Anda di halaman 1dari 29

TUGAS

TOKSIKOLOGI HASIL PERIKANAN

“Nama Alat Yang Digunakan Di Laboratorium Untuk Menganalisa Senyawa Atau


Bahan Yang Akan Di Teliti, Dan Metode Yang Digunakan Dalam Mengukur
Kadar Histamin Pada Ikan”

Nama : Ni Wayan Sugiantari

Nim : Q1B115034

Kelas : THP B

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

2018
 Metode Fluorometri

Fluorometri adalah suatu metode analisis kimia berdasarkan kemampuan

suatu senyawa kimia untuk memendarkan cahaya yang diserap (sifat

fotoluminesen). Pada metode ini yang diukur adalah intensitas fluoresensi yang

terjadi pada panjang gelombang tertentu setelah analit tereksitasi pada panjang

gelombang tertentu. Sehingga pengukuran dilakukan pada cahaya yang

diemisikan,yaitu saat elektron yang tereksitasi kembali ke ke tingkat dasar, bukan

yang ditransmisikan. Molekul akan kehilangan sebagian energi pada saat kembali

ke tingkat dasar disebabkan oleh adanya tumbukan antar sesama molekul analit

atau dengan molekul pelarut dan energi yang dilepas berupa cahaya (de-eksitasi).

Sensitivitas metode fluoresensi lebih baik dibandingkan dengan metode absorpsi,

karena batas noise-nya lebih rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fluoresensi dan fosforesensi yaitu :

1. Hasil kuantum (efisiensi kuantum, quantum yield)

Merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan antara jumlah

molekul yang berfluoresensi terhadap jumlah total molekul yang tereksitasi.

Besarnya quantum (ɸ) adalah : 0 ≤ ɸ ≤ 1. Nilai ɸ diharapkan adlah mendekati 1,

yang berarti efisiensi fluoresensi sangat tinggi.

2. Pengaruh kekakuan struktur

Fluoresensi dapat terjadi dengan baik jika molekul-molekul memiliki

struktur yang kaku (rigid).

3. Pengaruh suhu
Bila suhu makin tinggi maka efisiensi kuantum fluoresensi makin

berkurang. Hal ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi, tabrakan-tabrakan

antar molekul atau tabrakan molekul dengan pelarut menjadi lebih sering, yang

mana pada peristiwa tabrakan, kelebihan energy molekul yang tereksitasi

dilepaskan ke molekup pelarut.jadi semakin tinggi suhu maka terjadinya konversi

ke luar besar, akibatnya efisiensi kuantum berkurang.

4. Pengaruh pelarut

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengaruh pelarut pada

fluoresensi, yaitu:

a. Jika pelarut makin polar maka intensitas fluoresensi makin besar.

b. Jika pelarut mengandung logam berat (Br, I atau senyawa lain), maka interaksi

antara gerakan spin dengan gerakan orbital elektron-elektron ikatan lebih banyak

terjadi dan hal tersebut dapat memperbesar laju lintasan antara sistem atau

mempermudah pembentukan triplet sehinga kebolehjadian fluorosensi lebih kecil,

sedangkan kebolehjadian fosforesensi menjadi lebih besar

5. Pengaruh ph

pH berpengaruh pada letak keseimbangan antar bentuk terionisasi dan bentuk

tak terionisasi. Sifat fluorosensi dari kedua bentuk itu berbeda. Sebagai contoh,

fenol dalam suasana asam akan berada dalam bentuk molekul utuh dengan

panjang gelombang antara 285-365 nm dan nilai ε = 18 M-1 cm-1 , sementara jika

dalam suasana basa maka fenol akan terionisasi membentuk ion fenolat yang

mempunyai panjang gelombang antara 310-400 nm dan ε = 10 M-1 cm-1 .

6. Pengaruh oksigen terlarut


Adanya oksigen akan memperkecil intensitas fluoresensi. Hal ini

disebabkan oleh terjadinya oksidasi senyawa karena pengaruh cahaya

(fotochemically induced oxidation). Pengurangan intensitas fluorosensi disebut

pemadaman sendiri atau quenching. Molekul oksigen bersifat paramagnetik, dan

molekul yang bersifat seperti ini dapat mempengaruhi dan mempermudah lintasan

antara sistem sehingga memperkecil kemungkinan fluorosensi, sebaliknya

memperbesar kebolehjadian fosforesensi.

