Anda di halaman 1dari 9

Lazar, Unsur-Unsur Dinamis dalam ...

203

UNSUR-UNSUR DINAMIS DALAM PRIBADI MANUSIA


DAN KEBUTUHAN PSIKOLOGISNYA

Frans Laka Lazar


Prodi Teologi STKIP St. Paulus, Jl. Jend. Ahmad Yahi, No. 10, Ruteng-Florres 86508
Lakalazar@yahoo.com

Abstract: Dynamic Elements in the Human Person and Psychological Needs. Human psychological
needs originaly derive from uncounscious motivation located in the Dimension II, according to Self-
Transendence Theory, which is so called true goodness and false goodness. The true goodness is moti-
vated by self-transendence, whereas the false goodness motivated by uncounsciousness that sometimes
hinders the development of person or self-transendence. The outer performance is beautiful but the inside
is not genuine and original. Therefoere, the ideal self and actual self are in conflict or inconsistence to each
other. If the psychological needs, for examples safety needs, love needs, esteem needs and self-actualiza-
tion, are not fullfiled the person will experience some psychological disturbances either normal or pathol-
ogy. The effect of not fullfiled psychological needs is the person gets stressed and unhappy life.

Keywords: human dimension dinamims, psyhcological needs.

Abstrak: Unsur-Unsur Dinamis dalam Pribadi Manusia dan Kebutuhan Psikologisnya. Kebutuhan
psikologis manusia sebenarnya berasal dari motivasi bawa sadar atau aspek bawa sadar khususnya pada
Dimensi II menurut teori Konsistensi Transendensi Diri yaitu antara bidang kebaikan sejati dan kebaikan
palsu. Bidang kebaikan sejati kalau dimotivasi oleh unsur nilai transendensi diri, sedangkan bidang kebaikan
palsu kalau dimotivasi oleh unsur bawa sadar atau unsur sadar yang tidak sesuai dengan transendensi
diri. Bisa saja tampak di luarnya baik tetapi sebenarnya tidak asli dan sejati. Jadi terjadi inkonsistensi antara
diri ideal dan diri actual. Banyak persoalan psikologis sering muncul baik yang ringan maupun patologi
berat karena kebutuhan psikologis manusia tidak terpenuhi. Jika kebutuhan-kebutuhan psikologis misalnya
kebutuhan akan rasa aman, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri tidak terpuaskan, maka seseorang akan
merasa tidak nyaman, tidak bahagia, kecewa, putus asa, marah, stress, dan berbagai hal negatif lainnya;
dan jika terpenuhi, maka seseorang akan merasa bahagia dengan hidup dan karyanya.

Kata Kunci: unsur dinamis pribadi manusia, kebutuhan psikologis

PENDAHULUAN Unsur-unsur dinamis dalam pribadi manusia


Manusia adalah makluk ciptaan Tuhan yang yang sangat menonjol menurut teori Konsistensi
paling istimewa yang dilengkapi dengan daya nalar Transendensi Diri L.M. Rulla yaitu unsur-unsur
atau akal budi dan sekaligus rasa emosinya. Dia bawah sadar atau uncouncousness, dinamika moti-
adalah pribadi yang unik dan selalu berdinamika, vasi, tujuan transendensi diri, struktur kepribadian
artinya selalu berkembang dan berubah dari waktu dan dimensi-dimensi pribadi sebagai disposisi hidup.
ke waktu sejak dari kandungan ibu selama 9 bulan Unsur-unsur dinamis inilah yang mempengaruhi
10 hari sampai ajal menjemputnya atau kematian. keinginan dan dorongan yang ada dalam diri
Dalam setiap tahab perkembangan itu terjadi peru- manusia.
bahan dan perkembangan yang tentunya mengarah Kebutuhan psikologis manusia sebenarnya ber-
kepada kematangan dan kedewasaan diri dalam akar dalam unsur-unsur dinamis afeksi bawah sadar
berbagai dimensinya. atau disebut oleh Freud sebagai unconciuousness,

203
204 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 8, Nomor 2, Juni 2016, hlm. 203–211

baik itu kebutuhan psikologis yang konsonan atau motivasi yang tidak bisa dipenuhi terletak di luar
sesuai dengan transendensi diri yang bersifat positif kesadaran atau tersimpan dalam ketidaksadaran.
dan ambivalensi maupun kebutuhan psikologis yang Ketiga konsep dasar Freud ini membantu kita untuk
disonan atau tidak sesuai yang menghambat proses memahami dari mana asalnya kebutuhann psikologis
transendensi diri yang autentik yang bersifat negatif. manusia pada umumnya.

KONSEP DASAR TEORI SIGMUD FREUD UNSUR-UNSUR DINAMIS DALAM PRIBADI


Sigmud Freud adalah psikolog pertama yang MANUSIA
belajar tentang kejiwaan seseorang dan seluruh Teori Konsistensi Transendensi Diri dikem-
penelitian psikologinya menekankan pada pentingnya bangkan oleh L. M. Rulla dan rekan-rekan professor
riwayat hidup manusia (perkembangan psikosek- di Institut Psikologi Universitas Gregoria Roma, atas
sualnya), pengaruh dari impuls-impuls genetik/instik, dasar teori konsitensi yang sudah ada (seperti misal-
pengaruh energy hidup/libido, pengaruh pengalaman nya model konsistensi disonansi kognitif yang
dini individu, dan pengaruh irasionalitas serta dipelopori oleh Kelly, Festinger dan Mcleland; atau
sumber-sumber ketidaksadaran tingkah laku. model konsitensi aktivasi yang didukung oleh Maddi
Penekanan Freud ini lebih bersifat psikoanlisis dan Fiske), dengan mengintegrasikan finalitas teo-
(Komasalasari & Wahyuni, 2011:61) logis dan finalitas asiologis sebagai kriteria konsitensi
Freud memberi sumbangan yang sangat dalam (Prasetya, 1993:87-92).
dunia psikologi dan psiatri dengan merumuskan kon-
sep tentang consciousness, subconsciousness dan Unsur-Unsur Bawah Sadar dan Pemahaman
unconsciousness (Corey, 2003:16) yang kemudian Pribadi
digunakan oleh para psikolog kemudian untuk men- Ada berbagai macam unsur bawah sadar yang
jelaskan tentang jiwa manusia. sering pengertiannya dicampur-adukan. Karena itu,
Consciousness atau kesadaran berisi ide-ide pada bagian ini saya ingin membedakannya agar
atau hal-hal yang disadari dan merupakan bagian kita memahaminya secara lebih jelas. Pertama,
yang terkecil dari keseluruhan jiwa manusia. Afeksi Bawah Sadar: unsur bawah sadar yang
Subconsciousness atau prakesadaran berisi ide- dipengaruhi oleh system dan dinamika afeksi yang
ide atau hal-hal yang tidak disadari yang sewaktu- ada pada seseorang. Biasanya orang dapat me-
waktu dapat dipanggil ke level kesadaran. Uncon- nyadari akibatnya tetapi prosesnya tidak. Afeksi
sciousness atau ketidaksadaran merupakan bagian bawah sadar ini tidak bisa dibawa kepada taraf sadar
terbesar dari keseluruhan jiwa manusia yang berisi hanya melalui penghendakan, refleksi, rekoleksi,
dorongan-dorongan yang sebagian besar sudah ada retret dan mawas diri pada umumnya, justru karena
sejak lahir, sebagian lagi dari pengalaman traumatis proses dinamika tidak diketahui oleh orangnya
masa lalu yang ditekan dan dimasukan ke alam sendiri. Perlu bantuan test psikologi khususnya
ketidaksadaran. Dorongan-dorongan ketidaksadaran projective test untuk mengetahui adanya dan perlu
bagian terbesar dari kepribadian, ingin muncul ke psikoterapi untuk mengetahui isinya, proses dan
kesadaran, yang mempengaruhi tingka laku manusia dinamikanya beserta penyembuhannya apabila tidak
(Alwisol, 2004: 16). Ketidaksadarann tidak dipelajari sejalan dengan kedewasaan/panggilan.
secara langsung, ia bisa dipelajari dari tingkah laku. Kedua, Unsur Prasadar: unsur bawah sadar
Pembuktian klinis tentang konsep unconsciousness yang dibawa ke kesadaran melalui penghendakan,
nampak dalam 1) mimpi-mimpi yang merupakan seperti dalam refleksi, meditasi, penelitian batin,
representasi simbolik dari kebutuhan-kebutuhan, discernment dan retret. Ketiga, Unsur Prasadar
keinginan, dan konflik tak sadar; 2) salah ucap atau Rohani: unsur prasadar yang tidak terikat pada
lupa, misalnya terhadap nama yang dikenal; 3) emosi dan muncul dalam kepekaan khusus yang
sugesti-sugesti pascahipnotik; 4) bahan-bahan yang orangnya sendiri tidak tahu bagaimana dapat dipela-
berasal dari teknik-teknik asosiasi bebas; dan 5) jarinya, misalnya karisma khusus untuk penyem-
bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik buhan, kenabian, dan kepekaan istimewa di bidang
proyektif. seni, puisi/sastra, dan intuisi. Orang biasanya
Ketidaksadaran itu menyimpan pengalaman- menyebut sebagai kemampuan yang muncul dari
pengalaman, ingatan-ingatan, dan bahan-bahan yang indera keenam.
direpresi. Kebutuhan-kebutuhan dan motivasi-
Lazar, Unsur-Unsur Dinamis dalam ... 205

