Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KITOSAN BERBAHAN DASAR LIMBAH RAJUNGAN KALENG

dilaksanakan dan disusun sebagai salah satu nilai ujian tengah semester dalam
mata kuliah Manajemen Rantai Pasok Industri Kelautan

oleh
Rais Fikri Azhari
NIM. L2A021001

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat

rahmat dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam

makalah ini Penulis ingin membahas mengenai Kitosan Berbahan Dasar Limbah

Rajungan Kaleng.

Makalah ini dibuat oleh Penulis dengan dukungan seluruh temen-teman

sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu,

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang berperan

penting dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis berharap bahwa makalah ini dapat memberikan kontribusi baik

secara akademis maupun praktis.

Purwokerto, April 2022

Penulis

ii
`

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................1
I. PENDAHULUAN................................................................................................................................2
1.1. Latar Belakang...........................................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................................................3
1.4 Manfaat......................................................................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................................4
2.1. Rajungan (Portunus pelagicus)...............................................................................................4
2.2 Jenis Limbah..............................................................................................................................5
2.3 Kitosan........................................................................................................................................6
III. MATERI DAN METODE.................................................................................................................8
3.1 Materi..........................................................................................................................................8
3.2 Metode........................................................................................................................................8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................................................9
4.1 Proses Pengolahan Rajungan Kaleng...................................................................................9
4.2 Proses Pengelolaan Limbah Rajungan Kaleng Menjadi Kitosan...................................10
V. PENUTUP...........................................................................................................................................14
5.1 Kesimpulan..............................................................................................................................14
5.2 Saran.........................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................15

1
`

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki karunia besar di sektor

perikanan dan kelautan. Sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang nomer 3

di dunia, tentu membuat Indonesia memiliki sumberdaya alam yang melimpah.

Adanya sumberdaya alam yang melimpah dapat mejadi salah satu pendorong majunya

perekonomian apabila dikelola dengan baik. Berbagai macam jenis ikan, terumbu

karang, moluska bahkan sampai crustasea terdapat melimpah di perairan Indonesia.

Tidak jarang Indonesia sebagai salah satu suplier terbesar di bidang perikanan dunia

dengan salah satu andalan produknya adalah crustacea. Terdapat berbagai macam

Crustacea yang dihasilkan oleh sektor perikanan Indonesia, antara lain kepiting bakau,

lobster dan juga rajungan. Rajungan merupakan salah satu komoditi ekspor andalan

Indonesia bagi asia, eropa, bahkan dunia (Sulwartiwi et al., 2010).

Tingginya permintaan terhadap rajungan oleh pasar dunia khususnya Amerika,

umumnya dalam produk jadi berupa kalengan. Hal ini dikarenakan rajungan mentah

memiliki tingkat kerusakan yang cukup tinggi apabila dibiarkan dalam waktu lama.

Adanya industri pengalengan rajungan menjadi solusi mengatasi masalah ini. Namun,

disisi lain industri pengalengan dapat menjadi senjata makan tuan bagi indonesia

apabila dalam pengolahannya menghasilkan limbah yang dapat mencemari

lingkungan. Perlu adanya penanganan lebih lanjut dalam pengolahan limbah agar

2
`

semua bahan yang digunakan dapat menjadi bermanfaat seperti produk sampingan

berupa kitosan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalan sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pengolahan rajungan mentah menjadi produk utama rajungan

kaleng?

2. Bagaimana limbah olahan rajungan kaleng dapat menjadi produk samping

berupa kitosan?

1.3 Tujuan

Berdasarkan masalah diatas dapat ditentukan tujuan makalah ini sebagai

berikut :

1. Mengetahui proses pengolahan rajungan mentah menjadi produk utama

rajungan kaleng.

2. Mengetahui proses pengolahan limbah olahan rajungan kaleng menjadi produk

samping berupa kitosan.

1.4 Manfaat

Bagi pihak terkait, terutama pihak pemerintah daerah, Instansi, wasta, lembaga

swadaya masyarakat, stakeholder, serta masyarakat nelayan sekitar dapat menjadi

informasi potensi produk sampingan dari limbah rajungan berupa kitosan.

