
intraradicular posts, endocrown restorations are
anchored to the internal portion of the pulp chamber
and on the cavity margins, thereby resulting in both Figure 2. Endocrown cervical margin design :
macro- and micro-mechanical retention, provided (A) Butt Margin (B) Shoulder Finish Line.16
by the pulpal walls and adhesive cementation,
respectively. In addition, endocrowns have the
advantage of removing lower amounts of sound tissue
compared to other techniques, and with much lower
chair time needed. Also, the masticatory stresses
received at the tooth/restoration interface are more

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Hilma Fitria Zulfa Noor, Rasinta Tarigan 25

DISCUSSION

A lot of literatures and researches explained


that endocrown has better fracture resistance
than conventional crowns. In 2012, Biacchi and
Basting observed greater resistance to compression
forces of endocrown restorations, compared with
traditional crowns supported on fiber posts, when
these restorations were made with lithium disilicate
Figure 3. Occlusal view of prepared teeth (A) 90o (butt
ceramic.19,21 Sedrez et al (2016) suggested that
margin) (B) Axial reduction and shoulder finish line.16
the global analysis in posterior and anterior teeth
Butt joint is a cervical margin preparation where the demonstrated that endocrowns had higher fracture
axial wall is cut back from the gingival margin, leaving a strength than conventional treatments (p=0.03).3 Di
shelf at approximately 90° from vertical. Lorio (2008) indicated there is a relationship between
And modification of shoulder finish line will reduce the cervical thickness of the alumina cores and their
and minimize stress concentration on tooth structure. fracture toughness. A shoulder margin could improve
8,16,17 the biomechanical performance of posterior single
crown alumina restorations.22 In other study by
Fracture Resistance in ETT Restorations Shahrbaf (2013), the teeth restored with crowns of a
Rehabilitation of the endodontically treated flat occlusal preparation design exhibited the highest
teeth with severe crown damages presents a clinical fracture strength and showed the least dependency
challenge, because the poor structural integrity on the resin cement selection.20 There was a study
resulting from caries and/or cavity preparation leads comparing fracture resistance from the butt joint
to higher risk of teeth fracture.18 Fracture strength finish line with different endocrown materials by Al-
of materials depend on several factors, including Shibri (2017), proposed that the highest mean value
the elastic modulus of supporting substructure, of maximum load (Fracture resistance) was found
properties of luting agent, thickness of restoration in ETT restored with Hybrid ceramic (CERASMART)
and the preparation design. Biacchi and Basting (2012) endocrowns with butt joint finish line, followed by
observed greater resistance to compression forces of ETT with 2 mm ferrule effect restored with glass fiber
endocrown restorations, compared with traditional posts retained lithium disilicate crowns, the lowest
crowns supported on fiber posts. Sorensen (1984) mean value of maximum load (Fracture resistance)
observed, the fracture rate for uncrowned molars was was found in ETT restored with Lithium disilicate endo-
double that restored with crowns.19 Ceramic materials crowns with butt joint finish line.23 Although there
fracture at a fraction of their theoretical strength due are several studies with different results. Such as the
to the flaws’ stress-raising effect. It has been shown research conducted by Guo et al (2016), observed
that porosities and microcracks are the sites of fracture that no significant difference was found between
initiation.20 Failure of post and core systems may be teeth with endocrown and teeth with conventional
due to different mechanical behaviors relative to tooth post-core supported crowns. (P=.702) and Endocrown
structure in response to intraoral cyclic stresses. This cannot rehabilitate endodontically treated teeth with
failure can be classified as repairable failure (favorable the same fracture resistances that intact mandibular
fracture) or nonrepairable failure (catastrophic premolars have.24 But only one research provides the
fracture) that requires extraction of the tooth and information about fracture resistance of Endocrown
subsequent prosthetic replacement.2 with variations in cervical margin design, butt joint
The purpose of this literature was to propose the margin and shoulder finish line. Taha (2017) presented
effect of two margin designs, butt joint cervical margin endodontically treated teeth prepared with a butt joint
and shoulder finish line, on the fracture resistance of design receiving endocrowns and ETT prepared with 1
endodontically treated teeth restored with endocrown mm shoulder finish line receiving endocrowns. After
restorations. cementation and thermal aging, fracture resistance
test was performed and observed. And the result is

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
RESISTENSI FRAKTUR ENDOCROWN DENGAN DESAIN MARGIN
26 SERVIKAL YANG BERBEDA – TINJAUAN PUSTAKA

Endocrowns with shoulder finish line had significantly 597.


higher mean fracture resistance values than 6. Amal S, Mali G Nair, Sreeja J, Anulekh Babu, Ajas. 2016.
A.Endocrown - An Overlooked Alternative . Archives of Dental
endocrowns with butt margin (p < 0.05).16 and Medical Research Vol 2 Issue 1:1-5.
7. Fages M, Bennasar B. 2013. The Endocrown: A Different Type
CONCLUSION of All- Ceramic Reconstruction for Molars. Journal Canadian
Dental Association: 1-10
8. Gaye Sevimli, Seda Cengiz, M. Selçuk Oru.2015. Endocrowns:
Endocrowns with axial reduction and a shoulder
Review. J Istanbul Univ Fac Dent ;49(2):57-63.
finish line had higher mean fracture resistance values 9. Jorge Perdigao. 2016. Restoration of Root Canal-Treated Teeth.
than endocrowns with butt margin design and the An Adhesive Dentistry Perspective. Biomechanical Principles
mean difference was statistically significant. Butt of Root Canal-Treated- Teeth Restored with Fiber- Reinforced
joint designs provide a stable surface that resists the Resin Posts. Text Book : 95-98
10. Deepak.S, Nivedhith.M.S. 2017. Endocrown-Post Endodontic
compressive stresses because it is prepared parallel to Restoration–A Questionnaire Survey. J. Pharm. Sci. & Res. Vol.
the occlusal plane. From a biomechanical standpoint, 9(10) : 1827-1830
the restoration allows adaptation to strains at the 11. Roopak Bose Carlos, Mohan Thomas Nainan, Shamina
bonded joint. These forces are distributed over the Pradhan, Roshni Sharma, Shiny Benjamin, and Rajani Rose.
2013. Restoration of Endodontically Treated Molars Using All
cervical butt joint (compres- sion) or axial walls (shear
Ceramic Endocrowns. Hindawi Publishing Corporation : 1 - 6
force). As such, the addition of short axial walls with 12. HM El-Damanhoury _ RN Haj-Ali _ JA Platt. 2015. Fracture
shoulder finish line might have resulted in counter- Resistance and Microleakage of Endocrowns Utilizing Three
acting the shear stresses through the walls and better CAD-CAM Blocks. Hindawi Publishing Corporation Case
load distribution through the margin, thus moderating Reports in DentistryVolume : 1-5
13. Newsome P, Owen S. Improving your margins. Operative
the load on the pulpal floor . Dentistry. International Dentistry Sa Vol. 11, No. 6 : 36-42.
14. Zhanga Z, Sornsuwanb T, Rungsiyakullc C, Lia W, Lia Q, V.S.
SUGGESTION Michael. 2015. Effects Of Design Parameters On Fracture
Resistanceof Glass Simulated Dental Crowns. 373-384
15. Priti Desai, Khyatiben Tailor, Pathik Patel, Payal Thakkar. 2016.
More research needs to be done on fracture
Post Endodontic Restoration with Novel Endocrown Approach:
resistance of endocrown with variation in cervical A Case Series. Margin designs for esthetic restoration: An
margin design as a comparison, so that it can be known overview. Journal of Research and Advancement in Dentistry
which design is best to apply for ETT. :129-136
16. Taha D, Spintzyka S, Schillea C, Sabetb A, Wahshb M, Salahb
T, Gerstorfera J. 2012. Fracture Resistance And Failure Modes
REFERENCES Of Polymer Infiltrated Ceramic Endocrown Restorations With
Variations In Margin Design And Occlusal Thickness. Journal of
1. Borgia Botto, Ernesto, Barón, Rosario, José Luis. 2016. Advanced Oral Research, Vol 3; Issue 1: 7-11
Endocrowns: A retrospective patient series study, in an 8-to- 17. Ujjal Chatterjee. 2012. Margin Designs For Esthetic
19-year period, Odontoestomatología / Vol. XVIII :45-56 Restoration: An Overview. Journal Of Advanced Oral Research,
2. Roopak Bose Carlos, Mohan Thomas Nainan, Shamina Vol 3 : 7-12
Pradhan, Roshni Sharma, Shiny Benjamin, and Rajani 18. Ertürk B.K, Saridag S, Koseler S, Yigit D.H, Avcu E, Yasemin.
Rose.2013. Restoration of Endodontically Treated Molars 2018. Fracture Strengths Of Endocrown Restorations
Using All Ceramic Endocrowns. Volume 2013 : 1-5 Fabricated With Different Preparation Depths And CAD/CAM
3. Jos´e Augusto Sedrez-Porto DDS, MSc Wellington Luiz de Materials. Dental Material Journal : 1-6.
Oliveira da Rosa DDS, MSc Adriana Fernandes da Silva DDS, 19. Hamdy A. 2015. Effect of Full Coverage, Endocrowns, Onlays,
MSc, PhD Eliseu Aldrighi M¨unchow DDS, MSc, PhD Tatiana Inlays Restorations on Fracture Resistance of Endodontically
Pereira-Cenci DDS, MSc, PhD.2016. Endocrown restorations: Treated Molars. Vol 1 ; Issue 5 : 1-5
A systematic review and meta-analysis.Journal of Dentistry: 20. Shahrbafa S, Van Noorta R, Mirzakouchakib B, Ghassemiehc
1-27 E, Martina N. 2013. Fracture Strength Of Machined Ceramic
4. Giovanni Tommaso Rocca, DMD Ivo Krejci, Prof. DMD. Crowns As Afunction Of Tooth Preparation Design And The
2013. Crown And Post-Free Adhesive Restorations For Elasticmodulus Of The Cement. Dental Material Journal : 234-
Endodontically Treated Posterior Teeth: From Direct 241
Composite To Endocrowns. The European Journal Of Esthetic 21. Comparison of Fracture Strength of Endocrowns and Glass
Dentistry.Volume 8/2 :154-177 Fiber Post-Retained Conventional Crowns. GR Biacchi, RT
5. Singh S., Rajkumar B, Vishesh Gupta and Akanksha Bhatt. Basting. Operative Dentistry ; 40–02 : 201-210
2017. Endocrown: Conservative Approach For Restoration Of 22. Di Iorio D, Murmura G, Orsini G, Scarano A, Caputi S. Effect
Endodontically Treated Teeth- A Case Report. International of Margin Design on the Fracture Resistance of Procera® All
Journal of Current Innovation Research, Vol. 3, Issue 02:595- Ceram Cores: An in vitro Study. J Contemp Dent Pract 2008

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Hilma Fitria Zulfa Noor, Rasinta Tarigan 27

February;(9)2:001-008.
23. Al-Shibri S, Elguindy J. 2008. Fracture Resistance of
Endodontically Treated Teeth Restored With Lithium Disilicate
Crowns Retained With Fiber Posts Compared To Lithium
Disilicate and Cerasmart Endocrowns: In Vitro Study. The
Journal of Contemporary Dental Practice. Vol 9 ; No.2 : 1-9
24. Guo J, Wang Z, Li X, Sun C. A Comparison Of The Fracture
Resistances Of Endodontically Treated Mandibular Premolars
Restored With Endocrowns And Glass Fiber Postcore Retained
Conventional Crowns. The Journal of Advanced Prosthodontics
: 489 – 493.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
28 PO-07 ENDODONTIC RETREATMENT IN 2 DIFFERENT C-SHAPED CANAL
CONFIGURATION : A CASE SERIES

ENDODONTIC RETREATMENT IN 2 DIFFERENT C-SHAPED CANAL


CONFIGURATION : A CASE SERIES
Dwi Pusparani*, Dennis**,Trimurni Abidin **
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Root canal treatment in the C-shaped configuration requires special preparation and obturation because of irregular root
canal shapes. C-shaped canal configuration is generally seen in the mandibular second molar. This canal present challenges
for negotiation, debridement, and obturation due to the high incidence of anatomic abnormalities, lateral canals, and
apical deltas. In-depth knowledge of root canal morphology is needed for successful endodontic treatment, coupled
with information obtained from preoperative dental radiographs. This presentation reported two different configuration
cases with C-shaped configurations of type I and II preparation carried out with the crown down method combined with
circumferential and obturation movements using thermoplastic injection gutta-percha so that the results were optimum.
The first case, a 29-year-old male was referred to RSGM USU with a complaint of discomfort in mandibular second molar.
The second case, a 35-year-old male came to RSGM USU with a complaint of pain in lower back tooth, although it had been
done some treatment with the referred dentist. Case management was followed by retreatment with protaper universal,
confirmation of c-shape with Endosonic, C + file #10 was used to create gilde path and then canal were prepared with
protaper next rotary files up to X2. 5.25% sodium hypochlorite is used as endodontic irrigation which is activated by Endo
activator and calcium hydroxide is placed as an intracanal drug. The fill was done with thermoplastic injection gutta-percha,
AH plus as a sealer, orifice base with flowable composite and Resin composite as the final restoration. Complex conditions
and morphology of various C-shaped canal can be managed by irrigation and obturation techniques.

Keywords: c-shaped canal, endodontic retreatment, root canal treatment, thermoplastic injection gutta-percha

INTRODUCTION modified by Zapata in 2009 6:


1. Category 1 (C1) : an uninterrupted C-shape
C-shaped canal anatomy was first documented with no separtion or division
by Cooke and Cox in mandibular second molar 2. Category 2 (C2) : the canal shape resembled a
(1979)1. Canal configuration has a high prevalence in semicolon, resulting from a discontinuation of
mandibular second molars (2.7% - 45.5%)2. The main the C-shaped outline, but either angle a or b
anatomical feature of C-shaped canals is the presence should be less than 60o.
of a fin or web connecting the individual root canals 3. Category 3 (C3) : two or three separated canals
with the orifice may appear as a single ribbon-shaped and both angles, a and b, were less than 60o.
opening with a 180o arc, linking the two main canals 4. Category 4 ( C4) : only one round or oval canal
(Gulabivala 2002). Failure of the Hertwig’s epithelial was present in that cross-section.
sheath to fuse on the buccal side will result in the
formation of a lingual groove, and failure to fuse on
the lingual would result in a buccal groove. Failure of
the sheath to fuse on both the buccal and lingual sides
will result in the formation of a conical root (Manning
1990)3.The C-shaped canal configuration has racial
predilection. Higher incidence reported in countries
belonging to the Asian continent like Chinese (31.5%) Fig 1. Zapata C-shape classification
and Koreans (44.5%)4,5.
The first classification of the C-shaped root canals Fan et al (2004) also classified C-shaped roots
was done by Melton and co-authors in 1991. Later according to their radiographic appearance into three
based on it, Fan made an anatomic classification and types 6:
Korespondensi: Dwi Pusparani, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jln. Alumni No.2 Kampus USU Medan 20155. Alamat E-mail* :
Dwirani.DR61@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dwi Pusparani, Dennis,Trimurni Abidin 29

1. Type I : Conical or square root with a vaque, CASE REPORTS


radiolucent longitudinal line separating the
root into distal and mesial parts. There was a Case 1
mesial and a distal that merged into one before A 29 year old, male, patient was referred by a
exiting at the apical foramen (foramina). general practitioner (GP) for endodontic non surgical
2. Type II : Conical or square root with a vaque, retreatment on tooth no. 37 to RSGM USU with a
radiolucent longitudinal line separting the root complaint of discomfort in mandibular second molar.
into distal and mesial parts. There was a mesial Intraoral examination of tooth 37 revealed cavity on
and distal canal, and the two canals appeared the oclusal. (Figure 3a). Intraoral periapical radiograph
to continue on their own pathway to the apex. confirmed that the patient had a deficient previous root
3. Type III : Conical or square root with a vaque, canal treatment on the mandibular left second molar,
radiolucent longitudinal line separting the with incomplete root canal fillings on both mesial and
canal root into distal and mesial parts. There distal roots, with chronic apical periodontitis. (figure
was a mesial and distal canal, one canal curved 3b).
to and superimposed on this radiolucent line
when running toward the apex, and the other
canal appeared to continue on its own pathway
to the apex.

Fig 3a . Pre-op intra oral examination

Fig 2. Fan C-shape classification by radiographic appearance

Root canal treatment with a c-shaped configuration Fig 3b . Pre-op Radiograph examination
is slightly different from normal root canal conditions
especially at the stage cleaning, shaping and filling. The patient on tooth no. 37 was isolated with rubber
The filling of the root canal aims to close relationship dam and clamp (Hygenic,Coltene Whaledent, USA).
between the oral cavity and periapical tissue. Difficulty The access cavity was refined with an Endo Access
at stage root canal filling is to get hermetic solid bur number A016 (Dentsply Maillefer, Switzerland)
results from orifice to apical. There are various types and caries and the coronal restoration was removed
of obturation techniques the root is a lateral, vertical, completely. (figure 4a. Pre retreatment examination ).
or combination condensation technique both of them.
The irregularity of C-shape configuration requires a
technique special or modification, in order to achieve
optimal filling results.7,8
While back-packing consists of two stages, namely
compress the small guta-percha segment at the
apical part lateral the middle and root canal corona is
completed using thermoplastic devices that can used
warm gutapercha increment.7 Fig. 4a. Pre retreatment examination

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
30 ENDODONTIC RETREATMENT IN 2 DIFFERENT C-SHAPED CANAL
CONFIGURATION : A CASE SERIES

by flowable composite and Resin composite (3M filtek


350XT) as the final restoration.

Fig. 4b. Post retreatment examination

The inadequate obturation was carried out with Fig. 7a. view MAC
protaper retreatment universal (D1,D2), canals, was
rinsed with 5,25% sodium hypochlorite solution.
Working length determination EAL and confirmed
by periapical radiograph, C+file #10 were used to make
the gilde path, and canals were prepared with protaper
next (Dentsply) up to X2 (Figure 5). 5,25% sodium
hypochlorite was used as an endodontic irrigant which
was activated with Endo activator. Due to lack of the Fig. 7b. periapical view MAC
time, calcium hydroxide was placed as an intracanal
medicament and temporary filling. (Fig.6)

Fig 8a. Clinical view obturation

Fig 5. Shaping with protaper next up to X2

Fig 8b. periapical view obturation

Case 2
A 35 year old, male, patient was refered to the
RSGM USU, a chief complaint of pain in lower right back
tooth, although it had been done some treatment with
Fig.6. medicament calcium hydroxide the referred dentist. Intraoral examination revealed
cavity on the oclusal has been closed with Glass
Next visit, Isolation was made again for proper Ionomer cement.
cleaning procedure with 5,25% sodium hypochlorite, Radiographically, a small sign of radiolucency
followed with master cone trial, which evaluation was seen on the apex tooth 37 with chronic apical
done by periapical radiograph (Figure 7a, 7b) and periodontitis periodontitis. (Figure 9a dan 9b).
obturation was completed with continuous wave
condensation and thermoplastic injection technique
(Element Obturation,SybronEndo) (Figure 8a,8b), AH
plus (Dentsply) as the sealer, Orifice barrier was made

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dwi Pusparani, Dennis,Trimurni Abidin 31

Fig. 9a Pre op examination Fig. 11b Shaping protaper next up to X2

Fig. 9b Radiograf Pre op

A proper Isolation & anesthesia was performe Fig. 12a Intra medicament
and the inadequate obturation was carried out with
protaper retreatment universal (D1,D2) (fig.10), canals,
was rinsed with 5,25% sodium hypochlorite solution.
Working length determination EAL and confirmed by
periapical radiograph, C+file #10 were used to make
the gilde path, and canals were prepared with protaper
next (Dentsply) up to X2 (Figure 11a,11b). 5,25% sodium
hypochlorite was used as an endodontic irrigant which
was activated with Endo activator. Due to lack of the Fig. 12b Wash Intra medicament
time, calcium hydroxide was placed as an intracanal
medicament and temporary filling. confirmed with Next visit, Isolation was made again for proper
periapical radiography (Figure 12a,12b). cleaning procedure with 5,25% sodium hypochlorite,
followed with master cone trial, which evaluation
done by periapical radiograph (Figure 13a, 13b) and
obturation was completed with continuous wave
condensation and thermoplastic injection technique
(Element Obturation,SybronEndo) (Figure 14a,14b),
AH plus (Dentsply) as the sealer, Orifice barrier was
made by flowable composite and Resin composite (3M
filtek 350XT) as the final restoration.
Fig. 10 periapical post remove guttap

Fig. 13a periapical MAC


Fig.11a IAF

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
32 ENDODONTIC RETREATMENT IN 2 DIFFERENT C-SHAPED CANAL
CONFIGURATION : A CASE SERIES

the root canal system. The canal instruments, which


use, mainly rotating and the processing of an elliptical
canal is difficult and inefficient. The creation of systems,
with reciprocal motion for machine preparation, is a
significant step forward. It is inappropriate to apply
separately the standard technique, step-back or crown-
down technique for the preparation of a C-shaped root
Fig. 13b periapical MAC canal. Secure shaping and cleaning of such type of root
canals require knowledge of various techniques for
instrumentation and their combination. Qualitative
filling of teeth with a C-shaped root canal system only
with the methods of the central point technique or cold
lateral condensation is impossible. The difficulties arise
from the fact that with the C-shaped root canals it is
the possible to have a thin net of anastomoses in root
Fig. 14a Obturation canal system11. All this requires good knowledge of and
combining different techniques of root canal extension
from manual to machine ones. It is important to choice
the method of irrigation, because the endodontic
space is complicate with net of anastomosis. Ultrasonic
activation of the irrigation solution with 5,25% sodium
hypochlorite may be advantageous in removing the
infected tissues from the canal system, because the
volume endodontic contains greater amount of infected
Fig. 14b periapical Obturation channel contents and extrusion of debris or irrigant is
possible9. Regarding the filling of root canal system one
DISCUSSION method is not enough to seal the endodontic space.
It is necessary to use also cold lateral condensation
Clinical cases of a C-shaped pulp chamber and through combined technique of filling the continuous
root canal system show that this root canal aberration wave of condensation using Element Obturation12. It is
occurs in a wide variety and variability with a single root recommended that cases with C-shaped configuration
canal up to two, three and four separate root canals. of root canal system should be referred to a specialist
The diameter of the root canal themselves also varies for complete treatment 12.
from very wide to such with a small diameter.9,11,12
In literature have found single publications of cases CONCLUSION
with a C-shaped canal.9,11,12According to different
authors their frequency varies from 2.7% to 8%. The Knowledge of variations in the root canal
teeth with C-shaped root canal configuration are morphology of the teeth that will being treated is
usually mandibular second molars, and more rarely the very important, because it can affect outcome and
mandibular first premolars, the maxillary first molars, prognosis care. Obturation root canal treatment on the
as well as the mandibular wisdom-teeth (third molars). left lower second molar have a class I and II C-shape
The C-shaped configuration of the pulp chamber and configuration using cold lateral condensation through
the root canal system affects more often Asians than combined technique of filling the continuous wave of
Caucasians11 with frequency of distribution up to 30%. condensation using Element Obturation can be said to
The probability of finding C-shaped configuration in the be successful.
contralateral tooth is up to 70% 9,11,12.
Successful endodontic treatment of a tooth with a
C-shaped configuration is difficult and a real challenge
considering decontamination and successful filling of

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dwi Pusparani, Dennis,Trimurni Abidin 33

REFERENCES 8. Walton R. E, Torabinejad M. Principles and


Practice of Endodontics, 3th ed. Elsevier Science,
1. Cooke HG 3rd, Cox FL. C-shaped canal Philadelphia, USA, 2001. p. 280-89.
configurations in mandibular molars. J Am Dent 9. Kirilova J. The cases with rareconfigurations of root
Assoc. 1979;99:836– 9. canals of themandibular second molar. Problems
2. Weine FS. The C-shaped mandibular second molar: ofdental medicine. 2009; 35(part II): 73-9.
In- cidence and other considerations. Members 10. Kuzmanova Y. Prospective appli-cation of the
of the Ari- zona Endodontic Association. J Endod clinical and X-ray analy-sis in endodontics.
1998;24:372–5. Stomatology.1998;80(1):63-68.
3. Manning SA. Root canal anatomy of mandibular 11. KuzmanovaY.Rare endodonticvariations in the
sec- ond molars. Part II: C shaped canals. Int Endod permanent molars in the Bulgarian population.
J. 1990;23:40–5. Dental medi-cine. 2014; 96(1):30-41
4. Seo MS, Park DS. C-shaped root canals of 12. Loh HS. Incidence and features of the mandibular
mandibular second molars in a Korean population: second molar in Singaporen Chinese. Austr Dent
Clinical observa- tion and in vitro analysis. Int J.1991 Dec;36(6):442-44.
Endod J. 2004;37:139–44.
5. Zhang R, Wang H, Tian YY, Yu X, Hu T, Dummer
PM. Use of cone beam computed tomography to
evaluate root and canal morphology of mandibular
molars in Chinese individuals. Int Endod J.
2011;44:990–9.
6. Janet K., Snezhanka T.P. C-shaped configuration of
the root canal system - problems and solutions.
Journal of IMAB,2014, vol.20, issue1.
7. Harty’s. Endodontics in Clinical Practice, 5th ed.
Elsevier Science, Philadelphia, USA, 2004. p. 113-
27.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
34 PO-08 MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE VS CALCIUM HYDROXIDE IN
DIRECT PULP CAPPING: LITERATURE REVIEW

MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE VS CALCIUM HYDROXIDE IN DIRECT


PULP CAPPING: LITERATURE REVIEW
Ardo Sabir*,Christine A Rovani**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

Background: A constant important concern in the practice of dentistry is how to maintain the vitality of tooth. Direct pulp
capping is considered a valid treatment method in today’s endodontics, because successful capping can preserve tooth
vitality in an exposed pulp cavity by dentin barrier formation. It has been used as an alternative approach to the maintenance
of vital pulp so that many tooth extractions and root canal treatments could have been avoided through the conservative
approach of direct pulp capping. Until now, Calcium hydroxide (Ca(OH)2) and Mineral Trioxide Aggregate (MTA) were the
most common direct pulp capping agent used by dentist because their success rate was high. The aim of this paper is review
the current literature relating to application of Ca(OH)2 and MTA as capping agent in direct pulp capping treatment.
Literature review: The MTA clinically performed more effective than conventional Ca(OH)2 as a direct pulp capping material,
it showed higher success rate than Ca(OH)2. MTA was not only easier to applicated clinically as a direct pulp capping material
but also provided better long term results more effective than Ca(OH)2 in maintaining long term vitality. In addition, MTA
significantly less toxic and less pulpal inflammations.
Conclusion: The results direct pulp capping treatment with using MTA was more predictable in formation of dentin barrier
and also superior in dentinogenesis process in human dental pulp than Ca(OH)2.

Keywords: MTA, Ca[OH]2, Direct pulp capping, Dentin barrier.

INTRODUCTION There are three causes of vital pulp exposure:


caries, mechanical sources and trauma. If pulp
Direct pulp capping is a treatment for exposed vital exposure occurs before caries is completely removed,
pulp involving the placement of a dental material over it is considered caries exposure. If pulp exposure
the exposed area to facilitate both the formation of occurs during the preparation of a cavity without
protective barrier and the maintenance of vital pulp1. caries, it is called mechanical exposure. Mechanical
Direct pulp capping has been used as an alternative exposures are typically due to a misadventure during
approach to the maintenance of vital pulp so that tooth preparation. Traumatic pulp exposure may
many tooth extractions and root canal treatments result from a sports injury when the coronal part of
could have been avoided through the conservative the tooth is chipped. In the event of exposure in vital
approach of direct pulp capping2. pulp, direct pulp capping, pulpotomy or pulpectomy
Clinical pulp conditions related to patient could be the treatment choices1. According to the
symptoms are to be considered before the direct pulp American Association of Endodontists (AAE) guide to
capping material placement. For evaluating clinical clinical endodontics3, the indications for direct pulp
pulp conditions, the most important test is pulp capping are as follows: (1) occurrence of mechanical
vitality. Pulp capping could be performed on tooth exposure of a clinically vital and asymptomatic pulp; (2)
with normal pulp or reversible pulpitis. Percussion, controlled bleeding at the exposure site; (3) possibility
palpation, and periodontal probing test results should of direct contact of the capping material with the
be within normal limits. The radiograph should show vital pulp tissue after exposure; (4) occurrence of
normal apical tissue. The pulp exposure site should exposure during dental dam isolation of the tooth;
be less than 1 mm in diameter and stopping pulpal (5) maintenance of adequate seal of the coronal
hemorrhage should be prerequisite before direct pulp restoration; and (6) indication of a possible future
capping material placement. If these requirements endodontic treatment to the patient.
cannot be satisfied, the pulp capping procedure is not Until now, Calcium hydroxide (Ca(OH)2) and Mineral
recommended1. Trioxide Aggregate (MTA) were the most common
Korespondensi: Dr. drg. Ardo Sabir, M.Kes, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10
Makassar, Indonesia. Alamat e-mail: ardo.sabir@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Ardo Sabir*,Christine A Rovani** 35

direct pulp capping agent used by dentist. The long- two of these proteins, Bone Morphogenic Protein
term assessments of direct pulp capping with both (BMP) and Transforming Growth Factor-Beta One
Ca(OH)2 and MTA have shown high success rates. (TGF-β1), have demonstrated the ability to stimulate
The aim of this paper is review the current literature pulp repair6,10. Furthermore, Ca(OH)2 is known
relating to application of MTA and Ca(OH)2 as capping to solubilize these proteins from dentin, lending
agent in direct pulp capping treatment. credence to the release of these bioactive molecules
as a significant mediator in pulp repair following pulp
LITERATURE REVIEWS capping4,11.

Direct pulp capping materials Mineral Trioxide Aggregate (MTA)


Calcium hydroxide (Ca(OH)2) Mineral Trioxide Aggregate (MTA) has generated
Calcium hydroxide (Ca(OH)2) was introduced to the considerable interest as a direct pulp-capping agent
dental profession in 1921 and has been considered the in recent years. Unset MTA is primarily calcium oxide
“gold standard” of direct pulp capping materials for in the form of tricalcium silicate, dicalcium silicate
several decades4. There are a number of advantages to and tricalcium aluminate. Bismuth oxide is added for
Ca(OH)2 that have caused it to receive this recognition radiopacity, MTA is considered a silicate cement rather
such as Ca(OH)2 has high pH and excellent antibacterial than an oxide mixture, a so its biocompatibility is due
properties5, it has a long-term track record of clinical to its reaction products. Interestingly, the primary
success as a direct pulp capping agent in periods of up to reaction product of MTA with water is Ca(OH)2, and
10 years6. Calcium hydroxide has some disadvantages so it is actually the formation of Ca(OH)2 that provides
such as the self-cure formulations are highly soluble MTA’s biocompatibility4,12-14. As a result, many of the
and are subject to dissolution over time4, it also has no advantages and potential mechanisms of action for
inherent adhesive qualities and provides a poor seal4,7. MTA are similar to Ca(OH)2, including its antibacterial
Calcium hydroxide is the appearance of so- and biocompatibility properties, high pH, radiopacity
called “tunnel defects” in reparative dentin formed and its ability to aid in the release of bioactive dentin
underneath Ca(OH)2 pulp caps. A tunnel defect has matrix proteins. However, an antibacterial effect
been described as a patency from the site of the of MTA is controversial, MTA showed some of the
exposure through the reparative dentin to the pulp, facultative bacteria but no effect on any of the strictly
sometimes with fibroblasts and capillaries present anaerobic bacteria. The antimicrobial activity of MTA
within the defect. However, other researchers have may not be as strong as those of traditional Ca(OH)2-
found that the quality of reparative dentin improves based cements and sealers. Mineral Trioxide Aggregate
as the bridge gets thicker, and that many times, the can provide more leakage-proof because of its sealing
tunnel defects are not patent with the pulp4,8. ability. However, MTA is suggested to be superior
The initial effect of Ca(OH)2 applied to exposed compared Ca(OH)2 due to its uniform and thicker
pulp is the development of a superficial necrosis. Firm dentin bridge formation, less inflammatory response
necrosis causes slight irritation and stimulates the pulp and less necrosis of pulpal tissues.1,15.
to defend and repair to form a reparative dentin bridge There are some differences between MTA and
through cellular differentiation, extracellular matrix Ca(OH)2. First, MTA comes in two colors, white and grey.
secretion and subsequent mineralization. While the The grey version is due to the addition of iron. Another
formation of a dentin bridge has been believed to be significant difference is the fact that MTA provides
the key for the clinical success of direct pulp-capping4. some seal to tooth structure4,16. The disadvantages of
Traditionally, it has been believed that Ca(OH)2 high pH MTA include long setting times approximately 2 hours
causes irritation of the pulp tissue, which stimulates and 45 minutes. Setting time of grey MTA is shorter
repair via some unknown mechanism.4,6 In recent than that of white MTA. A long setting time may be
years, this “unknown mechanism” may have been inconvenient to both dentist and patient, because it
explained by the release of bioactive molecules. It is requires direct pulp-capping with MTA in two visits:
known that a variety of proteins are incorporated into application of MTA in the first visit and seating of the
the dentin matrix during dentinogenesis6,9 of particular permanent restoration over the sufficiently hardened
importance to the topic of pulp capping where at least MTA in the second visit. Moreover, it may increase the

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
36 MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE VS CALCIUM HYDROXIDE IN
DIRECT PULP CAPPING: LITERATURE REVIEW

risk of bacterial contamination17. Another disadvantage evaluated and compared the success of direct pulp
of MTA poor handling “sandy” feeling mixture capping in permanent teeth with MTA or Ca(OH)2.
produced by the coarse particles of ProRoot and water They found the probability of failure at 24 months was
is difficult to be delivered to the required site and hard 31.5% for Ca(OH)2 versus. 19.7% for MTA. Zhao Y. el al
to condense adequately which can be affected by the in 201327, try to evaluate the volume change of rat root
particle size and distribution as well as by the shape of following direct pulp capping with MTA and Ca(OH)2-
the MTA powder1,17. based paste (Vitapex) in randomized control trail,
Tooth discoloration has been reported with the use that showed the root volume in the MTA group was
of grey MTA in direct pulp capping and therefore the significantly smaller than that in the Vitapex group at 2
use of white MTA has generally been recommended in and 4 weeks after operation (P<0.05). At the sixth week,
the esthetic zone 1,18,19. However, tooth discoloration there was no significant difference between the MTA
associated with white MTA was also described in case group and the Vitapex group (P>0.05). The root volume
reports in endodontic treatments. Tooth color change in the MTA group and Vitapex group was significantly
was reported to be induced by both grey and white larger than that in the model group from the second
MTA. Several factors were reported to contribute to to sixth week after operation (P<0.05). The influence
tooth discoloration by white MTA; contamination with of various predictors on healing outcomes after direct
blood, contact with sodium hypochlorite, the presence pulp capping using either MTA or Ca(OH)2 as a pulp-
of light and oxygen. The possible involvement of the dressing agent were evaluated by the retrospective
radiopacifier bismuth oxide in the discoloration is study28. They found 152 teeth of 172-capped teeth
postulated20-22. The reason and mechanism of tooth were available for follow-up, with an overall recall
discoloration are not fully understood and remain to rate of 87.6 % for MTA vs 89.3 % for Ca(OH)2. The
be investigated. mean period of follow-up was (37.3±17.2) months.
The clinical performance of MTA compared to Overall success rates of 85.9% and 77.6 % in the MTA
Ca(OH)2 Kierat et al.23, evaluated the usefulness of a and Ca(OH)2 groups were observed, respectively. The
new product called MTA used in direct and indirect pulp cumulative success rate of both materials was not
capping compared with Ca(OH)2, which showed 88.2% statistically different (P>0.282). The 2 years overall
of the results were positive after a direct coverage of pulp survival was 91.4 %, while the 4 and 6 years
the pulp using MTA and 86.7% after the application survival rates were 84% and 65 %, respectively. None
of Ca(OH)2. Mente et al.24, investigated the treatment of the clinical variables had a considerable influence
outcome of teeth after direct pulp capping, either with on the outcome of direct pulp capping (p>0.05). The
MTA or Ca(OH)2, they found successful outcome was randomized control trail by Kundzina, et al.29, aimed to
recorded for 78% of teeth in the MTA group and for compare the effectiveness of MTA and a conventional
60% of teeth in the teeth Ca(OH)2 group. There was Ca(OH)2 liner as direct pulp capping materials in adult
non-significant range (P>0.05). The teeth that were molars with carious pulpal exposure. They found that
permanently restored more than 1 day after capping at 36 months, the cumulative estimate rate of 85% for
had a significantly worse prognosis in both groups the MTA group and 52% for the Ca(OH)2 (P<0.006).
(P>0.01). They also assess treatment outcome of There was no significant association between the
direct pulp capping with MTA versus Ca(OH)2. Potential capping material and postoperative pain..
prognostic factors were re-evaluated based on a larger
sample size and longer follow-up periods. The overall
success rates were 80.5% of teeth in the MTA group Pulpal tissue response to MTA compared with Ca(OH)2
and 59% of teeth in the Ca(OH)2 group. There was in direct pulp capping treatment.
significantly increased risk of failure for teeth that Accorinte et al.30, evaluated the histomorphologic
were directly pulp capped with Ca(OH)2 compared with response of human dental pulps capped with MTA and
MTA (P<0.001). Teeth were permanently restored ≥ 2 Ca(OH)2 cement in control trail, their results were after
days after direct pulp capping had a significantly worse 30 and 60 days, teeth were extracted and processed
prognosis irrespective of the pulp capping material for histologic exam and categorized in a histologic
chosen (P<0.004)25. score system. All groups performed well in terms of
The randomized clinical trial of Hilton et al.26, hard tissue bridge formation, inflammatory response,

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Ardo Sabir*,Christine A Rovani** 37

and other pulpal findings. However, a lower response group for the 15 days period in majority of the sample
of Ca(OH)2 after 30 days was observed for the dentin and by 30 days dentin bridge was observed that were
bridge formation, when compared with MTA after both continuous and interrupted in equal number
30 days and 60 days. Same authors in 2008 were of samples. The initial inflammatory response and
compared the response of human dental pulp capped necrosis was more with Nano-HA and Ca(OH)2 which
with MTA and Ca(OH)2 powder. They found in regard reduced with time.
to dentin bridge formation, Ca(OH)2 after 30 days
showed a tendency towards superior performance CONCLUSION
compared to MTA after 30 days (p>0.05), although
the products showed comparable results at day 6031. Regarding to the clinical performance of MTA
Nair et al.32, investigated the pulp response to the and Ca(OH)2, the MTA is more effective and superior
direct pulp capping of healthy human teeth with MTA comparing the Ca(OH)2 as a direct pulp capping
and Ca(OH)2 cement (Dycal) as control. Their results material, MTA showed higher success rate with
were the iatrogenic pulpal wounds treated with MTA favorable outcomes in maintaining long-term tooth
were mostly free from inflammation after 1 week and vitality. Regarding to the pulpal tissues response. The
became covered with a compact, hard tissue barrier MTA is less toxic, less pulpal inflammation with using
of steadily increasing length and thickness within 3 of MTA in direct pulp capping compared to Ca(OH)2.
months following capping. Control teeth treated with The MTA superior to Ca(OH)2 in dentinogenic process
Dycal revealed distinctly less consistent formation of a and more predictable hard tissue barrier formation.
hard tissue barrier that had numerous tunnel defects. The performance and success of the MTA compared to
Sawicki et al.33, tried to evaluate histological Ca(OH)2 make it the material of choice in direct pulp
findings in human immature permanent premolars capping.
scheduled for extraction for orthodontic reasons, in
which mechanical pulp exposures were capped with REFERENCES
white MTA (ProRoot) or Ca(OH)2 and they found no
statistically significant differences between ProRoot 1. Komabayashi T. Current status of direct pulp-capping materials
for permanent teeth. Dent Mater J 2016;35(1):1-12.
and Ca(OH)2 were found, except for superficial and
2. Stanley HR. Criteria for standardizing and increasing credibility
deep inflammatory cell response (P<0.05). To evaluate of direct pulp capping studies. Am J Dent 1998; 11 Spec No:
the pulpal response to direct capping with either MTA S17-S34.
or Ca(OH)2 cement in humans, with a focus on dentin 3. American Association of Endodontists. Guide to Clinical
bridge formation and dentin sialoprotein (DSP) and Endodontics 2004. Page 8-9. http://www.aae.org/
managedfiles/pub/0/04guide%20to%20clinical%20endo.pdf.
Heme Oxygenase-1 (HO-1) expression, this study 4. Hilton TJ. Keys to clinical success with pulp capping: a review
performed in 2008 by Min et al.34 and their results were of the literature. Oper Dent 2009;34(5):615-25.
histologically, 100% of the MTA group and 60% of the 5. Barthel CR, Levin LG, Reisner HM, Trope M. TNF-alpha release
Ca(OH)2 group developed dentin bridges. The mean in monocytes after exposure to calcium hydroxide treated
Escherichia coli LPS. Int Endod J 1997;30(3):155-9.
thickness of the dentin bridges observed in the MTA
6. Graham L, Cooper PR, Cassidy N, Nor JE, Sloan AJ, Smith AJ.
group was statistically greater than that of Ca(OH)2 The effect of calcium hydroxide on solubilisation of bio-active
group. In addition, DSP and HO-1 were expressed in dentine matrix components. Biomaterials 2006;27(14):2865-
the odontoblast-like cells and pulp fibroblasts beneath 73.
the dentin bridge; furthermore, significantly greater 7. Ferracane J. Materials in Dentistry, Principles and Applications.
2nd ed. Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins; 2001. p.
immunostaining was observed in the MTA group than 63-44.
in the Ca(OH)2 group. By comparing the response of 8. Cox CF, Subay RK, Ostro E, Suzuki S, Suzuki SH. Tunnel defects in
exposed human pulp to Nano-HA (Hydroxy Apatite), dentin bridges: their formation following direct pulp capping.
MTA and Ca(OH)2 (Dycal) was the purpose of Swarup et Oper Dent 1996;21(1):4-11.
9. Duque C, Hebling J, Smith AJ, Giro EM, Oliveira MF, de
al.35, study at 2014, they found the nano-HA and MTA
Souza Costa CA. Reactionary dentinogenesis after applying
produced continuous dentin bridges. Dentin bridge restorative materials and bioactive dentin matrixmolecules as
that was formed in MTA group had regular pattern of liners in deep cavities prepared in nonhuman primate teeth. J
dentinal tubules but no tubules were seen in the nano- Oral Rehabil 2006;33(6):452–61.
HA group. Dentin bridge was not observed in Dycal 10. Zhang W, Walboomers XF, Jansen JA. The formation of tertiary
dentin after pulp capping with a calcium phosphate cement,

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
38 MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE VS CALCIUM HYDROXIDE IN
DIRECT PULP CAPPING: LITERATURE REVIEW

loaded with PLGA microparticles containing TGF-beta 1. J 28. Çalışkan MK, Güneri P. Prognostic factors in direct pulp
Biomed Mater Res A. 2008;85(2):439-44. capping with mineral trioxide aggregate or calcium hydroxide:
11. Smith AJ. Vitality of the dentin-pulp complex in health 2- to 6-year follow-up. Clin Oral Investig 2017;21(1):357-67.
and disease: growth factors as key mediators. J Dent Educ 29. Kundzina R, Stangvaltaite L, Eriksen HM, Kerosuo E. Capping
2003;67(6):678-89. carious exposures in adults: a randomized controlled trial
12. Camilleri J, Pitt Ford TR. Mineral trioxide aggregate: a review investigating mineral trioxide aggregate versus calcium
of the constituents and biological properties of the material. hydroxide. Int Endod J 2017;50(10):924-32.
Int Endod J 2006;39(10):747-54. 30. Accorinte ML, Loguercio AD, Reis A, Carneiro E, Grande
13. Fridland M, Rosado R. Mineral trioxide aggregate (MTA) RH, Murata SS, Holland R. Response of human dental pulp
solubility and porosity with different water-to-powder ratios. capped with MTA and calcium hydroxide powder. Oper Dent
J Endod 2003;29(12):814-17. 2008;33(5):488-95.
14. Fridland M, Rosado R. MTA solubility: a long-term study. J 31. Accorinte Mde L, Holland R, Reis A, Bortoluzzi MC, Murata
Endod 2005;31(5):376-3. SS, Dezan E Jr, Souza V, Alessandro LD. Evaluation of mineral
15. Okiji T, Yoshiba K. Reparative dentinogenesis induced by trioxide aggregate and calcium hydroxide cement as pulp-
mineral trioxide aggregate: a review from the biological and capping agents in human teeth. J Endod 2008;34(1):1-6.
physicochemical points of view. Int J Dent 2009; 2009: 464280. 32. Nair PN, Duncan HF, Pitt Ford TR, Luder HU. Histological,
16. Ferk Luketić S, Malcić A, Jukić S, Anić I, Šegović S, Kalenić S. ultrastructural and quantitative investigations on the response
Coronal microleakage of two root-end filling materials using a of healthy human pulps to experimental capping with Mineral
polymicrobial marker. J Endod 2008;34(2):201-3. Trioxide Aggregate: a randomized controlled trial. 2008. Int
17. Islam I, Chng HK, Yap AU. Comparison of the physical and Endod J 2009;42(5):422-44.
mechanical properties of MTA and portland cement. J Endod 33. Sawicki L, Pameijer CH, Emerich K, Adamowicz-Klepalska
2006;32(3):193-7. B. Histological evaluation of mineral trioxide aggregate and
18. Tomson PL, Grover LM, Lumley PJ, Sloan AJ, Smith AJ, Cooper calcium hydroxide in direct pulp capping of human immature
PR. Dissolution of bio-active dentin matrix components by permanent teeth. Am J Dent 2008;21(4):262-6.
mineral trioxide aggregate. J Dent 2007;35(8):636–42. 34. Min KS, Park HJ, Lee SK, Park SH, Hong CU, Kim HW, Lee HH,
19. Bogen G, Kim JS, Bakland LK. Direct pulp capping with mineral Kim EC. Effect of mineral trioxide aggregate on dentin bridge
trioxide aggregate: an observational study. J Am Dent Assoc formation and expression of dentin sialoprotein and heme
2008;139(3):305-15. oxygenase-1 in human dental pulp. J Endod 2008;34(6):666-
20. Belobrov I, Parashos P. Treatment of tooth discoloration 70.
after the use of white mineral trioxide aggregate. J Endod 35. Swarup SJ, Rao A, Boaz K, Srikant N, Shenoy R. Pulpal response
2011;37(7):1017-20. to nano hydroxyapatite, mineral trioxide aggregate and
21. Ioannidis K, Mistakidis I, Beltes P, Karagiannis V. calcium hydroxide when used as a direct pulp capping agent:
Spectrophotometric analysis of coronal discolouration an in vivo study. J Clin Pediatr Dent 2014;38(3):201-6.
induced by grey and white MTA. Int Endod J 2013;46(2):137-
44.
22. Camilleri J. Color stability of white mineral trioxide aggregate
in contact with hypochlorite solution. J Endod 2014;40(3):436-
40.
23. Kierat A, Laszczyńska M, Kowalska E, Weyna E. Comparison
of the influence of mineral trioxide aggregate and calcium
hydroxide on dental pulp of permanent teeth in biological
treatment and cell cultures. Ann Acad Med Stetin
2010;56(2):89-96.
24. Mente J, Geletneky B, Ohle M, Koch MJ, Friedrich Ding PG,
Wolff D, Dreyhaupt J, Martin N, Staehle HJ, Pfefferle T. Mineral
trioxide aggregate or calcium hydroxide direct pulp capping:
an analysis of the clinical treatment outcome. J Endod
2010;36(5):806-13.
25. Mente J, Hufnagel S, Leo M, Michel A, Gehrig H, Panagidis D,
Saure D, Pfefferle T. Treatment outcome of mineral trioxide
aggregate or calcium hydroxide direct pulp capping: long-term
results. J Endod 2014;40(11):1746-51.
26. Hilton TJ, Ferracane JL, Mancl L; Northwest Practice-based
Research Collaborative in Evidence-based Dentistry (NWP).
Comparison of CaOH with MTA for direct pulp capping: a
PBRN randomized clinical trial. J Dent Res 2013;92(7):16S-22S.
27. Zhao Y, Jin A, Gao P, Mitsuko I. An experimental study on
mineral trioxide aggregate and calcium hydroxide-based paste
applied to direct pulp capping in rat. Zhonghua Kou Qiang Yi
Xue Za Zhi 2013;48(8):494-8.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Cut Nurliza, Yenni Windasari
PO-10 39

UJI EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT TERHADAP


FUSOBACTERIUM NUCLEATUM (IN VITRO)
Cut Nurliza*, Yenni Windasari**
**Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Backgrounds. Microorganisms are main factor causing failure in root canal treatment. One of them is Fusobacterium
nucleatum. Irrigation material is used to reduce the amount of microorganisms and commonly used irrigant is NaOCl,
however it is cytotoxic to tissue. Avocado seed has antibacterial effect and can be developed as an alternative irrigants.
Aim. The aim of this study is to determine antibacterial effect of ethanol extract of avocado seed against Fusobacterium
nucleatum by determining Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) values.
Methods. An experimental laboratory posttest Only Control Group Design. 2 kg of avocado seeds was dried and 400 grams
of simplicial was obtained. It was macerated with 70% ethanol and evaporated to get 60 grams extract. Antibacterial effect
was tested by dilution. MIC was carried out by observing tube turbidity and compared to Mc Farland’s control made by
suspending specimen with NaCl 0.9% to get turbidity according to 0.5 Mc Farland Standard (1 x108 CFU/ ml) and incubated
at 37°C for 24 hours. Bacteria were then counted using Pour Plate to obtain MBC.
Results. Dilution test showed MIC at 50% and KBM at 60% concentration (0 CFU /ml). Kruskal-Wallis test showed that ethanol
extract of avocado seeds had antibacterial effect on F.nucleatum (p=0,000) and Mann-Whitney test showed a significant
difference between 60% and 50% concentration (p<0.05)
Conclusion. Extract of avocado seed ethanol has antibacterial effect on Fusobacterium nucleatum with MIC 50% and MBC
60%.

Keywords: root canal irrigation, Fusobacterium nucleatum, avocado seed, MIC, MBC

PENDAHULUAN Keistimewaan dari Fusobacterium nucleatum adalah


kemampuannya untuk beradhesi dengan bakteri gram
Perawatan saluran akar adalah salah satu bentuk positif dan negatif lainnya pada biofilm plak terisolasi
perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan yang ditemukan di daerah periapikal dari gigi yang
gigi tetap berfungsi dengan baik. Berbagai macam terinfeksi.3,4Fusobacterium nucleatum sangat sulit
perawatan saluran akar gigi telah dilakukan untuk dieliminasi dari saluran akar karena kemampuan
mempertahankan gigi selama mungkin dalam patogenesisnya tidak hanya sebagai bakteri tunggal,
rongga mulut. Namun, kegagalan perawatan saluran namun dapat dikaitkan dengan bakteri lain dan juga
akar gigi masih menjadi permasalahan yang sering mempunyai kemampuan mengumpulkan glukosa
terjadi dalam bidang kedokteran gigi. Perawatan yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Hal ini
saluran akar dikatakan berhasil apabila dalam waktu memungkinkan bakteri lain untuk berikatan dengan
observasi minimal satu tahun tidak ada keluhan dan dinding sel Fusobacterium nucleatum.2,4
lesi periapikal yang ada berkurang atau sembuh. Saat ini telah banyak bahan sintetis yang dapat
Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan digunakan untuk irigasi saluran akar antara lain
perawatan saluran akar diantaranya faktor host, Sodium hipoklorit (NaOCl), hidrogen peroksida (H2O2)
preparasi, mikroorganisme dan lain-lain.1 3%, EDTA 15%, Klorheksidin (CHX) dan MTAD. Sodium
Mikroorganisme merupakan faktor utama penyebab hipoklorit (NaOCl) merupakan bahan irigasi yang
kegagalan perawatan saluran akar.1 Dalam saluran akar paling sering digunakan pada saat ini. Konsentrasi
berbagai mikroorganisme dapat membentuk suatu yang biasa digunakan adalah 0,5% - 5,25%. Sodium
biofilm yang terdiri dari jaringan kompleks. Menurut hipoklorit berfungsi sebagai debridement, pelumas,
Sundqvist, bakteri yang paling banyak ditemukan antimikroba, dan dapat melarutkan jaringan lunak.
pada saluran akar adalah Fusobacterium nucleatum NaOCl selain memiliki daya antibakteri yang luas juga
dengan persentase sebesar 48%.2 Fusobacterium mampu melarutkan jaringan lunak atau organik dari
nucleatum merupakan bakteri anaerob gram negatif. dentin. Sodium hipoklorit paling sering digunakan
Korespondensi: Cut Nurliza., M.Kes., Sp.KG, Lektor Kepala, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jl. Alumni No. 2 Kampus USUMedan,
Indonesia. Alamat e-mail :Nurlizacut@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
40 UJI EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT TERHADAP
FUSOBACTERIUM NUCLEATUM (IN VITRO)

karena mempunyai efek antibakteri yang kuat yang menunjukkan efek antibakteri ekstrak etanol
serta dapat membunuh bakteri dengan cepat dan biji alpukat terhadap Fusobacterium nucleatum. Oleh
banyak walaupun dengan konsentrasi yang rendah. karena itu, perlu dilakukan pengujian efek antibakteri
Namun, bahan ini memiliki kekurangan yaitutidak ekstrak etanol biji alpukat terhadap Fusobacterium
mampu melarutkan smear layer sehingga harus nucleatum dengan menentukan nilai Kadar Hambat
dikombinasikan dengan EDTA, toksik terhadap jaringan Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM).
dan dapat menghambat perlekatan sealer berbahan
dasar resin.1,5 METODE PENELITIAN
Salah satu tanaman herbal yang masih dalam
penelitian adalah biji alpukat (Persea americanaMill.). Ekstraksi Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.)
Penelitian ilmiah mengenai efek terapi ekstrak biji Biji alpukat kemudian diiris dan dikeringkan dalam
alpukat telah banyak diujicobakan, diantaranya efek lemari pengering bersuhu 40⁰C, setelah mengering
antibakteri, anti-oksidan, anti-inflamasi, anti jamur, dihaluskan menjadi bentuk simplisia sebanyak
analgesik, efek hipoglikemik, dan pengobatan kanker. 400 gram. Simplisia tersebut kemudian diperkolasi
Hasil skrining fitokimia menunjukkan biji alpukat dengan menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak
mengandung senyawa saponin, flavonoid, tannin, 6 liter dan didapatkan maserat cair sebanyak 3,5 liter.
alkaloid, fenol, dan steroid yang berperan sebagai Kemudian maserat cair diuapkan dalam vacuum rotary
antibakteri.6-8 Arukwe dkk meneliti perbandingan evaporator sehingga dihasilkan ekstrak kental biji buah
kandungan senyawa metabolit sekunder antara alpukat. Ekstrak kental tersebut ditimbang dengan
daging, daun dan biji alpukat, hasilnya menunjukkan timbangan analitik dan diperoleh hasil ekstrak kental
bahwa biji memiliki kandungan senyawa metabolit siwak berwarna coklat kehitaman sebanyak 60 gram.
sekunder yang paling tinggi. Dari sejumlah senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dalam biji Uji Efektivitas Antibakteri
alpukat, saponin memiliki persentase paling tinggi Konsentrasi ekstrak etanol biji alpukat yang diuji
yaitu 51%.8-9 Penelitian menunjukkan saponin selain dalam penelitian ini adalah 100%, 50%, 25%, 12,5%,
berperan sebagai antibakteri juga dapat mengangkat 6,25% dan 3,125%. Dari masing-masing konsentrasi
smear layer yang ada pada saluran akar.10 ekstrak etanol biji alpukat dari pengenceran yang
Idris et al (2009) meneliti efek antibakteri ekstrak telah dilakukan tersebut, diambil 4 ml lalu dimasukkan
biji alpukat terhadap beberapa mikroba dengan ke dalam tabung reaksi, lalu tambahkan 1 ml suspensi
metode difusi, diantaranya Staphylococcus aureus, bakteri dengan menggunakan mikropipet ke dalam
Streptococcus pyogenes, Corynebacterium ulcerans, masing-masing tabung bahan coba tersebut kemudian
Bacillus subtilis, Salmonella typhi. Escherichia coli, dicampur dengan vortex, lalu diinkubasi pada suhu
Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, 37oC selama 24 jam pada inkubator CO2. Kemudian
dan Neisseria gonorrhea hasil uji menunjukan efek amati perubahan kekeruhan yang terjadi dengan
antibakteri yang cukup baik dengan nilai Kadar Hambat secara visual, lalu dibandingkan tabung-tabung
Minimum yang berbeda-beda.7 Penelitian efek tersebut dengan kontrol Mc.Farland dengan cara
antibakteri ekstrak biji alpukat sebagai bahan alternatif mengambil sebanyak 1-2 ose dari biakan murni bakteri
irigasi telah dilakukan oleh Damayanti (2014) terhadap lalu disuspensikan dalam larutan NaCl 0,9% hingga
Enterococcus faecalis yang mana diperoleh hasil bahwa diperoleh kekeruhan sesuai dengan 0,5 Mc Farland
ekstrak etanol biji alpukat masih menunjukkan efek Standard atau setara dengan 1 x108 CFU/ml untuk
antibakteri (zona hambat) pada konsentrasi 10%. 11 menentukan nilai KHM
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa Penentuan KBM bahan coba dilakukan dengan
biji alpukat (Persea americana Mill) memiliki sejumlah melakukan penghitungan jumlah koloni menggunakan
kandungan fitokimia yang berfungsi sebagai antibakteri metode Pour Plate. Setelah diinkubasi pada prosedur
dan saponin yang juga dapat mengangkat smear layer, penentuan KHM, bahan coba dengan konsentrasi
serta bersifat biokompatibel yang merupakan syarat seperti di atas divorteks dan diambil 100 μl dengan
bahan irigasi saluran akar. Hal ini memungkinkan mikropipet untuk tiap konsentrasi lalu diteteskan ke
penggunaan biji alpukat sebagai bahan alternatif dalam petri yang kemudian diisi dengan media padat
irigasi saluran akar.Namun belum ada penelitian Trypticase Soy Agar sambil diaduk supaya suspensi

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Cut Nurliza, Yenni Windasari 41

tercampur merata dan koloni bakteri lebih mudah


dihitung. Petri dilakukan replikasi sebanyak 4 kali,
diamkan selama 15-20 menit sampai mengering.
Setelah mengering diinkubasi dalam inkubator
CO2 dengan suhu 37oC selama 24 jam. Kemudian,
dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri untuk
mendapatkan nilai KBM dengan bantuan mikroskop.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji
statistik Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney.

HASIL PENELITIAN

Pada hasil pengamatan diperoleh nilai KHM pada


konsentrasi 50%, karena pada konsentrasi di bawah
50% mulai tampak adanya kekeruhan jika dibandingkan
dengan kontrol positif Mc.Farland setelah diinkubasi 24
jam (Gambar 1 dan 2). Setelah dilakukan perhitungan
jumlah bakteri konsentrasi 50% masih dijumpai adanya
pertumbuhan bakteri Fusobacterium nucleatum
sebesar 3,2 x 107 CFU/ml, dan pada konsentrasi 100%
tidak ada dijumpai pertumbuhan bakteri. Namun Tabel 1. Hasil uji efek antibakteri ekstrak etanol biji buah
karena konsentrasi 50%-100% memiliki rentang nilai alpukat (Persea americana Mill.) terhadap Fusobacterium
yang cukup jauh, maka dilakukan pengujian bahan nucleatum pada konsentrasi 100%, 80%, 60%, 50%.
coba pada konsentrasi lain yaitu 60% dan 80% untuk
mendapatkan nilai KBM yang lebih minimal. Dari hasil
uji coba ini, diketahui bahwa pada konsentrasi 60%
tidak dijumpai adanya pertumbuhan bakteri (Gambar
3). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji
buah alpukat memiliki efek entibakteri terhadap
Fusobacterium nucleatum dengan nilai KBM adalah
60%. (Tabel 1). Gambar 2. Hasil uji KHM metode dilusi tabung(a) sampel
sebelum inkubasi, (b) sampel setelah inkubasi, yang
menunjukkan adanya kekeruhan pada konsentrasi 25%
sedangkan konsentrasi 50% tetap jernih

Gambar 1. Hasil uji KHM metode dilusi tabung pada


konsentrasi 100%, 80%, 60%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%,
3,125%, 1,56%, kontrol positif dan kontrol negatif.

Gambar 3. Hasil uji bahan coba konsentrasi 60% (a)


replikasi I, (b) replikasi II, (c) replikasi III, (d) replikasi IV yang
menunjukkan hasil steril (0 CFU/ml)

Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan dimana


diperoleh nilai p-value = 0,000 (p<0,05) yang

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
42 UJI EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT TERHADAP
FUSOBACTERIUM NUCLEATUM (IN VITRO)

menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji buah alpukat Efek antibakteri yang ada disebabkan oleh senyawa
(Persea americana Mill.) memiliki efek antibakteri metabolit sekunder yang ada pada ekstrak etanol biji
terhadap Fusobacterium nucleatum, sedangkan hasil alpukat. Berdasarkan hasil uji fitokimia, ternyata biji
uji statistik Mann-Whitney menunjukkan adanya buah alpukat memiliki senyawa metabolit sekunder
perbedaan signifikan antara setiap konsentrasi 100% berupa senyawa saponin, sebagai komponen
yang dibandingkan dengan konsentrasi 50% dan terbanyak yaitu ±51%.8-9 Saponin dapat menjadi
kontrol positif, konsentrasi 80% yang dibandingkan anti bakteri karena zat aktif permukaannya mirip
dengan konsentrasi 50% dan kontrol positif, konsentrasi detergen, sehingga saponin akan menurunkan
60% yang dibandingkan dengan konsentrasi 50% dan tegangan permukaan dinding sel bakteri dan merusak
kontrol positif, konsentrasi 50% yang dibandingkan permebialitas membran. Rusaknya membran sel ini
dengan kontrol positif dan kontrol negatif, serta kontrol sangat mengganggu kelangsungan hidup bakteri.
positif yang dibandingkan dengan konstrol negatif, hal Selain saponin, biji buah alpukat juga memiliki senyawa
ini ditunjukkan dengan nilai p<0,05. metabolit sekunder lain seperti flavonoid, tannin,
Hasil uji yang membandingkan konsentrasi alkaloid, fenol, dan steroid yang bersifat antimikroba
antara 100% dengan 80%, 60%, dan kontrol negatif, juga. Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
menunjukkan nilai p>0,05 yang artinya tidak ada dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu menghambat
perbedaan yang signifikan. Perbandingan konsentrasi sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran
antara 80% dengan 60% dan kontrol negatif, sel dan menghambat metabolisme energi. Tanin
menunjukkan nilai p>0,05 yang berarti tidak ada memiliki aktivitas antibakteri yang berhubungan
perbedaan yang signifikan. Perbandingan konsentrasi dengan kemampuannya untuk menginaktifkan adhesin
antara 60% dengan kontrol negatif menunjukkan nilai sel mikroba, menginaktifkan enzim, dan menggangu
p>0,05 yang berarti tidak ada perbedaan signifikan. transport protein pada lapisan dalam sel.12 Mekanisme
kerja alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan cara
PEMBAHASAN mengganggu komponen penyusun peptidoglikan
pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
Hasil penelitian dari penentuan nilai KHM dan KBM terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian
menunjukkan bahwa dari setiap konsentrasi bahan sel tersebut Mekanisme lain antibakteri alkaloid yaitu
coba yang diuji, kekeruhan mulai terlihat pada tabung komponen alkaloid diketahui sebagai interkelator
konsentrasi di bawah 50%, bila dibandingkan dengan DNA dan menghambat enzim topoisomerase sel
kontrol positif setelah diinkubasi 24 jam sedangkan bakteri.13-14 Fenol membunuh mikroorganisme yaitu
konsentrasi 50% tampak jernih. Kemudian tabung hasil dengan mendenaturasi protein sel. Fenol dan protein
uji KHM dilakukan penanaman pada media TSA yang sel akan bereaksi, menghasilkan ikatan hidrogen yang
kemudian direplikasi sebanyak 4 kali dan diinkubasi mengakibatkan strukutr protein menjadi rusak.15
selama 24 jam. Setelah masa inkubasi, mulai dilakukan Steroid sebagai antibakteri berhubungan dengan
penghitungan jumlah koloni bakteri. Ekstrak etanol biji membran lipid dan sensitivitas terhadap komponen
buah alpukat (Persea americanaMill.) pada konsentrasi steroid yang menyebabkan kebocoran pada liposom.15
100% tidak ditemui pertumbuhan bakteri (media steril)
dengan jumlah koloni 0 CFU/ml (steril), sedangkan pada KESIMPULAN
konsentrasi 50% terbentuk koloni dengan rata-rata 3,2
x 107 CFU/ml. Namun, karena konsentrasi 50%-100% Berdasarkan hasil penelitian eksperimental yang
memiliki nilai rentang yang cukup jauh, maka dilakukan telah dilakukan untuk mengetahui efek antibakteri
uji coba ekstrak etanol biji alpukat dengan konsentrasi dengan mencari nilai KHM (Konsentrasi Hambat
lain untuk mendapatkan nilai KBM yang lebih minimal, Minimum) dan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum),
yaitu 60% dan 80%. Uji coba dilakukan dengan cara menunjukkan adanya efek antibakteri ekstrak etanol
yang sama, melalui tahap dilusi tabung kemudian biji buah alpukat (Persea americana Mill.) terhadap
dilanjutkan dengan metode Pour Plate. Hasil uji coba Fusobacterium nucleatum secara in vitro diperoleh
lanjutan ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 60% nilai KHM pada konsentrasi 50% dan nilai KBM pada
sudah tidak dijumpai pertumbuhan bakteri (0 CFU/ml), konsentrasi 60%.
begitu juga dengan konsentrasi 80%.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Cut Nurliza, Yenni Windasari 43

SARAN 11. Cowan, MM. Plant products as antimicrobial agents. Clinical


Saat ini masih perlu dilakukan penelitian lanjutan Microbiology Reviews 1999;12: 564 – 582.
12. Darsana I, Besung I, Mahatmi H. Potensi daun binahong
ekstrak etanol biji buah alpukat seperti uji antibakteri (anredera cordifolia (tenore) steenis) dalam menghambat
metode difusi untuk mendapatkan hasil yang lebih pertumbuhan bakteri escherichia coli secara in vitro. Indonesia
akurat, uji sitotoksisitas, tegangan permukaan, Medicus Veterinus 2012; (1(3): 337-351.
kemampuan mengangkat smear layer dan efek 13. Karou et l. Antibacterial activity of alkaloids from Sida acuta.
African Journal of Biotechnology 2005; 4(12): 1452-1457.
terhadap bakteri patogen lain dalam saluran akar.
14. Dewi SR. Sulistyowati. Penggunaan Ekstrak biji alpukat (Persea
americana Mill) sebagai antibakteri Proteus Mirabilis dan
DAFTAR PUSTAKA Aerobacter aerogenes. Stigma 2013; 6(2): 31-34.
15. Madduluri S, Rao KB, Sitaram B. In vitro evaluation of
1. Mulyawati E. Peran bahan desinfeksi pada perawatan saluran antibacterial activity of five indegenous plants extract against
akar. Maj. Ked. Gigi 2011; 18(2):205-9. five bacterial pathogens of human. International Journal of
2. Baumgartner JC, Siquiera JF, Sedgley CM, Kishen A. Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 2013; 5(4): 679-684.
Microbiology of Endodontic Disease. In: Ingle’s Endodontic 6.
India: BC Decker Inc, 2008: 221-286.
3. Karpathy SE, Qin X, Gioia J. Genome sequence of Fusobacterium
nucleatum subspecies Polymorphum a genetically tractable
Fusobacterium. Pub Lib Sci 2007; 2(8):1-14.
4. Gunnsteinn H. Oral commensal Prevotella species and
Fusobacterium nucleatum; Identification and potential
pathogenic role. Dissertation. Helsinki, Finland: University of
Helsinki 2005: 1-46.
5. Walton RE, Torabinejad M. Principles and practice of
endodontic. 3th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company,
2002: 283-7.
6. Marlinda M, Sangi MS, Wuntu AD. Analisis senyawa metabolit
sekunder dan uji toksisitas ekstrak etanol biji buah alpukat
(Persea americana Mill.) J MIPA UNSRAT 2012; 1(1): 24-28.
7. Idris S. Ndukwe GI. Gimba CE. Preliminary phytochemical
screening and antimicrobial activity of seed extracts of Persea
americana(avocado pear). Bayero J Pure Appl Scie 2009;2 (1)
: 173-176.
8. Nwaoguipke RN. Braide W. The effect of aqueous seed
extract of Persea americana (avocado pear) on serum lipid
and cholesterol levels in rabbits. African J of Pharmacy dan
Pharmacology research 2011; 1(2): 23-19
9. Sakinah A, Setyowati L, Juniarti DE. The cleanliness differences
of root canal irrigated with 0.002% saponin of mangosteen
peel extract and 2.5% NaOCl. Maj. Ked. Gigi 2015; 48(2):104-7.
10. Damayanti A. Efektivitas antibakteri ekstrak etanol biji
alpukat (Persea americana) sebagai bahan irigasi saluran akar
terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. UMS
2014: 1-7

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
44 PO-11 THE EFFECT OF CHITOSAN HIGH MOLECULAR NANO RESTORATIVE
DEGRADATION : LITERATURE REVIEW

THE EFFECT OF CHITOSAN HIGH MOLECULAR NANO RESTORATIVE


DEGRADATION : LITERATURE REVIEW
Brian Merchantara*, Trimurni Abidin**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Composite resin is an aesthetic tooth-colored restorative material. However, it may change slowly due to degradation.
Degradation in the oral cavity is a complex symptom associated with destruction and disconnection of restorative material
in the oral cavity due to mechanical and chemical processes. The causes of mechanical processes such as sliding, abrasive
and fatigue, while chemical degradation can be caused by hydrolysis or catalyst enzymes contained in saliva and enzymes in
the oral cavity, weaken the composite material and reduce the age of the restoration. Long-term degradation on the surface
of the restorative material will cause the surface of the material to lose its smoothness and worsen the aesthetic state of
the tooth.
The use of natural products in dentistry such as chitosan had improved the dental and biomaterial properties of the
restorative materials. Studies had shown that the addition of high molecular nanoparticles of chitosan to Resin Modified
Glass Ionomer can improve mechanical properties, better adhesive ability, and also as a catalyst to its fluoride releasing
character. Current studies of nanoparticle is in better distribution of filler particles and interfacial area, between the matrix
and the filler, resulting in more flexible restoration. Therefore, if chitosan is added to nano composite resin, will it improve
the properties by reducing the degradation of restorative materials. However it requires further discussion. This literature
review will address the issue.

Keyword : Chitosan, Composite Resin, Composite Resin Degradation, Saliva

PENDAHULUAN degradasi resin komposit terkait dengan proses


mekanik dan kimia. Penyebab proses mekanik seperti
Resin komposit merupakan bahan tumpatan atau sliding, abrasive, dan fatigue, sedangkan degradasi
restorasi yang memiliki warna yang mirip dengan kimia dapat disebabkan oleh hidrolisis atau enzim
warna gigi, tidak peka terhadap dehidrasi, dan relatif katalis yang terkandung dalam saliva dan enzim dalam
mudah untuk dimanipulasi.1 rongga mulut, melemahkan material komposit cukup
Nanoteknologi telah merevolusi kedokteran untuk mengurangi usia restorasi.3,4
dengan menciptakan nanofiller dengan ukuran partikel Proses kerusakan disebabkan oleh air dan
sangat kecil, proporsi yang lebih tinggi, dan hasil adanya tekanan yang konstan pada permukaan resin
yang berbeda pada fisik, mekanik, dan optik. Resin yang bertanggung jawab pada kemunculan dan
dengan sifat mekanik yang lebih menguntungkan yang perkembangan dari interfacial debonding, keretakan
diciptakan karena perkembangan nanoteknologi yaitu matriks, kerusakan superficial, terputusnya filler, dan
nanokomposit. Nanokomposit memiliki ukuran partikel particle filler dislogment.
filler ≤100 nm. Nanokomposit secara luas terbagi atas Degradasi hidrolitik bahan ini terjadi terutama
dua tipe, yaitu nanohybrid dan nanofill. Nanohybrid karena akumulasi dari air. Kekerasan mikro permukaan
terdiri dari filler kaca beserta dengan nanopartikel komposit dapat dipengaruhi secara signifikan oleh
dengan ukuran 40-50 nm. Tipe nanofill dibentuk oleh penyerapan air dan lamanya berkontak dengan media
kombinasi nanomers dan nanocluster.2 air.4 Salah satu komponen rongga mulut adalah cairan
Permukaan restorasi resin komposit dapat berubah saliva. Cairan saliva merupakan sekresi eksokrin yang
dalam jangka waktu tertentu yang akan mempengaruhi terdiri dari 99% air dan mengandung beberapa elektrolit
sifat mekanik resin komposit yang disebut dengan (Sodium Potassium, Kalsium, Klorida, Magnesium,
degradasi resin komposit. Degradasi dalam rongga Bikarbonat, Phospat), dan protein, diperankan oleh
mulut adalah gejala yang degradasi resin komposit enzim, immunoglobulin dan faktor antimikroba lain,
adalah kehilangan atau terlepasnya struktur kimia mukosa glikoprotein, dan oligopeptida yang sangat
seperti Bis-GMA, menurut Ferracane dan Goperfich, penting bagi kesehatan mulut.5 Dalam rongga mulut,
Korespondensi: Brian Merchantara,Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jln. Alumni No.2 Kampus USU Medan 20155. Alamat E-mail* :
brian.winato@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Brian Merchantara, Trimurni Abidin 45

bahan restorasi resin komposit berkontak dengan apakah bisa meningkatkan sifat-sifat fisis dari resin
berbagai macam pH saliva, baik asam maupun basa komposit
yang dapat mempengaruhi perubahan sifat fisik resin
komposit termasuk perubahan kekasaran permukaan.6 Nanokomposit
Selain itu, beberapa faktor yang dapat menyebabkan Pengenalan nanoteknologi menyebabkan
kerusakan bahan pengisi resin komposit, salah satunya penemuan partikel pengisi nano. Hal ini dilakukan untuk
adalah pengaruh pH saliva yang rendah (sekitar pH 4) mencapai kemajuan yang cukup besar dalam sifat fisik
yang disebabkan oleh diet dan menyikat gigi. Perubahan dan mengatasi masalah-masalah seperti penyusutan
pH dapat disebabkan oleh pengaruh bakteri, enzim, polimerisasi, wear resistance, kekerasan mikro dan
hormon dan faktor lainnya. mencapai kepuasan pasien dalam hal penampilan
Produk-produk alam yang dapat dihubungkan estetika. Nanokomposit terdiri dari dua atau lebih
sebagai biomaterial di bidang kedokteran gigi saat bahan yang mencakup bahan matriks dan partikel
ini semakin berkembang pesat penggunaannya, nano. Matriks akan menjadi polimer biokompatibel,
salah satunya adalah pemakaian kitosan molekul logam, atau bahan keramik.2
tinggi. Kitosan merupakan biomaterial yang terus Nanoteknologi memungkinkan penggabungan
dikembangkan karena memiliki berbagai manfaat volume yang lebih besar dari partikel filler berukuran
medikal dan terbukti aman untuk manusia. kecil dalam matriks resin pada tingkat skala nano,
Dibidang restorasi telah dilakukan penelitian sehingga mengakibatkan material komposit dengan
mengenai penambahan kitosan 0,015% terhadap peningkatan fisis, kimia dan biologi. Nanokomposit
RMGIC (Resin Modified Glass Ionomer) secara in vitro memiliki modulus elastisitas lebih tinggi, dan kekuatan
dan hasilnya menunjukkan kekuatan compressive yang fleksural, kekuatan tekan, dan kekuatan tarik yang
jauh lebih baik pada kavitas klas 1 dan flexural strength tinggi, serta peningkatan kekerasan, kekerasan fraktur
pada kavitas klas 2 dibandingkan dengan RMGIC dan ketahanan aus. Selain itu, penurunan jarak antar-
sendiri. partikel antara nanofillers mengurangi kecenderungan
Hasil penelitian Henny dan Trimurni menyatakan untuk pembentukan dan bertambahnya keretakan.
bahwa penambahan kitosan molekul tinggi Peningkatan filler loading, penurunan kandungan dari
nanopartikel dengan berat 0,015% b/v pada varian matriks organik dan pengaruh hubungan antara resin
semen ionomer kaca (RMGIC dan RMGICn) mampu matriks dengan partikel filler menghasilkan penyusutan
meningkatkan perlekatan antara material terhadap polimerisasi yang lebih rendah. Dengan demikian,
dentin.7 nanokomposit memberikan tekanan fungsional
Degradasi yang terjadi pada jangka waktu yang pengunyahan yang jauh lebih baik dibandingkan
panjang, pada permukaan bahan restorasi akan dengan resin konvensional.10 Nanokomposit umumnya
mengakibatkan permukaan bahan kehilangan terbagi dua, yaitu nanohybrid dan nanofill.2
kehalusan, dan memperburuk keadaan estetis gigi.
Kekasaran adalah parameter penting yang menentukan Resin Komposit Nanofill
sifat bahan dalam penggunaannya. Confocal Laser Resin komposit nanofill merupakan bahan
Scanning Microscope (CLSM) dianggap sebagai restorasi universal yang diaktivasi dengan visible-
perangkat optik yang fleksibel dan mudah digunakan light yang dirancang untuk keperluan merestorasi gigi
untuk karakterisasi topografi permukaan, dimana anterior maupun posterior. Resin komposit jenis ini
memiliki kelebihan yaitu gambar yang dihasilkan dikembangkan dengan konsep teknologi nano yang
berupa tiga dimensi dan tidak mempengaruhi spesimen biasanya digunakan untuk membentuk suatu produk
(tidak ada kontak dengan spesimen). 8,9 yang dimensi komponen kritisnya adalah sekitar 0,1
Namun, masih sedikit penelitian yang meneliti hingga 100 nanomer.11
tentang pengaruh perendaman saliva dengan pH Komposisi dari resin komposit nanofill terdiri dari
berbeda dan waktu perendaman berbeda terhadap nanocluster zirconia/silica yang mudah berikatan
resin komposit yang telah dipolis. Oleh karena membentuk kelompok, dimana kelompok tersebut
itu, tujuan dari Literature review ini adalah untuk terdiri dari partikel zirconia/silica dengan ukuran 5-20
mengetahui bagaimana efek dari resin komposit nano nm. Ukuran partikel satu cluster adalah berkisar antara
setelah di tambahkan kitosan Highmolekuler nano 0,6-1,4 mikron. Komposit nanofill, memiliki hasil poles

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
46 THE EFFECT OF CHITOSAN HIGH MOLECULAR NANO RESTORATIVE
DEGRADATION : LITERATURE REVIEW

seperti pada komposit mikro tetapi memiliki kekuatan nanohybrid masih berada di bawah resin komposit
dan tingkat keausan seperti pada komposit hibrid.12 nanofilled.8
Komponen filler pada komposit nano berisi
kombinasi yang unik antara nanopartikel individual Kelebihan dan Kekurangan Nanohybrid
dan nanocluster. Kombinasi nanopartikel dan Kelebihan dari resin komposit nanohybrid yaitu:
nanocluster akan mengurangi jumlah ruang interstitial • Preparasi gigi yang dibutuhkan minimal,
antar partikel filler sehingga dapat meningkatkan sifat mengingat sifat adhesif yang mengijinkan
fisik dan hasil poles yang lebih baik bila dibandingkan adanya penambahan bahan pada area yang
dengan komposit yang lain.13 mengalami defek tanpa perlu preparasi
tambahan.9
Kelebihan dan Kekurangan Nanofill • Restorasi resin komposit nanohybrid dapat
Resin komposit nanofill memiliki kelebihan yaitu: diselesaikan dalam satu kali kunjungan,. Hal ini
• meningkatkan kemampuan pemolesan bahan, dapat mempersingkat waktu dan mengurangi
• ketepatan warna ketidaknyamanan.9
• stabilitas warna dan translusensi sehingga • Resin komposit nanohybrid dapat dipolis
memberikan hasil dan gloss retention yang dengan sangat baik dan dapat bertahan selama
baik.14 bertahun-tahun, hal ini akan menjamin estetis
• kekuatan dan ketahanan hasil poles yang sangat yang optimum yang menyerupai gigi asli dengan
baik, akumulasi plak minimal.
• ketahanan terhadap erosi lebih baik di • Penyesuaian warna mudah karena tampilan
bandingkan GIC, RMGIC, dan amalgam 1,13 resin komposit nanohybrid yang alami
Karena bersifat universal, komposit ini bisa memaksimalkan nilai estetis bahan. Komposit
digunakan untuk gigi anterior dan posterior. ini dapat menyatu dengan baik pada gigi yang
Nanofill memiliki kekurangan yaitu penyerapan direstorasi.9
saliva yang tinggi (8,04 ± 0,77 µg/cm3), bahkan lebih • Compressive strength, diametral strength, dan
tinggi dari resin komposit hybrid ( 6,87 ± 0,31 µg/ ketahanan fraktur dari komposit nanohybrid
cm3).11 Penyerapan cairan dalam rongga mulut dapat setara atau lebih baik dari jenis komposit lain
mempengaruhi stabilitas warna dan daya tahan (hybrid, microhybrid, dan microfilled).15
pakai resin komposit. Penyerapan air juga dapat Kekurangan dari bahan restorasi resin komposit
menyebabkan celah mikro.13 nanohybrid adalah sifat fisis resin komposit nanohybrid
masih berada di bawah resin komposit nanofilled.8
Resin Komposit Nanohybrid
Salah satu jenis bahan restorasi berukuran nano Finishing dan Polishing Resin Komposit
yang tersedia saat ini adalah resin komposit nanohybrid. Finishing merupakan prosedur yang dilakukan untuk
Resin komposit nanohybrid menggabungkan sifat fisik, membentuk restorasi sesuai dengan anatomi gigi.
mekanik, dan estetik.15 Nanohybrid terdiri dari partikel Polishing dapat diartikan sebagai suatu proses untuk
filler dengan ukuran partikel berkisar antara 5-100 menurunkan kekasaran permukaan resin komposit.16
nm.15 Resin komposit nanohybrid terdiri dari ukuran Finishing hendaknya dilakukan pada perukaan
partikel bahan pengisi yang berbeda-beda. Ukuran yang basah, agar tidak terjadi kerusakan pada dentin,
partikel yang bervariasi menyebabkan distribusi bahan enamel, ikatan komposit dan restorasi komposit. Untuk
pengisi yang homogen di dalam matriks. mengurangi daerah yang berlebih pada restorasi, dapat
Nanohybrid tidak lain adalah resin komposit yang dilakukan dengan menggunakan bur intan, carbite
universal dengan sifat penanganan dan kemampuan finishing burs, finishing disks, atau strip alumunium.11
polishing dari komposit microfilled dan kekuatan dan Polishing merupakan tahap terakhir dari prosedur
ketahanan aus dari hybrid tradisional. Resin komposit restorasi resin komposit yang biasa dilakukan dengan
nanohybrid merupakan bahan restorasi yang baik bila menggunakan alumunium oxide disc, diamond
dilihat dari segi estetis, sifat fisis, sifat mekanis, maupun polishing tips, dan astrobrush. Setiap instrumen
ketahanannya. Hanya saja, bila dibandingkan dengan pemolisan menghasilkan permukaan bahan restorasi
resin komposit nanofilled sifat fisis resin komposit yang berbeda. Alumunium oxide disc menghasilkan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Brian Merchantara, Trimurni Abidin 47

permukaan bahan restorasi yang lebih halus dibanding yang dipengaruhi oleh komposisi dan viskositas
diamond polishing tips dan astrobrush. Pemolisan resin saliva itu sendiri. Enzim yang terkandung
komposit ini dilakukan untuk mendapatkan permukaan pada saliva dibentuk oleh sel inflamasi
yang halus untuk meminimalkan perlekatan plak misalnya saliva esterase, kolesterol esterase,
dan dibutuhkan untuk menjaga kebersihan rongga pseudocholinesterase, dan acetylcholinesterase
mulut.9,11 dapat menyebabkan degradasi resin komposit.
Mekanisme degradasi yang diakibatkan oleh
Saliva saliva ada dua, yaitu lepasnya bahan filler dan
Saliva adalah campuran kompleks dari cairan-cairan reaksi antara partikel bahan pengisi dengan
dari kelenjar saliva mayor dan minor dari cairan sulkus komponen fluoride pada bahan restorasi.3
gingiva, yang mengandung bakteri mulut dan debris 3. Keretakan mikro yang terbentuk akibat
makanan. penyerapan cairan yang berulang menyebabkan
Saliva terdiri dari berbagai elektrolit, termasuk degradasi hidrolitik pada matriks polimer.
sodium, potassium, kalsium, magnesium, bikarbonat, Terjadiya degradasi hidrolitik pada suatu bahan
dan fosfat. Selain itu juga ditemukan di dalam saliva restorasi bergantung pada stabilitas hidrolisis
yaitu imunoglobulin, protein, enzim, musin, dan bahan tersebut, yaitu pada matriksnya.18
produk nitrogen, seperti urea dan amonia. Komponen 4. Beban mekanis yang diterima secara terus
ini mempengaruhi hubungan fungsi. Bikarbonat, fosfat, menerus mengakibatkan degradasi yang
dan urea bertindak mengatur pH dan kapasitas buffer merupakan faktor penyebab tejadinya
saliva. Protein makromolekul dan mucin berfungsi kegagalan restorasi.
untuk membersihkan, mengumpulkan, dan atau 5. Panas yang dihasilkan oleh prosedur pemolisan.3
melekatkan mikroorganisme oral dan berkontribusi Degradasi kimia yang terjadi melibatkan struktur
dalam metabolisme plak gigi. Kalsium, fosfat, dan kimia resin komposit seperti partikel filler, dan matriks.
protein bekerja sama sebagai faktor antisolubility Degradasi partikel filler disebabkan proses kimia pada
dan mengatur demineralisasi dan remineralisasi. kavitas oral. Salah satunya saliva yang yang memiliki
Imunoglobulin, protein, dan enzim memberikan kandungan air yang tinggi.
tindakan antibakteri.17 Degradasi yang terjadi dalam jangka waktu yang
panjang pada permukaan bahan restorasi akan
Degradasi Resin Komposit mengakibatkan permukaan bahan restorasi kehilangan
Degradasi resin komposit adalah kehilangan atau kehalusan permukaan dan memperburuk keadaan
terlepasnya struktur kimia yang disebabkan oleh estetis gigi dan menyebabkan akumulasi plak pada
proses mekanik dan kimia. Degradasi restorasi resin permukaan bahan restorasi.19,20
komposit mengubah struktur mikro permukaan
dengan membentuk porus atau lubang kecil. Porus ini PEMBAHASAN
disebabkan oleh hilangnya kandungan resin komposit
seperti partikel filler dan matriks.3 Teknologi nano pada resin komposit dengan ukuran
Degradasi mekanik resin komposit merupakan partikel yang sangat kecil telah memberikan hasil yang
kerusakan restorasi resin komposit yang disebabkan lebih baik dari segi fisik, mekanik dan optik.
oleh gesekan atau kontak fisik yang terjadi antara Permukaan restorasi pada resin komposit dapat
resin komposit dan gigi atau lainnya. Proses degradasi berubah dalam jangka waktu tertentu, disebabkan
mekanik misalnya sliding, abrasive, dan fatigue.6 karena adanya degradasi di dalam rongga mulut yang
Degradasi resin komposit dipengaruhi oleh beberapa menyebabkan terlepasnya struktur kimia deperti Bis-
faktor, yaitu : GMA.
1. difusi molekul dan kecepatan reaksi molekul, Menurut Ferrachane 2006 dan Goperfich 1996
partikel makanan, dan cairan yang menghapus mekanisme degradasi resin komposit berhubungan
korosi dari permukaan polimer. dengan 2 proses yaitu mekanis dan kimia. Penyebab
2. kondisi lingkungan kavitas oral seperti minuman, dari proses mekanis yaitu, sliding, abrasive dan fatique
makanan, mikroorganisme, dan saliva. Saliva sementara degradasi resin komposit sebagai hasil
dapat menyebabkan degradasi resin komposit dari proses kimia yang disebabkan oleh hidrolisis

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
48 THE EFFECT OF CHITOSAN HIGH MOLECULAR NANO RESTORATIVE
DEGRADATION : LITERATURE REVIEW

dari enzyme atau salva yang mengandung katalis. 5. Pribadi, N., Soetojo, A. Effects of different saliva pH on hybrid
Ada berbagai macam cara yang di kembangkan untuk composite resin surface roughness. Dent J 2011; 44(2): 63-6.
6. Elfia, Y. Pengaruh saliva dengan pH berbeda terhadap degradasi
meningkatkan sifat mekanis dari bahan restorasi.4 resin komposit nanofill dan resin komposit nanohybrid.
Penggunaan produk alam di bidang kedokteran Skripsi. Medan: Program studi sarjana ilmu kedokteran gigi
gigi saat ini semakin berkembang pesat, maka dengan 2017:42-50.
banyaknya belangkas (Tachypleus gigas ) di Sumatera 7. Sutrisman H., Abidin T., Agusnar H., Pengaruh chitosan
belangkas (Tachypleus gigas) nanopartikel terhadap celah
Utara, sehingga saat ini dikembangkan bahan baru yaitu
antara berbagai jenis semen ionomer kaca dengan dentin.
kitosan. Ukuran partikel kitosan berskala nanometer Dent. J. (Maj. Ked. Gigi) 2014; 47(3): 121-125
akan meningkatkan luas permukaan sampai ratusan 8. LeBlanc, B.J. nanohybrid composite restorations: dentistry’s
kali dibandingkan dengan partikel yang berukuran most versatile solution. http://dentaleconomics.com/articles/
mikrometer, sehingga dapat meningkatkan efektifitas print/volume-99/issue5/fratures/nanohybrid-composite-
restorations-dentistry39s-most-versatilesolution.html. 19
kitosan.7 januari 2017
Hasil penelitian Pribadi dan Soetojo pada tahun 9. Venturini D., Cenci M.S., Demarco F.F., Camacho G.B., Powers
2011, menyatakan bahwa ada perbedaan yang J.M. Effect of polishing techniques and time on surface
bermakna antara kelompok perlakuan komposit hybrid roughness, hardness and microleakage of resin composite
restorations. Operative dentistry: 2006;30(1):11-7
yang telah direndam saliva buatan dengan berbagai
10. Badra V.V., Faraoni., Ramos R.P., Palma R.G.D. Influence
pH (pH 4, pH 7, dan pH 10) selama 30 hari dengan of different beverages on the microhardness and surface
suhu ruangan ± 25°C. Dari penelitian ini terlihat roughness of resin composites. Operative dentistry
bahwa perubahan pH saliva yang asam berpengaruh 2005;30(2):213-9
terhadap kekasaran permukaan resin komposit hybrid, 11. Valinoti, A.C., Neves, B.C., da Silva, E.M., Maia, L.C. Surface
degradation of composite resins by acidic medicines and pH-
sedangkan pH basa tidak berpengaruh terhadap cycling. J Appl Oral Sci 2008; 16(4): 257-65.
kekasaran permukaan resin komposit hybrid.6 12. Craig RG. Restorative dental materials. 13th edition. St. Louis:
Hasil penelitian lain yang dilakukan Elfia pada tahun Mosby 2013:189-207.
2017, menunjukkan bahwa degradasi bahan restorasi 13. Permatasari, R., Usman, M. Penutupan diastema dengan
menggunakan komposit nanofiller. Indonesian J Dent
resin komposit terjadi pada perendaman saliva pH
2008;15(3):239-46.
asam maupun basa, meskipun diperoleh hasil yang 14. Jain, N., Wadkar, A., Effect of nanofiller technology on surface
tidak signifikan pada pengaruh pH saliva yang berbeda properties of nanofilled and nanohybrid composites. Int J
terhadap degradasi resin komposit nanofill dan resin Dent and Oral Health 2015;1(1):1-5.
komposit nanohybrid dengan resin komposit nanofill 15. Tanthanuch, S., Kukiattrakoon, B., Siriporanon, C., et al.
The effect of different beverages on surface hardness of
dan resin komposit nanohybrid tanpa perendaman nanohybrid resin composite and giomer. I concerv Dent
sebagai kontrol.21 2014;17(3):261-65
KESIMPULAN 16. Koin, P.J., Kilislioglu, A., Zhou, M., Drummond, J.L., Hanley, L.
Analysis of the degradation of a model of dental composites. J
Dent Res 2008; 87(7): 661-5.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
17. Sehgal A., Rao Y.M., Narayanan L.L. Evaluation of the effects
penambahan kitosan untuk mengurangi degradasi of the oxygen-inhibited layer on bond strength of two resin
pada bahan restorasi resin komposit nano. composites. J Conservative Dent:2008;11(4):159-61.
18. Fehrenbach, MJ., Herring, SW. Anatomy head and neck. 3rded.
DAFTAR PUSTAKA St.Louis, Missouri:Saunders Elsevier, 2007:169-73.
19. Moraes, R.R., Goncalves, L.s., Lancelloti, A.C., et al. nanohybrid
resin composite: nanofiller loaded materials or traditional
1. Dhurohmah, Mujayanto R, Chumaeroh S. Pengaruh waktu
microhybrids resins. Operative Dent 2009:34(5):551-7
polishing dan asam sitrat terhadap mikroleakage pada
20. Buzalaf, M.A.R., Hannas, A.R., Kato, M.T. Saliva and dental
tumpatan resin komposit nanofiller aktivasi light emiting
erosion. J Appl Oral Sci 2011;20(5):439-502.
diode – in vitro. ODONTO Dent J 2014;1(1):11-5.
21. De almeida, P.D.V., Gregio, A.M.T., Machado, M.A.N., de
2. George, R. Nanocomposites- a review. J Dent and Oral
Lima, A.A.S., Azevedo, L.R. Saliva composition and function:
Biosciences 2011; 2(3): 38-40.
a comperehensive review.J Contemp. Dent Pract 2008; 9(3):
3. Ahmed khan, A., Siddiqui, A.Z., Al-Kheraif, A.A., Zahid, A.,
1-11.
Divakar, D.D. Effect of different pH solvents on micro-hardness
and surface topography of dental nano-composites: An in
vitro analysis. Pak J Med Sci 2015; 31(4): 854-9.
4. Dennis, Trimurni A. Degradation of resin-dentin bonds and
current methods of its prevention. Indian J Restorative Dent
2013; 2(1): 1-7.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dian Natalina Fuddjiantari, R. Tri Endra Untara
PO-12 49

REPLANTASI GIGI AVULSI


Dian Natalina Fuddjiantari*, R. Tri Endra Untara**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background : The main goal in avulsed tooth treatment is to preserve and treat the supporting tissues and to replant the
avulsed tooth to its socket.The success of replantation depends on the patient’s general health, root maturity, duration of
the tooth outside the socket, Periodontal Ligament status and the storage medium. Purpose : This case report presents
about the replantation of avulsed maxillary right lateral incisor, followed by the change of crown inclination and restored
with crown and rochette bridge porcelain fused to metal (PFM).
Case : A 54-year-old female came to UGM Dental Hospital, complaining her maxillary right lateral incisor came out of her
upper jaw socket because of the accident. The avulsed tooth was kept in a wet gauze for 2 hours until arriving at hospital.
Case Management : The avulsed tooth was immersed in saline solution until it was ready to use. After anesthesion, the
socket was cleaned and the tooth was replanted to its socket then splinted. Splinting was taken after 10 days, pulp vitality
test was observed. Root canal treatment was done, followed by customized glass fiber-post to change the crown’s inclination
to restore esthetic and to minimize tooth avultion resulted from the second trauma. The PFM’s Crown was chosen for the
avulsed tooth and rochette bridge to replace tooth loss.
Conclusion : The duration of extra-alveolar period and the storage medium are the most important things to determine the
succes of tooth replantation.

Keywords : Replantation, Avultion, Splinting

PENDAHULUAN dan media penyimpanannya.2 Laporan kasus ini


menyajikan tentang replantasi gigi avulsi insisivus
Avulsi gigi permanen merupakan tindakan darurat lateralis kanan maksila yang diikuti dengan perubahan
yang membutuhkan penanganan khusus seperti inklinasi mahkota gigi dan restorasi akhir crown and
penyimpanan gigi yang telah lepas dari soketnya, rochette bridge porcelain fused to metal (PFM)
kebutuhan untuk dilakukan perawatan gigi secepatnya,
waktu yang dilalui sampai proses replantasi gigi KASUS
dan splinting dilakukan, kebutuhan untuk dilakukan
perawatan endodontik, dan kontrol jangka panjang.1 Pasien perempuan usia 54 tahun datang ke klinik
Etiologi gigi avulsi bermacam-macam seperti karena Konservasi Gigi RSGM Prof. Soedomo FKG UGM dengan
jatuh, berkelahi, kecelakaan dalam berolahraga dan keluhan gigi depan atasnya lepas karena terbentur
berkendaraan, serta kekerasan. Avulsi gigi pada saat jatuh terpeleset. Gigi yang lepas tersebut oleh
umumnya terjadi di maksila dan kebanyakan pada keluarga pasien dicuci dibawah air kran disimpan
gigi insisivus sentralis maksila. Overjet yang lebar dalam kain kasa yang dibasahi air. Kemudian atas saran
berpotensi menjadi penyebab avulsi gigi tersebut. dari tetangganya, pasien datang ke RSGM dengan
Avulsi biasanya melibatkan satu gigi, jaringan membawa giginya tersebut dan dalam keadaan mulut
pendukung gigi, perlukaan pada bibir, ataupun multipel masih berdarah. Pasien mengaku bahwa kejadian
gigi.2 terjatuhnya sekitar kurang lebih 2 jam sebelum sampai
Tujuan utama dalam replantasi gigi avulsi adalah di RSGM. Pasien mengeluh gusi atasnya terasa sakit,
untuk menjaga dan merawat jaringan pendukung kepalanya pusing, dan merasa panik atas kejadian
gigi sehingga dapat ditanam dengan baik ke dalam tersebut. Selain itu, gigi geligi depan rahang atasnya
soketnya. Keberhasilan replantasi tergantung pada terasa linu kalau bertemu dengan gigi geligi depan
kesehatan umum dari pasien, maturitas akar, durasi bawah dan tidak bisa mengatupkan gigi-geliginya
gigi selama di luar soket, status jaringan periodontal dengan rapat setelah kecelakaan tersebut. Pasien
Korespondensi: Dian Natalina Fuddjiantari PPDGS Konservasi Gigi FKG UGM, Departemen Konservasi Gigi FKG UGM Yogyakarta
Jl. Denta No 1. Sekip Utara Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta, 55281 Email : dinefantari25@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
50 REPLANTASI GIGI AVULSI

tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan


dan makanan serta tidak memiliki riwayat penyakit
sistemik.
Keadaan umum baik, compos mentis, tanda vital
dalam batas normal, ada rasa sakit terhadap gigi atas
dengan nilai VAS (Visual Analog Scale) 7, tidak dicurigai
adanya cedera kepala, ditemukan luka pada bibir atas,
dan tidak ditemukan trauma ditempat lain.
Pemeriksaan klinis, nampak soket gigi 12 masih
mengalami perdarahan, terlihat jendalan darah pada
soket tersebut. Gigi 53 mengalami fraktur mahkota
sebatas servikal. Gigi 11 dan 21 mengalami luksasi
lateralis ke arah palatal sehingga relasi oklusi terganggu
dan Eelectric Pulp Testing (EPT) pada kedua gigi tersebut
positif Gigi-geligi rahang atas tidak dapat beroklusi
dengan baik dengan gigi-geligi rahang bawah. Terdapat
memar pada area bibir bawah dan atas seperti terlihat
pada gambar 1.

Gambar 2. A. Gambaran radiografi panoramik. Gigi 12


tidak terdapat di dalam soketnya dan tidak terlihat adanya
fraktur alveolar. B. Gambaran radiografi periapikal CR
terjadi sedikit pelebaran ligamentum periodontal di sekitar
apeks gigi 11 dan 12

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis,


dan pemeriksaan penunjang, dapat disimpulkan
Gambar 1. A. soket gigi 12 paska avulasi, di sebelah distal, diagnosa dari kasus ini adalah fraktur kelas V Ellis.3
nampak gigi 53 yang mengalami fraktur mahkota. B. Tindakan perawatan yang dilakukan adalah replantasi
Terlihat adanya gangguan relasi oklusi, ada traumatik oklusi gigi insisivus lateralis kanan maksila, dan splinting,
oleh karena gigi 11 dan 21 yang mengalami luksasi lateralis. perubahan inklinasi mahkota yang disertai restorasi
crown porselen fused to metal (PFM) pada gigi yang
Pemeriksaan radiografi panoramik terlihat bahwa avulsi dan rochette bridge untuk area edentulous gigi
tidak terdapat gigi 12 di dalam soketnya. Fraktur 13.
alveolar tidak terlihat. Gigi 13 mengalami impaksi.
Gigi 53 mengalami fraktur mahkota sebatas servikal. PENATALAKSANAAN KASUS
Berdasarkan radiografi periapikal CR terlihat Gigi
11 dan 12 mengalami sedikit luksasi lateralis (arah Gigi yang telah disimpan oleh pasien di kasa lembab
palatal), nampak terjadi sedikit pelebaran ligamentum dibersihkan di bawah air mengalir dan direndam di
periodontal di sekitar apeks gigi-gigi tersebut. Gigi 11 dalam larutan salin (0,9% NaCl) tanpa menyentuh
dan 12 tidak mengalami fraktur di akar maupun di bagian akar dari gigi tersebut (Gambar 3.)
mahkota gigi seperti yang terlihat pada gambar 2.

Gambar 3. Gigi avulsi yang telah direndam dengan larutan


salin

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dian Natalina Fuddjiantari, R. Tri Endra Untara 51

Tindakan scalling dilakukan untuk menghilangkan dan diletakkan pada sisi palatal sepanjang gigi 15-
stain pada bagian palatal gigi 15 - 23. Prosedur anestesi 23 kemudian dilakukan penyinaran selama 20 detik.
infiltrasi dilakukan dengan pehacain sebanyak 0,5 cc (Gambar 7).
pada bagian lipatan muko-labial dan 0,5 cc pada bagian
palatal (Gambar 4).

Gambar 7. A. Foto klinis sisi palatal gigi 15 - 23 setelah


dilakukan pemasangan splinting. B. Foto dari arah frontal
setelah gigi 12 selesai dilakukan splinting.

Gambar 4. A. Penyuntikan larutan anestesi secara infiltrasi Pengambilan radiograf periapikal CR dilakukan untuk
pada sisi labial. B.Penyuntikan larutan anestesi secara
melihat posisi gigi 12 di dalam soketnya. Radiograf
infiltrasi pada sisi palatal.
periapikal menunjukkan bahwa posisi gigi telah sesuai
didalam soketnya, namun terlihat gambaran pelebaran
Soket diirigasi dengan larutan salin (0,9% NaCl)
ligamentum periodontal pada periapikal gigi (Gambar
untuk membersihkan debris dan jendalan darah. Gigi
8).
12 dimasukkan ke dalam soket dan ditekan maksimal.
Gigi dikembalikan pada posisi awal sebelum terjadinya
trauma (aksis gigi ke arah labial), gigi 11 dan 21 agak
sedikit ditekan labio-apikal (Gambar 5).

Gambar 8. Radiografi periapikal CR gigi 12 paska splinting

Kemudian dilakukan pemeriksaan pada gigi yang


mengalami traumatik dengan articulating paper.
Tindakan occlusal adjusment dilakukan dengan urutan
sebagai berikut : dilakukan selective grinding pada
Gambar 5. Foto klinis langkah replantasi gigi 12 dan sisi insisial gigi 11, 21, 31, 41, 42 dengan diamond
pengembalian posisi gigi 11 dan 21 wheel bur, kemudian diaplikasikan desensitizing agent
(Ultraez, Ultradent) pada area yang telah dilakukan
Kemudian Dilakukan pengukuran dan pemotongan penggrindingan (Gambar 9). Dan dipastikan bahwa
pita fiber ukuran 2 mm sepanjang gigi 10 cm (sesuai gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah pasien dapat
ukuran panjang lengkung gigi 15-23). (Gambar 6.) beroklusi maksimal (Gambar 10).

Gambar 9. Pengaplikasian desensitizer


Gambar 6. Pita fiber yang mau digunakan untuk splinting

Prosuder etching-bonding dilakukan pada sisi


palatal gigi 15 - 23. Lalu pita fiber diolesi resinnya

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
52 REPLANTASI GIGI AVULSI

Pada kontrol satu minggu kemudian,, EPT pada gigi


11 dan 21 positif tidak ada keluhan dari pasien sehingga
dilakukan perawatan saluran akar multi-kunjungan
dengan pengaplikasian bahan dressing pasta kalsium
hidroksida sebagai medikamen intrakanal selama 2
minggu (2 kali kunjungan) pada gigi insisivus lateralis
Gambar 10. Gigi-geligi pasien dalam posisi oklusi sentrik kanan maksila. Teknik preparasi yang digunakan adalah
setelah dilakukan occlusal adjusment teknik preparasi step back dan teknik obturasi dengan
kondensasi lateral dan dilakukan penutupan kavitas
Pasien diinstruksikan untuk tidak menggunakan dengan tumpatan sementara, kemudian dilakukan
giginya menggigit makanan yang keras sehingga pengambilan radiografi periapikal setelah obturasi
disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang lunak (Gambar 13).
untuk sementara waktu. Kemudian pasien diberikan
resep obat antibiotik dan antinyeri-antiinflamasi yaitu
amoxicillin 500 mg dan natrium diklofenak 50 mg.Obat
diberikan selama 5 hari.
Kontrol pada sepuluh hari setelah tindakan,
pasien tidak memiliki keluhan nilai VAS 0, EPT pada
gigi 11 dan 21 positif, kemudian dilakukan pelepasan
splinting. Resin dari pita fiber dihilangkan dengan
scaler ultrasonic dan diamond round finishing bur pita Gambar 13. Radiografi periapikal gigi 12 memperlihatkan
kuning. (Gambar 11). bahwa obturasi tampak hermetis.

Pada kontrol 1 minggu setelah obturasi, dilakukan


perubahan inklinasi mahkota gigi 12. Preparasi tonggak
dan preparasi saluran akar untuk pasak dilakukan dan
dilanjutkan dengan pengepasan pasak customized
glass fiber post ke dalam saluran akar dan dilakukan
pengambilan radiografi periapikal (Gambar 14)

Gambar 11. Foto klinis gigi-geligi anterior rahang atas


setelah dilakukan pelepasan splinting.
Dilakukan pengambilan radiografi periapikal CR.
Pada gigi 12, 11, dan 21 penampakan pelebaran
ligamentum periodontal di area periapikal seperti
pada posisi ketika baru dilakukan splinting sudah tidak
terlihat serta tidak terjadi resorpsi akar pada gigi-
gigi tersebut, selain itu juga lamina dura masih intak
sehingga belum terjadi osseus replacement (ankilosis) Gambar 14. Radiografi periapikal pengepasan pasak pada
(Gambar 12). gigi 12.

Sementasi pasak customized glass fiber post ke


dalam saluran akar dilakukan, sebelum diaktivasi
menggunakan sinar, pasak yang ada di mahkota,
dibentuk lebih mengarah ke palatal untuk mengubah
inklinasi mahkota (gambar 15). Kemudian dibentuk
tonggak dari semen resinnya yang juga berfungsi
Gambar 12. Radiograf periapikal ketika kontrol setelah sebagai core build-up (Gambar 16).
pelepasan splinting

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dian Natalina Fuddjiantari, R. Tri Endra Untara 53

Gambar 15.Foto klinis pemasangan customized glass fiber


post untuk merubah inklinasi mahkota Gambar 19. Pencocokan warna dengan shade guide

Pembuatan dan pemasangan mahkota sementara


dari bahan resin komposit (Gambar 20).

Gambar 16. Foto klinis setelah pembentukan tonggak pada


gigi 12.

Pemasangan gingival retractor cord dilakukan


sebelum pencetakan (Gambar 17). Gambar 20. Pemasangan mahkota sementara

Pada pertemuan selanjutnya, dilakukan try-in dan


insersi crown and rochette bridge (Gambar 21) serta
pengambilan foto radiografi periapikal paska insersi
(Gambar 22).

Gambar 17. Foto klinis pemasangan gingival retractor cord

Kemudian dilakukan pencetakan rahang atas Dan


rahang bawah (Gambar 18).

Gambar 21. Foto klinis setelah insersi crown and rochette


bridge . A. tampak labial. B. tampak palatal

Gambar 18. A. Hasil Cetakan negatif rahang atas. B. Hasil


cetakan positif rahang bawah

Pencocokan warna dengan shade guide dan


diperoleh warna yang sesuai adalah A3
Gambar 22. Radiograf periapikal paska insersi crown and
rochette bridge

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
54 REPLANTASI GIGI AVULSI

Rencana perawatan selanjutnya akan dilakukan dalam perawatan avulsi adalah replantasi secepat
observasi dalam jangka waktu 3 bulan, 6 bulan, 1 mungkin.4 Berdasarkan studi kasus, replantasi dalam
tahun, sampai 5 tahun ke depan untuk melihat apakah waktu 5 menit paska avulsi mempunyai prognosa
terjadi resorpsi dan ankilosis pada gigi 12, 11, 21 serta yang terbaik.2 Replantasi seharusnya dilakukan
vitalitas gigi 11 dan 21. dalam waktu 15 - 20 menit. Target replantasi adalah
meminimalisasi kerusakan sel secara ireversibel dan
PEMBAHASAN memaksimalkan jumlah sel ligamentum periodontal
yang sehat sehingga berpotensi untuk beregenerasi
Protokol untuk perawatan gigi permanen yang dan menggantikan permukaan akar yang rusak.4 Pada
avulsi ada bermacam-macam akan tetapi berdasarkan kasus ini, perawatan saluran akar dilakukan sekitar 17
konsensus, perawatan yang ideal adalah replantasi hari dari waktu terjadinya avulsi dengan pertimbangan
secepatnya. Pada kenyataannya replantasi secepatnya apabila dilakukan perawatan saluran akar di luar
tidak selalu dapat dilakukan. Pilihan perawatan mulut, dikawatirkan terjadi kerusakan dari ligamentum
gigi avulsi tergantung pada maturitas apikal akar periodontal oleh karena faktor iatrogenik seperti cara
gigi (terbuka atau tertutup) dan kondisi sel pada pegang operator yang salah ketika dilakukan perawatan
ligamen periodontal. Kondisi sel ligamen periodontal saluran akar di luar mulut sehingga menimbulkan
tergantung pada media penyimpanan dan durasi gigi kerusakan pada ligamentum periodontalnya, selain itu
berada di luar rongga mulut.2 Jika kondisi ligamen juga untuk mencegah ligamentum periodontal agar
periodontal yang menempel pada permukaan akar gigi tidak kering.
dalam keadaan tidak kering atau terhidrasi dengan baik Media yang dapat digunakan untuk penyimpanan
maka inflamasi destruktif dapat diminimalisasi paska gigi paska avulsi adalah susu, saliva dari pasien yang
replantasi. Namun, apabila ligamen periodontal dalam giginya avulsi, salin, dan air. Air merupakan media
keadaan ekstra kering, maka sel ligamen periodontal penyimpanan yang paling jelek karena bersifat
morfologinya akan rusak dan metabolisme fisiologis hipotonik yang akan menyebabkan sel lisis secara cepat
normalnya akan terganggu, kondisi tersebut memicu dan meningkatkan proses inflamasi setelah replantasi.
respon inflamasi yang sangat berat yang meluas pada Media yang tepat untuk menyimpan gigi avulasi dalam
seluruh permukaan akar gigi, sementoblas tidak jangka yang lama adalah Hank’s Balanced Salt Solution
mampu memperbaiki seluruh permukaan akar gigi (HBSS).4 Pada kasus ini, media penyimpanan gigi
dengan pembentukan jaringan baru sehingga tulang avulsi untuk segera setelah terjadi avulsi adalah air
alveolar akan langsung melekat pada permukaan dan larutan salin ketika pasien telah sampai di RSGM,
gigi untuk menggantikan sementum. Pembentukan sehingga kemungkinan gigi avulsi diluar mulut dalam
tulang kembali (bone recontouring) secara fisiologis keadaan kering yaitu kurang dari 60 menit (extraoral
lambat laun akan terjadi dan disebut sebagai osseous dry time less than 60 minutes).
replacement. Strategi perawatan pada gigi avulsi Penanganan gigi avulsi tergantung kepada maturitas
menitikberatkan pada pencegahan perluasan inflamasi dari gigi (apeks tertutup atau apeks terbuka) dan
periradikuler yang akan menyebabkan terjadinya durasi gigi dalam kondisi kering sebelum diletakkan
osseous replacement. Inflamasi tersebut berasal dari pada media penyimpanan. Pada gigi dengan apeks
dua sumber yaitu kerusakan ligamen periodontal dan tertutup, dan kondiri kering diluar mulut kurang dari
kondisi nekrosis pulpa.4 60 menit (extraoral dry time less than 60 minutes).
Kondisi nekrosis pulpa selalu terjadi setelah Pada gigi dengan apeks tertutup, revaskularisasi
gigi avulsi. Nekrosis pulpa akan memicu terjadinya tidak mungkin terjadi lagi akan tetapi karena kondisi
kontaminasi bakteri sehingga pulpa akan terinfeksi bila gigi dalam keadaan kering kurang dari 60 menit,
tidak dilakukan perawatan. Kombinasi antara infeksi maka ada kesempatan bagi ligamen periodontal
pulpa dan kerusakan ligamen periodontal akan memicu untuk mengalami penyembuhan dan inflamasi yang
terjadinya resorpsi eksternal, dalam kondisi yang berat dapat dihindari. Kondisi gigi kering kurang
parah akan menyebabkan hilangnya tulang alveolar dari 15 - 20 menit merupakan waktu yang optimal
dengan cepat. Namun, pada kasus kedaruratan gigi dimana penyembuhan dari ligamen periodontal
avulsi, perawatan terhadap pulpa tidak menjadi hal dapat diharapkan. Kondisi kering lebih dari 20 menit
yang utama. Satu-satunya faktor yang paling penting dan kurang dari 60 menit menyebabkan beberapa

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dian Natalina Fuddjiantari, R. Tri Endra Untara 55

sel akan beregenerasi dan beberapa sel akan beraksi berulang apabila terjadi trauma di kemudian hari oleh
sebagai stimulator inflamasi. Perawatan endodontik karena posisi gigi yang labioversi (jarak overjet yang
pada kondisi ini dapat dikerjakan setelah 1 sampai sangat besar). Crown berbahan porselen fused to
2 minggu. Pada kasus ini, gigi yang avulsi merupakan metal (PFM) dipilih untuk restorasi akhir dari gigi yang
gigi permanen insisivus lateralis kanan maksila dengan mengalami avulsi dan rochette bridge berbahan PFM
apeks tertutup dengan kondisi kering di luar mulut dipilih untuk menggantikan edentulous gigi 53 yang
kurang dari 60 menit. Maka kesempatan bagi ligamen telah dicabut dan gigi 13 yang mengalami impaksi.
periodontal untuk mengalami penyembuhan ada. Penggunaan desain rochette (terdapat lubang pada
Pada kasus ini, gigi 12 dan 21 mengalami luksasi retainer yang akan ditempati oleh semen resin) dengan
lateralis (arah palatal) ringan sehingga dilakukan maksud agar suatu ketika akan diganti lebih mudah
reposisi ringan pada kedua gigi tersebut. untuk melepaskannya dengan cara menghilangkan
Pada kasus ini, pembukaan splinting dilakukan semen resin pada lubang tersebut, selain itu untuk
sepuluh hari dari trauma avulsi dengan tujuan untuk menghindari teknik yang lebih sensitif seperti
menghindari terjadinya ankilosis. Pembukaan splinting marryland bridge. Namun kekurangan dari desain ini
yang direkomendasikan adalah 1 sampai 2 minggu. adalah mempunyai framework yang tebal.7
Ligamentum periodontal telah mampu mendukung gigi
dalam waktu 1 minggu.4 Hasil radiograf periapikal CR KESIMPULAN
paska pelepasan splinting menunjukkan belum terjadi
resorpsi akar pada gigi 12,11, dan 21. Akan tetapi Durasi gigi di luar mulut dan media penyimpanan
tidak menutup kemungkinan akan terjadi resorpsi giginya merupakan faktor terpenting dalam
akar ataupun ankilosis (osseus replacement) pada keberhasilan replantasi gigi. Target replantasi adalah
gigi tersebut, kedua komplikasi ini dapat terjadi dalam meminimalisasi kerusakan sel ligamentum periodontal
hitungan beberapa bulan bahkan beberapa tahun secara ireversibel
paska trauma. Gigi yang mengalami avulsi kemungkinan
berkesempatan terjadi resorpsi sebesar 87% dan yang DAFTAR PUSTAKA
mengalami luksasi lateralis sebesar 35%.5
Medikamen intrakanal (kalsium hidroksida) 1. Kabactchieva, R., Gateva, N., Gusiyska, A., Stanimirov, P.,
Milcheva, N., 2016, Dental Care for Children After Replantation
jangka panjang diberikan jika jarak antara perawatan
of Avulsed Permanen Incisors, Journal of IMAB, 22 (4) : 1392
endodontik dan trauma avulsi lebih dari 2 minggu atau - 1402.
bila secara radiografi terdapat tanda adanya resorpsi.4 2. Savas, S., Kucukyilmaz, E, Akcay, M., Koseoglu, S., 2015,
Rata-rata dalam periode 2 minggu sampai 6 bulan.6 Delayed Replantation of Avulsed Teeth : Two Case Reports,
Pada kasus ini, perawatan endodontik dikerjakan www.Hindawi.com.
3. Pagadala, S, Tadikonda D.C., 2015, An Overview of Classification
setelah 17 hari dari trauma avulsi (lebih dari 2 minggu) of Dental Trauma, IAIM, 2(9) : 157 - 164.
dan dilakukan dua kali aplikasi pasta kalsium hidroksida 4. Hargreaves, K.M., Bermann, L.H., 2016, Cohen’s Pathway of
sebagai medikamen intrakanal sebelum akhirnya The Pulp, 11th ed., Elsevier Inc, St.Louis, Missouri. h. 784 - 789.
dilakukan obturasi. Kalsium hidroksida merupakan 5. Soares, A.J., Souza, G.A., Pereira, A.C., Neto, J.V., Zaia, A., Silva,
E.J.N.L, 2015, Frequency of Root Resorption Following Trauma
pilihan medikamen yang baik untuk pencegahan dan
on To Permanent Teeth, Journal of Oral Science, 57(2) : 73 - 78.
perawatan resorpsi akar yang mengalami inflamasi. 6. Ram, D., Cohenca, O.N., 2004, Therapeutic Protocols For
Kalsium hidroksida mampu mengubah lingkungan di Avulsed Permanent Teeth : Review and Clinical Update,
dentin menjadi lebih alkalis yang akan memperlambat Pediatric Dentistry, 26 (3) : 251 - 255.
aksi resorpsi sel dan memicu pembentukan jaringan 7. Madhok, S., Madhok, S., 2014, Evolutionary Changes in Bridge
Designs, Journal of Dental and Medical Science, 13 (6) : 50 - 56.
keras gigi.4
Restorasi yang dipilih pada kasus ini adalah
pemasangan customized glass fiber post yang
bertujuan untuk mengubah inklinasi dari mahkota
gigi serta bersifat minimal invasif bagi saluran akar
karena dibuat mengikuti bentuk dan besar dari saluran
akar tersebut. Perubahan inklinasi mahkota gigi
dimaksudkan untuk meminimalisasi terjadinya avulsi

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
56 PO-13 PERAWATAN ENDODONTIK PADA GIGI INSISIF LATERAL KANAN ATAS
DIIKUTI DENGAN RESEKSI APEKS AKAR

PERAWATAN ENDODONTIK PADA GIGI INSISIF LATERAL KANAN


ATAS DIIKUTI DENGAN RESEKSI APEKS AKAR
Senny Kandarani*, Adioro Soetojo**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRACT

Background: Conventional endodontic treatment goals is to eradicate bacteria and sealed the root canal system against
contamination. When conventional endodontic treatments prove unable to resolve an affected tooth problem, endodontic
surgery must be considered as an alternative treatment; one of them is root apex resection. The indication of root apex
resection are teeth with persistent periradicular disease, severely curved canal, canal perforation, and failed conventional
endodontic treatment. The objective of root apex resection is to maintain the tooth, remove the etiologic factor, and prevent
recontamination of the periradicular tissue. This case report shows root apex resection is an alternative treatment due to
insufficiency of conventional endodontic treatment.
Case: A 23-years-old female patient came complaining about tooth mobility and discomfort on upper right lateral incisor with
a history of delayed endodontic treatment 3 years ago. The tooth was clinically darkened and from radiographic examination
showed a periapical lesion, alveolar crest bone loss, and thickened lamina dura.
Case Management: Conventional endodontic treatment with thermoplasticized gutta-percha obturation followed by root
apex resection with MTA retrograde obturation.
Conclusion: Delayed endodontic treatment of upper right lateral incisor was successfully treated with endodontic treatment
and root apex resection.

Keywords: Endodontic Treatment, Root Apex Resection, Periapical Lesion, Alveolar Crest Bone Loss

PENDAHULUAN pada apikal, meningkatkan keberhasilan perawatan


sebesar 90-92%.3
Perawatan endodontik konvensional tidak selalu Tujuan dari perawatan endodontik yang dilanjutkan
dapat mengatasi infeksi pada saluran akar, sehingga dengan reseksi apeks akar pada kasus ini adalah untuk
dokter gigi perlu mempertimbangkan perawatan mempertahankan gigi dengan pada rongga mulut yang
alternatif. Secara umum, defek periodontal lokal dapat digunakan dalam sistem stomatognati.
dihubungkan dengan gigi yang tidak dirawat
endodontik. Perawatan alternatif yang biasanya KASUS
dilakukan adalah perawatan bedah endodontik dan
regeneratif. Teknik reseksi berfokus pada eliminasi Pasien wanita usia 23 tahun datang ke Klinik
akar atau gigi yang terinfeksi sedangkan regeneratif Konservasi Gigi RSGM Universitas Airlangga Surabaya
bertujuan untuk merestorasi struktur biologis yang dengan keluhan gigi depan kanan atas terasa goyang
hilang.1 dan tidak nyaman bila digunakan untuk menggigit
Granuloma periapikal adalah lesi atau pertumbuhan makanan. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien
yang berisi proliferasi massa jaringan granulasi dan tersebut pernah dirawat perawatan saluran akar kira-
bakteri yang terbentuk karena respon tubuh terhadap kira 3 tahun yang lalu, tetapi tidak dilanjutkan oleh
jaringan nekrosis pada saluran akar gigi. Granuloma pasien. Dari pemeriksaan intraoral, tampak mahkota
dapat menyebabkan resorbsi tulang sekitar lesi dan gigi 12 gelap dan terdapat karies di bagian mesial,
rasa tidak nyaman pada daerah gigi yang terinfeksi.1,2 perkusi (+), palpasi (-), dan kegoyangan o1 (Gbr. 1, 2,
Penggunaan ultrasonic tip untuk memotong akar dan 3).
dapat meminimalkan pengambilan jaringan keras
gigi yang sehat serta penggunaan Mineral Trioxide
Aggregate (MTA) yang menjadi standar bahan pengisi

Korespondensi: Senny Kandarani, Residen Departemen Konservasi Gigi, Universitas Airlangga, Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 47, Surabaya, Indonesia,
E-mail: sennykandarani@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Senny Kandarani, Adioro Soetojo 57

planing.
Kunjungan Kedua
Dilakukan pemasangan rubber dam dilanjutkan
dengan access opening dan eliminasi jaringan karies
lalu saluran akar diirigasi dengan aquadest untuk
membersihkan sisa dressing (Gbr. 5).

Gambar 1. Foto Klinis

Gambar 5. Access Opening

Glide path dengan file C Pilot #10 disertai root canal


lubricant dilanjutkan dengan file M4 #8, #10, #15.
Gambar 2. Foto Klinis Tampak Labial Pengukuran panjang kerja menggunakan apex locator
(Morita Root ZX, Jepang) dan konfirmasi panjang kerja
dengan foto periapikal 23mm (Gbr. 6 dan 7).

Gambar 3. Foto Klinis Tampak Palatal

Dari pemeriksaan radiografi periapikal, tampak


radiolusen pada apikal, gambaran radiopak pada Gambar 6. Pengukuran Panjang Kerja
bagian media saluran akar, penebalan lamina dura,
dan penurunan alveolar crest (Gbr. 4).

Gambar 7. Foto Konfirmasi


Gambar 4. Foto Periapikal Gigi 12
Preparasi saluran akar menggunakan teknik Crown
Down Pressureless menggunakan TF Adaptive file ML1
PENATALAKSAAN KASUS
(#25.08), ML2 (#35.06), ML3 (#50.04) sesuai panjang
kerja dan irigasi saluran akar pada pergantian file
Kunjungan Pertama
dengan menggunakan NaOCl 5,25% lalu dibilas larutan
Dilakukan anamnesa dan diagnosa, foto radiografi
aquadest steril. Foto trial guttap point ML3. Dressing
periapikal pada gigi 12 dan foto ekstraoral secara
saluran akar dengan Ca(OH)2 lalu menutup saluran
digital. Operator menjelaskan rencana perawatan dan
akar dengan kapas steril dan tumpatan sementara
persetujuan informed consent, lalu merujuk pasien ke
(Gbr. 8 dan 9).
klinik Periodonsia untuk dilakukan scaling dan root

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
58 PERAWATAN ENDODONTIK PADA GIGI INSISIF LATERAL KANAN ATAS
DIIKUTI DENGAN RESEKSI APEKS AKAR

Gambar 8. Trial Guttap Point

Gambar 11. Foto Obturasi

Pasien dirujuk untuk pemeriksaan darah lengkap,


gula darah puasa, Partial Thromboplastin Time (PTT),
dan Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT).
Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui Hb= 11,5 g/
dL, Trombosit= 231x103/ȠL, LED= 37mm, PTT= 10,4s,
aPTT= 26,9s, GDP= 102 mg/dL.
Gambar 9. Foto Trial Guttap Point
Kunjungan Keempat
Kunjungan Ketiga 2 minggu setelah kunjungan ketiga, dilakukan
Pemasangan rubber dam dan membuka tumpatan operasi reseksi apeks akar. Sebelumnya pasien
sementara lalu irigasi saluran akar dengan aquadest dijelaskan tentang prosedur operasi dan persetujuan
steril hingga saluran akar bersih dari Ca(OH)2. Irigasi informed consent.
final saluran akar dengan NaOCl 5,25% kemudian Persiapan Pre Operasi
aktivasi irigasi dengan Passive Ultrasonic Irrigation Pemeriksaan suhu tubuh= 37oC, denyut nadi 80x/
(PUI) (EndoUltra) dan dibilas dengan aquadest steril. menit, tekanan darah= 120/70 mmHg, pernafasan=
Dengan urutan protokol irigasi yang sama, melanjutkan 16x/ menit.
irigasi dengan EDTA 17% dan CHX 2%, lalu dikeringkan Prosedur Reseksi Apeks Gigi 12
dengan paper point (Gbr. 10). Pemasangan duk operasi, mengulas povidone
iodine 10% pada daerah operasi. Anestesi dengan
teknik infiltrasi lokal dan blok naso palatinus (Gbr. 12).

Gambar 10. Passive Ultrasonic Irrigation

Obturasi dengan teknik DownPack dan BackFill Gambar 12. Anestesi


(BeeFill 2in1) dengan pasta pengisi saluran akar
berbahan dasar resin lalu dikondensasi menggunakan Bibir diretraksi dengan Minesota Retractor dan
Buchanan Hand Plugger #1. Foto obturasi dan tutup melakukan insisi flap semilumnar regio 12 dengan
dengan tumpatan sementara (Gbr. 11). blade #15 dan refleksi jaringan periodonsium dengan
rasparatorium (Gbr. 13).

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Senny Kandarani, Adioro Soetojo 59

membersihkan jaringan granulasi di daerah periapikal.


Pengurangan gutta percha 2mm di apikal dengan
ultrasonic tip AS3D lalu keringkan saluran akar dan
aplikasikan Mineral Trioxide Aggregate (MTA) pada
saluran akar secara retrograde dan dikondensasi.
Aplikasikan bone graft dan membran pada defek tulang
(Gbr. 17, 18, 19, 20, 21).

Gambar 13. Insisi Flap Semilunar

Pembukaan tulang alveolar atau akses apeks dengan


bur tulang bulat straight low speed sambil diirigasi
dengan saline steril. Mengkuret lesi pada apikal gigi 12
dan disimpan pada wadah berisi formalin (Gbr. 14, 15,
16).

Gambar 17. Pemotongan Ujung Akar

Gambar 14. Pembukaan Tulang Alveolar

Gambar 18. Pengambilan Guttap Point

Gambar 15. Akses Apeks

Gambar 19. Aplikasi MTA retrograde

Gambar 16. Lesi pada Wadah Berisi Formalin

Ujung akar dipotong 4mm menggunakan ultrasonic


tip ET3D (Satelec) dengan sudut pengambilan 0o Gambar 20. Aplikasi Bone Graft
lalu irigasi dengan saline steril. Kuretase untuk

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
60 PERAWATAN ENDODONTIK PADA GIGI INSISIF LATERAL KANAN ATAS
DIIKUTI DENGAN RESEKSI APEKS AKAR

PEMBAHASAN

Perawatan saluran akar yang tidak dilanjutkan


pada gigi 12 membuat infeksi pada saluran akar yang
berkelanjutan sehingga tubuh merespon dengan
pembentukan jaringan inflamasi pada daerah apikal.
Penggunaan rubber dam selama prosedur perawatan
dapat meningkatkan kontrol infeksi, efikasi perawatan,
melindungi pasien, dan meningkatkan keberhasilan
Gambar 21. Aplikasi Membran perawatan endodontik4. Setelah dilakukan glide path,
diketahui bahwa terdapat ledge dan perforasi lateral
Flap dikembalikan ke posisi semula dan dilakukan di 1/3 saluran akar dari perawatan sebelumnya.
suturing dengan teknik interrupted suture memakai Bypass ledge dapat dilakukan dan saluran akar dapat
silk surgical suture 4.0 sebanyak 5 jahitan (Gbr. 22). dipreparasi. Preparasi saluran akar baik itu dengan
teknik manual atau rotary, tidak dapat menyentuh
sistem saluran akar sepenuhnya5. Protokol irigasi yang
tepat didukung penggunaan PUI dapat membersihkan
debris dan smear layer hasil pereparasi pada saluran
akar serta dapat membersihkan dinding saluran akar
yang tidak tersentuh instrumen. Irigasi saluran akar
dengan jarum irigasi dilanjutkan dengan PUI, sangat
efektif untuk membersihkn saluran akar. Obturasi
Gambar 22. Interrupted Suture dengan teknik downpack dan backfill agar didapatkan
pengisian tiga dimensi yang hermetis.
Dilakukan foto periapikal untuk konfirmasi. Lalu, Reseksi apeks akar pada kasus ini dilakukan dengan
pasien diberikan resep antibiotik, NSAID, dan anti pertimbangan gigi 12 mengalami perforasi lateral
inflamasi serta instruksi pasien post operatif. Pasien pada 1/3 saluran akar, sehingga menurunkan tingkat
dikontrol kembali setelah 7 hari (Gbr. 23, 24). keberhasilan perawatan endodontik konvensional.
Pemotongan apeks akar dengan ultasonic tip
dapat mempermudah operator selama prosedur,
memberikan hasil pemotongan yang paralel dan rapi,
serta retensi bahan pengisi yang baik. Pengambilan
gutta percha pada ujung apeks dengan ultasonic tip
dapat mempermudah operator dan memberikan hasil
pengambilan gutta percha yang terprediksi.6
MTA dipilih sebagai bahan pengisi retrograde
dikarenakan radiopak, tahan air, biokompatibilitas
dan merangsang pembentukan tulang baru, marginal
Gambar 23. Foto Konfirmasi Post Operatif sealing yang baik, dan sitotoksisitas rendah7. Regenerasi
tulang alveolar pada defek tulang yang cukup besar
dapat terjadi dengan baik dan mencapai kesembuhan
total bila didukung dengan penggunaan bone graft dan
membran.8

KESIMPULAN

Perawatan endodontik pada gigi 12 yang dilanjutkan


dengan reseksi akar apeks lalu ditutup dengan MTA
Gambar 24. Tampak Klinis 7 Hari Post Operasi
secara retrograde dinyatakan berhasil.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Senny Kandarani, Adioro Soetojo 61

DAFTAR PUSTAKA 7. Arango DV, Manotas JR, and Caballero AD. 2016. Apicoectomy
and Retrograde Filling as Periapical Granuloma Treatment. A
1. Hargreaves KM and Berman LH. 2016. Cohen’s Pathways of Case Report. Revista Facultad de Odontología Universidad de
the Pulp. 11th Ed. St. Louis: Elsevier. Antioquia 28(1): 203-9.
2. Sebastian A, Panikar P, Kota K, and Sasi A. 2016. Periapical 8. Sánchez-Torres A, Sánchez-Garcés MA, and Gay-Escoda C.
Granuloma. IJPCDR 3(1): 35-7. 2014. Materials and prognostic factors of bone regeneration
3. Von Arx T. 2011. Apical surgery: A review of current techniques in periapical surgery: A systematic review. Med Oral Patol Oral
and outcome. The Saudi Dent J 23: 9–15. Cir Bucal 19(4): 419-25.
4. Lin PY, Huang SH, Chang HJ, and Chi LY. 2014. The effect of
rubber dam usage on the survival rate of teeth receiving initial
root canal treatment: a nationwide population-based study. J
Endod. 40(11): 1733-7.
5. Stavileci M, Hoxha V, Görduysus Ö, Tatar I, Laperre K, Hostens
J, Küçükkaya S, and Muhaxheri E. 2015. Evaluation of Root
Canal Preparation Using Rotary System and Hand Instruments
Assessed by Micro-Computed Tomography. Med Sci Monit
Basic Res 21:123-130.
6. De Paolis G, Vincenti V, Prencipe M, Milana V, and Plotino
G. 2010. Ultrasonics in endodontic surgery: a review of the
literature. Annali di Stomatologia 1(2): 6-10.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
62 PO-14 PULPEKTOMI DENGAN MAHKOTA JAKET PORSELIN
PADA GIGI DENGAN FRAKTUR ELLIS KELAS III

PULPEKTOMI DENGAN MAHKOTA JAKET PORSELIN PADA GIGI


DENGAN FRAKTUR ELLIS KELAS III
Dessy Natalia*, Yulita Kristanti**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRACT

Background: Ellis fractured tooth class III is a case of crown fracture with exposed pulp. Crown fracture with exposed pulp
needs root canal treatment with post and core build up followed with crown restoration. Purpose: Pulpectomy aimed to
restore functions of tooth in mastication, esthetics, phonetic, and preserving the tooth supporting tissues.
Case: Male patient age 20 years old came to restore his fractured upper left front tooth 2 days ago due to accident. Tooth
21 was diagnosed with Ellis fracture class III. Clinical examination showed positive percussion, negative palpation, positive
vitality, and negative mobility. Radiographic examination showed oblique crown fractured with pulp exposure in distal of
pulp horn. There is no periapical lesions.
Case management: One visit pulpectomy was carried out, begin with infiltrate the anterior superior alveolar nerve and step
back peparation. The tooth is restored with porcelain crown and prefabricated fiber post.
Conclusion: One visit pulpectomy and porcelain crown with prefabricated fiber post could restore tooth masticatory function,
esthetic, phonetic, and preserving the tooth supporting tissues post traumatic

Keywords: pulpectomy, porcelain crown, Ellis fracture class III


PENDAHULUAN mengganti struktur gigi yang sudah hilang5. Salah satu
restorasi pada gigi yang telah dilakukan perawatan
Trauma pada kepala atau wajah sering kali diikuti saluran akar adalah mahkota jaket porselin disertai
dengan trauma pada gigi yang dapat menimbulkan dengan retensi intraradikuler berupa pasak fiber
berbagai akibat pada gigi tergantung pada derajat prefabricated. Pasak fiber diketahui memiliki kelebihan
keparahan trauma. Akibat yang dapat terjadi antara berupa modulus elastisitas yang menyerupai dentin
lain berupa fraktur mahkota, fraktur mahkota dan akar, sehingga dapat menurunkan resiko fraktur6.
fraktur akar, luksasi hingga avulsi gigi1. Fraktur pada Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk
mahkota yang menyebabkan pulpa menjadi terbuka mengevaluasi keberhasilan perawatan pulpektomi
termasuk dalam klasifikasi fraktur Ellis kelas III2. satu kali kunjungan dengan restorasi mahkota jaket
Usaha untuk merawat gigi yang mengalami fraktur porselin dengan pasak fiber prefabricated dalam
pada mahkota tergantung pada luasnya fraktur, tahap mengembalikan fungsi gigi dari segi mastikasi, estetik,
pertumbuhan gigi, dan lamanya waktu sejak cedera. fonetik, serta perlindungan jaringan pendukung pada
Pada gigi yang mengalami fraktur yang luas dengan gigi anterior maksila yang mengalami trauma.
disertai terbukanya pulpa memerlukan perawatan
saluran akar serta restorasi yang diperkuat dengan KASUS
inti pasak3. Perawatan saluran akar dapat dilakukan
dengan satu kali kunjungan maupun beberapa kali Pasien pria berusia 20 tahun datang untuk
kunjungan. Pada perawatan saluran akar dengan memeriksakan gigi depan kiri atas pasca terjatuh dari
satu kali kunjungan memiliki keuntungan berupa motor dua hari sebelumnya. Gigi tersebut patah pada
berkurangnya resiko kontaminasi mikroorganisme bagian depan. Sebelumnya pasien sudah ke rumah
dalam saluran akar di antara waktu kunjungan serta sakit dan sudah mengkonsumsi obat penghilang rasa
dapat mempersingkat waktu perawatan4. sakit. Pada saat diperiksa, pasien masih merasakan
Pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran sakit pada gigi yang patah tersebut. Pasien tidak
akar, diperlukan restorasi yang dapat melindungi sisa mempunyai riwayat penyakit sistemik dan saat ini tidak
jaringan gigi terhadap fraktur, mencegah terjadinya sedang dalam perawatan dokter. Pasien menginginkan
infeksi ulang melalui saluran akar serta mampu gigi tersebut dirawat.

Korespondensi: Dessy Natalia, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta, Indonesia.
Alamat e-mail: natalia.deecy24@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dessy Natalia, Yulita Kristanti 63

Pada pemeriksaan objektif, pada gigi 21 mengalami serta waktu perawatan, apabila pasien menyetujui
fraktur sepertiga servikal dan miring pada bagian distal tindakan perawatan maka pasien menandatangani
(gambar 1). Pemeriksaan klinis menunjukkan perkusi informed consent. Pengukuran panjang kerja estimasi
positif, palpasi negatif, vitalitas positif, dan mobilitas dilakukan menggunakan radiograf panjang gigi pada
negatif. Kebersihan rongga mulut pasien baik. radiograf dikurangi 1 mm sehingga didapatkan panjang
Pemeriksaan radiografi (gambar 1C) menunjukkan kerja estimasi 18,5 mm. Dilakukan anestesi infiltrasi
fraktur mahkota berbentuk miring dan mengenai pada nervus alveolaris superior anterior pada gigi 21
tanduk pulpa sebelah distal. Tidak tampak radiolusensi dengan larutan lidokain HCl dan epinefrin (Pehacaine,
periapikal namun tampak adanya pelebaran Phapros). Pembukaan kamar pulpa dilakukan
ligamentum periodontal. menggunakan bur Endoaccess (Dentsply), dilanjutkan
Diagnosis pada kasus ini adalah fraktur Ellis dengan bur diamendo (Dentsply) sampai akses masuk
kelas III dengan pulpitis irreversible disertai dengan ke orifis melebar dan terbuka. Dilakukan ekstirpasi
periodontitis. Rencana perawatan yaitu dental pulpa dengan menggunakan barbed broach dengan
health education (DHE), perawatan pulpektomi, panjang 2/3 dari panjang kerja estimasi. Dilakukan
restorasi mahkota jaket porselin dengan pasak fiber isolasi gigi dengan menggunakan rubberdam.
prefabricated sebagai penguat intraradikuler. Prognosis Dilakukan irigasi dengan NaOCl 2,5% sebanyak 2,5
pada kasus ini adalah baik karena saluran akar gigi ml. Perhitungan panjang kerja sebenarnya dilakukan
lurus dan tunggal, tidak ada kelainan pada jaringan dengan memasukkan K-File #15 pada saluran akar
periapikal gigi 21, sisa struktur jaringan keras gigi yang yang kemudian dikonfirmasi dengan electronic apex
ada masih dapat direstorasi, pasien kooperatif. locator (Apex ID, SybronEndo) dan diperiksa ulang
dengan pengambilan radiograf, sehingga diperoleh
panjang kerja untuk saluran akar gigi 21 adalah 18,5
mm (gambar 2). Setelah mendapatkan panjang kerja
dilanjutkan dengan preparasi saluran akar dengan
teknik step back. Preparasi dimulai dengan penentuan
file awal yang dilanjutkan dengan preparasi apikal
untuk mendapatkan master apikal file (MAF #40) dan
preparasi badan saluran akar. Setiap pergantian alat,
saluran akar diirigasi dengan larutan NaOCl 2,5% dan
salin.

Gambar 1. A. Kondisi klinis gigi 21 dari arah labial, terlihat


fraktur Ellis kelas III pada mahkota gigi berbentuk miring;
B. Dari arah palatal, terlihat fraktur sudah mencapai kamar
pulpa dan terlihat pulpa sudah terbuka (lingkaran biru); C.
Radiograf tampak adanya fraktur oblique pada tampak juga Gambar 2. Pengukuran panjang kerja secara radiografis
adanya pelebaran ligamentum periodontal.
Pengepasan gutta percha dilakukan dengan ukuran
PENATALAKSANAAN KASUS #40 yang dilanjutkan dengan pengecekan melalui
radiograf (gambar 3). Saluran akar diirigasi dengan
Kunjungan 1 dilakukan pemeriksaan subjektif, larutan NaOCl 2,5%, larutan EDTA 17% dan diakhiri
objektif, dan radiografis kemudian ditentukan dengan Chlorheksidin 2%, kemudian dikeringkan
diagnosis dan rencana perawatan serta dokumentasi dengan paper point. Pengisian dilakuan dengan teknik
sebelum perawatan. Pasien diberi penjelasan kondensasi lateral menggunakan siler resin (Topseal,
mengenai prosedur rencana perawatan dan biaya Dentsply), selanjutnya gutta percha dipotong sampai
batas orifice dan ditutup dengan tumpatan sementara.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
64 PULPEKTOMI DENGAN MAHKOTA JAKET PORSELIN
PADA GIGI DENGAN FRAKTUR ELLIS KELAS III

Pemeriksaan radiograf tampak pengisian yang


hermetis.

Gambar 3. A. Radiograf pengepasan gutta percha; B.


Radiograf pengisian tampak obturasi yang hermetis

Kunjungan II dilakukan pemeriksaan subjektif,


masih ada keluhan rasa sakit saat gigi digunakan
untuk menggigit namun sudah agak berkurang
dibandingkan saat awal datang. Pemeriksaan objektif
tumpatan sementara masih baik, tes perkusi positif,
tes palpasi negatif, dan mobilitas negatif. Dilakukan
tahapan preparasi jaringan keras gigi yaitu pembuatan
inti mahkota jaket, preparasi saluran pasak serta
pemasangan pasak fiber prefabricated (Dentsply).
Gutta perca dibuang sesuai dengan panjang saluran
pasak menggunakan gates glidden drill, kemudian
dilanjutkan preparasi menggunakan Peeso reamer
sesuai ukuran pasak fiber. Setelah dilakukan
pengepasan pasak fiber maka dilakukan konfirmasi
dengan menggunakan radiograf. Penyemenan pasak
Gambar 4. Tahap restorasi mahkota jaket porselin dengan
menggunakan semen resin (Build IT-FR, Pentron).
pasak fiber pada gigi 21. A. Preparasi jaringan keras gigi
Pemotongan pasak fiber dilakukan menggunakan bur yang tersisa dari labial; B. Preparasi jaringan keras gigi
intan pada 2/3 panjang mahkota yang dilanjutkan bagian palatal; C. Pengepasan pasak fiber prefabricated;
dengan pembuatan inti pasak. Tahapan selanjutnya D. Radiografis pengepasan pasak fiber prefabricated; E.
adalah pencetakan menggunakan double impression Preparasi inti
sedangkan untuk gigi antagonis dilakukan pencetakan
dengan alginat. Model kerja selanjutnya dikirim ke Kunjungan ke 3 dilakukan pemasangan mahkota
laboratorium untuk dibuatkan mahkota jaket. jaket porselin setelah sebelumnya dilakukan
pemeriksaan warna, kontur, embrasur, kerapatan
tepi, oklusi, kontak proksimal, dan hubungan dengan
gigi antagonis. Penyemenan dilakukan menggunakan
semen resin (Rely X U200, 3M ESPE). Kontrol restorasi
dilakukan seminggu kemudian dan pasien merasa
nyaman menggunakannya, tidak ada keluhan, dan gigi
dapat difungsikan dengan normal.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dessy Natalia, Yulita Kristanti 65

Pengisian saluran akar menggunakan siler berbahan


dasar resin. Siler ini memiliki sifat adaptasi yang baik
dengan dinding saluran akar karena memiliki sifat
adhesi yang tinggi, viskositas yang rendah sehingga
dapat mengalir masuk ke dalam saluran akar lateral
dan tubuli dentin serta dapat mengeras jika berkontak
dengan cairan7.
Perawatan dikatakan berhasil tidak hanya
ditentukan oleh hasil perawatan saluran akar, namun
juga ditentukan oleh restorasi pasca perawatan saluran
akar. Hal ini disebabkan karena kebocoran restorasi
dapat menyebabakan kegagalan perawatan saluran
akar. Dalam menentukan restorasi pasca perawatan
saluran akar, beberapa hal harus dipertimbangkan
Gambar 5. A. Pemasangan mahkota jaket porselin; B.
antara lain sisa jaringan gigi, keadaan jaringan
Mahkota jaket saat dioklusikan periodontal, kebutuhan estetik, posisi gigi dalam
rongga mulut, serta beban tekanan yang diterima oleh
PEMBAHASAN gigi tersebut. Prognosis perawatan sangat ditentukan
oleh jumlah dentin sehat yang tersisa, karena tidak ada
Perawatan saluran akar merupakan upaya untuk bahan restorasi yang benar-benar dapat menggantikan
mempertahankan gigi dalam rongga mulut. Perawatan dentin utuh5.
saluran akar bertujuan untuk membersihkan kamar Gigi insisivus sentralis yang telah dilakukan
pulpa dan akar yang sudah terinfeksi bakteri serta perawatan saluran akar pada kasus ini menunjukkan
membentuk saluran akar agar dapat dilakukan kehilangan jaringan keras gigi hingga mencapai ½
pengisian secara hermetis. Tahapannya meliputi mahkota gigi sehingga dibutuhkan pasak sebagai
pembuangan jaringan pulpa yang terinfeksi, preparasi penambah retensi intraradikuler. Pemilihan pasak
biomekanis, disinfeksi, serta obturasi saluran akar2. fiber prefabricated menjadi pilihan utama karena
Pada kasus ini dilakukan perawatan saluran akar modulus elastisitasnya menyerupai dentin serta dapat
satu kali kunjungan karena pasien datang dengan menyebarkan tekanan secara menyeluruh sehingga
keluhan sakit sehingga perlu dilakukan tindakan segera mencegah terjadinya fraktur akar, serta memiliki sifat
untuk menghilangkan rasa sakit pasien. Perawatan anti korosif. Pada kasus ini juga tidak memerlukan
saluran akar satu kali kunjungan dapat mengurangi perbaikan inklinasi sehingga pasak fiber prefabricated
resiko kontaminasi mikroorganisme dalam saluran akar menjadi pilihan yang terbaik6,8.
di antara waktu kunjungan serta mengurangi waktu Kebanyakan kegagalan restorasi yang menggunakan
kunjungan perawatan4. pasak kebanyakan karena fraktur akar, kebocoran tepi,
Diagnosis pada kasus ini adalah fraktur Ellis sifat korosif dari pasak logam, lepasnya semen, serta
kelas III dengan pulpitis irreversible disertai dengan konsentrasi tekanan9. Pemakaian pasak fiber memiliki
periodontitis. Rencana perawatan yang akan dilakukan keunggulan antara lain biokompatibilitas yang lebih
adalah perawatan saluran akar satu kali kunjungan baik, estetik baik, serta bersifat nonkorosif 10.
dengan restorasi berupa mahkota jaket porselin Sementasi pada kasus ini menggunakan semen
disertai penguat intraradikuler berupa pasak fiber resin. Penggunaaan semen resin yang dapat berikatan
prefabricated. dengan baik dengan dentin saluran pasak merupakan
Metode preparasi yang digunakan pada perawatan hal yang penting untuk keberhasilan proses sementasi.
ini adalah metode step back karena metode ini tidak Semen resin yang baik harus harus dapat menciptakan
mudah menyebabkan trauma apikal, memudahkan suatu ikatan monoblok yang tidak terpisahkan antara
pengambilan debris lebih banyak dan pelebaran dinding saluran pasak dengan pasak fiber itu sendiri11.
saluran akar yang dihasilkan lebih besar sehingga Pemilihan mahkota jaket porselin merupakan
memudahkan pemampatan guta perca pada waktu pilihan restorasi yang estetis untuk gigi anterior. Bahan
pengisian saluran akar2. ini menawarkan estetis yang lebih baik dibandingkan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
66 PULPEKTOMI DENGAN MAHKOTA JAKET PORSELIN
PADA GIGI DENGAN FRAKTUR ELLIS KELAS III

porselin fusi metal karena bayangan warna logam 229-36.


pada porselin fusi metal masih bisa terlihat sehingga 10. Santos, A.F., Meira, J.B., Tanaka, C.B., Xavier, T.A., Ballester,
R.Y., Lima, R.G., 2010, Can fiber posts increase root stresses
dapat mengurangi estetika. Restorasi mahkota jaket andreduce fracture? J Dent Res, 89: 587-91.
porselin memiliki substruktur porselin sebagai dasar 11. Monticelli, F., 2005, Effect of adhesive system and luting
yang dilapisi oleh jenis porselin lainnya. Substruktur agent on bonding of fiber post to root canal dentin, Wiley
dasar dapat menggunakan bahan yang lebih kuat Interscience, p. 195-200.
12. Raghavan, R.N., 2012, Ceramics in dentistry, sintering
dibanding bahan pelapis misal alumina, zirconia atau
of ceramics-new emerging techniques, Dr.Arunachalam
lithium disilikat sehingga dapat meningkatkan sifat Lakshmanan (Ed.), ISBN:978-953-51-0017-1, Croatia.
mekanisnya12.

KESIMPULAN

Perawatan pulpektomi satu kali kunjungan dengan


mahkota jaket porselin dan pasak fiber prefabricated
pada gigi 21 yang mengalami fraktur Ellis kelas
III merupakan plihan yang tepat karena dapat
mengembalikan fungsi gigi dari segi mastikasi, estetik,
fonetik, serta melindungi jaringan pendukung gigi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sundoro, E.H., 2005, Serba-Serbi Ilmu Konservasi Gigi,


Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, H. 209-226.
2. Chandra, B.S., Krishna, V.G., 2010, Grossman’s endodontic
practice, 12th ed, Walters Kluwer, New Delhi.
3. Walton, R., Torabinejad, M., 2008, Principles and practice of
endodontics, 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Co.
4. Ruddle, C.J., 2004, Nonsurgical endodontic retreatment,
JCDA, p. 1-14.
5. Wagnild, G., Mueller, K., 2006, Restoration of endodontically
treated teeth in Cohen S. Hargreaves KM (Editor). Pathways of
the pulp 9th ed. Missouri: Mosby; inc;. H. 787-821.
6. Anna M, Johanna T., 2004, Bonding of composite resin luting
cement to fiber reinforced composite root canal posts. J Adhes
Dent., 6: 319-25.
7. Topalian, M., 2002, Cytotoxic of cament sealants used in
endodontia on the periapical weave. J Endod., p. 23: 1-8.
8. Ingle, Bakland, 2013, Endodontics. 6th ed. London: Decker
9. Bessone, L., Bodereau, E.F., 2010, Evaluation of Different Post
Systemms: Finite Element methods, Int J Odontostomatol, 4:

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Meliana Ganda Wijaya, Yulita Kristanti, Wignyo PO-15 67
Hadriyanto, Dayinah, Pribadi Santosa

ESTETIK KOMPLEKS LIMA GIGI ANTERIOR MAKSILA DENGAN CROWN


LENGTHENING
Meliana Ganda Wijaya*, Yulita Kristanti**, Wignyo Hadriyanto**, Dayinah**, Pribadi Santosa**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Caries and discolored of anterior teeth with an imbalanced gingival zenith, not only disrupts function but also
creates a unideal smile. This situation needs correction to improve their function and aesthetic. Purpose: This case report
aims to inform the treatment of five maxillary anterior teeth with unbalanced gingival zenith to restore four main functions
of teeth which are mastication, esthetics, speech, and protection of supporting tissues.
Case: A 36-year-old female patient came to the Conservation Dentistry Clinic UGM dental hospital complained about
cavitated and mal-aligned in her anterior upper teeth. The patient wanted the treatment should be completed in a short
period of time. The teeth have been filled and no complains of pain.
Case management: Root canal treatment maxillary in teeth 21, crown lengthening maxillary in teeth 22, porcelain veneers
in teeth 12 and 11, porcelain crown maxillary in teeth 21 and 22, direct restoration resin bonding composite class III in teeth
23.
Conclusion: Porcelain crown, porcelain veneer, and direct resin bonding composite restorations are an appropriate choice in
case of caries teeth that have discoloration and need shape correction.

Key words: Complex aesthetic, anterior teeth, crown lengthening

PENDAHULUAN tercapai, jika semua faktor ini telah dimasukkan dalam


evaluasi dan rencana perawatan. Dalam kedokteran
Gigi memiliki empat fungsi utama yaitu mastikasi, gigi estetik, tidak hanya fungsi gigi yang diperbaiki
estetika, fonetik, dan perlindungan jaringan melainkan juga menggunakannya sebagai fondasi
pendukung. Bentuk anatomi dan posisi gigi yang baik untuk perawatan estetika. Oleh sebab itu, merupakan
berhubungan dengan efisiensi proses pengunyahan tanggung jawab dokter gigi untuk memberikan
yang berhubungan dengan otot pengunyahan dan perawatan yang secara estetika baik tetapi secara
estetik yang penting untuk penampilan fisik seseorang. fungsional juga tepat, dan biokompatibel2.
Bentuk anatomi dan posisi gigi yang benar berpengaruh Tujuan perawatan pada kasus ini adalah perawatan
pada artikulasi suara tertentu saat berbicara dan dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi utama
memberikan perlindungan jaringan pendukung gigi yaitu mastikasi, estetik, fonasi, dan perlindungan
(gingiva dan tulang alveolar) sehingga gigi geligi dapat jaringan pendukung pada lima gigi anterior maksila
bertahan lebih lama dalam lengkung gigi1. dengan gingival zenith yang tidak seimbang, malposisi,
Salah satu aset terbesar yang bisa dimiliki seseorang dan terdapat karies.
adalah senyuman yang menunjukkan gigi yang indah
dan alami. Gigi yang berubah warna, malformasi, KASUS
crooked, hilang, akan menyebabkan orang tersebut
menghindari tersenyum dan mencoba untuk menutupi Pasien wanita berusia 36 tahun datang ke klinik
giginya. Koreksi berbagai masalah gigi ini dapat Konservasi Gigi RSGM Prof. Soedomo mengeluhkan
menghasilkan perubahan dramatis dalam penampilan gigi-gigi depannya yang berlubang, kehitaman, dan
dan memberi efek psikologis positif yang bersampak tidak rapi. Pasien merasa terganggu saat tersenyum.
pada citra diri yang lebih baik dan meningkatkan rasa Pasien ingin giginya dirawat dalam waktu yang singkat.
percaya diri pasien tersebut1. Pasien menyatakan bahwa giginya pernah ditambal
Dalam pendekatan estetik, citra diri pasien, beberapa tahun yang lalu dan tidak pernah terasa sakit
kepribadian dan personal relationship harus sebelumnya.
dipertimbangkan. Hasil yang sukses hanya mungkin Pada pemeriksaan klinis, pasien memiliki OHI-S baik
Korespondensi: Brian Merchantara,Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jln. Alumni No.2 Kampus USU Medan 20155. Alamat E-mail* :
brian.winato@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
68 ESTETIK KOMPLEKS LIMA GIGI ANTERIOR MAKSILA DENGAN
CROWN LENGTHENING

dengan overbite 3,2 mm dan overjet 2,5 mm. Keadaan malposisi labioversi.
gigi 12 menunjukkan adanya karies kedalaman email
pada sisi mesial dan palatal dengan tes sondasi negatif
dan tes CE positif. Gigi 12 distolabiotorsiversi. Keadaan
gigi 11 menunjukkan adanya karies dentin kavitas kelas
III di sisi mesial dan distal. Tes sondasi negatif dan
tes CE positif. Keadaan gigi 21 menunjukkan adanya
karies profunda pada bagian mesial dan kavitas Kelas
III pada sisi distal dengan kedalaman dentin dengan
(a) (b)
tes sondasi positif, tes perkusi negatif, tes palpasi
Gambar 2. Radiograf preoperatif (a) periapikal dan (b)
negatif dan tes CE positif. Gigi 21 labioversi. Keadaan panoramik.
gigi 22 menunjukkan adanya karies dentin kavitas
Kelas III di sisi mesial dengan tes sondasi negatif
dan tes CE positif. Gigi 22 palatoversi. Keadaan gigi PENATALAKSANAAN KASUS
23 menunjukkan karies dentin kavitas Kelas III di sisi
mesial dengan tes sondasi negatif dan tes CE positif. Pada kunjungan pertama dilakukan pemeriksaan
Gigi 23 labioversi. Selain itu, gambaran klinis gigi geligi subjektif, objektif, dokumentasi foto intraoral, foto
rahang atas menunjukkan ketidakseimbangan gingival radiograf, pencetakan gigi geligi untuk model studi,
zenith antara gigi 12 dengan 22 dan gigi 11 dengan 21. analisis estetik, penegakan diagnosis, dan penentuan
rencana perawatan. Pasien diberi penjelasan
mengenai prosedur rencana perawatan dan biaya
serta waktu perawatan. Pasien sudah dijelaskan untuk
dilakukan perawatan ortodontik terlebih dahulu tetapi
menolak oleh karena alasan keterbatasan waktu.
(a) (b) Pasien menyetujui rencana perawatan ini maka pasien
Gambar 1. Gambaran klinis preoperatif gigi anterior rahang menandatangani informed consent.
atas dari (a) labial dan (b) oklusal. Setelah itu dilakukan analisis estetik meliputi analisis
Gambaran radiograf periapikal menunjukkan gigi wajah, analisis dentofasial, analisis senyum, analisis
11 terdapat gambaran radiolusen pada mahkota gigi dental, analisis gingiva, dan analisis ruang. Tinggi ideal
sisi mesial yang merupakan karies dan radiopak pada gigi 11 dan 21 (tepi insisal ke margin gingiva) adalah
mahkota gigi sisi distal berupa tumpatan dengan area 1/16 jarak batas bawah dagu sampai garis tengah
kontak yang tidak tepat. Gigi 21 menunjukkan adanya interpupil = 1/16x 12 mm = 7,5 mm. Tinggi gigi 11 dan
gambaran radiopak berupa tumpatan dengan area 21 pasien adalah 10,2 dan 10,8 sehingga dibutuhkan
kontak yang tidak tepat pada sisi mesial dan distal. gingival color pada veneer dan mahkota jaket porselin.
Gigi 22 menunjukkan adanya gambaran radiolusen di Pada perhitungan analisis ruang, jarak intercaninus
bagian servikal dari gambaran radiopak berupa karies sebesar 35 mm, jarak caninus ke median line (kanan)
sekunder di bawah tumpatan dengan area kontak sebesar 16,9 mm. Jarak caninus ke median line (kiri)
yang tidak tepat pada sisi mesial. Gigi 23 menunjukkan sebesar 18,1 mm. Perhitungan lebar mesiodistal gigi
adanya area radiolusen berupa karies sekunder di 11 dan 21 didapat dari analisis dentofasial yaitu 1/16
sisi mesial dan terdapat gambaran radiopak berupa jarak bizigomatik melalui garis tengah imajiner wajah.
tumpatan dengan area kontak yang tidak tepat pada Dari hasil pengukuran, didapatkan jarak bizigomatik
sisi mesial. pasien adalah 122 mm, maka lebar mesiodistal untuk
Diagnosis dari gigi-gigi tersebut yaitu gigi 12 karies masing-masing gigi 11 dan 21 adalah 1/16 x 122
email kavitas Kelas III di sisi mesial dengan malposisi mm = 7,62 mm. Selanjutnya dilakukan penetapan
distolabiotorsiversi, gigi 11 karies dentin kavitas kelas III lebar mesiodistal gigi 12 dan 22 berdasarkan golden
di sisi mesial dan distal, gigi 21 karies profunda dengan proportion yaitu C: I2: I1 (0,618 : 1 :1,618), maka
malposisi labioversi, gigi 22 karies dentin kavitas kelas didapatkan lebar mesiodistal gigi 11 atau 21 (dilihat
III di sisi mesial dengan malposisi palatoversi, dan gigi dari frontal) adalah 7,35 mm. Lebar mesiodistal gigi
23 karies dentin kavitas Kelas III di sisi mesial dengan 12 atau 22 adalah 4,54 mm. Lebar mesiodistal gigi 13

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Meliana Ganda Wijaya, Yulita Kristanti, Wignyo
Hadriyanto, Dayinah, Pribadi Santosa 69

atau 23 adalah 2,80 mm. Berdasarkan teori analisis


dentofasial, lebar gigi 11 dan 21 yang ideal adalah
7,62 mm sedangkan golden proportion sebesar 7,35.
Pada kasus ini gigi 11 dan 21 perlu direstorasi dengan
menambah ukuran mesiodistal untuk dapat mencapai
ukuran golden proportion (7,35 mm). Jarak mesial gigi
11 sampai distal 12 adalah 13,2. Lebar mesiodistal
gigi 12 adalah 13,2-7,62 = 5,58 mm (lebar mesiodistal
sesungguhnya). Gambar 5. Gambar menunjukkan aksis gigi geligi. Aksis gigi
12 menunjukkan distolabiotorsiversi. Aksis gigi 11 normal.
Aksis gigi 21 menunjukkan malposisi dengan bagian insisal
mengarah ke distal dan labioversi. Aksis gigi 22 menunjukkan
malposisi bagian insisal terlalu mengarah ke mesial dan
palatoversi. Aksis gigi 23 menunjukkan mesiolabiotorsiversi.
Pada analisis gingiva, gingival zenith gigi 11 lebih ke insisal
daripada gigi 21 dan gingival zenith gigi 22 lebih ke insisal
daripada gigi 12.

akar dikeringkan menggunakan paper point steril


dan kalsium hidroksid dimasukkan ke dalam saluran
Gambar 3. (a) Profil wajah pasien terlihat midline facial akar (UltraCal® XS, Ultradent). Kemudian kavitas
segaris dengan midline gigi anterior maksila dan (b) profil ditutup dengan tumpatan sementara (caviton, GC).
wajah pasien dari arah lateral sedikit cembung. Pada kunjungan ketiga (1 minggu setelah kunjungan
kedua), setelah dilakukan pemeriksaan subjektif
dan objektif dan pasien tidak memiliki keluhan pada
gigi 21 maka dilakukan obturasi pada gigi 21 dengan
teknik kondensasi lateral dengan sealer menggunakan
Endomethasone, Septodone.

Gambar 4. (a) Gambaran klinis posisi bibir pasien ketika


diam, (b) Gambaran klinis posisi bibir pasien ketika senyum
pasif, c) Gambaran klinis posisi pasien ketika senyum aktif.
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa garis senyum bibir
atas berada tepat pada margin gingiva (garis kuning) pada
gigi 12,11,21. Garis senyum bibir bawah seimbang dengan Gambar 6. Radiograf pengisian saluran akar gigi 21 tampak
dataran insisal gigi anterior maksila (garis biru). pengisian hermetis.
Pada kunjungan ke empat dilakukan crown
Setelah dilakukan analisis estetik, selanjutnya lengthening pada gigi 22. Sebelumnya sudah dilakukan
pembuatan model mock up menggunakan malam perhitungan crown lengthening, diawali dengan
abu-abu (Geo Snow White, Renfert) yang dapat mengukur kedalaman poket menggunakan probe.
digunakan untuk pembuatan mahkota jaket dan Dilakukan anestesi, gingiva bagian labial ditandai
veneer sementara. Pada kunjungan kedua, dilakukan dengan periodontal marker untuk diinsisi, gingiva
perawatan saluran akar pada gigi 21 dengan teknik diinsisi dengan pisau Kirkland pada bagian labial. Sisa
preparasi Stepback. Bahan irigasi saluran akar yang jaringan, debris dan kalkulus dibersihkan menggunakan
digunakan adalah NaOCl 2,5 % yang digunakan saat kuret, gingiva diirigasi dengan salin dan ditekan sedikit,
preparasi saluran akar. Setelah selesai dilakukan kemudian diaplikasikan periodontal pack (Coe-Pak, GC)
preparasi saluran akar dan diirigasi menggunakan pada area pembedahan. Crown lengthening dikontrol
NaOCl 2,5% dan akuades steril, kemudian saluran setelah seminggu kemudian.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
70 ESTETIK KOMPLEKS LIMA GIGI ANTERIOR MAKSILA DENGAN
CROWN LENGTHENING

dibuat sejajar. Preparasi palatal menggunakan round


end tapered bur dengan pundak pada margin gingiva.
Bentuk pundak chamfer.
Dilakukan preparasi veneer pada permukaan
labial gigi 12 dan 22 menggunakan deep marker bur
untuk menandai kedalaman preparasi, kemudian
dilanjutkan dengan bur taperred round end. Preparasi
ke arah servikal dilakukan hingga 0,5 mm di bawah
gingival margin, ke arah proksimal membentuk akhiran
chamfer hingga mendekati titik kontak. Preparasi ke
arah insisal melibatkan pemotongan insisal setebal 0,5
mm dan membentuk bevel ke arah palatal. Preparasi
diakhiri dengan bur diamond halus (pita kuning) untuk
menghaluskan permukaan preparasi.

Gambar 7. (a) Batas bagian labial yang ditandai dengan


pocket marker, (b) Pemakaian pisau Kirkland untuk insisi
gingiva bagian labial, (c) Hasil crown lengthening dari sisi
labial, (d) Aplikasi dressing pada area pembedahan dengan
periodontal pack, (e) Gingiva gigi 22 saat kontrol 1 minggu
setelah crown lengthening.

Pada kunjungan kelima, dilakukan tahap preparasi Gambar 8. Foto klinis preparasi mahkota jaket gigi 12 dan
jaringan keras gigi, preparasi saluran pasak, dan 11, serta preparasi veneer gigi 21 dan 22 dari labial
insersi pasak fiber prefabricated. Dilakukan preparasi
gigi 21 pada insisal menggunakan wheel diamond Dilakukan aplikasi gingiva retraction cord ukuran
bur dengan sudut palatoinsisal 45°. Preparasi bagian 000 sebelum dilakukan pencetakan rahang atas dan
labial dilakukan menggunakan round end tapered bawah. Setelah itu, mock up gigi 12, 11, 21, dan 22
bur dengan pundak terletak di subgingiva. Preparasi dilakukan dengan pencetakan menggunakan bahan
interproksimal dengan round end tapered diamond bur impression (Chemisil Clear).
dengan kemiringan 6°. Preparasi palatal menggunakan
round end tapered diamond bur dengan pundak
pada margin gingiva. Bentuk pundak chamfer. Setelah
dilakukan perhitungan preparasi pasak maka dilakukan
tracing pasak menggunakan radiograf, pengambilan
guta perca dan preparasi saluran pasak, pengepasan
pasak yang dikonfirmasi menggunakan radiograf,
insersi pasak menggunakan semen resin (Build IT-FR,
Pentron). Setelah pasak diinsersikan dan dibuat core Gambar 9. Cetakan untuk membuat mahkota jaket
build up, selanjutnya dilakukan preparasi veneer pada dan veneer sementara gigi 12, 11, 21, dan 22.
gigi 12 dan 11 serta preparasi mahota jaket porselin
pada gigi 21 dan 22. Gigi 12, 11, 21, dan 22 yang sudah dipreparasi,
Preparasi mahkota jaket gigi 21 dan 22 pada bagian dikeringkan kemudian diolesi dengan vaselin. Setelah
labial dilakukan menggunakan round end tapered itu, cetakan bahan impression (Chemisil Clear) diisi
diamond bur dengan pundak terletak di subgingiva dengan resin komposit flowable Z350 XT (3M),
(0,5 mm di bawah gingiva). Pengurangan proksimal gigi kemudian dimasukkan ke dalam gigi 12, 11, 21, 22
sebanyak ±1,5 mm dengan round end tapered diamond dan dilakukan penyinaran selama 20 detik dari labial
bur. Permukaan proksimal dipreparasi dengan derajat dan 20 detik dari palatal. Setelah itu, cetakan bahan
kemiringan 6o. Permukaan proksimal mesial dan distal impression (Chemisil Clear) dilepas. Kelebihan ekses

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Meliana Ganda Wijaya, Yulita Kristanti, Wignyo
Hadriyanto, Dayinah, Pribadi Santosa 71

dari komposit dibersihkan menggunakan bur tapered pita kuning dan dipoles menggunakan polishing brush
pita kuning. (Astrobrush, Ivoclar Vivadent). Dilakukan pengambilan
Kunjungan ke enam, dilakukan insersi veneer dan radiograf setelah selesai perawatan.
mahkota jaket porselin. Mahkota jaket dan veneer
sementara dibuka menggunakan crown remover,
kemudian dibersihkan dari debris menggunakan brush
dengan pumice dan dikeringkan. Dimasukkan gingival
retraction cord #000 (Ultrapack, Ultradent) pada sulkus
gingiva mengelilingi seluruh permukaan gigi, kemudian
dilepas, cuci dan keringkan. Mahkota jaket dan veneer
porselin dicobakan pada gigi 12, 11, 21, dan 22. Dilakukan Gambar 10. (a) Gambaran klinis preparasi kavitas Kelas III
pengecekan terhadap bentuk, warna adaptasi, retensi, gigi 23 (b) Hasil restorasi resin komposit kavitas Kelas III gigi
kontak dengan gigi sebelahnya, dan oklusinya. Bagian 23.
fitting surface veneer dan mahkota jaket porselin
diolesi dengan asam hidroflorik 5% (Ceramic Etching
Gel, Ivoclar Vivadent) menggunakan microbrush,
dibiarkan 20 detik kemudian dicuci bersih dengan air
selama 15 detik dan dikeringkan. Selanjutnya diolesi
bonding (Scotchbond Universal Adhesive, 3M ESPE)
dan dibiarkan mengering. Semen resin (RelyX Ultimate,
3M ESPE) disiapkan. Pada permukaan gigi 12,11,21,22
yang sudah dibersihkan dengan pumice dan sudah Gambar 11. Foto klinis gigi 12, 11, 21, 22 setelah dilakukan
sementasi veneer dan mahkota jaket porselin dan gigi 23
kering, dilakukan aplikasi etsa menggunakan asam
setelah dilakukan restorasi resin komposit.
fosfat 37% selama 15-20 detik kemudian dibersihkan
menggunakan air dan dikeringkan. Setelah itu aplikasi
bonding (Scotchbond Universal Adhesive, 3M ESPE)
menggunakan microbrush. Kedua pasta diaduk,
kemudian dimasukkan ke bagian dalam mahkota jaket
dan veneer porselin, ditekan perlahan, dan disinar 2
detik, kemudian ekses semen resin yang berlebihan
dibersihkan. Pada daerah proksimal dimasukkan dental
floss untuk mengetahui bahwa tidak terdapat semen Gambar 12. a) Foto radiograf perawatan saluran akar
gigi 21; b) Foto radiograf panoramik setelah perawatan
resin yang menutupi daerah proksimal. Setelah bersih
mahkota jaket dan veneer gigi 12, 11, 21, dan 22.
dari ekses semen resin, mahkota jaket dan veneer
disinar lagi masing-masing selama 20 detik pada bagian
labial, insisal, dan palatal.
Setelah itu, dilakukan restorasi kavitas kelas III
pada gigi 23. Tumpatan lama dibongkar dengan round
diamond bur, jaringan karies yang tersisa dibersihkan
dengan round metal bur dan ekskavator. Bevel dibuat
dengan menggunakan round diamond bur pada bagian
email (cavosurface).
Kavitas dilakukan etsa menggunakan asam fosfat
37%, disiram air sampai bersih, dikeringkan. Setelah itu,
diaplikasikan bonding generasi 5 (STAE) menggunakan
(a) (b)
microbrush, resin komposit yang digunakan adalah
Gambar 13. (a) Gambaran klinis profil wajah pasien
FiltexTM Z350 XT warna A2. Setelah selesai direstorasi,
sebelum dilakukan perawatan tampak dari fasial; (b)
dilakukan pengecekan oklusi dengan articulating Gambaran klinis profil wajah pasien setelah perawatan
paper. Tumpatan dihaluskan dengan fine finishing bur tampak dari fasial.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
72 ESTETIK KOMPLEKS LIMA GIGI ANTERIOR MAKSILA DENGAN
CROWN LENGTHENING

PEMBAHASAN struktur gigi yang tersisa untuk mengurangi tekanan


berlebih pada gigi dalam aspek restoratif, aspek
Tampilan estetik keseluruhan dari senyuman estetik, inklinasi, dan untuk mencapai morfologi gigi
manusia sebagian besar diatur oleh kesimetrisan dan yang natural6.
proporsionalitas gigi yang membentuk senyuman. Perawatan endodontik terutama preparasi akses
Gigi yang asimetris dengan gigi di sekitarnya akan yang berlebihan, dapat mengakibatkan banyaknya
mengganggu keseimbangan dan keselarasan estetik. jaringan gigi yang hilang sehingga melemahkan
Selain menjadi simetris, gigi anterior harus dalam struktur gigi. Struktur gigi yang hilang selama
proporsi yang tepat satu sama lain untuk mencapai perawatan endodontik meningkatkan risiko fraktur
estetika maksimal. Kualitas proporsionalitas bersifat mahkota. Sebagian besar gigi yang mengalami
relatif dan sangat bervariasi, tergantung pada faktor- kerusakan sebaiknya dikembalikan dengan restorasi
faktor posisi gigi, kesejajaran gigi, bentuk lengkung, dan mahkota jaket dan pasak. Pemilihan material dan
konfigurasi senyuman. Suatu teori proporsionalitas gigi teknik restoratif yang tepat ditentukan oleh jumlah
anterior rahang atas biasanya terlihat dalam senyuman struktur gigi yang tersisa. Restorasi gigi yang dirawat
yang melibatkan konsep golden proportion. Proporsi endodontik dirancang untuk melindungi gigi yang
estetik gigi ini didasarkan pada ukuran gigi yang tersisa dari fraktur, mencegah reinfeksi sistem
terlihat ketika dilihat secara lurus dan bukan ukuran saluran akar, dan mengganti struktur gigi yang hilang.
gigi yang sebenarnya. Meskipun perhitungan golden Persiapan preparasi mahkota jaket dan mahkota jaket
proportion bukan penentu mutlak estetik gigi, tetapi harus memenuhi persyaratan wajib yaitu ferrule (tinggi
dapat memberikan panduan praktis untuk menetapkan dinding aksial dentin) minimal 2-3 mm, dinding aksial
proporsionalitas gigi-gigi anterior1. harus sejajar, restorasi sepenuhnya mengelilingi gigi,
Cementoenamel junction dan osseous crest margin harus pada struktur gigi yang solid, preparasi
menentukan kelengkungan margin gingiva gigi yang mahkota dan mahkota jaket tidak boleh melanggar
disebut dengan gingival shape. Gigi insisivus lateral attachment gingiva7.
maksila biasanya memiliki bentuk gingiva oval. Gigi
insisivus sentral dan kaninus maksila biasanya memiliki KESIMPULAN
bentuk gingiva elips. Gingival zenith merupakan titik
paling apikal di mana gigi mulai terlihat dari free gingival Restorasi mahkota jaket porselin, veneer porselin,
margin. Posisi gingival zenith pada gigi insisivus sentral dan restorasi direk resin komposit adalah pilihan yang
biasanya agak ke distal dari axis gigi. Gingival zenith tepat untuk kasus gigi berlubang yang mengalami
pada insisivus lateralis maksila bertepatan dengan axis perubahan warna dan memerlukan koreksi bentuk.
gigi3.
Salah satu bahan restorasi yang memiliki tampilan DAFTAR PUSTAKA
alami seperti gigi manusia adalah porselin dengan
sifat yang sangat diinginkan dalam hal stabilitas 1. Heymann, H. O., Swift, E.J., Ritter, A. V., 2011, Sturdevant’s Art
and Science of Operative Dentistry, 6th ed., Elsevier, St. Louis.
warna, tembus cahaya dan transmisi cahaya yang
2. Gurel, G., 2003, The Science an Art of Porcelain Laminate
menyerupai email gigi, serta biokompatibilitas4. Veneers, Quintessence, Germany.
Dalam memilih bahan yang tepat, dokter gigi harus 3. Garg, N. dan Garg, A., 2015, Textbook of Operative Dentistry,
mempertimbangkan faktor obyektif dan subyektif 3rd ed., Jaypee, India.
serta harapan pasien5. Dalam beberapa kasus, untuk 4. Sakaguchi, R. L. dan Powers, J. M., 2012, Craig’s Restorative
Dental Materials, 13th ed., Elsevier, United States.
mengoreksi gigi malposisi agar berada pada posisi yang 5. Shillingburg, H. T., 2012, Fundamentals of Fixed Prosthodontics,
tepat, diperlukan preparasi sebagian mahkota gigi dan 4th ed., Quintessence, USA.
mengembalikannya dengan restorasi pasak, inti dan 6. Summit, J. B., Robbins, J. W., Hilton, T. J., Schwartz, R. S.,
mahkota jaket. Sehubungan dengan hal ini, perawatan Santos, J., 2006, Fundamentals of Operative Dentistry, 3rd ed.,
Quintessence, Germany.
endodontik diperlukan untuk dilakukan di atas gigi
7. Hargreaves, K. M. dan Berman, L. H., 2011, Cohen’s Pathways
yang terlibat, meskipun gigi-gigi ini biasanya utuh of the Pulp, 11th ed., Elsevier, Canada.
dan dalam kondisi vital. Oleh karena itu, diperlukan
beberapa pertimbangan dalam menentukan restorasi
pasca-endodontik yang didasarkan pada perlindungan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PO-16 73
Diandra, Irmaleny

PERAWATAN SALURAN AKAR GIGI MOLAR SATU MAKSILA DENGAN


RESTORASI ONLAY KOMPOSIT INDIREK
Diandra*, Irmaleny**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran,Bandung
ABSTRACT

Background :A tooth with a necrotic pulp requires endodontic treatment in order to maintain in the oral cavity.However,the
tooth after root canal treatment is more fragile than vital tooth due to loss of its structural integrity as a result of the
preparation of access or caries. This is a major consideration for determining the type of the restoration on the tooth
after root canal treatment. The case report was aimed to share the endodontic treatment which was followed by indirect
composite onlay on maxillary first right molar.
Case :A 35-year-old man patient came to RSGM FKG UNPAD with chief complained there were pain on his right maxillary
molar. Pain spontaneously several times about 2 months ago and now never feel pain again. Radiographs showed radiolucent
on occlusal to the pulp. Based on clinical examination, the tooth was a non vital pulp and not sensitive to percussion and
press tests .The tooth diagnoses was pulp necrosis in tooth 16.
Case management :The treatment plan was indirect onlay composite restoration.
Conclusion : Endodontic treatment with indirect onlay composite followed up restoration gave a good result based on
clinically and radiographic examinations.

Key words: Endodontic treatment,Indirect onlay composite,necrosis

PENDAHULUAN keluhan gigi belakang kanan atas berlubang.Gigi


terasa tidak nyaman saat dipakai makan, dan pasien
Pembuatan restorasi paska perawatan saluran melaporkan adanya riwayat sakit spontan dua bulan
akar agar gigi yang telah dilakukan perawatan saluran sebelumnya. Pasien ingin giginya dirawat.
akar terjaga kebersihan ruangan saluran pulpanya.
Pembuatan restorasi akhir dilakukan supaya gigi yang
sudah dilakukan perawatan saluran akar tidak perlu
dilakukan pencabutan dikarenakan kegagalan dari
perawatan saluran akarnya.1,2,3 Untuk keberhasilan
perawatan salurannya ,harus didukung dengan
restorasi akhir yang baik. Pilihan restorasi yang akan
dibuat setelah perawatan saluran akar hendaknya
sudah dipertimbangkan sebelum perawatan saluran
akarnya dimulai.3,4 Gambar 1. Gigi 16 terdapat karies yang luas dan dalam
Restorasi onlay adalah suatu restorasi yang
memberi perlidungan pada daerah oklusal dan dapat Pada radiograf terlihat gambaran radiolusen
melindungi jika struktur gigi yang hilang banyak.75 di oklusal mencapai tanduk pulpa. Berdasarkan
Laporan kasus ini akan memberi informasi mengenai pemeriksaan klinis, diketahui pulpa sudah non vital
pilhan restorasi yang kuat dan memberikan estetik dan tidak peka terhadap tes perkusi dan tekan.
dan fungsi yang baik pada gigi yang telah dilakukan Pemeriksaan ekstra oral, wajah terlihat simetris,
perawatan saluran akar. kelenjar submandibula kiri dan kanan tidak teraba
dan tidak sakit. Pemeriksaan intraoral, gigi 16
KASUS terlihat karies sudah mencapai pulpa, tes perkusi
dan tekan menunjukkan respon positif, pemeriksaan
Seorang pria berusia 35 tahun datang ke klinik palpasi menunjukkan respon negatif, jaringan sekitar
Spesialis Konservasi Gigi RSGM FKG UNPAD dengan dalam kondisi tidak ada kelainan dan tidak terdapat
Korespondensi: : Diandra, Residen konservasi gigi, Fakultas kedokteran gigi Universitas Padjadjaran,, jalan terusan Ciheulang no 236 Bandung,
andra160891@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
74 PERAWATAN SALURAN AKAR GIGI MOLAR SATU MAKSILA DENGAN
RESTORASI ONLAY KOMPOSIT INDIREK

kegoyangan gigi. pulpa dengan mengggunakan endoacces bur dan


Diagnosis yang ditegakkan pada kasus ini yaitu terlihat orifis.
tediagnosis nekrosis pulpa pada gigi 16. Rencana Eksplorasi saluran akar disto-bukal dan mesio-
perawatan yang akan dilakukan adalah perawatan bukal menggunakan K-file #8, #10 dan #15 panjang
saluran akar gigi 16,onlay komposit gigi 16. 2/3 panjang akar pada pre-operative foto serta
Prognosis pada kasus ini baik,oleh karena pasien palatal menggunakan K-file #8, #10 dan #15 panjang
kooperatif untuk merawat giginya,bentuk saluran akar 2/3 panjang akar pada pre-operative foto. Irigasi
lurus,struktur jaringan pendukung gigi baik dengan menggunakan larutan natrium hipoklorit (NaOCl)
tidak adanya kegoyangan gigi dan struktur sisa jaringan 5,25% sebanyak 2 ml dan keringkan dengan paper
keras gigi baik point. Hasil penghitungan panjang kerja saluran akar
distobukal adalah 21 mm, mesiobukal adalah 21, dan
palatal 23 mm. Konfirmasi dengan electronic apex
locator (MORITA) (Gambar 4).

Gambar 2. Gambaran radiografis gigi 16, karies mencapai


tanduk pulpa

PENATALAKSANAAN KASUS

Pada kunjungan pertama pada tanggal 11 Januari Gambar 4. Foto radiografis panjang kerja
2018 dilakukan pemeriksaan subyektif, obyektif, foto
intraoral gigi 16 (Gambar 1), radiograf (Gambar 2), yang Pemasangan rubber dam untuk mencegah
diikuti dengan penegakkan diagnosis. Selanjutnya, kontaminasi saliva. Gigi 16 dilakukan preparasi
memberi penjelasan kepada pasien mengenai kondisi biomekanik dengan menggunakan Rotary Instrumen
gigi, rencana perawatan dan jumlah biaya perawatan Mtwo. Preparasi saluran akar dimulai dengan
serta mengisi dan menandatangani informed consent. menggunakan file MTwo #10 kemudian saluran akar
Dilakukan pemeriksaan saliva dan faktor resiko karies diirigasi kembali. Preparasi dilanjutkan sampai file
serta skeling dan DHE Infiltrasi pada bagian bukal dan MTwo #25 (6%), sesuai panjang kerja. (Gambar 5)
palatal. Buang gingiva yang menutupi bagian mesial
gigi dengan ekskavator tajam lalu lakukan pembersihan
seluruh jaringan karies, pembukaan akses ke pulpa,
pengambilan seluruh jaringan pulpa (Gambar 3)

Gambar 5 Gambar hasil preparasi saluran akar

Setiap pergantian file diirigasi dengan NaOCl


Gambar 3. Gigi 16 akses kavitas 5,25% sebanyak 2 ml dan file yang masuk ke dalam
Membuka dan merapikan akses ke dalam kamar

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Diandra, Irmaleny 75

saluran akar selalu diolesi dengan EDTA 15% (RC Prep).


Disinfeksi saluran akar dengan kalsium hidroksida
(Ultracal, Ultradent). Kavitas diberi cotton pellet
dan ditutup sementara (Cavit). Pasien diminta untuk
kembali 1 minggu kemudian.
Pada kunjungan kedua tanggal 18 Januari 2018
tumpatan sementara dibuang dengan menggunakan
round Pemilihan master point saluran akar dilakukan
sesuai no file MTwo yang terakhir digunakan pada
saluran akar mesio-bukal dan disto-bukal yaitu #25
dan master point saluran akar palatal yaitu #35 dan
dimasukan ke dalam saluran akar sampai mencapai Gambar 7. Radiograf pengisian saluran akar gigi 16
panjang kerja dan dievaluasi menggunakan radiograf
(Gambar 6). Setelah pengisian saluran akar selesai bersihkan
kavitas dengan cotton pellet yang dibasahi dengan
alkohol 70% untuk menghilangkan sealer yang
berlebih. Saluran akar bagian palatal kurangi 2 mm
dari koronal kemudian isi dengan flowable composite
sampai kamar pulpa sebagai basis. Preparasi onlay
komposit gigi 16 (gambar 8 ) dan lakukan pemilihan
warna untuk onlay komposit dengan warna A3.

Gambar 6. Foto radiografis master points gutta-percha.

Setelah didapat master point, maka saluran akar


diirigasi kembali dengan NaOCl 5,25% sebanyak 2,5
ml, EDTA solution 17% sebanyak 1 ml dan bilas saluran
dengan aqua destilata. Saluran akar dikeringkan
dengan paper point steril dan dimasukkan perlahan-
lahan. Teknik pengisisan dengan menggunakan teknik Gambar 8. Preparasi onlay komposit gigi 16
single cone. Sealer (AH plus, Dentsply) dipersiapkan,
diaduk sesuai petunjuk pabrik. Mula-mula saluran akar Selanjutnya dilakukan pencetakan dengan
diolesi dengan semen saluran menggunakan lentulo. menggunakan sendok cetak partial serta bahan
Gutaperca utama disterilkan terlebih dahulu didalam cetak alginate untuk rahang bawah, dan bahan cetak
larutan NaOCl 5,25% selama 1 menit, bilas alkohol dan elastomer untuk rahang atas dengan tehnik double
keringkan. Setelah itu gutaperca utama dioles dengan impression. Dilakukan pembuatan gigitan lilin untuk
semen saluran akar pada 1/3 apikal dan dimasukan oklusi, selanjutnya kavitas dibersihkan dan ditutup
perlahan ke dalam saluran akar. Kepadatan pengisian dengan tambalan sementara.
dilihat dengan fotoradiografis, jika sudah padat dan Hasil cetakan dicor untuk mendapatkan model gigi,
mencapai panjang kerja maka gutaperca dipotong setelah keras model dilepas dari cetakan. kemudian
sampai ± 2 mm lebih apical dari orifice. Dan lakukan dibuat die lock dengan bagian interdental dipotong
kondensasi vertical dengan finger plugger agar padat dan dipasang sliding lock. Restorasi komposit hibrida
(gambar 7) (3M Filtek™P60) dilakukan selapis demi selapis
dan dipolimerisasi dengan curing lamps LED, hingga
didapatkan bentuk anatomi yang baik dan tidak ada
prematur kontak.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
76 PERAWATAN SALURAN AKAR GIGI MOLAR SATU MAKSILA DENGAN
RESTORASI ONLAY KOMPOSIT INDIREK

Gambar 9 Pembuatan Onlay pada Die Lock


Gambar 12 Gigi 16 tampak oklusal
Setelah restorasi selesai dibuat di model, selanjutnya
dilakukan post curing untuk menyempurnakan Pasien datang kembali pada tanggal 25 Februari
polimerisasi dengan menggunakan oven selama 2018 untuk dilakukan kontrol. Keluhan pasien tidak
10 menit pada suhu 120 0C, terakhir dilakukan ada,tidak ada keluhan subjektif dan objektif. Pasien
penghalusan restorasi dengan bur fine finishing bor merasa puas.
dan alat poles komposit enchance (Dentsply). Gigi 16
ditambal dengan tambalan sementara dan menunggu PEMBAHASAN
kunjungan berikutnya.
Pada kunjungan berikutnya tanggal 29 Januari 2018 Gigi yang telah dilakukan perawatan endodontik,
dilakukan pemeriksaan klinis pada gigi dan jaringan umumnya mengalami kehilangan sebagian struktur
sekitarnya dan diketahui tidak ada kelainan, kemudian pendukungnya disebabkan oleh preparasi akses ke
lakukan tes perkusi pada gigi 16 dan hasilnya negatif, kamar pulpa dan saluran akar. Restorasi gigi yang
tambalan sementara dibersihkan. Onlay komposit telah dirawat endodontik merupakan suatu tantangan,
dicobakan pada gigi 16 untuk di cek oklusi, kerapatan karena gigi tersebut telah di preparasi sebagai bagian
tepi, titik kontak dan embrasure. dari perawatan endodontik yang menyebabkan
Sementasi onlay komposit menggunakan RELYX 3M. kehilangan sebagian struktur giginya
Pengambilan radiografis untuk memastikan kerapatan Restorasi pasca endodontik membutuhkan desain
tepi (Gambar 10) dan foto klinis (Gambar 11, gambar yang dapat melindungi sisa jaringan gigi dari fraktur
12) dan mencegah terjadinya reinfeksi melalui sistem
saluran akar serta menggantikan struktur gigi yang
hilang.6 Bila beberapa bonjol gigi yang hilang namun
masih memiliki ketebalan struktur email dentin yang
cukup dan pasien menginginkan restorasi sewarna gigi,
maka onlay komposit indirek bisa menjadi salah satu
pilihan.
Secara umum restorasi komposit gigi dibagi
menjadi dua golongan yaitu, restorasi direk dan
restorasi indirek.7 Restorasi ini masing masing memiliki
Gambar 10. Gambaran radiografis gigi 16 kelebihan dan kekurangan, pada restorasi komposit
direk memiliki keuntungan antara lain; estetik baik,
pembuangan jaringan yang minimal, preparasi lebih
mudah, lebih ekonomis, waktu lebih singkat, sedangkan
kekurangannya adalah; pengerutan akibat polimerisasi
dan abrasi, untuk mengatasi kekurangan komposit
secara direk dikembangkan restorasi komposit secara
indirek.
Pada kasus ini setelah dilakukan perawatan
endodontik dibuat onlay komposit kelas II dengan
Gambar 11. Gigi 16 tampak bukal tehnik indirek. Tehnik indirek komposit dipilih dengan
pertimbangan struktur gigi yang tersisa cukup dan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Diandra, Irmaleny 77

pasien menginginkan tumpatan sewarna dengan gigi. Shrinkage yang terjadi setelah polimerisasi pada
Indikasi onlay komposit indirek adalah pada kavitas onlay komposit indirek dapat dikompensasi dengan
yang luas, estetik lebih baik, karena warna dapat menggunakan semen resin sehingga mengurangi
disesuaikan dengan gigi asli sesuai dengan keinginan kebocoran marginal, mencegah terjadinya karies
pasien, sedangkan kontra indikasinya adalah pasien sekunder dan pewarnaan gigi.9
dengan kebiasaan parafungsi, ketidakmampuan
menciptakan lingkungan yang kering, kerusakan KESIMPULAN
mahkota mencapai daerah subginggival.1,2
Onlay komposit indirek memiliki beberapa Untuk memperkuat struktur gigi yang tersisa setelah
keuntungan antara lain kemampuan memperkuat dilakukan perawatan endodontik dipilih restorasi onlay
struktur gigi yang tersisa, dapat mengurangi shrinkage komposit indirek karena dapat memberikan kekuatan,
yang terjadi pada saat polimerisasi, dapat membentuk bentuk dan fungsi gigi, memberikan estetik yang baik
kontur dan kontak yang lebih akurat, biokompatibel, serta memberikan kepuasan pada pasien
keadaan fisik lebih baik, menghindari kontaminasi
saliva pada saat pengerjaan serta mudah dikoreksi bila DAFTAR PUSTAKA
terjadi kerusakan. Akan tetapi, terdapat kelemahannya
adalah, biaya dan waktu bertambah serta dibutuhkan 1. Sherwood IA, Esential of operative Dentistry 1st ed, Jaypee
LTD.2010. Hal 425-429.
ketrampilan dalam proses laboratorium untuk
2. Sherwood IA, Esential of operative Dentistry 1st ed, Jaypee
mendapatkan restorasi yang akurat.1,2 LTD 2010. Hal. 52-53.
Pada preparasi onlay pengambilan kedalaman 3. Terry DA, Leinfelder KF, Developing Form, Functional and
kavitas sedalam 1,5- 2 mm agar tersedia ketebalan Natural Aestetics With Laboratory Prossed Composite Resing-
bahan restorasi yang cukup kuat menahan daya Parti, Pract. Proced. Aesteth. Dent, Jun 2005, 17(5), 313-8.
Availabel fr: www. Ncbc.nlm.nih.gov.
kunyah. Internal line angle dibulatkan dan tepi kavitas 4. Robbins J William, Fasbinder DJ. Esthetics Inlays and Onlays
dibevel dengan tujuan untuk mengurangi stress pada in Fun Damentals of Operative Dentistry A Contemporery
saat polimerisasi dan kemungkinan terjadinya fraktur Approach 2nd Ed, San Antonio, Texas, Quintessence. Inc, 2000.
pada restorasi. Pembuatan dinding kavitas yang tegak 5. Steen Howard. Aestetics Dentistry With Indirect Resins,
London, UK. Quintessence Publishing Co, LTD. 1992.
dan sedikit membuka kearah oklusal sebesar 30- 50
6. Messer HH, Wilson PR, Preparation for Restoration and
dengan maksud agar memudahkan arah pemasangan Temporization. In: Walton RE, Torabinejad M, Prinsiples an
restorasi pada saat penyemenan. Retensi dari restorasi Practice of Endodontics, 3 rd ed, Saunder : Philadelphia.
yang menggunakan komposit secara indirek sangat 200; 268-94.
dipengaruhi semen luting yang merupakan perantara 7. Roberson TM, Harald OH, Sturdevan’s Art and science
operative Dentistry. 5thed. St. Louise: Mosby Co. 2006. P 603-
antara restorasi dengan permukaan gigi.1,3 611.
Semen resin self adhesive dual cure digunakan 8. Cohen S, Hargreaves KM, Pathways of the pulp 9thed, St.
karena kemampuannya berikatan dengan struktur Louis, Mis Souri, Mosby Inc, 2006 hal: 786-791.
gigi maupun restorasi, memiliki ketahanan terhadap 9. Lin-hu, W, et al. 2001. Effect of etching treatment on the bond
strength of a new self adhesive resin cememt. Journal of US-
abrasi, memiliki solubilitas yang rendah dan sifat
China Medical Science(4)5:34-38
mekanis yang lebih baik.1,4
Restorasi onlay komposit pada kasus ini dilakukan
secara selapis demi selapis dan dilakukan polimerisasi
sekunder dengan menggunakan oven pada suhu 120
0C selama 10 menit untuk penyempurnaan proses
polimerisasi sehingga dapat meningkatkan sifat fisik
yang meliputi kekerasan, wear resistance selain itu
mengurangi shrinkage serta menghasilkan stabilitas
warna yang baik.5,8
Leinfelder (2005) mengatakan bahnwa post curing
atau secondary polymerization dapat memperbaiki
degree of conversion dan microleakage menjadi
berkurang setelah dilakukan pemanasan pada onlay.9

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
78 PO-17 MANAJEMEN KONVENSIONAL RESORPSI AKAR EKSTERNAL PADA
GIGI ANTERIOR PASCA TRAUMA

MANAJEMEN KONVENSIONAL RESORPSI AKAR EKSTERNAL PADA


GIGI ANTERIOR PASCA TRAUMA
Aristya Purnama Dewi*,Wignyo Hadriyanto**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Root resorption, usually found through radiographic examination is an internal or external injury. This case
demonstrates external root resorption arrest and formation of an apical barrier by conventional endodontic therapy
combined with calcium silicate-based sealer and a Mineral Trioxide Aggregate (MTA) apical plug. The upper right central
incisor exhibited external root resorption. Mineral Trioxide Aggregate apical plug backfilled with gutta-percha was performed
and the access cavity was restored with composite resin. Aim of this study is to evaluate root resorption after apexification
using Mineral Trioxide Aggregate (MTA) and calcium silicate-based sealer on right maxillary lateral incisor.
Case: A 16-year-old female was reffered from the oralmaxillofacial department for evaluation and treatment of the upper
incisor. The tooth had suffered previously from a traumatic injury 2 months ago. The tooth had been treated and no symptoms
had been noted. Clinical examinations revealed no mobility of the upper incisor. A radiographic examination showed the
presence of a external resorption in tooth 12.
Case management: Apexification with MTA and root canal filling combining custom gutta-percha cone with calcium silicate-
based sealer. The access cavity was prepared and restored with composite resin.
Conclusion: Mineral Trioxide Aggregate as apical plug material and calcium silicate-based sealer can be used as the
management of external root resorption.

