Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Polimer adalah senyawa molekul besar berbentuk rantai atau jaringan


yang tersusun dari gabungan ribuan hingga jutaan unit pembangun yang
berulang. Plastik pembungkus, botol plastik, sterofoam, nilon, dan pipa
paralon termasuk material yang disebut polimer. Unit kecil berulang yang
membangun polimer disebut monomer. Polimer diklasifikasikan berdasarkan
sumbernya, monomer penyusunnya, dan berdasarkan sifatnya. Polimer
berperan penting dalam kehidupan manusia sehari-hari, baik dalam kehidupan
rumah tangga maupun kegiatan industri. Contoh kegiatan industri yang
memanfaatkan polimer yaitu industri pembuatan ban.
Ban adalah peranti yang menutupi velg suatu roda. Ban adalah bagian
penting dari kendaraan darat, dan digunakan untuk mengurangi getaran yang
disebabkan oleh ketidakteraturan permukaan jalan, melindungi roda dari aus
dan kerusakan, serta memberikan kestabilan antara kendaraan dan tanah untuk
meningkatkan percepatan dan mempermudah pergerakan. Sebagian besar ban
yang ada sekarang, terutama yang digunakan untuk kendaraan bermotor,
diproduksi dari karet sintetik, walaupun ada yang diproduksi dari karet alam.
Karet stirena-butadiena (SBR/Stirena-Butadiena Rubber) digunakan bersama
dengan karet alam untuk membuat ban-ban mobil.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Sintesis Polimer?
2. Bagaimana proses Sintesis Polimer SBR?
3. Apa saja sifat fisika, sifat kimia, dan sifat mekanik dari polimer SBR yang
dihasilkan?
4. Bagaimana karakterisasi hasil sintesis polimer SBR?
5. Bagaimana proses manufacturing polimer SBR dalam pembuatan ban?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Penulisan makalah ini bertujuan memenuhi tugas mata kuliah Kimia
Polimer.
2. Pembaca dapat memahami sintesis polimer SBR dalam pembuatan ban

1.4 Manfaat Penulisan


1. Mengetahui proses sintesis polimer SBR
2. Memahami sifat fisika, kimia, dan mekanik dari polimer SBR
3. Memahami karakterisasi sintesis polimer SBR yang dihasilkan
4. Mengetahui proses manufacturing polimer SBR serta aplikasinya dalam
pembuatan ban

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polimer

2.1.1 Definisi Polimer

Kata polimer berasal dari bahasa Yunani,


yaitu Poli dan meros. Poli berarti banyak dan meros berarti unit atau bagian..
Polimer merupakan senyawa makromolekul (molekul besar) yang terbentuk
dari susunan ulang molekul kecil (monomer). Unit ulangan polimer adalah
molekul sederhana bermassa rendah yang disebut dengan monomer. Polimer
terbuat dari ratusan hingga ribuan unit monomer, hampir sama dengan
makromolekul. Semua polimer merupakan makromolekul, sedangkan tidak
semua makromolekul adalah polimer. Contoh makromolekul adalah
karbohidrat, lipida, dan protein, sedangkan contoh polimer adalah PVC dan
polietena,. Reaksi penggabungan dari monomer menjadi polimer disebut
reaksi polimerisasi.

Gambar 1. Polimerisasi

2.1.2 Klasifikasi Polimer

Polimer umumnya diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok antara


lain atas dasar jenis monomer, asal, sifat thermal, dan reaksi
pembentukannya. Berdasarkan jenis monomernya, polimer dibedakan atas
homopolimer dan kopolimer. Homopolimer merupakan polimer yang

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


3
tersusun dari satu macam monomer, sedangkan kopolimer merupakan
polimer yang tersusun dari dua macam atau lebih monomer. Perbedaan
keduanya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2. Perbedaan Homopolimer dan Kopolimer

Berdasarkan asalnya, polimer dibedakan atas polimer alam dan


polimer sintesis. Polimer alam merupakan polimer yang terbentuk karena
adanya reaksi kondensasi yang terjadi secara alami. Polimer alam sangat
banyak tersebar di muka bumi. Contohnya adalah pati, amilopektin, glikogen,
selulosa, kitin, protein, asam-asam inti (asam nukleat), dan karet alam.
Sedangkan polimer sintetis. Polimer sintetis yaitu polimer buatan, polimer ini
dibuat oleh manusia meliputi semua jenis plastik, karet sintetis, dan serat
sintetis. Contoh polimer sintetis adalah plastik polietilena, PVC,
polipropilena, teflon, karet neoprena, karet SBR, nilon, dan tetoron. Sebagian
besar polimer sintetis dibuat melalui polimerisasi adisi. Namun, ada juga
yang terbuat dari polimerisasi kondensasi.
Berdasarkan sifat thermalnya, polimer dibedakan atas polimer
termoseting yaitu polimer tidak dapat larut dalam pelarut apapun, tidak
meleleh jika dipanaskan, lebih tahan terhadap asam dan basa, jika dipanaskan
akan rusak dan tidak dapat kembali seperti semula dan struktur molekulnya
mempunyai ikatan silang antar rantai, dan polimer termoplastik yang bersifat
mudah larut pada pelarut yang sesuai, pada suhu tinggi akan lunak, tetapi
akan mengeras kembali jika didinginkan dan struktur molekulnya linier atau
bercabang tanpa ikatan silang antar rantai. Berdasarkan reaksi
pembentukkannya, polimer dibedakan atas polimer adisi dan polimer
kondensasi.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


