Anda di halaman 1dari 5

“MAKALAH AGAMA

MENCARI FENOMENA ALAM


BESERTA DALILNYA”

Kelompok :1

Nama anggota : A’an Dwi A. (01)

Ayunigrum A. (07)

Diana Santi Q. (10)

SMAN 1 KADEMANGAN

Jl. Kresna no 29 Kademangan Tahun Ajaran 2018/2019


FENOMENA ALAM GERHANA
Peristiwa alam membangkitkan minat kaum intelektual Muslim. Banyak
ilmuwan melakukan kajian, menuliskan, dan melahirkan teori baru tentang
alam. Gerhana matahari dan bulan termasuk menjadi bagian dari objek
penelitian para ilmuwan Muslim. Catatan mereka tentang gerhana itu pun
berserak.Abu Abdullah Muhammad ibnu Jabir al-Battani merupakan salah satu
ilmuwan Muslim yang mengamati dan mengkaji gerhana. Ia dikenal sebagai
seorang peneliti kawakan dan astronom terbesar pada masa Islam. Serangkaian
observasinya dilakukan di Raqqah, kota kecil di tepian Sungai Eufrat, antara
877 hingga 918 Masehi.Melalui bukunya, History of the Arabs, Philip K Hitti
menyatakan, dengan kerja kerasnya, al-Battani berhasil membuktikan
kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin. Ia menggunakan metode
trigonometri. Bukan perhitungan geometri seperti yang umum digunakan
ilmuwan pada masa itu.

Langkah al-Battani dengan trigonometri mampu membuat perhitungan


gerhana lebih cermat dan akurat. Tak heran jika ia mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan seputar gerhana. Kemudian, ia mengoreksi sejumlah
penemuan Ptolemeus, filsuf Yunani kuno.Misalnya, jarak antara matahari dan
bumi serta perkiraan munculnya bulan baru. Tujuh abad berikutnya, tepatnya
tahun 1749, astronom Barat bernama Dunthorne mengadopsi metode
pengamatan al-Battani mengenai gerhana bulan dan matahari. Al-Battani juga
menulis banyak buku dalam bidang astronomi dan trigonometri.Karyanya yang
terkenal adalah Kitab al Zij. Buku ini berisi katalog, tabel, dan penjelasan
mengenai 470 bintang dan benda-benda di langit. Sejak diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin pada 1116 dengan judul De Motu Stellarum (Pergerakan Bintang-
bintang), karya ini menginspirasi banyak ilmuwan, seperti Kepler, Galileo, dan
Copernicus.Abu al-Rayhan al-Biruni, yang wafat pada 1048, tercatat sebagai
astronom Muslim terkemuka yang juga mengamati peristiwa gerhana. Ia
menuangkan hasil penelitiannya dalam sebuah karya, Kitab Tahdid Nihayat al-
Amakin li Tashih Masafat al-Masakin (Penentuan Koordinat dari Posisi untuk
Koreksi Jarak antara Kota).Satu bahasan yang ia uraikan adalah dampak melihat
gerhana matahari secara langsung terhadap mata. Al-Biruni mengungkapkan,
setiap terjadi gerhana matahari indra penglihatan manusia seakan tak kuasa
untuk tak menyaksikannya. Namun, perlu diketahui, melihat langsung gerhana
itu bisa membuat penglihatan merasa silau.

Bahkan, menimbulkan efek berbahaya terhadap mata. Bila dilakukan


terus-menerus, bisa berakibat fatal, misalnya kebutaan. Lebih baik melihat
bayangan gerhana matahari melalui air sehingga dampak fatalnya bisa
dikurangi, ujar al-Biruni memberikan nasihat dan trik untuk menikmati
peristiwa alam itu tanpa menimbulkan risiko.

Bukan tanpa latar belakang, al-Biruni memberi nasihat bijaknya itu.


Dalam bukunya, ia mengungkapkan bahwa sewaktu muda ia menatap langsung
ke arah matahari saat terjadi gerhana. Keputusan al-Biruni tersebut
mengakibatkan penglihatannya menjadi agak terganggu.Menurut A Zahoor
dalam tulisannya, Abu al-Rayhan Muhammad al-Biruni, kawasan di
Afghanistan dipilih al-Biruni sebagai lokasi untuk mengamati dan
menggambarkan terjadinya gerhana matahari pada 8 April 1019. Beberapa
bulan kemudian, yaitu pada 17 September 1019, ia melakukan pengamatan
gerhana bulan.Al-Biruni membuat perhitungan terperinci, termasuk posisi
ketinggian bintang-bintang selama berlangsungnya gerhana. Ia juga
menggambarkan peristiwa gerhana matahari yang diamatinya di Lamghan,
sebuah lembah yang dikelilingi pegunungan di antara Kandahar dan Kabul.Saat
matahari terbit, kami melihat sekitar sepertiga dari matahari hilang cahayanya
dan gerhana mulai memudar, ungkap al-Biruni. Dari pengamatan gerhana bulan
di Ghazna, ia memberikan gambaran tepat mengenai ketinggian beberapa
bintang pada saat terjadi kontak pertama.

