Anda di halaman 1dari 41

Spektrofluorometri

Tinjauan Umum
Penyerapan energi oleh molekul
memungkinkan terjadinya :
( Eksitasi, Fluorescensi, dan
Fosforescensi)
Banyak senyawa kimia memiliki sifat
fotoluminensi (dapat dieksitasikan
oleh cahaya dan memancarkan
kembali sinar dengan panjang
gelombang sma atau berbeda
dengan semula).
Ada dua peristiwa fotoluminensi :
(Fluorosensi dan Fosforesensi)
Luminescen
Diagram Fotoluminisensi
Deaktivasi molekul tereksitasi
 Merupakan suatu proses kembalinya molekul yang tereksitasi ke
keadaan asas (dari S1 atau T ke S0) :

 Pengendoran vibrasi (Vibrational velaxation = VR)


 Konversi didalam (Internal Conversion = IC)
 Pradisosiasi
 Disosiasi
 Konversi keluar
 Lintasan antar system (Inter system Crossing = IX)
 Pemadaman sendiri (selfquenching = SQ)
 Fluoresensi (F)
 Fosforisensi (P)
Pengendoran vibrasi
(Vibrational velaxation = VR)
 Perpindahan energi vibrasi dari
molekul yang tereksitasi
 Molekul yang tereksitasi
kehilangan energi eksitasi
vibrasionalnya (lewat tumbukan)
menjadi keadaan vibrasional S2
 Terjadi sangat cepat (10-3) detik
 Dapat terjadi pada tingkat energi
elektronik tereksitasi atau azas
Konversi didalam
(Internal Conversion = IC)
 Perpindahan energi dalam 1
molekul
 Elektron pindah dari tingkat energi
elektronik yang lebih tinggi ke
tingkat energi elektron yang lebih
rendah tanpa memancarkan sinar
(S2  S1 atau T2  T1)
 Dapat terjadi jika kedua tingkat
energi elektronik tersebut
berdekatan, sehingga terjadi
tumpang tindih diantara tingkat
energi vibrasi
Pradisosiasi
 Kelanjutan IC
 Perpindahan electron
dari suatu tingkat energi
elektronik tereksitasi
(mis S2) ke tingkat energi
vibrasi yang lebih tinggi
dari tingkat energi
elektronik tereksitasi
yang lebih rendah
Disosiasi

 Putusnya suatu ikatan dalam molekul


karena menyerap energi sinar tanpa
didahului peristiwa konversi kedalam
 Elektron ikatan terlepas
Konversi keluar

 Perpindahan energi
elektronik akibat
antaraksi molekul
yang tereksitasi
dengan molekul lain
 Tidak ada pemancaran
sinar
 Energi yang
dipindahkan adalah
energi elektronik
Lintasan antar system
(Inter system Crossing = IX)
 Pembalikan arah spin
elektron yang tereksitasi dari
tereksitasi SINGLET (S)
menjadi TRIPLET (T)
 dapat mudah terjadi jika
tingkat energi vibrasi dari S
overlapping dengan tingkat
energi vibrasi dari T
 Terjadi pada molekul dengan
berat molekul tinggi
Pemadaman sendiri
(selfquenching = SQ)
 Intensitas fluoresensi berkurang
 Terjadi akibat tabrakan-tabrakan antar
molekul sendiri
 Adanya pemadam akan menginduksi
deeksitasi dari suatu molekul analit yang
tereksitasi sehingga tidak ada sinar yang
diemisikan
 Contoh : Oksigen bagi senyawa
poliaromatis hidrokarbon
Fluoresensi (F)

 Pemancaran sinar dari S1 


S0
 Waktunya amat singkat (10-8)
detik
 Jika eksitasi
dihentikan,fluoresensi terhenti
 Emisi foton sama nilainya
dengan energi ang diserap oleh
suatu molekul.
Fosforesensi (P)
 Peroses sutu molekul
melangsungkan suatu transisi
(emisi) dari tingkat triplet ke
tingkat dasar.
 Pemancaran sinar dari T1  S0
 Waktunya lebih lama (10-4 detik)
 Jika eksitasi
dihentikan,fosforisensi masih
dapat berlangsung
 Biasanya didahului oleh L.A.S.
Efesiensi Fluoresensi

Bilangan yang menyatakan perbandingan


mol yang berfluoresensi dan jumlah total
mol yang tereksitasi (min = 0 dan max = 1)

Jumlah mol yang berfluores ensi


EF 
Jumlah total mol yang tereksitas i
KF
EF 
K F  K IC  K EC  K IX  K PD  K D
Catatan Indeks :
K = Tetapan Laju
F = Fluoresensi
IC = Konversi didalam
EC = Konversi keluar
IX = Lintasan antar system
PD = Pradisosiasi
D = Dissosiasi