4
2.2 Sintesis Polimer

Polimer disintesis dari senyawa yang memiliki massa molekul kecil


melalui reaksi polimerisasi dan polikondensasi, serta melalui transformasi
kimia dari polimer alami dan sintesis lainnya.
Polimerisasi merupakan suatu reaksi pembentukan polimer dari
monomernya.Dua jenis utama dari reaksi polimerisasi adalah polimerisasi
adisi dan polimerisasi kondensasi. Jenis reaksi yang monomernya mengalami
perubahan reaksi tergantung pada strukturnya. Suatu polimer adisi memiliki
atom yang sama seperti monomer dalam unit ulangnya, sedangkan polimer
kondensasi mengandung atom-atom yang lebih sedikit karena terbentuknya
produk sampingan selama berlangsungnya proses polimerisasi.
1. Polimerisasi Adisi
Polimerisasi ini terjadi pada monomer yang mempunyai ikatan tak
jenuh (ikatan rangkap dengan melakukan reaksi dengan cara membuka
ikatan rangkap (reaksi adisi) dan menghasilkan senyawa polimer dengan
ikatan jenuh. Mekanisme reaksinya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme Polimerisasi Adisi pada Monomer yang


Memiliki Ikatan Tak Jenuh
Menurut jenis reaksi adisi ini, monomer-monomer yang mengandung
ikatan rangkap duasaling bergabung, satu monomer masuk ke monomer
yang lain, membentuk rantai panjang. Produk yang dihasilkan dari reaksi
polimerisasi adisi mengandung semua atom dari monomer awal. Dalam
reaksi ini tidak disertai terbentuknya molekul-molekul kecil seperti H2O
atau NH3.
Dalam reaksi polimerisasi adisi, umumnya melibatkan reaksi rantai.
Mekanisme polimerisasi adisi dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap
inisiasi, tahap propagasi, dan tahap terminasi.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


5
 Inisiasi
Tahap inisiasi yaitu tahap pembentukan pusat-pusat aktif. Tahap
pertama ini dimulai dari penguraian inisiator dan adisi molekul
monomer pada salah satu radikal bebas yang terbentuk. Bila kita
nyatakan radikal bebas yang terbentuk dari inisiator sebagai R’, dan
molekul monomer dinyatakan dengan CH2 = CH2, maka tahap inisiasi
dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4. Contoh Proses Inisiasi


 Propagasi
Tahap pembentukan rantai lewat adisi monomer secara kontinyu,
dalam tahap ini terjadi reaksi adisi molekul monomer pada radikal
monomer yang terbentuk dalam tahap inisiasi. Apabila proses
dilanjutkan, akan terbentuk molekul polimer yang besar, dimana ikatan
rangkap C=C dalam monomer akan berubah menjadi ikatan tunggal C-
C pada polimernya.
 Terminasi
Tahap deaktivasi pusat aktif, dapat terjadi melalui reaksi antara radikal
polimer yang sedang tumbuh dengan radikal mula-mula yang
terbentuk dari inisiator atau antara radikal polimer yang sedang
tumbuh dengan radikal polimer lainnya, sehingga akan membentuk
polimer dengan berat molekul tinggi.
2. Polimerisasi Kondensasi
Polimerisasi kondensasi, yaitu bergabungnya monomer-monomer
yang mempunyai gugus fungsional. Polimer kondensasi terjadi dari reaksi
antara gugus fungsi pada monomer yang sama atau monomer yang
berbeda. Dalam polimerisasi kondensasi kadang-kadang disertai dengan
terbentuknya molekul kecil seperti H2O, NH3, atau HCl.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


6
Di dalam jenis reaksi polimerisasi yang kedua ini, monomer-monomer
bereaksi secara adisi untuk membentuk rantai. Namun demikian, setiap
ikatan baru yang dibentuk akan bersamaan dengan dihasilkannya suatu
molekul kecil (biasanya air) dari atom-atom monomer. Pada reaksi
semacam ini, tiap monomer harus mempunyai dua gugus fungsional
sehingga dapat menambahkan pada tiap ujung ke unit lainnya dari rantai
tersebut. Jenis reaksi polimerisasi ini disebut reaksi kondensasi. Monomer
yang dapat mengalami reaksi polimerisasi secara kondensasi adalah
monomer-monomer yang mempunyai gugus fungsi, seperti gugus -OH;
-COOH; dan NH3.
2.3 Stirena Butadiena Rubber (SBR)

2.1.1 Sejarah SBR

SBR merupakan salah satu jenis polimer sintetik yang


dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan karet yang tidak dapat
dicukupi oleh karet alam. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik
terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar taraf hidup
manusia. Menurut International Rubber Study Group (IRSG), dalam studi
Eco-Project (2005), diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet
alam dalam dua dekade ke depan. Hal ini menjadi kekuatiran pihak
konsumen, terutama pabrik-pabrik ban seperti Bridgestone, Goodyear, dan
Michelin. Keadaan ini harus dijadikan momentum bagi Indonesia untuk
mengembangkan industri pengganti karet alam yaitu karet sintetik.
SBR sebagai salah satu jenis polimer yang paling banyak
digunakan di dunia saat ini. SBR yang dibuat dari campuran 1,3 butadiena
dan Stirena banyak digunakan untuk pembuatan ban kenderaan, tetapi
penggunaan yang intensif dari produk ini terjadi di dalam pabrikasi
berbagai macam produk. Hampir 60% SBR yang dihasilkan di USA
digunakan dalam industri ban mobil dan bahan perekat, disamping itu juga
banyak digunakan sebagai bahan pelapis, pembungkus makanan, mainan
anak-anak, perpipaan, sabuk (belt), sepatu, dan lain-lain.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


7
2.1.2 Stirena Butadiena Rubber (SBR)

SBR merupakan jenis kopolimer Stirena dan butadiena yang


mengandung lebih dari 50% butadiena dikenal sebagai Stirena butadiena
rubber (SBR). Perbandingan monomer umumnya sekitar 70-75%
butadiena dan 25-30% Stirena . SBR dihasilkan dari proses polimerisasi,
umumnya adalah polimerisasi emulsi baik secara hot Polimerization
dengan temperatur reaksi 50°C dan konversi 75% maupun cold
Polimerization dengan temperatur reaksi sekitar 5°C dan konversi sebesar
60% (SHREVE, 1985).

SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak digunakan dan


diproduksi. SBR dapat divulkanisasi, memiliki daya tahan terhadap
oksidasi dan abrasi yang lebih baik dari akret alam tetapi kurang memiliki
sifat mekanis. SBR merupakan polimer kondensasi..Penggunaan SBR
adalah untuk pembuatan ban pada kendaraan bermotor. Struktur kimia
SBR dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Sturuktur Kimia dari SBR

SBR merupakan senyawa polimer non polar dan tahan terhadap


beberapa jenis pelarut polar seperti asam encer, namun jenis karet sintetik
tersebut akan menggelembung (swelling) jika berkontak dengan gasolin,
minyak ataupun lemak. Dengan keterbatasan tersebut, maka SBR tidak
dapat diaplikasikan pada jenis industri yang membutuhkan ketahanan
terhadap swelling akibat kontak dengan pelarut hidrokarbon.
Penggunaan SBR yang paling dominan adalah pada industri
automotif, khususnya ban kenderaan yang mencapai 76% dari konsumsi
keseluruhan. SBR juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan perabotan rumah tangga, sol dan tumit sepatu, penutup wadah

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


8
makanan, conveyor belts, spons, bahan perekat dan dempul, barang
automotif, alas (bantalan) pedal rem dan kopling, sabuk, mainan dari karet,
kabel isolasi, jacket, pengemas dan lain-lain.

2.1.3 Monomer SBR

Polimer SBR yang merupakan kopolimer terbentuk dari dua jenis

monomer yaitu stirena dan butadiena. Reaksi pembentukkan polimer SBR

dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Reaksi Pembentukkan SBR dari Butadiena dan Stirena

1. Stirena

Stirena, juga dikenal dengan etenilbenzena, vinil benzena dan

feniletena adalah suatu hidrokarbon yang memiliki rumus molekul

C6H5CH=CH2. Senyawa turunan benzena ini berbentuk cairan seperti

minyak tak berwarna yang mudah menguap dengan bau manis,

meskipun menjadi sedikit busuk pada konsentrasi tinggi. Stirena

adalah bahan dasar polistirena dan beberapa kopolimer.

Stirena merupakan salah satu monomer yang paling penting

diproduksi oleh industri kimia saat ini. Stirena merupakan bahan dasar

utama dalam industri plastik. Metode konvensional yang digunakan

untuk menghasilkan stirena adalah dengan proses alkilasi benzena

dengan etilena untuk menghasilkan etilbenzena, kemudian diikuti

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


9
dengan proses dehidrogenasi etilbenzen menjadi stirena. Reaksinya

adalah sebagai berikut :

Gambar 7. Reaksi Pembentukkan Stirena

Pada umumnya Stirena digunakan sebagai bahan baku pada

industri plastik dan resin. Beberapa produk yang paling penting dari

industri yang menggunakan bahan baku Stirena antara lain PoliStirena,

Stirena butadiena latex (SBL), Stirena-acrylonitrile coPolimer (SAN),

acrylonitrile-butadiena-Stirena (ABS), dan SBR.

2. Butadiena

Butadiena adalah senyawa kimia dengan rumus C4H6. Butadiena

berfase gas dan merupakan gas yang beracun, berwarna dan berbau

tajam. Senyawa ini merupakan senyawa industri penting yang

digunakan sebagai monomer dalam produksi karet sintetis. Ketika

istilah butadiena digunakan, kebanyakan senyawa yang dimaksud

adalah 1,3-butadiena.

Penggunaan terbesar butadiena adalah pada industri sintetik

elastomer, chloroprene, polimer dan resin, serta industri adiponitril.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


10
Penggunaan karet sintesis yang paling banyak pada industri Stirena-

Butadiena Rubber (SBR) untuk industri ban mobil. Selain itu pada

industri acrylonitrile butadiena stirena (ABS) untuk industri plastic

(WULANDHANIE, 2007).

2.4 Ban
Ban adalah peranti yang menutupi velg suatu roda. Ban adalah bagian
penting dari kendaraan darat, dan digunakan untuk mengurangi getaran yang
disebabkan oleh ketidakteraturan permukaan jalan, melindungi roda dari aus
dan kerusakan, serta memberikan kestabilan antara kendaraan dan tanah
untuk meningkatkan percepatan dan mempermudah pergerakan. Sebagian
besar ban yang ada sekarang, terutama yang digunakan untuk kendaraan
bermotor, diproduksi dari karet sintetik, walaupun dapat juga diproduksi dari
karet alam.
Ban yang diisi gas (angin) bertekanan tertentu umumnya terdiri dari 21%
gas Oksigen dan 78% gas Nitrogen. Campuran gas tersebut didapat dari udara
sekitar pompa gas/angin tersebut, atau gas yang kita hirup sehari-hari.
Partikel gas Oksigen lebih kecil dibanding gas Nitrogen, sehingga gas
Oksigen bisa tiga kali lebih cepat merembes keluar ketimbang gas Nitrogen,
melalui celah-celah halus sambungan ban terhadap pelek maupun mekanik
sekat/valve pada pentil (ventil). Partikel gas Nitrogen (N2) lebih besar
dibandingkan Oksigen (O2), maka N2 dapat mencegah terjadinya kebocoran
(rembesan) yang menyebabkan berkurangnya tekanan gas (angin) pada ban.
Selain itu Nitrogen aman digunakan karena tidak bisa terbakar, tidak berbau,
dan merupakan bagian dari gas yang ada di atmosfir yang juga kita hirup
sehari-hari. Bagian-bagian penyusun ban dapat dilihat pada Gambar 8.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


