Anda di halaman 1dari 48

CASE STUDY

ASMA
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH

MUTMAINNA (N.19.028)
NUR FAIKAH (N.19.0 )

PRECEPTOR

…………………………………………….

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA GENERASI POLEWALI MANDAR

i
2019/2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah yang
memberikan Rahmat-Nya dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan Case Study ini yang berjudul “Asma” oleh kelompok 3 Stase
Keperawatan Medikal Bedah Program Profesi Ners.
Dalam penulisan Case Study ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan pembuatan Case Study ini dan dapat memanfaatkan sebagaimana
mestinya.
Semoga segala bantuannya dibalas oleh Allah Azza Wajalla dengan sesuatu
yang lebih baik. Penulis menyadari akan berbagai keterbatasan dan kelemahan
yang ada pada penulis, sehingga tidak menutup kemungkinan terhadap
kekurangan, kelemahan bahkan mungkin kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memenuhi fungsinya dengan baik. Sekian dan terima
kasih atas kami ucapannya.

Polewali,10 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL …………………………………………………


KATA PENGANTAR ………….………………………………………
DAFTAR ISI …………………………….……………………………..
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………...
BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT………………………………..
BAB III ANALISA KASUS CASE STUDY…………..………………
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ..………………..……………..
BAB IV PENUTUP…………………………………………..………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan
dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan
maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi
yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma.
            Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa
disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak
menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan
berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor
ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang
menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu
serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi
pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering
menjadi problem tersendiri.
Asma terjadi pada sembarang golongan usia, sekitar setengah dari
kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia
40 tahun. Hampir 17% dari semua rakyat Amerika mengalami asma
dalam satu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka (Smeltzer,
2002).
            Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting.
Dokter sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam
menolong penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah
satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan
keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap
dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan
bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma.

1
            Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi
(kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan
prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea
Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis
selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di
negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat.
Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas
yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan,
risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007)
            Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian
di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah
tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan
ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan
bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik
dan emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar
5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,
dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi
pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner
International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC),
didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma)
6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik (Muchid
dkk,2007).

B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Penyakit Asma
2. Menganalisis Kasus Asma
3. Merencanakan Asuhan Keperawatan terkait kasus

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Asma


1. Pengertian
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus,
sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma
dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5
tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat,
batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut
berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey,
2005; Bousquet, 2008).
Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda
dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik
sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung
pada malam hari/dini hari (nocturnal) , musiman, adanya faktor

3
pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara
spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau
atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan.

2. Klasifikasi
a) Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1) Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus
terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru
dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah
mendapat pengobatan
2) Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional(Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan
keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon
terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat
berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya
suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi
pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena
leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis,
dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun
makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing
dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan (Smeltzer, 2002).
3) Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

4
b) Berdasarkan penyebab, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1) Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen),
seperti  serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada faktor-
faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka
akan terjadi serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma
ekstrinsik biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi dalam keluarganya.
2) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi
terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui,
seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3) Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer &
Bare, 2002).
c) Berdasarkan derajat penyakit
1) Asma Intermiten (asma jarang)
 Gejala kurang dari seminggu
 Serangan singkat
 Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%

5
2) Asma mild persistent (asma persisten ringan)
 Gejala lebih dari sekali seminggu
 Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
3) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
 Gejala setiap hari
 Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
 FEV 1 tau PEV 60% – 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4) Asma severe persistent (asma persisten berat)
 Gejala setiap hari
 Serangan terus menerus
 Gejala pada malam hari setiap hari
 Terjadi pembatasan aktivitas fisik
 FEV 1 atau PEF = 60%
 PEF atau FEV variabilitas > 30%
d) Berdasarkan derajat serangan
1) Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan,
bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan
mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi.
2) Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis,
mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang - kadang
terdengar pada saat inspirasi.
3) Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan
posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai

6
ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa
stetoskop.
4) Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak
kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul
bradikardi.

3. Etiologi
a) Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan
Asma adalah menurut Smetzer (2002) adalah :
1) Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh
alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk,
bulu-bulu binatang.
2) Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan
alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius,
latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
3) Asma gabungan : Bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik
b) Sedangkan Lewis (2000) tidak membagi pencetus asma secara
spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
1) Faktor predisposisi
 Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit Asma Bronkhialjika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya
juga bisa diturunkan.