7. Pemadaman sendiri dan penyerapan sendiri

Pemadaman sendiri di sebabkan oleh tabrakan-tabrakan antar molekul zat

itu sendiri. Tabrakan-tabrakan itu menyebabkan energi yang tadinya akan

dilepaskan sebagai sinar fluorosensi ditransfer ke molekul lain, akibatnya

intensitas berkurang. Salah satu proses pemadaman sendiri dapat ditulis sebagai

berikut:

Molekul analit tereksitas + pemadaman menjadi molekul analit berkeadaan

dasar + pemadam+ energi

Spektroflurometri dapat digunakan untuk :

- Analisa kualitatif : Perbandingan spectrum fluoresensi dapat membantu

pengenalan senyawa.

- Analisa kuantitatif : Pengukuran dapat dilakukan pada kadar yang sangat rendah

dengan ketepatan, keterulangan, dan kepekaan tinggi. Misalnya pengukuran kadar

vitamin E. Bila panjang gelombang emisi dan eksitasi telah dipilih, makandapat

dibuat hubungan antara intensitas fluoresensi dengan konsentrasi senyawa.

Intensitas fluoresensi tergantung dari tingkat konsentrasi senyawa. Hubungan


tersebut berupa garis lurus (linier) pada konsentrasi sangat rendah. Apabila

kadarnya terlalu tinggi, larutan tersebut tidak linier lagi karena akan menyerap

sebagian sinar eksitasi.

- Uji enzim dan analisa kinetika, Enzim hidrolase dapat dengan mudah diukur

melalui kecepatan munculnya senyawa yang berflurosensi pada 450 nm. Reaksi

NAD+ dan NADP+ , Enzim dapat dilihat dalam keadaan aslinya (invitro),

misalnya kadar substrat enzim atau kofaktor yang sangat rendah.

- Uji struktur protein. Beberapa jenis protein mengandung khromofore yang

berfluoresensi (misalnya tirosin dan FAD), maka protein juga

berfluoresensi. Penunjuk fluoresensi dan uji struktur membrane, Sifat fluoresensi

molekul berubah oleh gerak maupun arah gerak (polaritas) lingkungannya, maka

deteksi senyawa fluoresensi dapat memberikan petunjuk lingkungannya.

- Mikrospektrofluorimetri. Gabungan antara spektrofluorimetri dengan

mikroskop dapat dipakai untuk menunjukkan tempat senyawa berfluoresensi pada

sel yang mengikat cat fluoresensi.

Gambar. Alat fluorometri


 Metode Spektrofulometri

Metode spektrofluorometri adalah suatu metode pengukuran berdasarkan

sinar yang berfluoresensi. Fluoresensi adalah gejala dari suatu molekul setelah

radiasi cahaya, melepas kembali radiasi tadi dengan panjang gelombang yang

lebih panjang. Fluroresensi akan nampak jelas apabila penyerapan sinar pada

daerah ultraviolet dan melepaskannya dalam daerah gelombang nampak.

Kebanyakan bahan organik ada dalam keadaan dasar (S0 V0), pada suhu

kamar. Penyerapan energy sinar (photon) meningkatkan electron dalam molekul

organik ke tingkat yang lebih tinggi (S1 V1 dan seterusnya) dalamwaktu kurang

dari 10-15 detik. Setelah penyerapan, tenaga berkurang karena benturan (sebagai

panas) menyebabkan tenaga pada molekul yang terangsang turun lagi dengan

cepat pada getaran terendah dalam keadaan masih terstimulus (S1 V0). Tenaga

yang dilepaskan dari molekul yang kembali ke tingkat dasar dalam waktu cepat,

kurang dari 10-8 detik akan meningkat intensitas fluoresensi, sebagai petunjuk

adanya pergeseran stokes. Meskipun banyak senyawa organik menyerap pada

daerah gelombang ultra violet dan nampak, hanya beberapa saja yang

berfluoresensi.

Apabila struktur molekul bahan organik dapat dipakaiuntuk

memperkirakan spectrum serapannya, hal yang sama tidak dipakai untuk

memperkirakan senyawa apa yang berfluorosensi. Tetapi ada sedikit petunjuk

bahwa senyawa alifatis cenderung memecah sinar dan tidak berfluoresensi,

senyawa aromatis yang berisi electron tertentu yang tidak ditempat normalnya

akan berfluoresensi.
Radiasi yang dilepaskan dapat berkisar pada beberapa panjang gelombang,

maka spectrum fluoresensi berupa kumpulan atau pita spectrum. Spektrum

fluoresensi biasanya tidak tergantung panjang gelombang radiasi yang terserap.

