Anda di halaman 1dari 21

TINGKAT LITERASI KESEHATAN PADA KELUARGA

PENDERITA PENYAKIT DIABETES MELLITUS DI RSUD Dr. M.


SOEWANDHIE SURABAYA

Shandy Rahma Ramadhan


(071311633096)

Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga

ABSTRAK

Literasi informasi kesehatan menjadikan masyarakat untuk lebih paham dan


memiliki keterampilan dengan berupa cara mengakses, membaca atau memahami,
menilai dan menerapkan informasi yang telah diterima guna membuat keputusan,
mencegah timbulnya suatu penyakit dan juga dalam mempromosikan kesehatan.
Dalam sistem pelayanan kesehatan masih ada beberapa masyarakat dengan literasi
kesehatan yang rendah dalam menangani masalah penyakit seperti penyakit kronis
tidak menular yaitu diabetes mellitus, dimana penyakit ini seringkali ditemukan
diberbagai wilayah di Indonesia terutama wilayah Jawa Timur. Merawat penderita
penyakit diabetes mellitus membutuhkan bantuan dari orang sekitar terutama
keluarga karena merekalah dapat memberikan bantuan berupa dukungan mental,
informasional, moril maupun spiritual maka keluarga dituntut untuk memiliki
kemampuan dalam literasi kesehatan yang baik untuk keluarga maupun dirinya
sendiri. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan dan mengukur tingkat literasi
kesehatan pada keluarga penderita penyakit diabetes mellitus. Adapun metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif yang
menggambarkan dan meringkas berbagai kondisi serta situasi tentang tingkat
literasi kesehatan yang dimiliki keluarga penderita penyakit diabetes mellitus di
Surabaya. Pemilihan responden dilakukan di Surabaya dengan keluarga yang
memiliki penderita rawat jalan penyakit diabetes mellitus dan berdomisili di
Surabaya dengan jumlah 89 responden, dengan teknik pengambilan sampel
purposive sampling agar data yang dibutuhkan terpenuhi sesuai dengan kriteria
responden. Hasil data penelitian tingkat literasi kesehatan pada keluarga penderita
penyakit diabetes mellitus di RSUD Dr. M Soewandhie terdapat pada posisi
tingkat literasi kesehatan interaktif dengan prosentase 86,5% dan frekunesi 77
responden.
Keywords: Literasi Kesehatan, Diabetes Mellitus, Keluarga Penderita Diabetes
Mellitus
ABSTRACT

Literacy of health information makes people understand and have skills by


accessing, reading or understanding, assessing and applying the information they
have received to make decisions, preventing the onset of a disease and also in
promoting health. In the health care system there are still some communities with
low health literacy in dealing with disease problems such as chronic non-
communicable disease namely diabetes mellitus, where the disease is often found
in various regions in Indonesia, especially in East Java. Caring for people with
diabetes mellitus needs help from people around the family especially because
they can provide assistance in the form of mental, informational, moral and
spiritual support the family is required to have the ability in the health literacy
both for the family and himself. The purpose of this study to determine and
measure the level of health literacy in families with diabetes mellitus. The method
used in this study is quantitative descriptive that describes and summarizes the
various conditions and situations about the level of health literacy family owned
diabetes mellitus patients in Surabaya. Selection of respondents conducted in
Surabaya with families who have outpatients diabetes mellitus and domiciled in
Surabaya with the number of 89 respondents, with purposive sampling technique
so that the required data are met in accordance with the criteria of respondents.
Result of research data of health literacy level in family of diabetes mellitus
patient in RSUD Dr. M Soewandhie is at the level of interactive health literacy
with percentage 86,5% and frekunesi 77 responden.

Keywords: Health Literacy, Diabetes Mellitus, Family of Diabetes Mellitus


Patient
1.1 PENDAHULUAN hendaknya harus memiliki kemampuan
Media dan sumber informasi dan keterampilan dalam memperoleh
dalam perkembangan teknologi di informasi tersebut berupa cara
zaman modern saat ini selalu diikuti mengakses, mencari, mengidentifikasi,
dengan perkembangan informasi. menemukan, membaca atau memahami,
Semakin banyaknya saluran sumber menilai atau mengevaluasi serta
informasi yang ada diharapkan dapat memanfaatkan informasi yang
menuntut dan membentuk masyarakat diperolehnya, hal tersebut dapat
dalam menguasai serta mampu dikatakan sebagai literasi informasi.
menemukan informasi untuk memenuhi Kemampuan literasi informasi ini sangat
kebutuhannya karena informasi sudah dibutuhkan karena sebagai bekal
menjadi kebutuhan yang utama bagi pembelajaran bagi setiap individu untuk
setiap individu pada semua aspek membuat keputusan dalam
kehidupan. Masyarakat ketika mencari menyelesaikan masalah yang
informasi yang tepat dan relevan dihadapinya. Individu dikatakan mampu
mencari informasi dengan baik apabila dan mengetahui sumber informasi
dapat memastikan poin dalam dalam memperolehya dapat melalui
permasalahan kebutuhan informasinya media cetak maupun elektronik, tidak
hanya melibatkan membaca atau
memahami informasi dari berbagai
media namun juga dapat mencari,
menemukan serta memilih informasi
yang sesuai dengan permasalahan yang
dihadapinya tersebut diantara
beragamnya informasi yang pada setiap
harinya semakin banyak dan
berkembang mengikuti zaman (Yong J.
Yi, 2015) Literasi informasi seringkali
diterapkan pada lingkungan pendidikan,
namun belakangan ini berfokus dalam
kehidupan sehari - hari dengan
beragamnya informasi yang muncul
masyarakat harus literate dalam
menerima maupun memperoleh
informasi, salah satunya dengan
beragamnya informasi mengenai
kesehatan karena kesehatan penting
bagi semua orang terutama dalam
mencegah, mengobati maupun
mempromosikan kesehatan penyakit
dan membuat keputusan maka
masyarakat diwajibkan memiliki
kemampuan literasi informasi dalam
kesehatannya yaitu individu dapat
menafsirkan dosis obat sebelum
dikonsumsi, mengetahui label makanan
dan dapat menghitung glukosa darah

pada tubuh dan keterampilan literasi (Berkman et.al, 2010).


