Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HASIL HUTAN BUKAN KAYU

TUMBUHAN PENGHASIL DRAGON’S BLOOD

Disusun Oleh :
Hasyim Asy’ari Mulawarman
CCA 118 021

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan rahmat-Nyalah penyusun akhirnya bisa menyelesaikan makalah Hasil
Hutan Bukan Kayu “Tumbuhan Penghasil Dragon’s Blood”.

Tidak lupa penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen


pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan dalam perkuliahan. Rasa
terima kasih juga hendak penyusun ucapkan kepada rekan-rekan yang telah
memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.

Meskipun penyusun sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang


penyusunan makalah ini, namun penyusun menyadari bahwa di dalam makalah
yang telah disusun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan.
Sehingga penyusun mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi
tersusunnya makalah lain yang lebih lagi. Akhir kata, penyusun berharap agar
makalah ini bisa memberikan banyak manfaat agar jernag dapat lebih di ketahui
serta kelestarianya dapat lebih di perhatikan.

Palangka Raya, November 2019

Penyusun

i
\

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.1. Tujuan ....................................................................................................... 2

II. TUMBUHAN PENGHASIL DRAGON’S BLOOD........................................ 3

1.2. Gambaran Umum ..................................................................................... 3

2.1.1. Dracaena croton ............................................................................... 3

2.1.2. Pterocarpus ....................................................................................... 4

2.1.3. Dracaena cochincinensis (Lour) S.c ................................................. 5

2.1.4. Dracaena cambodiana pierre ex Gagnep ......................................... 6

2.2. Proses Pengambilan Dragon's Bold ......................................................... 7

2.2.1. Ekstraksi Kering ................................................................................ 7

2.2.2. Ekstraksi Basah ................................................................................. 7

2.2.3. Ekstraksi dengan Pelarut Organik ..................................................... 8

2.2.4. Matriks Serat Nano Sebagai Media Ekstraksi Jernag ....................... 8

2.3. Kegunaan .................................................................................................. 8

III. KESIMPULAN .......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 11

ii
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jernang (dragon’s blood) adalah resin berwarna merah hasil sekresi buah
tanaman rotan. Di pasar Internasional. Jernang diketahui terdapat di tiga negara di
dunia yaitu Indonesia,Malaysia dan India, tetapi yang terbesar berada di
Indonesia, khususnya di daerah Jambi, Aceh dan Kalimantan. Di Kalimantan
jernang telah ada dan dimanfaatkan oleh masyarakat sejak zaman dahulu. Getah
jernang memiliki nilai jual yang tinggi. Jika pemanfaatan rotan pada umumnya
adalah dari batangnya, maka pemanfaatan pada jernang adalah dari getah yang
terdapat pada buahnya.

Jernang termasuk kedalam kelompok resin keras yaitu padatan yang


mengkilat bening, atau kusam, rapuh, meleleh bila dipanaskan dan
mudah terbakar dengan mengeluarkan asap dan bau yang khas. Jernang
berwarna merah, berbentuk amorf.

Kegunaan utama dari getah jernang sebagai bahan pewarna cat dan obat-
obatan misalnya mengobati luka akibat gatal-gatal dan juga sebagai ramuan yang
dioleskan di kening ibu-ibu yang baru melewati proses persalinan. Jernang telah
banyak dimanfaatkan masyarakat dalam pengobatan tradisional. Kegunaan
jernang dalam industri yaitu sebagai bahan pewarna vernis, keramik, marmer, alat
dari batu, kayu, rotan, bambu, kertas, cat dan sebagainya. Namun,
jernang telah digunakan sebagai obat tradisional sejak beberapa abad yang lalu
sebagai antiseptik, merangsang sirkulasi darah, antimikroba, antivirus,
antitumor, obat luka, dan lain-lain (Gupta, 2008).

