Anda di halaman 1dari 178

CERITA 100 POHON

Hak cipta 2019 Fauna & Flora International

EDITOR
Ahmad Apriyono
Agustina Melanie
Erik Erfinanto
Fadjriah Nurdiasih
Harun Mahbub
Maria Dominique
Ramdania el Hida

PENYUNTING AKHIR
Arief Hamidi
Fransisca Noni Tirtaningtyas
Yanuar Ishaq Dwi Cahyo

DESAIN
Deisy Rika Yanti
Ditulis oleh anak bangsa dalam rangka Hari Pohon Sedunia
KATA PENGANTAR

Para ahli konservasi di dunia mengkhawatirkan terjadinya


kepunahan massal spesies fauna dan flora keenam secara
global (The sixth global mass extinction) yang terdorong
akibat ulah manusia. Kepunahan keenam ini disinyalir mulai
atau sedang berlangsung termasuk terhadap spesies pohon.

Di Indonesia, tahun 2018 diketahui 487 spesies pohon


masuk dalam kategori terancam punah dalam kategori
IUCN. Angka tersebut belum mencakup spesies-spesies
yang minim catatan keberadaannya melalui berbagai
informasi dan penelusuran data-data penelitian.

Hal ini menunjukan bahwa spesies pohon terancam


punah Indonesia sangat mungkin lebih banyak jumlahnya.
Kepedulian terhadap isu kelangkaan pohon masih sangat
kurang sehingga informasi-informasi penting mengenai
keberadaannya sulit dicari.

Kepedulian masyarakat terhadap isu pohon langka, terancam


punah dan endemik (LTE) masih terbilang rendah. Hal ini
dapat disebabkan oleh minimnya referensi tulisan terkait
pohon LTE Indonesia yang mudah diakses oleh masyarakat.

Minimnya referensi juga dapat disebabkan oleh rendahnya


publikasi, baik ilmiah maupun populer bertema pohon LTE
ini, padahal masyarakat juga memiliki pengalaman terkait
iv pohon LTE ini, baik hanya berupa perjumpaan maupun
bekerja dengan jenis-jenis pohon LTE ini.
Tahun 2018, Global Tree Campaign dari FFI-Indonesia
Program bekerjasama dengan Forum Pohon Langka
Indonesia (FPLI) dan Tambora Muda melakukan kegiatan
yang bertajuk penulisan populer untuk kaum muda.

Tema besar dari kegiatan ini yaitu “Pohon Langka, Terancam


Punah dan Endemik di Indonesia”. Ada sekitar 170 tulisan
yang terkumpul. 124 diantaranya dapat dibaca dalam buku
ini yang dibagi menjadi empat volume. Dua volume tentang
pohon di Indonesia, dan dua volume lainnya tentang
tumbuhan di Indonesia.

Buku ini sangat penting, karena secara tidak langsung


kita dapat mengetahui jenis flora di alam. Dengan begitu
dapat membantu pemerintah Indonesia dalam melindungi
kekayaan flora di Indonesia.

Semoga buku ini berguna dan dapat dimanfaatkan dengan


sebaik-baiknya. Selamat membaca

v Arief Hamidi
The Global Tree Campaign – Indonesia
DAFTAR ISI
Agar Pelawan Tak Tinggal Nama ........................................................ 2
Ade Irma Sembiring

Andaleh Nan Meredup .......................................................................... 6


Rasyid Noor Imamsyah

Andaliman, Tanaman Idaman Masyarakat Batak ............................. 12


Hary Prakasa, Eko Prasetya

Bak Mane dan Sejuta Manfaat di Baliknya ......................................... 16


Salsabilla Nur Feranti dan Sony Saefulloh
Bayur: Pohon Banyak Manfaat Pengganti Jati,
Akankah Menjadi Langka ? .................................................................. 20
Salsabilla Nur Feranti dan Sony Saefulloh

Cegah Hilangnya Maskot Minangkau dan Rumah Gadang ............. 28


Muhammad Azwar

Damar Si Langka yang Kaya Manfaat ................................................. 34


Darma Anggar Puteri

Duabanga moluccana Pohon Endemik


Nusa Tenggara di Gunung Tambora ................................................... 42
Iqbal Baehaqi

Durian Lokal Versus Durian Impor ...................................................... 46


Bina Kurnia Damayanti

Jelutung : Lain Dulu Lain Sekarang bagi


Masyarakat Suku Anak Dalam di Jambi ............................................. 50
Rahila Junika Tanjungsari dan Whisnu Febry Afrianto

Kempas, Si Kayu Raja Kalimantan ...................................................... 56


Eka Cahya Ningrum
vi
Kenanga yang Terancam Jadi
Pohon Kenangan di Sumatra Utara .................................................... 62
Darma Anggar Puteri
Kerabat Raja Buah, Terancam
Kehilangan Rumah ................................................................................ 66
Sasmita Untung

Mahalnya Jamur dan Madu Pelawan .................................................. 72


Seta Ardiawati

Malaka, Mimba dan Kawista .................................................................. 76


Ana Safitri, Rizki Nazarni, dan Siti Maulizar

Menapaki Jejak Eksotik “Si Penyumbang


Bangunan Rumah Gadang” ................................................................... 82
Muhammad Revan Hasibuan, Fina Harmila, dan Akmal Ukhra

Mengenal Pinanga javana Blume:


Palem Endemik Pulau Jawa ................................................................... 90
Rizmoon Nurul Zulkarnaen

Namnam, Si Kopi Anjing yang Kian Langka ........................................ 96


Dwi Fuji Astuti dan Vivi Oktaviani

Pemanfaatan Tanpa Pembudidayaan


Terhadap Tanaman Aren
akan Mengantarkan Kelangkaan .......................................................... 100
Ibrahim Sayfuddin, Dilla Hativa, dan Fella Melifa

Percakapan Intim dengan Pohon Tualang .......................................... 106


Anwar Saragih

Pohon Duabanga : Primadona Warga


Tambora yang Terancam ......................................................................... 112
Wahyu Isma Saputra

Pohon Madu yang Mencuri Perhatian ................................................... 118


Diki Lois Fernando, Rafi Aulia Amri

Rukam, Pohon Legendaris


Diambang Kepunahan ............................................................................ 124
Yoga Syahputra, Melinda Selvia, dan Mita Wulandari
vii
Saatnya Memulai untuk
Peduli Terhadap Ancaman ..................................................................... 132
Yoga Syahputra, Melinda Selvia, dan Mita Wulandari
Si Manis Kepel Favorit Putri Keraton ................................................... 138
Laili Maulidiyah

Sigi, Satu-Satunya Pinus Alami ............................................................ 144


Wendy Achmmad Mustaqim

Songga, Si Pohon Ajaib


di Ujung Timur Pulau Sumbawa ............................................................ 152
Dewi Yuli Yana dan Muslimin

Strategi Pelestarian Pohon Kemiri ....................................................... 158


Siti Faizah dan Rina Mutia

Timoho Identitas Kota Yogyakarta ...................................................... 162


Feni Nur

Tumbuhan Ikonik Sumatera Barat ...................................................... 166


Siti Faizah dan Rina Mutia

viii
BAGIAN 3
AGAR PELAWAN TAK
TINGGAL NAMA
ADE IRMA SEMBIRING

Pelawan merupakan tanaman yang unik di Bangka


Belitung. Ada dua jenis tanaman pelawan yang secara
umum ditemukan di daerah Bangka, yaitu Tristaniopsis
merguensis (pelawan darat atau merah) dan Tristaniopsis
whitenia (pelawan putih atau air). Namun, yang
paling banyak dimanfaatkan dan dikembangkan oleh
masyarakat lokal yakni pelawan merah. Hal ini disebabkan
penyebaran pelawan merah hampir merata di seluruh
wilayah Bangka Belitung.

Pelawan merah merupakan jenis tanaman yang telah


dimanfaatkan secara turun temurun oleh nenek
moyang masyarakat Bangka. Konon menurut cerita
tetua adat setempat, nama pohon pelawan berasal dari
kata ‘perlawanan’ yang mengisahkan tentang kesedihan
pohon di hutan yang selama bertahun-tahun selalu saja
dijadikan tempat untuk membersihkan haid oleh seorang
laki-laki aneh.

Singkat cerita pohon tersebut suatu hari bertemu dengan


puteri khayangan dan menceritakan penderitaannya
selama ini, sang puteri akhirnya membantu pohon tersebut
2 agar tidak lagi mendapat malu akibat perbuatan laki-laki
tersebut dengan menetaskan air matanya ke pohon pelawan.
Kemudian pohon pelawan berubah menjadi pohon yang
bermanfaat dan perkasa, warna kulitnya menjadi merah,
kayunya kuat dan keras, serta bunganya menjadi harum dan
manis sebagai obat.

Hingga saat ini berdasarkan cerita itu, pelawan merah


dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kayu bakar atau tajar
tanaman lada (kayu junjung), sementara bunganya adalah
sumber makanan bagi lebah madu terbaik di Bangka.

Pelawan merah pertama kali dideskripsikan oleh Griffit


pada 1812 dengan spesimen yang berasal dari Burma
(Hooker & Jackson 1960). Griffit menyebutnya dengan
Tristania merguensis. Pada 1982 dilakukan revisi terhadap
genus Tristania, dan Tristania merguensis berubah menjadi
Tristaniopsis merguensis.

Salah satu ciri pohon ini yang peling menonjol yaitu batang
berwarna merah dan bagian kulit luar mengelupas. Letak
daunnya berseling berhadapan dan agak jarang. Ujung daun
tumpul sampai membulat dan pangkal daun meruncing ke
arah tangkai daun.

Pelawan merah dapat tumbuh di tempat rendah,


pegunungan sampai dengan ketinggian 1.300 mdpl,
dan di daerah berbatu. Sampai saat ini, perbanyakan
pohon pelawan merah ini melalui biji. Pohon ini sering
dimanfaatkan masyarakat sebagai kayu bakar (karena
menghasilkan api yang bagus, panas lebih lama dan abunya
lebih sedikit), tajar tanaman lada bahkan juga ada kayu
untuk bangunan.

Selain kayunya, pelawan merah banyak dimanfaatkan


hasil hutan bukan kayu (HHBK). Nektar bunga pelawan
3 merah merupakan makanan bagi lebah yang menghasilkan
madu pahit yang terkenal dari Bangka. Pelawan merah
merupakan inang jamur edible pelawan yang tumbuh di
sekitar sistem perakaran pohon tersebut. Diduga jamur
pelawan merupakan mikoriza yang membutuhkan pelawan
merah sebagai inangnya. Beberapa tahun ini, daunnya juga
dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan teh pelawan
yang menurut sumbernya (majalah trubus nomor 564
November 2016) mengandung plavonoid untuk anti oksidan
dan menangkal radikal bebas, saponin untuk melindungi
otak dari kerusakan akibat serangan stroke dan tanin sebagai
antivirus, bakteri dan tumor.

Mengingat pelawan merah punya banyak manfaat, tanaman


ini perlu dilestarikan. Jika pemanfaatannya dilakukan
terus-menerus tanpa diimbangi dengan perbanyakan, tidak
menutup kemungkinan tanaman ini akan punah. n

4
5
Hutan alami di Raja Ampat yang bersubstrat
tanah vulkanik, ultramafik, kapur serta karst
(Foto : Yanuar Ishaq Dc)
ANDALEH NAN MEREDUP
RASYID NOOR IMAMSYAH

Sumatera Barat, salah satu daerah yang dikenal dengan


kekayaan sumber daya alamnya. Masih banyak daerah yang
belum tereksploitasi dari segi sumber daya alamnya.

Sumatera Barat bisa dikatakan masih memiliki zona aman


dalam ketersediaan sumber daya alamnya, contohnya masih
banyak hutan-hutan di Sumatera Barat.

Sumatera Barat juga dikenal sebagai daerah dengan tradisi


adat yang kental. Masih banyak aturan-aturan adat yang
masih eksis pada saat sekarang ini, khususnya dalam
penggunaan lahan.

Sebagai contoh, ada hutan larangan yang merupakan salah


satu kearifan lokal di daerah Sumatera Barat. Hutan larangan
merupakan suatu aturan atau larangan warga setempat atas
penggunaan atau pengeksploitasian hutan larangan tersebut.

Keanekaragaman juga sangat banyak ditemukan di daerah


Sumatera Barat karena proses fragmentasi pada wilayah-
wilayah di Sumatera Barat masih kecil dibandingkan dengan
provinsi lain di Indonesia seperti pembentukan lahan baru un­
tuk dijadikan perkebunan tanaman-tanaman yang homogen.

Selain itu, penggantian fungsi hutan untuk dijadikan


6 proyek-proyek pembangunan. Kekayaan alam yang kental
pada daerah Sumatera Barat ini menjadikan tempat tersebut
sumber pemasukan untuk daerah Sumatera Barat.
Banyak daerah di Sumatera Barat yang bisa dijadikan tem­
pat ekowisata dengan tetap menjaga keasrian dari wilayah
itu sendiri.

Sehingga penjagaan dan pemeliharaan terhadap sumberdaya


alam tersebut juga tetap terjaga karena adanya peranan
dan kesadaran dari warga setempat untuk tetap menjaga
kelestarian alam Sumatera Barat.

Salah satu tumbuhan yang tumbuh di Sumatera Barat


adalah pohon andaleh atau andalas. Pohon ini merupakan
maskot tanaman dari daerah Sumatera Barat. Pohon
andalas ditetapkan sebagai flora identitas Sumatera Barat
berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumatera Barat
No 522-414-1990 pada 14 Agustus 1990.

Pohon yang merupakan tanaman asli dari Sumatera Barat


ini dulu banyak ditemukan di beberapa lokasi di Sumatera
Barat. Namun, saat ini sudah jarang ditemukan karena
eksploitasi besar-besaran terhadap pohon tersebut.

Pohon yang memiliki buah seperti beri ini banyak memiliki


manfaat dari setiap bagian tubuh tumbuhan tersebut. Karena
banyak manfaat yang didapatkan dari pohon ini, banyak
masyarakat menggunakan pohon ini untuk diproduksi.

Pohon andalas tersebar di negara-negara Malaysia,


Indonesia, Filipina dan Papua New Guinea.

Di Indonesia, pohon andalas walaupun sudah langka


tapi masih dapat ditemukan di daerah daratan kepulauan
Sumatera yaitu di Sumatera Barat terutama di daerah
Lembah Anai dan Lembah Gunung Merapi (Nagari
7 Peninjauan, Andaleh, Balai Satu) Kabupaten Tanah Datar.

Selain itu, pohon andalas juga dapat ditemukan di kaki


Gunung Talang, sekitar Daerah Maninjau, Sungai Puar,
Batang Barus dan di Gunung Sago. pohon andalas juga
tumbuh di negara lain, seperti India, Butan, Kamboja, Cina,
Myanmar, Nepal, Pakistan, Thailand, dan Vietnam.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di beberapa


daerah di Sumatera Barat yakni Tanah datar (Andaleh,
Paninjauan, Singgalang dan Tanjung Bonai), Agam (Batang
Palupuh dan Maninjau), 50 Kota (Halaban dan Kelok
Sembilan), Solok (Air sirah, Batang barus, Sukarami dan
Simanau) dan Pasaman (Panti) terdapat 59 individu yang
menunjukkan variasi pada beberapa karakter morfologi di
dalam suatu populasi itu sediri dan antarpopulasi.

Sumatera Barat memiliki rumah adat yang dikenal dengan


Rumah Gadang. Salah satu, pemanfaatan pohon andalas
yaitu penggunaan kayunya untuk tiang pembangunan
Rumah Gadang.

Pohon andalas memiliki berbagai manfaat lain yaitu seperti


obat-obatan karena mengandung antioksidan yang tinggi
serta anti-kanker dan menghambat HIV virus, kosmetik,
makanan dan minuman.

Pohon andalas merupakan pohon yang sulit untuk


bereproduksi karena regenerasinya terbatas. Hal tersebut
karena tumbuhan ini memiliki sifat dioecious yaitu memiliki
individu jantan dan betina yang terpisah, sehingga tidak
mudah dalam reproduksinya.

Pohon andalas, saat ini dapat dikatakan sebagai pohon


langka di Indonesia karena keberadaannya yang sulit
untuk ditemukan.

Sebagian besar orang masih banyak yang tidak mengetahui


8 bentuk dari pohon andalas ini, hal tersebut karena
tumbuhan ini memang sudah jarang keberadaannya apalagi
di daerah Sumatera Barat itu sendiri.
Salah satu, pemanfaatan Pohon
Andalas yaitu penggunaan
kayunya untuk tiang
pembangunan Rumah Gadang.

Tumbuhan andalas termasuk ke dalam tumbuhan kategori


pohon besar dengan tinggi mencapai 35m dengan diameter
batang pohon dewasanya mencapai 1 m dan batangnya
menghasilkan getah bewarna putih. Pohon ini memiliki
batang yang tegak dan lurus sampai ketinggian 20m dari
permukaan tanah.

Batang dari tanaman ini tidak ditumbuhi oleh cabang-


cabang pohon. Pohon ini memiliki warna kulit batang yaitu
coklat atau merah kuning dengan ketebalan kulit batangnya
mencapai 15mm.

Daun dari pohon andalas bewarna hijau muda, tetapi akan


berubah menjadi hijau tua kehitaman menjelang musim
kemarau tiba.

Bentuk umum daun dijumpai variasi di dalam dan antar


populasi yakni ovatus (bulat telur) dan cordatus (jantung).
Bentuk daun bulat telur (ovatus) sampai jantung (cordatus),
panjang x lebar helaian daun 5 – 22,1 cm x 3,2- 20,6 cm,
pangkal daun membulat (obtusus), rata (truncatus), jantung
(cordatus), ujung daun meruncing (acuminatus-caudatus),
permukaan daun bagian atas kesat (scabrous) dan berambut
9 rebah (strigose), pinggir daun bergerigi (serrulatus-serratus),
jumlah pertulangan daun sekunder berjumlah 4-7 pasang,
panjang petiolus 1,4 - 4,1 cm.
Daun pohon andalas berbentuk seperti oval dan terdapat
bulu-bulu pada permukaan daunnya. Bulu-bulu tersebut
bisa menyebabkan rasa gatal apabila disentuh. Permukaan
atas daun pohon andalas kasar, tetapi pada permukaan
bawahnya terasa licin.

Pohon ini juga memiliki masa dormansinya sama seperti


pohon yang lainnya seperti pohon jati dan pohon surian.
Pohon ini akan menggugurkan daunnya setahun sekali.

Pengguguran daun tersebut merupakan periode peralihan


dari masa vegetatif ke masa generatif dari tumbuhan
tersebut. Setelah terjadinya masa dormansi tersebut,
akan muncul tunas-tunas baru dan diiringi dengan
kuncup bunga.

Bunga andalas sangat kecil tersusun sebagai bunga majemuk


yang berbentuk bulir atau untai. Panjang spika dapat
mencapai 9-24 cm.

Pohon andalas berbunga setiap tahun yaitu sekitar September-


Oktober. Bunga tersusun membentuk malai, terletak di ketiak
daun, kelopak bunga halus, bercangap, hijau kekuningan;
mahkota berbulu, warna putih kekuningan, benang sari
empat, kepala sari dan putik satu bewarna putih kekuningan.

Berdasarkan sifat bunganya jenis ini dikelompokkan sebagai


tumbuhan berumah dua (dioceus) yaitu dalam satu pohon
hanya terdapat satu jenis kelamin, jantan atau betina saja
dan kadang-kadang jarak antara pohon jantan dan betina
berjauhan sehingga tidak terjadi penyerbukan. Walaupun
demikian, buah yang dihasilkan sangat banyak.

10 Bunga jantan berbulu halus sedangkan bunga betina tidak


berbulu sama sekali. Bunga tersusun bunga majemuk
berbentuk bulir atau untai berwarna hijau. Tumbuhan
dioceous; bunga betina mempunyai 4 sepal dan 1 putik yang
terdiri dari 1 tangkai putik, 1 kepala putik/stigma yang
terbelah 2 dan 1 bakal buah.

Bunga jantan mempunyai 4 sepal yang membungkus 4 stamen.


Jumlah bunga dalam satu rangkaian bunga majemuk 0,3 – 1,5
cm dengan ditutupi bulu-bulu halus putih (pubescent).

Buahnya disukai oleh burung serta jenis vertebrata. Jadi jenis


ini secara individu dalam satu tahun dapat berbuah dua kali
dan panen buah yang terbanyak biasanya didapatkan pada
bulan Juli hingga Desember.

Masyarakat sudah seharusnya memiliki kesadaran dalam


menjaga alam lestari, apalagi pohon andalas merupakan
pohon yang khas dan merupakan maskot dari provinsi
Sumatera Barat.

Keberadaannya yang sangat sulit ditemukan saat ini bisa


dijadikan contoh dan pedoman agar proses eksploitasi ter­
hadap satu jenis tumbuhan haruslah diberi batasan agar
setiap pemanfaatan sumber daya alam tidak menjadikan sum­
ber daya itu sendiri kehilangan eksistensinya di bumi ini.

Selamatkan alam lestari dan tetap jaga alam bumi pertiwi. n

SUMBER PUSTAKA

Djam’an, D.F. & Muharam. 2010. Mengenal Pohon Andalas (Morus


macroura) Yang Mulai Sulit Ditemukan. Prosiding Seminar Hasil-Hasil
11 Penelitian.20 Oktober 2010. Bandung.

Djajadiningrat, S.T. 1990. Bunga Nasional dan maskot Flora Fauna Daerah.
Kantor Menteri KLH. Hal 5.
ANDALIMAN,
TANAMAN IDAMAN
MASYARAKAT BATAK
HARY PRAKASA, EKO PRASETYA

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekara­


gaman hayati yang cukup tinggi atau disebut dengan Mega
biodiversity (MacKinnon, 1992). Kita patut bangga sebagai
warga negara Indonesia karerna Indonesia menempati
peringkat dua di dunia yang memiliki keanekaragaman
hayati setelah Brasil (Wahyono & Shalahuddin 2011).
Terdapat lebih kurang 38.000 spesies yang dimiliki Indonesia
(Bappenas, 2003) dan semua tumbuhan berpotensi
menjadi pangan nasional dan juga obat tradisional. Sangat
disayangkan masyarakat lokal Indonesia tidak mengetahui
dan memanfaatkan tumbuhan-tumbuhan tersebut.

Salah satu tumbuhan yang akan diperkenalkan adalah


Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium). Andaliman
termasuk ke dalam famili Rutaceae (suku jeruk-jerukan)
dan termasuk ke dalam genus Zanthoxylum. Ciri khas dari
Rutaceae adalah pada minyak atsiri. Tumbuhan ini sangat
kental kaitannya dengan orang Batak. Hal itu karena orang
Batak menggunakan buah andaliman sebagai bumbu
masakan pada acara adat mereka. Seperti ikan emas arsik,
saksang, naniura (ikan mentah diproses dengan asam dan
dicampur andaliman) dan sambal tuk-tuk.
12 Andaliman merupakan salah satu tumbuhan bernilai tinggi
yang mendukung pembangunan Geopark Kaldera Toba oleh
UNESCO Global Geopark (UUG) (Perpres Nomor 81 Tahun 2014).
Karena bentuk buahnya yang seperti merica, orang Batak
menyebutnya “Merica Batak”. Berdasarkan penelitian Harsono
et al. (2016) Andaliman tersebar di Sumatera Utara tepatnya
di kawasan sekitar Danau Toba yaitu di Kabupaten Karo,
Kabupaten Simalungun, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten
Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Dairi,
Kabupaten Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Utara.

Tumbuhan Andaliman memiliki ciri berduri yaitu pada


batang, ranting, bahkan ada beberapa di daun permukaan
atas dan bawah. Perawakannya termasuk ke dalam semak
atau pohon (berkayu), tegak dan bisa mencapai 4-6
meter, dahan muda berwarna merah dan berbulu, Daum
tersebar, bertangkai, permukaan atas daun hijau, sedangkan
permukaan bawah hijau muda atau hijau pucat, dan terdapat
kelenjar minyak, buah berwarna hijau ketika masih muda
dan merah tua ketika sudah matang. Biji keras dan berwarna
hitam, kelopak bunga ada yang berwarna hijau kemerahan
dan hijau kekuningan.

Di berbagai daerah, andaliman memiliki nama lain, seperti


di Tapanuli Selatan disebut Sinyar-nyar, di Kabupaten
Karo disebut Itir-itir, sedangkan Batak Simalungun disebut
Tuba dan Batak Toba disebut Andaliman. Buah andaliman
memiliki harga Rp100.000-Rp200.000.00 per kg, bahkan
menjelang hari besar seperti hari Natal dan tahun baru harga
andaliman bisa mencapai Rp300.000.00 per kg. Andaliman
sekarang dimanfaatkan dan meningkatkan nilai tambah
ekonomi ketika diolah menjadi sambal andaliman dan
dijual dengan harga Rp60.000 per botol dan juga ada yang
dijadikan bubuk andaliman.
13 Tidak hanya menjadi bumbu masakan, andaliman juga
dapat dijadikan obat. Buah andaliman mengandung senyawa
aromatik dan minyak esensial. Buah dari andaliman memiliki
rasa getir di lidah yang khas. Penelitian tentang manfaat
andaliman sudah sangat banyak. Seperti Siahaan (1991),
Tarigan (1999), Wijaya (1999), Siahaan (2000), Uji (2001),
Wijaya et al. (2001), mereka telah memublikasikan kandungan
kimia dan aktivitas fisiologinya. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa kandungan terpenoidnya memiliki
senyawa antioksidan dan antimikroba (Tarigan 1999, Wijaya
1999), dan juga andaliman memiliki efek imunostimulan.

Publikasi mengenai manfaatnya sudah banyak, tetapi untuk


jumlah populasi belum tahu pasti. Informasi mengenai
populasi didapat dari Napitupulu et al. (2004). Menurutnya,
populasi andaliman sangat terbatas berkisar 1.000-2.000
pohon. Hal ini terbukti pada saat kami melakukan kegiatan
eksplorasi andaliman.

Salah satu lokasi eksplorasi di Tapanuli Utara, hanya menda­


pat­kan satu pohon. Di Kabupaten Karo mendapati tiga pohon.

Berdasarkan data Global Forest Watch, (2017), hutan di


Sumatera Utara terus berkurang dari tahun 2001-2017
berkurang sampai 1,21 Ha. Hal ini disebabkan illegal logging,
konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, karet, dan
kayu putih, pengalihan fungsi lahan menjadi permukiman
dan pengambilan tumbuhan secara besar- besaran untuk
perindustrian obat-obatan.

Andaliman sulit berkecambah, karena bijinya yang keras,


sehingga air sulit masuk ke dalam. Perkecambahannya bisa
sampai 90 hari. Tidak hanya itu, jika tidak sesuai habitatnya,
andaliman tidak dapat tumbuh. Oleh karena itu, perlu
dilakukannya konservasi pada tumbuhan ini agar tetap
14 lestari dan tidak punah.

Salah satu langkah konservasi yang telah peneliti lakukan


adalah melalui penelitian. Agar tumbuhan ini tetap lestari,
melakukan penelitian dan publikasi. Salah satu hasilnya
adalah penggunaan data sebaran andaliman dengan
menggunakan software ArcGIS 10.3 dan Software MaxEnt
(Maximum Enthropy). Fungsi dari aplikasi ArcGis 10.3
membuat informasi berupa peta dan data ekologi. Sedangkan,
Software MaxEnt dapat memprediksi zona konservasi In
situ dan dapat memprediksi kehadiran tumbuhan hanya
dengan memanfaatkan data koordinat lokasi tumbuhan dan
digabungkan dengan data variabel lingkungan.

Berdasarkan analisis habitat andaliman didapatkan habitat


utama andaliman terdapat pada wilayah dengan ketinggian/
elevasi 1500-2000 meter dengan curah hujan antara 2000-
2500 mm/tahun. Habitat andaliman cukup sempit dengan
menempati 6 jenis tutupan lahan yaitu lahan pertanian
lahan kering, tanah terbuka, permukiman, hutan lahan
kering sekunder, sawah, dan semak belukar. Sebagian besar
andaliman ditemukan pada jenis tanah acrisols dan sebagian
kecil pada tanah orthic podzols, cambisols, dan ferrasols.

Kemudian untuk hasil analisis menggunakan software MaxEnt


dalam penentuan zona konservasi in situ didapatkan bahwa
tempat tumbuh yang baik atau zona konservasinya berada di
kawasan sekitar Danau Toba. Dan kontribusi lingkungan yang
paling besar adalah elevasi atau ketinggian sebesar 55,9 %,
curah hujan 9,5 %, dan kemiringan lereng 2,6 %.

Penelitian lain mengenai “DNA Barcode Andaliman


(Zanthoxylum acanthopodium DC.) di Provinsi Sumatera
Utara, Indonesia” mendapati hasil bahwa seluruh sampel
andaliman yang terdapat di kabupaten di Sumatera Utara
mengelompok dalam pohon filogenetik. Artinya, andaliman
15 dari Kabupaten Samosir, Toba Samosir, Karo, Simalungun,
Dairi, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara masih tergolong satu
jenis yaitu jenis Zanthoxylum acanthopodium. n
BAK MANE DAN SEJUTA
MANFAAT DI BALIKNYA
SALSABILLA NUR FERANTI DAN SONY SAEFULLOH

Indonesia menjadi tempat bagi dua juta spesies tumbuhan


di dunia. Dengan kata lain, dari seluruh jumlah tumbuhan
di dunia, 60 persennya ada di Indonesia. Tak heran jika
negara dengan 17.000 pulau ini menjadi salah satu Mega
Biodiversity, yaitu negara dengan keanekaragaman hayati
ekosistem, sumberdaya genetika, dan beragam spesies.

Meski demikian, banyak jenis tumbuhan di Indonesia


menjadi langka dan terancam punah. Kerusakan lingkungan
dan kurangnya perhatian terhadap upaya pelestarian
tumbuhan langka menjadi biang keladinya. Di Aceh, salah
satu tumbuhan yang sudah langka adalah pohon laban
(Vitex pinnata L).

Laban (Vitex Pinnata L) merupakan salah satu jenis pohon


yang tumbuh di beberapa wilayah di Indonesia, antara
lain Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, Maluku, Nusa
Tenggara, dan Papua.

Di Aceh pohon Laban dikenal dengan nama Bak Mane. Kini


pohon itu hampir tidak bisa dijumpai lagi. Banyak kalangan
milenials yang hanya mendengar namanya saja, tanpa
16 pernah melihat wujudnya.

Bak Mane merupakan pohon berkayu dengan tinggi sekitar


25 meter, dengan diameter batang 35-45 cm. Pohon ini
mempunyai banyak cabang yang bengkok dan tidak teratur.
Ciri lain Bak Mane adalah kayunya yang cukup keras, padat,
seratnya lurus, warnanya berselang-seling cokelat kuning
dan cokelat pudar tua.

Duduk daun yang berhadapan umumnya terdapat 3-5 helai daun


pada tiap tangkai. Bentuk daun bundar telur sampai lonjong
dan meruncing ke ujung dan pangkal daun. Perbungaan
terdapat di ujung batang atau di ketiak daun. Warna bunga
biru tetapi sebelah dalam agak keunguan. Buahnya termasuk
buah batu, berbentuk bulat dan sedikit air.

Bak Mane punya banyak manfaat, salah satunya dari


kulit kayunya. Jika di Kalimantan Barat kulit kayunya
dimanfaatkan untuk membuat minuman teh. Di Aceh kulit
kayu Bak Mane dipercaya bisa menyembuhkan sakit lutut,
sakit tulang, sakit maag, dan memulihkan kondisi fisik ibu
usai melahirkan. Cerita soal khasiat Bak Mane di Aceh telah
diwariskan turun-temurun

Untuk obat-obatan, cara pembuatannya sangat sederhana.


Kulit kayu Bak Mane yang telah diambil dicampurkan
dengan beberapa kulit tanaman lainnya, lalu direbus, dan
diminum.

Untuk dijadikan teh, masyarakat Kalimantan Barat biasanya


mengambil bagian pangkal kulit batang sampai tengah
kulit batang pada kulit kayu tua. Sedangkan pada kulit kayu
muda, bagian yang diambil adalah ujung kulit batang atau
kulit cabang Bak Mane.

Tak hanya batangnya, daun tumbuhan langka ini juga


dipercaya bisa mengobati sakit perut, dengan mengambil
17 bagian daun kemudian menumbuknya, dan ditempelkan
ke bagian perut. Cara lain adalah dengan merebus bagian
daunnya lalu minum.
Bagian lain Bak Mane yang berkhasiat sebagai obat adalah
buahnya. Buah Bak Mane merupakan obat penyembuh
bisul. Buah yang sudah hitam bisa langsung dimakan untuk
obat bisul.

Selain berkhasiat sebagai obat, Bak Mane juga punya batang


yang kuat. Nelayan Aceh kerap menggunakan batang kayu
Bak Mane sebagai konstruksi kapal. Dengan kekuatan alami
yang tahan terhadap serangan rayap, batang Bak Mane
merupakan kayu yang mampu menahan beban yang berat.

Dahulu masyarakat Aceh bahkan juga telah memanfaatkan


kayu Bak Mane sebagai bahan pembuatan alat bajak sawah
tradisional yang disebut langai atau langa. Peralatan ini
dipasang pada leher hewan bajak sawah.

Langai digunakan para petani di Aceh untuk


menggemburkan lahan pertanian agar gembur dan mudah
ditanami. Namun sayang, seiring perkembangan teknologi,
bajak sawah tradisional itu sudah mulai ditinggalkan.

Dari sekian banyak catatan menarik soal Bak Mane, ada


satu hal yang paling menarik. Pohon keras asli Indonesia itu
ternyata tak mempan dibakar api. Sehingga pohon langka ini
kerap menjadi penyekat atau penghambat laju menyebarnya
kebakaran hutan.