informasi kesehatan ini perlu dimiliki Literasi informasi kesehatan atau
masyarakat secara efektif dalam dapat disebut dengan literasi kesehatan
lingkungan perawatan kesehatannya ini menggambarkan berbagai tingkatan
yang ada didalamnya serta memiliki informasi terutama dalam bidang
peran penting dalam pemberdayaan kesehatan.
masyarakat. Pertama, tingkatan dasar Pada sistem pelayanan kesehatan
literasi kesehatan ini berupa yang terjadi saat ini, masih ada
kemampuan dasar untuk membaca dan beberapa masyarakat dengan tingkat
memahami bahan penting untuk literasi kesehatan rendah akan
kesehatan yang akan diperlukannya, menghadapi lebih banyak tantangan
seperti membaca resep, label obat dalam mengakses dan mempergunakan
maupun petunjuk perawatan kesehatan. pelayanan kesehatan. Terdapat
Kedua, tingkatan menengah dimana kerumitan dikarenakan adanya
individu sudah memiliki pengetahuan masyarakat yang masih tidak mampu
dari tingkatan pertama yang akan mengisi formulir – formulir yang
dikaitkan dengan informasi yang ada diperlukan dalam mekanisme kesehatan,
dilingkungan. Kemudian ketiga, seperti formulir asuransi dan resep obat.
tingkatan tinggi yang merupakan Mereka dapat mendatangani dokumen
perpaduan dari kedua tingkatan dasar formulir tersebut akan tetapi dalam hal
dan menengah yang dapat sebenarnya belum bahkan tidak
mencerminkan kemampuan yang mengerti isi dari dokumen itu, dan juga
dimiliki individu dalam menganalisis masih ada masyarakat yang salah
berbagai informasi yang ada dan untuk mengikuti petunjuk yang sudah tertera
selanjutnya dapat mempublikasikan pada resep obat maupun kemasan,
informasi yang telah diperolehnya untuk sehingga mereka langsung
orang lain supaya dapat menambah mengkonsumsi obat dengan cara,
jumlah dan waktu yang tidak tepat tanpa
memahami ataupun bertanya dulu
mengenai apa saja obat yang akan
dikonsumsinya. Jika masyarakat dengan
tingkat literasi yang rendah mungkin
tidak dapat mengetahui kapan harus
datang kembali untuk pemeriksaan
selanjutnya (Santosa, 2012). Seseorang
yang memiliki tingkat literasi kesehatan

yang rendah tentunya lebih buruk dalam dominan terhadap penyakit tertentu,
menangani masalah penyakit. seperti penyakit kronis tidak menular
Kemampuan akan kegiatan bisa menyerang siapa saja tanpa melihat
literasi kesehatan biasanya lebih dari status sosial maupun ekonomi
seseorang. Penyelesaian penyakit kronis Berdasarkan penjelasan diatas,
memerlukan pemahaman penderita untuk dapat mengetahui tingkat literasi
yang mencukupi penyakit tersebut kesehatan pada masyarakat tentunya
dengan dibantu oleh keluarga dalam perlu dilakukan penilaian maupun
mengatur diri, kepatuhan dalam penggambaran. Penggambaran literasi
megkonsumsi obat serta berhati – hati kesehatan berguna agar dapat
merubah gaya hidup. Literasi kesehatan mengetahui luasnya masalah dalam
yang digunakan ini salah satunya literasi kesehatan. Gambaran literasi
berkaitan erat dengan penyakit kronis kesehatan dapat dilihat dari kemampuan
dan penyakit tidak menular (Non – membaca, berhitung dan memahami
Communicable disease) salah satunya pesan kesehatan. Hal tersebut sebagai
yaitu diabetes mellitus dimana penyakit langkah awal dalam penilaian literasi
ini seringkali ditemukan di masyarakat kesehatan. Keluarga beguna untuk
seluruh dunia. Diabetes Mellitus membantu perawatan serta pengambilan
sebagai penyakit kronis yang belum keputusan pada penyakit yang di derita
dapat disembuhkan, yang mungkin penderita dan keluarga juga harus
dilakukan adalah mengontrol dengan memiliki literasi kesehatan untuk
gaya hidup yang baik agar dapat mencegah dan memutuskan aliran atau
tercapai kualitas hidup yang lebih baik. jaringan pada penyakit diabetes mellitus
Hal tersebut akan lebih mudah bagi keluarga yang belum terkena
dilakukan dengan adanya dukungan dari penyakit tersebut, karena peran literasi
keluarga (Garcı´a-Pe´rez, Alvarez, kesehatan semakin penting dalam
Dilla, Gill-Guillen, & Orozco-Beltran, bidang promosi kesehatan karena
2013). berperan dalam pemberdayaan
masyarakat.
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan diatas,
maka masalah yang dikaji dalam
penelitian ini adalah bagaimana
gambaran tingkat literasi kesehatan
fungsional, interaktif dan kritis pada