7
2) Faktor presipitasi
 Allergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
- Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi.
- Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan
(seperti buah-buahan dan anggur yang mengandung
sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin,
epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
- Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan
kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
 Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga
yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi
oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut
sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya
terjadi  beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging,
aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan
dikarakteristikkan  oleh adanya bronkospasme, nafas
pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya
melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
 Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini
menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo
bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena
itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.

8
 Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus
serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan
asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk
mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
 Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan
pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung.
Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran
mukus.
 Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak
dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.
Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti musim hujan, musim kemarau.

4. Manifestasi Klinis
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk
dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk
diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala
asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat
digolongkan menjadi :
a) Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan
gejala asma  atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik
maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar
faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di
laboratorium.

9
b) Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik
tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya
obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari
serangan asma.
c) Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda
obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila
pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
d) Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-
gejala yang makin banyak antara lain :
1) Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
2) Sianosis
3) Silent Chest
4) Gangguan kesadaran
5) Tampak lelah
6) Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
e) Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberapaserangan asma yang  berat bersifat refrakter
sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada
dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun
diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal.

10
5. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita
asma adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa
jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris
selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara
yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran,
penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja
pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan.
Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi
bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan
gas-gas darah terutama penurunan pCO2  akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan
alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi
tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot
polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat
timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang
pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka
juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya
terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak
hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.

11
Patoflow Keperawatan
Asma

Etiologi

Faktor infeksi Faktor non infeksi


Virus (respiratory syntitial virus) dan virus parainfluenza Alergi
Bakteri (pertusis dan streptoccus) Iritan
Jamur (aspergillus) Cuaca
Parasit (ascaris) Kegiatan jasmani
Psikis

Reaksi hiperaktivitas bronkus

Antibody muncul (IgE)

Sel mast mengalami degranulasi

Mengeluarkan mediator (histamin dan bradikinin)

Anoreksia Mempermudah proliferasi


Batuk, pilek
Terjadi sumbatan dan daya konsolidasi
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Mengi / wheezing
Sesak
Gangguan ventilasi

Bersihan
jalan nafas
tak efektif

Gangguan difusi

Oksigenasi ke jaringan tidak memadai

Gangguan perfusi

Hipoksemia dan hipoksia


Dada
Kelelahan
terasa tertekan / sesak, nyeri dada, nadi meningkat
Sianosis Lemah
Takipnea
Gelisah
Intoleransi aktivitas
Nafas cuping hidung
Retraksi otot dada Nyeri
Keluarga bertanya tentang penyakit
Cemas dan gelisah
Kerusakan pertukaran gas Pola nafas tidak
efektif
Ansietas 12
6. Pendekatan Diagnostik
a) Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
1) Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
2) Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan
silinder sel-sel cabang-cabang bronkus
3) Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus
4) Terdapatnya neutrofil eosinofil
b) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
c) Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis
yang buruk
1) Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi
2) Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
3) Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
4) Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif
pada tipe asma atopik.
d) Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal.
Pada  serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru
berupa rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga

13
interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
1) Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
2) Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan
gambaran yang bertambah.
3) Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran
infiltrat pada paru.
e) Pemeriksaan faal paru
1) Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan
penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%,
seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
2) Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi
terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan
penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
f) Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat
dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema
paru, yakni :
1) Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke
kanan dan rotasi searah jarum jam
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat
RBBB
3) Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES,
dan VES atau terjadinya relatif ST depresi.

7. Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
a) Pengobatan Non Farmakologik
1) Penyuluhan

14
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
2) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari
dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan
yang cukup bagi klien.
3) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi
dan fibrasi dada.
b) Pengobatan Farmakologik
1) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit.
Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,
metrapel ).
2) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
3) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk
aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat
kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama
mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka
lama harus diawasi dengan ketat.

15
4) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari
5) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg
perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
6) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol
dan bersifat bronkodilator.
c) Pengobatan selama serangan status asthmatikus    
1) Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
2) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
3) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama
20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit)
dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
4) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
5) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
6) Antibiotik spektrum luas.

8. Komplikasi Asma
a) Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal
nafas
b) Chronic persisten bronhitis
c) Bronchitis
d) Pneumonia
e) Emphysema
f) Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang
terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status
asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer, 2002).