Keempat, Unsur Bawah Sadar Kognitif: memenuhi hal-hal yang secara intrinsic penting dan
unsur bawah sadar yang membuat orang hanya karenanya membawa ke transendensi diri yaitu
menyadari akibat dari penalarannya tetapi tidak jawaban terhadap nilai transenden. Oleh karena itu
menyadari prosesnya. Misalnya, Aristoteles sudah kita perlu membedakan antara nilai-nilai objektif dan
menyadari stuktur logika dan silogisme yang dipakai- kebutuhan psikologis (Prasetya, 1993:102-104).
nya, tetapi ia tidak menyadari proses yang dipakai- Dalam menganalisis motivasi seorang religious
nya yaitu logika relasi yang baru disadari sekitar kita temukan ada tiga macam dorongan atau motif
abad ke-19 (Prasetya, 1993:92-93). yang menggerakan dia untuk bertindak (Agudo,
Dalam psikologi pada umumnya bila digunakan 1988:55–60).
bawah sadar atau unconsciousness, maka maksud- Pertama, motivasi yang tidak disadari.
nya lebih-lebih afeksi bawah sadar yang mempenga- Motivasi yang tidak disadari ini mempunyai akarnya
ruhi tiap orang tanpa kecuali, karena mekanisme pada kebutuhan-kebutuhan psikologis sesorang yang
represif yang ada dalam dirinya. selama ini tidak diakui. Misalnya, sedih karena
Afeksi bawah sadar dapat mempengaruhi kehilangan orang yang dicintai, takut akan tantangan
sistem motivasi seseorang. Semakin emosi adalah hidup, takut kecewa, ingin hidup tenang tanpa per-
bawah sadar, semakin pribadi dibatasi daya seleksi- soalan, takut pada tanggung jawab hidup berke-
nya. Pembatasan daya seleksi oleh afeksi bawah luarga, ingin diakui, ingin berkuasa, dsb. Motivasi
sadar ini menjadi prekondisi kebebasan dan kehen- seperti itu tidak disadari bila orang tersebut tidak
daknya dalam pemahaman, pengambilan keputusan, mengadakan refleksi yang dalam. Bila motivasi
perilaku dan bahkan hubungan dengan Tuhan. bawah sadar seperti itu mendominasi kehidupan
Afeksi bawah sadar ini pula yang menjelaskan, panggilan seseorang, maka suatu saat sulit bagi dia
mengapa terhadap orang-orang tertentu seseorang untuk betahan manakala motivasi tersebut ternyata
dapat bersikap simpati, empati atau antipasti. Kele- tidak dipenuhi juga di dalam kehidupannya sebagai
mahan seseorang tidaklah selalu berhubungan seorang religious.
dengan patologi atau dosa. Ada banyak kelemahan Kedua, motivasi disadari. Selain motivasi
yang dilihat sebagai kekeliruan, tetapi bukan dosa/ yang tidak disadari, ada pula motivasi-motivasi yang
patologi. Ada juga tindakan yang tanpaknya baik disadari. Motivasi seperti ini disuburkan melalui
dan bukan dosa/patologi, tetapi bukan kebaikan pendidikan, pembinaan dan pendewasan diri,
sejati, karena digerakan oleh motivasi yang tidak dinamikan hidup beriman, pendalaman spiritualitas
lurus dan yang tidak selalu konsisten dengan nilai- dan hubungan dengan Tuhan, kesadaran akan diri
nilai yang dianutnya, karena afeksi bawah sadar dan lingkungan, dsbnya. Bentuk dari motivasi ini bisa
yang membelokkannya. bermacam-macam: ingin mengabdi Tuhan seumur
hidup, ingin melayani sesama, ingin mengambil
Dinamika Motivasi bagian dalam tugas perutusan Kristus, ingin mem-
Motivasi adalah dorongan atau kecenderungan baktikan diri pada tugas dan pelayanan, dan ingin
manusia untuk bertindak sesuai dengan harkatnya mewartakan Kerajaan Allah. Pada dasarnya moti-
sebagai manusia. Motivasi selalu digerakan oleh vasi yang disadari ini sudah mengandung motivasi
dua tujuan yang tidak selalu sesuai yaitu apa yang adikodrati. Meskipun demikian, masih perlu didalami
“penting untukku” (yang membuat diriku semakin lebih lanjut. Motivasi seperti ini dapat dikatakan
terpenuhi) dan apa yang “penting pada dirinya” yaitu masih bertitik tolak pada keinginan diri kita. Untuk
apa yang bernilai obyektif. Apa yang “penting untuk- menjadi suatu motivasi yang matang diperlukan
ku” mendorong pribadi untuk mencari dan memenuhi langkah lebih lanjut yang membawa kita ke motivasi
hal-hal yang menyenangkan, memuaskan, dan adikodrati.
menguntungkan diri sendiri tetapi nilainya ambivalen: Ketiga, motivasi adikotradi. Motivasi adiko-
dapat sejati (kalau memang vital untuk perkem- drati adalah motivasi yang prakarsa dan dinami-
bangkan diri demi transendensi diri) atau palsu kanya sangat dipengaruhi oleh hubungan pribadi kita
(kalau sekedar untuk memuaskan dorongan kese- dengan yang Ilahi (Tuhan). Di dalam kisah panggilan
nangan dan kebutuhan psikologis yang bertentangan para nabi kita lihat seringkali adanya pergulatan yang
dengan tujuan transendensi diri). Sedangkan apa cukup seru antara motivasi yang disadari dan moti-
yang bernilai obyektif atau yang “penting pada diri- vasi adikodrati, misalnya nabi Yeremia, Yunus, dan
nya” mendorong pribadi untuk mencari dan St. Paulus. Motivasi adikodrati ini dapat diperoleh
206 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 8, Nomor 2, Juni 2016, hlm. 203–211

