ADDISON
Definisi
Penyakit Addison adalah suatu kondisi dimana kelenjar adrenal tidak dapat
memproduksi dengan cukup beberapa jenis hormon, Addison melibatkan
terganggunya fungsi dari kelenjar korteks adrenal. Hal ini menyebabkan penurunan
produksi dua hormon yang biasanya dirilis oleh korteks adrenal : kortisol dan
aldosterone. Kondisi tersebut dikenal dengan DR.Addison pada tahun 1855
mengemukakan tentang penyakit tersebut. Penyakit Addison juga dikenal sebagai
kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme atau hipokortitisme merupakan
penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid
yang tidak cukup. Hipofungsi atau insufisiensi adrenal primer berasal dari dalam
kelenjar adrenal dan ditandai oleh penurunan sekresi hormon-hormon
mineralokortikoid (aldosteron), glukokortikoid (kortisol) serta androgen. Penyakit
Addison sangat jarang ditemukan, dari hasil penelitian di Inggris didapatkan hasil
dari satu juta orang hanya terjadi 8 kasus saja. Kebanyakan kasus terjadi antara umur
20 sampai 50 tahun, tetapi dapat pula terjadi pada semua umur. Pada penyakit
Addison gejala berkembang secara lambat mulai dari beberapa bulan sampai dengan
tahun ditandai dengan: lemah badan, lekas lelah, anoreksia, penurunan berat badan
dan hiperpigmentasi.
Pigmentasi oral dapat menjadi tanda pada penyakit Addison ini. Biopsi dari
lesi oral menunjukkan acanthosis dengan granulasilver positif dalam sel-sel pada
stratum germinativum, melanin terlihat pada lapisan basal (Kirkland L, 2010)
Gambaran klinis
Etiologi
Rencana perawatan
Tujuan penatalaksanaan dari penyakit Addison adalah untuk mengatasi syok,
rehidrasi cairan, melakukan penggantian kortikosteroid, pemantauan terhadap tanda
vital. Terapi sulih kortikosteroid seperti kortison maupun hidrokortison yang
memberikan efek mineralokortoid. Terapi glukortikoid sintetik seperti
hydrocortisone, prednisone atau dexamethasone oral 1-3 kali sehari memberi efek
glukokortikoid. Pemberian fluorokortison oral (florinef) 1-2 kali sehari untuk
mencegah kondisi dehidrasi, hipotensi, hiponatremia, dan hyperkalemia. Pemberuan
vasopresor amina juga perlu diberikan jika terjadi hipotensi menetap. Rehidrasi cairan
dengan salin IV, glukosa dan elektrolit terutama natrium melalui infus (Sarkar 2012).
Definisi
Gambar klinis
Etiologi
Lesi berpigmen oral dapat memiliki berbagai etiologi, termasuk obat, logam
berat, genetika, gangguan endokrin, dan radang. Hiperpigmentasi gingiva disebabkan
oleh deposisi melanin yang berlebihan oleh melanosit terutama di lapisan sel basal
dan suprabasal dari epitel. Pigmentasi yang gelap atau kecoklatan dan perubahan
warna jaringan gingiva dapat disebabkan oleh berbagai faktor lokal dan sistemik.
Kondisi sistemik seperti gangguan endokrin, Albright syndrome, melanoma maligna,
terapi antimalaria, trauma, penyakit paru kronis, dan racial pigmentation dapat
menyebabkan hiperpigmentasi gingiva. Tinggi nya kadar pigmentasi melanin
biasanya diamati pada orang Afrika, Asia Timur, atau Hispanic ethnicity (Ponnaiyan,
2014).
Rencana perawatan
Terapi
Pada kasus pigmentasi gingiva terapi dapat dengan metode bedah dan non
bedah. Metode bedah adalah teknik bedah konvensional dengan menggunakan pisau
bedah, abrasi gingiva dengan high speed, pengerokan gingiva dengan scalpel, free
gingival graft, gingivektomi, crysurgery, electrosurgery, Acellular dermal matrix, dan
sinar laser . sedangkan yang termasuk teknik non bedag yaitu dengan menggunakan
bahan kimia seperti Fenol 90%.
Prognosa
Prognosa umum dapat dikatakan baik jika pasien kooperatif dan tidak
menderita penyakit sistemik. Pada prognosa lokal dikatakan sedang jika gingiva RA
dan RB (hiperpigmentasi) kebiasaan buruk pasien seperti merokok.