Astronom Muslim lainnya, Abu’l-Hasan ‘Ali ibnu Abd al-Rahman ibnu


Yunus (950-1009), ikut memberikan sumbangan penelitian terhadap gerhana.
Bekerja di Kairo satu abad setelah era al-Battani, Ibnu Yunus menulis sebuah
buku yang menjadi pegangan ahli astronomi sesudahnya, yaitu Al-Zij al-Hakimi
al-Kabir.Buku penting ini didedikasikan untuk Khalifah al-Hakim. Astronom
Simon Newcomb, dalam Researches on the Motion of the Moon, mengatakan
bahwa Ibnu Yunus mengawali al-Zij dengan serangkaian penjelasan terhadap
lebih dari 100 observasi. Sebagian besar mengenai gerhana bulan ataupun
matahari dan pergerakan planet.Di sisi lain, Ibnu Yunus memberikan uraian
tentang 40 konjungsi planet secara akurat dan 30 gerhana bulan. Simon
Newcomb mengadopsi pemikirian Ibnu Yunus ini untuk mengembangkan teori
gerhana bulannya. Dalam bukunya, Ibnu Yunus memberikan keterangan
gerhana bulan yang diamatiMenurut dia, salah satu gerhana bulan yang
diamatinya terjadi pada 10 Syawal 370 Hijriyah atau 22 April 981 Masehi. Ia
dan sejumlah koleganya melakukan pengamatan di al-Qarafa di Masjid Ibn Nasr
al-Maghribi. Kontak pertama berlangsung saat ketinggian bulan mencapai 21
derajat.Ketika itu, gerhana menutup sekitar seperempat dari diameter bulan.
Cahaya bulan muncul kembali satu seperempat jam sebelum matahari terbit.
Buku yang ditulis Ibnu Yunus pada kemudian hari menjadi pegangan penting
serta digunakan secara luas di dunia Islam.Ibnu Yunus melaporkan pengamatan
lainnya, yaitu gerhana matahari yang terjadi pada 11 November 923 Masehi.
Gerhana matahari tersebut, kata dia, dikalkulasi dan diobservasi oleh Abu al-
Hassan Ali ibn Amajur, yang menggunakan perangkat tabel al-Zij al-Arabi of
Habash. Ia juga menjadi bagian dari tim bersama Abu al-Hassan.Tak hanya Al-
Zij al-Hakimi al-Kabir yang membuat Ibnu Yunus menjadi buah bibir di
kalangan ilmuwan. Ia pun menuliskan karya lain, yaitu Hakenite’s Tables,
sebuah kompilasi dari sekitar 1.005 dokumen tentang gerhana. Di antaranya
adalah gerhana matahari pada 993 dan 1004 serta gerhana bulan pada 1001 dan
1002 Masehi.Gerhana, baik matahari maupun bulan, yang terjadi di dunia Islam
tak luput dicatat. Ini terjadi dari India Utara hingga Andalusia. Catatan itu berisi
informasi tak hanya tentang gerhana, tetapi juga kapan gerhana terjadi
berdasarkan kalender Hijriyah. Pada masa berikutnya, banyak manfaat yang
dipetik melalui catatan tersebut.Salah satunya digunakan untuk memverifikasi
perhitungan dari kejadian gerhana pada masa lalu dengan berbagai fenomena
astronomi yang berlangsung pada masa terkini. Misalnya, kaitan antara gerhana
dan penampakan komet yang disebutkan oleh sejarawan Maroko, Ibnu Abi Zar,
pada abad ke-14.

Dalam buku Al-Muntadham fi tarikh al-muluk wa-'l-umam yang terdiri


atas 10 volume, sejarawan asal Baghdad, Abu al-Faraj ibnu al-Jawzi (508-597
H), mendeskripsikan sebuah peristiwa gerhana matahari total yang terjadi pada
20 Juni 1061 Masehi. Gerhana itu terjadi pada hari Rabu.Sejarawan dan
astronom, FR Stephenson, mengonfirmasi bahwa tanggal yang disebutkan oleh
Ibn al-Jawzi sangat tepat. Tiga laporan berbeda juga muncul untuk
menggambarkan gerhana pada 11 April 1176. Salah satunya ditulis oleh Ibnu al-
Atsir ketika masih berusia 16 tahun dalam buku al-Kamil fi al Tawarikh.Ia
mendeskripsikan suasana gelap yang berlangsung ketika puncak gerhana
matahari total. Kegelapan itu bahkan disamakan dengan gelapnya malam hingga
seolah akan muncul bintang-bintang di langit. Padahal, kata dia, saat itu adalah
waktu sebelum tengah hari pada Jumat, 29 Ramadhan, di Jazirat Ibnu Umar,
sekarang Cizre di Turki.Ketika melihat itu, saya sangat takut. Saya pun
memegangi tangan guru saya dan jantung saya tetap berdebar-debar. Guru saya
yang telah mempelajari perbintangan sejak lama lantas berkata, ‘Jangan takut,
sebentar lagi matahari akan bersinar lagi dan semuanya menjadi sedia kala,’
kata ibn Atsir.
Dalil yang menjelaskan tentang fenomena alam tentang Gerhana :

Dan Dia (Allah) telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang
terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu
malam dan siang.” (QS. Ibrahim 14:33)
Makna hikmah fenomena gerhana matahari:

Mari kita memetik arti, makna dan hikmah gerhana,baik matahari


maupun bulan. Pertama,ingat akan kebesaran Allah. Itu ditunjukkan dengan
sholat khusuf, dzikir dan berdoa. Dengan sholat, dzikir dan berdoa selama
gerhana berlangsung, umat Islam akan ingat akan tanda-tanda dan kebesaran
Tuhan sebagai pencipta jagad semesta.

Anda mungkin juga menyukai