3
`

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rajungan (Portunus pelagicus)

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis crustacea yang hidup di

laut, dan memiliki kalsifikasi menurut Gerdenia ( 2006) dalam Arif (2018) sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Divisi : Eucoelomata

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Ordo : Decapoda

Famili :Portunidae

Genus : Portunus

Spesies : Portunus pelagicus

Gambar 1. Rajungan (Ekawati, 2015)

Rajungan mempunyai capit yang lebih panjang dibanding kepiting bakau. Secara

morfologis Kepiting rajungan (Portunus pelagicus) adalah sejenis kepiting renang atau

4
`

swimming crab; disebut demikian karena memiliki sepasang kaki belakang yang

berfungsi sebagai kaki renang, berbentuk seperti dayung. Karapasnya memiliki tekstur

yang kasar, karapas melebar dan datar; sembilan gerigi disetiap sisinya; dan gigi

terakhir dinyatakan sebagai tanduk. Rajungan memiliki 4 buah gigi pada frontal margin

dan 3 duri pada merus cheliped (Ekawati, 2015).

Hewan ini dapat mencapai lebar 18 cm, capitnya memanjang, kokoh, dan

berduri-duri. Warna karapas pada rajungan jantan adalah kebiru-biruan dengan bercak-

bercak putih terang, sedangkan pada betina memiliki warna karapas kehijau-hijauan

dengan bercak-bercak keputih-putihan agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada

individu yang agak besar walaupun belum dewasa (Nontji, 1993). Rajungan

mempunyai duri yang panjang yang keluar dari tiap sisi karapas, dan tentu saja

Portunus pelagicus biasanya berwarna biru. Meskipun warnanya dapat berkisar dari

coklat hingga biru atau bahkan ungu, jantan mempunyai capit yang lebih panjang

daripada betina dan biasanya warnanya lebih biru. Rajungan ini tidak takut untuk

menggunakan capitnya untuk mempertahankan diri (Arif, 2018).

2.2 Jenis Limbah

Berdasarkan kegiatan industry pengalengan rajungan, dapat dibagi jenis

limbahnya menjadi 3 bagian, yakni limbah berbahaya, limbah cair, dan limbah padat.

Limbah berbahaya umumnya berupa kaleng rusak, lampu rusak, baterai bekas, oli,

cairan pest control, dan bahan bakar. Karakteristik limbah B3 yaitu mudah meledak,

mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif.

5
`

Menurut peraturan pemerintah nomor 18 tahun 1999 tentang pengolahan limbah dalam

pasal tujuh menyebutkan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) meliputi limbah B3

dari sumber tidak spesifik, limbah B3 dari sumber spesifik, dan limbah B3 dari bahan

kimia kadaluarsa, tumpahan, bekaskemasan, serta buangan produk yang tidak

memenuhi spesifikasi.

Berbeda halnya dengan limbah cair, Limbah cair berupa air bekas sanitasi dan

air bekas pasteurisasi. Karakteristik limbah cair umumnya sedikit berbau dan bewarna

cokelat. Timbulnya bau busuk disebabkan oleh dekomposisi lanjut protein, yang kaya

akan asam amino bersulfur (sistein), menghasilkan asam sulfide, gugus thiol, dan

amoniak. Asam lemak rantai pendek hasil dekomposisi bahan organik juga

menyebabkan bau busuk.

Sedangkan limbah padat tersebut termasuk limbah organik dan anorganik.

Limbah organik meliputi shell rajungan, daging lunak, dan daging basi, sedangkan

limbah anorganik meliputi plastik, toples rusak, kardus, isolasi, masker bekas, dan

sarung tangan bekas. Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa

organik dan tersusun oleh unsur karbon, hidrogen, dan oksigen (Wulandari, 2018).

2.3 Kitosan

Kitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai panjang

glukosamin ( beta-1,4-2 amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul [C

6 H 11 NO 4 ] n dengan bobot molekul 2.5 x 10 -5 Dalton. Kitosan berbentuk

serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kitosan tidak larut

6
`

dalam air, dalam larutan basa kuat, dalam asam sulfat, dalam pelarut-pelarut

organik seperti dalam alkohol, dalam aseton, dalam dimetilformamida, dan

dalam dimetilsulfoksida. Sedikit larut dalam asam klorida dan dalam asam

nitrat, larut dalam asam asetat 1 -2\% , dan mudah larut dalam asam format

0,2\%-1,0\% (Azizi et al 2020).

