Bumi
Saat itu, para astronom Muslim menyatakan bahwa keliling bumi mencapai
24 ribu mil atau 38,6 ribu kilometer. Perhitungan yang dilakukan pada abad
ke-9 itu hampir akurat. Sebab, hanya berbeda 3,6 persen dari perkiraan yang
dilakukan para ilmuwan di era modern. Sebuah pencapaian yang terbilang
luar biasa dan mungkin belum terpikirkan oleh peradaban Barat pada masa
itu.
Atas permintaan Khalifah Abbasiyah ketujuh itu, para astronom Muslim
sukses mengukur jarak antara Tadmur (Palmyra) hingga Al-Raqqah di Suriah.
Para sarjana Muslim itu menemukan fakta bahwa kedua kota itu ternyata
hanya terpisahkan oleh satu derajat garis lintang dan jarak kedua kota itu
mencapai 66 2/3 mil.
***
Pada abad ke-10 M, ilmuwan Muslim bernama Abu Raihan Al-Biruni (9731048) juga mengukur jari-jari bumi. Menurutnya, jari-jari bumi itu mencapai
6339,6 kilometer. Hal pengukurannya itu hanya kurang 16,8 kilometer dari
nilai perkiraan ilmuwan modern. Saat itu, Al-Biruni mengembangkan metode
baru dengan menggunakan perhitungan trigonometri yang didasarkan pada
sudut antara sebuah daratan dengan puncak gunung.
Teori bentuk bumi bundar seperti bola juga dinyatakan geografer dan
kartografer (pembuat peta) Muslim dari abad ke-12 M, Abu Abdullah
Muhammad Ibnu Al-Idrisi Ash-Sharif. Pada tahun 1154 M, Al-Idrisi ilmuwan
dari Cordoba -- secara gemilang sukses membuat peta bola bumi alias globe
dari perak. Bola bumi yang diciptakannya itu memiliki berat sekitar 400
kilogram.
Dalam globe itu, Al-Idrisi menggambarkan enam benua dengan dilengkapi
jalur perdagangan, danau, sungai, kota-kota utama, daratan serta gununggunung. Tak cuma itu, globe yang dibuatnya itu juga sudah memuat
informasi mengenai jarak, panjang dan tinggi secara tepat. Guna melengkapi
bola bumi yang dirancangnya, Al-Idrisi pun menulis buku berjudul Al- Kitab
al-Rujari atau Buku Roger yang didedikasikan untuk sang raja.
***
Penjelajah asal Spanyol, Cristhoper Columbus pun membuktikan kebenaran
teori yang diungkapkan Al-Idrisi. Berbekal peta yang dibuat Al-Idrisi,
Columbus mengelilingi bumi dan menemukan Benua Amerika yang
disebutnya 'New World'. Padahal, bagi para penjelajah Muslim benua itu
bukanlah dunia baru, karena telah disinggahinya beberapa abad sebelum
Columbus. Dalam ekspedisi yang dilakukannya itulah, Columbus meyakini
bahwa bentuk bumi adalah bulat.
Secara resmi, para sarjana Muslim telah mengelaurkan kesepakatan
bersama dalam bentuk ijma tentang bentuk bumi bundar. Teori bentuk bumi
bulat diyakini oleh Ibnu Hazm (wafat 1069), Ibnu Al-Jawi (wafat 1200) dan
Ibnu Taimiyah (wafat 1328). Penegasan ketika tokoh Islam itu untuk
memperkuat hasil penelitian dan penemuan yang dicapai astronom dan
matematikus Muslim.
Secara sepakat, Abul-Hasan ibnu al-Manaadi, Abu Muhammad Ibnu Hazm,
and Abul-Faraj Ibnu Al-Jawzi telah menyatakan bahwa bentuk bumi adalah
bundar (istidaaratul-aflaak). Ibnu Taimiyah melandaskannya pada Alquran
surat Az-Zumar ayat 5. Allah SWT berfirman: "...Dia memutarkan malam atas
siang dan memutarkan siang atas malam..."
Selain itu, para ulama juga berpegang pada Surat Al-Anbiyaa ayat 33. Allah
SWT berfirman, Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang,
matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar (falak) di
dalam garis edarnya. Kata falak' dalam ayat itu, menurut para ulama,
berarti bundar. Ibnu Taimiyah secara tegas kemudian menyatakan bahwa
bentuk bumi bulat seperti bola.
Penegasan bentuk bumi bundar juga dinyatakan Abu Ya'la dalam karyanya
berjudul Tabaqatal-Hanabilah. Dalam kitab itu, Abu Ya'la mengutip sebuah
ijma para ulama Muslim yang bersepakat bahwa bentuk bumi itu bundar.
Ijma itu diungkapkan oleh generasi kedua murid-murid para sahabat Nabi
Muhammad SAW.
Ilmuwan terkemuka Ibnu Khaldun (wafat 1406) dalam kitabnya yang
fenomenal berjudul Muqaddimah, juga menyatakan bahwa bumi itu seperti
bola. Pendapat itu diperkuat oleh Imam Ibnu Hazm Rohimahulloh dalam alFishol fil Milal wan Nihal. Menurutnya, tak ada satupun dari 'ulama kaum
muslimin -- semoga Allah meridhoi mereka -- yang mengingkari bahwa Bumi
itu bundar dan tidak dijumpai bantahan atau satu kalimat pun dari salah
seorang dari mereka.
Dengan meyakini bahwa bentuk bumi itu bundar, para sarjana Muslim
kemudian menetapkan sebuah cara untuk menghitung jarak dan arah dari
satu titik di bumi ke Makkah. Melalui cara itulah, arah kiblat ditentukan.