Perlu banyak perhatian agar tumbuhan langka ini


tetap lestari, dan keberadaannya bisa dimanfaatkan
untuk kebaikan bersama. Salah satunya adalah dengan
mengehentikan aksi tebang sembarangan tanpa
memperhatikan usia pohon. n

18
19
Pohon Kempas (Koompasia mollucana) yang
tinggi menjulang dan tempat sarang lebah madu
(Foto : Eka Cahya Ningrum)
BAYUR: POHON
BANYAK MANFAAT
PENGGANTI JATI,
AKANKAH MENJADI
LANGKA?
SALSABILLA NUR FERANTI DAN SONY SAEFULLOH

“Selamat tinggal Teluk Bayur permai, daku pergi jauh ke


negeri seberang,” kalimat tersebut merupakan penggalan lirik
dari lagu ‘Teluk Bayur’ yang dinyanyikan oleh Ernie Djohan
tahun 1968 dan sempat populer pada masa itu.

Konon katanya, asal muasal nama dari pelabuhan di Padang


tersebut berasal dari tumbuhan bayur yang tumbuh di
sekeliling pelabuhan. Keindahan tumbuhan ini dipadukan
dengan semburat senja membuat para pelancong tidak ingin
berpaling. Tetapi, apakah keelokannya masih dapat dinikmati
di masa kini?

ARTI NAMA DAN PERSEBARAN

Dalam Bahasa Sunda, bayur juga disebut sebagai ‘cayur’,


dalam Bahasa Jawa, bayur dikenal juga sebagai ‘wayur’,
‘wadang’, dan ‘walang’, selain itu, dalam Bahasa Madura,
20 bayur memiliki nama lain ‘phenjur’.

Nama daerah yang beragam tentu mencerminkan


keberadaan tumbuhan ini. Selain ditemukan di Jawa, bayur
juga ditemukan di Bali dengan nama ‘bolang’, di Sulawesi
memiliki nama ‘buli’, di Nusa Tenggara Timur dikenal
dengan nama ‘damarsala’, dan di Kalimantan memiliki nama
lain yaitu ‘teunggi leuyan’.

Persebaran tumbuhan ini sangat luas, terutama di wilayah


tropis dengan ketinggian kurang dari 600 m dan berada
di tepi sungai. Selain di Indonesia, tumbuhan ini dapat
ditemukan di negara tetangga dalam kesatuan wilayah Asia
Tenggara meliputi negara Myanmar, Thailand, dan Malaysia.

Selain nama daerah, bayur tentu memiliki nama latin yaitu


Pterospermum javanicum. ‘Ptero’ berarti ‘memiliki sayap’,
‘spermum’ berarti ‘biji’, dan ‘javanicum’ berarti ‘berasal
dari Jawa’. Apabila dipadukan, tumbuhan ini kurang lebih
memiliki arti biji bersayap yang berasal dari Jawa. Tentunya
penamaan ini tidak sembarang, karena biji bayur memang
unik dan terlihat seperti memiliki sayap.

MANFAAT POHON BAYUR

Selain memiliki biji yang unik, ternyata bayur memiliki bunga


yang indah dan harum, sehingga tak jarang tumbuhan ini
digu­nakan sebagai tanaman hias di pinggir jalan. Lebih dari
itu, tumbuhan ini memiliki fungsi yang luar biasa untuk kese­
hatan manusia. Akar tumbuhan ini dapat digunakan sebagai
obat kencing manis. Selain itu, akar bayur berfungsi sebagai
obat ambeien dengan cara mencampurkannya ke dalam air.

Masyarakat di Lombok, terutama masyarakat di Desa Sesaot


yang tinggal di sekitar Gunung Rinjani, menggunakan akar
bayur sebagai campuran minuman tuak. Tuak tersebut dimi­
21 num ketika kegiatan khusus seperti upacara-upacara tertentu.

Walaupun tidak terlalu terkenal seperti kayu jati, kayu bayur


termasuk dalam kelas kuat dari lima kelas kuat kayu yang
ada. Sebagai usaha menjaga eksistensi, para pengrajin mebel
biasanya menyiasati kayu jati yang relatif mahal dengan kayu
bayur. Kayu bayur dapat digunakan sebagai furnitur, papan,
perahu, serta konstruksi rumah dan jembatan. Jadi, kualitas
kayu bayur tentu tak kalah dari kayu lain, bukan?

STATUS POHON BAYUR

Kualitas kayu bayur yang cukup kuat ternyata bagaikan


pedang bermata dua. Di satu sisi, kayu bayur banyak
dimanfaatkan. Namun di sisi lain, pemanfaatan berlebih
pohon bayur membuat pohon bayur menjadi langka.

Menurut Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian nomor


74 tahun 1972, pohon bayur merupakan salah satu pohon di
dalam kawasan hutan yang dilindungi. Status ini memiliki
arti bahwa pohon bayur perlu dijaga keberadaannya agar
terhindar dari kepunahan. Kepunahan pohon bayur dapat
merugikan karena salah satu bahan baku penunjang ekonomi
masyarakat telah tiada.

Tak hanya dilindungi, keberadaan pohon bayur di berbagai


daerah ternyata sudah sulit untuk ditemukan. Di Provinsi
Bali, pohon bayur sudah menjadi sesuatu yang jarang untuk
ditemui. Penggunaan kayu bayur sebagai bahan bangunan di
Provinsi Bali menyebabkan penebangan pohon ini menjadi
kurang terkendali.

Sebagai salah satu upaya menjaga kelestarian pohon bayur,


pemerintah telah mengeluarkan kebijakan. SK Menteri
Pertanian Nomor 74 Tahun 1972 tersebut menjelaskan lebih
lanjut mengenai penebangan pohon bayur.

22 Terdapat syarat penebangan berupa ukuran diameter pohon


bayur pada ketinggian sejajar dengan dada orang dewasa
(DBH) harus mencapai 60 cm apabila akan ditebang. Namun
patut disayangkan bahwa penebangan pohon bayur masih
banyak yang belum memenuhi syarat penebangan. Hal
tersebut membuat jumlah pohon bayur saat ini menjadi lebih
sedikit dari seharusnya.

FUNGSI EKOLOGIS POHON BAYUR

Satu pohon bayur sudah dapat memberi satu keuntungan


bagi manusia, namun adakah manfaat lain dari pohon bayur?
Tentu saja pohon bayur memiliki banyak manfaat lain,
bahkan manfaatnya dapat kita rasakan meskipun jarang kita
sadari. Selain menjadi bahan baku konstruksi, pohon bayur
pun memiliki fungsi perlindungan (proteksi) serta fungsi
konservasi.

Fungsi perlindungan pohon bayur meliputi penghasil oksigen


dan penyimpan karbon. Fungsi perlindungan ini secara tidak
langsung dapat melindungi lingkungan sekitar. Secara umum,
pohon melakukan fotosintesis untuk mendapatkan makanan.

Salah satu hasil dari fotosintesis tersebut adalah oksigen.


Oksigen tersebut menyebar di udara dan juga dibutuhkan
oleh manusia serta hewan untuk bernapas. Tanpa adanya
oksigen, mustahil bagi manusia dan kehidupan lain untuk
dapat menjalankan kelangsungan hidup.

Proses produksi oksigen dalam fotosintesis tidak dapat


dipisahkan dengan penyimpanan karbon. Karbon berasal
dari hasil pernapasan serta hasil pembakaran kendaraan
bermotor dan pabrik berupa CO2.

Karbon tersebut diserap dan disimpan oleh pohon untuk


diubah menjadi makanan serta oksigen. Terlalu banyak CO2
di bumi dapat menyebabkan bencana berupa peningkatan
23 suhu di bumi. Hal ini lebih jauh dapat menyebabkan es di
kutub mencair yang berpotensi dapat menaikkan ketinggian
muka air laut.
Sosi­ali­sasi ke­pada masyarakat
mengenai fungsi ekologis
dan keberlanjut­an pohon
bayur juga diperlukan. Kedua
hal ini merupakan ben­­tuk
pertahanan keberadaan pohon
bayur yang ada di alam.

Selain fungsi perlindungan, terdapat pula fungsi konservasi


dari pohon bayur. Fungsi ini berupa habitat/tempat tinggal
bagi kehidupan lain. Pohon bayur memiliki daun yang rindang,
tangkai yang kuat, serta tajuk (tutupan pohon) yang lebar.

Hal ini dapat dimanfaatkan hewan untuk berlindung,


berkembang biak, dan sebagai tempat mencari makan.
Beberapa hewan yang telah diketahui memiliki hubungan
yang saling memberikan manfaat dengan pohon bayur yaitu
orangutan dan burung julang sulawesi.

Orangutan di Kalimantan dan Sumatra menggunakan pohon


bayur sebagai tempat untuk bermalam yang nyaman. Mereka
membangun sarang pada dahan pohon bayur yang kuat, elastis,
dan cukup tinggi. Dedaunan dari pohon bayur yang rimbun
digunakan orangutan sebagai alas dan bantal untuk tidur.

24 Bagi orangutan, selain untuk tempat tidur, sarang merupakan


tempat perlindungan dari ancaman berupa pemangsa dan
kehilangan panas (heat loss) dari malam yang dingin.
Di sisi lain, buah dari pohon bayur merupakan santapan yang
lezat untuk pemenuhan kebutuhan makanan bagi orangutan
dan burung julang sulawesi. Bagi pohon bayur, keberadaan
kedua hewan ini menguntungkan dalam proses reproduksi.

Buah yang dimakan oleh kedua hewan tersebut dapat ter­


bawa jauh saat hewan berpindah dari satu pohon ke pohon
lain. Dengan begitu, biji yang dibuang oleh hewan nantinya
akan tersebar merata dan tumbuh di lokasi tempat biji
tersebut terjatuh.

PELESTARIAN POHON BAYUR

Manfaat dan fungsi pohon bayur bagi manusia, hewan, dan


lingkungan sangat banyak. Tetapi penggunaan yang berlebih
membuat pohon ini menuju tiada. Apakah ada cara untuk
melestarikan pohon bayur agar pohon tersebut tetap dapat
dimanfaatkan bagi seluruh kehidupan? Tentunya ada.

Pelestarian pohon bayur dapat dicapai dengan cara penanam­


an. Selain dengan penanaman biji, penanaman dapat dilaku­
kan dengan memanfaatkan bagian lain dari pohon bayur
berupa pucuk (stek pucuk). Penanaman menggunakan pucuk
pohon bayur memerlukan bibit yang masih muda, sekitar
umur 4-5 bulan agar didapatkan pertumbuhan yang optimal.

Pertumbuhan pohon bayur dengan melakukan stek pucuk


tentu memiliki keuntungan. Hal ini berupa pertumbuhan
tanaman dengan stek pucuk akan lebih cepat jika
dibandingkan dengan penanaman dari biji tanaman.

Selain penanaman, diperlukan pula penegakan kebijakan sya­


rat tebang dan pemakaian maksimal pohon bayur. Sosi­ali­sasi
25 ke­pada masyarakat mengenai fungsi ekologis dan keberlanjut­
an pohon bayur juga diperlukan. Kedua hal ini merupakan
ben­­tuk pertahanan keberadaan pohon bayur yang ada di alam.
Jadi, apakah kita akan mengucapkan selamat tinggal kepada
pohon bayur? Atau apakah kita akan tetap menikmati fungsi
dan keelokan pohon bayur? Kita sendiri yang menentukan. n

SUMBER PUSTAKA
Apriliani, A., Aneloi, Z., & Suwirmen. (2015). Pemberian Beberapa Jenis dan
Konsentrasi Auksin untuk Menginduksi Perakaran pada Stek Pucuk Bayur
(Pterospermum javanicum Jungh.) dalam Upaya Perbanyakan Tanaman
Revegetasi. Jurnal Biologi Universitas Andalas Vol 4 (3), 179-187.
Astiti, N., Kawuri, R., & Ginantra, I. (2008). Status dan Pemanfaatan
Tumbuhan Jenis Pohon di Desa Adat Baturning, Kecamatan Abiansemal,
Kabupaten Badung, Bali. Jurnal Bumi Lestari Vol 8 (2), 168-175.
Departemen Kehutanan. (2005). Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Jakarta:
Departemen Kehutanan.
Hidayat, S., & Pendit, M. (2013). Bayur (Pterospermum javanicum Jungh.):
Bahan Minuman Kesehatan bagi Masyarakat Sesaot, Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat. Prosiding Seminar Nasional Aspek Budaya, Kebijakan dan
Filosofi Sains Jamu, 97-99.
Saleh, M., & Hartana, A. (2017). Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Cagar
Alam Pangi Binangga, Sulawesi Tengah. Jurnal Media Konservasi Vol 22 (3),
286-292.
Salempa, P. (2012). Fitosteroid dari Fraksi Kloroform Kayu Akar Bayu. Jurnal
Chemica Vol. 13 No. 2.
Sayektiningsih, T., & Ma’ruf, A. (2017). Karakteristik Vegetasi Habitat
Orangutan (Pongo pygmaeus morio) di Hutan Tepi Sungai Menamang,
Kalimantan Timur. Jurnal WASIAN Vol. 4 No. 1, 17-26.
Tropical Plants Database. (2018, 09 29). Pterospermum javanicum. Retrieved
from Useful Tropical Plants:http://tropical.theferns.info/viewtropical.
php?id=Pterospermum+javanicum Wich,
S., Atmoko, S., Setia, T., & van Schaik, C. (2009). Orangutans Geographic
Variation in Behavioral Ecology and Conservation. New York: Oxford
26 University Press.
Yudha, R. (2018). Ketersediaan dan Penggunaan Pohon Istirahat dan Sarang
Orangutan di Pulau Juq Kehje Sewen, Muara Wahau, Kalimantan Timur.
Undergraduate Theses of Forestry Engineering ITB.
27
Motif lekukan yang ada di pohon merbau
(Intsia bijuga) (Foto : Yanuar Ishaq Dc)
CEGAH HILANGNYA
MASKOT MINANGKAU DAN
RUMAH GADANG
MUHAMMAD AZWAR

Dalam sebuah berita yang dimuat dalam salah satu stasiun


televisi Indonesia pasca gempa yang melanda Sumatra Barat
pada 30 September 2009, dilaporkan tidak satupun Rumah
Gadang yang runtuh akibat gempa dahsyat dengan kekuatan
7,6 Skala Richter.

Saat ditelusuri lebih lanjut ternyata tiang-tiang rumah tra­


disional Minangkabau itu disangga dengan tiang-tiang kayu
yang berasal dari pohon andalas (Morus macroura).

Morus macroura merupakan tumbuhan yang dijadikan seba­


gai maskot Sumatra Barat. M. macroura ini dipilih sebagai
maskot ranah Minangkabau karena sangat erat kaitannya
dengan kearifan lokal yang dimiliki provinsi tersebut.

Sumatra Barat terkenal dengan adat dan budaya Minangka­


bau yang dicirikan dengan eksistensi Rumah Gadang.

Dahulu, para leluhur Suku Minangkabau membangun


Rumah Gadang sebagai rumah adat Pagaruyung mengguna­
kan M. macroura sebagai pilar dalam pembangunannya
karena memiliki kualitas yang sangat baik, tahan terhadap
serangga, kokoh dan tidak lekang oleh hujan dan panas.
28 Hal inilah yang memungkinkan Rumah Gadang tidak
runtuh saat peristiwa yang memilukan silam. Penurunan
jumlah M. macroura membuat tumbuhan ini sulit dijumpai.
Banyaknya eksploitasi terhadap tumbuhan ini, ditambah
dengan sulitnya tumbuhan ini untuk melakukan penyerbuk­
an menyebabkan populasinya di alam menurun drastis.

Oleh karena itu, dibutuhkan tindakan konservasi untuk me­


lin­dungi M. macroura dari zona terancam sehingga maskot
Sumatera Barat tetap eksis dan rumah adat Minangkabau
tetap lestari.

MENGENAL LEBIH JAUH POHON ANDALAS


(MORUS MACROURA)

Habitus tumbuhan ini adalah arborescens (pohon dengan


tinggi > 5 meter) dengan tinggi mampu mencapai 60 meter
dan jari-jari pohon 0,5 meter. Sistem perakaran tunggal dan
me­miliki batang monopodial, tegak, bulat, bila basah warna­
nya coklat kekuningan dan bila kering warnanya coklat tua.

Bila sudah tua kayu tumbuhan ini sangat mirip dengan kayu
jati. Batangnya bergetah dengan warna putih keabu-abuan
yang menjadi ciri khusus family tumbuhan ini. Kebanyakan
kayu andalas dimanfaatkan untuk tiang balok konstruksi,
papan lantai, mimbar, dan etalase karena sifatnya yang kuat
tapi mudah untuk dikerjakan.

Daun M. macroura mirip dengan daun murbei (Morus alba)


seperti jantung dengan permukaan yang tidak halus karena
memiliki bulu-bulu di permukaanya serta bagian tepinya
seratus (bergerigi).

Daunnya tunggal dan letaknya berseling serta berwarna


hijau. Bunga tersusun membentuk malai, terletak di ketiak
29 daun, kelopak bunga halus, bercangap dan berwarna hi­jau
ke­kuningan. Mahkota bunga berbulu dengan warna putih ke­
kuningan, stamen dan putik satu berwarna putih kekuningan.
Tipe bunga tumbuhan ini adalah dioceus yaitu bunga jantan
dan betina terdapat pada individu yang berbeda. Buah
tumbuhan ini mirip dengan buah murbei. Buahnya bulat,
majemuk dan bergerombol.

Berwarna hijau saat masih muda dan berwarna ungu keme­


rahan saat matang. Bijinya sering kali mandul karena waktu
matangnya putik tidak sama dengan waktu matangnya
serbuk sari.

M. macroura merupakan indigenous species (tanaman


asli) Indonesia. Umumnya hidup di lingkungan dengan
ketinggian 900-1600 mdpl dan curah hujan yang tinggi.

Saat ini, populasi M. macroura semakin menurun dan


mengkhawatirkan sehingga sulit untuk ditemukan. Pene­
bangan dan eksploitasi besar-besaran oleh penduduk untuk
memenuhi kebutuhan konstruksi rumah merupakan alasan
utama turunnya populasi tumbuhan ini secara drastis.

Walaupun saat ini M. macroura tidak termasuk dalam


kategori tumbuhan yang dilindungi dalam kategori red list
(daftar merah) IUCN, tapi tumbuhan ini butuh tindakan
preventif terhadap ancaman kelangkaan.

Populasi M. macroura di alam sudah sangat terbatas dan


hanya dapat ditemukan di beberapa tempat di Sumatera
Barat akibat eksploitasi M. macroura yang tidak diimbangi
dengan penanaman kembali.

Sulitnya tumbuhan ini ditemukan juga karena memiliki tipe


bunga dioceous yaitu bunga jantan dan betina terdapat pada
individu berbeda yang menjadikan proses penyerbukan sulit
30 untuk terjadi. Masa kematangan gamet (putik dan serbuk
sari) tumbuhan ini pun tidak sama, sehingga sulit untuk
melakukan penyerbukan silang.
Pene­bangan dan eksploitasi
besar-besaran oleh
penduduk untuk memenuhi
kebutuhan konstruksi
rumah merupakan alasan
utama turunnya populasi
tumbuhan ini secara drastis.

Perlindungan terhadap M. macroura tidak harus dimulai


saat nama pohon andalas sudah tercantum dalam salah
satu ka­tegori redlist IUCN, tapi perlindungan terhadap M.
macroura seharusnya digencarkan mulai dari sekarang me­li­
hat kondisi populasinya di alam yang mulai mengkhawatirkan.

SOLUSI UNTUK MENCEGAH HILANGNYA POHON


ANDALAS (MORUS MACROURA)

Tingkat eksploitasi yang tinggi dan sulitnya M. macroura


untuk melakukan penyerbukan merupakan dua hal yang da­
pat mengancam keberadaan maskot Sumatera Barat tersebut.

Tentunya kita tidak menginginkan maskot provinsi ini


hilang dan kelak pembangunan Rumah Gadang tidak lagi
disangga oleh pilar-pilar andalas. Salah satu alternatif untuk
melestarikan M. macroura yang sulit untuk melakukan
penyerbukan silang yaitu micropropagation (kultur jaringan).

Dengan teknik kultur jaringan pohon andalas dapat


31 mem­perbanyak tumbuhan ini dengan mudah karena
tidak memerlukan penyerbukan melainkan perbanyakan
tumbuhan dengan memanfaatkan bagian tumbuhan
yang bersifat meristematis (bagian yang aktif membelah)
seperti ujung daun, ujung akar, biji, serbuk sari dan bagian
meristematis lainnya yang ditanam secara in-vitro dalam
woody plant medium (medium kultur tumbuhan berkayu).

Hal yang perlu diperhatikan sebelum memulai prosedur


kultur adalah memastikan seluruh aspek kultur berada
dalam kondisi yang telah disterilkan agar bebas kontaminan.
Adapun aspek- aspek tersebut meliputi sterilisasi ruangan,
sterilisasi alat dan bahan yang digunakan dalam kultur,
sterilisasi medium dan terakhir sterilisasi jaringan
tumbuhan yang digunakan sebagai eksplan (sumber
perbanyakan individu).

Setelah proses sterilisasi langkah berikutnya yang harus


dilakukan yaitu memperbanyak M. macroura dengan
mengisolasi sel pucuk daun tumbuhan tersebut ke dalam
botol-botol kultur. Isolasi dilakukan diruang kultur dalam
alat yang dikenal dengan laminar air flow cabinet (LAFC).

LAFC merupakan suatu alat yang digunakan dalam


pekerjaan persiapan bahan tanaman, penanaman, dan
pemindahan tanaman dari suatu botol ke botol yang lain
dalam kultur in-vitro. Kemudian hasil isolasi ditanam dalam
woody plant medium yang telah diperkaya dengan nutrisi
serta zat pengatur tumbuh.

Berikutnya botol botol tersebut dipindahkan ke ruang


inkubasi tanaman yang suhu dan keadaan dikondisikan agar
sesuai kebutuhan kultur. Proses terakhir adalah aklimatisasi.

Merupakan masa adaptasi tanaman hasil pembiakan secara


kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali (in-
32 vitro), kemudian berubah pada lingkungan lapangan yang
kondisinya tidak terkendali lagi (ex-vitro). Disamping
itu tanaman akan berubah pola hidupnya dari tanaman
heterotrof menjadi autotrof agar bisa melangsungkan
kehidupannya di alam.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari perbanyakan meng­


gunakan teknik kultur jaringan yaitu memperoleh bibit
(hasil) dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang
singkat, sifat bibit seragam serta identik dengan induk
sumber eksplan, kesehatan bibit terjamin dan laju pertum­
buhnnya lebih cepat dibanding bibit yang tidak dikultur.

Berdasarkan manfaat yang bisa diperoleh dari kegiatan


tersebut, tindakan konservatif pemulihan populasi M.
macroura yang merupakan maskot kebanggaan orang
Minangkabau dapat tercapai dan pencegahan hilangnya
maskot Minangkabau serta runtuhnya kemurnian Rumah
Gadang dapat terlaksana.

Sudah seharusnya menjadi tanggung jawab manusia untuk


melestarikan dan memelihara alam. Memang benar, alam
tercipta untuk memenuhi kebutuhan manusia. Namun,
jika manusia terus menerus memanfaatkannya tanpa ada
tindakan pelestarian, suatu saat nanti alam tidak akan
sanggup lagi memenuhi kebutuhan manusia yang jumlahnya
selalu bertambah setiap tahunnya.

Pohon andalas (Morus macroura) merupakan salah satu


sumberdaya alam yang harus untuk dilestarikan keberada­
annya. Selain menjadi suplai bahan perabotan yang memi­
liki kualitas yang baik, eksistensi tumbuhan ini juga akan
mempertahankan eksistensi Budaya Minangkabau dalam
pembangunan rumah adat serta menjaga nama baik
Sumatera Barat karena tumbuhan ini merupakan maskot
33 spesial yang diberikan kepada Sumatera Barat. Oleh karena
itu, mari sama-sama lindungi apa yang sudah sepantasnya
dilindungi. n
DAMAR, SI LANGKA
YANG KAYA MANFAAT
DARMA ANGGAR PUTERI

Tahukah Anda jika pohon damar merupakan salah satu dari


pohon langka yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia
dan keberadaannya perlu dilestarikan?

Jika kita kaji ulang apa sebenarnya yang dikatakan pohon


langka, dapat penulis sampaikan pohon langka adalah
pohon yang tumbuh serta memiliki persebaran yang mulai
berkurang bahkan mungkin semakin menghilang di dunia.

Kelangkaan ini terjadi karena pohon tersebut memiliki


karakteristik yang sulit dikembangbiakkan dan media
pertumbuhan yang sangat spesifik serta jumlahnya sedikit.

Melihat kondisi semacam ini, Pemerintah Indonesia


membuat peraturan penetapan tumbuhan dan satwa yang
dilindungi seperti yang tercantum dalam “Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis
Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.”

Dengan demikian, secara tersirat pemerintah berupaya meles­


tarikan keberadaan tumbuhan dan satwa agar tidak punah.

Salah satu tumbuhan yang dilindungi dan termasuk dalam


34 kategori tumbuhan langka adalah “damar.”

Sebagai pohon langka, pohon ini dikatakan sebagai


tumbuhan endemik dalam arti sebagai tumbuhan asli yang
hanya bisa ditemukan di sebuah wilayah geografis tertentu
dan tidak ditemukan di wilayah lain.

Wilayah dalam arti berupa pulau, negara, atau zona tertentu.


Tumbuhan yang memiliki endemisitas tinggi, rawan meng­
alami kepunahan kalau keberadaannya mendapat gangguan
dari alam atau pun manusia.

Hal yang menarik adalah damar merupakan jenis getah dari


jenis pohon damar yang diambil dengan memanen dari getah
tanaman damar yang masih segar.

Pohon damar ditanam untuk diambil resin-nya yang dio­lah


menjadi kopal. Resin ini adalah getah yang keluar ketika
kulit (pepagan) atau kayu damar dilukai. Getah damar akan
mengalir keluar kemudian membeku setelah bersinggungan
dengan udara.

Selanjutnya, getah mengeras dan dapat dipanen. Kondisi


semacam ini dinamakan kopal sadapan. Getah damar juga
diperoleh dari deposit damar yang terbentuk dari luka-luka
alami di atas atau di bawah tanah.

Kondisi semacam ini dinamakan kopal galian. Sebagai kelom­­


pok tanaman gymnospermae, pohon damar memiliki batang
pohon dengan ukuran bisa mencapai lebih dari 50 meter.

Ukuran diameter pohon bisa mencapai lebih dari satu meter.


Bagian luar kayu ditumbuhi oleh berbagai jenis pegagan
dengan warna yang lebih tua.

Daun pohon damar dari marga Agathis memiliki karakter


bentuk lonjong dan meruncing pada bagian ujung kecil
dengan ukuran sekitar 2-8 cm. Pohon ini menghasilkan biji
35 dengan diameter ukuran sekitar 7-9 cm.

Secara spesifik, kayu damar berwarna keputih-putihan, tidak


awet, dan tidak seberapa kuat.
Di Bogor dan Sulawesi Utara, kayu ini hanya dimanfaatkan
sebagai papan yang digunakan di bawah atap. Kerapatan
kayunya berkisar antara 380–660 kg/m³.

Kayu damar diperdagangkan di Indonesia dengan nama


Kayu Agatis. Pohon yang besar, tinggi hingga 65 m, berba­
tang bulat silindris dengan diameter yang mencapai lebih
dari 1,5 m.

Pepagan luar keabu-abuan dengan sedikit kemerahan, me­


nge­lupas dalam keping-keping kecil. Daun berbentuk jorong
6–8 × 2–3 cm, meruncing ke arah ujung yang membundar.

Runjung serbuk sari masak 4–6 × 1,2–1,4 cm, runjung biji


masak berbentuk bulat telur, 9–10,5 × 7,5–9,5 cm.

Pohon damar tumbuh alami di hutan hujan dataran rendah


sampai ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan
laut (mdpl).

Namun di Jawa, tumbuhan ini terutama ditanam di pegu­


nungan. Di sisi lain, pohon damar biasa dijadikan peneduh
taman dan tepi jalan. Tajuknya yang tegak meninggi dengan
percabangan yang tidak terlalu lebar membuat pohon ini
tampak rindang.

Pohon damar sebagai salah satu hasil hutan non kayu yang
sudah lama dikenal, getahnya merupakan senyawa polysa­
carida yang dihasilkan oleh jenis-jenis pohon hutan tertentu.

Pohon damar digunakan orang untuk bahan vernis, bahan


penolong dalam pembuatan perahu dan yang terpenting
adalah sebagai pembungkus kabel laut atau tanah.
36 Selain dari marga Agathis, damar dihasilkan oleh jenis-jenis
pohon dari marga Hopea, Balonocarpus, Vatica, Canarium,
dan Agathis.
Kayu Damar diperdagang­
kan di Indonesia dengan
nama Kayu Agatis.

Resin, cairan getah lengket yang dipanen dari beberapa jenis


pohon hutan merupakan produk dagang tertua dari hutan
alam Asia Tenggara.

Spesimen resin dapat ditemukan di situs-situs prasejarah,


membuktikan kegiatan pengumpulan hasil hutan sudah
sejak lama dilakukan.

Hutan-hutan alam Indonesia menghasilkan berbagai jenis


resin. Terpentin (resin Pinus) dan kopal (resin Agathis)
pernah menjadi resin bernilai ekonomi yang diperdagang­
kan dari Indonesia sebelum Perang Dunia II.

Pohon damar adalah istilah yang umum digunakan di


Indonesia untuk menamakan resin dari pohon-pohon yang
termasuk suku dipterocarpaceae dan beberapa suku pohon
hutan lainnya.

Sekitar 115 spesies, yang termasuk anggota tujuh (dari sepu­


luh) marga dipterocarpaceae menghasilkan pohon damar.

Pohon-pohon dipterocarpaceae ini tumbuh dominan di


hutan dataran rendah Asia Tenggara.

Oleh karena itu, pohon damar merupakan jenis resin


yang lazim dikenal di Indonesia bagian barat. Biasanya,
pohon damar dianggap sebagai resin yang bermutu rendah
37 dibanding kopal atau terpentin.

Pohon damar terdiri dari dua macam, damar batu, yaitu


damar bermutu rendah, berwarna coklat kehitaman,
yang keluar dengan sendirinya dari pohon yang terluka.
Gumpalan-gumpalan besar yang jatuh dari kulit pohon
dapat dikumpulkan dengan menggali tanah di sekeliling
pohon. Di seputar pohon-pohon penghasil yang tua
biasanya terdapat banyak sekali dammar batu.

Kedua, damar mata kucing, yaitu damar yang bening atau


kekuningan yang bermutu tinggi, sebanding dengan kopal,
yang dipanen dengan cara melukai kulit pohon.

Sekitar 40 spesies dari marga Shorea dan Hopea mengha­


silkan damar mata kucing, diantaranya yang terbaik adalah
Shorea javanica dan Hopea dryobalanoides.

Beberapa manfaat damar antara lain:


1. Kayu pohon damar bisa dipakai untuk perahu. Kekuat­
an­nya tangguh, tapi memiliki bobot yang ringan. Batang­
nya yang tegak lurus itu membuat kayu dari pohon damar
pun banyak yang lurus-lurus. Sedangkan daunnya lebar,
lonjong tapi pipih
2. Bahan pembuat kertas, kayu yang dihasilkan oleh pohon
damar bisa digunakan sebagai salah satu bahan pulp
atau bubur kertas. Kayu dari pohon damar memiliki
sifat dan karakter yang bisa menghasilkan bubuk kertas
berkualitas. Bahkan jenis bubuk kertas yang dihasilkan
dari pohon damar memiliki tingkat ketahanan yang
tinggi, alat rumah tangga, alat musik dan alat olahraga.
3. Konstruksi rumah, dalam bahasa ahli bangunan,
kualitas kayu pohon damar termasuk kualitas IV, dan
kekuatannya kelas III.
4. Getahnya untuk bahan cat, kosmetik, plastik, vernis,
38 bahkan korek api, bahan pewarna alami. Resin atau getah
damar juga banya digunakan sebagai salah satu bahan
pewarna alami.
Damar juga mengan­dung salah
satu senyawa aktif yang disebut
dengan amentoflavon. Senyawa
ini memberikan pengaruh yang
sangat besar bagi penyakit HIV.

Batik tradisional sering memakai bahan damar untuk


obat warna atau memperkuat garis warna. Resin atau
damar juga banyak diserap industri untuk membuat cat,
lilin dan berbagai bahan pewarna lain

5. Berkhasiat untuk obat gosok, obat untuk penyakit


gangguan memori, membuat obat khusus untuk
mencegah nyamuk, obat-obatan untuk jamur, luka,
nanah, sakit gigi, sakit bisul, masalah pada telinga dan
juga sakit mata.

6. Obat HIV AIDS, getah dari pohon damar juga mengan­


dung salah satu senyawa aktif yang disebut dengan
amentoflavon. Senyawa ini memberikan pengaruh yang
sangat besar bagi penyakit HIV.

Infeksi virus ini bisa dikendalikan dengan konsumsi obat


yang mengandung amentoflavon. Senyawa ini hanya bisa
ditemukan dalam pohon damar sehingga getah damar
bisa menjadi obat yang sangat ampuh.

7. Bahan pengawet binatang bahkan tumbuh-tumbuhan.

8. Tanaman penghijauan karena memiliki karakter pohon


yang mudah ditemukan dan bisa ditanam di mana saja.
39 Selain itu, ukuran pohon yang sudah besar biasanya
bisa melindungi kerusakan tanah dan mencegah
kelangkaan air tanah.
9. Getah damar bisa menghasilkan senyawa kimia yang
menghantarkan panas seperti jenis bahan bakar lain.
Bukan tidak mungkin suatu saat bisa tercipta bahan
bakar dari resin atau damar.

Pohon damar mengandung berbagai senyawa unsur kimia­


wi yang memiliki peran penting dalam fungsinya. Jenis
se­nyawa yang ditemukan dalam pohon damar adalah seperti
kandungan asam resinat, alkohol kompleks, balsam dan resin.

Semua kandungan kimiawi ini akan keluar selama proses


pengolahan. Pohon damar memiliki bentuk yang keras,
bening seperti plastik, mudah meleleh dan lengket.

Selain itu, pohon damar juga mudah mengalami penguapan,


tidak mengandung asam lemak, dan banyak mengandung
zat karbon atau zat buangan.