Keyword: Traumatic Injury, External root resorption, Mineral Trioxide Aggregate (MTA), calcium silicate-based sealer,
apexification.

PENDAHULUAN adalah tergantung pada etiologinya. Perawatan saluran


akar non bedah dilakukan segera untuk mencegah
Trauma merupakan salah satu penyebab terjadinya hilangnya jaringan keras dan kerusakan akar lebih
kelainan pulpa sehingga pulpa menjadi nekrosis. lanjut.
Resorpsi merupakan kondisi yang berkaitan dengan Perawatan endodontik bertujuan menghilangkan
proses fisiologis maupun patologis yang menyebabkan sumber infeksi dengan terbentuknya penutupan
hilangnya dentin, sementum, dan tulang. Resorpsi apikal3. Penutupan yang sempurna menggunakan
akar dapat diklasifikasikan menjadi resorpsi akar material yang biokompatibel penting untuk mencegah
internal dan resorpsi akar eksternal. Resorpsi akar terjadinya infeksi berulang. Perawatan endodontik
internal diawali dari dalam ruang pulpa yang ditandai pada kasus resorpsi akar eksternal disertai apeks
dengan hilangnya dentin dan jaringan pulpa vital. terbuka membutuhkan manajemen khusus yaitu
Resorpsi akar eksternal terjadi di luar permukaan parsial pulpotomi, apeksogenesis dan apeksifikasi.
akar, dan penyebabnya bisa bervariasi. Resorpsi akar Apeksifikasi merupakan metode untuk menginduksi
eksternal dapat disebabkan karena traumatik injuri, terbentuknya barier kalsifikasi pada akar dengan
gerakan gigi ortodontik, atau infeksi kronis pulpa atau apeks terbuka atau melanjutkan pembentukan akar
struktur periodontal sehingga terjadi inflamasi yang yang belum sempurna. Setelah dilakukan apeksifikasi,
terlokalisir1. Resorpsi akar eksternal secara klinis tidak selanjutkan dilakukan pengisian gutaperca dan siler4.
menimbulkan gejala (asimptomatik) pada periode Apeksifikasi menggunakan Mineral trioxied
awal. Resorpsi akar akibat trauma yang terjadi pada Aggregate (MTA) merupakan metode yang tepat untuk
apikal dapat menyebabkan terjadinya apeks terbuka manajemen apeks terbuka. Mineral trioxide aggregate
Secara radiografi, tampak area radiolusen pada (MTA) merupakan bahan bioaktif yang mempunyai
permukaan akar eksternal dan berdekatan dengan sifat-sifat radiopak, dimensi stabil, material tidak
tulang2. Penatalaksanaan resorpsi akar eksternal sensitif terhadap kelembaban dan kontaminasi
Korespondensi: Aristya Purnama Dewi, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta,
Indonesia. E-mail: aristyapd16@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aristya Purnama Dewi,Wignyo Hadriyanto 79

darah2. Material MTA mampu membentuk barier dan


mencegah terjadinya kebocoran, selain itu material
MTA bersifat biokompatibel, membentuk jembatan
dentin, sementum dan regenerasi ligamen periodontal.
Studi klinis telah mengkonfirmasi biokompatibilitas
bahan ini dan telah menunjukkan efek induktif jaringan
keras5.
Laporan kasus berikut menunjukkan perawatan
saluran akar secara konvensional atau non bedah pada
kasus resorpsi akar eksternal dan penggunaan MTA
sebagai penutupan apikal kasus apeks terbuka. Gambar. 1. A. Foto Klinis dari sisi labial, B. Foto oklusal
Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk tampak tidak ada kavitas, C. Radiograf preoperatif gigi 12
mengevaluasi resorpsi akar setelah apeksifikasi menunjukkan apeks terbuka serta terdapat area radiolusen
menggunakan Mineral Trioxide Aggregate (MTA) yang pada ujung apeks dan sisi lateral akar gigi.
dilanjutkan pengisian gutaperca dan sealer kalsium
silikat pada insisivus lateralis kanan maksila. Rencana perawatan gigi 12 yaitu Apeksifikasi dengan
MTA dilanjutkan obturasi gutaperca menggunakan
KASUS siler kalsium silikat dan restorasi direct resin komposit
kavitas klas I. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
Pasien wanita 16 tahun datang ke klinik Konservasi sistemik maupun alergi obat.
Gigi RSGM Prof Soedomo atas rujukan dari klinik Bedah
Mulut untuk evaluasi dan perawatan gigi insisivus PENATALAKSANAAN KASUS
atas. Gigi tersebut mengalami cedera trauma pada 2
bulan yang lalu dan sudah selesai dilakukan perawatan Pada kunjungan pertama, pasien dilakukan
berupa reposisi dan splinting. pemeriksaan subjektif dan objektif, foto klinis intraoral
Pemeriksaan klinis gigi 12 tidak menunjukkan dan foto radiografi untuk mendukung diagnosis dan
mobilitas yang signifikan dan tidak ada kavitas (gambar rencana perawatan serta pasien dijelaskan mengenai
1A dan 1B). Pemeriksaan sondasi (-), perkusi (+), palpasi prosedur dan biaya selanjutnya pasien diminta
(+), dan tes vitalitas/CE (-). Pemeriksaan radiografi menandatangani informed consent setelah mengerti
periapikal intraoral pada gigi #12 menunjukkan adanya dan menyetujui prosedur rencana perawatan. Gigi
area radiolusen diameter ± 3 mm di area apikal gigi dan 12 diisolasi menggunakan rubber dam dan dilakukan
resorpsi akar pada sisi lateral maupun apikal (gambar pembukaan akses ke saluran akar gigi pada sisi palatal
1C). Diagnosis gigi 12 adalah gigi non vital disertai kemudian dilakukan debridemen pulpa dan di irigasi
periodontitis apikalis asimptomatik dan resorpsi akar dengan NaOCl 2,5% dan salin. Penentuan panjang kerja
eksternal. menggunakan Electronic Apex Locator (EAL) (ApexID,
Sybronendo) dan dikonfirmasi menggunakan radiografi
periapikal (Gambar 2), selanjutnya dilakukan preparasi
saluran akar menggunakan K-file dengan teknik
gerakan circumferencial filling. Setiap pergantian file
dilakukan irigasi dengan NaOCl 2,5% dan salin untuk
menghilangkan jaringan nekrotik dan serbuk dentin
yang ada di saluran akar menggunakan jarum irigasi
30G. Irigasi terakhir saluran akar dengan NaOCl 2,5%,
EDTA 17%, Chlorhexidine digluconate 2%. Saluran
akar dikeringkan dengan paper poin dan diaplikasikan
bahan dresing pasta kalsium Hidroksida (Ultracal XS,
Ultradent), lalu kavitas diberi cotton pellet dan ditutup
dengan tumpatan sementara (Caviton, GC).

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
80 MANAJEMEN KONVENSIONAL RESORPSI AKAR EKSTERNAL PADA
GIGI ANTERIOR PASCA TRAUMA

Orifis ditutup menggunakan SIK sebagai lapisan


base selanjutnya aplikasikan etsa asam fosfat 37%, bilas
kemudian aplikasikan bonding generasi V dan disinar
menggunakan light curing unit selama 10 detik. Resin
komposit SDR Bulk Fill Flowable diaplikasikan pada
dasar permukaan hingga kedalaman dentin. Dilakukan
penyinaran selama 20 detik dilanjutkan aplikasi resin
komposit Z250 kemudian dilakukan penyinaran selama
20 detik. Finishing restorasi dengan menggunakan bur
fine pear shaped. Polishing dilakukan dengan rubber
Gambar 2. Radiograf pengukuran panjang kerja silicone bur.
Pada kunjungan kedua (1 minggu setelah kunjungan Kunjungan keempat (1 minggu kemudian) dilakukan
pertama), dilakukan pemeriksaan subyektif dan kontrol pasca restorasi dari pemeriksaan subjektif tidak
obyektif. Pasien tidak memiliki keluhan, tumpatan ada keluhan terhadap hasil perawatan dan pemeriksaan
sementara masih bagus, tidak terdapat eksudat objektif hubungan tepi restorasi baik, kontur baik, tidak
dan darah di saluran akar, dan perkusi negatif. ada traumatik oklusi. Pemeriksaan perkusi dan palpasi
Bahan dressing dibersihkan menggunakan irigasi tidak terdapat rasa sakit. Pemeriksaan radiografis
dengan NaOCl 2,5% hingga bersih dan dikeringkan tampak area radiolusen pada apikal mengecil dan tidak
menggunakan paperpoint steril. Untuk mencegah ada perluasan resorpsi akar eksternal (Gambar 4).
keluarnya pengisian saluran akar di ujung apikal,
Mineral Trioxide Aggregate (MTA) (ProRoot MTA
White, Dentsply) diaplikasikan pada sepertiga apikal
menggunakan MAP dan dipadatkan menggunakan
plugger endodontik, ukuran 5/7 (Dentsply, Maillefer,
Ballaigues, Swiss) sebagai apikal plug. Ketebalan MTA
± 5 mm pada apikal gigi 12. Paper point yang telah
dibasahi akuades steril dimasukkan ke dalam saluran
akar dengan ujung paper point menempel pada MTA
dengan tujuan mempercepat seting MTA dan ditutup
dengan tumpatan sementara (Caviton, GC), selanjutnya Gambar 4. Radiograf periapikal saat kontrol 1 minggu,
dilakukan konfirmasi secara radiografi periapikal. Pada tampak lesi mengecil dan resorpsi akar eksternal tidak
kunjungan ketiga yaitu 1 minggu kemudian, tumpatan meluas
sementara dibuka dan dilanjutkan obturasi dengan
gutaperca dan siler kalsium silikat (BioRootTM RCS, Pasien dilakukan kontrol kembali setelah 2
Septodont) menggunakan teknik kondensasi lateral. bulan untuk tindak lanjut klinis dan radiografi. Pada
Radiografi periapikal gigi 12 diambil untuk memastikan pemeriksaan klinis 12 fungsional gigi terhadap perkusi
bahwa saluran akar terisi sempurna dan terlihat atau palpasi hasilnya negatif. Gigi menunjukkan
hermetis (Gambar 3). mobilitas fisiologis normal. Radiografi periapikal
menunjukkan regresi dalam ukuran radiolusensi
periapikal dengan tanda-tanda perbaikan osseous
dan tidak ada perkembangan lebih lanjut dari
resorpsi eksternal. Ada inisiasi penyembuhan osseous
berdekatan dengan area resorpsi pada permukaan
akar (Gambar 5 (A), 5 (B), dan 5 (C)).

Gambar 3. Radiograf periapikal obturasi gigi 12, terlihat


sudah hermetis

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aristya Purnama Dewi,Wignyo Hadriyanto 81

saluran akar dan periodonsium, sehingga diperlukan


bahan penutup yang biokompatibel dan mendukung
regenerasi struktur pendukung2. Salah satu bahan
yang dapat digunakan adalah Mineral trioxide
aggregate (MTA) karena memiliki sifat biokompatibel,
kemampuan penyegelan yang baik, dan menginduksi
regenerasi jaringan peri-radikular seperti tulang
ligamen periodontal dan sementum6. Mineral
Trioxide Aggregate (MTA) merupakan bahan bioaktif
yang digunakan sebagai apikal plug karena dapat
menginduksi pembentukan barier kalsifikasi apikal dan
proses penyembuhan. Namun perawatan endodontik
dan restorasi tetap dapat diselesaikan tanpa menunggu
pembentukan barier1,2.
Adanya lesi periapikal dan resorpsi akar eksternal
pada sisi lateral gigi juga dapat menyebabkan rapuh
maupun hilangnya gigi apabila tidak segera dilakukan
perawatan. Resorpsi akar eksternal dipicu oleh
trauma mekanis, yang mengakibatkan hancurnya
Gambar 5. Radiograf kondisi awal gigi 12 terdapat lesi
periapikal dan resorpsi akar eksternal (A). Radiograf gigi
sementoblast dan hilangnya precementum dan
12 setelah dilakukan perawatan dan tumpatan resin kadang-kadang sementum di area permukaan akar.
komposit (B). Radiograf gigi 12 setelah kontrol 2 bulan Proses resorptif dipengaruhi oleh adanya produk-
kemudian terdapat proses healing, lesi sudah berkurang produk bakteri dari saluran akar yang terinfeksi
dan terbentuk barier kalsifikasi pada sisi yang mengalami yang menyediakan rangsangan terus menerus yang
resorpsi akar eksternal (C). memperparah resorpsi. Dengan demikian, manajemen
pengobatan untuk resorpsi akar eksternal harus
PEMBAHASAN melibatkan eliminasi bakteri dan produk sampingan
mereka dari sistem saluran akar dan tubulus
Resorpsi akar eksternal adalah kondisi patologis dentin untuk menghentikan proses inflamasi yang
yang disebabkan oleh beberapa faktor etiologi, melibatkan permukaan akar untuk memungkinkan
respon inflamasi ini dapat diperburuk dengan adanya regenerasi periodonsium7,8. Obturasi menggunakan
kontaminasi bakteri dan produk sampingan mereka di gutaperca dengan siler berbahan dasar kalsium silikat
dalam sistem saluran akar dan tubulus dentin setelah (BioRootTM RCS, Septodont) karena memiliki daya
nekrosis pulpa dan tidak adanya perlindungan pada flow yang besar serta dapat menciptakan lingkungan
sementum1. Resorpsi akar eksternal merupakan salah yang menguntungkan untuk penyembuhan periapikal,
satu kondisi gigi yang paling sulit untuk diobati; dan percepatan proses apeksifikasi dan regenerasi
tidak semua kasus resorpsi eksternal dapat dilakukan tulang, dan memberikan obturasi hermetik sehingga
tindakan endodontik non bedah. Beberapa hal perlu diharapkan dapat mencegah perluasan resorpsi akar
diperhatikan dalam kasus apeks terbuka akibat eksternal dan penyembuhan lesi periapikal pada gigi
resorpsi yaitu debridemen pulpa, disinfeksi saluran 12. BioRoot™ RCS bersifat bioaktif dengan menstimulasi
akar dan penutupan yang optimal. Salah satu tujuan proses fisiologis tulang dan mineralisasi struktur
perawatan endodontik adalah terbentuknya barier dentin sehingga dapat menciptakan lingkungan yang
apikal atau penutupan yang dapat mencegah ekstrusi menguntungkan untuk penyembuhan periapikal.
bahan pengisi saluran6. Selain itu memiliki sifat biokompatibel, memacu
Dalam kasus ini, pasien mengalami riwayat pembentukan hidroksiapatit, menciptakan pH alkalin
trauma yang menyebabkan apeks terbuka dan dan kemampuan penyegelan yang baik9.
dapat mempersulit perawatan endodontik sehingga Perbaikan jaringan periradikular terdiri dari
diperlukan pembentukan apikal plug. Apeks terbuka kompleks regenerasi yang melibatkan tulang,
menyebabkan terbukanya jalur komunikasi antara ligamen periodontal, dan sementum. Dua bulan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
82 MANAJEMEN KONVENSIONAL RESORPSI AKAR EKSTERNAL PADA
GIGI ANTERIOR PASCA TRAUMA

setelah perawatan selesai berdasarkan pemeriksaan Orthograde Apical Plug of Mineral Trioxide Aggregate and
radiografis tampak adanya pengurangan ukuran lesi, Root Canal Filling Combining Custom Gutta-percha Cone with
Calcium Silicate-based Sealer. Giornale Italiano di Endodonzia.
penyembuhan ligamen periodontal dan terjadi proses 2017; (31): 89-95.
regenerasi pada daerah lateral akar gigi 12 yang 5. Abu-Hussein M., Abdulghani A., and Abu-Shilabayeh H.
mengalami resorpsi akar eksternal10. Mineral Trioxide Aggregate (MTA) in Apexification: Case
Report. Endodontology. 2013; 25(2): 97-101.
6. Ashwini T.S., Hosmani N., Patil C.R., and Yalgi V.S. Role of
KESIMPULAN
Mineral Trioxide Aggregate In Management of External Root
Resorption. J Conserv Dent. 2013; 16(6): 579-581.
Perawatan apeksifikasi dan obturasi saluran akar 7. Utneja S., Garg G., Arora S., and Talwar S. Case Report
yang hermetis pada resorpsi akar eksternal dilakukan Nonsurgical Endodontic Retreatment of Advanced
untuk mendukung pembentukan sementum, tulang Inflammatory External Root Resorption Using Mineral Trioxide
Aggregate Obturation. Hindawi Publishing Corporation. 2012;
dan ligamen periodontal dalam proses pembentukan 1-5.
akar. Bahan bioaktif baru seperti MTA (Mineral Trioxide 8. Wadhwani S., Singh M.P., Agarwal M., and Singh S.K.
Aggregate) digunakan sebagai barier apikal dilanjutkan Case Report Endodontic Management of Pathologic Root
obturasi dengan gutaperca dan siler kalsium silikat Resorption using EndoSeal Mineral Trioxide Aggregate. IJPRD.
2017; 7(1): 34-37.
(BioRootTM RCS). Material MTA dan siler kalsium silikat
9. Camps. Bioactivity of A Calcium Silicate-based Endodontic
dapat menginduksi pembentukan jaringan keras. MTA Cement (BioRoot™ RCS): Interactions With Human Periodontal
digunakan untuk apeksifikasi karena dapat digunakan Ligament Cells In Vitro, J Endod 2015; 41 (9): 1469–73.
sebagai apikal plug dan menginduksi pembentukan 10. Gadzhula, N.G. Clinical Effectiveness Of Treatment The Patients
jaringan keras pada apeks yang terbuka. Kelebihan With Chronic Apical Periodontitis. IJMMR. 2016; 2(2): 30-33.
dari MTA bersifat biokompatibel terhadap jaringan
periradicular, mengaktifkan fosfat alkali, kemampuan
penyegelan yang baik, pembentukan material seperti
osteoid, sitotoksik rendah, waktu kerja lebih lama dan
diatur dalam suasana kelembaban. Dalam kasus ini,
MTA adalah material pilihan yang dapat digunakan
untuk penyembuhan resorpsi akar eksternal. Pasien
dievaluasi setelah 2 bulan, gigi asimptomatik, dan
radiografi menunjukkan keberhasilan perawatan
dengan terbentuknya jaringan keras pada ujung apikal
saluran akar dan area yang mengalami resorpsi akar
eksternal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Felippe WT, Felippe MCS, Rocha MJC. The Effect of MTA on The
Apexification and Periapical Healing of Teeth with Incomplete
Root Formation. Int End J. 2006; 39: 2-9.
2. Kusgoz A., Tanriver M., Yildirim T., and Alp C.K. Management of
Root Resorption With Mineral Trioxide Aggregate Complicated
By A Luxation Injury: Report of A Case With Six-Year Follow Up.
JPMA. 2017; 67 (1): 134-136.
3. Rosamma G., Sahadev C.K., Bharath M.J., Praveen K.M.R., and
Sandeep R. Case Report Management of External and Internal
Root Resorption – A Report of Two Cases. International
Journal of Recent Trends in Science And Technology. 2015;
15(2): 413-417.
4. Hamdana R., Michettia J., Dionneta C., Diemera F., Georgelin-
Gurgel M. Invitro Evaluation of Apical Microleakage of
Two Obturation Methods of Immature Permanent Teeth:

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PO-18 83
Rindu Swakahati, Wignyo Hadriyanto

BLEACHING INTRAKORONAL DIIKUTI RESTORASI DIRECT RESIN


KOMPOSIT PADA DISKOLORASI INTRINSIK GIGI ANTERIOR
Rindu Swakahati*, Wignyo Hadriyanto**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRACT

Background: Intra-pulpal hemorrhage and non vital teeth that experienced discoloration caused by dental trauma is one
indication of intracoronal bleaching treatment. Bleaching procedure followed by the direct composite resin restoration has
been tried as conservative treatment plans that considered of minimal intervention. Purpose: The aim of this case reports
is to report the use of direct composite resin restoration after intracoronal bleaching procedure in patient with a single
discolored anterior tooth due to dental trauma.
Case: A 25 years old male complained about the darkeness of his maxillary left central incisor. This tooth has traumatic
history 13 years ago. According to patient, unfinished root canal treatment had been performed previously. On clinical
examination there was a discoloration with incisal fracture and radiographic examination showed open apices.
Case management: Apexification with MTA was performed followed by lateral condensation obturation and intracoronal
bleaching procedure with walking bleach technique. The color of the tooth had been the same as the color of the teeth next
to it after intracoronal bleaching procedure was repeated twice every 5 days. Direct composite resin restoration was done
to reshape anatomy of the tooth while restoring the incisal fracture tooth.
Conclusion: The simultaneous use of intracoronal bleaching and direct composite resin restoration, provide to be a
conservative treatment option with a pleasing aesthetic and functional result.

Key Words: Dental trauma, discoloration, internal beaching, composite resin restoration

PENDAHULUAN warna berada di dalam rongga pulpa, maka semakin


besar perubahan warna yang ditimbulkan.2
Perawatan konservatif dan estetik pada gigi Sebagai pertimbangan intervensi minimal untuk
anterior merupakan tantangan besar bagi dokter mengatasi diskolorasi intrinsik, setelah perawatan
gigi. Kemajuan teknologi kedokteran gigi telah endodontik selesai, bleaching intrakoronal harus
mengarah pada pengembangan bahan dan teknik dilakukan terlebih dahulu sebelum perawatan
yang bertujuan untuk memulihkan penampilan gigi, restorasi estetik yang lain dilakukan. Salah satu teknik
terutama di segmen anterior. Diskolorasi pada gigi populer untuk bleaching gigi non-vital adalah teknik
anterior merupakan salah satu penyebab paling umum walking bleach yang relatif dapat diandalkan, cukup
dari perawatan gigi. Diskolorasi dapat dikategorikan sederhana untuk dokter dan untuk pasien.3 Setelah
menjadi 2 macam, yaitu ekstrinsik atau intrinsik. prosedur bleaching intrakoronal telah mendapatkan
Diskolorasi intrinsik didefinisikan sebagai perubahan hasil yang diharapkan, restorasi direct resin komposit
warna yang berasal dari pulpa. Jenis perubahan warna dapat dijadikan pilihan perawatan selanjutnya untuk
ini dapat disebabkan oleh pulpa yang nekrosis, sisa memperbaiki bentuk anatomi gigi yang rusak akibat
jaringan pulpa setelah terapi endodontik, material trauma. Dari beberapa pilihan pengobatan konservatif,
endodontik, material tumpatan, resorpsi akar, restorasi direct resin komposit adalah restorasi yang
penuaan, dan perdarahan intrapulpal (setelah trauma jauh lebih disukai untuk memperbaiki kelainan,
berat).1 menutup diastema, serta mengembalikan cacat estetik
Trauma dapat menyebabkan jaringan pulpa menjadi dan fraktur.4,5 Prosedur pembuatan restorasi direct
nekrosis. Pulpa yang nekrosis akan melepaskan produk resin komposit menghilangkan struktur gigi lebih
sampingan berbahaya yang dapat menembus tubulus rendah dari pada restorasi veneer indirect. Selain itu
dan menyebabkan perubahan warna gelap pada dentin perawatan ini relatif lebih ekonomis, reversibel dan
sekitarnya. Tingkat perubahan warna secara langsung tidak ada langkah-langkah sementasi lebih lanjut.6
terkait dengan durasi waktu saat pulpa nekrosis. Dalam laporan kasus ini, bleaching intrakoronal dan
Semakin lama senyawa yang menyebabkan perubahan restorasi direct resin komposit digunakan untuk pasien
Korespondensi: : Rindu Swakahati, Residen Kedokteran Gigi Konservatif, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara
Yogyakarta, Indonesia. Alamat e-mail: rinduswakahati@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
84 BLEACHING INTRAKORONAL DIIKUTI RESTORASI DIRECT RESIN KOMPOSIT
PADA DISKOLORASI INTRINSIK GIGI ANTERIOR

dengan masalah estetika yang berhubungan dengan fraktur Ellis klas II nekrosis pulpa dengan apeks terbuka
diskolorasi gigi yang parah dan fraktur insisal pada disertai diskolorasi intrinsik. Rencana perawatan untuk
gigi non vital karena trauma gigi dan telah dilakukan gigi 21 adalah perawatan saluran akar dan apeksifikasi
kontrol tiga bulan setelah perawatan. dengan MTA, setelah itu perawatan bleaching
intrakoronal dilakukan dengan menggunakan teknik
KASUS walking bleach. Untuk restorasi akhir adalah restorasi
direct resin komposit klas IV.
Pasien laki-laki usia 25 tahun datang ke klinik
Konservasi Gigi RSGM FKG UGM dengan keluhan
ingin melanjutkan perawatan gigi depan kiri atas yang
berwarna coklat gelap dan gempil. Gigi tersebut pernah
dirawat oleh dokter sebelumnya namun tidak selesai.
Tidak ada keluhan sakit pada gigi tersebut. Pasien
mengaku 13 tahun yang lalu mengalami kecelakaan
sepeda motor, gigi-gigi depan rahang atas terbentur
dan patah. Satu tahun setelah kecelakaan, pasien
Gambar 2. Radiograf preoperatif periapikal menunjukkan
menyadari kalau giginya mulai berubah warna, makin
apeks terbuka dengan saluran akar yang lebar dan
coklat dan gelap. Pasien menginginkan gigi tersebut radiolusensi periapikal pada apeks gigi 21
dirawat karena mulai merasa tidak percaya diri saat
senyum. PENATALAKSANAAN KASUS
Pada pemeriksaan klinis, terdapat fraktur sepertiga
incisal pada permukaan distoinsisal dan terdapat Pada kunjungan pertama, dilakukan pemeriksaan
perubahan warna gigi coklat kekuningan pada gigi subyektif dan obyektif, foto klinis intraoral dan foto
21. Sesuai pada panduan (Vitapan Classical), warna radiografi untuk mendukung diagnosis dan rencana
gigi 21 menunjukkan warna C4. Pemeriksaan oklusi perawatan. Lalu pasien dijelaskan tentang penyebab
menunjukkan oklusi normal dengan overjet 2 mm perubahan warna gigi, tahap perawatan yang akan
dan overbite 2 mm. Perkusi dan palpasi negatif, tidak dilakukan, hasil yang dapat dicapai, efek samping
ada mobilitas. Nilai OHIS pasien adalah 2,9 (sedang). yang dapat terjadi, dan juga termasuk mengenai biaya
Uji vitalitas menunjukkan gigi 21 nonvital. Terdapat perawatan. Setelah pasien memahami dan menyetujui
tumpatan sementara pada permukaan palatal gigi 21. prosedur rencana perawatan, pasien diminta untuk
Warna gigi 11 dan 22 diperiksa dengan panduan warna menandatangani surat persetujuan medis (informed
Vitapan Classical menunjukkan warna A2. (Gambar 1). consent).
Setelah dilakukan scaling, gigi 21 diisolasi dengan
rubber dam. Tumpatan sementara pada permukaan
palatal dibuka menggunakan scaller dan bur endo
access untuk membuat akses ke saluran akar gigi.
Kemudian dilakukan pulp debridement pada saluran
akar dan di irigasi dengan NaOCl 2,5% dan salin.
Penentuan panjang kerja menggunakan Electronic
Apex Locator (EAL) (DentaPort ZX, J.Morita MFG Corp.
Jepang) dengan K-file ukuran 60, dan radiograf untuk
konfirmasi. Panjang kerja gigi 21 adalah 23 mm (Gambar
3). Preparasi saluran akar pada gigi 21 menggunakan
Gambar 1. Gambaran intraoral preoperatif menunjukkan K-file hingga ukuran 80 dengan teknik circumferential
perubahan warna gigi coklat kekuningan pada gigi 21 filing. Setiap pergantian file dilakukan irigasi NaOCl 2,5%
Radiograf preoperatif periapikal menunjukkan dan salin untuk menghilangkan jaringan nekrotik dan
saluran akar yang lebar dan apeks terbuka pada akar serbuk dentin yang ada di saluran akar menggunakan
gigi 21. Terdapat radiolusensi periapikal pada apeks jarum irigasi 30G. Irigasi akhir saluran akar dengan
gigi 21 (Gambar 2). Diagnosis klinis untuk gigi 21 adalah NaOCl 2,5%, EDTA 17%, Chlorhexidine digluconate

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Rindu Swakahati, Wignyo Hadriyanto 85

2%. Saluran akar dikeringkan dengan paperpoint steril diambil untuk memastikan bahwa saluran akar terisi
dan dilakukan dressing menggunakan pasta kalsium sempurna dan terlihat hermetis (Gambar 5).
hidroksida (Ultracal XS, Ultradent), lalu kavitas diberi
cotton pellet dan ditutup dengan tumpatan sementara
(Caviton, GC).

Gambar 5. Radiograf periapikal obturasi gigi 21, tampak


obturasi sudah hermetis

Pada kunjungan keempat, setelah kontrol obturasi


Gambar 3. Radiograf pengukuran panjang kerja
saluran akar dilakukan dan tidak ada keluhan.
Berdasarkan panduan (Vitapan Classical), warna gigi 21
Pada kunjungan kedua (1 minggu setelah kunjungan
adalah C4 (Gambar 6). Kemudian, diikuti oleh prosedur
pertama), dilakukan pemeriksaan subyektif dan
bleaching intrakoronal dengan teknik walking bleach.
obyektif. Pasien tidak memiliki keluhan, tumpatan
Langkah perawatan selanjutnya adalah menghilangkan
sementara masih bagus, tidak terdapat eksudat
gutta percha pada gigi 21. Guta percha dikurangi hingga
dan darah di saluran akar, dan perkusi negatif.
sedalam 3 ml dari batas margin gingiva. Rongga ini yang
Bahan dressing dibersihkan menggunakan irigasi
digunakan untuk tempat servical seal, semen ionomer
dengan NaOCl 2,5% hingga bersih dan dikeringkan
kaca yang dimodifikasi resin (Fuji II LC, GC) untuk
menggunakan paperpoint steril. Untuk mencegah
melindungi dan meminimalkan risiko penetrasi bahan
keluarnya pengisian saluran akar di ujung apikal, apikal
bleaching ke apikal atau keluar melalui cementoenamel
plug dilakukan dengan Mineral Trioxide Aggregate
junction (CEJ) karena dapat menyebabkan resorpsi
(MTA) (ProRoot MTA White, Dentsply) menggunakan
eksternal. Probe periodontal digunakan untuk
Micro Apical Placement (MAP system) dan dikondensasi
mengukur kedalaman pengurangan gutta-percha yang
dengan plugger. Ketebalan MTA ± 4 mm pada apikal gigi
benar. Bahan bleaching intrakoronal yang mengandung
21. Kemudian Paper point yang telah dibasahi akuades
hidrogen peroksida 35% (Opalescence Endo, Ultradent)
steril, dimasukkan ke dalam saluran akar dengan ujung
diletakkan di dalam kamar pulpa dan ditekan ke arah
paper point menempel pada MTA. Selanjutnya ditutup
dinding labial. Cotton pelet kecil diletakkan di atas
dengan tumpatan sementara (Caviton, GC). Radiografi
bahan bleaching. Aplikasi double seal menggunakan
periapikal gigi 21 diambil untuk konfirmasi (Gambar 4).
tumpatan sementara (Caviton, GC) dilanjutkan dengan
semen ionomer kaca (Fuji II, GC). Pasien diinstruksikan
untuk kembali setelah 5 hari untuk mengevaluasi hasil.

Gambar 4. Radiograf periapikal hasil pengisian MTA


Gambar 6. Gambaran klinis pengecekan warna awal gigi 21
Pada kunjungan ketiga (1 minggu kemudian), dengan shade guide Vitapan Classical diperoleh warna C4
saluran akar yang tersisa diobturasi dengan gutta
percha menggunakan teknik kondensasi lateral dengan Hidrogen peroksida 35% digunakan sebagai bahan
sealer epoxy resin (Top Seal, Dentsply), kemudian bleaching intrakoronal selama 2 sesi,untuk periode
kavitas diberi kapas dan diisi dengan tumpatan 5 hari antara setiap sesi. Warna gigi 21 sudah sama
sementara (Caviton, GC). Radiografi periapikal gigi 21 dengan warna gigi di sebelahnya, berdasarkan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
86 BLEACHING INTRAKORONAL DIIKUTI RESTORASI DIRECT RESIN KOMPOSIT
PADA DISKOLORASI INTRINSIK GIGI ANTERIOR

panduan warna Vitapan Classical didapatkan warna Selanjutnya dilakukan pencetakan gigi rahang atas
gigi 21 adalah A2 (Gambar 7). Bleaching intrakoronal untuk pembuatan mock up dengan model malam, dan
dihentikan. Bahan Bleaching intrakoronal dihilangkan, dilanjutkan pembuatan palatal guide dengan bahan
ruang pulpa dibersihkan dan diirigasi dengan air cetak putty hydrophilic vinyl polysiloxane (Gambar 9).
destilasi yang hangat. Pasta kalsium hidroksida (Ultracal
XS, Ultradent) diaplikasikan untuk menyeimbangkan
pH selama 1 minggu, kemudian rongga diberi cotton
pellet dan diisi dengan tumpatan sementara (Caviton,
GC).

Gambar 7. Gambaran klinis gigi 21 setelah aplikasi bahan


Gambar 9. Hasil mock up (A) tampak labial, (B) tampak
bleaching selama 10 hari dengan shade guide Vitapan
palatal, (C) palatal guide
Classic diperoleh warna A2
Pada kunjungan selanjutnya dilakukan penentuan
Pada kunjungan berikutnya, tumpatan sementara
warna gigi dengan shade guide Vitapan Classical,
dibongkar, kemudian dilakukan pengambilan guta
didapatkan warna gigi 21 adalah A2. Lalu preparasi
percha dengan peeso reamer sepanjang minimal 5
kavitas klas IV dengan membuat hollowground bevel
mm dari oriface. Saluran akar dikeringkan dengan
menggunakan flame diamond bur selebar minimal
paperpoint, lalu diaplikasikan bahan bonding generasi
2 mm atau lebih pada seluruh cavosurface margin
VII pada saluran akar dan seluruh kamar pulpa
(Gambar 10).
kemudian disinar. Selanjutnya aplikasi core build up
material (Build it FR, Pentron) ke dalam seluruh saluran
akar hingga kamar pulpa sebagai retensi intra kanal,
lalu diberi tambahan penguat pita polyethylene fiber
(Construct, Kerr) yang telah diolesi construct wetting
agent. Pita construct sepanjang 3 cm dikondensasi
ke dalam saluran akar hingga dilebihkan sampai
kamar pulpa, lalu disinar. Dilakukan restorasi resin Gambar 10. Hasil preparasi restorasi resin komposit klas IV
komposit kavitas kelas I pada permukaan palatal gigi pada gigi 21
21 menggunakan resin komposit packable. Radiografi Kemudian area kerja diisolasi dengan cotton roll, lalu
periapikal gigi 21 diambil untuk memastikan bahwa dilakukan pemasangan TBA tape pada gigi 11 dan 22.
saluran akar terisi sempurna oleh core build up Pengetsaan kavitas dilakukan dengan asam fosfat 37%
material (Gambar 8). pada permukaan gigi yang telah dipreparasi. Aplikasi
bahan bonding generasi V (Stae, SDI) menggunakan
microbrush, kemudian disinar. Palatal guide diletakkan
pada bagian palatal gigi untuk membentuk dinding
palatal, lalu dilanjutkan aplikasi komposit packable
warna email A2 (Filtex Z250, 3M ESPE) pada bagian
palatal hingga incisal sesuai palatal guide, kemudian
disinar (Gambar 11).

Gambar 8. Radiograf periapikal gigi 21 setelah aplikasi core


build up material ke dalam saluran akar

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Rindu Swakahati, Wignyo Hadriyanto 87

Gambar 12. Gambaran akhir gigi 21 setelah restorasi direct


resin komposit klas IV

Gambar 11. (A) Pemasangan TBA tape pada gigi 11 dan 21


beserta palatal guide, (B) Pembuatan dinding palatal gigi 21

Selanjutnya palatal guide dilepas, dan dilanjutkan Gambar 13. Radiograf periapikal gigi 21 setelah dilakukan
pembuatan dinding proksimal dengan resin komposit restorasi. Tidak tampak adanya overhanging restorasi, titik
packable warna email A2 menggunakan seluloid kontak baik
strip untuk membentuk kontak proksimal yang
baik, kemudian disinar. Dilanjutkan dengan aplikasi
resin komposit packable secara berlapis (layering
technique), warna resin komposit yang dipilih untuk
warna dentin adalah A2D, warna body A2B, warna
email A2E. Warna dentin tidak diletakkan sampai
insisal untuk memperoleh efek mamelon. Aplikasi
resin komposit menggunakan plastis instrumen dan
diratakan menggunakan OptraSculpt Pad (Ivoclar).
Setiap lapisan disinar. Setelah penumpatan selesai,
dilakukan finishing tumpatan bagian labial dengan
bur intan finishing berbentuk tapered pita kuning,
pembuatan garis transisi (mesial, distal, insisal),
pengecekan incisal edge, embrasur (insisal, fasial),
pembuatan developmental groove dan dilakukan Gambar 14. Gambaran klinis gigi 21 sebelum dan setelah
pengecekan kesesuaian warna restorasi dengan bleaching intrakoronal dan restorasi direct resin komposit
warna gigi. Tumpatan dipoles menggunakan abrasive
aluminium oxide coated rotary disc (Sof-Lex disc, 3M PEMBAHASAN
ESPE) dimulai dari kekasaran coarse dan medium
dengan putaran pelan, kemudian fine dan superfine Trauma gigi dapat menyebabkan rusaknya
dengan putaran kencang, dilanjutkan dengan polishing pembuluh darah pada mahkota gigi, perdarahan, serta
bur Astrobrush (Ivoclar). Bagian proksimal gigi dipoles lisisnya eritrosit, sehingga mengakibatkan perubahan
dengan finishing dan polishing strip. Radiografi warna pada satu atau beberapa gigi. Produk besi
periapikal diambil untuk melihat kualitas restorasi di dalam hemoglobin bergabung dengan hidrogen
(Gambar 13). sulfida yang merupakan produk dari bakteri untuk
membentuk sulfida besi, yang akan masuk ke dalam
tubulus dan mewarnai dentin.7
Bleaching intrakoronal harus diterapkan terlebih
dahulu untuk mengatasi perubahan warna pada gigi

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
88 BLEACHING INTRAKORONAL DIIKUTI RESTORASI DIRECT RESIN KOMPOSIT
PADA DISKOLORASI INTRINSIK GIGI ANTERIOR

non vital sebelum perawatan restorasi lain dilakukan.3 untuk memahami etiologi perubahan warna
Perubahan warna gigi karena trauma atau nekrosis tersebut. Pendekatan multidisiplin diterapkan untuk
dapat diputihkan dengan tingkat keberhasilan 95%.8 mempertimbangkan urutan penyelesaian masalah,
Proses bleaching didasarkan pada reaksi oksidasi- yaitu apikal plug, perawatan endodontik, pemutihan
reduksi. Pada reaksi redoks, oksidator akan melepaskan internal dan restorasi koronal. Prosedur konservatif
radikal bebas yang tidak memiliki pasangan elektron. dengan minimal invasif harus dipertimbangkan, seperti
Elektron-elektron akan berikatan dengan molekul restorasi direct resin komposit yang memiliki kelebihan
organik untuk mencapai stabilitas, molekul-molekul dapat dikerjakan pada gigi tunggal, kemudahan
yang memiliki ikatan rangkap akan diputuskan menjadi reparasi, lebih ekonomis dan membutuhkan preparasi
ikatan yang lebih sederhana yang memberi warna lebih gigi minimal.
terang.
Dalam kasus ini, pasien mengalami riwayat DAFTAR PUSTAKA
trauma yang menyebabkan apeks gigi terbuka yang
mempersulit perawatan endodontik. Karena itu, 1. Plotino G, Buono L, Grande NM, Pameijer CH, Somma F.
Nonvital Tooth Bleaching: A Review of the Literature and
diperlukan pembentukan apikal plug. Mineral Trioxide
Clinical Procedures. JOE. 2008; 34: 394-404.
Aggregate (MTA) digunakan sebagai apikal plug yang 2. Attin T, Paque F, Ajam F, Lennon AM. Review of The Current
akan menginduksi pembentukan barier kalsifikasi Status of Tooth Whitening with The Walking Bleach Technique.
apikal dan proses penyembuhan. Tanpa menunggu Int Endod J. 2003; 36: 313-29.
pembentukan barier, perawatan endodontik dan 3. Zimmerli B, Jeger F, Lussi A. Bleaching of Nonvital Teeth.
Schweiz Monatsschr Zahnmed. 2010; 120: 306-13.
restorasi dapat diselesaikan.9 4. Seyfioğlu PZ, Tacir İH, Eskimez Ş, Özcan M. Esthetic
Pada kasus ini, retensi intrakanal menggunakan Rehabilitation of Anterior Teeth (Direct Laminate Veneer
fiber reinforced composite (FRC) yang dibuat secara Restorations) in Three Cases. Turkiye Klinikleri J Dental Sci.
customized pada saluran akar karena ukuran saluran 2008;14: 27-30.
5. İzgi AD, Ayna E. Direct Restorative Treatment of Peg-shaped
akar yang lebar. Sistem penguat serat dengan berat
Maxillary Lateral Incisors with Resin Composite: A Clinical
molekul ultra tinggi (UHMWPE) / Ultra High Molecular Report. J Prosthet Dent. 2005; 93: 526-9.
Weight Polyethylene ini semakin populer. Sebagai serat 6. Korkut B, Yanıkoğlu F, Günday M. Direct Composite Laminate
penguat bondable/terikat, mereka dapat digunakan Veneers: Three Case Reports. J Dent Res Dent Clin Dent
untuk membangun pasak endodontik dan inti; Selain Prospects. 2013; 7(2):105-11.
7. Abbott P, Heah SY. Internal Bleaching of Teeth: An Analysisof
itu, ia dapat beradaptasi dengan dinding saluran akar 255 Teeth. Australia Dental Journal. 2009; 54: 326-33.
tanpa memerlukan pembesaran tambahan saluran 8. Deliperi S. Clinical Evaluation of Non-Vital Tooth Whitening and
akar setelah perawatan endodontik. Serabut anyaman Composite Resin Restorations: Five Year Result. The European
ini memiliki modulus elastisitas yang serupa dengan J of Esthetic Dentistry. 2008; 3: 14-25.
9. Felippe WT, Felippe MCS, Rocha MJC. The Effect of MTA on The
dentin dan diharapkan dapat menciptakan sistem post-
Apexification and Periapical Healing of Teeth with Incomplete
core monoblock dentine yang mampu mendistribusikan Root Formation. Int End J. 2006; 39: 2-9.
kekuatan sepanjang akar dengan lebih baik. Serat 10. Singh S, Nagpal R, Singh P, Up S. Esthetic and Functional
polietilen telah terbukti memperkuat struktur akar Rehabilitation of Maxillary Anterior Tooth by Polyethylene
yang lemah.10 Fibre Post. Austin J Clin Case Reports. 2016;3(3):01– 4.
11. Frauscher KE, Illie N. Depth of Cure and Mechanical Properties
Untuk restorasi direct resin komposit klas IV, dipilih of Nano-hybrid Resinbased Composite with Novel and
resin komposit nano hybrid. Komposit nano-hibrid Conventional Matrix Formulation. Clin Oral Invest. 2012; 16:
dipromosikan sebagai bahan dengan sifat mekanik 1425-34.
yang ditingkatkan yang menunjukkan kinerja klinis yang 12. Ilie N, Rencz A, Hickel R. Investigations Towards Nano-hybrid
Resin-based Composites. Clin Oral Invest. 2013; 17: 18
dapat diterima.11 Alasan paling penting untuk memilih
komposit nano-hybrid adalah sifat estetika yang sangat
baik terutama untuk memperbaiki gigi anterior.12

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan


bahwa dalam masalah estetika anterior, penting

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PO-19 89
Naresworo Apsari, Wignyo Hadriyanto

PERAWATAN ESTETIK KOMPLEKS DENGAN MULTIPLE DIASTEMA


PADA ENAM GIGI ANTERIOR MAKSILA
Naresworo Apsari*, Wignyo Hadriyanto**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRACT

Background: Aesthetic aspects has become increasingly important to support patient’s performance. One of the aesthetic
aspects that commonly found is multiple diastema in anterior tooth. Care consideration for anterior teeth is number of
remain tooth, tooth function and position. Purpose: The aim of this case reports is to report the treatment of diastema
closure with direct veneer composite restoration on six maxillary anterior teeth.
Case: A 26 years old female wants to restore her six maxillary anterior teeth that there are a lot of gap after orthodontic
treatment. A clinical examination revealed that all of the tooth is vital, both lateral incisivus tooth is rudimenter, and both
caninus tooth is deciduous.
Case management: Direct veneer composite restoration was performed on six maxillary anterior teeth, includes
determination the colour of the tooth, making tooth enamel on the labial surface,application of etsa and bonding, composite
resin restoration then ends with a smoothing and contour of tooth formation.
Conclusion: Direct veneer restoration is an option worth considering because it is minimally invasive.

Key Words: complex aesthetic, multiple diastema, direct veneer restoration, rudimenter

PENDAHULUAN gigi agar mempunyai kualitas penampilan yang lebih


baik. Veneer biasanya digunakan untuk memperbaiki
Fungsi utama gigi yaitu mastikasi, fonasi, estetika gigi seperti pada kasus gigi dengan warna yang
perlindungan jaringan pendukung dan estetik. gelap, penutupan diastema dan gigi dengan posisi dan
Permasalahan estetika dapat mempengaruhi bentuk yang tidak normal1.
kepercayaan diri seseorang. Salah satu parameter Laporan kasus ini melaporkan perawatan veneer
penampilan seseorang adalah memiliki barisan gigi direk enam gigi anterior maksila disertai diastema
yang sempurna dan tidak mengalami diastema1. multipel dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi
Diastema merupakan suatu ruang yang terdapat utama gigi yaitu mastikasi, fonasi, perlindungan
diantara gigi-gigi. Sebagian besar lokasi diastema jaringan pendukung dan estetik.
adalah di antara gigi insisif sentralis dan lateralis atas.
Etiologi diastema diantaranya adalah frenulum labial KASUS
yang terlalu menonjol dan terlalu meluas ke proksimal,
sehingga akan menahan pergeseran gigi insisif sentral Pasien wanita berusia 26 tahun datang ke Klinik
untuk saling mendekat saat erupsi; kehilangan gigi Konservasi Gigi RSGM Prof. Soedomo dengan keluhan
secara kongenital; gigi yang bentuknya lebih kecil dari utama ingin merestorasi giginya yang terdapat banyak
normal dan juga ketidak cocokan antara ukuran gigi celah pasca perawatan orthodontik. Pada pemeriksaan
dengan tempat yang tersedia pada lengkung rahang2. klinis, gigi anterior masih vital, gigi incisivus lateralis
Untuk tujuan memperbaiki estetik, pada kasus rudimenter dan gigi caninus merupakan gigi desidui.
diastema sering dilakukan penutupan3. Penutupan Pada pemeriksaan klinis, pasien memiliki OHI-S baik
diastema dapat dilakukan dengan perawatan dengan overbite 2 mm dan overjet 2 mm. Keadaan
orthodontik atau dengan suatu restorasi. Salah satu gigi 53 merupakan gigi caninus desidui, tidak terdapat
teknik restorasi yang direkomendasikan dan bersifat kavitas dengan tes sondasi, perkusi, palpasi, mobilitas
permanen adalah veneer karena dengan prosedur dan CE negatif. Gigi 12 merupakan gigi rudimenter,
ini diastema dapat tertutup tanpa merusak struktur tidak terdapat kavitas dengan tes sondasi, perkusi,
gigi yang ada4. Veneer adalah melapisi gigi dengan palpasi, mobilitas dan CE negatif. Gigi 11 tidak ada
bahan sewarna gigi untuk mengembalikan bentuk kavitas dengan tes sondasi, perkusi, palpasi, mobilitas

Korespondensi: : Naresworo Apsari, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta,
Indonesia. Alamat e-mail: sesaapsari@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ESTETIK KOMPLEKS DENGAN MULTIPLE
90 DIASTEMA PADA ENAM GIGI ANTERIOR MAKSILA

dan CE negatif. Gigi 21 tidak ada kavitas dengan tes diagnosis, dan penentuan rencana perawatan.
sondasi, perkusi, palpasi, mobilitas dan CE negatif. Gigi Pasien diberi penjelasan mengenai prosedur rencana
22 merupakan gigi rudimenter, tidak terdapat kavitas perawatan dan biaya serta waktu perawatan. Pasien
dengan tes sondasi, perkusi, palpasi, mobilitas dan menyetujui rencana perawatan ini maka pasien
CE negatif. Keadaan gigi 63 merupakan gigi caninus menandatangani informed consent.
desidui, tidak terdapat kavitas dengan tes sondasi, Setelah itu dilakukan analisis estetik meliputi
perkusi, palpasi, mobilitas dan CE negatif. analisis wajah, analisis dentofasial, analisis senyum,
analisis dental, analisis gingiva, dan analisis ruang.
Pada perhitungan analisis ruang, jarak intercaninus
sebesar 42 mm, jarak caninus ke median line (kanan)
sebesar 20 mm. Jarak caninus ke median line (kiri)
sebesar 21 mm. Perhitungan lebar mesiodistal gigi 11
dan 21 didapat dari analisis dentofasial yaitu 1/16 jarak
bizigomatik melalui garis tengah imajiner wajah. Dari
(a) hasil pengukuran, didapatkan jarak bizigomatik pasien
adalah 145 mm, maka lebar mesiodistal untuk masing-
masing gigi 11 dan 21 adalah 1/16 x 145 mm = 9,06 mm.
Selanjutnya dilakukan penetapan lebar mesiodistal
gigi 12 dan 22 berdasarkan golden proportion yaitu
C: I2: I1 (0,618 : 1 :1,618), maka didapatkan lebar
mesiodistal gigi 11 atau 21 (dilihat dari frontal) adalah
(b) 9,5 mm. Lebar mesiodistal gigi 12 atau 22 adalah 5,87
Gambar 1. Gambaran klinis preoperatif gigi anterior rahang mm. Lebar mesiodistal gigi 13 atau 23 adalah 3,52
atas dari (a) labial dan (b) oklusal. mm. Berdasarkan teori analisis dentofasial, lebar
gigi 11 dan 21 yang ideal adalah 9,06 mm sedangkan
Gambaran radiograf panoramik menunjukkan tidak golden proportion sebesar 9,5. Pada kasus ini gigi 11
terdapatnya benih gigi 13 dan 23 (agenese). Struktur dan 21 perlu direstorasi dengan menambah ukuran
tulang maksila dan mandibular baik dan tidak tampak mesiodistal untuk dapat mencapai ukuran golden
adanya fraktur. proportion (9,5 mm). Jarak mesial gigi 11 sampai distal
12 adalah 14. Lebar mesiodistal gigi 12 adalah 14-9,5 =
4,5 mm (lebar mesiodistal sesungguhnya).

Gambar 2. Gambaran radiograf preoperatif panoramik.

Diagnosis dari gigi-gigi tersebut yaitu gigi 53 adalah


gigi desidui vital, gigi 12 rudimenter vital, gigi 11 vital,
gigi 21 vital dan gigi 22 rudimenter vital, dan gigi 63
desidui vital.
Gambar 3. (a) Profil wajah pasien terlihat midline facial
PENATALAKSANAAN KASUS segaris dengan midline gigi anterior maksila dan garis
horizontal wajah sejajar dengan incisal edge gigi anterior
Pada kunjungan pertama dilakukan beberapa rahang atas; (b) Profil wajah pasien dari arah lateral sedikit
pemeriksaan yaitu pemeriksaan subjektif, objektif, cembung.
dokumentasi foto intraoral, foto radiograf, pencetakan
gigi geligi untuk model studi, analisis estetik, penegakan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Naresworo Apsari, Wignyo Hadriyanto 91

Gambar 7. Posisi gingival zenith gigi anterior rahang atas.

Setelah dilakukan analisis estetik, selanjutnya


pembuatan model mock up menggunakan malam abu-
abu (Geo Snow White, Renfert) yang dapat digunakan
sebagai panduan pembuatan palatal guide.

Gambar 4. (a) Gambaran klinis posisi bibir pasien ketika


diam, (b) Gambaran klinis posisi bibir pasien ketika senyum
Gambar 8. Mock up pada model studi.
pasif, (c) Gambaran klinis posisi bibir pasien ketika senyum
aktif.
Pada kunjungan kedua, dilakukan penentuan
warna gigi dengan menggunakan shade guide Vitapan
Classical, didapatkan warna A2.

Gambar 5. Gambaran klinis posisi pasien ketika senyum


aktif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa garis
senyum bibir atas berada di bawah margin gingiva (garis
merah) pada gigi 12,11,21 dan 22. Garis senyum bibir
bawah seimbang dengan dataran insisal gigi anterior Gambar 9. Penentuan warna gigi dengan menggunakan
maksila (garis kuning). shade guide warna A2.

Setelah dilakukan penenentuan warna dilanjutkan


preparasi gigi 11 dan 21. Sebelumnya dilakukan
manajemen gingiva dengan gingival retractor cord
#000 (Ultrapak, Ultradent). Kemudian isolasi area
kerja menggunakan rubber dam. Gigi 11 dan 21
bagian labial dipreparasi dengan round ended fissure
diamond bur untuk memperluas retensi. Bagian
palatal menggunakan round bur pear shaped. Bagian
Gambar 6. Gambar menunjukkan aksis gigi geligi. Aksis gigi interproksimal dilakukan preparasi menggunakan
tampak divergen. abrasive grinding strip. Gigi dibersihkan dengan cavity
cleanser kemudian dikeringkan dan dietsa dengan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ESTETIK KOMPLEKS DENGAN MULTIPLE
92 DIASTEMA PADA ENAM GIGI ANTERIOR MAKSILA

asam fosfat 37% (Den-Fill Etchant-37) pada seluruh


permukaan kavitas dan didiamkan selama 15 detik
pada email dan 10 detik pada dentin, setelah itu dicuci
dan dikeringkan (moist). Bahan bonding AdperTM
Single Bond 2 (3M ESPE) diaplikasikan pada permukaan
kavitas menggunakan microbrush, dibiarkan selama
10 detik kemudian dihembus dengan udara secara
perlahan dan tidak langsung, kemudian diaktivasi
dengan sinar (light cure unit) selama 10 detik. Palatal
guide dipasangkan pada gigi yang telah dipreparasi.
Gambar 12. Dilakukan finishing dengan fine finishing bur.
Kemudian dinding palatal gigi 11 dan 21 dibuat dengan
bantuan palatal guide dengan resin komposit warna
Kunjungan kedua, lakukan preparasi pada gigi 12
email A2 (Palfique LX5, Tokuyama Dental), diaktivasi
dan 22. Sebelumnya dilakukan manajemen gingiva
sinar selama 20 detik.
dengan gingival retractor cord #000 (Ultrapak,
Ultradent). Kemudian isolasi area kerja menggunakan
rubber dam. Gigi 12 dan 22 bagian labial dipreparasi
dengan round ended fissure diamond bur untuk
memperluas retensi. Bagian palatal menggunakan
round bur pear shaped. Bagian interproksimal
dilakukan preparasi menggunakan abrasive grinding
strip. Gigi dibersihkan dengan cavity cleanser kemudian
dikeringkan dan dietsa dengan asam fosfat 37% (Den-
Gambar 10. Hasil preparasi pada gigi 11 dan 21. Fill Etchant-37) pada seluruh permukaan kavitas dan
didiamkan selama 15 detik pada email dan 10 detik
pada dentin, setelah itu dicuci dan dikeringkan (moist).
Bahan bonding AdperTM Single Bond 2 (3M ESPE)
diaplikasikan pada permukaan kavitas menggunakan
microbrush, dibiarkan selama 10 detik kemudian
dihembus dengan udara secara perlahan dan tidak
langsung, kemudian diaktivasi dengan sinar (light cure
unit) selama 10 detik. Palatal guide dipasangkan pada
Gambar 11. Pembuatan dinding palatal menggunakan resin gigi yang telah dipreparasi. Kemudian dinding palatal
komposit warna email A2 (Palfique LX5, Tokuyama Dental). gigi 12 dan 22 dibuat dengan bantuan palatal guide
dengan resin komposit warna email A2 (Palfique LX5,
Kemudian aplikasi resin komposit warna dentin OA3 Tokuyama Dental), diaktivasi sinar selama 20 detik.
(Palfique LX5, Tokuyama Dental). Pada bagian labial
menggunakan resin komposit warna email A2 (Palfique
LX5, Tokuyama Dental). Penumpatan menggunakan
plastic instrument dan optrasculpt pad. Dilakukan
finishing dan polishing menggunakan fine finishing bur
bentuk tappered panjang dan soflex disc (3M ESPE).

Gambar 13. Pembuatan dinding palatal pada gigi 12


menggunakan resin komposit warna email A2 (Palfique LX5,
Tokuyama Dental).

Aplikasi resin komposit warna dentin OA3


(Palfique LX5, Tokuyama Dental). Pada bagian labial

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Naresworo Apsari, Wignyo Hadriyanto 93

menggunakan resin komposit warna email A2 (Palfique


LX5, Tokuyama Dental). Penumpatan menggunakan
plastic instrument dan optrasculpt pad. Dilakukan
finishing dan polishing menggunakan fine finishing bur
bentuk tappered panjang dan soflex disc (3M ESPE).
Setelah selesai pembuatan direk veneer pada gigi (a) (b)
12 dan 22, dilanjutkan preparasi preparasi gigi 53 dan Gambar 15. (a) Gambaran klinis gigi sebelum dilakukan
63. Sebelumnya dilakukan manajemen gingiva dengan perawatan; (b) Gambaran klinis gigi setelah dilakukan
gingival retractor cord #000 (Ultrapak, Ultradent). perawatan.
Isolasi area kerja menggunakan rubber dam. Gigi 53
dan 63 bagian labial dipreparasi dengan round ended
fissure diamond bur untuk memperluas retensi. Bagian
palatal menggunakan round bur pear shaped. Bagian
interproksimal dilakukan preparasi menggunakan
abrasive grinding strip. Gigi dibersihkan dengan cavity
cleanser kemudian dikeringkan dan dietsa dengan
asam fosfat 37% (Den-Fill Etchant-37) pada seluruh
permukaan kavitas dan didiamkan selama 15 detik
pada email dan 10 detik pada dentin, setelah itu dicuci
dan dikeringkan (moist). Bahan bonding AdperTM
Single Bond 2 (3M ESPE) diaplikasikan pada permukaan
(a) (b)
kavitas menggunakan microbrush, dibiarkan selama Gambar 15. (a) Gambaran klinis profil wajah pasien
10 detik kemudian dihembus dengan udara secara sebelum dilakukan perawatan tampak dari fasial; (b)
perlahan dan tidak langsung, kemudian diaktivasi Gambaran klinis profil wajah pasien setelah perawatan
dengan sinar (light cure unit) selama 10 detik. Palatal tampak dari fasial.
guide dipasangkan pada gigi yang telah dipreparasi.
Kemudian dinding palatal gigi 12 dan 22 dibuat dengan PEMBAHASAN
bantuan palatal guide dengan resin komposit warna
email A2 (Palfique LX5, Tokuyama Dental), diaktivasi Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
sinar selama 20 detik. pada penutupan diastema, diantaranya adalah analisis
ukuran dan proporsi gigi serta penyebab diastema,
analisis keadaan gingiva dan papilla, preparasi minimal
yaitu sebisa mugkin hanya mengkasarkan email,
peletakan komposit secara layering karena akan
memberikan gradasi warna dan translusensi yang baik
serta anatomi, garis sudut, kurvatur dan kontak yang
baik. Serta morfologi dan struktur permukaan yang
baik 5.
Pada kasus ini disimpulkan penyebab diastema
Gambar 14. Pembuatan dinding palatal pada gigi 63
adalah karena adanya ketidak cocokan antara ukuran
menggunakan resin komposit warna email A2 (Palfique LX5,
Tokuyama Dental). gigi dengan tempat yang tersedia pada lengkung rahang
dan adanya gigi yang bentuknya lebih kecil dari normal
Aplikasi resin komposit warna dentin OA3 yaitu peg shaped lateral pada gigi 12 dan 22. Dengan
(Palfique LX5, Tokuyama Dental). Pada bagian labial bentuknya yang lebih kecil dari normal, biasanya akan
menggunakan resin komposit warna email A2 (Palfique tedapat diastema yang cukup lebar antara gigi peg
LX5, Tokuyama Dental). Penumpatan menggunakan lateral ini dengan gigi sebelahnya. Pada gigi ini dapat
plastic instrument dan optrasculpt pad. Dilakukan dilakukan reshaping sekaligus penutupan diastema.
finishing dan polishing menggunakan fine finishing bur Prosedur reshaping dilakukan dengan mengkasarkan
bentuk tappered panjang dan soflex disc (3M ESPE). seluruh permukaan labial dan proksimal gigi, dan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ESTETIK KOMPLEKS DENGAN MULTIPLE
94 DIASTEMA PADA ENAM GIGI ANTERIOR MAKSILA

kemudian komposit diletakkan dan dibentuk 4. porselin karena modulus elastisitasnya yang mendekati
Penatalaksanaan diastema dilakukan berdasarkan dentin serta lebih mudah diperbaiki jika ada kerusakan
lebar ruangan. Pada gigi dengan diastema dengan 7
. Restorasi gigi tersebut juga harus diseimbangkan
lebar ruangan 1-2 mm, dilakukan pengasaran email. dengan jaringan pendukung gigi di sekitarnya.
Pada gigi dengan diastema dengan lebar ruangan
2-3 mm, dapat dilakukan preparasi maupun tidak DAFTAR PUSTAKA
dipreparasi tetapi dilakukan veneering di fasial. Pada
gigi dengan diastema dengan lebar ruangan 3-4 mm, 1. Studervant, C.M., 2006, The Art and Science of Operative
Dentistry, Ed 5, Mosby, St Louis.
gigi dipreparasi atau tidak tetapi dilakukan full coverage
2. Roberson, T.M., Heyman, H.O., Swift E.J., 2002, Studervant’s
veneer 4. Pada kasus, diastema antara gigi 11 dan 12 Art & Science of Operative Dentistry, 4th eds, Mosby, St Louis,
sebesar 2 mm yang terjadi karena ukuran gigi 12 dan London, Phil, Sydney, Toronto, 601-5.
22 yang lebih kecil dari normal. 3. Blitz, N., Direct Bonding in Diastema Closure-High Drama,
Seperti dalam prosedur penumpatan dengan Immediate Resolution,http://www.Smilesensation.com/
drblitz/articles/Direct Bonding.htm.
komposit, pada penutupan diastema dengan 4. Albers, H.F., 2002, Tooth-Coloured Restoratives-Principles and
komposit juga perlu diperhatikan hal-hal yang dapat Technique, BC Decker Inc, Hamilton, London, 237-73.
mempengaruhi kekuatan perlekatan komposit dengan 5. Schmisedere,J., 2000, Color Atlas od Dental Medicine-
struktur gigi, diantaranya melakukan pembersihan Aesthetic Dentistry, Thieme, Stutgart, New York, 38.
6. Hatkar, P., 2010, Preserving Natural Tooth Structure with
email sebelum mengetsa dan aplikasi bahan bonding
Composite Resin, Acreditation Clinical Case Report, Case Type
sesuai petunjuk pabrik. Pembersihan email dapat V: six or more direct veneers. J of Cos Dent, 26(3), 26-36.
dilakukan dengan menggunakan disk, pumis, maupun 7. Freedman, 2012, Contemporary Esthetic Dentistry, Missouri,
alcohol, untuk meningkatkan perlekatan bonding, Mosby Elsevier, 219-231.
karena saliva, debris, minyak yang berasal dari
handpiece dapat menghalangi proses etsa dan bonding
4
.
Harus terdapat kontak yang baik antara komposit
dengan jaringan gingiva di sekitar gigi, terutama di
bagian embrasure karena restorasi yang overcontour
dan terdapatnya lapisan komposit yang tipis di
daerah margin akan menyebabkan komposit mudah
fraktur dan mengiritasi gingiva. Pengecekan dilakukan
dengan melewatkan benang gigi tanpa wax pada
daerah tersebut. Pada saat kontrol, respon jaringan
gingiva di sekitar gigi juga harus diperhatikan. Sebisa
mungkin membuat lapisan luar yang continuous untuk
menghindari kekasaran permukaan atau void 4.

KESIMPULAN

Restorasi direk veneer dengan resin komposit


adalah pilihan yang tepat untuk kasus gigi dengan
multipel diastema yang membutuhkan perubahan
bentuk. Ketersediaan warna, opasitas serta
translusensi pada resin komposit memungkinkan
klinisi untuk membentuk restorasi dengan estetik yang
baik6. Keuntungan dari restorasi direk dengan resin
komposit adalah waktu perawatan yang lebih cepat
dibandingkan restorasi indirek, biaya untuk perawatan
yang lebih terjangkau dibandingkan mahkota jaket, dan
resin komposit tidak merusak gigi antagonis seperti

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PO-20 95
Mira Lovita, Yulita Kristanti

PERAWATAN ULANG DAN BLEACHING INTRAKORONAL PADA


INSISIVUS SENTRALIS KIRI MAKSILA
Mira Lovita* , Yulita Kristanti**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRACT

Background: Trauma and the use of intracanal medicaments of the phenol group are the causes of teeth discoloration. In
anterior teeth, discoloration often creates an aesthetic problem affecting personal appearance. Intracoronal bleaching is a
method of non vital teeth whitening after root canal treatment, by placing an oxidizing agent in the pulp chamber. Purpose:
The aim of this paper is to report a case of intracoronal bleaching in maxillary left central incisor following retreatment.
Case: A 16-year-old male patient complained about his maxillary left central incisor that looked darker than the other teeth.
This tooth had been traumatized a year ago and had been previously treated.
Case management: Walking bleach as a method of intra-coronal bleaching was chosen to treat tooth discoloration. Hydrogen
peroxide with a concentration of 35% was applied for 3-5 days, the procedure was repeated until the desired color was
achieved. In this case the desired tooth color was achieved on the second visit.
Conclusion: Intra coronal bleaching could improve tooth color in case of tooth discoloration with satisfactory results after
retreatment.

Keywords: tooth discoloration,retreatment, intrakoronal bleaching, walking bleach

PENDAHULUAN kamar pulpa. Bleaching intrakoronal dapat dilakukan


dengan teknik walking bleach dan termokalitik. Tehnik
Perubahan warna pada gigi dapat menimbulkan walking bleach lebih dipilih karena lebih nyaman
masalah pada penampilan seseorang. Faktor estetik dan aman untuk pasien dibandingkan dengan teknik
menjadi alasan dan motivasi pasien untuk segera termokatalitik5.
memperbaiki giginya. Perubahan warna pada gigi dapat Tulisan ini melaporkan satu kasus bleaching
bersifat ekstrinsik dan instriksik, dapat terjadi pada intrakoronal dengan tehnik walking bleach pada gigi
gigi vital atau non vital1. Keadaan ini dapat diperbaiki insisivus sentralis kiri rahang atas setelah dilakukan
dengan dua cara yaitu bleaching dan dengan cara perawatan ulang.
restoratif, misalnya pembuatan mahkota atau veneer.
Bleaching intrakoranal lebih sering menjadi pilihan KASUS
perawatan karena dinilai lebih konservatif dengan
tindakan yang minimal invasif, lebih efektif dan Seorang pasien laki-laki berusia 16 tahun datang
relatif lebih murah2. Bleaching adalah proses untuk ke klinik konservasi gigi RSGM Prof. Soedomo, FKG
mencerahkan gigi dengan proses degradasi kimia dari UGM. Pasien berencana untuk merawat gigi depan
kromogen. Keberhasilan bleaching tergantung pada atas yang patah dan berubah warna. Dari anamnesis
jenis pewarnaan yang terdapat dalam struktur gigi, diketahui pasien pernah jatuh dari motor kurang lebih
lokasi, dan kemampuan agen aktif bahan pemutih gigi satu tahun lalu yang menyebabkan gigi depan pasien
yang digunakan untuk berpenetrasi ke dalam email dan patah, kemudian melakukan perawatan di klinik dokter
dentin3. Bahan aktif bleaching yang banyak digunakan gigi swasta.
adalah hidrogen peroksida4. Pemeriksaan klinis gigi 21 terdapat fraktur Ellis
Bleaching intrakoronal merupakan metode kelas IV disertai diskolorasi. Sondasi (-), perkusi (-),
perawatan perubahan warna gigi pada gigi non palpasi (-), tes vitalitas/CE (-). Diagnosis gigi 21 adalah
vital yang sudah dilakukan perawatan saluran akar gigi non vital pasca perawatan saluran akar disertai
dengan meletakkan bahan oksidator kuat ke dalam fraktur Elis kelas IV dan diskolorasi.

Korespondensi: : Mira Lovita, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta, Indonesia.
Alamat email: drgmira@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ULANG DAN BLEACHING INTRAKORONAL PADA
96 INSISIVUS SENTRALIS KIRI MAKSILA

dengan radiograf diagnostik, kemudian dikonfirmasi


apex locator. Preparasi saluran akar dilakukan dengan
tehnik step back kemudian aplikasi bahan dressing
Ca(OH)2 dan ditumpat dengan bahan tumpatan
sementara.

Gambar 1. Foto intraoral tampak depan gigi 21 sebagai


keluhan utama, warna gigi lebih abu-abu dibandingkan
dengan gigi sebelahnya dan terdapat fraktur Ellis kelas IV.

Gambar 4. Radiograf pengukuran panjang kerja dengan


K-file # 15, terlihat tepat pada ujung apikal.

Seminggu kemudian, kunjungan kedua pada


pemeriksaan subjektif tidak ada keluhan dari pasien
(tidak ada rasa sakit di antara waktu kunjungan).
Gambar 2. Radiograf periapikal gigi 21 terlihat obturasi Pemeriksaan objektif tumpatan sementara masih
yang tidak hermetis. baik dan tidak ada kebocoran. Perkusi (-), Palpasi (-),
mobilitas (-). Tumpatan sementara dibuka, Ca(OH)¬2
PENATALAKSAAN KASUS dibersihkan dari saluran akar. Teknik obturasi
dilakukan dengan teknik kondensasi lateral dan siler
Sebelum prosedur perawatan ulang dan bleaching yang digunakan berbahan dasar resin epoksi (Topseal,
intracoronal dilakukan, Densply).
pasien diberi penjelasan mengenai penyebab
perubahan warna pada giginya, dan kemungkinan
hasil yang diharapkan. Pasien diberi penjelasan
mengenai prosedur rencana perawatan, biaya, waktu
perawatan. Pesien menyetujui perawatan ini maka
pasien menandatangani informed consent.
Pada kunjungan pertama, permukaan gigi
dibersihkan dari seluruh debris dan plak. Perawatan
ulang saluran akar, guta perca diambil dengan
menggunakan hedstroam-file. Saluran akar kemudian Gambar 5. Radiograf periapikal gigi 21 terlihat hasil
diirigasi dengan NaOCl 2,5% dan saline. obturasi hermetis.

Kavitas dibersihkan dari sisa siler, diaplikasikan


bahan base dengan resin modified glass ionomer
cement (Fuji II LC, GC) dan ditutup dengan tumpatan
sementara (caviton, GC). Dilakukan pencetakan gigi
rahang atas dan bawah untuk dijadikan model kerja.
Rancangan hasil akhir perawatan (mock up) dengan
wax Renfert dibuat, agar dapat dicetak palatal guidenya
dengan menggunakan bahan cetak putty berbasis
Gambar 3. Radiograf periapikal gigi setelah pengambilan silikon.
sisa guta perca Seminggu kemudian dilakukan pemeriksaan
subjektif, tidak ada keluhan (tidak ada rasa sakit di antara
Pengukuran panjang kerja estimasi dilakukan waktu kunjungan. Pemeriksaan objektif, tumpatan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Mira Lovita, Yulita Kristanti 97

sementara masih baik dan tidak ada kebocoran, perkusi 21, pasak yang dipilih adalah pasak fiber nomor
(-), palpasi (-), mobilitas (-). Persiapan untuk dilakukan 2 warna merah (Fiberpost, Dentsply). Guta perca
bleaching intrakoronal dengan tehnik walking bleach. dikurangi menggunakan peeso reamer hingga tersisa
Tumpatan sementara dibuka dengan bur metal bulat, 5 mm , dilanjutkan dengan precission drill nomor 2
guta perca di dalam saluran akar dikurangi 2 mm dari digunakan dengan tekanan sekecil mungkin. Dilakukan
servikal menggunakan plugger panas. Kamar pulpa pengambilan gambaran radiograf untuk konfirmasi
dibersihkan dan dikeringkan dengan semprotan udara hasil preparasi saluran pasak pasak dan pengepasan
setelah itu diberi conditioner selama 15 detik. Cervical pasak. Sementasi pasak dengan menggunakan Build-It
seal dibuat dengan mengaplikasikan semen ioner kaca FR.
dengan modifikasi resin (fuji II LC, GC) setebal 2 mm
diatas guta perca. Bahan bleaching Opalence Endo
(Ultradent) diaplikasikan pada kavitas. Sisa bahan
bleaching dihilangkan dengan butiran kapas ditekan ke
arah labial. Kavitas ditumpat double seal dengan cavit
(Caviton, GC) dan semen inomer kaca dengan modifikasi
resin (fuji II LC, GC). Pasien diinstruksikan untuk kontrol
3 hari kemudian atau dapat segera kembali ke RSGM
Prof. Soedomo saat pasien sudah merasa warna giginya Gambar 7. Radiograf pengepasan pasak fiber prefabricated
mendekati warna yang diharapkan pasien. gigi 21.
Kunjungan selajutnya adalah kontrol bleaching
intrakoronal. Pemeriksaan subjektif, tidak ada keluhan Palatal guide dipasang untuk memperoleh batasan
(tidak ada rasa sakit di antara waktu kunjungan. restorasi bagian palatal supaya tidak terjadi aplikasi
Pemeriksaan objektif, tumpatan sementara masih baik komposit yang berlebihan. Resin komposit diaplikasikan
dan tidak ada kebocoran. Warna gigi 21 sama dengan dengan menggunakan tehnik layering, bagian dinding
warna gigi 22, tidak ada kelainan mukosa sekitar gigi palatal terlebih dahulu menggunakan komposit warna
21. Perkusi (-), Palpasi (-), mobilitas (-). A2 (Herculate, Kerr) kemudian disinari selama 20
detik, setelah itu palatal guide dilepas. Untuk bagian
proksimal, celluloid strip digunakan untuk membantu
aplikasi resin komposit dengan tehnik slip-through

Gambar 6. Gigi 21 sudah sewarna dengan gigi sebelahnya


yaitu 11 dan 22.

Tumpatan sementara semen ionomer kaca, cavit Gambar 8. Dinding palatal gigi 21 yang telah terbentuk
dan cotton pellet dibuka. Bahan bleaching dibersihkan
dengan irigasi aquades sampai bersih, kemudian Komposit warna dentin diaplikasi diatas dinding
dilakukan dressing Ca(OH)2 dan ditumpat sementara palatal, bentuk mamelon dentin kemudian disinari
dengan cotton pellet dan cavit. Pasien diinstruksikan selama 20 detik. Ruang antar mamelon dentin diisi
untuk kontrol 1-3 minggu kemudian dilanjutkan dengan komposit warna translusen (Premisa, Kerr),
restorasi permanen yaitu resin komposit disertai pasak kemudian disinari selama 20 detik. Lapisan paling
fiber prefabricated. luar disebelah labial diblok menggunakan komposit
Dua minggu kemudian dilanjutkan preparasi warna email translusen, kemudian disinari selama 20
kavitas dan pembuatan bevel dengan menggunakan detik.. Untuk meratakan resin komposit di bagian labial
flame bur untuk mendapatkan fresh cut enamel. digunakan OptraSculpt Pad (Ivoclar).Pemeriksaan
Bagian email yang tidak didukung dentin dibuang. kesesuaian oklusi dengan articulating paper.
Dilanjutkan dengan pengukuran panjang pasak gigi Development groove pada bagian labial dibentuk

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ULANG DAN BLEACHING INTRAKORONAL PADA
98 INSISIVUS SENTRALIS KIRI MAKSILA

dengan diamond tapered fissur bur panjang, setelah gigi menyebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler
itu dilakukan finishing restorasi dengan menggunakan dalam kamar pulpa dan terjadi perdarahan. Darah
abrasive aluminium oxide coated rotary disc (SofLex atau komponen darah yang menggenangi kamar pulpa
disc, 3M ESPE) dimulai dari tingkat kekasaran coarse masuk ke dalam tubuli dentin secara difusi, kemudian
dan medium dengan putaran pelan, kemudian fine sel-sel darah merah mengalami proses hemolisis dengan
dan superfine. Polishing resin komposit menggunakan melepaskan hemoglobin. Hemoglobin selanjutnya
polish bur dan Astrobrush (Ivoclar). mengalami proses degradasi dan melepaskan
komponen besi. Komponen besi bersenyawa dengan
hidrogen sulfida yang merupakan produk bakteri,
menghasilkan senyawa feric sulfat berwarna hitam
yang kemudian mengadakan penetrasi ke dalam tubuli
(a) (b) dentin menyebabkan perubahan warna pada mahkota
gigi5,8.
Perubahan warna gigi pada gigi pasca perawatan
endodontik dapat juga terjadi karena adanya trauma
selama perawatan endodontik akibat kegagalan
operator mengontrol perdarahan selama terapi.
Akses yang tidak adekuat pada preparasi kavitas juga
menyebabkan sulitnya debris dihilangkan dari tanduk
pulpa. 9 Material irigasi, medikamen, siler, semen
dan material obturasi dapat menyebabkan terjadinya
(c) (d)
diskolorasi internal gigi. Adanya interaksi pada
Gambar 9. Perbandingan klinis dan radiografis gigi 21
(a). Foto klinis sebelum perawatan gigi 21 tampak warna beberapa macam material irigasi dapat mengakibatkan
gigi lebih abu-abu dibandingkan dengan gigi sebelahnya adanya presipitat pewarnaan yang dapat menempel
dan terdapat fraktur Ellis kelas III, (b). Foto klinis sesudah pada dentin. Gabungan NaOCl dan CHX menghasilkan
perawatan gigi 21, (c). Foto radiograf periapikal gigi 21 presipitat berwarna kecoklatan. Penggunaan EDTA
terlihat obturasi yang tidak hermetis, (d). foto radiograf dan CHX secara bersamaan menghasilkan presipitat
periapikal setelah perawatan selesai. berwarna merah muda. 10
Diskolorasi internal gigi bisa diatasi dengan
PEMBAHASAN perawatan bleaching. Namun, Menurut Priyanka
dan Veronica (2013) diskolorasi internal tidak dapat
Perubahan warna pada gigi merupakan sebuah dihilangkan dengan perawatan pada permukaan
problem klinis yang umum ditemukan dalam praktek gigi saja, harus disertai dengan perawatan bleaching
kedokteran gigi. Perubahan warna gigi didefinisikan intrakoronal untuk mengembalikan warna gigi seperti
sebagai perubahan pada warna, hue, maupun semula.10
translusensi yang disebabkan oleh faktor-faktor Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan salah satu
intrinsik maupun ekstrinsik seperti bahan tumpatan, golongan peroksida yang umum digunakan dalam
obat-obatan, dan nekrosis pulpa6. Diagnosis yang proses bleaching.6 Hidrogen peroksida berbentuk
benar mengenai penyebab perubahan warna sangat cairan jernih, tidak berbau, tidak stabil dan bersifat
penting, karena berpengaruh pada hasil perawatan7. asam, mempunyai berat molekul yang rendah sehingga
Pada kasus ini terjadi perubahan warna pada dapat berdifusi ke email dan dentin. 11 Mekanisme
gigi 21. Perubahan warna yang disebabkan oleh bleaching diyakini terjadi melalui pelepasan radikal
degenerasi pulpa akibat trauma satu tahun yang bebas oleh hidrogen peroksida setelah mengalami
lalu, dapat juga karena perawatan saluran akar yang proses katalisasi baik dengan cahaya, panas, maupun
tidak sempurna karena sisa-sisa jaringan pulpa masih reaksi kimia (aktivator). Hidrogen peroksida sebagai
ada. Selain itu karena kurangnya irigasi pada waktu agen oksidasi akan berdifusi pada struktur gigi
preparasi biomekanis ataupun preparasi akses yang dan menghasilkan radikal bebas yang tidak stabil.
tidak sempurna yang dapat menyebabkan perubahan Radikal bebas yang tidak stabil kemudian berusaha
warna pada gigi. Trauma yang mengenai struktur menstabilkan elektronnya dengan cara berikatan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Mira Lovita, Yulita Kristanti 99

dengan rantai ganda pada kromofor yang berada DAFTAR PUSTAKA


pada permukaan gigi dan berpenetrasi pada tubulus
dentinalis. Perubahan pada rantai ganda kromofor 1. Alqahtani, M.Q., 2014, Tooth Bleaching Procedures and Their
Controversial Effects: a Literature Review, The Saudi Dental
mengakibatkan sifat senyawa tersebut berubah
Journal, 26: 33-46.
terhadap penyerapan cahaya sehingga warna yang 2. Uysal, T., Er, O., Sagsen, B., Ustdal, A., dan Akdogan, G., 2009,
dihasilkan menjadi lebih cerah.1 Can Intracoronally Bleached Teeth be Bonded Safely, American
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics,
melakukan bleaching internal diantaranya kualitas 136(5):690-4Archer W.H, 1975, Oral and Maxillofacial Surgery,
5th Ed Vol.1, W.B. Saunders Company, Philadelphia London
pengisian saluran akar harus adekuat, gunakan pelapis Toronto.
servikal untuk mencegah masuknya bahan bleaching 3. Patil R. Esthetic dentistry: An artist’s science. Mumbai: PR
ke dalam saluran akar ataupun ke ligamen periodontal. Publication; 2002. p. 83-91.
Rotstein dkk. (2009), menunjukkan bahwa penggunaan 4. Carey, C.M., 2014, Tooth Whitening : What We Know, J Evid
Based Dent Pract. : 70-76.
glass ionomer setebal 2 mm dapat mencegah penetrasi
5. Torabinejad, M., dan Walton, R., 2009, Endodontics Principles
30% H2O2 ke dalam saluran akar. Selain itu, setelah and Practice 4th Edition, Saunders Elsevier, h. 391-404.
perawatan selesai dapat berfungsi sebagai dasar 6. Ingle, J.I., Bakland, L.K., dan Baumgartner, C., 2008, Ingle’s
restorasi akhir. Pembuatan pelapis servikal dengan cara Endodontics 6th Edition, BC Deker, Inc, Hamilton, h. 1383-
mengurangi gutta perca sedalam 1-2 mm di bawah 1399.
7. Yu, H., Li, Q., Cheng, H., dan Wang, Y., 2011, The Effect of
CEJ. Untuk menentukan kedalaman dapat digunakan Temperature and Bleaching Gels on The Properties of Tooth
probe periodontal yang dimasukkan ke dalam kamar Colored Restorative Materials, J.Prosthent.Dent, 105(2):100-
pulpa. Kavitas harus bebas debris dan sisa-sisa bahan 107.
pengisi, karena akan mempengaruhi efektivitas bahan 8. Mehanna, C., Khoury, P., Zogheib, T., Kassis, C., 2015, Intrinsic
Tooth Discoloration, An Updated Review, Aperito J Oral Health
bleaching. 12
Dent, 1 : 4.
Residu radikal bebas dari bahan bleaching banyak 9. Neelakantan, P., Jagannathan, N., 2012, Non Vital Bleaching
ditemukan pada tubulus dentinalis di kamar pulpa – A Non Invasive Post Endodontic Treatment Option : A Case
pasca bleaching intrakoronal. Residu tersebut akan Report, Journal of Clinical and Diagnostic Research, 6(3) : 527-
menghambat proses polimerisasi resin komposit yang 529.
10. Priyanka, S.R., Veronica, 2013, Tooth Discoloration Due to
dapat mengakibatkan penurunan kekerasan dan daya Endodontic Materials and Procedures, IOSR Journal of Dental
tahan terhadap fraktur serta menurunnya kemampuan and Medical Science, 9(4):32-36.
pelekatan dari resin komposit terhadap struktur gigi. 11. Briso, A.L.F., dkk., 2014, Effect on Sodium Ascorbate on Dentin
Hal ini menyebabkan restorasi tidak bisa segera Bonding After Two Bleaching Techniques, Operative Dentistry,
39, 2, h.195-203
dilakukan setelah proses bleaching. Menurunnya
12. Rotstein I., Walton, R.E., 2009, Bleaching Discolored Teeth :
kemampuan pelekatan resin komposit dengan struktur Internal and External, Missouri : Saunders Elseviers.
gigi merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan 13. Plotino G, Buono L, Grande NM, Pameijer CH, Somma F.
terjadinya kebocoran mikro dan dapat memicu Nonvital tooth bleaching: a review of the literature and clinical
terjadinya reinfeksi serta diskolorasi berulang pada gigi procedures. J Endodont 2008; 34(4): 394-407
14. Freire, A., dkk., 2011, Assessing the use of 35 percent sodium
pasca perawatan saluran akar.13 Beberapa penelitian ascorbate for removal of residual hydrogen peroxide after in-
menyatakan waktu penundaan restorasi resin komposit office tooth bleaching, JADA, 142, (7), h.836-41.
pasca bleaching selama 24 jam, 1 minggu, 2 minggu,
dan bahkan 3 minggu.14 Menurut Briso dkk. (2014),
waktu penundaan restorasi yang disarankan adalah 7
hari.11

KESIMPULAN

Perawatan ulang dan bleaching intrakoronal


dengan tehnik walking bleach pada diskolorasi akibat
trauma dan kegagalan perawatan sebelumnya dapat
memberikan hasil yang memuaskan, aman, dan
ekonomis untuk memenuhi kebutuhan estetis pasien.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
100 PO-21
ENDODONTIK KONVENSIONAL SEBAGAI MANAJEMEN NON BEDAH
PADA GIGI DENGAN PERIODONTITIS APIKALIS ASIMTOMATIK

ENDODONTIK KONVENSIONAL SEBAGAI MANAJEMEN NON BEDAH


PADA GIGI DENGAN PERIODONTITIS APIKALIS ASIMTOMATIK
Bayu Aji Kurniawan*, Pribadi Santosa**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Asymptomatic apical periodontitis is a lesion that occurs in the apex of a nonvital tooth that has inflammation.
This periodontitis results from acute apical periodontitis. Purpose: The purpose of this case report is to evaluate conventional
endodontics as management of non-surgical actions in teeth with asymptomatic apical periodontitis.
Case: 29 year old man complained of discolored tooth. In the past 15 years the tooth has been traumatic because the patient
fell while playing. Until now the tooth has never been pain. From the objective examination found that the color of tooth has
changed. Based on the radiographic results seen a broad radiolucent image with radiopaque borders on the apex of teeth
21 and 22.
Case management: Conventional root canal treatment is performed and followed by composite resin restorations.
Observations were made to see the healing of surrounding tissues.
Conclusion: Hermetic conventional root canal treatment can be an appropriate treatment for the management of non
surgical procedures in teeth with asymptomatic apical periodontitis.

Keywords: Root canal treatment, conventional endodontics, Asymtomatic apical periodontitis, non surgical management,
traumatic dental injuries

PENDAHULUAN diawali dengan periodontitis apikalis simtomatik. PAA


merupakan proses inflamasi yang telah berjalan lama,
Periodontitis apikalis adalah penyakit inflamasi lesi berkembang dan membesar tanpa ada tanda
akibat mikroba terutama disebabkan oleh infeksi dan gejala subyektif atau hanya ketidaknyaman yang
pada sistem saluran akar. Infeksi endodontik biasanya ringan1. Gigi dengan PAA tidak memberikan respon
berkembang setelah nekrosis pulpa terjadi. Meskipun terhadap rangsangan elektrik ataupun termal. Tes
jamur dan virus ditemukan dalam infeksi endodontik, vitalitas tidak memberikan respon karena secara
bakteri merupakan mikroorganisme utama yang klinis pulpa yang terlibat telah nekrosis. Tes perkusi
terlibat dalam etiologi periodontitis apikalis. Bakteri dan palpasi memberikan respon non sensitif, hal ini
mengkolonisasi sistem saluran akar lalu kontak dengan menunjukkan keterlibatan tulang kortikal dan telah
jaringan periradikular melalui foramen apikal dan terjadi perluasan lesi ke jaringan lunak3.
lateral1. Saluran akar yang terinfeksi menjadi tempat Secara histologi PAA dapat digolongkan menjadi
yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan memicu menjadi granuloma dan kista. Granuloma merupakan
respons inflamasi pada apikal. Reaksi inflamasi apikal jaringan granulasi yang terbentuk sebagai respon
yang terjadi ditujukan untuk menghilangkan bakteri, jaringan periapikal yang kronis terhadap inflamasi
dan mencegah invasi bakteri ke jaringan periapikal. dan proses nekrosis jaringan pulpa. Pembentukan
Setelah pulpa menjadi nekrosis, bakteri dapat tumbuh granuloma dimulai dengan terjadinya proliferasi sel
tanpa hambatan oleh mekanisme pertahanan tubuh. epitel di periapeks sehingga membentuk jaringan
Bakteri membentuk polimikrobial biofilm yang granulasi akibatnya sel yang berada di tengah masa
menyerang semua anatomi kompleks sistem saluran epitel tidak mendapatkan suplai nutrisi. Tekanan
akar dan mengiritasi jaringan periradikular2. dalam jaringan granulasi membesar dan menekan
Periodontitis apikalis asimtomatik (PAA) merupakan jaringan sehat serta tulang di sekitarnya sehingga
penyakit gigi yang berkembang setelah terjadinya terjadi resopsi tulang yang terlihat secara radiografis.
nekrosis pulpa dan infeksi akibat karies, trauma, Kista radikuler merupakan rongga patologis di daerah
atau prosedur iatrogenik. Periodontitis ini biasanya periapikal yang berisi cairan semifluid dan dilapisi sel-

Korespondensi: Bayu Aji Kurniawan, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta,
Indonesia. Alamat e-mail: drg.bayuaji@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Bayu Aji Kurniawan, Pribadi Santosa 101

sel epitel yang merupakan hasil dari peradangan akibat


nekrosis pulpa4. Secara radiografis, PAA menunjukkan
perubahan gambaran dasar radiolusen periapikal.
Perubahan berawal dari penebalan ligamentum
periodontal dan resopsi lamina dura kemudian terjadi
destruksi tulang periapikal4.
Tujuan dari laporan kasus ini adalah mengevaluasi
endodontik konvensional sebagai manajemen tindakan
non bedah pada gigi dengan periodontitis apikalis
asimtomatik. Gambar 2. Gambaran radiografis gigi 21 & 22 menunjukkan
area radiolusen di daerah apikal gigi berbentuk bulat
dengan diameter ± 2 cm.
KASUS
PENATALAKSANAAN KASUS
Pasien 29 tahun datang ke klinik Konservasi Gigi
RSGM Prof. Soedomo FKG UGM mengeluhkan gigi
Rencana perawatan gigi pada kasus ini adalah
depannya berubah warna kehitaman. Gigi tersebut
perawatan saluran akar gigi 21 & 22, bleaching
mulai berubah warna sekitar 4 tahun yang lalu.
intrakoronal gigi 21 dan restorasi resin komposit pada
Saat umur 10 tahun pasien pernah jatuh dan gigi
gigi 21 & 22. Prognosis dari kasus ini adalah baik karena
tersebut terbentur. Sampai sekarang gigi tersebut
sisa jaringan gigi masih banyak, saluran akar terlihat
tidak pernah terasa sakit. Pasien ingin gigi tersebut
jelas, dan pasien kooperatif.
dirawat dan warna giginya sama dengan gigi yang lain.
Pada kunjungan pertama, sebelum dilakukan
Pada pemeriksaan objektif, gigi 21 terdapat terdapat
perawatan pasien diberi penjelasan mengenai
diskolorasi mahkota dengan warna yang lebih gelap
mengenai prosedur prosedur perawatan dan biaya.
di servikal gigi. Pada gigi 21 dan 22, hasil tes termal
Pasien menandatangani informed consent terlebih
dengan chlor ethyl negatif, tes perkusi negatif, tes
dahulu sebelum dimulai perawatan. Pembukaan atap
palpasi negatif. Pada pemeriksaan radiografis, terlihat
kamar pulpa dari permukaan palatal menggunakan
adanya area radiolusen pada daerah apikal gigi 21
round diamond bur, setelah atap kamar pulpa terbuka,
berbentuk bulat dengan diameter ± 2 cm meluas
dilanjutkan dengan menggunakan bur diamendo
sampai gigi 22.
untuk menghilangkan atap kamar pulpa dilanjutkan
Diagnosis dari kasus ini adalah Gigi 21 nekrosis
dengan irigasi dengan NaOCl 2,5% sebanyak 2,5 ml dan
pulpa dengan diskolorasi disertai PAA, gigi 22 nekrosis
dilakukan debridement saluran akar.
pulpa disertai PAA.
Pengukuran working length menggunakan foto
radiograf preoperatif yaitu dengan cara panjang saluran
akar pada radiograf dikurangi 1 mm. Didapatkan
working length saluran akar gigi 21 adalah 19 mm.
Kemudian dilakukan pengukuran panjang kerja dengan
menggunakan Apex locator, didapatkan panjang kerja
19 mm.

Gambar 1. Gambaran klinis gigi 21. Terjadi perubahan


warna pada gigi 21 menjadi lebih gelap dibandingkan
dengan gigi lainnya

Gambar 3. Pengukuran panjang kerja gigi 21. Terlihat ujung


file berada tepat pada apikal konstriksi

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
ENDODONTIK KONVENSIONAL SEBAGAI MANAJEMEN NON BEDAH
102 PADA GIGI DENGAN PERIODONTITIS APIKALIS ASIMTOMATIK

Preparasi saluran akar menggunakan teknik dan tumpatan sementara masih baik. Pencatatan
stepback dengan IAF k-file #35 dan MAF k-file #50. warna sebelum dilakukan bleaching intrakoronal
Finishing menggunakan Hedstorm file # 70 panjang dengan menggunakan Vita Classic (Vitapan) shade
kerja 16mm, dilakukan dengan gerakan circumferential guide didapatkan warna gigi 21 adalah lebih gelap
filing. Setelah preparasi saluran akar selesai, saluran dari C4. Tumpatan sementara dibuka menggunakan
akar diirigasi dengan larutan NaOCl 2.5 % sebanyak diamond bur bulat. Irigasi kamar pulpa dengan NaOCl
2.5 ml dan EDTA 17 % digenangkan selama 1 menit 2,5% lalu keringkan dengan cotton pellet.
lalu larutan klorheksidin 2% selama 30 detik. Setiap Persiapan pasta walking bleach dengan
pergantian bahan irigasi, diselingi irigasi menggunakan mengaplikasikan 35% hydrogen peroxide pada kamar
saline. Saluran akar dikeringkan dengan paper point. pulpa. Kavitas ditutup sementara dengan double seal
Gutta percha disterilkan dengan cara direndam dalam berupa tumpatan zinc oxide (Caviton, GC) dan semen
larutan NaOCl 2.5 % selama 60 detik kemudian dibilas ionomer kaca modifikasi resin (GI Fuji II LC) dan disinar
dengan alkohol 70 %, kemudian dikeringkan. 20 detik menggunakan light curing unit. Pasien diminta
Teknik pengisian dengtan kondensasi lateral. Pasta datang untuk kontrol tiga hari kemudian
sealer berbahan dasar seng oksid eugenol dimasukkan Kunjungan ketiga, pasien tidak mengeluhkan rasa
ke saluran akar dengan menggunakan lentulo yang sakit. Pada pemeriksaan objektif tes perkusi negatif, tes
telah ditandai panjang kerjanya dengan rubberstop palpasi negatif, mobilitas negatif, tumpatan sementara
untuk melapisi dinding saluran akar secara merata, masih baik. Warna gigi 21 telah berubah menjadi
kemudian gutta percha utama (MAC) # 50 panjang 19 warna A3, sama dengan gigi sebelahnya.
mm diolesi pasta sealer pada 1/3 apikal dan dimasukkan
ke dalam saluran akar sesuai panjang kerja. Masukkan
fingerspreader antara gutta perca dan dinding ditekan
kearah apikal. Keluarkan fingerspreader dan ruang
tersedia setelah spreader diambil diisi dengan gutta
perca tambahan, tekan ke apikal lagi dan seterusnya,
sampai spreader tidak dapat masuk 2/3 dari panjang
kerja. Setelah penuh, gutta percha dipotong sampai
dengan 3 mm di bawah orifice dengan plugger yang Gambar 5. Gigi 21 setelah dilakukan bleaching intrakoronal,
dipanaskan. Cervical barrier berupa semen ionomer gigi telah mencapai warna A3 Classic
kaca modifikasi resin (GI Fuji II LC) diletakkan pada orifis
kamar pulpa dengan ketebalan 2 mm dan posisi 2-3 Double seal dibongkar, cotton pellet diambil. Kavitas
mm di bawah orifis. Semen ionomer kaca modifikasi diirigasi dengan NaOCl 2,5% lalu dikeringkan Kavitas
resin disinar 20 detik menggunakan light curing dikeringkan dan pasta kalsium hidroksida (Ultracal,
unit. Kavitas ditumpat dengan tumpatan sementara Ultradent) diaplikasikan pada kavitas, lalu ditutup
(Caviton, GC). Hasil pengisian saluran akar diperiksa dengan cotton pellet. Kavitas ditutup kembali dengan
dengan melakukan pengambilan foto radiografis. double seal (zinc oxide (Caviton) dan semen ionomer
Pasien diminta kontrol 1 minggu kemudian. kaca modifikasi resin (GI Fuji II LC). Pasien diminta
untuk datang kontrol 7 hari kemudian.
Kunjungan keempat, pasien tidak mengeluhkan
rasa sakit. Pada pemeriksaan objektif tes perkusi
negatif, tes palpasi negatif, mobilitas negatif, tumpatan
sementara masih baik. Restorasi akhir dilakukan
penumpatan menggunakan resin komposit packable.
Setelah penumpatan resin komposit selesai, oklusi
pasien diperiksa dengan articulating paper. Bagian
yang traumatik dikurangi dengan bur finishing.
Gambar 4. Hasil obturasi gigi 21
Finishing bagian palatal menggunakan bur finishing
Pada kunjungan kedua, pasien tidak mengeluhkan berbentuk pear, lalu dilanjutkan dipoles meggunakan
adanya rasa sakit. Pada pemeriksaan objektif, tes Enhance Polishing point (Dentsply) dan silicone brush.
perkusi negatif, tes palpasi negatif, mobilitas negatif,

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Bayu Aji Kurniawan, Pribadi Santosa 103

Dilakukan pengecekan kembali mengenai kontur, Kunjungan keenam, pasien tidak mengeluhkan rasa
tekstur, dan embrasur dari tumpatan. Pasien diminta sakit. Pada pemeriksaan objektif tes perkusi negatif,
datang kontrol 3 bulan untuk evaluasi radiografi gigi. tes palpasi negatif, mobilitas negatif, tumpatan masih
baik. Gambaran radiograf menunjukkan lesi semakin
mengecil. Tumpatan sementara dibuka dan bahan
dressing diambil. Saluran akar diirigasi dan dikeringkan
menggunakan paper point, dilanjutkan dengan
pengisian saluran akar dengan teknik kondensasi
lateral. Pengisian sepertiga apikal guttaperea nomor
35 (MAF) dan siler resin berbahan dasar seng oksid
eugenol dimasukkan ke dalam saluran akar sesuai
panjang kerja, dipadatkan menggunakan plugger
ukuran kecil. Gutaperca tambahan dimasukkan pada
Gambar 6 . Kondisi radiografis setelah 3 bulan
ruang bagian lateral yang dibentuk dengan finger
plugger sampai penuh, dipotong 2 mm dari oritis ke
Kunjungan kelima, pasien tidak mengeluhkan rasa
arah apikal, dipadatkan menggunakan plugger. Setelah
sakit. Pada pemeriksaan objektif tes perkusi negatif, tes
obturasi selesai, dilanjutkan dengan penumpatan
palpasi negatif, mobilitas negatif, tumpatan masih baik.
menggunakan resin komposit packable. Pasien diminta
Gambaran radiograf menunjukkan lesi mengecil namun
datang kontrol 3 bulan untuk evaluasi radiografi gigi.
belum hilang sepenuhnya. Perawatan dilanjutkan
Kunjungan ketujuh, pasien tidak mengeluhkan rasa
dengan perawatan saluran akar pada gigi 22. Prosedur
sakit. Pada pemeriksaan objektif tes perkusi negatif,
perawatan saluran akar dilakukan preparasi teknik
tes palpasi negatif, mobilitas negatif, tumpatan masih
kombinasi crown-down menggunakan ProTaper hand
baik. Gambaran radiograf menunjukkan lesi semakin
use dari file S1 sampai F3 dari titik referensi sampai
mengecil.
batas pembengkokan saluran akar, panjang kerja
sementara 16 mm, dilanjutkan teknik stepback dengan
IAF k-file #20 dan MAF k-file #35 dengan panjang kerja
19mm. Dilanjutkan finishing dengan menggunakan
hedstorm file # 50. Setelah preparasi saluran akar
selesai, saluran akar diirigasi dengan larutan NaOCl
2.5 % sebanyak 2.5 ml dan EDTA 17 % digenangkan
selama 1 menit lalu larutan klorheksidin 2% selama 30
detik. Setiap pergantian bahan irigasi, diselingi irigasi
menggunakan saline. Saluran akar dikeringkan dengan
paper point. Setelah preparasi saluran akar selesai,
dilakukan pengaplikasian bahan dressing kalsium Gambar 7. Kondisi radiografis setelah 6 bulan
hidroksid dan ditumpat sementara . Pasien diminta
kontrol satu minggu kemudian. PEMBAHASAN

Lesi periapikal dapat disebabkan oleh iritasi


mikroba, mekanis, atau kimia terhadap pulpa atau
jaringan periradikular yang akan nenimbulkan
inflamasi. Mikroorganisme dalam saluran akar
merupakan sumber utama iritan mikroba. Iritan ini
akan bergerak ke arah apeks dari sistem saluran akar
ke jaringan periradikular dan mengawali inflamasi
serta perubahan jaringan5.
Periodontitis apikalis asimtomatik berkembang
Gambar 7. Pemeriksaan pengukuran panjang kerja secara setelah meredanya fase akut dan infeksi sebagai
radiografis dengan K-file #15
akibat dari karies, trauma, dan prosedur iatrogenik.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
ENDODONTIK KONVENSIONAL SEBAGAI MANAJEMEN NON BEDAH
104 PADA GIGI DENGAN PERIODONTITIS APIKALIS ASIMTOMATIK

Lingkungan saluran akar nekrosis kondusif untuk back dilanjutkan dengan bleaching intrakoronal dan
perkembangan mikroba yang didominasi oleh bakteri direstorasi resin komposit. Perawatan pada gigi 22
anaerob. Profil bakteri pada setiap individu berbeda dilakaukan perawatan saluran akar dengan teknik
bergantung pada nutrient yang ada pada mikrobiota preparasi kombinasi crown down dan step back
itu sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa periodontitis multi kunjungan dengan dressing kalsium hidroksid.
apikalis memiliki etiologi yang heterogen dan tidak ada Perawatan dilanjutkan dengan restorasi resin komposit.
satu spesies yang dianggap sebagai patogen utama. Perawatan dengan kalsium hidroksida dapat
Infeksi primer PAA didominasi oleh bakteri anaerob6. merangsang penyembuhan pada lesi di sekitar apikal.
Secara histologik, lesi periodontitis apikalis Kalsium hidroksid memiliki efek anti bakteri yang
kronis diklasifikasikan sebagai granuloma atau dipengaruhi oleh banyaknya ion OH- yang dilepaskan,
kista. Granuloma periapikal terdiri atas jaringan sehingga terjadi hidrolisis polisakarida bakteri,
granulomatosa yang terdiri dari sel mast, makrofag, meningkatkan permeabilitas membran sel, denaturasi
limfosit, sel plasma, dan juga leukosit neutrofil protein dan inaktivasi enzim serta kerusakan DNA10.
polymorphonuclear (PMN) 7. Pada kasus ini terlihat adanya pengecilan lesi
Periodontitis apikalis kronis berkembang setelah periapikal setelah dilakukan perawatan endodontik
meredanya fase akut dan infeksi. Kista apikalis selama 3 bulan. Hal ini dapat dilihat dari gambaran
(radikuler) adalah granuloma yang mempunyai radiografi yang menunjukkan berkurangnya lesi
kavitas sentral yang berisi cairan eosinofil atau radiolusen dan bertambahnya radiopak yang
material semisolid dan dibatasi oleh epitel berlapis mengindikasikan adanya penyembuhan. Dari evaluasi
gepeng (skuamosa) yang dikelilingi jaringan ikat dan klinis yang menunjukkan tidak adanya sakit pada
mengandung semua elemen seluler, seperti yang perkusi dan palpasi.
ditemukan pada granuloma periapikal. Epitel yang Pada kontrol 6 bulan pasca perawatan endodontik
membatasi kista apikalis adalah sisa-sisa dari sel dilakukan pemeriksaan klinis dan didapatkan tidak ada
epitel Hertwig, sel Malassez yang berproliferasi akibat sakit pada perkusi dan tekan, dan tidak ada mobilitas.
inflamasi7. Dilakukan pengambilan radiografi lagi untuk melihat
Perawatan saluran akar konvensional yang adekuat penyembuhan lesi periapikal.
ditentukan oleh beberapa hal yang tergabung dalam
triad endodontik yaitu pembersihan jaringan nekrotik KESIMPULAN
serta bakteri dari saluran akar yang mengiritasi daerah
periapikal, pemberian bahan medikasi pada saluran Kasus gigi periodontitis apikalis asimtomatik
akar, serta pengisian saluran akar yang hermetis dapat diselesaikan dengan perawatan endodontik
dan restorasi akhir yang baik. Pembuangan jaringan konvensional non bedah. Observasi secara radiologis
nekrotik pada saluran akar akan menstimulasi suatu diperlukan sampai lesi periapikal tampak mengecil
regenerasi8. untuk melihat kepastian penyembuhan.
Triad endodontic dikenal sebagai perawatan
endodontik yang terdiri dari tiga tahap pokok, yaitu SARAN
preparasi, sterilisasi, dan pengisian saluran akar. Teknik preparasi dan pemilihan alat yang tepat saat
Pada tahap preparasi, dilakukan pembersihan dan perawatan saluran akar dapat mempengaruhi hasil dari
pembentukan saluran akar yang meliputi instrumentasi obturasi saluran akar gigi. Obturasi saluran akar yang
dengan alat-alat endodontik dan juga diperlukan hermetis dapat mencegah bakteri untuk berkembang
bahan irigasi saluran akar yang bertujuan untuk di dalam saluran akar dan dapat mempercepat
menghilangkan jaringan nekrotik, tumpukan serpihan penyembuhan dari lesi periapikal.
dentin dan membasahi saluran akar gigi. Pembersihan
saluran akar secara menyeluruh merupakan faktor
yang penting karena sisa jaringan yang tertinggal DAFTAR PUSTAKA
(debris) dapat menjadi tempat bagi tumbuhnya bakteri
dan dapat menyebabkan peradangan periapikal9. 1. Torabinejad M, Walton RE. Endodontics principles and
practice. 5th ed. St Louis: Saunders Elsevier; 2015.
Perawatan pada gigi 21 dilakukan perawatan
2. Kishor G, Yuan-ling NG. Endodontics. 4th ed. MosbyElsevier;
saluran akar one visit dengan teknik preparasi step 2014

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Bayu Aji Kurniawan, Pribadi Santosa 105

3. Hargreaves KM, Cohen S. Cohen’s pathways of the pulp. 10th


ed. St Louis: Mosby Elsevier; 2011
4. Ingle JI, Bakland LK. Endodontisc. 6th Ed. London: BC. Decker;
2007
5. Garg N, Garg A. Textbook of endodontics. 2nd ed. New Delhi:
Jaypee Brothers. Medical Publishers; 2010
6. Peciuliena V, Meneliene R, Balcikonyte E, Drukteinis S,
Rutkunas V. Microorganisms in root canal infections: a review.
Balt Dent J;2008
7. Jewetz, Melnick. Mikrobiologi kedokteran. 23th Ed. Alih
bahasa: Hartono H. Jakarta: EGC; 2004Jewetz, Melnick.
Mikrobiologi kedokteran. 23th Ed. Alih bahasa: Hartono H.
Jakarta: EGC; 2004
8. Sweta C, Pranshu T, Yogesh U, Priyank S. Successful nonsurgical
management of a large radicular cyst: A case report with
review of literature. Int J Cont Dent Med Rev; 2015
9. Grossman LI. Grossman’s Endodontic Practice. 13th ed.
Chandra SB, Krishna VG, editors. New Delhi: Wolters Kluwer
Health; 2014
10. Mohammadi Z, Dummer PMH. Properties and applications of
calcium hydroxide in endodontics and dental traumatology : A
review. International Endodontic Journal; 2011

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
106 PO-22
PENATALAKSANAAN ABSES PERIAPIKAL YANG BESAR PADA GIGI
INSISIV SENTRAL RAHANG ATAS : LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN ABSES PERIAPIKAL YANG BESAR PADA GIGI


INSISIV SENTRAL RAHANG ATAS : LAPORAN KASUS
Dwita Budiarti.*, Ira Widjiastuti**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: Necrotic teeth with periapical abscess is one of the most common problem in endodontic. Management of
necrotic tooth with a large periapical abscess can be done with apical resection procedure. The main goal of apical resection
is to prevent bacterial leakage from root canal by placing a hermetic root end filling following apical root resection. Purpose:
to provide information about management of necrosis teeth with a large periapical abscess with apical resection procedure.
Case: Female pasien, 23 years old, came to Conservative Dentistry Clinic, RSGM Universitas Airlangga. She is reffered from
Ortodontic Clinic. Patient feels uncomfortable on her front teeth. Radiographic examination reveal radiolucency in the apical
teeth 11 and 21 sized ±10mm.
Case Management : Before surgery, root canal treatment on 11 and 21 was done. Preparation of the rooth canal using crown
down pressureless technic and orthograde obturation.. The next treatment was apical resection. Making semilunar flap then
curretage was done. The apical third part of the root was cut and remove guttap percha using ultrasonic tip then followed
by obturation using MTA. Aplication bonegraft and membrane followed by suturing. The teeth was restored with composite
resin.
Conclusion : Management of tooth with large periapical abscess with apical resection can provide satisfactory result

Keywords: Necrotic tooth, Periapical abscess, Apical resection , MTA, bonegraft

PENDAHULUAN prosedur bedah yang paling umum dilakukan


bertujuan untuk menghentikan kerusakan tulang
Infeksi pada jaringan pulpa dapat terjadi oleh alveolar pada gigi dengan lesi periapikal yang luas yang
beberapa penyebab seperti karies atau trauma tidak dapat ditanggulangi oleh perawatan endodontik
yang menyebabkan gigi nekrosis. Destruksi jaringan konvensional saja sehingga gigi tidak perlu dilakukan
periapikal berkembang dari respon tubuh terhadap pencabutan.4
bakteri dan produknya yang menginvasi jaringan
periapikal yang kemudian mengaktifkan reaksi imun KASUS
tubuh.1 Jika dibiarkan terlalu lama tanpa perawatan
lama kelamaan akan mencapai jaringan periapikal dan Pasien perempuan, 23 tahun datang ke Klinik
menyebabkan abses periapikal.2 Konservasi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas
Apeks reseksi adalah tindakan pemotongan Airlangga atas rujukan dari Klinik Ortodonsia, pasien
ujung akar gigi yang infeksi serta dilakukan kuretase merasa tidak nyaman pada gigi depannya yang dahulu
seluruh jaringan periapikal yang mengalami nekrotik pernah mengalami patah saat berusia 16 tahun.
dan peradangan dengan maksud agar dapat Dahulu sudah pernah dilakukan perawatan. Pada
mempertahankan gigi dengan perawatan saluran pemeriksaan klinis gigi 11 tampak berubah warna dan
akar, dapat dilakukan dalam 2 kali kunjungan atau gigi 21 sebelah mesial terdapat tumpatan komposit
1 kali kunjungan saja. Prosedur ini diperlukan saat (Gambar 1). Tes vitalitas (-), perkusi (+), kebersihan
peradangan dan infeksi yang cukup luas terjadi pada mulut pasien baik. Pada pemeriksaan radiologis, pada
area ujung akar gigi setelah perawatan saluran akar.3 apikal gigi 11 dan 21 tampak radiolusensi berbentuk
Apeks reseksi pertama kali dilakukan oleh Farra bulat berbatas diffuse pada apikal sebesar ±10 mm.
dan Brophy sebelum tahun 1880 dan ditemukan cara (Gambar 2).
operasi lebih baik dengan perawatan radikal untuk Diagnosa pada gigi 11 dan 21 adalah nekrosis
abses peiapikal kronis. Apeks reseksi merupakan pulpa disertai abses periapikal. Rencana perawatan

Korespondensi: Dwita Budiarti, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Jl. Mayjen Professor Doktor Moestopo no. 47,
Surabaya, Indonesia. Alamat e-mail: dwita.budiarti@gmail.com.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dwita Budiarti, Ira Widjiastuti 107

adalah perawatan saluran akar dilanjutkan dengan


apeks reseksi.

Gambar 1. Foto Klinis Awal Gambar 3. Foto Radiografi Trial Gutta Percha
Keterangan : A. Gigi 21; B. Gigi 11

Kunjungan kedua dilakukan obturasi saluran


akar dengan gutta percha F2 sesuai panjang kerja
menggunakan pasta saluran akar AH-Plus. Kemudian
dikonfirmasi dengan foto radiografi periapikal gigi 11
dan 21.

Gambar 2. Foto Radiografi gigi 11 dan 21

PENATALAKSANAAN KASUS

Kunjungan pertama, pasien dijelaskan tentang


prosedur perawatan saluran akar dan apeks reseksi.
Pasien setuju tindakan perawatan ini maka pasien Gambar 4. Foto radiografi obturasi saluran akar pada gigi
menandatangani informed consent. 11 dan 21
Dilakukan perawatan saluran akar gigi 11 dan 21.
Pada gigi 11 dilakukan perawatan ulang, gutta percha Persiapan apeks reseksi yaitu pemeriksaan darah
dikeluarkan menggunakan file headstorm kemudian lengkap (HB 12,5 g/dl) , PT 13,3 dtk, APTT 42,3 dtk dan
dilakukan penghitungan panjang kerja dengan apex kadar GDP 98 ml/dl, GD 2 JPP 134 mg/dl.
locator dan dikonfirmasi dengan foto radiologi Kunjungan ke tiga persiapan apeks reseksi yaitu
periapikal. Selanjutnya dilakukan preparasi saluran informed concent, cek vital sign tekanan darah 110/70
akar dengan teknik crown down pressureless pada gigi mm/Hg, pernapasan 16 kali permenit, denyut nadi 80
11 dan 21. Dilakukan irigasi saluran akar menggunakan kali, suhu tubuh 36,5 derajat celcius.
NaOCl 2,5%, EDTA 17%, klorheksidin 2% dan akuades Persiapan tindakan apeks reseksi:
kemudian dikeringkan dengan paper point. Selanjutnya 1. Asepsis ekstra oral dan intra oral dengan betadine
dilakukan trial guttap dan di konfirmasi dengan foto solution
radiografi periapikal. Aplikasi dressing pasta kalsium 2. Anestesi infiltrasi lokal dengan pada labial dengan
hidroksida dan pasien diinstruksikan untuk datang satu menggunakan pehacaine 0,5 cc
minggu kemudian. 3. Anestesi nasopalatine blok pada foramen insisivus
dengan pehacain 0,5 cc

Prosedur Pembedahan pada gigi 11 dan 21:


1. Pembuatan semilunar flap menggunakan blade
No.15 dan scalpel pada regio gigi 11 dan 21

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENATALAKSANAAN ABSES PERIAPIKAL YANG BESAR PADA GIGI
108 INSISIV SENTRAL RAHANG ATAS : LAPORAN KASUS

6. Preparasi ujung apeks dengan satelec endodontic


surgery tip AS 3 D.
7. Pengisian ujung akar dengan MTA secara
retrograde.
8. Pemberian bone graft dan membrane pada kaviitas
pembedahan.
9. Pengembalian flap ke posisi semula dan jahit
dengan benang nylon 4.0 sebanyak 5 jahitan pada
gigi 11, 4 jahitan pada gigi 21.
Gambar 5. Flap Semilunar A. gigi 11; B gigi 21

2. Pemisahan jaringan dan tulang dengan


menggunakan rasparatorium
3. Pembukaan tulang/akses apeks menggunakan low
speed handpiece dengan round bur tulang sampai
terlihat ujung akar dan lakukan irigasi daerah
operasi dengan larutan saline steril
Gambar 9. Suturing gigi 11 dan 21
10. Foto rontgen pasca apeks reseksi

Gambar 6. Pembukaan Tulang A. gigi 11 ; B. gigi 12


4. Dilakukan kuretase

Gambar 10. Gambaran radiologi setelah apeks reseksi gigi


11 dan 21
11. Setelah pembedahan, pasien diinstruksikan untuk
menjaga kebersihan luka, luka tidak boleh diraba-
raba dengan lidah, menyikat gigi harus dengan
hati-hati, jangan berkumur terlalu keras, tidak
Gambar 7. Kuretase Jaringan A. Kuretase Jaringan Pada
boleh minum dan makan panas
Gigi 11 Gambar B. Kuretase Jaringan Pada Gigi 21
12. Pemberian resep asam mefenamat 500 mg sehari
5. Pemotongan ujung apeks dengan ultrasonic satelec 3 kali bila perlu, antibiotik amoksisilin 3 kali sehari
endodontic surgery tip ET 18 D dengan sudut 0°, selama 5 hari, natrium diklofenak 50 mg 2 kali
irigasi dengan larutan saline steril sehari bila perlu dan obat kumur klorheksidin.
13. Pemeriksaan HPA sediaan jaringan gigi 11 dan 21.
14. Pasien diinstruksikan untuk kontrol 7 hari
kemudian.

Kunjungan ke lima, dilakukan kontrol anamnesa


tidak ada keluhan, pemeriksaan klinis kemerahan (-),
debris (-), tidak ada pembengkakan, jahitan lengkap.
Gambar 8. Pemotongan Ujung Apeks A. Gigi 11 Dilakukan irigasi saline dan angkat jahitan pada gigi 11
B. Gigi 21 dan 21.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dwita Budiarti, Ira Widjiastuti 109

yang rendah.5,6 MTA juga terbukti dapat menstimulasi


penyembuhan pada jaringan yang terlibat serta
dipercaya dapat menstimulasi pertumbuhan tulang
sehat yang baru. 7
Pada saat kuretase, tampak adanya kerusakan tulang
yang cukup luas sehingga diperlukan bone graft untuk
membantu regenerasi tulang. Berdasar penelitian
Sreedevi et al8, penggunaan bone graft setelah apeks
reseksi setelah 6 bulan tidak dapat dibedakan dengan
tulang sekitarnya yang menujukkan regenerasi tulang
Gambar 11. Kontrol 7 hari setelah operasi gigi 11 dan 21 yang baik sehingga perawatan ortodontik maupun
prostodontik bisa dilakukan.
PEMBAHASAN Berdasar penelitian Corbella et al9 penggunaan
Guided Tissue Regeneration (GTR) dapat meningkatkan
Apeks reseksi merupakan prosedur bedah yang penyembuhan, tampak regenerasi yang lebih
paling umum dilakukan bertujuan untuk menghentikan baik daripada kelompok yang tidak menggunakan
kerusakan tulang alveolar pada gigi dengan lesi membran. Prinsip GTR berdasar pada konsep sel epitel
periapikal yang luas yang tidak dapat ditanggulangi yang bermigrasi lebih cepat daripada sel lain yang ada
oleh perawatan endodontik konvensional saja. di periodontal sehingga jaringan dapat beregenerasi
Berdasar pada kasus kasus yang telah dilaporkan dengan baik.
angka keberhasilan mencapai lebih 90 persen.5 Setelah prosedur pembedahan, jaringan yang telah
Tatalaksana pada kasus ini adalah perawatan dikuret dikirim untuk pemeriksaan HPA (Histopatologi
saluran akar pada gigi 21 dan retreatment pada gigi Anotomi) yang menunjukkan adanya lesi kronis
11 kemudian dilanjutkan dengan apeks reseksi pada supuratif atau abses periapikal kronis.
gigi 11 dan 21. Hal ini berdasarkan pemeriksaan klinis
yaitu gigi 11 dan 21 sudah non vital dan berdasarkan KESIMPULAN
gambaran radiografi periapikal menunjukkan lesi
berbentuk bulat berbatas diffuse terletak di apikal gigi Perawatan apeks reseksi pada gigi dengan
11 dan 21 yang cukup luas yaitu ±10 mm. abses periapikal yang besar didapatkan hasil yang
Perawatan saluran akar serta retreatment tidak memuaskan. Keberhasilan perawatan dipengaruhi
dilakukan bersamaan dengan apeks reseksi dikarenakan oleh beberapa faktor, pasien yang kooperatif, keadaan
adanya keterbatasan waktu dalam merawat 2 gigi. umum pasien, luas daerah yang mengalami kerusakan,
Pada gigi 21 juga membutuhkan perawatan saluran pemilihan bahan dan teknik pembedahan serta
akar ulang terlebih dahulu karena pengisian yang tidak kemampuan operator. Evaluasi jangka panjang juga
baik pada perawatan sebelumnya. diperlukan untuk mengetahui keberhasilan perawatan.
Desain flap ada berbagai macam, dasar pembuatan
flap semilunar pada kasus ini karena adanya frenulum DAFTAR PUSTAKA
diantara gigi 11 dan 21 sehingga jika dipilih flap
trapezoid atau envelope dapat merusak frenulum, 1. Ghorbanzadeh, S., Ashraf, H. 2017, Nonsrugical Management
serta pada daerah operasi pada gigi anterior sehingga, Of a Large Periapical Lesion: A Case Report, Iranian Endodontic
bila operator tidak dapat mengembalikan flap dengan Journal. Spring: 12(2): 253-6.
2. Rakhma, Tranantika dan Untara RTE., 2011. Perawatan
baik dapat terjadi resesi gingiva yang akan menggangu Saluran Akar Satu Kunjungan pada Gigi Molar Pertama Kanan
estetik pasien. Selain itu dengan membuat flap Mandibula Nekrosis Pulpa dengan Abses Periapikal dan
semilunar, akses pada daerah operasi sudah cukup Fistula. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia. 18(1): 117-121
untuk mendapatkan jalan masuk ke daerah apikal. 3. Archer WH. Oral and Maxillofacial Surgery, 5th ed, Vol.I, 1965.
Pemilihan MTA (Mineral Trioxide Aggregate) sebagai pp. 185-189
4. Widiyanta, Eka. 2016, Apikoektomi Gigi 12 dengan Anestesi
bahan obturasi bagian apikal setelah pemotongan Lokal. Laporan Kasus, CDK-190/ Vol. 39. No.2
akar karena MTA memiliki kemampuan sealing yang 5. Arx, Thomas. 201, Apical Surgery: a Review of Current
baik, stabilitas material yang baik dan biokompabilitas Techniques and Outcome. Saudi Dental Journal, 23(1): 9-15.
yang sangat baik serta MTA juga memiliki kelarutan 6. Arx, Thomas. 2016, Mineral Trioxide Aggregate (MTA) a

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENATALAKSANAAN ABSES PERIAPIKAL YANG BESAR PADA GIGI
110 INSISIV SENTRAL RAHANG ATAS : LAPORAN KASUS

Success Story in Apical Surgery. Swiss Dental Journal, 126(6):


573-584.
7. Arango, DV., Manotas, JR., Callabero AD., 2016. Apicoectomy
and Retrogade Filling as Periapical Granuloma Treatment. Rev
Fac Odontol Univ Antioq, 28(1): 203-209.
8. Sreedevi PV., Varghese NO., Varugheese JM., 2011, Prognosis
of Periapical Surgery Using Bonegraft: A Clinical Study. Journal
of Conservative Dentistry. 14(1): 68-72.
9. Corbella S., Taschieri S., Elkabbany A., Arx T., 2016, Guided
Tissue Regeneration Using a Barrier Membrane in Endodontic
Surgery. Swiss Dental Journal, 126 (1): 13-25.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PO-23 111
Tri Sari Dewi Purba, Dennis,Trimurni Abidin

PENDEKATAN KLINIS DALAM KEGAGALAN ENDODONTIK: LAPORAN


KASUS
Tri Sari Dewi Purba* Dennis** Trimurni Abidin**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRACT

The increase in the number of endodontic treatment resulted in an increased number of failures, their management raising
complex and serious endodontic problems. Treatment failure can be due to many reasons has to be evaluated carefully
before initiating the treatment. Endodontic retreatment provides a second chance for the patient to save the root canal
treated tooth that would otherwise be deemed for extraction. Treatment approach can be either surgical or non surgical.
The evolution of endodontic techniques and materials has reduced the indication of surgical procedures. This article presents
a clinical case that required endodontic retreatment of failed root canal treatment due to loss of coronal seal and inadequate
obturation. A 18-year-old female patient with chief complaint of pain on mastication on upper front teeth. Patient gave the
history of root canal treatment. On clinical examination, a discoloured and inadequat composite restoration was observed.
Radiographic examination showed incomplete obturation. Non-surgical endodontic retreatment were performed. The
reasons for treatment failure can be multivalent. Correct diagnosis of failure is very important for deciding the retreatment
option. Nonsurgical retreatment should be the first treatment choice. However, with non surgical retreatment approach and
adequate apical and coronal seal can achieve favourable clinical outcome.

Keywords : Endodontic failure, Non-surgical, Retreatment

INTRODUCTION The success of a nonsurgical root canal retreatment


is governed by the removal of previous obturating
There are many causes of failure of initial endodontic material and /or necrotic tissue. In terms of objectives,
therapy which have been described in the literature. there are no differences between the primary
These include iatrogenic procedural error, untreated treatment of the infected root canal system and a
canal, canals that are poorly cleaned and obturated, retreatment, i.e. microorganisms should be eliminated
complication of instrumentation (ledges, perforation, and the space hermetically sealed with a biocompatible
etc.) and overextension of root filling material. Such filling material.3 This case report describes a case
‘failures’ are most often caused by microorganisms retreatment of root canal therapy failure due to
that have either survived the conventional treatment incompletely obturated canal with loss of coronal seal.
procedures or invaded the root canal system at later
stages via coronal leakage.1 CASE
Endodontic retreatment offers the patient a
second chance to save a root canal treated tooth that A 18-year-old female patient came to the RSGM
would otherwise be destined for extraction. Such University of Sumatera Utara with chief complaint of
a retreatment can be carried out either surgically pain on mastication with upper right lateral incisor.
or non surgically. Nonsurgical retreatment when On clinical examination, a discoloured and inadequat
possible often is the first choice for attempting to composite restoration was observed in relation to
correct obvious deficiencies in the previous treatment. upper right lateral incisor was seen.(Fig 1a) The tooth
However, surgical retreatment would be the choice in was tender to percussion. Patients gave the history of
the presence of certain indications like presence of an root canal treatment attributed to the tooth #12 which
apical cyst, anatomical or iatrogenic obstruction etc 3. was performed two years ago by a general practitioner.
Generally surgical retreatment would be carried out Preoperative radiograph in relation to #12 revealed
following a nonsurgical endodontic failure.2 Fig 1b. incomplete obturation of the canal with periapical
Pre-operative Radiograph radiolucency and placement of a metallic post. (Fig 1b)

Korespondensi: Tri Sari Dewi Purba, Resident of Specialist Program of Conservative Dentistry, Faculty of, Dentistry, Universitas Sumatera Utara, Jln.
Alumni No. 2 Kampus USU Medan 20155, email : tuwearz_2nd@yahoo.co.id

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENDEKATAN KLINIS DALAM KEGAGALAN ENDODONTIK:
112 LAPORAN KASUS

with paper points and non ISO gutta-percha master


apical cones were inserted up to working length and
confirmed radiographically.(Fig 4) The obturation of
root canal with condensation lateral technique and
resin-based sealer (AH Plus, Dentsply).(Fig 5)

Fig 1. a. Pre-operative View;b. Pre-operative Radiograph

A diagnosis based on examination previously


treated tooth with loss of coronal seal and inadequate
obturation was established and patient was convinced
for a nonsurgical endodontic retreatment with fibre Fig 3.Initial apical file
post followed by all ceramic crown after explaining the
protocol planned.

CASE MANAGEMENT

The access cavity was re-entered using a endo


access bur.(Fig 2a) Then the metallic post was carefully
removed using scaller ultrasonic vibration.(Fig 2b)
Gutta-percha was removed using H file. Working length Fig 4.Master apical cone
was established with the use of an apex locator (Root
ZX, J. Mortina Inc, USA) and confirmed by a radiograph.
(Fig 3) The canals were cleaned and shaped with
RaCe NiTi rotary files in crown down manner. The
cleaning process of the root canals were irrigation
with 2.5% NaOCl, saline, and 2% clorhexidine. After
the completion of the chemo-mechanical root canal
preparation, the root canal was dried with sterile
paper points and filled with calcium hydroxide. The
Fig 5. Obturation
calcium hydroxide (Viopaste, Spident) was renewed
every 2 weeks for 1 month until the apical discharge
After root canal obturation, 2/3 gutta-percha
had diminished.
was cleared with peso reamer to create post space
in order to place post and core. (Fig 6). Fibre post
cementation was done with composite core buildup.
Tooth preparation for all ceramic crown was done (Fig.
7). Retraction cord was placed and impressions made
with polyvinyl siloxane impression material (Aquasil LV,
Putty/Light Body, Dentsply, Germany) using two step
putty wash technique. (Fig 8). A provisional restoration
was constructed from a bis-acryl resin (ProTemp 4, 3M
Fig 2. a. inadequat composite restoration was removed;b.
ESPE; Seefeld, Germany). The shade was determined
Metallic post was removed
with a shade guide (Vitapan 3D MasterVita, Bad
Solingen, Germany).
One month later patient returned asymptomatic
and radiograph revealed periradicular healing,
tooth was flushed with 2.5% NaOCl, saline, and 2%
clorhexidine solution. The root canals were dried

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Tri Sari Dewi Purba, Dennis,Trimurni Abidin 113

Fig 10. Follow up after 6 months


Fig 6. Post placement
DISCUSSION

Although endodontic treatment has a high rate


of success, failures may occur, and these are usually
associated with poorly performed procedures. In fact,
studies have demonstrated that part of the root canal
remains often unchanged after chemicalmechanical
preparation. These areas can contain both
Fig 7. Tooth preparation for all ceramic crown microorganisms and necrotic tissue remnants, even
when radiographic examination shows a seemingly
adequate filling.4
In the present case report, radiolucent images on
the periapex on radiography indicate that infection has
occurred in the periapex tissue, poor obturation and
loss of coronal seal, which were probably the causes
of failure of previous endodontic therapy. Various
studies have shown the importance of coronal seal
in the success of endodontic treatment. Adequate
Fig 8. impressions made with polyvinyl siloxane impression obturation with adequate coronal seal has shown to
material produce better outcomes than those with inadequate
obturation and/or inadequate coronal seal.5
Pressable ceramic system (IPS e.max Press, Ivoclar The objectives of endodontic retreatment
Vivadent AG, Schaan) was used for the fabrication of procedures are to cleanse the root canal space of any
all ceramic crown. Cementation was done using Resin previous material which was present, offset deficits
Cement. The crown was seated, any excess cement that are pathologic or iatrogenic in source. Moreover,
was removed. Clinical and radiographic evaluation endodontic retreatment measures checks and corrects
was done (Fig 9a and 9b ). Follow up after 6 months mechanical catastrophes, formerly overlooked
showed no secondary caries, fracture, loosening / canals or radicular subcrestal fractures. Prominently,
decementation of the crown and the tooth properly counteractive techniques consents the clinicians to
functionally again in mouth. (Fig 10). reshape the patented canals and three-dimensionally
cleanse and obturate root canal systems. When the
guiding principles of case selection are valued and
the state of the art facilities are utilized along with
advanced knowledge of endodontics, the prospect
of accomplishment of a nonsurgical endodontic
retreatment increases by three fold.6
Re-treatment in this case is done in addition to
improving previous treatments as well as to provide
Fig 9. a. All ceramic crown was seated; b. All ceramic
good restoration of the teeth so that failure will not
crown radiographic evaluation
occur in the future. The final restoration requirement

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENDEKATAN KLINIS DALAM KEGAGALAN ENDODONTIK:
114 LAPORAN KASUS

for teeth after root canal treatment is to provide good 5. Flourish V, Bangera MK, Stevens SM. Non Surgical Retreatment
corona closure, protect the remaining tooth structure in Endodontics- A Case Study. Int Journal of Advanced Research
2016;4(4):773-778
and reverse the masticatory and aesthetic function. In 6. Ruddle CJ: Ch. 8, Cleaning and shaping root canal systems. In
this case fiber post restoration was used. Fiber posts Cohen S, Burns RC, editors: Pathways of the Pulp, pp. 231-291,
have a dentin-like modulus that allows a more even 8th ed., Mosby, St. Louis, 2002.
distribution of occlusal stresses in the root dentin, 7. Gopal R, Raveendran L, Sonia P, Paulaian B. Management of
Tooth Fractures Using Fiber Post and Fragment Reattachment:
which have led to fewer and less severe in vitro root
Report of Two Cases. J Pharm Bioallied Sci. 2017 Nov; 9(Suppl
fracture failures. FRC post needs less dentin removal 1): S295–S298.
as it uses the undercuts and surface irregularities to
increase the surface area for bonding, thus minimizes
the possibility of tooth fracture. In addition, using glass
fiber post with composite core and adhesive materials
can create a monoblock, a multilayered structure
with no inherent weak interlayer interfaces, which
reinforces the tooth structure.7 In this case all ceramic
was used as a final restoration to achieved full coverage
and aesthetically.

CONCLUSION

The reasons for treatment failure can be multivalent.


Correct diagnosis of failure is very important for deciding
the retreatment option. Nonsurgical retreatment
should be the first treatment choice, except when a
canal cannot be completely negotiated because of an
apical or coronal obstruction or a re-treatment attempt
has already failed. The correct treatment choice
can be made with the correct equipment available
and the proper skills, adequate knowledge about
armamentarium and experience.

REFERENCES

1. Tewari RK, Mishra SK, Sharma S. Nonsurgical Endodontic


Retreatment: A Case of Dental Quackery. Int Journal of
Experimental Dental Science 2012;1(1):34-36
2. Puri S, Pandya M,2 TrivediPooja Trivedi P, Ahuja R. “Second
change to save your tooth”- A Case Report. Int. Journal of
Contemporary Dentistry 2011;2(4): 70-5
3. Tomer AK, Miglani A, Chauhan P, Dubey S. Endodontic post
and core retreatment –A case report. Int Journal of Applied
Research 2017; 3(2): 239-241
4. Souza DM, Silva RV, Pereira RP. Endodontic reintervention with
ProTaper Universal Retreatment files: a case report. Dental
Press Endod 2016;6(1):21-6

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PO-24 115
Imelda Darmawi, Dennis, Trimurni Abidin

MANAGEMEN PADA INSTRUMEN PATAH DENGAN METODE BYPASS :


LAPORAN KASUS
Imelda Darmawi*, Dennis**, Trimurni Abidin **
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRACT

Background :The incidence of fractured files remains a frequent challenge in Endodontics. The separated instrument,
particularly a broken file, leads to metallic obstruction in the root canal and inhibit cleaning and shaping. Purpose : The
purpose of this case report the process of bypass method from separated instrument.
Case: A patient 43-year old female with a chief complaint of pain in the right maxillary first premolar. Root canal treatment
was performed 5 years ago. Patient came to the clinic of conservative dentistry RSGM FKG USU.
Case Management : After removal of the existing gutta percha, separated instrument was found at the junction of apical
third root canal on radiographic examination. Although using an dental operating microscope for magnification, bypass
method was decided as treatment option becaue a separated instruments could not possible for retrieval, . A file was
inserted between the separated instrument and the root canal dentin until achieving full working length. The fragment
remains “in situ” and is later incorporated into the root canal obturation material. Then the tooth was restored with Direct
Resin Composite.
Conclusion : Bypass method is considered favorable in many clinical cases because it is more conservative and requeres less
exessive dentin removal, and succesfully done in this cases.

Key word : Bypass Methode, Microscope, Separated Instruments

INTRODUCTION Sugessting the bypassing procedure is based on the


fact that none of the root canals are perfectly round,
During endodontic treatment or retreatment, so there is always a small gap between the root canal
instruments might fracture within the root canal. wall and the fragment, which allows a smaller file to
Clinical studies have reported the incidence of this bypass the separated fragment. Leaving the fragmnet
complication in a range that varies from 0.39% to 5%.1 in situ and bypassing it with a hand file along with filling
e Deus (1992) reported that endodontic the RC with thermo plasticied guttapercha improves
instruments must be carefully used and instruments significantly the prognosis of the tooth.3
that show even slight deformities should be discarded. Indications :
Sotokawa (1988) also reported that metal fatigue was • For fragments located in the middle or apical 1/3
found to be implicated in breakage.2 of the RC
Rotary instruments has become popular and • For fragments beyond the curvature
currently they are the mainstay of root canal • In cases when perfect visualization and
instrumentation. This is mainly because of the straightening of the RC cannot be achieved or
much greater flexibility of NiTi files compared to their would be too structurally invasive
stainless steel counterparts, which offers distinct Advantages:
clinical advantages in curved root canals.1,3 • More conservative procedure than complete
Bypassing describe a procedure, in which a file is removal of the fragment
inserted between the separated instrument and the • Less invasive
root canal dentin until achieving full working legth. The • Relatively simple procedure
fragment remains “in situ” and is later incorporated • Often result in complete removal f the fragment
into the root canal obturation material. this method is • Allows achieving full working legth, proper
considered favorablr in many clinical cases because it preparation, irrigation and obturation of the RCS
is more conservative and requires less exessive dentin The purpose of this case report the process of
removal.3 bypass method from separated instrument.

Korespondensi: Imelda Darmawi, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jl. Alumni No.2 Medan, Indonesia.
Alamat e-mail: imeldadarmawi @gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
MANAGEMEN PADA INSTRUMEN PATAH DENGAN METODE
116 BYPASS : LAPORAN KASUS

CASE of apical third of the root canal (figure 3). In this case
a bypass technique was carried out using a dental
A 43 year old female patient reported in the microscope. A chelating solution of 17% edta was
Conservative Dentistry Clinic, Faculty of Dentistry, applied to the canal and maintained there for about
University of Sumatera Utara with chief complaint of three minutes. A precurved 0.8 K-file was inserted into
pain in tooth #14 for 2 weeks. Patient gave history of the root canal until it lodged aside the separated file
root canal treatment in tooth #14 at a private clinic, 5 segment; then it was rotated 15° to 30° and pulled
years back. Patient was experiencing pain in the same out. This was patiently repeated until the file was
teeth since 2-3 months. incrementally bypassed. Radiographs were taken
On clinical examination, the right maxillary first during the procedure to confirm. Once the separated
premolar (Tooth #14) was found to be without file segment was bypassed, larger files were used
restoration (figure 1). The tooth was also found to in succession and root canal therapy was continued
be sensitive to heat and tender upon percussion. No (Figure 4). Root canal preparation using Irace Rotary
periodontal pockets or sinus tract was detected and Instruments (FKG, Switzerland Endo)
tooth mobility was within normal limits. Radiographic
examination showed endodontic underfilling
treatment (figure 2). A diagnosis : previously treated ;
symtomatic apical periodontitis. The patient was given
some informations on the procedure to be performed
and she signed the informed consent.

Fig 3. separated at the junction of apical third of the root


canal

Fig 1.Clinical view

Fig. 4 Radiography IAF

After cleaning and shaping,the canal was dried


with sterile paper points, and calcium hydroxide paste
(VioPaste®- Spident) was placed as an intracanal
Fig 2. Pre-operative radiograph medicament and the access cavity was sealed with
temporary filling (Fuji I, GC Corp).
At the first visit, the tooth was isolated with a Three week later the patient was recalled for control,
rubber dam. The temporary filling was removed and at the time of control no complaints from patients, the
access cavity was refined. The removal of the existing calcium hydroxide was removed from the canal aided
gutta-percha was carried out using a (FKG/D-Race) by carefully instrumentation with K-files (Dentsply
. On radiographic examination, it was found that the Maillefer, Ballaigues, Switzerland) and irrigation using
instrument had separated file segment at the junction 2.5% NaOCl, then saline irrigation, and with a 17%

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Imelda Darmawi, Dennis, Trimurni Abidin 117

EDTA, saline irrigation, irrigation in the final with a 2% prevents access to the apex, impedes thorough
Chlorheksidin. Then drying with paper points, the next cleaning and shaping of the root canal, and thus may
stage was a fitting guttapercha #30/04 and continued compromise the outcome of endodontic treatment and
by taking radiographs (Figure 5). The canal was back- reduce the probability of successful retreatment. In
filled with injection-moulded thermoplasticized gutta- such case, prognosis following an endodontic therapy
percha (Diagun cordless backfill obturation system, depends on the condition of the root canal (vital or
Diadent) (Figure 6). The radiographs to assess the nonvital), tooth (symptomatic or asymptomatic, with
quality of obturation. Cavity was sealed with RMGIC of or without periapical pathology), level of cleaning
barrier. and shaping at the time of separation, the level of
separation in the canal; and is generally lower than
that with normal endodontic treatment .1.4
In this case a separated file segment using a dental
microscope was very helpful with the bypass method
in the case of retreatment with a separated file
segment.5,6
Recommended guidelines to retrieve the Instruments
are:
1. Obtain a visual access of the coronal end of the
fragment;
Fig. 5 Radiography MAC 2. Knowledge about the root canal anatomy;
3. Attempt to bypass the fragment at first stage;
4. Choosing the right armamentarium

In the case presented herein, using the chelating


action of 17% EDTA is associated with the action of a
sectioned instrument in order to create an active tip
for bypassing. At no time, the procedure aimed at
removing the instrument fragments. In not doing so,
the tooth structure would be preserved and major
accidents, such as deviations and root perforations,
Fig. 6 Obturation would be avoided. 6,8,10
The incidence of these events could be significantly
After one week of follow up, the tooth had no compromised the prognosis of the case.7 This clinical
complaint. A final restoration of the #14 was direct decision is in agreement with previous studies that are
with resin composite (Filtek Z350 XT, 3M) (figure 7) found, due to the impossibility of completely removing
the fragments, especially those located. in the apical
thirds, bypassing constitutes an important alternative.
The current presented is a safe technique targeting this
goal.9,10

CONCLUSION

Bypass method is considered favorable in many


clinical cases because it is more conservative and
Fig. 7 final restoration requeres less exessive dentin removal, and succesfully
done in this cases.
DISCUSSION

Intracanal separation of instruments usually

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
MANAGEMEN PADA INSTRUMEN PATAH DENGAN METODE
118 BYPASS : LAPORAN KASUS

REFERENCE 6. Luciana, M.A.F., Maria, G.B.A.Bernardo, A.A.,Bruno,C. de


V., Removal of Separated Endodontic K-File with the Aid of
1. Machado, R., Back, E.D.E.E., Tomazinho, L.F., Silva, Hypodermic Needle and Cyanoacrylate, Hindawi Publishing
E.J.N.L.,Vansan,L.P., Bypassing separated files in the apical Corporation Case Reports in Dentistry, Volume 2016, Article
third: A case series using the same technique Dental Press ID 3970743, 4 pages.
Endod. 2014 Sept-Dec;4(3):76-80 7. Bandish,P., Shishir, S.,Rajesh, P., Rucheet, P.,I ns t r ument r et
2. Annil, D., Saurabh, Sahil, R., Retrieval Of Broken Instrument, r i eval : Case repor ts of three different techniques, Journal
Department Of Conservative Dentistry & Endodontics, d.j of Indian Dental Association - Vol 8 - Issue 9 - September 2014.
college of dental sciences and research, modinagar, u.p, Maret 8. Dipti, C., Barkha, I., Devendra, K., Ronak N. P., Management
2015. of an Intracanal Separated Instrument: A Case, Report Iranian
3. Tsavetelina, B.P., Silvia., Slavena, G., Conservative Management Endodontic Journal 2013;8(4):205-207.
of Internal Separated Endodontic Istrument Treatment 9. Raju, C., Anil, C., Shweta, S., Retrieval of a separated instrument
Decisionis and related Factors, Scripta Scientifica Medicinae from the root canal followed by non-surgical healing of a
Dentalis, Vol. 3 No. 1, 2017,pp. 23-31 Medical University of large periapical lesion in maxillary incisors - A case report.,
Varna. Endodontology, volume: 25 issue 2 December 2013.
4. Alireza, A. S., Melika, F., Shahab, H., Success Rate and Time 10. Hamid, J., Paul ,V. A., Ledge Formation: Review of a Great
for Bypassing the Fractured Segments of Four NiTi Rotary Challenge in Endodontics, the American Association of
Instruments, Iranian Endodontic Journal 2017;12(3): 349-353. Endodontists,doi:10.1016/j.joen.2007.
5. Arun, K, T. Mahalaxmi,S., Sumitha, M., Retrieval of a separated
instrument using Masserann technique, J Conserv Dent, Jan-
Mar 2008, Vol 11, Issue 1

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Nevi Yanti, Dina Keumala Sari, Ameta Primasari, PO-25 119
Nenni Dwi Aprianti Lubis, Ika Astrina Tampubolon

PEMANFAATAN IKAN TERI MEDAN DAN JAMUR SEBAGAI SUPLEMEN


PENINGKATAN DENSITAS TULANG MANDIBULA RATTUS NORVEGICUS
(STUDI INVIVO)
Nevi Yanti *, Dina Keumala Sari **, Ameta Primasari ***,
Nenni Dwi Aprianti Lubis ** Ika Astrina Tampubolon****
*Staf Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU, ** Staf Departemen Ilmu Gizi FK USU
*** Staf Departemen Ilmu Biologi Oral FKG USU ,**** Mahasiswa Program Studi Program Magister (S2) FKG USU

ABSTRACT

Background: The formation and mineralization of bones and teeth is influenced by the metabolism of calcium and
phosphate. Calcium absorption is influenced by vitamin D. Vitamin D and calcium deficiencies can increase the risk of caries ,
periodontal diseases, rickets, osteoporosis, osteomalacia. Foodstuffs that are often consumed Anchovy Medan has calcium
and mushrooms contain vitamin D. Purpose: The purpose of this study was to determine the benefits of anchovy Medan and
mushroom to increase bone density rat mandibular
Method: Thirty-six rats (Rattus norvegicus) with BB 200-300 grams were divided into 7 groups. Group I, II and III were given
a supplement of 0.3 ml / kg body weight, 0.5 ml / kg body weight, 0.7 ml / kg body weight. Group IV, V and VI were given
supplements of anchovy and mushrooms, 3ml / kgBW, 0.5ml / kgBB, 0.7ml / kgBB. The control group was given a normal
diet. After 30 days, the rats were sacrificed, jaw samples were taken to measure bone density by calculating the number and
size of osteocytes. Data analysis used Kruskal wallis test and one-way ANOVA test.
Results: Kruskal wallis test results showed significant differences in osteocyte count between anchovies, anchovies and
fungus, control (p = 0.00). The highest osteocyte count was found in the group given anchovy and mushroom supplements,
followed by a group of fungal supplements, and anchovies. ANOVA Test Results One-way showed significant differences in
osteocyte size between anchovies, anchovies and mushrooms, control (p = 0.00). The highest osteocyte size was found in
the group of rats given anchovy and mushroom supplements, followed by those given anchovy supplements and controls.
Conclusion: anchovies and fungi supplementation can increase mandibular bone density.

Key word: anchovy Medan, mushroom, mandible

PENDAHULUAN banyak yang mengkonsumsi. Kurangnya paparan


sinar matahari, kurangnya aktivitas fisik, dan
Pembentukan dan mineralisasi tulang dan gigi kurangnya asupan bahan makanan sumber vitamin D
dipengaruhi oleh metabolisme kalsium dan fosfat1,2. menyebabkan kerentanan meningkat11.
Penyerapan kalsium dipengaruhi oleh vitamin D1,2. Daerah Sumatera Utara termasuk daerah dengan
Hasil penelitian pada orang dewasa dan anak-anak curah yang cukup, namun perempuan dengan
membuktikan bahwa level kalsium dalam saliva berbagai profesi pekerjaan mengalami defisiensi-
dan serum yang tinggi dapat menurunkan dengan insufisiensi vitamin D, berdasarkan hasil penelitian
resiko karies3,4. Penelitian lain membuktikan adanya di daerah perkotaaan ditemukan sejumlah 95% (148
hubungan vitamin D dengan insiden karies5,6 dan subjek penelitian) mengalami defisiensi-insufisiensi
penyakit periodontal7,8,9. Defisiensi vitamin D dan dan hanya 5% termasuk kategori cukup. Sedangkan di
kalsium dapat meningkatkan resiko osteoporosis, daerah pedesaan ditemukan sejumlah 98% (50 subjek
riketsia, osteomalacia. Vitamin D dan kalsium juga penelitian) mengalami defisensi dan insufisiensi, dan
berfungsi sebagai antikanker10. hanya 2% yang termasuk kategori cukup12.
Indonesia adalah negara tropis dengan curah Gaya hidup perempuan, pengetahuan, dan tindakan
sinar matahari yang cukup tidak menjadikan seorang yang kurang mempunyai risiko lebih besar untuk
perempuan terhindar dari defisiensi vitamin D. Hal mengalami defisiensi vitamin D, hal ini berdasarkan
ini mempengaruhi asupan kalsium, dimana sumber dari gaya hidup yang dijalani seperti menghindari
kalsium seperti susu, keju, dan susu asam tidak sinar matahari, asupan vitamin D yang rendah, dan

Korespondensi: Nevi Yanti , Staf Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU, Jl.Alumni no.2 Kampus USU Medan- 20155, Indonesia. Alamat email:
neviyanti.drg@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PEMANFAATAN IKAN TERI MEDAN DAN JAMUR SEBAGAI SUPLEMEN PENINGKATAN
120 DENSITAS TULANG MANDIBULA RATTUS NORVEGICUS (STUDI INVIVO)

rendahnya aktivitas fisik12. 7. Kelompok C (6 ekor tikus) diberi makanan standar


Ada banyak bahan makanan yang merupakan untuk tikus.
sumber kalsium seperti susu, yoghurt, susu asam,
keju, brokoli, dan ikan yang dimakan dengan tulang-
tulangnya seperti ikan teri nasi (Stolephorus sp.)
Medan yang merupakan makanan khas kota Medan.
Ikan teri nasi Medan mengandung kalsium 1000 mg
/100gram dan fosfor 1000 mg /100gram. Pemasok ikan
teri atau distributornya berasal dari daerah Belawan,
Tanjung Balai, Asahan, Ledong Batu Bara dan Sibolga.
Sumber vitamin D yaitu minyak ikan, minyak, kulit
hewan, dan berbagai jenis jamur (shitake, kancing,
dan tiram). Jamur kancing (Champignon mushroom/
Agaricus bisporus) diketahui mengandung vitamin D 8 Gambar 1. A.Jamur, B. Ikan Teri Medan
IU/100gram.
Tujuan penelitian ini ingin mengetahui pengaruh Pembuatan suspensi ikan teri (gambar 1A) dengan
Ikan teri nasi Medan dan jamur sebagai suplemen menimbang ikan teri 40 gram dimasukkan ke dalam
terhadap kepadatan tulang mandibula. Hasil penelitian blender, masukkan akuades 120 ml untuk 4 hari dan
ini diharapkan dapat menjadi pencegah terjadinya dihaluskan. Suspensi ikan teri kemudian disimpan di
defisiensi kalsium dan vitamin D sehingga memberikan dalam freezer (Gambar 2A).
kualitas hidup yang lebih baik khususnya gigi dan Pembuatan suplemen suspensi jamur dan ikan
tulang. teri dengan cara menghaluskan jamur secara terpisah
dengan memasukkan ikan teri sebanyak 40 gram (baik
METODE PENELITIAN ikan teri maupun jamur) dengan aquades 120 ml untuk
4 hari kemudian simpan di dalam freezer (Gambar 2).
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental
laboratoris in vivo. Subjek penelitian yang digunakan
adalah tikus putih (Rattus norvegicus) strain wistar
dengan kriteria: jenis kelamin jantan, BB 200-300 gram,
sehat, ditandai dengan gerakan aktif. Tiga puluh enam
ekor tikus dibagi ke dalam kelompok sebagai berikut :
1. Kelompok I (6 ekor tikus) diberi suplemen teri 0,3
ml/kgBB, yang mengandung 27,6μg kalsium.
2. Kelompok II (6 ekor tikus) diberi suplemen teri 0,5
ml/kgBB, yang mengandung 46μg kalsium.
3. Kelompok III (6 ekor tikus) diberi suplemen teri 0,7
ml/kgBB, yang mengandung 92μg kalsium.
4. Kelompok IV (6 ekor tikus) diberi suplemen Gambar 2. Suplemen suspensi ikan teri dan jamur
kombinasi teri dan jamur 0,3 ml/kgBB, mengandung
27,6μg kalsium dan jamur yang mengandung 2,4
IU vitamin D.
5. Kelompok V (6 ekor tikus) diberi suplemen
kombinasi teri dan jamur 0,5 ml/kgBB, mengandung
46μg kalsium dan jamur yang mengandung 4 IU
vitamin D.
6. Kelompok VI (6 ekor tikus) diberi suplemen
kombinasi teri dan jamur 0,7 ml/kgBB, mengandung
92μg kalsium dan jamur yang mengandung 5,6 IU Gambar 3. Pemberian suplemen pada tikus
vitamin D.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Nevi Yanti, Dina Keumala Sari, Ameta Primasari,
Nenni Dwi Aprianti Lubis, Ika Astrina Tampubolon 121

Setiap hari dilakukan pengamatan terhadap


berat badan tikus putih jantan galur Wistar dan
kondisi kesehatannya selama penelitian berlangsung.
Pemberian suplemen ikan teri Medan dan jamur
diberikan per oral selama 30 hari. Langkah pertama
dimulai dengan pemberian suspensi ikan teri nasi dan
jamur menggunakan sonde yang ujungnya terbuat
dari karet. Tikus dipegang pada kulit bagian kepala
Gambar 4. Preparat mandibula tikus wistar
sehingga mulut menghadap ke atas. Selanjutnya
sonde dimasukkan melalui mulut secara perlahan
Gambaran mikroskopis ukuran dan jumlah osteosit
sampai mencapai lambung. Kemudian suplemen
mandibular tikus wistar setelah diberi suplemen teri
disemprotkan ke dalam mulut tikus perlahan-lahan
dan jamur dan gambarannya pada kelompok kontrol
(Gambar 3). Pemberian suplemen dilakukan selama
tampak pada gambar 5.
30 hari dengan waktu pemberian 2x sehari setiap pagi
Dari hasil analisis pada tujuh kelompok tikus yang
pukul 08.00 – 09.00 WIB dan sore pukul 15.00-16.00
diberi suplemen teri, teri dan jamur pada Tabel 1,
WIB, serta minum ad libitum yaitu untuk kelompok
menunjukkan jumlah osteosit paling tinggi ditemukan
I dan IV 0,3ml/kg berat badan , kelompok II dan IV,
pada kelompok tikus yang diberi suplemen teri dan
0,5ml/kg, dan kelompok III dan VI 0,7ml/kg berat.
jamur 0,7ml/KgBB, diikuti dengan kelompok suplemen
Pada hari ke-30 setelah pemberian perlakuan
teri dan jamur 0,5ml/KgBB, suplemen teri dan jamur
per oral pada tikus Wistar , tikus dibunuh dengan
0,3ml/KgBB, suplemen teri 0,7ml/KgBB suplemen teri
cara dianastesi dengan menggunakan ketamine–
0,5ml/KgBB suplemen teri dan jamur 0,7ml/KgBB, dan
xylazine dengan dosis 75–100 mg/kg + 5–10 mg/kg
kelompok tikus yang diberi makanan standar kontrol.
secara intraperitoneal dengan durasi selama 10–30
menit. Tikus difiksasi pada meja kerja lalu dilakukan
pengambilan jaringan tulang mandibula dengan
skalpel dan gunting (Gambar 4). Mandibula difiksasi
dengan buffer formalin 10% selama 24 jam, dilakukan
dekalsifikasi, dehidrasi dengan alkohol, dan dijernihkan
dengan larutan xylol I dan xylol II. Proses pencetakan
sampel dilakukan pendinginan 24 jam, dipotong
dengan mikrotom 3-6 μm diamkan 24 jam, diwarnai
dengan Harris Hematoxylin-Eosin (HE). Setelah
prosedur pencucian dilakukan mounting dan ditutup
dengan deck glass dan diberi label. Setelah pembuatan
preparat selesai dilakukan observasi kepadatan tulang
dengan cara :
1. Penghitungan jumlah osteosit dibawah mikroskop
perbesaran 10 x 10.
2. Penghitungan ukuran diameter osteosit, dengan
Gambar 5. A. Ukuran dan jumlah osteosit pada tulang
mikrometer Eyepiece dan diamati di bawah
mandibular tikus kelompok teri dan jamur.B. Ukuran dan
mikroskop perbesaran 40x10. jumlah osteosit pada tulang mandibular tikus kelompok
kontrol
HASIL PENELITIAN
Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa
Hasil pengambilan preparat mandibula tikus wistar pemberian suplemen teri, dan teri dan jamur
untuk sediaan pemeriksaan histologis tampak pada mempengaruhi jumlah osteosit mandibular tikus. Ada
gambar 4. perbedaan jumlah osteosit yang bermakna antara
kelompok tikus yang diberi suplemen kombinasi teri
dan jamur dengan kelompok yang diberi suplemen

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PEMANFAATAN IKAN TERI MEDAN DAN JAMUR SEBAGAI SUPLEMEN PENINGKATAN
122 DENSITAS TULANG MANDIBULA RATTUS NORVEGICUS (STUDI INVIVO)

teri dan kontrol (p=0,00). Hasil ini membuktikan disimpulkan bahwa kepadatan tulang mandibular tikus
bahwa pemberian suplemen teri, teri dan jamur paling tinggi terlihat pada kelompok tikus yang diberi
meningkatkan jumlah osteosit pada tulang mandibular suplemen teri dan jamur 0,7ml/KgBB.
tikus. Dari hasil pengamatan jumlah osteosit ini dapat
disimpulkan bahwa kepadatan tulang mandibular tikus PEMBAHASAN
paling tinggi terlihat pada kelompok tikus yang diberi
suplemen teri dan jamur 0,7ml/KgBB. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pemberian suplemen ikan teri Medan dan jamur
Tabel 1. Rerata dan standar deviasi (SD) kelompok dapat meningkatkan kepadatan tulang. Hal ini
perlakuan disebabkan karena pada suplemen teri 0,3ml/kg BB
mengandung kalsium 28μg, suplemen teri 0,5ml/kg
BB mengandung kalsium 46μg, suplemen teri 0,7ml/
kg BB mengandung kalsium 92μg. Pada suplemen teri
dan jamur mengandung 0,3 ml/kg BB mengandung
kalsium 28μg dan vitamin D 2,4 IU, suplemen teri dan
jamur mengandung 0,5 ml/kg BB mengandung kalsium
46μg dan vitamin D 4 IU suplemen teri dan jamur
mengandung 0,7 ml/kg BB mengandung kalsium 92μg
dan vitamin D 5,6 IU.
Densitas tulang atau kepadatan tulang adalah
kandungan mineral tulang pada suatu area tulang
dengan satuan bentuk gram persentimeter persegi
tulang. Kepadatan tulang bergantung pada jumlah
kalsium, fosfor , mineral yang terkandung dalam tulang.
Kadar kalsium dan fosfat serum merupakan salah
satu indeks biokimia yang mencerminkan kepadatan
mineral di dalam tulang yang didominasi oleh kalsium13.
Jumlah dan ukuran osteosit menunjukkan kepadatan
tulang. Pada penelitian ini kelompok tikus yang diberi
suplemen kombinasi ikan teri Medan menunjukkan
kepadatan yang paling tinggi. Hasil penelitian ini
Tabel 1 juga menunjukkan hasil pengamatan ukuran didukung oleh berbagai penelitian yang membuktikan
osteosit, yang paling tinggi ditemukan pada kelompok bahwa penyerapan kalsium akan semakin baik dengan
tikus yang diberi suplemen teri dan jamur 0,7ml/KgBB, adanya vitamin D1,2. Vitamin D di dalam serum darah
diikuti dengan kelompok suplemen teri dan jamur akan berubah menjadi bentuk aktif yaitu 1,25(OH)2D
0,5ml/KgBB, suplemen teri dan jamur 0,3ml/KgBB, yang berfungsi mengatur penyerapan kalsium yang
suplemen teri 0,7ml/KgBB suplemen teri 0,5ml/KgBB dibutuhkan untuk menjaga homeostasis tulang14.
suplemen teri dan jamur 0,7ml/KgBB, dan kelompok Osteosit adalah salah satu dari tiga sel utama tulang
tikus yang diberi makanan standar kontrol. selain osteoblas dan osteoklas. Osteosit merupakan
Hasil uji ANAVA satu jalur menunjukkan bahwa hasil diferensiasi dari osteoblas. Osteosit berperan aktif
pemberian suplemen teri, dan teri dan jamur dalam mineralisasi dan remodeling tulang, dengan cara
mempengaruhi ukuran osteosit mandibular tikus. Ada menghasilkan faktor-faktor yang mengatur osteoblast
perbedaan ukuran osteosit yang bermakna antara dan osteoklas dalam merespons tekanan mekanis dan
kelompok tikus yang diberi suplemen kombinasi teri untuk menerima sinyal endokrin seperti 1,25(OH)2D
dan jamur dengan kelompok yang diberi suplemen serum. Pada sel osteosit terdapat reseptor yang
teri dan kontrol (p=0,00). Hasil ini membuktikan dapat menerima sinyal dari 1,25(OH)2D serum yang
bahwa pemberian suplemen teri, teri dan jamur disebut Vitamin D receptor (VDR) yang disebut VDR
meningkatkan ukuran osteosit pada tulang mandibular signalling, dan hormon Fibroblast Growth Factor
tikus. Dari hasil pengamatan ukuran osteosit ini dapat (FGF) 23. Untuk menjaga homeostasis tulang maka

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Nevi Yanti, Dina Keumala Sari, Ameta Primasari,
Nenni Dwi Aprianti Lubis, Ika Astrina Tampubolon 123

1,25(OH)2D serum akan mengaktivasi diferensiasi 5. Gyll J, Ridell K, Ohlund I, Akeson PK, Johansson I, Holgerson
osteoblas menjadi osteosit sehingga jumlah osteosit PL., 2018, Vitamin D Status and Dental Caries in Healthy
Swedish Children, Nutrition Journal, 17(11): 1-10.
semakin banyak. Selanjutnya VDR signalling pada 6. Parthasarathy P, Priya V, R.Gayanthri, 2016, Relationship
osteosit akan menangkap sinyal dari 1,25(OH)2D Between Vitamin D And Dental Caries-Review,J.Pharm.Sci &
serum, untuk mengaktivasi osteosit mengeluarkan Res.,8(6):459-460
Fibroblast Growth Factor (FGF) 23 sehingga terjadi 7. Martelli FS, Martelli M, Rosati C, Fanti E., 2014, Vitamin D:
Relevance in Dental Practice, Clinical Cases in Mineral and
pembentukan, remineralisasi, dan penambahan
Bone Metabolism, 11(1):15-9.
massa tulang yang pada akhirnya dapat meningkatkan 8. Anand N, Chandrasekaran SC, Raiput NS., 2013, Vitamin
densitas tulang 14,15 Vitamin D memainkan peranan D and Periodontal Health: Current Concepts, J Indian Soc
yang penting dalam pengaturan jumlah osteosit dan Periodontol, 17(3): 302-308.
perilacunar remodelling16. 9. Sharma H. Arora R, Bhatnagar MA., 2017, Reconnoitering the
Relationship between “The Sunshine Vitamin” and Periodontal
Disease, Journal of Oral Research and Review, 9(2): 89-95.
KESIMPULAN 10. Lanham-New SA, Thompson RL, More J, Brooke-Wavell
K, Hunking P, Medici E., 2007, Importance of Vitamin D,
Berdasarkan hasil penelitian pemberian suplemen Calcium and Exercise to Bone Health with Specific Reference
to Children and Adolescents, British Nutrition Foundation
ikan teri dan jamur dapat meningkatkan densitas
Nutrition Bulletin, 32: 364-365.
tulang mandibular. 11. Sari DK, Damanik HA, Lipoeto NI, Lubis Z., 2013, Are avoiding
sunlight exposure and low physical activity resulting
SARAN microevolution in tropical country women?, SCIRJ, 1(3).
12. Sari DK, Damanik HA, Lipoeto NI, Lubis Z., 2014a, Occurrence
of Vitamin D Deficiency among Woman in North Sumatra,
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka Indonesia, Malaysian Journal Nutrient, 20(1).
dapat diajukan saran agar dilakukan penelitian untuk 13. Seeman E,2003.The structural and biochemical basis of the
mengetahui kadar 1,25(OH)2D dalam serum darah gain and loss of bone strength in woman and man.Endocrinol.
dengan High Performance Liquid Chromatography Martab.Clin.Orth.Am:32;25-38
14. Lanske B, Densmore MJ, Erben RG., 2014, Vitamin D Endocrine
(HPLC) dan mengukur kepadatan tulang secara
System and Osteocytes, BoneKEy, 3(494): 1-5.
histomorfometri di bawah mikroskop dikombinasikan 15. Lieben L, Carmeliet G., 2013, Vitamin D Signaling in Osteocytes:
dengan Software Image Master. Effects on Bone and Mineral Homeostasis, Bone, 54: 237-243.
16. Rolvien et al., 2017, Vitamin D regulates osteocyte survival
UCAPAN TERIMAKASIH and perilacunar remodeling in human and murine bone,
Bone, 103:78-87

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Menteri


Riset dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.
Penelitian ini didukung oleh hibah Penelitian Unggulan
Perguruan Tinggi (PUPT) 2017, nomor kontrak: 003/
SP2HL/DRPM/ VIII/2017.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rathee M, Sngla S, Tamrakar AK., 2013, Calcium and Oral


Health: A Review. IJSR, 2(9): 335-6.
2. Abou Neel EA, Aljabo A, Ibrahim S, Coathup M, M Young A,
Bozec L, et al., 2016, Demineralization-Remineralization
Dynamics in Teeth and Bone, International Journal of
Nanomedicine, 11: 4743-4763.
3. Hedge MN, Wali A, Punja A, Shetty C., 2014, Correlation
Between Dental Caries and Alkaline Phosphatase and Calcium
Levels in Serum and Saliva in Adult Indian Population, IAJPR,
4(4): 2178-2182.
4. Sedjini M, Meqa K, Berisha N, Citaku E, Aliu N, Krasniqi S, et al.,
2018, The Effect of Ca and MG Concentrations and Quantity
and Their Correlation with Caries Intensity in School-Age
Children, International Journal of Dentistry: 2.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
124 PO-26
PERAWATAN RETREATMENT PADA GIGI MOLAR MANDIBULA DENGAN INSTRUMEN
PATAH: LAPORAN KASUS

PERAWATAN RETREATMENT PADA GIGI MOLAR MANDIBULA DENGAN


INSTRUMEN PATAH: LAPORAN KASUS
Ivan Poltak Sitompul*, Trimurni Abidin**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background: Iatrogenic errors are commonly found in endodontic retreatment case,in which instrument separation is
the most unwanted and unpleasant occurrence. Purpose: the purpose of this case report is to show the management of
retreatment case with separated instrument.
Case Management: A 26 year old female came to University of Sumatera Utara RSGMP with chief complaint of pain on her
lower tooth upon biting. Preoperative radiographic examination shown a broken file inside the mesial canal. The separated
instrument was managed to be bypassed and another radiograph was taken to confirm the working length. After inspection
of the radiograph image, it was noticed that the broken file was removed from the canal. It was hypothesised that the broken
file was unintentionally removed during the attempted bypass and repeated irrigation with the aid of “endosuction” device.
Various methods invented to manage instrument separation,and bypass is one of them.
Conclusion: It can be concluded that bypass technique can be considered as an alternative technique for management of
broken instrument that sometimes can dislodge and remove the broken instrument out of the root canal.

Keywords: bypass technique, endodontic retreatment, iatrogenic, separated instrument.

INTRODUCTION technique was selected to manage the separated


file. The separated instrument was managed to be
Iatrogenic errors are commonly found in endodontic bypassed as follows: using prebent #8 K-files and
retreatment case,in which instrument separation copious irrigation, the file was inserted slowly into
is the most unwanted and unpleasant occurrence. the canal and tried to negotiated past the fragment
Evaluations of endodontic recall radiographs indicate between the dentinal wall and fragment. Once there
that the frequency of broken endodontic instruments was a catch feel, the file was not removed at that
ranges between 2 and 6% of the cases investigated1. point and watch winding movement was used until
Broken instruments usually prevent access to the apex, the file reached the apex, then a small in and out
and the prognosis of teeth with broken instruments in movement was done until the file is loose. Canal was
the canals may be lower than for normal ones2. The irrigated copiously with NaOCl 5%, with the aid of an
orthograde removal of broken instruments in most endosuction device. Another radiograph was taken
cases is very difficult and often with little success3. This to confirm the working length and after inspection of
paper describes management of broken instrument in the radiograph image, it was noticed that the broken
root canals using a bypass technique file was removed from the canal. Chemomechanical
root canal preparation was done with crowndown
CASE technique and temporary restoration was placed,
patient was scheduled to return after 5 days. In the
A 26-year-old female came to the dental hospital second visit, the canals were irrigated with NaOCl 5%
of University of Sumatera Utara with a chief complaint and were obturated with gutta-percha and resin based
of pain on her lower tooth upon biting. Intraoral sealer, with continuous wave obturation technique.
examination reveal that there was a pain upon Flowable bulk fill composite was used as orifice barrier
percussion with negative response from cold test. and the tooth was restored using fiber reinforced
Preoperative radiographic examination shows a composite and packable composite.
broken file inside the middle 3rd of the mesial canal. A DISCUSSION
blockage was found on mesio buccal canal and bypass
Korespondensi: Ivan Poltak Sitompul, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jl. Alumni No. 2 Kampus USU,
Medan 20155, Indonesia. Alamat e-mail: ivanpsitompul@gmail.com.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Ivan Poltak Sitompul, Trimurni Abidin 125

Figure 1. (a) Pre-operative radiograph shows a separated instrument inside mesial canal; (b) Working length
determination on distal canal; (c) Working length determination on mesiobuccal canal (note the separated
instrument has been removed). (d) Working length determination on mesiolingual canal. (e) Clinical image
after chemomechanical preparation of the root canal; (f) Master cone fitting.

Intracanal separation of instruments might and the fragment was removed unintentionally from
compromise the outcome of endodontic treatment. In the canal. It was hypothesized that the broken file was
such case, the prognosis is better when the separation unintentionally removed during the attempted bypass
occurs in the later stage of canal preparation close and repeated irrigation with the aid of “endosuction”
to working length. Prognosis is much worse in device
undebrided canal which an instrument is separated
short from working length. No standardized procedure CONCLUSION
for the successful removal of broken instruments in the
canal exists, although various techniques and devices It can be concluded that bypass technique can be
have been described3,4. In this present case report, considered as an alternative technique for management
instrument separation was managed using the bypass of broken instrument that sometimes can dislodge and
technique, although previous study had shown that remove the broken instrument out of the root canal.
with bypass technique, there might be a chance of the
fragment pushed out of the root apex that might cause
periapical irritation and pathosis. However, in this
present case, the fragment was able to be bypassed

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN RETREATMENT PADA GIGI MOLAR MANDIBULA DENGAN INSTRUMEN
126 PATAH: LAPORAN KASUS

Figure 2. (a) Clinical image after obturation of the root canal; (b) Orifice barrier using flowable bulkfill composite;
(c) applying the fiber reinfored composite layer; (d) post-operative image of #36 tooth; (e) post-operative
radiograph on tooth #36.

REFERENCES 4. Simon S, Macthou P, Tomson P, Adams N, Lumley P. Influence


of fractured instruments on the success rate of endodontic
1. Hülsmann M. The removal of silver cones and fractured treatment. Dent Update, 35(3): 172-174.
instruments using the Canal Finder System. J Endod, 16(12):
596-600.
2. Kerekes K, Tronstad L. Long-term results of endodontic
treatment performed with a standardized technique. J Endod,
5(3): 83-90.
3. Crump MC, Natkin E. Relationship of broken root canal
instruments to endodontic case prognosis: a clinical
investigation. J Am Dent Assoc, 80(6): 1341-1347.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Hendri Eko Wahyudi, Nanik Zubaidah
PO-27 127

RESEKSI APIKAL GIGI INSISIVUS LATERALIS SETELAH PERAWATAN


ENDODONTIK DISERTAI PERIODONTITIS APIKAL SIMTOMATIK

Hendri Eko Wahyudi*, Nanik Zubaidah**

* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background : Failure of root canal treatment is caused by several things, one of which is over filling root canal that causes
pain after root canal treatment is complete. Apical resection is the treatment option to handle the case. The purpose of this
paper is to inform the successful apical resection of maxillary lateral incisor post root canal treatment with periodontitis
apical simtomatic and external root resorption.
Case: A 21 year old male came to RSGM(P) FKG UNAIR with upper right front teeth complaints that had been treated root
canal 2 years ago but did not show success and the patient felt the gums in the swollen palate. The gums are swollen since
last 3 months but not sick. Teeth sometimes get sick when used to bite. Radiographic examination showed a clearly defined
radiolucent image in periapical areas and obturation of overfilling root canal treatment.
Case management : Treatment begins by opening flaps and alveolar bone. The granulation tissue is cleaned up and then the
apical part of the tooth is cut ± 2 mm, followed by retrograde filling using Mineral Trioxide Aggregate (MTA). Bone graft and
membrane are applied to regions that have been curettaged and terminated with sutures to restore the flap. One week after
the suturing is removed. Control at 3 months after the treatment showed radiolucent appearance on the apical part was
reduced and the patient had no complaints.
Conclusions : Apical resection is an appropriate treatment for the maxillary lateralis incisor treatment which fails root canal
treatment due to over filling filling.

Keywords : apical resection, over filling, root canal treatment

PENDAHULUAN dilakukan dengan hermetis, semua ruang saluran akar


Penyakit gigi dan mulut merupakan masalah terisi, dan mempertahankan konstriksi apikal.5 Ketika
kesehatan masyarakat utama di dunia. Penyakit gigi Triad Endodontik tersebut sudah terpenuhi maka
dan mulut yang paling banyak diderita masyarakat keberhasilan perawatan saluran akar dapat dievaluasi
adalah karies gigi.1 Karies gigi dianggap sebagai berdasarkan pemeriksaan klinis, radiografis, dan
penyebab utama penyakit pulpa yang nantinya dapat histologis. Jika hasil dari evaluasi tersebut menyatakan
berlanjut menjadi penyakit periapikal.2 Penyakit bahwa kriteria keberhasilan perawatan endodontik
pulpa dan periapikal dapat diatasi dengan melakukan tidak terpenuhi, maka akan terjadi kegagalan
perawatan kuratif, yaitu perawatan saluran akar perawatan endodontik.6
(endodontik). Tujuan dari perawatan endodontik Hoen dan Frank7 melakukan penelitian yang
adalah menghilangkan bakteri dari saluran akar dan menyebutkan bahwa kegagalan perawatan saluran
menciptakan lingkungan yang tidak mendukung bagi akar 55% disebabkan obturasi tidak sempurna
setiap mikroorganisme yang tersisa untuk dapat termasuk instrumentasi tidak mencapai panjang kerja,
bertahan hidup, menghilangkan penyakit pulpa, 42% disebabkan saluran akar yang tertinggal, 3%
penyakit periapikal dan mempercepat pertumbuhan disebabkan over filling. Meskipun hanya sebesar 3%,
serta perbaikan kerusakan jaringan periodontal.3,4 over filling dapat menyebabkan gejala simptomatis
Perawatan endodontik yang baik berpedoman pada pasien berupa nyeri, bengkak atau rasa tidak
pada Triad Endodontik, yang terdiri dari tiga tahapan nyaman.
yaitu preparasi biomekanis (cleaning and shaping), Over filling merupakan pengisian material saluran
disinfeksi saluran akar (sterilization), dan pengisian akar yang melebihi apikal gigi sehingga konstriksi
saluran akar (obturation). Pengisian saluran akar harus pada apikal gigi turut rusak. Beberapa hal yang
Korespondensi: Hendri Eko Wahyudi, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Jln. Mayjend. Prof. Dr. Moestopo No. 47
Surabaya 60132. Indonesia. Email : hendridentist@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
RESEKSI APIKAL GIGI INSISIVUS LATERALIS SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK
128 DISERTAI PERIODONTITIS APIKAL SIMTOMATIK

Gambar 1. (A) Gambaran klinis gigi 12, terdapat benjolan pada palatal gigi 12 (panah kuning); (B)
Radiografis gigi 12, terdapat area radiolusen pada apikal gigi 11 (panah kuning).

menyebabkan terjadinya pengisian saluran akar yang tahun yang lalu tetapi tidak menunjukkan keberhasilan
berlebih diantaranya adalah terlalu banyak semen dan pasien merasa gusi di bagian langit-langit bengkak.
pada saluran akar, ketidaktepatan pengukuran panjang Gusi tersebut bengkak sejak 3 bulan terakhir tetapi
kerja, tidak adanya foto radiologis dan kemampuan tidak sakit. Gigi terkadang sakit saat digunakan untuk
operator.8 Terdapat pilihan penanganan pada kondisi menggigit. Pasien sudah datang ke dokter gigi 1 minggu
over filling, yaitu perawatan saluran akar ulang atau sebelumnya. Pemeriksaan objektif menunjukkan
pembedahan pada apikal gigi. Apabila kondisi saluran kebersihan rongga mulut cukup baik. Gigi 12 peka
akar lurus, mudah terjangkau dengan instrumen terhadap perkusi dan palpasi. Pada mukosa palatal
yang ada, tidak ada kelainan apikal yang menyertai, gigi 12 terdapat benjolan berwarna agak kemerahan
dan kondisi pasien secara fisik memungkinkan maka dengan konsistensi kenyal berdiameter ± 2 mm.
perawatan saluran akar ulang dilakukan terlebih Pemeriksaan radiografis menunjukkan gigi 12 sudah
dahulu, apabila tidak memungkinkan atau gagal maka dilakukan perawatan saluran akar dan pada apikalnya
dilakukan pembedahan pada apikal.9 tampak pengisian berlebih ± 2 mm. Tampak resorbsi
Terdapat beberapa macam perawatan endodontik akar eksterna pada apikal gigi 12. Pada periapikal
bedah antara lain reseksi apikal dan kuretase apikal. gigi 12 terdapat daerah radiolusen berbentuk bulat
Reseksi apikal merupakan prosedur mengurangi berbatas jelas.
ujung akar gigi disertai kuretase pada periapikal yang Diagnosis dari kasus ini adalah gigi 12 nekrosis post
diindikasikan pada gigi pasca perawatan saluran endodontic treatment disertai periodontitis apikalis
akar dengan inflamasi periapikal yang berkembang. simtomatik dan resorbsi akar eksternal. Rencana
Inflamasi yang berkembang dapat ditandai dengan perawatan yaitu reseksi apikal. Prognosis baik, karena
adanya keluhan simptomatis pada pasien dan saluran akar lurus, sisa jaringan keras gigi yang sehat
daerah radiolusen pada periapikal yang makin lebar masih banyak, lesi periapikal cukup besar (± 2 mm),
dibandingkan sebelum perawatan saluran akar dan terdapat resorpsi eksternal pada apikal gigi.
dimulai. Pengurangan ujung akar juga diindikasikan
untuk menghilangkan kelebihan material pengisi PENATALAKSANAAN KASUS
saluran akar. Perawatan tersebut diharapkan mampu
menanggulangi kasus kegagalan pasca perawatan Pada kunjungan pertama dilakukan anamnesa,
saluran akar yang disebabkan oleh pengisian saluran Dental Health Education (DHE), pemeriksaan klinis
akar yang berlebih.10 dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
radiografis untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis
KASUS dari kasus ini adalah gigi 12 nekrosis post endodontic
treatment disertai periodontitis apikalis simtomatik
Seorang laki-laki berusia 21 tahun datang ke dan resorbsi akar eksternal. Rencana perawatan adalah
RSGM(P) FKG UNAIR dengan keluhan gigi depan kanan reseksi apikal. Persiapan operasi segera dilakukan,
atas tidak nyaman saat mengunyah makanan. Gigi pemeriksaan penunjang tambahan diperlukan berupa
tersebut telah dilakukan perawatan saluran akar 2 pemeriksaan darah lengkap, koagulasi dan kimia

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Hendri Eko Wahyudi, Nanik Zubaidah 129

Gambar 2. (A). Incisi berbentuk semilunar memakai skalpel; (B). Retraksi flap dengan rasparatorium; (C).
Pengambilan tulang alveol di bagian apikal dengan round bur lowspeed.

Gambar 3. (A). Kuretase pada periapikal gigi 12; (B). Apikal gigi 12 dilakukan reseksi sebanyak ± 2 mm
menggunakan ultrasonic tip ET3D; (C). pengisian retrograde pada apikal gigi memakai MTA (tampak memenuhi
apikal gigi 12).

Gambar 4. (A). Bone graft diaplikasikan pada daerah yang telah dikuret hingga padat dan menutupi semua daerah
operasi; (B). Membrane diletakkan di atas bone graft; (C). suturing.
klinik, hasilnya normal. Sebelum operasi dimulai menggunakan bahan Pehacain sebanyak masing-
Pasien menandatangani informed consent sebagai masing 1 cc.
persetujuan medis sebelum dilakukan tindakan. Pasien Pada daerah labial gigi 12 dilakukan pembukaan
juga setuju kasusnya dipublikasikan. Pemeriksaan dengan flap desain semilunar, diawali dengan ujung
vital sign juga dilakukan sebelum perawatan dimulai. sonde yang tajam ditusuk untuk membuat garis insisi
Operator dan asisten memakai pakaian operasi dan flap, kemudian diinsisi dengan skalpel #15 ditekan
menggunakan sarung tangan dan masker yang telah tajam hingga mengenai periosteum tulang alveolus.
steril. Pasien dipasang duk operasi pada area mulut Flap dibuka dengan raspatorium sampai tulang terlihat
dilanjutkan dengan desinfeksi area operasi dan jaringan jelas. Tulang alveolar dibuka menggunakan bur tulang
sekitarnya menggunakan povidon iodine. Dilakukan berbentuk round contra-lowspeed dengan diiringi
anestesi infiltrasi lokal pada nervus alveolaris superior irigasi menggunakan air salin sampai ujung akar gigi
anterior dengan titik injeksi pada muccobuccal fold 12 terlihat. Pada ujung akar tampak gutta percha yang
gigi 12 dan pada nervus palatinus pada papila insisivus keluar dari ujung akar gigi. Daerah periapikal gigi 12

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
RESEKSI APIKAL GIGI INSISIVUS LATERALIS SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK
130 DISERTAI PERIODONTITIS APIKAL SIMTOMATIK

dibersihkan dengan alat kuret sampai tidak ada lagi Placement (MAP) sampai padat memenuhi rongga
jaringan granulasi. Jaringan granulasi direndam dalam pada apikal gigi yang telah dipersiapkan sebelumnya.
formalin guna dilakukan pemeriksaan HPA. Bone graft diaplikasikan pada daerah yang telah
Apeks akar gigi 12 dilakukan reseksi sebanyak ± 2 dikuret hingga padat dan menutupi semua daerah
mm untuk menghilangkan ramifikasi pada area apikal operasi untuk memicu pertumbuhan tulang yang
gigi menggunakan ultrasonic tip ET3D. Dengan sudut baru. Membrane diletakkan di atas bone graft hingga
pengambilan 0 derajat lalu diirigasi dengan larutan saline tertutup seluruhnya. Flap lalu dikembalikan pada
steril. Lakukan kembali kuretase jika dirasa masih ada posisi semula, kemudian dilakukan penjahitan dengan
jaringan granulasi yang tersisa. Pengurangan guttap di teknik interrupted sejumlah empat jahitan. Penjahitan
daerah apikal gigi 12 dengan menggunakan ultrasonic dilakukan sampai gingiva dipastikan menutup kembali
tip AS3D ± 2 mm untuk tempat pengisian retrograde. dengan baik. Daerah operasi dibersihkan dengan kain
Gambar 11 menunjukkan pengisian retrograde pada kasa steril, kemudian daerah operasi ditutup dengan
apikal gigi memakai bahan Mineral Trioxide Aggregate tampon. Pasien diberi resep antibiotik, analgesik,
(MTA) dengan aplikasinya menggunakan Micro Apical obat kumur chlorhexidine 0,2% dan dianjurkan untuk

Gambar 5. (A). Foto klinis kontrol 7 hari pasca perawatan (sebelum angkat jahitan); (B). Foto klinis setelah
angkat jahitan.

Gambar 6. (A). Rogsenologis sebelum perawatan reseksi apikal; (B). Rogsenologis sesaat setelah operasi reseksi
apikal (C); Rogsenologis 3 bulan post perawatan reseksi apikal.

Gambar 7. (A).Foto klinis sebelum perawatan reseksi apikal; (B). Foto klinis 3 bulan post perawatan reseksi
apikal

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Hendri Eko Wahyudi, Nanik Zubaidah 131

selalu menjaga kebersihan mulutnya, tidak makan dan menyebabkan over instrumetasi selama perawatan
minum makanan/minuman panas. Pasien dijadwalkan saluran akar. Hal tersebut akan memungkinkan
kontrol 7 hari pasca operasi. terdorongnya mikroorganisme dan serpihan dentin
Pasien datang pada kunjungan kedua 7 hari setelah selama preparasi dan irigasi saluran akar berlangsung.
operasi. Pasien tidak ada keluhan rasa sakit. Perkusi Ketika obturasi dilakukan, gutta percha dan pasta
dan palpasi sudah tidak sakit. Luka bekas operasi sudah pengisi saluran akar akan keluar dari apeks gigi. Gutta
tertutup, tidak terlihat tanda-tanda inflamasi pada percha tersebut akan dianggap benda asing oleh
daerah bekas operasi, hanya jaringan gingiva belum tubuh, yang menyebabkan mekanisme pertahanan
kembali ke bentuk semula. Bengkak pada palatal gigi tubuh bekerja. Akumulasi dari mikroorganisme yang
12 sudah hilang dan tidak sakit. Jahitan dilepas dan terdorong akan melokalisir perkembangan bakteri
diirigasi menggunakan salin. Pasien lalu dikirim ke pada periapikal yang memproduksi matriks seluler
bagian radiografi untuk dilakukan foto periapikal. polisakarida dan menempel pada sementum. Kondisi
Tiga bulan pasca tindakan pasien datang kembali tersebut akan membuat pertumbuhan bakteri tidak
untuk kontrol. Dari pemeriksaan subjektif dan objektif terkendali sehingga menjadi resisten terhadap
sudah tidak ada keluhan. Kondisi gingiva pada palatal mekanisme pertahanan tubuh.11
normal, sudah tidak ada benjolan. Pemeriksaan Tekanan yang terjadi selama preparasi dan
radiograf menunjukkan lesi periapikal sudah membaik obturasi akan merusak cemento dentinal junction
daripada sebelum tindakan. yang mempunyai lapisan pertahanan sangat tipis
Pasien kembali datang kontrol 6 bulan pasca sehingga merangsang terjadinya respon inflamasi.
tindakan. Pasien tidak ada keluhan baik subjektif Inflamasi yang terjadi di apikal memusat di rongga
maupun objektif. Kondisi gingiva pada palatal yang kecil menyebabkan peningkatan suplai darah
normal, sudah tidak ada benjolan. Pada pemeriksaan yang membawa monosit yang berisi osteoklas yang
radiograf lesi sudah makin mengecil daripada kontrol menyebabkan perubahan keseimbangan antara
sebelumnya. osteoblas dan osteoklas yang menimbulkan resorpsi
Hasil evaluasi kontrol 6 bulan tersebut menunjukkan pada akar gigi.12
keberhasilan tindakan reseksi apikal pada kasus ini. Ada beberapa pilihan dalam menangani kasus over
Selanjutnya, restorasi permanen dibutuhkan untuk filling setelah perawatan saluran akar selesai, yaitu
menutup kavitas gigi tersebut. Restorasi akhir pada gigi tidak dilakukan perawatan, perawatan saluran akar
12 adalah tumpatan resin komposit klas 6. Finishing ulang (retreatment), dan endodontik bedah. Kasus
dan polishing dilakukan di akhir menggunakan fine over filling tidak dilakukan perawatan apabila panjang
finishing diamond bur dan disc untuk memastikan material yang keluar dari ujung apeks tidak lebih dari
tidak ada peninggian gigitan, membersihkan kelebihan 1 mm, jenis material biokompatibel dengan tubuh,
dan menghaluskan permukaan resin komposit. untuk material pengisi dapat di absorbsi oleh tubuh, dan
pemeriksaan radiograf dilakukan setelah tindakan tidak ada gejala keluhan simptomatis pada pasien.
untuk evaluasi hasil perawatan. Retreatment akan dilakukan pada material pengisi
yang tidak dapat diabsorbsi oleh tubuh, jenis material
PEMBAHASAN biokompatibel, panjang material yang keluar dari
ujung apeks tidak lebih dari 1 mm, dan ada keluhan
Penyebab kegagalan perawatan saluran akar simptomatis pada pasien. Perawatan endodontik
sebelumnya pada kasus ini adalah pengisian saluran bedah dilakukan apabila retreatment gagal. Kegagalan
akar yang berlebih (over filling). Over filling dapat yang dimaksud adalah pasien merasa nyeri dan atau
terjadi oleh karena terlalu banyak pasta pengisi saluran material pengisi yang berlebih tidak dapat dikeluarkan.
akar pada saluran akar, ketidaktepatan pengukuran Jenis perawatan endodontik bedah yang dilakukan
panjang kerja, tidak adanya foto radiologis dan dapat berupa apikal kuretase dan reseksi apikal. Apikal
kemampuan operator. Efek dari over filling yang paling kuretase merupakan pengambilan jaringan granulasi
sering terjadi adalah inflamasi pada jaringan periapikal dan nekrotik dari periapikal gigi, sedangkan Reseksi
yang menyebabkan bengkak, kerusakan jaringan apikal merupakan pemotongan ujung akar gigi disertai
periodontal, dan lesi periapikal.8 pengambilan jaringan granulasi dan nekrotik yang
Ketidaktepatan pengukuran panjang kerja diikuti pengisian retrograde.8

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
RESEKSI APIKAL GIGI INSISIVUS LATERALIS SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK
132 DISERTAI PERIODONTITIS APIKAL SIMTOMATIK

Pada kasus ini kami melakukan pembuatan flap. Desin ini terjadi pada cancelous autograft dan fresh cortical
flap yang dipilih adalah flap semilunar. Flap semilunar graft. Kedua adalah osteoinduksi, merupakan proses
termasuk kedalam kelompok limited periosteal flap menarik sel pluripotensial dari resipien yang terdapat
yang mempunyai kelebihan incisinya minimal sehingga di sekitar graft dan tulang, hal ini terjadi karena graft
traumanya lebih kecil, mudah direfleksikan dengan dan tulang mengandung mediator osteoinduksi seperti
rasparatorium dan tidak mengenai jaringan sekitar BMP (Bone Morphogenic Protein). Ketiga adalah
mahkota sehingga tidak menyebabkan resesi gingiva. Osteokonduksi, merupakan mekanisme pembentukan
Over filling yang terjadi pada kasus ini mencapai ± tulang baru dengan pergerakan secara aktif sel
2 mm disertai adanya resorpsi akar eksternal. Pasien pluripotensial menjadi condroblast dengan cara difusi
juga mengeluh nyeri tekan saat mengunyah makanan. dari protein matriks tulang osteogenic dan BMP akan
Pada foto radiograf juga nampak lesi yang cukup besar merangsang sel-sel mesenkim menjadi osteoblast.
pada periapikal gigi 12. Reseksi apikal merupakan Membrane merupakan guided bone regeneration,
pilihan utama untuk menangani masalah pada gigi konsep ini melibatkan proses angiogenesis dan migrasi
tersebut. Pemotongan ujung akar akan menghilangkan sel osteogenik dari perifer menuju sentral untuk
gutta percha yang keluar dari ujung akar dan juga membentuk jaringan granulasi yang tervaskularisasi
menghilangkan resorpsi yang ada pada ujung akar. dengan baik. Fungsi membrane adalah menyediakan
Kuretase pada periapikal gigi juga akan mengurangi ruang untuk sel-sel berdiffernsiasi menjadi osteoblast
lesi yang ada. Ujung akar setelah dipotong diisi dengan dan sementoblast untuk membentuk tulang dan
MTA untuk memicu sementoklas sebagai pembentukan sementum yang baru tanpa dihalangi oleh perumbuhan
sementum yang baru.13 epitel yang masuk ke dalam defek, mampu memicu
MTA (Mineral Trioxide Aggregate) adalah bahan pertumbuhan tulang lebih cepat sekaligus menghalau
yang direkomendasikan untuk membentuk apical infiltrasi jaringan epitel masuk ke defek tulang dan
plug (penutup) pada saluran akar. MTA terdiri dari mencegah jaringan fibrosa dari invasi sisi defek untuk
tricalsium silicate, tricalcium aluminate, tetracalcium menghambat pembentukan tulang.
aluminoferrite, calcium sulfate dehydrate dan silicate
oxide. Mengandung bismuth oxide sebagai agen KESIMPULAN
radioopacity. MTA dapat membentuk apical seal
yang baik, biocompatible, memiliki sealing ability dan Tindakan reseksi apikal merupakan pilihan pertama
adaptasi marginal yang bagus, memiliki kemampuan untuk menangani keluhan nyeri yang diakibatkan
merangsang regenerasi jaringan pulpa dan periodontal. oleh karena over filling pada gigi yang telah dilakukan
Waktu setting MTA 4 jam dan bersifat hidrofilik perawatan saluran akar dan disertai adanya resorpsi
(membutuhkan kelembapan untuk setting sehingga akar eksternal.
meningkatkan flexural strength.14
Bone graft yang dipakai dalam reseksi apikal ini DAFTAR PUSTAKA
adalah Gamacha. Gamacha adalah karbonat apatit
blok tipe B dengan struktur porositas tiga dimensi 1. Anggita PS. Pengaruh Status Diabetes Melitus Terhadap
Derajat Karies Gigi. Jurnal Media Medika Muda 2010;1:1-9
yang terdiri dari komponen organik dan anorganik yang
2. Agtini MD. Pola Status Kesehatan Gigi dan Pemanfaatan
identik dengan tulang manusia, kristalinitas rendah Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut du Indonesia pada
sehingga mudah menyatu dengan proses remodelling Tahun 1990-2007. Media Peneliti dan Pengembang Kesehatan
tulang, memiliki osteokonduktivitas sangat baik dan 2009;XIX(3):144-53
mampu memacu pertumbuhan tulang baru dengan 3. Mohammad YZ. Sodium Hipochlorite in Endodontics: An
Update Review. International Dental Journal 2008;58:329
cepat. Gamacha teresorbsi seluruhnya mulai minggu 4. Bence R. Buku Pedoman Endodontik Klinik 1 ed. Jakarta: UI-
keempat dan habis pada minggu ke-12 pada saat PRESS; 2005
tulang terbentuk sempurna. 5. Siquiera JF. Aetiology of root canal treatment failure: Why well
Fungsi utama bone graft adalah mendorong treated teeth can fail. International Endodontic Journal. 2001;
34: 1 – 10.
terjadinya osteogenesis melalui tiga mekanisme.
6. Irsan SN, Usman M dan Kamizar. Distribusi Perawatan Ulang
Pertama adalah membelah diri, sel di permukaan graft Endodontik Berdasarkan Etiologi di RSKGM FKG UI Tahun
dan tulang yang masih hidup pada saat aplikasi bone 2009-2013
graft membelah diri dan membentuk tulang baru, hal 7. Hoen MM, Frank E. Contemporary endodontic retreatments:
An analysis based on clinical treatment findings. Journal of

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Hendri Eko Wahyudi, Nanik Zubaidah 133

Endodontics. 2002; 28: 834 – 7.