dan disuburkan lewat pengalaman doa yang terus- Jadi, kemampuan untuk bertanggung jawab atas
menerus, dimana orang berusaha sebisa mungkin perilaku yang dibuatnya.
menyatukan kehendak Allah menjadi kehendakku
sendiri. Pengaruh Afeksi Bawah Sadar terhadap
Motivasi
Taraf-taraf Hidup Kejiwaan Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, motivasi
Dari mana asalnya dorongan untuk mencari dapat ditunggangi oleh dua dorongan yang berasal
apa yang “penting untukku’ dan apa yang “penting dari keingingan emosional dan keinginan rasional.
pada dirinya” ini? Dorongan-dorongan itu sebenar- Dorongan emosional membawa pribadi untuk untuk
nya berasal dari keinginan emosional dan keinginan memenuhi kebutuhannya dengan mengejar apa yang
rasional. Keinginan emosional mendorong pribadi “penting untukku” dan cenderung memilih apa yang
untuk menilai dan merasakan secara intuitif dan yang menyenangkan dan memuaskan diri secara
spontan objek yang diingini (karena merugikan atau sujektif. Di sini emosi dan kebutuhan psikologi
tidak menyenangkan). Jika dianggap baik, maka ada adalah dominan. Di lain pihak, dorongan rasional
dorongan emosional untuk memenuhinya, dan jika membawa pribadi untuk mengejar dan mewujudkan
dianggap tidak baik, maka ada dorongan emosional apa yang bernilai “pada dirinya” dan cenderung
untuk menghindarinya. Misalnya pribadi yang merin- mengarahkan diri ke transendensi diri. Di sini nilai
dukan pemenuhan afeksi akan mempunyai dorongan yang dominan. Oleh karena itu, di hadapan transen-
emosional untuk mencari kehangatan. Sedangkan densi diri, motivasi manusia adalah ambivalen, dapat
keinginan rasional mendorong orang untuk meng- berupa tarikan egoistis terselubung kebaikan atau
adakan penalaran, pertimbangan dan refleksi secara tarikan transendensi diri, tergantung pada kebutuhan
intelektual juga terhadap keinginan emosional atau nilai yang mau dipenuhi. Misalnya, seorang
(Prasetya, 1993: 105-107). frater waktu masih belajar teologi memilih mengajar
Ada tiga taraf hidup kejiwaan yang menyertai agama di SMA putri sebagai kegiatan ekstrakuri-
tiap pribadi anta lain: kuler, atau kecenderungan untuk memilih tugas dan
Pertama, taraf psikofisik, yaitu kemampuan pekerjaan yang “psychologically rewarding” yang
yang berasal dari unsur-unsur bio-kimia, sensori mendatangkan hiburan hati dari tugas pokok yang
motor dan instink dalam susunan organisme tubuh diterima dari atasan sebagai mission. Contoh ini
manusia. Bila terjadi kekurangan/deficit dalam tubuh, menunjukkan bahwa kebutuhan psikologis dapat
maka muncul mekanisme yang mendorong tubuh mengurangi kebebasan efektif untuk mengejar pang-
mencari pemuasannya, dan pribadi dapat merasa gilan, lebih lagi bila kebutuhan psikologis tersebut
lapar, haus, lelah atau ngantuk. Dorongan tersebut muncul dari dorongan afeksi bawah sadar.
menciptakan kebutuhan biologis yang perlu untuk Sikap emosi bawah sadar terbentuk waktu kecil
hidup somatik. atau dalam pengalaman masa lalunya, yaitu saat
Kedua, taraf psikososial, yaitu kemampuan kemampuan rasional dan kemampuan refleksinya
yang lahir dari kebutuhan manusia sebagai makluk masih sangat terbatas dan oleh karena itu luka-luka
social, seperti kebutuhan afeksi, cinta, kebutuhan yang terjadi pada masa-masa ini akan membekas
menjalin hubungan dengan sesama, komunikasi secara mendalam dalam ingatan afeksinya. Pada
timbal balik, persahabatan, kebutuhan untuk meneri- saat orang merasa sudah dewasa, ia malu untuk
ma dan diterima, kebutuhan untuk mengenal dan membuka rahasia masa kecil di hadapan orang lain
dikenal, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, yang yang kurang dipercayai. Sikap emosi bawah sadar
mendorong untuk membangun hidup sosial/ ini dapat menciptakan tanggapan yang keliru terha-
komunitas. dap orang lain sehingga mempengaruhi hubungan
Ketiga, taraf spiritual-rasional, yaitu kemam- dengan sesama. Hal ini tampak jelas dalam penga-
puan khas manusiawi seperti membuat refleksi, laman yang disebut “transference” entah yang ber-
penalaran, pertimbangan dan abstraksi, kemampuan ciri simpatik atau antipatik (Prasetya, 1993: 114-117).
yang memungkinkan pribadi mengatasi keterbatasan
kesementaraan dan instinknya, kemampuan untuk KONSISTENSI TRANSENDENSI DIRI
mentransendensi diri dan kemampuan untuk me- Dalam kamus bahasa Inggris, transendennsi diri
ngerti, melihat dan mewujudkan apa yang bernilai. berarti menembusi atau melampaui batas diri yang
Lazar, Unsur-Unsur Dinamis dalam ... 207