Pohon damar dalam industri sering dikelompokkan dalam


jenis lateks, resin, oleoresin, gumresin dan balsem.

Beberapa keuntungan memakai pohon damar:

1. Aman untuk lingkungan, zat buangan dari hasil peng­


olahan resin tidak berdampak pada lingkungan dan
mudah dikendalikan.

2. Biaya industri untuk pengolahan pohon damar atau


resin termasuk dalam biaya yang rendah sehingga bisa
mendukung perkembangan industri.

3. Sifat kimia dan mekanik yang ditemukan pada bahan


pohon damar juga sangat menguntungkan untuk ling­
kungan sehingga bisa dikembangkan.
40 4. Resin atau pohon damar masih bisa dikembangkan
menjadi berbagai jenis obat-obatan yang bermanfaat
untuk manusia.
Nah, menyimak beberapa ulasan tentang pohon damar,
dapat disimpulkan keberadaan pohon damar dengan
berbagai manfaatnya di Indonesia perlu mendapat perhatian
pemerintah dan penduduknya.

Dengan melestarikan pohon langka, akan meminimalkan


kepunahan pohon tersebut.

Dengan demikian negara dapat mewariskan ekosistem


tumbuhan dan lingkungannya yang masih terjaga dengan
baik untuk kelangsungan hidup anak cucu bangsa.

Pohon damar merupakan aset negara yang amat berharga.


Kelestariannya berada di tangan kita sebagai anak bangsa.
Pohon damar membuka mata dunia Indonesia adalah
negara yang kaya. n

SUMBER PUSTAKA
Hutan Damar di G. Walat, Sukabumi Batang damar yang lurus dan bulattorak
https://upload.wikimedia.org/https://upload.wikimedia.org/

41
DUABANGA MOLUCCANA,
POHON PENTING NUSA
TENGGARA BARAT DI
GUNUNG TAMBORA
IQBAL BAEHAQI

Pohon Duabanga (Duabanga moluccana Blume) adalah


salah satu jenis pohon yang sangat penting di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Surata, 2007). Di Pulau Sumbawa pohon ini
lebih dikenal dengan nama Kalanggo, di beberapa daerah
lain dikenal dengan nama Rajumas (Lombok), Kajimas
(Bali), Takir (Jawa), Gayawas Hutan (Maluku), dan Binuang
Laki (Kalimantan).

Nama daerah yang beragam menunjukkan bahwa daerah


sebaran pohon Duabanga di Indonesia cukup luas. Di Asia,
pohon duabanga tersebar dari Semenanjung Malaya, Filipina,
Indonesia, sampai Papua Nugini (Van Steenis, 1951). Di Nusa
Tenggara Barat, pohon duabanga tersebar dari Pulau Lombok
sampai Pulau Sumbawa tepatnya di Gunung Tambora.

Duabanga moluccana termasuk ke dalam famili Lythraceae.


Klasifikasi Duabanga moluccana masuk kingdom Plantae,
Divisi Angiospermae, Filum Eudikotil, kelas Rosidae, Ordo
Myrtales, famili Lythraceae, genus Duabanga, dan spesies
42 Duabanga moluccana. Pohon ini merupakan salah satu jenis
pionir yang bisa mencapai ketinggian hampir 45 meter dan
diameter batang 100 cm.
Batang dari pohon duabanga memiliki bentuk silindris dan
tidak berbanir. Pohon ini memiliki tipe daun tunggal dengan
kedudukan daun berhadapan (opposite), daunnya berbentuk
oval sampai lanset dengan pangkal daun berbentuk seperti
hati (cordate) dan ujung daun lancip (acuminate) tulang
daun sekunder yang keluar dari tulang daun primer terlihat
jelas berhadapan (penniveined), ketika diraba daunnya memi­
liki tekstur yang halus seperti daun pada umumnya (glabrous).

Tipe perbungaan dari pohon duabanga yaitu corymbus,


mahkota bunga (petal) berwarna kuning dan berbentuk
oval, kelopak bunga (sepal) berukuran hampir sama dengan
mahkota bunga, organ reproduktif jantan berupa benang
sari (stamen) tersusun melingkar. Pada saat-saat tertentu,
buah dari pohon duabanga dapat ditemukan jatuh di tanah
berwarna hijau maupun cokelat.

Buah duabanga termasuk kedalam tipe buah memecah


beru­pa kapsul. Ketika berwarna hijau, buah duabanga belum
masak dan ketika berwarna coklat buah duabanga sudah
masak dan memecah. Jenis Duabanga moluccana mempu­
nyai prospek yang baik sebagai jenis pohon untuk hutan
industri dan mungkin juga dapat dipakai untuk penghijauan.

Keunggulan yang dimiliki pohon Duabanga yaitu riapnya


tergolong tinggi, batang utama lurus dengan sedikit
percabangan, dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi
(Surata, 2007). Kayu teras Duabanga moluccana memiliki
warna coklat sampai coklat tua, kayu gubalnya putih dengan
batas yang tidak jelas antara kedua bagian kayu tersebut.

Kayu ini ringan, yakni dengan berat jenis 0,39, dengan kelas
43 keawetan IV-V dan kelas kekuatan III-IV, mudah dikerjakan
dan cocok untuk kayu lapis (plywood), bahan konstruksi
dalam dan bahan untuk perahu, serta dapat digunakan
dalam industri pulp dan paper. Duabanga moluccana di
daerah Nusa Tenggara justru diekspor ke daerah lain,
sehingga akan meningkatkan pendapatan pengusaha
hutan maupun masyarakat di sekitar hutan serta juga akan
memajukan perekonomian negara.

Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, pohon duabanga


dapat dikatakan sebagai salah satu pohon prospektif di masa
yang akan datang untuk bidang kehutanan. Pada kenyataan­
nya, keberadaan pohon duabanga jumlahnya semakin sedikit
akibat banyak diambil untuk keperluan produksi. Tingkat
keberhasilan regenerasi dari pohon duabanga di lapangan
kurang dari 30%, angka ini terbilang rendah dan tidak seban­
ding dengan banyaknya pohon yang dipanen (Surata, 2001).

Menurut Convention on International Trade in Endangered


Species of Wild Fauna and Flora (CITES), pohon Duabanga
termasuk ke dalam status not protected atau tidak dilindu­ngi.
Diharapkan dengan status kelangkaan pohon Duabanga yang
“tidak dilindungi” ini, keberadaannya dapat diperbanyak.

Dengan menguasai teknik budidaya dan silvikultur yang


belum banyak diketahui, dapat memecahkan permasalahan
teknik regenerasi pohon Duabanga moluccana yang. n

SUMBER PUSTAKA
Surata, I Komang. 2007. Uji Coba Penanaman Duabanga (Duabanga
moluccana Blume) dengan Sistem Tumpangsari di Rarung, Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol IV
No 4 : 365-376.
Surata, I Komang. 2001. Teknik Penanaman Duabanga (Duabanga
moluccana Bl).
44 Aisuli No. 12. Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Van Steenis, C.G.G.J. 1951.
Flora Malesiana. Seri 1. Vol. 4. Djakarta: Noordhoff N.V. Duabanga moluccana.
http://www.asianplant.net/Lythraceae/Duabanga_moluccana.htm. Diakses
pada tanggal 13 Oktober 2018.
45
Pohon Lai (Durio kutejensis) yang
sedang berbuah (Foto : Sasmita Untung)
DURIAN LOKAL VERSUS
DURIAN IMPOR
BINA KURNIA DAMAYANTI

Durian atau yang bernama latin Durio zibethinus merupakan


tanaman yang termasuk dalam suku Malvaceae. Banyak hal
yang menyebabkan tanaman dengan buah lezat ini menjadi
langka, antara lain masa muda durian yang cukup lama,
yakni berkisar 8-15 tahun, sehingga butuh waktu lama
dalam perkembangbiakan.

Pohon durian hanya dapat tumbuh baik pada ketinggian


650-700 m dpl, dan jarak masa panen yang lama
menyebabkan petani enggan membudidayakan durian
sebagai tanaman pokok. Alasan lain adalah tingginya postur
pohon durian, yakni berkisar 50-100 m

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2012 buah


durian yang diproduksi di Indonesia sebanyak 888.130 ton.
Sementara, di tahun yang sama Indonesia mengimpor buah
durian sebanyak 20.638.61 ton (Astriyanti, 2015).

Maraknya buah durian impor yang membanjiri pasaran


menyebabkan terdesaknya citra durian lokal di mata
penikmat durian di Indonesia. Hal itu secara langsung
membawa dampak pada petani yang mulai beralih
menanam bibit durian impor, seperti jenis durian montong.
46
Apalagi durian montong punya banyak keistimewaan, masa
muda tumbuhan lebih pendek sekitar 2 tahun sejak awal
Buah Lai (Durio kutejensis) yang seukuran tangan dengan
warna seperti mentega ( Foto : Sasmita Untung)

penanaman, pohon sudah dapat berbunga dan berbuah.


Ketinggian pohon durian montong juga hanya berkisar
antara 10-15 m, sehingga memudahkan untuk perawatan.
Kemudahan pemasaran durian impor di semua segmen
pasar. Dengan fenomena tersebut diperlukan adanya
tindakan nyata untuk melestarikan durian lokal Indonesia.

Salah satu tempat pelestarian durian adalah di Desa


Tempuran, Kecamatan Pasrepan, Kabupaten Pasuruan. Dari
ratusan varietas spesies Durio zibethinus, terdapat tujuh
varietas yang telah dibudidayakan petani, yaitu durian lokal
tempuran, durian montong dengan varietas durian bajul,
durian merica, durian kasmin, durian oranye, durian lambau
dan durian super/musang king super.
47
Sebaran pohon durian ini merata mulai dari halaman depan
rumah dengan jenis durian montong, pekarangan belakang
Secara morfologi buah
durian lokal tempuran
berbeda jauh dengan
durian musang king super.

rumah maupun ladang (tegalan) yang jauh dari permukiman


dengan jenis durian lokal yang punya postur pohon tinggi.
Umumnya dua varietas paling digemari adalah durian lokal
dan durian musang king super.

Batang pohon durian lokal memilki karakter yang ringan


dan mudah diserang rayap. Namun saat batang masih hidup
punya zat antirayap. Permukaan kulit luar batang atau biasa
disebut kulit ari berbentuk kotak. Beberapa tumbuhan komen­
salisme akan menempel pada batang tersebut, antara lain alga
dan lumut. Semakin tua umur batang maka semakin banyak
tumbuhan yang menutupi permukaan kulit ari batang.

Secara morfologi buah durian lokal tempuran berbeda


jauh dengan durian musang king super. Durian musang
king adalah salah satu varietas unggulan dari Malaysia.
Durian ini memiliki daging tebal berwarna kuning dan
kering. Kelebihan lain yang dimiliki durian jenis ini adalah
bijinya yang kecil, tekstur lembut dan aroma yang kuat serta
kombinasi dari rasa manis dan agak sedikit pahit.

Sedangkan durian lokal dari desa tempuran, daging buah


berwarna putih kekuningan dan tidak begitu tebal. Pada
buah durian yang matang teksturnya cenderung lebih berair
48 dan lembek. Memiliki aroma yang kuat serta kombinasi
manis sampai dengan pahit. Jika musim penghujan biasanya
buah akan terasa lebih asin. n
49
Bekas kebakaran pada pohon akibat
pembukaan lahan di kalimantan timur
(Foto : Yanuar Ishaq Dc)
JELUTUNG: LAIN DULU
LAIN SEKARANG BAGI
MASYARAKAT SUKU
ANAK DALAM DI JAMBI
RAHILA JUNIKA TANJUNGSARI
DAN WHISNU FEBRY AFRIANTO

Butuh waktu beberapa jam dengan berjalan kaki untuk


sampai ke lokasi penelitian. Berlima dengan dosen
pembimbing, teman penelitian, dan warga lokal, kami
memasuki hutan sekunder dataran rendah di Jambi yang
dikelola untuk kepentingan restorasi ekosistem. Penelitian
tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi populasi
jelutung (Dyera costulata) dan pemanfatannya pada
masyarakat Suku Anak Dalam.

Jelutung adalah spesies dari famili Apocynaceae yang terdiri


atas dua spesies, yaitu jelutung darat (Dyera costulata) dan
jelutung rawa (Dyera Polyphylla). Kedua jenis jelutung
tesebut dibedakan berdasarkan tempat tumbuhnya. Sesuai
dengan namanya, jelutung darat hidup di daerah hutan
dataran rendah, sedangkan jelutung rawa hidup di daerah
rawa-rawa atau gambut.

Jelutung tersebar di semenanjung Malaya dan Kalimantan


50 serta dikenal dengan berbagai nama lokal1. Di Sumatra,
jelutung disebut dengan labuwai atau melabuwai, sedangkan
di Kalimantan jelutung disebut dengan jelutong atau
jeluntong. Jelutung, menurut pemerintah Republik Indonesia,
dimasukkan sebagai jenis pohon yang dilindungi atau dalam
perhatian regulasi mengenai konservasi pohon langka. Secara
morfologi, jelutung memilki tinggi mencapai 65 meter,
diameter 30 meter, kulit batang kehitaman, daun berbentuk
bulat dan panjang sampai obovate atau menyempit2.

Jelutung tumbuh di hutan dataran rendah pada kondisi


suhu berkisar antara 23oC -28oC dan kelembaban 77% -88%.
Kondisi tanah tempat tumbuh jelutung termasuk kategori pH
sangat rendah dan miskin hara7.

Sebaran jelutung di dunia hanya terbatas di Peninsular


Malaysia, Sumatera dan Borneo10. Penyebaran jelutung di
dunia yang terbatas ini menjadikan Indonesia berpotensi
tinggi menjadi produsen getah jelutung untuk seluruh
dunia. Dahulu, sebelum industri karet (Hevea brasilliensis)
marak, jelutung merupakan primadona sumber karet dari
perdagangan dunia.

Jelutung yang diekspor dari Indonesia dijual dengan nama


“Dead Borneo” atau “Pontianak”1,10 . Getah jelutung sejak
tahun 1905 telah menjadi barang komoditas dunia dan telah
diimpor ke Amerika Serikat10. Di Sumatra, sentra produksi
getah jelutung tersebar di Jambi, Riau, dan Palembang. Di
Kalimantan, jelutung tersebar di Provinsi Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan10.

Jelutung menjadi primadona karena memiliki banyak


manfaat. Getahnya digunakan sebagai bahan baku permen
karet, isolator kabel, dan bahan campuran minuman bersoda3.
Kayunya memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena bisa
dimanfaatkan sebagai bahan baku kayu lapis, pembuatan
51 kertas, industri pensil, peti kemas, moulding, papan tulis, pe­
ra­bot rumah tangga dan lainnya4. Di sisi lain, daun jelutung
mengandung khasiat sebagai bahan obat penyembuh
analgesik dan mengandung bahan kimia potensial quercetin
sebagai hypoallergenic, anticancer, antiosteoporosis,
antiinflammatory, antispasmodic, dan antihepatotoxyc5.

Namun, kondisi sekarang sungguh sangat berbeda. Kepopu­


leran jelutung di dunia dan di masyarakat kian meredup. Hal
tersebut karena sejak tahun 2008 atau hampir 10 tahun lalu
pasar getah jelutung terhenti. Padahal, tercatat bahwa tahun
1999 menunjukkan produksi yang sangat besar, yaitu di atas
3600 ton6. Selain masalah dari sisi ekonomi, masalah populasi
juga menjadi penyebab jelutung semakin tidak dimanfaatkan
oleh masyarakat, khususnya masyarakat Suku Anak Dalam.

Di hutan, tegakan jelutung semakin sulit untuk ditemukan


karena adanya perubahan fungsi lahan menjadi tanaman
industri, perkebunan sawit, atau perkebunan karet. Sekarang
populasi jelutung hanya tersisa di hutan lindung.

Kondisi tegakan jelutung di alam dalam kategori tidak


baik. Anakan jelutung di alam jumlahnya sedikit, sehingga
mengancam regenerasi populasi jelutung secara alami.
Berdasarkan wawancara dengan pengelola setempat, populasi
jelutung terus menurun akibat perambahan dan kebakaran
hutan yang masih sering terjadi di area hutan. Di habitatnya,
jelutung cenderung menyebar secara merata (uniform). Akan
tetapi, pada habitat yang memiliki banyak gangguan oleh
manusia, jelutung cenderung untuk mengelompok. Jelutung
juga tercatat memiliki asosiasi dengan medang kuning
(Antidesma cuspidatum) di habitatnya.

Wawancara yang dilakukan ke Suku Anak Dalam


mengungkap bahwa jelutung dimanfaatkan untuk tujuan
komersial, yaitu sebagai komoditas yang diperjualbelikan.
52 Akan tetapi karena kondisi saat ini, masyarakat Suku Anak
Dalam cenderung beralih ke komoditas lain, seperti rotan
atau menjadi pekerja di perkebunan sawit, yang lebih
Kondisi tegakan jelutung di
alam dalam kategori tidak baik.
Berdasarkan wawancara dengan
pengelola setempat, populasi
jelutung terus menurun akibat
perambahan dan kebakaran
hutan yang masih sering
terjadi di area hutan.

menjanjikan secara ekonomi. Sebab, menurut mereka, tidak


ada lagi yang mau membeli hasil getah yang mereka sadap.
Ditambah lagi, biaya operasional yang harus dikeluarkan
oleh masyarakat cukup besar. Dari sisi lain, harga juga sangat
rendah dan fluktuatif.

Stimulus manfaat jelutung yang tidak dirasakan lagi oleh


mas­yarakat Suku Anak Dalam, menyebabkan perubahan
para­digma terhadap jelutung. Padahal, dapat dikatakan bahwa
masyarakat Suku Anak Dalam adalah masyarakat tradisional
yang sejak dulu berperan pada pelestarian jelutung.

Populasi jelutung di alam terus menurun karena faktor eko­logi,


ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, upaya konser­
vasi yang dilakukan harus bersifat holistik. Beberapa hal yang
bisa dilakukan dalam upaya konservasi pohon adalah dengan
konservasi berdasarkan kearifan lokal, pengembangan agro­
forestri jelutung, dan membangkitkan potensi pasar jelutung.
53 Tiga pilar konservasi adalah perlindungan, pengawetan,
dan pemanfaatan. Dalam hal ini, perlu adanya sinkronisasi
dengan pengetahuan tradisional masyarakat Suku Anak
Dalam sebagai subjek atau pelaku utama konservasi di area
hutan tempat tinggalnya. Pengetahuan tradisional masyarakat
Suku Anak Dalam selama ini masih dianggap seolah menjadi
hal kuno. Padahal, kearifan lokal tersebut telah terbukti
berhasil menjadikan pemanfaatan secara berkelanjutan
terhadap pohon jelutung. Konservasi yang melibatkan
masyarakat akan menjadi win-win solution bila diwujudkan.
Keterlibatan masyarakat akan membantu adanya kontrol
terhadap sumber daya alam di lingkungannya, karena sumber
daya alam tersebut adalah bagian dari kehidupan mereka.

Langkah lain yang bisa dilakukan adalah melalui pola


agroforestri. Upaya ini sudah dilakukan di beberapa
daerah, yaitu di Kalimantan dan Sumatera. Biasanya
jelutung yang digunakan untuk tujuan agroforestri adalah
jenis jelutung rawa (Dyera Polyphylla)8. Di Kalimantan,
misalnya, agroforestri yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Kalampangan, Kalimantan Tengah, adalah dengan
tumpang sari antara jelutung dengan tanaman semusim
seperti sawi, kacang tanah, jagung, cabai, daun bawang, dan
kacang panjang. Di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera
Selatan, agroforestri jelutung ditumpangsarikan dengan
ramin. Di Senyerang, Kabupaten Tanjung Barat9, tumpang
sari dilakukan dengan pinang dan kelapan.

Solusi terakhir agar bersifat hulu hingga hilir adalah dengan


menciptakan pasar bagi jelutung, sama seperti dulu. Harga
jelutung yang cenderung rendah disebabkan masyarakat tidak
memiliki daya tawar. Selain itu, harga cenderung dikendalikan
oleh tengkulak atau pengepul. Untuk meningkatkan harga,
bisa dilakukan pelatihan cara penyadapan getah yang
berkualitas, penggunaan teknologi tepat guna, atau bahkan
54 hingga ke teknik pengolahan pascapanen. Pengumpulan
dan penjualan getah jelutung dapat dinaungi sebagai bagian
dari hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dikelola oleh
masyarakat Suku Anak Dalam sendiri. Adapun stakeholder
setempat bisa memberikan dukungan dengan mencarikan
pasar atau kebijakan yang mempermudah masyarakat.

Dari sejarah, jelutung bisa dibilang sebagai pohon yang


memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Nilai ekonomis
yang hilang tersebut juga yang menyebabkan hilangnya
keberadaan jelutung bagi masyarakat Suku Anak Dalam.
Upaya konservasi di atas diharapkan bisa menjadi langkah
untuk mengembalikan masa kejayaan jelutung kembali. n

SUMBER PUSTAKA
[1] Burkill IH. 1935. A Dictionary of The Economic Products of the Malay
Peninsula. Government of The Straits settlements and Federated Malay
States. London (GB): Crown Agents of the colonies. 876-883.
[2] Barbour GM, JK Busk, WD Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. New
York (US): The Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc.
[3] Sofiyuddin M, Janudianto, Perdana A. 2012. Potensi Pengembangan dan
Pemasaran Jelutung di Tanjung Jabung Barat. Brief No 23. Bogor, Indonesia.
World Agroforestri Centre - ICRAF, SEA Regional Office. 4p.
[4] Arlanda R, Fazli L, Yanuardie R. 2004. Informasi Singkat Benih Dyera
costulata (Miq.) Hook. BPTH Sumatera. Barbour
[5] Reanmongkol W, Poungsawai C, Subhadhirasakul S, Wiparat C, Pairat
C. 2002. Antinociceptive activity of Dyera costulata extract in experimental
animals. Songklanakarin J. Sci. Technol. 24(2):227-234.
[6] Tata HL, van Noordwijk, Jasnari, Widayati A. 2015a. Domestication of
Dyera polyphylla (Miq.) Steenis in peatland agroforestri system in Jambi,
Indonesia. Agroforest Syst. DOI 10.1007/s10457-015-9837-3.
[7] Tanjungsari RJ. 2016. Etnobotani Jelutung (Dyera costulata (Miq). Hook
F) Pada Masyarakat Suku Anak Dalam Di Hutan Pt Restorasi Ekosistem
Indonesia (PT REKI), Jambi [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[8] Harun MK. 2011. Analisis pengembangan jelutung dengan sistem
agroforestri untuk memulihkan lahan gambut terdegradasi Di Provinsi
Kalimantan Tengah [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[9] Tata HL, Bastoni, Sofiyuddin M, Mulyoutami E, Perdana A, Janudianto.
55 2015b. Jelutung Rawa : Teknik Budidaya dan Prospek Ekonominya. Bogor (ID)
: World Agroforestri Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program. 62p.
[10] Williams L. 1963. Laticiferous plants of economic importance IV
jelutong (Dyera spp.). Economic Botany. 17(2):110-126.
KEMPAS, SI KAYU RAJA
KALIMANTAN
EKA CAHYA NINGRUM

Tumbuhan tidak mendapatkan perhatian dan respek


sebanyak yang hewan dapatkan, sesuatu yang sangat
disayangkan, namun dapat sepenuhnya dipahami.

Lebih mudah bagi manusia untuk mempelajari hewan, de­


ngan kemampuan mereka bergerak, berkomunikasi, menun­
jukkan emosi, dan banyak karakter yang dapat disamakan
serta dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari manusia. Hal
yang sama tidak dapat dikatakan mengenai tumbuhan, sehing­­
ga cukup wajar saat ketertarikan orang cenderung bias.

Banyak orang berpikir bahwa tumbuhan kurang menarik


untuk diperhatikan. Tetapi hal tersebut tidak benar,
tumbuhan hanya melakukannya dengan cara yang berbeda,
dengan cara yang terkadang tidak kasat mata.

Tumbuhan bahkan dapat mengontrol hewan-hewan di


seki­tarnya dengan mengeluarkan senyawa kimia tertentu,
membuat hewan melakukan apa yang mereka perintahkan.
Contohnya berbagai bunga dengan bentuk dan aroma yang
khas, memanipulasi serangga untuk melakukan penyerbukan.

Saya mulai bekerja dengan primata semenjak tahun


2016. Selama saya bekerja di hutan, saya kurang tertarik
56 terhadap keunikan tumbuhan. Tentu saya paham mengenai
pentingnya hutan, namun saya masih mengesampingkan
tumbuhan secara individual. Tetapi, melihat lagi ke belakang
saat perjalanan saya dengan hutan dimulai, saya teringat
banyak pohon Ficus besar yang bertahan setelah area
sekitarnya terbakar, menyediakan tempat tinggal bagi hewan
di hutan dan juga makanan bagi primata yang hidup di sana.

Pohon-pohon yang masih menjulang tinggi, berdiri tegak di


bekas area terbakar, memberi harapan diantara tanah yang
ber-arang, bahwa kehidupan akan menemukan jalanya.
Pohon-pohon di bekas area penebangan liar, menjulang di
atas kanopi, memberikan semangat kepada pohon lain yang
baru tumbuh, memulai cerita mereka di tanah gambut.

Banyak jenis pohon yang menarik di negara tropis, dengan


keunikan dan fungsinya masing-masing. Tidak terkecuali
pohon yang mendominasi hutan hujan di Kalimatan, yaitu
kempas. Kempas merupakan pohon dari Familia Fabaceae.
Ada dua jenis pohon kempas yang dominan di Kalimantan,
yaitu Koompassia excelsa dan Koompassia malaccensis.

K. excelsa memiliki nama lokal Tualang (Sialang) atau Menggaris,


sementara K. malaccensis biasa disebut Kempas atau Kayu Raja.

Kempas cukup banyak tersebar di Asia dan dapat ditemukan


di Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan, Sumatra),
Malaysia (Peninsular Malaysia, Sabah, Sarawak), Singapore,
Thailand dan Filipina.

Habitat tumbuh Kempas mulai dari hutan rawa gambut di


dataran rendah dan hutan dipterocarp (hutan yang terdiri
dari pohon penghasil kayu-kayu besar) di dataran tinggi.
Seperti kebanyakan pohon yang menjulang tinggi, kempas
memiliki akar banir (akar yang melebar di atas tanah) yang
besar untuk menunjang tinggi dan berat pohon, selain itu
57 juga nutrisi pada hutan hujan tropis lebih banyak tersebar
di permukaan tanah, sehingga akar banir yang besar lebih
efektif dalam menyerap nutrisi.
Penampakan fisik (morfologi) pohon kempas dapat
bervariasi tergantung tempatnya tumbuh, saat kempas
tumbuh di hutan dipterocarp perbukitan, ia akan tumbuh
lebih tinggi dan besar daripada saat kempas tumbuh di
hutan rawa gambut.

Selain morfologi yang berbeda, manfaat dari pohon juga


berbeda tergantung kepada habitatnya tumbuh. Salah
satunya di hutan dipterocarp, pohon Kempas berfungsi
sebagai tempat bersarang alami lebah madu, sehingga
masyarakat dapat memanen madu hutan alami, sementara
hal tersebut tidak terjadi pada pohon kempas yang tumbuh
di hutan rawa gambut (Palangkaraya, Kalimantan Tengah).

Saat ini saya bekerja di hutan rawa gambut Kalimantan


Tengah , selama saya bekerja di hutan rawa gambut, saya
cukup sering menemui pohon kempas. Saya mulai lebih
tertarik saat melakukan penelitian pohon tidur kelasi
(nama lokal untuk Lutung Merah). Selama beberapa bulan
membuat plot, terlihat bahwa Kelasi menjadikan Kempas
salah satu tempat tidur favorit mereka.

Hutan rawa gambut tempat saya bekerja dulu dikelola oleh


perusahaan kayu dan juga sempat menjadi lokasi illegal
logging sebelum diubah menjadi tempat konservasi. Saat
ini bisa dilihat dengan jelas bagaimana keadaan hutan yang
sedang menyembuhkan diri, dan kempas mendominasi
disini sebagai pohon terbesar dan tertinggi, bersamaan
dengan keruing (Dipterocarpus borneensis), jelutung (Dyera
lowii), kapurnaga jangkar (Callophyllum sp.), dan ramin
(Gonystylus bancanus).

Kebanyakan orang berpikir bahwa pohon hanya berdiri


58 diam dan menghasilkan oksigen, namun banyak fungsi lain
di alam, yaitu menjadi tempat tinggal hewan lain, menjaga
tanah, sumber makanan, sumber nutrisi bagi hutan, dll.
Kempas tidak memiliki
kegun­a­an khusus dalam adat
dayak masyarakat sekitar
Palangkaraya, namun akar
pohon kempas digunakan
untuk membuat gagang
kapak, dan beliung.

Kempas merupakan jenis pohon yang menaungi banyak


kehidupan di dalam hutan.

Dalam hutan rawa gambut, kempas banyak dimanfaatkan


oleh primata, Kelasi memanfaatkannya sebagai pohon tidur
dan pohon makan. Orangutan Kalimantan memanfaatkan
Kempas sebagai salah satu pohon tempat bersarang. Kelasi
memanfaatkan ketinggian pohon kempas agar dapat tidur
dengan nyaman dan terhindar dari predator yang mengintai
mereka. Selain itu, tingginya pohon memudahkan mereka
mengawasi area sekeliling pohon tidur dari adanya predator.

Selain primata, ternyata orang sekitar juga memanfaatkan


kempas untuk beberapa hal. Kempas tidak memiliki
kegun­a­an khusus dalam adat dayak masyarakat sekitar
Palangkaraya, namun akar pohon kempas digunakan untuk
membuat gagang kapak, dan beliung (salah satu alat untuk
membuat perahu). Bagian yang dipakai dalam membuat
gagang kapak pun bukan dari batang kempas yang besar dan
keras, melainkan dari akar banir yang dimiliki Kempas.
59 Bagi masyarakat sekitar, akar banir dipercaya lebih kuat
dan tahan terhadap cuaca karena seratnya lebih kuat.
Menurut beberapa orang lokal, kekuatan akar kempas dapat
dibandingkan dengan kekuatan kayu Ulin. Sementara itu
batang kempas yang keras kurang diminati, karena terlalu
keras untuk ditebang sehingga banyak merusak mata gergaji,
namun jika terkena perubahan cuaca akan cepat lapuk
sehingga kurang tahan lama.

Berdasarkan IUCN, saat ini status Kempas adalah Least


Concern (belum terancam). Kita mungkin berpikir bahwa
spesies ini tidak perlu dilindungi karena belum terancam
keberadaannya, dan kalaupun suatu saat status pohon
tersebut naik menjadi terancam punah, pasti akan ada
seseorang di luar sana yang berusaha melestarikannya lagi.
Namun spesies ini ada saat generasi kita, belum terancam
saat ini, apakah kita akan menunggu sampai spesies ini
hanya tersisa sedikit untuk mulai peduli?

Saat hutan kita hampir karena kebakaran atau pembukaan


lahan demi kepentingan manusia, saat hanya ada kesem­
patan untuk kita menyesal tanpa bisa melakukan apapun.

Mungkin ada orang yang berpikir apa keuntungan


melindungi satu pohon?

Perlu kita ingat bahwa kehidupan di hutan itu saling


berkaitan dan bergantung satu sama lain. Mungkin tidak
banyak orang tahu, dengan membiarkan satu spesies
semakin berkurang atau bahkan hilang dari hutan, apa yang
akan terjadi dengan spesies lain yang menggantungkan
hidup pada spesies tersebut. Selain itu setiap dari kita harus
melakukan peranan kita dalam melindungi alam, tidak
hanya mengambil apa yang disediakan hutan tanpa berbuat
apapun untuk keberlanjutan hutan.
60 Seperti apa yang pernah Mahatma Gandhi katakan, “Alam
akan selalu dapat mencukupi kebutuhan manusia, namun
tidak akan dapat memuaskan keserakahan manusia.” n
61
Ekosistem mangrove yang masih alami
yang bersinggungan dengan birunya laut
di Raja Ampat ( Foto : Yanuar Ishaq Dc)
KENANGA
YANG TERANCAM
JADI POHON
KENANGAN DI
SUMATRA UTARA
DARMA ANGGAR PUTERI

Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai


beraneka ragam tumbuhan. Setiap tumbuhan mempunyai
hasil metabolit sekunder berbeda yang dapat digunakan
sebagai bahan pokok dalam usaha penemuan dan
pengembangan obat baru. Keanekaragaman tanaman herbal
yang dimiliki Indonesia serta ketersediaannya disekitar
masyarakat sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai
obat-obatan dalam upaya memelihara, mempertahankan
dan mengobati masalah kesehatan dikalangan masyarakat.

Pemanfaatan herbal sebagai obat merupakan warisan


budaya yang didasari oleh keterampilan, pengetahuan, dan
pengalaman yang secara turun-temurun diwariskan oleh
generasi sebelumnya. Di Indonesia kurang lebih sekitar
7.500 tanaman yang tumbuh di seluruh wilayah Indonesia
62 dapat dipergunakan untuk pengobatan.

Secara empiris tanaman herbal diketahui mempunyai


berbagai efek farmakologis seperti efek analgesik, antipiretik,
anti inflamasi, anti oksidan, anti kolesterol, antidiabetes,
anti hipertensi. Tumbuhan juga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan dasar kosmetik alami yang telah menjadi kebutuhan
untuk mengatasi berbagai gangguan kulit di Indonesia dan
negara-negara lain.

Bunga kenanga (Cananga odorata Hook.F & TH)


merupakan salah satu tanaman yang tumbuh di Sumatera
Utara yang dapat digunakan secara tradisional oleh
masyarakat setempat. Tanaman ini memiliki 2 bentuk hidup
yakni perdu dan pohon. Akan tetapi untuk jenis pohon
sendiri sudah diambang batas kepunahan. Di alam sudah
jarang ditemukan tanaman ini. Jika tanaman ini tidak segera
diperbanyak, baik secara generatif ataupun vegetatif maka
kenanga akan menjadi kenangan di Sumatra Utara.