11
Gambar 8. Bagian-Bagian Penyusun Ban
Bagian-bagian adalah sebagai berikut :
 Tread adalah bagian telapak ban yang berfungsi untuk melindungi ban dari
benturan, tusukan objek dari luar yang dapat berusak ban. Tread dibuat
banyak pola yang disebut Pattern.
 Breaker dan Belt adalah bagian lapisan benang (pada ban biasa terbuat dari
tekstil, sedangkan pada ban radial terbuat dari kawat) yang diletakkan di
antara tread dan casing. Berfungsi untuk melindungi serta meredam
benturan yang terjadi pada Tread agar tidak langsung diserap oleh Casing.
 Casing adalah lapisan benang pembentuk ban dan merupakan rangka dari
ban yang menampung udara bertekanan tinggi agar dapat menyangga ban.
 Bead adalah bundelan kawat yang disatukan oleh karet yang keras dan
berfungsi seperti angkur yang melekat pada velg.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


12
BAB III
PEMBAHASAN
SINTESIS STIRENA BUTADIENA RUBBER (SBR)

Stirena-Butadiena-Stirena atau SBS, adalah karet keras yang digunakan


untuk benda-benda seperti sol sepatu, tapak ban, dan bahan lain yang
memiliki daya tahan atau ketahanan kuat. SBS dalam bahasa Indonesia
disebut karet stirena-butadiena atau SBR. SBR termasuk ke dalam jenis
kopolimer yaitu kopolimer blok. Rantai tulang punggungnya (backbone
chain) terdiri dari tiga segmen. Pertama adalah rantai panjang Polistirena,
bagian tengahnya adalah rantai panjang polibutadiena, dan segmen terakhir
adalah bagian polistiren yang panjang, seperti yang terdapat pada Gambar 9.

Gambar 9. Backbone Chain dari SBR


Polistirena adalah plastik keras yang kuat, polistirena memberikan daya
tahan pada polimer SBR. Sedangkan polibutadiena bersifat karet, dan
polibutadiena memberikan SBR sifat yang seperti karet. Selain itu, rantai
Polistirena cenderung saling bergabung. Ketika satu kelompok stirena dari
satu molekul SBR bergabung dengan satu rumpun, dan rantai Polistirena
lainnya dari molekul SBR yang sama bergabung dengan rumpun lain, rumpun
yang berbeda menjadi terkait dengan rantai polibutadien karet. Hal ini
membuat material SBR memiliki kemampuan untuk mempertahankan
bentuknya setelah diregangkan.
SBR dibuat dengan proses polimerisasi yang disebut living anionic
polymerization, yaitu sebuah reaksi polimerisasi dimana tidak ada
penghentian, dan rantai polimer terus tumbuh selama ada molekul monomer
untuk ditambahkan ke rantai pertumbuhan.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


13
SBR juga merupakan jenis bahan yang disebut elastomer termoplastik.
Bahan ini berperilaku seperti karet elastomer pada suhu kamar, namun bila
dipanaskan, bisa diproses seperti plastic atau dapat dibentuk. Sebagian besar
jenis karet sulit diolah karena memiliki ikatan silang (crosslinked), namun
SBR dan elastomer termoplastik lainnya bisa menjadi karet tanpa ikatan
silang (crosslinked), sehingga mudah untuk diolah menjadi bentuk yang
diinginkan.

3.1. Sintesis SBR dengan Teknik Living Anionic Polymerization

SBR dapat disintesis melalui teknik living anionic polymerization. Living


polymerization adalah polimerisasi yang terjadi tanpa reaksi penghentian. Hal
ini berarti bahwa apabila semua monomer dalam beaker habis, dan telah
berubah menjadi polimer, rantai polimer masih aktif. Jika ditambahkan lebih
banyak monomer ke dalam beaker, maka akan menambah polimer dan
membuat polimer lebih besar. Prosesnya adalah sebagai berikut:

Gambar 10. Proses Pembuatan Rantai Polistirena

Pertama, membuat rantai polistirena. Hal ini dilakukan dengan


mempolimerisasi monomer stirena dengan inisiator anionik seperti butil
litium. Seperti pada Gambar 10. Sesuai dengan nama tekniknya yaitu living
anionic polymerization, yaitu metode pembuatan polimer dari molekul kecil
yang mengandung ikatan rangkap karbon-karbon. Ini adalah jenis
polimerisasi vinil. Dalam polimerisasi anionik, prosesnya dimulai oleh

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


14
inisiator. Dalam hal ini, inisiatornya adalah anion yaitu ion dengan muatan
listrik negatif. Ada banyak inisiator yang berbeda yang dapat digunakan
dalam polimerisasi vinil anionik, namun yang paling sering digunakan adalah
molekul kecil sederhana yang disebut butil litium.