Pemeriksaan penunjang
Gambar klinis
Secara klinis lesi ini biasanya multiple dan berwarna coklat seperti macula
dengan diameter kurang dari 1 cm yang terletak pada labial dari gingiva cekat dan
pada papilla interdental mandibular. Pigmentasi gingiva cenderung terjadi pada
permukaan labial dari gigi anterior sedangkan pada permukaan palatal akibat
tembakau jarang ditemukan melainkan ditemukan pada individu yang bukan perokok.
Etiologi
Rencana perawatan
Definisi
Gambaran klinis
Pada pasien NPH biasanya mengeluh nyeri yang bersifat spontan
(dideskripsikan sebagai rasa terbakar, aching, throbbing), nyeri yang intermiten
(nyeri seperti ditusuk, ditembak) dan atau nyeri yang dibangkitkan oleh stimulus
seperti alodinia (nyeri yang dibangkitkan oleh stimulus yang secara normal tidak
menimbulkan nyeri) (Jericho, 2010).
Etiologi
Rencana perawatan
Perawatan dengan pengobatan antivirus yang agresif untuk infeksi akut dapat
mengurangi resiko pengembagan komplikasi post herpetic neuralgia. Ketika rasa
sakit dirasakan parah, analgesic dosis besar dapat membantu, alternative obat yang
lain yaitu amitriplyne dan gabapentin. Penerapan stimulasi transcutaneous electrical
pada daerah yang terkena kadang dapat efektif, penerapan ini setiap jam selama 5-10
menit setiap hari, dan pemberian stimulator secara persisten dapat mencegah adanya
nyeri (Dubinsky, 2004).
Terapi
Focus terapi dilakukan pada manajemen nyeri dan masalah terkait komplikasi
yang dapat muncul. Obat pilihan pertama yang biasa digunakan yaitu agen
antidepresan trisiklik, gapapentin, dan pregabalin. Pedoman saat ini mengajurkan
pengibotan PHN secara hierarkis. Dengan kanal kalsium α2-δ ligan (gabapentin dan
pregabalin), TCA (amitriptilin, nortriptilin atau desipramin), atau patch lidokain
sebagai terapi lini pertama. Untuk pilihan terapi lini kedua dapat menggunakan opioid
dan patch atau krim capsaicin topical atau dapat juga dengan mengombinasikan dua
obat dengan mekanisme kerja yang berbeda (Dubinsky, 2004).
Prognosa
Definisi
Gambar klinis
Timbulnya lesi dalam rongga mulut baik pada permukaan mukosa bergerak
maupun tidak bergerak. Lesi awal berupa vesikula yang dengan cepat akan pecah,
menyatu sehingga membentuk ulserasi besar yang sangat perih. Selanjutnya gingiva
menjadi eritema dan lunak. Pada pasien muda, diagnosis klinis PHGS biasanya
ditegakkan berdasarkan adanya tanda dan gejala klinis yang khas, terutama jika
dijumpai adanya tanda klasik berupa lesi vesikulaulseratif oral atau perioral disertai
gejala prodromal dan lesi di daerah keratinisasi seperti palatum dan gingiva (Treister
2007).
Etiologi
Terjadi nya penyakit PHGS disebabkan oleh dua hal, pertama oleh karena
pasien belum pernah terpapar oleh infeksi virus Herpes Simplex (VHS
) sehingga belum memiliki titer antibody di dalam tubuhnya. Hal tersebut
menyebabkan jika pada masa dewasanya pasien sedang dalam kondisi imunosupresi,
maka VHS dapat menginfeksi dan menimbulkan manifestasi. Penyebab lain oleh
karena infeksi VHS kemungkinan disebabkan oleh jenis virus yang lain, infeksi oleh
satu jenis tertentu tidak memproteksi terhadap jenis yang lain. (Erni, 2012)
Rencana perawatan
Prinsip perawatan yang akan dilakukan adalah kausatif, simptomatis dan
suportif, serta prefentif. Pasien dapat diberikan acyclovir 200 mg 5 kali sehari untuk 5
hari, asam mefenamat sebanyak 15 tablet untuk diminum hanya jika terasa nyeri, dan
benzydamin HCl kumur 4 kali sehari sebagai terapi simptomatis. Diberikan juga
vitamin B complex untuk terapi suportif serta edukasi pasien bahwa pasien sedang
dalam masa infeksius sehingga disarankan untuk menghindari kontak intim dengan
orang lain.