Perlu diketahui ekstrak bunga kenanga memiliki efek


sebagai antioksidan, antimikroba, antibiofilm, antiinflamasi,
antivektor, repellent, antidiabetes, antifertilitas, dan
antimelanogenesis. Bunga kenanga diketahui mengandung
3, 4, 5, 7 tetrahidroksi flavon yang mampu menurunkan
ROS intraseluler dengan berikatan dengan satu radikal bebas
yang kemudian ikatan tersebut akan dapat menstabilkan
peroksi yang membuat sinergi aktivasi akan berkurang.

Bunga kenanga mengandung antara lain saponin, flavonoida,


minyak atsiri, senyawa polifenol yaitu β-kariofilen,
α-terpineol, linalool, methyl benzoate, benzil salysilat,
terpineol, myristicin, dan benzil benzoat. Bunga kenanga
diduga memiliki aktivitas hepatoprotektor berdasarkan
kemampuannya sebagai antioksidan dan antiinflamasi.

63 Salah satu mekanisme hepatoprotektor dalam mengatasi


kerusakan hati yaitu dengan menstabilkan radikal bebas
yang merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
Pohon Sebelik Sumpah sangat
dikeramatkan oleh Orang
Rimbo. Jika menemukan pohon
ini, Orang Rimbo akan duduk
lalu menyanyikan sebuah
rayuan puitis agar pohon dapat
dipanjat dan diambil buahnya.

kerusakan jaringan hati. Di samping itu kemampuan


sebagai antiinflamasi juga dapat berperan penting terhadap
penghambatan kerusakan hati, dimana gangguan kerusakan
sel hati selalu diawali dengan adanya peradangan/ inflamasi
pada sel hati. Selain itu, fungsi dari bunga kenanga yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan obat
dan kosmetika alami.

PESONA SEBELIK SUMPAH


DAN RAYUAN SUKU ANAK DALAM

Sebelik sumpah merupakan jenis pohon keras yang meng­


hasilkan buah-buahan. Pohon ini bisa ditemukan di Taman
Nasional Bukit Dua Belas, Kabupaten Sarolangun, Provinsi
Jambi. Biji yang terdapat pada buah sebelik sumpah itu yang
kemudian dijadikan kerajinan tradisional oleh Komunitas
Orang Rimbo (Orang Rimba).

Orang Rimbo atau yang lebih dikenal dengan Suku Anak


64 Dalam (SAD), memanfaatkan biji dari buah sebelik sumpah
untuk membuat perhiasan, seperti kalung dan gelang yang
dalam bahasa Rimba disebut manik.
Pohon sebelik sumpah sangat dikeramatkan oleh Orang
Rimbo. Mereka bahkan menghargai kekuatan pohon ini.
Mereka harus merayu ketika akan mengambil buahnya.
Untuk mendapatkan buah dari pohon ini tidaklah mudah,
Orang Rimbo harus masuk ke hutan yang lebat selama
beberapa hari.  Saat ini, pohon sebelik sumpah sulit
ditemukan dan tidak setiap musim pohon ini berbuah.

Jika menemukan pohon ini, Orang Rimbo akan duduk


lalu menyanyikan sebuah rayuan puitis agar pohon dapat
dipanjat dan diambil buahnya. Mereka akan menyanyi
hingga pohon sebelik sumpah luluh dan memberi izin.

Hal ini merupakan sebuah bentuk penghargaan Orang


Rimbo terhadap alam yang telah memberi mereka
penghidupan. Baik perempuan maupun laki-laki Orang
Rimbo memakai perhiasan dari biji ini. Mereka percaya
sebelik sumpah dapat menangkal dan menolak bala.

Prisia Nasution mendapatkan suvenir cantik dan sakti


usai melakukan syuting film Sokola Rimba bersama suku
pedalaman dari Bukit Duabelas, Jambi. Pia, biasa disapa,
mendapatkan sebuah kalung yang terbuat dari biji-bijian
yang bernama sebelik sumpah.

Sebenarnya kalung seperti itu biasa digunakan untuk anak


bayi. Jika leher bayi semakin besar, kalung tersebut dilepas.
Namun ada yang unik dari kalung tersebut terkait namanya.
Menurut Pia, kesaktian kalung tersebut untuk menolak bala
terutama cercaan dari orang lain.

“Ketika seseorang memakai kalung itu, saat ada orang yang


65 memberi sumpah serapah, maka sumpah itu akan bertolak
kepada yang menyumpah,” kata perempuan kelahiran 1 Juni
1984 itu. n
KERABAT RAJA BUAH,
TERANCAM
KEHILANGAN RUMAH
SASMITA UNTUNG

Kalimantan selalu menyimpan sejuta pesona. Di balik kabut


lembut yang menyelimuti atap hutan, pohon-pohon besar
berdiri tegak, lengkap dengan aliran sungai dan bukit-bukit hijau
menjulang. Di dalamnya tersimpan kekayaan keaneka­ragaman
hayati yang begitu besar. Selain dikenal sebagai penghasil
kayu komersial dari suku Dipterocarpaceae, hutan Kalimantan
juga kaya buah-buahan tropis yang eksotis. Ada buah-buahan
“istimewa” yang hanya dapat kita temukan di pulau ini.

Sebuah keberuntungan, kami dapat menikmati buah-buahan


hutan saat menjelajahi pedalaman Malinau, Kalimantan
Utara. Penjelajahan di penghujung tahun 2014, bertepatan
dengan awal musim buah di Kalimantan. Berkat jasa
pemandu lokal asli suku Dayak yang pandai mengenali jenis-
jenis pohon buah, kami sangat bersemangat menyusuri
pepohonan dan mengumpulkan buah-buahan hutan.

Dari sekian banyak buah hutan yang kami temukan, dua


jenis durian hutan menjadi favorit. Buah durian berukur­
an kecil. Hanya sebesar genggaman tangan. Buah pertama
berwarna kuning dengan duri pendek. Warga lokal menye­
66 butnya dengan nama “Lai”. Sedangkan buah satunya berwarna
hijau dengan duri panjang tak beraturan, biasa disebut dengan
nama kerantungan. Pernahkah Anda mencicipinya?
Warga lokal yang mengenal jenis pohon durian Kalimantan
dapat dengan mudah menemukan durian lokal di antara
pepohonan lain di hutan. Bila dilihat sekilas, pohon lai
hampir sama seperti pohon durian. Namun, pohon lai
memiliki daun yang paling besar dan tebal. Bahkan, ukuran
daunnya lebih besar dari pada buahnya. Ukuran daun lai
sebesar telapak tangan orang dewasa, dengan panjang daun
sekitar 20-25 cm dan lebar daun sekitar 8-12 cm. Permukaan
atas daun gundul, permukaan bawahnya tertutup rapat oleh
sisik cokelat keemasan. Pohonnya berukuran sedang, dengan
tinggi mencapai 25 meter dan diameter 40 cm.

Buah lai berbentuk bulat kecil berwarna kuning menggoda.


Aroma lai sangat lembut bahkan hampir tidak beraroma,
berbeda dengan durian pada umumnya yang berbau
menyengat. Lai cukup mudah dibelah dengan tangan. Kulit
buahnya tipis dengan duri-duri yang lunak dan tidak tajam.

Buah lai memiliki lima ruangan berisi penuh dengan daging


buah berwarna kuning menggugah selera. Teksturnya
lembut, padat, dan tidak lengket di tangan. Ketika
menyentuh lidah, rasanya manis mirip durian. Namun, lai
berbeda, dengan cita rasa “bertepung” yang khas. Sekali kita
makan akan sulit untuk berhenti, apalagi ‘fresh’ dari pohon
di tengah hutan Kalimantan.

Buah kerantungan juga tak kalah nikmatnya. Rasa daging


buah kerantungan lebih manis dan legit daripada durian,
karena kandungan alkohol dalam buah ini sangat tinggi.
Daging buahnya berwarna putih kekuningan dengan tekstur
lembut dan berserat sangat mirip dengan buah durian.

Buah kerantungan selalu berwarna hijau, baik yang


masih mentah maupun telah matang. Kulit buahnya tebal
67
dilengkapi duri-duri panjang di seluruh permukaannya.
Untuk membelah buah kerantungan harus menggunakan
parang tajam dan dibelah melintang menjadi dua bagian.
Namun, kita bisa menunggunya matang dan pecah
“otomatis” setelah 4-5 hari jatuh dari pohon.

Buah kerantungan berukuran lebih kecil. Bila durian dan lai


umumnya mempunyai lima ruang buah, kerantungan hanya
punya empat ruang saja. Bila musim buah Kalimantan tiba,
jangan sampai melewatkan kesempatan menikmati cita rasa
buah-buahan berduri ini.

ENDEMIK KALIMANTAN

Lai merupakan salah satu jenis durian hutan endemik


Kalimantan. Lai pertama kali dideskripsikan oleh seorang
botanis berkebangsaan Jerman, Justus Carl Hasskarl, pada
tahun 1858. Hasskarl memberikan nama ilmiah Lahia
kutejensis. Sampai saat ini tidak diketahui maksud dari
peng­­gunaan kata ‘Lahia’, sedangkan kata ‘kutejensis’ berasal
dari kata Kutai, tempat pohon ini pertama kali ditemukan.

Pada tahun 1889, Odoardo Beccari, seorang botanis berke­


bangsaan Italia, melakukan klasifikasi ulang pada jenis Lai
dan memasukkannya ke dalam marga Durio, sesuai dengan
ciri khas buahnya yang diselimuti duri. Sejak saat itu, Lai
menggunakan nama ilmiah Durio kutejensis hingga saat ini.

Secara alami habitat lai tersebar di Kalimantan, termasuk


kawasan Brunei Darussalam (disebut durian pulu) dan se­
bagian Malaysia (disebut durian nyekak). Lai sangat populer
dan cukup mudah dijumpai di pasar atau sentra buah di
kedua negara tersebut. Bahkan, masyarakat Singapura dan
Korea juga menjadi penggemar buah mungil nan legit ini.

Menurut Lindsay Gasik (@durianwriter), durian pulu (lai)


68 merupakan buah terfavorit di Brunei Darussalam. Bahkan,
harganya adalah yang paling mahal dibandingkan dengan
jenis durian lainnya. Buah lai dianggap memiliki aroma,
rasa, dan tekstur yang lebih bersahabat daripada durian.
Sayangnya selain di Kalimantan, masyarakat di daerah lain
di Indonesia belum banyak yang mengenal Lai. Mungkin
karena buah ini terbatas hanya ada di Kalimantan.

RAWAN PUNAH

Lai dan Kerantungan berasal dari marga yang sama dengan


buah durian, yaitu marga Durio. Marga buah berduri ini
adalah keluarga tanaman buah tropis yang hanya tumbuh
di kawasan Asia Tenggara. Dari sekitar 30 jenis durio yang
ada di seluruh dunia, 18 jenis ada di Kalimantan. Oleh
karena itu, Kalimantan dikenal sebagai pusat persebaran dan
keanekaragaman Durio di dunia.

Durian (Durio zibethinus) adalah jenis buah berduri


yang paling umum ditemukan di pasaran, bahkan telah
dinobatkan oleh Alfred Russel Wallace sebagai ‘Raja Buah’.
Sedangkan kerabatnya yang lain, jarang dikenal atau bahkan
tidak pernah kita dengar namanya.

Selain lai (Durio kutejensis) dan kerantungan (Durio


oxleyanus), terdapat enam jenis durian hutan lain yang dapat
dimakan di Kalimantan, yaitu lahung (Durio dulcis), tebelak
(Durio graveolens), durian sekura (Durio testudinarum),
teruntung (Durio lowianus), apun (Durio excelsus) dan
sukang (Durio grandiflorus).

Banyaknya jenis Durio yang ada di Kalimantan adalah salah satu


bukti kekayaan keanekaragaman hayati tropis Indonesia.
Namun, kekayaan itu kini terancam hilang karena pohonnya
sudah banyak yang ditebang untuk diambil kayunya.
69 Kayu Durio merupakan salah satu kayu banguan berkualitas.
Menurut keterangan warga setempat, pohon dari marga
Durio biasanya besar, tinggi, dan kokoh, sehingga sangat
menggiurkan bagi para pemburu kayu untuk menebangnya.
Perburuan kayu marga Durio terjadi setelah kayu-kayu
besar dalam hutan sudah kian langka akibat pembabatan
hutan. Sementara permintaan kayu untuk bahan kayu lapis,
balokan, serta kayu olahan lainnya terus meningkat. Setelah
kayu-kayu ekonomis dalam hutan sudah sulit dicari, kayu
pohon buah-buahan inilah yang menjadi sasaran berikutnya.

Seiring dengan semakin langkanya pohon Durio, habitat


alami marga Durio sebagai pohon asli Kalimantan semakin
terancam. Maraknya penebangan hutan, baik yang legal
maupun illegal, ditambah dengan banyaknya perusahaan
tambang batu bara dan perkebunan sawit yang menggusur
hutan Kalimantan, menjadikan keberadaan Durio semakin
kritis dan di ambang kepunahan.

Lembaga konservasi alam internasional (IUCN-International


Union for Conservation of Natural Resources) memasukkan
jenis Lai ke dalam kategori status vulnerable (rawan punah).
Penetapan status vulnerable diberikan pada jenis-jenis
yang mengalami penurunan populasi hingga mencapai
angka 80% selama kurun waktu 10 tahun. Menurut IUCN,
penurunan populasi Lai disebabkan luasan dan kualitas
habitat alaminya telah banyak berkurang.

Habitat alami lai semakin terancam oleh kerusakan, seperti


penebangan hutan dan pembukaan lahan perkebunan yang
terbukti telah mengakibatkan terjadinya erosi genetik antar
populasinya. Kondisi inilah yang menjadi alasan utama
IUCN menetapkan status keterancaman Lai pada 20 tahun
yang lalu, tepatnya pada tahun 1998.

Lai hanya satu dari sekian jenis durian hutan endemik


70 Kalimantan yang terancam punah. Terdapat tiga jenis durian
hutan lain yang menyandang status vulnerable, yaitu lahung
(Durio dulcis), durian sekura (Durio testudinarum), dan
sukang (Durio grandiflorus). Tanpa adanya upaya pelestarian
yang serius, dapat dibayangkan durian hutan bisa punah.

Begitu pula yang terjadi pada kerantungan (Durio


oxleyanus). Nasibnya yang tak jauh berbeda. Meskipun
tersebar di Kalimantan dan Sumatera, kerantungan mengisi
salah satu daftar 12 jenis pohon kategori langka yang
ditetapkan dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
(SRAK) pada tahun 2017. Pemilihan 12 jenis pohon yang
terdaftar dalam SRAK berdasarkan distribusinya yang
terbatas, endemik lokal, dan pemanfaatan yang berlebihan.

Pohon kerantungan menduduki posisi di skala Prioritas III


dalam buku ini. Jenis pohon yang berada pada skala prioritas
III adalah jenis-jenis pohon endemik yang memiliki
sebaran yang terbilang cukup luas, tetapi punya tingkat
keterancaman yang tinggi. Sayangnya, selain kerantungan,
tebelak (Durio graveolens)—kerabat durian hutan lain—juga
ikut serta mengisi daftar pohon langka dalam buku SRAK.

Nama-nama di atas mungkin saja asing di telinga kita. Namun,


semua itu adalah kekayaan plasma nutfah Indonesia, milik
kita bersama. Upaya pelestarian beberapa jenis Durio
telah dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam yang berpusat
di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Eksplorasi benih
dan penyediaan bibit pohon menjadi aksi nyata yang telah
dilakukan untuk melestarikan pohon-pohon Durio yang
terancam punah. Namun, upaya itu dinilai belum cukup
untuk mencapai tingkat aman populasi pohon.

Jangan sampai kita hanya melihat dan menunggunya punah.


Kepedulian kita sangat penting untuk menjaganya. Dengan
71 gemar memakan dan memperkenalkan durian hutan, secara
tidak langsung kita telah memberikan alasan hidup bagi pohon-
pohon Durio untuk tetap lestari di bumi Kalimantan. n
MAHALNYA JAMUR
DAN MADU PELAWAN
SETA ARDIAWATI

Hancurnya paru-paru bumi sudah di tahap mengkhawatir­


kan. Pembalakan liar, kebakaran hutan, hingga alih fungsi
lahan, membuat pemanasan global makin menjadi-jadi.
Terlebih jumlah spesies flora semakin menipis, pohon kian
menjadi langka.

Data mengungkap, lebih dari 391.000 spesies tanaman


vaskular, 369.000 spesies yang merupakan tanaman
berbunga dan 2.000 spesies tanaman baru ditemukan pada
saat statusnya terancam punah.

Data dari Royal Botanic Gardens, Kew, di Inggris mene­


mu­kan­fakta b­ ahwa sebanyak 21 persen dari semua spesies
tersebut terancam punah. Satu di antaranya adalah Pelawan.

POHON PELAWAN
(TRISTANIOPIS MERGUENSIS)

Pelawan merupakan pohon langka di Pulau Bangka. Pohon


dari famili Myrtaceae ini punya ciri batang berwarna
merah jika terkelupas, dan akan semakin berwarna merah
72 mengkilap jika terkena air.

Ciri morfologi daun yaitu permukaan daun kasar tak beram­


but, kedudukan daun berseling, bentuk daun obovatus
dengan pangkal tumpul sampai meruncing kearah tangkai
daun, panjang daun 6-8 inci dengan lebar daun 1,25 inci.

Ciri morfologi bunga yaitu termasuk bunga majemuk besar,


padat, dan berwarna putih dengan ibu tangkai tipe axilar,
ke­­lopak berbentuk tabung menyatu dengan lobus yang tajam,
petal 5 berlekatan, benang sari banyak dan berhadapan dengan
petal, ovari tenggelam atau setengah tenggelam dengan 3 ruang.

Morfologi buah dan biji yaitu buah kapsul dengan 3


lokus dan biji bersayap (Ridley 1992). Pertumbuhan dan
perkembangbiakan Pohon Pelawan sampai sat ini belum
ada data yang akurat. Masyarakat membudidayakan Pohon
Pelawan dengan anakannya.

Masyarakat Bangka kerap menjadikan batang Pohon


Pelawan sebagai kayu bakar. Bukan tanpa sebab, batang
pelawan punya sedikit abu dan panas yang tahan lama.
Batang kayunya yang keras juga bisa digunakan sebagai
pondasi bangunan.

Tak hanya itu, dahulu penduduk Bangka juga banyak


memanfaatkan Pohon Pelawan sebagai pohon pengangga
lada, karena bertekstur keras dan kuat sehingga tidak roboh
meski dirambati lada selama bertahun-tahun. Namun
seiring berjalannya waktu, Pohon Pelawan semakin langka
membuat para petani lada terpaksa beralih ke penyangga
tiang dari semen.

JAMUR PELAWAN DAN MADU PELAWAN

Di Bangka Pohon Pelawan menjadi sumber mata pencaha­


73 rian. Sistem perakaran pohonnya yang bersimbiosis secara
mikoriza mampu menghasilkan jamur dengan harga jual yang
tinggi. Pada 2018 Jamur Pelawan dibanderol Rp1,2 juta per kg.
Harga jamurnya yang mahal
membuat keberadaan sajian
ini juga menjadi pertanda
kelas sosial tertentu.

Jamur Pelawan merupakan jamur yang tumbuh bersimbiosis


membentuk ektomikoriza dengan pohon Pelawan. Jamur
Pelawan merupakan salah satu bahan pangan sumber omega
6 dan omega 9. Jamur ini mengandung enam asam amino
esensial yaitu valin, metionin, treonin, isoleusin, fenilalanin
dan lisin.

Di dalamnya juga terdapat sumber antioksidan alami karena


memiliki kemampuan menangkap radikal bebas. Komponen
antioksidan yang terdapat pada jamur tersebut adalah
komponen fenolik (4,77 mg GAE/g bb), β-karoten (15,37
µg/g bb) dan likopen (6,34 µg/g bb) (Rich 2011).

Jamur Pelawan juga sering menjadi sajian di meja makan,


termasuk pada pesta pernikahan yang tersaji dalam menu
khas bernama lempah kulat pelawan. Harga jamurnya
yang mahal membuat keberadaan sajian ini juga menjadi
pertanda kelas sosial tertentu.

Jamur ini merupakan anggota famili Boletaceae yang mem­


punyai ciri berupa pori-pori di permukaan tudung sebagai
tempat penyimpan spora. Spora memiliki bentuk yang ovoid
sampai ellipsoid. Berdasarkan morfologinya dan sekuens
74 DNA, jamur ini termasuk ke dalam genus Heimioporus.

Tak hanya jamur, Pohon Pelawan juga menghasilkan madu


berkualitas. Madu Pelawan dihasilkan madu Apis dorsata
(lebah madu) yang menghisap nektar dari bunga pelawan.
Madu Pelawan disebut juga madu pahit atau madu hitam
karena memiliki rasa yang pahit dan berwarna hitam.

Madu ini dijual dengan harga yang tinggi, mencapai Rp. 200
ribu per 300 ml. Walaupun memiliki harga yang tergolong
tinggi, tapi Madu Pelawan tetap diminati masyarakat karena
dipercaya sebagai obat diabetes, obat batuk, kekebalan
tubuh, dan menambah energi. Madu ini masuk dalam
kategori madu liar dan tidak dibudidayakan.

Pohon Pelawan merupakan salah satu pohon langka


sekaligus unik di Pulau Bangka sehingga keberadaannya
penting untuk diketahui. Selain itu, Pohon Pelawan
termasuk spesies kunci untuk keberlanjutan Taman
Keanekaragaman Hayati di Kabupaten Bangka Tengah.

Pohon Pelawan juga merupakan pohon indikator pemicu


pertumbuhan dan perkembangan Jamur Pelawan dan Madu
Pelawan yang diketahui sebagai salah satu sumber pereko­
nomian masyarakat karena nilai jualnya yang tinggi. n

75
MALAKA (PHYLLANTHUS EMBLICA),
MIMBA (AZADIRACHTA INDICA) DAN
KAWISTA (LIMONIA ACIDISSIMA)
ANA SAFITRI, RIZKI NAZARNI, SITI MAULIZAR

Kekayaan keragaman flora Indonesia, mencakup juga


berbagai macam jarang dijumpai. Contohnya antara
lain: pohon kawista (Limonia acidissima), pohon malaka
(Phyllanthus emblica) dan Mimba (Azadirachta indica).

Pohon langka merupakan pohon yang persebarannya mulai


berkurang dan semakin menghilang di Indonesia. Pohon
jenis ini biasanya memiliki karakteristik sulit dikembang­
biakkan, dan media pertumbuhannya sangat spesifik.

POHON MALAKA

Kawista merupakan anggota keluarga tanaman Rutaceae.


Spesies ini telah lama dikenal sebagai tanaman obat kuno
Yunani dan Romawi dan menjadi obat paling penting di
Indonesia (Phapale dan Seema, 2010). Hampir semua bagian
tanaman jawista, mulai akar, kulit batang, daun, getah,
dan buahnya, telah digunakan secara tradisional untuk
76 mengobati berbagai penyakit. (Dhale, 2012).

Pohon malaka mirip pohon cermai, hanya saja ukurannya


lebih besar. Tingginya bisa menjulang hingga 18 meter.
Daunnya juga majemuk, kecil-kecil memanjang, berselang-
seling pada ranting ramping mungil. Secara keseluruhan, ia
mirip susunan daun majemuk yang menyirip sepasang daun
penumpu yang kecil, meruncing, mengapit tangkai daun
yang pendek. Pada waktu-waktu tertentu pohon malaka
menggugurkan daunnya. (sastroamidjojo, 1997).

Sedangkan buah malaka mengandung banyak vitamin


C. Ia seperti buah ceri barbados, alias ceri. Berdasarkan
pendapat Dhale (2012), buah, daun, dan akar pohon malaka
mengandung senyawa polifenol (tanin) dan flavonoid.
Terdiri atas senyawa fenolik yang sulit dipisahkan dan sulit
mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan
bersenyawa dengan protein tersebut (Desmiaty et al., 2008
yang disitasi oleh Malangngia et al., 2012).

POHON MIMBA

Mimba merupakan pohon yang tingi batangnya dapat men­


capai 20 meter. Kulit batangnya tebal, agak kasar. Sedang­kan
daunnya menyirip genap, dan berbentuk lonjong dengan tepi
bergerigi dan runcing. Batang kayunya agak bengkok dan
pendek, sehingga tidak ada kayunya yang berukuran besar.

Kulit tebal, batang agak kasar, daun menyirip genap, dan


berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi dan runcing. Se­
dang­kan buahnya merupakan buah batu dengan panjang 1cm
(Amin, 2015).

Pohon mimba yang kami temukan tepat di samping Fakultas


Sains dan Teknologi (UIN Ar - Raniry), tumbuh di daerah
rendah yang panas dengan curah hujan di bawah 500 mm/
77 tahun. Pohon Mimba ini memiliki daun yang lebat dan
berbuah, ketinggiannya mencapai 8 meter, dan lingkar
batang 260 cm. Kulitnya tebal dan batangnya sedikit kasar.
Daun mimba memiliki daun majemuk menyirip genap, anak
daunnya berjumlah genap, tepi daun bergerigi, helaian daun
tipis seperti kulit dan mudah layu. Bentuk anak daunnya
memanjang sampai setengah lancet, pangkal dan ujung anak
daun runcing.

Buah mimba merupakan buah musiman dan sejenis buah


batu yang panjangnya sekitar 1 cm. Buah mimba kulitnya
berwarna hijau dan buah matangnya berwarna kuning
memiliki rasa manis. Biji buah mimba ditutupi kulit keras
berwarna coklat dan di dalamnya melekat kulit buah
berwarna putih. Bijinya berbentuk bulat.

Mimba (A. indica) sebagai penghasil bahan obat-obatan


untuk kesehatan. Biji dan daun Mimba digunakan sebagai
bahan pestisida dan nabati, zat antiseptik dan pupuk.
Beberapa produk mimba telah beredar di pasaran. Misalnya,
tepung daun mimba sebagai bahan obat dan insektisida,
minyak mimba yang diekstraksi dari biji. Sebagai produk
kesehatan, pertanian, kosmetik sampai produk sabun. Dan
ampas biji mimba sebagai bahan pupuk organik.

Biji dan daun mimba digunakan sebagai bahan peptisida


nabati, zat antiseptik dan pupuk. Beberapa produk mimba
telah beredar di pasaran seperti neem leaves powder (Tepung
daun mimba sebagai bahan obat dan insektisida). Ada juga
neem oil (minyak mimba dari ekstrasksi biji), untuk produk
kesehatan, pertanian, kosmetik, sampai produk sabun. Juga
ada neem cake (ampas biji mimba sebagai pupuk organik).
(NRC,1992).

78 POHON KAWISTA

Pohon kawista merupakan pohon langka yang kurang


populer dikenal namun memiliki khasiat. Pohon ini mampu
hidup didaerah yang bertanah kering dan identic dengan
biota rembang. Pohon kawista memiliki ketinggian 17
meter dengan batang yang tegak lurus. Memiliki cabang
dan ranting yang ramping, cabang pohon kawista biasanya
ditumbuhi duri.

Pohon kawista (kawis) menyukai daerah kering. Batangnya


relatif kecil, dan bisa mencapai tinggi hingga 12 meter.
Kawista si pemilik cabang dan ranting yang ramping, punya
kebiasaan meluruhkan daunnya. Uniknya, cabang pohon
kawista biasanya ditumbuhi duri.

Pada cabang dan ranting, daun-daun majemuk tumbuh,


dengan ukuran panjang helai hingga 12 cm. Anak daunnya
berhadapan, dua sampai tiga pasang (Ridwanuloh, 2018).

Daun kawista termasuk daun majemuk yang anak daunnya


berhadapan, 2-3 pasang. Buah kawista memiliki kulit yang
keras dan kulit dagingnya berwarna coklat.

Pemanfaatan kawista dalam pengobatan, salah satunya


sudah menjadi kebiasaan masyarakat, yakni dengan meng­
onsumsi buah kawista mentah untuk mengobati diare.

Di Aceh, kawista biasa untuk campuran bumbu rujak. Pada


penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa kandungan
fitokimia terdiri dari senyawa alkaloid, saponin, fenol, dan
flavonoid (Pandey et. al.2014; 1995).

Senyawa metabolit sekunder dari kawista (Limonia


acidissima) memiliki bioaktivitas yang beragam. Namun,
kadar metabolit sekunder tumbuhan alaminya rendah.
Kajian fitokimia kultur tunas kawista (Limonia acidissima)
79 belum pernah dilaporkan. Sehingga, pada penelitian ini
dilakukan isolasi senyawa metabolit sekunder dari daun
tumbuhan Kawista (Limonia acidissima).
Selain itu juga, keberadaan tanaman kawista saat ini sudah
mulai langka sehingga perlu dikembangbiakkan. Agar
sampel tumbuhan memiliki jumlah yang memadai dan
diperoleh dengan waktu yang singkat maka salah satu cara
yang tepat yaitu dengan metode kultur jaringan. n

SUMBER PUSTAKA
Ardiansyah, A, dkk, 2018, Uji Aktivitas Antiobesitas Dari Ekstrak Etanol
Daun Malaka (Phyllanthus emblica) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur
Wistar, Journal of Pharmaceutical Science and Technology, Vol. 7, No. 1.
Armansyah, T, dkk, 2016, Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun
Malaka (Phyllantus emblica) Terhadap Mencit (Mus musculus), Jurnal
kedokteran Hewan, Vol. 10 No. 2.
Handoko, C, dkk, 2014, Potensi dan Tataniaga ( Azadiracta indica A. Jus)
Mimba di Lombok, Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, Vol. 11, No. 2.
Ridwanulloh, D, 2018, Isolasi Metabolit Sekunder Dari Daun Kawista,
(Limonia Acidissima L.), Jurnal Ilmu Farmasi, Vol. 3, No. 1 Mei 2018.

80
81
Pembukaan jalan untuk menghubungkan
desa di Kalimantan Timur
(Foto:Yanuar Ishaq Dc)
MENAPAKI
JEJAK EKSOTIK
“SI PENYUMBANG
BANGUNAN
RUMAH GADANG”
MUHAMMAD REVAN HASIBUAN,
FINA HARMILA, AKMAL UKHRA

Terinspirasi dari secara ketidaksengajaan, kami melihat di


sekitar Fakultas Pertanian, Universitas Andalas sebuah pohon
yang berdiri tegak, kokoh, kuat, dan perkasa yang menye­bab­
kan ketertarikan kami untuk mengetahuinya lebih lanjut.

Pohon itu adalah Pohon Andalas, yang memiliki segudang


manfaat, tapi kini sulit ditemukan keberadaannya.

Pohon Andalas (Morus macroura) merupakan salah satu


pohon asli Indonesia yang menjadi maskot Sumatera Barat.
Umumnya, tinggi pohon Andalas dapat mencapai 25-60
meter dengan diameter 1 meter.

Habitat Pohon Andalas terdapat di hutan-hutan dataran


tinggi dengan curah hujan yang cukup banyak pada
ketinggian antara 900-2.500 meter dari permukaan laut.
82 Pohon Andalas dilambangkan sebagai pohon yang kuat dan
tegas karena memiliki kayu yang kuat dan tahan terhadap
serangan serangga dan rayap.
Pohon ini juga disebut sebagai pohon yang konsisten akan
warna yang melekat pada tubuhnya karena memiliki warna
yang tidak mudah pudar walau terkena panas dan curah hujan.

Pohon andalan Sumatera Barat ini memiliki morfologi


tum­buhan yang unik, yaitu akar tunggang yang banyak
menyerap air.

Bentuk daunnya tunggal, berwarna hijau, letaknya berseling,


helai ada yang berbentuk bulat telur dan berbentuk jantung,
ujung daun meruncing, pangkal daun tumpul yang terdapat
daun penumpu atau stipula, tepi daun bergerigi, pertulangan
menyirip agak menonjol, dan tangkai daun berbulu.

Permukaan daun sebelah bawah umumnya licin, sementara


permukaan sebelah atas kasar apabila diusap dari ujung
daun ke pangkal daun. Pohon Andalas menggugurkan
daunnya setahun sekali.

Fase pengguguran daun andalas merupakan periode


peralihan dari periode vegetatif ke periode generatif. Setelah
fase ini berlalu, akan muncul tunas-tunas baru diiringi
dengan munculnya kuncup bunga.

Bunga Andalas termasuk berumah dua (dioceus) yaitu


dalam satu pohon hanya terdapat satu jenis kelamin,
jantan atau betina saja dan kadang-kadang jarak antara
pohon jantan dan betina berjauhan, sehingga tidak terjadi
penyerbukan.

Bunga tersusun membentuk malai, terletak di ketiak daun,


kelopak bunga halus, dan berwarna hijau kekuningan. Buah
Andalas mirip dengan buah murbei seperti jantung, tapi
83 permukaannya sedikit lebih kasar karena berbulu.

Buahnya berbentuk majemuk, menggerombol berwarna


hijau jika masih muda dan menjadi ungu kemerahan bila
telah masak. Buahnya berair dan dapat dimakan dengan rasa
asam-asam manis.

Batang Andalas berbentuk kayu ini memiliki ketebalan


kulit mencapai 15 mm, berwarna kekuningan apabila dalam
keadaan basah dan berwarna kecokelatan apabila kering.

Batang Andalas memiliki serat kayu yang halus, dan dapat


mengeluarkan getah berwarna putih agak keabu-abuan.

Pohon Andalas memiliki banyak manfaat bagi semua


makhluk hidup. Bagian dari Pohon Andalas yang memiliki
banyak manfaat terdapat pada kayunya, karena bagus untuk
membangun rumah dan harganya sangat mahal. Namun,
untuk bisa dipanen butuh waktu ratusan tahun.

Beberapa manfaat Pohon Andalas dari segi kayunya, yaitu


sebagai bahan bangunan, bahan perabotan rumah tangga,
mebel, dan lain sebagainya. Di Sumatera Barat, kayu Pohon
Andalas ini dijadikan bahan bangunan sebagai penopang
atau tiang utama bangunan, balok- balok untuk landasan
lantai, papan lantai, dan dinding pada Rumah Gadang.