8. Sabir A. Root canal over filling as an influencing factor for the
succes of endodontic treatment. Maj Ked Gigi. 2005; 38(4):
194 – 7.
9. Gluskin AH. Anatomy of an overfill: a reflection on the process.
Endodontic Topics. 2009; 16: 64 – 81.
10. Walton RE, Torabenijad M. Principles and practice of
endodontics 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders; 2002. 346 –
56.
11. Santoro V, Lozito P, De Donno A, Grassi FR, Inrona F. Extrusion
of endodontic filling materials: medio-legal aspects. The Open
Dentistry Journal. 2009; 3: 68 – 73.
12. Dumsha TC, Gutmann JL. Clinician’s endodontic handbook.
Ohio: Lexi Comp; 2000. 140 – 3.
13. Rego CMM, Sales FA, Neto MVG, Sales CA, Sena NT, Garrido
AD. Conservative option of retreatment for gutta percha
overfilled root canal: a case report. Oral Sci. 2012; 4(1): 31 – 5.
14. S, A. V., & SONALI, K. (2010). Clinical management of severe
external root resorption and immature open apex with MTA
and calcium hydroxide - A case report. Odontology

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
134 PO-28
APEX RESEKSI SEBAGAI PERAWATAN LESI PERIAPIKAL YANG LUAS PADA
GIGI INSISIF SENTRAL RAHANG ATAS

APEX RESEKSI SEBAGAI PERAWATAN LESI PERIAPIKAL YANG


LUAS PADA GIGI INSISIF SENTRAL RAHANG ATAS
Rizky Harris Setyawibawa*, Moh. Rulianto **
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: Apex resection is an endodontic surgical treatment where conventional endodontic treatment fails. Reverse
endodontic treatment is an option prior to endodontic surgical treatment. However, some factors such as the presence of
post and crowns increase the risk of root fracture when conventional endodontic treatment is performed.Objective: This
case report shows that apex resection and retrograde filling is an option in endodontic treatment with periapical lesions as
an alternative to conventional endodontic treatment failure.
Case: A 31-year-old man complained of frequent pus came out from labial right maxillary central incisor gums since 6 months
ago. The tooth has been endodontically treated 3 years ago. The final restoration of the tooth is the post and porcelain
crown . Radiological examination shows extensive lesions of apical tooth 11 and clearly bounded.
Case Management: Surgical treatment Apex resection and retrograde filling using Mineral Trioxide Agregate (MTA).
Conclusion: Maxillary right central incisors with large periapical lesions can be succesfully treated with apical resection
and retrograde filling using MTA . Postoperative evaluation shows that there is no complain and mobilization of the tooth.
Postoperative wounds have closed without scarring.

Keywords : Apex resection, retrograde filling, MTA, periapical lesion

PENDAHULUAN Apeks reseksi merupakan perawatan bedah


endodontik dimana perawatan endodontik
Etiologi dari lesi periapikal adalah penetrasi dari konvensional mengalami kegagalan. Tujuan dari
mikroba yang merangsang keradangan dan respon apeks reseksi adalah mengeleminasi infeksi pada
imun pada jaringan periodontal sehingga menghasilkan jaringan periapikal dan melakukan sealing dari bahan
destruksi tulang. Kontaminasi jaringan periradikular pengisi saluran akar untuk merangsang regenerasi
oleh mikroorganisme dan bahan pengisi saluran akar jaringan keras dan jaringan lunak dalam pembentukan
dapat menghambat penyembuhan1. apparatus untuk perlekatan (attachment apparatus).
Tujuan dari perawatan endodontik adalah Prosedur ini merupakan tindakan bedah yang paling
desinfeksi pada ruang pulpa (mengeleminasi mikroba umum dilakukan untuk menjamin penempatan suatu
dan jaringan nekrotik) diikuti dengan mengisi ruang bahan penutup atau tumpatan yang tepat diantara
tersebut untuk mencegah rekontaminasi. Rata-rata periodonsium dengan foramen apikal 5,6.
esuksesan perawatan endodontik konvensional adalah Bedah endodontik dilakukan apa-bila terjadi
antara 47 – 97 %. Keberhasilan tersebut berhubungan kegagalan setelah dilakukan perawatan saluran
dengan adanya radolusensi periapikal sebelum akar ulang (retreatment) atau retreatment bukan
dilakukan perawatan, pengisian saluran akar yang merupakan pilihan dan gigi tersebut masih bisa
kurang lebih dari 2 mm dari ujung akar, serta restorasi dipertahankan daripada dilakukan ekstraksi. Indikasi
koronal yang tidak bagus2. bedah endodontik yang lain adalah apabila ada
Opsi perawatan dari kegagalan perawatan tersebut restorasi full coverage dimana terdapat core dan post
dapat dilakukan dengan perawatan saluran akar yang beresiko tinggi menyebabkan fraktur akar apabila
tanpa pembedahan (non surgical) atau dengan terapi dilaku-kan pengambilan (removal). Serta apabila biopsi
bedah endodontik. Non surgical retreatment dapat dari jaringan periradikuler diper-lukan 4.
memberikan kesemmpatan yang lebih baik untuk Apex reseksi diharapkan dapat membuang jaringan
membersihkan ruang pulpa. Akan tetapi pada situasi patologis pada ujung akar gigi dan ramifikasi yang
klinis tertentu perawatan saluran akar non surgical terinfeksi dan sekaligus nenutup ujung akar sehingga
kurang layak untuk dilakukan3,4. dapat mencegah inferksi di kemudian hari. Hasil
Korespondensi: Rizky Harris Setyawibawa, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Jl, Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya
60132 Jawa Timur-Indonesia. Email : rizkydentist@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Rizky Harris Setyawibawa, Moh. Rulianto 135

yang diharapkan dari apeks reseksi adalah regenerasi


tulang, aposisi sementum, dan pembentukan struktur
struktur yang menggantikan jaringan periodonsium di
sekitar gigi 7.

KASUS

Seorang laki laki usia 34 tahun datang ke Rumah Sakit


Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga dengan keluhan gigi depan rahang atasnya
sering terdapat benjolan dan mengeluarkan pus pada Gambar 2. Gambaran Radiologis Awal
gusinya sejak 6 bulan terakhir. Gigi tersebut telah
dilakukan perawatan saluran akar 4 tahun yang lalu PENATALAKSANAAN KASUS
dan pasien tidak pernah merasakan nyeri. Secara klinis
terdapat benjolan diameter 2 mm pada gingiva di regio Pada kunjungan pertama dilakukan anamnesa,
apeks dari gigi 21. Terdapat restorasi cantilever bridge pemeriksaan klinis serta pemeriksaan radiografis.
dengan mahkota yang masih bagus. Serta menjelaskan secara umum mengenai kelainan
Secara radiografis didapatkan gambaran periapikal serta prosedur yang akan akan dilakukan.
radiolusensi berbatas jelas pada ujung apical dengan Pada kunjungan kedua, persiapan pra operasi pasien
diameter kurang lebih 5 mm. Terdapat mahkota pasak diinformasikan mengenai tindakan operatif yang akan
dengan kondisi yang masih bagus. Pengisian saluran dilakukan serta yang harus dilakukan setelah dilakukan
akar tampak hermetis. Diagnosa lesi periapikal tersebut operasi. Pasien mengisi surat persetujuan tindakan
adalah suspek granuloma periapikal. dan menandatangani informed concent.

Pemeriksan Saliva dari pasien ini : Pemeriksaan tanda vital pada pasien :
Hidrasi : 15 detik (hijau) Suhu tubuh : 37 derajat Celcius
Viskositas : watery (hijau) Denyut nadi : 75 kali per menit
pH : 7,5 (hijau) Pernafasan : 16 kali per menit
Kuantitas : > 5 ml Tekanan darah : 110/ 80 mmHG
Kapasitas buffer : 12 (hijau) Hasil Pemeriksaan darah :
Kadar Gula Darah Acak : 152 mm/dL
PT : 14 detik
APTT : 39 detik
Keadaan umum pasien baik.

Selanjutnya dilakukan asepsis extra oral dan intra


oral menggunakan betadine solution( Gambar 3a dan
3b). Kemudian anastesi local dengan pehacaine 2cc
pada labial fold gigi 12 dan anastesi blok pada foramen
insisivus ( Gambar 4a dan 4b)
Gambar 1. Gambaran Klinis Awal

Rencana perawatan kasus ini adalah apex reseksi


dan pengisian secara retrograde dengan bahan
pengisian Mineral Trioxide Agregat (MTA).

Gambar 3a. Asepsis ekstra oral

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
APEX RESEKSI SEBAGAI PERAWATAN LESI PERIAPIKAL YANG LUAS PADA
136 GIGI INSISIF SENTRAL RAHANG ATAS

Gambar 6. Pemisahan jaringan lunak dengan rasparatorium


Gambar 3b. Asepsis intra oral

Gambar 7. Pengeburan tulang

Gambar 4a. Anastesi local infiltrasi

Gambar 8. Kuretase

Gambar 4b. Anastesi local blok foramen insisivus

Tahap selanjutnya adalah pembuatan flap semilunar


pada region 12 menggunakan blade No.15 (Gambar
5) . Kemudian jaringan lunak dan tulang dipisahkan Gambar 9. Lesi Periapikal terangkat
dengan raspa-ratorium (gambar 6), pembukaan tulang
labial menggunakan lowspeed handpiece dengan
bur tulang bentuk round sampai terlihat ujung akar
(gambar 7) dan irigasi daerah operasi menggunakan
larutan saline, kuretase lesi periapikal dan irigasi
dengan larurtan saline (gambar 8).

Gambar 10. Lesi Disimpan untuk pemeriksaan HPA

Ujung apex dipotong sekitar 3 mm dengan ultrasonic


Satelec Endodontic Tip surgery ET 18 D dengan sudut
0o (Gambar 10a) dan irigasi dengan larutan saline
Gambar 5. Insisi Flap steril. Preparasi ujung apeks untuk mengambil gutta
percha sekitar 3 mm dengan Satelec Endodontic
surgery Tip AS 3 D (Gambar 10b). Selanjutnya dilakukan
pengisian ujung akar dengan MTA secara retrograde
(Gambar 11). Kemudian kavitas di berikan bone graft

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Rizky Harris Setyawibawa, Moh. Rulianto 137

dan ditutup dengan membrane (Gambar 12 dan 13).


Flap dikembalikan ke posisi semula dan jahit dengan
benang silk ukuran 4.0 (Gambar 14). Ronsen Foto
dilakukan sesaat pasca operasi (Gambar 15). Pasien
diinstruksikan untuk menjaga kebersihan luka, hati-
hati dalam menyikat gigi dan hindari makan minum
panas. Pasien diberikan resep NSAID, antibiotic dan
analgesik serta diinstruksikan untuk kontrol seminggu.
Gambar 14. Suturing

Gambar 10a. Pemotongan ujung apex

Gambar 15. Konfirmasi setelah apex reseksi

Gambar 10b. Pemotongan ujung apex

Gambar 16. 1 minggu setelah apex reseksi

Gambar 11. Aplikasi MTA

Gambar 12. Aplikasi bone graft Gambar 17. 1 bulan setelah apex reseksi

PEMBAHASAN

Perawatan salurran akar non surgical merupakan


pilihan utama pada sebagian besar kasus endodontic.
Akan tetapi ada beberapa factor seperti system saluran
Gambar 13. Aplikasi Membrane akar yang kompleks atau kesalahan dari perawatan
saluran akar sebelumnya memungkinkan untuk

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
APEX RESEKSI SEBAGAI PERAWATAN LESI PERIAPIKAL YANG LUAS PADA
138 GIGI INSISIF SENTRAL RAHANG ATAS

dilakukan perawatan pembedahan. Pada kasus ini oleh karena karies yang luas, restorasi yang dalam,
pembedahan periradikuler dan apeks reseksi dilakukan atau trauma. Periapikal granuloma umumnya terdiri
untuk mempertahankan gigi tersebut8. dari jaringan granulasi dengan hilangnya tulang
Tujuan apeks reseksi adalah untuk alveolar dan sejumlah sel T lymphosit dan makrofag
mem¬pertahankan gigi yang sudah mengalami bersamaan dengan sejumlah kecil sel B limfosit dan
kerusakan jaringan periapikal dengan jalan memotong polimorfonuklear (PMN)10.
ujung akar gigi yang terinfeksi5. Secara klinis adanya granuloma umumnya
Operasi apeks reseksi pada kasus ini dilaku¬kan asimtomatik tetapi terkadang rasa sakit dan sensitifitas
dengan pemotongan ujung akar gigi 21 dan kuretasi terjadi bila eksaserbasi akut muncul. Biasanya gigi
jaringan periapikal yang terinfeksi untuk memastikan dengan granuloma tidak sensitive terhadap perkusi,
semua jaring¬an infeksi sudah terangkat dengan tidak ada mobilitas, dan tidak ada respon terhadap tes
harapan infeksi tidak tumbuh lagi. termal ataupun EPT3.
Penutupan apeks secara retrograde bertujuan Hari ke 7 pasca operasi luka telah menutup de¬ngan
untuk mencegah intrusi dari cairan ke dalam system baik dan tidak ada tanda-tanda infeksi sekunder.
saluran akar yang dapat menyebabkan berkembangnya Setelah 5 minggu di lakukan evaluasi kembali. Secara
mikroorganisme sehingga kegagalan perawatan klinis tidak ada yang dikeluhkan oleh pasien. Evaluasi
terjadi7. Bahan untuk menutup apex yang telah dipotong radiografi menunjukkan bahwa tulang alveolar
tersebut adalah MTA. Kandungan MTA pada dasarnya mengalami healing yang ditunjukkan dengan gambaran
terdiri dari 3 powder antara lain Portland Cement radiopak di sekitar apeks yang telah dilakukan reseksi11.
(75%) ,Gypsum (5%) ,Bismuth oxide (20%). Brdasarkan
paten MTA terdiri dari calcium oxide dan silicon oxide KESIMPULAN
yang dicampur dengan bahan baku tricalcium silicate,
dicalcium silicate, tricalcium aluminate, tetracalcium Lesi periapikal yang luas dalam kasus ini adalah
alluminoferrite.Saat dicampur dengan air MTA akan granuloma dapat diterapi dengan apeks reseksi dan
menjadi Kristal Calcium oxide amorf. Bahan ini akan pengisian secara retrograde menggunakan MTA
melekat dengan baik pada permukaan kavitas apeks dengan hasil yang memuaskan. Apeks reseksi dilakukan
yang telah dibersihkan dari debris dan dikeringkan. MTA dengan pertimbangan retreatment secara non surgical
mempunyai sifat biokompatibilitas yang baik dengan beresiko patahnya akar apabila dilakukan. Evaluasi 1
pH 12,5 dan toksisitas yang sangat rendah. pH Alkali minggu dan 5 minggu setelah operasi menunjukkan
dari MTA membuatnya mempunyai sifat menghambat bahwa luka telah sembuh tanpa adanya jaringan parut
partum-buhan dari mikroorganisme. Bahan yang (scar tissue) dan evaluasi radiografi menunjukkan
terkandung dalam MTA bersifat non sitotoksik dan non bahwa tulang di sekitar apikal terbentuk kembali.
mutagenic. MTA juga mempunyai kemampuan untuk
anti perdarahan 9. DAFTAR PUSTAKA
Hasil pemeriksaan patologi anatomi dari lesi
periapikal yang di ambil, secara makroskopik adalah 1. Nair P.N.R. 2006. On the Cause of Persistent Apical
Periodontitis : A review. IEJ. 39. 249-281
ukuran 5x3x3 mm, warna putih abu-abu sebagian
2. Ng. Y. L, Mann V., Gulabivala K. 2008. Outcome of Secondary
kecoklatan, konsistensi padat kenyal. Secara root canal treatment: a systematic review of the literature. IEJ.
mikroskopik menunjukkan potongan jaringan ikat 41. 1026-1046
fibrous tanpa epitel pelapis dengan infiltrasi padat 3. Garg A.dan Garg N.2014. Textbook of Endodontics. 3rd Ed.
sel radang limfosit, netrofil, eosinophil, histiosit, dan Jaypee Brothers Medical Publisher. New Delhi
4. Evans G. A, Bishop K, Renton T. 2012. Guidelines for Surgical
sel plasma dengan kumpulan Kristal cholestasis. Dari Endodontics. The Royal College of Surgeons. England
pemeriksaan diatas dapat disimpulkan bahwa lesi 5. Widiyanta E. 2012. Apikoektomi Gigi 12 Dengan Anastesi
tersebut adalah granuloma. Lokal. CKD-190 (39)2.121-124
Granuloma adalah lesi yang sering ditemukan 6. Jayaprakash T., Devalla S., Annameni V. 2013. Surgical
Endodontic Treatment of a Maxillary Molar With Sinus Lift- A
dalam pemeriksaan radiografi rutin yang terdirir
Case Report. ISRA Medical Journal. 5(3). 213-215.
dari masaa proliferative dari jaringan granulasi dan 7. Kim, S.,Pecora, G., Rubinstein, R. 2002. Osteotomy and apical
mikro-organisme sebagai lanjutan dari kematian root resection in Color atlas of Microssurgery in Endodontics.
jaringan pulpa. Kematian jaringan pulpa dapat terjadi WB Saunders, Philadelphia. P85-114
8. Locurcio L. dan Leesson R. 2017. A Case Of Periradicular

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Rizky Harris Setyawibawa, Moh. Rulianto 139

Surgery : apicoectomy and obturation of the apex, a bold act.


SDSjournal. (1)76-80
9. Kaur M, Singh H., Dhillon J., Batra M, Saini M. 2017. MTA versus
Biodentin : Review of Literature with a Compare Analysis.
Journal of Clinical and Diagnostic Research. 11(8). 1-5.
10. Sebastian A, Panikar P, Kota K. Sasi A. 2016. Periapical
Granuloma. International Journal of Preventive and Clinical
Dental Research. 35-37
11. Strepco, J.J., Doyon, G.E., and Gutmann, J.L.2005. Root-end
management resection, cavity preparation and material
placement. In endodontic Topic 11, 131-151

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
140 PO-29
MANAJEMEN ENDODONTIK PADA MOLAR PERTAMA MANDIBULAR
DENGAN SUPERNUMERARY DISTAL ROOT(RADIX ENTOMOLARIS)

MANAJEMEN ENDODONTIK PADA MOLAR PERTAMA MANDIBULAR


DENGAN SUPERNUMERARY DISTAL ROOT(RADIX ENTOMOLARIS)
Juliana Siregar Siagian*, Dennis**, Trimurni Abidin **
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Mandibular molars exhibit varied root canal morphology which makes the endodontic treatment challenging. A mandibular
first molar with additional distolingual root (Radix Entomolaris) is an example of its varied anatomy. Success of endodontic
treatment depends on proper identification and localization of all the canals, thorough chemo-mechanical preparation
followed by three-dimensional obturation with hermetic seal. Failure of any of these steps may occur due to unusual tooth
morphology. This case report describes a clinical cases of successful endodontic treatment in a mandibular molar with
pulp necrosis and characterized as radix entomolaris. A 37 years old male patient came to RSGM, University of Sumatera
Utara was referred to endodontic treatment of a left mandibular first molar. The tooth exhibited signs and symptoms of
pulp necrosis. Clinical examination was executed through the vertical percussion and pulp tenderness to cold, which were
negative. On keen observation, there appears to be an additional root. Another radiograph has been taken which with
same lingual opposite buccal (SLOB) technique. Endodontic treatment in a mandibular molar and characterized as radix
entomolaris in which the use of magnification and ultrasonic tips. To ensure successful root canal treatment, three factors
should be considered: thorough knowledge of root canal anatomy and treatment procedures, accurate diagnosis and good
skill.

Keywords : Anatomical variations, endodontic treatment, radix entomolaris


INTRODUCTION defined roots: a mesial root characterised by a flattened
mesiodistal surface and widened buccolingual surface,
The prevention or healing of endodontic pathology and a distal root, which is usually straight with a
depends on a thorough chemomechanical cleansing wide oval canal or two round canals. 3 Sometimes,
and shaping of the root canals before a dense root however, the morphology and number of roots of the
canal filling with a hermetic seal. An awareness and mandibular first molar vary; the major variant is the
understanding of the presence of unusual root canal presence of supernumerary roots distolingually. This
morphology can thus contribute to the successful variant, mentioned for the first time by Carabelli is
outcome of root canal treatment.1 Mandibular known as radix entomolaris.4
molars exhibit varied root canal morphology which This case report discusses endodontic treatment of
makes the endodontic treatment challenging. In a mandibular molar with a radix entomolaris which is a
mandibular first molar an additional third root, first rare macrostructure.
mentioned in the literature by Carabelli is called the
radix entomolaris (RE). This supernumerary root is CASE REPORT
located distolingually in mandibular molars, mainly
first molars.2 A mandibular first molar with additional A 37 years old male patient came to RSGM, University
distolingual root (Radix Entomolaris) is an example of of Sumatera Utara was referred to endodontic
its varied anatomy. 1 treatment of a left mandibular first molar. The tooth
Success of endodontic treatment depends on exhibited signs and symptoms of pulp necrosis (Figure
proper identification and localization of all the canals, 1a). Clinical examination was executed through the
thorough chemo-mechanical preparation followed vertical percussion and pulp tenderness to cold, which
by three-dimensional obturation with hermetic seal. were negative. On keen observation, there appears
Failure of any of these steps may occur due to unusual to be an additional root Another radiograph has been
tooth morphology.1 taken which with same lingual opposite buccal (SLOB)
The mandibular first molar typically has two well- technique (Figure 1b and 1c). Endodontic treatment
Korespondensi: Juliana Siregar Siagian, Resident of Specialist Program of Conservative Denstistry, Faculty of Dentistry, University Of Sumatera Utara, Jln.
Alumni No. 2 Kampus USU Medan, Indonesia. Email : julianasiregar99@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Juliana Siregar Siagian, Dennis, Trimurni Abidin 141

in a mandibular molar and characterized as radix


entomolaris in which the use of magnification and
ultrasonic tips. Patient was given description about the
procedures, cost, time treatment and patient signed
informed consent.

Figure 2. Access opening

Fig 1a. Pre-operative


Figure 3. Pulp chamber view after full root canal
instrumentation.

Figure 1b : Diagnostic X-ray with horizontal angulation.

CASE MANAGEMENT Figure 4a. Master cone view 4b. MAC radiograph

Tooth was isolated with rubberdam, examination


with a dental loupe (3.5x, Four Eyes), the opening
of cavity access conducted using Endo access bur.
All canals were initially cleaned using smaller K-files
ISO #8, #10 (C pilot file, VDW) as glidepath. The pulp
chamber was accessed and three mesial orifices and Figure 5a. Pulp chamber view after root canal obturation.
two distal orifices were located. To obtain a straight
line access the preparation was modified to a more
trapezoidal form (Figure 2). The working length was
determined with an electronic apex locator (Raypex 6,
VDW Endodontic Synergy, Germany) and comfirmed
radiografically. Chemomechanical preparation was
Figure 5b. Final periapical radiograph after root canal
done using Crown Down Pressureless technique (I Race obturation.
Rotary Instrument with R1, R2 and R3) under NaOCl
2,5% irrigation (Figure 3). Irrigation root canal with 2.5% DISCUSSION
sodium hypochlorite, saline, and 17% EDTA solution
was activated using endoactivator (Dentsply Tulsa, The formation of one, two, three or more roots
USA). Final irrigation was 2% Chlorhexidine. Master is established during the embryological stages of the
Apical Cone (MAC) gutta-percha on ISO was inserted root formation. In the bell stage of odontogenesis, the
up to working length and confirmed radiographically epithelial cells of the inner and outer dental epithelium
(Figure 4a and 4b ). Obturation was done using AH plus proliferate and meet at a point called cervical loop,
sealer (Dentsply, Maillefer, Ballaigues, Switzerland) forming the Hertwig horizontal root sheath. The apical
and corresponding ProTaper gutta percha points(Fig. end of the Hertwig horizontal root sheath bends to
5a and 5b). Access preparation was then restored with form a collar-like structure.5
composite resin. The prevention or healing of endodontic pathology
depends on a thorough chemomechanical cleansing

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
MANAJEMEN ENDODONTIK PADA MOLAR PERTAMA MANDIBULAR
142 DENGAN SUPERNUMERARY DISTAL ROOT(RADIX ENTOMOLARIS)

and shaping of the root canals before a dense root with, if clinician is aware of all the modalities needed
canal filling with a hermetic seal. An awareness and to tame it.
understanding of the presence of unusual root canal
morphology can thus contribute to the successful REFERENCES
outcome of root canal treatment.1
The radix entomolaris may be found in the first, 1. Uday Kamath, Hina Sheth, Neethu Mohan, Deepthi Reddy.
Endodontic management of radix entomolaris: Case reports.
second and third mandibular molar; its less occurrence
International Journal of Applied Dental Sciences 2015; 2(1):
is in the second molar. Some studies reported a bilateral 15-19.
occurrence of radix entomolaris of 50-67%.6 2. Davini F, Cunha RS, Fontana CE, Silveira CF, Bueno CE. Radix
A classification was given by Carlsen & Andersen entomolaris – A case report. RSBO 2012; 9(3):340-344).
based on the location of the cervical part They are 3. Mothanna Alrahabi. Clinical management of a mandibular
first molar with supernumerary distal root (radix entomolaris).
types A,B,C,AC. 7 Type A & B refers to a distally located Journal of Taibah University Medical Sciences (2014) 9(1), 81–
cervical part, 84.
• Type C refers to a mesially located cervical part. 4. Carabelli G. Systematisches Handbuch der Zahnheilkunde.
• Type AC refers to the location of the cervical 2nd ed. Vienna: Braumuller and Seidel; 1844, p. 114.
5. Jorge N.R. Martins a,b,, Joa˜o Ascenso c, Gonc¸alo C.
part in the central location in between the
Endodontic treatment of a mandibular second molar with
mesial and distal components. four roots — A case report and literature review. Giornale
De Moor et al had given other classification based Italiano di Endodonzia (2014) 28, 23—28.
on the curvature RE variants in the buccolingual 6. Felipe D, Rodrigo S. C, Carlos E. F, et.al. Radix Entomolaris - A
direction.8 case Report. RSBO. 2012 Jul-Sep; 9(3): 340-4.
7. Carlsen O, Alexandersen V.Radix Entomolaris : identification
• Type I refers to straight root / canals morphology-J Dent Res 1990;98:363-373.
• Type II refers to a curvature at the entrance of 8. Demoor, Deroose, Calberson. The Radix Entomolaris in
the orifice. mandibular first molars : an endodontic challenge Int Endod
• Type III refers to RE with two curvatures, one at J 2004 ; 37:789-799.
9. Richard E. Walton, Ashraf F. Fouad. Chapter 12 : Endodontic
the coronal level and the other at the middle
Radiography Endodontics principles and practice 5th Ed, 2015.
third.
Same Lingual Opposite Buccal (SLOB) Technique
can be used to identified Radix entomolaris. When
two objects and the film or sensor are in a fixed
position buccal and lingual from each other, and the
radiation source (cone) is moved in a horizontal or
vertical direction, images of the two objects move in
the opposite direction. The facial (buccal) object shifts
farthest away; the lingual object moves in the direction
of the cone movement. The resulting radiograph shows
a lingual object that moved relatively in the same
direction as the cone and a buccal object that moved
in the opposite direction. This principle is the origin of
the acronym SLOB (same lingual, opposite buccal).9

CONCLUSION

To ensure successful root canal treatment,


endodontists should be aware of all possible anatomical
variations of teeth. Along with knowledge, clinician
should also be equipped with adequate diagnostic
aids to establish correct diagnosis before starting
the treatment. Radix entomolaris which was initially
considered to be a big challenge can easily be dealt

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dwi Yani Sastika G, Dennis, Trimurni Abidin
PO-30 143

PENDEKATAN KONSERVATIF DALAM PENANGANAN GIGI POSTERIOR


YANG SPLIT – LAPORAN DUA KASUS
Dwi Yani Sastika G*, Dennis**, Trimurni Abidin**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background : Cracked tooth was one of emergency cases in Endodontic. It represents diagnostic challenge, invisible to the
naked eye and undiscloseable with staining in the early stages. When a crack extends through both marginal ridges usually in
a mesiodistal direction, splitted the tooth completely into two separate segments, it is considered a split tooth. This situation
is mostly an indication for extraction. Purpose : This paper presents two cases of conservative endodontic management
which the patient wishes to save a split posterior tooth.
Case : First, Female patient 50-year-old with chief complaint on an acute pain on mastication on left maxillary first premolar.
Second, Female patient 36-years-old came with chief complaint of an discomfort on mastication on left maxillary first molar.
Both of patients came to RSGM USU. Clinical examination of two cases revealed complete fracture initiated from the crown
and extending subgingivally directed mesiodistally through both of the marginal ridges and the proximal surfaces.
Case management : Fixation the tooth with 4-META containing resin and placement of the orthodontic band immediately
eliminated the development of breakage split tooth followed an occlusal reduction to provide relief from occlusal stresses in
centric and lateral relationships. Root canal treatment following lithium dissilicate-based ceramic crown for cuspal coverage
proposed as treatment plan.
Conclusion : Early diagnosis of cracked tooth provide the correct treatment and patient management, will help relieve pain,
restore function, improve prognosis, and prevent the progresion of crack to a spilt.

Keywords : Crack tooth, Cuspal coverage, Split tooth.

INTRODUCTION complete and extends to a surface in all areas. The root


surface involved is in the meddle or apical third.3
Crown root fractures are frequently encountered in Split tooth has been reported to constitute 10.0%
dental practice, and various clinical approaches to their of longitudinal fractured unrestored teeth according
treatment have been proposed. The fractures can be to the well-defined criteria of the AAE. Mandibular
longitudinal or diagonal, and conservative treatment is second molars, followed by mandibular first molars
only possible when the fracture extends no further than and maxillary premolars, are the most commonly
just below the cementoenamel junction. Andreasen et affected teeth.2,3
al.1 defined a crown root fracture as a fracture involving Split tooth occurs from masticatory accidents,
enamel, dentin, and cementum, which can be classified such as sudden and unusually high biting force on a
as complicated or uncomplicated according to the pulp hard, rigid object like piece of bone, incomplete fusion
involvement. However, it could be argued that all of of areas of calcification, excessive removal of tooth
these fractures are complicated and require a multidis- structure during cavity preparation and parafunctional
ciplinary approach. habits such as bruxism.3 Split tooth is usually
The American Association of Endodontists classified characterized by acute pain on mastication and at the
five specific variations of cracked teeth, from least time the patient presents in the clinic with a split tooth,
to most severe: craze line, fractured cusp, cracked diagnosis of the condition is obvious to patient and
tooth, split tooth, and vertical root fracture.2 Split dentist; a split tooth will show mobility with wedging
tooth result from the progression of a crack, usually forces and the mobile segment will extend well below
in a mesiodistal direction, that completely splits the the cementoenamel junction.
tooth into two separate segments. The fracture is now Split tooth can never be saved intact, but the
Korespondensi: Dwi Yani Sastika Ginting. Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jln. Alumni No. 2 Kampus USU
Medan, Indonesia. Alamat e-mail: dwiyaniginting@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENDEKATAN KONSERVATIF DALAM PENANGANAN GIGI POSTERIOR
144 YANG SPLIT – LAPORAN DUA KASUS

prognosis and treatment depends on the position CASE MANAGEMENT


and the apical extent of the crack. If the crack is deep
apically, the tooth must be extracted but if it extends The concerned left maxillary first premolar was
only to the middle or cervical third of the root, the re-attachment with dental adhesive resin cement
smaller mobile segment can be removed and the (Super-Bond, Japan) and fixation the fractured with
remainder of the tooth, restored.4 orthodontic banded following oclusal reduction (Figure
The purpose of this case reports was describes an 2a - b).
conservative approach to save the split posterior tooth
following full crown with indirect E.max restoration
which the patient wishes to save the split posterior
tooth.

CASE REPORTS

Case 1
A 50-years-old female patient presented to the
Department of Conservative Dentistry, University Fig 2a. Re-attachment
of Sumatera Utara complaining of an acute painful
on mastication in the maxillary left first premolar.
Her medical history revealed no systemic problems.
Clinical examination with a straight probe revealed
that the left maxillary first molar fracture line running
mesiodistally and inflamation at buccal gingiva region
(Figure 1a). A diagnostic intraoral periapical radiograph
(IOPA) was taken but failed to reveal the fracture line.
Radiographically seen periapical lesion on tooth #24
(Figure 1b).
The diagnosis of tooth #26 was Pulp Nekrosis, Abses
Apicalis Symptomatis due to Complicated Crown Root Fig 2b. Fixation tooth #24 with Molar Band
Fracture. Patient signed informed consent and non
vital root canal treatment following restored the tooth After complete debridement of the pulp chamber,
with E.max full crown decided as treatment option. the fracture line was assessed carefully. The fracture
line was through to the furcation from the mesial to
the distal aspect of the tooth. The fracture line was
involving the root canal space.
Isolated the tooth with rubberdam, the opening of
cavity access conducted using Endoaccess bur (Figures
2c). All canals were initially cleaned using smaller
K-files ISO #8, #10 (C pilot file, VDW) as glidepath and
the working length was determined with an electronic
Fig 1a. Pre operative view apex locator (Raypex 6, VDW, Germany). The Initial
Apical File (IAF) with K-File ISO #15/20mm for buccal
root canal and K-File ISO #20/21mm for palatal
root canal was comfirmed radiographically (Figure
4d). Chemomechanical preparation was done using
Crown Down Pressureless technique (IRace Rotary
Instrument). Irrigation root canal with 2.5% sodium
hypochlorite at every change of the files and activated
using Endoactivator (Dentsply Tulsa, USA) for 1 minute,
Fig 1b. Pre-operative Radiograph

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dwi Yani Sastika G, Dennis, Trimurni Abidin 145

performed again with saline irrigation, then dried the


root canal with paper points.

Fig 2g. MAC Radiograph


Fig 2c. Open acess

Fig 2h. Radiography obturation + Fiber Reinforced


Fig 2d. IAF clinical view and radiogrraph
The crown was fabicated using lithium disilicate
Intracanal medicament using Ledermix following restorations (IPS E.max). The preparation consist of
calcium hydroxide (Viopaste, Spident) for 2 weeks until occlusal, buccal, palatal and proximal reductions.
the apical discharge had diminished (Figure 2e, 2f). Margin preparation: 1.3 mm shoulder margin on the
facial, 0.5 mm chamfer margin on the palatal and 0.5
mm above the margin of gingiva. Smooth transition of
chamfer and shoulder margins along the interproximal
area. Shade selection A3 was performed (VITAPAN
Zahnfabrik, Germany). Retraction cord was placed and
impressions made with polyvinyl siloxane impression
material (Aquasil LV, Putty/Light Body, Dentsply,
Fig 2e. Medicament Ledermix Germany) using two step putty wash technique. A
provisional restoration was constructed from a bis-
acryl resin (ProTemp 4, 3M ESPE; Seefeld, Germany)
(Figures 2i–2k).

Fig 2f. Medicament Calcium hydroxide


Final irrigation was 2% Chlorhexidine. Master Apical
Cone (MAC) gutta-percha on ISO #30/.04 was inserted
up to working length and confirmed radiographically
(Figure 2g). The obturation of root canals with
condensation lateral technique and a resin-based
Fig 2i. Preparation tooth #24
sealer (AH Plus, Dentsply). Obturation result was
confirmed radiographically. RMGIC Ionoseal NDT was
apllied as orifice barrier and reinforced using fiber-
reinforced composite (FRC, Ever X) (Figure 2h).

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENDEKATAN KONSERVATIF DALAM PENANGANAN GIGI POSTERIOR
146 YANG SPLIT – LAPORAN DUA KASUS

Fig 2n. Radiograph after follow up 6 months

Fig 2j. Impression tooth #24 Case 2

Female patient 35-year-old presented to the


Department of Conservative Dentistry, University
of Sumatera Utara complaining of discomfort on
maxillary left molar during mastication of soft food.
Her medical history revealed no systemic problems.
Clinical examination revealed that the left maxillary
first molar fracture line running mesiodistally (Figure
3a). A diagnostic intraoral periapical radiograph
(IOPA) was taken but failed to reveal the fracture line.
Fig 2k. Temporary crown #24
Adjacent periradicular tissues were radiographically
seen periapical lesion on tooth #36 (Figure 3b).
Cementation was done using Resin Cement. The
crown was seated, any excess cement was removed.
Clinical and radiographic evaluation was done. Follow
up after 6 months showed no secondary caries,
fracture, loosening/decementation of the crown
(Figures 2l – 2n).

Fig 3a. Pre-operative Clinical View

Fig 2l. Buccal and occlusal view E.max Full Crown after
cementation
Fig 3b. Pre-operative Radiograph

The diagnosis of tooth #26 was Pulp Nekrosis,


Periodontitis Apicalis Asymptomatis due to Complicated
Crown Root Fracture. Informed consent was done. The
therapy was non vital root canal treatment following
E.max full crown restoration.
Fig 2m. Radiograph cementation
CASE MANAGEMENT

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dwi Yani Sastika G, Dennis, Trimurni Abidin 147

An emergency treatment plan was performed to re-


attachment the concerned left maxillary first premolar
with dental adhesive resin cement (Super-Bond, Japan)
and fixation the fractured with orthodontic banded
following oclusal reduction (Figure 4a, 4b).

Fig 4d. IAF clinical view and radiogrraph

Chemomechanical preparation was done using


Crown Down Pressureless technique (IRace Rotary
Fig 4a. Re-attachment Instrument). Irrigation root canal with 2.5% sodium
hypochlorite at every change of the files and activated
using Endoactivator (Dentsply Tulsa, USA) for 1 minute,
performed again with saline irrigation, then dried the
root canal with paper points. Intracanal medicament
using calcium hydroxide (Viopaste, Spident) renewed
every 2 weeks for 1 month until the apical discharge
had diminished (Figure 4e).
Fig 4b. Fixation tooth #26 with Molar Band

Tooth was isolated with rubberdam, the opening


of cavity access conducted using Endoaccess bur.
After complete debridement of the pulp chamber,
the fracture line was through to the furcation from
the mesial to the distal aspect of the tooth, involving
the root canal space. It was a typical two rooted
maxillary first molar which had a standard three Fig 4e. Intracanal medicament using calcium hydroxide
canal configuration. All canals were initially cleaned
using smaller K-files ISO #8, #10 (C pilot file, VDW) as Final irrigation was 2% Chlorhexidine. Master
glidepath and the working length was determined with Apical Cone (MAC) gutta-percha on ISO #30/.04 mm
an electronic apex locator (Raypex 6, VDW Endodontic was inserted up to working length and confirmed
Synergy, Germany). The Initial Apical File (IAF) with radiographically (Figure 4f). The obturation of root
K-File ISO #20/16mm for mesiobuccal and #20/17mm canals with condensation lateral technique and a resin-
for distobuccal root canal and K-File ISO #25/19mm based sealer (AH Plus, Dentsply). Obturation result was
for palatal root canal was comfirmed radiographically confirmed radiographically. RMGIC Ionoseal NDT was
(Figure 4c, 4d). apllied as orifice barrier and reinforced using fiber-
reinforced composite (FRC, Ever X) (Figure 4g).

Fig 4c. Open acess


Fig 4f. MAC Radiograph

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENDEKATAN KONSERVATIF DALAM PENANGANAN GIGI POSTERIOR
148 YANG SPLIT – LAPORAN DUA KASUS

Cementation was done using Resin Cement. The


crown was seated, any excess cement was removed.
Clinical and radiographic evaluation was done and the
tooth properly functionally again in mouth(Figures 4k,
4l).

Fig 4g. Radiography obturation + Fiber Reinforced

Restoration was fabricated using lithium disilicate


restorations (IPS E.max). The preparation consist of
occlusal, buccal, palatal and proximal reductions.
Margin preparation: 1.3 mm shoulder margin on the
facial, 0.5 mm chamfer margin on the palatal and 0.5 Fig 4k. Buccal and occlusal view E.max Full Crown after
mm above the margin of gingiva. Smooth transition of cementation
chamfer and shoulder margins along the interproximal
area. Shade selection A3 was performed (VITAPAN
Zahnfabrik, Germany). Retraction cord was placed and
impressions made with polyvinyl siloxane impression
material (Aquasil LV, Putty/Light Body, Dentsply,
Germany) using two step putty wash technique. A
provisional restoration was constructed from a bis-
acryl resin (ProTemp 4, 3M ESPE; Seefeld, Germany) Fig 4l. Radiograph after cementation
(Figures 4h- 4j).
DISCUSSION

Vertical root fractures are a challenging


complication and often lead to extraction of the tooth.
They are usually characterized by a longitudinal or
oblique fracture line that extends vertically toward
the apex and can reach different root levels. A crown
root fracture is defined by an oblique fracture line
Fig 4h. Preparation tooth #24 that extends below the cementoenamel junction.
These fractures have most typically been reported in
endodontically treated teeth, with or without post
insertion.5 However, they are increasingly found in
non-endodontically treated teeth (40% of cases),6
where they are often cusp fractures that extend deep
into the root with the coronal fragment usually still in
place.7 Vertical root fractures in non- endodontically
treated teeth tend to occur in older patients (mean 51-
Fig 4i. Impression tooth #24
55 years),6 most of the patients have intact dentition
(<4 missing teeth), and the incidence is twofold higher
in men than in women.8
The re-attachment technique can be applied to
crown root fractures with a single enamel-dentin
fragment and to more complex situations in which pulp
and periodontium are involved.9 Cusp re-attachment
allows the creation of a standard access opening, as
Fig 4j. Temporary crown #26

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dwi Yani Sastika G, Dennis, Trimurni Abidin 149

in a whole tooth. A self-cure dental adhesive resin deep fractures, usually too much of the pulp space is
cement based on MMA (Super-Bond, Japan) used to exposed to the periodontium. Root canal treatment
re-attachment the segment and showed excellent with restoration of this space would result in deep
bond strength to the tooth ( enamel and dentin). periodontal defects. The patients must be informed of
Immediate immobilization should be employed, all posibilities before treatment is begun.
using an “immediate extra-coronal circumferential
splint.” A copper ring or a stainless steel orthodontic CONCLUSION
band can be used for this purpose. The band should be
cemented with a glass ionomer or carboxylate cement Split tooth results from cracked tooth, early
and fit tightly. The band clinically effective serves as a detection of a cracked tooth will facilitate the provision
splint used to reinforce the tooth during endodontic of the correct treatment and patient management
treatment, minimally invasive and a cost effective which will prevent its propagation to a split tooth.
immediate treatment modality.4 After cementation of Split tooth constitute a reasonable common reason
the band, the biting test is repeated and the patient for tooth extraction. In this cases, based on the wishes
should not feel any pain. An occlusal reduction was patients, the split posterior tooth succesfully can save
made to provide relief from occlusal stresses in centric and properly can using again in mastication.
and lateral relationships.3,4
Based on the observation in the present case the REFERENCES
cracks extend from the occlusal incline to the cervical
third of the clinical crown. Full coverage crowns have 1. Andreasen JO, Andreasen FM. Classification, etiology
advocated to be the most appropriate used form and epi- demiology. In: Andreasen JO, Andreasen FM,
of restoration to manage cases of cracked tooth editors. Textbook and color atlas of traumatic injuries to
syndrome. It has been argued that the resistance form the teeth. Copenhagen: Munksgaard; 1994. p. 151-80.
2. Kahler W. The cracked tooth conundrum: terminology,
provided by a full coverage restoration enables occlusal
classification, diagnosis, and management. Am J Dent
forces to be distributed over the entire prepared tooth, 2008;21:275-82.
thereby minimising stresses which would otherwise be 3. Walton RE: Longitudinal Tooth Fractures. In Principles
relayed to the crack; while the retention form of the and Practice of Endodontics. 3rd edition. Philadelphia,
crown through the process of frictional contact and by USA: WB Saunders Company; 1995:499–519.
the action of the cement lute helps to splint the tooth 4. Rivera EM, Walton RE: Cracking the cracked tooth
fragments, thereby minimising their independent code: detection and treatment of various lomgitudinal
movement when occlusal forces are released.10 In this tooth fractures . Am Assoc Endodontic Colleagues for
case the restoration for the split tooth was fabricated Excellence News Lett 2008:2: 1-19.
using lithium disilicate restorations (IPS e.max). This 5. Testori T, Badino M, Castagnola M. Vertical root fractures
in endodontically treated teeth: a clinical survey of 36
ceramic restorations improve light transmission and
cases. J Endod 1993;19:87-91.
diffusion to the tooth tissue, biocompatibility and 6. Chan CP, Lin CP, Tseng SC, Jeng JH. Vertical root fracture in
better esthetic results can be achieved.11 The function endodontically versus nonendodontically treated teeth.
of bulk short fiber composite substructure (EverX, GC, A survey of 315 cases in Chinese patients. Oral Surg Oral
Europe) is based on supporting the surface particulate Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 1999;87:504-7.
filler composite layer and working as crack stopper 7. Turgut MD, Gonul N, Altay N. Multiple complicated
layer. Reinforcing effect of the fiber fillers is based on crown root fracture of a permanent incisor. Dent
stress transfer from polymer matrix to fibers but also Traumatol 2004;20:288-92.
behavior of individual fiber as a crack stopper.12 8. Chan CP, Tseng SC, Lin CP, Huang CC, Tsai TP, Chen CC.
The prognosis of split tooth is variable. Some Vertical root fracture in nonendodontically treated
teeth. A clinical report of 64 cases in Chinese patients. J
treatments are succesfull, whereas others are doomed
Endod 1998;24:678-81.
to failure if attempted. When the fracture extends to 9. Baratieri LN, Monterio S, De Andrada MAC. Tooth
and surfaces in the middle to cervical third of the root, fracture reattachment: case reports. Quintessence Int
there is a reasonable chance of succesfull treatment 1990;21:261-70.
and restoration. If the fracture surface in the middle 10. Gutherie G C, Difi ore P M. Treating the cracked tooth
to apical third, the prognosis is poor. With these with a full crown. J Am Dent Assoc 1991; 122: 71-73.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENDEKATAN KONSERVATIF DALAM PENANGANAN GIGI POSTERIOR
150 YANG SPLIT – LAPORAN DUA KASUS

11. Gehrt M, Wolfart S, Rafai N, Reich S, Edelhoff D. Clinical


results of lithium-disilicate crowns after up to 9 years of
service. Clin Oral Investig 2012; 17: 275-284.
12. Sufyan Garoushi, Enas Mangoush, Pekka Vallittu and
Lippo Lassila. Short Fiber Reinforced Composite: a New
Alternative for Direct Onlay Restorations . The Open
Dentistry Journal, 20;, 7: 181-185

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Rina Oktavia, Dennis, Trimurni Abidin
PO-31 151

PERAWATAN ULANG ENDODONTIK PADA GIGI INSISIVUS BAWAH


DENGAN LESI PERIAPIKAL PADA PASIEN DIABETES :
LAPORAN KASUS
Rina Oktavia*, Dennis**, Trimurni Abidin**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus (DM) is an endocrine disease. It is characterized by hyperglycaemia, resulting in wound
healing difficulties and systemic and oral manifestations, which have a direct effect on dental pulp integrity. Pulp from
patients with DM has a tendency to present with limited dental collateral circulation, an impaired immune response, an
increased risk of acquiring a pulp infection or necrosis, toothache, and an occasional tendency for pulp necrosis caused by
ischemia. Purpose: This article highlights endodontic retreatment of tooth #41,42 with periapical lesion on diabetic patient.
Case: Male patient, aged 62, came with chief complained of pain on tooth #41,42. Patient had a history of diabetes. Patients
wearing removable dentures. A clinical examination showed temporary restoration on tooth #41,42 and sensitive to
percussion. On radiography examination showed periapical lesion on tooth #41,42 and unfinished initial treatment on tooth
#32,31,41,42.
Case management: Conventional endodontic treatment in well-controlled diabetics, appointments scheduled at early
morning to reduce stress and received prophylaxis to avoid the occurrence of secondary infection. With copious irrigation
and dressing calcium hydroxide for optimal healing. After endodontic treatment, the patient was referred to prosthodontic
for planning the final restoration of the tooth and adjustment of the occlusion by making dentures in the missing tooth.
Conclusion: Knowledge about how diabetes mellitus affects systemic and oral health has an enduring importance, because
it may imply not only systemic complications but also a higher risk of oral diseases with a significant effect on pulp and
periapical tissue.

Keywords: endodontic retreatment, periapical lesion, diabetes

INTRODUCTION conditional deficiency of insulin.6


Diabetes Mellitus is diagnosed as a fasting blood
Diabetes mellitus is an endocrine disease involving glucose level greater than 125mg/dL and the normal
the hormones produced by the islets of Langerhans. fasting blood glucose level is considered to be less
It develops when the pancreas is unable to produce than 110mg/Dl. Patients with fasting plasma glucose
enough insulin or when our body is unable to efficiently levels greater than 110 mg/dl but less than 126mg/
use the insulin it produced. In type 1 diabetes, often dL represent a transitional condition between normal
referred as insulin-dependent, there is a total absence and DM and are considered to have impaired glucose
of insulin production due to the destruction of β-cells tolerance. Glycated hemoglobin (hemoglobin A1c,
in relation to an autoimmune response. Type 2 HbA1c, A1C, or Hb1c or HbA1c), a form of hemoglobin,
diabetes, which is more frequent, relates to insulin- measured primarily to identify the average plasma
producing β-cell dysfunction or to organic resistance glucose concentration over prolonged periods of time.
to the produced insulin.1,2,3 It is formed in a nonenzymatic glycation pathway by
Diabetes mellitus is a complex metabolic disorder, hemoglobin’s exposure to plasma glucose. Normal
a syndrome characterized by abnormalities in levels of glucose produce a normal amount of glycated
carbohydrate, lipid & protein metabolism that result haemoglobin (<6% HbA1c). As the average amount
either from profound or absolute deficiency of insulin of plasma glucose increases, the fraction of glycated
or from target tissue resistance to its cellular metabolic hemoglobin increases in a predictable way. This serves
effects.4,5 It is characterized by hyperglycemia with as a marker for average blood glucose levels over the
or without glycosuria resulting from an absolute or previous months prior to the measurement. In diabetes
Korespondensi: Rina Oktavia, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jln. Alumni No. 2 Kampus USU Medan,
Indonesia. Alamat e-mail: rinaoctaviadrg@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ULANG ENDODONTIK PADA GIGI INSISIVUS BAWAH DENGAN LESI
152 PERIAPIKAL PADA PASIEN DIABETES: LAPORAN KASUS

mellitus, higher amounts of glycated hemoglobin, In a diabetic patient, dental appointment scheduling
indicating poorer control of blood glucose levels, should take into account the importance of nutritional
have been associated with cardiovascular disease, consistency and the avoidance of appointments
nephropathy, and retinopathy.6 that will overlap with or prevent scheduled meals,
Diabetes affects several functions of the immune especially in patients receiving insulin, sulfonyhurea
system, making the patient more vulnerable to or meglitinide oral therapy because of the risk of
chronic inflammation, to progressive tissue damage hypoglycemia. If an appointment is likely to lead
and reduction of tissue repair. Regarding oral damage to a delayed or missed meal, the diabetic regimen
related with diabetes, we wish to emphasize the may have to be modified with the assistance of the
association with xerostomia, dysgeusia, periodontal patient’s diabetologist. It has been well established
disease and an increase in susceptibility to infection that hyposalivation, gingivitis, periodontitis and
and dental pulp or periapical tissue disease.1,2 periodontal bone loss are well associated with DM,
Diabetes mellitus has a direct effect in dental pulp especially when poorly controlled. Surgical procedures
integrity, and poor glycaemic control in diabetes may be in well controlled diabetics do not require prophylactic
a negative impact on this relationship. Hyperglycaemia antibiotics. However, when surgery is indicated in
can cause diverse alterations in pulp structures mostly poorly controlled diabetics, antibiotic prophylaxis
because of the impaired collateral circulation, which consisting of amoxicillin 500 mg twice daily should be
leads to an increased risk of acquiring necrosis, in considered due to the altered function of neutrophils
addition to toothache and an occasional tendency in diabetics.2,6 This article highlights the successful
towards pulp necrosis caused by ischaemia (Bender & endodontic retreatment of tooth #32,31,41,42 with
Bender 2003, Catanzaro et al. 2006), (Fig.1). 5,7,8 periapical lesion of tooth #41,42 on diabetic patient.

CASE REPORT

Male patient, aged 62, came to the RSGM,


University of Sumatera Utara with chief complained
of pain on tooth #41,42 and root canal treatment
was never completed. Patients have a history of type
2 diabetes since 1998. Patients are taking gasfulmed
500mg/50 and glurenom 30mg and diabetes control
Fig.1. The direct impact of the diabetes in pulp integrity6
1 month. The patient has using removable dentures
on teeth #14,24,25,26,37,43,45,46,47 approximately
Apical periodontitis is a chronic inflammatory
6 years. A clinical examination showed attrition on
lesion with a pulp origin, affecting periapical tissues.
incisal surfaces, collapsed occlusal vertical dimension
Periodontal disease and apical periodontitis have
and inadequate old restorations on tooth #32,31,41,42
some similarities, both being chronic infections
and sensitive to percussion on tooth #41,42 (fig.2).
mainly involving anaerobic Gram-negative bacteria
On radiography examination seen periapical lesion
and occurring in the context of a significant increase
on tooth #41,42 and unfinished initial treatment
in inflammatory mediators. Therefore, it may be
on tooth #32,31,41,42 (fig.3). The diagnosis of
stated that diabetes is a potential modulator of
tooth #42,41 was previously initiated therapy with
endodontic pathology and may be associated with a
symptomatic apical periodontitis while tooth #32,31
high prevalence of periapical lesions or an increase in
was previously initiated therapy. The treatment plan
endodontic treatments in these patients. In addition,
for tooth #32,31,41,42 was conventional endodontic
the regression of preoperative periapical lesions seems
treatment and referred to prosthodontic for planning
to be slower in diabetic patients. Wang et al studied
the final restoration of the tooth and adjustment of
the success rate of teeth submitted to non-surgical
the occlusion by making dentures in the missing tooth.
endodontic treatment.1,2,3 The prevalence of apical
The patient was given some informations about the
periodontitis in type 2 diabetics is found to be 81.3%.
procedure to be performed and he signed the informed
Similar finding was observed by Marroto et al. and
consent.
Lopez et al. in their research projects.9

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Rina Oktavia, Dennis, Trimurni Abidin 153

(Smearoff). The canal was dried with paper points,


then Master Apical Cone was determined (Fig. 7). Root
filling is done with gutta percha cones and AH plus
(Dentsply) sealer using lateral condensation technique
(fig. 8).
At the next visit, patient was referred to
prosthodontic for planning the final restoration of
the tooth and adjustment of the occlusion by making
Fig.2. Clinical view dentures in the missing tooth.

Fig.3. Pre-op radiograph


Fig.4. Initial apical file
CASE MANAGEMENT

Endodontic treatments in well‑controlled diabetics,


appointments scheduled at early morning. On the first
visit, all mandible incisors were isolation with rubber
dam then dismantles the old restoration. Canals were
irrigated with saline to flush the medicament and
comfirmed radiographically. Working length of the root
canal was determined using electronic apex locator
(DTE) and confirmed by radiographs (Fig. 4). Cleaning Fig.5. Medicament intracanal calcium hydroxide
and shaping was done with a rotary instrument files
(I Race) and copious irrigation with 2.5% sodium
hypochlorite at every change of the files and activated
for 1 minute, and then performed again with saline
irrigation, then dried the root canal with paper points.
Intracanal medicament using calcium hydroxide
(Viopaste, Spident) for 2 weeks and temporary fillings
with glass ionomer cement (Fig. 5). For prophylaxis,
prolic antibiotics 150mg 3x daily, and paracetamol
500mg when needed. Fig.6. Medicament intracanal calcium hydroxide
On the second visit, temporary filling was removed
and canal was cleaned with 2.5% sodium hypochlorite.
The canal was dried with paper points and given
intracanal medicament calcium hydroxide (Viopaste,
Spident) and temporary filling with glass ionomer
cement (Fuji I, CG Corp.) (Fig. 6).
After the complaint is absent and the tooth showed
healing in periapical lesion, irrigated the canal with
2,5% sodium hypochlorite solution and then rinsed
with saline and irrigated again with EDTA + CHX Fig.7. Master apical cone #42,41 and #32,31

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ULANG ENDODONTIK PADA GIGI INSISIVUS BAWAH DENGAN LESI
154 PERIAPIKAL PADA PASIEN DIABETES: LAPORAN KASUS

insulin activity, since this is the period of maximal risk


of developing hypoglycaemia. Before the procedure it
has to be ensured that the patient has eaten normally
and taken medication as usual. Emotional and physical
stress increases the amount of cortisol and epinephrine
secretion that induces hyperglycaemia. Therefore,
if the patient is very apprehensive, pre‑treatment
sedation should be contemplated.2 In this case,
appointments scheduled for root canal treatment at
early morning with under controlled diabetes and the
Fig.8. Obturation #42.41 dan #32,31
patient taking gasfulmed 500mg/50 and glurenom
30mg for diabetics.
DISCUSSION
The principle of treatment is to eliminate the
infection, the necrotic pulp tissue and the eliminate
The initial stage of treatment to be performed is
of the pathogenic microorganisms to the maximum
obtain a complete medical history, which indicates
axtent possible by using appropriate irrigation and
the type of diabetes suffered and complications, the
medication of root canals.12 Prophylactic antibiotic
treatment received and the status of diabetes control
(Prolic 150mg) are also given for 3 days to avoid the
and dental history.10,11 Dental history of the patient
occurrence of secondary infection for this case.
to conclude the possible etiology. The attitude of the
NaOCl is an irrigation material widely used
patient to the oral care and the motivation to keep the
in endodontic treatment because its has many
dentition healthy. Furthermore, an insight of the social
adventages, among others can dissolve organic tissue
history of a patient may disclose further understanding
and high antibacterial properties. Use of the irrigation
into the etiology of the condition. These could be
solution does not affect its systemic condition if used
details of lifestyle or occupational stress that could
according to the procedure. The medicament used
have led to the causative factors. It is very important
are Ca(OH)2 because it is the gold standart in dentistry
that the severity of tooth wear is established. The
and most biocompatible with body tissue compared to
cases of tooth surface loss are subdivided into
other medicaments.
categories. These could be normal or ‘physiological’
Studies have shown that patients with a history
for that person’s age, or severe or ‘pathological’ in
of diabetes mellitus and periapical lesions have
relation to what is considered to be acceptable for an
significantly reduced healing following endodontic
individuals of certain age groups.11 In this case, it was
therapy compared with that for the non-diabetic
found that the patient had been diagnosed with type
population. This can be attributed to the altered
2 diabetes mellitus since 1998, diabetes control every
immune system in diabetic patients with associated
1 month and was taking medication of diabetes. Then
delayed healing and compromised immune responses.4
reinforced from clinical examination showed attrition
Periapical pathology triggers the activation of the
on incisal surfaces #32,31,41,42. Then reinforced
broad axis of innate immunity through upregulation
from clinical exam showed attrition on incisal surfaces
of pro inflammatory cytokines from monocytes and
#32,31,41,42. The etiology of the tooth maybe caused
polymorphonuclear leucocytes. Disfunction of the
of physiological factor in related of the age of the
immune response in diabetic patients may hamper
patient.
the secretion of these cytokines that may lead to
For all endodontic treatments in well‑controlled
persistence of periapical pathology in the presence
diabetic patient can be treated similarly to a non-
of bacterial biofilm. More over, previous studies have
diabetic patient, appointments should be scheduled
revealed that ecology of oral micro flora changed in
at early morning since endogenous cortisol levels are
diabetic patients to a more virulent microbial profile
generally higher at this time (cortisol increases blood
compare to non-diabetic patients.7 Patient DM is
sugar levels) and to reduce stress. They must not fast,
under therapeutic control, so periapical lesions heal as
in order to prevent hypoglycemia.2,10 For patients
readily as in non-diabetics for this case.
receiving insulin therapy, appointments should be
Restoration of an attrition dentition requires
scheduled so that they do not coincide with peaks of

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Rina Oktavia, Dennis, Trimurni Abidin 155

collaboration on the part of the restorative dentist and type 2 diabetes mellitus. J Clin Exp Dent. 2016; 8(5): 498-504.
auxiliary dental team, including other dental specialists 11. Ayesha H., Haroon R., Mustafa N. Tooth surface loss revisited:
Classification, etiology, and management. Journal of
and the laboratory technician. In this case, the patient Restorative Dentistry 2015; 3(2): 37-43.
was refered to prosthodontic for adjustment of the 12. Saeed K. M. Y, Sana S., Hira Z. Treatment of Acute Apical
occlusion by making dentures in the missing tooth and Abscess in Diabetic Patient by Single Visit Endodontics- A Case
final restoration of the tooth. Report. J Dental Sci 2016; 1(3): 1-3.

CONCLUSION

Knowledge about how diabetes mellitus affects


systemic and oral health has an enduring importance,
because it may imply not only systemic complications
but also a higher risk of oral diseases with a significant
effect on pulp and periapical tissue.
With these patients, we should be aware of their
increased susceptibility to infections and delayed
wound healing. Well-controlled diabetics can be
treated in the dental office similarly to nondiabetic
patients, but morning appointments are preferable,
and patients should be instructed not to fast, in order
to reduce the risk of the occurrence of hypoglycemia.

REFERENCES

1. Manuel M. F., Eunice C., Francisco C. Diabetes Mellitus and


its Influence on the Success of Endodontic Treatment: A
Retrospective Clinical Study. Acta Med Port 2014; 27(1): 15-
22.
2. Pishipati V. K. C. Diabetes mellitus: An endodontic perspective.
European Journal of General Dentistry 2013; 2(3): 241-245.
3. Juan J. S. E., Lizett C. C., Guillermo M., Jose L. L, Jenifer M. G.,
Eugenio V. O., Benito S. D., Francisco J. L. F. Diabetes mellitus,
periapical infl ammation and endodontic treatment outcome.
Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2012; 17 (2): 356-361.
4. Moksha N., Subbannayya K., Harish S. K., Ramya M.K. Diabetes
mellitus & apical periodontitis. Endodontology.
5. Lima S.M.F. et al. Diabetes mellitus and inflammatory pulpal
and periapical disease: a review. International Endodontic
Journal 2013; 46: 700-709.
6. Atul J., Praveen S. S., Neeraj K., Sonal S., and Kavita V.
Endodontic Considerations in a Medically Compromised
Patient: An Overview. Asian Journal of Oral Health and Allied
Sciences 2013; 3(2): 66-73.
7. Leena S. Apical Periodontitis and Endodontic Treatment in
Patients with Type II Diabetes Mellitus: Comparative Cross-
sectional Survey. The Journal of Contemporary Dental Practice
2017; 18(5): 358-362.
8. Vineet R. V., Moksha N. Diabetes Mellitus: It’s Effect on
Endodontic Infections. J Dent Health Oral Disord Ther 2016;
4(1): 1-2.
9. Silvia M. A., Yolanda J. S., Ma Gracia S. P. Dental considerations
for the patient with diabetes. J Clin Exp Dent. 2011; 3(1): 25-
30.
10. Sandeep R., Moksha N., Medha B. Periapical healing outcome
following single visit endodontic treatment in patients with

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
156 PO-32
PERAWATAN ENDODONTIK SATU KUNJUNGAN PREMOLAR PERTAMA
MAKSILA DENGAN RESTORASI MAHKOTA PFM

PERAWATAN ENDODONTIK SATU KUNJUNGAN PREMOLAR


PERTAMA MAKSILA DENGAN RESTORASI MAHKOTA PFM
Indracipta Munajat*, Opik Taofik Hidayat**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ilmu Konservasi Gigi, Universitas Padjadjaran, Bandung
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Universitas Padjajaran Bandung, Indonesia

ABSTRACT

Background: One visit root canal treatment is a treatment including root canal biomechanical preparation, irrigation and
obturation which is completed in one visit. The importance of operator expertise in the use of modern endodontic equipment
such as rubber dam, apex locator and rotary needle system will increase the success of one visit treatment. Treatment stages
of root canal one visit treatment can be done more quickly and prevent the occurrence of recontamination in the root canal.
Tooth cavities that have loss significant structures due to caries and root canal treatment are considered for fiberpost. PFM
crowns are chosen because they have greater resistance. Objective: To demonstrate the successfull management of one
visit root canal treatment in irreversible pulpitis cases of maxillary right first premolar with fiberpost final restoration and
porcelain fused to metal crown.
Case: A 26 year old female patient came to RSGM UNPAD with complaints of large cavities in premolar upper right back.
Patient complained of illness 4 days ago.
Case management: Objective examination results show positive vitality and negative percussion. Radiographic examination
was performed to diagnose symptomatic irreversible pulpitis on 14 tooth. Root canal preparation was performed using a
crown down technique and then filled with lateral condensation techniques. Fiberpost inserted into the root canal then
build for core and final restoration with a PFM crown.
Conclusion: One visit root canal treatment in the right upper first premolar with a diagnosis of symptomatic irreversible
pulpitis works well. Clinical evaluation results there were no complaints of pain and no abnormalities were found on
radiographic examination.

Keywords: PFM crown restoration, fiberpost, maxillary right first premolar, irreversible pulpitis, one visit root canal treatment

PENDAHULUAN dam, apex locator, sistem jarum rotary, sistem disinfeksi


ultrasonik dan teknik obturasi terbaru, perawatan
Perawatan saluran akar merupakan suatu prosedur dapat dilakukan lebih cepat, diterima dengan baik
yang sering dilakukan dalam kedokteran gigi. Indikasi oleh pasien dan juga mencegah rekontaminasi saluran
utama untuk perawatan saluran akar adalah pulpitis akar.1,4
ireversibel dan nekrosis pulpa gigi yang disebabkan Gigi yang telah dirawat saluran akar lebih rentan
oleh proses karies, gigi yang retak atau pecah maupun terhadap fraktur. Salah satu alasan utama ini adalah
trauma pada gigi.1 kurangnya substansi gigi setelah proses patologis dan
Pada umumnya konsep perawatan saluran akar perawatan endodontik gigi yang bersangkutan.5 Gigi
dilakukan dalam beberapa kunjungan atau perawatan premolar lebih besar daripada gigi anterior kebanyakan
saluran akar multipel kunjungan.2 Beberapa tahun dengan akar tunggal dan kamar pulpa yang kecil.
belakangan ini meningkat permintaan pasien untuk Karena alasan ini dibutuhkan pasak sebagai penguat
melakukan perawatan agar selesai dalam waktu cepat akan tekanan lateral pada saat pengunyahan.6 Pasak
karena tingkat kesibukan pasien yang cukup tinggi. fiber merupakan salah satu tipe pasak yang mempunyai
Konsep perawatan saluran akar satu kunjungan kemiripan modulus elastisitas dengan dentin. Pasak
bukanlah suatu hal baru. Perawatan saluran akar satu fiber dapat menyalurkan tekanan mastikasi secara
kunjungan didefinisikan sebagai perawatan non bedah merata pada gigi dan jaringan sekitar sehingga dapat
konservatif yang terdiri dari pembersihan biomekanis, mengurangi terjadinya resiko fraktur pada akar.7
shaping, dan pengisian sistem saluran akar selama satu Mahkota Porcelain Fused to Metal menjadi
kunjungan.3 Dengan perkembangan alat dan bahan salah satu pilihan restorasi akhir yang dipakai untuk
kedokteran gigi modern pada saat ini seperti rubber merestorasi gigi yang telah rusak cukup parah.8
Korespondensi: Indracipta Munajat Mahasiswa PPDGS Konservasi Gigi FKG UNPAD, RSGM Universitas Padjajaran Jl. Sekeloa Selatan 1,Coblong,
Bandung, Indonesia.Indraciptamunajat@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Indracipta Munajat, Opik Taofik Hidayat 157

Mahkota PFM yang melekat pada core diperkuat kunjungan dilanjutkan restorasi mahkota porcelain
dengan pasak fiber akan mencegah resiko gigi menjadi fused to metal dengan penguat pasak fiber pada saluran
fraktur. akar. Prognosis pada kasus ini baik pasien kooperatif,
kebersihan mulut baik, gigi vital, akar lurus, struktur
KASUS gigi yang tersisa tiga dinding, dan jaringan pendukung
dalam batas normal, dan tidak ada kelainan periapikal.
Pasien perempuan, 26 tahun, datang ke Klinik
Konservasi Gigi RSGM FKG UNPAD dengan keluhan TATALAKSANA KASUS
ingin menambal gigi geraham kecil pertama bagian
atas kanan yang berlubang. Pasien mengeluhkan Kunjungan pertama 16 april 2018 pasien diberi
adanya sakit spontan 4 hari yang lalu tampak gigi sudah penjelasan mengenai rencana perawatan, setiap
berlubang cukup besar. Gigi juga terasa sakit jika masuk tahapan, kemungkinan kegagalan dan komplikasi yang
makanan dan saat makan atau minum dingin. Pasien terjadi selama dan setelah perawatan, serta biaya
mempunyai riwayat terbiasa mengunyah makanan perawatan. Untuk menilai faktor resiko karies pada
pada sisi sebelah kanan. Pasien ingin dirawat giginya pasien juga dilakukan pemeriksaan Traffic Light Matrix
dan bisa digunakan kembali seperti semula. (TLM) kemudian dilakukan pembersihan karang gigi.
Pemeriksaan intra oral menunjukkan gigi 14 dengan Dilakukan pemeriksaan subjektif, objektif, radiografis,
karies profunda bagian disto oklusal. Tes vitalitas pulpa foto klinis, diagnosis, penentuan rencana perawatan,
dengan tes dingin menunjukkan respon positif. Tes evaluasi pra anastesi dan persetujuan informed
perkusi dan palpasi negatif, dan tidak terdapat tanda consent. Pembuatan dinding artificial pada dinding
kegoyangan pada Gambar 1. bagian distal Gambar 3.

Gambar 1. Gambaran klinis gigi 14 sebelum perawatan. Gambar 3. Dinding artificial.

Hasil pemeriksaan radiografis menunjukkan gigi Pemeriksaan vital sign menunjukkan tekanan darah
14 dengan gambaran radiolusen pada permukaan pasien 120/80 mmHg, dilanjutkan prosedur asepsis
disto oklusal dengan kedalaman email hingga dengan aplikasi Povidon iodine pada mukosa bukal
mencapai kamar pulpa. Akar cenderung lurus tidak dan palatal regio 14, anastesi lokal dilakukan secara
ada penyumbatan, jaringan pendukung dalam batas infiltrasi pada mukosa bukal dan palatal, serta anastesi
normal tampak Gambar 2. intrapulpa dengan larutan anastesi lokal (Articaine HCL
4% dan Epinephrine 1:100.000).

Gambar 2. Gambaran radiografis gigi 14 sebelum


perawatan.
Gambar 4. (a) Pembukaan atap pulpa; (b) Ekstirpasi pulpa.
Disimpulkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
radiografis diagnosis gigi 14 adalah pulpitis ireversibel Pemasangan rubber dam untuk mengisolasi gigi
simtomatis (AAE, 2013). Rencana perawatan yang kemudian preparasi akses kavitas dan pembukaan atap
akan dilakukan adalah perawatan saluran akar satu pulpa dengan menggunakan bur bulat dan bur endo

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ENDODONTIK SATU KUNJUNGAN PREMOLAR PERTAMA
158 MAKSILA DENGAN RESTORASI MAHKOTA PFM

access (Endo-Z, Dentsply). Selanjutnya ekstirpasi pulpa


vital saluran akar bukal dan palatal menggunakan
jarum ekstirpasi no #20 Gambar 4.
Pengukuran panjang kerja dengan K-file #10
menggunakan apex locator (VDW Gold) dan didapatkan
panjang kerja saluran akar bukal 21 mm dan palatal 20
mm. Preparasi saluran akar teknik crown down dengan
endomotor sistem rotary menggunakan jarum Mtwo
(VDW, Jerman). Penelusuran saluran akar dengan file Gambar 6. (a) Radiografis trial untuk konfirmasi pengisian
#10 hingga sepanjang kerja, dilanjutkan Mtwo 10, dan saluran akar; (b) Trial Gutta percha Mtwo 25
diakhiri dengan Mtwo 25 Gambar 5.

Gambar 7. Gambaran radiografis pengisian saluran akar.

Gambar 5. (a) Initial file nomor 10 dan 8; (b) Preparasi


saluran akar dengan rotary instrumen MTwo 25.
Setiap pergantian alat saluran akar diirigasi
dengan NaOCl 5,25% dan dilakukan rekapitulasi
apical patency menggunakan K-file. Selama preparasi
saluran akar digunakan lubrikasi EDTA gel (Glyde File Gambar 8. Gambaran radiografis kontrol pasca perawatan
Prep, Dentsply). Irigasi saluran akar diselingi dengan endodontik pada gigi 14.
akuades steril dan irigasi diakhiri dengan klorheksidin
2%. Saluran akar kemudian dikeringkan dengan Pada kunjungan ini gigi 14 di lakukan preparasi
paper point dan dilakukan foto radiografi trial untuk pasak menggunakan precision drill (INOD, Korea)
konfirmasi menggunakan gutta percha sesuai dengan QP25 dengan ukuran 1.25mm (warna merah) dan
file master MTwo 25 Gambar 6. Pengisian saluran akar gutta percha disisakan pada saluran akar sepanjang 5
dengan teknik single cone menggunakan gutta percha mm. Fiber post diuji cobakan sampai terasa fit pada
MTwo 25 dan sealer berbahan resin epoksi (AHPlus, saluran akar konfirmasi radiografi Gambar 9. Saluran
Dentsply) yang kemudian dimasukkan ke dalam akar kemudian dibersihkan dengan NaOCL 5,25% lalu
saluran akar menggunakan lentulo. Gutta percha 25 dikeringkan.
(Mtwo, VDW) dimasukkan ke dalam saluran akar.
dipotong dibawah orifis menggunakan plugger yang
dipanaskan lalu dikondensasi. Orifis ditutup dengan
GIC untuk mencegah kebocoran kavitas ditutup dengan
tumpatan sementara. Dilakukan konfirmasi pengisian
saluran akar dengan foto radiografis Gambar 7. Pasien
kontrol 1 minggu kemudian.
Pada kunjungan kedua pasien datang untuk kontrol Gambar 9. Gambaran radiografis insersi pasak fiber pada
paska perawatan saluran akar. Pasien tidak merasa ada saluran akar.
keluhan, perkusi (-), palpasi (-), kegoyangan (-) dan Dinding saluran akar selanjutnya dietsa 20 detik
dilakukan pemeriksaan radiografis dengan hasil tidak dibilas lalu aplikasi bonding disinar selama 20 detik,
menunjukkan adanya kelainan di periapikal Gambar 8. kemudian fiber post disementasikan ke dalam saluran
akar menggunakan semen resin self adhesif dual cure

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Indracipta Munajat, Opik Taofik Hidayat 159

(Luxacore, DMG). Pembuatan core juga menggunakan serta obturasi diselesaikan dalam satu kali kunjungan.
semen resin self adhesif dual cure (Luxacore, DMG). Keuntungan perawatan ini dapat memperkecil risiko
Dilakukan pencocokan warna gigi sebelum preparasi kontaminasi mikroorganisme ke dalam saluran akar
dengan warna A3.5 (Vita Classical Shade Guide). antar kunjungan menghemat waktu perawatan karena
Selanjutnya retraksi gingiva dilakukan dengan gingival tidak diperlukan penggantian medikamen intra kanal
retraction chord (#00 Ultrapak, Ultradent). Preparasi tanpa mengurangi kualitas perawatan tersebut.
core dimulai dari pengurangan oklusal minimal 1,5 Pada perawatan saluran akar satu kunjungan, tahap
mm, pengurangan bagian bukal sedalam 1,5 mm perawatan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan
dengan bur fisur tapered ujung datar. Preparasi dapat diterima oleh pasien serta mencegah terjadinya
bagian proksimal dengan sudut 6 derajat terhadap kontaminasi ulang dalam saluran akar.9
dinding aksial. tepi preparasi shoulder pada sisi bukal Perawatan saluran akar satu kunjungan
dan chamfer pada sisi palatal menggunakan bur fisur diindikasikan pada kasus pasien yang membutuhkan
tapered ujung bulat. Semua permukaan dihaluskan rehabilitasi mulut lengkap, pasien dengan gangguan
dinding aksial dibuat tumpul. Dilakukan pencetakan fisik yang sulit datang berulang, serta pada pasien
rahang atas dan bawah untuk mendapatkan model. yang membutuhkan sedasi. Pada kasus gigi vital atau
Kemudian dilakukan pemasangan mahkota sementara. pulpitis ireversibel simtomatis baik karena karies
Kunjungan ketiga mahkota PFM selesai dibuat dan atau trauma tanpa komplikasi, fraktur gigi anterior
mahkota diuji coba pada core yang telah dipreparasi. yang mengutamakan estetik, perawatan endodontik
Diperiksa warna dengan gigi sebelahnya, kerapatan intensional, gigi dengan kerusakan subgingiva dan
tepi, kontak proksimal dan oklusi dalam keadaan kehilangan dinding koronal yang banyak, gigi non
baik. Dilakukan sementasi mahkota PFM dengan vital dengan sinus tract, serta pada kasus retreatment
adhesive luting cement (Permacem, DMG) pada gigi (selektif).4
14 Gambar 10. Kunjungan berikutnya dilakukan kontrol Pada kasus ini, preparasi saluran akar dilakukan
pemasangan mahkota PFM. Keluhan subjektif pasien dengan teknik crown-down menggunakan file MTwo
tidak ada dan pemeriksaan objektif perkusi dan palpasi (VDW Jerman). Bentuk penampang Mtwo adalah
negatif, tidak terdapat trauma oklusi, pasien merasa “italic S” dengan dua pisau pemotong. Ujung yang
nyaman. non cutting, dan sudut heliks variabel mengurangi
kecenderungan instrumen tersedot masuk lebih dalam
ke saluran akar.10
Sistem saluran akar dapat dibersihkan secara efektif
apabila larutan irigasi dapat penetrasi ke dalam tubuli
dentin yang dapat memberikan efek anti bakteri dalam
jangka panjang. Sodium hipoklorit (NaOCl 2,5-5,25%)
berperan dalam melarutkan jaringan pulpa vital, dan
Gambar 10. (a) Sebelum pemasangan mahkota PFM gigi 14; jaringan nekrotik serta memiliki efek antimikroba juga
(b) Setelah pemasangan mahkota PFM pada gigi 14 sebagai lubrikasi preparasi saluran akar.11 Pengisian
saluran akar menggunakan sealer berbahan epoxy
resin (AHPlus, Dentsply) dengan gutta percha master
cone dimasukkan ke dalam saluran akar sesuai dengan
ukuran file terakhir dikondensasi secara lateral.
Pemilihan restorasi pada kasus ini adalah mahkota
Porcelain Fused to Metal (PFM) disertai pasak fiber
Gambar 11. Gambaran radiografis mahkota PFM pada gigi dengan pertimbangan banyaknya struktur gigi yang
14. rusak akibat karies dan tingginya resiko fraktur pada
gigi. Adanya kebiasaan pasien sering mengunyah
PEMBAHASAN menggunakan sisi sebelah kanan diperlukan pemilihan
restorasi mahkota yang dapat menahan tekanan
Perawatan saluran akar satu kunjungan merupakan kunyah dengan baik. Menurut penelitian gigi posterior
perawatan meliputi preparasi saluran akar, irigasi yang direstorasi dengan mahkota memiliki tingkat

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ENDODONTIK SATU KUNJUNGAN PREMOLAR PERTAMA
160 MAKSILA DENGAN RESTORASI MAHKOTA PFM

ketahanan enam kali lebih baik dibandingkan tanpa (PFM) Crowns and Caries in Adjacent Teeth. Journal of the
mahkota.12 College of Physicians and Surgeons Pakistan, 21 (3): 134-137.
9. John I. Ingle, Leif K. Bakland, J. Craig B., 2008, Endodontics,
Pasak yang digunakan pada kasus ini merupakan Becker Ontario.
pasak fiber yang mempunyai kelebihan kekuatan, 10. Faeze H., Kiamas H., Kiumars N., 2011, Comparison of two canal
resisten terhadap korosi, retensi, distribusi tekanan preparation techniques using Mtwo Rotary Instrumentation,
baik, aman dan dapat melindungi jaringan yang IEJ, 6(4):150-4.
11. Castellucci A, 2004, Endodontics Volume 1. Il Tridente.
tersisa.13 Sementasi pasak fiber menggunakan
12. Nadin Z. B., Daher T., 2009, Restoration of Endodontically
semen resin dapat melekatkan pasak pada dinding treated teeth : The seven keys to Succes, General Dentistry,
dentin dengan baik oleh karena mekanisme adhesif 596-00.
bahan semen tersebut. Bahan semen resin ini dapat 13. Ernia S., 2010, Penggunaan Inti Resin Komposit Pasak Tapered
memberikan retensi, menghindari kebocoran mikro, serrated sebagai bangunan Retensi Mahkota Penuh Porselin
Fusi metal pada premolar satu kiri, Mutiara Medika, (10).
serta menambah ketahanan terhadap fraktur.14 14. Cheung W., 2005, A Review of The Management Endodontically
Restorasi mahkota PFM memiliki beberapa Treated Teeth, J Am Dent Assoc, 136(5):611-9.
sifat mekanis yang baik antara lain kekuatan, tahan 15. Joseph G., Veni T., Zulia H., 2017, Porselen Fusi Logam dan
terhadap panas yang tinggi serta marginal tepi yang Porselen Penuh: Performa Yang Lebih Baik, Jurnal Kedokteran
Gigi, 29 (3):52-5.
baik. Restorasi PFM masih digunakan pada kasus yang
memerlukan kekuatan lebih untuk menahan gaya dari
fungsi stomatognatik.15

KESIMPULAN

Perawatan saluran akar satu kunjungan diakhiri


restorasi mahkota PFM pada gigi premolar satu kanan
atas berhasil dengan baik dan dapat mengembalikan
fungsi gigi kembali seperti semula yaitu mastikasi,
estetis dan perlindungan terhadap jaringan pendukung
gigi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Figini L. L., Gorni F., 2008, Gaglaiani, Single Versus Multiple


Visit for Endodontic Treatment of Permanent Teeth (review),
John Wiley & Sons, 1-37.
2. Al-Rahabi M, Abdulkhayum AM., 2012, Single visit root canal
treatment: Review. Saudi Endodontic Journal, Vol 2, Issue 2.
3. Denis, Cut Nurliza, 2017, Single Visit Endodontic in the
Management of Symptomatic Irreversible Pulpitis and Pulp
Necrosis with Apical Periodontitis: Report of Two Cases,
International Journal Of Oral Dentistry and Science, 4(2):415-
21.
4. Ahmed F, Thosar N, Baliga MD, et al., 2016, Review Article
Single Visit Endodontic Therapy: A Review. Austin J Dent 3(2):
10-35.
5. Giovani T.R., 2013, Crown and post free adhesive restorations
for endodontically treated posterior teeth: from direct
composite to endocrowns, The European Journal Of Esthetic
Dentistry, 8 (2):154-177.
6. Richard S. S., DDS, and James W. R., DDS, MA, 2004, Post
Placement and Restoration of Endodontically Treated Teeth:
A Literature Review, Journal of Endodontics, 30 (5):289-301.
7. Goracci C., 2011, Ferrari M., Current perspectives on post
systems: a literature review, Australian Dental Association, 56
(1):77-83.
8. Durr S., Muhammad Z. A., 2011, Porcelain Fused to Metal

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Yeamy Agustina Marpaung, Dennis, Trimurni Abidin
PO-33 161

TANTANGAN MANAJEMEN DARI FRAKTUR KOMPLIKASI MAHKOTA


GIGI PREMOLAR PADA PASIEN LANJUT USIA
Yeamy Agustina Marpaung* Dennis ** Trimurni Abidin **
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background : Complicated crown fracture is the most common injury in the permanent dentition and premolar fracture is
commonly seen (27,2-60,4%) in posterior teeth. It was reported that more numbers of fractured teeth in patients aged more
than 50 years (34,27-73,5%), but there are many challenges in geriatric patient that more calcified canals, difficulty to open
mouth in treatment, overcome at the endodontic treatment, more carefully give the dosage of anesthetics and medicament
and often have systemic diseases. Purpose : The aim of this case report is to describe the management challanges of a
complicated crown fracture premolar for geriatric patient in order to preserve them as a functional unit of the dentition.
Case: An 83 years old female patient came to RSGM, University of Sumatera Utara with chief complaints that moderate
pain and difficulty in chewing in upper left posterior teeth region. On clinical examination a fractured part was found on
maxillary left second and first premolars with a missing first molar. Pre-operative radiograph showed there was radiolucency
on periapical teeth. The diagnosis of the teeth was pulp necrosis, symptomatic apical periodontitis.
Case Management :.The root canal treatment was perfomed and the crown lengthening with gingivectomy and bone
reduction was done. The teeth were restored using prefabricated fiber post and zirconia adhesive bridge crown.
Conclusion: The clinicians could have success of treatment and good prognosis of the complicated crown fractured tooth in
geriatric patient depends on accurate diagnosis, treatment procedures and material.

Keywords: complicated crown fractured, endodontic treatment, fiber post, geriatric patient, zirconia adhesive bridge crown.

PENDAHULUAN kita. Lansia merupakan periode pertumbuhan tercepat


pada populasi di kebanyakan negara. World Health
Enamel dan dentin melindungi pulpa dari tekanan Organization (WHO) memperhitungkan bahwa pada
eksternal. Fraktur gigi terjadi ketika tekanan eksternal tahun 2025 , Indonesia akan mengalami peningkatan
melebihi kapasitas pelindung enamel dan dentin. jumlah lansia sebesar 41,4% yang merupakan
Masalah tersebut ditemukan dalam praktek klinis peningkatan tertinggi di dunia.3,4
sehari-hari dalam kedokteran gigi. Berbagai macam Menurut konsep perawatan gigi terdahulu, bahwa
variasi dari fraktur email sederhana ke fraktur gigi ekstraksi atau pencabutan gigi pada fraktur komplikasi
kompleks yang melibatkan pulpa atau fraktur akar. mahkota gigi direkomendasikan, tetapi tujuan
Fraktur mahkota sederhana (tidak melibatkan pulpa) prinsip perawatan saat ini berubah yaitu minimal
dan kompleks (melibatkan pulpa) adalah trauma gigi intervensi dan dapat tercapainya keberhasilan untuk
yang paling umum pada gigi permanen dan pada melestarikan dan mempertahankan gigi sebagai unit
gigi posterior fraktur premolar sering terjadi (27,2- fungsional dari gigi geligi yaitu melalui perawatan
60,4%). Dilaporkan bahwa lebih banyak gigi posterior endodontik. Di dalam bidang endodontik, perawatan
mengalami fraktur komplikasi mahkota/fraktur vertikal saluran akar pada lanjut usia dikategorikan sulit
pada pasien berusia lebih dari 50 tahun (34,27- meskipun prosedurnya tidak berbeda dengan pasien
73,5%).1,2 dewasa. Disamping keterbatasan fisik yang membatasi
Pengambilan keputusan klinis untuk perawatan lama kunjungan, juga terjadi perubahan pada kompleks
pada fraktur gigi dari pasien usia lanjut menjadi dentin-pulpa lansia yang menyebabkan prosedur
tantangan yang semakin besar seiring meningkatnya perawatan saluran akar menjadi lebih rumit.5
jumlah penduduk yang berusia lanjut di masyarakat Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk
Korespondensi: Yeamy Agustina Marpaung, Residen Program Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jln.
Alumni No.2 Kampus USU Medan 20155. Email : yeamy_agustina80@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
162 TANTANGAN MANAJEMEN DARI FRAKTUR KOMPLIKASI MAHKOTA GIGI
PREMOLAR PADA PASIEN LANJUT USIA

memaparkan tantangan manajemen dari fraktur 15 Orban (Gambar 4).


komplikasi mahkota gigi premolar pada pasien lansia
dengan tujuan untuk mempertahankan gigi tersebut
sebagai unit fungsional dari gigi geligi.

KASUS

Seorang pasien wanita berusia 83 tahun datang ke


RSGM, Universitas Sumatera Utara dengan keluhan
utama nyeri dan kesulitan mengunyah di daerah gigi Gambar 2. Desinfeksi di daerah operasi dan jaringan sekitar
posterior kiri atas. Pada pemeriksaan klinis, bagian yang
fraktur ditemukan pada gigi premolar pertama dan
premolar kedua kiri atas dengan gigi molar pertama
yang edentulous (Gambar 1a). Radiografi pra-operasi
menunjukkan ada radiolusensi pada bagian periapikal
(Gambar 1b). Diagnosis gigi adalah periodontitis
apikalis simptomatik, nekrose pulpa. Pasien memiliki
riwayat medis hipertensi terkontrol. Pasien setiap hari.
minum obat amlodipine sekali sehari. Gambar 3. Anastesi infiltrasi pada bagian bukal dan palatal
24 dan 25

(a) (b)
Gambar 4. Gingiva diiris dengan scalpel # 15 Orban
Gambar 1. Sebelum perawatan : (a) Foto Klinis; (b) Foto
radiografi
Flap dibuat dengan rasparatorium kecil untuk
memfasilitasi pengurangan tulang (Gambar 5).
PENATALAKSANAAN KASUS
Pengurangan tulang (osteotomy) menggunakan bur
tulang, lalu tulang dihaluskan dengan menggunakan
Pada kunjungan pertama, pemeriksaan subyektif
micro bone file (Gambar 6) , kemudian debris tulang
dan obyektif, mengambil foto klinis dan radiografi,
dibersihkan lagi dengan menggunakan kuret. Selama
menentukan diagnosis, rencana perawatan, dan
pengurangan tulang, irigasi dilakukan dengan larutan
menandatangani informed consent. Perawatan
garam steril. Gingiva diirigasi dengan larutan garam
pertama adalah prosedur pemanjangan mahkota pada
fisiologis dan ditekan sedikit, lalu diaplikasikan
gigi 14 dan 15. Pemeriksaan vital sign pasien telah
periodontal pack (coe-Pack, GC) pada daerah bedah
dilakukan, termasuk tekanan darah (130/85 mmHg),
(Gambar 7).
nadi (90x / menit) dan respirasi (15x / menit). Duk cloth
dipakai di area kerja. Kemudian dilanjutkan dengan
desinfeksi di daerah operasi dan jaringan sekitarnya
(Gambar 2). Anestesi dilakukan dengan teknik infiltrasi
pada bagian bukal dan palatal gigi 24 dan 25 dengan
menggunakan cytoject yaitu memakai anestesi lidokain
(Gambar 3). Daerah yang akan dibedah ditandai oleh
penanda poket periodontal dan sonde di bagian
proksimal sehingga sesuai dengan tinggi margin yang
Gambar 5. Flap dibuat dengan rasparatorium kecil
diinginkan. Gingiva pada gigi itu diiris dengan scalpel #

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Yeamy Agustina Marpaung, Dennis, Trimurni Abidin 163

dilakukan dengan file no. 10 tetapi file sulit masuk


ke dalam saluran akar, oleh karena itu diperkirakan
adanya konstriksi di saluran akar. Oleh sebab itu
dilakukan penjajagan kembali dengan file no.8 dengan
menggunakan pelumas file-eze (ultradent), dilakukan
irigasi dengan NaOCl 2,5% lalu dikeringkan dengan
paper point, kemudian dilakukan penentuan panjang
kerja gigi 14 yaitu bagian bukal dan palatal 20 mm, lalu
Gambar 6. Tulang dihaluskan dengan micro bone file panjang kerja gigi 15 yaitu bagian bukal dan palatal 16
mm.

Gambar 7. Pemasangan periodontal pack


Gambar 8. Pembuatan artificial wall dengan komposit resin
Pasien diberikan obat-obatan termasuk antibiotik
(amoxicillin 500 mg, 15 buah yang diminum setiap 8 Pelebaran orifis kemudian dilakukan dengan file
jam dan dikonsumsi hingga 5 hari), analgesik dan anti- Sx ProTaper dengan teknik crown down pressureless
inflamasi (kalium diklofenak 50 mg, dikonsumsi setiap menggunakan ProTaper Endomotor. File awal
12 jam selama 3 hari pertama dan jika pasien merasa menggunakan C+ file ukuran 8 sehingga mencapai
sakit saja setelah hari ketiga). Instruksi pasca operasi panjang kerja yaitu 20 mm pada gigi 14 dan 16 mm
diberikan kepada pasien. Instruksi termasuk hindari pada gigi 15, kemudian diikuti dengan C+ file ukuran 10
menyikat area kerja, hati-hati saat makan, dilakukan sesuai dengan panjang kerja, setelah itu menggunakan
kompres dingin jika terjadi pembengkakan, kontrol K-file ukuran 10 sesuai dengan panjang kerja, K-file
satu minggu kemudian 15 sesuai dengan panjang kerja, Initial Apical File
Satu minggu kemudian, pasien datang untuk kontrol (IAF) tersebut kemudian dikonfirmasi oleh Electronic
kembali, dan tidak ada keluhan sakit pada pemeriksaan Apex Locator (Morita). Hasil ini kemudian dikonfirmasi
subyektif. Pada pemeriksaan obyektif: periodontal pack lagi dengan menggunakan gambar radiografi (Gambar
masih terpasang dengan baik. Tindakan selanjutnya 9), kemudian diganti dengan menggunakan file
adalah periodontal pack dilepaskan secara perlahan, protaper Sx , S1, S2 dan tahap akhir menggunakan
kemudian daerah operasi diirigasi dengan larutan F1 dan F2 sesuai dengan panjang kerja. Sebelum,
garam fisiologis steril. selama dan sesudah preparasi saluran akar diirigasi
Perawatan berikutnya yaitu perawatan saluran akar. dengan menggunakan larutan NaOCl 2,5 %, NaCl 0,9%
Tahap pertama dilakukan pembuatan artificial wall serta dikeringkan dengan menggunakan paper point.
pada gigi 14 dan 15 dengan menggunakan komposit Setelah preparasi saluran akar selesai, maka dilakukan
resin untuk membentuk kembali dinding yang hilang foto radiografi untuk pasang coba gutta percha yaitu
(Gambar 8), setelah itu dilakukan isolasi kerja dengan sebagai Master Apical Cone ( Gambar 10).
menggunakan rubber dam.
Ragangan kavitas gigi 14 dan 15 dibuat sesuai
dengan ragangan kavitas yang tepat. Dengan radiografi
yang baik, pencahayaan yang baik, penggunaan acces
bur dengan ujung yang tidak memotong dengan
kecepatan tinggi (endo acces bur) serta bur bulat
yang tidak mencederai dasar kamar pulpa, adalah
alat bantu yang sangat berguna untuk mendapatkan
orifis saluran akar. Penjajagan saluran akar kemudian (a)

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
164 TANTANGAN MANAJEMEN DARI FRAKTUR KOMPLIKASI MAHKOTA GIGI
PREMOLAR PADA PASIEN LANJUT USIA

pada pemeriksaan subyektif. Pemeriksaan obyektif


menunjukkan bahwa pemeriksaan perkusi dan palpasi
negatif. Pada waktu tambalan sementara dibuka,
maka langkah pertama dilakukan pemasangan rubber
dam, tambalan sementara dibersihkan dan dilakukan
pengambilan gutta percha dengan meninggalkan gutta
percha di apikal sekitar 5 mm. Gutta percha diambil
dengan menggunakan peeso reamers nomor 1 sampai
(b) nomor 3, yang sebelumnya ditandai dengan suatu
Gambar 9. Initial Apical File (IAF):(a) Foto klinis; (b) Foto rubber stop. Preparasi saluran untuk post dilanjutkan
radiografi dengan menggunakan precision drill berwarna pita
kuning ( fiber post nomor 1). Selanjutnya, saluran
akar diirigasi dengan larutan garam fisiologis dan
dikeringkan dengan sterile paper points. Lalu dilakukan
pencocokan ukuran prefabricated fiber post (Dentsply)
yaitu pada nomor 1 dan dikonfirmasi dengan
pemeriksaan radiografi (Gambar 12).

(a) (b)
Gambar 10. Master Apical File (MAC): (a) Foto klinis; (b)
Foto radiografi

Kemudian dilakukan pengisian saluran akar yaitu


gutta percha disterilkan dengan cara direndam dalam
larutan NaOCl 5,25% selama 1 menit, kemudian dibilas Gambar 12. Foto radiografi penyesuaian fiber post : (a) Gigi
dengan alkohol 70% dan dikeringkan. Saluran akar 15; (b) Gigi 14
diirigasi dengan 2,5% larutan NaOCl, 0,9% NaCl, 17%
EDTA cair, 0,9% NaCl kemudian didesinfeksi dengan 2% Selanjutnya, post fiber dipotong 2/3 dari
klorheksidin diglukonat selama 1 menit dan dikeringkan panjang mahkota klinis dilihat oklusi dan posisi gigi.
dengan paper point. Teknik obturasi dengan teknik Sementasi post dilakukan setelah saluran untuk
Single Cone menggunakan semen saluran akar berbasis post diirigasi dengan larutan garam fisiologis steril
resin (AH Plus, Dentsply. Penyelidikan hasil pengisian dan dikeringkan dengan kertas steril. Semen yang
saluran akar dikonfirmasi dengan radiografi (Gambar digunakan yaitu semen resin (Build IT-FR, Pentron).
11). Kemudian, diaplikasikan Resin Modified Glass Bonding diaplikasikan ke dinding saluran akar dengan
Ionomer Cement (RMGIC, GC) sebagai orifice barrier menggunakan microbrush, dibiarkan selama 20 detik,
dan setelah itu diisi dengan bahan restorasi sementara kemudian disemprotkan angin ke arah saluran post.
(Caviton). Setelah itu, diaktifasi selama 10 detik. Silane dioleskan
pada post dan dibiarkan selama 10 detik. Kemudian,
disemprotkan angin perlahan dan dibiarkan kering.
Sewaktu semen resin diaplikasikan pada dinding
saluran post, permukaan post dioleskan juga dengan
lapisan tipis semen resin. Kemudian, post dimasukkan
ke dalam saluran akar. Setelah itu, itu disinar selama
20 detik. Kemudian pemasangan post dikonfirmasi
dengan radiografik (Gambar 13).

Gambar 11. Foto radiografi pengisian saluran akar

Pada kunjungan berikutnya, tidak ada keluhan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Yeamy Agustina Marpaung, Dennis, Trimurni Abidin 165

Gambar 15. Pencetakan dengan bahan cetak double


(a) (b) impressions
Gambar 13. Pemasangan post :(a) foto klinis; (b) foto
radiografi

Selanjutnya, pembuatan inti pasak mahkota dengan


resin komposit dilakukan. Bahan etsa dengan asam
fosfat 35% diaplikasikan pada bagian permukaan dan
dibiarkan selama 15 detik. Kemudian, dibilas dengan
air dan dikeringkan. Permukaan gigi dioles tipis
dengan bahan bonding generasi ke-5 (3M) dengan
menggunakan microbrush. Kemudian, didiamkan
selama 20 detik dan ditiup angin dengan lembut di
sekitar gigi. Setelah itu, dilakukan penyinaran dengan (a) (b)
alat light cure selama 20 detik pada permukaan gigi. Gambar 16. pemasangan temporary adhesive bridge
Resin komposit nano hybrid (Z350XT, 3M) diaplikasikan crown: (a) foto klinis; (b) foto radiografi
pada gigi 14 dan 15 untuk membuat inti mahkota gigi.
Selanjutnya, preparasi pada permukaan mesial, distal, Pada kunjungan berikutnya, zirconia adhesive bridge
bukal dan palatal dilakukan dengan menggunakan crown telah siap untuk dipasangkan (Gambar 17).
diamond fissure bur (Gambar 14). Pencetakan Temporary adhesive bridge crown dilepaskan dengan
dilakukan dengan bahan cetak double impressions menggunakan crown remover dan zirconia adhesive
(Gambar 15). Warna yang dipilih untuk zirconia bridge crown disesuaikan dahulu dengan memeriksa
adhesive bridge dengan menggunakan panduan warna, kontur, embrasur, artikulasi, kerapatan tepi,
warna Vita Lumin mendapat warna A3,5. Selanjutnya oklusi, dan kontak proksimal. Lalu dilakukan desinfeksi
dilakukan pemasangan temporary adhesive bridge pada gigi yang akan dipasangkan crown dengan
crown dengan bahan semen zinc fosfat (Gambar 16). menggunakan 2% klorheksidin diglukonat didiamkan
Kemudian, warna dan model cetakan gigi itu dikirim selama 1 menit dan daerah di sekitar abbutment
ke laboratorium teknik gigi untuk dibuatkan zirconia tersebut dikeringkan oleh hembusan angin dari three
adhesive bridge crown. way syringe dan diisolasi dengan gulungan kapas.
Semen resin perekat diaplikasikan pada dinding dalam
palatal dan bukal zirconia adhesive bridge crown,
kemudian crown dipasangkan dan dilakukan pumping
motion untuk mencegah terjadinya gelembung
udara dan ditahan selama 10 detik. Kelebihan semen
dibersihkan dan diaktivasi dengan sinar selama 20
detik (Gambar18) .
Gambar 14. Preparasi core untuk pembuatan bridge crown

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
166 TANTANGAN MANAJEMEN DARI FRAKTUR KOMPLIKASI MAHKOTA GIGI
PREMOLAR PADA PASIEN LANJUT USIA

terhadap prosedur perawatan saluran akar, maka


operator dapat mengantisipasi kesulitan-kesulitan
yang timbul dalam melakukan perawatan saluran akar
pada lansia dan mendapatkan hasil perawatan yang
baik.1
Menemukan orifis pada pasien lansia merupakan
prosedur yang melelahkan, namun hal tersebut bisa
diatasi dengan peralatan endodontik yang muktahir
saat ini seperti endodontic loupe atau endodontic
microscope. Pada kasus ini dipergunakan endodontic
loupe dengan perbesaran 3,5 kali, sehingga dapat
membantu memperjelas letak orifis dan saluran akar
pada gigi premolar tersebut.3
Gambar 17. Pemasangan zirconia adhesive bridge crown: a. Pada waktu proses bedah crown lengthening
etsa pada crown; bonding pada crown; c. penyinaran pada dan selama perawatan endodontik pada kasus ini,
crown, d. bridge crown telah dipasang penggunaan anastesi hendaknya dipertimbangkan
untuk menggunakan anastetikum dengan waktu
Pasien merasa puas dan pasien disarankan untuk kerja yang lama sehingga dicapai tingkat anestesia
kontrol kembali setelah pemasangan zirconia adhesive yang dalam dan mengurangi ketidaknyamanan pasca
bridge crown. Kontrol dikonfirmasi dengan radiografi tindakan.5
dan pasien diinstruksikan untuk kontrol 1 minggu, 1 Untuk penjajagan pada kasus ini digunakan file
bulan, 6 bulan dan 1 tahun kemudian (Gambar 19). khusus yaitu file glide path (misalnya C+ file) yang
diinstrumentasikan dengan gerakan watch winding
serta dibantu dengan menggunakan pelumas ethylene
diamine tetraacetic acid (EDTA) 17 %, sehingga dapat
menjajagi saluran akar yang sempit atau terkalsifikasi
karena faktor usia lanjut.4
Setelah orifis ditemukan, pada kasus ini dilakukan
preparasi saluran akar dengan teknik crown-down
Gambar 18. Foto radiografi pemasangan zirconia adhesive pressureless yang bertujuan untuk memudahkan keluar
bridge crown.
masuknya instrument dari dan keluar saluran akar,
memudahkan penetrasi cairan irigasi, memperkecil
kemungkinan terjadinya birai (ledge) atau zipping dan
mengurangi kemungkinan terdorongnya debris ke
periapeks.3
Pengisian saluran akar dengan menggunakan
AH Plus yang merupakan semen resin yang dapat
menciptakan kerapatan pengisian saluran akar yang
Gambar 19. Foto radiografi kontrol setelah 6 bulan baik serta menggunakan teknik pengisian single cone
oleh karena saluran akar yang relative lebih kecil.2,4
PEMBAHASAN Pembuatan restorasi mahkota tiruan pasak dan inti
diawali dengan dengan pengambilan 2/3 bahan pengisi
Prosedur perawatan saluran akar pada lansia untuk penempatan pasak. Jenis pasak yang digunakan
dikategorikan sulit, meskipun prosedurnya tidak pada pasien ini adalah pasak prefabricated dengan
berbeda dengan pasien dewasa. Disamping bahan fiber komposit. Pasak ini dipilih karena pasak ini
keterbatasan fisik yang membatasi lama kunjungan cukup kuat meskipun tidak sekuat pasak keramik atau
pada lansia, juga terjadi perubahan pada kompleks logam, tetapi pasak ini memiliki ketahanan terhadap
dentin-pulpa lansia yang menyebabkan prosedur fraktur karena modulus elastisitasnya yang sama
perawatan saluran akar menjadi lebih rumit. Dengan dengan dentin. Sebuah penelitian juga menyatakan
mengenal perubahan-perubahan tersebut dan efeknya

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Yeamy Agustina Marpaung, Dennis, Trimurni Abidin 167

keuntungan lain dari pasak prefabricated adalah lebih DAFTAR PUSTAKA


efisien secara waktu dan memberikan hasil yang cukup
memuaskan, dibandingkan dengan pasak custom 1. Johnstone, M., Parashos, P., 2015, Endodontics and the Ageing
Patient, Australian Dental Journal, 60(1): 20-27.
made yang memiliki kerugian utama berupa tingginya
2. Gorduysus, M. O., 2016, Geriatric Endodontics, Clinical
resiko terjadinya fraktur akar. Posisi gigi yang berada di Changes and Challenges, EC Dental Science, 7(1): 38-40.
posterior juga menjadi salah satu pertimbangan karena 3. Herwanda, Rahmayani, L. R., Nurmalia, S., 2014, Gambaran
adanya beban kunyah yang besar di daerah posterior.5 Kebutuhan Perawatan Gigi dan Mulut pada Pasien di Posyandu
Pembuatan inti pada pasien lansia di kasus ini Lansia Puskesmas, Cakradonya Dent J, 6(1): 619-677.
4. Emy, A., Juni, J.N., 2012, One Visit Endodontic Treatment in
menggunakan bahan resin komposit karena cukup Geriatric: A Case Report, Prosiding-Temu Ilmiah Nasional
menguntungkan yaitu ikatan yang baik dengan pasak IKORGI II (TINI II): 119-23.
fiber, jumlah kunjungan yang lebih sedikit dalam 5. Peters, O. A. dan Peters, C. I., 2010, Cleaning and Shaping of
pembuatan, prosedur laboratorium yang lebih sedikit, the Root Canal System, dalam: Kenneth, M., Hargreaves, P. D.,
Cohen, P. S., Bermain, L. H. (eds.), Cohen’s Pathway of the
dapat mempertahankan sisa jaringan gigi, dan cukup
Pulp, 10th ed., Mosby, Philadelphia.
kuat karena dapat beradaptasi dengan sisa jaringan 6. Theresia D.P., Mochamad F. R., 2013, Metal Crown Restoration
gigi.2,3 with Fiber Composite Post in Young Permanent Molar, Dent. J.
Sementasi pasak fiber komposit dilakukan dengan (Maj. Ked. Gigi), 46(3): 162-6.
semen resin dual cured untuk memastikan terjadinya
polimerisasi yang sempurna. Adanya photo initiator
dan chemical initiator pada semen resin dual cured
sehingga polimerisasi dapat terjadi dengan sempurna
dan menghindari kebocoran mikro yang dapat
menyebabkan inflamasi berulang.5
Restorasi akhir yang dibuat adalah zirconia adhesive
bridge crown karena kuat menahan beban kunyah
pada daerah posterior, membentuk kembali anatomi
gigi, dapat sekaligus mengisi bagian gigi geraham yang
edentulous, mempertahankan gigi dalam lengkung
rahang, sifat estetik juga didapat dan dapat dilakukan
minimal preparasi pada gigi geraham paling belakang
yang masih ada sebagai penyangga bridge adhesive
tersebut.4

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan kasus diatas maka


dapat disimpulkan bahwa para klinisi dapat memiliki
keberhasilan pengobatan dan prognosis yang baik dari
gigi fraktur komplikasi mahkota pada pasien lanjut usia
tergantung pada diagnosis, prosedur perawatan dan
material yang tepat.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
168 PO-34 PENATALAKSANAAN GIGI INSISIVUS DENGAN KANAL BLUNDERBUSS
DISERTAI DISKOLORASI DAN FRAKTUR MAHKOTA (LAPORAN KASUS)

PENATALAKSANAAN GIGI INSISIVUS DENGAN KANAL BLUNDERBUSS


DISERTAI DISKOLORASI DAN FRAKTUR MAHKOTA (LAPORAN KASUS)

Putu Dewi Purnama S.B*, Devi Eka Juniarti**


*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: The prevalence of traumatized anterior tooth is approximately 81.4% of the overall occurrence of dental
trauma. Dental trauma can cause some pathological conditions if not treated promptly, especially on anterior tooth that can
cause esthetic problems such as crown fracture and discoloration. In addition, dental trauma that occurs during the growth
period can cause pathological condition such as open apex (blunderbuss).
Purpose: this case report aims to inform the management of anterior tooth fracture due to trauma with open apex and
discoloration.
Case: A 27-years-old male patient came to dental hospital, faculty of dentistry Airlangga University with a chief complaint of
bleeding and pus from inside the tooth and on labial fold anterior maxillary by palpation test and tooth discoloration. Clinical
examination shows discoloration on tooth 21, an access opening by previous treatment, and vitality test was negative.
Radiographic examination shows large open apex (blunderbuss).
Case management: Apexification used MTA (Trioxide Aggregate Minerals) as a sealer, followed by internal bleaching with
hydrogen peroxide 35%, and composite resin as a final restoration.
Conclusions: Post traumatic anterior teeth with open apex (blunderbuss), discoloration, and crown fractures can be treated
with a combination treatment of apexification, internal bleaching, and composite resin restoration.

Keywords: Blunderbuss Apex, Apexification, Discoloration, Internal Bleaching

PENDAHULUAN trauma atau benturan3.


Keadaan patologis lain yang dapat timbul akibat
Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic trauma gigi adalah diskolorasi gigi. Diskolorasi gigi
Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai akibat trauma termasuk dalam klasifikasi diskolorasi
jaringan keras dan atau periodontal karena sebab endogen lokal. Perubahan warna yang terjadi mengenai
mekanis1. TDI umumnya melibatkan gigi anterior, bagian dalam struktur gigi selama masa pertumbuhan
terutama insisivus sentralis dan insisivus lateralis gigi dan umumnya perubahan warna terjadi di dalam
rahang atas, berlaku baik pada gigi sulung maupun gigi dentin sehingga relatif sulit dirawat secara eksternal.
permanen. Trauma gigi dapat melibatkan kerusakan Trauma gigi yang sangat keras dapat menyebabkan
atau kehilangan dari gigi yang terlibat dan dapat perdarahan intrapulpa. Pembuluh darah di bagian
mempengaruhi fisik, estetik dan psikologi seseorang. mahkota putus dan terjadi perdarahan serta lisisnya
Secara umum trauma gigi rahang atas mempunyai eritrosit. Produk disintegrasi darah berupa besi-sulfida
persentase yang lebih tinggi karena gigi di rahang memasuki tubulus dan mewarnai sekeliling dentin4.
atas lebih menonjol dari gigi rahang bawah. Selain Jika pulpa menjadi nekrosis, perubahan warna akan
itu bagian rahang atas lebih kaku atau terfiksasi oleh menetap.
tulang tengkorak sedangkan rahang bawah lebih bebas Selain itu trauma gigi terutama yang terjadi
bergerak. Gigi insisivus sentral rahang atas adalah selama masa pertumbuhan dapat menyebabkan
gigi yang paling sering terkena trauma yaitu sebesar suatu keadaan patologis yaitu terbukanya apeks
81,4%2. gigi (blunderbuss). Gigi permanen muda adalah gigi
Trauma pada gigi dapat menyebabkan fraktur gigi. permanen yang saluran akarnya belum terbentuk
Menurut American Dental Association (ADA), fraktur sempurna. Dalam keadaan patologis, akar gigi terhenti
gigi merupakan hilangnya atau lepasnya fragmen pertumbuhannya sehingga tidak terjadi penutupan di
dari satu gigi lengkap yang biasanya disebabkan oleh bagian apeks. Saluran akar lebih lebar ke arah apikal
Korespondensi: Dewi Purnama, c/o : Bagian Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Jl. Prof. Dr. Moestopo No.47, Surabaya,
Jawa Timur 60132. E-mail : dewipurnamaa@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Putu Dewi Purnama S.B, Devi Eka Juniarti 169

dibandingkan dengan koronal. Hal ini dikenal dengan


“blunderbuss” 5.
Melakukan perawatan pada gigi dengan saluran
akar blunderbuss merupakan suatu tantangan bagi
setiap dokter gigi. Permasalahan yang dapat dihadapi
dokter gigi dalam merawat saluran akar blunderbuss
ini diantaranya debridement yang sulit dikarenakan
diameter saluran akar di koronal lebih kecil
dibandingkan diameter saluran akar di area apikal,
sulitnya obturasi dikarenakan bagian ujung apeks
terbuka lebar sehingga dikhawatirkan bahan pengisi
keluar dari saluran akar dan terjadi overobturation. Gambar 1. A. Diskolorasi gigi 21, B. Gambaran radiografis
Selain itu, akar dengan saluran akar blunderbuss inisial gigi 21, access opening dari dokter gigi sebelumnya
biasanya memiliki dinding saluran akar yang tipis,
sehingga menjadi rentan patah6. Diagnosis gigi 21 adalah nekrosis pulpa. Rencana
Kompleksnya keadaan patologis yang dapat perawatan yang akan dilakukan adalah perawatan
ditimbulkan dari terjadinya trauma gigi, maka penulis apeksifikasi dengan MTA (Mineral Trioxide Aggregate),
ingin memberikan informasi tentang tata laksana kasus dilanjutkan dengan internal bleaching dengan teknik
fraktur gigi anterior akibat trauma dengan apeks terbuka walking bleach dan restorasi akhir tumpatan komposit
dan diskolorasi sehingga pembaca mendapatkan kelas VI.
gambaran keberhasilan dan perbandingan pre dan
post operatif dari kasus ini. PENATALAKSANAAN KASUS

KASUS Sebelum seluruh prosedur perawatan dilakukan,


pasien diberi penjelasan mengenai DHE, prosedur
Seorang pasien laki-laki berusia 27 tahun datang ke yang akan dilakukan, dan kemungkinan hasil yang
Klinik Spesialis Konservasi Gigi Rumah Sakit Gigi Mulut diharapkan.
Universitas Airlangga dengan keluhan ingin merawat Pada kunjungan pertama, dilakukan pemasangan
gigi depan atasnya yang sering keluar darah dan nanah rubberdam untuk isolasi daerah kerja, debridement
dari dalam giginya. pada access opening dengan melakukan irigasi
Dari anamnesis diketahui gigi tersebut mempunyai menggunakan 2,5% NaOCl lalu dibilas dengan aquades
riwayat trauma, pasien terjatuh dan giginya terbentur steril. Irigasi dilakukan hingga tidak ada sisa darah dan
pada saat berusia 13 tahun. Setelah bertahun-tahun, pus keluar dari saluran akar. Preparasi biomekanik
gigi tersebut berubah warna. Pada tahun 2016, pasien menggunakan file no.80. File digerakan dengan
datang ke dokter gigi dan dilakukan perawatan pada gigi teknik brushing movement sehingga diharapkan sisa-
tersebut, namun perawatan akhirnya tidak dilanjutkan sisa debris yang menempel di dinding saluran akar
karena pasien pindah ke Surabaya untuk melanjutkan akan ikut keluar. Saluran akar dikeringkan dengan
studi. Gigi tersebut tidak pernah terasa sakit. paper point dan dilakukan pengukuran panjang kerja
Pada pemeriksaan klinis terdapat darah dan pus menggunakan file no.80 dan apex locator (Morrita)
yang keluar dari dalam kavitas gigi 21 dan labial fold dan dilakukan foto rontgen konfirmasi (Gambar 2A dan
di gigi 21 jika dilakukan palpasi pada pipi kiri, gigi 21 2B).
diskolorasi (warna gigi 5M 2, Vita 3D) (Gambar 1A), Panjang kerja yang didapat adalah 21 mm. Dilakukan
terdapat access opening yang dibuat oleh dokter dressing menggunakan kalsium hidroksida Ca(OH)2
gigi sebelumnya, tes vitalitas (-), dan mobilitas (-). untuk membantu penyembuhan lesi periapikal. Kavitas
Pemeriksaaan radiografik menunjukkan apeks gigi ditutup dengan cotton pellet dan tumpatan sementara.
terbuka lebar (blunderbuss) dan terdapat gambaran Pasien diinstruksikan kontrol setelah 5 hari.
radiolusen diffuse di area apikal gigi 21 (Gambar 1B).

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
170 PENATALAKSANAAN GIGI INSISIVUS DENGAN KANAL BLUNDERBUSS
DISERTAI DISKOLORASI DAN FRAKTUR MAHKOTA (LAPORAN KASUS)

Seminggu kemudian dilakukan kontrol. Tidak


ada keluhan dari pasien. Tahap selanjutnya adalah
persiapan obturasi saluran akar. Pembongkaran
tumpatan sementara dan pemasangan rubber
dam dilakukan. Irigasi saluran akar menggunakan
2,5% NaOCl dan aquades steril, lalu dikeringkan
dengan paper point steril. Aplikasi sealer AH plus
dengan menggunakan lentulo. Obturasi saluran akar
menggunakan teknik termoplastis (BeeFill2in1, VDW,
Germany) (Gambar 4A). Gutta percha dipadatkan
Gambar 2. A. Pengukuran panjang kerja menggunakan apex dengan plugger, sampai seluruh saluran akar terisi
locator, B. Foto rontgen konfirmasi pengukuran panjang oleh gutta percha termoplastis. Dilakukan foto rontgen
kerja konfirmasi (Gambar 4B). Kavitas ditutup dengan cotton
Pada kunjungan kedua, pemeriksaan pada gigi 21 pellet dan tumpatan sementara. Pasien diintruksikan
menunjukkan test perkusi (-), tekan (-), mobilitas (-), kontrol 1 minggu kemudian.
kuantitas darah dan pus yang keluar berkurang. Irigasi
saluran akar diulang kembali dan dressing dengan
Ca(OH)2, kavitas ditutup kembali dengan cotton pellet
dan tumpatan sementara. Pasien diinstruksikan kontrol
setelah 5 hari.
Pada kunjungan ketiga, pemeriksaan klinis :
perkusi (-), tekan (-), mobilitas (-), keluhan pasien
mengenai keluarnya darah dan pus semakin jarang dan
berkurang. Tumpatan sementara dibuka, irigasi kembali
dilakukan dan saluran akar dikeringkan. MTA (ProRoot)
dipersiapkan pada glasslab. Serbuk MTA dan larutan
saline dicampur dan diaduk kemudian dimasukkan Gambar 4. A. Obturasi saluran akar dengan teknik
ke dalam saluran akar menggunakan MAP (Micro termoplastis, B. Foto rontgen konfirmasi obturasi saluran
Apical Placement) (Gambar 3A). MAP dimasukkan ke akar
dalam saluran akar sepanjang 19 mm (panjang kerja
dikurangi 2 mm). MTA diaplikasikan setebal 2-4 mm Kunjungan berikutnya, akan dilakukan perawatan
dan dipadatkan dengan finger plugger yang sudah internal bleaching pada gigi 21. Permukaan gigi
dipasang stopper. Selanjutnya dilakukan foto rontgen dibersihkan dari seluruh debris dan plak. Warna gigi
untuk konfirmasi pengisian MTA (Gambar 3B). ditentukan dengan shade guide VITA 3D yaitu 5M 2
Kavitas ditutup menggunakan cotton pellet lembab dan dilakukan foto awal yang akan digunakan sebagai
dan tumpatan sementara. Pasien diinstruksikan untuk ukuran keberhasilan perawatan bleaching dan sebagai
kontrol 1 minggu kemudian. pembanding (Gambar 5).

Gambar 5. Warna gigi sebelum perawatan internal


bleaching.
Gambar 3. A. Penempatan MTA di apical menggunakan
MAP, B. Foto rontgen konfirmasi penempatan MTA. Selanjutnya ditentukan dan diukur panjang

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Putu Dewi Purnama S.B, Devi Eka Juniarti 171

mahkota gigi untuk memperkirakan letak kedalaman Seminggu setelah aplikasi bahan pemutih yang
barier menggunakan file (Gambar 6). Daerah kerja ketiga kalinya, pasien kembali kontrol. Perkusi (-), tekan
diisolasi menggunakan rubber dam, pembongkaran (-), serta tidak ada keluhan dari pasien. Warna gigi
tumpatan sementara, gutta percha dikeluarkan sampai sesuai dengan gigi di sebelahnya dan sesuai keinginan
kedalaman 1-2 mm di bawah cemento-enamel junction pasien. Pembongkaran tumpatan sementara, bahan
menggunakan peeso reamer. bleaching dikeluarkan, serta kavitas diirigasi dengan
akuades steril dan dikeringkan. Selanjutnya dilakukan
penumpatan sementara. Warna gigi setelah dilakukan
internal bleaching diukur kembali menggunakan shade
guide VITA 3D yaitu 2M 2 (Gambar 9). Dilakukan
pengambilan foto klinis akhir untuk melihat perubahan
warna yang terjadi.

Gambar 6. Pengukuran panjang mahkota gigi


Pengaplikasian barier glass ionomer (GIC) setebal
2 mm di atas gutta percha (Gambar 7A). Selanjutnya
kavitas dibersihkan, kemudian diaplikasikan bahan
pemutih 35% hydrogen peroksida (Opalescence Endo,
Ultradent) (Gambar 7B). Kavitas ditutup dengan glass
ionomer cement dan pasien diinstruksikan untuk Gambar 9. Warna gigi setelah perawatan internal bleaching
datang kembali setelah 1 minggu.
Selanjutnya, pencetakan pada gigi tersebut untuk
pembuatan palatal guide saat perawatan restorasi
akhir komposit kelas VI pada kunjungan berikutnya.
Pada kunjungan berikutnya dilakukan kontrol pada
gigi 21. Tidak ada keluhan dari pasien, tes palpasi (-),
perkusi (-), dan tekan (-). Restorasi akhir yang dipilih
untuk kasus ini adalah tumpatan komposit kelas VI
(Gambar 10).

Gambar 7. A. Foto konfirmasi barrier GIC setebal 2 mm di


bawah CEJ, B. Pengaplikasian bahan pemutih 35% hydrogen
peroksida (Opalescence Endo, Ultradent).
Pengaplikasian bahan pemutih 35% hydrogen
peroksida dilakukan sebanyak 3 kali, sekali setiap
minggunya dikarenakan warna gigi yang diinginkan
belum tercapai (Gambar 8).

Gambar 10. A Kondisi klinis gigi sebelum seluruh perawatan


dilakukan, B. Kondisi klinis gigi setelah seluruh perawatan
Gambar 8. Warna gigi yang diinginkan belum tercapai pada selesai.
internal bleaching kedua.
Seminggu setelah restorasi akhir dilakukan pasien

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
172 PENATALAKSANAAN GIGI INSISIVUS DENGAN KANAL BLUNDERBUSS
DISERTAI DISKOLORASI DAN FRAKTUR MAHKOTA (LAPORAN KASUS)

diinstruksikan untuk kontrol. Dilakukan pemeriksaan pelepasan ion kalsium. Reaksi jaringan yang paling
subjektif, objektif, dan radiografis. Pasien tidak ada khas dari MTA adalah kehadiran jaringan ikat di minggu
keluhan (Gambar 11). pertama setelah pengaplikasian MTA8. Pengaplikasian
MTA dapat membentuk apical plug yang mengiinduksi
pembentukan apical calcific barrier. Apical plug ini
dapat memberikan suatu seal yang baik pada ujung
akar sehingga bahan obturasi atau medikamen dalam
perawatan saluran akar tidak ekstrusi ke jaringan
periapikal8.
Keunggulan MTA yang dapat membentuk seal yang
baik dan memiliki kemampuan untuk merangsang
pembentukan apical calcific barrier, memungkinkan
Gambar 11. Gambaran radiologis perawatan apeksifikasi perawatan apeksifikasi menggunakan MTA dapat
setelah 2 bulan dilakukan hanya dengan 1-2 kali kunjungan. Hal ini
merupakan keuntungan bagi dokter gigi dan juga
PEMBAHASAN pasien karena perawatan menjadi lebih cepat6.
Setelah terbentuknya apical plug pada apeks gigi,
Pada gigi permanen muda yang terkena trauma dilanjutkan dengan obturasi saluran akar menggunakan
dapat terjadi keadaan patologis yaitu terhentinya gutta percha termoplastis. Penggunaan gutta percha
pertumbuhan apeks gigi sehingga meninggalkan apeks termoplastis dikarenakan saluran akar pada kanal
yang tetap terbuka. Apeks terbuka adalah tidak adanya blunderbuss sangat lebar. Selain itu, teknik termoplastis
perkembangan akar yang cukup untuk memberikan memberikan hasil hermetis karena bentuknya yang
bentuk taper pada saluran akar dan disebut sebagai cair sehingga dapat mengalir ke seluruh bagian saluran
saluran akar blunderbuss (saluran akar divergen ke akar.
arah apikal)5. Selanjutnya perawatan yang dilakukan adalah
Pada saat trauma mengenai suatu gigi yang sedang internal bleaching. Internal bleaching merupakan
dalam masa pertumbuhan, gigi akan mengalami metode perawatan perubahan warna pada gigi non-
keradangan pulpa atau nekrosis dan berakibat vital yang sudah dilakukan perawatan saluran akar
pembentukan dinding dentin dan akar tidak sempurna. dengan meletakkan bahan oksidator kuat dalam kamar
Saat pulpa gigi permanen muda menjadi non vital, pulpa.
fungsi Hertwig’s epithelial root sheath (HERS) untuk Proses internal bleaching yang dilakukan pada kasus
membentuk akar gigi menjadi terhenti, sehingga apeks ini berdasarkan reaksi reduksi-oksidasi. Pada reaksi
terbuka, saluran akar lebar, dan panjang akar lebih redoks, bahan H2O2 sebagai oksidator akan melepas
pendek dibandingkan dengan akar yang normal7. radikal bebas yang tidak mempunyai pasangan
Perawatan saluran akar pada kondisi saluran akar elektron. Elektron ini akan berikatan dengan molekul
blunderbuss ini harus didahului dengan perawatan organik untuk mencapai kestabilan, yaitu daerah yang
apeksifikasi untuk memudahkan proses obturasi memiliki banyak ikatan ganda dan memutuskan ikatan
saluran akar nantinya. Banyak penelitian yang tersebut menjadi lebih sederhana yang memberikan
menunjukkan bahwa MTA merupakan bahan yang warna yang lebih terang10.
baik untuk perawatan apeksifikasi. Hal yang perlu Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan
diperhatikan dalam pengaplikasian MTA pada saluran internal bleaching adalah perlunya penempatan barrier
akar blunderbuss adalah panjang kerja harus dikurangi setebal 2 mm di bawah CEJ dengan menggunakan glass
2 mm terlebih dahulu karena 1 tekanan MAP (Micro ionomer cement (GIC). Permukaan atas barrier harus
Apical Placement) akan mengeluarkan MTA setebal 2 dapat melindungi tubuli dentinal dan sejajar dengan
mm, sehingga diharapkan MTA dapat diletakkan tepat eksternal epithelial attachment. Hal ini dilakukan untuk
sepanjang panjang kerja. mencegah terjadinya resorpsi servikal di kemudian hari.
MTA memberikan substrat biologis aktif untuk GIC barrier juga harus dapat melindungi area dimana
menstimulasi sel tulang dan memiliki kemampuan resorpsi servikal sering terjadi yaitu area proksimal9.
menstimulasi produksi interleukin karena pH basa dan Restorasi akhir tumpatan komposit dilakukan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Putu Dewi Purnama S.B, Devi Eka Juniarti 173

berdasarkan pertimbangan bahwa sisa jaringan gigi


yang masih banyak. Penumpatan dengan komposit
dilakukan 1-3 minggu kemudian, karena adanya sisa
H2O2 akan menghambat polimerisasi komposit dan
mengurangi kekuatan ikat terhadap enamel gigi10.

KESIMPULAN

Gigi anterior post trauma dengan kondisi apeks


terbuka (blunderbuss), diskolorasi, dan fraktur
mahkota dapat dirawat dengan kombinasi perawatan
apeksifikasi, internal bleaching, dan restorasi akhir
resin komposit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Purba AM. Prevalensi Fraktur Dentoalveolar Akibat Trauma


Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Jenis Fraktur di RSUP H.
Adam Malik Medan pada Tahun 2013-2016.
2. Dwikora DI. Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada
Anak SMP di Kecamatan Medan Baru dan Medan Johor.
Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak SMP di
Kecamatan Medan Baru dan Medan Johor.
3. Rivera EM, Walton RE. Cracking the cracked tooth code:
detection and treatment of various longitudinal tooth
fractures. Am Assoc Endodontists Colleagues for Excellence
News Lett. 2008;2:1-9.
4. Andriani NK, Wibisono G. HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP
DENGAN KEJADIAN DISKOLORASI GIGI (Studi Pada Pekerja
Pengasapan Ikan di Desa Bandarharjo, Kota Semarang, Jawa
Tengah). Jurnal Kedokteran Diponegoro. 2014;3(1).
5. Weine, F. S. Endodontic Therapy 6th Edition. Australia: Mosby.
2003 Dec.
6. Salgar AR, Chandak MG, Manwar NU. Blunder buss canal: A
challenge for endodontist. Endodontology. 2011 Jun;23(1):77-
81.
7. Garg N, Garg A. Textbook of endodontics. Boydell & Brewer
Ltd; 2010 Nov 26.
8. Raldi DP, Mello I, Márcia Habitante S, Lage-Marques JL, Coil
J. Treatment options for teeth with open apices and apical
periodontitis. Journal of the Canadian Dental Association.
2009 Oct 1;75(8).
9. Bahuguna N. Cervical root resorption and non vital bleaching.
Endodontology. 2013 Dec;25(2):106-11.
10. Dianty F, Sukartini E, Armilia M. Bleaching internal untuk
merawat perubahan warna gigi insisivus sentralis kanan atas
(Laporan Kasus) Internal bleaching as a treatment to color-
changed of right upper centralis canine (case report). Journal
of Dentomaxillofacial Science. 2011 Jan 1;10(2):101-4.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
174 PO-35 PERAWATAN ULANG SALURAN AKAR SEBAGAI MANAJEMEN NONBEDAH
GIGI DENGAN PERIODONTITIS APIKAL SIMTOMATIK

PERAWATAN ULANG SALURAN AKAR SEBAGAI MANAJEMEN


NONBEDAH GIGI DENGAN PERIODONTITIS APIKAL SIMTOMATIK
Gloria Fortuna*,Tunjung Nugraheni**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Dental trauma can cause periodontal ligament widening. The widens periodontal ligaments and non-hermetic
root canal treatment may increase the risk of dental and periapical tissue infections. If infection occurs for a long time,
the body will make a protective layer consist of epithelium that surrounds the area of infection. Endodontic retreatment
is an alternative procedure before endodontic surgery is performed. Purpose : The aim of this case report is to evaluate
endodontic retreatment as a non-surgical management of teeth with symtomatic periodontitis apicalis due to a traumatic
history and under obturation endodontic treatment.
Case : Patient, a 16 years old male, complained about a broken anterior teeth that disrupted his appearance. He feels hurt
when biting. Patient had a history of motorcyle accident approximately 1 years ago and caused the maxillary central incisor
broken and mobile. From the objective examination showed that both teeth have been root canal treated. Based on the
radiographs examination showed that the root canal treatment of maxillary central incisor is not hermetic and there is a
radiolucent area with firm radiopaque border at the apex.
Case Management : Endodontic retreatment and direct resin composite restoration with fiber reinforced post. Six months
observations were made to see the healing of the surrounding tissues.
Conclusion : Endodontic retreatment can be chosen as a non-surgical management in teeth symtomatic periodontitis apicalis.

Keywords : Endodontic retreatment, symtomatic periodontitis apicalis, dental trauma

PENDAHULUAN trauma dengan riwayat pernah dilakukan perawatan


saluran akar yang tidak hermetis sekitar 1 tahun yang
Gigi non vital dengan kelainan periapikal seperti lalu. Manajemen yang dipilih pada kasus ini adalah
granuloma, kista radikuler atau abses akut, sering perawatan ulang saluran akar secara non bedah.
dianggap tidak dapat dirawat dengan perawatan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengevaluasi
endodontik secara non bedah. Kebanyakan perawatan perawatan ulang saluran akar sebagai manajemen
yang dilakukan adalah perawatan endodontik bedah non bedah pada gigi dengan periodontitis apikal
atau pencabutan1. Keberhasilan perawatan ulang simptomatik paska riwayat trauma dan telah dilakukan
saluran akar bergantung pada faktor-faktor seperti perawatan saluran akar yang tidak hermetis.
debridemen bakteri, jaringan nekrotik dari saluran akar,
dan sisa material obturasi dari saluran akar, preparasi KASUS
saluran akar, pengisian saluran akar yang baik dan
hermetis, serta restorasi yang baik. Dengan melakukan Pasien laki-laki berusia 16 tahun datang ke klinik
pembuangan jaringan nekrotik serta bakteri dalam Residen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
saluran akar, maka faktor iritan dapat dihilangkan UGM Yogyakarta atas rujukan dari klinik CoAss. Pasien
sehingga akan menstimulasi proses penyembuhan2. direncanakan untuk menambal ulang gigi depan atas.
Kista radikular merupakan lesi kistik dan paling Pasien merasa penampilannya terganggu dan juga
sering ditemukan dibandingkan kista yang lain. Regio mengeluhkan gigi terasa nyeri saat terkena tekanan
yang paling sering terjadi kista adalah gigi anterior kuat. Pasien menyatakan pernah jatuh dari motor 1
karena gigi anterior cenderung terkena trauma tahun lalu dan gigi telah dilakukan perawatan saluran
sehingga gigi menjadi non vital2. akar 6 bulan setelah kecelakaan di klinik dokter gigi
Dalam laporan kasus, terdapat kelainan periapikal, swasta.
yaitu periodontitis apikalis simptomatik berupa kista Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan terdapat
radikular pada gigi insisif sentral kanan atas akibat fraktur Elis kelas IV dan tumpatan semen ionomer kaca
Korespondensi: Fortuna, Gloria, Resident of Conservative Dentistry, Faculty of Dentistry, Gadjah Mada University, Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta,
Indonesia. E-mail address : Gloria.fortuna@mail.ugm.ac.id

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Gloria Fortuna,Tunjung Nugraheni 175

pada insisal gigi. Pemeriksaan sondasi (-), perkusi (+),


palpasi (+), dan tes vitalitas/CE (-). Tidak ditemukan
adanya asimetri wajah akibat pembengkakan kelenjar
limfa maupun karena adanya abses. Hasil pemeriksaan
radiografis gigi 11 : terlihat area radiolusen dengan
batas radiopak tegas dengan diameter + 1 cm di area
apikal gigi. Pada saluran akar gigi 11 terlihat gambaran
radiopak berupa garis (gutta percha) yang tidak sampai
ujung akar (tidak hermetis). Diagnosis gigi 11 adalah gigi
non vital pasca perawatan saluran akar disertai fraktur Gambar 3. Radiograf pengambilan gutta percha pada gigi
Ellis kelas IV dan periodontitis apikalis simptomatik. 11

Pada kunjungan kedua dilakukan pemasangan


rubber dam, preparasi saluran akar dengan teknik
step back dengan MAF #45 dan panjang kerja 24 mm.
Irigasi dengan menggunakan NaOCl 2,5% dan Aquades
Steril. Saluran akar gigi kemudian dikeringkan dengan
Gambar 1a,b. Gambaran klinis gigi 11; paper point steril lalu diaplikasikan material dresssing
Kalsium hidroksida. Gigi ditumpat sementara dengan
material tumpatan sementara.

Gambar 2. Radiograf gigi 11


Gambar 4. Radiograf pengukuran panjang kerja gigi 11
PENATALAKSANAAN KASUS dengan k-file #15

Rencana perawatan yang akan dilakukan meliputi Kunjungan ketiga pasien sudah tidak merasakan
: perawatan ulang saluran akar, obturasi saluran sakit saat menggigit kuat. Kalsium hidroksid dari kamar
akar dengan teknik orthograde menggunakan gutta pulpa dihilangkan dengan cara diirigasi larutan NaOCl
percha, restorasi resin komposit dengan pasak fiber 2,5% dan salin. Obturasi saluran akar dilakukan dengan
dan evaluasi radiografis. Pasien tidak memiliki riwayat teknik kondensasi lateral dengan siler berbahan dasar
alergi. seng oksid eugenol. Dilakukan konfirmasi pengisian
Pada kunjungan pertama, sebelum dilakukan saluran akar dengan radiografi periapikal. Terlihat
perawatan, pasien diberi penjelasan mengenai pada radiograf gigi 11 pengisian gutta percha sudah
pemeriksaan subjektif dan objektif, pemeriksaan klinis, hermetis. Kavitas kemudian diberi lapisan base dengan
pengambilan foto klinis dan radiografis periapikal, serta semen Seng fosfat lalu dilakukan pencetakan rahang
pasien dijelaskan mengenai prosedur dan biaya. Gutta atas dan bawah untuk dibuat model kerja. Rancangan
percha dihilangkan dengan Hedstrom-file, kemudian hasil akhir perawatan (mock up) dengan dibuat dengan
saluran akar diirigasi dengan NaOCl 2,5% dan salin. wax Renfert agar dapat dijadikan pedoman pembuatan
Dilakukan konfirmasi dengan radiografi periapikal, palatal guide dengan menggunakan bahan cetak putty
gigi 11 kemudian di drainase dan pasien dijadwalkan berbasis silikon.
kembali lagi 3 hari kemudian.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
176 PERAWATAN ULANG SALURAN AKAR SEBAGAI MANAJEMEN NONBEDAH
GIGI DENGAN PERIODONTITIS APIKAL SIMTOMATIK

Gambar 5. Radiograf hasil obturasi gigi 11 sudah hermetis Gambar 7. Radiograf kontrol gigi 11, 3 bulan pasca
perawatan saluran akar.
Kunjungan ke empat dilakukan pemasangan pasak
fiber dengan menyisakan gutta percha di periapikal PEMBAHASAN
sepanjang 5 mm. Dilakukan sementasi pasak dengan
semen resin. Gigi kemudian direstorasi dengan resin Kista perapikal terbentuk dari proliferasi sisa sel
komposit menggunakan teknik layering. Bagian epitel Malassez pada lesi periodontitis apikal3. Oleh
palatal dibuat dengan resin komposit warna A2 karena itu, kista periapikal harus dianggap sebagai
(Herculite Precise, Kerr). Bagian proksimal dibuat periodontitis apikal yang disertai dengan pembentukan
dengan menggunakan teknik slip through. Penyinaran kista. Menurut World Health Organization (WHO),
dilakukan selama 20 detik. kista periapikal diklasifikasikan sebagai lesi inflamasi
Finishing dilakukan dengan menggunakan bur dan bukan lesi neoplastik4. Lesi periodontitis apikal
tapered fissure panjang. Polishing dilakukan dengan kista yang besar telah dibuktikan dapat mengecil
menggunakan bur Astro Brush (Ivoclar) dan Eve dan bahkan hilang setelah terapi endodontik non-
Diacomp. bedah karena adanya penurunan inflamasi pada area
periapikal5.
Setelah inflamasi pada area periapikal menurun,
akan ada pengurangan mediator inflamasi, seperti pro
inflamatory cytokines, disertai faktor pertumbuhan
yang dilepas oleh sel imun innate dan adaptif dan sel
epitel pada kista akan mati karena apoptosis.
Perawatan yang dilakukan adalah debridemen,
pembersihan sisa bahan obturasi dengan menggunakan
H-file dan irigasi saluran akar dilakukan dengan
menggunakan NaOCl 2,5%, diikuti dengan aplikasi
obat intracanal kalsium hidroksida. Bakteri E. faecalis
sering ada pada infeksi endodontik sekunder yang
resisten dan pada lesi peri-radikular. NaOCl 2,5% telah
menunjukkan efek bakterisidal E faecalis6.
Kalsium hidroksida merupakan bahan pilihan
dalam perawatan endodontik karena efek alkalinitas
Gambar 6.a. Hasil tumpatan gigi 11 secara klinis gigi sudah dan bakterisidal yang tinggi, juga mampu menetralisir
direstorasi dengan resin komposit dan 6.b. radiograf endotoksin bakteri7. Lama waktu aplikasi Ca(OH)2
terlihat pengisian saluran akar sudah hermetis dan gigi pada saluran dapat mempengaruhi efektivitas difusi
sudah direstorasi. ion hidroksil ke dentin, disarankan bahwa waktu
minimumnya adalah 2-3 minggu8. Ghose et al. telah
Kunjungan kelima pasien dilakukan setelah 3 bulan menyatakan bahwa terdapat aksi osseoinduktif yang
sejak perawatan terakhir. Pasien sudah merasa puas berasal dari bahan medikamen kalsium hidroksida saat
dengan hasil perawatan dan tidak merasakan adanya berkontak dengan jaringan periapikal7. Difusi kalsium
keluhan. hidroksida melalui foramen apikal dapat menyebabkan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Gloria Fortuna,Tunjung Nugraheni 177

aksi inflamasi yang cukup untuk memecahkan lapisan 8. JMG Tanomaru, MR Leonardo, M Tanomaru Filho, I Bonetti
epitel kista, diikuti oleh invaginasi jaringan ikat dengan Filho, LA Silva. Effect of different irrigation solutions and calcium
hydroxide on bacterial LPS. Int Endod J. 2003;36(11):733–739.
penyembuhan akhir. Terdapat empat aksi kalsium [PubMed]
hidroksida di area periapeks, yaitu aktivitas anti- 9. LM Lin, P Gaengler, K Langeland. Periapical curettage. Int
inflamasi, netralisasi produk asam, aktivasi alkalin Endod J. 1996;29(4):220–227. [PubMed]
fosfatase, dan aksi antibakteri. 10. M Fernandes, I de Ataide. Nonsurgical management of
periapical lesions. J Conserv Dent. 2010;13(4):240–245. [PMC
Kista periapikal adalah adalah suatu produk dan
free article] [PubMed]
bukan penyebab lesi periodontitis apikal. Oleh karena
itu, kista yang merupakan true cyst ini dapat menunda
tetapi tidak dapat mencegah penyembuhan lesi
periapikal setelah perawatan endodontik non-bedah,
berbeda dengan perawatan endodontik pembedahan
dimana penyembuhan akan lebih cepat. Jaringan
granulasi fibrovaskular hanya dapat tumbuh secara
lambat ke dalam lesi periapikal karena makrofag yang
diaktifkan secara bertahap menghilangkan jaringan
lesi periapikal9. Manajemen bedah akan melibatkan
pengangkatan lesi jaringan periapikal ataupun
apicektomi. Pada anak-anak prosedur pembedahan
biasanya tidak menyenangkan dan lebih dapat
menyebabkan trauma daripada perawatan endodontik
konvensional. Komplikasi tersebut dapat dihindari
dengan mengadopsi prosedur konservatif10.

KESIMPULAN

Perawatan ulang saluran akar yang merupakan


manajemen endodontik non bedah dapat dijadikan
salah satu pilihan terapi terhadap kasus periodontitis
apikalis simptomatis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hoen MM, Frank E. Contemporary endodontic retreatments:
An analysis based on clinical treatment findings. Journal
Endod. 2002; 28: 834-7.
2. Ingle, Bakland. Endodontics. Ed 6. London: Decker; 2008. H.
913-50
3. AR Ten Cate. The epithelial cell rests of Malassez and the
genesis of the dental cyst. Oral Surg Oral Med Oral Pathol.
1972;34(6):956–964
4. DM Main. Epithelial jaw cysts: 10 years of WHO classification.
J Oral Pathol. 1985;14(1):1–7.[PubMed]
5. MK Caliskan. Prognosis of large cyst-like periapical lesions
following nonsurgical root canal treatment: A clinical review.
Int Endod J. 2004;37(6):408– 416. [PubMed]
6. AA Mohammad, F Fariba, MG Nahid, M Yadollah. Evaluation
of the antimicrobial effects of MTAD, NaOCl against selected
endodontic pathogens. Int Endod J. 2009;4(2):63–68. [PMC
free article] [PubMed]
7. LJ Ghose, VS Baghdady, BYM Hikmat. Apexification of
immature apices of pulpless permanent anterior teeth with
calcium hydroxide. J Endod. 1987;13(6):285–290. [PubMed]

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
178 PO-36 STUDI KASUS : PERAWATAN LESI PERIAPIKAL DENGAN APIKOEKTOMI PADA
INSISIVUS MAKSILARIS PASCA PERAWATAN SALURAN AKAR

STUDI KASUS : PERAWATAN LESI PERIAPIKAL DENGAN


APIKOEKTOMI PADA INSISIVUS MAKSILARIS PASCA PERAWATAN
SALURAN AKAR
Irmasmita Tasniadara*, Sri Kunarti**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRACT

Background: Apicoectomy is the act of cutting the root tip of an infected tooth and curbing the entire necrotic and inflammatory
periapical tissue in order to maintain the tooth with root canal treatment. This procedure is necessary when inflammation
and infection occur in the root area of the tooth after root canal treatment or root canal retreatment. Apicoectomy is the
most common surgical procedure performed to ensure the placement of an appropriate cover between the periodontium
and the root canal foramen. Purpose: to maintain teeth with damaged periapical tissue by cutting the root with infected.
Case: A 22-year-old female patient from prostodonti with post-treatment of root canals and presents with a history of pain
in teeth and gums when touched and used for eating. The tooth was treated 6 months ago with the same complaint. In the
X-rays there are periapical lesions of the tooth.
Case management: Treatment is performed by apex resection procedure of cutting the root tip of the tooth 12 and curation
of the infected pertiapical tissue to ensure that all infected tissue has been removed with hope that the infection will not
grow again and the end of apex is closed by using Minerals Trioxide Aggregat (MTA). Postoperative controls at months 2 show
good tissue regeneration and continue to be monitored until the following month before permanent dental restorations are
made.
Conclusion: Evaluation of cases for surgery should be done carefully to achieve successful treatment.

Keywords: Periapical lesions, apicoectomy, mineral trioxide aggregate.

PENDAHULUAN Inflamasi yang berkembang dapat ditandai dengan


adanya keluhan simptomatis pada pasien dan
Lesi periapikal adalah adalah lesi yang berada daerah radiolusen pada periapikal yang makin lebar
di daerah periapikal seperti abses dan granuloma. dibandingkan sebelum perawatan saluran akar
Tindakan yang benar untuk merawat lesi periapikal dimulai. Pengurangan ujung akar juga diindikasikan
untuk mencapai daerah infeksi adalah melalui saluran untuk menghilangkan kelebihan material pengisi
akar. Namun dalam beberapa keadaan, tindakan ini saluran akar. Perawatan tersebut diharapkan mampu
tidak dapat dilakukan dengan cara konvensional tetapi menanggulangi kasus kegagalan pasca perawatan
dengan melalui tahap bedah endodontik. 1 saluran akar yang disebabkan oleh pengisian saluran
Bedah endodontik dapat dilakukan pada keadaan- akar yang berlebih.Salah satu prosedur bedah
keadaan seperti: tidak dapat dilakukan pembuangan endodontik adalah apikoektomi atau reseksi akar gigi.
jaringan patologik dengan endodontik konvensional, Apikoektomi adalah pemotongan bagian ujung akar
jika tidak mungkin dibersihkan dan mengisi seluruh bertujuan menyingkirkan atau mengangkat jaringan
saluran akar dari mahkota seperti pada saluran akar yang diperkirakan dapat menjadi patologis.3
yang bengkok, juga untuk menanggulangi kegagalan
atau kecelakaan perawatan konvensional dan lain-lain. METODE
Terdapat beberapa macam perawatan endodontik
bedah antara lain apikoektomi, reseksi apikal, dan Pasien wanita berusia 22 tahun datang ke RSGM
kuretase apikal. 2,3 Unair yang merupakan pasien dari bagian prostodonsi
Apikoektomi merupakan prosedur mengurangi yang lagi dalam proses perawatan di bagian
ujung akar gigi disertai kuretase pada periapikal yang prostodonsi dengan keluhan gigi dan gusi depan kanan
diindikasikan pada gigi pasca perawatan saluran atas saat digunakan untuk makan. Tidak terdapat
akar dengan inflamasi periapikal yang berkembang. benjolan pada daerah gusi. Gigi tersebut sudah pernah

Korespondensi: Irmasmita Tasniadara,drg. Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Jl. Mayjend. Prof. Dr. Moestopo,
no.47, Surabaya, Indonesia. Alamat e-mail: rsgmp.fkg@unair.gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Irmasmita Tasniadara, Sri Kunarti 179

dilakukan perawatan saluran akar 6 bulan yang lalu mm(Gambar 3B). Kemudian pengisian retrograde pada
dengan keluhan yang sama. Tetapi keluhan tersebut apikal gigi memakai bahan Mineral Trioxide Aggregate
muncul kembali 3 bulan terakhir. Pemeriksaan objektif (MTA) dengan aplikasinya menggunakan Micro Apical
menunjukkan kebersihan rongga mulut yang kurang Placement (MAP) sampai padat memenuhi rongga
baik. Hampir seluruh gigi dalam tahap perawatan untuk pada apikal gigi yang telah dipersiapkan sebelumnya.
pembuatan gigi tiruan sebagian. (Gambar 1A). Gigi 12 Setelah itu tampak MTA terisi padat paja unjung apikal
peka terhadap perkusi. Pada Pemeriksaan radiografis (Gambar 3C).
(Gambar 1B) menunjukkan gigi 12 sudah dilakukan Daerah operasi diirigasi menggunakan air salin
perawatan saluran akar dengan pengisian yang hermetis sampai bersih. Bone graft diaplikasikan pada daerah
dan pada apikalnya tampak radiolusen. Pada periapikal yang telah dikuret hingga padat dan menutupi semua
gigi 12 terdapat daerah radiolusen berbentuk bulat daerah operasi untuk memicu pertumbuhan tulang
berbatas jelas. Diagnosis yang ditegakkan adalah gigi yang baru. Membrane diletakkan di atas bone graft
12 non vital pasca perawatan saluran akar disertai lesi hingga tertutup seluruhnya (Gambar 4A). Flap lalu
periapikal. Rencana perawatan yaitu apikoektomi dan dikembalikan pada posisi semula, kemudian dilakukan
untuk restorasi akan dilanjutkan ke bagian prostodonsi. penjahitan dengan teknik interrupted (Gambar 4B).
Prognosis ragu-ragu ke arah baik, karena saluran akar Penjahitan dilakukan sampai gingiva dipastikan
lurus, sisa jaringan keras gigi yang sehat masih banyak, menutup kembali dengan baik. Pasien diberi resep
lesi periapikal cukup besar. Pada kunjungan pertama antibiotik, analgesik, anti inflamasi dan dianjurkan
dilakukan pemeriksaan subjektif, objektif, radiografis, untuk selalu menjaga kebersihan mulutnya. Pasien
dan vital sign sebelum perawatan dimulai. Sebelumnya dijadwalkan kontrol 7 hari pasca operasi.
pasien juga melakukan pemeriksaan darah lengkap Pasien datang pada kunjungan kedua 7 hari setelah
dan hasilnya normal. Pasien juga menandatangani operasi. Pasien tidak ada keluhan rasa sakit. Perkusi
informed consent sebagai persetujuan medis sebelum dan palpasi sudah tidak sakit. tidak terlihat tanda-
dilakukan tindakan. Operator dan asisten memakai tanda inflamasi pada daerah bekas operasi, hanya
pakaian operasi dan menggunakan sarung tangan dan jaringan gingiva belum kembali ke bentuk semula.
masker yang telah steril. Pasien dipasang duk operasi Jahitan dilepas dan diirigasi menggunakan salin. Pasien
pada area mulut dilanjutkan dengan desinfeksi area lalu dikirim ke bagian radiografi untuk dilakukan foto
operasi dan jaringan sekitarnya menggunakan povidon periapikal.
iodine. Dilakukan anestesi infiltrasi lokal pada nervus
alveolaris superior anterior dengan titik injeksi pada
muccobuccal fold gigi 12 dan pada nervus palatinus
pada papila insisivus menggunakan bahan lidocaine
sebanyak masing-masing 1 cc. Gigi 12 pada sisi labial
dilakukan pembukaan dengan flap desain semilunar,
diawali dengan ujung sonde yang tajam. ditusuk
untuk membuat garis insisi flap, kemudian diinsisi
dengan skalpel #15 ditekan tajam hingga mengenai (A)
periosteum tulang alveolus (Gambar 2A). Flap dibuka
dengan raspatorium sampai tulang terlihat jelas
(Gambar 2B). Tulang alveolar dibuka menggunakan
bur tulang berbentuk bulat dengan diiringi irigasi
menggunakan air salin sampai ujung akar gigi 12
terlihat. Daerah periapikal gigi 12 dibersihkan dengan
alat kuret sampai tidak ada lagi jaringan granulasi
(Gambar 2C). Apeks akar gigi 12 dilakukan reseksi
sebanyak ± 3 mm untuk menghilangkan ramifikasi (B)
pada area apikal gigi dengan menggunakan Satelec Gambar 1. (A) Gambaran klinis gigi 12; (B) terdapat area
(Gambar 3A). Selanjutnya dengan tip satelec dilakukan radiolusen pada apikal gigi
pengambilan guttap percha secara retrograd sekitar 3

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
180 STUDI KASUS : PERAWATAN LESI PERIAPIKAL DENGAN APIKOEKTOMI PADA
INSISIVUS MAKSILARIS PASCA PERAWATAN SALURAN AKAR

Dua bulan pasca tindakan pasien datang kembali


untuk kontrol. Dari pemeriksaan subjektif dan objektif
sudah tidak ada keluhan. Kondisi gingiva normal.
Pemeriksaan radiograf menunjukkan lesi periapikal
sudah membaik daripada sebelum tindakan.

(B)

(A)

(C)
Gambar 3. (A) Pemotongan apeks menggunakan satelec ;
(B) Pengambilan Guttap percha sebagai tempat buat MTA;
(C) Ujung apeks setelah pengisian MTA

(B)

(A)

(C)
Gambar 2. (A) Insisi membentuk garis semilunar
menggunakan skalpel; (B) Pembukaan flap menggunakan
raspatorium; (C) Kuretase pada periapikal gigi 12 hingga
jaringan granulasi bersih

(B)

(A) (C)
Gambar 4. (A) Daerah operasi ditutup menggunakan bone
graft dan membrane; (B) Flap dikembalikan pada posisi
semula dan dijahit menggunakan teknik interrupted; (C)
Pemasangan periodontal pack untuk menjaga kebersihan
pada daerah operasi.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Irmasmita Tasniadara, Sri Kunarti 181

Adanya perawatan saluran akar, maka


diharapkan akan memperbaiki fungsi estetis dan
meminimalisir kontaminasi lesi disekitar apikal.
Penelitian menunjukkan bahwa instrumentasi dan
irigasi pada perawatan saluran akar mengurangi
jumlah mikroorganisme tetapi tidak menghilangkan
seluruhnya.2 Pada kasus ini lesi periapikal tidak dapat
sembuh dengan perawatan endodontik konvensional
meskipun pengisian sebelumnya sudah hermetis
(A) diakibatkan oleh belum adanya restorasi akhir untuk
gigi ini setelah dilakukan perawatan endodontik
sebelumnya. Adapun kegagalan perawatan saluran
akar dapat diakibatkan rekontaminasi dari rongga
mulut karena restorasi sementara yang tidak adekuat.3,4
Sehingga pemilihan tindakan bedah endodontik yaitu
apeks reseksi dijadikan pilihan untuk pengangkatan
lesi periapikal. Serta dokter gigi sebaiknya membuat
(B)
restorasi permanen yang efektif ketika perawatan
Gambar 5. (A) Kontrol 2 bulan radiolusen berkurang di saluran akar telah selesai untuk menghindari
periapikal, (B) Gambar klinis setelah 2 bulan gingiva tampak rekontaminasi bakteri. 4,5
normal
KESIMPULAN
DISKUSI
Apikoektomi merupakan tindakan endodontik
Lesi periapikal atau dikenal dengan lesi endodontik bedah yang umumnya dilakukan pada gigi anterior
dapat terbentuk dari jaringan pulpa yang terpapar tetapi bisa juga dilakukan pada gigi belakang (posterior)
bakteri rongga mulut sebagai akibat dari berkurangnya bertujuan untuk mempertahankan gigi agar tidak
integritas gigi tersebut. Hal ini dapat disebabkan oleh dicabut.
lesi karies yang mampu melarutkan jaringan keras gigi Indikasi perawatan adalah jika terjadi kelainan
yang mengalami demineralisasi, struktur gigi yang bentuk akar dan kesalahan endodontik, adanya
fraktur, serta faktor iatrogenik dan kondisi lainnya yang penyakit periapikal dan lain-lain. Keberhasilan
memungkinkan bakteri untuk melakukan penetrasi ke perawatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
dalam jaringan pulpa.1 jaringan periodontal yang baik, kooperasi pasien,
Periodontitis apikalis merupakan suatu kondisi peralatan yang steril, kemampuan operator dan
inflamasi dan destruksi jaringan periradikular yang keadaan lain yang mendukung.
disebabkan oleh penyebaran materi inflamasi Reseksi akar bukan prosedur rutin; beberapa hal
dari pulpa gigi yang terinfeksi ke dalam jaringan yang harus dipertimbangkan, di antaranya: keadaan
periradikular. Agen penyebabnya adalah spesies umum pasien, banyaknya tulang yang harus dibuang,
berbagai bakteri yang mencapai pulpa gigi akibat lesi pembengkakan dan rasa sakit setelah operasi dan lain
karies, infeksi endodontik, atau trauma. Pada fase awal sebagainya. Persentase keberhasilan reseksi akar saat
periodontitis apikalis inflamasi hanya terjadi di ruang ini sudah relatif tinggi.
ligamen periodontal apikal tanpa disertai resorpsi
tulang. Namun bakteri yang menetap di daerah DAFTAR PUSTAKA
tersebut pada akhirnya akan berkembang menjadi
periodontitis apikalis kronis. Kondisi ini mengakibatkan 1. Saraf PA, Kamat Sharad, Puranik RS, ET AL. Comparative
evaluation of immunohistochemidtry,histopathology and
resorpsi tulang periapikal dan berpotensi membentuk
conventional radhiography in differentiating periapical lesion.
kista, tergantung pada virulensi spesies bakteri J conserv Dent. 2014 Mar-Apr; 17(2): 164-168.
yang menginvasi. Untuk mengatasi kondisi tersebut, 2. Torabinejab M. Shabahang S. Pulp and Periapical Pathosis
dibutuhkan perawatan endodontik. 1,2 4th ed. In :Torabinejad M, Walton RE, editors. Endodonticc
Principles and Practice. St. Louis:Saunders Elsevier. 2009 : 49-

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
182 STUDI KASUS : PERAWATAN LESI PERIAPIKAL DENGAN APIKOEKTOMI PADA
INSISIVUS MAKSILARIS PASCA PERAWATAN SALURAN AKAR

65.
3. Walton RE, Torabenijad M. Principles and practice of
endodontics 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders; 2002. 346
–56.
4. Sornkul, E. a. 2012. Strength of roots before and after
endodontic treatment and restoration. Journal of Endodontics,
440- 443.
5. Khan, M., Khan, R., Javed, M., Ahmed, A., & Nabeel, M. 2011.
Treatment of Acute Apical Abscess by Single Visit Endodontics
- 2 case reports. Pakistan Oral & Dental Journal, 199-201

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Normayanti, Nirawati Pribadi
PO-37 183

PERAWATAN BLEACHING INTERNAL PADA DISKOLORASI GIGI


ANTERIOR MAKSILA DENGAN APEKS TERBUKA : LAPORAN KASUS
Normayanti*, Nirawati Pribadi**
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: intrinsic discoloration of non-vital permanen teeth caused by trauma resulting in aesthetic disturbances and
impact on social life. Discoloration of the anterior teeth is an aesthetic problem that encourages patients to treat their
teeth. The advantage internal bleaching is simple conservative approach in removal of stain and whitening discolored teeth
without damaging tooth structure. Purpose: to report case management of discolored fractured maxillary central incisor
with open apex by the combination of root canal treatment, apexification, internal bleaching and direct restoration.
Case: male patient, 20 years old, came to conservative clinic Airlangga University with complaints of fractured teeth since 1
year ago due to fall and change color, no pain history and never treated. Radiograph showed open apex.
Case management: including endodontic treatment, apexification, internal bleaching and direct restoration. Control was
performed every 1 week for treatment evaluation.
Conclusion: internal bleaching was successful for whitening discolored teeth and can be used as an effective post endodontic
treatment for anterior tooth discoloration.

Keywords: bleaching, discoloration, apexification

PENDAHULUAN bleaching internal pada gigi insisivus sentral kiri rahang


atas yang mengalami perubahan warna.
Perubahan warna pada gigi terutama gigi anterior
sangat mempengaruhi estetik dan penampilan KASUS
seseorang. Tuntutan estetik inilah yang memotivasi
pasien untuk berusaha melakukan perbaikan1. Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke RSGM
Perubahan warna gigi menjadi masalah karena FKG Universitas Airlangga Surabaya untuk merawat gigi
membuat tidak nyaman ketika berbicara atau depannya yang patah dan berubah warna, kemudian
tersenyum, karena itulah gigi yang putih mampu dirujuk ke Klinik Spesialis Konservasi Gigi.
membuat lebih percaya diri2. Dari anamnesa diketahui pasien mengalami jatuh
Perubahan warna pada gigi dapat bersifat ekstrinsik lebih kurang 1 tahun yang lalu, setelah itu gigi tidak
maupun intrinsik, dapat terjadi pada gigi vital atau non pernah sakit dan tidak pernah dilakukan perawatan ke
vital. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan berbagai dokter gigi.
cara, misalnya pembuatan mahkota, veneer dan Pemeriksaan klinis didapatkan gigi insisivus sentral
bleaching. Pada beberapa keadaan klinis tertentu, kiri maksila (21) terdapat fraktur mahkota dengan
prosedur bleaching dapat dilakukan sebagai pilihan pulpa yang masih tertutup serta terlihat perubahan
yang non invasif dibandingkan dengan pembuatan warna kecoklatan didaerah servikal gigi. Tes perkusi
restorasi3. (-), palpasi (-), mobilitas (-) dan gingiva sekitar normal.
Prosedur bleaching dapat dilakukan secara internal Pada pemeriksaan radiografi memperlihatkan apeks
pada gigi non vital maupun eksternal pada gigi vital. terbuka dan tampak daerah radiolusen pada periapikal
Bleaching internal merupakan metode perawatan gigi (gambar 1).
perubahan warna pada gigi non vital yang sudah
dilakukan perawatan saluran akar dengan meletakkan
bahan oksidator kuat dalam kamar pulpa4.
Pada laporan kasus ini dibahas mengenai perawatan

Korespondensi: Normayanti, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo Surabaya, Indonesia.
Alamat e-mail: rewiya30@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
184 PERAWATAN BLEACHING INTERNAL PADA DISKOLORASI GIGI ANTERIOR
MAKSILA DENGAN APEKS TERBUKA : LAPORAN KASUS

Gambar 1. Foto diagnosa Gambar 3. DWP dengan k-file #50

Diagnosis gigi 21 adalah nekrosis pulpa dengan Setelah didapatkan panjang kerja, selanjutnya
apeks terbuka dan diskolorasi. Rencana perawatan dilakukan debridemen saluran akar sampai K-file #80
meliputi perawatan saluran akar, apeksifikasi, bleaching (Dentsply, Switzerland), disertai irigasi dengan akuades
internal dan restorasi akhir. Kontrol dilakukan setiap steril lalu saluran akar dikeringkan dengan paper point.
minggu untuk evaluasi. Selanjutnya dressing saluran akar dengan pasta kalsium
hidroksida (Metapaste) menggunakan paper point dan
TATALAKSANA KASUS kavitas ditutup dengan tumpatan sementara (Cavit).
Kontrol 1 minggu kemudian.
Sebelum dilakukan perawatan, pasien terlebih Kunjungan kedua, tidak ada keluhan dari pasien,
dahulu diberi penjelasan mengenai keadaan giginya, pemeriksaan klinis tidak ada kelainan. Dilakukan isolasi
prosedur yang akan dilakukan, kemungkinan hasil daerah kerja, pembongkaran tumpatan sementara,
akhir perawatan, serta biaya perawatan. Setelah pasien pengambilan paper point, pembersihan saluran
menyetujui untuk dilakukan perawatan kemudian akar disertai irigasi akuades steril dan dikeringkan
dilakukan pengisian informed consent. dengan paper point. Perawatan selanjutnya dilakukan
Pada kunjungan pertama, permukaan gigi apeksifikasi pada daerah apeks yang terbuka dengan
dibersihkan dari seluruh debris dan plak agar diperoleh MTA (ProRoot MTA). Bubuk MTA dan liquid diaduk
warna gigi yang sebenarnya. Setelah itu warna gigi sesuai petunjuk pabrik sampai membentuk konsistensi
ditentukan dengan menggunakan shade guide Vita yang menyerupai pasir basah, selanjutnya diaplikasikan
3D yaitu 4R dan dilakukan foto awal sebagai patokan pada 4 mm dari apikal gigi sesuai panjang kerja dengan
keberhasilan hasil bleaching internal yang akan menggunakan MAP (Micro Apical Placement) dan
dilakukan dan sebagai pembanding (gambar 2). dipadatkan dengan plugger yang sudah dipasang
stopper lalu dikonfirmasi dengan foto rontgen (gambar
4). Kemudian dimasukkan kapas lembab yang telah
dibasahi dengan akuades steril ke dalam saluran akar
lalu kavitas ditutup dengan tumpatan sementara
(Cavit). Kontrol 1 minggu kemudian.

Gambar 2. Warna awal gigi (4R)

Daerah kerja diisolasi, kemudian dilakukan


access opening dengan round diamond bur (Mani,
Japan), lalu dilakukan pengukuran panjang kerja
dengan apex locator (VDW, Germany) menggunakan
K-file #50 (Dentsply, Switzerland) didapatkan panjang
kerja 21 mm yang dikonfirmasi dengan foto rontgen Gambar 4. Aplikasi MTA 4 mm dari apeks
(gambar 3).
Kunjungan ketiga, pada pemeriksaan klinis

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Normayanti, Nirawati Pribadi 185

tidak ada kelainan. Dilakukan isolasi daerah kerja, pemeriksaan klinis tidak ada kelainan, warna gigi
pembongkaran tumpatan sementara, pengambilan sudah sesuai dengan gigi tetangganya yaitu 3M 2 yang
kapas, irigasi saluran akar dengan akuades steril ditentukan dengan shade guide Vita 3D (gambar 7)
dan dikeringkan dengan paper point. Selanjutnya dan pasien sudah merasa puas. Tumpatan sementara
dilakukan pengisian saluran akar dengan gutta-percha dibuka, kapas dikeluarkan dan kavitas dibersihkan.
termoplastis sampai orifice dan konfirmasi dengan foto Kemudian kavitas ditutup kembali dengan tumpatan
rontgen, terlihat daerah radiolusen pada periapikal gigi sementara (Cavit) dan kontrol 1 minggu lagi.
mengecil (gambar 5). Kavitas ditutup dengan tumpatan
sementara (Cavit) dan kontrol 1 minggu kemudian.

Gambar 7. Warna gigi 21 sama dengan 11 (3M 2)

Pada kunjungan terakhir, tidak ada keluhan dari


pasien dan tidak ada kelainan pada pemeriksaan klinis.
Dilakukan isolasi daerah kerja, tumpatan sementara
Gambar 5. Pengisian saluran akar dengan gutta-percha
dibongkar, kavitas diirigasi dan dikeringkan, selanjutnya
termoplastis
dilakukan restorasi dengan komposit (3M-ESPE)
(gambar 8).
Kunjungan keempat, pada pemeriksaan klinis
tidak ada kelainan. Dilakukan isolasi daerah kerja dan
pembongkaran tumpatan sementara. Selanjutnya
dilakukan persiapan prosedur bleaching internal
dengan pengambilan 2 mm gutta-percha dari orifice,
konfirmasi dengan foto rontgen, terlihat daerah
radiolusen pada periapikal gigi menghilang (gambar
6). Kemudian aplikasi semen ionomer kaca setebal 1 Gambar 8. Restorasi akhir dengan komposit
mm, selanjutnya kavitas dibersihkan dan dikeringkan
lalu diaplikasikan pasta campuran sodium perborat PEMBAHASAN
dan hidrogen peroksida 30% (Opalescence endo)
dengan ditekan menggunakan kapas ke arah dinding Penyebab perubahan warna secara umum dibagi 2
labial gigi. Kavitas ditutup dengan tumpatan sementara yaitu ekstrinsik dan intrinsik, tergantung dari etiologi.
(Cavit). Pasien diinstruksikan untuk selalu melihat Perubahan warna pada gigi non vital dapat disebabkan
perkembangan perubahan warna gigi dan dianjurkan oleh trauma. Diagnosis yang benar mengenai etiologi
segera kembali jika merasa warna gigi sudah sama berpengaruh pada hasil perawatan1.
dengan gigi tetangganya. Trauma pada gigi dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah kapiler dalam kamar pulpa dan terjadi
perdarahan, yang dapat masuk ke dalam tubuli dentin
kemudian sel-sel darah merah tersebut mengalami
proses hemolisis dengan melepaskan hemoglobin
yang selanjutnya mengalami proses degradasi dan
melepaskan komponen besi. Komponen besi tersebut
bersenyawa dengan hidrogen sulfida yang merupakan
produk bakteri, menghasilkan senyawa ferric sulfate
berwarna hitam yang kemudian berpenetrasi ke dalam
Gambar 6. Pengurangan 2 mm gutta-percha dari orifice
tubuli dentin menyebabkan perubahan warna pada
mahkota gigi. Jika pulpa menjadi nekrosis, perubahan
Kunjungan kelima, tidak ada keluhan dari pasien,

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
186 PERAWATAN BLEACHING INTERNAL PADA DISKOLORASI GIGI ANTERIOR
MAKSILA DENGAN APEKS TERBUKA : LAPORAN KASUS

warna biasanya menetap4. hal yang merugikan.


Ada beberapa macam bahan pemutih gigi yang DAFTAR PUSTAKA
digunakan. Bahan yang digunakan secara internal
adalah bahan dengan konsentrasi tinggi sehingga 1. Dianty, F., Sukartini, E., Armilia, M., 2011. Internal Bleaching as
a Treatment to Color-changed of Right Upper Centralis Insisive
hanya dilakukan oleh dokter gigi sedangkan bahan
(Case Report). Dentofasial 10(2): 101-104.
yang digunakan secara eksternal adalah bahan dengan 2. Hendari, R., 2009. Pemutihan Gigi pada Gigi yang Mengalami
konsentrasi rendah sehingga dapat dilakukan oleh Pewarnaan. Sultan Agung X(118): 65-73.
pasien sendiri dirumah dibawah pengawasan dokter 3. Halim, H.S., 2006. Perawatan Diskolorasi Gigi dengan Tehnik
gigi5. Bleaching. Edisi ke-1. Usakti, Jakarta: 5-6.
4. Walton, R.E., Torabinejad, M., 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu
Bahan pemutih yang biasa digunakan adalah Endodonsia. Alih bahasa: Yowono, L. Edisi ke-3. EGC, Jakarta:
hidrogen peroksida (H2O2) 35%. H2O2 mempunyai 455-460.
berat molekul yang rendah sehingga dapat berdifusi 5. Vanable, E.D. dan LoPresti, L.R., 2004. Using Dental Material.
ke enamel dan dentin6. Mekanisme pemutihan gigi Pearson Prentice Hall, New Jersey: 80-85.
6. Ingle, J.I. dan Bakland, L.K., 2008. Endodontics. 6th Ed. BC
merupakan reaksi oksidasi dan reduksi. H2O2 melepas
Decker Inc, Ontario: 1389.
oksigen yang merusak ikatan dalam rantai protein yang 7. Plotino, G., Buono, L., Grande, N.M., Pameijer, C.H., Somma,
bergabung dengan stain dalam ikatan tunggal2. F., 2008. Nonvital Tooth Bleaching: a Review of the Literature
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum and Clinical Procedures. J Endodont 34(4): 394-407.
melakukan bleaching internal antara lain kualitas 8. Dahl, J.E. dan Pallesen, U., 2007. Traumatic Injuries to the
Teeth. 4th Ed. Blackwell, Munksgaard.
pengisisan saluran akar harus adekuat dan gunakan
pelapis servikal untuk mencegah masuknya bahan
bleaching ke dalam saluran akar ataupun ke ligamen
periodontal. Pembuatan pelapis servikal dengan cara
pengurangan gutta-percha sedalam 2 mm dibawah
CEJ. Kavitas harus benar-benar bersih karena akan
mempengaruhi efektivitas bahan bleaching7.
Penambalan gigi dengan komposit dilakukan 1-3
minggu kemudian dikarenakan adanya sisa H2O2 akan
menghambat polimerisasi komposit dan mengurangi
kekuatan perlekatan pada enamel, hal ini bersifat
sementara dan akan berkurang dalam waktu 24 jam
kemudian hilang setelah 1 minggu8.

KESIMPULAN

Perawatan bleaching internal efektif untuk


memutihkan gigi yang berubah warna dan dapat
digunakan sebagai perawatan post endodontik yang
efektif untuk diskolorasi gigi anterior. Perawatan
bleaching internal pada diskolorasi akibat trauma
memberikan hasil yang memuaskan, aman dan
ekonomis untuk memenuhi kebutuhan estetik pasien.

SARAN

Perlu ketelitian dokter gigi dalam prosedur


bleaching internal karena berkaitan dengan
keberhasilan perawatan tersebut. Perlu perhatian
dalam hal pengisian saluran akar yang adekuat serta
penempatan barier yang benar untuk mencegah hal-

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Nindhira Puspita Sari, Kun Ismiyatin
PO-38 187

BEDAH APIKAL DENGAN MTA DAN BONE GRAFT PADA GIGI


DENGAN KISTA RADIKULER: LAPORAN KASUS
Nindhira Puspita Sari*, Kun Ismiyatin**
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: Apical surgery is an important treatment alternative in the presence of a large periapical cyst. To achieve
optimal healing and regeneration of the bone different bone substitutes can be used. Purpose: This case report aims to
description that an apical surgery was indicated to failure in conventional endodontic treatment.
Case: A 18 years old female in the left maxillary lateral incisors #22 post endodomtic treatment 3 years ago and felt
uncomfortable (dull pain). Clinically, the tooth was hypersensitive to percussion and palpation. Periapical radiograph was
taken using the standardized techniques, which revealed a large radiolucent lesion around the apex (ø 10 mm) and over
filled gutta percha and resin sealer.
Case Management: Retreatment of root canal with resiproc R40 and obturation of the root canal retrogradly was followed
by apex resection ultrasonic retropreparation, and then retrograde root filling with MTA and bone graft is used to accelerate
the formation of the jawbone after scraped cyst. At the 6 month follow-up visit, the tooth showed progressive healing.
Conclusion: Treatment on tooth 22 with pulp necrosis with periapical lession can be performed with endodontic surgery.
Retrograde root filling with MTA is the right alternative and the use of bone graft increases bone formation.

Key words: Apical surgery, over filled, MTA, bone graft, radicular cyst

PENDAHULUAN endodontic yang banyak dilakukan6. Tujuan bedah ini


adalah untuk
Kista adalah rongga patologis yang biasanya menjamin penempatan suatu bahan tumpatan
dilapisi oleh epitel dan didalamnya berisi cairan atau dengan cara mengendalikan dan memanipulasi daerah
semifluid tetapi bukan pus1. Kista radikular adalah dan penempatan bahan tumpatan pada daerah apikal7.
kista odontogenik yang paling sering ditemukan Indikasi dilakukannya bedah endodontik adalah adanya
pada rahang. Kista tersebut sering ditemukan secara rasa sakit yang persisten, serta sistem saluran akar
kebetulan dalam pemeriksaan radiologis rutin karena yang tidak dapat diisi dengan baik secara ortograd8.
biasanya kecil dan tanpa gejala, sedangkan ada Apikal reseksi biasanya diikuti dengan pengisian
beberapa lesi yang dapat mengalami eksaserbasi akut retograde sebagai bahan sealing ujang saluran akar.
lesi kistik dan menunjukkan tanda dan gejala seperti Bahan yang sedang populer sekarang adalah MTA
pembengkakan dan mobilitas gigi2,3. (Mineral Trioxide Aggregat)6,9. MTA merupakan
Perawatan saluran akar adalah perawatan sebuah biomatrial yang telah digunakan pada bidang
pada pulpa yang terdapat di dalam saluran akar endodontik sejak tahun 1990, berupa campuran
dengan menghilangkan bakteri serta produk hasil semen dan bismuth oksida, serta mengandung mineral
metabolismenya dari saluran akar4. lainnya9.
Perawatan dalam bidang konservasi gigi dibagi MTA memiliki setting time yang cukup lama, memiliki
menjadi 2 yaitu perawatan secara konvensional dan kekuatan kompresi yang tinggi, serta kerapatan yang
perawatan secara bedah. Perawatan bedah endodontik baik, radiopak ketika difoto rontgen sehingga bahan
adalah bagian dari ilmu konservasi yang meliputi cara ini sering digunakan sebagai bahan pengisian secara
melakukan perawatan endodontik dengan pendekatan retrograde6,9. Tujuan dari makalah ini adalah untuk
bedah pada kelainan pulpa dan jaringan periapikal yang menjelaskan bahwa bedah endodontic diindikasikan
tidak bisa diselesaikan dengan perawatan endodontik untuk kegagalan perawatan endodontik konvensional
konvensional5. serta pengisian retrograde menggunakan Mineral
Apikal reseksi merupakan salah satu bedah Trioxide Aggregate (MTA) dan penggunaan bone graft
Korespondensi: Nindhira Puspita Sari, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo Surabaya,
Indonesia.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
188 BEDAH APIKAL DENGAN MTA DAN BONE GRAFT PADA
GIGI DENGAN KISTA RADIKULER: LAPORAN KASUS

untuk mempercepat bone healing. Penggunaan membran dan bone graft diperlukan
untuk mempercepat pembentukan tulang rahang
KASUS DAN TATALAKSANA setelah lesi dikuretase.
Pada kunjungan pertama dilakukan anamnesis
Pasien wanita berusia 18 tahun datang ke klinik secara lengkap, penegakan diagnosis, dan penetapan
Konservasi Gigi RSGM FKG UNAIR mengeluh pada gigi rencana perawatan.
insisivus lateral rahang atas # 22 pernah dilakukan Pasien diinstruksi untuk kembali satu minggu
perawatan endodontic 3 tahun yang lalu dan merasa kemudain untuk dilakukan perawatan saluran akar.
tidak nyaman (nyeri tumpul). Gigi pernah mengalami Kunjungan kedua dilakukan retreatment menggunakan
trauma saat pasien berumur 8 tahun dan pada saat itu rotary dengan resiproc R40 serta aktivasi irigasi
juga gigi terasa sakit tetapi pasien tidak memeriksakan menggunakan EDDY dengan larutan irigasi NaOCl 2,5%
giginya ke dokter gigi. EDTA 17% dan CHX 2% kemudian dilakukan dressing
Pada pemeriksaan obyektif gigi 22, gigi sebelum dengan kalsium hidroksida dan instruksi kontrol
perawatan terlihat bekas tambalan kelas IV. Secara seminggu kemudian. Kunjungan ketiga, dilakukan
klinis, gigi tersebut hipersensitif terhadap perkusi dan obturasi saluran akar dengan teknik single cone
palpasi sedangkan mobilitas negatif. Kebersihan mulut dan pasien kontrol seminggu kemudian. Kunjungan
pasien baik, keadaan jaringan gingival normal dengan keempat dilakukan prosedur reseksi apikal pada gigi
tekstur gingiva stippling. Pada pemeriksaan radiografis 22. Dilakukan pemeriksaan objektif, radiografis, dan
dengan teknik radiograf periapikal, tampak pengisian penandatangan informed consent serta pemeriksaan
yang kurang hermetis dan juga over filling, selain itu darah lengkap oleh pasien.
pada ujung apikal terdapat lesi radiolusen berbatas Vital sign pasien dalam keadaan normal (tekanan
radiopaque dengan diameter 1 cm (ø 10 mm). Diagnosis darah 110/70, denyut nadi 80x/menit, suhu tubuh
yang ditegakkan gigi 22 adalah Nekrosis pulpa pasca 37°C). Dilakukan desinfeksi area operasi menggunakan
PSA disertai lesi periapikal. Rencana perawatan gigi iodin. Anestesi infiltrasi dilakukan pada nervus
22 yaitu retreatment kemudian reseksi apikal pada alveolaris anterosuperior dan nervus nasopalatinus
gigi 22 disertai dengan pengisian secara retrograde dengan larutan pehacain. Insisi dilakukan dengan
menggunakan mineral trioxide aggregate (MTA). desain flap semilunar yang terletak di daerah apek gigi

(A) (B)

(C) (D) (E)


Gambar 1. (A) dan (B) Diagnosa awal (tampak labial dan palatal). (C) Foto rontgen saat diagnosa. (D) DWP setelah
mengeluarkan guttap (retreatment). (E) Obturasi

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Nindhira Puspita Sari, Kun Ismiyatin 189

(A) (B) (C)

(D) (E) (F)


Gambar 2. (A) Asepsis dengan betadine. (B) Anatesi Block dan infiltrasi local. (C) Pengukuran panjang kerja/ titik flap (20 mm
dari insisal) (D) Melakukan flap dengan blade. (E) Memisahkan gusi dengan alveolar. (F) Mengebur alveolar dengan round
bur tulang.

(A) (B)

(C) (D) (E)


Gambar 3. (A) dan (B) Enukleasi dan kuretase. (C) Apikal reseksi dengan ultrasonic. (D) preparasi untuk persiapan pengisian
MTA. (E) MTA secara retrograd
21 hingga 23 menggunakan skalpel blade #15 ditekan bur tulang bentuk fissure sehingga daerah periapikal
tepat mengenai periosteum tulang alveolus, kemudain terbuka dan didapat pandangan yang jelas ke daerah
flap dibuka menggunakan raspatorium. apek gigi 22. Dilakukan pengambilan lesi, enukleasi,
Pembuangan tulang kortikal di sekitar ujung akar gigi serta kuretase pada ujung akar gigi disertai irigasi
22 dengan bur tulang bentuk dan dirigasi menggunakan menggunakan salin. Apek gigi 22 dilakukan reseksi dan
salin. Setelah itu dilanjutkan pengurangan dengan dihaluskan dengan bur fisur diamond mendatar arah

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
190 BEDAH APIKAL DENGAN MTA DAN BONE GRAFT PADA
GIGI DENGAN KISTA RADIKULER: LAPORAN KASUS

labio palatal. prosedur suturing dilakukan menggunakan jarum


Bagian ujung apek dipreparasi menggunakan atraumatik dengan benang silk.
ultrasonic tepat ditengah-tengah dengan kedalaman Pemberian resep antibiotik (Clindamycin 300 mg,
2 mm untuk meletakkan bahan MTA (Mineral Trioxide diminum dua kali sehari selama 5 hari), analgesik
Aggregate). Daerah operasi diirigasi dengan salin (cataflam 50 mg diminum dua kali sehari selama 3
sampai daerah operasi bersih, Bahan pengisi MTA hari), dan dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan
diaduk hingga homogen kemudian diaplikasikan pada mulutnya. Pasien diberi instruksi kontrol 1 minggu
bagian yang telah dipreparasi dan dikondensasi. pasca pembedahan.
Karena defek mencapai palatal maka diaplikasikan Kontrol 1 minggu kemudian area pembedahan
membran terlebih dahulu pada bagian palatal, tampak telah sembuh secara menyeluruh. Kontrol
kemudian bone graft (GAMACHA) diaplikasikan pada dilakukan 3 bulan kemudian untuk memantau
daerah yang mengalami defek tulang selanjut ditutup regenerasi tulang pasca pembedahan. Dari hasil foto
dengan membran lagi. Lesi yang sudah diambil periapikal tampak regenerasi tulang alveolar yang.
disimpan pada larutan formalin dan segera dilakukan
pemeriksaan HPA pada Laboratorium Patalogi Anatomi PEMBAHASAN
RS Dr. Soetomo Surabaya. Setelah reposisi flap,

(A) (B) (C)

(D) (E) (F)


Gambar 4. (A) Aplikasi bone craft (B) meletakkan membrane. (C) dan (D) suturing. (E) Kontrol suturing setelah 1 minggu. (F)
Aff jahitan.

(A) (B) (C)


Gambar 5. (A) setelah diapeks reseksi dan pengisian MTA retrograde. (B) setelah kontrol 3 bulan, tampak pembentukan
tulang (C) Gambaran HPA tampak epitel skuamosa.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Nindhira Puspita Sari, Kun Ismiyatin 191

Keberhasilan PSA didapatkan dari preparasi yaitu memiliki biokompatibilitas yang sangat baik,
dan pengisian saluran akar yang baik, terutama memiliki efek bakterisidal dengan pH 12,5, bersifat
pada sepertiga apikal. Pengisian harus bersifat nonsitotoksik, dan non-mutagenik. Bahan-bahan yang
hermetis sehingga tidak ada ruang kosong sehingga terkandung pada MTA yaitu kalsium silikat, bismut
mikroorganisme tidak dapat hidup di sana4,10. oksida, kalsium karbonat. Kalsium sulfat, dan kalsium
Penyebab kegagalan PSA pada kasus ini terlihat bahwa aluminat9.
obturasi saluran akar tidak hermetis dan over filling. Sebelum penjahitan flap dilakukan, kavitas tulang
Pada kasus ini pengisian saluran akar tidak hermetis alveolar yang terbentuk dari hasil pembedahan
dapat diketahui pada saat pengambilan gutap di dalam ditutup menggunakan membran (BATAN) dan bone
saluran akar sangat mudah atau disebabkan adanya graft (GAMACHA). Penggunaan bone graft bertujuan
kebocoran yang melarutkan semen saluran akar4. untuk membantu regeresai tulang pasca pembedahan.
Kegagalan PSA dapat diatasi dengan perawatan Bahan ini merupakan karbonat apatit blok dengan
saluran akar ulang (root canal retreatment) atau struktur porositas tiga dimensi, memiliki komponen
perawatan endodontik bedah7. Root canal retreatment organik dan anorganik yang identik dengan tulang
bertujuan untuk memperbaiki kerusakan patologik manusia. Sehingga mampu memacu pertumbuhan
yang timbul karena kegagalan PSA sebelumnya10. tulang baru dengan cepat, mudah dikombinasikan
Pada kunjungan pertama dilakukan anamnesis dengan molekul obat termasuk antibiotik, memiliki
secara lengkap, penegakan diagnosis, dan penetapan daya resorbabilitas dan biodegradabilitas yang sangat
rencana perawatan. Pasien diinstruksi untuk kembali baik, serta bersifat non toksik11. Suturing dilakukan
satu minggu kemudain untuk dilakukan perawatan menggunakan jarum atraumatik dengan benang
saluran akar. Kunjungan kedua dilakukan retreatment silk dengan menjahit flap ke posisi semula. Tujuan
menggunakan rotary dengan resiproc R40 serta dilakukan reposisi flap adalah luka dapat tertutup
aktivasi irigasi menggunakan EDDY dengan larutan sempurna, serta mencegah terjadinya infeksi sekonder
irigasi NaOCl 2,5% EDTA 17% dan CHX 2% kemudian selama proses penyembuhan luka8.
dilakukan dressing dengan kalsium hidroksida dan Dari enukleasi dan kuretase diperoleh jaringan
instruksi kontrol seminggu kemudian. Kunjungan dinding kista ± 0,5 cm. Berwarna coklat kehitaman
ketiga, dilakukan obturasi saluran akar dengan teknik dengan konsistensi kenyal. Hasil pemeriksaan
single cone dan dilakukan kontrol seminggu kemudian. histopatologis tampak keping-keping jaringan fibrotik
Kunjungan keempat dilakukan prosedur reseksi apikal. dilapisi epitel skuamosa yang hiperplastik dan
Pada kasus di atas pemilihan perawatan yang sebagian erosif, serta sebukan padat sel radang kronis.
terbaik adalah tindakan bedah endodontik. Kasus Kesimpulan histopatologis adalah kista radikular. Hal
dengan foramen apikal terbuka karena pada pasien itu sesuai dengan Shear, bahwa hampir semua kista
terdapat riwayat jatuh ketika umur 8 tahun sehingga radikular dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis dengan
sangat sulit untuk didapatkan penutupan yang ketebalan yang bervariasi12.
baik sehingga kerusakan jaringan akan bertambah Kista radikuler berasal dari sel-sel epitel Malassez
parah bila perawatan hanya dilakukan secara non di ligamen periodontal sebagai akibat dari peradangan
bedah. Friedman melaporkan bahwa perawatan karena nekrosis pulpa atau trauma. Kista radikular
bedah endodontik dapat memberikan keberhasilan lebih sering terjadi di maksila dengan gigi insisif lateral
perawatan 73% – 99% apabila dikombinasikan dengan sebagai gigi yang paling sering terkena, sedangkan di
perawatan endodontik5. Desain flap yang digunakan mandibula kista ini banyak terjadi pada gigi posterior2,3.
pada saat prosedur reseksi apikal adalah flap semilunar. Kista radikular yang tidak diterapi dapat mendestruksi
Flap semilunar memberikan fasilitas jalan masuk ke tulang akibat pembesarannya. Deteksi dini melalui
apikal dan melindungi terkoyaknya tepi gingiva7. pemeriksaan radiologis rutin menjadi hal yang penting,
Preparasi kavitas pada ujung apek gigi 22 dilakukan karena semakin cepat diketahui semakin mudah
untuk penempatan bahan pegisian retrogade penatalaksanaannya12.
menggunakan MTA. Penempatan bahan pengisian Kontrol paska bedah dilakukan dengan pengambilan
secara retrogade harus dipreparasi pada ujung apek radiograf, tampak penyembuhan tulang alveolar yang
dengan arah sejajar bidang oklusal hingga ujung gutta ditunjukkan dengan meningkatnya radiopak kavitas
percha terlihat. MTA memiliki banyak keunggulan, tulang alveolar. Kontrol dilakukan 3 bulan kemudian.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
192 BEDAH APIKAL DENGAN MTA DAN BONE GRAFT PADA
GIGI DENGAN KISTA RADIKULER: LAPORAN KASUS

Regenerasi jaringan tulang dimulai dari diferensiasi


diferentiated cell menjadi fibroblas matur, osteoblas,
dan sementoblas membentuk tulang alveolar gigi dan
disekitarnya. Proses remodelling tulang ini berlangsung
selama 14 hari membentuk kalus dan pada hari ke 28
akan membentuk jaringan periosteum serta regenerasi
ligamen periodontal6,11.

KESIMPULAN

Perawatan pada gigi 22 dengan diagnosis nekrosis


pulpa disertai kista radikuler dapat dilakukan dengan
bedah endodontik. Penggunaan bahan MTA pada
kasus merupakan pilihan yang tepat dan aplikasi bone
graft diperlukan untuk regenerasi tulang alveolar .

DAFTAR PUSTAKA
1. Aggarwal V, Singla M. Use of computed tomography scans
and ultrasound in differential diagnosis and evaluation of
nonsurgical management of periapical lesions. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2010 Jun;109(6):917–23.
2. Lin LM, Huang GT, Rosenberg PA. Proliferation of epithelial cell
rests, formation of apical cysts, and regression of apical cysts
after periapical wound healing. J Endod 2007;33:908-16
3. Schulz M, von Arx T, Altermatt HJ, Bosshardt D. Histology of
periapical lesions obtained during apical surgery. Journal of
Endodontics. 2009;35 (5):634-42.
4. Cohen S,Burn RC; Pathway of the Pulp.8th ed.Mosby St Louis
.2002. p 769-785.
5. Friedman S. The prognosis and espected outcome of apical
surgery. Endodontic Topic. 2005; 11: 219 – 262.
6. Priyanka SR. A Literature Review of Root-End Filling Materials.
IOSR-JDMS. 2013; 9(4): 20 – 25.
7. Saatchi M. Healing of large periapical lesion: A non-surgical
endodontic treatment approach. Aust Endod J 2007
Dec;33(3):136–40.
8. Subiwahjudi A. Bedah Endodontik Bab V. Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Airlangga, Surabaya. 2011.
9. Maroto M, Barberia E, Planelis P, Vera V. Treatment of a non-
vital immature incisor with mineral trioxide aggreate (MTA).
Dent Traumatol. 2003; 19: 165 – 169.
10. Walton RE dan Torabinejad M. Prinsip and praktek ilmu
endodonsi Alih bahasa: Narlan N, Winiati S, Bambang N. Edisi
ke-3. Jakarta.EGC. 2008; h.33.
11. Bastos MF, Brilhante FV, Bezerra JP, Silva CA, Duarte PM.
Trabecular bone area and bone healing in spontaneously
hypertensive rats: a histometric study. Braz Oral Res.
2010;24:170-176.
12. Shear M, Speight P. cysts of oral and maxillofacial region, 4th
ed. Oxford: Blackwell Mungsgaaard, 2007

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Fajar Agus Muttaqin, Tamara Yuanita
PO-39 193

APEKSIFIKASI PADA GIGI INSISIF SENTRAL RAHANG ATAS


DENGAN RESTORASI DIREK RESIN KOMPOSIT
Fajar Agus Muttaqin*, Tamara Yuanita**
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: apexification is methode for open apex management. Traditionally, calcium hydroxide has been the material
of choice for the apexificatjion of non-vital immature tooth. There are several problems relating to the use of calcium
hidroxide for apexification material, so better material is needed to solves the problem. One of the best material choice for
apexification is mineral trioxide agregate (MTA). Objective: This case report is to present apexification on central maxillary
incisor with final restoration direct resin composite.
Case: A 17 years-old man reffered to Conservative Departement of Dental Hospital Airlangga University by Public Health
Service Centre. Clinical examination shows abscess on maxillary central incisor and the pulp chamber has been opened by
previous dentist. Radiographically, abscess in apical central right maxillary incisor with open apex.
Management: Apexification using mineral trioxide agregate (MTA), fiber post placement to Satisfying result can be obtained
in tooth with open apex using mineral trioxide agregate (MTA) as apexifiaction material followed by fiber post placement to
reinforce thin dentinal wall and direct composite as final restoration.