Terapi
Prognosa
Baik
Definisi
Gambar klinis
Pada gambar diatas hematoma yang terjadi pada pasien pasca pencabutan gigi.
Etiologi
Pemeriksaan penunjang
Infeksi virus herpes simplek 1 (VHS-1) yang biasa disebut herpes simpleks
labialis (HSL) merupakan masalah global kesehatan masyarakat yang memiliki
berbagai bentuk pengobatan dengan dampak yang minimal. Bentuk paling umum dari
infeksi virus tersebut adalah gingivostomatitis primer, atau berupa infeksi berulang
HSL, biasanya terjadi pada anak prasekolah atau taman kanak-kanak, remaj, dan
dewasa muda (Wayne, 2003).
Herpes simplek labialis (cold sore/fever blisters) adalah bentuk herpes orofasial
rekuren yang paling sering terjadi. Herpes labialis rekuren terjadi pada 50-75 %
individu yang terkena infeksi VHS di mulut, dan terjadi tiga kali lebih sering pada
pasien yang mengalami demam dibandingkan pasien tanpa demam (Adolf, 2010).
Gambaran klinis
Gejala prodromal berupa demam, sakit kepala, malaise, dan muntah disertai
rasa tidak nyaman di mulut. Pada satu sampai dua hari setelah gejala prodromal,
timbul lesi-lesi lokal berupa vesikel kecil berkelompok di mukosa mulut, berdinding
tipis yang dikelilingi oleh peradangan. Vesikel cepat pecah, meninggalkan ulkus
dangkal dan bulat yang nyeri di sekitar rongga mulut. Lesi dapat mengenai seluruh
bagian di mukosa mulut. Selama berlangsungnya penyakit, vesikel dapat bersatu
menjadi lesi yang lebih besar dengan tepi tidak teratur. Gambaran khas adalah
gingivitis marginalis akut, generalisata, edema, dan eritema gingiva yang kadang-
kadang disertai beberapa ulkus pada gingiva. Herpes labialis bisa terjadi terutama
pada orang dewasa muda dengan insidensi sebanyak 20-40%. Lesi bibir biasanya
terjadi pada daerah vermilion border dan kulit perioral. Lesi diawali dengan gejala
prodromal seperti rasa terbakar, gatal atau kesemutan, dan sakit ringan pada daerah
lesi. Lesi timbul kemerahan (eritema) sebagai papula, vesikula, ulser, krusta,
kemudian sembuh atau hilang tanpa meninggalkan bekas. Rasa sakit biasanya dialami
hanya pada 2 hari pertama kemunculan lesi vesikula. Ukuran lesi vesikula
berdiameter 1-5 mm, dengan jumlah hanya 1 atau dapat juga lebih dari 1 dan timbul
banyak berdekatan. Selama 48 jam vesikel pecah dan meninggalkan erosi dan
menjadi krusta dan sembuh dalam 7-10 hari. Lesi ini bersifat rekuren dan sembuh
tanpa meninggalkan bekas luka (Adolf, 2010).
Etiologi
Rencana perawatan
Terapi
Prognosa
Prognosa reccurent herpes labialis dikatakan baik jika dapat menanganan yang
tepat dan pasien kooperatif.
Pemeriksaan penunjang
1 Etiologi lokal
Definisi
Penyakit mulut berupa vesikel atau ulserasi multiple pada mukosa mulut
akibat reaktivasi dari Herpes Simplex Virus (HSV) – 1 atau kadang-kadang HSV-2
yang laten pada ganglion syaraf. Infeksi herpes simpleks virus ditandai adanya lepuh
yang sakit dan gatal serta vesikel pada mukosa oral. Lesi didahului rasa sakit,
kesemutan, gatal, dimulai sebagai macula yang cepat berubah menjadi papula, lalu
vesikel selama sekitar 48 jam, kemudian menjadi ulser yang akan pecah dalam 72-96
jam serta sembuh tanpa jaringan parut. Lesi yang luas dapat muncul pada pasien
immunokompromise (Scully, 2013).
Gambar klinis
Gejala intra oral berupa erythema dan vesikel kecil diameter 1-3mm
berkelompok pada palatum keras, attached gingiva, dorsum lidah, dan mukosa non
keratin di labial, bukal, ventral lidah dan palatum mole, vesikel mudah pecah
membentuk ulser yang lebih besar dengan tepi tidak teratur dan kemerahan.
Etiologi
Rencana perawatan
Terapi
Terapi kausatif berupa antivirus untuk kasus yang berat (diberikan pada tahan
vesikel (72 jam pertama): acyclovir 1000mg perhari atau valacyclovir/`famciclovir
500-1000mg.