Rumah Gadang adalah sebutan nama untuk rumah Adat


Minangkabau yang merupakan rumah tradisional dan
banyak dijumpai di Sumatera Barat.

Indah dan kokohnya Rumah Gadang ini tak terlepas dari


kontribusi kayu Pohon Andalas karena kayu Pohon Andalas
memiliki kayu yang kuat, tahan terhadap serangan penyakit,
dan warna kulitnya tidak mudah pudar walaupun terkena
panas dan air hujan.

84 Selain banyak dimanfaatkan pada bagian kayu, Pohon


Andalas juga memiliki manfaat dari segi lainnya yang
bernilai jual tinggi. Salah satunya yaitu senyawa yang
Selain digunakan sebagai
obat kanker, Pohon Andalas
juga dapat menghambat
pembiakan virus HIV
karena mengandung bahan
kimia yang menghambat
virus tersebut.

terdapat pada daun Andalas aktif terhadap sel kanker P388.


P388 adalah sel kanker yang sudah membiak.

Jadi, tak perlu menunggu ratusan tahun untuk mengambil


nilai ekonomi dari pohon ini. Jika daunnya sudah lebat,
sudah bisa dipanen.

Selain digunakan sebagai obat kanker, Pohon Andalas


juga dapat menghambat pembiakan virus HIV karena
mengandung bahan kimia yang menghambat virus tersebut.

Manfaat Pohon Andalas lainnya seperti sebagai bahan


antioksidan, bahan komestika untuk perlindungan dan
pemutihan kulit. Banyaknya manfaat Pohon Andalas ini
membuat manusia menjadi terlena.

Manusia hanya memanfaatkannya saja, tapi tidak untuk


melestarikan dengan menanamnya kembali.

Hal ini yang menyebabkan pohon ini langka dan sulit


85 ditemukan. Barangkali, semua orang pernah mendengar
kata “Andalas” sebagai salah satu nama universitas tertua di
Pulau Sumatera yang didirikan oleh Bung Hatta.
Lantas, apa jawaban ketika orang mempertanyakan kebera­
daan pohon Andalas di kampus Universitas Andalas yang
sangat megah dan luas dengan ditanami beribu-ribu pohon,
tapi tidak ditemui pohon sebagai penyumbang nama
kampus Andalas tersebut.

Jawabannya ada, salah satu keberadaannya yaitu di belakang


Gedung Dekanat Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.

Namun, hanya beberapa orang yang tahu letak keberadaan­


nya di Universitas Andalas, sehingga hal ini menjadikan
salah satu faktor penyebab langkanya tumbuhan dengan
segudang manfaat ini.

Pohon Andalas yang kami temukan keberadaannya ini,


terdapat di Fakultas Pertanian. Pohon tersebut sudah
berumur 7 tahun dengan ketinggian 10-11 meter dan
berdiameter 50-60 cm.

Pohon ini memiliki cabang yang banyak, kulit batang kasar,


dan agak beralur dengan warna kulit merah kecokelatan dan
sedikit putih keabu-abuan. Daun Pohon Andalas tersebut
berdaun tunggal, letaknya berseling, dan daun berbentuk
bulat telur dan jantung.

Namun, keadaan Pohon Andalas tersebut belum berbunga


ataupun berbuah. Hal ini disebabkan Pohon Andalas di sini
hanya terdapat satu pohon yang tumbuh di lokasi ini, yang
memiliki jarak berjauhan dengan pohon lain pada lokasi
yang berbeda.

Di dalam satu pohon Andalas hanya ada satu jenis kelamin,


kalau tidak jantan atau betina saja.
86
Selain itu, Pohon Andalas memiliki tipe bunga berumah
dua, yaitu antara bunga jantan dan bunga betina terdapat
pada individu yang berbeda, sehingga akan sulit untuk
melakukan penyerbukan sendiri.

Berkurangnya populasi Pohon Andalas ini diakibatkan


beberapa faktor. Pertama yaitu faktor internal, penyebaran
secara alami atau generatif tidak dapat berlangsung.

Hal tersebut dapat diduga karena daging buah Pohon


Andalas mengandung zat penghambat perkecambahan,
sehingga ketika buah telah matang dan gugur sampai ke
tanah tidak dapat berkecambah.

Kedua yaitu faktor eksternal, penebangan dan pemanfaatan


pohon yang relatif tinggi oleh penduduk untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya tanpa diimbangi dengan upaya
konservasi.

Selain itu, kurangnya pengetahuan masyarakat akan pohon


Andalas, juga banyak Masyarakat Minang, terutama maha­
siswa yang tidak mengetahui pohon ini termasuk tanaman
khas dan maskot daerah mereka. Lebih disayangkan lagi,
mereka tidak tahu bentuk dan ciri-ciri Pohon Andalas.

Kurangnya informasi tentang budidaya dan kondisi pohon


ini membuat masyarakat sekitar, kurang memperhatikan
aspek pelestariaannya.

Salah satu alternatif untuk membudidayakan Pohon Andalas


agar tidak punah adalah dengan mengembangbiakkan
secara vegetatif. Pembiakan secara vegetatif sangat
diperlukan karena lebih efektif dan efisien serta bibit hasil
pengembangan secara vegetatif memiliki struktur genetik
yang sama dengan induknya.
87
Salah satu metode dari perkembangbiakan secara
vegetatif dilakukan melalui stek pucuk. Stek pucuk dapat
menghasilkan bibit unggul dengan jumlah yang banyak
dalam waktu yang relatif singkat.

Solusi lain untuk mencegah kepunahan pada Pohon Andalas


ini dengan tidak menebang dan ada upaya konservasi.

Jika faktor-faktor penyebab kelangkaan pohon Andalas ini


tidak diperhatikan, keberadaan Pohon Andalas nantinya
benar-benar tidak akan dapat ditemukan lagi dan hanya
akan menjadi cerita anak cucu sebelum tidur.

Harus disadari di negeri yang subur dan kaya ini, jangan


sampai bahan papan juga diimpor dari luar negeri.

Oleh karena itu, kenali dan pelihara tumbuhan sekitar Anda


agar kehidupan di muka bumi ini tetap berjalan dengan baik
dan semestinya, sehingga keseimbangan ekosistem tetap
terjaga. n

SUMBER PUSTAKA
Alamendah. 2011. “Pohon Andalas Tanaman Khas Sumatera Barat”. 14
Oktober 2018. https://alamendah.org/2011/01/16/pohon-andalas-tanaman-
khas-sumatera-barat/
Alamendah. 2014. “Hewan dan Tumbuhan Sumatera Barat. 14 Oktober
2018. https://alamendah.org/2014/09/14/hewan-dan-tumbuhan-khas-
sumatera-barat/
Hanna, Youmi. 2018. “Cerita Seputar Pohon Andalas yang Mulai Langka
Ditemukan”. 14
Oktober 2018. http://bobo.grid.id/read/08682673/cerita-seputar-pohon-
andalas-yang-mulai-langka-ditemukan?page=all
Rizki. 2009 “Andalas, Maskot Sumatera yang Terancam Punah”. 15 Oktober
2018. http://www.rizkibio.com/2009/03/andalas-maskot-sumatera-yang-
88 terancam.html
SehatRaga.com. 2014. “Mengenal Andalas dan Berbagai Khasiatnya”.
17 Oktober 2018. http://www.sehatraga.com/mengenal-andalas-dan-
berbagai-khasiatnya/
89
Sigi (Pinus merkusii) , pohon asli Sumatera
Utara (Foto : Wendy Achmad Mustaqim)
MENGENAL PINANGA
JAVANA BLUME: PALEM
ENDEMIK PULAU JAWA
RIZMOON NURUL ZULKARNAEN

Suku palem (Arecaceae) merupakan kelompok tumbuhan


monokotil yang tersebar di daerah tropis Asia, Australia,
Afrika, Eropa dan Amerika (Johnson, 1996). Suku palem di
dunia diperkirakan mempunyai jumlah 2.364 jenis dari 190
marga (Govaerts & Dransfield, 2005). Indonesia merupakan
satu-satunya negara di kawasan Malesia yang mempunyai
data sebaran palem terbesar di dunia. Data menyebutkan
bahwa dari 52 marga dan lebih dari 900 jenis palem yang
tesebar di kawasan Malesia, 46 marga di antaranya tersebar
di Indonesia.

Oleh karena itu, Indonesia dikatakan sebagai pusat


keanekaragaman palem tertinggi di dunia (Dransfield, 1979;
Uhl & Dransfield,1987; Witono et al., 2000).

Salah satu marga dari suku palem yang tersebar di Indonesia


adalah marga Pinanga. Distribusi marga Pinanga tersebar
dari kawasan Himalaya bagian barat daya China, Thailand,
hingga ke Indonesia. Govaerts dan Dransfield (2005)
menyebutkan, jumlah jenis untuk marga Pinanga di dunia
90 berjumlah 132 jenis. Indonesia memiliki 40 jenis dari marga
Pinanga dan 14 di antaranya merupakan jenis endemik
(Mogea et al., 2001).
Salah satu jenis dari marga Pinanga yang endemik adalah
Pinanga javana. Pinanga javana merupakan jenis palem
endemik Jawa yang tersebar di pegunungan-pegunungan
dataran tinggi.

Pinanga javana juga termasuk dalam jenis tumbuhan yang


dilindungi oleh regulasi Pemerintah Indonesia melalui
PP No. 7 Tahun 1999 dan masuk dalam daftar tumbuhan
dilindungi pada Permen KLHK No. 106 Tahun 2018. Hal
tersebut tentunya menjadi landasan bahwa kondisi Pinanga
javana di alam sudah langka dan terancam punah. Dalam
kategori IUCN Red List (1997), Pinanga javana merupakan
jenis dengan status endangered. Ancaman terhadap habitat
Pinanga javana meliputi kebakaran hutan, deforestasi, dan
alih fungsi lahan.

Deskripsi Jenis Pinanga javana

Pinanga javana merupakan jenis palem yang soliter (tidak


merumpun). Jenis tersebut mempunyai tinggi mencapai 13
meter. Batang beruas-ruas dengan panjang ruas 20-25 cm
untuk jenis yang masih muda dan panjang ruas 5-10 cm
untuk jenis yang sudah dewasa. Jumlah daun berjumlah
7-9 helai daun. Bertipe daun majemuk dengan duduk daun
menyirip. Daun berwarna hijau muda sampai dengan hijau
gelap. Perbungaan sepanjang tahun. Bunga tersusun dalam
karangan bunga yang terlindung seludang bunga. Tangkai
perbungaan berjumlah 11-12 tangkai. Buah mengalami
perubahan warna dari hijau ke oranye kemudian merah lalu
hitam. Jumlah buah mencapai 200 buah per tangkai. Infor­
masi lengkap deskripsi Pinanga javana dapat dilihat pada.
91
Taksonomi Pinanga di Jawa telah direvisi oleh beberapa
ahli taksonomi. Blume (1835) menggambarkan empat jenis
marga, seperti P. javana, P. kuhlii, P. coronata, dan P. noxa.
Scheffer (1876) menurunkannya menjadi tiga jenis seperti P.
javana, P. kuhlii, dan P. coronata. Beccari (1886) mengikuti
Blume (1835), tapi Koorders (1911) menyatakan bahwa
Pinanga hanya memiliki dua jenis, yaitu P. javana dan P.
kuhlii. Backer dan Bakhuizen van den Brink, Jr. (1968)
menyatakan P. javana menjadi satu jenis P. coronata. Witono
et al. (2002) menyatakan P. javana sebagai jenis sendiri dan
menyatakan bahwa P. kuhlii, P. costata, dan P. noxa sebagai
sinonim dari P. coronata. P. javana mempunyai nama lokal di
antaranya njawar (Jawa Tengah), palem barong (Jawa Timur)
dan hanjawar (Jawa Barat).

HABITAT

Distribusi Pinanga javana tersebar merata pada pegunungan


dataran tinggi di Pulau Jawa. Pertumbuhan alami Pinanga
javana berada pada ketinggian yang spesifik di 800 – 1700
meter diatas permukaan laut (mdpl). Berdasarkan penelitian
yang penulis lakukan di Gunung Slamet, sebagian besar
Pinanga javana tumbuh pada kelerengan yang curam (>400).
Adapun agen penyebaran Pinanga javana oleh jenis musang.
Hal tersebut terlihat dengan ditemukannya banyak kotoran
musang dengan biji-biji Pinanga javana.

Distribusi Pinanga javana di Gunung Slamet ditemukan


melimpah pada ketinggian >1300 – 1400 mdpl di lereng
selatan. Adapun jarak tumbuh Pinanga javana pada
ketinggian tersebut berjarak 1 – 2 m. Kondisi yang berbeda
ditunjukan pada lereng timur Gunung Slamet yang sama
sekali tidak ditemukan Pinanga javana. Hal tersebut
92 kemungkinan karena kondisi iklim mikro yang sangat jauh
berbeda di lereng selatan yang lebih sejuk dan lembab.
Kondisi lereng timur juga cenderung dapat dikatakan
Pinanga javana juga sangat
berpotensi dijadikan
sebagai tanaman hias dan
tanaman pengarah pada
objek-objek destinasi wisata
alam di pegunungan.

sebagai karakteristik lahan marginal dengan dominasi jenis-


jenis alang- alang dan jenis pionir lainnya.

Kegunaan Pinanga javana

Masyarakat sekitar hutan biasanya memanfaatkan bagian


umbut Pinanga javana. Bagian tersebut sering dijadikan
sebagai bahan pangan alternatif untuk sayuran. Berdasarkan
pengamatan penulis di Gunung Slamet, juga ditemukan
pemanfaatan umbut yang dilakukan oleh pendaki-pendaki.
Para pendaki biasanya memanfaatkan umbut Pinanga
javana sebagai menu makanan.

Dilihat dari kekuatan batang Pinanga javana juga berpotensi


sebagai bahan konstruksi ringan yang bermotif ruas-ruas
yang alami. Pinanga javana juga sangat berpotensi dijadikan
sebagai tanaman hias dan tanaman pengarah pada objek-
objek destinasi wisata alam di pegunungan. Secara ekologis,
Pinanga javana mempunyai fungsi menahan erosi karena
93 tumbuh secara alami pada kelerengan yang curam.

Hal tersebut juga didukung dengan penampakan perakaran


yang kuat seperti jenis-jenis kelapa. Menurut beberapa
informan di Gunung Slamet, keberadaan Pinanga javana
juga menandakan adanya sumber air. Selain itu, Pinanga
javana juga menjadi sumber pakan bagi hewan-hewan
seperti musang, babi hutan, tikus hutan, tupai dan landak.

Regenerasi Pinanga javana

Regenerasi alami Pinanga javana berasal dari buah. Pinanga


javana mempunyai siklus pembungaan dan pembuahan
sepanjang tahun. Kondisi tersebut sangat menguntungkan
dalam upaya budidayanya karena ketersedian buah
sepanjang tahun. Adapun lama biji berkecambah tercatat
kurang dari 1 bulan biji yang dikecambahkan sudah
berkecambah dalam media pasir. Berbeda dengan jenis
Pinanga coronata yang hidup merumpun mampu tumbuh
tunas baru dari bagian perakaran, bahkan batang Pinanga
coronata yang terbelah mampu muncul tunas lagi .

Pinanga javana sebagai tumbuhan endemik yang dilindungi


harus dijaga kelestariannya. Tiga prinsip konservasi save
it, study it, dan use it harus berimbang diterapkan pada
jenis tersebut, sehingga keamanan dan kelestariannya
akan terjamin. Upaya sosialisasi terhadap pemanfaatan
juga harus selalu dilakukan oleh pemerintah kepada
masyarakat, khususnya para pendaki agar tidak berlebihan
dalam memanfaatkannya sebagai bahan pangan. Kegiatan
konsevasi in situ maupun ex situ juga perlu ditingkatkan
untuk menjamin kelestarian Pinanga javana. n

SUMBER PUSTAKA
94
Beccari, O. 1886. Nuovi studi sulle Palmae Asiatiche. Malesia 3: 110 – 180.
Blume, C.L. 1835. Rumphia, sive commentationes botanicae imprimis de
plantis Indiae Orientali 2. Lugduni Batavorum: 175 hlm.
Dransfield, J. 1979. A manual of the rattans of the Malay Peninsula. Forest
Department.
Ministry of Primary Industries. Kepong: v + 270 hlm.
Govaerts, R. & J. Dransfield. 2005. World checklist of palms. Kew (UK): Royal
Botanic Gardens: xxi + 223 hlm.
Walter, K.S., & H.J. Gillet. 1998. 1997 IUCN Red list of threatened plants. World
Conservation Monitoring Centre. IUCN-The World Conservation Union.
Switzerland and Cambridge: xiv + 862 hlm.
Johnson, D. 1996. Palms: their conservation and sustained utilization. Status
survey and conservation action plan. IUCN. Gland. Switzerland and Cambridge
: viii + 116 hlm
Koorders, S.H. 1911. Exkursions flora von Java 1: Monokotyledonen. Verlag von
Gustav Fischer. Jena: 413 hlm.
Mogea, J.P., D. Gandawidjaja, H. Wiriadinata, R.E. Nasution & Irawati. 2001.
Tumbuhan langka Indonesia. LIPI-Seri Panduan Lapangan: 86 hlm.
Scheffer, R.H.C.C. 1876. Sur quelques palmiers du groupe des Arecinees:
Pinanga. Annales du Jardin botanique de Buitenzorg 1: 148 – 152.
Uhl, N.W. & J. Dransfield. 1987. Genera Palmarum. A classification of palms
based on the work of harold E. Moore, Jr (No. L-0216). Allen Press: xxi + 610
hlm.
Witono, J.R, A. Suhatman, N. Suryana, & R.S Purwantoro. 2000. Koleksi palem
Kebun Raya Cibodas. Seri Koleksi Kebun Raya-LIPI: 67 hlm.
Witono, J.R., J.P. Mogea & S. Somadikarta. 2002. Pinanga in Java and Bali. Palms
46(4): 193 – 202.

95
NAMNAM,
SI KOPI ANJING
YANG KIAN LANGKA
DWI FUJI ASTUTI DAN VIVI OKTAVIANI

Namnam atau yang lebih dikenal dengan sebutan


kopi anjing merupakan tanaman yang kian langka
keberadaannya. Tanaman bernama latin Cynometra
cauliflora dari famili polong-polongan ini diketahui berasal
dari wilayah Malesia Timur, dan banyak berkembang di
sekitar wilayah Asia Tenggara dan India.

Buah Namnam (Cynometra cauliflora) merupakan tumbuh­


an dari keluarga Fabaceae yang tersebar di Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Buah berwarna cokelat kekuningan
berkerut-kerut (keriput) seperti ginjal. Buah berukuran
antara 3-9 cm dengan ketebalan antara 2-6 cm. Saat masak,
buah berasa asam bercampur manis. Di dalam buah
namnam terdapat biji berbentuk pipih dengan keping dua.

Peneliti Malaysia, Azalina Farina Abd Aziz dan Mohammad


Iqbal pada 2013, pernah mempublikasikan hasil
penelitiannya soal buah namnam. Penelitianya mengungkap,
komposisi buah Namnam terdiri dari 87,3 persen air, 0,34
persen abu, 0,63 persen lemak, 4,16 persen protein, dan
96 7,6 persen karbohidrat. Setiap satu liter sari buah namnam
murni mengandung 996,03 mg fenolik dan 421,09 mg
flavanoid. Sedangkan pada setiap 100 mili liternya terdapat
121,44 mg vitamin C. Selain itu, tiap satu mililiter sari buah
namnam murni mengandung antioksidan.

Buah namnam bisa dimakan segar atau mentah, dicicah


dengan garam atau dijadikan bahan rujak, atau manisan.
Selain itu, bisa juga digunakan sebagai campuran sambal.

Sementara itu, tinggi pohon namnam berkisar antara 3-10


meter bahkan bisa lebih. Batang tegak, bulat, berwarna abu-
abu kecokelatan, dan berbonggol-bonggol. Daun namnam
merupakan daun majemuk dengan sepasang anak daun ber­
bentuk lonjong dengan panjang antara 5-15 cm. Saat muda,
daun berwana merah muda, dan berubah menjadi hijau tua
ketika tua. Bunga majemuk tumbuh di batang dan cabang.

Daun mudanya bisa direbus sebanyak 5-9 helai yang


memiliki banyak khasiat, diantaranya untuk menangkal
radikal bebas atau zat anti kanker, mengobati penyakit
kencing batu, penawar darah tinggi, obat diabetes, dan
manfaat lainnya bagi kesehatan.

Peneliti tumbuhan tropis menyakini Pohon Namnam yang


termasuk dalam tumbuhan Leguminosae yang memiliki
kemampuan bersimbiosis dengan bakteri tanah untuk
mengikat nitrogen. Selain untuk pertumbuhan, nitrogen itu
juga berguna untuk kesuburan tanah di sekitarnya.

Namnam yang termasuk dalam tumbuhan Leguminosae


yang memiliki kemampuan bersimbiosis dengan bakteri
tanah untuk mengikat nitrogen. Selain untuk pertumbuhan,
nitrogen itu juga berguna untuk kesuburan tanah di
sekitarnya.
97 Kandungan nitrogen dalam tanah merupakan salah satu
faktor vital untuk dapat mempertahankan produktivitas
lahan pertanian. Alternatif yang dapat ditempuh  untuk
meningkatkan ketersediaan unsur nitrogen dalam tanah
adalah menggunakan tanaman leguminosa.

Tanaman leguminosa telah lama diketahui meningkatkan


kesuburan tanah, juga dapat menahan erosi, sebagai
tanaman pelindung dan daunnya sangat baik sebagai pakan
ternak karena kandungan nutrisinya tinggi. Kemampuan
leguminosa seperti namnam memfiksasi nitrogen dari
udara sangat dibutuhkan dalam menyediakan unsur N bagi
tanaman.

Fiksasi nitrogen hanya dapat terjadi dengan terbentuknya


bintil akar yang merupakan tempat hidup bagi koloni bakteri
Rhizobium. Dengan nitrogen yang terfiksasi oleh Rhizobium
maka nitrogen akan tersalurkan dari bintil akar ke tanah di
sekelilingnya walaupun jumlahnya sedikit. Nitrogen tersebut
dapat tersedia dalam tanah sehingga tanaman lainnya yang
tumbuh disekitarnya dapat memanfaatkannya.

Melihat banyaknya manfaat dari namnam (Cynometra


cauliflora), maka pelestarian pohon ini perlu menjadi
perhatian bersama. n

98
99
Vegetasi yang tumbuh dan beradaptasi
pada substrat kars di Raja Ampat
(Foto: Yanuar Ishaq Dc)
PEMANFAATAN TANPA
PEMBUDIDAYAAN
TERHADAP TANAMAN
AREN AKAN
MENGANTARKAN
KELANGKAAN
IBRAHIM SAYFUDDIN, DILLA HATIVA,
DAN FELLA MELIFA

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem pada hamparan


lahan luas yang berisikan sumber daya hayati. Umumnya,
hutan didominasi pepohonan dan tanaman yang berperan
penting bagi kehidupan di muka bumi.

Namun data terbaru menunjukkan bahwa luas hutan alam


di Indonesia yang telah ditebangi, mencapai 59,3 juta hektar
dari luas total 120 juta hektar. Atau, laju kerusakannya per
tahun seluas 2,8 juta hektar (surat kabar Padang Ekspres).

Tidak hanya penebangan hutan, dalam kehidupan sehari-


hari banyak masyarakat kita melakukan pemanfaatan hutan
100 secara bertubi-tubi, terhadap pepohonan maupun tanaman.
Kedua hal tersebut akan berdampak buruk pada sumber
daya pepohonan dan tanaman yang ada.
Seiring berkembangnya zaman, kebutuhan alami masyarakat
pun terus meningkat. Banyak ragam pepohonan dan
tanaman Nusantara, yang diolah oleh masyarakat. Baik
sebagai bahan mentah untuk konsumsi diri sendiri, maupun
untuk pabrik industri. Akibatnya, ada jenis tanaman
tertentu yang digunakan secara terus-menerus, hingga
akhirnya langka.

Salah satu yang terancam masuk kelompok akan terjadi


kelangkaan sekarang ini ialah tanaman aren atau yang
dikenal juga sebagai tanaman enau.

Pada Kompas edisi Rabu, 21 September 2018, terdapat


artikel bertajuk “Buih-Buih Nira Terakhir”, pembaca
disadarkan mengenai tanaman aren, yang berasal dari
wilayah Asia tropis, lalu menyebar secara alami ke India
Timur hingga Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Di
Indonesia, pohon aren terdapat hampir di seluruh wilayah
Nusantara, sebagai pohon yang banyak manfaatnya.

Pemanfaatan tanaman aren enau (Arenga pinnata) di


Indonesia oleh masyarakat, baik untuk diri sendiri maupun
pabrik industri, sudah berlangsung lama. Dan kini, sudah
terjadi kelangkaan karena pemanfaatan tanaman aren tak
diimbangi oleh produktivitasnya.

Pohon aren termasuk suku Arecaceae (pinang-pinangan),


merupakan tumbuhan biji tertutup (Angiospermae) yang
bijinya terbungkus daging buah.

Dari segi jangkungnya, tampilan pohon aren ini mirip


pohon kelapa. Bedanya terletak pada batangnya. Bila pohon
kelapa memiliki batang yang bersih dan pelapah daun serta
101 tapasnya mudah diambil, sebaliknya dengan pohon aren.
Bagian atas aren diselimuti serabut berwarna hitam pada
bagian atasnya, biasa kita sebut ijuk, yang terkesan kotor.
Pemanfaatan pertama ada pada
air nira, yang merupakan cairan
hasil sadapan dari bunga jantan
pohon aren, yang tidak lain
akan menghasilkan nira dengan
kandungan gula antara 10-15%

Ijuk itu terekat sangat kuat, sehingga pelapah daun tuanya


pun sulit diambil atau dilepas dari batangnya. Hasil survei
lapangan menunjukkan bahwa rata-rata pohon aren besar
yang berdiameter maksimal ± 65 cm, dapat mencapai
ketinggian 25 meter. Sedangkan daunnya mirip daun
kelapa majemuk. Ia menyirip di antara warna hijau gelap,
dan panjang pelepah daunnya bisa mencapai 5 meter, dan
tangkai sepanjang ± 1,5 m.

Dalam perspektif geografi, Indonesia memiliki ketinggian,


iklim, curah hujan, dan jenis tanah yang berbeda pada setiap
daerahnya, tak menjadi halangan bagi pertumbuhan aren.

Dalam penelitian yang dilakukan Badan Penelitian dan


Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan, pohon aren
tidak memerlukan syarat khusus agar dapat hidup dan
tumbuh maksimal, asalkan pada ketinggian antara 500-800
mdpl. Di bawah 500 mdpl juga bisa. Tapi kurang maksimal,
meski diterpa curah hujan merata sebanyak 1200 mm.

Pohon aren juga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat


102 (berlempung), berpasir, dan berkapur. Namun aren tidak
tahan pada tanah yang memiliki kadar asam (pH) terlalu
tinggi (Depertemen Pertanian, 2013).
Jika awalnya aren ini hidup dan tumbuh secara vegetatif
secara maksimal, kelak akan tumbuh secara generatif.
Namun, aren tak mengenal pertumbuhan vegetatif lagi setelah
generatif. Artinya, ia tak bisa membentuk tunas daun baru
lagi, dan jumlah daun tak bertambah, setelah daun yang tua
luruh dan layu, serta tak ada pembesaran batang lagi.

Ketika pohon aren ini mengeluarkan bunga betina atau bunga


jantan, berarti pertumbuhan vegetasinya sudah maksimal.
Maka, untuk memudahkan panennya, pohon aren kerap
dipotong untuk memudahkan pengambilan hasil tanamannya.

Pembahasan dari beberapa literatur serta hasil wawancara,


terbukti bahwa hampir semua bahan mentah tanaman aren
dapat dimanfaatkan manusia. Mulai dari bagian fisik pohon
hingga buahnya.

Pemanfaatan pertama ada pada air nira, yang merupakan


cairan hasil sadapan dari bunga jantan pohon aren, yang
tidak lain akan menghasilkan nira dengan kandungan
gula antara 10-15%, karena kadar gulanya tersebut maka
nira aren dapat diolah menjadi minuman ringan maupun
minuman beralkohol (legen/tuak), gula aren, etanol, dan
lainya (Widyawati, 2012).

Pemanfaatan kedua yaitu ada pada buahnya. Dari hasil


wawancara dengan petani tanaman aren, buahnya yang
diambil sebagai sumber benih harus matang. Kematangan
itu ditandai dengan wana kulit buah yang menjadi agak
kuning kehijauan, kuning penuh, dan kuning kecoklatan,
sehat tak terserang hama dan penyakit, serta diamter buah
kira-kira 4 cm. Buah aren yang sudah dipetik ini dapat
103 disimpan pada karung plastik selama dua pekan.

Untuk memudahkan pemisahan biji (benih) dari kulit dan


dagingnya, maka daging buah dapat dimanfaatkan sebagai
kolang-kaling. Meski memiliki gizi yang tak terlalu tinggi,
namun kolang-kaling memiliki serat yang baik untuk
kesehatan. Teruta untuk membantu proses pembungan air
besar (BAB), sehingga menjadi teratur dan dapat mencegah
kegemukan, penyakit jantung koroner, kencing manis, dan
kanker usus (Lutony, 1993).

Pemanfaatan ketiga ada pada daunnya. Daun aren yang


sudah tua dapat digunakan untuk atap pondok atau gubuk.
Sedangkan daun yang masih muda dapat dimanfaatkan
untuk pembungkus rokok tradisonal. Namun pemanfaatan
daun pohon aren, baik yang masih muda maupun sudah
tua, jarang digunakan lagi karena dianggap tak memenuhi
tuntutan perkembangan zaman.

Pemanfaatan keempat adalah bagian ijuk atau pelapis batang


pohon aren. Menurut Susanto (1993)bdalam penelitiannya,
tanaman aren dapat menghasilkan ijuk setelah berumur
lebih dari 5 tahun, atau pada fase 4 sebelum tongkol
bunganya tumbuh. Pada fase tersebut, satu pohon aren dapat
menghasilkan 20-50 lembar ijuk. Tentu, tergantung besar
dan umur tanaman aren.

Pemanfaatan kelima ada pada bagian batangnya. Batang


yang sudah tua akan diolah menjadi bahan bangunan dan
peralatan rumah tangga. Antara lain untuk membuat tangkai
kapak, wadung, dan cangkul. Dari banyaknya pemanfaatan
tanaman aren ini, hingga kini masih banyak masyarakat
petani ataupun perusahaan industri, yang terus mengambil
dan mengolah tanaman aren secara berkelanjutan.

Namun hingga kini, umumnya pemanfaatan tersebut masih


104 bersifat pengambilan hasil dari tanaman yang tumbuh alami,
nyaris tanpa pengoptimalan pembudidayaannya. Sehingga,
pemakaian dan pemanfaatan yang tak diimbangi dengan
pembudidayaannya, bisa berakibat tanaman aren akan mulai
langka seperti kondisi sekarang ini.

Agar dapat mencegah kelangkaan pohon aren maupun


tanaman langka lainnya bahkan hampir punah,
Kementerian Pertanian RI sudah menyiapkan berbagai cara
pembudidayaan aren. Antara lain berupa literatur yang
berjudul “Pedoman Budidaya Aren (Arenga pinnata MERR)
Yang Baik”, yang terdapat pada Lampiran Peraturan Menteri
Pertanian Republik Indonesia Nomor 33/ Permentan/
OT.140/12/2013.

Dengan bersama-sama berupaya membudidayakan tanaman


aren yang memiliki banyak manfaat ini, diharapkan dapat
berguna sebagai nilai pendukung ekonomi. Dan, dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat. n

105
PERCAKAPAN INTIM
DENGAN POHON TUALANG
ANWAR SARAGIH

Saya beruntung punya ayah seorang petani. Dia yang


memperkenalkan saya dengan banyak tanaman luar
biasa. Perjumpaan awal saya dengan pohon besar berawal
saat ayah rutin membawa saya ke kebun miliknya di
Desa Amborokan, Kecamatan Raya Kahean, Kabupaten
Simalungun, Sumatera Utara.

Di desa itu ada pohon besar, tumbuh dekat bibir sungai


dengan kulit batang berwarna kelabu putih dengan diameter
sekitar 120 cm, ranting yang megah dan daunnya menjulang
tinggi ke atas yang tingginya hampir 100 m. Ayah bilang
pohon besar itu bernama tualang yang dalam bahasa latin
Koompassia excelsa. Saat ayah bercerita soal Pohon Tualang
tua yang kami temukan, usia saya baru 6 tahun, baru sekolah
dasar kelas 1.

Tualang merupakan tipe pohon yang tumbuh sendiri dan


tidak berkelompok seperti jenis pohon jati, pohon pinus
atau pohon damar di hutan Indonesia.

Bagi masyarakat lokal yang tinggal di sekitaran Pohon


Tualang itu tumbuh, pohon tersebut memiliki sisi spiritual
tersendiri untuk selalu dijaga dan dilestarikan. Tanpa
106 disadari setiap kali orang berada di dekat pohon itu, seolah
terbangun percakapan intim metafisik yang dipercaya
bisa mendatangkan kebaikan bila menjaga kelestariannya.
Hal tersebut kemudian dimitoskan masyarakat setempat,
misalnya seperti tidak boleh ditunjuk dengan jari, tidak
boleh sembarangan bicara didekatnya, dan tidak boleh
ditebang karena dianggap berpenghuni.

Beranjak dewasa, saya baru menyadari makna percakapan


intim dengan Pohon Tualang tersebut dari sisi ekologis,
saat membaca paper yang ditulis oleh Theodore Roszak
(1992) berjudul The Voice Of the Earth: Discovering the
Ecological Ego. Dalam jurnal itu mengatakan, manusia yang
berbicara dengan pohon memiliki atmosfer ekologis dalam
dirinya dan menyadari dampak bencana yang terjadi karena
kerusakan alam.

Percakapan antara manusia dan alam akan banyak membantu


membangun narasi yang sifatnya ekoposentrisme, melampaui
batas narasi antroposentrisme yang memandang pohon
dari sisi kegunaan dan nilai ekonomi semata. Juga tentang
kelestarian alam yang menjadi rahim kehidupan yang harus
ditinggikan dan diagungkan.

