Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM MATA KULIAH


RESTOCKING DAN PENANGKARAN ENDANGERED SPECIES

Oleh:
ADI ASHARI 26040118120008
SALMA DZAKIROH 26040118120016
MUHAMMAD ADI RIZALDI 26040118120022
SEBASTIAN EZRA 26040118140094
MUHAMMAD PRABU 26040118140081

KELOMPOK 8

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul
Laporan Resmi Praktikum Mata Kuliah Restocking Dan Penangkaran Endangered
Species ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini
adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Penangkaran dan Restocking.
Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang kehidupan
teripang laut sehingga bisa bermanfaat kepada para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Retno Hartati, MSc.,
selaku Dosen Penangkaran dan Restocking yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang tidak dapat saya sebutkan semua, terimakasih atas bantuannya sehingga
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi
kesempurnaan laporan ini.

Semarang, 07 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................iii

DAFTAR TABEL................................................................................v

DAFTAR GAMBAR......................................................................... vi

I. PENDAHULUAN......................................................................1

1.1. Latar Belakang ...................................................................1

1.2. Tujuan ................................................................................1

1.3. Manfaat...............................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................3


2.1. Biologi H. Atra....................................................................3
2.2. Ekologi H. Atra...................................................................4
2.3. Habitat H. atra.....................................................................5
2.4. Pembesaran landbased system............................................5
2.5. Pembesaran waterbased system..........................................6
2.6. Lokasi pembesaran..............................................................6
2.7. Sumber benih......................................................................7
2.8. Pakan Alami........................................................................8
2.9. Risiko Pencurian.................................................................9

III. MATERI DAN METODE .....................................................11


3.1. Alat dan Bahan untuk Desain Hatchery............................11
3.2. Metode............................................................................. 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................12


4.1. Hasil..................................................................................12
4.1.1. Desain Pembesaran................................................12
4.2. Pembahasan.......................................................................13

iii
V. PENUTUP................................................................................16
5.1. Kesimpulan.......................................................................16
5.2. Saran..................................................................................16

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria kesesuaian lokasi budidaya teripang Holothuridae.....................7

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Desain Keramba Tancap untuk Budidaya Teripang..........................12


Gambar 2. Desain Land Base Pembesaran Teripang..........................................12
Gambar 3. Ekosistem Keramba Budidaya Terintegrasi......................................14

vi
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teripang laut adalah hewan invertebrata yang termasuk ke dalam filum
Echinodermata Kelas Holothuroidea yang tersebar di laut di seluruh dunia. Teripang bergerak
lambat, hidup pada dasar substrat pasir, lumpur pasiran maupun dalam lingkungan terumbu
karang. Karena sifatnya sebagai pemakan deposit (deposit feeder) (Hartati et al., 2017) maka
secara ekologi berperan penting dalam bioturbasi sedimen laut. Produk perikanan teripang
merupakan salah satu hasil laut yang telah lama menjadi komoditas perdagangan
internasional yang biasa dikenal dengan istilah beche-de-mer.
Ekploitasi teripang tidak hanya pada species ekonomis penting seperti Holothuria
scabra, Stichopus vastus, S. vatiensis atau S. hermannii, saat ini sudah mulai merambah ke
species yang tadinya tidak ekonomis penting seperti H. atra. Teripang spesies H. atra banyak
ditemukan di perairan terbuka, Setyastuti (2014) menjelaskan bahwa teripang jenis ini hidup
berasosiasi dengan lamun. Di sekitar perairan di Jepara, Satria et al. (2014) menemukannya
di Pulau Panjang, dimana populasi teripang H. atra ditemukan di area padang lamun dan
rubble atau pecahan karang (Hartati et al., 2019).
Eksploitasi atau penangkapan yang berlebih terhadap teripang ini dapat menyebabkan
populasi teripang mengalami tekanan yang cukup serius dan dapat mengancam
kelestariannya. Hal ini akan terjadi karena laju pertambahan (rekruitmen) tidak sebanding
dengan laju penangkapannya, ketika kepadatan populasi teripang menurun pada titik kritis,
maka populasi teripang tersebut akan sulit kembali pulih (Purwati et al., 2010). Untuk itu
diperlukan adanya kegiatan penangkaran pada species teripang untuk tujuan konservasinya.
Usaha penangkaran teripang telah berhasil dilakukan terhadap teripang pasir atau teripang
Putih H. scabra. Keberhasilan dan telah dikuasainya teknologi penangkaran pada H. scabra
dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penangkaran H. atra dengan
mempertimbangkan biologi, ekologi, habitat serta karakter-karakter yang ada pada H. atra.

