Anda di halaman 1dari 12

RANTAI MAKANAN

Adzkia Mutiari Silmi


B1A017026

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAYATI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN

A. Dasar Teori

Ekosistem tersusun atas makhluk hidup dan makhluk tak hidup Sebagai
contoh, ekosistem sawah terdiri atas hewan dan tumbuhan yang hidup bersama-
sama. Pada ekosistem sawah tersebut, terdapat rumput, tanaman padi, belalang,
ulat, tikus, burung pemakan ulat, burung elang,dan masih banyak lagi. Dalam
ekosistem, terdapat satuan-satuan makhluk hidup. Individu, populasi, komunitas,
biosfer yang merupakan satuan makhluk hidup dalam satu ekosistem, dan sinar
matahari sangat berperan terhadap kelangsung-an hidup satuan-satuan ekosistem
tersebut ( Sowarno, 2009 ).

Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami


perubahan. Antara faktor biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal
inilah yang merupakan salah satu penyebab perubahan. Perubahan suatu
ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur tangan
manusia (Campbell., 2010).

Rantai makanan berasal dari organism autrotofik, yaitu berupa tumbuh-


tumbuhan. Organisme yang memakan tumbuhan disebut Herbivora (konsumen
sekunder), yang memekan herbivors disebut karnivora (konsumen sekunder) dan
yang memakan konsumen sekunder adalah konsumen tersier. Tingkatan
organism dalam rantai makanan disebut tingkat trofik. Tingkat trofik pertama
yaitu produsen (tumbuhan). Kumpulan dari beberapa rantai makanan disebut
dengan jaring-jaring makanan. Dengan kata lain rantai makanan yang saling
menjalin dengan kompleks (Rumanta, 2019).
Panjang rantai makanan sebagian besar terbatas pada 4 atau 5 link dan
rantai makanan tidak terisolasi, tapi terhubung bersama menjadi jaring makanan.
Interaksi makan ini diwakili oleh jaring makanan yang memiliki efek mendalam
pada kekayaan spesies komunitas, dan produktivitas ekosistem dan stabilitas.
Rantai makanan adalah perpindahan energi dari organisme pada suatu tingkat
trofik ke tingkat trofik berikutnya dalam peristiwa makan dan dimakan dengan
urutan tertentu. Rantai makanan secara konseptual terstruktur dalam tingkatan
trofik. Sebuah tingkatan trofik mencakup semua organisme atau spesies dengan
posisi yang sama dalam rantai makanan (Ives & Carpenter, 2007).
B. Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah membuat rantai makanan pada suatu
ekosistem persawahan dan kebun jagung.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah aspirator, jarring
serangga, silet, botol serangga, loup, mikroskop stereo dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah berbagai jenis
hewan dan tumbuhan yang hidup di ekosistem persawahan dan perkebunan
jagung.

B. Metode

Cara kerja dalam praktikum acara kali ini yaitu:


1. Setiap jenis hewan yang ditemukan di areal persawahan kampus
Karangwangkal, Unsoed dan kebun jagung ditempat yang sama, diamati baik
menggunakan mata telanjang maupun loup.
2. Hewan yang ditemukan di areal persawahan dicatat.
3. Serangga yang ditemukan ditangkap menggunakan jaring serangga.
4. Aspirator digunakan apabila ditemukan tungau baik pada daun-daun tanaman
padi maupun gulma di sekitar tanaman padi.
5. Hewan yang diperoleh diidentifikasi dengan gambar di bawah ini. Selain
gambar di bawah ini, anda dapat menggunakan berbagai buku identifikasi yang
lain.
6. Hewan yang diperoleh dikelompokkan sesuai dengan gambar.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tawon
Hornet Ladybug