16
BAB III
ANALISA CASE STUDY

B.T., seorang pria berusia 22 tahun yang tinggal di kota pegunungan kecil
di Colorado, sangat alergi terhadap debu dan serbuk sari. Istri B.T
membawanya ke klinik ketika mengi tidak responsif terhadap fluticasone /
salmeterol (Advair) dan inhaler ipratropium bromide (Atrovent), ia tidak
dapat berbaring, dan ia mulai menggunakan otot-otot tambahan untuk
bernapas. B.T. dimulai pada 4 L oksigen dengan kanula hidung dan IV
D5W pada 15 mL / jam. Dia tampak cemas dan mengatakan bahwa dia
sesak napas.

1. Apakah tanda vital B.T. dapat diterima? Nyatakan alasan Anda


Jawaban : TTV Tn BT tidak dapat diterima alasannya karena sbb :
a. Hasil TTV dari Tn BT yaitu menunjukkan
BP (TD) : 152/84 mm Hg sedang normal dari Tekanan darah pada
org dewasa adalah 120/80 mmHg ini menunjukkan bahwa tekanan
darah BT mengalami kenaikan atau diatas normal (Hipertensi)
b. Nadi Tn BT 124 x/menit sedang normal dari Nadi adalah 60-100
x/menit pada orang dewasa ini menandakan Nadi Tn BT melebihi
batas normal (Takikardi) ini dikarenakan frekuensi pernafasan
yang cepat sehingga membuat denyut jantung berkontraksi lebih
cepat sehingga menyebabkan peningkatan nadi melebihi batas
normal
c. RR Tn BT 42 x/menit dimana normal dari RR adalah 16-20
x/menit ini menunjukkan pernafasan cepat (takipneu) dikarenakan

17
pasien mengalami sesak nafas sehingga frekuensi pernafasan
menjadi lebih cepat
d. Suhu tubuh Tn.B.T yaitu 38,4oC dimana normal dari suhu tubuh
yaitu 36- 37,5oC ini menunjukkan bahwa Tn BT mengalami febris,
febris yang dialami oleh Tn B diakibatkan adanya peradangan
pada saluran pernafasan sehingga membuat respon tubuh
mendeteksi adanya infeksi sehingga membuat suhu tubuh
meningkat
2. Apa patofisiologi asma?
Jawaban :
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita
asma adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran
mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang
dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi
jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan
aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru,
bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi
pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi
menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini
berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan
menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 
akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan
dengan alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat
degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan
konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan,
maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang
pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka
juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE
yang sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-

18
nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak
hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran
udara
3. Bagaimana asma dikategorikan? Jelaskan karakteristik masing-masing
klasifikasi.
Klasifikasi asma dan juga karakteristiknya
Jawaban :
e) Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
4) Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus
terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru
dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah
mendapat pengobatan
5) Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional(Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan
keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon
terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat
berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya
suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi
pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena
leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis,
dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun
makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing
dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan (Smeltzer, 2002).
6) Asthmatic Emergency

19
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
f) Berdasarkan penyebab, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
4) Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen),
seperti  serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada faktor-
faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka
akan terjadi serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma
ekstrinsik biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi dalam keluarganya.
5) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi
terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui,
seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
6) Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer &
Bare, 2002).
g) Berdasarkan derajat penyakit
5) Asma Intermiten (asma jarang)
 Gejala kurang dari seminggu
 Serangan singkat
 Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%

20
6) Asma mild persistent (asma persisten ringan)
 Gejala lebih dari sekali seminggu
 Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
7) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
 Gejala setiap hari
 Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
 FEV 1 tau PEV 60% – 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
8) Asma severe persistent (asma persisten berat)
 Gejala setiap hari
 Serangan terus menerus
 Gejala pada malam hari setiap hari
 Terjadi pembatasan aktivitas fisik
 FEV 1 atau PEF = 60%
 PEF atau FEV variabilitas > 30%
h) Berdasarkan derajat serangan
5) Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan,
bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan
mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi.
6) Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis,
mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang - kadang
terdengar pada saat inspirasi.
7) Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan
posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai

21
ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa
stetoskop.
8) Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak
kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul
bradikardi.