Faktor Lingkungan = KIC, KEC dan KIX


Faktor Struktur Kimia = KF, KPD dan KD
EF dan Jenis Transisi Elektron

 EF lebih mungkin terjadi pada transisi  *   dari


pada *  n karena:
 Absorptivitas molar transisi  *   jauh lebih besar
dari absorptivitas molar transisi *  n
 Umur eksitasi   * lebih lama dari pada umur eksitasi
n   * sehingga Kn  * lebih besar dari pada K 
*
 Kix pada   * lebih kecil dari pada KIX pada n  * ,
karena energi yang diperlukan untuk pembalikan arah
spin pada   * jauh lebih besar dari pada n 
*
EF dan Jenis Transisi Elektron
 Nilai absortivitas molar merupakan
kebolehjadian terjadinya transisi, makin
besar  makin mudah terjadi transisi
 makin mudah terjadi fluoresensi.
 LAS lebih sulit pada   *, maka
   * Fluoresenensi
 n  *  Fosforisensi
Hubungan Intensitas Fluoresensi (PF)
dengan kadar
 PF adalah proporsional dengan jumlah
molekul yang tereksitasi :
PF  Q f Po  P .......... ..1

dimana : PF = Intensitas fluoresensi


Qf = Effisiensi fluoresensi
P0 = Intensitas yang dikenakan pada sample
P = Intensitas setelah mengenai sample
Menurut Hukum Lambert-Beer
P   bc Jika persamaan 3 dikembangkan
 10 ......( 2 ) dalam suatu seri maka
P0
P  P010   bc
Pf  Q f P0  bc
Pf  Q f P0  P0 10  bc 
 
 Q f 1  10   bc .......( 3 )

  bc  bc 2  bc 3  bc 
n

1     ........  ( 4 )
 2! 3! 4! n  1! 
Jika  bc kecil maka

Pf  Q f P0  bc........( 5 )
Qf = Effisiensi fluoresensi (nilainya tetap)
Po = Intensitas awal (nilainya tetap)
Σ = Absorptivitas molar (nilainya juga tetap)
b = Tebal kuvet (nilainya juga tetap)

Sehingga persamaan menjadi :

Pf = (Nilai tetap QF, Po, Σ dan b) c


= Kc
Jadi intensitas fluoresensi yang terbaca berbanding
langsung dengan kadar
Faktor-faktor yang berpengaruh pada
fluoresensi
1. Temperatur (Suhu)
a. EF berkurang pada suhu yang dinaikkan
b. Kenaikan suhu menyebabkan tabrakan antar mol atau
dengan mol pelarut
c. Energi akan dipancarkan sebagai sinar
fluoresensi diubah menjadi bentuk lain misal : EC
2. Pelarut
a. Dalam pelarut polar intensitas fluoresensi bertambah,
karena dalam pelarut polar
b. Jika pelarut yang digunakan mengandung atom-atom
yang berat (CBr4, C2H5I) maka intensitas fluoresensi
berkurang, sebab ada interaksi gerakan spin dengan
gerakan orbital elektron ikatan  mempercepat LAS
maka intensitas menjadi berkurang
OH
3. pH
pH mempengaruhi λ eks = 285 λ eks = 310
keseimbangan bentuk λ em = 365 λ em = 410
molekul dan Int = 18 Int = 10
ionic
Phenol Phenolat

4. Oksigen terlarut
Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan
menyebabkan intensitas fluoresensi berkurang sebab :
a. Oksigen terlarut oleh pengaruh cahaya dapat
mengoksidasi senyawa yang diperiksa
b. Oksigen mempermudah LAS
5. Kekakuan struktur (structural rigidity) Struktur
yang rigid (kaku) mempunyai intensitas yang
tinggi

Bifenil
Fluoren
EF = 0,20
Adanya -CH2- pada fluoren menyebabkan strukturnya lebih
kaku
Hubungan Struktur Molekul dan
Fluoresensi
Struktur molekul yang mempunyai ikatan
rangkap mempunyai sifat fluoresensi karena
strukturnya kaku dan planar
EDG (OH-, -NH2, OCH3) yang terikat pada
sistem  dapatmenaikkan intensitas fluoresensi
EWG (NO2, Br, I, CN, COOH) dapat menurunkan
bahkan menghilangkan sifat fluoresensi
Penambahan ikatan rangkap (aromatik
polisiklik) dapat menaikkan fluoresensi
Pengaturan pH dapat merubah intensitas
fluoresensi, Contoh :
Phenol menjadi phenolat  menaikkan
fluoresensi
Amina aromatik menjadi ammonium aromatik
 menurunkan fluoresensi
Heterosiklis dengan atom N, S dan O mempunyai
sifat fluoresensi
Heterosiklis dengan gugus NH, jika medianya
asam akan menaikkan intensitas fluoresensi
Komponen fluorometer
Sampel cell