1.2 Tujuan
1. Memahami biologi, ekologi dan habitat teripang H. atra sebagai dasar dilakukan
penangkaran terhadapnya.
2. Mendesain hatchery untuk melakukan penangkaran teripang H. atra.
3. Mendesain usaha pembesaran teripang H. Atra

1
1.3. Manfaat
Manfaat dari laporan penelitian ini adalah sebagai referensi informasi mengenai
biologi, ekologi habitat teripang H. Atra dan mendesain usaha pembesaran teripang H. Atra

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Holothuria atra


Holothuria atra merupakan hewan invertebrata dari Phylum Echinodermata,
berbentuk radial simetris dan mempunyai kaki-kaki tabung yang digunakan untuk memakan
dan bergerak. Teripang atau trepang adalah istilah hewan invertebrata timun laut dari kelas
Holothuroidea yang mempunyai bentuk tubuh silindris memanjang, tersebar luas di perairan
laut mulai dari zona pasang surut terendah sampai laut dalam. Jenis teripang ini mempunyai
bentuk badan bulat panjang. Seluruh bagian tubuh apabila diraba terasa kasar seperti butiran-
butiran. Holothuria atra yang masih segar berwarna putih kekuning-kuningan, terdapat sekat-
sekat yang melintang berwarna putih dan diantara sekat-sekat tersebut terdapat garis-garis
hitam pada bagian punggungnya (Elfidasari et al., 2012).
Secara morfologi bentuk teripang bervariasi mulai dari yang bulat sampai panjang
silindris seperti cacing, dengan garis oral dan aboral sebagai sumbu yang menghubungkan
antara anterior (mulut) dengan posterior (anus) yang terletak pada kedua ujungnya sehingga
bentuknya menyerupai ketimun laut (Hyman, 1995). Pada bagian anterior terdapat mulut
(oral) bertentakel yang berfungsi untuk mengambil, menghisap partikel/makanan/larutan,
sedangkan diposterior terdapat kloaka (aboral) untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan
maupun air Pada bagian anus dijumpai kelenjer seperti getah (tubulus cuvier) yang berfungsi
sebagai alat pertahanan diri Holothuria atra dapat mencapai panjang sekitar 60 cm dan
memiliki berat 2 Kg (Hartati et al., 2016).
Identifikasi dilakukan dengan mengidentifikasi ciri-ciri spesies yang mengacu pada
panduan identifikasi filum Coelenterata (Suginyo, et al., 2005) dan dikonfirmasi World
Register of Marine Spesies Berdasarkan website http://www.marinespecies.org
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Sub filum : Echinozoa
Kelas : Holothuria
Ordo : Holothuriida
Family : Holothuriidae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria atra

3
Menurut Dwiono et al. (2017) menyatakan bahwa teripang termasuk hewan
dioecious sehingga alat kelamin jantan dan betina terletak pada individu yang berlainan.
Namun untuk membedakannya secara morfologis sulit dilakukan. Jenis kelamin ini dapat
diketahui bila dilakukan pembedahan. Gonad jantan biasanya berwarna putih seperti cairan
susu sedangkan gonad betina bulat berwarna kuning dengan ukuran 140 – 160 mikron.
Perkawinan teripang biasanya berlangsung secara eksternal atau di luar tubuh. Sel telur dan
sperma masing-masing dihasilkan oleh individu betina dan jantan dengan cara disemprotkan
dan pemijahan terjadi pada kolom air.
Daur hidup dari teripang yaitu telur yang terbuahi dengan baik umumnya akan
menghasilkan larva dengan prosentase hidup yang tinggi. Beberapa waktu setelah dibuahi,
telur mengalami perkembangan embrional menjadi 2, 4, 8, 16 sel dan seterusnya sehingga
membentuk banyak sel. Selanjutnya, telur berkembang menjadi stadium gastrula berukuran
antara 390,50 - 402,35 mikron. Setelah lebih dari 32 jam, telur akan menetas menjadi larva
dan membentuk stadium auricularia yang terbagi menjadi stadium awal, tengah, dan akhir.
Selama stadium auricularia akhir, larva lebih banyak hidup di permukaan air. Sepuluh hari
kemudian, larva berkembang membentuk stadium doliolaria. Pada stadium ini larva
berbentuk lup, mempunyai lima sabuk dan dua tentakel yang menjulur keluar. Tiga belas hari
kemudian, doliolaria berubah ke stadium pentactula. Stadium pentactula berubah menjadi
juvenile, pada fase ini teripang hanya dapat bergerak lemah (Harahap et al., 2018).