ada, jauh lebih besar dan mendalam (Oford, 2001: Terbentuknya Struktur Kepribadian
1273). Transendiri diri selalu berhubungan dengan Menurut teori Konsistensi Transendensi Diri,
tiga segi hidup, yaitu pengetahuan, moral, dan cinta. manusia memiliki dua struktur kepribadian yaitu diri
Transendensi intelektual atau pengetahuan berhu- ideal atau self-transending dan diri aktual atau self-
bungan dengan usaha manusia mengembangkan transended (Prasetya, 1993:125).
pengetahuannya tentang apa saja yang mungkin Pertama, diri ideal yaitu paduan daya-daya
diketahui sampai tiada lagi pertanyaan yang tidak motivasi yang mengarah untuk terus-menerus
terjawab. Transendensi moral berbicara tentang bertumbuh ke transendensi diri teosentris ideal. Diri
usaha mengamalkan kebaikan sejati; dan tansen- Ideal terdiri dari tiga bagian:
densi diri dalam cinta menekankan sikap seorang 1. Ideal Diri: dapat berupa cita-cita dirinya, apa
beriman yang berusaha untuk mewujudkan cintanya yang ingin dibuat, dan mau menjadi apa sesuai
yang radikal pada Tuhan baik sebagai awam maupun dengan cita-cita.
seorang rohaniwan-rohaniwati. 2. Ideal Institusional: pandangan pribadi tentang
cita-cita yang dituntut oleh nilai objektif tentang
Tiga Tujuan Transendensi Diri kemanusiaan dan pribadi, misalnya yang diru-
Transendensi diri yang dilakukan tentu mem- muskan oleh masyarakat sebagai “martabat
punyai maksud atau tujuan tertentu. Dibawah ini manusia” peranan pribadi dan cara hidup ter-
akan diuraikan tiga tujuan transendensi diri yang tentu yang dituntut oleh institusi agama/gereja,
pernah dikemukakan oleh para filsuf dan teolog besar spiritualitas institusi, konggregasi, komunitas.
masa lalu. Jadi berhubungan dengan pemahaman pribadi
Pertama, transendensi diri egosentris. Tujuan terhadap nilai-nilai objektif, sejauh dapat dime-
utama dari transendiri ini yaitu penyempurnaan ngerti dan ditangkap oleh pribadi tertentu. Dan
pribadi (subjek) dan aktualisasi diri. Tujuan ini inilah yang biasanya mengarahkan dan memoti-
melahirkan pertanyaan, apakah kesempurnaan vasi seseorang dalam level sadarnya. Sese-
hidup dan aktualisasi diri dapat terpenuhi? Jawaban- orang tidak mungkin menghayati sesuatu yang
nya adalah bahwa kesempurnaan diri tidak pernah tidak diketahuinya. Inilah sebabnya cita-cita
tercapai dan terpuaskan dan juga aktualisasi diri. pribadi tidak selalu berpedoman dengan nilai-
Masalah tujuan hidup pada dasarkan tidak terpecah- nilai objektif yang dituntut oleh institusi/serikat.
kan dengan aktualisasi diri. 3. Ideal Diri dalam Situasi yaitu apa yang pada
Kedua, transendensi diri sosial filantropis. Tu- kenyataannya ia pahami sebagai cita-cita
juan transendensi diri model ini yaitu untuk penyem- dalam situasi konkret dan yang membuat ia
purnaan kemanusiaan, masyarakat sosial dan umat bertahan/mengusahakan sesuatu. Kedua segi
manusia. Transendensi diri sosial filantropis tidak di atas membentuk unsur ketiga ini.
dapat memecahkan soal transendensi diri masing- Kedua, Diri Aktual. Diri aktual terdiri dari dua
masing pribadi, karena pribadi itu unik dan panggilan unsur yaitu diri yang sadar (tampak bagi dirinya)
beserta harapannya juga subjektif dan pribadi. dan diri yang bawah sadar/laten (tidak disadari oleh
Ketiga, transendensi diri teosentris. Tujuan orangnya sendiri tetapi punya pengaruh nyata dalam
transendensi diri jenis ini adalah untuk mencapai tindakan dan hidupnya). Diri yang sadar yaitu apa
kesatuan abadi dengan Allah, entah sebagai pribadi yang kenyataannya terwujud dalam hidup real
maupun sebagai umat manusia. Pribadi mening- dibawah kendali kesadarannya. Kesadaran diri
galkan dirinya sendiri dan mentransendensi diri agar dapat muncul bila orang mengadakan introspeksi,
dapat mencapai hidup abadi yang disediakan oleh refleksi lewat pemeriksaan batin, rekoleksi, retret,
Allah. Allah dan nilai-nilai-Nya menjadi dasar dan dll. Diri yang laten adalah apa yang de fakto terwu-
tujuan akhir dari hidup (Prasetya, 1993:121-123). jud dan apa yang tidak disadari oleh orangnya sen-
Jadi dapat disimpulkan bahwa transendensi diri diri. Kenyataan ini barangkali dapat dilihat oleh orang
egosentris dan sosial-filantropis tidaklah mencukupi. lain, tetapi tidak disadari oleh orangnya sendiri. Ciri-
Manusia memerlukan yang Transenden yaitu Allah ciri diri yang laten dapat diketahui melalui test pro-
untuk menyempurnakan dirinya, dan inilah yang yeksi. Diri laten ini menunjuk ke kenyataan pribadi
dimaksudkan dengan transendensi diri teosentris. yang tidak ia ketahui tetapi ada dan berpengaruh
208 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 8, Nomor 2, Juni 2016, hlm. 203–211