Prognosa
Baik
Pemeriksaan penunjang
Definisi
Infeksi rekuren herpes merupakan bentuk sekunder atau rekuren dari infeksi
herpes simpleks primer. Infeksi rekuren terjadi ketika VHS-1 bersifat reaktif pada
keadaan laten dan bergerak secara sentripetal ke mukosa atau kulit (Ghom, 2010).
Gambaran klinis
Terlihat adanya gambaran vesikel yang mudah pecah yang kemudian berubah
menjadi ulcer kemerahan dengan ukuran 1-5 mm. Biasanya dapat terjadi dimana saja
di rongga mulut terutama pada gingiva, palatum durum dan dorsum lidah (Ghom,
2010).
Etiologi
Rencana perawatan
Pemberian obat topical anti virus seperti krim acyclovir, krim penciclovir,
dank rim docosanol dapat mengurangi rasa nyeri dan ukuran lesi (Greenberg, 2008).
Definisi
Sarcoma Kaposi adalah kanker yang berkembang dari sel-sel yang melapisi
pembuluh getah bening atau pembuluh darah. Sarkoma Kaposi seringkali muncul
sebagai tumor pada kulit atau pada permukaan mukosa, seperti di dalam rongga
mulut. Pada populasi dengan HIV negative, SK jarang didapatkan. Orang yang
terinfeksi HIV mempunyai resiko 100 hingga 300 kali lebih sering terkena SK
dibandingakan populasi dengan HIV negative. Sarcoma Kaposi (SK) diungkapkan
oleh Moritz Kaposi pertama kali pada tahun 1872. Pada awal tahun 1980-an,
prevalensi SK mulai meningkat drastis dan menjadi keganasan paling banyak pada
pasien dengan Acquired immune deficiency syndrome (AIDS), terutama pada laki-
laki homoseksual. Peneliti epidemiologi menunjukkan bahwa penularan seksual
menjadi faktor yang bertanggung jawab terhadap SK. Kejadian terakhir menujukkan
bahwa SK berhubungan dengan infeksi virus herpes yang dapat menyebar secara
vertical dan seksual. Pemeriksaan yang cermat pada kulit dan rongga mulut pada
pasien dengan infeksi HIV merupakan kunci untuk diagnosis dini SK. Evaluasi awal
pada pasien dengan kecurigaan SK adalah dengan memperhatikan riwayat penyakit
secara menyeluruh termasuk durasi dan laju perkembangan lesi kulit, serta ada
tidaknya gejala pernafasan dan gastrointestinal. Dengan mempertimbangkan adanya
variasi dari kondisi klinis yang serupa dengan lesi kutaneus SK, pemeriksaan biopsy
kulit diperlukan untuk penegakan diagnosis (Wen, 2010).
Gambaran klinis
Gambaran klinis pada palatum yang merupakan tanda Sarkoma Kaposi yang
terkait AIDS.
Etiologi
Etiologi paling umum penyakit sarcoma Kaposi adalah virus herpes (HHV-8).
Virus ini dapat melunar melalui hubungan seks dan kontak non-seksual seperti dari
ibu ke bayi (umum di Negara Afrika). Pada orang dengan AIDS, sarcoma Kaposi
disebabkan oleh interaksi antara HIV, system imun yang melemah dan virus herpes
manusia (HHV-8). Sarkoma Kaposi juga telah dihubungkan dengan penyebaran HIV
dan HHV-8 melalui aktivitas seks. Orang yang mengalami transplantasi ginjal atau
organ lainnya juga beresiko terkena sarcoma Kaposi (Wen, 2010).
Rencana perawatan
Pilihan perawatan untuk Sarkoma Kaposi yaitu terapi lokal untuk penyakit
terlokalisir dapat dengan bedah eksisi, cryotherapy, 9-cis-rettinoic acid topical dan
terapi radiasi. Untuk terapi sistemik-penyakit tersebar luas atau keterlibatan organ
dalam seperti pada pasien dengan AIDS memulai highly active antiretroviral therapy
(HAART), untuk pasien menggunakan terapi imunosupresif dengan evaluasi ulang
terapi. Untuk pasien AIDS tidak merespons dengan HAART dapat dilakukan
kemoterapi sitotoksik sistemik Liposomal anthracyclines (missal liposomal
doxorubicin 20-40 mg/m² setiap 2-4 minggu), paclitaxel (100 mg/m² setiap 2
minggu). Untuk pasien KS klasik diberikan Liposomal anthracyclines (missal
liposomal doxorubicin 20-40 mg/m² setiap 2-4 minggu, Vinblastine (6mg IV sekali
seminggu), doxorubicin/bleomycin/vincristine (20-30 mg/m² atau 10 mg/m², atau 1-2
mg setiap 2-4 minggu), interferon-α (3-30 juta unit setiap hari tiga kali seminggu)
(Novia, 2009).