Pengalaman autentik ini, membantu saya memahami relasi


manusia dan alam haruslah demokratis. Menghindari hirearki
dan eksploitasi yang sewenang-wenang terhadap pohon.
Khususnya dalam melihat tualang sebagai salah satu pohon
yang harus dijaga dan lestarikan karena kelangkaannya.

Pelestarian bukan hanya untuk manusia sendiri, tapi juga


untuk binatang yang kerap hinggap di pohon itu, salah satunya
lebah. Hal ini yang saya rasakan selama bertahun-tahun.
Saya rutin menyaksikan pada Pohon Tualang itu, lebah kerap
membuat sarangnya dan menghasilkan madu yang banyak.
107 Madu tersebut rutin dipanen masyarakat setempat.

Tualang adalah satu dari sedikit pohon yang bisa menjadi


habitat hidup lebah madu. Itupun tergantung pada kondisi
pepohonan di sekitarnya, lantaran tipologi lebah kerap
mengambil serbuk sari pohon-pohon yang sedang berbunga
dekat dengan sarangnya.

ANTROPOSENTRISME

Pada awal 2000-an, intensitas masyarakat Indonesia yang


menanam kelapa sawit sedang meningkat. Banyak tanah
pertanian milik rakyat mulai mengalihfungsikan lahan
mereka, dari tanaman holtikultura menjadi perkebunan
sawit. Kondisi ini berlangsung masif dan terjadi pula di
wilayah tempat saya tinggal, yaitu Kecamatan Raya Kahean.
Bukan tanpa sebab, nilai jual sawit di pasaran sangat tinggi.
Apalagi nilai jual kayu tualang juga tinggi.

Hal tersebut diperparah dengan sawit yang punya sifat


‘rakus’ terhadap air. Mereka merusak Daerah Aliran Sungai
di kawasan tempat tualang tumbuh. Sungai yang lebarnya
dulu mencapai 7 meter kini lebih mirip parit, karena terus
menyempit. Imajinasi saya tentang tualang dan sungai
itupun langsung pudar. Hikayat yang indah tentang mitos
kecelakaan yang diterima masyarakat bila mengekspolitasi
alam kini langsung sirna.

Penyebabnya secara filosofis, manusia telah terjebak dalam


paradigma antroposentrisme dan ekoposentrisme. Manusia
hanya memandang segala sumber daya alam dari sisi
kepentingan manusia saja. Manusia kemudian dianggap
sebagai pusat dari segala kepentingan makluk hidup di
dunia, sementara alam dan segala isinya terkontruksi sebagai
objek yang hanya diukur dari nilai kegunaannya.

108 Akibat eksploitasi terhadap Pohon Tualang tak bisa


dihindarkan. Berbagai deforestasi demi mengambil manfaat
langsung dari penjualan kayu-kayuan hutan, seperti
Pada awal 2000-an, intensitas
masyarakat Indonesia yang
menanam kelapa sawit sedang
meningkat. Banyak tanah pertanian
milik rakyat mulai alihfungsi, dari
tanaman holtikultura menjadi
perkebunan sawit.

perambahan hutan, alih fungsi hutan, dan pembalakan


liar terjadi dengan argumen utama pembangunan, laju
pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi tanpa
memperhatikan etika lingkungan.

Pada era ini, kita tidak menemukan paradigma yang


fundamental terkait titik keseimbangan (ekuilibirium) antara
kepentingan manusia dan kepentingan alam. Tindakan
nyata kita tidak melebihi ucapan ketika berkampanye
tentang kelestarian alam, yang rutin kita ucapkan di hari
bumi maupun hari hutan sedunia setiap tahunnya.

REKONSILIASI

Ide tentang kelestarian pohon khususnya tualang menjadi


narasi yang sangat hidup bagi imajinasi saya. Karena
pengetahuan saya tentang tualang menyatu dengan
pengalaman hidup saya secara pribadi. Imajinasi tentang
tualang yang tumbuh di pikiran saya sangat indah. Sejak
109 saya masih anak-anak, remaja hingga beranjak dewasa
mungkin tidak bisa kembali lagi karena pohonnya sudah
tidak ada lagi.
Tapi manusia perlu melakukan rekosilinsiasi terhadap
pohon dalam proses kelestariannya di masa depan dengan
merekonstruksi pemikiran demi menumbuhkan saling
tergantung antara manusia dan alam. Membuang jauh-
jauh pandangan tentang unsur-unsur yang ada pada tubuh
pohon seperti akar, batang, ranting dan dadaunan hanya
sekadar perkakas yang sifatnya materil.

Kita juga harus memulai memuliakan pohon sebagai


sesuatu yang lebih hidup lagi, makhluk lain yang tidak
terpisahkan dari peradaban dan kebudayaan manusia.

Lebih jauh, di luar pemahaman kita terkait etika lingkungan


yang banyak bicara moral. Kita memerlukan sebuah konsep
nyata secara makro terkait kebijakan pengelolaan hutan yang
lestari. Tidak hanya untuk tualang, tapi juga untuk jenis
pohon lain yang mulai langka.

KOLABORASI DAN PARTISIPASI

Raymond Bryant dan Sinead Bailey (1997) dalam bukunya


yang berjudul Third World Political Ecology: An Introduction
menuliskan setidaknya terdapat empat aktor utama dalam
agenda penyelamatan lingkungan di negara-negara dunia
ketiga, yaitu negara (pemerintah pusat/pemerintah daerah),
pengusaha, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) dan masyarakat.

Setiap aktor itu tentu memiliki kepentingan yang berbeda


dalam upaya penyelematan lingkungan. Pemerintah pusat
misalnya, memiliki kepentingan dalam rangka rutinias
konferensi di tataran global yang rutin dihadiri setiap
tahun. Seperti COP (Conference of Parties) yang merupakan
110 pertemuan tahunan yang menjadi kerangka kerja PBB
tentang perubahan iklim atau skema REDD+, yang bicara
terkait pengurangan emsisi dari deforestasi dan degradasi
hutan. Kemudian, pemerintah daerah punya kepentingan
untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai
konsekuensi sistem desentralisasi dan otonomi daerah
di Indonesia.

Sementara pengusaha berkepentingan terkait bisnis


pengelolaan sumber hutan yang saat ini dikelola melalui
pemanfaatan hutan berupa Hak Pengusahaan Hutan (HPH),
Hutan Tanaman Industri (HTI), dan hutan sosial yang
dikelola pengusaha dengan jumlah 33.316.788 hektare.

Sementara Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) sebagai


sebuah pressure group (kelompok penekan) dalam
pengawasan pengelolaan hutan yang lestari. Terkhusus
untuk masyarakat terutama masyarakat adat merupakan
bagian sentral, terpenting dan tidak terpisahkan karena
dalam setiap aktivitasnya hampir tak berjarak dengan hutan.

Kesimpulannya pada tataran etik dan moral, kebijakan


terkait pengelolaan hutan harus memperhatikan sisi
sensitivitas kelangkaan pohon didalamnya. Sebab,
mengembalikan pohon besar yang umurnya mencapai
ratusan tahun akibat perambahan dan pembalakan liar
tidaklah mudah.

Setiap pemangku kepentingan harus berkolaborasi dan


menyamakan paradigma soal pelestarian. n

111
POHON DUABANGA,
PRIMADONA WARGA
TAMBORA YANG
TERANCAM
WAHYU ISMA SAPUTRA

Siapa sangka dua abad berlalu sejak ledakan hebat akibat


letusan Gunung Tambora pada tahun 1815 menyebabkan
tanah di beberapa wilayah sekitarnya menjadi subur.
Kawasan yang subur tersebut membentuk sebuah hutan
yang memiliki potensi cukup besar untuk dimanfaatkan jauh
setelah kejadian letusan hebat Gunung Tambora tersebut.

Setelah letusan tahun 1815, di sebagian utara, barat, dan


selatan Gunung Tambora pelapukan tanah terjadi lebih
cepat sehingga benih tumbuhan yang masuk ke kawasan
tersebut lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan kawasan
yang lainnya. Anehnya beberapa tahun kemudian tim
ekspedisi dari Eropa melakukan survei dan mendapati
tutupan lahan yang telah didominasi oleh pohon Duabanga
moluccana Blume.

Dilansir dari penulis T Bachtiar dalam tulisannya “Salam


112 dari Tambora”, dia menyebutkan bahwa Duabanga
merupakan tumbuhan asli di kawasan sekitar Gunung
Tambora. Beberapa tahun setelah letusan terjadi, pohon-
pohon Duabanga telah menjulang tinggi membentuk hutan
raksasa di kawasan yang terbilang subur tersebut.

Berbeda halnya dengan kawasan di bagian timur Gunung


Tambora, kawasan ini cenderung kering dan gersang.
Terdapat beberapa pohon yang mampu hidup namun
ukurannya kecil dan didominasi oleh padang savana.

Suksesi primer terus terjadi di lereng Tambora sehingga


membentuk hutan beserta ekosistem di dalamnya. Suksesi
primer adalah munculnya suatu komunitas baru pada suatu
daerah yang sebelumnya tidak terdapat komunitas itu.
Suksesi primer terjadi bila komunitas asal terganggu dan
menghilang secara keseluruhan sehingga di tempat tersebut
terbentuk habitat baru.

Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya tanah


longsor, endapan lumpur di muara sungai, endapan pasir di
pantai termasuk letusan gunung berapi. Suksesi yang terjadi
di lereng Gunung Tambora diawali dengan tumbuhnya
pohon-pohon perintis (pionir) berjenis duabanga.

Pohon ini mendominasi dan tumbuh di kawasan sekitar


62.600 hektar. Duabanga atau Kelanggo merupakan
salah satu jenis pohon yang termasuk pada spesies cepat
tumbuh (fast growing species) dan tergolong pada famili
Sonneratiaceae.

Pohon ini mampu menjulang tinggi hingga 50 meter dengan


diameter mencapai 170 cm. Pohon Duabanga tumbuh di
Nusa Tenggara Barat. Sekilas, arsitektur pohonnya menye­
rupai pohon ketapang dengan percabangannya yang agak
113 datar dan daunnya mirip daun jabon hanya saja ukurannya
lebih kecil dan memiliki urat daun sekunder melengkung
pada tepi daun sehingga membentuk urat daun pinggir.
Dijadikan primadona tentu
diperboleh­kan, tetapi keserakahan
dan ketidaksadaran akan kerusakan
lingkungan tentu akan menjadi
ancaman bagi masyarakat sekitar
dan tentu saja bagi kelestarian
Duabanga sendiri.

Pohon ini memiliki batang utama yang tegak, tidak berbanir


dan kulit batangnya berwarna abu hingga cokelat. Kayunya
cukup awet dan kuat. Bunganya tersusun dalam perbungaan
malai yang tumbuh di ujung ranting. Buahnya berbentuk
kotak yang berisi biji-biji yang sangat banyak dan berukuran
kecil. Bijinya bersayap dan pada saat buah mengering dan
pecah, bijinya mampu terbawa angin dan tersebar hingga
jarak yang cukup jauh dari pohon induknya.

Potensi pohon Duabanga dimanfaatkan oleh warga Nusa


Tenggara Barat untuk diambil kayunya dan dijadikan untuk
pembuatan kayu lapis, bahan konstruksi bangunan, dan
dipakai untuk membuat perahu.

Saat ini, banyak sekali warga di sana yang menggunakan


kayu jenis ini sebagai bahan bangunan rumah mereka.
Mereka sangat bangga saat rumah mereka dibangun
menggunakan kayu Duabanga. Hal ini menyebabkan kayu
Duabanga sangat diincar dan menjadi primadona bagi warga
114 Nusa Tenggara Barat khususnya sekitar Gunung Tambora.

Kawasan yang seharusnya berfungsi lindung seperti daerah


sempadan sungai dan aliran mata air telah dijarah dan
diambil kayu-kayu raksasa Duabanganya. Rata-rata pohon
yang ditebang di area tersebut berdiameter lebih dari 150
cm. Sekadar informasi, jika seseorang menebang satu
pohon bukan berarti orang tersebut hanya menumbangkan
satu pohon saja tetapi beberapa pohon dan tumbuhan
di sekitarnya akan terkena dampak dan tidak jarang ikut
tumbang. Apalagi pohon yang ditebang merupakan pohon
dengan diameter besar.

Hal ini seharusnya jangan sampai terjadi jika Duabanga


ingin tetap lestari. Dijadikan primadona tentu diperboleh­
kan, tetapi keserakahan dan ketidaksadaran akan kerusakan
lingkungan tentu akan menjadi ancaman bagi masyarakat
sekitar dan tentu saja bagi kelestarian Duabanga sendiri.

Seharusnya badan pengawas lingkungan hidup dan


kehutanan setempat melakukan pengawasan dan tindakan
tegas terhadap para pelaku illegal logging. Selain itu,
perusahaan yang memiliki izin usaha pemanfaatan kayu di
sana seharusnya tidak membiarkan kegiatan illegal logging
terjadi lagi dan wajib melakukan produksi yang berpedoman
terhadap pengurangan dampak penebangan yang dikenal
dengan istilah RIL (Reduced Impact Logging).

Jika para pihak terkait/stakeholder di sana dapat melaksana­


kan tugasnya dengan baik dan penuh tanggungjawab,
kemungkinan kerusakan hutan di Nusa Tenggara Barat
khususnya di kawasan Gunung Tambora dapat dikurangi
serta kelestarian Duabanga akan tetap terjaga.

Saat ini, pohon-pohon Duabanga umumnya tumbuh di


hutan primer yang tersisa, hutan sepanjang sungai dan
rawa. Tumbuh di sekitar lereng Tambora pada tanah liat
115
dan berpasir. Namun, di beberapa area bekas tebangan,
keberadaan Duabanga sudah mulai jarang dan mulai
tergantikan oleh pohon-pohon dengan jenis lain seperti
Lende, Monggo, Kabaokafa, Niu, dan jenis lainnya.

Kini, Duabanga moluccana sudah termasuk jenis pohon


yang dilindungi. Hal ini diputuskan berdasarkan SK Mentan
No. 54/Kpts/Um/2/1972. Selain itu, menurut kriteria IUCN
(International Union for the Conservation of Nature and
Natural Resources) tahun 1998, Duabanga moluccana telah
berstatus vulnerable (VU) atau rentan.

Status tersebut diberikan karena spesies Duabanga sedang


menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu
yang akan datang. Oleh karena itu, penting bagi kita
untuk menjaga kelestarian pohon Duabanga dengan cara
membatasi pemanfaatannya, mengawasi, dan mengontrol
habitatnya serta gencarkan budidaya pohon Duabanga
agar pohon ini tetap eksis, menjadi primadona bagi warga
Tambora dan tidak mengalami kepunahan. n

116
117
Daun dari Sigi (Pinus merkusii) yang
berbentuk seperti jarum yang bersifat alelopatik
(Foto : Wendy Achmad Mustaqim)
POHON MADU YANG
MENCURI PERHATIAN
DIKI LOIS FERNANDO, RAFI AULIA AMRI

Banggeris atau kempas kayu Raja yang biasa disebut


masyarakat lokal Kalimantan sebagai pohon madu ini
memiliki nama latin Koompassia excelsa. Pohon ini masuk
ke dalam suku Fabaceae atau suku Johar-joharan.

Pohon ini mencuri perhatian ketika menemukannya di


lapangan karena batangnya yang menjulang sangat tinggi.

Namun, batangnya ramping dan lurus serta warna kulit


batangnya keputihan dan kelabu. Ciri-ciri pohon ini
memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 80 meter,
diameter batangnya berkisar antara 50 - 200 cm, serta
berdaun majemuk menyirip berseling dengan jumlah anak
daun 9-30 lembar.

Bunganya berbentuk malai. Berbuah polong, tipis dan


memanjang. Tumbuh pada tanah-tanah tua seperti tanah
latosol yang kurang subur karena berasal dari pelapukan
batuan beku tingkat lanjut.

Mulai tumbuh dari ketinggian 250 hingga 3.000 meter di


atas permukaan laut. Populasi pohon banggeris di Indonesia
tersebar di Sumatera dan Kalimantan atau di hutan hujan
118 dataran rendah Dipterokarpa. Sedangkan di luar negeri
populasinya menyebar hingga Malaysia, Filipina, Thailand,
Laos, Vietnam, dan Kamboja.
Pohon ini sering ditemukan berdiri di tengah-tengah areal
HPH atau daerah bekas tebangan karena dikategorikan
sebagai pohon yang dilindungi oleh masyarakat adat Dayak
di Kalimantan.

Kemudian berdasarkan Permen LHK nomor P.20/


MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan
dan Satwa yang dilindungi sehingga tidak boleh ditebang.
Selain itu, batang pohon yang sangat keras dengan kerapatan
jenis mencapai 0.83 kg/m3.

Kelas kekuatan yang masuk ke dalam golongan II ini juga


menyebabkan batang pohon banggeris sangat keras sehingga
sulit ditebang dan sering menyebabkan kerusakan pada mata
gergaji jika ditebang.

Batang pohon ini sangat bagus karena mulus, lurus, memiliki


bebas cabang yang tinggi, serta jarang sekali yang mengalami
cacat batang. Cabang-cabang pohon banggeris sering dijadi­
kan tempat membangun sarang oleh lebah madu karena
le­taknya yang sangat tinggi sehingga aman dari gangguan
predator atau beruang madu yang masih banyak terdapat di
daerah Kalimantan. Oleh karena itu, pohon banggeris diju­
luki sebagai pohon madu oleh masyarakat lokal Kalimantan.

Pohon banggeris memiliki banir kuncup yang ukurannya


lebih kecil dibanding banir papan pada Kompassia
malacensis atau kempas malaka yang masih satu marga
dengan pohon banggeris.

Kayunya yang keras biasa digunakan sebagai bahan


bangunan, kayu lapis, mebel, lantai, papan dinding, dan
keperluan perkapalan.
119 Namun, karena statusnya yang sudah masuk dalam kategori
pohon dilindungi, pohon ini sudah jarang sekali ditebang
dan digunakan kayunya.
Pohon ini dilindungi
keberadaannya oleh
masyarakat Dayak karena
dapat menghasilkan madu
dari sarang lebah madu yang
terdapat di cabang-cabangnya.

Penulis menemukan pohon ini saat sedang melaksanakan


kegiatan PKL di sebuah HPH yang berlokasi di kecamatan
Long Bagun, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.

Pohon banggeris yang berdiri soliter banyak terdapat di


sekitar basecamp utama HPH karena tidak boleh ditebang.
Se­dangkan di blok-blok tebangan di dalam hutan, pohon
banggeris tampak menjulang di antara Pohon-Pohon Meranti.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis dapat dinyatakan,


pohon banggeris yang memiliki sarang lebah madu banyak
ditemukan di daerah yang masih berhutan atau dikelilingi
pohon-pohon lain.

Sedangkan pohon banggeris yang berdiri di tengah-tengah


areal yang tebuka jarang dijumpai memiliki sarang lebah
madu. Hal ini mungkin disebabkan karena di dalam
hutan sumber makanan lebah madu yang berasal dari
tumbuhan lain di sekitar pohon banggeris lebih melimpah
dibandingkan di kawasan-kawasan yang sudah terbuka.

Jadi sarang lebah madu lebih sering dijumpai pada pohon


120 banggeris yang terletak di dalam hutan.

Pohon banggeris banyak tumbuh di hutan alam Kalimantan,


menyebar soliter dan jarang ditemui hidup bergerombol di
suatu tempat. Letak antara satu pohon dan pohon lainnya
cenderung berjauhan.

Hal ini mungkin disebabkan oleh penyebaran bijinya yang


dipengaruhi oleh angin, burung, atau satwa liar di sekitarnya
sehingga semainya tumbuh berjauhan.

Dalam adat masyarakat Dayak sistem pemilikan pohon


madu ini dilakukan dengan cara menandai secara individu
pohon tersebut milik siapa karena keberadaannya yang
tersebar bebas di dalam hutan.

Siapa yang menemukan pertama kali, dia pemilik pohon


madu tersebut sehingga hak atas pohon dan hasil pohon
tersebut jatuh kepada pemilik yang pertama kali menemu­
kan dan menandai pohon tersebut sebagai pohon miliknya.

Pohon ini dilindungi keberadaannya oleh masyarakat Dayak


karena dapat menghasilkan madu dari sarang lebah madu
yang terdapat di cabang-cabangnya.

Madu tersebut dapat di panen pada periode tertentu dan


biasanya digunakan sebagai obat serta dapat dijual untuk
menambah pendapatan masyarakat setempat.

Selain memiliki potensi ekonomi, pohon banggeris juga


dilindungi karena dianggap mulai langka dan memiliki
populasi terbatas di habitat aslinya.

Kenyataannya, pohon ini memang jarang sekali ditemukan


di pulau-pulau lain dan mungkin merupakan pohon
endemik region yang hanya ditemukan di salah satu pulau
besar seperti Kalimantan.
121
Umur tanaman ini dapat mencapai ratusan tahun sehingga
cocok dijadikan tanaman peneduh atau pelindung.
Budidaya perlu dilakukan
supaya keberadaan Pohon
Banggeris dapat tetap
dirasakan manfaatnya dan
keberadaannya di alam
tetap lestari.

Bijinya yang berbentuk polong akan pecah saat matang


dan dapat dimakan.

Kulit kayunya dapat dimanfaatkan sebagai obat. Pohon ini


sering tertukar dengan kempas malaka atau Koompassia
malacensis karena merupakan marga yang sama. Perbedaan
keduanya ada pada tinggi pohon, bentuk banir, daun, warna
kulit kayu, dan buah polongnya.

Kempas malaka memiliki tinggi pohon yang hanya


mencapai 30 meter, memiliki banir yang besar dan lebar
atau banir papan untuk menopang batangnya yang berat
dan besar. Selain itu, berdaun majemuk dengan jumlah anak
daun 5-9 helai, memiliki warna kulit kayu merah dan buah
polongnya tidak akan pecah meskipun sudah matang.

Kempas malaka banyak ditemukan di Sumatera dan


merupakan jenis tumbuhan yang dilindungi juga menurut
Permen Nomor .20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018.

Keberadaan pohon banggeris memang perlu dilindungi


karena pohon ini memiliki karakteristik yang khas dan
122 merupakan jenis endemik region yang sulit ditemukan
di daerah lain jika keberadaannya sudah langka di
habitat aslinya.
Selain itu, pohon ini juga memiliki banyak manfaat bagi
masyarakat sekitarnya seperti penghasil madu, peneduh, dan
bagian tubuhnya dapat digunakan sebagai obat. Ini selain
dapat dimanfaatkan kayunya.

Mungkin perlu dilakukan upaya budidaya di dalam maupun


di luar habitat aslinya sebagai salah satu upaya untuk dapat
memenuhi keperluan komersil kayunya sehingga tidak
mengancam keberadaan pohon banggeris di habitat aslinya.

Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat kualitas kayu


banggeris yang sebetulnya sangat bagus tetapi tidak boleh
ditebang karena statusnya yang sudah dilindungi.

Budidaya perlu dilakukan supaya keberadaan pohon


banggeris dapat tetap dirasakan manfaatnya dan
keberadaannya di alam tetap lestari.

Prinsip konservasi bukan hanya tentang preservasi atau


perlindungan dan pengawetan, tetapi juga pemanfaatan
secara lestari dan sesuatu akan dilestarikan jika ia dapat
memberikan manfaat yang besar bagi makhluk hidup dan
lingkungan di sekitarnya.

Jika pohon banggeris tidak dirasakan manfaatnya hanya


karena statusnya yang dilindungi, bukan mustahil kebera­
daannya lama-kelamaan justru akan menghilang. Oleh
sebab itu salah satu cara pelestarian tumbuhan-tumbuhan
dilindungi salah satunya adalah dengan budidaya. n

123
RUKAM,
POHON LEGENDARIS
DIAMBANG KEPUNAHAN
YOGA SYAHPUTRA, MELINDA SELVIA,
MITA WULANDARI

Masih ingat nggak dengan pohon rukam? Mungkin jika


saat ini jika kita menyebutkan nama rukam, pasti anak-
anak zaman sekarang bingung serta bertanya tanya apa itu
rukam? Sejenis apa? Bagaimana bentuknya?

Mungkin ada yang mengira itu nama jalan, nama tempat


bahkan ada yang mengira itu adalah nama orang. Berbeda
dengan anak zaman 90an ke bawah yang sangat familiar
dengan sebutan rukam tersebut yang membawa mereka
bernostalgia ke zaman old.

Nah, untuk itu mari kita sama-sama kembali bernostalgia


apa itu rukam dan sejenis apa itu rukam?

Pohon rukam merupakan pohon Nusantara yang tersebar di


beberapa pulau seperti pulau Sumatera dan pulau Bangka.
Pohon rukam (F. rukam) mempunyai keunikan, yaitu
pohonnya berduri, dengan tinggi tanaman 7 meter, diameter
batang 17 cm.

Saat muda daun berwarna merah kecokelatan, warna daun


124 akan berubah menjadi hijau saat daun tua. Daun berbentuk
lonjong dengan tepi bergelombang. Bentuk buah rukam
bulat kecil berwarna hijau saat muda dan merah saat tua.
Biasanya buah rukam dikonsumsi dalam bentuk segar. Cara
mengonsumsi buah rukam juga unik, yaitu dengan cara dipijat-
pijat dahulu agar rasa sepat dari buah tersebut berkurang.

Bagaimana keberadaan rukam saat ini sehingga banyak anak-


anak zaman sekarang yang tidak mengetahui pohon rukam?

Jawabannya ya tentu saja karena dimasa sekarang sudah


sangat sulit dan hampir tidak bisa kita temukan yang
namanya buah rukam tersebut karena pohon rukam ini
mulai punah dan hilang seiring perkembangan zaman.
Padahal pohon ini sangat mudah tumbuh di hutan maupun
lingkungan masyarakat

Mengapa rukam dikatakan legendaris? Jawabnya ialah


karena pohon rukam ini adalah pohon yang ada dan populer
di zaman 90an ke bawah dan menjadi primadonanya bagi
anak-anak di zaman tersebut, yang pada saat ini keberadaan­
nya sudah sangat sulit di jumpai dan bisa dikatakan teran­
cam punah. Itulah alasannya kenapa rukam dikatakan
pohon legendaris.

Pohon rukam ini ialah pohon yang mempunyai banyak


sekali kegunaan, dan manfaat bagi masyarakat. Ada
kekhawatiran bahwa generasi dimasa yang akan datang tidak
mengetahui rupa serta citra rasa dari rukam tersebut.

Karena pada masa kini saja banyak yang tidak tahu rukam
itu apa, jenis apa, dan bagaimana wujudnya, serta sudah
sangat sulit untuk menemukan pohon rukam tersebut.
Bagaimana coba kalau di masa yang akan datang?

Engga bisa kebayang, kan. Hingga kini, tak banyak orang


125 yang tertarik untuk membudidayakan buah rukam. Padahal,
buah ini memiliki banyak manfaat termasuk di bidang kese­
hatan. Adapun beberapa khasiat buah rukam di antaranya :
1. Mengobati penyakit diare
2. Menjaga kesehatan pencernaan
3. Mengandung serat alami tinggi
4. Meredam nyeri haid
5. Mengandung vitamin tinggi
6. Menurunkan berat badan
7. Menghilangkan bekas gigitan serangga
8. Mengobati mata bengkak
9. Menjaga kesehatan tulang
10. Menjadi obat alternatif
11. Mengembalikan tenaga
12. Menjaga kesehatan rambut
13. Melawan osteoporosis
14. Menyembuhkan seriawan
15. Meningkatkan imunitas tubuh
16. Membantu produksi kolagen
17. Meningkatkan pertumbuhan rambut
18. Mencegah pertumbuhan sel kanker
19. Menjaga kesehatan kulit

Di Bali, mengutip dari forestryinformation.wordpress.com,


khususnya terdapat anggapan masyarakat bahwa buah
rukam dapat dimanfaatkan sebagai penambah stamina
khusus pria (afrodisiak). Dan tidak hanya buahnya saja yang
bermanfaat, namun akar batang dan daunnya pun sangat
bermanfaat di masyarakat.

Kajian literatur Hendro Sunarijono dalam proseanet.org,


menyebutkan rebusan akar rukam dimanfaatkan oleh wanita
setelah melahirkan. sedangkan Kayu rukam yang keras
dan kuat, dapat digunakan untuk membuat perabot rumah
126 tangga, seperti alu dan mebel.

Dan kegunaan dari daunnya pun tidak kalah hebatnya


dengan buah, akar dan batang, sebab daun rukam ini sangat
Di Bali, terdapat anggapan
masyarakat bahwa buah
rukam dapat dimanfaatkan
sebagai penambah stamina
khusus pria (afrodisiak).

berguna bagi para peternak sapi. Mengapa demikian?


Berikut penjelasannya: Menurut Supriadi dan M. Janah, Staf
Pengajar Program Studi Kedokteran Hewan, UNTB.

Beliau mengatakan bahwa setelah diteliti kandungan dari


ekstrak daun rukam bisa sebagai anti Telaziasis pada ternak
sapi di Kabupaten Sumbawa. Kegunaan daun rukam juga
bukan hanya itu saja, bagi yang suka lalapan, daun muda rukam
pas banget, nih, untuk kamu, jadi bisa kan tuh kamu makan
sambil memetik daun rukam yang muda untuk lalapan.

Dan daun pohon rukam ternyata juga berkhasiat untuk


menyembuhkan bengkak pada area mata Anda. Caranya
hanya perlu dengan menghaluskan daun rukam lalu peras
dan minum airnya secara rutin sampai bengkak pada mata
bisa mengempis dan sembuh.

Kandungan senyawa metabolit sekunder pada buah rukam


berdasarkan penelitian Barcelo, (2015) adalah saponin,
flavonoid, polifenol dan tannin. Berdasarkan penelitian
Affiuddin dkk (2015), daun rukam mengandung senyawa
metabolit sekunder alkaloid dan saponin.
127 Berdasarkan penelitian Affiuddin dkk (2015) daun rukam
mengandung senyawa golongan saponin yang berpotensi
sebagai pestisida dan mengandung senyawa alkaloid. Fungsi
aktivitas senyawa alkaloid menurut Atta-ur-Rahman dalam
Affiuddin dkk (2015) adalah sebagai antibakteri dan antifungi.

Selain dimanfaatkan buah, daun dan akarnya. Pada adat


Batak, batang pohon rukam dipercaya memiliki magis.
Batang rukam ini dipahat untuk dijadikan tongkat sakti para
Raja Batak (tungkot tunggal panaluan) dan dapat digunakan
untuk bertarung.

Sungguh hebat kan si pohon legendaris ini? Begitu


banyak kan manfaat dan kegunaannya. Namun kenapa ya
dengan manfaat yang begitu banyak tetapi eksistensinya di
masyarakat telah hilang?

Untuk itu diperlukan kesadaran untuk tetap melestarikan


pohon rukam tersebut, karena bagaimana pun juga pohon
rukam merupakan salah satu kekayaan flora khas nusantara.

Untuk itulah perlu juga peran pemerintah agar merancang


program pembudidayaan, agar tumbuhan tersebut tidak
benar-benar punah dari bumi pertiwi ini, sehingga anak
cucu kita dapat merasakan kenikmatan serta kekayaan alam
Indonesia yang patut dibanggakan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan pohon ini hilang


ditelan zaman, tentu saja tak lain karena ulah tangan
manusia itu sendiri. Seperti membuka lahan untuk
pemukiman, perusahaan industri, maupun masyarakat yang
menebang pohon rukam karena mereka menganggap pohon
rukam tersebut tidak memiliki manfaat.

Dari survei yang kami lakukan pada teman-teman maupun


orang-orang yang pernah memiliki pohon rukam. Saat
kami tanya mengapa menebang pohon rukam, jawaban
128 mereka adalah karena pohon rukam tidak bermanfaat sebab
buahnya sepat, dan daun yang berguguran hanya membuat
kotor lingkungan mereka.
Untuk itulah perlu juga
peran pemerintah agar
merancang program
pembudidayaan, agar
tumbuhan tersebut tidak
benar-benar punah dari
bumi pertiwi ini.

Dahulu pohon rukam sangat banyak di Sumatera Utara,


bahkan tidak perlu kita pergi ke pasar untuk mencarinya.
Namun, sekarang pohon ini sudah sulit untuk dijumpai di
halaman rumah masyarakat.

Jika kondisi seperti ini berlangsung secara terus-menerus


dan pasti hal buruk yang akan terjadi pada eksistensi pohon
rukam adalah kepunahan. Bagi sebagian besar manusia,
kepunahan rukam mungkin tidak berarti apa-apa. Manusia
lupa bahwa rukam juga ikut menjaga keseimbangan alam.

POHON RUKAM

Rukam tumbuh di lingkungan tropik basah pada ketinggian


sampai 1500 mdpl, tetapi dijumpai juga yang tumbuh liar
pada ketinggian 2100 mdpl. Habitat alaminya adalah hutan
primer dan sekunder, sering kali dijumpai di sepanjang
sungai, dan tumbuh di bawah naungan atau lahan terbuka.
129 Pohon rukam dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai
suhu, curah hujan, dan tipe tanah. Rukam biasanya
ditumbuhkan dari benih, tetapi pohon rukam juga
mengeluarkan tunas akar yang dapat digunakan untuk
perbanyakan vegetatif, misalnya pohon yang tak berduri.

Sambungan mata atau sambungan pucuk dapat dilaksana­


kan, juga pada jenis Flacourtia lainnya. Di Indonesia, sam­
bungan mata rukam pada F. Inermis Roxb sering dilakukan.
Pohon rukam ditanam dengan jarak tanah 8-12 meter.

Konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia telah diatur


dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya dan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, berdasarkan atas tiga asas yaitu
tanggung jawab, berkelanjutan dan bermanfaat.

Konservasi eksitu merupakan konservasi yang melindungi


spesies tumbuhan dengan mengambil dari habitat yang tidak
aman dengan ditempatkan ke perlindungan manusia.