2.2. Ekologi Holothuria atra


Pada siang hari terpang biasanya bersembunyi dimana hanya dapat di temukan dibalik
bebatuan karang, di sela-sela bebatuan karang dan di pasir. Hewan ini akan banyak di
temukan pada malam hari di permukaan pasir. Habitat teripang adalah di ekosistem terumbu
karang dan padang lamun. kisaran salinitas 31 ‰-35 ‰, suhu udara 22 oC -30 oC, suhu
perairan 26 oC-30 oC, pH 7,55 -8,33 dan DO 4,07 mg/L- 5,91 mg/L. Hewan-hewan jenis
teripang di temukan di pasir dimana teripang jenis Holothuria atra kebanyakan hidup di
daerah lamun enhalus berkelompok sejumlah 3 hingga 5 ekor terpang (Suryanti, 2019).
Teripang bergerak sangat lambat karena hanya mengandalkan bantuan kaki tabung
yang terangkum dalam sistem kaki ambulaklar. Seluruh hidupnya dihabiskan di dasar laut,
tetapi jenis Holothuria mampu berenang beberapa saat (bathy pelagic) selain itu pula yang
bergerak dengan gelombang kontraksi ototnya yang menyerupai gerak ulat Teripang akan
muncul dipermukaan dasar perairan pada malam hari terutama pada saat menjelang pasang,

4
yaitu untuk keperluan mencari makan. Pada siang hari teripang lebih senang membenamkan
diri di dalam pasir (Nurwidodo et al., 2018).

2.3. Habitat Holothuria atra


Tempat hidup teripang adalah perairan yang dangkal hingga perairan dalam, dengan
kondisi dasar pasir, berlumpur di antara lamun maupun antara karang. Teripang memiliki
kemampuan adaptasi yang baik tetapi ada juga kecenderungan jenis tertentu lebih menyukai
tipe dasar spesifik. Teripang keluarga Holothuriidae dan Stichopodidae dapat menempati tipe
substrat seperti lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, kerikil, pantai berbatu, karang
mati, pecahan karang, dan bongkahan karang (Nurwidodo et al., 2018).
Menurut Luhulima et al. (2020), teripang Holothuridae dapat tersebar di berbagai
ekosistem perairan dangkal, yaitu pada ekosistem lamun, ekosistem terumbu karang dan
daerah lepas pantai. Jenis teripang, kondisi substrat dan habitat ikut menentukan sebaran atau
distribusi lokal dari teripang ini. Daerah laut dengan batasan kadar garam berkisar antara
30%-34%, dan suhu berkisar 28o C-31o C.

2.4. Pembesaran Landbase System


Budidaya pembesaran teripang dalam tambak memiliki kelebihan lebih terkontrol dan
aman namun harus memenuhi berbagai persyaratan diantaranya; tambak sebaiknya berbentuk
persegi panjang, memiliki pintu air masuk dan keluar yang berbeda, mudah melakukan
penggantian air, kedalaman minimal 80cm, terbebas dari run off daerah sekitarnya,
mengandung bahan organic yang cukup banyak, dekat dengan sumber bahan organic seperti
hutan bakau, tidak ada polutan (KKP, 2020)
Usaha budidaya pembesaran ini dapat dilakukan di habitat alami ataupun di tambak-
tambak. Teripang muda dengan ukuran dan berat tertentu dipelihara dalam kurung atau
hampang selama 8 sampai 10 bulan akan menghasilkan teripang usia panen. Pada umumnya
pada usaha budidaya pembesaran ini teripang ini dibesarkan pada tambak penanaman algae
jenis Gracilaria spp. Usaha ini dilaporkan cukup berhasil di Cina. Di Indonesia usaha
budidaya pembesaran sistem tupang sari ini telah dirintis oleh Balai Budaya pantai Maros,
Sulawesi Selatan (Aziz, 1997).

5
2.5. Pembesaran Waterbase System
Budidaya pembesaran teripang Holothuria atra lebih efektif dengan water-based
system dengan kelebihan berupa relatif lebih mudah dan murah, dapat dilakukan dalam
wadah karamba tancap dengan spesifikasi karamba, yaitu bahan jaring dari waring hitam
ukuran mata jaring 1 cm, rangka terbuat dari kayu gelam atau kayu yang relatif tahan lapuk
dengan panjang 2-3meter dan diameter 10-15 cm. Kayu (ring) dan balok sebagai patok
keramba harus dipilih kayu yang tahan lapuk. Ukuran keramba dapat bermacam-macam
tergantung kemampuan dan ketersediaan bahan pembuatan keramba, dalam hal ini misalnya
berukuran 10 x 10 x 2meter (Nurwidodo et al., 2018).
Arus air membantu proses pertukaran air di dalam sarana budidaya waterbase
system, adanya arus dapat berfungsi membersihkan sisa sisa metabolisme sekaligus
membawa oksigen terlarut yang diperlukan oleh Holothuria atra. Namun apabila arus terlalu
kencang dapat menyebabkan sress pada teripang dan merusak sarana budidaya. Kecepatan
arus yang ideal untuk budidaya air laut berkisar 20-50 cm/detik (KKP, 2020)

2.6. Lokasi Pembesaran


Lokasi penempatan keramba untuk budidaya pembesaran teripang harus tepat.
Diperlukan lokasi yang terlindung dari hempasan ombak dan angin kencang dengan kondisi
dasar perairan berpasir atau pasir berlumpur bercampur dengan pecahan-pecahan karang dan
banyak terdapat tanaman air semacam rumput laut (seaweed) dan lamun (sea grass). Akan
sangat baik bila memanfaatkan lokasi pertumbuhan alamiah teripang yaitu pada daerah
pasang surut dengan kedalaman antara 0,5 s/d 1,5meter pada air surut terendah. Hal ini
dilakukan karena pada awal pertumbuhan teripang muda cenderung menempati daerah
pasang surut, setelah ukurannya bertambah besar berpindah ke dasar perairan yang lebih
dalam (Rahman & Mansyur, 2016).