Kitosan murni mengandung gugus amino (NH₂), sedangkan kitin murni

mengandung gugus asetamida (NH-COCH₂). Perbedaan gugus ini akan yang

diproduksi secara komersial memiliki kedua gugus asetamido dan gugus amino pada

rantai polimernya, dengan beragam komposisi gugus tersebut mempengaruhi sifat-sifat

kimia kitin dan kitosan. Sebenarnya kitin dan kitosan. Umunya, kitosan dapat dibuat

menggunakan Kitosan diisolasi dari kerangka hewan invertebrata kelompok Arthopoda

sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari

kelompok jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrate, juga banyak ditemukan

pada bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai

sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu rajungan, udang, lobster,

kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal hewan laut.

7
`

III. MATERI DAN METODE

3.1 Materi

Materi yang digunakan dalam penyusunan makalah ini menggunakan berbagai

macam literature sebagai pendukung baik berbentuk penelitain thesis, buku, jurnal,

maupun ebook. adapun terkait alat dan bahan yang digunakan berupa alat penghalus,

oven, larutan HCl, NaOH, dan H2O2

3.2 Metode

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah observasi

menggunakan data data yang ada pada penelitian sebelumnya. Adapun berdasarkan

literature metode yang digunakan meliputi pengeringan, penghalusan, demineralisasi,

dekantasi, penyucian, dan juga deproteinasi.

8
`

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Pengolahan Rajungan Kaleng

Menurut Badan Standarisasi Nasional (2002) berdasarkan SNI 01-6929.1- 2002,

pengertian daging rajungan dalam kaleng secara pasteurisasi (canned pasteurized crab

meat) adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku rajungan segar yang

mengalami perlakuan perebusan dan pengambilan daging, sortasi, pengisian dalam

kaleng dan penimbangan, penutupan kaleng, pasteurisasi, pendinginan dan

pengemasan. Tahapan-tahapan proses pengalengan rajungan menurut SNI 01-6929.3-

2002 adalah sebagai berikut :

1. Penerimaan, bahan baku yang diterima diunit pengolahan diuji secara

organoleptik untuk mengetahui mutunya kemudian bahan baku ditangani secara

hati-hati, cepat, cermat, bersih dengan suhu dingin maksimal 5°C dan

selanjutnya dilakukan penimbangan.

2. Sortasi, daging rajungan yang dihasilkan selanjutnya disortir menurut mutu dan

jenis daging kemudian dilakukan pembersihan daging dari sisa-sisa kulit

cangkang, filth dan lain-lain.

3. Pengisian dalam kaleng, daging yang telah bersih dimasukkan kedalam kaleng

secara manual sesuai dengan jenis daging kemudian ditambahkan SAPP (Sodium

Acid Pyrophosphat) dan ditimbang dengan timbangan.

4. Penutupan kaleng, kaleng yang telah berisi daging rajungan kemudian ditutup

dengan menggunakan mesin penutup kaleng.

9
`

5. Pelabelan, setiap produk yang akan diperdagangkan harus diberi label dengan

benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan importir

serta memberi keterangan.

6. Pasteurisasi, kaleng yang telah ditutup kemudian direbus dalam wadah

perebusan dengan suhu 70 – 80°C selama 115 – 180 menit tergantung ukuran

kaleng. Selama proses perebusan suhu dan waktu pasteurisasi harus selalu

diamati.

7. Pendinginan, kaleng yang telah mengalami pasteurisasi segera didinginkan

dengan cara memasukkan kaleng kedalam hancuran es dan air pada suhu ± 0°C

selama 2 jam.

8. Pengepakan, kaleng yang telah dingin dikeluarkan dari es kemudian

dimasukkan kedalam master karton sesuai dengan label.

9. Penyimpanan, Penyimpanan daging rajungan dalam kaleng secara pasteurisasi

harus dalam gudang dingin (Chilling room) dengan suhu produk maksimal 5°C

dengan fluktuasi suhu ± 2°C.