Salah satu cara yang dapat dilakukan pada pohon rukam


adalah dengan kultur jaringan yaitu suatu metode mengiso­
lasi bagian dari tanaman seperti kelompok sel atau jaringan
yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga
bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh
menjadi tanaman lengkap kembali. Menurut pendapat kami
konservasi eksitu merupakan solusi agar pohon rukam tetap
terjaga populasinya dan tidak terancam punah.

Serta dengan memperkenalkan tumbuhan-tumbuhan langka


seperti rukam kepada anak-anak zaman sekarang agar
mereka memiliki kesadaran dalam menjaga kelestariaan
alam dan keanekaragaman tumbuhan yang sangat banyak di
Indonesia. Agar tidak terjadi kepunahan.
130 Manfaat rukam begitu banyak, maka seharusnya kita perlu
menjaga eksistensi rukam untuk menjaga keseimbangan
alam serta kemanfaatannya. n
SUMBER PUSTAKA
Zurriyati,Yayu,Dahono.2015.Keragaman Sumber Daya Genetik Tanaman
Buah-buahan Eksotik di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
Buletin Plasma Nutfah. Vol. 22 No.1,:11–20
IntanPuspitaSari.2017.Skrining Fitokimia Pada Tumbuhan Kelakai Dan
Rukam [skripsi].Palembang (ID):Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya Palembang
Rahmadsyah,Agung, Riana.2015.Menanam Rukam Yang Mudah
Beradaptasi Di
Segala Kondisi. JituNews.Com[internet]. [Diunduh 2018 Oktober 14];
Jakarta. Tersedia di http://m.jitunews.com/read/11385/menanam-rukam-
yang-mudah-beradaptasi-di-segala-kondisi
Maressa. 2017. 19 Manfaat Buah Rukem Bagi Kesehatan Tubuh. Manfaat.
co.id[internet]. [Diunduh 2018 Oktober 13]. Tersedia di www.google.com/
amp/s/manfaat.co.id/manfaat-buah-rukem/amp?espv=1
Supriadi,Janah M.2016.Aplikasi Ekstrak Daun Rukam Sebagai Anti
Telaziasis Pada Ternak Sapi Di Kabupaten Sumbawa.Lumbung Inovasi.
Volume 1 Nomor 1:2541-626X
Haris.2017.Buah Harimonting Makanan Sang Raja.Artikel
Populer[internet].[Diunduh 1018 oktober 14];Aek Nauli. Tersedia di http://
aeknauli.org/buah-harimonting makanan-sang-jenderal/
Id.m.wikipedia.org/wiki/Rukam
Id.m.wukipedia.org/wiki/kultur_jaringan

131
SAATNYA MEMULAI
UNTUK PEDULI TERHADAP
ANCAMAN KEBERADAAN
MANGGERIS
(KOOMPASSIA EXCELSA)

YOGA SYAHPUTRA, MELINDA SELVIA, MITA WULANDARI

Manggeris, Si Pohon Raja, sebutan lokal daerah Kalimantan,


Malaysia, dan sekitarnya. Di beberapa tempat lain, orang
menyebutnya dengan nama pohon tualang atau pohon
tapang yang tumbuh di dataran rendah tropis sampai pada
ketinggian 300 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Pohon yang berasal dari family Fabaceae dan Ordo Fabales


ini memiliki beberapa keunikan. Di Kalimantan, tanaman
ini sangat dilindungi oleh penduduk karena cabang-
cabangnya berfungsi sebagai rumah tawon madu yang dapat
dipanen sebagai pendapatan tambahan penduduk setempat,
terutama untuk lebah madu Apis dorsata.

Lebah tersebut merupakan lebah penghasil madu hutan ala­mi


yang ukurannya lebih besar dari pada lebah madu lain­nya di
daratan Asia. Selain itu, pohon manggeris ini meru­pakan salah
132 satu jenis pohon yang dilindungi oleh regulasi pemerintah
Republik Indonesia menurut Peraturan Pemerintah 7/1999
dan Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2018.
Dengan demikian, banyak pihak yang mengatasnamakan
apapun dengan tujuan untuk menjaga dan melindungi
pohon ini. Banyak pula yang menganggap pohon ini
dilarang untuk ditebang karena memiliki penunggu
(biasanya warga sekitar), yang tidak lain adalah lebah yang
bersarang di dekat tajuknya.

Pohon manggeris merupakan salah satu spesies pohon tropika


tertinggi dibandingkan jenis pohon yang lain, yaitu dari 85,8
meter sampai 88 meter. Selain itu, pohon manggeris mayoritas
tumbuh di hutan hujan tanah rendah seperti lokasi sepanjang
sungai, lembah dan lereng bukit rendah serta memiliki
pertumbuhan yang seragam di atas kanopi lainnya.

Manggeris ini terlihat berdiri kokoh di hutan alam Tarakan,


Kalimantan Utara. Diameter batang mampu mencapai 2,5
meter dengan batang silindris dan lurus membuat orang
yang melihat terkagum kagum dengannya.

Seperti kebanyakan pohon hutan hujan tinggi, manggeris


memiliki banir besar hingga berukuran diameter 5 meter
untuk mendukung berat batang dan tajuknya. Sebagian
besar nutrisi dalam tanah hutan hujan sangat dekat
permukaan sehingga membuat akar manggeris menyebar
besar agar lebih efektif dalam penyerapan unsur hara dan air
dibandingkan menusuk jauh dari permukaan tanah.

Pohon berbanir lebar dan tinggi, tingginya dapat mencapai


88 meter dengan kulit batang berwarna kelabu putih
mengkilap. Daun majemuk, terdiri dari 9-30 anak daun,
menyirip berseling. Perbungaan berbentuk malai, buah
berbentuk polong, tipis memanjang dan tumbuh pada tanah
133 liat yang pada waktu tertentu tergenang air.

Pohon manggeris memiliki kayu yang mempunyai kelas ke­


ku­atan II, kelas keawetan III-IV dan berat jenis 0,83 N/m3,
sehingga dapat digunakan sebagai bahan bangunan, kayu
lapis, mebel, lantai, papan dinding, dan keperluan perkapalan.

Selain itu, umur pohon manggeris yang dapat mencapai


ratusan tahun dengan batang yang sangat keras sehingga
cocok dipakai sebagai bahan bangunan, kerajinan kayu,
tanaman peneduh dan tanaman pelindung.

Lebih dari itu, bijinya bisa dimakan dan kulit kayunya bisa
dimanfaatkan sebagai obat-obatan yang dapat digunakan
oleh masyarakat sekitar. Namun semua manfaat hasil
hutan kayu yang terdapat pada manggeris tidak dapat kita
eksploitasi karena statusnya yang dilindungi tersebut.

Manggeris pada struktur hutannya disebut sebagai pohon


emergent, tak heran jika tinggi tajuknya melebihi ketinggian
lapisan kanopi di sekitarnya dan menjulang tinggi hingga
menjadi pusat perhatian bagi siapa pun yang memandang dari
kejauhan. Habitatnya berupa tapak alluvial atau tanah kapur
pada daerah dekat sungai, lembah, dan lereng di bawah bukit.

Pohon manggeris secara alami tumbuh di dataran rendah


pada hutan tropis primer yang terdapat di Pulau Kalimantan
dan Pulau Sumatera. Selain di Indonesia, penyebaran pohon
ini terbilang cukup baik di wilayah Sabah dan Sarawak
Malaysia serta negara Filiphina.

Pohon Manggeris termasuk ke dalam dalam daftar IUCN


dengan status LR/Lower Risk subkategori lc (least concern)
yang berarti masih berisiko rendah terhadap ancaman
kepunahan spesies. Meskipun demikian, keberadaan lebah
Apis dorsata pada batang manggeris menggiring masuk
tanaman ini menuju daftar tumbuhan langka yang perlu
134 dilindungi di Indonesia.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan


Hidup dan Kehutanan Nomor P/20/MENLHK/SETJEN/
KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang
Dilindungi. Menurut IUCN, ancaman terbesar manggeris ke
depannya yaitu tantangan dalam menghadapi perdagangan
kayu konstruksi hardwood berkekuatan tinggi.

Di sisi lain, jika sebuah kawasan hutan sedang dibabat


habis untuk perkebunan jagung atau kelapa sawit, maka
pohon manggeris menjadi salah satu jenis pohon yang
dipertahankan untuk tetap berdiri tegak. Hal ini tidak lain
karena manfaatnya yang mampu memberikan tempat yang
nyaman bagi lebah Apis dorsata untuk bersarang.

Hal ini berarti masyarakat Indonesia lebih tertarik


memandang pohon manggeris sebagai penghasil madu
Apis dorsata dibandingkan dengan nilainya sebagai kayu
konstruktif. Selain penebangannya yang penuh tantangan
karena dapat mematahkan mata gergajian, kayu manggeris
bersifat mudah lapuk.

Sebagai contoh lain, masyarakat adat di Kabupaten


Nunukan, Kalimantan Utara memanfaatkan potensi
madu hutan sebagai komoditas dalam memperoleh dan
meningkatkan pendapatan masyarakat.

Sebagai respon dari makna pohon manggeris bagi ekonomi


masyarakat sekitar hutan, larangan penebangan pohon
langka ini telah diwujudkan dalam bentuk undang-undang
tertulis maupun aturan adat yang diterapkan masyarakat di
dalam dan sekitar hutan.

Masyarakat memandang nilai penting dari pohon ini


terkandung dalam perannya sebagai ‘pabrik’ madu Apis
dorsata. Kelestarian hutan dan lingkungan merupakan
135 prasyarat utama agar masyarakat tetap bisa menikmati
khasiat dan manisnya madu hutan alami. Keberadaan pohon
manggeris adalah kunci dari produksi madu Apis dorsata
menyadarkan masyarakat bahwa aset lokal tersebut harus
dijaga dengan baik.

Kalau ada bagian hutan yang dibabat untuk dijadikan


ladang bertanam padi atau jagung, pohon manggeris selalu
dibiarkan tetap berdiri. serta tidak boleh diikutsertakan
dalam proyek tebang habis. Selain itu, kayu dari pohon
manggeris yang sudah tua, begitu keras, sehingga bisa
merusak mata kapak dan gergaji.

Lebah hutan memilih cabang yang terbuka, bebas dedaunan,


di daerah atasan pohon, untuk membangun sarang gandul
yang bisa didarati dan ditinggallandasi dengan bebas. Satu
dahan bisa ditempati 20 sarang lebah. Pada satu pohon
kadang bisa ditemukan 100–200 sarang gandul seperti itu.

Madu dipetik pada waktu malam hari oleh para juragan saat
bulan tidak bersinar. Sebab, jika ada cahaya, lebah masih
begadang, berdengung-dengung di sekitar sarang. Biasanya
dilakukan oleh lima juragan madu yang bertugas memanjat
pohon, dan satu juragan tua yang tidak ikut memanjat
pohon. Ia memanjat yang lain, yakni memanjatkan doa.
Uniknya adalah saat proses pengambilan madunya.

Tangga untuk memanjat pohon setinggi 50 meter itu berupa


batang kayu bulat yang disambung-sambung. Sambil
memanjat, juragan madu ini membawa obor dari kulit
pohon kepayang. Pohon kepayang sengaja dipilih karena
jika kering akan mudah sekali memijar, tapi tidak sampai
menyala menjadi api, melainkan rontok.

Keadaan yang rontok sambil memijar inilah yang


diinginkan. Lebah-lebah akan mengejar rontokan obor yang
136 jatuh seperti hujan kembang api. Suatu pemandangan yang
indah di gelapnya malam gulita. Lalu tidak ada yang peduli
lagi pada juragan muda yang akan mengambil madu.
Sesudah semua lebah terusir dari sarang, kemudian ayunan
obor yang menghasilkan rontokan kembang api tadi
dihentikan. Dengan sepotong bambu yang tajam, kepala
sarang gandul dipotong dan ditampung ke dalam timbo
(ember berbentuk kerucut yang terbuat dari kulit kayu)
untuk diulur ke bawah.

Tiba di bawah, timbo dilepas dari talinya oleh anggota


tim pembantu, dan sarang lebah bermadu pun kemudian
dipindah ke wadah lain.

Berdasarkan uraian di atas, sudah selayaknya bahwa


manggeris perlu kita lindungi. Bukan hanya karena
kualitasnya di Indonesia yang kian menurun, melainkan
juga karena fungsinya sebagai tempat hidup lebah Apis
Dorsata yang kaya akan manfaat sekaligus juga mendukung
perekonomian masyarakat sekitar hutan.

“A nation that destroys its soils destroys itself. Forests are the
lungs of our land, purifying the air and giving fresh strength to
our people”, Franklin D. Roosevelt. n

SUMBER PUSTAKA
Asian Regional Workshop (Conservation & Sustainable Management of
Trees, Viet Nam, August 1996). 1998. Koompassia excelsa. The IUCN Red
List of Threatened Species 1998:e.T33208A9765707.
http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.1998.RLTS.T33208A9765707.en.
Diunduh 13 Oktober 2018.
http://maduberauku.wixsite.com
137 https://madusutainnk.wordpress.com/2016/04/25/pohon-menggaris-1/
http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/M/M0202/M020213.pdf
Kuntadi. 2013. Pengelolaan Lebah Hutan. Pusat Litbang Konservasi dan
Rehabilitasi.
SI MANIS KEPEL FAVORIT
PUTRI KERATON
LAILI MAULIDIYAH

Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY merupakan salah satu


Daerah Istimewa setingkat provinsi yang ada di Indonesia.
Siapa yang tidak tahu betapa istimewanya daerah yang biasa
disebut Jogja ini, terdapat banyak sekali tempat-tempat
bersejarah di sana seperti Keraton, Tugu Jogja, Panggung
Krapyak, Masjid Agung Kauman dan masih banyak lagi
sesuatu yang membuat Jogja semakin istimewa.

Tahukah kamu, di Yogyakarta mempunyai identitas


tersembunyi yang kebanyakan orang Indonesia bahkan
orang-orang asli pribumi Jogja sendiri tidak tahu. Namanya
adalah kepel (Stelechocarpus burahol Hook. F dan Thomson).

Kepel merupakan salah satu jenis tumbuhan asli Indonesia.


Salah satu keistimewaannya, buah dari tanaman kepel ini
favoritnya putri keraton Jogja karena berkhasiat untuk
kecantikan. Selain itu, ia juga memiliki filosofi tersendiri,
yaitu sebagai perlambang keutuhan mental dan fisik.

Sayangnya adalah berdasarkan kelangkaannya, kepel


sudah menjadi tanaman langka atau dalam kategori CD
(Conservation Dependent), hal ini dikarenakan kepel sebagai
138 tanaman keraton sehingga masyarakat biasa atau rakyat
jelata di pulau Jawa takut untuk menanamnya. Akibatnya,
tanaman kepel jarang sekali kita lihat di zaman sekarang.
Padahal banyak sekali manfaat dari kepel ini, bagian buah,
biji dan akar kepel mengandung saponin, flavonoid, dan
polifenol. Dengan nilai ekonomisnya putri keraton dulu
menggunakan kepel sebagai deodoran karna membuat
keringat menjadi wangi, peluruh kencing atau membuat
air seni tidak berbau tajam, pencegah radang ginjal, dapat
menyebabkan kemandulan sementara pada perempuan,
sehingga banyak digunakan untuk KB.

Di dunia kedokteran pun sudah banyak penelitian terhadap


kepel seperti daun kepel berguna sebagai anti kanker
karena terdapat zat sitotoksik, pereda nyeri dan persendian,
menurunkan asam urat, menurunkan kadar kolesterol, dan
anti radang. Kayu batangnya dimanfaatkan sebagai perkakas
rumah tangga dan juga bangunan. Tanaman kepel juga
dapat digunakan sebagai tanaman hias peneduh.

Selain di Indonesia, tumbuhan kepel juga tumbuh tersebar


dari Asia Tenggara sampai ke Pulau Solomon. Kepel tumbuh
secara liar di hutan-hutan seluruh pulau Jawa di dataran
rendah. Dalam bahasa sunda kepel biasa disebut dengan
burahol. Tumbuhan ini merupakan jenis tumbuhan pohon
karena berbatang besar dengan tinggi mencapai 25 meter
dan tumbuh baik pada tanah yang subur mengandung
humus dan lembap.

Pada batang pohon juga terdapat benjol-benjol akibat


pertumbuhan bunga dan buah. Pada bagian daun kepel
berbentuk bulat dan ada beberapa juga yang berbentuk
lonjong, saat muda daunnya berwarna hijau mengkilat dan
saat daun sudah tua berwarna hijau tua. Ketika memasuki
masa pembungaan, pohon kepel memunculkan bunga yang
139 menempel pada batang tanaman yang menonjol, berwarna
kuning pucat atau hijau kekuningan, berbulu, baunya sedikit
wangi dan bunga berkelamin tunggal.
Demi menjaga kelestarian dan
perlindungan terhadap tanaman
kepel, perlu dilakukannya tindakan
konservasi. Konservasi kepel ada
beberapa cara, di antaranya seperti
melakukan konservasi genetik
kepel dan konservasi tingkat desa.

Bunga jantan kepel berada di batang sebelah atas dan di


cabang-cabang yang lebih tua, berkumpul sebanyak 8-16
kuntum berdiameter 1 cm. Sedangkan bunga betinanya hanya
berada di pangkal batang, diameternya mencapai 3 cm.

Ketika penyerbukan bunga berhasil dan memunculkan


bakal buah, buahnya bergerombol antara 1-13 buah dan
menghasilkan buah sebesar kepalan tangan orang dewasa,
berbentuk bulat lonjong dan membulat berwarna kecoklatan
dengan kulit buah kasar.

Daging buahnya berwarna agak kekuningan sampai


kecoklatan, rasanya manis, baunya harum dan membungkus
biji yang berukuran besar. Jumlah biji dalam setiap buah ada
4-6 dan berwarna hitam, halus serta mengkilap.

Cara untuk mengetahui bahwa buah kepel dianggap sudah


matang yaitu jika digores kulit buahnya terlihat berwarna
kuning atau coklat muda. Kepel ini memiliki akar tunggal
140 dengan warna putih kotor.

Demi menjaga kelestarian dan perlindungan terhadap


tanaman kepel, perlu dilakukannya tindakan konservasi.
Konservasi kepel ada beberapa cara, di antaranya seperti
melakukan konservasi genetik kepel dan konservasi
tingkat desa.

Tahapan melakukan konservasi genetik yaitu melakukan


pembelajaran terhadap keragaman genetik tanaman kepel,
caranya adalah dengan mempelajari bentuk fisik atau
morfologi pohon kepel dari bentuk, ukuran, dan warna baik
dari daun, batang, buah, akar serta bunga.

Selain itu juga dilihat lingkungan tempat hidup dari


tanaman kepel, mulai dari jenis tanah, ketinggian, iklim
serta tanaman yang ada di sekitar pertumbuhan kepel. Jika
antar tempat hidup kepel memiliki ciri-ciri yang sama, maka
genetik yang ada pada kepel cenderung sama juga.

Hal ini dikarenakan kepel beradaptasi terhadap lingkungan


tempat hidupnya melalui seleksi alam. Setelah mempelajari
tentang genetik kepel, dilanjut dengan terjun ke lapangan/
hutan atau tempat hidup kepel.

Tiap lokasi yang didapat ada tumbuhan kepel diambil


sampel atau contoh berupa buah untuk dikecambahkan.
Tahap selanjutnya yaitu membangun tempat konservasi
kepel secara ex situ yaitu menanam tanaman kepel pada area
tertentu yang dilindungi, contohnya seperti hutan lindung.
Tahap yang terakhir yaitu melakukan identifikasi tanaman
kepel setelah tumbuh, baik secara morfologi dan fisiologi
atau kandungan senyawa yang ada pada pohon kepel.

Cara konservasi yang kedua yaitu konservasi tingkat desa


atau yang biasa disebut konservasi sumber daya genetik
tanaman hutan tingkat desa (KSDGTH Desa). KSDGTH
141 adalah bentuk konservasi sumber daya genetik yang
dirancang untuk memenuhi kebutuhan akan sumber daya
genetik tanaman hutan dan sekaligus juga memberi manfaat
ekonomi dan sosial bagi masyarakat desa. Masyarakat desa
setempat perlu dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan
penyelenggaraan KSDGTH.

Dengan adanya ketersediaan lahan yang ada di desa,


masyarakat bisa menanam dan mendapatkan manfaat secara
langsung. Dalam hal ekonomi, ke depannya bisa menjadi
desa wisata dengan adanya pohon kepel yang langka,
pemasukan desa pun bertambah. Secara sosial, masyarakat
desa bisa berinteraksi dengan orang-orang yang berwisata
dan mendapatkan relasi.

Konservasi kepel ditargetkan di wilayah Daerah Istimewa


Yogyakarta (DIY), karena kepel merupakan identitas kota Jogja.
Namun, tidak salah juga jika dibudidayakan di tempat lain.

Dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman kepel,


mulai dari lahan, bentuk tanah (topografi), jenis tanah, iklim
yang meliputi temperatur, curah hujan, kelembaban dan lain
sebagainya, aksesibilitas atau akses yang mudah dan cukup
seperti tempatnya mudah dicapai fasilitas memadai untuk
budidaya kepel maupun perawatannya serta fasilitas wisata
yang nantinya akan dibangun.

Hal terakhir yang harus diperhatikan adalah adanya


tanaman lain yang berada di sekitar tempat penanaman
kepel, dengan maksud untuk menjaga keamanan genetik
dari kepel itu sendiri dalam hal penyerbukan pada bunga
nantinya karena genetik dari tiap individu kepel harus
dipertahankan, terlebih antar populasi atau jenis kepel yang
berbeda harus dipisah penanamannya.

Penanaman jenis lain di sela-sela tanaman kepel dapat


142 dilakukan. Pemilikan jenis-jenis tersebut dalam pemanfaat­
an­nya diupayakan tidak menebang kayu seperti penghasil
buah-buahan, kulit kayu maupun daun seperti jengkol
(Phithecellobium jiringa Prain), melinjo (Gnetum gnemon
L.), petai (Parkia spesiosa Hassk) dan lain-lain.

Selain proyek konservasi yang dicanangkan oleh pemerintah


atau lembaga tertentu, perlu adanya penguatan kelompok
tani penggarap dan masyarakat terhadap kesadaran dalam
mengelola konservasi suatu tanaman agar berkelanjutan.
Pendekatan secara mandiri dianggap sangat penting karena di
sini masyarakat dibina untuk berkelompok yaitu agar mereka
memiliki wadah untuk berorganisasi dan bersosialisasi.

Setelah dibina, harus ada pendampingan secara berkala untuk


keberlanjutan kelompok. Kelompok ini sebagai wadah yang
akan berfungsi sebagai kelas belajar, wahana bekerja sama dan
tempat produksi. Sosialisasi program/penyuluhan serta pen­
dampingan mutlak sangat diperlukan karena tidak semua
pe­tani dan masyarakat memiliki pemahaman yang sama. n

143
SIGI: SATU-SATUNYA
PINUS ALAMI DI SELATAN
KHATULISTIWA
WENDY ACHMMAD MUSTAQIM

Pinus atau tusam bukanlah sesuatu yang asing di telinga kita.


Pinus sudah banyak ditanam di berbagai lokasi di Indonesia.
Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa pinus adalah
tanaman khas Eropa. Sering kita membaca atau mendengar
nama ilmiah pinus sebagai Pinus merkusii. Meskipun
demikian, ahli tumbuhan berbiji terbuka bernama David
John de Laubenfels (1925–2016) pada 1988 menuliskan
bahwa pinus terdiri lebih dari seratus jenis. Pinus merkusii
adalah satu-satunya jenis alami yang ada di Indonesia. Pinus
merkusii merupakan tumbuhan terancam dengan kategori
Rentan (vulnerable) menurut IUCN Red List.

Pinus merkusii secara alami ditemukan di Sumatera dan


Filipina (Luzon dan Mindoro). Di Sumatera, satu-satunya
sebaran alami di Indonesia, Pinus merkusii dapat ditemukan
di tiga lokasi, yaitu Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Uniknya, pada
ketiga lokasi tersebut, spesies ini telah membentuk ras-ras
lokal dengan nama ras Aceh, ras Tapanuli, dan ras Kerinci.

Pinus merkusii ras Kerinci, pinus Kerinci, atau masyarakat


144 lokal menyebutnya kayu sigi, merupakan satu-satunya
anggota marga Pinus yang secara alami terdistribusi
di selatan garis khatulistiwa, yaitu pada 2˚ LS. Hal ini
menyebabkan sigi sangatlah unik. Fakta ini mungkin
tidak banyak diketahui oleh khalayak umum. Jika pun kita
menemukan pinus di hutan-hutan yang lebih selatan seperti
di Pulau Jawa, populasi tersebut adalah hasil penanaman.

Namun demikian, fakta tersebut tidak lantas membuat


sigi terjamin kelestariannya. Keberadaannya pun sekarang
dapat dikatakan terancam. Suatu ulasan singkat akan
disajikan untuk informasi tambahan dalam penelitian
dan konservasi sigi.

PINUS MERKUSII DAN P. MERKUSII


RAS KERINCI ALIAS SIGI

Sebelum masuk ke pinus ras Kerinci, terlebih dahulu


perlu kita kenal jenis Pinus merkusii secara umum. Pinus
merkusii adalah jenis yang dipublikasikan pertama kali
oleh Franz Wilhelm Junghuhn (1809–1864) dan Willem
Hendrik de Vriese (1806–1862) pada tahun 1845. Junghuhn
mendeskripsikan jenis ini berdasarkan sampel yang
diperoleh dari kawasan Sumatera Utara. Nama merkusii
merujuk pada nama gubernur jenderal kolonial Hindia
Belanda, yaitu Pieter Merkus (1787–1844).

Satu jenis dari Indocina yang dideskripsikan oleh Francis


Mason (1799–1874) tahun 1849 sebagai Pinus latteri sering
dianggap sebagai jenis yang sama. De Laubenfels, penulis
taksonomi marga Pinus di Asia Tenggara, merupakan salah
satu peneliti yang setuju dengan anggapan itu. Namun
demikian, Aljos Farjon, seorang ahli tumbuhan berbiji
terbuka dari Kebun Raya Kew, akhirnya memisahkan
jenis tersebut dari Pinus merkusii. Konsekuensinya, Pinus
145 merkusii hanya ditemukan di Sumatera dan Filipina. Salah
satu perbedaan yang mencolok adalah tidak ditemukannya
“fase rumput” pada Pinus merkusii.
Pinus merkusii merupakan tumbuhan berbiji terbuka
anggota suku Pinaceae. Jenis ini memiliki habitus berupa
pohon dengan tinggi hingga 60 atau 70 meter. Daun terdapat
dalam berkas dan masing-masing berkas dengan dua helaian
berbentuk jarum. Runjung betina dan jantan terdapat dalam
satu pohon. Biji terlindungi oleh sisik-sisik dari runjung
yang akan membuka ketika telah dewasa. Biji memiliki
sayap pada satu sisinya dan penyebaran dibantu oleh angin.

Menurut informasi tahun 2009 dari C. Orwa dan kolega,


tusam tumbuh pada kisaran elevasi antara 300 hingga
1300 mdpl. Umumnya, jenis ini akan banyak ditemukan
pada lahan-lahan yang cenderung terganggu atau
terbuka. Seringkali regenerasi ditemukan melimpah
pada bekas longsor.

Pinus merkusii ras Kerinci atau sigi adalah ras endemik di


kawasan Kerinci. Berdasarkan data yang tersedia di situs
IUCN Red List, luasan area untuk sigi diperkirakan kurang
dari 500 ha. Luasan ini jauh lebih kecil dari ras Tapanuli (3500
ha) atau Aceh (200000 ha). Hal ini merupakan indikasi bahwa
sigi adalah tumbuhan yang cenderung langka.

Penelitian ekologi sigi tampaknya belum dilakukan secara


menyeluruh. Aljos Farjon menginformasikan bahwa data eko­
logi hanya diperoleh dari catatan spesimen herbarium. Celah
informasi seperti ini perlu segera diisi oleh para peneliti.

MANCARI SIGI

Sekitar tahun 2012 hingga 2013, penulis pertama kali


mendengar Pinus merkusii ras Kerinci. Dikatakan bahwa
146 pinus di kawasan ini berbeda dari pinus pada umumnya,
khususnya ukuran pohon yang lebih besar. Timbullah
keinginan untuk mencarinya.
Aljos Farjon menginformasikan
bahwa data eko­logi hanya diperoleh
dari catatan spesimen herbarium.
Celah informasi seperti ini perlu
segera diisi oleh para peneliti.

Tiga kali mengunjungi TN Kerinci Seblat di kawasan


Gunung Tujuh, pada tahun 2015, 2016 dan 2017, penulis
belum menemukan jenis ini, terlepas memang tidak
terfokusnya eksplorasi pada sigi. Syukurnya, seorang polisi
hutan berpengalaman bernama Bapak Dainuri mengatakan
kalau sigi ada di tempat lain, yakni Bukit Tapan dan Pungut
Mudik. Terhambat singkatnya waktu, penulis belum sempat
mengunjungi kawasan tersebut.

Kabar baik datang pada Juli 2018. Penulis beruntung menda­


pat ajakan untuk mengamati populasi pinus di Kerinci.
Target utama tak lain dan tak bukan adalah sigi. Sejak saat
itulah penulis akhirnya menemukan sigi di habitat alaminya.

Lokasi pertama yang dikunjungi adalah Pungut Mudik. Ini


adalah suatu nama desa yang terletak di sebelah utara pusat
Kota Sungai Penuh. Lokasi ini dapat dikunjungi dengan
perjalanan darat selama 2 hingga 3 jam dari pusat kota. Di
kawasan ini, sigi dapat dengan mudah dilihat dari kawasan
perkampungan. Sigi menjadi tumbuhan yang tampil beda
di antara rimbunan hutan di salah satu bagian Pegunungan
147 Bukit Barisan yang dikelola oleh KPHP Sungai Penuh.

Daun-daun jarumnya yang khas kontras dengan bentuk


daun jenis-jenis lain yang biasanya lebar. Batangnya yang
menjulang tinggi menjadikan jenis ini sering terlihat
mencolok dari strata kanopi jenis lain.

Lokasi kedua adalah Bukit Tapan, TN Kerinci Seblat, yang


dilalui oleh jalan penghubung Sungai Penuh dan Tapan,
Sumatera Barat. Di kawasan ini, sigi ditemukan di beberapa
lokasi sekitar jalan besar. Umumnya, jenis ini tumbuh di
lereng curam hingga kawasan lembah. Penampakan serupa
dengan populasi Pungut Mudik, meskipun individu-
individunya lebih jarang.

Di Bukit Tapan inilah akhirnya penulis dapat mulai


membedakan sigi atau pinus ras Kerinci dari ras Tapanuli
atau Aceh. Sempat mengamati runjung-runjung betina
pinus ras Kerinci yang lebih kecil dari kedua ras lain, ciri
pengenal lain pun teramati. Bentuk batang yang selalu lurus
menyerupai tiang listrik tampaknya dapat dijadikan ciri
pengenal. Retakan kulit kayu dari pinus ras Kerinci juga
lebih dangkal dan permukaan kulit kayu luarnya cenderung
lebih halus dibandingkan kedua ras lainnya.

ANCAMAN KELESTARIAN SIGI

Ada beberapa masalah yang saat ini mengancam keberadaan


populasi ras kerinci. Tiga hal tersebut dimulai dari adanya
introduksi ras non-Kerinci ke lokasi berdekatan, gangguan
langsung atau habitat, dan sedikitnya regenerasi.

Introduksi ras non-Kerinci kemungkinan dapat mengganggu


proses evolusi pembentukan ras yang terjadi pada ras
Kerinci. Hal ini diakibatkan oleh adanya aliran genetik ras
148 non-Kerinci ke dalam populasi ras Kerinci, misalnya melalui
polinasi. Akibat paling jauh dari aliran genetik ini adalah ras
lokal yang sudah terbentuk perlahan hilang.
Keberadaan jalan menyebabkan
frag­mentasi habitat dan semakin
meningkatnya kemungkinan
kerusakan habitat

Kerusakan hutan di sekitar habitat sigi juga cukup


mengkhawatirkan. Di Pungut Mudik, terdapat subpopulasi
yang terancam oleh pembukaan lahan dan kebakaran.
Kebakaran berakibat langsung pada penurunan populasi.
Selain itu, ada juga aktivitas masyarakat yang mengambil
kayu sigi. Umumnya, pangkal batang akan dikoak, supaya
kayunya dapat diambil untuk menyalakan api. Hal ini
tentunya akan berdampak bagi kesehatan pohon yang tidak
menutup kemungkinan menyebabkan kematian.

Untuk kawasan Bukit Tapan, keberadaan jalan juga memiliki


dampak kurang baik. Keberadaan jalan menyebabkan frag­
mentasi habitat dan semakin meningkatnya kemungkinan
kerusakan habitat ke depan yang diakibatkan aktivitas lain
seperti pelebaran.

Selain itu, regenerasi di kawasan hutan ternaung cenderung


sangat sedikit atau hampir tidak ada. Di berbagai kawasan
yang sudah dikunjungi, hanya beberapa individu saja yang
ditemukan sebagai pancang atau pohon kecil. Di kawasan
Bukit Tapan misalnya, banyak individu berukuran semai
hingga pancang terbatas di pinggiran jalan atau bekas longsor,
tapi tampaknya tidak banyak di hutan yang tertutup kanopi
jenis-jenis lain. Kuat dugaan regenerasi Sigi tidak berjalan
optimal pada kondisi tersebut. Meskipun proses ini mungkin
149 saja merupakan kepunahan alami seiring waktu (dinamika
alami), haruslah tetap dalam pengawasan untuk memastikan
apa yang terjadi bukan akibat negatif aktivitas manusia.
MELESTARIKAN SIGI ‘SI WARISAN DUNIA’

Sebagai orang Indonesia, penulis merasa beruntung


mendapatkan titipan untuk mengelola pinus paling selatan
di dunia. Tentunya Indonesia dan dunia tidak akan mau
kehilangan sigi, sebagaimana terjadi pada banyak jenis
tumbuhan, khususnya jenis-jenis endemik Indonesia.
Namun, untuk tumbuhan yang dominan ada di belahan
bumi utara, kasusnya menjadi istimewa dan berbeda.
Menjaga sigi ibarat kata menjaga warisan dunia.