Spectrum fluoresensi hanya dapat memberikan informasi pada saat kurang dari

10-8 detik.

Intensitas dapat berkurang antara 10 – 15 % apabila suhu sampel menurun

dari 30oC menjadi 20oC, maka diperlukan pengatur suhu agar pengukuran dapat

lebih tepat.

Peralatan pokok spektrofluorometer adalah :

Sumber spectrum yang kontinyu misalnya dari jenis lampu merkuri atau

xenon. Monokromator (M1) untuk menyinari sampel dengan panjang gelombang

tertentu. Monokromator kedua (M2) yang pada iradiasi konstan dapat dipakai

menentukan panjang gelombang spectrum fluoresensi sampel. Detector berupa

fotosel yang sangat peka misalnya fotomultiplier merah untuk panjang gelombang

lebih besar dari pada 500 nm. Amplifier untuk mengandakan radiasi dan

meneruskan ke pembacaan.

Penggunaan mikrosel dapat dikurangi efek prafilter dan pascafilter pada

larutan yang pekat. Absorpsi prafilter mengurangi radiasi yang sampai pada

sampel yang terjauh dari sumber sinar dan pasca filter terjadi karena pengurangan

radiasi fluoresensi yang lepas dari kuvet. Selain penyinaran dengan arah 90oC

dapat dilakukan front-face illumination dengan arah 45o sehingga efek filtrasi

dapat dicegah, namun biasanya kurang peka dibanding penyinaran 90o.


Keuntungan Menggunakan Spektrofluorometer

Dapat untuk mengukur konsentrasi sampel yang rendah (pikogram).

Kepekaan fluorimetri dapat diatur dengan penguatan aliran listrik yang terbentuk

dari jalinan fotosel. Spektroflurorimetri sangat mungkin menggunakan spectrum

pilihan yang lebih luas karena geseran Stokes dan adanya dua monokhromator

yang dapat dipakai, atau untuk spectrum yang mengenai sampel dan yang lain

untuk spectrum fluroresensi yang timbul. Untuk fluorimetri tidak diperlukan kuvet

pembanding (referensi) tapi kurva kalibrasi tetap harus dibuat.

Kelemahan Spektrofluorimetri

Kelemahan yaitu ketergantungan pada keadaan lingkungan dan tidak ada

pegangan senyawa apa yang akan berfluoresensi. Masalah lain dalam fluorimetri

adalah penghapusan (quenching) yaitu energi yang seharusnya dilepas sebagai

sinar fluoresensi terserap oleh molekul lain. Atau sebaliknya bahan-bahan diluar

sampel seperti bahan pencuci (detergent), minyak pelumas, kertas saring atau

kertas lap dapat mempengaruhi pengukuran fluorimeter karena dapat melepas

sinar fluoresensi sendiri.

Teknik flurometri dapat diperluas untuk mendeteksi adanya perubahan

kimiawi (chemical modification) seperti oksidasi, reduksi, hidrolisa, polimerisasi

dan pembekuan. Misalnya morfin dapat diukur dengan mengoksidasinya menjadi

pseudomorfin yang berfluoresensi, tertrasiklin kalau bergabung dengan kalsium

berfluoresensi.

Spektroflurometri dapat digunakan untuk :


Analisa kualitatif , Perbandingan spectrum fluoresensi dapat membantu

pengenalan senyawa. Analisa kuantitatif, Pengukuran dapat dilakukan pada kadar

yang sangat rendah dengan ketepatan, keterulangan, dan kepekaan tinggi.

Misalnya pengukuran kadar vitamin E. Bila panjang gelombang emisi dan eksitasi

telah dipilih, makandapat dibuat hubungan antara intensitas fluoresensi dengan

konsentrasi senyawa. Intensitas fluoresensi tergantung dari tingkat konsentrasi

senyawa. Hubungan tersebut berupa garis lurus (linier) pada konsentrasi sangat

rendah. Apabila kadarnya terlalu tinggi, larutan tersebut tidak linier lagi karena

akan menyerap sebagian sinar eksitasi.

Uji enzim dan analisa kinetika, Enzim hidrolase dapat dengan mudah

diukur melalui kecepatan munculnya senyawa yang berflurosensi pada 450 nm.