Key word: apexification, MTA, fiber post, composite resin

PENDAHULUAN LAPORAN KASUS

Apeksifikasi merupakan metode perawatan saluran Seorang laki-laki berusia 17 tahun datang ke Klinik
akar dengan apeks terbuka. Secara tradisional, metode Spesialis Konservasi Gigi RSGM Unair rujukan dari
ini menggunakan bahan kalsium hidroksida. Namun Puskesmas. Dari anamnesa pasien didapatkan data
terdapat beberapa kekurangan dari kalsium hidoksida bahwa gusi pada daerah gigi atas kanan bengkak
sehingga diperlukan bahan alternatif yang lebih baik. kurang lebih 7 hari yang lalu dan telah diperiksakan ke
Salah satu pilihan bahan apeksifikasi adalah mineral puskesmas, oleh dokter gigi puskemas dirujuk ke RSMG
trioxide aggregate (MTA). MTA digunakan sebagai Unair. Kondisi sekarang tidak sakit. Riwayat gigi yang
barier apikal gigi dengan apeks yang belum terbentuk terlibat, gigi tersebut pernah ditambal karena jatuh
sempurna, memperbaiki perforasi akar, root end filling, terbentur lantai pada waktu pasein berumur 10 tahun.
pulp capping dan prosedur pulpotomi1 Dari pemeriksaan klinis didapatkan abses pada dearah
MTA terdiri dari trikalsium silikat, dikalsium silikat, insisif sentral kanan rahang atas dan ruang pulpa telah
trikalsium aluminat, tetrcalsium aluminoferit dan dibuka oleh dokter gigi sebelumnya. Dari pemeriksaan
bismut oksida. MTA merupakan bahan yang relatif radiologi didapatkan abses pada apikal gigi insisif kanan
tidak beracun, mempunyai pH tinggi, tidak larut dalam rahang atas dengan ujung akar terbuka. Diagnosis dari
cairan, dan mampu mendeposit hydroxyapatite like gigi insisif kanan rahang atas adalah nekrosis pulpa
layer setelah terpapar cairan jaringan fisiologis. MTA disertai abses apikal kronis dengan ujung akar terbuka.
secara kontinu melepaskan kalsium, pospat, dan ion Penatalaksanaan kasus ini adalah dengan perawatan
hidroksil yang berperan dalam proses regenerasi saluran akar dengan apeksifikasi menggunakan bahan
dan reminerlisasi jaringan keras dan juga menambah MTA, fiber post sebagai dukungan dentin yang tipis
kemampuan sealing apikal plug MTA dengan dan restorasi direk menggunakan resin komposit.
mendoposisi kristal hidroksiapatit celah-celah dan
ruangan diantara dentin dan bahan pengisi saluran
akar2.

Korespondensi: Fajar Agus Muttaqin, Residen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Jl. Prof. Dr. Moestopo No. 47
Surabaya, Jawa Timur 60132 Indonesia. Alamat e-mail: fajar.agus33@gmil.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
APEKSIFIKASI PADA GIGI INSISIF SENTRAL RAHANG ATAS DENGAN
194 RESTORASI DIREK RESIN KOMPOSIT

Gambar 1. Foto klinis sebelum perawatan


Gambar 2. Radiografi Gambar 3.Pengukuran Gambar 4. Aplikasi MTA
sebelum perawatan panjang kerja

Gambar 5. Thermoplastis Gambar 6. Foto Klinis Restorasi Akhir Gambar 7. Insersi Fiber Post
Guttapercha dan Tumpat Komposit
PENATALAKSANAAN saluran akar dikeringkan dengan paper point sampai
benar-benar kering. Setelah itu dilakukan pengadukan
Pada kunjungan pertama, setelah dilakukan MTA sesuai instruksi pabrik sampai konsistensi yang
pemeriksaan dan diagnosa, pasien dijelaskan tentang diinginkan. Setelah itu MTA dimasukkan ke dalam
rencana perawatan yang akan dilakukan, setelah pasien saluran akar dengan MAP One yang dipasang stopper
mengerti dan menyetujui rencana perawatan yang 4 mm dari panjang kerja. MTA kemudian dikondensasi
akan dilakukan, pasien diminta untuk menandatangani dengan Machtou plugger (Dentsply). Bahan MTA dapat
inform consent. Setelah itu dilakukan isolasi daerah ditambahkan lagi sampai didapatkan apical barrier 4
kerja dengan rubber dam, kemudian dilakukan akses mm, kemudian dilakukan konfirmasi dengan rontgen
opening, dan penentuan panjang kerja (didapatkan foto untuk memastikan MTA telah teraplikasi dengan
panjang kerja 24 mm) dengan menggunakan apex baik. Setelah itu saluran akar ditutup dengan kapas
locator ZX Mini Morita dan K file no 70 kemudian lembab dan ditumpat sementara.
dikonfirmasi dengan rongten foto. Selanjutnya Kunjungan berikutnya, tidak ada keluhan dari pasien,
dilakukan debridemen menggunakan K file dengan kemudian dilakukan obturasi termoplastis guttapercha
gerakan brushing movement pada dinding saluran akar dan setelah itu dilakukan tumpatan sementara.
kemudian dilakukan irigasi dengan NaOCl 2,5 % diikuti Pada kunjungan berikutnya, dilakukan pemasangan
dengan aquadest steril. Kemudian dikeringkan dengan fiber post, namun sebelumnya dilakukan pengurangan
paper point sampai benar-benar kering kemudian guttapercha dengan piezo reamer dan dikonfirmasi
dilakukan dressing dengan pasta kalsium hidroksida dengan rongten foto. Kemudian dilakukan insersi
dan ditumpat sementara. fiber post (Luxapost, DMG) dengan menggunakan self
Satu minggu setelah kunjungan pertama dilakukan adhesive resin semen Rely X U 200 (3 M). Kemudian
apeksifikasi dengan menggunakan bahan MTA dilakukan tumpat komposit pada gigi insisif sentral
(ProRoot, Dentsply). MTA karier yang digunakan dalam kanan rahang atas.
kasus ini adalah Micro Apical Placement (MAP) One.
Setelah dilakukan isolasi dengan rubber dam, dilakukan DISKUSI
pembongkaran tumpatan sementara, irigasi bahan
dressing dengan NaOCl 2,5 % diikuti aqudest, kemudian Penutupan apikal secara sempurna selesai sekitar

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Fajar Agus Muttaqin, Tamara Yuanita 195

2-3 tahun setelah gigi erupsi. Apabila terjadi gangguan KESIMPULAN


pada proses ini maka pertumbuhan akar terhambat
bahkan terhenti, sehingga ujung akar tidak bisa 1. Apeksifikasi dengan menggunakan MTA
menutup dengan sempurna1. Hal ini merupakan menunjukkan hasil yang memuaskan dengan
tantangan dalam perawatan endodontik karena waktu kunjungan yang lebih singkat.
berpotensi menyebabkan over filling dan kesulitan 2. Penggunaan fiber post dapat menambah tingkat
dalam pengaplikasian bahan pengisi saluran akar2. keberhasilan perawatan dengan mengurangi
Pada kasus ini pasien pernah mengalami trauma resiko terjadinya fraktur
pada usia 10 tahun, sehingga terjadi proses inflamasi 3. Restorasi direk resin komposit dapat
yang menyebabkan kematian jaringan pulpa yang pada memperoleh hasil perawatan yang memuaskan
akhirnya menyebabkan pembentukan akar terhenti
dan apikal terbuka. DAFTAR PUSTAKA
Penatalaksaan gigi dengan apeks terbuka yaitu
dengan apeksifikasi. Apeksifikasi merupakan metode 1. Lin, J., Jia X., Qian Z., Wei Z., Wen Q. and Jun Q. 2016.
Comparison of mineral trioxide aggregate and calcium
untuk merangsang calcified barrier pada gigi dengan
hydroxide for apexification of immature teeth: A systematic
apeks terbuka. Pulpa yang mengalami nekrosis review and meta-analysis. Journal of The Formosan Medical
dibersihkan secara mekanis dan irigasi larutan anti Association.2016.01.010
septik3. 2. Tran, D., Jiang H., Gerald N. G. and Karl F. W. 2016. Comparative
Apeksifikasi secara konvensional dilakukan Analysis of Calcium Silicate-based Root Filling Materials Using
an Open Apex Model. JOE. 2016. http://dx.doi.org/10.1016/j.
menggunakan bahan kalsium hidroksida. Namun joen.2016.01.015
penggunaan kalsium hidroksida mempunyai 3. Kamel, K. and Rasha M. 2017. Management of Immature Apex:
kekurangan antara lain memerlukan waktu yang lama a Review. Modern Researc in Dentistry. MRD000503.2017
untuk penutupan apeks 5-20 bulan, lama perawatan 4. Whitterspoon, D., Joel, C. S., John D. R. and Martha N. 2008.
Retrospective Analysis of Open Apex Teeth Obturated with
dan penutupan apeks tidak dapat diprediksi, resiko
Mineral Trioxide Aggregate. J Endod 2008;34: 1171-1176
fraktur pada gigi meningkat dan tingkat kekooperatifan 5. Torabinejad, M., Ali N., Prashant V., and Oyoyo U. 2017.
pasien buruk1,4. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, Regenerative Endodontic Treatment or Mineral Trioxide
maka dikembangkan bahan yang lebih baik, salah satu Aggregate Apical Plug in Teeth With Necrotic Pulps and
bahan tersebut adalah MTA. Open Apices: A Systematic Review and Meta-Analysis. J
Endod.2017:1-15.
MTA dalam apeksifikasi digunakan sebagai apikal 6. Torabinejad, M., M. Parirokh and P. M. H. Dummer. 2017.
barier untuk mendapatkan apikal seal dan waktu yang Mineral Trioxide Aggregate and Other Bioactive Endodontic
diperlukan untuk pembentukan apical barrier lebih Cements: an updated overview-part II: other clinical
singkat5,6. MTA juga mempunyai marginal adaptation aplications and complications. International endodontic
journal, 51, 284-317, 2018
dan sealing ability yang baik. Selain itu MTA juga
7. Kaur, M., Harpreet S., Jaidev S. D., Munish B. and Meenu
mempunyai radiopasitas yang lebih baik dibandingkan S. 2017. MTA versus Biodentine: Review of literature with
dengan bahan apeksifikasi yang lain seperti biodentine. a comparative analysis. Journal of Clinical and Diagnostic
Disamping itu MTA juga mempunyai sifat biokompatibel Research. Vol 11(8) ZG01 – ZG05
yang baik dan mampu merangsang remineralisasi7. 8. Ozkan, M. and L,F. Valandro. 2009. Fracture Strength of
Endodontically-treath teeth Restore with post and Composite
Gigi dengan apeks terbuka dan telah dilakukan cores Only. Operative Dentistry. 2009, 34-4, 429-436
perawatan saluran akar mengalami penurunan fraktur 9. Hou, Q., Ming G. and Lei S. 2013. Influence of fiber posts on
resisten. Untuk menambah fraktur resisten dapat the fracture resistance of endodontically treated premolars
digunakan fiber post. Berdasarkan penelitian yang with different dental defects. International Journal of Science.
5, 167-17
dilakukan Ozkan pada tahun 2008 dan Hou 2013, fiber
post mampu meningkatkan fraktur resisten gigi yang
telah dilakukan perawatan saluran akar8,9. Sehingga
pada kasus ini untuk menambah tingkat keberhasilan
dari perawatan dan mencegah terjadinya fraktur maka
digunakan fiber post.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
196 PO-40
PERAWATAN RESORBSI INTERNAL PADA GIGI INSISIF DENGAN
MTA DAN THERMOPLASTICISED GUTTA PERCHA

PERAWATAN RESORBSI INTERNAL PADA GIGI INSISIF DENGAN MTA


DAN THERMOPLASTICISED GUTTA PERCHA
Mieke Kusuma Dewi*, Edhi Arif **
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: Internal root resorption is a chronic inflammatory process initiated within the pulp space with the loss of dentin.
It is characterized by oval shaped enlargement of root canal space and usually asymptomatic. Purpose: This paper reports a
clinical case of internal root resorption in the central incisor with Mineral Trioxide Aggregate (MTA) and thermoplasticised
Gutta-Percha.
Method: A 38 year-old female patient came to Clinic of Conservative Dentistry, Airlangga University, with the complain of her
upper left incisor tooth aching since 1 week ago, but in radiographic examination showed an oval radiolucent enlargement of
the pulp space in right upper central incisor (#11), suggestive of internal root resorption. Cone-Beam Computed Tomography
(CBCT) examination showed no perforation internal resorption. Vitality testing with EPT gave negative response. Non-surgical
root canal treatment of tooth number 11 using MTA and thermoplasticised gutta percha in defect area. Root canals were
copiously irrigated with 2,5% sodium hypochlorite solution using Endo Activator for achieving a complete chemomechanical
debridement. A calcium hydroxide dressing was placed for a period of 14 days. Composites was used for the final restoration.
Result: During control at sixth months, radiographic examination showed the defect is not extensive.
Conclusion: Early diagnosis and prompt treatment in management of internal root resorption is the key factors which
determine the success of the treatment.

Keywords: Internal root resorption, CBCT, MTA

PENDAHULUAN lokasi, luas area resorbsi, dan apakah terdapat


perforasi akar gigi atau tidak1. Pada resorbsi internal
Resorpsi internal akar pada gigi permanen akar gigi tanpa perforasi dapat dilakukan perawatan
merupakan interaksi kompleks sel inflamasi dan endodontik3. Adanya jaringan granulasi pada area
sel resorbsi yang menyebabkan terjadinya resorpsi resorbsi internal akar gigi menyebabkan terjadinya
pada jaringan keras gigi1. Secara klinis, kondisi ini perdarahan banyak pada saat pengambilan jaringan
biasanya tidak ada gejala dan baru diketahui melalui pulpa, maka perlu dilakukan aktivasi pada saat proses
pemeriksaan radiografi. Salah satu faktor penyebab irigasi untuk pembersihan saluran akar yang maksimal1.
terjadinya resorbsi internal adalah adanya trauma2. Penggunaan Mineral Trioxide Aggregate (MTA)
Resorbsi internal akar gigi dimulai dengan kerusakan menjadi bahan pilihan pada berbagai perawatan
pada lapisan predentin, dentin dan sementum akar endodontik, seperti pengisian retrogard, perawatan
gigi. Perawatan kondisi ini harus dimulai secepatnya kasus perforasi, bahan pengisi saluran akar, apeksifikasi
untuk mencegah berlanjutnya kehilangan jaringan dan kaping pulpa4. MTA paling sering digunakan
keras atau akhirnya terjadi perforasi akar3. untuk kasus resorbsi karena kemampuan penutupan,
Gambaran radiografi pada kasus resorbsi internal biokompatibilitas, anti bakteri, dan potensi memicu
menunjukkan pembesaran radiolusen berbentuk bulat pembentukan jaringan keras serta dapat digunakan
sampai oval di ruang pulpa. Batasnya halus dan jelas dalam lingkungan yang lembab1.
terlihat dengan adanya perubahan outline asli dari Perawatan konservatif pada gigi anterior post
saluran akar1. perawatan endodontik bisa dilakukan restorasi
Pemeriksaan radiografi pada kasus resorbsi internal komposit di daerah access opening saja selama masih
memiliki keterbatasan karena hanya bisa melihat terdapat sisa jaringan gigi yang banyak serta tidak
gambaran secara dua dimensi1. Pemeriksaan Cone- diperlukan perubahan warna maupun bentuk pada
Beam Computed Tomography (CBCT) diperlukan pada gigi tersebut5.
kasus resorbsi internal akar gigi untuk mengetahui Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah
Korespondensi: Mieke Kusuma Dewi, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Jl. Prof Dr Moestopo 47. Surabaya,
Indonesia. Alamat e-mail: miekekusumadewii@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Mieke Kusuma Dewi, Edhi Arif 197

untuk memaparkan perawatan resosbsi internal akar


gigi dengan menggunakan MTA pada gigi permanen
insisivus non vital yang disebabkan oleh trauma.

KASUS

Wanita usia 38 tahun datang ke RSGM Unair-


Surabaya dengan keluhan sakit pada gigi depan atas kiri,
namun hasil pemeriksaan radiografi terlihat gambaran
radiolusen berbentuk oval pada saluran akar gigi 11,
yang merupakan gambaran resorbsi internal pada
akar gigi (Gambar 1a). Pada pemeriksaan subyektif
diketahui penderita pernah mengalami trauma pada Gambar 3. Hasil pemeriksaan CBCT bidang sagital
gigi depannya 8 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan menunjukkan belum terjadi perforasi pada dinding saluran
obyektif, gigi 11 tidak terdapat perubahan warna akar yang mengalami resorbsi. Gambar diatas menunjukan
dan mahkota klinis masih baik, hasil tes vitalitas dan ketebalan dinding saluran akar dibukal lebih tipis daripada
perkusi negatif. Hasil pemeriksaan CBCT diketahui dinding palatal.
tidak terdapat perforasi akar gigi (Gambar 2 dan 3).
Berdasarkan pemeriksaan subyektif dan obyektif PENATALAKSANAAN KASUS
diatas diagnosa kasus ini adalah nekrosis pulpa disertai
resorbsi internal akar gigi oleh karena trauma. Rencana perawatan pada kasus resorbsi internal
ini terdiri dari perawatan saluran akar dengan MTA
pada erea resorbsi dan pengisian saluran akar dengan
thermoplasticed gutta percha yang dilanjutkan dengan
restorasi komposit.
Pada kunjungan pertama dilakukan pembuatan
Informed Consent. Sebelum perawatan dimulai
dilakukan isolasi daerah kerja dengan pemasangan
rubber dam dan saliva ejector. Selanjutnya dilakukan
acces opening sesuai outline form (Gambar 4a), saluran
akar diirigasi dengan NaOCl 2,5% (Gambar 4b) untuk
Gambar 1. Tanda panah menunjukkan Gambaran radiografi
membuang semua jaringan granulasi dan jaringan
resorbsi internal pada gigi 11.
pulpa yang nekrotik. Adanya jaringan granulasi
menyebabkan terjadinya perdarahan banyak pada
saat acces opening dan pengambilan jaringan pulpa
maka perlu dilakukan aktivasi menggunakan aktivator
eddy (VDW, Germany) (Gambar 5a) untuk menjangkau
pengambilan jaringan granulasi pada daerah resobsi
yang berbentuk bowl shape sehingga bisa dilakukan
pengukuran panjang kerja yang akurat menggunakan
apex locater.
Setelah semua jaringan nekrotik terambil, dilakukan
pengukuran panjang kerja menggunakan apex locater
Gambar 2. Hasil pemeriksaan CBCT bidang axial (Raypax, VDW, Germany) dan konfirmasi panjang kerja
menunjukkan belum terjadi perforasi pada dinding saluran dengan foto radiografis. Diperoleh panjang kerja 23
akar yang mengalami resorbsi. Gambar diatas menunjukan mm (Gambar 6).
ketebalan dinding saluran akar dibukal lebih tipis daripada
dinding palatal.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN RESORBSI INTERNAL PADA GIGI INSISIF DENGAN
198 MTA DAN THERMOPLASTICISED GUTTA PERCHA

(a) (b) Gambar 7. Pasang coba gutta percha


Gambar 4 (a) perdarahan saat acces opening ; (b) irigasi
NaOCl untuk mengangkat jaringan granulasi.
Pada kunjungan kedua, tumpatan sementara
dibuka, dilakukan irigasi dengan bahan NaOCl 2,5%,
aquadest, EDTA 17%, dan Chlorhexidine secara
bergantian. Saluran akar dikeringkan dengan paper
point. Pengisian saluran akar pada kasus ini untuk
daerah apikal menggunakan gutta percha file protaper
next X2 sepanjang 8 mm (Gambar 8).

(a) (b)
Gambar 5 (a) Proses aktivasi menggunakan eddy (Dentsply,
Germany); (b) Gambaran klinis setelah pengambilan jaringan
granulasi.

Gambar 8. Pengisian saluran akar (down pack)

Aplikasi MTA pada daerah resorbsi menggunakan


mta carrier dan dipadatkan menggunakan plugger
(Gambar 9), ditutup cotton pellet basah kemudian
dilakukan tumpat sementara.

Gambar 6. Konfirmasi panjang kerja dengan radiografis


dengan panjang kerja 23 mm.

Selanjutnya dilakukan preparasi dan irigasi saluran


akar sesuai panjang kerja menggunakan protaper
next sampai file X2 (Dentsply, Germany). Selanjutnya
dilakukan pasang coba bahan pengisi gutta percha
ukuran protaper next X2 (dentsply, Germany) dengan
konfirmasi foto radiografis (Gambar 7). Setelah pasang
coba selesai, dilakukan dressing menggunakan Ca(OH)2 (a) (b)
selama 2 minggu kemudian di tumpat sementara. Gambar 9. (a) Aplikasi mta pada daerah resorbsi (b)
gambaran radiografis post aplikasi MTA.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Mieke Kusuma Dewi, Edhi Arif 199

Pada satu hari berikutnya pasien kontrol untuk yang akhirnya menembus permukaan eksternal dari
dilakukan pengisian thermoplasticised gutta percha mahkota ke permukaan akar. Proses ini biasanya
(Gambar 10). Restorasi akhir pada kasus ini adalah asimtomatik, sering terdeteksi pada saat pemeriksaan
tumpatan komposit (Gambar 11). radiografis rutin3. Trauma merupakan salah satu
penyebab terjadinya resorbsi internal. Trauma dapat
mnyebabkan terjadinya inflmasi pada jaringan pulpa
yang memici aktifitas clastic cell dan memulai proses
terjadinya resorbsi pada dentin dalam saluran akar
yang bisa berlanjut sampai ke lapisan sementum. Cone
Beam Computerized Tomography (CBCT) merupakan
pemeriksaan yang sangat menunjang untuk lesi resorbsi
ini. CBCT dapat memberikan informasi tentang lokasi,
bentuk dan luas lesi, serts dapat mengetahui perforasi
saluran akar atau tidak, dan ketebalan dinding saluran
akar6.
Inflamasi pada pulpa menyebabkan kematian
(a) (b) odontoblas sehingga peradangan terus berlanjut ke
Gambar 10. (a) pengisian thermoplasticised gutta percha (b)
dentin, sedangkan pulpa masih mempertahankan
gambaran radiografis setelah pengisian.
vitalitasnya. Proses ini mengaktifkan clastic cell
yang berkontak dengan predentin atau dentin dan
menyebabkan resorbsi. Pada jaringan pulpa yang
nekrosis terdapat beberapa bakteri yang mampu
mengaktifkan sistem RANK-OPG-RANKL yang
merupakan stimulator aktifitas clastic cell. Pada daerah
resorbsi ini terbentuk jaringan granulasi1. Resorpsi
internal menyebar ke segala arah secara simetris ke
dalam dentin yang mengelilingi pulpa. Awal mulainya
Gambar 11. Tumpatan komposit gigi 11 resorpsi internal, berbentuk seperti lingkaran penuh
dan terus menyebar ke arah koronal dan apical apabila
Selanjutnya dilakukan kontrol setelah 6 bulan inflamasi berkembang2.
perawatan. Hasil pemeriksaan klinis, restorasi Pada kasus ini pemeriksaan CBCT menunjukkan
komposit dalam keadaan baik, tes perkusi negatif dan tidak terdapat perforasi saluran akar. Perawatan
tidak ada keluhan. Hasil radiografis menunjukkan tidak resorbsi internal tanpa perforasi saluran akar dapat
ada proses resorbsi (Gambar 12). dilakukan dengan perawatan saluran akar dan MTA
pada daerah resorbsi6. MTA merupakan bahan bioaktif
yang dapat menciptakan lingkungan yang ideal untuk
penyembuhan. Dalam jaringan, MTA akan membentuk
kalsium hidroksida 7bersifat antibakteri melalui pH
MTA yang alkalin 8merangsang produksi sitokin9, selain
itu MTA juga dapat memacu diferensiasi, migrasi, dan
aktifitas sel pembentuk jaringan keras10,11.
Perawatan saluran akar dengan resobsi internal
Gambar 12. Gambaran radiografis pada bulan ke-6. bertujuan menghilangkan semua jaringan nekrotik
yang dapat menyebabkan proses resobsi. Salah satu
PEMBAHASAN faktor penyulit pada proses ini adalah adanya jaringan
granulasi pada daerah resorbsi yang dapat menghalangi
Resorbsi internal adalah destruksi gigi yang diawali akses. Maka diperlukan aktifasi pada saat proses irigasi
pada daerah yang berdekatan dengan pulpa pada untuk pembersihan jaringan granulasi dan nekrotik
dinding internal dentin dan berkembang kearah luar, secara efektif dalam saluran akar1. Penggunaan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN RESORBSI INTERNAL PADA GIGI INSISIF DENGAN
200 MTA DAN THERMOPLASTICISED GUTTA PERCHA

larutan NaOCl 2,5% dalam proses awal irigasi dapat 35:Vital Pulp Therapy. pp: 1358-1380.
menghilangkan jaringan nekrotik dan granulasi dalam 3. Garg, Nisha., Amit Garg. 2014. Textbook Of Endodontics 3th
Edition. New Delhi-India: Jaypee Brothers Medical Publisher
saluran akar. (P) Ltd. p:511-523.
Pada kasus ini, dilakukan apllikasi medikasi 4. Mellisa , Wignyo Hadriyanto, Juanita A. Gunawan, 2011,
intrakanal menggunakan kalsium hidroksida selama Mineral Trioxide Aggregate (MTA): Studi Pustaka. Majalah Ilmu
2 minggu yang bertujuan untuk menurunkan jumlah Kedokteran Gigi 2011(0).
5. Baba, N.Z., Charles J. Goodacre, and Fahad A. Al-Harbi, 2013,
bakteri1. Penggunaan kalsium hidroksida diperlukan
Contemporary Restoration Endodontically treated teeth :
karena dapat melepas ion hidroksil. Ion hidroksil yang evidence based and treatment planning, Quintessence book
dilepaskan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan publishing Co. Boston, Massachusetts.
pH. Kondisi pH yang basa dapat menyebabkan 6. Nilsson, E., Eric Bonte, François Bayet, and Jean-Jacques
pertumbuhan bakteri terhambat12. Lasfargues, 2013, Review Article Management of Internal
Root Resorption on Permanent Teeth, International Journal of
Pada saluran akar dengan resorbsi internal, ada Dentistry. Vol 2013:1-7.
irregelaritas dinding saluran akar, maka pada pengisian 7. Sarkar Nk, Caicedo R, Ritwik P, Moiseyeva R, Kawashima I.
saluran akar menggunakan gutta percha yang Physicochemical basis of the biologic properties of mineral
dipanaskan setelah MTA mengeras agar dapat mengisi trioxide aggregate. J Endod 2005; 31: 97-100.
8. Tanomaru-Filho M, Tanomaru JM, Barros DB, Watanabe F, Ito
semua ruang saluran akar. Pengisian saluran akar
IY. In vitro antimicrobial activity of endodontic sealers, MTA-
yang hermetis sangat mempengaruhi keberhasilan based cements and Portland cement. J Oral Sci 2007; 49: 41-5.
perawatan1. 9. Guven G, Cehreli ZC, Ural A, Serdar MA, Basak F. Effect of
Pada gigi anterior post perawatan saluran akar mineral trioxide aggregate cements on transforming growth
dengan tidak terdapat perubahan warna, bentuk factor beta1 and bone morphogenetic protein production by
human fibroblasts in vitro. J Endod 2007; 33: 447-50.
maupun posisi dapat dilakukan restorasi bahan 10. Tecles O, Laurent P, Aubut V, Aubut I. Human tooth culture:
komposit pada daerah acces opening5. Dengan A study model for reparative dentinogenesis and direct pulp
demikian pada restorasi akhir pada kasus ini adalah capping materials biocompatibility. J Biomed Mater Res B Appl
tumpatan komposit pada daerah acces opening di Biomater 2008; 85: 180-7.
11. Heithersay, GS., 2007, Management of Tooth Resorption.
palatal.
Australian Dental, Journal Suplement 2007, 52(1
suppl):p.105-121.
KESIMPULAN 12. Stuart Ch, 2006, Enteroccocus faecalis: Its role in root canal
treatment failure and current concepts in retreatment. J
Perawatan gigi dengan diagnosa nekrosis pulpa Endod 2006(32): 93-8.
disertai resorbsi internal tanpa perforasi saluran akar
dapat dilakukan dengan perawatan saluran akar dengan
aplikasi MTA pada area resobsi dan thermoplasticised
gutta-percha. Diagnosa sedini mungkin dan rencana
perawatan yang tepat mempengaruhi keberhasilan
perawatan resorbsi akar.

SARAN

Berdasarkan laporan kasus ini, maka dapat diajukan


saran pada gigi dengan trauma sebaiknya tetap
dilakukan observasi secara berkala untuk mendeteksi
terjadinya proses resorbsi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Patel, Shanon., Conor D., Domenico R., 2016, Root Resorption,


dalam: Hargreaves, Kenneth M., S. Cohen, Louis H. Berman
(eds.), Cohen’s Pathway of the Pulp, 11th ed., Mosby,
Philadelphia. P:660-.681
2. Ingle et al., 2008. Ingle’S Endodontics 6th Edition. Chapter

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Uli Sasi Andari; Setyabudi
PO-41 201

PERAWATAN SALURAN AKAR PADA GIGI KANAN RAHANG ATAS


RIWAYAT TRAUMA DENGAN APIKAL TERBUKA MENGGUNAKAN
MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE
Uli Sasi Andari*; Setyabudi**
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background : Traumatic injuries during the root formation stage may lead to cessation of root maturation which result in a
wide apical foramen. Apexification is the treatment of choice for necrotic tooth with open apex. Mineral Trioxide Aggregate
(MTA) was introduce as a root canal filling material due to its biocompatibility and ability to seal the root canal system.
Purpose :To report the apexification treatment of a traumatized right maxillary central incisor with open apex using MTA.
Case : A 18-years-old male patien was referred to endodontic and conservative RSGM UNAIR for treatment of right maxillary
central incisor with associated history of trauma 10 years ago, with no history of pain. Clinical examination revealed crown
fracture. Radiograph examination revealed wide root canal and open apex.
Case management : Working length 24 mm was measurement with apex locator and then debridement procedure by
K-file. Calcium hydroxide paste was used as an intracanal dressing for a week. In the second appointment, MTA apical plug
technique was performed to create a barrier at the wide apical foramen and in the next appointment, remaining root canal
space was obturated with the thermoplastic gutta-percha. After 1 week, the canal was prepared for the fiber post insertion.
Finally, the tooth was restored with porcelain crown.
Conclusion : Necrotic permanent central incisor with open apex can be successfully treated with MTA apical plug technique.
Keyword : apexification; open apex; mineral trioxide aggregate

PENDAHULUAN akar. Kekurangan dari bahan kalsium hidroksida adalah


dibutuhkan waktu yang lama untuk membentuk
Perawatan endodontik pada gigi immature calcified apical barrier. Saat ini mineral trioxide agregat
dengan pembentukan akar yang belum sempurna (MTA) merupakan bahan pilihan dalam prosedur
dapat menimbulkan komplikasi yang membutuhkan apeksifikasi. Hal ini disebabkan sealing property dan
perhatian khusus. Anatomi apikalnya seringkali biokompatibilitas dari MTA. Beberapa penelitian telah
ditandai dengan lebarnya saluran akar dan tidak menunjukkan kemampuan MTA untuk menginduksi
adanya apical constriction yang mengakibatkan diferensiasi sel odontoblas, mempunyai sifat antibakeri,
kesulitan dalam penentuan panjang kerja. Selain itu, pH yang tinggi, good radiopacity dan low solubility 2.
tipisnya dinding akar meningkatkan resiko fraktur akar.
Pada kasus seperti ini, adalah penting untuk dilakukan LAPORAN KASUS
penutupan apikal foramen dengan jaringan yang
termineralisasi atau dengan menciptakan artificial Pasien laki-laki usia 18 tahun datang ke Rumah
apical barrier sehingga memungkinkan kondensasi Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) bagian Konservasi
dari bahan pengisi saluran akar dan membentuk apical Gigi Universitas Airlangga dengan keluhan ingin
seal1. memperbaiki gigi depan kanan atasnya yang patah
Apeksifikasi merupakan prosedur endodontik karena terjatuh dari sepeda sepuluh tahun yang
yang dapat dilakukan untuk mengatasi kasus gigi lalu. Gigi tidak pernah ada keluhan sakit. Seminggu
permanen dengan foramen apikal terbuka. Bahan yang sebelumnya pasien datang ke puskesmas karena
pertama kali digunakan dalam prosedur apeksifikasi ingin merawat gigi tersebut. Di puskesmas dilakukan
adalah kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida penambalan sementara dan pasien diarahkan
akan menginduksi calcified barrier dan pada tahap untuk datang ke RSGM Universitas Airlangga. Pada
selanjutnya dilanjutkan dengan perawatan saluran pemeriksaan obyektif didapatkan gigi insisif permanen

Korespondensi: Uli Sasi Andari, Residen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Jl. Prof. Dr. Moestopo No.47, Surabaya,
Jawa Timur 60132. Alamat E-mail : ulisasiandari@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN SALURAN AKAR PADA GIGI KANAN RAHANG ATAS RIWAYAT TRAUMA DENGAN
202 APIKAL TERBUKA MENGGUNAKAN MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE

kanan rahang atas fraktur mahkota dan tertutup 2,5% dan aquadest. Setelah saluran akar bersih dari
tumpatan sementara, perkusi dan palpasi negative jaringan nekrotik, saluran akar dikeringkan dengan
(Gambar 1). Tes vitalitas menunjukkan gigi dengan menggunakan paperpoint lalu dilakukan dressing
nekrosis pulpa. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan kalsium hidroksida (CaOH) dan ditumpat sementara
saluran akar dengan foramen apikal terbuka. (Gambar 3a). Dilakukan foto konfirmasi dressing CaOH
(Gambar 3b)

Gambar 1. Foto awal

Gambar 3. (a). Dressing dengan CaOH (b). Foto konfirmasi


dressing CaOH

Kunjungan kedua dilakukan satu minggu dari


kunjungan pertama. Tidak ada keluhan dari pasien.
Bahan dan alat yang diperlukan dalam prosedur
apeksifikasi telah disiapkan antara lain : Micro
Apical Placement (MAP) One dan bahan MTA
(ProRoot Dentsply). Setelah dilakukan pemasangan
rubberdam dan pembongkaran tumpatan sementara,
Gambar 2. (a). Foto rontgen awal (b). Foto rontgen bahan dressing diirigasi dengan NaOCl 2,5% dan
konfirmasi pengukuran panjang kerja aquadest, kemudian saluran akar dikeringkan dengan
menggunakan paperpoint. Setelah itu dilakukan
PENATALAKSANAAN KASUS pengadukan bahan MTA dengan perbandingan 1:1
sesuai instruksi pabrik. Setelah didapatkan konsistensi
Pada kunjungan pertama dilakukan pemeriksaan yang diinginkan, MTA dimasukkan ke dalam saluran
subyektif dan pemeriksaan penunjang radiologi akar dengan menggunakan MAP One dengan stopper
(Gambar 2a). Didapatkan hasil diagnosa gigi 11 dipasang 2 mm kurang dari panjang kerja (Gambar 4a).
nekrosis pulpa dengan foramen apikal terbuka. MTA kemudian dikondensasi dengan menggunakan
Perawatan pilihannya adalah tindakan apeksifikasi Machtou plugger (Dentsply). Selanjutnya aplikasi MTA
menggunakan MTA yang akan dilanjutkan dengan dapat ditambahkan lagi sampai didapatkan apical
obturasi dan pemasangan pasak crown. Setelah barrier sepanjang 4 mm. Konfirmasi foto rontgen
pemasangan rubberdam, dilakukan pembongkaran diperlukan untuk memastikan MTA telah teraplikasi
tumpatan sementara dan rewalling menggunakan dengan baik (Gambar 4b). Setelah itu saluran akar
bahan komposit pada mahkota gigi bagian distal ditutup dengan kapas lembab dan ditumpat sementara.
yang fraktur. Setelah itu, pengukuran panjang kerja Dua hari berikutnya pasien kembali kontrol.
sepanjang 24 mm dilakukan dengan menggunakan Setelah dipastikan tidak ada keluhan, maka dilakukan
apex locator Raypex (VDW) dan K-File no 70. Sebagai aplikasikan sealer AH plus dengan menggunakan
konfirmasi dilakukan foto radiologi (Gambar 2b). lentulo. Kemudian obturasi saluran akar menggunakan
Langkah berikutnya adalah melakukan debridemen teknik thermoplastic gutta percha dan ditutup
jaringan nekrotik secara brushing movement pada tumpatan sementara (Gambar 5a). Dilakukan foto
dinding saluran akar menggunakan K-File dan konfirmasi obturasi dengan teknik thermoplastic
diirigasi dengan menggunakan sodium hipoklorit guttapercha (Gambar 5b).

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Uli Sasi Andari; Setyabudi 203

Gambar 4. (a). Aplikasi MTA dengan MAP One (b). Foto


konfirmasi aplikasi MTA
Gambar 7. Pemilihan warna

Gambar 8. Preparasi crown

Gambar 5. (a). Thermoplastic guttapercha (b). Foto


konfirmasi thermoplastis guttapercha

Pada kunjungan berikutnya, dilakukan pengurangan


gutta percha dengan menggunakan gates gliden drill
dan dilakukan pasang coba fiber post (Luxapost DMG)
yang dikonfirmasi dengan foto rontgen (Gambar 6a dan
6b). Kemudian insersi fiber post dengan menggunakan
resin semen Permachem (DMG) dan dilanjutkan
Gambar 9. Insersi crown all porcelain
dengan core build up serta preparasi mahkota (Gambar
8). Pencetakan dilakukan dengan menggunakan
putty dan light body. Untuk pemilihan warna dengan PEMBAHASAN
menggunakan shade guide ivoclar (Gambar 7).
Pada kunjungan berikutnya dilakukan insersi crown Pembentukan akar gigi dimulai setelah enamel
all porcelain dengan menggunakan resin semen selesai terbentuk. Sel-sel epitel enamel luar dan dalam
Permachem DMG (Gambar 9). bertemu membentuk cervical loop yang kemudian
akan berploriferasi membentuk selubung epitel akar
Hertwig. Bentuk dan ukuran akar gigi ditentukan
oleh selubung epitel akar Hertwig. Sel epitel enamel
dalam akan memicu sel mesenkim untuk berploriferasi
menjadi preodontoblas dan odontoblas membentuk
dentin. Setelah matriks dentin terbentuk, sel mesenkim
dalam saku dental akan mendekat dan berkontak
dengan dentin. Sel mesenkim inilah yang kemudian
berdiferensiasi menjadi sementoblas dan membentuk
sementum. Pertumbuhan akar dan penutupan
foramen apikal terjadi setelah 3 tahun gigi tersebut
Gambar 6. Pasang coba fiber post
erupsi3.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN SALURAN AKAR PADA GIGI KANAN RAHANG ATAS RIWAYAT TRAUMA DENGAN
204 APIKAL TERBUKA MENGGUNAKAN MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE

Beberapa hal dapat mengganggu proses sifat biokompatibilitas dan kemampuan seal yang
pertumbuhan gigi dan membuat gigi menjadi non sangat baik. Kemampuan antibakterinya berhubungan
vital terutama pada gigi permanen muda, seperti dengan pHnya yang tinggi mencapai 12,5. Mekanisme
proses karies yang berlanjut sampai ke pulpa ataupun aksi dari MTA adalah melepaskan ion kalsium yang
trauma pada gigi yang berakhir dengan nekrosis akan mengaktivasi proliferasi dan perlekatan sel, dan
pulpa. Saat pulpa gigi permanen muda menjadi non pada waktu yang sama pH yang tinggi akan membentuk
vital, maka fungsi selubung epitel akar Hertwig untuk lingkungan bebas bakteri. Jika dibandingkan dengan
membentuk akar gigi akan menjadi terhenti. Hal ini kalsium hidroksida, MTA mempunyai kemampuan
dapat mengakibatkan keadaan gigi dengan foramen yang jauh lebih untuk membentuk jaringan keras dan
apikal terbuka, saluran akar lebar, dan panjang akar hal ini dapat mempersingkat waktu perawatan2.
yang lebih pendek dibanding dengan akar normal3. Pada kasus diatas diketahui pasien mengalami
Menurut American Assosiation of Endodontic, trauma pada gigi 11 di usia delapan tahun dimana
apeksifikasi didefinisikan sebagai metode unutk pada saat itu akar belum terbetuk sempurna. Trauma
menginduksi calcified barrier pada akar gigi dengan tersebut dapat mengakibatkan inflamasi atau nekrosis
foramen apikal yang terbuka atau untuk melanjutkan pulpa yang akan mengganggu fungsi selubung epitel
pertumbuhan akar yang belum sempurna pada gigi akar Hertwig dalam pembentukan akar gigi dan
dengan nekrosis pulpa. Kondisi gigi tersebut biasanya mengakibatkan terbukanya foramen apikal gigi3.
mempunyai dinding saluran akar yang tipis dan mudah Pada penatalaksanaan kasus di atas, kalsium
patah serta foramen apikal yang terbuka sehingga hidroksida digunakan sebagai medikamen intrakanal
mempersulit tindakan debridemen dan obturasi4. untuk mencapai sterilitas dalam sistem saluran akar.
Metode konvensional yang sebelumnya paling Dibutuhkan waktu bagi ion hidroksil untuk berdifusi
sering dilakukan adalah dengan menggunakan bahan dari dalam ke luar permukaan dentin sampai mencapai
kalsium hidroksida untuk menginduksi terbentuknya pH yang optimal. Resiko fraktur akar akan meningkat
calcified barrier. Kalsium hidroksida dapat menginduksi seiring dengan lamanya waktu penggunaan kalsium
pembentukan jaringan keras, dan penelitian hidroksida sebagai bahan antibakteri dalam saluran
menunjukkan bahwa pH yang tinggi dalam kalsium akar5.
hidroksida mungkin berperan dalam kemampuan Setelah satu minggu dilakukan sterilisasi dengan
osteoinductive tersebut. Secara histologi, jaringan kalsium hidroksida dan dipastikan tidak ada keluhan
terkalsifikasi yang terbentuk di foramen apikal dapat dari pasien, maka prosedur apksifikasi dengan MTA
diidentifikasi sebagai osteoid atau cementoid. Waktu dapat dilakukan. ProRoot MTA dicampur sesuai
yang dibutuhkan untuk antara 6-24 bulan. Penggantian dengan instruksi pabrik dan diaplikasikan ke dalam
ulang kalsium hidrosida dapat dilakukan dalam periode saluran akar dengan MAP One sepanjang 4 mm. Hal
3-6 bulan. Beberapa kekurangan dari penggunaan ini diperlukan untuk memastikan kekuatan apical
bahan kasium hidroksida antara lain adalah panjangnya barrier dan mengurangi kemungkinan microleakage5.
waktu yang diperlukan untuk seluruh perawatan, Obturasi saluran akar dilakukan dengan menggunakan
multiple visit membutuhkan pasien yang kooperatif, thermoplastic technique untuk memastikan obturasi
dan pemakaian dressing kalsium hidroksida dalam yang hermetis sepanjang saluran akar, mengingat
waktu panjang dapat meningkatkan resiko fraktur akar saluran akar pada kasus apeksifikasi lebih lebar
4
. daripada saluran akar normal.
Untuk mengatasi hal itu, maka saat ini telah Pada kunjungan berikutnya dilakukan pengambilan
ditemukan bahan mineral trioxide aggregate (MTA). guttappercha dengan menyisakan 5 mm di ujung
MTA merupakan semen bioaktif yang memiliki apikal untuk penempatan fiber post. Hal ini dilakukan
kemampuan untuk menginduksi pembentukan mengingat sisa jaringan mahkota sekitar 50%
sementum dan ligament periodontal baru. MTA membutuhkan tambahan kekuatan dengan adanya
merupakan campuran dari dicalcium silicate, tricalcium pasak. Fiber post dipilih karena memiliki modulus
silicate, tricalcium alluminate, gypsum, tetracalcium elastisitas menyerupai dentin. Sedangkan mahkota
aluminoferrite dan bismuth oxide. MTA mempunyai all porcelain dipilih karena kebutuhan akan estetik,
sifat low solubility dan radiopacity yang lebih tinggi mengingat posisi gigi adalah gigi anterior.
daripada dentin. Selain itu bahan ini juga mempunyai

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Uli Sasi Andari; Setyabudi 205

KESIMPULAN

Apical plug technique dengan MTA dapat menjadi


terapi pilihan untuk kasus gigi permanen muda dengan
foramen apikal terbuka.

DAFTAR PUSTAKA

1. Silva, R. V., Silveira, F. F., Nunes, E. 2015. Apeification in Non-


Vital Teeth with Immature Roots : Report of Two Cases. IEJ
Iranian Endodontic Journal 2015; 10(1) : 79-81
2. Vidal, K., Martin, G., Lozano, O., Salas, M. 2016. Apical Closure
in Apexification : A Review and Case Report of Apexification
Treatment of an Immature Permanent Tooth with Biodentine.
JOE 2016
3. Alphianti, L. T. 2014. Perawatan Apeksifikasi dengan Pasta
Kalsium Hidroksida : Evaluasi Selama 12 Bulan (Laporan
Kasus). IDJ, Vol 3. No. 1 Bulan Mei Tahun 2014
4. Paulindraraj, S., Venkatesan, R., Suprakasam, S., Christopher,
A. 2015. Apexification-Then and Now : A Review. Int J Dent
Med Res. Mar-Apr 2015. Vol 1. Issue 6
5. Vyver, C. H. 2017. Apexification of Immature Teeth Using An
Apical Matrix and MTA Barrier Material : Report of Two Cases.
SADJ October 2017, Vol 72 no 9 p414-419

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
206 PO-42 MANAJEMEN ENDODONTIK DAN BEDAH PADA GIGI INSISIF
LATERAL KIRI ATAS DENGAN KISTA RADIKULER

MANAJEMEN ENDODONTIK DAN BEDAH PADA GIGI INSISIF LATERAL


KIRI ATAS DENGAN KISTA RADIKULER
Marisa Irawan Ruslan *, Ari Subiyanto **
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: Radicular cyst is the most common odontogenic cystic lesion of inflammatory origin. It is also known as
periapical cyst. It arises from epithelial residues in the periodontal ligament as a result of inflammation. Purpose: To report
a clinical case of an upper lateral incisor with radicular cyst.
Case: A 20 years old female patient referred to the Clinic of Department of Conservative Dentistry, Faculty of Dentistry
University of Airlangga. Her chief complaint was reccurent swelling at vestibulum region of upper lateral incisor. Tooth was
diagnosed as pulp necrosis, and radiographic examination revealed well-defined periapical lesion.
Case Management: Endodontic therapy was followed by apex resection with retrograde filling MTA, bone graft and membrane
placement. Anatomical pathological examination result confirmed radicular cyst with chronic suppurative inflammation.
Follow up radiograph at 4 months showed size reduction of periapical lesion. The tooth was restored with fiber post and
pocelain fused to metal crown. There was no complaint after surgery and restoration.
Conclusion: Radicular cyst can be treated with a combination of endodontic therapy and surgical management.

Keywords: apex resection; radicular cyst; MTA

PENDAHULUAN bahan pengisian secara retrograde 3.


Tujuan dari makalah ini adalah untuk melaporkan
Kista radikuler adalah kista odontogenik yang manajemen endodontik dan bedah pada gigi insisif
berasal dari sisa epitel Malassez akibat reaksi inflamasi. lateral kiri atas dengan kista radikuler.
Kista radikuler menyebabkan resorpsi tulang dan
dapat menjadi simptomatik saat terinfeksi. Perawatan LAPORAN KASUS
endodontik saja kurang efisien untuk menangani kista
radikuler. Setelah perawatan endodontik, sebaiknya Seorang pasien wanita berusia 20 tahun dirujuk
dilakukan enukleasi kista, diikuti dengan apeks reseksi ke Klinik Departemen Konservasi Gigi, Fakultas
dan pengisian MTA secara retrogade 1. Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Keluhan utama
Apeks reseksi merupakan bedah periapikal yang pasien adalah bengkak berulang pada regio vestibulum
bertujuan untuk mencegah kebocoran bakteri dari gigi insisif lateral kiri atas. Pada pemeriksaan klinis
sistem saluran akar ke jaringan periradikuler, dengan intra oral ditemukan gigi 22 karies pada bagian
cara menempatkan suatu bahan secara retrogade mesial dan gigi mengalami perubahan warna. Tidak
setelah pemotongan pada daerah apikal. Indikasi tampak adanya fistula pada mukosa (Gambar 1a). Gigi
dilakukannya apeks reseksi adalah apikal periodontitis, sensitif pada perkusi dan tidak ada mobilitas. Pada
adanya bahan yang ekstrusi dari ujung saluran akar, pemeriksaan palpasi mukosa di daerah vestibulum
rasa sakit yang persisten, serta sistem saluran akar dirasakan adanya krepitasi.
yang tidak dapat diisi dengan baik secara orthograde 2. Pemeriksan radiografi menunjukkan adanya lesi
Bahan yang sering digunakan dalam prosedur periapikal berbatas jelas dengan diameter 6 mm
apeks reseksi adalah MTA (Mineral Trioxide Aggregat). (Gambar 1b). Gigi didiagnosa nekrosis pulpa disertai
MTA merupakan sebuah biomaterial berupa campuran kista periapikal.
semen dan bismuth oksida, serta mengandung mineral
lainnya, seperti SiO2, CaO, MgO, K2SO4, dan Na2SO4.
MTA memiliki setting time yang cukup lama, memiliki
kekuatan kompresi yang tinggi, serta kerapatan yang
baik, sehingga bahan ini sering digunakan sebagai
Korespondensi: Marisa Irawan Ruslan, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Jl. Mayjen Prof Dr. Moestopo 47
Surabaya, Indonesia. Alamat email: marisa.ruslan@gmail.com.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Marisa Irawan Ruslan, Ari Subiyanto 207

3a). Selama preparasi digunakan bahan irigasi NaOCl


5.25% dan EDTA 17% yang diaktivasi secara agitasi
sonik (EDDY, VDW) (Gambar 3b). Dilakukan trial gutta
percha (Gambar 4a) dan dikonfirmasi menggunakan
radiografi (Gambar 4b). Selanjutnya saluran akar
dikeringkan dengan paper point, dilakukan dressing
dengan kalsium hidroksida (Anyseal) dan gigi ditumpat
sementara.
Pada kunjungan kedua 7 hari kemudian, saluran
akar diirigasi kembali, dikeringkan dan dilakukan
1a) obturasi dengan gutta percha teknik kondensasi lateral
dan pasta (Topseal, Dentsply). Konfirmasi pengisian
dengan foto rontgen (Gambar 5).

1b)
Gambar 1. Foto awal sebelum perawatan a) Klinis b)
Radiologis
a) b)
PENATALAKSANAAN KASUS Gambar 3. a) Preparasi saluran akar; b) Aktivasi irigasi

Sebelum perawatan dimulai pasien telah


mendapatkan penjelasan dan menandatangani
informed consent. Pada kunjungan pertama dilakukan
isolasi daerah kerja menggunakan rubberdam dan
dilakukan pengukuran panjang kerja (Gambar 2a)
dengan apex locator (Raypex, VDW). Setelah konfirmasi
dengan radiografi didapatkan panjang kerja 22 mm
(Gambar 2b).

a) b)
Gambar 4. a) Trial b) Foto trial

a) b)
Gambar 2. a) Pengukuran panjang kerja
b) Foto konfirmasi

Kemudian dilakukan preparasi saluran akar dengan a) b)


Gambar 5. a) Pengisian saluran akar; b) Foto pengisian
Ni-Ti rotary files (Protaper Universal, Dentsply) teknik
crown down pressureles sampai ISO 25.08 (Gambar

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
208 MANAJEMEN ENDODONTIK DAN BEDAH PADA GIGI INSISIF
LATERAL KIRI ATAS DENGAN KISTA RADIKULER

Saat kontrol pasca pengisian 7 hari kemudian, tidak 6. Hasil kuretase dikirim untuk pemeriksaan
ada gejala subyektif, perkusi dan palpasi negatif, tidak histopatologianatomi (Gambar 9).
ada pembengkakan. Perawatan dilanjutkan dengan
prosedur pembedahan.
Sebelum tindakan pembedahan telah dilakukan
pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan darah
pada pasien. Pasien telah dipastikan tidak memiliki
alergi, kelainan sistemik, kelainan darah, serta tidak
mengkonsumsi obat pengencer darah.
Prosedur pembedahan antara lain:
1. Asepsis daerah kerja dengan povidone iodine.
2. Anestesi lokal pada bagian labial dan palatal.
3. Selanjutnya dilakukan insisi semilunar pada regio a) b)
22 menggunakan blade no 15 dan scalpel (Gambar Gambar 9. a) Hasil kuretase b) Spesimen dalam formalin
6)
7. Kemudian dilakukan pemotongan ujung apeks
menggunakan ultrasonic tip ET18D (SATELEC)
dengan sudut 0º (Gambar 10).

Gambar 6. Insisi
4. Elevasi jaringan dengan rasparatorium. Tampak
tulang kortikal bagian bukal tidak intak (Gambar 7).
Gambar 10. Pemotongan ujung akar

8. Preparasi ujung apeks menggunakan ultrasonic tip


AS 3 D (Gambar 11).

Gambar 7. Flap semilunar. Tampak tulang kortikal tidak


intak

5. Dilakukan kuretase lesi dan irigasi menggunakan


saline (Gambar 8). Gambar 11. Preparasi bagian ujung apeks

9. Pengisian ujung apeks dengan MTA (Pro Root)


secara retrogade (Gambar 12).

Gambar 8. Foto setelah kuretase

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Marisa Irawan Ruslan, Ari Subiyanto 209

Gambar 12. Aplikasi MTA Gambar 16. Foto radiologi pasca apeks reseksi

10. Aplikasi bone graft (Gamacha) (Gambar 13). 14. Pasien diinstruksikan untuk menjaga oral hygiene,
menggosok gigi hati-hati dan diet makanan lunak.
15. Pemberian resep analgesik dan antibiotik.
16. Kontrol dilakukan pada 7 hari kemudian. Tampak
area pembedahan telah sembuh, jahitan masih
baik, tidak ada pembengkakan dan rasa sakit.
Kemudian jahitan diangkat dan irigasi dengan
saline (Gambar 17).

Gambar 13. Aplikasi bone graft

11. Aplikasi membrane (BATAN) (Gambar 14).

Gambar 17. Kontrol dan angkat jahitan

Hasil pemeriksaan histopatologianatomi


menunjukkan potongan jaringan kista dilapisi epitel
Gambar 14. Aplikasi membrane squamous berupa jaringan ikat fibrous dan jaringan
otot dengan infiltrasi sel radang, epithel, limfosit,
12. Pengembalian flap ke tempat semula dengan histiosit dan sel plasma. Tampak pula ekstravasasi
suturing 5 jahitan menggunakan benang blue eritrosit. Tidak tampak tanda-tanda keganasan. Hasil
nylon 4.0 (Gambar 15). pemeriksaan mengkonfirmasi kista radikuler disertai
radang kronis supuratif (Gambar 18).

Gambar 15. Suturing

13. Foto radiologi pasca apeks reseksi (Gambar 16).


Gambar 18. Hasil pemeriksaan HPA

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
210 MANAJEMEN ENDODONTIK DAN BEDAH PADA GIGI INSISIF
LATERAL KIRI ATAS DENGAN KISTA RADIKULER

Saat kontrol 4 bulan kemudian, tidak ada


gejala subyektif maupun obyektif. Maka dilakukan
pengurangan gutta percha dan preparasi pasak fiber
(Luxapost) menggunakan callibration drill (Gambar
19a). Pasang coba pasak dan foto konfirmasi (Gambar
20). Pasak diinsersi dengan resin semen (Breeze).

a)

a) b)
b)
Gambar 19. a) Preparasi pasak; b) Trial pasak
Gambar 22. Foto setelah perawatan a) Klinis b)Radiologi

Setelah itu dilakukan core build up (Multicore flow)


PEMBAHASAN
dan preparasi gigi, pencetakan, pembuatan catatan
gigit, penentuan warna dan pemasangan mahkota
Kista radikular juga dikenal sebagai kista periapikal,
sementara. Pada kunjungan ke enam mahkota
kista periodontal, kista ujung akar yang berasal dari sel
porcelain fuse to metal diinsersikan (Gambar 21).
epitel Malassez di ligamen periodontal sebagai akibat
dari peradangan karena nekrosis pulpa atau trauma 4.
Penatalaksanaan kista radikuler tergantung
riwayat medis dan gigi, ukuran dan lokasi kista, dan
pertimbangan struktur terkait. Meskipun lesi radikuler
kecil sering dapat sembuh dengan terapi endodontik
saja, lesi yang lebih besar mungkin perlu perawatan
tambahan. Lesi kistik radikular memerlukan kombinasi
perawatan endodontik dan bedah 5.
a) b) Preparasi saluran akar merupakan langkah yang
Gambar 20.a) Foto trial pasak fiber;b) Foto insersi pasak menentukan keberhasilan perawatan edodontik.
Perkembangan instrumen preparasi saluran akar
memudahkan dan mempersingkat waktu preparasi.
Selain itu penggunaan instrumen tersebut dapat
mempertahankan bentuk saluran akar dan dapat
meminimalisasi kesalahan saat preparasi saluran akar.
Akan tetapi keberhasilan perawatan endodontik tidak
hanya ditentukan oleh preparasi saluran akar, karena
juga ditentukan oleh bahan irigasi, bahan dressing, dan
Gambar 21. Insersi mahkota pengisian saluran akar 6.
Pada kasus ini digunakan bahan irigasi NaOCl 5.25%
dan EDTA 17% yang diaktivasi secara agitasi sonik (EDDY,
VDW). Agitasi bahan irigasi dengan sistem sonik lebih
efektif dalam menghilangkan debris dan smear layer.
Agitasi sonik membentuk acoustic microstreaming and
cavitation yang menghilangkan debris dari saluran akar

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Marisa Irawan Ruslan, Ari Subiyanto 211

.
7
memiliki modulus elastisitas yang menyerupai dentin,
Penyembuhan kista radikuler akan lebih cepat sehingga memungkinkan distribusi tekanan merata
terjadi apabila jaringan periapikal yang mengalami pada akar 12. Sedangkan mahkota porcelain fused to
inflamasi dibersihkan saat prosedur apeks reseksi. metal dipilih karena memiliki kekuatan struktural dan
Pembedahan memungkinkan terbentuknya blood estetik yang baik 13.
clot yang akan merubah jaringan inflamasi menjadi
jaringan granulasi baru, sehingga proses penyembuhan KESIMPULAN
lebih cepat terjadi 8. Oleh karena itu pada kasus ini
digunakan kombinasi perawatan endodontik dan Kista radikuler dapat ditangani dengan kombinasi
pembedahan. perawatan endodontik dan pembedahan.
Prosedur pembedahan menggunakan desain flap
semilunar yang memungkinkan lapang pandang cukup DAFTAR PUSTAKA
serta pertimbangan estetik penyembuhan setelah
pembedahan9. Selanjutnya dilakukan enukleasi dan 1. Ashraf H, Zadsirjan S, Nourozi N, Rahmati A, 2016, Endodontic
and Surgical Treatment of an Uppercentral Incisor with a
kuretase, diirngi irigasi dengan larutan saline.
Radicular Cyst Following a Trauma, SJDS 3(3):85-87.
Pemotongan ujung akar dan preparasi ujung akar 2. Arx T, 2011, Apical Surgery: A Review of Current Techniqus and
menggunakan ultrasonic tip karena mempunyai akses Outcome, Saudi Dental Journal 23:9-15.
yang lebih baik ke ujung akar, mempertahankan 3. Gunawan S & Nugraheni T, 2016, Reseksi Apikal dan Pengisian
struktur dentin lebih banyak dan mengurangi resiko Retrograde dengan MTA pada Insisivus Maksila Imatur pasca
Perawatan Saluran Akar, MKGK Agustus 2016; 2(2): 78-85.
perforasi 10. 4. Harshita KR, Varsha VK, Deepa C, 2015, Radicular Cyst: A Case
Pengisian MTA secara retrogade dalam kasus Report. Applied Dental Sciences 1(4): 20-22.
ini dipilih karena MTA bersifat biokompatibel dan 5. Tootia S, Premviyasa V, Yengopal V, Howas D, Morar N,
mempunyai daya anti bakteri, perlekatan yang baik 2017, Radicular cyst: Atypical Presentation and Therapeutic
Dilemma, SADJ Vol 72 (8):379 – 382.
pada dinding kavitas, solubilitas rendah, merangsang
6. Holland R, Gomez J, Cintra L, Queiros I, Estrela C, 2017, Factors
semetogenesis dan toksisitas rendah 2,11. Selain itu Affecting the Periapical Healing Process of Endodontically
evaluasi hasil pengisian MTA secara retrogade dapat Treated Teeth, JAOS 25(5):465-76
terlihat radiopak dalam pemeriksaan radiografi karena 7. Urban K, Donnermeyer D, Schifer E, Burklein S, 2017, Canal
adanya komponen bismuth oxide pada MTA11. Cleanliness Using Different Irrigation Activation Systems: A
SEM Evaluation, Clin Oral Invest.
Sebelum penjahitan flap dilakukan, kavitas tulang 8. Metzger Z, Huber R, Tobis I, Better H, 2009, Enhancement of
alveolar yang terbentuk dari hasil pembedahan Healing Kinetics of Periapical Lesions in Dogs by the Apexum
ditutup menggunakan bone graft dan membrane. Procedure, JOE Vol 35, No 1:40-45.
Penggunaan bone graft dan membrane bertujuan 9. Pangabdian F, 2017, Apex Resection on Post Endodontic
Treatment Tooth With Periapical Lesion, dspace.hangtuah.
untuk membantu regenerasi tulang pasca pembedahan
ac.id.
dan mempercepat penyembuhan3. 10. Oliveira M, Binz M, Fregapani P, Xavier C, Pozza D, 2008,
Hasil perawatan harus diamati secara klinis dan Ultrasonic Tips in Periradicular Surgery, Med. Biol Vol 7(1):96-
radiografis. Penyembuhan biasanya dievaluasi 1 102.
tahun pasca bedah, meskipun defek periapikal kecil 11. George V, Thomas G, Kuttapa MA, Govind GK, 2018,
Managment of a Large Periapical Cyst, Endodontology 84-89.
(<5 mm) mungkin sembuh dalam beberapa bulan. 12. Dua N, Kumar B, Hussain J, 2016, Comparative Evaluation of
Penyembuhan klinis ialah tidak adanya gejala seperti The Effect of Different Crown Ferrule Designs on The Fracture
nyeri, fistula, pembengkakan, sensitif pada perkusi Resistance of Endodontically Treated Mandibular Premolars
dan palpasi. Penyembuhan radiografi terdiri dari Restored with Fiber Posts, Composite Cores, and Crowns, JCD
19(3):264-269.
penyembuhan lengkap, penyembuhan tidak lengkap
13. Mandiga S, Estafan D, 2015, An Esthetic Challenge: Case
(pembentukan jaringan parut), penyembuhan Report Utilizing a Combination of Monolithic Ceramic Veneers
yang tidak pasti (resolusi sebagian radiolusensi and Porcelain Fused to Metal Crown, Int J Dent Oral Health
pascaoperasi), dan penyembuhan yang tidak 1(5): 1-4.
memuaskan (tidak ada perubahan atau peningkatan
radiolusensi pascaoperasi) 2.
Pada kasus ini, gigi direstorasi dengan pasak fiber
dan mahkota porcelain fused to metal. Pasak fiber

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
212 PO-43 MANAGEMENT OF OPEN APEX IN MAXILLARY CENTRAL INSICIVUS
WITH MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE

MANAGEMENT OF OPEN APEX IN MAXILLARY CENTRAL INSICIVUS


WITH MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE
Koerniasari Eraiko Sudjarwo*, Kun Ismiyatin**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: The maxillary anterior teeth in both children and adults are often traumatized. As a result, the tooth become
necrosis before the development and root growth is complete, thus causing the root canal is not fully formed and open apex.
In teeth with open apex, the absence of normal apical constriction of the root canal complicates the management of root
filling materials. Management of open apex can be done using mineral trioxide aggregate (MTA). MTA has been proposed as
an ideal filler as it can create an apical plug at the end of the root-canal system, so it can preventing the extrusion of filling
material. Purpose: The aim of this case report is to show the use of MTA to form an apical plug in open apex followed by
complete root canal obturation using thermoplasticized gutta-percha.
Case: A 20 year-old male patient came to Clinic of Conservative Dentistry of Airlangga University with the complaint of
fractured maxillary right central incisor. The patient reported that the trauma occurred about 7 years ago and no treatment
had been performed. Clinical examination revealed crown fracture exposing pulp of maxillary right central incisor. The tooth
failed to respond for vitality test. The radiographic examination revealed the presence of periapical lesion and the apex is
open.
Case management: The treatment was access opening, determined working length with apex locator and working length
obtained 20mm, preparation root canal and irrigation, dressing with calcium hydroxide. The next visit, application of MTA
and then obturation with thermoplasticized technique and continued with the final restoration
Conclusion: Apexification using MTA can reduce treatment time by forming an apical plug in the open apex, obturation can
be done immediately and after six-month follow up, there was reduction in sze of periapical lesion radiographically.

Keyword : Open apex, Mineral trioxide aggregate MTA, apical plug

PENDAHULUAN Mineral Trioxide Aggregate (MTA) merupakan


bahan alternatif yang tepat untuk perawatan pada
Trauma yang terajdi pada gigi permanen muda apeks terbuka karena dapat menciptakan apical plug
dapat menyebabkan gigi mengalami nekrosis sebelum yaitu apikal barier buatan yang dapat secara cepat
perkembangan dan pertumbuhan akar selesai sehingga menutup apeks yang masih terbuka, sehingga saluran
penutupan apeks akan terhenti dan apeks menjadi akar dapat segera dilakukan obturasi dan restorasi
terbuka. Karena apeks masih terbuka, perawatan tetap. Selain itu MTA memiliki sifat sealing ability yang
endodontik konvensional menjadi sulit dilakukan baik, biokompatibel, antibakteri, radiopak, dan dapat
karena tidak adanya apikal konstriksi yang normal digunakan sebagai bahan pengisi ujung akar 5,6
pada saluran akar sehingga bahan pengisi saluran akar Tujuan dari laporan kasus ini adalah menunjukkan
dapat ekstrusi kearah apikal. Untuk mengatasi masalah penggunaan MTA dapat membentuk apical plug
ini maka dapat dilakukan perawatan apeksifikasi1,2. pada apeks terbuka diikuti oleh obturasi saluran akar
Apeksifikasi adalah perawatan yang bertujuan menggunakan gutta percha termoplastik.
untuk merangsang perkembangan lebih lanjut atau
meneruskan proses pembentukan apeks gigi yang KASUS
belum tumbuh sempurna tetapi sudah mengalami Seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke
kematian pulpa dengan membentuk suatu “ apical Klinik Kedokteran Gigi Konservasi Universitas Airlangga
calcific barrier” pada apeks sehingga pengisian saluran dengan keluhan gigi insisivus sentral kanan rahang
akar dapat dilakukan dengan normal. Calcific barrier atas yang patah. Pasien mengatakan gigi tersebut
bertujuan untuk mencegah ekstrusi semen dan guta patah karena jatuh sekitar 7 tahun yang lalu dan tidak
perca ke arah periapikal pada saat dilakukan obturasi3,4. dilakukan perawatan. Pasien saat ini mengeluhkan

Korespondensi: Koerniasari Eraiko Sudjarwo. Department of Conservative Dentistry Faculty of Dental Medicine Airlangga University, Jl. Prof. DR.
Moestopo No 47 Surabaya 60132, Indonesia. Email : erraiko@rocketmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Koerniasari Eraiko Sudjarwo, Kun Ismiyatin 213

kurang percaya diri dengan keadaan gigi tersebut.


Pasien ingin giginya dipertahankan dan dirawat.
Pada pemeriksaan klinis menunjukkan fraktur
mahkota melibatkan pulpa pada gigi insisivus sentral
kanan rahang atas. Pada pemeriksaan obyektif gigi
tidak merespon saat dilakukan tes vitalitas.

(a) (b)
Gambar 3. (a) Pengukuran panjang kerja dengan apex
locater (b) Foto konfirmasi panjang kerja dengan radiografi

Saluran akar di preparasi dengan jarum K-file


nomor #80 secara sirkumferensial di sepanjang dinding
Gambar 1. Foto klinis awal saluran akar. Kemudian dilakukan irigasi NaOCI 2,5%
dan aquadest steril serta klorheksidin 2%, lalu saluran
akar dikeringkan dengan paper point dan selanjutnya
pasien diberi dressing kalsium hidroksida (Ca(OH)2)
dan tumpatan sementara.
Kunjungan kedua dilakukan kontrol setelah 1
minggu, hasil pemeriksaan subjektif dan objektif
tidak ada keluhan pada gigi 11. Selanjutnya tumpatan
sementara dan CaOH dibersihkan dan diirigasi,
saluran akar dikeringkan dengan paper point dan MTA
dipersiapkan.
Gambar 2. Foto radiografi gigi 11
MTA (Pro Root MTA, Dentsply) dicampur sesuai
Pada pemeriksaan radiografi tampak saluran dengan instruksi pabrik dan dimasukan ke dalam
akar dengan apeks terbuka dan terdapat gambaran saluran dengan menggunakan MTA carrier sepanjang
radiolusen pada periapikal gigi 11. Diagnosis gigi 11 4 mm ke arah apikal dan dipadatkan dengan finger
adalah nekrosis pulpa. Rencana perawatan yang akan plugger yang sudah dipasang stopper. Kemudian
dilakukan adalah apeksifikasi diilanjutkan dengan dilakukan foto radiografi untuk konfirmasi pengisian
obturasi menggunakan gutta percha termoplastik, MTA. Hasil intepretasi foto periapikal terlihat gambaran
pemasangan pasak fiber dan mahkota all porcelain. radiopak pada sepertiga apikal. Selanjutnya Cotton
pellet steril yang telah dilembabkan oleh aquadest
PENATALAKSANAAN KASUS steril ditempatkan pada saluran akar dan kavitas
ditutup dengan tumpatan sementara.
Kunjungan pertama dilakukan pembuatan
informed consent dan selanjutnya dilakukan isolasi gigi
11 dengan menggunakan rubber dam. Gigi tersebut
diirigasi dengan NaOCl 2,5% dan aquadest steril untuk
membuang semua debris dan jaringan nekrotik.
Dilanjutkan dengan eksplorasi saluran akar dengan
menggunakan K-file #80, dilakukan pengukuran
panjang kerja dengan menggunakan apex locater dan
didapatkan panjang kerja 20mm kemudian panjang
kerja dikonfirmasi dengan foto radiografi. (a) (b)
Gambar 4. (a) Aplikasi MTA menggunakan MTA carrier (b)
MTA dipadatkan dengan finger plugger

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
214 MANAGEMENT OF OPEN APEX IN MAXILLARY CENTRAL INSICIVUS
WITH MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE

Gambar 5. Foto radiografi pengisian MTA (a) (b)


Gambar 7. (a) Insersi pasak fiber (b) Foto radiografi
Pada kunjungan ketiga pemeriksaan subjektif
dan objektif tidak ada keluhan selanjutnya tumpatan
sementara dan kapas diambil. Saluran akar diirigasi dan
dilakukan pengisian saluran akar dengan gutta percha
termoplastik, kemudian dilakukan foto radiografi untuk
konfirmasi pengisian saluran akar selanjutnya ditutup
dengan tumpatan sementara.

Gambar 8. Hasil preparasi gigi 11

(A) (B)
Gambar 6. (A) Pengisian saluran akar dengan gutta percha
termoplastik (B) Foto radiografi pengisian saluran akar Gambar 9. Pemilihan warna gigi dengan shade guide

Kunjungan berikutnya dilakukan pemilihan pasak


fiber sesuai dengan saluran akar. Selanjutnya dilakukan
pengurangan gutta percha dengan menggunakan
penetration drill sepanjang 2/3 saluran akar dan
dilanjutkan dengan calibration drill. Setelah itu
dilakukan pasang coba pasak dan dikonfirmasi
menggunakan foto radiografi dan selanjutnya dilakukan
insersi pasak dengan menggunakan resin semen dan Gambar 10. Pemasangan mahkota Sementara
dilanjutkan dengan core build up.
Tahap selanjutnya dilakukan preparasi untuk Satu minggu kemudian dilakukan pasang coba
mahkota all porcelain. Setelah preparasi selesai gigi mahkota all porcelain. Pada saat pasang coba dilihat
tersebut dicetak menggunakan double impresion mulai dari warna, bentuk, marginal fit, oklusi,
dan dilakukan pemilihan warna yang sesuai dengan apabila sudah sesuai maka dilakukan insersi mahkota
menggunakan shade guide untuk dikirim ke lab. Setelah menggunaka resin semen.
itu dilakukan pemasangan mahkota sementara.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Koerniasari Eraiko Sudjarwo, Kun Ismiyatin 215

kalsium hidroksida, dan membutuhkan waktu yang lama


rata-rata 6 sampai 24 bulan serta banyak mendapatkan
paparan radiasi untuk melihat gambaran periapikal7.
Selain itu juga dapat tmenyebabkan terjadinya
kerentanan terhadap fraktur akar dan mahkota selama
waktu perawatan oleh karena struktur jaringan keras
gigi yang mudah rapuh dan dinding saluran akar
yang tipis8. Hal ini yang menjadikan mineral trioxide
aggregate (MTA) sebagai bahan pilihan alternatif
Gambar 11. Insersi mahkota all porcelain yang tepat karena memiliki sifat dapat menciptakan
apical plug, yaitu apikal barier buatan yang dapat
Setelah 6 bulan pasien datang untuk kontrol, hasil secara cepat menutup apeks yang masih terbuka
pemeriksaan subjektif dan objektif tidak ada keluhan sehingga saluran akar dapat segera dilakukan obturasi
pada gigi tersebut. Hasil radiografi menunjukan dan restorasi tetap, tanpa menunggu pembentukan
gambaran lesi periapikal berkurang dari ukuran apical calcific barrier5,6. Selain itu MTA memiliki sifat
sebelumnya. sealing ability yang baik, biokompabilitas terhadap
jaringan, antibakteri, radiopak, dan dapat merangsang
pelepasan sitokin dari sel-sel tulang sehingga dapat
secara aktif menstimulasi jaringan keras9,10.
Pada kasus ini digunakan pasak prefebricated bahan
non logam. Pasak ini dipilih karena tidak memerlukan
perbaikan inklinasi, gigi masih memiliki jaringan keras
yang cukup banyak, memiliki modulus elastisitas
hampir sama dengan dentin serta tekanan yang
didistribusikan secara merata sehingga dapat mecegah
terjadinya fraktur akar11. Restorasi akhir menggunakan
mahkota all porcelain, Mahkota tersebut dipilih karena
Gambar 12. Foto radiografi setelah kontrol 6 bulan gigi yang terlibat merupakan gigi anterior sehingga
membutuhkan perbaikan estetik yang tinggi12.
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Trauma yang terjadi pada gigi insisivus sentral kanan
rahang atas sekitar 7 tahun yang lalu, mengakibatkan Perawatan apeksifikasi menggunakan MTA dapat
gigi tersebut mengalami nekrosis pulpa sebelum mempercepat waktu perawatan dengan terbentuknya
perkembangan dan pertumbuhan akar selesai, apical plug pada apeks terbuka sehingga dapat segera
akibatnya pertumbuhan akar terhenti dan saluran dilakukan pengisian saluran akar dan hasil radiografi
akar tidak terbentuk sempurna sehingga apeks tetap tampak berkurangnya lesi periapikal setelah kontrol 6
terbuka. Adanya apeks terbuka membuat perawatan bulan
saluran akar secara konvensional sulit untuk dilakukan
karena gutta percha dapat ekstrusi kearah periapikal DAFTAR PUSTAKA
pada saat dilakukan obturasi1,2. Oleh karena itu pada
1. Murugesan G., Selvaraj V., Veerabadhran M., Rangasamy
kasus ini dipilih perawatan apeksifikasi terlebih dahulu,
V., 2013, Apexification with Calcium Hydroxide and Mineral
yang bertujuan untuk memperoleh calcific barrier pada Trioxide Aggregate, J Pharm Bioallied Sci, 5(2): 131–134.
apikal sehingga pengisian saluran akar dapat dilakukan 2. Chitra Janardhanan V., Tripuravaram Vinay., Murali Sivakumar.,
dengan normal3,4. 2017, Apexification Using MTA, Scholars Journal of Dental
Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk Sciences (SJDS), 4(3):149-150.
3. Mary Rafter., 2005, Apexification: a review, Dental
apeksifikasi adalah kalsium hidroksida. Namun kalsium Traumatology, 21: 1–8.
hidroksida memiliki beberapa kekurangan yaitu 4. Rogerio Vieira., Frank Ferreira., Eduardo Nunes., 2015,
diperlukan beberapa kali kunjungan untuk penggantian Apexification in Non-Vital Teeth with Immature Roots: Report

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
216 MANAGEMENT OF OPEN APEX IN MAXILLARY CENTRAL INSICIVUS
WITH MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE

of Two Cases, Iranian Endodontic Journal, 10(1): 79–81. 11. Kerstin B., Andrej M., 2007, Post-endodontic Restorations with
5. Betul Guneş., Hale Ari Aydinbelge., 2012, Mineral Trioxide Adhesively Luted Fiber-reinforced Composite Post Systems: A
Aggregate Apical Plug Method for The Treatment of Nonvital review, Am J Dent, 20:353-360.
Immature Permanent Maxillary Incisors, Journal Conservative 12. Sanjna Nayar., Wasim Manzoor., 2015, Enhanced aesthetics
Dentistry, 15(1): 73–76. with all ceramics restoration, J Pharm Bioallied Sci, 7(1): 282–
6. Pace R., Giuliani V., Pini Prato L., Baccetti T., Pagavino G, 2007, S284.
Apical Plug Technique Using Mineral Trioxide Aggregate,
International Endodontic Journal, 40: 478–484.
7. Neha K., Kansal R., Garg P., Joshi R., Garg D., Grover HS.,
Management of Immature Teeth by Dentin-Pulp Regeneration:
a recent approach, Med Oral Patol Oral Cir Bucal, 16(7):997–
1004
8. Fatma M., Leila C., Anouar S., Zied B., Fethi., 2017, The
Complications of Apexification with Calcium Hydroxide,
Scholars Journal of Dental Sciences (SJDS), 4(8):369-376.
9. Eric B., Aurelie B., Tchilalo B., Jean J., 2014, MTA Versus
Ca(OH)2 in Apexification of Non-vital Immature Permanent
Teeth, Clinical Oral Investigations, 19(6):1-8.
10. Akansha Garg., Bonny Koul., Ajay Nagpal., 2015, One Visit MTA
apexification, International Journal of Preventive and Clinical
Dental Research, 2(1): 80-83.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Maria Liliana Santoso, M.Mudjiono
PO-44 217

PERAWATAN SALURAN AKAR MOLAR KEDUA RAHANG MAKSILA


DENGAN DUA AKAR PALATAL: LAPORAN KASUS
Maria Liliana Santoso*, M.Mudjiono**
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: The law of orifice location and presence of pulpal floor road map can be used to identify the position and
number of root canal orifice. In maxillary molars, the road map was usually Y-shape with longer branch on mesial orifice.
Tooth with unusual pulpal floor road map configuration needs more consideration and caution to treat as clinicians failure to
recognize an unusual canal morphology may lead to unsuccessful treatment. Aim: To report single visit endodontic treatment
in maxillary second molar with two palatal canals.
Case. Male patient aged 51 yo was referred from Prosthodontic Department to Conservative Clinic due to continuous pain
after bridge preparation on his left maxillary molar. Tooth vitality was tested positive, percussion was tested negative and
no mobility was presented. Management. The diagnosis of tooth 27 is pulpitis irreversible. Endodontic explorer found
mesiobucal, distobucal and mesiopalatal, distopalatal. Root canal treatment done by balance force technique using reciprocal
instrument. Endodontic irrigant was activated with sonic agitation device to get more effective debridement. Tooth then
obturated with single cone technique. After 1 week patient was recalled to re-evaluation. The patient had no complain as
well as on percussion, palpation and mobility was tested to be negative. Composite restoration later placed in the access
cavity and the patient was returned to Prosthodontic Department to continue the bridge treatment.
Conclusion. Tooth with unusual pulpal floor road map configuration can be successfully treated if the clinician could
comprehend with possibility of tooth anatomy abnormality.

Keywords : road map, root canal anatomy, one visit endodontic treatment.

PENDAHULUAN perawatan saluran akar. Tujuan utama dari perawatan


saluran akar adalah membersihkan saluran akar gigi
Perawatan saluran akar (PSA) merupakan salah satu di maksimal mungkin dan dilakukan pengisian pada
perawatan yang dilakukan dengan cara mengambil seluruh saluran tersebut. Setiap gigi mempunyai
seluruh jaringan pulpa, membentuk saluran akar gigi bentuk saluran akar yang unik dan berbeda, dari sebab
untuk mencegah infeksi berulang. Tujuan perawatan itu maka pemahaman klinisi mengenai anatomi dan
saluran akar (PSA) adalah untuk mempertahankan gigi morfologi saluran akar sangatlah penting.3
non- vital dalam lengkung gigi agar dapat bertahan Perawatan saluran akar memiliki tingkat kesulitan
selama mungkin dalam rongga mulut dengan cara yang tinggi, karena tidak dapat secara langsung
membersihkan dan mendisinfeksi sistem saluran akar mengobservasi bentuk saluran akar. Untuk itu perlu
sehingga mengurangi munculnya bakteri.1 Perawatan pengetahuan mengenai bentuk detail sistem saluran
saluran akar (PSA) terdiri dari tiga tahap utama yaitu: akar agar dapat membantu keberhasilan perawatan
preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan saluran akar.4 Melalui pengetahuan mengenai
dan pembentukan (cleaning and shaping), sterilisasi morfologi saluran akar, disertai interpretasi yang hati-
saluran akar dan obturasi saluran akar.2 hati dari gambaran radiografis, maka dapat dilakukan
Keberhasilan perawatan saluran akar membutuhkan preparasi akses yang benar, yang merupakan titik awal
pemahaman klinis tentang anatomi saluran akar dan yang penting dalam perawatan saluran akar.5 Sedangkan
morfologi nya. Agar suatu perawatan saluran akar preparasi saluran akar merupakan kunci keberhasilan
dapat berhasil maka seluruh sistem saluran akar harus karena pada tahap ini dilakukan pembersihan debris
dibersihkan kemudian diisi dengan bahan pengisi. yang merupakan iritan, dan dibutuhkan keterampilan
Pembersihan dan pembentukan (cleaning and shaping) serta pengetahuan operator tentang morfologi saluran
sistem saluran akar adalah tahap yang penting dalam akar serta variasinya.5
Korespondensi: Maria Liliana Santoso, Residen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga . Jl. Prof. Dr. Moestopo No.47,
Surabaya, Jawa Timur 60132. Alamat e-mail : lilianasantoso06@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
218 PERAWATAN SALURAN AKAR MOLAR KEDUA RAHANG MAKSILA
DENGAN DUA AKAR PALATAL: LAPORAN KASUS

Adanya variasi anatomi saluran akar merupakan restorasi akhir tumpatan komposit. Prognosis baik
fenomena yang seringkali ditemukan secara klinis karena tidak ada mobilitas gigi, kebersihan mulut baik,
dengan bentuk dan konfigurasi yang bervariasi.6 dan pasien kooperatif..
Melalui pemahaman mengenai kompleksitas sistem Pada kunjungan pertama, dilakukan anamnesis,
saluran akar, maka diharapkan preparasi saluran akar diagnosa, kemudian menjelaskan rencana perawatan
dapat dilakukan sesuai dengan konfigurasi saluran akar yang akan dilakukan kepada pasien. Setelah
sampai batas apikal.7 Sedangkan kegagalan perawatan menandatangani informed consent dilakukan
saluran akar sering terjadi akibat adanya saluran akar anasthesi kemudian pemasangan isolasi rubber dam,
yang tidak dirawat karena tidak terdeteksi.8 pembukaan akses dengan bur endoaccess (Dentsply)
pada permukaan oklusal gigi sampai mencapai
LAPORAN KASUS kamar pulpa. Endodontic explorer digunakan untuk
menemukan saluran akar mesiobukal, distobukal,
Pasien seorang laki-laki berusia 51 tahun dirujuk mesiopalatal dan distopalatal, irigasi dengan NaOCl
dari Departemen Prostodonsia Universitas Alirlangga 2,5%.
ke klinik ilmu konservasi gigi Universitas Airlangga
untuk dilakukan perawatan pada gigi geraham kedua
kiri rahang atas. Paga gigi tersebut telah dilakukan
preparasi untuk pembuatan gigi tiruan jembatan,
namun pasien mengeluhkan rasa sakit terus-menerus
dengan durasi yang lama pada gigi tersebut. Rasa yang
yang muncul ini pun spontan tanpa adanya rangsangan
baik dingin, pana maupun saat mengunyah.
Gambar 2. Orifice gigi

Pengukuran panjang kerja dilakukan dengan


menggunakan apex locator, didapatkan panjang kerja
estimasi saluran akar mesiobukal 19 mm, distobukal 17
mm, mesiopalatal 17 mm, distopalatal 17 mm.
Perawatan saluran akar dilakukan dengan teknik
balance force menggunakan reciprocal instrument
dengan file reciproc R 25 (VDW, Germany), selama
Gambar 1A. Gambar awal gigi preparasi digunakan EDTA (Glyde, Denstply) dan
saluran akar dirigasi dengan NaOCl 2,5%.

Gambar 1B. Radiografi awal gigi

Pada pemeriksaan objektif gigi 27, tes vitalitas gigi Gambar 3. Pengukuran panjang kerja
menunjukkan hasil positif, tes perkusi menunjukkan
hasil negatif, tes palpasi menunjukkan hasil negatif dan
tidak ada mobilitas gigi pada gigi tersebut.

PENATALAKSANAAN KASUS

Diagnosa gigi 27 adalah pulpitis irreversible, dengan


rencana perawatan yaitu perawatan saluran akar dan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Maria Liliana Santoso, M.Mudjiono 219

Gambar 8A. Pengisian saluran akar


Gambar 4. Foto rontgen konfimasi

Gambar 8B. Rontgen Pengisian


Gambar 5. Preparasi saluran akar
Kontrol perawatan saluran akar dilakukan 1
minggu kemudian, dilakukan evaluasi ulang. Tidak ada
keluhan pasien, perkusi negatif, palpasi negatif, tidak
ada mobilitas pada gigi tersebut. Maka perawatan
dilanjutkan dengan pembuatan restorasi menggunakan
komposit, kemudian pasien dikembalikan ke
departemen prostodonsia Universitas Airlangga untuk
melanjutkan perawatan gigi tiruannya.
Gambar 6. Irigasi saluran akar

Dilakukan pula aktivasi irigasi menggunakan system
agitasi sonik endo yaitu EDDY (VDW, Germany) untuk
mendapatkan pembersihan saluran akar yang efektif.
Saluran akar gigi kemudian dikeringkan dengan paper
point steril.

Gambar 9. Tumpatan komposit

PEMBAHASAN

Perawatan saluran akar memiliki tingkat kesulitan


yang tinggi, karena tidak dapat secara langsung
mengobservasi bentuk saluran akar. Untuk itu perlu
pengetahuan mengenai bentuk detail sistem saluran
Gambar 7. Agitasi Ultrasonik akar agar dapat membantu keberhasilan perawatan
saluran akar.4
Teknik pengisian saluran akar dilakukan dengan Seringkali perawatan saluran akar gigi gagal karena
teknik single cone, setelah itu dilakukan pengambilan adanya saluran akar yang tidak terawat dikarenakan
foto radiografi. tidak terdeteksi. Rontgenology merupakan
suatu alat bantu yang digunakan oleh klinisi untuk
menentukan jumlah saluran akar, namum alat bantu

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
220 PERAWATAN SALURAN AKAR MOLAR KEDUA RAHANG MAKSILA
DENGAN DUA AKAR PALATAL: LAPORAN KASUS

ini mempunyai kelemahan yaitu hasil tampilan yang yang berbeda dapat membantu dalam menentukan
ditampilkan yaitu hanya 2 dimensi dan terkadang bisa jumlah saluran akar.
terjadi superimposed, dari sebab itu maka diperlukan
pengambilan foto rontgen dengan variasi sudut DAFTAR PUSTAKA
yang berbeda saat foto konfirmasi sehingga dapat
membantu menentukan jumlah dari saluran akar gigi 1. Nisa, U., Darjono, A, 2013, Analisis Minyak Atsiri Serai
(Cymbopogon citratus) sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran
yang dirawat.
Akar Gigi dengan Menghambat Pertumbuhan Enterococcus
Pada kasus ini gigi yang dirawat adalah gigig molar faecalis . Majalah Sultan Agung, 59 (125).
kedua kiri maksila dengan diagnosis pulpitis ireversibel. 2. Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE, 1995, Ilmu Endodontik dalam
Faktor anatomi gigi diantaranya bentuk saluran akar Praktek ed 11. Jakarta: EGC;.
mempengaruhi keberhasilan perawatan saluran akar 3. Ahmed F, Thosar N, Baliga MS and Rathi N. 2016. Single Visit
Endodontic Therapy: A Review. Austin J Dental. 3 (2): 1-4
gigi antara lain adanya pembengkokan saluran akar, 4. Tsujimoto Y. 2009. Forms of Roots and Root Canals in
penyumbatan, saluran akar yang sempit, serta bentuk Endodontic Therapy. Journal of Biosciences. 51(4): 218-23
abnormal saluran akar. Hal tersebut berpengaruh 5. Kottoor, J., Velmurugan, N., & Surendran, S. 2011. Endodontic
terhadap derajat kesulitan perawatan yang dilakukan.8 Management of a Maxillary First Molar with Eight Root Canal
Systems Evaluated Using Cone-beam Computed Tomography
Hasil perawatan saluran akar gigi anterior maupun
Scanning: A Case Report. Journal of Endodontics, 37(5), 715–
posterior tergantung pada keadaan gigi dan saluran 9.
akar yang dirawat. Faktor yang sangat menentukan 6. Sandhya R, Velmurugan N, Kandaswamy D. 2010. Assessment
keberhasilan perawatan secara umum adalah tingkat of Root Canal Morphology of Mandibular First Premolar in the
keterampilan dan pengetahuan operator yang Indian Population Using Spiral Computed Tomography: An in
vitro study. Indian J Dent Res. 21(2):169-73.
ditunjang dengan peralatan yang tepat, bahan dan 7. Vertucci FJ. 2005. Root Canal Morpholoy and It’s Relationship
obat yang dipakai serta tindakan se-asepsis mungkin.9 to Endodontic Procedures. Endodontic Topics. 10:3-29
Jenis restorasi yang dapat digunakan tergantung 8. Weine, FS. 2004. Initiating Endodontic Treatment In: Weine
jaringan keras gigi yang tersisa. Restorasi pada FS(Ed). Endodontic Therapy. 6th ed St.Louis: Mosby Inc.106:1
9. Walton RE, Vertucci FJ. 2008. Internal Anatomy. Endodontics
gigi pasca PSA dapat menggunakan restorasi direk
Principle and Practice. 4th ed. 216-29
menggunakan bahan resin komposit atau amalgam, 10. Calberson FL, De Moor RJ, Deroose CA. 2007. The Radix
maupun restorasi secara indirek menggunakan bahan Entomolaris and Paramolaris: Clinical Approach in
logam atau porselen.7 Restorasi yang ideal harus dapat Endodontics. J Endod. 33: 58-63
melindungi permukaan oklusal dan menggantikan 11. Tu MG, Huang HL, Hsue SS, et al. 2009. Detection of Permanent
Three-rooted Madibular First Molars by Cone-Beam
tonjol-tonjol yang hilang agar dapat secara optimal Computed Tomography Imaging in Taiwaness Individuals. J
melindungi struktur mahkota gigi dan menambah Endod.35:503-507
kekuatan.10 Pada kasus ini jaringan keras gigi yang
tersisa masih cukup banyak sehingga masih dapat
dilakukan restorasi direk menggunakan bahan resin
komposit Keuntungan restorasi resin komposit secara
direk antara lain preparasi gigi minimal sehingga
dapat mempertahankan sisa jaringan keras gigi,
waktu pengerjaan relatif singkat serta biaya lebih
terjangkau.11 Pada kasus ini dipilih restorasi komposit
juga dikarenakan perawatan pada gigi ini akan
dilanjutkan oleh bagian prostodosia untuk gigi tiruan
jembatan.

KESIMPULAN

Gigi dengan road map yang tidak lazim pada dasar


pulpa dapat berhasil dirawat jika klinisi mempunyai
pemahaman yang baik mengenai morfologi anatomi
gigi, pengambilan rontgen foto dengan variasi sudut

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Fresynandia Karyneisa Putri,Nanik Zubaidah
PO-45 221

MANAJEMEN PERAWATAN INTERNAL BLEACHING PADA GIGI


ANTERIOR KIRI ATAS DENGAN PERUBAHAN WARNA:
LAPORAN KASUS
Nanik Zubaidah*,Fresynandia Karyneisa Putri**
* Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background : Discolored anterior teeth can be of extrinsic or intrinsic origin. External discolorations result from the
consumption of food, oral hygiene, or tobacco. An intrinsic discoloration is defined as one with its origin within the pulp
chamber, this include necrosis, calcification, and iatrogenic discoloration due the dental treatment. Discoloration for non-vital
teeth can be treated with internal bleaching using hydrogen peroxide 35%. Purpose: This case report describes management
of internal bleaching in anterior teeth that experienced traumatic discoloration.
Case : Female patient, 37 years old, came to the dental clinic RSGMP UNAIR because she wanted a care for the upper
left front tooth that experienced a change of color. The tooth was traumatized 23 years ago, the patient felt a change of
color after trauma. On clinical examination the pulp showed no response to cold. Radiographic examination indicated no
periapical lesion.
Case management : At the first visit, one visit endodontic using rotary instrument and dressing using Ca(OH)2. In the second
visit hydrogen peroxide with concentration of 35% was applied for 7 days. Dental discoloration was solved after the second
bleaching and the colour matched to shade guide, after two weeks operator doing restoration using composite.
Conclusion : Internal bleaching can correct dental discoloration caused by trauma with satisfactory results with the benefit
are cheaper, saving time, dan maximal results.

Keywords : Non vital teeth, Internal Bleaching, tooth discoloration

PENDAHULUAN pasien berusia 14 tahun, dan mengalami pasien


berubah warna secara perlahan.
Diskolorisasi pada gigi anterior sangat
mempengaruhi kepercayaan diri dan estetik LAPORAN KASUS
seseorang. Diskolorisasi dipengaruhi beberapa faktor
intrisik dan faktor ekstrinsik, beberapa faktor intrisik Seorang pasien perempuan berusia 37 tahun
yang paling sering terjadi adalah trauma yang dialami datang ke RSGM(P) Universitas Airlangga dengan
gigi anterior dan mengakibatkan nekrosis pulpa. keluhan gigi depan berubah warna, pasien jatuh saat
Tujuan utama pasien datang melakukan perawatan ke berusia 14 tahun dan gigi berubah warna setelah
dokter gigi karena diskolorisasi ini.1 Terdapat berbagai jatuh. Pada pemeriksaan klinis intra oral didapatkan
perawatan invasive untuk memperbaiki diskolorisasi gigi 21 berubah warna, dilakukan tes vitalitas gigi 21
gigi anterior yaitu dengan pembuatan crown dan tidak menunjukkan respon terhadap dingin. Pada
veneer, tetapi dengan berkembangnya bahan-bahan pemeriksaan radiograf pada gigi 21 tidak didapatkan
kedokteran gigi dan gigi anterior masih dalam keadaan kelainan periapikal.
kontak dengan gigi sebelahnya maka dapat dilakukan
perawatan internal bleaching. Internal Bleaching PENATALAKSANAAN KASUS
adalah perawatan yang dipilih karena perawatan ini
merupakan perawatan minimal intervention dengan Pada kunjungan pertama dilakukan DHE, tes
hasil yang maksimal, dan harga lebih murah.2,3 saliva dan informed consent sambil menjelaskan
Pada laporan kasus ini dibahas mengenai internal kemungkinan yang terjadi setelah dilakukan
bleaching dengan teknik walking bleach pada gigi perawatan internal bleaching. Dilanjutkan isolasi
insisivus kiri atas pasca trauma 23 tahun lalu saat daerah kerja dengan rubber dam, acces opening,
Korespondensi: Fresynandia Karyneisa Putri, Departement Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Jln Mayjend Prof. Dr.
Moestopo no 47 Surabaya 60132. Indonesia.Email : fresyputri@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
222 MANAJEMEN PERAWATAN INTERNAL BLEACHING PADA GIGI ANTERIOR KIRI
ATAS DENGAN PERUBAHAN WARNA:LAPORAN KASUS

Gambar 2a. . Foto Radiograf Awal Gigi 21, b. Tes Vitalitas Gigi
Gambar 1. Gambaran Klinis Awal
21
glide path dengan menggunakan K – file #10-#15. sementara masih dalam keadaan baik. Penentuan
Dilakukan pengukuran panjang kerja atau Diagnostic shade guide awal dengan menggunakan Vita Lumin
Wire Photo (DWP) dengan menggunakan K-File #8 3D (5m 1), dilakukan isolasi daerah kerja dengan
danapex locator (21 mm) dilakukan konfirmasi dengan menggunakan rubber dam, pengambilan tumpatan
foto Preparasi saluran akar menggunakan rotary sementara, pengambilan guttap point 2mm di bawah
system protaper next sampai dengan file X2 (25/06) orifice dengan menggunakan peeso reemer. Kemudian
disertai dengan irigasi NaOCl 2,5% - aquades steril – pengaplikasian basis GIC setebal 2mm yang berfungsi
EDTA 17% - aquades steril pada tiap pergantian file. sebagai barrier di atas gutta percha. Dan dilakukan
Kemudian dilanjutkan dengan trial guttap point dan konfirmasi foto rontgen. Dilanjutkan dengan aplikasi
dilakukan konfirmasi dengan foto rontgen.Pada irigasi bahan bleaching internal menggunakan gel hidrogen
akhir dilakukan dengan larutan NaOCL 2,5% - aquades peroksida (H2O2) 35% dan ditutup dengan kapas dan
– EDTA 17% - aquades steril – CHX 2% - aquades steril tumpatan GIC dilakukan kontrol seminggu.
disertai dengan aktivasi menggunakan endoaktivator. Pada kunjungan ketiga anamnesa pasien tidak
Kemudian saluran akar dikeringkan dengan paper point didapatkan keluhan, pada pemeriksaan ekstra oral
steril dan dilanjutkan dengan pengisian saluran akar tidak terdapat kelainan, pada pemeriksaan intra oral
dengan teknik single cone menggunakan guttap point tidak terdapat kelainan dilakukan perkusi (-), tumpatan
(25/06), dilakukan tumpatan sementara dan dilakukan GIC tidak lepas, gingiva sekitar normal, warna mahkota
konfirmasi dengan foto rontgen. gigi sesuai. Dilanjutkan dengan penentuan shade
Seminggu kemudian pasien datang untuk guide pasca bleaching internal menggunakan Vita
kunjungan kedua, dilakukan pemeriksaan intra lumin 3D (2R, 1,5), dan pasien sudah puas dengan
oral tidak didapatkan kelainan, perkusi (-), gingival keadaan giginya.
normal, tidak terdapat keluhan sakit, dan tumpatan

Gambar 3. Pengukuran dan Penentuan Letak Barrier Gambar 4a.Foto Radiograf Pengambilan guttap 2mm di
dengan menggunakan probe periodontal bawah orifice, b. Foto Radiograf Pemberian barrier diatas
gutta percha

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Fresynandia Karyneisa Putri,Nanik Zubaidah 223

terjadi pendarahan, darah atau komponen darah yang


menggenangi kamar pulpa akan masuk ke dalam tubuli
dentin secara difusi kemudian sel-sel darah merah
mengalami hemolisis dengan melepaskan hemoglobin.
Hemoglobin selanjutnya mengalami proses degradasi
dan melepaskan komponen besi bersenyawa dengan
hydrogen sulfide dan menghasilkan senyawa ferric
sulfat bewarna hitam dan penetrasi ke dalam tubuli
dentin dan menyebabkan perubahan warna pada
mahkota gigi, apabila keadaan pulpanya nekrosis maka
perubahan warna akan menetap.1
Diskolorisasi pada gigi anterior dapat menurunkan
Gambar 5. Perubahan Warna Gigi Insisivus Kiri setelah tingkat kepercayaan diri pasien dan mempengaruhi
Perawatan Internal Bleaching menjadi 2R, 1,5 estetik pasien, sehingga tujuan utama pasien datang
adalah untuk memperbaiki diskolorisasi giginya.
Selanjutkan dilakukan pemasangan rubber dam, Banyak metode yang dapat dipakai untuk memperbaiki
dilanjutkan pembongkaran tumpatan GIC, kemudian diskolorisasi gigi anterior, yaitu dengan crown atau
dilakukan irigasi kavitas dengan aquades steril untuk veneer. Dengan kemajuan di bidang bahan-bahan
membersihkan sisa bahan bleaching dan diaplikasikan kedokteran gigi maka bleaching dapat dilakukan pada
pasta Calcium Hidroxide (Ca(OH)2) untuk menetralkan gigi non vital dengan menerapkan prinsip minimal
efek bahan bleaching dan dilakukan tumpatan intervension.1,2,4
sementara. Pada laporan kasus ini diberikan perawatan berupa
Pada kunjungan keempat dilakukan kontrol setelah internal bleaching, dengan teknik walking bleach.
satu minggu .Pada anamnesa pasien tidak didapatkan Teknik ini dipilih karena waktu kerja singkat, lebih
keluhan, pada pemeriksaan ekstra oral tidak terdapat aman, dan harga murah. Teknik ini dilakukan dengan
kelainan, pada pemeriksaan intra oral dilakukan cara memasukan bahan bleaching 3-7 hari sampai
perkusi (-), tumpatan sementara tidak lepas, gingiva diperoleh warna yang diinginkan. Prosedurnya tidak
sekitar normal. Dilanjutkan pemasangan rubber dam invasive karena tidak banyak mengambil jaringan
dan pembongkaran tumpatan sementara, kemudian keras.2,5
dilakukan irigasi kavitas dengan aquades steril untuk Bahan bleaching yang digunakan adalah hydrogen
membersihkan pasta Ca(OH)2 dan dikeringkan. peroxide, mekanisme pemutihan gigi adalah adalah
Kemudian diaplikasikan etsa asam dibilas dan reaksi oksidasi dari peroksida. Hydrogen perokside
dikeringkan, aplikasikan bonding kemudian dilakukan mempunyai berat molekul yang rendah sehingga
light curing, dilanjutkan penumpatan komposit dapat berpenestrasi ke enamel dan dentin. Hydrogen
,kemudian finishing dan polishing. peroxide adalah agen oksidasi yang mempunyai
Pada kunjungan kelima dilakukan kontrol setelah radikal bebas yang tidak mempunyai elektron yang
satu minggu. Pada anamnesa pasien tidak didapatkan berpasangan dan kemudian berikatan dengan enamel
keluhan, pada pemeriksaan ekstra oral tidak terdapat sehingga terjadi proses reaksi oksidasi. Radikal bebas
kelainan, padapemeriksaan intra oral dilakukanperkusi dari peroksida adalah perhidroksil (HO2) dan oxygenize
(-), tumpatan komposit tidak lepas, gingiva sekitar (O+). Perhidroksil adalah radikal bebas yang kuat dan
normal. memegang peranan penting dalam proses pemutihan
gigi, sedangkan oxygenize adalah radikal bebas yang
PEMBAHASAN lemah, agar dapat dihasilkan ion HO2 diperlukan pH
basa antara 9,5-10,8.1,5,6
Prevalensi trauma pada gigi anterior terjadi Hal penting yang perlu dilakukan oleh operator saat
setidaknya sekitar 4-33% , trauma pada gigi anterior melakukan internal bleaching adalah aplikasi barrier di
sering menyebabkan perubahan warna . Mekanisme atas gutta percha, penggunaan GIC 2mm di atas gutta
trauma yang mengenai gigi adalah pecahnya pecha dapat mencegah penetrasi H2O2 ke dalam kamar
pembuluh darah kapiler dalam kamar pulpa dan pulpa.1 dengan pengaplikasian GIC sebagai barrier

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
224 MANAJEMEN PERAWATAN INTERNAL BLEACHING PADA GIGI ANTERIOR KIRI
ATAS DENGAN PERUBAHAN WARNA:LAPORAN KASUS

maka akan mengurangi terjadinya external cervical


resorption setelah prosedur internal bleaching.7

KESIMPULAN

Perawatan internal bleaching pada gigi non vital


dapat dilakukan apabila mahkota gigi masih dalam
keadaan kontak dengan gigi sebelahnya, perawatan ini
sesuai dengan prinsip minimal invasive, lebih murah,
dan hasil lebih lama, disbanding crown dan veneer
yang merupakan pilihan terakhir dan lebih mahal
untuk kasus diskolorisasi pada gigi anterior.

DAFTAR PUSTAKA

1. Firsta, D. Sukartini, E.Armilia, M. Bleaching Internal untuk


merawat perubahan warna gigi insisivus sentralis kanan atas
(Laporan Kasus). Dentofasial 2011. p 101-104
2. Garg N. and Garg A. Textbook of Operative Dentistry. 2nd Ed.
2013. Jaypee Brothers Medical Publishers. New Delhi. P 471-
459
3. Zimmerli, B. Jeger, F. Bleaching of Nonvital Teeth : A Clinically
Relevant Literature Review. Schweiz Monatsschr Zahnmed.
2010. p 306-313
4. Amohareb T. Management of discolored endodontically
treated tooth using sodium perborate. J Int Oral Health:2017.p
133-5.
5. Soesilo, D. Perawatan Internal Bleaching untuk Estetik Gigi
Pasca Perawatan Endodontik. Denta Jurnal Kedokteran Gigi.
2016. P 195-200
6. Palo, RM. Bonetti-Filho, I. Valera, MC. Ion Passage in Dentin,
Enamel, and Cementum After Internal Bleaching with
Hydrogen Peroxide.Operative Dentistry :2012.p 37-6, 660-664
7. Plotino, G. Buono, L. Nonvital Tooth Bleaching: A Review of
the Literature and Clinical Procedures. JOE;2008. P 394-407

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Erdananda Nindya Wirawan, Margareta Rinastiti
PO-47 225

APEKSIFIKASI SEBAGAI PERAWATAN PADA GIGI DENGAN APEKS


TERBUKA SETELAH TRAUMA
Erdananda Nindya Wirawan*, Margareta Rinastiti**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada
**Staf Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Background: Dental trauma in children or young adult that result in necrotic or non-vital immature open apex teeth may
lead to infection of surrounding tissue. This case showed a challenge due to the presence of large open apices along with
divergent and thin dentinal walls that are susceptible to fracture. Treatment became a problem due to the absence of apical
stop. Purpose: The purpose of this case report was to report the necrosis immature open apex maxillary left central incisor
treated by Mineral Trioxide Aggregate apexification.
Case: A 25 years old female complained about the pain of her anterior front tooth. This tooth had traumatic history 6 months
ago. According to the patient, reposition and fixation had been performed previously without endodontic treatment. The
radiographic evaluation revealed open apex.
Case management: The apical third of the root canal was filled with MTA to create an apical plug. Subsequently, the root
canals were obturated. Composite resin was performed as final restoration.
Conclusion: The result of the treatment was closure of the apex and the tissue surrounding tooth is in normal range or that
absence of radiolucency which is a sign of healing at the periapical.

Key words: Dental trauma, necrotic pulp, apexification


PENDAHULUAN riwayat trauma 6 bulan yang lalu. Menurut pasien,
perawatan reposisi dan fiksasi telah dilakukan
Penatalaksanaan apeks terbuka terdiri dari sebelumnya tanpa dilakukan perawatan endodontik.
apeksifikasi, apexogenesis, atau prosedur regeneratif Pada pemeriksaan klinis, terdapat tumpatan
yang melibatkan berbagai tahapan. Apeksifikasi sementara pada gigi 21. Pemeriksaan sondasi, perkusi,
merupakan prosedur gigi non vital setelah disinfeksi palpasi, vitalitas, dan mobilitas negative, namun
sistem saluran akar, penutupan apikal menggunakan perkusi positif. Oral hygiene baik dan kondisi jaringan
kalsium hidroksida atau Mineral Trioxide Aggregate lunak normal, meskipun masih terdapat terdapat plak
(MTA) yang akan menyebabkan terbentuknya calcific dan stain pada gigi anterior rahang atas dan kalkulus
barrier. Trauma gigi pada anak atau pada usia muda pada permukaan lingual gigi-gigi rahang bawah. Pasien
dapat menyebabkan gigi nekrosis atau gigi non vital memiliki resiko karies rendah. Pada pemeriksaan
muda dengan apeks terbuka yang dapat menyebabkan radiografi menunjukkan keadaan apeks terbuka dan
infeksi pada jaringan sekitarnya.1 Pada kasus ini tidak ditemukan adanya fraktur (vertikal maupun
menunjukkan tantangan atas adanya apeks yang horizontal). Tampak lamina dura gigi 21 mengalami
terbuka lebar, menyebar dan dinding dentin tipis pelebaran. (Gambar 1 dan 2).
yang dicurigai dapat menyebabkan fraktur, perawatan
mendapat halangan dikarenakan ketidakhadiran
penutup apeks. Tujuan laporan kasus ini adalah
untuk menunjukkan gigi insisivus lateral kiri atas non
vital muda dengan apeks terbuka dirawat dengan
apeksifikasi menggunakan MTA.
Gambar 1. Penampakan klinis gigi 21
LAPORAN KASUS (a)Tampak depan (b) tampak belakang

Pasien 25 tahun mengeluhkan sakit pada gigi


insisivus sentral kiri atas nya. Gigi tersebut memiliki
Korespondensi: Erdananda Nindya Wirawan, Resident of Conservation Dentistry Residency Program, Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada, Jl.
Denta Sekip Utara Yogyakarta, Indonesia. E-mail address: erdanandanindyaw@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
226 APEKSIFIKASI SEBAGAI PERAWATAN PADA GIGI DENGAN
APEKS TERBUKA SETELAH TRAUMA

Gambar 2. Penampakan radiografis gigi 21,Terlihat adanya


apeks terbuka
Gambar 3. (a) Preparasi saluran akar (b) Pengukuran
panjang kerja
TATALAKSANA KASUS
Pada kunjungan kedua, tidak ada keluhan dari
Setelah mendapatkan diagnosis, kami membuat pasien, tumpatan sementara masih baik, tanpa
treatment planning untuk kasus ini serta meminta kebocoran. Perkusi, palpasi, dan mobilitas negatif.
pasien untuk mengisi inform consent. Gigi 21 memiliki Setelah menghilangkan tumpatan sementara dan
2 tahap rencana perawatan yakni apeksifikasi dan mengisolasi gigi. Ca(OH)2 dibersihkan dari saluran akar
restorasi resin komposit untuk kelas 1. Pada kunjungan dan diirigasi dengan NaOCl 2,5% dan NaCl 0,9%, EDTA
pertama, Isolasi gigi dilakukan dengan cotton roll. 17% dan terakhir Chlorhexidine glukonat 0,2%. Setelah
Pembukaan akses kamar pulpa dilakukan dengan Endo itu, saluran akar dikeringkan dengan paper point steril.
Access Bur dari permukaan palatal gigi. Atap kamar MTA dimasukkan dengan menggunakan hand plugger
pulpa dibuka dengan menggunakan Bur Diamendo. sehingga kurang lebih setinggi 4 mm dari apeks gigi
Dilakukan pemasangan rubber dam. Dilakukan tindakan (Gambar 4) kemudian orifis diberi kapas lembab untuk
pulp debridement dengan menggunakan barbed mempercepat setting time MTA dan kavitas direstorasi
broach dan diirigasi dengan NaOCl 2,5% kemudian sementara dengan kavit.
diikuti irigasi dengan menggunakan larutan saline Pada kunjungan ketiga, tidak ada keluhan dari
0,9%. Pengukuran panjang kerja dilakukan dengan pasien. Pada pemeriksaan intraoral tetap dalam kondisi
menghitung panjang gigi pada radiograf. Didapatkan baik. Setelah gigi 21 di isolasi, saluran akar disiapkan
panjang gigi sepanjang 21 mm. Panjang gigi dikurangi untuk dilakukan pengisian dengan teknik kondensasi
1 mm sehingga didapatkan panjang kerja sepanjang 20 lateral. Pengisian dilakukan dengan perlahan hingga
mm. Dilakukan pengambilan foto radiografis dengan 2 mm di bawah orifis. Pengambilan gambar radiografi
menggunakan file #25. Hasilnya ujung k-file berada di dilakukan.dengan orifis ditutup dengan menggunakan
ujung apeks yang terbuka. Pengukuran panjang kerja SIK sebagai lapisan base. Aplikasi etsa asam fosfat 37%
dengan EAL tidak dapat dilakukan karena apeks gigi di atas SIK dan di dinding kavitas serta cavosurface
terbuka. Panjang kerja yang didapat adalah 20 mm. margin selama 15 detik kemudian kemudian dibilas
Preparasi saluran akar (Gambar 3) dilakukan dengan dengan menggunakan three way syringe. Cotton pellet
teknik konvensional dengan gerakan circumferential dengan sedikit air digunakan untuk menciptakan
filing (menggunakan k-file yang dimasukkan ke dalam keadaan lembab (moist). Bonding generasi V
saluran akar sesuai panjang kerja dengan gerakam diaplikasikan dengan menggunakan microbrush pada
mengikir mengikuti bentuk dinding saluran akar. titik tertinggi kavitas sehingga dapat mengalir ke
Setiap pergantian file diirigasi dengan larutan NaOCL seluruh bagian kavitas. Bonding dibiarkan selama 20
2,5%, larutan EDTA 17%, dan larutan Chlorhexidine detik kemudian dihembuskan angin secara perlahan
digluconate 0,2% dengan diselangi larutan akuades untuk menguapkan primer nya dan menggunakan
steril setiap pergantian larutan. Dressing dilakukan light curing unit selama 10 detik. Resin komposit SDR
dengan menggunakan Ca(OH)2¬ dan ditutup dengan Bulk Fill Flowable diaplikasikan pada dasar permukaan
menggunakan tambalan sementara. hingga kedalaman dentin. Dilakukan penyinaran
selama 20 detik. Aplikasi resin komposit dengan warna
A3 kemudian dilakukan penyinaran selama 20 detik.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Erdananda Nindya Wirawan, Margareta Rinastiti 227

Pemeriksaan kesesuaian oklusi dengan articulating akan sangat rentan terhadap fraktur akar atau mahkota.
paper. Finishing restorasi dengan menggunakan bur Perawatan akar gigi apikal terbuka akan mengalami
fine pear shaped. Polishing dilakukan dengan rubber kesulitan dalam prosedur perawatan endodontik,
silicone bur (Gambar 5). Setelah seminggu, keluhan terutama untuk mendapatkan apical stopped sebagai
mengenai restorasi disangkal. Pada pemeriksaan prosedur aplikasi untuk mengisi bahan. Pada pasien
intraoral, hubungan antara tepi restorasi baik dan ini, perawatan apeksifikasi dilakukan dengan harapan
kontur baik, tidak ada traumatik oklusi. Tes perkusi dan bahwa saluran akar terbuka akan menutup.2,3
palpasi negatif. Nekrosis pulpa gigi permanen imatur merupakan
tantangan yang signifikan untuk manajemen klinis
karena perkembangan akar berhenti dan apeks
terbuka tetap. Etiologi nekrosis pulpa pada gigi
permanen yang belum dewasa dapat mencakup karies,
trauma atau adanya anomali gigi, dens invaginatus dan
dens evaginatus. Dinding akar dentin yang tipis dan
kurangnya penutupan apikal membuat perawatan
endodontik akan menjadi rumit. Pada kasus ini, pasien
mengalami nekrosis pulpa dan diduga terdapat resorpsi
eksterna akibat trauma yang menyebabkan inflamasi.
Daerah yang terinfeksi biasanya berada di sekitar
Gambar 4. Penampakan radiograf setelah pengaplikasian foramen apikal dan canalis lateralis. Sementum, dentin
MTA dan jaringan periodontal yang berdekatan juga dapat
terlibat. Prognosis jangka panjang tergantung pada
peningkatan risiko fraktur akar serviks dan penurunan
rasio mahkota ke akar. Saat ini, ada pergeseran
paradigma dalam pengelolaan kasus-kasus tersebut
dari prosedur apeksifikasi tradisional menuju prosedur
endodontik regeneratif. Perawatan endodontik
regeneratif dapat meningkatkan perkembangan akar
dan penutupan apikal, yang tidak terjadi dengan
Gambar 5. Hasil perawatan gigi 21 (a) Penampakan klinis,
apeksifikasi Ca(OH)2 atau MTA.4
(b) Penampakan radiograf
MTA pertama kali dikenalkan pada tahun 1993
sebagai semen yang digunakan untuk penggunaannya
PEMBAHASAN
dalam memperbaiki perforasi akar lateral.
Komposisinya adalah campuran kalsium silikat yang
Traumatik pada gigi sering disertai dengan
terdiri dari kalsium oksida (CaO) (50-75% b / b) dan
komplikasi dari berbagai jenis dan keparahan seperti
silikon dioksida (SiO2) (15-25% b / b). Kalsium silikat
pulpa nekrosis, periodontitis apikal, perubahan
tidak terlalu radiopak, dan agen radiopak seperti
warna mahkota gigi, fistula, resorpsi akar inflamasi
bismuth oksida kemudian ditambahkan. MTA adalah
eksternal. Hasil dari trauma gigi tergantung pada
bahan untuk kasus apeksifikasi yang bertindak sebagai
jenis cedera, waktu sebelum perawatan darurat, dan
apical plug yang akan menginduksi pembentukan
kualitas perawatan. Jika trauma gigi menyebar ke
apical calcific barrier sehingga proses pengisian saluran
jaringan sekitar gigi, maka akan menyebabkan avulsi
akar hingga proses penyembuhan dapat dilakukan
atau cedera intrusi. Trauma gigi seperti gangguan,
lebih cepat. Keuntungan dari bahan ini adalah periode
fraktur enamel, fraktur mahkota yang tidak rumit
kerja yang lebih pendek. Tidak ada efek mekanis pada
atau rumit mewakili jalur kemungkinan yang berbeda
akar gigi dan restorasi gigi bisa dilakukan lebih cepat.
untuk bakteri memasuki ruang pulpa dan menjadi
Kerugian MTA adalah kesulitan dalam memanipulasi
penyebab inflamasi pulpa dan nekrosis. Kondisi ini
bahan dan risiko bahwa bahan akan masuk ke jaringan
akan menghasilkan reaksi inflamasi periapikal. Proses
periapikal.3,5
peradangan akan membuat saluran akar menjadi lebar
dengan dinding tipis dan akar apikal terbuka sehingga

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
228 APEKSIFIKASI SEBAGAI PERAWATAN PADA GIGI DENGAN
APEKS TERBUKA SETELAH TRAUMA

KESIMPULAN

Hasil dari perawatan ini adalah penutupan apeks,


jaringan sekitar gigi pada jangkauan normal atau
ketidakhadirannya radiolusensi yang menunjukkan
tanda penyembuhan periapikal. Apeksifikasi merupakan
prosedur yang biasa digunakan untuk perawatan
apeks terbuka dan MTA merupakan alternatif material
terbaik yang bertindak sebagai apical plug dan memicu
penyembuhan tanpa menunggu apical calcific barrier
sehingga mempersingkat waktu kunjungan pasien
dengan langsung dilakukan pengisian saluran akar dan
restorasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Yadav RK, Tikku AP, Chandra A, Verma P, Kushwaha V, Single
visit apexification using Mineral Trioxide Aggregate in
immature permanent tooth with open apex, International
Journal of Scientific Research 2018 March ; 10(3)
2. Zaleckiene V., Peciuliene V., Brukiene V, Drukteinis S.,
Traumatic dental injuries: etiology, prevalence and possible
outcomes, Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial
Journal, 2014(16): 7-14
3. Purra AR, Ahangar FA, Chadgal S, Farooq R, Mineral trioxide
aggregate apexification: A novel approach, Journal of
Conservative Dentistry,2016; 19(4): 377-80
4. Flanagan TA. What can cause the pulps of immature,
permanent teeth with open apices to become necrotic and
what treatment options are available for these teeth. Aust
Endod J. 2014 Dec;40(3):95-10
5. William, Nicholson T, Kahler B, Walsh LJ, Mineral Trioxide
Aggregate—A Review of Properties and Testing Methodologies,
Materials 2017(10) : 1261

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Fitri Yunita Batubara, Dennis, Trimurni Abidin
PO-48 229

REHABILITASI ESTETIK COMPLICATED CROWN FRACTURE PADA


GIGI INSISIVUS SENTRALIS MAKSILA: LAPORAN KASUS
Fitri Yunita Batubara*, Dennis**, Trimurni Abidin**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background: Fracture of anterior teeth cause not only esthetic and functional, but also psychological problems. In complex
case, a combination of endodontic, periodontal and restorative procedure may be required. Purpose: The aim of this article
is to present endodontic treatment, crown lengthening, and complete restoration to solve esthetic problem in complicated
crown fracture of central maxillary incisors.
Case: A 18-years old male patient came to RSGM Universitas Sumatera Utara with the chief complaint of fractured central
maxillary incisors. From the anamnesis was known that the patient had an accident occurred 2 years ago. The teeth gave
negative response to electric pulp test.
Case Management: Crown lengthening and root canal treatment were performed on #11 dan #21. Fiber post and all ceramic
crown were chosen for the final restoration. One month after all treatment procedures were completed, patient was
followed up. There is no complaint and patient was just satisfied with the result.
Conclusion: In this case, the combination of crown lenghtening, endodontic, and then final restoration using fiber post and
all ceramic crown can be considered as the best treatment for patients.

Keywords: All ceramic crown, Crown lengthening, Endodontic treatment, Fiber post
INTRODUCTION occurred 2 years ago. The crown of his anterior teeth
#11 and #21 were fractured. The teeth gave negative
Fracture of anterior teeth cause not only esthetic response to electric pulp test.
and functional, but also psychological problems. Intra oral examination showed the complicated
Crown fractures are classified as an uncomplicated crown fracture of #11 and #21 causing an fully
crown fracture that involving enamel and dentin and opened pulp around middle of the teeth. In general,
complicated crown fracture that involving enamel, his intraoral condition showed that there were many
dentin, and pulp. The incidence of complicated crown plaque and he was in good health.
fracture in permanent teeth ranged between 18% and
25% of all dental injuries. Special attention has been
given to this type of trauma due to the diversity of
proposed treatment.1
Complex crown fracture involves the crown with the
pulp expose requires endodontic treatment including
post and core for the retention and also adequate final
restoration.2 (a)
The purpose of this case report is to present
endodontic treatment and restoration of complicated
crown fracture of central maxillary incisors.

CASE

A 18-years old male patient came to RSGM


Universitas Sumatera Utara with the chief complaint of (b)
Figure 1. Clinical pre operative condition: (a) labial and
fractured central maxillary incisors (Figure 1). From the
occlusion view; (b) palatal view
anamnesis was known that the patient had an accident
Korespondensi: Fitri Yunita Batubara, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jl. Alumni No. 2 Kampus USU
Medan 20155. Alamat e-mail: fitri_konservasi@rocketmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
230 REHABILITASI ESTETIK COMPLICATED CROWN FRACTURE PADA GIGI
INSISIVUS SENTRALIS MAKSILA: LAPORAN KASUS

On periapical radiographic examination #11 and Periodontal dressing and sutures were removed
#21 had radiolucency and resorption in their apical after 14 days (in third visit) and the teeth were cleaned
region (Figure 2). professionally.
The teeth #11 and #21 were then diagnosed as
pulp necrosis.

Figure 3. Crown lengthening procedure on teeth #11 and


#21

On the fourth visit, endodontic procedure of


#11 and #21 were started with access opening by
Figure 2. Pre operative radiography
improving canal access with diamond access bur
(Dentsply Maillefer, Switzerland). Measuring the
CASE MANAGEMENT
working length using K-file #15 with apex locator (The
Formatron, Parkell inc.) which confirmed by periapical
In the first appointment, anamnesis, history taking,
radiographs (Figure 4). Root canal preparation
clinical and radiograph examinations, diagnosis and
then was continued using Protaper next (Dentsply
treatment planning for his maxillary teeth were
Maillefer, Switzerland) to file #X3 / 20 mm. Lubricating
conducted. After thorough explanations, the patient
17 % ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) solution
approved and consented about endodontic and
(VistaTM Dental Product, Inter-Med,Inc), 3% NaOCl
conservative aesthetic rehabilitation procedures. Then
(HyposolTM, Prevest DenPro) and distilled water
the patient was referred to periodontist to get scalling.
irrigation were conducted during the root canal
In the second visit, crown lengthening was performed
preparation.
to get gingival aesthetic and relocate the alveolar
crest at a sufficient apical distance to allow space for
adequate crown preparation and reattachment of
the epithelium and connective tissue on teeth #11
and #21 (Figure 3). Crown lengthening procedure was
started with local infiltration anesthesia on the labial
and palatal regions of teeth #11 and #21. An inverse
bevel incision and full-thickness flap procedures were
performed and extended at least one tooth mesially
and distally. Osseous surgery was carried out by hand
and rotary instruments under sterile saline irrigation Figure 4. Working length confirmation
in a way that positive architecture of bone would be
maintained. The remnant of periodontal ligament After the root canal preparation was completed,
and connective tissue on root surface were removed tug back checking was performed, and root canal
with a fine flame-shaped finishing bur. The flaps were chamber was dried using paper points. Obturation of
positioned over the bony crest at buccal and lingual teeth was done (Figure 5) according to working lengths
surfaces and stabilized by continuous sling sutures using warm vertical compaction and obturation paste
which resulted in exposure of interdental alveolar bone (BioFill, Medicept Dental). Obturation was sealed with
crest. The surgical areas were covered with periodontal Glass Ionomer Cement (Fuji II LC, GC Corporation,
dressing. Antibiotics (500 mg amoxicillin capsules for 5 Japan) and temporary filling material (CavitTM, 3M
days) and analgesics (400 mg ibuprofen tablets) were ESPE, Germany).
prescribed for the patient.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Fitri Yunita Batubara, Dennis, Trimurni Abidin 231

One month after treatment, patient was followed


up and there is no complaint and patient was just
satisfied with the result

DISCUSSION

The process of endodontic treatment predominantly


results in collagen depletion; this affects the elasticity
of the dentine and predisposes to fracture during
shearing forces. A number of steps in the protocol
Figure 5. Obturation of root-canal treatment have a negative effect on
collagen including the use of sodium hypochlorite
One week later (in the fifth visit), the clinical (NaOCl), with concentration over 2% having more
examination the tooth was asymptomatic. Furthermore, deleterious effects. There is a synergistic effect of
preparation of post space, insertion of fiber posts (C-I ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) and NaOCl.
WhiteTM Post, Parkell Inc.) with cementation of resin Various studies have shown that combination of sodium
based cement were done. hipochlorite and EDTA has more bactericidal effect
Core preparation was performed. After the which is probably due to removal of contaminated
core preparation was completed, moulding was smear layer by EDTA.3,4
performed. Double impression was taken for maxilla A root filled tooth is unlike a vital tooth due to
and irreversible hydrocolloid (alginate) for antagonist. the effect of endodontic treatment. It is thought
Dental laboratorium was instructed to make all ceramic that endodontic treatment leads to ‘weakening’ of
crowns. Temporary crowns were inserted on the teeth the remaining tooth structure as a result of various
with temporary cement. factors: changes in tooth architecture, changes in the
In the sixth visit, all ceramic crowns were inserted as properties of dentine and changes in proprioception.
final restorations of the teeth. Trial radiography before An endodontically treated tooth needs an appropriate
cementation and photography after cementation were restoration so it can stay in a long time. Some
made. The patient was very satisfied with the final specification for endodontically treated tooth are
restorations. fully covered the coronal area, protect remain tooth
structure, resistance and retention, and able to restore
the function of the tooth.3 Although the porcelain
fused to metal can be used in most clinical situations,
where a greater stress resistance is required, these
restorations produce less satisfying esthetic results.
The translucency of the porcelain fused to metal crown
is altered by the presence of the metallic coping, which
blocks light transmission through the restoration.
Because of this reason, the all ceramic crown is set a
new standard in esthetic restorations that is difficult
(a)
to achieve by porcelain fused to metal.5 Meanwhile,
the selection of all ceramic crown restoration aimed to
obtain natural final restoration with a good adaptation,
so optimal function and aesthetics were obtained.
The advantages of using reinforced fiber to
construct an intracanal post include translucency and
relative easy of manipulation. The lower flexural
modulus of fiber reinforced posts measures closer
(b) to that of dentin and can decrease the incidence of
Figure 6. Final restoration: (a) radioraphy; (b) photography root fractures. 6,7

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
232 REHABILITASI ESTETIK COMPLICATED CROWN FRACTURE PADA GIGI
INSISIVUS SENTRALIS MAKSILA: LAPORAN KASUS

In order to facilitate restorative treatment and 4. Paul, John. Recent trends in irrigation in endodontics.
to prevent periodontal breakdown, surgical crown Int.J.Curr.Microbiol. App.Sci 2014; 3(12) : 941-952.
5. Abraham A, Ramasamy C, Job S, Vigneshwaran: Restoring
lengthening with apically position flap and osseous anterior dental esthetics using zirconium based all ceramic
resection have been recommended. The preservation restorations. A Clinical report. Indian Dentist Research &
of healthy periodontium is necessary for the long-term Review 2010;4:12-17.
success of a restoration. At the same time, the esthetic 6. Talabani RM, Rassam R, Omer JO. Endodontic treatment and
restoration of a mandibular first premolar type IV Wiene’s
and restorative needs of patients should always be
root canal configuration with IPS E.Max CAD technology: A
balanced. Extensive subgingival caries, tooth fracture, Case Report. Austin J Dent 2018; 5(5): 1115.
inadequate crown length and preexisting margins of 7. Summit JB, Robbins JM, Hilton TJ, Schwartz RS. Fundamentals
failing restoration in a deep subgingival location make it of operative dentistry: A contemporary approach. 3rd ed.
impossible to prepare well-defined restoration margins Chicago: Quintessence Publishing 2006: 571-84.
8. Ayubian N. Evaluation of dimensional changes of supraosseous
that are easily accessible for impression making.8 gingiva following crown lengthening. J Periodontol Implant
Crown-lengthening procedure in this case was Dent 2010; 2(2):61-65.
performed for aesthetic improvement in order to make 9. Hempton TJ, Dominici JT. Contemporary crown-lengthening
the gingival margin aligned with the other gingival. therapy: A review. JADA 2010;141(6):647-655.
Consequently, truly compatible gingival contour was
obtained. Crown-lengthening surgery also helps to
relocate the alveolar crest at a sufficient apical distance
to allow space for adequate crown preparation and
reattachment of the epithelium and connective tissue.
Furthermore, by altering the inciso gingival length and
mesio distal width of the periodontal tissues in the
anterior maxillary region, Crown-lengthening surgery
can be a viable option for facilitating restorative
therapy or improving esthetic appearance.9

CONCLUSION

It may be concluded that a complete treatment


include crown lenghtening, endodontic, and final
restoration using fiber post and all ceramic crown can
be considered as the best treatment for patients in this
case. The patient was very satisfied with the result of
all treatments.

REFERENCES

1. Al-Zubaidi SM. Management of coronal fracture of traumatized


central incisor: Report of two cases. Saudi Endod J 2017;7:40-
4.
2. Baritcigil C, Harorli OT, Yildiz M. Restoration of crown fracture
with a fiber post, polyethylene and composit resin. Rev Clin
Pesq Odontol Curitiba 2009; 5(1): 73–7.
3. Eliyas S, Jalili J, Martin N. Restoration of the Root Canal Treated
Tooth. BDJ 2015; 218: 53-6.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Namira Sabila, Nevi Yanti
PO-49 233

PENGARUH BAHAN IRIGASI TERHADAP KEKUATAN PERLEKATAN


SEMEN RESIN DENGAN DENTIN SALURAN AKAR
Namira Sabila*, Nevi Yanti**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background: The goal of endodontic therapy is the removal of all vital or necrotic tissue, microorganisms from the root
canal and prevent recurrent infection. This may be achieved through chemomechanical preparation of root canal includes
both irrigation and mechanical instrumentation. Some irrigants used for endodontic irrigation have been reported to play a
negative role on the bond strengths of adhesive materials to root canal dentin. Purpose: This paper is aimed to discuss the
characteristics of some irrigants commonly used in root canal treatment and also to present the results obtained from some
clinical investigations about effect some irrigations on bond strength of resin cement to root dentin.
Literature review: Chemical irrigants, such as sodium hypochlorite, EDTA, and chlorhexidine, are commonly used in the
endodontic treatment. NaOCl leaves a dentin surface characterized by an oxygen- rich layer that can reduce bond strength.
The use of EDTA for longer than 1 min in conjunction with NaOCl creates an erosive dentin surface. Chlorhexidine may
produce adhesive interfaces less prone to degradation when applied on demineralized dentin before adhesive application
Conclusion: Under the present studies, we may conclude that the chemical irrigant used in endodontic have effect on bond
strength of resin semen to root dentin. EDTA shows the less bond strength compared to Natrium hypoclorite. However, there
are studies that use the value of adhesion using 5% EDTA + NaOCL 17% statistically greater when compared to using one of
these materials.

Keywords : Bond strength, Cement resin , Endodontic, Irrigation, Root dentin

PENDAHULUAN melarutkan materi organik dan anorganik.4


Tulisan ini bertujuan untuk membahas karakteristik
Pasak dan inti biasanya digunakan pada gigi yang beberapa bahan irigasi yang biasa digunakan dalam
yang telah dilakukan perawatan endodontik dan perawatan saluran akar dan pengaruhnya terhadap
kehilangan banyak struktur gigi.1 Kegagalan yang kekuatan perlekatan semen resin terhadap dentin
paling sering dari restorasi dengan pasak adalah pasca saluran akar.
debonding.2 Efektivitas ikatan adhesif memainkan
peran negatif dalam kinerja klinis restorasi dikarenakan Sodium Hipoklorit (NaOCl)
pasak melekat secara pasif ke dalam saluran akar. NaOCl memiliki spektrum antimikroba yang luas.
Semen resin merupakan semen adesif yang digunakan Bahan ini dapat melarutkan jaringan pulpa nekrosis
untuk melekatkan pasak fiber ke dentin saluran atau vital, menginaktivasi endotoksin dan melarutkan
akar.1 Penting untuk mengetahui faktor yang dapat bagian organik dari lapisan smear layer.5 NaOCl bereaksi
mempengaruhi kekuatan perlekatan antara semen dengan jaringan organik, menghasilkan saponifikasi,
adesif dan dentin saluran akar, salah satunya adalah netralisasi asam amino, dan reaksi kloramin.6
bahan irigasi. Bahan irigasi yang digunakan selama Natrium hipoklorit dapat menghilangkan
perawatan endodontik mungkin memiliki dampak komponen organik dentin, terutama kolagen. Bahan
negatif pada perlekatan akar gigi.3 irigasi ini dapat meningkatkan penetrasi monomer ke
Irigasi adalah bagian penting dari perawatan saluran dalam struktur demineral dentin. Selain itu, natrium
akar. Irigasi memiliki beberapa fungsi dan tujuan yang hipoklorit terurai menjadi natrium klorida dan oksigen.
berbeda tergantung pada jenis irigasi yang digunakan: Oksigen dari bahan kimia tersebut menyebabkan
irigasi mengurangi gesekan antara instrumen dan penghambatan kuat polimerisasi bahan ikatan resin.
dentin, meningkatkan efektivitas pemotongan file, dan Pembentukan gelembung oksigen pada interface
Korespondensi: Namira Sabila, Resident of Specialist Program of Conservative Dentistry, Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara. Jln. Alumni
No.2 Kampus USU Medan 20155. Alamat e-mail : namira.sabila@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
234 PENGARUH BAHAN IRIGASI TERHADAP KEKUATAN PERLEKATAN SEMEN
RESIN DENGAN DENTIN SALURAN AKAR

resin-dentin juga dapat mengganggu infiltrasi resin ke Klorheksidin glukonat merupakan tambahan irigasi
dalam tubulus dan dentin intertubular.7 selama perawatan endodontik karena efek bakterisida.
Selain natrium klorida, bahan pengoksidasi lain Bahan irigasi ini tidak membahayakan ikatan resin ke
seperti RC-prep, merupakan produk berbasis urea akar dentin, yang menguntungkan untuk ikatan resin
peroksida dan membuat permukaan yang kaya akan ke saluran akar.8 Namun, karena tidak memenuhi
oksigen sehingga dapat menghambat perlekatan. semua kebutuhan bahan irigasi endodontik, bahan ini
Penurunan kekuatan ikatan ini dapat dicegah dengan tidak dapat menggantikan larutan NaOCl dan EDTA.
aplikasi 10% asam askorbat atau 10% natrium Selain itu, klorheksidin dapat menghasilkan lapisan
askorbat selama 1 menit.8 Dampak negatif NaOCl adesif yang lebih tidak rentan terhadap degradasi
pada perlekatan juga terlihat ketika sealer endodontik bila diaplikasikan pada dentin demineralisasi sebelum
berbasis resin digunakan untuk obturasi saluran aplikasi bahan adesif.12
akar. Kekuatan ikatan yang berkurang diamati antara Karena adanya kelemahan bahan irigasi yang sering
sealer berbasis resin dan saluran akar ketika natrium digunakan dalam endodontik, telah dikembangkan
hipoklorit digunakan sebagai larutan irigasi.3 bahan alami sebagai alternatif bahan irigasi saluran
akar yang diharapkan menjadi lebih baik dan lebih
Ethylenediaminetetraacetic (EDTA) biokompatibel sehingga dapat digunakan secara
Asam Ethylenediaminetetraacetic, disingkat EDTA, klinis.13 Bahan alami menjadi sangat popular
adalah asam aminopolycarboxylic, tidak berwarna, dikarenakan aktifitas antimikroba yang tinggi,
padatan yang larut dalam air. EDTA sering digunakan biokompatibel, sifat anti inflamasi dan anti oksidan.
sebagai bahan irigasi karena dapat melumasi dan Beberapa bahan irigasi alami seperti propolis, Triphala
menghilangkan lapisan smear layer. Bahan ini adalah dan Green Tea Polyphenols (GTP), lerak, chitosan , dll
asam olyaminocarboxylic dengan rumus [CH 2 N (CH telah dikembangkan.
2CO2 H) 2]2.4
Kombinasi EDTA dan NaOCl umumnya digunakan Propolis
untuk irigasi endodontik untuk mencapai demineralisasi Propolis adalah suatu campuran resin-like yang
dan deproteinisasi. Calt dan Serper melaporkan bahwa berasal dari dari lebah madu . Secara farmakologis
1 menit irigasi dengan 10 ml larutan EDTA 17% efektif bahan aktif yang penting pada propolis adalah
menghilangkan lapisan smear dari dinding kanal. flavonoid, fenol, dan aromatik. Propolis memiliki
Mereka mengamati bahwa demineralisasi dentin aktivitas anti bakteri terhadap streptococcus sobrinus
meningkat dengan waktu kontak, konsentrasi EDTA dan streptococcus mutans. Bahan ini juga memiliki
(dari 10% hingga 17%), dan pH (dari 7,5 ke 9).9 aktivitas anti-oksidan dan anti-inflamasi yang baik.
Qian dkk. meaporkan bahwa tidak ada erosi yang Propolis dapat digunakan sebagai bahan pulp capping,
terdeteksi ketika agen demineralisasi digunakan agen kariostatik, sebagai obat kumur dan dalam
sebagai bilasan akhir setelah NaOCl. Namun, erosi perawatan periodontitis.14
dentin peritubular dan intertubular terjadi ketika EDTA Ekstrak etanol propolis meningkatkan regenerasi
digunakan pertama kali diikuti oleh 5,25% NaOCl.10 tulang dan menstimulasi pembentukan jembatan
Hal inilah yang menyebabkan sulitnya perlekatan yang jaringan keras pada pulpotomi atau kaping pulpa.
kuat dengan sistem ikatan dentin, terutama ketika Propolis dapat ditemukan dalam bentuk bervariasi,
menggunakan adhesives self-etch.11 dan merupakan bahan antimikroba dan antiinflamasi
yang baik, dapat digunakan sebagai bahan irigasi dan
Klorheksidin glukonat (CHX) medikamen intrakanal yang lebih baik.15
CHX adalah antiseptik kuat yang biasa digunakan
untuk mengontrol plak di rongga mulut. Sedangkan Triphala dan Green Tea Polyphenols (GTP)
larutan 0,1% -0,2% CHX digunakan sebagai obat kumur, Buah Triphala kaya akan asam sitrat yang membantu
konsentrasi 2% digunakan untuk irigasi saluran akar menghilangkan lapisan noda. Sifat pelumasnya
dalam perawatan endodontik. Aktivitas antimikroba membuatnya menjadi alternatif yang efektif untuk
CHX tergantung pada pencapaian pH optimal (5,5-7). natrium hipoklorit untuk irigasi saluran akar. Polifenol
CHX bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah teh hijau memiliki sifat anti oksidan, anti kariogenik,
dan bakterisida pada konsentrasi yang lebih tinggi.4 anti inflamasi, thermogenik, probiotik dan anti mikroba

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Namira Sabila, Nevi Yanti 235

yang signifikan.14 Dalam sebuah studi in vitro yang oksigen dan air yang menyebar di dalam matriks kolagen
dilakukan oleh J.Prabhakar et al, Triphala dan teh hijau dan tubulus dentin. Hal ini mempengaruhi penetrasi
polifenol ditemukan memiliki aktivitas anti mikroba bahan resin ke dalam struktur dentin atau polimerisasi
yang signifikan terhadap E.faecalis.16 monomer sehingga meningkatkan risiko fraktur akar.
Faktor lainnya yang mungkin dapat mengganggu
Buah Lerak ( Sapindus rarak DC) proses perlekatan adalah degradasi kolagen fibril dari
Kandungan utama buah lerak adalah saponin permukaan dentin yang disebabkan oleh penggunaan
yang memiliki efek antibakteri terhadap S.pyogenus, bahan irigasi, yang menghambat pembentukan lapisan
S.aureus, Fusobacterium nucleatum dan Enterococus hibrida yang padat.17
faecalis serta efek antifungal. Saponin bersifat NaOCl adalah irigasi endodontik ideal yang banyak
emulgator yang dapat melarutkan smear layer organik digunakan dalam perawatan endodontik. Namun, hal
dan anorganik dan bisa menurunkan tegangan ini dapat menghambat polimerisasi bahan berbasis
permukaan sehingga permeabilitas dentin meningkat resin karena sifat pengoksidasi yang kuat.NaOCl
yang dapat mempermudah penetrasi bahan adhesif. meninggalkan permukaan dentin yang ditandai dengan
Saponin buah lerak terbukti dapat menyingkirkan lapisan kaya oksigen yang dapat secara signifikan
smear layer saluran akar gigi dan memiliki efek mengurangi kekuatan perlekatan.18
antibakteri.13 Dalam sebuah studi in vitro, Nikaido dkk
menunjukkan bahwa semen resin Single Bond dan
Kitosan Blangkas ( Tachypleus gigasi) Superbond C & B memiliki kekuatan ikatan yang
Kitosan blangkas merupakan kitosan bermolekul lebih rendah ketika saluran akar secara kimiawi
tinggi yang diperoleh dari kitosan blangkas. Kitosan dibilas dengan NaOCl 5% dan 3% H2O2.19 Garcia dkk
adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β(1-4)-D-lukopiranosa) melaporkan bahwa nilai perlekatan menggunakan
dengan rumus molekul ( C6H11NO4 )n yang dapat NaOCL 5% + EDTA 17% secara statistik lebih besar
diperoleh dari deasitilisasi kitin. Kitosan memiliki sifat bila dibandingkan dengan hanya menggunakan salah
biokompatibiltas yang tinggi, hampir tidak memiliki satunya. Hal ini berdasarkan pada jumlah erosi yang
toksisitas pada manusia/hewan, bioaktivitas yang disebabkan oleh 17% EDTA, yang merupakan agen etsa
tinggi, biodegradabilitas, reaksi-reaksi dari kelompok asam lemah dengan deproteinisasi berikutnya yang
deasetilasi amino, aktivitas antimikroba,dll. Sebagai dilakukan dengan natrium hipoklorit. Selanjutnya, ini
bahan irigasi, penelitian Silva et al, kitosan (arcos juga terkait dengan etsa semen resin yang melekat
organic) membuktikan larutan kitosan 0,2% dapat melalui monomer asamnya. Jumlah faktor ini mungkin
menghilangkan smear layer dari 1/3 tengah dan 1/3 mendukung pembukaan tubulus dentin untuk
apikal saluran akar.15 memfasilitasi adhesi agen luting ke dentin akar. Ketika
Keuntungan utama dari bahan irigasi herbal adalah kanal diirigasi dengan larutan EDTA 15% diikuti oleh 6%
aman, ketersediaan mudah, dapat disimpan dalam NaOCl, dentin memberikan suatu aspek yang terkikis,
waktu lama, efektivitas biaya dan berkurangnya dengan tubulus dentin yang lebih tidak beraturan dan
resistensi mikroba. Penelitian in vitro yang dilakukan kasar, mendukung adhesi pada dentin akar.1
sejauh ini telah menunjukkan bahwa tumbuhan Erdemir dkk. melaporkan bahwa irigasi saluran
dapat memiliki peran yang menjanjikan sebagai irigasi akar dengan klorheksidin 0,2% glukonat meningkatkan
saluran akar.16 Namun masih membutuhkan penelitian nilai kekuatan perlekatan dentin saluran akar. Peneliti
yang lebih lanjut apakah bahan irigasi tersebut dapat mengaitkan hasil ini dengan karakteristik absorpsi
mempengaruhi kekuatan perlekatan semen resin klorheksidin,yaitu molekulnya menunjukkan muatan
dengan dentin saluran akar. ion positif sehingga dapat terhubung ke substrat
lain secara negative , seperti jaringan gigi dan
PEMBAHASAN molekul adesif itu sendiri, memperkuat jaringan gigi
dengan perlekatan resin.19 Di sisi lain, Santos dkk
Bahan irigasi kimia yang digunakan selama menyimpulkan bahwa kekuatan ikatan untuk dentin itu
perawatan endodontik dapat berpengaruh pada tidak terpengaruh oleh irigasi endodontik dengan 2,0%
kekuatan perlekatan semen resin ke dentin saluran klorheksidin glukonat, baik cair maupun gel, dimana
akar dikarenakan bahan irigasi dapat terurai menjadi nilai rata-rata kekuatan perlekatan sama dengana

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
236 PENGARUH BAHAN IRIGASI TERHADAP KEKUATAN PERLEKATAN SEMEN
RESIN DENGAN DENTIN SALURAN AKAR

kelompok kontrol,20 Hal ini sejalan dengan hasil 6. Topbas C, Adiguzel O. 2017. Endodontic Irrigation Solutions: A
penelitian Lacerda dkk yang menyimpulkan bahwa Review. Int Dent Res ;7:54-61.
7. Ari H, Effects of NaOCl on Bond Strengths of Resin Cements to
irigasi dengan sodium hipoklorit menunjukkan nilai Root Canal Dentin. 2003. Journal of endodontics; 29(4).248-
kekuatan perlekatan yang lebih kecil secara statistik 251
dibandingkan gigi yang dirawat dengan klorheksidin 8. Erdemir A, Ari H, Gungunes H, Belli S.2004.Effect of
glukonat dan salin.21 medications for root canal treatment on bonding to root canal
dentin. J Endod 30:113–116
9. Calt S, Serper A. 2002.Time-dependent effects of EDTA on
KESIMPULAN dentin structures. J Endod ;28:17-9
10. Qian W, Shen Y, Haapasalo M. Quantitative analysis of the
Berdasarkan literatur, kita dapat menyimpulkan effect of irrigant solution sequences on dentin erosion. 2011.
bahwa bahan irigasi kimia yang digunakan dalam J Endod. ;37(10):1437–41.)
11. Hayashi M, Takahashi Y, Hirai M, Iwami Y, Imazato S, Ebisu
endodontik memiliki pengaruh pada kekuatan ikatan S . 2005. Effect of endodontic irrigation on bonding of resin
semen resin ke akar dentin. cement to radicular dentin. Eur J Oral Sci 113:70–76)
EDTA menunjukkan kekuatan perlekatan yang 12. Martinho FC, Carvalho CA, Oliveira LD, de Lacerda AJ, Xavier
paling kecil dibandingkan dengan NaOCl. Namun, AC, Augusto MG, Zanatta RF, Pucci CR .2015. Comparison of
different dentin pretreatment protocols on the bond strength
terdapat penelitian yang menyatakan nilai perlekatan
of glass fi ber post using self-etching adhesive. J Endod 41:83–
menggunakan NaOCL 5% + EDTA 17% secara 87
statistik lebih besar bila dibandingkan dengan hanya 13. Yanti N, Dennis. 2017. The Ability of Root Canal Irrigant With
menggunakan salah satu bahan tersebut. Irigasi Ethanol Extract of Lerak Fruit (Sapindus Rarak Dc) in Removing
dengan NaOCl menunjukkan nilai kekuatan perlekatan Root Canal Smear Layer (A Sem Study). IOSR Journal of Dental
and Medical Sciences;16(1);Ver. VIII : 24-30
yang lebih kecil secara statistik dibandingkan gigi yang 14. Jain P, Ranjan M. 2014. Role of herbs in root canal irrigation-A
dirawat dengan klorheksidin glukonat dan salin. review. IOSR Journal of Pharmacy and Biological Sciences;
Sekarang sudah banyak peneliti yang 9(2): 06-10
mengembangkan bahan alami sebagai alternatif 15. Ernani, Abidin T., Indra, 2015, Experimental Comparative
Study and Fracture Resistence Stimulation with Irrigation
bahan irigasi saluran akar yang diharapkan mempunyai
Solution of0,2% Chitosan, 2,5% NaOCL and 17% EDTA, Dent
manfaat yang lebih baik daripada bahan irigasi kimia. J., 48(3): 154-158.
Namun, belum ada yang melakukan penelitian 16. J.Prabhakar, M.Senthikumar, M.S.Priya et.al, Evaluation of
mengenai pengaruh bahan irigasi alami terhadap Antimicrobial Efficacy of Herbal Alternatives (Triphala and
kekuatan perlekatan semen resin terhadap dentin Green Tea Polyphenols), MTAD, and 5% Sodium Hypochlorite
against Enterococcus faecalis Biofilm Formed on Tooth
saluran akar, sehingga diharapkan dapat dilakukan Substrate: An In Vitro Study, J Endod, 36, 2010, 83-86.
penelitian yang lebih lanjut. 17. Lacerda AJF. Gullo MA, Xavier AC, Pucii CR. 2013. Influence of
ultrasound and irrigant solutions on the bond strength of glass
DAFTAR PUSTAKA fiber posts to root canal dentine. Braz DentSci;16(1):53-58
18. Marques EF, Bueno CE, Veloso HH, Almeida G, Pinheiro SL.
2014. Influence of instrumentation techniques and irrigating
1. Garcia C, Ruales-Carrera E, Prates LHM, Volpato CAM.2018.
solutions on bond strength of glass fiber posts to root dentin.
Effect of differ¬ent irrigations on the bond strength of
19. Nikaido T, Takada T, Sasafuchi Y, Burrow MF, Tagami J.
self-adhesive resin cement to root dentin. J Clin Exp
1999. Bond strengths to endodontically treated teeth. Am J
Dent;10(2):e139-45.
Dent;12:177–80.
2. Weston CH, Ito S, Wadgaonkar B, Pashley DH .2007. Effects
20. Erdemir A, Ari H, Gungunes H, Belli S. Effect of medications for
of time and concentration of sodium ascorbate on reversal of
root canal treatment on bonding to root canal dentin. 2004. J
NaOCl-induced reduction in bond strengths. J Endod 33:879–
Endod. Fev;30(2):113-16
881
21. Santos JN, Carrilho MR, Goes MF, Zaia AA, Gomes BPA, Souza-
3. Reis A , Loguercio A D ,Bitter K, Perdigão J., 2016. Adhesion
Filho FJ, et al. 2006.Effect of chemical irrigants on the bond
to Root Dentin: A Challenging Task, dalam: Perdigão J,
strengths of a self-etching adhesive to pulp chamber dentin. J
Restoration of Root Canal- Treated Teeth An Adhesive
Endod.;32(11):1088-90.
Dentistry Perspective. Springer. USA
4. Ya sen et all, 2015. Endodontic Irrigation: Chemical Disinfection
of the Root Canal System. Chapter 4. Springer. 65
5. Siqueira, J.F. Jr., Rocas, I.N., Alves, F.R. & Silva, M.G.2009.
Bacteria in the apical root canal of teeth with primary apical
periodontitis. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology,
Oral Radiology, and Endodontics, 107 (5), 721–726.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Jihan Rahmadian Fitria, Nevi Yanti
PO-50 237

PENGARUH BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR TERHADAP KETAHANAN


FRAKTUR AKAR: TINJAUAN PUSTAKA
Jihan Rahmadian Fitria*, Nevi Yanti**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background: The goal of endodontic therapy is the removal of all vital or necrotic tissue, microorganisms from the root
canal system and prevent recurrent infection. However, The post-endodontic teeth has a higher fracture risk than the vital
teeth. The causes of fracture in endodontically treated teeth is multifactorial, one of affected by biomaterial considerations
of dentine substrate. Preparation procedures in endodontic need irrigation materials for debridement and disinfectant
purposes. However, irrigant are also capable of altering the chemical and structural properties of dentin by modifying the
proportion of calcium and phosphate minerals. Purpose: The purpose of this literature is to discuss the influence of irrigation
material on post endodontic root fracture resistance.
Literature review: A combination of NaOCl and EDTA remains the irrigant of choice for root canal. Different concentrations of
EDTA are capable of decreasing the microhardness of root canal dentin. For effective removal, it is generally recommended
to use endodontic chelator solutions followed by NaOCl. Although NaOCl is not a chelating agent, it can significantly decrease
the Ca/P ratio of superficial root dentin and its microhardness. The mechanical properties of dentin affected by irrigation
agents include microhardness, flexural strength, modulus of elasticity, permeability and solubility.
Conclusion: Relating these properties to the possibility of clinical occurrences, the resistance of root canals to functional
loads may decrease, and the roots can become more susceptible to fracture.

Keywords: root canal irrigant, fracture resistant, post endodonti

INTRODUCTION remove tissue and should always be supplemented


by irrigation to expel pulpal tissue remnants and
The goal of endodontic therapy is the removal of dentinal shavings from the root canal system5. Some
all vital or necrotic tissue, microorganisms from the areas are inaccessible to instruments, thus preventing
root canal system and prevent recurrent infection1. mechanical cleaning, the use of chemical substances
However, Endodontically treated teeth are generally is essential, making it possible to disinfect and
weaker than sound teeth due to loss of toothstructure remove debris but also working as a lubricant in the
caused by caries and/or endodontic procedures. The root canals, thereby reducing mechanical stress on
post-endodontic teeth has a higher fracture risk than the endodontic instruments and minimizing their
the vital teeth2. Fractures in endodontically treated fracture risks. However, although these solutions are
teeth have been understood to be multifactorial important for cleaning and disinfecting the root canal,
in origin. The causes can be broadly classified as irrigation solution is also one of the factors affecting
iatrogenic and non-iatrogenic. The mechanisms and the tendency of fractures, they are also capable of
risk factors for fracture predilection in endodontically altering the chemical and structural properties of
treated, one of affected by biomaterial considerations dentin by modifying the proportion of calcium and
of dentine substrate3. phosphate minerals6. Any change in the Ca/P ratio may
Chemomechanical preparation is the causative alter the original proportion of organic and inorganic
factor that weakens the tooth during endodontic components, which in turn change the microhardness,
treatment and results in a reduction of the permeability, and solubility characteristics of dentin7.
fracture strength of the tooth4. Chemomechanical In endodontic practice, many irrigation solutions
preparation includes both irrigation and mechanical with various distinct advantages and disadvantages are
instrumentation1. Mechanical debridement of used for final irrigation purpose such as EDTA, Sodium
the root canal is considered an important step to hypochlorite (NaOCl), H2O2 dan chlorhexidine (CHX). In

Korespondensi: Jihan Rahmadian Fitria, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Jl. Alumni No. 2 Kampus USU
Medan, Indonesia. Alamat e-mail: jihanrf@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
238 PENGARUH BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR TERHADAP
KETAHANAN FRAKTUR AKAR: TINJAUAN PUSTAKA

this literature will be discussed the effect of irrigation per mm2. Mature dentine is a composite material made
solutions on resistant fractures in endodontically up of an organic fraction (30%) and an inter penetrant
treated teeth4. inorganic fraction (60%) and water (10%)3.
The percentage of dentin organic matrix consists
Mechanisms of fractured in endodontically treated mostly of 90% type I collagen while the remaining
teeth 10% consists of noncollagenous proteins such as
The post-endodontic teeth has a higher fracture risk phosphoproteins and proteoglycans. Type I collagen
than the vital teeth1. The strength of post-endodontic forms a fibrous three-dimensional network structure
teeth is directly proportional to the remaining healthy which build up the dentin matrix8. Compared to bone,
teeth structure and if the teeth structure is lost, the the collagen matrix in dentin is more interwoven
teeth fracture potential will be increasing2. The cause with numerous crossing of fibrils. Collagen in organic
of fractures in post- endodontic teeth is multifactorial matter functions to provide crack resistance, enhances
which are iatrogenic and noniatrogenic3. From the the ability to absorb toughness and provides tensile
perspective of biomechanics, fracture is a highly strength. Inorganic materials function to increase
complex process which involves the formation and stiffness, modulus of elasticity and compressive
growth of micro crack and macro cracks. Micro crack strength9.
can grows by the time and increases the concentrations Water in dentin serves to provide viscoelasticity,
of stress and tensile stress which is producing a increases the ability to absorb stress and increases
microscopic plastic deformation in the end of that the distribution of stress / strain in dentin. The general
pressure concentration that leads on fracture on teeth conjecture is that there are two types of water in
structure3. dentine. One type is associated with the apatite
The mechanisms and risk factors for fracture crystal of the inorganic phase, and collageneous and
predilection in endodontically treated, one of affected noncollageneous matrix proteins of the organic phase.
by biomaterial considerations of dentine substrate. They are mostly ‘tightly’ bound in nature. The second
Dentine is a natural, hydrated, mineralized hard tissue type is the free or ‘unbound’ water, and this type of
that forms the major bulk of a tooth. It consists of water fills the dentinal tubules and other porosities
thousands of microscopic tubules with diameter in the dentine matrix. The free water is associated
ranging from 0.5 to 4.0 mm, and the typical density of with inorganic ions such as calcium and phosphate
dentinal tubules ranges from 10000 to 96000 tubules and aids in their transport within the dentine matrix.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Jihan Rahmadian Fitria, Nevi Yanti 239

Pulpal tissue loss and free water types from the dentin breaking down proteins into amino acids10. Recently,
surface, porosity, and dentinal tubules can affect the there have been several reports of the adverse effects
reduction in mechanical properties of the endodontic of sodium hypochlorite on physical properties such as
integrity of the tooth9. flexural strength, elastic modulus, and microhardness
Collagen and water contribute to the mechanical of the dentine3.
integrity of the dentin structure. This will lead to dual Although NaOCl is not a chelating agent, it can
effects in hydrated dentine: inherent plasticity effect significantly decrease the Ca/P ratio of superficial
and distinct strain response in the directions parallel root dentin and its microhardness, depending on the
and perpendicular to the dentinal tubules. Upon concentration of the solution7. It was shown that after
dehydration, the ‘water induced effects’ are lost and the removal of the inorganic phase, applying sodium
hence the bulk dentine displayed increased stiffening hypochlorite to it would also remove the organic
and low plasticity. Furthermore, it is also shown phase, resulting in a porous dentine surface with
that the fully hydrated dentine material displayed multiple channels. This porous dentine surface was
significantly higher crackinitiation -toughness and observed 40 s after exposure to sodium hypochlorite.
crack-growth-toughness than dehydrated dentine. The It was unique and was not seen after acid etching
above alterations in the mechanical characteristics alone. Furthermore, there was a concomitant loss of
of dentine, together with the variation in the mechanical strength by 75%12.
biomechanical response, predispose endodontically In another study, the effects of NaOCl on dentine
treated tooth to fracture3. collagen and glycosaminoglycans were evaluated
immunohistochemically. The results showed that 5%
The effect of irrigant solutions on fracture resistant NaOCl induced alterations in dentine collagen and
Irrigating solutions play a very large role in glycosaminoglycans and hydroxyapatite demonstrated
disinfecting the root canals. Ideal properties of an a protective role of on organic matrix stability12.
irrigant such have a broad antimicrobial spectrum
and high efficacy against anaerobic and facultative b. Ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA)
microorganisms organized in biofilms, low toxicity, low Chelating agents such as ethylenediamine
surface tension removal of smear layer an inactivate tetraacetic acid (EDTA) has therefore been
endotoxin10. recommended as adjuvants in root canal therapy. The
However, the use of irrigation at this time is more common concentrations used are 15–17%10. In addition
emphasized on mechanical purposes, less attention to their cleaning ability, chelators may detach biofilms
to biological objectives, such as whether the irrigation adhering to root canal walls. The effect of EDTA on
material can strengthen the structure of the teeth11. dentin depends on the concentration of EDTA solution
It has been reported that some chemicals used for and length of time it is in contact with dentin. EDTA
endodontic irrigation are capable of causing alterations has self limiting action, forms a stable with calcium and
in the chemical composition of dentin, which in turn dissolve dentin13.
change the microhardness, permeability, and solubility EDTA is a chelating agent used for the dissolution
characteristics of dentin7. Relating these properties to of inorganic components resulting from the erosion of
the possibility of clinical occurrences, the resistance of peritubular and intertubular dentin. When combined
root canals to functional loads may decrease, and the with NaOCl, EDTA increases the effectiveness of
roots can become more susceptible to fracture6. smear layer removal by demineralizing the inorganic
Several irrigation solutions are used in endodontic components of dentin through the chelation of calcium
therapy : ions present in the hydroxyapatite, the main inorganic
a. Sodium Hypochorite (NaOCl), compound of dentin6. This demineralization process
Sodium hypochlorite is the most widely used was observed in previous studies that used 17% EDTA14.
endodontic irrigant as it is an effective antimicrobial 17% EDTA irrigation following sodium hypochlorite
and has tissue-dissolving capabilities. Concentrations irrigation resulted in the opening of dentinal tubular
ranging from 0.5% - 5.25% are widely used. Mechanism orifices, destruction of intertubular dentine, and
of action of sodium hypochlorite is that the free reduction of dentine microhardness. Saleh and Ettman
chlorine in NaOCl dissolves vital and necrotic tissue by reported decreased dentin microhardness after

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
240 PENGARUH BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR TERHADAP
KETAHANAN FRAKTUR AKAR: TINJAUAN PUSTAKA

irrigation with 3% H2O2 and 5% NaOCl or 17% EDTA for exhibits phototoxic effect against gram positive
60 s 14. and gram negative bacteria16. In a study conducted
by Prasanna Neelakantan, it has been shown that
c. Chlorhexidine curcumin has significant anti bacterial activity against
Chlorhexidine is a cationic bisbiguanide. It is E.faecalis and can be used as an alternative to sodium
most stable in the form of its salt like Chlorhexidine hypochlorite for irrigation17.
gluconate. Aqueous solutions of 0.1 to 0.2% are Azadirachta indica (Neem), Naiyak Arathi et al
recommended for chemical plaque control, while observed that ethanolic extract of neem had significant
2% is used for mechanical irrigation of root.15 It is anti microbial activity against E.faecalis. Use of neem
highly antimicrobial especially at pH 5.5-7.0, and is as an endodontic irrigant might be advantageous
known for its long-lasting effectiveness even after the because it is a biocompatible antioxidant as compared
removal. of the solution and it does not provide any to NaOCl16. The study conducted by Ambore, et al
tissue dissolving properties. Commonly, Chlorhexidine (2018) compared fracture resistance of NaOCL, CHX,
is used in conjunction with NaOCL as an irrigant as Turmeric and Neem, the result showed that the highest
it raises effectiveness of the irrigation protocol10. mean fracture resistance was obtained from the group
When sodium hypochlorite and chlorhexidine are treated with 5% NAOCL for 5 minutes, followed by 3%
mixed, an orangebrown precipitate known as para- NAOCL, 10% Neem, 2% CHX, 0.9% Normal Saline and
chloroaniline is formed, which might be carcinogenic, 10% Tumeric18.
although that has not been substantiated. Clinically, Different results are shown by Chitosan. Chitosan as
its seen as a difficult-to-remove, orange-brown film natural polysaccharide after cellulose that is obtained
on tooth structure where the reaction occurs. Despite through deacetylation of chitin have biocompatible
the characteristics of chlorhexidine as an irrigating properties, bioadhesion and nontoxic for human
solution, cannot be used as a gold standard endodontic cells. The study conducted by Ernani, et al (2015) to
irrigant because its of its inability to dissolve necrotic see the fracture with high molecular horseshoe crab
tissue remnants and is less effective on Gram-negative chitosan at 0.2% concentration, 2.5% NaOCl solution
than on Gram-positive bacteria11. and 17% EDTA. This result obtained that NaOCl 2.5% +
In another previous study, evaluated the effect 0.2% chitosan with mean value of the highest fracture
of CHX on RFR, that CHX might have prevented the resistance and which significantly different with 17%
degeneration of collagen by matrix metalloproteinases EDTA + NaOCl 2.5%. This result indicated that chitosan
(MMPs), thus causing the self-degradation of collagen that was used as irrigation influenced the fracture
in demineralized dentin and resulting in the lack of a resistance19.
significant difference in root fracture resistant values6. Lerak fruit (Sapindus rarak DC, Efficacy of
pharmacological lerak fruit among others, as an
d. Natural Endodontic Irrigant antifungal, bactericidal and antiinflammatory. The
To overcome the side effects of the above agents main component of lerak fruit is a saponin which is a
and to meet the requirements of an ideal irrigant surface active compound as surfactant (surface tension
the herbal alternatives for endodontic irrigants decreasing) and detergent that can be expected to
might be advantageous. Herbal or natural products remove smear layer on root canal system. Ethanol
have also become more popular today due to their extract of lerak fruit can be used as an alternative to
high antimicrobial activity, biocompatibility, anti- root canal irrigant for nearly has all requirements as
inflammatory and anti-oxidant properties16. Some a root canal irrigant. There have been many studies
various herbal alternatives available today for use as conducted on lerak as an irrigation solutions, the
effective endodontic irrigants such as curcuma longa concentration of ethanol extract of lerak fruit used are
(turmeric), Azadirachta indica (Neem), Chitosan and 25% more likely to have influence as to provide the
Lerak (Sapindus rarak DC) requirements as root canal irrigant.
Curcuma longa (Turmeric), a member of a ginger Antibacterial effects of ethanol extract of lerak
family possesses anti inflammatory, anti oxidant, anti fruit ranged from 0.01% to 25%; against Streptococcus
microbial and anti cancer activity. A recent report mutans, Fusobacterium nucleatum, Porphyromonas
suggested that curcumin in aqueous preparations gingivalis and Enterococcus faecalis. Its ability in

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Jihan Rahmadian Fitria, Nevi Yanti 241

dissolving pulp tissue ranged from 6.25% to 25% and While the 1 min EDTA irrigation proved to be effective
more effective compared NaOCl 2.5%. The surface in removing the smear layer, the 10 min EDTA irrigation
tension of 5-25% ethanol extract of lerak fruit are lower group had excessive peritubular and intertubular
than the 2.5% NaOCl. 25% ethanol extract of the lerak dentinal erosion23.
fruit had ability to remove smear layer on the apical Sayin, dkk prove that the use of EDTA alone or prior
third of root canal and more effective than 2.5% NaOCl to NaOCl resulted in the maximum decrease in dentin
with 17% EDTA and NaOCl 2.5% with 7% maleic acid20. microhardness7. The mechanical properties of dentin
However, until now there has been no research on the affected by irrigation agents include microhardness,
effect of lerak extract on fracture resistance. flexural strength, modulus of elasticity, permeability
and solubility. Relating these properties to the
DISCUSSION possibility of clinical occurrences, the resistance of
root canals to functional loads may decrease, and the
During RCT, instrumentation can create a smear roots can become more susceptible to fracture6.
layer containing microorganisms, their by-products Due to the weakness of irrigation materials that is
creating obstacles in the treatment procedure by often used, using natural materials as an alternative of
blocking the dentinal tubules. The main process that root canal irrigation materials that can be expected to
helps to remove this smear layer and other dentinal be better and more biocompatible so it can be used
debris is irrigation21. Various irrigating solutions may clinically. Some various herbal alternatives available
cause structural change in the dentin, thereby altering today for use as effective endodontic irrigants such as
its solubility and permeability characteristics, and Curcuma longa (turmeric), Azadirachta indica (Neem),
helping in RCT procedure6. Chitosan and Lerak (Sapindus rarak DC).
Irrigation with 17% EDTA for one minute followed There have been studies conducted to see the
by a final rinse with NaOCl is the most commonly effect of herbal irrigation on fracture resistance. The
recommended method to remove the smear layer22. study conducted by Ambore, et al (2018) the result
The major disadvantages of NAOCL are its cytotoxicity showed that Neem and Tumeric have lower resistant
when injected into periradicular tissues, foul smell fracture compared to NaOCL, However, different
and taste, ability to bleach clothes and ability to cause results are shown by Chitosan, the study conducted
corrosion of metal objects. In addition, it does not by Ernani, et al (2015), the result obtained that NaOCl
kill all bacteria nor does it remove all of the smear 2.5% + 0.2% chitosan with mean value of the highest
layer. It also alters the properties of dentin10. Slutzky- fracture resistance and which significantly different
Goldberg et al. showed a decrease of 500 μm of with 17% EDTA + NaOCl 2.5%. But now, there has
dentine microhardness between control samples in been no research on the effect of lerak on fracture
samples irrigated with 2.5% NaOCl and 6% for 5, 10, resistance. To reduce the negative effects of irrigation,
and 20 minutes14. Changes in dentine in mechanical it is expected that further research on various herbal
characteristics and variations in biomechanical alternatives available today for use as effective
responses can cause teeth to fracture3. endodontic irrigants.
The effect of EDTA on dentin depends on the
concentration of EDTA solution and length of time it CONCLUSION
is in contact with dentin. EDTA has self limiting action,
forms a stable with calcium and dissolve dentin22. Based on studies that investigated the effects of
CHX has been shown to increase the surface-free irrigation protocols on teeth, it can be concluded
energy of dentin. CHX might have prevented the that various irrigation protocols can affect different
degeneration of collagen by matrix metalloproteinases properties of tooth dentin such as micro hardness and
(MMPs), thus causing the self-degradation of collagen dentin roughness. Relating these properties to the
in demineralized dentin and resulting in the lack of a possibility of clinical occurrences, the resistance of
significant difference in root fracture resistant values root canals to functional loads may decrease, and the
In a study by Calt & Serper, dentine was irrigated roots can become more susceptible to fracture. Due to
with 10 mL of 17% EDTA for 1 and 10 min. This was the weakness of irrigation materials that is often used,
followed by 10mL of 5% sodium hypochlorite irrigation. and at this time began to developed the use of natural

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
242 PENGARUH BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR TERHADAP
KETAHANAN FRAKTUR AKAR: TINJAUAN PUSTAKA

ingredients as an alternative root canal irrigation which 18. Ambhore, S., Allwani, V., Rathod, J., 2018, Influence of
are expected to have lower side effects than chemical Routinely Used Root Canal Irrigants vs Herbal Extracts on
Fracture Resistance of Endodontically Treated Teeth, Global
substances irrigation on fracture resistant. Journal for Research Analysis, 7(2).
19. Ernani, Abidin, T., Indra, 2015, Experimental Comparative
REFERENCES Study and Fracture Resistance simulation with Irrigation
Solution of 0.2% Chitosan, 2.5% NaOCL and 17% EDTA, Dent.
1. Agrawal Vineet S, Rajesh M, Sonali K, Mukesh P, 2014, A J., 48(3): 154-158.
Contemporary Overview of Endodontic Irrigants– A Review, 20. Nevi, Y., Dennis, 2017, The Ability of Root Canal Irrigant With
Journal of Dental Application, 1(6): 105-15. Ethanol Extract of Lerak Fruit (Sapindus Rarak Dc) in Removing
2. Micheal, M. C., Husein, A., Bakar, W. Z. W., Sulaiman, E., 2010, Root Canal Smear Layer (A Sem Study), Journal of Dental and
Fracture Resistance of Endodontically Treated Teeth: An In Medical Sciences, 16(1): 24-30.
Vitro Study, Archives of Orofacial Sciences, 5(2): 36-41. 21. Tiwari, S., Nikhade, P., Chandak, M., Sudarshan, C., Shetty,
3. Kishen, A., 2006, Mechanisms and Risk Factors for Fracture P., Gupta, N. K., 2016, Impact of Various Irrigating Agents on
Predilection in Endodontically Treated Teeth, Endodontic Root Fracture: An in vitro Study, The Journal of Contemporary
Topics, 13:57–83. Dental Practice, 17(8):659-662.
4. Uzunoglu, E., Yilmaz, Z., Erdogan, O., Georduysus, M., 2016, 22. Johnson, W. T., Noblett, W. C., 2009, Cleaning and Shaping
Final Irrigation Regimens Affect Fracture Resistance Values of in Endodontics, Principles and Practice. 4th ed. Saunders,
Root-filled Teeth, JOE, 42 (3). Philadelphia, PA.
5. Khoroushi, M., Tavakol, F., Mojtahedi, N., Ziaei, S., Mosleh, H., 23. Calt, S., Serper, A., 2002, Time-dependent effects of EDTA on
2017, Influence of Root Canal Fracture Resistance of Teeth: A dentin structures, J Endod, 28: 17–19.
Narrative Review, Journal of Research in Medical and Dental
Science, 5(5): 108-144.
6. Dominguez, M. C. L., Pedrinha, V. F., Silva, L. C. O. A., Ribeiro,
M. E. S., Loretto, S. C., Rodrigues, P. A., 2018, Effect of Different
Irrigation Solutions on Root Fracture Resistance: An in Vitro
Study, Iranian Endodontic Journal, 13(3): 367-372.
7. Sayin, T. C., Serper, A., Cehreli, Z. C., Otlu, G. G., 2007, The
effect of EDTA, EGTA, EDTAC, and tetracycline-HCl with and
without Subsequent NaOCl Treatment on the Microhardness
of Root Canal Dentin, Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral
Radiol Endod, 104:418-24.
8. Pashley, D. H., 1984, Pulpodentine Complex, Seltzer and
Benders Dental Pulp, 3rd edn, Quintessence Publishing:
Illinois, 63–93.
9. Fawzy, A. S., Beng, L. T., Lee, N., 2012, Characterization of
The Structural/ Propities Correlation of Crosslinked Dentin
Collagen Fibrils: AFM Study, Current Microscopy Contributions
to Advances in Science and Technology, 533-9.
10. Abraham, S., Raj, J. D., Venugopal, M., 2015, Endodontic
Irrigants: A Comprehensive Review, J. Pharm. Sci & Res, 7(1):
5-9.
11. Kumari, M.C., Punia, S.K., Punia, Vikas, 2012, Root Canal
Irrigants and Irrigation Techniques- A Review Part I, Indian
Journal of Dental Sciences, 3(4).
12. Mohammadi, Z., 2008, Sodium Hypochlorite in Endodontics:
an Update Review, International Dental Journal, 58: 329-41.
13. Zehnder, M., 2006, Root Canal Irrigants, J Endod, 32(5): 389–
98.
14. Slutzky-Goldberg, I., Maree, M., Liberman, R., Heling, I., 2004,
Effect of Sodium Hypoclorite on Dentin Microhardness, J.
Endod, 30(12).
15. Zamany, A., Safavi, K., Spångberg, L. S., The Effect of
Chlorhexidine as an Endodontic Disinfectant, Oral Surg Oral
Med Oral Pathol Oral Radiol Endod, 96: 578–81.
16. Sahni, A., Chandak, M. G., 2015, Herbal Usage in Root Canal
Irrigation: a Review, Int J Dent Health Sci, 2(1): 76-82.
17. Jain, P., Ranjan, M., 2014, Role of Herb in Root Canal Irrigation-A
review, Journal of Pharmacy and Biological Sciences, 9(2): 06-
10.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Vemmia Anindita Dharsono, Ira Widjiastuti
PO-51 243

MANAGEMENT OF MAXILLARY CENTRAL INCISOR WHITE SPOT


LESION WITH DIRECT PARTIAL COMPOSITE VENEER: A CASE
REPORT
Vemmia Anindita Dharsono*, Ira Widjiastuti**
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: Enamel demineralization is a significant risk associated with orthodontic treatment when oral hygiene is poor.
The development of white spot lesions (WSLs) is attributed to prolonged plaque accumulation around the brackets. Veneer
is restoration which is envisioned to correct existing abnormalities, esthetic deficiencies and discolorations. Direct composite
veneer represent a quick, minimally invasive, inexpensive and repairable option for a smile enhancement treatment plan.
Objective: To report management for maxillary central incisor white spot lesion with direct partial composite veneer.
Case: A 23-year-old male came with complain of white spots on his anterior teeth and his overall yellowish teeth. There was
history of orthodontic treatment finished 6 months ago. Clinical examination revealed white spot lesions on incisal third of
maxillary central incisor.
Case Management: Composite color shades was selected using composite button techniques. Then, teeth were prepared to
the extent of discoloration. Dentin shade and enamel shade composite applied based on prior shade selection.
Conclusion: White spot lesion can be managed using direct composite veneer with satisfying result.

Keywords: white spot lesion, post orthodontic treatment, direct composite veneer

INTRODUCTION In the anterior area, the harmonic integration of the


restoration into the surrounding dentition is a primary
White spot lesions are areas of demineralized factor for the success of the treatment. For anterior
enamel that usually develop because of prolonged teeth with a limited defect, the materials available
plaque accumulation. for the reconstruction are either resin composite
Fixed orthodontic appliances create stagnation materials or porcelain. Composite restorations have
areas for plaque and make tooth cleaning difficult. The the advantages of a direct placement, and that they
irregular surfaces of brackets, bands, and wires limit may be easily modified and repaired2.
the naturally occurring self- cleansing mechanisms of Direct techniques are one-session procedures
the oral musculature and saliva. performed chairside by directly applying resin
This encourages plaque accumulation and the composite to the dental surface. They are used
colonization of aciduric bacteria; over time, this results for simple restorations using an anatomic layering
in active white spot lesions, and, if not treated, a procedure, which aids the clinician in correctly defining
cavitated caries lesion can develop. the color and shape of the tooth, using the residual
White spot lesions can occur on any tooth surface dental structure as reference3.
in the oral cavity where the microbial biofilm is
allowed to develop and remain for a period of time. CASE REPORT
Also impacting their develop- ment are the patient’s
modifying factors, including medical history; dental A 23-year-old male was presented, requesting the
history; medication history; diet; levels of calcium, esthetic enhancement of white spots on his anterior
phosphate, and bicarbonate in saliva; fluoride levels; teeth and his overall yellowish teeth. There was history
and genetic susceptibility of orthodontic treatment finished 6 months ago.
Estimates of the overall prevalence of white spot Clinical examination revealed white spot lesions on
lesions arising during fixed orthodontic appliance incisal third of maxillary central incisor. The vitality test
therapy range widely from 2% and 96%1. of the maxillary right central incisor was positive. Apart

Korespondensi: Vemmia Anindita Dharsono, Departement Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Jln Mayjend Prof. Dr.
Moestopo no 47 Surabaya 60132. Indonesia.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
244 MANAGEMENT OF MAXILLARY CENTRAL INCISOR WHITE SPOT LESION WITH
DIRECT PARTIAL COMPOSITE VENEER: A CASE REPORT

from the maxillary central incisor, the patient had a and 24. Preparation guide was made using depth-
natural and healthy dentition. Considering the minimal cutting bur from the incisal middle third (figure 3).
invasive approach, direct partial veneer was chosen. Teeth preparation was performed with diamond burs,
carbide burs, and polishing discs. The preparation
was limited to the extent of the white spot lesions,
maintaining a chamfered design of the margin while
the preparation should be confined to enamel3 (figure
4)

Figure 3 Depth cuts are made with a depth-cutting diamond


bur to guide the preparation.

Figure 1 a) Preoperative view of maxillary central incisor


with white spot lesions reaching incisal middle third. b)
Rubber dam was placed to properly isolate the teeth.

MANAGEMENT

First step is to choose enamel and dentin color


using composite buttons technique, 1,5 mm thickness
composite buttons in varying shades were placed and
light-cured in body and incisal part of adjacent tooth
12. Evaluation using light-correcting device (Smile
Lite, Smile Line, Switzerland) resulted in A3 dentin
shade composite (IPS Empress Direct, Ivoclar Vivadent,
Liechtenstein) matched the natural dentin color, A2
enamel shade composite (IPS Empress Direct, Ivoclar
Vivadent, Liechtenstein) matched enamel on middle Figure 4 Partial veneer preparation limited to white spot
third/body region, and A1 enamel shade composite lesions with chamfered margin
(IPS Empress Direct, Ivoclar Vivadent, Liechtenstein)
matched incisal enamel color (figure 2). The prepared teeth were then etched with 37%
phosphoric acid: 15 seconds for dentin and 30 seconds
for enamel (Any Etch, MD CLUS, South Korea). The
teeth were rinsed with water to remove the etching
agent. One-bottle bonding agent was applied (Single
Bond, 3M-ESPE, St. Paul, MN, USA) following the
manufacturer’s instructions.
Next, the selected dentin body shade, dentin A3
shade composite (IPS Empress Direct, Ivoclar Vivadent,
Figure 2 Choosing enamel and dentin colour using
Liechtenstein) is used to reconstruct the dentin core
composite button technique
and create mamelon structures. Excess material is
Teeth were isolate with the rubber dam from tooth removed with the LM Arte Misura tool, which creates
14 to 24 with clamp on the rubber dam on teeth 14 a calibrated 0,5mm space free for labial enamel

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Vemmia Anindita Dharsono, Ira Widjiastuti 245

composite. After light-curing the dentin body layer, polished with polishing discs polishing discs (Sof-lex3M
translucent clear shade composite (Filtek™Z350 XT, 3M Espe, USA) (figure 6) and silicone polishing wheels
ESPE, USA) is used at incisal part to add translucency to (EVE, Germany).
make the halo effect. After light-curing the halo incisal
layer, A2 enamel shade composite (IPS Empress Direct, DISCUSSION
Ivoclar Vivadent, Liechtenstein) was applied on middle
third and after it was light-cured as well, A1 enamel Direct composite restorations are often used in
shade composite (IPS Empress Direct, Ivoclar Vivadent, cases where there are limited tooth defects, in order to
Liechtenstein) was applied on incisal third. Glycerine avoid the removal of sound tooth substance2. Veneer
was applied on the final layer of the composite and can be described as a layer of tooth colored material
then light-cured (figure 5). which is applied on the tooth surface for esthetic
purpose4.
Partial veneers are indicated for the restoration
of localized defects or areas of intrinsic discoloration
while full veneers are indicated for the restoration
of generalized defects or areas of intrinsic staining
involving most of the facial surface of the tooth. In
this case, preparation design chosen was window
Figure 5 The final stage of layering must always be air preparation. A window preparation is recommended
isolated with glycerine. Curing for 1 minute. for most direct composite veneers. This intra-enamel
preparation design preserves the functional lingual and
incisal surfaces of maxillary anterior teeth, protecting
the veneers from significant occlusal stress. This
quality is particular importance with direct composite
veneers5.
In cases with localized white spot lesions, the outline
form is dictated solely by the extent of the defect and
should include all discolored areas. The clinician should
Figure 6 Polishing finished under rubberdam with silicone use a coarse, elliptical or round diamond instrument
polishing wheels (EVE, Germany). with air- water coolant to remove the defect. The use
of water-air spray is also imperative so that the tooth
can be maintained in a hydrated state. If dehydration is
allowed to occur, it can cause the appearance of other
white spots which are artifacts and which will make
defect assessment much more difficult5.
Esthetic restorative material should enable the
dental professional to imitate the optical properties of
natural teeth accurately and dentists have to use the
best possible layering techniques to reproduce the
shape, shade and other optical properties of teeth,
such as translucency, fluorescence and opalescence,
in such a way that the teeth regain their original
appearance6.
Dentin shade and enamel shade composites differ
in their filler component, fluorescence, opalescence,
translucency. Dentin shade composite has bigger filler
Figure 7 a) Before; b) After: Postoperative view showing the size than the enamel shade one, as bigger sized fillers
seamless integration of the composite resin restoration are used in the dentin pastes to increase their strength,
and smaller sized fillers impart favourable polishing
The restorations were finally contoured and

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
246 MANAGEMENT OF MAXILLARY CENTRAL INCISOR WHITE SPOT LESION WITH
DIRECT PARTIAL COMPOSITE VENEER: A CASE REPORT

properties, high surface lustre and low susceptibility to REFERENCES


wear6.
Translucency is the ability of a material to transmit 1. Guzmán-Armstrong, S., Chalmers, J., & Warren, J. J. 2010.
White spot lesions: Prevention and treatment. American
light. Dentin has low light transmission (7-8%), Enamel
Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics, 138(6),
has medium light transmission (13-15%). In order to 690-696.
achieve satisfactory natural-looking result, It is also 2. Horvath, S., & Schulz, C. P. 2012. Minimally invasive restoration
important for composite to have similar translucency of a maxillary central incisor with a partial veneer. Eur J Esthet
to natural tooth6. Dent, 7(1), 6-16.
3. Mangani, F., Cerutti, A., Putignano, A., Bollero, R., & Madini,
However, the quality of the resin composite used L. 2007. Clinical approach to anterior adhesive restorations
should also followed by dentist ability to select correct using resin composite veneers. The european journal of
dentin and enamel shades. An easy and accurate way esthetic dentistry, 2(2), 188-209.
to select the right composite shades is to use the 4. Garg, N. and Garg, A., 2010. Textbook of operative dentistry.
Boydell & Brewer Ltd.
composite- button technique. It consists in applying
5. Ritter, A.V., 2017. Sturdevant’s Art & Science of Operative
small pieces of composite on the tooth (without Dentistry-E-Book. Elsevier Health Sciences.
bonding agent) and light-curing them. In this way the 6. Fischer, K., 2010. IPS Empress® Direct. Ivoclar Vivadent:
shade closest to the one of the natural tooth can be Scientific Documentation. Liechtenstein.
determined. The composite pieces is applied in the 7. Ghivari, S., Chandak, M. and Manvar, N., 2010. Role of oxygen
inhibited layer on shear bond strength of composites. Journal
most representative tooth area for each shade: cervical of conservative dentistry: JCD, 13(1), p.39.
third for dentins and incisal border for enamels. Taking 8. Park, H.H. and Lee, I.B., 2011. Effect of glycerin on the surface
polarized pictures can also help to select shades even hardness of composites after curing. Journal of Korean
more easily and accurately. Academy of Conservative Dentistry, 36(6), pp.483-489.
During polymerization the free oxygen in
contact with composite resin diffuses and inhibits
polymerization reaction forming peroxide radicals
which have low reactivity towards monomers. The free
monomer layer will remain on the surface after curing
as reactivity of oxygen is much higher with radicle than
with monomer. This free monomer layer remaining on
the surface after curing is known as oxygen inhibited
layer and always formed when composites are
polymerized in presence of air7.
Although this layer can be removed by finishing and
polishing the restoration, it will typically get in your bur
or disc, thereby causing it to be inefficient or useless,
this is why the final curing is completed through the
glycerin. The glycerin is then rinsed off prior to finishing
and polishing. The result is a harder composite surface
that is easier to finish8.
Correct case selection, accurate shade selection,
excellent material and technique are important factors
to achieve natural looking direct partial veneer.

CONCLUSION

Direct composite resin veneer technique is


practical and reliable in treating most of single tooth
discolorations, including white spot lesions.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Jayanti Rosha, Sukaton
PO-52 247

APEKS RESEKSI SETELAH PERAWATAN ENDODINTIK DENGAN


KELAINAN PERIAPIKAL
Jayanti Rosha *, Sukaton **
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background : Apex recection is the action of process cutting part of apical teeth with taking entire part of apical teeth and
tissues around the part of necrosis. One of purpose apex recection is stop damage of alveolar bone with wide periapical
lesion that can’t overcome with endodontic treatment. Apex recection may can result reconstruction of alveolar bone and
periodontal tissues.
Case: female patient 23 years old with associated history of cavities, had been treated with root canal treatment 6 months
ago but the patient did not complete treatment.
Case management: MTA application with retrogade technique after apex recection.
Conclusion: apex recection is a promising technique if endodontic treatment failed.

Keywords: Apex recection, MTA, Retrogade

PENDAHULUAN daerah furkasi yang diikuti dengan gejala-gejala akut,


patahnya instrumen pada saluran apikal atau saluran
Perawatan saluran adalah suatu perawatan akar tersumbat oleh pulp stone, molten metal dan
pada pulpa yang terdapat di dalam saluran akar lain-lain, Mahkota jacket yang baik dengan kelainan
dengan menghilangkan bakteri serta produk hasil apikal, dan lain-lain.4,5
metabolismenya dari saluran akar. tujuan perawan Periapikal granuloma merupakan lesi yang
saluran akar adalah untuk membersihkan dan berbentuk bulat dengan perkembangan yang lambat
mendisinfeksi saluran akar, menghilangkan jaringan yang berada dekat dengan apex dari akar gigi, biasanya
nekrotik, serta membantu proses penyembuhan merupakan komplikasi dari pulpitis. Terdiri dari massa
jaringan periapikal. Perawatan dalam bidang jaringan inflamasi kronik yang berprolifersi diantara
konservasi gigi dibagi menjadi 2 yaitu perawatan secara kapsul fibrous yang merupakan ekstensi dari ligamen
konvensional dan perawatan secara bedah. Perawatan periodontal. Etiologi dari granuloma periapikal dapat
bedah endodontik adalah bagian dari ilmu konservasi disebabkan oleh berbagai iritan pada pulpa yang
yang meliputi cara melakukan perawatan endodontik berlanjut hingga ke jaringan sekitar apeks maupun
dengan pendekatan bedah pada kelainan pulpa dan yang mengenai jaringan periapikal. Iritan dapat
adanya kelainan periapikal. 1,2 disebabkan oleh organisme seperti: bakteri dan virus;
Perawatan bedah endodontik antara lain insisi dan dan non-organisme seperti: iritan mekanis, thermal,
drainase, apikal reseksi, hemiseksi, bikuspidasi, serta dan kimia. Penelitian yang dilakukan terhadap
replantasi1. Apeks reseksi merupakan prosedur bedah spesimen periapikal granuloma, sebagian besar
yang paling umum dilakukan. Reseksi akar adalah merupakan bakteri anaerob fakultatif dan organisme
tindakan pemotongan ujung akar disertai dengan yang tersering adalah Veillonella species (15%).6
pengambilan bagian apikal gigi dan jaringan sekitar
yang mengalami nekrosis dengan maksud agar dapat KASUS
mempertahankan gigi dengan perawatan saluran
akar.3,4 Adapun indikasi untuk dilakukan apeks reseksi Pasien perempuan usia 23 tahun datang ke Rumah
adalah fraktur akar, kegagalan terapi endodontik Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) bagian Konservasi Gigi
konvensional, apeks yang dikelilingi oleh granuloma Universitas Airlangga dengan keluhan gigi yang telah
maupun kista, Resorpsi yang melibatkan daerah furkasi dirawat saluran akar terasa sakit saat digunakan
pada gigi yang berakar ganda, perforasi pada akar atau untuk menggigit makanan. Enam bulan yang lalu gigi
Korespondensi: Jayanti Rosha, Departement Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Jln Mayjend Prof. Dr. Moestopo no 47
Surabaya 60132. Indonesia. Email : jayantirosha@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
248 APEKS RESEKSI SETELAH PERAWATAN ENDODINTIK
DENGAN KELAINAN PERIAPIKAL

didiagnosa sebagai nekrosis pulpa disertai granuloma


dan dilakukan perawatan saluran akar. Setelah obturasi
gigi ditumpat sementara, namun pasien tidak datang
untuk melanjutkan restorasi akhir. Saat ini gigi terasa
tidak nyaman ketika digunakan menggigit makanan
keras. Pada pemeriksaan klinis didapatkan tumpatan
sementaranya masih bagus dan perkusi (+). Pada
pemeriksaan radiografik ditemukan bahwa obturasi
hermetis tetapi pada daerah apikal gigi masih terdapat Gambar 2. Foto anastesi lokal
gambaran radiolusen sebesar 5mm, relatif tidak Bibir diretraksi dengan Minesota Retractor dan
ada perubahan jika dibandingkan dengan sebelum melakukan insisi flap semilumnar regio 22 dengan
dilakukan perawatan saluran akar. blade #15 dan refleksi jaringan periodonsium dengan
rasparatorium (Gbr. 3 dan 4)
PENATALAKSANAAN KASUS

Setelah diagnosa ditegakkan, rencana perawatan


untuk kasus ini adalah apeks reseksi. Sebelum
prosedur apeks reseksi dilakukan, penjelasan
perawatan dan prosedur operasi, persetujuan inform
consent. Kemudian pasien dirujuk untuk pemeriksaan
laboratorium, antara lain pemeriksaan darah lengkap,
gula darah sewaktu, PTT, APTT, CT, BT, dan LED. Setelah
didapatkan hasil normal maka dapat dilakukan apeks Gambar 3. Mengukur Panjang Kerja
reseksi. (Gbr. 1)

Gambar 4. Insisi Flap Semilunar

Gambar 1. Sebelum Apeks Reseksi Pembukaan tulang alveolar atau akses apeks dengan
bur tulang bulat straight low speed sambil diirigasi
Prosedur Pre Operasi dengan saline steril. Mengkuret lesi pada apikal gigi
Pemeriksaan suhu tubuh= 37o C, denyut nadi 80x/ 12 dan disimpan pada wadah berisi formalin. (gambar
menit, tekanan darah= 120/70 mmHg, pernafasan= 5,6,7)
16x/ menit.