6
Tabel 1. Kriteria kesesuaian lokasi budidaya teripang Holothuridae
Kriteria / Parameter Kelas Kesesuaian
Faktor Utama
a. Dasar perairan Pasir dan pecahan karang
b. Gelombang tenag
c. Ketersediaan sumber benih dekat
d. Kedalaman saat pasang (meter) 2-10
e. Kedalaman saat surut (meter) 0,5-1,5
f. Kecerahan (cm) 45-70
g. Kecepatan arus (m.dr-1) 0,15-0,25
h. Suhu (0C) 26-30
i. Salinitas (%0) 31-34
j. pH 6.1-8.5
k. DO (mg L-1) 5-9

Faktor pendukung
a. Keterlindungan baik
b. Kemudahan akses baik
c. Pencemaran Tidak ada
d. keamanan Baik
e. sarana penunjang baik
(Sumber: disesuaikan Yusuf, 2007).

2.7. Sumber benih


Sumber benih sebaiknya dekat dari tempat pembesaran agar benih dapat segera
dimasukkan dalam tambak. Tidak mengalami kerusakan di perjalanan ataupun karena
perubahan lingkungan yang sangat drastis. Dalam transportasi pemindahan benih menuju
pembesaran perlu diketahui beberapa faktor pembatas seperti, suhu, kadar oksigen,
kepadatan, dan media transportasi, (Andasuryani 2003). Masalah yang dihadapi adalah
bagaimana menekan aktifitas metabolisme Holothuria atra agar kebutuhan oksigen maupun
hasil metabolismenya sekecil mungkin. Dengan menekan aktifitas metabolisme serendah
mungkin, maka biota perairan tersebut dapat mempertahankan hidupnya dalam waktu yang
lebih lama pada saat transportasi. Perbedaan tersebut diusahakan sekecil mungkin agar

7
teripang yang diangkut dapat hidup sampai ke tempat tujuan atau paling tidak memperkecil
tingkat kematian selama pengangkutan (Utomo 2003).
Transportasi biota transportasi sistem basah, media terdiri dari air dan oksigen.
Teknik transportasi induk dan benih teripang secara tertutup dapat dilakukan dengan
menggunakan media pasir yang dibasahi dan ditambah dengan oksigen dalam kantong plastik
dan menghasilkan sintasan lebih dari 80 %. Induk teripang dimasukkan sebanyak 1-2
ekor/kantong tergantung ukuran induk. Sedangkan untuk benih ukuran 5 cm sebanyak 50
ekor/kantong dan ukuran lebih besar dari 5 cm panjang total sebanyak 25 ekor/kantong.
Kantong plastik diisi dengan oksigen sebanyak 2 bagian dari tinggi pasir kemudian diikat
dengan karet gelang agar tidak terjadi kebocoran oksigen Plastik yang telah berisi induk
teripang, disusun dalam Styrofoam berukuran 80 x 45 x 35 cm. Untuk mempertahankan suhu
selama pengangkutan, diberi es batu pada sudut Styrofoam dan direkatkan (Rampi, 2019).

2.8. Pakan Alami


Sumber utama makanan teripang di alam yaitu kandungan zat organik dalam
lumpur, detritus sisa pembusukan bahan organik, dan plankton. Jenis makanan yang lain
adalah organisme-organisme kecil, massa bakteri yang terdapat di dalam substrat Diatomae,
Protozoa, Nematoda, Algafilamen, Kopepoda, Strakoda, rumput laut, Radiolaria,
Foraminifera, dan potongan-potongan kecil hewan maupun tumbuhan laut serta partikel-
partikel pasir. Namun partikel pasir bukan makanan utama.
Marga Holothuria yang hidup di daerah tropis sering memakan organisme yang
terkandung di dalam pasir, lumpur dan detritus, Crustacea kecil serta Polychaeta. Ukuran
partikel makanan untuk jenis Holothuria sp bervariasi sesuai jenis dan berhubungan dengan
kondisi lingkungannya. Sebagai contoh, Holothuria atra mengkonsumsi makanan yang
ukuran partikelnya lebih kecil dari 250 mikron, namun juga diameter makanannya dapat
mencapai 2 mm dan mencari makanannya pada daerah terumbu karang (Suryanti, 2019).
Teripang termasuk kelompok hewan yang mempunyai kebiasaan makan tidak
selektif (tidak pemilih). Berdasarkan analisa makanan dari beberapa jenis teripang di perairan
Pulau Ambon, diatomae merupakan jenis makanan yang mempunyai nilai tertinggi
dibandingkan makanan jenis lainnya jenis plankton yang ditemukan dalam perut Holothuria
atra didominasi oleh kelompok Diatomae, Foraminifera dan Radiolaria yang mempunyai nilai
antara 20,71% - 40,11% (Nurwidodo et al., 2018).