Gambar 11. Proses Penambahan Monomer Butadiena

Setelah rantai polistiren hidup terbentuk, selanjutnya adalah


menambahkan monomer kedua ke dalamnya, yaitu beberapa monomer
butadiena. Kemudian terbentuk kopolimer blok stirena-butadiena hidup
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 12. Proses Penambahan Diklorodimetilsilan

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


15
Langkah selanjutnya adalah menambahkan lebih banyak monomer stirena,
dan didapatkan kopolimer triblok stirena-butadiena-stirena. Meskipun
monomer butadiena akan menambah anion pada akhir rantai polistirena,
monomer stirena tidak akan menambah anion pada akhir rantai polibutadiena
yang hidup. Sehingga untuk mengatasi ini dapat direaksikan dengan senyawa
yang disebut diklorodimetilsilan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 13. Penambahan Kembali Rantai Hidup Polistiren

Rantai hidup anionik menendang sebuah atom klorin dari silan, dan
didapatkan polimer akhir yang tertutup klorosilan, sehingga polimer tidak lagi
hidup. Jika ditambahkan kembali homopolimer dari polistirena hidup,
polistirena akan bereaksi dengan polimer akhir yang tertutup klorosilan,
seperti kopolimer stirena-butadiena yang bereaksi dengan
diklorodimethylsilan. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 13. Hasilnya
diperoleh kopolimer triblok dari stirena-butadiena-stirena.

3.2. Sintesis SBR dengan Polimerisasi Larutan dan Polimerisasi Emulsi

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


16
SBR berasal dari dua monomer, stirena dan butadiena. Campuran kedua
monomer ini dipolimerisasi oleh dua proses: dari larutan (S-SBR) atau sebagai
emulsi (E-SBR). E-SBR lebih banyak digunakan.

Proses polimerisasi yang umum digunakan untuk memproduksi SBR


(Styrene Butadiene Rubber) yaitu :

 Solution polymerization (polimerisasi larutan)


 Emulsion polymerization (polimerisasi emulsi)

1. Polimerisasi Larutan (Solution Polymerization)

Polimerisasi ini melibatkan monomer dan inisiator yang direaksikan


secara bersamaan di dalam medium pelarut yang sesuai. Penambahan
pelarut inert dapat mengurangi kecenderungan autoacceleration pada adisi
radikal bebas seperti yang terjadi pada polimerisasi curah (bulk
polymerization). Pengencer inert meningkatkan kapasitas panas campuran
reaksi tanpa memberikan kontribusi pada pembangkitan panas, dan juga
mengurangi viskositas massa reaksi pada konversi tertentu. Selain itu
panas polimerisasi dapat dihilangkan secara mudah dan efisien dengan
merefluks pelarut tersebut menggunakan jaket-jaket pendingin atau dengan
alat pemindah panas eksternal, atau kombinasi dari berbagai cara tersebut,
sehingga bahaya akibat reaksi yang berlebihan dapat dihindari.

Apabila produk yang diinginkan merupakan suatu polimer kristalin,


reaksi dapat dilaksanakan pada temperatur yang cukup rendah sehingga
polimer langsung mengendap saat terbentuk menghasilkan slurry, bukan
suatu larutan homogen. Recovery pelarut dan monomer yang tidak
bereaksi dilakukan pada proses stripping menggunakan air panas dan
kukus (steam), menyisakan slurry polimer yang kemudian dikeringkan
sehingga berbentuk “remah-remah” atau disebut crumb rubber . Bila
bahan berupa karet, remah-remah tersebut dipadatkan lalu digulung,
sedangkan bahan plastiknya biasanya dicetak dalam bentuk pelet.

Adapun keunggulan polimerisasi larutan antara lain :

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


17
 Pengendalian dan pemindahan panas lebih mudah,
 Perancangan sistem reaktor akan lebih mudah, karena reaksi-reaksi
yang terjadi mengikuti hubungan-hubungan kinetika yang lebih
dikenal,
 larutan polimer yang diinginkan untuk beberapa aplikasi tertentu,
misalnya pernis, yang dapat langsung diperoleh dari reaktor.

Sedangkan kekurangan polimerisasi larutan antara lain :

 Penggunaan pelarut akan menurunkan laju reaksi dan panjang rata-rata


rantai, karena laju dan sekaligus panjang rata-ra ta rantai polimer
sebanding dengan [M] (dalam adisi radikal bebas). Penurunan Xn juga
akan terjadi jika pelarut berperan sebagai bahan pemindah rantai
(chain-transfer agent),
 Pelarut yang mahal, mudah terbakar, bahkan mungkin beracun,
diperlukan dalam jumlah besar,
 Pemisahan polimer dan recovery pelarut memerlukan teknologi ekstra,
 Pemisahan sisa pelarut dan monomer mungkin akan sulit dilakukan,
 Penggunaan pelarut inert dalam massa reaksi mengurangi yield per
volum reaktor.

E-SBR yang dihasilkan oleh polimerisasi emulsi diprakarsai oleh


radikal bebas. Bejana reaksi biasanya diisi dengan dua monomer,
generator radikal bebas, dan zat pengikat rantai seperti alkil mercaptan.
Inisiator radikal meliputi kalium persulfat dan hidroperoksida yang
dikombinasikan dengan garam besi. Agen pengemulsi meliputi berbagai
sabun. Dengan "membatasi" radikal organik yang tumbuh, merkaptan
(misalnya dodecylthiol), mengendalikan berat molekul, dan karenanya
viskositasnya, dari produk. Biasanya, polimerisasi hanya diperbolehkan
dilanjutkan ke ca. 70%, sebuah metode yang disebut short stop. Dengan
cara ini, berbagai aditif dapat dihilangkan dari polimer.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


18
2. Polimerisasi Emulsi (Emulsion Polymerization)

Beberapa tahun belakangan ini, polimerisasi emulsi pernah tergeser


oleh jenis proses polimerisasi yang lain. Meskipun demikian, pengetahuan
mengenai sisa monomer yang dalam jumlah sangat kecil sekalipun dapat
menimbulkan efek efek yang secara fisiologis berbahaya, membuat orang
kembali tertarik untuk menggunakan polimerisasi emulsi. Partikel-partikel
lateks yang berukuran sangat kecil memberikan jalur difusi yang sangat
pendek untuk menyingkirkan molekul-molekul kecil dari polimer dengan
cara, misalnya, stripping menggunakan steam, memperkecil residu
monomer yang tertinggal. Lateks kemudian dikoagulasi dengan
menambahkan suatu asam, misalnya asam sulfat, yang akan mengubah
sabun menjadi bentuk hidrogen yang tidak larut, atau dengan
menambahkan garam elektrolit yang akan mencegah stabilizing double
layers pada partikel, sehingga memungkinkan partikel tersebut dapat
menggumpal oleh tarikan-tarikan elektrostatik. “Remah-remah” polimer
yang terkoagulasi kemudian dicuci, dikeringkan dan dikemas atau diproses
lebih lanjut.