Prosedur Reseksi Akar Gigi 22


Pemasangan duk operasi, mengulas povidone
iodine 10% pada daerah operasi. Anestesi dengan
teknik infiltrasi lokal dan blok naso palatinus (Gbr. 2)

Gambar 5. Pembukaan Tulang Alveolar

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Jayanti Rosha, Sukaton 249

Gambar 9. Pengambilan Guttap Point

Gambar 6. Granuloma
Gambar 10. Aplikasi MTA retrograde

Gambar 7. Lesi pada Wadah berisi Formalin

Ujung akar dipotong 4mm menggunakan ultrasonic Gambar 11. Aplikasi Bone Graft
tip ET3D (Satelec) dengan sudut pengambilan 0o
lalu irigasi dengan saline steril. Kuretase untuk
membersihkan jaringan granulasi di daerah periapikal.
Pengurangan gutta percha 2mm di apikal dengan
ultrasonic tip AS3D lalu keringkan saluran akar dan
aplikasikan Mineral Trioxide Aggregate (MTA) pada
saluran akar secara retrograde dan dikondensasi.
Aplikasikan bone graft dan membran pada defek tulang
(Gbr. 8,9,10,11)
Gambar 12. Aplikasi Membran

Flap dikembalikan ke posisi seperti semula, dan


dilakukan suturing memakai silk surgical suture 4.0
sebanyak 3 jahitan. Dan kontrol satu minggu setelah
operasi untuk dilakukan foto rongsen

Gambar 8. Pemotongan Ujung Akar

Gambar 13. Suturing

Dilakukan foto periapikal untuk konfirmasi. Lalu,

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
250 APEKS RESEKSI SETELAH PERAWATAN ENDODINTIK
DENGAN KELAINAN PERIAPIKAL

pasien diberikan resep antibiotik, NSAID, dan anti mencegah terjadinya infeksi sekunder selama proses
inflamasi serta instruksi pasien post operatif. Pasien penyembuhan. Kontrol satu minggu setelah operasi
dikontrol kembali setelah 7 hari (Gbr.14). dengan pengangkatan benang jahit dilanjutkan dengan
pemotongan guttap dan pemasangan pasak. Pasak
yang digunakan adalah pasak fiber. Setelah pemberian
pasak dilakukan penumpatan dengan komposit.

KESIMPULAN

Indikasi dari apeks reseksi salah satunya adalah


adanya lesi periapikal yang tidak kunjung sembuh
dengan perawatan endontik saja. Keberhasilan
Gambar 14. Post Operatif perawatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
jaringan periodontal yang baik, kooperatif pasien,
PEMBAHASAN peralatan yang steril, dan kemampuan operator. Pada
kasus apeks reseksi dengan pemberian bahan MTA
Pada kasus ini perawatan endodontik konvensional sebagai bahan pengisi secara retrogade dinyatakan
tidak dapat menyembuhkan lesi periapikal, terbukti berhasil pada kasus post endodontik dengan
sehingga endo bedah menjadi terapi pilihan dalam lesi periapikal.
meyembuhkan lesi periapikal. Desain flap yang
digunakan pada saat prosedur Apeks reseksi adalah DAFTAR PUSTAKA
flap semilunar. Preparasi kavitas pada ujung apek gigi
1. Simyardika Gunawan dan Tunjung Nugraheni. 2016. Reseksi
22 yang dilakukan untuk penempatan bahan pegisi Apikal dan Pengisian Retrograde dengan MTA pada Insisive
retrogade menggunakan MTA. Penempatan bahan Maksila Imatur Pasca Perawatan Saluran Akar. 2(2).78-85
pengisian secara retrogade. MTA memiliki banyak 2. Ernie M.S. 2010. Combination of Endodontic Therapy and
keunggulan, yaitu memiliki biokompatibilitas yang Root Resection in Furcation Involvement Case. Vol 43(4).
3. Zaitun Sussana. 2008. Apeks Reseksi dan Ortograde Filling.
sangat baik, memiliki efek bakterisidal dengan pH 12,5, 1(1).
bersifat nonsitotoksik, dan non-mutagenik. Bahan- 4. Lino Luccio and Rachel L. 2017. A case of periradicular Surgery:
bahan yang terkandung pada MTA yaitu kalsium silikat, Apicoectomy and Obturation of the Apex, a Bold Act. 1:76-80.
bismut oksida, kalsium karbonat, Kalsium sulfat, dan 5. Cut Nurliza. 2004. Reseksi Akar Vital pada Gigi Molar Rahang
Atas. 4-5.
kalsium aluminat. Pencampuran MTA dengan air akan
6. Anka A.M. 2014. Distribusi Penyakiy Periapikal Berdasarkan
membentuk kristal kalsium oksida amorf yang terdiri Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi
dari 49% fosfat, 33% kalsium, 6% silika, 3% klorida, dan Universitas Indonesia Tahun 2009-2013. 1-15
2% karbon. Kavitas tulang alveolar yang terbentuk dari
hasil pembedahan ditutup dengan menggunakan bone
graft. Kemudian dilakukan penutupan flap. Penggunaan
bone graft bertujuan untuk membantu regeresai
tulang pasca pembedahan. Bone graft yang digunakan
pada kasus ini adalah GAMACHA. Bahan ini merupakan
karbonat apatit blok dengan struktur porositas tiga
dimensi, memiliki komponen organik dan anorganik
yang identik dengan tulang manusia. GAMACHA
merupakan karbonat apatit tipe B yang sama dengan
tulang manusia, mampu memacu pertumbuhan tulang
baru dengan cepat, mudah dikombinasikan dengan
molekul obat termasuk antibiotik, memiliki daya
resorbabilitas dan biodegradabilitas yang sangat baik,
serta bersifat non toksik. Tujuan dilakukan reposisi
flap adalah luka dapat tertutup dengan baik, serta

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Diana Zakiyah, Ruslan Effendy
PO-53 251

APEKSIFIKASI DENGAN MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE (MTA)


PADA GIGI FRAKTUR INSISIF SENTRAL MAXILLA
Diana Zakiyah*, Ruslan Effendy**
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background : Pulp necrosis of immature permanent teeth represents a significant challenge for clinical management because
of large open apex, thin dentinal walls, and periapical lesion. The absence of a natural constriction at the end of the root
canal makes control of obturation is difficult. Apexification is a method of inducing apical closure in non-vital teeth with
incomplete root formation. Mineral trioxide aggregate (MTA) has excellent biocompatibility and ability to induce cementum-
like hard tissue to create apical barrier. Objective: This case report aims to present apexification using MTA in fractured right
central maxillary incisor.
Case: A 18-year-old male patient was referred to RSGM Airlangga University with a chief complaint of pain and fractured
upper front tooth. There was a history of trauma 9 years ago. Intraoral examination showed fracture Ellis Class III on 11.
Tooth was non-vital, percussion (+), mobility (-). Radiography examination revealed widely open apex and pericapical lesion.
Case Management : After access opening and working length determination, K-file #80 was used in brushing motion. Calcium
hydroxide was placed as dressing for 1 weeks. In the next visit, apexification was performed by placing MTA with a MTA
carrier and condensed to create apical plug of ±4 mm. Obturation was completed with thermoplasticized gutta percha. Fiber
post and all crown porcelain was used as final restoration. 3 month follow up radiographic examination revealed reduction
of periapical lesion size indicating periapical repair
Conclusion : MTA as apexification material can succesfully form apical plug and periapical healing.

Keyword: Apexification, MTA, Open Apex

PENDAHULUAN Perawatan apeksifikasi memerlukan pembersihan


saluran akar secara kemomekanis diikuti dengan
Trauma pada gigi permanen muda sangat sering pemberian obat-obatan intrakanal untuk membantu
terjadi hingga mencapai 30% dari populasi anak–anak.1 atau merangsang penutupan apeks. 3,92,3
Trauma gigi immatur dengan apikal terbuka dapat Bahan yang sering digunakan untuk apeksifikasi
menyebabkan inflamasi pada pulpa maupun nekrosis adalah Calcium hydroxide (Ca(OH)2).2,4 Kalsium
pulpa.1 Nekrosis pulpa pada gigi permanen muda hidroksida adalah bahan apeksifikasi konvensional
memberikan tantangan yang besar bagi klinisi karena dengan prosedur apeksifikasi jangka panjang untuk
adanya faktor penyulit yaitu apeks terbuka yang lebar, pembentukan apical calcific barrier.4 Kelemahan
dinding dentin yang tipis, dan adanya lesi periapikal.2 penggunaan bahan kalsium hidroksida dibutuhkan
Kehilangan konstriksi pada apeks menyebabkan waktu beberapa kali kunjungan untuk membentuk
sulitnya obturasi pada perawatan saluran akar. apical calcific barrier, sehingga meningkatkan risiko
Apeksifikasi dapat dilakukan pada gigi anak anak terjadinya fraktur selama perawatan oleh karena
maupun dewasa. Masalah utama dalam perawatan struktur jaringan keras gigi yang mudah rapuh dengan
apeksifikasi adalah sulitnya mencapai penutupan dinding saluran akar yang tipis.2 Mineral trioxide
daerah apikal dengan baik. 2,3 aggregate (MTA) sebagai bahan pilihan alternatif
Apeksifikasi adalah metode untuk penutupan apeks yang tepat selain kalsium hidroksida. MTA memiliki
pada gigi non-vital yang mengalami pembentukan akar biokompatibilitas yang baik dan memiliki kemampuan
yang tidak sempurna dengan cara membentuk barrier untuk menginduksi jaringan keras yang berfungsi
jaringan keras.1,2 Apeksifikasi merupakan perawatan sebagai apical barrier. 4
pendahuluan sebelum pengisian saluran akar pada MTA ditemukan oleh Torabinejad di Loma Linda
perawatan endodontik intrakanal. 2,3,4 University pada tahun 1983.4 Bahan ini berbentuk
Korespondensi: Diana Zakiyah, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Jl. Prof. DR. Moestopo No 47 Surabaya 6013,
Jawa Timur, Indonesia. Alamat e-mail: dianazakiyah@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
252 APEKSIFIKASI DENGAN MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE (MTA) PADA
GIGI FRAKTUR INSISIF SENTRAL MAXILLA

bubuk yang terdiri dari partikel partikel halus hidrofilik


yang komponen utama adalah tricalcium silicate,
tricalcium aluminate, tricalcium oxide, silicate oxide
dan bersifat basa kuat dengan pH awal 10,2 dan akan
menjadi 12,5 yang mengeras dalam 3-4 jam setelah
pencampuran.4
MTA dapat menciptakan suasana anti bakteri
dalam lingkungan alkali dan mempunyai kemampuan
untuk membentuk hidroksiapatit dan menciptakan
biologic seal.4,5 Dengan demikian dapat mengurangi
jumlah kunjungan bahkan dapat dilakukan hanya (b)
dalam beberapa kali kunjungan saja, sehingga dapat Gambar 1. Foto Sebelum Perawatan (a) Foto Klinis; (b) Foto
mengurangi resiko terjadinya fraktur gigi selama Radiografi
perawatan.3,6 Penggunaan MTA untuk apeksifikasi
dapat mempersingkat waktu perawatan dengan hasil Diagnosis gigi 11 adalah nekrosis pulpa. Rencana
yang lebih memuaskan. perawatan yang akan dilakukan adalah perawatan
Laporan kasus ini mengenai prosedur apeksifikasi apeksifikasi dengan MTA (Mineral Trioxide Aggregate),
menggunakan MTA pada gigi fraktur insisif sentral Sebelum prosedur perawatan dilakukan, pasien diberi
kanan rahang atas. penjelasan mengenai rencana perawatan yang akan
dilakukan dan prognosa keberhasilan.
KASUS
PENATALAKSANAAN KASUS
Pasien laki-laki, usia 18 tahun datang ke Rumah
Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas Airlangga Pada kunjungan pertama dilakukan pembuatan
Surabaya, atas rujukan dari klinik gigi dengan keluhan informed consent. Untuk pembuatan wax up gigi
gigi depannya patah. Pasien pernah mengalami trauma 11 (Gambar 2), dilakukan pencetakan terlebih
9 tahun yang lalu dan pernah dirawat oleh dokter gigi dahulu. Isolasi daerah kerja dengan pemasangan
sebelumnya. rubber dam. Dilakukan access opening pada gigi 11
Pemeriksaan intraoral menunjukkan adanya fraktur (Gambar 3). Dilanjutkan dengan eksplorasi saluran
Ellis klas III pada gigi 11 (Gambar 1). Hasil pemeriksaan akar menggunakan K-file #80 dan dikonfirmasi
test vitalitas menunjukkan respon negatif, perkusi menggunakan Foto periapikal (Gambar 6a, 6b).
positif tanpa adanya kegoyangan. Hasil pemeriksan Panjang kerja yang didapat yaitu 21 mm.
radiografi menunjukkan adanya apeks terbuka dan
radiolusen berbatas diffuse pada daerah periapikal
(Gambar 2).

Gambar 2. Hasil Wax up gigi 11

(a)

Gambar 3. Access opening gigi 11

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Diana Zakiyah, Ruslan Effendy 253

Preparasi biomekanik dilakukan menggunakan


K-file #80 (Gambar 4a, 4b) dengan gerakan
brushing movement dan disertai irigasi saluran akar
menggunakan larutan NaOCl 2,5 % dan akuades steril,
kemudian saluran akar dikeringkan dengan paper point.
Sterilisasi saluran akar dengan pasta kalsium hidroksida
Ca(OH)2 (UltraCal® XS, South Jordan) kemudian
dikonfirmasi dengan foto periapikal (Gambar 5)
(a)

(a)

(b)
Gambar 6 (a). MTA diaplikasikan setinggi 4 mm dengan
MTA carrier; (b). Foto Radiografi setelah aplikasi MTA

MTA diaplikasikan setebal 4 mm pada daerah


apeks dan dipadatkan dengan plugger. (Gambar 6a)
Selanjutnya dilakukan foto radiografi untuk konfirmasi
(b) pengisian MTA (Gambar 6b). Kapas lembab yang telah
Gambar 4(a). #80 K-File; (b). Konfirmasi #80 K-File dengan dibasahi akuades dimasukkan ke dalam saluran akar
Foto Radiografi. kemudian kavitas ditutup dengan tumpatan sementara.
Pada kunjungan ketiga, dilakukan obturasi saluran
akar menggunakan teknik termoplastis gutta percha
(BeeFill 2in1, VDW® GmbH, München, Germany)
(Gambar 7a, 7b). Selanjutnya foto radiografi untuk
konfirmasi obturasi (Gambar 7b). Kavitas ditutup
dengan cotton pellet dan tumpatan sementara. Pasien
diintruksikan kembali 1 minggu kemudian.
Pada kunjungan keempat, dilakukan preparasi
saluran akar untuk pemasangan pasak fiber (Itena,
France) dengan panjang kerja 16 mm menggunakan
Gambar 5. Foto Radiografi dressing CaOH2 gates glidden drill dan calibration drill (Itena, France).
Trial pasak (Gambar 8a) dikonfirmasi menggunakan
Pada kunjungan kedua, pemeriksaan objektif dan foto periapikal. Insersi pasak dilakukan dengan
subjektif dilakukan, dan tidak ada keluhan. Saluran akar menggunakan resin semen (RelyX™ U200, 3M)
diirigasi dengan akuades steril. Lalu keringkan saluran (Gambar 8b) dan dilanjutkan core build-up (MultiCore®
akar menggunakan paper point. Bahan MTA yang telah Flow, Ivoclar Vivadent)
dicampur (Pro Root MTA, Dentsply) dimasukkan ke Tahap selanjutnya dilakukan preparasi untuk
dalam saluran akar menggunakan MTA carrier (MAP mahkota (Gambar 9). Dilakukan pemilihan warna A3
System, Dentsply). (untuk dasar gigi) dan A1 (untuk sebaran white spot)
(Vita Classical Shade Guide). Pencetakan dilakukan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
254 APEKSIFIKASI DENGAN MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE (MTA) PADA
GIGI FRAKTUR INSISIF SENTRAL MAXILLA

(a) Gambar 9. Preparasi Mahkota

(b) Gambar 10. Mahkota all porcelain

Gambar 11. Aplikasi Silane porcelain

(c)
Gambar 7 (a).Obturasi dengan Teknik Termoplastis; (b).
Foto Klinis Setelah Obturasi; (c). Foto Radiografi Setelah
Obturasi

Gambar 12. Post Insersi Mahkota all porcelain

(a)

(b) Gambar 13. Foto Radiografi (3 Month Follow Up) Post


Gambar 8(a). Trial Pasak Fiber (b). Insersi Pasak Fiber Insersi Mahkota All Porcelain

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Diana Zakiyah, Ruslan Effendy 255

dengan teknik double impression dan dilanjutkan harus dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
dengan insersi mahkota sementara (Han Temp Crown). apical calcific barrier. Apeksifikasi ini merupakan suatu
Setelah 1 minggu, dilakukan pasang coba mahkota perawatan pendahuluan pada perawatan endodontik
all porcelain. Setelah didapatkan marginal fit yang dengan menggunakan kalsium hidroksida sebagai
baik, gigi kemudian dibersihkan dengan brush dan bahan pengisi saluran akar yang bersifat sementara
akuades steril. Dilakukan pengulasan etsa porcelain 9% pada gigi non vital dengan apeks gigi yang terbuka.
hydrofluoric acid (Ultradent® Porcelain Etch) selama 90 Penggunaan intracanal dengan CaOH2 selama 7 hari
detik, kemudian dibersihkan dan dilanjutkan dengan dengan kalsium hidroksida sangat efektif membunuh
aplikasi silane porcelain (Ultradent® Silane) selama mikroorganisme saluran akar. 3,5,6,7
60 detik (Gambar 11). Selanjutnya dilakukan insersi Setelah dilakukan apeksifikasi diharapkan
mahkota menggunakan Self Adhesive resin semen terjadinya penutupan saluran akar pada bagian apikal.
(RelyX™ U200, 3M) (Gambar 12) Pasien diinstruksikan Dengan diperolehnya keadaan tersebut selanjutnya
kontrol 3 bulan kemudian. dapat dicapai pengisian saluran akar yang sempurna
Pada kontrol 3 bulan kemudian, hasil pemeriksan dengan bahan pengisian saluran akar yang tetap (gutta
subjektif dan objektif menunjukkan respon post percha).9
perawatan yang baik, keluhan nyeri (-), perkusi(-), Kelemahan penggunaan bahan kalsium hidroksida
mobility (-), jaringan lunak sekitar normal. Hasil dibutuhkan waktu beberapa kali kunjungan
radiografi menunjukkan apical plug yang baik di untuk membentuk apical calcific barrier, sehingga
daerah apeks, obturasi yang hermetis, insersi pasak meningkatkan risiko terjadinya fraktur selama
dan mahkota yang baik dan ukuran lesi periapikal yang perawatan oleh karena struktur jaringan keras gigi yang
mengecil (Gambar 13). mudah rapuh dengan dinding saluran akar yang tipis.2
Mineral trioxide aggregate (MTA) sebagai bahan
pilihan alternatif yang tepat selain kalsium hidroksida.5,9
PEMBAHASAN MTA memiliki biokompatibilitas yang baik dan memiliki
kemampuan untuk menginduksi jaringan keras yang
Pada kasus trauma yang terjadi ketika gigi dalam berfungsi sebagai apical barrier.4,5,6,9
masa pertumbuhan, gigi akan mengalami inflamasi Bahan MTA ini berbentuk bubuk yang terdiri dari
pulpa dan nekrosis. Kondisi ini akan mengakibatkan partikel partikel halus hidrofilik yang komponen
pembentukan akar terhenti. Pembentukan akar utama adalah tricalcium silicate, tricalcium aluminate,
dan penutupan apeks yang sempurna terjadi 3 tricalcium oxide, silicate oxide dan bersifat basa kuat
tahun setelah erupsi mahkota gigi.1,2 Setelah erupsi dengan pH awal 10,2 dan akan menjadi 12,5 yang
gigi, lapisan inner dan outer enamel epithelium mengeras dalam 3-4 jam setelah pencampuran.4,9
berkembang menjadi two layered epithelial wall untuk Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa MTA
membentuk Hertwig’s epithelial root sheath (HERS), merupakan bahan yang sangat baik untuk perawatan
yang berperan penting untuk diferensiasi odontosblast apeksifikasi.4,6 Penggunaan MTA untuk apeksifikasi
saat pembentukan akar.6,7 memiliki beberapa kelebihan yaitu: biokompatibel,
Proses terhentinya pembentukan akar akan dapat menginduksi pembentukan jaringan keras
mengakibatkan saluran akar menjadi lebar dengan dan membentuk apical plug yang baik, dapat
dinding yang tipis dan apikal akar terbuka sehingga mempersingkat periode waktu kunjungan perawatan
akan mempersulit perawatan saluran akar dan sehingga menurunan risiko fraktur mahkota.6,9
meningkatkan risiko obturasi yang ekstrusi ke jaringan Pada kasus ini pasien memiliki riwayat trauma
periapikal dan sekitarnya.3,6,9 pada gigi depan atas kanan saat usianya yang sangat
Apeksifikasi adalah suatu perawatan endodontik muda tahun dengan pemeriksaan radiografis yang
yang bertujuan untuk merangsang perkembangan menunjukkan adanya apikal yang terbuka. Hal ini
lebih lanjut atau meneruskan proses pembentukan menyulitkan untuk dilakukan perawatan endodontik
apeks gigi yang belum tumbuh sempurna tetapi sudah terutama dalam pengisian agar tidak terjadi ekstrusi ke
mengalami kematian pulpa dengan membentuk suatu jaringan periapikal.5 Dengan hal ini pilihan perawatan
jaringan keras pada apeks gigi tersebut.2,5,7 apeksifikasi dengan menggunakan bahan MTA sebagai
Apeksifikasi merupakan perawatan awal yang apical plug merupakan pilihan tepat.5

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
256 APEKSIFIKASI DENGAN MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE (MTA) PADA
GIGI FRAKTUR INSISIF SENTRAL MAXILLA

Pengisian saluran akar pada kasus ini menggunakan 2. Navageni, N.B., Umashankara, K.V., Radhika, N.B., &
teknik termoplastis yang bertujuan untuk membentuk Manjunath, S. 2010. Successful closure of the root apex in non
vital permanent incisors with wide open apices using single
3D obturation yang hermetis pada saluran akar yang calcium hydroxide dressing–Report of 2 cases. J Clin Exp Dent,
memiliki ukuran diameter saluran akar yang lebih 2(1), 26-9.
lebar. Dilanjutkan dengan penggunaan pasak fiber post 3. Kumar, R., Patil, S., Hoshing, U., Medha, & Mahaparale, R.
dan mahkota all porcelain. 2011. MTA apical plug and clinical application of anatomic
post and core for coronal restoration: A case report. Iranian
Pemilihan Pasak fiber didasarkan pada beberapa
endodontic journal, 6(2), 90.
keunggulan yang didapat yaitu modulus elastisitas yang 4. Ifzah, Patel Z, Salroo H. Shakeel, M. 2016. Single step
rendah sehingga menurunkan risiko terjadinya fraktur apexification with mta–a case report. ejpmr, 3(8), 505-507.
akar dibandingkan dengan pasak tuang, memilki estetik 5. Demiriz, Levent, and Ebru Hazar Bodrumlu. 2017. Severe
yang baik digunakan untuk gigi anterior.3,10 pada kasus unintentional extrusion of mineral trioxide aggregate during
apexification.” Indian Journal of Dental Research 28.3 : 341.
ini terdapat ferrule effect yang didapatkan minimal 6. Kumar, V., Zameer, M., Prasad, V., & Mahantesh, T. 2014. Boon
sebanyak 2 mm yang cukup mendukung pemilihan of MTA apexification in young permanent posterior teeth.
pasak fiber pada kasus ini, selain itu dapat mengurangi Case reports in dentistry, 2014 : 1-5.
waktu kunjungan perawatan.11,12 7. Simon, S., Rilliard, F., Berdal, A., & Machtou, P. 2007. The
use of mineral trioxide aggregate in one‐visit apexification
Pada kasus ini, pemeriksaan objektif dan
treatment: a prospective study. International Endodontic
subjektif setelah perawatan apeksifikasi dengan MTA Journal, 40(3), 186-197.
menunjukkan hasil respon yang baik yang ditandai oleh 8. Chowdhury, T.G., Quader, S.A., Jannat, T. A., Chowdhury, S.
tidak adanya keluhan nyeri, perkusi (-), mobility (-), S., Jahan, K.R., & Karim, F.A. 2015. Single visit apexification
jaringan lunak sekitar baik. Berdasarkan hasil radiografi technique by root end barrier formation with MTA. Update
Dental College Journal, 5(1), 21-25.
juga diketahui bahwa terbentuk apical plug yang baik 9. Asgary, S., & Ehsani, S. 2012. MTA resorption and periradicular
di daerah apeks, obturasi yang hermetis, dan ukuran healing in an open-apex incisor: a case report. The Saudi
lesi periapikal yang mengecil yang menunjukkan tanda dental journal, 24(1), 55-59.
penyembuhan lesi periapikal. 10. Gade, P., Gade, H.S., & Gade, N. 2016. A novel technique
for intraradicular rehabilitation using MTA, fiber post and
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan
composite: A case report. Int J Appl Dent Sci, 2(1), 17-19.
bahwa, apeksifikasi merupakan prosedur yang biasa 11. Mamoun, J. S. 2014. On the ferrule effect and the
digunakan untuk gigi permanen muda yang mengalami biomechanical stability of teeth restored with cores, posts,
trauma dengan kondisi gigi immatur non vital dan apikal and crowns. European journal of dentistry, 8(2), 281.
yang belum menutup sempurna. MTA merupakan 12. Koosha, S., & Jalalian, E. 2015. The ferrule effect and the
biomechanical stability of teeth restored with cores, posts and
alternatif pilihan terbaik untuk proses apeksifikasi crowns: Literature review. Journal of Dental Medicine, 28(3),
yang bertindak sebagai apical plug dan penyembuhan 254-265.
tanpa menunggu pembentukan apical calcific barrier
sehingga mempersingkat waktu kunjungan pasien
dengan langsung dilakukan pengisian saluran akar dan
dibuatkan restorasi akhir untuk mencegah fraktur serta
mengurangi waktu kunjungan

KESIMPULAN

MTA merupakan bahan apeksifikasi yang baik


karena kemampuannya membentuk apical plug dan
memicu penyembuhan lesi periapikal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gawthaman, M., Vinodh, S., Mathian, V. M., Vijayaraghavan, R.,


& Karunakaran, R. 2013. Apexification with calcium hydroxide
and mineral trioxide aggregate: Report of two cases. Journal
of pharmacy & bioallied sciences, 5(Suppl 2), S131

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Wijayanti Siswanto, Dian Agustin W
PO-54 257

APEKS RESEKSI DAN PENGISIAN RETROGRADE SEBAGAI


PERAWATAN TERHADAP GRANULOMA PERIAPIKAL : LAPORAN
KASUS
Wijayanti Siswanto*, Dian Agustin W**
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: The Apex resection is one of the surgical endodontic procedures with lesions in periapical region that can not
be treated with conventional endodontic treatment. Apex resection is done by cutting off the root tip of the infected tooth
and curbing the entire periapical tissue undergoing necrosis and inflammation to retain the previously treated root canal
and avoid extraction. This procedure is required when inflammation and infection that occurs in the root tip of the tooth
does not show a good result after a conventional root canal treatment. Apex resection is the most commonly performed
surgical procedure aims to place an appropriate covering material between the periodontium tissue and the apical foramen.
Objective: In this case report describes the management of the apical resection of the anterior teeth as a treatment option
after conventional root canal treatment of the tooth with periapical lesions and good healing process is not achived.
Case : A 23 years old female came to RSGM (P) Airlangga University with pain and swelling complaints on the upper left gum,
previously the teeth had been treated the root canal treatment many years ago. Radiographic examination show large well
defined radiolucent on root tip that indicate a granuloma.
Case Management : Retreatment the root canal with apex resection and obturation retrogradly with MTA.
Conclucion :. Healing process occurs on tooth with granuloma lesion after apex resection. Apex resection is a surgical
endodontic treatment commonly performed with the aim of maintaining the teeth in order to avoid extraction.

Keywords : Apex Resection, retreatment, retrograd obturation,

PENDAHULUAN radang kronis, jaringan granulasi, dan jaringan epithel


yang terbungkus dalam kapsul.2
Perawatan saluran akar bertujuan untuk
mengeliminasi bakteri sebanyak mungkin dari sistem LAPORAN KASUS
pulpa. Daerah sepertiga apikal merupakan regio krusial
dalam perawatan saluran akar terutama dengan teknik Pasien perempuan, 23 tahun datang ke klinik
konvensional.1 konservasi gigi RSGM (P) Unair dengan kelihan sakit
Pada kasus tertentu, seperti adanya infeksi yang tidak dan bengkak pada gigi depan atas kiri, gigi tersebut
dapat diatasi, saluran akar yang sulit untuk dipreparasi, pernah ditambal dipuskesmas pada waktu masih
adanya ekstrusi material perawatan saluran akar serta duduk dibangku SMP. Gigi tersebut sering bengkak
adanya lesi periapikal yang tidak dapat diatasi dengan setelah dilakukan penambalan dan tidak dilakukan
perawatan saluran akar konvensional maka diperlukan perawatan lanjutan ke dokter gigi oleh pasien.
prosedur endodontik bedah.1 Pada pemeriksaaan klinis tampak kebersihan rongga
Apeks reseksi merupakan salah satu dari perawatan mulut cukup baik. pada pemeriksaan radiografi gigi 21
endodontik bedah dengan tujuan mengintervensi dan 22 telah dilakukan perawatan saluran akar akan
daerah periapikal secara langsung untuk meningkatkan tetapi tidak dilakukan pengisian. Pada periapikal gigi 21
keberhasilan perawatan saluran akar gigi.2 dan 22 terdapat gambaran radiolusen berbentuk bulat
Granuloma periapikal merupakan lesi yang berawal berbatas jelas.
dari nekrosis pulpa yang berkembang kearah jaringan Berdasarkan pemeriksaan subjektf, klinis dan
periapikal dimana tubuh tidak dapat mempertahankan pemeriksaan penunjang maka diagnosis dari kasus
homeostasis jaringan periapikal sehingga terbentuk ini adalah nekrosis pulpa post endodontik disertai lesi
jaringan granulasi. Jaringan granulomatosa yang periapikal pada gigi 21 dan 22. Rencana perawatan
terbentuk didaerah periapikal mengandung sel – sel yaitu perawatan saluran akar
Korespondensi: Wijayanti Siswanto, Department of Conservative Dentistry, Faculty of Dental Medicine, Universitas Airlangga. Jln. Prof. Dr. Moestopo No.
47 Surabaya 60132. Indonesia. Email : w.siswanto83@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
258 APEKS RESEKSI DAN PENGISIAN RETROGRADE SEBAGAI PERAWATAN TERHADAP
GRANULOMA PERIAPIKAL : LAPORAN KASUS

kedua dilakukan kontrol 1 minggu setelah dilakukan


perawatan saluran akar. Pada anamnesa pasien
merasakan tidak terdapat keluhan pada gigi tersebut.
Pada pemeriksaan radiografis menunjukkan masih
terdapat lesi pada daerah perapikal. Kunjungan ketiga
dilakukan 6 bulan setelah perawatan saluran akar. Pada
anamnesa pasien terdapat keluhan sakit dan bengkak,
perkusi (+), pada foto periapikal nampak gambaran
radiolusen berbatas jelas dengan diameter kurang
lebih 4mm pada gigi 21 dan kurang lebih 6mm pada
gigi 22. Berdasarkan progress hasil perawatan yang
Gambar 1. Gambaran radiologis awal
kurang memuaskan maka direncanakan akan dilakukan
perawatan endodontik bedah. Persiapan operasi
TATA LAKSANA KASUS
dilakukan dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan darah lengkap, koagulasi dan
Pada kunjungan pertama pasien dilakukan
kimia klinik, dimana berdasarkan hasil pemeriksaan
anamnesa, Dental Health Education (DHE),
laboratoris adalah normal. Pasien menandatangani
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang berupa
informed consent sebelum dilakukan tindakan operasi
pemeriksaan radiografis untuk menegakkan diagnosa.
sebagai persetujuan medis terhadap tindakan bedah.
Diagnosis dari kasus ini adalah gigi 21 dan 22 nekrosis
Pemeriksaan vital sign dilakukan sebelum perawatan
pulpa disertai lesi periapikal. Rencana perawatan
dimulai. Diawali dengan prosedur asepsis sesuai
adalah perawatan saluran akar. Setelah mendapatkan
dengan standar WHO baik bagi tenaga medis maupun
penjelasan pasien menandatangani Informed Consent.
penderita, kemudian pasien dipasang duk operasi
Diawali dengan pemasangan rubber dam. Dilanjutkan
pada area mulut dilanjutkan dengan desinfeksi area
dengan acces opening, dan glide pathency diawali
operasi dan jaringan sekitarnya menggunakan povidon
dengan menggunakan K – file #10-#15 dengan root
iodine (Gambar 3a dan 3b). Dilakukan anestesi
canal lubricant. Dilakukan pengukuran panjang
infiltrasi lokal pada nervus alveolaris superior anterior
kerja atau Diagnostic Wire Photo (DWP) dengan
dengan titik injeksi pada muccobuccal fold gigi 21 dan
menggunakan K-File #10 merk Kendo dengan bantuan
22 dan pada nervus palatinus pada papila insisivus
apex locator( merk Morita, Japan), dilanjutkan
menggunakan bahan Pehacain sebanyak masing-
konfirmasi dengan dilanjutkan dengan foto periapikal
masing 1 cc (Gambar 4). Gigi 21 dan 22 pada sisi labial
sebagai konfirmasi (Gambar 2). Preparasi saluran akar
dilakukan flapping dengan desain semilunar. Diawali
menggunakan rotary system protaper next (Dentsply
dengan pembuatan garis insisi flap menggunakan
mailefer, Swiss) sampai dengan file X2 (25/06) disertai
ujung sonde yang tajam, kemudian diinsisi dengan
dengan irigasi Sodium Hypochloride (NaOCl) 2,5%,
menggunakan skalpel #15 ditekan hingga mengenai
aquades steril, , Ethylenediaminetetraacetic acid
periosteum tulang alveolaris (Gambar 5). Retraksi
(EDTA) 17%- pada setiap pergantian file aquades
jaringan gingiva dengan raspatorium sampai tulang
steril pada tiap pergantian file. Kemudian dilanjutkan
terlihat jelas (Gambar 6a dan 6b). Daerah periapikal
dengan trial guttap point dan dilakukan konfirmasi
gigi 21 dan 22 dibersihkan dengan alat kuret hingga
dengan foto periapikal. Pada sequence irigasi akhir
tidak ada lagi jaringan granulasi (Gambar 7a dan 7b).
dilakukan dengan larutan NaOCL 2,5% - aquades steril–
Specimen jaringan granulasi direndam dalam formalin
EDTA 17% - aquades steril – Chlorhexidine (CHX) 2%
untuk pemeriksaan HPA (Gambar 8 dan 9) .
- aquades steril disertai dengan agitasi menggunakan
Apeks akar gigi 21 dan 22 dilakukan reseksi sebanyak
Endoactivator (Dentsply- Maillefer,Swiss). saluran akar
± 2 mm dengan menggunakan ultrasonic tip ET3D
dikeringkan dengan paper point steril dan dilanjutkan
(Gambar 11) . Dengan sudut pengambilan 0 derajat lalu
dengan pengisian saluran akar dengan teknik single
diirigasi dengan larutan saline steril. Lakukan kembali
cone menggunakan guttap point (25/06) dan pasta
kuretase untuk membersihkan debris dentin yang
berbahan dasar resin (Topseal- Dentsply, Mailefer,
tertinggal. Pengurangan guttap di daerah apikal gigi
Swiss ), dilakukan tumpat sementara dan dilakukan
21 dan 22 dengan menggunakan ultrasonik tip AS3D
konfirmasi dengan foto periapikal Pada kunjungan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Wijayanti Siswanto, Dian Agustin W 259

rasparatorium

Gambar 2. Foto DWP


Gambar 6b. Pemisahan jaringan lunak dengan
rasparatorium

Gambar 3a. Asepsis ekstra oral

Gambar 7a. Pengambilan lesi periapikal

Gambar 3b. Asepsis daerah kerja

Gambar 7b. Pengambilan lesi periapikal

Gambar 4. Anestesi local pada foramen insisivus

Gambar 8. Pengangkatan lesi periapikal


Gambar 5. Insisi flap

Gambar 6a. Pemisahan jaringan lunak dengan Gambar 9. Penyimpanan lesi untuk diperiksa HPA

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
260 APEKS RESEKSI DAN PENGISIAN RETROGRADE SEBAGAI PERAWATAN TERHADAP
GRANULOMA PERIAPIKAL : LAPORAN KASUS

Gambar 10. Gambaran daerah periapikal setelah Gambar 15. ujung apikal setelah dipreparasi
pengambilan lesi periapikal

Gambar 16. Aplikasi MTA


Gambar 11. Pemotongan ujung apikal

Gambar 12. Ujung apikal


Gambar 17. Setelah diaplikasikan MTA

Gambar 13. Daerah periapikal setelah dipotong Gmbar 18. Aplikasi bone graft

Gambar 14. Preparasi ujung apeks Gambar 19. Aplikasi membrane

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Wijayanti Siswanto, Dian Agustin W 261

Gambar 20. Suturing Gambar 22. Kontrol setelah 6 bulan


Gambar 21. Konfirmasi setelah apeks
reseksi
± 2 mm (Gambar 14 dan 15) sebagai tempat pengisian Pada pemeriksaan radiografi terjadi healing pada
dengan system retrograde menggunakan bahan daerah periapikal gigi 21 dan 22.
Mineral Trioxide Aggregate (MTA) yang dipadatkan Hasil evaluasi kontrol 6 bulan tersebut menunjukkan
memenuhi rongga pada apikal gigi (Gambar 16 dan 17). keberhasilan tindakan reseksi apikal pada kasus
Serbuk bone graft diaplikasikan pada daerah yang telah ini (Gambar 22). Selanjutnya, restorasi permanen
dikuret hingga padat dan menutupi semua daerah dibutuhkan untuk menutup kavitas gigi tersebut.
operasi untuk memicu pertumbuhan tulang yang baru Restorasi akhir pada gigi 21 dan 22 menggunakan
(Gambar 18). Prosedur selanjutnya yaitu pemasangan resin komposit. Finishing dan polishing dilakukan
membrane dan dilanjutkan dengan reposisi jaringan di akhir menggunakan fine finishing diamond bur
gingiva kemudian dilakukan penjahitan hingga jaringan dan disc untuk memastikan tidak ada peninggian
tertutup dengan baik (Gambar 19 dan 20). Daerah gigitan, membersihkan kelebihan dan menghaluskan
operasi dibersihkan dengan kain kasa steril dan permukaan resin komposit.
ditutup dengan tampon. Pemberian medikamen per
oral antibiotik, analgesik, obat kumur chlorhexidine PEMBAHASAN
0,2%. Pasien diberi penjelasan untuk selalu menjaga
kebersihan mulutnya, diet makanan dan minuman Penyebab kegagalan perawatan saluran akar pada
yang tidak mengganggu proses penyembuhan jaringan kasus ini adalah masih terdapatnya lesi yang persisten
serta dijadwalkan kontrol 7 hari pasca operasi. pada daerah periapikal meskipun setelah dilakukan
Pasien datang pada kunjungan kedua 7 hari setelah perawatan saluran akar.1 Lesi pada daerah periapikal
operasi. Pasien tidak ada keluhan rasa sakit. Perkusi dapat terjadi pada gigi yang telah dilakukan perawatan
dan palpasi sudah tidak sakit. Luka bekas operasi saluran akar, hal ini disebabkan oleh saluran akar
sudah tertutup dengan baik, tidak terlihat tanda-tanda tidak terdesinfeksi dengan adekuat oleh instrument
inflamasi pada daerah bekas operasi. Bengkak pada endodontik dan cairan irigasi. Perawatan endodontik
palatal gigi 21 dan 22 sudah hilang dan tidak ada keluhan bedah dilakukan apabila retreatment gagal. Kegagalan
nyeri. Jahitan dilepas dan diirigasi menggunakan salin. yang dimaksud adalah pasien merasa nyeri. Jenis
Pasien lalu dikirim ke bagian radiografi untuk dilakukan perawatan endodontik bedah yang dilakukan dapat
pembuatan foto periapikal. berupa apikal kuretase atau apeks reseksi. Apikal
Tiga bulan pasca tindakan pasien datang kembali kuretase merupakan pengambilan jaringan granulasi
untuk kontrol. Dari pemeriksaan subjektif dan objektif dan nekrotik dari periapikal gigi, sedangkan yang diikuti
sudah tidak ada keluhan. Kondisi gingiva pada palatal pengisian retrograde.3
normal, sudah tidak ada benjolan. Pemeriksaan Apeks reseksi merupakan pilihan pertama untuk
radiografi menunjukkan penyembuhan tulang alveolar menangani masalah pada gigi tersebut.1 Kuretase pada
yang ditunjukkan dengan meningkatnya radiopak periapikal gigi juga akan mengurangi lesi yang ada.
kavitas pada tulang alveolar. Ujung akar setelah dipotong diisi secara retrograde
Pasien kembali datang kontrol 6 bulan pasca dengan menggunakan bahan MTA.2 Pada kasus ini
tindakan. Pasien tidak ada keluhan baik subjektif menggunakan bahan MTA dikarenakan MTA memiliki
maupun objektif. Kondisi gingiva pada palatal normal, banyak keunggulan, yaitu memiliki biokompatibilitas

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
262 APEKS RESEKSI DAN PENGISIAN RETROGRADE SEBAGAI PERAWATAN TERHADAP
GRANULOMA PERIAPIKAL : LAPORAN KASUS

yang sangat baik, memiliki efek bakterisidal dengan


pH 12,5, bersifat non sitotoksik dan non mutagenic.1,2
Bahan – bahan yang terkandung didalam MTA yaitu
kalsium silikat, bismuth oksida, kalsium karbonat,
kalsium sulfat dan kalsium aluminat. Bahan MTA dapat
memicu sementoklas sebagai pembentukan sementum
yang baru.1 Sebelum penjahitan flap dilakukan, kavitas
tulang yang terbentuk dari hasil pembedahan ditutup
dengan menggunakan bone graft yang bertujuan untuk
membantu regenerasi tulang pasca pembedahan.1,2,3

KESIMPULAN

Tindakan apeks reseksi merupakan pilihan pertama


untuk menangani keluhan nyeri pada gigi yang telah
dilakukan perawatan saluran akar dan disertai adanya
lesi periapikal yang tidak dapat teratasi dengan
perawatan saluran akar konvensional.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arango D.V. 2016. Apicoektomy and Retrograde Filling.


Cartagena. Colombia
2. Pedroce L.O. 2012. Apicoectomy after Conventional
Endodontic treatment failure. Curitiba. Brazil
3. Arx TV. 2010. Apical Surgery : A review of current techniques
and outcome. Bern. Switzerland.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dwina Rahmawati Junaedi, Widya Saraswati
PO-55 263

EFEKTIVITAS PERAWATAN SALURAN AKAR SATU KALI


KUNJUNGAN PADA TIGA GIGI ANTERIOR RAHANG BAWAH PADA
PASIEN GERIATRI
Dwina Rahmawati Junaedi*, Widya Saraswati **
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: Endodontic treatment plays a vital role in geriatric patient. Some geriatric patients with prothodontic treatment
need to having endodontic treatment for abutment purpose. However, geriatric patients have different priorities to younger
patient. Geriatric patient have significant physical limitations that can make long procedures difficult to tolerate. Therefore,
endodontic treatment for geriatric patient need to be shorter appointment times, that can be achieved with single visit
endodontic treatment. It will reduce the number of appointment and eliminate the chance of interappointment microbial
contamination. Aim. To report a management of single visit endodontic treatment on three mandibular anterior teeth in
geriatric patient.
Case: A 65 years old male patient came to the Dental Hospital, Airlangga university (RSGM) Department of Conservative
Dentistry, Airlangga University following referral from Prosthodontic department, Airlangga university regarding endodontic
treatment on tooth 33, 41, and 42. Teeth was vital but need to endodontic treated for denture’s abutment purpose.
Case Management: Diagnosis of the teeth were Normal Pulp. Local anasthesia was done using periodontal ligament injection
technique. Root canal were treated with crown down pressure less technique using rotary instrument (ProTaper Universal,
Dentsply) to reduce treatment time, followed by 2,5% NaOCl, 17% EDTA and saline as irrigating solution. Passive ultrasonic
irrigation was performed using Endoactivator to get more effective debridement. Root canal was obturated with single cone
technique. Patient was referred back to Prosthodontic department for denture treatment.
Conclusion: Single visit endodontic treatment gives the good outcome and effective to reduce treatment time in geriatric
patient.

Keywords: Single visit endodontic treatment, geriatric patient, root canal treatment.

PENDAHULUAN perlu diperhatikan, karena kandungan air pada dentin


gigi pasien geriatri lebih sedikit dibandingkan pasien
Pasien dengan usia lanjut atau geriatri yang dewasa lain1, sehingga mempunyai resiko fraktur yang
membutuhkan perawatan gigi dan mulut khususnya lebih tinggi. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan protesa, memerlukan gigi penyangga yang tingkat kecemasan pasien geriatri lebih tinggi daripada
sehat, dimana pada beberapa kasus, gigi penyangga pasien dewasa, sehingga dibutuhkan kenyamanan saat
tersebut membutuhkan suatu perawatan saluran perawatan berlangsung.1 Pasien dengan usia lanjut
akar. Perawatan saluran akar pada pasien geriatri juga mempunyai keterbatasan fisik, seperti back pain
membutuhkan perhatian yang khusus, dibandingkan dan mudah lelah, sehingga perawatan harus dilakukan
dengan perawatan saluran akar pada pasien dewasa dengan waktu yang minimal dan efektif.1,2
lain. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan Berikut panduan penatalaksanaan perawatan gigi
fisiologis dan patologis di dalam ruang pulpa dan dan mulut pada pasien geriatri:1
saluran akar akibat penuaan, juga terjadi perubahan • Waktu yang minimal
pada kompleks dentin pulpa lansia, seperti penebalan • Kenyamanan posisi dental chair
dentin sekunder yang yang menyebabkan prosedur • Penggunaan biteblock
perawatan saluran akar menjadi lebih rumit, terutama • Penggunaan mikroskop
pada tahap identifikasi dan preparasi saluran akar.1,2 • Penggunaan instrument NiTi
Tahapan preparasi saluran akar pada pasien geriatri Perawatan saluran akar satu kali kunjungan

Korespondensi: Dwina Rahmawati Junaedi, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga. Jln. Mayjend Prof. Dr. Moestopo
No.47 Surabaya 60132. Indonesia. Alamat e-mail : dwina.junaedi@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
264 EFEKTIVITAS PERAWATAN SALURAN AKAR SATU KALI KUNJUNGAN PADA TIGA GIGI
ANTERIOR RAHANG BAWAH PADA PASIEN GERIATRI

merupakan pilihan perawatan yang tepat pada


pasien geriatri, karena dapat diselesaikan dalam satu
kunjungan, yang meliputi pembersihan saluran akar,
sterilisasi dan obturasi, sehingga dapat menurunkan
jumlah kunjungan dan meminimalisasi waktu
perawatan, sehingga dapat meningkatkan kenyamanan
pasien, khusunya pada pasien geriatri. selain itu
perawatan saluran akar satu kali kunjungan dapat
memperkecil resiko kontaminasi mikroorganisme
dalam saluran akar sehingga dapat mengurangi
intraappointment pain.3,4
Perawatan saluran akar satu kali kunjungan
diindikasikan sebagai berikut 3 :
1. Gigi vital
2. Gigi nekrosis dengan atau tanpa fistula
3. Gigi yang membutuhkan non surgical
retreatment
4. Physically compromised patients Gambar 1. (a) Foto intra oral sebelum perawatan gigi 33,
Kontra indikasi untuk perawatan saluran akar satu 41, 42; (b) foto radiografis sebelum perawatan gigi 33, 41,
kunjungan adalah 3: dan 42
1. Gigi dengan kelainan anatomis yang berat
2. Gigi dengan abses alveolar akut PENATALAKSANAAN KASUS
3. Gigi dengan periodontitis apikalis akut
4. Gigi dengan akses yang sulit Pada kunjungan pertama, setelah persetujuan
5. Pasien dengan gangguan TMJ informed consent, dilakukan anastesi lokal pada gigi 33,
Laporan kasus ini memaparkan perawatan saluran 41, dan 32 dengan teknik injeksi ligamen periodontal
akar satu kali kunjungan pada tiga gigi anterior rahang dan dilanjutkan dengan penggunaan rubber dam.
bawah pada pasien geriatri. Dilakukan pembukaan akses kavitas menggunakan
Endoaccess bur #2 (Dentsply) pada masing-masing
KASUS gigi, dilanjutkan dengan penghitungan panjang
kerja menggunakan Apex locator (Morita) dengan
Pasien laki-laki usia 65 tahun datang ke Rumah menggunakan K-file #10, dan dikonfirmasi dengan foto
Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas Airlangga, radiografis.
departemen Konservasi Gigi atas rujukan dari Setelah ditemukan panjang kerja masing-masing
departemen Prostodonsia RSGM Universitas Airlangga gigi, dilakukan preparasi saluran akar dengan teknik
untuk dilakukan perawatan saluran akar pada gigi 33, crowndown pressureless menggunakan instrumen
41, dan 42. Tidak ada keluhan subyektif. Pemeriksaan rottary (ProTaper Universal, Dentsply hingga F2
klinis gigi 33, 41, dan 42 vital, tidak ada rasa sakit diikuti dengan irigasi NaOCl 2,5% setiap pergantian
saat perkusi dan tidak ada kegoyangan gigi. Pada file, dan irigasi final disertai aktivasi pasif ultrasonik
pemeriksaan radiografis, tidak ada kelainan pada pulpa menggunakan Endoaktivator (Dentsply) dengan
dan saluran akar, serta tidak ada lesi periapikal. Gigi larutan NaOCl 2,5%, EDTA 17%, dan larutan salin.
didiagnosa dengan Pulpa Normal. Saluran akar dikeringkan menggunakan paperpoint,
kemudian dilanjutkan foto trial gutta point sesuai
nomor file preparasi akhir.
Setelah dilakukan trial gutta point dan dikonfirmasi
dengan foto radiografis, dilakukan pengisian saluran
akar dengan teknik single cone menggunakan gutta
percha (Dentsply) dan sealer (Topseal, Dentsply). Gutta
percha dipotong 1 mm di bawah orifice menggunakan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Dwina Rahmawati Junaedi, Widya Saraswati 265

Gambar 2. Foto penghitungan panjang kerja gigi 33, 41, dan


42 (a) klinis; (b) radiografis

Gambar 3. (a) Preparasi saluran akar dengan ProTaper


Universal hingga F2; (b) Aktivasi irigasi saluran akar dengan
Endoactivator; (c) Foto klinis setelah preparasi saluran akar:
(d) Trial gutta point secara klinis dan (e)radiografis
Gambar 4. Obturasi saluran akar (a) tampak klinis (b)
Radiografis

gutta cutter dan dikondensasi menggunakan plugger, dirujuk kembali ke bagian Prostodonsia, untuk
kemudian dilakukan foto konfirmasi radiografis. pembuatan protesa.
Setelah dilakukan perawatan saluran akar, pasien

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
266 EFEKTIVITAS PERAWATAN SALURAN AKAR SATU KALI KUNJUNGAN PADA TIGA GIGI
ANTERIOR RAHANG BAWAH PADA PASIEN GERIATRI

PEMBAHASAN dilakukan aktivasi irigasi saluran akar memiliki saluran


akar yang lebih bersih daripada kelompok gigi yang
Perawatan saluran akar satu kali kunjungan tidak dilakukan aktivasi irigasi saluran akar. 8
mempunyai banyak keuntungan, terutama pada pasien Perawatan saluran akar satu kali kunjungan memiliki
geriatri atau usia lanjut pada kasus ini. Perawatan satu banyak keuntungan pada kasus ini, namun juga harus
kali kunjungan dapat mengurangi waktu kunjungan diperhatikan bahwa perawatan saluran akar satu kali
sehingga dapat mencegah adanya intraappointment kunjungan membutuhkan waktu yang cukup lama,
pain, yang umumnya disebabkan akibat kebocoran sehingga dapat menimbulkan kelelahan, khususnya
restorasi sementara dan menyebabkan adanya pada pasien geriatri. Suatu penelitian menunjukkan
kontaminasi bakteri. Selain itu, perawatan satu kali bahwa waktu yang efektif untuk perawatan saluran
kunjungan dapat memberi kenyamanan pada pasien, akar pada pasien geriatri adalah 60 menit.2
khususnya pasien geriatri karena minimalnya waktu
perawatan sehingga mengurangi kecemasan pasien.3 KESIMPULAN
Perawatan saluran akar satu kali kunjungan
dapat dilakukan pada kasus ini, karena kondisi gigi yang Perawatan satu kali kunjungan yang dilakukan pada
masih vital dan pada pasien ini tidak ditemukan adanya pasien geriatri dengan indikasi yang tepat menghasilkan
rasa sakit yang akut. meskipun usia pasien yang lanjut, hasil yang baik dan efektif. Namun, perawatan saluran
namun tidak ditemukan adanya kalsifikasi saluran akar satu kali kunjungan ini memiliki kriteria yang
akar, sehingga preparasi saluran akar dapat dicapai terbatas, seperti kemampuan operator, fasilitas yang
dengan waktu yang singkat. Preparasi saluran akar memadai, sifat kooperatif pasien, serta waktu yang
menggunakan rottary file untuk mempersingkat waktu cukup.
dan dilakukan dengan teknik crowndown pressureless
untuk mencegah adanya fraktur akar pada kasus ini, DAFTAR PUSTAKA
karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
bahwa kandungan air pada dentin gigi pasien dengan 1. Johnstone M and Parashos. 2015. Endodontics And The
Ageing Patient. Australian Dental Journal Vol 60 (1): 20-27.
usia lanjut lebih sedikit dibandingkan dengan pasien
2. Kiefner P, Connert T, ElAyouti A, and Weiger R. 2017. Treatment
dewasa lainnya sehingga resiko fraktur akar menjadi Of Calcified Root Canals In Elderly People: A Clinical Study
lebih tinggi. Teknik crowndown pressureless dapat About The Accessibility, The Time Needed And The Outcome
mencegah adanya gerakan rotasi file yang berlebihan With A Three-Year Follow-Up. Journal of gerodontology Vol 34
pada saluran akar yang dapat menyebabkan fraktur. 1,5 (2): 164-170.
3. Garg Nisha and Garg Amit. 2014. Textbook Of Endodontics.
Larutan irigasi yang digunakan pada perawatan Third Edition. Jaypee Brothers Medical Publishers. Pp: 323-
ini adalah NaOC1 2,5%. Larutan NaOCl mampu 325.
membersihkan saluran akar karena memiliki efek 4. Londhe CS and Garge BH. 2007. Single Visit Root Canal
melarutkan debris pada dentin dan jaringan pulpa, Treatment. MJAFI. Vol 63: 273-274.
5. Ingle JI, Bakland LK, and Baumgartner JC. 2008. Ingle’s
selain itu NaOCl bersifat antimikroba yang mampu
Endodontics. BC Decker Inc: India. pp: 21-24.
membunuh bakteri Enterococcus, Actinomyces, 6. Siqueira Jr JF, Magalhaes KM, Rocas IN. 2007. Bacterial
C.albicans, dan mikroorganisme lain yang sulit reduction in infected root canals treated with 2.5% NaOCl
dihilangkan dalam saluran akar. 6 as an irrigant and calcium hydroxide/ camphorated
Selain itu, digunakan EDTA 17% sebagai larutan paramonochiorophenol paste as an intracanal dressing. J
Endod. Vol: 33 (6): 667-672.
irigasi. EDTA adalah suatu pelarut komponen 7. Zehnder M. 2006. Root canal irrigants. J Endod 2006; 32 (5):
anorganik, seperti smear layer. EDTA berfungsi untuk 389-98. 

demineralisasi smear layer yang terbentuk selama 8. Vivan RR, Duque JA, Alcalde MP, Reis So MV, Bramante CM, and
preparasi mekanik saluran akar dan yang melekat pada Duarte MAH. 2016. Evaluation of Different Passive Ultrasonic
Irrigation Protocols on the Removal of Dentinal Debris from
dinding saluran akar.7
Artificial Grooves. Brazilian Dental Journal Vol 27(5): 568-572.
Irigasi saluran akar dilakukan dengan aktivasi pasif
ultrasonik menggunakan Endoaktivator. Penggunaan
aktivasi pasif ini bertujuan untuk penghilangan debris
dan smear layer yang lebih efektif pada saluran
akar. Penelitian menunjukkan bahwa pada gigi yang

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Ridzki Almeria Oktavianti, Dian Agustin Wahjuningrum PO-56 267

PENATALAKSANAAN PERAWATAN PADA GIGI PREMOLAR


PERTAMA KANAN RAHANG BAWAH DENGAN KONFIGURASI
SALURAN AKAR VERTUCCI TIPE IV : LAPORAN KASUS
Ridzki Almeria Oktavianti*, Dian Agustin Wahjuningrum**
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: A successful endodontic treatment rely on some substantial factors. One of them is the knowledge of root
canals anatomy configuration. Mandibular premolars, especially first premolars show high variety of root canal anatomy
configuration. Variation of root canal anatomy on mandibular first premolars is higher than mandibular second premolars. It
could increase the risk of untread canals so a successful endodontic treatment would not be achieved, therefore analysing
root canals precisely is extremely important particularly on mandibular first premolar. Aim: To describe endodontic treatment
with type IV vertucci classification on mandibular first right premolar.
Case: A 56 years old female complained having a chief pain while chewing on her lower right teeth. Clinical examination
showed there was a Glass Ionomer restoration on the distal region of her madibular first right premolar (44). Radiographic
examination exhibited a radiolucent lesion on periapical region of teeth 44.
Case Management: Treatment was begun by making an access opening on tooth 44 and the removal of prior Glass Ionomer
restoration on distal side of teeth 44, then followed by pre – endodontic restoration. Exploration on root canal was done later,
and 2 seperated canals through the apical was found. Furthermore determination of working lenght and chemomechanical
preparation was performed and ended up with obturation of the canals. Afterward patient has been not complained about
the treatment.
Conclusion:It is significantly important to know root canals anatomy configuration precisely, especially on mandibular first
premolar, so cleaning, shaping and obturation procedure become easier.A successful endodontic treatment then will be
reached.

Keywords: Endodontic Treatment, Mandibular First Premolar, Variation of Root Canal Anatomy, Vertucci Classification
PENDAHULUAN satu dengan lainnya. Kompleksitas saluran akar gigi
merupakan salah satu faktor penyulit pada prosedur
Perawatan endodontik merupakan suatu prosedur perawatan endodontik. Kesulitan tersebut dapat
perawatan gigi yang dilakukan untuk mengeliminasi dieliminasi melalui pemahaman pengetahuan anatomi
bakteri sebanyak – banyaknya dari dalam sistem saluran saluran akar dan pemeriksaan penunjang radiografi.
akar1. Prosedur perawatan ini meliputi pembentukan Interpretasi radiografi dipengaruhi oleh kualitas
dan pembersihan saluran akar (cleaning and shaping) dan sudut pengambilan film. Ketepatan determinasi
serta diakhiri dengan pengisian bahan pengisi di dalam anatomi dan akurasi interpretasi pemeriksaan
saluran akar (obturation)2. radiografi akan mempengaruhi prosedur perawatan
Pembentukan dan pembersihan saluran akar (clening endodontik sehingga keberhasilan perawatan dapat
and shaping) merupakan tahapan awal dan memegang tercapai3.
peranan yang sangat penting dalam prosedur Salah satu gigi yang memiliki konfigurasi anatomi
perawatan ini. Hal ini dikarenakan pembentukan dan saluran akar yang kompleks ialah gigi premolar
pembersihan (cleaning and shaping) saluran akar yang pertama rahang bawah. Parekh et al 4 menyatakan
baik akan dapat memfasilitasi larutan irigasi dalam bahwa premolar pertama rahang bawah memiliki
saluran akar sehingga dapat mendesinfeksi seluruh variasi anatomi yang lebih tinggi (75%) dibandingkan
sistem saluran akar serta daerah yang tidak terjangkau dengan gigi premolar kedua rahang bawah (37,5%).
dengan preparasi secara mekanik. Terdapat beberapa klasifikasi yang dapat digunakan
Saluran akar sendiri secara anatomis memiliki untuk mendeterminasi konfigurasi anatomi saluran
bentuk dan konfigurasi yang kompleks serta berbeda akar gigi, diantaranya ialah klasifikasi Vertucci dan

Korespondensi: Ridzki Almeria Oktavianti, PPDGS Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Jln. Mayjend. Prof. Dr.
Moestopo Surabaya 60132. Indonesia.Email : riaridzki@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENATALAKSANAAN PERAWATAN PADA GIGI PREMOLAR PERTAMA KANAN RAHANG BAWAH
268 DENGAN KONFIGURASI SALURAN AKAR VERTUCCI TIPE IV : LAPORAN KASUS

klasifikasi Weine. Konfigurasi saluran akar secara endodontic restoration) dilakukan untuk meningkatkan
Vertucci merupakan klasifikasi yang sering dan umum keberhasilan perawatan endodontik
digunakan untuk mendeskripsikan anatomi dari
saluran akar5.
Laporan kasus ini menjelaskan mengenai
keberhasilan perawatan endodontik pada gigi premolar
pertama rahang bawah dengan konfigurasi anatomi
saluran akar Vertucci tipe IV.

LAPORAN KASUS

Seorang pasien wanita berusia 56 tahun datang


dengan keluhan nyeri ketika digunakan untuk Gambar 2. Proses pre – endodontic restoration di bagian
menguyah pada gigi kanan rahang bawahnya. Pasien distal gigi 44
ingin dilakukan perawatan pada gigi tersebut agar
tidak timbul rasa nyeri kembali. Eksplorasi saluran akar dilakukan dengan
Berdasarkan anamnesa dari pasien didapatkan menggunakan endodontic explorer (Osung G16, Korea)
riwayat bahwa gigi tersebut pernah dilakukan dan ditemukan 2 saluran akar yang terpisah. Pengukuran
penumpatan sekitar 1 tahun yang lalu. Pasien mulai panjang kerja dilakukan dengan menggunakan Morita
merasakan ada keluhan pada saat mengunyah sekitar (Root ZX II, Japan) dan ditemukan bahwa panjang
3 hari yang lalu, dan pasien mengkonsumsi obat saluran akar bukal ialah 22 mm sedangkan pada bagian
penghilang rasa sakit untuk mengurangi keluhannya. lingual ialah 21 mm.
Pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa terdapat
tumpatan Glass Ionomer di bagian distal gigi 44.
Pemeriksaan perkusi secara horizontal dan vertikal
pada gigi 44, menunjukkan adanya respon rasa
nyeri. Pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya
gambaran radiolusen di daerah apikal gigi dan 1 saluran
akar.

Gambar 1. Keadaan gigi sebelum perawatan. (a) Secara


klinis dan (b) Secara radiografi

PENATALAKSANAAN KASUS
Gambar 3. Pengukuran panjang kerja dan foto komfirmasi
secara radiografi
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis serta
radiografis pada gigi 44, dapat disimpulkan bahwa
Tahapan selanjutnya ialah preparasi saluran akar
diagnosa gigi tersebut ialah nekrosis pulpa. Perawatan
dengan menggunakan Protaper Next (Dentsply Sirona,
diawali dengan pembuangan tumpatan glass ionomer
Switzerland) hingga X2. Saluran akar diirigasi dengan
pada sisi distal, dilanjutkan dengan pembuatan access
menggunakan larutan irigasi dan diaktivasi secara sonik
opening. Pembuatan kembali dinding distal (pre -
dengan Endoactivator (Dentsply, Tulsa Dental, USA).

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Ridzki Almeria Oktavianti, Dian Agustin Wahjuningrum 269

Gambar 6. Restorasi akhir pada gigi 44

PEMBAHASAN

Adanya variasi konfigurasi anatomi saluran akar


yang berbeda antara satu gigi dengan gigi lainnya
dipengaruhi mulai saat proses pembentukan akar
gigi. Ketika pembentukan enamel dan dentin mulai
mendekati cementoenamel junction, maka akan
terbentuk celular diaphragm atau Hertwig’s Epithelial
Root Sheath. Sel inilah yang nantinya bertanggung
jawab untuk pembentukan akar (jumlah akar beserta
salurannya)6.
Gambar 4. (a) Preparasi gigi, (b) Irigasi dengan aktivasi sonik
Terdapat beberapa klasifikasi yang dapat digunakan
menggunakan Endoactivator dan (c) Saluran akar yang
telah terpreparasi, tampak 2 saluran akar yang terpisah
untuk mendeskripsikan konfigurasi saluran akar,
diantaranya ialah klasifikasi Weine dan Vertucci.
Perawatan endodontik pada gigi 44 diakhiri dengan Klasifikasi menurut Vertucci lebih umum dan banyak
dilakukan obturasi single cone menggunakan gutta digunakan untuk mengklasifikasikan berbagai jenis
percha (25/0.6) baik pada saluran akar lingual maupun konfigurasi anatomi dari saluran akar4.
bukal. EverX Posterior (GC, Europe) akan diaplikasikan Vertucci membagi anatomi saluran akar menjadi 8
pada gigi 44 sebelum dilakukan penumpatan jenis. Tipe I ialah tipe yang paling sederhana ( 1 saluran
menggunakan komposit filtek z350XT (3M ESPE, USA) hingga apikal) hingga tipe VIII ( 3 saluran yang terpisah
. Pasien mengaku tidak ada keluhan setelah dilakukan hingga apikal)2.
perawatan endodontik

Gambar 5. (a)Foto trial gutta percha dan (b) obturasi


saluran akar pada gigi 44
Gambar 7. Konfigurasi saluran akar menurut Vertucci2

Adanya kompeleksitas anatomi saluran akar ini


dapat menyebabkan kesulitan ketika melakukan
prosedur perawatan saluran akar khususnya ketika

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENATALAKSANAAN PERAWATAN PADA GIGI PREMOLAR PERTAMA KANAN RAHANG BAWAH
270 DENGAN KONFIGURASI SALURAN AKAR VERTUCCI TIPE IV : LAPORAN KASUS

melakukan tahapan pembentukkan dan pembersihan Preparasi saluran akar kemudian dilakukan sesuai
saluran akar (cleaning and shaping). Hal ini dapat dengan panjang kerja dengan Single Lenght Preparation
meningkatkan resiko adanya saluran akar yang menggunakan Protaper Next (Dentsply Sirona,
tidak terdeteksi, sehingga saluran tersebut tidak Switzerland) hingga X2 (bukal = 22 mm dan lingual =
terpreparasi (untreated canal). Saluran akar yang tidak 21 mm). Sterilisasi dengan aktivasi sonik kemudian
terpreparasi (untreated canal) merupakan suatu media dilakukan dan diakhiri dengan obturasi dengan single
pertumbuhan bakteri yang akan menyebabkan tujuan cone (25/0.6) pada masing – masing saluran akar.
perawatan endodontik tidak tercapai sehingga terjadi Gigi tersebut kemudian aplikasikan fiber reinforced
kegagalan1. composite sebelum ditumpat dengan komposit.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi anatomi sistem saluran akar, misalnya KESIMPULAN
dengan menggunakan alat eksplorer yang tajam,
pewarnaan dengan methylene blue, tes champange Pemahaman mengenai komplekitas anatomi
bubble, pengamatan bleeding point dan penggunaan saluran akar khususnya pada gigi premolar pertama
alat magnifikasi (mikroskop atau loop) untuk rahang bawah yang memiliki konfigurasi anatomi yang
mendeteksi adanya saluran akar lain2. Pengambilan kompleks sangat penting dalam proses perawatan
foto radiografi dari berbagai sudut serta penggunaan endodontik agar prosedur perawatan endodontik
CBCT selanjutnya dilakukan untuk mengkonfirmasi menjadi lebih mudah sehingga keberhasilan perawatan
konfigurasi anatomi saluran akar. endodontik dapat tercapai.
Laporan kasus ini mendeskripsikan mengenai
perawatan endodontik pada gigi 44 dengan klasifikasi DAFTAR PUSTAKA
vertucci tipe IV. Diagnosa klinis dari gigi tersebut
ialah nekrosis pulpa setelah dilakukan anamnesa, 1. Haapasalo M.2018.Can We Eliminate Microorganism from the
Root Canal System?. CDA Journal.(48).pp227-35
pemeriksaan klinis serta radiografis dan direncanakan
2. Vertucci FJ.2005.Root Canal Morphology and Its Relationship
untuk dilakukan perawatan endodontik. Langkah to Endodontic Procedure.Endodontic Topics.10.pp.3-29
pertama yang dilakukan ialah membuang tumpatan 3. Hargreaves KM & Berman LH. Cohen’s Pathways of the
Glass Ionomer dan dilakukan access opening untuk Pulp.11th ed. St. Louis, Missouri:Elsevier
memulai perawatan endodontik. Setelah dilakukan 4. Parekh V, Shah N, Joshi H. 2011. Root Canal Morphology and
Variation of Mandibular Premolars by Clearing Technique :An
access opening, hanya terlihat 1 saluran akar yang in vitro Study.J. Contemp Dent Pract.12(4);318-21
terletak di daerah bukal, kemudian dilakukan ekstensi 5. Peiris R, Malwatte U, Abayakoon J, Wettasinghe A.2015.
kavitas ke arah lingual. Eksplorasi di daerah lingual Variation in the Root Form and Root Canal Maorphology of
dilakukan untuk mendeteksi adanya saluran akar pada Permanent Mandibular First Molar in SrI Lankan Population.
Anatomy Research International(2015).pp.1-7
daerah lingual, akhirnya ditemukan 2 saluran akar pada
6. Kottoor J, Albuquerque D, Velmurugan N, Kuruvilla J.
gigi 44 ( lingual dan bukal). 2013. Root Anatomy and Root Canal Configuration of
Penggunaan alat eksplorer yang tajam pada dasar Human Permanent Mandibukar Premolars : A Systemic
pulpa bertujuan untuk mendeteksi anatomi dari Review. Hindawi Publishing Corporation Anatomy Research
saluran akar dikarenakan eksplorer yang tajam mampu International.(2013).pp.1-14
7. Sutedjo M.MB2 in Maxillary Molars – Does It Really Exist.
untuk menghilangkan dentin yang masih menutupi http://styleitaliano.org/mb2-in-maxillary-molars-does-it-
(overlying dentin) lubang saluran akar (orifice)7. Alat really-exist/ Diakses tanggal 7 September 2018
eksplorer yang tajam dianggap lebih aman untuk
mendeteksi saluran akar dibanding penggunaan bur.
Foto konfirmasi secara radiografi periapikal
kemudian dilakukan untuk memastikan adanya 2
saluran akar pada gigi 44. Berdasarkan pemeriksaan
klinis dan radiografis dapat disimpulkan bahwa gigi 44
tersebut memiliki 2 saluran akar yang terpisah hingga
ke bagian apikal, sehingga dapat disimpulkan bahwa
gigi tersebut termasuk dalam konfigurasi anatomi
saluran akar vertucci tipe IV.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aya Amida, Hendra Dian Adhita Dharsono, Anna Muryani
PO-57 271

PENATALAKSANAAN INSTRUMEN PATAH PADA GIGI ABSES


PERIAPIKAL DENGAN VARIASI ANATOMIS: LAPORAN KASUS
Aya Amida*, Hendra Dian Adhita Dharsono**, Anna Muryani**
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Indonesia
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Indonesia

ABSTRACT

Background: Broken instrument often occur during endodontic treatment. Fragment of instrument inside a root canal
may hindered the effectiveness of the biomechanical preparation which cause the prognosis of the treatment become
unpredictable. Periapical lesion is one consideration for a thorough fragment removal from the root canal therefore a better
treatment outcome can be obtained. Objectives: This case report describes retrieval technique of broken instrument using
ultrasonic device in mesiobuccal root canal of first mandibular molar that revealed to have periapical lesions and contain
six root canals.
Case: A 25 years old male patient came to Dental Hospital Padjadjaran University complains that he has cavity on his lower
molar and feel discomfort whenever the tooth was used for chewing. The intra oral examination tooth 46 showed sensitive
response in percussion test. The radiographic examination revealed radiolucency area at periapical of mesial and distal
root. The diagnosis of tooth 46 is periapical abcess and the tooth was scheduled for an endodontic treatment followed by
a composite endocrown.
Case Management: Root canal treatment was done and calcium hydroxide paste used an intracanal medicament. Two weeks
following the treatment, the pain was persisted. The radiographic examination revealed persistent lesion at mesial root and
with instrument fragment inside. Instrument fragment was successfully removed. The pain was still persistent in the next
visit, and CBCT examination was done. CBCT interpretation showed additional canals in the mid-mesial and mid-distal root.
The newly found canals were treated. Signs, symtomps were not found on the next visit, and healing and repair shown in
the periapical tissue.
Conclusion: Management of broken instrument was done with considering anatomy of root canal system, location of
instrument fragment, and the presence of periapical lesions. Retrieval technique of instrument fragment using ultrasonic
devices was successful.

Keywords: broken instrument, periapical abcess, anatomy variation, root canal configuration.

PENDAHULUAN pertimbangan terhadap keuntungan dan komplikasi


yang dapat terjadi sehingga prognosis jangka panjang
Instrumen patah adalah permasalahan yang umum perawatan saluran akar dapat dicapai.1,2,5
terjadi selama perawatan saluran akar. Fragmen Teknik pengeluaran fragmen instrumen salah
instrumen di dalam saluran akar dapat menghambat satunya adalah menggunakan alat ultrasonik. Hasil
prosedur preparasi biomekanis sistem saluran akar penelitian Shahabinejad et al (2013) menunjukkan
yang akan mempengaruhi keberhasilan perawatan 80 % pengeluaran instrumen patah menggunakan
saluran akar.1 Faktor yang mempengaruhi patahnya alat ultrasonik berhasil dilakukan.6 Laporan kasus ini
instrumen adalah variasi anatomi dan saluran akar menggambarkan keberhasilan pengeluaran instrumen
bengkok, frekuensi penggunaan instrumen, torsi dan patah menggunakan alat ultrasonik pada saluran
kecepatan rotasi, serta pengalaman dokter gigi dan akar mesiobukal molar pertama mandibula yang
kooperatif pasien.2 Penelitian yang dilakukan oleh memiliki enam saluran akar disertai lesi periapikal.
Iqbal et al (2006) menunjukkan insidensi patahnya Penatalaksanaan perawatan saluran akar pada kasus
instrumen sekitar 1,66 % dengan perbandingan 0,25% ini dilakukan secara komprehensif meliputi diagnosis,
pada instrumen manual, dan 1,68% pada instrumen preparasi biomekanis, desinfeksi dan pengisian
rotary, dan 1-6 % terjadi pada instrumen stainless saluran akar, serta restorasi post-endodontik indirek
steel dan 0,4-5 % terjadi padi instrumen Ni-Ti.3,4 endocrown berbahan komposit.
Pengeluaran fragmen instrumen dilakukan berdasarkan

Korespondensi: Aya Amida, Mahasiswa PPDGS Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Jl. Sekeloa Selatan I Bandung,
Indonesia 40132. Email: ayadrg.1985@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENATALAKSANAAN INSTRUMEN PATAH PADA GIGI ABSES PERIAPIKAL
272 DENGAN VARIASI ANATOMIS: LAPORAN KASUS

KASUS gluconate 2 % (Indodent, HEX, Indonesia), kemudian


agitasi menggunakan Endoaktivator (Dentsply,
Pasien laki-laki, berusia 25 tahun datang ke RSGM Mailefer, Swiss), dan apical patency menggunakan file
UNPAD dengan keluhan gigi geraham bawah kanan #10, kemudian dikeringkan menggunakan paper point.
berlubang dan merasa tidak nyaman saat mengunyah. Aplikasi pasta kalsium hidroksida (Calcipex, Nishika
Pemeriksaan intra oral gigi 46 memperlihatkan karies Spin, Japan), kemudian ditutup tambalan sementara
disto-oklusal yang luas dan dalam mencapai pulpa. (Caviton, GC).
Gigi sensitif terhadap perkusi. Pemeriksaan radiografis
memperlihatkan gambaran karies bagian disto-
oklusal dan terdapat radiolusensi difus di periapikal
akar mesial dan distal. (Gambar 1). Diagnosis gigi 46
hasil pemeriksaan klinis adalah abses periapikal dan
direncanakan untuk dilakukan perawatan saluran akar
dilanjutkan dengan pembuatan restorasi endocrown
dari bahan komposit. Riwayat medis umum normal.
(a) (b)
Gambar 2. Preparasi Kavitas Gigi 46. (a) Ekskavasi karies, (b)
Pembuatan dinding artifisial komposit.

Kunjungan berikutnya, pasien mengeluh adanya


nyeri, sensitif terhadap perkusi, kemudian dilakukan
pemeriksaan radiografis. Gambaran radiografis
(a) (b)
memperlihatkan lesi radiolusen di akar distal
Gambar 1. Gambaran Preoperatif Gigi 46. (a) Gambaran
berkurang, akan tetapi terdapat fragmen instrumen
klinis, (b) Gambaran radiografis.
pada akar mesial (Gambar 3(a)). Pengeluaran fragmen
instrumen dilakukan menggunakan alat ultrasonik
PENATALAKSANAAN KASUS
(P5Newtron, Acteon, French) dimodifikasi dengan
perbesaran bagian koronal orifis menggunakan Gates-
Pasien pada kunjungan pertama, dilakukan
Glidden Drills (GGD) (MANI, Japan) diameter #2 untuk
pemeriksaan subjektif, objektif, pengambilan foto
mendapatkan akses ke fragmen di dalam saluran akar
klinis dan radiograf, serta persetujuan informed
(Gambar 3(b)). Seluruh orifis yang lain ditutup terlebih
consent. Tahapan perawatan diawali dengan isolasi
dahulu menggunakan cotton pellet, kemudian sekitar
daerah kerja menggunakan rubber dam, pembersihan
fragmen diagitasi menggunakan alat ultrasonik dengan
kavitas dan pembuatan dinding artifisial distoproksimal
tip ET25 (Gambar 3(c)) sampai longgar dan terlepas.
menggunakan resin komposit (Gambar 2). Preparasi
Saluran akar terbebas, pengukuran kembali panjang
akses kavitas gigi 46 menggunakan Endo-access bur
kerja, dan konfirmasi radiografis memperlihatkan
(Dentsply, Mailefer, Swiss) memperlihatkan empat orifis
fragmen instrumen berhasil dikeluarkan (Gambar
saluran akar. Pengukuran panjang kerja menggunakan
3(d)). Saluran akar dipreparasi dan diirigasi kembali
K-file #10 (Dentsply, Mailefer, Swiss) dan Apex Locator
kemudian dikeringkan dan aplikasi medikamen pasta
(Morita, Root ZX II, USA), didapatkan panjang kerja
kalsium hidroksida dan ditutup tambalan sementara.
mesiobukal (MB) 20 mm, mesiolingual (ML) 20 mm,
Pasien masih mengeluhkan adanya nyeri pada
distobukal (DB) 19 mm, dan distolingual (DL) 16 mm.
kontrol berikutnya, kemudian dilakukan pemeriksaan
Penjajakan saluran akar menggunakan file #10, dan
Cone-beam Computed Tomography (CBCT).
#15, dilanjutkan preparasi saluran akar dengan teknik
Interpretasi CBCT memperlihatkan adanya saluran akar
crown-down menggunakan instrumen rotary TF-
tambahan di mid-mesial dan mid-distal (Gambar 4).
Adaptive (SybronEndo, USA) dan dilubrikasi EDTA gel 18
Preparasi saluran akar yang baru yaitu mid-mesial dan
% (Endo@Prepgel, Mediclus, Korea). Preparasi saluran
mid-distal sampai file terbesar #SM2, lalu dilakukan
akar sampai file terbesar (MB; #SM3, ML; #SM3,
konfirmasi radiografis trial gutta percha master untuk
DB; #SM, dan DL; #SM2). Irigasi NaOCl 5,25%, EDTA
keenam saluran akar (Gambar 5(a)).
17% (Indodent, HEX, Indonesia), dan Chlorhexidine

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aya Amida, Hendra Dian Adhita Dharsono, Anna Muryani 273

(Dentsply, Mailefer) (Gambar 5(b)), ditutup tambalan


sementara dan konfirmasi radiografis memperlihatkan
pengisian saluran akar yang hermetis (Gambar 5(c)).
Kontrol satu minggu menunjukkan pasien tidak ada
keluhan, kemudian dilakukan konfirmasi radiografis
(Gambar 5(d)), dilanjutkan pembuatan restorasi
endocrown.
(a) (b)

(a) (b)
(c) (d)
Gambar 3. Pengeluaran Fragmen Instrumen. (a) Konfirmasi
radiografis fragmen instrumen di dalam saluran akar, (b)
Perbesaran orifis koronal menggunakan GGD, (c) Pengeluaran
fragmen instrumen menggunakan tip ultrasonik ET25, (d)
Konfirmasi radiografis sesudah pengeluaran fragmen.

(c) (d)
Gambar 5. Pengisian Saluran Akar Gigi 46. (a) Konfirmasi
trial gutta percha, (b) Pengisian saluran akar, (c) Konfirmasi
radiografis pengisian dan (d) kontrol.

Pembuatan restorasi endocrown diawali dengan


penurunan pengisian 2 mm di bawah orifis, kemudian
diberi selapis tipis komposit Smart Dentin Replacement
(SDR) (Dentsply, Mailefer, Swiss). Ketebalan dinding
yang tersisa diukur menggunakan kaliper mencapai
3 mm (Gambar 7(a)). Dinding artifisial dibuang, dan
setiap dinding dibuat parit setinggi 3 mm menggunakan
bur diamond fissure (Gambar7(b)). Permukaan
oklusal dikurangi menggunakan bur wheel sejajar
dataran oklusal sehingga memberi jarak dengan gigi
antagonis (Gambar 7(c)). Preparasi dinding internal
menggunakan bur fissure tapered yang panjang searah
aksis gigi (Gambar 7(d)), sampai semua undercut
hilang dan semua garis sudut dibulatkan (Gambar
Gambar 4. Gambaran CBCT. 7(e)). Poles permukaan oklusal menggunakan fine
bur tapered sehingga terlihat permukaan yang datar
Pasien tidak ada keluhan pada kunjungan dan halus (Gambar 7(e)). Aplikasi benang retraksi,
berikutnya, gambaran radiografis terlihat perbaikan kemudian dilakukan pencetakan dengan teknik double
jaringan periapikal, kemudian dilakukan pengisian impression menggunakan bahan cetak elastomer
saluran akar dengan teknik kondensasi lateral dingin untuk mendapat hasil pencetakan yang akurat. Hasil
menggunakan sealer berbasis resin-epoksi AH Plus cetakan dicor untuk dibuatkan die lock dan dipasang

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENATALAKSANAAN INSTRUMEN PATAH PADA GIGI ABSES PERIAPIKAL
274 DENGAN VARIASI ANATOMIS: LAPORAN KASUS

pada sliding lock. proksimal, dan oklusi. Mahkota diinsersi menggunakan


semen resin dual cure (Hancore, HanDae Chemichal,
Korea), kemudian konfirmasi radiografis bite-wing
(Gambar 8). Kontrol satu minggu, pasien tidak ada
keluhan, restorasi dalam keadaan baik, dan tidak
ada peradangan gingiva. Perawatan saluran akar
dan restorasi endocrown komposit menunjukkan
(a) keberhasilan.

(a) (b)
(b) (c) Gambar 8. Restorasi Endocrown pada Gigi 46. (a) Foto
klinis, (b) Radiografi bite-wing.

PEMBAHASAN

Instrumen patah di dalam saluran akar dapat


mempengaruhi prognosis perawatan saluran akar
(d) (e) dihubungkan dengan keterbatasan akses kontrol
mikroba ke bagian apikal pada prosedur desinfeksi
dan obturasi sehingga berperan dalam menyebabkan
kegagalan perawatan saluran akar.1,2,7 Variasi anatomi
menjadi faktor penyulit dalam perawatan saluran akar
pada kasus ini.8,9 Saluran akar tambahan yang tidak
ditemukan pada akar mesial dan distal berperan dalam
(f) (g) menyebabkan kesalahan prosedur dan menurunkan
Gambar 7. Preparasi Endocrown Komposit Gigi 46. (a) tingkat keberhasilan perawatan saluran akar.8,10
Pengukuran ketebalan dinding menggunakan kaliper, (b) Gambaran radiografi tiga dimensi CBCT menjadi
Penentuan ketinggian preparasi, (c) Preparasi oklusal, (d) alat pemeriksaan penunjang yang efektif dalam
Preparasi dinding internal, (e) Poles permukaan preparasi, mengidentifikasi sistem saluran akar dan morfologi
(f) Kontak dengan gigi antagonis, (g) Gambaran oklusal
akar yang kompleks secara tiga dimensi dengan resolusi
preparasi.
tinggi sehingga preparasi biomekanis dapat mencapai
Pembuatan restorasi endocrown menggunakan keseluruhan sistem saluran akar.8
bahan resin komposit Body A3 (Filtek Z350 XT, 3M Gigi 46 yang nonvital menjadi lingkungan ideal bagi
ESPE, USA). Model kerja dioles media separasi, resin pertumbuhan mikroorganisme untuk melepas toksin
komposit diaplikasikan lapis demi lapis, dan light cure ke jaringan periapikal sehingga menimbulkan reaksi
20 detik tiap lapis sampai selesai terbentuk. Kontur inflamatori yang mengarah pada pembentukan lesi
menggunakan Enhance (Dentsply, Mailefer, Swiss), dan periapikal.11,12 Larutan irigasi dan kalsium hidroksida
poles menggunakan bur cakram (Soflex, 3M ESPE, USA), sebagai desinfeksi dan medikasi intrakanal membantu
serta terakhir menggunakan 2-step composite polisher menghilangkan mikroorganisme dan jaringan nekrotik
(Eve Diacomp, EveErnst Vetter, Germany). Post curing dari saluran akar yang terinfeksi, serta mempercepat
endocrown pada light box. Kunjungan berikutnya proses penyembuhan dan perbaikan jaringan
dilakukan uji coba endocrown. Pemeriksaan terhadap periapikal.12
adaptasi mahkota, retensi, akhiran mahkota, kontak Faktor penyebab patahnya instrumen, diantaranya:

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aya Amida, Hendra Dian Adhita Dharsono, Anna Muryani 275

penggunaan instrumen yang tidak tepat, berlebihan Ruddle et al, GGD dengan diameter lebih besar dari
atau tidak mengikuti tahapan, akses yang inadekuat, fragmen dapat membuka akses tegak lurus sehingga
anatomi saluran akar yang tidak biasa, instrumentasi tip ultrasonik dapat mencapai aspek koronal fragmen
yang tidak tepat tanpa akses atau glide path yang dan membentuk suatu staging platform atau ruang di
baik dan tidak menggunakan lubrikan, frekuensi antara fragmen dan dinding saluran akar untuk dapat
penggunaan instrumen, atau cacat dari pabrik.13,14 diagitasi dengan getaran rendah, dilonggarkan dan
Penggunaan instrumen yang berlebihan beresiko dilepaskan dari dinding saluran akar (Gambar 9).1,5,13,16
fraktur meskipun tidak ada studi yang menjelaskan Penutupan orifis lain untuk mencegah fragmen yang
batas pemakaian instrumen.2 terlepas masuk ke saluran akar yang lain, dan getaran
Mekanisme patahnya instrumen terjadi dalam rendah untuk mencegah tekanan berlebihan yang
dua cara, yaitu; torsional fracture dan cyclic fatigue. dapat mendorong fragmen lebih jauh ke apikal atau
Torsional fracture terjadi apabila bagian instrumen fraktur sekunder.1,2,13
terkunci dalam saluran akar, sementara bagian batang
instrumen tetap rotasi sehingga batas elastisitas
instrumen berlebih dan terjadi deformitas diikuti
dengan fraktur. Cyclic fatigue terjadi apabila titik
fleksural instrumen mencapai maksimum sehingga
pada tekanan tertentu menyebabkan instrumen fraktur,
umumnya dapat terjadi kombinasi keduanya.13,14,15
Penatalaksanaan instrumen patah dapat dilakukan
dengan tiga pilihan, yaitu; leave in situ, bypass, dan
pengeluaran fragmen sesuai dengan pertimbangan
Gambar 9. Skema Pengeluaran Fragmen instrumen
yang menguntungkan perawatan dan meminimalisir
menggunakan tip ultrasonik. A. Fragmen instrumen dalam
komplikasi yang mungkin terjadi. Faktor pertimbangan saluran akar, B. tip ultrasonik pada aspek koronal fragmen,
pengeluaran instrumen dipengaruhi oleh; (a) anatomi C. Bentuk ruang antara fragmen dan dinding saluran akar, D.
saluran akar; diameter, panjang, kelengkungan, Agitasi tip ultrasonik dari bagian dalam, dan E. luar fragmen
morfologi dan ketebalan dentin, (b) tahap preparasi dengan orientasi ke arah koronal.16
saluran akar; status desinfeksi, (c) komplikasi; ledge,
perforasi, fraktur instrumen sekunder, (d) ketersediaan Restorasi endocrown merupakan restorasi mahkota
alat; magnifikasi, alat ultrasonik dan tip, (e) keberadaan penuh pada gigi nonvital yang dijangkarkan pada bagian
patologi periapikal (f) status periodontal dan restoratif, internal kamar pulpa dan tepi kavitas yang memperoleh
(g) lokasi, panjang, tipe, dan bahan fragmen instrumen, retensi makromekanis dari dinding pulpa, dan retensi
serta (h) faktor operator dan pasien; keterampilan dan mikromekanis dari penggunaan sementasi adhesif.17,18
psikologis pasien.5,13,14 Menurut Rao et al (2017), endocrown memiliki retensi
Faktor pertimbangan yang menguntungkan yang lebih baik pada gigi dengan kerusakan lebih dari
pengeluaran fragmen pada kasus ini diantaranya setengah jaringan gigi yang tersisa dengan tekanan
anatomi saluran akar yang lurus memudahkan akses lateral yang minimal.19 Endocrown diindikasikan pada
tip ultrasonik ke fragmen. Panjang fragmen > 5mm molar dengan kerusakan koronal yang luas dan jarak
lebih memungkinkan untuk dikeluarkan dibandingkan interoklusal yang terbatas, obliterasi, dilaserasi atau
fragmen yang lebih pendek.5 Lokasi fragmen pada akar yang lemah dimana rehabilitasi tradisional dengan
bagian tengah mencapai koronal saluran akar mahkota pasak tidak memungkinkan.17-20 Menurut
lebih mudah dicapai dibandingkan bagian apikal.1 Hamdy (2015), endocrown menjadi pilihan yang paling
Keberadaan fragmen menghambat akses preparasi baik untuk merestorasi gigi molar pasca perawatan
biomekanis yang mempengaruhi proses penyembuhan saluran akar dengan kerusakan yang parah.17
dan perbaikan lesi periapikal pada akar mesial.1,5,13 Keuntungan endocrown adalah mudah diaplikasikan,
Kasus ini memperlihatkan keberhasilan waktu kerja singkat, murah, dan memiliki estetik yang
pengeluaran fragmen instrumen yang konservatif dan baik.18
invasif menggunakan alat ultrasonik yang dimodifikasi Perawatan saluran akar pada kasus ini berhasil
perbesaran koronal menggunakan GGD. Menurut dilakukan, pasien tidak merasakan adanya nyeri atau

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENATALAKSANAAN INSTRUMEN PATAH PADA GIGI ABSES PERIAPIKAL
276 DENGAN VARIASI ANATOMIS: LAPORAN KASUS

ketidaknyamanan. Diagnosis yang tepat, preparasi 3.


biomekanis dan pengisian saluran akar yang baik, serta 12. Mendoza-Mendoza A, Caleza-Jimenez C, Iglesias-Linares A,
Solano-Mendoza B, Yanez-Vico RM. Endodontic treatment of
restorasi koronal yang sempurna menjadi penunjang large periapical lesions: an alternative to surgery. Edorium J
keberhasilan perawatan saluran akar pada kasus ini. Dent, 2015;2(1):1-6.
13. Borisova-Papancheva T, Stankova S, Georgieva S. Conservative
KESIMPULAN management of intracanal separated endodontic instruments-
treatment decisions and related factors. Scripta Scientific
Medicine Dentalis, 2017;3(1):23-31.
Penatalaksanaan instrumen patah dilakukan 14. Arunagiri D, Misra A, Pushpa S, Pandey V, Singh A, Kapoor S.
dengan mempertimbangkan anatomi sistem saluran Retrieval of separated instruments: a case series part I. J Dent
akar, lokasi fragmen instrumen, dan keberadaan lesi Res Update, 2014;1(1):70-3.
periapikal. Fragmen instrumen berhasil dikeluarkan 15. McGuigan MB, Louca C, Duncan HF. Endodontic instrument
fracture: cause and prevention. British Dental Journal,
menggunakan alat ultrasonik. Perawatan saluran akar 2013;214(7):341-8.
pada gigi molar pertama mandibula dengan variasi 16. Hargreaves KM, Berman LH. Chapter 19: Managing iatrogenic
anatomi memiliki enam saluran akar disertai lesi endodontic events. Dalam: Cohen’s Pathways of the pulp.
periapikal menunjukkan keberhasilan dengan adanya 11th edition. ELSEVIER. Missouri. 2016.
17. Hamdy A. Effect of full coverage, endocrowns, onlays, inlays
tanda penyembuhan dan perbaikan jaringan periapikal.
restorations on fracture resistance of endodontically treated
molars. J Dent Oral Health, 2015;1(5):1-5.
DAFTAR PUSTAKA 18. Sevimli G, Cengiz S, Selcuk M. Endocrowns: review. J Istanbul
1. Sokhi R, Sumanthini MV, Shenoy V. Retrieval of separated Univ Fac Dent, 2015;49(2):57-63.
instrument using ultrasonic in a permanent mandibular 19. Rao BS, Bandekar S, Kshirsagar S, Naman S. Endocrown-a
second molar: a case report. Journal of Contemporary unique way of retention-case report. Journal of Advances in
Dentistry, 2014;4(1):41-5. Medicine and Medical Research, 2017;22(3):1-5.
2. Rambabu T. Management of fractured endodontic instrumens 20. Silva RM, Atta MT, Villavicencio CA, Ishikiriama SK. Endocrown:
in root canal: a review. Journal of Scientific Dentistry, a conservative approach. Braz Dent Sci, 2016;19(2): 121-31
2014:4(2):40-8.
3. Iqbal MK, Kohli MR, Kim JS. A retrospective clinical study
of incidence of root canal instrument separation in an
endodontic graduate program: a PennEndo database study.
JOE, 2006;32(11):1048-52.
4. Spili P, Parashos P, Messer HH. The impact of instrument
fracture on outcome of endodontic treatment. JOE,
2005;31(12):845-50.
5. McGuigan MB, Louca C, Duncan HF. Clinical decision-making
after endodontic instrument fracture. British Dental Journal,
2013;214(8):395-400.
6. Shahabinejad H, Ghassemi A, Pishbin L, Shahravan A. Success
of ultrasonic technique in removing fracture rotary Nickel-
Titanium endodontic instrument from root canals and its effect
on the required force for root fracture. JOE, 2013;39(6):824-8.
7. Hathila NB, Joshi C, Gohil U, Changlani V, Damor DK.
Retrieval of a separated instrument from the root canal using
ultrasonics-a case report. Journal of Research in Medical and
Dental Science, 2016;4(3):291-4.
8. Choi SH, Yoon NK, Jang JH, Kim YH, Chang HS, Hwang YV, et al.
Endodontic treatment of tooth with morphological anomalies
using cone-beam computed tomography. Oral Biology
Research, 2018;42(1):53-61.
9. Calberson FL, De Moor RJ, Deroose CA. The radix entomolaris
and paramolaris: clinical approach in endodontics. JOE,
2007;33(1):58-63.
10. Prasad K, Tanwar BS, Kumar KN. Endodontic management of
radix entomolaris-review with 2 case reports. Sch. J. Dent. Sci,
2017;4(11):504-7.
11. Aeran H, Chandra S, Rautela M. Non-surgical management
of a periapical abcess in a adolescent patient a case report.
International Journal of Oral Health Dentistry, 2017;3(4):240-

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Elvi Sahara , Rahmi Alma Farah
PO-58 277

PERAWATAN ENDODONTIK PADA MOLAR KEDUA MANDIBULA


DENGAN KONFIGURASI AKAR C- SHAPED : LAPORAN KASUS
Elvi Sahara* , Rahmi Alma Farah**
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Indonesia
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Indonesia

ABSTRACT

Background : Knowledge of the anatomical form configuration and variations of root canal system determines the success of
endodontic diagnose and treatment. The second molar mandibular is the highest incidence of tooth with numerous variations
of root canals forms, such as two roots with two or three canals, taurodontism, and C-shaped configuration. Objective : This
case report presents mangement of appropriate endodontic treatment of the root canal system with C-shaped.
Case : A 21 years old female patient came to the dental hospital of UNPAD with chief complaint, there was extensive caries
of right molar mandibular and wanted to be filled. There was no complaint of pain. The objective examination showed
tooth #47 covered with temporary filling on the occlusal. The tooth had been treated three monts ago but not yet finished.
Case management : Following subjective, objective and periapical radiograph examinations, access to the pulp was opened
and a C-shaped was seen. Cone-beam tomography (CBCT) was performed to establish a dental diagnose of pulp necrosis
tooth #47 with a C-shaped canal (category II). Root canal preparation is perfomed by the circumferencial filing technique and
obturations with thermoplasticized technique.
Conclusion : The successful of endodontic treatment in this case related to the ability to performe acurate diagnose by
radiograph CBCT, optimally shaping and cleaning by circumferential filing instrumentations technique, combination of
adequate irigan agents such as NaOCl 5,25% and EDTA 17% which is activated and performes thermoplasticized obturation
technique to filling irregularities and eliminating bacterial of the root canal system.

Key words : CBCT, C-shaped canal, Endodontic treatment.

PENDAHULUAN ke apikal mendekati batas sementoenamel dan dapat


terlihat tunggal, berbentuk pita terbuka melengkung
Pengetahuan tentang morfologi dan berbagai 180º menghubungkan dengan saluran utama atau
variasi bentuk saluran akar sangat menentukan saluran berbentuk pita yang mencakup saluran
keberhasilan dalam perawatan saluran akar.1-4 Molar mesiobukal dan distal.9,10 Molar kedua mandibula
kedua mandibula sering memiliki berbagai variasi pada merupakan gigi dengan persentasi tertinggi yang sering
anatominya, seperti akar dan saluran akar yang tunggal, memiliki konfigurasi C-shaped dengan persentasi
dua akar dengan dua atau tiga saluran, taurodonsia 2,7%-45,5%.2,6-8
dan konfigurasi saluran C-shaped.2 Saluran akar Bentuk dan jumlah saluran akar ditentukan oleh
dengan konfigurasi C-shaped jarang ditemukan dan selubung epitel Hertwig yang terbentang secara
hanya memiliki persentasi sekitar 2,7%-8%.3 Prevalensi horizontal dibawah cemento-enamel junction dan
konfigurasi tertinggi saluran C-shaped ini dijumpai menyatu di tengah dan membuka di bagian akar.10
pada populasi Asia dimana 31,3%-45,5% pada populasi Penyebab utama terjadinya akar dan saluran akar
Korea dan 0,6%-41,27% pada populasi China.2,3 berbentuk C adalah kegagalan penyatuan selubung
Saluran akar dengan konfigurasi C-shaped ini epitel Hertwig pada tahap perkembangan gigi pada sisi
pertama sekali ditemukan oleh Cooke dan Cox pada bukal maupun lingual sehingga menghasilkan bentuk
tahun 1979.1,5-8 Sistem saluran akar C-shaped adalah akar yang kerucut atau prisma.2,10,11 Kelainan ini juga
morfologi dari penampang horizontal yang berbentuk dapat terjadi karena ketidakteraturan penyatuan
C dengan saluran yang terpisah atau tidak terpisah.5 selubung epitel Hertwigs yang disebabkan oleh
Gambaran utama dari saluran akar C-shaped ini adalah trauma, radiasi, pengaruh bahan kimia, genetik atau
adanya parit atau pita yang menghubungkan antar perubahan usia menyebabkan endapan dentin pada
saluran. Orifis dari saluran ini biasanya berada lebih dinding saluran akar.2 Saluran akar C-shaped juga
Korespondensi: Elvi Sahara, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Jalan Sekeloa Selatan I, Coblong, Kota Bandung,
Jawa Barat, Indonesia.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ENDODONTIK PADA MOLAR KEDUA MANDIBULA DENGAN
278 KONFIGURASI AKAR C- SHAPED : LAPORAN KASUS

terbentuk dari adanya peleburan yang disebabkan kemudian dirujuk ke bagian radiologi untuk melakukan
oleh endapan sementum seiring waktu.10,11 pengambilan cone beam computed tomography
Tahapan dalam melakukan diagnosis dan rencana (CBCT) untuk menganalisis bentuk saluran pada gigi
perawatan merupakan suatu tantangan yang cukup 47 tersebut. Hasil pengambilan CBCT terlihat pada
besar pada kasus konfigurasi saluran akar C-shaped ini. gambar 2.
Prosedur cleaning, shaping dan pengisian memerlukan
upaya tambahan dalam menciptakan keberhasilan
perawatan saluran akar karena anatomi komplek dari
saluran akar C-shaped dengan terdapatnya daerah
yang tidak teratur, sisa jaringan lunak atau debris yang
terinfeksi.1,12 Khususnya pada ismus yang panjang
dan sempit yang sering ditemui pada kategori tipe
satu dan dua yang menyulitkan dalam preparasi dan (a) (b)
pengisian.1,9 Gambar 2. Hasil radiografi CBCT: (a) Pandangan sagital
Laporan kasus pada artikel ini akan menjelaskan (b) pandangan axial memperlihatkan saluran akar dengan
dan memaparkan upaya dalam meningkatkan konfigurasi C-shaped.
keberhasilan perawatan saluran akar dengan
melakukan penatalaksanaan perawatan saluran akar Berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif, objektif,
yang tepat pada gigi 47 dengan konfigurasi saluran radiografi periapikal dan CBCT yang telah dilakukan,
akar C-Shaped kategori-II (C2). maka diagnosis gigi 47 adalah nekrosis pulpa dengan
saluran akar C-shaped (C2) dan rencana perawatan
KASUS yang akan dilakukan adalah perawatan saluran akar
dengan onlay komposit indirect sebagai restorasi
Pasien perempuan 21 tahun datang ke RSGM UNPAD akhirnya.
dengan keluhan gigi geraham kanan bawah berlubang
besar dan ingin ditumpat. Tidak pernah ada keluhan PENATALAKSANAAN KASUS
rasa sakit. Gigi tersebut pernah dilakukan perawatan
sekitar 3 bulan yang lalu, namun belum selesai. Hasil Pada kunjungan pertama setelah melakukan
pemeriksaan objektif terlihat gigi 47 ditutup tambalan pemeriksaan lengkap, pasien diberi penjelasan
sementara di daerah oklusal. Pemeriksaan objektif mengenai kondisi giginya dan rencana perawatan setiap
memperlihatkan tes vitalitas negatif, tes perkusi dan tahapan yang akan dilakukan, kemungkinan kegagalan
palpasi negatif serta tidak terdapat kegoyangan dan dan komplikasi apa yang mungkin akan terjadi selama
jaringan di sekitarnya menunjukkan kondisi normal. perawatan serta biaya yang harus dikeluarkan pasien
Kondisi klinis dan radiografi periapikal gigi pasien tersebut. Pasien menyetujui tindakan perawatan yang
tersebut terlihat pada Gambar 1. akan dilakukan dan menanda tangani lembar informed
consent sebagai bentuk persetujuan terhadap
perawatan tersebut.
Pada kunjungan awal tambalan sementara diangkat
dan dinding artificial dibuat pada bonjol mesiobukal.
Bentuk kavitas akses diperluas dengan hati-hati
menggunakan alat ultrasonik, kemudian diirigasi
dengan NaOCl 5,25% seperti yang terlihat pada
gambar 3.
(a) (b)
Gambar 1 Gigi 47 sebelum perawatan dengan tanda
panah : (a) Kondisi klinis, (b) Radiografi periapikal sebelum
perawatan.
Tambalan sementara pada gigi di daerah oklusal
diangkat dan dilakukan preparasi akses koronal
dan terlihat bentuk saluran seperti huruf C. Pasien

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Elvi Sahara , Rahmi Alma Farah 279

Hasil radiografi periapikal memperlihatkan cone utama


masuk mengisi kedua saluran akar sampai apikal,
preprasi saluran akar telah adekuat dan tidak terlihat
adanya kelainan pada jaringan pendukung gigi seperti
yang terlihat pada gambar 4 sehingga diputuskan
untuk melakukan pengisian saluran akar pada gigi 47
tersebut.

Gambar 3. Kondisi klinis gigi 47 setelah preparasi akses


korona terlihat konfigurasi saluran akar bentuk C.

Pengukuran panjang kerja dilakukan denga K-file


#10 menggunakan Apex Locator (VDW Gold) dengan
panjang kerja saluran akar mesio lingual 16,5 mm
dan distal 16,5 mm. Negosiasi saluran akar dilakukan
Gambar 4. Konfirmasi radiografi periapikal pada uji cobal
dengan K-file #15.
pengisian saluran akar.
Preparasi saluran akar dilanjutkan menggunakan
sistem rotary dengan teknik circumferential filing
atau brushing menggunakan sequens jarum Mtwo
(VDWGold) dari file #10 hingga file terbesar #25.
Irigasi saluran akar dilakukan dengan kombinasi NaOCl
5,25 % dan EDTA 17 % serta klorheksidin 2%, diselingi
akuades serta diaktivasi dengan endoactivator pada
kedua saluran dan ismus, kemudian saluran akar
dikeringkan menggunakan paper point steril. Kalsium (a) (b)
Gambar 5. Gigi 47 setelah pengisian. (a) Gambaran klinis,
hidroksida diaplikasikan sebagai medikamen intrakanal
(b). Hasil konfirmasi radiografi periapikal
dan ditutup tambalan sementara kemudian pasien
diinstruksikan untuk kembali dua minggu kemudian.
Pengisian saluran akar dilakukan dengan
Pada kunjungan berikutnya, pemeriksaan subjektif
teknik kondensasi vertikal menggunakan teknik
dan objektif menunjukkan tidak terdapat keluhan.
thermoplasticied (OneStep-Obturator) menggunakan
Tambalan sementara diangkat dan kalsium hidroksida
sealer berbasis resin-epoxy AHPlus (Dentsply), lalu
pada saluran akar dibersihkan dengan NaOCl 5,25 %,
dilakukan konfirmasi radiografi periapikal pengisian
dan EDTA 17 % yang diaktivasi. Irigasi akhir saluran akar
saluran akar pada Gambar 5. Gigi ditutup SDR dan
menggunakan Klorheksidin 2 %, kemudian dikeringkan
tambalan sementara dan pasien diinstruksikan untuk
dengan paper point steril. Uji coba cone utama
kontrol seminggu kemudian.
dilakukan dengan gutta percha sesuai file terbesar #25
Pada kunjungan berikutnya, pasien tidak
dan dilakukan konfirmasi secara radiografi periapikal.
menunjukkan keluhan baik pada pemeriksaan subjektif

(a) (b) (c) (d)


Gambar 6. Tahapan pembuatan onlay komposit indirect : (a). Hasil preparasi onlay, (b). Hasil pencetakan dengan teknik
double impression, (c) Pembuatan onlay pada die block, (d) Uji coba restorasi untuk melihat adaptasi dan kontak oklusi.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ENDODONTIK PADA MOLAR KEDUA MANDIBULA DENGAN
280 KONFIGURASI AKAR C- SHAPED : LAPORAN KASUS

maupun pemeriksaan objektif. Tahapan selanjutnya apeks)


dilakukan persiapan untuk pembuatan onlay komposit Pengukuran sudut α dan β pada konfigurasi saluran
indirect sebagai restorasi akhir pada gigi 47 seperti kategori C2 dan C3 terlihat pada gambar 8. Pada
pada gambar 6 dan hasil sementasi terlihat pada konfigurasi C2 terlihat sudut β lebih dari 60◦, dan
gambar 7. pada konfigurasi C3 terlihat baik α maupun β kurang
dari 60◦. Gigi dengan satu saluran bulat atau oval (C4)
merupakan hasil konvergensi aspek mesial dan distal
menjadi satu saluran tunggal dari mahkota hingga
apeks, dan tidak diklasifikasikan sebagai saluran akar
berbentuk C

(a) (b)

(c)
Gambar 7. Restorasi akhir onlay komposit indirect : (a)
pandangan oklusal, (b) pandangan bukal, (c) konfirmasi
radiografi bitewing. Gambar 8. Klasifikasi Konfigurasi saluran akar berbentuk C
menurut Fan et al.9,10
PEMBAHASAN

Diagnosis untuk saluran akar C-shaped cukup


menyulitkan karena radiografi preoperatif yang
dilakukan kemungkinan tetap tidak efektif dalam
mengenal konfigurasi saluran akar C- shaped ini.
Konfigurasi ini biasanya terdeteksi selama melakukan
Gambar 9. Pengukuran α dan β pada konfigurasi C2 dan C3.
preparasi akses kavitas.3 Penggunaan Cone- Beam
A,B, C dan D; batas tiap saluran, M; titik tengah garis AD, α;
Computed Tomography (CBCT) sangat diperlukan sudut antara AM dan BM, β; sudut antara CM dan DM.9,10
dalam mengidentifikasi bentuk saluran akar lebih
dalam untuk meningkatkan keberhasilan perawatan. Fan et al, juga membuat klassifikasi berdasarkan
Fan et al yang telah memodifikasi klasifikasi radiografi yang terlihat pada gambar 9, sebagai berikut
dari Melton dengan konfigurasi sistem saluran akar :10
C-shaped sebagai berikut:9,10 • Tipe I : Akar samar mengerucut atau persegi. Garis
1. Kategori I (C1) : bentuk C yang tidak terputus longitudinal radiolusen memisahkan akar mesial
dan tanpa pemisahan dan distal, terdapat saluran mesial dan distal
2. Kategori II (C2) : bentuk saluran menyerupai menyatu sebelum keluar pada foramen apikalis
semikolumnar dengan garis C yang terputus • Tipe II : Akar samar mengerucut atau persegi.
dengan sudut α atau β tidak kurang dari 60◦ Garis longitudinal radiolusen memisahkan akar
3. Kategori III (C3) : dua atau tiga saluran akar mesial dan distal, terdapat saluran akar mesial dan
terpisah dengan sudut α dan β kurang dari 60◦ distal pada jalurnya masing-masing
4. Kategori IV (C4) : hanya satu saluran akar bulat • Tipe III : Akar samar mengerucut atau persegi.
atau oval Garis longitudinal radiolusen memisahkan akar
5. Kategori V (C5) : tidak ada lumen saluran akar mesial dan distal, terdapat saluran mesial dan
yang dapat diobservasi (biasa terlihat dekat

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Elvi Sahara , Rahmi Alma Farah 281

distal, satu saluran melengkung dan tertimpa garis menimbulkan perforasi.6,10,13


longitudinal radiolusen menuju apikal dan saluran Teknik circumferential filing direkomendasikan
akar lainnya berada pada jalurnya sendiri. untuk menghilangkan jaringan dengan maksimal dan
tetap berhati-hati agar tidak perforasi. Aburass et al,
merekomendasikan teknik anti-curvatue filling untuk
mencegah daerah rawan yang sering terdapat pada
dinding mesiolingual.6
Teknik anti-curvature filing yang diarahkan
langsung di dentin bukal pada sepertiga koronal dapat
menghindari terjadinya perforasi.6,10
Debridemen saluran akar dengan NaOCl 5,25%
Gambar 10. Tipe radiografi, (a) Tipe I, (b) Tipe II, dan (c) sangat efektif untuk menghancurkan jaringan organik
Tipe III. dalam saluran akar, dan EDTA 17% dapat ditambahkan
sebagai irigan yang menghancurkan jaringan anorganik
Kasus C shaped pada gigi 47 yang dipaparkan pada dan menghilangkan smear layer dalam saluran akar.
laporan kasus ini merupakan kategori II (C2) dimana Peningkatan efektivitas irigan dengan memperbanyak
bentuk saluran menyerupai semikolumnar dengan volume irigan dan mengaktifkan dengan alat sonik
garis C yang terputus dengan sudut α atau β tidak atau ultrasonik, agar irigan dapat berpenetrasi lebih
kurang dari 60◦ dalam ke seluruh sistem saluran akar.7,10
Diagnosis yang telah ditegakkan terhadap saluran Pengisian saluran akar C-shaped membutuhkan
akar, selanjutnya akan melakukan tahapan preparasi teknik yang dimodifikasi untuk mendapatkan
akses kavitas yang penting dalam penentu keberhasilan penutupan saluran akar secara tiga dimensi.7
perawatan saluran akar. Krasner & Rankow (2004) telah Keberadaan isthmus bukal yang sempit dan tidak
memberikan penuntun dalam mengidentifikasi lokasi dapat dipreparasi lebih besar menyulitkan penutupan
kamar pulpa menggunakan ‘principle of colour change’, dengan teknik pengisian kondensasi lateral sehingga
yaitu warna dasar kamar pulpa selalu lebih gelap pada kasus ini teknik pengisian yang dianjurkan adalah
daripada dindingnya, dan ‘principle of orifice location’ dengan kondensasi vertikal.6,7,10
yaitu orifis saluran akar berada pada pertemuan antara Pada kasus ini dilakukan teknik pengisian
dinding dan dasar pulpa.13 menggunakan thermoplasticized dan sealer berbasis
Menurut Fan et al, orifis saluran akar berbentuk C epoxy-resin karena kondisi daerah divergen yang tidak
berada 2 mm di bawah CEJ.13 Menurut Raisingani et terbentuk dapat menyebabkan tertahannya aliran
al, kamar pulpa gigi dengan saluran akar berbentuk bahan obturasi. Selain itu, jalur penghubung antara
C terlihat besar dalam dimensi okluso-apikal dan saluran akar C utama dengan yang lain harus terisi
bifurkasi yang rendah. Pengetahuan tentang pola dengan bahan pengisi antara bagian apikal “tug back”
anatomi kamar pulpa sangat penting untuk mencegah sampai dasar kamar pulpa yang menghubungkan dua
perforasi.11,13 orifis sehingga terlihat bahan obturasi berada penuh di
Preparasi orifis yang dalam memerlukan file keseluruhan sistem saluran akar.10
kecil agar akurat. Pada semua tipe, ruang saluran
mesiobukal dan distal biasanya dapat dipreparasi KESIMPULAN
secara normal, namun ismus tidak boleh dipreparasi
dengan file lebih besar dari #25 karena cenderung Keberhasilan perawatan saluran akar C-shaped pada
akan terjadi strip perforasi. Penggunaan file kecil dan kasus ini berkaitan dengan ketelitian dalam melakukan
NaOCl 5,25% yang adekuat merupakan kunci untuk diagnosis yang didukung dengan bantuan radiografi
mencakup debridemen pada saluran ismus yang periapikal dan CBCT. Kemampuan dalam melakukan
sempit. Penggunaan gates glidden tidak diperbolehkan shaping dan cleaning yang optimal dengan melakukan
terutama pada tipe saluran C1 dan C2. Pembersihan preparasi menggunakan teknik instrumentasi
saluran akar juga dapat efektif menggunakan ultrasonik circumferential filing, penggunaan kombinasi irigan
dalam menghilangkan jaringan dari ramifikasi saluran NaOCl 5,25 % dan EDTA 17% yang diaktivasi serta
akar C yang sempit, dan tidak agresif karena dapat melakukan teknik obturasi thermoplasticized dalam

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ENDODONTIK PADA MOLAR KEDUA MANDIBULA DENGAN
282 KONFIGURASI AKAR C- SHAPED : LAPORAN KASUS

mengisi iregularitas dan mengeliminasi bakteri pada 11. Raisingani D, Gupta S, Mital P, Khullar P. 2014. Anatomic
sistem saluran akar tersebut. and Diagnostic Challenges of C-Shaped Root Canal System.
International Journal of Clinical Pediatric Dentistry, 7(1):35-39.
12. Elumalai D, Kumar A, Tewari R.K, Mishra S.K, Andrabi S.M,
DAFTAR PUSTAKA Iftekhar H, et al. 2015. Management of C-shaped root canal
configuration with three different obturation systems.
1. Gok T, Capar I.D, Akcay I, Keles A. Evaluation of Different European Journal of General Dentistry,4(1): 25-28.
Techniques for Filling Simulated C-shaped Canals of 13. Kato A, Ziegler A, Higuchi N, Nakata K, Nakamura H, Ohno N.
3-dimensional Printed Resin Teeth. Journal of Endodontics: 2014. Aetiology, incidence and morphology of the C-shaped
1-6. root canal system and its impact on clinical endodontics.
2. Ramugade MM, Pawar S. 2017. C- Shaped Canal Configuration International Endodontic Journal, 47:1012–1033.
as an Endodontic Dilemma in Patients Diagnosed with Oral
Submucous Fibrosis - Two Case Reports. Acta Scientific Dental
Sciences, 1(2):20-25.
3. Helvacioglu D, Yigit. 2015. Endodontic Management of
C-Shaped Root Canal System of Mandibular First Molar by
Using a Modified Technique of Self Adjusting File System. The
Journal of Contemporary Dental Practice, 16(1):77-80.
4. Zuben M.V, Martins J.N.R, Berti L, Cassim I, Flynn D, Gonzalez
J.A, et al. 2017. Worldwide Prevalence of Mandibular Second
Molar C-Shaped Morphologies Evaluated by Cone-Beam
Computed Tomography. Journal of Endodontic: 1-6.
5. Sartaj M, Ankushsangra, Rashid A, Ahmad F. 2017. C-Shaped
configuration of the root canal system of mandibular second
molar: A case report. International Journal of Applied Dental
Sciences, 3(1): 98-100
6. Bansode P.V, Wavdhane M.B, Pathak S.D, Rana H.B. C-Shaped
Root Canal Anatomy: A Literature Review. International Journal
of Medical Science and Clinical Inventions, 4(1): 2538-2543.
7. Yadav K, Noronha de Ataide I., Fernandes M, Lambor R. 2016.
Management of C Shaped Canals: 3 Case Reports. International
Journal of Contemporary Medical Research, 3(5):1340-1342.
8. Jain N, Chandrashekar K.T, Gupta A, Makhija P.G. 2014.
Management of a mandibular molar with C-shape root canal
using spiral computed tomography as a diagnostic aid. Journal
of International Clinical Dental Research, 6(2): 126-129.
9. Solomonov M, Paque F, Fan B, Eilat Y, Berman L.H. 2012. The
Challenge of C-shaped Canal Systems: A comparative Study of
the Self-Adjusting File and ProTaper. Journal of Endodontics,
38(2): 200-214.
10. Jafarzadeh H, Wu You-Nong. 2007. The C-shaped Root Canal
Configuration: A Review. Journal of Endodontics, 33(5): 517-
523.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Ellizabeth Yunita*, Hendra Dian Adhita Dharsono** PO-59 283

PERAWATAN SALURAN AKAR S-SHAPED


PADA PASIEN GERIATRI ASA II: LAPORAN KASUS
Ellizabeth Yunita*, Hendra Dian Adhita Dharsono**
* Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Indonesia
** Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Indonesia

ABSTRACT

Backgound: Unique root morphologies such as S-shaped canals often challenge the operator during negotiation,
biomechanical preparation, and obturation. Meanwhile, clinicians should have the knowledge of root canals anatomies and
also systemic diseases so that can provide a high standard of root canal treatment, whilst minimizing potential problems
associated with patient’s general health.
Objectives: This case report illustrates the treatment of S-shaped root canals in medically compromised geriatric ASA II
patient.
Case: A 70-years old male patient was referred to Conservative Dentistry Clinic, Dental Hospital, Padjadjaran University for
root canal treatment on the left maxillary first premolar for the preparation of removable denture. The tooth was diagnosed
as irreversible pulpitis on tooth 24. The radiographic image shows the S-shaped canal anatomy. This medically compromised
patient had high blood pressure, mitral valve prolapsed, also high anxiety levels. The patient is classified as ASA II based on
the American Society of Anesthesiologist (ASA).
Case management: Patient was given premedication, and root canal treatment was performed after analyzing the degree
of root canal curvature using Cunningham’s and Senia’s Methods. The tooth then restored with class II direct-composite.
Conclusion: Proper management of dental and medical treatment of medically compromised ASA II geriatric patient with
s-shaped root canal anatomy give a more predictable and successful treatment outcome.

Keywords: Root canal treatment, S-shaped root canals, geriatric, ASA II.

PENDAHULUAN dengan penyakit sistemik dan sedang dalam medikasi


tertentu, penting bagi klinisi untuk mengetahui
Bentuk anatomi yang kompleks dari saluran akar kegawatdaruratan yang mungkin terjadi. Kondisi ini
dan keberadaan kelengkungan saluran akar dapat cenderung ditemukan pada pasien dengan usia lanjut.
menjadi kendala dalam preparasi saluran akar yang Terlebih lagi, pasien geriatri cenderung memiliki
ideal. Klinisi ditantang untuk melakukan preparasi, ekspektasi tinggi untuk mempertahankan giginya
pembersihan, disinfeksi, dan obturasi saluran akar karena setidaknya sudah terdapat kehilangan beberapa
untuk mencapai hasil yang diinginkan karena hasil gigi. Sangat penting untuk melakukan perawatan
yang optimal sulit dicapai jika preparasi akses tidak endodontik dengan kontrol nyeri dan kecemasan
memadai. Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan untuk mencegah terjadinya komplikasi akut.4-8
mengenai bentuk anatomi dan kompleksitas sistem
saluran akar. Pendekatan preoperatif serta pemilihan LAPORAN KASUS
teknik instrumentasi yang tepat penting untuk
mencegah kesalahan prosedur seperti ledge, fraktur Pasien datang ke Klinik PPDGS Konservasi Gigi
instrumen, pemampatan saluran akar, pembentukan RSGM FKG Unpad dengan rujukan dari Departemen
zip dan elbow.1-3 Prostodonsia untuk dilakukan perawatan saluran akar
Tantangan lain yang banyak dihadapi oleh klinisi pada gigi premolar pertama rahang atas kiri sebagai
dalam melakukan perawatan diantaranya adalah jika persiapan pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan
pasien memiliki kondisi kompromi medis. Pada pasien rahang atas dan bawah. Pasien mengeluhkan makanan
yang sehat, klinisi dapat berkonsentrasi penuh pada sering terselip diantara gigi belakang kiri atas dan sulit
teknik perawatan saluran akar. Tetapi jika terdapat dibersihkan sejak kurang lebih 4 bulan yang lalu. Gigi
keperluan untuk mempertahankan gigi pada pasien tersebut kemudian patah saat pasien mencoba untuk

Korespondensi: Ellizabeth Yunita, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Jalan Sekeloa Selatan I, Coblong, Kota
Bandung, Jawa Barat, Indonesia. e-mail : ellizabethyunitadrg@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN SALURAN AKAR S-SHAPED
284 PADA PASIEN GERIATRI ASA II: LAPORAN KASUS

membersihkan sisa makanan menggunakan tusuk gigi


dua minggu sebelum datang berobat ke RSGM dan
sejak itu terasa ngilu tajam terutama jika terkena air
dingin.
Pasien mengaku pernah menjalani bedah kelenjar
prostat (2 tahun ke belakang) dan memiliki penyakit
Gambar 2. Gambaran radiografis preoperatif: periapikal gigi
hipertensi serta kebocoran katup jantung. Oleh
24 (a);
sebab itu, pasien dikategorikan sebagai pasien
dengan kompromi medis. Pasien juga memiliki
tingkat kecemasan yang tinggi. Berdasarkan American
Society of Anesthesiologist (ASA), pasien tersebut
diklasifikasikan sebagai ASA II. Pasien mengaku tidak
mengkonsumsi obat dan tidak rutin berobat ke dokter
penyakit dalam.
Pemeriksaan intra oral menunjukan pasien
Gambar 3. Gambaran radiografis preoperatif CBCT gigi 24
kehilangan sebagian gigi posterior rahang atas dan tampak sagital (a); dan koronal (b).
bawah. Pemeriksaan klinis gigi 24 terdapat karies
profunda dengan kavitas di bagian disto-oklusal. Tes
sondasi, dingin, dan perkusi menunjukkan respon
positif sedangkan palpasi dan tekan menunjukkan
respon negatif, tidak terdapat kegoyangan, serta
jaringan sekitarnya dalam batas normal.

Gambar 4. Metode Cunningham’s dan Senia’s untuk


menentukan derajat kelengkungan saluran akar gigi 24.

Diagnosis dari kasus ini adalah pulpitis ireversibel


gigi 24 (AAE, 2013). Rencana perawatannya meliputi
perawatan endodontik satu kunjungan pada gigi 24
dengan restorasi akhir direct composite. Prognosis dari
Gambar 1. Gambaran klinis gigi 24 sebelum dilakukan kasus ini baik, karena tidak ada lesi di periapikal, posisi
perawatan. gigi tidak menyulitkan untuk dilakukan perawatan,
sisa jaringan mahkota masih memungkinkan untuk
Pemeriksaan radiografis periapikal memperlihatkan dilakukan restorasi direk, dan pasien kooperatif.
gambaran radiolusen dari email sampai pulpa di bagian Pemeriksaan subjektif, objektif, radiografi,
distooklusal mahkota gigi 24. Terdapat dua akar dengan penentuan diagnosis dan rencana perawatan
2 saluran akar (bukal dan palatal) yang membentuk dilakukan sebelum memulai perawatan. Pasien
huruf S. Membran periodontal dan lamina dura dalam diberikan informasi mengenai keadaan giginya dan
batas normal. Pemeriksaan Cone Beam Computed segala tindakan perawatan yang akan dilakukan serta
Tomography (CBCT) juga dilakukan untuk memastikan komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien kemudian
kelengkungan dan tipe Vertucci dari saluran akar diminta untuk menandatangani lembar informed
tersebut. Potongan sagital memperlihatkan saluran consent setelah mengerti dan setuju. Pasien diberi
akar gigi 24 membentuk huruf S dan potongan koronal premedikasi antibiotik berspektrum luas (Amoxicillin
memperlihatkan kedua saluran akar gigi 24 bersatu 500 mg) selama 5 hari sebelum kunjungan berikutnya.
pada foramen apikalnya (Vertucci tipe II). Pengukuran Kondisi umum pasien diperiksa dengan mengukur
derajat kelengkungan saluran akar dilakukan tekanan darah (140/90 mmHg), pernafasan (24 x /
menggunakan Metode Cunningham dan Senia, yang menit), dan denyut jantung (80 x / menit). Anestesi
memberikan hasil sudut X 15º dan sudut Y 40º. infiltrasi bukal dan palatal dilakukan menggunakan
obat anestesi nor adrenalin (Lidocaine HCl 2%).
Pembersihan karang gigi dilakukan sebelum

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Ellizabeth Yunita*, Hendra Dian Adhita Dharsono** 285

pembersihan kavitas. Karies pada gigi 24 diekskavasi


dan dibuatkan restorasi sementara di bagian koronal
disto-oklusal (SDR, Dentsply Sirona, USA) agar
terbentuk 4 dinding. Gigi 24 kemudian diisolasi
menggunakan rubber dam. Preparasi akses koronal
dengan bur Endo-Access dan Endo-Z (Dentsply Sirona,
USA) sampai menembus kamar pulpa dan jaringan
pulpa diekstirpasi.
Negosiasi saluran akar dan patensi apikal dilakukan
menggunakan K-File nomor 8 dan 10 (M-Access,
Dentsply Sirona, USA), kemudian dilakukan irigasi
Gambar 6. Gambaran radiografis: preoperatif (a); Trial
menggunakan NaOCl 5.25 % setiap pergantian file.
master cone (b); Obturasi (c); Kontrol pasca obturasi (d).
Pengukuran panjang kerja dilakukan menggunakan
apex locator (Propex Pixi, Dentsply Sirona, USA) dan
Kontrol pasca obturasi dilakukan 7 hari kemudian.
didapatkan panjang kerja saluran akar bukal dan palatal
Gigi 24 didapati asimptomatik, tidak ada respon pada
keduanya 25 mm. Glide path ditentukan menggunakan
tes perkusi dan tekan, serta tidak terdapat kegoyangan
Rotary Path File nomor 13/.02, 16/.02, dan 19/.02
maupun kelainan pada jaringan periodontal
(Dentsply Sirona, USA).
disekitarnya. Pemeriksaan radiografis kontrol post
Preparasi saluran akar dilakukan menggunakan
obturasi juga tidak menunjukkan abnormalitas.
Protaper Next System (Dentsply Sirona, USA). Master
Gigi 24 direstorasi dengan komposit direk
apical file pada kedua saluran akar adalah file X2. Irigasi
menggunakan SDR dan Ceram.X.One Universal
dilakukan menggunakan NaOCl 5.25% yang diagitasi
(Dentsply Sirona, USA) dengan bantuan matrix sectional
menggunakan Endo Activator (Dentsply Sirona, USA),
Palodent (Dentsply Sirona, USA) dibawah rubber dam.
dengan bilasan akhir menggunakan EDTA 17% dan
Pemolesan dilakukan menggunakan Enhance Finishing
aquadest steril diantara irigan tersebut. Saluran akar
Points (Dentsply Sirona, USA).
kemudian dikeringkan menggunakan paper point dan
dilakukan konfirmasi master cone gutta-percha dengan
pemeriksaan radiografis.
Pemeriksaan radiografis trial master cone
menunjukkan gutta-percha sesuai di kedua saluran
akar. Obturasi dilakukan menggunakan Protaper Next
gutta-percha points dan sealer AH Plus (Dentsply
Sirona, USA) dengan teknik kondensasi lateral.
Gutta-percha dipotong sampai batas 2 mm dibawah
orifis, kavitas dibersihkan dari sisa sealer, kemudian
ditutup dengan low shrinkage flowable composite
(SDR, Dentsply Sirona, USA) dan ditutup tambalan
sementara. Pemeriksaan radiografis kembali dilakukan Gambar 7. Preparasi restorasi komposit direk gigi 24 (a);
dan didapatkan hasil obturasi yang hermetis pada Pemasangan matrix sectional Palodent (Dentsply Sirona,
kedua saluran akar. USA) (b); Etsa email gigi yang dipreparasi (c); Aplikasi bahan
adhesif (d); Penambalan komposit (e); Restorasi akhir
komposit direk gigi 24 (f).

Gambar 5. Gambaran klinis preoperatif (a); Pembuatan


restorasi koronal sementara (b); Akses kavitas dengan pulpa
vital (c); Hasil akhir preparasi saluran akar (d); Obturasi
saluran akar (e). Gambar 8. Gambaran klinis gigi 24: Preoperatif (a); Setelah
restorasi akhir (b).

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN SALURAN AKAR S-SHAPED
286 PADA PASIEN GERIATRI ASA II: LAPORAN KASUS

Pemeriksaan terhadap gigi 24 dan jaringan atas adalah saluran akar berbentuk S atau bayonet.
disekitarnya kembali dilakukan satu minggu setelah Saluran akar berbentuk S memiliki dua kurva, dengan
restorasi. Pasien dirujuk kembali ke Departemen kurva apikal yang sulit untuk dinegosiasikan dan tinggi
Prostodonsia untuk pembuatan geligi tiruannya kemungkinan terjadinya perforasi. Pada kasus ini, gigi
setelah dipastikan tidak ada keluhan serta keadaan gigi premolar satu rahang atas kiri yang dirawat memiliki
dan jaringan sekitarnya baik. saluran akar berbentuk S dengan klasifikasi Vertucci
tipe II. Guttman menyarankan preflaring pada sepertiga
koronal saluran akar dengan mengorbankan struktur
gigi untuk mengurangi sudut kelengkungan sehingga
mempermudah proses negosiasi sisa saluran akar.
Derajat kelengkungan saluran akar harus ditentukan
sebelum memulai perawatan endodontik. 1,12,13
Gambar 9. Radiografis postoperatif dengan restorasi akhir Kelengkungan saluran akar dapat dideteksi dari
gigi 24. pemeriksaan radiografis. Tetapi, radiografis periapikal
memiliki kekurangan hanya memperlihatkan gambaran
Pasien dipanggil kembali untuk kontrol satu tahun dua dimensi dari objek tiga dimensi. Radiografis
pasca perawatan saluran akar. Gigi tiruan sebagian periapikal hanya memperlihatkan kelengkungan
lepasan sudah dipakai selama hampir 11 bulan dan di bidang mesio-distal meskipun banyak gigi juga
tidak ada keluhan pada gigi 24. Pada pemeriksaan intra memiliki kelengkungan di arah bukolingual. Pada
oral didapati keadaan gigi dan jaringan sekitarnya baik. kasus ini, penulis mengkonfirmasi kelengkungan
saluran akar menggunakan Cone Beam Computed
Tomography (CBCT) untuk mengurangi kemungkinan
distorsi, superimpose anatomis, dan kompresi objek.
Penentuan konfigurasi saluran akar berbentuk S
menggunakan metode Cunningham dan Senia. 2,11-13
Penatalaksanaan endodontik pada pasien lanjut
Gambar 10. Kontrol satu tahun pasca operatif: Gambaran
klinis tampak okusal (a) dan tampak sagittal (b); Gambaran
usia menjadi lebih menantang dari perawatan pada
radiografis (c) umumnya karena selain terdapat kemungkinan
berubahnya sistem kompleks pulpodentinal, harus
PEMBAHASAN dipertimbangkan juga mengenai kondisi psikologis,
medis, dan meningkatnya disabilitas fisik dan mental.
Keberhasilan perawatan saluran akar sangat Pasien umumnya memiliki ekspektasi tinggi untuk
bergantung pada pembersihan saluran akar biomekanis mempertahankan giginya agar dapat meningkatkan
dan eliminasi mikoorganisme secara menyeluruh kualitas hidup. Pasien pada kasus ini memiliki
dari sistem saluran akar. Preparasi saluran akar tingkat kecemasan tinggi, karena itu perlu dilakukan
yang memiliki kelengkungan merupakan salah satu penanganan seksama untuk meminimalisir rasa sakit
tantangan terbesar dan menyulitkan dalam perawatan dengan waktu perawatan seefektif mungkin.6,8
endodontik. Pembentukan ledge, zip, perforasi, Kondisi kompromis medis merupakan tantangan lain
blockage, dan transportasi apikal merupakan hal-hal yang harus dihadapi klinisi saat melakukan perawatan
yang tidak diinginkan terjadi selama perawatan saluran saluran akar. Penulis berhadapan dengan pasien yang
akar.9-11 memiliki penyakit hipertensi serta kebocoran katup
Gigi dengan akar lurus dan saluran akar gigi yang jantung yang dikategorikan sebagai pasien dengan
juga lurus sebenarnya merupakan hal yang tidak umum kompromi medis. Berdasarkan American Society of
ditemukan karena mayoritas gigi memiliki kelengkungan Anesthesiologist (ASA), pasien tersebut diklasifikasikan
saluran akar bahkan sebagian besar memiliki beberapa sebagai ASA II. Pasien dengan hipertensi yang tidak
bidang kelengkungan di sepanjang saluran akarnya. terkontrol atau tidak diobati secara memadai berisiko
Menurut Vertucci, gigi premolar rahang atas adalah lebih besar mengalami komplikasi akut seperti infark
gigi dengan variasi anatomi terbanyak. Salah satu miokarditis dan stroke. Pasien dengan kelainan
variasi yang banyak terjadi pada gigi premolar rahang katup jantung juga memiliki pertimbangan untuk

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Ellizabeth Yunita*, Hendra Dian Adhita Dharsono** 287

dilakukannya perawatan gigi yaitu dapat berpotensi


infektif endokarditis dan bakteriemia. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, penulis memberikan
antibiotik profilaksis sebelum perawatan saluran akar
dimulai.4,7,14

KESIMPULAN

Dengan pemahaman mengenai bentuk variasi


anatomis saluran akar dan kondisi kompromis medis
serta penanganan yang tepat, kasus ini dapat ditangani
dengan prognosis baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hargreaves, M.; Berman, L. 2016. Cohen’s Pathways of the


Pulp. Eleventh Edition. Missoury: Elsevier.
2. Balani, P; Niazi, F; Rashid, H. A Brief Review of the Methods
Used to Determine the Curvature of Root Canals. Journal of
Restorative Dentistry 2015; (3): 57-63.
3. Sadeghi, S.; Poryousef, V. A novel approach in assessment of
root canal curvature. Iran Endodontic Journal [Internet]. 2009;
4(4):131–4.
4. Jain, A. et al. Endodontic Considerations in a Medically
Compromised Patient: An Overview. Asian Journal of Oral
Health and Allied Sciences 2013, Volume 3, Issue 2.
5. Rajeswari K, Kandaswamy D, dan Karthick S. Endodontic
Management of Patients with Systemic Complications. Journal
of Pharmacy & Bioallied Sciences. 2016; (1): 32–35.
6. Nayak D. et al. Endodontic considerations in the elderly - case
series. Endodontology. 2014; 26 (1): 204-210.
7. Maryam A, et al. Medical Risk Assessment in Patients Referred
to Dental Clinics, Mashhad, Iran (2011-2012). The Open
Dentistry Journal, 2015; (9): 420-425.
8. Johnstone M, Parashos P. Endodontics and the ageing patient.
Australian Dental Journal. 2015; 60 (1): 20–27.
9. Chowdury D, et al. Endodontic Management of Maxillary
First Premolar with S-Shaped Canals. Imperial Journal of
Interdisciplinary Research. 2017; 3(2): 1538-1540.
10. Sakkir N. et al. Management of Dilacerated and S-shaped Root
Canals - An Endodontist’s Challenge. Journal of Clinical and
Diagnostic Research. 2014; 8 (6):22-24.
11. Bansal R. et al. S-shaped Canals. Journal of Dental Sciences
and Oral Rehabilitation. 2016; 7 (3):152-154.
12. Vertucci FJ. Root canal anatomy of the human permanent
teeth. Oral Surgery Oral Medicine Oral Pathology Oral
Radiology Endodontic. 1984; (58):589-99.
13. Guttman JL.1997. Problem solving in endodontics. 3rd ed.
Missouri: Mosby.
14. Das, M. et al. Systemic Antibiotics in Endodontic Practice:
Mandatory or Optional. International Journal of Therapeutic
Applications. 2017; (34): 23-27.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
288 PO-60
PENUTUPAN DIASTEMA MENGGUNAKAN KOMBINASI RESTORASI DIREK
RESIN KOMPOSIT DAN MAHKOTA PORSELAIN

PENUTUPAN DIASTEMA MENGGUNAKAN KOMBINASI RESTORASI


DIREK RESIN KOMPOSIT DAN MAHKOTA PORSELAIN
Kristya Asrianti Jarwadi*, Diatri Nari Ratih**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background The presence of multiple diastema in anterior teeth and peg shaped in lateral incisor can be a major esthetic
concern. Diastema in anterior teeth can causes patients to feel dissatisfied with their smiles. The use of direct resin composite
seems to be conservative and more practical. Purpose This case report describes the management of a patient with multiple
diastema and peg shaped in the maxillary anterior teeth with a porcelain crown and direct resin composite.
Case A 23-year-old male complained about spaces among maxillary anterior
teeth and an old restoration in the the right maxillary central incisor. The teeth 11 has been done root canal treatment with
prefabricated metal post and direct resin bonding composite since 2012. But the restoration is inadequate. There is no
periapical lesion appear on the periapical radiograph examination in the apical regions of 11, and hermetic obturation of the
teeth 11. Seen a prefabricated metal posts that does not suitable.
Case management In the teeth 11, the metal post changed with fiber post and porcelain crown. Direct restoration with resin
bonding composite was performed on the teeth 12,13, 21,22, and 23.
Conclusion Direct resin bonding composite can be a valuable treatment option in treatment of multiple diastemas and peg
shaped in lateral incisors. Besides, this can be seen as an economic treatment option for aesthetic correction of multiple
diastemas.

Keywords: aesthetic,porcelain crown, diastema closure, direct resin bonding, peg shaped.

PENDAHULUAN multidisipliner tergantung pada jenis kasus dan


etiologi dari diastema1. Diantara semua perawatan
Diastema dapat diartikan sebagai jarak lebih dari itu, penggunaan restorasi direk dengan resin komposit
0,5 mm antara permukaan proksimal dari dua gigi yang terlihat lebih konservatif dan praktis.
berdekatan1. Diastema midline terjadi sekitar 98% Treatment ini memiliki berrbagai macam keuntungan
pada umur 6 tahun, 49% umur 11 tahun dan 7% umur daripada yang lain, yaitu biaya murah, bisa tanpa
12-18 tahun. Pada beberapa individu, diastema tidak preparasi gigi, tidak perlu anastesi dan merupakan
menutup secara spontan. prosedur yang reversible4. Pada laporan kasus ini,
Adanya diastema pada orang dewasa di gigi menunjukkan penatalaksanaan pasien dengan kasus
insisivus sentral maksila menyebabkan masalah multiple diastema dan peg shaped pada insisivus
estetik atau maloklusi. Diastema midline dapat lateral dengan menggunakan restorasi mahkota
disebabkan oleh karena faktor fisiologi, dentoalveolar, penuh porcelain disertai pasak fiber prefebricated dan
kehilangan gigi, peg shaped pada insisivus lateral, gigi restorasi veneer direk resin komposit.
supernumary pada midline, proklinasi segmen labial
atas, kebiasaan buruk atau prominent frenum2. Peg KASUS
shaped lateral didefinisikan sebagai insisivus lateral
yang tidak sempurna dan berbentuk tappered dan Seorang pria 23 tahun datang ke klinik konservasi
jenis mikrodontia yang paling sering ditemukan. gigi RSGM Prof. Soedomo UGM mengeluhkan
Multiple diastema dapat terlihat pada pasien tentang ruangan di antara gigi depan rahang atas dan
dengan peg shaped insisivus lateral3. Diastema dapat restorasi lama di gigi depan kanan atas yang telah
dilakukan perawatan dengan berbagai macam cara berubah warna. Pada tahun 2012, pasien mengalami
yaitu dengan restorasi direk, veneer indirek laminate kecelakaan dan menyebabkan gigi depan kanan atas
porselain, ortodontik, koreksi bedah, atau pendekatan patah. Kemudian gigi tersebut dilakukan perawatan

Korespondensi: Kristya Asrianti Jarwadi, Residen Konservasi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta no.1 Sekip Utara, Yogyakarta,
Indonesia. E-mail : kristya.aj@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Kristya Asrianti Jarwadi, Diatri Nari Ratih 289

saluran akar dan ditambal. Dari pemeriksaan obyektif radiografis. Dilakukan pencetakan gigi geligi untuk
pada gigi 11 terlihat restorasi resin komposit yang model studi, mock up dan analisis estetik. Dilakukan
telah berubah warna dan dengan bentuk yang tidak analisis fasial (gambar 4), analisis dentofasial (gambar
memadai. Pemeriksaan perkusi negatif dan mobilitas 5), analisis dental (gambar 6), dan analisis gingiva
gigi tersebut normal. Pada gigi 12 dan 22 memiliki (gambar 7)
bentuk peg shaped dan terdapat diastema. Terlihat Dari analisis estetik didapatkan (1) Insisivus sentralis
multiple diastema pada gigi anterior rahang atas tidak sejajar midline wajah, (2) Panjang dan lebar gigi
(gambar 1A). Relasi oklusi pasien adalah klas I klasifikasi tidak harmonis, (3) Terdapat diastema pada midline
Angle (gambar 1B) . dan pada insisivus lateral yang berbentuk peg shaped,
Dari pemeriksaan radiografik periapikal terlihat (4) Susunan gigi belum memenuhi standard golden
gigi 11 terdapat pasak logam prefabricated yang tidak proportion, (5) Gingival zenith tidak harmonis, (6)
sesuai. Tidak ada lesi periapikal pada pemeriksaan Garis horizontal wajah dan insisal plane tidak sejajar,
radiografik periapikal di daerah apikal 11, dan obturasi (7) Profil pasien normal, (8) Garis kurvatur gigi anterior
tampak hermetik di gigi 11 (gambar 2). Dari pemeriksaan rahang atas tidak segaris dengan garis kurvatur bibir
radiografik panoramik terlihat adanya radiopak pada bawah. Sudut bibir sama tinggi di kedua sisi. Perawatan
gigi 11 di sepanjang saluran akar. Tidak terlihat adanya yang akan dilakukan, adalah (1) Koreksi midline, (2)
lesi periapikal. Struktur tulang maksila dan mandibula koreksi proporsi gigi, dan (3) koreksi garis senyum.
baik, tak tampak adanya fraktur. Tidak terlihat adanya Restorasi pada gigi 11 dibongkar dan pasak metal
lesi karies di seluruh gigi. Diagnosa pada gigi 11 adalah prefebricated diambil. Dilakukan preparasi inti pada
gigi non vital paska perawatan saluran akar. Gigi 12, 13, gigi 11 untuk persiapan pembuatan mahkota porcelain
21, 22, 23 adalah gigi vital normal. penuh. Kemudian dilakukan pengambilan guta perca
menggunakan peeso reamer no. 1-3 sepanjang
PENATALAKSANAAN KASUS saluran pasak. Dilanjutkan dengan precission drill
untuk preparasi saluran pasak. Kemudian dilakukan
Pada kunjungan pertama dilakukan dilakukan pengambilan radiografik periapikal untuk konfirmasi
pemeriksaan subjektif, pemeriksaan objektif, preparasi saluran pasak (gambar 9A). Dilakukan
dokumentasi foto intraoral, foto profil pasien dan foto pengepasan pasak dan dikonfirmasi dengan radiografik

(A) (B) (C)


Gambar 1. Gambaran klinis (A) tampak depan (B) relasi oklusi kanan menunjukkan relasi oklusi
klasifikasi Angle klas I (C) tampak oklusal rahang atas
11

Gambar 2. Gambaran radiografik periapikal preoperatif gigi


Gambar 3. Radiografik panoramik

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENUTUPAN DIASTEMA MENGGUNAKAN KOMBINASI RESTORASI DIREK
290 RESIN KOMPOSIT DAN MAHKOTA PORSELAIN

(A)

(A) (B)

(B)
Gambar 6. Foto Klinis analisis dental (A) panjang gigi (B)
golden proportion

(C)
Gambar 4. Foto klinis analisis fasial (A) dari arah frontal, (B)
dari arah sagital menunjukkan sudut nasolabial sebesar 90°,
(C) dari arah sagital menunjukkan Rickett,s E-plane

Gambar 7. Gingiva zenith

(A) (B)
Gambar 5. Foto klinis analisis dento fasial (A) saat posisi
statis (B) saat posisi dinamis.
Gambar 8. Mock up

(gambar 9B). vitapan classical (gambar 10A). Kemudian mahkota


Saluran pasak dan mahkota gigi 11 di etsa dengan sementara dibuat dengan menggunakan protempt
asam fosfat 37% (DenFil Etchant-37 syringe, Vericom) plus temporization material (3M Espe) sesuai dengan
dan kemudian diaplikasi bonding (STAE Bond, SDI, mock up (gambar 10B).
Australia). Pasak fiber prefabricated (Radix Fiber Setelah 10 hari, dilakukan insersi mahkota porselain
post, DENTSPLY) diberi silane (Monobond s, ivoclar penuh pada gigi 11. Aplikasikan 5% hydrofluoric acid
vivadent) selama 60 detik. Dilakukan sementasi pasak (IPS, ceramic etching gel, ivoclar vivadent) dan silane
menggunakan fiber reinforced core material ( Built (Monobond s, ivoclar vivadent) pada fitting surface
it FR, Pentron) dan di light cured selama 40 detik. mahkota penuh porcelain. Insersi menggunakan
Pembuatan inti menggunakan fiber reinforced core semen resin self-adhesive 0, 3M ESPE). Dilakukan
material (Built it FR, Pentron). Dilakukan pencetakan restorasi veneer direk pada gigi 12, 13, 21, 22, dan
meggunakan double impression, yaitu dengan vinil 23. Preparasi minimal invasif dengan preparasi
polysiloxane impression material putty - type O enamel dibagian labial dan palatal seminimal mungkin
(Exaflex putty, GC) dan bahan cetak hydrophilic vinyl menggunakan bur diamond fine tappered. Kemudian
polysiloxane impression material light body (exaflex, diaplikasikan etsa dan bonding pada gigi yang telah di
GC). Dilakukan pencocokan warna dengan shade guide preparasi. Pasang palatal guide yang berasal dari mock

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Kristya Asrianti Jarwadi, Diatri Nari Ratih 291

(A)

(A) (B)
Gambar 9. Gambaran radiografik periapikal (A) preparasi
saluran pasak (B) pengepasan pasak fiber prefabricated.

(B)
Gambar 13. Hasil akhir setelah finishing dan polishinng (A)
tampak depan (B) tampak oklusal

(A) (B)
Gambar 10. (A) Penentuan warna (B) Pemasangan mahkota
sementara sesuai dengan mock up

(A) (B)

(C) (D)
Gambar 11. (A) Dinding palatal pada gigi 12 dan 22; (B) Gambar 14. Foto klinis pasien saat kontrol 1 minggu
Dinding palatal pada gigi 23; (C) dinding palatal pada gigi
13; (D) garis transisi

Gambar 12. Polishing dengan menggunakan sof-lex disc Gambar 15. Gambaran radiografik ketika kontrol. Tidak
tampak adanya lesi periapikal
up pada gigi yang telah di preparasi. Resin komposit dengan menggunakan pensil (gambar 11 B). Kemudian
yang digunakan untuk veneer direk ini adalah resin dilakukan finishing dengan menggunakan bur diamond
komposit packable (ceram x universal, dentsply) warna superfine tappered dan polishing menggunakan soflex
A1 untuk insisal dan body dan warna A2 untuk 1/3 discs (3M, Espe) secara berurutan dari kekasaran
servikal. Buat palatal guide terlebih dahulu (gambar coarse hingga superfine.
11A,B,C,D). Kemudian aplikasikan selapis demi selapis Kontrol 1 minggu paska perawatan, pasien tidak
di bagian labial hingga penuh. Gambar garis transisi ada keluhan dan pasien merasa puas. Restorasi dan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENUTUPAN DIASTEMA MENGGUNAKAN KOMBINASI RESTORASI DIREK
292 RESIN KOMPOSIT DAN MAHKOTA PORSELAIN

keadaan jaringan gingiva baik. Dari hasil radiografik oklusi. Gigi yang tampak pada posisi ini tergantung
periapikal gigi 11 tidak terlihat adanya lesi periapikal. pada panjang bibir maksila, usia, jenis kelamin dan ras.
Posisi dinamis adalah pada saat tersenyum lebar dan
PEMBAHASAN lepas. Pada posisi ini dapat dilihat koridor bukal, fonetik
(M,F,V,S,TH), dan garis imaginer insisal edge anterior
Adanya diastema dan peg shaped pada insisivus rahang atas sejajar dengan kurvatur bibir bawah6.
lateral di anterior dapat berpengaruh terhadap senyum Komposisi gigi dilihat dari ukuran gigi dalam
dan bisa membuat pasien merasa tidak nyaman. persentase panjang/lebar, bentuk gigi, posisi lengkung
Secara ideal gigi harus berada di proporsi yang benar, gigi dan inklinasi axial, embrasur insisal, golden’s
bentuk yang benar, warna yang sesuai, lengkung yang proportion, overjet dan overbite. Komposisi gingiva
benar dan keseimbangan dengan wajah3. Individu yang perlu dipertimbangkan adalah eksposure gingiva,
dengan insisivus lateral yang peg shaped sering kali biotipe periodontal, bioform periodontal, embrasur
menunjukkan diastema pada daerah midline oleh gingiva, dan garis estetik gingiva6.
karena perpindahan ke arah distal dari insisivus sentral5. Menurut Grossman, gigi yang telah dilakukan
Estetik pada gigi anterior berkaitan dengan penampilan perawatan saluran akar perlu dievaluasi sebelum
dari enam gigi anterior rahang atas. Penelitian telah prosedur restorasi definitif dimulai. Syarat untuk
diarahkan pada ukuran, bentuk dan kesejajaran gigi dilakukannya restorasi pada gigi paska endodontik
insisivus dan gigi caninus rahang atas, hubungan adalah obturasi baik, tidak adanya inflamasi aktif,
antara satu sama lain dan dengan gigi antagonisnya, tidak ada sensitifitas tekanan, tidak ada eksudat,
dan ke jaringan lunak sekitarnya termasuk gingiva, tidak ada fistula, tidak ada penyakit periodontal dan
bibir dan fitur wajah. Analisis paling baik untuk dental sisa struktur gigi masih restorable (walaupun dengan
estetik adalah dengan mempertimbangkan wajah prosedur crown lengthening atau ekstrusi ortodontik)8.
dan kemudian diperbesar lebih dekat ke elemen gigi6. Rencana restorasi pada gigi paska endodontik perlu
Titik awal penilaian estetik adalah mendengarkan mempertimbangkan beberapa hal yaitu struktur gigi
harapan dan keinginan pasien. Pasien memiliki yang tersisa, tekanan oklusal dan posisi anatomi gigi
sebuah gambaran dari mereka sendiri, yang mereka tersebut, kebutuhan restoratif dan kebutuhan estetik9.
proyeksikan dan pelihara. Gambaran ini terus berubah Pada gigi anterior dengan saluran akar yang kecil dan
ubah berdasarkan pemikiran, pertemanan, dan media kerusakan koronal yang signifikan dan kebutuhan
sosial. Pendapat dari pasien ini sangat subjektif, satu- estetik yang tinggi, perawatan yang tepat adalah pasak
satunya metode analisis estetika yang obyektif adalah prefebricated dengan core resin komposit dan mahkota
secara matematik. Dokter gigi harus akrab dengan selubung penuh8.
konsep geometrik yang mengatur estetik gigi anterior. Pasak fiber memiliki modulus elastisitas yang
Estetika gigi dapat dibagi secara acak menjadi empat hampir sama dengan dentin sehingga secara mekanis
komposisi yaitu fasial, dentofasial, gigi dan gingiva7. sesuai dengan dentin saluran akar. Studi klinis mencatat
Komposisi fasial dilihat dari 2 aspek yaitu frontal bahwa pasak fiber memiliki insiden rendah fraktur
dan sagital. Dari arah frontal dapat dilihat kesimetrian katastropik dibandingan dengan pasak yang lebih
secara horisontal dengan menarik garis paralel pada rigid. Pasak glass fiber terbuat dari persentase tinggi
rambut, alis, interpupil, interalar dan garis komisural. volume glass fiber membentang searah yang tertanam
Garis tengah wajah tegak lurus dengan garis horisontal dalam polimer matriks. Rasio fiber-matriks antara
wajah. Insisal edge gigi anterior harus paralel dengan 40%-65%. Resin matriks mengandung epoksi atau
garis interpupil dan tegak lurus dengan garis tengah resin metakrilat. Fiber bertanggung jawab terhadap
wajah. Dari arah sagital yang perlu dipertimbangkan resistensi melawan lekukan. Sedangkan matriks resin
untuk estetik adalah sudut nasolabial dan Rickett’s menyediakan resistensi melawan tekanan kompresi10.
E-plane 7. Keuntungan dari pasak fiber adalah distribusi tekanan
Komposisi dentofasial berdasarkan pada gigi dan lebih homogen daripada pasak metal, memiliki sifat
hubungannya dengan jaringan lunak disekitarnya pada biomekanikal yang baik ketika diberi beban yang
saat posisi otot statik dan dinamis. Pada posisi statis besar, mudah diperbaiki dan restorable ketika terjadi
dilihat gigi yang tampak pada saat minimal aktivitas kegagalan, estetik nya lebih baik daripada pasak yang
otot, bibir sedikit terbuka dengan gigi tidak dalam posisi lain dan menghasilkan kesatuan yang homogen ketika

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Kristya Asrianti Jarwadi, Diatri Nari Ratih 293

pasak, core dan semen dari bahan berbasis resin8. using Direct Composite Resin Restorations- A Case Report.
Lithium disilikat merupakan silica based ceramic IOSR Journal of Dental and Medical Sciences. (13)(6) Ver. I
(Jun. 2014): 109-112
dengan tambahan partikel filler sehingga lebih kuat. 5. Kulshrestha, R., 2016, Interdisciplinary Approach in the
Silica based ceramic memiliki kadar glass yang tinggi Treatment of Peg Lateral Incisors. J Orthod Endod. (2):1
sehingga sangat estetik dan memiliki sifat optikal yang 6. Ahmad, I., 2012, Prosthodontics at a glance, Wiley-Blackwell,
sangat bagus oleh karena penambahan partikel filler Hongkong, h. 55, 65, 71
7. Ahmad, I., 2006, Protocols for Predictable Aesthetic Dental
untuk meningkatkan opalescence dan fluorescence
Restorations, Blackwell Munksgaard, Spain, h. 37-52
dan warna untuk mimik warna natural enamel dan 8. Grossman, 2010, Grossman’s endodontic practice twelfth
dentin6. edition, wolter kluwer, New delhi, india. h. 439-440
Resin komposit menjadi pilihan utama untuk 9. Garg N.,dan Garg, A., 2014, Textbook of Endodontics 3rd Ed.,
restorasi direk intrakoronal. Material resin komposit Jaypee Brothers Medical Publishers, New Delhi, h. 430
10. Perdigao, J., 2016, Restoration of root canal treated teeth,
merupakan kombinasi resin organik (BIS-GMA, Springer, Switzerland, h. 101-111
urethane dimethacrylate atau TEGMA) dan filler 11. Anusavice, K.J., Shen, C., Rawls, H.R., 2012, Philips’science of
inorganik (quartz, glass atau silica).. Resin komposit dental materials ed 12th, Elsevier.
memiliki berbagai macam ukuran filler, yaitu Small
(Fine) Particle (0,1-10 µm), komposit microflled
(0.01-0.1-µm), komposit Nanoflled/ Nanocomposites/
Nanohybrid (1-100 nm), dan komposit hybrid
(microfine (0.01-0.1 µm) dan fine (0.1-10 µm)11. Ukuran
dan persentase filler menentukan sifat final material6.
Semakin kecil ukuran filer akan menghasilkan kualitas
permukaan dengan estetik yang lebih bagus. Filler
dengan ukuran yang lebih besar memiliki kekuatas
mekanis yang besar tetapi kualitas permukaan yang
sulit di polishing11. Keuntungan utama komposit adalah
warna, hampir mirip dengan gigi natural, kemampuan
berikatan pada struktur gigi (dengan dentine bonding
agent), preparasi kavitas minimal, insulator termal,
sifat mekanis yang dapat diterima, setting dengan
menggunakan curing light, dan bioaktifitas6.

KESIMPULAN
Restorasi direk resin komposit dapat menjadi
pilihan perawatan pada diastema multiple dan
peg shaped pada insisivus lateral. Selain itu, dapat
digunakan sebagai pilihan perawatan yang ekonomis
untuk perbaikan estetik dengan diastema multipel.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jha, S., Aswathanaraya, S., Karale, R., Santhosh, L., Kapadia, M.,
2017, A novel approach for the closure of multiple diastema: a
clinical technique. J Oper Dent Endod 2017; 2 (2) : 84-87
2. Azzaldeen, A., Muhamad. A.H., 2015, Diastema Closure with
Direct Composite: Architectural Gingival Contouring. J Adv
Med Dent Scie Res 2015;3(1):134-139.
3. Purayil, T.P., Acharya, S.R., 2015, Management of type II
dens invaginatus and peg laterals with spacing of maxillary
anteriors. J Dent Res Rev 2015 (2):134-7
4. Sabnis, R., Vasunni, G.K., Mahale, P., Kamble, G.T., 2014,
Esthetic Conservative Management of Interdental spaces

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
294 PO-61 TEKNIK SUPERIMPOSE FOTO RONSEN SEBAGAI ACUAN DASAR DALAM
MENENTUKAN UKURAN FILE PADA PREPARASI SALURAN AKAR

TEKNIK SUPERIMPOSE FOTO RONSEN SEBAGAI ACUAN


DASAR DALAM MENENTUKAN UKURAN FILE PADA PREPARASI
SALURAN AKAR
Sophian Abdurahman*, Sulistrianingsih*
*LADOKGI TNI AL YOS SUDARSO MAKASAR

ABSTRACT

Background :One indicator the success of root canal treatment is obtained by a clean preparation of necrotic tissue so that
a reference is needed to determine the last file. The superimpose technique is the simplest, cheapest and be used in daily
practice.
Methode: The technique is performed using periapical radiographs prior to treatment to obtain radiolucent image of the
root canal, specified area with the widest diameter, then superimposed with a file to the diameter of the root canal. The file
number is rised 1 level above it to anticipate the difference in size in the radiograph with the actual size and the presence
of an oval root canal shape. This file number is the last file size to be used during preparation. In this journal, show the HPA
results from root canals that have been done root canal preparation using superimpose periapical radiographs method to
prove the presence of necrotic tissue remaining so that this method can be used.
Conclusion : The inflammation that arises after root canal treatment can be caused by a lag of necrotic tissue in the root
canal. Using the superimpose technique the periapical radiograph can tell the exactness of the use of the last file size used
for root canal preparation.

Keyword : The Superimpose technique, Preparation of root canal, periapical radiograph


PENDAHULUAN apikal.2
Instrumentasi sangat berperan dalam keberhasilan
Perawatan saluran akar merupakan salah satu preparasi saluran akar. Instrumen yang digunakan
perawatan endodontik yang kompleks dan terdiri dari untuk preparasi saluran akar harus dapat membentuk
beberapa tahapan. Secara garis besar ada tiga tahapan saluran akar sehingga memungkinkan dilakukannnya
yang menunjang dalam perawatan saluran akar yaitu irigasi dan pengisian saluranakar secara optimal.2
tahap preparasi, sterilisasi dan pengisian saluran akar. Preparasi saluran akar harus dilakukan dengan baik
Tahapan-tahapan dalam perawatan saluran akar sangat sehingga dibutuhkan pengetahuan tentang instrumen
mempengaruhi keberhasilan perawatan itu sendiri.1 file yang digunakan dengan anatomi saluran akar yang
Tujuan umum preparasi saluran akar adalah untuk bervariasi. Untuk mendapatkan data primer tentang
membersihkan saluran akar dari jaringan vital dan saluran akar dapat menggunakan foto ronsen.2
nekrotik serta membentuknya untuk memfasilitasi Foto ronsen yang paling sering digunakan dalam
penetrasi bahan irigasi dan bahan pengisi sehingga proyeksi di bidang endodontik adalah foto periapikal
seluruh sistem saluran akar dapat terisi secara karena akan didapatkan gambaran ronsen dari daerah
hermetis.2 mahkota gigi sampai daerah apikal.3
Preparasi saluran akar mencakup preparasi Pada pengambilan foto periapikal, terdapat dua
biomekanis yaitu menghilangkan jaringan pulpa dengan tehnik yaitu teknik paralel dan teknik bisekting. Teknik
mempertahankan foramen apikal sekecil mungkin, paralel adalah metode yang sering menjadi pilihan,
membentuk saluran akar dengan menggunakan karena teknik paralel jarang menghasilkan gambar
instrumen endodontik, dan irigasi saluran akar dengan distorsi.3
larutan bahan irigan kimiawi.1 Timbulnya pertanyaan preparasi saluran akar
Salah satu kriteria keberhasilan preparasi adalah sampai file nomor berapa, bagaimana cara mengetahui
kebersihan saluran akar, yang dapat ditentukan dengan bahwa preparasi yang dilakukan apakah sudah bersih,
terpreparasinya seluruh dinding saluran akar. Anatomi bagaimana cara kita mengetahui apakah preparasi
atau morfologi saluran akar akan mempengaruhi yang kita lakukan tidak over preparasi yang berakibat
kebersihan saluran akar, terutama di daerah sepertiga pada tipisnya dinding saluran akar.
Korespondensi: Mayor Laut (K) drg. Sophian Abdurahman Sp.KG, Kepala bagian konservasi, RSGM Ladokgi TNI AL Yos Sudarso, Jl. Satando no.25 kec.
Ujung tanah Makassar. Alamat email : raihanaaffan@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Sophian Abdurahman, Sulistrianingsih 295

Untuk mendapatkan acuan dasar Preparasi saluran


akar yang bersih. Oleh sebab itu, peneliti merasa perlu
untuk memanfaatkan gambaran radiolusen saluran
akar yang terlihat di foto ronsen kemudian dengan
metode superimpose menggunakan template dari file
yang digunakan sehingga akan diperoleh acuan besar
file terakhir yang digunakan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
penggunaan teknik superimpose pada foto ronsen Gambar 3 Foto periapikal gigi
dapat menetukan besar file yang digunakan.Hipotesis
bahwa teknik superimpose foto periapikal dengan Kemudian dibuatkan template dari file yang akan
template file dapat digunakan sebagai acuan dasar digunakan dengan cara file di fotocopy dengan platik
dalam menentukan besar file yang digunakan dalam mika sehingga tampak besar dan panjang file tersebut
preparasi saluran akar

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif,


sampel yang digunakan adalah gigi yang mengalami
karies dan dilakukan pencabutan secara utuh, akar
tumbuh sempurna dan saluran akar belum dilakukan
preparasi. Sampel terdiri dari gigi rahang atas dan
Gambar 4 Template file dalam plastik mika
bawah, yang diletakkan dalam plastisin.
Dengan menggunakan templete file dilakukan
teknik superimpose pada foto ronsen periapikal gigi
sehingga diketahui file yang sesuai dengan diameter
radiolusen saluran akar

Gambar 1 Sampel gigi dalam plastisin

Selanjutnya gigi dilakukan foto periapikal dengan


teknik paralel dengan sudut tegak lurus sehingga
memperkecil kemungkinan terjadinya selisih ukuran
gigi sebenarnya dengan ukuran gigi dalam foto baik
secara dimensi vertikal ataupun dimensi horizontal.
Gambar 5 Teknik superimpose template file
dengan foto ronsen

Setelah diketahui ukuran file template yang sesuai
maka file terakhir yang digunakan adalah satu nomor
diatasnya, hal ini untuk menghindari adanya selisih
ukuran dalam foto dengan ukuran sebenarnya.
Gambar 2 Foto periapikal gigi Sampel gigi dilakukan preparasi sampai dengan
Saluran akar yang terlihat dalam foto ronsen file yang telah ditentukan kemudian sampel gigi di
dilakukan pengamatan pada diamater terbesarnya. kirim kebagian Patologi Anatomi untuk dilakukan
pengecekan kebersihan hasil preparasi dengan
pengecatan Haematosilin Eosin (HE) dan dilakukan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
296 TEKNIK SUPERIMPOSE FOTO RONSEN SEBAGAI ACUAN DASAR DALAM
MENENTUKAN UKURAN FILE PADA PREPARASI SALURAN AKAR

pengamatan terhadap dinding saluran akar apakah Foto ronsen periapikal merupakan foto ronsen yang
masih ada sisa jaringan nekrotik dalam saluran akar. sering digunakan sehari hari dalam bidang kedokteran
gigi baik dalam tahap diagnosa, penentuan panjang
HASIL PENELITIAN kerja, trial, pengisian dan pasak. Pada foto periapikal
yang tampak gambaran radiolusen saluran akar
Dari pengamatan yang dilakukan mikroskop pada sehingga dapat operator manfaatkan sebagai acuan
sampel gigi yang telah dilakukan pengecatan HE dasar ukuran diameter saluran akar.5
didapatkan bahwa hasil dari preparasi yang dilakukan Metode superimpose di bidang kedokteran gigi
pada saluran akar dari tiap gigi dapat dilihat dalam sering digunakan dalam bidang odontologi forensik
tabel dibawah ini : dengan teknik superimpose wajah korban dengan foto
anteroposterior sedangkan dalam bidang konservasi
teknik superimpose dipakai dalam menentukan
besar pasak unimetrik yang akan digunakan. Teknik
superimposeyang dilakukan dengan cara mencocokkan
foto ronsen periapikal pengisian guttap dengan
template yang tersedia sehingga dapat diketahui
ukuran yang sesuai dari pasak yang akan digunakan.
Dengan menggunakan template dari file yang
digunakan kemudian di superimpose kan dengan foto
ronsen maka didapatkan ukuran file yang sesuai dengan
saluran akar kemudian file terakhir yg digunakan adalah
file satu tingkat di atasnya untuk mengurangi adanya
selisih ukuran ronsen dengan ukuran sebenarnya.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 10 sampel Pada hasil penelitian adanya sampel yang masih
yang dilakukan penelitian 9 sampel menunjukkan terdapat sisa jaringan nekrotik menunjukkan bahwa
bahwa gambaran HPA tidak menunjukkan adanya foto ronsen periapikal mempunyai kelemahan karena
sisa jaringan nekrotik sedangkan 1 sampel yang merupakan gambaran 2 dimensi. Pada gigi dengan
menunjukkan adanya sisa jaringan nekrotik. saluran akar oval dari arah bukal lingual akan tampak
dalam gambaran radiolusen dengan diameter tidak
PEMBAHASAN sesuai kondisi sebenarnya sehingga operator harus
melakukan pengamatan terhadap penampang orifice
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa saluran akar.5
sebagian besar sampel menunjukkan gambaran HPA
dalam salauran akar tidak terdapat jaringan nekrotik KESIMPULAN
sedangkan terdapat satu sampel yang dalam gambaran
HPA masih terdapat sisa jaringan nekrotik dalam Teknik superimpose dengan menggunakan foto
saluran akar. periapikal dapat digunakan sebagai acuan dasar dalam
Perawatan saluran akar memiliki tingkat menentukan besar ukuran file yang digunakan dalam
kesulitan yang tinggi, karena secara tidak langsung preparasi saluran akar.
mengobservasi bentuk saluran akar. Untuk itu perlu
pengetahuan mengenai bentuk detail sistem saluran SARAN
akar agar dapat membantu keberhasilan perawatan
saluran akar.4 1. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan
Melalui pengetahuan mengenai morfologi saluran menggunakan alat radiologi 3D /CBCT yang
akar, disertai interpretasi yang teliti dari gambaran lebih akurat untuk mengetahui diameter
radiografis, maka dapat dilakukan preparasi akses saluran akar
yang benar yang merupakan titik awal yang penting 2. Perlu adanya variasi ukuran dari file karena
dalam perawatan saluran akar. karena pada tahap ini saluran akar yang sangat bervariasi
dilakukan pembersihan debris yang merupakan iritan.4 3. Perlu adanya template dari file yang dikeluarkan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Sophian Abdurahman, Sulistrianingsih 297

oleh pabrik sehingga menjadi panduan dalam


menetukan ukuran file yang akan digunakan

DAFTAR PUSTAKA

1. Grossman‘s. Endodontic Practice.13th ed. New Delhi: Wolters


Kluwer; 2014. P.203- 226
2. Walton R, Torabinejad M. Principles and Practice of
Endodontic. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders; 2002. p. 388-
400.
3. Boel T. Prinsip dan Teknik radiografi kedoketeran gigi. Medan
: FKG USU. 2008: 9-20
4. Weine FS. Endodontic Therapy. 6th ed. St Louis: Mosby Inc;
2004. p. 519-527
5. Ticer JW, Radiographic Technique in Veterinary Practice, 2nd
edition, Saunders 1984

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
298 PO-62 PENATALAKSANAAN INTRUSI INSISIVUS MAKSILA AKIBAT TRAUMA PADA
ANAK DENGAN REPOSISI BEDAH : LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN INTRUSI INSISIVUS MAKSILA AKIBAT TRAUMA


PADA ANAK DENGAN REPOSISI BEDAH : LAPORAN KASUS
Aditya Hayu Nastiti*, Rinaldi Budi Utomo**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Intrusive luxation occurs when tooth is displaced in an apical direction, into the alveolar bone. There are several
treatment options when managing an intrusive permanent tooth including immediate repositioning with forceps or fingers.
The further permanent tooth intruded into its socket, the less likely it is to erupt on its own without complications such as
ankylosis between the root surface and socket. Purpose: To report management of intrusive maxillary central permanent
incisors by surgical repositioning and splinting with orthodontic bracket.
Case: An 8 year old boy came to RSGM UGM Prof. Soedomo with chief complaint his teeth displaced into his gum after
falling. Clinical examination showed intruded maxillary central permanent incisors with less than one-third crown visible and
soft tissue laceration. Radiographic examination showed no fractures at root and the jaw.
Methods: Reposition were done with forceps to disengage teeth from its bone and gently repositioned into its original
location. Teeth were stabilized with polyethylene mesh (Ribbond) reinforced with composite then followed by orthodontic
bracket. Intraoral soft tissue laceration managed by application of Aloclair. Clinical evaluation were conducted for 4 months
after the treatments revealed absence of pulpal and periapical disease, teeth is in a state of vital condition.
Conclusion: Intrusive teeth are at risk of pulp necrosis, external root resorption, and ankylosis. Treatment considerations
should be decided depends on immature and mature permanent teeth and how far the crown had intruded into alveolar
bone. Observation suggested least be done at 6, 12 months, and each year until 5 years.

Keywords: trauma, intrusive luxation, surgical repositioning, children.

PENDAHULUAN posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya kelainan


dentofasial seperti maloklusi kelas I tipe 2, kelas
Trauma gigi pada anak seringkali membutuhkan II divisi 1 atau yang mengalami overjet lebih dari
tindakan emergency dan tidak selalu mudah untuk 3 mm, keadaan yang memperlemah gigi seperti
ditangani1. Trauma gigi paling sering terjadi pada hipoplasia email, kelompok anak penderita cerebral
anak-anak dan usia remaja, dengan penyebab utama palsy, dan anak dengan kebiasaan mengisap ibu jari
karena terjatuh dan berolahraga. Anak laki-laki lebih yang menyebabkan gigi anterior protrusi3.
sering mengalami trauma bila dibandingkan dengan Intrusi merupakan jenis trauma luksasi gigi yang
anak perempuan. Gigi insisivus sentral adalah gigi paling berat2. Intrusi atau luksasi intrusi terjadi
yang paling sering mengalami trauma, misalnya pada apabila gigi terdorong masuk ke dalam tulang alveolar
kasus maloklusi seperti protrusi dan bibir pasien yang sejajar dengan aksisnya dan disertai dengan fraktur
inkompeten2. comminuted pada soket gigi5.
Prevalensi trauma pada gigi akan menurun pada Kerusakan yang terjadi pada kasus intrusi gigi akan
anak usia di atas 5 tahun oleh karena koordinasi melibatkan kerusakan pada jaringan di sekitarnya
motorik anak yang semakin membaik. Prevalensi seperti pada ligamen periodontal, pulpa, gingiva dan
tersebut akan kembali meningkat pada kelompok usia tulang alveolar6. Trauma gigi yang berat seperti avulsi
8-12 tahun karena adanya peningkatan aktifitas fisik dan intrusi meningkatkan resiko terjadinya komplikasi
anak. Beberapa penyebab trauma yang paling sering berupa resorbsi eksternal dan ankylosis7. Secara klinis
terjadi pada anak usia 8-12 tahun adalah kecelakaan gigi yang mengalami intrusi secara klinis akan tampak
di tempat bermain atau berolahraga hingga tindak seolah-olah seluruh bagian mahkotanya terbenam
kriminalitas dan child abuse3,4. sedalam subgingiva5.
Selain faktor-faktor di atas ada beberapa faktor Pertimbangan pilihan reposisi ditentukan oleh
predisposisi terjadinya trauma gigi anterior yaitu perkembangan akar gigi dan seberapa jauh gigi yang
Korespondensi: Aditya Hayu Nastiti, Residen Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta,
Indonesia. Alamat e-mail: aditya.hayu@mail.ugm.ac.id.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aditya Hayu Nastiti, Rinaldi Budi Utomo 299

mengalami intrusi masuk ke dalam soketnya. Beberapa


pilihan metode reposisi meliputi re-erupsi spontan,
ekstrusi gigi menggunakan traksi ortodontik dan
ekstrusi gigi menggunakan teknik bedah. Pada kasus ini
digunakan teknik reposisi bedah dengan pertimbangan
gigi mengalami intrusi melebihi 7 mm8,9.
Kasus intrusi berat dengan reposisi bedah (a) (b)
membutuhkan pemasangan splint dengan lama waktu Gambar 1. (a) Intrusi gigi 11, 12 (b) Ulkus traumatikus pada
pemasangan hingga 5- 6 minggu. Salah satu material bibir bawah
splint yang dapat digunakan adalah RibbondTM berupa
pita fiber polyethylene10,11. Tujuan penulisan laporan
kasus ini adalah untuk menyampaikan pemilihan
rencana perawatan dan melaporkan keberhasilan
perawatan gigi intrusi melalui reposisi bedah dan
splinting dengan braket ortodontik.

KASUS
Gambar 2. Foto OPG sebelum perawatan
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke
RSGM UGM Prof. Soedomo dengan keluhan utama PENATALAKSANAAN KASUS
gigi masuk ke dalam gusi setelah terjatuh dan bibirnya
membentur lantai sehari sebelumnya. Berdasarkan Kunjungan I
anamnesis dari ibu pasien diketahui bahwa pasien Reposisi bedah dilakukan dengan anastesi lokal
memiliki gigi kelinci dan posisi giginya agak maju. gigi 11 dan 21. Dilakukan spooling di daerah yang
Keadaan umum pasien baik, compos mentis, tidak mengalami trauma menggunakan campuran NaCl dan
dicurigai adanya cedera kepala dan tidak ditemukan Betadine solution. Anastesi lokal dengan Lidocaine
adanya trauma di tempat lain. Pasien medapatkan 2%. Reposisi dilakukan dengan cara menarik keluar
imunisasi tetanus 7 tahun yang lalu. Pasien memiliki gigi yang mengalami intrusi dengan menggunakan
skor Frankl Behavior Scale negatif. tang ekstraksi dan diposisikan pada tempatnya semula
Pemeriksaan ekstraoral menujukkan adanya seperti pada gambar 3.
laserasi pada dagu dan oedem pada bibir bawah. Tidak
didapatkan asimetri pada wajah. Pemeriksaan intraoral
didapat adanya laserasi pada bibir atas dan dagu serta
ulkus traumatikus pada bibir bawah bagian sebelah
dalam. Kedua gigi insisivus sentral maksila mengalami
intrusi melebihi sepertiga mahkota. Fraktur Ellis klas
I pada insisal gigi 11 dan 21. Palpasi jaringan tidak
didapatkan fraktur alveolar bagian labial dan palatal.
Pemeriksaan radiografis didapatkan intrusi gigi 11
dan 21 ke arah apikal dengan kedalaman lebih dari
7 mm, akar gigi telah tumbuh sempurna dan ujung
apeks belum menutup, terdapat fraktur Ellis klas I,
tidak terdapat fraktur akar, tidak terdapat fraktur pada Gambar 3. Prosedur reposisi bedah menggunakan tang
rahang. ekstraksi
Tindakan perawatan yang dilakukan adalah reposisi
gigi intrusi secara bedah dan fiksasi dengan splint. Splinting menggunakan pita fiber polyethylene
(RibbondTM) dan resin pada gigi 54, 53, 12, 11, 21, 22,
63, 64 (Gambar 4). Laserasi pada bibir atas dan bawah
diberikan Aloclair. Pasien diberikan analgetik dan obat

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
300 PENATALAKSANAAN INTRUSI INSISIVUS MAKSILA AKIBAT TRAUMA PADA
ANAK DENGAN REPOSISI BEDAH : LAPORAN KASUS

kumur. Pasien juga disarankan untuk hati-hati dalam


beraktifitas dan diet lunak tinggi kalori tinggi protein.

Gambar 6. Kontrol kedua: foto rontgen


Gambar 4. Pemasangan splint dengan pita fiber
polyethylene. Kunjungan IV
Pasien datang 4 bulan setelah tindakan reposisi
Kunjungan II tanpa disertai keluhan subjektif. Gigi yang mengalami
Kontrol dilakukan 1 minggu setelah tindakan reposisi intrusi sudah tidak mengalami kegoyangan. Tes perkusi
bedah. Pasien tidak memiliki keluhan, oedem pada dan druk negatif, tes vitalitas menggunakan chlorethyl
bibir telah hilang. Laserasi pada bibir atas dan bawah positif (gigi vital). Skor Frankl Behavior Scale pasien
mengecil ukurannya. Tes vitalitas dengan chlorethyl negatif. Pemeriksaan radiografik menampakkan tidak
pada gigi-gigi yang mengalami intrusi menunjukkan terdapat infeksi periapikal (Gambar 7). Braket dilepas
hasil positif. Fiksasi lepas pada gigi 54, 53, 22, 63, 64. dan dilakukan topikal aplikasi fluor. Pasien diminta
Skor Frankl Behavior Scale pasien negatif. Dilakukan untuk kontrol 2 bulan kemudian akan tetapi pasien
spooling dengan NaCl di sekitar gigi yang mengalami tidak kembali untuk kontrol.
intrusi. Splint dilepas dan diganti dengan braket karena
splint dengan fiber sulit bertahan (Gambar 5). Pasien
dijadwalkan untuk kontrol 2 minggu selanjutnya.

(a)

Gambar 5. Kontrol pertama

Kunjungan III
Pasien datang tiga minggu sejak tindakan reposisi
dengan kondisi braket pada gigi 21 lepas. Tidak
didapatkan keluhan subjektif pasien, tes vitalitas
menggunakan chlorethyl positif (gigi vital). Skor Frankl (b)
Behavior Scale pasien negatif. Pemeriksaan radiografik Gambar 7. Kontrol ketiga (a) Foto rontgen (b) Foto intraoral
menampakkan tidak terdapat infeksi periapikal
(Gambar 6). Kunjungan IV
Pasien datang 4 bulan setelah tindakan reposisi
tanpa disertai keluhan subjektif. Gigi yang mengalami
intrusi sudah tidak mengalami kegoyangan. Tes perkusi
dan druk negatif, tes vitalitas menggunakan chlorethyl
positif (gigi vital). Skor Frankl Behavior Scale pasien
negatif. Pemeriksaan radiografik menampakkan tidak

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aditya Hayu Nastiti, Rinaldi Budi Utomo 301

terdapat infeksi periapikal (Gambar 7). Braket dilepas Gigi dengan intrusi lebih dari 7 mm, harus dilakukan
dan dilakukan topikal aplikasi fluor. Pasien diminta reposisi bedah9.
untuk kontrol 2 bulan kemudian akan tetapi pasien Gigi dengan saluran akar yang telah menutup
tidak kembali untuk kontrol. sempurna apabila mengalami intrusi kurang dari 3 mm,
dibiarkan untuk re-erupsi spontan. Observasi dilakukan
PEMBAHASAN pada 2-4 minggu selanjutnya untuk melihat apakah
ada pergerakan erupsi. Selanjutnya sebelum ankylosis
Pada kasus ini digunakan metode reposisi bedah terjadi sebaiknya dilakukan reposisi bedah atau reposisi
menggunakan tang ekstraksi. Reposisi bedah dengan alat ortodontik. Gigi yang mengalami intrusi
diindikasikan untuk gigi yang mengalami intrusi hingga lebih dari 7 mm dilakukan reposisi bedah dan
mencapai kedalaman lebih dari 7 mm disertai dengan dilanjutkan dengan fiksasi menggunakan splint selama
apeks yang terbuka12. Reposisi bedah akan melepaskan 4-8 minggu 12.
permukaan mahkota gigi yang terkontaminasi bakteri Kontrol dan pemeriksaan radiografi dilakukan
dengan soket gigi dan membebaskan tekanan pada setiap 2, 4, 6-8 minggu, 6 bulan, 1 tahun dan rutin
daerah periradikular sehingga akan menurunkan per tahun selama 5 tahun selanjutnya12. Nekrosis
aktifitas osteoklas di sekitar gigi13. pulpa dan kehilangan gigi yang mengalami trauma
Pemeriksaan pada gigi yang mengalami intrusi akan seringkali terjadi sekitar 6 bulan setelah terjadinya
menunjukkan adanya suara ankilotik ketika dilakukan trauma. Kontrol yang rutin diperlukan sehingga adanya
perkusi. Tes vitalitas pulpa yang dilakukan setelah komplikasi dapat diketahui lebih dini dan ditangani15.
trauma biasanya memiliki hasil negatif karena pulpa Komplikasi dapat muncul dalam beberapa tahun
belum dapat merespon adanya rangsangan, sehingga setelah terjadinya trauma, maka hendaknya pasien
diperlukan kontrol bertahap selanjutnya untuk kontrol rutin untuk memeriksakan kondisi giginya 16,17.
menentukan diagnosis vitalitas pulpa. Vitalitas pulpa Fiksasi untuk gigi yang mengalami luksasi, avulsi,
sebaiknya dipertahankan terutama pada pasien dengan dan fraktur pada akar disarankan untuk dilakukan
gigi permanen muda yang apeksnya belum menutup dalam jangka waktu yang pendek, menggunakan
sehingga pertumbuhan akar dapat berlanjut5,14. splint semi-rigid12,13. Splint sebaiknya cukup kaku
Pasien diresepkan obat kumur chlorhexidine, dan untuk menahan yang gigi mengalami trauma pada
disarankan untuk diet lunak setelah dilakukan reposisi1. soketnya dan cukup fleksibel agar dapat menstimulasi
Antibiotik tidak harus diberikan karena kerusakan penyembuhan jaringan periodontal dan menurunkan
jaringan yang terjadi pada trauma gigi disebabkan resiko terjadinya ankylosis18. Pilihan alat fiksasi yang
karena kontusi pada ligamen periodontal dan iskemia sesuai digunakan untuk pasien anak yang kurang
pulpa sehingga penyembuhannya tidak dipengaruhi kooperatif ini adalah yang waktu pengaplikasiannya
oleh pemberian antibiotik. Ligamen periodontal cepat serta nyaman.
adalah area dengan sirkulasi yang buruk sehingga Splint berbahan pita fiber polyethylene (RibbondTM)
sulit dicapai oleh antibiotik13. Pemberian antibiotik yang direkatkan pada mahkota gigi dengan resin
pada kasus trauma gigi dapat dipertimbangkan tanpa filler diketahui memiliki tingkat keberhasilan
apabila terjadi luka pada jaringan lunak serta bila pada perawatan yang tinggi. Splint dengan braket ortodontik
terapinya membutuhkan prosedur bedah yang cukup merupakan teknik yang sering digunakan di tempat
sulit12. praktik dokter gigi anak karena bahan-bahannya yang
Rekomendasi rencana perawatan pada gigi intrusi selalu tersedia20. Fiksasi dengan braket ortodontik
meliputi re-erupsi spontan, ekstrusi menggunakan dilakukan menggunakan kawat ligatur yang diligasi
alat ortodontik, dan reposisi bedah yang dilanjutkan dengan tidak terlalu kuat sehingga tidak menimbulkan
dengan pemasangan splint. Pilihan rencana perawatan kekuatan ortodontik18.
ini ditentukan oleh pertumbuhan akar dan seberapa Hasil perawatan dianggap baik apabila setelah
bagian mahkota yang terbenam pada soket 9,12. reposisi gigi tetap berada pada soketnya, lamina dura
Pada gigi dengan saluran akar yang belum menutup tidak terputus, tidak adanya tanda-tanda resorbsi serta
sempurna, gigi dibiarkan untuk re-erupsi spontan. pertumbuhan akar tetap berlanjut pada gigi dengan
Apabila tidak terdapat gerakan selama beberapa apeks yang belum menutup13.
minggu, lakukan reposisi dengan alat ortodontik.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
302 PENATALAKSANAAN INTRUSI INSISIVUS MAKSILA AKIBAT TRAUMA PADA
ANAK DENGAN REPOSISI BEDAH : LAPORAN KASUS

KESIMPULAN luxations of permanent teeth. Dent Traumatol, 28(1): 2-12.


13. Andreasen, J. O., Bakland, L. K., Andreasen, F.M., 2006,
Traumatic intrusion of permanent teeth. Part 3. A clinical study
Gigi yang mengalami intrusi memiliki resiko of the effect of treatment variables such as treatment delay,
mengalami nekrosis, resorbsi akar eksternal, serta method of repositioning, type of splint, length of splinting and
ankylosis. Pertimbangan perawatan dapat didasarkan antibiotics on 140 teeth. Dent Traumatol, 22(2): 99-111.
pada pembentukan akar gigi yang terlibat serta 14. Flores, M. T., Andersson, L., Andreasen, J. O., Bakland, L. K.,
Malmgren, B., Barnett, F., Bourguignon, C., DiAngelis, A.,
seberapa jauh gigi mengalami intrusi.
Hicks, L., Sigurdsson, A., Trope, M., 2007, Guidelines for the
Parameter keberhasilan perawatan yang dapat management of traumatic dental injuries. I. Fractures and
dijumpai pada pasien ini adalah tidak adanya keluhan luxations of permanent teeth. Dent Traumatol, 23(2): 66-71.
dari pasien, terdapat tanda-tanda klinis dan radiografis 15. Yamashita, F. C., Previdelli, I. T. S., Pavan, N. N. O., Endo, M.
penyembuhan jaringan periodontal, adanya respon S., 2017, Retrospective study on sequelae in traumatized
permanent teeth. Eurjdent, 11(3): 275-280
pulpa positif terhadap rangsangan. Observasi 16. Abbott, P. V. dan Salgado, J. C., 2014, Strategies to minimise
terhadap gigi yang mengalami intrusi disarankan untuk the consequences of trauma to the teeth. Oral Health Dent
dilanjutkan pada bulan ke-6, 12, dan setiap tahun Manag, 13(2): 229-42
hingga 5 tahun setelah perawatan. 17. Bücher, K., Neumann, C., Thiering, E., Hickel, R., Kühnisch, J.,
2013, Complications and survival rates of teeth after dental
trauma over a 5-year period. Clin Oral Invest, 17(5): 1311-
DAFTAR PUSTAKA 1318.
18. Von-Arx, T., Filippi, A., Lussi, A., 2001, Comparison of a new
1. Zaleckiene, V., Peciuliene, V., Brukiene, V., Drukteinis, S., 2014, dental trauma splint device (TTS) with three commonly used
Traumatic dental injuries: etiology, prevalence and possible splinting techniques. Dent Traumatol, 17(6): 266-274.
outcomes. Stomatologija, 16(1): s7-14. 19. Kahler, B., Hu, J. Y., Marriot‐Smith, C. S., Heithersay, G. S.,
2. Berman, L. H., Blanco, L., Cohen, S., 2007, A Clinical Guide to 2016, Splinting of teeth following trauma: a review and a new
Dental Traumatology, Mosby, Philadelpia. splinting recommendation. ADJ, 61: 59-73.
3. Cameron, A. C. dan Widmer, R. P., 2003, Handbook of Pediatric 20. Maden, E. A., dan Altun, C., 2012, Use of polyethylene fiber
Dentistry, 2nd ed., Mosby, Philadelpia. (Ribbond) in pediatric dentistry. Arch Clin Exp Surg, 1(2): 110-5
4. Welbury, R. R., Whitworth, J. M., Duggal, M. S., 2012,
Traumatic injuries to the teeth, dalam: Paediatric Dentistry,
4th ed, Oxford University Press
5. Andreasen, J. O., Andreasen, F. M., Andersson, L., 2013.
Textbook and Color Atlas Of Traumatic Injuries To The Teeth,
2nd ed., John Wiley & Sons.
6. Yu, C. Y. dan Abbott, P. V., 2016, Responses of the pulp,
periradicular and soft tissues following trauma to the
permanent teeth. ADJ, 61(1): 39-58.
7. Soares, A. J., Souza, G. A., Pereira, A. C., Vargas-Neto, J., Zaia,
A. A., Silva, E. J., 2015, Frequency of root resorption following
trauma to permanent teeth. J Oral Sci, 57(2): 73-78.
8. Rai, P., Pandey, R. K., Khanna, R., 2016, Case Report: A
multidisciplinary approach to the management of traumatic
intrusion in immature permanent teeth. BMJ Case Rep, 2016
9. American Association of Endodontics. Recommended
Guidelines of the American Association of Endodontists for
the Treatment of Traumatic Dental Injuries. Chicago; 2013.
Available from: http://www.nxtbook.com/nxtbooks/aae/
traumaguidelines. [Last accessed on 31 August 2018].
10. Maden, E. A. dan Altun, C., 2012, Use of polyethylene fiber
(Ribbond) in pediatric dentistry. Arch Clin Exp Surg, 1(2): 110-
5.
11. Kahler, B. dan Heithersay, G., S., 2008, An Evidence-Based
Appraisal of Splinting luxated, avulsed and root-fractured
teeth. Dent Traumatol, 241: 2-10
12. DiAngelis, A. J., Andreasen, J. O., Ebeleseder, K. A., Kenny,
D. J., Trope, M., Sigurdsson, A., Andersson, L., Bourguignon,
C., Flores, M. T., Hicks, M. L., Lenzi, A. R., 2012, International
Association of Dental Traumatology guidelines for the
management of traumatic dental injuries: 1. Fractures and

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Wina Elia Sari Utami, Emut Lukito
PO-63 303

PENATALAKSANAAN ODONTEKTOMI GIGI MESIODENS BILATERAL


DENGAN POSISI INVERTED PADA ANAK
Wina Elia Sari Utami*, Emut Lukito**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRACT

Background: Mesiodens is a term used for determining the supernumerary tooth that occurs in the anterior region of maxilla.
Mesiodens can be either double or single, unerupted or impacted. Their presence may give rise to a variety of clinical
problems like midline diastem, displacement, root resorbtion and cyst formation. Aims: To consider early identification,
management and to prevent effect of mesiodens.
Methods: 9 years old boy complained the space between upper central incisors. Clinical examination ignore any abnormalities.
Periapical and CT 3D radiographic examination revealed the presence of unerupted double inverted mesiodens in the palatal
region that caused midline diastem. The treatment was surgical extraction both impacted inverted mesiodens under local
anaesthesia. Surgical extraction was carried out by separating mucoperiosteal flap, intracrevicular incision was made from
caninus to contralateral caninus palatal side. Alveolar bone was removed using rotary cutting instruments after elevation
of the flap, mesiodens was removed using forcept. The extraction socket was checked for any pathological tissue before
flap was relocated and interrupted sutures were placed for a week. Surgical and post-surgical prodecures were carried out
without major complications. The patient is in preventive maintenance phase and will be referred to orthodontic treatment.
Conclusion: Diagnose and management of mesiodens should be treated by comprehensive treatment plan. Treatment
depends on the type and position of the mesiodens and consider its side effect. Examination and treatment of mesiodens is
important early intervention for children to avoid major complications.

Keywords : Inverted mesiodens, impacted, surgical extractions

PENDAHULUAN erupsi gigi insisisif sentral, gigi supernumerari


mengambil tempat gigi insisif sentral permanen atau
Gigi supernumerari merupakan anomali jumlah mengubah arah erupsinya, terdapat patologi yang
gigi yang ditandai dengan bertambahnya jumlah menyertai gigi supernumerari tersebut, akan dilakukan
gigi normal. Gigi supernumerari dapat terjadi dalam perawatan ortodonsia pada area gigi superumerari,
jumlah tunggal maupun beberapa, unilateral maupun mengganggu proses grafting pada tulang alveolar pada
bilateral dan paling sering ditemukan di regio anterior pasien celah bibir dan palatum dan erupsi spontan gigi
meski dapat pula terjadi di bagian rahang yang lain.1 supernumerari.4
Mesiodens merupakan gigi supernumerari yang Mesiodens dapat menyebabkan masalah pada
terdapat pada premaksila antara dua insisif sentral. estetika, misalnya menyebabkan gangguan pada
Mesiodens sering terjadi pada periode gigi permanen erupsi gigi permanen dan malposisi gigi insisifus
dibandingkan gigi desidui. Insidensi mesiodens ini sentral, midline diastema, karies serta komplikasi lain
antara 0-1,9% pada periode gigi desidui dan 0.15-3,8% seperi resorpsi gigi sekitarnya dan perkembangan kista
pada periode gigi permanen, dengan perbandingan dentigerous. Oleh karena itu, diagnosis sedari dini
antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. 2 dan pilihan tatalaksana yang tepat diperlukan untuk
Etiologi gigi supernumerari tidak diketahui dengan menghindari komplikasi tersebut.5
pasti. Beberapa teori menjelaskan mengenai anomali
ini, diantaranya mengatakan bahwa gigi supernumerari KASUS
terbentuk karena faktor lokal yaitu hiperaktifitas lamina
dental dan teori lain mengatakan bahwa gigi tersebut Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun datang
terjadi karena kombinasi faktor lokal dan genetik.3 ke RSGM Prof. Soedomo bersama orangtuanya,
Indikasi untuk dilakukannya pengambilan gigi mengeluhkan gigi depan atas yang bercelah,terasa
supernumerari diantaranya adalah terhambatnya maju dan tidak terlihat rapi. Berdasarkan anamnesis

Korespondensi: Wina Elia Sari Utami, Klinik Kedokteran Gigi Anak, RSGM Prof Soedomo, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada. Alamat
Email : winaelia1@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
304 PENATALAKSANAAN ODONTEKTOMI GIGI MESIODENS
BILATERAL DENGAN POSISI INVERTED PADA ANAK

gigi insisif sentral maksila erupsi normal dan sesuai


waktu fisiologisnya. Anak tidak memiliki kebiasaan
yang menyebabkan gigi tersebut maju dan bercelah.
Dari pemeriksaan klinis jaringan keras dan lunak
normal.