Reaksi NAD+ dan NADP+ , Enzim dapat dilihat dalam keadaan aslinya (invitro),

misalnya kadar substrat enzim atau kofaktor yang sangat rendah.

Uji struktur protein. Beberapa jenis protein mengandung khromofore yang

berfluoresensi (misalnya tirosin dan FAD), maka protein juga berfluoresensi.

Penunjuk fluoresensi dan uji struktur membrane, Sifat fluoresensi molekul

berubah oleh gerak maupun arah gerak (polaritas) lingkungannya, maka deteksi

senyawa fluoresensi dapat memberikan petunjuk lingkungannya.

Mikrosspektrofluorimetri. Gabungan antara spektrofluorimetri dengan

mikroskop dapat dipakai untuk menunjukkan tempat senyawa berfluoresensi pada

sel yang mengikat cat fluoresensi.


Gambar. Spektrofulometri

 Metode ELISA

Metode ELISA untuk mengukur reaksi Antigen (Ag) Antibodi(Ab)

meningkat penggunaannya dalam pendeteksian antigen (dari agen infeksius) atau

antibodi karena metodenya yang sederhana tapi sensitif. Sensitivitasnya sama

dengan radioimmunoassay (RIA) dan hanya membutuhkan kuantitas mikroliter

untuk penggunaan reagen ujinya. Sekarang ELISA telah diterapkan secara luas

dalam deteksi berbagai antibodi dan antigen seperti hormon, toksin, dan virus.

Beberapa keuntungan khususnya:

1. Tes ELISA memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi

2. Hasil kuantitatif ELISA dapat dibaca secara visual

3. Sejumlah tes dapat dilakukan sekaligus : ELISA telah didesain secara

spesifik untuk men-screen (baca cepat, read) sejumlah besar spesimen

sekali waktu, menjadikannya cocok untuk digunakan dalam pengawasan

dan sentralisasi pelayanan transfusi darah


4. Reagen yang digunakan untuk ELISA stabil dan dapat didistribusikan ke

laboratorium distrik lain atau daerah lain tetapi ELISA membutuhkan

teknisi yang terampil serta alat yang mahal untuk menjalankan tesnya,

penggunaannya terbatas hanya untuk kebutuhan tertentu.

Bahan yang dibutuhkan:

1. Pipet, sistem pencuci (washer system), pembaca plat ELISA: Pembaca,

pencuci,d an pipet tersedia baik manual maupun otomatis. Satu dari faktor-

faktor utama yang mempengaruhi seleksi alat adalah jumlah dan tipe sampel

yang dijalankan.

1. Pembaca ELISA: membutuhkan filter yang sesuai (650 nm dan

450 nm).

2. Pipet.

2. Sistem pencuci:

1. dapat manual yang mencuci atau membersihkan satu baris (row) atau kolom

sekali waktu atau dapat semi-otomatis yang akan mencuci satu strip atau plat

sekali waktu atau otomatis yang dapat memproses multipel plat.

2. Reagen yang dibutuhkan untuk uji/tes – termasuk dalam kit-nya (Coated

plates, Sample diluents, Controls, Wash Concentrate, Conjugate, Substrate,

Stop solution)
Prinsip:

Sebagian besar metode ELISA dikembangkan untuk deteksi antigen atau

antibodi terdiri dari antibodi atau antigen yang cocok dengan yang dicari, yang

kemudian dibentuk dalam fase solid, seperti permukaan plastik dari plat polivinil

atau tube polistirene, di dalamnya sumuran yang dalam dari microdilution (cairan

sejumlah mikro) atau di bagian luar dari plastik sferis atau bead (mirip seperti

kelereng kecil) yang terbuat dari logam. Sistem tersebut dinamakan Solid Phase

Immonusrbent Assay.

Sistem Enzim terdiri dari:

1. Enzim: horse radish peroxidase, alkaline phosphatase yang dilabeli atau

dihubungkan dengan antibodi spesifik.

2. Substrat spesifik:

o O-Phenyl-diamine-dihydrochloride untuk peroxidase

o P Nitrophenyl Phosphate- for Alkaline Phosphatase

yang ditambahkan setelah reaksi antigen-antibodi. Enzim akan

mengkatalisis substrat sehingga akan menunjukkan warna titik akhir reaksi

(senyawa kuning untuk alkaline fosfatase). Intensitas warna memberikan indikasi

jumlah ikatan antibodi atau antigen.