keluarga penderita penyakit diabetes terdapat pertimbangan dalam program


mellitus? pendidikan kesehatan dan komunikasi
yang dapat menunjang literasi kesehatan
1.2 TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Nutbeam (2000), pada keluarga penderita penyakit
diabetes mellitus, sebagai berikut :
1.2.1 Tingkat 1, Literasi Kesehatan Fungsional yang terbatas merupakan
Fungsional hambatan utama dalam mendidik
Mencerminkan dari keterampilan seseorang dengan kondisi kesehatan
dasar dalam pendidikan kesehatan yang kronis.
tradisional atau sederhana, seperti 1.2.2 Tingkat 2, Literasi Kesehatan
membaca label obat yang didasarkan Interaktif
pada komunikasi informasi yang dapat Difokuskan pada pengembangan
diakses melalui media – media dan keterampilan pribadi yang dimiliki
dengan melakukan kebiasaan berbagi seseorang dalam lingkungan yang
informasi dengan masyarakat lain mendukung. Umumnya dilakukan
mengenai resiko kesehatan dan dengan cara mencari informasi dari
penggunaan pelayanan kesehatan. Dari berbagai sumber yang diketahui dan
tindakan tersebut untuk membatasi sesuai dengan saran yang diterima.
tujuan kearah meningkatkan Dalam pendidikan diarahkan untuk
pengetahuan mengenai tentang resiko meningkatkan kapasitas pribadi untuk
kesehatan, pelayanan kesehatan, dan bertindak secara independen pada
kepatuhan dengan tindakan yang pengetahuan, untuk meningkatkan
ditentukan. Seseorang yang memiliki motivasi dan keyakinan diri untuk
literasi kesehatan Fungsional buruk bertindak atas saran yang diterima. Pada
tidak akan dapat mengikuti petunjuk tingkat ini seseorang dapat
perawatan secara tepat, seperti dalam mengevaluasi pesan kesehatan supaya
bahan tertulis yaitu kartu pengingat janji dapat berinteraksi secara tepat dengan
dan brosur informasi. Literasi kesehatan orang lain di lingkungan. Seseorang
tersebut akan menunjukkan peningkatan
motivasi dan kepercayaan diri.
Misalnya, menegoisasikan perawatan
dengan tenaga kesehatan berdasarkan
pengetahuan tentang kondisi dan
mengungkapkan pemahaman mereka
kepada teman sebaya maupun dalam
kelompok masyarakat.

1.2.3 Tingkat 3, Literasi Kesehatan pengembangan keterampilan pribadi atas


Kritis hasil yang dapat direalisasikan untuk
Disasarkan pada literasi mencapai tujuan dalam berorientasi
Fungsional dan interaktif yang kedepannya. Pendidikan kesehatan
mencerminkan kemampuan dan melibatkan komunikasi informasi dan
pengembangan keterampilan yang memfasilitasi pengembangan
menyelidiki kelayakan infromasi dan masyarakat.
kemungkinan organisasi berbagai
1.3 METODE PENELITIAN
bentuk tindakan determinan sosial,
Penelitian ini menggunakan
ekonomi dan lingkungan kesehatan.
pendekatan kuantitatif dengan tipe
Jenis literasi kesehatan ini dapat
deskriptif. Dalam penelitian kuantitatif,
mengevaluasi masalah kesehatan,
tipe deskriptif ini bertujuan untuk
menentukan tantangan dan
menggambarkan, meringkas berbagai
mendapatkan keuntungan dari setiap
kondisi, situasi, variabel yang timbul
masalah, mengenali siapa yang
dimasyarakat menjadi obyek penelitian
diuntungkan dan yang kehilangan
itu (Bungin, 2001 : 48). Penelitian
dengan menerapkan strategi promosi
deskriptif ini tidak dimaksudkan untuk
kesehatan tertentu, memperdebatkan
mencari perbandingan variabel pada
atau menolak adopsi dan memberikan
sampel yang lain atau mencari
saran kepada tokoh masyarakat.
hubungan antara variabel yang satu
Pendidikan kesehatan dalam hal ini
dengan variabel yang lain (Sugiyono,
diarahkan untuk meningkatkan individu
2013 : 35). Metode kuantitatif deskriptif
dan masyarakat untuk bertindak atas
digunakan untuk mendeskripsikan
faktor sosial dan ekonomi kesehatan.
mengenai kekuatan sikap, perilaku,
Secara umum, seseorang dengan tingkat
tindakan literasi kesehatan yang dimiliki
literasi kesehatan kritis ini mampu
oleh keluarga penderita penyakit
diabetes mellitus di RSUD Dr. M.
Soewandhie Surabaya.

1.3.1 Teknik Pengambilan Sampel


Sampel dalam penelitian ini
adalah keluarga dari penderita penyakit
diabetes mellitus yang ditentukan
dengan purposive sampling yaitu teknik
pemilihan sampel berdasarkan beberapa
pertimbangan tertentu. Dengan
menggunakan kriteria pertimbangan
yaitu a) Umur 16 tahun keatas, b)