Gambar 3. Radiografi periapikal dan CBCT, gigi mesiodens


terpendam di dalam tulang alveolar dengan posisi inverted

Gambar 1. Diastema sentral Pada kasus ini inverted mesiodens menyebabkan


diastema sentral sehingga rencana perawatan yang
dipilih adalah odontektomi gigi tersebut dengan
anestesi lokal.

PENATALAKSANAAN KASUS

Sebelum dilakukan anestesi lokal pada regio labial


dan palatal gigi insisif sentral, dilakukan disinfeksi
Gambar 2. Foto intraoral dari oklusal
ekstraoral dan intraoral dengan povidon iodine 10%.
Insisi dilakukan dengan blade dan scalpel sepanjang
Berdasarkan pemeriksaan ronsen periapikal dan
bone crest melalui periosteum servikal gigi 53-63
CBCT, terdapat sepasang gigi mesiodens terpendam
bagian palatal untuk membuka flap. Pisahkan jaringan
di dalam tulang alveolar regio anterior kanan dan kiri
periosteum secara perlahan dengan rasparatorium.
atas (bilateral) terletak di mesial apeks gigi 11 dan 21
Setelah gigi impaksi terlihat dilakukan penghilangan
bagian palatal dengan posisi inverted.
lapisan tipis pada lapisan tulang alveolar dengan
bur tulang. Pemisahan dengan bor dilakukan kurang
lebih sebesar 3mm sehingga memungkinkan untuk
mendorong gigi keluar, kemudian dilanjutkan dengan
penggunaan elevator fine-pointed untuk mengeluarkan

Gambar 4. Prosedur pembedahan, A. Dilakukan disinfeksi, B. Anestesi lokal region labial dan palatal, C. Insisi dan
pemisahan jaringan lunak, D. Pegurangan tulang untuk akses pengambilan gigi, E. Pegungkitan gigi dengan elevator, F. 2 gigi
mesiodens bentuk konus terambil utuh.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Wina Elia Sari Utami, Emut Lukito 305

Gambar 5. Kondisi gigi dan jaringan lunak pada kontrol hari Gambar 6. Kondisi gigi dan jaringan lunak pada kontrol hari
ke-3 ke-3, jahitan sudah dilepas
gigi. Setelah gigi terambil dilakukan penghalusan terbagi menjadi konus, tuberculate, supplemental,
tulang dan debridement. Flap dikembalikan ke posisi odontom. Bentuk gigi yang konus merupakan bentuk
awal dan dijahit. Area operasi dijahit menggunakan yang paling sering dijumpai pada gigi permanen.
benang silk dengan teknik simple interrupted suturing Gigi berkembang dengan pembentukan akar yang
sebanyak 4 simpul dan pasien diinstruksikan menggigit mendahului atau bersamaan dengan perkembangan
tampon selama 30 menit. gigi insisif permanennya. Terkadang ditemukan jauh ke
Kontrol dilakukan pada hari ke-3 dan ke-7 paska dalam palatum dan posisinya inverted. Bisa juga terletak
operasi. Pada kontrol pertama, ada sedikit keluhan dalam posisi horizontal. Tapi dalam kebanyakan kasus,
nyeri yang ringan dari pasien, terlihat area kemerahan inklinasinya sama dengan gigi insisif. Gigi dalam bentuk
disekitar bekas insisi bagian palatal, pada kontrol ini dapat menyebabkan rotasi atau displacement pada
kedua keluhan nyeri dan area kemerahan sudah hilang gigi insisif permanen, tetapi sangat jarang dijumpai
kemudian dilakukan pelepasan jahitan. mempengaruhi erupsi gigi permanennya. Tipe kedua
adalah memiliki tuberkel. Tipe ini memiliki lebih dari
PEMBAHASAN satu cusp. Pembentukan akarnya cenderung terlambat
bila dibandingkan dengan gigi insisif permanennya.
Berdasarkan definisinya, mesiodens adalah Biasanya terjadi sepasang dan umumnya terletak
istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan gigi pada bagian palatal gigi insisif sentral. Sangat jarang
superumerari yang biasanya terjadi di regio anterior mengalami erupsi spontan dan kadang mempengaruhi
maksila. Mesiodens bisa berjumlah tunggal atau erupsi gigi insisif. Tipe ketiga adalah supplemental.
sepasang, unilateral atau bilateral tidak tererupsi atau Bentuknya seperti menduplikasi gigi normal dan
terimpaksi. Mesiodens lebih sering terjadi pada laki- biasanya ditemukan di ujung akhir susunan gigi.
laki dibanding perempuan.1 Paling umum terjadi di gigi insisif lateral permanen
Etiologi gigi supernumerari tidak diketahui dengan rahang atas, kemudian pada gigi molar dan premolar.
pasti. Beberapa teori menjelaskan mengenai anomali Seringkali supernumerari terjadi pada fase geligi sulung
ini, salah satunya mengatakan bahwa gigi supernumerari dan mengalami erupsi spontan.4
terbentuk oleh karena faktor lokal yaitu hiperaktifitas Diagnosis dari mesiodens yang tak tererupsi dapat
lamina dental. Teori lain mengatakan bahwa gigi dilakukan dengan pemeriksaan radiografi. Panoramik
supernumerari terjadi karena kombinasi faktor lokal adalah radiografi yang paling sering digunakan untuk
dan genetik. Gigi supernumerari dapat muncul secara mengivestigasi mesiodens, computed tomography
idiopatik dan biasanya berhubungan dengan penyakit dan CBCT juga sering digunakan untuk mendeteksi
celah bibir atau palatum, cleidocranial dysplasia, keberadaan gigi supernumerari.6
dan Gardner’s syndrome.3 Gigi supernumerari yang Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat
disebabkan adanya penyakit celah bibir atau palatum mesiodens diantaranya adalah tertundanya erupsi gigi
merupakan hasil dari pemecahan dental lamina permanen, impaksi gigi insisif permanen, malposisi
selama pembentukan celah. Gigi supernumerari yang gigi insisif sentral, midline diastema, karies serta
disebabkan cleidocranial dysplasia frekuensi letaknya komplikasi lain seperi resorpsi gigi sekitarnya dan
bervariasi kisaran 22% terjadi di regio insisif anterior perkembangan kista dentigerous.5
dan 5% pada regio molar.4 Tatalaksana gigi mesiodens dapat dilakukan
Berdasarkan morfologinya, gigi supernumerari pencabutan atau dibiarkan tetap berada dilengkung

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
306 PENATALAKSANAAN ODONTEKTOMI GIGI MESIODENS
BILATERAL DENGAN POSISI INVERTED PADA ANAK

gigi dan diobservasi secara rutin. Terdapat beberapa DAFTAR PUSTAKA


pendapat mengenai waktu pencabutan gigi mesiodens.
Robert et al pada tahun 1984 menyatakan ekstraksi 1. Maity, S., Kashyap, R., Naik, V., Kini, R., Begum, N., 2015,
Multiple Permanent Impacted Gigi supernumerariin a Non-
mesiodens harus dilakukan sebelum berusia 5 tahun
Syndromic Patient- A Case Report with a Review of Literature,
saat pembentukan akar gigi permanen insisif belum IJADST, 2(1): 47-52
lengkap, Hogstrum and Andersson (1987) menyatakan 2. Jingarwar,M., Bajwa N., Pathak, A., 2014, A Rare Presentation
bahwa gigi supernumerari harus segera di cabut segera Of Bilateral Mesiodens And Its Management In A 6 Year Old
setelah didiagosa. Shah et al (2008) dan Omar et Child – A Case Report, Journal of Dental Herald,3(1):14-15
3. Sharma, A., Singh, P., 2012, Gigi supernumerariin Indian
al(2010) menyatakan apabila gigi supernumerari tidak Children: A Survey of 300 Cases. International Journal of
menyebabkan komplikasi dan tidak akan dilakukan Dentistry. pp1-5
perawatan orthodontik, maka dapat dilakukan 4. Garvey, M.T., Barry, H.J., Blake M., 199,. Gigi supernumerari-
monitoring dengan radiografi setiap tahunnya dan An Overview of Classification, Diagnosis and Management. J
Clin Exp Dent, 6(4): 414-8.
prosedur pembedahan tidak diperlukan.1
5. Gunda,S.A., Shigli,A.L., Patil,A., Sadawarte,B., Hingmire,A.,
Pada kasus ini, setelah dilakukan anamnesis, Jare,P.,2017, Management of Palatally Positioned Impacted
pemeriksaan klinis dan radiograf, diastema sentral dan Mesiodens: 2 Case Reports, J Orthod Endod, 3(1)
malposisi gigi yang dikeluhan oleh pasien disebabkan 6. Parolia,A., Kundabala, M., Mandakini, D.,M., Manuel,
adanya mesiodens yang terpendam. Berdasarkan hasil T.,2011, Management of Supernumerary Teeth, Journal of
Conservative Dentistry, 14 (3) : 221-224.
radiograf, terlihat sepasang mesiodens yang berbentuk 7. Meighani, G., Pakdaman, A.,2010, Diagnosis and Management
konus dengan posisi inverted diantara mesial gigi insisif of Supernumerary (Mesiodens):A Review of the Literature,
sentral bagian palatal. Komplikasi yang ditimbulkan Journal of Detistry,7(1): 41-49
pada gigi geligi permanen dan arah pertumbuhan
yang salah mengindikasikan mesioden tersebut untuk
segera diambil dengan prosedur pembedahan. Apabila
dibiarkan, akan semakin memperparah malposisi
dan diastema dari gigi geligi permanen. Setelah
pembedahan selesai dilakukan pasien berada pada
fase perawatan preventif, pasien diinstruksikan untuk
menekan gigi geligi kearah midline menggunakan jari
dan lidah, serta akan di rujuk ke ortodontis untuk
dibuatkan alat orthodontik lepasan apabila diperlukan.
Ekstraksi mesiodens pada periode gigi bercampur
dapat membantu perbaikan secara spontan dari
malposisi gigi yang ditimbulkan oleh mesiodens.7

KESIMPULAN

Mesiodens adalah gigi supernumerari yang paling


sering ditemukan pada periode gigi permanen dan
menyebabkan gangguan estetika berupa diastema
dan malposisi gigi geligi. Diagnosis dan perawatan
mesiodens harus dilakukan secara komprehensif.
Perawatan tergantung oleh jenis dan posisi gigi
supernumerary serta efeknya terhadap gigi lain.
Pemeriksaan dan perawatan gigi superumerari penting
dilakukan sebagai intervensi awal untuk mencegah
komplikasi yang lebih parah.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Amanda Diah Prameswari Heriawan, Tamara Yuanita
PO-64 307

MANAJEMEN RESORBSI AKAR EKSTERNAL MENGGUNAKAN MTA PADA


GIGI INSISIF MAKSILA IMATUR DISERTAI DISKOLORASI
Amanda Diah Prameswari Heriawan*, Tamara Yuanita**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRACT

Background: External resorption is initiated in the periodontium and affects the external or lateral surfaces of a tooth. It
is a common sequelae following traumatic injuries, orthodontic tooth movement, or chronic infections of the periodontal
structures. One of the treatment of external root resorption is non surgical root canal treatment with apical plug formation
using Mineral Trioxide Aggregate. Purpose: To report a clinical case of management external root resorption with discoloration
on Maxillary Central Incisivus using non surgical treatment with MTA followed by internal bleaching.
Case : Male patient, 23 years old, came to Conservative Dentistry Department, Airlangga University Teeth and Mouth
Hospital with complaint discoloured of his front upper tooth. The patient has a history of accident 16 years ago, then patient
came to dentist but no dental treatment was performed. After 2 years, patient came to dentist and his left and right central
insicivus was grinding.
Methods: Clinical and radiographic examinations were carried out. Clinical examination revealed discoloration on 21 and
diagnosis of non vital maxillary left central incisor was made after vitality test using thermal and cavity test. Radiographic
shown widened root canal with lateral apically root resorption penetrate to root canal on mesial site. Conventional root
canal treatment combined with calcium hydroxide dressing, using MTA for apical plug, and thermoplastic obturation was
done. After 2 month recall, showed patient being asymptomatic and no evidence of any periapical change and internal
bleaching was performed.
Conclusion: This case report showed the succesfull management of external root resorption using non surgical treatment
with MTA and discoloured non vital teeth using internal bleaching.

Keywords: Discoloured teeth, External Root Resorbtion, MTA, Internal Bleaching

PENDAHULUAN kedua adalah resorbsi oleh karena trauma yang diikuti


stimuli inflamasi oleh jaringan periodontal atau infeksi
Menurut American Association of Endodontics, pada saluran akar 3.
definisi dari resorbsi adalah suatu kondisi yang Perawatan yang dapat dilakukan untuk
berhubungan dengan kondisi fisiologis maupun menghentikan resorbsi eksternal akibat stimuli
patologis yang dapat menyebabkan terjadi hilangnya inflamasi adalah menghilangkan pulpa yang telah
struktur dentin, sementum, atau tulang. Sedangkan terinfeksi maupun jaringan nekrotik dengan
definisi dari resorbsi akar sendiri adalah resorbsi yang dilakukannya perawatan endodontik konvensional
melibatkan sementum atau dentin pada akar gigi 1. dan penggunaan calcium hydroxide sebagai bahan
Resorbsi akar dapat terjadi akibat adanya trauma sterilisasi 3.
yaitu trauma mekanik, kimia, dan termal 2. Resorbsi Beberapa literatur mengatakan bahwa penggunaan
akar terbagi menjadi 2 jenis yaitu resorbsi akar internal MTA efektif dalam perawatan resorbsi akar
dan eksternal. Pada kasus ini, yang akan dibahas adalah eksternal. Mineral Trioxide Aggregate (MTA) memiliki
resorbsi akar eksternal. biokompabilitas, kemampuan sealing yang baik, dan
Resobsi akar eksternal merupakan suatu proses dapat meregenerasi jaringan periradikuler seperti
yang menyebabkan hilangnya sementum dan dentin ligamen periodontal, tulang, dan sementum4.
secara ireversibel. Resorbsi akar eksternal terbagi Laporan kasus ini akan menjelaskan mengenai
menjadi 2 kategori yaitu resorbsi disebabkan oleh perawatan resorbsi akar eksternal pada gigi insisif
trauma yang diikuti proses penyembuhan dengan maksila yang immature menggunakan aplikasi MTA
perbaikan sementum atau penggantian tulang dan diikuti dengan internal bleaching untuk mengatasi
(replacement atau ankylotic resorption). Kategori yang diskolorasi gigi.

Korespondensi: Amanda Diah Prameswari Heriawan. Residen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Jl. Prof. Dr. Moestopo No.
47 Surabaya 60132. Indonesia. Email : amandadph.drg@gmail.com.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
308 MANAJEMEN RESORBSI AKAR EKSTERNAL MENGGUNAKAN MTA PADA
GIGI INSISIF MAKSILA IMATUR DISERTAI DISKOLORASI

KASUS subjektif, objektif, dan radiografik. Kemudian dilakukan


perawatan endodontik konvensional. Daerah kerja
Pasien laki-laki berusia 23 tahun, datang ke klinik diisolasi mnggunakan rubber dam, pembuatan access
Spesialis Konservasi Gigi RSGM Universitas Airlangga opening, dan pengukuran working length menggunakan
Surabaya dengan keluhan gigi kiri atas depan yang apex locater (Raypex 6 VDW) dan dikonfirmasi dengan
berubah warna. Pasien memiliki riwayat pernah foto periapikal (Gambar 2). Didapatkan panjang kerja
terjatuh dan giginya terbentur lantai 16 tahun yang 21 mm.
lalu, kemudian pasien datang ke Dokter Gigi tetapi
tidak dilakukan perawatan apapun. 2 tahun kemudian
pasien datang kembali ke Dokter gigi dan dilakukan
pengasahan pada gigi 11,21.
Pada pemeriksaan klinis tampak adanya gigi 21
berubah warna (Gambar 1a). Gigi 21 bereaksi pada
perkusi dan tidak ada kegoyangan. Pemeriksaan tes (a) (b)
vitalitas menunjukkan hasil yang negatif sehingga
diagnosa dari gigi tersebut adalah nekrosis pulpa.
Pada pemeriksaan radiografi tampak adanya gigi
21 dengan saluran akar yang lebar disertai resorbsi
eksternal yang menyebabkan perforasi saluran akar
pada sisi mesial, serta adanya gambaran radiolusen
pada tulang alveolar disekitar sepertiga akar sisi mesial
(Gambar 1b).
(c)
Gambar 2. Pembuatan access opening (a), pengukuran
working length dengan k-file no 70 dan apex locater, (c)
konfirmasi radiografi panjang kerja.

(a)

(a) (b)

(b)
Gambar 1. Gambaran intra oral (a) dan radiografik (b)
sebelum perawatan.

Rencana perawatan pada kasus ini adalah perawatan


non bedah dengan pembuatan apical plug dengan MTA
(c)
secara orthograde dan dilanjutkan dengan internal Gambar 3. Irigasi saluran akar (a), aplikasi CaOH (b),
bleaching menggunakan tekhnik in-office. Foto radiologi aplikasi CaOH sebagai bahan medikamen
intrakanal (c).
PENATALAKSANAAN KASUS Dilakukan debridemen saluran akar dengan k-file no
70 dengan gerakan stroke movement dan kemudian di
Pada kunjungan pertama dilakukan pemeriksaan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Amanda Diah Prameswari Heriawan, Tamara Yuanita 309

irigasi menggunakan aquades steril (Gambar 3a). NaOCl


tidak digunakan untuk menghindari terjadinya ekstrusi
ke periapikal karena adanya perforasi akar. Kemudian
saluran akar dikeringkan menggunakan paper point
steril dan aplikasi medikamen intrakanal menggunakan
CaOH ( Calcipex II Nishika Japan ) (Gambar 3b). Kavitas
ditutup dengan tumpatan sementara.
Pada kunjungan kedua (minggu ke-2), pasien
datang untuk kontrol. Pasien tidak ada keluhan, tes
perkusi positif, dan tumpatan sementara masih baik. (a) (b)
Kemudian dilakukan irigasi saluran akar menggunakan Gambar 5. Foto radiologi post aplikasi MTA (a), Foto
aquades steril dan dilakukan penggantian medikamen radiologi 1 bulan post aplikasi MTA, tampak radiolusen
intrakanal CaOH. telah mengecil (b)
Pada kunjungan ketiga (minggu ke-4) pasien
datang kembali untuk kontrol ke-2. Pasien tidak ada Satu bulan setelah aplikasi MTA, pasien tidak ada
keluhan dan tes perkusi negatif. Saluran akar diirigasi keluhan dan tes perkusi negatif. Aplikasi sealer Topseal
kembali dengan aquades steril dan diaktivasi dengan (Dentsply) menggunakan lentulo, kemudian dilakukan
endoactivator (Dentsply). Setelah saluran akar pengisian secara termoplastis dengan teknik backfilll
dikeringkan dengan paper point steril, aplikasi MTA dan dikondensasi vertikal menggunakan plugger
(Pro Root MTA, Dentsply) menggunakan MAP System (Gambar 6a). Kemudian kavitas ditumpat sementara
Carrier setinggi 4 mm dari panjang kerja (stopper dan dilakukan foto konfirmasi (Gambar 6b).
diletakkan pada 17 mm). Untuk memastikan ketebalan
dan homogenitas aplikasi MTA, dilakukan foto
konfirmasi radiologi. Kemudian kavitas ditutup dengan
cotton pellet basah untuk menjaga kelembapan yang
dibutuhkan saat setting karena MTA bersifat hidrofilik
dan ditumpat sementara.
(a)

(a)

(b)
Gambar 6. Prosedur obturasi dengan termoplastis dan
kondensasi vertikal (a), foto konfirmasi obturasi (b).

(b)
Gambar 4. Aplikasi MTA dengan MAP System dan
dikondensasi menggunakan plugger (a), Bahan MTA yang
digunakan dengan perbandingan powder dan liquid 1:1 (b).

Gambar 7. Shade dari gigi 21 sebelum perawatan


Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
310 MANAJEMEN RESORBSI AKAR EKSTERNAL MENGGUNAKAN MTA PADA
GIGI INSISIF MAKSILA IMATUR DISERTAI DISKOLORASI

Tiga minggu setelah obturasi, dilakukan internal smear layer dan membuka tubulus dentin agar kerja
bleaching menggunakan 35% hidrogen peroksida dari bahan bleaching lebih efektif 5. Kemudian aplikasi
(Opalescence Endo, Ultradent). bahan 35% hidrogen peroksida (Opalescence Endo,
Sebelum dilakukan internal bleaching, warna dari Ultradent) pada kavitas (gambar 8e) dan kemudian
diskolorasi gigi 21 dicocokkan dengan shade guide VITA ditutup dengan tumpatan GIC sebagai tumpatan
3D dan didapatkan shade 4R-1,5 (Gambar 7). sementara (gambar 8d).
Tahapan pertama yang dilakukan adalah Satu minggu setelah dilakukan prosedur internal
pengurangan guttap hingga 2 mm dibawah CEJ bleaching, pasien datang untuk kontrol. Terlihat gigi
menggunakan peeso reamer (Gambar 8a). Setelah tersebut telah berubah warna serupa dengan gigi
dikonfirmasi dengan foto radiologi dan pengurangan sebelahnya. Dilakukan pengecekan shade dengan
guttap terletak 2 mm dibawah CEJ, diaplikasikan barrier shade guide VITA 3D dan didapatkan shade 2M-2
menggunakan GIC setebal 2 mm dengan kemiringan (Gambar 9a). Pasien puas dengan perubahan shade
yang mengikuti anatomi dari CEJ (Gambar 8b). Aplikasi yang didapatkan. Kemudian dilakukan aplikasi CaOH ke
GIC setebal 2 mm dapat mencegah penetrasi dari bahan dalam kavitas sebagai buffer pH asam yang dihasilkan
bleaching ke saluran akar agar tidak terjadi resorbsi oleh hidrogen peroksida agar perubahan warna gigi
akar, selain itu GIC juga dapat digunakan sebagai basis tersebut bersifat stabil 5 dan mencegah peningkatan
sebelum dilakukan restorasi akhir 5. permeabilitas dentin akibat bahan bleaching 8. Pada
kontrol berikutnya dilakukan restorasi menggunakan
resin komposit (Gambar 9b,c,d).

(a)(b)
(a) (b)

(c) (d)
Gambar 9. Shade 2M-2 setelah bleaching (a), restorasi
pada gigi 11,21 (b,c), foto setelah dilakukan restorasi (d).
(c)
PEMBAHASAN

Kasus ini merupakan salah satu tipe resorbsi akar


eksternal akibat stimulasi inflamasi (external root
resorption inflammatory). Penyebab dari resorbsi tipe
ini adalah adanya trauma sehingga terjadi destruksi
dari sementoblas, hilangnya presemntum dan
(d)(e)
sementum pada permukaan akar6. Proses resorbsi
Gambar 8. Pengurangan guttap (a), aplikasi barrier dengan
GIC (b), dan foto konfirmasi (c).Aplikasi bahan internal
diperparah apabila terdapat nekrosis pulpa sehingga
bleaching (d), kemudian kavitas ditutup dengan GIC (e). toksin bakteri akan keluar melalui tubulus dentin
sehingga menyebabkan resorbsi akar dan tulang akibat
Sebelum aplikasi bahan bleaching, aplikasi etsa adanya stimulus inflamasi oleh aktifitas osteoklastik
asam (37% phosporic acid) untuk menghilangkan dan fagositosis jaringan nekrotik3,6. Jika proses ini

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Amanda Diah Prameswari Heriawan, Tamara Yuanita 311

berlanjut, akan menimbulkan gejala dan terjadi abses 3. Aziz, K., Hoover, T., Sidhu, G. 2014. Understanding Root
periradikuler. Pada pemeriksaan radiografik akan Resorption With Diagnostic Imaging. California Dental
Association Journal. 42(3) : 159-163.
tampak adanya radiolusensi ireguler pada permukaan 4. Ashwini, TS., Hosmani, N., Patil, CR., Yalgi, VS. 2013. Role of
akar3. mineral trioxide aggregate in management of external root
Pada resorbsi akar, akan terjadi akses yang terbuka resorption. Journal of Conservative Dentistry. 16(6) : 579-581.
antara saluran akar dengan jaringan periodontal 5. Plotino, G., Buono, L., Grande, NM., Pameijer, C., Somma, F.
2008. Nonvital Tooth Bleaching : A Review of the Literature
sehingga dibutuhkan material yang dapat mencegah
and Clinical Procedure. Journal of Endodontic. 34(4) : 394-407.
masuknya bakteri, biokompatibel, dan dapat 6. Utneja, S., Garg, G., Arora, S., Talwar, S. 2012. Nonsurgical
meregenerasi jaringan sekitarnya 4. endodontic retreatment of advanced inflammatory external
MTA sebagai bahan bioaktif diketahui dapat root resorption using mineral trioxide aggregate obturation.
digunakan sebagai bahan obturasi pada gigi dengan Case Report in Dentistry Vol 2012.
7. Kamel, K., Abuzied, R. 2017. Managements of Immature Apex
resorbsi akar 6. MTA merupakan bahan bioaktif : A Review. Mod Res Dent. 1(1) : 10-11.
yang terdiri dari tricalcium dan silicate. MTA dapat 8. Zimmerli, B., Jeger, F., Lussi, A. 2010. Bleaching of Nonvital
merangsang pembentukan jaringan keras karena Teeth. Schweiz Monatsschr Zahnmed. 120(4) : 306-313.
sifat dari bahan tersebut yang dapat menstimulasi
produksi growth factor beta-1 dan molekul bioaktif
dari progenitor/ stem sel periodontal ligamen sehingga
berdiferensiasi menjadi cementoblast-like cell. Selain
itu MTA juga menstimulasi produksi growth factor dan
molekul bioaktif dari matriks alveolar bone marrow
(bone morphogenic protein-2) dan stem sel mesenkim
pada alveolar bone marrow yang dapat berdiferensiasi
menjadi osteoblastic-like cell 7.
Penyebab terjadinya diskolorasi pada gigi tergantung
dari faktor intrinsik atau ekstrinsik. Pada kasus ini,
penyebab dari diskolorasi gigi 21 adalah faktor intrinsik
yang disebabkan oleh nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa
dapat menghasilkan produk dari degradasi kromogenik
yang berpenetrasi tubulus dentin sehingga terjadi
perubahan warna 8.
Pada kasus ini digunakan teknik bleaching pada gigi
non vital menggunakan teknik walking bleach. Teknik
walking bleach dikatakan lebih efektif dibandingkan
in office karena keberhasilan perawatan bleaching
tergantung dari durasi aplikasi bahan bleaching 8.

KESIMPULAN

MTA dapat digunakan sebagai pilihan perawatan


non bedah pada kasus resorbsi akar eksternal dan
teknik walking bleach efektif pada kasus diskolorasi gigi
akibat nekrosis pulpa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Garg, Nisha., Garg, Amit. 2014. Textbook of Endodontics 3rd


Edition. India : Jaypee Publishing. P: 507-523.
2. Nilson, E., Bonte, E., Bayet, F., Lasfargues, J. 2013. Management
of Internal Root Resorption on Permanent Teeth. International
Journal of Dentistry. (7) : 1-7.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
312 PO-65
PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAHKOTA KOMPLEKS PADA GIGI
DESIDUI DEPAN KIRI ATAS : LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAHKOTA KOMPLEKS PADA GIGI


DESIDUI DEPAN KIRI ATAS : LAPORAN KASUS
Puji Kurnia*, Putri Kusuma WM**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Injuries in the deciduous teeth and their supporting structures is one of the most common dental health
problems observed in children. Injuries in children occurred from an external force which classified in to dental emergencies
treatment in pediatric growth and development. A child is perceived to be in a dynamic state of growth, both mentally and
physically. Curiosity about surrounding environment and urging to explore may lead to dental injuries. Purpose: Reported
the management of complex crown fractures in the upper left deciduous teeth.
Case Report: This report presented a 2 year old boy with complex crown fracture in the upper left deciduous teeth. The
parents gave the history of trauma related to front region of the jaw and they wanted to restore the involved tooth without
getting extraction. After an intra oral examinations, it was observed that crown was fracture with dental conditions were
still vital.
Treatment: After removing the fractured fragment, a pulpectomy was conducted in three visit periode at the remaining
upper left deciduous teeth with final glass ionomer cement restoration with strip crowns.
Conclusion: The consequences of delayed treatment after traumatic injury to deciduous teeth can cause developmental
anomalies in the permanent tooth stage, and it is also important to consider the economic implications of treatment in
delayed or inappropriate deciduous teeth injuries.

Keywords: Complex crown fractures, Geciduous teeth.

PENDAHULUAN tersebut harus dicabut jauh sebelum gigi penggantinya


erupsi.3,4
Cedera akibat trauma pada gigi sangat umum Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk
ditemukan pada anak dan perawatan kerusakan yang melaporkan penatalaksanaan fraktur mahkota
luas yang ditimbulkannya masih merupakan bagian kompleks pada gigi desidui depan kiri atas pada anak
utama dari praktik kedokteran gigi anak. Tujuan utama usia 2 tahun akibat traumatic injuries di RSGM Prof.
perawatan gigi pada anak ialah mencegah meluasnya Soedomo Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah
penyakit gigi dan memperbaiki gigi yang rusak Mada, Yogyakarta.
sehingga dapat berfungsi dengan baik, serta integritas
lengkung gigi dan kesehatan jaringan mulut dapat KASUS DAN PENATALAKSANAAN KASUS
dipertahankan. Untuk mencapai tujuan ini, dilakukan
perawatan endodontik konservatif sebagai perawatan Seorang anak laki berusia 2 tahun datang bersama
alternatif selain pencabutan pada gigi desidui dengan orangtuanya ke RSGM Prof. Soedomo Fakultas
cedera yang tanpa atau melibatkan pulpa.1,2 Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Pencabutan gigi yang tidak direncanakan pada dengan keluhan gigi depan kiri rahang atas yang patah.
periode gigi desidui dapat menimbulkan kerugian yaitu Menurut keterangan ibu pasien, hal ini disebabkan
kehilangan ruang yang dapat menimbulkan maloklusi, pasien terjatuh ketika bermain di teras rumah kurang
menurunnya fungsi pengunyahan (terutama gigi lebih tiga hari yang lalu.
posterior), gangguan perkembangan bicara (terutama Tidak terdapat luka pada bibir pasien akibat kejadian
gigi anterior), dan dapat menimbulkan trauma tersebut. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
akibat tindakan pencabutan. Mempertahankan gigi sistemik maupun alergi terhadap obat apapun. Pada
anterior dapat memperbaiki fungsi estetis, mencegah pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan kelainan atau
timbulnya kebiasaan buruk, membantu fungsi bicara abnormalitas.
dan mencegah timbulnya efek psikologis bila gigi

Korespondensi: Puji Kurnia, Residen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta,
Indonesia. Alamat e-mail: pujikurnia@mail.ugm.ac.id.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Puji Kurnia, Putri Kusuma WM 313

jaringan pulpa bukan untuk memperluas saluran akar.


Saluran akar dilanjutkan dengan irigasi menggunakan
larutan NaOCl 2,5% dan aquades selanjutnya
di sterilisasi menggunakan pasta Ca(OH)2 yang
diaplikasikan menggunakan lentulo. Kavitas ditutup
dengan menggunakan tumpatan sementara (gambar
3).

Gambar 1. Terlihat pulpa yang terbuka pada gigi 61.

Pemeriksaan intraoral menunjukkan gigi 61


mengalami fraktur mahkota kompleks dengan kondisi
gigi masih vital, terlihat pulpa telah terbuka dengan
fragmen fraktur yang masih melekat (gambar 1).
Sedangkan pada gigi 51, 52, 62 terlihat plak yang
banyak akibat pasien menolak membersihkan giginya
karena rasa sakit yang dirasakan selama 3 hari tersebut. Gambar 3. Kavitas gigi 61 telah ditutup dengan tumpatan
Ibu pasien menyebutkan bahwa pasien sangat suka sementara, terlihat pasien menggigit menggigit bibir
menggigit-gigit bibir bawahnya setelah terjadinya bawahnya.
benturan yang mengakibatkan gigi depan kiri atas
pasien patah (gambar 2). Pada kunjungan kedua, yaitu satu minggu kemudian
dilakukan pemeriksaan subyektif pasien tidak ada
keluhan. Hasil pemeriksaan obyektif perkusi (-) palpasi
(-) dan saluran akar kering paska sterilisasi. Karena
pemeriksaan subyektif, obyektif menunjukkan hasil
negatif (-), maka dapat dilakukan obturasi.
Area kerja dilakukan isolasi terlebih dahulu.
Kemudian saluran akar diirigasi menggunakan NaOCl
2,5% dan aquades, lalu dikeringkan menggunakan
paper point. Selanjutnya obturasi saluran akar
dengan menggunakan pasta yang mengandung
Calcium Hydroxide dan iodoform, kemudian dengan
menggunakan cotton pellet dilakukan penekanan
Gambar 2. Terlihat pasien menggigit-menggigit bibir
bawahnya. sehingga saluran akar dapat terisi penuh. Tutup
menggunakan cotton pellet dan tumpat sementara.
Pada kunjungan pertama dilakukan anastesi Dilakukan pengambilan foto ronsen untuk memastikan
infiltrasi dan intra pulpa pada gigi 61, kemudian bahwa saluran akar sudah hermetis. Dari hasil evaluasi
fragmen fraktur diambil selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiografi terlihat pengisian saluran
pengambilan pulpa dengan menggunakan barber akar sudah hermetis. Selanjutnya kavitas dilapisi
broach sampai jaringan pulpa benar-benar terambil dengan GIC base and lining dan tumpatan sementara.
seluruhnya, pendarahan yang terjadi di irigasi dengan Pasien diinstruksikan untuk datang kembali 1 minggu
larutan natrium hipoklorid (NaOCl 2,5 %) dan aquades. kemudian.
Tidak memungkinkan untuk melakukan ronsen foto Pada kunjungan ketiga, yaitu satu minggu kemudian
pada pengukuran panjang kerja karena kondisi pasien dilakukan pemeriksaan subyektif pasien tidak ada
yang menangis dan meronta-ronta selama perawatan keluhan dan hasil pemeriksaan obyektif perkusi (-)
berlangsung. dan palpasi (-) paska obturasi. Tahapan selanjutnya
Selanjutnya dilakukan preparasi saluran akar dengan dilakukan restorasi akhir dengan menggunakan
K-File ukuran nomor 15 dan 20. Pada gigi desidui tumpatan semen ionomer kaca dengan bantuan strip
preparasi dilakukan hanya untuk membersihkan crowns (gambar 5 dan 6).

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENATALAKSANAAN FRAKTUR MAHKOTA KOMPLEKS PADA GIGI
314 DESIDUI DEPAN KIRI ATAS : LAPORAN KASUS

dapat mencegah infeksi yang lebih lanjut dan gigi


dapat dipertahankan sampai waktu eksfoliasinya.
Keuntungan dilakukan pulpektomi, yaitu menjaga
fungsi mastikasi, mempertahankan ruang untuk gigi
tetap, mencegah munculnya masalah dalam berbicara,
mencegah kebiasaan buruk.3,4 Dalam hal ini yang sudah
mulai terlihat pada pasien berupa kebiasaan menggigit
bibir bawah.
Preparasi saluran akar gigi desidui berbeda dengan
Gambar 4. Ronsen periapikal paska pengisian.
preparasi pada gigi permanen karena preparasi
saluran akar pada gigi desidui hanya bertujuan untuk
membuang seluruh jaringan pulpa sejauh mungkin
didalam saluran akar tanpa melakukan shaping saluran
akar. Hal ini berbeda pada gigi permanen, yakni
“filling” saluran akar gigi permanen bertujuan untuk
melebarkan dan menghaluskan dinding sehingga akan
mempermudah pengisian saluran akar.5
Proses mekanis pada saluran akar gigi desidui yang
dilakukan tidak maksimal karena usia anak yang masih
kecil dan tidak kooperatif, maka perawatan endodontik
Gambar 5. Strip crowns. gigi desidui bergantung pada penggunaan agen kimia
pada saat irigasi dan sterilisasi saluran akar serta
penggunaan bahan obturasi yang bersifat antimikroba,
daripada debridement secara mekanis. Irigasi
merupakan salah satu faktor penting dalam sterilisasi
saluran akar. NaOCl 2,5% dan Aquades digunakan
sebagai bahan irigasi pada kasus ini, karena memiliki
sifat-sifat seperti anti bakteri, netralisasi toksin dan
menghilangkan jaringan pulpa yang tersisa.6
Gambar 6. Restorasi akhir dengan semen ionomer kaca Pada kasus ini bahan sterilisasi saluran akar adalah
Ca(OH)2 karena ion OH- dapat menginaktifkan enzim
PEMBAHASAN membrane sitoplasma bakteri, sehingga transport
nutrisi tidak bisa masuk ke dalam tubuh bakteri,
Seorang anak laki berusia 2 tahun datang bersama mengganggu proses pertumbuhan, pembelahan sel
orangtuanya dengan keluhan gigi depan kiri rahang dan aktivitas metabolic dari bakteri (bakterisidal).
atas yang patah. Pada pemeriksaan ekstraoral tidak Ca(OH)2 memiliki pH tinggi yang berkisar antara 12,5
ditemukan kelainan atau abnormalitas. Pemeriksaan – 12,8.3
intraoral gigi 61 terlihat fraktur mahkota kompleks Pengisian saluran akar pada kasus ini dilakukan
dengan kondisi gigi masih vital, sedangkan pada gigi menggunakan bahan Calcium Hydroxide dengan
51, 52, 61 terlihat penumpukan plak dan terdapat pasta iodoform dengan kemasan syringe yang
karies dengan kedalaman dentin, sehingga setelah memungkinkan masuk jauh kedalam saluran akar
plak dan jaringan karies dibersihkan dapat langsung kemudian dilakukan penekanan dengan cotton pellet.
dilakukan penambalan dengan menggunakan semen Bahan pengisi saluran akar yang ideal untuk pulpektomi
ionomer kaca. pada gigi desidui harus memiliki beberapa sifat, seperti
Pada kasus ini dilakukan perawatan pulpektomi antibakteri, dapat diresorpsi pada tingkat yang sama
vital pada gigi 61 karena pasien dibawa ke klinik setelah seperti resorpsi akar, tidak berbahaya untuk benih gigi
tiga hari paska cedera dan jaringan pulpa terlihat permanen, tidak mengiritasi jaringan periapikal, serta
keluar dari kavitas sehingga tidak mungkin dilakukan mudah digunakan.7
devitalisai. Diharapkan perawatan pulpektomi Pada campuran Calcium Hydroxide dan pasta

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Puji Kurnia, Putri Kusuma WM 315

iodoform, efek analgesiknya dihasilkan akibat 4. Finn, S. B. 1973. Clinical Pedodontics. 4th ed, W.B. Saunders
adanya reaksi Calcium Hydroxide dengan CO2 dari Company. Philadelphia. 201-23.
5. Stephen, C., dan Hargreaves, K.M. 2002. Pathways of the Pulp.
udara sehingga membentuk kalsium karbonat 8th ed. St Louis, Mosby.
sebagai penghambat rasa nyeri. Selanjutnya Calcium 6. Kubota, K., dan Golden, B.E. 1992. Root Cannal Filling
Hydroxide dengan campuran iodoform memiliki Materials for Primary Teeth: A Review of The Literature.
efek menghambat fagositas makrofag sehigga dapat Journal of Dentistry For Children. Hlm. 225-27.
7. Fuks, A.B. 2005. Pulp Therapy for The Primary Dentition.
menurunkan reaksi inflamasi, memiliki kemampuan
Dalam Pinkham JR, Casamassimo PS, McTigue DJ, Field
melarutkan jaringan nekrotik, baik dalam lingkungan HW, Nowak AJ (editor). Pediatric Dentistry Infancy Through
aerob maupun anaerob.8,9 Adolescence. 4th ed. China, Elseiver Saunders. Hlm. 375- 381.
Bila dilihat dari segi sifat biologis bahan, Calcium 8. Mani, S.A., dan Chawla, H.S. 2002. Evaluation of Calcium
Hydroxide bersifat basa karena mengandung ion Hydroxide and Zinc Oxide Eugenol as Root Canal Filling
Material in Primary Teeth. Journal of Dentistry For Children.
hidroksil, seperti yang telah diketahui, apabila terjadi Hlm. 142- 47.
peradangan maka jaringan yang mengalami radang 9. Chawla, H.S., dan Mathur, V.P. 2001. A Mixture of Ca(OH)2
akan berada dalam suasana asam akibat adanya Paste and ZnO powder as a Root Canal Filling Material for
aktivitas komponen-komponen penyebab radang. Bila Primary Teeth. The Indian Social Preventif Pedodontics
Dentistry. Hlm 107- 09.
suatu peradangan diterapi dengan Calcium Hydroxide,
maka ion hidroksil dari Calcium Hydroxide akan
menetralkan suasana asam dari peradangan sehingga
proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih
cepat.8,9

KESIMPULAN

Perawatan pulpektomi pada kasus ini dikatakan


berhasil karena dari hasil evaluasi paska obturasi,
pemeriksaan subjektif pasien tidak ada keluhan,
pemeriksaan obyektif perkusi (-) dan palpasi (-), serta
pemeriksaan radiografis terlihat hasil obturasi yang
hermetis dan tidak terdapat kelainan periapikal.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pasien


dan orang tua pasien yang telah bersedia mengikuti
perawatan pada kasus ini hingga selesai, pembimbing
klinik drg. Putri Kusuma W, M.Kes, SpKGA (K) dan
rekan-rekan residen Ilmu Kedokteran Gigi Anak yang
telah membantu dalam perawatan kasus ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanti, E.A. 2005. Perawatan Endodontik pada Anak.


Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hlm. 1-10
2. Camp, J.H., Barret, E.J dan Pulver, F. 2002. Pediatric
Endodontics: Endodontic Treatment for the Young, Permanent
Dentition. Dalam Pathways of the Pulp 2. S. Cohen dan R.C.
Burns (editor). Ed. Ke-8. Mosby, St Louis. Hlm. 797-808.
3. American Academy of Pediatric Dentistry, Guideline on Pulp
Therapy for Primary and Young Permanent Teeth., Pediatric
Dentistry. 2009, 31 (6). Hlm. 179 – 186.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
316 PO-66 PERAWATAN BLEACHING EKSTERNAL PADA GIGI DENGAN
DISKOLORASI EKSTRINSIK: LAPORAN KASUS

PERAWATAN BLEACHING EKSTERNAL PADA GIGI DENGAN


DISKOLORASI EKSTRINSIK : LAPORAN KASUS
Juni Jekti Nugroho*, Yennata Saputra**
*Departemen Konservasi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar
**Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

Background: Tooth whitening (bleaching) is one of the most common method for treating discoloration of teeth. Dental
aesthetics, especially teeth color, have an important role because discoloration of teeth may affect a person’s quality of life.
Teeth discoloration can be caused by extrinsic factors due to consumption of colored foods and drinks as well as intrinsic
factors associated with damage to pulp tissue. Proper treatment of discoloration can restore aesthetics and increase a
person’s confidence. Aim: This case report describes the use of 40% hydrogen peroxide (H2O2) as an in-office bleaching
agent in patients with extrinsic discoloration.
Case: A 25-year-old man came to the dental hospital at Hasanuddin University with complaints of upper and lower teeth
looking yellowish. Patients have the habit of consuming soft drinks, tea and coffee. The patient wants to treat his teeth so
that it look brighter.
Case management: The in-office bleaching procedure is preceded by surface tooth cleaning and initial color determination D4
with opalescence boost shade guide followed by the installation of optragate, application of hemostatic agent (astringent),
and gingival barrier in upper and lower teeth. Application of 40% H2O2 bleaching material for 20 minutes then cleaned,
desensitizing agent application, and final color adjustment to B2 (opalescence boost shade guide).
Conclusion: Treatment of extrinsic teeth discoloration using 40% hydrogen peroxide provides significant teeth color changes
in a short time and considered as an effective method.

Keywords: Extrinsic discoloration, in-office bleaching, hydrogen peroxide 40%

PENDAHULUAN Makanan dan minuman seperti kopi, teh, anggur


merah, wortel, jeruk dan tembakau merupakan
Kebutuhan terhadap perawatan estetik seperti penyebab utama diskolorasi ekstrinsik2.
pemutihan gigi (bleaching) telah meningkat Bleaching adalah perawatan yang paling
secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. konservatif untuk gigi yang mengalami perubahan
Keberhasilan perawatan bleaching ditentukan oleh warna dibandingkan dengan resin komposit, veneer
diagnosis yang tepat dan berkaitan dengan etiologi porselen dan mahkota, serta terbukti aman dan
perubahan warna gigi serta teknik bleaching yang efektif (American Dental Association Council on
digunakan1. Scientific Affairs 2009)3,4. Teknik pemutihan gigi dapat
Perubahan warna gigi dapat bersifat intrinsik, diklasifikasikan ke dalam tiga kategori: (1) teknik in-
ekstrinsik atau kombinasi keduanya. Perubahan office bleaching yang diterapkan secara profesional
warna ini disebabkan oleh penggabungan materi dengan bahan konsentrasi tinggi; (2) at-home
kromatogenik intrinsik ke dentin dan enamel selama bleaching dengan custom fabricated trays dibawah
proses odontogenesis atau setelah erupsi gigi. supervisi dokter gigi; dan (3) produk yang dijual bebas
Penyebab diskolorasi intrinsik pada fase pra-erupsi (over-the-counter/OTC) dalam bentuk strip, gel, atau
adalah konsumsi tetrasiklin, paparan fluoride yang cairan perekat4.
tinggi, trauma pada gigi yang sedang berkembang, dan Bleaching dapat dilakukan pada gigi non-vital yang
penyakit herediter seperti amelogenesis imperfekta telah dilakukan perawatan saluran akar (bleaching
dan dentinogenesis. Setelah erupsi gigi, penyebab internal) dan pada gigi yang masih vital (bleaching
utama perubahan warna adalah nekrosis pulpa, eksternal). Bleaching eksternal adalah prosedur in-
deposisi komponen darah ke dalam tubulus setelah office menggunakan hidrogen peroksida dengan
trauma atau prosedur pulpektomi, dan deposisi dentin konsentrasi tinggi dan sering disebut sebagai “one-
sekunder akibat penuaan atau cedera iatrogenik. hour bleaching”. Konsentrasi tinggi hidrogen peroksida
Korespondensi: Yennata Saputra, Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin,Jl. Perintis
kemerdekaan km 10, Makassar, Sulawesi Selatan, Email: syennata@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Juni Jekti Nugroho, Yennata Saputra 317

berkisar dari 25% hingga 40% dan bisa dilakukan dalam


satu atau beberapa kali kunjungan5.
Seleksi pasien penting dalam mendukung
keberhasilan bleaching eksternal. Faktor kunci yang
berpengaruh terhadap hasil akhir bleaching termasuk
konsentrasi dan durasi penggunaan agen bleaching,
jenis diskolorasi gigi, warna gigi, dan usia pasien. Telah
dilaporkan bahwa diskolorasi gigi dengan prognosis
terbaik untuk perawatan bleaching adalah:1. Gigi
yang berwarna kekuningan tanpa ada penyebab Gambar 2. Penentuan warna awal sebelum bleaching
sistemik atau kelainan perkembangan 2. Pewarnaan
fluorosis ringan 3. Gigi yang berubah warna karena Aplikasi protective lip balm sebagai proteksi untuk
trauma 4. Pewarnaan tetrasiklin ringan5,6. Bleaching mencegah bibir kering selama perawatan bleaching.
juga digunakan sebagai perawatan pendahuluan Selanjutnya dilakukan pemasangan optragate dan
pada pasien dengan malposisi gigi dan kelainan bite block pada pasien, gigi dikeringkan dan aplikasi
bentuk disertai perubahan warna yang membutuhkan agen hemostatik pada gigi rahang atas dan bawah
restorasi veneer / mahkota6. (Astringent, 3M) selama 2 menit lalu dibersihkan.

KASUS

Seorang laki-laki berusia 25 tahun datang ke rumah


sakit gigi dan mulut Universitas Hasanuddin dengan
keluhan utama gigi depan atas dan bawah tampak
kekuningan. Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi
minuman bersoda, teh, dan kopi. Pasien ingin giginya
dirawat supaya tampak lebih cerah. Pemeriksaan intra Gambar 3. Aplikasi agen hemostatik
oral menunjukkan gigi depan atas dan bawah berwarna
kekuningan, jaringan periodontal sehat, tidak ada
resesi gingiva dan karies. Tes vitalitas gigi bereaksi
terhadap dingin. Dari hasil anamnesis pasien tidak
mempunyai riwayat gigi sensitif. Rencana perawatan
adalah bleaching eksternal.

Gambar 4. Aplikasi gingival barrier

Gigi yang akan di-bleaching dikeringkan dan aplikasi


gingival barrier, kemudian light cured selama 20 detik.
Selanjutnya aplikasi bahan bleaching H2O2 40%
Gambar 1. Foto klinis awal
(Opalescence Boost PF 40%, Ultradent) selama 20
menit pada gigi depan atas dan bawah. Gigi kemudian
PENATALAKSANAAN KASUS
dibersihkan dari bahan bleaching dan gingival barrier
dilepas. Dilakukan penyesuaian warna gigi setelah
Sebelum memulai perawatan pasien diberi edukasi
bleaching yaitu warna gigi menjadi B2 (shade guide
mengenai kesehatan gigi dan mulut dan persetujuan
Opalescence Boost). Selanjutnya aplikasi desensitizing
tindakan (informed consent). Selanjutnya dilakukan
agent yang mengandung 3% potassium nitrate
pembersihan permukaan gigi dengan brush dan pasta
dan 0,11% fluoride (UltraEZ, Ultradent) selama 15
profilaksis (prophy paste). Penentuan warna awal gigi
menit. Pasien diberi instruksi untuk menghindari
D4 menggunakan shade guide Opalescence Boost.
kontak langsung dengan makanan / minuman yang

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
318 PERAWATAN BLEACHING EKSTERNAL PADA GIGI DENGAN
DISKOLORASI EKSTRINSIK: LAPORAN KASUS

mengandung pewarna, menggunakan pasta gigi


whitening, tidak merokok, dan kontrol berkala sesuai
kebutuhan.

Gambar 9. Foto kontrol 1 minggu

PEMBAHASAN

Gambar 5. Aplikasi bahan bleaching Estetika dalam kedokteran gigi telah menjadi
kebutuhan utama dalam masyarakat saat ini. Diantara
berbagai perawatan untuk mengatasi perubahan
warna gigi seperti veneer dan mahkota, bleaching
merupakan pilihan utama karena prosedur bleaching
memberikan hasil estetik yang baik, minimal invasif,
relatif aman, dan efektif. Berdasarkan literatur terdapat
beberapa efek bahan bleaching terhadap jaringan keras
gigi seperti penurunan microhardness, perubahan
Gambar 6. Penyesuaian warna setelah bleaching kekasaran permukaan, dan peningkatan permeabilitas.
Saliva memainkan peran penting dalam menciptakan
lingkungan yang aktif untuk proses remineralisasi7.
Teknik in-office bleaching menggunakan hidrogen
peroksida sebagai bahan aktif dengan konsentrasi
tinggi mulai dari 25% hingga 40%. Hidrogen peroksida
adalah agen pengoksidasi yang bila berdifusi ke dalam
gigi, terdisosiasi menghasilkan radikal bebas tidak
stabil yang merupakan radikal hidroksil (OH-), radikal
Gambar 7. Aplikasi desensitizing agent perhidroksil (HO2-), O2- (anion oksigen), dan molekul
oksigen yang akan menyerang molekul berpigmen
organik diantara garam anorganik dalam enamel gigi
dengan memecah ikatan ganda dari molekul kromofor
dalam jaringan gigi. Perubahan hasil konjugasi ikatan
ganda menghasilkan konstituen pigmen yang lebih
kecil, lebih ringan, dan pergeseran dalam spektrum
penyerapan molekul kromofor, dengan demikian akan
Gambar 8. Foto klinis setelah bleaching terjadi pemutihan gigi6,7.
Diskolorasi pada kasus ini disebabkan oleh faktor
Kontrol 1 minggu kemudian tidak ada keluhan ekstrinsik seperti kebiasaan mengkonsumsi kopi,
subjektif, pemeriksaan objektif gingiva sekitar dalam teh, dan minuman bersoda. Noda ekstrinsik muncul
keadaan normal, dan warna gigi setelah bleaching karena akumulasi residu pada permukaan enamel
stabil. dan dipengaruhi oleh iregularitas enamel, komposisi
saliva, laju aliran saliva, konsumsi makanan dan
minuman kromatogenik, penggunaan tembakau
dan kebersihan rongga mulut yang buruk. Afinitas
material ke permukaan gigi memainkan peran penting
dalam deposisi noda ekstrinsik. Noda ekstrinsik bisa

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Juni Jekti Nugroho, Yennata Saputra 319

berikatan dengan permukaan gigi melalui interaksi KESIMPULAN


jangka panjang seperti gaya elektrostatik dan van
der Waals, dan interaksi jangka pendek seperti gaya Bleaching eksternal adalah perawatan konservatif
hidrasi, interaksi hidrofobik, gaya dipol-dipol, dan yang dapat secara signifikan mengubah warna gigi
ikatan hidrogen4. akibat diskolorasi ekstrinsik dalam waktu yang relatif
Selain itu, retensi kromofor eksogen di pelikel singkat.
terjadi ketika protein saliva secara selektif melekat Kepatuhan terhadap instruksi pasca bleaching dan
pada permukaan enamel melalui jembatan kalsium kontrol berkala diperlukan untuk menjaga agar warna
dan selanjutnya pelikel akan terbentuk. Pada tahap gigi setelah bleaching tetap stabil.
awal pewarnaan, kromogen berinteraksi dengan
pelikel melalui jembatan hidrogen. Kebanyakan noda DAFTAR PUSTAKA
gigi ekstrinsik dapat dihilangkan dengan prosedur
profilaksis rutin. Seiring berjalannya waktu, noda ini 1. Martos, J. dan Mateus, A.K., 2014, Combined in-office and
take-home bleaching in vital teeth, Journal of Restorative
akan menjadi gelap dan lebih persisten, tetapi masih
Dentistry, 2(3): 149-153.
sangat responsif untuk prosedur bleaching6. 2. Izidoro, A.C.S.A., Gislaine, C.M., Cristian, H., Christiana, Z.G.,
Prosedur bleaching dimulai dengan pemberian Lidia, Y.T., Joao, C.G., Nara, H.C., Janaina, H.J., 2015, Combined
DHE (Dental Health Education) yang bertujuan untuk technique for bleaching non-vital teeth with 6 month clinical
memberikan edukasi dan motivasi kepada pasien follow-up: case report, Int J Oral Dent Health, 1(2): 1-4.
3. Deliperi, S., David, N.D., Aikaterini, P., 2004, Clinical evaluation
tentang cara menjaga kesehatan gigi dan mulut. of a combined in-office and take-home bleaching system,
Pembersihan permukaan gigi menggunakan brush dan JADA, 135: 628-634.
pasta profilaksis (prophy paste) dapat menghilangkan 4. Perdigao, J., 2016, Tooth whitening: An evidence-based
plak, biofilm, noda, dan pelikel8. Penentuan warna perspective, 1st ed, Springer, USA, pp: 22-25.
5. Maiti, N. dan Utpal, K.D., 2014, Vital tooth bleaching: A case
awal gigi D4 menggunakan shade guide Opalescence
report, American Journal of Advances in Medical Science,
Boost dan dilanjutkan aplikasi agen hemostatik pada 2(1): 1-6.
gigi rahang atas dan bawah (Astringent, 3M) selama 6. Alqahtani, M.Q., 2014, Tooth bleaching procedures and their
2 menit. Astringent mengandung 15% aluminium controversial effects: A literature review, The Saudi Dental
chloride yang berfungsi sebagai agen hemostatik Journal, 26: 33-46.
7. Junior, W.F.V., Thayla, H.N.G., Bruna, G.S., Vanessa, C.P.S.B.,
untuk konstriksi jaringan sehingga menghasilkan sulkus Flavio, H.B.A., Debora, A.N.L.L., 2017, Toothpaste use protocol
gingiva yang kering selama prosedur bleaching9. with dental bleaching for a conservative treatment: case
Penggunaan konsentrasi tinggi H2O2 40% reports, Contemporary Clinical Dentistry, 8(4): 637-641.
(Opalescence Boost PF 40%, Ultradent) pada in-office 8. Sawai, M.A., Bhardwaj, A., Anika, D., 2015, Tooth polishing:
the current status, Journal of Indian Society of Periodontology,
bleaching terbukti efektif memutihkan gigi dalam
19(4): 375-380.
waktu yang singkat10. Pada kasus ini, bahan bleaching 9. 9. Shrestha, L., Pradhan, D., Mehta, V.V., Dixit, S., 2017,
digunakan selama 1 siklus dengan pertimbangan Gingival retraction methods: A descriptive survey among
terdapat perubahan warna gigi yang signifikan dentists in Nepal, IJCMR, 4(9): 1836-1839.
sebanyak 5 tingkatan (D4 menjadi B2), pasien puas 10. Basting, R.T., Amaral, F.L.B., Franca, F.M.G., Florio, F.M., 2012,
Clinical comparative study of the effectiveness of and tooth
dengan warna giginya namun mulai merasakan ngilu sensitivity to 10% and 20% Carbamide peroxide home-use and
pada gigi depan atas dan bawah. 35% and 38% hydrogen peroxide in-office bleaching materials
Beberapa efek samping yang dapat terjadi pasca containing desensitizing agents, Operative Dentistry, 37(5):
perawatan bleaching antara lain sensitivitas gigi, iritasi 464-473.
11. Lam, H.P., Nairn, W., 2014, Effects of different desensitizing
gingiva, iritasi tenggorokan, dan mual6. Menurut Lam
agents on bleaching treatments, European Journal of General
dkk (2014), penggunaan desensitizing agent yang Dentistry, 3(2): 93-99.
mengandung 3% potassium nitrate dan 0,11% fluoride
(UltraEZ, Ultradent) terbukti dapat mengurangi
sensitivitas gigi secara signifikan pada pasien yang
menjalani perawatan bleaching11.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
320 PO-67 EVALUASI SATU TAHUN PERBAIKAN ESTETIK KOMPLEKS GIGI ANTERIOR
DENGAN VENEER KOMPOSIT DIREK

EVALUASI SATU TAHUN PERBAIKAN ESTETIK KOMPLEKS GIGI


ANTERIOR DENGAN VENEER KOMPOSIT DIREK
Priscilla Daniego Pahlawan*, Opik Taofik hidayat **
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung

ABSTRACT

Background: Maxillary anterior teeth are the main focus to create a beautiful smile. The development of dental composite
made this restoration as an option to improve the patient’s smile. Different methods of treatment are available to achieve
smile improvements. Direct composite veneer restorations were choosen to restore the anterior teeth due to its aesthetic
nature, minimum invasive preparation, efficiency of appointment and cost. Purpose: This case was an evaluation of one-year
follow-up for an esthetic complex management using the digital smile design (DSD) and VisagiSmile application.
Case Report: A 19-year old female patient seeking for an esthetic improvement for her smile. She had an old composite
restoration and misaligned teeth.
Case Management: Smile design procedure which includes serial photography to make a Digital analysis and design as an
initial examination. The Patient was asked to fill a questionnaire in Visagismile application and applied into the diagnostic
wax up as a guidance to recreate a palatal shell restoration. The wax up was transferred to the patient’s mouth as an
intraoral mockup to simulate the tooth shape, size, position, inclination, and proportion and as a gingival height guidance to
the gingivectomy procedure. The composite restorations was performed after the gingival healing.
Conclusion: Smile design combined with VisagiSmile analysis was an effective method to create an initial treatment plan for
esthetic complex restoration. Proper case analysis and good handling of composite can produce an esthetic and functional
restoration that relates to the personality of the patient

Keywords: Esthetic Complex, Direct Composite Veneer, Digital Smile Design, VisagiSmile, Gingivectomy Procedure

PENDAHULUAN konfigurasi gigi. Aplikasi software yang dikembangkan


untuk mengeliminasi penilaian subjektif dan secara
Gigi dengan penampilan harmonis dan senyum otomatis mengkalkulasi kompleks konfigurasi gigi hasil
yang menarik dapat memberikan daya tarik pada wajah akhirnya dalam hitungan menit yang divisualisasikan
yang akan memberikan efek positif pada kepercayaan dalam konfigurasi gigi yang optimal. 3,4,5
diri pasien dan kesejahteraannya secara psikologis. 1,2 Bahan restoratif adhesif estetik kedokteran
Senyum dapat memberikan daya tarik pada wajah gigi restoratif mengalami banyak perkembangan.
dan memainkan peran penting dalam interaksi sosial. Resin komposit nanohybrid diperkenalkan dalam
Tingginya kebutuhan estetik memotivasi pasien veneer komposit sebagai alternatif bahan yang lebih
untuk melakukan perawatan gigi. Tujuan utama dari konservatif dibandingkan dengan penggunaan veneer
perbaikan senyuman adalah menghasilkan sistem porselen. 6,7,8
mastikasi, gigi, jaringan, struktur skeletal, otot dan Laporan kasus ini merupakan keberhasilan
sendi yang stabil dan harmonis. 3,4 perawatan perbaikan estetik veneer komposit direk
Senyum estetik yang memuaskan bergantung pada setelah kontrol satu tahun. Perawatan ini didahului
warna gigi, ukuran, bentuk, serta posisinya namun dengan penatalaksanaan resiko karies dengan rencana
subjektivitas persepsi indah merupakan tantangan perawatan awal menggunakan konsep Digital Smile
dalam mencapai senyuman yang diharapkan Design yang disertai dengan panduan dari hasil
oleh pasien. Dokter gigi estetik mengaitkan hasil Software VisagiSmile dan restorasi veneer komposit
perawatannya dengan karakteristik psikologis setiap direk.
pasien, olehkarena itu konsep visagism diaplikasikan KASUS
pada kedokteran gigi estetik. Konsep ini dikaitkan
dengan penilaian tipe wajah, yang melibatkan penilaian Pasien perempuan berusia 19 tahun datang ke
subjektif, tes personal, serta kalkulasi kompleks RSGM FKG UNPAD dengan keluhan utama terdapat
Korespondensi: Priscilla Daniego Pahlawan, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, Jl.Sekeloa Selatan I. Alamat
e-mail: priscilla.daniego@gmail.com.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Priscilla Daniego Pahlawan, Opik Taofik hidayat 321

celah diantara geligi depan rahang atas sejak 11 tahun disfungsi temporomandibular joint. Kebersihan mulut
yang lalu. Gigi-gigi tersebut tidak ada keluhan sakit pasien secara umum baik, dengan kedalaman saat
namun membuat pasien merasa kurang percaya diri. probing tidak lebih dari 3 mm.
Pasien ingin penampilan gigi-giginya diperbaiki namun Diagnosis yang ditegakkan pada kasus ini adalah
ia tidak menginginkan dilakukan perawatan ortodontik. pulpa normal pada gigi 13,12,21,22,23 dan pulpitis
reversibel gigi 11.9 Rencana perawatan yang akan
dilakukan adalah direct veneer composite gigi 13-12-
11-21-22-23.

PENATALAKSANAAN KASUS

Pada kunjungan pertama pada tanggal 21 Agustus


2017 pasien dilakukan pemeriksaan subjektif,
Gambar 1. Gambaran klinis pre operatif pemeriksaan objektif, pengambilan foto klinis (Gambar
1) dan foto radiografis (Gambar 2), dan kemudian
pemeriksaan resiko karies (Gambar 3), sehingga
ditentukanlah diagnosis dan rencana perawatannya.
Hasil pemeriksaan resiko karies menunujukkan bahwa
pasien memiliki tingkat resiko karies rendah.
Pasien menandatangani informed consent setelah
menyetujui rencana perawatan yang akan dilakukan.
Pasien dilakukan tindakan profilaksis dan serangkaian
fotografi ekstra oral dan intra oral preoperatif pasien
Gambar 2. Radiograf panoramik pasien pre operatif (Gambar 4). Rahang atas dan bawah pasien kemudian
dicetak menggunakan bahan cetak hidrokoloid dan
kemudian pasien diminta untuk mengisi kuesioner
pada aplikasi Software VisagiSmile (Gambar. 5)
Analisis dan kalkulasi teknik Digital Smile Design
yang dilakukan pada tahap awal perencanaan yang
menyertakan Analisis Visagismile yang kemudian
divisualisasikan dengan bantuan Key Note (Gambar
6). Desain digital kemudian direalisasikan pada model
studi menggunakan modelling wax yang disebut
tahapan pembuatan diagnostic wax up sehingga
Gambar 3. Serangkaian tahapan penilaian resiko karies
didapatkan hasil akhir 3 dimensi (Gambar 7). Setiap
penambahan ukuran dilakukan pada diagnostic wax up
Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan wajah
dengan menggunakan ivory wax hingga menunjukkan
simetris, tidak ada pembengkakan, kelenjar limfe
bentuk dan ukuran yang diharapkan, dan kemudian
submandibularis kiri dan kanan tidak teraba dan tidak
transitional line yang diperoleh pada VisagiSmile juga
sakit. Pemeriksaan intra-oral menunjukkan terdapat
dibuat.
restorasi komposit pada gigi 11 serta crowding pada
Profilaksis dilakukan menggunakan pasta profilaksis
gigi 13, 12, 11, 21, 22 dan 23, permukaan tambalan
pada seluruh gigi, kemudian dilakukan pemilihan
komposit yang tidak merata, deviasi garis median gigi
warna komposit yang akan digunakan. Intraoral mock
terhadap wajah, dan kesalahan inklinasi ringan pada
up dilakukan dengan menggunakan bis-acryl material
beberapa gigi. Relasi rahang atas dan rahang bawah
dengan Polyvinyl Siloxane Matrix (Gambar 8)
Kelas I Angle, overjet 2 mm, deepbite. Seluruh gigi
Prosedur gingivektomi dilakukan untuk mencapai
anterior vital, tidak terdapat lesi karies serta kalkulus.
gingival line yang harmonis (Gambar 9). Prosedur
Jaringan lunak dalam batas normal. Pasien memiliki
gingivektomi dilakukan dengan pisau scalpel dengan
jenis senyum commisure smile type dengan tepi insisal
blade no 15 yang sebelumnya telah dilakukan anastesi
gigi tidak homogen. Pasien tidak memiliki riwayat

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
322 EVALUASI SATU TAHUN PERBAIKAN ESTETIK KOMPLEKS GIGI ANTERIOR
DENGAN VENEER KOMPOSIT DIREK

Gambar 6. Visualisasi desain restorasi final dengan Analisis


VisagiSmile

Gambar 7. Pembuatan diagnostic wax up dengan modelling


wax

Gambar 4. Serial fotografi dental preoperatif

Gambar 8. Restorasi sementara sebagai intraoral mock up

Gambar 5. Analisis Fasial VisagiSmile


Gambar 9. Prosedur Gingivektomi
lokal dengan menggunakan Septocaine (articaine HCl restorasi yang diawali dengan tindakan profilaksis
and epinephrine) kemudian daerah pembedahan menggunakan pumis dan air pada seluruh gigi yang
ditutup dengan periodontal pack. akan direstorasi. Isolasi gigi diperoleh dari pemasangan
Pasien datang satu bulan kemudian untuk melihat rubber dam dari regio kaninus kiri ke kanan, fiksasi
kontrol post gingivektomi. Daerah gingiva menunjukkan menggunakan dua buah clamp pada kedua gigi
adanya penyembuhan. Pasien kemudian dilakukan premolar satu rahang atas sehingga daerah kerja kedap
pencetakan rahang atas dan bawahnya (Gambar 10). dari udara lembab hembusan nafas pasien. Seluruh
Pada kunjungan berikutnya dilakukan tindakan permukaan gigi yang akan direstorasi dikasarkan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Priscilla Daniego Pahlawan, Opik Taofik hidayat 323

menggunakan abrassive disc. enamel gigi yang telah dikasarkan kemudian dibilas
Restorasi dengan resin komposit dilakukan dengan air mengalir dan semprotan angin. Bonding
bergantian dimulai dari gigi insisivus sentral dan agent diaplikasikan pada seluruh permukaan enamel
digunakan strip polytetrafluorethylene (plumber’s yang telah dietsa menggunakan micro brush kemudian
tape) pada gigi lainnya agar terlindungi dari bahan etsa disinar dengan sinar LED (SmartLite® Focus, Dentsply
dan bonding serta komposit saat prosedur restorasi DeTrey GmbH, Konstanz, Germany) sesuai dengan
berlangsung. intruksi pabrik.
Enamel dietsa menggunakan 37% phosphoric acid Rekonstruksi bagian palatal gigi serta panduan
gel DeTrey® Conditioner 36 pada seluruh permukaan dimensi lebar gigi diperoleh dengan bantuan matriks

Gambar 14.Restorasi yang telah dibentuk dan dihaluskan


Gambar 10.Foto kontrol setelah dilakukannya gingivektomi permukaannya
sebelum dilakukan tindakan restorasi

Gambar 11. Pembuatan Palatal Wall (a)

Gambar. 12 Kontur gigi yang diharapkan yang dipandu oleh (b)


garis panduan warna Gambar 15. Foto klinis: (a) sebelum dan (b) sesudah
perawatan

Gambar 13. Tahapan Finishing dan Polishing Gambar 16. Post operatif setelah kontrol 1 tahun

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
324 EVALUASI SATU TAHUN PERBAIKAN ESTETIK KOMPLEKS GIGI ANTERIOR
DENGAN VENEER KOMPOSIT DIREK

palatal (Gambar 11). Komposit yang digunakan adalah preferensi personal pasien. 5, 10
ceram.x. SphereTec One Universal (Dentsply) pada Subjek pada pengerjaan ini adalah mensimplifikasi
bagian palatal adalah shade A1 membentuk cangkang kasus dental visagism, untuk meminimalisir
palatal kemudian dilakukan penyinaran. Lapisan interpretasi subjektif oleh operator. Konsep visagism
komposit shade A2 diaplikasikan menutupi sebagian dikembangkan dan software ini dinamakan dengan
cangkang palatal sebagai pengganti dentin. Seluruh VisagiSmile. Konsep ini dikaitkan dengan penilaian
permukaan restorasi yaitu permukaan labial dan tipe wajah, yang melibatkan penilaian subjektif, tes
proksimal ditutup kembali menggunakan komposit personal, serta mengkalkulasi kompleks konfigurasi
shade A1. Setiap lapisan komposit disinar dengan sinar gigi secara otomatis dalam hitungan menit hasil
LED sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh pabrik akhirnya divisualisasikan dalam konfigurasi gigi yang
dan dengan posisi sedekat mungkin dengan material optimal. Gambaran dua dimensi desain akhir terkait
restorasi. Prosedur yang sama dilakukan pada gigi 21, dengan persepsi wajah dan kepribadian pasien dengan
12, 22, 13, dan 23. smile design, kombinasi dari bayangan insisal, sumbu
Isolasi rubber dam dibuka setelah prosedur restorasi gigi, dominansi pada insisif sentral dan kombinasi pada
pada seluruh gigi diselesaikan. Dibuat panduan warna setiap bentuk gigi. 4,5
sebagai panduan dalam mengkontur transitional line Desain preoperatif Digital smile design (DSD)
dan struktur makro pada gigi (Gambar 12). Kontur dibuat untuk menganalisis senyum ideal pasien yang
pada gigi dibuat menggunakan diamond bur dengan mengacu pada prinsip dasar smile design. Digital smile
low speed handpiece. design menggunakan alat digital dengan kualitas tinggi
Kelebihan material terutama pada bagian proksimal yang memberikan rencana perawatan yang efektif
gigi dibuang menggunakan pisau bedah nomer 12, dan praktis. Rencana perawatan digital memberikan
sedangkan penyesuaian tepi insisal dan pembentukan pandangan diagnostik dan peningkatkan komunikasi
gigi dilakukan dengan bantuan bur karbida dan dengan pasien dan rekan profesi sejawat melalui
dilakukan tahapan finishing dan Polishing. Bagian gambaran referensi pada dental fotografi. 11,12
interproksimal gigi diasah dan dihaluskan dengan strip Rencana perawatan ini meliputi dilakukan
pemoles (Soflex Polishing Strips, 3M ESPE). (Gambar pembuatan wax-up dan cosmetic mock-up. Wax-up
13-15) pada model studi dengan dengan wax dan mock up
Pasien datang kembali 1 tahun kemudian, untuk diperoleh dari silicon matrix yang diisi dengan bis-acrylic
dilakukan kontrol paska restorasi komposit veneer resin yang memberikan visualisasi tiga dimensi bentuk
direk. Pasien tidak ditemukan adanya keluhan, akhir perawatan yang akan dijalankan. Prosedur ini
jaringan sekitar gigi dalam batas normal. Pada memberikan manfaat klinis berupa treatment preview
pemeriksaan perkusi, tekan dan palpasi menunjukkan dan bentuk komunikasi yang baik antara dokter dengan
hasil yang negatif disertai vitalitas gigi yang positif.. pasien. Tahapan ini menunjukkan prediktabilitas pada
Permukaan labial gigi di poles dengan menggunakan resin komposit; dikarenakan adanya penyesuaian
yang dikombinasi dengan felt disc dengan pasta poles dalam fungsional dan estetik. Mock-up dapat dijadikan
(Prisma® Gloss composite polishing paste, Dentsply). sebagai perspektif sementara dari restorasi akhir pada
mulut pasien. 1
PEMBAHASAN Berdasarkan pada prinsip dasar estetika dalam
senyum yang ideal terdapat beberapa faktor yang
Kata “visage” berasal dari Bahasa Perancis yang terkait dengan keadaan gigi, pertimbangan keadaan
diartikan “wajah”. Visagism merupakan istilah yang gingiva yakni warna, kesimetrisan pada kontur
menunjukkan studi mengenai wajah yang terkait gingiva, titik tertinggi pada margin gingiva dengan
dalam elemen, sifat dan ekspresinya. Pada kedokteran mempertimbangkan biological widthnya. Berdasarkan
gigi konsep visagism adalah menciptakan smile design prinsip ini dilakukanlah prosedur gingivektomi. 1
secara personal yang menunjukkan identitas pasien. Keadaan proporsi gigi juga merupakan faktor
Konsep visagism diaplikasikan dalam kedokteran gigi penting dalam tampilan dari sebuah senyuman, dan
dalam tiga tahapan, yaitu analisis geometris pada tipe terdapat adanya hubungan antara ukuran panjang dan
wajah pasien, menentukan watak psikologis pasien lebar gingiva. Rasio panjang dan lebar gigi berkisar
menggunakan kuesioner, dan mempertimbangkan antara 70%-85%, estetikanya berbeda pada setiap

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Priscilla Daniego Pahlawan, Opik Taofik hidayat 325

kasus. Ukuran gigi ditentukan menggunakan Golden Esthetic and function improvement by direct composite resins
Proportion oleh Snow, yaitu gigi anterior rahang atas and biomimetic concept. J. Contemp. Dent. Pract. 15, 654–658
(2015).
harus memiliki persentase dari arah fasial masing- 4. Iliev, G. Balkan Journal of Dental Medicine. (2016). doi:10.1515/
masing sebesar 25% untuk gigi insisif sentral, 15% bjdm-2016-0028
untuk gigi insisif lateral, dan 10% untuk gigi caninus. 5. Yankov, B. et al. Software Application for Smile Design
Golden Proportion memudahkan dalam mengevaluasi Automation Using the Visagism Theory. Proc. 17th Int. Conf.
Comput. Syst. Technol. 2016 - CompSysTech ’16 237–244
kesimetrisan dan proporsi lebar masing-masing gigi. 11
(2016). doi:10.1145/2983468.2983521
Pasien dilakukan restorasi veneer komposit direk. 6. Hickel R, Dasch W, Janda R, et al. New direct restorative
Restorasi ini melibatkan pengaplikasian resin pada materials. FDI Commission Project. Int Dent J.1998;48(1): 3-16.
struktur gigi dan diukir untuk memperbaiki warna, 7. Mjör IA. Selection of restorative materials in general dental
anatomi, morfologi, dan masalah ruang pada anterior practice in Sweden. Acta Odontol Scand.1997;55(1):53-57.
8. Sheikh, Zeeshan; Ghazali, N. Z. Direct Composite Resin
gigi. 8,13 Veneer Technique : A Clinical Case Report of Management of
Resin komposit merupakan bahan restorasi dalam Misaligned Dentition. 3, 34–39 (2015).
kasus smile design ini dikarenakan restorasi komposit 9. Endodontists, A. A. of. Colleagues Excellence. Colleagues
direk memberikan perlindungan terhadap integritas Excell. 1–8 (2013).
10. Paolucci, B. et al. The Art of Dental Composition. Quintessence
struktur alami pada gigi, sifat fisik serta performa
Dent. Technol. 187–201 (2012). doi:10.4103/0972-0707.73387
klinisnya yang baik dan memberikan harga yang lebih 11. Santos FR. The use of the digital smile design concept as
ekonomis. Hal ini sangat krusial bagi pasien yang tidak an auxiliary tool in periodontal plastic surgery Dent Res J
bersedia menjalani prosedur perawatan yang invasif. (Isfahan). 2017 Mar-Apr;14(2):158-161.
1,8,14 12. Coachman C, Calamita MA. Virtual Esthetic Smile Design
During the Restorative Plan. Journal of Cosmetic Dentistry.
Sistem komposit yang digunakan adalah komposit 2014 Winter;29(4):102-116
nanohybrid yang merupakan indikasi untuk restorasi 13. Shuman, I. Stress-Free Direct Composite Veneers. 1–9 (2015).
komposit direk. Filler loading yang tinggi memberikan 14. Sameni, A. Smile transformations with the use of direct
kekuatan mekanis yang baik dan berkurangnya composite restorations. Compendium of continuing education
in dentistry (Jamesburg, N.J. : 1995) 34 Spec No, 1–7 (2013).
shrinkage pada polimerisasi komposit. Filler loading
15. Garcia, D., Yaman, P., Dennison, J. & Neiva, G. F. Polymerization
yang maksimum dicapai dengan mengkombinasikan Shrinkage and Depth of Cure of Bulk Fill Flowable Composite
partikel dengan kategori ukuran yang berbeda. 15 Resins: COMMENTARY. J. Esthet. Restor. Dent. 27, 232–233
(2015).

KESIMPULAN

Rencana perawatan dengan menggunakan Digital


Smile Design dan Software VisagiSmile memberikan
rencana perawatan yang memberikan hasil yang
mencakup pemenuhan kebutuhan estetika, fungsional,
dan emosional pasien. Pada kontrol satu tahun pasien
menunjukkan pemenuhan kebutuhan ini dapat
diselesaikan dengan baik menggunakan material resin
komposit nanohybrid dengan teknik veneer komposit
direk.

DAFTAR PUSTAKA

1. MAAS, M. S. et al. Trends in restorative composites research:


what is in the future? Braz. Oral Res. 31, 23–36 (2017).
2. Sudhakar, N. & Vishwanath, A. Smile Esthetics – A Literature
Review. IOSR J. Dent. Med. Sci. 13, 32–36 (2014).
3. Paschoal, M. A., Santos-Pinto, L., Nagle, M. & Ricci, W. A.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
326 PO-68 PENUTUPAN MULTIPEL DIASTEMA DENGAN VENEER
DIREK KOMPOSIT : KONTROL SATU TAHUN

PENUTUPAN MULTIPEL DIASTEMA DENGAN VENEER DIREK


KOMPOSIT : KONTROL SATU TAHUN
Ovilya Septy Hutami*, Opik Taofik hidayat **
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung

ABSTRACT

Background: Diastemas between anterior teeth is often considered an aesthetic problem. Diastema has a multifactorial
etiology such as high labial frenum attachment, microdontia, mesiodens, peg-shaped lateral incisors, agenesis, dental
malformations, genetics, and dental-skeletal discrepancies. Variety of treatment techniques are available to correct such
conditions, orthodontics, indirect restorations, and direct composite restorations. Direct composite restorations is often a
choice for diastema closure because it allows conservative treatment and at the same time offer quicker result. Objective:
the purpose of this case report is to demonstrate the closure of multiple diastema in anterior teeth treated with direct
composite veneer restorations.
Case : A 25-year-old male patient came to Department of Conservative Dentistry with chief complaint of gaps between the
teeth and improper appearance of the maxillary anterior teeth. Anamnesis, clinical and radiography examination showed
multiple diastema between 13, 12, 11, 21, 22, 23, 25, 26, agenesis 24, and worn out amalgam restoration on 25.
Case management : This case report presents the aesthetic management of multiple diastema closure with minimal invasive
direct veneer composite restorations through the use of digital smile design, gingivectomy and replacement of old restoration
25 with template assisted direct composite technique. Patient was informed for recalls for every six months. Patients were
satisfied with the treatment results. Conclusion: At one-year recall no sensitivities, discolorations, or fractures were detected
on teeth and restorations. The success of long-term restoration requires periodic caries control, oral hygiene instructions,
and operator skills in determining treatment materials and techniques

Key words: Anterior teeth, diastema closure, direct composite veneers, digital smile design, template assisted direct
composite restoration

PENDAHULUAN dari oklusi, kebiasaan mulut yang mengganggu seperti


mengisap jempol dan mendorong lidah ke anterior,
Diastema didefinisikan sebagai ruang yang lebih kondisi patologis seperti periodontitis dan hilangnya
besar dari 0,5 mm antara permukaan proksimal pada dukungan periodontal serta kesalahan iatrogenik.5,6
gigi yang berdekatan. Angle (1907) mendeskripsikan Perawatan pada kasus diastema dikaitkankan
diastema sentral sebagai bentuk oklusi yang tidak dengan alasan kosmetik. Pasien menjadi tidak percaya
sempurna yang dicirikan dengan adanya ruang antara diri dan terkadang memiliki efek pada fungsi bicara.3,4
gigi insisivus sentral rahang atas dan jarang pada Diagnosis yang cermat penting dalam menentukan
insisivus sentral rahang bawah.1,2 Diastema terjadi di rencana perawatan yang tepat. Perawatan yang
sekitar 98% dari anak usia 6 tahun, 49% pada anak usia beragam diusulkan untuk menutup ruang antara gigi
11 tahun dan 7% dari usia 12–18 tahun.3,4 anterior rahang atas seperti pendekatan interdisipliner
Diastema memiliki etiologi yang kompleks dan yaitu periodontik, endodontik, ortodontik,
multifaktorial diantaranya adalah : ketidaksesuaian dan prostodontik. Setiap modalitas perawatan
ukuran gigi dengan lengkung gigi, misalnya microdontia menawarkan beberapa keuntungan dan kekurangan.
dan peg shaped pada gigi insisivus lateral, frenum Teknik dan bahan material dipilih berdasarkan waktu,
labialis tidak normal, gigi supernumerary, kehilangan fisik, psikologis, dan keterbatasan ekonomi.5,7-10
gigi, adanya tekanan dari lesi kistik atau patologi lain Perkembangan terbaru bahan dan teknik restorasi
pada garis tengah, tidak adanya insisivus lateral secara komposit telah meningkatkan kemampuannya
kongenital, satu atau beberapa gigi insisivus rotasi untuk digunakan dalam penutupan diastema secara
berat, ras dan genetik, faktor oklusal seperti trauma konservatif. Veneer direk komposit telah berkembang

Korespondensi: Ovilya Septy Hutami, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Komp. Bumi Panyileukan R1 N0.5a
Bandung, ovilyasepty@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Ovilya Septy Hutami, Opik Taofik hidayat 327

secara signifikan pada dekade terakhir. Resin komposit 2013). Rencana perawatan yang akan dilakukan adalah
dengan sifat mekanik dan kemampuan poles yang diastema closure dengan direct veneer composite gigi
sangat baik memungkinkan dokter gigi untuk meniru 13-12-11-21-22-23-25 serta kls 2 komposit gigi 25.
gigi alami dan menghasilkan restorasi yang tahan lama. Prognosis pada kasus ini baik.
3,11,12

Laporan kasus ini akan dipaparkan penutupan


multipel diastema pada gigi anterior rahang atas yang
direstorasi dengan veneer direk komposit. Pasien
telah menyetujui kasus perawatan giginya untuk
dipublikasikan.

KASUS

Pasien laki-laki berusia 25 tahun datang ke klinik Gambar 2. Radiograf panoramik pasien pre operatif
Konservasi Gigi RSGM FKG UNPAD dengan keluhan
utama terdapat celah diantara geligi depan rahang atas PENATALAKSANAAN KASUS
sejak 11 tahun yang lalu. Gigi-gigi tersebut tidak pernah
sakit namun membuat pasien merasa kurang percaya Pada kunjungan pertama pada tanggal 11 Agustus
diri saat tersenyum. Pasien pernah mendapatkan 2017 dilakukan pemeriksaan subjektif, pemeriksaan
perawatan orthodontik lima tahun yang lalu selama objektif, pengambilan foto klinis (Gambar 1) dan foto
enam bulan. Namun atas permintaan pasien sendiri, radiografis, serta pemeriksaan resiko karies kemudian
kawat dilepas, meskipun perawatan masih belum ditentukan diagnosis dan rencana perawatan. Hasil
selesai karena merasa terganggu dengan adanya pemeriksaan resiko karies, didapatkan hasil bahwa
kawat di dalam mulutnya. Pasien ingin penampilan pasien memiliki tingkat resiko karies rendah.
gigi-giginya diperbaiki namun ia tidak menginginkan Pasien diberi informasi mengenai kondisi giginya,
dilakukan perawatan ortodontik ulang. pilihan perawatan yang dapat dilakukan, prosedur
perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi serta
biaya dan waktu perawatan yang dapat dicapai. Pasien
menandatangani informed consent setelah menyetujui
rencana perawatan. Perawatan dilakukan pada
jaringan pendukung gigi berupa scaling dan pemolesan
permukaan enamel dengan pasta pumis. Serangkaian
fotografi dental ekstra oral dan intra oral preoperatif
pasien dilakukan sebelum tindakan operatif intraoral
Gambar 1. Gambaran klinis pre operatif (Gambar 3). Pada analisis wajah, terlihat bahwa
midline wajah tidak berjalan paralel dengan midline
Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan wajah gigi, dengan pergeseran midline gigi rahang atas 1 mm
simetris, kelenjar limfe submandibularis kiri dan kanan ke kanan. Terlihat bentuk wajah pasien dari arah sagital
tidak teraba dan tidak sakit. Pemeriksaan intra-oral adalah cembung dan persegi dari arah frontal (gambar
menunjukkan terdapat diastema multipel diantara 4). Rahang atas dan bawah pasien kemudian dicetak
gigi 13, 12, 11, 21, 22, 23 dan 24, disertai peg-shaped menggunakan bahan cetak hidrokoloid. Hasil cetakan
pada gigi 22, terdapat tambalan amalgam pada gigi 25, dicor dengan gipsum sehingga didapatkan model kerja.
seluruh gigi anterior vital dan tidak ditemukan karies, Pasien diminta untuk kembali beberapa hari kemudian.
jaringan lunak dalam batas normal, susunan gingival
margin asimetris. Kebersihan mulut pasien secara
umum baik. Hasil pemeriksaan radiologis menunjukkan
gigi geligi dan jaringan pendukung lainnya dalam batas
normal. Diagnosis yang ditegakkan pada kasus ini
yaitu pulpa normal (AAE, 2013) disertai diastema pada
gigi 13-12-11-21-22-23 & pulpitis reversibel 25 (AAE,

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
328 PENUTUPAN MULTIPEL DIASTEMA DENGAN VENEER
DIREK KOMPOSIT : KONTROL SATU TAHUN

(a) (b)
Gambar 5. Analisis digital smile design (a) VisagiSmile; (b)
Microsoft Power Point

(a) (b)
Gambar 6. Pembuatan diagnostic wax up dengan modelling
wax (a)Tampak frontal; (b) Tampak oklusal
Gambar 3. Serial fotografi dental preoperatif
Pada kunjungan kedua tanggal 15 Agustus 2017
dilakukan pembersihan permukaan gigi dari plak
dan stain dengan ultrasonic scaler. Kemudian wax up
dicetak dengan menggunakan material elastomer
dengan teknik pencetakan double impression (3m
Espe Soft Putty) sebagai sarana untuk menjadi mock
up ke dalam mulut dengan menggunakan mahkota
sementara (Protemp 4 3M ESPE) shade a2 pada gigi
13,12, 11, 21, 22, dan 23 (Gambar 7) sehingga pasien
dapat mengevaluasi desain yang akan dibuat.

Gambar 7. Mock up

Pada kunjungan ketiga tanggal 22 Agustus


2017 dilakukan gingivektomi menggunakan pisau
Gambar 4. Analisis wajah scalpel no. 15 dengan anastesi lokal Articaine HCl. 4%
dan epinefrin 1:100.000 pada regio gigi 13, 12, dan, 11
Analisis dan kalkulasi dengan teknik digital smile
(Gambar 8). Permukaan yang kasar dikeringkan dan
design dilakukan pada tahap awal perencanaan
ditutupi dengan pemasangan pak periodontal selama
dengan aplikasi VisagiSmile (Gambar 5 a) kemudian
1 minggu.
divisualisasikan dengan bantuan Microsoft Power
Point (Gambar 5 b) sehingga tercipta gambaran hasil
akhir untuk keperluan komunikasi dengan pasien.
Desain digital kemudian direalisasikan pada model
studi menggunakan modelling wax yang disebut
tahapan pembuatan diagnostic wax up sehingga
didapatkan hasil akhir 3 dimensi (Gambar 6).
Gambar 8. Gingivektomi

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Ovilya Septy Hutami, Opik Taofik hidayat 329

Pada kunjungan berikutnya tanggal 30 Agustus Bonding agent diaplikasikan pada seluruh permukaan
2017, palatal matriks dibuat dari pencetakan wax enamel yang telah dietsa menggunakan kuas mikro
up dengan elastomer putty (3m Espe Soft Putty). reguler (Gambar 10 b) kemudian disinar dengan
Profilaksis dilakukan terlebih dahulu pada seluruh gigi sinar tampak LED (SmartLite® Focus, Dentsply) sesuai
yang akan direstorasi, kemudian dilakukan pemilihan dengan intruksi pabrik (Gambar 10 c).
warna untuk komposit enamel dan dentin yang akan Rekonstruksi bagian palatal gigi serta panduan
digunakan. Isolasi gigi dengan rubber dam. Retraction dimensi lebar gigi diperoleh dengan bantuan matriks
cord #00 diletakkan pada sulkus gingiva sebagai palatal (Gambar 10 d). Resin Komposit shade a1
kontrol cairan sulkus gingiva serta dental floss untuk ditumpatkan pada bagian palatal (Ceram X Spheretec
menstabilkan rubber dam (Gambar 9). One Universal) untuk membentuk cangkang palatal
(Gambar 10 e) kemudian dilakukan penyinaran.
Seluruh permukaan restorasi yaitu permukaan labial
dan proksimal ditutup kembali menggunakan komposit
shade a1 pada bagian insisal dan a2 pada daerah
servikal. Setiap lapisan komposit disinar dengan sinar
LED. Prosedur yang sama dilakukan pada gigi 21, 12,
22, 13, dan 23.
Selanjutnya dilakukan restorasi pada gigi 25. Matriks
Gambar 9. Pembuatan matriks palatal
silikon transparan digunakan untuk mencetak model
Seluruh permukaan gigi yang akan direstorasi wax up gigi 25 (Gambar 11 a). Pada gigi dilakukan
dikasarkan menggunakan abrassive disc. Restorasi preparasi dan pembuangan restorasi amalgam dengan
dengan resin komposit dilakukan bertahap dimulai menggunakan bur diamond. Setelah terbentuk
dari gigi insisivus sentral. Strip polytetrafluorethylene kavitas yang ideal, gigi dietsa menggunakan 37%
(plumber’s tape) digunakan untuk membungkus gigi phosphoric acid gel selama 30 detik kemudian dibilas
yang terletak di sebelah gigi yang akan dilakukan dengan air mengalir dan semprotan angin. Bonding
restorasi. Enamel dietsa menggunakan 37% phosphoric agent diaplikasikan pada seluruh permukaan enamel
acid gel selama 30 detik (Gambar 10 a) kemudian menggunakan kuas mikro reguler kemudian disinar
dibilas dengan air mengalir dan semprotan angin. dengan sinar LED sesuai dengan intruksi pabrik. Selapis

(a) (b) (c) (a) (b)

(d) (e)
Gambar 10. Pembuatan matriks palatal (a) Isolasi gigi (c) (d)
dengan rubber dam, (b) Pembuatan matriks palatal (a) Gambar 11. Langkah penutupan diastema pada gigi 25
Aplikasi etsa; (b) aplikasi bonding; (c) Penyinaran dengan dengan menggunakan teknik template assisted direct
sinar tampak LED, (d) Penempatan matriks komposit (e) composite restoration (a) Pencetakan model wax up; (b)
Penempatan komposit enamel untuk rekonstruksi bagian adaptasi komposit pada matriks; (c) Aplikasi SDR sebagai
palatal gigi pengisi dentin; (d) Matriks ditempatkan pada regio gigi 25
dan disinar dengan LED

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
330 PENUTUPAN MULTIPEL DIASTEMA DENGAN VENEER
DIREK KOMPOSIT : KONTROL SATU TAHUN

tipis resin komposit shade a2 (Ceram X spheretec (Gambar 12 b). Kontrol restorasi dilakukan secara
One Universal) diadaptasikan pada matriks (Gambar berkala dan pasien merasa nyaman, tidak terdapat
11 b), kemudian bulkfill komposit SDR (Smart Dentin keluhan serta gigi dapat berfungsi normal.
Replacement) digunakan sebagai bahan pengisi dentin Pada tanggal 28 Agustus 2018 dilakukan kontrol
(Gambar 11 c). Matriks elastomer yang telah berisi 1 tahun paska penutupan diastema. Keluhan pasien
komposit ditempatkan pada regio gigi 25 dan disinar tidak ada, pemeriksaan perkusi, tekan dan palpasi
dengan sinar LED (Gambar 11 d). menunjukkan hasil negatif, vitalitas gigi positif. Jaringan
Isolasi rubber dam dibuka setelah prosedur restorasi sekitar terlihat dalam batas normal. Permukaan labial
pada seluruh gigi diselesaikan. Kelebihan material di poles kembali menggunakan felt disc dan diamond
dibuang dan oklusi diperiksa dengan articulating polishing paste (Gambar 14).
paper. Garis kontur dibuat sebagai patokan dalam
membentuk garis transisional line, inklinasi mesial PEMBAHASAN
distal, dan desain developmental groove (Gambar 12
a). Diastema menyebabkan masalah estetik yang
Tepi insisal gigi disesuaikan dan dibentuk dengan menggangggu rasa percaya diri pasien dan terkadang
bantuan bur karbida dan EnhanceTM Polishing mempengaruhi fungsi bicara. Etiologi diastema
System. Kontur dan tekstur gigi dibentuk kemudian penting diketahui sebelum mengambil keputusan
dilakukan penghalusan dan pemolesan pada restorasi dalam pemilihan perawatan yang akan dilakukan. Pada
menggunakan felt disc dan diamond polishing paste kasus ini, penyebab diastema adalah ketidaksesuaian

(a) (b) (c)


Gambar 12. Tahap akhir restorasi (a) Countouring (b) Penghalusan dan pemolesan (c) Hasil akhir restorasi penutupan
diastema gigi 13,12,11,21,22, dan 23

(a) (b)
Gambar 13. Penutupan diastema gigi 25 (a) Tampak oklusal; (b) Tampak sagital kiri

(a)(b)
Gambar 14. Kontrol restorasi 1 tahun (a) tampak frontal; (b) foto wajah saat tersenyum

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Ovilya Septy Hutami, Opik Taofik hidayat 331

rasio gigi dan lengkung rahang atas, agenesis gigi 24, komposit dengan sifat mekanis yang lebih baik dan
dan peg shape gigi 12. Terdapat diastema dengan lebar penyusutan polimerisasi yang lebih rendah, tingkat
ruangan 1-2 mm. Penatalaksanaan diastema dilakukan sosioekonomi pasien dengan ketersediaan fasilitas
berdasarkan lebar ruangan. Pada keadaan ini hanya pelayanan kesehatan yang lebih memadai, usia pasien,
dilakukan pengasaran pada email. Komposit diletakan jenis kelamin, tingkat pendidikan, keahlian operator
pada bagian proksimal hingga ke permukaan fasial dan dan kecakapan dalam mengambil keputusan selama
lingual tetapi cukup sampai developmental groove prosedur perawatan, serta tingkat resiko karies.
saja.11,12,13 Penelitian Flavio (2011) menunjukkan bahwa pasien
Hasil restorasi estetik yang memuaskan diperoleh dengan risiko karies yang tinggi, memiliki tingkat
dengan mendesain terlebih dulu rencana perawatan kegagalan restorasi komposit lebih besar dibandingkan
yang diinginkan. Digital smile design (DSD) merupakan dengan pasien berisiko rendah. Prognosis yang baik
suatu konsep perencanaan dalam meningkatkan dicapai pada pasien yang mengontrol pemeliharaan
perawatan estetik dalam visual 2 dimensi secara digital kesehatan gigi dengan baik.18,19,20,21
dalam memperkuat visi diagnostik, meningkatkan
komunikasi dan prediktabilitas rencana perawatan. KESIMPULAN
Tujuan dari smile design adalah untuk mengevaluasi
antara gigi dan senyum dalam kesesuaian dengan Pasien sangat senang dengan hasil akhir yang terlihat
wajah sesuai dengan proporsi yang ideal.14,15 natural. Resin komposit veneer direk merupakan
Diagnostic wax up dilakukan setelah analisis DSD salah satu pilihan perawatan yang memuaskan
dibuat untuk memberikan informasi tentang kontur dalam penutupan diastema multipel. Keberhasilan
final dan jumlah material yang diperlukan untuk restorasi jangka panjang pada diastema anterior
menyelesaikan veneer tersebut. Wax up kemudian membutuhkan kontrol karies secara berkala, instruksi
dicetak sebagai sarana untuk menjadi mock up ke kebersihan mulut, pendekatan promosi kesehatan,
dalam mulut. Mock up merupakan media komunikasi serta kecakapan operator dalam menentukan bahan
antar dokter gigi dan pasien apakah hasilnya sudah dan teknik perawatan sehingga memberikan hasil yang
memuaskan seperti bentuk ideal yang diinginkan. Mock memuaskan bagi dokter gigi dan pasien.
up juga dapat digunakan sebagai model pembuatan
matriks dalam pembuatan mahkota sementara. DAFTAR PUSTAKA
Adanya perubahan dapat dilakukan pada tahap ini,
kemudian baru memulai prosedur definitif.3,8,13,16 1. Joneja P et al. Factors To Be Considered In The Treatment Of
Midline Diastema. Int J Curr Pharm Res. 2013; 5( 2): 1-3
Aspek gingiva juga berperan penting dalam analisis
2. Dixit PB, Dixit S. Aesthetic And Economical Management Of
estetik. Pemeriksaan klinis pada kasus ditemukan Diastema. Journal of Kathmandu Medical College. 2012; 1(2):2
kondisi zenith gingiva gigi regio 1 tidak sejajar dengan 3. Azzaldeen A, Muhamad A. Diastema Closure With Direct
gingiva zenith gigi regio 2. Hal tersebut dapat diperbaiki Composite : Architectural Gingival Contouring. Journal of
dengan prosedur gingivektomi agar dapat dicapai Advanced Medical and Dental Sciences Research. 2015; 3(1)
4. Sunilkumar L.N., Nagmode P, Gonmode S, Jain D, Ali
estetik yang baik. Tujuan prosedur gingivektomi yaitu FM: Midline Diastema: Treatment Options. www.
membentuk gingival margin yang ideal dan simetris, journalofdentofacialsciences.com, 2013; 2(2): 1-4
membuat dimesnsi dari mahkota klinis gigi yang tepat, 5. Korkut B et al. Direct Midline Diastema Closure with Composite
memastikan harmonisasi senyum, mempertahankan Layering Technique: A One-Year Follow-Up (case report). 2016.
Vol. 2016, Article ID 6810984, 5 pages
hasil dengan biologic width optimal.14,17
6. Hussaina U et al. Etiology and treatment of midline diastema:
Komposit veneer dapat dilakukan secara direk dan A review of literature. POJ 2013:5(1) 27-33
indirek. Perawatan dengan restorasi komposit direk 7. Blank J. Esthetic Anterior Composite Restorations. Academy of
sering menjadi pilihan karena minimal invasif, lebih Dental Therapeutics and Stomatology, PennWell. 2011. www.
ekonomis, waktu kunjungan minimal dan memberikan ineedce.com
8. Kwon S and Denehy G. Predictable Diastema Closure Using An
fleksibilitas dalam hasil estetik yang diinginkan.3,5,7 Innovative, Indirect Mock-Up Technique. Cosmetic Dentistry.
Beberapa faktor yang mempengaruhi restorasi 2012 : 16-19
dapat bertahan lama, yaitu : besarnya beban 9. Chang K et al. An Interdisciplinary Approach for Diastema
pengunyahan pada oklusal/insisal, kebiasaan buruk Closure In the Anterior Maxilla: A Clinical Report. Journal of
Prosthodontics and Implantology. 2013; 2 (2)
seperti bruxism, pemilihan bahan dan teknik restorasi
10. Fernandes L. Free-Hand Stratification With Composite Resins

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
332 PENUTUPAN MULTIPEL DIASTEMA DENGAN VENEER
DIREK KOMPOSIT : KONTROL SATU TAHUN

For The Closure Of Anterior Diastema. RSBO. 2012 Jul- 20. Fernando F et al. Should My Composite Restorations Last
Sep;9(3):334-9 Forever? Why Are They Failing?. Braz. Oral Res. 2017;31(suppl):
11. Goyal A et al. Diastema Closure in Anterior Teeth Using e56
a Posterior Matrix (case report). Hindawi Publishing 21. Aschheim, K.W., B.G. Dale. Esthetic Dentistry: A Clinical
Corporation. 2016. Vol. 2016, Article ID 2538526, 6 pages Approach to Techniquee and Materials. 2nd ed. New Jersey:
12. Kim Y, Cho Y. Diastema Closure With Direct Composite: Mosby. 2001
Architectural Gingival Contouring. JKACD. 2011; 36 (6).
13. Albers HF. Tooth-Colored Restoratives Principles and
technique, BC Decker Inc, Hamilton, London 2002 : 237-73
14. McLaren E. Smile Analysis and Esthetic Design: “In the Zone.”
Inside Dentistry. 2009;44
15. Bhuvaneswaran M. Principle of Smile Design. J Conserv Dent.
2010;13(4):225–32.
16. Bhoyar AG. Esthetic Closure Of Diastema By Porselen Laminate
Veneers : A Case Report. People’s J Sci Res 2011; 4(1):47-50.
igi.1
17. Wendy S, Djais A. Perawatan Perio-Estetik Dengan Crown
Lengthening dan Depigmentasi Gingiva (Laporan Kasus).
Makassar Dent J.2017; 6(2): 59-65
18. Demarco F et al. Anterior Composite Restorations: A Systematic
Review On Long-Term Survival And Reasons For Failure. Dent
Mater. 2015. http://dx.doi.org/10.1016/j.dental.2015.07.005
19. Renato F et al. Three-Year Clinical Performance of Composite
Restorations Placed by Undergraduate Dental Students. Braz
Dent J (2011) 22(2): 111-116

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aries Chandra Trilaksana, Nurwira
PO-69 333

APEKSIFIKASI PADA GIGI INCISIVUS SENTRALIS KANAN


RAHANG ATAS (11): LAPORAN KASUS
Aries Chandra Trilaksana*, Nurwira**
* Staff Departemen Konservasi Gigi,Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin,Makassar
** Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialist Konservasi Gigi,Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin,Makassar
ABSTRACT

Background: Trauma on the anterior tooth is commonly occur during childhood, if it is unchecked can cause the teeth
become necrosis that may lead incomplete development of dentinal wall and open apex , so making it difficult in root canal
treatment especially during obturation because the absence of apical stop. Objective: The treatment of choice for open apex
is apexification, a procedure done by applying a material to the root canal which able to induce calcified barrier and the
continuation of complete root development in open apex.
Case: A 23-year-old male came to RSGM UNHAS with complaint of broken front tooth. Patient suffered from trauma when
he was 7 year old and the front teeth collided. fracture ½ cervico-incisal, CE test: negative (-), percussion: negative (-),
palpation: negative (-), and discolorated tooth. The patient want his tooth to be treated.
Case management: apexification treatment for tooth 11 with wide and open root canals, start from open access, initial
file # 80, working length determination, root canal preparation with circumferential filing using k-file # 80 to k-file # 110 ,
irrigated with 1% NaOCl, sterile saline, 17% EDTA, dried with paper point, Ca (OH)2 dressing, sterile cotton pellet, temporary
restoration, instruction in control after 3-4 weeks, thermoplastic obturation, and using AH plus sealer.
Conclusion: calcium hydroxide can induce the formation of calcified barrier within 4 months in case of tooth necrosis with
open apex

Keyword: apexification,open apex, calcium hydroxida,calcified barrier, apex closure

PENDAHULUAN umum digunakan dalam apeksifikasi adalah kalsium


hidroksida.1,4,5
Trauma pada gigi anterior sering terjadi pada masa Ada beberapa bahan yang dapat di gunakan untuk
kanak-kanak. Hal ini dapat menyebabkan fraktur dan menutup akar yang terbuka ,diantaranya adalah
avulsi pada gigi yang dapat berlanjut menjadi nekrosis kalsium hidroksida, MTA dan biodentin. Namun
pulpa, ketika hal ini terjadi maka pertumbuhan bahan yang paling umum di gunakan adalah kalsium
gigi menjadi terhenti,akibatnya akar gigi menjadi hidroksida karena harganya yang murah,terjangkau
terbuka dan dentin pada bagian akar tipis. Hal ini dan memiliki efektifitas kerja yang baik dalam
dapat menyulitkan prosedur perawatan endodontik menstimulasi terbentuknya calcified barrier. Kalsium
,utamanya dalam hal obturasi karena tidak adanya hidroksida mampu menstimulasi Hertwig’s epithelial
apical stop.1,2,3,4 root sheath dan cell rests of Malassez yang turut
Apeksifikasi merupakan salah satu prosedur yang berkontribusi dalam proses penutupan akar.5,6
dapat di lakukan pada kasus gigi dengan apeks terbuka. Faktor-faktor keberhasilan perawatan apeksifikasi
Prosedur ini di lakukan dengan mengaplikasikan suatu adalah tidak adanya rasa sakit spontan demikian pula
bahan pada saluran akar yang mampu merangsang tidak adanya keluhan rasa sakit pada perkusi dan
pembentukan calcified barrier dan penutupan akar palpasi, pada pemeriksaan radiografi menunjukkan
yang sempurna pada gigi dengan akar yang terbuka. daerah radiopak yang mengindikasikan pembentukan
Teknik ini biasanya dilakukan pada gigi permanen calcified barrier pada daerah periapikal yang terbuka.1,7
dengan pulpa yang sudah nekrosis dan apeks Laporan kasus ini dimaksudkan untuk membahas
terbuka atau bahkan ‘blunderbuss’. Prosedur ini perawatan apeksifikasi pada gigi permanen muda
membutuhkan debridemen chemomechanical diikuti insisivus pertama kanan rahang atas yang nekrosis.
dengan penempatan medikamen intracanal untuk KASUS
membantu atau merangsang penyembuhan apikal
dan pembentukan calcified barrier. Bahan yang paling Seorang laki-laki berusia 23 tahun datang ke rumah
Korespondensi: Nurwira,Residen Konservasi Gigi,Fakultas Kedokteran Gigi,Universitas Hasanuddin, JL. Perintis Kemerdekaan km.10 Makassar, Sulawesi
Selatan,Indonesia,nurwiradrg@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
334 APEKSIFIKASI PADA GIGI INCISIVUS SENTRALIS KANAN RAHANG
ATAS (11): LAPORAN KASUS

sakit gigi dan mulut halimah dg sikati universitas NaOCl 1% kemudian di bilas dengan saline steril lalu
hasanuddin pada tanggal 14 maret 2018 dengan keluhan di irigasi dengan EDTA 17% kemudian di keringkan
gigi depan patah. Berdasarkan anamnesis,bahwa gigi dengan paper point, setelah kering dressing dengan
patah di sebabkan karena terbentur ketika masih kalsium hidroksida kemudian di tutup dengan cotton
berusia 7 tahun. Pasien menyatakan tidak pernah pellet dan tambalan sementara. Pasien di instruksikan
ada keluhan nyeri dan bengkak. Pada pemeriksaan kontrol setelah 4 minggu.
klinis terlihat gigi fraktur ½ serviko-incisal perforasi
ruang pulpa dan gigi mengalami perubahan warna, tes
perkusi dan palpasi tidak menunjukkan respon positif.
Pada pemeriksaan radiografi terlihat akar yang terbuka
dan saluran akar lebar terlihat pada gambar 1. Pasien
ingin giginya di rawat. Diagnosis gigi 11 adalah nekrosis
pulpa dengan apeks terbuka.

a) b)
Gambar 2. a) Penentuan panjang kerja b) Aplikasi kalsium
hidroksida

Pasien datang kembali setelah sebulan, pada saat itu


a) di lakukan pemeriksaan subjektif dengan menanyakan
tentang ada atau tidaknya keluhan selama perawatan
tersebut dan pemeriksaan objektif untuk mengetahui
adanya keluhan pasien dan juga di lakukan pemeriksaan
radiografi. Setelah itu buka tumpatan sementara,
Irigasi dengan NaOCl 1% , saline steril kemudian
dikeringkan dengan paper point,Dressing dengan
kalsium hidroksida (Ca(OH)2 )dan aplikasi cotton pellet
dan tumpatan sementara dapat dilihat pada gambar 3.
Pasien diinstruksikan kontrol satu bulan kemudian.
b)
Gambar 1. a) Foto klinis awal b) Foto radiografi awal.

PENATALAKSANAAN

Pada kunjungan pertama dilakukan anamnesis,


foto klinis, foto radiografi, diagnosis, menentukan
rencana perawatan dan informed consent. Di awali
dngan isolasi menggunakan rubber dam kemudian
di lakukan open akses pada gigi 11 kemudian di a) b)
irigasi dengan NaOCl 1% kemudian saline steril untuk Gambar 3. a) Kontrol pertama b) Aplikasi kalsium hidroksida
mengeluarkan pulpa yang telah nekrosis,kemudian di
lanjutkan dengan penentuan initial file yaitu file#80 Pada kunjungan ketiga setelah satu bulan, pada saat
dan penentuan panjang kerja dengan menggunakan itu di lakukan pemeriksaan subjektif dan objektif serta
apeks locator yang kemudian di konfirmasi dengan pemeriksaan radiografi untuk mendeteksi terbentuknya
radiografi dan di peroleh panjang kerja 20 mm, setelah apical barrier namun belum terbentuk. Setelah itu
itu di lakukan preparasi dengan menggunakan k-file buka tumpatan sementara, Irigasi dengan NaOCl 1%
yang di mulai dengan k-file#80 hingga k-file#110 di , saline steril kemudian dikeringkan dengan paper
mana setiap pergantian file selalu di irigasi dengan point,Dressing dengan kalsium hidroksida (Ca(OH)2 )

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aries Chandra Trilaksana, Nurwira 335

dan aplikasi cotton pellet dan tumpatan sementara paper point steril Konfirmasi apical barrier dengan
tampak pada gambar 4. Pasien diinstruksikan kontrol gutta percha. Obturasi dengan teknik termoplastik
satu bulan kemudian. dengan sealer AH plus dan tutup dengan GIC + tumpat
sementara dapat dilihat pada gambar 5.
Pada kunjungan kelima, buka tumpatan sementara
di lanjutkan dengan pasang coba pasak kemudian Core
build up ,Preparasi mahkota all porcelain,Penentuan
warna gigi, Pencetakan dengan double impression
dan antagonis dengan irreversible hydrocolloid,
Pemasangan mahkota sementara yang dapat dilihat
pada gambar 6.

a) b)
Gambar 4. a) kontrol kedua b) aplikasi kalisum hidroksida
kedua

a)

a) b) b)

c)
Gambar 6. a) preparasi mahkota b) mahkota sementara c)
penentuan warna
c)
Gambar 5. a) Calcified barrier b) Pasang coba guttap percha
c) Obturasi termoplastik Pada kunjungan keenam Pasang coba mahkota, Cek
oklusi dan Insersi mahkota all porcelain tampak pada
Pada kunjungan keempat tetap melakukan gambar 7.
pemeriksaan subjektif dan objektif serta kontrol
radiografi untuk mendeteksi apical barrier, pada
pemeriksaan objektif dengan test gutta percha di
rasakan adanya tahanan di apikal dan pengurangan
panjang kerja sedangkan berdasarkan pemeriksaan
radiografi apikal barrier sudah terbentuk, selanjutnya
buka tumpatan sementara,bersihkan kalsium Gambar 7 : Pasang coba mahkota all Porcelain
hidroksida dengan irigasi NaOCl 2,5,Keringkan dengan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
336 APEKSIFIKASI PADA GIGI INCISIVUS SENTRALIS KANAN RAHANG
ATAS (11): LAPORAN KASUS

Pada kunjungan ketujuh di lakukan kontrol dengan fosfolipid, dan asam lemak tak jenuh, selain itu
melakukan pemeriksaan subjektif dan objektif dan kalsium hidroksida juga mampu menghidrolisis lipid
tidak terdapat keluhan,keadaan mahkota masih baik beracun dari endotoksin bakteri menjadi asam lemak
tampak pada gambar 8. atoksik dan gula amino, sehingga menonaktifkan
reaksi inflamasi dan periapikal bone resorpsi.
Lingkungan alkalin menetralkan asam laktat dari
osteoklas, menghindari pelarutan dari komponen-
komponen dalam waktu yang lama. Selain itu Ion
kalsium dapat menginduksi ekspresi tipe I kolagen,
osteopontin, osteocalcin, andalkalinephosphatase
enzyminosteoblasts dan mineralisasi melalui fosforilasi
a) p38 mitogen-activated protein kinase dan c-n-terminal
kinase. Alkaline phosphatase membebaskan fosfatase
anorganik dari fosfat ester. Ini dapat memisahkan ester
fosfor, melepaskan ion fosfat yang bereaksi dengan ion
kalsium pada aliran darah untuk membentuk kalsium
fosfat hidroksiapatit. 1,2,5,6
Hasil menunjukkan bahwa kalsium hidroksida bisa
bersifat anti-inflamasi, penetral asam, pengaktifan
alkali fosfat dan antibakter. Studi terbaru telah
merekomendasikan kalsium hidroksida sebagai obat
saluran akar karena toksisitasnya yang rendah, aktivitas
b)
bakterisida, biokompatibilitas, dan sifat penghancuran
Gambar 8. a) Kontrol setelah 1 bulan perawatan b) Kontrol
radiografi setelah 1 bulan perawatan jaringan. Beberapa penelitian menggambarkan
penyembuhan periapikal dengan penggunaan kalsium
hidroksida pada saluran akar. Selain sifat antibakterinya,
PEMBAHASAN kalsium hidroksida juga membantu membangun
jembatan dentin dan untuk mempertahankan vitalitas
Apeksifikasi merupakan salah satu prosedur yang pulpa . meskipun demikian Sel epithel mallazes tampak
dapat di lakukan pada kasus gigi dengan apeks terbuka. menurun seiring bertambahnya usia, hal ini terbukti
Prosedur ini di lakukan dengan mengaplikasikan suatu dari ultrastruktur, respons terhadap tes histokimia, dan
bahan pada saluran akar yang mampu merangsang sifat sel, jaringan, dan organ. Trowbridge dan Shibata
pembentukan calcified barrier dan penutupan akar mengatakan bahwa sel epitel dapat mempertahankan
yang sempurna pada gigi dengan akar yang terbuka. hidup dengan melakukan pembelahan sel.1,2,5,6
Teknik ini biasanya dilakukan pada gigi permanen Kasus ini menghasilkan apeksifikasi yang sukses
dengan pulpa yang sudah nekrosis dan apeks meskipun ada riwayat trauma yang berkepanjangan
terbuka atau bahkan ‘blunderbuss’. Prosedur ini dan kunjungan pasien yang tidak teratur.hal ini di
membutuhkan debridemen chemomechanical diikuti sebabkan Karena pembentukan akar yang tidak
dengan penempatan medikamen intracanal untuk sempurna selama trauma berhubungan dengan sel
membantu atau merangsang penyembuhan apikal epitelium Hertwig , sel yang bertumpu pada Malassez
dan pembentukan calcified barrier. Bahan yang paling yang mungkin telah berkontribusi dalam penutupan
umum digunakan dalam apeksifikasi adalah kalsium apikal. Meskipun sel-sel ini berkurang jumlahnya
hidroksida.1,4,5 seiring dengan pertambahan usia, sel tersebut mampu
Tingkat keberhasilan apeksifikasi dengan kalsium mempertahankan hidup dengan pembelahan sel.
hidroksida adalah sekitar 79-96%. Kalsium hidroksida Jadi, selama ada ligamen periodontal, pembentukan
mampu menginduksi proses penyembuhan karena jaringan keras dapat terjadi.3
sifat antibakterinya, pH yang tinggi, ion hidroksil yang Perawatan apeksifikasi dengan Kalsium hidroksida
reaktif merusak membran sitoplasma bakteri dengan memerlukan beberapa kali kunjungan dan harus
mendenaturasi protein dan melarutkan lipoprotein, diperbaharui setiap tiga bulan hingga terbentuk

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aries Chandra Trilaksana, Nurwira 337

calsified barrier. Akan tetapi pada awal aplikasi,


terutama pada pasien yang sangat muda dengan
keadaan apeks blunderbuss, pasta dapat larut dan
keluar dari saluran akar dengan sangat cepat sehingga,
setidaknya pada awal perawatan, mungkin harus
diperbarui lebih sering. Waktu yang di butuhkan untuk
pembentukan calsified barrier di pengaruhi oleh usia
dan adanya gejala atau radiolusensi periradikular.
Mayoritas pasien dengan trauma gigi memerlukan
kerjasama multidisiplin. Perencanaan perawatan
yang terpadu, terintegrasi, terkoordinasi, diperlukan
untuk kasus yang rumit . Dalam kasus yang disajikan,
pasien mendapatkan kembali estetika dan fungsinya
karena kerjasama dari Endodontik, Operative
Dentistry. perencanaan dan perawatan multidisiplin
mempengaruhi prognosis perawatan kasus.3

KESIMPULAN

Apeksifikasi merupakan salah satu prosedur yang


dapat di lakukan pada kasus gigi dengan apeks terbuka.
Prosedur ini di lakukan dengan mengaplikasikan suatu
bahan pada saluran akar yang mampu merangsang
pembentukan calcified barrier contohnya: pasta
kalsium hidroksida yang mampu menginduksi
pembentukan calcified barrier dalam kurun waktu 4
bulan pada kasus ini .

DAFTAR PUSTAKA

1. Silveira CMM, Sebrao CCN, Vilanova LS, dkk. Apexification


of an Immature Permanent Incisor with the Use of Calcium
Hydroxide: 16-Year Follow-Up of a Case. Hindawi publishing
corporation case report in dentistry. Vol.15(6 ).
2. Viddyasagar M, Choudhari S, Raurale A, dkk. 2010,
Apexification And Apexogenesis- A Case Report. Int.Journal
Contemporary Dentistry,.1(3).
3. Chowdhury AFMA, Alam A, Sarkar UK,dkk, 2013, Apexification
with Calcium Hydroxide: 27 Months Follow Up of a Case.
Medicine today. ;25(1).
4. Krisnawaty J dkk, 2012, Perawatan apeksifikasi pada gigi
permanen muda insisivus pertama kiri atas yang non-vital.
Dentofasial.;10(2):119-123.
5. Parashos P. Apexification: 2014 Case report. Australian dental
journal.;42:(1):43-6.
6. Kumar R, Patil S, Hoshing U, Medha A,dkk, 2010, MTA apical
plug and clinical application of anatomic post and core
for coronal restoration: A case report . Iranian Endodontic
Journal.;6(2):90-94.
7. Nurlisa cut, 2014 Perawatan gigi non vital dengan apeksifikasi.
e-USU Repositori.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
338 PO-70 BLEACHING EKSTERNAL PADA GIGI YANG DISKOLORASI AKIBAT
KOMSUMSI KOPI : LAPORAN KASUS

BLEACHING EKSTERNAL PADA GIGI YANG DISKOLORASI AKIBAT


KONSUMSI KOPI : LAPORAN KASUS
Yusran M*,Nurhayaty Natsir**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

Background: Dental discoloration is generally caused by external or internal factors. Coffee is one of the most common
beverages can cause external discoloration which could impair the aesthetics. Treatment can be conducted by external
bleaching, the most conservative and non-invasive treatment. Objective: This case report described dental discoloration
treatment due to coffee consumption.
Case: A 32-year-old woman came to RSGM UNHAS with complaints of yellowish teeth which impair her appearence.
Case management: External bleaching treatment is performed by using hydrogen peroxide 40%.
Conclusions: External bleaching is an effective treatment in cases of dental discoloration due to coffee consumption.

Keyword: external bleaching, dental discoloration, coffee consumption

PENDAHULUAN Sehingga dapat memberikan warna gigi lebih putih


dari sebelumnya.10,11,12
Diskolorasi gigi merupakan masalah estetik Tujuan dari laporan kasus ini untuk membahas
umumnya disebabkan oleh faktor ekstrinsik ataupun tentang prosedur Bleaching eksternal pada kasus
instrinsik. Dapat menimbulkan persoalan estetika yang diskolorasi ekstrinsik akibat konsumsi kopi.
dapat berdampak pada psikologi seseorang seperti
rendah diri terutama bila mengenai gigi anterior. KASUS
Diskolorasi ekstrinsik didefinisikan sebagai perubahan
warna yang terletak di permukaan luar struktur gigi, Seorang wanita berusia 32 tahun datang ke RSGM
dan disebabkan oleh agen ekstrinsik. Makanan dan UNHAS dengan keluhan gigi berwarna kekuningan yang
minuman seperti kopi, teh, anggur merah, wortel, jeruk mengganggu penampilan. Pasien memiliki kebiasaan
dan tembakau merupakan penyebab utama terjadinya mengkonsumsi kopi. Pasien ingin giginya dirawat
diskolorasi. Diskolorasi intrinsik dapat berasal gigi yang supaya tampak lebih cerah. Pemeriksaan intra oral
nekrose, perubahan komposisi struktur atau ketebalan menunjukkan gigi depan atas dan bawah berwarna
jaringan keras dentin selama perkembangan gigi.1,2,3,4,5 kekuningan, jaringan periodontal sehat, tidak ada
Tuntutan estetika inilah yang memotivasi seseorang resesi gingiva dan karies. Tes vitalitas gigi bereaksi
untuk melakukan perawatan terhadap gigi yang terhadap dingin. Dari hasil anamnesis pasien tidak
mengalami perubahan warna. 6,7,8,9 mempunyai riwayat gigi sensitif. Rencana perawatan
Bleaching adalah perawatan yang paling adalah bleaching eksternal.
konservatif untuk gigi yang mengalami perubahan
warna dibandingkan dengan resin komposit, veneer
porselen dan mahkota, serta terbukti aman dan efektif.
Menawarkan pendekatan konservatif dengan biaya
lebih murah, sederhana, aman secara biologik dan
efektif untuk mengembalikan warna gigi. Keberhasilan
perawatan bleaching sangat tergantung pada jenis
stain yang terdapat dalam struktur gigi, lokasi, dan
seberapa dalam kemampuan agen aktif bleaching Gambar 1. Foto klinis awal
untuk berpenetrasi ke dalam email dan dentin.

Korespondensi: Muh.Yusran, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan KM.10, Makassar.
E-mail : myusranm@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Yusran M,Nurhayaty Natsir 339

PENATALAKSANAAN KASUS menit pada gigi depan atas dan bawah.. Gigi kemudian
dibersihkan dari bahan bleaching, warna gigi di cek
Sebelum memulai perawatan pasien diberi edukasi kembali apakah sudah sesuai dengan warna yang
mengenai kesehatan gigi dan mulut dan persetujuan diinginkan pasien. Warna gigi setelah bleaching menjadi
tindakan (informed consent). Selanjutnya dilakukan B2 (shade guide Opalescence Boost ). Gingival barrier
pembersihan permukaan gigi dengan brush dan pasta dilepaskan. Selanjutnya aplikasi desensitizing agent
profilaksis (prophy paste). Penentuan warna awal gigi yang mengandung 3% potassium nitrate dan 0,11%
D4 menggunakan shade guide Opalescence Boost. fluoride (UltraEZ, Ultradent) selama 15 menit. Pasien
diberi instruksi untuk menghindari kontak langsung
dengan makanan / minuman yang mengandung
pewarna, menggunakan pasta gigi whitening, tidak
merokok, dan kontrol berkala sesuai kebutuhan.

Gambar 2. Penentuan warna awal sebelum bleaching

Aplikasi protective lip balm sebagai proteksi untuk


mencegah bibir kering selama perawatan bleaching.
Selanjutnya dilakukan pemasangan optragate dan
Gambar 5. Aplikasi bahan bleaching
bite block pada pasien, gigi dikeringkan dan aplikasi
agen hemostatik pada gigi rahang atas dan bawah
(Astringent, 3M) selama 2 menit lalu dibersihkan dan
dikeringkan.

Gambar 6. Penyesuaian warna setelah bleaching

Gambar 3. Aplikasi agen hemostatik

Aplikasi gingival barrier, kemudian light cured


selama 20 detik.

Gambar 7. Aplikasi desensitizing agent

Gambar 4. Aplikasi gingival barrier

Selanjutnya aplikasi bahan bleaching H2O2 40%


Gambar 8. Foto klinis setelah bleaching
(Opalescence Boost PF 40%, Ultradent) selama 20

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
340 BLEACHING EKSTERNAL PADA GIGI YANG DISKOLORASI AKIBAT
KOMSUMSI KOPI : LAPORAN KASUS

deposisi noda ekstrinsik. Noda ekstrinsik bisa terikat


Kontrol 1 minggu kemudian tidak ada keluhan, ke gigi melalui interaksi jangka panjang seperti gaya
pemeriksaan objektif gingiva sekitar dalam keadaan elektrostatik dan van der Waals, dan interaksi jangka
normal, dan warna gigi setelah bleaching stabil. pendek seperti gaya hidrasi, interaksi hidrofobik, gaya
dipol-dipol, dan ikatan hydrogen14.
Selain itu, retensi kromofor eksogen di pelikel
terjadi ketika protein saliva secara selektif melekat
pada permukaan enamel melalui jembatan kalsium
dan selanjutnya akan terbentuk pellikel. Pada tahap
awal pewarnaan, kromogen berinteraksi dengan
pelikel melalui jembatan hidrogen. Kebanyakan noda
gigi ekstrinsik dapat dihilangkan dengan prosedur
Gambar 9. Foto kontrol 1 minggu
profilaksis rutin. Seiring berjalannya waktu, noda ini
akan menjadi gelap dan lebih persisten, tetapi masih
PEMBAHASAN
sangat responsif untuk prosedur bleaching 3.
Astringent mengandung 15% aluminium chloride
Gigi Estetik telah menjadi kebutuhan utama dalam
yang berfungsi sebagai agen hemostatik untuk
masyarakat saat ini. Diantara berbagai perawatan
konstriksi jaringan sehingga menghasilkan sulkus
untuk mengatasi perubahan warna gigi seperti
gingiva yang kering selama prosedur bleaching.15
veneer dan mahkota, bleaching merupakan pilihan
Penggunaan konsentrasi tinggi H2O2 40% pada in-
utama karena prosedur bleaching memberikan hasil
office bleaching terbukti efektif memutihkan gigi
estetik yang baik, minimal invasif, relatif aman, dan
dalam waktu yang singkat16. Seperti pada kasus ini,
efektif. Berdasarkan literatur terdapat beberapa efek
bahan bleaching digunakan dalam 1 siklus dengan
bahan bleaching terhadap jaringan keras gigi seperti
perubahan warna gigi signifikan sebanyak 4 grade (D3
penurunan microhardness, perubahan kekasaran
menjadi B2).
permukaan, dan peningkatan permeabilitas. Saliva
Kombinasi dengan teknik at-home bleaching
memainkan peran penting dalam menciptakan
menggunakan gel yang mengandung karbamid
lingkungan yang aktif untuk proses remineralisasi13.
peroksida 10%, 15%, atau 20% dapat menghasilkan
Teknik in-office bleaching menggunakan hidrogen
lebih banyak radikal peroksida sehingga menghasilkan
peroksida sebagai bahan aktif dengan konsentrasi
proses bleaching yang lebih cepat. Namun hal ini dapat
tinggi mulai dari 25% hingga 40%. Hidrogen peroksida
meningkatkan efek samping sensitivitas gigi, iritasi
adalah agen pengoksidasi yang bila berdifusi ke dalam
gingiva, iritasi tenggorokan, dan mual. Menurut Lam
gigi, terdisosiasi menghasilkan radikal bebas tidak
dkk (2014), penggunaan desensitizing agent dengan
stabil yang merupakan radikal hidroksil (OH-), radikal
kandungan 3% potassium nitrate dan 0,11% fluoride
perhidroksil (HO2-), O2- (anion oksigen), dan molekul
dapat mengurangi sensitivitas gigi dengan signifikan
oksigen yang akan memecah molekul berpigmen
pada pasien yang mendapatkan perawatan bleaching3.
organik ikatan ganda pada enamel dan dentin gigi.
Reaksi ini menghasilkan molekul pigmen yang lebih
KESIMPULAN
kecil, lebih ringan, dan terjadi pergeseran dalam
spektrum penyerapan molekul kromofor; sehingga
Bleaching eksternal menggunakan hidrogen
warna gigi menjadi lebih putih dari sebelumnya.3,13
peroksida konsentrasi tinggi merupakan perawatan
Diskolorasi pada kasus ini disebabkan oleh faktor
konservatif yang dapat secara signifikan mengubah
ekstrinsik seperti kebiasaan mengkonsumsi kopi,
warna gigi dalam waktu yang relatif singkat.
teh, dan minuman bersoda. Noda ekstrinsik muncul
karena akumulasi residu pada permukaan enamel
DAFTAR PUSTAKA
dan dipengaruhi oleh iregularitas enamel, komposisi
saliva, laju aliran saliva, konsumsi makanan dan 1. Kanogrungsee T, Leevailoj C. Porcelain veneers in severely
minuman kromatogenik, penggunaan tembakau dan tetracycline-stained teeth: A clinical report. M Dent J.
kebersihan rongga mulut yang buruk. Afinitas material 2014;34:55-69.
ke permukaan gigi memainkan peran penting dalam 2. Suchetra A, Khawar S, mundinamane DB, Apoorva SM, Bhat D,

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Yusran M,Nurhayaty Natsir 341

Govindappa L. All about dental stains: A review (Part I).Annals 12. Presoto CD, Bortolatto JF, Carvalho PPF, Trevisan TC, Floros MC,
dental of specialty. 2016;4(3): 11-6. Junior OBO. New parameter for in-offoce dental bleaching.
3. Alqahtani MQ. Tooth-bleaching procedures and their Case reports in dentistry. 2016: 1-4.
controversial effects: Aliteratur review. The Saudi Dental 13. Junior, W.F.V., Thayla, H.N.G., Bruna, G.S., Vanessa, C.P.S.B.,
Journal. 2014;26: 33-46 Flavio, H.B.A., Debora, A.N.L.L., 2017, Toothpaste use protocol
4. Antonini L, Luder HU. Discoloration of teeth from tetracycline with dental bleaching for a conservative treatment: case
– even today? Evaluation of a case series. Schweiz monatsschr reports, Contemporary Clinical Dentistry, 8(4): 637-641.
zahnmed. 2011;121: 414-22. 14. Perdigao, J., 2016, Tooth whitening: An evidence-based
5. Dixit H, Bachkaniwala M, Khan S, Yadav H, Pandit V. In office perspective, 1st ed, Springer, USA, pp: 22-25.
teeth whitening: Case report.Int. Oral Health Med Res 2016; 15. Shrestha, L., Pradhan, D., Mehta, V.V., Dixit, S., 2017, Gingival
3(3):72-77. retraction methods: A descriptive survey among dentists in
6. Baharvand M, Colors in tooth discoloration: A new Nepal, IJCMR, 4(9): 1836-1839.
classification and literature review. Int J Clin Dent. 2014;7(1): 16. Basting, R.T., Amaral, F.L.B., Franca, F.M.G., Florio, F.M., 2012,
16-28. Clinical comparative study of the effectiveness of and tooth
7. Sisodia S. Palekar A, Ali G. Vital teeth bleaching-review & case sensitivity to 10% and 20% Carbamide peroxide home-use and
report. NJDSR 2014;1(1); 50-53. 35% and 38% hydrogen peroxide in-office bleaching materials
8. Jyothi M, Girish K, Mounika A, Jyothirmayi S, Bhargav K, Sonam containing desensitizing agents, Operative Dentistry, 37(5):
A. Conservative management of discoloured anterior teeth – 464-473.
A case report. Sch . J. Dent. Sci. 2016; 3(2): 58-62.
9. Izidoro, A.C.S.A., Gislaine, C.M., Cristian, H., Christiana, Z.G.,
Lidia, Y.T., Joao, C.G., Nara, H.C., Janaina, H.J., 2015, Combined
technique for bleaching non-vital teeth with 6 month clinical
follow-up: case report, Int J Oral Dent Health, 1(2): 1-4.
10. Maiti N, Das UK. Vital tooth bleaching: A case report. American
Journal of Advances In Medical Science. 2014;2(1):1-6.
11. Li Y, Greenwall L. Safety issues of tooth whitening
using peroxide-based materials. British dental Journal,
2013;215(1):29-35.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
342 PO-71 BLEACHING EKSTERNAL PADA GIGI YANG DISKOLORASI
AKIBAT KONSUMSI KOPI : LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN DISKOLORASI GIGI NON VITAL DENGAN


BLEACHING INTERNAL : LAPORAN KASUS
Aries Chandra Trilaksana*, Mufliha Siri**
*Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar
**Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

Background: Dental discoloration due to intracoronal hemorrhage after trauma can cause aesthetic problem and a person’s
appearance. Internal bleaching is a non invasive method to restore the original color of the tooth after endodontic treatment
by placing a strong oxidizing agent in the pulp chamber. Objective: Provide internal bleaching protocol to restore discolored
tooth due to trauma.
Case: The 50-year-old patient complained about tooth discoloration on 21 due to trauma at the age of 14 and wanted to
improve the color of her teeth.
Case Management: After adequate endodontic treatment and placement of RMGIC as a barrier, 35% hydrogen peroxide is
applied to the pulp chamber for 3-5 days. The procedure can be repeated until it reaches the desired color. In this case the
expected tooth color change has been achieved after 3 times application of H2O2.
Conclusions: Color change on non-vital tooth cause by trauma can be treated by internal bleaching technique.

Keyword : Discoloration, internal bleaching, H2O2

PENDAHULUAN sel darah merah. Pelepasan heme yang dikombinasi


dengan pembusukan jaringan pulpa membentuk
Dengan meningkatnya ketertarikan terhadap iron. Iron kemudian diubah oleh hidrogen sulfat yang
estetik dalam bidang kedokteran gigi, bleaching gigi dihasilkan oleh bakteri menjadi iron sulfat yang gelap,
yang mengalami diskolorasi baik vital maupun non vital yang menyebabkan gigi berwarna keabu-abuan.
menjadi popular.1 Diskolorasi gigi dapat diklasifikasikan Produk ini akan berpenetrasi jauh ke dalam tubulus
berdasarkan lokasi dan etiologinya yaitu intrinsik, dentinalis dan dapat menyebabkan diskolorasi gigi
ekstrinsik dan kombinasi keduanya.2 secara keseluruhan.2,3
Penyebab ekstrinsik terjadi oleh karena derivate Perawatan internal bleaching pada gigi non
kromogen dari kebiasaan mengkonsusumsi seperti vital menjadi pilihan karena merupakan perawatan
minuman anggur, kopi, teh, wortel, jeruk coklat, dengan resiko yang ringan pada gigi paska perawatan
tembako, obat kumur atau plak pada permukaan endodontik.4
gigi,2 Sedangkan diskolorisasi intrinsik merupakan Bleaching pada gigi non vital memiliki beberapa
tipe yang dihasilkan dari penyebab sistemik dan keuntungan dibandingkan perawatan lain seperti
lokal. Penyebab sistemik termasuk penggunaan obat- full veneer crown. Kesulitan dalam pencocokan
obatan (tetrasiklin), metabolik, fluorosis dan genetik warna hingga mencapai tampilan yang alami adalah
(hyperbilirubinemia, amelogenesis imperfecta dan kemungkinan kekurangan dari restorasi full coverage.5
dentinogenesis imperfecta). Penyebab lokal termasuk Sebaliknya bleaching non vital merupakan prosedur
nekrosis pulpa, hemoragik intrapulpa, sisa-sisa non-invasif, perawatan ini kurang memakan waktu
jaringan pulpa setelah terapi endodontic, bahan- dan ekonomis.6
bahan endodontic, bahan tambalan koronal, resorpsi Bahan bleaching yang sering digunakan untuk
akar dan penuaan.1 pemutihan pada gigi yang telah dirawat saluran akar
Gigi yang mengalami trauma yang parah dapat seperti: hidrogen peroksida, carbamid peroksida
menyebabkan perdarahan pada ruang pulpa oleh dan sodium perborate. Hidrogen peroksida yang
karena rupturnya pembuluh darah. Komponen darah digunakan dalam bidang kedokteran untuk bahan
kemudian mengalir masuk ke tubulus dentinalis. pemutih dengan perbedaan konsentrasi dari 5%-35%.
Pertama-tama perubahan warna pink pada mahkota Konsentrasi hidrogen peroksida yang tinggi bersifat
gigi dapat diobservasi, kemudian diikuti hemolisis caustic, jaringan terasa terbakar saat kontak, dan
Korespondensi: Mufliha Siri, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan KM.10, Makassar,
Indonesia. Alamat e-mail : muflihasiri86@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aries Chandra Trilaksana, Mufliha Siri 343

dapat menyebabkan radikal bebas . Konsentrasi cairan KASUS


yang tinggi harus ditangani secara hati-hati.2
Carbamid peroksida (CO(NH202H2O2) merupakan Pasien wanita usia 50 tahun datang ke Rumah Sakit
senyawa organik kristal putih yang dibentuk oleh Gigi dan Mulut dengan keluhan gigi depan kiri atas
urea dan hidrogen peroksida dan digunakan dalam berubah warna kuning kecoklatan dan pernah bengkak
konsentrasi yang berbeda. Dalam lingkungan hidrofilik sejak 1 bulan lalu. Pasien pernah mengalami trauma
akan terurai menjadi 3% hidrogen peroksida dan pada usia 14 tahun. Hasil pemeriksaan klinis gigi 21,
7% urea. Bahan yang paling populer mengandung tes vitalitas -, perkusi + palpasi + dan terdapat sinus
carbamid peroksida dengan kandungan gliserin, dapat track. Pemeriksaan dengan panduan Vita Master
membuat bahan lebih stabil secara kimia dibandingkan Classic menunjukkan bahwa gigi 21 berwarna A4 dan
hidrogen peroksida.2 gigi tetangganya berwarna A2 Hasil pemeriksaan
Sodium perborate adalah bahan pengoksidasi radiografi menunjukkan adanya gambaran radiolusen
yang tersedia dalam bentuk bubuk. Bahan ini stabil di daerah apikal dapat dilihat pada gambar 1.
ketika kering, namun dengan adanya asam, udara
hangat dan air membentuk natrium metaborat, PENATALAKSANAAN KASUS
hidrogen peroksida dan oksigen. Sodium perborate
lebih mudah untuk dikendalikan dan lebih aman dari Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan
hidrogen peroksida. Beberapa laporan menyarankan radiografi gigi mengalami perubahan warna oleh
menggunakan campuran sodium perborate dan karena trauma pada gigi #21 dengan diagnosa abses
air karena dapat menurunkan potensi yang dapat apikalis kronis. Perawatan yang akan dilakukan adalah
menyebabkan resorpsi servikal.2,6 perawatan saluran akar dan internal bleaching dengan
Tujuan dari laporan kasus ini yaitu menyajikan restorasi komposit di palatal gigi 21.
protokol bleaching internal untuk mengembalikan
warna gigi yang mengalami diskolorasi akibat trauma. Kunjungan pertama
Perawatan saluran akar dimulai dengan melakukan

a) b)
Gambar 1 a). Gambaran klinis dengan shade guide warna A4 b). Gambaran radiologi gigi #21

a) b)
Gambar 2. a) Penentuan panjang kerja dengan apeks locator yang dikonfirmasi dengan radiografi b) Preparasi saluran
akar gigi #21 dengan Protaper FHU S1-F5

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
344 BLEACHING EKSTERNAL PADA GIGI YANG DISKOLORASI
AKIBAT KONSUMSI KOPI : LAPORAN KASUS

open akses di palatal gigi 21 kemudian menentukan


panjang kerja dapat dilihat pada gambar 2 dengan
menggunakan apeks locator yang dikonfirmasi dengan
radiografi. Setelah diperoleh panjang kerja kemudian
dilakukan preparasi dengan menggunakan Protaper
FHU S1-F5. Kemudian didressing dengan calsium
hidroksida.(gambar 2)

Kunjungan kedua
Pemeriksaan klinis perkusi dan palpasi +,
dilakukan irigasi NaOCl 2,5% dan aquades kemudian
mengeringkan saluran akar setelah itu dressing
a) b)
ulang dengan kalsium hidroksida kemudian ditambal
Gambar 4. a) foto radiografi pengambilan guttap 2-3 mm
sementara. di bawah orifice b). foto radiografi aplikasi barrier dengan
RMGIC sampai batas orifisium
Kunjungan ketiga:
Pemeriksaan klinis perkusi dan palpasi (-). kemudian Tahap selanjutnya adalah mengaplikasikan
dilakukan irigasi lalu dikeringkan dengan paper point, opalescence endo (dengan kandungan Hidrogen
setelah itu dilakukan try in guttap dan diobturasi Peroksida 35%) pada ruang pulpa kemudian ditutup
dengan teknik termoplastis tampak pada gambar 3. dengan kapas dan semen ionomer kaca tipe 2 untuk
mencegah kebocoran mikro. Pasien dianjurkan untuk
kontrol secara berkala 3-5 hari setelah aplikasi.
Gambar ilustrasi desain perawatan dapat dilihat pada
gambar 5.

a) b)
Gambar 3.a) Foto try in guttap b). Foto obturasi

Kunjungan keempat
Pemeriksaan klinis perkusi dan palpasi (–) Gambar 5. Gambar ilustrasi penempatan bahan pada
kemudian buka tambalan sementara dan dilakukan perawatan bleaching internal.
pengambilan guttap sebanyak 2-3 mm di bawah orifice
menggunakan peeso reamer. Setelah terdapat ruang Kunjungan kelima
kemudian diaplikasikan RMGIC sampai batas orifisium Berdasarkan anamnesis, pasien tidak merasakan
yang terlihar pada gambar 4. Kemudian dietsa dengan keluhan ada nyeri pada gigi 21. Pemeriksaan klinis
bahan 37 % selama 30 detik kemudian dilakukan tampak tambalan masih melekat dengan baik,
pencucian etsa dan dikeringkan dengan cotton pellet. dengan panduan warna vita classic menunjukkan
warna A 3,5 tampak pada gambar 6 dibagian servikal
sudah memudar namun di bagian incisal masih
berwarna kecoklatan. Aplikasi bahan bleaching
diulangi lagi dengan membersihkan kavitas kemudian
mengaplikasikan etsa asam fosfat 37% kemudian
membilas dan dikeringkan dengan cotton pelet. Bahan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aries Chandra Trilaksana, Mufliha Siri 345

bleaching opalescence endo 35% diaplikasikan di


ruang pulpa kemudian ditumpat dengan ionomer kaca.

Gambar 8. Perubahan warna terlihat pada shade guide vita


classic dengan warna A2.

Gambar 6. Menunjukan perubahan warna mulai terjadi di


daerah servikal namun pada daerah incisal masih sedikit PEMBAHASAN
gelap.
Diskolorasi gigi anterior karena trauma atau
Kunjungan keenam perawatan endodontik dapat menyebabkan masalah
Berdasarkan anamnesis tidak ada keluhan dan estetik pada pasien. Penanganan diskolorasi gigi
tumpatan masih melekat baik, pemeriksaan objektif post endodontik meliputi full veneer, veneer, crown
perkusi – dan palpasi -. Pemeriksaan panduan warna dan teknik non-invasive seperti bleaching.6 Dalam
menunjukkan perubahan warna menjadi A3 terlihat beberapa literatur melaporkan keberhasilan perawatan
pada gambar 7, aplikasi bahan bleaching diulang dan bleaching internal pada gigi non vital. Teknik walking
pasien diminta kontrol 3-5 hari kemudian. bleaching diperkenalkan pada tahun 1961 dengan
penempatan campuran sodium perborate dan air ke
dalam ruang pulpa dan kemudian ditutup diantara
kunjungan pasien. Metode kemudian dimodifikasi
dengan menempatkan hidrogen peroksida 30-35%
untuk memperbaiki efek pemutihan.7
Bahan pemutih yang digunakan adalah hidrogen
peroksida 35%. H2O2 berbentuk cairan jernih,
tidak berbau, tidak stabil, dan bersifat asam. H2O2
mempunyai berat molekul yang rendah sehingga
Gambar 7: Menunjukkan perubahan warna terlihat dengan dapat berdifusi ke email dan dentin. Proses bleaching
shade guide berwarna A3. berdasarkan reaksi oksidasi. Pada reaksi redoks bahan
H2O2 sebagai oksidator akan melepaskan radikal
Kunjungan ketujuh bebas yang tidak mempunyai pasangan elektron.
Pada pemeriksaan subjektif tidak ada keluhan. Elektron ini berikatan dengan molekul organik untuk
Pemeriksaan klinis tumpatan masih melekat baik dan mencapai kestabilan, yaitu daerah yang memiliki ikatan
tidak ada gejala saat dilakukan tes perkusi dan palpasi. ganda dan memutuskan ikatan tersebut menjadi lebih
Pemeriksaan dengan panduan warna menunjukkan sederhana yang memberikan warna yang lebih terang.8
perubahan warna gigi pasien menjadi A2 terlihat pada Aplikasi bahan hidrogen peroksida 35% pada pasien
gambar 8 yang telah menyerupai gigi sebelahnya yaitu dikontrol setelah 3-5 hari, dan prosedur dapat diulang
gigi 11. Setelah memperoleh warna yang diinginkan sedikit overbleaching dari yang diinginkan karena gigi
palatal gigi 21 direstorasi komposit. cenderung menggelap sedikit setelah pemutihan.8
Dalam kasus ini diaplikasikan asam fosfat 37%
selama 30 detik sebelum aplikasi bahan bleaching
untuk menghilangkan smear layer dan membuka
tubulus dentinalis. Berdasarkan hasil penelitian Camps
J et al (2010) mengemukakan bahwa difusi hidrogen

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
346 BLEACHING EKSTERNAL PADA GIGI YANG DISKOLORASI
AKIBAT KONSUMSI KOPI : LAPORAN KASUS

peroksida lebih tinggi pada kavitas yang dietsa memberikan hasil terbaik dan meminimalkan atau
dibanding yang tidak di etsa.9 menghilangkan resiko yang terkait dalam perawatan
Resorpsi diduga berkaitan dengan bahan bleaching ini.
yang berdifusi ke tubuli dentin sampai ke servikal
sementum dan ligamen periodontal yang menyebabkan DAFTAR PUSTAKA
reaksi jaringan dan respon inflamasi yang menyebabkan
resorpsi akar. Kasus-kasus bleaching sering dikaitkan 1. Abdelkader, N. N., 2015, Modified Technique for Non Vital
Tooth Bleaching, A Case Report, Electronic Physician, 7(6)
dengan resorpsi servikal adalah kasus-kasus dengan
:1423-26.
penggunaan panas, cahaya, dan konsentrasi H2O2 2. Platino, G., Buono, L., Grande, M. N., Pameijer, H. C., Somma,
yang tinggi. Faktor resiko yang lain termasuk trauma, F., 2008, Non Vital Tooth Bleaching : A Review of the Literature
bleaching sebelum bahan endodontik dimasukkan, and Clinical Procedures. JOE, Volume 34:4.
dan kegagalan penutupan guttap percha dengan 3. Zimmerli, B., Jeger, F., Lussi, A., 2010, Bleaching of Non Vital
Teeth. Clinical Relevant Literature Review, Scheiz Monatsschr
bahan base yang tepat. Namun tidak ada bukti yang Zahnmed , Vol 120.
melaporkan adanya resorpsi servikal ketika konsentrasi 4. Soesilo, D., 2016, Perawatan Internal Bleach untuk Estetik Gigi
rendah H2O2 digunakan tanpa panas.10 Paska Perawatan Endodontik, Jurnal Kedokteran Gigi Denta,
Beberapa modifikasi dapat dilakukan untuk Volume 10. No.2
5. Ambalia, V. S., Ramgadhia, S. G., 2017, Nonvital Tooth
meminimalisir resiko resorpsi apikal dan servikal.11
Bleaching, Noninvasive Technique: A Case Report. IOSR
Penempatan light cure glass ionomer 2 mm Journal of Dental and Madical Sciences., Volume 16( 3): 80-82.
ditempatkan di atas guttap percha menggunakan 6. Almuhareb, T, 2017, Management of Discolored Endodontically
light cure LED. Barier ini membantu mencegah difusi Treated Tooth Using Sodium Perborate. Jurnal of International
bahan bleaching melalui gigi ke ligamen periodontal Oral Health.: 182.1, 192.52.
7. Neelakantan, P., 2012, Non Vital Bleaching. A Non Invasive
dan daerah periapikal.12 Hanse Bayless & Davis Post Endodontic Treatment Option. A Case Report, Journal of
merekomendasikan bahan penutupan saluran akar Clinical and Diagnosis Research.
yang telah dirawat seperti : glass ionomer cement, 8. Goldstein’s, E, R., Chu, J. S., Lee, A. E., Stappert, J. F. C., 2018,
zink oxide eugenol, intermediate restorative material Esthetics in Dentistry, Wiley & Sons, Edisi 3. Volume.1. Hal 349
9. Camp, J., Pomel, L., Aubut, V., About, I., 2010, Influence of
(IRM), zink fosfat cement, bahan hidrofilik dan resin
Acid Etching on Hydrogen Peroxide Diffusion Through Human
composit.13 Dentin. Am J Dent, 23(3):168-70
Ada bukti literatur yang menunjukkan prognosis 10. Rona, L., Abigail, M., O’Connell, Anne, C., 2009, An Effective
pemutihan pada gigi non-vital. Menurut Howell, Bleaching Technique for Non Vital, Discoloured Teeth
teknik walking bleaching memiliki tingkat keberhasilan in Children and Adolescents, Journal of The Irish dental
Association, Volume 55(4).
sebesar 89,5%,. Namun ada kemungkinan untuk 11. Madhurkaira, Saxena, A., Manochandak, Das, A., Kashikar,
diskolorisasi rekuren yang berarti bahwa hasil akhir R., 2018, Management of Tooth on Non Vital Endodontically
tidak dapat dianggap permanen. Beberapa penulis juga Treated Tooth: A Case Report, International Journal of
mengemukakan bahwa gigi yang mengalami diskolorasi Development Research, Vol.08, Issue 01. Pp: 18331-183
12. Agarwal, S. R., Saha, G. S., 2011, Inside-Outside Bleaching of
bertahun-tahun tidak dapat merespon baik terhadap
Discolor Non Vital Teeth.International, Journal of Dental Clinis,
proses bleaching sebagai bentuk pengembalian Volume 3: issue 3.
warna yang dilakukan dalam waktu singkat namun 13. Canggul, S., Aydin, S., 2017, Bleaching Treatment in
Brown melaporkan bahwa trauma atau diskolorasi Devitalised Teeth and the Restoration of Anterior Aesthetic.
akibat nekrosis pulpa lebih sukses di bleaching sekitar 2 Case Reports. Journal of Dental Health, Oral Disoreder &
Therapy, 8, (6): 00303
95% kasus dibandingkan dengan diskolorasi akibat 14. Singh, K. A., Singh, K. A., 2013, Walking Bleach: A Case Report.
medikamen atau restorasi.14 IJOCR. Volume 1, Issue 2

KESIMPULAN

Perubahan warna pada gigi non vital akibat


trauma dapat dipulihkan dengan teknik bleaching
internal, namun perawatan ini juga memiliki resiko
terjadinya resorpsi servikal. Oleh sebab itu dibutuhkan
penanganan yang hati-hati dan adekuat untuk

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PO-72 347
Arfina Sari Hamid, Aries Chandra Trilaksana

KOREKSI ESTETIK PADA HYPOPLASIA ENAMEL MENGGUNAKAN


VENEER PORCELAIN : LAPORAN KASUS
Arfina Sari Hamid*, Aries Chandra Trilaksana**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesalis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

Background : Public awareness of esthetics has increased over a period of several years. Aesthetic disorders such as
discoloration and malformations can affect a person’s appearance especially when smiling. Malformation of teeth can be
caused by abnormalities when development of teeth, such as enamel hypoplasia. Enamel hypoplasia occurs due to enamel
disorder that the formation of the enamel composition matrix. Enamel hypoplasia caused by local or systemic factors, defects
formed involving an even more teeth. Porcelain veneer is a solution in morphological problems such as color, shape, contour
and position of the tooth. Porcelain veneer is recommended for restoration with localized defects caused by deeper internal
stains or defects in enamel. Purpose: Improve discoloration and texture of tooth enamel surfaces with enamel hypoplasia
using indirect porcelain veneer.
Case: A 23-years-old woman came to Dental Center of Hasanuddin University Hospital wanted to restore her anterior
maxillary teeth. Clinical examination revealed that insisivus lateral where discolored with brownish white patches on labial
surfaces of teeth.
Case Management: Indirect veneer with selected porcelain material as a restoration due to its aesthetic and more durable.
Conclusion: Porcelain veneer is the right choice for the conservative restoration in cases of enamel hypoplasia and provide
a very satisfactory aesthetic results.

Keyword: esthetic correction, porcelain veneer, enamel hypoplasia

PENDAHULUAN pendekatan restoratif seperti veneer porcelain. Veneer


telah lama digunakan sebagai pendekatan restorasi
Pada beberapa dekade terakhir, masyarakat minimal invasive untuk memperbaiki bentuk dan warna
telah menyadari pentingnya memiliki senyum yang gigi. Beberapa studi melaporkan tingkat keberhasilan
menarik karena dapat mempengaruhi penampilan yang tinggi dan tahan lama menggunakan veneer.
serta meningkatkan kepercayaan diri.1 Masyarakat Preparasi gigi untuk veneer bersifat konservatif dan
biasanya menghindari senyum jika terdapat kelainan tetap dominan pada enamel untuk kekuatan ikatan
pada gigi, misalnya adanya perubahan warna gigi, yang lebih tinggi dan mengurangi risiko sensitivitas
malformasi, malposisi, diastema, fraktur mahkota dan pasca perawatan.4
defek abrasive atau erosive. Salah satu pembentukan Tujuan laporan kasus ini yaitu Memperbaiki
abnormal yang menyebabkan diskolorasi gigi adalah diskolorasi dan tekstur permukaan gigi yang mengalami
enamel hypoplasia. 2 hipoplasia enamel menggunakan indirect veneer
Enamel hypoplasia merupakan gangguan yang berbahan porcelain.
terjadi pada proses pertumbuhan dan dapat dikaitkan
dengan genetika maupun trauma dan melibatkan satu LAPORAN KASUS
atau beberapa gigi. Enamel hypoplasia terjadi pada
permukaan bukal dan labial gigi dan sebagian besar Seorang perempuan berusia 23 tahun datang ke
bermanifestasi sebagai transverse grooves, linear RSGM Hj. Halimah dg. Sikati Universitas Hasanuddin
enamel hypoplasia (LEH) namun juga dapat terlihat Makassar dengan keluhan terdapat bercak putih
seperti pit dan groove.3 kecoklatan pada gigi anterior yang dialami sejak ±7
Stain yang dalam disebabkan oleh enamel tahun yang lalu, pasien tidak pernah merasakan ngilu.
hypoplasia atau penyebab intrinsik lainnya, namun (Gambar 1) Berdasarkan pemeriksaan intraoral,
tidak dapat dirawat dengan metode konservatif seperti terdapat kalkulus pada rahang atas dan rahang bawah,
mikroabrasi dan bleaching tetapi membutuhkan gigi 12 terlihat bercak putih kecoklatan, tes vitalitas
Korespondensi: Arfina Sari Hamid, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Makassar,
Indonesia. Alamat e-mail: arfinasarihamid@ymail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
KOREKSI ESTETIK PADA HYPOPLASIA ENAMEL
348 MENGGUNAKAN VENEER PORCELAIN : LAPORAN KASUS

positif, perkusi negatif. Diagnosis klinis yaitu pulpa bagian insisal (Gambar 5.a) selanjutnya ratakan bagian
normal disertai enamel hypoplasia, rencana perawatan insisal gigi sesuai bentuk anatomi (Gambar 5b).
akan dilakukan restorasi veneer berbahan porcelain.

Gambar 3. Pembuatan deep guide menggunakan deep


cutting bur pada bagian labial gigi 12
Gambar 1. Foto klinis gigi 12 yang mengalami hypoplasia
enamel

PENATALAKSANAAN KASUS

Kunjungan pertama dilakukan anamnesis, foto


klinis, diagnosis, menentukan rencana perawatan dan
melakukan informed consent. Selanjutnya, dilakukan
pembersihan karang gigi pada rahang atas dan rahang Gambar 4. Preparasi permukaan labial gigi 12
bawah. Setelah itu menentukan warna gigi awal yang
sesuai menggunakan Shade guide Vita Pan 3D Master,
dan didapatkan warna awal gigi yaitu 3M2 (Gambar
2). Kemudian melakukan pencetakan gigi rahang atas
dan rahang bawah untuk mendapatkan model studi.
Setelah didapatkan model studi, langkah selanjutnya
yaitu pembuatan wax-up untuk prosedur mock-up
awal.
Gambar 5.a. Pembuatan deep guide pada bagian insisal

Gambar 2. Penentuan warna awal menggunaan shade


guide Vita Pan 3D master Gambar 5.b. Pengurangan pada bagian insisal sesuai
anatomi gigi sebanyak 0.5 - 1 mm
Kunjungan kedua persiapan preparasi gigi. Sebelum
Selanjutnya hasil preparasi dihaluskan. Keringkan
prosedur preparasi dimulai, dilakukan pemasangan
gigi yang dipreparasi tadi. Selanjutnya cek ketebalan
rubber dam. Preparasi dilakukan pada permukaan
preparasi menggunakan silicone putty index (Gambar
labial gigi 12 menggunakan deep cutting bur untuk
6). Lakukan pencocokan warna gigi setelah preparasi
membentuk deep guide (Gambar3). Selanjutnya
menggunakan shade guide vita pan 3D Master. Setelah
dilakukan preparasi pada permukaan labial (Gambar4).
itu, cetak gigi geligi rahang atas menggunakan bahan
Akhiran chamfer digunakan pada bagian proksimal gigi
elastomer untuk mendapatkan hasil cetakan yang
12 tanpa menghilangkan kontak proksimal, serta pada
lebih akurat (Gambar 7) dan pada rahang bawah
bagian insisal dilakukan pengurangan sekitar 0.5 - 1
dicetak menggunakan bahan irreversible hydrocolloid.
mm. Langkah awal dengan membuat deep guide pada
Selanjutnya, pencetakan bite registration dan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Arfina Sari Hamid, Aries Chandra Trilaksana 349

pemasangan temporary veneer menggunakan eugenol- cement lalu curing menggunakan light cure (Gambar
free temporary luting cement (Gambar 8). Hasil 9).
cetakan selanjutnya dikirim ke dental laboratorium
untuk prosedur pembuatan veneer porcelain.

Gambar 6. Cek ketebalan preparasi Gambar 10. Hasil akhir setelah sementasi veneer porcelain

PEMBAHASAN

Kelainan enamel yang menyebabkan defek maupun


staining pada gigi merupakan salah satu alasan pasien
untuk mencari perawatan gigi untuk meningkatkan
kepercayaan diri saat tersenyum. Staining pada
gigi memiliki beberapa faktor etiologi mulai dari
Gambar 7. Hasil cetakan rahang atas dan rahang bawah
hypoplasia sederhana hingga fluorosis gigi yang
parah. Pemahanaman tentang proses penyakit sangat
penting dalam menentukan perawatan yang tepat.
Kerusakan enamel pada gigi dengan proses yang cepat
dan menimbulkan defek yang dalam membutuhkan
pendekatan restorative dengan veneer.4
Tooth veneering merupakan prosedur minimal
invasive yang memungkinkan praktisi menerapkan
prinsip-prinsip biomimetic dalam kosmetik kedokteran
Gambar 8. Pemasangan temporary veneer
gigi serta mendapatkan keseimbangan antara
porcelain dan enamel. Penggunaan veneer porcelain
memberikan kombinasi hardness, resistensi dan
ketahanan yang sangat baik.5
Pemilihan veneer indirect dengan bahan porcelain
dalam hal ini dapat memberikan estetik dan kekuatan
yang sama seperti gigi asli, misalnya warna gigi cukup
stabil dan tampak lebih alami.6 Selain itu, kesehatan
jaringan periodontal dapat dipertahanankan karena
Gambar 9. Sementasi veneer porcelain sifat biokompatibilitas dan non porous dari bahan
porcelain sehingga dapat meminimalkan pembentukan
Kunjungan ketiga, Lakukan try-in veneer porcelain. plak.7,8 Karena ini ketahanan terhadap abrasi lebih
Pada saat prosedur try-in, lakukan pengecekan oklusi tinggi, tingkat fraktur rendah dan tingkat karies
dan artikulasi, dan cek adaptasi restorasi dengan berulang rendah.7
jaringan sekitarnya. Selanjutnya keringkan permukaan Preparasi veneer pada enamel dilakukan untuk
labial gigi 12. Etsa veneer porselen dengan 9 % buffered mencapai ikatan yang optimal.9 Preparasi gigi dimulai
hydrofluoric acid selama 60 detik kemudian bilas dan pada permukaan labial menggunakan deep cutting
keringkan, selanjutnya aplikasikan silane coupling bur dari mesioproximal line angle ke distoproximal
agent dan biarkan selama 60 detik Keringkan gigi 12. line angle. Tiga depth cuts pada bagian servikal,
Insersi veneer porcelain dengan self adhesive resin middle dan sepertiga insisal gigi dipreparasi dengan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
KOREKSI ESTETIK PADA HYPOPLASIA ENAMEL
350 MENGGUNAKAN VENEER PORCELAIN : LAPORAN KASUS

dimensi 0.3, 0.5, dan 0.7. Garis akhir (finish line) DAFTAR PUSTAKA
dibuat menggunakan long tapered bur. Preparasi pada
bagian labial dilakukan tanpa menghilangkan kontak 1. Azouzi, et.al. 2018. Ceramic veneer for smile optimization:
a multidisciplinary approach. MOJ Clin Med Case Rep, 8(1):
proksimal gigi.9,10
00227.
Desain preparasi pada bagian insisal menggunakan 2. Thomas D, et.al. 2018. Esthetic correction with laminate
butt joint preparation dengan melakukan pengurangan veneers – a case series. e-ISSN: 2320-7949 and p-ISSN: 2322-
sebesar 0,5 – 1 mm dan. Chay SY et.al. mengatakan jika 0090.
pengurangan insisal lebih dari 1 mm, bahan porcelain 3. Berbesque JC, et.al. 2018. Frequency and developmental
timing of linear enamel hypoplasia defects in early archaic
tidak didukung oleh struktur gigi dan beresiko Texan hunter – gatheres. J 6:e4367; DOI 10.7717/peerj.4367.
mengalami fraktur11 serta overlapping incical dengan 4. Kapadia Y, et.al. 2018.Tooth staining : a review of etiology and
finishing line pada bagian inciso-lingual akan menutup treatment modalities. Acta Scientific Dental Sciences 2.6 : 67-
margin insisal sehingga dapat menambah nilai estetik. 70.
5. Azzaldeen A Et Al. 2015. Restoration of Esthetics using
Butt joint dibuat dengan melakukan pemotongan
Ceramics Laminate Veneer. Journal of Advanced Medical and
bagian insisal tanpa membentuk palatal chamfer.9 Dental Sciences Research |Vol. 3|Issue 1| January-March
Bahan porcelain ceramic dipilih karena porcelain 6. Cunha FL, et.al. 2013. Ceramic veneer with minimum
memiliki karakteristik bonding yang baik dengan preparation: a case report. European journal of dentistry ·
struktur gigi. Peningkatan retensi ini juga terutama October.DOI:10.4103/1305-7456.120645
7. Jumiarti DE. 2010. Indirect veneer treatment of anterior
berkaitan dengan penggunaan hydrofluoric acid yang maxillary teeth with enamel hypoplasia. Dent. J. Maj. Ked.
digunakan saat mengetsa permukaan bagian dalam Gigi, Vol. 43. No. 3 September: 159–161
dari veneer serta terkait dengan penggunaan silane- 8. Mancini M, et.al. 2016. Ceramic veneer: a step by step case
coupling agent. Aplikasi silance coupling agent untuk report. Global Journal of Oral Science, 2, 20-27
9. Obradović-Đuriči KB, et.al. 2014. Porcelain veneers –
meningkatkan kekuatan ikatan dari semen berbasis
preparation design: A retrospective review. Hem. Ind. 68 (2)
resin ke porcelain.6 179–192)
Light cured resin based cement digunakan pada 10. Kamble VD, Parkhedker RD. 2013. Esthetic rehabilitation of
proses sementasi veneer. Jenis semen ini merupakan discolored anterior teeth with porcelain veneer. Contemporary
pilihan yang tepat untuk luting veneer indirect dalam medical dentistry. Jan-March., vol 4, issue 1.
11. Chai SY, et.al. 2018. Incisal Preparation design for ceramic
hal bond strength dan peningkatan waktu kerja. Waktu veneer: a critical review. Jada:149(1):25-37
kerja dianggap penting untuk penentuan posisi dan
adaptasi veneer.6
Veneer porcelain telah terbukti menjadi perawatan
konservatif dengan memberikan estetika yang sangat
baik. Namun, veneer ini memiliki kekurangan dan
keterbatasan dan telah ditunjukkan bahwa kurangnya
email merupakan salah satu penyebab utama
kegagalan.5

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa indirect porcelain


veneer merupakan perawatan yang efektif yang dapat
digunakan pada kasus enamel hypoplasia. Dengan kata
lain, indirect porcelain veneer merupakan perawatan
alternatif yang secara konservaitf dapat meningkatkan
penampilan estetika dengan pengambilan jaringan
enamel yang minimal dan mempertahankan jaringan
sehat yang lebih banyak.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PO-73 351
Widy, H.D. Adhita Dharsono

PENATALAKSANAAN PERAWATAN SALURAN AKAR MELENGKUNG


PADA GIGI PREMOLAR PERTAMA RAHANG ATAS KIRI : LAPORAN
KASUS
Widy*, H.D. Adhita Dharsono**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung

ABSTRACT

Background: Negotiating the tooth with curved root canals often give a challenge in their root canal treatment management.
Common causes of failures in such cases are primarily related to procedural errors such as ledges, fractured instruments,
and canal blockage. Aim: To elaborate how to manage a curved canal on root canal treatment to prevent the failure of the
root canal treatment.
Case: A 21 year old female patient reported to Conservative Dentistry Department of Padjadjaran University Dental Hospital
with the chief complaint of pain in relation to upper left posterior tooth, the pain was increased while chewing at the region
of the tooth. Clinical examination revealed maxillary left first premolar had been restored and radiographic examination
revealed maxillary left first premolar has a curved canal with periapical lesion.
Case Management: Tooth isolated with rubber dam and then access preparation was done. Each canal were estimated
by apex locator. The canals were instrumented by precurved hand files with balanced force technique and rotary NiTi
instruments under irrigation with 5,25% sodium hypochlorite and calcium hydroxide was used as an intracanal medicament
and on the next visit root canals were obturated with sealer and gutta percha. After completion the tooth was restored with
fiber post and direct composite as a long term temporary restoration.
Conclusion: A clinician should have knowledge of the morphology of tooth related to its shape and structure before starting
treatment and choosing a suited root canal preparation technique for such cases will contribute to successful root canal
treatment.

Keywords: Balanced force technique, curved canal, precurved hand file.

PENDAHULUAN endodontik oleh karena bahan ini memiliki keunggulan


dari segi elastisitas, efisiensi, dan cutting capacity
Pengetahuan yang menyeluruh mengenai anatomi untuk menyelesaikan kasus-kasus dengan anatomi
saluran akar merupakan aspek yang penting dalam sistem saluran akar yang kompleks.5,6,7
perawatan saluran akar. Variasi anatomi dari sistem
saluran akar seperti dilaserasi atau severe canal KASUS
curvatures dapat menjadi faktor penyulit dalam
perawatan saluran akar.1,2 Negosiasi pada gigi dengan Seorang wanita berusia 21 tahun datang ke
bentuk saluran akar melengkung selalu memberikan Departemen Konservasi Gigi RSGM Universitas
tantangan dalam perawatan saluran akar. Penyebab Padjadjaran dengan keluhan terdapat rasa nyeri pada
kegagalan yang umum terjadi pada kasus ini biasanya gigi belakang rahang atas kiri, gigi tersebut pernah
berhubungan dengan kesalahan prosedur seperti ditambal oleh dokter gigi kurang lebih 3 tahun yang lalu
ledge, instrumen patah, dan saluran yang tersumbat.3,4 namun sejak 1 tahun yang lalu mulai ada rasa nyeri yang
Preparasi saluran akar yang ideal adalah yang dapat hilang timbul pada gigi tersebut, rasa nyeri bertambah
mempertahankan morfologi dari saluran akar tersebut ketika mengunyah pada daerah gigi tersebut. Saat
selama preparasi biomekanis. Instrumentasi saluran datang gigi tidak terasa sakit dan ingin dirawat. Pasien
akar yang melengkung dipengaruhi oleh beberapa juga berencana untuk melakukan perawatan ortodonti.
faktor diantaranya yaitu fleksibilitas dan diameter Hasil pemeriksaan klinis didapat gigi premolar pertama
dari instrumen endodontik, teknik instrumentasi, rahang atas kiri yang sudah direstorasi sebelumnya
dan kekerasan pada dentin. Instrumen dengan bahan (Gambar 1) dan dari hasil pemeriksaan radiografi
nikel-titanium (NiTi) banyak dipergunakan di bidang didapat gigi premolar pertama rahang atas kiri dengan

Korespondensi: Widy, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, Jl. Sekeloa Selatan Bandung, Indonesia. Alamat e-mail:
widy.drg@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENATALAKSANAAN PERAWATAN SALURAN AKAR MELENGKUNG PADA GIGI
352 PREMOLAR PERTAMA RAHANG ATAS KIRI : LAPORAN KASUS

bentuk saluran akar yang melengkung disertai dengan bukal yaitu 19 mm dan panjang akar palatal yaitu 21
lesi periapikal (Gambar 2). Hasil pemeriksaan obyektif mm.
menunjukkan bahwa terdapat restorasi pada gigi 24 di
daerah distooklusal. Pemeriksaan vitalitas gigi dengan
menggunakan electric pulp tester memberikan respon
yang negatif, pemeriksaan perkusi memberikan respon
positif. Tidak adanya kegoyangan pada gigi, tidak
adanya kelainan pada jaringan sekitar gigi tersebut dan
tidak adanya riwayat penyakit sistemik pada pasien.
Berdasarkan pemeriksaan klinis, pemeriksaan Gambar 3. Pengukuran derajat kurvatur dengan teknik
obyektif dan pemeriksaan radiografi ditetapkanlah Schneider
diagnosis sebagai berikut yaitu nekrosis pulpa disertai
periodontitis apikalis simtomatis pada gigi 24 (AAE,
2013) dan rencana perawatannya yaitu perawatan
saluran akar pada gigi 24 dengan restorasi direct
composite sebagai long term temporary restoration.

Gambar 4. Preparasi akses gigi 24

Saluran akar dinegosiasi dengan menggunakan


precurved K-file mulai dari nomor 8, 10, dan 15
Gambar 1. Kondisi preoperatif gigi premolar pertama dengan teknik balanced force lalu dilanjutkan dengan
rahang atas kiri instrumen rotari NiTi diawali dengan pre-flaring pada
sepertiga koronal dilanjutkan preparasi dengan jarum
berukuran 20/06 hingga jarum nomor 25/06 sampai
sepanjang kerja dengan irigasi sodium hipoklorit
5,25% kemudian diberikan kalsium hidroksida sebagai
medikamen saluran akar.
Kunjungan berikutnya pasien sudah tidak ada
keluhan, pemeriksaan perkusi menunjukkan respon
Gambar 2. Radiografi preoperatif gigi premolar pertama yang negatif. Sebelum dilakukan tindakan pengisian,
rahang atas kiri dilakukan foto radiografi dengan master cone (Gambar
5) lalu medikamen kalsium hidroksida dibuang dengan
PENATALAKSANAAN KASUS diirigasi EDTA 17% dan NaOCl 5,25% dan saluran akar
diobturasi dengan sealer dan gutta percha (Gambar 6).
Pasien dijelaskan mengenai prosedur perawatannya
terlebih dahulu, setelah menyatakan setuju lalu
pasien menandatangani informed consent. Sebelum
perawatan endodontik dimulai, derajat kurvatur saluran
akar diukur dengan menggunakan teknik Schneider
(Gambar 3), dari hasil pengukuran didapatkan sudut
sebesar 20°.
Gigi diisolasi dengan rubber dam kemudian
Gambar 5. Foto trial mastercone
dilakukan preparasi akses (Gambar 4). Panjang
kerja masing-masing saluran akar diukur dengan
menggunakan apex locator didapatkan panjang akar

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Widy, H.D. Adhita Dharsono 353

mencapai seluruh saluran tanpa adanya kesalahan


prosedur, mempertahankan panjang kerja, mengisi
saluran akar sesuai dengan panjang kerja, dan
mempreparasi saluran dengan mempertahankan
bentuk geometri dari saluran akar tersebut. Morfologi
sistem saluran akar gigi seringkali cukup kompleks
dan sangat bervariasi. Vertucci pada tahun 1984
Gambar 6. Foto obturasi melaporkan bahwa premolar rahang atas menunjukkan
variasi anatomis seperti bentuk “S” atau saluran akar
Kunjungan berikutnya, pasien tidak memiliki berbentuk bayonet. Adanya variasi anatomis tersebut
keluhan, pemeriksaan perkusi menunjukkan hasil menjadi faktor penyulit dalam mencapai cleaning dan
yang negatif, dan tidak ada kelainan pada jaringan shaping yang baik pada sistem saluran akar.8,9
sekitar. Gigi direstorasi dengan pasak fiber dengan Metode yang dapat digunakan untuk menentukan
menempatkan pasak fiber pada saluran akar yang lurus derajat kelengkungan saluran akar salah satunya
yaitu saluran akar palatal dan menyisakan gutta percha yaitu metode Schneider. Metode ini menghitung
sebanyak 5 mm dari apikal dengan menggunakan bur kelengkungan berdasarkan sudut yang dibentuk oleh
pasak fiber, dalam hal ini panjang kerja saluran akar dua garis lurus. Garis pertama digambar mulai dari
palatal yaitu 21 mm sehingga preparasi pemasangan orifis paralel dengan panjang axis gigi pada sepertiga
pasak fiber dilakukan sedalam 16 mm (Gambar 7) koronal, garis kedua digambar mulai dari foramen
kemudian gigi tersebut direstorasi dengan direct apikal paralel dengan panjang axis gigi sampai
composite sebagai long term temporary restoration berpotongan dengan garis pertama. Sudut ditentukan
(Gambar 8) sampai dengan perawatan ortodontinya oleh perpotongan antara garis pertama dan kedua
selesai, setelah perawatan ortodonti selesai kemudian (Gambar 9). Berdasarkan sudut yang terbentuk,
direncanakan untuk direstorasi dengan full cusp Schneider mengklasifikasikannya menjadi straight
coverage restoration. jika sudut yang terbentuk sebesar 5° atau kurang,
moderate jika sudut yang terbentuk sebesar 10-20°,
dan severe jika sudut yang terbentuk lebih dari 20°.5,8

Gambar 7. Foto konfirmasi pengambilan gutta percha

Gambar 9. Representasi diagram dari metode Schneider.8

Negosiasi saluran akar dilakukan dengan precurved


hand file karena file yang dilengkungkan akan
melintasi lengkungan saluran lebih baik dibandingkan
file yang lurus, juga dengan teknik balanced force
Gambar 8. Restorasi direct composite sebagai long term karena teknik ini memiliki keuntungan diantaranya
temporary restoration pada gigi 24 yaitu meminimalisir ekstrusi debris ke apikal,
mempertahankan posisi jarum tetap berada di
PEMBAHASAN tengah saluran akar sehingga dapat meminimalisir
transportasi saluran, mempertahankan bentuk saluran
Tantangan yang harus dihadapi oleh endodontis akar dan mencegah kesalahan iatrogenik yang mungkin
selama perawatan saluran akar diantaranya yaitu terjadi. Instrumentasi kemudian dilanjutkan dengan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENATALAKSANAAN PERAWATAN SALURAN AKAR MELENGKUNG PADA GIGI
354 PREMOLAR PERTAMA RAHANG ATAS KIRI : LAPORAN KASUS

menggunakan instrumen rotari NiTi yang diproses canals - An endodontist’s challenge. J Clin Diagnostic Res.
dengan sistem termo-mekanikal, instrumen ini sangat 2014;8(6):22–4.
6. Shahnaz et al. Management of a maxillary second premolar
fleksibel dan memiliki sifat fisik berupa controlled with an S-shaped root canal - An endodontic challenge.
memory sehingga dapat berputar mengikuti bentuk International Archives of Integrated Medicine, 2015; 2(5):
saluran akar dan mempertahankan bentuk lengkungan 213-217.
saluran akar dan menghasilkan bentuk saluran akar 7. Patnana AK. Chugh A. Endodontic Management of Curved
Canals with ProTaper Next: A Case Series. Contemp Clin Dent.
yang well-tapered.2,3,10,11
2018;8(3):11–9.
Penggunaan pasak fiber diketahui dapat 8. Balani P. Niazi F. Rashid H. A brief review of the methods used
meningkatkan ketahanan terhadap fraktur karena to determine the curvature of root canals. J Restor Dent.
pasak fiber ini memiliki modulus elastisitas yang serupa 2015;3(3):57.
dengan dentin yang memungkinkan pasak tersebut 9. Ulusoy OİA. Sharp curvature of premolar resulting in external
apical root resorption of the neighbouring molar. Case Rep
melentur bersamaan dengan akar pada saat menerima Dent Volume 2011, Article ID 560684, 4 pages.
tekanan. Penelitian yang dilakukan Ferrari dkk pada 10. Ingle et al. Endodontics 6th ed. 2008. BC Decker Inc Hamilton,
tahun 2012 menyatakan bahwa gigi premolar yang Ontario L8N 3K7.
direstorasi dengan pasak fiber dan mahkota penuh 11. Ansari I. Maria R. Managing curved canals. Contemporary
Clinical Dentistry | Apr-Jun 2012 | Vol 3| Issue 2.
memiliki ketahanan sebesar 99% dalam waktu 6 tahun
12. Restoration of Endodontically Treated Teeth: The Endodontist’s
pengamatan. Pemilihan restorasi pada gigi yang telah Perspective, Part 1. American Association of Endodontists,
dirawat endodontik tergantung pada struktur jaringan 2004.
yang tersisa dan arah gaya yang akan diterima pada saat 13. Eliyas S. Jalili J. Martin N. Restoration of the root canal treated
fungsi. Gigi premolar menerima gaya dari arah oklusal tooth. British Dental Journal Volume 218 No. 2 Jan 23 2015.
14. Spear F. An interdisciplinary approach to the use of long-term
dan aksial sehingga perlu dipertimbangkan restorasi temporary restorations. JADA, Vol. 140 http://jada.ada.org.
cuspal coverage. Selama masa perawatan ortodontik, November 2009.
untuk memberikan desain restorasi yang lebih baik, 15. Ferrari et al. A Randomized Controlled Trial of Endodontically
maka pemilihan restorasi akhir dapat dilakukan setelah Treated and Restored Premolars. J Dent Res 2012 91: S722.
perawatan ortodontik tersebut selesai.12,13,14,15

KESIMPULAN

Klinisi harus memiliki pengetahuan akan morfologi


gigi kaitannya dengan bentuk dan struktur gigi sebelum
memulai perawatan dan memilih teknik preparasi
saluran akar yang sesuai dengan kasus guna menunjang
keberhasilan perawatan saluran akar, disamping itu
perlu dipertimbangkan pemilihan restorasi akhir yang
sesuai untuk meningkatkan ketahanan gigi dalam hal
fungsi dan estetik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Darmiani S. Bidabadi MM. Root canal treatment in a


dilacerated maxillary first molar: A case report. International
Journal of Dental Research, 2 (1) (2014) 14-15.
2. Chaniotis A. Filippatos C. Root canal treatment of a dilacerated
mandibular premolar using a novel instrumentation approach.
A case report. Int Endod J. 2017;50(2):202–11.
3. Hegde et al. Negotiating the bends: An endodontic
management of curved canals – A case series. Endodontology.
2017;29:47–52.
4. Prakash et al. Double Trouble- Endodontic Management of a
Doubly Curved Root Canal System: A Case Report. IOSR J Dent
Med Sci. 2017;16(05):29–31.
5. Sakkir et al. Management of dilacerated and s-shaped root

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PO-74 355
Pradipto Natryo Nugroho, Sri Kunarti

MANAJEMEN ENDODONTIK PADA SALURAN AKAR BENGKOK


J-SHAPED DAN APLIKASI BONDED OVERLAYS
Pradipto Natryo Nugroho *, Sri Kunarti **
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: Complex and unusual root canal morphology is one of the most challenging endodontic cases. Controlling
tapered preparation of the curved canals regularly can be difficult. Bonded overlays offers an aesthetic and durable
restoration for posterior teeth in clinical situations in which there’s a need of cuspal coverage. Purpose: This case series
presents two such interesting cases of endodontic intervention in J-shaped curved canal and its restorative techniques using
bonded overlays.
Case report: 43-years female patient with pulp necrosis on tooth #25 and 22-years-old female patient with pulp necrosis on
tooth #36 were presented.
Case-Management: Radiographic examination revealed severely apical curvature (J-Shaped) on #25 and on distal root #36,
then endodontic therapy was instituted. After pre-flaring canal orifices, apical patency was established with pre-curved hand
files no #8, #10, and #15 In balance force motion. Cleaning and shaping was done using Ni-Ti files in crown-down fashion and
all canals were obturated with single cone and lateral condensation technique. Cuspal coverage with bonded overlays was
chosen for final restoration with different materials, composite overlay on #25 and lithium disilicate overlay on #36.
Conclusion: Early diagnosis and proper instrumentation techniques would minimize the procedural errors and help to achieve
a successful outcome of the endodontic treatment for curved canal. Bonded overlays are partial coverage restorations that
can be an alternative for restoring endodontically posterior treated teeth both functionally and aesthetically in certain
clinical situations without interfering much adjacent periodontal tissues, and not compromising much tooth structure.

Keywords: J-shaped curved canal, crown-down, bonded overlays

INTRODUCTION blockage of the canal, zipping, or elbow creation.3


A thorough assessment of the preoperative
Two important objectives during the instrumentation radiographs, careful and a meticulous approach
of a root canal are the development of a continuously can yield into a safe and a successful endodontic
tapered form and the maintenance of the original treatment of such teeth. Preoperative assessment of
shape and position of the apical foramen. Straight the root canal morphology is thus necessary so that
simple root canal systems are exceptions and not rules the complexity, the degree of curvature, and radius of
in the human dentition. The dilaceration or curvature in the root canals are determined to an extent. This will
the root is considered to be a developmental anomaly significantly reduce the occurrence of the procedural
in which there is an abrupt change in axial inclination errors and the excess removal of tooth structure
between the root and the crown.1 from the inner curvature, resulting in stripping or zip
However, the presence of curvatures may pose formation.4,5
difficulty in root canal instrumentation. The final Also, it is also important to choose the correct
results of the instrumentation of curved root canals instruments and instrumentation techniques as the
may be influenced by several factors such as the final outcome of endodontic treatment in curved
flexibility and diameter of the endodontic instruments, canals depends largely on the flexibility of the
instrumentation techniques, location of the foraminal instruments used, diameter of the instrument, and
opening, and the hardness of dentin.2 The common technique of the instrumentation.6 The common
causes of endodontic treatment failure in such cases challenge that a practitioner may encounter during
of atypical canal anatomies are due to procedural the treatment of complex canals are:7 negotiating
errors such as ledge formation, fractured instruments, the root canal curvature; enlarging the canal space

Korespondensi: Pradipto Natryo Nugroho, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No.47,
Surabaya, Indonesia. Alamat e-mail: pradipto_fkg@yahoo.com.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
MANAJEMEN ENDODONTIK PADA SALURAN AKAR BENGKOK
356 J-SHAPED DAN APLIKASI BONDED OVERLAYS

by maintaining the original internal anatomy of the 1B). According to anatomic location : Apical third
canal; and creating a taper‑shaped canal to optimize curvature, Scheneider’s classification : Severely curved
irrigation and obturation. (if angle is >20), Dobo-Nagy classification15 : J shape
Posterior teeth that have lost a substantial amount (If the curvature function touched or intersected the
of coronal tooth structure as a result of caries, cavity apical part of the root canal length), Radius-based
preparation, fracture, tooth wear, endodontic access curvature : Severely curved (r < 4mm).
or any combination of these frequently present After rubber dam was placed, straight line access
the dentist with a dilemma in terms of treatment cavity and caries removal was performed. The pulp
planning for subsequent restoration. Traditionally, chamber was irrigated by following standardized
the lack of sufficient remaining sound coronal tooth irrigation regimen using 2.5% of sodium hypochlorite,
structure following the removal of caries and/or and physiological saline. Canal patency was established
existing intracoronal restorations has often mandated using precurved #8, #10 stainless steel K file in balanced
elective root canal therapy and/or crown lengthening force motion. Protaper SX (Denstply) were used for
to provide the necessary retention and resistance coronal pre-flaring followed by Proglider (Dentsply)
form to support a full coverage crown.8,9 However, the for achieving smooth glidepath (Figure 2A & 2B). Canal
preparation of such weakened residual tooth structure instrumentation was done using rotary Ni-Ti files in a
is in itself likely to further compromise the tooth in crown down fashion. Profile, Dentsply 25.04 (Figure
terms of its biomechanical integrity. The preservation 2C) was used for apical finishing both canals. 5.25%
of both radicular and coronal tooth structure is one of sodium hypochlorite was used to irrigate the root
the most important factors to protect the tooth from canal system between every instrument and patency
a fatigue fracture.10 Plaque control and periodontal was maintained with a #15 Niti K-file throughout the
maintenance are also likely to be facilitated by the cleaning and shaping procedure.
placement of supragingival finish lines.11 Final rinse was performed with 5.25% NaOCl with
An “bonded overlay” has been defined as a sonic activation (Eddy, VDW) (Figure 3A) for 1 minute,
partial crown restoration (specific onlay typology) then irrigated with 17% EDTA and followed by sterile
with complete cuspal coverage made in composite water. The canals were dried with size. 25 sterile
or full ceramic, which has to be seated passively, and paper points.A master cone radiograph was taken with
adhesively cemented in a cavity characterized by 25 size 4% Gutta percha (Figure 3B). The cold lateral
specific attributes. The development and increased condensation method of obturation was performed
application of adhesively bonded restorations in using resin based sealer (Figure 3C & 3D).
contemporary practice have enabled the criteria for Cuspal coverage with composite overlay was chosen
the prosthodontic assessment of severely broken down for protecting remaining structures. Immediate dentin
teeth for indirect fixed restoration to be reassessed.12 sealing was performed, followed by composite build
Minimal requirements in terms of crown height and up. Overlay preparation was performed with 1,5-2mm
parallelism, as well as the degree of retention and occlusal reduction, butt joint preparation margins on
resistance form available, can be less stringent where buccal, shoulder preparation margins on palatal, and
predictable adhesion can contribute to the retention slot interproximal preparation (Figure 4).16 Impression
of the restoration. This enables the maximum was made in an elastomeric material (Figure 5) and the
preservation of tooth tissue while restoring tooth opposing arch recorded in alginate. Composite overlay
contours and protecting vulnerable cusps.13 was fabricated from nanohybrid composite resin
material (Ceram X, Denstply) (Figure 6A). Composite
CASE REPORT AND MANAGEMENT overlay was cemented on the tooth with total etch resin
cement (Relyx ADR, 3M) and silane (Monobondplus,
Case 1 Ivoclar) under rubberdam (Figure 6B).
A 43-years female patient with pulp necrosis on
tooth #25 was presented (Figure 1A). DiRadiographic
examination revealed curve canal on apical third Case 2
region. Root canal curvature determination was 22-years-old female patient with pulp necrosis on
established based on periapical radiograph14 (Figure tooth #36 was presented. Radiograph examination

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Pradipto Natryo Nugroho, Sri Kunarti 357

(A) (B) (A) (B)


Figure 1: (A) Initial clinically condition; (B) Working length Figure 4. Overlay preparation;(A) Occlusal side (B) Buccal
radiograph & curvature determination side

(A) (B)
(A) (B) Figure 5: (A) Impression (B) Model cast

(C)
(A)(B)
Figure 2. Canal Intrumentation;(A) Protaper SX ; (B)
Figure 6: (A) Composite overlay;(B) Cementation under
Proglider ; (C) Profile
rubberdam

(A) (B) (A)(B)

(C) (D) (C)(D)


Figure 3:(A) Sonic activation with Eddy, VDW;(B) Figure 7. Post operative follow-up;(A) Occlusal side; (B)
Mastercone guttap trial;(C) Lateral condensation ; (D) Oblique buccal side;(C) Buccal side in occlusion;
Obturation radiograph (D) Radiograph

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
MANAJEMEN ENDODONTIK PADA SALURAN AKAR BENGKOK
358 J-SHAPED DAN APLIKASI BONDED OVERLAYS

revealed severely apical curvature (J-Shaped) on distal cemented with preheated composite under rubber
root (Figure 8B). dam.