ELISA yang sering digunakan adalah:


a. ELISA untuk deteksi Antigen

1. Direct ELISA

2. Indirect ELISA

b. ELISA untuk deteksi Antibodi

1. Non Competitive ELISA

2. Competitive ELISA

 Metode Prinsip dasar dari HPLC

Prinsip dasar dari HPLCdan semua metode kromatografi adalah

memisahkan setiap komponen dalam sample untuk selanjutnya diidentifikasi

(kualitatif) dan dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing komponen

tersebut (kuantitatif). Analisa kualitatif bertujuan untuk mengetahui informasi

tentang identitas kimia dari analat dalam suatu sample. Sedangkan analisa

kuantitaif untuk mengetahui jumlah dan konsentrasi analat tersebut dalam sample

(Riyadi, 2009).
Teknik HPLC merupakan satu teknik kromatografi cair- cair yang dapat

digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis

kuantitatif dengan teknik HPLC didasarkan kepada pengukuran luas atau area

puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan dengan luas atau area larutan

standar. Pada prakteknya, perbandingan kurang menghasilkan data yang akurat

bila hanya melibatkan satu standar, oleh karena itu maka perbandingan dilakukan

dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi (Cupritabu, 2010).

Menurut Adnan (1997), komponen utama HPLC adalah :

1. a. Reservoir pelarut : zat pelarut yang dipakai polaritasnya dapat

bervariasi tergantung dari senyawa yang dianalisis, yang perlu

diperhatikan adalah bahwa tempat pelrut tersebut harus memungkinkan

untuk proses menghilangkan gas atau udara yang ada dalam pelarut

2. b. Pompa : digunakan untuk mengalirkan pelarut sebagai fase mobile

dengan kecepatan dan tekanan yang tetap

3. c. Injektor : saat sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan

agar pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam

kolom. Injeksi dapat menggunakan syringe.

4. d. Kolom krmatografi : kolom yang dipakai memiliki panjang 10 – 25

cm dan diameter 4,5 – 5 mm yang diisi dengan fase stasioner beukuran 5-

10 mikrometer dan terbuat dari logam atau stainlessteel.


5. e. Detektor : digunakan untuk mendeteksi sampel. Detektor

dibutuhkan untuk mempunyai sinsitivitas yang tinggi, linear untuk jangka

konsentrasi tertentu dan dapat mendekati eluen tanpa mempengaruhi

resolusi kromatografi.

Saat ini, HPLC atau KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima

secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel

pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi; lingkungan; bioteknologi; polimer;

dan industri- industri makanan. Kegunaan umum HPLC adalah untuk: pemisahan

sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis ; analisis

ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa- senyawa mudah menguap

(volatile); penentuan molekul- molekul netral, ionic, maupun zwitter ion; isolasi

dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hamper

sama; pemisahan senyawa- senyawa dengan jumlah sekelumit (trace elements),

dalam jumlah yang banyak, dan dalam skala proses industry, HPLC merupakan

metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif

maupun kuantitatif (Cupritabu, 2010).

Menurut Khopkar (1990), zat dengan kepolaran berbeda dapat dipisahkan

dengan HPLC berdasarkan partisi cair-cair. Prinsip HPLC menggunakan prinsip

kromatografi adsorbsi dan banyak digunakan dalam industi farmasi dan pestisida.

Prinsip umum kromatografi:

Keterangan :
1. Fase gerak

2. Fase diam

3. Kolom

4. Detektor

5. Rekorder

HPLC sering digunakan antara lain untuk menetapkan kadar senyawa aktif

pada obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk- produk degradasi

dalam sediaan farmasi. Keterbatasan metode HPLC ini adalah untuk identifikasi

senyawa, kecuali jika HPLC dihubungkan dengan spektometer massa (MS).

Keterbatasan lainnya adalah sampel sangat kompleks maka resolusi yang baik

sulit diperoleh (Cupritabu, 2010).

Parasetamol adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan gugus

kromofor yang dimilikinya mnyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar UV.