nyata dalam hidupnya, oleh karena itu merujuk pada diri, maka Dimensi II menjadi bidang kebaikan sejati
mekanisme bawah sadar yang hidup dalam pribadi. (kalau dimotivasi oleh unsur nilai transendensi diri)
atau kebaikan palsu (kalau dimotivasi oleh unsur
Ciri-ciri Tiga Dimensi Pribadi sebagai bawah sadar atau unsur sadar yang tidak sesuai
Disposisi Hidup dengan transendensi diri) sehingga perilaku dapat
Pergulatan terus-menerus yang terjadi di dalam dipakai untuk memerankan fungsi yang lain, maka
struktur kepribadian yaitu antara Diri Ideal dan Diri hanya tampaknya saja baik tetapi sebenarnya tidak
Aktual, dalam perkembangan pribadi kemudian sejati. Jelas bahwa dalam Dimensi II inilah Konsis-
membentuk semacam disposisi hidup dan cara tensi defensif dan Inkonsistensi bawah sadar dapat
bertindak yang dapat digolongkan dalam tiga dimensi muncul. Konsistensi defensif dan Inkonsistensi
(kata dimensi disini menggambarkan melihat dan bawah sadar ini terjadi bila Diri Aktual yang laten
saling hubungan antara struktur yang ada dalam secara sentral bertentangan dengan Diri Ideal.
subjek dan yang memungkinkan subjek bertindak Ada kesinambungan antara Dimensi I dan
secara tertentu). Dimensi II. Kesinambungan tersebut menunjukkan
Pertama, Dimensi I yaitu hidup sadar, keuta- taraf-taraf pribadi dari keadaan lebih dewasa
maan dan kedosaan. Dimensi ini muncul dari tindak- kepada taraf pribadi yang kurang dewasa. Semakin
an struktur sadar yaitu interaksi antara Diri Ideal sedikit terjadi kontradiksi atau inkonsistensi, pribadi
dan Diri Aktual (tampak). Karena keduanya adalah menjadi lebih dewasa, lebih bebas dan lebih sadar.
unsur sadar, maka tindakannya berada di bawah Semakin banyak Inkonsistensi, pribadi menjadi
kendali kesadarannya, sehingga dalam Dimensi I kurang dewasa, kurang bebas dan kurang sadar.
ini terletak daerah kebebasan dan tanggung jawab Kurang dewasa dalam Dimensi I pada hakekatnya
sadar dalam mentransnendensi diri; atau sebaliknya disadari, oleh karena itu berhubungan dengan dosa,
tidak bertanggung jawab bila secara sadar menolak sedangkan kurang dewasa dalam Dimensi II
transendensi diri, menolak Allah. Oleh karena itu, kebanyakan tidaklah disadari, maka berhubungan
dalam Dimensi I terletak bidang keutamaan dan dengan kebaikan palsu.
kedosaan, bidang tanggung jawab moral. Mutu Ketiga, Dimensi III: Hidup Normal dan Pato-
kesucian dan keburukan pendosa terlihat di sini, logi. Wilayah normal dan patologi terjadi karena
karena keputusan tindakannya dimotivasi oleh unsur dorongan motivasi untuk memenuhi nilai-nilai
sadar (sadar untuk melakukan keutamaan berarti kodrati. Orang normal dalam Dimensi III berarti
hidup suci atau sadar untuk menolak keutamaan seluruh fungsi-fungsi kodratinya sebagai manusia
berarti berdosa). Jadi Dimensi I adalah dimensi berfungsi baik, artinya finalitas dari nilai kodratnya
konsistensi sadar yang tidak difensif karena Diri sebagai manusia lebih kurang tercapai. Meskipun
Aktual yang sadar de facto sesuai dengan Diri Ideal ada dialektika antara Diri Ideal dan Diri Aktual yang
((Prasetya, 1992:153). dapat mendatangkan bermacam-macam ketegangan
Kedua, Dimensi II yaitu pengaruh unsur bawah dalam diri, namun pribadi tidak sampai menjadi
sadar dalam hidup sadar yang membuat orang tidak patologi atau gila. Sebaliknya, kalau dialektika tadi
konsisten (dalam panggilan): antara kebaikan sejati menghasilkan gangguan ringan, neurose atau
dan kebaikan palsu. Dimensi II berasal dari interaksi bahkan disorganisasi, maka terjadilah taraf-taraf
struktur sadar dan bawah sadar, yaitu keseimbangan patologi yang pada hakekatnya bawah sadar sifatnya
kesesuaian atau ketidaksesuaian yang terjadi antara (Prasetya, 1993: 136).
Diri Ideal dan Diri Aktual yang sadar ditambah
dengan ketidaksesuaian antara Diri Ideal dan Diri KEBUTUHAN PSIKOLOGIS MANUSIA
Aktual bawah sadar (laten). Dimensi II dapat Istilah kebutuhan psikologis petama kali diguna-
berupa Konsistensi difensif dan Inkonsistensi bawah kan oleh seorang psikolog Amerika, H. A. Murray
sadar. Konsistensi defensif karena sikap dipakai (1938) dalam bukunya Exploration in Personality
untuk membela diri (fungsi difensif) dan bukan untuk (1938:152-226). Dia menyebutkan ada 20 jenis
transendensi diri. Inkonsistensi bawah sadar karena kebutuhan psikologi manusia, seperti kebutuhan akan
dinamika bawah sadar membelokan pribadi ke arah sikap rendah, kebutuhan akan berprestasi, kebutuhan
difensif. Karena menjadi tempat keseimbangan akan afiliasi, kebutuhan akan agresi, kebutuhan akan
daya-daya sadar dan bawah sadar yang kemudian otonomi, kebutuhan counteraction, kebutuhan akan
mempengaruhi kebebasan efektif untuk transendensi bela diri, kebutuhan akan sikap hormat, kebutuhan
Lazar, Unsur-Unsur Dinamis dalam ... 209