Keunggulan polimerisasi emulsi adalah :

 Pengendalian mudah, viskositas massa reaksi jauh lebih kecil


dibandingkan dengan larutan dengan konsentrasi yang sebanding, air
dapat menambah kapasitas panas dan massa reaksi dapat direfluks,
 Dapat diperoleh laju polimerisasi dan panjang rantai rata-rata rantai
yang tinggi,
 Produk lateks sering dapat langsung digunakan, juga dapat menjadi
bahan pembantu untuk mendapatkan senyawa-senyawa yang seragam
melalui master-hatching,
 Ukuran partikel lateks yang kecil akan menurunkan jumlah residu
monomer.

Kekurangan polimerisasi emulsi antara lain:

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


19
 Sulit untuk memperoleh polimer yang murni. Permukaan partikel-
partikel kecil yang sangat luas memberikan ruang yang sangat besar
bagi zat-zat pengotor yang teradsorbsi, meliputi penarikan air oleh sisa
sabun, yang dalam jumlah sangat  kecilpun dapat menimbulkan
masalah,
 Air dalam massa reaksi menurunkan yield per volume reaktor.

Solusi-SBR dihasilkan oleh proses polimerisasi anionik. Polimerisasi


diawali dengan senyawa alkil litium. Air sangat dikecualikan pada proses
ini. Prosesnya homogen (semua komponen dilarutkan), yang memberikan
kontrol lebih besar terhadap proses ini, yang memungkinkan penyesuaian
polimer. Senyawa organolithium menambah salah satu monomer,
menghasilkan karban yang kemudian menambahkan monomer lain, dan
seterusnya. Sehubungan dengan E-SBR, S-SBR semakin disukai karena
menawarkan wet grip dan rolling resistance yang membaik, yang berarti
keselamatan yang lebih baik dan ekonomi bahan bakar yang lebih baik.

Dari sintesis polimer dengan cara polimerisasi larutan (S-SBR) dan


polimerisasi emulsi (E-SBR) dapat dibandingkan dari sifat-sifatnya seperti
sifat fisika, kimia, dan mekaniknya berdasarkan Tabel 1.

Properti E-SBR S-SBR


Kekuatan Tarik (MPa) 18 20
Perpanjangan (Sobekan) (%) 565 635
Viskositas Mooney (100°C) 48.0 51.6
Temperatur Transisi Gelas (°C) -65 -50
Polidispersitas 2.1 4.5
Tabel 1. Sifat Fisika dan Kimia SBR

SBR memiliki biaya produksi murah (sama dengan karet alam),


tahan abrasi, keseragaman lebih baik dari karet alam. Sifat mekanis
lainnya selain tahan aus lebih rendah dari karet alam tetapi lebih tahan
fluktuasi panas, ozone, cuaca, dan oli dibandingkan karet alam. Sifat
lainnya dapat dilihat pada Gambar 14.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


20
Gambar 14. Sifat-sifat dari SBR

Sifat-sifat dari E-SBR :

 Dengan berat molekul SBR yang meningkat, ketahanan vulkanisat


dan sifat mekanik pun semakin meningkat, begitu juga dengan
kekuatan tarik dan kompresi partikulatnya.
 Kemampuan proses SBR meningkat seiring dengan distribusi berat
molekulnya. Kecenderungan pembentukan gel juga meningkat
pada berat molekul yang lebih tinggi.
 Pada vulkanisasi SBR, jika kadar stirena meningkat, maka sifat
dinamis dan ketahanan abrasi menurun sementara daya tarik dan
kekerasan meningkat.
 Vulkanisasi karet SBR memiliki sifat tarik yang lebih rendah,
karena kristalisasi akibat stress
 Kuat tarik dari vulkanisasi SBR sangat tergantung pada jenis dan
jumlah pengisi di dalam senyawa

Sifat-sifat dari S-SBR :

1. Sifat S-SBR dengan Distribusi Acak dari Stirena


 Senyawa ini memiliki ketahanan abrasi yang lebih baik
daripada E-SBR
 S-SBR lebih murni daripada E-SBR karena tidak
mengandung pengemulsi sisa
 S-SBR memiliki penyerapan air yang rendah dan sifat
listrik yang sangat baik
 S-SBR bebas bau dan berwarna terang

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


21
2. Sifat S-SBR dengan Distribusi Monomer Blok
 Sifat elastis yang baik
 Absorpsi air yang lebih kecil
 Konduktivitas listrik rendah
3. Sifat S-SBR dengan Triblok SBS
 Pada temperature ruang, elastisitasnya tinggi dan kekuatan
tariknya tinggi
 Ketahanan pada pelarut organic kecil
 Dibawah 70°C, SBS kehilangan elastisitasnya dan
kekuatannya

Sifat-sifat SBR secara umum yaitu tahan terhadap abrasi, benturan,


panas, ketahanan terhadap cuaca atau suhu karena merupakan bahan dari
ban kendaraan bermotor, dan elastisitas rendah, namun bila tidak
ditambahkan bahan penguat, maka kekuatannya lebih rendah
dibandingkan dengan vulkanisir karet alam.