8
Sebagian besar timun laut berperan sebagai pengolah sedimen bersifat deposit
feeders. Melalui cara makannya timun laut memberi manfaat kepada lingkungannya. Sisa-
sisa bahan organik, bakteri dan mikroalga yang merupakan menu utama timun laut di daur
ulang dan dicegah penumpukannya oleh timun laut. Sedimen di dasar perairanpun berpindah
tempat (Rampi, 2019).
Hasil pencernaan timun laut ini berupa sedimen yang lebih gembur, mengandung
bahan organik lebih banyak, yang bermanfaat bagi komunitas hewan dan tumbuhan yang
turut membentuk ekosistem seperti halnya timun laut. apabila populasi teripang menghilang
dari lingkungannya, bahan organik akan tertimbun, moluska yang membutuhkan substrat
yang gembur tidak lagi bisa berlindung di dalam pasir, maka rantai makanan dalam ekosistem
akan berubah. Hal ini menggambarkan keterkaitan yang erat antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. (Purwati, 2008).

2.9. Resiko Pencurian


Teripang merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi
dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang mengandung nutrisi tinggi. eripang juga
dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan karena karena mengandung asam lemak tidak
jenuh jenis W-3 yang penting untuk kesehatan jantung. Teripang mempunyai potensi yang
baik untuk dikembangkan budidayanya karena beberapa pertimbangan, antara lain teripang
merupakan hewan tingkat tropik rendah sehingga makanannya mudah ditemukan, teknik
budidaya teripang cukup sederhana, tidak membutuhkan modal besar dan keahlian khusus,
dan dapat merupakan usaha sampingan bagi masyarakat (Giri et al., 2017).
Nilai ekonomis yang tinggi dari teripang tersebut menyebabkan rawan terjadinya
pencurian Holothuria atra budidaya. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah pencurian
adalah pada kurungan laut dibuat bersekat dengan jumlah yang dapat disesuaikan, kemudian
bagian bawah dijahit rapat namun tidak penuh agar teripang dapat berpindah. Dinding atas
dua lapis dan dinding bawah 3 lapis, kurungan dibuat setinggi air pasang (KKP, 2020).
Keberhasilan pengembangan budidaya teripang sangat tergantung dari ketersediaan
benih, pakan, lingkungan budidaya yang sesuai, dan beberapa faktor lainnya. Menurut Kordi
dan Andi (2010), menyatakan bahwa ada sekitar 650 spesies yang telah dikenal diseluruh
dunia. Di Indonesia, diperkirakan mencapai 141 spesies tetapi yang telah diketahui baru
sebanyak 60 spesies. Dari 60 jenis teripang tersebut sebanyak 23 spesies yang telah di
eksploitasi dan umumnya dikonsumsi. Diantra 23 spesies teripang yang ada di perairan pantai
Indonesia hanya 9 spesies yang banyak dicari orang karena nilai ekonominya tinggi yaitu
9
teripang putih teripang pasir (Holothuria scraba), teripang hitam teripang batu (Holothuria
nobilis), teripang getah (Holothuria vagabunda), teripang keeling (Holothuria atra), teripang
merah teripang kasur (Mulleria lecanora), teripang gama (Stichopus variegatus) dan teripang
nanas (Thelenota ananas). Diantara teripang-teripang tersebut yang paling bayak di tangkap
dan di perdagangkan adalah teripang putih (Holothuria scrabra).

10
III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Materi
Pembesara teripang Holothuria atra berlokasi di Pulau Wakatobi. Desain pembesaran
teripang terbuat dari kayu gelam atau kayu yang tahan oleh proses pelapukan. Penelitian ini
dimulai tanggal 2 September 2021
3.2. Metode
Objek penelitian berupa teripang Holothuria atra. Desain penagkaran teripang
holothuria atra dianalisa dengan menggambarkan habitat mengenai lingkungan hidup dan
parameter lingkungan alami yang disukai teripang Holothuria atra melalui studi pustaka,
sehingga teripang dapat beradaptasi berkembang biak dengan baik pada lingkungan
penangkarannya.
Penggambaran habitat Holothuria atra dilakukan dengan mengamati keadaan
lingkungan sekitar lokasi penelitian secara deskriptif perairan Pengamatan kondisiperairan
dengan melihat parameter: DO, pH, Salinitas, dan suhu baik yang ada di udara dan di
perairan.
Desain penangkaran holothuria atra selain berdasarkan pada kondisi lokasi alaminya,
dipadukan dengan faktor tambahan dan pendukung lain seperti faktor keamanan,
memudahkan pemeliharan, serta meningkatkan kualitas lingkungan agar dapat memacu
pertumbuhan holothuria atra sehingga diperoleh hasil yang berupa kepadatan maupun
biomassa yang lebih baik dibandingkan dengan holothuria atra yang ditangkap di alam.