Keluarga yang salah satu anggotanya Surabaya dan melakukan pengobatan di


penderita rawat jalan penyakit diabetes Surabaya, d) dapat berkomunikasi secara
mellitus, c) bertempat tinggal di verbal yang disampaikan oleh pihak satu
kepada pihak terkait lainnya dengan penelitian terdahulu. Pada bab analisis
menggunakan cara tertulis maupun data ini peneliti akan menganalisis dan
lisan, e) dapat membaca dan menulis membahas lebih lanjut data yang
dosis maupun resep obat. disesuaikan dengan rumusan masalah
1.3.2 Teknik Pengumpulan Data mengenai bagaimana gambaran tingkat
Metode pengumpulan data literasi kesehatan fungsional, interaktif
merupakan bagian instrumen dan kritis pada keluarga penderita
pengumpulan data yang menentukan penyakit diabetes mellitus di RSUD Dr.
berhasil atau tidaknya suatu penelitian. M. Soewandhie Surabaya.
Beberapa teknik pengumpulan data 1.4.1 Tingkat Literasi Kesehatan
yang digunakan dalam penelitian, Fungsional (Level of
Functional Health Literacy)
sebagai berikut: 1. Permasalahan Awal
a. Pengumpulan data primer Indikator munculnya
(Kuesioner, wawancara dan permasalahan awal dimana responden
observasi) baru memiliki maupun mengetahui
b. Pengumpulan Data Sekunder salah satu dari anggota keluarga
c. Studi Literatur menderita penyakit diabetes mellitus.
Pertama yaitu pengetahuan dan
1.4 HASIL ANALISIS DATA
Berdasarkan data yang telah pemahaman terlebih dahulu mengenai
diperoleh peneliti dari hasil observasi , pengertian penyakit diabetes mellitus
penyebaran kuesioner , dan wawancara yang merupakan penyakit karena kadar
dilapangan yang telah disajikan pada gula darah melebihi normal dengan
bab III temuan data, maka bab IV ini diagnosa dengan kadar gula darah pada
akan dilakukan analisa lebih lanjut waktu puasa >126 mg/dL dan kadar
dengan mengaitkan ke beberapa teori gula sewaktu >200 mg/dL. Pada jurnal
yang sesuai, pendapat para ahli, penelitian yang juga membahas kadar
gula darah oleh Kardika, et.al yang
berjudul “Preanalitik dan Interpretasi
Glukosa Darah untuk Diagnosis
Diabetes Mellitus” (2013) bahwa
diabetes mellitus dengan kadar glukosa
plasma vena puasa <110 mg/dL

dinyatakan normal dan >126 mg/dL glukosa plasma vena setelah berpuasa
adalah diabetes mellitus. Dengan sedikitnya 8 jam >126 mg/dL sudah
demikian pada seseorang dengan kadar cukup untuk membuat diagnosis terkena
diabetes mellitus. Sedangkan glukosa adalah gambaran pola makan atau
plasma vena sewaktu >200 mg/dL maka kebiasaan makan, meliputi jenis dan
seseorang tersebut sudah dapat disebut frekuensi makan.
memenuhi kriteria penyakit diabetes 2. Reaksi Terhadap
mellitus. Permasalahan
Permasalahan awal kedua dan Indikator reaksi terhadap
ketiga yaitu, mengenai pernyataan permasalahan penyakit diabetes, yaitu
penyakit diabetes mellitus bersifat tidak munculnya perasaan cemas dari pihak
menular dan disebabkan oleh pola keluarga mengetahui adanya salah satu
makan yang tidak sehat sekaligus anggota keluarga lain yang menderita
mengatur pola makan memperkecil penyakit diabetes mellitus. Kecemasan
terkena komplikasi penyakit diabetes atau anxieties merupakan rasa khawatir,
mellitus, dalam jurnal penelitian oleh takut yang tidak jelas akan sebabnya.
Nurlaili Haida Kurnia Putri dan Kecemasan ini berupa kekuatan yang
Muhammad Atoillah Isfandiari yang besar untuk menggerakkan tingkah laku
berjudul “Hubungan Empat Pilar baik normal maupun menyimpang yang
Pengendalian Diabetes Mellitus Tipe 2 terganggu dari kedua –duanya
dengan Rerata Kadar Gula Darah” merupakan pernyataan, penampilan,
(2013) juga menyatakan bahwa penjelmaan dari pertahanan terhadap
penyakit diabetes mellitus merupakan kecemasan (Gunarso, 2003 :27).
penyakit tidak menular yang mengalami Sedangkan menurut Musfir (2005 : 512)
peningkatan terus menerus dari tahun ke menyatakan bahwa kecemasan berupa
tahun. Selain penyakit diabetes mellitus kondisi kejiwaan yang penuh dengan
ini tidak menular, terjadi karena kekhawatiran dan ketakutan akan apa
dipengaruhi oleh pola makan yang yang bisa mungkin terjadi, baik
tidak sehat juga. Pengaturan makan berkaitan dengan permasalahan yang
terbatas maupun hal – hal lainnya.
Selain itu, kecemasan juga dapat
dikatakan perasaan tertekan dan tidak
tenang serta berpikiran kacau dengan
disertai banyak penyesalan. Hal ini
sangat berpengaruh pada tubuh