SBR merupakan senyawa polimer non polar dan tahan terhadap


beberapa jenis pelarut polar seperti asam encer, namun jenis karet sintetik
tersebut akan menggelembung (swelling) jika berkontak dengan gasolin,
minyak ataupun lemak. Dengan keterbatasan tersebut, maka SBR tidak
dapat diaplikasikan pada jenis industri yang membutuhkan ketahanan
terhadap swelling akibat kontak dengan pelarut hidrokarbon.

3.3. Proses Pembuatan Ban dengan Polimer SBR Sebagai Bahan Baku
Berikut ini adalah gambaran umum proses manufacturing ban di PT
Bridgestone Tire Indonesia.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


22
Tire Flow Process

1. Mixing / Banbury
Dalam pembuatan produk ban, baik untuk kendaraan mobil maupun motor,
Tire Manufacturing  menggunakan beberapa material sebagai bahan baku
utama dan beberapa bahan kimia sebagai bahan pelengkap produksi.
Material yang digunakan antara lain Natural dan Synthetic Rubber, Carbon
Black, Silica, Zinc Oxide, Sulfur, Oli, dan beberapa material kimia lain.
Pada tahap awal, proses yang dilakukan adalah pencampuran Natural &
Synthetic Rubber dengan Ingredient yang sebelumnya sudah ditimbang
sesuai dengan berat yang ditentukan pada spesikasi produk yang ingin
dibentuk. Kemudian diberikan tambahan Carbon dan Oli pada saat material
tersebut masuk ke dalam mesin Banburry. Dalam mesin tersebut terdapat
alat yang berfungsi untuk menggiling campuran menjadi lapisan yang
disebut compound. Sebelum compound tersebut disusun pada rak, terlebih
dahulu melewati proses pendinginan dan diberi
cairan adhesive agar compound tersebut tidak lengket setelah tersusun. Pada

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


23
proses inilah SBR yang merupakan karet sintesis atau (synthetic rubber)
digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban.
2. Extruding 
Adonan hasil mixing  tadi dibuat menjadi tread  dan sidewall.  Prosesnya
adalah injeksi dan extruding hingga terbentuk profil. Hasil akhir dari
tahapan ini adalah side wall, tread dan filler. Side wall merupakan salah
satu bagian ban yang berfungsi sebagai pelindung terhadap benturan dari
arah samping atau serempetan, bahan untuk menambah fleksibilitas ban,
lapisan karet pembungkus carcass dari shoulder area ke rim
cushion  dan bead area, berfungsi untuk fashion jika dihias dengan white
ribbon atau white letter, penahan tekukan untuk beban berat, daya tahan
lama dan tahan retakan dan juga berfungsi untuk kekerasan dan keempukan
radial.

3. Calender

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


24
Proses aplikasi lain adalah untuk pembuatan material ply & steel belt, JLB
& cap ply. Aplikasi tersebut dibentuk oleh mesin Calender dengan bahan
dasar benang (polyester dan nylon) juga steel cord. Polyester maupun nylon
yang akan diproses, sebelumnya harus melalui proses pelebaran terlebih
dahulu agar material tersebut terbuka untuk kemudian di masukan ke dalam
oven dengan suhu 160°C agar pada saat diberikan compound  dan bahan-
bahan seperti polyester, nylon, dan steel cord dapat merekat dengan
sempurna.

4. Bead 
Sementara proses calender  berjalan, di bagian lain ada pembuatan bead
wire  yaitu melapisi kawat baja dengan karet. Proses ini berjalan otomatis
dan begitu keluar dari mesin, bead wire  sudah berbentuk lingkaran sesuai
dengan ukuran rim.
5. Cutting 
Proses cutting ini merupakan proses lanjutan dari mesin Callender, hasill
akhir  dari proses ini biasa disebut dengan Ply dan Cap Ply. Ply merupakan
lembaran material yang terdiri dari Polyester, Nylon, dan compound yang
telah diproses sebelumnya dalam bentuk gulungan panjang di mesin
Calender yang kemudian di potong – potong untuk merubah arah atau sudut
benang dari 0° menjadi 90°. Ply berfungsi sebagai carcass atau kerangka
untuk menahan, membentuk sistem suspensi dan beban ban.Sedangkan Cap
Ply merupakan lembaran material yang terdiri dari nylon
dan compound  yang dipotong – potong menjadi beberapa bagian di mesin
TTO. Cap Ply berfungsi sebagai bahan untuk mempertahankan bundar ban
waktu berjalan, meredam suara bising dari steel belt, membuat nyaman, dan
untuk memperkecil rolling resistance.
6. Building

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


25
Kemudian sampailah pada tahap perakitan semua komponen-komponen 
aplikasi yang telah dibuat pada proses semi manufaktur. Semua komponen
seperti rakitan bead, lembaran ply yang telah di potong dengan sudut
90°, steel belts, innerliner, tread dan side wall semua di rakit menjadi satu
kesatuan utuh sebagai bagian dari ban setengah jadi atau biasa disebut
dengan Green Tire (GT). Proses perakitan (Tire Building) terdiri dari 2
tahap, tahap pertama sering disebut dengan istilah 1st stage yang kemudian
menghasil produk berupa carcass, kemudian carcass diproses kembali di
tahap kedua atau 2nd stagedengan menambahkan steel belt, cap
ply dan tread menjadi GT. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan mesin
yang dioperasikan oleh satu operator di masing–masing tahap. Green
Tire (GT)
7. Curing 