Kutu Belalang
Daun Sembah

Padi Jamur
Walang muscardine Cacing
sangit putih

Wereng
Capung

Ngengat

Produsen Trofik tingkat I Trofik tingkat II Trofik tingkat III


Kumbang
bunga

Lebah
Madu

Jagung
Trichogramma Ladybug
Ulat
Rumput
Grayak
Teki
Pengurai
Cacing dan
Jamur
Lalat
Gergaji
Gambar 3.1. Rantai Makanan Ekosistem Sawah dan Jagung
Tabel 3.1. Tabel Keterangan Rantai Makanan Ekosistem Sawah dan Jagung
No. Produsen Trofik Trofik Trofik Pengurai
Tingkat I Tingkat II Tingkat III
Cacing tanah
(Lumbricina
Kumbang
sp.) &
Tawon hornet kubah
Padi (Oryza Jamur
1 (Vespa (Mikrapis
sativa) muscardine
orientalis) sp.)
putih
(Beauveria
bassiana)
Cacing tanah
(Lumbricina
sp.)
&
Belalang
Padi (Oryza Kutu daun Jamur
2 sembah
sativa) (Aphids sp.) muscardine
(Mantis sp.)
putih
(Beauveria
bassiana)

Cacing tanah
Walang sangit Capung
Padi (Oryza (Lumbricina
3 (Leptocorisa (Anisoptera
sativa) sp.)
oratorius) sp.)
Cacing tanah
(Lumbricina
sp.) &
Wereng coklat Capung
Padi (Oryza Jamur
4 (Nilaparvata (Anisoptera
sativa) muscardine
lugens) sp.)
putih
(Beauveria
bassiana)
Ngengat Capung Cacing tanah
Padi (Oryza
5 (Emmalocera (Anisoptera (Lumbricina
sativa)
depressella) sp.) sp.)
Cacing tanah
(Lumbricina
Kumbang sp.) &
Jagung bunga Jamur
6
(Zea mays) (Macrosiagon muscardine
limbata) putih
(Beauveria
bassiana)
7 Jagung Lebah madu Cacing tanah
(Zea mays) (Apis (Lumbricina
mellifera) sp.) &
Jamur
muscardine
putih
(Beauveria
bassiana)
Cacing tanah
(Lumbricina
Ulat grayak Kumbang sp.) &
Horse-fly
Jagung jagung kubah Jamur
8. (Tabanus
(Zea mays) (Ostrinia (Mikrapis muscardine
eggeri)
furnacalis) sp.) putih
(Beauveria
bassiana)
Cacing tanah
(Lumbricina
Teki ladang/Nut sp.) &
Lalat Gergaji
grass (Cyperus Jamur
9. rotundus) (Shymphyta
muscardine
sp.)
putih
(Beauveria
bassiana)
B. Pembahasan

