Anda di halaman 1dari 17

CURRENT ISSUES

Berapa % jmlh muslim di Indonesia? 85%


Population? 240 250 juta

I. Princip Dasar Fluoresensi
Keadaan singlet dan triplet states
Keadaan dasar dua elektron per orbital; elektron punya
spin berlawanan dan berpasangan
Keadaan eksitasi singlet
Elektron pada orbital energi lebih tinggi memiliki arah spin
berlawanan relative thd elektron dalam orbital lebih rendah


Keadaan eksitasi triplet
Elektron valence tereksitasi secara spontan berbailk arah
spinnya (spin flip). Proes ini disebut intersystem crossing
(perpindahan antar sistem). Electrons dlm kedua orbital sekarang
memiliki arah spin sama

Jenis emisi
Fluoresensi kembali dari keadaan eksitasi singlet ke
keadaan dasar; tidak memerlukan perubahan arah spin
(relaksasi yang lebih lazim, proses lebih cepat)

Fosforesensi Kembali dari keadaan eksitasi triplet ke
keadaan dasar; elektron perlu perubahan arah spin ---->
proses lebih lama.

Laju emisi fluoresensi beberapa tingkat lebih cepat
daripada fosforesensi (karena perubahan arah spin perlu
waktu)

Sebab terjadinya luminesensi:
(i) dari molekul tereksitasi akibat absorpsi
radiasi, dan (ii) dari molekul hasil reaksi
Dua jensis luminesensi, yaitu
(i) Fluoresensi: radiasi energy/cahaya dari
moelkul tereksitasi kembali ke keadaan dasar
tanpa diikuti perubahan spin electron (S
1
-> S
o
)
(ii) Fosforesensi: radiasi energy/cahaya dari
molekuk tereksitasi ke keadaan dasar diikuti
terjadinya perubahan spin electron (T
1
----> S
o
)

Fluoresensi dan fosforesensi berlangsung pada
lebih panjang eksitasi

Life time fluoresensi (10
-4
det) lebih pendeek
disbanding fosforesensi

Karena energi S
1
> T
1
, maka fluoresnsi lebih
pendek disbanding fosforesensi

Fotolumenesensi yang diemisikan oleh molekul
hasil reaksi kimia dengan pereaksi tertentu,
(biasanya berupa oksidan kuat, misalnya ozon
dan hydrogen peroksida).


Kelebihan metode fluoresensi
Sensitivitas tinggi ----> batas deteksi kecil

Rentang konsentrasi yeng memberikan linearitas
hubungan antara kadar vs fluoresensi lebih lebar

Metode spektrometri absorpsi lebih banyak
digunakan karena kebanyakan senyawa organic
memberikan absorban pada daerah uv-vis, bukan
kerena metode itu lebih peka.


Tipe transisi dlm fluoresensi
Fluoresensi jarang disebabkan oleh absorbs
radias < 250 uv nm krn radiasi ini sangat kuat
untu menyebabkan deaktivasi molekul tereksitasi
atau disosiasi. Kebanyakan molekul memiliki
ikatan kimia yang dapat putus oleh energi radiasi
200 nm yang setara dg 140kkal/mol.

Fluoresense pada ke * tidak lazim
berlangsung. Yang mungkin adalah transisi ke
* dan n ke *.

Senyawa yang dapat berfluoresensi umumnya
yang dapat mengalami eksitasi -> * atau n->
*.


Quantum yield dan tipe transisi
Transisi ke * memberikan lebih besar
dibanding transisi n ke *. transisi ,*
biasanya 100 1000 kali lipat transisi n,*. Ini
berarti lifetime transisi ,* lebih pendek, yaitu
10
-7
10
-9
det dibanding n,* 10
-5
10
-7

sehingga k
f
lebih besar.
Fosforesensi lebih dimungkinkan disebabkan
transisi n,* yang memiliki lifetime lebih pendek
sehingga tidak mudah mengalami deaktivasi.
Intersystem crossing pada ,* lebih kecil
kemungkinannya dibanding transisi n,*, karena
perbedaan energi singlet dan triplet lebih besar
sehingg tidak memungkinkan
Hubungan Fluoresensi dan struktur kimia
Fluoresensi paling intens terjadi pada molekul
dengan gugus aromatik dengan transisi ,*
dengan energi transisi rendah. Demikian juga
senyawa alifatik dan alifatik-karbonil dengan
banyak ikatan rangkap terkonugasi.

