Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH PSIKOLOGI KOMUNIKASI

RESUME BUKU PSIKOLOGI KOMUNIKASI


BAB 2, “Karakteristik Manusia Komunikan”
Yang Ditulis oleh Dr. Jalaluddin Rahmat, M.Sc.

Disusun Oleh :
Nama : Hadistya Annisa
NPM : D1C021002
Kelas / Semester : B / 3

Dosen Pengampu :
Rasianna BR Saragih,S.Sos., M.Si

PROGRAM STUDI JURNALISTIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS BENGKULU
TA.2022/2023
Judul buku : Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi)
Penulis : Dr. Jalaluddin Rahmat, M.Sc.
Penerbit : Simbiosa Rakatama Media
Tahun Terbit : 2018 (edisi revisi)

Bab 2. Karakteristik Manusia Komunikan

Konsep Psikologi Tentang Manusia


Banyak teori komunikasi telah lahir dengan dilatarbelakangi konsep konsep
psikologi tentang manusia, diantaranya teori persuasi, teori “jarum hipodermik”,
teori pengolahan informasi, teori komunikasi interpersonal, dll. Dari banyaknya
teori yang ada, terdapat empat pendekatan psikologi yang sering digunakan yaitu
Psikoanalisis, Behaviorisme, Psikologi Kognitif dan Psikologi.
Konsepsi manusia dalam Psikoanalisis
Menurut Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga sistem
dalam kepribadian manusia Id, Ego, dan Superego. Id adalah bagian kepribadiaan
yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia - pusat insting (hawa
nafsu – dalam kamus agama ). Ada dua insting dominan:
(1) Libido – insting reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-
kegiatan manusia yang konstruktif; disebut insting kehidupan (eros), yang dalam
konsep Freud bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang
mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan pada Tuhan, dan cinta
diri.
(2) Thanatos - insting destruktif dan agresif. yang kedua merupakan insting
kematian. Semua motif manusia adalah gabungan antara Eros dan thanatos. Id
bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin segera
memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu
dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia.
Walaupun Id mampu melahirkan keinginan, ia tidak mampu memuaskan
keinginannya. Subsistem yang kedua – ego – berfungsi menjembatani tuntutan Id
dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani
dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia
mampu menundukan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional
(pada pribadi yang normal). Unsur moral disebut Freud sebagai superego,
superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal. Superego adalah hati
nurani (conscience) Ego berada di tengah, antara memenuhi desakan Id dan
peraturan superego. Untuk mengatasi ketegangan, ia dapat menyerah pada
tuntutan Id, tetapi berarti dihukum superego dengan perasaan bersalah.
B. Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksisme (yang
menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan juga
psiloanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak nampak).
Behaviorisme ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat
diukur, dilukiskan, dan diramalkan.Behaviorisme tidak mau mempersoalkan
apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya
ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh fakor-faktor
lingkungan. Dari sinilah timbul konsep “manusia mesin” (Homo Mechanicus).
C. Konsepsi Manusia dalam Psikologi Kognitif
Asumsi Behaviorisme diserang habis-habisan pada akhir tahun 60-an dan
pada awal 70-an, psikologi sosial bergerak ke arah paradigma baru. Manusia tidak
lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan,
tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya: makhluk
yang selalu berpikir (Homo Sapiens). Descartes, juga Kant, menyimpulkan bahwa
jiwalah (mind) yang menjadi alat utama pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa
menafsirkan pengalaman inderawi secara aktif: mencipta, mengorganisasikan,
menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. psikologi kognitif sering dikritik
karena konsep-konsepnya sukar diuji, psikologi kognitif telah memasukan