Ekosistem dibedakan menjadi dua macam, yaitu ekosistem alami dan


ekosistem buatan. Ekosistem alami merupakan ekosistem yang dalam proses
terbentuknya tanpa ada campur tangan manusia atau alami, seperti ekosistem
gurun dan ekosistem hutan hujan tropis. Sementara, ekosistem buatan adalah
ekosistem yang terbentuk karena adanya campur tangan manusia, contohnya
sawah, kebun, waduk, dan akuarium. Ekosistem terdiri atas kumpulan tumbuhan
dan hewan yang saling berinteraksi. Interaksi yang terjadi menghasilkan proses
makan dan dimakan yang akan membentuk rantai makanan. Rantai makanan
merupakan perpindahan energi makanan dari sumber tumbuhan melalui organisme
atau jenjang makanan. Rantai makanan memiliki dua tipe dasar. Pertama, rantai
makanan yang berasal dari rumput-rumputan. Kedua, rantai makanan dari sisa
(detritus food chain) mikroorganisme (Djamal, 1992).
Rantai makanan adalah perpindahan energi dari organisme pada suatu
tingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya dalam peristiwa makan dan dimakan
dengan urutan tertentu. Rantai makanan secara konseptual terstruktur dalam
tingkatan trofik. Sebuah tingkatan trofik mencakup semua organisme atau spesies
dengan posisi yang sama dalam rantai makanan. Tingkatan trofik terendah adalah
produsen yang tidak memakan organisme lain, tetapi dia bisa berfungsi sendiri
sebagai makanan, misalnya tanaman. Puncak tertinggi dalam tingkatan trofik
ditepati oleh predator yang hampir tidak mungkin dimakan oleh organisme lain.
Panjang tingkatan trofik dalam rantai makanan ditentukan oleh kompleksitas
suatu ekosistem, namum umumnya banyaknya tingkatan trofik tidak jauh berbeda
tiap ekosistem (Kalshoven, 1981).
Rantai makanan memiliki dua jenis yaitu rantai makanan perumput yang
dimulai dengan autotrof, dan rantai makanan detritus yang dimulai dengan bahan
organik mati. Dalam rantai makanan perumput, energi dan nutrisi bergerak dari
tanaman ke herbivora yang memakan mereka, dan karnivora atau omnivora
memangsa pada herbivora. Dalam rantai makanan detritus, bahan organik
tanaman dan hewan yang mati diurai oleh dekomposer, misalnya, bakteri dan
jamur, dan bergerak ke detritivores dan kemudian karnivora (Isnaeni & Masnilah,
2020). Jaring makanan merupakan konsep ekologis penting, pada dasarnya
jaringan makanan adalah hubungan makan dalam suatu komunitas. Jaring
makanan terdiri dari sejumlah rantai makanan yang menyatu bersama-sama.
Setiap rantai makanan adalah diagram deskriptif termasuk serangkaian panah,
masing-masing menunjuk dari satu spesies ke spesies lain, yang mewakili aliran
energi makanan dari satu kelompok makan organisme lain. Stabilitas
jaringan makanan diperkirakan bergantung pada interaksi trofik, termasuk
tingkat spesialisasi makan konsumen, atau konektivitas jaringan makanan
(Haddad et al., 2011).
Tingkat trofik adalah tingkatan dalam rantai makanan dimana suatu
organisme memperoleh energi. Tingkatan trofik paling bawah adalah
produsen,tingkatan kedua adalah herbivora dan tingkatan selanjutnya adalah
karnivora.Tingkatan paling bawah mempunyai populasi lebih besar dibandingkan
tingkatdiatasnya. Berdasarkan ukuran populasi sensitifitas tingkat trofik paling
atas relatif lebih sensitif terhadap kepunahan. Pengelompokan semua spesies
dalamkelompok-kelompok fungsional yang berbeda atau tingkat trofik dapat
membantumenyederhanakan dan memahami hubungan antara spesies (Nyoman,
2005).
Peran dari masing-masing komponen ekosistem sawah yaitu padi
merupakan sumber energi utama dalam ekosistem sawah, sehingga berperan
sebagai produsen. Belalang menduduki posisi konsumen tingkat satu pada
ekosistem sawah karena belalang menanam tanaman padi. Habitatnya ada di
sawah dan relungnya di tanaman padi dan rumput. Selain sebagai konsumen
tingkat satu, belalang juga menjadi sumber energi bagi predatornya, misalnya
katak. Belalang juga membantu dalam menjaga keseimbangan antar organisme
yang ada di sawah sehingga tidak terjadi ledakan populasi. Katak berperan
sebagai konsumen sekunder, atau konsumen tingkat tiga. Habitatnya berada di
tempat yang lembab, relungnya berada diatas tanah atau rerumputan. Imago
capung dalam dunia pertanian dikenal sebagai serangga predator yang aktif
berburu mangsa dan bersifat polifaga. Capung merupakan serangga musuh alami
pada beberapa hama tanaman pangan (padi, jagung, dan kacang-kacangan) dan
perkebunan, pada area tersebut capung merupakan predator bagi beberapa hama
(Sudarmaji, 2004).
Berdasarkan hasil penngamatan di areal persawahan dan kebun jagung
bahwa yang bertindak sebagai produsen adalah tanaman padi, tanaman jagung,
dan gulma. Spesies yang berperan sebagai konsumen tingkat I adalah walang
sengit (Leptocorisa oratorius), ulat grayak jagung (Ostrinia furnacalis), Kumbang
kubah (Mikrapis sp.), jangkrik (Metioche vittaticollis), kutu daun (Aphids sp.),
dan wereng coklat (Nilaparvata lugens). Konsumen tingkat II yang ada pada
ekosistem persawahan diantaranya adalah capung (Anisoptera sp.), laba-laba
(Araneus diadematus), kepik leher (Sycanus sp.), tomcat (Paedorus sp), lalat jala
(Chrysopera carnea), dan Semut (Dolichoderus sp.). Konsumen tingkat III adalah
Burung blekok sawah (Ardeola speciosa), dan katak (Fejervarya cancrifora).
Mikroorganisme pada ekosistem persawahan adalah Burkholderia glumae,
Rhizoctonia sp., dan Helmintosporium oryzae. Menurut Haddad et al., (2011)
keragaman tanaman meningkatkan keragaman konsumen dan struktur habitat,
sehingga dapat meningkatkan jumlah interaksi potensial serta potensi mangsa
melarikan diri dari predator, sehingga dapat menurunkan konektivitas jaringan
maknan. Mekanisme alami seperti predatisme, parasitisme, patogenisitas,
persaingan intraspesies dan interspesies, suksesi, produktivitas, stabilitas, dan
keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan untuk mencapai pertanian yang
berkelanjutan. Konsekuensi dari pengurangan keanekaragaman hayati akan lebih
jelas terlihat pada pengelolaan hama pertanian (Syarief, 2014).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan


bahwa di areal persawahan dan kebun jagung bahwa yang bertindak sebagai
produsen adalah tanaman padi, tanaman jagung, dan gulma. Spesies yang berperan
sebagai konsumen tingkat I adalah walang sengit (Leptocorisa oratorius), ulat grayak
jagung (Ostrinia furnacalis), Kumbang kubah (Mikrapis sp.), jangkrik (Metioche
vittaticollis), kutu daun (Aphids sp.), dan wereng coklat (Nilaparvata lugens).
Konsumen tingkat II yang ada pada ekosistem persawahan diantaranya adalah
capung (Anisoptera sp.), laba-laba (Araneus diadematus), kepik leher (Sycanus sp.),
tomcat (Paedorus sp), lalat jala (Chrysopera carnea), dan Semut (Dolichoderus sp.).
Konsumen tingkat III adalah Burung blekok sawah (Ardeola speciosa), dan katak
(Fejervarya cancrifora). Mikroorganisme pada ekosistem persawahan adalah
Burkholderia glumae, Rhizoctonia sp., dan Helmintosporium oryzae.
DAFTAR REFERENSI

Campbell, Neil A., 2010. Biologi. Jakarta : Erlangga.


Djamal, Z., 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara
Haddad, N. M., Gregory. M. C., Kevin G., Haarstad .J., Tilman. D., 2011. Plant
Diversity and the Stability of Foodwebs. Ecology Letters.14, pp.42–46.

Isnaeni, S. J. & Masnilah, R., 2020. Identifikasi Penyebab Penyakit Busuk Bulir
Bakteri Pada Tanaman Padi (Oryza sativa) dan Pengendaliannya
Menggunakan Isolat Bacillus sp. Secara in Vitro. Jurnal Proteksi Tanaman
Tropis. 1(1), pp.14-20.
Ives, A. R. & Carpenter, S. R., 2007. Stability and Diversity of Ecosystems. Science,
317, pp.58–62.

Kalshoven L. G. E., 1981. The Pest of Crop in Indonesia. Dr. Van der Lan D.A,
Revisi. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve.

Nyoman, I., 2005. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.


Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Rumanta, M., 2019. Praktikum IPA di SD. Jakarta: PT. Prata Sejati Mandiri.
Sudarmaji., 2004. Ekologi Ekosistem. Jember: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Jember.
Suwarno., 2009. Panduan Pembelajaran Biologi. Jakarta : Karya Mandiri Nusantara.
Syarief, M., 2014. Pengaruh Teknik Budidaya Kubis Terhadap Diversitas
Arthropoda dan Intensitas Serangan Plutella xylostella L. (Lepidoptera:
Plutellidae). Jurnal INOVASI, (14), pp.20-25.

Anda mungkin juga menyukai