80. SIFILIS
Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual yang kompleks, progresif
dengan banyak stadium disebabkan oleh infeksi bakteri spirochete treponema
pallidum. Asal mula sifilis belum diketahui secara pasti, ada dua hipotesis utama
yang menyebutkan bahwa sifilis dibawa dari Amerika ke Eropa oleh awak kapal
Christopher Colombus, hipotesus kedua mengatakan bahwa sifilis sebenarnya sudah
ada di Eropa tetapi belum diketahui. Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu
primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala
penyakit berbeda-beda dan menyerang organ tubuh yang berbeda-beda pula (Katz,
2012).
Gambar klinis
Manifestasi klinis awal sifilis adalah papup kecil soliter, kemudian dalan satu
sampai beberapa minggu, papul ini berkembang menjadi ulkus. Lesi klasik dari sifilis
primer disebut dengan chancre, ulkus yang keras dengan dasar yang bersih, tunggal,
tidak nyeri, merah dan berbatas tegas. Dasar chancre banyak mengandung kuman
treponema yang dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap atau imunofluresen
pada sediaan kerokan chancre. Berikut gambar dari chancre pada labial oleh karena
sifilis (Cawson, 2017).
Etiologi
Rencana perawatan
Ade ismail, abdul kodir , Teknik Bedah Dengan Skalpel pada Hiperpigmentasi
Gingiva, Odonto Dental Jurnal, Volume 1. Nomor 2 Desember 2014.
Action on Smoking and Health (ASH) Fact Sheet. 2013. [Distasi: 12 Mei 2014].
Diakses dari:http://ash.org.uk/.
Glick M, dkk 2015. Burket”s Oral Medicine Diagnosis and Treatment 12 th Edition.
Hemilton. BC Decker Inc
Greenberg MS, Michael G, Jonathan A. Burket’s Oral Medicine 11th Edition. USA:
BC Decker Inc Hamilton. 2008: 71-72
Ghom, Anil Govindrao. Textbook of Oral Medicine 2nd Edition. 2010
Jericho B. Postherpetic Neuralgia: A Review. Volume 16. 2010. Chicago: The
Internet Journal of Orthopedic Surgery Dubinsky R, dkk. Practice Parameter:
Treatment of Postherpetic Neuralgia. 2004. American Academy of Neurology. p959-
965.
Katz, K.A. Syphilis. In: Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S.,
Leffell, D.J.,Wolff, K., eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Eight
Edition. New York: McGraw-Hill; 2012, p.2471-92.
Nabila Akmaliyah., 2014, Smoker’s melanosis pada pria dengan kebiasaan merokok
sejak remaja, fakultas kedokteran gigi universitas trisakti Jakarta
Novia Indriyani Adisty, Sawitri , Willy Sandh ika. Kaposi’s Sarcoma-associated
Herpesvirus)., Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Soetomo Surabaya
Odell E, 2017, Cawson's Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine, 9th Ed.
Elsevier, London, h 430-454
Ponnaiyan, D., Jegadeesan, V., Perumal G., and Anusha, A.Correlating Skin Color
with Gingival Pigmentation Patterns in South Indians – A Cross sectional study.
OHDM. 2014. Vol 13 No. 1 pg 132-136.
Sanjaya, Ailing., Addison disease. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma Vol 1
No 1 2017
Sarkar et al. 2012. Addison’s disease. Contemporary Clinical Dentistry. Volume 3
Issue 4. Pages 484-486
Treister, SN, Lerman AM. Acute oral ulceration. J Am Dent Assoc 2007;138;499-
501.)
Scully C. Oral and Maxillofacial Medicine. Oral and Maxillofacial Medicine: The
Basis of Diagnosis and Treatment: Third Edition. Elsevier Ltd. London, UK 2013.
277-280 p. USA: Jaypee. 2010
Wayne RG, Michael GA. Reccurent herpes simplex labialis: selected therapeutic
options. J Can Dent Assoc 2003; 69(8): 498-503).