. Tingkat produksi jernang sekarang ini mengalami penurunan yang sangat


drastis hal tersebut ditunjukkan pada tahun 1960an, setiap pengekstrak jernang
dapat menghasilkan getah jernang setiap musim berbuah sebanyak 30-50 kg,
maka sekarang ini hanya dapat menghasilkan getah jernang 5-15 kg. Demikian
2

juga jumlah populasi jernang menjadi semakin berkurang akibat kerusakan


habitatnya.

Perdagangan jernang sendiri bukanlah hal yang baru di Jambi karena getah
jernang telah diperdagangkan sejak zaman Jepang dahulu. Tingkat produksi
jernang sekarang ini mengalami penurunan yang sangat drastis hal tersebut
ditunjukkan pada tahun 1960an, setiap pengekstrak jernang dapat menghasilkan
getahjernang setiap musim berbuah sebanyak 30-50 kg, maka sekarang ini hanya
dapat menghasilkan getah jernang 5-15 kg. Demikian juga jumlah populasi
jernang menjadi semakin berkurang akibat kerusakan habitatnya. Masuknya
beberapa perusahaan swasta juga menyebabkan semakin berkurang keberadaan
kawasan hutan dan bahkan telah digantikan oleh perkebunan kelapa sawit, karet
dan penanaman Hutan Tanaman Industri (HTI). Kerusakan habitat alami jernang
menyebabkan penurunan populasi dan jumlah jernang tersebut sedangkan
permintaan getah jernang terus meningkat.

Maka dari itu, diperlukannya pengetahuan tentang jenis-jenis penghasil


jerenang untuk mengetahui pemanfaatan dan pengolahan jernang. karena
potensinya yang sangat besar. Dengan harapan semakin banyak orang yang
mengetahui manfaat dari jernang maka akan semakin banyak yang akan
memperhatikan kelestarianya.

1.1. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui jenis-jenis penghasil jerenang khususnya pada
tanaman:
a. Dracaena croton
b. Dterocarpus
c. Dracaena cacinehiresis
d. Dracaena combdiana
2. Untuk mengetahui proses-proses pengambilan getah jernang (dragon’s
blood)..
3. Untuk mengetahui kegunaan dan pemanfaatan dari getah jerenang.
3

II. TUMBUHAN PENGHASIL DRAGON’S BLOOD

1.2. Gambaran Umum

2.1.1. Dracaena croton


Dracaena croton adalah famili dari Dracaenaceae. Tumbuhan ini berasal dari
Kamerun, yang ciri-cirinya tumbuh dalam semak dengan batang ramping dan
lentur, dengan daun yang memanjang. Di Indonesia tumbuhan ini dapat
dibudidayakan dengan cara stek.

Tanaman cemara yang asli dari kepulauan kepulauan Socotra. Mahkota pohon
sering terlihat seperti payung yang telah diputar. Daun panjang dan kaku lahir
dalam tandan di ujung dahan. Beberapa pohon memiliki mahkota yang lebih bulat
daripada yang lain dan mengingatkan kita pada jamur raksasa dan bukan payung.

Dracaena croton berkembang dalam pola yang sangat teratur yang dikenal
sebagai cabang bercabang. Dalam proses ini, setiap cabang menghasilkan dua
cabang baru yang timbul dari titik yang sama. Prosesnya berulang untuk
menciptakan dasar mahkota pohon.

Seperti dedaunan, bunganya ditaruh di ujung dahan. Bunganya berukuran kecil


dan berwarna kehijauan. Mereka berada dalam kelompok yang dikenal sebagai
perbungaan. Bunga yang subur menghasilkan buah beri hijau yang berubah
menjadi hitam saat mereka setengah matang dan kemudian menjadi oranye saat
buahnya sudah matang.

Dracaena mudah dibiakkan dengan stek batang. Bagian batang dipotong


sepanjang 20 cm, lantas disemai di media pasir basah. Seminggu kemudian
tumbuh akar dan tunas. Ia termasuk tanaman bandel. Bisa ditanam di dalam
maupun di luar ruangan. Tahan cahaya sinar matahari langsung maupun tempat
teduh. Medianya tak boleh kekeringan. Dracaena butuh cukup air. Jika ditanam di
pot, medianya campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang (1:1:1). Dracaena cepat
tumbuh, sehingga perlu sering ganti pot. Jika akarnya sudah berdesakan, tanaman
tidak subur dan menguning.
4

2.1.2. Pterocarpus
Pterocarpus merupakan famili dari Fabaceae. Pterocarpus menghasilkan kayu
yang diperdagangkan sebagai padauk (mukwa atau narra). Padauks dinilai untuk
ketangguhan satbilitas dalam penggunaan dan dekorasi. Sebagia besar kayu
Pterocarpus mengandung zat yang larut dalam air atau alkohol dan dapat
digunakan sebagai pewarna.

Pohon, yang kadang-kadang menjadi raksasa rimba, tinggi hingga 40m dan
gemang mencapai 350cm. Batang sering beralur atau berbonggol; biasanya
dengan akar papan (banir). Tajuk lebat serupa kubah, dengan cabang-cabang yang
merunduk hingga dekat tanah. Pepagan (kulit kayu) abu-abu kecoklatan,
memecah atau serupa sisik halus, mengeluarkan getah bening kemerahan apabila
dilukai.

Daun majemuk menyirip gasal, panjang 12–30 cm. Anak daun 5-13, berseling
pada poros daun, bundar telur hingga agak jorong, 6-10 × 4–5 cm, dengan pangkal
bundar dan ujung meruncing, hijau terang, gundul, dan tipis.

Bunga-bunga berkumpul dalam malai di ketiak, 9–15 cm panjangnya. Bunga


berkelamin ganda, berwarna kuning dan berbau harum semerbak, berbilangan-5.
Kelopak serupa lonceng, berdiameter 6mm, dua taju teratas lebih besar dan
kadang-kadang menyatu. Mahkota lepas-lepas, berkuku, bendera bundar telur
terbalik atau seperti sudip. Benang sari 10 helai, yang teratas lepas atau bersatu.

Buah polong bundar pipih, dikelilingi sayap tipis seperti kertas, lk. 6 cm
diameternya, tidak memecah ketika masak. Biji 1-4 butir.[4] Polong akan masak
dalam waktu 4-6 bulan, berwarna kecoklatan ketika mengering. Bagian tengah
polong gundul pada forma indicus dan berbulu sikat pada forma echinatus (Pers.)
Rojo.

Pterocarpus yang paling sering ditemukan adalah Pterocarpus Afrika dari P.


soyauxii yang, ketika baru dipotong, berwarna merah / oranye yang sangat cerah
tetapi ketika terkena sinar matahari memudar dari waktu ke waktu menjadi cokelat
yang hangat. Warnanya membuatnya menjadi favorit di kalangan pekerja kayu.
Selain kayunya Pterocarpus dapat diambil ekstrak berupa dragon’s blood.
5

2.1.3. Dracaena cochincinensis (Lour) S.c


Dracaena cochincinensis (Lour) S.c adalah tanaman yang mirip seperti pohon
yang mempunyai ukuran tumbuh 5-15 meter yang familinya dari Asparagaceaae.
Dracaena cochincinensis (Lour) S.c dapat menghasilkan resin yang berfungsi
sebagai obat. Habitat tumbuhan ini dapat ditemukan di wilayah Vietnam,Laos,
Thailand, Kamboja, dan Cina bagian selatan.

Dracaena cochincinensis (Lour) S.c tumbuh sangat lambat dengan hasil dragon’s
blood yang sangat rendah. Tidak ada jaringan sekretori untuk mengeluarkan
dragon’s blood sehingga tetap dalam sel parenkim batang xilem asalnya (Fan et
al., 2008). Untuk memanen beberapa potong kayu damar, pohon yang berumur
ratusan tahun kerap dihancurkan. Karena eksploitasi berlebihan, dua spesies
Dracaena asli D. cochinchinensis dan D. cambodiana telah dimasukkan dalam
kelompok perlindungan ketiga spesies langka China Permintaan tahunan saat ini
untuk dragon’s blood di Tiongkok lebih dari 600 ton, terutama tergantung pada
impor. Namun, menurut Uni Internasional untuk Konservasi Alam dan Sumber
Daya Alam (IUCN), Dracaena spp lainnya. yang menghasilkan dragon’s blood,
seperti Dracaena draco dan Dracaena cinnabari juga terancam punah dan telah
masuk dalam daftar merah IUCN sejak 1998..

Budidaya pohon dracaena dalam skala besar mungkin merupakan satu-


satunya cara potensial untuk menyelesaikan masalah kekurangan dragon’s blood
dan untuk melindungi alam. Namun demikian, produksi dragon’s blood tidak
pasti. Pada jam berapa dan di bagian mana batang pohon akan menghasilkan
dragon’s blood dan berapa banyak yang akan dihasilkan tidak jelas. Sedikit yang
diketahui tentang mekanisme pembentukan dragon’s blood; tidak ada metode
yang efisien untuk mempromosikan atau mendorong pembentukan dragon’s
blood. (Wang et al., 2010)
6

2.1.4. Dracaena cambodiana pierre ex Gagnep


Dracaena cambodiana adalah tumbuhan monokotil dengan pola pertumbuhan
bercabang yang saat ini ditempatkan dalam keluarga asparagus (Asparagaceae,
subfamili Nolinoidae). Ketika muda itu memiliki batang tunggal. Pada usia sekitar
10–15 tahun, batang berhenti tumbuh dan menghasilkan lonjakan bunga pertama
dengan bunga wangi putih seperti bunga bakung, diikuti oleh beri karang. Segera
mahkota tunas terminal muncul dan tanaman mulai bercabang. Setiap cabang
tumbuh sekitar 10–15 tahun dan bercabang ulang, sehingga tanaman yang matang
memiliki kebiasaan seperti payung. Tumbuh lambat, membutuhkan sekitar
sepuluh tahun untuk mencapai ketinggian 1,2 meter (4 kaki) tetapi dapat tumbuh
lebih cepat. Tumbuhan ini mempunyai bunga berwarna hijau kekuning-kuningan.
Habitat tumbuhan ini dapat ditemukan di wilayah negara Cina.

Menjadi monokotil, pohon ini tidak menampilkan cincin tahunan atau


pertumbuhan sehingga usia pohon hanya dapat diperkirakan dengan jumlah titik
percabangan sebelum mencapai kanopi. Spesimen yang disebut "El Drago
Milenario" (naga berusia seribu tahun) yang tumbuh di Icod de los Vinos di barat
laut Tenerife adalah tanaman tertua yang hidup dari spesies ini. Umurnya
diperkirakan pada tahun 1975 sekitar 250 tahun, dengan maksimum 365 tahun,
tidak beberapa ribu seperti yang telah diklaim sebelumnya. Ini juga merupakan
pohon terbesar yang masih hidup. Batangnya yang besar berasal dari kontribusi
kelompok akar udara yang muncul dari pangkalan cabang terendah dan tumbuh
hingga ke tanah. Turun di sepanjang batang, mereka berpegangan erat pada
batang, berintegrasi dengannya dan berkontribusi pada pertumbuhan radialnya.
Ada variasi genetik yang cukup besar di dalam pohon naga Pulau Canary. Bentuk
yang ditemukan pada Gran Canaria sekarang diperlakukan sebagai spesies
terpisah, Dracaena tamaranae, berdasarkan perbedaan dalam struktur bunga.
Bentuk endemik La Palma awalnya bercabang sangat rendah dengan banyak,
cabang hampir vertikal diatur cepat. Ada hutan pohon-pohon seperti itu di Las
Tricias, distrik Garafia, La Palma.
7

2.2. Proses Pengambilan Dragon's Bold


Pada umumnya, setiap spesies penghasil resin jernang (dragon’s blood)
memiliki proses pengambilan dragon’s blood yang sama. Terdapat beberapa
proses secara tradisonal dan mengunakan bahan kimia berupa ekstraksi kering,
ekstraksi basah, ekstraksi mengunakan pelarut organik, dan menggunaka matriks
serat nano sebagai media ekstraksi jernang. Pemilihan proses dan teknik
pengambilan ini tergantung dari hasil yang diinginkan sesuai dengan kegunaan
dan manfaat-nya

2.2.1. Ekstraksi Kering


Teknik ekstraksi kering dilakukan dengan cara menumbuk buah rotan
jernang segar. Rendemen resin yang dihasilkan sebesar 7−8% .Teknik ini telah
digunakan sejak dahulu secara tradisional oleh suku-suku pedalaman.

2.2.2. Ekstraksi Basah


Teknik ekstraksi basah menggunakan air dan terdiri atas 2 cara yaitu:

a. Buah rotan jernang dijemur hingga kering, selanjutnya ditumbuk untuk


memudahkan memisahkan kulit dan biji rotan. Kulit buah rotan dimasukkan
dalam wadah yang berisi air dan diaduk atau diremas-remas hingga resin larut
dalam air. Selanjutnya, air disaring menggunakan saringan dari karung
anyaman plastik. Air saringan ditempatkan dalam wadah dan dibiarkan
hingga resin jernang mengendap sempurna. Rendemen yang dihasilkan
berkisar 12%.
b. Buah rotan dimasukkan dalam wadah berbentuk silider yang telah berisi
air, selanjutnya silider tersebut diputar hingga resin larut sempurna
dalam air. Setelah resin larut sempurna, air disaring dan air hasil saringan
ditempatkan pada suatu wadah agar resin mengendap. Endapan resin
dipisahkan dari air dan dijemur. Rendemen resin yang dihasilkan
berkisar 12%.
8

2.2.3. Ekstraksi dengan Pelarut Organik


Ekstrak jernang dengan pelarut etil asetat dapat berfungsi sebagai
bahan penyembuh luka (Waluyo & Pasaribu 2013). Ekstraksi dilakukan
sesuai diagram alir dibawah ini.

2.2.4. Matriks Serat Nano Sebagai Media Ekstraksi Jernag


Matriks serat nano (nanofibers) dengan cara melarutkan bahan polimer
PVDF (Polyvinylidene Fluoride) sebanyak 4 gram dengan pelarut N.N.
Dimetyl acetamide sebanyak 20 ml (1:5 b/v). Larutan polimer yang telah
larut sempurna didiamkan sedikitnya 6 jam hingga larutan tampak bening,
selanjutnya larutan dimasukkan ke alat electrospinning untuk membuat matriks
yang tersusun dari serat berukuran nano.

Ekstrak jernang dilarutkan dengan pelarut etil asetat menjadi larutan


berkonsentrasi 5%, selanjutnya larutan ekstrak tersebut diteteskan pada matriks
serat nano hingga merata. Matriks yang telah ditetesi larutan dibiarkan
hingga kering (etil asetat menguap sempurna).

2.3. Kegunaan
Kegunaan utama dari getah jernang sebagai bahan pewarna cat dan obat-
obatan , misalnya mengobati luka akibat gatal-gatal dan juga sebagai ramuan yang
dioleskan di kening ibu-ibu yang baru melewati proses persalinan. Jernang telah
9

banyak dimanfaatkan masyarakat dalam pengobatan tradisional. Kegunaan


jernang dalam industri yaitu sebagai bahan pewarna vernis, keramik, marmer, alat
dari batu, kayu, rotan, bambu, kertas, cat dan sebagainya. Namun,
jernang telah digunakan sebagai obat tradisional sejak beberapa abad yang lalu
sebagai antiseptik, merangsang sirkulasi darah, antimikroba, antivirus,
antitumor, obat luka, dan lain-lain (Gupta, 2008).

Salah satu teknologi nano yang berkembang saat ini adalah penggunaan serat
nano (nanofibers) untuk berbagai produk. Serat nano mempunyai sifat unik dan
berpotensi untuk diaplikasikan di bidang biologi, kimia, elektronik, teknik,
biomedis, dan pelindung berbagai produk . Salah satu aplikasi serat nano
dalam bidang medis adalah meningkatkan efisiensi pemakaian obatSalah satu
aplikasi serat nano dalam bidang biomedis adalah menyembuhkan luka
dengan memasukkan bahan antibiotik pada matriks serat. Teknik
pemanfaatan matriks serat nano sebagai media ekstrak jernang untuk
penyembuh luka telah diujicobakan dengan hasil yang cukup memuaskan.
10

III. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diketahui dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Jernang (dragon’s blood) adalah resin berwarna merah hasil sekresi.


2. Terdapat beberapa tumbuhan pengahsil jerenag seperti Dracaena croton,
Dracaena cambodiana pierre ex Gagnep dan Dracaena cochincinensis
(Lour) S.c yang berasal dari Famili Asparagaceae. Dan Pterocarpus dari
famili Fabaceae. Tanaman-tanaman ini memiliki karakteristik yang
berbeda.
3. Terdapat beberapa proses secara tradisonal dan mengunakan bahan kimia
berupa ekstraksi kering, ekstraksi basah, ekstraksi mengunakan pelarut
organik, dan menggunakna matriks serat nano sebagai media ekstraksi
jernang. Pemilihan proses dan teknik pengambilan ini tergantung dari hasil
yang diinginkan sesuai dengan kegunaan dan manfaat-nya
4. Kegunaan utama dari getah jernang sebagai bahan pewarna cat dan obat-
obatan. Kegunaan jernang dalam industri yaitu sebagai bahan pewarna
vernis, keramik, marmer, alat dari batu, kayu, rotan, bambu, kertas,
cat dan sebagainya. Jernang juga digunakan sebagai obat-obatan untuk
menyembuhkan luka.
5. Teknik pemanfaatan matriks serat nano sebagai media ekstrak
jernang untuk penyembuh luka telah diujicobakan dengan hasil yang
cukup memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA

Fan LL, Tu PF, X HJ (2008). Microscopical study of original plant of


Chinese drug “Dragon's Blood” Dracaena cochinchinensis and
distribution and constituents detection of its resin China J. Chin. Mat.
Med., 33: 1112-1117
Gupta, D.; B. Bleakley and R. K. Gupta. 2008. Dragon’s blood : Botany,
chemistry and therapeutic uses. Journal of Ethnopharmacology, 115(3) :
361-380
Lu, W., Wang, X., Chen, J., Lu, Y., Wu, N., Kang, W., & Zheng, Q. (1998).
Studies on the chemical constituents of chloroform extract of Dracaena
cochinchinensis. Yao xue xue bao= Acta pharmaceutica Sinica, 33(10),
755-758.
Waluyo TK, G Pasaribu. (2015). Aktivitas Antijamur, Antibakteri Dan
Penyembuhan Luka Ekstrak Resin Jernang. Jurnal Penelitian Hasil Hutan.
Waluyo, T. K., & Pasaribu, G. (2013). Aktifitas antioksidan dan antikoagulasi
resin Jernang. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 31(4), 306-315
Waluyo, Totok K, dkk. 2015.Teknik pengolahan dan pemanfaatan jernang. Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Hasil Hutan dan Penelitian, Pengembangan
Dan Inovasikementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. Bogor
Waluyo, Totok K. 2014.Teknik Ekstraksi Tradisional dan Analisis Sifat-sifat
Jernang asal Jambi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan.
Wang, X., Zhang, C., Yang, L., Yang, X. H., Lou, J. D., & Gomes-Laranjo, J.
(2010). Enhanced dragons blood production in Dracaena cochinchinensis by
elicitation of Fusarium oxysporum strains. Journal of Medicinal Plants
Research, 4(24), 2633-2640.
Yetty, Y., Hariyadi, B., & Murni, P. (2013). Studi Etnobotani Jernang
(Daemonorops spp.) pada Masyarakat Desa Lamban Sigatal dan Sepintun
Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Jambi. Biospecies, 6(1).

Anda mungkin juga menyukai