4. Menginterpretasikan hasil gas darah arteri B.T.


Jawaban :
a. Hasil pH menunjukkan 7,31 dimana normal dari Ph gas darah
arteri adalah pH darah arteri: 7,38-7,42. Artinya kadar
karbondioksida dan kadar bikarbonat dalam tubuh dalam keadaan
normal.
b. Hasil PaCO2 menunjukkan 48 mm Hg sedang normal dari
Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2): 38-42 mmHg ini
mengartikan bahwa terjadi peningkatan paru atau penurunan
fungsi pusat pernafasan
c. Hasil HCO3 menunjukkan 26 mmol/L dimana normal dari HCO3
adalah Kadar normal HCO3- adalah 22 – 26 mEq/L artinya kadar
HCO3 dalam tubuh Tn BT dalam keadaan normal dan tidak
mengalami alkalotic dan asidotik
d. Hasil PaO2 Tn BT yaitu 55 mm Hg dimana normal Tekanan
parsial oksigen (PaO2): 75-100 mmHg ini menunjukkan nilai
PaO2 lebih rendah dari normal, maka artinya tubuh kekurangan
oksigen

22
e. Hasil SaO2 Tn BT 88% sedangkan nilai normal dari Tingkat
penyerapan oksigen (SaO2): 94-100% ini menunjukkan jumlah
oksigen yang diangkut oleh haemoglobin rendah.
5. Apa alasan untuk segera memulai pemberian O2 pada B.T. ?
Jawaban : Alasan untuk segera memulai pemberian Terapi O2 pad
Tn.BT yaitu untuk mengatasi hipoksemia sesuai dari hasil analisa gas
darah dimana kadar O2 arteri Tn B.T rendah serta B.T mulai
menggunakan otot-otot tambahan untuk bernapas.
6. Anda perlu memonitor B.T. berat selama beberapa jam ke depan.
Identifikasi empat tanda dan gejala kegagalan pernapasan yang akan
datang yang akan Anda nilai.
Jawaban :
a. Selama beberapa jam kedepan monitor keadaan Tn BT apakah
pasien masih Sulit bernapas atau sesak napas, hingga sulit
berbicara.
b. Memonitor Napas cepat dan adanya Batuk-batuk.
c. Serta menanyakan dan melihat kondisi pasien apakah Dada
berdebar dan Lemas dirasakan oleh pasien
d. Serta mengauskultasi bunyi pernafasan misalnya bunyi mengi atau
stridor atau suara tambahan lainnya

7. Apa dasar pemikiran untuk perawatan nebulizer albuterol 2,5 mg plus


ipratropium 250 mcg STAT (segera)?
Jawaban : Yaitu karena obat albuterol membantu meringankan gejala
penyempitan jalan napas pada Tn BT yang menderita Asma, sedangan
ipratropium untuk mengatasi dan mencegah mengi, batuk, dan sesak
napas sehingga langsung diberikan segera penderita asma.

23
8. Identifikasi klasifikasi obat dan hasil yang diharapkan B.T., melalui
penggunaan metaproterenol sulfate (Alupent) dan Fluticasone
(Flovent).
Jawaban :
a. Metaproterenol
Metaproterenol adalah bronkodilator yang digunakan dalam
pengobatan asma. Metaproterenol adalah agonis reseptor
adrenergik β 2 selektif sedang yang merangsang reseptor otot
polos di paru-paru, rahim, dan pembuluh darah memasok otot
rangka , dengan efek minimal atau tidak sama sekali pada reseptor
adrenergik α. Efek farmakologis dari obat agonis adrenergik β,
seperti orciprenaline, setidaknya sebagian disebabkan oleh
stimulasi melalui reseptor adrenergik β dari adenlyl cyclase
intraseluler, enzim yang mengkatalisis konversi ATP menjadi
cAMP . Peningkatan level cAMP berhubungan dengan relaksasi
otot polos bronkus dan penghambatan pelepasan mediator
hipersensitivitas langsung dari banyak sel, terutama dari sel mast.
Efek samping dari obat ini yaitu : getaran, kegugupan, pusing,
kelemahan, sakit kepala, mual.
b. Fluticasone (Flovent)
Fluticasone propionate , yang dijual dengan merek Flovent dan
Flonase, antara lain adalah obat steroid . Saat dihirup digunakan
untuk manajemen asma dan PPOK jangka panjang. Di hidung
digunakan untuk demam dan polip hidung. Ini juga dapat
digunakan untuk sariawan.
Efek samping yang umum ketika dihirup termasuk infeksi saluran
pernapasan bagian atas , sinusitis , sariawan, dan batuk. Efek
samping umum saat digunakan di hidung termasuk mimisan dan
sakit tenggorokan. Ia bekerja dengan mengurangi peradangan