11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Desain Pembesaran

Gambar 1. Desain Keramba Tancap untuk Budidaya Teripang


(Sumber: Widianingsih et al., 2014).

Gambar 2. Desain Land Base Pembesaran Teripang

12
Keterangan:
Budidaya Teripang dilakukan dalam keramba tancap, bahan jaring dari waring hitam
ukuran mata jaring 1 cm, rangka terbuat dari kayu gelam atau kayu yang relatif tahan lapuk
dengan panjang 2 – 3meter dan diameter 10-15 cm. Kayu (ring) dan balok sebagai patok
keramba harus dipilih kayu yang tahan lapuk. Ukuran keramba dapat bermacam-macam
tergantung kemampuan dan ketersediaan bahan pembuatan keramba, dalam hal ini misalnya
berukuran 10 x 10 x 2meter.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Karakteristik biologi utama yang berpengaruh terhadap keberhasilan
penangkaran teripang H. atra
Keberhasilan pengembangan budidaya teripang sangat tergantung dari ketersediaan
benih, pakan, lingkungan budidaya yang sesuai, dan beberapa faktor lainnya. Karakteristik
Holothuria atra yang filter feeder, memakan organisme yang terkandung di dalam pasir,
lumpur dan detritus, Crustacea kecil serta Polychaeta. Ukuran partikel makanan untuk jenis
Holothuria sp bervariasi sesuai jenis dan berhubungan dengan kondisi lingkungannya.
Holothuria atra mengkonsumsi makanan yang ukuran partikelnya lebih kecil dari 250 mikron,
namun juga diameter makanannya dapat mencapai 2 mm dan mencari makanannya pada
daerah terumbu karang (Suryanti, 2019).
Tanpa memperhatikan aspek biologi alami, kegiatan budidaya, penangkaran, dan
pembesaran teripang tidak akan berhasil karena tidak sesuai dengan kodisi lingkungan yang
disukai dan dapat di tinggali oleh teripang tanpa harus melakukan penyesuaian diri kembali
terhadap lingkungan yang baru.
Karakteirstik biologi lainnya yang perlu di perhatikan dalam pembesaran Holothuria
atra adalah hama dan penyakit yang dapat timbul. Hama bagi teripang dalam penangkaran
adalah kepiting, bulu babi, dan bintang laut. Hewan-hewan tersebut dapat mengakibatkan
kerusakan fisik teripang yang menyebabkan penyakit, luka bertambah besar, dan mati apabila
tidak diobati. Kulit teripang juga mudah terluka jika terjadi gesekan. Luka ini mudah
terinfeksi, dan menular ke individu yang lain. Jika dibiarkan akan membawa kematian
individu. Oleh karena itu teripang dapat diobati dengan cara merendamnya dalam larutan
acriflauin 4 ppm atau methylen blue 4 ppm selama 0,5-1 jam. Setelah diobati, teripang
ditempatkan dalam bak penampungan selama 1-2 hari. Organisme-organisme penempel
seperti rumput laut, teritip, dan sponge yang menempel pada kurungan pagar harus
dibersihkan secara berkala. Keberadaan organisme-organisme penempel ini akan
mengganggu sirkulasi air dalam kurungan pagar dan menurunkan kualitas air, yang berakibat
13
kurang baik bagi pertumbuhan teripang. Oleh karena itu, pengamatan dan pembersihan
kurungan pagar secara rutin mutlak dilakukan.

4.2.2. Pemilihan lokasi penempatan penangkaran yang tepat.


Lokasi penempatan keramba untuk budidaya pembesaran teripang harus tepat. Hal ini
disebabkan karena kondisi penangkaran harus dibuat semirip mungkindengan kondisi habitat
aslinya dia alam agar dapat merangsang pertumbuhan teripang menjadi lebih cepat dan tepat.
Lokasi yang diperlukan adalah terlindung dari hempasan ombak dan angin kencang dengan
kondisi dasar perairan berpasir atau pasir berlumpur bercampur dengan pecahan-pecahan
karang dan banyak terdapat tanaman air semacam rumput laut (seaweed) dan lamun (sea
grass). Akan sangat baik bila memanfaatkan lokasi pertumbuhan alamiah teripang yaitu pada
daerah pasang surut dengan kedalaman antara 0,5 s/d 1,5 meter pada air surut terendah. Hal
ini dilakukan karena pada awal pertumbuhan teripang muda cenderung menempati daerah
pasang surut, setelah ukurannya bertambah besar berpindah ke dasar perairan yang lebih
dalam (Rahman & Mansyur, 2016).