Karakteristik senyawa ini memungkinkan analisis dengan teknik HPLC

menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak polar seperti methanol/

air. Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi

tertinggi plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3

jam. Obat ini tersebar ke seluruh tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat

protein plasma. Parasetamol digunakan sebagai analgesic dan antipiretik

(Cupritabu, 2010).
Cara kerja HPLC adalah sampel yang larut dalam fase gerak diinjeksikan

ke dalam kolom kromatografi dengan menggunakan syringe. Volume yang

ditampung adalah 0,2 ml, juk berlebih akan dikeluarkan. Fase gerak akan

dialirkan dengan menggunakan pompa. Sampel yang masuk dalam kolom akan

didorong oleh fase gerak sehingga zat-zat yang terkandung dalam sampel akan

dianalisis dan bereaksi dengan fase diam. Oleh detektor akan dibaca dan

dihasilkan keluaran berupa grafik dan data tinggi beserta luas puncak dalam

bentuk angka.

Gambar. Komatografi HPLC


Cara Menggunakan Hot Plate Laboratorium dan Tips Penggunaan Hot
Plate

Hot plate digunakan untuk membuat larutan kimia yang disertai panas dan

pengadukan. Pada saat memanaskan larutan dalam gelas kimia (beaker glass) atau

erlemeyer, pastikan gelas kimia atau erlemeyer juga tahan terhadap panas

(temperature). Umumnya alat gelas kimia merk Pyrex tahan terbuat dari bahan

borosilikat yang terhadap pengaruh panas. Pastikan tidak terdapat retakan pada

alat gelas yang digunakan. Sangat berbahaya jika ada keretakan dan larutan kimia

merembes dan masuk ke dalam komponen elektronik hot plate.

Perhatikan luas permukaan dan jenis lapisan pemanas hot plate

Pastikan luas permukaan Hot plate lebih besar dari luas benda (obyek)

yang dipanaskan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa panas yang berasal

dari hot plate tersebar merata ke benda yang ada di atasnya. Jika luas benda yang

dipanaskan lebih luas dari permukaan hot plate, maka akan ada sebagian
permukaan benda yang tidak mendapatkan panas. Hal ini menyebabkan distribusi

panas menjadi lambat dan pemanasan menjadi lebih lama.

Gunakan batu didih

Ketika mendidihkan suatu larutan atau sampel, tambahkan batu didih ke

dalamnya. Hal ini bertujuan untuk membantu proses pemanasan lebih cepat.

Selain itu, gejolak atau letupan dari bahan kimia yang di dalamnya dapat diredam

dengan adanya batu didih. Jadi tidak akan terjadi muncrat (splash).

Perhatikan kelembaban udara dalam ruangan

Berhati-hatilah pada saat kondensasi larutan dalam wadah, karena jika

kelembaban hanya sedikit dan wadah terkena panas, maka akan terjadi keretakan

pada wadah. Perbedaan kelembaban (tekanan) yang terlalu tinggi antara cairan
yang berada di dalam wadah (Erlenmeyer atau gelas kimia) dengan di luarnya

akan menyebabkan alat gelas tersebut retak.

Perhatikan titik didih larutan

Bahan kimia atau cairan (larutan) dengan titik didih yang rendah jangan

dipanaskan pada suhu terlalu tinggi di atas titik didihnya. Selain boros energi

(listrik), hal tersebut juga bisa berbahaya. Jika anda bekerja dengan meninggalkan

hot plate, bisa saja cairan di dalam wadah menjadi kering atau wadahnya menjadi

retak dan cairan meluber. Akibatnya akan memicu kebakaran. Perlu anda ketahui

bahwa hot plate dapat diseting suhunya hingga mencapai 380 derajat Celcius.

Jika anda ingin memanaskan larutan dalam waktu cepat menggunakan hot

plate, anda harus menunggu hot plate tersebut. Jadi pada saat sudah mendekati

titik didih larutan, maka anda perlu menurunkan suhu pemanasan hot plate. Tetap

menjaga kehati-hatian dalam bekerja di laboratorium.

Gunakan penjepit atau benda tahan panas

Pada saat ingin memindahkan larutan yang sudah selesai dari Hot plate,

maka gunakan penjepit atau alat yang tahan terhadap panas. Pastikan bahan pada

alat tersebut tidak meleleh. Anda juga bisa menggunakan sarung tangan (glove)

yang tahan panas.