Excitation Transmitted
filter Light

Light Excitation
Fluorecent
source (prymary)
(emitted)
filter
light

Fluorecence
(secondary)
filter

Phototube
Photomultiplier tube
Keuntungan dari analisis fluoresensi

 Kepekaan yang baik karena :


1. Intensitas dapat diperbesar dengan
menggunakan sumber eksitasi yang tepat
2. Detektor yang digunakan seperti tabung
pergandaan foto sangat peka
3. Pengukuran energi emisi lebih tepat
daripada energi terabsorbsi
4. Dapat mengukur sampai kadar 10-4 – 10-9
M
kelompok analisis obat secara
fluoresensi (1)
 Obat yang mempunyai sifat fluoresensi
alamiah dalam hal ini tidak diperlukan
tambahan pereaksi
 Contoh : Quinine
 Larutan obat ini mengabsorbsi sinar UV dan
mengemisi sinar Vis
kelompok analisis obat secara
fluoresensi (2)
 . Turunan obat yang dibentuk dengan pengikatan
dengan senyawa berfluoresensi
 Contoh : Asam amino diikat oleh syclorida [ 5 –
(dimethylamino) naphtalene-1-sulfonyl-hloride] 
dansyl asam aminoyang intensitas fluoresensinya
tinggi
SO23CL SO3-NH-CHR-COOH

O
R=CH-C +
- HCL
NH2 OH

N(CH3)2
N(CH3)2
kelompok analisis obat secara
fluoresensi (3)
 Membentuk molekul berfluoresensi (a.
fluorophore)
S
H3C N + NH
3 CH2-CH2OH.2CL -
--
Fe(CN) 6
OH
CH2 CH3
N N
+
Vitamin B1

H3C N N S Thiochrome
CH2-CH2OH
Berfluorensi

N CH3  eks = 365 nm


N  em eks = 440 nm
Spektra Eksitasi dan Emisi dari kinin-SO4
1 ppm

1. Secara teoritis spektra eksitasi identik dengan


spektra absorsi u.v. Spektra ini dapat digunakan
untuk menentukan  spesifik yang menyebabkan
timbulnya emisifluoresensi/ fosforisensi dan  yang
menimbulkan emisi yang maksimal disebut  eksitasi

2. Spektra emisi adalah duplikat dari spektra eksitasi.


Hanya timbul pada  yang lebih panjang.  emisi
dipilih suatu  yang menimbulkan intensitas
maksimal
Cara memperoleh
 Dibuat cuplikan dalam pelarut air, etanol, maupun sikloheksan
 Lar. cuplikan masukkan kedalam kuvet spektrofotometer
 Atur monokromator eksitasi pada suatu  didaerah u.v. (misal A).
Kemudian monokromator emisi diputar sampai diperoleh intensitas
yang maksimal misal B nm (B :  emisi)
 Atur monokromator, emisi pada B nm dan sekarang
monokromator eksitasi yang diubah sampai diperoleh intensitas
yang maksimum misal A’ nm (A’ nm =  eksitasi)
 Monokromator eksitasi diatur pada A’ nm dan buat spektra emisi
dengan merecord intensitas sebagai fungsi dari panjang gelombang
() akan diperoleh harga  yang mempunyai intensitas maksimal
misal : B’ nm
 Maka  eksitasi : A’ nm
  emisi : B’ nm
Beberapa obat yang bersifat
fosforisensi
Senyawa  eks  fos Waktu Kondisi
Aspirin 240 380 2,1 EPA
Bennocaine 310 430 3,4 Epharm
Cocaine 240 400 2,7 Ethanol
Diazepam 290,325 400,470,510 0,07 EW
Iproniazid 300,370 440 - EW
Papaverine 260 480 1,5 Ethanol
Phenacetin 410 499 - EPA
Strychnin PO4 290 440 1,2 Ethanol
Thioridazine 335 500 0,07 EW
EW : Ethanol – water = 1 : 1
EPA : campuran Diethyleter-isopentane-ethanol (5:5:2)
Latihan Soal
 Jelaskan penggunaan fluoresensi dan fosforesensi dalam
analisis kualitatif dan kuantitatif obat atau metabolitnya ?

 Suatu senyawa griseofulvin standar disiapkan pada pH 7,


intensitas fluoresensinya diukur pada λ eksitasi dan emisi
masing-masing pada 295 nm dan 450 nm serta memberikan
data sebagai berikut :
Konsentrasi (ng/mL) 10 20 40
Intensitas fluoresensi 20 42,5 85

Hitunglah konsentrasi obat (dalam ng/mL) dalam sampel


yang memiliki intensitas fluoresensi sebesar 64 !
HATUR NUHUN
PISAN ......

Jangan lupa
untuk membaca
literatur lainnya
baik dari buku
maupun internet
serta banyak
latihan soal ...

Kita BISA karena


BIASA ...

Anda mungkin juga menyukai