Anda di halaman 1dari 12

PEMERIKSAAN FISIK

Kelompok 2

Anugrah rahim

Rusmayanti putri amelia

Dewi amalia tahir

Nurul annisa ainul

Nur salam

AKPER MAPPA OUDANG MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2020-2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pemeriksaan Fisik”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah
limpahkan kepada Nabi besar alam, Muhammad SAW. Adapun tujuan makalah
ini disusun untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan medikal
bedah.

Dengan harapan makalah “pemeriksaan fisik” ini bisa menambah


pengetuahuan, menambah wawasan dan mendatangkan manfaat.

Kami menyadari bahwasanya dalam penyusunan makalah ini masih jauh


dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya.
Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
khususnya dari dosen mata kuliah yang bersangkutan guna menjadi acuan dalam
bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Aamiin.

Makassar, 26 september 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian
B. Tujuan
C. Persiapan (alat,pasien,dan linkungan)
D. Langkah-langkah prosedur
E. Hal-hal yang harus diperhatikan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari
seorang ahli medis dalam  memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda
klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam
medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan
perencanaan perawatan pasien.

Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian


kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama
diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes
khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.

Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli
medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial, yakni sebuah daftar
penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan
dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan fisik ?
2. Apa saja teknik atau metode yang dilakukan dalam pemeriksaan fisik?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang disebut dengan pemeriksaan fisik.
2. Untuk mengetahui apa saja teknik atau metode dalam pemeriksaan fisik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Pemeriksaan fisik berasal dari kata “Physical Examination” yang artinya
memeriksa tubuh. Jadi pemeriksaan fisik adalah memeriksa tubuh dengan atau
tanpa alat untuk tujuan mendapatkan informasi atau data yang
menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya.

1. Fungsi Koordinasi

Kemampuan mensinergiskan secara normal faktor motorik, sensorik


dalam melakukan gerakan normal. Serebelum digunakan untuk gerakan
sinergistik tersebut, oleh sebab itu serebelum adalah pusat koordinasi.
Gangguan koordinasi dapat disebabkan oleh dispunsi serebelum, sistem
motorik, sistem ekstrapiramidal, gangguan pisikomotor, gangguan tonus,
gangguan sensorik ( fungsi propioseptik), sistem vestibular dan lain-lain.
Gangguan koordinasi dibagi menjadi equilibratory dan non equilibratory.

2. Fungsi Sensorik
Sistem sensorik adalah sistem yang menghubungkan manusia dengan
dunia luar.informasiyang diterimah oleh reseptor menjadi petanda bagi
yubuh untuk memberikan respon. Sistem sensorik di bagi menjadi dua
yaitu exterceptif dan profrioceptif.
3. Fungsi Motorik
Fungsi sel saraf  motorik adalah mengirim impuls
dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya
berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel
saraf motor berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat
pendek berhubungan dengan akson saraf asosiasi,
sedangkan aksonnya dapat sangat panjang.
4. Pemeriksaan Refleks
Reflex adalah jawaban terhadap suatu perangsangan. Gerakan yang timbul
namanya gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan
gerakan yang bangkit untuk penyesuaian diri, baik untuk menjamin
ketangkasan gerakan volunter, maupun untuk membela diri. Bila suatu
perangsangan dijawab dengan bangkitnya suatu gerakan, menandakan
bahwa daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara reflektorik
terdapat suatu hubungan.
5. Pemeriksaan visus
 merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan
memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang
mengakibatkan turunnya visus.

B. Tujuan
1. Fungsi Koordinasi

Untuk mendapatkan data-data tentang klien yang akan memberikan


gambaran mengenai keadaan kesehatan klien,agar dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat.

2. Fungsi sensorik
 merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan
memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang
mengakibatkan turunnya visus.
3. Fungsi motoric
a. Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai gejala
dan cara pemeriksaan sistem motoric
b. Mampu melakukan pemeriksaan motoric secara
sistematik
c. Menentukan letak lesi kelumpuhan otot
4. Pemeriksaan reflex
Untuk melakukan penilaian dan membantu menegakkan diagnosa
adanya gangguan pada sistem saraf. Hasil pemeriksaan hiperrefleks,
tidak selalu menunjukan adanya gangguan patologis.
5. Pemeriksaan visus
pemeriksaan visus dilakukan untuk indikasi sebagai
pemeriksaan bagi pasien yang mengalami keluhan gangguan pada
ketajaman penglihatan. Sebagai penentu diagnosis pasien terkait
dengan gangguan refraksi.