4.2.3. Penangkaran H. atra, di Indonesia


Penangkarn Holothuria atra dapat dilaksanakan dan diterapkan di Indonesia.
Pembesaran teripang dengan prinsip polikultur lebih efektif dan disarankan untuk diterapkan
di Indonesia. Polikultur merupakan metode pemeliharaan budidaya dengan menggunakan
lebih dari satu spesies yang satu sama lain saling menguntungkan. Selain saling
menguntungkan, sistem polikultur dalam pembesaran teripang juga merupakan salah satu
cara untuk mengurangi biaya operasional khususnya dalam penyediaan pakan (Sembiring et
al., 2018). Konsep dasarnya adalah budidaya terpadu polikultur berbasis Integrated Multi
Trophic Aquaculture (IMTA) yakni memelihara beberapa komoditas dalam suatu sistem
budidaya dengan memperhatikan tingkat trofik biota tersebut berupa kedudukannya dalam
rantai makanan.

Gambar 3. Ekosistem keramba budidaya terintegrasi (Sumber: Firdaus et al., 2016)

14
Rumput laut berperan sebagai produsen yang menyerap nutrisi yang berasal dari
perairan, pupuk, dan sisa proses pencernaan makhluk hidup lain dalam perairan (keramba)
kemudian mengkonversinya menjadi biomassa melalui proses fotosintesis. Teripang berperan
sebagai pemakan sisa-sisa, sampah, dan bagian yang mati yang terakumulasi di dasar
keramba makhluk hidup, yang memanfaatkan bahan organik dalam tambak. Memadukan
peran makhluk hidup tersebut, daur nutrisi dalam sistem budidaya menjadi lebih efisien.
Biaya pakan dan pengelolaan kualitas air dapat ditekan secara optimal yang berdampak pada
penurunan biaya produksi, komoditas yang dihasilkan lebih beragam, sehingga menyediakan
lebih banyak pilihan sumber pangan dan penghasilan bagi masyarakat (Nurwidodo et al.,
2018).
Lama pembesaran teripang tergantung pada jenis, ukuran, waktu penebaran benih,
pertumbuhan, dan ukuran teripang yang dikehendaki pasar. Teripang umumnya dipanen
setelah mencapai berat basah 200-250g atau panjang 15-20 cm, karena ukuran tersebut yang
paling banyak diminta konsumen. Untuk mencapai ukuran itu, diperlukan waktu
pemeliharaan antara 5-6 bulan dari benih awal panjang 5-7 cm. Menurut Firdaus et al (2016)
secara teknis, penerapan budidaya terpadu sistem terintegrasi menyebabkan jumlah siklus
budidaya rumput laut dalam satu tahun berkurang. Hal ini disebabkan perbedaan waktu yang
dieprlukan sejak tebar hingga mencapai ukuran panen

15
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Holothuria atra merupakan hewan invertebrata dari Phylum Echinodermata,
berbentuk radial simetris dan mempunyai kaki-kaki tabung yang digunakan untuk
memakan dan bergerak. Habitat teripang adalah di ekosistem terumbu karang dan
padang lamun. kisaran salinitas 31 ‰-35 ‰, suhu udara 22 oC -30 oC, suhu
perairan 26 oC-30 oC, pH 7,55 -8,33 dan DO 4,07 mg/L- 5,91 mg/L. Habitat
teripang adalah perairan yang dangkal hingga perairan dalam, dengan kondisi
dasar pasir, berlumpur di antara lamun maupun karang
2. Budidaya teripang di laut pada umumnya menggunakan pilihan wadah berupa
kandang atau keramba tancap. Jenis wadah tesebut dipilih terutama karena sesuai
dengan sifat hidup teripang pasir sebagai organisme bentik yang hidup di dasar
perairan.
3. Pembesaran teripang H. Atra dilakukan dalam keramba tancap, bahan jaring dari
waring hitam ukuran mata jaring 1 cm, rangka terbuat dari kayu gelam atau kayu
yang relatif tahan lapuk dengan panjang 2 – 3 meter dan diameter 10-15 cm. Kayu
(ring) dan balok sebagai patok keramba harus dipilih kayu yang tahan lapuk.
Ukuran keramba dapat bermacam-macam tergantung kemampuan dan
ketersediaan bahan pembuatan keramba, dalam hal ini misalnya berukuran 10 x 10
x 2meter.