kembali “jiwa” manusia yang sudah dicabut oleh behaviorisme. Manusia kini
hidup dan mulai berpikir. Tetapi manusia bukan skedar makhluk yang berpikir, ia
juga berusaha menemukan identitas dirinya dan mencapai apa yang
didambakannya.
D. Manusia dalam Konsepsi Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik mengambil banyak dari psikoanalisis Neo-Freudian
(sebenarnya Anti-Freudian) seperti, Adler, Junk Rank, Slekel, Ferenczi; tetapi
lebih banyak lagi mengambil dari fenomenologi dan eksistensialisme.
Fenomenologi memendang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang
dipersepsi dan interpretasi secara subyektif. Setiap orang mengalami dunia dengan
caranya sendiri. Menurut Alfred Schutz, tokoh sosiologi fenomenologis,
pengalaman subyektif ini dikomunikasikan oleh faktor sosial dalam proses
intersubjektivitas. “Untuk memehami makna subjektif Anda, aku harus
menggambarkan arus kesadaran Anda mengalir berdampingan dengan arus
kesadaranku. Dalam gambaran inilah, aku harus menafsirkan dan membentuk
tindakan intensional Anda ketika Anda memilih kata-kata Anda” (Schutz,
1970:167).
Faktor-faktor personal yang Mempengaruhi perilaku Manusia
Dewasa ini ada dua macam psikologi sosial. Yang pertama adalah
Psikologi sosial (dengan huruf P besar) dan yang kedua psikologi Sosial (dengan
huruf S besar). Ini menunjukan dua pendekatan dalam psikologi sosial: ada yang
menekankan faktor-faktor psikologis dan ada yang menekankan faktor-faktor
sosial; atau dengan istilah lain: faktor-faktor yang timbul dalam diri individu
(faktor personal), dan faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar diri
individu (faktor environmental).
Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah
diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Program ini, disebut sebagai
“epigenic riles” kemampuan memahami ekspresi wajah, sampai kepada
persaingan politik. biologi (Wilson, 1975). Menurut Wilson, perilaku sosial
dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa
manusia. Program ini, disebut sebagai “epigenic riles” kemampuan memahami
ekspresi wajah, sampai kepada persaingan politik. Walaupun banyak sarjan yang
menolak sosiobiologis sebagi determinisme biologis dalam kehidupan sosial,
tidak seorang pun yang menolak kenyataan bahwa struktur biologis manusia –
genetika, sistem syaraf dan sistem hormonal – sangat mempengaruhi perilaku
manusia. Struktur genesis, misalnya, mempengaruhi kecerdasan, kemampuan
sensasi, dan emosi. Sistem saraf mengatur pekerjaan otak dan proses pengolahan
informasi dalam jiwa manusia. Sistem hormonis bukan saja mempengaruhi
mekanisme biologis, tetapi juga proses psikologis.
Pengaruh biologis terhadap perilaku manusia tampak pada dua hal berikut ini.
Pertama, telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang
merupakan bawaan manusia, dan bukan pengaruh lingkungan atau situasi. Dahulu
orang menyebutnya “instink”, sekarang Desiderato, Howieson, dan Jackson
(1976:34) menamainya species-characteric behavior. Merawat anak, memberi
makan, dan perilaku agresif adalah contoh-contohnya.
Kedua, diakui pula faktot-faktor biologisyang mendorong perilaku
manusia, yang lazim disebut motif biologis. Yang paling penting dari motif-motif
biologis antara lain, ialah kebutuhan akan makanan-minuman dan istirahat,
kebutuhan seksual, dan kebutuhan memelihara kelangsungan hidup dengan
menghindari sakit dan bahaya.
Komponen-komponen lain dari manusia; yakni faktor-faktor sosiopsikologis.
Faktor-faktor Sosiopsikologis
Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa
karakteristik yamg mempengaruhi perilakunya. Kita dapat mengklarifikasikannya
kedalam tiga komponen komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen
konatif. Komponen yang pertama, yang merupakan aspek emosional dari faktor
sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan
sebelumnya.
Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang
diketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan
dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.

Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekunder lawan motif primer (motif
biologis), Peranannya dalam membentuk perilaku sosial bahkan sangat
menentukan. Berbagai klarifikasi motif sosiogenis disajikan di bawah.
W.I Thomas dan Florian Znaniecki:
1. Keinginan memperoleh pengalaman baru;
2. Keinginan untuk mendapat respons;
3. keinginan akan pengakuan;
4. Keinginan akan rasa aman.
David McClelland:
1. Kebutuhan berprestasi (need for achievement);
2. Kebutuhan akan kasih sayang (need for affiliation);
3. Kebutuhan berkuasa (need for power).
Abraham Maslow:
1. Kebutuhan akan rasa aman (sefety needs);
2. Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs);
3. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs);
4. Kebutuhan untuk pemenuhan diri (self-actualization).
Melvin H.Marx:
1. Kebutuhan organismis:
- Motif ingin tahu (curiosity),
- Motif kompetisi (competence),
- Motif prestasi (achievement);
2. Motif-motif sosial:
- Motif kasih sayang (affiliation),
- Motif kekuasaan (power),
- Motif kebebasan (independence).
Secara singkat, motif-motif sosiogenis di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Motif ingin tahu: mengerti, meneta, dan menduga. Setiap orang berusaha
memahami dan memperoleh arti dari dunianya.
2) Motif kompetisi. Setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mampu mengatasi
persoalan kehidupan apapun. Motif kompetisi erat kaitannya dengan kebutuhan
akan rasa aman.
3) Motif cinta. Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi
pertumbuhan kepribadian. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebutuhan
akan kasih sayang yang tidak terpenuhi akan meimbulkan perilaku manusia yang
kurang baik: orangb akan menjadi agresif, kesepian, frustasi. (Packard, 1974).
4) Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas. Erat kaitannya dengan
kebutuhan untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih sayang,
ialah kebutuhan untuk menunjukan eksistensi di dunia.
5) Motif kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan.dalam
menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk
menuntnnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada
kehidupannya.
6) Kebutuhan akan pemenuhan diri. Kita bukan saja ingin mempertahankan
kehidupan, kita juga ingin meningkatkan kualitas kehidupan kita; juga memenuhi
potensi-potensi kita.
Sikap
Dari berbagai definisi, dapat disimpulkan yaitu :
1. sikap ialah kecendrungan bertindak, berpersepsi,berpikir, dan merasa dalam
menghadapi objek,ide,situasi atau nilai,
2. sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi
3. sikap relatif lebih menetap.
4. sikap mengandung aspek evaluatif atau nilai
5. sikap timbul dari pengalaman
Emosi
ada empat fungsi emosi:
1. Emosi sebagai pembangkit energi
2. Emosi sebagai pembawa informasi baik interpersonal maupun intrapersonal
3. Emosi juga sebagai sumber informasi tentang keberhasilan kita.
Kepercayaan
kepercayaan dapat bersifat rasional atau irasional. Kepercayaan memberikan
perspektif pada manusia dalam mempersepsi kenyataan, memberikan dasar dalam
pengambilan keputusan dan menentukan sikap.
Kebiasaan
kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang
menetap, berlangsung secara otomatis dan tidak direncanakan. Kebiasaanlah yang
memberikan pola perilakuu yang dapat direncanakan.
Kemauan
kemauan erat kaitannya dengan tindakan, ada yang mendefinisikan kemauan
sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan.
Faktor-faktor situasional yan mempengaruhi perilaku manusia
1. Aspek Objektif dari lingkungan
a. Faktor Ekologis
1. faktor geografis
2. faktor iklim dan meteorologis
b. Faktor Desain dan Arsitekural
c. Faktor Temporal
d. Suasana Perilaku
e. Faktor Teknologi
f. Faktor Sosial, yang meliputi :
1. Struktur Organisasi
2. Sistem peranan
3. Struktur kelompok
4. karakteristik populasi
2. Lingkungan Psikososial
a. Iklim Organisasi dam kelompok
b. ethos dan iklim institusional serta kultural
3. Stimulus yang mendorong dan memperteguh perilaku
a. orang lain
b. situasi pendorong perilaku

Anda mungkin juga menyukai