.
Proses selanjutnya adalah tahap akhir dari proses pembentukan ban. GT
yang dihasilkan dari proses perakitan kemudian di kirim ke
area Curing untuk dimasak. Proses Curing  sendiri terdiri dari beberapa
tahap. Pertama GT datang dari bagian Perakitan, sebelum masuk ke
proses curing, GT harus diperiksa terlebih dahulu untuk menghindari
adanya cacat pada GT. Setelah GT selesai diperiksa diambil 4 ban setiap 1
rak GT untuk dilakukan proses painting Chem Trend yaitu pengolesan

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


26
cairan tire-lubricant pada bagian dalam GT yang bertujuan agar GT tidak
menempel di bagian karet bladder pada saat proses curing berlangsung.
Kemudian GT dikirim ke masing-masing operator untuk di proses di mesin
press curing. Proses curing sendiri merupakan pemasakan atau vulkanisasi
yaitu penyatuan polimer (rubber) dengan carbon black dan sulphur dengan
dibantu oleh persenyawaan bahan kimia untuk mendapatkan beberapa
karakteristik compound yang diperlukan dari bagian-bagian ban.
Proses curing (pemasakan) ini membutuhkan suhu panas dan sejumlah
tekanan steam yang sangat tinggi, GT akan ditempatkan pada cetakan
(mold) dengan temperatur sesuai dengan yang diinginkan untuk produksi.
Setelah cetakan tertutup, GT akan melebur ke dalam cetakan tread  dan side
wall. Cetakan tersebut tidak dapat dibuka sampai proses curing selesai
secara keseluruhan. Setelah proses pemasakan selesai, mold akan terbuka
secara otomatis. Ban yang sudah jadi akan jatuh dan masuk ke dalam
conveyor untuk kemudian sampai di bagian Pemeriksaan (Finishing).
8. Finishing/Quality Control

Setelah selesai, ban diperiksa secara visual apakah ada cacat atau tidak.
Proses ini tentu saja tidak menggunakan mesin, jadi ketelitian pekerja sangat
dibutuhkan. Selain visual, kontrol juga dilakukan dengan pemeriksaan
balance dan menggunakan sinar X. Ban tidak mungkin bisa 100% balance 
seperti pelek, namun ada batasannya. Jika melebihi batas, berarti ada
kesalahan pada proses produksi. Selain itu, kami juga memiliki laboratorium
untuk memeriksa sampel ban yang diambil secara acak demi menjaga
kualitas.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


27
9. Wrapping/Packaging

Wrapping Tire

Wrapping Mc.

Proses Wrapping / Packaging Merupakan proses terakhir. Setelah


dinyatakan OK, setiap ban dibungkus seluruh permukaannya
dengan lilitan plastik secara mekanis.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


28
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
SBR merupakan jenis kopolimer stirena dan butadiena yang
mengandung lebih dari 50% butadiena dikenal sebagai Stirena Butadiena
Rubber (SBR). SBR dihasilkan dari proses polimerisasi, baik dari
polimerisasi emulsi maupun polimerisasi solusi. Selain itu, SBR juga
dapat disintesis dengan teknik living anionic polymerization.
SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak digunakan dan
diproduksi. SBR merupakan polimer kondensasi sehingga polimerisasinya
termasuk ke step growth polymerization atau polimerisasi bertahap.
Penggunaan SBR adalah untuk pembuatan ban pada kendaraan bermotor.
SBR juga digunakan untuk benda-benda seperti sol sepatu, tapak ban, dan
bahan lain yang memiliki daya tahan atau ketahanan kuat.
4.2 Saran
Sifat SBR bila tidak ditambahkan bahan penguat, maka
kekuatannya lebih rendah dibandingkan dengan vulkanisir karet alam.
Selain itu, sifat E-SBR dengan S-SBR berbeda. Sehingga untuk
mensintesis SBR dengan hasil sesuai yang diinginkan perlu diperhatikan
dari sifat masing-masing SBR tersebut (E-SBR atau S-SBR).

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


29
DAFTAR PUSTAKA

ARMELIA, Y. P., CESARIA, A. R., HADI, Y. T., & ULYA, H. N. 2014.


Synthetic Rubber. Universitas Diponegoro. Semarang.

FADHLI, H. 2015. Sintesis Polimer. https://haiyulfadhli.blogspot.co.id/2015/ /


09/sintesis-polimer.html. Diakses pada 7 Oktober 2017.

ILMI, S.F. & PASSADANA, A. H. 2013. Pembuatan Ban dari Bahan Baku
Karet Remah (Crumb Rubber). Institur Pertanian Bogor. Bogor.

MASRIANTO. 2012. Prarancangan Pabrik Styrene Butadiene Rubber (SBR).


https://masriantoch4n1490.wordpress.com/2012/04/10/prarancangan-
pabrik-styrene-butadiene-rubber-sbr/. Diakses pada 5 Oktober 2017.

POLYMER SCIENCE LEARNING CENTER. 2017. Making SBS Rubber.


http://pslc.ws/macrog/sbssyn.htm. Diakses pada 6 Oktober 2017.

POLYMER SCIENCE LEARNING CENTER. 2017. SBS Rubber.


http://pslc.ws/macrog/sbs.htm. Diakses pada 6 Oktober 2017.

WIBOWO, H. B. 2011. Analisis Metode Produksi Butadiena yang Diterapkan


Di Indonesia. Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara6:77-85.

WULANDHANIE, A. 2007. Prarancangan Pabrik 1,3-Butadiena dari


Dehidrogenasi N-Butana dengan Proses Houdry Kapasitas 60.000
Ton/Tahun. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Kimia Polimer – Sintesis Polimer Stirena Butadiena Rubber


30

Anda mungkin juga menyukai