24
9. B.T. menyatakan bahwa dia telah mengambil Advair-nya pagi itu, lalu
ketika dia mulai merasa sesak napas. Apakah fluticasone / salmeterol
(Advair) sesuai untuk digunakan selama serangan asma akut? Jelaskan
Jawaban : Obat fluticasone / salmeterol (Advair) tidak sesuai untuk
digunakan selama serangan asma akut mengapa demikian ini karena
Salmeterol adalah obat untuk pencegahan atau pengurangan episode
suara mengi dan kesulitan bernapas yang disebabkan oleh asma atau
penyakit paru yang sedang berlangsung (penyakit paru-paru obstruktif
kronis, yang meliputi bronkitis kronis dan emfisema). Obat ini adalah
terapi jangka panjang yang hanya harus digunakan jika gejala asma
tetapi tidak dapat dikontrol oleh obat asma yang lain (seperti inhaler
kortikosteroid). Salmeterol tidak boleh digunakan secara tunggal
untuk mengobati asma. Salmeterol bekerja pada saluran napas dengan
merelaksasi otot dan membuka saluran udara untuk meningkatkan
pernapasan. Mengontrol gejala masalah pernapasan dapat membuat
Anda dapat beraktivitas dengan normal.
Obat ini tidak bekerja dengan segera dan tidak boleh digunakan untuk
serangan kesulitan bernapas tiba-tiba. Dokter harus meresepkan obat
bantuan cepat/inhaler (misalnya, albuterol) untuk sesak napas/asma
tiba-tiba saat Tn BT menggunakan obat ini.
10. Apa tanggung jawab Anda saat memberikan terapi aerosol?
Jawaban :
Terapi aerosol yang menggunakan alat penghirup genggam ini
diklaim bekerja lebih cepat dibandingkan obat oral yang harus melalui
aliran darah terlebih dahulu. Caranya cukup sederhana yakni dengan
menyemprotkan obat melalui corong atau masker. Tersedia tiga jenis
perangkat terapi aerosol inhaler yakni meter dose inhaler (perangkat
ditekan untuk memasukkan obat ke dalam paru-paru), Dry powder
inhaler (hanya perlu dihirup), dan soft mist inhaler (mengubah obat ke
dalam bentuk uap). Tanggung jawab saya saat memberikan terapi ini

25
yaitu memastikan obat masuk ke dalam paru-paru dan hirup dengan
benar oleh pasiennya.
11. Ketika aerosol inhalasi kombinasi diresepkan tanpa instruksi spesifik
untuk urutan pemberian, Anda perlu mengetahui rekomendasi yang
tepat untuk pemberian obat. Apa urutan yang benar untuk pemberian
perawatan B.T?
Jawaban :
a. Kocok Inhaler
b. Lepaskan penutup inhaler
c. Masukkan inhaler kedalam spacer
d. Keluarkan/buang nafas
e. Masukkan spacer ke dalam mulut, letakkan diantara gigi lalu bibir
dirapatkan
f. Tekan bagian atas dari inhaler
g. Lakukan inspirasi perlahan sampai maksimal.
12. Buat daftar lima intervensi keperawatan independen yang dapat
membantu meringankan gejala B.T.
Jawaban :
a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

KEMAJUAN STUDI KASUS

Setelah beberapa jam perawatan IV dan PO rehidrasi dan aerosol, mengi


dan sesak dada B.T. diselesaikan, dan ia mampu mengeluarkan
sekretasinya. Dokter mendiskusikan manajemen asma B.T dengan dia;
B.T. mengatakan dia telah mengalami beberapa serangan asma selama
beberapa minggu terakhir. Dokter mengeluarkan B.T. dengan resep untuk

26
steroid oral “burst” (prednison 40 mg / hari × 5 hari), fluticasone /
salmeterol (Advair) 100/50 mcg dua isapan dua kali sehari, albuterol
(Proventil) inhaler dosis terukur (MDI) dua hisap dibutuhkan
menggunakan spacer, dan montelukast (Singulair) 10 mg setiap hari
setiap malam. Dia merekomendasikan B.T. hubungi klinik paru untuk
tindakan lanjut dengan spesialis paru.