Jauhkan benda yang mudah terbakar dari hot plate

Hot plate adalah alat laboratorium yang digunakan sebagai pemanas. Kami

sarankan, untuk tidak meletakkan atau menyimpan bahan yang mudah menguap
atau terbakar di sekitar Hot plate. Uap dari bahan kimia yang mudah terbakar

dapat memicu terjadinya kebakaran

Matikan hot plate jika sudah selesai

Anda perlu mematikan Hot plate setelah selesai digunakan. Caranya tekan

tombol power pada hot plate ke posisi OFF. Setelah itu, putus aliran listriknya,

dengan mencabut steker (colokan) kabel power dari sumber daya listrik (PLN).

Gunakan Ukuran Magnetic Stirer Bar yang sesuai

Untuk memastikan pengadukan yang sempurna sehingga terbentuk larutan

yang homogen, maka gunakan ukuran magnetic stirrer bar yang sesuai. Jika anda

menggunakan gelas kimia dengan diameter 6 cm, maka gunakan magnetic stirrer

bar yang mendekati diameter tersebut, misalnya dengan ukuran stirrer bar 5 cm.

Penetapan Kadar Histamin Dalam Produk Pangan Ikan Kalengan


Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)
Dan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (Elisa)

1. Prosedur Kerja yang di gunakan

 Penetapan dengan Metode KCKT

Penentuan histamin dalam produk pangan ikan kalengan dengan metode

KCKT diawali dengan proses ekstraksi dengan larutan asam trikloroasetat 6%

kemudian diderivatisasi menggunakan larutan benzoil klorida 2% dalam

asetonitril yangsebelumnya telah dibasakan dengan NaOH 5N. Kemudian ca


mpuran diinkubasi pada suhu kamar selama 15 menit, ditambahkan larutan NaCl

jenuh kemudian diekstraksi dengan pelarut organik dietil eter. Pelarut organik

diuapkan dan residu dilarutkan dengan asetonitril. Sistem KCKT yang digunakan

adalah kolom Zorbax C18 (4,6 x 100 mm), dengan fase gerak campuran

ammonium asetat 0,01 M: asetonitril (40:60). Pengukuran dilakukan dengan

menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 254 nm.

 Penetapan dengan Metode ELISA

Penentuan histamin dalam produk pangan ikan kalengan dengan metode

ELISA menggunakan kit Ridascreen® Histamin R-Biopharm Art No. R1604 Lot.

12404. Larutan baku dan sampel diderivatisasi dengan Acylation Reagen dan

Acylation Buffer kemudian ditambahkan Anti-Histamin Antibody, dan dicuci

denganWashing Buffer. Kemudian Conjugate ditambahkan dan dicuci dengan

Washing Buffer kembali. Substrate/Chromogen dan Stop Solution ditambahkan

kemudian diukur serapannya pada 450 nm.

 Verifikasi Metode Analisis

Verifikasi metode analisis metode KCKT dan ELISA meliputi linearitas,

presisi, akurasi, batas deteksi dan batas kuantisasi. Tahapan dalam linearitas

meliputi pembuatan kurva larutan baku yang diderivatisasi sehingga diperoleh

kurva kalibrasi derivat histamin. Batas deteksi dan batas kuantisasi ditentukan

secara statistik dari persamaan regresi linier yang diperoleh dari kurva kalibrasi.

Presisi dan akurasi dilakukan dengan menggunakan produk ikan kalengan.

2. HASIL

 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)


Penentuan sistem KCKT dilakukan terhadap beberapa faktor yang

mempengaruhi pemisahan antara lain pemilihan kolom, komposisi fase gerak dan

laju alir. Hasil kondisi sistem KCKT dijabarkan pada tabel V.1.

Detektor yang digunakan untuk analisis histamin adalah detektor ultraviolet

karena penderivat yang digunakan merupakan pereaksi asil klorida untuk

menambahkan gugus kromofor. Benzoil klorida suatu asil klorida dapat digunakan

sebagai agen penderivat berbagai senyawa seperti senyawa amina pada panjang

gelombang 254 nm.

Dengan kondisi sistem KCKT yang ditampilkan pada Tabel V.1. maka

diperoleh kromatogram derivat histamin seperti berikut :


Waktu retensi (menit)

Gambar V.2. Kromatogram Derivat Histamin

Uji kesesuaian sistem dilakukan untuk memastikan efektivitas sistem

kromatografi yang digunakan. Hasil penentuan UKS dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel V.2. menunjukkan hasil keberulangan penyuntikan larutan derivat

histamin konsentrasi 14,3136 ppm sebanyak 6 kali. Nilai SBR dari waktu retensi
dan luas area untuk derivat histamin adalah 0,149%. Hal ini memenuhi

persyaratan keberulangan penyuntikan yaitu maksimal SBR 2%.