Senyawa aromatik hidrokarbon tak
tersubstitusi berfluoresensi dalam larutan,
dan quantum yield bertambah dengan
bertambahnya jumlah cincin dan derajat
kondensasinya.

Senyawa heterosiklik sederhana tidak
berfluoresensi, misalnya furan, piridin, tiofen,
dan pirol. Sebaliknya, struktur fusi-cincin
berfluoresensi. Fusi cincin benzen menjadi
senyawa heterosiklik meningkatkan absorptivitas
dengan lifetime lebih pendek sehingg
berfluoresensi. Sebagai contoh kinolin, isokinolin,
dan indol.
Pengaruh substituen halogen tidak pasti.
Bertambahnya substituen halogen menurunkan
intensitas fluoresensi karena dapat meningkatkan
intersystem crossing menghasilkan bentuk
triplet.
Gugus karboksilat dan karbonil pada gugus
aromatik menghalangi terjadinya fluoresensi. Ini
disebabkan energi transisi n,* < ,*

Pengaruh rigiditas molekul
Fluoresensi cenderung terjadi pada molekul
yang rigid. Pada molekul rigid dapat
mendekati 1 (fluoren) sementara bifenil
hanya 0,2. Padahal struktur mirip.
Pengaruh rigiditas juga terjadi chelating agent
yang membentuk kompleks dg logam.
Intensitas 8-hidrokinon (kurang rigid) <<
kompleks-nya dg Zn
Molekul kurang rigid meningkatkan konversi
internal sehingga terjadi deaktivasi non
radiatif ---> intensitas turun

Pengaruh suhu dan pelarut
Suhu yang tinggi menurunkan krn terjadi
peningkatan tabrakan molekul ---->
menyebabkan deaktivasi dan konversi internal
Pelarut dg viskositas rendah menyebabkan
konversi internal ---> menurun.
Fluoresensi juga menurun oleh pengaruh
pelarut dengan atom berat, misal halogen
(CBr
4
, etil iodide). Ini akibat interaksi spin
orbital yang mengakibatkan pembentuk
triplet.

Pengaruh pH
Senyawa aromatik dg substituen asam/basa
tidak terpengaruh oleh pH (fenol dan anilin)

Beberapa senyawa berfluoresensi sangat
terpengaruh oleh pH, misalnya asam 1-naftol-
4sulfonat. Senyawa ini tidak berfluoresensi
dalam bentuk asam, tetapi oleh pengaruh
basa, ion fenolatnya menunjukkan fluoresensi.

Pengaruh konsentrasi
Intensitas fluoresensi sangat dipengaruhi konsentrasi.
Dan ini menjadi dasar analisis kuantitatif
Secara matematik hubungan konsentrasi dan intensitas
fluoresensi dpt disedrhanakan:
F = K
c
= 2,303 K bcP
o
= 2,303 f K bc Po, di mana F
intensitas fluoresensi, K suatu konstanta, f , K
konstanta yg bgt pada geometri dan faktor lain, Po
intensitas radiasi, bc absorban A, dan c konsentrasi.
Dalam praktek, penetapan kadar dg metode ini mririp
seperti pada spektrometri uv-vis, yakni dibuat kurva
baku hubungan konsentrasi vs fluoresensi, selanjunya
diukur intenstias fluoresensi analit, dihitung
berdasarkan kurva baku.

Aplikasi.
Metode ini sangat sensitif sehingga sangat
baik untuk analisis dengan kadar rendah,
msialnya polutan dan metobolit. Misalnya
analisis gas ozon, nitrogen oksida (NOx),
senyawa sulfur oksida (SOx).

Analisis senyawa anorganik dalam fase cair
(larutan), dan berbagai metabolit obat

Anda mungkin juga menyukai