C. Persiapan
1. Fungsi koordinasi
 Alat
 Persiapan klien :
a. memberikan penjelasan kepada klien tentang maksud pemeriksaan
fisik
b. memberikan penjelasan kepada klien tentang beberapa posis klien
pada waktu dilakukan pemeriksaan

 Persiapan lingkungan
a. pencahayan yang cukup
b. dapat menjaga privasi klien
c. kondisi ruangaan yang aman dan nyaman
2. Fungsi sensorik

a. Jarum berujung tajam dan tumpul (dapat digunakan jarum


pentul atau jarum pada palu refleks) untuk rasa nyeri
superfisial

b. Kuas halus, kapas, bulu, tisu, atau bila terpaksa dengan ujung jari
tangan yang disentuhkan ke kulit secara halus sekali untuk rasa
raba/taktil

c. Tabung yang diisi air dingin atau air panas untuk sensasi suhu.
Lebih baik menggunakan tabung dari metal daripada tabung gelas
karena gelas merupakan konduktor yang buruk. Untuk sensasi
dingin menggunakan air bersuhu 5-10 derajat Celsius dan sensasi
panas diperlukan suhu 40-45 derajat Celsius. Suhu kurang dari 5
derajat Celsius dan lebih dari 45 derajat Celsius dapat
menimbulkan rasa nyeri

d. Garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz untuk sensasi getar

e. Peralatan untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif:


misalnya jangka untuk two point tactile discrimination, kunci, uang
logam, dan botol, untuk pemeriksaan stereognosis, pensil untuk
pemeriksaan graphestesi

3. Fungsi motoric
a. Penuntun belajar
b. Manekin otot dan saraf
4. Pemeriksaan reflex
melakukan pemeriksaan refleks dalam diperlukan alat khusus berupa palu
refleks (hammer reflex) yang akan digunakan untuk mengetuk tendon.
Sementara untuk melakukan pemeriksaan refleks superfisial dapat
menggunakan ujung dari palu refleks pada bagian yang tajam ataupun
menggunakan benda lain yang agak runcing seperti kayu geretan atau kunci.
Sementara untuk menguji refleks kornea diperlukan sepotong kapas yang
ujungnya dibuat runcing.
5. Pemeriksaan visus
 Alat:
1. Kartu snellen
2. E chart
3. Cincin landolt
4. Ruangan ( 5-6m)
5. Buku pencatat
 Persiapan klien:
Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilakukan kepada klien dan keluarga
 Persiapan lingkungan:
1. Menjelaskan prosedur dan tujuan yang akan dilakukan
2. Memberikan posisi klien yang nyaman dan sesuai dengan
kondisi pasien

D. Langkah-langkah Prosedur
1. Fungsi koordinasi

NO. LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN


FUNGSI KOORDINASI
I.TE-TES EQUILIBRIUM
1.TES ROMBERGG 1 2 3
1. Klien diminta berdiri dengan kedua kaki
saling merapat,pertama kali dengan mata
terbuka,kemudian dengan mata tertutup.

2. Tes ini untuk membedakan lesi propriseptif


(sensori ataxia) atau lesi cerebellum.pada
gangguan propsrioseptif jelas sekali terlihat
pada perbedaan antara membuka dan
menutup mata.pada waktu membuka mata
klien masih sanggup berdiri tegak,tetapi
begitu menutup mata klien langsung
kesulitan mempertahankan diri dan
jatuh.pada lesi cerebellum waktu membuka
dan menutup mata klien kesulitan berdiri
tegak dan cenderung berdiri dengan kedua
kaki yang lebar ( wide base)
2. TANDEM WALKING 1 2 3
1. Klien diminta berjalan pada satu garis lurus
di atas lantai
2. Tempatkan tumit yangsatu didepan jari-jari
kaki berlawanan,baik dengan mata terbuka
maupun mata tertutup
II. TES-TES NON EQUILIBRIUM
1.finger to nose test 1 2 3
1. Dengan posisi duduk/berbaring meminta
klien mengekstensikan lenganya.
2. Mintalah klien menyentuh ujung hidugnya
dengan jari telunjuknya dengan gerakan
perlahan kemudian dengan gerakan yang
cepat.
2. Disdiadokinesia 1 2 3
1. Klien diminta menggerakan kedua tanganya
bergantian, pronasi dan supinasi dengan
posisi siku diam
2. Mintalah klien melakukan gerakan tersebut
secepat mungkin,baik dengan mata terbuka
maupun dengan mata tertutup
Gangguan diadokinesia disebut
disdiadokinesia
SETELAH SELESAI PEMERIKSAAN
1. Jelaskanlah pada klien apa yang ada
daapatkan pada semua pemeriksaan yang
telah dilakukan.
2. Ucapkanlah kata perpisahan dengan klien
dan usahakanlah membesarkan hati klien
dengan harapan- harapan.
3. Lakukanlah cuci tangan dengan rutin.

2. Fungsi sensorik

NO LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN KASUS


FUNGSI SENSORIK
I. PEMERIKSAAN SENSASI TAKTIL/RABA HALUS 1 2 3
1 Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2 Memilih dengan benar alat yang akan
digunakan
3 Memberikan rangsangan secara ringan tanpa
memberi tekanan jaringan subkutan
( PROSEDUR Fungsi sensorik ) https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2016/08/MANUAL-CSL-IV_2014-Pemeriksaan-Sistem-
Sensorik-Dan-Sistem-Koordinasi.pdf

(FUNGSI MOTORIK)https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2017/08/MANUAL-4-CSL-IV-NEUROLOGI.pdf

( VISUS) https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2019/10/Manual-Sistem-Indera-Mata.pdf

(REFLEKS) https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2017/08/MANUAL-4-CSL-IV-NEUROLOGI.pdf

Anda mungkin juga menyukai