Populasi alami dari jenis ini berada di wilayah kewenangan


TN Kerinci Seblat dan KPHP Sungai Penuh. Kebetulan,
reboisasi masif dengan pinus pernah dilakukan di sekitaran
Kota Sungai Penuh yang berada di antara Pungut Mudik dan
Bukit Tapan. Sayangnya, pinus yang ditanam bukanlah ras
Kerinci. Sehingga, apabila kita mengunjungi Kota Sungai
Penuh, kita akan melihat banyak sekali pinus “pendatang” ini.

Ke depannya, diharapkan bahwa apabila reboisasi


dilakukan dengan pinus, maka pinus ras Kerinci haruslah
dipilih khususnya untuk kawasan Kerinci dan sekitarnya.
Kemungkinan besar sigi merupakan sebagian populasi
Pinus merkusii yang sedang berevolusi untuk membentuk
suatu jenis terpisah. Tentunya, kita tidak ingin bahwa proses
ini akan terhenti karena kekurangpahaman kita mengenai
biologi dari jenis ini. Penanaman ras lain di lokasi terdekat
dapat menyebabkan proses tersebut terganggu.

Studi lebih mendalam mulai dari taksonomi dan ekologi


perlu dilanjutkan. Penjagaan hutan tempat sigi hidup sangat
dianjurkan disertai sosialisasi ke masyarakat. Dijadikannya
sigi sebagai prioritas ketika reboisasi juga dapat mulai
150 dicanangkan. Penelitian keragaman genetik intrapopulasi ras
Kerinci dapat dilakukan untuk mendapatkan data sebelum
dampak negatif aliran genetik ras lain terjadi. n
151
Anggrek epifit Dendrobium yang menempel
pada pohon damar (Anisoptera thurifera)
(Foto : Yanuar Ishaq Dc)
SONGGA, SI POHON AJAIB
DI UJUNG TIMUR PULAU
SUMBAWA
DEWI YULI YANA DAN MUSLIMIN

Sumber Daya Hutan (SDH) di Indonesia dapat menghasil­


kan multiple product, artinya selain produk berupa kayu
juga dapat berupa bukan kayu. Di Indonesia, beberapa
jenis produk bukan kayu atau yang dikenal dengan istilah
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) telah lama diusahakan
dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan untuk
mencukupi kebutuhan hidup mereka. Bahkan, sebagian
masyarakat menggunakan produk HHBK sebagai sumber
penghasilan mereka.

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa produk HHBK


berkesinambungan tidak lagi terjamin. Hal ini terjadi karena
luas hutan di Indonesia terus berkurang, sedangkan jumlah
penduduk semakin bertambah. Akibatnya, sumber daya
HHBK tersebut menjadi berkurang atau bahkan rusak, salah
satunya adalah bidara laut atau yang dikenal di kalangan
masyarakat Bima dengan nama kayu songga (Strychnos
ligustrina Bl.,).

Tumbuhan songga ini berukuran kecil seperti tanaman


jeruk nipis. Penyebaran tumbuhan ini sering dijumpai
152 tumbuh pada ketinggian 0-500 mdpl, di tempat berbatu
serta beriklim kering yang relatif cukup panjang. Topografi
tempat tumbuh pohon songga pada umumnya berupa
dataran sampai dengan perbukitan dengan kemiringan
lereng mulai dari landai sampai dengan curam.

Batuan permukaan pada habitat pohon songga relatif sedikit


dan batuan singkapan sedang. Persentase batuan permukaan
yang relatif sedikit mengindikasi bahwa proses erosi
yang terjadi hanya berupa erosi permukaan. Lahan yang
mempunyai tingkat erosi rendah ditandai dengan hilangnya
lapisan atas permukaan kurang dari 25%.

Secara morfologi, pohon songga merupakan pohon kecil


bercabang tidak teratur, tegak, tinggi mencapai 12 m, dan
tumbuh liar di hutan. Adapun batangnya memiliki kayu
yang keras dan kuat berwarna kuning pucat dan tidak
berbau, sedangkan daunnya tunggal, bertangkai, letak
berseling, bentuk oval, tepi rata, ujung runcing, serta
memiliki panjang 6-12 cm, dan lebar daun 3,5-8,5 cm.

Pohon ini menghasilkan bunga yang keluar dari ujung


tangkainya dan buah bulat yang berdiameter 4 cm
dengan warna kuning kemerahan. Hampir seluruh bagian
tumbuhan ini rasanya pahit. Selain itu, pohon songga ini
termasuk dalam divisi Magnoliopsida, Ordo Gentianales,
Famili Loganiaceae, Genus Strychnos, spesies Strychnos
lucida R. Br. Bahan aktif yang terkandung di dalam kayu
songga antara lain striknin, brusin, tannin, dan steroid.

Menurut Kementerian Kesehatan (2013), kayu Songga me­


ngandung striknin, brusin, serta ester asam kuinat yaitu 4-0
(3,5-dimoteksin-4-hidroksibensoil) kuinat loganin, mangan
dan silikat. Selain itu, songga diketahui mengandung alka­
loid indol dengan total kandungan alkoloid sebesar 1,8-5,3%.
153 Striknin dan brusin merupakan senyawa utama yang
dapat ditemukan pada bagian biji, daun kulit kayu, dan
seluruh bagian tanaman. Sedangkan alkaloid lainnya
Kegunaan kayu Songga
diyakini oleh masyarakat
NTB dapat mengobati atau
menyembuhkan berbagai
penyakit seperti obat kencing
manis, darah tinggi, malaria,
kanker, dan lain-lain.

adalah α kolubirin, β kolubirin, ikajin, fomisin, novasin,


N-oksistriknin, dan pseudistriknin dalam jumlah sedikit.
Kayu songga ini juga disebutkan juga mengandung glikosida
bisirdoid, lingustrinosida, dan alkohol loganin, loganetin, dan
asam loganan.

Secara tradisi, masyarakat Bima umumnya menggunakan


kayu songga sebagai obat penambah nafsu makan, rematik,
sakit perut, bisu (obat luar), kurap, radang, kulit bernanah,
mengatasi gula darah dan juga menyegarkan muka. Selain
itu, masyarakat menggunakan kayu songga sebagai obat
tradisional yang dapat menyembuhkan penyakit gula
(diabetes mellitus).

Zat tanin dan galat bermanfaat sebagai penurun panas


dan anti radang. Sapoin (steroid dan triterpenoid)
dapat menurunkan kadar gula darah dengan salah satu
mekanismenya yaitu menghambat pelepasan enzim
α-glukosidase yang berasal dari pankreas.
154 Di samping itu, kayu songga juga memiliki sifat khas pahit
untuk mendinginkan, melancarkan peredaran darah,
membersihkan darah dari racun. Pada bagian biji dan kayu
tanaman ini mengandung zat alkaloid yang mempunyai daya
anti mikroba dan daya antioksida.

Kayu songga mempunyai kandungan alkaloid yang


mencangkup senyawa bersifat basa mengandung satu atau
lebih atom nitrogen biasanya dalam gabungan, sehingga
bagian yang merupakan bagian dari siklik. Alkoloid
digunakan secara luas dalam bidang pengobatan, walaupun
sering kali beracun bagi manusia.

Selain bermanfaat untuk menurunkan gula darah, sapoin


juga bermanfaat sebagai sumber antibakteri dan antivirus,
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan
vitalitas, dan mengurangi penggumpalan darah. Kandungan
alkaloid dan saponin dalam kayu songga juga dapat berfung­
si sebagai antioksidan. Saponin adalah senyawa sukfaktan.

Dari berbagai hasil penelitian disimpulkan, saponin bersifat


hipokolesterogenik, imunostimulator, hipoglikemik, dan
antikarsinogenik. Saponin yang bersifat keras atau racun
biasa disebut sebagai sapotoksin.

Kegunaan kayu Songga diyakini oleh masyarakat NTB dapat


mengobati atau menyembuhkan berbagai penyakit seperti
obat kencing manis, darah tinggi, malaria, kanker, dan lain-
lain. Hasil analisis Kayu Songga yang dilakukan di Pusat
Litbang Hasil Hutan, Bogor, menggunakan Pyrolisis GCMS
dengan hasil analisis menunjukkan bahwa Kayu Songga
memiliki 30 komponen senyawa aktif.

Sepuluh senyawa mendominasi antara lain secara berurutan:


2,5-Dimethoxybenzyl alcohol; Phenol, 2,6-Dimethoxy-
(CAS) 2,6-Dimethoxyphenol (C11H14O3) synonym
155 Chavicol; 3-Methoxyyacetophenone Phenol, 2,6-Dimetyl-
4-nitro-(CAS) 2,6Dimethyl-4-nitrophenol; Pentanal (CAS)
n-pentanal; 2-Propanone, 1-((4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-
(CAS) 4-Ally1-2,6-Dimethoxyphenol; Acetic acid (CAS)
ethylic acid; dan 2-methoxy-4-methylphenol. Beberapa
struktur molekul dari senyawa aktif dominan yang ditemui
pada kayu songga ini.

Pemanfaatan produk-produk Hasil Hutan Bukan Kayu


(HHBK) oleh masyarakat masih menggunakan teknologi
sederhana dan biaya pemanenan relatif rendah. Walaupun
demikian, bukan berarti pemanfaatan HHBK terlepas dari
permasalahan.

Beberapa permasalahan yang timbul seperti bahan baku


yang diperoleh hanya mengandalkan sumber alam sehingga
potensi tegakan semakin menurun, teknologi pengolahan
masih bersifat tradisional sehingga berdampak pada kualitas
produk yang tidak optimal.

Produk dari kayu songga ini banyak digunakan sebagai


bahan baku obat-obatan hingga saat ini. Dalam skala usaha
di Nusa Tenggara Barat, kayu songga digunakan sebagai
bahan baku obat berbentuk gelas dengan ukuran tertentu.
Pemanfaatan Kayu Songga tersebut kebanyakan masih
dalam bentuk bahan utuh tanpa pengolahan lebih lanjut.

Eksploitasi pohon yang berlebihan oleh masyarakat tersebut


disebabkan pemasaran gelap songga yang cukup luas, tidak
hanya terbatas di Nusa Tenggara Barat saja tetapi juga
sampai keluar wilayah Nusa Tenggara Barat, misalnya ke
Surabaya, Jakarta, Semarang, dan tempat lainnya. Eksploitasi
yang terus menerus dikhawatirkan akan menyebabkan
kelangkaan jenis Pohon Songga di habitat alam.

Kondisi ini bisa terjadi karena selain penebangan yang


156 dilakukan secara terus menerus, juga karena belum
adanya upaya budidaya yang dilakukan oleh masyarakat.
Permintaan yang relatif tinggi untuk keperluan bahan obat,
terutama yang bersifat komersial, menyebabkan keberadaan
kayu songga di alam menjadi terancam.

Oleh karena itu, sebagai tumbuhan khas di pulau Sumbawa


khususnya di wilayah Bima dan Dompu, Kayu Songga harus
dilindungi keberadaannya. Bukan tidak mungkin karena
kelalaian serta kurangnya perhatian kita untuk menjaga
kearifan alam yang ada justru menyebabkan terjadinya
penurunan jumlah Kayu Songga dan akhirnya menjadi
langka dan di ambang kepunahan.

Eksploitasi secara terus-menerus tanpa upaya menanam


kembali seringkali terjadi. Oleh karena itu, penulis
memandang perlu penetapan Kayu Songga sebagai
tumbuhan yang dilindungi. Tindakan yang tegas harus
diambil oleh para pemangku kebijakan dalam hal ini dengan
mengeluarkan aturan yang sejelas-jelasnya.

Namun, bukan berarti tidak boleh mengambil manfaat yang


ada di alam. Tumbuhan songga bisa diusahakan pembudi­
da­yaannya, sehingga manfaatnya sebagai tanaman obat juga
tidak hilang. Peran aktif kita semua dalam menjaga dan mem­
perhatikan lingkungan menjadi hal yang paling krusial. Apa
yang akan kita wariskan ke anak-anak dan cucu kita nanti
kelak jika kayu songga hanya tinggal sebuah pohon ajaib.
Pohon yang pernah ada di ujung timur pulau Sumbawa. n

157
STRATEGI PELESTARIAN
POHON KEMIRI
SITI FAIZAH & RINA MUTIA

Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan tanaman asli


Indonesia yang tumbuh hampir di seluruh Indonesia.
Penyebarannya yang luas di berbagai daerah membuat
kemiri punya banyak nama lokal. Di Aceh disebut Bak
Kiro, masyarakat Sunda mengenalnya dengan Muncang,
sedangkan di Sulawesi disebut Wiau atau Saketa.

Kemiri merupakan tumbuhan punya banyak kegunaan.


Daun kemiri dan kulit batangnya mengandung
senyawa flavonoid, tannin, saponin, dan polifenol yang
memungkinkan adanya efek antioksidan sehingga daun
maupun batang kemiri dapat dimanfaatkan sebagai obat-
obatan. Mampu mengobati diare, demam, merangsang
pertumbuhan rambut, sakit gigi, gangguan kulit, sariawan,
tumor, asma, nyeri penembakan pinggang. Bahkan kemiri
juga dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik.

Masyarakat di Indonesia umumnya memanfaatkan air


rebusan daun kemiri sebagai obat demam. Selain itu, kayu
batangnya juga digunakan dalam pembuatan rumah, lemari,
sumpit, korek api, peti kemas, di Bali kayunya digunakan
untuk bahan baku ukiran tradisional.
158 Biji kemiri adalah bumbu masak, sedangkan tempurung
bijinya dapat dijadikan bahan baku pengusir nyamuk. Biji
kemiri yang sudah dibakar mengandung 60 persen minyak
dan jika diekstrak bijinya dapat menghasilkan minyak yang
berguna sebagai pelapis kapal, lampu minyak, industri batik,
pengganti sabun, bahan campuran cat dan samphoo yang
membuat rambut menjadi indah.

Bahkan minyaknya sudah dijadikan sebagai bahan baku


sumber energi terbarukan, yaitu pembuatan bahan bakar
nabati biodiesel. Ini yang kemudian menjadi fokus pemerin­
tah Indonesia dalam mengatasi kelangkaan energi di masa
yang akan datang.

Menurut penelitian, minyak kemiri mengandung asam


lemak tak jenuh yang tinggi sebesar 15 persen asam oleat,
lebih dari 30 persen asam linolenat, dan 40 persen asam
linoleat. Kandungan yang sama dengan minyak ikan.

Saat ini kemiri belum banyak dikembangkan secara perke­


bunan, padahal kemiri merupakan salah satu pohon dengan
perawatan yang mudah. Bahkan pohon ini dapat hidup di
daerah lereng, di lembah yang curam dan tumbuh pada
berbagai jenis tanah, seperti pasir dan batu kapur. Tak heran
jika kemiri menjadi salah satu komoditas ekspor Indonesia.

Menurut data BPS tahun 2002, Areal pertanaman kemiri


di Indonesia seluruhnya mencapai 205.532 Ha, pada tahun
2000 produksinya mencapai 74.319 ton, dan 679 ton
diantaranya di ekspor dengan nilai US$ 483.000.

Pohon Kemiri memiliki ketinggian mencapai 10-17 meter


dengan diameternya sekitar 50 cm. Percabangan yang sedikit
dan tidak teratur, batangnya tegak, bertekstur halus dan
berwarna sedikit keabu-abuan.

159 Pohon ini memiliki daun yang terdiri dari 4-5 helaian pada
pangkal dan letaknya berselang seling, daunnya berwarna
hijau, berbentuk seperti bulat telur dengan ujung merunjing,
perburuan pohon kemiri
makin memprihatinkan.
Banyak orang di berbagai
daerah tak hanya
mengambil buah kemiri
saja, tapi juga menebang
batangnya untuk kayu
bakar, bahan bangunan,
dan untuk dijual kembali.

tepi daun rata dan bergelombang, permukaan bawah daun


mengkilap dan berbulu, pertulangan daun menyirip dan
bertangkai panjang yang mempunyai getah, Bunga kemiri
memiliki lima mahkota berwarna putih, lima kelopak
berwarna kekuningan dilengkapi dengan tandan bunga dan
aromanya harum.

Jumlah buah per tanda mencapai 1-5 buah. Buah berbentuk


bulat, berwarna hijau dan jika sudah matang menjadi warna
coklat atau kehitaman dan didalamnya berisi biji yang
dagingnya berwarna putih. Setiap satu buah berisi 2-3 biji.
Biji kemiri berkulit keras yang menyerupai batok kelapa.

Menurut Penelitian tahun 2018, masa panen buah kemiri


berlangsung selama 6 bulan, jumlah produksi kemiri
mencapai 22.945 kg per tahun, dengan harga jual biji kemiri
160 yang sudah dikupas saat ini mencapai Rp35 ribu per kg di
Aceh. Berbeda dengan biji kemiri yang tidak dikupas sebesar
Rp8-14 ribu per kg. Di NTT harga kemiri kupas bahkan
mencapai Rp40 ribu per kg. Hal ini berbeda dengan harga
minyak kemiri yang lebih tinggi mencapai Rp355 ribu kg.

Namun demikian perburuan pohon kemiri makin


memprihatinkan. Banyak orang di berbagai daerah tak
hanya mengambil buah kemiri saja, tapi juga menebang
batangnya untuk kayu bakar, bahan bangunan, dan untuk
dijual kembali. Hal ini tidak efektif dan dapat merusak
kelestarian pohon kemiri. Terlebih lagi, biji kemiri yang
keras menyebabkan kemampuan tumbuhnya lama, yaitu
perlu waktu 4-6 bulan dengan penghasilan buah pertama
dengan umur pohonnya berkisar 3-4 tahun.

Jika pohon kemiri terus ditebang, kelestariannya tentu


akan terganggu. Strategi-strategi yang dapat dilakukan
untuk melestarikan pohon kemiri antara lain, pertama,
mendukung dan mengupayakan model hutan kemiri
rakyat dengan menjamin hak kepastian status penguasaan
lahan kepada masyarakat, sehingga model hutan rakyat
yang dikembangkan dapat memberikan manfaat terhadap
kehidupan masyarakat dari segi ekonomi maupun ekologis.

Kedua, memfasilitasi dan mengembangkan potensi mahasis­


wa dalam mempelajari teknik agroindustri pengolahan kemiri
menjadi produk yang dapat dimanfaat oleh masyarakat.

Ketiga, menyosialisasi dan memberikan pelatihan kepada


masyarakat luas agar masyarakat paham teknik agroindustri
dan pengolahan kemiri sehingga dapat meningkatkan nilai
ekonomis bagi masyarakat. Misalnya teknik pembuatan
minyak kemiri.

Keempat, mencegah penebangan pohon kemiri, yaitu dengan


161 cara mengembangkan agroindustri terpadu, tidak hanya
men­jual biji kemiri, tapi masyarakat dapat mengolah biji ke­
mi­ri untuk menghasilkan minyak yang bernilai jual tinggi. n
TIMOHO IDENTITAS
KOTA YOGYAKARTA
FENI NUR

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak


kekayaan alam, salah satunya flora. Flora yang ada
menjadikan negara Indonesia sebagai paru paru dunia.

Flora yang ada di Indonesia sangatlah banyak. Salah satunya


adalah pohon timoho (Kleinhovia hospita), yang dijadikan
flora identitas Kota Yogyakarta. Pohon ini juga memiliki
nama lain seperti Paliasa, Timanga, Palisade, Tengkele
(sunda), dan Apung-apung (Sulawesi).

Di Yogyakarta, pohon ini jumlahnya tak lagi banyak. Pohon


ini biasanya tumbuh di hutan-hutan sekunder, lahan yang
di tinggalkan dan dataran tinggi sekitar 200-500 mdpl.
Biasanya pohon ini tumbuh di wilayah Yogyakarta dan
banyak yang mengkaitkan pohon ini dengan hal-hal mistis.

Selain itu karakteristik pohon timoho mempunyai batang


berwarna abu-abu dan mempunyai akar tunjang biasanya
berbentuk akar papan. Batangnya berbonggol-bonggol dan
dipenuhi cabang-cabang yang tebal. Kayunya berwarna
kuning pucat dengan urat-urat hitam tetapi tidak merata
pada seluruh batang.
162 Daunnya tunggal berseling bervariasi dengan bentuk bulat
telur atau bentuk jantung. Kayu timoho juga bersifat lunak,
teksturnya yang mudah dibentuk dan memiliki corak khas.
Pohon timoho juga mempunyai manfaat dan kegunaan yang
bergitu banyak di dunia kesehatan.

Contohnya, pada daun dan kulit kayu mengandung senyawa


cyanogenic yang mampu membunuh ektoparasit seperti
kutu dan rebusan daun timoho bermanfaat untuk mengobati
beberapa penya­kit antara lain penyakit hati, penyakit kuning
dan hepatitis.

Selain itu, juga dapat berkhasiat untuk pengobatan radang


hati pada dosis yang tinggi seperti 250, 500, 750 dan 1000
mg/kgbb. Tak hanya itu, daun timoho juga mengandung
senyawa saponin, cardenoin, bufadienol dan antrakinon.

Selain daun yang mempunyai banyak manfaat, kayu timoho


juga banyak dapat dimanfaatkan untuk membuat magis
khususnya tosan aji.

Kayu yang mempunyai corak/pelet yang sangat unik,


terkadang corak/pelet berbeda-beda setiap kayu. Namun,
jarang dijumpai dan susah untuk ditemukan.

Saat ini diketahui, kayu timoho adalah sebagai gagang


dan sarung keris. Untuk mendapatkan kayu timoho yang
berpelet, pencari kayu timoho harus memanjat pohon untuk
mendapatkan urat-urat yang terbaik sehingga kayu tersebut
harganya cukup mahal.

Namun, menurut Tijdschrift voor Nederlandsch, bercak atau


urat-urat hitam itu adalah suatu gejala penyakit batang yang
akan membuat batang itu akan mudah lapuk. 

Selain kegunaan tersebut pohon timoho juga sebagai bahan


bahan bakar yang nilainya sangatlah tinggi untuk per
163 kg. Untuk daun yang masih muda dapat digunakan juga
sebagai bahan sayur. Cabang yang berbelit-belit sehingga
dimanfaatkan sebagai hiasan pada gagang pisau.
Pohon Timoho yang begitu
banyak manfaatnya dan sumber
daya alam yang telah berkurang
akibat gedung-gedung di
sekitarnya yang menjadikan
untuk persebaran Pohon
Timoho yang terhambat.

Persebaran pohon timoho terdapat di seluruh Asia tropis,


dari Kepulauan Mascarene sampai Polynesia. Di Jawa, lebih
umum dijumpai di Jawa Tengah dan Timur. Di Jawa Tengah
ditemukan di Yogyakarta, sehingga jenis ini digunakan
sebagai identitas kota Yogyakarta.

Dapat ditemui di suatu wilayah yang mudah


dijumpai,seperti di Balai Kota Timoho. Di Semenanjung
Malaya juga pohon timoho tersebar alami sepanjang
pinggiran sungai, khususnya di Perak dan beberapa pohon
terdapat di daerah-daerah pantai dekat Malaka.

Pohon timoho yang begitu banyak manfaatnya dan sumber


daya alam yang telah berkurang akibat gedung-gedung
di sekitarnya yang menjadikan untuk persebaran pohon
timoho yang terhambat. Ini membuat keberadaan pohon
timoho hampir punah.

Selain itu, banyak masyarakat saat ini yang tidak mengenal


164 pohon timoho dan kegunaannya.

Kurangnya pengetahuan,wawasan, dan rasa penasaran


tentang pohon timoho, membuat orang belum semaksimal­
nya bisa melestarikan pohon tersebut. Bahkan sekarang
pohon timoho sudah jarang dijumpai mungkin hanya di
tempat-tempat tertentu saja seperti di Balai Kota di Timoho
dan Desa Banyu Semurut, Girirejo, Imogiri, Bantul.

Lahan-lahan kosong pada saat ini hanya didirikan


bangunan-bangunan yang membuat lahan untuk
penanaman, pelestarian, pembudidayaan terancam sedikit.

Sedangkan gedung-gedung yang dibangun membuat tanah


menjadi gempur dan tidak cocok untuk ditanami. 

Orang zaman dahulu hanya berpikir untuk memanfaatkan


Sumber Daya Alam (SDA) semaksimal mungkin, tetapi
tidak memikirkan untuk penanaman pohon timoho.

Semakin banyak pohon timoho yang ditebang, pohon


timoho juga terancam punah.

Cara melindungi pohon timoho dengan cara menjaga,


merawat, melindungi, dan melestarikannya. Utamanya kita
memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat
pohon timoho di kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda dapat melin­


dungi dan melestarikan pohon yang terancam punah.
Memberikan informasi, pengetahuan, atau seperti sosialisasi
mengenai pohon yang hampir punah. Memanfaatkan
lahan-lahan kosong untuk ditanami pohon-pohon yang
bermanfaat untuk semua orang.

Lindungi pohon yang hampir punah agar pohon tersebut


menjadi berkembang baik dan banyak. Berkembang
165 menjadikan Indonesia ini akan kaya pohon.

Mari kita sebagai warga Indonesia tetap menjaga,


melestarikan flora yang hampir punah dan jarang.n
TUMBUHAN IKONIK
SUMATERA BARAT MORUS
MACROURA (ANDALEH)
SITI FAIZAH, RINA MUTIA

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari


satu pertiga daratan dan dua pertiga lautan. Walaupun luas
daratannya lebih kecil dibanding luas lautan, Indonesia men­
jadi salah satu negara yang memiliki tingkat keanekaragam­
an hayati yang tinggi. Pulau-pulau yang ada di Indonesia
memiliki flora dan fauna yang beragam, unik dan memiliki
ciri khas tersendiri.

Salah satunya yang terdapat di pulau Sumatera yakni


Sumatera barat. Sumatera Barat merupakan salah satu
provinsi yang berada di Negara Indonesia bagian barat, yang
beribu­kota Padang. Sumatera Barat merupakan provinsi yang
kaya akan flora dan fauna yang unik dan khas. Salah satu flora
yang khas di pulau Sumatera adalah Morus macroura.

Morus macroura atau yang lebih dikenal dengan tanaman


“andalas” merupakan tanaman yang khas di pulau Sumatera.
Di mana, nama tanaman ini menjadi nama salah satu jalan
dan kampus di Kota Padang yakni jalan andalas dan kampus
Universitas Andalas. Bahkan, tanaman ini dijadikan sebagai
166 maskot Provinsi Sumatera Barat.

Melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumatera Barat


No 522-414-1990, pohon andalas (Morus macroura Miq)
ditetapkan sebagai flora maskot Provinsi Sumatera Barat.
Morus macroura Miq., juga ditemukan di Pegunungan
Himalaya, dikenal dengan Himalayan mulberry tetapi
dengan karakter yang cukup jauh berbeda

Secara ilmiah, tanaman ini pertama sekali dilaporkan oleh


Miquel pada Tahun 1862 yang ditemukannya dalam suatu
perjalanan di daerah Batang Baroes, Solok. Kemudian
tanaman ini diberi nama Morus macroura Miq.

Tanaman ini satu keluarga dengan Morus alba yang banyak


dikenal sebagai murbei yakni tanaman yang dibudidayakan
untuk perbanyakan ulat sutera. Dalam bahasa Minangkabau
tanaman ini dikenal sebagai kayu Andaleh, namun lebih
dikenal dengan nama andalas, dan pada saat ini populasinya
semakin berkurang (Anwar et al. 2007)

Tanaman ini tergolong ke dalam salah satu tanaman langka


di Indonesia, di mana populasi dari tanaman ini semakin
berkurang, hal inilah yang menjadikan tanaman ini sebagai
tanaman yang terancam punah, karena tanaman ini
merupakan tanaman berumah dua, yakni bunga jantan dan
bunga betina terletak pada individu yang berbeda.

Ada individu yang memiliki bunga jantan dan ada individu


yang memiliki bunga betina saja, serta kebanyakan dari biji-
biji tanaman ini mandul karena jarang terjadi penyerbukan
dan waktu matangnya serbuk sari berbeda dengan putik.

Beberapa penelitian juga mengatakan bahwa langkanya


tanaman ini karena punahnya serangga yang membantu
penyerbukan tanaman ini. Sehingga berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangbiakan dari tumbuhan ini.
167 Morus macroura merupakan tumbuhan berkayu yang
memiliki batang berwarna coklat serta dapat mencapai
ketinggian hingga 40 m. Tumbuhan ini merupakan
tumbuhan deciduous (menggugurkan daunnya saat musim
kemarau), permukaan daun kasar, ujung daun runcing, dan
bagian pinggir daunnya bergerigi.

Tumbuhan ini memiliki daun yang berbentuk oval


berwarna hijau. Menurut Afri (2013), bahwa pohon andalas
mempunyai daun berwarna hijau berbentuk oval dengan
pinggiran daun bergerigi. Permukaan daun sebelah bawah
umumnya licin sementara permukaan sebelah atas kasar
apabila diusap dari ujung daun ke pangkal daun.

Warna daun akan berubah menjadi hijau tua bahkan menjadi


hijau pekat kehitaman menjelang musim kemarau. Hampir
sama dengan beberapa tumbuhan hutan lain, seperti jati dan
surian, andalas juga menggugurkan daunnya setahun sekali.
Menurut Anwar et al (2007) dalam Afni (2013), Morus
macroura merupakan tumbuhan berkayu, dengan ketinggian
mencapai lebih 40 m dengan tajuk yang rimbun.

Jika tumbuhan ini dirawat baik, maka dapat tumbuh lurus


dengan batang yang kuat dan dapat menghasilkan kayu yang
baik. Warna batang pada umumnya coklat, namun dengan
banyaknya “lichene” yang tumbuh sepanjang batang, maka
akan terlihat warna batang menjadi bercak-bercak putih,
kemerahan, bahkan bercampur hijau dan abu-abu.

Tumbuhan ini banyak digunakan oleh masyarakat sebagai


bahan bangunan atau industri, salah satunya dalam pembu­
atan rumah gadang, mulai dari tiang, dinding maupun lantai
dari rumah gadang. Selain itu, tumbuhan ini juga dijadikan
sebagai bahan pembuatan perabot karena kayunya yang kuat
seperti pembuatan kursi, meja, dan lemari.
168 Tumbuhan ini juga dapat dijadikan sebagai pakan ulat
sutra dan menjadi sumber oksigen bagi kehidupan di
sekitarnya karena pohonnya yang rimbun dan rindang.
Andalas bertajuk lebat sehingga
dapat menyumbangkan oksigen
yang melimpah

Menurut Anwar et al (2007), bahwa kayu andalas ini mudah


dikerjakan terutama digunakan untuk tiang, balok lantai dan
papan lantai pada bangunan perumahan.

Karena itu beberapa bangunan menggunakan kayu andalas


terutama untuk kunsen dan tiang-tiang penyangga. Salah
satu rumah gadang tua (dibangun 1825) di Tilatang Kamang
tiang utamanya yang masih kokoh terbuat dari kayu andalas,
serta cetakan kue yang dulu banyak digunakan penduduk
Sumatera Barat.

Fungsi lainnya yakni sebagai tumbuhan konservasi. Andalas


bertajuk lebat sehingga dapat menyumbangkan oksigen
yang melimpah untuk kehidupan di permukaan bumi,
melindungi berbagai organisme lain yang hidup di sekitarnya
dan menyumbangkan bahan organik yang tak ternilai
terutama dari daunnya yang gugur di permukaan tanah.
Sistem perakarannya yang dalam dan mencengkeram tanah
merupakan perlindungan alami dari kemungkinan terjadinya
longsor dan berperan dalam pengaturan ketersediaan air.

Sementara itu, sebagai salah satu keluarga murbei, andalas


berpeluang untuk budidaya ulat sutera. Daunnya lebih
rim­bun dan dapat mencapai ukuran dua kali lipat murbei
sangat berpotensi sebagai pakan alternatif bagi ulat sutera. Di
169 samping itu, buah tanaman ini juga berpotensi sebagai bahan
makanan. Beberapa senyawa kimia yang terkandung di dalam
pohon ini tengah diteliti manfaatnya sebagai biofarmaka.
Manfaat andalas sebagai bahan dasar obat-obatan sudah
mulai diteliti. Asam betulinat yang berhasil diisolasi bersama
dengan bahan-bahan kimia sejenis bersifat menghambat
pembiakan virus HIV, di samping itu juga antitumor
melanoma pada manusia dan mencegah peradangan.

Morus macroura sudah semakin sedikit ditemukan


di lingkungan masyarakat Sumatera. Bahkan banyak
masyarakat yang tidak mengetahui bentuk dari pohon ini,
padahal manfaat dari tumbuhan ini sangat besar dan juga
merupakan maskot dari Provinsi Sumatera Barat.

Potensi dari tumbuhan ini sudah diteliti oleh peneliti, di mana


dapat dijadikan sebagai bahan obat-obatan dan kosmetik.
Status dari tanaman ini yang terancam punah, dikarenakan
tingkat reproduksi dari tanaman ini yang kecil, sehingga
proses perkembangbiakannya juga sulit untuk dilakukan.

Beberapa penelitian yang dilakukan untuk perbanyakan


tanaman ini seperti dengan melakukan kultur jaringan,
memberikan hasil yang kurang memuaskan setelah
penanaman, di mana banyak dari bibit tanaman ini yang
mati. Hal inilah yang mendasari penulis dalam pembuatan
artikel ini dan penulis berharap bahwa artikel ini dapat
memberikan pengetahuan tentang tumbuhan Morus
macroura ini bagi pembaca.n

SUMBER PUSTAKA
Mahdane, Afri. 2013. Potensi Andalas (morus macroura miq.) di Tanah
Ulayat Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Anwar A, Syarif A, Swasti E, Jamsari, Syamsuardi, Renfiyeni. 2007. Langkah
170 Awal Pelestarian Andalas (Morus macroura Miq.) [Jurnal].
Anwar A, Renfiyeni, Jamsari. 2007. Metode Perkecambahan Benih Tanaman
Andalas (Morus macroura Miq.) (Germination method of Morus macroura
Miq.) [Jurnal].

Anda mungkin juga menyukai