akan dominasi, kebutuhan eksibisi (menonjolkan diri), Keempat, kebutuhan akan harga diri (self-
kebutuhan akan menghindari bahaya, kebutuhan esteem). Setiap orang mempunyai harga diri dan
akan rasa hina, kebutuhan akan sikap memelihara, ingin mempertahankan harga dirinya. Kebutuhan ini
kebutuhan akan ketertiban, kebutuhan akan per- akan berkembang dengan baik jika kebutuhan-
mainan, kebutuhan akan keharuan, kebutuhan akan kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Jika kebutuhan
seks, kebutuhan akan pertolongan dalam kesusahan, tahab ini tidak memperoleh pemuasan, misalnya
kebutuhan akan penolakan, dan kebutuhan akan mendapat perlakuan yang kurang wajar, dapat me-
pemahaman. nimbulkan kekecewaan dan pada gilirannya mem-
Refleksi Murray ini menjadi landasan dasar pengaruhi kualitas hidupnya.
bagi para psikolog humanis yang lain untuk membuat Kelima, Kebutuhan aktualisasi diri atau mewu-
penelitian lebih mendalam tentang kebutuhan judkan diri (Self-actualization). Kebutuhan ini
psikologis manusia. Seorang psikolog humanis yang merupakan kebutuhan yang paling dalam tinggi
cukup terkenal yaitu Abraham Maslow (Surya, 2003: hirarki kebutuhan Maslow. Kebutuhan ini merupa-
102-104). Dia membagi kebutuhan psikologis kan pendorong bagi seseorang untuk menampilkan
manusia secara hirarkis-piramida atau bertingkat dirinya sebagai pribadi yang khas di lingkungannya.
(hirarky needs) dimana ada kebutuhan yang lebih Pribadi sudah mampu mengenal diri dengan baik
rendah yang merupakan kebutuhan dasar dan juga (potensi-potensi diri), belajar memenuhi kebutuhan
ada kebutuhan yang lebih tinggi. Menurut Maslow, sendiri, tidak emosional, mempunyai dedikasi tinggi,
ada lima kebutuhan psikologis manusia. kreativitas, percaya diri, dsbnya.
Pertama, kebutuhan jasmaniah atau biologis Di samping pandangan Murray dan Maslow,
(physical needs). Kebutuhan ini erat kaitannya ada juga psikolog yang menggunakan pendekatan
dengan proses kehidupan jasmaniah, dan sifanya psiko-spiritual yaitu L.M. Rulla dari Universitas
sangat primer dan universal. Itu berarti kebutuhan Gregoriana Roma, membagi kebutuhan psikologis
ini harus dipenuhi oleh siapa saja, kapan saja dan manusia ke dalam dua kelompok besar yaitu
dimana saja. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi kebutuhan psikologis yang konsonan/sesuai dengan
maka keberlangsungan hidup manusia terancam dan nilai transendensi diri teosentris dan kebutuhan
dapat membawa kematian. Yang tergolong dalam psikologis yang disonan/tidak sesuai dengan nilai
kebutuhann ini antara lain kebutuhan akan makanan, transendensi diri teosentris (Prasetya, 1992:67-80).
minuman, udara, tempat tinggal, tidur, istirahat, Pertama, kebutuhan psikologis yang disonan
dsbnya. dengan transendensi diri. Kebutuhan ini tidak sesuai
Kedua, kebutuhan untuk memperoleh rasa dengan transendensi diri atau bisa saja menghambat
aman (safety needs). Kebutuhan ini dibagi menjadi proses transendensi diri. Ada dua macam kebutuhan
dua bagian yaitu: (1) Perlindungan fisik meliputi psikologis yang disonan yaitu:
perlindungan terhadap ancaman terhadap tubuh dan 1. Abasement atau kompleks rendah diri atau
kehidupan seperti kecelakaan, penyakit, bahaya, minder: menunjukkan kebutuhan psikologis
lingkungan atau perlindungan diri dari udara dingin, yang bersumber pada rasa rendah diri ini. Dari
panas, kecelakaan, dan infeksi. (2) Perlindungan sini dapat dipahami sikap-sikap untuk: tunduk
psikologis meliputi perlindungan dari ancaman pasif terhadap paksaan dari luar, menerima saja
peristiwa/pengalaman baru atau asing yang dapat kalau dipersalahkan, dikritik, dihukum dan
mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang, atau dilukai atau dihina; percaya dan pasrah pada
bebas dari ancaman dan cemas, dan bebas dari nasib; mengakui sebagai rendah diri, bersalah,
ancaman kesehatan. alpa, tak mampu menyerah kalah; mengakui
Ketiga, kebutuhan akan rasa cinta, memiliki dan dan menunjukkan diri sebagai orang yang me-
dimiliki (love and belonging needs). Kebutuhan melas, pantas dikasihi dan pesimis; mempersa-
ini meliputi memberi dan menerima kasih sayang, lahkan diri, menghukum diri dan menyiksa diri;
perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan mendamba bahkan suka mengalami rasa sakit,
orang lain, kehangatan, persahabatan, dan kebutuhan hukuman, hinaan, penyakit, dan nasib buruk.
diakui oleh keluarga, kelompok dan lingkungan. Jika 2. Aggression atau dorongan agresi: dorongan
kebutuhan akan cinta tidak terpenuhi maka secara untuk melawan sesuatu yang bertentangan
psikologis orang tersebut akan memberi reaksi kalau perlu dengan kekerasan, perkelahian,
negatif berupa marah, jengkel, kecewa dengan serangan bahkan pembunuhan. Dalam bentuk
orang yang tidak mencintai dirinya.
210 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 8, Nomor 2, Juni 2016, hlm. 203–211