(A)(B)
(A) (B)
Figure 8. Pre Operative;(A) Initial clinically condition;
(B) Radiograph & curvature determination

All the steps for J-shaped canal on distal are same


as discussed in the first case. On working length
radiograph tooth #36, confluent canals on mesiolingual
and mesiobuccal were confirmed (Figure 9B). Shaping
the mesiolingual canal (which has a more rectilinear (C)
course) was firstly done with Protaper Next (Dentsply)
up to X2. Shaping of the mesiobuccal canal was done
after that, measuring the working length from the
point of confluence. The preparation of this canal
is therefore shorter and less marked than the canal
already prepared. Mesial canals were obturated with
single cone technique and distal canals were obturated (D)
with lateral condensation. Figure 10: (A) Overlay preparation; (B) Monolithic emax
overlay cementation; (C-D) Post operative follow-up

DISCUSSION

Curved root canals exhibit great difficulty in cleaning,


shaping and obturation of the root canal system17. The
(A) (B) (C) final results of the instrumentation of curved root
canals may be influenced by several factors such as the
flexibility and diameter of the endodontic instruments,
instrumentation techniques followed during the
management, location of the foramina opening, and
the hardness of dentin18,19. Therefore determining
the degree of curvature of root canal before starting
the endodontic treatment is mandatory. Several
(D) (E) methods have been advocated to determine root canal
Figure 9.(A-B) Working length radiograph; (C) Trial Guttap; curvature using periapical radiographs. Schneider
(D-E) Obturation proposed a method to calculate the curvature based
on the angle that is obtained by two straight lines.
After core build up with composite, overlay Schneider’s method involves firstly drawing a line
preparation was performed. Monolithic, heat-pressed, parallel to the long axis of canal in the coronal third
painted lithium disilicate (IPS e.max Press, Ivoclar of root canal. A second line is drawn from the apical
Vivadent) was chosen. Surface pretreament of ceramic foramina to intersect the first line. The Schneider’s
overlay with hydrofluoric acid 9% and silane, and angle is measured with the intersection of these lines

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Pradipto Natryo Nugroho, Sri Kunarti 359

on a hard copy of the diagnostic radiographic printout20. can provide the basis of long-lasting, aesthetic
Accordingly, the degree of root canal curvature is restorations.30
categorized as 21: Straight: 5° or less Moderate: 10-20° Resin-based composites give predictable results
and Severe: 25-70°. Schneider angle, when used in in teeth restoration with respect to both mechanical
combination with the radius and length of the curve, and esthetic properties when they are used as indirect
may provide a more precise method for describing the restoration materials.31 Indirect restorations— ie, those
apical geometry of canal curvature. Determining the created outside of the mouth—result in better proximal
curvature of the root will permit the maintenance of and occlusal contacts, better wear and marginal
the curves during root canal preparation and prevents leakage resistance, and enhancement of mechanical
structural deformations of endodontic instruments. properties compared to direct techniques.32
Precurving of all the hand instruments and use Compared to ceramic materials, indirect resin
of smaller number files facilitates easy negotiation composites exhibit better stress distribution33,
of canal curvature22 and maintenance of the shape repairability, lower cost and ease of handling34. On
without any procedural mishaps.23 A significant the other hand, they show inferior long term surface
advancement in root canal preparation with hand characteristics, such as surface roughness and esthetics
instruments was made with the introduction of and they are more prone to color changes35, 36.
balanced force movements of files. The balanced The occlusal environment has to be evaluated, as it
force movements of the file are 24:– clockwise 60°, so plays an important role in restoration longevity and can
that it binds against the wall and advances apically – also influence material choice. Extensive restorations
anticlockwise 120° with apical pressure, so as to crush with generally large and deep cavities (mainly non-vital
and break off the engaged dentinal wall. -clockwise teeth) in high load-bearing areas (especially the second
60° without apical advancement, allows flutes to molars) associated with an unfavorable occlusal context
be loaded with debris and removed from the canal. (such as patients with bruxism) have to be considered
The balanced force technique is less prone to cause biomechanically vulnerable and more susceptible to
iatrogenic damage, decreases the extrusion of debris failure. In the latter unfavorable situation, only the
apically and maintains the instruments centrally within strongest materials should be chosen, based mainly on
the root canal24. Guttman25 suggested preflaring the their superior mechanical properties. Today, new CAD/
coronal one-third of the canal (at the expense of the CAM composite resin blocks (ie, Lava Ultimate, 3M;
tooth structure) to reduce the angle of curvature. Once Enamic, Vita) or lithium disilicate based restorations
this is done, it is easy to negotiate the remainder of (ie, IPS e.max Press or CAD, Ivoclar Vivadent) are
the root canal. Usage of rotary files in crown down preferred.37
technique helps in early flaring of coronal third and When following a protocol of cementation using
has advantages such as reduced coronal binding of an adhesive system, constant rubber dam isolation
the instruments, less apical extrusion of debris, and and careful hand finishing are necessary to provide
effective irrigation of apical third of the root canal.26,27 predictable clinical results.31 Supragingival margins
At the most coronal part of canal curvature, the crown- facilitate impression making, definitive restoration
down technique better respected the canal anatomy.28 placement, and detection of secondary caries.38
In mesio-occlusal-distal cavities the risk of fracture
is higher; in endodontically treated posterior teeth CONCLUSSION
with both marginal ridges lost, a direct restoration is
unacceptable and an overlay preparation with cusp Severe root curvature may pose substantial
coverage increases fracture resistance.29 Overlay difficulty in cleaning and shaping as well as obturation
adhesive preparations require removal of tooth of the root canal. Knowledge and recognization of
structure about 50% lower than complete crown canal configuration can facilitate more effective canal
preparation. Adhesive techniques allow the clinician identification and unnecessary removal of healthy tooth
to preserve rather than remove dentine; the precision structure. To address challenging mid root curvatures,
during the single phases of the procedure (build- understanding of the complex root canal morphology
up, cavity preparation, impression, luting, finishing and choosing a canal preparation technique, thorough
and polishing) and the attention to many fine details irrigation, debridement and disinfection will ensure

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
MANAJEMEN ENDODONTIK PADA SALURAN AKAR BENGKOK
360 J-SHAPED DAN APLIKASI BONDED OVERLAYS

successful endodontic treatment in complex situations. 18. Curtis ML. 100’s of Pearls on Endodontics. Chapter 5: Tips and
Bonded overlay have the potential to offer the Tricks for Common Endo. Hundreds of Pearls, LLC; Michael L.
Curtis, Publisher. 2005;93-5.
benefits of a viable restorative treatment alternative 19. Mounce R. Negotiating challenging mid root curvatures:
that emphasises the preservation and protection of rounding the bend. Dentistry Today. 2007;26(2):108.
healthy tooth structure, and is also consistent with 20. Schneider SW. A comparison of canal preparations in straight
contemporary trends in undertaking minimally invasive and curved root canals. Oral Surg Oral Med Oral Pathol.
1971;32:271-75.
dentistry wherever possible.
21. Estrela C, Bueno MR, Sousa-Neto MD, Pecora JD. Method for
Determination of Root Curvature Radius Using Cone-Beam
REFERENCES Computed Tomography Images. Braz Dent J 2008;19(2): 114-
18.
1. Jafarzadeh H, Abbott PV. Dilaceration: Review of an endodontic 22. Roane JB, Sabala CL, Duncanson MG Jr. The “balanced force”
challenge. J Endod 2007;33:1025-30. concept for instrumentation of curved canals. J Endod
2. Lopes HP, Elias CN, Estrela C, Siqueira JF Jr. Assessment of a 1985;11:203-11.
apical transportation of root canals using the method of the 23. Elizabeth M. Hand instrumentation in root canal preparation.
curvature radius. Braz Dent J 1998;9:39-45. Endod Topics 2005;10:163-7.
3. Sakkir N, Thaha KA, Nair MG, Joseph S, Christalin R. 24. Ansari I, Maria R. Managing curved canals. Contemp Clin Dent.
Management of dilacerated and S-shaped root canals – An 2012;3(2):237–41.
endodontist’s challenge. J Clin Diagn Res 2014;8:ZD22-4. 25. Guttman JL. Problem solving in endodontics. Missouri: Mosby
4. Mounce R. Negotiating challenging mid root curvature: –Year book Inc; (3rd ed) 1997:116.
Rounding the bend. Dent Today 2007;26:108. 26. Riitano F. Anatomic endodontic technology (AET) – A
5. Sonntag D, Stachniss-Crap S, Stachniss C, Stachniss V. crown-down root canal preparation technique: Basic
Determination of root canal curvature before and after canal concepts, operative procedure and instruments. Int Endod J
preparation (part II): A method based on numeric calculus. 2005;38:575-87.
Aust Endod J 2006;32:16-25. 27. Bergmans L, Van Cleynenbreugel J, Wevers M, Lambrechts
6. Sakkir N, Thaha KA, Nair MG, Jospeh S, Christalin R. P. Mechanical root canal preparation with NiTi rotary
Management of dilacerated and S- shaped root canals-An instruments: rationale, performance and safety. Am J Dent
endodontic challenge. J Clin Diagn Res 2014;8:ZD22-4. 2001;14:324-3.
7. Mounce RE. New possibilities for managing severe curvature: 28. Article, O. (2011). Comparison of Two Canal Preparation
The twisted file. Endo Turbine 2008;9‑12. Techniques Using Mtwo Rotary Instruments, 6(4), 150–154.
8. Schillingburg, H. Fundamentals of Prosthodontics (4th ed.). 29. Edelhoff, D., Sorenson, J. Tooth structure removal associated
2012. with various preparation designs of posterior teeth. Int J Perio
9. Satterthwaite, J.D.Indirect restorations on teeth with reduced Rest Dent 2002; 22: 241-249.
crown height. Dent Update 2006; 33: 210-216. 30. Polesel, A. (2014). Restoration of the endodontically treated
10. Torbjorner, A.Biomechanical aspects of prosthetic treatment posterior tooth. Giornale Italiano Di Endodonzia, 28(1), 2–16.
on structurally compromised teeth. Int J Prosthodont 2004; 31. D’Arcangelo, C., Zarow, M., De Angelis, F., Vadini, M.,
17 (2): 135-141. Paolantonio, M., Giannoni, M., & D’Amario, M. (2014).
11. Schatzle, M. The influence of margins of restorations on the Five-year retrospective clinical study of indirect composite
periodontal tissues over 26 years. J Clin Periodontol 2001; 28 restorations luted with a light-cured composite in posterior
(1): 57. teeth. Clinical Oral Investigations, 18(2), 615–624.
12. Dietschi, D. A comprehensive and conservative approach 32. D’Arcangelo, C., Vanini, L., Casinelli, M., Frascaria, M., De
for the restoration of abrasion and erosion Part 11. Clinical Angelis, F., Vadini, M., & D’Amario, M. (2015). Adhesive
procedures and case report. Eur J Esthet Dent2011; 6 (2): 142. Cementation of Indirect Composite Inlays and Onlays: A
13. Edelhoff, D., Sorenson, J. Tooth structure removal associated Literature Review. Compendium of Continuing Education in
with various preparation designs of posterior teeth. Int J Perio Dentistry (Jamesburg, N.J. : 1995), 36(8), 570–7; quiz 578.
Rest Dent 2002; 22: 241-249. 33. Nandini S (2010) Indirect resin composites. J Conserv Dent 13:
14. Balani, P., Niazi, F., & Rashid, H. (2015). A brief review of the 184-194.
methods used to determine the curvature of root canals. 34. Hirata M, Koizumi H, Tanoue N, Ogino T, Murakami M, et
Journal of Restorative Dentistry, 3(3), 57. al. (2011) Influence of laboratory light sources on the wear
15. Nagy, C. D., Szabó, J., & Szabó, J. (1995). A mathematically characteristics of indirect composites. Dent Mater J 30: 127-
based classification of root canal curvatures on natural human 135.
teeth. Journal of Endodontics, 21(11), 557–560. 35. Felton, D., Madison, S. Long-term effects of crown preparation
16. Ferraris, F. (2017). Posterior indirect adhesive restorations on pulp vitality. J Dent Res 1989; 68: 1009.
(PIAR): preparation designs and adhesthetics clinical protocol. 36. Schatzle, M. The influence of margins of restorations on the
The International Journal of Esthetic Dentistry, 12(4), 482– periodontal tissues over 26 years. J Clin Periodontol 2001; 28
502. (1): 57.
17. Gupta S. Endodontic Miscellany: Conventional Endodontics 37. Rocca, G. T., Rizcalla, N., Krejci, I., & Dietschi, D. (2015).
for Complex rootcanal morphology. Endodontology. 2002; Evidence-based concepts and procedures for bonded inlays
14(1): 28-9. and onlays. Part II. Guidelines for cavity preparation and

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Pradipto Natryo Nugroho, Sri Kunarti 361

restoration fabrication. The International Journal of Esthetic


Dentistry, 10(3), 392–413.
38. Bader, J. D., Rozier, R. G., McFall, W. T., & Ramsey, D. L. (1991).
Effect of crown margins on periodontal conditions in regularly
attending patients. The Journal of Prosthetic Dentistry, 65(1),
75–79.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
362 PO-75
PERAWATAN IN-OFFICE BLEACHING PADA GIGI DENGAN DISKOLORASI
EKSTRINSIK: LAPORAN KASUS

PERAWATAN IN-OFFICE BLEACHING PADA GIGI DENGAN


DISKOLORASI EKSTRINSIK: LAPORAN KASUS
Juni Jekti Nugroho*, Dyna Puspasari**
*Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar
**Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

Background: Colour change (discoloration) is a condition of colour or transparency change on the tooth surface, may
caused by extrinsic factors resulting from the consumption of coloured beverages such as tea or coffee for a long time. This
discoloration can interfere on appearance and reduce a person’s self-confidence. Along with the increasing aesthetic needs
in dentistry, bleaching is a conservative treatment for discoloured teeth. Bleaching can be done in dental clinics (in-office
bleaching) using some agents, such as hydrogen peroxide and carbamide peroxide in various concentrations. This treatment
technique is effective in improving the brightness of tooth colour in short time. Objective: This case report aim to explain the
management of dental cases with extrinsic discoloration with in-office bleaching techniques using 40% hydrogen peroxide.
Case: The 31-year-old female patient came to Unhas Dental Hospital with a complaining that her confidence diminished as
her teeth looked yellowed for several years ago. This complaint has been felt since a few years ago. Patient has a history of
daily tea consumption.
Management: The treatment performed with in-office bleaching using 40% hydrogen peroxide in two cycles, 20 minutes for
each cycle.
Conclusion: In-office bleaching treatment on teeth with extrinsic discoloration conditions has been shown to provide
significant brighter colour change.

Keywords: In-Office Bleaching, extrinsic discoloration, hydrogen peroxide 40%

PENDAHULUAN merupakan prosedur yang dilakukan oleh tenaga


profesional, sedangkan home bleaching dapat
Menurut berbagai penelitian tentang masalah dilakukan sendiri oleh pasien.(5) In-office bleaching
sosial dan psikologis menunjukkan bahwa penampilan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
berperan penting dalam menentukan kualitas interaksi macam bahan bleaching seperti hidrogen peroksida
seseorang.(1) Diskolorasi gigi merupakan masalah 30-40% dan karbamid peroksida 35%.(6–8)
kosmetik yang dapat mengurangi kepercayaan Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan
diri.(2) Etiologi diskolorasi gigi dapat berupa faktor penatalaksanaan kasus gigi geligi yang mengalami
ekstrinsik, intrinsik atau kombinasi keduanya.(3) diskolorasi ekstrinsik dengan teknik in-office bleaching
Diskolorasi ekstrinsik disebabkan oleh stain ekstrinsik menggunakan bahan hidrogen peroksida 40%.
yang dihasilkan oleh kebiasaan mengkonsumsi kopi,
teh dan makanan atau minuman berwarna lainnya KASUS
secara rutin dalam waktu yang lama. Selain itu juga
dapat disebabkan oleh penggunaan struktur gigi atau Seorang pasien perempuan berusia 31 tahun datang
deposisi dentin sekunder karena proses penuaan ke RSGM Unhas dengan keluhan gigi geligi depan
sehingga transmisi cahaya menyebabkan gigi nampak tampak kekuningan sejak beberapa tahun belakangan
lebih gelap atau menguning.(1,3) akibat rutin mengkonsumsi teh hijau.
Bleaching merupakan perawatan yang bersifat Pemeriksaan klinis pada pasien terlihat kondisi
konservatif dan efektif pada kasus diskolorasi sehingga periodontal yang sehat, tidak ada resesi gingiva, karies,
kebutuhan estetik dalam bidang kedokteran gigi serta riwayat sensitiftas gigi geligi.
semakin meningkat.(2,4) Ada dua jenis perawatan
bleaching yang biasa dilakukan, yaitu in-office
bleaching dan home bleaching. In-office bleaching

Korespondensi: Dyna Puspasari, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan KM.10, Makassar,
Indonesia. Alamat e-mail : dynapuspasari@ymail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Juni Jekti Nugroho, Dyna Puspasari 363

PENATALAKSANAAN KASUS dipastikan agar semua gingival daerah servikal telah


tertutup dengan baik oleh gingival barrier (Gambar 4).
Sebelum menentukan warna awal gigi geligi Lalu aplikasi bahan bleaching dengan menginjeksikan
pasien, terlebih dahulu dilakukan pembersihan bahan melalui Opalescent Boost syringe ke permukaan
permukaan gigi menggunakan pasta profilaksis dan labial gigi dengan tidak melebihi batas insisal kemudian
brush. Diperoleh warna awal sebelum perawatan bahan didiamkan selama 20 menit setiap regio dalam
yaitu warna B3 menggunakan shade guide Opalescent satu siklus (Gambar 5). Aplikasi bahan dapat diulangi
Boost kemudian dilakukan foto penentuan warna awal dua sampai tiga siklus. Pada pasien ini, aplikasi bahan
(Gambar 1). bleaching dilakukan dalam dua siklus.

Gambar 1. Foto penentuan warna awal Gambar 4. Aplikasi gingival barrier

Digunakan bahan bleaching Opalescent Boost yang


mengandung hidrogen peroksida 40% (Gambar 2).
Diaplikasikan protective lip balm pada bibir atas dan
bawah pasien serta dilakukan pemasangan optragate.
Kemudian dilakukan aplikasi haemostatic agent selama
2 menit kemudian dibilas menggunakan water syringe
(Gambar 3).
Gambar 5. Aplikasi bahan bleaching H2O2 40%

Pembersihan bahan bleaching dapat dilakukan


dengan menggunakan high suction atau dengan cotton
pellet dengan memastikan bahan bleaching tidak
berkontak langsung dengan jaringan lunak. Kemudian
gingival barriers dilepas menggunakan sonde atau
eskavator lalu gigi geligi dibilas menggunakan water
Gambar 2. Opalescent Boost Kit syringe.
Gigi kemudian dikeringkan untuk penyesuaian
warna gigi setelah bleaching dan diperoleh warna akhir
menjadi B2 (Gambar 6). Dari hasil akhir kenaikan tingkat
kecerahan warna gigi ini, pasien merasakan kepuasan.
Diaplikasikan gel desensitizing agent (UltraEZ®) yang
mengandung potassium nitrat 3% dan fluoride 0,17%
pada permukaan gigi untuk mengurangi sensasi ngilu
Gambar 3. Aplikasi haemostatic agent yang terjadi setelah perawatan bleaching (Gambar 7).
Pasien diberikan instruksi untuk menggunakan
Setelah itu gigi geligi dikeringkan dan aplikasi pasta gigi whitening, menghindari kontak langsung
gingival barriers pada daerah servikal setiap regio minuman yang sering dikonsumsi dengan gigi geligi,
dan di light cured dengan gerakan scanning selama serta datang kontrol kembali 2 minggu kemudian untuk
20 detik. Sebelum mengaplikasikan bahan bleaching, mengevaluasi hasil perawatan (Gambar 10).

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN IN-OFFICE BLEACHING PADA GIGI DENGAN DISKOLORASI
364 EKSTRINSIK: LAPORAN KASUS

mengandung zat tanin yang dapat menyebabkan


perubahwan warna pada permukaan gigi. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa teh hijau mengandung
senyawa tanin paling tinggi, sehingga semakin besar
pula diskolorasi yang dihasilkan.(3)
Seiring dengan kebutuhan estetik yang meningkat,
perawatan bleaching pada gigi yang mengalami
Gambar 6. Foto klinis penyesuaian warna setelah bleaching diskolorasi ekstrinsik menjadi perawatan yang populer
dalam bidang kedokteran gigi.(5) Efek samping yang
paling sering terjadi pada perawatan bleaching adalah
sensitifitas pada gigi geligi yang bersifat sementara
dan iritasi pada jaringan lunak sekitar.(1,8,9) Dilakukan
aplikasi agen remineralisasi yaitu CPP-ACP (casein
phospopeptide – amorphous calcium phosphate)
selama seminggu sebelum perawatan untuk
mengurangi efek sensitifitas gigi geligi.(9)
Dalam prosedur in-office bleaching, sangat penting
Gambar 7. Aplikasi gel desensitizing agent
untuk melakukan isolasi dan perlindungan pada jaringan
lunak sekitar.(10) Berdasarkan beberapa penelitian yang
dilakukan, agen bleaching dapat menyebabkan reaksi
alergi jika berkontak dengan jaringan lunak khusunya
pada gingiva dan bibir.(11,12)
Pemilihan teknik in-office bleaching menggunakan
agen hidrogen peroksida 40% karena teknik ini
menghasilkan perubahan warna signifikan dalam
Gambar 8. Foto klinis sebelum bleaching waktu yang singkat.(8) Hidrogen proksida 40% dipilih
dalam perawatan ini karena memiliki efektivitas
meningkatkan kecerahan warna gigi secara signfikan
dan mempersingkat waktu pengerjaan. Agen bleaching
bekerja pada proses oksidasi pigmen yang berikatan ke
substrat enamel dan dentin atau dengan mengoksidasi
mariks organik enamel.(11) Molekul-molekul ikatan
pigmen ini memecah pigmen dan berdifusi keluar
dari gigi, dan menyerap lebih sedikit cahaya sehingga
Gambar 9. Foto klinis setelah bleaching tampak lebih cerah.(3)
Dalam laporan kasus ini, gigi pasien menunjukkan
perubahan warrna 8 tingkat berdasarkan shade
guide Opalescent Boost (dari B3 menjadi B2). Setelah
dilakukan follow-up 2 minggu, warna gigi tetap stabil.

KESIMPULAN

Gambar 10. Foto kontrol 2 minggu setelah bleaching In office-bleaching menggunakan agen hidrogen
peroksida 40% pada gigi yang mengalami diskolorasi
PEMBAHASAN ekstrinsik merupakan teknik perawatan yang tepat
dalam memperbaiki kecerahan warna gigi. Kepuasaan
Stain ekstrinsik adalah deposit berpigmen pada pasien dapat dinilai berdasarkan kriteria klinis kondisi
permukaan gigi yang dipengaruhi oleh banyak faktor, gigi geliginya yang dapat dilihat oleh pasien itu sendiri
salah satunya adalah konsumsi teh hijau. Teh hijau setelah dilakukan perawatan bleaching.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Juni Jekti Nugroho, Dyna Puspasari 365

DAFTAR PUSTAKA 11. Eimar H, Siciliano R, Abdallah M, Abi S, Amin WM, Martinez
P, et al. Hydrogen peroxide whitens teeth by oxidizing the
1. Craig BYBJ, Dip DH, Ed M, Supeene L, Dip DH, Student B. Tooth organic structure. J Dent. 2012;40:25–33.
Whitening : Efficiacy, effects and biological safety. Probe Sci J. 12. Li Y, Greenwall L. Safety issues of tooth whitening using
1999;33(6):169–74. peroxide-based materials. Br Dental J. 2013;215(1):29–34.
2. Mahmoud T, Richard W, Ashraf F. Endodontics Principles and
Practice. 5th Ed. Elsevier Ltd; 2015. 428-434 p.
3. Bhaskar DJ, R CA, Jhingala V, Kalra V. Basics in Tooth Bleaching.
Int J Dent Med Res. 2015;1(6):180–2.
4. Budirahardjo R. Pemutihan kembali gigi yang berubah warna
pada anak Dental bleaching on children with discolored teeth.
Dentofasial. 2011;10(2):105–10.
5. Münchow EA, Martini T, Valente LL. In-Office Tooth Bleaching
Treatment Using Light-Activated Hydrogen Peroxide Agent : A
Case Report. JSM Dent. 2014;2(1):13–5.
6. Buchalla W, Attin T. External bleaching therapy with activation
by heat , light or laser - a systematic review. J Dent Mater.
2006;3:586–96.
7. Bacovis CL, Iensen S, Loguercio AD, Reis A, Kossatz S. Tooth
sensitivity and efficacy of in-office bleaching in restored teeth.
J Dent. 2013;41:363–9.
8. Er T, Es L, Lgb A. Dental Bleaching : Case Reports That Achieved
Aesthetics Results in Dentistry with at-home Bleaching
Systems. 2009;3(4):29–34.
9. PennWell. A review of tooth whitening services. 2015;2–7.
10. Maiti N, Das UK. Vital Tooth Bleaching : A Case Report. J Dent.
2014;2:24–8.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
366 PO-76 PERAWATAN BEDAH APIKAL ULANG PADA LESI KISTA PERIAPIKAL GIGI
INSISIVUS SENTRAL MAKSILA : LAPORAN KASUS

PERAWATAN BEDAH APIKAL ULANG PADA LESI KISTA PERIAPIKAL


GIGI INSISIVUS SENTRAL MAKSILA :
LAPORAN KASUS
Wandania Farahanny*, Trimurni Abidin*
Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRACT

Background: Apical surgery is to surgically maintain a tooth that primarily has a periapical lesion that cannot be resolved
by conventional endodontic approach or retreatment. Create a tight barrier following a root-end resection in apical surgery
treatment is to prevent bacterial leakage from the root canal system into the periradicular tissues. However, inadequate root
canal treatment can be the most common cause of apical surgery failures. Persistent periapical lesion related to root canal
infection must be treated properly with follow-ups to avoid further endodontic pathosis. In certain case apical re-surgery
followed by root canal re-treatment should be considered as a viable alternative Aim: This paper present a case report of
apical re-surgery of persistent periapical cyst lesion.
Case: A 36 years old woman was complaint there is intraoral swelling on under nasal base and pain in palpation. Dental history
revealed She has undergone root canal treatment and apical surgery 2 years ago. Clinical and radiographic examinations
revealed a sensitivity to percussion, inadequate root canal treatment as well as an associated large radiolucent lesion
surrounding the root of the maxillary central incisor. Histopathological analysis revealed that the lesion was an inflammatory
radicular cyst.
Case Management: After orthograde filling, apical re-surgery with root-end resection was performed and root-end filling
was applied with bioactive cement material. Follow up visits after 3, 6 months and 1 year revealed satisfactory clinical,
radiographic healing and the tooth function properly.
Conclusion: It should be noted apical re-surgery which is done properly and the use of bioactive regeneration material for
retrograde filling can improve the success of treatment.

Keyword : Apical Surgery failure, Apical Re-Surgery, Periapical Cyst

PENDAHULUAN setelah dilakukan reseksi pada ujung akar merupakan


bagian terpenting karena kebocoran sering menjadi
Keberhasilan perawatan endodonti sangat penyebab utama kegagalan bedah apikal.6,7 Perawatan
ditentukan dengan kemampuan mengeliminasi seluruh bedah apikal ulang pada kasus bedah apikal yang gagal
mikroorganisme dan jaringan inflamasi ataupun menjadi pilihan alternatif perawatan yang lebih baik
nekrotik dari seluruh sistem saluran akar dengan untuk menghindari pencabutan.7,8
pembersihan khemo-mekanis dan kemudian pengisian Lesi periapikal persisten berkaitan dengan luasnya
saluran akar sebagai penutupan yang efektif.1,2 kerusakan tulang di daerah periapikal. Saat ini
Kegagalan endodonti dapat terjadi apabila tahapan penggunaan bahan bioaktif sebagai bahan pengisi ujung
perawatan tersebut tidak dilakukan dengan tepat. akar setelah prosedur reseksi banyak memberikan
Salah satu kegagalan endodonti seperti menetapnya keuntungan. Salah satunya yaitu mempercepat proses
lesi periapikal dapat diatasi dengan perawatan ulang penyembuhan dan regenerasi jaringan periradikular.7,9
tanpa pembedahan (retreatment), akan tetapi jika Laporan kasus ini bertujuan untuk menunjukkan
infeksi saluran akar terus berlanjut dan menyebabkan perawatan bedah apikal ulang dengan kasus kista
infeksi kembali di daerah periapikal maka perawatan periapikal pada gigi insisivus sentral maksila yang sudah
bedah apikal menjadi pilihan.3,4,5 dilakukan bedah apikal sebelumnya dan mengalami
Perawatan bedah apikal merupakan prosedur kegagalan.
bedah endodonti yang meliputi beberapa tahapan
seperti perawatan saluran akar, reseksi bagian akar KASUS
apikal, preparasi untuk pengisian ujung akar dan
kuretase apikal. Menciptakan penutupan yang rapat Seorang wanita berumur 36 tahun mengeluh ada
Korespondensi: Wandania Farahanny, Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Jalan Alumni No. 2
Kampus USU, Medan 20155, Indonesia. Alamat e-mail: wanda_sidentist@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Wandania Farahanny, Trimurni Abidin 367

pembengkakan di bagian dasar hidung dan terasa dengan bedah apikal ulang. Pasien diberikan informasi
sakit apabila ditekan. Riwayat dental menunjukkan gigi mengenai prosedur yang akan dilakukan dan diminta
tersebut telah dilakukan bedah apikal sekitar 2 tahun untuk menandatangani informed consent.
yang lalu. Pemeriksaan klinis memperlihatkan adanya
benjolan massa pada daerah apikal gigi insisvus sentral PENATALAKSANAAN KASUS
maksila yang tampak pada Gambar 1. Gigi tersebut
tidak terasa sakit akan tetapi sensitif ketika dilakukan Pada kunjungan pertama setelah gigi dilakukan
perkusi. Pemeriksaaan vitalitas pada gigi insisivus isolasi daerah kerja, preparasi akses kavitas dilakukan
sentral kanan maksila, insisivus sentral kiri maksila dan dari palatal gigi insisivus sentral kanan maksila dengan
insisivus lateral kiri dengan menggunakan electric pulp melakukan pembuangan tumpatan lama menggunakan
tester menunjukkan negatif. bur bulat diamond high speed sampai terlihat daerah
orifisi yang terisi dengan gutta pecha. Pembuangan
bahan obturasi menggunakan file retreatment
(Protaper Retreatment, Dentsply). Sedangkan pada gigi
insisivus sentral kiri maksila dilakukan pembongkaran
untuk mengeluarkan pasak metal tip ultrasonik.
Negosiasi saluran akar dilakukan dengan K. File dan
penentuan panjang kerja dibantu dengan alat apex
locater (Raypex 6, VDW,Germany), kemudian panjang
kerja dikonfirmasi secara radiografi. Tahapan cleaning
Gambar 1 . Panah menunjukkan adanya pembengkakan di
mukosa daerah apikal gigi insisivus sentral maksila.
dan shaping dilakukan dengan menggunakan rotary
files (Protaper Universal, Dentsply) dan saluran diirigasi
Pemeriksaan radiografi periapikal menunjukkan menggunakan sodium hypochlorite 2,5 % dan EDTA
bahan pengisi saluran akar underfilling pada gigi 17%. Pengisian saluran akar dilakukan dengan tehnik
insisivus sentral kanan maksila sedangkan pada gigi warm guttapercha. Setelah pengisian orthograde
insisivus sentral kiri maksila terlihat pasak metal pada selesai, dilakukan bedah apikal ulang pada kunjungan
saluran akar yang belum terisi dengan bahan obturasi berikutnya.
disertai lesi periapikal yang tampak pada Gambar 2. Prosedur bedah apikal ulang dimulai dengan
Pemeriksaan laboratorium histologi menunjukkan asepsis daerah kerja dan infiltrasi anestesi lokal dengan
adanya tanda kista radikular inflamasi. articaine hydrochloride (Septocaine®, Septodont) yang
tampak pada Gambar 3a, kemudian dilakukan insisi
dengan bentuk submarginal rectangular flap sampai
ketebalan full mucoperiostal yang tampak pada
Gambar 3b dan kemudian flap direfleksikan sampai
daerah tulang terlihat.
Pembuangan tulang dilakukan dengan bur
tulang sampai mencapai daerah tulang kortikal yang
mengalami defek sambil diirigasi dengan larutan salin
(Gambar 4a). Setelah daerah lesi terlihat dengan jelas,
jaringan kista dibuang dan jaringan granulasi pada
Gambar 2. Gambaran radiografi menunjukkan perawatan tulang dibersihkan dengan alat kuretase. Setelah bersih
saluran akar yang tidak baik disertai lesi periapikal pada kemudian dilakukan reseksi ujung akar minimal dengan
akar gigi insisivus maksila membentuk bevel sudut 0- 100 dan pinggiran dari
tepi preparasi bedah apikal sebelumnya dihaluskan.
Berdasarkan pemeriksaan diatas diagnosa gigi Pada ujung akar dilakukan preparasi kavitas sampai
tersebut adalah kista radikular yang berhubungan kedalaman ±3 mm dengan bur bulat kecil menggunakan
dengan gigi 11, 21 dan 22. contra angle handpiece (Gambar 4b) dan kemudian
Rencana perawatan yang akan dilakukan adalah dilakukan pengisian ujung akar menggunakan bahan
perawatan saluran akar ulang (retreatment) diikuti material semen bioaktif (Biodentine®, Septodont) yang

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
368 PERAWATAN BEDAH APIKAL ULANG PADA LESI KISTA PERIAPIKAL GIGI
INSISIVUS SENTRAL MAKSILA : LAPORAN KASUS

tampak pada Gambar 5a. Kemudian flep dikembalikan


dan suturing (Gambar 5b). Evaluasi klinis dan radiograf
dilakukan setiap 3, 6 bulan dan 1 tahun menunjukkan
adanya proses penyembuhan yang dapat dilihat pada
Gambar 6.

Gambar 5. Pengisian ujung akar dengan bahan bioatif


setelah reseksi akar (a) setelah penutupan flep dan
dilakukan suturing (b)

Gambar 3. Tahapan pada saat infiltrasi anestesi lokal (a)


Tahapan pada saat insisi dengan desain rectangular flap(b)

Gambar 6. Evaluasi klinis menunjukkan tidak ada keluhan


dan evaluasi radiograf setiap 3, 6 bulan dan 1 tahun
menunjukkan terjadi proses penyembuhan pada lesi
periapikal .

PEMBAHASAN

Bedah apikal merupakan perawatan yang dapat


dilakukan dalam usaha mempertahankan gigi di dalam
rongga mulut jika pendekatan endodonti konvensional
Gambar 4. Tahapan pembuangan tulang kortikal labial tidak berhasil. Tujuan utama dari bedah apikal adalah
untuk dilakukan reseksi akar dan pembuangan lesi radikular
untuk menciptakan penutupan yang rapat pada
(a) Pengisian ujung akar yang telah diisi dengan bahan
bioaktif (b) daerah apikal akar sehingga menutup jalan masuk
dan mencegah kemungkinan terjadinya kontaminasi
bakteri antara daerah sistem saluran akar dan jaringan
periradikular.4,6,7
Evaluasi setelah bedah apikal dapat dilakukan
dengan pemeriksaan klinis dan radiografi. Evaluasi klinis
yang terlihat dapat berupa tidak ada gejala dan tanda

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Wandania Farahanny, Trimurni Abidin 369

seperti pembengkakan, hilangnya fungsi, sensitifitas menyebabkan hasil yang berbeda.8


ketika perkusi dan palpasi, perasaan tidak nyaman, Penggunaan bahan bioaktif MTA pada kasus
pembentukan sinus track dan poket periodontal. bedah apikal ulang dengan menggunakan tehnik
Sedangkan evaluasi radiografi dilakukan setelah microsurgery pada penelitian prospektif menunjukkan
6 bulan yang biasanya sudah menunjukkan proses angka keberhasilan 74.5%. Bahan MTA dan Super
penyembuhan pada tulang yang telah di osteotomi. EBA sebagai bahan material pengisi ujung akar
Gambaran sebelum perawatan dan sesudah pada prosedur bedah apikal telah terbukti memiliki
perawatan dapat di evaluasi berdasarkan radiopasitas kemampuan mempercepat proses regenerasi dan
pembentukan tulang kembali yang diperlihatkan penyembuhan.2,4,7
dengan mengecilnya ukuran gambaran lesi radiolusensi Pada kasus ini penggunaan bahan bioaktif
yang menunjukkan proses penyembuhan.7,8 Biodentine® dipilih sebagai bahan pengisi ujung akar
Berdasarkan review meta analisis yang pernah setelah dilakukan reseksi akar. Kandungan Biodentine®
dilakukan oleh Tsesis dkk. (2009) angka keberhasilan yang terdiri dari tricalcium silicate, calcium carbonate
perawatan bedah endodonti modern mencapai 91.6%, juga mempunyai kemampuaan regenerasi yang sama
dimana angka kegagalan hanya 8.4%.6,10 Beberapa dengan MTA. Selain keuntungan penggunaan bahan ini
faktor yang dapat menjadi penyebab kegagalan bedah adalah waktu setting yang lebih cepat sehingga aplikasi
apikal antara lain adalah perawatan saluran akar yang klinis menjadi lebih mudah.9
tidak baik, reseksi akar yang inadekuat, tidak ada Regenerasi pada tulang, ligamen periodontal dan
dilakukan preparasi kavitas, tidak ada pengisian ujung sementum dibutuhkan agar terjadi penyembuhan yang
akar dan restorasi koronal yang tidak tepat. Taschieri sempurna setelah bedah apikal. Literatur menunjukkan
dkk. (2011) memaparkan penyebab kegagalan bedah bahwa prognosis menjadi menurun karena hilangnya
apikal menggunakan scanning electron microscopy plat tulang kortikal labial/bukal setelah bedah
(SEM) yang paling banyak dijumpai adalah tidak adanya endodonti. Penggunaan guided tissue regeneration
pengisian ujung akar dan adanya celah antara dentin (GTR) telah dilaporkan dapat mempercepat proses
dan pengisi ujung akar.2,5-7 penyembuhan terutama daerah tulang. Bebeberapa
Pada kasus ini pasien memiliki keluhan tidak laporan kasus menunjukkan hasil yang sangat baik
nyaman dan terjadi pembengkakan kembali dan lesi pada bedah apikal dengan menggunakan kombinasi
periapikal yang persisten setelah dilakukan bedah membran barrier dan bone graft dalam meningkatkan
apikal yang pertama. Kondisi tersebut menjelaskan proses penyembuhan.1,4,7
terjadi kegagalan pada bedah apikal yang pertama.
Kemungkinan terjadinya penyebab kegagalan pada KESIMPULAN
kasus ini adalah perawatan saluran akar yang tidak
tepat, reseksi akar yang inadekuat, pengisian ujung Tindakan bedah apikal ulang yang dilakukan dengan
akar yang tidak baik dan kuretase apikal yang tidak tepat dapat meningkatkan keberhasilan perawatan
baik. 3,5,10 Oleh sebab itu pada kasus ini dilakukan bedah dibandingkan. Perawatan bedah apikal ulang ini menjadi
apikal ulang. pilihan yang lebih baik dibandingkan pencabutan.
Kasus dengan kegagalan bedah apikal, pilihan Selain itu penggunaan material bioaktif regenerasi
perawatan bedah apikal ulang menjadi alternatif untuk pengisian retrograde dapat mempercepat proses
yang lebih baik untuk menghindari pencabutan.6,7 penyembuhan dan dapat meningkatkan keberhasilan
Walaupun, berdasarkan literatur yang ada, belum perawatan.
banyak informasi mengenai keberhasilan perawatan
apikal bedah ulang. Pada tahun 2005 Gagliani dkk. DAFTAR PUSTAKA
membandingkan angka keberhasilan pada kasus bedah
apikal yang pertama sekali dilakukan dengan bedah 1. Johnson, B.R. dan Fayad, M. I., 2016, Periradicular Surgery,
dalam: Kenneth, M., Hargreaves, P. D., Cohen, P. S., Bermain,
apikal ulang dalam pengamatan longitudinal selama
L. H. (eds.), Cohen’s Pathway of the Pulp, 11th ed., Mosby,
5 tahun, hasilnya menunjukkan angka keberhasilan Philadelphia.
bedah apikal ulang 59% sedangkan kelompok bedah 2. Song, M., Shin, S.J., Kim, E., 2011, Outcomes of endodontic
apikal pertama 86%. Hal ini mungkin disebabkan micro-resurgery: a prospective clinical study, J Endod,
penggunaan tehnik dan bahan yang sangat bervariasi 37(3):316-320.
3. Pasha, S., Madhu, K.S., Nagaraja, S., 2013, Treatment

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
370 PERAWATAN BEDAH APIKAL ULANG PADA LESI KISTA PERIAPIKAL GIGI
INSISIVUS SENTRAL MAKSILA : LAPORAN KASUS

outcomes of surgical management in endodontic retretamnet 9. Saxena, P., Gupta, S.K., Newaskar, V., 2013, Biocompatibility of
failure, Pakistan Oral & Dental J, December 3(33):554-557 root end filling material: recent update, Restor Dent Endod,
4. Von Arx, T., 2011, Apical Surgery: A Review of current Aug 38(3): 119-127
techniques and outcome, The Saudi Dental Journal, 23: 9-15. 10. Tsesis, I., Faivishevsky,V., Kfir, A., Rosen, E., 2009, Outcome
5. Huh, J.K., Yang, D.K., Jeon, K.J., Shin, S.J., 2016, Progresion of surgical endodontic treatment performed by a modern
of periapical cysytic lesion after incomplete endodontic technique: a meta-analysis of literatur, J Endod,35:1505-151.
treatment, Restor Dent Endod,41(2):137-142
6. Taschieri, S., Bettach, R., Lolato, A., Moneghini, L., Fabbro,
M.D., 2011, Endodontic surgery failure: SEM analysis of root-
end filling, J Oral Sci, 53(3): 393-396.
7. Torul, D., Kurt S., Kamberoglu K., 2018, Apical surgery failures:
Extraction or re-surgery? Report of five cases, JODDD,12(2):
116-119
8. Gagliani, M.M., Gorni, F.G.M, Strohmenger, L., 2005, Periapical
resurgery versus periapical surgery: a 5 year longitudinal
comparison, Int Endod J, May 38(5):320-327.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PO-77 371
Tirta Asprimi Angraeni, Nurhayaty Natsir

BLEACHING INTERNAL PADA GIGI YANG MENGALAMI


DISKOLORISASI AKIBAT TRAUMA: LAPORAN KASUS
Tirta Asprimi Angraeni*, Nurhayaty Natsir**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

Background: Trauma to the anterior teeth can cause nonvital teeth that eventually discolorize which will affect esthetics.
Esthetics are important for patients especially young age therefore care is required for confinement of the case with internal
bleaching. Objective: To improve the colour of tooth.
Case: A twenty seven years old female visited RSGM UNHAS with discolored one of the upper anterior tooth. Patient had
experienced trauma 18 years ago. Clinical examination revealed negative results the vitality test, percussion and palpation,
hence the tooth was diagnosed as pulp necrosis.
Case management: Root canal treatment was performed and followed with internal bleaching treatment ; the walking
bleach method using 35% hydrogen peroxide.
Conclusion: Traumatized tooth discoloration was predictably managed with internal bleaching technique to restore the
esthetically.

Keyword : Bleaching internal, discoloration, trauma, walking bleach


PENDAHULUAN gigi non-vital. Mekanisme kerja bahan bleaching
dengan mengoksidasi pigmen organik pada struktur
Salah satu aspek paling penting yang akan gigi sehingga terjadi dekomposisi pigmen-pigmen
mempengaruhi estetik ketika seseorang tersenyum tersebut.1
adalah warna gigi. Ketika salah satu gigi menunjukkan Laporan kasus ini memaparkan perawatan bleaching
perubahan warna, akan lebih terlihat nyata internal pada gigi insisivus sentralis maksila kiri rahang
dibandingkan ketika perubahan warna gigi terjadi atas yang mengalami diskolorasi pasca trauma.
secara menyeluruh, karena nampak jelas warna satu
gigi berbeda dari gigi yang lain. 1 TATA LAKSANA KASUS
Diskolorisasi gigi berdasarkan lokalisasi dan etiologi
dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu Ekstrinsik dan Seorang wanita berusia 27 tahun datang ke
Intrinsik.2 Faktor ekstrinsik dapat disebabkan konsumsi RSGM Unhas dengan keluhan salah satu gigi depan
beberapa jenis makanan atau minuman seperti atas berubah warna. Riwayat gigi pasien pernah
wortel, jeruk, minuman anggur, teh dan kopi, serta mengalami trauma ± 18 tahun yang lalu. Pasien
produk rokok. Faktor intrinsik misalnya nekrosis pulpa, ingin warna giginya diperbaiki sehingga bisa sama
kalsifikasi, dan bahan medikasi.3,4 dengan gigi disebelahnya. Pemerikasan Radiografi
Bleaching Internal adalah suatu teknik perawatan terlihat gambaran radiolusen pada daerah periapikal.
minimal invasiv yang banyak digunakan untuk Pemeriksaan klinis menunjukkan diskolorisasi gigi
memperbaiki estetika gigi non-vital yang mengalami 21, tes vitalitas (-), perkusi (-), palpasi (-), diagnosis
nekrosis. Bleaching internal telah dilaporkan memiliki nekrosis pulpa.
tingkat kepuasan pasien yang tinggi. Teknik ini cukup Kunjungan pertama, dilakukan anamnesis,
sederhana dengan hasil estetik yang memuaskan. diagnosis, informed consent dan penjelasan mengenai
Brown melaporkan tingkat kesuksesan bleaching rencana perawatan. Setelah itu, dilakukan pembukaan
internal pada gigi yang mengalami diskolorasi akibat akses dan penjajakan saluran akar gigi 21 dengan K
nekrosis atau trauma mencapat 95%.1,5 file # 15, selanjutnya dilakukan penentuan panjang
Bahan bleaching yang paling umum adalah kerja dengan apex locator dan dikonfirmasi dengan
hidrogen peroksida dan karbamid peroksida. Bahan radiografi periapikal, diperoleh panjang kerja adalah
ini digunakan dalam konsentrasi tinggi untuk 21 mm (Gambar 4). Saluran akar dipreparasi dengan
Korespondensi: Tirta Asprimi Angraeni, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan KM.10,
Makassar, Indonesia. Alamat e-mail : dynapuspasari@ymail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
BLEACHING INTERNAL PADA GIGI YANG MENGALAMI
372 DISKOLORISASI AKIBAT TRAUMA: LAPORAN KASUS

teknik crown down menggunakan intrumen rotary


hingga file F5. Selama instrumentasi setiap pergantian
alat dilakukan diirigasi dengan NaOCl 2,5% dan
aquades steril, kemudian dikeringkan dengan paper
point. Dressing saluran akar dengan kalsium hidroksida
lalu ditutup dengan tumpatan sementara.

Gambar 6. Foto Obturasi

Pasien datang 6 hari kemudian untuk dilakukan


Gambar 1. Foto klinis perawatan bleaching internal. Dilakukan pencocokan
warna awal yaitu 5M Shade guide Vita 3D (Gambar
7), dilanjutkan dengan pengambilan guttapercha
hingga batas 2,5 mm di bawah garis servikal (Gambar
8), setelah itu diaplikasikan barier menggunakan glass
ionomer.

Gambar 2. Rontgen gigi 21

Gambar 7. Pencocokan warna Awal

Gambar 3. Open Akses

Gambar 8. Pengambilan guttapercha 2,5 mm di bawah


garis servikal

Kavitas lalu dan dikeringkan untuk selanjutnya


diaplikasikan bahan bleaching yaitu hidrogen
Gambar 4 & 5. Panjang kerja & Foto Tryin peroksida gel 35%. Kavitas lalu ditutup dengan
tumpatan sementara. Pasien diinstruksikan untuk
Kunjungan berikutnya setelah dua minggu mengontrol perubahan warna giginya setiap hari.
perawatan, bahan dressing dikeluarkan, saluran Kontrol dijadwalkan satu minggu kemudian, tetapi
akar dibersihkan, dikeringkan lalu dilakukan obturasi pasien diinstruksikan untuk kontrol kembali apabila
thermoplastik dan diberikan tambalan sementara. warna yang diharapkan telah tercapai sebelum satu

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Tirta Asprimi Angraeni, Nurhayaty Natsir 373

minggu atau apabila terdapat keluhan. serta senantiasa menjaga oral hygiene.
Kontrol pertama dilakukan satu minggu setelah
aplikasi bahan bleaching, tampak warna gigi telah dua
tingkat lebih cerah menjadi 3R Shade guide Vita 3D
(Gambar 9). Dilakukan aplikasi ulang bahan bleaching
seperti prosedur sebelumnya. Pasien diminta kontrol
kembali setelah 1 minggu.

Gambar 11. Kontrol ke III

Gambar 9. Kontrol I

Pada kunjungan berikutnya, warna gigi telah


mengalami perubahan dan sudah hampir sama
dengan warna gigi yang diharapkan. Kavitas dibuka,
dibersihkan dan dikeringkan kemudian dilakukan
aplikasi ulang bahan bleaching dan ditutup dengan
tumpatan sementara.

Gambar 12. Foto Sebelum Dan Sesudah Perawatan

PEMBAHASAN

Diskolorasi gigi akibat faktor internal, seperti


trauma, umumnya terjadi pada satu atau dua gigi.
Trauma pada gigi menyebabkan pembuluh darah pada
Gambar 10. Kontrol II mahkota putus dan terjadi perdarahan dan lisisnya
eritrosit yang akan menghasilkan produk degradasi
Pasien datang setelah 1 minggu kemudian. Warna kromogenik yang kemudian menumpuk dalam tubulus
gigi tampak sudah sama dengan yang diharapkan dentinalis dan menyebabkan diskolorasi dentin.6
yaitu sama dengan warna gigi di sebelahnya (gambar Pada kasus ini, gigi mengalami diskolorasi oleh
11). Kavitas dibuka dan dibersihkan kemudian diisi karena nekrosis pulpa yang disebabkan oleh trauma,
dengan cotton pellet dan ditutup dengan tumpatan yang menyebabkan terputusnya pembuluh darah
sementara. Tahapan ini dilakukan untuk menstabilkan pada pulpa dan terjadi lisis sel darah merah. 3
perubahan warna gigi. Pasien diinstruksikan kontrol Penyebab diskolorasi internal yang berasal dari ruang
kembali setelah dua minggu untuk tahapan restorasi pulpa, meliputi pendarahan, nekrosis, kalsifikasi,
permanen. dan diskolorasi iatrogenik oleh karena efek samping
Pada kunjungan berikutnya, warna gigi tidak prosedur perawatan gigi. Pendarahan pulpa akibat
mengalami perubahan, sehingga dapat dilakukan trauma merupakan penyebab diskolorasi yang paling
restorasi permanen. Restorasi permanen dilakukan banyak ditemukan. 3,7
pada palatal dan Incisal gigi 21 dengan bahan komposit. Pada suatu penelitian in vitro, gigi direndam dalam
Pasien diinstruksikan untuk mengurangi makanan dan whole blood, eritrosit, plasma darah dan trombosit,
minuman yang dapat menyebabkan perubahan warna, dan salin.6 Diskolorasi yang paling parah terdapat pada

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
BLEACHING INTERNAL PADA GIGI YANG MENGALAMI
374 DISKOLORISASI AKIBAT TRAUMA: LAPORAN KASUS

kelompok gigi yang direndam dalam eritrosit. Pada DAFTAR PUSTAKA


semua sampel yang mengalami diskolorasi didapatkan
adanya hematin, hemoglobin, dan hemosiderin. Selain 1. Bersezio, C., Martín, J., Mayer, C. et al. Qual Life Res (2018).
https://doi.org/10.1007/s11136-018-1972-7
itu, degradasi produk-produk protein juga berperan
2. Plotino G., Buono L., Grande NM. Non-vital tooth bleaching: a
dalam diskolorasi.3 Tingkat diskolorasi bergantung review of the literature and clinical procedures. J Endod. 2008;
pada lamanya pulpa mengalami nekrosis. Semakin 34: 394-407
lama penyebab diskolorasi dalam ruang pulpa, semakin 3. Zimmerli B, Jeger F, Lussi A. Bleaching of nonvital teeth. A
parah pula diskolorasinya.6,8 Diskolorasi gigi terjadi clinically relevant literature review. Schweiz Monatsschr
Zahnmed. 2010; 120(4): 306-13.
akibat terbentuknya produk kromogenik yang stabil 4. Dahl JE, Palessen U. Tooth bleaching – a critical review of the
secara kimiawi. Pigmen ini tersusun atas molekul biological aspects. Crit Rev Oral Biol Med. 2003; 14(4): 292-
organik berantai panjang 304.
Metode bleaching internal yang digunakan pada 5. Manuel ST,Abhishek P, Kundabala M. Etiology of tooth
discoloration- a review; Nig Dent J Vol 18 No. 2 July - Dec 2010
kasus ini adalah metode walking bleach menggunakan
6. ADA council. Tooth whitening/bleaching : treatment
hidrogen peroksida gel 35%. Hidrogen peroksida consideration for dentist and their patients. ADA. 2009: 1-
merupakan bahan oksidator kuat yang paling sering 7. Fearon J. Tooth whitening: concepts and controversies. Int
digunakan. Karasteristik dari hydrogen peroksida dent. 2007; 11(2): 24-38.
adalah sangat cepat dipecah menjadi air dan oksigen. 8. Haywood VB, DiAngelis AJ. Bleaching the single dark tooth.
Inside dentistry. 2010.
Oksigen murni yang.5 9. Jensen L, Tran Q H. Classification of severe tooth discolorations
Proses bleaching terjadi berdasarkan mekanisme and treatment options. Institute of odontologi clinics. 2011.
reaksi oksidasi, dimana bahan bleaching Hidrogen
peroksida akan menghasilkan radikal bebas masuk
ke tubulus dentinalis dan mengoksidasi pigmen pada
dentin, organik yang berukuran besar dan berpigmentasi
tinggi akan menjadi molekul berukuran lebih kecil dan
lebih sedikit pigmen sehingga menyebabkan warna
gigi menjadi lebih muda. Dengan adanya reaksi ini,
molekul- molekul kecil ini lebih sedikit merefleksikan
cahaya hingga akhirnya gigi tampak lebih putih. 2,3
Pada kasus ini, warna gigi yang diharapkan dicapai
dalam waktu ± 3 minggu karena faktor usia pasien,
sesuai pernyataan Walton dan Rotstein menyatakan
bahwa pada perawatan bleaching internal. semakin
muda usia pasien, dan/atau periode diskolorasi yang
singkat, maka semakin baik dan cepat hasil yang
didapatkan. 9

KESIMPULAN

Perawatan bleaching internal dengan teknik


walking bleach menggunakan hidrogen peroksida
yang dilakukan pada gigi yang mengalami diskolorasi
akibat trauma dapat memberikan hasil perawatan
yang memuaskan, namun prosedur perawatan harus
dilakukan secara hati-hati.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PO-78 375
Yakobus Yanni, Nurhayaty Natsir

VENER DIRECT PADA GIGI INCISIVUS SENTRALIS YANG MENGALAMI


INTRUSI : LAPORAN KASUS
Yakobus Yanni*, Nurhayaty Natsir**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

Background : Aesthetic problems is one of the things that make the patient look for a dentist. Dental intrusion is something
that can interfere with one’s appearance. Direct veneer is one type of restoration that can overcome this. This restoration
provides a natural and harmonious appearance based on aesthetic principles. Objective: Treatment of direct veneer
restorations in the maxillary central incisors with intrusion.
Case: A 21-year-old male patient came to the RSGM clinic with an aesthetic complaint on the intrusive tooth 21 so it looked
shorter than the other teeth with a central diastema.
Case management : Direct veneer restoration using nano filler composite.
Conclusion: Aesthetic intrusion of front teeth can be corrected using direct veneer restorations.

Keywords : direct veneer, aesthetic, layering, composite

PENDAHULUAN sentral diastema dilakukan restorasi veneer direk


komposit untuk memperbaiki bentuk dan ukurannya.
Masalah estetik saat ini telah menjadi perhatian
utama bagi pasien yang ingin melakukan restorasi KASUS
terutama pada gigi anterior. Salah satu bahan restorasi
yang dapat digunakan adalah resin komposit, Bahan Seorang pasien laki-laki umur 18 tahun datang ke
restorasi ini mempunya nilai estetik yang baik1. klinik konservasi gigi RSGM Unhas. Dari anamnesis
Resin komposit dapat digunakan untuk memperbaiki pasien mengeluh gigi depan kiri atas terlihat lebih
warna dan bentuk gigi. Salah satu perawatan yang pendek dari gigi yang lain dan berjejal sehingga
sering menggunakan bahan tersebut adalah restorasi mengganggu penampilan dan ingin memperbaikinya
Veneer dengan menutupi gigi yang mengalami kelainan (Gambar 1). Dari pemeriksaan subjektif tidak ada rasa
dengan melapisi permukaan gigi agar mendapatkan sakit pada gigi 21. Pemeriksaan klinis terlihat gigi 21
estetik yang lebih baik. Veneer dengan resin komposit lebih pendek dari gigi 11 dengan sentral diastema.
dapat dibagi ke dalam dua teknik, yaitu veneer direk Pemeriksaan objektif tes termal dingin positif, tes
dan veneer indirek2. perkusi negatif dan jaringan lunak disekitar gigi sedikit
Veneer diindikasikan untuk keadaan gigi yang hiperemis oleh karena kalkulus. Diagnosis gigi 21 pulpa
mengalami malformasi, perubahan warna, abrasi, normal, gigi mengalami intrusi, prognosisnya baik.
erosi, dan restorasi yang tidak memadai atau Rencana perawatan untuk gigi 21, yaitu veneer direk
mengalami kerusakan2. komposit.
Pemilihan bahan untuk pembuatan veneer direk
komposit adalah komposit nanofiller karena bahan ini
dapat dipolis dengan baik sehingga dapat menyerupai
email yang sesungguhnya dan bertahan untuk jangka
waktu cukup lama.3 Veneer direk komposit sebaiknya
dipertimbangkan pada pasien yang memiliki kebiasaan
seperti merokok, minum anggur merah, dan lain-lain,
karena akan menyebabkan diskolorasi pada veneer
Gambar 1. Foto klinis awal
tersebut dalam jangka waktu lama2.
Pada kasus ini gigi 21 mengalami intrusi dengan

Korespondensi: Yakobus Yanni, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar,
Indonesia. Alamat e-mail: yakobusyanni@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
VENER DIRECT PADA GIGI INCISIVUS SENTRALIS YANG
376 MENGALAMI INTRUSI : LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN KASUS daerah kerja menggunakan rubber dam4. Preparasi


gigi dengan bur yang dirancang khusus untuk preparasi
Kunjungan pertama veneer. Preparasi yang dilakukan dengan menggunakan
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan subjektif fine diamond bur berbentuk fissure yang ujungnya
dan objektif. Dilakukan pencetakan rahang atas dan membulat. Preparasi dengan mengasah bagian fasial
rahang bawah untuk pembuatan palatal guide. Pasien hanya sekitar 0,5 mm hingga mendekati daerah kontak
kemudian dikonsul kebagian periodontology RSGM proksimal (Gambar 4)4.
Unhas untuk dilakukan pembersihan karang gigi.

Kunjungan kedua seminggu kemudian


Dilakukan perawatan veneer direk komposit.
Prosedur klinis perawatan veneer direk komposit
yaitu pemilihan warna. seluruh permukaan gigi harus
dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan Gambar 4. Preparasi gigi
rotary brush dan pumice yang dicampur dengan air
Setelah preparasi selesai, dilakukan prosedur etsa
atau bahan lain yang sejenis yang tidak mengandung
dengan asam phosphate konsentrasi sekitar 37% pada
minyak agar tidak menyulitkan waktu melakukan
seluruh permukaan gigi selama 15 detik, kemudian
proses pengetsaan. Prosedur ini untuk mendapatkan
dibilas menggunakan semprotan air sampai bersih
warna gigi yang sesungguhnya selain itu pada proses
selama kurang lebih 10 detik. Bahan bonding (Universal
bonding didapatkan hasil yang maksimal2.
Bond, 3M ESPE) diaplikasikan dengan menggunakan
Pada kasus ini pemilihan warna gigi dilakukan
microbrush dan dilakukan semprot udara ringan
dengan bantuan penuntun warna (shade guide)
sehingga bahan bonding dapat merata keseluruh
disesuaikan dengan gigi sebelahnya dan didapatkan
permukaan kemudian di sinar selama 20 detik
warna gigi A2 (Esthet-X, densply) (Gambar 2).
(Gambar 5). Selanjutnya dilakukan prosedur pelapisan
Selanjutnya menempatkan sedikit bahan komposit
menggunakan bahan komposit dengan membentuk
pada permukaan gigi tanpa proses etsa dan bonding
Lingual Shelf dengan menggunakan komposit semi
untuk memastikan warna yang dipilih sudah tepat
tanslusen nano hybrid yang diaplikasikan tipis ke
sesuai dengan gigi disebelahnya (Gambar 3)2.
matriks silikon yang telah dibuat sebelumnya (Gambar
6). Selanjutnya diaplikasikan bahan komposite secara
bertahap mulai dari warna dentin, body, dan enamel.
(Gambar 7).

Gambar 2. Pemilihan warnadengan shade guide

Gambar 5: (a)Aplikasi Etsa asam; (b) Aplikasi bahan


bonding.

Gambar 3. Pemilihan warna dengan bahan komposite


Gambar 6: Lingual Shelf yang dibuat dengan komposite
Tahap selanjutnya preparasi gigi untuk veneer semi translusen dengan ketebalan tidak lebih dari 0.3 mm.
direk komposit dengan desain teknik feather edge
dengan memperhatikan posisi gigi, ruangan atau Tahap selanjutnya adalah finishing dan polishing.
ketidakteraturan gigi dan tinggi garis senyum.2 Isolasi Finishing dimulai dengan membentuk anatomi primer

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Yakobus Yanni, Nurhayaty Natsir 377

Gambar 9: (a) Transitional line angels; (b) Pemetaan


anatomi digambar di bagian tengah untuk membantu
mencapai morfologi gigi yang tepat saat finishing; (c)
Anatomi sekunder untuk mengurangi volume serta
membentuk lobus.

Gambar 7: (a) Komposit dentin; (b) Sebuah alat Fine-tipped


digunakan untuk memciptakan mamelon pada dentin; (c)
Komposit warna Body; (d) Komposit enamel; (e) Meratakan
komposit dengan brush.

Gambar 10: (a) Coarse komposite polisher; (b) Fine


Gambar 8: (a) Polishing strip untuk menghaluskan daerah komposite polisher untuk menghasilkan permukaan yang
interdental; (b) Membentuk anatomi primer dengan halus dan mengkilap; (c) Chamois dan polishing pasta untuk
finishing disc. menghasilkan enamel-like-gloss.

dengan menggunakan finishing disc (Gambar 8). Kunjungan ketiga


Selanjutnya dilakukan pembentukan anatomi sekunder Satu minggu setelah veneer direk komposite
dengan bantuan sebuah flame-shaped, fine diamond dilakukan kontrol, tidak ada keluhan pada gigi yang
bur yang sebelumnya diberikan garis pemetaan sudah dilakukan veneer direk komposit. Secara klinis
anatomi pada giginya (Gambar 9). Kemudian dilakukan keadaan veneer masih beradaptasi dengan baik, warna
polishing untuk menghasilkan hasil restorasi yang lebih gingiva normal, dan kebersihan mulut pasien baik
halus dan mengkilap dengan menggunakan beberapa (Gambar 11).
alat dan bahan seperti chamois, komposite polisher
(eve diacomp), dan polishing pasta (Gambar 10).

a) b)
Gambar 11. Foto: a) sebelum restorasi ;b) setelah restorasi

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
VENER DIRECT PADA GIGI INCISIVUS SENTRALIS YANG
378 MENGALAMI INTRUSI : LAPORAN KASUS

PEMBAHASAN DAFTAR PUSTAKA

Ada dua macam teknik veneer, yaitu veneer 1. Paschoal MA, et all. Esthetic and Function Improvement by
Direct Composite Resin and Biomimetic Concept. Journal of
indirek dan veneer direk. Veneer direk ini terutama
Contemporary Dental Practice. 2014;15(5):654-8
sekali sangat berguna untuk anak-anak atau pasien 2. Dharma RH. Veneer. Jakarta: Dental Lintas Mediatama. 2001:
usia remaja dan menjadi popular sebagai kosmetik 3–16.
tambahan pada pasien orang dewasa5. 3. Baum L. Textbook of operative dentistry. Dalam: Ilmu
Veneer direk komposit mempunyai sejumlah konservasi gigi. Alih bahasa: Tarigan R. Edisi 3. Jakarta: EGC.
1995: 305–314.
keuntungan, seperti preparasi gigi yang minimal dan 4. Baratieri LN. Esthetics. In: Direct adhesive restorasi on
dapat dikerjakan satu kali. Tekniknya sangat fleksibel fractured anterior teeth. 2nd ed. Brasil: Quintessence Books.
dan dokter gigi dapat mengkontrol semua aspek dari 1998: 266–313.
prosedur pekerjaan. Kerugiannya adalah dibutuhkan 5. Albers HF. Tooth-colored restoratives principles and
techniques. 9th ed. London: BC Decker Inc. 2002: 237–269. 

waktu dan skill untuk pengerjaannya. Veneer direk
6. Eccles JD, Green RM. The conservation of teeth. Dalam:
komposit dapat bertahan rata-rata empat sampai Konservasi gigi. Alih bahasa: Yuwono L. Edisi 2. Jakarta: Widya
delapan tahun5. Medika. 1994: 113–114. 

Komposit dapat berikatan dengan struktur gigi baik 7. Espejo F. Step-By-Step For Class IV Restorations. Style Italiano.
pada dentin email dengan ikatan mikromekanis. Oleh 2017; Pp:1,14
karena itu digunakan untuk bermacam-macam kasus,
salah satunya memperbaiki tampilan dari gigi-gigi yang
bentuknya kurang baik atau gigi dengan perubahan
warna6.
Jenis komposit yang digunakan untuk veneer direk
adalah nanofiller, bahan ini mempunyai partikel filler
dengan ukuran nano sehingga dapat dipoles yang
menghasilan permukaan restorasi menyerupai enamel
yang sesungguhnya dan bertahan untuk jangka waktu
yang cukup lama . Selain itu jenis bahan komposit ini
mempunyai sifat mekanik dan fisik yang baik2.

KESIMPULAN

Restorasi komposit direk untuk restorasi gigi anterior


adalah prosedur yang menuntut skill yang tinggi dari
operator untuk menhasilkan estetik yang baik7.
Veneer direk komposite merupakan salah satu
bentuk restorasi yang digunakan untuk memperbaiki
keadaan gigi yang mengalami perubahan warna
maupun bentuk dengan teknik yang non-invasive dan
estetik yang sangat baik

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PO-79 379
Christine Anastasia Rovani, Bulkis Thahir

BLEACHING INTERNAL GIGI INSISIVUS YANG MENGALAMI


OBLITERASI AKIBAT TRAUMA : LAPORAN KASUS
Christine Anastasia Rovani*, Bulkis Thahir**
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

Background: Tooth discoloration is an aesthetic problem that may affect someone’s appearance. The causes of tooth
discoloration can be caused by intrinsic and extrinsic factors. One of the causes of intrinsic tooth discoloration is intra-pulp
hemorrhage due to trauma and the preferred treatment is internal bleaching. Beside discoloration, trauma may also cause
pulp obliteration which is the deposition of the hard tissue into the pulp chamber as a pulp defense response against irritant.
This can be a complicating factor in root canal treatment. Purpose: To describe internal bleaching treatment in obliterated
tooth due to trauma.
Case: 38-year-old woman complains about discolorotion on her front tooth which have experienced trauma 20 years ago.
Clinical examination shows discoloration of crown, vitality test (-), percussion (-), palpation (-). Radiographic examination
showed a calcified appearance on some of the root canal and was diagnosed as pulp necrose.
Case Management: Root canal treatment, continued with Internal Bleaching by Walking Bleach technique using 35%
hydrogen peroxide material.
Conclusion: Internal bleaching can be performed on obliterated tooth cause by trauma.

Keywords: Discoloration, trauma, obliteration, Internal Bleaching, Walking Bleach


PENDAHULUAN saluran akar pada gigi anterior yang mengalami
obliterasi pulpa disertai perawatan bleaching internal
Diskolorasi pada gigi merupakan salah satu masalah dengan teknik walking bleach untuk mengatasi
estetik yang dapat mempengaruhi penampilan. Etiologi diskolorasi pada gigi anterior.
diskolorasi gigi bersifat multifaktorial sebagai hasil
interaksi fisio-kimiawi yang kompleks antara kromogen KASUS
dan substansi gigi. Hal ini dapat terjadi secara intrinsik
dan ekstrinsik. Diskolorasi ekstrinsik dapat dipengaruhi Pasien wanita usia 38 tahun datang ke Rumah Sakit
oleh komsumsi makanan dan minuman yang berwarna, Gigi dan Mulut dengan keluhan gigi depan kiri atas
produk tembakau dan Oral Hiegine yang buruk. Faktor berubah warna kekuningan. Pasien pernah mengalami
intrinsik misalnya penggunaan obat-obatan dalam trauma pada usia 18 tahun. Pemeriksaan klinis gigi 21
jangka waktu yang lama, perdarahan intra pulpa, tes vitalitas -, perkusi - palpasi -. Pemeriksaan dengan
obliterasi saluran akar dan nekrose pupa yang dapat panduan Vita Master Classic menunjukkan bahwa gigi
disebabkan oleh karena trauma.1,2,3 21 berwarna A3,5 dan gigi tetangganya berwarna A1.
Trauma pada gigi dapat menyebabkan respon pulpa Hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya
kalsifikasi atau obliterasi pulpa, dan pada 67% gigi yang gambaran kalsifikasi pada 2/3 panjang akar dan sedikit
terkena, mahkota klinisnya menunjukkan perubahan penebalan ligamentum periodontal.
warna kekuningan serta menurunnya respon
pulpa terhadap termal dibandingkan gigi yang lain. MANAJEMEN KASUS
Obliterasi pulpa didefinisikan sebagai deposisi jaringan
keras kedalam ruang saluran akar. Secara klinis dapat Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan
diidentifikasi pada 1 bulan pertama setelah trauma . radiografi gigi mengalami perubahan warna oleh
Obliterasi yang terjadi pada sebagian atau seluruh karena trauma dan gigi 21 didiagnosa sebagai nekrose
saluran akar akan menutup dan mengaburkan akses pulpa yang disertai obliterasi pulpa (Gambar 1).
kedalam sistem saluran akar dan akan menyulitkan Perawatan yang akan dilakukan adalah perawatan
preparasi, desinfeksi dan obturasi saluran akar.4 saluran akar dan internal bleaching dengan restorasi
Laporan kasus berikut menjelaskan perawatan komposit di palatal gigi 21
Korespondensi: Bulkis Thahir, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar,
Indonesia. Alamat e-mail: bulkis.tahir@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
BLEACHING INTERNAL GIGI INSISIVUS YANG MENGALAMI
380 OBLITERASI AKIBAT TRAUMA : LAPORAN KASUS

dan di obturasi dengan teknik single cone (Gambar 3).

Gambar 1 a). Gambaran klinis dengan shade guide warna


A3,5

Gambar 3.a) Foto try in guttap b). Foto obturasi

Kunjungan ketiga
Pemeriksaan klinis perkusi dan palpasi– kemudian
buka tambalan sementara dan dilakukan pengambilan
gutta percha point sebanyak 2-3 mm di bawah orifice
menggunakan peesoreamer. Setelah terdapat ruang
kemudian diaplikasikan RMGI sampai batas orifisium
Gambar 1 b). Gambaran radiologi gigi #21
(Gambar 4). Kemudian dietsa dengan bahan asam
Kunjungan pertama fosfat 37 % selama 20 detik kemudian dilakukan
Perawatan saluran akar dimulai dengan melakukan pencucian etsa dan dikeringkan dengan cotton pellet.
open akses di palatal gigi 21. Preparasi akses dilakukan
dengan high speed round bur diamond, tidak ada
saluran akar yang terlihat pada awal pembukaan
akses. Pada saat probing hanya ada satu titik yang
ditemukan pada rongga akses kemudian memasukkan
k file no.6 pada titik tersebut dan diverifikasi dengan
radiografi. Patensi diperoleh dengan k file no.6 dan
diverifikasi dengan radiografi. Panjang akar diukur
dengan apexlokator dan dikonfirmasi secara radiografi.
Dilanjutkan dengan preparasi glidepath dengan k file
no.8 dan 10. Preparasi Chemico-Mechanical lengkap Gambar 4. a) foto radiografi pengambilan guttap 2-3 mm
dilakukan dengan k file dan protaper FHU S1- F2 di bawah orifice b). foto radiografi aplikasi barrier dengan
(Gambar 2). Untuk irigasi digunakan 2,5% sodium RMGI sampai batas orifisium
hipoklorit dan 17% EDTA. Kemudian dressing dengan
Calsium Hidroksida. Tahap selanjutnya adalah mengaplikasikan
opalescence endo (dengan kandungan Hidrogen
peroksida 35%) pada ruang pulpa kemudian ditutup
dengan kapas dan semen ionomer kaca tipe 2 untuk
mencegah kebocoran mikro. Pasien diintruksikan
kontrol berkala 1 minggu kemudian.

Kunjungan keempat
Berdasarkan anamnesis pasien tidak merasakan
Gambar 2. a) Penentuan panjang kerja dengan keluhan nyeri pada gigi 21. Pemeriksaan klinis tampak
apeks locator yang dikonfirmasi dengan radiografi b) tambalan masih melekat dengan baik. Pemeriksaan
Preparasi saluran akar gigi #21 dengan Protaper FHU S1-F2 klinis dengan panduan warna vita classic menunjukkan
Kunjungan kedua warna A3 dibagian servikal namun di bagian incisal
Pemeriksaan klinis perkusi - dan palpasi- . kemudian masih sedikit gelap (Gambar 5). Aplikasi bahan
dilakukan irigasi dengan NaOCl 2,5% lalu dikeringkan bleaching diulangi lagi dengan membersihkan kavitas
dengan paper point, setelah itu dilakukan try in guttap

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Christine Anastasia Rovani, Bulkis Thahir 381

Gambar 5. Menunjukan perubahan warna mulai terjadi di


daerah servikal namun pada daerah incisal masih sedikit
gelap.

Gambar 7. a) gambaran klinis gigi #21 sebelum di bleaching


internal b) Gambaran klinis gigi #21 setelah perawatan
Gambar 6. Perubahan warna terlihat pada shade guide vita saluran akar dan bleachin internal
classic dengan warna A1.
kemudian mengaplikasikan etsa asam fosfat 37% sehingga mudah terjadi nekrosis pulpa.5
kemudian membilas dan dikeringkan dengan cotton Paterson dan Mitchell menyatakan bahwa infeksi
pelet. Bahan bleaching opalescence endo 35% dan trauma merupakan penyebab utama terjadinya
diaplikasikan di ruang pulpa kemudian di tumpat obliterasi pulpa, sehingga diperlukan perawatan
dengan ionomer kaca. saluran akar. Status diagnostik dan keputusan
perencanaan perawatan gigi dengan obliterasi pulpa
Kunjungan kelima tetap kontroversial.Ada dua parameter klinis perawatan
Pada pemeriksaan subjektif tidak ada keluhan. saluran akar pada gigi yang mengalami obliterasi pulpa
Pemeriksaan klinis tumpatan masih melekat baik dan yaitu 1) Ruang pulpa hilang atau tidak tampak saluran
tidak ada gejala saat dilakukan tes perkusi dan palpasi. akar sehingga kesulitan untuk melakukan preparasi
Pemeriksaan dengan panduan warna menunjukkan saluran akar. 2) terjadi nekrosis dan lesi pada jaringan
perubahan warna gigi pasien menjadi A1 yang telah periapikal dengan kemungkinan perawatan melalui
menyerupai gigi sebelahnya yaitu gigi 11 (Gambar 6). intervensi bedah.5,6
Menurut Fischer pulpa yang mengalami obliterasi
PEMBAHASAN memiliki pengurangan komponen seluler, sehingga
lebih rentan terhadap infeksi dan kemampuan
Respon pulpa tehadap trauma tergantung pada penyembuhan jaringan terbatas. Jika diputuskan untuk
derajat kerusakan neurovascular, yang sebagian besar melakukan perawatan saluran akar, pengetahuan
masuk melalui foramen apical, selain adanya faktor tentang anatomi saluran akar normal dan variasi-
bakteri. Respon tersebut dapat terjadi pada waktu variasinya itu sangat penting karena sangat membantu
yang berbeda, pada awalnya terjadi penyembuhan operator dalam preparasi akses kesaluran akar.
lalu diikuti dngan obliterasi pulpa dan akhirnya terjadi Berbagai bur dan tip ultrasonic telah dirancang
nekrose pulpa.4,5 untuk dapat menemukan serta menjangkau ruang
Obliterasi pulpa ditemukan pada hampir semua pulpa yang mengalami obliterasi, Radiografi harus
kasus dengan trauma dan 69% gigi menunjukkan dilakukan berulang kali untuk mengkomfirmasi akses
warna kekuningan pada mahkota klinisnya .Frekuensi lurus dan terpusat. Pewarna seperti metilen blue
obliterasi pulpa tergantung pada luasnya trauma dan dapat membantu menemukan sistem saluran akar
tahap pembentukan akar, pada gigi dengan apeks dibawah mikroskop, Sodium hipoklorit juga dapat
tertutup, pembuluh darah mengalami kontriksi digunakan untuk membantu identifikasi saluran akar

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
BLEACHING INTERNAL GIGI INSISIVUS YANG MENGALAMI
382 OBLITERASI AKIBAT TRAUMA : LAPORAN KASUS

yang mengalami obliterasi. Sodium hipoklorit 5% pengisian saluran akar harus adekuat, gunakan pelapis
ditempatkan pada ruang pulpa diatas saluran akar yang servikal untuk mencegah masuknya bahan bleaching
obliterasi, sisa-sisa jaringan pulpa akan menghasilkan kedalam saluran akar ataupun keligamentum
aliran gelembung yang muncul sebagai hasil oksigenasi periodontal. Rotstein dkk, menunjukkan bahwa
jaringan. Hal ini dapat dilihat dibawah mikroskop dan penggunaan glass ionomer setebal 2 mm dapat
digunakan untuk mengidentifikasi orifisium.5,6,7 mencegah peneterasi 30% H2O2 ke dalam saluran
Menemukan saluran akar yang obliterasi akar. Selain itu dapat berfungsi sebagai dasar restorasi
merupakan tantangan sehingga tidak mengherankan akhir. Pembuatan pelapis servikal dengan cara
kejadian instrument patah pada kasus ini cukup tinggi. mengurangi gutta perca ke dalam 1-2mm di bawah
Biasanya file kecil k file no.6 diperlukan untuk inisiasi CEJ. Untuk menentukan ke dalaman dapat digunakan
jalan masuk. Namun file ini tidak memiliki kekakuan probe periodontal yang dimasukkan ke dalam kamar
yang diperlukan untuk melintas pada ruang yang pulpa. Kavitas harus bebas debris dan sisa-sisa bahan
terbatas dan resiko fraktur bila digunakan arah vertikal. pengisi, karena akan mempengaruhi efektivitas bahan
Pendekatan lainnya adalah menggunakan file ukuran 8 bleaching.
dan 10 K-file dengan tekanan vertikal yang minimal dan
penggantian instrument secara regular sebelum terjadi KESIMPULAN
cyclic fatigue. Chelating agent dapat digunakan sebagai
pelumas untuk membantu instrumentasi. Teknik Keberhasilan perawatan saluran akar pada kasus
crown down direkomendasikan untuk meningkatkan obliterasi pulpa sangat tergantung pada preparasi
sensasi taktil dan penetrasi apikal yang lebih baik pada akses yang tepat, pengetahuan mendalam tentang
preparasi saluran akar yang obliterasi.4,7,8 anatomi dan morfologi gigi, penggunaan instrument
Manajemen bedah dapat menjadi pilihan jika dan bahan yang tepat. Untuk merawat diskolorasinya
saluran tidak dapat ditemukan dengan teknik dapat dilakukan perawatan bleaching internal
konvensional.5,6,7 dengan teknik walking bleach. Perawatan ini cukup
Setelah perawatan saluran akar dilakukan memuaskan, lebih konvensional dan ekonomis untuk
dilanjutkan dengan perawatan bleaching internal memenuhi kebutuhan estetik pasien.
untuk merawat diskolorasinya. Beberapa literatur
melaporkan keberhasilan perawatan bleaching DAFTAR PUSTAKA
internal pada gigi non vital. Teknik walking bleach
diperkenalkan pada tahun 1961 dengan penempatan 1. Dianti, F., Sukartini, E., Armila, M., 2011, Bleaching Internal
Untuk Merawat Perubahan Warna Gigi Insisivus Sentralis
campuran sodium perborate dan air ke dalam ruang
Kanan atas (Laporan Kasus). Jurnal dentofasial, 10 (2):101-104
pulpa dan kemudian ditutup diantara kunjungan pasien. 2. Soesilo, D., 2016, Perawatan Internal Bleaching Untuk Estetik
Metode kemudian dimodifikasi dengan menempatkan Gigi Pasca Perawatan Endodontik. Denta journal kedokteran
hydrogen peroksida 30-35% untuk memperbaiki efek gigi 10 (2)
pemutihan.1,2 3. Durani.M,. Martinez, M., Fabian, N., 2917 Bleaching Of Non
Vital teeth, five year Follow-up: Case report, Inernational
Bahan bleaching yang digunakan adalah hydrogen Dental Juornal Of students Research, 5(2) ; 51-54
peroksida 35%. H2O2 berbentuk cairan jernih, 4. D.P. Lise., C. Gutiérrez., T.P., d.a. Rosa., and L.C.C, Vieira.,
tidak berbau, tidak stabil, dan bersifat asam. H2O2 2014 Bleaching Options for Pulp-Calcified Teeth: Case History
mempunyai berat molekul yang rendah sehingga Reports. Operative Dentistry: 39 (6): 572-577.
5. Siddiqui, S.H., Mohamed , A. N., 2016 Calcific Metamorphosis:
dapat berdifusi ke email dan dentin. Proses bleaching
A Review.Int J Health Sci (Qassim). 10(3):437-42. Review.
berdasarkan reaksi oksidasi. Pada reaksi redoks bahan 6. Usman, S., Nugroho, J.J., 2015 Diagnosis dan Perawatan
H2O2 sebagai opksidator akan melepaskan radikal Saluran Akar Pada gigi yang Mengalami Obliterasi. Makassar
bebas yang tidak mempunyai pasangan elektron. Dent J. 4(3):103-106
Elektron ini berikatan dengan molekul organik untuk 7. Torabinejad, M., Walton R.E., 2015 Principles and Practice Of
Endodontics. Second Ed,.:506-523
mencapai kestabilan, yaitu daerah yang memiliki ikatan 8. Sardhara, Y., Dhanak, M., Parmar, G., 2016 Management of
ganda dan memutuskan ikatan tersebut menjadi lebih Maxillary Central Incisor With Calcified Canal: Case Report.
sederhana yang memberikan warna yang lebih terang.1 Journal of dental and medical sciences (IQSR-JDMS). 15, issue
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum (1):24-27
melakukan bleaching internal diantaranya kualitas

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Taufik Amrullah,Christine Anastasia Rovani
PO-80 383

KEBERHASILAN PERAWATAN ULANG SALURAN AKAR GIGI YANG


LEDGE DISERTAI LESI PERIAPIKAL : LAPORAN KASUS
Taufik Amrullah*,Christine Anastasia Rovani**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

Background: The root canal form is mostly bent with a mild to severe curvature. The curvature of root canal is one of the
complicating factors in the cleaning and shaping stage in root canal treatment, so it may leads to ledge. The ledge resulted
in broken of the root canal wall formation so there is any change in the shape of the root canal, especially in the third area
of apex, because the file can not reach the apex. Root canal preparations that do not reach the apex allow for non-hermetic
obturation. These conditions will remain the bacteria that can grow again and interfere with healing process in treatment
failure. Aim: This case report presents the management of root canal treatment that has ledge on the root canal with the
presence of periapical lesions using protaper hand instruments.
Cases: The 20-year-old male patient came with chief complaints pain on lower left posterior teeth when chewing. Radiographs
show non-hermetic obturation with radiolucent periapical.
Case management: Root canal treatment with protaper for hand instrument and using porcelain fused to metal restoration.
Conclusions: The successful of root canal treatment were evaluated by radiographic images showing smaller periapical
lesions and the tooth works normally.

Keyword: Endodontic retreatment, periapical lesion, protaper FHU

PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
Tujuan perawatan endodontik adalah mereduksi
atau mengeliminasi mikroorganisme dan produknya Pada tanggal 10 April 2018, seorang pasien laki-laki
dari saluran akar sehingga gigi dapat dipertahankan usia 20 tahun datang ke klinik Spesialis Konservasi Gigi
selama mungkin di dalam mulut, namun sistem saluran RSGM Hj. Halima Dg Sikati UNHAS dengan keluhan
akar yang kompleks dan ramifikasi menjadi salah gigi belakang kiri bawah kadang kadang sakit saat
satu penyulit yang dapat menyebabkan kegagagalan digunakan untuk menggigit sejak 1 bulan yang lalu.
perawatan endodontik. Adanya kesalahan prosedural Gigi tersebut sudah pernah dilakukan perawatan
seperti penyumbatan, pembentukan ledge, dan saluran akar dilanjutkan dengan restorasi komposit
perforasi dapat meningkatkan terjadinya komplikasi oleh dokter gigi umum kurang lebih dua tahun yang
yang dapat menyebabkan konsep cleaning and shaping lalu. Pada saat dilakukan pemeriksaan, gigi tersebut
yang tidak adekuat1-3. tidak sakit.
Ledge merupakan kesalahan prosedural yang Pada pemeriksaan klinis rongga mulut dan lidah
mengakibatkan deviasi dari kurvatura saluran dalam keadaan normal. Mukosa mulut dan kebersihan
akar yang belum terjadi perforasi ke ligament mulut baik. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
periodontal4. Adanya ledge menyulitkan untuk sistemik. Gigi 36 tampak pada Gambar 1 restorasi
mendapatkan cleaning and shaping yang adekuat yang sewarna dengan gigi dan dalam keadaan kurang baik.
mempengaruhi pengisian saluran akar. Ledge biasanya Peka terhadap tes perkusi, tetapi tidak peka terhadap
menyebabkan pathosis periapikal setelah perawatan palpasi, mobilitas normal. Pada pemeriksaan radiograf
endodontik sehingga mempengaruhi keberhasilan gigi 36, tampak gambaran radiopak dalam saluran akar
perawatan endodontik.3, 4-9 (gutta perca), tidak mencapai apikal (kurang 6 mm dari
Laporan kasus ini menampilkan penatalaksanaan apeks). Bentuk anatomis akar dan saluran akar bengkok
perawatan ulang saluran akar yang telah terbentuk dan ada radiolusensi berbatas tidak jelas sepanjang
ledge dan adanya lesi periapikal dengan menggunakan akar mesial. Terdapat ledge pada akar mesial sekitar 6
protaper for hand instrumen. mm dari apeks .
Korespondensi: Taufik Amrullah, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis kemerdekaan km 10, Makassar,
Indonesia. e-mail : taufik.amrullah46@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
KEBERHASILAN PERAWATAN ULANG SALURAN AKAR GIGI YANG LEDGE
384 DISERTAI LESI PERIAPIKAL : LAPORAN KASUS

Diagnosis yang ditegakkan adalah 36 Previously informed consent.


Treated disertai lesi periapikal dengan obturasi Gigi 36 diisolasi dengan rubber dam dan pembukaan
underfilling dan tidak hermetis. Perawatan yang akses ke saluran akar pada gambar 2. Pengambilan
dilakukan adalah perawatan saluran akar ulang gutta perca dilakukan dengan file headstroem yang
multikunjungan dengan restorasi mahkota jaket dibantu dengan cairan xylol serta dilakukan irigasi
porselin fusi metal (PFM). Prognosis baik, karena sisa dengan NaOCl 2,5%. Setelah pengeluaran gutta
jaringan gigi masih cukup untuk dilakukan restorasi perca selanjutnya memperbaiki akses, pengukuran
mahkota jaket dan pasien kooperatif. panjang alat dan penjajakan ledge pada Gambar 3.
Setelah diperoleh saluran akar yang sebenarnya maka
pengukuran panjang kerja (PK) dilakukan dengan cara
PK estimasi dari apex locator yang akan dikonfirmasi
dengan foto radiograf pada Gambar 4.
Setelah diperoleh saluran akar yang sebenarnya
dan panjang kerja telah sesuai, selanjutnya dilakukan
cleaning and shaping dengan mengunakan file protaper
for hand use dan setiap pergantian file dilakukan
Gambar 1. Gigi 36 (A) Gambaran klinis gigi 36, tampak
irigasi sodium hipoklorit 5,25%. Dilakukan sampai file
kerusakan restorasi, (B) Gambaran radiograf awal pada
gigi 36 tampak radiolusen pada bifurkasi hingga apex akar
F2, irigasi akhir dengan Chlorhexidine 2%. Selajutnya
mesial. Aplikasi dressing saluran akar dengan Ca(OH)2 dan
restorasi sementara.
PENATALAKSANAAN KASUS Kunjungan II (Kamis, 26 April 2018) Pemeriksaan
subyektif tidak ada keluhan, pemasangan rubber dam,
Pada kunjungan I (Selasa, 10 April 2018) dilakukan tumpatan sementara dibuka, dibersihkan dan foto
pemeriksaan subyektif, Obyektif, foto intra oral dan radiograf try in guttap perca pada gambar 5.
radiograf, diagnosis, penentuan rencana perawatan Gutta perca disterilkan dalam larutan NaOCL 2,5%,
gigi 36 dan dilanjutkan dengan penandatanganan dibilas alkohol 70% dan dikeringkan. Sebelum dilakukan

Gambar 2. Gigi 36 (A) pemasangan rubber dam pada gigi


36, (B) hasil preparasi pembukaan akses saluran akar.

Gambar 4. Konfirmasi panjang kerja

Gambar 3. Pengukuran panjang alat dan penjajakan ledge.


(A). Radiografi penjajakan ledge pada saluran akar mesio-
lingual. (B) Radiografi penjajakan 3 saluran akar.
Gambar 5. Try in guttap perca.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Taufik Amrullah,Christine Anastasia Rovani 385

pengisian, saluran akar diirigasi dengan NaOCL 5,25% perkusi dan palpasi negatif, Gingiva normal, Tidak ada
dan Chlorhexidine 2%, dikeringkan dengan paper kebocoran tepi mahkota dan tidak ada bagian mahkota
point. Pengisian saluran dengan teknik Single Cone yang pecah/retak.
menggunakan gutta perca F2 dengan sealer epoxy-
resin (Pasta AH plus, Densply). Setelah saluran akar
penuh, gutta perca dipotong sebatas orifis, diberi basis
Glass Ionomer dan tumpatan sementara. Foto rongent
tampak pada gambar 6.

Gambar 8. Follow up 1 bulan setelah perawatan, tampak


lesi mengecil

PEMBAHASAN
Gambar 6 Radiografi kontrol pengisian .
Penyebab kegagalan perawatan endodontik pada
kasus ini terlihat bahwa obturasi yang tidak hermetis,
Pada kunjungan III (08 Mei 2018). Kontrol
karena instrumentasi yang tidak mencapai panjang
perawatan. Pasien tidak memiliki keluhan, perkusi dan
kerja disebabkan karena adanya ledge. Penyebab
palpasi negatif, penyesuian warna gigi dengan Vita 3D
terbentuknya ledge diantanya karena kurangnya
shade guide (3L 25), buka tumpatan sementara, Core
akses yang memadai ke bagian apikal, kehilangan
build-up, Preparasi mahkota dengan akhiran chamfer
kontrol instrument, memberikan tekanan instrumen
untuk restorasi porcelain fused to metal. Pencetakan
yang berlebihan ke dalam saluran akar dan tidak
rahang atas dengan teknik irreversible hydrocolloid,
menggunakan instrumen secara berurutan2, 4, 6,10-13.
Pencetakan rahang bawah dengan teknik double
Langka awal yang dilakukan dalam kasus tersebut
impression dengan bahan Putty dan Light body, Bite
adalah mencapai saluran akar yang tepat dan panjang
registration, Pemasangan mahkota sementara. Model
kerja yang sesuai. Perawatan diawali membuka
dikirimkan ke dental lab.
akses yang baik ke saluran akar, kemudian menjajaki
Pada kunjungan IV (16 Mei 2018). Kontrol PSA.
saluran akar dengan file #8 yang sudah dibengkokkan
Pasien tidak memiliki keluhan, perkusi dan palpasi
sesuai bentuk lengkung saluran akar (sesuai gambar
negatif, Lepas mahkota sementara, Try in mahkota PFM
radiografis), kemudian dilakukan gerakan clocked wise
Insersi mahkota PFM dengan luting cement (GIC tipe 1)
counter clocked wise untuk mengetahui arah ledge
tampak pada gambar 7 dan selanjutnya beri intruksi.
dan diteruskan berlawan dengan arah ledge sampai
file dapat masuk sesuai panjang kerja. Tindakan ini
dilakukan untuk mengetahui arah masuk file ke saluran
akar yang sebenarnya.
Dengan tercapainya panjang kerja maka dilanjukan
dengan tahapan cleaning and shaping dengan
mengunakan file protaper for hand use, hal ini
digunakan karena instrumen manual memberikan
sensasi taktil yang lebih baik dan lebih disukai
daripada instrumen rotary14. Sifat-sifat instrumen
Gambar 7. Radiografi kontrol insersi restorasi PFM. NiTi memungkinkan untuk tetap lebih terpusat dan
melestarikan sumbu akar secara signifikan lebih baik
Pada kunjungan V (16 Juni 2018). Kontrol perawatan daripada instrumen stainless steel bila digunakan
tampak pada gambar 8. Pasien tidak memiliki keluhan, secara manual. Pengunaan instrument tersebut

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
KEBERHASILAN PERAWATAN ULANG SALURAN AKAR GIGI YANG LEDGE
386 DISERTAI LESI PERIAPIKAL : LAPORAN KASUS

dilakukan secara lembut tanpa memaksa dan secara


berurutan untuk menghindari terbentuknya ledge Terbentuknya ledge pada kasus ini dapat diatasi
kembali 15-19. sehingga memungkinkan untuk dilakukan tahapan
Masih adanya lesi periapikal pada kasus tersebut perawatan dengan baik sampai dengan rehabilitasi gigi
membuktikan adanya infeksi sekunder. Bakteri dengan tumpatan mahkota PFM.
utama penyebab infeksi sekunder pada kegagalan Irigasi merupakan tahapan yang sangat penting
perawatan endodontik adalah e. faecalis 20 maka dalam mengurangi invasi bakteri, penggunaaan
salah satu tahapan yang dilakukan dalam kasus ini larutan Chlorhexidine 2% dan mengenangkannya
adalah melakukan irigasi dengan Chlorhexidine 2% dalam saluran akar selama 30 detik memberikan efek
dan di genangkan dalam saluran akar selama 30 detik. yang signifikan dalam perawatan tersebut.
Selain itu digunakan bahan irigasi sodium hipoklorit
5,25%. Sodium hipoklorit merupakan bahan irigasi
yang mengandung klorit yang bersifat oksidator DAFTAR PUSTAKA
dan dianggap paling efektif karena bersifat lubrikan,
melarutkan jaringan pulpa, pemutih dan antiseptik 1. Iqbal A. The Factors Responsible for Endodontic Treatment
Failure in the Permanent Dentitions of the Patients Reported
yang kuat. Selain bersifat bakterisidal, sodium hipoklorit
to the College of Dentistry, the University of Aljouf, Kingdom
juga virucidal. EDTA 17% yang digunakan pada kasus of Saudi Arabi. Journal of Clinical and Diagnostic Research.
ini merupakan agen klelasi yang efektif melunakkan 2016 May, Vol-10(5): ZC146-ZC148.
dentin, derajat iritasi sedang, menghilangkan smear 2. Ingle JI, Bakland LK. Endodontics. 5th ed. London: BC Decker
layer dan kombinasi dengan sodium hipoklorit akan Inc, 2002;412,482–9, 525–38, 695, 729, 769, 776–85.
3. Cohen S, Burns RC. Pathways of the pulp. 8th ed. St Louis:
menaikkan sifat antimikrobanya 2,3. Mosby, 200:94, 242–52, 530, 870, 910–6.
Untuk menghindari kesalahan dalam proses 4. Kapalas A, Lambrianidis T. Factors associated with root canal
pengisian saluran akar, dilakukan evaluasi hasil cleaning ledging during instrumentation. Endod Dent Traumatol
and shaping. Perlu mencoba posisi guttap perca di 2000;16:229 –31.
5. Harty FJ, Parkins BJ, Wengraf AM. Success rate in root canal
dalam saluran akar dengan bantuan radiograf untuk
therapy: a retrospective study of conventional cases. Br Dent
dapat memastikan bahwa pengisian dapat sesuai J 1970;128:65–70.
dengan panjang kerja. Sterilisasi dari bahan pengisi 6. Namazikhah MS, Mokhlis HR, Alasmakh K. Comparison
(guttap perca) dilakukan dengan larutan sodium between a hand stainlesssteel K file and a rotary NiTi 0.04
hipoklorit 2,5%, dan dibilas alkohol 70%. Pengisian taper. J Calif Dent Assoc 2000;28:421– 6.
7. Greene KJ, Krell KV. Clinical factors associated with ledged
saluran akar dengan menggunakan seler epoxy-resin canals in maxillary and mandibular molars. Oral Surg Oral Med
(AH Plus) yang merupakan semen resin yang dapat Oral Pathol 1990;70:490 –7.
menciptakan kerapatan pengisian saluran akar yang 8. Gutmann JL, Dumsha TC, Lovdahl PE, Hovland EJ. Problem
baik serta menggunakan tehnik pengisian single cone solving in endodontics. 3rd ed. St Louis: Mosby, 1997:96 –100,
117.
karena saluran akar yang relative kecil.
9. Cohen S, Hargreaves KM. Pathways of the pulp. 9th ed. St
Keberhasilan perawatan saluran akar dapat Louis: Mosby, 2006:992– 4.
dilihat dari beberapa faktor antara lain adanya lesi 10. Lambrianidis T. Ledge formation. In: Iatrogenic complications
periradikular sebelum dan sesudah perawatan, kualitas during endodontic treatment. Thessaloniki, Greece: Univ
pengisian dan efektifitas penutupan bagian korona. Studio Pr, 1996.
11. Walton RE, Torabinejad M. Principles and practice of
Kasus ini telah dianggap berhasil karena perkusi dan endodontics. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders, 2002:184,
palpasi tidak peka, mobilitas normal, tidak ada penyakit 222–3, 319 –20.
periodontium, gigi dapat berfungsi dengan baik, tidak 12. Weine F. Endodontic therapy. 5th ed. St Louis: Mosby,
ada tanda-tanda infeksi atau pembengkakan, dan 1996:324 –30, 545–7.
13. Powell SE, Wong PD, Simon JH. A comparison of the effect of
tidak ada keluhan pasien yang tidak menyenangkan.
modified and nonmodified instrument tips on apical canal
Berdasarkan gambaran radiografis, suatu ligamen configuration: part II. J Endod 1988;14:224–8.
periodontium sedikit menebal (kurang dari 1 mm), 14. Bishop K, Dummer PM. A comparison of stainless steel
radiolusensi di bifurkasi berkurang, lamina dura Flexofiles and nickel–titanium NiTiFlex files during the shaping
normal, tidak ada resorbsi, dan pengisian hermetis 3,8. of simulated canals. Int Endod J 1997: 30: 25–34.
15. Coleman C, Svec T, Rieger M, Suchina J, Wang M, Glickman
G. Analysis of nickel–titanium versus stainless steel
KESIMPULAN instrumentation by means of direct digital imaging. J Endod

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Taufik Amrullah,Christine Anastasia Rovani 387

1996: 22: 603–607.


16. Gambill J, Alder M, del Rio C. Comparison of nickel– titanium
and stainless steel hand-file instrumentation using computed
tomography. J Endod 1996: 22: 369– 375.
17. Song Y, Bian Z, Fan B, Fan M, Gutmann J, Peng B. A comparison
of instrument-centering ability within the root canal for three
contemporary instrumentation techniques. Int Endod J 2004:
37: 265–271.
18. Glossen C, Haller R, Dove S, del Rio C. A comparison of root
canal preparations using Ni–Ti hand, Ni–Ti engine driven, and
K-Flex endodontic instruments. J Endod 1995: 21: 146–151.
19. Scha¨fer E, Schultz-Bongert U, Tulus G. Comparison of hand
stainless steel and nickel titanium rotary instrumentation: a
clinical study. J Endod 2004: 30: 432–435.
20. Anna M, Johanna T. Bonding of composite resin luting cement
to fiber reinforced composite root canal posts. J Adhes Dent.
2004; 6: 319-25.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
388 PO-82
PERAWATAN ENDODONTIK SATU KALI KUNJUNGAN PADA GIGI PULPITIS
IRREVERSIBEL DENGAN RESTORASI OVERLAY

PERAWATAN ENDODONTIK SATU KALI KUNJUNGAN PADA GIGI


PULPITIS IRREVERSIBEL DENGAN RESTORASI OVERLAY
Juni jekti Nugroho*, Nenny Athriana Farma**
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

Background: Endodontic treatment is the most frequent treatment done by dentist, along with patients need are increase
to maintain their teeth . Endodontic treatment can be done in single visit which chemomechanic preparation and root canal
obturation performed within one visit. Objective: Single visit endodontic can minimize the risk of bacterial contamination
also reduce the amount visit to clinicians.
Case: A 23 years old male patient presented to the Dental Clinic at Departement of Conservative Dentistry, RSGM Hj. Halimah
Dg Sikati Dentistry Faculty University of Hasanuddin with the chief complaint of a toothache on tooth 36 and he wanted to
take care of his teeth. According to subjective and objective checks it was diagnosed with irreversible pulpitis.
Management: The treatment performed is single visit endodontic treatment with overlay restoration.
Conclusion: Single visit endodontic treatment on irreversible pulpitis case showed good treatment result.

Keyword: Endodontic, irreversible pulpitis.

PENDAHULUAN yang biokompatibel sangat membantu dokter gigi


dalam melakukan perawatan endodontik yang lebih
Perawatan endodontik adalah prosedur yang sering efektif dan efisien. Semua faktor di atas menyebabkan
dilakukan di tempat praktek dokter gigi. Indikasi utama pergeseran perawatan endodontik dari beberapa kali
perawatan endodontik adalah pulpitis ireversibel dan kunjungan ke satu kali kunjungan.3,6,7,8
nekrosis pulpa gigi yang disebabkan oleh proses karies
atau trauma, kemudian pada gigi yang pecah atau KASUS
retak yang melibatkan pulpa dan memerlukan koreksi
posisi yang ekstrim. Tujuan perawatan endodontik Seorang laki-laki berusia 23 tahun datang ke
adalah untuk mencegah terjadinya periodontitis Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unhas dengan keluhan
apikal sehingga gigi dapat dipertahankan. Prosedur gigi geraham bawah berlubang dan sakit terutama
perawatan endodontik dilakukan untuk menghilangkan bila minum yang dingin, pasien minum obat untuk
jaringan organik dan bakteri patogen pada saluran menghilangkan rasa sakitnya.
akar dengan melakukan instrumentasi mekanik yang
disertai dengan larutan irigasi. Perawatan endodontik PENATALAKSANAAN KASUS
dapat dilakukan dengan dua cara: pertama, adalah
melakukan perawatan endodontik beberapa kali Pemeriksaan intra oral tampak gigi 36 karies dan
kunjungan dan kedua adalah melakukan perawatan telah mencapai pulpa. Tes vitalitas (+), perkusi dan
endodontik satu kali kunjungan.1,2,3,4 palpasi (-) (Gambar 1a). Pemeriksaan radiografi tampak
Perawatan endodontik beberapa kali kunjungan jaringan periapikal normal (Gambar 1b). Diperoleh
memiliki beberapa kekurangan seperti kontaminasi diagnosis pulpitis ireversibel asimptomatik.
antar kunjungan dan flare up yang disebabkan oleh Bentuk anatomi gigi geraham rahang bawah terdiri
kebocoran atau lepasnya tumpatan sementara, waktu dari 2 saluran akar di akar mesial dan 1 di akar distal.
perawatan lebih lama sehingga operator dan pasien Penjajakan saluran akar menggunakan K-file #10-
menjadi lelah.5,6 #15 + root canal lubricant disertai irigasi NaOCl 2,5%
Selama beberapa tahun terakhir, perkembangan dan aquades steril tiap pergantian file kemudian
instrumen rotary nikel titanium, apex locator, alat dilanjutkan dengan penentuan panjang kerja dengan
ultrasonik, mikroskop endodontik, dan bahan sealing apex locator yang dikonfirmasi dengan radiografi.

Korespondensi: Nenny Athriana Farma, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10
Makassar, Indonesia. Alamat e-mail: nenny.athriana@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Juni jekti Nugroho, Nenny Athriana Farma 389

Saluran akar mesiobukal = 21,5 mm, mesiolingual = 22 NaOCl 2,5%, EDTA 17%, serta aquadest steril di setiap
mm, distal : 21,5 mm (Gambar 2a dan 2b) pergantian larutan irigasi dan dikeringkan.
Setelah itu dilakukan try-in gutta percha #F1
pada saluran akar mesiobukal dan mesiolingual, #F2
pada akar distal kemudian dilanjutkan dengan foto
radiografi. (Gambar 3)

Gambar 1a. Foto klinis awal

Gambar 3. Foto radiografi try-in gutta percha

Dilanjutkan obturasi saluran akar dengan teknik


single cone dengan gutta percha dan sealer AH plus +
aplikasi RMGI + tumpatan sementara, lalu dilakukan
foto radiografi (Gambar 4)
Gambar 1b. Foto radiografi awal

Gambar 4. Foto kontrol obturasi

Gambar 2a. Foto klinis panjang kerja


Setelah obturasi saluran akar, pasien diberikan
beberapa instruksi pasca perawatan endodontik dan
diinstruksikan datang kembali 1 minggu kemudian
untuk melanjutkan perawatan.
Setelah 1 minggu, pasien datang kembali dan
tidak ada keluhan subjektif, tes perkusi dan palpasi
(-). Perawatan dilanjutkan dengan preparasi overlay
logam, kemudian gigi dicetak untuk dibuatkan die
rahang bawah dengan tehnik double impression
menggunakan bahan cetak elastomer dilanjutkan
Gambar 2b. Foto radiografi panjang kerja
dengan cetak rahang atas dengan ireversible
Preparasi saluran akar distal, mesiobukal dan hydrocolloid. Kemudian pembuatan bite registration
mesiolingual dengan teknik Crown Down Presureless dan pemasangan overlay sementara menggunakan
menggunakan ProTaper Gold rotary instrument yang Revotec. (Gambar 5 dan 6)
diawali dengan #Proglider file dilanjutkan dengan
#S1-F1 + root canal lubricant (akar mesiobukal dan
mesiolingual) dan #S1-F2 (akar distal) disertai irigasi

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ENDODONTIK SATU KALI KUNJUNGAN PADA GIGI PULPITIS
390 IRREVERSIBEL DENGAN RESTORASI OVERLAY

Gambar 5a. Foto preparasi overlay Gambar 7b. Foto cek oklusi setelah insersi overlay logam.

Seminggu kemudian, pada pemeriksaan subjektif


tidak ada keluhan, pemeriksaan objektif ekstra oral dan
intra oral tidak ada kelainan, restorasi baik, tes perkusi
(-), dan warna gingiva normal. (Gambar 8a dan 8b).

Gambar 5b. Foto preparasi overlay

Gambar 8a. Foto kontrol overlay logam

Gambar 6. Foto klinis restorasi sementara

Setelah pemasangan restorasi sementara, pasien


kembali diberikan beberapa instruksi. dan juga Gambar 8b Foto kontrol oklusi overlay logam
diinstruksikan untuk datang kembali 3 hari kemudian.
PEMBAHASAN
Pada kunjungan berikutnya, restorasi sementara
dibuka lalu try-in overlay logam. Kemudian cek oklusi
Penggunaan instrumen rotary file menunjukkan
dan artikulasi lalu insersi overlay logam (Gambar 7a
tingkat kebersihan saluran akar yang baik dalam waktu
dan 7b).
yang singkat. File rotary menggunakan teknik preparasi
crown down pressureless memberikan bentuk tapered
pada saluran akar dengan tekanan minimal.1
Tahap Cleaning dalam saluran akar memerlukanj
larutan irigasi yang dapat melarutkan bahan organik
dan anorganik. Konsentrasi larutan irigasi sodium
hipoklorit berfungsi melarutkan jaringan organik
Konsentrasi 5,25% memiliki aktifitas antibakteri
yang paling efektif dan efisien digunakan pada kasus
perawatan endodontik satu kali kunjungan. Irigasi
Gambar 7a. Foto insersi overlay logam
EDTA 17% mengangkat jaringan anorganik, yang tidak

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Juni jekti Nugroho, Nenny Athriana Farma 391

dilakukan oleh sodium hipoklorit.9,10,11 diagnosis yang tepat bukan jumlah kunjungan untuk
Teknik obturasi single cone menggunakan single melakukan perawatan.1,4,8
gutta percha dengan ketebalan sealer yang bervariasi Dalam laporan kasus ini, dilakukan perawatan
tergantung adaptasinya ke dinding saluran akar. endodontik satu kali kunjungan pada gigi molar
Keuntungan teknik ini adalah tidak memerlukan bawah dengan diagnosis pulpitis ireversibel dan
cone aksesoris dan menghemat waktu obturasi tidak menunjukan adanya keluhan pasca perawatan
endodontik.12 endodontik, seperti terjadinya flare up dan rasa tidak
Gigi molar bawah yang telah dirawat endodontik nyaman saat mengunyah ataupun berbicara.
sebaiknya dibuatkan restorasi yang mampu melindungi
cusp gigi karena menerima beban kunyah yang berat. KESIMPULAN
Pada kavitas mesio-oklusal-distal yang mengalami
kehilangan marginal ridge memiliki resiko terjadinya Perawatan endodontik satu kali kunjungan dapat
fraktur yang besar, sehingga dibuatkan preparasi dilakukan pada kasus pulpitis ireversibel, tingkat
overlay yang dapat menambah fracture resistance. keberhasilannya ditentukan oleh ada tidaknya
Overlay dengan bahan logam dipilih karena memiliki komplikasi pasca perawatan dan tergantung pada
kekuatan yang lebih baik , selain itu biayanya lebih pemilihan kriteria kasus dan kondisi pasien. Perawatan
terjangkau dibandingkan overlay porselen. 13,14 ini juga ditentukan pada keterampilan operator dan
Perawatan endodontik satu kali kunjungan adalah teknik preparasi yang tepat. Ketika operator dihadapkan
perawatan konservatif non bedah yang dilakukan pada pilihan perawatan apa yang dapat ditawarkan
pada gigi dan terdiri dari tahapan cleansing, shaping pada pasien, sebaiknya mempertimbangkan
biomekanik dan obturasi saluran akar dalam satu keefektifan, komplikasi, biaya, dan tingkat kepuasan
kali kunjungan. Perawatan endodontik satu kali pasien serta operator.
kunjungan memiliki beberapa keuntungan antara
lain: berkurangnya jumlah kunjungan, tidak perlu DAFTAR PUSTAKA
mengulang aplikasi anastesi atau rubber dam, tidak
ada restorasi antar kunjungan.4,8,15,16 1. Swetah, C.S., Ranjan M. 2017, Single Visit vs Multiple Visit for
Endodontic Treatment: A review, IJSDR, 2(10): 23-27.
Keberhasilan perawatan endodontik satu kali
2. Patil, A.A., Joshi, S.B., Bhagwat, S.V., Patil, S.A. 2016, Insidence
kunjungan tergantung pada instrumen yang digunakan, of Postoperative Pain after Single Visit and Two Visit Root
teknik preparasi kemomekanik dalam saluran akar, Canal Therapy: A Randomized Controlled Trial, JCDR, 10(5):
debridemen, shaping, desinfeksi dan obturasi tiga 9-12.
dimensi pada saluran akar. Berdasarkan analisis 3. Al-Rahabi, M., Abdulkhayum, A.M. 2012. Single Visit Root
Canal Treatment: Review, Saudi Endodontic Journal, 2(2): 80-
retrospektif perawatan endodontik satu kali kunjungan 84.
adalah hal yang umum dilakukan saat ini sebagai 4. Nugroho,J.J. 2016. What is Ideal: One or Two Visit of
transformasi dari perawatan endodontik konvensional Endodontic Treatment on Teeth with Apical Periodontitis?, J
yang menggunakan instrumen hand files.2,5,6 Dentomaxillofac Sci, 1(2): 142-144.
5. Bushan, P., Singla, A., Nandkeoliar.T., Bhusan, P., Singh, A.,
Perawatan endodontik satu kali kunjungan dapat
Kumar, K. 2017. Assessing the Efficiency, Post-Operative Pan
dilakukan pada kasus pulpitis ireversible asimptomatik. and Complications Associated with Single, One & Multiple
Gigi vital memiliki insiden yang rendah terhadap Visit Endodontic Therapy, IJCAR, 6(7): 4779-4782.
terjadinya flare-up karena invasi bakteri belum 6. Ahmed, F., Thosar, N., Baliga, MS., Rathi, N. 2016, Single Visit
mencapai saluran akar atau adanya perubahan di Endodontic Therapy: A Review, Austin J Dent, 3(2): 1-4.
7. Yee Wong, A.W., Chi Tsang, C.S., Zhang, S., Yan Li, K., Zhang,
jaringan periradikuler.8,16,17,18,19 C. 2015, Treatment Outcomes of Single-Visit Versus Multiple-
Kriteria untuk dilakukan perawatan endodontik satu Visit Non-Surgical Endodontic Therapy: A Randomised Clincal
kali kunjungan adalah kemampuan dan pengalaman Trial, BMC Oral Health, 15:162.
operator, tingkat kooperatif pasien, akses gigi, variasi 8. Jacob, S. 2006, Single Visit Endodontics. Famdent Practical
Dentistry Handbook, 6(4): 1-6
anatomi gigi, kalsifikasi saluran akar, saluran akar yang
9. Mohammadi, Z., 2008. Sodium Hypochlorite in Endodontics:
bengkok, vitalitas pulpa, lesi periapikal, gejala klinis, An Update Review. International Dental Journal. 58:329-341.
keberadaan sinus tract. Keputusan untuk melakukan 10. Siquera, J.F., Rocas, I.N., Favieri, A., Lima, K.C. Chemomecanical
perawatan endodontik satu kali kunjungan atau Reduction of the Bacterial Population in the Root Canal after
beberapa kali kunjungan harus didasari oleh penentuan Instrumentration and Irrigation with 1%, 2.5%, and 5,25%
Sodium Hypochlorite. Journal of Endodontic. 26(6): 331-334.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN ENDODONTIK SATU KALI KUNJUNGAN PADA GIGI PULPITIS
392 IRREVERSIBEL DENGAN RESTORASI OVERLAY

11. Haapasalo, M., Shen, Y., Qian, W., Gao, Y. 2010. Irrigation in
Endodontics. Dent Clin N Am. 54: 291-312.
12. Pereira, A.C., Nishiyama, C.K., Pinto, L.C. 2012. Single Cone
Obturation Technique: A Literature Review. RSBO. 9(4):442-
447.
13. Liu, M.C., 2014. Restoration of Endodontically Treated
Premolars and Molars: A Revew of Rationales and Techniques,
Journal of Prosthodontics and Implantology. 3(1): 2-16.
14. Polesel, A., 2014. Restoration of the Endodontically Treated
Posterior Tooth, Giornale Italiano di Endodonzia, 28(1):2-16
15. Dennis, C., Nurliza, C. 2017, Single Visit Endodontic in the
Management of Symptomatic Irreversible Pulpitis and Pulp
Necrosis with Apical Periodontitits: Report of Two Cases,
IJDOS, 4(2): 418-421.
16. Schwendicke, F., Gӧstemeyer, G. 2016. Single-Visit or Multiple-
Visit Root Canal Treatment: Systematic Review, Meta Analysis
and Trial Sequential Analysis, BMJ, 7: 1-11.
17. Londhe, S.M., Garge, H.G., 2007, Single Visit Root Canal
Treatment, MJAFI, 63(3): 273-274.
18. Singla, R., Marwah N., Dutta, S. 2008. Single Visit versus
Multiple Visit Root Canal Therapy, IJCPD, 1(1): 17-24.
19. Sipaviciute, E., Maneliene R. 2014. Pain and Flare Up after
Endodontic Treatment Procedures, Stomatologica BDMJ,
16(1):25-29.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Deli Mona, Hanna Hashufa Aliju
PO-83 393

PENGARUH APLIKASI KARBAMID PEROKSIDA 10% SECARA HOME


BLEACHING TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN GIGI
Deli Mona*, Hanna Hashufa Aliju**
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat
*Program Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat

ABSTRACT

Background: Home bleaching is whitening treatment of vital teeth conducted by a patient at home with under control of a
dentist with concentration 10-20% of carbamide peroxide. The using of bleaching agents still debated because of its effect
on enamel surface hardness. Purpose: The purpose of this study was to investigate the effect of 10% carbamide peroxide as
home bleaching agent on enamel surface hardness.
Method: This research used true experimental method with pre test-post test control group design. Among four groups 24
human maxillary premolars were distributed and storage in artificial saliva: group I was applied by 10% carbamide peroxide
8 hours/day for 2 weeks, group II was applied by 10% carbamide peroxide 8 hours/day for 3 weeks, group III as control I
storage in artificial saliva for 2 weeks, and group IV as control II storage in artificial saliva for 3 weeks.
Result: The result showed that was an increase in enamel surface hardness after stored in artificial saliva for 2 and 3 weeks
and there was a decrease in enamel surface hardness after application of 10% carbamide peroxide for 2 and 3 weeks. The
result of bivariate analysis showed that p value between group I and group III was 0,085, p value between group II and group
IV was 0,012, and p value between group I and group II was 0,628.
Conclusion: There was no significant difference in enamel surface hardness after application of 10% carbamide peroxide as
home bleaching agent for 2 and 3 weeks.

Keywords : carbamide peroxide, home bleaching, enamel surface hardness

PENDAHULUAN mengalami perubahan warna dengan menggunakan


bahan oksidator atau reduktor dan bertujuan untuk
Gigi yang mengalami perubahan warna, atau dikenal mengembalikan estetik gigi seseorang.2 Prosedur untuk
dengan diskolorasi merupakan salah satu alasan pasien pemutihan gigi dapat dilakukan secara eksternal untuk
datang ke klinik dokter gigi.1 Diskolorasi gigi terutama gigi vital dan internal untuk gigi non vital. Pemutihan
gigi anterior dapat menimbulkan masalah estetik gigi gigi secara eksternal (external bleaching) dapat
yang berdampak pada kondisi psikologis seseorang.2 dilakukan di klinik oleh dokter gigi secara langsung
Diskolorasi gigi dapat disebabkan oleh faktor ekstrinsik, (in-office bleaching) atau dilakukan di rumah dengan
intrinsik, atau kombinasi keduanya yang terjadi pada pengawasan dokter gigi (home bleaching).6
gigi vital atau non vital.3 Home bleaching merupakan prosedur pemutihan
Warna gigi merupakan salah satu faktor penentu gigi yang lebih sering digunakan karena prosedurnya
yang paling penting bagi kepuasan pasien. Menurut mudah, ekonomis, aman, dan tingkat keberhasilannya
Sun dkk (2011), gigi yang putih berhubungan tinggi walaupun prosesnya membutuhkan waktu yang
dengan status sosial, tingkat intelektual, hubungan lebih lama dibanding in-office bleaching.7 Prosedur
interpersonal, dan stabilitas psikologis seseorang. home bleaching menggunakan alat bantu berupa
Beberapa peneliti menyatakan bahwa pada umumnya sendok cetak khusus (custom-fit tray) yang dibuat dari
pasien menginginkan gigi yang lebih putih.4 Keinginan cetakan akurat permukaan gigi.6 Pada percobaan klinis
seseorang untuk mendapatkan gigi yang lebih putih yang membandingkan perawatan home bleaching
dan senyum yang lebih cerah menyebabkan kebutuhan menggunakan karbamid peroksida 10% dengan
pelayanan gigi estetik meningkat. Salah satu bentuk perawatan in-office bleaching menggunakan hidrogen
pelayanan gigi estetik adalah pemutihan gigi atau peroksida 35% menunjukkan bahwa perawatan home
bleaching.5 bleaching menghasilkan perubahan warna yang lebih
Bleaching atau pemutihan gigi merupakan suatu signifikan dibandingkan dengan perawatan in-office
prosedur perawatan gigi secara kimiawi pada gigi yang bleaching.5
Korespondensi: Deli Mona, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Andalas, Jl. Perintis Kemerdekaan, Jati Baru, Padang Tim., Kota Padang, Sumatera Barat

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENGARUH APLIKASI KARBAMID PEROKSIDA 10% SECARA HOME
394 BLEACHING TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN GIGI

Menurut American Dental Association (ADA), mengenai efek karbamid peroksida 10% terhadap
karbamid peroksida 10% merupakan bahan yang kekerasan permukaan enamel. Bahan ini diaplikasikan
aman digunakan untuk prosedur home bleaching.5 pada permukaan enamel selama 8 jam per hari
Produk karbamid peroksida tersedia dalam berbagai dalam waktu 2 hari dan hasilnya terdapat penurunan
konsentrasi mulai dari 10%-20% atau lebih tinggi, kekerasan permukaan enamel.12 Pada beberapa
tetapi kombinasi terbaik dari segi keamanan, efek penelitian in vitro lainnya dilaporkan bahwa terdapat
samping yang terbatas, dan kecepatan aksi diperoleh perbedaan kekerasan enamel dan dentin setelah
dari larutan dengan konsentrasi 10%. perawatan pemutihan gigi dengan karbamid peroksida
Waktu yang dibutuhkan untuk proses bleaching 10%, terlepas dari adanya pengaruh saliva, fluoride,
bervariasi bergantung pada etiologi diskolorasi, atau larutan remineralisasi lainnya yang mampu
kepatuhan pasien, dan sensitifitas gigi pasien.7 Pada mempertahankan keseimbangan proses demineralisasi
prosedur home bleaching, karbamid peroksida 10% dan remineralisasi.11
diaplikasikan pada permukaan gigi selama 8 jam per Kekerasan enamel merupakan salah satu sifat fisik
hari, dan dalam waktu tidak lebih dari 3 minggu. enamel yang dipengaruhi oleh jumlah kandungan
Penggunaan bahan bleaching ini dianjurkan tidak bahan anorganik, seperti kalsium.6 Perubahan
melebihi waktu yang direkomendasikan oleh masing- kekerasan enamel berhubungan dengan penurunan
masing produsen untuk menghindari peroksida atau peningkatan jumlah kandungan mineral
mencapai titik jenuh, sehingga dapat membahayakan (demineralisasi atau remineralisasi) dari struktur gigi.13
gigi.4 Dalam sebuah penelitian oleh Bernardon dkk Kekerasan permukaan enamel gigi dapat diukur dengan
(2010), perlakuan efektif untuk prosedur home menggunakan alat Vickers Hardness Tester.14 Tujuan
bleaching menggunakan karbamid peroksida 10% dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
adalah diaplikasikan pada permukaan gigi selama 8 aplikasi bahan pemutih gigi karbamid peroksida 10%
jam per hari dalam waktu 14 hari.8 secara home bleaching terhadap kekerasan permukaan
Penggunaan bahan bleaching saat ini masih terus enamel gigi.
diperdebatkan karena dampaknya pada jaringan
rongga mulut. Sifatnya yang hipertonik membuat METODE PENELITIAN
bahan tersebut sangat sensitif terhadap jaringan keras
dan jaringan lunak rongga mulut. Timbulnya lesi dan Desain penelitian ini adalah true experimental
sensasi terbakar pada jaringan lunak berhubungan dengan rancangan penelitian pre-post test control
dengan penggunaan hidrogen peroksida dan karbamid group design. Penelitian ini menggunakan sampel
peroksida konsentrasi tinggi. Efek pada jaringan keras 24 gigi premolar rahang atas pasca ekstraksi dengan
gigi berupa perubahan pada struktur enamel dan kriteria: gigi utuh tanpa karies, tidak ada tumpatan, dan
dentin, seperti peningkatan kekasaran, timbulnya bersih dari kotoran atau karang gigi, bahan bleaching
porositas, dan penurunan kekerasan.9 karbamid peroksida 10% (Opalescence PF), dan saliva
Penelitian yang dilakukan oleh Haywood dkk buatan.
(1990), Mc Cracken dan Haywood (1996), dan Teixeria Pada 24 sampel dilakukan pemotongan pada bagian
dkk (2004) menyatakan bahwa bahan bleaching cementoenamel junction (CEJ). Sampel dipisahkan
yang mengandung peroksida tidak mempengaruhi ke dalam 4 kelompok yang masing-masing terdiri
mikrostruktur enamel.10 Sasaki dkk (2009) melakukan dari 6 buah sampel gigi. Sampel ditanam dalam resin
penelitian mengenai efek bahan pemutih gigi menggunakan mold persegi dengan bagian mesial
yang mengandung karbamid peroksida 10% dan menghadap ke atas. Setelah itu sampel direndam
hidrogen peroksida 7,5% terhadap mikromorfologi dalam saliva buatan sebanyak 100 ml selama 24 jam.
dan microhardness enamel. Bahan pemutih ini Kemudian dilakukan pengukuran kekerasan awal
diaplikasikan selama 1 jam per hari dalam waktu 3 dengan menggunakan alat Vickers Hardness Tester.
minggu. Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa Setiap sampel pada kelompok pertama diaplikasikan
terjadi perubahan pada mikromorfologi permukaan karbamid peroksida 10% pada permukaan mesial gigi,
enamel, tetapi tidak terdapat perubahan pada kemudian masukkan dalam inkubator dengan suhu
microhardness enamel.11 37°C selama 8 jam. Setelah 8 jam, sampel dikeluarkan
Basting dkk (2005) juga melakukan penelitian dari inkubator dan gigi dibersihkan dari sisa gel

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Deli Mona, Hanna Hashufa Aliju 395

menggunakan sikat dibawah air mengalir selama 1 Hardness Tester dapat dilihat pada Tabel 1.
menit dan keringkan dengan menggunakan kertas Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa setelah
penyerap air. Kemudian, sampel dimasukkan kedalam direndam dengan saliva buatan, kekerasan permukaan
wadah yang berisi saliva buatan dan disimpan kembali enamel gigi mengalami peningkatan, sedangkan
di dalam inkubator selama 16 jam. Hal ini dilakukan setelah aplikasi karbamid peroksida 10%, kekerasan
berulang selama 2 minggu. Perlakuan sampel pada permukaan enamel gigi mengalami penurunan.
kelompok kedua sama dengan kelompok pertama, Sebelum melakukan uji analisis statistik, terlebih
namun sampel pada kelompok kedua diberi perlakuan dahulu dilakukan uji normalitas pada masing-
secara berulang selama 3 minggu. masing kelompok sampel dengan menggunakan uji
Pada kelompok ketiga, sampel ditempatkan dalam statistik Shapiro-Wilk untuk melihat data penelitian
suatu wadah yang berisi saliva buatan, kemudian berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas
masukkan dalam inkubator dengan suhu 37°C. Saliva menunjukkan nilai p>0,05 yang berarti data penelitian
buatan diganti setiap 48 jam dan lakukan selama 2 ini berdistribusi normal, maka uji independent sample
minggu. Perlakuan sampel pada kelompok keempat t-test dapat dilakukan.
sama dengan kelompok ketiga, namun sampel pada Berdasarkan Tabel 2 diperoleh nilai p=0,085,
kelompok keempat diberi perlakuan secara berulang dimana p>0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
selama 3 minggu. Setelah 2 minggu dan 3 minggu, tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap
sampel dikeluarkan dan tahap berikutnya dilakukan perubahan nilai kekerasan permukaan enamel gigi
uji kekerasan permukaan enamel dengan cara yang antara kelompok aplikasi karbamid peroksida 10%
sama dengan uji kekerasan awal menggunakan alat secara home bleaching dan perendaman dalam saliva
Vickers Hardness Tester. Data yang diperoleh kemudian buatan masing-masing selama 2 minggu.
ditabulasi, kemudian dilakukan analisis statistik Berdasarkan Tabel 3 diperoleh nilai p=0,012,
menggunakan uji t independen (independent t-test) dimana p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
dengan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05). terdapat perbedaan yang bermakna terhadap
perubahan nilai kekerasan permukaan enamel gigi
HASIL PENELITIAN antara kelompok aplikasi karbamid peroksida 10%
secara home bleaching dan perendaman dalam saliva
Hasil uji kekerasan permukaan enamel gigi sebelum buatan masing-masing selama 3 minggu.
dan setelah direndam dalam saliva buatan dan Berdasarkan Tabel 4 diperoleh nilai p=0,628, dimana
aplikasi bahan pemutih gigi menggunakan alat Vickers p>0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
Tabel 1. Hasil pengukuran kekerasan permukaan enamel gigi Tabel 2. Perbedaan perubahan kekerasan permukaan
sebelum dan sesudah direndam dalam saliva buatan enamel gigi sesudah aplikasi karbamid peroksida 10%
dan aplikasi karbamid peroksida 10% masing-masing dan direndam dalam saliva buatan masing-masing
selama 2 minggu dan 3 minggu selama 2 minggu

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENGARUH APLIKASI KARBAMID PEROKSIDA 10% SECARA HOME
396 BLEACHING TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN GIGI

Tabel 3. Perbedaan perubahan kekerasan permukaan Tabel 4. Perbedaan perubahan kekerasan permukaan enamel
enamel gigi sesudah aplikasi karbamid peroksida 10% gigi sesudah aplikasi karbamid peroksida 10% selama
dan direndam dalam saliva buatan masing-masing 2 minggu dan 3 minggu
selama 3 minggu

perbedaan yang bermakna terhadap perubahan nilai menghambat demineralisasi atau menurunnya nilai
kekerasan permukaan enamel gigi antara kelompok kekerasan enamel. Kalium nitrat juga dapat merespon
aplikasi karbamid peroksida 10% secara home meningkatkan kekerasan enamel sebagai suatu hasil
bleaching selama 2 minggu dan 3 minggu. dari deposisi mineral.16
Hasil uji statistik independent sample t-test antara
PEMBAHASAN kelompok aplikasi dengan karbamid peroksida 10%
secara home bleaching dan kelompok perendaman
Hasil uji statistik independent sample t-test antara dalam saliva buatan masing-masing selama 3
kelompok aplikasi dengan karbamid peroksida 10% minggu diperoleh nilai p=0,012, dimana p<0,05.
secara home bleaching dan kelompok perendaman Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
dalam saliva buatan masing-masing selama 2 minggu yang bermakna terhadap perubahan nilai kekerasan
diperoleh nilai p=0,085, dimana p>0,05. Hasil ini permukaan enamel gigi antara kelompok aplikasi
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan dengan karbamid peroksida 10% dan perendaman
yang bermakna terhadap perubahan nilai kekerasan dalam saliva buatan tersebut. Hasil ini sesuai dengan
permukaan enamel gigi antara kelompok aplikasi penelitian yang dilakukan oleh Hosianna Br. B dkk
dengan karbamid peroksida 10% dan perendaman (2011), dimana pada penelitian tersebut dinyatakan
dalam saliva buatan tersebut. Hasil dari penelitian bahwa terdapat perbedaan yang bermakna terhadap
ini sesuai dengan penelitian Maia E dkk (2008) kekerasan permukaan enamel antara kelompok kontrol
yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan dengan kelompok sesudah perawatan pemutihan gigi
yang bermakna terhadap kekerasan permukaan dengan karbamid peroksida 10%.16
enamel antara kelompok kontrol dengan kelompok Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya penurunan
sesudah perawatan pemutihan gigi dengan karbamid kekerasan permukaan enamel. Menurunnya kekerasan
peroksida 10% dan hidrogen peroksida 7,5%. Berbeda permukaan enamel dapat terjadi karena reaksi oksidasi
dengan penelitian Basting RT dkk (2001), dimana dari karbamid peroksida 10%. Pada proses pemutihan
pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa terdapat gigi, karbamid peroksida akan terurai menjadi
perbedaan yang bermakna terhadap kekerasan hidrogen peroksida dan urea. Hidrogen peroksida akan
permukaan enamel antara kelompok kontrol dengan menghasilkan radikal bebas yang tidak hanya mampu
kelompok sesudah pemutihan gigi dengan karbamid berikatan dengan molekul organik kromogen, tetapi
peroksida 10%. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan juga mampu berikatan dengan materi organik dan
metode dan sampel yang digunakan pada masing- anorganik dari struktur gigi.17 Pemakaian bahan pemutih
masing penelitian.15 gigi yang mengandung hidrogen peroksida dalam
Pada penelitian ini digunakan bahan pemutih jangka waktu melebihi kemampuan merubah warna
gigi karbamid peroksida yang mengandung fluorida gigi menyebabkan radikal bebas peroksida memecah
dan kalium nitrat. Fluorida dalam bahan pemutih materi organik struktur gigi menjadi karbondioksida
gigi dapat mengurangi hilangnya kandungan mineral dan air, sehingga terjadi kehilangan matriks protein
yang lebih besar. Pembentukan lapisan kalsium dan hal ini juga menyebabkan terjadinya penguraian
fluorida pada permukaan kristal enamel dapat kristal hidroksiapatit.18

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Deli Mona, Hanna Hashufa Aliju 397

Hasil uji statistik independent sample t-test antara DAFTAR PUSTAKA


kelompok aplikasi dengan karbamid peroksida 10%
secara home bleaching selama 2 minggu dan 3 1. Torres, C. R. G., Ribeiro, C. F., Bresciani, E., & Borges, A. B.
2012. Influence of hydrogen peroxide bleaching gels on color,
minggu diperoleh nilai p=0,628, dimana p>0,05. Hasil
opacity, and fluorescence of composite resins. Operative
ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan Dentistry, 37(5): 526-531
yang bermakna terhadap perubahan nilai kekerasan 2. Syafriadi, M., & Noh, T. C. 2014. Pengukuran kadar kalsium
permukaan enamel gigi antara kelompok aplikasi saliva terlarut pada gigi yang dilakukan eksternal bleaching
dengan karbamid peroksida 10% selama 2 minggu dan dan dipapar dengan Streptococcus mutans. JIDA, 63(2):63-65
3. Garg, N., & Garg, A. 2010. Textbook of Endodontics. Edisi ke-2.
3 minggu. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers: 443-452
Lama waktu aplikasi karbamid peroksida 10% dalam 4. Féliz-Matos, L., Hernández, L. M., & Abreu, N. 2014. Dental
penelitian ini adalah 8 jam per hari selama 2 minggu bleaching techniques; hydrogen-carbamide peroxides and
dan 3 minggu. Berdasarkan penelitian Attin dkk (2004), light sources for activation, an update. Mini Review Article.
The Open Dentistry Journal, 8: 264-268
lama waktu aplikasi tersebut tidak menyebabkan
5. Meizarini, A., & Rianti, D. 2005. Bahan pemutih gigi dengan
perubahan kekerasan permukaan enamel yang sertifikat ADA/ISO. Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal),
bermakna. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan 38: 73-76
penelitian Hosianna Br. B dkk (2011) yang menyatakan 6. Suprastiwi, E. 2005. Penggunaan karbamid peroksida sebagai
bahwa perbedaan konsentrasi dan lama waktu aplikasi bahan pemutih gigi. Journal of Dentistry Indonesia, 12(3):
139-145
karbamid peroksida sebagai bahan home bleaching 7. Summitt, J. B., Robbins, J. W., Hilton, T. J., & Schwartz, R.
tidak mempengaruhi kekerasan permukaan enamel.16 S. (Editor). 2006. Fundamentals of Operative Dentistry: A
Selain karena kandungan flourida dalam bahan Contemporary Approach. Edisi ke-3. Quintessence Publishing
pemutih gigi, remineralisasi juga diduga dapat terjadi Company: 437-450
8. Bernardon, J. K., Sartori, N., Ballarin, A., Perdigȃo, J., Lopes,
sesudah proses pemutihan gigi karena setelah proses
G., & Baratieri, L. 2010. Clinical performance of vital bleaching
pemutihan selesai, sampel penelitian direndam techniques. Operative Dentistry Journal, 35(1): 3-10
dalam saliva buatan. Pada penelitian ini sampel gigi 9. Mondelli, R. F., Gabriel, T. R., Rizzante, F. A., Magalhȃes, A.
disimpan dalam inkubator suhu 37°C sehingga dapat C., Bombonatti, J. F., & Ishikiriama, S. K. 2015. Do different
mensimulasikan kondisi klinis rongga mulut selama bleaching protocols affect the enamel microhardness. Eur J
Dent, 9(1): 25-30
proses penelitian. Berdasarkan penelitian Attin dkk 10. Kelleher, M. 2008. Dental Bleaching Operative Dentistry.
(2004), mensimulasikan keadaan rongga mulut London: Quintessence Publishing Co. Ltd: 2,9,97
manusia di dalam penelitian laboratorium dapat 11. Sasaki, R. T., Arcanjo, A. J., Florio, F. M., & Basting, R. T.
memperkecil resiko penurunan kekerasan permukaan 2009. Micromorphology and microhardness of enamel after
treatment with home-use bleaching agents containing 10%
enamel selama proses pemutihan gigi.16
carbamide peroxide and 7.5% hydrogen peroxide. JAOS, 17(6):
611-616
KESIMPULAN 12. Ameri, H., Ghavamnasiri, M., & Abed, A. 2011. Effects of
different bleaching time interval on fracture toughness of
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan enamel. JCD, 14(1): 73-75
13. Mondelli, R. F., Gabriel, T. R., Rizzante, F. A., Magalhȃes, A.
bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna C., Bombonatti, J. F., & Ishikiriama, S. K. 2015. Do different
terhadap penurunan kekerasan permukaan enamel bleaching protocols affect the enamel microhardness. Eur J
gigi antara kelompok aplikasi karbamid peroksida 10% Dent, 9(1): 25-30
secara home bleaching selama 2 minggu dan 3 minggu. 14. Anusavice, K. J. 2003. Phillips’ Science of Dental Materials.
Edisi ke-10. Alih Bahasa : drg. Johan Arief Budiman dan drg.
Susi Purwoko. Jakarta: EGC: 57-58
SARAN 15. Maia, E., Baratieri, L. N., de Andrada, M. A. C., Monteiro, S.,
& Vieira, L. C. C. 2008. The influence of two home-applied
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka bleaching agents on enamel microhardness: an in situ study.
dapat diajukan saran untuk melakukan penelitian Journal of Dentistry, 36(1): 2-7
16. Bangun, H. Br., Mulyawati, E., & Retnowati, E. 2011. Pengaruh
mengenai pengaruh aplikasi karbamid peroksida 10% perbedaan konsentrasi dan lama waktu aplikasi karbamid
secara home bleaching terhadap kekasaran permukaan peroksida sebagai bahan home bleaching terhadap kekerasan
enamel gigi. email. Jurnal Kedokteran Gigi, 2(2): 98-104
17. Elfallah, H. M., Bertassoni, L. E., Charadram, N., Rathsam, C., &
Swain, M. V. 2015. Effect of tooth bleaching agents on protein
content and mechanical properties of dental enamel. Acta

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENGARUH APLIKASI KARBAMID PEROKSIDA 10% SECARA HOME
398 BLEACHING TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN GIGI

biomaterialia, 20: 120-128


18. Santoso T, P., Rianti, D., & Meizarini, A. 2009. Kekerasan
permukaan email setelah aplikasi gel karbamid peroksida
10% dan pasta buah strawberry. Journal of Dentomaxillofacial
Science, 8(2): 118-124

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Regia Aristiyanto, Diatri Nari Ratih
PO-84 399

CROWN LENGTHENING FUNGSIONAL DISERTAI RETREATMENT


DENGAN RESTORASI MAHKOTA PASAK
Regia Aristiyanto*, Diatri Nari Ratih**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Crown lengthening is one of the most common surgical procedures that facilitating restorative treatment.
Crown lengthening was done on teeth with inadequate clinical crowns in the presence of deep and subgingival pathologies.
Inadequate clinical crowns defined as tooth with less than 2 mm cervico-incisal of sound. Purpose: This case report decribes
the management of patient with fracture of upper anterior teeth restoration with crown lengthening, retreatment and post
crown restoration.
Case: The 32 years old male patient complained broken restoration on upper left anterior tooth since one week ago. He also
complained about upper right anterior tooth that turned brown. The tooth have been done root canal treatment with direct
composite restoration since 2016, but the restoration on tooth 11 and 21 was inadequate and broken. Seen less than 2 mm
remaining crown on tooth 11 and 21. The periapical radiograph examination showed tooth 11 and 21 was non-hermetic
obturation.
Case Management: Crown lengthening and reatment was performed on teeth 11 and 21, with porcelain crown restoration
and fiber post.
Conclusion: Crown lengthening result affects the quality of post retreatment restoration. Success crown lengthening marked
there was no recurrent gingival hyperplasia after crown lengthening.

Keywords: crown lengthening, retreatment, post crown

PENDAHULUAN mempertahankan inti pada gigi yang telah kehilangan


struktur koronal secara luas6. Penggunaan mahkota
Prosedur crown lengthening fungsional merupakan jaket porcelain telah digunakan secara luas karena
salah satu perawatan yang sering dilakukan untuk mampu memberikan hasil yang lebih estetis dibanding
mengekspos atau membuka permukaan akar bahan restorasi lain7.
dengan merubah posisi jaringan gusi dan tepi tulang
alveolar lebih ke apikal1. Prosedur tersebut bertujuan KASUS
mempertahankan biological width yang berhubungan
dengan kesehatan jaringan periodontal, serta Pasien pria berusia 32 tahun datang ke klinik
memberikan retensi dan resistensi yang adekuat pada Residen Konservasi Gigi RSGM Prof Soedomo
restorasi yang akan dilakukan2. FKG UGM mengeluhkan tambalan gigi kiri bagian
Gigi yang membutuhkan retreatment pada depan atas patah sejak satu minggu yang lalu, serta
umumnya memiliki kondisi dengan karies sekunder, mengeluhkan tambalan gigi kanan bagian depan atas
fraktur pada mahkota dan atau fraktur pada restorasi goyang dan berubah warna menjadi kecoklatan. Pasien
yang luas. Tantangan pada retreatment berkaitan juga mengeluhkan bahwa dua gigi tersebut sakit sejak
dengan isolasi, pengambilan bahan pengisi saluran sekitar enam bulan yang lalu jika digunakan untuk
akar dari perawatan sebelumnya, serta restorasi akhir3. makan. Gigi tersebut pernah dirawat beberapa kali
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan kunjungan dan pernah ditambal sekitar dua tahun yang
retreatment adalah restorasi akhir4. Restorasi akhir lalu. Tambalan gigi depan atas pernah lepas dua kali
pasca retreatment harus mampu mempertahankan dan tambalan yang pertama lepas sekitar satu tahun
dan melindungi struktur gigi yang ada, serta bulan yang lalu, kemudian dilakukan penambalan
mengembalikan fungsi mastikasi dan estetik5. ulang dua hari setelah tambalan lepas. Pasien tidak
Gigi dengan kondisi mahkota yang hilang lebih dicurigai memiliki penyakit sistemik dan tidak sedang
dari setengah membutuhkan pasak saluran akar. dalam pengobatan medis.
Fungsi utama penggunaan pasak adalah retensi dan Pemeriksaan objektif menunjukkan bahwa terdapat
Korespondensi: Regia Aristiyanto, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta,
Indonesia. Alamat e-mail: regia230388@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
CROWN LENGTHENING FUNGSIONAL DISERTAI
400 RETREATMENT DENGAN RESTORASI MAHKOTA PASAK

tumpatan resin komposit pada seluruh bagian mahkota Dilakukan pengukuran untuk prosedur crown
gigi 11. Tumpatan resin komposit goyang dan terdapat lengthening pada gigi 11 dan 21. Hasil pengukuran
perubahan warna, serta tampak sisa struktur gigi menunjukkan kedalaman sulkus hasil probing 0,5 mm
sekitar 1 mm. Gigi 21 terlihat menyisakan struktur gigi (A), perkiraan jarak CEJ – alveolar crest berdasarkan
sekitar 0,5 mm supra gingiva (gambar 1). Pemeriksaan radiograf 2 mm (B), biologic width yang diperlukan
perkusi positif (sakit) pada 2,04 mm (C),serta bagian labial yang ingin didapatkan
dan minimal sisa jaringan keras gigi 11 dan 21 untuk
ferulle effect yang dibutuhkan 2 mm (D), sehingga
crown lenghtening yang dibutuhkan untuk tetap
mempertahankan biological width adalah sebesar
(C+D) – (A+B) = 4,04 – 2,5 = 1,54 mm. Tanda vital dalam
keadaan normal, yaitu tekanan darah 120/70, denyut
nadi 72x/menit, suhu tubuh 36,5 oC, dan respirasi 16/
menit.
(A) (B)
Area bedah didisinfeksi dengan iod gliserin.
Gambar 1. (A) Foto klinis gigi 11 dan 21, terlihat sisa
struktur gigi 11 dan 21 kurang dari 2 mm dan terdapat
Dilakukan anestesi infiltrasi pada lipatan mukolabial
perubahan warna pada restorasi gigi 11. (B) Radiograf 11 dan 21 untuk anastesi nervus alveolaris superior
periapikal awal gigi 11 dan 21 terlihat pengisian saluran anterior dan bagian palatal 11 dan 21 untuk anastesi
akar kurang hermetis dan kurang mencapai konstriksi nervus nasopalatinus gigi 11 dan 21 dengan larutan
apikal. anastesi lidokain 2% yang mengandung epinefrin
1:80.000 (Pehacaine) sebanyak masing-masing 0,5 ml.
gigi 11 dan 21, sedangkan pemeriksaan palpasi dan Area yang akan diinsisi ditandai dengan periodontal
mobilitas menunjukkan hasil negatif. pocket marker. Dilakukan pembuatan flap envelop
Pemeriksaan radiograf pada gigi 11 dan 21 dengan melakukan insisi menggunakan blade #15
menunjukkan terdapat area radiopak pada saluran (Gambar 2A), sedangkan gingiva bagian proksimal
akar, namun terdapat area radiolusen pada 1/3 tengah diinsisi menggunakan Orban. Kemudian dilakukan
saluran akar gigi 11. Area radiopak pada saluran akar diseksi flap dengan raspatorium (Gambar 2B). Dilakukan
gigi 21 terlihat kurang mencapai panjang gigi. Pada pengurangan tulang alveolar dengan bur tulang bentuk
mahkota gigi 11 terdapat area radiopak pada seluruh bulat sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan
permukaan mahkota dan terdapat radiolusen pada pada bagian labial, palatal dan prosimal gigi 11 dan
bagian 1/3 koronal saluran akar. 21 (Gambar 3), kemudian dilakukan pembersihan
Diagnosis yang ditegakkan pada gigi 11 dan 21 sisa jaringan lunak menggunakan kuret (Gambar 4A)
adalah previously treated disertai periodontitis apikalis dan area kerja diirigasi menggunakan salin (Gambar
simtomatik. Rencana perawatan pada gigi 11 dan 21 4B). Flap dikembalikan pada posisi semula, kemudian
adalah KIE, crown lengthening, retreatment, serta dilakukan penjahitan dengan teknik interupted
mahkota jaket porcelain disertai pasak fiber. (Gambar 5A). Daerah bedah dibersihkan dengan kain
kasa steril yang telah dibasahi dengan salin. Kemudian
PENATALAKSANAAN KASUS daerah bedah ditutup dengan periodontal pack
(Gambar 5B). Pasien diberi antibiotik amoksisilin 500
Kunjungan pertama dilakukan pada tanggal 2 Juli mg sebanyak 15 tablet (diminum setiap 8 jam dan
2018, dilakukan anamnesa secara lengkap, penegakan harus dihabiskan), antiinflamasi kalium diklofenak 50
diagnosa, dan penetapan rencana perawatan. Pasien mg sebanyak 8 tablet (diminum setiap 12 jam), serta
diberi penjelasan mengenai prosedur perawatan, analgesik parasetamol 500 mg sebanyak 10 tablet
biaya dan waktu perawatan. Pasien menandatangani (diminum setiap 8 jam dan muncul rasa sakit). Pasien
informed consent karena telah menyetujui rencana juga diberi instruksi secara tertulis dan diberi instruksi
perawatan. Pasien juga menyetujui untuk dilakukan untuk kontrol 1 minggu kemudian.
publikasi terhadap rangkaian perawatan yang akan
dilakukan sebagai sebuah studi kasus.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Regia Aristiyanto, Diatri Nari Ratih 401

isolator. Kemudian dilakukan pengambilan guta perca


dengan file retreatment (Maillefer, Dentsply). Saluran
akar diirigasi dengan NaOCl 2,5%. Pengukuran panjang
kerja dilakukan dengan pengukuran panjang kerja
estimasi melalui foto radiograf, kemudian dikonfirmasi
dengan electronic apex locator (ApexID, Sybron Endo).
A) (B)
Dilakukan penentuan initial apical file, kemudian
Gambar 2. (A) Insisi bagian labial gigi 11 dan 21 dengan
blade #15. (B) Diseksi flap menggunakan raspatorium dilanjutkan dengan preparasi bagian apikal untuk
mendapatkan master apical file dan preparasi badan
saluran akar. Setiap pergantian file dilakukan irigasi
dengan NaOCl 2,5% dan penggunaan agen kelasi EDTA
(Glyde, Dentsply). Pada akhir preparasi, saluran akar
diirigasi dengan Chlorhexidine digluconate 2% (Cavity
Cleanser, Bisco). Akuades digunakan sebagai larutan
irigasi perantara. Kemudian dilakukan pengambilan
Gambar 3. Pengurangan tulang alveolar menggunakan bur radiograf pengepasan master apical cone. Dressing
tulang bentuk bulat saluran akar dengan kalsium hidroksid yang dicampur
dengan gliserin, kemudian ditumpat sementara dengan
cavit (Caviton, GC).

(A) (B)
Gambar 4. (A) Pembersihan sisa jaringan lunak
mneggunakan kuret (B) irigasi dengan larutan salin

Gambar 6. Foto klinis kontrol 1 minggu pasca crown


lengthening

(A)

(A) (B)
Gambar 7. (A) Pengepasan kon utama terlihat guta perca
(B) sesuai dengan panjang kerja (B) Hasil obturasi saluran akar
Gambar 5. (A) Penjahitan dengan teknik interupted (B) gigi 11 dan 21 terlihat hermetis
Aplikasi periodontal pack
Kunjungan kedua dilakukan pada tanggal 09 Juli Kunjungan ketiga dilakukan pada tanggal 18 Juli
2018. Pada kontrol 1 minggu setelah operasi, luka bekas 2018. Tidak terdapat keluhan pada gigi 11 dan 21.
operasi baik, margin gingiva masih terdapat inflamasi Dilakukan isolasi dan pembukaan tumpatan sementara
dan pemeriksaan palpasi menunjukkan hasil negatif pada gigi 11 dan 21. Kalsium hidroksid dikeluarkan dari
(Gambar 6). Dilakukan pemasangan rubber dam sebagai saluran akar dengan irigasi menggunakan akuades.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
CROWN LENGTHENING FUNGSIONAL DISERTAI
402 RETREATMENT DENGAN RESTORASI MAHKOTA PASAK

Selanjutnya dilakukan irigasi dengan NaOCl 2,5%, EDTA


cair 17% dan Chlorhexidine digluconate 2%. Akuades
digunakan sebagai larutan irigasi perantara. Kemudian
saluran akar dikeringkan dengan paper point. Obturasi
saluran akar dilakukan dengan teknik kondensasi
lateral. Guta perca dipotong 2 mm dari orifis ke arah
apikal dengan pluger (Heat Carrier Plugger, Dentsply)
yang dipanaskan dan dikompaksi ringan arah vertikal.
Dilakukan aplikasi basis dengan semen ionomer kaca
(Fuji IX, GC) dan ditumpat sementara dengan kavit,
kemudian dilakukan pengambilan foto radiograf untuk Gambar 9. Radiograf periapikal pasak yang telah
memeriksa hasil obturasi. disementasi pada gigi 11 dan 21
Kontrol perawatan ulang saluran akar dilakukan
seminggu kemudian, yaitu pada tanggal 25 Juli 2018. Selanjutnya dilakukan pengambilan guta perca
Pasien tidak mengeluhkan rasa sakit di antara waktu dan preparasi saluran pasak dengan pesso reamer
kunjungan dan tumpatan sementara dalam keadaan dan precision drill. Kontra bevel dibuat mengelilingi
baik. Perawatan selanjutnya adalah restorasi mahkota permukaan cavosurface ke arah insisal dengan flame
jaket porcelain dengan penguat pasak fiber. Dilakukan diamond bur. Hasil preparasi dikonfirmasi dengan foto
preparasi mahkota jaket pada permukaan proksimal radiograf. Saluran pasak diirigasi dengan EDTA cair 17%
menggunakan round end tappered diamond bur, dan Chlorhexidine Digluconate 2%, akuades digunakan
preparasi membentuk sudut kemiringan 6º terhadap sebagai larutan irigasi perantara. Dilakukan prosedur
poros gigi sebanyak 2 mm. Kemudian dilakukan etsa pada permukaan mahkota gigi dengan asam fosfat
preparasi permukaan labial menggunakan round end 37%, kemudian dibilas. Saluran pasak dikeringkan
tappered diamond bur. Finish line dibentuk sedalam dengan paper point dan kavitas dikondisikan lembap
0,5 mm subgingiva yang didahului dengan meretraksi dengan cotton pellet lembab. Dilakukan aplikasi
gingiva dengan gingival cord. Preparasi bagian palatal bonding (Prime and Bond Universal, Dentsply) pada
menggunakan round end tappered diamond bur pada permukaan mahkota gigi, dianginkan dan disinar dengan
bagian cingulum ke arah servikal dan menggunakan light cure unit selama 20 detik. Pasak fiber diolesi silan
pear shaped diamond bur pada bagian cingulum ke (Monobond Plus, Ivoclar Vivadent), kemudian diinsersi
arah insisal sedalam 2 mm. dengan semen resin (RelyX U200,3M ESPE). Pasak
diinsersikan dengan cara mendorong ke dalam saluran
pasak. Sisa semen dibersihkan dengan ekskavator,
didiamkan beberapa saat, kemudian disinar dengan
light curing unit. Dilakukan core build up menggunakan
Fiber Reinforced

(A) (B) (C)


Gambar 8. Gambaran radiograf pasca pengurangan guta
perca dan tracing dengan precission drill (A) pada gigi 11
dan (B) pada gigi 21. (C) Pengepasan pasak gigi 11 dan 21.
Terlihat panjang pasak sudah tepat pada preparasi saluran
pasak
Gambar 10. Foto klinis pasca insersi mahkota jaket

Core Material (Build-it FR, Pentron). Selanjutnya


dilakukan preparasi dasar mahkota jaket. Bagian
insisal dipreparasi dengan round wheel diamond
bur, preparasi proksimal membentuk sudut 60, serta
preparasi bagian labial dan palatal dengan round

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Regia Aristiyanto, Diatri Nari Ratih 403

end tappered diamond bur. Dilakukan pemeriksaan faktor yang menentukan keberhasilan perawatan3.
dan oklusi pasien untuk melihat ruang yang tersedia Kesehatan jaringan pendukung gigi merupakan salah
untuk ketebalan mahkota jaket. Selanjutnya dilakukan satu faktor yang harus diperhatikan ketika restorasi
retraksi gingiva dan pencetakan model kerja. Rahang diaplikasikan pasca perawatan endodontik, terutama
atas dicetak dengan teknik double impression, yaitu pada gigi dengan sisa struktur mahkota dengan
dengan hydrophilic polysiloxane impression material kedalaman subgingiva1. Faktor-faktor yang dapat
dan vinyl polysiloxane impression material, sedangkan menyebabkan akumulasi plak dan menyebabkan
rahang bawah dicetak dengan bahan cetak hydrocoloid kerusakan pada jaringan gingiva dan tulang alveolar
irreversibel. Kemudian dilanjutkan pembuatan catatan harus dieliminasi8.
gigit dengan wax dan mahkota sementara. Hasil cetakan Pada kasus di atas, panjang mahkota gigi 11 dan
diisi dengan menggunakan hard stone gips. Dilakukan 21 tidak adekuat untuk dilakukan restorasi karena sisa
penentuan warna mahkota gigi dengan shade guide struktur jaringan keras gigi 11 dan 21 kurang dari 2 mm.
Vitapan Classic, didapatkan warna A3. Restorasi mahkota jaket merupakan jenis restorasi
Kunjungan berikutnya dilakukan pada tanggal paling ideal untuk mendapatkan restorasi yang kuat dan
1 Agustus 2018, yaitu sementasi mahkota jaket estetik. Restorasi mahkota jaket yang diperkuat dengan
porcelain. Mahkota sementara dilepas, kemudian pasak dan inti akan menambah retensi dan resistensi
gigi 11 dan 21 dibersihkan. Dilakukan pengepasan mahkota jaket9. Resistensi mahkota jaket pada gigi
mahkota dan dilakukan pemeriksaan warna, kontur, pasca perawatan saluran akar dapat ditingkatkan
embrasur, kerapatan tepi, oklusi dan kontak proksimal. dengan adanya ferrule effect10. Ferrule effect pada gigi
Selanjutnya dilakukan disinfeksi dengan Chlorhexidine dengan sisa struktur mahkota kedalaman subgingiva
Digluconate 2%. Aplikasi etsa pada fitting surface dapat diperoleh dengan prosedur crown lengthening
mahkota jaket dengan hydrofluoric acid 9% selama fungsional. Prosedur crown lengthening fungsional
90 detik, kemudian cuci dan keringkan. Aplikasi asam dapat memberikan 2 mm jaringan keras gigi subgingiva
fosfat 37% selama 5 detik untuk menghilangkan garam yang dapat digunakan sebagai ferrule effect13.
porcelain dan debris yang terbentuk pada pengetsaan Prosedur crown lengthening pada kasus ini disertai
dengan hydrofluoric acid 9%, kemudian cuci dan dengan tindakan osteotomi karena perhitungan total
keringkan. Aplikasi silan pada fitting surface mahkota jarak antara kedalaman sulkus dengan jarak cemento
jaket. Semen resin diaplikasikan tipis pada fitting enamel junction ke alveolar crest berbeda dengan
surface mahkota jaket yang sudah diolesi dengan biological width (2,04 mm).
silan. Mahkota jaket kemudian diinsersikan. Mahkota
jaket didiamkan beberapa saat, kemudian dilakukan KESIMPULAN
penyinaran dengan light curing unit selama 1 detik pada
sisi labial dan palatal, ekses semen resin dibersihkan Salah satu indikasi crown lengthening adalah indikasi
menggunakan ekskavator. Pada bagian interdental fungsional yang berhubungan dengan perubahan
ekses semen dibersihkan menggunakan dental floss. posisi jaringan gingiva dan tepi tulang alveolar ke
Kemudian dilakukan penyinaran dengan light curing arah apikal. Pergeseran ke apikal jaringan gingiva dan
unit dari arah labial dan palatal. Kontrol pasca insersi tulang alveolar berfungsi untuk mencegah peradangan
mahkota jaket dilakukan seminggu setelah insersi. kronis pada jaringan periodontal akibat terganggunya
Pasien tidak ada keluhan di antara waktu kunjungan. biological width saat restorasi, serta memberikan
Mahkota jaket pada gigi 11 dan 21 dalam keadaan baik, retensi dan resistensi yang adekuat pada restorasi.
kerapatan tepi baik, tidak terdapat traumatik oklusi, Batas tepi gigi pasca crown lengthening yang berada
serta tidak terdapat kelainan pada gingiva dan mukosa. pada area supragingival juga memberikan kondisi yang
ideal pada prosedur sementasi mahkota jaket karena
kondisi yang bersih dan kering mudah didapatkan12.

PEMBAHASAN DAFTAR PUSTAKA

Restorasi pasca perawatan saluran akar atau 1. Lanning, S.K., Waldrop, T.C., Gunsolley, J.C., Maynard, J.G.,
2003, Surgical Crown Lengthening: Evaluation of The Biological
perawatan ulang saluran akar merupakan salah satu
Width, J Periodontol, 74:468–74

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
CROWN LENGTHENING FUNGSIONAL DISERTAI
404 RETREATMENT DENGAN RESTORASI MAHKOTA PASAK

2. Kina, J.R., Dos Santos, P.H., Kina, E.F., Suzuki, T.Y., Dos Santos,
P.L., 2011, Periodontal and Prosthetic Biologic Considerations
to Restore Biological Width in Posterior Teeth, J Craniofac
Surg. 22:1913–6
3. Gorni, F.G.M., Gagliani, M.M., 2004, The Outcome of
Endodontic Retreatment: A 2-Years Follow-up. J Endod.,
30(1):1–4
4. Chugal, N.M., Clive, J.M., Spångberg, L.S., 2007, Endodontic
Treatment Outcome: Effect of The Permanent Restoration, Oral
Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod., 104(4):576–582
5. Carlos, R.B., Nainan, M.T., Pradhan, S., Sharma, R., Benjamin,
S., Rose, R., 2013, Restoration of Endodontically Treated
Molars Using All Ceramic Endocrowns, Hindawi Publishing
Corporation, Volume 2013, Article ID 210763
6. Bonfante, G., Kaizer, O.B., Pegoraro, L.F., do Valle, A.L., 2007,
Fracture Strength of Teeth with Flared Root Canals Restored
with Glass Fibre Posts, International Dental Journal, 57:153-
160
7. Goswami, R.P., Mankar, P., Mohan, S.A., 2015, Enhanced
Esthetics by All- Ceramic Crown-Case Report, Journal of
Applied Dental and Medical Sciences, Vol.1 Issue:1
8. Levine, D.F., Hnadelsman, M., Ravon N.A., 1999, Crown
Lengthening Surgery: A Restorative-Driven Periodontal
Procedure. J Calif Dent Assoc., 27:143-51
9. Eccles, J.D., Green, R.M., 1994 Konservasi gigi (terj.), ed.2,
Jakarta: Widya Medika 127, 145.
10. Mutebi, A.K., Osman Y.I., 2004, Effect of The Ferrule on
Fracture Resistance of Teeth Restored with Prefabricated Posts
and Composite Cores, Afr Health Sci., 4(2): 131-135
11. Gegauff, A.G., 2000, Effect of Crown Lengthening and Ferrule
Placement on Static Load Failure of Cemented Cast Post-Cores
and Crowns, J Prosthet Dent., 84(2): 169-179
12. Patel, R.M., Baker, P., 2015, Functional Crown Lengthening
Surgery in The Aesthetic Zone; Periodontic and Prosthodontic
Considerations, Dent Update, 42 (1): 36–38, 41–42

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Renna Maulana Yunus, Munyati Usman
PO-85 405

PENGGUNAAN BIODENTINE SEBAGAI BAHAN PENUTUP


PERFORASI IATROGENIK PADA GIGI DENGAN
FURCATION DEFECT
Renna Maulana Yunus*, Munyati Usman**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta

ABSTRACT

Background: Iatrogenic root perforation occurs in approximately 2-12% of endodontically treated teeth. This condition can
cause pain, suppuration, abscess, fistula and followed by bone resorption. When the infection has occurred, the prognosis of
treatment will decrease and complications may require the tooth to be extracted. However, if perforation is found earlier and
management is done correctly then the prognosis will be better. Objective: This case report is aim to know the effectiveness
of Biodentine as repairing perforation material in molar with furcation defect.
Case: The 35-year-old female patient came with a chief complaint of pain in her tooth. Intraoral examination ot the tooth 36
revealed a perforation on the floor of chamber. Periodontal probing showed 10 mm pockets depth and o2 tooth mobility.
Diagnosis of tooth 36 is chronic pulpitis with class I furcation defect.
Case Management: The perforation was sealed using Biodentine followed by root canal treatment and dowel crown
restoration. At one-month follow-up, the patient was asymptomatic, periodontal pocket was dissapeared and radiography
demonstrated the healing of furcation area.
Conclusion: Biodentine can be used as an ideal material for sealing perforation that has several advantages over other
materials. Sealing perforation will break the paths of bacteria in the root canal system and periodontal to allow repair and
regeneration of periodontal tissue.

Key words: Biodentine, root perforation, furcation defect, root canal treatment.

PENDAHULUAN itu mempunyai kemampuan merangsang regenerasi


jaringan periradikular, merangsang osteogenesis dan
Perforasi akar terjadi pada sekitar 2–12% gigi sementogenesis serta memiliki sifat adesif terhadap
yang dirawat endodontik. Seringkali disebabkan oleh dentin sehingga mencegah terjadinya microleakage
tindakan iatrogenik sebagai akibat dari penggunaan oleh bakteri.5,6
bur yang tidak sejajar selama proses pembukaan Saat ini Biodentine telah diajukan sebagai
ruang pulpa dan pencarian akses ke saluran akar.1 biomaterial yang ideal untuk perbaikan atau
Perforasi iatrogenik mungkin menyebabkan implikasi regenerasi dari kerusakan jaringan periodontal yang
yang serius, kondisi ini dapat menyebabkan timbulnya disebabkan oleh perforasi bifurkasi.3 Biodentine
nyeri, supurasi, abses, dan fistula serta diikuti resorbsi mempunyai keunggulan seperti material bioceramic
tulang.2 Ketika proses infeksi telah terjadi di daerah lain karena bioaktivitas dan biokompabilitas dengan
perforasi, prognosis dari perawatan akan menurun jaringan periradikular serta memiliki sifat fisik dan
dan komplikasi dapat mengharuskan gigi diekstraksi. kimia yang lebih baik.7 Pada laporan kasus ini akan
Namun, jika perforasi ditemukan sejak dini dan dibahas mengenai perawatan perforasi bifurkasi akar
dilakukan manajemen dengan benar, prognosis akan iatrogenik menggunakan Biodentine dan dilanjutkan
lebih baik.3 perawatan saluran akar pada gigi molar molar pertama
Beberapa material telah digunakan dalam bawah.
perawatan perforasi akar seperti zinc oxide-eugenol,
amalgam, calcium-hydroxide, resin komposit, dan KASUS
glass ionomer.4 Material ideal yang digunakan
untuk penutupan perforasi harus mempunyai Pasien wanita, 35 tahun, datang ke RSGMP
sifat tidak toksik, tidak mengiritasi jaringan, non- Universitas Indonesia dengan keluhan gigi geraham
karsinogenik, mempunyai daya antimikroba, dan bawah paling belakang sering sakit. Gigi pasien pernah
biokompatibel, stabil, dan bersifat radiopak. Selain dirawat 1 bulan yang lalu namun kemudian dirujuk ke
Korespondensi: Renna Maulana Yunus, Residen Konservasi Gigi, Universitas Indonesia, Jl. Salemba Raya No.4. Jakarta Pusat. Alamat email: fkg@ui.ac.id

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENGGUNAAN BIODENTINE SEBAGAI BAHAN PENUTUP PERFORASI
406 IATROGENIK PADA GIGI DENGAN FURCATION DEFECT

klinik Spesialis Konservasi Gigi RSGMP UI karena terjadi


perforasi akar saat access opening. Sejak 1 minggu
terakhir pasien mengeluh sakit cekot-cekot pada gigi
tersebut terutama saat dipakai pengunyah.
Pada pemeriksaan klinis terdapat tumpatan
sementara pada gigi 36. Setelah dilakukan
pembongkaran tumpatan sementara, terlihat
kavitas gigi yang telah dilakukan preparasi akses dan
pengambilan dasar kamar pulpa yang berlebihan Gambar 2. Foto ronsen diagnostik menunjukkan adanya
oleh operator sebelumnya. Terlihat adanya perforasi daerah radiolusen pada bifurkasi.
pada dasar ruang pulpa dengan diameter ±2mm yang
tertutup debris dan berdarah saat debris diambil.
Tes vitalitas memberikan respon positif, tes perkusi PENATALAKSANAAN KASUS
dengan arah vertikal dan horizontal menunjukkan
respon positif berupa nyeri sedangkan tes palpasi Pada kunjungan pertama, dilakukan anaestesi
menunjukkan respon negatif. Terdapat poket dengan pehacain-adrenalin 1:100.000 kemudian
periodontal sedalam 10 mm pada daerah lingual. dilakukan isolasi menggunakan rubber dam (KSK,
Sulkus gingiva bagian distal, mesial, dan bukal normal. Jepang). Setelah itu dilakukan ekstirpasi saluran akar
Gigi mengalami kegoyangan derajat 2. mesiobukal, mesiolingual dan distal diikuti dengan
irigasi kavitas menggunakan NaOCl 2,5%. Kemudian
dilakukan penutupan orifice menggunakan gutta
percha dan tumpatan sementara Cavit diatas orifice
agar material Biodentine tidak masuk ke dalam orifice
sehingga menyebabkan pembuntuan saluran akar.
Untuk persiapan penutupan perforasi, dilakukan
eskavasi debris pada daerah perforasi menggunakan
eskavator endodontik (Osung, Korea). Kemudian
debridement dengan menggunakan ultrasonic scaller
Gambar 1.(A) Gambaran klinis gigi 36 saat kunjungan
pertama. Terlihat adanya perforasi disertai perdarahan (Woodpecker, China) lalu daerah perforasi diirigasi
pada daerah bagian lingual dasar pulpa. (B) Pemeriksaan dengan NaOCl 2,5% serta aquades steril. Setelah itu
menggunakan probe mendeteksi adanya poket periodontal kavitas dikeringkan dengan cotton pellet steril hingga
sedalam 10 mm. perdarahan daerah perforasi kering atau terkontrol.
Bubuk dan cairan Biodentine diaduk selama 30 detik
Pada pemeriksaan radiografi awal terlihat adanya dan kemudian diambil menggunakan amalgam carrier
radiolusen pada daerah bifurkasi yang memperlihatkan untuk diletakkan menutupi daerah perforasi. Setelah
adanya jalur dari dasar kamar pulpa ke jaringan itu material Biodentine dipadatkan menggunakan
periodontal di daerah bifurkasi. Tidak ada kelainan cotton pellet steril hingga tercapai sealing yang merata
pada daerah periapikal dan lamina dura tidak terputus. pada daerah perforasi. Saat Biodentine telah mengeras
Dari anamnesa, pemeriksaan klinis dan hasil (setting time: 12 menit) dilakukan penutupan kavitas
foto radiografi, diagnosis dari gigi 36 adalah pulpitis diatas daerah perforasi menggunakan GIC. Pasien
kronis disertai defek furkasi klas I. Perawatan yang kemudian diminta untuk datang kembali 1 minggu
akan dilakukan adalah penutupan perforasi bifurkasi kemudian.
menggunakan bahan Biodentine, perawatan saluran Pada kunjungan kedua tidak ada keluhan subjektif
akar dilanjutkan pembuatan restorasi mahkota pasien, tes perkusi dan palpasi tidak peka. Tumpatan
selubung porcelen fused to metal dengan pemasangan sementara dibongkar dan mulai dilakukan perawatan
pasak fiber fabricated. saluran akar. Preparasi saluran akar dilakukan dengan
menggunakan Protaper Universal Rotary (Dentsply
Maillefer, Swiss). EDTA gel (RC–Prep, Swiss) digunakan
sebagai lubrikan selama instrumentasi. Selama

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Renna Maulana Yunus, Munyati Usman 407

pergantian alat, saluran akar diirigasi menggunakan


NaOCl 2,5%. Digunakan juga teknik irigasi sonik
dengan bantuan alat EndoActivator (Dentsply
Maillefer, Swiss) untuk meningkatkan efektivitas dari
cairan irigasi. Setelah preparasi selesai dilakukan foto
radiograf dengan percobaan guttap utama. Kavitas
kemudian diberi medikamen CHKM dan ditutup
dengan tumpatan sementara. Pasien diminta untuk Gambar 5. (A)Gambaran radiografi pada saat 1 bulan
melanjutkan perawatan 1 minggu kemudian. setelah pengisian saluran akar. (B)Poket periodontal di
daerah lingual menghilang. Kedalaman sulkus hanya 2 mm.

Pada kunjungan keempat dilakukan pemasangan


pasak fiber pada saluran akar yang disemen
menggunakan semen Breeze (Dentsply, Swiss) serta
silane coupling agent. Kemudian diikuti dengan
pembuatan inti pasak dari core composite Fluorocore
Gambar 3. (A)Foto ronsen untuk mengkonfirmasi panjang (Dentsply, Swiss). Setelah itu dilakukan preparasi gigi
kerja sebenarnya. (B)Foto kon guttap utama. untuk pembuatan mahkota tiruan porcelen fused to
metal. 1 minggu kemudian dilakukan pemasangan
Pada kunjungan ketiga tumpatan sementara mahkota porcelen fused to metal.
dibongkar, saluran akar diirigasi menggunakan EDTA
17% dan NaOCL 2.5% lalu dikeringkan dengan paper
point steril. Pada kunjungan ini, akan dilakukan
pengisian saluran akar menggunakan siler AH-
Plus (Dentsply, Swiss) dan kemudian dikonfirmasi
dengan foto radiograf. Kamar pulpa diisi dengan Zinc
phosphate cement. Pasien diminta untuk kontrol 1
bulan kemudian untuk dilakukan restorasi definitif.
Gambar 6. (A)Gambaran radiografi setelah pemasangan
restorasi akhir (B) Restorasi mahkota porcelen fused to
metal.

PEMBAHASAN

Pada kasus ini terjadi nyeri pada saat perkusi serta


kegoyangan gigi derajat 2 yang merupakan tanda
Gambar 4. (A) Foto ronsen setelah dilakukan obturasi. (B) adanya lesi pada jaringan periodontal. Reaksi inflamasi
Foto klinis setelah obturasi yang muncul di sekitar jaringan periodonsium pada
lokasi perforasi disebabkan karena adanya trauma
Pada saat 1 bulan setelah pengisian saluran mekanis dan adanya mikroba yang akan berkembang di
akar dilakukan evaluasi hasil perawatan, tidak ada daerah perforasi. Perforasi menyebabkan jalan keluar-
keluhan subjektif dan gigi dapat dipakai mengunyah, masuk bakteri pada sistem saluran akar dan jaringan
pemeriksaan klinis menunjukkan tidak ada mobilitas periodontal.8 Pada daerah perforasi, limfosit T akan
gigi, perkusi negatif dan palpasi negatif. Pada saat memproduksi beberapa macam sitokin pro-inflamasi
dilakukan probing di daerah lingual, poket sudah yang berperan dalam progres lesi dan destruksi tulang.9
menghilang dan kedalaman sulkus 2 mm pada daerah Terdapat beberapa pilihan rencana perawatan untuk
mesial, distal, bukal dan lingual. Evaluasi radiograf tidak perforasi iatrogenik di daerah furkasi. Berdasarkan
terlihat adanya radiolusensi pada periapikal maupun di kondisi dari struktur gigi yang tersisa, kondisi tulang
daerah bifurkasi. yang mengelilingi akar dan perluasan serta lokasi,
perawatan yang dilakukan dapat berupa penutupan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENGGUNAAN BIODENTINE SEBAGAI BAHAN PENUTUP PERFORASI
408 IATROGENIK PADA GIGI DENGAN FURCATION DEFECT

perforasi, hemiseksi, bikuspidasi atau pencabutan pada perforasi bifurkasi.


gigi.3 Pada kasus ini perforasi sudah terjadi kronis Biodentine mempunyai formula atau bahan dasar
dengan kehilangan tulang pada daerah furkasi yang yang sama dengan MTA, yaitu tersusun dari sebagian
ditandai dengan adanya radiolusen di daerah furkasi besar dari trikalsium silikat, namun mempunyai
pada foto radiograf. Kondisi mahkota gigi yang tersisa perbaikan sifat fisik dan karakteristik penggunaan yang
masih banyak dan besar perforasi 2 mm yang termasuk lebih mudah.7 Biodentine memiliki sifat antibakterial
kategori kecil dapat diusahakan penanganan dengan dari pH tinggi, biokompabilitasnya baik, manipulasinya
cara konservasi. mudah, setting lebih cepat, tidak ada efek staining
Ketika perforasi diidentifikasi, perforasi harus segera pada gigi, dan memiliki sealing ability yang lebih baik
ditutup secepat mungkin, karena keterlibatan daerah dibandingkan MTA.12,13
periodontal yang muncul dari perforasi dapat menjadi Pada saat fase setting dari Biodentin, ion kalsium
irreversibel seiring berjalannya waktu.8 Oleh karena hidroksida dilepaskan dari semen. Hal ini menyebabkan
itu penutupan perforasi saat kunjungan pertama. kenaikan pH hingga 12,5 dan membuat lingkungan
Penutupan perforasi dengan segera akan memberikan sekitar menjadi basa. pH yang tinggi akan menghambat
terapi endodontik yang adekuat pada kunjungan pertumbuhan bakteri.14
berikutnya, bebas dari perdarahan dan kontaminasi, Kemampuan material untuk menyegel daerah
yang akan dapat mengganggu hasil dari perawatan.4 perforasi merupakan elemen penting dalam
Secara umum jika perforasi yang terjadi sudah perawatan perforasi. Material calsium silikat semen
berlangsung lama, maka defek harus didesinfeksi dapat menutup komunikasi antara ruang pulpa dan
dan dipersiapkan sebelum ditutup dengan bahan jaringa periodontal.4 Secara in vitro, Biodentine
restorasi.10 Persiapan penutupan perforasi pada menunjukkan pembentukan endapat kalsium dan
kasus ini dilakukan eskavasi debris menggunakan fosfat setelah immersi pada cairan biologi tubuh dan
eskavator endodontik serta ultrasonic scaller. Setelah menyebabkan pembentukan interfacial layer dengan
itu dilakukan irigasi dengan NaOCl 2,5% serta aquades dentin. Degradasi dari komponen kolagen karena efek
steril. kaustik alkali menyebabkan struktur porus sehingga
Instrumen ultrasonik ideal untuk mempersiapkan memfasilitasi masuknya ion Ca2+, OH-, and CO3 sehingga
daerah perforasi karena dapat membersihkan secara terjadi mineralisasi15, dengan kata lain Biodentine akan
langsung (direct vision).10 Arens dan Torabinejad berpenetrasi terhadap tubulus membentuk struktur
menyatakan penggunaan bahan irigasi seperti sodium seperti tag yang masuk ke dalam tubuli dentin. Scanning
hipoklorit dapat dipertimbangkan jika perforasi tidak electron microscopy (SEM) memperlihatkan bahwa
begitu besar sehingga tidak beresiko merusak jaringan dentin tubulus mengungkapkan adanya sumbatan
periradikuler. Penggunaan NaOCl 2,5% disarankan kristal mineral tepat dipermukaan tubulus dentin. Hasil
untuk debridement karena resiko komplikasi yang ini menjelaskan adanya retensi mikromekanik pada
kecil terhadap over ekstensi bahan irigasi terhadap satu sisi dan marginal sealing pada sisi lain16 sehingga
perforasi.11 Perdarahan yang muncul kembali setelah material ini adekuat untuk menutup perforasi dan
defek dibersihkan dan diirigasi dikeringkan dengan mencegah terjadinya kebocoran mikro.
cotton pellet steril hingga perdarahan daerah perforasi Biodentine mempunyai beberapa keunggulan
kering atau terkontrol. dari MTA sebagai material yang selama ini digunakan
Material yang digunakan untuk perawatan dalam perawatan perforasi bifurkasi. Terdapat
perforasi harus bersifat tidak toksik, tidak dapat penelitian yang menyatakan bahwa kekuatan material
diabsorbsi, radiopak, mempunyai daya antibakteri, dari MTA lebih rendah daripada Biodentine selama 24
serta mudah diaplikasikan. Material tersebut harus jam. Terlebih lagi, kekuatan MTA yang terkontaminasi
mempunyai kemampuan dalam menutup kebocoran dengan darah lebih rendah daripada MTA yang tidak
mikro di lokasi perforasi sehingga mencegah penetrasi terkontaminasi. Namun adanya darah tidak berefek
bakteri.11 Selain itu material ideal penutupan perforasi pada Biodentine3 hal tersebut memberikan keuntungan
mempunyai kemampuan merangsang regenerasi karena salah satu kesulitan dalam proses penutupan
jaringan periradikular, merangsang osteogenesis perforasi adalah adanya kontaminasi dari perdarahan.4
dan sementogenesis.5,6 Pada kasus ini operator Biodentine dapat mengatasi dua kesulitan utama saat
menggunakan Biodentine sebagai material penutupan klinisi melakukan perawatan pada perforasi yaitu

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Renna Maulana Yunus, Munyati Usman 409

kebutuhan hemostasis dan kontrol dalam penempatan reaksi biologisnya terhadap sel di jaringan periodontal
material restoratif.10 berdasarkan analisis histomorphometrik yang telah
Seperti halnya material bioaktif lainnya, Biodentine dilakukan pada osteoblas manusia dan sel ligamen
menunjukkan potensi dari bioaktivitas dengan periodontal. Sel periodontal ligamen yang kontak
memproduksi lapisan interfacial pada dentin dengan dengan MTA dan Bidentin menunjukkan distribusi
simulasi cairan tubuh. Analisis TEM dari lapisan maturasi sel yang teratur dengan konsentrasi yang
interfacial pada Biodentine dan MTA menunjukkan tinggi. Biodentine menunjukkan kuantitas terbesar
pembentukan amorphous calcium phosphate. 15 dari sel periodontal ligamen.7 Biodentine membentuk
Pelepasan kalsium yang besar dari Biodentine permukaan seperti hidroksi apatit dan menunjukkan
dapat dihubungkan dengan adanya komponen kondisi yang baik untuk pelekatan sel dan proliferasi.
kalsium silikat dan kalsium kloride serta solubilitas Penelitian lain menyatakan bahwa Biodentine
yang rendah karena kandungan polikarboksilat menunjukkan reaksi biokompatibel terhadap
yang menurunkan kebutuhan air untuk melarutkan periodontal ligamen dan osteoblas dibandingkan
partikel dan meningkatkan fluidity, membuat semen dengan ProRoot MTA.19
mengeras. Selain itu, reaksi hidrasi dari trikalsium
silikat yang cepat terjadi dapat dihubungkan dengan KESIMPULAN
solubilitas yang rendah serta pelepasan kalsium dalam
jumlah besar pada waktu singkat (selama beberapa Biodentin dapat digunakan sebagai material ideal
jam).17 Penelitian yang dilakukan oleh Camilleri (2013) untuk penutupan perforasi. Penutupan perforasi
menunjukkan adanya peningkatan kalsium hidroksida akan memutus jalan keluar-masuk bakteri pada
mulai hari pertama dan mencapai puncaknya setelah sistem saluran akar dan jaringan periodontal sehingga
28 hari. Dalam penelitian ini disebutkan munculnya memungkinkan terjadinya perbaikan atau regenerasi
kalsium hidroksida Biodentin lebih cepat dibandingkan dari kerusakan jaringan periodontal.
dengan MTA. 18
Pada kunjungan kedua (1 minggu setelah penutupan DAFTAR PUSTAKA
perforasi bifurkasi) tidak ada keluhan subjektif
pasien, tes perkusi dan palpasi tidak peka. Selain itu 1. Hegde M, Varghese L, Malhotra S. Tooth Root Perforation
Repair - A Review. Oral Health Dent Manag. 2017;16(2):1-4.
pemeriksaan klinis menunjukkan tidak adanya mobilitas
2. Tsesis I, Fuss ZVI. Diagnosis and treatment of accidental root
gigi. Evaluasi 1 bulan setelah pengisian menunjukkan perforations. Endod Top. 2006;13:95-107.
hilangnya gambaran radiolusen pada daerah bifurkasi 3. Heredia AL, Bhagwat SA, Mandke LP. Biodentine as material
yang mengindikasikan adanya remineralisasi tulang of choice for furcal perforation repair – A case report.
disekitar daerah perforasi serta penyembuhan dari Ann Prosthodont Restor Dent. 2016;2(2):54-57. https://
www.innovativepublication.com/admin/uploaded_files/
defek furkasi. APRD_2(2)_54-57.pdf.
Beavers et al. mendemonstrasikan bahwa 4. Unal GC, Maden M, Isidan T. Repair of Furcal Iatrogenic
kesembuhan lesi diasosiasikan dengan material Perforation with Mineral Trioxide Aggregate : Two Years
biokompatibel dan hilangnya kontaminasi bakteri secara Follow-up of Two Cases. 2010;4(October):475-481.
5. Baroudi K, Samir S. Sealing Ability of MTA Used in Perforation
total akan memberikan hasil penyembuhan pada defek
Repair of Permanent Teeth ; Literature Review. 2016:278-286.
perforasi.8 Beberapa penelitian menyatakan bahwa doi:10.2174/1874210601610010278
material berbasis kalsium silikat mempunyai sifat 6. Main C, Mirzayan N, Shabahang S, Torabinejad M. Repair of
merangsang proliferasi dan aktivasi gen dari fibroblas Root Perforations Using Mineral Trioxide Aggregate : A Long-
periodontal, sel pulpa, sementoblas, osteoblas, dan term Study. 2004;(15).
7. Rajendran M, Jeevarekha M, Poorana K. Biodentine :
sel mesenkim.17 Semen berbahan dasar kalsium silikat Periodontal perspective. Int J Appl Dent Sci. 2017;3(1):12-16.
melepaskan silikat yang mempunyai pengaruh positif 8. Castelulucci A. The Use of Mineral Trioxide Aggregate to
terhadap metabolisme tulang dan menambah laju dari Repair Latrogenic Perforations. Italy; 2009.
pertumbuhan tulang. Selain itu semen calcium silikat 9. Paula V De, Lara L, Cardoso FP, et al. Experimental Furcal
Perforation T r e a t e d w i t h M TA : A n a l y s i s of the
mempunyai peran penting dalam perbaikan tulang
Cytokine Expression. 2015;26(015):337-341.
dengan cara menginduksi pengendapan kalsium fosfat 10. Ingle JI, Bakland LK. Ingle’s Endodontics. 6th ed. Hamilton: BC
pada permukaan jaringan periodontal.12 Decker; 2008.
Biodentine lebih unggul terhadap MTA berdasar 11. Torabinejad M. A Endodontics Principles and Practice. 5th ed.
Missouri: Elsevier Inc; 2009.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PENGGUNAAN BIODENTINE SEBAGAI BAHAN PENUTUP PERFORASI
410 IATROGENIK PADA GIGI DENGAN FURCATION DEFECT

12. Pagaria S, BD. Singh, Dubey A, Avinash A. Biodentine Biodentine


as a New Calcium Silicate Based Cement. Chettinad Heal City
Med J. 2015;4(December 2015):182-184.
13. Malkondu Ö, Kazandaǧ MK, Kazazoǧlu E. A review on biodentine,
a contemporary dentine replacement and repair material.
Biomed Res Int. 2014;2014. doi:10.1155/2014/160951
14. Madfa AA, Al-sanabani FA, Al-kudami NHA. Endodontic Repair
Filling Materials : A Review Article. 2014;4(16).
15. Nuñez CC, Covarrubias C, Fernandez E. Enhanced bioactive
properties of Biodentine TM modified with bioactive glass
nanoparticles. 2017;25(2):177-185.
16. About I. Biodentine: from biochemical and bioactive
properties to clinical application. G Ital Endod. 2016;30(2):81-
88. doi:10.1016/j.gien.2016.09.002
17. Gandolfi MG, Siboni F, Polimeni A, et al. In Vitro Screening
of the Apatite-Forming Ability , Biointeractivity and Physical
Properties of a Tricalcium Silicate Material for Endodontics and
Restorative Dentistry. 2013:41-60. doi:10.3390/dj1040041
18. Camilleri J. Investigation of Biodentine as dentine replacement
material. J Dent. 2013;41:600-610.
19. Jung S, Mielert J, Kleinheinz J, Dammaschke T. Head & Face
Medicine. 2014;(December). doi:10.1186/s13005-014-0055-4

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Noni Maharani, Dewa Ayu Nyoman Putri Artiningsih
PO-86 411

PERAWATAN SALURAN AKAR VITAL PADA GIGI MOLAR KEDUA


MANDIBULA DENGAN NEKROSIS PARSIAL : LAPORAN KASUS
Noni Maharani*, Dewa Ayu Nyoman Putri Artiningsih**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta

ABSTRACT

Background: Pulp necrosis is the death of the pulp which can occur totally, partially, or does not involve all roots in multi-
rooted teeth. Partial necrosis has necrotic pulp tissue in the corona and vital parts of the apical, or has a distinct pulp vitality
condition between the root canal of the tooth and the multi-root. Management of root canal treatment on teeth with
partial necrosis is a challenge in terms of anesthesia especially in mandibular molars. Many techniques are used to achieve
adequate anesthesia in the management of pain during root canal treatment Objective: To determine the effectiveness of
topical anesthetic techniques that are inserted into the root canal in the management of cases of partial necrosis.
Case: A 37-year-old female patient came with complaints of lower left back teeth with holes and pain. In the 37th tooth there
is proximal caries, positive percussion, negative palpation, and negative vitality tests. From the history and examination, a
diagnosis of partial necrosis is obtained
Case Management: The treatment performed is root canal treatment with topical anesthetic techniques that are inserted
into the root canal and making onlay restorations.
Conclusion: Anesthetic technique using topical anesthesia which is inserted into the root canal is quite effective as an
alternative in the management of partial necrosis.

Key words: Partial Necrosis, Topical anesthesia, Molar

PENDAHULUAN Penanganan rasa sakit pada nekrosis parsial


atau ‘nekrobiosis’ dengan kondisi sebagian pulpa
Gigi dengan nekrosis parsial sangat sulit untuk mengalami nekrosis dan menjadi terinfeksi sementara
didiagnosis karena tanda dan gejala yang muncul sebagian pulpa yang lain mengalami inflamasi (pulpitis
merupakan campuran dari pulpitis dan nekrosis ireversibel)3 adalah tantangan besar dalam perawatan
dengan infeksi 1. Gejala yang muncul pada parsial endodontik khususnya pada gigi molar mandibular.
nekrosis dapat membingungkan dan tes pulpa pada
satu saluran tidak berespon namun memberikan KASUS
respon vital pada saluran akar yang lain. Gigi juga
dapat menunjukkan gejala pulpitis irreversible yang Pasien wanita 37 tahun datang ke RSGMP
simtomatik2. Reaksi negatif terhadap tes sensitivitas Universitas Indonesia dengan keluhan gigi belakang
dicurigai sebagai nekrosis, tetapi diagnosis yang pasti kiri bawah berlubang, terasa sakit, dan tidak nyaman
hanya dapat ditetapkan setelah pemeriksaan dan saat dipakai untuk mengunyah makanan sejak 3 bulan
probing ruang pulpa dan saluran akar. yang lalu.
Nekrosis pulpa dapat disebabkan oleh bakteri, Pada pemeriksaan klinis telihat karies di bagian
trauma, dan iritasi kimia. Nekrosis merupakan proksimal dan tambalan amalgam pada oklusal gigi 37
kematian pulpa yang dapat terjadi parsial, total, dan dengan, tes perkusi menunjukkan respon positif, tes
kemungkinan tidak melibatkan seluruh saluran pada palpasi dan tes vitalitas pulpa menunjukkan respon
gigi berakar ganda2. Gigi dengan nekrobiosis atau negatif, gingiva sekitar gigi normal.
nekrosis parsial memiliki jaringan pulpa yang inflamasi Dari anamnesa, pemeriksaan klinis dan hasil foto
dan nekrosis. Jaringan nekrosis dapat berada di bagian radiografi, Diagnosis gigi 37 yaitu nekrosis parsial
koronal pulpa dengan jaringan yang inflamasi di apikal, dengan rencana perawatan perawatan saluran akar
atau keadaan jaringan yang berbeda antara kanal pada dan restorasi onlay sewarna gigi.
gigi dengan multi-kanal1.
Korespondensi: Noni Maharani, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jl. Salemba Raya No. 4 Jakarta Pusat. Alamat
email: fkg@ui.ac.id

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN SALURAN AKAR VITAL PADA GIGI MOLAR KEDUA MANDIBULA
412 DENGAN NEKROSIS PARSIAL : LAPORAN KASUS

tambalan sementara dan irigasi dengan NaOCl 2,5 %


dan EDTA 17% kemudian dikeringkan menggunakan
paperpoint. Obturasi saluran akar menggunakan
guttap non-ISO sesuai panjang kerja masing-masing
saluran akar yang telah ditentukan pada kunjungan
sebelumnya melalui KGU serta sealer AHPlus (Dentsply,
Maillefer, Switzerland), tutup dengan tambalan
sementara Cavit®, dan evaluasi obturasi dengan
gambaran radiografis. Tambalan sementara dibongkar
kemudian ditumpat dengan GIC Fuji II sebagai basis,
Gambar 1. Gambaran klinis gigi 37 saat kunjungan pertama. ditutup kembali dengan tambalan sementara Cavit®.
Terlihat adanya karies proksimal dan tambalan amalgam di
oklusal

PENATALAKSANAAN KASUS

Pada kunjungan pertama dilakukan anamnesis


dan pemeriksaan lengkap, selanjutnya dilakukan
pembuangan karies serta tambalan amalgam dengan
bur intan bulat. Atap kamar pulpa dan pulpa pada
Gambar 2. Foto periapikal gigi 37 setelah perawatan
bagian koronal dihilangkan dan dilakukan penelusuran
saluran akar
orifis menggunakan sonde lurus dan ditemukan orifis
distal, mesiobukal, dan mesiolingual. Kunjungan ketiga, dilakukan pembongkaran
Dilakukan penjajakan saluran akar menggunakan tambalan sementara dan preparasi mahkota gigi untuk
K-file ISO no. 10 sepanjang kerja yang diperkirakan restorasi post endo. Kemudian hasil cetakan preparasi
dari foto radiografi pre-operatif. Saat file mencapai 1/3 dikirim ke laboratorium. Tutup hasil preparasi
panjang kerja pasien mengeluhkan rasa sakit sehingga menggunakan tambalan sementara Cavit®.
dilakukan ekstirpasi pulpa dengan menggunakan Pada kunjungan keempat, tidak ada keluhan
anestesi topikal yang diaplikasikan pada ujung subyektif dan dari pemeriksaan klinis tidak ada
file, file kemudian ditempatkan ke dalam saluran inflamasi pada daerah gingiva dan palpasi tidak peka.
akar menggunakan gerakan watchwinding dengan Pada gambaran radiografis tidak ada pertumbuhan
memompa secara bergantian sehingga gel topikal lesi baru pada daerah periapikal. Pada kunjungan ini
terdorong ke bawah saluran akar. dilakukan insersi onlay ceramage.
Setelah itu dilakukan foto radiografi untuk
mengecek panjang kerja dan konfirmasi menggunakan PEMBAHASAN
apex locator sehingga diperoleh panjang kerja 18 mm
untuk saluran akar distal, panjang kerja 17 mm untuk Nekrosis parsial sulit didiagnosis karena gejala
saluran akar mesiolingual dan mesiobukal. pasien menunjukkan pulpitis namun hasil tes
Selanjutnya dilakukan preparasi saluran akar vitalitas pulpa menunjukkan respon nekrosis pulpa.
dengan rotary instrument Protaper Next (Dentsply, Gejala nekrosis parsial dengan episode nyeri ringan
Maillefer, Switzerland) hingga D X3/18 mm, MB intermiten selama beberapa minggu atau bulan3.
X3/17 mm, dan MP X3/17 mm. Aplikasi EDTA gel saat Gigi dengan nekrosis parsial juga dapat menunjukkan
preparasi saluran akar dan irigasi NaOCl 2,5 % setiap gejala pulpitis irreversible yang simtomatik2. Pasien
pergantian file. Saluran akar dikeringkan dengan dengan kondisi klinis yang menyakitkan ini lebih sulit
paper point dan aplikasi medikamen intrakanal antar untuk dianestesi4.
kunjungan dengan kalsium hidroksida (Calcipex ®, Laporan kasus ini menjelaskan mengenai metode
Nippon Sika-Yakuhin, Shimonoseki, Japan) dan ditutup anestesi dalam perawatan nekrosis parsial gigi molar
dengan tambalan sementara Cavit®. rahang bawah dimana masih terdapat jaringan pulpa
Pada kunjungan kedua perawatan gigi 37, tidak ada yang vital dan sangat sensitif di 1/3 panjang kerja
keluhan subyektif, dilanjutkan dengan membongkar

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Noni Maharani, Dewa Ayu Nyoman Putri Artiningsih 413

sehingga sulit untuk dianestesi dengan menggunakan Bila anestesi infiltrasi atau blok masih menyisahkan
teknik anestesi blok maupun intrapulpa. sensasi nyari pada jaringan pulpa, biasanya dibantu
Kegagalan anestesi menggunakan metode infiltrasi dengan tehnik anestesi intrapulpa. Tehnik ini dilakukan
dan blok regional pada gigi posterior mandibular dapat dengan injeksi langsung ke dalam jaringan pulpa8.
disebabkan karena gigi menerima persarafan lebih dari Ketika akses terlalu besar untuk memungkinkan
satu batang saraf atau suplai saraf aksesori. Saraf di jarum yang pas, pulpa yang terekspos harus direndam
sepanjang bukal kadang-kadang akan menginervasi dengan sedikit anestesi lokal beberapa menit sebelum
pulpa molar bawah. Saraf lingual juga dapat memasukkan jarum sejauh mungkin ke dalam kamar
berkontribusi terhadap suplai pulpa gigi mandibula pulpa dan menginjeksikannya5.
tetapi hal ini biasanya akan dinetralisir oleh blok saraf Pada kasus ini pulpa vital berada di 1/3 akar sehingga
lingual saat anestesi blok saraf alveolar inferior. Namun anestesi intrapulpa sulit dilakukan karena tehnik ini
saaraf lingual tidak akan ternetralisir oleh blok saraf hanya bisa digunakan bila akses ke pulpa cukup untuk
mental dan incisivus5. masuknya jarum suntik8, sehingga digunakan teknik
Suplai saraf aksesori lebih lanjut yang menginervasi anestesi topikal yang dimasukkan ke dalam saluran
gigi mandibula dapat berasal dari saraf mylohyoid, akar. Teknik ini dapat digunakan setelah mencoba
saraf aurikulotemporal dan saraf servikal atas. Cabang anestesi intrapulpa atau sebagai alternatif anestesi
mylohyoid meninggalkan batang utama alveolar intrapulpa7.
inferior satu sentimeter lebih superior dari foramen Anestesi topikal diaplikasikan pada ujung file,
mandibula sehingga dapat tidak terpengaruh oleh blok file kemudian ditempatkan ke dalam saluran akar
konvensional5. menggunakan gerakan watchwinding dan memompa
Saraf aurikulotemporal kadang-kadang bercabang secara bergantian sehingga gel topikal terdorong ke
ke pulpa gigi rahang bawah melalui foramina yang bawah saluran akar. Tujuannya adalah untuk mendorong
tinggi pada ramus. Suplai saraf aurikulotemporal dan gel di depan file sehingga dapat menganestesi jaringan
mylohyoid dapat dinetralisir oleh blok seperti Gow- saraf yang tersisa di saluran sebelum file menstimulasi
Gates atau Akinosi5. saraf dan menyebabkan sensasi nyeri7.
Gigi dengan nekrobiosis atau nekrosis parsial Pasien biasanya merasa sedikit tidak nyaman selama
memiliki jaringan pulpa yang terinflamasi dan nekrosis. fase ini, tetapi hanya berlangsung -10 detik. Kanal
Nekrosis parsial secara histologis menunjukkan tidak biasanya teranestesi sepenuhnya dengan satu atau dua
ada jaringan vital atau seluler di bagian koronal yang aplikasi topikal dengan file. pasien yang sangat sensitif
berdekatan dengan lesi karies, namun pada bagian membutuhkan lebih banyak waktu untuk mendorong
radikular terdapat inflamasi yang parah dan infiltrasi topikal ke saluran akar. Ketika jaringan saraf pada
sel inflamasi yang melimpah6. seluruh saluran teranestesi, dilakukan irigasi untuk
Anestesi blok alveolar inferior dan injeksi ligament membersihkan sistem saluran dari sisa topikal7.
periodontal pada gigi yang mengalami inflamasi tidak Teknik ini efektif untuk semua gigi namun
dapat dicapai pada 27% kasus7. pada saluran akar yang sangat sempit dan berliku
Kesulitan anestesi pada kondisi ini kemungkinan membutuhkan lebih banyak waktu dan aplikasi topikal
karena proses neuronal. Kerusakan yang diakibatan sampai tiga atau empat kali per saluran akar. Teknik ini
oleh inflamasi dan bakteri dapat menyebabkan telah terbukti sebagai teknik yang efektif dan aman
pertumbuhan serabut saraf baru, peningkatan ekspresi untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien yang tidak
neuropeptida seperti substansi P dan peptida terkait sepenuhnya teranestesi oleh teknik anestesi lokal
gen kalsitonin, dan pelepasan mediator inflamasi konvensional selama prosedur pulpektomi7.
seperti prostaglandin E2, prostaglandin F2a, interleukin
1 dan 6, dan tumor necrosis factor. Hal ini juga dapat KESIMPULAN
menyebabkan isoform nociceptor menjadi mudah
terangsang. Kondisi klinis yang dapat terjadi antara lain Rasa sakit pada nekrosis parsial dapat
allodynia, plastisitas neuronal, hiperalgesia perifer dan menimbulkan kesulitan bagi klinisi dalam melakukan
sentral, dan sensitisasi sentral. Faktor-faktor ini dapat perawatan endodontik. Manajemen rasa sakit dengan
membantu menjelaskan mengapa anestesi lokal tidak menggunakan teknik anestesi alternatif anestesi
selalu efektif ketika pasien kesakitan4. topikal yang dimasukkan ke dalam saluran akar cukup

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
PERAWATAN SALURAN AKAR VITAL PADA GIGI MOLAR KEDUA MANDIBULA
414 DENGAN NEKROSIS PARSIAL : LAPORAN KASUS

efektif dilakukan pada nekrosis parsial gigi molar rahang


bawah dengan akses yang sulit dicapai menggunakan
anestesi intrapulpa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abbott P V., Yu C. A clinical classification of the status of


the pulp and the root canal system. Aust Dent J. 2007;52(1
SUPPL.):17-31. doi:10.1111/j.1834-7819.2007.tb00522.x
2. Hargreaves K. Cohen’s Pathways of the Pulp Tenth Edition.
(Berman LH, ed.). St. Louis, Missouri: mosby; 2011.
3. Jafarzadeh H, Abbott P V. Review of pulp sensibility tests.
Part I: general information and thermal tests. Int Endod J.
2010;43(9):738-762. doi:10.1111/j.1365-2591.2010.01754.x
4. Drum M, Reader A, Nusstein J, Fowler S. Successful pulpal
anesthesia for symptomatic irreversible pulpitis. J Am Dent
Assoc. 2017;148(4):267-271. doi:10.1016/j.adaj.2017.01.002
5. Meechan JG. How to overcome failed local anesthesia. Brazi
1999; 186 (1):15-20. BrazilianDental Journal. 1999;186(1):15-
20.
6. Naseri M, Khayat A, Zamaheni S, Shojaeian S. Correlation
between histological status of the pulp and its response to
sensibility tests. Iran Endod J. 2017;12(1):20-24. doi:10.22037/
iej.2017.04
7. DeNunzio M. Topical anesthetic as an adjunct to local
anesthesia during pulpectomies. J Endod. 1998;24(3):202-
203. doi:10.1016/S0099-2399(98)80185-4
8. Malamed S. Handbook of LOCAL ANESTHESIA. 6th ed. Los
Angeles, California: ELSEVIER; 2012.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Amanda Andika Sari, Valonia Irene Nugraheni, Deddy Dwi Septian
PO-88 415

INSIDENSI RADIX ENTOMOLARIS PADA POPULASI DUNIA:


TELAAH SISTEMATIK DAN META-ANALISIS
Amanda Andika Sari*, Valonia Irene Nugraheni**, Deddy Dwi Septian***
*General Dental Practitioner, Erta Dental Clinic, Jakarta Selatan
**General Dental Practitioner, UPT BLUD Puskesmas Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat
***Clinical Undergraduate Student, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Brawijaya, Malang

ABSTRACT

Background: The aim of endodontic treatment is to heal or prevent apical periodontitis. A succesful endodontic outcome
needs to prevent bacterial penetration from the pulp to periodontium. Radix entomolaris presents an endodontic challenge
which can be the cause of bacterial penetration that leads to endodontic failure and the need of surgical intervention.
Purpose: To evaluate the incidence of radix entomolaris in mandibular molars in worldwide population.
Method: We performed a literature search using Google Scholar, Cochrane and PubMed from any period. We included
studies reporting mandibular molars with radix entomolaris based on gender, population background, its region of the
mandible. Data was calculated using Comprehensive Meta-analysis V.3 and R 3.5.1. Our search yielded 57 studies worldwide.
Result: The odds of radix entomolaris in mandibular molars in male were significantly higher than female (95% CI, P < 0.05),
also there is a significantly higher incidence of radix entomolaris in first mandibular molar than second mandibular molar
(95% CI, P < 0.05). But, there is no significant different of the incidence of radix entomolaris between mandibular molar
sinistra and dextra (95% CI, P < 0.05). We also found, the incidence of radix entomolaris is significantly higher in Asia than
the other continents (95% CI, P< 0.05).
Conclusion: The incidence of radix entomolaris could be predicted from patient’s gender, region, and the type of molars thus
a proper knowledge is needed for clinician to approach a successful endodontic treatment.