Kurva kalibrasi diperoleh dengan memplot hubungan antara konsentrasi

dengan luas area derivat histamin. Sebagai parameter adanya hubungan linier

digunakan koefisien korelasi (r) dan koefisien variansi fungsi regresi pada analisis

regresi linier y = bx + a (Tabel V.3 dan Gambar V.3).

Penentuan kelinieran dilakukan dengan memplot respon instrumen yang

dinyatakan dengan luas area, dengan konsentrasi larutan derivat histamin yang

terdiri dari 7 level konsentrasi. Kemudian diperoleh kurva kalibrasi dan

ditentukan parameter korelasi (r) dan koefisien fungsi regresi.


Gambar V.3. Kurva Kalibrasi Derivat Histamin

Persamaan regresi linier yang diperoleh adalah y = 284,9204x + 673,5903

dengan koefisien korelasi r = 0,996101794. Batas deteksi (BD) dan batas

kuantisasi (BK) dihitung secara statistik dari kurva kalibrasi, yaitu 7,62 µg/g dan

23,09 µg/g.

Presisi atau presisi adalah ukuran keterulangan metode analisis dan dinyatakan

sebagai simpangan baku relatif (SBR) atau koefisien variasi (KV). Uji presisi

dilakukan pada produk nyata dengan matriks ikan kalengan untuk melihat

pengaruh matriks pembawa terhadap hasil presisi. Presisi dilakukan pada 6

produk dengan konsentrasi 100% (Tabel V.4).


Kadar histamin dalam sampel ikan kalengan adalah sebesar 95,65 µg/g.

Untuk syarat keberterimaan presisi adalah SBR < 0,67 KV Horwitz, dari seluruh

hasil presisi diatas diperoleh % SBR adalah sebesar 1,62%, lebih kecil dari 0,67

KV Horwitz. Berdasarkan teori terompet Horwitz, simpangan baku relatif dari

suatu metode akan meningkat dengan menurunnya konsentrasi. Persamaan

Horwitz yang menggambarkan peningkatan simpangan baku relatif dengan

menurunnya konsentrasi adalah SBR = 2 (1-0,5 Log C). Jika nilai simpangan baku

relatif dari

percobaan dibandingkan terhadap simpangan baku relatif yang dihitung

berdasarkan persamaan terompet Horwitz akan diperoleh HORWITZ RATIO atau

HORRAT. HORRAT = 2 menandakan metode analisis mempunyai presisi yang

memadai. Dari hasil uji presisi dapat dilihat bahwa nilai koefisien variasi yang

dihasilkan memenuhi syarat KV teori terompet Horwitz dan memiliki HORRAT =

2 yaitu sebesar 0,20 sehingga dikatakan bahwa metode yang digunakan memenuhi
syarat presisi.

Selanjutnya dilakukan uji akurasi menggunakan metode standar adisi yang

ditambahkan baku dengan tiga rentang konsentrasi. Hasil akurasi bisa di lihat

dalam tabel V.5.

Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai persen perolehan kembali berkisar

antara 86,26 – 92,39%, sementara syarat persen perolehan kembali untuk analit

adalah 80 - 110%. Hasil ini menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan

memenuhi syarat akurasi.

 Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Presisi adalah ukuran keterulangan metode analisis dan dinyatakan sebagai

simpangan baku relatif (SBR) atau koefisien variasi (KV). Uji presisi dilakukan

pada produk nyata dengan matriks ikan kalengan untuk melihat pengaruh matriks

pembawa terhadap hasil presisi. Presisi dilakukan pada 6 produk dengan

konsentrasi 100% (Tabel V.7).


Kadar histamin dalam sampel ikan kalengan adalah sebesar 80,32 µg/g.

Untuk syarat keberterimaan presisi adalah SBR < 0,67 KV Horwitz, dari seluruh

hasil presisi diatas diperoleh % SBR sebesar 5,33%, lebih kecil dari 0,67 KV

Horwitz. Berdasarkan teori terompet Horwitz, simpangan baku relatif dari suatu

metode akan meningkat dengan menurunnya konsentrasi.

 REFERENSI YANG DI DAPAT DARI

Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari

Institut Teknologi Bandung, SITI AMINAH, 2015.

Anda mungkin juga menyukai