yang sederhana dapat berupa amarah entah se- 3. Affiliation atau kebutuhan akan kasih sayang
cara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, timbal balik: dari kebutuhan psikologis ini muncul
balas dendam terhadap luka hati yang pernah sikap-sikap: untuk sayang menyayangi, untuk
terjadi, kebencian, gossip negatif (memperjelek mendapatkan kehangatan, kedekatan satu sama
lawan-lawan), mengutuk, memaki, menghina lain, dukungan, keintiman yang terjadi dalam
dan menyinggung perasaan, merendahkan dua arah, artinya dari kedua belah pihak yang
martabat, berpolemik dan berdiplomasi. Maka telibat. Oleh karena itu dapat terwujud dan ter-
dari itu dorongan ini tidak sesuai/disonan ungkap dalam bentuk persahabatan antar-
dengan misalnya cinta kasih kristiani. pribadi, kasih sayang dalam keluarga, antara
Kedua, Kebutuhan psikologis yang konsonan suami dan isteri, bapak-ibu dengan anak-
dengan transendensi diri. Kebutuhan psikologis ini anaknya. Di sini nilai kesetiaan, kekompakan,
sebenarnya sejalan dengan tujuan transendensi diri, keterbukaan, dan keakraban timbal balik amat
namun dia bisa bersifat ambivalensi yaitu bisa positif dihargai. Akan tetapi sebagai kebutuhan psiko-
atau negatif. Ada beberapa kebutuhan psikologis logis adalah netral atau ambivalen karena dapat
yang konsonan yaitu: dipakai untuk memerankan bermacam-macam
1. Achievement atau daya juang, gairah hidup, fungsi dalam hubungan antarpribadi, misalnya
semangat, anusiasme: daya juang, gairah hidup fungsi-fungsi defensif, egoistis, social-filantropis
dan semangat dan antusiasme untuk menyele- sampai pada pengungkapan cintakasih kristiani
saikan dan mencapai sesuatu muncul dari kebu- yang sejati.
tuhan psikologis atau dorongan untuk mencapai 4. Autonomy atau kebutuhan psikologis yang da-
sesuatu ini. Kebutuhan ini dapat terungkap pat muncul dalam sikap dan usaha untuk memi-
dalam sikap-sikap: untuk merampungkan tugas liki kebebasan, lepas dari tiap kekangan dan
yang sulit dan menantang; untuk menguasai, paksaan, mengatasi tiap pembatasan diri,
mendominasi, memanipulasi dan mengendali- menentang tiap pemaksaan fisik dan ketergan-
kan atau mengatur sesuatu entah yang berupa tungan, menghindari atau menolak tiap tindakan
materi, orang lain atau ide-ide. Muncul pula yang sudah ditentukan atau dipaksakan oleh
dalam sikap untuk selalu ingin mengatasi tiap otoritas yang berkuasa, menjadi tidak tergantung
rintangan dan berusaha mencapai posisi/kedu- pada siapapun, berdikari dan dapat bebas untuk
dukan yang tinggi, menyombongkan dan meme- berbuat sesuai dengan keinginan hati dan
gahkan diri; ingin berkiprah, bersaing, dan me- dorongan nafsunya.
naklukan semua lawan-lawanya; meningkatkan
harga diri dan kepercayaan pada diri sendiri KESIMPULAN
dengan memamerkan keberhasilan seluruh Manusia adalah pribadi yang unik dan dinamis
bakat-bakatnya. Dalam hidup rohani kebutuhan dan tentu memiliki keunikan dalam kebutuhan-
ini adalah ambivalen atau netral karena masih kebutuhan tertentu baik kebutuhan fisik biologis
tergantung dari motivasi dan tujuan yang hendak maupun kebutuhan psikologis untuk dipenuhi. Kedua
dicapai: sekedar pemuliaan diri dan realisasi diri kategori kebutuhan manusia ini berkaikan erat satu
(disonan) pemuliaan Allah dan transendensi diri sama lain. Hal ini sejalan dengan penjelasan Abraham
teosentris (konsonan). Maslow tentang hirarki kebutuhan manusia. Kebu-
2. Acquirement atau dorongan untuk memiliki: tuhan fisik-biologis harus terpenuhi lebih dahulu baru
dorongan untuk memiliki yang terungkap dalam menyusul kebutuhan psikologis.
sikap untuk mengejar dan memperoleh sesuatu Kebutuhan-kebutuhan psikologis manusia
bagi diri sendiri entah yang berupa milik pribadi, seperti kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan
harta kekayaan, pendapatan, uang dan barang- cinta, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan akan
barang lain. Semuanya ini lebih merupakan aktualisasi diri, menurut deskripsi teori Konsistensi
kebutuhan egoistis dan subjektif, oleh karena Transendensi Diri, sebenarnya berasal dari aspek
itu juga tidak begitu relevan dalam hidup rohani bawa sadar manusia atau unconsciousness. Ada
selain dalam rangka transendensi diri natural/ keinginan dari dalam diri atau disebut kebutuhan
kodrati, yaitu untuk mencapai kepenuhan untuk merasa aman dan damai, merasa diterima dan
fungsi-fungsi kodratinya sebagai manusia. dihargai, merasa diakui, merasa diperhatikan, dan
sebagainya. Bila kebutuhan-kebutuhan psikologis ini
Lazar, Unsur-Unsur Dinamis dalam ... 211

tidak terpenuhi maka ada perasaan-perasaan negatif Chaplin, J.P. 1986. Dictionary of Psychology. New York:
yang akan mempengaruhi pribadi individu serperti Dell Publishing.
marah, jengkel, apatis, dan lain-lain yang sangat Corey, G. 2003. Theory and Practice of Counseling and
mengganggu pribadi dan relasinya dengan dunia Psychotherapy. California: Brooks/Cole Publish-
ing Co.
sekitar.
Komalasari, G., Wahyuni, & Karsih. 2011. Teori dan
Teknik Konseling. Jakarta: PT Indeks.
DAFTAR RUJUKAN Oxford Advance Learner’s Dictionary. 2001. Oxford Uni-
Agudo, F. 1988. Aku memilih Engkau. Yogjakarta: versity Press.
Kanisius. Prasetya, Mardi, F. 1992. Psikologi Hidup Rohani I.
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Yogjakarta: Kanisius.
Press. Prasetya, Mardi, F. 1993. Psikologi Hidup Rohani 2.
American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Yogjakarta: Kanisius.
Statistical Manual of Mental Disorder Fourth Surya, Mohamad. 2003. Psikologi Konseling. Bandung:
Edition (DSM IV). Washintong, DC: APA. CV Pustaka Bani Quraisy.

Anda mungkin juga menyukai