sehingga dirasa mengigil, menimbulkan 3. Jenis Tindakan Awal Terhadap


banyak keringat, jantung berdegup Permasalahan
cepat, lambung terasa mual, tubuh Indikator tentang jenis tindakan
terasa lemas. awal terhadap permasalahan merupakan
perbuatan, perilaku atau aktivitas pada akan penyakit diabetes mellitus
diri seseorang untuk mencapai tujuan tersebut. Diskusi merupakan visi dari
individual yang ada pada dirinya. dua atau lebih individu yang
berikut jenis tindakan awal terhadap berinteraksi secara verbal dan dengan
permasalahan yang dilakukan keluarga saling bertatap muka tentang tujuan atau
terhadap penderita penyakit diabetes, target yang telah diberikan dengan cara
yaitu pertama, bertindak dengan segera pertukaran informasi (Hasibuan, 1985).
membawa ke pelayanan kesehatan. 4. Membaca Resep Obat
Kedua, keluarga memberikan informasi Indikator tentang Pengetahuan
tentang pengaturan pola makan kepada resep maupun label obat juga
penderita, bahwa pengaturan pola merupakan hal dasar dari tingkat literasi
makan merupakan gambaran tentang fungsional yang didasarkan pada
pola makan atau kebiasaan makan yang komunikasi informasi (Nutbeam, 2000).
meliputi jenis dan frekuensi makanan. Dari indikator adanya mengetahui resep
Makanan akan menaikkan glukosa obat dengan menerima resep obat yang
darah dari satu hingga dua jam setelah telah diberikan oleh pihak tenaga
makan maka hendaknya dengan kesehatan tanpa membaca terlebih
mengatur perencanaan makan seperti dahulu maupun bertanya kepada pihak
jumlah, jenis dan jadwal untuk tenaga kesehatan.
mendapatkan nutrisi yang optimal 5. Memanfaatkan Pelayanan
(Putri, et.al, 2013). Ketiga, keluarga Kesehatan Dasar
melakukan diskusi dengan pihak Indikator tentang keluarga
professional kesehatan bisa dikatakan berusaha memanfaatkan pelayanan
dokter ataupun perawat yang mengerti dasar yang ada disekitar masyarakat,
seperti halnya pertama dengan
pemilihan tempat pelayanan kesehatan
untuk pemeriksaan sebagai langkah
awal untuk keluarga yang pertama kali
memiliki penyakit diabetes mellitus
dapat memilih tempat pelayanan yang
sekiranya jarak tidak begitu jauh dari
lokasi rumah (strategis) ataupun tempat

pelayanan yang memiliki berbagai alat prakter dokter atau puskesmas terdekat.
medis yang lengkap yang berada Memanfaatkan pelayanan kesehatan
disekitar lingkungan masyarakat, dasar akan menghasilkan manfaat bagi
misalnya rumah sakit umum, tempat individu dengan meningkatkan
pengetahuan mengenai resiko dan radio, televisi, surat kabar, buku,
pelayanan kesehatan yang sesuai majalah, internet dan lain sebagainya.
dengan tindakan, begitu pula dengan 2. Reaksi Terhadap
keluarga maupun masyarakat lain dapat Permasalahan
meningkatkan partisipasi dalam Pada tingkat literasi kesehatan
program kesehatan (Nutbeam, 2000). interaktif ini terdapat reaksi keluarga
1.4.2 Tingkat Literasi Kesehatan terhadap permasalahan penyakit
Interaktif (Level of Interactive diabetes mellitus, yaitu pertama,
Health Literacy) dengan menunjukkan reaksi yang
1. Pemilihan Jenis Sumber biasa saja atau tidak cemas. Kedua,
Informasi mereka berusaha mencari informasi
Indikator dari pemilihan jenis baru tentang penyakit diabetes
sumber informasi yaitu ada yang mellitus tersebut. Ketiga, dengan
menggunakan media cetak dan juga melengkapi informasi yang
menggunakan media elektronik. Disini dibutuhkan. Dan keempat, bisa juga
keluarga akan memulai berinteraksi langsung bertindak memberikan
dengan berbagai sumber informasi pertolongan kepada penderita di awal
guna dalam menemukan informasi terkena penyakit diabetes mellitus.
yang dibutuhkan. Menurut Hang In 3. Memanfaatkan Pelayanan
Noh, et. Al (2009) menyatakan bahwa Kesehatan Lanjut
seseorang dalam menemukan sebuah Tingkat literasi kesehatan ini
informasi selain berdiskusi dengan terdapat indikator untuk
pihak lain juga dapat dilakukan memanfaatkan pelayanan kesehatan
melalui berbagai sumber diantaranya lanjut dengan berbagai pilihan, seperti
pertama, keluarga memilih untuk
memanfaatkan berkonsultasi dengan
tenaga kesehatan (dokter, perawat
maupun bidan) secara lebih intensif
agar mengerti bagaimana cara
merawat penderita, mengatur pola
makan yang benar, rutin untuk cek
darah sewaktu dan lain sebagainya.

Kedua, setelah mengetahui salah segera membawa berobat ke tenaga


satu anggota sakit dengan tanda – kesehatan. Dan ketiga, ada juga
tanda terkena penyakit diabetes pengobatan alternatif yang digunakan
mellitus maka keluarga dapat juga selain pengobatan dari tenaga
kesehatan (dokter, perawat maupun dalam beberapa hal, yaitu pertama,
bidan). keluarga mencatat informasi dari hasil
4. Memahami Resep Obat mencari informasi dari media (cetak
Pada tingkat ini juga dapat maupun elektronik).
mengevaluasi pesan kesehatan yang 2. Menilai Sumber Informasi
didapatkan dari berinteraksi dan Pada tingkat literasi kesehatan
dikembangkan dengan keterampilan kritis dengan indikator menilai sumber
yang sudah dimiliki, begitu pula dalam informasi dibagi dalam beberapa hal,
indikator memahami resep maupun yaitu pertama, dengan menilai
label obat akan mempertimbangkan informasi dari keakuratannya. Kedua,
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi menilai informasi dari sumber
(Nutbeam, 2000). informasi. Dan ketiga, dapat menilai
1.4.3 Tingkat Literasi Kesehatan informasi dari kesesuaian
Kritis (Level of Critical Health permasalahan yang dimiliki.
Literacy) 3. Mengkritisi Pencegahan
Penyakit
1. Cara Mengumpulkan Informasi
Pada tingkat literasi kesehatan
Indikator cara mengumpulkan
ini terdapat indikator kemampuan
informasi, menurut Kuhlthau (1991 :
dalam mengkritisi pencegahan
368) yang menyatakan bahwa
penyakit yang merupakan memberikan
pengumpulan tindakan yang dilakukan
tanggapan dan pendapat mengenai
oleh seseorang hanyalah
pencegahan penyakit dengan berbagai
mengumpulkan informasi yang dapat
hal, yaitu pertama, melakukan
dilakukan dengan berbagai cara. Pada
pencegahan dengan mengatur pola
tingkat literasi kesehatan ini dibagi
makan yang benar. Dalam jurnal
penelitian oleh Nurlaili, et.al (2013)
yang berjudul “Hubungan Empat Pilar
Pengendalian Diabetes Mellitus Tipe 2
dengan Rerata Kadar Gula Darah”
juga menjelaskan mengenai
pengaturan pola makan dan tes darah