4.2 Proses Pengelolaan Limbah Rajungan Kaleng Menjadi Kitosan

Hasil pengolahan rajungan kaleng dari suatu industry menghasilkan banyak

limbah, tidak hanya yang berasal dari rajungan, namun dari perebusan, pelabelan,

pengepakan, dan yang lainnya. Perlu adanya menejemen dalam mengatasi limbah yang

dihasilkan, salah satu contohnya adalah apa yang di lakukan oleh PT. Sumber Mina

Bahari Rembang Jawa Tengah, antara lain seperti berikut, pengolahan limbah padat

10
`

berupa cangkang rajungan maupun daging rajungan yang tidak lulus sortasi.

Pemanfaatan daging yang tidak lulus sortasi umumnya dimanfaatkan menjadi produk

olahan daging rajungan dan juga pakan ternak.

Sedangkan cangkang kerang umunya diolah untuk sebagai bahan baku kitin dan

kitosan. Kitin dan kitosan memiliki kegunaan yang sangat luas dalam kehidupan sehari-

hari misalnya sebagai adsorben limbah logam berat dan zat warna, pengawet, anti

jamur, kosmetik, farmasi, flokulan, anti kanker, dan anti bakteri. Terdapat berbagai

macam penelitian mengenai cara pengolahan limbah rajungan menjadi kitin dan

kitosan, adapun misalnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rochima (2005) dalam

Azizi et al., (2020).

Proses pembuatan kitosan dimulai dengan penghilangan zat protein dari

cangkang rajungan atau deproteinasi yang mengacu pada metode Fawzya et al. (2008)

dengan sedikit modifikasi pada konsentrasi NaOH, suhu, dan waktu deproteinasi.

Deproteinasi dilakukan dengan menggunakan NaOH 4% 1:10 (b/v) didiamkan selama

24 jam pada suhu ruang (30–32 ˚C) tanpa pemanasan sambil dilakukan pengadukan

manual dengan sendok kayu secara berkala. Tahap deproteinasi kemudian dilanjutkan

dengan proses netralisasi menggunakan air mengalir. Netralisasi dilakukan untuk

menghilangkan sifat basa yang masih ada pada cangkang rajungan sampai pH netral.

Cangkang rajungan hasil proses deproteinasi yang telah memiliki pH netral kemudian

dijemur dibawah sinar matahari selama ±12 jam atau sampai kering.

Cangkang rajungan yang telah kering dilanjutkan dengan tahap penghilangan

zat mineral atau demineralisasi yang memodifikasi dari penelitian Fawzya et al. (2008)

11
`

dalam Natalia e al., (2021) dengan konsentrasi HCl, waktu dan suhu yang berbeda.

Demineralisasi pada penelitian ini menggunakan larutan asam klorida (HCl) 18%

dengan perbandingan 1:6 (b/v) dari berat awal bahan baku. Proses demineralisasi

dilakukan pada suhu ruang (30–32 ˚C) selama satu hari (24 jam) disertai pengadukan

manual secara berkala, untuk memaksimalkan proses pelepasan zat-zat mineral yang

masih ada pada cangkang rajungan. Cangkang rajungan yang telah direndam dalam

larutan HCl, kemudian dinetralisasi kembali dengan air mengalir untuk menghilangkan

sifat asam pada cangkang rajungan dengan cara mengukur pH air cucian hingga netral

menggunakan kertas pH universal, dilanjutkan penjemuran dibawah sinar matahari

(suhu 37–40 ˚C) sampai kering. Cangkang rajungan yang telah kering kemudian

ditimbang agar diketahui rendemen kitin yang dihasilkan. Cangkang rajungan yang

telah melalui tahap deproteinasi dan demineralisasi disebut kitin.

Kitin yang didapat selanjutnya masuk ke tahap deasetilasi. Tahap deasetilasi

pada penelitian ini mengacu pada Fawzya et al. (2008) dalam Natalia e al., (2021) yang

telah dimodifikasi dengan penambahan NaOH 70% 1:5 (b/v), yang dilakukan pada

suhu ruang (30– 32˚C) dengan penambahan hari yaitu selama 7 hari, dengan

pengadukan manual untuk mendapatkan kitosan dengan harapan memiliki derajat

deasetilasi (DD) yang tinggi tanpa adanya pemanasan. Tahap deasetilasi selesai

dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan akuades sampai pH netral menggunakan

kertas pH universal, penyaringan residu kitosan dengan kain saring ukuran 100 mesh

kemudian dijemur kembali sampai benar- benar kering dibawah sinar matahari (suhu

37-40 ˚C) dan dihitung kembali rendemen hasil proses deasetilasi. Proses pembuatan

12
`

kitosan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada waktu yang berbeda dengan metode

yang sama dan terukur.