13. Apa alasan untuk B.T. sedang menggunakan “burst” steroid oral?
Jawaban :
Alasannya B.T. mengatakan dia telah mengalami beberapa serangan
asma selama beberapa minggu terakhir, tablet steroid oral diresepkan
oleh dokter karena asma B.T masih belum bisa dikendalikan.
Pengobatan ini biasanya dipantau oleh dokter spesialis paru yang
menangani penderita asma
14. Masalah apa yang akan Anda bahas dalam pengajaran pada B.T.?
Jawaban :
1. Mengikuti anjuran penggunaan obat sesuai resep dan arahan dari
Dokter
2. Memberitahu untuk Laporkan bila gejala masih dirasakan dan
bertambah parah
3. Mengajarkan bagaimana cara penggunan Inhaler yang tepat
4. Serta selalu menjaga gaya pola hidup yang bersih dan sehat

KEMAJUAN STUDI KASUS

Anda bertanya B.T. untuk menunjukkan penggunaan MDI-nya. Dia


dengan kuat mengguncang tabung itu, memegang aerosolizer pada satu
sudut (menunjuk ke pipinya) di depan mulutnya, dan meremas tabung itu
ketika dia mengambil napas dalam-dalam yang cepat.

15. Kesalahan umum apa yang dimiliki B.T. dibuat saat menggunakan
inhaler?

27
Jawaban : Kesalahan umum yang dilakukan B.T yaitu meremas tabung
itu ketika dia mengambil napas dalam-dalam yang cepat.

16. Apa yang akan Anda ajarkan B.T. tentang penggunaan MDI-nya?
Jawaban : Yang perlu saya ajarkan tentang penggunaaan MDI adalah
bagaimana cara menggunakan nya dengan tetap dengan mengikuti
petunjuk dibawah ini yaitu :
h. Kocok Inhaler
i. Lepaskan penutup inhaler
j. Masukkan inhaler kedalam spacer
k. Keluarkan/buang nafas
l. Masukkan spacer ke dalam mulut, letakkan diantara gigi lalu bibir
dirapatkan
m. Tekan bagian atas dari inhaler
n. Lakukan inspirasi perlahan sampai maksimal.
17. Istri B.T. menanyakan tentang kemungkinan B.T. mengalami
serangan lain. Bagaimana tanggapan Anda?
Jawaban : Kemungkinan terjadinya serangan lain dapat terjadi tetapi
bisa dihindari selama Tn. BT dapat mengikuti pengobatan secara
teratur dan patuh
18. B.T. menyatakan dia ingin membaca lebih lanjut tentang asma di
Internet. Sebutkan tiga situs web kredibel yang bisa Anda berikan
kepadanya.
a. www.Alodokter.com dengan link
https://www.alodokter.com/pertolongan-pertama-pada-asma-yang-
wajib-diketahui
b. www.ciputrahospital.com dengan link
https://www.ciputrahospital.com/apa-itu-asma-ciri-ciri-gejala-
penyebab/

28
c. p2ptm.kemkes.go.id dengan link
http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-paru-
kronik/page/23/definisi-asma

29
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnese
a. Identitas
1) Nama : Tn. BT
2) TTL/Umur : 22 Tahun
3) Jenis Kelamin : laki-laki
4) Diagnosa Mds : Asma
b. Keluhan Utama:
Sesak nafas
c. Riwayat Keluhan Utama:
Tn. BT mengatakan bahwa dia sesak nafas, mengi tidak responsive
terhadap fluticasone/salmeterol (Advair) dan inhaler ipratropium bromide
(atrovent), tidak dapat berbaring dan menggunakan otot-otot tambahan
untuk bernafas.
d. Keluhan Yang Menyertai
Tn. BT mengatakan bahwa dia sesak nafas, mengi tidak responsive
terhadap fluticasone/salmeterol (Advair) dan inhaler ipratropium bromide
(atrovent), tidak dapat berbaring dan menggunakan otot-otot tambahan
untuk bernafas.
e. Riwayat Kesehatan Lalu
- Klien menderita asma
f. ADL
2. Pemeriksaan Fisik
a. TTV:
- TD :152/84 mmHg
- Nadi :124 kali/menit
- Pernafasan :42 kali/menit
- Suhu : 100,4 ° F (38,4 ° C).

