Anda di halaman 1dari 7

TUGAS:

FOSFORESENSI DAN FLUORESENSI

Oleh:

FITRIYANTI NAKUL [20214036]

Dosen Pengampu: Dr. Eng. Khairurrijal

MK: FI5006 – Kapita Selekta Elektronik


I. Flouresensi dan fosforesensi

1. Flouresensi

Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah
tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses absorbsi
cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi. Keadaan atom yang
tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya
(de-eksitasi). Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom
tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi
berlangsung kurang lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih
lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik.

Fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Hal ini
karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahaya akan langsung
memancarkan cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika rangsangan itu dihilangkan.
Contoh rambu-rambu lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat fluoresensi.

2. Fosforesensi

Fosforesensi merupakan peristiwa pemancaran kembali sinar oleh molekul yang


telah menyerap energi sinar dalam waktu yang relatif lebih lama (10 -4 detik). Jika penyinaran
kemudian dihentikan, pemancaran kembali masih dapat berlangsung. Fosforesensi berasal
dari transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik triplet ke singlet dalam suatu molekul.

Pada peristiwa fosforesensi, pancaran cahayanya berakhir beberapa saat setelah


proses eksitasi pada bahan berakhir. Bahan yang mampu memperlihatkan gejala ini disebut
fosfor. Ada kalanya proses fosforesensi baru terjadi jika suatu bahan mendapatkan
pemanasan dari luar. Peristiwa luminesensi dengan bantuan panas dari luar ini disebut
termoluminesensi.
II. Proses terjadi Flouresensi dan Fosforesensi

Ditinjau dari ilmu kimia, suatu zat bisa menyala dalam gelap diawali dari akibat
adanya eksitasi elektron yang terjadi di dalam zat tersebut karena menerima energi dari luar
(seperti terkena gelombang cahaya), kemudian saat elektronnya kembali ke orbital
dasarnya, terjadi pelepasan energinya kembali (emisi) dalam bentuk gelombang yang
tampak berupa cahaya/pendar.

Proses yang terjadi pada zat yang dapat menyala dalam gelap, dimulai dari adanya
eksitasi elektron yang melibatkan dua orbital dengan tingkat energi berbeda. Pada saat
elektron tereksitasi, elektron berpindah dari orbital berenergi lebih rendah ke orbital yang
berenergi lebih tinggi, yang merupakan reaksi yang non-spontan (dibutuhkan sejumlah
energi aktivasi untuk menyebabkan sebuah elektron tereksitasi, misalnya terkenanya
gelombang cahaya/elektromagnetik dengan energi sejumlah x kJ). Tereksitasinya elektron
ini menyebabkan keadaan tidak stabil, sehingga menyebabkan elektron cenderung kembali
ke keadaan orbital dasar elektron tersebut. Pada saat elektron yang tereksitasi kembali ke
orbital asalnya (yang memiliki energi lebih rendah), energi sejumlah x kJ dilepaskan kembali.
Energi yang dilepaskan ini berada dalam bentuk gelombang, yang panjang gelombangnya
berada di range visible/tampak (10 nm – 103 nm), sehingga terlihat menyala di dalam gelap

Gambar 1, merupakan diagram jablonski yang menunjukkan mekanisme terjadinya


proses fluoresensi dan fosforesensi. Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi energi
cahaya sebesar hνA maka elektron-elektron pada kondisi dasar (ground sate) S0 akan
berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat S 1 atau S2. Waktu yang dibutuhkan
untuk proses tersebut kurang dari 1piko detik.
Gambar 1. Proses floresensi dan fosforesensi
Sumber: [2]

Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada kondisi S1 dalam waktu
yang sangat singkat sekitar 10-1ns, kemudian atom tersebut akan melepaskan sejumlah
energi sebesar hνf yang berupa cahaya. Karenanya energy atom semakin lama semakin
berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat energi dasar S 0 untuk mencapai keadaan
suhu yang setimbang (thermally equilibrium). Emisi fluoresensi dalam bentuk spektrum yang
lebar terjadi akibat perpindahan tingkat energi S1 menuju ke sub-tingkat energi S0 yang
berbeda-beda yang menunjukan tingkat keadaan energi dasar vibrasi atom 0, 1, dan 2
berdasarkan prinsip Frank-Condon.

Apabila intersystem crossing terjadi sebelum transisi dari S1 ke S0 yaitu saat di S1


terjadi konversi spin ke triplet state yang pertama (T1), maka transisi dari T1 ke S0 akan
mengakibatkan fosforesensi dengan energi emisi cahaya sebesar hνP dalam selang waktu
kurang lebih 1μs sampai dengan 1s. Proses ini menghasilkan energi emisi cahaya yang
relatif lebih rendah dengan panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan dengan
fluoresensi.

Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi fluoresensi pada molekul antara lain
polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan, derajat keasaman (pH), jenis ikatan
hidrogen, viskositas dan quencher (penghambat de-eksitasi). Kondisi-kondisi fisis tersebut
mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya eksitasi. Hal ini berpengaruh pada proses de-
eksitasi molekul sehingga menghasilkan karakteristik intensitas dan spektrum emisi
fluoresensi yang berbeda-beda.

III. Aplikasi Flouresensi dan fosforesensi

Material yang mampu memperlihatkan fenomena fosforesensi dan flouresensi kini


marak dikembangkan. Berbagai aplikasi dapat dihasilkan dari fenomena ini, antara lain
penggunaannya pada: Dosimetri radiasi, digunakan material yang memiliki karakteristik
yang sesuai dengan memanfaatkan fenomena termoluminesensi untuk mendapatkan
informasi mengenai dosis radiasi yang sebelumnya diterima oleh bahan. Dalam hal ini
bahan berperan sebagai dosimeter radiasi. Prinsip dasar dalam pemanfaatan fenomena TL
untuk dosimeter radiasi ini adalah bahwa akumulasi dosis radiasi yang diterima bahan akan
sebanding dengan intensitas pancaran TL dari bahan tersebut.

IV. Penamaan Unsur Fosfor (15P) dan Flour (9F)

1. Fosfor (15P)

Fosfor ialah zat yang dapat berpendar karena mengalami fosforesens (pendaran
yang terjadi walaupun sumber pengeksitasinya telah disingkirkan), unsur kimia yang
memiliki lambang P dengan nomor atom 15. Fosfor berupa nonlogam, bervalensi banyak,
termasukgolongan nitrogen, banyak ditemui dalam batuan fosfat anorganik dan dalam
semua sel hidup tetapi tidak pernah ditemui dalam bentuk unsur bebasnya. Fosfor berupa
berbagai jenis senyawa logam transisi atau senyawa tanah langka seperti zink sulfida (ZnS)
yang ditambah tembaga atau perak, dan zink silikat (Zn2SiO4)yang dicampur dengan
mangan. Kegunaan fosfor yang paling umum ialah pada ragaan tabung sinar katoda (CRT)
dan lampu pendar, sementara fosfor dapat ditemukan pula pada berbagai jenis mainan yang
dapat berpendar dalam gelap (glow in the dark).

Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada
tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat organik
dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat
anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan
mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil.
Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan
laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini
berulang terus menerus.
2. Flour (9F)

Fluor adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang F dan
nomor atom 9. Namanya berasal dari bahasa Latin fluere, berarti "mengalir". Dia merupakan
gas halogen univalen beracun berwarna kuning-hijau yang paling reaktif secara kimia dan
elektronegatif dari seluruh unsur. Dalam bentuk murninya, dia sangat berbahaya, dapat
menyebabkan pembakaran kimia parah begitu berhubungan dengan kulit.

Nama fluor pertama kali diambil dari kata fluo yang berarti mengalir dalam bahasa
Latin. Fluor sangat reaktif sehingga jarang ditemukan dalam keadaan bebas, fluor biasa
dijumpai berikatan dengan unsur atau senyawa lain, sehingga biasanya berbentuk dalam
senyawa seperti fluorit , kriolit, dan apatit. Fluor yang berikatan dengan oksigen akan
membentuk senyawa fluorida, yang terdapat dalam mineral yang terlarut dalam air sungai
dan air laut. Fluor adalah unsur yang paling elektronegatif dan reaktif bila dibandingkan
dengan semua unsur.

Tabel 2. Karakteristik Unsur Fosfor (15P) dan Flour (9F)


Kategori Fosfor (15P) Flour (9F)
Nomor atom 15 9
Massa atom 30,9738 g/mo 18,998403 g/mol
Elektronegativitas
2,1 4
menurut Pauling:
Densitas 1,82 g/ml pada 20 °C 1,8.10-3 g/cm3 pada 20 °C
Titik lebur 44,2 °C -219,6 °C
Titik didih 280 °C -188 °C
Radius Vanderwaals 1,04 Å 0,135 nm
Radius ionik 0,34 Å 0,136 nm (-1); 0,007 (+7)
Radius atom 1,28 Å
Energi ionisasi pertama 10.118 eV 1680,6 kJ/mol
Energi ionisasi kedua 19.725 eV 3134 kJ/mol
Energi ionisasi ketiga 29.141 eV 6050 kJ/mol
Ditemukan oleh Hennig Brandt pada tahun 1669 Moissan pada tahun 1886
 unsur bukan logam multivalen  beracun univalen,
Sifat Kimia dan Fisika dari kelompok nitrogen. berwarna kuning-hijau
Fosfor pucat, dan merupakan
 ditemukan di alam dalam unsur paling reaktif serta
bentuk alotropik dan memiliki
merupakan elemen penting elektronegativitas paling
bagi kehidupan organisme. tinggi.

 Terdapat beberapa bentuk


fosfor yaitu fosfor putih,
merah, dan hitam.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai