Anda di halaman 1dari 46

Studi Rotan

di
Katingan – Kalimantan Tengah

Oleh
Lisman Sumardjani
Yayasan Rotan Indonesia

Desember 2011

1
2
DAFTARISI
I. PENGANTAR .....................................................................................................5
II. GAMBARAN UMUM..........................................................................................5
III. POTENSI ROTAN NASIONAL ..............................................................................7
IV. INDUSTRI PENGOLAHAN ................................................................................. 12
V. KEBUTUHAN BAHAN BAKU ............................................................................. 15
VI. ROTAN TANAMAN .......................................................................................... 18
VII. KEBIJAKAN ................................................................................................... 20
Pengelolaan Sumberdaya Rotan ............................................................................................................... 20
Tata Niaga Rotan ............................................................................................................................................ 21
VIII. POTENSI ROTAN DI KATINGAN ..................................................................... 22
IX. IKATAN SOSIAL BUDAYA ADAT ........................................................................ 24
X. KERAGAMAN HAYATI KEBUN ROTAN .............................................................. 25
XI. PERAN ROTAN DALAMEKONOMI MASYARAKAT.............................................. 26
XII. ALUR TATA NIAGA ........................................................................................ 29
XIII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 33
Kesimpulan....................................................................................................................................................... 33
Saran ................................................................................................................................................................... 34
XIV. LAMPIRAN.................................................................................................... 35

3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Produksi riil rotan mentah Indonesia ...................................................................................... 9
Gambar 2. Alur distribusi bahan baku dari Kabupaten Katingan.................................................... 30
Gambar 3. Jenjang distribusi dari petani sampai ke industri ............................................................ 31
Gambar 4. Alur distribusi bahan baku dari sentra produksi ke sentra industri ....................... 17

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi luas areal hutan berotan dan potensinya .............................................................. 7
Tabel 2. Beragam data produksi rotan lestari nasional menurut sumbernya masing-masing.
........................................................................................................................................................................ 8
Tabel 3. Data ekspor bahan baku dan produk rotan............................................................................. 10
Tabel 4. Jenis industri dan volume ekspor (ton) dalam tahun 1998-2004 ................................. 11
Tabel 5. Jumlah pengusaha industri rotan ................................................................................................ 12
Tabel 6. Produksi dan Jumlah Industri Pengolah Rotan di Cirebon ............................................... 13
Tabel 7. Proyeksi kebutuhan rotan nasional............................................................................................ 15
Tabel 8. Ekspor rotan tahun 2000 - 2004.................................................................................................. 16
Tabel 9. Kebutuhan bahan baku rotan berdasarkan volume ekspor ............................................. 16
Tabel 10. Potensi tebangan tahunan dari hutan tanaman di Kalimantan Tengah ................... 18
Tabel 11. Sebaran jenis dan luasan rotan budidaya.............................................................................. 19
Tabel 12. Potensi rotan di Kabupaten Katingan ..................................................................................... 23
Tabel 13. Aturan Tata Niaga dan pengaruhnya harga rotan (Sumber: Nasir (2010) +
ditambahkan). ....................................................................................................................................... 27
Tabel 14. Analisis Perolehan Manfaat Para Pelaku Perdagangan Rotan ...................................... 32
Tabel 15. Pengaruh Larangan Ekspor terhadap pertumbuhan industri hilir rotan ................ 36
Tabel 16. Inventarisasi Permasalahan Rotan Indonesia ..................................................................... 37
Tabel 17. Jenis rotan yang ada di Indonesia ............................................................................................. 39
Tabel 18. Penyebaran pertumbuhan rotan secara geografis di Indonesia .................................. 40
Tabel 19. Jenis rotan komersial yang dijumpai di Kalimantan ......................................................... 41
Tabel 20. Potensi jenis rotan di Kalimantan berdasarkan jenis ....................................................... 41
Tabel 21. Ukuran rotan berdasar kelas diameter .................................................................................. 42
Tabel 22. Kriteria rotan (NON‐T.S.I.) ....................................................................................................... 43
Tabel 23. Perbandingan Pemakaian Tenaga Kerja (Per 1000 Kg/Hari)...................................... 46

4
I. PENGANTAR
Laporan studi ini disusun berdasarkan kegiatan kunjungan lapangan ke Kecamatan
Tasik Payawan dan Kecamatan Merikit di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah
pada tanggal 9 - 15 Oktober 2011yang dilaksanakan oleh WWF Indonesia bersama
Kelompok Kerja Sistem Hutan Kerakyatan (POKKER-SHK) dan Yayasan Teropong,
dengan dukungan penuh oleh IKEA.

Kegiatannya sendiri berupa Focus Group Discussion (FGD) yang dihadiri oleh
petani rotan di dua kecamatan dan kunjungan ke kebun/hutan rotan serta
tambahan kunjungan ke Desa Kalahien dan Panda Asem di Kabupaten Barito
Selatan.

Mengingat waktu yang tersedia, penekanan inti yang dicoba difahami dalam FGD
lebih kepada peran nilai dari (kebun) rotan terhadap kehidupan dan budaya
masyarakat. Interaksi antara kebun dan masyarakat. Ini dirasakan lebih penting
karena dianggap merupakan jiwa dan esensi yang melandasi alasan mengapa
mereka akan tetap (atau tidak) bertahan memelihara kebun rotan dalam kondisi
kebijakan rotan yang tidak kondusif seperti sekarang ini. Data dan pemahaman
lainnya kemudian diambil dan disarikan dari bahan-bahan atau data sekunder
lainnya yang tersedia.

Sehingga niat IKEA untuk mencari alternatif bahan baku termasuk memakai rotan
Katingan sebagai sumber bahan bakunya, maka itu bukan saja terjamin dari sisi
supply, namun juga baik dari sisi lingkungan karena rotannya dipungut dari kebun
yang memang sudah dibudayakan sejak lama.

Diharapkan laporan ini tidak saja memberikan gambaran kondisi rotan di


Kabupaten Katingan, namun juga gambaran kondisi lingkup nasional dari sisi
potensi, tata niaga, industri maupun kebijakan. Sehingga bisa diperoleh
pemahaman yang luas dan cukup mendalam.

Mohon saran, komentar dan koreksi, agar laporan ini bisa semakin lebih baik.

Terima kasih.
Lisman Sumardjani
Yayasan Rotan Indonesia.

5
II. GAMBARAN UMUM
Rotan merupakan anggota dari keluarga palmae yang merupakan jenis pemanjat
pohon terpanjang 1 yang merupakan sub famili Calamoidae. Sub-famili ini memiliki
22 genera dengan ciri khas buah yang bersisik. Akan tetapi hanya 13 genera yang
termasuk tumbuhan rotan dengan ciri khas memanjat, kelopak dan daun berduri,
buah bersisik serta mempunyai flagela atau cirus. Seluruh jenis tumbuhan rotan di
dunia diperkirakan ada sekitar 850 jenis 2.

Pusat penyebaran rotan adalah Asia Tenggara dengan 10 genera yang merupakan
85% dari seluruh jenis rotan yang tumbuh di dunia. Sisanya tumbuh di Fiji, PNG,
Australia Utara san Afrika Tropis Bagian Barat 3.

Menurut ITTO (2007) ada 600 species rotan di dunia, dimana di Asia Tenggara
terdapat 516 species dalam 9 genera, yaitu genus Calamus 333 species,
Daemonorops 122 species, Khorthalsia 30 species, Plectocomia 10 species,
Ceratolobus 6 species, Plectocomiopsis 10 species, Myrialepis 2 species, Calospatha
2 species, Bejandia 1 species.

1
Jaboury Ghazoul & Douglas Sheil. 2010. Tropical Rain Forest Ecology, Diversity, and Conservation. Oxford
University Press. p.13
2
Osly Racham dan Jasni. 2008. Rotan Sumberdaya, sifat dan pengolahannya. Puslitbang HH, BPPK, Dephut.
3
Osly Rachman dan Jasni, 2008.
6
III. POTENSI ROTAN NASIONAL
Di Indonesia dijumpai kurang lebih 312 jenis rotan, dimana 51 jenis diantaranya
adalah jenis rotan komersial, sedangkan 261 jenis adalah jenis non-komersial.
Diantara 51 jenis komersial tersebut, sekitar 20-30 jenis saja yang sangat disukai
dan banyak dieksploitasi. Dari jumlah tersebut, terdapat rotan yang tergolong
elit/favorit, yaitu manau, sega/taman, irit, tohiti dan batang.

Jenis non komersial umumnya masih banyak tumbuh di hutan alam, belum
dimanfaatkan karena informasi pemanfaatannya belum banyak diketahui, seperti
tretes (Daemonorop heteroides), galaka (Calamus sp.), getah (Daemonorop
angustifolia), puteh (Calamus albus), gelang /sabut (Daemonorops sabut) dan
lainnya. Pada umumnya pembeli hanya memesan jenis rotan yang sudah jelas
penggunaannya dan laku diperdagangkan 4.

Tabel 1. Distribusi luas areal hutan berotan dan potensinya


No. Daerah penghasil Luas Potensi
(ha) (kg basah/ha)
1 Sumatera 2.409.081,03 283,80
2 Kalimantan 3.062.874,59 239,01
3 Sulawesi 2.919.347,89 1749,29
4 Daerah lain 1.661.266,50 757,37
Jumlah 10.052.570,01
Rata-rata - 756,7
Sumber: Yayasan Rotan Indonesia 2011

Potensi lestari rotan nasional Indonesia disebut dalam berbagai sumber berkisar
antara 700.000 ton sampai 210.000 ton. Angka ini sesungguhnya tidak jauh
berbeda, karena yang 700.000 ton adalah potensi rotan basah sedangkan yang
210.000 ton adalah rotan kering. Bila diasumsikan bahwa rendemennya 50%,
maka yang 210.000 ton kering adalah setara dengan 420.000 ton basah. Bahkan
dengan nilai rendemen 30% (angka yang sering dipakai oleh pengumpul rotan
yang memproses dari rotan basah menjadi rotan asalan – yang kering) maka nilai
210.000 ton kering setara dengan 630.000 ton rotan basah.

4 Badan Litbang Kehutanan (2006)


7
Tabel 2. Beragam data produksi rotan lestari nasional menurut sumbernya masing-
masing.
No Produksi Lestari Produksi Lestari Sumber
Nasional Kalteng
1 696.900 ton 24,000 ton Workshop tahun 1996 yang dilakukan oleh
(basah) Puslitbang Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi
Kehutanan (P3H2SEK) bekerjasama dengan
INBAR, IDRC, IFAD, USAID dan GTZ GmbH
2 622.000 ton 70.000 ton Departemen Kehutanan (1999)
(basah)
3 696.600 ton 28.000 ton Hasil studi P3SEK bekerjasama dengan Direktorat
dimana 250.000 Jenderal Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan
ton komersial (2001). Dimana potensi produksi lestari rotan
komersial 250.000 ton/tahun
4 210.064 ton kering 4.498 ton Badan Planologi Kehutanan, 2004
5 622.000 ton 70.000 ton Dephut bersama ITTO (2005)
potensi basah 311.000 ton potensi kering
6 210.06 ton kering 4.498 ton Kementerian Kehutanan (2010)
7 247.291 ton kering 9.190 ton Yayasan Rotan Indonesia (2011) berdasar revisi
dari data potensi rotan yang dihitung oleh ITTO
(2005), dengan menggunakan perubahan kondisi
penutupan hutan (deforestasi).

Untuk menguji mana angka yang lebih mendekati kebenaran lapangan, bisa
didekati dengan melihat data historis produksi riil yang dihasilkan secara nasional.
Namun karena sejak tahun 1979 kebijakan rotan tidak pernah konsisten, antara
boleh dan larang ekspor, sehingga angka produksi nasional yang ada bukan berasal
dari kondisi yang normal, maka produksi nasional (yang diperdagangkan) tidak
bisa dijadikan patokan kemampuan produksi lestari 5

Menurut Asyhari et al. (2000) dalam Anonim, (2001c) disebutkan bahwa data
produksi riil rotan mentah Indonesia selama tiga dekade (1968 – 1997) rata-rata
sekitar 87 ribu ton/tahun. Pada Gambar 1 terlihat bahwa produksi riil rotan
mentah telah mengalami penurunan sejak tahun 1988. Fenomena ini berkaitan erat
dengan diterapkannya kebijakan pembatasan ekspor rotan mentah dan rotan
setengah jadi pada tahun tersebut yang menyebabkan terjadinya penurunan
permintaan rotan mentah.

5 Hal ini berbeda dengan produksi kayu sengon dari hasil hutan rakyat Jawa yang bebas diperdagangkan
sehingga bisa diketahui kapasitas produksi lestarinya, yaitu sekitar 10 juta m3 per tahun.

8
Gambar 1. Produksi riil rotan mentah Indonesia

Sumber : Asyhari et al. (2000) dalam Anonim, (2001c) 6

Namun berdasar pendekatan data ekspor dari Tabel 2 di bawah ini terlihat bahwa
selama periode tahun 1990 sampai 2009 jumlah rotan yang diproduksi dan
diekspor berkisar antara 10.000 ton sampai 116.000 ton.

6 Balitbang Kehutanan. 2006. Pemetaan Potensi Rotan. Draft Final. Paper tidak dipublikasikan.
9
Tabel 3. Data ekspor bahan baku dan produk rotan

Produk
Rotan Rotan
Tahun Vol (kg) Vol (kg) Total (kg)
1990 1.747.443 34.713.176 36.460.619
1991 196.017 43.203.804 43.399.821
1992 5.323 41.938.936 41.944.259
1993 20.372 45.804.504 45.824.876
1994 4.979 47.140.568 47.145.547
1995 2.516 50.817.232 50.819.748
1996 1.273 45.767.540 45.768.813
1997 26.897 29.534.564 29.561.461
1998 489.428 10.041.921 10.531.349
1999 4.210.009 66.762.885 70.972.894
2000 14.680.430 68.227.248 82.907.678
2001 22.125.450 67.013.376 89.138.826
2002 22.253.818 76.340.399 98.594.217
2003 32.724.502 83.866.782 116.591.284
2004 33.970.022 80.420.658 114.390.680
2005 18.249.257 72.399.457 90.648.714
2006 21.613.739 69.796.988 91.410.727
2007 28.634.079 76.585.888 105.219.967
2008 30.947.193 53.682.160 84.629.353
2009 27.863.593 40.122.413 67.986.006
7
Sumber: UNcomtrade http://uncomtrade.un.org

Sedangkan menurut data yang diolah oleh Asmindo 8 berdasar data BPS untuk periode
1998 – 2004 memperlihatkan pemakaian rotan berkisar mulai dari 22.391 ton sampai
164.836 ton. Walaupun data di Tabel di bawah ini berbeda (lebih besar) dibanding data
dari Uncomtrade, namun pola naik turunnya sama. Pada tahun 2003 dan 2004 mencapai
puncak dari tahun sebelumnya. Sedangkan data tahun 1998 memang rendah.

7Dalam Sudarsono, 2010. Prospek Industri Rotan: Dampak Pemikiran dan Kebijakan Sesat – Paper untuk
Seminar Nasional Rotan, 27 Juli 2010.
8ITTO. 2007. Rattan in Indonesia. Development of Sustainable Rattan Production and Utilization Through
Participation of Rattan Small Holder and Industri in Indonesia. ITTO PD 108/01 Rev 3(1). Cooperation with
Ministry of Forestry.
10
Tabel 4. Jenis industri dan volume ekspor (ton) dalam tahun 1998-2004
N Tahun Bahan Barang ½ Mebel Keranjan Lampit Total
o. mentah jadi g
WS
1. 1998 542 76 17.832 4.053 431 22.391
2. 1999 7.021 225 92.222 19.424 432 119.324
3. 2000 16.546 2.291 95.438 21.900 640 136.814
4. 2001 18.559 2.380 92.376 22.956 613 136.884
5. 2002 17.189 5.752 105.876 26.846 665 156.327
6. 2003 5.208 22.741 136.888* - - 164.836
7. 2004 20.458 7.299 136.452* - - 164.210
Keterangan: * = barang jadi (mebel, lampit dan keranjang). Sumber : Biro Pusat Statistik diolah dan ditabulasikan
oleh ASMINDO

Berdasar gambaran tabel-tabel di atas, tampaknya produksi rotan nasional


mencapai puncak pada tahun 2003 dan 2004, pada kisaran 164.000 ton, karena
tahun-tahun berikutnya produksi menurun. Namun demikian pada saat itu, di
pusat-pusat rotan Indonesia, baik di Sulawesi, Kalimantan maupun Sumatera, rotan
tetap banyak tersedia. Stock rotan baik di kebun rotan maupun di hutan alam
diyakini banyak. Sehingga akan mudah dikatakan bahwa kapasitas lestari rotan
Indonesia masih 2 atau 3 kali puncak produksi di tahun 2003 – 2004. Itu artinya
produksi lestari rotan Indonesia masih lebih dari 320.000 – 480.000 ton (kering).

11
IV. INDUSTRI PENGOLAHAN
Gambaran pengusaha industri rotan diperlihatkan di Tabel 5 di bawah ini yang
memperlihatkan bahwa Jawa Barat, yaitu di Kabupaten Majalengka dan Cirebon,
merupakan pusat dari industri mebel rotan, kemudian disusul oleh Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Di Amuntai (Kalimantan Selatan) umumnya merupakan pengusaha
lampit yang dipasarkan ke Jepang.

Tabel 5. Jumlah pengusaha industri rotan 9


Pengusaha Jumlah Persentase,%
Merangkap
Kabupaten Pengusaha Pedagang
Surabaya 17 1 18 7.1
Gresik 40 1 41 16.1
Sidoarjo 6 0 6 2.4
Jawa Timur 63 2 65 25.6
Jepara 25 9 34 13.4
Kudus 1 0 1 0.4
Semarang 3 1 4 1.6
Sukoharjo 22 6 28 11.0
Jogja 6 0 6 2.4
Jawa Tengah 57 16 73 28.7
Cirebon 70 3 73 28.7
Majalengka 22 3 25 9.8
Jawa Barat 92 6 98 38.6
Banjarmasin 2 2 4 1.6
Amuntai 14 0 14 5.5
Kalimantan 16 2 18 7.1
TOTAL 228 26 254 100.0
Sumber: Anonim, 2005c

Dari sejumlah pengusaha tersebut di atas, 44% diantaranya adalah pengusaha


kerajinan dan 56%, adalah pengusaha mebel. Hampir separuh dari pengusaha
mebel tersebut juga kadangkala membuat kerajinan sebagai produk samping
mereka.

Berdasarkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon terdapat


1060 unit usaha yang terdiri dari 44 unit usaha industri besar, 82 unit usaha
industri menengah dan 934 unit usaha industri kecil dan rumah tangga. Dari
informasi di atas yang dimaksud dengan pengusaha (Tabel 5) adalah yang memiliki
satu atau lebih unit usaha, atau merupakan koordinator kelompok dari beberapa
unit usaha rotan. Hal itu dapat menggambarkan bahwa sesungguhnya unit usaha
rotan di Indonesia jumlahnya cukup banyak.

9 Balitbang (2006)
12
Di sentra industri rotan di Cirebon, ada penurunan produksi di tahun 2005 yang
berlanjut hingga tahun 2006. Tetapi dalam periode yang jumlah unit industri
pengolah mengalami peningkatan. Tabel 6 10 memperlihatkan dua kecenderungan
tersebut. Artinya, produksi rata-rata per pengolah terjadi penurunan. Hal ini tidak
harus dimaknai sebagai sesuatu yang buruk, karena kemungkinan lain juga masih
sangat terbuka, misalnya bergesernya skala industri pengolah rotan dari skala
besar yang lebih capital intensive menjadi skala lebih kecil yang lebih labor
intensive. Situasi seperti ini lebih sesuai dengan demokrasi ekonomi dan untuk
menghadapi tingkat pengangguran yang masih tinggi.

Data lain menunjukkan bahwa sebelum tahun 2005, rata-rata ekspor mebel rotan
dari Cirebon dapat mencapai 3.000 kontainer per bulan, sedangkan tahun 2009
maksimal hanya 1.000 kontainer per bulan. Saat musim paceklik hanya 600
kontainer dan ketika pembelian ramai, permintaan tertinggi hanya sekitar 1.200
kontainer.

Tabel 6. Produksi dan Jumlah Industri Pengolah Rotan di Cirebon


Tahun Produksi Jumlah Industri
Ton Unit
1997 47.950 852
1998 56. 669 864
1999 57. 998 892
2000 60. 411 909
2001 62. 707 923
2002 70. 190 952
2003 81. 429 1. 019
2004 91. 181 1. 069
2005 81. 926 1. 102
2006 76. 207 1. 123
11
Sumber: Dinas Perdagangan Cirebon

Statistik12 menunjukkan bahwa nilai ekspor produk keranjang rotan dan


sejenisnya turun dari US$ 27,04 juta pada tahun 2007 menjadi US$ 19,22 juta di
tahun 2008, sedangkan nilai ekspor kursi dan perabot rumah tangga rotan juga
merosot dari US$ 155,16 juta di 2007 menjadi US$ 106,06 juta di 2008. Industri-
industri rotan olahan bertumbangan. Sebagai contoh, jika pada 2007 masih
terdapat 614 unit usaha pengolahan rotan di tanah air, pada 2008, hanya tinggal
234 unit usaha yang tersisa.

Di Kota Palu, dari 30 usaha rotan setengah jadi, kini hanya enam yang bertahan.
Jika dulu produksi mencapai 60.000 ton rotan setengah jadi per tahun, kini hanya
6.000 ton per tahun. Sekitar 500.000 petani rotan terancam kehilangan pekerjaan.
Itu belum termasuk pekerja penggorengan rotan, pekerja poles, pengemudi truk
pengangkut rotan, hingga petugas keamanan perusahaan.

Sebanyak 250.000 petani rotan di Sulawesi Tengah beralih profesi menjadi


penambang emas atau petani kakao karena harga rotan sudah tidak menjanjikan.

10 Tabel 5 dan 6 tampaknya memperlihatkan jenis atau skala industri yang berbeda. Data di Tabel 5
memperlihatkan sebagai koordinator atau mempunyai beberapa unit industri.
11Sudarsono, 2010.
12 Yayasan Rotan Indonesia, 2010. Roadmap Mencapai Kelestarian Rotan Untuk Pemanfaatan dan

Kesejahteraan Bangsa.

13
Lima tahun lalu rotan jenis jermasin Rp 3.500 per kilogram, kini tidak laku. Jenis
rotan batang dalam lima tahun terakhir tidak pernah naik dari Rp 1.500 per
kilogram 13.

13 Yayasan Rotan Indonesia. 2010.


14
V. KEBUTUHAN BAHAN BAKU
Untuk memberikan gambaran kebutuhan bahan baku rotan secara nasional, bisa
dilakukan pendekatan seperti yang digambarkan dalam tabel berikutnya.

Tabel 7. Proyeksi kebutuhan rotan nasional 14


Kabupaten Kebutuhan (70%) Proyeksi kebutuhan (100%) Persentase

Surabaya 13,294.00 18,991.43 11.5%


Gresik 6,775.00 9,678.57 5.8%
Sidoarjo 5,470.00 7,814.29 4.7%
Jawa Timur 25,539.00 36,484.29 22.0%
Jepara 3,254.10 4,648.71 2.8%
Kudus 300.00 428.57 0.3%
Semarang 1,722.20 2,460.29 1.5%
Sukoharjo 3,789.00 5,412.86 3.3%
Yogyakarta 25.15 35.93 0.0%
Jawa Tengah 9,090.45 12,986.36 7.8%
Cirebon 68,680.00 98,114.29 59.2%
Majalengka 9,223.00 13,175.71 7.9%
Jawa Barat 77,903.00 111,290.00 67.1%
Banjarmasin 3,380.00 4,828.57 2.9%
Amuntai 103.75 148.21 0.1%
Kalimantan Selatan 3,483.75 4,976.79 3.0%
Kebutuhan Nasional 116,016.20 165,737.43 100.0%
Sumber : Anonim, 2005c, data diolah

Pada tahun 2003, diketahui bahwa ekspor produk jadi rotan (mebel dan kerajinan),
adalah sebesar 136.887 ton (Widyaningrum dan Mulyoutami, 2003) 15. Perkiraan
tersebut lebih tinggi dari perhitungan yang telah dilakukan oleh Asosiasi
Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) pada tahun 2000 – 2004, yaitu rata-rata
132.082 ton kering per tahun. Ekspor rotan tahun 2000 – 2004 dan kebutuhan
bahan baku rotan berdasarkan volume ekspor ditampilkan pada Tabel 8 dan 9.

14 ITTO (2007) dan Balitbang (2006)


15 Balitbang (2006)
15
Tabel 8. Ekspor rotan tahun 2000 - 2004 16
No Tahun Jenis produk (ton) Total
Mebel Kerajinan
1 2000 95.438 21.682 117.120
2 2001 92.375 21.378 113.753
3 2002 105.875 22.682 128.557
4 2003 113.013 22.306 135.319
5 2004 119.356 14.851 134.207
Rata-rata 105.212 20.580 125.792
Sumber: APRI, 2005

Tabel 9. Kebutuhan bahan baku rotan berdasarkan volume ekspor 17


No Volume ekspor Kebutuhan pada kombinasi produk (ton)
rata-rata/th 50% : 50% 60% : 40% 70% : 30%
1 Mebel 105.212 114.197 96.242 82.870
2 Kerajinan 20.580 30.870 30.870 30.870
3 Domestik (5%) 6.290 7.253 6.356 5.687
Total 132.082 152.320 133.468 119.427
Sumber: APRI, 2005

Menurut hasil perhitungan kebutuhan oleh Widyaningrum dan Mulyoutami (2003)


dan APRI (2005) tidak jauh berbeda dengan perkiraan kebutuhan bahan baku yang
dilakukan oleh ASMINDO, yang menyebutkan bahwa kebutuhan rotan di Indonesia
kurang lebih sebesar 130.000 - 160.000 ton 18.

Seperti diperlihatkan di Gambar 2, pusat distribusi bahan baku, baik dari


Kalimantan maupun Sulawesi umumnya melalui Surabaya, Sidoarjo dan Gresik
sebelum akhirnya dikirimkan ke daerah Jogja – Solo, Semarang maupun ke Cirebon.
Daerah Surabaya dan sekitarnya memang dikenal sebagai daerah penghasil rotan
spesifik, dimana sebagian rotan yang diterima dari luar pulau diolah menjadi kulit,
hati dan lainnya sebagai bahan baku industri mebel rotan. Sisanya yang tidak laku
dibeli dan atau dipakai oleh industri mebel dalam negeri kemudian diekspor ke
luar negeri.

Namun dengan diberlakukannya Permendag 36/2009 yang melarang ekspor dari


Pulau Jawa, maka Surabaya berhenti menghasilkan rotan spesifik. Akibatnya
industri furnitur yang ada di Surabaya, Jogja, Semarang dan Cirebon kekurangan
bahan baku.

16 ITTO (2007) dan Balitbang (2006)


17 Idem
18 Ini adalah perhitungan untuk tahun sekitar 2003. Menurut penulis, konsumsi industri DN tahun 2011 sekitar

15.000 ton. Tahun 2010 30.000 ton menurun dari tahun 2009 sebesar 40.000 ton. Sedangkan ekspor rotan
setengah jadi di tahun 2011 berkisar antara 25.000 – 35.000 ton setengahnya dari total jatah 71.000 ton
setahun pada periode 2009-2011.
16
Gambar 2. Alur distribusi bahan baku dari sentra produksi ke sentra industri 19

19 Sumber dari Doni Tiaka. A Rattan Trade Model and Development. In ITTO (2007), Balitbang (2006)
17
VI. ROTAN TANAMAN
Penanaman rotan telah banyak dilakukan di Indonesia. Namun pelopor kebun
rotan dilakukan di Kalimantan Tengah dengan jenis yang ditanam meliputi taman
(Calamus caesius) dan irit (Calamus trachycoleus). Kebun tersebut merupakan
tanaman warisan yang telah ada sejak puluhan generasi lalu. Rotan irit ditanam di
lahan yang lebih rendah yang sering tergenang sedangkan taman ditanam pada
daerah yang lebih tinggi. Hasil inventarisasi 20 menunjukkan bahwa potensi rotan
taman yang masih basah atau mentah mencapai 5.659 kg/ha, sedangkan rotan irit
potensinya sebanyak 4.314 kg/ha.

Menurut para pedagang dan pemilik kebun di Kalimantan Tengah, rata-rata hasil
kebun rotan di daerahnya antara 4 – 5 ton rotan mentah per hektar. Rotan taman
dipanen setiap 3 tahun, sedangkan rotan irit dipanen setiap 2 tahun. Panen
pertama untuk irit dilakukan setelah berumur 7 – 10 tahun setelah penanaman,
sedangkan untuk jenis taman, diperlukan 10 tahun atau lebih untuk panen
pertama.

Januminro (2000 21)mengatakan bahwa di Kalimantan Tengah terdapat rotan


tanaman seluas 47.154 ha, sedangkan menurut Balitbang Kehutanan (2006) luas
kebun rotan taman dan irit di Kalimantan Tengah kurang lebih 70.000 hektar.
Luasan tersebut tidak berbeda jauh dengan perkiraan Rombe (1986) sebesar
65.000 hektar.

Tabel 10. Potensi tebangan tahunan dari hutan tanaman di Kalimantan Tengah
No. Jenis Luas area Potensi (ton Potensi AAC (ton
(ha) kering/ha) tegakan (ton kering/th)
kering/ha)
1 Calamus caesius 32.023,20 2,50 80.058,00 8.005,80
2 Calamus trachycoleus 15.130,80 3,00 45.392,40 6.484,63
Jumlah 47.154,00 5,50 125.490,40 14.490,43
Sumber: Januminro, 2000

Selain di Kalimantan Tengah, rotan tanaman terdapat juga di Jawa yang ditanam oleh
Perum Perhutani dan di daerah lainnya seperti tersebut di tabel di bawah ini.

20 Balitbang (2006)
21 Dalam Balitbang (2006)
18
Tabel 11. Sebaran jenis dan luasan rotan budidaya
No Lokasi Jenis Luas area Keterangan
(ha.)
1 Jawa Barat Daemonorops 50.00 -
melanochaetes dan 270.00
Sega
2 Kalimantan Selatan Sega dan Irit * 200.00 -
3 Perhutani, Jawa Barat Manau, Irit, dan 1,030.00 1985
Sega
4 Perhutani, Jawa Timur Manau, Irit, dan 32.60 1985
Sega
5 Perhutani, Jawa Tengah Manau, Irit, dan 53.00 1985
Sega
6 Riau Manau dan Sega 100.00 -
7 Bengkulu Manau dan Sega 250.00
8 Sulawesi Selatan Tohiti 120.00 -
9 Sulawesi Utara Tohiti dan 30.00 -
Daemonorops
robustus
10 Kalimantan Tengah Sega, Irit 70.000 Balitbang
11 Kalimantan Timur Sega, Irit 128.000 Menurut
CIFOR dan
SHK
12 Sumatera Barat Manau 30.00 -
Total 200.166
Sumber: Januminro (2000) Badan Litbang Kehutanan (2006),data disesuaikan

Selama periode berlakunya Permendag 36/2009 sampai akhir tahun 2011, jatah
alokasi ekspor rotan TSI dari Kalimantan, yang artinya dari hutan tanaman, adalah
sebesar 6.000 ton per triwulan. Artinya selama satu tahun jenis TSI yang diekspor
bisa mencapai sebesar 24.000 ton karena seringkali realisasinya di bawah angka
tadi sekitar 85%nya. Sedangkan untuk non-TSI kuota yang dikeluarkan adalah
3.000 ton per triwulan atau 12.000 ton setahunnya.

Sedangkan jatah maksimal yang diatur oleh Permendag 36/2009 untuk TSI 35.000
ton dan non-TSI 36.000 ton.

19
VII. KEBIJAKAN

Pengelolaan Sumberdaya Rotan


Dalam pandangan pemerintah, rotan sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK)
dianggap penting, sehingga menerbitkan banyak kebijakan pendukungnya.
Misalnya Kementerian Kehutanan telah mengambil langkah-langkah dalam upaya
pengembangan pengusahaan rotan 22, antara lain:

1. Penetapan Permenhut No. P.35/2007 tentang HHBK, disebutkan bahwa


rotan adalah salah satu komoditi HHBK yang menjadi urusan Kementerian
Kehutanan;

2. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) HHBK melalui SK Menhut No.


SK.347/2007 yang salah satu komoditinya adalah rotan. Pokja HHBK
dipimpin oleh Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Ekonomi;

3. Penetapan Permenhut No. P.19/2009 tentang Strategi Pengembangan HHBK


Nasional, disebutkan bahwa salah satu arah pengembangan HHBK Nasional
yaitu dengan penetapan HHBK Unggulan serta melalui pendekatan klaster;

4. Keputusan Dirjen RLPS No. SK.22/2010 telah menetapkan Kabupaten/Kota


Katingan Provinsi Kalimantan Tengah sebagai sentra dan klaster rotan di
Indonesia;

5. Kegiatan-kegiatan rehabilitasi lahan seperti GERHAN, DAK-DR dan RHL


lainnya telah diarahkan untuk menanam rotan.

Berdasarkan Permenhut No. P.35/2007, disebutkan terdapat 560 jenis HHBK baik
hewani maupun nabati. Dalam mengembangkan HHBK tersebut, berdasarkan
Permenhut No. P.19/2009, Kementerian Kehutanan telah melakukan langkah-
langkah strategis melalui penetapan HHBK Unggulan Nasional (Berdasarkan SK
Dirjen RLPS No. SK.22/2010) serta melalui pendekatan klaster, hal ini bertujuan
agar pengembangan HHBK dapat lebih fokus pada jenis komoditi unggulan
tertentu dan pengembangannya lebih komprehensif dari mulai hulu hingga hilir.

Hal ini dikarenakan pembangunan klaster rotan adalah upaya pemusatan dan
optimalisasi daya saing rotan mulai dari aspek produksi (upstream industry)
sampai dengan pemasaran (down stream industry) baik berupa barang (goods)
maupun jasa (services). Hal ini antara lain berimplikasi terhadap terintegrasinya
proses produksi dan rantai suplai dalam peningkatan daya saing sisi suplai.

Petani rotan sebagai suplier bahan baku merupakan salah satu komponen pelaku
klaster yang kedudukannya setara/sejajar dengan mitra yang lain. Dengan

22 Sambutan Menhut dalam Seminar Nasional Rotan, 2010


20
demikian tujuan akhir agar benefit sharing petani dapat meningkat diharapkan
akan dapat dicapai yang berimplikasi pada peningkatan kesejahteraannya.

Tata Niaga Rotan


Pengaturan Tata Niaga Ekspor Rotan Ditetapkan Dalam Permendag Nomor : 36/M
Dag/Per/8/2009Tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang berlaku sampai 11 Oktober
2011 dan diperpanjang oleh Permendag No 28/2011 sampai 31 Desember 2011.

Esensi yang diatur dalam peraturan ini adalah:


1. Rotan yang dapat diekspor dengan jenis dan jumlah tertentu meliputi:
a. Rotan W/S dari jenis rotan Taman/Sega (Calamus caesius) dan Irit
(Calamus trachycoleus) dengan diameter 4 mm sampai dengan 16 mm;
dan
b. Rotan Setengah Jadi dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit, dan Rotan
Setengah Jadi bukan dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit dalam
bentuk poles halus, kulit dan hati.
2. Rotan yang dilarang diekspor meliputi:
a. Rotan Asalan;
b. Rotan W/S dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit yang diameternya di
bawah 4 mm dan di atas 16 mm; dan
c. Rotan W/S bukan dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit.
3. Jenis dan jumlah rotan yang dapat diekspor ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk Rotan W/S dan Rotan Setengah Jadi dari jenis rotan
Taman/Sega dan Irit sebanyak 35.000 (tiga puluh lima ribu) ton per
tahun; dan
b. Untuk Rotan Setengah Jadi bukan dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit
ditetapkan dalam jumlah persentase tertentu dari realisasi bukti pasok
selama periode 3 (tiga) bulan sebelumnya.

Walaupun Permendag No 36/2009 ini menuai banyak kritik, namun sepertinya


pemerintah seperti yang disepakati oleh Menteri Perindustrian, Menteri
Perdagangan dan Menteri Kehutanan justru akan menutup ekspor rotan secara
total sejak 1 Januari 2012. Hal ini menimbulkan kecaman dari petani dan
pengusaha rotan, karena kemampuan industri dalam negeri dalam menyerap rotan
masih di bawah 10% dari kapasitas produksi rotan lestari nasional. Sehingga
diyakini akan terjadi over supply dan rotan akan kehilangan nilainya.

21
VIII. POTENSI ROTAN DI KATINGAN

Berdasar data turunan dari data potensi rotan nasional, seperti diperlihatkan di
Tabel 2potensi rotan di Kalimantan Tengah disebutkan berkisar antara 70.000 ton
basah sampai 4.500 ton kering. Namun bila dihitung berdasar luasan kebun rotan
di Kalimantan Tengah 70.000 ha (Balitbang, 2006) dikali dengan 4,5 ton rotan
mentah sekali panen, akan diperoleh potensi Kalimantan Tengah sebesar 315.000
ton. Namun karena dipanen setiap 2 – 3 tahun sekali, maka akan diperoleh angka
126.000 ton basah setahunnya atau 63.000 ton kering setahunnya.

Sedangkan menurut pidato Sambutan Bupati Katingan 23 luasan kebun/hutan rotan


di Kabupaten Katingan mencapai 325.000 ha yang berada di 11 kecamatan dengan
potensi rotan asalan yang dihasilkan bisa mencapai minimal 600 – 800 ton per
bulan, atau antara 7.000 – 9.000 ton pertahunnya. Di Kabupaten Katingan
budidaya rotan (jenis sega dan irit), umumnya berada di tepian Sungai Katingan,
sepanjang 600 km sejauh 100 meter di kiri kanan. Sedangkan dalam papernya
yang lain 24, disebutkan luasan kebun rotan di Katingan mencapai 15.437 ha dengan
kapasitas produksi 253.800 ton basah setahunnya.

Menurut studi yang dilakukan Perhimpunan TeROPONG dan Yayasan SHK Kaltim
(2005) 25, luas kebun rotan di desa fokus (Kabupaten Katingan) diperkirakan
sekitar 11.430 hektar. Dengan asumsi percepatan tumbuh dan kerapatan rumpun
yang sama dengan kebun rotan sega di Kedang Pahu, maka diperkirakan potensi
rotan di desa fokus sebesar 11.430 ton per tahun, atau sekitar 5.715 ton rotan
kering asalan per tahun.

Sedangkan berdasarkan diskusi yang dilakukan studi ini (pada akhir tahun 2011),
diperkirakan dari dua kecamatan di Tasik Payawan dan Merikit, saat ini jumlah
rotan yang dihasilkan mencapai lebih dari 300 ton kering pertahunnya dari total
potensi 900 – 1.500 ton. Potensi optimal dimaksudkan diperkirakan bisa tercapai
saat masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi rotan yang dirasakan mencukupi.
Bila kemudian dihitung untuk seluruh Kabupaten Katingan yang mempunyai 10
Kecamatan, maka potensi yang ada di Kabupaten Katingan bisa mencapai 9.000 –
15.000 ton rotan kering per tahunnya. Sedangkan bila dihitung dari angka yang
diberikan Bupati Katingan maka potensi rotan kering yang bisa dihasilkan di
seluruh Kabupaten Katingan berkisar antara 126.900 – 84.600 ton kering (dengan
rendemen 50% atau 30%).

23 Yang dibacakan oleh Kadis Perdagangan Industri dan UKM, di Kasongan, tgl 14 Oktober 2011.
24Drs. Duwel Rawing. Local Government's Policies In The Rattan Development Of Katingan Regency Dalam
ITTO (2007)
25 Perhimpunan TeROPONG & Yayasan SHK Kaltim. 2005. Data Dasar Rotan Kabupaten Katingan. Draft Akhir

23 Maret 2005.
22
Tabel 12. Potensi rotan di Kabupaten Katingan
Potensi per tahun Sumber

11.430 hektar TeROPONG dan Yayasan SHK Kaltim (2005)

11.430 ton basah

5.715 ton rotan


kering

15.437 ha Bupati Katingan. Maka potensi rotan keringnya berkisar antara 126.900 –
84.600 ton kering (dengan rendemen 50% atau 30%).
253.800 ton basah /
tahun

300 ton kering Saat studi ini dilangsungkan (2011) di Kec Tasik Payawan dan Merikit, berdasar
wawancara dengan peserta pertemuan

900 – 1.500 ton Bila kondisi optimal // Saat ini (kondisi tidak optimal) stock rotan masih ada di
kering kebun rotan

9.000 – 15.000 ton Perkiraan potensi Kabupaten // Bandingkan dengan potensi Kalimantan Tengah
kering yang dihitung 126.000 ton basah atau 63.000 ton kering.

Catatan: Desa Kalahien dan Penda Asem (Kab Barito Selatan) 160 ton per bulan – masih mungkin naik
sampai 300 - 400 ton basah per bulan.
Rotan yang dari Katingan maupun Barito Selatan umumnya dikirim ke Sampit dan atau Banjarmasin,
yang kemudian dilanjutkan dikirim ke Jawa (Surabaya – Cirebon) dan sebagiannya lagi untuk diekspor.
Porsi pembagiannya tidak diketahui pasti tapi pada tahun 2011 lebih banyak yang di ekspor dibanding di
jual ke Jawa untuk industri mebel dalam negeri.

23
IX. IKATAN SOSIAL BUDAYA ADAT
Rotan bagi masyarakat (Indonesia, utamanya di) Kalimantan Tengah sudah
merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Masyarakat Dayak di Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur sudah menanam rotan sejak ratusan tahun lalu.
Kebun rotan merupakan salah satu sistem agroforestry tertua di Indonesia,
bersama dengan bentuk agroforestry lainnya di Jawa dan daerah lainnya di
Indonesia dan mempunyai tempat khusus dalam penghidupan masyarakat Dayak

Ikatan dan hubungan masyarakat Dayak dengan rotan:


• Batang rotan digunakan dalam upacara pengobatan orang sakit maupun upacara adat
kematian.
• Rotan muda (umbut) dijadikan oseng-oseng atau sayuran bersama ikan ataupun lainnya
yang walaupun rasanya sedikit pahit namun merupakan masakan khas favorit
masyarakat Dayat
• Buah rotan rasanya asam dan diolesi sedikit garam menjadi makanan selingan orang
Dayak. Sebagian orang Dayak meyakini buah rotan dapat menyembuhkan sariawan.
• Rotan juga digunakan sebagai barang-barang penunjang pekerjaan sehari-hari. Barang-
barang tersebut misalnya, seperti Berangka, Kiang, Amok, Anjat, Apay, Siur, Kalak,
Gawaakng, dll.
• Rotan juga digunakan sebagai penyambung kayu dalam membuat rumah. Lantai
rumahnya sendiri menggunakan tikar rotan.
• Kebun rotan juga dipergunakan sebagai mas kawin dalam pernikahan.
• Punya kebun rotan dianggap sebagai ciri khas masyarakat Katingan

Secara umum kebun rotan berada di tepian sungai (Katingan) dan berada di luar
areal kawasan hutan negara. Lahan kebun rotan, seperti juga lahan bekas ladang
dan kumpulan kelompok pohon buah-buahan, merupakan bagian dari lahan adat
milik pribadi maupun milik keluarga. Sedangkan lahan kuburan, sungai-danau dan
hutan adat, merupakan bagian yang dimiliki sebagai lahan (tanah) adat desa.

Kebun rotan terus dipertahankan dari generasi ke generasi hingga kini, karena
kebun rotan juga sebagai tanda bukti kepemilikan lahan yang sah dan diakui oleh
orang lain. Jika ada tumbuhan rotan (Sega atau Pulut Merah) tanaman dalam suatu
lokasi tertentu, ini menjadi salah satu tanda bahwa lahan tersebut ada pemiliknya
sehingga siapapun tidak boleh menggarap lahan itu tanpa seijin pemiliknya.

Pihak pemerintah setempat pun mengakui bahwa jika ada kebun rotan di suatu
lokasi, mereka tidak secara sembarangan menguasai lahan tersebut. Harus ada
persetujuan terlebih dahulu kepada pemilik kebun rotan untuk dapat menguasai
lahan itu.

Mengingat kebun rotan berada di lahan milik pribadi, maka saat panen tidak
diperlukan ijin dan pemerintahpun tidak bisa memungut dana PSDH seperti rotan
yang dipungut dari kawasan hutan negara.

24
X. KERAGAMAN HAYATI KEBUN ROTAN
Rotan dalam pertumbuhannya memerlukan pohon sebagai tempat menjalar. Di
kebun rotan ditanam bersama dengan tanaman karet dan dengan bertambahnya
waktu, kebun rotan berubah menjadi hutan yang penuh keragaman.

Untuk gambaran, di kebun rotan sejenis yang ada di Desa Mantar, Kecamatan
Damai Kabupaten Kutai Barat ditemukan 22 hingga 63 jenis tumbuhan yang terdiri
dari tumbuhan berkayu, palma, liana dan perdu (SHK Kaltim, 2002 26). Matius
(2004) 27 menemukan 802 jenis tumbuhan terdiri dari 367 genera dan 119 famili
tumbuhan. Rinciannya adalah sebanyak 290 jenis tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan rumah, misalnya kayu Ulin (Eusideroxylon
zwageri). Sekitar 230 jenis tumbuhan dapat digunakan sebagai kayu api, 61 jenis
dapat dimakan, 146 jenis dapat dimanfaatkan sebagai obat, 168 jenis dapat
dijadikan barang-barang pendukung kehidupan sehari-hari seperti berangka,
kiang, gawaakng, dll., Sekitar 121 jenis bisa dijadikan ramuan upacara adat, 19 jenis
dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan tunai, enam jenis sebagai pohon madu,
dan berbagai macam manfaat lainnya.

Selain kaya dengan berbagai jenis tumbuhan, kebun rotan juga merupakan habitat
berbagai jenis hewan. Diantaranya berbagai jenis burung, babi hutan, kera, tikus
hutan, tupai dan kancil. Menurut SHK Kaltim (2002 28) ditemukan paling sedikit 45
jenis satwa yang hidup dan mencari makan di kebun rotan, misalnya Burung
Enggang (Buceros rhinoceros) yang merupakan burung khas dan endemik
Kalimantan.

Di samping itu manfaat lain seperti kebun rotan juga dapat menjaga ekosistem
hutan dan mencegah erosi tanah oleh air sungai (soil conservation). Hal ini karena
kebun rotan terdiri dari berbagai jenis tumbuhan dengan struktur tajuk atau
kanopi yang bertingkat-tingkat dan struktur perakaran berbagai jenis tumbuhan
yang ada di kebun rotan (Matius, 2004) 29.

26 Sistem Hutan Kerakyatan (SHK) Kaltim, Yayasan. 2002a. Survey Budidaya Rotan dan Penelitian Jenis-Jenis

Rotan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Dipublikasikan oleh Yayasan SHK Kaltim, Samarinda
Kalimantan Timur. Dalam Mohammad Nasir, 2010.
27 Matius, Paulus. 2004. Plant Diversity and Utilization of Rattan Garden (A Contribution to

Participatory Biodiversity Conservation within the Benuaq and Tunjung Tribe in East
Kalimantan, Indonesia). Dipublikasikan oleh GTZ GmbH . Dalam Mohammad Nasir, 2010.
28 Idem
29 Idem.

25
XI. PERAN ROTAN DALAM EKONOMI MASYARAKAT
Walaupun rotan sudah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat
Dayak di Kalimantan sejak beberapa generasi lalu, namun peran ekonomi rotan
dalam keluarga masyarakat saat ini justru semakin mengecil. Rotan menjadi
semakin tidak penting dalam menunjang kehidupan keluarga. Padahal 74,1% KK di
Kabupaten Katingan memiliki kebun rotan 30.

Hal ini dipengaruhi oleh sikap pemerintah dalam memilih kebijakan tata niaga
rotan 31. Pemerintah melihat rotan yang sangat banyak di Indonesia ini perlu
dikelola agar memberikan manfaat yang maksimal bagi bangsa ini. Maka
dilakukanlah kebijakan menutup ekspor rotan, dengan asumsi agar industri produk
rotan negeri bisa maju dan berkembang. Namun pilihan ini tidak pernah dikaji
secara komprehensif, sehingga justru yang terjadi malah menyusahkan
petani/pemungut rotan sebagai produsen hulu. Hal ini terjadi karena kemampuan
serap industri lokal yang rendah, yang mengakibatkan keadaan over supply,
sehingga harga rotan terus menurun nilainya. Walaupun kebijakan ini pernah
dikoreksi, namun peran ekonomi rotan tidak pernah kembali seperti dulu lagi.

Rotan bagi masyarakat Dayak juga menjadi sumber pendapatan tunai. Dari kebun
rotan para orang tua dapat menyekolahkan anaknya. Dengan memanen rotan maka
dalam waktu yang singkat petani bisa memperoleh uang tunai. Dengan memiliki
kebun rotan para keluarga dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kebutuhan pokok seperti gula, garam, sabun dan pakaian dapat dibeli dengan
memanen rotan. Beberapa tahun yang lalu kebun rotan sempat menjadi sumber
pendapatan tunai kedua setelah kayu bagi masyarakat. Namun demikian, sekarang
penghasilan utama datang dari hasil getah karet sebagai sumber pendapatan tunai
bagi mereka. Hal ini terjadi karena harga karet sedang melonjak tinggi sementara
harga rotan tidak pernah beranjak naik.

30 Perhimpunan TeROPONG & Yayasan SHK Kaltim. 2005


31 Lihat Tabel 8.
26
Tabel 13. Aturan Tata Niaga dan pengaruhnya harga rotan (Sumber: Nasir (2010 32) +
ditambahkan).
No Tahun Harga rotan di petani Pengaruh
1 1986 - 1988 Rp 750/kg = 2 kg beras Rotan dirawat dan
dipelihara; sbg sumber
penghidupan keluarga
2 1989 – 1998 Rp 400/kg Kebun rotan terlantar
Dilarang ekspor
3 1998 Rp 800 – Rp 1.000 Rotan yang semula tidak
bebas ekspor rotan bulat dalam laku jadi laku; ada
bentuk asalan dan setengah jadi. harapan di masyarakat
4 2004 Akibatnya industri yang
SK nomor 355/MPP/Kep/5/2004 mengolah rotan alam di
yang melarang ekspor rotan alam Kalimantan dan Sulawesi
dalam bentuk asalan dan banyak yang tutup,
membolehkan rotan hasil sehingga rotan alam yang
budidaya dari jenis Taman, Sega, mendominasi pasar tidak
Irit (TSI) ukuran 4 s/d 16 mm mempunyai nilai
dalam bentuk asalan dan setengah
jadi seperti kulit dan hati rotan
5 Surat Keputusan Menteri Rp 1.000 – Rp 1.800 Industri di hulu yang
Perdagangan Nomor 12 Tahun gulung tikar terus
2005 yang membolehkan ekspor meningkat jumlahnya.
rotan jenis TSI ukuran 4 s/d 16 Akibatnya banyak rotan
mm dan rotan setengah jadi yang petani dan pengumpul
berasal dari rotan alam dalam yang tidak dapat
jumlah tertentu. ditampung

6 Permendag Nomor 36/M- Rp 1.000 – Rp 1.800 Kompromi – akibat Jawa


DAG/PER/8/2009 (Harga beras Rp 9.000) tdk boleh ekspor, industri
rotan spesifik tutup,
industri mebel
kekurangan bahan baku;
infrastruktur tdk
menunjang.
7 2012: Ekspor rotan dilarang? ? Industri hulu: tutup
Industri hilir:?

Harga Ideal
Harga ideal rotan basah yang mereka harapkan adalah antara Rp.1500,- s/d Rp.2000,- per kg (tahun
2005) – atau Rp 2.500 – Rp 3.500 nilai di tahun 2011.
Menurut Astana (?) harga ideal rotan adalah Rp 4.500.- per kg

Harga rotan saat ini di tingkat petani, dianggap tidak menarik karena sangat
murah. Di Kecamatan Tasik Payawan antara Rp 1.400 – Rp 1.800/kg, sedangkan di
Kecamatan Marikit (semakin ke hulu) hanya dihargai hanya Rp 1.000/kg 33.
Akibatnya kebun rotan yang ada tidak dirawat sama sekali atau bahkan rotannya
tidak dipanen dalam 4 tahun terakhir ini.

32Mohammad Nasir. 2010. Kebun Rotan Sistim Agroforestry Tertua: Humanisme dan Ancaman Kepunahan.

Paper tidak dipublikasikan.


33 Di Desa Kalahien dan Penda Asem (Kab Barito Selatan) harga rotan di petani sekitar Rp 2.250 /kg rotan

basah – produksi 40 ton basah per minggu atau 160 ton per bulan – masih mungkin naik sampai 300 - 400 ton
basah per bulan.
27
Walaupun saat ini sudah terbentuk organisasi Persatuan Petani Rotan Katingan
(P2RK) yang menghimpun para petani rotan di Kabupaten Katingan, namun
perannya masih sangat terbatas. Misalnya belum mampu membuat posisi tawar
petani rotan yang lebih tinggi, walaupun tentunya hal ini memang sulit mengingat
kondisi makro perotanan nasional yang sedang memprihatinkan.

Walaupun rotan secara umum tidak lagi memberikan manfaat ekonomi, tetapi
masyarakat masih mampu bertahan hidup karena pada saat yang sama harga karet
meningkat, sekitar Rp 10.000 per kg 34. Kondisi hal ini sesungguhnya semakin
mengancam kelestarian rotan. Masyarakat mulai berpikir untuk mengkonversi
kebun/hutan rotannya menjadi lahan budidaya yang lebih memberikan nilai,
misalnya kebun karet, sawit atau bahkan dibongkar kemudian ditambang baik
untuk batubara maupun emas. Masyarakat sudah capek dengan kebijakan
pemerintah yang seperti roller-coaster, dan menjadikan mereka sebagai korban.

34Masyarakat bisa mendapatkan Rp 10 juta per bulan – kondisi Oktober 2011. Pada tahun 2005, menurut studi
Perhimpunan TeROPONG dan Yayasan SHK Kaltim (2005), masyarakat lebih mengandalkan hasil dari
perkayuan dibanding rotan.
28
XII. ALUR TATA NIAGA
Rotan dari kebun dipungut dengan sistim bagi hasil antara pemilik lahan dengan
tenaga kerja, walaupun ada juga yang dipungut sendiri tanpa menggunakan tenaga
kerja bantuan. Penggunaan tenaga kerja menjadi pilihan karena memungut rotan
memerlukan keahlian tersendiri. Bagi yang tidak pengalaman, dalam 1 hari kerja
bisa mendapatkan 50 kg rotan dianggap bagus, sementara tenaga kerja yang sudah
terbiasa bisa mendapatkan sampai tiga kalinya. Porsi yang diberikan kepada tenaga
kerja bisa 50-50 atau 60-40.

Rotan basah dari petani ini kemudian dikumpulkan dan dijual secara kontan
kepada pengumpul.Hampir tidak ada petani yang mengolah rotan mentah menjadi
rotan asalan, pengumpullah yang memproses jadi rotan asalan. Bila rotan sudah
dipanen namun pembeli pengumpul belum ada, maka rotan akan direndam sampai
pembeli datang. Hal ini justru membuat rotan turun kualitasnya tetapi dianggap
sebagai pilihan terbaik yang ada.

Menurut data tahun 2005 35, terdapat 76 pengumpul di seluruh desa-desa (survey).
Dari 76 pengumpul yang ada, terdapat 62 pengumpul yang melakukan pengolahan
rotan asalan, 10 pengumpul hanya membeli dan menjual rotan basah, sedangkan
sisanya melakukan keduanya 36.

Pengumpul kapasitas sedang berada di desa: Talingke, Luwuk Kanan, Tumbang


Kaman dan Tewang Baringin. Sedangkan pengumpul kapasitas besar berada di
desa: Tumbang Paku, Tumbang Hiran, Jahanjang, Talingke, Luwuk Kanan.

Pengumpul yang melakukan pengolahan paling akhir di Kabupaten Katingan


terpusat di Kasongan dan Tumbang Samba. Rotan asalan dijual ke Sampit atau
Banjarmasin sebelum kemudian didistribusikan ke Pulau Jawa atau diekspor. Lihat
Gambar 3.

35Perhimpunan TeROPONG dan Yayasan SHK. 2005


36Sedangkan saat survai ini dilaksanakan (Oktber 2011), di Kecamatan Tasik Payawan pengumpul datang dari
daerah lain. Sedang di kota Kec Marikit hanya ada 1 (satu) orang yang jadi pengumpul.
29
Gambar 3. Alur distribusi bahan baku dari Kabupaten Katingan37

Untuk memperlihatkan jenjang distribusi dari petani sampai ke industri


diperlihatkan di Gambar 4, berdasar kondisi di tahun 2004-2005. Untuk sampai
menjadi barang jadi lampit diperlukan 4 (empat) tahapan. Dimana nilai rotan
berubah dari Rp 2000-2500 per kg menjadi Rp 5000-5500. Sedangkan bila dilihat
alternatif jenjang terpanjang yang memerlukan 8 (delapan), nilai rotan meningkat
sekitar 3 (tiga) kalinya.

Walaupun banyaknya jenjang terlihat seperti beban, namun kondisi ini


sesungguhnya merupakan upaya penyebaran resiko yang dinyatakan dalam nilai
added value setiap tahapan.

37 Perhimpunan TeROPONG dan Yayasan SHK. 2005


30
Gambar 4. Jenjang distribusi dari petani sampai ke industri 38

38 Sumber dari Doni Tiaka. A Rattan Trade Model and Development. In ITTO (2007) dan Balitbang (2006)
31
Sedangkan berdasar Tabel 14 di bawah ini, terlihat gambaran penerimaan setiap
jenjang perdagangan rotan, berdasar situasi di tahun 2006-2007, untuk kondisi di
Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan. Terlihat porsi biaya transportasi yang
cukup dominan, bahkan lebih mahal dari harga pembelian rotan dari
petani/pengumpulnya - terutama dari untuk sampai di kota kabupaten. Manfaat
terbesar dalam niaga ini diambil oleh pedagang besar, sementara petani dan
pengumpul mendapat porsi terkecil.

Tabel 14. Analisis Perolehan Manfaat Para Pelaku Perdagangan Rotan 39


Jenis Pelaku Biaya pengadaan Harga Keuntu %
&Lokasi Asal Harga Susut Biaya Angkut Jumlah Jual ngan Manfaat
beli Bhn & Olah
baku
Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg
Rotan Petani/pengumpul 700 700 12%
Asalan, Jenis Pedagang 700 35% 1.077 1.000 2.077 3.000 923 16%
Taman, desa/kec
Kasongan Pedagang Kab 3.000 0% 3.000 400 3.400 5.000 1.600 27%
Pedagang prov 5000 0% 5.000 400 5.400 6.500 1.100 19%
Pedagang 6.500 0% 6.500 - 6.500 8.000 1.500 26%
Surabaya
Rotan Petani/pengumpul 1.000 1.000 22%
Asalan, Jenis Pedagang Kab 1.000 35% 1.538 2.500 4.038 5.000 962 22%
Taman, Pedagang Besar 5.000 0 5.000 500 5.500 8.000 2.500 56%
Sampit
Rotan Petani/pengumpul 500 500 12%
Asalan, Jenis Pedagang Kab 500 50% 1.000 1.750 2.750 3.600 850 20%
Tohiti & Pedagang Besar 3.600 0 3.600 500 4.100 7.000 2.900 68%
Batang,
Sulsel
Rotan asalan Petani/pengumpul 500 500 12%
diolah Pedagang Kab 500 50% 1.000 1.750 2.750 4.000 1.250 29%
menjadi Industri 4.000 55% 8.889 3.600 12.489 15.000 2.511 59%
fitrit, Sulsel Pengolahan
Rotan asalan Petani/pengumpul 500 500 20%
diolah Pedagang Kab 500 50% 1.000 1.750 2.750 4.000 1.250 51%
menjadi Industri 4000 35% 6.154 1.150 7.304 8.000 696 28%
fitrit, Sulsel Pengolahan

39 Anonimus. 2007. Prosiding Workshop Nasional Penyusunan Strategi Nasional Pengembangan Rotan dan

Produk Olahannya.
32
XIII. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Indonesia masih merupakan pusat habitat rotan dunia, walaupun potensi
produksi sesungguhnya tidak diketahui secara pasti. Disebutkan potensi
berkisar antara 700.000 ton – 210.000 ton. Sedangkan data pemakaian
ekspor rotan (dari semua jenis dan produk) tercatat antara 10.000 ton di
tahun 1998 (terendah) sampai 164.000 ton (tertinggi) di tahun 2003-2004.

2. Selama periode 2009-2011, jumlah rotan TSI (hutan tanaman dari


Kalimantan) yang diekspor setahunnya sekitar 24.000 ton sedangkan non
TSI (dipungut dari hutan alam) yang memenuhi persyaratan Permendag
36/2009 (yaitu dipoles) hanyalah 12.000 ton.

3. Pusat sentra industri rotan ada di Cirebon, Surabaya dan Solo, dengan
kapasitas industri sekitar 116.000 ton berdasar perkiraan data di tahun
2003-2004 yang sayangnya semakin menurun di tahun berikutnya.

4. Konsumsi industri DN tahun 2011 diperkirakan hanya 15.000 ton, menurun


dari 30.000 ton dan 40.000 ton di tahun 2010 dan 2009. Sedangkan ekspor
rotan olahan setengah jadi (periode 2009-2011) dari total jatah 76.000 ton
setahunnya, tidak pernah lebih tinggi dari 50%nya atau maksimal 35.000
ton.

5. Kabupaten Katingan merupakan pusat budi daya rotan (irit dan sega) di
Indonesia dengan perkiraan luas sekitar 11.000 ha (walau ada angka
325.000 ha juga pernah disebutkan), dengan kemungkinan hutan rotan
tanaman di Kalteng mencapai 70.000 ha. Potensi rotan lestari tahunan
untuk Kabupaten Katingan menurut kalkulasi studi ini berkisar antara 9.000
– 15.000 ton kering. Ini angka yang konservatif dibanding angka lain yang
lebih tinggi. Diyakini bila harga rotan membaik, produksi rotan masih bisa
ditingkatkan lagi.

6. Peran ekonomi rotan dalam keluarga masyarakat (Katingan) saat ini


dirasakan semakin mengecil. Harga rotan dalam kisaran Rp 1.000 – Rp
1.800 per kg dianggap terlalu murah sehingga masyarakat tidak tertarik
untuk memanen dan memelihara rotan. Sementara getah karet bisa laku Rp
10.000 per kg. Hal ini sesungguhnya semakin mengancam kelestarian
kebun rotan. Karena bila hal ini berlangsung terus, besar kemungkinan
petani akan mengkonversi kebun rotan menjadi kegiatan lainnya (kebun
sawit atau pertambangan) yang dirasakan lebih memberikan manfaat.
Masyarakat mengharapkan harga ideal antara Rp 2.500 – Rp 3.500 per
kgnya.

7. Bila dilihat dalam jenjang distribusi, harga rotan di tingkat Kecamatan ada
pada tingkat Rp 4.000 – Rp 4.500 /kg dan Rp 5.000 – Rp 5.500 di tingkat
33
pedagang antar pulau. Sedangkan di tingkat pedagang di sentra industri
harganya sudah berada pada tingkat Rp 6.000 – Rp 7.500.- Tampaknya
banyaknya jenjang yang ada menunjukkan banyaknya kegiatan yang harus
dilakukan oleh banyak pihak. Akibatnya petani berada pada level yang
paling rendah.

8. Porsi biaya transportasi terlihat cukup dominan, sehingga harga yang


diterima petani/pengumpul menjadi tertekan. Hal ini menyebabkan petani
merupakan pihak yang mendapat manfaat terkecil dibanding pedagang
besar yang menjadi pihak penerima manfaat terbesar.

9. Kondisi saat ini yang over supply (dibuktikan dengan tidak panennya dalam
4 tahun terakhir ini) membuat hilangnya gairah masyarakat dalam
memelihara rotan. Walaupun banyak godaan untuk mengkonversi kebun
rotan, namun dalam jangka pendek dan menengah masyarakat diyakini
akan tetap mempertahankan keberadaan kebun rotannya.

• Karena masyarakat masih punya harapan terhadap rotan


o Karena sebagian besar tanah/kebun masyarakat sudah ditanam dan siap panen
o Suatu saat harga akan naik
o Banyak orang sukses karena rotan
• Rotan masih digunakan untuk keperluan kebutuhan sehari-hari, keperluan ritual
dan adat, warisan nenek moyang
• Beberapa bagian rotan dapat di konsumsi dan dimakan
• Rotan dapat menjaga kelestarian lingkungan hidup
• Budaya tradisi memanfaatkan lahan setelah berladang
• Karena kebun rotan adalah sebagai mahar kawin atau mas kawin.
• Kebun rotan sebagai ciri khas masyarakat Katingan

Saran
1. Perlunya kerjasama dan pemberdayaan peran organisasi masyarakat (P2RK
maupun bentuk lainnya: mungkin koperasi) agar masyarakat mendapatkan
manfaat yang lebih optimal dari pengusahaan rotan. Hanya bila masyarakat
mendapat manfaat maka kelestarian rotan akan terjamin.

2. Melalui kerjasama dengan organisasi masyarakat inilah (misalnya P2RK


atau lainnya) IKEA ataupun agennya bisa melakukan upaya demi
terjaminnya volume dan kualitas pasokan dalam harga yang masuk akal.

3. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih up-to-date kondisi rotan (lokal


Katingan maupun regional di Kalimantan Tengah dan sekitarnya) perlu
dilakukan studi yang lebih komprehensif, terutama mencakup potensi dan
tata-niaga.

34
XIV. LAMPIRAN

35
Tabel 15. Pengaruh Larangan Ekspor terhadap pertumbuhan industri hilir rotan 40
Periode Rata-rata Rata-rata Catatan
Pertumbuhan Pertumbuhan
(Kg) (USD)

Larangan Ekspor -1% +1%


Tahun 1990 - 1997
Bebas Ekspor Tahun +87% +72% Justru pasar rotan dunia
1998 - 2003 membesar sehingga permintaan
naik pesat.
Larangan Ekspor -4% +3%
Tahun 2004
Bebas Ekspor Tahun -8% -4%
2005 - 2008
Kompromi Tahun 2009 -25% -26%

40 Yayasan Rotan Indonesia. 2010.


36
Tabel 16. Inventarisasi Permasalahan Rotan Indonesia 41
Kondisi Sebab Penanggulangan
1 Berkurangnya Rusaknya habitat (hutan) • Budi daya rotan tanaman
supply rotan mentah akibat degradasi – deforestasi • Mencegah degradasi –
– konversi deforestasi dan konversi
• Mengatur tata ruang kawasan
hutan
• Memasukkan rotan sebagai
bagian integral manajemen
hutan Indonesia

• Hilangnya gairah petani • Memberikan nilai rotan


pemungut rotan dalam (harga) yang pantas/cukup
memungut rotan • Meningkatkan demand rotan
• Akibat pengusahaan o Dalam negeri
rotan tidak memberikan o Luar negeri
nilai yang sepadan atau
opportunity di bidang
lain yang lebih menarik
2 Berkurang atau • Akibat pengusahaan • Melakukan budidaya rotan di
hilangnya lahan budi rotan tidak memberikan dekat dengan pasar (Jawa)
daya rotan nilai yang sempadan sehingga bisa diperoleh harga
• Opportunity di bidang jual yang tinggi dengan biaya
lain yang lebih menarik transportasi rendah
• Tambang • Menerapkan teknik
• Kebun/Sawit agroforestry
• Penggalian tambang / sawit
hanya dilakukan di areal yg
sdh ditentukan (tata ruang)
3 Rotan yang dipungut • Petani memungut setiap • Budi daya rotan tanaman
petani pemungut rotan yang ditemuinya • Memberikan pasar bagi setiap
sangat variatif ragam di hutan ragam jenis dan kualitas rotan
jenis dan kualitasnya
• Petani harus melunasi • Dalam negeri
Buyer (pedagang
pengumpul) harus pembayaran rotan yang • Luar negeri
membeli semuanya sudah dibayar di muka
(bulk)
4 Berhentinya proses Minyak tanah yang langka • Skema penyediaan minyak
pengolahan dan mahal tanah secara khusus (subsidi?)
(misalnya • Mencari alternatif bahan
penggorengan) penolong /pengolahan yang
rotan
lain
5 Rotan kehilangan • Rotan setengah jadi • Aturan disesuaikan agar tdk
nilai ekonominya. dilarang diekspor ada rotan yang kehilangan
• Hanya sekitar 6 jenis nilai ekonominya
saja yang digunakan • Tingkatkan kemampuan DN
oleh industri dalam agar mampu menyerap semua
negeri produk rotan.
• Konsumsi DN kurang
dari kapasitas lestari
nasional

6 Industri mebel rotan • Kebanyakan pengusaha • Bina pengusaha mebel

41 Yayasan Rotan Indonesia. 2010. Dengan penyesuaian kondisi terakhir.


37
Indonesia hanya kecil (UKM) sehingga menjadi perusahaan
sebagai pengrajin • Modal terbatas furniture kelas dunia
saja • Peralatan terbatas • Siapkan litbang (diferensiasi)
Disain ditetapkan
• Kualitas SDM terbatas produk kreatif baru sehingga
oleh pembeli
• Tdk mempunyai riset membuka peluang pasar yang
dan penciptaan produk lebih luas
baru • Jaringan pemasaran yang luas
• Lemah dalam • Rotan Indonesia Inc.?
pemasaran
• Tdk mempunyai
jaringan pemasaran
8 Pasar produk rotan • Tidak ada atau semakin • Kampanye cinta rotan. Bila
dalam negeri yang kurangnya keterikatan kita tidak membeli rotan maka
kecil budaya dengan rotan rotan akan punah.
• Banyak produk • Meluaskan penggunaan
substitusi (termasuk produk rotan dari hanya
yang mirip rotan) penggunaan tradisional
• Daya beli masyarakat • Mewajibkan dan atau
yang rendah mendorong penggunaan rotan
• Tidak ada perhatian di kantor pemerintah, pemda,
kepada rotan dan produk BUMN/D, hotel, restoran,
ramah lingkungan café, bandara, dll

9 Dunia semakin tidak • Pengusaha rotan imitasi • Pasar ekspor rotan olahan
mengenal rotan dunia dibiarkan tdk dibuka
mempunyai saingan • Pajak ekspor atau Bea Keluar
Dominasi rotan (yaitu rotan asli) dikurangi
plastik di pasar dunia
• Rotan setengah jadi • Produk rotan imitasi
dilarang ekspor dikenakan pajak
• Wajib pasok diikuti dengan
wajib beli
10 Pasar rotan dunia • Industri mebel rotan • Buka pasar ekspor rotan
semakin mengecil Indonesia tdk mampu olahan
memenuhi permintaan • Perkuat industri produk barang
pasar dunia jadi rotan Indonesia
• Pengusaha mebel rotan • Biaya produksi lebih murah
di negara lain sulit • Infrastruktur baik
mengeluarkan • Tdk ada pungli
produknya karena • Membuat jaringan distribution
keterbatasan bahan baku channel
• Menciptakan produk yang
baru (kreatif dan dilindungi
hak cipta)

38
Tabel 17. Jenis rotan yang ada di Indonesia 42
Nama
No Perdagang Daerah Pertumbu Panjang
. an Nama latin Penghasil han Diameter batang Panjang
Utama (mm) (m) ruas (cm)

1. Manau Calamus manan Kalimantan, Tunggal 20 – 80 40 – 100 15 – 40


Sumatera
Sumatera,
Calamus Kalimantan, 15 – 65 44 – 62 20 – 140
2. Semambu scipionum Maluku Tunggal
Calamus Maluku,
3. Batang zollingerii Sulawesi Tunggal 20 - 50 50 – 100 15 – 35
Jelayan
4. (dok) Kalimantan, 20 – 40 50 20 – 30
Calamus amatus Sulawesi Rumpun
5. Selutup Calamus optimus Kalimantan Rumpun 20 - 40
6. Dahan Calamus Kalimantan, Rumpun 15 – 35
flagellaris Sulawesi
Calamus
7. Batu subinamis Kalimantan Rumpun 18 - 30 40 15 – 30
8. Tohiti Calamus inops Sulawesi Rumpun 10 - 30
9. Kutok D. magustifolia Kalimantan Rumpun 18 - 25 30 – 35
10. Sega Calamus caesius Kalimantan, Rumpun 4 – 12 50 – 700 17 – 35
Sulawesi
Pulut Calamus
11. merah paricilatus Kalimantan Rumpun 13 - 14
12. Pulut putih D. criata Kalimantan Rumpun
13. Jahab (Irit) Calamus Kalimantan Rumpun
trachycoleus
14. Jungan D. sabut Kalimantan Rumpun 7 - 12
+ 10

Sumber: Nasendi, 1996

42 Balitbang, 2006.
39
Tabel 18. Penyebaran pertumbuhan rotan secara geografis di Indonesia 43
No. Propinsi Lokasi areal hutan
1. Aceh Aceh Utara, Aceh Tengah, Piddie, Aceh Timur, P. Simeuleu
(Sinabang) Aceh Selatan, Aceh Tenggara.
2. Sumatera Utara Asahan, Labuhan Ratu, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, P.
Nias
3. Sumatera Barat Pasaman, Sawah Lunto/Sijunjung, Solok Selatan, P. Menta wai,
Pantai Selatan.
4. Riau Tembilahan (Inderagiri Hilir), Rengat (Inderagiri Hulu),
Bangkinang (Kampar), Pasir Pangiraian.
5. Jambi Batanghari, Muaro Bungo, Sarolangun, Bangko, Kuala Tungkal.
6. Bengkulu Bengkulu Utara (Muko-Muko),Bengkulu Selatan (Bintuhan),
Rejang Lebong (Kapahiang).
7. Sumatera Selatan Ogan Komering, Lematang Ulu, Musi Banyuasin
8. Lampung Lampung Barat (Krui). Lampung Tengah (Sukadana),Kabu- paten
Tanggamus (Kota Agung).
9. Kalimantan Barat Sintang, Kapuas Hulu, Ketapang, Sanggau.
10. Kalimantan Tengah Kotim (Sampit), Kobar (Pangkalan Bun), Kuala Kapuas, Buntok,
Muara Teweh , Puruk Cahu.
11. Kalimantan Selatan Marabahan, P. Laut (Kota Baru), Hulu Suangai Utara
12. Kalimantan Timur Pasir, Mahakam Ulu, Mahakam Tengah, Berau, Damai, Balungan
Selatan, Bentian.
13. Sulawesi Selatan Mamuju, Luwu (Palopo), Sidrap, Enrekang, Maros, Polmas.
14. Sulawesi Tengah Poso, Donggala, Luwuk, Banggai, Buol, Toli-toli.
15. Sulawesi Utara Minahasa Tosawang, Tompaso, Bolaang Mongondow
(Dominanga, Lanuan Uki), Gorontalo, Sangihe Talaud.
16. Sulawesi Tenggara Kendari Selatan, Kolaka, P. Muna, P. Buton.
17. Nusa Tenggara Barat Sumbawa (Klongkang, Dado, Batalente), Bima (Taffoperado)
18. Nusa Tenggara Timur P. Flores, (Manggarai,Angada,Sika), Sumba Barat
19. Maluku P. Halmahera, P.Obi, P. Bacan. P.Morotai, P. Mangole, P. Taliabu,
P. Seram, P. Buru, P. Tanimbar, P. Kai.
20. Irian Jaya Sorong, Fak-fak, Manokwari, Paniai, Jayapura (Demta,Arso),
Marauke, Serui, Yapen Waropen

Sumber : Anonim, 1988

43 Balitbang, 2006.
40
Tabel 19. Jenis rotan komersial yang dijumpai di Kalimantan 44
No Nama Botanis Nama Daerah
1. C. mananMiq. Manau
2. C. ornatus Bl. Seuti, kesur
3. C. scipionum Burr. Semambu, tabu-tabu
4. C. optimus Buyung
5. C. ciliaris Cacing
6. C. crinitus Lacak
7. C. filiformis Batu
8. C. caesius Sega
9. C. trachicoleus Becc Irit
10. C. impar Pulut/Bolet
11. C. heteroideus Sega batu
12. C. javanensis Lilin, cacing
13. C. horerns Kanuwun, Seel,
14. Korthalsia angustifolia Bl. Ahas

Tabel 20. Potensi jenis rotan di Kalimantan berdasarkan jenis 45

No. Jenis Keterangan


1 Calamus axilliaris Non komersial
2 C. caesious Komersial
3 C. flabelloides Komersial
4 C. javensis Lokal
5 C.laevigathus Non komersial
6 C. optimus Komersial
7 C. ornatus Komersial
8 C. pogonacanthus Non komersial
9 C. scipionum Komersial
10 C. sordidus Non komersial
11 C. trachycoleus Komersial
12 Calamus spp Non komersial
13 Calamus spp Komersial
14 Daemonorops fissa Non komersial
15 D. hystrix Non komersial
16 D. longispatha Non komersial
17 Daemonorops spp Non komersial
18 Korthalsia flagellaris Lokal
19 K.rostrata Non komersial
20 K.scaphigera Lokal
21 K.tunuissima Non komersial

44 Balitbang, 2006.
45 Idem
41
Tabel 21. Ukuran rotan berdasar kelas diameter 46
KELAS DIAMETER
NO BESAR (12-40mm) KECIL (2-12mm)
1 Manau Lacak
2 Lambang lrit/Jahab
3 Batang Sega
4 Tarumpu Sarang Buaya
5 Tohiti Pulut
6 Ombol Sabut/cacing
7 Semambu Selutup
8 Anduru Ronti
9 Tabu-tabu Koobos softi
10 Cretes Jermasin
11 Seuti Kobosega
12 Nawi Lilin
13 Telang Rotan semut/pulut
14 Wilatung Batu
15 Dahan Udang
16 Bulu
17 Sega batu
18 Lita

46 Balitbang, 2006. ITTO (2007)


42
Tabel 22. Kriteria rotan (NON‐T.S.I.) 47

1. ROTAN MENTAH
Rotan yang diambil / ditebang dari hutan, masih basah dan mengandung getah
rotan, warna hijau atau kekuning‐kuningan (lapisan ber‐chlorophyl), belum
digoreng dan belum dikeringkan.

2. ROTAN ASALAN
Rotan yang telah mengalami proses penggorengan, penjemuran dan pengeringan.
Permukaan kulit berwarnacoklat kekuning‐kuningan, masih kotor belum dicuci,
bergetah‐kering, permukaan kulit berlapisan silikat.

3. ROTAN NATURAL WASHED & SULPHURED (W / S)


Rotan bulat natural yang masih berkulit, sudah mengalami proses pencucian dan
pengasapan dengan belerang(Sulphure), ruas/tulang sudah dicukur maupun tidak
dicukur (trimmed atau untrimmed), biasanya ke‐dua ujungnya sudah diratakan,
sudah melalui sortasi ukuran diameter maupun kwalitas.

4. ROTAN POLES (RATTAN POLISHED)


Rotan bulat yang telah dihilangkan permukaan kulit ber‐silikatnya dengan
menggunakan Mesin Poles Rotan(Surface Milling Machine), biasanya melalui 3
tahap amplas yang berbeda,

‐ Amplas (grid 30, 36, 40 atau 60) untuk menghilangkan permukaan kulit
silikatnya, disebut sebagai POLESKASAR.

‐ Amplas (grid 80 atau 100) untuk membersihkan permukaan rotan.

‐ Amplas (grid 120, 150, 180 atau 240) untuk menghaluskan permukaan rotan,
disebut sebagai POLESHALUS.

TINGKAT Rotan Poles Halus yang dibutuhkan oleh industri mebel dapat dibedakan
sebagai berikut :

a. Rattan Sanded‐Polished

Dilakukan pengamplasan tiga tingkat seperti tersebut di atas, Rotan di‐poles


hanya menghilangkan permukaan kulit bersilikat termasuk kulit di bawah ruas
rotan. Bentuk rotan maupun lekukan‐lekukan masih dipertahankan sesuai
dengan ciri rotan, namun permukaan sudah tidak berkulit.

47 Yayasan Rotan Indonesia. 2010.


43
b. Rattan Full‐Polished

Rotan di‐poles dengan meratakan semua ruas‐ruas sehingga tidak


bergelombang diantara ruas dengan permukaan lainnya.

c . Rattan Autoround‐Polished

Sebelum rotan di‐poles, terlebih dahulu dikupas kulitnya untuk diratakan


diametemya dengan menggunakan Autoround RodMachine (Mesin Serut), sehingga
rotan tersebut mempunyai diameter yang sama dari ujung ke ujung lainnya, lalu
di‐poles sampai halus.

Rotan ini menyerupai tongkat karena diameternya sama.

5. HATI ROTAN (RATTAN CORE)


Merupakan isi/hati rotan tanpa berkulit dengan berbagai bentuk. Diproses dengan
mempergunakan Mesin Pembelah atau mesin Kupas Rotan ( Rattan Splitting
Machine).

BentukHatiRotan antara lain :


‐ Round‐Core, Hati Rotan berbentuk bulat dengan berbagai diameter.
‐ Square‐Core, Hati Rotan berbentuk Segi‐Empat.
‐ Star Core, Hati Rotan berbentuk bintang.
‐ DoubleOval Core, Hati Rotan berbentuk Lonjong.
‐ FlatOval Core, Hati Rotan yang berbentuk tali rotan.
‐ Flat‐Flat Core,Hati rotan berbentuk lempengan.
‐ Half Round Core,Hati rotan berbentuk setengah lingkaran.
‐ Lain‐lain bentuk.

Selain tersebut di atas, juga terdapat SKIN CORE yang merupakan hati rotan yang
masih tersisa kulitnya, untuk kegunaan tertentu dalam industri mebel/kerajinan
rotan.

Segala bentuk hati rotan dikemas dalam satu bentuk dan ukuran dalam
pengepakannya.

6. KULIT ROTAN (RATTAN PEEL)


Merupakan lembaran kulit rotan yang diperoleh dari hasil pembelahan rotan bulat
natural dan atau rotan bulat poles.

Terdiri dari :

44
a. Kulit Rotan Tebal,

Yaitu kulit rotan (balk natural maupun sanded) yang belum ditipiskan, sehingga
tebal / tipis / lebar dari kulit rotan ini belum merata ukurannya.

b. Kulit Rotan Tipis,

Yaitu kulit rotan (balk natural maupun sanded) yang sudah di‐trimmed dengan
menggunakan Rattan Peel Trimming Machine (Mesin Penipis Kulit Rotan).

Tebal / tipis / lebar dari kulit rotan ini sudah mempunyai ukuran yang sama.

7. SERBUK ROTAN
Merupakan sisa (waste) dari proses poles rotan.

Dipergunakan sebagai bahan Baku dalam pembuatan obat nyamuk bakar maupun
Briket. (Sudah pernah diekspor)

45
Sedangkan gambaran pemakaian tenaga kerja untuk pekerjaan pembuatan rotan
W/S, rotan poles dan hati rotan diperlihatkan di Tabel berikut.

Tabel 23. Perbandingan Pemakaian Tenaga Kerja (Per 1000 Kg/Hari)


Rotan Natural W/S
No Jenis Rotan Cukur Cuci Total Rotan Poles Hati Rotan
Ruas Asap
1 Batang (∅ 18-50 mm) 4 5 9 4 (4 mesin) -
2 Tohiti (∅10-36 mm) 6 8 14 6 (6 mesin) -
3 Umbulu (∅10-24 mm) 8 10 18 7 (7 mesin) 4 (2 mesin)
4 Manao (∅18-50 mm) 4 5 9 4 (4 mesin) -
5 Semambu(∅18-32 mm) 6 8 14 7 (7 mesin) -
6 Tabu-Tabu (∅18-34 mm) 6 8 14 7 (7 mesin) 4 (2 mesin)
7 Jermasin (∅6-14 mm) 12 16 28 - 8 (4 mesin)
8 Sega/Koobo (∅4-14 mm) 12 16 28 - 8 (4 mesin)
9 Sabutang (∅6-14 mm) - 16 16 - -
10 Datu/Pulut Merah (∅2-5 - 20 20 - -
mm)
11 Datu/Pulut Putih (∅3-7 mm) - 16 16 - -
Sumber: Yayasan Rotan Indonesia, 2010

46

Anda mungkin juga menyukai