untuk pencegahan penyakit diabetes memiliki pemahaman yang bagus


mellitus. mengenai kandungan maupun dosis
4. Menguasai Resep Obat pada obat.
Pada tingkat literasi kesehatan 5. Kolaborasi dengan Pelayanan
kritis sudah dapat dibilang bahwa Kesehatan
Indikator kemampuan sering pada penderita diabetes mellitus
berkolaborasi dengan pelayanan dibandingkan dengan non diabetes
kesehatan pada tingkat literasi mellitus. Komplikasi akibat kaki
kesehatan ini dibagi dalam dua poin, diabetik menyebabkan lama rawat
yaitu pertama dengan kolaborasi penderita diabetes mellitus menjadi
dengan tenaga kesehatan ikut serta lebih panjang, lebih dari 25%
dalam mengadakan acara seminar penderita yang dirawat adalah akibat
pada penyakit diabetes mellitus. kaki diabetik dan sebagian besar
Kedua, ikut serta dalam melakukan amputasi pada kaki diabetik yang
senam diabetes untuk pencegahan. bermula dari ulkus pada kulit. Resiko
Pada jurnal penelitian yang juga ulkus kaki dapat dicegah dengan
membahas tentang senam diabetes latihan jasmani seperti senam diabetik,
oleh Tri Sunaryo dan Sudiro yang dimana latihan jasmani ini merupakan
berjudul “Pengaruh Senam Diabetik upaya awal dalam mencegah,
Terhadap Penurunan Resiko Ulkus mengontrol, dan mengatasi diabetes.
Kaki Diabetik Pada Pasien Diabetes 6. Mengkomunikasikan
Mellitus Tipe 2 di Perkumpulan Informasi Kesehatan
Diabetik” (2014) menyatakan bahwa Indikator kemampuan
komplikasi kaki diabetik menjadi mengkomunikasikan informasi
penyebab dilakukannya amputasi yang kesehatan pada tingkat ini merupakan
disadari oleh kejadian non traumatik. gambaran seseorang yang memiliki
Resiko amputasi 15-40 kali lebih pengetahuan lebih dan akan
dikomunikasikan atau disebar luaskan
informasi yang telah didapatkannya
supaya masyarakat lain mendapatkan
informasi baru yang belum
diketahuinya. Dan pada indikator ini
terdapat dua poin dalam
mengkomunikasikan informasi
kesehatan yaitu pertama, seperti
penyebaran informasi melalui media

cetak seperti dimasukkan dalam koran, aksi, tindakan atau adanya mekanisme
majalah kesehatan atau brosur. suatu sistem. Implementasi ini bukan
7. Implementasi Resep Obat sekedar aktivitas melainkan suatu
Indikator implementasi kegiatan yang terencana dan untuk
merupakan berfokus pada aktivitas, mencapai tujuan kegiatan (Usman,
2002). Implementasi resep obat ini barang ke konsumen yang biasanya
bisa dikatakan dengan memiliki akan dimulai dengan membentuk
kemampuan dan pemahaman tentang brand awareness (Kotler et.al, 2005).
resep obat maka dapat Pada penelitian oleh Dr. Satibi, M.Si.,
mengimpelentasi obat – obat dengan Apt (2014) juga membahas adanya
melakukan pengadaan obat secara pengadaan obat yang berjudul
berkelanjutan dan dapat menyimpan “Manajemen Obat di Rumah Sakit”.
obat –obatan sesuai dnegan jenis Pengadaan merupakan suatu proses
ataupun dosis obatnya. kegiatan yang bertujuan supaya
Pada indikator ini terdapat dua sediaan farmasi tersededia dengan
kegiatan untuk mencapai tujuan, jumlah dan jenis yang sesuai dengan
diantaranya yaitu pertama dengan kebutuhan pelayanan. Proses
melakukan pengadaan obat secara pengadaan diantaranya aspek
berkelanjutan. Pengadaan barang dan perencanaan, teknis pengadaan,
jasa tidak bisa lepas dari konsep bisnis penerimaan, dan penyimpanan
yang mana melibatkan banyak pihak (Mashuda, 2011).
yang saling terkait. Proses pengadaan Pengadaan yang efektif adalah
barang dan jasa awalya dimulai dari suatu proses mengatur cara, teknik,
ikhisar pengusaha untuk memenuhi dan kebijakan yang ada untuk
permintaan konsumen yang kemudian membuat suatu keputusan tentang obat
diawali dengan proses produksi – obatan yang akan diadakan, baik
disusul dengan proses pengenalan jumlah ataupun sumbernya.
Pengadaan yang ekonomis, selain
menjamin persyaratan mutu, manfaat
dan keamanan maka harus menjamin
ketersediaan dalam jenis dan jumlah
yang tepat dan harga yang ekonomis.
Menurut Quick, et al (2012),
menyatakan bahwa siklus manajemen
obat mencakup empat tahap, sebagai
berikut : seleksi (selection), pengadaan
(procurement), distribusi