13
`

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil sebagai

berikut :

1. Upaya untuk mengatasi permintaan pasar yang cukup tinggi dengan kekurangan

dari rajungan yang cepat rusak salah satunya adsalah dengan industry

pengalengan dengan tahapan sortir, pengalengan, dan pengepakan.

2. Pengolahan limbah dari industry pengalengan rajungan dapat diaplikasikan

menjadi berbagai bentuk seperti menjadi bahan baku kitin dan kitosan dengan

beberapa langkah seperti pengeringan, penghalusan, demineralisasi, dekantasi,

penyucian, dan juga deproteinasi.

5.2 Saran

Saran yang ingin penulis berikan adalah pemantauan tetap terhadap hasil

tangkapan rajungan dan juga perlu adanya strategi pengolahan limbah rajungan bukan

hanya dlimbah bahan baku namun juga bahan pelengkap yang lainnya sehingga tidak

mencemari lingkungan dan memajukan ekonomi masyarakat dan negara.

14
`

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, E. R., Mudzakir, A. K., & Yulianto, T. (2014). Analisis Distribusi Pemasaran
Rajungan (Portunus Pelagicus) di Desa Betahwalang Kabupaten
Demak. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and
Technology, 3(3), 190-199.
Al Faruqi, M. U. (2020). Pemanfaatan limbah cangkang rajungan (Portunus pelagicus)
sebagai produk pangan di Kabupaten Cirebon. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat
(PIM), 2(1), 12-17.
Azizi, A., Fairus, S., & Mihardja, E. J. (2020). Pemanfaatan Limbah Cangkang Rajungan
sebagai Bahan Kitin dan Kitosan di Purchasing Crap Unit Eretan “Atul
Gemilang”, Indramayu. Jurnal Solma, 9(2), 411-419.
Hakim, I., Syafiuddin, S., & Salam, N. I. (2018). Demonstrasi Plot Pembesaran Kepiting
Rajungan Dengan Teknik Budidaya Tambak Di Desa Mattiro Bombang
Kabupaten Pangkep. Ngayah: Majalah Aplikasi IPTEKS, 9(2), 294-307.
Luhur, E. S., Asnawi, A., Arthatiani, F. Y., & Suryawati, S. H. (2020). Determinan
Permintaan Ekspor Kepiting/Rajungan Olahan Indonesia ke Amerika Serikat:
Pendekatan Error Correction Model. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan
dan Perikanan, 10(2), 131-139.
Muawanah, U., HUda, H. M., Koeshenderajana, S., Nugroho, D., Mira, M., & Ghofar,
A. (2018). Keberlanjutan perikanan rajungan Indonesia: pendekatan model
bioekonomi. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, 9(2), 71-83.
Natalia, D. A., Dharmayanti, N., & Dewi, F. R. (2021). Produksi Kitosan dari Cangkang
Rajungan (Portunus sp.) pada Suhu Ruang. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia, 24(3), 301-309.
Setiyowati, D., & Sulistyawati, D. R. (2019). Analisis stok rajungan (Portunus pelagicus
Linnaeus, 1758) di pantai utara Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Acta Aquatica:
Aquatic Sciences Journal, 6(2), 46-51.
Sulwartiwi, L., & Yus, J. T. H. (2010). Teknik Pemeliharaan Benih Rajungan (Portunus
pelagicus Linn.) Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara
Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah.  Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan, 2(1), 87-96.
Wulandari, S., & Pramono, H. (2018). Penerapan Pengolahan Limbah Pengalengan
Rajungan (Portunus Pelagicus) di PT. Sumber Mina Bahari Rembang Jawa
Tengah Processing of waste of canning and swimming crab (Portunus
pelagicus) in PT. Sumber Mina Bahari Rembang, Central Java. Journal of
Marine and Coastal Science, 7(2), 3-4.

15
`

Zarochman, Z., & Prabawa, A. (2013). Strategi Industrialisasi Penangkapan


Rajungan. Buletin PSP, 21(2), 274461.

16

Anda mungkin juga menyukai