30
b. Inspeksi:
1) Klien tampak cemas
2) Ekspirasi dan inspirasi cepat, ada tarikan intercosta
3) Klien tidak dapat berbaring
c. Palpasi:
1) Kulitnya teraba panas
2) Tidak ada nyeri tekan
d. Auskulutasi:
1) Terdengar adanya wheezing
3. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Gas Darah Arteri
- pH : 7.31
- Paco2 : 48 mmHg
- HCO3 : 26 mmol/L
- Pao2 : 55 mmHg
- Sao2 : 88%
4. Pengobatan
- Albuterol 2.5 mg plus ipratropium 250 mcg nebulizer treatment STAT
- Albuterol (Ventolin) inhaler 2 puffs q4h
- Metaproterenol sulfate (Alupent) 0.4% nebilizer treatment q3h
- Fluticasone (Flovent) 250 mcg by MDI twice daily

31
B. Patoflow keperawatan
Asma

Etiologi

Faktor infeksi Faktor non infeksi


Virus (respiratory syntitial virus) dan virus parainfluenza Alergi
Bakteri (pertusis dan streptoccus) Iritan
Jamur (aspergillus) Cuaca
Parasit (ascaris) Kegiatan jasmani
Psikis

Reaksi hiperaktivitas bronkus

Antibody muncul (IgE)

Sel mast mengalami degranulasi

Mengeluarkan mediator (histamin dan bradikinin)

Anoreksia Mempermudah proliferasi


Batuk, pilek
Terjadi sumbatan dan daya konsolidasi
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Mengi / wheezing
Sesak
Gangguan ventilasi

Bersihan
jalan nafas
tak efektif

Gangguan difusi

Oksigenasi ke jaringan tidak memadai

Gangguan perfusi

Hipoksemia dan hipoksia


Dada
Kelelahan
terasa tertekan / sesak, nyeri dada, nadi meningkat
Sianosis Lemah
Takipnea
Gelisah
Intoleransi aktivitas
Nafas cuping hidung
Retraksi otot dada Nyeri
Keluarga bertanya tentang penyakit
Cemas dan gelisah
Kerusakan pertukaran gas Pola nafas tidak
efektif
Ansietas 32
C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sesak,
mengi/wheezing
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
– alveolar
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
4. Ansietas berhubungan dengan gelisah

33
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Nursing Outcome Classsification Nursing Intervention Classification


1. Bersihan jalan nafas tidak Setelah perawatan 3x24 jam Tujuan : a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
efektif berhubungan bersihan jalan nafas teratasi thrust bila perlu
dengan sesak, Dengan kriteria hasil : b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
mengi/wheezing 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
suara nafas yang bersih, tidak ada nafas buatan
sianosis dan dyspneu (mampu d. Pasang mayo bila perlu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips) f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
(klien tidak merasa tercekik, irama h. Lakukan suction pada mayo
nafas, frekuensi pernafasan dalam i. Berikan bronkodilator bila perlu
rentang normal, tidak ada suara nafas j. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
abnormal) k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
3. Mampu mengidentifikasikan dan keseimbangan.
mencegah factor yang dapat l. Monitor respirasi dan status O2
menghambat jalan nafas
2. Kerusakan pertukaran gas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Airway Management

34
berhubungan dengan keperawatan selama 3x 24 jam maka a. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust
perubahan membran diharapkan kerusakan pertukaran gas pasien bila perlu
kapiler – alveolar teratasi b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil : c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
1. Mendemonstrasikan peningkatan buatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat d. Pasang mayo bila perlu
2. Memelihara kebersihan paru paru dan e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
bebas dari tanda tanda distress f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
pernafasan g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan h. Lakukan suction pada mayo
suara nafas yang bersih, tidak ada i. Berika bronkodilator bial perlu
sianosis dan dyspneu (mampu j. Barikan pelembab udara
mengeluarkan sputum, mampu bernafas k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
dengan mudah, tidak ada pursed lips) keseimbangan.
4. Tanda tanda vital dalam rentang normal l. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
a. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi

35
b. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
intercostal
c. Monitor suara nafas, seperti dengkur
d. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
g. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
h. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
i. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
3 Pola nafas tidak efektif Setelah perawatan 3x24 jam maka Airway Management
berhubungan dengan diharapkan pola nafas pasien efektif a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
hiperventilasi Kriteria Hasil : thrust bila perlu
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
suara nafas yang bersih, tidak ada c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas

36
sianosis dan dyspneu (mampu buatan
mengeluarkan sputum, mampu bernafas d. Pasang mayo bila perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips) e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
(klien tidak merasa tercekik, irama g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
nafas, frekuensi pernafasan dalam h. Lakukan suction pada mayo
rentang normal, tidak ada suara nafas i. Berikan bronkodilator bila perlu
abnormal) j. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
(tekanan darah, nadi, pernafasan) keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
b. Pertahankan jalan nafas yang paten
c. Atur peralatan oksigenasi
d. Monitor aliran oksigen
e. Pertahankan posisi pasien
f. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
g. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

37
Vital sign Monitoring
a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola pernapasan abnormal
j. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
k. Monitor sianosis perifer
l. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Activity Therapy
a. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang tepat.

38
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
c. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
d. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
e. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
f. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disukai
g. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
h. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
i. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
j. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
k. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual

4 Ansietas berhubungan Setelah perawatan 3x24 jam maka a. Gunakan pendekatan yang menenangkan

39
dengan gelisah diharapkan ansietas teratasi b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Kriteria Hasil : c. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
1. Klien mampu mengidentifikasi dan selama prosedur
mengungkapkan gejala cemas. d. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan e. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
menunjukkan tehnik untuk mengontol mengurangi takut
cemas. f. Dorong keluarga untuk menemani anak
3. Vital sign dalam batas normal. g. Lakukan back / neck rub
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa h. Dengarkan dengan penuh perhatian
tubuh dan tingkat aktivfitas i. Identifikasi tingkat kecemasan
menunjukkan berkurangnya kecemasan j. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
k. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
l. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
m. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

40
D. Evaluasi
Proses keperawatan sering digambarkan sebagai proses bertahap. Proses
keperawatan dikatakan efektif bila pencapaian hasil teridentifikasi dan
dievaluasi sebagai penilaian pada status pasien (Heather, 2015)

No. Diagnosa Evaluasi


Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan perawatan terkait bersihan
tidak efektif jalan nafas tidak efektif pada pasien
berhubungan dengan menunjukkan :
sesak, 1. Suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan
mengi/wheezing dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Jalan nafas paten

2. Kerusakan Setelah dilakukan kerusakan pertukaran gas


pertukaran gas pada pasien menunjukkan :
berhubungan dengan 1. Peningkatan ventilasi adekuat
perubahan membran 2. Oksigenasi yang adekuat
kapiler – alveolar 3. Paru-paru bersih dan bebas dari tanda-
tanda distress pernafasan
4. Suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
5. Tanda – tanda vital dalam rentang normal

3. Pola nafas tidak Setelah dilakukan perawatan terkait pola nafas


efektif berhubungan tidak efektif pada pasien menunjukkan:
dengan hiperventilasi 1. Suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,

41
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Jalan nafas paten
3. Tanda – tanda vital dalam rentang normal

4. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan perawatan terkait ansietas


dengan gelisah pada pasien menunjukkan:
1. Klien mengungkapkan gejala cemas
2. Klien menunjukkan teknik mengontrol
cemas
3. Vital sign dalam batas normal

BAB V
PENUTUP

42
A. KESIMPULAN
Asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten
yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme,
peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
menyebabkan penyempitan jalan nafas. Berdasarkan penyebabnya, asma
dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : Ekstrinsik (alergik), Intrinsik
(non alergik) ,Asma gabungan.
Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya
serangan asma yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen,
perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang
berat). Pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan :
1. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
2. Menghindari kelelahan
3. Menghindari stress psikis
4. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
5. Olahraga renang, senam asma 

B. SARAN
Dengan disusunnya tugas ini mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam tugas ini
sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping
itu saya juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami
bisa berorientasi lebih baik pada tugas kami selanjutnya.

43
DAFTAR PUSTAKA

Almazini,P.2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Carpenito,L.J.2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi


6. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma) .2006. Pocket Guide for Asthma


Management and Prevension In Children. www. Dimuat
dalam www.Ginaasthma.org

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey:Upper Saddle River

Linda Jual Carpenito.2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta:


EGC

Mansjoer, A dkk.2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian


Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan


Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Smeltzer & Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.


Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI/RSCM

Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung Seto

44
45

Anda mungkin juga menyukai