(distribution), dan penggunaan (use). supaya dari masing – masing obat dapat
Masing – masing tahap dalam siklus dikelola secara optimal.
manajemen obat saling terkait,
1.5 PENUTUP
sehingga harus dikelola dengan baik
1.5.1 Kesimpulan tingkat literasi kesehatan kritis ini
Pada sub bab ini, peneliti akan menggambarkan diantara kedua tingkat
menyajikan beberapa kesimpulan yang literasi kesehatan diatas yang juga
berhasil diperoleh peneliti berdasarkan mencerminkan kemampuan yang
pernyataan pada kuesioner, temuan data dimiliki serta adanya pertimbangan
pada bab III dan analisis data pada bab informasi yang diperoleh kemudian dari
IV, mengenai gambaran tingkat literasi hasil informasi yang telah diperolehnya
kesehatan keluarga penderita penyakit serta menguasai informasi maka
diabetes mellitus di Surabaya, sebagai selanjutnya akan di sharingkan kepada
berikut : pertama tingkat literasi masyarakat lain supaya mendapatkan
kesehatan fungsional, kedua tingkat informasi tambahan yang sesuai dengan
literasi kesehatan interaktif, dan ketiga permaslaahannnya terdapat prosentase
tingkat literasi kesehatan kritis. Tingkat 5,6% dengan frekuensi 5 responden.
literasi kesehatan fungsional Hasil tersebut menyatakan bahwa
menggambarkan cerminan dari keluarga penderita penyakit diabetes
kemampuan dasar yang dimiliki oleh mellitus sebagian besar menduduki pada
seseorang terdapat prosentase 7,9% posisi tingkat literasi kesehatan
dengan frekuensi 7 responden. Tingkat interaktif, dimana mereka mampu
literasi kesehatan interaktif mengembangkan keterampilan dan
menggambarkan dari cerminan kemampuan yang dimiliki secara
kemampuan pribadi yang telah dimiliki pribadi dalam lingkungannya dengan
individu dan yang didapatkan berbagai cara yaitu dapat menentukan
dilingkungan untuk dipertimbangkan pemilihan jenis sumber informasi,
informasinya terdapat 86,5% dengan reaksi terhadap permasalahan,
frekuensi 77 responden. Sedangkan memanfaatkan pelayanan kesehatan
lanjut dan dapat memahami resep atau
label obat dari tenaga kesehatan.

1.5.2 Saran
Berdasarkan hasil temuan data
dan analisis data dari penelitian
“Tingkat Literasi Kesehatan Keluarga
Penderita Penyakit Diabetes Mellitus di

Surabaya”, terdapat beberapa saran :


yang dapat diungkapkan oleh peneliti Bagi pihak kementerian kesehatan,
kepada beberapa pihak, antara lain yaitu perlu dipertimbangkan lebih banyak
pesan promosi mengenai kesehatan kegiatan apapun mengenai kesehatan,
yang disebarkan melalui media koran, sering membaca buku tentang kesehatan
televisi maupun internet. Selain itu, juga dengan berbagai bahasa supaya dapat
mempertimbangkan adanya situs – situs menguasai dan memahami informasi
kesehatan resmi bagi masyarakat awam yang terkandung didalamnya,
yang berisi informasi kesehatan dengan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan
bahasa dan cara mengakses yang mudah supaya keluarga mendapatkan
untuk dimengerti, seperti menampilkan pengetahuan yang lebih untuk
dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedepannya untuk membuat keputusan,
nasional yang sudah umum digunakan berlatih mengoperasikan teknologi
masyarakat, kemudian dengan informasi dengan baik serta berbagi
menjelaskan tata cara atau alur dalam informasi yang telah dimiliki kepada
mengakses sebuah informasi. orang lain yang belum mengetahui akan
Bagi pihak responden yaitu informasi kesehatan.
keluarga dari penderita penyakit
diabetes mellitus mengenai hasil yang
diperoleh, mengingat bahwa keluarga
merupakan sumber informasi kesehatan
yang paling dekat dengan penderita
maka dapat mengikuti dan
mempertimbangkan adanya sebuah
program edukasi kesehatan dalam
bentuk dukungan untuk penderita,
meningkatkan pencegahan suatu
penyakit kesehatan dini. Dalam hal ini
keluarga dapat mengikuti seminar atau
DAFTAR PUSTAKA

Al Sayah, Fatima. Williams, Beverly. Johnson, Jeffrey A. (2012). Measuring Health


Literacy in Individuals With Diabetes : A Systematic Review and
Evaluation of Available Measures.

Andrulis, D.P & Brach, C. 2007. Intergrating Literacy, Culture, and Language to
Improve Health Care Quality for Diverse Populations. Am J Health
Behav., 31 (Suppl.1), S122-133.

Arisman, 2010. Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia : Konsep, Teori, dan
Penanganan Aplikatif. Jakarta : EGC.

Berkman, N., Terry, D., & McCormack, L. (2010). Health Literacy : what is it?
Journal of Health Communication, 15,9-19.

Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Sosial : Format – Format Kuantitatif dan
Kualitatif. Surabaya : Airlangga Univeristy Press

Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana.

Canadian Council on Learning. 2008. Health Literacy in Canada : a Healthy


Understanding.

Caragih. 2013. Karakteristik Sosial. Diakses dari : http://www.trendilmu.com

Dinas Kesehatan. 2010. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak

Menular.

Friedman, M.M Bowden, V R. & Jones, E.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan
Keluarga. Edisi 5. Jakarta : EGC.

Garci`a-Pe`rez, L., Alvarez, M., Dilla, T., Gill-Guilen, V., & Orozco-Beltran, D.
2013. Adherence to therapies in patients with type 2 diabetes. Journal of
Diabetes Therapy, 4, 175-194.
Gambaran Umum RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya. Diakses dari http://rs-
soewandhi.surabaya.go.id/

Gunarso, Singgih. 2003. Psikologi Perawatan. Jakarta : Gunung Mulia.

Hang In Noh, et.al. 2009. Cervical Cncer Patien Information-Seeking Behaviors,


Information Needs, and Information Sourches in South Korea. Vol 17 : 1277-
1283.

Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ishikawa, H. & Yano, E, 2011. The Realtionship of Patient Participation and


Diabetes Outcome for Patients With High vs. Low Health Literacy. Patient
Education and Counseling 84, 393 – 397.

Kardika, et.al. 2013. Preanalitik dan Interpretasi Glukosa Darah Untuk Diagnosis
Diabetes Mellitus. Universitas Udayana : Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran.

Kotler, et.al. 2005. Principle of Marketing. Ed 4th. Essex. Pearson Education


Limited.

Kulthau, Carol C. (1991). Inside The Search Process : Information Seeking From
The User’s Perspective. Journal of The American Society For Information
Science. 42(5):361-371/1991.

Mashuda, A. 2011. Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik. Kerjasama


Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia dengan Pegurus Pusat Ikatan Apoteker
Indonesia.

Musfir. 2005. Konseling Terapi. Jakarta : Gema Insani Press.

Ng, E., Omariba, DW. 2010. Health Literacy and Immigrants in Canada :
Determinants and effects on Health Outcomes, Canadian Council on
Learning, Canada.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

Nutbeam, D. 2000. Health Literacy as a Public Health Goal : a Challenge for


Contemporary Health Education and Communication Strategies into the
21st Century. Australia : Departement of Public Health and Community
Medicine – Universitas of Sydney.

Nutbeam, D. 2008. The evolving concept of health literacy. Social Science &
Medicine, 67,2072-2078.

Pawlak, R. 2005. Economic Considerations of Health Literacy. Nurs. Econ, 23(4),


173-180.

Putri, Nurlaili Haida Kurnia & Isfandiari, M. A. 2013. Hubungan Empat Pilar
Pengendalian Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Rerata Kadar Gula Darah.
Universitas Airlangga : Fakultas Kesehatan Masyarakat Surabaya.

Quick, J.P., Rankin, J.R., Laing, R.O., O’Cornor, R.W., 2012. Managing Drug
Supply, The Selection, Procurement, Distribution and Use od
Pharmaceutical. Third Edition. Kumarin Press, Conecticus USA.

Ratzan, S.C. 2001. Health Literacy : Communication for the public good, Health
Promotion International, 16(2), 207-214.

Sari, Ratih Kusuma. 2013. Literasi Informasi pada Pasien Penyakit Kronis
(HIV/AIDS). Surabaya : RSUD Dr. Soetomo.

Santosa, Karina Samaria. (2012). Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan


Tingkat Kemelekan Kesehatan Pasien di Klinik Dokter Keluarga. Jakarta :
Universitas Indonesia Kiara.

Satibi. 2014. Manajemen Obat di Rumah Sakit. Yogyakarta : Universitas Gajah


Mada, Fakultas Farmasi.
Simmich, L. 2009. Health Literacy and Immigrant Populations. Ottawa : Public
Health Agency of Canada and Metropolis Canada.

Singleton, K & Krause, E. 2009. Understanding Cultural and Linguistic Barriers to


Health Literacy. The Online Journal of Issues in Nursing, 14 (3).

Soegondo, S. 2006. Farmakologi Pada Pengendalian Glikemia Diabetes Mellitus


Tipe 2. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. (3rd Ed). Jakarta : Pusat Penerbit
Departemen Penyakit Dalam FKUI.

Sorensen, K., et al, 2012. Health Literacy and Public Health : a Systematic Review
and Integration of Definition and Models. BMC Public Health

Subagyo, P. Joko. 1997. Metode Penelitian : Dalam Teori dan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :


Alfabeta.

Sunaryo, Tri & Sudiro. 2014. Pengaruh Senam Diabetik Terhadap Penurunan
Resiko Ulkus Kaki Diabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Perkumpulan Diabetik. Kementerian Kesehatan : Politeknik Kesehatan
Surakarta.

Usman, Nurdin. 2002. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.

Wardhani, RR Klaudia Crista. 2008. Hubungan Antara Pola Makan Dengan Depresi
Pada Penderita Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI)
Tanpa Komplikasi. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta : Fakultas
Psikologi.

White, S. 2008. Assessing the Nation’s Health Literacy. American Medical


Association Foundation, Amerika Serikat.
Yong J. Yi. 2015. Health Literacy and Health Information Behavior of Florida
Public Library Users : A Mixes Methods Study. South Korea :
SungKyunKwan University.

Anda mungkin juga menyukai