Keywords: Incidence, Radix entomolaris, Systematic review, Meta analysis

INTRODUCTION no significant difference on the occurence of radix


entomolaris between females and males4. While on a
The aim of endodontic treatment is to heal or study on Indian population showed that the incidence
prevent apical periodontitis. A succesful endodontic of radix entomolaris is higher in males than in females5.
outcome needs to prevent bacterial penetration from 24,5% incidence was found in mandibular permanent
the pulp to periodontium by a good procedure of the first molars (MPFM) while in mandibular permanent
triad of debridement, thorough disinfection, and second molars (MPSM) only 0,7% incidence was found
obturation. Identification of canals is also an important on a study among Korean population6. And on a study
factor. Failures of endodontic treatment might happen on Indian population, only 0,23% MPSM shows the
because of various factors, such as missed canals or presence of radix entomolaris7. Garg, A., Tewari, R.,
procedural errors1. and Kumar, A. on their study among Indians stated that
Anatomical variation exist on different types of there was no significant difference on the incidence
teeth1. A presence of additional third root, called radix of radix entomolaris between the right side and the
entomolaris (RE), located distolingually in mandibular left side (x2=0.36, p> .05)8. While on a study among
molars is one of a major anatomical variations2. Taiwanese individuals shows that there is a significant
In Mongoloid population (Chinese, American difference on incidence of radix entomolaris between
Indians, and Eskimo) the frequency of the presence of the right side (4.22%) and the left side (2.41%)
radix entomolaris is between 5% to more than 30%3. (x2=99.671, p<0.001)9.
While in UK, Dutch, German, Finnish, and European Many studies have shown the importance
populations the frequency of radix entomolaris is of understanding about radix entomolaris while
less than 4%3. On a study of the incidence of radix performing root canal treatment in mandibular molars.
entomolaris in Palestinian population, there was It is known that radix entomolaris can be the cause
Korespondensi: Amanda Andika Sari, General Dental Practitioner, Erta Dental Clinic, Jl. Mandar III DC 1 No. 22 Bintaro Jaya Sektor 3a, Tangerang
Selatan, Indonesia. Alamat e-mail: andika.amanda@yahoo.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
INSIDENSI RADIX ENTOMOLARIS PADA POPULASI DUNIA:
416 TELAAH SISTEMATIK DAN META-ANALISIS

of bacterial penetration that leads to endodontic synthesize the data of the incidence of radix entomolaris
failure where retreatment is recommended before based on gender, 12 studies on the incidence of radix
doing a surgical correction10. With this study we aim entomolaris based on its region on the mandible, 8
to evaluate the incidence of radix entomolaris in studies on the incidence of radix entomolaris based on
mandibular molars in worldwide population. the type of molars, and 12 studies on the incidence of
radix entomolaris based on the population background.
MATERIALS AND METHODS
Inclusion and Exclusion
Data Sources and Search Criteria Inclusion and exclusion criteria were set to make
This study is a systematical review and meta sure a methodological consistency in all articles being
analysis. The guideline from PRISMA were followed included. The inclusion criteria were: 1) Reports
where relevant11. A worldwide literature search provide information of the population background and
was performed using Google Scholar, Cochrane, gender, 2) Presence of English abstract, 3) Diagnosis
and PubMed from any period. Studies reporting of radix entomolaris based on clinical or radiographic
mandibular molars with radix entomolaris based on examination, 4) No restriction about the year of
gender, population background, and its region of the publication.
mandible were included. And as of the exclusion criteria were: 1) Primary
At the first screening, all of the potentially relevant molars, 2) Case report, editorial and commentary, and
articles were listed and evaluated. This process was second hand study, 3) Reporting radix entomolaris only
performed independently by 3 reviewers (A.A.S, V.I.N, as a percentage without information about the sample
D.D.S). As the final result, we gathered 16 studies to size, 4) Inaccessible full text.

Figure 1 Flowchart illustrating the search strategy and article selection process

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Amanda Andika Sari, Valonia Irene Nugraheni, Deddy Dwi Septian 417

Data Extraction RESULT


Using standardized form from The Cochrane
Public Health Group Data Extraction and Assessment A total of 2,750 articles were obtained, 1,433 from
Template, 3 investigators independently extracted Google Scholar, 50 from PubMed, and 1,267 from
and tabulated all data. Discrepancies in extracted data Cochrane. Duplicate of the same article was deleted
were resolved by group discussion. and a total of 2,666 articles were obtained. A total of
2,602 articles were excluded based on title/abstract
Statistical Analysis review and a total of 64 articles were obtained. 7
Data from studies were analyzed using articles were excluded based on full text review and
Comprehensive Meta-analysis V.3 and R.3.5.1 with a total of 57 articles were included in final qualitative
fixed-effect model. and quantitative analyses.

Figure 2 Analysis of The Incidence of Radix Entomolaris Based on Gender

Figure 3 Analysis of The Incidence of Radix Entomolaris Based on Its Region on The Mandible

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
INSIDENSI RADIX ENTOMOLARIS PADA POPULASI DUNIA:
418 TELAAH SISTEMATIK DAN META-ANALISIS

Figure 4 Analysis of The Incidence of Radix Entomolaris Based on Its Type of Molars

Figure 5 Analysis of The Incidence of Radix Entomolaris Based on The Population Background
Incidence of Radix Entomolaris Based on Gender the mandible we found there is no significant different
In 16 studies presenting separate outcomes for of the incidence of radix entomolaris between
male and female incidence of radix entomolaris, we mandibular molar sinistra and dextra (95% CI, p < 0.05)
found odds is higher in male than female (95% CI, p with odds ratio 1.107 [0.868, 1.410] for fixed effect
< 0.05) with odds ratio 1.162 [1.000, 1.351] for fixed (Figure 3).
effect (Figure 2).
Incidence of Radix Entomolaris Based on The Type of
Incidence of Radix Entomolaris Based on Molar’s Molars
Region on The Mandible In 8 studies presenting separate outcomes for
In 12 studies presenting separate outcomes for incidence of radix entomolaris based on its type
incidence of radix entomolaris based on its region on of molars we found there is a significantly higher

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Amanda Andika Sari, Valonia Irene Nugraheni, Deddy Dwi Septian 419

incidence of radix entomolaris in MPFM than MPSM Saudi Arabia, and German, respectively, showed
(95% CI, P < 0.05) with odds ratio 0.732 [0.596, 0.900] left side is more common than right side with non
for fixed effect (Figure 4). significant findings19,22,23. While, Mukhaimer, et al
Incidence of Radix Entomolaris Based on The (2014), reported 12 mandibular molars with RE from
Population Background 322 Palestinian participants and found a significant
In 12 studies presenting separate outcomes for difference between the right side (8/12) and the left
incidence of radix entomolaris based on the population side (4/12) 24.
background we found there is a significantly higher Most studies focused only on MPFM, because
incidence of radix entomolaris in Asia (95% CI, P < MPFM noticed to be the highest occurrence of RE 25,26,27.
0.05) with odds ratio 18.505 [8.050, 42.518] for fixed But, some studies took also consider on MPSM28,29.
effect (Figure 5). Our result emphasized the statistically significant
difference between RE in MPFM and MPSM, (95% CI,
DISCUSSION P < 0.05) with odds ratio 0.732 [0.596, 0.900].
Many studies agree that RE is more common
Awareness of the probable variations of tooth to be found in MPFM than MPSM, and this studies
anatomy, combined with correct diagnosis, proper came from Sudanese, Taiwanese, Polish, Indian,
cleaning and shaping of the root canal system will Malaysian, Singaporean Chinese, Thai and Burmese
lead to a successful endodontic treatment outcome12. populations17,22,30,31. However, Demirbuga, et al (2013)
Variations of tooth anatomy, especially extra roots, reported a different result, RE were identified higher
were seen in many cases, also can contribute to in MPSM (3.45%) compared to MPFM (2.06%) by
treatment failure if canals left unclean13,14. investigated the Turkish Population28.
All teeth may be found with extra roots, but From 12 studies presenting RE based on its
study showed that extra roots maximally observed in population background, this study reported that
molars13. Permanent mandibular molars usually have Asia has the highest incidence of radix entomolaris
two roots, mesially and distally, but extra root called of all continents in the world (95% CI, P < 0.05) with
radix entomolaris (RE) is not uncommond15. Even odds ratio 18.505 [8.050, 42.518]. A study reported
more, in this study, we analyzed mandibular molars incidence of RE in Asians population is 5% to more
because of the high potential of endodontic treatment than 30%32. Because of its high frequency in mongoloid
failure (28,5%)16. populations, RE considered to be a normal morphologic
From 16 studied from all over the world, we found variant or eumorphic root morphology19.
that the radix entomolaris’s odds is significantly higher In eumorphic roots, racial genetic factors affects
in male than female (95% CI, p < 0.05) with odds ratio the profound expression of a particular gene that
1.16. This agrees with the other study from Huang, influences root formation, this also convinced that
et al (2010) that studied Taiwanese individuals17. RE occurence should be attributed to a genetic rather
Studies from Ishi, et al (2016) and Schafer, et al than development variation19,32.
(2009), studied Japanese and German individuals, also In order to obtain diagnosis of RE, aside from
demonstrating higher incidence of radix entomolaris in clinical knowledge and awareness of tooth anatomy,
male but there are no statistically significant difference radiographic identification of additional roots present
between the sexes18,19. The relationship between RE on mandibular molars is essential so that all root canals
and gender predilection is not clear20. Some studies are identified and instrumented during endodontic
consider X-chromosome regulation influences the root treatment31. Cone beam volumetric tomography can
formation, including extra roots21. be highly useful when RE are identified on periapical
When considering the right or left sides of the radiographs. In the absence of cone beam volumetric
mandible, in this study, RE in mandibular molars tomography, parallax technique, tube shifting with
occurred more frequently on the left side. This was additional views taken from mesial or distal angle (20-
concluded from 12 studies all over the world, but 30o), can help depict the root morphology31,33.
this finding showed non significant result. Similarly,
Bains, et al (2016), Iqbal, et al (2016) and Schafer, et
al (2009) who studied individuals from North India,

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
INSIDENSI RADIX ENTOMOLARIS PADA POPULASI DUNIA:
420 TELAAH SISTEMATIK DAN META-ANALISIS

CONCLUSION Central. 4 (1)


12. Chokshi, S., Mehta, J., Chokshi, P., & Vaidya, R. (n.d.).
2013. Morphological variations in the root canal system of
The incidence of radix entomolaris could be mandibular second molar : A case series. Endodontology.
predicted from patient’s gender, region, and the type of 13. Iqbal A. 2016. The Factors Responsible for Endodontic
molars thus a proper knowledge is needed for clinician Treatment Failure in the Permanent Dentitions of the Patients
to approach a successful endodontic treatment. Radix Reported to the College of Dentistry, the University of Aljouf,
Kingdom of Saudi Arabia. J Clin Diagn Res 10(5)
entomolaris is not an uncommon findings, therefore
14. Thomas BJ, Nishad A, Paulaian B, Sam JE. 2016. Case reports
this study illustrated the importance of early diagnosis and clinical guidelines for managing radix entomolaris. J
to avoid complication and the need of retreatment Pharm Bioallied Sci. 8(Suppl 1):S160–3.
as well as surgical intervention and to allow sufficient 15. Parashar A, Gupta S, Zingade A, Parashar S. 2015. The Radix
time for succesful endodontic treatment. Entomolaris and Paramolaris: A Review and Case Reports with
Clinical Implications. JBR J Interdiscip Med Dent Sci. 3(1):1–5.
16. Olcay K, Ataoglu H, Belli S. 2018. Evaluation of Related Factors
SUGGESTION in the Failure of Endodontically Treated Teeth: A Cross-
sectional Study. J Endod. 44:38–45.
Regarding the incidence of radix entomolaris based 17. Huang C-C, Chang Y-C, Chuang M-C, Lai T-M, Lai J-Y, Lee B-S, et
al. 2010. Evaluation of Root and Canal Systems of Mandibular
on population background, if it is possible for further
First Molars in Taiwanese Individuals Using Cone-beam
research, data from each of Minister of Health should Computed Tomography. J Formos Med Assoc. 109(4):303–8.
be used if available. 18. Ishii N, Sakuma A, Makino Y, Torimitsu S, Yajima D, Inokuchi G,
et al. 2016. Incidence of three-rooted mandibular first molars
REFERENCES among contemporary Japanese individuals determined using
multidetector computed tomography. Leg Med. Sep 1;22:9–
12
1. Hargreaves, K.M., Bermanm L.H. 2016. Holliday R. Cohen’s
19. Schäfer E, Breuer D, Janzen S. 2009. The Prevalence of Three-
pathways of the pulp, 11th edition. Elsevier, Missouri.
rooted Mandibular Permanent First Molars in a German
2. O. Carlsen and V. Alexandersen, 1990. “Radix entomolaris:
Population. J Endod. 35(2):202–5.
identification and morphology.,” Scandinavian Journal of
20. Shikha Gupta AP, Gupta S, Zingade A, Parashar S. 2015. The
Dental Research vol. 98. no. 5. pp. 363–373.
Radix Entomolaris and Paramolaris: A Review and Case
3. Schäfer E, Breuer D, Janzen S. 2009. The Prevalence of Three-
Reports with Clinical Implications. JBR J Interdiscip Med Dent
rooted Mandibular Permanent First Molars in a German
Sci. 03(01):1–5.
Population. J Endod. 35(2):202–5.
21. Nayak G, Shetty S, Shekhar R. 2014. Asymmetry in mesial root
4. Mukhaimer R, Azizi Z. 2014. Incidence of Radix Entomolaris in
number and morphology in mandibular second molars: a case
Mandibular First Molars in Palestinian Population: A Clinical
report. Restor Dent Endod. 39(1):45–50.
Investigation. Int Sch Res Not. 2014:1–5.
22. R, Bains V, Loomba K, Loomba A. 2016. Prevalence of radix
5. Dube M, Trivedi P, Pandya M, Kumari M. 2011. Incidence of
entomolaris and fused roots in mandibular permanent molars
Radix Entomolaris in the Indian Population-An In-vitro and In-
of a North Indian population: A hospital-based retrospective
vivo Analysis. J Int Oral Health. 3:35.
radiographic study. Indian J Oral Sci. 7(1):19.
6. Song JS, Choi H-J, Jung I-Y, Jung H-S, Kim S-O. 2010. The
23. Iqbal A. The Evaluation of Mandibular First Permanent Molars
Prevalence and Morphologic Classification of Distolingual
to Determine the Incidence of Three Roots and Four Canals in
Roots in the Mandibular Molars in a Korean Population. J
Aljouf Region of Saudi Arabia. Orig Res Artic. 216(5):216–37.
Endod. 36(4):653–7.
24. Mukhaimer R, Azizi Z. 2014. Incidence of Radix Entomolaris in
7. Karale R, Chikkamallaiah C, Hegde J, Aswathanarayana S,
Mandibular First Molars in Palestinian Population: A Clinical
Santhosh L, Bashetty K, et al. 2013. The prevalence of bilateral
Investigation. Int Sch Res Not. 2014:1–5.
three-rooted mandibular first molar in Indian population. Iran
25. Bahammam L, Bahammam H. 2011. The Incidence of Radix
Endod J. 8(3):99–102.
Entomolaris in Mandibular First Permanent Molars in a Saudi
8. Garg AK, Tewari RK, Kumar A, Hashmi SH, Agrawal N, Mishra SK.
Arabian Sub-Population. J King Abdulaziz Univ Sci. 18(4):83–
2010. Prevalence of Three-rooted Mandibular Permanent First
90.
Molars among the Indian Population. J Endod. 36(8):1302–6.
26. Miloglu O, Arslan H, Barutcigil C, Cantekin K. 2013. Evaluating
9. Tu M-G, Tsai C-C, Jou M-J, Chen W-L, Chang Y-F, Chen S-Y, et
root and canal configuration of mandibular first molars with
al. 2007. Prevalence of Three-rooted Mandibular First Molars
cone beam computed tomography in a Turkish population. J
among Taiwanese Individuals. J Endod. 33(10):1163–6.
Dent Sci. 8(1):80–6.
10. Dipen M. Patel KK, Department. 2015. Access Related
27. Younes SA, Al-Shammery AR, El-Angbawi MF. 1990. Three-
Endodontic Procedural Accidents: A Review. Rev Artic.
rooted permanent mandibular first molars of Asian and black
2015;2(March):23–36.
groups in the Middle East. Oral Surgery, Oral Med Oral Pathol.
11. Moher, D., Shamseer, L., Clarke, M., Ghersi, D., Liberati, A.,
69(1):102–5.
Petticrew, M., Shekelle, P., Stewart, L.A., Prisma-P Group.
28. Demirbuga S, Sekerci A-E, Dinçer A-N, Cayabatmaz M, Zorba
2015. Preferred Reporting Items for Systematic Review and
Y-O. 2013. Use of cone-beam computed tomography to
Meta-Analysis Protocols (PRISMA-P) 2015 Statement. Biomed

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Amanda Andika Sari, Valonia Irene Nugraheni, Deddy Dwi Septian 421

evaluate root and canal morphology of mandibular first and


second molars in Turkish individuals. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal. 18(4):e737-44.
29. Bhatia S, Kohli S, Parolia A, Yap N, Lim H, Tung LC, et al. 2015.
Prevalence of Radix Molar in Mandibular Permanent Molars:
An Observational Study in Malaysian Population. OHDM. 14
(1): 32-26.
30. Ahmed HA, Abu-bakr NH, Yahia NA, Ibrahim YE. 2007. Root
and canal morphology of permanent mandibular molars in a
Sudanese population. Int Endod J. 40(10):766–71.
31. Różyło TK, Piskórz MJ, Różyło-Kalinowska IK. 2014. Radiographic
appearance and clinical implications of the presence of radix
entomolaris and radix paramolaris. Folia Morphol. 73(4):449–
54.
32. Garg AK, Tewari RK, Agrawal N. 2013. Prevalence of Three-
Rooted Mandibular First Molars among Indians Using SCT. Int
J Dent. 2013:183869.
33. Maryam K, Laurence J, Ali Z. 2017. Radix Entomolaris in
Mandibular Molar Teeth of an Iranian Population. International
Journal of Dentistry.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
422 PO-89 PERBEDAAN KEHERMETISAN TEKNIK OBTURASI SALURAN
AKAR DITINJAU DARI RADIOGRAF PERIAPIKAL

PERBEDAAN KEHERMETISAN TEKNIK OBTURASI SALURAN AKAR


DITINJAU DARI RADIOGRAF PERIAPIKAL
Noor Hafida Widyastuti*, Alfatisa Riski Dewantari **
* Staff Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta
** Program Pendidikan Profesi Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRACT

Background: Root canal obturation is a stage of root canal treatment by inserting a replacement material into a room
previously occupied by pulp tissue. Technique in filling the root canals with gutaperca materials, including lateral condensation
techniques, vertical condensation and single cone. The quality of root canal obturation can be evaluated using periapical
radiographic imaging. Purpose: To determine the effect of root canal obturation technique on the hermetic fill of root canals,
and to know the obturation technique of root canal that produces the most hermetic filling.
Method: The study used post-test only control group design. The object of the study was 30 premolar permanent mandibular
teeth with a single root. The study was conducted by dividing the sample into 3 treatment groups of 10 samples with 3
different obturation techniques. Group 1 with vertical condensation technique, group 2 lateral condensation technique,
group 3 single cone technique. Obturation results were evaluated using periapical radiography in the buko-lingual mesial-
distal section and then scoring. Data analysis is using Kruskall Wallis nonparametric test, followed by Post Hoc Mann Whitney
test.
Result: Kruskall Walis test got significance value p=0,028 (p <0,05.) The Post Hoc Man Whitney test showed significant
results between the vertical condensation technique groups with lateral condensation technique and vertical condensation
technique with single cone technique. But no significant results between the lateral condensation technique groups with
single cone.
Conclusion: The vertical condensation technique has the most hermetic effect on the root canal obturation results based on
Post Hoc Mann Whitney test.

Keywords: root canal treatment, obturation, vertical condensation techniques, lateral condensation techniques, single cone
technique, hermetic, periapical radiography.

PENDAHULUAN saluran akar dan mencegah terjadinya infeksi ulang.


Berbagai teknik diperkenalkan untuk mengisi saluran
Perawatan saluran akar adalah salah satu perawatan akar dengan bahan pengisi saluran akar, salah satunya
endodontik yang bertujuan untuk mengisi saluran akar adalah teknik kondensasi lateral, teknik kondensasi
dan membentuk penutupan yang kuat pada foramen vertikal, dan teknik single-cone3.
apikal gigi dan tidak dapat ditembus oleh cairan Teknik kondensasi vertikal menggunakan plugger
sehingga infeksi sekunder akibat kebocoran jaringan yang dipanaskan, kemudian tekanan ditetapkan dalam
periradikuler dapat dihindari. Tahapan perawatan arah vertikal untuk memanaskan dan membuat guta
saluran akar terdiri dari tiga tahap (triad endodontik) perca lunak sehingga dapat mengalir dan mengisi
yaitu: preparasi biomekanis saluran akar (cleaning and saluran akar aksesorius. Teknik kondensasi lateral
shapping), kontrol mikroba atau sterilisasi saluran akar, dilakukan dengan menggunakan guta perca dingin,
dan obturasi atau pengisian saluran akar1. yaitu menempatkan cone guta perca di dalam saluran
Obturasi saluran akar merupakan tahapan dalam akar lalu memadatkan guta perca dibawah tekanan
perawatan saluran akar yaitu dengan memasukan ke arah lateral terhadap dinding saluran akar dengan
suatu bahan pengisi pengganti kedalam ruangan menggunakan spreader. Teknik obturasi single cone
yang sebelumnya ditempati oleh jaringan pulpa2. adalah teknik yang hanya menggunakan guta perca
Obturasi dilakukan apabila saluran akar sudah utama atau master apical cone. Pada teknik ini
dilakukan preparasi dan sterilisasi saluran akar. Tujuan menggunakan ukuran master cone yang paling sesuai
utama pengisian saluran akar adalah mendapatkan atau pas dengan geometri instrumen putar nikel
penutupan tiga dimensi yang komplit pada sistem titanium3.

Korespondensi: Noor Hafida Widyastuti, Staff Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl Kebangkitan Nasional no 101
Penumping Surakarta, Indonesia. Alamat email: noor.hafida@ums.ac.id

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Noor Hafida Widyastuti, Alfatisa Riski Dewantari 423

Keberhasilan perawatan saluran akar dapat dilihat dengan teknik single cone, ProTaper guta perca F3 yang
dengan hasil pengisian yang hermetis sehingga ukuranya sesuai dengan ukuran ProTaper yang terakhir
tidak ada celah bagi bakteri untuk berkembang biak. untuk preparasi saluran akar dimasukkan kedalam
Penutupan saluran akar yang memadai adalah hal yang saluran akar, selanjutnya sisa ruangan saluran akar diisi
sangat penting untuk mencegah terjadinya kebocoran dengan sealer.
apikal4. Kualitas obturasi saluran akar dapat dievaluasi Hasil obturasi selanjutnya diambil gambaran
menggunakan pengambilan gambar radiografi radiografi periapikal pada bagian buko-lingual mesial-
periapikal. Radiografi periapikal merupakan radiografi distal. Skoring dilakukan dengan foto radiografi
intraoral yang dirancang untuk menunjukkan gigi periapikal untuk menentukan kehermetisan hasil
secara individu dan jaringan disekitar apeks gigi. Setiap obturasi saluran akar. Skor tersebut meliputi skor 4 =
film biasanya menampilkan dua sampai empat gigi dan untuk pengisian hermetis tanpa ada celah disemua
memberikan informasi tentang gigi dan tulang alveolar bagian, skor 3 = untuk pengisian kurang hermetis
disekitarnya5. dengan terdapat celah pada salah satu bagian, skor 2
Kriteria evaluasi berdasarkan radiografi dapat dilihat = untuk pengisian kurang hermetis dengan terdapat
dari segi radiolusensi, densitas, panjang, kecorongan celah di dua bagian, skor 1 = untuk pengisian kurang
dan restorasi yg dipakai6. Tujuan penelitian ini adalah hermetis dengan terdapat celah di tiga bagian. Analisis
untuk melihat perbedaan teknik obturasi terhadap data menggunakan uji nonparametrik Kruskall Wallis
kehermetisan hasil obturasi saluran akar apabila dilihat
dari gambaran radiografi periapikal. HASIL PENELITIAN

METODE PENELITIAN Setelah dilakukan obturasi saluran akar


dilakukan radiograf periapikal, pengambilan gambar
Objek penelitian yang digunakan adalah gigi radiograf dilakukan dari beberapa bagian yaitu bukal
premolar permanen mandibula sebanyak tiga puluh dan ligual.
gigi yang dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Hasil radiograf periapikal bagian bukal pada ketiga
Setiap kelompok terdiri dari sepuluh gigi yaitu, kelompok tampak pada gambar 1-3.
kelompok 1 teknik kondensasi vertikal, kelompok 2
teknik kondensasi lateral, kelompok 3 teknik single
cone. Semua objek penelitian terlebih dahulu dilakukan
pemisahan mahkota dan akar dan dilanjutkan
pengukuran panjang kerja yaitu 15 mm. Semua objek
penelitian kemudian dilakukan pulp debridement
untuk menghilangkan jaringan pulpa. Gigi selanjutnya
dilakukan preparasi di Laboratorium Phantom Fakultas
Kedokteran Gigi UMS. Seluruh sampel di preparasi
dengan teknik crowndown menggunakan instrumen
putar ProTaper file, kemudian dilakukan obturasi
saluran akar.
Kelompok I diobturasi dengan teknik kondensasi
vertikal. Obturasi dilakukan menggunakan bantuan
plugger yang sebelumnya sudah dipanaskan terlebih
dahulu diatas lampu spirtus. Guta perca dimasukan Gambar 1. Radiograf periapikal (tampak bukal) setelah
kedalam saluran akar kemudian ditekan menggunakan dilakukan obturasi menggunakan teknik kondensasi vertical
plugger panas secara vertikal. Kelompok II diobturasi
dengan teknik kondensasi lateral, guta perca
dimasukan kedalam saluran akar lalu spreader
dimasukkan disamping guta perca tersebut lalu ditekan
ke arah vertikal, maka secara otomatis guta perca akan
terdorong ke arah lateral. Kelompok III diobturasi

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
424 PERBEDAAN KEHERMETISAN TEKNIK OBTURASI SALURAN
AKAR DITINJAU DARI RADIOGRAF PERIAPIKAL

Tabel 1. Rerata dan Median kehermetisan obturasi saluran


akar dari tiga kelompok perlakuan.

Tabel 2. Hasil Uji Kruskall Wallis kehermetisan obturasi


saluran akar

Gambar 2. Radiograf periapikal (tampak bukal) setelah


dilakukan obturasi menggunakan teknik kondensasi lateral


Hasil uji Kruskall Wallis didapatkan nilai signifikansi
sebesar p= 0,028 (p<0,05), disimpulkan terdapat
pengaruh yang bermakna pada kehermetisan obturasi
saluran akar disetiap kelompok perlakuan.
Uji Post Hoc Mann Whitney U Test dilakukan
untuk mengetahui adanya perbedaan antar kelompok
perlakuan satu dengan yang lainnya. Hasil uji Post Hoc
Mann Whitney U test dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji Post Hoc Mann Whitney U test kehermetisan


obturasi saluran akar.
Gambar 3. Radiograf periapikal (tampak bukal) setelah
dilakukan obturasi menggunakan teknik single cone

Penelitian mengenai pengaruh teknik obturasi


saluran akar terhadap kehermetisan obturasi saluran
akar telah dilakukan dengan melakukan skoring pada
hasil radiografi untuk setiap sampel. Skoring dilakukan
oleh dua observer dan didapat nilai Cohen’s Kappa
sebesar 87%.
Hasil data penelitian yang telah didapatkan
dilakukan uji analisis statistik dan didapatkan nilai
rerata serta nilai median kehermetisan obturasi
saluran akar dari tiga kelompok perlakuan seperti yang
ditunjukan pada tabel 1 dibawah ini.
Data penelitian yang telah diperoleh selanjutnya diuji Hasil uji Post Hoc Mann Whitney U test dengan
menggunakan uji Kruskall Wallis (Uji Nonparametrik) tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai signifikansi
karena data yang digunakan pada penelitian ini adalah antar kelompok perlakuan. Nilai signifikansi antara
data ordinal. Hasil uji Kruskall Wallis dapat dilihat pada kelompok kondensasi vertikal dengan kelompok
tabel 2. kondensasi lateral adalah sebesar 0,048 (p<0,05)

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Noor Hafida Widyastuti, Alfatisa Riski Dewantari 425

kemudian antara kelompok kondensasi vertikal dengan akar lalu di tekan dengan bantuan spreader kearah
single cone didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,010 apikal, teknik ini sering terjadi kesalahan yang
(p<0,05) hal tersebut menunjukan adanya perbedaan mengakibatkan obturasi yang dihasilkan tidak homogen
kehermetisan obturasi saluran akar yang bermakna. dan kurang hermetis. Hal tersebut disebabkan oleh
Sedangkan nilai signifikansi antara kelompok single tekanan lateral yang diberikan selama kondensasi
cone dengan kondensasi lateral adalah sebesar 0,964 tidak adekuat serta penggunaan siler itu sendiri yeng
(p>0,05). Hal tersebut menunjukan bahwa antara menyebabkan terbentuknya celah10. Beberapa studi
kondensasi lateral dengan single cone ada perbedaan telah membuktikan bahwa teknik ini walaupun sudah
yang tidak bermakna. memberikan tekanan pada guta perca secara lateral
namun guta perca tersebut tetap terpisah, tidak
PEMBAHASAN menjadi satu masa yang homogen8. Oleh karena itu,
obturasi yang dihasilkan pada kondensasi vertikal
Hasil obturasi kemudian diambil gambaran foto menjadi lebih padat dari pada teknik kondensasi
radiografinya untuk dilakukan skoring dengan nilai lateral.
Cohen’s Kappa yang didapat sebesar 87%. Nilai Cohen’s Teknik single cone memperlihatkan hasil obturasi
Kappa tersebut menunjukan bahwa kesepakatan antar yang kurang hermetis bila dibandingkan dengan
dua observer sangat baik karena nilai yang didapat lebih teknik kondensasi vertikal maupun lateral. Teknik ini
dari nilai minimal kriteria baik yang telah ditentukan pengerjaannya lebih praktis dan lebih cepat, karena
yaitu 80%. Pengisian yang tidak hermetis akibat hanya menggunakan guta perca tunggal dengan
adanya celah ditandai dengan gambaran radiolusensi ukuran yang sesuai dengan intrument preparasi
pada hasil foto radiografi. Kehermetisan obturasi saluran akar11. Kekurangan dari teknik ini adalah celah
dievaluasi menggunakan pengambilan foto radiografi dan porositas yang dihasilkan dari penggunaan volume
periapikal. Berdasarkan radiografi, pengisian yang siler yang besar mengakibatkan terjadinya kontraksi
hermetis ditandai dengan hasil pengisian yang padat, dan disolusi dari siler tersebut12. Teknik single cone
sangat minim atau tidak ada celah dan terbatas pada menggunakan siler yang cukup besar jumlahnya pada
ruang saluran akar, kepadatan mencapai kurang lebih bagian koronal, hal ini mengakibatkan terbentuknya
1mm dari apikal7. celah yang berlebih sehingga pengisian menjadi tidak
Teknik kondensasi vertikal menggunakan bantuan hermetis11. Kehermetisan yang buruk berkaitan pula
panas untuk memasukkan bahan pengisi kedalam dengan fakta bahwa guta perca tidak dikompresi,
saluran akar. Penggunaan panas pada teknik tetapi hanya dimasukkan ke dalam saluran akar sesuai
kondensasi vertikal mampu membuat guta perca dapat panjang kerja dengan ditambah sejumlah besar semen
beradaptasi dengan baik pada dinding saluran akar siler. Selain itu porositas dari penggunaan siler dalam
karena, guta perca menjadi lunak dan mencair mengalir jumlah besar serta adaptasi yang buruk dari guta perca
kesemua bagian saluran akar. Oleh karena itu pada pada bagian tengah dan koronal saluran akar13.
teknik obturasi dengan pemanasan guta perca (teknik Pada penelitian ini antara teknik kondensasi lateral
kondensasi vertikal) terbukti mampu memediasi guta dengan teknik single cone didapatkan perbedaan yang
perca dapat melekat lebih baik pada dinding saluran tidak signifikan, terlihat dari nilai signifikansi post hoc
akar sehingga pengisian lebih hermetis dibandingkan Mann Whitney sebesar 0,96 (p>0,05). Hasil tersebut
dengan teknik obturasi tanpa pemanasan seperti pada sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Horsted
teknik kondensasi lateral dan single cone8. dkk (2007) yang melaporkan bahwa obturasi pada
Teknik kondensasi vertikal menghasilkan pengisian teknik kondensasi lateral menunujukan perbedaan
yang lebih hermetis pada bagian apikal dan lateral yang tidak signifikan dari teknik single cone berkaitan
saluran akar, namun tidak dipungkiri kelemahan dengan kualitas obturasi secara radiografi.
teknik kondensasi vertikal yaitu memakan banyak Hal tersebut dikarenakan pada kedua teknik
waktu dalam pelaksanaannya, dikarenakan perlu tersebut yaitu teknik kondensasi lateral dan single
memanaskan instrument terlebih dahulu agar dapat cone menggunakan siler yang berlebih serta guta perca
mencairkan guta perca9. yang digunakan bersifat solid sehingga lebih kaku dan
Teknik kondensasi lateral menggunakan pengisian tidak dapat mengalir pada semua bagain saluran akar.
dengan guta perca yang dimasukan kedalam saluran Hal tersebut dapat pula disebabkan oleh kurangnya

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
426 PERBEDAAN KEHERMETISAN TEKNIK OBTURASI SALURAN
AKAR DITINJAU DARI RADIOGRAF PERIAPIKAL

kemahiran operator dalam melakukan obturasi baik 10. Kumar P.R.A., Kumar D.P., Bachu N., Kaipa B.K.R. 2014.
dari segi keahlian maupun kecakapan. Cold Lateral Condensation versus other Root Canal Obturation
Technique, IJOCR., 2(5) : 54 – 58
Hasil Post hoc Mann whitney menunjukan hasil 11. Neuhaus K. W., A. Schick., A. Lussi. 2015. Apical filling
yang berbeda signifikan pada teknik kondensasi characteristics of carrier-based techniques vs single cone
vertikal apabila dibandingkan dengan dua teknik technique in curved root canals, Clin. Oral. Investig. 20 (7) :
lainnya baik pada teknik kondensasi lateral maupun 1631 – 1637.
12. Obeidat RS., Hassan A. 2017. Radiographic Evaluation of the
single cone. Mengingat pada teknik kondensasi vertikal
Quality of Root Canal Obturation of Single Matched Cone
mendapatkan perlakuan paling berbeda diantara Gutta Percha Root Canal Filling versus Hot Lateral Technique,
ketiga kelompok teknik obturasi pada penelitian ini Saudiendodj. 4 (2) : 58 – 63
yaitu menggunakan perlakuan panas pada guta perca 13. Pereira AC., Celso KN., Lidiane dCP. 2012. Single-cone
sehingga guta perca menjadi lebih lunak dan dapat obturation technique: a literature review, RSBO., 9 (4) : 442
– 447
menjadi lebih homogen.

KESIMPULAN

Teknik obturasi mempunyai pengaruh terhadap


kehermetisan hasil obturasi saluran akar serta teknik
yang memiliki pengaruh paling hermetis terdapat pada
teknik kondensasi vertikal.

SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka


dapat diajukan saran untuk meneliti hasil obturasi
saluran akar menggunakan alat evaluasi radiografi 3
dimensi (CBCT) yang dapat memberikan hasil lebih
akurat atau dengan evaluasi menggunakan SEM
(Scanning Electron Microscope).

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar P.R.A., Kumar D.P., Bachu N., Kaipa B.K.R. 2014.


Cold Lateral Condensation versus other Root Canal Obturation
Technique, IJOCR., 2(5) : 54 – 58
2. Grossman L.I., Seymour O., Carlos E.D.R. 2012. Ilmu
Endodontik dalam Praktek. Edisi 11. Jakarta : EGC. 264 – 293
3. Widyastuti N.H. 2017. Penyakit Pulpa dan Periapikal Beserta
Penatalaksanaannya. Surakarta : MUP. 199 – 219.
4. Gencoglu N., Helvacioglu D., Gundogar M. 2014. Effect of Six
Obturation Techniques on Filling of Lateral Canals, J.R.P.D.,
2014 (2014) : 1 – 7
5. Whaites Eric. 2003. Essentials of Dental Radiography and
Radiology. Edisi 3. USA : Elsevier Saunders. 75
6. Torabinejad M., dan Walton R.E. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu
Endodonsia. Edisi 3. Jakarta : EGC. 266 – 293
7. Garg N., Amit G. 2010. Textbook of Endodontics. New Delhi :
Jaypee Brothers Medical Publisher. 286 – 288
8. Ho ESS., Jeffrey WWC., Gary SPC. 2015. Quality of root canal
fillings using three gutta percha obturation techniques, Restor.
Dent. Endod., 41 (1) : 22 – 28
9. Desphane PM., Naik RR. 2015. Comprehensive review on
recent root canal filling materials and techniques – An update,
IJADS., 1 (5) : 30 – 35.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Maria Yovita Lisanti
PO-90 427

PENATALAKSANAAN KISTA RADIKULAR REKUREN PADA


INSISIVUS SENTRAL MAKSILA
Maria Yovita Lisanti*
*Praktisi

ABSTRACT

Background : Cyst is an enclosed space surrounded by ephitelial cells which contains cholesterin liquid. Radicular cyst is a
type of odontogenic cysts with the highest prevalence level. Formation of radicular cyst is due to the chronic inflammation
process of Malassez epithelial, often caused by trauma or untreated chronic apicalis periodontitis. Objective : To present a
brief overview regarding the management of recurrent radicular cyst at maxillary central incisive.
Case Report : Female patient, aged 38 years old, came with complaint of discomfort at the upper left tooth. That particular
tooth had a history of concussion prior to the visit. She stated that at that time the tooth was diagnosed with cyst and she
had undergone surgery regarding the condition of the tooth approximately 10 years ago. Clinical examination showed a
composite filling at the palatal side of tooth 21. Percussion and palpation test resulted in mild discomfort. Radiography
examination showed radiolucency surrounding the apex of tooth 21. Furthermore, a cone beam computed tomography
(CBCT) examination showed an oval-shaped periapical abnormality, with 5 mm diameter size, and distinct border. Root
canal retreatment was performed at tooth 21 with placement of apical plug using mineral trioxide aggregate (MTA). This
pretreatment was then followed by the surgical stage, which is cyst enucleation. After the completion of the surgical stage,
the tooth was bleached and restored by using composite filling.
Conclusion : Root canal retreatment followed by cyst enucleation can be an effective treatment options in the manamagement
of recurrent radicular cyst. An accurate diagnose and treatment plan, including both the non-surgical and surgical stage, will
support the success of radicular cyst treatment.

Keywords : radicular cyst, recuren, enucleation, apical plug

PENDAHULUAN mengeluarkan produk jaringan pulpa yang nekrotik,


sterilisasi saluran akar, dan pengisian saluran akar yang
Berdasarkan World Health Organization (WHO), sempurna.1 Laporan kasus ini mengemukakan kasus
kista pada tulang rahang dapat diklasifikasikan menjadi kista radikuler rekuren pada insisivus sentral maksila
kista perkembangan (developmental), neoplastik dan yang dirawat dengan terapi konvensional saluran akar
kista yang berasal dari peradangan. Kista radikular, dengan penutupan apeks diikuti dengan terapi bedah
atau yang juga dikenal dengan nama kista periapikal enukleasi.
atau kista apikal periodontal merupakan kista yang
paling sering ditemukan. Kista ini terbentuk dari iritasi TUJUAN
kronis pada gigi nonvital. Kista radikular merupakan
kista peradangan dan diyakini pembentukan kista ini Tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan
berasal dari ploriferasi sisa sel epitel Malassez sebagai secara singkat prosedur klinis penatalaksanaan kista
respon terhadap proses radang yang dipicu oleh infeksi radikular rekuren yang ditemukan pada gigi insisivus
bakteri pulpa nekrosis pada area yang mengalami sentral maksila.
periodontitis apikal. Diagnosis definitif kista radikular
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. LAPORAN KASUS
Keterlibatan infeksi pada area apikal akar gigi
menjadikan penanganan kista radikular membutuhkan Pasien wanita, usia 38 tahun datang ke klinik
terapi konvensional saluran akar dikombinasikan dengan keluhan gigi depan atas kirinya terasa tidak
dengan terapi bedah.1,2,3 nyaman. Gigi pernah mengalami trauma benturan
Terapi penanganan kista ditujukan untuk pada waktu usia pasien muda. Dari anamnesa
menghilangkan sumber patologis, kontaminasi diketahui bahwa pada gigi tersebut pernah dilakukan
bakteri, dan memperbaiki kondisi sistem pulpa dengan operasi pengangkatan kista sekitar 10 tahun yang lalu.
Korespondensi: Maria Yovita Lisanti, E-mail : yovitalisanti@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
428 PENATALAKSANAAN KISTA RADIKULAR REKUREN PADA
INSISIVUS SENTRAL MAKSILA

Sesudah operasi gigi tidak sakit, namun beberapa bulan


terakhir pasien mengeluhkan ketidaknyamanan ringan
pada gigi tersebut dan perubahan warna gigi menjadi
sedikit lebih kuning gelap jika dibandingkan denga gigi
sebelahnya. Pasien merasa terganggu dengan kondisi
giginya dan ingin dirawat.
Pada pemeriksaan klinis terlihat tumpatan
komposit pada permukaan oklusal gigi 21. Tes
vitalitas dengan chlor ethyl dan electric pulp test
(EPT) menunjukkan hasil negatif. Gigi sensitif ringan
pada perkusi dan tidak ada kegoyangan gigi. Palpasi
pada daerah fasial menunjukkan ketidaknyamanan
ringan. Hasil pemeriksaan radiografis menunjukkan
radiolusensi pada apikal akar 21 dengan diameter  
±5 mm. Pemeriksaan radiologis dengan cone beam Gambar 2. Gambaran radiografis 3D potong lintang (cross
computed tomography (CBCT ) terlihat lesi osteolitik sectional) gigi 21 menunjukkan perluasan lesi apikal dan
radiolusen pada apikal gigi 21 meluas ke arah distal. tampak ujung akar 21 tidak membulat.
Bagian struktur internal lesi menunjukkan gambaran
radiolusen dengan batas tegas mengelilingi rongga.
Saluran akar gigi 21 tampak telah dilakukan obturasi
dan akar gigi 21 terlihat tidak utuh dengan potongan
miring.

Gambar 3. Gambaran radiografis 3D oklusal. Tampak lesi


apikal berada di area distal gigi 21.

Berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif, objektif,


dan radiografis, maka disimpulkan diagnosis gigi 21
adalah nekrosis pulpa dengan lesi periapikal berbatas
tegas.
Rencana perawatan gigi 21 terdiri atas perawatan
non-invasif dan invasif. Perawatan non-invasif meliputi
dental health education mengenai cara menyikat
gigi yang benar, menyikat gigi 2 kali sehari (pagi dan
malam), serta flossing setiap hari. Perawatan invasif
Gambar 1. Gambaran radiografis 3D tampak fasial.
A.Terlihat lesi radiolusen berbentuk bulat pada apikal
pada gigi 21 meliputi perawatan ulang saluran akar
gigi 21 meluas ke arah distal. B. Gigi 21 telah dilakukan diikuti dengan pembedahan enukleasi, pemutihan gigi,
pengisian saluran akar C. Gambaran 3D menunjukkan dan penambalan tetap. Prognosis kasus ini adalah baik.
kerusakan tulang pada apikal distal gigi 21.
PENATALAKSANAAN KASUS

Pada kunjungan pertama, dilakukan pemeriksaan


subjektif dan objektif, pengambilan foto intra oral,

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Maria Yovita Lisanti 429

penegakkan diagnosis gigi 21, pemberian penjelasan formalin 10%. Kuretase dilakukan pada area apikal
kepada pasien mengenai rencana dan biaya perawatan untuk membuang seluruh jaringan patologis sehingga
yang akan dilakukan dan prognosisnya, serta didapatkan daerah yang bersih serta perdarahan
penandatanganan informed consent sebagai tanda baru. Jaringan patologis yang telah dimasukkan
persetujuan. Pada seluruh gigi geligi rahang atas dalam formalin 10% dikirim ke laboratorium untuk
dan bawah dilakukan skeling. Perawatan dilanjutkan dilakukan pemeriksaan histopatologi. Ujung akar gigi
dengan perawatan ulang saluran akar (retreatment) gigi 21 dihaluskan dengan diamond fissure bur. Dilakukan
21. Pengeluaran guta perca dilakukan dengan bantuan peletakkan bone graft (Osteon II) pada area bukal
larutan pelunak. Setelah guta perca dibersihkan 21 dan 22. Setelah peletakan bone graft, prosedur
dari dalam saluran akar, dilanjutkan dengan prepasi dilanjutkan dengan pengembalian flap dan penjahitan.
biomekanis. Penentuan panjang kerja dibantu dengan
foto radiografis dan eksplorasi K-file. Saluran akar
dipreparasi menggunakan K-file #90 dengan gerakan
circumferential filing. Selama preparasi biomekanis
saluran akar diirigasi dengan NaOCl 0,5% (Dakin
solution). Saluran akar dikeringkan dengan paper point
steril. Medikamen pasta kalsium hidroksida Ca(OH)2
(Ultradent) diaplikasikan ke dalam saluran akar gigi
21, kemudian kavitas ditumpat dengan tumpatan
sementara.
Pada kunjungan kedua, satu minggu setelah
kunjungan pertama, pasien tidak memiliki keluhan
subjektif maupun objektif. Tumpatan sementara
dibuka dan pasta kalsium hidroksida dibersihkan
dari dalam saluran akar dengan irigasi NaOCl 0,5%.
Dilakukan penutupan apeks dengan bahan Mineral
Trioxide Aggregate (MTA) sepanjang 3 mm dari arah
apikal. Setelah peletakan MTA, kavitas ditutup dengan
tumpatan sementara. Pada kunjungan berikutnya,
setelah MTA mengeras sempurna, dilakukan obturasi
saluran akar dengan teknik backfill. Guta perca Gambar 4. A. Kondisi klinis setelah pembukaan tulang
yang dilunakkan dengan bantuan guta perca gun daerah apikal. Terlihat kapsul kista (tanda panah). B.
Jaringan kista radikular gigi 21 yang telah dikeluarkan dari
dimasukkan ke dalam saluran akar dan dikompaksi
rongga tulang. C. Jaringan kista yang telah disimpan dalam
hingga didapatkan pengisian saluran akar yang padat. larutan formalin.
Pemberian lapisan barrier menggunakan semen
ionomer kaca di atas guta perca yang telah dikompaksi
berbentuk wing, sebagai persiapan dilakukannya
pemutihan/bleaching intrakoronal.
Pada kunjungan keempat tidak ada keluhan
subjektif maupun objektif. Perawatan dilanjutkan
dengan enukleasi kista. Prosedur pembedahan
dimulai dengan pemberian anestesi infiltasi lokal
(Lidokain HCl 2%). Setelah didapatkan keadaan baal,
dilakukan pembukaan jaringan lunak fasial dengan Gambar 5. A. Peletakan bone graft pada labial 21 dan 22.
insisi triangular. Setelah pembukaan flap, dilakukan B. Hasil pejahitan pada daerah insisi vertikal dan sulkuler
pengeburan tulang alveolaris labial daerah defek 21 dengan interrupted suture.
dengan round diamond bur dengan kecepatan rendah
untuk mengekspos kista. Jaringan patologis dilepaskan Pada kunjungan berikutnya, luka daerah operasi
secara perlahan dan dimasukkan ke dalam larutan fiksasi telah menyembuh. Terjadi perlekatan gingival yang

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
430 PENATALAKSANAAN KISTA RADIKULAR REKUREN PADA
INSISIVUS SENTRAL MAKSILA

baik dan tidak ada gejala pembengkakan,. Setelah luka dan prostaglandin.4 Kista radikular seringkali tidak
membaik, perawatan dilanjutkan dengan pemutihan menimbulkan gejala dan biasanya ditemukan pada
(bleaching) intrakoronal menggunakan bahan hidrogen pemeriksaan radiologis rutin, kecuali pada beberapa
peroksida 35% (Opalescent Endo, Ultradent). Setelah kasus yang berkepanjangan, kista dapat menimbulkan
tahap pemutihan gigi selesai dilakukan penambalan gejala seperti bengkak, kegoyangan gigi, atau
tetap pada gigi 21. pergeseran posisi gigi, dan rasa sakit apabila terjadi
eksaserbasi akut.3,5,6 Vitalitas gigi dengan kista adalah
non vital dan gigi dapat menunjukkan diskolorasi.5
Gambaran radiologis kista ditandai dengan lesi
radiolusen berbentuk bulat atau pear shaped pada
daerah periapikal. Gambaran ini dibedakan dengan
lesi periodontitis kronis berdasarkan ukuran dan
batas tegas, terutama pada lesi besar yang lebih dari
2 cm.5 Lesi yang luas pada daerah periapikal seringkali
menimbulkan dilema dalam penegakan diagnosa.
Radiografis intraoral periapikal seringkali kurang
Gambar 6. A. Gambaran klinis gingival 21 sebelum mendukung dalam diagnosa lesi yang dicurigai kista
perawatan. B. Gambaran klinis gigi 21 setelah perawatan. radikular.4 Dewasa ini, seiring dengan berkembangnya
teknologi komputer dan radiografi, teknologi tiga
PEMBAHASAN dimensi telah memasuki dunia kedokteran gigi, yang
dikenal dengan cone beam computed tomography
Kista radikular merupakan kista odontogenik yang (CBCT). Dengan gambaran CBCT, tidak hanya sebuah
paling sering ditemukan dengan persentase 52,3-70,7% lesi periapikal dapat diidentifikasikan, namun
dari seluruh kista odontogenik, diikuti kista dentigerous keterlibatan akar gigi spesifik berkaitan dengan lesi
(16,6-21,3%) dan kista odontogenik keratosis (5,4- dapat dikonfirmasi, dimana hal ini akan mempengaruhi
17,4%).4 Kista radikular lebih sering ditemukan pada rencana perawatan.4 Dalam kasus ini gambaran
anterior maksila dibandingkan dengan daerah lain radiologis CBCT digunakan untuk membantu diagnosa
pada rongga mulut.3 Kista seringkali ditemukan penegakan dan menentukan area yang akan terlibat
berhubungan dengan ujung apeks gigi, namun tidak dalam prosedur enukleasi.
tertutup kemungkinan pada beberapa kasus kista Perawatan enukleasi pada kasus ini didahului dengan
radikular terletak pada aspek lateral akar berkaitan perawatan ulang saluran akar. Selama perawatan,
dengan infeksi pada saluran aksesoris lateral akar.5 saluran akar dimedikasi dengan kalsium hidroksida.
Pembentukan kista radikular berkaitan dengan Tujuan dari medikamen saluran akar ini adalah untuk
reaksi peradangan. Kista berasal dari sisa sel epitel mengurangi jumlah bakteri pada sistem kompleks
Malassez yang berploriferasi sebagai reaksi terhadap pulpa yang berpengaruh pada infeksi periodontitis
peradangan yang terjadi pada kondisi periodontitis kronis. Kalsium hidroksida dapat digunakan sebagai
apikalis kronis.1,2,6 Inflamasi periapikal kronis bahan medikasi intrakanal pada saluran akar selama
menstimulasi sel untuk melepaskan sitokin, faktor perawatan, yang bertujuan untuk sterilisasi intrakanal
pertumbuhan sel (growth factor) yang memicu yang dapat membantu penyembuhan jaringan.1,7
proliferasi sel epitel untuk membentuk massa tiga Pengisian saluran akar dilakukan dengan penutupan
dimensi. Seiring berjalannya waktu, ketika massa ini apeks dengan Mineral Trioxide Aggregate dan obturasi
bertambah besar, bagian tengah sel akan menjadi guta perca. Studi menunjukkan bahwa penggunaan
semakin jauh dari sumber makanan sehingga memicu Mineral Trioxide Aggregate sebagai bahan penutup
terjadinya nekrosis sel. Proses nekrosis sel yang apeks (apical plug) dapat menstimulasi penyembuhan
berkelanjutan akan menghasilkan proses degenerasi jaringan periodontal di sekitar apeks. Penelitian
liquefaksi, sehingga terbentuk lokus berisi cairan mengungkapkan adanya sel osteoblas lebih banyak
yang dikelilingi oleh sel epitel. Ketika kista sudah di sekitar jaringan apeks dengan MTA dibandingkan
terbentuk, kista dapat membesar dan menyebabkan dengan IRM atau amalgam. Dalam durasi yang lebih
resorpsi tulang sekitar yang diperantarai oleh sitokin lama, ditemukan sementum baru pada permukaan

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Maria Yovita Lisanti 431

material. Mineral Trioxide Aggregate merupakan bahan DAFTAR PUSTAKA


pengisian ujung akar yang biokompatibel, memiliki
efek antibakterial, dan mengurangi kebocoran mikro. 1. Cohen S. dan Hargreaves, K.M. 2011. Cohen’s Pathway of the
Pulp. Ed. Ke-10. St. Louis: Mosby.
MTA plug dengan ketebalan 3-4 mm menunjukkan
2. Ingle, Backland, Baumgartner. 2008. Ingle’s Endodontics. Ed.
efisiensi yang baik terhadap penutupan apeks saluran Ke-6. Ontario: BC Decker Inc.
akar dan resistensi terhadap pergeseran bahan.8 3. Lin, L.M., Ricucci, D., Kahler, B. 2017. Radicular Cysts Review.
Penatalaksanaan kista dapat bermacam-macam JSM Dent Surg. 2017; 2(2): 1017
berdasarkan beberapa faktor, seperti luas lesi, 4. Bhatia, N., Tripathi, A., Bhasin, M.T., Shewa, A. Cone Beam
Computed Tomography (CBCT) Assisted Enucleation of a
hubungan lesi dengan anatomi di sekitarnya, tingkat Radicular Cyst : A One Year Follow Up Case Report. Manipal
kooperatif, serta kondisi sistemik pasien. Pilihan Journal of Dental Science. 2017; 2(1): 18-22.
perawatan kista radikular dapat berupa perawatan 5. KR, Harshita , VK, Varsha, C, Deepa. Radicular Cyst: A Case
saluran akar konvensional non-bedah, pembedahan Report. Int. J. Appl. Dent. Sci. 2015; 1(4): 20-22.
6. Kadam, N.S., Ataide, I, Raghava, P., Fernandes, M., Hede.
enukleasi, atau marsupialisasi/dekompresi apabila
Management of Large Radicular Cyst by Conservativer Surgical
lesi kista besar.3,8,9 Pada kasus ini dipilih perawatan Approach : A Case Report. J Clin Diagn Rest. 2014; 8(2): 239-41
enukleasi dengan pertimbangan kista yang dialami 7. Torabinejad M., Walton R. 2009. Principles and Practice of
pasien adalah rekuren, Pengangkatan jaringan Endodontics. Ed. Ke-4. Philadelphia: W.B, Saunders.
kista secara sempurna atau enukleasi diharapkan 8. Chordia, T.D., Chaudhary, A.B., Chaudhary, M.B., dkk.
Radicular Cyst in Maxiallary Anterior Tooth Region With CBCT
dapat memberikan penyembuhan yang optimal dan & Histologic Features. Journal od Dental and Medical Sciences.
mencegah rekurensi di kemudian hari. 2017; 16(12): 77-83
Prosedur bedah seperti enukleasi kista memiliki 9. Camilleri dan Ford, P. Review of Constituents and Biological
beberapa komplikasi, seperti perdarahan, nyeri dan Properties of Mineral Trioxide Aggregate. Int Endontic J.
2006;39: 747-54
pembengkakan, ekimosis, atau infeksi. Pada kasus
ini tidak terjadi komplikasi pada pasien, namun
terjadi resesi gingiva ± 0,5 mm pada fasial gigi 21.
Perawatan pemutihan gigi intrakoronal dilakukan
untuk memperbaiki diskolorasi ringan pada gigi 21.
Pasien belum dapat melakukan kontrol dalam waktu
dekat dikarenakan domisili pasien ada di negara yang
berbeda.

KESIMPULAN

Tata laksana perawatan pada kasus ini meliputi


perawatan ulang saluran akar, dilanjutkan dengan
enukleasi, pemutihan gigi intrakoronal, dan
penambalan. Perawatan ulang saluran akar yang
meliputi pembersihan dan pembentukan, serta obturasi
yang baik dapat menstimulasi terjadinya penyembuhan
lesi periapikal. Penutupan apikal dengan MTA plug dan
pengisian guta perca dilakukan untuk memperoleh
sistem saluran akar yang kedap dan padat secara
tiga dimensi. Diagnosis dan penatalaksanaan kista
radikular yang tepat dapat menentukan keberhasilan
perawatan.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
432 PO-91 PENGARUH BAHAN ADHESIF TERHADAP KEKUATAN GESER PELEKATAN
REPARASI RESIN KOMPOSIT

PENGARUH BAHAN ADHESIF TERHADAP KEKUATAN GESER


PELEKATAN REPARASI RESIN KOMPOSIT
Andina Widyastuti*, R. Tri Endra Untara*, Raras Ajeng Enggardipta*
*Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Composite-resin restoration can suffer on any damages. Small damage of composite-resin can be fixed by
repair of composite-resin. The problem that often occurred in composite-resin repair is its longevity. Surface treatment can
increase the bond strength of composite-resin repair. Purpose: The aim of this study is to know the effect of total-etch and
self-etch surface treatments to composite-resin repair shear bond strength.
Method: Twenty four disk-shaped nanohybrid composite-resin specimens were exposed to citric acid solution (pH 3.0, in
37oC temperature, for 7 days). Specimens divided into 4 groups (n=6). The treatment groups were treated with coarse
diamond bur, fine diamond bur, total-etch adhesive and self-etch adhesive systems. All specimens were tested with universal
testing machine. The data were analyzed with Kruskal-Wallis and Mann-Whitney tests.
Result: Kruskal-Wallis test showed there was a significant difference among the treatment groups (p<0,05). The differences
were found on coarse diamond bur–total-etch - coarse diamond bur–self-etch group, coarse diamond bur–total-etch – fine
diamond bur–self-etch group, coarse diamond bur–self-etch – fine diamond bur–total-etch group, and fine diamond bur–
total etch – fine diamond bur– self-etch group.
Conclusion: From this study, we can conclude that total-etch and self-etch have an effect on composite-resin repair shear
bond strength. Total-etch surface treatment gives the better strength than self-etch surface treatment on composite-resin
procedure.

Keywords: Composite-resin repair, total-etch, self-etch, surface treatment.

PENDAHULUAN panjang antara permukaan resin komposit yang


telah mengalami penuaan dengan permukaan resin
Restorasi resin komposit yang dilakukan di klinik komposit baru. Pelekatan yang tahan lama antara
dapat mengalami kerusakan kecil. Kerusakan tersebut permukaan resin komposit yang telah mengalami
dapat diperbaiki dengan menambahkan resin degradasi akibat proses penuaan dan resin komposit
komposit baru pada permukaan resin komposit lama. baru sangat sulit dicapai3. Kekuatan pelekatan antara
Hal ini merupakan prosedur yang lebih konservatif resin komposit lama dan baru dapat terjadi melalui
jika dibandingkan dengan pembongkaran seluruh tiga mekanisme, yaitu (1) retensi mikromekanis oleh
restorasi/tumpatan. Prosedur pembongkaran restorasi penetrasi monomer baru ke permukaan resin komposit
bisa menyebabkan trauma pada jaringan pulpa gigi yang irregular; (2) melalui ikatan kimiawi monomer
serta pada praktek klinis dirasa kurang menghemat baru dengan matriks; dan/atau (3) melalui ikatan
waktu perawatan, selain itu faktor biaya juga kimiawi monomer baru dengan partikel filler yang
dipertimbangkan. terkeskspos1. Ketahanan jangka panjang reparasi resin
Prosedur reparasi resin komposit sering dilakukan komposit tergantung pada umur restorasi tersebut
dalam praktek dokter gigi sehari-hari. Reparasi dan surface treatment yang diberikan4.
restorasi komposit merupakan perawatan yang lebih Surface treatment dilakukan untuk meningkatkan
banyak dipilih karena lebih sesuai dengan prinsip kekuatan pelekatan resin komposit dengan permukaan
“minimally invasive intervention”1. Prosedur reparasi restorasi maupun pelekatan dengan gigi4. Surface
dapat dilakukan pada restorasi resin komposit yang treatment pada permukaan resin komposit lama
mengalami sedikit kerusakan seperti diskolorasi pada dilakukan untuk mengatasi masalah keterbatasan
permukaan restorasi atau karies rekuren pada area jumlah monomer sisa yang tersedia untuk bereaksi
yang kecil sepanjang tepi restorasi yang masih baik2. dengan resin komposit baru serta permukaan restorasi
Masalah yang sering ditemui pada reparasi yang terkontaminasi akibat lingkungan rongga mulut5.
restorasi resin komposit adalah ketahanan jangka Metode surface treatment dapat secara mekanis dan
Korespondensi: Andina Widyastuti, Staf Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara
Yogyakarta, Indonesia. Alamat e-mail: andina.widyastuti@ugm.ac.id

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Andina Widyastuti, R. Tri Endra Untara, Raras Ajeng Enggardipta 433

atau kimiawi6, berupa pengasaran permukaan restorasi sistem adhesif total-etch dianggap lebih baik daripada
dengan menggunakan bur intan7, pengetsaan dengan self-etch11,13. Perbedaan di antara kedua sistem adhesif
asam hidrofluorik atau asam fosfat, sandblast dengan tersebut dalam penggunaannya sebagai bahan surface
alumunium oksida, deposisi silika, dan aplikasi bahan treatment kimiawi menarik untuk diteliti.
bonding2,8,9. Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan
Berbagai metode surface treatment tersebut telah permasalahan yaitu: Apakah terdapat pengaruh
diteliti untuk mengetahui metode yang paling baik surface treatment berupa total-etch dan self-etch
dalam prosedur reparasi resin komposit. Kombinasi terhadap kekuatan pelekatan reparasi resin komposit?
antara metode surface treatment mekanis dan kimiawi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
diketahui dapat meningkatkan kekuatan pelekatan pengaruh surface treatment berupa total-etch dan
antara resin komposit lama dan baru1,10. Metode self-etch terhadap kekuatan pelekatan reparasi resin
surface treatment mekanis berupa pengasaran komposit.
permukaan resin komposit menggunakan bur intan Manfaat penelitian ini adalah:
adalah metode yang sering dilakukan di praktek 1. Mengumpulkan data tentang pengaruh
klinis di Indonesia. Permukaan resin komposit yang kombinasi surface treatment mekanik dan
telah dikasarkan kemudian diberi bahan etsa dan kimiawi pada reparasi resin komposit terhadap
bonding (sistem adhesif). Prosedur tersebut dilakukan kekuatan geser pelekatan.
untuk menambah micro-retentive permukaan resin 2. Mengembangkan pengetahuan mengenai
komposit1. berbagai metode surface treatment pada
Penelitian mengenai kekuatan geser pelekatan permukaan restorasi resin komposit.
pada reparasi restorasi resin komposit dan metode 3. Mengetahui pengaruh metode surface
surface treatment pada permukaan restorasi memang treatment kimiawi yang berbeda terhadap
telah banyak dilakukan, namun prosedur terbaik kekuatan geser pelekatan pada reparasi resin
yang disimpulkan dari penelitian-penelitian tersebut komposit.
adalah dengan sandblasting pada permukaan gigi atau
restorasi, masih belum dapat dilakukan di praktek METODE PENELITIAN
klinik sehari-hari di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena peralatan untuk sandblasting yang masih sangat Penelitian ini adalah penelitian eksperimental
jarang ditemui di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian laboratoris. Spesimen penelitian yang digunakan
ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana adalah 24 spesimen resin komposit nanohibrid
prosedur perbaikan pada restorasi resin komposit yang (Ceram-X universal, Dentsply, USA) berbentuk diskus.
terbaik, dan disesuaikan dengan kondisi praktek klinis Spesimen dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan.
sehari-hari di Indonesia. Masing-masing kelompok terdiri atas 6 spesimen.
Sistem adhesif dapat berupa total-etch (etsa Seluruh spesimen direndam dalam asam sitrat pH 3
dan bilas) dan self-etch11. Total-etch terdiri dari pada suhu 37oC selama 7 hari.
asam fosfat yang diaplikasikan terlebih dahulu pada Kelompok perlakuan diberi surface treatment
permukaan gigi atau restorasi sebelum dibilas dan berupa pengasaran dengan bur intan kasar dan bur
kemudian diaplikasikan bahan bonding, sedangkan intan halus, serta diaplikasikan bahan adhesif berupa
self-etch mengandung monomer asam yang mengetsa total-etch dan self-etch. Seluruh spesimen diuji
permukaan gigi atau restorasi secara terus-menerus12. kekuatan geser pelekatan menggunakan universal
Prosedur total-etch memerlukan 2 sampai 3 tahap testing machine. Data yang diperoleh dianalisis
aplikasi sehingga dianggap sebagai prosedur yang menggunakan uji Kruskal-Wallis.
sensitif dan membutuhkan lebih banyak waktu saat
pengaplikasian di klinik, sedangkan self-etch tidak
memerlukan tahap aplikasi asam tersendiri serta HASIL PENELITIAN
pencucian sehingga dianggap lebih sederhana12.
Sistem adhesif self-etch menghasilkan hybrid layer Hasil uji kekuatan geser pelekatan reparasi resin
yang lebih tipis dibandingkan total-etch13 dan komposit menghasilkan data dengan rerata seperti
membentuk resin tag yang lebih pendek sehingga yang tercantum pada Tabel 1.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
434 PENGARUH BAHAN ADHESIF TERHADAP KEKUATAN GESER PELEKATAN
REPARASI RESIN KOMPOSIT

Tabel 1. Hasil rerata kekuatan geser pelekatan reparasi resin Tabel 3. Hasil uji Kruskal-Wallis antara kelompok perlakuan
komposit

Data yang tercantum pada Tabel 3 menunjukkan


paling tidak terdapat perbedaan kekuatan geser
pelekatan antara kelompok perlakuan yang bermakna
(p<0,05). Untuk mengetahui kelompok mana yang
mempunyai perbedaan, maka dilakukan analisis post
hoc. Metode untuk melakukan analisis post hoc untuk
uji Kruskal-Wallis adalah dengan uji Mann-Whitney.

Hasil uji kekuatan geser pelekatan kemudian Tabel 4. Hasil uji Mann-Whitney antara kelompok perlakuan
diuji menggunakan uji normalitas. Uji normalitas
dilakukan untuk melihat apakah data yang diperoleh
terdistribusi normal atau tidak normal. Pada penelitian
ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji
Shapiro-Wilk (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap kekuatan


geser pelekatan reparasi resin komposit

Data yang tercantum pada Tabel 4 menunjukkan


bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan
kekuatan geser pelekatan adalah pada kelompok bur
Data yang tercantum pada Tabel 2 memperlihatkan intan kasar–total-etch - bur intan kasar–self-etch,
signifikansi kekuatan geser pelekatan reparasi resin kelompok bur intan kasar–total-etch - bur intan halus–
komposit. Hasil uji Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa self-etch, kelompok bur intan kasar–self-etch - bur
kelompok bur intan kasar – self-etch terdistribusi tidak intan halus–total-etch, dan kelompok bur intan halus–
normal (p<0,05). Apabila terdapat data yang tidak total-etch - bur intan halus–self-etch.
normal maka uji parametrik tidak dapat dilakukan,
sehingga dilakukan uji nonparametrik. PEMBAHASAN
Uji nonparametrik yang digunakan adalah uji
Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis dilakukan untuk Semua spesimen pada penelitian ini dilakukan
mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan penuaan. Resin komposit yang telah mengalami
secara statistik pada kekuatan geser pelekatan reparasi penuaan akan berpengaruh terhadap kekuatan
resin komposit antara kelompok perlakuan (Tabel 3). pelekatan resin komposit. Semua spesimen dilakukan
penuaan dengan cara direndam dalam asam sitrat
dengan pH 3,0 pada suhu 37oC selama 7 hari3. Metode

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Andina Widyastuti, R. Tri Endra Untara, Raras Ajeng Enggardipta 435

penuaan resin komposit dengan asam sitrat dilakukan Penggunaan bahan bonding berpengaruh terhadap
dengan memanfaatkan adanya pH rendah dan kekuatan pelekatan resin komposit. Resin komposit
lingkungan berair untuk menciptakan degradasi pada memiliki viskositas yang tinggi, sehingga akan sulit
matriks resin komposit14. berpenetrasi ke dalam retensi mikro yang tercipta
Rendahnya tingkat keasaman dapat menyebabkan pada permukaan resin komposit yang telah dituakan.
terjadinya degradasi resin komposit, sehingga Penggunaan bahan bonding membantu meningkatkan
dapat menurunkan jumlah gugus fungsional radikal pelekatan resin komposit karena kemampuannya
bebas pada resin komposit15. Paparan asam kuat untuk dapat berpenetrasi ke dalam retensi mikro pada
dapat menyebabkan disolusi partikel filler pada permukaan resin komposit yang telah mengalami
permukaan resin komposit. Hilangnya partikel filler penuaan1.
pada proses penuaan menggunakan asam sitrat ini Bahan bonding yang digunakan dalam penelitian
memang menyebabkan terjadinya mikroporusitas ini terdiri dari dua sistem adhesif yaitu total-etch
pada permukaan resin komposit, namun hal ini tidak dan self-etch. Total-etch terdiri dari asam fosfat yang
mempengaruhi peningkatan adhesi antara resin diaplikasikan terlebih dahulu pada permukaan gigi atau
komposit lama dengan resin komposit baru6. restorasi sebelum dibilas dan kemudian diaplikasikan
Paparan lingkungan berair menyebabkan terjadinya bahan bonding, sedangkan self-etch mengandung
degradasi hidrolitik karena adanya pembengkakan monomer asam yang mengetsa permukaan gigi
pada matriks resin komposit. Adanya paparan air pada atau restorasi secara terus-menerus12. Etsa asam
resin komposit menyebabkan peningkatan paparan menghilangkan lapisan debris dan mengekspos
partikel filler resin komposit dan terjadi degradasi lapisan permukaan di bawahnya serta partikel filler
matriks resin komposit14. resin komposit, sehingga dapat meningkatkan area
Seluruh kelompok dikenakan perlakuan berupa permukaan yang membantu dalam distribusi tekanan
pengasaran permukaan menggunakan bur intan. di sepanjang antarmuka dua substrat yang berikatan19.
Pengasaran permukaan ini berfungsi untuk Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata
meningkatkan kekuatan pelekatan sebelum dilakukan kekuatan geser pelekatan resin komposit pada kelompok
surface treatment lainnya16. Bur intan menghasilkan yang dilakukan surface treatment menggunakan total-
pengasaran permukaan yang cukup baik sebagai retensi etch lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
pada reparasi resin komposit. Pengasaran permukaan self-etch dan terdapat perbedaan bermakna antara
dengan bur intan merupakan metode yang signifikan kelompok tersebut. Hal ini kemungkinan disebabkan
menghasilkan abrasi permukaan dan menghasilkan karena sistem adhesif self-etch menghasilkan hybrid
retensi mikromekanis pada reparasi resin komposit17. layer yang lebih tipis dibandingkan total-etch dan
Surface treatment menimbulkan peningkatan paparan membentuk resin tag yang lebih pendek11,13 ,sehingga
partikel filler sehingga menghasilkan kekuatan sistem adhesif total-etch menghasilkan kekuatan geser
geser pelekatan yang lebih baik. Adanya abrasi pada pelekatan yang lebih baik daripada self-etch.
permukaan resin komposit yang mengalami penuaan Jenis sistem adhesif berpengaruh terhadap
merupakan faktor penting dalam tahap reparasi resin kekuatan ikatan reparasi resin komposit yang
komposit16. mengalami penuaan, yaitu sistem adhesif total-etch
Variasi grit pada bur intan tidak berpengaruh menghasilkan kekuatan geser yang lebih baik daripada
terhadap kekuatan reparasi resin komposit. Walaupun self-etch20. Sistem adhesif total-etch membutuhkan
bur dengan tingkat kekasaran coarse menunjukkan prosedur pengetsaan menggunakan asam fosforik
kekasaran tertinggi bila dibandingkan dengan bur yang membantu penghilangan debris di permukaan
intan dengan kekasaran fine dan medium, topografi restorasi yang akan diperbaiki dan dapat mengekspos
permukaan resin komposit yang dihasilkan oleh bur- permukaan di bawahnya serta filler resin komposit
bur tersebut cenderung sama18. Hal ini sesuai dengan sehingga akan meningkatkan area permukaan dan
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kelompok keterbasahan resin komposit yang akan diperbaiki.
yang menerima pengasaran permukaan menggunakan Sistem adhesif self-etch bersifat hidrofilik dan
bur intan dengan tingkat kekasaran yang berbeda mengandung monomer yang asam. Pada penelitian ini
(kasar dan fine), namun sistem adhesif yang sama, sistem adhesif self-etch yang digunakan adalah one-
tidak berbeda bermakna. step self-etch yang diketahui memiliki efek etsa dari

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
436 PENGARUH BAHAN ADHESIF TERHADAP KEKUATAN GESER PELEKATAN
REPARASI RESIN KOMPOSIT

monomer asamnya yang mirip dengan pengetsaan 6. Özcan, M., Alander, P., Vallittu, P.K., Huysmans, M.C. dan Kalk,
pada total-etch namun tidak terbentuk lapisan adhesif W., 2005, Effect of Three Surface Conditioning Methods to
Improve Bond Strength of Particulate Filler Resin Composites,
tambahan yang kemungkinan besar berpengaruh J Mater Sci Mater Med, 16: 21-27.
terhadap kemampuan pelekatan pada resin komposit 7. Costa T.R., Ferreira S.Q., Klein-junior C.A., Loguercio A.D., Reis
yang mengalami penuaan20. A., 2010, Durability of Surface Treatments and Intermediate
Agents Used for Repair of a Polished Composite, Oper Dent,
35:231-237.
KESIMPULAN
8. Junior S.A.R., Ferrancane J.L. dan Bona A.D., 2009, Influence
of surface treatment on the bond strength of repaired resin
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, composite restorative materials, Dent Mater, 25: 442-451.
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 9. Maneenut C., Sakoolnamarka R. dan Tyas M.J., 2011, The
1. Terdapat pengaruh surface treatment berupa repair potential of resin composit material, Dent Mater, 27:
e20-e27.
total-etch dan self-etch terhadap kekuatan 10. de Melo MAV., Moyses MR., dos Santos SG., Alcantara CEP.,
pelekatan reparasi resin komposit yang Ribeiro JCR., 2011, Effects of different surface treatments and
mengalami penuaan. accelerated artificial aging on the bond strength of composite
2. Surface treatment pada resin komposit yang resin rpairs, Braz Oral Res., 25(6):485-91.
11. Giannini M., Makishi P., Ayres APA., Vermelho PM., Fronza
mengalami penuaan berupa pengasaran
BM., Nikaido T., Tagami J., 2015, Self-etch Adhesive Systems: A
menggunakan bur intan dan sistem adhesif Literature Review, Braz Dent J, 26(1):1-8.
total-etch menghasilkan kekuatan geser 12. Ozer F., Blatz M.B., 2013, Self-etch and Etch-and-rinse
pelekatan yang lebih baik daripada pengasaran Adhesive Systems in Clinical Dentistry, Compend Contin Educ
menggunakan bur intan dan sistem sdesif self- Dent, 34(1):12-4, 16, 18.
13. dos Santos RA., de Lima EA., de Alburquerque Pontes MM., do
etch. Nascimento ABL., Montes MAJR., Braz R., 2014, Bond strength
to dentin of total-etch and self-etch adhesive systems, Rev
SARAN Gauch Odontol, 62(4):365-370.
14. Rinastiti, M., Özcan, M., Siswomihardjo, W. dan Busscher,
H.J., 2011, Effects of surface conditioning on repair bond
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
strength of non-aged and aged microhybrid, nanohybrid, and
perbandingan karakter permukaan antara komposit nanofilled composite resins, Clin Oral Invest, 15: 625-33.
yang tidak mengalami penuaan dengan komposit yang 15. Brendeke, J. dan Özcan, M., 2007, Effect of Physicochemical
mengalami penuaan. Aging Conditions on The Composite-Composite Repair Bond
Strength, J Adhes Dent, 9(4): 399-406.
16. Kashi T.A.J., Erfan M., Rakhshan V., Aghabaigi N. dan
DAFTAR PUSTAKA Tabatabaei F.S., 2011, An in-vitro assessment of the effects
of three surface treatment on repair bond strength of aged
1. Wendler M., Belli R., Panzer R., Skibbe D., Petschelt A., composites, Op Dent, 36(6): 608-617.
Lohbauer U., 2016, Repair Bond Strength of Aged Resin 17. Abaza, E.F.I.F., 2010, Effect of Different Surface Treatments on
Composite after Different Surface and Bonding Treatments, The Bond Strength of Repaired Resin Restorations, Tesis, Cairo
Materials. 9(547):1-12. University, h. 36, 77-78.
2. Tabatabaei H., Alizade Y., Taalim S., 2004, Effect of Various 18. da Costa, T.R.F., Serrano, A.M., Atman, A.P.F., Loguercio, A.D.
Treatment on Repair Strength of Composite Resin, J Dent dan Reis, A., 2012, Durability of Composite Repair Using
TUMS, 1(4):5-11. Different Surface Treatments, Journal of Dentistry, 40: 513-
3. Özcan M., Barbosa S.H., Melo R.M., Prado Galhana G.A. dan 521.
Bottino M.A., 2007., Effect of surface conditioning methods
on the microtensile bond strength of resin composite to 19. Ahmadizenouz G., Esmaeili B., Taghvael A., Jamali Z., Jafari
composite after aging conditioning, Dent Mater, 23:1276- T., Daneshvar FA, Khafri S., 2016, Effect of different surface
1282. treatments on the shear bond strength of nanofilled composite
4. Loomans B.A.C., Cardoso M.V., Opdam N.J.M., Roeters repairs, J Dent Res Dent Clin Dent Prospect, 10(1):9-16.
F.J.M., De Munck J., Huysmans N.J.M. dan Van Meerbeck B., 20. Irmak O., Celiksoz O., Yilmaz B., Yaman BC., 2017, Adhesive
2011, Surface roughness of etched composit resin in light of System Affects Repair Bond Strength of Resin Composite, J.
composite repair., Journal of Dentistry, 39: 499-505. Istanbul Univ Fac Dent, 51(3):25-31.
5. Papacchini F., Dall’Oca S., Cheiffi N., Goracci C., Sadek F.T., Suh
B.I., Tay F.R. dan Ferrari M., 2007, Composite-to-composite
microtensile bond strength in the repair of a micro-filled
hybrid resin: Effect of surface treatment and oxygen inhibition,
J Adhes Dent, 9(1):25-31.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Maria Elisea Kiswantoro Hadinoto, Ira Widjiastuti
PO-93 437

EFEKTIVITAS KOMBINASI EKSTERNAL IN OFFICE DAN HOME


BLEACHING PADA GIGI VITAL : LAPORAN KASUS
Maria Elisea Kiswantoro Hadinoto*, Ira Widjiastuti**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia.
**Staff pengajar Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia

ABSTRACT

Background: Nowadays, the desire to have white teeth and a beautiful smile has become an aesthetic need. Teeth whitening
has become a popular cosmetic treatment among patients who want to improve aesthetic appearance. Materials and teeth
whitening techniques have developed rapidly among dentistry professionals. One of the teeth whitening techniques is
in office bleaching. From this technique sometimes the result is still not satisfactory so it needs to add home bleaching
techniques. The lack of in office bleaching is this technique is strongly influenced by the surface conditions of enamel
roughness. Purpose: to illustrate the vital teeth whitening results using a combination of techniques: in office and home
bleaching.
Method: A 27-year-old female patient who came to the RSGM clinic at Airlangga University Surabaya wanted to whiten
her yellow teeth. Before treatment, scaling and water flow are carried out. Then the initial color determination was done
using Vita Bleaching shade guide (2.5 M2). Then in-office bleaching was carried out using 40% hydrogen peroxide with tip
applicator obtained 1 M1 color. Three days after in office bleaching continued with home bleaching treatment using 10%
hydrogen peroxide.
Result: After in office bleaching, there has been a change of 2.5 M2 of color 5 levels brighter after the in office bleaching
process and the color 1 M1 and 0.5 M1 after the home bleaching technique.
Conclusion: Teeth whitening performed with a combination of in-office bleaching techniques with 40% hydrogen peroxide
and 10% home bleaching with 10% hydrogen peroxide are effective teeth whitening treatments and produce a good aesthetic.

Keywords: esthetic, in office bleaching, home bleaching

PENDAHULUAN alergi terhadap komponen bahan pemutih gigi atau


bahan sendok cetak, penderita dengan gigi sangat
Gigi anterior merupakan salah satu faktor estetika sensitif, pasien dengan gangguan temporomandibular
penting bagi pasien, salah satunya adalah warna gigi. joints (TMJ), pasien hamil, pasien dengan restorasi
Di Inggris telah dilaporkan bahwa 28% orang dewasa geligi anterior yang berubah warna. Pasien yang
tidak puas dengan penampilan warna giginya dan di terlalu berharap akan hasil pemutihan gigi juga tidak
Amerika Serikat, 34% populasi orang dewasa tidak dianjurkan melakukan hal ini, karena kemungkinan
puas dengan warna gigi aslinya. Adanya diskolorasi hasilnya akan mengecewakan secara psikis. 5
(perubahan warna gigi) ekstrinsik dan intrinsik yang
dapat terjadi pada gigi vital atau non vital akan LAPORAN KASUS
mempengaruhi estetika seseorang.
Salah satu perawatan konservatif yang dapat Seorang perempuan berusia 27 tahun datang
digunakan dalam mengatasi permasalahan warna gigi ke klinik spesialis konservasi gigi RSGM Universitas
adalah dengan melakukan pemutihan gigi (bleaching). Airlangga Surabaya dengan keluhan ingin memutihkan
1-4
gigi-gigi depan yang kuning. Pada pemeriksaan klinis
Perawatan pemutihan gigi tidak dapat di indikasikan tampak gigi 14 sampai 44 tampak kuning, tidak ada
untuk semua orang. Indikasi perawatannya untuk karies, tes vitalitas (+), karang gigi (+)
penderita dengan perubahan warna yang disebabkan
proses penuaan, konsumsi makanan, minuman, obat PENATALAKSANAAN KASUS
antara lain tetrasiklin, serta fluorosis. Kontra indikasi
penggunaan bahan pemutih gigi, adalah pasien yang Pada kunjungan pertama untuk persiapan pertama
Korespondensi: Maria Elisea Kiswantoro Hadinoto, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga Surabaya, Jl. Mayjen Prof. Dr.
Moestopo No. 47 Surabaya, Indonesia 60132. Alamat e-mail: drg.eliseakimoraprivate@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
438 EFEKTIVITAS KOMBINASI EKSTERNAL IN OFFICE DAN HOME
BLEACHING PADA GIGI VITAL : LAPORAN KASUS

bleaching dilakukan perawatan scaling dan polishing. Pasien diinstruksikan untuk tidak berkumur, makan ,
Kunjungan kedua, dilakukan pengecekan warna gigi dan minum selama 1 jam kemudian diminta kontrol 1
awal dengan menggunakan VITA shade guide (Warna minggu setelah prosedur in office bleaching.
awal gigi pasien adalah 2,5 M2). Kunjungan ketiga, warna gigi pasien tidak sesuai
Gigi disolasi dengan menggunakan optradam, dengan keinginan maka dilanjutkan dengan aplikasi
aplikasi gingival barrier mulai dari distal gigi 14 sampai home bleaching menggunakan Opalesence Go
44 dan disinar dengan light cured selama 20 detik. hidrogen peroksida 10% dengan pemakaian 30-
(gambar 1) 60 menit selama 5 hari. Instruksi pemakaian home
bleaching yaitu setelah menyikat gigi pada pagi/malam
hari, tray dipasang di mulut pasien selama 30-60 menit
kemudian tray dilepas dan dibilas dengan air matang.
Pasien bias beraktivitas seperti biasa selama memakai
home bleaching. (gambar 4)

Gambar 1. Aplikasi gingival barrier

Setelah aplikasi gingival barrier dilanjutkan


dengan aplikasi material in office bleaching (hydrogen
peroksida 40%) dari distal gigi 14 ke distal gigi 34 hingga
ke distal gigi 44 kemudian tunggu selama 20 menit
yang dilakuka selama 2 sesi dan tidak dibutuhkan
penyinaran. (gambar 2) Gambar 4: aplikasi tray home bleaching

Pasien diminta kontrol setelah 5 hari pemakaian


home bleaching. Kunjungan keempat dilakukan
pengecekan warna dengan VITA shade guide dan
didapatkan warna yang sudah sesuai pasien inginkan
yaitu 0,5 M1. (Gambar 5).
Gambar 2. Aplikasi in office bleaching

Setelah proses tersebut selesai, gigi dibilas dengan


air dan dikeringkan. Kemudian dilakukan pengecekan
perubahan warna dengan shade guide. Telah terjadi
perubahan warna 2,5 M2 5 level lebih cerah setelah
proses in office bleaching dan warna menjadi 1 M1.
(Gambar 3).

Gambar 5. Hasil perawatan home bleaching pada gigi 14-


24,31-44

PEMBAHASAN

Tujuan dari perawatan ini adalah untuk


menggambarkan pemutihan gigi vital menggunakan
Gambar 3. Hasil perawatan in office bleaching pada gigi
kombinasi teknik: in office dan home bleaching.
14-24,31-44 Beberapa penelitian menyatakan bahwa konsentrasi
hidrogen peroksida yang tinggi dapat menyebabkan
Pada akhir prosedur diberi fluoride di gigi-gigi yang penurunan kekerasan permukaan email gigi secara
tealah di bleaching untuk mengurangi sensitifitas gigi. bermakna karena terjadi demineralisasi sehingga

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Maria Elisea Kiswantoro Hadinoto, Ira Widjiastuti 439

kombinasi dengan tekhnik home bleaching perlu 5. Bleaching. Oral health-dentistry. ViaHealth Disease and
dilakukan. 6 Pada perawatan ini digunakan hidrogen Wellness Information. Available at: www:/viahealthplan/
index.htm. Accessed December 13, 2004.
peroksida 40% untuk proses in office bleaching dan 6. Noerdin A, Astrid Y, Yosi KE. Efek bahan remineralisasi
10% hidrogen peroksida untuk take home bleaching. terhadap kekerasan email gigi setelah pemutihan dengan
Kombinasi dari kedua teknik ini telah memberikan hasil hidrogen peroksida 38% (penelitian in vitro). Jurnal PDGI.
yang lebih tahan lama. Kedua teknik tersebut memiliki 2009;53 (3):110-5.
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tekhnik in office
bleaching 40% hidrogen peroksida adalah waktu
pemakaian lebih singkat dan hasil lebih cepat dan
kekurangannya adalah lebih mahal dan membutuhkan
bahan lebih banyak jika pasien menginginkan gigi lebih
putih dan gigi lebih sensitif. Selain itu, kelebihan teknik
take home bleaching (menggunakan Opalesence go
prefilled whitening tray) adalah tray nyaman, mudah
digunakan (waktu proses pemutihan yang singkat
dengan 1/2 gradasi lebih putih setelah prosedur
in office bleaching) dan kekurangannya adalah
dibutuhkan kesadaran pasien untuk memakai secara
teratur.

KESIMPULAN

Kombinasi dengan pemutihan in office dan


home bleaching menggunakan hidrogen peroksida
menghasilkan hasil yang lebih tahan lama, memuaskan
dan sangat efisien.

SARAN

Dengan perawatan kombinasi in office dan home


bleaching disarankan pasien untuk selalu mematuhi
instruksi menjaga makanan yang dikonsumsi, tidak
merokok, tidak minum alkohol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Noerdin A, Astrid Y, Yosi KE. Efek bahan remineralisasi


terhadap kekerasan email gigi setelah pemutihan dengan
hidrogen peroksida 38% (penelitian in vitro). Jurnal PDGI.
2009;53 (3):110-5.
2. Sukartini, Endang, Firsta Dianty, Milly Armilia. Bleaching
internal untuk merawat warna gigi insisivus sentralis kanan
atas. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi. 2011;10(2):101-4.
3. Jurnalis, Devriza, Endang Sukartini, Setiawan Natasasmita.
The diffrerences of tooth density changes in the application
of 45% carbamide peroxide pf and 38% hydrogen peroxide pf
as dental bleaching agents and after the application of 1,2%
acidulated phosporic fluoride. Padjajaran Journal of Dentistry.
2010;22(1):24-30.
4. Sugianti, Nanik. Effect of apple juice on whitening teeth after
immersion in coffee solution in vitro. Insisiva Dental Jurnal.
2012;1(2):17-9.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
440 PO-94 PERBAIKAN ESTETIK DAN FUNGSIONAL PADA GIGI ANTERIOR YANG CROWDED
DISERTAI DENGAN MULTIPLE CARIES

PERBAIKAN ESTETIK DAN FUNGSIONAL PADA GIGI ANTERIOR


YANG CROWDED DISERTAI DENGAN MULTIPLE CARIES
Nurlestari Kustartini*, Tamara Yuanita**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: Crowded and multiple caries of anterior maxilla are the problems of functional and aesthetic appearance, it
needs special treatment to rehabilitate. Purpose: The aim of this article is to present a complete crown restoration and
endodontic treatment to solve function and aesthetic problem with crowded and multiple caries teeth in maxillary anterior
teeth
Case: A 46 year-old female patient with crowded anterior maxilla teeth and multiple caries at #11 #13,21,23, a non vital
tooth: # 24 , # 22: crown fractured and it has been treated endodontically before.
Case management : Before root canal treatment, wax up model study were made to guide ideal aesthetic crown restoration,
than root canal treatments was done at #11,#12,#13#,23,#24,crown lengthening procedure at #22, custom post was
required to #12#,#21,#12 fiber post at #11,#13,#23, porcelain fused to metal crowns were used as final restorations with
ideal aesthetic restoration according to wax up model.
Conclusion: Function and aesthetic rehabilitation using endodontic treatment combination with custom-fiber post,metals
post and core and porcelain fused to metal crown were done successfully in crowded and multiple caries teeth

Keywords: Aesthetic, crowded, multiple caries, endodontic treatment, crown

PENDAHULUAN kombinasi sains dan seni, penggunaan warna yang


tepat dalam restorasi sangat menentukan untuk
Keadaaan gigi anterior akan sangat mempengaruhi menciptakan restorasi seperti gigi alami. Oleh
penampilan seseorang, sehingga masalah yang ada karena itu, warna dan shading yang tepat diperlukan
pada gigi tersebut, terutama yang bersifat estetik, untuk membuat restorasi terlihat seperti gigi asli.4
dapat berdampak pada kepercayaan diri. Masalah Salah satu bahan yang dapat dipilih untuk restorasi
estetik pada gigi anterior dapat disebabkan oleh indirek anterior antara lain adalah porcelain, dengan
beberapa hal diantaranya adalah adanya perubahan pertimbangan stabilitas warna, translusensi, transmisi
warna gigi, kelainan bentuk dan jumlah gigi, atrisi, cahaya, dan biokompatibilitas.5
karies, malposisi, gigi berdesakan, diastema, dan Seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran gigi
fraktur.1 maka beberapa tehnik dikembangkan untuk mengatasi
Penampilan gigi anterior yang terkesan rapi dan problem estetik pada gigi anterior melalui restorasi
harmonis, adalah yang diinginkan semua pasien.2 Agar resin komposit, veneer direk atau indirek dan crown
mencapai estetik yang optimal, dokter gigi diharapkan porcelain,1,3 namun jika gigi sudah mengalami karies
dapat membuat penampilan gigi sealami mungkin yang luas, keausan, adanya restorasi yang sudah lama
layaknya gigi asli, yang terletak pada lengkung yang atau pasca perawatan endodontik maka pemasangan
sesuai, inklinasi yang tepat dan selaras antara gigi- crown adalah pilihan yang bijaksana.5
gigi yang berdekatan. Dengan demikian faktor estetik Dalam beberapa kasus khusus, koreksi untuk gigi
dalam pemilihan bahan yang akan digunakan sangat malposisi agar sesuai lengkung dan inklinasi yang tepat
menentukan keberhasilan perawatan. Dokter gigi memerlukan tindakan dekaputasi total atau sebagian
dituntut dapat memilih bahan material restorasi yang mahkota gigi. Restorasi yang dapat digunakan
tepat, didasarkan kondisi objektif maupun subjektif kemudian adalah restorasi yang menggunakan
sesuai dengan yang diharapkan pasien, sehingga pasak post, core, dan crown, sehingga diperlukan
penguasaan tentang seni dan ilmu estetik menjadi perawatan endodontik untuk gigi-gigi yang vital dan
tantangan bagi klinisi 3. sehat. Restorasi setelah perawatan endodontik sangat
Dalam kedokteran gigi estetika, yang merupakan diperlukan untuk melindungi struktur gigi yang tersisa
Korespondensi: Nurlestari Kustartini, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Jln. Mayjend. Prof. Dr. Moestopo 47,
Surabaya 60132. Alamat e-mail: yummy_schummy@yahoo.co.id.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Nurlestari Kustartini, Tamara Yuanita 441

dari kemungkinan fraktur, mengurangi beban yang yang


berlebihan, memperbaiki kondisi estetik, inklinasi, dan
mendapatkan tampilan morfologi gigi yang alami 6
Tujuan dari laporan kasus ini menjelaskan perbaikan
estetik dari gigi anterior rahang atas yang berdesakan
dengan karies multipel yang dapat dicapai dengan
perawatan endodontik, kombinasi pasak tuang dan
fiber dan mahkota porcelain sebagai restorasi akhir.
Gambar 1. Tampilan visual gigi anterior rahang atas (A)
tampak dari depan, (B) tampak dari palataL
LAPORAN KASUS
TATA LAKSANA KASUS
Penderita wanita usia 46 tahun, bekerja sebagai
tenaga administrasi di RSU Haji Surabaya, datang ke Pada kunjungan pertama diakukan : anamnesis,
klinik RSGMP Universitas Airlangga dengan keluhan pemeriksaan klinis, penegakan diagnosa, perencanaan
gigi-giginya berdesakan terutama gigi-gigi depan, perawatan, penjelasan dan pembuatan persetujuan
terdapat beberapa lubang dan ada mahkota gigi prosedur perawatan (inform consent) rehabilitasi
yang patah yang sebelumnya pernah dirawat saluran estetik kepada penderita. Penderita menyetujui
akar namun tidak dibuatkan retorasi pasak crown. semua prosedur perawatan rehabilitasi estetik yang
Penderita menghendaki perbaikan estetik pada direncanakan untuk semua gigi anterior rahang atas.
gigi-gigi depan rahang atasnya tersebut dan dari Selanjutnya dilakukan pencetakan untuk pembuatan
hasil anamnesa penderita menolak untuk dilakukan model studi menggunakan bahan cetak alginat
perawatan orthodontik terlebih dahulu, karena faktor (gambar 2A), dan pembuatan analisa model studi wax
waktu perawatan yang lama dan kemungkinan ada up menggunakan malam. Analisa model studi wax
ketidaknyamanan saat memakai piranti orto. up bertujuan untuk merencanakan bentuk, ukuran,
Pada pemeriksaan klinis didapatkan : kondisi susunan restorasi mahkota gigi-gigi anterior rahang
kesehatan umum baik; keadaan intra oral : malposisi atas yang ideal sesuai dengan kebutuhan estetik dan
gigi pada gigi #11, #12, #13, #33, terdapat karies fungsional (gambar 2B).
media pada gigi #11 #12, #21, #23 (Gambar 1), dengan
pemeriksaan EPT dan tes termal positif dan didiagnosa
sebagai pulpitis reversibel; pada gigi #24, test EPT dan
test termal negatif, diagnosis nekrosis pulpa; gigi #22
mengalami fraktur mahkota.
Setelah mendapatkan penjelasan yang seksama
dari operator, penderita menyetujui untuk dilakukan
perawatan perbaikan estetik pada gigi-gigi anterior
rahang atas, dengan perawatan endodontik
Gambar 2. (A) Model studi; (B) model studi wax up
konvensional. Rencana restorasi yang digunakan
adalah kombinasi pasak tuang dan fiber, serta crown
Pada kunjungan selanjutnya dilakukan penumpatan
porcelain fused to metals.
pada gigi-gigi yang mengalami karies menggunakan
Bahan cetak alginat digunakan untuk pembuatan
komposit (Z350, 3M). Perawatan endodontik pada gigi
model studi, dan diagnostik wax up untuk
vital dan sehat dilakukan pada gigi #11, #12, #13, #23.
merencanakan restorasi crown akhir yang ideal secara
Pada gigi #11, #13, #23 direncanakan perbaikan inklinasi
estetik dan fungsional, yang juga berfungsi sebagai
dengan restorasi pasak dan mahkota, sedangkan pada
panduan dalam preparasi crown. Mahkota sementara
gigi #12 yang mengalami rotasi akan diperbaiki dengan
yang disiapkan terlebih dahulu menggunakan bahan
restorasi pasak dan mahkota. Perawatan endodontik
akrilik.
yang lain diakukan pada gigi non vital #24. Penderita
menolak dilakukan perawatan saluaran akar serentak
terhadap 4 gigi, sehingga perawatan endodontik
dilakukan secara bertahap.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
442 PERBAIKAN ESTETIK DAN FUNGSIONAL PADA GIGI ANTERIOR YANG CROWDED
DISERTAI DENGAN MULTIPLE CARIES

Perawatan endodontik yang pertama dilakukan #13 adalah 31 mm, dan WL gigi #23 adalah 30 mm,
pada gigi #11. Tahapan pertama dilakukan anastesi kedua gigi dipreparasi sampai dengan file F2, semua
infiltrasi menggunakan Pehacain dengan citoject. tahap perawatan endodontik, teknik, dan bahan sama
Tahapan Access opening menggunakan endo acces seperti yang dilakukan pada gigi vital #11 (Gambar 5
diamond bur. DWP (Diagnostic wire Photo) (gambar dan gambar 6).
3A) menggunakan K-file no 10 yang dikonfirmasi
dengan apex locator (Raypex) dan didapatkan WL
(working Length) : 23 mm. Tahapan preparasi saluran
akar menggunakan endo motor (VDW) dengan
teknik crowndown pressureless dan menggunakan
file Prottapper Universal sampai dengan F2. Bahan
irigasi yang digunakan adalah NaOCl 2% dan akuades
steril. Tahapan selanjutnya dilakukan trial photo
untuk mengkonfirmasi hasil preparasi saluran akar
dan kerapatan gutta point pada saluran akar, yang Gambar 5. Foto periapikal perawatan endodontik gigi vital
kemudian dilanjutkan dengan obturasi dengan gigi #13. (A) DWP, (B) Obturasi
Guttapoint Prottaper F2 dan sealer AH plus (Gambar
3B).

Gambar 6. Foto periapikal perawatan endodontik gigi vital


gigi #23. (A) DWP, (B) Obturasi
Gambar 3. Foto periapikal perawatan endodontik gigi vital
gigi #11. (A) DWP, (B) Obturasi
Perawatan endodontik yang keempat dilakukan
pada gigi non vital # 24, dari DWP didapatkan WL pada
Perawatan endodontik yang kedua dilakukan akar bukal : 20 mm dan akar palatal : 21 mm, kemudian
pada gigi #12, dari DWP didapatkan WL : 19 mm, dan akar bukal dan palatal dipreparasi sampai dengan file
dilakukan preparasi saluran akar sampai dengan file F1. Semua teknik, tahapan dan bahan perawatan
F1. Semua tahap perawatan endodontik, teknik, dan saluran akar sama dengan perawatan saluran akar #11,
bahan sama seperti yang dilakukan pada gigi vital #11 namun tanpa prosedur anastesi lokal terlebih dahulu
(Gambar 4). (gambar 7).

Gambar 4 Foto periapikal perawatan endodontik gigi vital Gambar 7. Foto periapikal perawatan endodontik gigi non
gigi #12. (A) DWP, (B) Obturasi vital gigi #24. (A) DWP, (B) Obturasi
Perawatan endododontik yang ketiga dilakukan
pada gigi #13 dan #23, dari DWP didapatkan WL gigi Prosedur yang dilakukan sebelum insersi pasak pada

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Nurlestari Kustartini, Tamara Yuanita 443

gigi #22 adalah tindakan bedah crown lengthening. preparasi pasak crown dilakukan dengan mengacu
Gigi #22 mempunyai riwayat fraktur mahkota setelah pada panduan model wax up, sehingga didapatkan
dilakukan perawatan saluran akar dan tidak dibuatkan inklinasi, kelurusan dan keserasian lengkung geligi,
restorasi pasak dan crown. Dari hasil foto periapikal proporsi dan bentuk gigi seperti yang diharapkan. Hasil
tampak pengisian saluran akar dengan kondisi masih akhir restorasi pasak crown dapat dilihat pada gambar
baik dan tidak ada gambaran kelainan periapikal, dan 9.
dari hasil anamnesa tidak ada keluhan apapun pada
gigi #22. Tampilan visual menunjukkan keadaan gigi
#22 yang sebagian mahkotanya tertutupi mukosa
gingiva yang berlebih di daerah labial gigi.
Tindakan bedah crown lengthening dilakukan
dengan mengambil mukosa ginggiva yang menutupi
labial gigi #22. Tahapan bedah crown lengthening :
asepsis, anstesi lokal dengan pehacain dan citoject,
dilakukan insisi mukosa ginggiva di labial gigi dengan
Gambar 9. Preparasi akhir preparasi pasak crown
menggunakan skalpel, sehingga tampak tepi labial gigi
#22, dengan perkiraan lebar antara tepi gigi dan mukosa
sebesar 2 mm, sehingga cukup untuk dilakukan untuk Prosedur pencocokan warna gigi (shade guide)
persiapan restorasi pasak dan crown (Gambar 8). dilakukan dengan warna 2L/R 1,5 (Vitalumine,
vitapan 3D). Kemudian dilakukan pembuatan catatan
gigit menggunakan (Panasil Kettenbach. Mahkota
sementara berbahan akrilik disementasi sementara
menggunakan fregenol (gambar 10). Selanjutnya
dilakukan prosedur pembuatan mahkota Porselain
fused to metal di laboratorium (gambar 11).

Gambar 8. Bedah crown lengthening (A) Sebelum tindakan


(B) Sesudah tindakan : tampak permukaan gigi #22, tinggi
servikal tepi ginggiva di gigi #12 sejajar dengan dengan gigi
#11.
Gambar 10. Insersi mahkota sementara akrilik
Tahapan selanjutnya setelah semua perawatan
endodontik dan tindakan bedah crown lengthening
adalah restorasi pasak dan crown. Restorasi pasak
pada gigi #11, #12, #13 menggunakan pasak fiber
dengan tujuan untuk mengoreksi inklinasi (malposisi
gigi) yang tidak ekstrim. Sedangkan restorasi pasak
pada gigi #12, #22, #24 menggunakan restorasi pasak
tuang logam, dengan pertimbangan gigi #12, #24 Gambar 11. Hasil kerja laboratorium; crown PFM ditanam
mengalami rotasi yang ektrim, sehingga diperlukan di okludator sesuai dengan catatan gigit sebelumnya
koreksi menggunakan pasak tuang dan crown, Pada kunjungan berikutnya, dilakukan insersi
sedangkan pada gigi #22 yang mengalami palatoversi mahkota PFM dengan menggunakan luting cement
(Gambar 1b), untuk mengoreksi gigi agar bisa selaras GIC (GC luting cement). Insersi mahkota PFM dilakukan
dengan lengkung gigi diperlukan koreksi menggunakan satu persatu secara berurutan dari gigi depan ke
pasak tuang logam dan crown. Preparasi crown vital belakang, sebelah menyebelah. Sisa sement dibuang
dilakukan pada gigi #21 dengan dilakukan anastesi dengan menggunakan ekskavator dan sonde, kemudian
lokal terlebih dahulu menggunakan pehacain. Panduan kontak interproksimal dicek menggunakan dental floss.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
444 PERBAIKAN ESTETIK DAN FUNGSIONAL PADA GIGI ANTERIOR YANG CROWDED
DISERTAI DENGAN MULTIPLE CARIES

Oklusi dan kontak tepi restorasi menunjukan crown fit to metal, dimana waktu perawatan yang terjadi relatif
pada tempatnya. Selanjutnya didapatkan hasil akhir singkat (± 2 minggu (14 hari)), disertai kunjungan untuk
berupa perbaikan tampilan estetik dan fungsional kontrol dan follow up sebanyak 2 kali.
yang memuaskan. Dimana gigi anterior tampak rata, Pada gigi post perawatan endodontic, pasak
dengan kelengkungan gigi yang harmonis, juga bentuk, diperlukan sebagai retensi intra kanal.3 Restorasi
ukuran dan warna gigi yang proporsional ((gambar pasak tuang logam pada kasus ini bertujuan untuk
12B) dan (gambar 13B)). Penderita merasa puas dan memperbaiki inkinisi gigi rotasi gigi yang ekstrim
mengatakan bahwa kepercayaan dirinya bertambah. sehingga didapatkan inklinasi dan lengkung geligi
Kontrol pertama dilakukan setelah 6 bulan dan yang alami. sedangkan pasak fiber digunakan untuk
penderita tidak merasakan adanya keluhan. memeperbaiki inklinasi dan rotasi gigi yang ringan.4
Penggunaan pasak fiber sebagai pilihan karena
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pasak
logam. Pasak fiber memiliki modulus elastisitas
mendekati dentin dan kualitas estetik yang lebih baik.
Gigi yang direstorasi dengan pasak fiber menunjukkan
ketahanan yang lebih baik terhadap fraktur
dibandingkan gigi yang direstorasi dengan pasak tuang
Gambar 12 visual tampak depan (A) Sebelum dilakukan logam atau pasak prefabricated logam.7 Mahkota
Perawatan (B) Sesudah perawatan porcelain dipilih karena estetik dan kekuatan yang
lebih baik. Dewasa ini penggunaan mahkota Porcelain
telah meningkat dalam kekuatan dan popularitas. Hal
ini didukung perkembangan bahan baru.4,8
Perawatan endodontik pada gigi vital dan sehat
yang dilakukan pada ke keempat gigi anterior bertujuan
untuk mengoreksi malposisi gigi yang ekstrem, dimana
crown dan pasak sebagai retensi intrakanal diperlukan
untuk mengoreksi posisi dan inklinasi gigi anterior,
Gambar 13 Tampilan visual tampak dari palatal (A)sebelum
dengan pertimbangan bahwa perawatan endodontik
perawatan (B)sesudah perawatan rata–rata mempunyai tingkat keberhasilan yang
tinggi, dimana perawatan saluran akar pada gigi vital
PEMBAHASAN (pulpektomi) memiliki tingkat keberhasilan di atas 90
% 8,9
Perbaikan estetik yang dilakukan pada geligi anterior
benar-benar memerlukan pertimbangan obyektif dan KESIMPULAN
subyektif, karena selain tingginya biaya perawatan,
juga melibatkan pengambilan struktur gigi yang alami, Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus ini adalah
selain itu juga sangat diperlukan kerjasama yang baik perbaikan estetik dapat memberikan hasil yang baik
dan saling pengertian antara penderita dan dokter gigi pada gigi-geligi dengan kondisi berdesakan (malposisi)
sebagai operator.3 dan multiple karies. Perawatan endodontik, kombinasi
Dalam kasus ini, pilihan perawatan ideal untuk pasak tuang dan fiber serta crown PFM terbukti dapat
memperbaiki gigi berdesakan dengan malposisi adalah memperbaiki tampilan estetik penderita dengan waktu
dilakukan perawatan orthodontik, namun penderita relatif singkat.
menolak. Disisi lain penderita mengharapkan perbaikan
estetik secara cepat, yang mana hal ini tidak mungkin DAFTAR PUSTAKA
dicapai dengan perawatan orthodontik. Sehingga dalam
1. Mount GJ, Hume WR. Preservation and restoration of tooth
kasus ini perbaikan estetik gigi –gigi yang mengalami
structure. Mosby International Ltd; 1998.p.218-23
malposisi dan multiple karies dapat dilakukan dengan 2. Freedman George. Contemporary Esthetic Dentistry. Elsevier
perawatan endodontik, kemudian kombinasi restorasi Mosby. St Louis Missouri, USA; 2012 p. 161-7
pasak tuang dan fiber serta mahkota porcelain fused 3. Heyman Harald O, Swift Edward J, Ritter Andre V. Sturdevant’s

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Nurlestari Kustartini, Tamara Yuanita 445

art and science of operative dentistry.6th ed. Elsevier,


Singapore; 2012,p.282-5; 307-12
4. Prasetyo EP. Esthetic management for anterior teeth : a case
report. Jakarta: APDC Publishing; 2007. p. 123.
5. Peumans M, Meerbeek BV, Lambrechts P, Vanherle G.
Porcelain Veneers: a review of the literature. J Dent; 2000.
P.163-177.
6. Summitt JB, Robbins JM, Hilton TJ, Schwartz RS. Fundamentals
of Operative Dentistry : A Contemporary Approach. 3rd ed.
Chicago: Quintessence Publishing; 2006. p. 571–84.
7. Robeson TM, Heyman HO, Swift EJ. Sturdevant’s Art and
Science of Operative Dentistry. 5th ed. Philadelphia: Mosby
Inc; 2006.p. 610–1.
8. Shabahang S. State of the art and science of endodontics. J Am
Dent Assoc 2005; p.136(1): 41–52.
9. Summitt JB, Robbins JM, Hilton TJ, Schwartz RS. Fundamentals
of Operative Dentistry : a Contemporary Approach. 3rd ed.
Chicago: Quintessence Publishing; 2006. p. 571–84.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
446 PO-95
BIKUSPIDISASI : PENDEKATAN BEDAH PADA KASUS FURCATION INVOLVEMENT GIGI
MOLAR PERTAMA MANDIBULAR DENGAN TRUE COMBINED LESION

BIKUSPIDISASI : PENDEKATAN BEDAH PADA KASUS FURCATION


INVOLVEMENT GIGI MOLAR PERTAMA MANDIBULAR DENGAN
TRUE COMBINED LESION
Aldila Ceasy Prameswari*, Tunjung Nugraheni**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Background:Untreated true combined lesion may create defects that lead to total loss of the tooth.. Defect in furcation
area resulting from the combined lesion has always been a concern regarding the choice of treatment. Bicuspidization is
a process to separate distal and mesial roots in mandibular molars along with their coronal portions into two segments
that retain individually. Bicuspidization can preserve as much structure as posibble and eliminate the furcation defect on
mandibular molar rather than extracting it. This procedure will eliminate the existence of furcation and facilitate adequate
cleansing for hygiene maintenance. Purpose: The purpose of this case report is to inform the treatment evaluation result
after bicuspidization was performed on first mandibular molar with furcation involvement.
Case Report: A 18 year old female patient complained of pain in left mandibular posterior region since 2 weeks and increased
during mastication. She also reported that swelling occurred in the first 3 days. Clinical examination showed large caries on
occlusal area, sensitive to percussion, Grade 1 mobility, and probing depth was 7 mm in mid buccal aspect of 36 tooth.
Vitality test yielded no response. Periapical radiograph confirmed Class II furcation involvement with vertical bone loss and
radiolucent area in mesial periapical. Bone support for both roots remain intact.
Case Management: Based on clinical examination, bicuspidization procedure followed with bone graft placement would be
performed. Two months follow up showed good healing response on furcation and mesial periapical area.
Conclusions: Bicuspidization can be considered as suitable alternative treatment to extraction for multi rooted teeth with
Class II furcation involvement. Through this procedure, unfavorable anatomic and furcation defects were removed, tooth
structure can be preserved and good healing response is achievable. Patient will also able to clean the furcation region
adequately, thus oral hygiene can be maintained properly.

Keywords: true combined lesion, furcation involvement, bicuspidization

INTRODUCTION and oral hygiene tends to fail to achieve because


patient faced the difficulty in maintenance procedure.
Defect in furcation area of mandibular tooth Inadequate oral hygiene can also increase the root
resulting from combined lesion has always been a caries incident1.
concern regarding the choice of treatment. It had gave A multidisciplinary treatment procedure that
such a quite dilemma to many dental practitioners includes endodontics, restorative dentistry and
over the years, should the tooth been removed or periodontics is necessary to preserve the teeth in
should it been preserved? Several years back, almost such clinical condition2. Several treatment procedures
all of the dental practitioners would undergo the including bicuspidization have been discussed following
extraction procedure as a choice, but now modern the choice of treatment for mandibular tooth with
era of dentistry has provided multiple approaches for furcation involvement. Bicuspidization is a process
preservation and maintenance of functional dentition to separate distal and mesial roots in mandibular
throughout the time. molars along with their coronal portions into two
Defect in furcation of mandibular tooth surely can segments that retain individually1. Following this
be a problem. The defect will cause exposition of the procedure, preservation as much as tooth structure
furcation area and maintain the tooth with an exposed and elimination of furcation defect are expected to
bifurcation will be a major issue. An exposed bifurcation achieve and maintain adequate cleansing as the goal
isn’t only subjected to rapid plaque accumulation and surely will not be a problem.
calculus formation but also an ideal environment for
retention of microorganism. An adequate cleansing
Korespondensi: Aldila Ceasy Prameswari, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jalan Denta Sekip Utara,
Yogyakarta. Indonesia. Alamat email: aldilaprameswari@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aldila Ceasy Prameswari, Tunjung Nugraheni 447

CASE REPORT

A 18 year old female patient complained of pain


in left mandibular posterior region since 2 weeks and
increased during mastication. She also reported that
swelling occurred in the first 3 days. Clinical examination
showed large caries on occlusal area (Fig.1), sensitive
to percussion, Grade 1 mobility, and probing depth
was 7 mm in mid buccal aspect of 36 tooth. Vitality test
Figure 3. Flap incision
yielded no response. Periapical radiograph confirmed
Class II furcation involvement with vertical bone loss
and radiolucent area in mesial periapical (Fig.2). Bone
support for both roots remain intact.

Figure 4. Separation of 36 and graft placement

Figure 1. Clinical condition of 36

Figure 5. Flap reposition and suturing

Figure 2. Preoperative radiograph

CASE MANAGEMENT

Based on clinical examination, bicuspidization


procedure followed with bone graft placement
was planned to perform. Root canal treatment was
Figure 6. Follow up after 2 months
performed first before bicuspidization. Two weeks after
obturation, bicuspidization procedure was performed
DISCUSSION
under local anesthesia followed by flap incision (Fig.3).
The tooth was separated vertically using long shank
Based on the present case report, patient
fissure carbide bur into mesial and distal portion
complained of pain and periapical radiograph showed
(Fig.4). Granulation tissue was removed followed by
Class II furcation involvement with vertical bone loss
bone graft placement along with the membrane (Fig.
and radiolucent area in mesial periapical, bone support
5,6). Latter, the flap was repositioned and sutured
for both roots remain intact. Radiolucent area in mesial
(Fig.7). Two months follow up showed satisfactory
periapical resulted from pulpal disease while the bone
healing response on furcation and mesial periapical
loss became an outcome of periodontal disease.
area (Fig.8).
Significant bone loss in furcation area is certainly
irreversible. However, when significant loss occurs in
osseous structure, the liability of long term prognosis

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
BIKUSPIDISASI : PENDEKATAN BEDAH PADA KASUS FURCATION INVOLVEMENT GIGI
448 MOLAR PERTAMA MANDIBULAR DENGAN TRUE COMBINED LESION

is poor 3. Therefore, surgical treatment becomes case used demineralized bone xenograft granule or
necessity to solve the problem and achieve a favourable BX-G (Batan) as bone grafting material. Xenograft is
result. Later, bicuspidization was chosen as treatment defined as tissue taken from one species and placed
option. into another species. For intraoral bone replacement
According to literature, bicuspidization is defined grafts, the most common animal source are bovine
as splitting the mandibular molar vertically through and procine. Antigenicity is a concern with this type
the furcation and leaving two separate roots that will of graft, thus the tissue are processed to remove all
be treated as bicuspids4. Previous reports showed that the organic constituents, leaving only the inorganic
bicuspidization had been a successful treatment for matrix. Xenograf are osteoconductive by nature9. A
mandibular tooth with Class II and Class III furcation bovine derived xenogenic bone graft (BDX) has been
involvement. Bicuspidization is able to remove extensively used with positive clinical results over the
unfavorable anatomic contours, hemiseptal defects, last decade in the treatment of periodontal infrabony
and deep intra-bony defects. This procedure will also and furcation defects, alone or in combination with
allow the separated segments to bear the occlusal load membranes or enamel matrix derivatives 8,10,11,12.
adequately for long term preservation5. Successful The use of membrane along with grafting material
implementation of bicuspidization procedure is can enhance further regeneration and increase the
affected by several factors according to Farschian and possibility of successful bone grafting13.
Kaiser6 :
1. Bone support for individual tooth portion must CONCLUSIONS
be adequate and stable
2. Absence of severe root flutting on the distal Bicuspidization can be considered as suitable
aspect of mesial root and mesial aspect of distal alternative treatment to extraction for multi rooted
root teeth with Class II furcation involvement. Addition of
3. Adequate separation of mesial and distal root grafting procedure along with the use of membrane
in order to create acceptable embrassure for can enhance the posibility of successful healing and
effective oral hygiene favorable result can be achieved.
In this present case, since both the mesial and distal
roots of the tooth still have an adequate bone support, REFERENCES
it was decided to perform bicuspidization procedure
with bone graft placement to treat the osseous 1. Glickman , I., 1953, Clinical Periodontology. 10th ed.
Philadelphia, Saunders: p. 992-3.
defect. Molars with bone support more than 50% of
2. Sahoo, S., Karan, S., Kumar, P., and Bansal, A., 2013,
remaining roots at the time of surgical procedure had Management of Periodontal Furcation Defects Employing
a better survival rate5. Bicuspidization was preceded by Molar Bisection; A Case Report With Review of The Literature,
root canal treatment to treat the pulpal disease first. Dental Hypotheses, 4(3): 97-101.
According to Weine, if patient with open furcation area 3. Skoglund, A and Persson, G., 1985, A Follow-Up Study of
Apicoectomized Teeth with Up Total Loss of Buccal Bone Plate,
showed classic pulpitis symptom like pain, endodontic Oral Surg Oral Med Oral Patho, 59:78-81.
procedure must be considered to perform first before 4. Augsburge, R.A., 1976, Root Amputations and Hemisections,
bicuspidization7. Gen Dent, 24:35-8.
Latter, two months follow up showed good 5. Park, S.Y., Shin, S.Y., Yang, S.M., and Kye, S.B., 2009, Factors
Influencing The Outcome of Root Resection Therapy in Molars:
healing response on furcation and periapical area.
A 10-Year Retrospective Study, J Periodontol, 80:32-40.
Radiographic evaluation had been taken and an 6. Farshchian, F and Kaiser, D.A., 1988, Restoration of The Split
increased radio-opacity had shown in furcation area. Molar: Bicuspidization, Am J Dent, 1: 21-22.
Compared to intial radiograph, 2 months postoperative 7. Weine, F.S., 1996, Endodontic Therapy 5th ed. St. Louis,
radiograph showed better bone healing improvement Mosby.
8. Yukna, R.A., Harrison, B.G., and Caudill, R.F.,1985, Evaluation
after bicuspidization and placement of bone graft of Durapatite Ceramic As An Alloplastic Implant in Periodontal
along with the membrane. Use of osteoconductive Osseous Defects: Twelve Month Reentry Results, J
and osteoinductive graft material under favorable Periodontol, 56:540–7.
condition can induce almost 60% of bone regeneration 9. Bashutski,J.D and Wang, H.L., 2003, Periodontal and
Endodontic Regeneration, J Endod , 35(3):321–28
and improvement in clinical condition8. This present

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aldila Ceasy Prameswari, Tunjung Nugraheni 449

10. Sculean, A., Windisch, P and Döri, F., 2007, Emdogain in


Regenerative Periodontal Therapy: A Review of The Literature,
Fogorv Sz, 100(5):220-32.
11. Houser, B.E., Mellonig, J.T and Brunsvold, M.A., 2001, Clinical
Evaluation of Anorganic Bovine Bone Xenograft with A
Bioabsorbable Collagen Barrier in The Treatment of Molar
Furcation Defects, Int.J.Periodontics Restorative Dent, 21:161–
9.
12. Camelo, M., Nevins, M.L and Schenk, R.K., 1998, Clinical,
Radiographic and Histologic Evaluation of Human Periodontal
Defects Treated with Bio-Oss and Bio-Gide, Int J Periodontics
Restorative Dent, 18(4):321-31.
13. Anderegg, C.R., Martin, S.J, Gray, J.L., Mellonig, J.T and Gher,
M.E., 1991, Clinical Evaluation of The Use of Decalcified
Freeze-Dried Bone Allograft with Guided Tissue Regeneration
in the Treatment of Molar Furcation Invasions, J Periodontol,
62:264–8.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
450 PO-96 MANAGEMENT OF TRAUMA-INDUCED EXTERNAL APICAL ROOT
RESORPTION IN PERMANENT MAXILLARY CENTRAL INCISOR

MANAGEMENT OF TRAUMA-INDUCED EXTERNAL APICAL ROOT


RESORPTION IN PERMANENT MAXILLARY CENTRAL INCISOR
Aqilla Tiara Kartikaning Tyas*, Ema Mulyawati **
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Background: External apical root resorption is a pathologic condition of destructive loss of apical tooth structure, resulted as
a sequela of traumatic injury. Non-surgical approach using Mineral Trioxide Aggregate (MTA) is considered as the first choice
for the treatment using material that promotes apical sealing and biologically regenerate tissue. Purpose: This case report
aims to present the management of trauma-induced external apical root resorption in permanent maxillary central incisor
using MTA.
Case: A 23 year-old male patient was referred to the Clinic of Conservative Dentistry Dental Hospital of Universitas Gadjah
Mada, with darkened front left upper tooth. Patient had history of motorbike accident 7 years ago, but the tooth was left
untreated. Thermal test and electric pulp testing of tooth 21 showed non-vital. Periapical radiograph showed the resorption
in the apical third. Diagnosis of tooth 21 was pulp necrosis and external apical resorption.
Case Management: Biomechanical preparation was performed and calcium hydroxide was left for 2 weeks as intracanal
medicament. MTA was used as an apical plug and followed with backfilled gutta-percha and bio-ceramic sealer. Internal
bleaching was performed to lighten the discolored tooth followed with composite resin restoration. Patient had been
recalled regularly and after 6 months, radiograph of tooth 21 showed no progression of the defect.
Conclusion: Orthograde filling with MTA followed with gutta-percha was performed as non-invasive approach in external
apical resorption and showed no progression of defect. MTA used as apical barrier is known to have good sealing ability,
biocompatibility, antibacterial effect, and considered to be effective in stimulating apical tissue regeneration.

Keywords: external apical root resorption, apical plug, MTA

INTRODUCTION so the clinician can place obturation material avoiding


over extrusion 6.
External Apical root resorption is a pathologic Non-surgical approach is considered as the first
condition of destructive loss of apical tooth structure, choice for the treatment using material that promotes
resulted as a sequela of inflammation, mechanical apical sealing. In order to allow condensation of the
stimulation, neoplastic process, systemic condition, obturation material and to provide an apical seal,
or traumatic injury. Trauma leads to pulpal necrosis placing an artificial barrier is essential7. Root-end
which may further cause periodontal inflammation barrier using calcium hydroxide has gained wide
due to the passage of the toxins and microorganisms acceptance and predictable outcomes, but it requires
from the infected pulp, apical foramen, accessory long-term application and multiple visits and there
canals, dentinal tubules where there is a discontinuity may be a weakening of root structure8. In clinical
of cementum1. Damage to the pre-cementum is the endodontics, materials are needed with the demand
precipitating factor in all types of external resorption2. of hardness, strength, and good seal and since the
External apical root resorption alters the geometry introduction of MTA as bioceramic material has started
of the apex or the root surface3. The resorptive to fill the gap and becomes the preferred choice9.
process generally produces a root end with an uneven, The term MTA derives from a dental material
irregular radiographic appearance with few clues containing fine hydrophilic particles of tricalcium
about where to prepare an apical stop4. The challenges silicate, silicatee oxide, and tricalcium oxide10. MTA
in endodontic treatment of teeth with open apices has good sealing ability, antimicrobial properties, high
due to apical root resorption are achieving complete marginal adaptation, biocompatible11,12 and promotes
debridement, disinfection, and optimal sealing 5. This biologic repair and regeneration of periradicular
can be achieved by placing an apical barrier or a stop tissues such as bone, cementum, and periodontal

Korespondensi: Aqilla Tiara Kartikaning Tyas, Resident, Postgraduate Specialist Program in Conservative Dentistry, Faculty of Dentistry, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. E-mail address: aqilla.tiara@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aqilla Tiara Kartikaning Tyas, Ema Mulyawati 451

ligament13. Mineral Trioxide Aggregate (MTA) is widely CASE MANAGEMENT


used as apical plug, which aims to physically seal the
apex and biologically regenerate tissue in management At the first appointment, medical and dental
of tissue damage from external root resorption. The history, clinical and radiographic examinations, pulp
following case report aims to demonsstrate non- vitality, and percussion and palpation tests were
surgical endodontic treatment of external apical root performed. Initially the tooth was cleaned with pumice
resorption and the use of MTA as apical plug. and isolated with rubber dam.
Access opening was made using round-end
CASE PRESENTATION diamond bur and root chamber roof was refined using
non cutting-end tapered diamond bur. Root canal
A 23 year-old male patient was referred to the debridement was performed by irrigating the canal
Clinic of Conservative Dentistry Dental Hospital of using 2,5% sodium hypochlorite to dissolve necrotic
Universitas Gadjah Mada, with a chief complaint of his tissue followed with canal negotiation using K-file #10.
darkened front left upper tooth. Patient had history Working length was determined and confirmed using
of trauma from riding motorbike at the age of 16 periapical radiograph (Fig.3)
years old, but the tooth was left untreated. Medical
history was noncontributory. The clinical examination
revealed intrinsic discoloration tooth 21, there was
neither cavity nor cracks (Fig. 1).

Figure 3. Periapical radiograph of working length


confirmation.
Figure 1. Pre-operative image of tooth 21 showing
discoloration (yellow arrow).
Biomechanical preparation was performed using
K-file #35 with circumferential filing motion and
No tenderness on percussion and palpation, copious amount of irrigation using 2,5% NaOCl, 0,9%
mobility test showed normal result, thermal test and saline, and 17% EDTA. Sonic activation of irrigation
electric pulp testing of tooth 21 showed non-vital. was performed to effectively clean the canal from pulp
Periapical radiograph showed irregularity in the apex, tissue and smear layer remnants (Fig. 4). Root canal
marking the resorption in the apical third (Fig. 2). was dried using absorbent paper points and calcium
hydroxide was inserted as intracanal medicament for 2
weeks, followed with temporary restoration.

Figure 2. Periapical radiograph showing irregularity in the


apical region.
(a) (b)
Based on clinical examination and pre-operative Figure 4. Biomechanical preparation using (a)
radiograph, diagnosis of tooth 21 was pulp necrosis circumferential filing motion K-file #35 (b) sonic activation
and apical resorption was made. Treatment planning of irrigation.
comprised of root canal treatment and MTA apical
plug. Patient was recalled and no signs and symptoms
were noted. Temporary restoration was removed.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
452 MANAGEMENT OF TRAUMA-INDUCED EXTERNAL APICAL ROOT
RESORPTION IN PERMANENT MAXILLARY CENTRAL INCISOR

Canal was irrigated using 2,5% NaOCl to remove


calcium hydroxide remnants, followed with 0,9%
saline, and final irrigation using 2% chlorhexidine.
Canal was dried using absorbent paper points. Mineral
trioxide aggregate (ProRoot MTA, Dentsply) was mixed
according manufacturer’s protocol and inserted into
the root canal using MTA carrier and condensed using
hand plugger (Fig 5.) and confirmed radiographically
(Fig. 6). A moist cotton pellet was left in the canal Figure 7. Radiograph image of obturated canal.
and cavity was sealed using temporary restoration
(Caviton, GC). Patient was recalled after 5 days. Tooth color was
evaluated and had reached the desired color. The
bleaching agent was rinsed using warm sterile water
and temporary sealed. Restoration was delayed for
7 days to remove remaining free radicals resulted
from bleaching process. After 7 days, patient was
recalled. The tooth color remained stable, no signs
and symptoms were noted. Coronal restoration was
performed using fiber-reinforced composite resin
(a) (b) (EverX, GC) and nanohybrid composite resin (CeramX
Figure 5. MTA was placed using MTA carrier (a) and SphereTec, Dentsply).
condensed using hand plugger (b).

Figure 8. Clinical image after intracoronal bleaching and


Figure 6. Radiograph image after MTA placement, showing composite restoration.
dense apical plug.
Follow-up was carried out after 6 months after
Patient was recalled after 1 week. Temporary placing MTA plug. No signs and symptoms were noted,
restoration and cotton pellet was removed. Root and the tooth were clinically functional. Periapical
canal was obturated using back-fill technique and radiograph (Fig. 9) of tooth #21 showed signs of osseus
MTA-based sealer (BioRoot, Septodont). Intra-orifice repair and no progression of resorption.
barrier (Fig. 7) was placed (Fuji 2 LC, GC) and intra-
coronal bleaching was performed using 35% hydrogen
peroxide gel (Opalescence Endo, Ultradent). Double
sealing of cavity was placed and the patient was given
instruction to observe the tooth color changes until
next appointment.

Figure 9. Periapical radiograph 6-month follow-up, showing


signs of healing no progression of the defect.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Aqilla Tiara Kartikaning Tyas, Ema Mulyawati 453

DISCUSSION process in the event of external root resorption16,17.


External apical root resorption creates a challenge
External apical root resorption represents a in the optimum cleaning, shaping, disinfection, and
challenge in endodontic practice. External apical root obturation because the natural apical foramen and
resorption commonly occurs after dental trauma that apical constriction is lost, creating irregular apical
results in periodontal ligament injury and develops canal opening4. Sealing the opening communication
from an inflammatory process established along the between the root canal and the periodontium must
root periodontium14. In this case, pulp necrosis and be performed using material that preserves bacterial
external apical root resorption occurred after dental leakage, biocompatible, and is able to regenerate the
trauma. During the injury, the pre-cementum may supporting structures.
be damaged from the root surface and phagocytosed Apical barrier material should confine obturation
along with the damaged bone, resulting in exposure materials to the canal space and also induce cementum
of underlying dentin to osteoclastic and odontoclastic and bone formation in order to promote healing.
activity. After traumatic dental injury, osteoclasts and Development of bioactive material such as MTA has
macrophages are attracted to the site of injury to been successfully used as apical barrier material
remove damaged tissue. Breaching in the integrity before obturation in complex cases of pathologic root
of the protective pre-cementum from the injury resorption2. MTA is mainly composed of tricalcium
will permit odontoclasts to bind to and resorb the and silicate, it can conduct and induct hard tissue
underlying cementum and dentin. If communication formation and release various ions18. The high pH of
is created between the pulp space and external root MTA (10.2, rising to 12.5 at 3 hours and thereafter)
surface and adjacent periodontal tissue, microbes may be one of the factors that promotes hard tissue
and their toxins from the root canal space will diffuse formation. The bioactive properties of MTA encourage
to tubules and stimulate the resorbing osteoclasts, osteoblast cell differentiation and bone deposition,
making the resorption process intensify2. stimulate cementum repair and promote periodontal
Management of external apical root resorption ligament reformation19. Release of calcium ions
depends on the etiology. In case where the resorption favors proliferation of osteoblast, differentiation and
occurred from periodontal injury and pulpal necrosis, extracellular matrix mineralization10. This case report
non-surgical endodontic treatment is performed to confirmed that MTA as artificial plug to filling material
remove the infected necrotic pulpal tissue in the in external apical root resorption demonstrated a
root canal space to arrest the resorption process clinically asymptomatic and adequately functional
and create a conducive environment for hard tissue tooth after 6-month follow-up. Osseous repair were
repair2. Complete chemo-mechanical preparation is also evident with in the periapical area and the teeth
an essential step in root canal disinfection. In this case were in function.
2,5% sodium hypochlorite irrigant was used because of Despite the damage of root end by external apical
its antibacterial effect and ability to dissolve necrotic root resorption, non-surgical endodontic therapy
tissue and organic components of dentin. To remove the using MTA revealed arrested apical resorption and
inorganic compounds of smear layer, 17% EDTA solution regenerated periapical tissue. Disinfection of root
was used. As for the final irrigation, 2% chlorhexidine canal system is also crucial in providing environment
was used as it is proved to be effective as antibacterial for tissue repair.
rinse15. Calcium hydroxide was used as intracanal
medicament. The antimicrobial activity of calcium CONCLUSION
hydroxide is a result of the alkaline pH (approximately
11-13) and it has capability of dissolving necrotic Orthograde filling with MTA followed with gutta-
tissue remnants and bacteria and their byproducts3. percha was performed as non-invasive approach in
In addition to its alkaline pH, it may contribute to the apical root resorption and showed no progression of
arresting and healing process of inflammatory root defect. MTA used as apical barrier is known to have
resorption. Eliminating bacteria and their by-products good sealing ability, biocompatibility, antibacterial
from the root canal and dentinal tubules is believed to effect, and considered to be effective in stimulating
be an important factor in stopping the inflammatory apical tissue regeneration.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
454 MANAGEMENT OF TRAUMA-INDUCED EXTERNAL APICAL ROOT
RESORPTION IN PERMANENT MAXILLARY CENTRAL INCISOR

REFERENCES

1. Garg, N., Garg, A. 2014. Textbook of Endodontics. 5th edition.


Jaypee. New Delhi
2. Hargreaves, K., Berman, L.H. 2016. Cohen’s Pathways of the
Pulp. 11th edition. Elsevier. Missouri
3. Torabinejad, M., Walton, R. E., Fouad, A. F. 2015. Endodontics
Principles and Practice. 5th edition. Elsevier. Missouri
4. Gutmann, J. L, Lovdahl, P. E. 2011. Problem Solving in
Endodontics: Prevention, Identification, and Management.
5th edition. Elsevier. Missouri
5. Raldi, D. P., Mello, I., Habitante, S. M., Lage-Marques, J. L., Coil,
J. 2009. Treatment Options for Teeth with Open Apices and
Apical Periodontitis. J Can Dent Assoc, 75: 591-596
6. Ashwini, T. S., Hosmani, N., Patil, C. R., Yalgi, V. S. 2013. Role of
Mineral Trioxide Aggregate in Management of External Root
Resorption. J Conserv DentI, 16(6): 579-581
7. Cicek, E., Yilmaz, N., Kocak, M. M., Saglam, B. C., Kocak, S.,
Bilgin, B. 2017. Effect of Mineral Trioxide Aggregate Thickness
on Fracture Resistance of Immature Teeth. J Endod, 43(10):
1697-1700
8. Pace, R., Giulani, V., Nieri, M., Di Nassol, L., Pagavino, G. 2014.
Mineral Trioxide Aggregate as Apical Plig in Teeth with Necrotic
Pulp and Immature Apices: A 10-year Old Case Series. J Endod,
40(8): 1250-1254
9. Haapsalo, M., Parhar, M., Huang, X. Y., Wei, X., Lin, J., Shen, Y.
2015. Clinical Use of Bioceramic Materials. Endodontic Topics,
32: 97-117
10. Camilleri, J. 2014. Mineral Trioxide Aggregate in Dentistry:
From Preparation to Application. Springer. Berlin
11. Günes, B., Aydinbelge, H.A. 2012. Mineral Trioxide Aggregate
Apical Plug Method for the Treatment of Nonvital Immature
Permanent Maxillary Incisors: Three Case Reports. J Conserv
Dent, 15: 73-76
12. Kubasad, G. C., Ghivari, S. B. 2011. Apexification with Apical
Plug of Mineral Trioxide Aggregate: Report of Cases. Arch Oral
Sci Res, 1: 104-107
13. Floratos, S. G., Tsatsoulis, I. N., Kontakiotis, E. G. 2013. Apical
Barrier Formation after Incomplete Orthograde Mineral
Trioxide Aggregate Apical Plug Placement in Teeth with Open
Apices – Report of Two Cases. Braz Dent J, 24: 163-166
14. Andreasen,, J., Bakland L. 2008. Pathologic Tooth Resorption,
in Ingle’s Endodontic. BC Decker. Ontario
15. Basrani, B. 2015. Endodontic Irrigation: Chemical Disinfection
of the Root Canal System. Springer. Swiss
16. Forghani, M., Mashhoor, H., Rauhani, A., Jafarzadeh, H. 2014.
Comparison of pH Changes Induced by Calcium Enriched
Mixture and Those of Calcium Hydroxide in Simulated Root
Resorption Defects. J Endod, 40(12): 2070-2073
17. Hargreaves, K. M., Goodis, H. E., Tay, F. R. 2012. Seltzer and
Bender’s Dental Pulp. 2nd edition. Quintessence Publishing.
Illinois
18. Parirokh, M., Torabinejad, M. 2010 Mineral Trioxide
Aggregate: A Comprehensive Literature Review Part III: Clinical
Applications, Drawbacks, and Mechanism of Action. J Endod,
36:400–13
19. Torabinejad, M. 2014. Mineral Trioxide Aggregate: Properties
and Clinical Applications. Wiley Blackwell. Iowa

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Cyntia Dewi Maharani, Diatri Nari Ratih, Margareta Rinastiti
PO-97 455

PERAWATAN NONBEDAH PADA APEKS TERBUKA DAN RESORPSI


EKSTERNAL BERKAITAN DENGAN IMPAKSI KANINUS
Cyntia Dewi Maharani*, Diatri Nari Ratih**, Margareta Rinastiti**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background: External resorption on the apical surface as a result of an impacted tooth pressure, can lead to open apex.
Mineral Trioxide Aggregate (MTA) is a potential material of apexification treatment to induce apical closure. Purpose: This
report presents non-surgical management using MTA of maxillary central incisor with open apex and external resorption
related to impacted canine.
Case: A female patient presented to Clinic of Conservative Dentistry Dental Hospital of Universitas Gadjah Mada, due to pain
particularly during biting or chewing of maxillary right central incisor. Approximately ten years ago, the impacted maxillary
right canine had been extracted. The diagnosis was non-vital with open apex, external resorption and symptomatic apical
periodontitis.
Case management: Root canal was prepared by conventional technique and an intracanal medicament of calcium hydroxide
was placed for two weeks. Apexification treatment was performed using white MTA as a 3,5 mm apical plug followed by
restoration using prefabricated fiber post and lithium disilicate crown. Two weeks follow up showed asymptomatic and no
abnormalities occurred on tooth.
Conclusion: Non-invasive management using MTA is a valid option for case of open apex and external resorption due to
impacted teeth, thus can lead to heal and the function of the tooth could be restored immediately.

Keywords: Open apex, apexification, MTA, impacted canine

INTRODUCTION impacted maxillary canines4,5.


Resorption of the apical portion of the root leads
Impacted maxillary canines are the second most open apices6. Achieving an acceptable seal in the
prevalent and more often in females. Among all apical area is the major problems associated with
teeth, canines have the longest time for development endodontic treatment of teeth with open apices. In the
and complex moving path from its origin to reach a lack of a natural apical constriction, mineralized tissue
complete occlusion. The most common undesirable production in the apical area is important to create an
effects of the impacted canines is root resorption of apical barrier7.
the adjacent incisors1. Apexification is a method of inducing apical closure
Root resorption is defined as loss of tooth cementum in a root with an open apex and works by forming
and/or dentin, associated with a physiological or a mineralized barrier. Apexification with calcium
pathological process occurring as a result of changes in hydroxide material induce hard tissue barrier at the
the tooth or surrounding periradicular tissues2. Types apical end before placing the obturating material,
of root resorption in permanent teeth were classified but the use of it shows several limitations8. Currently,
into internal and external resorption. External root mineral trioxide aggregate (MTA) has been widely used
resorption has various causes, including inflammatory for apexification due to its ability to provide a good
condition, traumatic injuries, pressure or mechanical seal and excellent marginal adaptation. Moreover, it
stimulation, neoplastic conditions, systemic disorders, induce hard tissue formation as an apical plug allowing
and idiopathic. Root resorption in permanent for prompt obturation of the root canal7,8.
dentition induce pathological process3. Enormous This report presents non-surgical management
pressure deriving from the contact between impacted using MTA of maxillary central incisor with open apex
canine to the root of adjacent teeth cause external and external resorption related to impacted canine.
root resorption. Several studies showed an incidence
of central and lateral incisors root resorption, due to
Korespondensi: Cyntia Dewi Maharani, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta,
Indonesia. Alamat e-mail:cyntiadeem@gmail.com.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
456 PERAWATAN NONBEDAH PADA APEKS TERBUKA DAN RESORPSI
EKSTERNAL BERKAITAN DENGAN IMPAKSI KANINUS

CASE CASE MANAGEMENT

A 55-year-old female patient presented to the Clinic In the first visit, the opened root canal was irrigated
of Conservative Dentistry Dental Hospital of Universitas with normal saline to remove debris. Debridement of
Gadjah Mada, due to pain particularly during biting the root canal was completed using barbed broach
or chewing of maxillary right central incisor. Pain followed by 2,5% sodium hypochlorite (NaOCl) irrigation
occurred since 1 year ago. The access of root canal has and saline. The working length was determined
been opened previously to reduce pain, but after that with an electronic apex locator and confirmed with
she did not continue the treatment. According to the radiographic images. A #45 K-file was inserted 1 mm
patient, the impacted maxillary right canine had been short of the estimated radiographic initial image and
extracted approximately ten years ago. The medical was obtain 18,5 mm of instrumentation length (Figure
history of systemic diseases and drug history were 4). Root canal was prepared by circumferential filling
unremarkable. No facial injury was noted. Extraoral motion up to #60 K-file complemented with 2.5%
examination did not present any abnormalities. Clinical NaOCl irrigation. Upon completion of the chemo-
examination of tooth 11 revealed large opening access mechanical preparation, final irrigation of root canal
on palatal aspect of root canal and composite resin was performed with 2,5% NaOCl, saline, 17% EDTA,
restoration on mesio-incisal-palatal surface. Tooth and finished with 2% chlorhexidine digluconate. The
11 was tenderness to the percussion. Maxillary right canal was dried with sterilized paper points. Calcium
posterior teeth were missing. hydroxide intracanal dressing (Ultracal, Ultradent) was
placed in the root canal for 2 weeks.

Figure 1. Preoperativ view of maxillary insicors

Figure 3. Labial view using rubber dam


Intraoral periapical radiograph showed open apex
of tooth 11 and thickening of periodontal ligament
space. Shortening root length and slightly irregular
apical margin proposed due to external resorption
involving teeth 11 and 12. Diagnosis of tooth 11 was
non-vital with open apex, external resorption and
symptomatic apical periodontitis. Apexification with
MTA was performed, followed by restoration using Figure 4. Palatal view using rubber dam
prefabricated fiber post and lithium disilicate crown.

Figure 5. Working length determination

Figure 2. Pre-operative radiograph At the 2-week postoperative appointment,


symptomatic apical periodontitis was not existed on
tooth 11. The calcium hydroxide dressing was removed

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Cyntia Dewi Maharani, Diatri Nari Ratih, Margareta Rinastiti 457

by rinsing with 2,5% NaOCl and finalized with saline.


The canal was dried with sterilized paper points.
Afterwards, MTA (ProRoot White MTA, Dentsply) was
prepared according to the manufacturer’s instructions
and applied to the apical portion of the canal using
micro apical placement. It was condensed with a
calibrated measured plugger until thickness of 3,5 Figure 7. Tooth color determination using shade guide
mm. Ensuring the position of MTA in apical portion (A3,5)
was followed by radiographs (Figure 5). To keep the
moist condition, a moist cotton pellet was left within
the canal and access cavity was sealed with temporary
cement.

Figure 8. Removal old restoration and crown preparation

Figure 6. MTA plug in apical portion

At the following appointment, either patient’s


complained or clinical symptoms was not presented on
tooth 11. For gaining an aesthetic restoration, the color
Figure 9. Prefabricated fiber post try in
of tooth was determined using shade guide (A3,5)
(Figure 6). All of remaining composite restoration
on mesio-palato-insisal surface was removed and
preparation of tooth for lithium silicate crowns was
done (Figure 7). The root canal was prepared using
precision drill to provide prefabricated fiber post space
and to remove any undercut that may present on canal
walls. A translucent fiber post was selected (Radix
fibrepost, Dentsply). The position of prefabricated Figure 10. Core restoration, finishing preparation, and one-
fiber post in canal was followed by radiographs (Figure step impression
8). Bonding agent (G-Bond, GC) was applied into the
root canal with a microbrush applicator and cured for
20 seconds. Anatomical post and core cemented with
dual cure resin cement (Build IT-FR, Pentron) (Figure 9).
Gingival retraction was performed to obtain the proper
detail of final impression (Figure 10). Temporization was
performed and lithium disilicate crown was cemented
after 1 week (Figure 11). The result of periapical
radiographs determined that prefabricated fiber post Figure 11. Cementation of lithium disilicate crown
showed well adaptation in the root canal (Figure 12).

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
458 PERAWATAN NONBEDAH PADA APEKS TERBUKA DAN RESORPSI
EKSTERNAL BERKAITAN DENGAN IMPAKSI KANINUS

pressure of impacted canine can be treated using


various materials for inducing apical barrier formation
during apexification treatment. The goal of this
treatment is to obtain an apical barrier to prevent the
passage of toxins and bacteria into periapical tissues
from root canal11. The main issue for treating this tooth
is eliminating bacteria from the root canal system.
Preparing root canal with instrumentation cannot be
used optimally in teeth with open apices. Increasing
cleaning and disinfection of the root canal system are
important and can be performed by chemical action
Figure 12. A 2-week post-op image of NaOCl as an irrigant and calcium hydroxide as an
intracanal dressing8.
In this case, calcium hydroxide has been used as
an intracanal dressing due to its antimicrobial activity.
Calcium hydroxide, as a material for apexification, has
some disadvantages such as long treatment time, the
need for multiple visits and several radiographs, and
possibilities of canal infection sealed from temporary
materials over a long period8. Alternatives to calcium
hydroxide have been proposed, the most promising
being MTA.
Figure 13. A 3-month post-op image MTA as a material apexification, has an excellent
biological properties and ability to create a good
DISCUSSION seal, thus it has been recommended for creating an
apical barrier of teeth with open apices. MTA was
The most common undesirable effects of the used in case as an apical plug about 3-4 mm and was
impacted maxillary canines is external root resorption placed in the apical area. Placement of the MTA plug
of the adjacent incisors. Root resorption of maxillary facilitated root canal obturation. MTA consists of
incisors caused by impaction maxillary canines is well fine hydrophilic particles that set in the presence of
known and a relatively common phenomenon. The moisture in approximately 4 hours. In this case, a moist
mechanism of root resorption following improper cotton pellet was left over the MTA to facilitate setting.
eruption pathway and physical pressure during the The final restoration was carried out at at the 1-week
eruption of maxillary canines1,5. Contact point between postoperative appointment to avoid dislocation of
the impacted canine and the adjacent tooth promote to the MTA plug beyond the apex8. MTA should be left
the activation of resorptive processes and demonstrate undisturbed for 7 days before placement of a coronal
to be the site of resorption. This resorption occurs restoration to decrease the risk of displacement14.
through the inflammatory root due to an obstruction Two weeks and three months follow-up showed
of the blood vessels of the adjacent tooth6. It is often asymptomatic and no abnormalities occurred.
detectable by radiographs and described as an irregular The decision using a post to restore an endodontically
borders to the affected root surface, shortening of the treated tooth should be based on remaining tooth
root length thus compromising the crown-root ratio in structure after the removal of all caries and remaining
addition to progressive weakening of the root which restorative materials. In this case, significant portions
has an impact on its long term survival, and it also of the crown tooth 11 are missing due to removal of
leads open apex15. The present case demonstrated the a large and old existing restoration that exist on the
applicability of MTA as a material used in non-surgical mesio-insical-palatal tooth surfaces. Even, clinical
treatment of an open apex and external resorption examination revealed maxillary right posterior teeth
due to pressure of impacted maxillary canine. were missing. This condition needs using a post to
Open apices as a result of root resorption by provide the coronal restoration with retention of the

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Cyntia Dewi Maharani, Diatri Nari Ratih, Margareta Rinastiti 459

core and for root reinforcement. Using fiber post was 9. Kumar, R., Patil, S., Hoshing, U., Medha, A., Mahaparale, R.,
chosen for the treatment in this case because affords 2011, MTA Apical Plug and Clinical Application of Anatomic
Post and Core for Coronal Restoration: A Case Report, Iran
pleasant aesthetics and modulus of elasticity similar to Endod J., 6(2):90-94
dentin, thus creating a more homogenous restorative 10. Gawthaman, M., Vinodh, S., Mathian, V. M., Vijayaraghavan,
system consisting of the post, resin cement, core R., Karunakaran, R., 2013, Apexification with Calcium
material along with the tooth substance. In this way, Hydroxide and Mineral Trioxide Aggregate: Report of Two
Cases, J Pharm Bioallied Sci., 5(2):131-134
distribution of stresses to the root is more even and
11. Garg, A., Koul, B., Nagpal, A., Shetty, S., 2015, One Visit MTA
less risk of a root fracture12. Apexification: Case Report, I J Pre Clin Dent Res., 2(1):80-83
Post endodontic restoration done by using lithium 12. Janavi, B., Reddy, K. S., Prasad, S. D., Saraswathi, B., 2017,
disilicate crown because of the results in true-to-nature Management of Open Apex Using MTA and Reinforcement
esthetic results. It is advisable to use lithium disilicate of Weekend Root with Customized Fiber Post- a Case Report,
International Journal of Health Sciences & Research, 7(7):370-
which offers both high strength and exceptional 375
aesthetics. The translucency of this ceramic allows 13. Hjto, J., Frei, S., 2012, All-Ceramic Crowns on Endodontically
the light to pass through the restoration to the root, Treated Central Incisors, International Dentistry-African
avoiding gingival shadowing. As a result, our artificially Edition, 2(3):1-5
14. Vanderweele, R.A., Schwartz, S.A., Beeson, T.J., 2006, Effect
produced tooth replacements resemble the natural
of Blood Contamination on Retention Characteristics of MTA
dentition even more closely13. When Mixed with Different Liquids, JOE, 32(5):421-424
15. Anilkumar, A., Nair, K. R., Nazar, F., Rajendran, R., 2017,
CONCLUSION Management of an Anterior Tooth with External and Internal
Resorption, Conservative Dentistry and Endodontics Journal,
2(1):32-35
Non-invasive management using MTA is a valid
option for case of open apex and external resorption
due to impacted teeth, thus can lead to heal and the
function of the tooth could be restored immediately.

REFERENCES

1. Kajan, Z. D., Sigaroudi, A. K., Nasab, N. K., Shafiee, Z., Nemati, S.,
2014, Evaluation of Diagnostically Difficult Impacted Maxillary
Canines in Orthodontic Patients and Its Effect on The Root
of Adjacent Teeth Using Cone Beam Computed Tomography,
Journal of Oral and Maxillofacial Radiology, 2(1):2-7
2. Alqerban, A., Jacobs, R., Fieuws, S., Willems, G., 2016,
Predictors of Root Resorption Associated With Maxillary
Canine Impaction in Panoramic Images, Eur J Orthod,
38(3):292-299
3. Kanas, R. J., Kanas, S. J., 2011, Dental Root Resorption: A
Review of the Literature and a Proposed New Classification,
Compend Contin Educ Dent, 32(3):38-52
4. Murray, P., 2015, A Concise Guide to Endodontic Procedures,
London: Springer
5. Guarnieri, R., Cavallini, C., Vernucci, R., Vichi, M., Leonardi, R.,
Barbato, E., Impacted Maxillary Canines and Root Resorption
of Adjacent Teeth: A Retrospective Observational Study, Med
Oral Patol Oral Cir Bucal, 21(6):e743-e750
6. Mayrink, G., Ballista, P. R., Kinderlly, L., Araujo, S., Marano,
R., 2017, External Root Resorption associated with Impacted
Third molar” A Case Report, J Oral Health and Craniofac Sci.,
2:43-48
7. Patel, S., Barnes, J. J., 2013, The Principles of Endodontics, 2nd
ed., Oxford: Oxford University Press
8. Raldi, D. P., Mello, I., Habitante, S. M., Lage-Marques, J. L., Coil,
J., 2009, Treatment Options for Teeth with Open Apices and
Apical Periodontitis, JCDA, 75(8):591-596

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
460 PO-98 PERAWATAN SALURAN AKAR SATU KUNJUNGAN PADA MOLAR MANDIBULA
DENGAN PERIODONTITIS APIKAL ASIMPTOMATIK

PERAWATAN SALURAN AKAR SATU KUNJUNGAN PADA MOLAR


MANDIBULA DENGAN PERIODONTITIS APIKAL ASIMPTOMATIK
Desi Wadianawati*, Ema Mulyawati**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Background : Root canal treament is the first choice in cases of nonvital teeth with infected root canals, because endodontic
treatment may remove the micro-organisms from the root canal system. Purpose : The aim of the case presentation is to
evaluate the healing of periapical lesions of mandibular teeth after one visite root canal treatment.
Case: A 34-years-old female patient came to the Department of Conservative Dentistry with discolored restoration. Clinical
examination revealed the presence of composite restoration in the buccal region of the left mandibular first molar. The mo-
bility of the tooth was within physiologic limit and the vitality test indicated that the tooth was non-vital. Radiography exam-
ination showed the presence of radiolucency in the periapical area. It was diagnosed as pulpal necrosis with asymptomatic
apical periodontitis. The treatment planning was explained to the patient.
Management: Access opening was prepared using an endo access bur and Endo Z. The root canals were shaped with Pro-
Taper rotary instrument. During preparation, the root canals were irrigated with 2.5% NaOCl, EDTA, chlorhexidine solutions
respectively. The canals were dried, and a gutta-percha master cone was confirmed radiographically. Then, the canals were
obturated using single cone method with gutta-percha point (X2) and epoxy sealer. The access opening was sealed with glass
ionomer cement. Afterwards, restoration was performed using short fiber reinforced composite and packable composite
resin.
Conclusion: the successful of root canal treatment are based on adequate cleaning, shaping, and obturations.

Keywords: periapical lesion, mandibular first molar, one visit endodontic treatment

INTRODUCTION the harmless of them. The remaining microorganism


may be killed by the antimicrobial activity of the sealer
Single visit endodontic means root canal treatment or Zn ions of gutta-percha.2
which was cleaning, shaping, and disinfection followed Periapical lesion is a sequelae to endodontic
by obturation of the root canal at the same time. infection caused by dental caries or trauma. One
Teeth for single visit should have absence of acute hand,it manifest itself as the host defense response to
symptoms and absence of procedural difficulties like microbial challenge from root canal system and result
canal blockage.1 The main goal endodontic treatment in localised inflammation, hard tissue resorption.5
is eliminating bacteria from infected root-canal system The other hand, it arise as result of pulp necrosis. The
to create an environment that is the most favourable healing of this lesions depens on proper mechanical
for healing.2 and chemical removal of the infected pulp and three-
The successful root canal treatment depends on dimensional canal obturation.6
adequate cleaning, shaping, and filling of the root canal
system. Shaping and cleaning procedures are part CASE
of root canal treatment that can be directed against
microbial in root canal. The important achievements A 34-years-old female patient came to the
in cleaning and shaping are to do the following remove Department of Conservative Dentistry with discolored
infected soft and hard tissue, allow the irrigant to restoration. Patient was examined in the Departement
apical canal space, and create space for adequate of oral and maxilofacial surgery for evaluation and
obturation.3 Generally, File is used for shaping and control the tooth. The tooth was pain before visiting
spuit injection is used for irigating and disinfecting the dentist in Department of oral and maxilofacial
the canal.4 Meanwhile, Adequate obturation can surgery.
eliminate the remaining microorganisms and render Clinical examination revealed the presence of

Korespondensi: Desi Wadianawati, Residen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta,
Indonesia. Alamat e-mail: desi.wadianawati@mail.ugm.ac.id.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Desi Wadianawati, Ema Mulyawati 461

composite restoration with secondary caries in the protocol (Figure 3).


buccal region and fissure caries in the occlusal region
of the left mandibular first molar (Figure 1). The
mobility of the tooth was within physiologic limit and
the vitality test indicated that the tooth was non-vital.
Tooth 36 had not a sensitive response when tested
by percussion. Radiography examination showed
the presence of radiolucency in the periapical area
(Figure 2). From both the clinical and radiographic
examination, the diagnosis was made as pulpal necrosis Figure 3. Cleaned and shaped by crown down technique
with asymptomatic apical periodontitis. The treatment with ProTaper rotary instrument.
plan of tooth 36 was one visit root canal treatment.
The treatment planning was explained to the patient S1- F2 instrumental sequence was used with
and the informed consent was given also. X-Smart Endodontiuc Motor (Dentsply) at speed 250
rpm, according to the manufacturer’s instruction.
Apical patency was maintained throughout the
preparation of the root canal by using a manual tool
with k-file size #10. The apical diameter of the final
preparation was confirmed by the use of an ISO hand
tool with k-file size #25. During preparation, the root
canals were irrigated with 2.5% NaOCl, 17% EDTA,
Figure 1. Clinical examination of left mandibular first molar 2% Chlorhexidine solutions, and normal saline to
showed the fissure caries (a) and old composite restoration remove any remnant of each solutions. Mechanical
on bucal region (b) and antiseptic treatment assumed the use of chelating
gel EDTA, applied on each of the instruments used
for preparation, and the continuous irrigation using
sodium hypochlorite at a concentration of 2.5 %.
Chlorhexidine (2%) was used for the final flushing. The
canals were dried, and prepared for sealing. At the end
of the one visit endodontic treatment, a gutta-percha
master cone was confirmed radiographically (Figure
Figure 2. Radiography examination Mandibular first molar 4). Then, the canals were obturated using single cone
with periradicular lesions method with gutta-percha point (X2) and epoxy sealer
(Figure 5).
CASE MANAGEMENT

Endodontic treatment was initiated under rubber-


dam isolation. The old filling material was removed
using round metal bur. Access opening was prepared
using an endo access bur and Endo Z. Four canals were
located, two canals were in the mesial (mesiobuccal,
mesiolingual) and two others were in the distal side
Figure 4. Gutta-percha cone-fit in radiograph and clinical
(distobuccal, distolingual). The root canals were
explored with a size #15 k-file and the working length
was determinated with electronic apex locator, then The access opening was sealed with glass ionomer
confirmed by periapical radiography. The root canals cement. After completion of glass ionomer cement, post
were cleaned and shaped by crown down technique endodontic was prepared. Tooth colour adjustment
with ProTaper rotary instrument in continous rotation was performed using VITA shade guide. The tooth was
to instrument F2, according to the manufacturer’s prepared using diamond taperred short bur to shape

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
462 PERAWATAN SALURAN AKAR SATU KUNJUNGAN PADA MOLAR MANDIBULA
DENGAN PERIODONTITIS APIKAL ASIMPTOMATIK

short bevel on cavosurface margin. The phosphoric


acid 37% (Denfil Etchant-37 syringe, Vericom) and fifth
generation bonding (Stae, SDI) were applied on the
cavity surface. Composite resin bulk-fill (SDR, Dentsply)
was used for layering thinly over cavity surface. Short
fiber-reinforced composite (Ever X Posterior, GC) was
placed the composit bulk-fill (SDR, Dentsply). The final
application was made by applying packable composite
resin A3 (P60, 3M ESPE). Restoration was performed
using short fiber reinforced composite and packable
composite resin (figure 6). The patient was clinically
Figure 8. Preoperative (a) and postoperative (b) clinical
followed-up to monitor the periradicular responses. photo

Figure 5. Obturated tooth with single cone gutta-percha Figure 9. Preoperative radiograph (a) and Postoperative
radiograph after 4-month recall (b)

DISCUSSION

Periapical pathology is a host defense mechanism


to micro-organisms present in the root canal. In this
case, tooth was diagnosed as pulpal necrosis with
asimptomatic apical periodontitis. Asimptomatic
Figure 6. Restoration was performed using short fiber apical periodontitis was defined as inflammation
reinforced composite and packable composite resin and destruction of the apical periodontium that is
of response to bacterial infection of the root canal
system. It appears as an apical radiolucency and does
not produce clinical symptoms (no pain on percussion
or palpation).7 Meanwhile, Apical periodontitis is one
of the most prevalent diseases affecting the teeth.
Prevalence increases with age and by the age of 50
years, it is more than 50%. It is equally well established
that prognosis for complete healing of teeth with
Figure 7. Four-month recall showing the healing periapical pretreatment diagnosis of Apical periodontitis is
lession
approximately 10-15% lower than for teeth without
Apical periodontitis.8
At the 4-month recall, the patient was asymptomatic
Nonsurgical endodontic treament should always be
and showed healing (Figure 7).
the first choice in cases of nonvital teeth with infected
root canals, because endodontic treatment attempts
to eradicate the micro-organisms from the root canal
system, then promoting periapical healing.9 In this
case, root canal treatment with apical periodontitis
performed in one visite. In one visite root canal
treatment, intra-canal medicament was not used. In

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Desi Wadianawati, Ema Mulyawati 463

some cases revealed that use of calcium hydroxide as considered as essential part of chemo-mechanical
intra-canal medicament fails to consistently produce debridement. Sodium hypochlorite solution was used
sterile root canals and even allows regrowth of as the main irrigant because of its broad antimicrobial
microorganism.9 The major challenges in one visite spectrum. It can dissolve necrotic tissue remnant.9 The
endodontic treatment of teeth are achieving complete other irrigant was EDTA solution and Chlorhexidine.
cleaning, shaping, and obturation immediately in EDTA solution was used as an adjunct irrigant to
the same visite.9 On the other hand the one-visit remove the smear layer and to detache adherent
endodontic eliminates the intracanal medication. This biofilms. 2% chlorhexidine was used as the final
option is based on the entomb theory. The entomb irrigant, as it has a strong affinity to bind to dental hard
theory defends that, after the obturation, a low tissues, and one bound to a surface, has prolonged
concentration of the surviving bacteria remain inside antimicrobial activity.9 Single-visit root canal treatment
the canal but stay imprisoned inside the dentinal has been recommended for use in cases with pulpal
tubules and isthmus, and with the lack of nutrients, inflammation, traumatic pulpal exposure, and necrotic
these bacteria finally die.10 pulp with a sinus tract.13
The endodontic treatment on left mandibular first
molar has shown healing of the periapical lession. This CONCLUSION
healing can be seen at radigraphic examination on
four-month recall after one visit root canal treatment. The successful of root canal treatment are based
The patient was asymptomatic and no mobility notice. on adequate cleaning, shaping, and obturations that
There are following factors that influence healing can lead to heal periapical lesion. One visit root canal
after endodontic treatment : presence of periapical treatment have some following advantages : reduction
radiolucency, size of periapical radiolucency, cleaning in time and cost, prevention of inter-appointment flare
and shaping of the apical third of the canal.(4) The ups, and low incidence postoperative pain.
outcome measured was healing of radiographically
detectable lesions. Adequate cleaning and obturating REFERENCES
of the apical third are important to achieve so that
microorganisms can no longer reach the periapical 1. Garg, A., and Garg, N., 2014, Textbook of Endodontics third
edition, Jaypee Brother Medical Publisher, p. 323
tissues and continue their destruction.(4) The previous
2. Wesselink, P., R., and Peters, L., B., 2002, Periapical healing of
study demonstrated that mechanical instrumentation, endodontically treated teeth in one and two visits obturated
irrigation, and root filling play an important role in in the presence or absence of detectable microorganisms, Int
the healing of periapical lesions. The size of periapical Endodont Journal, 2002:35: 660-67.
lesions was also considered to be a risk factor, a 3. Berman, L., H., and Hargreaaves, K., M., 2016, Cohen’s
Pathways of the pulp Eleventh Edition, Elsevier, p. 210
large lesion being associated with lower healing rate 4. Krishna, V., G., and Chandra, B., S., 2010, Grossman’s
when compared to smaller lesions, for the same time Endodontic Practice Twelfth Edition, Wolter Kluwer Health,
interval.11 India, p. 149
The other factor that influence periapical healing 5. Shashikala, K., and Shekhar, V., 2013, Conservative non-
surgical management of a large periapical lesion using a
was the patients’ ages and the good general health.
calcium hydroxide based sealer for obturation : A Case Report,
The presence of systemic disease and nutritional Int Journal of Clinical Dental Science, 4(2): 15-19
disturbance were also the factors which influence the 6. Castaldo, A., Somma, F., Castagnola, R., Marigo, L., Sossi,
repair of periapical lesion. Patient with impairment of D., Biasi, M., D., and Angerame, D., 2013, Periapical healing
the immunologic system might delayed healing.12 after simplified endodontic treatments: A digital substraction
radiography study, Giornale Italiano di Endodonzia, 27 : 74-79.
The advantages of single visit endodontic are 7. Aguiar, C., M., Camara, A., C., and Oliveira, B., P., 2017,
reduction in time and cost of treatment, prevention Prevalence of Asymptomatic Apical Periodontitis and
of inter-appointment flare ups, and low incidence its Association with coronary artery disease in Brazilian
of postoperative pain when compared to multiple Subpopulation, Int Journal of Oral Sciences and Dental
Medicine, 51(2): 106-112
visit endodontic treatment. One important step in
8. Bhuyan, D., Kataki., R., Das., L., Kalita, C., Bhuyan AC., and Gill,
endodontic treatment is disinfection of the root GS., 2016, Ann Med Health Sci Res., 6(1): 19–26.
canal. Disinfection of the root canal system by 9. Kumari, A., Meena, N., and Maity, I., 2014, Single visit
using antimicrobial and tissue-dissolving irrigant is nonsurgical endodontic therapy for periapical cysts : A clinical
study, Contemporary Clinical Dentistry, 5: 195

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
464 PERAWATAN SALURAN AKAR SATU KUNJUNGAN PADA MOLAR MANDIBULA
DENGAN PERIODONTITIS APIKAL ASIMPTOMATIK

10. Pagona, A., Saura, M., and Martin, JNR., 2011, One appointment
endodontic procedure on teeth with apical periodontitis:
Is this a criterian for success? – A literature review, Rev port
Estomatol Med Dent Cir Maxilofac, 52(3): 181-186
11. Chisnoiu, et al, 2016, Clinical and Radiological assesment of
periapical wound healing of endodontically treated teeth
using two different root canal filling materials, International
Journal of the Bioflux Society, 8: 65.
12. Bramante, C., M., Bortoluzzi, E., A., and Broon, N., J., 2007,
Repair of large periapical radiolucent lesions of endodontic
origin without surgical treatment: Case report, Aust Endod J,
33: 36-41
13. Babshet, M., Nayak, M., and Rudranaik, S., 2016, Periapical
healing outcome following single visit endodontic treatment
in patients with type 2 diabetes mellitus, J Clin Exp Dent, 8(5):
e498-504

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Raras Ajeng Enggardipta, Ema Mulyawati, Tri Endra Untara
PO-99 465

ONE-STEP MTA APEXIFICATION FOR TRAUMATIZED IMMATURE


PERMANENT TOOTH
Raras Ajeng Enggardipta*, Ema Mulyawati**, Tri Endra Untara**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Apexification is a method to induce calcific barrier in root with open apex or continued apical development of
teeth with incomplete roots and necrotic pulp. Mineral trioxide aggregate has been proposed as material suitable for one-
step apexification because it neither gets resorbed nor weakens the root canal dentin. Purpose: This case report aims to
present one-step apexification using MTA as a non-surgical approach for traumatized immature permanent tooth with large
periapical lesion.
Case: A 26-year-old female patient reported with a chief complaint of discolored left maxillary central incisor with history
of trauma 16 years back. The concerned tooth did not respond to vitality test. The periapical radiograph revealed a large
periapical lesion, open apex and apical root resorption of 21 tooth. Ellis class IV fracture was evident.
Case Management: Apexification with MTA was planned. Access opening was prepared under rubber dam isolation and
working length was determined. Biomechanical preparation was done using K-file #80 with circumferential filing motion.
Root canal irrigation was done using 2.5% NaOCl and saline. Ca(OH)2 was placed in the root canal and patient recalled
after 7 days. At subsequent appointment, canal was irrigated and dried with paper points. MTA was placed using plugger in
apical 4 mm. A wet cotton pellet was placed in the canal and access cavity was sealed. At next appointment, root canal was
obturated with GP point. GIC as intra-orifice barrier was placed before intra-coronal bleaching procedure was performed.
The coronal restoration was finished with fiber post and composite resin. After six months the radiographic examination
showed decrease of periapical lesion.
Conclusion: The non-surgical treatment one-step apexification MTA for traumatized immature permanent tooth with open
apex and large periapical lesion is effective management, predictable procedure and less time consuming.

Keywords: one-step apexification, mineral trioxide aggregate, immature permanent tooth, apical plug.

INTRODUCTION loss of intermediate coronal restoration, aesthetic


problems, and a high pH which promotes necrotic and
Traumatic injury to an immature permanent tooth degenerative changes in the apical tissue in contact.
leads to pulp necrosis and alter root development 1. To overcome all such shortcomings, the concept of
Traumatic injury sustained before closure of the apex “one step apexification” with materials such as mineral
often results in immature necrotic tooth2. The canal trioxide aggregate (MTA) was introduced. One step
walls of this tooth are divergent and wide-open apex1. apexification is defined as nonsurgical compaction of a
The management of this tooth can be non-surgical biocompatible material into the apical end of the root
treatment such as apexification. Apexification is defined canal to establish an apical stop that would enable the
as a method to induce a calcified barrier in a root with root canal to be immediately filled4.
an open apex or continued apical development of an Mineral trioxide aggregate (MTA) has a remarkable
incomplete root in a tooth with necrotic pulp3. capacity to induce hard-tissue formation and peri
Various techniques were used to induce the radicular healing 4. It is currently considered as one of
apexification process. The most common traditionally the most promising materials because of its superior
used medicament is calcium hydroxide (Ca(OH)2). biocompatibility and less cytotoxicity due to its alkaline
The approximate time for induction of calcified apical pH and presence of calcium and phosphate ions
barrier using Ca(OH)2 varies between 6 months resulting in capacity to attract blastic cells and promote
and 24 months1. Apexification procedures using favorable conditions for cementum deposition 5.
Ca(OH)2 has several shortcomings such as prolonged The aim of conventional apexification procedure is
treatment time spanning over several months, lack inducing the formation of an apical barrier while the
of patient motivation, risk of reinfection due to recent approach (one-step apexification) is to form an
Korespondensi: Raras Ajeng Enggardipta, Post Graduate Student, Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta Sekip Utara Yogyakarta,
Indonesia. e-mail: rarasajeng65@gmail.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
ONE-STEP MTA APEXIFICATION FOR TRAUMATIZED
466 IMMATURE PERMANENT TOOTH

artificial apical barrier by the placement of an apical diagnostic terms used in endodontics (7), a diagnosis
plug 6. The goal of this treatment includes obtaining of tooth 21 was pulp necrosis with asymptomatic
an apical barrier to prevent the passage of toxins and apical periodontitis in relation to intrinsic discoloration
bacteria into the periapical tissues from the root canal2. of immature necrotic maxillary left central incisor. Ellis
class IV fracture was evident.
CASE
CASE MANAGEMENT
A 26-year-old female patient reported to the
Department of Conservative Dentistry, Faculty of Apexification with mineral trioxide aggregate (MTA)
Dentistry, Universitas Gadjah Mada with a chief was planned. Informed consent was obtained from
complaint of discolored left maxillary central incisor. the patient. After rubber dam application, access
The patient had a history of trauma to the permanent opening was prepared under rubber dam isolation and
left maxillary central incisor at the age of 10 years working length was determined (Fig.3). Biomechanical
old. Medical history was noncontributory. The clinical preparation was done using stainless steel K-file #80
examination revealed discolored tooth 21, fracture of (Dentsply, Maillefer) with circumferential filing motion.
incisal edge and distal angle of tooth 21, with loss of Copious root canal irrigation was done using 2.5%
structure at the enamel and dentin but without pulpal NaOCl and saline. Calcium hydroxide (Ca(OH)2) was
exposure (Fig. 1). The concerned tooth did not respond placed in the root canal and patient recalled after 7
to vitality test. days.

Figure 1. Clinical aspect showing discolored and fractured


21 tooth (black arrow). Figure 3. Periapical radiograph of the working length tooth
21.
The periapical radiograph examination revealed
fracture line on mesial and incisal edge of tooth 21, a
large periapical lesion, wide root canal in relation of
wide-open apex and apical root resorption of tooth 21
(Fig.2).

Figure 4. Periapical radiograph showing placement of MTA


of 4mm thickness (yellow arrow).

At subsequent appointment, the involved tooth


was found to be asymptomatic. The access cavity was
reopened, root canal was copious irrigated using 2,5%
Figure 2. The initial periapical radiograph revealed fracture
line on the crown, radiolucent lesion in apical area of tooth
NaOCl solution and saline and dried with sterile paper
21, wide-open apex and apical root resorption of tooth 21. points. Mineral trioxide aggregate (MTA) (ProRoot
MTA, Dentsply) was mixed according to manufacturer’s
Based on the history and the radiographic findings, protocol and it was placed using plugger in apical 4
and based on American Association of Endodontist mm (Fig.4). A wet sterile cotton pellet was placed in

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Raras Ajeng Enggardipta, Ema Mulyawati, Tri Endra Untara 467

the canal and access cavity was sealed with temporary


restoration (Caviton, GC Asia).
At next appointment, root canal was obturated with
gutta percha point. Glass ionomer cement (GIC) (Fuji 2
LC, GC Asia) as intra-orifice barrier was placed before
intra-coronal bleaching procedure was performed (Fig.
5). Walking bleach technique was performed using 35%
hydrogen peroxide gel (Opalescence Endo, Ultradent).
The cavity access was double sealed, and patient was
instructed to evaluate the color of her tooth until the
next appointment. (a) (b)
Figure 7. Periapical radiograph showing fiber post trial
fitted with root canal of tooth 21 (a), clinical aspect of tooth
21 after restoration using composite resin (b).

Figure 5. Periapical radiograph showing root canal was


obturated with gutta percha and ready to walking-bleach
technique.

Figure 8. After six months the radiographic examination


showed decrease of periapical lesion.

DISCUSSION

The American Association of Endodontists defines


apexification as a method to induce a calcified barrier
in a root with an open apex or the continued apical
development of an incompletely formed root in
Figure 6. Clinical aspect of tooth 21 showing the A2 color teeth with necrotic pulps3. Two types of apexification
(Vita Shade Guide) same with adjacent teeth. procedures have been described: calcium hydroxide
(multiple visit/ multistep) apexification and MTA
After five days, the color of tooth 21 was same apical barrier (single visit/ one-step) apexification8.
with adjacent teeth and looked harmonious (Fig. 6). The rationale of one-step apexification is to establish
The cavity access was reopened then 35% hydrogen an apical stop that would enable the root canal to be
peroxide gel was cleaned and neutralized with sterile filled immediately. There is no attempt at root end
aquadest. The next appointment was scheduled to closure. Rather an artificial apical stop is created. The
placement of final restoration. After seven days post- advantages of using an apical plug include decreased
bleaching procedure, the coronal restoration was number of patients visit, more predictable apical
finished with fiber post and composite resin (Fig. 7a barrier formation, and reduced need for follow-up
and 7b). appointments9.
Follow up examinations were carried out at 6 Over the last decade, MTA has been researched
months after apexification. During follow up periods extensively and has been suggested as a preferred
the involved tooth was asymptomatic, and the post- material for one-step apexification10. With the
operative radiographs taken at 6 months showed introduction of MTA, a more convenient and less time
remarkable healing of the large periapical lesion (Fig.8). taking technique by placing a plug of MTA in apical 4

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
ONE-STEP MTA APEXIFICATION FOR TRAUMATIZED
468 IMMATURE PERMANENT TOOTH

mm of the root canal was conceptualized1. MTA as a was given for periapical healing and eliminating the
biocompatible material has shown superior results survived bacteria after cleaning and shaping. In the
compared to calcium hydroxide in recent studies in MTA plug technique, root canals must be disinfected
case of apexification procedures11. MTA has a range with temporary calcium hydroxide before placing
of advantages such as biocompatibility, hard tissue MTA for 1-2 weeks. This is because performing chemo
formation, sealing ability, antibacterial property and mechanical preparation alone is not effective for
MTA is not affected by the presence of blood 1. The complete elimination of microorganisms 13. Hence, we
major advantage is that unlike calcium hydroxide MTA used calcium hydroxide, in this case, in between the
reduced treatment time, reduced fracture risk, possibly appointments in the root canal for disinfection.
reinforcing coronal/ intraradicular restoration 12, and Placement of MTA was done and condensed using
it has less leakage and better antibacterial properties endodontic pluggers in apical 4 mm of the root canal,
with setting time of 3-4 hours with a pH of 12.5. MTA then after setting of the MTA, obturation with gutta
acts by producing interleukins and cytokines release percha point was followed. Glass ionomer cement
which leads to the formation of hard tissue 11. (GIC) (Fuji 2 LC, GC Asia) as intra-orifice barrier was
White MTA was used in this case. White MTA placed before intra-coronal bleaching procedure was
(ProRoot MTA, Dentsply), root canal repair material performed. Root canal filling should be sufficient.
was introduced as an aesthetic improvement over When the root canal filling is not sufficient, there is
the original material (grey MTA) for placement in the possibility of the bleaching agents reaching the
anterior teeth. The major components of white MTA apical region. Therefore, the canal opening must be
are tricalcium silicate, dicalcium silicate, tricalcium sealed with materials such as glass ionomer cements,
aluminate, calcium sulphate dehydrate and bismuth zinc oxide eugenol, intermediate restorative material
oxide13. The cement’s setting time is 3–4 hours. (IRM), zinc phosphate cements, hydrophilic materials
Scaffolding is provided for hard tissue formation by and composite resins 17. In the present case, 35%
MTA. It stimulates the production of interleukins and hydrogen peroxide gel was used. The most commonly
cytokines release. Hence, it is capable of promoting used bleaching materials are primarily hydrogen
hard tissue formation. Clinicians may restore the tooth peroxide, carbamide peroxide and sodium perborate.
after setting of MTA. Thus, the fracture resistance of Of these agents with an oxidizing effect, hydrogen
teeth with thin dentinal walls increases. MTA can be peroxide and carbamide peroxide are generally used
used in teeth with pulp necrosis and inflamed periapical at a concentration of 35% 17.
lesions because it may set in moist environments14. Final restoration in the present case was fiber
Favorable results have been obtained after post and direct composite resin. Fiber post is the best
apexification in narrow open apex cases 15. However, alternative due to its various advantages and excellent
in this patient, after 6 months of apexification the clinical performance such as modulus of elasticity
left maxillary central incisor with a wide-open apex resembling dentin, high retention, better translucency,
showed decreased radiolucent lesion at periapical. better transmission of forces with reinforcement
Little success has been reported when apexification of restoration & excellent aesthetics 18. Fiber post
was performed after the development of a periapical associated to direct composite resin restoration is
pathology. Ghosh et al., found a success rate of only recommended for restoration of endodontically
21.6% in such cases 16. In our patient, the upper central treated teeth because less time consuming that
incisor had established periapical radiolucency before conserves remaining tooth structure, and satisfactory
apexification was performed. However, a good result results were found after evaluated the longevity by 6,
evident after 6 months of apexification. 12, 24 and 30-month recall 19.
The important factor that responsible to approach After 6 months apexification, in this present
the goal of apexification such as complete disinfection case, radiographic and clinical follow-up revealed
of root canal before obturation. Root canals with the supreme healing of the apical lesions and the
open apices have more communication compared to regeneration of peri radicular tissues. The clinical
completely closed apex 11. Thus, in this case disinfection examination of this case confirmed the suitability of
of canal was done using copious 2,5% sodium one-step apexification method where the MTA plug
hypochlorite solution and calcium hydroxide dressing technique was used for the endodontic treatment of

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Raras Ajeng Enggardipta, Ema Mulyawati, Tri Endra Untara 469

traumatized immature permanent tooth with an open 13. Vijayran M., Chaudhary S., Manuja N., Kulkarni A.U., 2013,
apex. The favorable result of this treatment was the Mineral trioxide aggregate (MTA) apexification: A novel
approach for traumatised young immature permanent teeth.
same as the result of the cases reported by Garg et BMJ Case Rep., 10–3.
al.20, Gunes et al.14, and Janardhanan et al.11. 14. Gunes, B., Aydinbelge H.A., 2012, Mineral trioxide aggregate
apical plug method for the treatment of nonvital immature
CONCLUSION permanent maxillary incisors: Three case reports. J Conserv
Dentsitry., 15(1):73–6.
15. Chalakkal P., Akkara F., de Ataide I.D.N., Pavaskar R., 2015,
The traumatized immature permanent tooth with Apicoectomy versus apexification. J Clin Diagnostic Res.,
open apex and large periapical lesion can be treated 9(2):ZD01-ZD03.
with non-surgical approach using MTA as an apical 16. Gosh, S., Mazumdar, D., Bhattacharya B., 2014, Comparative
plug. One-step apexification with MTA is effective evaluation of different forms of calcium hydroxide in
apexification. Contemp Clin Dent., 5(1):6–12.
management, predictable procedure and less time 17. Changul, S., Aydin S., 2017, Bleaching Treatment in Devitalised
consuming. Teeth and the Restoration of Anterior Aesthetics : 2 Case
Reports., J Dent Heal Oral Disord Ther., 8(6):1–5.
REFERENCES 18. Mohan M.S., Mahesh G.E., Shashidhar M.P., 2015, Clinical
evaluation of the fiber post and direct composite resin
1. Majumdar N., Mazumdar P., Das U.K., 2009, Single Visit restoration for fixed single crowns on endodontically treated
Apexification and Obturation of Immature Necrotic Permanent teeth., Med J Armed Forces India., 71(3):259–64.
Teeth Using Biodentine – Four Case Reports. Int J Adv Res., 19. Faria A.C.L., Rodrigues R.C.S., de Almeida A.R.P., de Mattos
5(2):2320–5407. G.C., Ribeiro R.F., 2011, Endodontically treated teeth:
2. Bansode P., Dekate K., 2014, Apexification of Immature Teeth Characteristics and considerations to restore them. J
Using Novel Apical Matrices and MTA Barrier: Report of Two Prosthodont Res., 55(2):69–74.
Cases, IOSR J Dent Med Sci., 13(3):27–31. 20. Garg A., Koul B., Nagpal A., Shetty S., 2015, One Visit MTA
3. American Association of Endodontist, 2003, American Apexification : Case Report, I J Pre Clin Dent Res., 2(5):80–3.
Association of Endodontist Glossary of Endodontic Terms. 7th
ed. Chicago: American Association of Endodontists.
4. Sharma V., Sharma S., Dudeja P.,Grover S., 2016, Endodontic
management of nonvital permanent teeth having immature
roots with one step apexification, using mineral trioxide
aggregate apical plug and autogenous platelet-rich fibrin
membrane as an internal matrix: Case series. Contemp Clin
Dent., 7(1):67.
5. Damle, S.G., Bhattal, H., Singla S., 2016, Clinical and
radiographic assessment of mineral trioxide aggregate and
calcium hydroxide as apexification agents in traumatized
young permanent anterior teeth: A comparative study. Dent
Res J., 13(3):284–91.
6. Purra, A.R., Ahangar, F.A., Farooq R., 2016, Mineral trioxide
aggregate apexification: A novel approach, J Conserv
Dentsitry., 19(4):377–80.
7. American Association of Endodontist., 2013, Endodontic
Diagnosis. Chicago: American Association of Endodontists;
1-6 p.
8. Harlamb S.C., 2016, Management of incompletely developed
teeth requiring root canal treatment. Aust Dent J. 61:95– 106.
9. Dixit S., Dixit A., Kumar P., Arora S., 2014, Root end generation:
An unsung characteristic property of MTA-A case report. J Clin
Diagnostic Res., 8(1):291– 3.
10. Balasubrahmaniam A., Sabna B.S., Kumar M.R., Jayasree S.,
2014, One visit apexification using a novel dental material
Biodentine – A Case report. J Dent Med Sci., 13(5):90–2.
11. Vekaash V.C.J., Reddy T.V.K., Sivakumar M., Venkatesh K.V.,
2017, Apexification using MTA - 2 case reports., Sch. J. Dent.
Sci., 4(3):149–50.
12. Gupta S., Goswami M., 2013, Use of Mineral Trioxide
Aggregate in Surgical and Conventional Endodontics: A Report
of Five Cases. Int J Clin Pediatr Dent., 6:134–9.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
470 PO-100 HEMISECTION – A SURGICAL APPROACH TO IATROGENIC
COMPLICATION OF ENDODONTICS THERAPY: A CASE REPORT

HEMISECTION – A SURGICAL APPROACH TO IATROGENIC


COMPLICATION OF ENDODONTICS THERAPY: A CASE REPORT
Selvia Martinova* , Wignyo Hardianto**, Pribadi Santosa**
*Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
**Staff Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Background: Iatrogenic Complication of endodontic treatment need surgical procedure as an alternative way to retain the
tooth. Purpose: This case describe about solving the problem of. Iatrogenic Complication by hemisection.
Case Presentation: A 26 year old female patient was referred by a general dentist after initiation of a root canal treatment.
The patient reported with a chief complaint of pain in mandibular right first molar and localized swelling on the buccal side
occurred. The patient refused to be undertaken tooth extraction. A diagnostic radiograph indicated that access opening had
been done previously in tooth 46, and broken instrument of #15 K-file in mesio-buccal canal was revealed.
Case Management: Root canal treatment was performed on the retained root segments. Hemisection was carried out under
local anesthesia and the mesial portion of the root was removed with extraction forceps. The remaining portion of the distal
toot was trimmed. The socket was irrigated with sterile saline. Bone graft was inserted into the socket and then covered with
periodontal membrane. Suturing the flap was done using interrupted technique. Final restoration was completed with fiber
post and porcelain fused to metal. Hemisection must be an option because it is better than losing total tooth. The goal is to
slow down the process of attachment loss on the remaining root. Crown splinter was chosen as final restoration because
the retained root needed more support to withstand of the mastication.
Conclusion: Hemisection is an option of endodontic treatment to preserve the tooth from maximum loss after iatrogenic
complication

Keywords: iatrogenic complication, broken instrument, bifurcation involvement, hemisection

INTRODUCTION of a mandibular molar. The aim is to preserve multiple-


root tooth, if one root is no longer treatable but the
Every clinician performing endodontics has others are worth preserving. The final restoration
experienced a variety of procedural accidents such was carried out after the endodontic treatment, in the
as over instrumentation, deviation from normal canal form of a bridge form the remaining root to the mesial
anatomy (ledge, zip, and elbow) and inadequate canal or distal neighboring tooth2.
preparation such as perforation and/or broken files.
The broken files that oocurs at the initial therapy are CASE PRESENTATION
more at risk of infection than broken files at the end
of the preparation period for root canal cleaning. A 26-year-old female patient was referred by a
Furcal perforation may occur during the access general dentist after initiation of a root canal treatment.
opening or widening the canals attempting to remove The patient reported with a chief complaint of pain
the broken file, which leads to communication with in mandibular right first molar and localized swelling
periodontal apparatus and jeopardize the root canal on the buccal side. The patient refused to have a
treatment. The endodontics problems can occur tooth extraction. After removal of the temporary
alone or in combination as iatrogneic complications. restoration, furcal perforation was seen on the pulpal
Unfavourable case of removal broken file, the patient floor. The Canals were negotiated, but the mesiobucal
should continue to experience pain, swelling, or a one was unable to be negotiated untill reach the apex.
discharging sinus tract after root canal retreatment. A diagnostic periapical radiograph of the 46 indicated
Then assessment for endodontic surgery is needed or that access opening had been done previously, orifices
an extraction may be required1. Hemisection is one of were widely open causing bifurcatio perforation on the
endodontic corrective surgeries. It is the removal of a mesial roots. There was a radiopaque image on the
half of a tooth, usually extracts the mesial or distal root root canal that was suspected as broken instrument of
Korespondensi: Selvia Martinova, Post-graduate Student, Department of Conservative Dentistry, Faculty of Dentistry Gadjah Mada University, Yogyakarta,
Indonesia. Email: selvia_martinova@outlook.com

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Selvia Martinova,Wignyo Hardianto,Pribadi Santosa 471

#15 K-file in mesio-buccal canal. Apical radiolucency DISCUSSION


was mainly figured in mesial segments of 46.
Hemisection may be considered in a multi rooted
CASE MANAGEMENT tooth if the remaining tooth structure is uninvolved and
sufficient periodontal support is exsisted. Hemisection
The root canal treatment was performed on the is one of the various treatment methods to prolong
retained root segments. Hemisection was carried out the functional life of a tooth that exhibits furcation
under local anesthesia and the vertical cut method was involvement. The goal is to slow down the process
done. The mesial portion of the root was removed with of attachment loss on the remaining root. In case,
extraction forceps. The remaining portion of the distal endodontics problems with broken file in the mesial
root was trimmed. The socket was irrigated with sterile or distal segment of multiple root and the perforation
saline. Bone graft was inserted into the socket and of the bifurcation, the prognosis of the root canal
then covered with periodontal membrane. Suturing treatment plan becomes questionable3. Agrawal et
the flap was done using interrupted technique. The al4 said that hemiseksi must be an option because it is
patient recalled after 1-month of post-surgical healing. better than losing total tooth. Once hemisection has
Final restoration was completed with fiber post and been judged appropriate for this treatment, it must
porcelain crown. undergo endodontic therapy first to reduce pain due to
periapical infections. Followed by the surgical stage to
extract the mesial segment of the tooth and then given
bone powder to be prepared for a complete crown
coverage. Useful bone powder to recover from bone
does not cause defects or decrease in alveolar ridge
height (atrophy). A new restoration can be seen as a
real tooth. Hence in this case, patient refuse to undergo
Figure 1. The periapical radiograph of the 46 orifice teeth total extraction of the tooth and choose endodontic
opens widely trough the bifurcation area. Radiopaque treatment to preserve the tooth from maximum loss.
image on the root canal that is suspected as a fracture After hemisection is done, a final restoration is
file fragment (red arrow). Apical radiolucency is mainly in needed. Retained roots is used as abutment from
mesial segments a fiexd brige or crown splinter. Crown splinter was
chosen as final restoration because the retained root
needed more support to withstand of the mastication5.
Various aspects of the occlusal function such as
location, size of contacts and steepness of cuspal
inclines play a significant role in restorative design. This
case presentation, two‐unit bridge was provided to
restore occlusal function that involved adjacent second
Figure 2. preparation of post fibre core on distal root tooth premolar and retained distal root of mandibular first
46 and abutment tooth 45 molar.

CONCLUSION

Hemisection is an option of endodontic treatment


to preserve the tooth from maximum loss after
iatrogenic complication.

REFFERENCES
a. b.
Figure 3. a. final restoration with zirconia crown splinter 1. Hulsmann, Michael and Schgfe, Edgar, 2009, Problems in
tooth 45 and 46; b. . periapical radiograph after one month Endodontics: Etiology, Diagnosis and Treatment , Quintessence
from final restioration. Publishing, Germany, Page 67

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
472 HEMISECTION – A SURGICAL APPROACH TO IATROGENIC
COMPLICATION OF ENDODONTICS THERAPY: A CASE REPORT

2. Dibar, S., Dietrich, T., 2010, Practical periodontal diagnosis and


treatment planning, 1 ed., Blackwell Publishing. Page 90 and
99.
3. Glickman, G. N. and Hartwel, G. R., 2008, Endodontic Surgery
Ed ke-6.BC Decker.Ontario, Page 1279
4. Behl AB. Hemisection of a multirooted tooth – A case report.
Open Access Sci Rep 2012;1:1‐3
5. Agrawal, VS, Agrawal, IS, Kapoor, S. Hemisection: Tooth savior
maneuver after iatrogenic complication. Int J Health Allied Sci
2015;4:185-7

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III


Yogyakarta, 24-25 November 2018
Prosiding
Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III

Tips & Trick to Achieve Successful Endodontic Treatment, Restorative & Aesthetics Dentistry
Yogyakarta, 24-25 November 2018

Anda mungkin juga menyukai