5.2. Saran
1. Sebaiknya praktikum dimulai tepat waktu.
2. Sebaiknya praktikan lebih aktif berinteraksi dalam praktikum.

16
DAFTAR PUSTAKA

Andasuryani. 2003. Pengendalian Suhu Dan Pengukuran Oksigen Pada Peti Kemas
Transportasi Sistem Kering Udang Dan Ikan Dengan Kendali Fuzzy [Tesis].
Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Aziz, A. 1995. Beberapa Catatan Tentang Teripang Bangsa Aspidochirotida. Oseana, 22(4):
11-23.
Aziz, A. 1997. Status Penelitian Teripang Komersial Di Indonesia. Oseana, 22 (1): 9-19.
Dwiono, S. A. P., Purwati, P., Fahmi, V., dan Indriana, L. F. 2017. Reproduksi Aseksual
Pada Holothuria Atra (Echinodermata) Di Teluk Medana, Lombok Barat. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia, 14(4): 415-521.
Elfidasari, D., Noriko, N., Wulandari, N., dan Perdana, A. T. 2012. Identifikasi Jenis
Teripang Genus Holothuria Asal Perairan Sekitar Kepulauan Seribu Berdasarkan
Perbedaan Morfologi. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains Dan Teknologi, 1(3):
140-146.
Firdaus, M., Indriana, L. F., Dwiono, S. A. P. dan Munandar, H. 2016. Konsep Dan Proses
Alih Teknologi Budidaya Terpadu Teripang Pasir, Bandeng Dan Rumput Laut.
Prosiding Seminar Nasional Technopreneurship Dan Alih Teknologi 2016.
Jakarta: Pusat Inovasi LIPI.
Giri, N. A., Sembiring, S. B. M., Marzuqi, M., dan Andamari, R. 2017. Formulasi Dan
Aplikasi Pakan Buatan Berbasis Rumput Laut Untuk Pendederan Benih Teripang
Pasir (Holothuria Scabra). Jurnal Riset Akuakultur, 12(3): 263-273.
Hartati, R., Widianingsih, D. A., dan Djunaedi, A. 2016. Ultrastruktur Alimentary Canal
Teripang Holothuria Scabra Dan Holothuria Atra (Echinodermata:
Holothuroidea). Buletin Oseanografi Marina, 5(1): 86-96. KKP.Go.Id

Hartati, R., Widianingsih, Trianto, A., Zainuri, M. & Ambariyanto. 2017. The abundance of
prospective natural food for sea cucumber Holothuria atra at Karimunjawa Island
waters, Jepara, Indonesia. Biodiversitas, 18(3):947-953.

Hartati, R., Zainuri, M., Ambariyanto, A. Ayodya, F.P., Widianingsih, W., Mustagfirin, M.
&. Soegianto, A. 2019. Initial assesment of Holothuria atra population in Panjang
Islands. Ecology, Environment and Conservation. 25 (July Suppl. Issue): S1-S6
Luhulima, Y., Zamani, N. P., dan Bengen, D. G. 2020. Kepadatan Dan Pola Pertumbuhan
Teripang Holothuria Scabra, Holothuria Atra Dan Bohadchia Marmorata Serta

17
Asosiasinya Dengan Lamun Di Pesisir Pulau Ambon, Saparua, Osi Dan Marsegu,
Provinsi Maluku. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, 12(2), 543-556.
Nurwidodo, N., Rahardjanto, A., Husamah, H., Mas' Odi, M. O., dan Hidayatullah, M. S.
2018. Buku Panduan Mudahnya Budidaya Teripang (Terintegrasi Dengan
Rumput Laut).

Purwati, P, Hartati, R. & Widianingsih. 2010. Eighteen sea cucumber species fished in
Karimunjawa Islands, Java Sea. Marine Research in Indonesia, 35(2):23-30
Rahman, A. dan Mamsyur, A. 2016. Kesesuaian Pemanfaatan Perairan Bagi Pengembangan
Perikanan Budidaya Di Kawasan Teluk Staring Konawe Selatan. Jurnal Bisnis
Perikanan FPIK UHO, 3(1): 31-48.
Rampai, B. 2019. Aspek Biologi Dan Budidaya Teripang Pasir, Holothuria Scabra.Jakarta,
Amafrad Pres.

Satria, G.G.A.S., Sulardiono, B. & Purwanti, F. 2014. Kelimpahan Jenis Teripang Di


Perairan Terbuka Dan Perairan Tertutup Pulau Panjang Jepara, Jawa Tengah.
Diponegoro Journal of Maquares. 3(1):105-115

Setyastuti A. 2014. Echinodermata, Holothuria atra, in an intertidal seagrass bed off the
Bama Beach, Baluran National Park, East Java, Indonesia. J Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, 6(1):31-39
Sembiring, S. B. M., Wardana, I. K. dan Sugama, K. 2018. Pembesaran Juvenil Teripang
Pasir, Holothuria Scabra Dan Benih Abalon, Haliotis Squamata Dalam Sistem
Polikultur. Jurnal Riset Akuakultur, 13(1): 21-28.
Suryanti, S. 2019. Buku Ajar Bioekologi Phylum Echinodermata.
Utomo, N.B.P. 2003. Modul Pemanenan Dan Pengangkutan Ikan, Depdiknas.
Widianingsih, R. Hartati dan H. Endrawati. 2014. Penerapan Teknologi Fisson pada
Budidaya Teripang. Majalah INFO., 16(2): 59-71.
World Register Of Marine Species. 2013. Http://Www.Marinespecies.Org
Yusuf, M. 2007. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Laut Kawasan Taman
Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan. Disertasi. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

18

Anda mungkin juga menyukai